Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan Edisi Revisi Zuchridin Suryawinata & Sugeng Hariyanto i Bahasan Teori & Penuntun Praktis Menerjemahkan Edisi Revisi Penulis : Zuchridin Suryawinata Sugeng Hariyanto Desain Cover & Penata Isi Tim MNC Publishing Cetakan pertama tahun 2003 oleh Penerbit Kanisius, Yogyakarta Edisi revisi, 2016 Diterbitkan oleh: Media Nusa Creative Anggota IKAPI (162/JTI/2015) Bukit Cemara Tidar H5 No. 34, Malang Telp. : 0341 – 563 149 / 08223.2121.888 e-mail : mnc.publishing.malang@gmail.com Website : www.mncpublishing.com ISBN : 978-602-6397-28-7 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6) ii KATA PENGANTAR EDISI REVISI Buku ini telah beredar cukup lama di tangan para mahasiswa dan sudah cukup lama pula tidak dicetak ulang. Mungkin karena alasan itu buku ini pernah dibajak penulis lain beberapa bab, langsung disalin-rekat ke dalam bukunya. Selain itu saya masih menerima banyak pertanyaan tentang di mana buku ini bisa dibeli. Dengan kedua alas an tersebut buku ini dicetak ulang dan sekaligus direvisi disesuaikan dengan perkembangan zaman. Buka teori dengan gaya tutur santai ini dulunya saya tulis dengan pembimbing saya saat saya menulis tesis, yaitu Prof. Dr. Zuchridin Suryawinata. Beliau adalah pembangkit kecintaan saya terhadap dunia penerjemahan dan dunia tulis-menulis. Beliau pula yang menuntun saya untuk memasuki industri penerjemahan. Sang inspirator saya tersebut kini telah tiada, tetapi semangat menulis saya dan kecintaan saya terhadap dunia penerjemahan yang beliau semaikan di hati saya tidak pernah padam. Namun, kepergian beliau membuat saya menjadi penanggung jawab tunggal atas perbaikan buku ini. Dengan rasa takzim kepada beliau, dalam edisi revisi ini saya memperbaiki Bab I mengenai perkakas penerjemahan, dengan menambahkan bahasan tentang mesin penerjemah dan CAT Tool dan menambahkan strategi penerjemahan pragmatik di Bab IV. Sementara itu bab tentang penelitian di bidang penerjemahan dihapus karena tidak terkait langsung dengan judul buku ini. Malang 17 Oktober 2016 SGH iii KATA PENGANTAR (Cetakan Pertama) Buku ini telah lama direncanakan untuk terbit. Tetapi karena beberapa kendala yang dihadapi oleh kedua penulis, maka akhirnya buku ini baru dapat muncul di hadapan para peminat terjemahan sekarang. Buku-buku teori penerjemahan pada tahun 1980-an sampai sekarang telah banyak yang diterbitkan, tetapi sebagian besar buku-buku tersebut ditulis di dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Prancis, dan disertai contoh-contoh di dalam ketiga bahasa asing itu pula. Oleh karena itu, penulis mencoba menyajikan buku ini dalam bahasa Indonesia, beserta contoh-contohnya dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan para mahasiswa, dosen, dan praktisi penerjemahan. Di samping pembahasan teori yang agak mendalam, dengan membandingkan beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa pakar penerjemahan, buku ini juga menyertakan contoh-contoh dalam penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya. Di dalam ranah teori dibahas definisi, proses, ragam, dan prinsipprinsip penerjemahan, serta kaitan antara makna dan penerjemahan. Selain itu, buku ini juga dilengkapi dengan teori dan contoh penelitian di bidang penerjemahan. Di dalam ranah praktis disajikan strategi penerjemahan beserta contoh-contohnya, penyesuaian leksikal dan gramatikal, cara menerjemahkan teks-teks IPTEK dan teks-teks humaniora, cara mencari dan membentuk istilah yang belum ada di dalam bahasa Indonesia, dan diberikan pula alamat-alamat situs internet yang dapat dimanfaatkan oleh para penerjemah. Semoga buku ini bermanfaat. Malang 17 Agustus 2000 ZS dan SGH iv DAFTAR ISI BAB I. PENERJEMAHAN, PENERJEMAH DAN PERKAKASNYA ........... 1 1.1 Definisi Penerjemahan ............................................................. 1 1.2 Proses penerjemahan ............................................................... 7 1.3 Penjurubahasaan .................................................................... 16 1.4 Perkakas Penerjemah ............................................................. 19 BAB II. RAGAM TERJEMAHAN ..................................................... 2.1 Terjemahan Intrabahasa, Antarbahasa, Intersemiotik........... 2.2 Terjemahan Sempurna, Memadai, Komposit, Dan Ilmu Pengetahuan .................................................................. 2.3 Terjemahan Harfiah, Dinamik, Idiomatik, Semantik dan Komunikatif ..................................................................... 28 28 31 34 BAB III. PRINSIP-PRINSIP PENERJEMAHAN .................................. 53 3.1 Prinsip-prinsip Terjemahan yang Setia kepada Teks Bsu ......................................................................................... 55 3.2 Prinsip-prinsip Terjemahan yang Setia kepada Pembaca Teks Bsa ................................................................. 57 BAB IV. STRATEGI PENERJEMAHAN ............................................. 4.1 Strategi Struktural .................................................................. 4.2 Strategi Semantik ................................................................... 4.3 Strategi pragmatik .................................................................. 64 64 67 72 BAB V. PADANAN GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL ........................... 78 5.1 Padanan dan Penyesuaian Gramatikal ................................... 78 5.2 Padanan dan Penyesuaian Leksikal ........................................ 90 BAB VI. KATA DAN PENERJEMAHAN ............................................ 95 6.1 Imbuhan ................................................................................ 96 6.2 Modifikasi Kata ....................................................................... 99 6.3 Kata dengan Seberkas Makna .............................................. 101 6.4 Hubungan antar Butir-butir Leksikal .................................... 102 6.5 Ketidakpadanan Leksikal antar Bahasa ................................ 106 v 6.6 Padanan Leksikal dengan Konsep yang Sama ...................... 6.7 Padanan Leksikal dengan Konsep yang Tidak Diketahui di dalam BSa ........................................................ 6.8 Hampa Padanan (Translation Void)/Tanpadan .................... 6.9. Kata Majemuk ..................................................................... 6.10 Lakuran (blending), Penggalan (clipping), dan Akronim (acronym)............................................................. 6.11 Makna figuratif ................................................................... 109 111 114 114 116 118 BAB VII. MAKNA DAN TERJEMAHAN ......................................... 125 8.1 Macam-macam makna ......................................................... 125 BAB VIII. PENERJEMAHAN TEKS IPTEK ....................................... 8.1 Fungsi Bahasa dan Komunikasi IPTEK................................... 8.2 Ciri Khas Bahasa IPTEK .......................................................... 8.3. Ciri-ciri Wacana IPTEK.......................................................... 8.4 Langkah-langkah Penerjemahan IPTEK ................................ 133 133 138 144 158 BAB IX. PENERJEMAHAN KARYA SASTRA .................................. 9.1 Syarat-syarat Penerjemahan Karya Sastra ........................... 9.2 Menerjemahkan Prosa Fiksi ................................................. 9.3 Menerjemahkan Puisi .......................................................... 162 162 163 168 DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 184 LAMPIRAN Lampiran 1: Daftar terjemahan akronim bahasa Indonesia....... 188 Lampiran 2: Contoh Terjemahan Cerita Pendek ........................ 207 TENTANG PENULIS ................................................................... 215 vi BAB I PENERJEMAHAN DAN PENERJEMAH Buku ini memuat teori-teori dasar penerjemahan. Oleh karena itu sudah selayaknya jika kami membuka buku ini dengan uraian tentang definisi penerjemahan. Setelah itu disajikan juga bahasan mengenai proses penerjemahan. Paparan tentang proses penerjemahan ini berguna untuk memahami hakikat penerjemahan. Di bagian akhir bab ini disinggung syarat-syarat penerjemahan yang baik dan sumber daya yang bisa dimanfaatkan oleh para penerjemah 1.1 Definisi Penerjemahan Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak sekali definisi penerjemahan. Berbagai definisi penerjemahan yang bisa ditemukan ini mencerminkan pandangan ahli yang membuat definisi tersebut tentang hakikat terjemahan dan proses penerjemahan. Berikut akan disajikan beberapa definisi yang sering dikutip dalam buku-buku tentang penerjemahan. Definisi pertama berasal dari Catford (1965: 20). Ia menulis: (Translation is) the replacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language. (Catford, 1965: 20) Penerjemahan adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa dengan materi tekstual yang padan dalam bahasa lain. Mungkin pembaca sedikit bertanya-tanya karena di dalam definisi tersebut tidak ditemukan konsep tentang makna. Sementara itu secara garis besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna atau i fo asi. “e agai ga ti da i ko sep ak a adalah materi tekstual yang padan: ini tentu saja lebih operasional (Suryawinata, 1989: 3), tetapi bisa menjebak. Kesepadanan sebuah materi tekstual bisa dipandang dari beberapa segi. Secara sederhana, materi tekstual bisa padan maknanya, panjangnya, gaya tulisannya, atau bahkan padan kualitas cetakannya. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud materi tekstual oleh Catford tidak harus naskah tertulis. Jadi penerjemahan bisa saja berasal 1 dari bahasa lisan atau tertulis. Ungkapan tentang hakikat penerjemahan berikut ini dikemukakan oleh Savory (1968) di dalam bukunya The Art of Translation. Translation is made possible by an equivalent of thought that lies behind its different verbal expressions (Savory, 1968). Kutipan di atas bisa diterjemahkan secara bebas sebagai berikut: Penerjemahan menjadi mungkin dengan adanya gagasan yang sepadan di balik ungkapan verbal yang berbeda. Di dalam ungkapan Savory ini disebutkan dengan jelas bahwa yang padan adalah gagasannya. Savory tidak lebih jauh lagi menyebut hal-hal yang operasional atau hal-hal yang terkait dengan proses. Dalam definisinya, Nida dan Taber (1969) menyatakan secara lebih jelas proses penerjemahannya. Mereka menyatakan: Translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Secara bebas kutipan di atas bisa diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan dalam bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan padanan alami yang sedekat mungkin, pertama-tama dalam hal makna dan kemudian gaya bahasanya. Di sini Nida dan Taber tidak mempermasalahkan bahasa-bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan, yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam BSu bisa disampaikan dalam BSa. Dalam bukunya Translation: Aplications and Research, Brislin (1976: 1) menulis: Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are in written or oral form; whether the languages have established orthographies or do not have such standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign languages of the deaf. 2 Secara bebas, definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai berikut. Penerjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan buah pikiran dan gagasan dari satu bahasa (sumber) ke dalam bahasa lain (sasaran), baik dalam bentuk tulisan maupun lisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem penulisan yang telah baku ataupun belum, baik salah satu atau keduanya didasarkan pada isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuna rungu. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa Brislin memberi batasan yang luas pada istilah penerjemahan. Bagi dia penerjemahan adalah pengalihan buah pikiran atau gagasan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Kedua bahasa ini bisa serumpun, seperti bahasa Sunda dan Jawa, bisa dari lain rumpun, seperti bahasa Inggris dan Indonesia, atau bahkan bahasa yang sama tetapi dipakai pada kurun waktu yang berbeda, misalnya bahasa Jawa jaman Majapahit dan bahasa Jawa masa sekarang. Hanya sayang dalam definisi ini tidak tersirat proses penerjemahan dan kriteria terjemahan yang baik. Sejenis dengan definisi ini adalah definisi Pinhhuck (1977: 38). Dia menulis bahasa "Translation is a process of finding a TL equivalent for an SL utterance". Dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan bahwa "Penerjemahan adalah proses penemuan padanan ujaran bahasa sumber di dalam bahasa sasaran." Dalam definisi-definisi yang muncul dalam kurun waktu 19601970an di atas bisa dilihat adanya tiga kesamaan. Kemiripan pertama adalah adanya perubahan dari bahasa satu ke bahasa yang lainnya. Yang kedua adalah adanya makna atau pesan yang dipertahankan, dan yang terakhir adalah adanya kewajiban dari penerjemah untuk mengusahakan padanan yang sedekat mungkin. Di antara ketiga hal di atas, konsep tentang padananlah yang menarik untuk dicermati karena setiap penulis di atas mempunyai konsep atau lingkup yang berbeda. Catford (1969), misalnya, hanya menyebutkan equivalent textual material. Tambahan lagi, dia tidak menyebutkan kata makna atau pesan dalam definisinya. Jadi yang harus padan menurut Catford adalah materi tekstualnya. Ini bisa jadi kosa katanya, strukturnya (gayanya), dan juga maknanya karena tidak mungkin penerjemahan dapat mengabaikan maknanya demi padanan struktur bahasanya saja. Catford (1969) lebih jauh menyatakan bahwa masalah utama dalam 3 penerjemahan adalah bagaimana menemukan padanan terjemahan di dalam BSa. Sementara itu, tugas utama teori penerjemahan adalah memberi batasan akan hakekat dan syarat-syarat padanan terjemahan. Seperti yang dikutip Wilss (dalam Noss, 1982), Catford menyatakan bahwa di dalam penerjemahan total, teks atau butir-butir BSu dan BSa adalah padanan terjemahan jika teks-teks atau butir-butir itu bisa saling ditukar dalam situasi yang sama. Jadi idealnya padanan terjemahan haruslah berkorespondensi satu-satu: jika X ada di dalam BSu, maka Y ada di dalam BSa; jika Y ada di dalam BSa, maka X ada di dalam BSu. Sementara itu, Savory menyebutkan bahwa yang seharusnya padan adalah buah pikiran atau gagasannya. Yang sangat jelas membahas masalah ini adalah Nida dan Taber yang menyebutkan closest natural equivalent of the SL message. Jadi, menurut kedua ahli itu yang harus padan dulu adalah pesan dari naskah yang diterjemahkan, dan padanannya pun harus yang alami dan semirip mungkin sehingga bisa membawa pesan yang sama. Untuk memahami masalah ini, lebih baik kiranya bila kita mengingat kembali contoh yang diajukan Nida dan Taber. Kedua ahli ini adalah ahli penerjemahan kitab Injil. Dalam kitab Injil versi bahasa Inggris, ada ungkapan lamb of God, yang kalau diterjemahkan secara harfiah menjadi domba Tuhan dalam bahasa Indonesia. Tetapi, pada saat itu orang tersebut mau menerjemahkannya ke dalam bahasa orang Eskimo yang tentu saja dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah melihat domba. Bila ungkapan itu diterjemahkan secara harfiah, maka makna yang ingin disampaikan, yakni suatu gambaran ketidakberdosaan, tidak akan bisa ditangkap. Oleh karena itu, harus dicari padanan alami yang sedekat mungkin, yang mempunyai makna konotasi yang nyaris mirip. Akhirnya ditemukanlah padanan alaminya, yakni anjing laut. Akhirnya, terjemahan yang padan dari lamb of God dalam bahasa Eskimo adalah anjing laut Tuhan dalam bahasa Eskimo. Konsep Nida dan Taber ini, yang juga dikenal dengan konsep padanan dinamis, memang menarik dan menghasilkan terjemahan yang luwes dan mampu memberikan pesan yang sama dengan pesan BSu-nya. Namun tetap ada pertanyaan, apakah hasil tersebut tetap sama untuk penerjemahan naskah-naskah ilmu pengetahuan. Mulai tahun 1980-an, rupanya perbincangan dalam teori penerjemahan tidak lagi disibukkan oleh masalah padanan. Mungkin 4 orang telah paham bahwa dalam setiap terjemahan, penerjemah memang harus mengusahakan tercapainya padanan. Definisi-definisi pada tahuntahun terakhir rupanya lebih mengarah pada hal-hal yang praktis atau prinsip-prinsip operasional. Hal ini bisa dilihat pada definisi-definisi berikut. Hal ini membawa akibat bahwa kita bisa merumuskan proses penerjemahan menurut pikiran mereka. McGuire (1980: 2) menulis: Translation involves the rendering of a source language (SL) text into the target language (TL) so as to ensure that (1) the surface meaning of the two will be approximately similar and (2) the structure of the SL will be preserved as closely as possible, but not so closely that the TL structure will be seriously distorted. Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan mencakup usaha menjadikan BSu ke BSa sehingga (1) makna keduanya menjadi hampir mirip dan (2) struktur BSu dapat dipertahankan setepat mungkin, tetapi jangan terlalu tepat sehingga struktur BSa-nya menjadi rusak. Definisi ini mengandung beberapa hal yang kurang mengena. Pertama, yang dibicarakan adalah BSu dan BSa yang sangat umum, sehingga tidak khusus mengacu pada suatu terjemahan. Selain itu pada bagian kedua definisi tersebut mengandung kontroversi, yaitu setepat mungkin namun jangan terlalu tepat. Dari sini kita tidak tahu batas ketepatan yang dimaksud. Newmark (1981: 7) menulis bahwa: Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language. Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan tertulis dalam satu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain. Ada dua hal yang bisa diperbincangkan dalam definisi ini. Pertama, Newmark memandang penerjemahan (translation) menyangkut teks tertulis. Ada kemungkinan ini dimaksudkan untuk membedakannya 5 dengan "interpretation" untuk penerjemahan lisan. Yang kedua, pakar penerjemahan ini tidak menggunakan istilah, tetapi ia memakai istilah yang sama dalam bahasa yang lain. Wolfram Wilss (1984) mengajukan tiga definisi penerjemahan sekaligus, yakni yang berorientasi pada penerjemah, pada teks, dan pada komputer. Pada ketiga-tiganya dia menyebut bahwa penerjemahan adalah suatu proses. Dalam definisinya yang kedua, yang berorientasi pada naskah yang diterjemahkan ia menulis: Translation is a transfer process which aims at the transformation of a written SL text into an optimally equivalent TL text, and which requires the syntactic, the semantic and the pragmatic understanding and analytical processing of the SL (Wills dalam Noss, 1982: 3). Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan adalah suatu proses transfer yang bertujuan untuk mentransformasikan teks tertulis dalam BSu ke dalam teks BSa yang optimal padan, dan memerlukan pemahaman sintaktik, semantik dan pragmatik, serta proses analitis terhadap BSu. Dalam definisi tersebut, Wilss menganggap bahwa penerjemahan adalah suatu proses, suatu transfer. Lebih lanjut ia membatasi pada teks tertulis, seperti halnya pandangan Newmark. Kalau Wilss menganggap penerjemahan sebagai proses transformasi, Newmark menggunakan istilah mengganti. Kalau Wills masih memakai istilah padanan, Newmark memakai sama tetapi dalam bahasa yang lain. Dalam masalah ini, kami lebih sepakat dengan Wilss dalam hal penggunaan istilah padan dan padanan, karena secara linguistik tidak ada kata-kata yang sama dalam bahasa yang berlainan. Kata yang sekilas terlihat sama, mungkin mempunyai makna konotatif yang berbeda, atau malah cakupan makna yang berbeda. Kita bisa melihat kembali contoh yang diajukan oleh Nida dan Taber di depan. Meskipun kata equivalent masih disebut, tetapi tekanan utamanya terletak pada proses. Bahkan ahli ini menggambarkan proses yang dimaksud segera setelah definisi tersebut. Dalam bukunya Meaning-based Translation: A Guide to Crosslanguage Equivalence, Larson (1984) justru tidak pernah mendefinisikan kata "translation' atau penerjemahan. Dia malah dengan singkat saja 6 menulis: Translation is basically a change of form. When we speak of the form of a language, we are referring to the actual words, phrases, clauses, sentences, paragraphs, etc., which are spoken or written. ... In translation the form of the source language is replaced by the form of the receptor (target) language. Secara bebas definisi tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut: Penerjemahan pada dasarnya adalah suatu perubahan bentuk. Apabila kita berbicara tentang bentuk bahasa, kita mengacu pada kata-kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf yang sesungguhnya, yang lisan atau tertulis. ... Di dalam terjemahan bentuk bahasa sumber disalin dengan bentuk bahasa sasaran. Yang dapat menjadi pertanyaan adalah bahwa Larson di sini membicarakan pergantian bentuk. Sedangkan buku yang ditulisnya adalah tentang penerjemahan berdasarkan makna. Dengan demikian, kita kurang dapat memahami mengapa Larson mengacu kepada bentuk dan bukan makna dalam definisi di atas. Meskipun begitu, dalam bahasan di butir 1.2. kita bisa lebih memahami pikiran Larson tersebut. Demikian, kutipan-kutipan definisi penerjemahan yang kami sajikan di atas menunjukkan bahwa pada tahap awal, perbincangan sekitar definisi penerjemahan berfokus pada makna ekuivalen atau padanan. Sementara itu, mulai awal 1980-an, fokus pembicaraan mulai bergeser pada proses penerjemahan. Lebih lanjut kita perdalam bahasan kita tentang proses penerjemahan pada bagian 1.2. berikut. 1.2 Proses Penerjemahan Yang dimaksud proses penerjemahan di sini adalah suatu model yang dimaksudkan untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan. Dahulu orang berpendapat bahwa penerjemahan terjadi secara langsung dan terjadi satu arah. Proses ini sering digambarkan dalam gambar berikut (lihat Suryawinata, 1989: 12). teks BSu teks BSa Gambar 1.1 Proses penerjemahan linier 7 Gambar di atas dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa penerjemah langsung menuliskan kembali teks BSu dalam teks BSa. Sekilas memang begitulah tampaknya. Perhatikan contoh berikut. She kicked the farmer. Dia menendang petani itu. Jika Anda diberi kalimat tersebut, tentu Anda pun langsung menerjemahkan begitu. Langsung dan satu arah bukan? Akan tetapi bagaimana jika yang harus diterjemahkan adalah kalimat yang lebih kompleks? Coba terjemahkan kalimat berikut. Social control is a process whereby conformity to norms is maintained in a society. Kita tidak bisa secepat menerjemahkan She kicked the farmer tadi. Kita terpaksa dengan hati-hati berusaha mendapatkan makna dari kalimat itu dengan segala cara, dengan melihat kamus, dengan mempertimbangkan struktur yang disebut relative clause, dan sebagainya. Jadi, apakah proses penerjemahan untuk kedua kalimat di atas berbeda? Tentu saja tidak. Hanya saja, untuk kalimat pertama, proses itu berlangsung begitu cepat, sementara untuk kalimat kedua prosesnya berjalan lambat. Oleh karena itu, Nida dan Taber (1969:33) menggambarkan proses penerjemahannya, yakni penerjemahan dinamis, seperti dalam Gambar 1.2. Dalam proses ini terdapat tiga tahap, yaitu tahap analisis, transfer, dan restrukturisasi. Dalam tahap analisis, penerjemah menganalisis teks BSu dalam hal (a) hubungan gramatikal yang ada dan (b) makna kata dan rangkaian kata-kata untuk memahami makna atau isinya secara keseluruhan. Hasil tahap ini, yaitu makna BSu yang telah dipahami, ditransfer di dalam pikiran penerjemah dari BSu ke dalam BSa. Baru setelah itu, dalam tahap restrukturisasi, makna tersebut ditulis kembali dalam BSa sesuai dengan aturan dan kaidah yang ada dalam BSa. 8 bentuk teks BSu analisis bentuk teks BSa restrukturisasi isi teks ----transfer----» isi teks BSu BSa Gambar 1.2 Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber (1969) Proses di atas kelihatannya rumit, tetapi setelah dimengerti sebenarnya cukup mudah untuk dipahami. Meskipun demikian, Suryawinata (1989: 14) berusaha memperjelas skema tersebut dengan meminjam konsep struktur batin dan struktur lahir Tata Bahasa Generatif Transformasi (TGT) menjadi seperti yang terlihat dalam Gambar 1.3. Evaluasi dan revisi Teks asli dalam BSu Teks terjemahan dalam BSa proses eksternal analisis/ pemahaman konsep, makna, pesan dari teks BSu restrukturisasi/ penulisan kembali proses internal transfer padanan konsep, makna, pesan dalam BSa Gambar 1.3 Proses penerjemahan menurut Nida dan Taber (1969) yang disempurnakan 9 Di dalam gambar tersebut bisa dilihat proses sebagai berikut: 1. Tahap analisis atau pemahaman. Dalam tahap ini struktur lahir (atau kalimat yang ada) dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, mana tekstual, dan bahkan makna kontekstual. Ini merupakan proses transformasi balik. 2. Tahap transfer. Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi diolah penerjemah dalam pikirannya dan dipindah dari BSu ke dalam BSa. Dalam tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata; semuanya hanya terjadi di dalam batin penerjemah. 3. Restrukturisasi. Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam BSa sehingga isi, makna dan pesan yang ada dalam teks BSu tadi bisa disampaikan sepenuhnya dalam BSa. 4. Evaluasi dan revisi. Setelah didapat hasil terjemahan di BSa, hasil itu dievaluasi atau dicocokkan kembali dengan teks aslinya. Kalau dirasa masih kurang padan, maka dilakukanlah revisi. Keempat proses ini kadang berlangsung dengan sangat cepat, kadang juga sangat lambat. Untuk lebih jelasnya, kita perhatikan proses penerjemahan untuk kalimat contoh She kicked the farmer. Berikut tahaptahapnya. 1. Analisis. Dalam tahap ini penerjemah memikirkan hal-hal berikut. She adalah subjek kalimat asli. Kicked adalah kata kerjanya. She adalah orang ketiga tunggal dan berjenis kelamin perempuan. Harus ada tambahan "ed" pada kata kerjanya untuk menunjukkan bahwa kejadiannya sudah berlangsung. Sedangkan the farmer adalah objek yang dikenai kata kerja kick. Objek ini adalah manusia yang pekerjaannya mengolah tanah untuk menumbuhkan tanaman yang bisa menghasilkan bahan pangan. 2. Transfer. Dalam tahap ini, penerjemah memikirkan hal-hal sebagai berikut. Orang ketiga tunggal adalah ia, dia, dan beliau dalam bahasa Indonesia. Jenis kelamin perempuan tidak bisa diwakili dengan kata lain selain kata perempuan atau wanita. Kick adalah perbuatan mengayunkan kaki dengan kuat ke arah depan. Orang yang pekerjaannya menanam tanaman pangan disebut juga petani dalam bahasa Indonesia. (Harus diingat, semua yang dilakukan dalam tahap ini hanya terjadi di dalam pikiran penerjemah saja.) 10 3. Restrukturisasi. Dalam tahap ini mulailah penerjemah menuliskan sesuatu, misalnya Beliau (perempuan) menendang petani. 4. Evaluasi dan revisi. Dalam tahap ini penerjemah kembali mengamati hasil kerjanya. Dia merasa bahwa kalimat itu kurang luwes dalam bahasa Indonesia. Maka kata perempuan dia buang. Kata beliau dirasanya terlalu sopan. Dan kata petani bisa terlalu umum. Maka penerjemah bisa merevisi kalimat itu menjadi Dia menendang petani itu. Selain Nida dan Taber, Larson (1984: 3-4) juga mengajukan model proses terjemahan. Model tersebut secara garis besar sama, tetapi kelihatannya lebih sederhana. Lihat gambar 1.4. Gambar 1.4 Proses penerjemahan menurut Larson (1984) Proses ini kelihatannya lebih sederhana daripada proses yang diajukan Nida dan Taber (1969). Itu hanya kelihatannya, tetapi sebenarnya proses itu sama rumitnya. (Bukankah proses yang dimaksud sama?). Menurut Larson (1984), proses terjemahan itu terdiri atas mempelajari dan menganalisis kata-kata, struktur gramatikal, situasi komunikasi dalam teks BSu, dan konteks budaya BSu untuk memahami makna yang ingin 11 disampaikan oleh teks BSu. Ini sama persis dengan tahap analisis menurut Nida dan Taber. Kemudian, makna yang telah dipahami tadi diungkapkan kembali dengan menggunakan kosa kata dan struktur gramatikal BSa yang baik dan cocok dengan konteks budaya BSa. Proses ini sama dengan proses restrukturisasi Nida dan Taber (1969). Yang berbeda adalah tahap transfer. Larson (1984) tidak mengemukakan secara terpisah tahap ini, tetapi dari uraian dan skemanya, tahap ini jelas ada. Mungkin Larson menganggap bahwa proses ini otomatis hadir jika penerjemah mengungkapkan kembali makna yang dipahami di dalam BSa. Skema Larson (1984) ini terasa kurang rinci. Oleh karena itu, Said (1994: 20) melengkapi skema ini menjadi Gambar 1.5. Gambar 1.5 Proses penerjemahan Larson (1984) yang dilengkapi oleh Said (1994) 12 Dari Gambar 1.5, kita dapat melihat gambaran proses ini. Sebagai contoh kita gunakan proses penerejmahan kalimat asli: I fell and hurt my knee. Berikut prosesnya tahap demi tahap. 1. Analisis leksikon: I --» pembicara fell --» bergerak menuju ke tanah tanpa bisa dikendalikan. and --» ada tambahan ide hurt --» perbuatan melukai orang lain atau diri sendiri my --» milik pembicara knee --» sendi antara tulang paha dan tulang kering 2. Analisis struktur gramatikal Dari analisis gramatikal diperoleh hal-hal berikut: (a) kalimat ini kalimat majemuk rapatan dalam jenis kalimat positif atau kalimat afirmasi, dan (b) kalimat ini untuk menceritakan kejadian pada masa lalu, karena kata fell adalah bentuk lampau dari kata fall. 3. Analisis konteks situasi menghasilkan pemahaman bahwa kalimat ini mungkin sekali diucapkan oleh seseorang kepada temannya. 4. Analisis konteks budaya menghasilkan pengertian bahwa tidak ada hal-hal yang sifatnya sangat khusus dalam budaya Inggris dalam kalimat ini. Ini bisa dimengerti bahwa tidak ada konsep budaya khusus dalam ujaran ini. Dari hasil analisis teks asli ini dapat diperoleh makna bahwa si pembicara ingin menceritakan kepada temannya bahwa pada waktu yang lampau dia terjatuh dan karenanya ada luka di sekitar sendi yang menghubungkan tulang paha dan tulang keringnya. Makna ini kemudian diungkapkan kembali dengan mempertimbangkan segi-segi leksikon (kata), struktur gramatikal, konteks situasi, dan konteks budaya bahasa sasaran, yakni bahasa Indonesia. Langkah ini bisa digambarkan sebagai berikut: 1. Pertimbangan leksikon bahasa sasaran Langkah ini adalah pencarian kata-kata BSa yang bisa digunakan untuk mengungkapkan makna BSu. Langkah ini bisa digambarkan dengan sederhana sebagai berikut. I ---» saya, aku, hamba, patik fell --» jatuh 13 and --» dan, serta hurt --» melukai my --» milikku, milik saya, punyaku, punya saya knee --» lutut 2. Pertimbangan struktur gramatikal. Dalam bahasa Indonesia tidak ada pemarkah waktu lampau seperti halnya bahasa Inggris. Konsep ini harus dikatakan eksplisit, dulu atau beberapa hari yang lalu. Lebih jauh lagi, struktur kalimat majemuk rapatan dalam bentuk afirmasi seperti struktur aslinya tidak bisa dipakai untuk mengungkapkan makna yang sama dalam bahasa Indonesia. Tentu kita merasa tidak pas jika mendengar ada kalimat Saya jatuh dan saya melukai lutut saya kemarin. Oleh karena itu, harus dicari struktur kalimat yang bisa diterima di dalam bahasa Indonesia. 3. Pertimbangan konteks situasi dan budaya Dalam mencari struktur yang pas ini, penerjemah harus pula mempertimbangkan konteks situasi yang akrab (dari ini kata patik, saya, hamba mungkin tidak tepat. Karena tidak ada konsep yang khas Inggris, maka ia bisa mengabaikan masalah ini. Pada akhirnya, mungkin bisa ditemukan kalimat akhir sebagai terjemahan kalimat aslinya, yaitu Aku terjatuh dan lututku terluka. Sebagai tambahan, perlu kita perhatikan bahwa kata-kata fall, hurt, cut, sprain dan kata lain sejenis ini di dalam bahasa Inggris merupakan kata kerja berbentuk aktif transitif meskipun untuk diri sendiri. Tetapi di dalam bahasa Indonesia dalam kata tersebut terkandung makna tidak sengaja, sehingga padanannya di dalam bahasa Indonesia yang paling tepat adalah terjatuh, terluka, teriris, dan terkilir. Dari uraian dalam bab ini bisa ditarik dua kesimpulan. Pertama, dari definisi penerjemahan bisa disimpulkan bahwa penerjemahan adalah suatu kegiatan untuk mengungkapkan kembali makna dari teks BSu dengan padanan yang tepat di dalam teks BSa. Dari bahasan tentang proses penerjemahan bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya proses penerjemahan terdiri atas dua tahap: (a) analisis teks asli dan pemahaman makna dan/atau pesan teks asli dan (b) pengungkapan kembali makna dan/atau pesan tersebut di dalam BSa dalam kata-kata atau kalimat yang berterima di dalam BSa. 14 Perhatikan kutipan berikut yang diikuti oleh dua terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Teks terjemahan yang pertama ini adalah hasil terjemahan seseorang yang baru belajar menerjemahkan. Di dalamnya terdapat beberapa kesalahan yang mungkin saja bersifat serius. Kemudian bandingkan dengan teks terjemahan kedua, yang merupakan hasil penyempurnaan teks terjemahan yang pertama. Menurut Anda, kenapa teks terjemahan pertama mengandung banyak kesalahan? Teks Asli Social control is the process whereby conformity to norms is maintained in a society. Without social control, society and human system would not be possible. We can see instances of social control by simply calling attention to everyday, taken-for-granted events around us. Your professor shows up each day at approximately the correct time. So do you. Most students sit quietly in class. Most are polite and follow the proper procedure for asking questions. We all drive on the right side of the road, stop at red lights, and use our turn signals. We go to the bank and we are sure that people will be there to help us. These are commonplace events, but they are what makes society possible. Despite tendencies for deviation, most people, most of the time, are willing to occupy key status positions, recognize relevant norms, and play appropriate roles. Teks terjemahan 1 Teks terjemahan 2 Kontrol sosial adalah proses penyesuaian norma-norma yang dipelihara di dalam masyarakat. Tanpa kontrol sosial, masyarakat dan sistem kemanusiaan tidak mungkin ada. Kita dapat melihat contoh-contoh kontrol sosial melalui panggilan perhatian sehari-hari, mengambil hal-hal yang benar di sekitar kita. Profesor Anda menunjukkan waktu yang kira-kira tepat setiap hari. Begitu juga Anda. Banyak murid duduk tenang di dalam kelas. Banyak yang sopan dan mengikuti prosedur yang pantas untuk mengajukan pertanyaan. Kita semua mengendarai di jalan sebelah kanan, berhenti pada lampu merah, dan mengikuti tanda-tanda yang berikutnya. Kita pergi ke bank dan kita yakin bahwa orang-orang akan berada Kontrol sosial adalah proses untuk memelihara penyesuaian tingkah laku terhadap norma-norma di dalam masyarakat. Tanpa kontrol sosial, masyarakat dan sistem kemanusiaan tidak mungkin ada. Kita dapat melihat contoh-contoh kontrol sosial dengan memperhatikan kejadian sehari-hari yang kita lakukan begitu saja di lingkungan sekitar kita. Dosen Anda datang pada waktu yang hampir sama tiap hari. Begitu juga Anda. Kebanyakan mahasiswa duduk tenang di dalam kelas. Kebanyakan sopan dan mengikuti prosedur yang tepat untuk mengajukan pertanyaan. Kita semua mengemudi di jalan sebelah kiri, berhenti pada lampu merah, dan menggunakan lampu sein (tanda belok) kita. Kita pergi ke bank dan kita yakin bahwa orang-orang akan ada di sana untuk 15 di sana untuk menolong kita. Itu semua adalah hal-hal yang biasa terjadi. Meskipun ada kecenderungan penyimpangan, banyak orang biasanya ingin menempati kunci status tempat, mengenali norma-norma yang berhubungan dan memainkan aturan-aturan yang tepat. membantu kita. Itu semua adalah kejadian biasa, tetapi itulah yang bisa menjaga masyarakat kita. Meskipun ada kecenderungan penyimpangan, tetapi kebanyakan orang biasanya sudi menempati posisi kunci, menaati norma-norma yang sesuai, dan memainkan peran yang tepat. Di dalam teks terjemahan kedua, semua kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan di dalam pemahaman teks BSu di benahi. Selain itu, struktur kalimatnya juga disesuaikan dengan kaidah BSa. (Perhatikan kalimat pertama.) Selain itu, penyesuaian juga dilakukan. Mengendarai di sebelah kanan diganti menjadi mengemudi di jalan sebelah kiri karena di Indonesia orang memang harus mengemudi di jalan sebelah kiri. 1.3 Penjurubahasaan Di dalam bahasa Inggris orang membedakan terjemahan dalam bahasa tulis, yang disebutnya translation, dan terjemahan dalam bahasa lisan, yang disebutnya interpretation. Di dalam bahasa Indonesia penerjemahan lisan ini lebih dikenal dengan sebutan penjurubahasaan. Sementara itu di dalam bahasa Indonesia kita tidak mempunyai istilah khusus untuk terjemahan lisan. Di dalam buku ini, istilah interpretasi dan interpreter digunakan karena istilah ini lebih singkat bila dibandingkan dengan istilah terjemahan lisan dan penerjemah lisan. Dilihat sekilas, interpretasi dan terjemahan hampir sama, yang berbeda adalah media yang digunakan. Dalam terjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan satunya menggunakan wacana lisan. Tetapi sebenarnya keterampilan, latihan dan bakat yang diperlukan dalam kedua bidang ini berbeda cukup jauh. Salah satu keterampilan utama yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan menulis atau mengungkapkan gagasan dalam BSa secara tertulis. Jadi mungkin saja, seorang penerjemah yang baik tidak dapat berbicara dengan baik dalam sasaran atau bahasa sumber. Kemampuan lain yang dituntut dari seorang penerjemah adalah kemampuan memahami bahasa dan budaya dari teks BSu serta kemampuan menggunakan kamus dan 16 bahan referensi lainnya. Penerjemahannya pun bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, dengan bantuan kamus atau bahkan dengan bantuan teman.. Di lain pihak, seorang interpreter harus mampu mengalihkan isi informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran tanpa menggunakan kamus atau bahan referensi lain secara langsung. Tempatnya pun telah ditentukan, misalnya di ruang seminar atau konferensi. Keterampilan yang diperlukan tidak hanya keterampilan memahami ujaran pembicara, tetapi juga keterampilan di dalam membuat catatan dan mengungkapkan hasil pemahaman dan catatannya di dalam bahasa sasaran secara lisan. Sering kali semua kegiatan ini dilakukan pada saat yang bersamaan. Ada dua macam interpretasi, yaitu interpretasi simultan dan interpretasi konsekutif (bergantian). Di dalam interpretasi bergantian, interpreter mendengarkan dulu ujaran asli sambil membuat catatan. Setelah ujaran asli tersebut selesai, biasanya satu kalimat atau satu paragraf pendek, interpreter mengungkapkan isi dari ujaran tersebut dalam bahasa sasaran. Biasanya panjang ujaran berkisar antara 1 sampai 5 menit. Di sini mulai jelas bahwa pembuatan catatan adalah kecakapan penting dalam interpretasi. Catatan ini tidak dibuat dalam bahasa sumber karena jika demikian, interpreter akan bekerja ganda pada saat mengungkapkan isi informasi, yaitu menerjemahkan dulu baru mengungkapkan. Oleh karena itu, catatan itu langsung dibuat dalam bahasa sasaran. Beberapa interpreter profesional bahkan ada yang mengembangkan sistem simbol idiogramiknya sendiri. Di dalam sistem ini mereka langsung merekam gagasan atau isi ujaran pembicara dengan sistemnya sendiri, bukan kata-katanya. Umumnya hasil interpretasinya lebih idiomatik. Penjurubahasaan simultan jauh lebih sulit lagi. Interpreter tidak menunggu sampai pembicara selesai menyampaikan ujarannya untuk mulai menyampaikan isi suatu ujaran. Ia mulai kerjanya begitu ia sudah menangkap penggalan ujaran yang bisa dimengerti. Penggalan ini bisa saja frasa, klausa, atau, tetapi ini jarang terjadi, kalimat. Ini berarti pada saat ia mengungkapkan isi penggalan yang sudah dipahaminya tadi, pada saat yang sama ia harus mendengarkan dan mencatat penggalan berikutnya. Dari sisi terlihat betapa beratnya kerja seorang interpreter simultan. Oleh karena itu jurubahasa simultan harus menguasai topik pembicaraan atau 17 wacana yang diinterpretasi. Hal lain yang harus dimiliki interpreter simultan adalah keberanian dalam mengambil keputusan karena sama sekali tidak ada waktu untuk menimbang-nimbang pilihan kata atau untuk mengingat-ingat idiom tertentu dari bahasa sasaran. Biasanya interpreter simultan bekerja dalam sebuah kotak kaca dilengkapi dengan headphone dan mikrofon. Penundaan keputusan akan mengakibatkan kesulitan untuk memahami dan menginterpretasi penggalan berikutnya. Sementara itu kesalahan-kesalahan interpretasinya tidak bisa diperbaiki sama sekali. Kesamaan antara penerjemah dan interpreter adalah mereka harus mengetahui pengetahuan yang bagus tentang bahasa sumber dan bahasa sasaran, serta memahami topik teks atau wicara. Berikut ini (Tabel 1.1.) adalah syarat-syarat bagi penerjemah dan interpreter yang baik. Tabel 1.1. Syarat-syarat penerjemah dan jurubahasa No 1 2 3 4 5 6 7 8 18 Penerjemah Menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran Mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran Menguasai topik atau masalah teks yang diterjemahkan Kemampuan untuk memahami bahasa tulis/tingkat reseptif Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara tertulis/tingkat produktif - Kemampuan untuk menggunakan kamus dan sumber referen yang lain - Jurubahasa Menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran Mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran Menguasai topik atau masalah dalam wicara yang diinterpretasikan Kemampuan untuk memahami bahasa lisan/tingkat reseptif Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara lisan/tingkat produktif Kemampuan untuk mendengarkan, mencatat dan mengungkapkan isi informasi pada saat yang bersamaan. - Kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat (langsung) 1.4 Perkakas Penerjemah Bila seorang interpreter membutuhkan perkakas kertas, pensil, headphone dan mikrofon, maka seorang penerjemah membutuhkan perkakas yang lebih banyak lagi. Selain memerlukan kertas dan pensil, ia bisa mendayagunakan perkakas lainnya, baik yang konvensional maupun yang modern. 1.4.1 Perkakas Konvensional Perkakas konvensional selain kertas dan pensil yang biasa dipergunakan penerjemah adalah kamus. Kamus adalah sekumpulan informasi tentang sebuah kata atau kombinasi kata. Kata yang diterangkan ini disebut lema atau entri (entry). Ada banyak macam kamus. Menurut bahasa yang digunakan, kamus bisa dibedakan menjadi kamus ekabahasa, kamus dwibahasa, dan kamus nekabahasa. Kamus ekabahasa adalah kamus yang hanya menggunakan satu bahasa saja, contohnya adalah Oxford Advanced Dictionary, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bausastra Jawa, dan lain-lain. Kamus dwibahasa menggunakan dua bahasa, contohnya adalah Kamus Indonesia-Inggris, karangan John M. Echols dan Hasan Sadily. Sedangkan kamus nekabahasa berisi padanan kata atau keterangan tentang kata lema di dalam dua bahasa atau lebih. Contohnya adalah kamus bahasa InggrisIndonesia-Arab. Yang perlu diperhatikan oleh penerjemah adalah karena makna kata di dalam satu bahasa tidak sama benar dengan makna kata dalam bahasa lain, maka kamus dwibahasa dan nekabahasa tidak selalu sesuai untuk mencari makna suatu kata. Berdasarkan isinya, kamus bisa dibedakan menjadi dua: kamus umum dan kamus khusus. Kamus umum adalah kamus yang berisi keterangan mengenai lema, contohnya: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Oxford, dan lain-lain. Sedangkan kamus khusus adalah kamus yang berisi keterangan mengenai lema di dalam suatu bidang tertentu, misalnya kamus teknik, kamus perminyakan, kamus kedokteran, kamus biologi dan lain-lain. Menilik bahasanya, kamus umum dan khusus ini bisa berupa kamus ekabahasa, dwibahasa dan nekabahasa. Seorang penerjemah sudah selayaknya memiliki kamus umum dan khusus ini terutama kamus khusus yang terkait dengan bidang spesialisasinya. Jenis perkakas konvensional lain adalah tesaurus (thesaurus). Di 19 dalam tesaurus sebuah lema diikuti oleh sejumlah kata yang memiliki kemiripan makna. Beberapa tesaurus bahkan menambahkan lawan kata di bagian akhir setiap lema. Tesaurus ini berguna untuk membantu penerjemah memilih kata-kata yang paling cocok. Ensiklopedi juga merupakan salah satu perkakas penerjemahan. Dengan bantuan ensiklopedi, seorang penerjemah bisa mendapatkan wawasan yang lebih luas sehingga ia lebih mampu mencari padanan/konsep yang sesuai dengan teks yang sedang dikerjakan. Bahan-bahan rujukan di atas secara langsung membantu kerja penerjemah. Selain itu penerjemah juga harus selalu meningkatkan keterampilannya, untuk itu diperlukan sumber daya lain, yaitu jurnal atau majalah mengenai terjemahan. 1.4.2 Perkakas Modern Perkakas modern bagi penerjemah yang kami bahas di sini adalah kamus elektronik, kamus daring (dalam jaringan atau on-line), mesin penerjemah dan alat penerjemahan berbantuan komputer. Kamus elektronik adalah kamus yang datanya di simpan di dalam alat elektronik dan dibaca dalam alat itu juga. Alat ini ada yang dibuat dengan bentuk mirip kalkulator, dan bisa dibawa ke mana-mana. Kekurangan kamus jenis ini adalah tidak mempunyai penjelasan yang lengkap atau tanpa contoh seperti halnya kamus konvensional. Kelebihannya adalah penerjemah bisa mencari kata dengan cepat. Jenis kamus modern yang lain adalah kamus yang sudah dibuat dalam bentuk program komputer. Kamus ini sangat membantu bagi penerjemah yang biasa bekerja dengan komputer. Ia bisa membuka program pengolah kata, misalnya Microsoft Word, untuk menulis hasil terjemahannya dan program kamus sekaligus. Kapan saja ia ingin mencari makna kata atau padanan kata tertentu, ia tinggal pindah ke program kamus. Dengan mengetikkan kata BSu lalu menekan sebuah tombol, semua alternatif padanan kata terpampang di depan mata. Setelah itu penerjemah pindah lagi ke program pengolah kata, lalu memakai padanan yang telah dipilihnya. Hampir semua kamus konvensional sekarang memiliki jenis ini, misalnya kamus Longman dan Collins Cobuild. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pun memiliki versi perangkat lunak. Di era internet ini, penerjemah juga bisa mendayagunakan sumber daya daring. Kamus daring inilah perkakas modern yang kedua. 20 Hampir semua kamus yang dahulu kita kenal versi cetakan kertas, sekarang tersedia di internet. Dan kami rasa ini yang paling praktis sekarang. Berikut adalah beberapa contoh kamus, glosarium, atau tesaurus daring yang berguna bagi penerjemah dengan pasangan bahasa Inggris – Indonesia. http://kbbi4.portalbahasa.com/ (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV) http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/ (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, yang akan diganti dengan edisi IV) http://kateglo.com/ (kamus KBBI, tesaurus, dan glosari yang mencakup segala jenis bidang dengan pasangan bahasa Inggris – Indonesia atau sebaliknya. http://www.collinsdictionary.com/ (kamus dan tesaurus beberapa bahasa) http://www.ldoceonline.com/ (kamus) http://www.thefreedictionary.com/ (kamus, tesaurus, ensiklopedia, idiom, dll.) Perkakas berikutnya adalah perangkat lunak mesin penerjemah (MP). Untuk yang satu ini orang sering salah mengerti kegunaan mesin penerjemah. (Di Indonesia perangkat lunak mesin penerjemah yang sangat populer bermerek Transtool). Apakah mesin penerjemah itu sebenarnya? Lihat alur kerja dengan mesin penerjemah di gambar berikut ini. Dari sisi proses penerjemahan, sebenarnya ada perbedaan yang sa gat jauh a ta a Mesi Pe e je ah MP a g e goto atiska (automate) dan CAT Tool a g e a tu assist). Tegasnya, perbedaan antara MP dan CAT Tool terletak pada siapa yang menduduki peran sentral di dalam proses penerjemahan. Apabila MP dimanfaatkan, komputer (atau mesin) memegang peran sentral. Mesinlah yang melakukan penerjemahan. Manusia dapat membantu mesin dengan cara memperbaiki hasil kerja mesin. Kalau CAT TOOL yang digunakan, manusialah yang melakukan penerjemahan, sedangkan komputer (atau mesin) hanya membantu manusia. Perhatikan Gambar 1.6 berikut ini. 21 Naskah sumber Mesin penerjemah aturan linguistik Naskah hasil Penyuntingan Naskah sasaran korpus linguistik Gambar 1.6 Proses menerjemahkan dengan Mesin Penerjemah Di dalam gambar di atas, naskah sumber merupakan masukan bagi MP. MP menerjemahkan naskah BSa dengan menerapkan aturan-aturan linguistik dan memanfaatkan pangkalan data yang dimilikinya yang berupa korpus linguistik untuk menghasilkan naskah BSa. Apabila manusia yang bertanggung jawab kurang puas, dia dapat menyuntingnya untuk menghasilkan naskah BSa versi jadi (akhir). Apabila dirasa hasil terjemahan sudah memuaskan, maka hasil kerja MP bisa langsung dijadikan naskah sasaran (hasil akhir). Yang terpe ti g di dala MP adalah otak a a g e oses askah asuka . “epe ti apa a a ke ja otak MP? Ada dua arsitektur utama mesin penerjemah. Yang pertama adalah mesin penerjemah berbasis aturan linguistik. Secara sederhana, mesin penerjemah jenis ini adalah perangkat lunak yang terdiri atas algoritma (aturan-aturan) yang dapat menganalisis unit penerjemahan bahasa sumber yang diproses, kemudian mencocokkannya dengan database di bidang struktur kalimat dan kosakata, dan akhirnya menyusun ulang potongan-potongan data linguistik yang didapat berdasarkan analisis awal tadi di dalam bahasa sasaran. Semakin lengkap aturan yang diciptakan sang perancang, semakin bagus hasil kerjanya. Kelemahannya adalah perancangnya harus senantiasa melengkapi aturan-aturan linguistik ini agar kualitas hasilnya semakin bagus. Karena sifatnya ini mesin penerjemah sesuai untuk menerjemahkan dokumen-dokumen teknis tertentu, yang aturan dan database-nya sudah disesuaikan untuk itu. Dokumen sejenis dengan ramalan cuaca, laporan kesehatan. dll. cocok untuk mesin penerjemah. Sedangkan novel dan puisi tentu saja tidak bisa ditangani dengan mesin penerjemah. Mesin penerjemah jenis kedua adalah mesin penerjemah yang berbasis statistik. Mesin penerjemah berbasis statistik menghasilkan terjemahan tidak berdasar pada aturan linguistik, tetapi pada model 22 statistik yang diterapkan pada korpus linguistik dari teks dwibahasa. Korpus adalah sampel teks yang diambil dari dunia nyata, buat imajinasi. Pidato di PBB yang telah diterjemahkan menjadi beberapa bahasa adalah contoh korpus untuk pasangan bahasa terkait. Sederhananya, jika kita memasukkan satu kalimat ke dalam alat ini untuk diterjemahkan, otak alat ini akan memenggal kalimat ini menjadi beberapa unit kemudian dicarikan padanannya yang paling sering muncul di beberapa korpus (dari sini istilah statistik muncul). Kemudian MP menyusun ulang bagian-bagian ini menjadi kalimat utuh. Jadi, tidak ada aturan linguistik di dalam arsitektur MP jenis ini. Penggalan-penggalan data yang dipakai sebagai dasar ini bisa berupa kata, frasa, dan bentuk sintaksis. Google Translate yang diluncurkan Google pada tahun 2006 adalah MP dengan arsitektur berbasis statistik dengan unit identifikasi frasa, atau di dalam bahasa Inggris disebut phrase-based machine translation1. