Uploaded by Poppy

BukuPetunjukTeknisKPBUPersampahan

advertisement
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA
DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
PETUNJUK TEKNIS
PENYUSUNAN STUDI PENDAHULUAN
KEGIATAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
Edisi 2018
1
TPA MANGGAR
Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan TImur
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,
Pemenuhan layanan sanitasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh
karena itu, salah satu prioritas Pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 adalah tercapainya
100% pelayanan sanitasi pada tingkat kebutuhan dasar, sedangkan target Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2030 adalah memastikan ketersediaan dan
pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan.
Seiring
pertambahan
jumlah
penduduk,
kebutuhan
akan
infrastruktur
pengelolaan sampah semakin meningkat. Namun dalam upaya mencapai target
tersebut, ketersediaan APBN/APBD sangat terbatas. Pemerintah Daerah, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memiliki
kewenangan pada pendanaan dan pengelolaan pengembangan infrastruktur
persampahan.
Oleh karena itu, saat ini Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah didorong untuk
melibatkan sektor swasta dalam pengembangan infrastruktur pengelolaan persampahan
melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan tujuan
untuk mengatasi keterbatasan dana APBN/APBD, serta memanfaatkan keahlian dan
pengalaman yang dimiliki badan usaha dalam penyediaan infrastruktur pengelolaan
persampahan.
Upaya melibatkan sektor swasta diharapkan mampu memberikan nilai manfaat uang
(value for money) yang optimal serta pelayanan prima bagi masyarakat. Kunci penilaian
nilai manfaat uang yang akan diterima dengan menggunakan skema KPBU terletak
pada tahap perencanaan. Tahap perencanaan ini menjadi sangat krusial karena akan
menjadi penentu apakah suatu proyek layak dan dapat memberikan nilai lebih (added
value) apabila dilaksanakan dengan skema KPBU.
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP), Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, memiliki fungsi penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang persampahan, berinisiatif untuk menyusun Petunjuk
Teknis Penyusunan Laporan Studi Pendahuluan Kegiatan KPBU Bidang Persampahan.
Dengan adanya Petunjuk Teknis ini diharapkan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
(PJPK) mampu untuk menyiapkan dokumen Studi Pendahuluan yang berkualitas untuk
dapat ditindaklanjuti pada tahap persiapan sampai dengan transaksi.
Ir. Dodi Krispratmadi, M.Env.E
Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP)
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISTILAH
LATAR BELAKANG
TUJUAN DAN SASARAN PETUNJUK TEKNIS
LINGKUP PETUNJUK TEKNIS
SISTEMATIKA PENULISAN PETUNJUK TEKNIS
4
6
8
13
14
15
16
BUKU A: TAHAP PERENCANAAN KPBU PERSAMPAHAN
BAB 1 KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
1.1 PERATURAN PERUNDANGAN MENGENAI PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN
1.2 PEMBAGIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN SAMPAH
1.3 KPBU PADA SEKTOR PERSAMPAHAN
1.4 TAHAPAN PELAKSANAAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
1.5 PEMANGKU KEPENTINGAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
19
BAB 2 TAHAPAN PERENCANAAN KEGIATAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
2.1 TUJUAN TAHAP PERENCANAAN KPBU
2.2 TAHAP PERENCANAAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
MEKANISME STUDI PENDAHULUAN
43
44
44
20
26
29
33
37
BUKU B: PENYUSUNAN STUDI PENDAHULUAN KPBU PERSAMPAHAN
BAB 1 KAJIAN KEBUTUHAN (NEED ANALYSIS)
1.1 DESKRIPSI KAJIAN KEBUTUHAN
1.2 INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
1.3 LANGKAH PELAKSANANAAN KAJIAN KEBUTUHAN
1.4 KELUARAN KAJIAN KEBUTUHAN
4
59
60
60
61
69
BAB 2 KRITERIA KEPATUHAN (COMPLIANCE CRITERIA)
2.1 DESKRIPSI KRITERIA KEPATUHAN
2.2 INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
2.3 LANGKAH PELAKSANAAN KAJIAN KRITERIA KEPATUHAN
2.4 KELUARAN KAJIAN KRITERIA KEPATUHAN
71
72
72
73
82
BAB 3 PENILAIAN NILAI MANFAAT UANG (VALUE FOR MONEY)
3.1 DEKSRIPSI PENILAIAN NILAI MANFAAT UANG
3.2 INPUT DATA DALAM ANALISIS NILAI MANFAAT UANG
3.3 LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS NILAI MANFAAT UANG
3.4 KELUARAN NILAI MANFAAT UANG
83
84
85
86
89
BAB 4 ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK
4.1 DESKRIPSI ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK
4.2 INPUT DATA DALAM ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA
PEMBIAYAAN PROYEK
4.3 LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA
PEMBIAYAAN PROYEK
4.4 KELUARAN ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK
91
92
92
93
103
BAB 5 REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
5.1 DEKSRIPSI REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
5.2 INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
5.3 LANGKAH PELAKSANANAN ANALISIS REKOMENDASI DAN RENCANA
TINDAK LANJUT
5.4 KELUARAN REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
107
108
108
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
116
123
108
113
5
DAFTAR GAMBAR
BUKU A: Tahap Perencanaan KPBU Persampahan
Gambar 1.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah
20
Gambar 1.2 Skema Penanganan Sampah
22
Gambar 1.3 Muatan dalam Jakstranas Pengelolaan Persampahan
24
Gambar 1.4 Rencana Sistem Pengelolaan Sampah Mendatang
25
Hingga 2025
Gambar 1.5 Jenis Infrastruktur yang Dapat Dilakukan dengan
30
Skema KPBU
Gambar 1.6 Lingkup Pelaksanaan KPBU di Bidang Persampahan
31
Gambar 1.7 Tahapan Pelaksanaan KPBU Bidang Persampahan
36
Gambar 1.8 Pembagian Peran dalam Pengelolaan Persampahan
41
Gambar 2.1 Tahapan Perencanaan KPBU Bidang Persampahan
45
Gambar 2.2 Perencanaan dan Penganggaran Proyek KPBU
46
Gambar 2.3 Proses Identifikasi Proyek KPBU Prakarsa oleh Pemerintah 48
Pusat
Gambar 2.4 Proses Identifikasi dan Penetapan Proyek KPBU Prakarsa
49
oleh Pemerintah Daerah
BUKU B: Penyusunan Studi Pendahuluan KPBU Persampahan
Gambar 1. Gambaran Besar Substansi dalam Penyusunan Studi Pendahuluan
58
Gambar 1.1 Perkiraan Biaya Investasi Teknologi Pengolahan Sampah
67
Gambar 1.2 Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah
68
Gambar 4.1 Contoh Aliran Pendapatan yang Berasal Dari
96
Penjualan Listrik
Gambar 5.1 Alternatif Skema KPBU
6
108
DAFTAR TABEL
BUKU A: Tahap Perencanaan KPBU Persampahan
26
Tabel 1.1 Pembagian Kewenangan Pengelolaan Persampahan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
28
Tabel 1.2 Badan/Lembaga Pengelolaan Persampahan
Tabel 1.3 Pemangku Kepentingan dan Perannya Dalam Pelaksanaan KPBU 37
Bidang Persampahan
46
Tabel 2.1 Kebutuhan Anggaran pada Setiap Tahap KPBU
BUKU B: Penyusunan Studi Pendahuluan KPBU Persampahan
Tabel 1.1 Input Data untuk Kajian Kebutuhan
60
Tabel 1.2 Rerata Pertambahan Umur TPA Berdasarkan Jenis Teknologi
66
Tabel 2.1 Input Data untuk Kajian Kriteria Kepatuhan
72
Tabel 2.2 Tugas Kepala Daerah Berdasarkan Kebijakan Strategi Daerah
81
Tabel 3.1 Contoh Penilaian Nilai Manfaat Uang Secara Kualitatif
88
Tabel 4.1 Input Data untuk Analisis Potensi Pendapatan dan Skema
92
Pembiayaan Proyek
Tabel 4.2 Output dari Masing-masing Teknologi
95
Tabel 5.1 Durasi Kegiatan dalam Tahapan KPBU
114
7
DAFTAR ISTILAH
8
Badan
Usaha
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), badan usaha swasta yang berbentuk
Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
Bappeda
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas
BUMD
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BUMD Badan Usaha Milik Daerah
BOT
Build – Operate - Transfer
BUP
Badan Usaha Pelaksana (Project Company)
BUMN
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
DSCR
Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah tingkat
kemampuan pemilik modal dalam membayar seluruh
kewajiban pinjaman yang akan jatuh tempo pada tahun
berjalan
Dukungan
Pemerintah
Kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dan kekayaan negara sesuai kewenangan masingmasing berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam
rangka meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas
KPBU.
