Uploaded by rezafachry45

KONDUKSI

advertisement
ABSTRAK
Pada prinsipnya perpindahan panas akan terjadi karena energi berpindah
dari suatu tempat ke tempat lainnya sebagai akibat dari perbedaan temperatur antara
tempat tersebut. Energi tersebut dapat juga berpindah melalui sebuah media baik
itu dalam bentuk cair, padat maupun udara. Salah satu hal yang sering kita jumpai
adalah proses konduksi dimana energi berpindah melalui media yang tidak
bergerak.
Dalam hal ini biasanya konduksi terjadi melalui zat padat. Dalam kehidupan
sehari-hari banyak dijumpai proses perpindahan panas, khususnya secara konduksi.
Sebagai contoh adalah ketika pertama kali menyalakan motor pada pagi hari,
knalpot bagian paling ujung tidak akan terasa panas tapi setelah kita pakai untuk
berangkat kuliah maka akan terasa panas jika kaki kita tersentuh ke knalpot
tersebut.
Dalam bidang otomotif juga dapat dijumpai proses perpindahan panas
secara konduksi. Salah satu contohnya yaitu pada blok dan kop engine. Pada blok
dan kop engine juga terdapat fin-fin yang berfungsi sebagai pendingin. Dalam finfin tersebut juga terdapat perpindahan panas secara konduksi. Oleh karena itu,
diperlukan pemahaman proses konduksi melalui percobaan ini.
Kata kunci: Konduksi, konduktifitas thermal, thermocouple
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 5
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3
Tujuan ....................................................................................................... 6
1.4
Batasan Masalah ....................................................................................... 6
BAB II DASAR TEORI ......................................................................................... 7
2.1 Konduksi ....................................................................................................... 7
2.2 Tahanan thermal dan Overall Heat Transfer Coefficient .............................. 8
2.3 Konduktivitas Termal dari Benda Padat ..................................................... 11
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN............................................................. 14
3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................ 14
3.2 Instalasi Peralatan ........................................................................................ 14
3.3 Langkah Pengujian ...................................................................................... 15
3.4 Flowchart Percobaan ................................................................................... 18
3.4.1 Flowchart Persiapan .............................................................................. 18
3.4.2 Flowchart Pengambilan Data ................................................................ 20
BAB IV ................................................................................................................. 22
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ........................................................... 22
4.1 Data Hasil Perhitungan ................................................................................ 22
4.2 Flowchart Perhitungan ................................................................................ 22
4.3 Contoh Perhitungan ..................................................................................... 25
4.3.1 Data Percobaan ..................................................................................... 25
4.3.2 Perhitungan Tavg dan K teori ............................................................... 25
4.3.3 Perhitungan Luas Penampang ............................................................... 26
4.3.4 Perhitungan Overall Heat Transfer Coefficient .................................... 26
4.3.5 Perhitungan q teori ................................................................................ 26
4.3.6 Perhitungan K praktikum ...................................................................... 27
4.4 Pembahasan ................................................................................................. 27
4.4.1 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Stainless Steel ........................ 27
4.4.2 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Besi ........................................ 28
4.4.3 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Aluminium ............................. 29
4.4.4 Grafik Konduktivitas Thermal terhadap Tavg ...................................... 30
4.4.5 Grafik Overall Heat Transfer terhadap Tavg ........................................ 31
BAB V................................................................................................................... 33
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 33
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 33
5.2 Saran ............................................................................................................ 34
DAFTAR TABEL
Gambar 2. 1 Hubungan perpindahan panas konduksi dengan difusi energi akibat
adanya aktivitas molekul. ........................................................................................ 7
Gambar 2. 2 Rentang Konduktivitas Termal Untuk Berbagai Keadaan Materi ..... 8
Gambar 2. 3 Kesetaraan sirkuit termal untuk composite wall yang seri ............... 10
Gambar 2. 4 Pengaruh temperatur pada konduktivitas termal pada benda padat . 13
Gambar 3. 1 Instalasi Percobaan
……………………………………………15
Gambar 4. 1 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Stainless Steel……………27
Gambar 4. 2 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Besi.................................... 28
Gambar 4. 3 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Aluminium ....................... 29
Gambar 4. 4 Grafik Konduktivitas Termal (k) terhadap Temperatur Rata-rata ... 30
Gambar 4. 5 Grafik Overall Heat Transfer (U) terhadap Temperatur Rata-rata ... 32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengetahui bagaimana suatu energi
ditransfer melalui interaksi dalam suatu sistem terhadap lingkungan sekitar, dimana
energi tersebut dapat berupa panas ataupun kerja. Dalam lingkup perpindahan
panas, transfer energi dapat berlangsung melalui proses konduksi, konveksi, dan
radiasi.
Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam lingkup
perpindahan panas pada setiap elemen kecil yang terkait pada suatu sistem yang
akan dianalisa. Dalam hal ini pemahaman paling mendasar yaitu pengertian dan apa
itu perpindahan panas konduksi dan proses transfer energi panas itu terjadi.