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Google Translate kada g isa e e je ahka dengan sangat luwes. Itu karena kebetulan database dwibahasanya memuat frasa tersebut. Sekarang, Google menambahkan kecerdasan buatan ke dalam mesin penerjemahnya untuk bahasa-bahasa tertentu. Sistem mesin penerjemahnya sekarang disebut Google’s Neural Tra slatio Ma hi e System. Sistem ini dikatakan bisa menjembatani kesenjangan antara penerjemahan manusia dan mesin. Dengan kecerdasan buatan ini mesin penerjemah Google bisa mempelajari pola-pola tertentu di dalam teks masukan dan kemudian mencarikan padanannya yang paling pas. Dengan kecerdasan buatan ini, Google Translate mampu mempelajari kata-kata yang baru ditemuinya, memecahnya menjadi beberapa bagian, baru kemudian membuatkan kata di bahasa sasaran. Menurut saya ini semacam kombinasi antara arsitektur berbasis aturan linguistik dan statistik, hanya saja aturan linguistik yang ditanamkan di dalam sistem ini tidak seperti aturan linguistik di masa-masa awal pengembangan MP. Terkait dengan perkembangan ini penerjemah harus menyikapinya dan memanfaatkannya secara tepat dengan mempertimbangkan tujuan penerjemahannya atau persyaratan dari klien terjemahannya. 1 https://research.googleblog.com/2016/09/a-neural-network-for-machine.html 23 Perkakas selanjutnya adalah alat penerjemahan berbantuan komputer yang dalam bahasa Inggris disebut CAT Tool (Computer Assisted Translation Tool). Fitur yang sangat terkenal dari jenis ini adalah Translation Memory. Lihat Gambar 1.7. Naskah masukan (BSu) Glosarium Penerjemahan dgn sistem CAT Tool Naskah jadi (BSa) Data pasangan unit BSu dan BSa Gambar 1.7 Proses menerjemahkan dengan CAT Tool Dari Gambar 1.7 jelas bahwa naskah BSu langsung diproses oleh manusia (penerjemah) dengan bantuan glosari dan memori yang mengandung pasangan BSu dan BSa yang disediakan oleh CAT TOOL. Secara umum sistem CAT Tool memiliki tiga fungsi: pengelolaan istilah (term management), memori terjemahan (translation memory) dan tempat bekerja atau kadang dise ut Translation Workstation . Fitur pengelolaan istilah memberi fasilitas untuk membuat glosarium yang akan digunakan di dalam menerjemahkan sebelum penerjemahan dimulai atau sambil melakukan penerjemahan. Sistem CAT Tool akan memberitahukan kepada penerjemah apabila di dalam unit terjemahan yang sedang dikerjakannya mengandung istilah yang aa di dalam glosarium. Penerjemah bisa memakai istilah yang sudah tersimpan di glosarium itu secara utuh, memodifikasinya, atau bahkan memakai kata yang sama sekali berbeda. Dengan adanya glosarium ini konsistensi terjemahan istilah-istilah kunci bisa dijaga. Memori Terjemahan (MT) adalah arsip teks multilingual yang tersegmentasi, yang dapat dibaca ulang pada berbagai kondisi pencarian. Dengan kata lain, memori terjemahan terdiri atas database (pangkalan data) yang menyimpan segmen teks sumber dan teks sasaran yang dapat dibaca ulang dan menjadi masukan untuk proses penerjemahan di masa mendatang. Jika digunakan dengan baik, memori terjemahan dapat meningkatkan konsistensi terjemahan dan kualitasnya. Memori 24 terjemahan ini pun dapat dipakai bersama-sama oleh beberapa penerjemah. Secara sederhana alur kerja dengan memori terjemahan dapat dilihat di Gambar 1.8. Penulis Ya UP BSu d dikenali MT? Teks BSu Penerjemah menerjemahkan secara konvensional PROSES dgn Memori Terjemahan Tidak UP mirip (fuzzy match) Tawaran (fuzzy match) Penerjemah menerima, memodifikasi, menolak UP sama persis (Exact match) Teks BSa Pembaca Gambar 1.8 Proses menerjemahkan dengan Memori Terjemahan atau CAT TOOL Dari gambar di atas, dapat dipahami bahwa pada awalnya Penulis menghasilkan naskah BSu. Penerjemah menerjemahkan naskah ini dengan bantuan Memori Terjemahan (MT). Setelah Unit Penerjemahan BSu (UP BSu) dikenali oleh MT, maka akan ada tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama UP BSu benar-benar baru, jadi tidak ada UP yang mirip di MT. Oleh karena, itu penerjemah harus menerjemahkannya secara konvensional (dan hasilnya akan disimpan di dalam MT). Ini di gambarkan oleh panah ke bawah sebelah kiri. 25 Kemungkinan kedua adalah UP BSu sama persis dengan UP yang ada di dala MT. Ko disi i i dise ut exact match . Maka, siste CAT TOOL langsung memakai data yang tersimpan. Campur tangan penerjemah tidak diperlukan. Lihat panah ke bawah sebelah kanan. Kemungkinan ketiga, UP BSu tidak sama persis dengan sembarang UP di MT, tetapi cukup mirip dengan salah satu atau beberapa UP di dalam MT. Ko disi i i dise ut fuzzy match . Dala ko disi i i MT aka menawarkan hasil terjemahan yang telah disimpan di dalam MT dan MT menandai bagian-bagian UP baru yang tidak sama dengan UP yang telah tersimpan di MT. Kemudian penerjemah dapat menerima, memodifikasi, atau menolak tawaran ini. Lihat panah diagonal dari sudut kanan atas ke kiri bawah. Workstation T a slatio Wo kstatio adalah istilah a g dulu sering digunakan untuk menyebut sistem yang menggabungkan glossary management dengan translation memory. Sekarang istilah itu dikenal dengan nama CAT Tool saja. Fiturnya tidak lagi hanya menggabungkan fasilitas pengelolaan istilah dan memori penerjemahan, tetapi juga penjaminan mutu secara teknis. Ada juga yang dihubungkan dengan mesin penerjemah dan pemeriksa ejaan. Ada dua ciri khas CAT Tool. Ciri khas pertama adalah kemampuannya untuk melakukan penerjemahan awal (pre-translation) berdasarkan glosari maupun data yang ada dalam memori terjemahan. Dengan penerjemahan awal berdasar glosari, semua kata yang sesuai dengan glosari dapat diganti langsung di UP BSa-nya. Dengan penerjemahan awal berdasar memori terjemahan, semua UP BSu yang sama atau mirip dengan UP BSu yang telah tersimpan di memori terjemahan dapat di terjemahkan langsung. Sekilas, melihat hasil dan kecepatan kerjanya, ini mirip dengan Mesin Penerjemah. Tetapi melihat proses kerjanya, penerjemahan awal ini sangat berbeda dengan proses kerja Mesin Penerjemah. Dalam penerjemahan awal, komputer hanya memuat ulang memori tanpa melakukan proses yang melihatkan aturanaturan linguistik, tetapi memanfaatkan logika statistik dalam menentukan derajat kemiripan yang diungkapkan dalam bentuk persentase. Ciri khas kedua adalah ke a pua alignment , atau 26 kemampuan untuk mengonversi hasil terjemahan lama yang belum menggunakan "workstation" menjadi database memori terjemahan. Dengan kemampuan ini, hasil-hasil pekerjaan lama tidak terbuang percuma. Ada banyak sistem perangkat lunak CAT TOOL yang saat ini dipasarkan dan dipakai. Yang paling populer saat ini adalah SDL Trados Studio dan Word Fast. Memang harga perangkat lunak ini relatif mahal. Bagi penerjemah yang menginginkan perangkat lunak CAT Tool yang gratis ada OmegaT. Silakan unduh dari www.omegat.org. Dengan semakin majunya teknologi internet dengan apa yang disebut komputasi awan (cloud computing), CAT Tool juga dikembangkan untuk memakai teknologi itu dan karenanya berbasis internet. Semakin banyak system CAT Tool yang seperti ini dan semakin populer saja penggunaannya. Contohnya adalah Memsource yang oleh pembuatnya dikalim menggabungkan fungsi CAT Tool tradisional dan manajemen proyek serta penjaminan mutu penerjemahan. CAT Tool berbasis awan yang ditawarkan gratis untuk penerjemah mandiri juga ada, namanya Smartcat. Hanya saja mungkin tawaran gratis ini tidak selamanya. Untuk mencobanya, salakan akses www.smartcat.ai/free_cat-tool Dengan berbagai jenis perangkat lunak ini, kita dapat menerjemahkan hampir semua jenis file digital dengan jauh lebih efisien. Termasuk di dalam kategori file (berkas) ini adalah: semua file MS Office, Framemaker, halaman web, termasuk antarmuka program yang Anda pakai, dll. Dengan demikian, kerja penerjemah sekarang menjadi sangat terbantu dengan perkakas-perkakas modern. 27 BAB II RAGAM TERJEMAHAN Di dalam literatur penerjemahan, ada beberapa ragam terjemahan yang pernah dikemukakan oleh para ahli. Ragam-ragam tersebut ada yang digolongkan menurut jenis sistem tanda yang terlibat (misalnya menurut Jacobson), jenis naskah yang diterjemahkan (misalnya menurut Savory), dan juga menurut proses penerjemahan serta penekanannya (menurut Nida & Taber, Larson, dan Newmark). Di dalam bab ini dibahas beberapa ragam terjemahan tersebut. 2.1 Terjemahan intrabahasa, antarbahasa, intersemiotik Roman Jakobson (1959: 234) membedakan terjemahan menjadi tiga jenis, yaitu terjemahan intrabahasa (intralingual translation), terjemahan antar bahasa (interlingual translation), dan terjemahan intersemiotik. Yang dimaksud terjemahan intrabahasa adalah pengubahan suatu teks menjadi teks lain berdasarkan interpretasi penerjemah, dan kedua teks ini ditulis di dalam bahasa yang sama. Jadi, bila kita menuliskan kembali puisi Chairil Anwar Aku ke dalam bentuk prosa di dalam bahasa Indonesia juga, maka kita melakukan penerjemahan intrabahasa. Proses ini memang merupakan proses kreatif, dan sering dilakukan di dalam matakuliah penulisan kreatif di fakultas sastra. Tetapi bila direnungkan, jenis ini belum bisa dikatakan sebagai terjemahan yang sesungguhnya seperti yang didefinisikan di dalam Bab I buku ini. Sebagai contoh konkretnya, perhatikan penulisan kembali puisi Gunawan Muhammad dengan judul Dongeng Sebelum Tidur menjadi suatu prosa pendek berikut ini. Teks asli: "Cicak itu, cintaku, berbicara tentang kita. Yaitu nonsens". Itulah yang dikatakan baginda kepada permaisurinya, pada malam itu. Nafsu di ranjang telah teduh dan senyap merayap antara sendi dan sprei. 28 "Mengapakah tak percaya? Mimpi akan meyakinkan seperti matahari pagi." Perempuan itu terisak, ketika Anglingdarma menutupkan kembali kain ke dadanya dengan nafas yang dingin, meskipun ia mengecup rambutnya. Esok harinya permaisuri membunuh diri dalam api. Dan baginda pun mendapatkan akal bagaimana is harus melarikan diri -- dengan pertolongan dewa-dewa entah dari mana -- untuk tidak setia. "Batik Madrim, Batik Madrim, mengapa harus, patihku? Mengapa harus seorang mencintai kesetiaan lebih dari kehidupan dan sebagainya dan sebagainya?" (Gunawan Muhamad, 1992: 43) Teks prosa: Malam di istana Prabu Anglingdarma. Terdengar suara dari kamar tidur sang raja dan permaisuri. Sebentar mereka terdiam. Nafsu di ranjang telah mereda dan kecapaian merayap diantara sendi-sendi kedua manusia itu. "Kenapa Kakanda tersenyum?" sang ratu bertanya sedikit kecut di hatinya. "Cicak itu, cicak itu, sayangku. Mereka bercakap tentang kita," kata baginda kepada permaisurinya. Sang permaisuri tak percaya. Di dalam hati terbetik prasangka, lelaki itu tentu telah menertawakan kekurangan dirinya. Ada semacam ketersinggungan di hati.. "Mengapakah tak percaya? Ramalan pun bisa meyakinkan, sepertihalnya mentari pagi," kata Anglingdarma. Sang ratu diam. Anglingdarma menutupkan kembali kain ke dadanya. Perempuan itu terisak; ia diam saja saat lelaki raja itu mengecup rambutnya. Ketidakpercayaan atau mungkin ketersinggungan itu terus berlarut. Sang permaisuri mengancam mau membakar diri jika sang Raja tetap tidak mau berterus terang tentang alasan yang membuatnya tersenyum saat mereka memadu kasih malam itu. Ketidakpercayaan itu tak mampu tersembuhkan. Ketersinggungan itu tak bisa lagi terobati. Baginda Anglingdarma bingung dibuatnya. Segala yang ada dihatinya telah dikeluarkannya. Dengan ajian dewata, ia memang bisa memahami percakapan hewan; dan mengajari orang lain, tentulah melanggar janji dengan para dewata. Tetapi, membiarkan sang ratu membunuh diri, ia ngeri dikatakan lelaki tidak setia hati. Maka, pagi pun tiba. Permaisuri membakar diri. Saat sang Raja ingin juga menceburkan diri dalam kobar api, dewa-dewa pun 29 memperingatkannya. Sang Raja turun, berjalan pelan mendekati patihnya. "Batik Madrim, Batik Madrim. Mengapa harus, patihku. Mengapa harus seseorang mencintai kesetiaan lebih dari cintanya terhadap kehidupan ini, dan segala yang ada di dalamnya?" kata sang raja dengan lemah. Setelah menyimak contoh di atas kita semakin paham bahwa jenis ini bukanlah terjemahan yang sesungguhnya. Jenis terjemahan yang kedua menurut Jakobson adalah terjemahan antarbahasa. Terjemahan jenis ini adalah terjemahan dalam arti yang sesungguhnya, seperti yang dimaksud di dalam Bab I. Dalam jenis ini, penerjemah menuliskan kembali makna atau pesan teks BSu ke dalam teks BSa. Contohnya adalah terjemahan McGlynn atas puisi Andre Hardjana berikut ini. Teks BSu: Salju batang-batang itu adalah kenangan yang semakin kurus dan akhirnya hilang di balik salju cemara yang biasa gaduh dalam canda dengan angin tenggara kini bungkam dalam derita menunduk berat ditindih salju pucat dan semakin berat dalam kenangan cinta tiada hati buat mengaduh pucat, putih dan semakin putih lenyap segala kenangan lenyap duka dan sedih putih cintaku adalah cinta dalam kenang dan rindu Teks BSa: Snow branches are a memory now growing ever more faint to be lost behind the snow pines that usually dance in delight with the wind from the south 30 are silent now in suffering bowing with the weight of the pale snow and memories of a love with no heart to complain pale white, and ever more white all memories disappear misery and sadness vanish my longing is white, my love is white is my love in memory and longing (McGlynn, 1991: 115-116) Jenis yang terakhir menurut Jakobson adalah terjemahan intersemiotik. Jenis ini mencakup penafsiran sebuah teks ke dalam bentuk atau sistem tanda yang lain. Sebagai contohnya adalah penafsiran novel "Karmila" karya Marga T. menjadi sinetron dengan judul yang sama. Sinetron ini pernah ditayang oleh salah satu stasiun TV swasta di Indonesia pada tahun 1998. Karena inti kajian kita adalah terjemahan yang sesungguhnya, maka sudah selayaknya bila kita lebih mendalami jenis kedua ini. 2.2 Terjemahan Sempurna, Memadai, Komposit, dan Ilmu Pengetahuan Sepuluh tahun setelah usaha pengkategorisasian terjemahan oleh Jakobson, Savory (1969: 20-24) menggolong-golongkan terjemahan yang sebenarnya ini menjadi 4 kategori. 2.2.1 Terjemahan Sempurna (Perfect Translation) Kadang-kadang kita terkecoh oleh kata sempurna di sini. Kata sempurna pada umumnya berarti tanpa cacat. Tetapi kata sempurna di sini tidak terkait langsung dengan arti umum tersebut, dan harus dipahami khusus dalam konteks sesuai dengan penjelasan Savory (1969). Kategori pertama ini mencakup terjemahan semua tulisan informatif yang sering ditemui di jalan-jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Di tempat-tempat umum tersebut sering kita lihat beberapa tulisan berikut : 31 BSu: Dilarang merokok. BSa: No smoking. BSu: Dilarang bermain di dalam taman. BSa: Keep out! BSu: Dilarang masuk tanpa ijin. BSa: Private property. Trespassers will be prosecuted. BSu: Awas copet. BSa: Beware of pickpocket. BSu: Periksa barang-barang anda sebelum turun BSa: Check your luggage. BSu: Awas anjing galak BSa: Beware of the dog. Dalam jenis terjemahan ini yang paling penting adalah pengalihan pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dan pembaca teks BSa menunjukkan respons yang sama dengan pembaca teks BSu. Terjemahan jenis ini jarang sekali yang merupakan terjemahan katademi-kata karena terjemahan jenis ini sering kali tidak luwes. Sementara itu untuk menghasilkan efek himbauan atau larangan yang sama seperti di atas, diperlukan kalimat yang luwes. 2.2.2 Terjemahan Memadai (Adequate Translation) Terjemahan ini dibuat untuk pembaca umum yang ingin mendapatkan informasi tanpa mempedulikan seperti apa kira-kira naskah aslinya, dan yang ia inginkan adalah bacaan yang enak. Termasuk di dalam terjemahan ini adalah terjemahan novel-novel pop berbahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam prosesnya, penerjemah bisa saja menghilangkan frasa-frasa yang sulit, atau bahkan kalimat yang tak dimengerti. Ia juga bebas memparafrase kalimat atau bagian kalimat tertentu. Ini bisa dilakukan karena yang paling penting bagi pembaca adalah ceritanya, bukan gaya kalimat demi kalimat. 32 Secara singkat, terjemahan memadai adalah sebuah terjemahan yang mementingkan keluwesan teks BSa sehingga pembaca teks BSa bisa membaca dengan nyaman. Contoh terjemahan jenis ini adalah cerita detektif oleh Agatha Christie, Nick Carter dan petualangan cinta Barbara Cartford. 2.2.3 Terjemahan Komposit (Composite Translation) Terjemahan jenis ini meliputi terjemahan sastra serius yang digarap dengan serius pula. Sebuah puisi bisa diterjemahkan kedalam puisi atau prosa, prosa ke dalam prosa atau puisi. Proses penerjemahan dan hasilnya mungkin menjadi kepuasan tersendiri bagi penerjemah, jadi unsur komersial yang ada di dalam terjemahan tidak dipertimbangkan di sini. Sebagai contohnya adalah terjemahan The Old Man and the Sea menjadi Laki-laki Tua dan Laut (oleh Sapardi Djoko Damono) dan The Adventures of Huckleberry Finn menjadi Petualangan Huckleberry Finn (oleh Djokolelono). Dengan kata lain, terjemahan komposit adalah terjemahan yang dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga semua aspek teks BSu bisa dialihkan ke dalam teks BSa. Aspek-aspek ini meliputi makna, pesan, dan gaya. 2.2.4 Terjemahan Naskah Ilmiah dan Teknik Secara garis besar jenis ini bisa dibedakan dari jenis terjemahan yang lain bila dilihat dari isi naskah yang diterjemahkan. Jenis ini mencakup hanya terjemahan naskah tentang ilmu pengetahuan atau teknik. Ciri lainnya adalah terjemahan ini dilakukan karena faktor pentingnya naskah itu untuk masyarakat BSa, baru kemudian mungkin ada pertimbangan bisnis. Jadi buku-buku tentang komputer diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia karena terutama orang Indonesia merasa perlu untuk mengetahui dunia perkomputeran. Sebenarnya, selain naskah ilmu pengetahuan dan teknik, terjemahan buku pedoman pengoperasian mesin atau alat-alat elektronik bisa juga digolongkan ke dalam terjemahan jenis ini. Tentu saja, dalam hal ini pendorong utama penerjemahannya adalah pertimbangan bisnis dari produsen alat-alat tersebut. Penggolongan terjemahan menurut Savory ini mengandung ketidakkonsistenan. Ketiga jenis pertama dikenali dengan dasar ciri-ciri 33 teks BSa-nya. Sementara jenis keempat didasarkan pada isi atau jenis informasi teks BSu. Dengan demikian, kategorisasi ini bisa dikembangkan menjadi lebih baik dengan membuat dua dasar kategorisasi, yaitu ciri-ciri teks BSa dan jenis isi atau informasi teks BSu. Perhatikan gambar berikut. Menurut ciri-ciri Teks Bsa Terjemahan sempurna Terjemahan memadai Terjemahan komposit Terjemahan Terjemahan IPTEK Menurut jenis isi/ Terjemahan sastra informasi teks Bsu Terjemahan berita (koran/majalah) dll. Gambar 2.1. Kategorisasi terjemahan Dari diagram di atas bisa dipahami bahwa berdasarkan ciri-ciri teks BSa, terjemahan bisa dibedakan menjadi terjemahan sempurna, terjemahan memadai, dan terjemahan komposit. Sedangkan menurut jenis isi atau informasi dalam teks BSu, terjemahan bisa digolongkan menjadi terjemahan IPTEK, terjemahan sastra, terjemahan berita, dll. Penggolongan terjemahan menurut Jacobson dan Savory di atas memang membantu kita mengenali ragam-ragam terjemahan yang kita temui. Namun penggolongan di atas tidak mengindikasikan proses penerjemahannya. Dengan demikian, penggolongan itu tidak banyak membantu bagi pembaca yang ingin mempelajari cara penerjemahan. Pembahasan berikut ini terutama akan difokuskan pada jenis-jenis terjemahan bila dilihat dari cara penerjemahannya. Ragam-ragam terjemahan ini biasanya dikemukakan oleh para ahli untuk mendukung pendapatnya tentang terjemahan yang baik. 2.3 Terjemahan Harfiah, Dinamik, Idiomatik, Semantik, dan Komunikatif Di dalam subbab ini dibahas pendapat Nida dan Taber, Larson dan Newmark sekaligus. Karena konsep-konsep mereka ini berimplikasi terhadap proses penerjemahan, maka bahasan yang cukup mendalam ini 34 juga dimaksudkan sebagai kajian perbandingan antara teori-teori terjemahan. 2.3.1 Terjemahan Harfiah Secara umum, terjemahan harfiah adalah terjemahan yang mengutamakan padanan kata atau ekspresi di dalam BSa yang mempunyai rujukan atau makna yang sama dengan kata atau ekspresi dalam BSu. Sebagai contoh, kata cat adalah kucing di dalam bahasa Indonesia dan tidak boleh ditafsirkan lebih dari binatang berkaki empat bertubuh kecil, dan berada dalam famili feline. Dalam hal struktur kalimat, ada dua pendapat yang berbeda. Bagi Nida dan Taber (1969) dan Larson (1984), terjemahan harfiah harus mempertahankan struktur kalimat BSu-nya meskipun struktur itu tidak berterima di dalam BSa. Kalau struktur ini diubah sedikit agar bisa diterima di BSa, Larson menyebutnya terjemahan harfiah yang dimodifikasi (modified literal translation). Perhatikan contoh berikut: BSu : This series offers an introduction to a wide range of popular topics for young readers. BSa-1 : Ini seri menawarkan sebuah pengenalan pada sebuah lebar rentang dari populer topik untuk muda pembaca. BSa-2 : Seri ini menawarkan sebuah pengenalan terhadap rentang topik populer yang luas untuk pembaca muda. Di dalam contoh di atas, BSa-1, tidak bisa dibenarkan di dalam bahasa Indonesia. Tentu saja, terjemahan ini tidak dianjurkan. Di dalam literatur lain, terjemahan jenis ini disebut terjemahan terbatas (restricted translation) yang fungsinya untuk mempelajari struktur BSu. Karena topik utama kita disini adalah terjemahan yang sesungguhnya, maka terjemahan semacam BSa-1 di atas tetap tidak bisa diterima. BSa-2 adalah terjemahan harfiah yang dimodifikasi pada struktur beberapa frasanya sehingga sesuai dengan struktur bahasa Indonesia. Jenis terjemahan ini, menurut Newmark, masih dikategorikan ke dalam terjemahan harfiah, tetapi oleh Larson dikategorikan sebagai terjemahan 35 harfiah modifikasi. Berbeda dengan pendapat di atas, Newmark membedakan antara terjemahan kata-demi-kata dengan terjemahan harfiah. Terjemahan yang disebut terjemahan harfiah oleh Nida dan Taber dan Larson di atas adalah terjemahan kata-demi-kata menurut Newmark. Dalam terjemahan ini, tata bahasa BSu dan susunan katanya dipertahankan di dalam BSa (Newmark, 1988: 69). Sebagai contoh: He works in the house bisa diterjemahkan menjadi Dia bekerja di dalam itu rumah. Terjemahan harfiah menurut Newmark, harus menggunakan struktur kalimat yang berterima di dalam BSa. Jadi terjemahan harfiah versi Newmark ini sama dengan terjemahan harfiah yang dimodifikasi versi Larson. Menurut Newmark, terjemahan harfiah bisa saja berupa terjemahan satu-demi-satu (misalnya, garden diterjemahkan menjadi taman, tetapi tidak harus kebun), frasa-demi-frasa (a beautiful garden menjadi sebuah taman yang indah), klausa demi klausa (When that was done menjadi begitu hal itu selesai), atau bahkan kalimat demi kalimat (There comes the man menjadi Datanglah orang itu). Terjemahan ini mungkin juga kurang tepat karena yang dimaksud bisa saja Itu dia orangnya datang). Kalau kita perhatikan, batasan Newmark ini terlalu luas sehingga kita sulit membedakannya dengan jenis terjemahan yang lain. Mungkin ada baiknya bila kita membatasi terjemahan harfiah ini dengan terjemahan yang menggunakan padanan harfiah, atau padanan yang mempunyai makna utama yang sama dengan kata BSu, yang susunan katakatanya sedikit diubah sehingga tidak bertentangan dengan susunan kalimat BSa. Dan untuk terjemahan yang tidak mengindahkan keberterimaan susunan kata-kata BSa dapat disebut terjemahan kata demi kata. Dalam pembahasan-pembahasan berikut ini, terjemahan harfiah berulang kali disebut-sebut dan dikritik maupun dibela. Semua ini dibahas selengkap mungkin dengan harapan bahwa pemahaman kita akan terjemahan harfiah menjadi lebih jelas. 2.3.2 Terjemahan Dinamik Konsep terjemahan dinamik sebenarnya tidak pernah disebutkan secara eksplisit di literatur-literatur tentang penerjemahan, kecuali 36 Suryawinata yang sekilas menulis bahwa terjemahan dinamis adalah terjemahan yang mengandung ke lima unsur dalam batasan yang dibuat oleh Nida dan Taber yaitu: (1) reproduksi pesan, (2) ekuivalensi atau padanan, (3) padanan yang alami, (4) padanan yang paling dekat, (5) mengutamakan makna (Suryawinata, 1989: 8). Dari sini jelas bahwa yang dimaksud terjemahan dinamis adalah terjemahan seperti yang dianjurkan Nida dan Taber di dalam bukunya The Theory and Practice of Translation (1969). Jenis terjemahan ini berpusat pada konsep tentang padanan dinamis dan sama sekali berusaha menjauhi konsep padanan formal atau bentuk. (Konsep padanan formal atau padanan bentuk ini dekat sekali dengan konsep terjemahan harfiah.) Kedua ahli penerjemahan kitab Injil itu menyatakan bahwa keterbacaan sebuah terjemahan, derajat mudah-sukarnya sebuah terjemahan dipahami, tidak bisa diukur dari apakah kata-kata BSa yang digunakan mudah dipahami dan tata-bahasanya berterima di BSa saja. Lebih dari itu, sebuah terjemahan dikatakan mempunyai keterbacaan yang tinggi apabila pengaruh atau dampak yang ditimbulkannya pada pembaca BSa sama dengan yang ditimbulkannya pada pembaca BSu (Nida dan Taber, 1969: 22). Tetapi hal ini sulit untuk diketahui atau diukur. Terjemahan yang baik tentu saja terjemahan yang mempunyai keterbacaan yang tinggi. Keterbacaan yang tinggi, menurut kedua ahli tersebut, dapat dicapai apabila si penerjemah mampu melahirkan padanan alami dari kata BSu yang sedekat mungkin di dalam BSa. Sebuah padanan dikatakan dinamis apabila padanan itu mampu membuat pembaca teks BSa merespon teks terjemahan tersebut dengan respon yang sama seperti respon pembaca teks BSu. Respon yang dimaksud di sini bisa saja tindakan, sikap, atau perasaan. Dengan kata lain, terjemahan dinamis adalah terjemahan yang bisa membuat pembaca BSanya bertindak, bersikap, berperasaan yang sama seperti halnya pembaca BSu. Seperti yang telah diuraikan di atas, terjemahan dinamis harus mengandung padanan yang alami. Dilihat dari teori semantik, hal ini sepertinya tidak mungkin diwujudkan karena pada dasarnya tidak ada dua kata yang mempunyai makna yang persis sama, apalagi bila kedua kata itu berasal dari bahasa dengan latar sosial-budaya yang betul-betul berbeda. Namun demikian, penerjemah harus tetap mengusahakan agar padanannya sealami dan sedekat mungkin dengan kata BSu-nya sehinga 37 pesan yang disampaikan dan respon yang ditimbulkannya sama seperti aslinya. Sebagai contoh padanan dinamis ini, baiklah kita lihat sekali lagi contoh yang diajukan oleh Nida dan Taber yang sudah disampaikan di dalam bab I. Frasa Lamb of God di dalam kitab Injil tidak bisa diterjemahkan ke dalam Domba Tuhan di dalam suatu bahasa yang berasal dari kultur yang tidak pernah melihat domba karena padanan frase (yakni padanan harfiahnya) itu tidak menimbulkan kesan khusus. Lamb adalah simbol kebersihan jiwa, apalagi bila dihubungkan dengan konteks pengorbanan dalam kehidupan rohani. Oleh karena itu, padanan alaminya yang paling dekat dengan frasa tersebut di dalam bahasa orang Eskimo adalah Anjing Laut Tuhan karena anjing laut menyimbulkan ketidakberdosaan di budaya Eskimo. Contoh yang lain adalah kata summer dalam kalimat Shall I compare thee with a summer day? Kalimat ini adalah pujian bagi seorang wanita yang kecantikannya, menurut Shakespeare, melebihi kecantikan musim panas di Inggris. Musim panas di Inggris ditandai oleh bunga-bunga yang bermekaran. Matahari muncul, tetapi tidak terik seperti di Indonesia. Sedangkan kita tahu bahwa musim panas di Indonesia adalah musim kemarau yang sering kali terlalu panjang, yang menyebabkan rumput-rumput pun tak mampu bertahan, dan tanah-tanah merekah menyeramkan. Apabila kata summer diterjemahkan menjadi musim panas, maka kalimat yang aslinya berupa pujian ini bisa menjadi kalimat penghinaan. Dan tentu saja, sang penerima pesan akan marah karenanya. Di dalam buku Nida dan Taber tersebut di atas, kedua ahli ini membandingkan ekuivalensi dinamis dengan ekuivalensi formal atau harfiah. Di dalam padanan formal atau harfiah, bentuk BSu dimunculkan pada BSa. Lamb of God adalah Domba Tuhan ke dalam bahasa apapun frasa itu diterjemahkan. Summer adalah musim panas meskipun untuk pembaca bahasa Arab yang tinggal di gurun pasir. Terjemahan harfiah yang memakai padanan harfiah ini biasanya menyimpang dari pola gramatika dan gaya bahasa BSa, dan karenanya pembaca BSa mungkin saja salah mengerti pesan yang disampaikan. Jadi, acuan utama dalam terjemahan harfiah menurut Nida dan Taber ini adalah bentuk-bentuk semantis (kata), gramatika (susunan kalimat), dan gaya bahasa di dalam BSu. Sebuah kata dalam BSu tidak boleh diganti dengan kata yang mempunyai rujukan yang berbeda. Kalimat elipsis, misalnya, harus 38 diterjemahkan menjadi kalimat elipsis di dalam BSa. Di lain pihak, terjemahan dinamis tidak mementingkan bentuk semantis, gramatika atau gaya bahasa. Yang paling penting adalah pesan yang ingin disampaikan. Kata-kata BSu bisa saja diganti dengan kata-kata BSa meskipun rujukannya berbeda asalkan kata-kata tersebut bisa menimbulkan respon yang sama. Demikian juga, kalimat yang tidak lengkap, harus dilengkapi bila hal itu memang bisa membantu penyampaian pesannya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-contoh berikut ini. Coba bandingkan secara cermat antara terjemahan harfiah dan terjemahan dinamis. Bsu : Pada pagi buta ia pulang dari mengayuh becak. Ia masuk angin dan minta dikeroki. Dinamis: Before dawn he came back from pedalling the pedicab. He got a cold and asked for a massage. BSu : Alat-alat elektronik itu harus dilengkapi dengan penyerap kelembaban. Harfiah : The electronic tools must be completed with dampness absorber. Dinamis: The electronic tools must be equipped with dehumidifier. Dari contoh di atas bisa dibahas hal-hal berikut. Bahasa Inggris tidak mengenal frasa masuk angin, tetapi mengenal ungkapan cold, begitu juga dengan konsep kerokan. Jadi padanan yang terdekat adalah massage. Di dalam contoh terakhir, kata dilengkapi secara harfiah memang be completed. Tetapi penutur asli bahasa Inggris tidak menggunakan kata ini dalam konteks yang sama. Mereka menggunakan be equipped with. Demikian juga, penyerap kelembaban secara harfiah bahasa Inggrisnya adalah dampness absorber. Meskipun begitu, orang Inggris sendiri menggunakan dehumidifier. Bsu : Banyak jalan di desa kami yang diperlebar. Harf. : There are some roads in our village which are widened. Idiom.: Many roads in our village are widened. 39 Setelah melihat contoh-contoh di atas, mungkin Anda berpendapat bahwa terjemahan dinamis sepertinya kurang akurat, terutama dalam hal pemilihan padanan katanya. Nida dan Taber (1969: 28) menyatakan, pendapat Anda bisa dibenarkan apabila kata "akurat" ditinjau dari segi bentuk bahasa. Tetapi kedua ahli ini menyatakan lebih lanjut bahwa kata "akurat" dalam terjemahan seharusnya tidak ditinjau dari segi bentuk bahasa BSu, tetapi lebih baik ditinjau dari segi pesan yang ingin disampaikan teks BSu, karena tujuan utama setiap kalimat atau teks adalah menyampaikan pesan bukan mempertontonkan bentuk. Dengan demikian, kedua ahli ini berpendapat bahwa justru terjemahan dinamislah yang paling akurat. Pendapat kedua ahli ini memang betul untuk bidang yang ditekuninya, yaitu penerjemahan Kitab Injil. Untuk penerjemahan teks IPTEk, hal ini jelas tidak mungkin karena teks IPTEK memerlukan ketepatan acuan dari kata yang digunakan atau konsep yang dibahas. 2.3.3 Terjemahan Harfiah dan Terjemahan Idiomatik Terjemahan harfiah, menurut Larson (1984: 16), adalah terjemahan yang berusaha meniru bentuk BSu. Yang dimaksud bentuk di sini adalah kata-kata dan struktur yang digunakan. Dengan kata lain, dalam terjemahan harfiah, penerjemah menggunakan kata-kata BSa yang mempunyai arti literal yang sama dengan kata-kata BSu-nya. Sementara itu, struktur dalam hasil terjemahannya masih menggunakan struktur BSunya. Kadang-kadang struktur aslinya ini bisa diterima atau bahkan tidak bisa diterima di dalam BSa. Oleh Larson (1984:16-17), ragam terjemahan ini dikontraskan dengan terjemahan idomatis. Terjemahan jenis ini menggunakan bentuk, dalam hal ini kata-kata dan struktur kalimat, BSa yang luwes. Terjemahan ini berusaha menciptakan kembali makna dalam BSu, yakni makna yang ingin disampaikan penulis atau penutur asli, di dalam kata dan tata kalimat yang luwes di dalam BSa. Dengan demikian, terjemahan yang betul-betul idiomatik tidak akan terasa seperti terjemahan, tetapi terasa seperti tulisan asli. Oleh karena itu, menurut Larson (1984:16) tujuan akhir setiap penerjemahan hendaknya terjemahan idiomatik. Di dalam contoh berikut bisa dilihat bahwa struktur BSu dan BSa sama persis. Jadi terjemahan harfiah sudah memadai, atau lebih tepatnya, terjemahan harfiah dan idiomatik sama saja. 40 BSu: I love her BSa: Aku mencintainya. Akan tetapi, dalam banyak kasus, struktur ini tidak bisa diterima di dalam BSa. Perhatikan contoh-contoh berikut: BSu : What is your name? Harf. : Apa namamu? Idiom.: Siapa namamu? atau Siapa nama Anda? BSu : Can I have your name? Harf. : Bisakah saya memperoleh namamu? Idiom.: Siapa nama Bapak? (Siapa nama Ibu? Siapa nama Anda?) Terjemahan di atas tidak bisa dikatakan berterima karena orang Indonesia tidak akan pernah menanyakan nama orang lain dengan ucapan Apa namamu? Jika BSu dan BSa mempunyai kekerabatan yang dekat, atau dari satu rumpun, maka terjemahan harfiah jenis ini masih bisa diterima. Perhatikan contoh di bawah ini: BSu: Apa kowe wis mangan? BSa: Apakah kamu sudah makan? Kalimat asli dalam bahasa Jawa itu maknanya sama persis dengan kalimat terjemahannya. Strukturnya pun tidak terasa begitu janggal, atau bahkan sudah dianggap struktur bahasa Indonesia. (Struktur bahasa Indonesia yang baku adalah Sudahkan kamu makan?) Kalau kita perhatikan, dalam terjemahan harfiah di atas, rupanya penerjemah menerjemahkannya kata demi kata. Oleh karena itu, terjemahan jenis ini disebut juga terjemahan word-for-word, terjemahan kata demi kata. Dalam kehidupan sehari-hari, jarang sekali terjemahan kata-demikata ini dilakukan. Yang sering adalah terjemahan harfiah yang sudah dimodifikasi. Penyesuaian atau modifikasi ini terentang dari sekedar penyesuaian susunan frasa nominal sampai struktur klausa. Hal ini dilakukan untuk menghindari ketakterbacaan dan ketakbermaknaan 41 terjemahan. Perhatikan contoh berikut. BSu: The remarkable Monica Lewinski BSa: Monica Lewinski yang luar biasa Penerjemahan harfiah yang sudah disesuaikan itu akan mengubah bentuk gramatikalnya jika tidak ada pilihan lain agar terjemahannya bisa dipahami, tetapi kata-kata yang digunakan tetap terjemahan harfiah dari kata-kata naskah aslinya. Namun, jika masih mungkin, ia akan mengikuti struktur teks BSu-nya meskipun terjemahannya terasa kurang luwes. Meskipun demikian, dalam terjemahan jarang sekali bisa terjadi terjemahan idiomatik seluruhnya. Yang sering adalah campuran antara idiomatik dan harfiah; sebagian diterjemahkan secara harfiah, karena dengan jenis ini sudah cukup, dan sebagian lagi terjemahan idiomatik. Menurut Larson (1984: 17) terjemahan bisa digolongkan dan digambarkan seperti di dalam gambar berikut. Gambar 2.2. Jenis-jenis terjemahan menurut Larson Menurut diagram di atas, terjemahan bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis, dari yang sangat harfiah sampai yang sangat idiomatik. Ujung kiri, yang sangat harfiah, menggambarkan bahwa terjemahan itu sangat terikat dengan naskah BSu dalam hal kata dan struktur kalimat. Semakin jauh ke kanan, terjemahannya semakin mementingkan penyampaian makna dalam struktur yang luwes di dalam BSa. Ujung kiri, terjemahan sangat harfiah, mungkin tidak akan dilakukan karena menghasilkan terjemahan yang sangat kaku dan mungkin membingungkan. Sementara itu, jenis di ujung kanan, terjemahan sangat bebas atau saduran, juga tidak bisa disebut terjemahan. Terjemahan dikatakan sangat bebas bila penerjemah menambahkan beberapa informasi yang sebenarnya tidak terdapat di BSu atau mengurangi, menghilangkan beberapa informasi yang ada dalam teks BSu. Di samping itu, perlu disampaikan di sini bahwa pada 42 kenyataannya akan sangat sulit untuk membedakan jenis terjemahan harfiah yang dimodifikasi dengan terjemahan campuran-tak-konsisten, terjemahan campuran dengan terjemahan mendekati idiomatik, dan mendekati terjemahan idiomatik dengan terjemahan idiomatik. Kalau diperhatikan dengan seksama, pembahasan tentang terjemahan harfiah dan idiomatik yang dipaparkan oleh Larson merupakan lanjutan dari perdebatan antara terjemahan literal dan terjemahan bebas yang sudah berlangsung sejak jaman dulu. Larson dalam hal ini berpihak pada penerjemahan "bebas" yang disebutnya penerjemahan idiomatik. Hatim dan Mason (1990: 5) mencatat bahwa seorang penerjemah Arab, Saleh Al-Din al Safadi pada abad 14 mengkritik generasi-generasi penerjemah sebelumnya yang lebih banyak mempraktekkan penerjemahan harfiah. Ia mengeluhkan bahwa para penerjemah tersebut mempelajari setiap kata Yunani yang ada dalam BSu dan maknanya. Kemudian mereka mencari padanan istilahnya dalam Bahasa Arab, lalu menuliskannya dan meletakkannya dalam susunan yang sama. Al Safadi menyalahkan pendapat yang mengatakan bahwa adalah salah bila orang beranggapan bahwa padanan satu-satu selalu ada untuk setiap kata BSu dan BSa. Tambahan lagi, sering kali struktur kalimat BSu dan BSa tidak sama. Sementara itu Hatim dan Mason (1990) menambahkan bahwa sangatlah salah bila kita beranggapan bahwa makna sebuah kalimat atau teks sama dengan jumlah makna dari katakata yang menyusunnya. Jadi, setiap usaha untuk menerjemahkan pada tingkat kata selalu mengundang risiko untuk kehilangan elemen makna yang penting. Perdebatan tentang hal ini terus berlanjut sampai sekarang dengan nuansa yang mungkin sedikit berbeda. Dan terjemahan harfiahpun tetap mempunyai pendukung. Newmark (1988:68-69), misalnya membela penerjemahan harfiah dengan cara membedakannya dari penerjemahan kata demi kata. Dengan demikian yang dimaksud penerjemahan harfiah oleh Newmark ini adalah penerjemahan harfiah yang telah dimodifikasi menurut istilah Larson. Ia menyatakan bahwa penerjemahan harfiah adalah betul dan tidak boleh dihindari, jika cara ini mampu mentransfer padanan referensial (makna) dan padanan pragmatik (pesan) dari teks BSu. 43 2.3.4 Terjemahan Semantik dan Komunikatif Konsep terjemahan semantis dan komunikatif diajukan oleh Peter Newmark (1981, 1988) dan ia mengakuinya sebagai sumbangan terpentingnya pada teori penerjemahan (Newmark,1991). Dalam rangka memperkenalkan kedua konsep terjemahan ini, ia meletakkannya dalam suatu gambar yang memuat beberapa jenis penerjemahan. Perhatikan gambar berikut. Berpihak pada BSu harfiah (literal) setia (faithful) semantis Berpihak pada BSa bebas (free) idomatik (idiomatic) komunikatif Gambar 2.3 . Jenis-jenis terjemahan menurut Newmark (1991) Di dalam gambar di atas, ragam terjemahan dilihat dari derajat keberpihakannya terhadap teks atau kepada /pembacanya. Terjemahan yang sangat berpihak pada teks BSu adalah terjemahan harfiah. Terjemahan jenis ini berusaha untuk mempertahankan bentuk (gaya) dan makna yang ada di dalam teks BSu di dalam terjemahannya tanpa memperhitungkan apakah bentuk atau gaya bahasa itu wajar di dalam BSa, apakah pembaca teks BSa-nya bisa mengerti terjemahan itu dengan mudah atau tidak. Di ujung atau ekstrem yang lain adalah terjemahan bebas yang sangat berpihak pada pembaca BSa. Hasil terjemahannya harus bisa dengan mudah dibaca oleh pembaca BSa. Terjemahan pun tidak perlu memperhatikan gaya bahasa teks aslinya. Gaya bahasa dan contoh-contoh pun bisa berubah, yang penting para pembaca BSa tidak akan kesulitan membaca teks BSa-nya. Ragam terjemahan setia berpihak pada penulis asli dan teks BSu. Gaya bahasa dan pilihan kata diperhatikan karena gaya bahasa adalah ciri ekspresi penulis yang bersangkutan. Meskipun begitu, kadar kesetiaannya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan terjemahan harfiah. Struktur BSu pun sedikit masuk dalam pertimbangannya. Ragam terjemahan idiomatik berpihak pada pembaca BSa, namun begitu keberpihakannya masih di bawah terjemahan bebas. Terjemahan 44 idiomatik berusaha untuk tidak menambah contoh-contoh, meskipun berusaha untuk membuat teks BSu-nya bisa dibaca dengan lancar dan terasa luwes. Di antara terjemahan setia dan idiomatik ini ada terjemahan semantis dan komunikatif. Keduanya bersinggungan. Keduanya mungkin saja tidak bisa dibedakan untuk beberapa kasus, namun untuk kasus-kasus yang lain mereka memang berbeda. Mereka tidak berbeda bila struktur atau gaya bahasa teks BSu sama dengan struktur atau gaya bahasa teks BSa, dan isinya bersifat umum. Perhatikan contoh berikut: BSu : The young man is wearing a heavy light blue jacket. Sem./Kom.: Pemuda itu memakai jaket tebal berwarna biru muda. Harfiah : Lelaki muda itu memakai jaket berat biru muda. Bila struktur atau gaya bahasa di teks BSu bersifat unik, artinya BSa tidak mempunyai struktur itu, maka kedua terjemahan ini berbeda karena terjemahan semantis harus mempertahankan gaya bahasa itu sedapat mungkin, sementara terjemahan komunikatif harus mengubahnya menjadi struktur yang tidak hanya berterima di BSa, tetapi harus luwes dan cantik. Perhatikan contoh-contoh berikut. BSu : It is wrong to assume that our people do not understand what a real democracy is. Sem. : Adalah keliru untuk menganggap bahwa rakyat kita tidak memahami apa demokrasi yang sesungguhnya. Kom. : Kelirulah kalau kita menganggap bahwa rakyat kita tidak memahami makna demokrasi yang sebenarnya. BSu : Keep off the grass. Sem. : Jauhi rumput ini. Kom. : Dilarang berjalan di atas rumput. Terjemahan komunikatif berusaha menciptakan efek yang dialami oleh pembaca BSa sama dengan efek yang dialami oleh pembaca BSu. Oleh karena itu, sama sekali tidak boleh ada bagian terjemahan yang sulit dimengerti atau terasa kaku. Elemen budaya BSu pun harus dipindah ke 45 dalam elemen budaya BSa. Biasanya teks terjemahan ragam ini terasa mulus dan luwes. Dalam terjemahan ini, penerjemah bisa membetulkan atau memperbaiki logika kalimat-kalimat BSu-nya, mengganti kata-kata dan struktur yang kaku dengan yang lebih luwes dan anggun, menghilangkan bagian kalimat yang kurang jelas, menghilangkan pengulangan, serta memodifikasi penggunaan jargon (Newmark, 1981: 42). Hal ini semua tidak bisa dilakukan di dalam terjemahan semantis. Penerjemahan komunikatif pada dasarnya merupakan penerjemahan yang subjektif karena ia berusaha mencapai efek pikiran atau tindakan tertentu pada pihak pembaca BSa. Dalam proses nyatanya, mungkin sekali penerjemah melakukan penerjemahan semantis dulu baru kemudian dimodifikasi sampai hasil terjemahan itu bisa membangkitkan efek yang dikehendaki. Jadi pertanyaan penerjemahnya adalah "sudahkah terjemahan ini memuaskan", dan bukan "apakah terjemahan ini betul"? Dari sana bisa dimengerti bahwa salah satu kelemahan terjemahan komunikatif adalah hilangnya sebagian makna teks BSu. Menurut Newmark (1981: 51) makna mempunyai lapis-lapis yang banyak, bersifat luwes dan sekaligus ruwet. Satu kata yang dihubungkan dengan kata lain mempunyai tafsiran yang beragam. Oleh karena itu setiap penyederhanaan, seperti yang dilakukan di dalam terjemahan komunikatif, selalu mengakibatkan hilangnya sebagian makna itu. Sementara itu terjemahan semantis berusaha mempertahankan struktur semantis dan sintaktik serta makna kontekstual dari teks BSu. Dengan demikian, elemen budaya BSu harus tetap menjadi elemen budaya BSu meskipun ia hadir di dalam teks terjemahan BSa. Terjemahan semantis bisa membantu menjelaskan makna konotatif yang mengacu pada hal-hal yang universal saja. Penjelasan ini tidak boleh dilakukan di dalam terjemahan setia. Oleh karena itu, pada umumnya terjemahan semantis terasa lebih kaku dengan struktur yang lebih kompleks karena ia berusaha menggambarkan proses berpikir penulis aslinya, mempertahankan idiolek penulis atau mungkin kekhasan ekspresi penulis. Dalam terjemahan jenis ini, penerjemah melakukan proses yang objektif. Ia berusaha untuk netral, berdiri di luar pagar. Ia hanya berusaha menerjemahkan apa yang ada, tidak menambah, mengurangi, atau mempercantik. Dia tidak berniat membantu pembaca. Dia hanya ingin 46 memindahkan makna dan gaya teks BSu ke dalam teks BSa. Gaya tidak bisa dikorbankan selama bisa dimengerti, meskipun dengan agak susah, di dalam BSa karena makna dan gaya pada dasarnya adalah satu, dan itu adalah ekspresi pribadi penulis. Agaknya praktik penerjemahan Kitab Al Qur'an memakai beberapa dari prinsip penerjemahan semantis ini. Penerjemahan kitab suci umat Islam ini mempunyai ragam yang berbeda dengan penerjemahan Kitab Injil yang, sesuai dengan anjuran Nida dan Taber, menggunakan ragam terjemahan dinamis atau komunikatif. Untuk sekedar menilik perbedaan tersebut, perhatikan perbandingan berikut ini. Penerjemahan Kitab Injil Nida dan Taber (1969) memaparkan perlunya beberapa prioritas yang diutamakan dalam penerjemahan Kitab Injil, di antaranya: 1. Bentuk bahasa yang didengar atau bahasa lisan harus lebih diprioritaskan daripada bentuk bahasa tulis. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa Kitab Injil sering diperdengarkan secara lisan dalam khutbah keagamaan daripada dibaca perorangan sebagai bacaan. 2. Kitab Injil ini sering kali dibacakan kepada sekelompok pendengar (jamaah) sebagai perintah atau petunjuk. 3. Di beberapa bagian dunia ada semacam kebiasaan membaca lantang (reading aloud); oleh karena itu orang-orang tersebut harus dapat memahami Kitab Injil itu dalam bentuk lisan. 4. Kitab Injil itu sering kali dikhutbahkan melalui media elektronik radio dan televisi. Lebih lanjut kedua ahli penerjemahan Bible itu memaparkan prioritas selanjutnya yang harus diperhatikan oleh penerjemahnya, diantaranya (1) hal-hal yang tidak bermakna harus dihindari; (2) kebutuhan pendengar (audience) harus didahulukan; (3) kelompok nonKristen harus diprioritaskan ketimbang kelompok Kristen; (4) penggunaan bahasa orang dewasa, 25-30 tahun, lebih diutamakan daripada bahasa orang tua dan anak-anak; (5) dalam beberapa situasi tuturan wanita lebih diprioritaskan daripada tuturan pria. Sebagai rangkuman dapat dikatakan bahwa kedua pakar terjemahan tersebut lebih memprioritaskan pendengar (audience), yaitu dengan penerjemahan komunikatif. 47 Penerjemahan Al Quran 1. Menurut keyakinan orang Islam, Al Quran adalah kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang berisikan aqidah, perintah dan larangan. Oleh karena itu teks Al Quran adalah wacana otoritatif (authoritative), sehingga penerjemahannya harus sedekat dan setepat mungkin dengan teks aslinya baik gramatika, kosakata, konsep, makna, amanat maupun stilistikanya. Dengan demikian dalam penerjemahan ayat-ayat itu harus selalu disertakan teks aslinya, sehingga dapat dihindari kesalahan atau penyimpangan terjemahan sekecil apa pun dengan merujuk kembali kepada teks Al Quran-nya. 2. Bahasa Arab Klasik atau Bahasa Arab Quran sejak zaman kebangkitan kembali Islam di akhir abad ke-19 Masehi dikaji dan dilestarikan dalam bentuk formal, baku dan dalam bahasa tulis (F. Al Hasyim,1969). Al Quran sendiri menyebutkan dalam Surat Iqra (ayat 1 s.d. 5) bahwa manusia diperintahkan untuk membaca dan Tuhan mengajar manusia dengan perantaraan kalam (tulisan). 3. Al Quran diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, jadi bersifat universal inklusif: tua-muda, laki-laki-perempuan, dewasa-anak, kayamiskin, sehingga bahasa Al Quran dan terjemahannya tidak membedabedakan jantina (gender), usia, maupun status sosial manusia. 4. Penerjemah Al Quran harus selalu mempertimbangkan aspek-aspek yang mengiringi dan menyertai diturunkannya suatu ayat, mana yang lebih dulu, mana yang kemudian, mana yang memperkuat, mana yang meniadakan, dan yang lebih penting juga harus mempertimbangkan sebab-sebab (situasi dan kondisi) diturunkannya suatu perintah, larangan, penguatan suatu hal. Inilah yang di kalangan para ahli penerjemahan Al Quran disebut asbabun nuzul yaitu sebab diturunkannya suatu ayat. 5. Di dalam Al Quran terdapat ungkapan-ungkapan yang merupakan misteri sehingga sebagian besar para ahli tafsir tidak menerjemahkannya, meskipun ada beberapa ahli lain yang menerjemahkannya. Sebagai contoh: Alif Laam Miim I am Allah the all knowing, atau Akulah Allah yang maha mengetahui, yang mengandung amanat bahwa hanya Allah yang mengetahui maknanya. 