EIRR
Economic Internal Rate of Return (EIRR) adalah tingkat imbal
hasil ekonomi proyek yang dilakukan dengan membandingkan
manfaat ekonomi-sosial dan biaya ekonomi proyek
ENPV
Economic Net Present Value (ENPV) adalah adalah tingkat
imbal hasil ekonomi yang dihitung dengan membandingkan
besaran hasil kuantifikasi manfaat ekonomi-sosial yang
diterima oleh masyarakat dan pemerintah dari proyek terhadap
biaya ekonomi proyek.
FIRR
Financial Internal Rate of Return (FIRR) adalah tingkat
imbal hasil keuangan proyek yang dilakukan dengan
membandingkan pendapatan dan biaya proyek dengan
mempertimbangkan besarnya faktor nilai uang di masa depan
FNPV
Financial Net Present Value (FNPV) adalah nilai saat ini dari
selisih antara pendapatan dan biaya selama jangka waktu
proyek pada tingkat diskonto keuangan tertentu
IIGF
(PT) Indonesia Infrastructure Guarantee Fund atau yang juga
dikenal dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, yang
merupakan Badan Penjaminan Infrastruktur
Jaminan
Pemerintah
Kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan
dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana
melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerjasama
Konsesi
Pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan,
individu, atau entitas legal lain.
KPPIP
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun
2014 sebagai bukti keseriusan Pemerintah dalam memastikan
realisasi dari proyek infrastruktur prioritas yang memiliki nilai
ekonomi tinggi, dapat terbangun tepat pada waktunya.
KPBU
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
KPS
KSP
KSPI
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
Kerjasama Pemanfaatan Aset (milik Pemerintah)
Kerjasama Penyediaan Infrastruktur
Konsultasi
Publik
Proses interaksi antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah/direksi BUMN/direksi BUMD dengan masyarakat
termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan
transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan efektivitas KPBU.
Market
Sounding
Proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat
calon investor, perbankan, dan asuransi atas KPBU (KSPI)
yang akan dikerjasamakan.
Prastudi
Kelayakan
Kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU dengan
mempertimbangkan sekurang-kurangnya aspek hukum,
teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan,
dan sosial sebagaimana diatur dalam Permen Bappenas
Nomor 4 Tahun 2015
PJPK
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang dapat merupakan
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dalam rangka
pelaksanaan KPBU
PPP
Public Private Partnership
ROE
Return On Equity (ROE) adalah tingkat besaran imbal hasil
yang diperoleh atas ekuitas yang diinvestasikan pada KPBU
9
DAFTAR ISTILAH
ROT
Rehabilitate-Operate-Transfer
Simpul
KPBU
Merupakan kelembagaan yang dibentuk oleh Menteri/
Kepala Daerah/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang
bertugas melaksanakan perumusan kebijakan, sinkronisasi
dan koordinasi, dan pengawasan serta evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan KPBU.
SMI
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
Studi
Kelayakan
Kajian yang dilakukan oleh Badan Usaha calon pemrakarsa
untuk KPBU atas mekanisme prakarsa Badan Usaha dalam
rangka penyempurnaan Prastudi Kelayakan
(Feasibility
Study)
10
Tim KPBU
Tim yang dibentuk oleh PJPK untuk membantu pengelolaan
KPBU pada tahap penyiapan dan tahap transaksi KPBU
khususnya setelah penetapan Badan Usaha Pelaksana hingga
diperolehnya pemenuhan pembiayaan (financial close), serta
berkoordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaanya.
TPA
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
TPST
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Value for
Money
Nilai Manfaat Uang (Value for Money) adalah pengukuran
kinerja suatu KPBU berdasarkan nilai ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas pengeluaran serta kualitas pelayanan yang
memenuhi kebutuhan masyarakat
WACC
Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah penentuan
tingkat biaya modal optimal dengan menghitung rata-rata
modal tertimbang dengan memperhatikan faktor nilai uang
masa kini dan masa depan.
TPA JATIBARANG
Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah
11
PENDAHULUAN
Pendahuluan ini menjelaskan mengenai latar belakang,
tujuan dan sasaran, ruang lingkup, dan sistematika
penulisan Petunjuk Teknis.
12
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sistem pengelolaan sampah di Indonesia telah mengacu pada UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur
penyelenggaraan pengelolaan sampah yang bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya. Undang-undang ini mengubah paradigma lama (kumpulangkut-buang) menjadi paradigma baru dalam pengelolaan sampah yaitu dari
mulai pencegahan timbulnya sampah pada saat proses produksi, mengurangi
timbulan sampah pada setiap kegiatan dan mengelola sampah secara ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Sebagai salah satu bentuk implementasinya
adalah penimbunan sampah secara terbuka (open dumping) dilarang mulai
tahun 2013, sudah harus ditutup dan dilanjutkan dengan cara penimbunan
saniter yang tidak menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan.
Penataan dan Penutupan TPA Regional Sarbagita,
Provinsi Bali
Pengelolaan sampah secara konvensional, yakni dengan cara ditimbun di TPA
pada prakteknya menimbulkan beberapa permasalahan seperti: (a) Kebutuhan
lahan TPA yang cepat meningkat akibat tidak dilakukannya proses reduksi
volume sampah secara efektif, (b) Berbagai permasalahan lingkungan dan
13
PENDAHULUAN
kesehatan apabila tidak dikelola sesuai dengan standar emisi, mulai dari yang
teringan seperti bau busuk hingga potensi sebaran penyakit di daerah sekitar
TPA, (c) penanganan gas methan (CH4) yang langsung dibuang ke atmosfer
memberikan dampak buruk ke atmosfer berupa polusi gas-gas rumah kaca
dan gas beracun lainnya; di sisi lain hal tersebut merupakan pemborosan energi
yang seharusnya bisa dimanfaatkan.
Pelaksanaan pelayanan pengelolaan persampahan dan pembangunan
prasarana dan sarana persampahan merupakan kewenangan pemerintah
kabupaten/kota sesuai amanah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Tetapi oleh karena perkembangan tata ruang dan
permukiman khususnya di daerah perkotaan, menyebabkan pembangunan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah tidak cukup ditangani dengan
kemampuan dan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang terbatas,
sehingga membutuhkan campur tangan pemerintah pusat dan atau provinsi
terutama dikaitkan dengan penyediaan TPA lintas kabupaten/kota (regional).
Di sisi lain Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan sumber daya
manusia, teknologi dan pendanaan untuk menyelesaikan permasalahan
persampahan. Oleh karena itu, kontribusi dan investasi pihak swasta dalam
skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sangat diharapkan
dalam pembangunan sistem pengelolaan sampah di kabupaten/Kota maupun
regional.