Praktikum perpindahan panas merupakan salah satu langkah untuk
meningkatkan pemahaman dasar terhadap mekanisme proses perpindahan panas.
Pada praktikum ini akan dipraktekkan dan lebih memperjelas perpindahan panas
secara konduksi.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari percobaan ini antara lain:
1. Bagaimana konsep dasar proses terjadinya perpindahan panas secara
konduksi?
2. Bagaimana cara membandingkan serta mengestimasi nilai konduktivitas
dan overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data?
3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikan temperatur spesimen
terhadap nilai konduktivitasnya?
1.3
Tujuan
Tujuan percobaan pada praktikum ini adalah:
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses perpindahan
panas secara konduksi.
2. Mampu membandingkan serta mengestimasi nilai konduktivitas dan overall
heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan data.
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikan temperature spesimen
terhadap nilai konduktivitasnya.
1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah pada praktikum ini adalah:
a.
Steady state
Steady state merupakan suatu kondisi dimana properti pada titik tertentu
tidak berubah terhadap waktu.
b. No heat generation
No heat generation merupakan sebuah asumsi dimana tidak ada energi
bangkitan pada specimen
c. No contact resistance
Tahanan kontak antara dua permukaan dianggap tidak ada (diabaikan)
karena bidang kontak antara spesimen dan logam penghantar dianggap rata
d. Perpindahan panas dianggap konstan
Panas ditimbulkan oleh arus dan tegangannya diatur konstan
e. One dimensional conduction
Konduksi diasumsikan hanya satu arah dikarenakan di sekeliling benda uji
terisolasi.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai
perpindahan
bagian-bagian zat itu. Konduksi juga dapat dikatakan sebagai
perpindahan energi dari partikel yang memiliki energi tinggi ke partikel yang
energinya rendah ketika partikel tersebut saling berinteraksi. Mekanisme dari
konduksi sendiri dapat ditinjau dari gas ideal yang mana gas dapat menempati ruang
antara dua permukaan yang dipertahankan pada temperatur yang berbeda, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar (2.1). Temperatur dihubungkan pada setiap titik
dengan energi molekul gas di dekat titik tersebut. Energi ini terkait dengan gerakan
translasi acak, serta dengan gerakan rotasi dan vibrasi internal molekul.
Gambar 2. 1 Hubungan perpindahan panas konduksi dengan difusi energi akibat
adanya aktivitas molekul.
(Sumber: Sixth Edition Fundamentals of Heat and Mass Transfer)
Contoh konduksi adalah pemanasan batang besi pada suatu permukaan. Jika ujung
kepala setrika dipanaskan, maka sisi bagian lain dari ujung setrika tersebut seiring
berjalannya waktu akan terasa panas juga. Ini menandakan bahwa panas berpindah
dari kepala setrika menuju sisi ujung setrika lainnya. Dari contoh diatas, maka laju
perpindahan panas per satuan luas yang sering disebut dengan heat flux, qx’’,
adalah sebagai berikut:
π‘žπ‘₯′′ =
π‘žπ‘₯
𝑑𝑇
= −π‘˜
𝐴
𝑑π‘₯
Dimana π‘žπ‘₯ adalah heat rate yang dirumuskan sebagai berikut:
π‘žπ‘₯ = −π‘˜π΄
𝑑𝑇
𝑑π‘₯
Ketika terjadi perubahan material, misalnya dari metal ke plastik, maka nilai
perpindahan panas, π‘žπ‘₯ , pada plastik akan lebih kecil dibandingkan dengan metal.
Hal ini dapat ditunjukkan menjadi persamaan berikut:
π‘žπ‘₯ = π‘˜π΄
ΔT
Δx
…………………………………(2.1)
Dimana „k“ merupakan konduktivitas termal (W/m.K), Variabel „A“ merupakan
luas permukaan benda, "Δ𝑇" merupakan perbandingan temperatur antara dua
permukaan, dan „Δπ‘₯" adalah panjang benda. Konduktivitas termal ini merupakan
properties dari setiap material sehingga antara satu material dengan material lainnya
nilai „k“ akan berbeda – beda. Apabila „k“ semakin besar maka energi
konduktivitas juga semakin besar.