6. Kalau ada hal-hal yang menimbulkan perbedaan pendapat di antara 48 para penerjemah, biasanya disebutkan berbagai pendapat itu dan penerjemahnya memasukkannya ke dalam catatan khusus yang disebut tafsir, yang berarti tafsiran atau pendapat penerjemah terhadap ayat tersebut. Tafsir ini biasanya menyertai teks asli dan terjemahannya. Sebagai kesimpulan dapat dirangkum di sini bahwa penerjemahan Al Quran harus dengan ancangan semantis, formal, tertulis, sedangkan pendapat para ahli penerjemahan dimasukkan dalam tafsirnya. Dalam pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa, menurut Newmark, terjemahan harfiah juga harus menghormati struktur sintaktik BSu. Lalu, apa perbedaan terjemahan harfiah dan terjemahan semantis? Terjemahan harfiah berusaha menerjemahkan kata-kata seolah-olah bebas dari konteks, sedangkan terjemahan semantis memperhatikan konteks. Kadang-kadang terjemahan semantis harus menafsirkan metafora jika metafora itu tidak mempunyai makna di dalam BSa. Prioritas kesetiaan terjemahan semantis adalah pada penulisnya, sedangkan terjemahan harfiah seluruhnya pada teks BSu-nya (Newmark, 1981: 63) Perhatikan contoh berikut: Bsu : Nasib kesebelasan itu bagai telur di ujung tanduk. Harf. : The fate of the football team is like an egg on a horn. Sem. : The fate of the football team is dangerous. Kom.: The football team is hanging on a thread. Newmark (1993:1) menyatakan bahwa terjemahan semantis biasa digunakan untuk menerjemahkan teks-teks otoritatif (authoritative) atau teks ekspresif, yakni teks-teks yang isi dan gayanya, gagasan dan kata-kata serta strukturnya sama-sama pentingnya. Jenis teks ini meliputi teks-teks sastra, teks-teks lain yang ditulis dengan indah dan bagus, atau bahkan teks-teks yang sengaja ditulis dengan bahasa yang kurang baik. Yang penting teks ini ditulis oleh penulis yang mempunyai status yang tinggi atau ditulis untuk menuangkan emosi atau perasaan. Biasanya terjemahan semantis tetap dalam lingkup budaya BSu, tetapi penerjemah bisa memberi sedikit konsesi bagi pembaca BSa dengan sekedar mengubah makna yang bersifat tidak begitu penting kalau itu memang bisa membantu pembaca untuk membaca teks BSa tersebut. Sementara itu 49 terjemahan komunikatif cocok untuk sebagian besar teks non-sastra. Meskipun pada tataran teori kedua macam terjemahan ini bisa dipisahkan, tetapi dalam praktek penerjemahan teks yang cukup panjang keduanya bisa sama-sama diterapkan. Newmark (1991: 10) menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada terjemahan semantis atau komunikatif murni. Yang ada adalah sebuah terjemahan yang lebih cenderung ke arah semantis atau komunikatif, atau bahkan dalam bagian-bagian tertentu bersifat semantis dan pada bagian lain bersifat komunikatif. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan ciri-ciri kedua terjemahan ini: Tabel 2.1. Ciri-ciri terjemahan semantis dan komunikatif (di adaptasi dari Newmark, 1991: 11-13) Terjemahan semantik 1. Berpihak pada penulis asli 2. Mengutamakan proses berpikir penulis BSu 3. Mementingkan penulis BSu sebagai individu 4. Sedapat mungkin mempertahankan panjang kalimat, posisi klausa dan posisi kata teks BSu 5. Setia pada penulis asli BSu, lebih harfiah 6. Informatif 7. Biasanya lebih kaku, lebih rinci, lebih kompleks, tetapi lebih pendek daripada BSu. 8. Bersifat pribadi 9. Terikat pada BSu 10. Lebih spesifik daripada teks asli (over-translated) 11. Kesan yang dibawa lebih mendalam 50 Terjemahan komunikatif berpihak pada pembaca BSa mengutamakan maksud penulis Bsu mementingkan pembaca BSa agar bisa memahami pikiran, kandungan budaya BSu Bsu bisa dengan mudah dikorbankan Setia pada pembaca BSa, lebih luwes Efektif (mengutamakan penciptaan efek pada pembaca) Lebih mudah dibaca, lebih luwes, lebih mulus, lebih sederhana, lebih jelas, lebih panjang dari pada BSu Bersifat umum Terikat pada BSa Menggunakan kata-kata yang lebih umum daripada kata-kata teks asli (under-translated) Kurang mendalam 12. Lebih "jelek" daripada teks asli 13. Abadi, tidak terikat waktu tempat. dan 14. Luas dan universal. 15. Ketepatan adalah keharusan. 16. Penerjemah tidak boleh memperbaiki atau membetulkan logika atau gaya kalimat BSu. 17. Kesalahan di dalam teks BSu harus ditunjukkan di dalam catatan kaki. 18. Targetnya adalah terjemahan yang benar. 19. Unit penerjemahannya cenderung kata, sanding kata, dan klausa. 20. Bisa digunakan untuk semua jenis teks ekspresif. 21. Penerjemahan adalah seni. 22. Karya satu orang. 23. Sesuai dengan pendapat kaum relativis bahwa penerjemahan sempurna tidak mungkin 24. Mengutamakan makna. Mungkin lebih bagus daripada teks asli karena adanya penekanan bagian teks tertentu atau usaha memperjelas bagian teks tertentu Terikat konteks, waktu penerjemahan dan tempat pembaca BSa. Khusus untuk pembaca tertentu dengan tujuan tertentu pula. Tidak harus tepat (kata dan gaya) asalkan pembaca mendapat pesan yang sama Penerjemah boleh memperbaiki atau meningkatkan kualitas logika kalimat yang buruk, atau gaya bahasa yang tidak jelas Kesalahan di dalam teks BSu bisa langsung dibetulkan dalam BSa. Targetnya adalah terjemahan yang memuaskan. Unit penerjemahannya biasanya kalimat atau paragraf. Bisa digunakan untuk teks yang bersifat umum, tidak ekspresif. Penerjemahan adalah keterampilan. Mungkin juga karya sebuah tim. Sesuai dengan pendapat kaum universalis bahwa penerjemahan sempurna masih mungkin. Mengutamakan pesan. Dari pembahasan di muka, bisa dilihat adanya kesamaan dan sedikit perbedaan di antara pendapat beberapa ahli yang dibahas di dalam bab ini. Nida & Taber dan Larson (1984) sama-sama menyatakan bahwa terjemahan harfiah adalah terjemahan yang tidak tepat dan harus dihindari. Sementara itu, Newmark (1991) menyatakan bahwa terjemahan harfiah tidak selalu jelek. Terjemahan harfiah adalah pilihan yang terbaik dan harus dipakai bila terjemahan itu tidak melanggar gramatika BSa dan 51 makna serta pesan yang dikandungnya sama dengan yang ada di dalam BSu. Sementara itu, terjemahan dinamis, terjemahan idiomatik, dan terjemahan komunikatif mempunyai kesamaan mendasar, yaitu menghasilkan teks Bsa yang baik dan mudah dimengerti. Meskipun begitu, kalau dicermati, mereka mempunyai sedikit perbedaan. Terjemahan dinamis lebih menekankan pada pentingnya padanan alami. Dengan kata lain, fokusnya adalah bentuk semantis (kata atau frasa). Sedangkan Larson (1984) sepertinya mementingkan ekspresi yang idiomatik atau keluwesan teks BSa. Demikian juga terjemahan komunikatif. Pada dasarnya terjemahan idiomatik adalah terjemahan komunikatif. Terjemahan jenis terakhir ini menekankan struktur kalimat dan ekspresi yang wajar. Dalam hal tingkat keterbacaan yang tinggi ini pun Newmark (1991) setuju karena dengan konsep terjemahan komunikatifnya ia memang menganjurkan bahwa sebuah teks BSa harus mudah dibaca oleh pembacanya. Namun ada juga perbedaan di antara mereka. Nida & Taber menganjurkan terjemahan dinamis tanpa pandang jenis teksnya dan Larson (1984) pun demikian juga dengan terjemahan idiomatiknya. Sementara itu, Newmark (1991) menyatakan bahwa baik terjemahan harfiah, semantik, atau pun komunikatif bisa digunakan dan sama baiknya, tetapi tergantung pada jenis teks BSu-nya. Yang pertama dicoba haruslah terjemahan harfiah. Kalau terjemahan harfiah tidak cocok, barulah melihat jenis teksnya. Kalau teks BSa bersifat ekspresif maka terjemahan semantik mungkin lebih baik. Tetapi bila jenis teksnya umum, maka yang harus diusahakan adalah terjemahan komunikatif. Akhirnya, bisa dikatakan bahwa argumen Newmark (1991) lebih mudah untuk diikuti secara logika, karena pada dasarnya dalam terjemahan tidak ada sesuatu yang mutlak. Yang ada adalah serangkaian pilihan yang harus diambil oleh penerjemah. Bahkan untuk satu kalimat pun, penerjemah mungkin menggunakan lebih dari satu jenis terjemahan. 52 BAB III PRINSIP-PRINSIP PENERJEMAHAN Yang dimaksud prinsip-prinsip penerjemahan di sini adalah seperangkat acuan dasar yang hendaknya dipertimbangkan oleh para penerjemah. Di dalam dunia penerjemahan tidak ada satu pun prinsip dasar yang berlaku umum. Setiap prinsip mempunyai syarat, setiap acuan mempunyai tumpuan. Meskipun begitu, secara garis besar dapat dikatakan bahwa pemilihan prinsip-prinsip ini didasari oleh tujuan penerjemahan. Berdasarkan prinsip-prinsip inilah muncul ragam-ragam terjemahan. Di dalam Bab II telah dibicarakan ragam-ragam terjemahan. Namanya memang bermacam-macam, dari terjemahan kata-demi-kata, harfiah, sampai yang idiomatik atau komunikatif. Dari pembahasan kita pada bab tersebut kita memperoleh gambaran bahwa pada dasarnya ragam-ragam tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok yang setia pada penulis atau teks BSu dan kelompok yang setia terhadap pembaca atau teks BSa. Yang dimaksud terjemahan yang setia kepada penulis aslinya adalah terjemahan yang penerjemahnya berusaha mempertahankan ciriciri ekspresi atau gaya ungkap penulisnya. Karena ciri-ciri ekspresi ini tercermin di dalam teks BSu, baik dalam hal pilihan kata maupun struktur kalimat, maka ini berarti penerjemah juga berusaha mempertahankan gaya tulisan teks BSu. Secara lebih rinci, penerjemah dikatakan mempertahankan pilihan kata teks BSu apabila ia menerjemahkan setiap kata teks BSu tanpa atau dengan penyesuaian sesedikit mungkin. Mempertahankan struktur kalimat teks BSu dilakukan dengan tidak mengubah bentuk kalimat teks BSu di dalam teks BSa. Misalnya, kalimat aktif diterjemahkan menjadi kalimat aktif, kalimat pasif menjadi kalimat pasif, dll. Sementara itu, penerjemah yang setia kepada pembaca teks BSa akan berusaha menuliskan kembali makna atau pesan teks BSu di dalam teks BSa dengan kata yang mudah dimengerti dan struktur yang enak dinikmati. Terjemahan yang setia terhadap teks BSa akan selalu terbaca 53 seperti layaknya teks asli, bukan teks terjemahan. Untuk lebih jelasnya mengenai dua kecenderungan ini, perhatikan diagram berikut: penulis teks BSu pembaca teks BSa penerjemah Gambar 3.1. Kedudukan penerjemah di antara teks BSu dan teks BSa Di dalam diagram tersebut terlihat bahwa penerjemah tepat berada di tengah-tengah. Ia bisa berpihak pada penulis atau teks BSu maupun pembaca atau teks BSa kapan pun ia mau. Pada awalnya, penulis mempunyai gagasan di dalam batinnya. Lalu gagasan itu dituangkannya di dalam tulisan (teks BSu). Idealnya, teks BSu itu sama dengan gagasan penulis. Tetapi kadang kala kata-kata tidak bisa mewakili pikiran. Maka teks BSu pun mungkin saja tidak bisa mewakili gagasan-gagasan penulis sepenuhnya. Teks BSu itu dibaca oleh penerjemah. Gagasan yang termuat di dalam teks BSu mungkin bisa dimengerti semuanya oleh penerjemah, atau mungkin juga tidak. Penerjemah mungkin berpendapat bahwa penulis mempunyai kedudukan istimewa, jadi penerjemah merasa tidak berhak mengubah sedikit pun kata-kata di dalam teks BSu. Ia mungkin berpendapat bahwa susunan kata dan gaya bahasa itu sangat penting, jadi ia merasa tidak boleh mengubahnya, karena mengubah gaya tulisan sepertinya berarti merusak "wajah" dalam potret penulis. Ia sangat menghormati kedudukan penulis/teks BSu. Ia lebih berpihak pada penulis/teks BSu. Ragam terjemahannya kita sebut terjemahan kata-demikata, terjemahan harfiah, atau terjemahan semantik. Kemungkinan kedua, penerjemah tidak berpendapat bahwa gaya bahasa teks BSu harus dipertahankan karena baginya yang penting adalah agar pembaca teks BSa bisa menikmati karya terjemahan itu. Pembaca tidak merasa perlu tahu gaya bahasa asli, atau bahkan mungkin tidak 54 merasa perlu tahu siapa penulisnya. Yang ingin ia ketahui adalah isinya, ide dasarnya. Masalahnya bukan lagi ketepatan kata-kata atau gaya bahasa, tetapi kenikmatan yang bisa didapat pembaca. Nikmat ini berarti keluwesan gaya bahasa teks BSa. Dalam hal ini penerjemah berpihak pada pembaca. Lalu muncullah ragam terjemahan idiomatik, dinamis, dan komunikatif. Di dalam paragraf-paragraf berikut dibahas secara lebih rinci butirbutir dari kedua prinsip utama di atas. 3.1 Prinsip-prinsip terjemahan yang setia kepada teks BSu Untuk penerjemahan yang setia kepada penulis/teks BSu ini, prinsip-prinsip yang bisa dipakai adalah sebagai berikut. 1. Terjemahan harus memakai kata-kata teks BSu 2. Kalau dibaca, terjemahan harus terasa seperti terjemahannya 3. Terjemahan harus mencerminkan gaya bahasa teks BSu 4. Terjemahan harus mencerminkan waktu ditulisnya teks asli (contemporary of the author). 5. Terjemahan tidak boleh menambah atau mengurangi hal-hal yang ada di teks BSu. 6. Genre sastra tertentu harus dipertahankan di dalam terjemahan Menurut prinsip 1 di atas, terjemahan atau teks BSa harus memakai terjemahan harfiah dari kata-kata yang dipakai di dalam teks Bsu. Jadi yang dimaksudkan di sini adalah terjemahan harfiah. Sedangkan prinsip 2 dan 3 berarti bahwa penerjemah harus mempertahankan gaya bahasa teks BSu. Kalau gaya bahasa dipertahankan, maka dengan sendirinya bila dibaca, hasilnya akan terasa seperti terjemahan. Menurut prinsip 5, penerjemah tidak boleh menambah atau mengurangi kata-kata dari teks BSu. Dan menurut prinsip 6, sebuah puisi harus diterjemahkan menjadi puisi, sebuah prosa diterjemahkan menjadi sebuah prosa. Menurut Rachmadie (1988: 1.24), penerjemah yang berusaha untuk mengikuti prinsip-prinsip di atas akan segera menemui beberapa kesulitan karena di dalam kenyataan sehari-hari, jarang sekali ada teks yang bisa diterjemahkan secara harfiah dengan ketepatan, kejelasan, dan ketelitian yang sama dengan teks BSu. Secara umum, hal ini disebabkan oleh perbedaan cakupan makna kata-kata di dalam BSu dan BSa (kita akan membahasnya di dalam bab mengenai makna kata kemudian) dan juga 55 struktur kedua bahasa tersebut. Pendapat ini ada benarnya kalau penerjemah ingin menurutinya secara ketat atau mutlak. Tetapi bila mengizinkan sedikit penyesuaian demi keterbacaan teks BSa, prinsipprinsip tersebut bisa dipakai. Pada kenyataannya, bila ada satu penyesuaian atau pelanggaran terhadap salah prinsip-prinsip itu, terjemahannya tetap terasa mengandung prinsip-prinsip di atas secara keseluruhan. Komentar lain yang bisa diajukan adalah sebagai berikut. Pendapat ini sepertinya menempatkan jenis penerjemahan kata-demikata, harfiah, dan semantik pada posisi yang lebih rendah. Mungkin, yang lebih tepat, kita harus memperhatikan tujuan dan bentuk teks BSu. Sebuah terjemahan yang tujuannya untuk mempelajari struktur kalimat BSu, maka yang paling tepat adalah terjemahan kata-demi-kata. Untuk menerjemahkan teks sakral yang penerjemahnya merasa tidak berhak atau tidak mampu memahami makna teks BSu secara penuh, terjemahan harfiah adalah yang terbaik. Contohnya adalah penerjemahan Kitab Suci Al Qur'an yang sudah dibahas pada Bab II. Sedangkan untuk menerjemahkan teks yang sarat dengan ekspresi pribadi penulisnya, tentu saja yang paling tepat adalah terjemahan semantik. Sebagi contoh perhatikan terjemahan puisi berikut. Teks BSu: Heal my impatient heart which burns within me like a cancer. Teach me not to be annoyed by faults which buzz in my ears as loudly as mosquito's wings. Help me to love the small, the damaged, the three-legged dog, without sorrow. Fill me with understanding as a pear tree fills with wind-Touch my leaves, let my blooms shake down and cover those I love with love. (Mosby, no date: 29) 56 Teks BSa : Sembuhkan hatiku yang tak sabar yang membakar dalam diri seperti kanker Ajari aku untuk tidak merasa jengkel oleh kesalahan yang selalu terngiang di telingaku sekeras dengung nyamuk. Bantu aku untuk mencintai anjing kecil, penyakitan, yang berkaki-tiga, tanpa kesedihan. Limpahi aku dengan pengertian seperti halnya pohon pear dimanja angin Sentuhlah daun-daunku, biarkan bungaku berjatuhan dan melingkupi orang-orang yang kucintai dengan cinta Untuk terjemahan puisi di atas, terjemahan kata-demi-kata tidak mungkin karena ada ekspresi yang bila diterjemahkan kata-demi-kata tidak mempunyai makna. Misalnya baris keempat. Kalimat itu sulit diterjemahkan secara harfiah. Baris kelima as loudly as mosquito wings juga sulit karena yang berdengung adalah suara nyamuk di dalam bahasa Indonesia, bukan suara sayap nyamuk meskipun sebenarnya yang berdengung itu sayapnya juga. Untuk menerjemahkan baris 6 dan 7, kita tidak bisa menggunakan terjemahan kata-demi-kata lagi, tetapi terjemahan harfiah yang memungkinkan penyesuaian struktur frasa benda. Terjemahan ini tidak bisa sepenuhnya memenuhi semua prinsipprinsip yang telah kita sebutkan di atas, contohnya prinsip 1. Akan tetapi jelas bahwa secara umum terjemahan ini menggunakan seperangkat prinsip di atas, yaitu prinsip 2, 3, 4, 5, dan 6. Dari sini bisa kita katakan bahwa dalam hal mengikuti prinsip-prinsip ini, penerjemah tidak bisa mengikutinya secara mutlak. Penyesuaian memang harus tetap ada. Yang ada adalah sebuah terjemahan yang didominasi oleh prinsip-prinsip ini. 3.2 Prinsip-prinsip terjemahan yang setia kepada pembaca teks BSa Untuk penerjemahan yang setia kepada pembaca/teks BSa, prinsip-prinsip berikut bisa dipedomani. 1. Terjemahan harus memberikan ide teks BSu, dan tidak perlu katakatanya, 2. kalau dibaca, terjemahan harus terasa seperti teks asli dalam hal keluwesannya 57 3. Terjemahan harus memiliki gayanya sendiri 4. Terjemahan harus menggambarkan waktu saat teks BSu itu diterjemahkan. 5. Terjemahan boleh menambah atau mengurangi teks Bsu. 6. Terjemahan tidak harus mempertahankan genrenya. Jadi, menurut prinsip-prinsip ini, terjemahan harus bisa menyampaikan ide teks BSu dengan luwes dan mudah dimengerti pembacanya. Keberpihakan pada pembaca membuat terjemahan ini tidak harus mengikuti gaya bahasa teks BSu dan bahkan boleh menambah dan mengurangi elemen yang tidak begitu penting. Khusus untuk prinsip 6, ada beberapa pihak yang merasa keberatan. Mereka berpendapat sebuah cerpen hendaknya diterjemahkan menjadi cerpen, puisi menjadi puisi, dan drama menjadi drama. Hal ini bisa dimengerti. Dengan kebebasan yang diberikan dalam prinsip 1 sampai 5, penerjemah tentunya bisa menyampaikan ide teks BSu dengan memadai dengan tidak perlu mengubah genre teks BSu. Jenis terjemahan yang sedikit banyak memakai prinsip-prinsip ini adalah terjemahan dinamis, idiomatik, dan komunikatif. Tidak seperti seperangkat prinsip yang pertama, seperangkat prinsip ini bisa diikuti semuanya. Perhatikan contoh berikut: Teks BSu: A recent explosion of interest in trust has generated a large and rapidly expanding body of literature, demonstrating trust's importance to economic life. Trust seems to be a good markets and firms can't get enough of: it helps facilitate cooperation, lowers agency and transaction costs, promote smooth and efficient market exchanges, and improves firms' ability to adapt to complexity and change. (Wicks et. al. in Academy of Management Review, 1999, Vol 24, No. 1., p. 99) Teks BSa: Perkembangan minat yang besar pada masalah kepercayaan (trust) telah melahirkan literatur yang banyak dan berkembang pesat. Literatur ini menunjukkan betapa pentingnya peran kepercayaan terhadap kehidupan ekonomi. Kepercayaan sepertinya menjadi barang yang tidak bisa diperoleh oleh pasar dan perusahaan dalam 58 jumlah yang cukup. Kepercayaan membantu terbentuknya kerja sama, menekan biaya keagenan dan transaksi, meningkatkan hubungan pasar yang mulus dan efisien serta meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan kompleksitas dan perubahan. Dari contoh di atas bisa dilihat bahwa sering kali penerjemah memecah satu kalimat menjadi dua, dan beberapa katanya tidak diterjemahkan secara harfiah. Kata explosion diterjemahkan menjadi peningkatan, bukan ledakan. Kata body of dihilangkan, sehingga yang diterjemahkan hanya literaturenya saja. Perhatikan juga contoh berikut. Teks BSu-nya adalah bab 14 novel Eric Segal yang berjudul Love Story dan terjemahannya yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 1995. Teks asli: We finished in that order. I mean, Erwin, Bella and myself were the top three in the Law School graduating class. The time for triumph was at hand. Job interviews. Offers. Pleas. Snow jobs. Everywhere I turned somebody seemed to be waving a flag that read: "Work for us, Barret!" But I followed only the green flags. I mean, I wasn't totally crass, but I eliminated the prestige alternatives, like clerking for a judge, and the public service alternatives, like Department of Justice, in favor of a lucrative job that would get dirty word "scrounge" out of our goddamn vocabulary. Third though I was, I enjoyed one inestimable advantage in competing for the best legal spots. I was the only guy in the top ten who wasn't Jewish. (And anyone who says it doesn't matter is full of it.) Christ, there are dozens of firms who will kiss the ass of a WASP who can merely pass the bar. Consider the case of yours truly: Law Review, All-Ivy, Harvard and you know what else. Hordes of people were fighting to get my name and numeral onto their stationery. I felt like a bonus baby--and I loved every minute of it. There was one especially intriguing offer from a firm in Los Angeles. The recruiter, Mr. ______ (why risk a lawsuit?), kept telling me: "Barret baby, in our territory we get it all the time. Day and night.I mean, we can even have it sent up to the office!" Not that we were interested in California, but I'd still like to know 59 precisely what Mr. _____ was discussing. Jenny and I came up with some pretty wild possibilities, but for L.A. they probably weren't wild enough. (I finally had to get Mr. ____ off my back by telling him that I really didn't care for "it" at all. He was crestfallen.) Actually, we had made up our minds to stay on the East Cost. At it turned out, we still had dozens of fantastic offers from Boston, New York and Washington. Jenny at one time thought D.C. might be good ("You could check out the White House, Ol"), but I leaned toward New York. And so, with my wife's blessing, I finally said yes to the firm of Jonas and Marsh, a prestigious office (Marsh was a former Attorney General) that was very civil-liberties oriented ("You can do good and make good at once," said Jenny). Also, they really snowed me. I mean, old man Jonas came up to Boston, took us to dinner at Pier Four and sent Jenny flowers the next day. Jenny went around for a week sort of singing a jingle that went "Jonas, Marsh and Barret." I told her not so fast and she told me to go screw because I was probably singing the same tune in my head. I don't have to tell you she was right. Allow me to mention, however, that Jonas and Marsh paid Oliver Barret IV $11,800, the absolute highest salary received by any member of our graduating class. So you see I was only third academically. Teks BSa: Urutannya memang seperti itu. Erwin, Bella, dan aku sendiri merupakan lulusan terbaik di sekolah hukum. Kini tiba waktunya untuk menikmati jerih payah kami. Wawancara untuk mengisi lowongan. Tawaran kerja. Permohonan. Sanjungan. Rasanya ke mana pun aku menoleh, aku melihat seseorang mengibarkan bendera dengan tulisan: "Bekerjalah untuk kami, Barret!" Tapi aku hanya mengikuti bendera-bendera hijau. Maksudnya, aku tidak bodoh. Sejak pertama aku mengabaikan alternatif-alternatif bergengsi, seperti menjadi asisten hakim, serta alternatif-alternatif pengabdian masyarakat, seperti Departemen Kehakiman. Yang kuincar adalah pekerjaan "basah", yang akan menghapus istilah "pas-pasan" dari perbendaharaan kata kami. Meski hanya menduduki peringkat ketiga, aku memiliki satu keuntungan tak ternilai dalam perebutan posisi-posisi terbaik dalam bidang hukum. Aku satu-satunya orang dalam sepuluh besar yang bukan Yahudi. (Dan siapa pun yang berkata itu tidak berpengaruh, sebaiknya diam saja.) Ada lusinan biro hukum yang mau berbuat apa saja untuk 60 memperoleh WASP yang lolos hanya dengan nilai pas-pasan. Aku sendiri, misalnya: Law Review, tim utama, Harvard, dan sebagainya. Entah berapa banyak orang saling bersaing agar bisa mencantumkan nama dan nomorku pada kertas surat mereka. Aku merasa seperti anak emas, dan aku benarbenar menikmatinya. Aku menerima satu tawaran yang sangat menarik dari biro hukum di Los Angeles. Orang yang ditugaskan merekrut aku, Mr. X (untuk apa harus mengambil risiko dituntut?), terus mendesakku, "Barret, Baby. Di tempat kami, kami bisa mendapatkannya kapan saja. Siang dan malam. Bahkan bisa diantar ke ruang kerja!" Terus terang, aku kurang tertarik pada California, tapi aku penasaran apa persisnya yang dimaksudkan Mr. X. Jenny dan aku memikirkan beberapa kemungkinan yang cukup seru, namun untuk ukuran L.A. tentu masih kurang seru. (Akhirnya aku terpaksa memberitahu Mr. X bahwa aku tidak berminat untuk "mendapatkannya", sekedar agar ia berhenti mendesak-desakku. Ia tampak kecewa sekali.) Sebenarnya kami sudah memutuskan untuk tetap di Pantai Timur. Dan ternyata masih ada lusinan tawaran dari Boston, New York, dan Washington. Jenny cenderung memilih D.C. ("Kau bisa lihat-lihat Gedung Putih. Ol."), tapi aku condong ke New York. Dan karena itu, dengan restu istriku, aku akhirnya menerima tawaran Biro Hukum Jonas & Marsh, sebuah biro bergengsi (Marsh mantan Kepala Departemen Kehakiman) yang berorientasi pada kebebasan perorangan. ("Kau bisa berbuat baik sekaligus menikmati penghasilan yang baik," kata Jenny.) Mereka benarbenar membuatku merasa tersanjung. Bayangkan saja, Mr. Jonas sendiri yang datang ke Boston, mengajak kami makan malam di Pier Four, lalu mengirim bunga untuk Jenny keesokan harinya. Selama kira-kira satu mingu Jenny sibuk membayangkan "Jonas, Marsh & Barret". Aku mengingatkannya agar jangan terburu-buru, dan ia menyahut persetan denganku sebab ia yakin aku pun diam-diam membayangkannya. Dan ia benar. Ijinkanlah aku menambahkan bahwa Jonas & Marsh membayar Oliver Barrett IV 11.800 dolar, gaji tertinggi di antara semua yang lulus seangkatan denganku. Jadi, aku memang nomor tiga, tapi hanya dari segi akademik. Dari contoh di atas, bisa di kemukakan hal-hal berikut. Pertama, secara keseluruhan terjemahan tersebut adalah contoh untuk prinsip keempat, terjemahan menggambarkan kurun waktu saat dilakukannya 61 penerjemahan. Dalam contoh di atas, naskah tersebut diterjemahkan dengan kata-kata khas anak muda tahun 1990-an. Kata snow job dihilangkan di dalam BSa. Kata tersebut artinya pekerjaan yang menyenangkan. Di bagian lain, kata Sejak pertama ditambahkan di dalam BSa (paragraf 2). Sebenarnya sedikit terjadi kesalahpengertian oleh penerjemah. Kata public service sebenarnya berarti jabatan pegawai negeri. Tetapi kata ini diterjemahkan menjadi pengabdian masyarakat. Meskipun begitu, secara keseluruhan masih bisa diterima. Penerjemah ternyata juga melakukan penyesuaian agar ekspresinya tidak terlalu kasar di dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh adalah ekspressi kiss the ass (par. 4) yang diterjemahkan ke dalam mau berbuat apa saja. Sebenarnya ada terjemahan yang lebih dekat yakni menjilat pantat, tetapi mungkin penerjemahnya memandang terlalu kasar. Disamping itu, penerjemah juga menyederhanakan beberapa ekspresi yang cukup sulit. Contohnya adalah ekspresi consider the case of yours trully (par. 4). Yours trully ini merujuk pada penulisan surat, yaitu salam penutup. Di dalam bahasa Indonesia tentu saja, hormat kami. Setelah salam penutup ini tentu diikuti tanda tangan dan nama lengkap beserta gelar. Dari nama dan gelar ini akan tampak jelas siapa pengirimnya dan kualifikasinya. Ekspresi ini disederhanakan menjadi Aku sendiri misalnya. Contoh penyederhanaan yang lainnya adalah saat Jenny sort of singing a jingle that went 'Jonas, Marsh and Barret' (par. 9). Sebenarnya di sini Jenny menyenandungkan lagu yang populer sekitar Pearn Dunia II yang berjudul Roll out the barrel. Hanya saja liriknya diganti menjadi Jonas, Marsh and Barret. Dan ini semua diterjemahkan menjadi membayangkan 'Jonas, Marsh & Barret'. Ekspresi yang lainnya adalah to go screw (par. 9), Sebenarnya ekspresi ini berarti mengatakan tidak, tetapi hatinya ingin. Dalam BSa ekspresi ini diterjemahkan menjadi persetan denganku. Dan ekspresi I don't have to tell you she was right (par. 9) cukup diterjemahkan menjadi Dan ia benar. Secara umum hal ini bisa diterima. Inilah salah satu ciri penerjemahan yang berpihak pada pembaca. Meskipun begitu, kami juga mencatat bahwa terjemahan ini masih bisa ditingkatkan kualitasnya dengan memperhatikan hal-hal berikut. 62 WASP (par. 4) dipungut begitu saja ke dalam BSa (bahasa Indonesia). Karena banyak pembaca yang mungkin tidak tahu makna WASP. maka lebih baik singkatan itu diterjemahkan atau paling tidak diberi penjelasan orang kulit putih, asli Inggris, dan beragama Kristen. Barret, Baby (par. 6) lebih baik diterjemahkan Nak Barret karena baby ini memang padanannya nak dalam konteks tersebut. Yang terakhir, Attorney General (par. 8) seharusnya tidak diterjemahkan menjadi mantan Kepala Departemen Kehakiman, tetapi menjadi mantan Jaksa Agung karena memang itulah yang benar. Di depan telah dikemukakan bahwa memang tidak ada aturan khusus mengenai pemilihan prinsip ini. Tetapi perlu diperhatikan adanya jenis-jenis teks yang mencerminkan posisi penulis terhadap isi tulisannya, yaitu teks sastra dan filsafat, teks informasi umum dan teks informasi khusus. Di dalam teks sastra (serius), kedudukan penulis istimewa. Oleh karena itu, prinsip terjemahannya biasanya condong ke terjemahan yang setia pada teks BSu. Teks informasi umum, misalnya koran, bisa diterjemahkan dengan prinsip terjemahan yang setia pada pembaca teks BSa karena kedudukan penulis tidak penting di sini. Yang terakhir, teks informasi khusus, misalnya dokumen hukum, teks ekonomi, dan teks IPTEK seyogyanya didekati dengan prinsip terjemahan yang setia kepada pembaca teks BSa, tetapi penerjemah tidak bisa seleluasa penerjemah teks informasi umum. Ia harus memperhatikan ekspresi-ekspresi khas di dalam tiap-tiap bidang atau konteks itu. Ekspresi ini biasanya disebut register atau jargon. Demikianlah penjelasan tentang prinsip-prinsip terjemahan ini. Dapat dikemukakan lagi di sini bahwa seorang penerjemah tidak harus setia pada satu prinsip penerjemahan selama kariernya sebagai penerjemah. Ia boleh, atau bahkan harus, mengubah prinsip-prinsipnya tergantung pada tujuan penerjemahannya. 63 BAB IV STRATEGI PENERJEMAHAN Prinsip-prinsip terjemahan adalah acuan umum. Ragam atau metode terjemahan adalah petunjuk teknis yang masih umum juga, yang hendaknya dipertimbangkan pada level keseluruhan teks atau wacana. Sedangkan tuntunan teknis untuk menerjemahkan frasa demi frasa atau kalimat demi kalimat disebut teknik penerjemahan atau strategi penerjemahan. Yang dimaksud strategi penerjemahan di sini adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata, atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa dipecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan. Dalam literatur tentang terjemahan, strategi penerjemahan disebut prosedur penerjemahan (translation procedures). Kata prosedur berarti urutan yang formal. Oleh karena itu kata strategi dipilih untuk digunakan di sini. Berikut ini adalah beberapa strategi penerjemahan yang dibagi menjadi tiga jenis utama. Pertama adalah strategi yang berkenaan dengan struktur kalimat. Strategi-strategi ini sebagian besar bersifat wajib dilakukan karena kalau tidak hasil terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BSa, atau mungkin sekali tidak wajar. Jenis ini disebut strategi struktural. Jenis kedua adalah strategi yang langsung terkait dengan makna kata yang sedang diterjemahkan. Ini disebut strategi semantik. Jenis ketiga adalah strategi pragmatik, yang terkait dengan pesan yang ada di dalam kalimat yang diterjemahkan. Di bab ini kami mengubah pembagian jenis strategi penerjemahan yang telah kami buat di edisi pertama. Dahulu hanya ada dua jenis, sekarang berdasarkan pengamatan dan bacaan, strategi tersebut kami identifikasi menjadi tiga jenis. 4.1 Strategi Struktural Ada tiga strategi dasar yang berkenaan dengan masalah struktur, yaitu penambahan, pengurangan, dan transposisi. 64 a. Penambahan (addition) Penambahan di sini adalah penambahan kata-kata di dalam BSa karena struktur BSa memang menghendaki begitu. Penambahan jenis ini bukanlah masalah pilihan tetapi suatu keharusan. Sebagai contoh perhatikan berikut ini: BSu: Saya guru. BSa: I am a teacher. Di dalam contoh di atas, kata "am" dan "a" harus ditambahkan demi keberterimaan struktur BSa. Di dalam contoh berikut, kata "do" juga harus ditambahkan karena alasan yang sama. BSu: Saya tidak mengira kalau kamu bisa datang hari ini. BSa: I do not expect that you can come today. b. Pengurangan (Subtraction) Pengurangan artinya adanya pengurangan elemen struktural di dalam BSa. Seperti halnya penambahan, pengurangan ini merupakan keharusan. Perhatikan contoh berikut. BSu: You should go home. BSa: Kamu mesti pulang. BSu: Her husband is an engineer. BSa: Suaminya insinyur. Di dalam contoh di atas kata elemen struktural yaitu kata kerja "go" dan "is an" dikurangkan dari BSa. c. Transposisi (Transposition) Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan klausa atau kalimat. Berbeda dengan kedua strategi sebelumnya, transposisi bisa dipandang sebagai suatau keharusan atau sebagai pilihan. Transposisi adalah suatu keharusan apabila tanpa strategi ini makna BSu tidak tersampaikan. Transposisi menjadi pilihan apabila transposisi dilakukan karena alasan gaya bahasa saja. Artinya, tanpa transposisi pun makna BSu sudah bisa diterima oleh pembaca teks BSa. Yang paling sering transposisi dilakukan karena alasan kedua ini. 65 Dengan strategi ini penerjemah mengubah struktur asli BSu di dalam kalimat BSa untuk mencapai efek yang padan. Pengubahan ini dilakukan jika terdapat perbedaan antara struktur BSu dan BSa yang wajar. Pengubahan ini bisa pengubahan bentuk jamak ke bentuk tunggal, posisi kata sifat, sampai pengubahan struktur kalimat secara keseluruhan (Newmark, 1988: 85; Rachmadie dkk., 1988: 1.36). Pemisahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat BSa atau lebih, atau penggabungan dua kalimat BSu atau lebih menjadi satu kalimat BSa juga termasuk di dalam strategi ini. Pengubahan letak kata sifat di dalam frasa nomina dan pengubahan dari bentuk kata jamak menjadi tunggal atau sebaliknya merupakan keharusan bagi penerjemah. Sebagai contoh adalah sebagai berikut. BSu: Musical instruments can be divided into two basic groups. BSa: Alat musik bisa dibagi menjadi dua kelompok dasar. Di dalam contoh di atas, letak kata sifat di dalam dua frasa nomina "musical instruments" dan "two basic groups" diubah letaknya. Di dalam bahasa Inggris, kata sifat yang berfungsi sebagai unsur "menerangkan" harus berada di depan yang "diterangkan". Untuk banyak hal, bahasa Indonesia mempunyai hukum D-M (Diterangkan - Menerangkan). Jadi letak kata sifat tersebut harus diubah. Pengubahan itu bisa digambarkan sebagi berikut. musical instruments two basic groups = alat musik = dua kelompok dasar Selain pengubahan letak kata sifat di atas, di dalam terjemahan di atas juga ada pengubahan dari bentuk kata jamak menjadi tunggal. "Instruments" (jamak) diterjemahkan menjadi "alat" saja (tunggal). Demikian juga kata "groups" menjadi "kelompok" saja. Pada contoh-contoh berikut ini transposisi dilakukan karena struktur kalimat BSu tidak ada di dalam BSa. Transposisi model ini berada pada tataran kalimat, bukan pada tataran frasa seperti sebelumnya BSu: I find it more difficult to translate a poem than an article. BSa: Bagi saya menerjemahkan puisi lebih sulit daripada 66 menerjemahkan artikel. BSu: It is a great mistake to keep silent about the matter. BSa: Berdiam diri tentang masalah itu merupakan kesalahan besar. d. Modulasi Ada contoh transposisi yang khas, yang juga dikenal sebagai modulasi. Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frasa, klausa, atau kalimat. Di sini penerjemah memandang pesan dalam kalimat BSu dari sudut yang berbeda atau cara berpikir yang berbeda (Newmark, 1988: 88). Strategi ini digunakan jika penerjemahan kata-kata dengan makna literal tidak menghasilkan terjemahan yang wajar atau luwes. Perhatikan contoh berikut: BSu: I broke my leg. BSa: Kakiku patah. Pada contoh di atas, penerjemah memandang persoalannya dari objeknya, yaitu "kaki", bukan dari segi pelaku "Saya". Cara pandang ini merupakan suatu keharusan karena struktur bahasa Indonesia memang menghendaki begitu. 4.2 Strategi Semantik Strategi semantik ini adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan mempertimbangkan makna. Strategi ini ada yang dioperasikan pada tataran kata, frasa maupun klausa atau kalimat. Strategi semantik terdiri atas strategi-strategi berikut. a. Pungutan (borrowing) Pungutan adalah strategi penerjemahan yang membawa kata BSu ke dalam teks BSa. Jadi penerjemah sekedar memungut kata BSu yang ada, oleh karena itu strategi ini disebut pungutan. Salah satu alasan digunakannya strategi ini adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut. Alasan yang lain adalah belum ditemuinya padanan di dalam BSa. Pungutan bisa mencakup: transliterasi dan naturalisasi. Transliterasi adalah strategi penerjemahan yang mempertahankan kata-kata BSu tersebut secara utuh, baik bunyi atau tulisannya. 67 Naturalisasi adalah kelanjutan dari transliterasi. Dengan naturalisasi kata-kata BSu itu ucapannya dan penulisannya disesuaikan dengan aturan bahasa BSa. Naturalisasi ini juga sering disebut dengan adaptasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut. Kata BSu mall sandal orangutan transliterasi mall sandal orangutan naturalisasi mal (bunyi dan tulisan) sandal (bunyi) orangutan (bunyi) Yang perlu ditambahkan lagi, naturalisasi atau adaptasi ini bisa juga menghasilkan kata BSa dengan makna yang berbeda dari makna kata BSu-nya. Sebagai contoh adalah kata "ambition" dan "sentiment". Di dalam bahasa Inggris "ambition" adalah kata yang berarti "cita-cita yang kuat" dan bersifat netral. Tetapi setelah dipungut menjadi bahasa Indonesia "ambisi", kata ini berarti keinginan untuk berkuasa, keinginan yang terlalu tinggi dan mengisyaratkan makna yang negatif. Demikian juga kata "sentiment" yang berarti ungkapan perasaan di dalam Bahasa Inggris, setelah dipungut ke dalam bahasa Indonesia ia mengalami gaya bahasa pejoratif. Artinya bukan lagi pengungkapan perasaan, tetapi "kebencian". Gejala seperti inilah yang disebut "faux amie", atau "teman palsu", dua kata yang secara bentuk nyaris sama, tetapi maknanya tidak sama. Penerjemah seharusnya selalu waspada akan "teman palsu" ini. Lebih lanjut bisa dikatakan, bahwa strategi pungutan ini biasanya digunakan untuk kata-kata atau frasa-frasa yang berhubungan dengan: nama orang, nama tempat, nama majalah, nama jurnal, gelar, nama lembaga, dan istilah-istilah pengetahuan yang belum ada di BSu. Perhatikan contoh berikut. BSu: The skin consists of two main regions: the epidermis and the dermis. The epidermis is the outer layer and consists chiefly of dead, dry, flattened cells which rub off from time to time. More cells are produced from the layers of living cells at the bottom of the epidermis. The dermis is the deeper layer and consists of living cells of connective tissue, the lowest layer being the cells which contain stored fat. 68 BSa: Kulit terdiri atas dua bagian: epidermis dan dermis. Epidermis adalah lapisan luar dan terutama terdiri atas sel-sel pipih yang telah kering dan mati, yang selalu mengelupas. Banyak sel diproduksi dari lapisan sel hidup yang berada di dasar bagian epidermis. Bagian dermis adalah lapisan dalam dan terdiri atas sel-sel hidup yang membentuk jaringan penghubung, dan lapisan yang terdalam adalah sel-sel yang mengandung simpanan lemak. Di dalam contoh di atas, kata epidermis, dermis, dan sel dipungut dari teks BSu-nya. Kata-kata ilmu biologi ini tidak mengalami perubahan makna seperti yang disebutkan di atas. b. Padanan budaya (cultural equivalent) Dengan strategi ini penerjemah menggunakan kata khas dalam BSa untuk mengganti kata khas di dalam BSu. Hal utama yang perlu diperhatikan adalah, kata yang khas budaya BSu diganti dengan kata yang juga khas di dalam BSa. Oleh karena budaya dari suatu bahasa dengan budaya dari bahasa yang lain kemungkinan besar berbeda, maka kemungkinan besar strategi ini tidak bisa menjaga ketepatan makna. Meskipun begitu, strategi ini bisa membuat kalimat dalam BSa menjadi mulus dan enak dibaca. Untuk teks yang bersifat umum, misalnya pengumuman atau propaganda, strategi ini bisa digunakan karena pada umumnya pembaca BSa tidak begitu peduli akan budaya BSu (Newmark, 1988: 82-83). Sebagai contoh, perhatikan kalimat atau kutipan: BSu: Minggu depan Jaksa Agung Andi Ghalib akan berkunjung ke Swiss. BSa: Next week the Attorney General Andi Ghalib will visit Switserland. BSu: I answered with the term I'd always wanted to employ. "Sonovabitch." (Segal, 1970: 28) BSa: Aku menjawab dengan istilah yang sejak dulu sudah hendak kugunakan. "Si Brengsek". (p. 38) Pada contoh di atas, Jaksa Agung diterjemahkan menjadi Attorney 69 General di dalam bahasa Inggris (bukan Great Attorney). Demikian juga kata bahasa Inggris "Sonovabitch" diterjemahkan menjadi "Si brengsek", bukan "anak anjing". c. Padanan deskriptif (descriptive equivalent) dan analisis komponensial (componential analysis) Seperti yang tercermin dalam namanya, padanan ini berusaha mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata BSu (Newmark, 1988: 8384). Strategi ini dilakukan karena kata BSu tersebut sangat terkait dengan budaya khas BSu dan penggunaan padanan budaya dirasa tidak bisa memberikan derajat ketepatan yang dikehendaki. Sebagai contoh, kata "samurai" di dalam bahasa Jepang tidak bisa diterjemahkan dengan kaum bangsawan saja kalau teks yang bersangkutan adalah teks yang menerangkan budaya Jepang. Untuk itu, padanan deskriptif harus digunakan. Kaum Samurai harus diterjemahkan menjadi aristokrat Jepang pada abad 11 sampai 19 yang menjadi pegawai pemerintahan. Padanan deskriptif ini sering kali ditempatkan menjadi satu dalam daftar kata-kata atau glossary. Strategi lain yang sangat mirip dengan padanan deskriptif ini adalah analisis komponensial. Di sini sebuah kata BSu di terjemahkan ke dalam BSa dengan cara memerinci komponen-komponen makna kata BSu tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya padanan satu-satu di BSa dan sementara itu penerjemah menganggap bahwa pembaca perlu tahu arti yang sebenarnya. Bila padanan deskriptif digunakan untuk menerjemahkan kata yang terkait budaya, maka analisis komponensial digunakan untuk menerjemahkan kata-kata umum. BSu: Gadis itu menari dengan luwesnya. BSa: The girl is dancing with great fluidity and grace. Dengan strategi ini, "luwes" bisa diterjemahkan menjadi "bergerak dengan halus dan anggun" atau "move with great fluidity and grace" di dalam bahasa Inggris. d. Sinonim Penerjemah bisa juga menggunakan kata BSa yang kurang lebih sama untuk kata-kata BSu yang bersifat umum kalau enggan 70 menggunakan analisis komponensial. Strategi ini diambil karena analisis komponensial dirasa bisa mengganggu alir kalimat BSa (Newmark, 1988: 83-84). Perhatikan contoh berikut: BSu: What a cute baby you've got! BSa: Alangkah lucunya bayi Anda! Di dalam contoh di atas "cute" diterjemahkan menjadi "lucu". "Cute" dan "lucu" hanyalah sinonim. "Cute" mengindikasikan ukuran kecil, ketampanan atau kecantikan, dan daya tarik untuk diajak bermain. Sementara itu "lucu" hanya menunjukkan bahwa anak tersebut menarik hati untuk diajak bermain saja. e. Terjemahan resmi Strategi lain yang sering digunakan adalah terjemahan resmi yang telah dibakukan. Untuk itu, penerjemah yang mengerjakan naskah dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia perlu memiliki "Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing" yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Depdikbud R.I. Sebagai contoh saja, "read-only memory" diterjemahkan menjadi "memori simpan tetap" di dalam buku itu. Dengan menggunakan strategi ini penerjemah bisa memperoleh dua keuntungan. Pertama, ia bisa menyingkat waktu dan, kedua, ia bisa ikut serta memberi arah perkembangan bahasa Indonesia pada jalur yang benar. f. Penyusutan dan perluasan Penyusutan artinya penyusutan komponen kata BSu. Contohnya adalah penerjemahan kata "automobile" menjadi "mobil". Di sini elemen kata "auto" dihilangkan. Jadi kata "automobile" mengalami penyusutan. Perluasan adalah lawan penyusutan. Di sini unsur kata diperluas di dalam BSa. Contohnya adalah penerjemahan "whale" menjadi "ikan paus". Di dalam contoh ini elemen "ikan" ditambahkan karena kalau diterjemahkan menjadi "paus" saja kurang baik. Di dalam bahasa Indonesia "Paus" berarti pemimpin umat Katolik sedunia, atau "the Pope" di dalam bahasa Inggris. Satu hal lain yang perlu dicatat adalah bahwa strategi struktural dan strategi semantik sebenarnya secara bersama-sama digunakan 71 penerjemah. Semua penerjemah pasti menggunakan strategi tertentu di dalam proses penerjemahannya. Strategi-strategi itu sering kali sukar dibeda-bedakan karena merupakan kombinasi dari beberapa jenis. Selain itu, kadang strategi itu sudah sedemikian otomatisnya sehingga hampir tidak dapat disadari langkah-langkahnya. Oleh karena itu, kadang seorang penerjemah tidak bisa menguraikan strategi yang ditempuhnya. 4.3 Strategi Pragmatik Strategi pragmatik mengubah pesan. Karena mengubah pesan, maka strategi ini kemungkinan besar melibatkan pengubahan yang lebih besar daripada yang dilakukan strategi sintaktik dan semantik. Strategi ini sering digunakan dengan mempertimbangkan pesan keseluruhan teks atau bagian dari teks. Chesterman (1997) menyebutkan sepuluh jenis strategi pragmatik. Menurut kami beberapa termasuk dalam strategi semantik, yang dalam pemahaman kami adalah strategi yang didasarkan ada makna kata atau frasa. Misalnya, strategi pemfilteran budaya menurut Chesterman (1997) menurut hemat kami adalah sama dengan padanan budaya dalam strategi semantik kami. Oleh karena itu jenis ini tidak kami masukkan ke dalam strategi pragmatik. Yang kami maksud sebagai strategi pragmatik adalah sebagi berikut: (a) Pengubahan kejelasan makna, (b) penambahan dan pengurangan informasi, (c) pengubahan hubungan interpersonal, (d) pengubahan ilokusi, (e) pengubahan susunan informasi, (f) penerjemahan parsial (g) pengubahan visibilitas penerjemah, (h) transediting, dan (i) penyaduran. a. Pengubahan kejelasan makna Strategi pragmatis kedua adalah perubahan kejelasan pernyataan. Dengan strategi ini, makna di BSa dibuat baik lebih eksplisit (disebut eksplisitasi) atau lebih implisit (disebut implisitasi) (Chesterman, 1997). Dalam eksplisitasi penerjemah secara eksplisit menambahkan komponen di dalam BSa. Sebaliknya, implisitasi meninggalkan beberapa elemen tersurat di dalam BSa dan menjadikannya tersirat (implicit). Pembaca sasaran memahami maknanya dari konteks. Lihat contoh berikut. 72 BSa: The police officers will help the women. BSu: Polwan akan membantu ibu-ibu. Di dala o toh i i petugas polisi diga ti e jadi pol a . I ilah contoh eksplisitasi. Jenis polisi itu dibuat menjadi lebih eksplisit. b. Penambahan dan pengurangan informasi Berbeda dengan penambahan pada strategi struktural, penambahan informasi ini dilakukan karena pertimbangan kejelasan makna. Di sini penerjemah memasukkan informasi tambahan di dalam teks terjemahannya karena ia berpendapat bahwa pembaca memang memerlukannya. Informasi tambahan ini bisa di letakkan di dalam teks, di bagian bawah halaman (berupa catatan kaki), atau di bagian akhir dari teks (Newmark, 1988: 91-92). Prosedur ini biasanya digunakan untuk membantu menerjemahkan kata-kata yang berhubungan dengan budaya, teknis, atau ilmu-ilmu lainnya. Perhatikan contoh-contoh berikut. BSu: The skin, which is hard and scaly, is greyish in color, thus helping to camouflage it from predators when underwater. BSa: Kulitnya, yang keras dan bersisik, berwarna abu-abu. Dengan demikian, kulit ini membantunya berkamuflase, menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan untuk menyelamatkan diri dari predator, hewan pemangsa, jika berada di dalam air. Di dalam contoh di atas, "camouflage" dan "predator" dipungut ke dalam BSa. Di samping itu, informasi tambahan tentang masing-masing istilah ilmu biologi ini juga diberikan. Tambahan itu adalah "menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan" dan "hewan pemangsa". Di samping alasan di atas, penambahan bisa juga dilakukan karena pertimbangan stilistika atau kelancaran kalimat BSa. Perhatikan contoh berikut: BSu: "Tetapi Bagaimana si Dora? Dia sudah terima itu cincin?" (Burungburung Manyar, 8) BSa: "But what about Dora?" I asked my friend. "Did she get the ring?" (The Weaverbirds, 16) 73 Di dalam contoh satu klausa utuh ditambahkan agar teks BSa menjadi lebih mulus. Pengurangan informasi terwujud dalam penghapusan kata atau bagian teks BSu di dalam teks BSa. Dengan kata lain, penghapusan berarti tidak diterjemahkannya kata atau bagian teks BSu di dalam teks BSa. Pertimbangannya adalah kata atau bagian teks BSu tersebut tidak begitu penting bagi keseluruhan teks BSa dan biasanya agak sulit untuk diterjemahkan. Jadi, mungkin penerjemah berpikir, daripada harus menerjemahkan kata atau bagian teks BSu itu dengan konsekuensi pembaca BSa agak bingung, maka lebih baik bagi penerjemah untuk menghilangkan saja bagian itu karena perbedaan maknanya tidak signifikan dan mungkin hanya membuat bingung pembaca sasaran. Perhatikan contoh berikut: BSu: "Sama dengan raden ayu ibunya," katanya lirih. (BBM: 11) BSa: "Just like her mother," she whispered. Strategi penambahan dan penghapusan informasi ini secara bersama-sama oleh Chesteman (1997) disebut pengubahan informasi. Semua informasi yang diubah tidak dapat disimpulkan dari konteks. Jika informasi tersebut dapat disimpulkan dari konteks, strategi itu disebut pengubahan kejelasan. c. Pengubahan hubungan interpersonal Strategi pragmatik ketiga adalah pengubahan hubungan interpersonal. Pengubahan hubungan antara penulis dan pembaca ini bisa dilakukan dengan mengubah tingkat formalitas, tingkat pelibatan pembaca, pilihan istilah teknis, dll. Contoh: BSa: This article will discuss demicrazy in developed countries. BSu: Kita akan membahas demokrasi di negraa-negara maju di dalam tulisan ini. Dalam contoh di atas, hubungan di penulis dan pembaca dalam teks BSu te asa jauh atau i pe so al. De ga dipakai akata kita , hu u ga 74 itu menjadi lebih dekat di BSa. d. Pengubahan ilokusi Strategi pragmatik berikutnya adalah pengubahan ilokusi. Perubahan ilokusi mengacu pada perubahan tindak tutur, misalnya dari pernyataan menjadi permintaan. Contoh: BSa: It is too late. It s ot good fo e to e he e. BSu: Malam telah larut. Bolehkah saya pulang? Di dalam contoh di atas, penerjemah mengubah pernyataan di dalam BSu menjadi permintaan izin di BSa. e. Pengubahan susunan informasi Strategi kelima adalah pengubahan susunan informasi. Strategi ini disebut pengubahan koherensi oleh Chesterman (1997) dan oleh Newmark digolongkan menjadi transpoisi. Jenis ini mencakup pemecahan satu kalimat BSu menjadi dua kalimat BSa atau lebih dan juga sebaliknya (Newmark, 1988). Di dalam bahasa Inggris, sebuah kalimat bisa terdiri atas beberapa klausa dan maknanya masih tetap jelas. Di dalam bahasa Indonesia, sebuah kalimat akan menjadi kabur kalau terdiri atas lebih dari dua klausa. Perhatikan contoh berikut. Coba bandingkan BSa-1 dan BSa-2. BSu: Some species are very large indeed and the blue whale, which can exceed 30 m in length, is the largest animal to have lived on earth. Superficially, the whale looks rather like a fish, but there are important differences in its external structure: its tail consists of a pair of broad, flat, horizontal paddles (the tail of a fish is vertical) and it has a single nostril on the top of its large, broad head. BSa: Beberapa spesies sangatlah besar. Ikan paus biru, yang bisa mencapai panjang lebih dari 30 meter, adalah binatang terbesar yang pernah hidup di bumi. Sepintas ikan paus tampak mirip ikan biasa. Ekornya terdiri atas sepasang "sirip" lebar, pipih, dan mendatar (sementara ekor ikan biasa tegak). Ikan paus mempunyai satu lubang hidung di atas kepalanya yang 75 besar dan lebar. Pada BSa kalimat-kalimat BSu-nya dipecah menjadi dua kalimat BSa atau lebih. Hasilnya, BSa-2 bisa menyampaikan gagasan BSu dengan lebih jelas. Dalam kategori ini paragraf-paragraf bisa disusun ulang urutannya di dalam BSa. Bisa juga satu paragraf yang panjang dipecah menjadi dua tau lebih paragraf. Tapi isi kalimat pada dasarnya sama. f. Penerjemahan parsial Strategi pragmatik keenam adalah penerjemahan parsial atau tidak menerjemahkan kata-kata atau kalimat yang ada sepenuhnya, tetapi meringkasnya. Di sini isi informasi masih tetap sama. g. Pengubahan visibilitas penerjemah Strategi berikutnya adalah pengubahan visibilitas penerjemah. Penerjemah dapat membuat dirinya lebih terlihat atau tersembunyi dengan berbagai cara, misalnya dengan menambah catatan kaki, menambah penjelasan di dalam kurung, dll. Dengan demikian pembaca sasaran mengetahui bahwa penerjemah memasukkan hasil pemikiran mandirinya ke dalam karya terjemahannya. h. transediting Strategi pragmatik kedelapan adalah transediting. Ini dilakukan dengan cara menyunting telebih dahulu teks BSu kemudian baru menerjemahkannya. Hal ini dilakukan karena mutu teks BSU sangat buruk. h. Penyaduran Strategi yang terakhir adalah adaptasi atau penyaduran. Dengan strategi ini pesan bisa diubah untuk disesuaikan dengan pembaca sasaran. Penerjemahan novel yang aslinya ditujukan kepada orang dewasa di BSu menjadi novel untuk anak-anak di BSa adalah juga contoh strategi ini. Penerjemahan jenis ini tentu melibatkan pengubahan pilihan kata, kerumitan ekspresi, dll. Jika kita perhatikan strategi-strategi pragmatik ini, semakin ke belakang semakin sulit untuk dikatakan sebagai penerjemahan jika kita 76 mengacu pada definisi konvensional penerjemahan. hingga tercapai derajat penerjemahan yang paling rendah yakni strategi penyaduran. 