Langkah awal untuk memastikan sistem proyek pengolahan sampah agar dapat
dilakukan dengan skema KPBU adalah dengan melakukan studi pendahuluan.
Studi pendahuluan disusun untuk melihat sejauh mana Proyek Pengelolaan
Persampahan layak secara hukum, teknis, finansial, dan lingkungan untuk
dibangun dan dikelola.
Agar Pemerintah Kabupaten/Kota dapat merencanakan dan mengajukan
proyek pengelolaan persampahan dengan skema KPBU melalui Studi
Pendahuluan maka perlu disusun Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Studi
Pendahuluan Kegiatan KPBU Bidang Persampahan sebagai bahan acuan dan
panduan.
TUJUAN DAN SASARAN PETUNJUK TEKNIS
Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Studi Pendahuluan dalam pelaksanaan
Kegiatan KPBU bidang persampahan ini dimaksudkan sebagai salah satu
referensi bagi Unit organisasi di lingkungan Kementerian PUPR khususnya
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/
Kota, serta umumnya bagi para pemangku kepentingan dalam rangka akselerasi
perencanaan Kegiatan KPBU bidang persampahan.
14
Tujuan dari Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Studi Pendahuluan adalah
untuk memberikan gambaran mengenai ketentuan, prosedur dan mekanisme,
serta isi substansi dokumen Studi Pendahuluan.
Disamping itu, penyusunan Petunjuk Teknis Studi Pendahuluan ini bertujuan untuk
meningkatkan kesiapan dan kompetensi setiap PJPK agar dapat menyiapkan
dokumen Studi Pendahuluan dengan baik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Tentunya tahap perencanaan ini menjadi tahapan yang sangat krusial bagi
pengambilan keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan kegiatan
KPBU. Pengambilan keputusan ini harus didasarkan pada data dan informasi
yang akurat. Studi Pendahuluan merupakan salah satu alat dan data serta
informasi secara sistematis yang dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan tersebut. Keputusan yang dapat diambil dalam tahap perencanaan
adalah apakah rencana proyek tidak dilanjutkan, dilanjutkan dengan skema
pengadaan barang dan jasa konvensional (APBN/APBD), dilanjutkan dengan
skema B to B (Business to Business) atau dilanjutkan dengan skema KPBU.
Tentu pilihan dengan skema KPBU dapat diambil, apabila pada tahap
perencanaan, rencana KPBU persampahan memiliki kelayakan dan nilai
manfaat uang (Value for Money) yang optimal berdasarkan Studi Pendahuluan
yang telah disusun.
LINGKUP PETUNJUK TEKNIS
Lingkup pembahasan Petunjuk Teknis Penyusunan Studi Pendahuluan Kegiatan
KPBU Bidang Persampahan ini membahas:
1. Pelaksanaan kegiatan dalam Tahap Perencanaan KPBU yang terdiri dari :
1
2
Penyusunan Rencana
Anggaran Dana KPBU
4
3
Konsultasi Publik
Penganggaran Dana
Tahap Perencanaan
Penetapan KPBU
5
Pengambilan Keputusan
Lanjut / Tidak Lanjut
Rencana Proyek Persampahan
Dengan Menggunakan Skema KPBU
Rp
6
Pengajuan Usulan Proyek KPBU
Untuk Dimasukkan Dalam
Daftar Rencana KPBU
15
PENDAHULUAN
2. Pelaksanaan Penyusunan Dokumen Studi Pendahuluan yang meliputi isi
substansi kajian mengenai:
1
2
1
Analisis
na isis Kebutuhan
Ke utu an
(Need Analysis)
Analysis
A
l
b
Kriteria Kepatuhan
Kepatu an
(Compliance Criteria)
Criteria
h
)
2
3
4
3
5
Kriteria Faktor Penentu
Analisis
Rekomendasi
n lisis Potensi
P tens
Rek men si &
Nilai Manfaat Uang
Rencana Tindak
Pendapatan
Tin a
Pen apatan & Skema
S ema
(Value for
or Money)
Kriteria
Faktor
Penentu
Lanjut
Pembiayaan Proyek
Proye
Lan ut
Partisipasi Badan
Ba an Usaha
Usa
A a
h
)
Nilai Manfaat Uang
f
d
ha
d
4
o
k
SISTEMATIKA PENULISAN PETUNJUK TEKNIS
Sistematika Petunjuk Teknis Penyusunan Studi Pendahuluan Kegiatan KPBU
Bidang Persampahan ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian besar yakni:
1. Buku A: Tahapan Perencanaan Kegiatan KPBU Bidang Persampahan,
yang menjelaskan peraturan perundangan terkait kegiatan KPBU bidang
persampahan, pembagian kewenangan, pengertian KPBU, dan tahapan
KPBU bidang persampahan. Dengan membaca bagian ini, Pengguna
Petunjuk Teknis diharapkan dapat memahami tahapan KPBU secara garis
besar serta memahami hal-hal yang perlu dilaksanakan pada tahap
perencanaan.
2. Buku B: Penyusunan Studi Pendahuluan Kegiatan KPBU Bidang Persampahan,
yang menjelaskan tahapan penyusunan bagian-bagian yang ada dalam
Studi Pendahuluan yang mencakup: a.) kajian kebutuhan (need analysis); b.)
kriteria kepatuhan (compliance criteria); c.) kajian nilai manfaat uang (Value
for Money); d.) analisis potensi pendapatan dan skema pembiayaan; dan
e.) rekomendasi dan tindak lanjut. Dengan membaca bagian ini, Pengguna
Petunjuk Teknis diharapkan dapat memahami dan dapat menyusun Studi
Pendahuluan bidang persampahan dengan baik.
16
i
o
k
A
TAHAPAN PERENCANAAN
KEGIATAN KPBU
BIDANG PERSAMPAHAN
17
TPA BENOWO
Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur
18
BAB I
KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
19
BAB I | KPBU
KPBUBidang
Bidang
Persampahan
Persampahan
1.1
PERATURAN PERUNDANGAN MENGENAI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Dalam pengembangan pengelolaan sampah, ada beberapa peraturan
perundangan yang perlu diperhatikan meliputi :
1. UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah – Undang-Undang
pengelolaan sampah nasional pertama Indonesia yang komprehensif,
yang membangun prinsip-prinsip layanan pengelolaan sampah pada bagi
masyarakat, menyediakan mekanisme insentif dan disinsentif, mendefinisikan
pembagian tanggung jawab pengelolaan sampah pada berbagai
tingkat pemerintahan, memfasilitasi sistem pengelolaan sampah berbasis
masyarakat dan partisipasi sektor swasta dalam pengelolaan limbah padat/
Solid Waste Management (SWM) dan menerapkan mekanisme sanksi bagi
pihak yang tidak patuh. Pada Undang-Undang ini juga telah mengatur tugas
dan wewenang Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Adapun
kebijakan pengelolaan sampah dari produsen hingga ke TPA dapat dilihat
pada Gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah
Sumber: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang diolah kembali.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah
Tangga – Fokus pada upaya pelestarian lingkungan
melalui pengelolaan sampah sebagai sumber daya. Pada Peraturan
Pemerintah tersebut meliputi pengaturan tentang kebijakan dan
20
strategi pengelolaan sampah, penyelenggaraan pengelolaan sampah,
kompensasi, pengembangan dan penerapan teknologi, sistem informasi,
peran masyarakat, dan pembinaan. Peraturan tersebut memungkinkan
penetapan target pengurangan sampah, dengan menekankan pentingnya
pemilahan sampah di sumber asal, serta mendorong pelaksanaan daur
ulang dan pemanfaatan kembali bahan-bahan daur ulang. Pada Peraturan
Pemerintah ini mengatur 2 (dua) kelompok utama pengelolaan sampah,
yaitu:
a. Pengurangan sampah, yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah,
guna ulang dan daur-ulang
b. Penanganan sampah, yang terdiri dari:
PEMILAHAN
Pengelompokan &
pemisahan sampah
sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau
karakteristik sampah.