Gambar 2. 2 Rentang Konduktivitas Termal Untuk Berbagai Keadaan Materi
(Sumber: Sixth Edition Fundamentals of Heat and Mass Transfer)
2.2 Tahanan thermal dan Overall Heat Transfer Coefficient
Tahanan thermal (thermal resistance) adalah perbandingan dari perbedaan
temperatur di antara dua permukaan suatu material dengan laju aliran perpindahan
panas per satuan luas. Berdasarkan persamaan perpindahan panas konduksi, yaitu
π‘žπ‘₯ =
π‘˜π΄
𝐿
(𝑇𝑠,1 − 𝑇𝑠,2 )…………………………..(2.2)
Maka, didapat persamaan tahanan thermal untuk konduksi sebagai berikut:
(𝑇𝑠,1 −𝑇𝑠,2 )
𝑅𝑑.π‘π‘œπ‘›π‘‘ =
π‘žπ‘₯
𝐿
= 𝐾𝐴 ……………………….(2.3)
Tahanan thermal juga berhubungan dengan perpindahan panas secara konveksi
pada suatu permukaan. Dari persamaan Newton’s Law of Cooling, yaitu
π‘ž = β„Žπ΄(𝑇𝑠 − 𝑇∞ )…………………………..(2.5)
Maka didapat persamaan tahanan thermal untuk konveksi, yaitu
𝑅𝑑,π‘π‘œπ‘›π‘£ =
(𝑇𝑠 −𝑇∞ )
π‘ž
1
= β„Žπ΄ …………………………(2.6)
Apabila perpindahan panas pada suatu permukaan terdapat aliran konduksi
juga konveksi, laju perpindahan panas perlu dicari secara keseluruhan (total) dari
tahanan thermal konduksi maupun konveksi. Berikut persamaan laju perpindahan
panas dengan total tahanan thermal:
π‘žπ‘₯ =
(𝑇∞,1 −𝑇∞,2 )
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘
……………………………..(2.7)
Dimana nilai Rtot tergantung dari distribusi temperatur pada setiap permukaan
benda. Contoh diambil suatu permasalahan perpindahan panas pada composite wall
dapat digambarkan suatu skematik sebagai berikut:
Gambar 2. 3 Kesetaraan sirkuit termal untuk composite wall yang seri
(Sumber: Sixth Edition Fundamentals of Heat and Mass Transfer)
Pada sistem yang kompleks seperti composite walls terlibat tahanan termal
seri maupun paralel akibat adanya lapisan dari perbedaan material yang digunakan.
Sehingga, laju perpindahan panas yang terjadi merupakan gabungan antara
konduksi dan konveksi seperti pada Gambar 2.3. Terdapat aliran perpindahan panas
dari fluida panas ke fluida dingin yang mengalir pada tiga macam layer. Laju
perpindahan panas secara keseluruhan untuk system ini adalah sebagai berikut:
π‘žπ‘₯ =
(𝑇∞,1 −𝑇∞,4 )
π›΄π‘…π‘‘π‘œπ‘‘
………………………………(2.8)
Dimana (𝑇∞,1 − 𝑇∞,4 ) adalah perbedaan temperature secara keseluruhan dan π›΄π‘…π‘‘π‘œπ‘‘
adalah total resistansi termal pada sistem.
π‘žπ‘₯ =
(𝑇∞,1 −𝑇∞,4 )
𝐿𝐴
𝐿
𝐿
1
1
)+( 𝐡 )+( 𝐢 )+(
[(
)+(
)]
β„Ž1 𝐴
𝐾𝐴 𝐴
π‘˜π΅ 𝐴
π‘˜πΆ 𝐴
β„Ž4 𝐴
……………………(2.9)
Overall heat transfer coefficient, U menunjukkan seberapai baik perpindahan panas
secara konduksi melalui suatu media resistansi. Koefisien U ini juga didefinisikan
oleh pernyataan yang analog terhadap Newton’s Law of Cooling, yaitu:
π‘žπ‘₯ = π‘ˆπ΄ Δ𝑇……………………………...(2.10)
Dimana Δ𝑇 adalah perbedaan temperatur secara keseluruhan. Dikarenakan overall
heat transfer coefficient berhubungan dengan total thermal resistance, maka
persamaan nilai U untuk composite wall pada Gambar 2.3 adalah sebagai berikut:
π‘ˆ=
1
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘ 𝐴
=
1
1
π‘ˆ=
1
𝐿
𝐿
𝐿
1
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘ 𝐴
[( ) + (𝐾𝐴 ) + ( 𝐡 ) + ( 𝐢 ) + ( )]
β„Ž1
π‘˜π΅
π‘˜πΆ
β„Ž4
𝐴
=
1
1
𝐿𝐴
𝐿𝐡
𝐿
1
[( ) + (𝐾 ) + ( ) + ( 𝐢 ) + ( )]
β„Ž1
π‘˜π΅
π‘˜πΆ
β„Ž4
𝐴
Secara umum persamaan tahanan termal, Rtot dapat dirumuskan sebagai berikut:
π‘…π‘‘π‘œπ‘‘ = 𝛴𝑅𝑑 =
Δ𝑇
π‘ž
1
= π‘ˆπ΄ ………………………(2.11)
2.3 Konduktivitas Termal dari Benda Padat
Mekanisme pengantaran energi kalor pada zat padat adalah sebagai berikut :
a. Melalui angkutan elektron bebas
Dimana elektron bebas yang bergerak di dalam struktur kisi-kisi bahan
dapat membawa energi kalor dari yang bertemperatur tinggi menuju daerah
bertemperatur rendah.
b. Melalui getaran kisi (phonon)
Dimana energi berpindah sebagai energi getaran dalam struktur kisi
bahan. Diantara material berbahan logam dan non logam, terdapat perbedaan
besarnya konduktivitas, hal ini dikarenakan pada logam yang mengalami beda
potensial, elektron-elektron pada logam dapat bergerak bebas, tidak sama
halnya dengan bahan non logam. Sehingga konduktivitas kalor dan listrik pada
bahan logam dapat terbilang tinggi. Sedangkan logam murni mempunyai nilai
konduktivitas kalor paling besar daripada bahan logam paduan ataupun non
logam. Pada temperatur kamar, struktur kisi dari logam murni sangat teratur.
