LAPORAN PENELITIAN HUKUM BISNIS “PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ATAS MEREK YANG DIMILIKI OLEH PRODUSEN TERHADAP PENJUALAN BARANG PADA E-COMMERCE” Disusun oleh : Like Putri Chairunnisa ( 1705622160) FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN UNIVERSITAS NEGERI JAKARATA 2023 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul "Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Merek pada E-commerce". Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perlindungan hak kekayaan intelektual produsen dalam penjualan barang di platform e-commerce. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Kami berterima kasih kepada pembimbing dan semua pihak yang telah memberikan dukungan. Semoga laporan ini bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dan perlindungan hak kekayaan intelektual di e-commerce. Terima kasih. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1 DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 3 A. Latar Belakang ............................................................................................. 3 B. Rumusan Permasalahan ............................................................................... 4 C. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 6 A. TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ...................... 6 B. TINJAUAN UMUM MEREK ..................................................................... 7 C. TINJAUAN UMUM PRODUSEN .............................................................. 9 D. Tinjauan Umum E-Commerce ................................................................... 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 11 A. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11 B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 11 C. Metode Penelitian....................................................................................... 11 BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................ 13 1. Perlindungan Produsen dalam e-commerce ............................................... 13 2. Perlindungan Merek pada Produk yang diperjual belikan pada e-commerce berdasarkan Hak Kekayaan Intelektual ............................................................. 13 3. Upaya hukum Jika Terjadi Perbuatan Pelanggaran Merek ........................ 17 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 21 A. Kesimpulan ................................................................................................ 21 B. Saran ........................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi yang semakin berkembang pada masa kini, terdapat akses-akses untuk memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pesatnya perubahan dapat mengubah kebiasaan yang ada pada masyarakat sehingga menjadi bentuk kebiasaan baru dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk perkembangan era globalisasi yang paling terlihat yaitu adanya kegiatan online yang sebelumnya belum tercipta. Kegiatan online tersebut tentunya merubah kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat dunia. Pada mulanya setiap masyarakat yang ingin berbelanja berbelanja harus menuju ke pusat perbelanjaan untuk mendapatkan suatu yang diinginkan, namun kini dengan adanya kegiatan online menjadikan masyarakat tak perlu ke pusat perbelanjaan untuk membeli barang yang dibutuhkan. Perpindahan arus perdagangan yang semula berbentuk toko secara langsung pada pusat perbelanjaan suatu daerah menjadi penjualan online pada e-commerce menjadi arus yang paling besar pada saat ini. Suatu barang ataupun karya yang diciiptakan oleh satu produsen dengan mudah untuk ditiru oleh oknum tak bertanggung jawab. Hal tersebut termasuk dampak negative dari era globalisasi pada produsen perdagangan yang menjual barang atau jasa. Perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual sebagai hak kekayaan atau hak milik, perlindungan tersebut diberikan karena kemampuan yang dimiliki oleh manusia dalam menciptakan suatu barang sehingga barang tersebut harus menjadi hak kekayaan pencipta. Hak Kekayaan Intelektual diciptakan dengan tujuan melindungi pencipta terhadap suatu barang dan/atau karya yang diciptakannya dan melindungi pihak lain yang memiliki izin dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual milik perseorangan maupun kelompok. Perlindungan bukan lagi menjadi masalah dalam teknis hukum, tapi menyangkut pada pertikaian yang 3 muncul pada antar bisnis untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan yaitu mendapatkan keuntungan.1 Dengan adanya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual menjadikan produsen dapat mengecam oknum yang melakukan plagiasi terhadap barang yang diciptakannya. Bahkan produsen tersebut dapat mendapatkan Royalti dari pihak yang memiliki izin untuk memperjualbelikan barang milik produsen tersebut, sehingga Hak Kekayaan Intelektual menguntungkan secara keseluruhan bagi produsen berupa melindungi barang ciptaan produsen dan memberikan royalty pada produsen dari pihak yang melakukan perizinan untuk memperjualbelikan barang milik produsen tersebut. B. Rumusan Permasalahan 1. Bagaimana perlindungan Produsen dalam proses Jual Beli di E-Commerce? 