Uploaded by nidiaridha

Reguler 1 Eprilia Zirly Hurul 'Aini Laporan Pendahuluan Praktikum 11

advertisement
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
“TERAPI O2 PADA PASIEN KHUSUS, PERAWATAN WSD ”
Oleh :
Eprilia Zirly Hurul ‘Aini
205070207111017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TERAPI OKSIGEN
Definisi
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan
dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki hipoksia
jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara
meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya
angkut oksigen (O2) ke dalam sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi
oksigen (O2) ke jaringan. Dalam penggunaannya sebagai modalitas terapi, oksigen
(O2) dikemas dalam tabung bertekanan tinggi dalam bentuk gas, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak berasa dan tidak mudah terbakar. Oksigen (O2) sebagai
modalitas terapi dilengkapi dengan beberapa aksesoris sehingga pemberian terapi
oksigen (O2) dapat dilakukan dengan efektif, di antaranya pengatur tekanan
(regulator), sistem perpipaan oksigen (O2) sentral, meter aliran, alat humidifikasi,
alat terapi aerosol dan pipa, kanul, kateter atau alat pemberian lainnya
Tujuan
Seperti halnya terapi secara umum, terdapat tujuan dari pemberian oksigen/terapi
oksigen ini. Dimana tujuannya adalah:
1. Mengoreksi hipoksemia Pada keadaan gagal nafas akut, tujuan dari
pemberian oksigen disini adalah upaya penyelamatan nyawa. Pada kasus
lain, terapi oksigen bertujuan untuk membayar “hulang" oksigen jaringan.
2. Mencegah hipoksemia Pemberian oksigen juga bisa bertujuan untuk
pencegahan, dimana untuk menyediakan oksigen dalam darah, seperti
contohnya pada tindakan bronkoskopi, atau pada kondisi yang
menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (infeksi berat, kejang, dll).
3. Mengobati keracunan karbon monooksid (CO) Terapi oksigen dapat untuk
meningkatkan tekanan parsial oksigen (PO2) dalam darah dan untuk
mengurangi ikatan CO dengan hemoglobin
4. Fasilitas Absorpsi dan rongga-rongga dalam tubuh. Saat menggunakan obat
anesthesia inhalasi pasca anesthesia, terapi oksigen dapal digunakan untuk
mempercepat proses eliminasi obat tersebut
Indikasi
1. Pasien denga kecurigaan klinik hipoksia berdasarkan pada Riwayat medis
dan pemeriksaan fisik
2. Infark miokard
3. Edema paru
4. Cidera paru akut
5. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
6. Fibrosis paru
7. Terapi jangka pendek seperti keracunan sianida atau inhalasi gas karbon
monoksida
8. Periode perioperative karena anestesi umum
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian
jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikain, perhatikan pada kasus berikut:
1. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan utama
dispeneu tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak
mempunyai hipoksia kronis.
2. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan risiko kebakaran
3. Terapi oksigen dengan nasal kanul adalah jalan napas yang tersumbat, baik
akibat trauma hidung, penggunaan tampon hidung, atau akibat
infeksi/inflamasi
Standar operasional praktikum (SOP)
Alat dan bahan :
a. Tabung oksigen (O2) lengkap dengan manometer
b. Pengukur aliran flow meter dan humidifier
c. Kanule nasal / kateter nasal sesuai ukuran (anak 8-10 Fr, dewasa wanita 1012 Fr, dan dewasa laki-laki 12-14 Fr) / masker
d. Selang oksigen
e. Handscoon bersih
f. Plester / pita
g. Gunting
Prosedur :
a. Tahap pra interaksi
1) Identifikasi kebutuhan / indikasi pasien
2) Cuci tangan
3) Siapkan alat
b. Tahap orientasi
1) Beri salam, panggil klien dengan Namanya
2) Jelaskan tujuan dan prosedur Tindakan
3) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
c. Tahap kerja
1) Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk
memberikan kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih mudah
2) Pasang peralatan oksigen dan humidifier
3) Nyalakan oksigen dengan aliran sesuai advis
4) Periksa aliran oksigen pada selang
5) Sambung nasal kanule / kateter kanule / masker dengan selang oksigen
6) Pasang nasal kanule / kateter kanule / masker dengan selang oksigen
a) Pemberian oksigen menggunakan kanule nasal :
-
Letakan ujung kanule ke dalam lubang hidung dan selang
mengelilingi kepala. Yakinkan kanule masuk lubang hidung dan
tidak ke jaringan hidung
-
Plester kanule pada sisi wajah, selipkan kasa dibawah selang
pada tulang pipi untuk mencegah iritasi
b) Pemberian oksigen menggunakan kateter nasal :
-
Ukur jarak hidung dengan lubang telinga, untuk menentukan
antara hidung dan orofaring. Jarak ditandai dengan plester
-
Lumasi ujung kateter dengan jelly, untuk memasukan dan
mencegah iritasi mukosa nasal bila diaspirasi
-
Masukkan kateter perlahan melalui satu lubang hidung sampai
ujung kateter masuk orofaring. Lihat kedalam mulut klien,
gunakan senter dan tong spatel untuk melihat letak kateter.