Akan tetapi dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan ketidakteraturan
dalam struktur lattice dan dengan kenaikan yang lebih besar dapat
menghancurkan struktur kisi yang akhirnya menyebabkan terjadinya
penyebaran elektron yang bergerak melalui kisi sehingga mengurangi nilai
konduktivitas kalor.
Sedangkan harga konduktivitas kalor pada logam paduan tergantung
pada komposisi bahan, perlakuan panas, dan temperatur. Pada logam paduan,
penambahan unsur paduan akan merusak struktur lattice pada logam murni dan
mengakibatkan penyimpangan elektron yang merambat. Perlakuan panas pada
logam paduan akan menyebabkan perubahan struktur mikro berupa butir. Pada
batas butir terdapat daerah transisi yang tidak searah dengan pola sehingga kalor
yang merambat melewati batas butir akan terhambat. Semakin banyaknya batas
butir maka tahanan termal semakin tinggi. Dan faktor terakhir yaitu pengaruh
temperatur. Pengaruh temperatur terhadap konduktivitas kalor paduan
menghasilkan konduktivitas kalor yang berbeda-beda, tergantung pada paduan
logamnya.
Pada bahan non logam, perpindahan kalor hampir seluruhnya dilakukan
oleh getaran ksi, sedangkan pengaruh dari elektron dapat diabaikan. Bahan non
logam memiliki konduktivitas rendah. Pada bahan isolator, umumnya material
mengandung gas atau cairan dalam pori-porinya. Dimana gas adalah penghantar
kalor yang buruk dibandingkan cairan. Jangkauan besarnya konduktivitas
termal pada beberapa material berbeda-beda pada tiap tekanan dan temperatur
normal. Rentang konduktivitas termal dari berbagai material, tekanan, dan
temperatur dapat dilihat di Gambar (2.2).
Berikut adalah grafik hubungan antara temperatur, konduktivitas termal, dan
beberapa material solid.
Gambar 2. 4 Pengaruh temperatur pada konduktivitas
termal pada benda padat
(Sumber: Sixth Edition Fundamentals of Heat and Mass Transfer)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut:
1. Amperemeter
2. Thermocouple selector
3. Thermocouple 1, 2, 3, 4, 5, 6
4. Voltmeter
5. Setpoint adjuster
6. Pompa
7. Thermocontrol referensi
8. Elemen panas
9. Logam perantara
10. Penampung air
11. Isolator
3.2 Instalasi Peralatan
Praktikum dilakukan menggunakan logam tembaga dalam bentuk silinder
sebagai logam penghantar dengan pemberian panas melalui elemen heater,
spesimen yang digunakan adalah besi, alumunium, dan stainless steel. Deskripsi
jelasnya dapat digambarkan pada skema instalasi sebagai berikut:
Gambar 3. 1 Instalasi Percobaan
Keterangan :
1. Amperemeter
12. Pompa
2. Thermocouple selector
13. Thermocontrol referensi
3. Setpoint adjuster
14. Elemen pemanas
4. Voltmeter
15. Logam perantara 1
5. Thermocontrol
16. Spesimen
6. Thermocouple 1 (TC 1)
17. Isolator
7. Thermocouple 2 (TC 2)
18. Logam perantara 2
8. Thermocouple 3 (TC 3)
19. Penampung air
9. Thermocouple 4 (TC 4)
10. Thermocouple 5 (TC 5)
11. Thermocouple 6 (TC 6)
3.3 Langkah Pengujian
Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat,
berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum:
1. Tahap Persiapan
a. Sarung tangan selalu digunakan sebagai perlengkapan dan tindakan
keselamatan diri.
b. Sistem peralatan uji konduksi dipastikan telah terinstalasi dengan baik dan
benar sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.
c. Tegangan voltage regulator dipastikan pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol pada nilai 0°C.
d. Thermocouple dipastikan terpasang baik dengan mengecek nilai yang
ditujukan pada display digital thermocouple. Apabila nilai temperature yang
relevan tidak ditampilkan pada digital thermocouple, pemasangan
thermocouple dicek kembali pada spesimen atau kabel penghantar antara
thermocouple selector dan thermometer digital diatur.
e. Thermocouple dipasang pada spesimen pada system peralatan uji konduksi,
ditutup,
dan
isolator
dirapatkan.
Kemudian
pemasangan
heater
dikencangkan dengan logam penghantar pada bagian atas system peralatan
uji konduksi.
f. Thermocouple referensi dipasang pada heater.
g. Pembacaan temperature pada digital thermocouple dicek kembali. Apabila
nilai temperature yang relevan tidak ditampilkan pada digital thermocouple,
diulangi mulai langkah pertama.