2. Bagaimana perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Produsen dalam proses Jual Beli pada E-Commerce? 3. Bagaimana Perlindungan Merek milik Produsen terhadap barang yang dijual melalui E-Commerce C. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis 1) Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam implementasi hukum kepada para pelaku usaha yang melakukan pelanggaran merek dalam perdagangan transaksi elektronik. Penelitian ini akan memberikan pemikiran baru dan meningkatkan pemahaman tentang aspek hukum dalam perlindungan merek dagang dalam konteks perdagangan elektronik. 1 Sujud Margono, 2001, Hak Kekayaan Intelektual. Komentar atas Undang-undang Rahasia Dagang Desain Industri Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, hlm. 3. 4 2) Penelitian ini juga bertujuan untuk memperkuat landasan hukum dalam menyelesaikan masalah terkait dengan pelaksanaan merek terdaftar di Indonesia. Dengan memanfaatkan peraturan-peraturan tentang merek dagang, penelitan ini dapat memberikan kontribusi dalam memastikan keadilan tercapai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Manfaat praktis 1) Memberikan masukan kepada otoritas pengatur dalam merumuskan peraturan yang terkait dengan merek yang telah terdaftar. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai panduan bagi regulator dalam mengembangkan kebijakan yang lebih efektif dan komperhensif dalam melindungi merek dagang di era perdagangan elektronik. 2) Penelitian ini juga berguna dalam meningkatkan pemahaman dan wawasan bagi pembaca mengenaik merek dagang, tantangan atau hambatan yang terjadi dalam penerapannya di Indonesia, serta dampaknya terhadap penyelesaian masalah yang terkait dengan pelanggaran merek. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya melindungi merek dan dampak pelanggaran merek, dengan tujuan mewujudkan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam pelanggaran tersebut sesuai dengan tujuan hukum. 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual memiliki banyak sekali pengertian yang dikemukakan oleh para pakar hukum. Pada dasarnya Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak yang muncul dari hasil kemampuan intelektual yang dimiliki oleh manusia yang dapat menghasilkan barang dengan maemberikan manfaat bagi masyarakat.2 Adapun pengertian lain yang dikemukakan oleh Kholis Roisah, Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak eksklusif dalam lingkup ilmu pengetahuan, teknologi maupun sni atau sastra, menurutnya kepemilikan dianggap pada jasil kemampuan dan kreativitas dalam menciptakan suatu barang yang berupa ide dan gagasan.3 2. Sumber Hukum Hak Kekayaan Intelektual 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri 6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang 7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman 2 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.38 Kholis Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Sejarah, Pengertiandan Filosofis Pengakuan HKI dari Masa ke Masa, Setara Press Malang, 2015, hlm. 9 3 6 B. TINJAUAN UMUM MEREK 1. Pengertian Merek Merek memiliki arti berupa tanda yang ditampilan dengan grafis yang berbentuk gambar, nama, kata, logo, huruf, angka, dan susunan warna dengan bentuk 2(dua) dimensi maupun 3(tiga) dimensi, merek digunakan sebagai pembeda barang atau jasa yang diproduksi oleh perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan perdagangan mengenai barang atau jasa yang dimilikinya. Pemilihan merek mengenai suatu produk atau jasa miliki perseorangan atau badan hukum harusnya dipilih dengan tepat dan berhati-hati dikarenakan merek merupakan salah satu aset penting dalam bisnis.4 Berdasarkan pada uraian tersebut, merek dapat dikatakan sebuah merek apabila memenuhi unsur utama yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu tanda, adanya daya pembeda, digunakan untuk perdagangan barang/jasa. Sehingga merek harus terdiri dari tanda yang dipakai untuk mendefinisikan perusahaan yang menciptakan produk tersebut, terdapat gaya pembeda yang cukup jelas mengenai merek satu dengan merek yang lain, agar merek suatu produk memiliki perbedaan dengan merek lain maka diharuskan daya pembeda leih kuat dalam proses penciptaan merek, sehingga perusahaan atau produsen melakukan penentuan terhadap produk yang akan diperdagangkan dengan merek yang akan digunakan. 