77 BAB V PADANAN GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL 5.1 Padanan dan Penyesuaian Gramatikal Pada bab sebelumnya telah dibahas dua jenis strategi penerjemahan: strategi struktural dan strategi semantik. Pada dasarnya strategi struktural dimaksudkan untuk mencapai padanan gramatika. Sering kali penerjemah tidak bisa sekedar menerjemahkan kata-demi-kata atau secara harfiah karena hasilnya mungkin kalimat terjemahan dengan struktur yang aneh. Sebagai pegangan teoritis, kita bisa meminjam asumsi analisis kontrastif dalam bidang pengajaran bahasa asing. Bila struktur BSu dan BSa sama, maka penerjemahan akan cenderung lebih mudah menerjemahkan teks BSu tersebut ke dalam BSa secara struktural. Akan tetapi bila BSu dan BSa berbeda dalam hal struktur atau gramatikanya, maka penerjemah akan berpotensi untuk menghadapi kesulitan dalam hal penyesuaian gramatika. Dari ilmu bahasa diketahui bahwa bahasa yang serumpun mempunyai ciri-ciri gramatika yang hampir sama. Akan tetapi bahasa yang berasal dari rumpun yang berbeda, misalnya bahasa Indonesia dan Inggris, mempunyai ciri-ciri gramatika yang sangat berbeda. Dengan demikian bisa diasumsikan bahwa secara gramatika, penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya akan mengalami masalah penyesuaian gramatika. Di bawah ini disajikan beberapa perbedaan gramatika di antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang berpotensi menimbulkan masalah bagi penerjemah. Semua perbedaan ini menuntut penyesuaian gramatika. Secara teknis, penyesuaian gramatika ini berarti penerapan stategi penerjemahan struktural, yaitu penambahan, pengurangan, dan transposisi. a. Kata sandang tentu dan tak tentu Kata sandang tentu di dalam bahasa Inggris adalah the. Padanannya di dalam bahasa Indonesia adalah -nya, itu, ini, tadi, dan tersebut. Kata sandang tak tentu di dalam bahasa Inggris adalah a atau an. Sedangkan di 78 dalam bahasa Indonesia adalah sebuah, sebutir, seekor, sekuntum, seorang, dll. Yang perlu diperhatikan adalah kata sandang ini tidak selalu harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Demikian juga sebaliknya. Sebuah kalimat bahasa Indonesia yang tidak mengandung kata sandang bisa saja diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yang mengandung kata sandang jika tata bahasa Inggris menghendakinya. Perhatikan contoh berikut: BSu: The horse is grazing in the yard. BSa: Kudanya sedang merumput di halaman. (Bukan: Kudanya sedang merumput di halaman tersebut.) BSu: My vehicle is a horse. BSa: Kendaraanku adalah kuda. (Bukan: Kendaraanku adalah seekor kuda.) Mengapa the pada bagian pertama kalimat pertama diterjemahkan dan dihilangkan pada bagian kedua dari kalimat BSa? Mengapa a pada kalimat kedua dihilangkan dari kalimat BSa-nya? Kata sandang tentu (the) harus diterjemahkan bila tanpa kata the tersebut makna BSa menjadi kabur. Kata the lebih baik dihilangkan bila kata benda yang diterangkan dengan the tersebut sudah jelas dari konteksnya. Ambil contoh saja kalimat di atas. Kata tersebut yang diulangulang akan membuat kalimat bahasa Indonesia menjadi tidak baik, seperti hasil tulisan anak kecil. The yang pertama di dalam kalimat di atas harus dipertahankan karena frasa "the horse" itu merujuk pada kuda tertentu, bukan sembarang kuda. Karenanya the harus diterjemahkan. Sedangkan the yang kedua dihilangkan karena tanpa kata sandang itu pun pembaca sudah tahu bahwa halaman yang dimaksud adalah kebun yang ada di dekat pembicara. Pada contoh kedua, a tidak diterjemahkan. Mengapa? Perlu diketahui bahwa kata sandang tak tentu adalah suatu keharusan di dalam bahasa Inggris apabila benda yang dirujuk bisa dihitung (countable) dan baru pertama kali disebut atau belum bisa diketahui dari konteksnya. Tetapi bahasa Indonesia tidak mempunyai aturan seperti ini. 79 Di dalam bahasa Inggris sendiri, frasa benda yang dibentuk dengan kata sandang tak tentu dan kata benda mempunyai dua makna. Frasa benda itu mungkin mewakili benda yang betul-betul ada dan hanya satu jumlahnya, atau mungkin juga untuk mewakili semua benda yang bersangkutan di dunia ini (konsep umum) seperti dalam kalimat Horse is a strong animal. Di dalam contoh di atas, the horse mewakili kuda secara keseluruhan. Oleh karena itu padanan kata sandang the tidak perlu dihadirkan di dalam bahasa Indonesia sehingga terjemahannya menjadi Kuda (adalah) binatang yang kuat. Persoalannya lain lagi di dalam contoh berikut. BSu: She ate an apple on the way and she did not realize that it was not hers. BSa: Ia makan sebuah apel di perjalanan dan ia tidak sadar bahwa apel itu bukan miliknya. Di dalam contoh di atas a harus diterjemahkan untuk menekankan bahwa ia memang makan satu apel, tidak dua atau tiga. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh yang lebih panjang berikut ini. BSu: It was an old table she had bought at a junk sale for two dollars and painted pink. There were some cosmetic jars on it and a silver-backed brush she had gotten as a present on her eighteenth birthday and three small bottles of perfumes and a manicure set all neatly laid out on a clean towel. (Rich Man Poor Man, 1979:22) BSa: Meja tersebut adalah sebuah meja tua yang dibelinya di pasar loak seharga dua dolar dan bercat merah muda. Di atasnya ada beberapa botol kosmetik, sebuah sisir berpunggung perak yang didapatnya sebagai hadiah ulang tahunnya yang kedelapan belas, tiga botol kecil parfum dan seperangkat manikur semuanya terjajar rapi pada selembar handuk bersih. 80 b. Bentuk jamak Bentuk jamak di dalam bahasa Inggris tidak selalu harus diterjemahkan menjadi bentuk jamak yang berupa kata ulang di dalam bahasa Indonesia. Bahasa Inggris memang mengenal nominal concord atau agreement. Aturan ini mengharuskan bahwa kata benda harus dibuat dalam bentuk jamak apabila ada bilangan atau kata lain yang menyatakan jamak menyertainya. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia, bilangan atau kata yang menunjukkan jamak justru tidak boleh diikuti kata yang berarti jamak. Perhatikan contoh berikut. two books = dua buku (bukan: dua buku-buku) some books = beberapa buku (bukan beberapa buku-buku) few people = beberapa orang (bukan: beberapa orang-orang) Perhatikan juga contoh berikut ini. BSu: The book is about the two most important questions of life. Whe e a I goi g a d ho ill go ith e? All of us ust answer these questions sometime during our lives, and the order in which we answer them is as important as the answers themselves. (The Ten Laws of Lasting Love, 1993: 36) BSa: Buku ini tentang dua pertanyaan paling penting tentang hidup. Ke mana aku akan pergi, dan siapa yang akan pergi de ga ku? Kita se ua ha us e ja a pertanyaanpertanyaan tersebut suatu saat dalam hidup kita, dan urutan kita menjawabnya sama pentingnya dengan pertanyaanpertanyaan itu sendiri. c. Kata ganti Di dalam bahasa Inggris ada kata ganti she, her, hers, he, him, his, it, its, they, them their, theirs, we, our, dan ours. Di dalam bahasa Indonesia kata gantinya tidak serumit itu, terutama mengenai jenis kelamin. She sebenarnya berarti ia dengan jenis kelamin perempuan dan he bermakna ia dengan jenis kelamin laki-laki. They adalah mereka untuk manusia maupun benda. Sedangkan it adalah ia untuk benda. Yang perlu diperhatikan adalah she dan her tidak harus diterjemahkan dengan ia 81 perempuan dan nya perempuan serta he dan him tidak perlu diterjemahkan dengan ia laki-laki dan -nya laki-laki. Hal ini tidak lazim di dalam bahasa Indonesia. Biasanya konteks membantu pembaca mengidentifikasi jenis kelaminnya. Oleh karena itu, her, hers pun tidak perlu diterjemahkan dengan miliknya perempuan, dan his tidak perlu diterjemahkan dengan miliknya laki-laki. Selain itu, di dalam bahasa Indonesia kata benda tidak lazim diganti dengan "ia" atau "mereka". Kata benda bisa diulang-ulang saja. Pe hatika o toh e ikut. BSu: In the darkness, the big old house looks so frightening. It stands with no neighbors, alone in the middle of the forest. Its i do s lo ked all ti e, o od k o s hat s ehi d them. BSa: Dalam kegelapan, rumah tua yang besar itu nampak sangat menakutkan. Rumah tersebut terpencil tanpa tetangga, sendirian di tengah hutan itu. Jendela-jendelanya terkunci sepanjang waktu, tanpa seorang pun tahu ada apa di balik (jendela-jendela) itu. d. Frasa benda Di dalam bahasa Inggris, frasa benda biasanya terdiri atas konstruksi "kata sandang + kata sifat + kata benda". Di dalam bahasa Indonesia biasanya frasa benda terdiri atas "(kata sandang) + kata benda + kata sifat". Perhatikan contoh berikut. a patient man = (seorang) lelaki yang sabar an intelligent young girl = (seorang) gadis muda yang cerdas a tall water tower = (sebuah) menara air yang tinggi a long winding road = (sebuah) jalan yang panjang dan berliku atau jalan panjang yang berliku Dari contoh di atas, frasa benda di dalam bahasa Indonesia tidak pernah didahului kata sifat. Sementara itu, di dalam bahasa Inggris kata sifat tidak harus berada di depan kata benda seperti rumus di atas. Ada juga konstruksi yang mengandung kata sifat atau kata keterangan yang berada di belakang kata benda. Perhatikan contoh berikut. something interesting = sesuatu yang menarik. 82 a girl in red paintings to admire rooms available a beautiful intelligent = (seorang) gadis berpakaian merah. = lukisan untuk dikagumi = kamar yang tersedia young girl in red = (seorang) gadis cantik, cerdas, muda, (dan) berpakaian merah e. Kata benda verba (gerund) Kata benda verba (gerund) di dalam bahasa Inggris adalah bentuk "verb1 + ing" yang diperlakukan seperti kata benda. Oleh karenanya kata benda verba ini bisa menduduki posisi subjek, objek kalimat, maupun objek preposisi. Karena di dalam bahasa Indonesia tidak dikenal konstruksi sejenis kata benda verba, maka ada dua kemungkinan penerjemahannya, yaitu dengan kata kerja atau kata benda turunan dari kata kerja tersebut. Perlu diingat bahwa kata kerja bisa berfungsi menjadi subjek atau objek kalimat bahasa Indonesia. Perhatikan contoh berikut. BSu: You will study the history of whaling and the present critical situation of this magnificent animal. BSa: Anda akan mempelajari sejarah penangkapan ikan paus dan situasi kritis saat ini dari binatang yang hebat tersebut. BSu: Whaling has been done by man for centuries and, in places, provides a main source of food. BSa: Penangkapan ikan paus telah dilakukan manusia selama berabad-abad, dan di beberapa tempat, menjadi sumber pangan utama. BSu: Fishermen cast nets in the whale area in order to catch the fish. In the process of drawing in the nets, a good many get caught under water and, on being hauled into the boats with the fish, are found to have died from drowning. BSa: Para nelayan memasang jaring di area ikan paus untuk menangkap ikan tersebut. Dalam proses penarikan jaring, banyak ikan paus yang tertangkap di bawah air dan ketika diangkat ke kapal ikan-ikan itu didapati telah mati karena tenggelam. 83 Di dalam terjemahan terakhir frasa with the fish tidak perlu diterjemahkan karena telah dapat diketahui maknanya dari bagian kalimat berikutnya ikan-ikan itu. f. Participle Di dalam bahasa Inggris ada konstruksi yang disebut present participle dan past participle. Present participle bentuknya sama dengan "verb1 + ing" dan past participle adalah bentuk "verb3" dari kata kerja. Bentuk ini bisa digunakan untuk membentuk frasa benda dan mempunyai karakteristik kata sifat. Kedua jenis ini biasanya diterjemahkan dengan kata benda dari bentuk participle tersebut. Yang perlu disadari adalah present participle membawa serta sifat aktif dan past participle sepertinya membawa sifat pasif. Jadi ada perbedaan antara "stealing robot" dan "stolen robot" di dalam kalimat-kalimat berikut. BSu: Is it the stealing robot? (BSa: Inikah robot pencuri itu?) BSu: Is it the stolen robot? (BSa: Inikah robot curian itu?) Perhatikan contoh-contoh berikut: BSu: While swimming whales take in air and dive vertically, sometimes to great depths. They then surface and expel air from their lungs, which is audible from some distance and can be seen largely because of the concentration of condensing water vapour in the expelled gases. BSa: Pada saat berenang ikan-ikan paus menghirup udara dan menyelam dengan tegak lurus, kadang-kadang sampai ke kedalaman yang luar biasa. Kemudian ikan-ikan itu akan muncul ke permukaan dan menghembuskan udara dari paruparu mereka, yang bisa didengar dari kejauhan dan bisa dilihat terutama karena konsentrasi uap air yang mengembun dalam gas yang dihembuskannya. g. Konsep kala (Tenses) Bahasa Inggris mengenal adanya tense atau konsep kala. Bentuk kata kerja berubah-ubah sesuai dengan waktu dilakukannya kerja tersebut. Jadi "berjalan" atau walked bentuknya bisa walked, walks, walk, 84 will walk, have walked, had walked, dan walking. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia cukup "berjalan" saja. Konteksnya membantu para pembaca untuk memahami waktu terjadinya peristiwa. Memang kata sudah dan telah bisa membantu menjelaskan bahwa kejadian itu berlangsung pada masa lampau. Tetapi bila konteksnya sudah cukup menjelaskan, kata-kata macam ini pun tidak diperlukan lagi. Demikian juga dengan kata "nanti" untuk menunjukkan kala akan datang. Mungkin kata "sedang" yang sangat berguna. Perhatikan contoh-contoh berikut: BSu: He is writing a very long letter. Don't disturb him. He will be here soon. I know it for sure that he has visited his wife last month. He also talked about her yesterday in the cafe. I could see from his eyes that he always said he would always love her. You know, new couple! Jika kita memikirkan kaitan antara bentuk kata terkait kala (tense) yang ada di dalam contoh teks BSu di atas, kita mungkin sedikit ragu-ragu. Tetapi kalau kita mencoba memikirkan maknanya, atau mungkin membayangkan kejadiannya, di dalam bahasa Indonesia, teks di atas bisa diterjemahkan dengan mudah menjadi sebagai berikut: BSa: Ia sedang menulis surat yang sangat panjang. Jangan ganggu dia. Ia akan ke sini segera. Aku tahu dengan pasti bahwa ia telah mengunjungi istrinya bulan lalu. Ia juga berbicara tentang istrinya di cafe kemarin. Aku bisa melihat dari matanya bahwa ia selalu berkata bahwa ia akan selalu mencintainya. Maklum, pengantin baru! Perhatikan juga contoh berikut ini. BSu: Nowadays, more and more people realize that the world is moving into critical period and whether we survive depend on how we deal with the crisis. One of the biggest issues is the world's food supply in relation to its growing population. As far as we can estimate, world population was almost stable at something under ten million for about a million years. The increase began with the development of agriculture eight to 85 ten thousand years ago. After about seventeen hundred, when industrialization began, the population started to grow at about two per cent a year. Today there are about four thousand million people and, if there are no major disasters, there'll be six thousand million in the year two thousand. A hundred years after that, there would be, in theory, be anything up to sixteen thousand million. Even today there isn't enough food for everyone and, unless major changes occur, the situation is going to deteriorate rapidly. BSa: Dewasa ini semakin banyak orang yang menyadari bahwa dunia ini bergerak ke arah masa kritis dan apakah kita akan bertahan hidup tergantung pada bagaimana kita menghadapi krisis tersebut. Salah satu masalah terbesarnya adalah persediaan pangan dunia dalam kaitannya dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Sejauh yang bisa kita perkirakan, penduduk dunia hampir stabil pada kisaran kurang dari 10 juta selama sekitar satu juta tahun. Peningkatannya diawali dengan perkembangan pertanian delapan sampai sepuluh ribu tahun yang lalu. Setelah tahun 1700-an, ketika industrialisasi dimulai, penduduk bertambah sekitar dua persen setiap tahunnya. Saat ini ada sekitar empat miliar jiwa penduduk dunia dan, jika tidak ada bencanabencana besar, jumlah itu akan mencapai enam miliar pada tahun 2000. Seratus tahun kemudian, secara teori, jumlah tersebut akan menjadi 16 miliar. Bahkan sekarang pun tidak ada pangan yang mencukupi bagi setiap orang dan, kecuali jika terjadi perubahan-perubahan besar, situasinya akan dengan cepat menjadi kian memburuk. h. Question tag Di dalam bahasa Inggris sebuah pertanyaan jenis tertentu, yakni yang mempunyai tempelan di belakang klausa utama, berguna untuk menguji keyakinan atau pendapat pembicara. Kalimat ini disebut question 86 tag. Di dalam bahasa Indonesia pun ada juga jenis kalimat ini. Hanya saja bentuk imbuhan di akhir kalimat itu berbeda. Perhatikan contoh berikut. BSu: You are not serious, are you? BSa: Anda tidak sungguh-sungguh, bukan? BSu: You didn't keep your promise, did you? BSa: Kau tak penuhi janjimu, kan? BSu: She really means it, doesn't she? BSa: Ia sengaja, kan? Di dalam contoh di atas bisa dilihat bahwa semua jenis tag bisa diterjemahkan menjadi bukan atau bila disingkat kan. i. Kalimat pengandaian (conditional sentences) Di dalam bahasa Inggris ada tiga jenis kalimat pengandaian. Jenis pertama mengindikasikan adanya kemungkinan sesuatu terjadi apabila persyaratannya dipenuhi. Biasanya kalimat ini menggunakan bentuk kala kini (simple present) dan kala akan datang (future). Penerjemahannya mudah saja. Gunakan kata jika untuk memulai klausa persyaratan dan kata akan untuk memulai klausa utamanya. Yang sedikit memerlukan perhatian lebih adalah kalimat pengandaian jenis kedua dan ketiga. Bentuk kala (tenses) kalimat pengandaian jenis kedua adalah kombinasi simple past dan past future tense. Kalimat ini mengindikasikan sesuatu yang kemungkinan besar tidak akan terjadi karena potensi atau kekuatan untuk itu tidak ada. Sedangkan jenis ketiga adalah pengandaian untuk sesuatu yang telah terjadi di masa lampau dan bentuk kalanya menggunakan gabungan antara past perfect tense dan past future perfect tense. Untuk menerjemahkan ini, Rachmadie dkk. (19..: 2.18) merumuskan sebagai berikut. Bahasa Inggris Bahasa Indonesia I. If ... V1, ... will V1. Jika ... V, ... akan V. II. If ... V2, ... would V1. Jika saja ... V, ... akan V. III. If ... had V3, ... would have V3. Seandainya ... V, ... akan V. 87 Perhatikan contoh berikut. BSu: If you come to the party, you will meet him personally. BSa: Jika kamu datang ke pesta itu, kamu akan bertemu dengannya secara pribadi. BSu: If you came to the party, you would meet him personally. BSa: Jika saja kamu datang ke pesta itu, kamu akan bertemu dengannya secara pribadi. (Catanan: Ini artinya ada kondisi lain yang menyebabkan "kamu" untuk tidak datang.) BSu: If you had come to the party, you would have met him personally. BSa: Seandainya kamu datang ke pesta itu, kamu tentu bertemu dengannya secara pribadi. (Catatan: Ini artinya "kamu" memang tidak datang ke pesta yang dimaksud.) Pada tahap penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia ini kelihatannya bisa dilakukan dengan mudah dengan mempertimbangkan rumus di atas. Masalah yang sedikit lebih sukar mungkin pada saat menerjemahkan kalimat kondisional dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Untuk itu penerjemah harus memperhatikan betul-betul situasi atau konteks yang menyertai kalimat tersebut. Perhatikan contoh berikut: BSu: Karyo memang keras kepala. Berkali-kali adiknya menyuratinya agar dia pulang saja ke desa. Tapi dia ngotot ingin bertahan di Jakarta, meneruskan usaha ilegal itu. Semakin hari, bukannya semakin utung, justru dia kian dililit utang. Bahkan sekarang polisi menjebloskannya ke penjara. Andai saja dulu ia mau sedikit saja mendengar nasihat adiknya, tentunya akan lain nasibnya. BSa: Karyo was really stubborn. His sister had many times written him letters to ask him return to his home-village. But he insisted to stay in Jakarta, and continued his black business. As days went by, instead of reaping much benefit, he was piled up by debts. Even today the police took him into the 88 jail. His fate would have been different, if only he had heard his sister’s ad i e for a little. Sejenis dengan kalimat pengandaian ini adalah kalimat bahasa Inggris yang menggunakan verba "wish" atau kalimat "subjunctive". Pada dasarnya ini adalah kalimat pengandaian juga, yaitu kalimat pengandaian jenis II dan III. Perhatikan contoh berikut. BSu: I wish I were with you now. BSa: Seandainya saja aku bersamamu sekarang. BSu: I wished you had been with me that time. BSa: Aku berharap kau bersamaku saat itu. (Tapi sayang, kamu tidak ada di sampingku.) j. Kalimat elipsis Kalimat elipsis adalah suatu kalimat yang salah satu komponennya dihilangkan. Untuk melacak kembali elemen yang dihilangkan ini pembaca karus merujuk pada kalimat sebelumnya. Di dalam struktur bahasa Inggris, kata kerja, kata benda, atau kata lainnya bisa dihilangkan di dalam kalimat yang mengandung kesejajaran struktur (paralelisme). Di dalam bahasa Indonesia kadang-kadang elemen yang bisa dihilangkan di dalam bahasa Inggris bisa dihilangkan. Kadang juga tidak. Perhatikan contoh berikut. BSu: Bill brought some meat to the camping ground and Tony some sugar. BSa: Bill membawa sedikit daing ke perkemahan itu dan Tony membawa sedikit gula. BSu: Most of the students looked sleepy, but the teacher wasn't. BSa: Kebanyakan murid tampak mengantuk, tetapi gurunya tidak. BSu: Few of the students were not satisfied, and neither was the teacher. BSa: Beberapa murid tidak puas, dan tidak juga gurunya. BSu: Few of the students were disappointed. The teacher was too. BSa: Beberapa murid kecewa. Gurunya juga. 89 k. Kata ganti It di awal kalimat Bahasa Inggris mempunyai struktur kalimat sebagai berikut: It + to + be + ....... + infinitive phrase. It + to + be + ....... + that-clause atau relative clause. Penerjemah perlu berhati-hati karena kata it itu tidak selalu berarti ini, itu, hal itu, hal ini atau sejenisnya. Kata it di sini berfungsi sebagai subjek tetapi artinya tidak ada. Gunanya untuk menekankan penuturan atau bagian kalimat yang berada di posisi titik-titik di dalam kalimat di atas. Ada bermacam-macam cara memberi tekanan di dalam bahasa Indonesia. Perhatikan contoh-contoh berikut. BSu: It is frightening to realise that nuclear plant could be a total catastrope for the environment. BSa: Sungguh mengerikanlah menyadari bahwa pembangkit tenaga listrik dapat menjadi bencana bagi lingkungan. BSu: It is to him that Marry owes very much. BSa: Kepadanyalah Marry banyak berhutang budi. Konstruksi yang memakai it lainnya yang juga harus diwaspadai bisa ditemukan di dalam contoh berikut. BSu: I find it more difficult to talk to my wife than to my boss. BSa: Bagi saya berbicara kepada istri saya lebih sukar daripada kepada atasan saya. BSu: You have to keep it in mind that every citizen has right to control his country. BSa: Anda harus mencamkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak mengatur negara ini. 5.2 Padanan dan Penyesuaian Leksikal Penerjemahan tidak sekedar mengganti kata-kata BSu dengan kata-kata BSa. Sering kali penerjemah dihadapkan pada suatu pilihan yang tidak gampang. Sebuah kata di dalam BSu mungkin mempunyai banyak 90 padanan di dalam BSa. Untuk itu penerjemah harus pandai-pandai mempertimbangkan kata dengan padanan yang paling tepat sebelum ia menjatuhkan pilihan. Penerjemah harus memperhatikan konteks jika ia ingin mendapatkan padanan yang sesuai. Bahkan, ia sering kali harus pula melakukan penyesuaian leksikal, tidak sekedar mengambil padanan harfiah dari suatu kata BSu. Penerjemah secara khusus harus memperhatikan masalah padanan leksikal ini terutama kalau ia menemui fenomena berikut: a. Satu kata BSu mempunyai banyak padanan di BSa. Sebagai contoh kata BSu yang memiliki banyak padanan, perhatikan kalimat berikut. BSu: They surely needed rice. Di dalam bahasa Indonesia kata rice mempunyai banyak padanan. Kata tersebut bisa padi, gabah, beras, atau nasi. Untuk menerjemahkan kalimat di atas, maka penerjemah harus melihat konteks yang lebih besar. Seandainya ada kalimat lainnya, maka ia tidak akan menemui kesulitan. Perhatikan contoh berikut. BSu: They all looked tired and pale. They surely needed rice. BSa: Mereka semua kelihatan letih dan pucat. Mereka tentunya membutuhkan nasi. Kata-kata bahasa Indonesia di atas adalah kata-kata yang terkait budaya. Orang Indonesia sangat berkepentingan terhadap padi sebagai makanan pokoknya, sehingga mereka menciptakan banyak sekali kosa kata yang berhubungan dengan itu. Sedangkan budaya Inggris yang tidak memerlukan "padi" tidak pernah berpikir tentang padi secara rinci. Kosa katanya tentang "padi" pun sederhana dan dalam jumlah sedikit saja. Dengan kata lain, kosa kata bahasa Indonesia tentang "padi" lebih rinci daripada kosakata bahasa Inggrisnya. Kesulitan penerjemahan mungkin hadir jika penerjemah mengerjakan penerjemahan dari kosakata yang lebih umum menjadi kosa kata yang lebih rinci. 91 Larson (1984: 89) menyebut fenomena ini dengan istilah mismatching of reference atau ketidaksamaan acuan. Acuan adalah benda, kejadian atau karakteristik yang dirujuk oleh suatu kata. Jadi selalu ada kemungkinan bahwa suatu benda atau kejadian ada di dalam budaya atau masyarakat tertentu tetap tidak ada di dalam masyarakat lainnya. Meskipun benda, kejadian, atau karakteristik yang sama ada juga di dalam dua budaya yang berbeda, tetapi sistem acuannya tidak mesti sama persis, karena menurut teori medan makna di dalam kajian semantik, tiap-tiap bahasa akan membagi wilayah makna dengan cara yang tidak sama. Perhatikan contoh berikut: Bahasa Indonesia Tidur Terlentang Tengkurap Membawa Menjinjing Menggendong Memanggul Memikul Bahasa Inggris lie, sleep lie (facing up)/lie on one's back lie (facing down)/lie on one's belly carry carry carry (on the back) carry (on the shoulder) carry (on the shoulder using a pole) Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa makna "memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tenaga manusia" sepenuhnya diberikan kepada kata "carry" di dalam bahasa Inggris. Tetapi, di dalam bahasa Indonesia makna itu dibagikan kepada kata "menjinjing, menggendong, memanggul, dan memikul." Di dalam kasus itu, penerjemah mungkin saja menemui kesulitan di dalam menerjemahkan kata tersebut dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Jika sebaliknya, kesulitan itu kemungkinan besar tidak ada. Sangat mirip dengan hal di atas, Larson (1984: 92) juga menyebut "mismatching of semantic sets" atau ketidakcocokan perangkat semantik. Setiap kata pasti berhubungan secara semantis dengan kata-kata yang lain. Kata-kata yang saling berhubungan mengenai suatu topik tertentu ini disebut perangkat semantik. Perangkat semantik mungkin saja berbeda untuk tiap-tiap budaya. Di dalam bahasa Inggris, breakfast atau sarapan berkaitan dengan kata "milk, orange juice, egg, roll," dan "bread". Sementara itu di dalam budaya Indonesia secara umum, kata "sarapan" 92 terkait dengan kata "teh, kopi, nasi." Jadi memang mudah menerjemahkan "breakfast" menjadi "sarapan". Tetapi perlu diingat bahwa pembaca mungkin membayangkan hal yang berbeda dengan yang dimaui oleh penulis asli di BSu-nya. Fenomena yang ada diantara "breakfast" dan "sarapan" ini juga merupakan contoh ketidakcocokan budaya yang tercermin di dalam kosa kata. Larson (1984: 95) juga mengutip contoh antara kata "house", "oikos" (bahasa Yunani) dan "numuno" (bahasa Papua Nugini). Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut adaptasi gambar tersebut di bawah ini. rumah (Ind.) oikos (Yunani) numuno (Papua Nugini) Gambar 5.1 Bentuk rumah khas Indonesia, Yunani, dan Papaua Nugini Suatu kalimat bahasa Yunani yang mengatakan "Peter went up to the housetop to pray" bila diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia, tentunya menggelitik untuk dibahas bila benar-benar diterjemahkan begitu. Pertanyaan yang cukup menarik adalah, "Tidakkah aneh Peter naik ke atas atap rumah untuk berdoa?" Lebih aneh lagi adalah "Peter naik ke atas numuno untuk berdoa". Peter mungkin harus ekstra hati-hati di Indonesia dan mungkin harus siap jatuh di Papua Nugini. Pembahasan di atas membimbing kita pada suatu kesimpulan bahwa sebuah kata sering kali tidak merujuk ke acuan yang sama persis dengan acuan yang dirujuk oleh padanannya di dalam BSa. Karena tugas penerjemah adalah untuk mencarikan padanan yang setepat mungkin, maka ia harus pandai-pandai mengukur dan memilih kata yang sekiranya bisa menyampaikan makna dengan benar di dalam BSa. b. Polisemi dan homonimi Polisemi adalah satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna. Contoh berikut adalah polisemi di dalam bahasa Inggris tetapi 93 terjemahannya bukan polisemi sama sekali. Kata "fresh" di dalam frasa "fresh air" dan "fresh water" adalah polisemi. Kata "fresh" di dalam "fresh air" artinya "segar". Sedang "fresh" pada "fresh water" artinya tawar. Bahkan di dalam frasa bahasa pergaulan (slang) "fresh boy", "fresh" ini artinya "kurang ajar". Fenomena ini bisa digambarkan sebagai berikut. Fresh segar tawar kurang ajar Homonim adalah dua kata atau lebih yang mempunyai wujud yang sama. Contohnya adalah kata "can" di dalam kalimat berikut. BSu: How can you can a can into a can? BSa: Bagaimana kamu bisa memasukan kaleng ke dalam kaleng? Di dalam kalimat itu sebetulnya ada dua macam kata "can". Yang pertama berarti "bisa" dan yang kedua berarti "mengalengkan" (sebagai kata kerja) dan "kaleng" (sebagai kata benda). Di dalam bahasa Indonesia dapat dicontohkan kata-kata berikut. bisa - can bisa - poison Kata-kata tersebut bisa ditemui di dalam kalimat "Bagaimana bisa dia kena bisa itu?" Contoh yang lain adalah kata-kata: madu - honey madu - second wife of one's husband Kata-kata ini bisa dilihat di dalam kalimat "Semua orang suka madu, tetapi semua wanita tidak suka dimadu." Pembahasan di atas adalah selintas gambaran masalah padanan leksikal. Di samping harus memilih padanan yang sudah tersedia, penerjemah sering kali juga harus menyesuaikan padan kata yang telah ada. Hal-hal ini dibahas lebih rinci pada Bab VI berikut ini. 94 BAB VI KATA DAN PENERJEMAHAN Bahan mentah seorang penerjemah adalah kata. Ia berusaha mengerti makna kata BSu dan kemudian mengungkapkan makna itu kembali dalam kata BSa. Memang benar bahwa makna bisa diungkapkan dengan struktur kalimat. Tetapi kata lebih pekat kandungan maknanya daripada struktur kalimatnya. Terjadinya bahasa pidgin adalah bukti bahwa sebagian besar makna terkandung di dalam kata. Menurut Larson (1984: 6), bahasa, atau lebih tepatnya kosakata, mempunyai ciri-ciri khusus yang sangat mempengaruhi penerjemahan. Pertama, komponen makna selalu dikemas di dalam butir-butir leksikal (kata), tetapi cara pengemasan ini berbeda-beda dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Ciri kedua, komponen makna yang sama bisa muncul di beberapa butir kata yang berbeda. Di dalam bahasa Inggris ada kata sheep. Di samping itu ada juga kata lamb, ram, dan ewe. Ketiga kata terakhir ini juga mengandung komponen sheep, yakni sejenis kambing tetapi berbulu putih dan bulunya ini bisa untuk membuat bahan pakaian. (Di dalam bahasa Indonesia, komponen makna ini dikemas di dalam kata "domba".) Meskipun begitu, ketiga kata terakhir itu juga mengandung komponen makna tambahan. Komponen makna tambahan inilah yang berbeda. Komponen makna muda dimiliki oleh lamb, dewasa dan jantan oleh ram, dan dewasa serta betina oleh ewe. Di dalam bahasa Indonesia tidak ada padanan kata lamb, ram, dan ewe ini. Komponen 'muda', 'betina', dan 'jantan' atau 'dewasa' ditambahkan begitu saja. Jadi lamb adalah domba muda, ram domba jantan, dan ewe domba betina. Sebaliknya kata padi, gabah, beras, nasi, dalam Bahasa Indonesia hanya memiliki padanan rice dalam Bahasa Inggris, padahal kata padi mengandung komponen umum dan/atau hasil produksi, dan/atau tanamannya. Kata gabah mengandung makna butir tanpa tangkai; sedangkan kata beras mengandung makna jenis, dan/atau makna bahan yang siap dimasak. Kata nasi mengandung makna sudah dimasak, seperti nasi liwet, nasi uduk, nasi kebuli, dan 95 seterusnya. Ketiga, satu wujud kata bisa digunakan untuk mewakili beberapa makna. Di dalam bahasa Inggris ada kata run, yang makna sentralnya adalah berlari. Tetapi wujud kata ini bisa juga digunakan untuk mewakili beberapa makna yang lain. Perhatikan beberapa penggunaan kata run berikut ini: - The river runs slowly. (Sungai itu mengalir pelahan.) - His nose runs badly. (Hidungnya ngocor.)/Dia pilek. - He runs his business very well. (Ia menjalankan bisnisnya dengan sangat baik.) Di dalam kalimat pertama, run membawa makna "mengalir" dan pada kalimat kedua membawa makna "berair" atau "ngocor" atau "pilek". Sedangkan dalam kalimat ketiga kata tersebut membawa makna "menjalankan". Ciri keempat adalah kebalikan dari ciri ketiga ini. Sebuah makna bisa diungkapkan dengan beberapa butir kata. Makna "tidak jelek" bisa diungkapkan dengan kata "bagus", "baik", "tampan", "rapi", "cantik", dll. Keempat karakteristik bahasa di atas membuat penerjemahan sebagai suatu kegiatan yang rumit. Di dalam bagian berikut ini akan dibahas beberapa masalah yang berkaitan dengan kosakata yang mungkin bisa mempengaruhi keberhasilan penerjemahan. 6.1 Imbuhan Dalam banyak kasus, suatu kata BSu tidak bisa begitu saja diterjemahkan apa adanya. Beberapa penyesuaian diperlukan. Pembicaraan mengenai hal ini dimulai dengan sistem imbuhan. Di dalam bahasa Inggris terdapat banyak sekali imbuhan, baik yang berakar dari bahasa Latin maupun imbuhan asli bahasa Inggris yang digunakan untuk mengubah jenis kata (derivational affixes) maupun sekedar mengubah bentuk kata tanpa perubahan makna (inflectional affixes). Demikian juga, bahasa Indonesia juga mempunyai banyak imbuhan, baik yang asli Indonesia, seperti "ber-, me-, pe-, per-, di-, ke-, ter-, se-", dan lain-lain, ada juga imbuhan yang berasal dari bahasa Sansekerta, seperti "nir-, tan,- pasca-, swa-," dan lain-lain, serta yang dari bahasa Latin, seperti "pra-, anti-, oto-," dan lain-lain. Di dalam bahasa 96 Inggris kita kenal beberapa imbuhan serta fungsinya sebagai berikut. 1. Awalan a. berarti tidak, atau lawan kata yang diberi awalan awalan contoh Inggris padanan Indonesia nonnonsense, tidak masuk akal, nontoxic tidak mengandung racun disdisplace, salah menempatkan, dissatisfy tidak memuaskan mismisprint, salah cetak, miscommunication salah komunikasi imimpolite tidak sopan ininsoluble, tidak teruraikan, incapable tidak mampu ilillogical tidak logis irirrational tidak rasional ununavoidable tak terelakkan b. berarti satu mono- monorail rel tunggal c. berarti dua bibicycle sepeda (dua roda) bilingual dwibahasa d. berarti tiga tritricycle sepeda roda tiga triangle segitiga e. berarti lagi/kembali rerelocation penempatan kembali relokasi rejoin menghubungkan kembali bergabung lagi f. berarti berubah atau berpindah transtransport angkutan transform berubah bentuk g. berarti bekas atau keluaran exex-wife mantan istri ex-works keluar pabrik (di luar pabrik) 97 2. Akhiran a. untuk membuat kata benda awalan contoh Inggris -er, -or researcher supervisor -ist economist -ance,-ence endurance -ment government -ness hardness -ity activity -ion connection -ing meeting b. untuk membuat kata sifat awalan contoh Inggris -able,-ible edible -less wingless -ly,-y lively sunny cerah -ive destructive -ant,-ent resistant permanent -ing interesting -ed interested purified padanan Indonesia peneliti penyelia ahli ekonomi daya tahan pemerintahan kekerasan kegiatan hubungan pertemuan padanan Indonesia bisa dimakan tak bersayap semarak penuh cahaya matahari, merusak tahan permanen menarik tertarik termurnikan c. untuk membuat kata kerja awalan contoh Inggris padanan Indonesia -en harden memperkeras -fy,-ify liquify mencairkan -ate compensate mengompensasi -ise,-ize sterilise mensterilkan Pengetahuan tentang beberapa imbuhan ini memang sangat berguna bagi penerjemah untuk memahami arti kata. Tetapi penerjemahan langsung dari kata tersebut kadang-kadang tidak berterima 98 di dalam BSa. Untuk itu perlu diadakan penyesuaian dengan cara mengganti imbuhan dengan kata lain atau bahkan mengganti keseluruhan kata dengan kata yang sama sekali baru. Perhatikan beberapa contoh di atas, misalnya kata: bicycle (bukan roda dua, tetapi sepeda), tricycle (bukan roda tiga, tetapi becak atau sepeda roda tiga), triangle (bukan sudut tiga tetapi segitiga), dan transport (bukan berpindah pelabuhan melainkan transportasi atau angkutan). Selain itu, imbuhan bahasa Inggris kadang tidak mempunyai padanan imbuhan Bahasa Indonesia, sehingga imbuhan itu diterjemahkan dengan satu kata penuh. Perhatikan kebanyakan contoh di atas. Imbuhan yang mempunyai padanan imbuhan hanyalah awalan bi- bila diterjemahkan menjadi "dwi-", seperti dalam "dwibahasa", serta beberapa akhiran, terutama akhiran untuk membuat kata kerja. 6.2 Modifikasi Kata Sangat erat hubungannya dengan masalah imbuhan di atas adalah masalah penerjemahan suatu kata sebagai hasil modifikasi kata yang lain dengan menggunaan imbuhan. Pemahaman tentang makna tiap-tiap imbuhan saja belum cukup memadai bagi seorang penerjemah karena makna yang terkandung di dalam imbuhan BSu mungkin saja diungkapkan tidak dalam imbuhan di dalam BSa. Di dalam suatu teks mungkin ada beberapa kata yang dimodifikasi menjadi kata baru dengan kelas kata yang berbeda dari kata asalnya. Dalam hal ini kata bahasa Inggris terkenal keluwesannya dalam pemodifikasian ini. Kata asal humid humid humidify humidify dehumidify Ta el 6. kelas kata sifat sifat kerja kerja kerja Pe u aha kata hu id modifikasi kelas kata humidity kata benda humidify kata kerja humidifier kata benda dehumidify kata kerja dehumidifier kata benda padanan kelembaban melembabkan pelembab mengeringkan pengering Kata humid pada awalnya adalah konsep atribut, yang masuk dalam kelas kata sifat. Dari kata ini bisa dimodifikasi untuk membentuk 99 kata baru humidity dan humidify. Dari kata humidify bisa dibentuk kata dehumidify. Dari kata humidify bisa dibentuk kata humidifier, dan dari kata dehunidify bisa dibentuk dehumidifier. Untuk lebih jelasnya lihat tabel pemodifikasian kata tersebut di bawah ini. Dari contoh di Tabekl 6.1 ada hal yang bisa dicatat. Pemodifikasian kata sebagian besar melibatkan pemberian imbuhan. Oleh karena itu, pencarian padanan kata baru itu pun bisa dilakukan dengan pemberian imbuhan padanan kata asal BSu-nya. Contohnya adalah padanan kata humidity, humidify, dan humidifier. Meskipun begitu, cara kerja ini tidak selalu bisa dipakai karena pada kasus tertentu, hal itu tidak memungkinkan di dalam BSa. Sebagai contoh adalah penerjemahan kata dehumidify. Dengan cara mencari padanan imbuhan, bisa ditunjukkan bahwa imbuhan "de-" artinya tidak. Jadi dehumidify artinya "penidaklembabkan". Tetapi kata ini tentu tidak umum di dalam bahasa Indonesia. Komponen makna ini dikemas di dalam kosa kata yang sama sekali lain, yaitu "mengeringkan". Hal yang sama juga terjadi pada "dehumidifier". Hal lain yang perlu diperhatikan di dalam masalah modifikasi ini adalah adanya beberapa kata yang bisa dipakai di dalam beberapa kelas berbeda. Sebagai contoh, kata bahasa Inggris step bisa dipakai untuk kata kerja dan juga untuk kata benda. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia, hal demikian amat jarang terjadi. Untuk membentuk kata kerja, awalan "me-" hampir selalu dipakai. Jadi padanan step tersebut adalah "melangkah" dan "langkah". Jadi di dalam kasus ini penerjemah perlu menganalisis secara rinci kelas kata dan makna kata BSu agar mampu menangkap makna secara benar. Bila suatu teks BSu mengandung kata-kata yang dimodifikasi secara besar-besaran, mungkin penerjemah agak sulit menangkap maknanya. Larson (1984) memberi saran agar penerjemah menuliskan kembali teks itu menjadi teks yang lebih sahaja dengan menghilangkan bentuk-bentuk modifikasi, tetapi masih di dalam BSu. Contoh berikut diambil dari Larson (1984: 60). Word and reading games can sometimes be used for motivation and reading readiness. Some of these are also useful for additional drills when more normal instruction begins. They may actually teach the pupil hist first words while he thinks he is only playing. They make good relief 100 from concentrated study. (Gudschinsky dalam Larson, 1984: 60). Playing games in which the pupils use words and read can sometimes motivate them and prepare them to read. Persons who teach may also use some of these games to drill the pupils more when they are later instructing them in regular classes. The games actually teach the pupil his first words while he thinks he is only playing. They relief/relax pupils who have been concentrating as they study. Tulisan ulang dalam bentuk yang lebih sahaja di atas tentu saja memudahkan penerjemah untuk memahami makana teks BSu. Tetapi perlu diingat bahwa yang diterjemahkan bukan teks penulisan kembali tersebut. Teks itu hanya sebagai pembantu pemahaman makna BSu saja. 6.3 Kata dengan Seberkas Makna Dari karakteristik pertama di atas bisa disimpulkan bahwa sebutir kata tidak hanya mempunyai sebuah makna. Sebutir kata bisa saja mempunyai seberkas makna (seperti halnya sinar matahari yang bening yang sebenarnya terdiri atas seberkas cahaya dengan warna yang berbeda-beda). Untuk itu seorang penerjemah perlu mengurai maknamakna tersebut agar mampu memilih kata yang benar-benar bisa mewakili makna yang ingin disampaikan. Perhatikan lagi proses penerjemahan: pada tahap 1 penerjemah harus mencari makna yang sesungguhnya, yang benar-benar sesuai dengan makna yang dimaksud dengan menggunakan makna BSu; kemudian ia harus mencari padanan kata atau ungkapan yang paling tepat dala, BSa. Setiap kata mewakili konsep. Konsep ini pun ada bermaca-macam: konsep benda, konsep kejadian, konsep hubungan, dan konsep atribut (Larson, 1984: 56). Konsep ini disebut kandungan makna dari kata yang bersangkutan. Kandungan makna ini lebih jauh bisa dibagi menjadi beberapa komponen makna. Konsep ram mempunyai paling tidak tiga komponen makna, yaitu: domba, jantan dan dewasa. Konsep "gabah" di dalam bahasa Indonesia mempunyai komponen makna "padi", "tua", "sudah dipetik dari pohonnya". Perlu diperhatikan di sini bahwa bahasa Indonesia tidak mempunyai konsep ram. Untuk menyampaikan konsep itu 101 bahasa Indonesia perlu menggabungkan dua konsep atau kata yaitu "domba" dan "jantan". Sebaliknya, bahasa Inggris tidak mempunyai konsep "gabah". Untuk menyampaikan konsep itu, bahasa Inggris perlu menggunakan konsep yang amat umum dan luas, yaitu "rice". Dari contoh-contoh terakhir, kita mengetahui bahwa memang bahasa Inggris dan bahasa Indonesia mempunyai konsep yang mirip, tetapi berbeda. Maknanya hampir sama, tetapi tetap berbeda. Di sini kita juga tahu bahwa realitas dikonsepkan secara berbeda (Larson, 1984: 56). Realitas tentang domba dikonsepkan secara lebih rinci di dalam bahasa Inggris. Sedangkan realitas tentang padi, dikonsepkan jauh lebih detail di dalam bahasa Indonesia. 6.4 Hubungan antar Butir-butir Leksikal Seperti telah dibahas sebelumnya, komponen makna yang sama mungkin terdapat di dalam beberapa kata yang berbeda. Adanya persamaan dan perbedaan komponen makna di antara butir-butir leksikal (kata) ini menyebabkan adanya hubungan diantara beberapa butir leksikal (kata) tersebut bisa dikenali. Pengetahuan tentang jenis-jenis hubungan antar kata ini penting diketahui agar penerjemah bisa memilih kata yang betul-betul padan di dalam Bsa. Hubungan-hubungan yang sudah dikenali selama ini adalah umum-khusus, kata-kata saling mengganti, sinonim, antonim, kata resiprokal (Larson, 1984: 66-75) 6.4.1 Umum-Khusus Beberapa kata bisa mempunyai hubungan umum-khusus apabila komponen makna sebutir kata dimiliki oleh beberapa kata yang lain, tetapi beberapa kata yang lain tersebut mempunyai komponen makna yang lebih khusus. Di dalam bahasa Inggris ini tampak pada kata-kata contoh seperti di dalam tabel berikut ini. Tabel 6.2 Kata khusus dalam BSu (diadaptasi dari Larson, 1984: 66) Sheep Horse Chicken Jantan ram stallion rooster Betina ewe mare hen Muda Jantan/Betina lamb colt/foal chick Dewasa 102 Dog dog bitch puppy Deer buck doe fawn Di dalam contoh di atas, kata 'sheep' adalah kata umum, sedangkan ketiga kata yang lainnya 'ram', 'ewe', 'lamb' adalah kata-kata khusus. Oleh karena itu hubungan kata pertama dengan ketiga kata ini disebut hubungan umum khusus. Di dalam bahasa Indonesia bisa contohkan hubungan antara kata 'bunga' dan 'melati', 'mawar', 'bakung' dan lain-lain. Perlu disadari bahwa pada beberapa bahasa satu kata bisa dipakai di dalam beberapa tingkat. Pada contoh di atas adalah kata 'dog' yang dipakai pada tingkat yang paling umum, dan 'dog' yang dipakai untuk merujuk pada anjing dewasa jantan. Pemahaman penerjemah akan konsep ini akan sangat berguna baginya untuk menganalisis kata di dalam BSu dan BSa dan juga di dalam mencari padanan yang tepat di dalam BSa. Sebagai contoh perhatikan kalimat berikut. BSu: He rode the black stallion up the hill. Di dalam contoh di atas ada kata 'stallion'. Di dalam bahasa Indonesia tidak ada satu kata dengan makna yang persis sama. Yang ada adalah kata dengan makna umum, yaitu 'kuda'. Oleh karena itu penerjemah bisa menggunakan kata umum itu tetapi dengan menambahkan komponen makna yang belum ada yaitu jenis 'dewasa dan jantan'. Maka penerjemah bisa menggunakan kata 'kuda jantan' untuk menerjemahkannya. Maka jadilah kalimat BSa sebagai berikut. BSa: Ia menunggang kuda jantan menaiki bukit. Dari contoh di atas sekilas bisa dimengerti bahwa distribusi makna di antara beberapa kata sejenis ini tidak sama dari satu bahasa ke bahasa yang lainnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 6.3. berikut yang merupakan terjemahan dari tabel 6.2. 103 Tabel 6.3 Terjemahan kata dalam BSa Domba Kuda domba kuda (jantan) (jantan) Betina domba kuda (betina) (betina) Muda Jantan/Betina (anak) (anak) domba kuda Dewasa Jantan Ayam jago Anjing Rusa anjing rusa (jantan) (jantan) (induk) anjing rusa ayam (betina) (betina) (anak) (anak) (anak) rusa ayam anjing Dari perbandingan Tabel 6.2. dan Tabel 6.3. di atas bisa dipahami bahwa Bahasa Indonesia tidak mempunyai kata-kata khusus untuk sebagian besar kata-kata Bahasa Inggris dengan makna khusus seperti yang tercantum dalam Tabel 6.2. 