2. Tahap Pengambilan Data
a. Tegangan voltage regulator diatur pada nilai 220 volt.
b. Pompa dipastikan mensirkulasikan air pendinginan dengan baik.
c. Thermocontrol dinyalakan dengan menekan saklar tegangan thermocontrol
pada posisi ON.
d. Set point thermocontrol diatur pada nilai 100°C.
e. Data siap diambil dengan waktu tunggu minimum 10 menit setelah prosedur
d. Data yang diambil terdapat pada lembar data praktikum konduksi.
Pengambilan data arus dapat dilihat pada amperemeter, data tegangan dapat
dilihat pada voltmeter, dan data temperature tiap titik dapat dilihat pada
digital thermometer dengan set point thermoselector diatur.
f. Data tiap spesimen diambil dengan kenaikan set point thermocontrol
sebesar 25°C hingga set point thermocontrol mencapai nilai 175°C. Waktu
tunggu pengambilan data minimum 5 menit untuk tiap kenaikan nilai set
point thermocontrol.
g. Setelah data selesai diambil, set point thermocontrol diatur pada nilai 0°C
dan
thermocontrol
dimatikan
dengan
menekan
saklar
tegangan
thermocontrol pada posisi OFF.
h. Prosedur
persiapan
dilakukan
hingga
pengambilan
data
untuk
masingmasing spesimen, mulai dari stainless steel, besi, kemudian
alumunium dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit. Pendinginan
system peralatan uji dilakukan dengan tetap mensirkulasikan air
pendinginan dan juga melepaskan spesimen yang telah diambil data.
i. Setelah dilakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir, yakni
alumunium, voltage regulator dimatikan dengan mengatur tegangannya
pada nilai 0 volt. Kemudian kabel supply dilepaskan untuk pompa.
j. Sistem peralatan uji konduksi dikembalikan dan dirapikan pada kondisi
semula.
3.4 Flowchart Percobaan
3.4.1 Flowchart Persiapan
3.4.2 Flowchart Pengambilan Data
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Perhitungan
(Terlampir)
4.2 Flowchart Perhitungan
Start
T1 :Temperatur tembaga, T2 : Temperatur tembaga, D tembaga
1 , L tembaga 1
T3 :Temperatur Spesimen, T4 : Temperatur Spesimen, D
spesimen, L spesimen
T5 :Temperatur Tembaga, T6 : Temperatur Tembaga, D
tembaga 2 , L tembaga 2
Spesimen (I) : 1
Thermocouple = 100
Tavg = T1/2+T2/2
K didapat dari interpolasi tabel A-1
A =3,14.R2
B
π‘žπ‘‘π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘–1 = π‘˜. 𝐴. βˆ†π‘‡/𝐿
C
C
B
Rtembaga1=L/kA
Tavg2= T3/2+T4/2
Kteori didapat dari
tabelA-1
Aspesimen= ¼ πœ‹π‘‘2
qteori2= k.A. ΔT/L
Rtspesimen= L/k.A
qpraktek spesimen = qteori 1
Kpraktek
Tavg3= T5/2 + T6/2
Kteori didapat dari interpolasitabel A-
A= ¼ πœ‹π‘‘2
qteori 3= k.A.ΔT/L
B
C
C
B
0
Rttembaga= L/k.A
Rtotal=Rtembaga+Rspesimen+Rtembaga
U=1/Rtot.A
Setpoint
Thermocouple
Thermocouple
= i+25
I=i+1
i>=3
RtKonduksi tembaga , kteori, kpraktek
Rtspesimen, kteori, kpraktek
Rt konduksi tembaga 2, kteori,
kpraktek
End
4.3 Contoh Perhitungan
Berikut contoh perhitungan yang diambil pada spesimen stainless steel
dengan set point 100°C dengan panjang tembaga 14 cm, panjang spesimen 4,9 cm,
diameter spesimen 4 cm, tegangan 220 Volt, arus 1,4 Ampere, dan temperatur
ruangan 27°C.