2. Pendaftaran Merek Berdasarkan pada UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, merek yang akan didaftarkan harus berupa tanda. Kemduian tanda tersebut harus dicantumkan pada barang yang telah diciptakan oleh perseorangan atau badan hukum. 4 Yoyo Arifardhani, 2020, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta, Kencana, hlm. 89 7 Pada UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur dua hal yang menyebabkan suatu merek tidak diterima pendaftarannya. Pertama, merek tersebut tidak bisa didaftarkan. Kedua, merek tersebut ditolak. 3. Pengaturan Merek Pada peraturan mengenai merek yang ada di Indonesia melauli banyak sekali perubahan, awalnya peraturan mengenai merek di Indonesia berawal dari hasil ratifikasi Konvensi Paris menjadi Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1979 kemudian dengan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 yang mencantumkan ketentuan substansial yaitu: 1) Perlakuan nasional, 2) Hak Prioritas, 3) Ketentuan Umum. Kemudian diciptakannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Namun aturan tersebut mengalami pergantian menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek kemudian dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pada proses mengundangkan UU No. 20 Tahun 2016 terdapat salah satu hal dalam mempertimbangkan undang-undang tersebut yaitu pada UU tersebut menjelaskan bahwa pada UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan mengenai kebutuhan masyarakat dalam bidang merek dan indikasi geografis serta belum cukup menjamin perlindungan potensi ekonomi local dan nasional sehingga UU No. 15 Tahun 2001 sehingga perlu untuk diganti.5 4. Hak Atas Merek Merek dapat mendapatkan haknya setelah didaftarkan pada Kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Permohonan mengenai pendaftaran merek diatur pada Pada pasal 4 sampai dengan Pasal 19 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pada pasal tersebut menjelaskan ahwa yang melakukan pendafatarn mengenai merek harus pemilik merek sendiri agar mereknya dapat Abi Jam”an Kurnia, Regulasi yang Berlaku Seputar Merek di Indonesia https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl1886/regulasi-yang-berlaku-seputar-merekdi-indonesia/, diakses pada 19 Maret 2023, pukul 20.01 5 8 terdaftar dikarenakan pada prosesn permohonan pendaftaran terdapat proses pemeriksaan formalitas hingga endapatkan persetujuan Menteri untuk penerbitan sertifikat hak atas merek. Di Indonesia berlaku system konstitutif, hal tersebut menjelaskan bahwa untuk mendapatkan hak atas merek maka diharuskan untuk melakukan pendaftaran mengenai merek tersebut. Karena dengan menggunakan dan memiliki merek saja dalam dunia perdagangan tidak cukup karena pemiliki merek harus mengetahui cara untuk melindungi merek tersebugt dengan perlindungan hukum. Pada system konstitutis menerapkan prinsip first to file system, yang dimana prinsip tersebut menjelaskan mengenai barang siapa yang melakukan pendaftaran merek pertama kali maka pendaftar trsebut yang dapat menikmati hak atas merek tersebut dan mendapatkan hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut selama 10 (sepuluh) tahun. 6 C. TINJAUAN UMUM PRODUSEN 1. Pengertian Produsen Produsen merupakan pihak dalam melakukan kegiatan produksi dengan tujuan untuk menambah dan menciptakan nilai jual suatu barang dan/atau jasa guna dapat memenuhi keutuhan masyarakat. Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3 tentang Perlindungan Konsumen, dalam pasal tersebut produsen disebut sebagai pelaku usaha. Pengertian produsen dalam kegiatan ekonomi memiliki peran yang paling utama karena produsen mempunyai tugas dalam melakukan produksi dan menyediakan barang dan/atau jasa dalam kebutuhan pasar sesuai dengan perusahaan yang dikembangkan oleh produsen tersebut. 6 B. A Tim Lindsey (dkk), 2002, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, Asian Law Group Pty Ltd & Alumni, hlm. 201 9 D. Tinjauan Umum E-Commerce 1. Pengertian E-Commerce Pengertian dari E-Commerce memiliki banyak arti yang dikemukakkan oleh beberapa ahli mengenai transaksi online, menurut Laudon (2010:8) pengertian e-Commerce adalah penggunaan internet maupun web yang dilakukan untuk transaksi perdagangan secara digital antar individual dengan individual maupun organisasi dengan organisasi, sedangkan menurut Adi Nugroho (2006) ecommerce yang merupakan arti dari perdagangan elektronik merupakan cara untuk membeli dan menjual barang dan/atau jasa melalui internet. 2. Dasar Hukum E-Commerce 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Online 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik 4. Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penerapan Sistem Eelektronik pada Kegiatan Perbankan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi perlindungan hak kekayaan intelektual atas merek yang dimiliki oleh produsen terhadap penjualan barang pada platform e-commerce. Penelitian ini bertujuan untuk memahami tantangan dan risiko yang dihadapi produsen dalam menjaga eksklusivitas merek mereka di lingkungan online, terutama terkait dengan pelanggaran merek, pemalsuan produk, dan penjualan ilegal. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis efektivitas dan keefektifan berbagai strategi perlindungan merek yang dapat digunakan oleh produsen dalam konteks e-commerce. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan rekomendasi praktis bagi produsen dan regulator untuk meningkatkan perlindungan merek di era perdagangan elektronik yang berkembang pesat. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan semenjak tanggal 10 Juni 2023 hingga 17 Juni 2023 dengan menggunakan beberapa buku, jurnal, hingga website yang berkaitan dengan judul yang diambil oleh penulis. C. Metode Penelitian Laporan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang berfokus pada analisis terhadap aturan-aturan hukum, doktrin, dan asas-asas dalam ilmu hukum. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan bahan pustaka dan penelusuran di perpustakaan. Penelitian ini merujuk pada literatur-literatur, teoriteori hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat, mulai dari tingkat yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Isu yang dibahas pada laporan ini dianalisis dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum terkait, dan dari analisis tersebut dihasilkan kesimpulan hukum yang relevan dengan masalah yang sedang terjadi . 11 Dalam penulisan laporan ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang cocok untuk penelitian jenis normatif. Pendekatan kualitatif merupakan metode analisis yang menghasilkan data deskriptif analitis, yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, serta melibatkan tingkah laku yang nyata. Data ini kemudian diteliti secara holistik. Di sisi lain laporan ini juga menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dalam analisisnya. Pendekatan ini mengacu pada penggunaan peraturan perundangundangan positif sebagai alat analisis. Pendekatan konseptual (conceptual approach) juga digunakan, yang mengambil konsep-konsep hukum sebagai dasat untuk menganalisis permasalahan hukum yang dihadapi. Dengan mengadopsi metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan kualitatif, serta merujuk pada undang-undang dan prinsip-prinsip hukum, penulis mampu melakukan analisis yang komprehensif dan menyajikan temuan hukum yang signifikan terkait dengan isu yang dibahas dalam laporan ini. 12 BAB IV HASIL PENELITIAN 1. Perlindungan Produsen dalam e-commerce Dalam kasus perlindungan produsen yang terdapat dalam transaksi elektronik, maka dalam pengajuan gugatan untuk mendapatkan hak-hak produsen maka produsen dapat mengajukan gugatan dengan berupa Wanprestasi karena kegiatan tersebut bukan merupakan perbuatan melanggar hukum. Sehingga dengan pengajuan Wanprestasi tersebut, produsen akan merujuk pada kewajiban yang harus dilakukan pelaku usaha dalam melaksanakan kontrak elektronik telah dilanggar oleh konsumen ataupun produsen lain sehingga produsen pencipta produk akan mengalami kerugian akibat kegiatan tersebut. Kerugian yang dialami oleh produsen tidak hanya berada pada ranah perdata saja, namun dapat mengandung unsur pidana yang dimana konsumen yang melakukan penipuan ataupun produsen yang melakukan penipuan dengan melakukan peniruan barang ciptaan dari produsen pertama. Berdasarkan pada Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “Pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.”7 2. Perlindungan Merek pada Produk yang diperjual belikan pada ecommerce berdasarkan Hak Kekayaan Intelektual Adanya tindakan produsen lain yang melakukan peniruan terhadap merek yang telah didaftarkan maka harus memperhatikan beberapa hal sebelum mengajukan gugatan mengenai pelanggaran merek. Produsen yang merasa dirugikan atas adanya peniruan merek harus memastikan bahwa merek yang dimilikinya masih berada dalam jangka waktu 10 tahun yang sudah diberikan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Kemudian aspek yang perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai pendaftaran merek tersebut yaitu produsen yang melakukan peniruan merek tersebut melaporkan merek pada kelas barang 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 ayat (4) 13 tertentu digunakan oleh pihak lain pada kelas barang yang sama dengan merek yang terlah terdaftar maka pemilik merek yang telah mendaftarkan terlebih dahulu dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran merek yang terdaftar. Namun apabila merek yang akan didaftarkan terdapat perbedaan dalam kelas barang, maka harus dipastikan jika merek yang