6.4.2 Kata yang Saling Mengganti Kata-kata yang saling mengganti adalah kata-kata yang bisa digunakan untuk merujuk sebuah kata di dalam suatu naskah. Jadi, termasuk ke dalam kelas hubungan ini adalah pronomina, atau bahkan mungkin juga kata-kata yang termasuk di dalam hubungan umum-khusus di atas. Perbedaan lain dari kelas kata ini dari jenis hubungan umumkhusus adalah kata-kata ini mengganti sebuah kata yang telah digunakan di dalam teks yang terkait. Perhatian contoh berikut. Dengan santai Handoko menyetir mobilnya menyusuri jalan Ijen. Starlet itupun berjalan mulus di bawah pohon-pohon palem. Pemuda itu jadi ingat kejadian lima tahun yang lalu, saat ia menyusuri jalan kebanggaan Malang bersama Esti. Di dalam contoh di atas, antara 'Handoko', 'pemuda', dan 'ia' mempunyai hubungan saling mengganti. Demikian juga antara kata 'mobil' dan 'Starlet'. 6.4.3 Sinonim Kata-kata yang mempunyai makna yang sama atau hampir sama di dalam suatu bahasa disebut sinonim. Sebagai contoh adalah: 104 - berkata - bergumam - berbisik - bertanya - berujar - bertutur Dalam kaitannya dengan hal ini, penerjemah perlu mengetahui perbedaan antara kata-kata yang bersinonim itu dalam hal kapan katakata tertentu harus digunakan. Sebagai contoh 'bergumam' dan 'berbisik' memang hampir sama maknanya. Tetapi dalam konteks, berbeda penggunaannya. Perhatikan contoh berikut. - Ani bergumam sendirian. - Ani berbisik kepada Anto. 6.4.4 Antonim (lawan kata) Antonim (lawan kata) adalah kata-kata yang mempunyai makna berlawanan. Semua bahasa memang mempunyai pasangan-pasangan antonim, tetapi konsep yang dipasang-pasangkan dalam hubungan perlawanan makna ini bisa berbeda. Perhatikan contoh berikut. Bahasa Inggris tall - short long - short much - little many - few Bahasa Indonesia tinggi - rendah; jangkung - pendek panjang - pendek banyak - sedikit banyak - sedikit 6.4.5 Kata-kata resiprokal (kata-kata berbalasan) Jenis hubungan antara kata-kata yang terakhir adalah hubungan resiprokal (hubungan berbalasan). Contoh hubungan berbalasan ini hadir di dalam pasangan kata-kata berikut. Bahasa Inggris memberi - menerima bertanya - menjawab Bahasa Indonesia give - take ask - answer Meskipun begitu penerjemah juga harus tetap hati-hati bahwa pasangan tertentu mungkin ada di dalam suatu bahasa tertentu tetapi 105 tidak ada di dalam bahasa yang lain. Perhatikan daftar kata berbalasan berikut ini. Bahasa Inggris borrow - lend teach - learn loan - loan Bahasa Indonesia meminjam - meminjamkan mengajar - belajar hutang - piutang Akhirnya, para penerjemah harus selalu menyadari bahwa sebuah kata mungkin mempunyai padanan kata di BSa, atau mungkin saja tidak mempunyai padanan kata-demi-kata. Jadi penerjemah harus menganalisis kata BSu sebelum mencari padan kata atau membentuk sendiri kata baru di dalam BSa. Pembentukan struktur kata baru ini sangat terbantu oleh pemahaman penerjemah dalam hal hubungan antar kata seperti yang telah diuraikan di depan. 6.5 Ketidakpadanan Leksikal antar Bahasa Telah disebutkan di beberapa bagian dalam bab ini bahwa salah satu masalah leksikal (kosa kata) bagi penerjemah adalah adanya ketidakpadanan leksikal antar BSu dan BSa. Menurut Larson (1984: 89-97) ada beberapa macam ketidakpadanan, yaitu ketidakpadanan acuan, ketidakpadanan perangkat semantik, dan ketidakpadanan butir leksikal secara budaya. 6.5.1 Ketidakpadanan Acuan Setiap kata selalu mempunyai acuan yang bisa berupa benda, kejadian, atau keadaan. Mungkin sekali acuan tertentu ada di dalam BSu dan BSa, tetapi mungkin juga sistem acuan yang dipakai berbeda. Sebagai contoh, kata 'rice' di dalam Bahasa Inggris mempunyai acuan berupa benda yang juga ada di dalam Bahasa Indonesia. Tetapi di dalam Bahasa Indonesia, benda tersebut diacu dengan lebih dari satu kata: di dalam Bahasa Indonesia ada kata 'padi', 'gabah', 'beras', dan 'nasi'. Jadi penerjemah harus hati-hati kalau menerjemahkan kata 'rice' ke dalam bahasa Indonesia. Ia harus memilih satu di antara keempat kata tersebut. Kejadian yang sama pun bisa diacu secara berbeda dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris ada kata 'bring' dan 'carry'. Tetapi di dalam bahasa Indonesia ada kata: 'membawa', 106 'menggendong', 'memanggul', 'memikul', dan 'menjinjing'. Bahkan di dalam Bahasa Jawa, selain kata 'nggawa', 'nggendhong', 'mikul', dan 'nyangking', ada juga kata 'ngindhit' dan 'nyunggi' atau 'nyuwun' (membawa di atas kepala). 6.5.2 Ketidakpadanan Perangkat Semantik Kelompok-kelompok kata tertentu di dalam semua bahasa mewakili sekelompok atau perangkat makna yang tertentu saja. Hanya kadang kala kelompok makna di dalam suatu bahasa tidak diwakili oleh kelompok kata yang sama di dalam bahasa lain. Untuk ilustrasi, ambil misal kata-kata yang berhubugan dengan pertanian di Bahasa Inggris dan di Bahasa Indonesia. Meski perangkat makna yang diacu sama, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan pertanian, tetapi kata-kata yang digunakan atau konsep-konsep yang berhubungan berbeda. Perhatikan tabel berikut ini. Bahasa Inggris plow hoe sickle rake plant harvest wheat rice corn binder thrashing machine Bahasa Indonesia bajak cangkul sabit garu menanam memanen padi jagung gedheng mesin giling Contoh yang lain adalah tentang topik 'keluarga'. Perhatikan tabel berikut. Bahasa Inggris mother father uncle aunt Bahasa Indonesia ibu ayah paman bibi 107 son daugther grandfather grandmother in-laws anak anak kakek nenek kakak adik ipar Dalam hal ini bahasa Indonesia membedakan kakak-adik menurut perbedaan tua-muda, sedangkan dalam bahasa Inggris menurut gendernya. Jadi brother, sister, uncle dan unt dapat bermakna adik atau kakak, pakde-bude, dan seterusnya. Secara kultural Bahasa Indonesia mengenal keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Orang Indonesia pada umumnya sangat menyukai konsep keluarga kesar, sedangkan orang Amerika dan Eropa Barat hanya mengenal konsep keluarga inti saja. Hal ini memang tidak tampak mencolok dari sederetan kata-kata di atas, tetapi simak saja penggunaan kata Pak, Bu, Mas, Dik, mBak, Yu, dan sebagainya sebagai panggilan akrab dan lebih hormat kepada orang yang kita sapa. Perhatikan contoh-contoh panggilan Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo; Pak Nas, mBak Mega, Gus Dur, dan lain-lain. Akan terdengar janggal dan kurang hormat kalau kita memanggil orang lain hanya dengan nama kecilnya saja, kecuali terhadap orang-orang yang sangat akrab atau orang yang berposisi "lebih rendah" daripada kita, contohnya Sidin. Cara ini pun sekarang sudah tidak lazim lagi, dan kita memanggil mereka Bang Sidin, Bi Inem, dsb. Di lain pihak, kultur Bahasa Inggris hanya mengenal keluarga inti: father, mother, brother, sister, uncle, aunt, grandfather dan grand mother. Untuk panggilan kepada orang lain mereka menggunakan Mr, Miss, Mrs, Ms, Sir, dan lain-lain. Sedangkan kata Father, Mother, dan Brother diikuti oleh nama diri digunakan untuk menyapa pendeta dan biarawan atau biarawati, seperti Mother Theresa, Father Ximenes, dan sebagainya. 108 6.5.3 Ketidakpadanan Butir Leksikal secara Budaya Dari pembahasan tentang ketidakpadanan perangkat semantik di atas, dapat diperkirakan bahwa pengelompokan kata berbeda dari satu budaya ke budaya yang lain. Budaya jawa mempunyai banyak kata yang terkonsentrasi di sekitar topik 'kelapa' dan 'padi', tetapi tidak mempunyai banyak kata dalam konsentrasi 'salju', misalnya. Demikian juga tentang kata sekitar topik keluarga (perhatikan kembali contoh di atas.) Kata-kata dalam BSu dan BSa yang sekilas tampak sama sekalipun, sebenarnya berbeda secara budaya. Ambil contoh kata 'house' dan 'rumah'. 'House' biasanya mempunyai sistem penghangat baik itu berupa perapian atau penghangat listrik. Sedangkan 'rumah' tidak pernah punya sistem penghangat. Ruang-ruang yang menjadi bagian sebuah 'house' pun berbeda dengan ruang-ruang yang menjadi bagian 'rumah' orang Jawa, misalnya. Di 'rumah' orang Jawa ada 'senthong', 'pendhapa', dan 'pringgitan. Sementara 'house' mempunyai 'living room', 'kitchen', dan 'bedroom'. Kalimat "Orang-orang mengadakan rapat di ruang depan" akan janggal bila diterjemahkan menjadi "The people have a meeting in the front room", karena 'house' tidak mempunyai front room, yang ada adalah 'living room'. Perhatikan pula perbedaan kata house dan home. Dalam konsep bahasa Inggris, house adalah rumah yang dimiliki, sedangkan home adalah rumah yang ditempati. Kesimpulannya, dari pembahasan ini bisa dilihat bahwa seorang penerjemah tidak hanya berkutat dengan konsep di dalam satu bahasa, tetapi konsep di dalam dua bahasa. Setiap bahasa mungkin akan membungkus konsep itu secara berbeda atau unik di dalam butir-butir leksikalnya. Jika penerjemah ingin mencapai ketepatan yang bisa dipertanggungjawabkan di dalam menerjemahkan, maka ia harus mengetahui sesuatu yang berkenanan dengan kemungkinan kepadanan (yang akan dibahasa di dalam sub bab berikut ini) atau ketidakpadanan antara sistem leksial kedua bahasa tersebut. 6.6 Padanan Leksikal dengan Konsep yang Sama Seperti yang telah disinggung di atas, salah satu tugas penerjemah adalah mencari padanan leksikal di dalam BSa. Ada dua hal yang perlu 109 diperhatikan berkenaan dengan padanan leksikal ini. Pertama, tentunya akan ada konsep yang sama-sama dimiliki oleh BSu dan BSa. Penerjemahan kata jenis ini mungkin bisa diterjemahkan secara harfiah, atau mungkin juga penerjemahan harfiah tidak memadai. Kedua, mestinya ada juga konsep yang tidak dikenal didalam BSa, untuk ini tentu saja meminta kreatifitas sang penerjemah. Kreativitas ini diperlukan karena bahasa, seperti yang telah dibahas sebelumnya, memang merangkai komponen makna secara berbeda dan membagi komponen makna ini ke dalam beberapa kata secara berbeda pula. Demikian juga cara mengekspresikan gagasan: bahasa-bahasa itu mempunyai cara yang berbeda. Satu bahasa mengekspresikan secara positif, yang lain secara negatif; yang satu secara aktif, yang lain negatif. Oleh karena itu, penerjemah harus terlebih dulu menyadari hal-hal berikut: (1) sebuah kata BSu mungkin diterjemahkan menjadi satu kata BSa atau lebih, (2) beberapa kata di dalam BSu mungkin juga bisa diterjemahkan menjadi satu kata saja dalam BSa, (3) kata-kata dalam BSu mungkin juga diterjemahkan menjadi kata-kata BSa yang sama sekali berbeda (Larson, 1984: 154). Lebih lanjut Larson (1984: 154) menyatakan bahwa hal di atas terjadi karena dua alasan: (1) setiap bahasa mempunyai perbedaan dalam jumlah dan cara pemilihan komponen makna yang terrangkum dalam sebuah kata, dan (2) setiap bahasa berbeda dalam hal hubungan semantis antara beberapa kata. Apabila terjemahan harfiah tidak bisa digunakan, maka penerjemah bisa menyusun frasa deskriptif di dalam BSa (Larson, 1984: 155). Frasa deskriptif ini dibentuk dengan cara menerjemahkan sebuah kata BSu dengan sebuah kata BSa yang mempunyai makna yang hampir sama dengan kata BSu, tetapi serangkaian kata lain ditambahkan agar makna yang akan disampaikan tetap utuh seperti makna kata BSu-nya. Bila ditulis dengan rumus, rumus itu adalah a=a'+b, di mana a adalah kata BSu, a' adalah kata BSa yang mirip kata BSu dalam hal makna, dan b adalah kata-kata lain yang digunakan untuk memperjelas makna. Sebagai contoh, perhatikan kalimat berikut. BSu: Pak Karto memanggul sendiri bakul padinya. BSa: Pak Karto carried the rice basket himself on his shoulder. BSu: He gave me a nickel. BSa: Ia memberiku uang logam lima senan. 110 Di dalam contoh di atas, kata 'memanggul' diterjemahkan menjadi frasa desktiptif 'carry on his shoulder'. Sementara itu di dalam contoh ke dua, 'nickel' diterjemahkan menjadi 'uang logam lima senan'. Frasa deskriptif tersebut digunakan apabila penerjemah memang merasa perlu benar-benar untuk menyampaikan makna kata BSu secara utuh (mungkin untuk mengenalkan kebiasaan atau budaya BSu). Tetapi bila makna kata BSu tersebut tidak dipandang sepenting itu, maka sinonim atau kata BSa yang lebih umum atau khusus, atau bahkan bentuk negasi dari lawan katanya pun bisa digunakan. Perhatikan contoh berikut ini. BSu: Pak Karto memanggul sendiri bakul padinya. BSa: Pak Karto carry the rice basket himself. BSu: He gave me a nickel. BSa: Ia memberiku uang logam. Di dalam contoh di atas, 'memanggul' bisa diterjemahkan dengan kata 'carry' saja, dan 'nickel' dengan 'uang logam saja'. 6.7 Padanan Leksikal dengan Konsep yang Tidak Diketahui di dalam BSa Salah satu tugas berat penerjemah, menurut Larson (1984: 163) adalah mencari padanan leksikal dengan acuan konsep yang tidak dimiliki oleh BSa. Bila ini terjadi, BSa sudah barang tentu tidak mempunyai butir leksikal untuk konsep ini. Kesulitan penerjemah tidak hanya mencari padanan kata dalam BSa, tetapi juga dalam mencari cara bagaimana mengenalkan konsep itu ke dalam BSu. Ada tiga cara yang bisa ditempuh oleh penerjemah bila ia menghadapi masalah ini: (1) menggunakan kata umum dan frasa deskriptif (seperti yang telah dibahas di depan), (2) menggunakan kata pinjaman atau jumputan, dan (3) penggantian kultural (Beekman dan Callow dalam Larson, 1984: 163). Meskipun begitu penerjemah harus sadar bahwa setiap pilihan mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kata umum yang ditambah dengan frasa deskriptif tentu saja membuat kalimat terjemahan lebih panjang dan terasa bebas, tetapi makna yang ditransfer lebih utuh. Kata pinjaman membuat teks BSa terasa asing, tetapi lebih efektif dan ekonomis. Sementara itu penggantian secara kultural (cultural substitutues) memang membuat teks BSa terasa luwes 111 seperti teks asli, tetapi sebenarnya ada perbedaan makna antara kata BSu dan Bsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, tujuan penerjemahan akan menjadi pertimbangan utama bagi penerjemah. Alternatif pertama bisa dilakukan dengan baik bila penerjemah mau mempertimbangkan fungsi dan bentuk fisik dari konsep yang diacu oleh kata BSu. Lalu padanan deskriptifnya mencakup kata umum ditambah rincian fungsi dan/atau bentuknya. Kata pungutan adalah kata BSu yang langsung dimasukkan ke dalam BSa baik dengan atau tanpa modifikasi. Kita mempunyai banyak sekali kata pinjaman, terutama dari bahasa Inggris, misalnya 'komputer', 'motor', 'efektif', dan dari bahasa Arab, misalnya 'setan', 'malaikat', 'hadir', dll. Penggantian kata BSu dengan kata lain dengan fungsi kultural yang sama bisa dilakukan bila kata ini memang pada dasarnya menyngkut fungsinya, bukan bentuknya. Untuk lebih jelasnya perhatikan kalimat berikut. BSu: Ia mengunyah buah duwet dengan lahapnya. BSa: He eats the cherry fruit eagerly. BSa: He eats the small fruit called duwet eagerly. Pada teks BSa yang pertama, 'buah duwet' diganti dengan 'chery fruit' karena bahasa Inggris tidak mengenal 'duwet' dan maksud penulis asli dengan 'buah duwet' itu adalah untuk sekedar pelega rasa haus dan laparnya. Oleh karena itu 'chery fruit' sudahlah cukup. Tetapi bila tujuan penulis asli adalah untuk memperkenalkan 'buah duwet' kepada sidang pembaca bahasa Inggris, maka frasa deskiptif seperti teks BSa yang kedualah yang lebih cocok. Di bawah ini ada beberapa contoh penggunaan penggantian Dengan kata lain dengan fungsi yang sama ini. Contoh-contoh ini diambil dari novel "Burung-burung Manyar" karya Mangunwijaya dan terjemahnnya buah karya T.M. Hunter, "The Weaverbirds". BSu: 112 Nanti saatnya kan datang sendiri, rekannya itu mengungkapkan "hikayat-nya". Tetapi itu harus membugil spontan, seperti kalau perempuan mandi di sumur pada petang gelap itu. Atau kalau sedang minta dikeroki. (p. 14) BSa: In time the story would come out of her all by itself. Nonetheless, she would slip in a suggestion here and there. Show her, in a flash, her real intent, as a woman reveals her nakedness when she's about to bathe at a spring in the chill of the setting sun. Perhaps asking Mbok Ranu to massage her back would provide the opportunity. (p. 23) BSu: Dan pernah sesudah menang curang gobag sodor ia memaksakan hadiah ciuman. Padahal sudah disepakati: jika Atik menang, Atik digendong Teto. Tetapi karena Atik terlalu lemah untuk menggendong Teto bila Teto menang, Atik sanggup untuk memberi kecik sawo (biji sawo) tiga biji, yang sering dibutuhkan Teto untuk adu kecik sawo dengan kawankawannya. (pp. 22-23) BSa: Once he had cheated to win a game of hide-and-seek and had forced a kiss from Atik as his reward. Before the game they had agreed that if she won, he would have to carry her on his hip like a baby. But because she wasn't strong enough to carry Teto that way, she had promised him that if he won she would give him two sapodilla seeds. Sapodilla seeds were important for boys, who use them as marbles to see who could shoot the farthest. (p. 33) Di dalam contoh di atas kata "dikeroki" dan "gobag sodor" tidak begitu penting untuk ditransfer maknanya secara keseluruhan. Yang penting adalah fungsi kedua kata tersebut di dalam teks. Oleh karena itu 'dikeroki' diganti dengan 'massage' dan 'gobag sodor' dengan 'game of hide-and-seek'. Alternatif ini tidak boleh digunakan bila penerjemah tidak ingin merubah fakta yang disampaikan. Tentu saja seorang petani Jawa yang sederhana makan 'nasi pecel' dan minum 'kopi' sebagai sarapan tidak bisa diganti dengan makan 'telor rebus' dan minum segelas 'susu' sebagai sarapan, apabila tujuan penerjemah in gin melaporkan kebiasaan sarapan 113 petani Jawa. Alternatif ini juga tidak bisa digunakan untuk menerjemahkan teks dokumen sejarah, hal ini akan mengakibatkan kekacauan waktu atau anakronisme. Seorang primitif yang meluangkan waktu dengan melukis di dinding gua dengan goresan kapak batunya tentu saja tidak bisa diganti dengan melukis dengan cat minyak di atas kanvas. 6.8 Hampa Padanan (Translation Void)/Tanpadan Hampa padanan dari sudut yang berbeda disebut juga tanpadan (untranslatable) Ini adalah suatu keadaan apabila padanan dalam bentuk satu kata atau ungkapan (one-to-one equivalent) tidak bisa ditemukan di dalam BSa. Kasus tanpadan ini sering hadir di dalam penerjemahan kata majemuk, lakuran, penggalan, dan akronim. Meskipun begitu harus dicermati bahwa tidak semua kasus penerjemahan kata majemuk, lakuran, penggalan, dan akronim adalah kasus tanpadan. 6.9. Kata Majemuk Ada dua macam kata majemuk. Yang pertama adalah kata majemuk yang maknanya bisa diturunkan dari makna elemen kata yang menyusunnya. Kata majemuk ini bisa disebut kata majemuk transparan. Jenis kedua adalah kata majemuk yang maknanya tidak bisa ditelusuri dari elemen kata penyusunnya. Jenis ini bisa disebut kata majemuk buram. Kedua jenis kata majemuk ini mempengaruhi cara penerjemahannya. Untuk jenis pertama biasanya bisa diterjemahkan dengan terjemahan literal, tetapi jenis kedua biasanya tidak bisa diterjemahkan dengan cara literal: beberapa penyesuaian diperlukan. Perhatikan contoh kedua kata majemuk berikut. Contoh jenis 1 bookstore = book + store = toko buku (buku) (toko) toothache = tooth + ache = sakit gigi (gigi) (sakit) notebook = 114 note + book = buku catatan (catatan) (buku) sunflower = sun + flower = bunga matahari (matahari) (bunga) cold blooded = cold + blooded = berdarah dingin (dingin) (berdarah) Contoh jenis kedua: hot dog = hot + dog = sejenis roti ... (panas) (anjing) green eyed = green + eyed = iri (hijau) (bermata) green stuff = green + stuff = sayur (hijau) (bahan) grasshopper = grass + hopper = belalang (rumput) (pelompat) street walker = street + walker = wanita tuna susila (jalan) (pejalan) lighthouse = light + house = mercusuar (cahaya) (rumah) dengue fever = dengue + fever = demam berdarah (sejenis nyamuk) (demam) chatter box = chatter + box = pembual ulung (pembual) (kotak) Yang diantara jenis 1 dan 2: wrist watch = wrist + watch = jam tangan (pergelangan tangan) (jam) book worm = book + worm = kutu buku (buku) (cacing) dry clean = dry + clean = binatu kering (kering) (bersih) 115 cease fire = cease + fire = gencatan senjata (berhenti) (menembak) Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian saja. Para pembaca bisa dengan mudah mencari contoh-contoh lain dari buku pedoman pengindonesiaan istilah asing dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Jakarta. 6.10 Lakuran (blending), Penggalan (clipping), dan Akronim (acronym) Lakuran adalah penggabungan dua kata menjadi satu. Biasanya bagian pertama dari kata pertama dan bagian terakhir dari kata terakhir yang diambil. Di dalam bahasa Inggris kita bisa menemukan motel (motorway hotel), brunch (breakfast lunch), fridge (freezer referigerator), smog (smoke fog), edutainment (education entertainment), dan beberapa lagi. Di dalam bahasa Indonesia kita bisa menemukan kata Patas (cepat terbatas), Aremania (Arema maniak), habibienomics (Habibie economics), asbut (asap dan kabut), gibol (gila bola), dan lain-lain. Berbeda dengan lakuran, di dalam proses penggalan (clipping) sebuah kata yang biasanya terdiri atas beberapa suku kata dan, oleh karenanya, panjang, dipenggal menjadi bagiannya saja. Di dalam bahasa Inggris kita bisa menemukan zoo (dari zoological garden), dorm (dormitory), mag (magazines), pub (public bar), dan lain-lain. Di dalam bahasa Indonesia kita pun bisa menemukan lab (laboratorium), dan kata sapaan Pak (Bapak), Bu (Ibu), Bang (Abang), Dik (Adik), dan seterusnya. Akronim adalah cara pembentukan kata, mirip sekali dengan singkatan, di mana setiap huruf pertama di dalam kata asal diambil dan untuk menyusun singkatan baru. Di dalam bahasa Inggris kita mengenal NASA (National Aeronotics and Space Administration), VIP (very important person), YMCA (Young Men's Christian Association), AIDS (Acquired Immunity Deficiency Syndrome), NATO (North Atalantic Treaty Organization), dan lain-lain. Dalam bahasa Indonesia kita mengenal ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), RSU (Rumah Sakit Umum), AMD (Abri Masuk Desa), RT (Rukun Tetangga), dan lain-lain. Untuk menerjemahkan butir-butir leksikal semacam ini penerjemah mungkin harus memahami dulu asal butir leksikal itu, memahami maknanya, lalu ada tiga cara yang ditempuh. Kalau ada 116 padanan untuk konsep itu di dalam BSa, maka ia hendaknya memakai padanannya itu. Strategi ini biasanya digunakan untuk akronim bagi konsep-konsep pemerintahan seperti M.A., D.P.R., dan sebagainya. Kalau tidak ada, maka ia bisa menerangkan makna dari masing-masing komponennya. Tetapi kalau hal ini dirasa terlalu bertele-tele, maka ia langsung bisa memungut kata itu, terutama akronimnya. Strategi terakhir ini biasanya digunakan dalam teks yang bersifat ilmiah dan sangat khusus dengan pembaca yang khusus pula. Akronim ini sudah menjadi akronim internasional, jadi keterangan yang panjang tidak diperlukan lagi. Berikut ini adalah akronim pungutan dari bahasa Inggris atau bahasa lainnya: NASA, CIA, ILO, WHO, UNICEF, UNAMET, VIP, AIDS, UFO, ASEAN, UN, CNRT, dan masih banyak lagi. Di bawah ini adalah contoh dari kemungkinan pertama, yaitu seorang penerjemah mencarikan padanan kata BSa dari sebuah akronim di BSu. p.m. (post merediem) = sore a.m. (ante merediem) = pagi UFO (unidentified Flying Object) = piring terbang P.M. (Prime Minister) = Perdana Menteri (bukan Menteri Utama) Di bawah ini adalah kemungkinan kedua, yaitu penerjemah menerangkan makna dari masing-masing elemen. motel = motorway + hotel = hotel bagi pelancong berkendaraan mobil brunch = breakfast + lunch = makan pagi dan siang sekaligus hansip = pertahanan + sipil = civil defense Kanwil = Kantor + Wilayah = Regional Office Perlu diingat bahwa di dalam Bahasa Indonesia masalah lakuran, penggalan, dan akronim ini sering kali menjadi sulit difahami dan sulit diterjemahkan. Kesulitan ini adalah akibat pencampur-adukan ketiga cara di atas. Mengenali maknaya saja kadang-kadang sulit bagi orang Indonesia sendiri. Perhatikan contoh-contoh berikut: Denpom (Detasemen Polisi Militer), Korsik (Korps Musik), Pemilu (Pemilihan Umum), Yonzipur (Batalyon Zeni Tempur), Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia), Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional), Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Siaga (Siap Antar Jaga), dan Sembako (Sembilan bahan pokok). 117 Di dalam contoh di atas, aturan pembentukan akronim, yaitu menggambil huruf pertama dari tiap-tiap kata, tidak ditepati, terutama untuk kata yang kedua dan ketiga. Untuk kata kedua dan ketiga dalam bentuk leksikal ini dipakailah prinsip lakuran. Di sini Bahasa Indonesia mementingkan keserasian bunyi, bukan aturan yang konsisten. Contoh terjemahan akronim dapat dilihat di Lampiran 1. 6.11 Makna figuratif Makna figuratif biasanya ditemukan penerjemah saat ia menerjemahkan teks-teks karya sastra. Penggunaan makna figuratif ini termasuk gaya penulis yang tidak boleh dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu penerjemah harus berhati-hati dalam mengerjakan penerjemah yang menyangkut makna figuratif atau gaya bahasa ini. Memang ada banyak gaya bahasa, tetapi yang paling sering dipakai adalah efimisme, simile dan metafora, dan personifikasi. Selain itu makna figuratif sering kali hadir di dalam ungkapan idiomatik. Oleh karena itu berikut ini kita akan membahas keempat hal tersebut secara singkat. 6.11.1 Eufemisme Eufemisme adalah penggunaan kata-kata untuk mengganti katakata atau ungkapan tertentu yang dianggap kasar atau dapat menyinggung perasaan. Sebagai contoh adalah kata "mati". Kata ini dalam konteks tertentu dianggap terlalu kasar. Oleh karena itu kata ini bisa diganti dengan kata "berpulang". Perhatikan contoh-contoh berikut. - Ibunya telah mati tiga tahun yang lalu. - Ibunya telah berpulang tiga tahun yang lalu. - Anak Pak Bupati gila. - Putera Pak Bupati terganggu ingatannya. Di dalam contoh di atas kalimat pertama menggunakan kata yang sebenarnya tepat sesuai maknanya, dan kalimat kedua mengganti kata tersebut dengan kata lain, yang meskipun tidak tepat sekali makna literalnya tetapi terasa halus. Di dalam menerjemahkan eufemisme, penerjemah juga harus memilih ungkapan yang berupa eufemisme pula. Efemisme di dalam BSu 118 ini bisa berupa terjemahan literal dari efemisme BSu apabila mempunyai kedekatan makna figuratif. Hanya kalau terpaksa saja, eufemisme bisa diganti dengan kata yang mempunyai makna literal sama. Di bawah ini adalah contoh-contoh penerjemahan kalimat yang menggunakan eufemisme. BSu: Ibunya telah berpulang tiga tahun yang lalu. BSa: His mother passed away three years ago. (diganti eufemisme di BSa.) BSu: Putera Pak Bupati terganggu ingatannya. BSa: The Regent's son is mentally imbalanced. (mengganti dengan eufemisme BSa.) BSu: He is a little slow. BSa: Ia sedikit lambat. (Menerjemahkan efemisme BSu secara literal.) BSu: She is not feeling well. BSa: Ia sedang tak enak badan. 6.11.2 Simile dan metafora Simile adalah gaya bahasa yang dibentuk dengan cara membandingkan dua hal atau objek secara explisit. Di dalam Bahasa Indonesia simile diandai dengan kata "bagaikan", "bak", dan "seperti". Di dalam Bahasa Inggris, simile ditandai dengan penggunan "as", "like", "as though", dan "as if". Ada dua cara menerjemahkan simile ini. Cara pertama adalah menerjemahkan secara langsung atau literal dan yang kedua adalah menerjemahkan secara tidak langsung atau menerjemahkan dengan simile di dalam BSa atau menerangkan makna yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya, lihat contoh-contoh sebagai berikut. He's as quick as lightning - Ia cepat seperti kilat. - Ia secepat kilat. - Ia cepat sekali. 119 Di dalam contoh di atas, terjemahan yang ketiga adalah terjemahan tidak langsung atau penerjemahan dengan makna yang dimaksud. Sedangkan terjemahan kedua sebenarnya terjemahan langsung, tetapi gaya bahasanya sedikit diubah. Yang paling baik tentunya alternatif pertama bila terjemahan itu berterima di dalam BSa. Simile sendiri mempunyai dua jenis: simile klise dan simile kreatif. Simile klise adalah simile yang sudah berulang kali dipakai. Sedangkan simile kreatif adalah simile yang belum klise. Salah satu atau kedua alternatif ini, terjemahan langsung dan tak langsung, bisa digunakan untuk kedua jenis simile tersebut. Di bawah ini adalah contoh simile tradisional (klise) dan terjemahannya. - as hard as a rock - keras bagai karang - sekeras karang - keras sekali - as poor as a church mouse - sangat melarat (catatan: terjemahan langsung tidak berterima.) - as old as the hills - tua bangka - tua sekali (catatan: terjemahan langsung tidak berterima.) - as warm as toast - hangat sekali (catatan: terjemahan langsung tidak berterima.) - as pale as a ghost - pucat bagaikan kapas - pucat sekali (catatan : terjemahan langsung tidak berterima.) - as silent as the grave - sangat sunyi - sunyi senyap Selain simile tradisional yang sudah klise tersebut, penerjemah mungkin lebih sering menemui simile kreatif karya-karya penulis baru. Perhatikan contoh-contoh berikut ini. Teks aslinya adalah "The Broken Wings" karya Kahlil Gibran. 120 BSu: My life was a coma, empty like that of Adam in paradise (p. 344) BSa: Hidupku adalah sebuah koma, kosong, seperti hidup Adam di surga. BSu: Beirut, free from the mud of winter and the dust of summer, is like a bride in the spring, or like a mermaid sitting by the side of a brook drying her smooth skin in the rays of the sun (p. 352) BSa: Beirut, terbebas dari lumpur musim dingin dan debu musim panas, bagaikan pengantin wanita di musim semi, atau bagai puteri duyung yang sedang duduk berjemur untuk mengeringkan kulitnya yang halus di pinggir sungai. BSu: An old man likes to return in memory to the days of his youth like a stranger who longs to go back to his own country (p. 352) BSa: Orang tua ingin mengingat kembali masa mudanya seperti seorang asing yang rindu pulang ke negaranya. Metafora mirip dengan simile, hanya saja kata yang menunjukkan perbandingan "as", "like", "bagai", dan "seperti" tidak ada. Jadi metafora adalah perbandingan langsung. Di dalam kehidupan sehari-hari, ada dua macam metafora, yakni metafora yang bersifat universal dan yang terikat oleh budaya. Meetafora universal adalah metafora yang mempunyai medan semantik yang sama bagi sebagian besar budaya yang ada di dunia ini. Sebagai contoh, metafora yang tekandung dalam kalimat "Engkaulah matahariku" ini besifat universal karena matahari di mana pun mempunyai sifat yang selalu menyinari. Dan sinar pun juga simbol universal yang menunjukkan semangat, kesenangan, dan sejenisnya. Jenis metafora ini bisa secara langsung diterjemahkan ke dalam BSa. Jadi terjemahan Bahasa Inggris dari Engkaulah matahariku adalah "You are my sun". Metafora yang terikat oleh budaya adalah metafora yang memakai lambang dengan maknanya hanya dimengerti oleh satu budaya saja. Lambang ini mungkin juga mempunyai makna yang lain lagi di dalam 121 budaya (bahasa) yang lain. Untuk menghadapi hal ini, penerjemah juga hendaknya mempertimbangkan seberapa pentingkah metafora itu bagi keseluruhan teks. Jika peran metafora itu tidak sekedar untuk menyampaikan pikiran yang netral di dalam teks, maka penerjemah bisa mencari padanan metafora di dalam Bsa, atau mengubah atau bahkan menambahkan citraan yang mampu membuat metafora itu bermakna dalam BSa. Contoh: BSu: Nasibku di ujung tanduk BSa: I'm hanging on a thread. Tetapi jika metafora itu dianggap sangat penting dan harus dipertahankan, misalnya sebagai ciri khas penyair di dalam sebuah pusisi, maka penerjemah terpaksa menggunakan terjemahan harfiah. Tetapi hal ini sangat jarang terjadi. Singkatnya, cara menerjemahkan metafora pun mirip dengan cara menerjemahkan simile. Secara konkret ada tiga jalan: (1) menerjemahkan secara harfiah bila metafora itu bersifat universal, (2) menerjemahkan dengan metafora BSa bila metafora itu terikat budaya dan perannya tidak sangat penting bagi keseluruhan teks, dan (3) menerangkan makna metafora itu di dalam BSa bila metafora itu terikat budaya, tidak begitu penting bagi keseluruhan teks, dan tidak ada padanan metaforanya di dalam BSa. 6.11.3 Personifikasi Personifikasi adalah gaya bahasa yang memberikan sifat-sifat manusia kepada benda dan makluk tak bernyawa lain, termasuk tumbuhan dan alam. Untuk menerjemahkan personifikasi penerjemah bisa langsung menerjemahkannya secara harfiah asal tidak bertentangan dengan kaidah tata bahasa BSa. Kalau terjemhan harfiah tidak berterima, penerjemah bisa mengubah terjemahannya sedikit lebih bebas sehingga makna dan gaya bahasa itu bisa tersampaikan. Perhatikan contoh-contoh berikut. Kalimat BSu di ambil dari The Broken Wings karya Kahlil Gibran. BSu: ... when love opened my eyes with its magic rays and touched 122 my spirit for the first with its fiery fingers, ... (p. 343) BSa: ... saat cinta membuka mataku dengan sinar ajaibnya dan untuk pertama kali menyentuh jiwaku dengan tangan-tangan hangatnya, ... BSu: ... and when I sat by the seashore I heard the waves singing the song of Eternity (p. 383) BSa: ... dan saat aku duduk di tepi laut aku dengar ombak menyanyikan lagu keabadian. BSu: ... and the passion that drew tears from my eyes was replaced by perflexity that sucked the blood from my heart, ... (p. 400) BSa: ... dan cinta yang mengeringkan air mata dari mataku berganti menjadi kebingungan yang menyedot darah dari hatiku, ... 6.11.4 Idiom (Kiasan) Idiom atau kata kias adalah kata-kata yang tidak bisa dimengerti dan diterjemahkan secara harfiah dan biasanya menyimpang dari kaidah gramatika yang umum. Untuk itu penerjemah harus memahami maknanya dalam kaitannya dengan konteksnya, meskipun ada beberap idiom yang sudah sangat umum. Setelah itu usaha penerjemahan baru bisa dimulai. Pasti, modifikasi diperlukan agar makna yang sesungguhnya bisa tersampaikan. Terjemahan idiom ini adalah idiom lain di dalam BSa bila ada, dan bila tidak (sayangnya ini yang sering terjadi), maka penerjemah bisa mencari kata umum di dalam BSa yang mengandung makna yang sama dengan idiom BSu yang bersangkutan. Perhatikan contoh-contoh berikut. BSu: Ia adalah seorang kuli tinta yang handal. BSa: He is a reliable journalist. BSu: Don't just take it for granted. Study it first, speak later. BSa: Jangan hanya menerima apa adanya. Pelajari dulu, baru bicara. Bsu: Don't lose your heart. The sun always rises in the morning. BSa: Jangan patah semangat. Matahari selalu terbit tiap pagi. 123 BSu: Michael Jackson is one of the living legends. BSa: Michael Jackson adalah salah satu dari legenda hidup. BSu: You cannot fly off the handle here. BSa: Kamu tak boleh marah-marah di sini. BSu: Don't ever spill the bean. BSa; Jangan pernah membuka rahasia. Dari pembahasan tentang makna figuratif atau makna kias ini dapat disimpulkan bahwa penerjemah selayaknya berusaha menerjemahkan teks secara langsung (harfiah) jika berterima di dalam BSA secara tata bahasa dan semantis. Tetapi jika hal ini tidak mungkin, penerjemah bisa lebih bebas untuk menuliskan kembali teks BSu menjadi teks BSa. Hal pertama adalah mencari padanan yang ungkapan, gaya bahasa, atau kata kias yang telah ada di dalam BSa. Bila hal ini pun tidak mungkin, cara terakhir adalah menggunakan kata lain dengan makna yang sama dengan ungkapan, gaya bahasa, atau kata kias BSu, yang bersifat universal, atau kalau perlu menerangkan maksudnya. 124 BAB VII MAKNA DAN TERJEMAHAN Makna dan terjemahan mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Newmark, (1991: 27) menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit linguistik dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Yang perlu dicermati adalah di dalam sebuah wacana terdapat lebih dari satu macam makna. 8.1 Macam-macam makna Menurut Suryawinata (1989: 21-22) ada lima macam makna, yaitu makna leksikal, gramatikal, tekstual, kontekstual atau situasional, dan makna sosiokultural. Leksikal adalah butir linguistik yang terdapat di dalam kamus. Jadi makna leksikal adalah makna yang diberikan di dalam kamus. Sebagai contoh perhatikan makna leksikal dari kata "hand" yang terdapat di dalam kamus Longman berikut. Hand--the moveable parts at the end of the arms, including the fingers Makna gramatikal adalah makna yang diperoleh dari bentukan, susunan atau urutan kata dalam frasa atau kalimat. Lebih jelasnya makna ini dihasilkan oleh imbuhan atau makna yang ditimbulkan oleh susunan antara satu kata dengan kata yang lainnya yang menyusun kalimat. Perhatikan perbedaan makna dari beberapa pasang kata atau kalimat di bawah ini. a. menidurkan b. meniduri c. tertidur a. memijat b. memijati c. memijatkan 125 a. Seekor anjing menggigit orang. b. Orang menggigit seekor anjing. a. I go to the office. b. I went to the office. c. To the office I went. Makna tekstual adalah makna suatu kata yang ditentukan oleh hubungannya dengan kata-kata lain di dalam suatu kalimat (Suryawinata, 1989: 22). Kata bahasa Inggris "hand" bisa mempunyai berbagai makna tergantung pada kata-kata lain yang membentuk kalimat. Suryawinata memberi contoh berikut ini: 1. Hand me your paper (menyerahkan) 2. Just give me a hand. (membantu) 3. All hands up! (anak buah kapal) 4. They're always ready at hand. (siap) 5. Hands up! (angkat tangan) Seperti halnya kata bahasa Inggris "hand" yang mempunyai makna yang bermacam-macam, kata bahasa Indonesia "tangan" pun mempunyai makna yang bermacam-macam pula, yang sebagian besar tidak mirip dengan makna kata "hand". Kedua kata ini makna leksikalnya memang sama. Perhatikan contoh-contoh berikut. 1. Ia sekarang menjadi tangan kanan pimpinan perusahaan. 2. Orang yang bertampang sopan itu ternyata kaki tangan sindikat pengedar narkoba. 3. Kapan masalah ini ditangani pihak berwajib? 4. Uluran tangan para dermawan diperlukan untuk menyelamatkan tunas bangsa ini. 5. Puisi ini buah tangan seorang penyair muda yang penuh dinamika. Makna kontekstual atau makna situasional, menurut Suryawinata (1989: 23), adalah makna yang timbul dari situasi atau konteks di mana frasa, kalimat, atau ungkapan tersebut dipakai. Di dalam ilmu pragmatik 126 atau analisis wacana, yang termasuk elemen konteks atau situasi ini adalah partisipan (pelibat), seting (waktu dan tempat), tujuan, topik, dan sarana komunikasi yang dipakai. Sebuah ungkapan "good morning" bisa mempunyai makna yang berbeda meskipun sama-sama diucapkan oleh seorang atasan kepada pegawainya kalau waktunya berbeda. "Good morning" berarti sapaan yang ramah jika diucapkan oleh seorang atasan kepada seorang pegawainya yang datang lebih dahulu, mungkin sebelum pegawaipegawai lain datang. "Good morning" berarti sebuah teguran yang sinis bila diucapkan oleh atasan yang sama beberapa menit kemudian kepada seorang pegawai lain yang datang terlambat. Di dalam menerjemahkan hal ini, seorang penerjemah harus hatihati. Ia bisa langsung menerjemahkan keduanya menjadi "Selamat pagi" apabila konteks yang ada memang dirasakan cukup sehingga bisa mengamankan makna yang sebenarnya. Kalau tidak, "Good morning" kedua bisa diterjemahkan menjadi kelimat bahasa Indonesia yang lain yang mempunyai makna yang sama dengan makna situasional yang ada: "Kamu terlambat lagi". Lebih jauh lagi, Suryawinata (1989: 23) mencatat bahwa ungkapan "Good morning" pun tidak selalu padan dengan "Selamat pagi" bila ditinjau dari seting waktu pengucapannya. 1. Kalau kita bertemu dengan seorang kawan pada jam 08:00 kita menyalaminya dengan "Selamat pagi". Dalam hal ini terjemahannya memang "Good morning." 2. Pada jam 11:00 kalau kita bertemu seorang teman, salam kita bukan lagi "Selamat pagi", tetapi sudah "Selamat siang." Di dalam bahasa Inggris, salam ini harus tetap diterjemahkan menjadi "Good morning." 3. Selain itu, pada jam 01:00 pagi hari, salam kita adalah "Selamat malam", tetapi bahasa Inggrisnya adalah "Good morning". 4. Sementara itu "Good night" tidak pernah digunakan untuk memberi salam kalau kita bertemu seseorang di dalam bahasa Inggris. Ungkapan ini malah digunakan untuk memberi salam perpisahan di malam hari. Orang Inggris mengucapkan "Good evening" saat kita mengucapkan "Selamat malam" pada kurun waktu setelah waktu Isya' sampai sekitar jam 00:00 malam. Makna sosiokultural adalah makna kata sesuai dengan faktor127 faktor budaya masyarakat pemakai bahasa itu. Suryawinata (1989: 24) memberi contoh-contoh berikut. 1. Orang-orang Jawa biasanya bertanya kepada seorang kawan yang baru pulang dari bepergian dengan pertanyaan: "Endi oleh-olehe?" Ungkapan ini secara harfiah berarti "Mana oleh-olehnya?" Tetapi ungkapan ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa si penanya betulbetul minta oleh-oleh atau buah tangan si kawan. Ini hanyalah salam akrab. Apa pun jawabnya tidaklah menjadi soal benar. Setelah itu mereka akan bercakap-cakap akrab. Di dalam kebiasaan masyarakat Jawa, pertanyaan itu dijawab dengan "Slamet". Artinya oleh-olehnya adalah keselamatan. Sering kali jawabannya berupa sedikit gurauan, yaitu "Kesel" atau "capai". Tentu saja ungkapan ini sulit diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Inggris. Konsep "oleh-oleh" pun tidak mempunyai makna yang sama dengan "gift" atau "present" di dalam bahasa Inggris. Tetapi secara kultural bahasa Inggris juga mempunyai ungkapan yang kurang lebih sama, yaitu "How's your trip?" Dan jawabannya adalah "It was marvelous." 2. Selain itu konsep Jawa "kadingaren" atau di dalam bahasa Indonesia "tumben" juga tidak ada di dalam konsep bahasa Inggris. Konsep ini mengandung unsur "surprise" karena kejadian yang dikomentari dengan "tumben" itu tidak biasa terjadi. Mungkin alternatif penerjemahannya adalah "It's a surprise!" meskipun maknanya tidak sama benar. Seperti yang telah dikemukakan di atas, menerjemahkan berarti memindahkan makna dari serangkaian atau satu unit bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Tetapi yang dimaksud dengan makna di sini, menurut Newmark (1991: 26) bukanlah keseluruhan makna. Hariyanto (1999: 41) mencontohkan bahwa di dalam kalimat "She just arrived" terkandung makna bahwa seorang wanita sudah datang, apakah datangnya itu baru saja ataukah sekian jam yang lalu. Demikian juga kalimat bahasa Jerman "die Sonne geht auf" memberitahu kepada pembaca bahwa sekarang matahari sedang terbit atau memang biasanya terbit setiap pagi. Yang jelas, dengan kalimat ini pembaca juga diberi tahu bahwa matahari berjenis kelamin perempuan. Tetap dalam konteksnya, penerjemah tidak perlu menerjemahkan semua ragam makna ini. Jadi 128 makna yang mana yang harus diterjemahkan? Tentu saja makna yang paling penting disampaikan sesuai dengan tujuan penulisannya. Newmark (1991), berpendapat bahwa makna bisa dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu makna kognitif, makna komunikatif, dan makna asosiatif. Ketiga makna ini sama-sama berkenaan dengan proses penerjemahan. Untuk menerjemahkan ungkapan sederhana bahasa Inggris "You know" saja (dalam kalimat, "I don't like it, you know."), seorang penerjemah perlu mengetahui ketiga makna ini. Makna kognitif dari ucapan itu adalah bahwa si pengujar mengatakan bahwa apa yang baru diucapkannya itu benar. Makna komunikatifnya adalah si pengujar minta perhatian pendengarnya, dan makna asosiatifnya adalah kedua orang tersebut sedang berbicara tentang sesuatu yang sama-sama mereka ketahui. Newmark lebih jauh menyatakan bahwa setiap jenis makna bisa dipindahkan ke dalam BSa meskipun dia juga mengakui bahwa tidak semua jenis makna ini harus diterjemahkan. Oleh karena itu penerjemah harus selalu mampu menganalisis jenis makna ini dan memprioritaskan makna yang lebih penting bagi keseluruhan teks. Lebih jauh Newmark (1991; 29) membagi makna kognitif menjadi beberapa makna lagi, yaitu makna linguistik, makna rujukan, makna implisit, dan makna tematik. Makna linguistik adalah ide dasar yang ada di dalam teks yang bersangkutan. Bisa dikatakan bahwa makna ini sama tidak berbeda jauh dari serangkaian makna leksikal. Makna rujukan adalah kata atau makna kata yang dirujuk oleh sebuah pronomina atau kata di dalam satu atau serangkaian kalimat. Sebagai contoh perhatikan kalimat berikut. Ayahnya tetaplah seorang yang sabar. Ia tidak marah meskipun Gudang Garamnya basah kena tumpahan susu. Di dalam kalimat di atas, makna rujukan kata "ia" adalah "ayahnya" dan kata "Gudang Garam" merujuk pada rokok cap Gudang Garam. Makna implisit adalah gagasan atau makna yang ditentukan di dalam nada sebuah teks. Makna implisit tidak bisa ditemukan langsung dari baris-baris kalimat yang ada. Pembaca harus bisa mencari ini sendiri setelah membaca seluruh teks. Perhatikan contoh berikut. 129 Tentang Demokrasi Sekarang, orang bilang, Demokrasi Ya demokrasi! Demokrasi lebih baik kan? Toko hancur, buruh mogok Orang saling bunuh Petinggi saling fitnah Dan anak-anak kurang makan Tak mampu menatap masa depan? Dari contoh ini, pembaca tentu tahu bahwa kata demokrasi tidak bermakna seperti yang diuraikan baris-baris di atas. Makna implisit utama yang bisa ditarik dari puisi di atas adalah "orang berbuat semaunya dengan mengatasnamakan demokrasi". Makna ini baru bisa dipahami setelah pembaca membaca keseluruhan puisi. Yang terakhir, makna tematik adalah makna yang dilihat dari kedudukan sebuah kata di dalam kalimat. Kata pertama di dalam kalimat disebut tema, dan mengandung informasi yang sudah sama-sama diketahui oleh para pelibat pembicaraan. Informasi barunya diletakkan di dalam bagian kalimat yang ada di belakang tema, yang disebut rema. Jadi makna tematik adalah makna yang dipentingkan berdasarkan kedudukan kata (tema-rema) di dalam kalimat. Kata yang pertama atau tema biasanya lebih ditekankan di dalam kalimat, oleh karena itu maknanya tidak bisa diabaikan begitu saja di dalam terjemahan. Makna tematik, atau makna kata yang berkedudukan sebagai tema, ini merupakan dasar formal ekuivalensi makna antara BSu dan BSa. Jadi kalimat "Ke sana dia pergi" menurut makna tematik ini harus diterjemahkan menjadi, "There he goes" karena makna tematik kata "Ke sana" itu penting. Jenis kedua, makna komunikatif, juga bisa dibagi lagi menjadi beberapa makna, yaitu: makna ilokusi, makna performatif, makna inferensial, dan makna prognostik. Makna ilokusi adalah kekuatan atau maksud dasar sebuah kalimat. Kalau kalimat itu kalimat tanya maka dinyatakan dalam susunan kata yang bagaimana pun, makna ilokusinya menuntut adanya jawaban. Kalimat BSu yang mempunyai makna ilokusi seperti ini tentu saja tidak boleh diterjemahkan menjadi kalimat yang hanya berupa himbauan. Makna makna performatif adalah tindakan yang benar-benar 130 dilakukan jika sebuah kalimat ditulis atau sebuah ujaran diujarkan. Jadi, sebuah kalimat bermakna memberi kekuatan hukum di dalam surat perjanjian dan di dalam peristiwa perkawinan. Maksudnya adalah kalimatkalimat di dalam surat perjanjian mengikat kedua belah pihak secara hukum. Sementara itu kalimat-kalimat yang diucapkan oleh pengantin laki-laki dalam menjawab pertanyaan penghulu di dalam adat perkawinan Islam adalah sebuah tindakan yang bisa mengesahkan atau tidak mengesahkan hubungan perkawinan sepasang manusia itu. Makna inferensial adalah makna yang bisa disimpulkan dari sebuah kalimat. Kalimat "Seandainya saja kamu tahu hatiku" mempunyai makna penyesalan. Kalimat itu menyiratkan makna bahwa pengujar atau penulis menyesal bahwa pendengar atau pembaca dulu tidak mengetahui isi hatinya. Makna prognostik adalah makna kalimat untuk memberi tanda bahwa sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Kalimat "Tunggu apa lagi?" memberi tanda bahwa pendengar harus segera bertindak. Di dalam sebuah kalimat, biasanya hanya terdapat satu buah makna komunikatif. Mungkin hal ini tidak begitu menyebabkan masalah bagi penerjemah, tidak seperti makna kognitif di atas, atau makna asosiatif. Makna asosiatif adalah makna yang berhubungan dengan latar belakang penulis, situasi, atau bahkan nilai bunyi kalimat BSu. Bila dihubungkan dengan latar belakang penulis, makna ini bisa ditangkap dari sosioleknya. Jadi kita bisa membedakan makna kata "bersantap" dan "makan". Maknya juga bisa diturunkan dari dialeknya, apakah kata yang dipakai adalah "kenape" atau "kenapa". Makna bisa juga dilihat dari jenis kata menurut kapan kata itu biasa digunakan. Jadi kalau kita mendengar seseorang mengucapkan kata "diabaiken" kita bisa menebak bahwa pengujar itu golongan tua yang menerima pendidikan bahasa Melayu lama, bukan generasi muda yang menerima pendidikan bahasa Indonesia. Makna asosiatif bisa ditangkap dari situasinya, apakah situasinya formal atau informal, universal atau ekslusif, subjektif atau objektif (Newmark, 1999: 29-31). Makna ini terutama meliputi makna pragmatis, yaitu makna yang berkenaan dengan efek yang diingin diciptakan pada pembaca tertentu. Mengenai derajat keformalan ini, kita bisa melihat apakah kalimat itu menggunakan kata "wafat", atau "mati, meninggal," atau "tewas." 