4.3.1 Data Percobaan
𝑇1 = 346,4 𝐾
𝑇2 = 344,6 𝐾
𝑇3 = 329,9 𝐾
𝑇4 = 326,9 𝐾
𝑇5 = 303,0 𝐾
𝑇6 = 301,2 𝐾
4.3.2 Perhitungan Tavg dan K teori
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”1 =
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”1 =
346,4 + 344,6
= 345,5 𝐾
2
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”2 =
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”2 =
𝑇3 + 𝑇4
2
329,9 + 326,9
= 328,4 𝐾
2
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”3 =
π‘‡π‘Žπ‘£π‘”3 =
𝑇1 + 𝑇2
2
𝑇5 + 𝑇6
2
303,0 + 301,2
= 302,1 𝐾
2
Interpolasi Tabel A-1, Stainless Steel AISI 304
πΎπ‘‘π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘–1 = 398,5 π‘Š/π‘šπΎ
πΎπ‘‘π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘–2 = 15,2 π‘Š/π‘šπΎ
πΎπ‘‘π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘–3 = 402,8 π‘Š/π‘šπΎ
4.3.3 Perhitungan Luas Penampang
𝐴=
𝐴=
πœ‹ 2
𝐷
4
πœ‹
(0,04)2 = 0,001256637 π‘š2
4
4.3.4 Perhitungan Overall Heat Transfer Coefficient
𝑅=
𝐿
π‘˜π΄
𝑅1 =
0,14
= 0,3 𝐾/π‘Š
398,5(0,001256637)
𝑅2 =
0,049
= 2,6 𝐾/π‘Š
15,2(0,001256637)
𝑅3 =
0,14
= 0,3 𝐾/π‘Š
402,8(0,001256637)
π‘ˆ=
π‘ˆ=
1
𝐴(π‘…π‘‘π‘œπ‘‘)
1
0,001256637(0,3 + 2,6 + 0,3)
π‘ˆ = 254,490328 π‘Š/π‘š2 𝐾
4.3.5 Perhitungan q teori
π‘ž = π‘˜π΄
𝑑𝑇
𝑑π‘₯
π‘ž1 = 398,5(0,001256637)
346,4 − 344,6
0,14
π‘ž1 = 6,437661906 π‘Š
π‘ž2 = 15,2(0,001256637)
329,9 − 326,9
0,049
π‘ž2 = 1,166979854 π‘Š
π‘ž3 = 402,8(0,001256637)
303,0 − 301,2
0,14
π‘ž3 = 6,507782254 π‘Š
4.3.6 Perhitungan K praktikum
π‘˜=
π‘˜=
π‘ž 𝑑π‘₯
𝐴 𝑑𝑇
1,166979854
0,049
0,001256637 329,9 − 326,9
π‘˜ = 15,168 π‘Š/π‘šπΎ
4.4 Pembahasan
4.4.1 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Stainless Steel
Gambar 4. 1 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Stainless Steel
Berdasarkan gambar grafik secara keseluruhan, trendline grafik distribusi
temperatur pada stainless steel dapat dikatakan membentuk kurva yang menurun
seiring bertambahnya jarak dengan pengecualian pada titik 4 percobaan set point
100°C. Pada grafik distribusi temperatur, temperatur tertinggi setiap percobaan set
point berada pada titik 1 dan temperatur terendah berada pada titik 6 dengan ratarata temperatur akhir 302,1 K. Kemudian, dapat dilihat pada grafik distribusi
temperatur bahwa pada setiap titik terjadi penurunan temperatur dari titik
sebelumnya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas konduksi
terjadi dari titik 1 menuju titik 6 sesuai teori dikarenakan pada titik 1 terdapat
elemen pemanas yang tidak diletakkan di titik lain.
Untuk percobaan setiap set point juga membentuk kurva yang serupa
dengan perbedaan hanya terletak pada besarnya temperatur dengan set point 150°C
menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada setiap titik dibanding set point
125°C yang kemudian menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada setiap titik
dibanding set point 100°C. Kemudian, untuk penurunan temperatur antara titik 3
dan 4 dapat dilihat bahwa gradien yang terbentuk terlihat lebih curam dibanding
gradien antara titik 1 dan 2 serta antara titik 5 dan 6. Berdasarkan rangkaian
percobaan, data antara titik 3 dan 4 menunjukkan perpindahan panas melalui
spesimen dimana konduktivitas materialnya dapat dianalisa berdasarkan penurunan
temperatur antara kedua titik ini. Pembahasan lebih lanjut terkait konduktivitas
termal terdapat pada subbab 4.4.4.
4.4.2 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Besi
Gambar 4. 2 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Besi
Berdasarkan gambar grafik secara keseluruhan, trendline grafik distribusi
temperatur pada besi dapat dikatakan membentuk kurva yang hampir linear serta
menurun seiring bertambahnya jarak. Pada grafik distribusi temperatur, temperatur
tertinggi setiap percobaan set point berada pada titik 1 dan temperatur terendah
berada pada titik 6 dengan rata-rata temperatur akhir 303 K. Kemudian, dapat
dilihat pada grafik distribusi temperatur bahwa pada setiap titik terjadi penurunan
temperatur dari titik sebelumnya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa
perpindahan panas konduksi terjadi dari titik 1 menuju titik 6 sesuai teori
dikarenakan pada titik 1 terdapat elemen pemanas yang tidak diletakkan di titik lain.
Untuk percobaan setiap set point juga membentuk kurva yang serupa
dengan perbedaan hanya terletak pada besarnya temperatur dengan set point 150°C
menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada setiap titik dibanding set point
125°C yang kemudian menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada setiap titik
dibanding set point 100°C. Kemudian, untuk penurunan temperatur antara titik 3
dan 4 dapat dilihat bahwa gradien yang terbentuk terlihat lebih landai dibanding
pada grafik distribusi temperatur stainless steel. Berdasarkan teori, hal ini akan
menunjukkan bahwa konduktivitas besi lebih tinggi dibanding stainless steel.
Pembahasan lebih lanjut terkait konduktivitas termal terdapat pada subbab 4.4.4.