Ujung kateter akan dapat dilihat disamping ovula. Tarik sedikit
ujung kateter sehingga tidak Panjang.
-
Plester kateter diwajah klien disisi hidung. Jepit selang ke baju
klien, biarkan selang kendur untuk memberikan kebebasan klien
bergerak tanpa tertarik selang
c) Pemberiak oksigen menggunakan masker hidung (sederhana,
reservoir, venturi) :
-
Pasang masker hidung menutupi mulut dan hidung serta fiksasi
dengan menggunakan tali pengikat.
7) Kaji respon klien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti warna,
pernafasan, Gerakan dada, ketidaknyamanan dan sebagainya
8) Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30 menit
9) Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxsia,
takhikardi, cemas, gelisah, dyspnoe, dan sianosis
10) Kaji iritasi hidung klien. Beri air / cairan pelumas sesuai kebutuhan
untuk melemaskan mukosa membrane
11) Catat permulaan terapi dan pengkajian data
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi hasil pasien / respon klien
2) Dokumentasikan hasilnya
3) Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4) Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5) Cuci tangan
STANDAR OPERASIONAL PRAKTIKUM (SOP)
PERAWATAN WSD
Definisi
WSD adalah sebuah kateter yang diinsersi melalui thoraks untuk mengeluarkan
udara dan cairan. Pemasangan kateter thoraks merupakan prosedur drainase udara
dan cairan dalam kavum pleura dengan pemasnagan pipa melalui sela antar iga ke
dalam kavum pleura. Adanya udara atau akumulasi cairan dalam kavum pleura
akan mengganggu mekanisme ventilasi, menimbulkan gangguan fungsi
kardiovaskular dan memberikan keluhan subyektif berupa sesak nafas. Gejala
tergantung jumlah dan kecepatan proses akumulasi udara dan cairan. Jadi
kesimpulannya WSD adalah tindkaan invasive yang dilakukan dengan
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga thoraks, rongga pleura, dan
mediastinum dengan cara memasukan selang atau tube (pipa penghubung) melalui
atau menembus muskulus interkostalis ke dalam rongga thoraks dan
menghubungkannya dengan water seal drainage.
Tujuan
1. Untuk menghindari adanya komlikasi dan meningkatkan pengembangan
paru secara optimal
2. Mengganti balutan dada dan selang WSD
3. Memonitor kepatenan dan fungsi sistem WSD
4. Mengganti botol WSD
Indikasi
1. Pneumothoraks
2. Hemathoraks
3. Kilothoraks
4. Empyema
5. Effuse pleura
6. Flail chest
Kontraindiaksi
1. Pasien yang tidak toleran, pasien tidak kooperatif
2. Kelainan faal hemostasis (koagulopati)
3. Perlengkapan pleura yang luas karena komplikasi
4. Hemato thorax masiv yang belum mendapat penggantian darah/cairan
Teknik pemasangan WSD
1. Bila mungkin penderita dalam posisi duduk. Bila tidak mungkin setengah
duduk, bila tidak mungkin dapat juga penderita tiduran dengan sedikit
miring ke sisi yang sehat.
2. Ditentukan tempat untuk pemasangan WSD. Bila kanan sela iga (s.i) VII
atau VIII, kalau kiri di s.i VIII atau IX linea aksilaris posterior atau kira-kira
sama tinggi dengan sela iga dari angulus inferius skapulae. Bila di dada
bagian depan dipilih s.i II di garis midklavikuler kanan atau kiri.
3. Ditentukan kira-kira tebal dinding toraks.
4. Secara steril diberi tanda pada slang WSD dari lobang terakhir slang WSD
tebal dinding toraks (misalnya dengan ikatan benang).
5. Cuci tempat yang akan dipasang WSD dan sekitarnya dengan cairan
antiseptik.
6. Tutup dengan duk steril
7. Daerah tempat masuk slang WSD dan sekitarnya dianestesi setempat secara
infiltrate dan "block".
8. Insisi kulit subkutis dan otot dada ditengah s.i.
9. Irisan diteruskan secara tajam (tusukan) menembus pleura.
10. Dengan klem arteri lurus lobang diperlebar secara tumpul.
11. Slang WSD diklem dengan arteri klem dan didorong masuk ke rongga
pleura (sedikit dengan tekanan).