PENGUMPULAN
PENGANGKUTAN
PENGOLAHAN
PEMROSESAN AKHIR
SAMPAH
Pengambilan
& pemindahan
sampah dari sumber
sampah ke tempat
penampungan
sementara atau
temoat pengolahan
sampah terpadu.
Membawa
sampah dari
sumber ke tempat
penampungan
sementara atau
tempat pengolahan
sampah terpadu
menuju ke tempat
pemrosesan akhir.
Pengembalian
sampah dan/
atau residu hasil
pengolahan
sebelumnya ke
media lingkungan.
Mengubah
karakteristik, komposisi,
dan jumlah sampah.
Pola penanganan sampah berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 81
Tahun 2012 dari sumber sampah hingga pemrosesan akhir dapat dilihat pada
Gambar 1.2 berikut.
21
BAB I | KPBU
KPBUBidang
Bidang
Persampahan
Persampahan
Gambar 1.2 Skema Penanganan Sampah
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, yang
diolah kembali.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 juga mengatur keterkaitan
Badan Usaha dalam pelaksanaan pengelolaan persampahan, mulai dari
kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Pengaturan tersebut terletak pada pasal 26 yang menyatakan bahwa dalam
melakukan kegiatan pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir
sampah, pemerintah kabupaten/kota dapat bermitra dengan badan usaha.
3. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga – Memuat:
a. Arah kebijakan pengurangan dan penanganan Sampah Rumat Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; dan
b. Strategi, program, dan target pengurangan dan penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Pada Peraturan Presiden ini diatur arah kebijakan peningkatan kinerja di bidang:
a. Pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga; dan
b. Penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
22
tangga.
Lebih lanjut, dalam pelaksanaan pengurangan sampah dilakukan melalui:
a. Pembatasan timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga;
b. Pendauran ulang sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga.
Sedangkan untuk penanganan sampah dilakukan melalui:
a. Pemilahan;
b. Pengumpulan;
c. Pengangkutan;
d. Pengolahan; dan
e. Pemrosesan akhir sampah.
Pada Peraturan Presiden ini juga mengamanatkan agar pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota untuk menyusun Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada)
dalam pengelolaan persampahan. Adapun secara garis besar muatan dalam
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Persampahan dapat dilihat pada
Gambar 1.3 berikut.
23
BAB I | KPBU
KPBUBidang
Bidang
Persampahan
Persampahan
Gambar 1.3 Muatan dalam Jakstranas Pengelolaan Persampahan
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, yang diolah kembali.
Target yang ditetapkan dalam Jakstranas adalah:
a. Pengurangan sampah sebesar 30% (tiga puluh persen) dari angka
timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga sebelum adanya Jakstranas pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di tahun 2025
b. Penanganan sampah sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari angka
timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga sebelum adanya Jakstranas pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di tahun 2025.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
24
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga –
difokuskan pada perencanaan secara menyeluruh di tingkat regional dan
lokal, mencakup perencanaan umum pengelolaan sampah, standar desain
infrastruktur TPA, penyediaan fasilitas pengolahan/pemrosesan sampah
dan penutupan/rehabilitasi TPA. Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai
acuan bagi Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten/
Kota, dan orang yang berkepentingan dalam penyelenggaraan
pengelolaan persampahan. Lingkup muatan yang dibahas dalam
Peraturan Menteri ini mencakup perencanaan umum, penanganan
sampah, penyediaan fasilitas pengolahan dan pemrosesan akhir sampah,
dan penutupan/rehabilitasi TPA. Secara garis besar, rencana sistem
pengelolaan persampahan dari sumber sampah hingga TPA berdasarkan
Peraturan Menteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.4 berikut.
TPS 3R : Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle Berbasis Mayarakat
TPST : Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat
Gambar 1.4 Rencana Sistem Pengelolaan Sampah Mendatang Hingga 2025
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, yang diolah kembali.
Pada Peraturan Menteri Nomor 03/PRT/M/2013 juga mengatur terkait keterkaitan Badan Usaha dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan (PSP). Pengaturan tersebut tepatnya terletak pada
pasal 76 tentang Peran Swasta yang menyatakan bahwa pemerintah
kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan swasta/badan usaha dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan. Kemitraan tersebut dapat dilakukan pada
tahap pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
25
BAB I |
1.2
KPBU Bidang Persampahan
PEMBAGIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN SAMPAH
Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008 dan PP Nomor 81 Tahun 2012, pengelolaan
sampah perkotaan, termasuk pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Namun demikian, kegiatan
pengelolaan sampah perkotaan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah diatur oleh Pemerintah Pusat.
Berkenaan dengan kegiatan pengelolaan sampah dan TPA, pembagian
kewenangan pengelolaan sampah dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
CATATAN :
Berdasarkan pasal 12 dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, bidang
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang didalamnya terdapat subbidang
Persampahan, termasuk dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar. Lebih lanjut pada pasal 18 dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014, Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan
pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar. Sehingga penyelenggaraan pengelolaan persampahan merupakan
salah satu prioritas Pemerintah Daerah.
TABEL 1.1 Pembagian Kewenangan Pengelolaan Persampahan Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pemangku
Kepentingan
Pemerintah Pusat
Pembagian Kewenangan
•
•
Penetapan pengembangan sistem pengelolaan sanitasi
secara nasional.
Pengembangan sistem pengelolaan sanitasi Lintas Daerah
Provinsi dan sistem pengelolaan sanitasi untuk kepentingan
Strategis Nasional
Pemerintah
Provinsi
Pengembangan sistem dan pengelolaan sanitasi Regional.
Kabupaten/Kota
Pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan dalam
Daerah kabupaten/kota.
Lebih lanjut, menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
ditegaskan bahwa Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
26
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu urusan wajib yang
menjadi kewenangan Pemerintah Daerah adalah penyediaan sarana dan
prasarana umum, termasuk infrastruktur pengelolaan sampah.
CATATAN :
Pada umumnya dalam pelaksanaan proyek KPBU, Pemerintah Daerah berperan
sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) mengacu pada UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Apabila skala proyek infrastruktur pengelolaan sampah di tingkat kabupaten/
kota, maka umumnya PJPK pada proyek KPBU adalah Bupati/Walikota. Namun
apabila infrastruktur pengelolaan sampah regional, maka umumnya PJPK pada
proyek KPBU adalah Gubernur.
Sehingga terkait dengan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan
lingkungan, secara spesifik, tugas Pemerintah Daerah mencakup :
• Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan sampah;
• Melakukan penelitian, pengembangan tehnologi pengurangan dan
penanganan sampah;
• Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan
penanganan dan pemanfaatan sampah;
• Melaksanakan pengelolaan persampahan dan menfasilitasi penyediaan
prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
• Memfasilitasi penerapan tehnologi spesifik lokal yang berkembang pada
masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah;
• Mendorong dan menfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengelolaan
persampahan; dan
• Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan persampahan.
Peraturan pokok yang mengatur metode/badan pengelolaan sampah
di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Pasal 22 ayat (2) dari PP ini mewajibkan
pengelolaan sampah oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membentuk
lembaga khusus yang mengelola seluruh sistem pengelolaan sampah, termasuk
TPA. Adapun lembaga-lembaga tersebut tercantum pada Tabel 1.2 berikut.