4.4.3 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Aluminium
Gambar 4. 3 Grafik Temperatur terhadap Titik pada Aluminium
Berdasarkan gambar grafik secara keseluruhan, trendline grafik distribusi
temperatur pada aluminium dapat dikatakan membentuk kurva yang hampir linear
untuk percobaan set point 100°C serta menurun seiring bertambahnya jarak untuk
setiap percobaan set point. Pada grafik distribusi temperatur, temperatur tertinggi
setiap percobaan set point berada pada titik 1 dan temperatur terendah berada pada
titik 6 dengan rata-rata temperatur akhir 304,2 K. Kemudian, dapat dilihat pada
grafik distribusi temperatur bahwa pada setiap titik terjadi penurunan temperatur
dari titik sebelumnya. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas
konduksi terjadi dari titik 1 menuju titik 6 sesuai teori dikarenakan pada titik 1
terdapat elemen pemanas yang tidak diletakkan di titik lain.
Untuk percobaan setiap set point juga membentuk kurva yang serupa
dengan percobaan set point 100°C terlihat lebih linear dari percobaan set point
lainnya serta dengan perbedaan pada besarnya temperatur setiap percobaan set
point dengan set point 150°C menghasilkan temperatur yang lebih tinggi pada
setiap titik dibanding set point 125°C yang kemudian menghasilkan temperatur
yang lebih tinggi pada setiap titik dibanding set point 100°C. Kemudian, untuk
penurunan temperatur antara titik 3 dan 4 dapat dilihat bahwa gradien yang
terbentuk terlihat lebih landai dibanding pada grafik distribusi temperatur besi dan
juga stainless steel. Berdasarkan teori, hal ini akan menunjukkan bahwa
konduktivitas aluminium lebih tinggi dibanding besi dan juga stainless steel.
Pembahasan lebih lanjut terkait konduktivitas termal terdapat pada subbab 4.4.4.
4.4.4 Grafik Konduktivitas Thermal terhadap Tavg
Gambar 4. 4 Grafik Konduktivitas Termal (k) terhadap Temperatur Rata-rata
Grafik diatas yang merupakan grafik k terhadap fungsi T , didapatkan nilai
avg
k Alumunium relatif konstan dan cenderung menurun seiring dengan peningkatan
teori
T. Nilai k besi memiliki nilai relafif konstan tetapi pada k besi cenderung
teori
meningkat. Serta nilai k Stainless steel yang relatif konstan tetapi pada nilai k
Stainless steel nilainya cenderung meningkat, kasusnya hampir sama dengan
alumunium. Berdasarkan grafik diatas, nilai k dari yang paling besar hingga kecil
yaitu k Alumunium, dan yang terakhir k stainless steel, sedangkan besi memiliki
nilai k diantara alumunium dan Stainless steel.
Perbandingan antara nilai k terhadap nilai perbedaan temperatur dapat
dilihat pada formula heat rate konduksi yaitu :
q = k A βˆ†T/L
k = q L/A βˆ†T
Dimana :
q = heat rate konduksi (W/m )
2
A = luas penampang spesimen
βˆ†T = perbedaan temperatur
L = panjang permukaan spesimen
k = konduktifitas termal
Besarnya nilai q praktikum senilai dengan nilai q teori, dengan besarnya k
dari q teori didapat dari tabel. Dengan asumsi nilai q, L, dan A yang konstan, maka
didapatkan nilai praktikum spesimen dengan melihat data perbedaan temperature.
Dari rumus diatas dapat diketahui juga bahwa nilai k berbanding terbalik dengan
besarnya ΔT.
4.4.5 Grafik Overall Heat Transfer terhadap Tavg
Gambar 4. 5 Grafik Overall Heat Transfer (U) terhadap Temperatur Rata-rata
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa overall heat transfer tertinggi
terdapat pada material aluminium kemudian besi selanjutnya stainless steel. Trend
dot grafik pada aluminium dan besi cenderung konstan sedangkan pada stainless
steel cenderung meningkat. Pada material aluminium nilai overall heat transfer
tertinggi sebesar 1106.705171 W/m K pada material aluminium dengan set point
2
100°C. dan overall heat transfer terendah sebesar 253.9263623 W/m K pada
2
material stainless steel dengan set point 100°C.
Hubungan
antara
overall
heat
transfer
(U)
dengan
kenaikan
temperatur adalah . Sehingga semakin besar overall heat transfer (U) semakin kecil
nilai . Selain itu hubungan antara overall heat transfer dan konduktivitas dengan
persamaan . Semakin besar nilai konduktivitas semakin besar nilai overall heat
transfer. Pada percobaan ini didapatkan trendline grafik sesuai dengan teori.
Dimana trendline grafik trendline ketiga grafik menurun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya, konduksi merupakan perpindahan panas yang terjadi pada
suatu benda tanpa disertai zat-zat perantaranya dan setiap material memiliki
konduktivitas konduksi yang berbeda-beda.