131 Dalam hal keuniversalannya, kita bisa melihat apakah suatu kalimat menggunakan kata-kata yang umum atau khusus untuk kalangan tertentu saja, misalnya apakah menggunakan kata "perut" atau "abdomen." Dalam hal keobjektifan, bisa dipertanyakan apakah sebuah kalimat menggunakan kata-kata faktual atau kata-kata yang bermuatan emosi. Kita bisa membedakan makna ini di dalam kalimat "Ada tiga bekas luka yang mengeluarkan darah di bagian dada" dan "Darah mengucur deras dari dadanya." Makna kata asosiatif bisa juga ditinjau dari budaya pengguna atau penulisnya. Kata "berambisi" yang digunakan oleh penulis Indonesia tentu tidak bermakna sama dengan "ambition" yang dipakai oleh penulis Inggris. Kata "demokrasi" mungkin berbeda maknanya dari kata "democracy" bagi penulis yang berasal dari budaya berbeda. Makna yang terkait dengan nilai bunyi atau efek suara dan beberapa hasil manipulasi kata-kata bisa dilihat secara khusus pada gejalagejala yang disebut onomatopoeia, asonansi, aliterasi, rima, dan lain-lain. Permainan kata ini bisa secara langsung digunakan utuk mengutarakan makna. Akhirnya bisa dimengerti bahwa di dalam sebuah teks terdapat banyak sekali makna. Makna mana yang harus dipindahkan di dalam proses penerjemahan? Jawabnya tentu saja makna yang dimaksudkan oleh si penulis, bukan makna yang disusun sendiri oleh penerjemah. Karena makna yang dikehendaki oleh penulis BSu ini hadir di dalam tulisannya yang juga mengandung makna yang menurutnya kurang penting, maka seorang penerjemah harus berhati-hati agar makna ini tidak hilang di dalam proses penerjemahan. Makna ini harus diturunkan dari keseluruhan teks sebagai hasil proses mempertimbangkan sekian banyak makna yang telah disebut. Seorang penerjemah harus mampu menentukan apakah di dalam sebuah kalimat makna kognitif, makna komunikatif, atau makna asosiatifnya yang paling penting. Di samping itu ada juga kemungkinan bahwa makna kognitif, makna komunikatif, dan makna asosiatif ini menyatu dan oleh karenanya, kalau bisa, hendaknya ditransfer ke dalam BSa secara utuh. 132 BAB VIII PENERJEMAHAN TEKS IPTEK Tujuan utama penguasaan bahasa asing di Indonesia adalah untuk melancarkan alih teknologi. Sebenarnya di samping pengajaran bahasa asing, ada satu cara yang dapat ikut mendorong, meningkatkan, dan mempercepat proses transfer IPTEK itu, yakni penerjemahan naskahnaskah IPTEK ke dalam Bahasa Indonesia (Suryawinata, 1990: 45). Suryawinata lebih jauh menyatakan bahwa dengan penerjemahan naskahnaskah IPTEK kita memperoleh beberapa keuntungan, misalnya (1) dengan satu buku terjemahan, salah satu bidang IPTEK dapat disebarluaskan kepada ribuan pembaca atau pembelajar; (2) penerjemahan dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Lalu siapa yang akan menjadi penerjemah di bidang ini? Tentu saja jawabnya siapa saja yang berminat melakukannya asalkan ia memenuhi beberapa syarat: (1) menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran dengan baik, dan (2) menguasai atau paling tidak mengenal bidang IPTEK yang akan diterjemahkan. Secara personal, mereka ini bisa saja para penerjemah profesional, para dosen bidang ilmu yang bersangkutan, atau para ahli di bidang tersebut. Tetapi umumnya, para peneliti dan para ahli ini tidak mempunyai cukup banyak waktu untuk melakukan penerjemahan ini. Oleh karena itu, menurut Suryawinata, para cendekia yang berpotensi bisa juga menyumbangkan karya nyata bagi bangsa ini dengan cara menerjemahkan buku-buku IPTEK. Mereka ini adalah para pensiunan peneliti, para pakar ilmu tertentu yang sudah tidak aktif lagi, bahkan ibu rumah tangga yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang IPTEK, yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat memanfaatkan ilmu yang dikuasainya. 8.1 Fungsi Bahasa dan Komunikasi IPTEK Untuk lebih memahami hakikat teks IPTEK, terlebih dahulu ada baiknya jika kita tinjau fungsi teks. Dalam suatu teks sebenarnya terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Jadi menerjemahkan suatu teks berarti menerjemahkan komunikasi. Dan seperti telah kita ketahui, 133 komunikasi ini mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Menurut para ahli, fungsi komunikasi ini dikategorikan menjadi enam (Suryawinata, 1990: 49). 1. Fungsi referensial. Fungsi referensial terutama mengacu pada referen atau rujukan kata. Di sini yang dipentingkan adalah acuannya, bendanya, atau konsepnya. Perhatikan contoh di bawah ini: "A pidgin is a language with no native speakers: it is no one's first language but is a contact language. That is, it is the product of a multilingual situation in which those who wish to communicate must find or improvise a simple language system that will enable them to do so." (Wardhaugh, 1998: 57) Di dalam kutipan di atas, referen atau acuannya adalah konsep tentang "pidgin" yang sedang diterangkan. Di dalam kutipan di atas, fungsi referensial sangatlah dominan. Di dalam teks IPTEK fungsi ini sangat penting karena suatu teks IPTEK harus memiliki acuan yang jelas, unsur-unsur yang mengandung makna, konsep yang tidak bermakna ganda. Di dalam teks di atas, kata ganti "it" digunakan berulangkali untuk merujuk pada "pidgin". Jelasnya, "it" di sini berarti "pidgin". Di teks lain, arti "it" bukan lagi "pidgin", tetapi konsep atau kata lain yang mendahuluinya. Dalam kalimat "Money is one of the best human achievement. It enables a very practical exchange of goods", "it" berarti "money". Di dalam Bahasa Indonesia kata ganti ini mirip sekali dengan "ia" atau "dia". Hanya saja, "ia" dan "dia" jarang sekali dipakai untuk merujuk benda. Sebaliknya, "it" di dalam bahasa Inggris selalu dipakai untuk merujuk benda. Untuk merujuk pada orang, maka Bahasa Inggris mempunyai "I", "we", "you", "they", "he", dan "she"; dan Bahasa Indonesia mempunyai "saya", "kami", "kita", "anda", "mereka", dan "ia" atau "dia". Di dalam Bahasa Indonesia, pengulangan sering dipakai dan ini suatu kewajaran. Di dalam Bahasa Inggris, pengulangan kata benda dipandang sebagai kekurangan. Oleh karena itu, di dalam menerjemahkan kata-kata yang mengandung fungsi referensial ini, 134 penerjemah harus pandai-pandai menimbang untuk menentukan apakah ia harus menerjemahkan kata ganti tersebut atau mengulang saja kata yang dirujuk. Sebagai ilustrasi, berikut ini disajikan terjemahan dari paragraf Bahasa Inggris di atas. Perhatikan bahwa kata ganti "it" diganti dengan rujukannya "pidgin" agar lebih terasa Indonesia. Pidgin adalah bahasa yang tidak mempunyai penutur asli. Pidgin bukanlah bahasa ibu siapapun, tetapi pidgin merupakan bahasa pergaulan. Ini berarti bahwa pidgin merupakan produk situasi multilingual, yang pada saat itu orang-orang yang ingin berkomunikasi harus mencari atau berimprovisasi terhadap sistem bahasa sederhana yang akan membuat mereka mampu berkomunikasi. 2. Fungsi estetis Fungsi estetis sering juga disebut fungsi puitis. Fungsi yang terutama mementingkan keindahan komunikasi ini sering kali dijumpai pada teks-teks sastra dan juga lirik-lirik lagu. Fungsi ini biasanya dihadirkan dengan pemakaian kata-kata yang berbunga-bunga atau bahkan bermakna ganda. Oleh karena itu, fungsi ini sangat jarang terdapat dalam teks-teks IPTEK sebab teks IPTEK harus disajikan dengan lugas tanpa memakai bahasa yang bisa menimbulkan kegandaan tafsir. Sebagai contoh kalimat yang mengantung fungsi ini adalah salah satu bait lagu "Candle in the Wind" yang ditulis oleh Elton John untuk mengantar kepergian Lady Diana berikut ini. It seems to me you lived your life like a candle in the wind. Bagiku, rasanya kau menjalani hidupmu bagai sebuah lilin diterpa angin. Klausa "bagai lilin diterpa angin" tidak lugas dan menimbulkan banyak tafsir. Bagaimana yang dimaksud dengan "hidup bagai lilin diterpa angin"? Kalimat ini sangat berbeda dengan kalimat "Lilin itu mati karena teritup angin". Kalimat ini lugas, tidak menimbulkan kegandaan tafsir. Maknanya jelas sekali dan pasti: ada lilin menyala. 135 Udara di tempat itu bergerak ke arah tertentu. Oleh karenanya, lilin itu mati. 3. Fungsi ekspresif Fungsi ekspresif sering kali disebut juga fungsi emotif. Fungsi ini berfokus pada pembicara atau penulis, yaitu proses pengungkapan kehendak dan perasaan pembicara atau penulis. Contoh teks yang kental dengan fungsi ini adalah buku harian, otobiografi, memoar, ulasan dan komentar atau resensi. Karya sastra pun sangat sering mengandung fungsi ini. Teks IPTEK jarang menonjolkan fungsi ini karena yang terpenting di dalam teks IPTEK adalah acuannya bukan cara menerangkan acuan itu yang mungkin saja khas bagi tiap-tiap penulisnya. Kalau toh fungsi ini hadir di dalam teks IPTEK, maka fungsi ini bisa saja diabaikan. 4. Fungsi direktif Fungsi direktif sering juga disebut fungsi konatif atau fungsi imperatif. Fungsi ini berfokus pada penerima pesan, pendengar atau pembaca. Fungsi ini hadir dengan nyata bila si penerima pesan, pendengar atau pembaca itu bisa memberi tanggapan, reaksi, atau perbuatan sesuai dengan kehendak penulis. Fungsi ini sering kali dijumpai di dalam teks IPTEK terutama teks mengenai petunjuk melakukan sesuatu, mulai dari buku manual alat-alat listrik sampai petunjuk pelaksanaan percobaan di laboratorium. Perhatikan contoh berikut: If your monitor fails to operate correctly consult the following check points for possible solutions before calling for help. 1. No picture: check to make sure the AC power cord is plugged in. Check to make sure there is power at the AC outlet by plugging in another piece of equipment (such as a lamp) to the outlet. 2. No picture, yet LED indicator is on: make sure the PC is turn on. Check to make sure the video signal cable is firmly connected in the video card socket. Check to make sure that the video card in securely seated in the PC. 136 5. Fungsi fatis Fungsi ini berfokus pada kelangsungan jalannya komunikasi atau terjaganya hubungan komunikasi antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca. Biasanya fungsi ini ada di dalam komunikasi yang tidak langsung, misalnya lewat telepon antara seseorang dengan orang lain, lewat radio (ORARI, KRAP), lewat satelit antara petugas menara kontrol pelabuhan udara, dan lain-lain. Selain itu, di dalam buku IPTEK pun kadang juga terdapat fungsi ini. Ada banyak cara penulis mengingatkan pembacanya bahwa ia sedang membahas masalah A dan bukan B. Sebagai contoh, setelah dalam beberapa paragraf penulis membahas ciri pertama dari gunung berapi, penulis memulai alenia baru dengan kata "Ciri kedua dari gunung erapi aktif adalah …". 6. Fungsi metalingual Fungsi ini berfokus pada lambang, yaitu perlambangan unsur, konsep, dan relasi. Fungsi ini sangat penting bagi teks IPTEK. Di dalam matematika terdapat banyak rumus. Dan rumus-rumus ini adalah perwujudan nyata akan pentingnya fungsi metalingual ini. Huruf-huruf di dalam rumus tersebut adalah lambang-lambang yang mewakili konsep-konsep. Cobalah ingat rumus luas persegi panjang yang sangat sederhana itu, L= p x l. Di dalam rumus ini L mewakili konsep luas, dan p dan l mewakili konsep panjang dan lebar. Jangan lupa juga bahwa x mewakili konsep perkalian atau penjumlah berulang. Contoh lain adalah lambang-lambang unsur dan reaksi dalam ilmu kimia. Tentunya kita sangat kenal dengan lambang-lambang ini: H2O (air), O2 (oksigen), dll. Selain sistem lambang di atas, cara merepresentasikan konsep dan hubungan bisa dilakukan dengan skema, diagram, grafik, dll. Tujuan utama fungsi metalingual ini adalah untuk mencegah terjadinya salah tafsir terhadap konsep yang disampaikan penulis. Dengan kata lain ketunggalan makna di dalam teks IPTEK sangatlah penting. Hal ini, menurut Suryawinata (1990: 52) bertolak belakang dengan karya sastra yang justru akan sangat menarik bila ada kegandaan makna atau ketaksaan. Di dalam teks-teks IPTEK sering kali terdapat fungsi referensial, direktif, dan metalingual, dan kadang-kadang juga fungsi fatis untuk 137 menjaga kesatuan teks. Tetapi yang perlu disadari bahwa fungsi-fungsi ini mungkin sekali berada secara bersama-sama di dalam sebuah teks, atau paling tidak lebih dari satu fungsi yang menonjol. Pemahaman akan fungsi yang dominan di dalam sebuah teks akan membantu penerjemah untuk tidak melakukan kesalahan di dalam memahami tujuan sebuah teks. 8.2. Ciri Khas Bahasa IPTEK 8.2.1. Lugas, logis, runtut Semua bahasa mempunyai ciri arbitraris atau manasuka. Semua bahasa mempunyai pengakuan, penerimaan, dan pemakaian oleh penutur bahasa itu. Sebuah bangunan tempat tinggal manusia di dalam bahasa Indonesia di sebut rumah, di dalam Bahasa Inggris di sebut house, di dalam bahasa Jerman disebut Hause, dan di dalam bahasa Belanda disebut huis. Sebenarnya tidak seorang pun memaksa agar orang menyebut bangunan itu rumah, house, Hause, atau huis. Orang boleh saja menyebut bangunan itu dengan kata lain. Namun anehnya orang-orang menerima dan sepakat bahwa bangunan itu disebut dengan rumah, house, Hause, dan huis dalam bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Belanda. Ciri inilah yang disebut manasuka. Bahasa IPTEK adalah bahasa manusia juga. Jadi ia tentunya juga memiliki ciri di atas. Tetapi kemanasukaan di dalam dunia IPTEK mengikuti pola-pola yang sudah dibakukan di dalam ilmu yang bersangkutan. Di dalam ilmu biologi, misalnya, banyak digunakan kata dasar bahasa Latin. Bila Anda menemukan jenis tumbuhan baru, cara penamaan itu pun sudah harus mengikuti pola tertentu yang telah lazim digunakan di dunia biologi. Menurut Suryawinata (1990: 63) penggunaan bahasa Latin dan Yunani kuno di dalam dunia IPTEK mempunyai keuntungan khas karena kedua bahasa tersebut telah mati (tidak ada lagi penggunanya) sehingga kedunya menjadi statis dan tak lagi berubah-ubah. Ini berakibat pada konsistennya kata atau istilah yang telah dibentuk. Selain itu bahasa IPTEK juga mempunyai ciri langsung atau lugas, logis, dan runtut. Teks IPTEK harus runtut di dalam paparannya, baik runtut secara waktu maupun ruang. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembaca memahami pokok masalah di dalam teks tersebut. Bila keruntutan yang dituntut ini terkait dengan penalaran, maka 138 namanya adalah logis. Teks IPTEK haruslah logis karena logika adalah ciri utama IPTEK. Selain itu teks IPTEK juga harus langsung. Yang dimaksud langsung ini adalah teks IPTEK hanya mencakup data-data dan kalimatkalimat yang memang ada kaitannya dengan topik yang sedang dibicarakan. Cara pembahasan tidak menggunakan isyarat-isyarat yang bisa ditafsirkan lain. Sebagi contoh, teks tentang reproduksi manusia harus secara langsung menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan alatalat reproduksi dan proses reproduksi meskipun untuk sementara masyarakat, cara ini dianggap kurang sopan. Di dalam menyebut alat dan proses reproduksi ini harus secara lugas agar tidak terjadi kesalahan tafsir. Konsep-konsep ini biasanya disajikan dengan istilah-istilah Latin yang bersifat netral, tanpa muatan emosi apa-apa. Yang masuk dalam contoh ini adalah ovarium, vulva, penis, vagina dll. Tentu akan terasa tidak sopan jika istilah-istilah ini diterjemahkan ke dalam kata-kata Bahasa Sunda, misalnya. 8.2.2 Jargon atau Laras (register) dan cara pembentukannya Ciri khas kedua dari wacana IPTEK adalah dipakainya jargon atau register tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang bersangkutan. Jargon atau laras adalah istilah-istilah khusus di dalam suatu profesi atau disiplin ilmu tertentu. Sebuah kata mungkin dipakai di dalam banyak cabang ilmu dan artinya pun berbeda-beda. Di dalam bahasa Inggris, misalnya, kata "interest" berarti "minat". Kata yang sama dapat berarti "kepentingan" di dalam dunia politik dan diplomasi, dan berarti "bunga" di dalam dunia bisnis. Seorang penerjemah naskah IPTEK harus mengenal istilah-istilah khusus ini. Khusus mengenai penerjemahan IPTEK dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, bisa dikatakan di sini bahwa Bahasa Indonesia masih sangat kekurangan akan padanan istilah IPTEK ini. Hal disebabkan oleh kenyataan bahwa kita tidak mempunyai konsep tentang kata-kata itu karena konsepnya pun baru saja ditemukan oleh orang-orang Barat (Amerika) sebagai hasil dari jerih payah mereka di dalam melakukan penelitian dan usaha-usaha penemuan. Sebagai contoh sederhana, pada awalnya kita tidak mempunyai konsep tentang "computer", "gen", "enzym", "oxygen". Konsep terdekat kita dengan konsep-konsep 'asing' tersebut, tetapi sama sekali tidak sama, adalah "mesin hitung", 139 "keturunan", "getah", "udara". Kita pun bisa menebak alangkah kacaunya ilmu pengetahuan bisa di dalam menerjemahkan kita memakai konsepkonsep yang tidak sama tersebut. Oleh karena itu, penerjemah bisa membentuk istilah-istilah baru yang bisa membantu pekerjaannya. Namun demikian tidak boleh dilupakan bahwa ada juga istilah Indonesia asli yang bisa digunakan untuk menerjemahkan istilah Bahasa Inggris, misalnya "pemadatan" untuk menerjemahkan "condensation". Istilah dicipta atau dipinjam dari bahasa asing hanya jika tidak ada padanannya di dalam Bahasa Indonesia dan terjemahannya terlalu panjang. Berikut adalah skema pemungutan atau pembentukan dari istilah asing "linearity" dikutip dari Suryawinata dan Suyitna (1991: 28). Istilah asing Linearity Diserap dan diadaptasi linear --ity linear itas Istilah dalam bahasa Indonesia linearitas Gambar 8.1 Proses penyerapan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia Bila penerjemah ingin menerjemahkan sebuah jargon atau istilah ke dalam Bahasa Indonesia, ada tiga bahasa yang bisa dijadikan sumber pencarian atau penciptaannya, yaitu kosa kata umum Bahasa Indonesia, kosa kata bahasa serumpun/daerah, dan kosa kata bahasa asing (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud RI, 1975). Berikut ini adalah uraian dari ketiga kemungkinan di atas. Contoh-contohnya diambil dari Suryawinata dan Suyitno (1991: 33-35). a. Sumber istilah dari bahasa Indonesia Kosakata bahasa Indonesia, baik yang masih aktif dipakai maupun yang sudah lama tidak dipakai, dapat digunakan sebagai sumber istilah, dengan catatan harus memenuhi satu atau lebih dari syarat berikut ini: (1) kata yang paling tepat dan tidak menyimpang maknanya, jika ada dua atau lebih kata yang rujukannya sama; misalnya: 140 unsur -- komponen--elemen--aspek keadaan -- suasana--kondisi (2) kata yang paling singkat jika ada dua kata atau lebih yang rujukannya sama; misalnya: zat kecil partikel sejenis batu kristal terbagi-bagi kuantisasi pemantulan cahaya refleksi derajat panas temperatur (3) kata yang bernilai rasa baik dan sedap didengar, misalnya: kewajiban darma percobaan eksperimen (4) kata umum yang diberi makna baru/khusus, misalnya: galak menggalakkan acu acuan/mengacu rujuk rujukan/merujuk b. Sumber istilah dari bahasa daerah/serumpun Kosakata bahasa daerah/serumpun yang dapat diambil menjadi istilah harus memenuhi satu atau lebih syarat berikut ini: (1) lebih cocok karena konotasinya; misalnya: tuntas ajeg lugas tataran wawasan baku (2) lebih singkat daripada terjemahan Indonesianya; misalnya: wibawa kekuasaan dan hak memberikan perintah yang harus ditaati. gaduhan sistem bagi hasil pemeliharaan ternak c. Sumber istilah dari bahasa asing Kosakata bahasa asing yang dapat diambil atau dipungut menjadi istilah harus memenuhi satu atau lebih syarat berikut ini: (1) lebih cocok karena konotasinya; misalnya oksigen lebih cocok daripada gas asam nitrogen lebih cocok daripada gas lemas radiasi lebih cocok daripada penyinaran 141 (2) lebih singkat daripada terjemahan Indonesianya, misalnya: polisakarida : suatu polimer yang terdiri atas banyak monomer sakarida. nukleon : sebuah proton atau netron bila berada dalam inti atom. amplitudo : jarak antara puncak gelombang atau lembah gelombang dengan garis sumbu. rekristalisasi : memurnikan zat yang terlarut dengan pengkristalan berturut-turut dari suatu pelarut. (3) memudahkan pengalihan antarbahasa karena corak seinternasionalannya; misalnya: reaktor atom katode atmosfer alkohol alotrop refleksi foton amplitudo (4) dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya. Secara garis besar istilah dapat dibentuk dengan cara (1) mengambil kata/gabungan kata umum dan memberinya makna atau definisi yang tetap, (2) meminjam atau menyerap istilah dari bahasa daerah, dan (3) menyerap istilah dari bahasa asing dengan cara (a) mengadopsi, (b) mengadaptasi, dan (c) menerjemahkan. Berikut ini disajikan keterangan singkat mengenai butir-butir di atas beserta contohcontohnya. a. Mengambil kata/gabungan kata umum dan memberinya makna atau definisi yang tetap dan tertentu, misalnya Kata umum Istilah garam (dapur) garam (NaCl) air (minum) air (H2O) asam asam arang (CO2) b. Meminjam atau menyerap dari bahasa daerah; misalnya: (1) dari bahasa Jawa: lugas, tuntas, kadaluwarsa, dsb. (2) dari bahasa Sunda: talimarga, anjangsana, dsb. (3) dari bahasa Banjar: gambut, dsb. c. Menyerap istilah dari bahasa asing dengan cara: (1) mengadopsi, misalnya: (2) 142 Asing Indonesia neutron, netron hydrogen hidrogen, ion, ion neon neon nitrogen nitrogen elevator elevator ozone ozon (3) mengadaptasi; misalnya: Asing Indonesia reflection refleksi catode katode emultion emulsi cristalisation kristalisasi (3) menerjemahkan; misalnya: Asing Indonesia network jaringan triangle segitiga input masukan Sehubungan dengan penerjemahan istilah asing ini perlu diperhatikan bahwa setiap istilah asing tidak selalu perlu dihasilkan bentuk yang berimbang satu-lawan-satu. Yang harus diutamakan adalah kesamaan dan kesepadanan makna, konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya. Untuk itu, medan makna (semantic field) dan ciri makna istilah bahasa asing dan bahasa Indonesia perlu diperhatikan. Lihat contoh berikut. Asing Indonesia (begrotings) post mata anggaran brother-in-law abang/adik ipar dry well rumah pompa medical treatment pengobatan network jaringan Istilah dalam bentuk positif perlu tetap diterjemahkan dengan istilah bentuk positif. Misalnya bound morpheme diterjemahkan dengan morfem terikat bukan dengan morfem tak bebas. Untuk lebih lengkapnya, pedoman penulisan istilah hasil adaptasi 143 dari bahasa Asing ke dalam Bahasa Indonesia, bisa dilihat di Pedoman Umum Pembentukan Istilah Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departmen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1975) yang sudah diperbanyak oleh banyak penerbit dan bisa diperoleh dengan mudah di toko-toko buku. 8.3. Ciri-ciri Wacana IPTEK Pada dasarnya struktur wacana IPTEK mengikuti pola retorika Anglo-Saxon, yaitu linier. Wacana IPTEK hanya memuat kalimat-kalimat yang ada kaitanya dengan topik yang sedang dibicarakan. Topik ini diperkenalkan di awal tulisan di dalam paragraf pembuka (atau bila wacana itu buku pembuka ini berupa bab pengantar). Lalu topik ini pun dipersempit sampai kepada masalah yang akan dibahas. Setelah itu beberapa paragraf (atau bab kalau wacananya buku) akan mengupas topik atau masalah yang diperkenalkan di depan. Di bagian akhir pasti terdapat paragraf (atau bab) penutup yang biasanya berisi kesimpulan dan mungkin juga saran yang sifatnya juga umum. Secara visual pembagian paragrafparagraf itu bisa digambarkan berikut ini. Pendahuluan Teks Utama Penutup Gambar 8.1: Gambar alur wacana IPTEK Di dalam pembicaraan tentang paragraf ini sering diperbincangkan dua macam paragraf, yaitu paragraf fisik dan paragraf konsep (Trimble, 1985: 15). Paragraf fisik adalah sejumlah informasi yang terkait dengan generalisasi atau kesimpulan umum dari keseluruhan wacana yang terpisah dari bagian lain wacana tulis tersebut dengan pemisah berupa indentasi atau spasi. Inilah paragraf yang karena bentuk fisiknya biasa disebut sebuah paragraf. Sementara itu paragraf konsep bisa berupa satu atau sekumpulan paragraf bentuk dan mempunyai satu ide 144 dasar. Paragraf konsep terdiri atas semua informasi yang dipilih oleh penulis untuk mengembangkan sebuah generalisasi, kesimpulan umum, atau ide dasar. Sebuah paragraf konsep bisa berupa sebuah paragraf fisik atau bisa saja terdiri atas beberapa paragraf fisik. Para penerjemah hendaknya menyadari hal ini sehingga ia bisa menentukan hubungan antar paragraf sebagai bagian dari pertimbangannya untuk menerjemahkan teks IPTEK. Berdasarkan cara penyajian topik tersebut, pada dasarnya wacana IPTEK mengikuti cara penyajian yang naratif, deskriptif, ekspositoris, atau argumentatif (kisahan, perian, paparan atau bahasan) (lihat Suryawinata, 1990: 77-84). Di dalam teks yang panjang, berbagai jenis penyajian tersebut biasa dipakai secara bersama-sama. Penyajian naratif biasanya dipakai dalam menguraikan suatu perkembangan, misalnya sejarah fisika nuklir. Biasanya penyajian ini mengikuti urutan waktu atau kronologis. Teknik penyajian ini juga dipakai di dalam buku petunjuk. Cara penyajian deskripsi biasanya mengikuti keruntutan ruang atau spasial. Contohnya adalah sebuah teks yang menerangkan lapisanlapisan bumi. Di dalam penyajian deskriptif ini sering kali dijumpai bagan, denah, diagram, dll. Menurut Trimble (1985: 73-74), ada tiga macam deskripsi atau perian, yaitu deskripsi fisik, deskripsi, fungsi, dan deskripsi proses. Deskripsi fisik meliputi deskripsi karakteristik fisik dan hubungan spasial. Karakteristik fisik mencakup dimensi, bentuk, berat, warna, tekstur, bahan, dan volume. Hubungan spasial meliputi deskripsi umum (biasanya dinyatakan dengan kata-kata, di atas, di bawah, di samping, dll.) dan deskripsi khusus (yang biasanya dinyatakan dengan ukuran standar. Untuk mengatakan "tinggi", deskripsi khusus akan menulis "berada papa ketinggian 700 m di atas permukaan laut". Yang perlu diperhatikan di dalam hal ini adalah ukuran-ukuran standar yang dipakai di dalam bahasa Inggris tidak sama dengan ukuran standar di dalam bahasa Indonesia. Untuk ukuran jarak, bahasa Inggris sering menggunakan "feet, yard, mile" dll. Untuk bahasa Indonesia yang lebih sering digunakan adalah "meter" dan "kilometer". Demikian juga untuk satuan berat. Bahasa Inggris sering menggunakan "pound", sementara bahasa Indonesia menggunakan "kilogram". Untuk memudahkan pembaca penerjemah lebih baik 145 mengonversikan ukuran-ukuran tersebut ke dalam ukuran yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia. Kendati demikian, masih ada beberapa ukuran metrik yang tetap digunakan, khususnya dalam bidang perminyakan: galon dan barel; begitu pula masih digunakan acre (0.446Ha) yang sering dikacaukan dengan are (100m2) Deskripsi fungsi adalah perian tentang tujuan atau kegunaan sebuah objek dan bagaimana bagian-bagian dari objek tersebut berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu. Deskripsi proses adalah perian mengenai langkah-langkah sebuah prosedur dan tujuan prosedur tersebut. Deskripsi ini bisa berwujud paragraf atau instruksi. Berikut ini adalah contoh sebuah paragraf deskripsi karakteristik dan fungsi. There are two main types of cranes--the jib and the overhead. The jib has a long arm--the jib--which point outward horizontally or up at an angle. The crane works of the principle of the lever. The front wheel of the crane acts as the fulcrum of the lever, which is the pivot about which movement takes place. The load arm (the length of the lever) is measured from the load to the front wheel. The force arm (the length of the lever between the applied force and the fulcrum) is measured from the height of the crane to the front wheels. If the crane tries to lift too heavy a load, it tips forwards. Many cranes ring a warning bell if the load is dangerously heavy. (Methold, Waters, Cohler, 1980:54) Penyajian ekspositoris dipergunakan untuk menerangkan sesuatu, menjelaskan masalah atau fenomena, yang biasanya bersifat abstrak dan rumit. Di sini biasanya juga terdapat bagan, denah, diagram, dll. Sebagai contoh wacana ekspositori bisa memaparkan masalah narkoba yang terkait dengan beberapa aspek, yaitu aspek sosial, pendidikan, keamanan dan lain-lain. Model penyajian argumentatif pada praktiknya juga dipakai dalam tulisan IPTEK. Wacana argumentatif lebih menekankan pada sikap penulisnya untuk menyatakan pendapat dengan alasan-alasan yang dikemukakannya. Jenis ini banyak dijumpai di dalam jurnal-jurnal ilmiah atau makalah-makalah seminar. Sebagai contoh seseorang bisa menulis sebuah wacana argumentatif untuk mengemukakan idenya bahwa membangun reaktor nuklir di gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah 146 sangatlah berisiko. Wacana ini bisa didukung dengan deskripsi fungsi dan proses reaktor nuklir diikuti dengan paparan kemungkinan risikonya. Jadi di sini bisa dilihat bahwa beberapa jenis wacana ini bisa bergabung menjadi satu dalam sebuah teks, tidak harus berdiri sendiri secara terpisah (diskret). Berikut ini sekali lagi adalah contoh teks bahasa Indonesia dan terjemahannya dalam bahasa Inggris. Menurut jenisnya secara garis besar, teks ini adalah eksposisi tetapi dikembangkan dengan deskripsi, dan juga argumentasi. Teks BSu: Merokok dan Kehamilan 1. Kehamilan merupakan hasil dari pertemuan antara sperma dengan sel telur. Untuk terjadi suatu kehamilan yang baik diperlukan sperma yang baik, sel telur yang normal dan kondisi lingkungan yang menunjang perkembangan dan pertumbuhan embrio/janin. 2. Didalam asap rokok terdapat lebih dari 4000 jenis polutan/zat kimia yang berbahaya. Polutan yang paling dikenal secara umum adalah Nikotin, Karbonmonoksida (CO), Tar, Cadmium, Arsen,dan Hidrogen Cianida. Polutan yang terdapat didalam asap rokok selain berbahaya, juga merupakan sumber dari terbentuknya Oksigen Radikal Bebas yang bersifat mengoksidasi. Radikal Oksigen Bebas ini dapat merusak jaringan, juga bersifat mutagenik. Pengaruh Merokok pada Kesuburan 3. Untuk dapat menjadi hamil tentunya wanita harus mempunyai tingkat kesuburan/fertilitas yang baik, demikian pula dengan pasangan suaminya. Pada umumnya wanita perokok akan memerlukan waktu lebih lama untuk menjadi hamil, dan bila hamil akan mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tidak perokok. 4. Polutan yang terdapat dalam asap rokok dapat mempengaruhi tingkat fertilitas wanita dan pria. Secara umum, pengaruh yang 147 terjadi akibat polutan didalam asap rokok adalah terjadinya penyempitan pembuluh darah halus, peningkatan denyut jantung dan kebutuhan akan Oksigen yang meningkat. Nikotin merupakan penyebab menyempitnya pembuluh darah dan peningkatan denyit jantung. CO akan berkompetisi dengan sangat baik dengan Oksigen untuk berikatan dengan Hemoglobin (Hb). Ikatan CO dengan Hb lebih baik dibandingkan dengan Oksigen, dan ini berarti tingkat oksigenasi jaringan akan berkurang pada perokok. 5. Pengaruh Nikotin dan Cadmium pada sel telur adalah mengganggu proses pembelahan-pematangan sel telur, demikian pula pada sperma. Oksigen Radikal Bebas juga akan mengganggu kemampuan gerak dan kapasitasi sperma. 6. Asap rokok dengan komponen didalamnya akan berdampak buruk kepada tingkat fertilitas melalui terjadinya : 1. Kuantitas dan kualitas sperma berkurang. 2. Morfologi sperma lebih banyak mengarah kebentuk abnormal. 3. Sel telur akan lebih sedikit jumlahnya 4. Sel telur imatur (diploid) akan lebih banyak, sebagai akibat gangguan pembelahan-pematangan. 5. Embrio abnormal (triploidi) lebih banyak, sehingga tingkat abortus lebih tinggi. 6. Terjadi gangguan gerak di rambut getar (cilia) di saluran telur, sehingga risiko kehamilan diluar kandungan lebih tinggi. 7. Menopause terjadi lebih dini. 7. Pengaruh Merokok pada Kehamilan Embrio kemudian berkembang menjadi janin memerlukan nutrien dari ibu. Nutrien ini diperoleh melalui plasenta dan disalurkan melalui tali pusat ke embrio/janin. Semua zat yang terdapat didalam darah ibu akan dapat berpengaruh terhadap kualitas nutrisi ke Embrio/janin dan berrpengaruh kepada pertumbuhanperkembangan janin. Ibu hamil yang sehat, memakan makanan yang sehat ,tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol merupakan sumbangan penting untuk perkembangan dan 148 kehidupan janin. Plasenta terdiri antara lain dari pembuluh darah halus, pada plase ta juga te dapat a ie plase ta a g berfungsi menghambat zat tertentu untuk tidak melintasi plasenta dan memasuki darah janin. 8. Komponen yang terdapat pada asap rokok ternyata mampu melintasi barier plasenta, sehingga dengan bebas masuk ke tubuh janin. Nicotin dan CO akan menyebabkan pengecilan diameter pembuluh darah halus diplasenta juga di tali pusat bayi, dengan demikian akan mengurangi aliran darah dari ibu ke janin dan menurunkan tingkat oksigenasi janin. Fungsi plasenta juga akan terganggu, sehingga fungsi nutrisi ke janin juga akan mengalami gangguan. 9. Nikotin yang terdapat di darah janin akan mengganggu latihan pernafasan janin (exercise breathing) karena gangguan pada otot otot pernafasan janin. Keadaan ini akan juga berpengaruh setelah bayi lahir. CO dan Nikotin juga mengakibatkan denyut jantung janin berlebihan karena oksigenasi yang berkurang. Hidrogen Cianida akan mengganggu pertumbuhan rambut getar (cilia) pada saluran pernafasan. 10. Ibu hamil perokok merupakan lingkungan yang tidak menunjang untuk tumbuh-kembang janin dengan sempurna, dengan demikian berbagai risiko dapat terjadi. Risiko yang mungkin terjadi pada ibu hamil perokok adalah : 1. Risiko terjadi abortus lebih tinggi. 2. Kualitas nutrisi embrio/janin tidak maksimal. 3. Fungsi palsenta tidak maksimal. 4. Gerak Otot Pernafasan janin berkurang, dan berakibat pada bayi setelah lahir. 5. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah lebih sering terjadi, sehingga risiko terjadinya gangguan kesehatan pada bayi lebih tinggi. 6. Risiko terjadinya kelahiran prematur lebih sering. 7. Risiko terjadinya Kematian Bayi Mendadak (Sudden Infant 149 Death Syndrome) lebih sering. 8. Janin mengalami stress yang tidak perlu. 9. Kematian Perinatal lebih tinggi. 11. Setelah bayi dilahirkan dari ibu perokok maka bayi akan berada dalam lingkungan perokok, sehingga ia menjadi : 1. Perokok pasif, yang juga mempunyai risiko sama dengan perokok aktif. 2. Polutan yang terdapat pada ibu akan terdapat pula di air susu ibu. 3. Bayi akan mempunyai masalah saluran pernafasan. Teks BSa: SMOKING AND PREGNANCY 1. Pregnancy happens after a sperm fertilizes an ovum. To result in a good pregnancy, healthy sperms, normal ovum, and healthy environment that can facilitate the fetal growth are necessary. 2. Cigarette smoke contains more than 4000 hazardous chemical pollutants. The most well known ones are nicotine, carbon monoxide (CO), tar, cadmium, arsenic, and hydrogen cyanide. Besides being hazardous, the pollutants are also sources for free radical oxygen which is also an oxidant. The free radical oxygen can harm tissues and is mutagenic. The Influence of Smoking on Fertility 3. To be able to get pregnant, a woman should have a good fertility degree, and so should the husband. In general, it takes a longer time for a smoking woman to get pregnant. If she is, she has higher risks for disturbances compared to non-smoking women. 4. The pollutants contained in the cigarette smoke can affect women a d e s fe tilit . I ge e al, the polluta ts o tai ed i the cigarette smoke can cause the narrowing of arteries, the increasing frequency of heartbeat and the oxygen need. Nicotine causes the 150 narrowing of arteries and increasing of the heartbeats. Carbon monoxide (CO) will compete well with oxygen to bind with hemoglobin (Hb). The compound of CO and hemoglobin is better than that of CO and oxygen, and this means that the oxygenation of the tissue is less on smokers. 5. Nicotine and cadmium influence ovum because they affect the maturation and fission of the ovum. This also happens to the sperm. Free radical oxygen will also disturb the motility and capacity of sperms. 6. The cigarette smoke with its components will create a bad impact on the fertility degree by: 1. decreasing the quantity and quality of the sperms, 2. decreasing the tendency of the sperms to be abnormal morphologically, 3. decreasing the quantity of the ovum, 4. increasing the quantity of immature ovum (diploid) as a result of disturbance of the cell fission 5. decreasing the number abnormal embryo (triploid), so the aborting degree is higher 6. disturbing the cilia in the fallopian tube, so the possibility for ectopic pregnancy is increased. 7. increasing the possibility of early menopause The Influence of Smoking on Pregnancy 7. The embryo growing up into a fetus needs good nutrient from the mother. The nutrient is taken in from the placenta which is channeled in through an umbilical cord. All substances contained in the mother's blood do affect the fetal growth. A healthy pregnant mother who eats healthy diet, does not smoke, does not consume alcohol is a great help for the fetal growth. Placenta is composed of, among others, tender arteries and also barrier placenta that stops certain substances from entering the fetus' body. 151 8. Components contained in the cigarette smoke, however, can pass through this barrier so that they can freely flow into the fetus' body. Nicotine and CO narrows the artery's diameter in the placenta and the umbilical cord. Thus, they decrease the flow of blood from the mother and decrease the fetus' oxygenation. The function of placenta will also be disturbed so that the nutrient supply is disturbed, too. 9. The nicotine contained in the fetus' blood disturbs its exercise breathing because its respiratory muscles are disturbed, too. This also influences the baby after the birth. CO and nicotine causes the heart to work hard because of the lack of oxygenation. Oxygen cyanide will disturb the growth of the cilia in the respiratory channel. 10. A smoking mother is an unhealthy environment for the perfect fetal growth, and, therefore, she is open to many risks. The risks that may face a smoking mother are: 1. Higher risks for abortions 2. Low fetal nutrient quality 3. Non-optimal placenta function 4. Decreasing the fetus' respiratory muscle movement after the birth 5. Underweight baby who is vulnerable to diseases 6. Higher risks for premature delivery 7. Higher risks for sudden infant death syndrome 8. Unnecessary stress of the fetus 9. Higher risks for prenatal death 11. After delivery, the baby of a smoking mother will be in a smoking environment so that: 1. It will be a passive smoker, who has similar risks with the active smoker. 2. The pollutant in the mothers body is also present in the mother's milk 3. The baby may have respiratory disorders. 152 Seluruh teks berupa wacana konsep tentang bahaya merokok terhadap ibu hamil. Masing-masing paragraf di dalamnya disajikan melalui paragraf fisik dengan tipe penyajian yang berbeda-beda. Paragraf 1 : ekspositoris Paragraf 2 : deskriptif Paragraf 3 : argumentatif-ekspositoris Paragraf 4 : argumentatif-ekspositoris Paragraf 5 : argumentatif-ekspositoris Paragraf 6 : ekspositoris-argumentatif Paragraf 7 : naratif-argumentatif Paragraf 8 : ekspositoris-argumentatif Paragraf 9 : argumentatif-ekspositoris Paragraf 10 : ekspositoris-deskriptif Paragraf 11 : ekspositoris Pada waktu menerjemahkan teks IPTEK, penerjemah harus sadar akan tipe apa atau gabungan dari tipe apa yang sedang dipakai dalam teks BSu. Karena ada ciri-ciri tertentu untuk setiap jenis dalam hal kata-kata dan struktur kalimat. Wacana naratif ditandai dengan kata-kata yang menandai urutan peristiwa seperti first, second, next, afterwards, dan seterusnya. Tenses (bentuk kala) yang dipakai bisa berupa kala lampau (past) atau kala kini (present), tergantung pada apakah wacana itu menceritakan sesuatu yang telah terjadi atau proses umum terjadinya sesuatu. Untuk wacana deskriptif dan naratif sering digunakan struktur yang paralel (sejajar). Sementara itu wacana ekspositori dan argumentatif menggunakan struktur yang sejajar, kalimat majemuk rapatan, kalimat majemuk bertingkat atau campuran antara kalimat majemuk rapatan dan majemuk bertingkat. Dari semua elemen-elemen gramatika bahasa Inggris yang mungkin membuat bingung pembaca non bahasa Inggris, menurut Trimble (1985:115), ada empat: (1) kalimat pasif dan statif di dalam deskripsi dan instruksi, (2) penggunaan modalitas di dalam instruksi, (3) penggunaan kata sandang tentu di dalam deskripsi dan instruksi, dan (4) pemilihan bentuk kala (tense) di dalam deskripsi dan informasi pendukung di dalam deskripsi itu. Berikut ini adalah keterangan mengenai butir-butir yang sulit tersebut disarikan dari tulisan Trimble (1985: 115-126). 153 Perbedaan antara pasif dan statif Kata kerja pasif dan statif paling banyak ditemui di dalam wacana deskripsi dan kadang-kadang juga di dalam bentuk teks instruksi. Kalimat statif adalah kalimat yang kelihatannya mirip dengan pasif, terdiri atas kata kerja to be diikuti oleh bentuk past participle, tetapi sebenarnya bukanlah kalimat pasif karena memang tidak ada pelaku (agent) kata kerja yang past participle-kan. Sebuah kalimat pasif selalu menunjukkan adanya aktivitas, sedangkan kalimat statif selalu menunjukkan keadaan atau kondisi dari subjek kalimat itu. Jadi sebuah kata kerja statif sebenarnya adalah sejenis frasa kata kerja diikuti oleh kata sifat. Dalam kaitannya dengan penerjemahan kata kerja pasif sering diterjemahkan dengan di + kata dasar sedangkan kata kerja statif sering diterjemahkan dengan ter + kata dasar tetapi tidak selalu. Contoh kalimat pasif: BSu: The door is closed by the child. BSa: Pintunya ditutup oleh anak tersebut. Contoh kalimat statif: BSu: I have been here for several month. The door is never open. It's always closed. BSa: Saya sudah di sini berbulan-bulan. Pintu itu tidak pernah terbuka. Pintu itu selalu tertutup. Contoh berikut ini diambil dari Trimble (1985: 115-116) Kalimat pasif: The heat exchanger assembly is lowered from the compartment while resting on the platform. The platform is lowered and raised by the hoist crank. Kalimat statif: The RS-5 system is composed of an undersea acoustic beacon, a surface-vessel ou ted a a ….a e ti al efe e e u it….[a d] control unit. The sensor is housed o a suppo t asse l …Whe the gear is down and locked…. 154 Paragraf yang terdiri atas kalimat pasif di atas mempunyai tiga bentuk pasif. Bentuk pasif yang pertama tanpa pelaku (agent). Jadi is lowered bisa diterjemahkan menjadi diturunkan dan is raised menjadi dinaikkan. Paragraf yang terdiri atas empat bentuk statif is composed of bisa diterjemahkan menjadi tersusun atas. Is housed diterjemahkan menjadi terletak, is down diterjemahkan menjadi (pada posisi) di bawah dan is locked diterjemahkan menjadi (dalam posisi) terkunci. Jadi sekali lagi yang membedakan adalah ada tidaknya aktivitas yang dirujuk oleh bentukan to be + past participle tersebut. Penggunaan modalitas Modal, terutama modal pasif, sering dijumpai dalam wacana IPTEK. Banyak sekali ditemui kalimat yang dibuka dengan It should be made clear that… Tetapi a g sedikit le ih sulit lagi adalah ada a pergeseran makna dari makna standard dari modal-modal tersebut dengan apabila modal-modal tersebut digunakan dalam tulisan IPTEK. Sebagai contoh should dan may di dalam bahasa Inggris biasa digunakan untuk mengungkapkan makna yang artinya sebenarnya must. Untuk lebih jelasnya perhatikan paragraf berikut ini. Weld backing Steel weld backing should be sufficiently thick so that the molten metal will not burn through the backing. In most cases the steel weld backing is fused and remains part of the weldment. One of the best possible nonfusible weld backings is copper. Copper should be of a sufficient mass or liquid cooled so as to readily dissipate the heat. For steel thicknesses other than gage material, a relief groove may be necessary. The depth of this relief groove may be as little as 0.02" or as much as 1/8" or more. (Teks dikutip dari Trimble; 1985:120) Modal should di dalam paragraf pertama sebenarnya berarti harus atau must. May memang sepintas berarti dapat, tetapi dalam praktiknya pengelas tidak mempunyai pilihan bila dihadapakan pada kondisi tersebut. Sehingga may di sini pun sebenarnya berarti must. 155 Penggunaan kata sandang/artikel tentu (the) Penggunaan artikel the sering kali tidak konsisten, terutama di dalam teks manual teknis dan sejenisnya. Sebenarnya penulis harus menggunakan artikel the, tetapi entah disengaja atau tidak ia mengabaikannya begitu saja. Bagi penutur asli bahasa Inggris hal ini tidak menjadi soal, tetapi bagi pembaca yang bukan penutur asli bahasa Inggris, ia menjadi ragu-ragu apakah harus membutuhkan artikel tentu tersebut di dalam terjemahannya atau tidak. Perhatikan contoh wacana direktif berikut ini. Rubber plug method of tubeless tire repair 1. Remove puncturing object if still in the tire ( Tire is not dismounted from the rim) 2. Fill tire with air to 30 psi. Dip probe into cement, insert it into injury and work up and down to lubricate injury. 3. Grasp each end of patch. Stretch and roll center of patch into eye of needle. Remove protective covering from both sides of the patch, being careful not to touch raw rubber. 4. Dip perma strip into cement, making sure that all surfaces are coated. 5. Insert patch slowly and steadily into injury, up to handle. Then turn needle 1/4 turn and remove. 6. Without strecthing the path, cut it 1/8" from the tread. 7. Inflate to proper pressure. Tire is now ready for service. (Teks dikutip dari Trimble; 1985:121) Tanda menunjukkan bahwa sebenarnya artikel the harus disisipkan. Dalam penerjemahannya, penerjemah seharusnya menganggap bahwa ada the disana. Kesulitan dalam penggunaan the berikutnya adalah dipakainya artikel the secara khusus di dalam wacana deskriptif IPTEK yang mungkin saja menurut aturan tatabahasa baku the tidak perlu dipakai dalam hal ini. Misalnya, the tidak pernah digunakan di depan kata benda yang baru pertama kali disebutkan. Tetapi hal ini sering terjadi di dalam wacana IPTEK. Kalimat-kalimat kedua dan seterusnya, juga sering menggunakan the untuk semua kata bendanya, dengan anggapan bahwa penulis sedang 156 memerikan sebuah benda atau bagian dari benda tersebut. Fenomena tersebut bisa dilihat pada contoh berikut ini, untuk the yang dicetak miring. The gas turbine engine fires continuously. The engine draws air through the diffuser and into the compressor, raising its temperature. The high pressure air passes into the combustion chamber, where it is mixed with a fuel and produces an intense flame. The gas from the combustion chamber is directed through the turbine, where the pressure of the gas decreases and its velocity increases. The turbine drives the compressor. The gas increases in speed as it passes through the exhaust nozzle before it is finally expelled from the turbine. A net force results from the change in momentum of the gases between the inlet and the exhaust. If a gas turbine is intended to drive an automobile, it must be designed so that as much energy as possible is absorbed by the turbine and transferred to the drive shaft. (Teks dikutip dari Trimble; 1985: 122) Penggunaan tenses non-temporal Yang dimaksud dengan menggunakan tenses non temporal adalah tidak menggunakan waktu terjadinya kegiatan untuk menentukan jenis tenses. Di dalam wacana IPTEK, ada tiga wilayah yang biasanya tidak memerlukan penggunaan tenses secara temporal, yaitu (1) pada saat penulis memerikan sebuah alat, (2) pada saat penulis sedang menerangkan sebuah gambar, dan (3) pada saat penulis merujuk sebuah penelitian yang sudah dipublikasikan. Biasanya penulis yang memerikan sebuah alat di dalam bahasa Inggris menggunakan bentuk kala lampau untuk memerikan sebuah alat yang pernah dipakai dan kemudian tidak pernah lagi dipakai pada saat tulis tersebut dibuat. Sementara itu, ia akan menggunakan bentuk kala kini apabila objek yang diperikan masih berfungsi dengan baik atau masih digunakan pada saat tulisan tersebut dikerjakan. Di dalam menerjemahkan teks semacam itu ke dalam bahasa Indonesia, mungkin penerjemah bisa mengabaikan perbedaan bentuk kala tersebut. Terkait dengan penggunaan gambar di dalam teks, penulis IPTEK 157 di dalam bahasa Inggris biasanya menggunakan bentuk kala kini bila membahas gambar tersebut dalam kaitannya dengan subjek tulisannya. Namun apabila ia menerangkan aktivitas pengumpulan data untuk membuat ilustrasi dan merancang gambar tersebut maka ia lebih sering menggunakan bentuk kala lampau. Perhatikan contoh berikut. BSu: The results which are shown in Table 5 were achieved by developing a new computer program. These results indicate that it is no longer necessary to budget at the 7% rate for repair. BSa: Hasil yang ditampilkan dalam Tabel 5 diperoleh dengan cara mengembangkan program komputer baru. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak lagi perlu membuat anggaran 7% untuk perbaikan. Pada contoh di atas, cara pencapaian Tabel 5 diungkapkan dengan kala lampau (were achieved), sementara keterangan lain disampaikan dalam kala kini (are shown, indicate, is). Seperti pada kasus sebelumnya, penerjemah ke dalam bahasa Indonesia bisa mengabaikan perbedaan kala ini. Para penulis IPTEK sering menggunakan bentuk kala kini bila merujuk kepada riset yang sudah dilakukan sebelumnya. Hanya kadangkadang saja ia menggunakan bentuk kala lampau di dalam melaporkan riset yang sudah dilakukan sebelumnya, tetapi tidak begitu penting kaitannya dengan kerja atau karya yang sedang dilakukan. Untuk menerjemahkan laporan tentang riset yang pernah dilakukan sebelumnya ini, penerjemah bisa menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan penanda waktu yang sesuai, misalnya: dulu, pada tahu …., da lai -lain, kalau memang konsep pembedaan waktu itu diperlukan untuk memperjelas kaitan riset atau karya yang sedang dilaporkan dengan riset-riset terdahulu. 8.4 Langkah-langkah Penerjemahan IPTEK Masalah yang mungkin dihadapi oleh penerjemah saat menerjemahkan teks IPTEK bisa dipahami dengan lebih jelas dengan 158 mengingat tahap-tahap penerjemahan yang telah kita bahas di dalam BAB I, yang pada umumnya terdiri atas tiga tahap: (1) tahap memahami makna BSu, (2) tahap mencari padanan konsep, isi, dan makna dari BSu ke dalam BSa, (3) mencari kata, istilah, dan ungkapan yang tepat di dalam BSa serta menuliskan kembali konsep, ini, dan makna BSu di dalam BSa. Untuk lebih jelasnya kita coba menerjemahkan salah satu teks kita tentang masalah monitor di bawah ini. If your monitor fails to operate correctly consult the following check points for possible solutions before calling for help. 1. No picture: check to make sure the AC power cord is plugged in. Check to make sure there is power at the AC outlet by plugging in another piece of equipment (such as a lamp) to the outlet. 