27
BAB I | KPBU Bidang Persampahan
TABEL 1.2 Badan/Lembaga Pengelolaan Persampahan
Badan
Dinas Lingkungan
Hidup (DLH)
Acuan Hukum
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor
12 Tahun 2017
tentang Pedoman
Pembentukan dan
Klasifikasi Cabang
Dinas dan Unit
Pelayanan Terkait
Daerah
Struktur
Dinas Lingkungan
Hidup mempunyai
tugas melaksanakan
penyusunan dan
pelaksanaan
kebijakan
daerah di bidang
pengelolaan dan
perlindungan
lingkungan di
daerah. Salah satu
bidang dalam Dinas
Lingkungan Hidup
ini sesuai Peraturan
Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 74
Tahun 2016 adalah
Bidang Pengelolaan
Sampah dan B3.
Unit Pelaksana
Teknis Dinas
(UPTD)
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor
12 Tahun 2017
tentang Pedoman
Pembentukan dan
Klasifikasi Cabang
Dinas dan Unit
Pelayanan Terkait
Daerah
Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor
61 Tahun 2007
tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan
Keuangan BLUD.
Unit Pelaksana
Teknis didirikan untuk
melaksanakan
kegiatan teknis,
operasional,
dan pendukung
bagi layanan
pengelolaan
sampah.
Sebuah UPTD
dengan PPK
Berbentuk Badan
Layanan Umum
Daerah yang biasa
digunakan untuk
mengelola fasilitas
TPA berukuran
besar di tingkat
regional. Suatu
BLUD dapat bekerja
sama dengan pihak
ketiga (perusahaan
swasta) dalam
operasi pelayanan.
UPTD dengan PPK
berbentuk Badan
Layanan Umum
Daerah (BLUD)
28
Contoh
Ini adalah bentuk
paling umum
dari lembaga
pengelolaan
sampah di
Indonesia,
dan terdapat
di semua
provinsi. Dalam
melaksanakan
kegiatan teknis
operasional dan/
atau kegiatan
teknis penunjang
lain, Dinas
Lingkungan
Hidup dapat
membentuk Unit
Pelaksana Teknis
Dinas Daerah
(UPTD).
UPTD Pengelolaan
Sampah, atau
UPTD TPA/TPS di
daerah.
Belum terbentuk.
Badan
Perusahaan
Daerah (PD),
Perusahaan
Umum
Daerah (PUD),
Perusahaan
Perseroaan
Daerah (PPD)
Acuan Hukum
UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang
Pemerintahan
Daerah
Struktur
Perusahaan milik
Pemerintah Daerah
atau perseroan
terbatas lokal, yang
terlibat dalam
mengelola TPA
dan memberikan
layanan
pengelolaan
sampah di tingkat
kotamadya/kota.
1.3
KPBU PADA SEKTOR PERSAMPAHAN
1.3.1
Pengertian KPBU
Contoh
PD Kebersihan di
Kota Bandung,
PD Kebersihan di
Kota Balikpapan,
PD Kebersihan di
Kota Makassar
dan PD Jaya di
Jakarta.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) adalah kerjasama antara pemerintah
daerah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan
umum, dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
oleh Kepala Daerah selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), yang
sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha. Pihak
yang berkontrak dengan Badan Usaha sehubungan dengan KPBU ini disebut
dengan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK). PJPK adalah Kepala
Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara
infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi
pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan
infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan
infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Namun
berbeda dengan pengadaan barang melalui APBD, KPBU tidak hanya sekedar
pengadaan fasilitas infrastruktur namun berfokus pada kuantitas dan kualitas
layanan publik yang disediakan selama berlangsungnya pengoperasian fasilitas
infrastruktur tersebut berdasarkan perjanjian KPBU.
Kunci dari efisiensi dan efektivitas tersebut di atas adalah alokasi risiko yang
optimal antara Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha. Untuk mencapai hal
itu, risiko-risiko infrastruktur harus dialokasikan pada pihak yang paling mampu
memitigasi, mengendalikan atau pun menyerap risiko-risiko tersebut. Sebagai
contoh, risiko konstruksi dialokasikan pada Badan Usaha, namun risiko perubahan
regulasi dialokasikan pada Pemerintah Daerah.
29
BAB I |
1.3.2
KPBU Bidang Persampahan
Lingkup KPBU Sektor Persampahan
Dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, ada 19 jenis infrastruktur
yang dapat dilakukan dengan skema KPBU (lihat Gambar 1.5) antara lain:
Olahraga &
Kesenian
*
Fasilitas
Perkotaan
*
Kesenian
Kawasan
*
*
Pariwisata
Telekomunikasi
&
Informasi
*
Konservasi
Energi
*
Sarana
&
Prasarana
Jalan
*
Persampahan
*
Transportasi
*
*
Perumahan
Rakyat
Ketenagalistrikan
*
Pendidikan
Lembaga
Permasyarakatan
Sumber Daya Air
&
Irigasi
*
Sistem Pengelolaan
Air Limbah Terpusat
*
Air Minum
Minyak & Gas Bumi
& Energi Terbarukan
*) PJPK pada proyek KPBU tersebut adalah Pemerintah Daerah.
Gambar 1.5 Jenis Infrastruktur yang Dapat Dilakukan dengan Skema KPBU
Sumber: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, 2018
Maka dapat diketahui, bahwa infrastruktur sistem pengelolaan persampahan
merupakan salah satu infrastruktur yang dapat dilakukan dengan skema
KPBU. Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, cakupan infrastruktur
pengelolaan persampahan terdiri dari pengangkutan, pengolahan, dan/atau
pemrosesan akhir sampah. Lingkup ini sejalan dengan Peraturan Menteri PUPR
Nomor 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Cakupan infrastruktur pengelolaan
persampahan yang masuk ke dalam lingkup KPBU dapat dilihat pada
Gambar 1.6 berikut. Pada praktiknya, pihak badan usaha/swasta cenderung
lebih tertarik dalam berinvestasi di cakupan pengolahan dan pemrosesan
akhir, dikarenakan badan usaha/swasta cenderung menghindari risiko yang
mungkin terjadi pada fase pengumpulan dan pengangkutan sampah.
30
Gambar 1.6 Lingkup Pelaksanaan KPBU di Bidang Persampahan
1.3.3
Kerangka Regulasi KPBU Sektor Persampahan
Proses KPBU di Indonesia secara umum mengikuti proses KPBU seperti yang diatur
dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Adapun kerangka
regulasi terkait KPBU sektor persampahan yang perlu diperhatikan antara lain:
Peraturan Sektor Persampahan yang diatur oleh:
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
4. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
31
BAB I |
KPBU Bidang Persampahan
5. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga;
6. Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang tentang Percepatan
Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis
Teknologi Ramah Lingkungan;
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang Retribusi Jasa Umum;
8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang Pengelolaan Sampah;
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2012 tentang Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir;
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Kegiatan
yang Wajib Memiliki AMDAL;
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan AMDAL;
13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga;
14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 74 Tahun 2016 tentang Pedoman
Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota yang
Melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Urusan
Pemerintahan Bidang Kehutanan;
15. Peraturan Bupati/Walikota Tentang Petunjuk Pelaksanaan Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan Dan Retribusi Penyediaan Dan/Atau Penyedotan
Kakus Di Kabupaten/Kota dan perubahannya.