2. Dari grafik yang didapat dari perhitungan, diketahui bahwa nilai k teori pada
seluruh spesimen setelah diestimasi sudah sesuai yaitu secara berurutan
stainless steel, besi, dan aluminium, contohnya pada set point 100 V yaitu
15 W/m.K, 78.65 W/m.K, dan 239 W/m.K. Namun pada nilai k praktikum
mengalami penyimpangan sebagai berikut dengan contoh set point yang
sama diperoleh 47 W/m.K, 63 W/m.K, dan 167 W/m.K. Sementara untuk
overall heat transfer coefficient, U hasil praktikum telah sesuai dengan teori
dimana grafik material aluminium berada di paling atas, lalu grafik material
besi dibawahnya, dan grafik material stainless steel di paling bawah. Overall
heat transfer tertinggi sebesar 1007,123923 W/m²K terdapat pada material
aluminium dengan set point 100 volt dan overall heat transferterendah
sebesar 467,4488053 W/m²K terdapat pada material stainless steel dengan
set point 150 volt. Namun, trendline pada grafik material aluminium dan
besi mengalami kenaikan sehingga tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa seharusnya trendline dari ketiga grafik menurun.
Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena adanya gangguan dari lingkungan
dan pengambilan data saat belum stabil
3. Semakin panjang suatu spesimen, maka temperatur akan semakin menurun.
Untuk nilai konduktivitas, setiap material memiliki nilai yang berbeda-beda.
Semakin besar ataupun kecil temperatur maka nilai 37 kondukivitas bisa
meningkat ataupun menurun tergantung dari material itu sendiri.
5.2 Saran
Setelah dilakukannya praktikum ini, praktikan memiliki beberapa saran
untuk praktikum selanjutnya:
1. pembaharuan ataupun perbaikan peralatan praktikum agar mendapatkan
hasil yang akurat.
2. Pada praktikum ini sebaiknya ada pendampingan oleh asisten agar
kesalahan pada praktikan tidak terjadi.
LAMPIRAN
Perbedaan Temperatur
3.0
31.3
41.0
1.8
2.3
3.1
T1-T2 T3-T4 T5-T6
1.8
4.1
5.8
Perbedaan Temperatur
6.0
9.0
11.9
2.5
3.4
4.2
T1-T2 T3-T4 T5-T6
3.1
4.5
6.0
Perbedaan Temperatur
3.0
1.6
5.4
4.1
2.7
4.1
T1-T2 T3-T4 T5-T6
5.7
5.4
7.4
Tavg
Tembaga 1
328.4
326.8
335.0
Tavg
Specimen
302.1
303.3
304.6
Tavg
Tembaga 2
Temperatur Rata-rata (K)
345.5
363.4
382.7
Tavg
Specimen
303.0
Tavg
Tembaga 2
Temperatur Rata-rata (K)
Tavg
Tembaga 1
321.0
329.5
337.8
306.3
304.7
336.6
350.3
363.0
Tavg
Specimen
304.4
Tavg
Tembaga 2
Temperatur Rata-rata (K)
Tavg
Tembaga 1
318.2
326.5
332.7
307.6
306.1
331.5
345.9
359.8
k Teori (W/mK)
R (K/W)
k Teori
k Teori
R
R
k Teori
R
U (W/m^2 K)
Tembaga
Tembaga Tembaga
Tembaga
Specimen
Specimen
1
2
1
2
399.3
74.7
402.7
0.3
0.5
0.3
738.5235576
398.0
75.3
402.5
0.3
0.5
0.3
740.7961193
396.7
76.0
402.4
0.3
0.5
0.3
742.9938437
k Teori (W/mK)
R (K/W)
k Teori
k Teori
R
R
k Teori
R
U (W/m^2 K)
Tembaga
Tembaga Tembaga
Tembaga
Specimen
Specimen
1
2
1
2
398.5
15.2
402.8
0.3
2.6
0.3
254.490328
396.7
15.1
402.7
0.3
2.6
0.3
253.9265623
394.7
15.3
402.5
0.3
2.5
0.3
256.0770675
q Teori
Tembaga
1
20.4578
19.311
26.371
q Teori
Tembaga
1
11.112
16.075
21.3646
q Teori
Tembaga
1
6.43766
14.5979
20.5499
q Teori (W)
q Teori k praktikum
q Teori
Tembaga (W/mK)
Specimen
2
18.3285 14.815 238.227
9.77007 9.7521 238.1025
32.9611 14.8032 238.0095
q Teori (W)
q Teori k praktikum
q Teori
Tembaga (W/mK)
Specimen
2
11.4966 9.03668 74.7145
17.3911 12.2845 75.34775
23.1824 15.169 75.962375
q Teori (W)
q Teori k praktikum
q Teori
Tembaga (W/mK)
Specimen
2
1.16698 6.50778 15.168
12.149 8.31313 15.135
16.0875 11.201
15.3
k Teori (W/mK)
R (K/W)
k Teori
k Teori
R
R
k Teori
R
U (W/m^2 K)
Tembaga
Tembaga Tembaga
Tembaga
Specimen
Specimen
1
2
1
2
399.9
238.2
402.6
0.3
0.2
0.3
1106.705171
398.4
238.1
402.4
0.3
0.2
0.3
1104.841292
397.0
238.0
402.2
0.3
0.2
0.3
1103.0858
Download