dimiliki oleh produsen pendaftar awal merupakan merek terkenal atau tidak, sehingga jika merek yang telah didaftarkan terlebih dahulu merupakan merek terkenal maka merek tersebut akan mendapatkan perlindungan secara menyeluruh meskipun produsen peniru tadi mendaftarkan pada kelas barang yang berbeda tetap dapat diajukan gugatan atas pelanggaran hak merek. Pada perdagangan yang dilakukan secara online tentunya akan sulit untuk melakukan pengajuan mengenai pelanggaran merek, karena pelanggaran merek merupakan kasus antar perseorangan atau antar pelaku usaha saja, sehingga Berdasarkan pada UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pelanggaran merek hanya dapat ditindak lanjuti apabila produsen yang mengalami kerugian melakukan pengaduan mengenai pelanggaran merek tersebut, karena pelanggaran merek termasuk kedalam kategori delik aduan yang tidak bisa diproses apabila tidak ada pihak yang melaporkan kasus tersebut. Ketentuan hukum yang mengatur secara khusus terdapat dalam Bab XVIII, yaitu Pasal 100 hingga Pasal 103. Bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam menjalankan bisnis melalui transaksi elektronik (e-commerce), seperti melakukan persamaan pada inti merek, pemalsuan produk merek orang lain, atau menyebabkan dilusi (penurunan reputasi) suatu produk, mereka dapat dikenai ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 45 hingga Pasal 52 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hal ini berkaitan dengan perlindungan merek sebagai karya intelektual, yang diatur dalam Pasal 25, menjelaskan bahwa : Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di 14 dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan8 Berdasarkan Pasal 25 yang disebutkan di atas, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang merupakan karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya harus dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, jelaslah bahwa merek termasuk salah satu hak kekayaan intelektual yang dijamin perlindungannya dalam transaksi elektronik (ecommerce). Meskipun demikian, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak secara tegas menyebutkan adanya sanksi pidana jika merek tersebut dipalsukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui transaksi elektronik (e-commerce). Pada prinsipnya, tuntutan pidana dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu: 1. Tindak pidana kejahatan 2. Tindak pidana pelanggaran: Pelaku usaha yang menyalahgunakan merek dagang orang lain dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e-commerce) dapat dianggap melakukan tindak pidana pelanggaran. Jika pelaku usaha tersebut menggunakan merek yang sama secara keseluruhan (merek identik) dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan tanpa hak, maka dapat dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal tersebut menyatakan bahwa Setiap orang yang menggunakan merek yang secara keseluruhan identik dengan merek terdaftar milik orang lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan tanpa hak, dapat dihukum dengan 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 25 15 pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)9 Dalam Pasal 100 ayat (1) yang telah disebutkan, seseorang yang menggunakan merek yang sama secara keseluruhan dengan merek terdaftar milik pihak lain tanpa hak, atau dengan kata lain memalsukan merek dagang orang lain, dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Sementara itu, para pengusaha yang menjalankan bisnis melalui transaksi elektronik (e-commerce) dan melakukan pemalsuan atau persamaan pada pokoknya dengan cara menggunakan merek yang meniru merek terkenal (wellknown trademark) yang sudah ada, dengan maksud menciptakan kesan kepada publik bahwa produk atau layanan yang mereka tawarkan serupa dengan produk yang sudah terkenal tersebut, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, manjelaskan bahwa : Setiap orang yang tanpa memiliki hak menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar yang dimiliki oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dapat dijatuhi hukuman pidana penjara dengan maksimal 4 (empat) tahun dan/atau denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)10 Pasal 100 ayat (2) mengatur tentang pelanggaran meniru, yang berarti bahwa setiap individu yang tanpa izin menggunakan merek yang memiliki kesamaan substansial dengan merek terdaftar yang dimiliki oleh pihak lain, dapat dikenakan hukuman penjara dengan maksimal 4 (empat) tahun dan/atau denda maksimal sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 100 ayat (1). 10 Ibid., Pasal 100 ayat (2). 