16. Rencana Induk Pengelolaan Persampahan Daerah.
17. Kebijakan Strategis Daerah dalam Pengelolaan Persampahan.
Peraturan pelaksanaan KPBU di bidang persampahan:
1. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
2. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur;
3. Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan
4. Peraturan LKPP Nomor 29 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengadaan Badan
Usaha Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Atas Prakarsa Menteri/
Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
32
1.4
TAHAPAN PELAKSANAAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
Tahapan pelaksanaan KPBU dimulai dari fase perencanaan hingga akhir kontrak
kerjasama antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana. Fase perencanaan
meliputi pembuatan studi pendahuluan yang memuat identifikasi proyek
infrastruktur, prioritisasi proyek, uji kelayakan KPBU, konsultasi publik dan kajiankajian awal terkait pengadaan lahan dan dampak lingkungan. Fase ini dilanjutkan
dengan fase penyiapan. Fase penyiapan dimulai dengan penganggaran dan
pembentukan tim teknis. Selain itu PJPK dapat pula mengadakan tim konsultan
(Badan Usaha Penyiapan) sebagai pendamping tim teknis (Tim KPBU) dalam
menyiapkan proyek KPBU. Hasil akhir dari fase penyiapan ini adalah dokumen
kajian awal pra-studi kelayakan.
Berdasarkan dokumen ini PJPK dapat memilih untuk lanjut pada fase transaksi.
Fase ini dimulai dengan pembentukan tim pengadaan yang dapat didampingi
oleh tim konsultan pendamping transaksi. Tim ini bertugas untuk menyiapkan
dokumen-dokumen untuk pengadaan Badan Usaha pemenang dan
melaksanakan proses pengadaannya. Di antara dokumen-dokumen tersebut
adalah Kajian Akhir pra studi Kelayakan atau Final Business Case (FBC). Badan
usaha pemenang yang terpilih akan membentuk Badan Usaha Pelaksana.
Badan Usaha Pelaksana ini yang menandatangani kontrak dengan PJPK untuk
pelaksanaan KPBU. Dalam kontrak tersebut, Badan Usaha Pelaksana akan
membiayai, melakukan konstruksi, mengoperasikan fasilitas infrastruktur serta
melakukan pemeliharaan fasilitas tersebut. Aktivitas ini akan diakhiri sesuai
dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerjasama. Penyerahan
fasilitas infrastruktur dari Badan Usaha Pelaksana kepada PJPK dilakukan sesuai
dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama.
Tahapan pelaksanaan KPBU Sektor Persampahan mengacu pada Peraturan
Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur di
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Berikut tahapan KPBU
bidang persampahan yang dijelaskan secara singkat.
KPBU bidang persampahan diselenggarakan dengan tahapan sebagai berikut:
• Tahap perencanaan;
• Tahap penyiapan;
• Tahap transaksi; dan
• Tahap manajemen pelaksanaan Perjanjian KPBU.
33
BAB I | KPBU
KPBUBidang
Bidang
Persampahan
Persampahan
Unit Organisasi menyiapkan rencana anggaran untuk penyelenggaraan setiap
tahapan Pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Rencana anggaran dapat bersumber dari:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN); Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), pinjaman/hibah; dan/atau
2. Sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pelaksanaan KPBU yang diprakarsai oleh pemerintah pusat, Unit
Organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan
teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan
Infrastruktur PUPR memberikan rekomendasi keterpaduan proyek KPBU dengan
pengembangan kawasan kepada Menteri, apabila penanggung jawab proyek
kerjasama (PJPK) berasal dari pemerintah pusat.
Lebih lanjut dalam pelaksanaan KPBU yang diprakarsai oleh pemerintah
pusat, Unit Organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat dapat
memberikan dukungan teknis kepada Menteri.
Proses ini juga hampir sama dengan pelaksanaan KPBU yang diprakarsai oleh
Pemerintah Daerah. Namun, dalam hal ini Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) terkait yang mengusulkan rekomendasi proyek KPBU kepada Kepala
Daerah. Tahapan pelaksanaan KPBU terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
Tahap perencanaan KPBU terdiri atas:
1. Identifikasi dan usulan penetapan KPBU;
2. Pengambilan keputusan lanjut/tidak lanjut rencana KPBU;
3. Penyusunan daftar Infrastruktur KPBU; dan
4. Pengkategorian KPBU.
Tahap penyiapan KPBU terdiri atas:
1. Penyiapan Prastudi Kelayakan;
2. Konsultasi Publik dan/atau Penjajakan Minat Pasar;
3. Pengajuan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan
4. Pengajuan penetapan lokasi KPBU.
Penyiapan KPBU antara lain menghasilkan:
1. Pra studi Kelayakan, yang dapat terdiri atas kajian awal Prastudi Kelayakan
dan kajian akhir Prastudi Kelayakan;
2. Rencana Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah;
3. Penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha; dan
4. Pengadaan tanah untuk KPBU.
34
Tahap transaksi KPBU terdiri atas:
1. Konfirmasi Minat Pasar;
2. Penetapan lokasi KPBU;
3. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang mencakup persiapan dan
pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
4. Penandatanganan Perjanjian KPBU; dan
5. Pemenuhan pembiayaan (Financial Close).
Tahap manajemen pelaksanaan Perjanjian KPBU terdiri atas kegiatan:
1. Tahapan prakonstruksi;
2. Tahapan konstruksi;
3. Tahapan operasi komersial; dan
4. Masa berakhirnya Perjanjian KPBU.
Secara garis besar, tahapan pelaksanaan KPBU yang terdiri dari 4 (empat)
tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.7 di atas. Selama tahapan
perencanaan, penyiapan, dan transaksi, ada kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan secara paralel antara lain kajian lingkungan hidup, proses pengadaan
tanah, dan proses permohonan kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau
Jaminan Pemerintah.
35
BAB I | KPBU
KPBUBidang
Bidang
Persampahan
Persampahan
Gambar 1.7 Tahapan Pelaksanaan KPBU Bidang Persampahan
Sumber: Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun
2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur
di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
36
1.5
PEMANGKU KEPENTINGAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
Pengelolaan persampahan melibatkan jaringan pemangku kepetingan yang
sangat luas. Seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam pelaksanaan
KPBU dirangkum dalam Tabel 1.3 berikut.
TABEL 1.3 Pemangku Kepentingan dan Perannya dalam Pelaksanaan KPBU
Bidang Persampahan
Pemangku Kepentingan
Peran
Penanggung Jawab
Proyek Kerjasama (PJPK)
Pihak Pemerintah yang berwewenang untuk membuat
Perjanjian Kerjasama dengan Badan Usaha untuk
penyediaan infrastruktur melalui skema KPBU.
Masyarakat
Pihak yang terkena dampak akibat penyediaan
infrastruktur dan yang akan mendapatkan layanan
umum.
Badan Usaha
Badan usaha yang terlibat dalam skema KPBU. Keterlibatan
Badan Usaha bisa sebagai Badan Usaha Pemrakarsa,
Badan Usaha Penyiapan, atau Badan Usaha Pelaksana.
Kementerian Koordinator
Perekonomian
Memfasilitasi de-bottlenecking dan koordinasi proyek
KPBU. Untuk proyek strategis dan prioritas, fungsi ini
dilakukan oleh KP2IP, sedangkan proyek KPBU lainnya
oleh Deputi 6 Kemenko.
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan Nasional
(PPN)/BAPPENAS
Kementerian yang mengatur tata cara pelaksanaan
KPBU dalam penyediaan infrastruktur.
BAPPENAS juga menyediakan fasilitasi Studi Pendahuluan
dan/atau Kajian Awal Pra Studi Kelayakan. Dalam
memberikan fasilitasi Kajian Awal Pra Studi Kelayakan,
BAPPENAS dapat berkoordinasi dengan Kemenko
Perekonomian dan BKPM.