12. Fiksasi slang WSD sesuai dengan tanda pada slang WSD.
13. Daerah luka dibersihkan dan diberi zalf steril agar kedap udara.
14. Slang WSD disambung dengan botol SD steril.
15. Bila mungkin dengan continous suction dengan tekanan -24 sampai -32
cmH20.
Standar Operasional Praktikum (SOP)
Alat dan Bahan :
a) Trolly dressing
b) Botol WSD berisi larutan bethadin yang telah diencerkan dengan NaCl 0,9
% dan ujung selang terendam sepanjang 2 cm
c) Kasa steril
d) Pinset
e) Handscoon bersih
f) Plester
g) Gunting
h) NaCl
i) Handscoon steril
j) Bengkok
Tahap Pre Interaksi
1. Chek catatan medis dan perawatan
2. Cuci tangan
3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan:
o
Sarung tangan
o
Botol WSD harus berisi cairan aquades ditambah dengan
desinfektan
o
Klem
o
Pinset anatomis
o
Pinset cirugis
o
Bak instrumen
o
Kasa
o
Bengkok
o
Set perawatan WSD
o
NaCl
o
Betadine
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam, panggil klien serta mengenalkan diri.
2. Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan perawatan WSD
Tahap Kerja
1. Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya.
2. Menjaga privasi.
3. Membantu klien untuk mengatur posisi yang nyaman dalam posisi fowler
atau semifowler
4. Tempatkan botol WSD tegak lurus untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
5. Jika balutan pada luka insisi basah lakukan perawatan luka pada lokasi insisi
dengan tehnik septik dan aseptik.
6. Beri label pada botol drainagen. Observasi dan catat jumlah dan
pengeluaran, warna dan karakteristik.
7. Jika botol drainagen penuh ganti dengan botol ateril yang baru, selang botol
WSD diklem dahulu.
8. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem.
9. Amati undulasi dalam selang WSD.
10. Rapikan alat-alat
Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi klien
2. Memberikan reinforcmen
3. Kontrak untuk kegiatan selanjutnya.
4. Cuci tangan
5. Pendokumentasian.
Evaluasi pasien
1. Observasi apakah paru paru mengembang atau tidak
2. Apakah ada penyumbatan pada slang karena ada darah atau kotoran
3. Keluhan pasien dengan tanda-tanda vital, gejala cyanosis, tanda-tanda
pendarahan dan dada tersasa tertekan
4. Apakah ada krepitasi pada kulit sekitar drain
5. Melatih pasien untuk bernafas dalam dan batuk
6. Menganjurkan pasien untuk sesering mungkin menarik nafas dalam
7. Sebelum drain dicabut, pasien dianjurkan menarik nafas dalam, drain segera
dicabut. Luka bekas drain ditutup dengan kasa steril yang sudah di olesi
vaselin steril, kemudian diplaster.
Indikasi Pelepasan WSD
1. Produksi cairan <50 cc/hari
2. Bubling sudah tidak ditemukan
3. Pernafasan pasien normal
4. 1-3 hari post cardiac surgery
5. 2-6 hari post thoracic surgery
6. Pada thorax foto menunjukan pengembangan paru yang adekuat atau tidak
adanya cairan atau udara pada rongga intra pleura.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto, L., PURWANDHONO, A., Wittiarika, I.D. and Santoso, B., 2018.
Pemberian Terapi Oksigen Hiperbarik Tidak Memberikan Pengaruh Positif
pada Ketebalan Endometrium pada Tikus Model Sindrom Ovari Polikistik
dengan Resistensi Insulin.
Bachtiar, A., Hidayah, N. and Ajeng, A., 2015. Pelaksanaan Pemberian Terapi
Oksigen pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jurnal Keperawatan
Terapan, 12.
Widiyanto, B., 2014. Terapi oksigen terhadap perubahan saturasi oksigen melalui
pemeriksaan oksimetri pada pasien infark miokard akut (IMA).
In PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL (Vol. 2, No.
1).
Irawan, H., 2016. Terapi Oksigen Hiperbarik sebagai Terapi Ajuvan Kaki
Diabetik. Cermin Dunia Kedokteran, 43(10), pp.782-786.
Yuningsih, Y., 2017. Pengaruh Latihan Nafas Dalam terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen pada Klien Terpasang Water Seal Drainage (WSD) di RSUD
Kabupaten Tangerang. Jurnal Keperawatan Komprehensif (Comprehensive
Nursing Journal), 3(2), pp.72-77.
Agirre, E., De Lacalle, O.L. and Soroa, A., 2009, June. Knowledge-based WSD on
specific domains: performing better than generic supervised WSD.
In Twenty-First International Joint Conference on Artificial Intelligence.
Download