16 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis tidak secara spesifik mengatur pelanggaran dilusi (penurunan kualitas barang/reputasi). Undang-Undang tersebut hanya mengatur reputasi dan kualitas suatu barang terkait dengan indikasi geografis. Indikasi geografis merujuk pada suatu tanda yang menunjukkan asal daerah suatu barang dan/atau produk yang, karena faktor lingkungan geografis seperti faktor alam dan faktor manusia atau kombinasi keduanya, memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.11 Jadi, Pelanggaran dilusi, yang melibatkan penurunan kualitas dan reputasi suatu merek, dapat diterapkan dengan mengacu pada ketentuan Pasal 100 ayat (1) yang mengatur persamaan secara keseluruhan dan Pasal 100 ayat (2) yang mengatur persamaan pada pokoknya. Dalam hal ini, jika seseorang menggunakan merek yang secara keseluruhan identik dengan merek terdaftar milik pihak lain, atau menggunakan merek yang memiliki persamaan substansial dengan merek terdaftar tersebut, maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2). 3. Upaya hukum Jika Terjadi Perbuatan Pelanggaran Merek Apabila pemilik merek menghadapi situasi di mana merek dagangnya disamakan, dipalsukan, atau mengalami dilusi dalam konteks transaksi elektronik, ada beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan untuk memulihkan pelanggaran tersebut. Meskipun ada keterkaitan dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pelanggaran merek dalam bisnis elektronik dapat dianggap serupa dengan pelanggaran merek dalam bisnis konvensional. Beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik merek dalam menghadapi pelanggaran merek dalam transaksi elektronik antara lain: 11 Ibid., Pasal 1 angka 6. 17 Jalur perdata Pemilik merek yang mengahadapi situasi di mana merek dagangnya siamakan, dipalsukan, atau mengalami dilusi dapat mengajukan gugatan perdata dan perlu menyediakan bukti yang konklusif agar gugatan diakui oleh Pengadilan Niaga. Lingkup gugatan ini selaras dengan ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Niaga oleh pemilik merek yang harus mengalami pelanggaran, terdapat dua jenis gugatan yang dapat diajukan : 1. Gugatan ganti rugi (damages) : Tujuan dari gugatan ini adalah untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang sebagai penggantian atas pelanggaran yang terjadi. Jumlah kompensasi yang diminta umumnya ditentukan berdasarkan jumlah yang seharusnya diterima oleh pemilik merek jika tidak ada pelanggaran yang terjadi. 2. Penghentian perbuatan terkait penggunaan merek : Selain ganti rugi, pemilik merek juga dapat mengajukan gugatan untuk menghentikan semua tindakan yang terkait dengan penggunaan merek yang melanggar. Tujuan dari gugatan ini adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut dan melindungi hak-hak merek. Dalam gugatan pembayaran ganti rugi, pemilik merek perlu menyajikan bukti bahwa dirinya mengalami kerugian atas perbuatan tergugat dan ganti rugi dimaksudkan untuk mengembalikan pemilik merek ke posisi seolah-olah tidak ada pelanggaran yang terjadi. Pemilik merek dapat mengalami kerugian berupa : 1) Kehilangan peluang untuk memperoleh keuntungan yang semestinya 18 2) Hilangnya reputasi pasar 3) Pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk melindungi hak-hak merek. Agar dapat mencegah dampak yang lebih besar, seperti kerugian finansial, reputasi yang rusak, dan biaya tinggi dalam proses pendaftaran hak milik merek, pemilik merek diberikan kemungkinan untuk mengajukan permohonan kepada hakim dengan tujuan menghentikan aktivitas produksi, distribusi, atau perdagangan barang dan jasa yang menggunakan merek tersebut tanpa izin. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam konteks perkara perdata, putusan yang dikeluarkan oleh Peradilan Niaga dapat diajukan kasasi. Hal ini dijelaskan secara tegas dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, bahwa : Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (8) hanya dapat diajukan kasasi 12 Mengenai prosedur dan langkah-langkah pengajuan permohonan kasasi, ketentuan ini diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang yang sama. Selain itu, apabila terdapat kebutuhan, terdapat juga kemungkinan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan kasasi, sesuai dengan Pasal 89. Jalur Pidana Sebagai negara, Indonesia perlu memiliki aturan dan hukuman pidana yang telah disiapkan untuk digunakan dalam kasus-kasus yang melibatkan tindakan pemalsuan atau peniruan merek. Dalam situasi tertentu, tindakan konfiskasi, pengambilalihan, dan penghancuran barang-barang yang melanggar hukum serta semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam 12 Ibid., Pasal 87 19 tindak pidana dapat dilakukan. Namun, tindakan pemulihan hukum dalam konteks bisnis hanya digunakan sebagai langkah terakhir atau sebagai upaya terakhir. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik merek secara pidana adalah dengan melaporkan pelanggaran tersebut kepada pihak kepolisian. Pada merek berlaku delik aduan yaitu penyidikan baru dilakukan oleh penyidik Polri setelah adanya laporan mengenai pelanggaran terhadap merek yang diatur pada Pasal 99 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil memberikan pemberitahuan tentang dimulainya penyidikan dan hasil penyidikan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil kemudian disampaikan kepada Penuntut Umum melalui pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Proses ini dilakukan setelah penyidikan dilakukan, sesuai dengan ketentuan Pasal 99 ayat (5) Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Langkah selanjutnya adalah melakukan penuntutan oleh jaksa, yang kemudian diikuti dengan pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan dan penelitian terhadap alat bukti atau barang bukti, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Berita Acara Pidana (KUHAP). Jika terbukti bersalah, pelaku pelanggaran merek tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana berupa penjara dan denda. Ketentuan pidana dapat diterapkan dalam kasus pelanggaran merek terkait keseluruhan kesamaan, kesamaan pada intinya, dan penurunan kualitas produk (dilusi) suatu merek yang dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui transaksi elektronik (e- 20 commerce). Hal ini sesuai dengan Pasal 100 ayat (1) dan ayat (2) yang dijabarkan dalam hukum pidana. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 21 Berdasarkan pada penjabaran mengenai Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Atas Merek yang dimiliki oleh Produsen terhadap penjualan barang pada e-commerce, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: Kemajuan era globalisasi sangat mempengaruhi kebiasaan yang telah tertanam di masyarakat dengan terbentuknya transaksi online yang sebelumnya belum ada kemudian sekarang menjadi salah satu faktor utama dalam mempermudah kehidupan masyarakat Perkembangan transaksi online menjadikan terciptakanya perdagangan secara online atau disebut sebagai e-commerce yang menyediakan layanan bagi produsen dan konsumen untuk belanja kebutuhan hidup dengan mudah Perdagangan online memudahkan para pesaing untuk menjatuhkan lawan bisnisnya, salah satunya dengan melakukan persamaan merek bahkan produk yang telah didaftarkan Produsen mendapatkan perlindungan apabila merek dan barang yang diproduksinya ditiru oleh produsen lain dan produsen tersebut dapat mengajukan penyelesaian mengenai perkara tersebut karena termasuk pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual B. Saran 1. Diperlukan suatu regulasi yang secara khusus mengatur implementasi hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar merek terdaftar dalam transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). 2. Diperlukan langkah hukum yang kuat terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dalam perdagangan melalui transaksi elektronik (e-commerce), dengan tujuan untuk memastikan keberlakuan hukum yang jelas dan pasti. DAFTAR PUSTAKA BUKU 22 1. Nugroho,Adi, “Informatika,2006 e-Commerce : Memahami Perdagangan Modern di dunia Maya”. 2. Sujud Margono, 2001, Hak Kekayaan Intelektual. Komentar atas Undangundang Rahasia Dagang Desain Industri Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta. 3. Adrian Sutedi, 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta. 4. Kholis Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Sejarah, Pengertiandan Filosofis Pengakuan HKI dari Masa ke Masa, Setara Press Malang, 2015 5. Abdul Atsar. 2018. Mengenal Lebih Dekat HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,DeePublish. 6. Dadan Samsudin. 2016. Hak Kekayaan Intelektual Dan Manfaatnya Bagi Lembaga Litbang, Pemeriksa Paten pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 7. Taufik Bambang, 2007, Posisi dan Arti Penting HaKI dalam Perdagangan Internasional, Bharat Karya Aksara, Jakarta. 8. Yoyo Arifardhani, 2020, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta Kencana. JURNAL 23 1. Albert Renaldi, 2020, “Perlindungan Hukum Pemegang Merek Akibat Pembatalan Merek Oleh Direktorat Merek Dan Indikasi Geografis”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang 2. Sulastri (dkk),(2018). “Perlindungan Hukum Terhadap Merek (Tinjauan Terhadap Merek Dagang Tupperware Versus Tulipware)” Jurnal Yuridis, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Vol. 5 No. 1, Juni 2018. 3. Andi Nanda Jeihan Fatihah M. (2022). “Tinjauan Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Putusan Mahkamah Agung Nomor 576 K/pdt.sus-HKI/2020)”. Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanudin Makasar 4. Vitasha Riyanti Putri dan F.X. Joko Priyono (2019). “Perlindungan Hukum Terhadap Produsen Kosmetika yang Melakukan Perdagangan Jual Beli Online”. Jurnal Yuridis, Fakultas Hukum Universitar Diponegoro, Vol. 12 No. 2. 24