37
BAB I |
KPBU Bidang Persampahan
Pemangku Kepentingan
Kementerian Keuangan
Peran
Kementerian yang berwewenang memberikan Dukungan
Pemerintah berupa dukungan fiskal untuk sebagian
kontruksi (Viability Gap Fund/VGF), Jaminan Pemerintah,
dan Fasilitas Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi KPBU.
Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan
Pembiayaan Infrastruktur (PDPPI) Kemenkeu menyediakan
fasilitas pendampingan transaksi, termasuk finalisasi Final
Business Case (FBC). Selain itu PDPPI juga memproses
Dukungan Kelayakan (VGF) dan dapat berperan sebagai
co-guarantor bersama PT PII. PDPPI juga berperan bersama
PT PII dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan KPBU
yang diberikan penjaminan pemerintah.
38
Kementerian Dalam
Negeri
Kementerian yang membidangi urusan dalam negeri,
termasuk mengatur tentang pembayaran ketersediaan
layanan dalam rangka Kerjasama Pemerintah Daerah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur di
daerah.
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Kementerian teknis yang membina sektor infrastruktur
persampahan. Kementerian PUPR juga dapat memberikan
fasilitasi penyiapan proyek KPBU.
Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
Kementerian
yang
menyelenggrakan
urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP)
Lembaga yang mengatur tata cara pelaksanaan
pengadaan Badan Usaha KPBU dalam Penyediaan
Infrastruktur.
Badan Pertanahan
Nasional (BPN)
Lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pertanahan.
Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur
Prioritas (KPPIP)
Komite yang dibentuk oleh Presiden untuk meningkatan
koordinasi
antar
pemangku
kepentingan
untuk
percepatan penyediaan infrastruktur prioritas.
Pemangku Kepentingan
Peran
Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur
(BUPI)
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, badan usaha
yang didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia dan
diberikan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan
Infrastruktur serta telah diberikan modal berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk
Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang
Penjaminan Infrastruktur.
Badan Koordinasi
Penanaman Modal
(BKPM)
Berperan melakukan publikasi KPBU dan interaksi dengan
calon- calon investor KPBU.
Kantor Bersama KPBU
Didirikan oleh para pemangku kepentingan di pemerintah
pusat. Pemangku kepentingan tersebut terdiri dari:
Bappenas (sekretariat), Pusat Dukungan Pemerintah
dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Keuangan,
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, Kementerian
Koordinator
Perekonomian,
Lembaga
Kebijakan
Pengadanaan Barang / Jasa Pemerintah (LKPP) dan
Badan Kebijakan Penanaman Modal (BKPM).
Kantor Bersama berfungsi sebagai pusat informasi terpadu
terkait KPBU, dan pusat pendampingan terpadu dalam
rangka penguatan kapasitas aparatur negara terkait
pengetahuan KPBU. Kantor Bersama juga bermaksud
untuk menjadi tempat pelayanan terpadu satu pintu
untuk perencanaan, penyiapan serta pendampingan
proyek KPBU, baik pada Kementerian/Lembaga maupun
pada Pemerintah Daerah (Provinsi maupun Kabupaten/
Kota). Selain itu keberadaan Kantor Bersama diharapkan
bisa menciptakan alur koordinasi antar simpul KPBU di
masing-masing Kementerian / Lembaga.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD)
Berperan dalam perumusan dan pengesahan peraturan
atau regulasi yang terkait dengan pengelolaan
persampahan. Salah satu contohnya adalah terkait
dengan pengaturan tipping fee dan pembayaran
ketersediaan layanan (availability payment)
Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
(BAPPEDA)
Berperan dalam pengaturan terkait dengan kesesuaian
pengembangan prasarana dan sarana pengelolaan
persamoahan dengan rencana pembangunan di
daerah.
39
BAB I |
KPBU Bidang Persampahan
Pemangku Kepentingan
Peran
Dinas yang Menangani
Urusan Pemerintahan
Bidang Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang,
Sub Urusan Persampahan
(mengacu pada
Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014)
Berperan dalam penyusunan regulasi pengelolaan
persampahan di daerah, serta pengembangan sistem
dan pengelolaan persampahan.
Peran Kementerian PUPR dalam urusan pengelolaan sampah sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga dapat dilihat pada Gambar 1.8.
Berdasarkan Gambar 1.8, diketahui bahwa dalam pengurangan sampah,
Kementerian PUPR berperan dalam penyusunan dan kaji ulang standar
atau kriteria teknologi ramah lingkungan yang tepat guna (best practicable
technology) dalam pengurangan sampah bersama Kementerian Lingkungan
Hidup dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Sedangkan dalam penanganan sampah non-fisik, Kementerian PUPR berperan
dalam:
• Penyusunan dan kaji ulang standar biaya penanganan sampah;
• Penyusunan dan kaji ulang standar sarana dan prasarana penanganan
sampah (bersama KLHK);
• Penyusunan kajian dan standar retribusi jasa pelayanan penanganan
sampah (bersama Kemendagri);
• Penyusunan dan kaji ulang SOP penanganan sampah (pengolahan dan
pemrosesan akhir) (bersama KLHK); dan
• Penyusunan dan kaji ulang standar atau kriteria teknologi ramah lingkungan
terbaik (best available technology) dalam penanganan sampah (bersama
KLHK dan BPPT).
40
Gambar 1.8 Pembagian Peran dalam Pengelolaan Persampahan
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
Dan terakhir berkaitan dengan penanganan sampah fisik, Kementerian PUPR
berperan dalam:
• Pembangunan TPA Regional Antar Kota/Kabupaten (bersama Pemerintah
Provinsi dan Kemendagri);
• Pembangunan dan Revitalisasi TPA Tunggal Kota/Kabupaten (bersama
Pemkot/Pemkab dan Kemendagri); dan
• Pembangunan TPA Regional Antar Provinsi atau Kepentingan Strategis
Nasional.
41
42
Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah
RDF (Refused Derived Fuel) Cilacap
BAB II
TAHAPAN PERENCANAAN
KEGIATAN KPBU
BIDANG PERSAMPAHAN
43
BAB II |
2.1
TAHAPANPerencanaan
Tahapan
PERENCANAAN
Kegiatan
KEGIATAN
KPBU Bidang
KPBU BIDANG
Persampahan
PERSAMPAHAN
TUJUAN TAHAP PERENCANAAN KPBU
Tahap perencanaan KPBU Bidang persampahan ini dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai kebutuhan penyediaan infrastruktur
pengolahan persampahan yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana
Kerja Pemerintah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga,
dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Disamping itu dalam tahap Perencanaan ini, agar para pemangku
kepentingan dapat mendukung koordinasi perencanaan dan pengembangan
dari rencana KPBU bidang persampahan, serta untuk melakukan keterbukaan
informasi kepada masyarakat mengenai rencana KPBU bidang Persampahan.
2.2
PERENCANAAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
Kegiatan perencanaan proyek KPBU terdiri dari beberapa tahapan sebagai
berikut :
1. Penyusunan rencana anggaran dana KPBU;
2. Identifikasi dan penetapan KPBU;
3. Penganggaran dana tahap perencanaan;
4. Konsultasi Publik;
5. Pengambilan keputusan lanjut atau tidak lanjut rencana KPBU; dan
6. Kegiatan pendukung lainnya yang dapat dilaksanakan pada tahap
perencanaan diantaranya kegiatan yang terkait dengan kajian lingkungan
hidup dan kegiatan yang terkait dengan pengadaan tanah.
Secara garis besar, tahapan perencanaan KPBU Bidang Persampahan dapat
dilihat pada Gambar 2.1 berikut.