2. No picture, yet LED indicator is on: make sure the PC is turn on. Check to make sure the video signal cable is firmly connected in the video card socket. To make sure that the video card in securely seated in the PC. Tahap I , penerjemah membaca teks BSu. Untuk bisa memahami dengan benar, ia harus mengerti betul jargon-jargon ilmu pengetahuan tersebut. Jargon adalah kata-kata khusus di dalam bidang yang bersangkutan, yang mungkin saja mempunyai makna yang berbeda dengan makna kata yang sama dalam bidang lain. Jargon-jargon yang ada dalam teks BSu di atas adalah: AC, power cord, AC outlet, LED, video signal cable, dan video card socket. Tahap II, memindahkan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan dari kata-kata tersebut di dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia). Sebagai contoh langkah ini di dalam menerjemahkan teks di atas, penerjemah harus mencari padanan dari kata-kata yang digunakan di dalam teks Bsy, terutama kata-kata yang termasuk jargon. Jargon di dalam teks tersebut adalah: AC, power cord, AC outlet, LED indicator, video signal cable, dan videa card socket. Perhatikan tabel berikut yang memuat kemungkinan padanan dari jargon-jargon dari teks contoh. 159 Tabel 8.1. Contoh makna dan padanan jargon dalam bidang komputer Jargon dalam Makna Padanan dalam Bsu BSa AC Arus bolak-balik Arus listrik Power cord Kabel yang menghubungkan Kabel listrik ke sumber daya AC outlet Alat tempat penancapan soket kabel listrik dari alat elektronik LED indicator Lampu petunjuk yang berupa Lampu petunjuk dioda yang mengeluarkan cahaya PC Komputer pribadi Komputer Video signal Kabel penghubung monitor Kabel sinyal video cable dengan alat pemroses sentral Video card Tempat tancapan dari Soket kartu video socket rangkaian elektronik untuk pengolah sinyal gambar Tahap III, menuliskan ide yang telah ditransfer ke dalam bahasa Indonesia secara utuh. Hasil dari tahap ini bisa berupa terjemahan sebagai berikut: If your monitor fails to operate correctly consult the following check points for possible solutions before calling for help. Jika monitor Anda tidak bisa beroperasi dengan benar, lihatlah butirbutir pengecekan berikut ini untuk mendapatkan pemecahan masalahnya sebelum mencari bantuan. 1. No picture: check to make sure the AC power cord is plugged in. Check to make sure there is power at the AC outlet by plugging in another piece of equipment (such as a lamp) to the outlet. (1) Tidak ada gambar: periksalah untuk memastikan bahwa kabel 160 listriknya telah dihubungkan. Periksalah untuk memastikan apakah ada daya listrik di soket listrik dengan cara menghubungkan perangkat listrik lain (misalnya lampu) ke soket tersebut. 2. No picture, yet LED indicator is on: make sure the PC is turn on. Check to make sure the video signal cable is firmly connected in the video card socket. Check to make sure that the video card is securely seated in the PC. (2). Tidak ada gambar, tetapi lampu petunjuknya menyala. Perhatikan bahwa komputernya dihidupkan. Periksa untuk memastikan bahwa kabel sinyal videonya terhubung dengan kuat di dalam soket kartu video. Periksalah untuk memastikan bahwa kartu videonya tertancap kuat di dalam komputer. Tahap IV, merevisi. Pada tahap ini penerjemah membaca kembali hasil terjemahannya dan kalau perlu meminta tanggapan dari orang lain tentang kualitas terjemahannya tersebut. Berdasarkan langkah tersebut, hendaknya ia merevisi karyanya. 161 BAB IX PENERJEMAHAN KARYA SASTRA 9.1 Syarat-syarat Penerjemah Karya Sastra Dilihat dari fungsinya, suatu terjemahan bertujuan untuk menjembatani perbedaan ruang dan waktu (Savory, 1968). Yang pertama, memindahkan makna dan pesan dalam BSu ke dalam BSa. Kemungkinan yang kedua adalah memindahkan makna dan pesan dari suatu kurun waktu ke waktu lain yang berbeda. Misalnya menerjemahkan sebuah naskah Jawa Kuno ke dalam Bahasa Jawa sekarang. Karena kekhususan tugasnya, diperlukan syarat khusus bagi penerjemah karya sastra. Nida (1975), dan Savory (1968) menyatakan bahwa penerjemah karya sastra perlu memiliki syarat-syarat berikut ini: 1. memahami BSu secara hampir sempurna. Dalam tingkat rekognisi kemampuannya diharapkan mendekati seratus persen. 2. menguasai dan mampu memakai BSa dengan baik, benar, dan efektif. 3. mengetahui dan memahami sastra, apresiasi sastra, serta teori terjemahan. 4. mempunyai kepekaan terhadap karya sastra. 5. memiliki keluwesan kognitif dan keluwesan sosiokultural. 6. memiliki keuletan dan motivasi yang kuat. Karya sastra lebih mengandung unsur ekspresi si sastrawan dan kesan khusus yang ingin ditimbulkannya terhadap si pembaca. Karya sastra juga mengandung unsur-unsur emosional, efek keindahan kata dan ungkapan, efek keindahan bunyi, dengan segala nuansa yang mengiringinya. Inilah yang disebut fungsi esetis. Oleh sebab itu penerjemah karya sastra perlu mempunyai pengetahuan yang luas tentang latar belakang sosiokultural dari BSu itu, sebab hal ini sangat diperlukan untuk memahami benar-benar karya sastra yang sedang digarapnya. Savory (1968) menyebutkan tingkat pemahaman ini sebagai pemahaman yang kritis, artinya penerjemah mampu memahami teks dalam BSu itu dari segala segi dan aspeknya. Semua itu memerlukan kemampuan yang hampir sempurna dalam mempergunakan BSa. Oleh 162 karena itu penerjemahan karya sastra hanya mungkin dilakukan oleh seorang penutur asli bahasa itu. Banyak di antara para penerjemah itu yang sekaligus juga sastrawan kreatif sebab menerjemahkan karya satra memerlukan kemampuan kreatif mengolah bahasa itu agar padanan yang didapatkan benar-benar sesuai. Ini yang disebut penguasaan praktiskreatif. Dapat disebutkan di sini beberapa orang yang telah menerjemahkan karya sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris yaitu Burton Raffel, John McGlynn dan John Hunter; dan beberapa sastrawan Indonesia yang telah menerjemahkan karya sastra Inggris ke dalam bahasa Indonesia: Sapardi Djoko Damono, Trisno Sumardjo, W.S. Rendra dan Djokolelono. Seorang penerjemah perlu memahami bahan yang akan di terjemahkan. Untuk memahami bahan itu ia memerlukan pengetahuan dasar yang cukup dalam bidang ilmu yang bersangkutan. Oleh karena itu seorang penerjemah karya sastra perlu memiliki kemampuan untuk memahami dan mengapresiasi suatu karya sastra. Menerjemahkan karya sastra merupakan usaha untuk menjembatani dua kultur yang berbeda, dengan dua bahasa yang berbeda. Sudah barang tentu usaha ini cukup sukar (Robinson, 1977:17). Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa karya sastra yang paling banyak diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia adalah novel (prosa fiksi) dan puisi. Untuk itu dua sub-bab berikut akan membahas penerjemahan kedua hal ini. 9.2 Menerjemahkan Prosa Fiksi Yang disebut prosa fiksi adalah tulisan hasil rekanaan semata yang mengandung cerita. Secara sederhana, kalau tulisan ini panjang disebut novel, dan kalau pendek serta dimaksudkan untuk diselesaikan dengan sekali baca disebut cerita pendek. Tetapi secara umum kedua jenis prosa ini mempunyai kesamaan karakteristik; selain isi ceritanya hanya hasil rekaan semata, keduanya punya plot, punya pelaku, dan menggunakan bahasa yang lugas, tidak sepadat serta sehemat puisi. Tentu saja ini batasan cerpen dan novel konvensional. Karena karakteristik dan sifat-sifat yang relatif sama, maka cara menerjemahkannya pun relatif sama juga. Menurut Peter Newmark (1988), masalah-masalah yang 163 menghadang penerjemah dalam menerjemahkan prosa fiksi adalah pengaruh budaya sumber dan pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis aslinya. Dalam hal pengaruh budaya BSa, kesulitan ini bisa berupa aturan-aturan BSu, gaya bahasa, latar, dan tema. Sedang dalam hal pesan moral, penerjemah bisa menemukan kesulitan dalam hal idiolek dan ciriciri khas penulis. Selain masalah tersebut di atas, perlu diperhatikan juga ciri-ciri konvensi kesusastraan pada saat karya itu ditulis. Dengan demikian, penerjemah tidak akan salah memahami naskah aslinya, terutama dalam hal gaya penulisannya. Sementara orang memandang bahwa menerjemahkan cerpen atau novel lebih mudah daripada menerjemahkan puisi karena kata-kata yang digunakan tidak sehemat dan seterpilih kata-kata puisi. Keindahan dalam sebuah cerpen atau novel tidak begitu tergantung pada pilihan kata, rima, dan irama, tetapi lebih terletak pada alur cerita dan pengembangan tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita itu. Pendapat ini memang tidak salah. Hanya saja kalau tidak hati-hati, penerjemah bisa saja terjerumus ke dalam penerjemahan kalimat per kalimat, yang kalau dibaca sepintas terlihat bagus dan runtut, tetapi secara keseluruhan tidak membawa pesan seperti yang diamanatkan oleh naskah aslinya. Mengapa demikian? Menurut Basnett-McGuire (1980), penerjemah yang melakukan kerja seperti hipotesis di atas memang sudah bekerja keras untuk menghasilkan naskah dalam BSa yang enak dibaca. Tetapi ternyata dia gagal untuk menemukan hubungan antara tiap-tiap kalimat yang diterjemahkannya dengan struktur cerpen atau novel secara keseluruhan. Akibatnya banyak pesan yang tak tersampaikan. Menurut Wolfgang Iser (dalam Basnett-McGuire, 1980), dalam sebuah cerpen atau novel suatu kalimat tidak sekedar ujaran yang berdiri sendiri, tetapi kalimat itu bertujuan untuk mengatakan sesuatu diluar apa yang tertulis itu, karena kalimat dalam teks sastra selalu berfungsi sebagai indikasi akan datangnya serangkaian ide yang akan menyusul. Dengan cara demikian, sebuah cerita bisa terasa pekat dan mengasyikkan untuk terus diikuti, sehingga bila penerjemah hanya menggarap kalimat-kalimatnya itu sebagai kalimat-kalimat yang berdiri sendiri, hanya berdasarkan makna dari tiap-tiap kalimat saja, maka hasil terjemahannya akan kehilangan dimensi, kedalaman dan keluasan makana yang ingin disampaikan oleh 164 penulis aslinya. Menurut Peter Newmark (1988), masalah-masalah yang mungkin ditemui para penerjemah dalam menerjemahkan prosa fiksi adalah: 1. pengaruh budaya bahasa sumber (BSu) dalam teks asli. Pengaruh budaya ini bisa muncul dalam gaya bahasa, latar, dan tema. 2. Tujuan moral yang ingin disampaikan kepada pembaca. Dalam operasionalnya, masalah ini berada dalam proses penerjemahan nama diri, baik nama karakter atau nama tempat, yang mungkin tidak dikenal dalam bahasa sasaran (BSa). Selain itu penerjemahan aturan-aturan BSu pun potensial sekali untuk menjadi masalah. Belum lagi masalah idiolek penulis, dialek karakter, dan lain-lain. Sebagai contoh, dialek orang kulit hitam rendahan seperti tokoh Huckelberry Finn itu bagaimana harus diterjemahkan? Selain proses penerjemahan hal-hal di atas, perlu pula diperhatikan ciri-ciri konvensi kesusastraan pada saat karya itu ditulis. Dengan demikian, penerjemah tidak akan salah memahami naskah aslinya, terutama dalam hal gayanya. Kalau begitu bagaimana sebaiknya menerjemahkan cerpen atau novel? Sebelum kita membicarakan prosedur operasionalnya, marilah kita simak usulan Hilaire Belloc tentang aturan umum dalam menerjemahkan cerpen atau novel. Menurut Belloc, seperti yang dikutip oleh Basnett-McGuire (1980: 116), ada enam aturan umum bagi penerjemah naskah prosa fiksi: 1. Penerjemah tidak boleh menentukan langkahnya hanya untuk menerjemahkan kata per kata atau kalimat per kalimat saja, tetapi dia harus selalu mempertimbangkan keseluruhan karya, baik karya aslinya atau pun karya terjemahannya. Ini berarti penerjemah harus menganggap naskah aslinya sebagai satu kesatuan unit yang integral, meskipun saat menerjemahkannya ia mengerjakan bagian per bagian saja. Inti dari peraturan pertama ini sebenarnya berbicara tentang unit terjemahan terkecil dalam cerpen atau novel. Dan masalah ini, menurut Basnett-McGuire, memang masalah pokok terjemahan prosa fiksi. Dalam terjemahan puisi dengan mudah penerjemah bisa membagi puisi itu menjadi unit-unit terjemahan dalam baris-baris. Kalau baris-baris ini terasa tidak sesuai pasti bisa dibagi dalam bait-bait. 165 Memang betul bahwa novel terbagi menjadi beberapa bab yang berturutan. Tetapi struktur cerita yang sebenarnya tidak mesti linier seperti bab-bab tersebut. Kadang-kadang banyak kilas balik yang terselip di dalam bab-bab itu. Sehingga kalau penerjemah menganggap kalimat-kalimat tersebut sebagai unit terjemahan terkecil dan menerjemahkannya tanpa menghubungkannya dengan struktur keseluruhan cerita, maka kemungkinan besar dia akan menghasilkan terjemahan yang dangkal, tanpa dimensi sama sekali. Justru dimensi inilah yang membuat sebuah cerita menjadi berbobot. 2. Penerjemah hendaknya menerjemahkan idiom menjadi idiom pula. Di sini harus diingat bahwa idiom dalam BSu mungkin sekali mempunyai padanan idiom dalam BSa, meskipun kata-kata yang dipergunakan tidak sama persis. Sebagai contoh idiom kambing hitam dalam Bahasa Indonesia mempunyai padanan scape goat dalam Bahasa Inggris, dan bukan black goat. Contoh lain adalah ekspresi "It doesn't pay". Dalam menerjemahkan ekspresi itu, penerjemah tentu tidak bisa menerjemahkannya menjadi "Itu tak bisa membayar", tetapi "Itu tak ada gunanya" tentu lebih benar. Jadi, dalam kasus seperti ini penerjemah perlu mencari padanan dari idiom atau ekspresi dari BSu di dalam BSa. Kalau memang betul-betul tidak ada padanannya, barulah idiom itu bisa diterjemahkan. 3. Penerjemah harus menerjemahkan "maksud" menjadi "maksud" juga. Kata "maksud" di sini menurut Belloc berarti muatan emosi atau perasaan yang dikandung oleh ekspresi tertentu. Bisa saja muatan emosi dalam ekspresi BSu-nya lebih kuat daripada muatan emosi dari padanannya dalam BSa, atau ekspresi tertentu terasa pas dalam BSu tetapi menjadi janggal dalam BSa, bila diterjemahkan literal. Oleh karenanya, sering kali penerjemah prosa fiksi terpaksa menambahkan kata-kata yang sebenarnya tidak ada dalam teks asli untuk menyesuaikan "maksud"nya di dalam BSa. Tetapi bagaimanapun, sebisa mungkin penerjemah menahan diri untuk tidak cepat menambah atau mengurangi hal-hal dalam teks aslinya. Untuk itulah, penerjemahannan "maksud" ini perlu diperhatikan. Sebagai contoh di sini penulis ambilkan dari contoh yang diajukan Suryawinata (1989). Penulis tersebut mencontohkan suatu situasi sewaktu seorang suami sedang marah-marah pada istrinya dan 166 mengoceh melulu. John, sang suami, tak ada henti-hentinya mengomel. Lalu istrinya bilang dalam bahasa Ingris, "John, please". Bagaimana cara menerjemahkan ekspresi singkat itu? Tentu akan terdengar lucu bila kita terjemahkan menjadi "John, silakan." Kita lihat dulu maksudnya. Si istri bermaksud meredakan amarah sang suami dengan menyuruhnya menahan diri atau bersabar. Setelah mengetahui hal ini mungkin lebih baik kalau ekspresi itu kita terjemahan menjadi "John, sudahlah." It's a cake bisa juga berarti mudah sekali bila terdapat dalam wacana berikut: A: The problem is nobody will drive. B: It's a cake. I got my license yesterday. (dari Batman: The Knightfall) 4. Penerjemah harus waspada terhadap kata-kata atau struktur yang kelihatannya sama dalam Bsu dan Bsa, tetapi sebenarnya sangat berbeda. Sebagai contoh kalimat "I won't be long" dalam bahasa Inggris sekilas sama dengan kalimat dalam bahasa Indonesia "Saya tak akan panjang." Setelah didimak lagi ternyata bukan itu padanannya dalam bahasa Indonesia. Padanannya adalah "Saya tak akan lama." Contoh lain adalah kalimat bahasa Inggris, "It doesn't pay." Meskipun sekilas kalimat ini sama dengan kalimat bahasa Indonesia, "Hal itu tidak membayar," tetapi padanan yang betul adalah "Itu tak ada gunanya." Selain struktur kalimat, ada kalanya kata-kata pun menjadi masalah bila penerjemah tidak teliti. Kata "map" dalam bahasa Inggris bukanlah "map" dalam bahasa Indonesia, tetapi "peta." Contoh lainnya adalah: "Map" (Indonesia) sama dengan "folder" bukan "map" (Inggris). "Fabric" (Inggris) sama dengan "serat kain" (Indonesia) bukan "pabrik". Sedangkan kata "pabrik" dalam bahasa Indonesia sama dengan "factory, mills, plants" dalam bahasa Inggris. 5. Penerjemah hendaknya berani mengubah segala sesuatu yang perlu diubah dari BSu ke dalam BSa dengan tegas. Lebih jauh Belloc mengatakan bahwa inti dari kegiatan menerjemahkan cerita fiksi adalah kebangkitan kembali "jiwa asing" dalam tubuh "pribumi". Tentu saja yang dimaksud dengan "jiwa asing" ini adalah makna cerita dalam 167 BSu dan "tubuh pribumi" ini adalah bahasa sasarannya (BSa). 6. Meskipun penerjemah harus mengubah segala yang perlu diubah, tetapi pada langkah keenam, Belloc (dalam Basnett-McGuire, 1980) mengatakan bahwa penerjemah tidak boleh membubuhi cerita aslinya dengan "hiasan-hiasan" yang bisa membuat cerita dalam BSa itu lebih buruk atau lebih indah sekali pun. Tugas penerjemah adalah menghidupkan "jiwa asing" tadi, bukan mempercantiknya, apalagi memperburuknya. Dengan keenam prinsip utama di atas, rasanya Belloc ingin menekankan bahwa para penerjemah prosa fiksi perlu mempertimbangkan bahwa naskah merupakan satu keseluruhan yang berstruktur, di samping dia juga mempertimbangkan pentingnya hal-hal yang berhubungan dengan gaya dan tata kalimat. Belloc juga mengakui bahwa ada kewajiban moral bagi para penerjemah untuk setia pada naskah aslinya. Tetapi dia juga merasa bahwa penerjemah juga punya hak untuk menambah atau mengurangi kata-kata dalam naskah asli dalam proses penerjemahannya agar hasil terjemahannya nanti sesuai dengan aturan-aturan idiomatik dan gaya bahasa BSa. Dengan demikian jelas sekali bahwa dalam penerjemahan prosa fiksi (cerpen/novel), penerjemah mementingkan makna, pesan, kemudian gaya, persis seperti apa yang dikemukakan oleh Nida dan Taber (1982). Sebagai contoh utuh penerjemahan prosa fiksi ini, lihat lampiran 2. 9.3 Menerjemahkan Puisi Sebagai salah satu bentuk seni sastra, puisi mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh bentuk-bentuk seni sastra yang lain. Ada dua ciri menonjol dalam sastra, yaitu keindahan dan ekspresi. Tetapi kalau dicermati, puisi adalah salah satu jenis seni sastra yang cukup berbeda dari jenis-jenis yang lain, seperti drama, cerpen dan novel. Dalam puisi keindahan tidak hanya dicapai dengan sarana pilihan kata saja, tetapi di sana penyair mencipta ritme, irama, serta emosi-emosi yang khas dengan cara membuat ungkapan-ungkapan yang khas pula, yang kadang kala ditulis dengan tidak mengikuti kaidah yang umum. Di samping itu, puisi juga merupakan wahana bagi penyair untuk mengungkapkan gagasannya dan perasaannya. Pesan atau makna yang disampaikan oleh penyair ini biasanya kaya sekali akan nuansa yang dihasilkan dari efek bunyi, kiasan 168 tertentu, dan sebagainya. Dan ini semua bisa saja luput dari penangkapan seorang pembaca. Seperti dalam terjemahan-terjemahan jenis lain, penerjemah dalam terjemahan puisi juga berperan sebagai jembatan penghubung antara pengarang dengan pembaca. Kalau pembaca tidak menguasai bahasa Inggris misalnya, maka dia tidak bisa memahami dan menikmati karya penyair Inggris atau Amerika. Untuk itulah seorang penerjemah diperlukan. Tetapi mengingat betapa uniknya puisi seperti yang diuraikan di atas, muncullah pertanyaan, "Mungkinkah menerjemahkan puisi? Seperti seorang pelukis yang melukiskan suara hatinya dengan bahan-bahan cat yang berwarna-warna, seorang penyair mencipta puisi untuk menuangkan suara jiwanya dengan bahan kata-kata. Tentu saja kata-kata ini adalah hasil pemilihan yang cermat dengan memperhatikan efek bunyi tertentu untuk mengungkapkan emosi tertentu serta makna dan pesan tertentu pula. Seperti halnya cat atau bahan pewarna, kata-kata adalah milik semua bahasa dan dapat dipakai oleh semua orang. Dengan kata lain, semua bahasa mempunyai satuan bunyi yang disebut kata. Dan semua kata-kata dalam segala jenis bahasa di dunia ini, termasuk Bahasa Inggris dan juga Bahasa Indonesia, sama-sama bisa dipakai untuk menulis puisi, mengungkapkan perasaan, dan menyampaikan pesan. Jadi, suatu pesan yang disampaikan dalam Bahasa Inggris, mungkin sekali bisa disampaikan juga dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena inilah, menurut Theodore Savory (1969: 75), terjemahan puisi yang memadai masihlah mungkin dilakukan. 9.3.1 Jenis-jenis Terjemahan Puisi Ada beberapa metode yang biasa diterapkan oleh para penerjemah puisi. Andre Lefevere (dalam Bassnett-McGuire, 1980: 81-82) mencatat tujuh metode terjemahan puisi yang biasa digunakan oleh para penerjemah Inggris dalam menerjemahkan puisi-puisi karya Catullus. Ketujuh metode tersebut adalah: 1. Terjemahan Fonemik Metode terjemahan ini berusaha mencipta kembali suara dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Dan dalam waktu bersamaan, penerjemah berusaha mengalihkan makna puisi asal kedalam BSa. Menurut kesimpulan Lefevere, meskipun hasil 169 terjemahan metode ini cukup lumayan dalam hal penciptaan bunyi dalam BSa yang sesuai dengan bunyi di dalam puisi asli, tetapi secara keseluruhan terasa kaku dan sering kali menghilangkan makna puisi aslinya. 2. Terjemahan Literal Terjemahan dengan metode ini menekankan proses penerjemahan dari kata ke kata dalam BSa. Kebanyakan terjemahan puisi dengan cara ini betul-betul menghilangkan makna dalam puisi aslinya. Selain menghilangkan makna, struktur frasa dan kalimatnya akan melenceng jauh dari struktur dalam BSa. 3. Terjemahan Irama Terjemahan irama (metrical translation) adalah penerjemahan puisi dengan penekanan utama pada pencarian atau pereproduksian irama atau matra puisi aslinya dalam puisi hasil terjemahannya. Strategi terjemahan jenis ini biasanya akan menghasilkan terjemahan yang mengacaukan makna dan juga memporak-porandakan struktur BSa karena secara umum tiap-tiap bahasa mempunyai sistem tekanan dalam pelafalan kata yang berbeda-beda. 4. Terjemahan Puisi ke Prosa Dalam terjemahan dari puisi menjadi prosa ini terdapat beberapa kelemahan, seperti hilangnya makna, musnahnya nilai komunikatif antar penyair dan pembaca, serta yang paling kentara, hilangnya pesona puisi aslinya yang telah dibangun dengan susah payah dari bahan-bahan pilihan kata dan bunyi serta ungkapan-ungkapan tertentu. 5. Terjemahan Bersajak Dalam metode terjemahan ini, penerjemah mengutamakan pemindahan rima akhir larik puisi aslinya ke dalam puisi terjemahannya. Hasil terjemahan ini adalah sebuah terjemahan yang secara fisik kelihatan sama tetapi menilik maknanya, hasilnya tidak memuaskan. 170 6. Terjemahan Puisi Bebas Dalam terjemahan dengan metode ini mungkin penerjemah bisa mendapatkan ketepatan padanan kata dalam BSa dengan baik, dan kadar kesastraannya pun bisa dipertanggungjawabkan. Di lain pihak, masalah rima dan irama dalam jenis terjemahan ini cenderung diabaikan. Dengan demikian, secara fisik, mungkin puisi hasil terjemahan ini kelihatan berbeda dari puisi aslinya, tetapi dalam hal makna, puisi ini terasa sama. 7. Interpretasi Interpretrasi di sini tidak sama dengan intepretasi yang artinya terjemahan lisan seperti yang sudah dibahas di dalam Bab. Dalam jenis terjemahan interpretasi ini Lefevere mengajukan dua jenis terjemahan yang masing-masing disebutnya versi dan imitasi. Suatu versi puisi dalam BSa mempunyai isi atau makna yang sama bila dibandingkan dengan puisi aslinya dalam BSu tetapi bentuk "wadag"nya telah berubah sama sekali. Sedangkan dalam imitasi, penerjemah betulbetul telah menuliskan puisinya sendiri dengan judul dan topik serta titik tolak yang sama dengan puisi aslinya. Kalau disimak, dalam kajiannya tersebut rupanya Lefevere ingin menegaskan kembali pendapat Anne Cluysenaar. Anne Cluysenaar (dalam Bassnett-McGuire, 1980: 82) menyatakan bahwa kelemahan metodemetode terjemahan puisi umumnya disebabkan oleh adanya penekanan pada satu atau beberapa elemen puisi dalam proses penerjemahannya. Dari sini jelas bahwa metode penerjemahan yang demikian akanlah mengorbankan elemen-elemen puisi yang lain. Oleh karena puisi tersusun dari elemen-elemen tadi yang tertata secara seimbang, maka pengorbanan salah satu atau beberapa elemen dalam penerjemahannya tentu akan merusak keseimbangan yang telah dibangun dengan susah payah oleh si penyair. Dengan demikian proses tersebut juga merusak puisi secara keseluruhan. Secara garis besar, ketujuh metode penerjemahan puisi di atas ternyata mengarah pada dua kutub yang saling menjauh. Dalam metode terjemahan literal, metrikal (irama) dan terjemahan bersajak, penerjemah mementingkan segi bentuk luar dan karenanya rela mengorbanan maknanya. Umumnya kalangan penerjemah ini percaya bahwa unsur 171 keindahan yang dibangun dari irama dan bunyilah yang paling berharga untuk dipertahankan dalam terjemahan puisi. Sedang metode terjemahan puisi ke prosa, puisi bebas, dan interpretasi lebih meletakkan tekanan pada pengabadian makna atau pesan dari puisi aslinya, karena unsur inilah yang merupakan jiwa puisi, unsur yang membuat puisi menjadi bermakna bagi pembacanya. Salah seorang pendukung pendapat ini, Popovic (Basnett-McGuire, 1980: 82), mengatakan bahwa penerjemah puisi mempunyai hak untuk bebas merdeka dari penyair aslinya asalkan kebebasan itu diabdikan sepenuhnya untuk menghidupkan kembali puisi asli itu di dalam BSa. Seorang penyair Inggris, Ezra Pound (dalam Bassnett-McGuire, 1980: 83), malah lebih ekstrim lagi. Dalam rangka menjawab kritik tentang terjemahannya atas "Homage to Sextus Propertius" dia mengatakan bahwa tujuannya menerjemahkan puisi tersebut adalah untuk menghidupkan kembali "seseorang" yang telah mati. Tentu saja seseorang yang dimaksud di sini adalah si penyair asli yang memang telah mati. Sementara itu Peter Newmark (1988) berpendapat bahwa pemberian penekanan pada salah satu unsur, baik makna atau pun bentuk, bisa saja terjadi meskipun yang paling sering adalah penekanan pada maknanya. Hal ini tergantung pada nilai puisi itu sendiri dan juga pendapat si penerjemah tentang puisi tersebut. Memang secara mandiri, puisi mempunyai watak sendiri, apakah dia lebih menonjolkan bentuk untuk mencapai keindahan ataukah mementingkan makna yang dikandungnya. Kalau puisi asli memang menonjolkan bentuk maka penerjemah harus mempertahankan bentuknya, tetapi bila puisi itu memang mementingkan makna yang dikandungnya, maka sudah selayaknya penerjemah mementingkan makna, sedang keindahan bentuk boleh menjadi nomor dua. Tetapi nilai puisi seperti di atas bukan satu-satunya faktor penentu. Pendapat si penerjemah tentang puisilah yang kiranya lebih berperanan. Penerjemah bisa saja memandang bahwa yang terpenting dalam puisi itu adalah fungsi estetik. Untuk itu bentuk yang merupakan wahana keindahan itu harus terjaga dengan baik. Penerjemah yang lain memandang bahwa di dalam puisi fungsi ekspresiflah yang terpenting, sehingga makna yang terkandung di dalam puisi harus bisa tersampaikan secara utuh. 172 Penulis sendiri berpendapat bahwa penekanan-penekanan elemen-elemen tertentu seperti itu tidak perlu terjadi. Sekuat apapun fungsi estetik dalam sebuah puisi, pasti puisi itu mengandung makna yang tertata rapi dalam kata-kata terpilih. Karena keindahan dalam puisi adalah keberhasilan si penyair menghadirkan makna yang ingin disampaikan dengan bahasa yang indah. Keindahan kata-kata ini kadang-kadang begitu menonjol, tapi kadang-kadang sepertinya tidak begitu diperhatikan. Apapun alasannya, makna itu merupakan isi dan bentuk lahir itulah wadahnya. Wadah memang kadang dibuat sangat indah, tetapi kadang juga lusuh tak karuan. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa makna masihlah yang utama, setelah itu gaya (bentuknya). Dan idealnya, dalam terjemahan, maknanya bisa terjaga utuh dan keindahan gayanya bisa ternikmati oleh pembaca BSa. Hal ini sejalan dengan pendapat Nida dan Taber bahwa menerjemahkan berarti mencari padanan dari BSu di dalam BSa, yang pertama dalam hal makna kemudian dalam hal gayanya. Coba simak contoh berikut. Puisi aslinya ditulis oleh Sutrosno Martoatmojo dan terjemahannya dikerjakan oleh John McGlynn. BSu: Salju salju! salju! salju! salju! salju! putih! putih! putih! putih! putih! impian menjadi kenyataan, kenyataan cuma impian. salju kuputihkan, putih kusaljukan. (McGlynn, 1990: 28) 173 BSa: Snow snow! snow! snow! snow! snow! white! white! white! white! white! Dreams become reality Reality is only a dream The snow I make white The white I make snow. (McGlynn, 1990: 29) Di dalam contoh di atas, baik gaya maupun makna bisa dialihkan dengan sempurna. Ada kalanya penerjemah dihadapkan pada situasi yang sulit, dimana dia harus memilih salah satu antara dua hal yang sama-sama penting yakni makna atau gaya. Kesulitan ini hadir manakala penerjemah harus mencari padanan pasangan kata yang bersajak baik sekali dalam BSu, misalnya hound and wound. Dalam BSa memang ada padanan katanya yakni anjing dan luka, tetapi pasangan ini tidaklah seindah pasangan hound and wound. Ada pasangan yang sejenis dan cukup enak didengar dalam Bahasa Indonesia, misalnya kuda dan luka. Tetapi tentu saja maknanya sudah tidak sama. Dalam situasi sulit semacam ini penerjemah hendaknya ingat batasan terjemahan menurut Nida dan Taber (1982) yang menyatakan bahwa menerjemahan berarti mencari padanan teks asli dalam teks BSa dalam hal makna dan baru kemudian gayanya. Dengan demikian penerjemah seyogyanya "memenangkan" makna atau pesannya. Selain itu perlu pula dipertimbangkan terlebih 174 dahulu apakah kata anjing dalam kasus di atas betul-betul tak bisa diganti dengan kata kuda? 9.3.2 Metafora, Ungkapan dan Bunyi dalam Puisi Di dalam menerjemahkan puisi, ada dua hal yang pantas diperhatikan dengan baik; metafora, ungkapan dan bunyi. Di dalam kehidupan sehari-hari, ada dua macam metafora atau ungkapan, yakni metafora/ungkapan yang bersifat universal dan metafora/ungkapan yang terikat oleh budaya. Seperti yang telah diuraikan di muka, metafora universal adalah metafora yang mempunyai medan semantik yang sama bagi sebagian besar budaya yang ada di dunia ini. Sebagai contoh, metafora yang tekandung dalam kalimat "Engkaulah matahariku" ini besifat universal karena matahari di mana pun mempunyai sifat yang selalu menyinari. Dan sinar pun juga simbol universal yang menunjukkan semangat, kesenangan, dan sejenisnya. Jadi, seandainya kita harus menerjemahkan baris puisi yang berbunyi seperti di atas ke dalam Bahasa Inggris, dengan cepat kita bisa menerjemahkannya menjadi "You are my sun". Yang agak merepotkan adalah bila metafora yang harus diterjemahkan itu adalah metafora yang terikat oleh budaya, yakni metafora yang memakai lambang yang maknanya hanya dimengerti oleh satu budaya saja. Lambang ini mungkin juga mempunyai makna yang lain lagi di dalam budaya yang lain. Untuk menghadapi hal ini, penerjemah bisa melihat seberapa pentingkah metafora itu bagi puisi, atau apakah ungkapan itu metafora umum ataukah murni buatan si penyair sendiri. Tentu saja dari kedua hal ini metofora atau ungkapan jenis yang terakhir ini lebih penting untuk dipertahankan. Menurut Peter Newmark (1981, 1988), kalau metafora atau ungkapan itu bersifat umum, meskipun bersumber dari budaya tertentu, si penerjemah bisa mencari padanan metafora di dalam BSa, atau mengubah atau bahkan menambahkan citraan yang mampu membuat metafora itu bermakna dalam BSa. Sebagai contoh dari ungkapan macam ini adalah ungkapan yang terdapat pada baris berikut: aku pun bagai makan buah simalakama Akan tetapi bila metafora atau ungkapan itu asli hasil citraan si penyair dan bersifat penting bagi puisi tersebut, maka, menurut Peter 175 Newmark, penerjemah harus menghadirkan metafora itu apa adanya dalam BSa dan budayanya. Sebagai contoh, simaklah baris-baris puisi Shakespeare berikut: Shall I compare thee with a summer's day? Thou are more lovely and more temperate Rough winds do shake the darling buds of may, And summer's lease hath all too short a date: "Summer's day" di Inggris adalah waktu yang betul-betul indah. Matahari bersinar terang dan bunga-bunga bermekaran dimana-mana. Tetapi apakah artinya citraan "musim panas" dalam Bahasa Indonesia? Selokan-selokan kering, sawah-sawah kerontang, tanah retak-retak karena lamanya tak mendapat guyuran air. Dan musim panas adalah kesengsaraan. Alangkah bertolakbelakangnya kedua citraan ini. Dan lagi, kuncup-kuncup bunga mawar di bulan Mei bukanlah hal yang khusus di Indonesia, tetapi hal itu keindahan yang luar biasa di Inggris sana. Tetapi mengingat citraan ini amat penting bagi puisi secara keseluruhan, maka penerjemah harus menghadirkannya utuh di dalam Bahasa Indonesia. Dan biarkan gambaran tentang indahnya musim panas di Inggris ini masuk dalam benak pembaca, meskipun sulit pada awalnya. Masalah kedua adalah penerjemahan bunyi. Dalam menulis puisi, seorang penyair memilih kata-kata tidak hanya dengan pertimbangan makna saja, tetapi juga dengan pertimbangan bunyi sehingga tercipta aliterasi, sajak akhir baris, nuansa suasana, dan lain-lain. Tidak bisa dipungkiri, inilah salah satu faktor yang menyebabkan puisi itu indah. Sementara itu padanan kata di dalam bahasa sasaran jarang sekali mempunyai bunyi yang sama. Oleh karena itu, menurut Theodore Savory (1969), dalam terjemahan puisi bunyi-bunyi itu sering sekali berubah dari aslinya. Maka pola sajak pun ikut berubah pula. Tidak hanya itu, pasangan kata yang indah karena adanya aliterasi, bisa saja menjadi tidak indah dalam bahasa yang lain. Sebagai contoh, pasangan kata "horse and hound" dalam bahasa Inggris terdengar cukup indah. Tetapi begitu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi "kuda dan anjing", maka sirnalah keindahan aliterasi dalam baris aslinya. Adakah penerjemah yang mempu mempertahankan keindahan bunyi ini dalam situasi seperti di atas? Oleh karena itu, masalah bunyi dalam 176 terjemahan puisi memanglah penting, tetapi dia tidak menduduki peringkat pertama karena bunyi dan rima ini hanyalah bagian dari gaya. Sedang yang menduduki peringkat pertama tentulah makna. Dengan demikian penerjemah memang harus berusaha sebaik mungkin untuk mereproduksi bunyi-bunyi dan rima yang indah dalam puisi hasil terjemahan seperti bunyi-bunyi dan rima aslinya dalam BSu, tapi tentu saja tak boleh memaksakan diri, lebih-lebih kalau sampai menyingkirkan makna. 9.3.4 Rambu-rambu dalam Menerjemahkan Puisi Secara umum ada dua kegiatan pokok yang dilakukan penerjemah dalam menerjemahkan puisi: membaca dan menulis. Penerjemah membaca dahulu puisi yang ingin diterjemahkan untuk menangkap makna atau pesan yang ingin dikatakan oleh si penyair dalam bahasa sumbernya. Dalam tahap ini si penerjemah harus berusaha sedapat-dapatnya untuk menangkap makna puisi aslinya dengan segala strategi yang ada. Tidak bisa dipungkiri bahwa hasil akhir pemahaman ini nanti akan beragam dari seorang penerjemah ke penerjemah yang lain. Tetapi, inilah bahan yang harus ada untuk ditulis kembali nanti ke dalam bahasa sasaran. Setelah makna berhasil ditangkap dan segala elemen-elemennya dipahami, maka penerjemah bisa memulai kerja menuliskan kembali pesan yang berhasil ditangkap tadi menjadi sebuah puisi berbahasa Indonesia. Dan memang, kualitas puisi hasil terjemahan ini tak bisa lepas dari kualitas penerjemah untuk merasakan keindahan dan mengungkapkan keindahan dengan sarana bahasa. Dari uraian di atas, jelas bahwa seorang penerjemah puisi harus lebih dahulu mampu menangkap pesan penyair dalam bahasa sumber, baru kemudian menuliskan kembali pesan itu dalam bahasa sasaran. Dalam tahap membaca, penerjemah tentunya juga memahami elemen-elemen dasar puisinya seperti ungkapan, metafora, rima, struktur, dan lain-lain yang merupakan gaya khas penyairnya. Maka, kalau penerjemah mengikuti pemahaman Nida dan Taber bahwa dalam terjemahan kita harus memperhatikan makna dan kemudian gaya, maka penerjemah harus berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan gaya penyair aslinya juga. Oleh karena itu, menurut Suryawinata, penerjemah puisi paling tidak akan menemui problema-problema dalam hal: (1) faktor 177 kebahasaan, (2) faktor kesastraan dan estetika, dan (3) faktor sosial budaya. Faktor kebahasaan akan menyangkut bagaimana penerjemah menemukan padanan kata, struktur frasa, kalimat dan lain-lain dalam bahasa sasaran. Dalam faktor kesastraan, penerjemah akan dihadapkan pada masalah bagaimana menuliskan kembali sebuah puisi dalam bahasa sumber yang indah penuh makna menjadi puisi dengan nilai sastra yang sama dalam bahasa sasaran. Di dalam puisi itu tentu saja ada makna yang menyiratkan budaya puisi asli, ada ungkapan dan metafora yang berakar pada budaya penyair asli. Nah, dalam faktor sosial budaya, penerjemah akan dipaksa menjawab, mampukah dia memindahkan semua ini ke dalam bahasa sasaran sehingga pesan dan keindahan yang dikirim penyair asli bisa sampai pada pembaca dalam bahasa sasaran dengan selamat. Di sinilah kepiawaian seorang penerjemah benar-benar diuji. Karena peran penerjemah adalah sebagai perantara antara penyair dan pembaca agar pembaca bisa menikmati karya penyair, maka penerjemah perlu juga memperhatikan kepentingan pembaca dalam porsi yang cukup. Meskipun begitu, dia juga tidak boleh terlalu longgar dalam menerjemahkan sehingga ada hal-hal yang penting dari puisi asli yang tercecer. Dalam hal ini ada seorang ahli penerjemahan mengajukan satu rambu saja dalam penerjemahan puisi, hormatilah teks aslinya. Kalau penerjemah menghormati teks asli berarti dia akan betulbetul memperhatikan isi puisi asli dan keinginan penyair meskipun gaya puisi terjemahan mungkin bisa beragam menurut penerjemahnya. Inilah pokok pertama yang harus diperhatikan dalam terjemhan menurut Nida dan Taber, makna. Kalau begitu, bagaimana dengan elemen-elemen puisi yang lain seperti rima, nada, bunyi, dan lain-lain, yang dapat pula disebut gaya? Rambu "hormatilah teks aslinya" mengisyaratkan bahwa penerjemah harus mencari padanannya di dalam bahasa sasaran sebisa mungkin. Kata sebisa mungkin dalam hal ini berarti "tidak harus" tetapi selayaknya diusahakan seoptimal mungkin, terutama kalau itu menyangkut bunyi. Bukankah bunyi dalam sebuah puisi sangat mempengaruhi nada dan suasana puisi yang bersangkutan? Meskipun begitu penerjemah juga harus mengakui bahwa efek bunyi dalam BSu tidak sama dengan efek bunyi yang sama dalam BSa. Dalam hal ini Peter 178 Newmark (1988) menganjurkan bahwa penerjemah memindahkan tempat kata-kata tertentu untuk mencapai efek bunyi yang sama, atau bahkan menggantinya dengan bunyi-bunyi yang lain di dalam BSa. Dan hal ini merupakan kesulitan yang yang tidak remeh. Oleh karena itu, penerjemah sebaiknya tidak memaksakan mencari padanan bunyi atau mengejar rima di akhir baris saja. Kalau hal ini yang dilakukan, ada kemungkinan penerjemah terpaksa menambah beberapa kata baru yang berrima dengan kata-kata sebelumnya, agar menjadi persis puisi aslinya. Dengan demikian berarti penerjemah menambah citraan-citraan baru yang tak perlu dalam karya terjemahannya. Dan ini tentunya tidak seperti puisi aslinya. Tentu saja keadaan yang demikian tidak menghormati teks asli. Berikut ini adalah bait pertama sajak W.S. Rendra yang berjudul Kepada M.G. dan terjemahannya yang dikerjakan oleh John McGlynn. BSu: Engkau masuk ke dalam hidupku di saat yang rawan Aku masuk ke dalam hidupmu di saat engkau bagai kuda beringas butuhkan padang (McGlynn, 1990: 44) BSa: You came into my life at a critical time. I came into your life when you were like a wild horse in need of a plain. (McGlynn, 1990: 45) Di dalam contoh di atas kita melihat bahwa McGlynn berusaha untuk mempertahankan rima di akhir baris. Usaha ini cukup berhasil dengan terciptanya pola sajak aaaaba di dalam teks BSa meskipun pola aslinya adalah ababbb. Dari perbandingan antara puisi alsi dan terjemahannya di atas, 179 harus diakui bahwa rima akhir barisnya tidak sama, tetapi pesannya sama; tak ada penambahan, 9.3.4 Bunyi dan Pilihan Kata dalam Terjemahan Puisi Pentingnya unsur bunyi dalam suatu puisi bukan hanya untuk mencipta rima. Bunyi-bunyi tertentu membawa nada tertentu pula. Misalnya, bunyi "i" dalam bahasa Indonesia terasa lincah, bunyi "u" dan "e" (pepet) terasa berat dan serius, dan lain sebagainya. Untuk bisa menghormati puisi asli, hal-hal yang menyangkut nada, suasana jiwa dari puisi asli ini juga harus dipertahankan, sekali lagi "sebisa mungkin". Prosa liris hendaknya diterjemahkan menjadi prosa liris juga. Puisi yang lincah dan ringan janganlah diterjemahkan menjadi puisi yang berat dan serius. Dan bagi penerjemah yang menggunakan bahasa sasaran bahasa Indonesia, mungkin penggunaan bahasa daerah akan bisa menolong manakala kosa kata bahasa Indonesia tidak mampu lagi. Mengenai matra atau irama, yang di dalam puisi Bahasa Inggris di dominasi oleh matra iambic, memang sulit dialihkan ke dalam Bahasa Indonesia. Puisi-puisi Inggris, terutama puisi-puisi lama, memang mempunyai matra yang kental karena pada dasarnya kata-kata Bahasa Inggris mempunyai sistem penekanan yang hampir konsisten. Sedangkan kata-kata Bahasa Indonesia tidaklah begitu. Oleh karena itu, amatlah sulit bila penerjemah harus mengalihkan matra puisi Bahasa Inggris ke dalam puisi Bahasa Indonesia. Dengan kata lain, seandainya penerjemah memaksakan diri untuk mengalihkan matra itu, bahan apa yang mau dipakai? Bagaimana tentang pilihan kata? Yang dimaksud pilihan kata (ragam bahasa) di sini adalah seperti yang terkandung dalam kasus berikut ini. Haruskah puisi Bahasa Inggris dari abad IX diterjemahkan pula ke dalam bahasa Melayu abad IX? Menurut Barnstone (dalam BasnettMcGuire, 1980), hal demikian tidaklah perlu. Mungkin lebih baik Bahasa Inggris abad IX itu diterjemahkan saja ke dalam Bahasa Indonesia jaman sekarang, sehingga para pembaca tidak akan kesulitan memahaminya. Sebagai contoh, puisi karya Shakespeare yang berbahasa Inggris modern awal, yang notabene berbeda dari Bahasa Inggris yang dipakai sekarang, bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia jaman sekarang, bukan bahasa Melayu tempo doeloe. Memang, ada sedikit yang hilang dari puisi 180 aslinya, yakni suasana jaman Shakepeare hidup. Tetapi penerjemah juga harus ingat bahwa tujuannya adalah untuk menjembatani pesan dari penyair asli pada pembaca dalam bahasa sasaran. Lagi pula ada unsur lain yang bisa membawa semangat jaman Shakespeare, tema atau isi. Dari alasan inilah, hasil terjemahan kebanyakan ditulis dalam gaya bahasa dan cita rasa pada saat puisi itu diterjemahkan. Demikianlah rambu-rambu penerjemahan puisi yang perlu diperhatikan. Tentu saja secara operasional setiap penerjemah mempunyai kecenderungan masing-masing. Hasil terjemahan satu puisi oleh beberapa penerjemah yang berbeda sering kali berbeda pula. Sebagai penutup. Perhatikan fenomena ini dalam contoh penerjemahan puisi Chairil Anwar berikut ini. BSu (Puisi asli): BSu: Senja di Pelabuhan Kecil Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali, kapal, perahu tidak berlaut, menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap. (1946) Hasil terjemahan berikut adalah karya Burton Raffel: BSa-1: Twilight at a Little Harbor This time no one's looking for love between the sheds, the old jouse, in the make-believe of poles and ropes. A boat, a prau without water 181 puffs and blows, thinking there's something it can catch The drizzle comes harder and darkens. There's an eagle flapping, pushing silkily off, and the day swimming silkily to meet temptations yet come. Nothing moves. And now the sand and the sea are asleep, the waves are gone. There's no one else. I'm alone. Walking combing the cape, still drowning the hope of just once getting to the end of it and saying goodbye to everything from the fourth beach, where the last sob could be hugged tightly by me Berikut ini juga terjemahan dari puisi Chairil Anwar di atas. Terjemahan berikut adalah karya orang Indonesia sendiri, Boen S. Oemarjati. Kalau dalam uraian di muka dikatakan bahwa satu karya yang sama tetapi bila dikerjakan oleh dua orang yang berbeda, hasilnya akan berbeda juga, maka simaklah hasil terjemahan berikut. Apa bedanya dengan karya Burton Raffel? BSa-2: Twilight at a Little Harbour This time there's no one looking for love among the sheds, old houses, near the tale of the masts and riggings. Ships (and) boats (that) have not gone to sea are puffing themselves (out) in the belief (they) will be united The drizzle speeds the darkness. There is still the flapping of an eagle flicking the gloom, the rustling (of the) day glides away to meet the lures of a future harbour. Motionless and Now the land and water are asleep, the waves vanished. Nothing is left. I'm alone. Walking (I) comb the peninsula, still with a stifled hope of some time reaching the tip (of the peninsula) as (saying) goodbye to everyone from the four beaches, the last sob can be embraced (by me). Sekarang jelas bahwa sebenarnya tidak ada prosedur baku untuk menerjemahkan sebuah karya sastra, terutama sekali puisi. Sekali lagi cara 182 dan hasil penerjemahan tergantung pada bagaimana si penerjemah memandang proses terjemahan itu dan puisi asli yang akan diterjemahkan. Yang jelas adalah sebagus apapun hasil terjemahan, menurut Peter Newmark (1988), maknanya dan/atau keindahannya akan berbeda dari puisi aslinya dalam beberapa hal. 183 DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan. (ed.) 1985. Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing. Jakarta: Balai Pustaka. Bassnett-McGuire. 1980. Translation Studies. New York: Mathuen & Co. Ltd. Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman Group Ltd. Brislin, Richard. W. 1976. Translation: Application and Research. New York: Gardner Press Inc. Catford. J.C. 1969. Linguistic Theory of Translation. Oxford: Oxford University Press. Chesterman, Andrew. 1997. Memes of Translation. Amsterdam and New York: John Benjamins Chukovsky. 1984. The Art of Translation, trans. Lauren G. Leighton. Knoxville: The University of Tennessee Press. Duff, Alan. 1981. The Third Language: Recurrent Problems of Translation into English. Oxford: Pergamon Press. Eppert, Franz (ed.). 1983. Papers on Translation: Aspects, Concepts, Implications. SEAMEO RELC, Singapore. Frawley, William. 1953. Translation: Literary and Philosophical Perspectives. Cranbury: Associated University Press. Gibran, Kahlil. 1985. The Broken Wing: The Treasured Writing of Kahlil Gibran. Castle USA. Hariyanto, Sugeng. 1996. Of Poetry Translation. ELE Journal 2:1, 91-104. 184 Hariyanto, Sugeng. 1997. An Evaluation of the English Translation of An Indonesian Novel: A Case Study on the Translation of Mangunwijaya's "Burung-Burung Manyar". Singapore: Proyek Penelitian untuk Program Diploma in Applied Linguistics, SEAMEO RELC Singapore. Hasyim, Yuzef Al. 1969. Al-Mufi:d Fi: al-Adab al-Arabi. Beirut: Al Maktab at-Tijari. Hatim, Basil and Ian Mason. 1990. Discourse and the Translator. Longman: Longman Group Limited. Hertanto, Arif. 1994. Problems in Translation Encountered by Translation Learners of the English Department. tesis Magister, IKIP Malang. Larson, L. Mildred. 1984. Meaning Based Translation: A Guide to Crosslanguage Equivalenve. Lanham: University Press of America. Mangunwijaya, Y.B. 1993. Burung-Burung Manyar, 6th edition. Jakarta: Penerbit Djambatan. Mangunwijaya, Y.B. 1989. The Weaverbirds. trans. by Thomas M. Hunter. Jakarta: Lontar Foundation. McGlynn, John. 1990. On Foreign Shores. Jakarta: Yayasan Lontar McGuire, Susan Basnett. 1980. Translation Studies. London: Methuen & Co. Ltd. Muhamad, Gunawan. 1992. Asmaradana, Jakarta: Grasindo. Mosby, Katherine. No Date. The Book of Uncommon Prayer. San Fransisco: HarperSan Fransisco. Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press. Newmark, Peter. 1988. Textbook of Translation. Oxford: Pergamon Press. Newmark, Peter. 1991. About Translation. Clevedon: Multilingual Matters 185 Ltd. Newmark, Peter. 1993. Paragraphs on Translation. Clevedon: Multilingual Matters Ltd. Nida, Eugene A., and Taber, Charles R.. 1982. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Noss, Richard B. (ed.). 1982. Ten Papers on Translation. Singapore: SEAMEO Regional Language Centre. Rachmadie, Sabrony., Zuchridin Suryawinata, and Achmad Efendi. 1988. Materi Pokok Translation, Modul 1-6. Jakarta: Penerbit Karunika dan Universitas Terbuka. Pearsall, Paul. 1993. The Ten Laws of Lasting Love. New York: Simon & Schuster. Rose, Marilyn G. (ed.) 1981. Translation Spectrum: Essays in Theory and Practice. New York: State University of New York. Said, Mashadi. 1994. Socio-cultural Problems in the Translation of Indonesian Poems into English: A Case Study on "On Foreign Shore". Tesis Magister, IKIP Malang. Savory, Theodore. 1969. The Art of Translation. London: Jonathan Cape Ltd. Shaw, Irwin. 1969. Rich Man Poor Man. New York: Dell Publishing Co., Inc. Snell-Hornby, Marry. 1988. Translation Studies: An Integrated Approach. Amsterdam: John Benjamins B.V. Soemarno, Thomas. 1983. Studi tentang Kesalahan Terjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia oleh Mahasiswa yang berbahasa Ibu Bahasa Jawa. tesis magister, IKIP Malang. Soemarno, Thomas. 1988. Hubungan Antara Lama Belajar dalam Bidang Penerjemahan, Jenis Kelamin, Kemampuan Bahasa Inggris, dan 186 Tipe-tipe Kesilapan Terjemahan dari Bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Disertasi Doktor, IKIP Malang. Suryawinata, Zuchridin. 1982. Analisis dan Evaluasi terhadap Terjemahan Novel Sastra The Advanture of Huckleberry Finn dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Disertasi Doktor, IKIP Malang. Suryawinata, Zuchridin. 1989a. Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, PPLPTK. Suryawinata, Zuchridin, 1989b. Kapita Selekta Bahasa, Pengajaran, dan Penerjemahan. Malang: PPS IKIP Malang. Suryawinata, Zuchridin dan Suyitno Imam. 1991. Bahasa Indonesia untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh. Toury, Gideon. 1980. In Search of a Translation Theory. Tel Aviv: Porter Institute. Trimble, Louis. 1985. English for Science and Technology: a Discourse Approach. Cambridge: Cambridge University Press. Widyamartaya. A. 1989. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Wilss, Wolfram. 1982. The Science of Translation. Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen 187 LAMPIRAN 1 Daftar terjemahan akronim bahasa Indonesia. Daftar terjemahan akronim atau singkatan berikut bersumber dari The Jakarta Post on-line. (www.thejakartapost.com). AAI Indonesian Advocates' Association AAPMI Association of Indonesian Fashion Designers ABRI Indonesian Armed Forces ADRI Indonesian Army AEI Indonesian Public Companies Association AFA ASEAN Federation of Accountants AICE Association of Indonesian Coffee Exporters AICESSCC Indonesia-China Economic Social and Cultural Cooperation Association AIMMI Association of Indonesian Edible Oil Industries AIPI Association of Indonesian Political Scientists AIPO ASEAN Inter-Parliamentary Organization AJI Alliance of Independent Journalists AKABRI Armed Forces Academy ALRI Indonesian Navy Amdal The Environmental Impact Analysis AMM ASEAN Ministerial Meeting AMN National Military Academy AMT Tangerang Military Academy ANEX ASEAN News Exchange AP3I Indonesian Retailers Association APBN State Budget APEC Asia Pacific Economic Cooperation APECC Asia Pacific Exhibition and Convention Council APEI Indonesian Securities Companies Apfindo Indonesian Meat Producers and Feedlot APHI Association of Indonesian Forest Concessionaires API Indonesian Textile Association 2nd ref association 188 Apindo Indonesian Employers Association APJATI Association of Labor Export Companies APKI Indonesian Pulp and Paper Association Apkindo Association of Indonesian Wood Panel Producers Apnatel Indonesian Telecommunications Association Apodeti Prointegration group in East Timor Aprindo Association of Indonesian Retailers Arpindo Indonesian Association of Pager Operators Askindo Indonesian Cocoa Association ASEAN Association of Southeast Asian Nations ASEAN CCI ASEAN Chamber of Commerce and Industry ASEM Asia-Europe Meeting Asirevi Video Film Importers Association, 2nd ref association ASIRI Recording Industry Association ASITA Association of Indonesian Tour and Travel Agencies Askes State-owned Health Insurance Company Aspadin Association of Indonesian Producers of Packaged Drinking Water Aspiluki Indonesian Computer Software Association ASRI Indonesian Fine Arts Academy Astek State insurance program ATF ASEAN Tourism Forum ATNI National Theater Academy of Indonesia AURI Indonesian Air Force Bapebti Indonesian Commodities Exchange Agency Bakin State Intelligence Coordinating Board 2nd ref board BAKN Institute of State Personnel Administration Bakorlak An interdepartmental agency for drug control Bakornas PB National Disaster Management Coordination Board Bakorstanas Agency for the Coordination of Support for the Development of National Stability Bakorstanasda The Jakarta Agency for the Coordination of Support for the Development of National Stability Bakosurtanal Coordinating Body for Survey and National Charting Development Board 189 Bakom-PKB Coordinating Body for National Unity Bamus House's Consultative Body Bamus Betawi Native Jakartans Association Bandungwangi Mutual Support for Friendship and Protection (a help group for Kramat Tunggak prostitutes) Banpro Bandung Promotion Group (setup by leading Bandung hotels) Bapedal Environmental Impact Management Agency Bapeka Supreme Audit Body Bapeksta Export Service Facilitating Agency Bapedalda Regional Environmental Impact Management Agency Bapepam Capital Market Supervisory Agency, Bapfida Film Control Agency or City Film Control Agency Bapindo Indonesian Development Bank Bappeda City's Development Planning Board Bappebti Futures Exchange Supervisory Board Bappenas National Development Planning Board Batan National Atomic Energy Agency BAZIS an (Islamic) board which oversees the collection of alms Bepedti Commodities Trading Board BIA Armed Forces Intelligence BIDA Batam Industrial Development Authority BIDSUS An agency responsible for fighting certain crimes, like subversion, corruption and smuggling BIMP-EAGA East Asian Growth Area composed of Brunei, Indonesia, Malaysia and the Philippines. BKKBN National Family Planning Board BKKKS Social Welfare Coordinating Body BKPM Investment Coordinating Board BKPMD Regional Investment Coordinating Board BKSDA Natural Resources Conservation Center a local natural conservation office BKSP Greater Jakarta Coordination Board BLHI Board of the Indonesian Environment Management BMG Meteorology and Geophysics Agency Bopunjur Bogor-Puncak-Cianjur Botabek Bogor, Tangerang and Bekasi 190 BP7 an agency for the study of the state-ideology Pancasila and Agency for the Propagation of Pancasila) OR an agency entrusted with the task of disseminating the state-ideology Pancasila BPD Regional Development Bank BPEN National Agency for Export Development, 2nd ref agency BPHN Agency for National Legal Development BPI The over-the-counter market, the Indonesian Parallel Bourse (stock exchange) BPIS Strategic Industries Supervisory Agency whose 10 strategic industries also include rail, weapons, explosives and telecommunications companies. BPK Supreme Audit Agency (was Bapeka) BPKP Development Finance Controller BPN National Land Agency BPPC Clove Marketing and Buffer Stock Agency BPPI Indonesian Tourism Promotion Board BPPK An agency to supervise the affairs of national heroes and their widows BPPKA Foreign Contractors Management Body BPPT Agency for the Assessment and Application of Technology BPS Central Bureau of Statistics BPUT Land Affairs Office BRIEF Business Review Indonesia Forum BRN State Secrets Agency, later became Bakin BSF See LSF Bulog State Logistics Agency BUMN State-owned enterprises CBSA Indonesian "active learning method" education system CESDA Center for the Study of Development and Democracy CGI Consultative Group on Indonesia (was IGGI) CIDES Center for Information and Development Studies CIFOR Center for International Forestry Research CNPPA-SEA Commission on National Parks and Protected Areas for South East Asia CNRT Conselho National de Resistancia Timorese 191 CPIS Center for Policy and Implementation Studies (of the Ministry of Finance) CRP Community Recovery Program DAMRI State-run bus company Dekopin Indonesian Cooperatives Council Depanri National Aeronautics and Aviation Council DFN National Film Board DIA Aceh Special Province Dinas Autonomous agency offices under the governor or mayor/regent DIY Yogyakarta Special Province DKI Jakarta Special Province DKP Officers Honor Council or Honorary Press Council DKS Surabaya arts council DLLAJ City Land Transportation Agency DOM Military operation areas DPA Supreme Advisory Council (this body advises the President on matters in various sectors) DPIS Agency for the Supervision of Strategic Industry DPKEKU Indonesian Economic and Finance Reselience Council DPN National Productivity Council DPR House of Representatives DPRD I Provincial Legislative Council for provinces; City Council for cities DPRD II Regional Legislative Council for provinces; City Council for cities DRN National Research Council DSN National Standardization Board (environmental) EAGA East ASEAN Growth Area, encompassing Indonesian provinces of North Sumatra and Aceh, the western parts of Malaysia and Thailand's southern areas. ECONIT Advisory Group on Economic Industry and Trade EJIP East Jakarta Industrial Park EKONID German-Indonesian Chamber of Commerce and Industry ELSAM Institute for Policy Research and Advocacy 192 ET (Ex-political prisoner/former political detainee ETAN East Timor Alert Network FASI Indonesian Aerosport Federation FCHI A Hindu intellectual organization. FEUI University of Indonesia's School of Economics FISIP School of Social and Political Science of University of Indonesia FKI Indonesia Working Forum FKKP Forum of Communication for Counterbalance Group FKPGA Communications Forum for Retired Garuda Employees FKPPI Communication Forum of Indonesian Veterans' Children FKSH Forum of Social and Humanistic Studies in Yogyakarta. Foreri Forum for the Reconciliation of the Irian Jaya Community Forki Indonesian Karate Federation Fosko 66 Forum, Studi dan Komunikasi, a study and communication forum FPMR Forum for Students and People Movement FPR Reformed Entrepreneurs Forum G30S Abortive coup by the Indonesian Communist Party on Sept. 30, 1965. Gabsi Indonesian Contract Bridge Association Gaikindo Association of Indonesian Automotive Industries Gapensi Indonesian Builders Association Gapkindo Indonesian Rubber Producers Association Gappindo Association of Indonesian Fishing Companies GAPPRI Association of Indonesian Cigarette Producers GBHN State Policy Guidelines GBSI Federation of Independent Trade Unions GDN National discipline movement Gegana bomb squad Gerkatin Organization For Care of the Deaf Gestapu Gerakan 30 September (Sept. 30 Movement 1965) Ginsi Indonesian Importers Association GKBI Federation of Indonesian Batik Cooperatives GKJ Gedung Kesenian Jakarta (Jakarta Playhouse) GMF Garuda Maintenance Facility 193 GMKI Indonesian Christian Students Movement GMNI The Indonesian Nationalist Students Movement GNOTA National Foster Parents Movement GOI Government of Indonesia Golkar Functional Group Golput The acronym for Golongan Putih, literally meaning "white group", coined to describe people who refuse to vote during the general elections. GPBSI All Indonesian Theater Organization GPK The government term meaning peace-disturbing movement or security disturbance groups GRM Marhaen's People Movement, an organization grouping disciples of the late president Sukarno GUS Coordinating Agency for the Development of the Informal Sector GUSK Small-scale business task force Hankamnas National Defense and Security Board Hati Hapus Hukuman Mati (ban capital punishment) HGB Right of Building Himasita Association of Students for Plant Protection Himpala Association of Nature Lovers (in Uni) Hiperkes The occupational health and safety program Himni Indonesian Nuclear Society Hipmi Association of Young Indonesian Businessmen HIPPI Indonesian Indigenous Businessmen's Association HKBP Congregation of Toba Batak Protestant Churches HKI Indonesian Christian Church HKTI Indonesian Farmers Association HMI Association of Islamic Students HMWI Indonesian Women Managers Association HPPIA Association of Indonesian Researches and Students in Australia HSBI Association of Islamic Art and Culture HTI Industrial timber estate 194 IAI Indonesian Architects Association IAIN State Islamic Institute or State Academy of Islamic Studies IBF International Badminton Federation IBI Indonesian Midwives Association IBRA Indonesian Bank Restructuring Agency IBT Eastern part of Indonesia ICEL Indonesian Center for Environmental Law ICIP Indonesian Cleaner Industrial Production Program ICMI Association of Indonesian Muslim Intellectuals ICW Indonesian Corruption Watch ICWA Indonesian Council on World Affairs IDI Indonesian Doctors Association IDT Presidential instruction on least developed villages program IGGI Inter-Governmental Group on Indonesia (now CGI) IIEE Foundation Foundation of Indonesian Institute for Energy Economics IIP Institute of Public Administration IJEG Indonesian Japanese European Group IJS Jakarta Social Institute Ikadin Indonesian Bar Association Ikapi Indonesian Publishers Association Ikasi Indonesian Fencing Association IKIP Teachers Training Institute IKJ Jakarta Arts Institute IKPM Indonesian Fashion Designers Association IKPN Civil Servants Cooperatives Organization IMAMI Indonesian Mosques Association IMB Building permits IMI Indonesia Motorsports Association IMM Muhammadiyah Students Association IMS-GT Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle IMT-GT Indonesian-Malaysia-Thailand Growth Triangle INACA Indonesian Nati Inkopar Federation of Employees Cooperative INDRA Indonesian Debt Restructuring Agency INFA Indonesian Forwarders Association INFID International NGO Forum on Indonesian Development 195 INPI Indonesian NGOs Partners Initiatives INPI-PACT Indonesian NGOs Partners Initiatives Private Agencies Collaborating Together IGA Indonesian Gas Association Inkopkar Workers' Central Cooperative INPRES Presidential instruction program INSA Indonesian National Shipowners Association Insus An agricultural intensification program INTI Chinese-Indonesians Association IPA Indonesian Petroleum Association IPB Bogor Institute of Agriculture IPCOS Institute for Policy and Community Studies IPHI Association of Indonesian Lawyers IPKI Independence Vanguard Party IPKIN Indonesian Association of Computer and Information Professionals IPMI Indonesian Management Institute IPMI Indonesian Fashion Designers Association Ipoleksosbud Ideology, politics, economic, social and cultures IPSI Indonesian Pencak Silat Association IPTN Bandung-based PT Industri Pesawat Terbang Nusantara, IPU Inter-Parliamentary Union ISAI Institute for the Studies on Free Flow of Information ISEI Indonesian Economists Association ISHI Institute of Study on Human Interests ISI Indonesian Fine Arts Institute ISSI Indonesian Cycling Association (lnt 4/98) ISWI Association of Indonesian Women Graduates ITB Bandung Institute of Technology ITI Indonesian Technical Institute ITPB Indonesia Tourism Promotion Board different from BPPI ?? ITTO International Tropical Timber Organization Jabotabek Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (Greater Jakarta) Jakprom Jakarta Tourism Promotion Board JATS Jakarta Automated Trading System 196 Jibor Jakarta interbank offered rate JITC Jakarta International Trade Fair Corporation JSX Jakarta Stock Exchange Kadin Indonesian Chamber of Commerce and Industry KABI Association for Action of Indonesian Workers KAMI Indonesian Students Action Front KAMMI Indonesian Muslim Students Action Front Kamra People's Security KAMURRI Students Action Front for Reformation Kanwil District offices of the central government located in the provinces Kapci Committee of Indonesian Advocates for the Disabled Kapet Biak Integrated Economic Development Zone KARMA Action Coalition of Acehnese Students KCBI Indonesian Buddhists Association KDEI Indonesian Securities Central Depository KDF District development fund KFT Indonesian Television Workers Association KIP Kampong Improvement Program KIPP Independent Election Monitoring Committee KISDI Indonesian Committee for World Muslems Solidarity KISS Coordination, Integration, Synchronization and Simplification (system) KITAS Temporary Stay Permit KMHDI Association of Indonesian Hindu Students KMPAN Nusantara Youths-Students Committee KNIP Indonesian National Central Committee KNPI Indonesian National Youth Committee Kodiklat Military Education and Training Command in Bandung Kodim District military command Komnasham National Commission on Human Rights KONI National Sports Council Konphalindo National Consortium for Nature and Forest Conservation in Indonesia Kontras Commission for Missing Persons and Victims of Violence 197 Kopassus The Army's Special Force (red berets) Kopkamtib Operational Command for the Restoration of Security and Order a now defunct internal security agency Kopti Indonesian Soybean Curd and Soybean Cake Cooperative Korem Military command post Korpri Indonesian Civil Servants Corps Kosgoro Multipurpose Cooperative of Mutual Assistance Kostrad Army Strategic Reserves Command (green berets) Kowani Indonesian Women's Congress KPB State Joint Marketing Office KPLP Indonesian Coast and Sea Guard Unit KPPRI Indonesian Successors Struggle Association KPR Housing loan/home loan KTI Indonesian Boxing Committee KUD Village cooperatives KUHAP Criminal Code Procedures KUHP Criminal Code KUHPer or KUH Perdata Civil Law Code KUK Credit for small enterprises Kukesra People's Prosperity Business Credit (antipoverty drive) KPU General Elections Commission (name changed from National Elections Committee March 1999) KUT Credit for farmers KWI Bishop Council of Indonesia KWK Koperasi Wahana Kalpika, a bus cooperative established in 1996 LAKA Aceh Custom and Culture Institute Lamindo Latin America-Indonesia trading firm LAN National Institute of Administration Lapan National Space and Aviation Agency LBH Legal Aid Institute , also see YLBHI LEI Indonesian Ecolabeling Foundation Lekra People's Cultural Institute Lemhannas National Resilience Institute LIPI National Institute of Sciences 198 LKMD Community Welfare Organization, at village level LP2K Institute for Consumers' Protection and Fostering LP3ES Institute of Research, Education and Information of Social and Economic Affairs LP3M Institute of Rural, Coast and Societal Studies LPSI Institute for Strategic Studies of Indonesia, LPU General Elections Institute LSAF Institute of Religious and Philosophical Studies LSF Film Censorship Institute, formerly called the Film Censorship Board (BSF) LUBER Langsung, umum, bebas, rahasia (direct, public, free and secret {elections}) LVRI Indonesian Veterans Legion MA Supreme Justice MANI Anti-Nuclear Society MARA Council for People's Mandate Masyumi Indonesian Muslim Congregation) Masjumi Defunct Islamic political party Majelis Syurro Muslimin Indonesia MCK Mandi, cuci, kakus — public bathing, washing and toilet facilities Menwa University military group, recruited and trained by ABRI MIPPA Indonesian Society for Alternative Press (Australia-based) MKGR Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, a mass organization affiliated to Golkar which broke away in May 1998 Mobnas National car Monas The National Monument in Medan Merdeka Square, Centra Jakarta MPI Indonesian Forestry Society MPR People's Consultative Assembly MPRS Provisional People's Consultative Assembly MUI Indonesian Ulemas Council NAFED National Agency for Export Development NCO Nusantara Chamber Orchestra NEM Grade point average from the final school exam NERIC Natural Resources Information Center 199 NU Nahdlatul Ulama, a 30-million-strong Muslim organization. OIC Organization of Islamic Conference ONH Haj pilgrimage fund OPM Free Papua Movement Organda Organization of Land Transportation Owners Ormas Mass organizations Orsos Social organizations Orpol Political organizations OT Organisasi terlarang, (prohibited organization) OTB Organisasi tanpa bentuk (formless organizations) P3DT Infrastructure development program in less-developed villages P3M Indonesian Society for Pesantren and Community Development P4 Guidelines for the comprehension and practical application of Pancasila P4D Regional Committee for the Settlement of Labor Disputes (attached to the Ministry of Manpower) PABBSI Indonesian Weightlifting, Powerlifting and Bodybuilding Association Panwaslak or Panwaslakpus Election Supervisory Committee Pantura Java's northern coast (pantai utara) Parkindo Ddefunct Indonesian Christian Party PASI Indonesian Amateur Athletics Association Paskas Air Force's special force Paspampres Presidential Security Detail (old acronym was Paswalpres) PBB (Indonesian acronym for) United Nations PBHI Indonesian Legal Aid and Human Rights Association PBI Indonesian Bowling Association PBSI Badminton Association of Indonesia PBVSI Indonesian Volleyball Association PCPP Association of Intellectuals for Pancasila Development PDBI Indonesian Business Data Center PDI Indonesian Democratic Party (Partai Demokrasi Indonesia) PDII-LIPI Center for Scientific Documentation and Information at the 200 Indonesian Science Institute Pefindo PT Pemeringkat Efek Indonesia, the state (bond) rating agency, Pelindo PT Pelabuhan Indonesia, a state-owned company assigned to managed several seaports in West Java, Pelti Indonesian Tennis Association PEPABRI Armed Forces Veterans Association Peradah Association of Hindu Youths Peradin Association of Indonesian Advocates Perbakin Indonesian Target Shooting and Hunting Association Perbanas Federation of Private Domestic Banks Perbasi Indonesian Basketball Association Perbasasi Indonesian Baseball and Softball Association Percasi Indonesian Chess Association Perhapi Association of Indonesian Mining Professionals Perhepi Association of Agriculture Experts Perkemi Indonesian Kempo Association Perpani Indonesian Archery Association Perpobin Indonesian Power Boating Association Persagi Indonesian Nutrition Association Persani Indonesian Gymnastics Association Persetasi Indonesian Sepaktakraw Association Persija Jakarta Soccer Association Persis Persatuan Islam Persit Association of wives of servicemen Pertina Indonesian Amateur Boxing Association Perum State company Perumka State railway company (Perusahaan Umum Kereta Api) Perumnas State Housing Company Peruri State-owned securities paper and bank note printing company Pesti Indonesian Soft Tennis Association PETA Pembela Tanah Air (Defenders of the Fatherland) PFN State-owned Movie Industry PGI Indonesian Communion of Churches (Protestant) PGI Indonesian Golf Association PGN PT Perusahaan Gas Negara PGRI Indonesian Teachers Union 201 PGSI Indonesian Wrestling Association PHDI Indonesian Hindu Religious Council PHRI Indonesian Hotel and Restaurant Association PHSI Indonesian Hockey Association PIFA Portugal-Indonesia Friendship Association PII Institute of Indonesian Engineers Pijar Center of Information and Action Network for Reform (an NGO) PIKI Association of Protestant Intelligentsia PIN National Immunization Week Pindad Army Industrial Affairs Center (includes its weaponry industry) PIPM Three stock market outlets established by JSX or capital market information centers PIR Smallholders estate PJKA Old name of state railway company, now Perumka PJSI Indonesian Judo Association (lnt 4/98) PKBI Indonesian Planned Parenthood Association PKI (Defunct) Indonesia Communist Party PKK Family Welfare Movement, a community family welfare organization PKWA American Studies Center (at the University of Indonesia) PLN PT Perusahaan Listrik Negara, state-owned electricity company PLTN Nuclear Power Plant PMI Indonesian Red Cross PMII Indonesian Quality Management/Control Association PMII Indonesian Islamic Students Movement PMKRI Association of Catholic Students PMPD Pro-Democracy Students Party PMU Project Management Unit (for Jakarta subway) PN State company PNI Indonesian National Unity established Oct. 1995 also Indonesian National Party PNRI State-owned Printing Company PPK/S District/Subdistrict Polling Committees PODSI Indonesian Rowing Association POGI Indonesian Society of Obstetrics and Gynecology POLRI National Police POMG Parent-teacher association 202 PON National Games Poperi The Association of Indonesian Lawyers Organizations Pordasi Indonesian Equestrian and Horse Racing Association Porlasi Indonesian Yachting Association Porserosi Indonesian Roller Skating Association Posindo PT Pos Indonesia, state-owned postal service company POSSI Indonesian Diving Association PPBI Center for Indonesian Workers Struggle PPD State-run city or municipal bus company PPFI Indonesian Film Company Organization PPI Indonesian Workers Party PPD I Provincial Elections Committee PPD II Regional Elections Committee PPIP Portugal-Indonesia Friendship Association PPS Polling Committee PPMKI Vintage Car Lovers Association PPN Value-added tax (VAT) PPP United Development Party PPPM The Association for the Development of Pesantren (traditional Islamic schools) and Society PPSK Center for Strategy and Policy Studies PPTI Organization for Eradication of Tuberculosis PPW-LIPI Center for Political and Regional Studies, Indonesian Institute of Sciences PRD Democratic People's Party Prokasih Clean River Program PRSI Indonesian Swimming Association PSASI Indonesia Water Skiing Association PSI Indonesian Socialist Party (defunct) PSI Indonesian Squash Assoc PSPI Center for the Study of Indonesian Property PSRSI Indonesian Squash Association PSSI All Indonesian Football Federation, PTIK Police Staff College PTMSI Indonesian Table Tennis Association PTO Entertainment tax 203 PTPN State plantation company PTS Systematic Land Registration PTTUN State Administrative High Court PTUN State Administrative Court PUDI Indonesian Democratic Union Party Puskopau Indonesian Air Force Cooperative PWI Indonesian Journalists Association Ratih Civilian militia REI Indonesian Real Estate Developers Association, Repelita Five-Year Development Plan Pelita Five-Year Development Program RKL Environmental Management Plan RMS South Maluku Republic (a separatist movement quashed in the 1950s) RPL Environmental Monitoring Plan RSCM Cipto Mangunkusumo General Hospital RSUD City hospitals RT Neighborhood unit RW Community unit SARA Tribal affiliations, religion, race and societal groups Satgasus Special Jakarta traffic police squad SBIs /SBI Bank Indonesia promissory notes SBKRI Evidence of Indonesian Citizenship certificate (for Chinese Indonesians only. SBSI Indonesian Prosperous Labor Union SCBD Sudirman Center for Business Development SD Elementary School SD IMBAS Satellite schools (of a Gugus Sekolah) (school affiliation) Sembako The nine basic comodities Sesko Staff and command colleges Seskoad Army Staff and Command School (not College, not SESKOAD) SGP Indonesian Press and Graphics Association 204 SHS State-owned Perum Sang Hyang Seri rice seed company Sijori Triangle of growth involving Indonesia's Riau province, Singapore and Johor, Malaysia. Sipora Foreigners Control Coordination SIPPT Land-use permit Siskamling Neighborhood watch SIUPP Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (publishing license) issued by the Ministry of Information SKEPHI Network for Forest Conservation in Indonesia SKU General Agency Permit for shipping SMI Indonesian Independent Union SMID Indonesian Students Solidarity for Democracy SMP Senior high school SMPI Indonesian Press Solidarity Society SNI Indonesian National Standards (environmental standards) Somaka Students Solidarity for Aceh Cases SPP Educational Management Contribution SPS Newspaper Publishers Union SPSI All-Indonesia Workers Union FSPSI All-Indonesia Workers Union Federation SPT Yearly tax assessment SRI Survey Research Indonesia SSE Surabaya Stock Exchange STO Automatic telephone system STSI Indonesian Arts High School Supersemar the March 11 Indonesian (Presidential) Executive Order Taperum Civil Servants Housing Savings Taspen Civil Servants Pension Fund TIM Taman Ismail Marzuki arts center TIME Tourism Indonesia Mart and Expo TNI Indonesian National Army TUK Card operated public telephone (telefon umum kartu) 205 UDT Timorese Democratic Union UGM Gadjah Mada University in Yogyakarta UI University of Indonesia in Jakarta UKI Christian University of Indonesia UKSW Satya Wacana Christian University in Salatiga, Central Java Unfrel University Network for Free and Fair Elections (a poll watchdog) URC The police's rapid reaction unit Walhi Indonesian Forum for Environment Walubi Council of Buddhist Communities Wanhankamnas National Defense and Security Council Wanra People's Resistance Wapam Warung Pasar Modal Wasantaranet Wawasan Nusantara Network, Posindo's Internet service, WCFSD World Commission on Forests and Substainable Development WI Indonesian Wushu Association WIB Indonesian Western Time Zone WIT Indonesian Eastern Time Zone WITA Indonesian Central Time Zone WKS Compulsory posting for university graduates WPI Indonesian Women in Development Yapusham Center for Human Rights Studies Yasco Scorpio Foundation YKAI Indonesian Children's Welfare Foundation YKCI Indonesian Creativity Foundation YKPK National Brotherhood Foundation YLBHI Foundation of the Indonesian Legal Aid Institute YLKI Indonesian Consumers Foundation YLLI Yayasan Laut Lestari Indonesia, an environmental organization YPAC Foundation for the Rehabilitation of Disabled Children. YPSDMI Foundation of Indonesian Human Resources Development 206 LAMPIRAN 2 Contoh Terjemahan Cerita Pendek Cerita pendek aslinya berjudul The Luncheon karya W. Somerset Maugham dan terjemahannya dikerjakan oleh Sugeng Hariyanto (Harian Surya, 7 Februari 1993). Teks BSu: The Luncheon I caught sight of her at the play, and in answer to her beckoning I went over during the interval and sat down beside her. It was long time sine I had last seen her, and if someone had not mentioned her name I hardly think I would have recognized her. She addressed me brightly. Well, it s a ea s si e e fi st et. Ho ti e does fl ! We e o e of use getting any younger. Do you remember the first time I saw you? You asked e to lu heo . Did I remember? It was twenty years ago and I was living in Paris. I had a tiny apartment in the Latin quarter overlooking a cemetery, and I was earning barely enough money to keep body and soul together. She had read a book of mine and had written to me about it. I answered, thanking her, and presently I received from her another letter saying that she was passing through Paris and would like to have a chat with me; but her time was limited, and the only free moment she had was on the following Thursday; she was spending the morning at the Luxembourg and would I gi e he a little lu heo at Fo ot s afte a ds? Fo ot s is a estau a t at hi h the French senators eat, and it was so far beyond my means that I had never even thought of going there. But I was flattered, and I was too young to have learned to say no to a woman. (Few men, I may add, learn this until they are too old to make it of any consequence to a woman what they say.) I had eighty (gold francs) to last me the rest of the month, and a modest luncheon should not cost more than fifteen. If I cut out coffee for the next two weeks I could manage well enough. I answered that I would meet my friend—by correspondence—at Fo ot s on Thursday at half-past twelve. She was not so young as I expected and in appearance imposing rather than attractive. She was, in fact, a woman of forty (a charming age, but not one that excites a sudden and devastating passion at first sight), and she gave me the impression of having more teeth, white and large and even, than were necessary for any practical purpose. She was talkative, but since 207 she seemed inclined to talk about me I was prepared to be an attentive listener. I was started when of fare was brought for the prices were a great deal higher than I had anticipated. But she assured me. I e e eat a thi g fo lu heo , she said. Oh, do t sa that ! I a s e ed ge e ousl . I e e eat o e tha o e thi g. I thi k people eat fa t o e o ada s. A little fish, pe haps. I o de if the ha e a sal o . Well, it was early in the year for salmon and it was not on the bill of fare, but I asked the waiter if there was any. Yes, a beautiful salmon had just come in, it was the first they had had. I ordered for my guest. The waiter asked her if she would have something while it was being cooked. No, she a s e ed, I ever eat more than one thing. Unless you have a little a ia e. I e e i d a ia e. My heat sank a little. I knew I could not afford caviare, but I could not very well tell her that. I told the waiter by all means bring caviare. For myself I chose a cheapest dish on the menu and that was a mutton chop. I thi k ou a e u ise to eat eat, she said. I do t k o ho ou a e pe t to o k afte eati g hea thi gs like hops. I do t elie e i o e loadi g sto a h. Then came the question of drink. I e e d i k a thi g fo lu heo , she said. Neithe do I, I a s e ed p o ptl . E ept hite i e, she p o eeded as though I had ot spoke . These F e h hite i es a e so light. The e o de ful fo the digestio . What ould ou like? I asked, hospitable still, but not exactly effusive. She gave me a bright and amicable flash of her white teeth. M do to o t let e d i k a thi g ut ha pag e. I fancy I turned a trifle pale. I ordered half a bottle. I mentioned casually that my doctor had absolutely forbidden me to drink champagne. What a e ou goi g to d i k, the ? Wate . She ate the caviare and she ate the salmon. She talked gaily of art and literature and music. But I wondered what the bill would come to. When my mutton chop arrived she took me quite seriously to ask. I see that ou e i the ha it of eati g a hea lu heo . I su e it s a istake. Wh do t ou follo e a ple a d just eat o e thi g? I su e ou d feel e e so u h ette fo it. I a o l goi g to eat o e thi g, I said, as the aite a e agai ith the bill of fare. She waved him aside with an airy gesture. 208 No, o, I e e eat a thi g fo lu heo . Just a ite, I e e a t o e than that, and I eat that more as an excuse for conversation than anything else. I ould t possi l eat a thi g o e u less the had so e of those gia t aspa agus. I should e so to lea e Pa is ithout ha i g so e of the . My heart sank. I had seen them in shops, and I knew that they were horribly expensive. My mouth had often watered at the sight of them. Mada e a ts to if ou ha e a of those gia t aspa agus, I asked the waiter. I tried with all my might to will him to say no. A happy smile spread over his broad, priest-like face, and he assured me that they had some so large, so splendid, so tender, that it was a marvel. I ot i the least hu g , guest sighed, ut if ou i sist I do t i d ha i g so e aspa agus. I ordered them. A e t ou goi g to ha e a ? Ne e , I e e eat aspa agus. I k o the e a e people ho do t like the . The fa t is, ou ui ou palate all the eat ou eat. We waited for the asparagus to be cooked. Panic seized me. It was not a question now how much money I should have left over for the rest of the month, but whether I had enough to pay the bill. It would be mortifying to find myself ten francs short and be obliged to borrow from my guest. I could not bring myself do that. I knew exactly how much I had, and if the bill came to more I made up my mind that I would put my hand in my pocket and with a dramatic cry start up and say it had been picked. Of course, it would be awkward if she had not money enough either to pay the bill. Then the only thing would be to leave my watch and say I would come back and pat later. The asparagus appeared. They were enormous, succulent, and appetizing. The smell of melted butter tickled my nostrils as the nostrils of Jehovah were tickled by the burned offerings of the virtuous Semites. I watched the abandoned woman thrust them down her throat in large voluptuous mouthfuls, and in my polite way I discoursed on the condition of the drama in the Balkan. At last she finished. Coffee? I said. Yes, just a i e- ea a d offee, she a s e ed. I was past caring now, so I ordered coffee for myself and an ice-cream and coffee for her. You k o , the e s o e thi g I tho oughl elie e i , she said, as she at the ice- ea . O e should al a s get up f o a eal feeli g o e ould eat a little o e. 209 A e ou still hu g ? I asked fai tl . Oh, o, I ot hu g ; ou see, I do t eat lu heo . I ha e a up of coffee in the morning, and then dinner, but I never eat more than one thing for lu heo . I as speaki g fo ou. Oh, I see! Then a terrible thing happened. While we were waiting for the coffee the head waiter, with an ingratiating smile on his false face, came up to us bearing a large basket full of huge peaches. They had the blush of an innocent girl; they had the rich tone of an Italian landscape. But surely peaches were not in season then? Lord knew what they cost. O knew too—a little later, for my guest, going on with her conversation, absentmindedly took one. You see, ou e filled ou sto a h ith a lot of eat —my one miserable little chop— a d ou a t eat a o e. But I e just had a snack and I shall enjoy a peach. The bill came, and when I pad it I found that I had only enough for a quite inadequate tip. Her eyes rested for an instant on the three francs I left for the waiter, and I knew that she thought me mean. But when I walked out of the restaurant I had the whole month before me and not a penny in my pocket. Follo e a ple, she said as e shook ha ds, a d e e eat o e tha o e thi g fo lu heo . I ll do ette tha that, I eto ted. I ll eat othi g fo di e to ight. Hu o ist! she ied gail , ju pi g i to a a . You e uite a hu o ist! But I have had my revenge at last. I do not believe that I am a vindictive man, but when the immortal gods take a hand in the matter it is pardonable to observe the result with complacency. Today she weighs twenty-one stone. Teks BSa: Makan Siang Saya bertemu dengannya pada suatu pertunjukkan drama. Dan sebagai balasan terhadap lambaian tangannya, saya hampiri dia saat istirahat dan saya duduk di sampingnya. Itu terjadi setelah cukup lama kami tidak saling bertemu, sejak terakhir kali saya berjumpa dengannya. Dan, jika saat itu tidak ada seseorang yang menyebutkan namanya, saya kira saya tidak akan mampu mengenalinya lagi. Saat itu saya sapa dia dengan ceria. "Yaah,…telah e tahu -tahun sejak pertemuan pertama itu. Waktu berlalu begitu cepat! Kita semua kelihatan semakin tua. Ingatkah Anda waktu pertama kali kita berjumpa? Anda mengundang saya untuk makan siang." 210 Ingatkah saya? Waktu itu dua puluh tahun yang lalu, dan saat itu saya tinggal di Paris. Saya tinggal di sebuah apartemen sempit yang menghadap ke kuburan di kawasan permukiman orang-orang Amerika Latin. Penghasilan saya sangat kecil, cukup untuk sekadar menyatukan raga dan nyawa. Dia telah membaca buku saya dan berkirim surat kepada saya tentang buku itu. Saya membalasnya sebagai ucapan terimakasih. Dan, akhirnya, saya menerima suratnya yang lain yang mengatakan bahwa ia akan singgah di Paris. Ia ingin ngobrol dengan saya. Tapi waktunya sangat terbatas. Satu-satunya waktu luang adalah hari Kamis berikutnya. Di pagi harinya, katanya, ia akan menghabiskan waktunya di Luksemburg dan setelah itu… saya boleh mengundangnya makan siang sederhana di Restoran Foyot's. Foyot's adalah restoran tempat para senator Prancis bersantap. Selama ini, restoran itu di luar jangkauan kantong saya, sehingga saya tidak pernah berpikir untuk pergi ke sana. Tetapi, saya telah terbujuk, dan saya terlalu muda untuk berkata "tidak" kepada seorang wanita. (Banyak orang, perlu saya tambahkan di sini, baru belajar pada usia yang terlalu tua untuk mengatakan dengan jujur apa yang sebenarnya ia inginkan kepada seorang wanita.) Saya punya delapan puluh frank emas untuk biaya hidup sampai akhir bulan, dan makan siang yang sederhana tidak akan menghabiskan uang lebih dari 15 frank. Jika saya puasa tidak minum kopi selama dua minggu berikutnya, saya akan dapat mengatur pengeluaran saya dengan cukup baik. Saya balas suratnya bahwa saya akan menemui teman saya itu di Foyot's Kamis jam 12:30. Dan, ternyata, dia tidak begitu muda seperti yang saya bayangkan. Penampilannya lebih terkesan lebih norak, bukan menarik. Ternyata, dia seorang wanita 40 tahun (usia yang menawan, tetapi bukan usia yang mengobarkan nafsu ganas dan sontak pada pandangan pertama.) Dan, saya mempunyai kesan, giginya yang putih, besar, dan tidak teratur terlalu banyak jumlahnya daripada yang ia butuhkan untuk tujuan praktis. Dia banyak bicara. Tetapi, karena pembicaraannya menjurus kepada saya, maka saya bersiap-siap untuk menjadi pendengar yang penuh perhatian. Saya terkejut saat pelayan memberikan daftar menu kepada saya, karena harga-harganya jauh lebih tinggi dari perhitungan saya. Tapi dia menenangkan saya. "Saya tidak pernah makan apa-apa untuk makan siang," katanya. "Ah, jangan begitu!" Saya pun menjawabnya dengan tulus. "Saya tak pernah makan lebih dari satu jenis makanan. Menurut saya, orang-orang sekarang terlalu banyak makan. Seekor ikan kecil, mungkin, sudah cukup. Apakah mereka punya salmon, ya?" Yah, waktu itu terlalu awal untuk musim salmon dan makanan itu tidak tertera pada daftar menu. Tetapi, saya tanyakan kepada pelayan kalau-kalau 211 mereka punya salmon. Ya, seekor ikan salmon yang menyenangkan telah datang. Itu adalah salmon pertama yang dipunyai restoran itu. Saya pun memesannya untuk tamu saya. Seorang pelayan bertanya kepadanya apakah dia ingin memesan sesuatu selama menunggu ikan salmon itu dimasak. "Tidak," jawabnya. "Saya tidak pernah makan lebih dari satu jenis makanan. Kecuali Anda punya sedikit kaviar. Saya tidak keberatan untuk makan sedikit kaviar." Hati saya sedikit mengkerut. Saya tahu, saya tidak mampu membeli kaviar, tapi saya tak bisa begitu saja berterus-terang kepada tamu saya itu. Tentu saja saya katakan kepada pelayan itu untuk membawakannya kaviar. Untuk saya sendiri, saya pilih makanan yang paling murah dalam daftar menu itu. Dan makanan itu adalah daging kambing. "Saya kira Anda kurang bijak makan daging," katanya. "Saya heran bagaimana Anda bisa bekerja setelah makan makanan berat seperti daging kambing. Saya tidak suka menjejali perut saya dengan makanan seperti itu." Setelah itu datang pertanyaan tentang minuman. "Saya tidak pernah minum apa pun selama makan siang," katanya. "Tidak juga saya," saya jawab dengan cepat. "Kecuali anggur putih," dia melanjutkan kaata-katanya seolah-olah saya tidak pernah berbicara sepatah pun. "Anggur putih Prancis begitu ringan. Minuman itu baik sekali untuk pencernaan." "Apa yang Anda suka?" tanya saya masih dengan sepenuh hati, tapi tanpa kegembiraan yang pura-pura. Dia tersenyum dengan manis. "Dokter saya tidak mengizinkan saya minum apa pun kecuali champagne." Saya membayangkan, muka saya pasti kelihatan pucat. Saya pesan setengah botol. Saya katakan sambil lalu bahwa dokter saya betul-betul melarang saya minim champagne. "Lalu Anda ingin minum apa?" "Air putih." Dia melahap kaviar itu, setelah itu ikan salmonnya. Dengan ceria dia berbicara tentang seni, sastra dan musik. Tetapi saya cemas, berapa bon yang harus saya bayar nantinya. Waktu daging kambing saya datang, dia bertanya kepada saya dengan pertanyaan yang menyudutkan. "Saya tahu Anda punya kebiasaan makan siang dengan makanan yang berat-berat. Tetapi, saya yakin itu keliru. Mengapa Anda tidak mengikuti contoh saya dan hanya makan satu jenis makanan saja? Saya yakin, Anda akan merasa lebih nyaman karenanya." "Saya hanya akan makan satu jenis," kata saya saat pelayan datang lagi dengan menu di tangan. 212 Dia menyuruh pelayan itu pergi dengan isyarat ringan. "Tidak, tidak, saya tidak pernah makan apa pun untuk makan siang. Hanya satu gigit, saya tidak ingin lebih banyak daripada itu. Dan saya makan ini tidak lebih sebagai sekadar alasan percakapan, bukan karena alasan lain. Saya mungkin tidak akan makan apa-apa lagi kecuali jika mereka mempunyai sedikit asparagus besar. Saya akan sangat menyesal bila meninggalkan Paris tanpa menikmati sedikit asparagus itu." Hati saya menciut. Saya pernah melihat asparagus-asparagus itu di toko, dan saya tahu bahwa harganya minta ampun mahalnya. Sering mulut saya ngiler melihatnya. Ta u sa a i i i gi tahu apakah A da e iliki aspa agus aksasa, tanya saya pada pelayan. Saya berdoa dengan sepenuh hati agar pelayan itu berkata tidak. Tetapi, sebuah senyuman bahagia mengembang di wajahnya yang seperti wajah pendeta, lebar. Dan dia mengatakan pada saya bahwa restoran itu punya banyak asparagus dan malah beberapa sangat besar, sangat menyenangkan, sangat lunak, sehingga asparagus itu menjadi istimewa. “e etul a sa a tidak egitu lapa , kata ta u sa a. Tetapi bila Anda e desak sa a, sa a pu tidak ke e ata e ik ati a. Saya pesan asparagus itu. Tidakkah A da aka e ik ati a juga? Tidak, sa a tidak pe ah aka aspa agus. “a a tahu ada o a g a g tidak e ukai a. Tetapi, A da e usak ita rasa Anda de ga aka dagi g a g telah A da aka tadi. Kami menunggu asparagus itu dimasak. Kepanikan melilit saya. Ini bukan karena masalah berapa sisa uang saya pada akhir bulan ini, tetapi masalahnya apakah saya punya cukup uang untuk membayar bon restoran itu nanti. Pasti sangat memalukan bila saya kekurangan 10 frank saja, misalnya, dan terpaksa harus menghutang kepada tamu saya. Saya tidak sanggup menanggung malu itu. Saya tahu pasti berapa banyak uang di dompet saya. Sebab itu, saya berpikir nekat, jika bon restoran melebihi yang ada di dompet saya, saya akan berpura-pura merogoh saku dan segera berteriak keras-keras seolah-olah saya telah kecopetan. Tentu saja akan memalukan bila tamu saya itu tidak cukup uang untuk menalangi membayar bon itu. Jadi, satu-satunya jalan adalah meninggalkan jam tangan saya dan mengatakan kepada pemilik restoran bahwa saya akan kembali lagi untuk membayar bon tersebut. Asparagus itu muncul. Makanan itu sangat besar, berlemak, dan mengundang nafsu makan. Bau mentega yang meleleh menggoda lubang hidung Jehovah yang digoda persembahan kurban orang Semit yang baik hati. Saya lihat wanita kasar itu menelan hidangan melalui kerongkongannya dengan suapan213 suapan besar. Saya sendiri dengan sopan bercerita tentang situasi drama di Balkan. Akhirnya, dia selesai makan. Kopi? ta a sa a. Ya, es k i da kopi saja, ja a a. Saya tidak peduli lagi sekarang. Makanya, saya memesan kopi untuk saya sendiri dan es krim serta kopi untuknya. A da tahu, ada satu hal a g sa a pe a a, kata a, saat dia makan es k i itu. O a g itu ha us a gkit da i eja aka de ga pe asaa dia a pu aka sedikit lagi. A da asih lapa ? ta a sa a de ga le ah. Oh, tidak, sa a tidak lapa . “a a tidak aka sia g, a ka ? “a a i u secangkir kopi di waktu pagi dan kemudian makan malam, tetapi saya tidak pernah makan lebih dari satu jenis untuk makan siang. Saya sudah katakan itu kepada A da. Oh, a!? Kemudian suatu hal yang menakutkan terjadi. Saat kami menunggu kopi, pelayan kepala dengan senyum palsunya datang kepada kami dengan membawa sekeranjang penuh buah persik besar-besar. Buah-buah itu berwarna kemerahmerahan seperti pipi perawan polos yang merah. Buah-buah itu begitu menarik seperti pemandangan alam Itali. Tetapi, waktu itu tentu bukan musim persik. Tuhan tahu berapa harganya. Saya tahu juga sebentar kemudian, karena tamu saya itu, di tengah-tengah percakapan, serta-merta mencomotnya sebuah. A da tahu, A da telah e gisi pe ut A da de ga a ak dagi g. Karena daging kambing kecil itu saja, Anda tak dapat makan apa-apa lagi. Sedang sa a a u saja e ik ati aka ke il da asih aka e ik ati uah pe sik. Bon pun datang. Saat saya bayar, ternyata sisa uang saya hanya sedikit lagi untuk tip pelayan. Dengan cepat mata tamu saya itu melihat pada uang tiga frank yang saya tinggalkan untuk pelayan, dan saya tahu dia mengira saya ini pelit. Tetapi, saat saya berjalan ke luar restoran, saya harus hidup sebulan penuh tanpa uang sepeser pun di saku. Ikuti o toh sa a, kata a saat ka i e ja at ta ga . Ja ga sa pai aka le ih da i satu je is u tuk aka sia g. “a a aka elakuka le ih aik lagi da ipada itu, ja a sa a. Mala ini, saya tidak akan makan apa-apa. Hu o is! te iak a de ga e ia sa il elo at ke dala o il. A da ukup hu o is! Tetapi, akhirnya saya merasa dendam. Saya tidak percaya bahwa saya seorang pendendam, tetapi jika Tuhan Yang Mahakekal menghukum saya karena hal ini, saya kira saya boleh melihat hasilnya dengan berpuas diri. Dia sekarang berbobot 133 kilo. 214 TENTANG PENULIS Sugeng Hariyanto, lahir 8 Maret 1968 di Magetan, Jawa Timur. Setelah menamatkan SPG di Magetan di tahun 1986, ia meneruskan kuliah di Jurusan Bahasa Inggris IKIP Malang. Setamat kuliah (1991), ia menjadi dosen Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Malang sampai sekarang. Pada tahun 1997 ia mengikuti program Diploma in Applied Linguistics di SEAMEO RELC, Singapura, dan pada tahun 1999 ia menamatkan progam S-2 Bahasa Inggris dari Pasca Sarjana IKIP Malang dan tahun 2009 menyelesaikan program doktor dari Program Pasca Universitas Negeri Malang. Tahun 2008/2009 dia mengikuti kursus singkat di bidang Penelitian Penerjemahan di University of Queensland, Australia. Di antara karya tulisannya tentang Terjemahan adalah: Of Poetry Translation (1996), An Evaluation of the English Translation of an I do esia No el Buru g-Buru g Ma yar (1997), The Translation Procedures for Translating Indonesian Culturally-Bound Words and Expression into English (A case Study on the English Translation of Ma gu ijaya’s Buru g-Buru g Ma yar (1999), dan The Implication of Culture on Translation Theory and Practice (2000). Edisi pertama buku ini Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis (2003) diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta and dia menulis satu bab berjudul The I pli atio of Culture o Tra slatio Theory a d Pra ti e dala uku Simultaneous Translation edited by Dr. Fatma El-shafey, of Open Learning Center, Benha University, Egypt. Buku terakhirnya adalah Website Translation yang diterbitkan oleh Inspira Publisher (2015). Dalam bidang pengajaran penerjemahan dia menulis modul dengan judul Modul Pengantar Penerjemahan Teks Hukum Perundang-undangan yang diterbitkan dan digunakan oleh Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (2016). Sebagai konsultan terkait penerjemahan dan pengajaran penerjemahan, dia pernah menjadi konsultan untuk Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (2006), CIFOR - BMZ , Bandung, (2007 - 2008), Unisma Malang (2009), Balai Bahasa Jawa Timur (2012-2013), dan Sekretariat Kabinet RI (2015-2016). 215 Zuchridin Suryawinata, lahir 27 Agustus 1931. Pada tahun 1952 ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMA-B Negeri Yogyakarta. Kursus B1/STC Bahasa Inggris Yogyakarta diselesaikannya pada tahun 1956. Pada tahun 1963, ia menamatkan program Doctorandus, FKIP Universitas Airlangga. Setelah itu ia menjadi dosen pada Jurusan Bahasa Inggris di almamaternya. Pada tahun 1982 ia menamatkan program Doktornya di Program Pasca Sarjana IKIP Malang. Sekarang ia adalah Guru Besar bidang Terjemahan pada Fakultas Sastra dan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang (dahulu IKIP Malang). Beberapa tulisannya mengenai Terjemahan antara lain: Analisis dan E aluasi terhadap Terje aha No el “astra The Ad a ture of Hu kle erry Fi dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. (IKIP Malang, 1982), Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek (Depdikbud, 1989), Kapita Selekta Bahasa, Pengajaran, dan Penerjemahan (IKIP Malang, 1989), dan Modul Universitas Terbuka Translation (UT, 1991). Ia juga menerjemahkan beberapa cerita pendek Indonesia ke dalam Bahasa Inggris dalam buku New York after Midnight, ed. Satyagraha Hoerip (Lontar, 1991) 216