44
Gambar 2.1 Tahapan Perencanaan KPBU Bidang Persampahan
Sumber: Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri PUPR Nomor
21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
Adapun secara lebih rinci, kegiatan-kegiatan dalam tahapan perencanaan
KPBU Bidang Persampahan adalah sebagai berikut:
2.2.1
Penyusunan Rencana Anggaran Dana KPBU
Alokasi rencana anggaran ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan
anggaran pada kementerian PUPR, apabila kementerian PUPR akan memberi
pendampingan kepada Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan KPBU bidang
Persampahan pada setiap tahapannya, yaitu mulai dari tahap perencanaan
KPBU, tahap penyiapan KPBU, dan tahap transaksi KPBU. Disamping itu juga
pemerintah daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
bidang persampahan perlu juga menyusun rencana anggaran sesuai dengan
kebutuhan di tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), khususnya yang
mempuyai tupoksi bidang Persampahan.
Kerangka penganggaran alokasi Pelaksanaan KPBU dalam siklus perencanaan
dan penganggaran APBN/APBD seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.2
berikut.
45
BAB II |
TAHAPANPerencanaan
Tahapan
PERENCANAAN
Kegiatan
KEGIATAN
KPBU Bidang
KPBU BIDANG
Persampahan
PERSAMPAHAN
Gambar 2.2 Perencanaan dan Penganggaran Proyek KPBU
Sumber: Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri PUPR Nomor
21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
Indikasi komponen kebutuhan anggaran pemerintah untuk proyek KPBU pada
Pelaksanaan KPBU bidang persampahan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
TABEL 2.1 KEBUTUHAN ANGGARAN PADA SETIAP TAHAP KPBU
Tahapan dalam Siklus KPBU
Perencanaan Proyek Kerjasama
46
Indikasi Komponen Kebutuhan
Anggaran Pemerintah
• Biaya Konsultansi Publik
• Biaya Pelaksanaan
dan Penyusunan Studi
Pendahuluan
Tahapan dalam Siklus KPBU
Penyiapan
Proyek
Kerjasama
Transaksi
Proyek
Kerjasama
Kajian Awal Pra-Studi
Kelayakan
Indikasi Komponen Kebutuhan
Anggaran Pemerintah
• Biaya Penyusunan Outline
Business Case (OBC)
• Biaya Penyusunan AMDAL
• Biaya Penyusunan
LARAP (Land Acquisition
Resettlement Action Plan)
atau Rencana Tindakan
Pengadaan Tanah dan
Permukiman dan Dokumen
Perencanaan Pengadaan
Tanah
Kajian Kesiapan
Biaya Penyusunan Kajian
Kesiapan
Kajian Akhir Pra-Studi
Kelayakan
•
Pengadaan Badan
Usaha
Biaya Transaksi (Pengadaan
Badan Usaha):
Manajemen
Pelaksanaan Perjanjian
Kerjasama
•
•
•
Biaya Penyusunan Dokumen
Pra-Studi Kelayakan
Biaya Market Sounding
Biaya Pengadaan Tanah
Biaya Permukiman
•
•
Penyusunan Dokumen Tender
Biaya persiapan dan
pelaksanaan EOI (Exchange
of Information), Prakualifikasi,
RFP (Request for Proposal),
Negosiasi, dan Finalisasi
Perjanjian Kerjasama
•
Biaya Pemenuhan
Persyaratan Pendahuluan
Biaya Pemantauan
Pelaksanaan Proyek (PraKonstruksi, Konstruksi, Operasi
Komersial, dan Berakhirnya
Proyek KPBU)
Biaya Penilaian dan
Pengalihan Aset.
•
•
Sumber: Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
47
BAB II |
2.2.2
TAHAPANPerencanaan
Tahapan
PERENCANAAN
Kegiatan
KEGIATAN
KPBU Bidang
KPBU BIDANG
Persampahan
PERSAMPAHAN
Identifikasi dan Penetapan KPBU
Tujuan identifikasi dan penetapan proyek KPBU adalah untuk memberikan
gambaran perlunya infrastruktur pengolahan bidang persampahan yang
disesuaikan dengan Rencana Pembangunan yang ada, seperti RPJMN, Renstra
Kementerian PUPR, RPJMD dan ditetapkan skema pembiayaannya yang
memberi manfaat lebih besar bila dikerjasamakan dengan badan usaha.
Pelaku Identifikasi proyek KPBU bidang persampahan yang memiliki potensi
untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha:
1. Bila diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh Direktur Jenderal
Cipta Karya Kementerian PUPR.
2. Bila diprakarsai oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Kepala Perangkat
Daerah atau Direksi BUMD.
Berikut merupakan diagram alir proses identifikasi dan penetapan proyek KPBU
apabila proyek KPBU diprakarsai oleh Pemerintah Pusat yang ditampilkan pada
Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Proses Identifikasi Proyek KPBU Prakarsa oleh Pemerintah Pusat
Sumber: Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri PUPR Nomor
21 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
48
Berikut merupakan diagram alir proses identifikasi dan penetapan proyek KPBU
apabila proyek KPBU diprakarsai oleh Pemerintah Daerah yang ditampilkan
pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4 Proses Identifikasi dan Penetapan Proyek KPBU Prakarsa oleh
Pemerintah Daerah
Sumber: Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 21
Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, yang diolah kembali.
Dalam melakukan identifikasi dan penetapan proyek KPBU, digunakan beberapa
indikator utama antara lain:
1. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis):
• Kepastian proyek KPBU bidang Persampahan memiliki dasar pemikiran
teknis dan ekonomi berdasarkan analisis data sekunder yang tersedia;
• Kepastian proyek KPBU bidang Persampahan mempunyai permintaan
yang berkelanjutan dan diukur dari ketidakcukupan pelayanan, baik
secara kuantitas maupun kualitas, berdasarkan analisis data sekunder
yang tersedia serta kesanggupan pemerintah untuk membayar; dan
• Kepastian proyek KPBU bidang Persampahan mendapat dukungan dari
pemangku kepentingan yang berkaitan, salah satunya melalui Konsultasi
Publik.
49
BAB II |
TAHAPANPerencanaan
Tahapan
PERENCANAAN
Kegiatan
KEGIATAN
KPBU Bidang
KPBU BIDANG
Persampahan
PERSAMPAHAN
2. Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria):
• Kesesuaian proyek KPBU bidang Persampahan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk penentuan kewenangan
selaku PJPK apakah proyek KPBU Bidang Persampahan ini di tingkat
Menteri/ Gubernur/Bupati/Walikota;
• Kesesuaian proyek KPBU bidang Persampahan dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah dan/atau Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
rencana bisnis BUMN/BUMD;
• Kesesuaian lokasi proyek KPBU bidang Persampahan dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (terutama terhadap lokasi TPS/ITF dan TPA apabila
diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan);
dan
• Rencana proyek KPBU bidang Persampahan sejalan/selaras dengan
rencana teknis antar sektor infrastruktur dan atau antar wilayah (apabila
diperlukan sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan).
3. Kriteria Faktor Penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) partisipasi
Badan Usaha:
• Sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU termasuk
dalam pengelolaan risiko
• Terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan pelayanan publik
dalam jangka panjang
• Alih pengetahuan dan teknologi
• Terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam proses
pengadaan
• Teknologi dan aspek lain pada sektor bidang persampahan relatif masih
baru dan rentan terhadap perubahan cuaca
Setelah dilakukan proses identifikasi maka selanjutnya adalah melakukan
prioritisasi dan penetapan proyek KPBU yang paling potensial. Penetapan Proyek
KPBU Bidang Persampahan yang paling potensial tersebut menggunakan Analisis
Multi Kriteria (AMK). Adapun indikator-indikator pada analisis tersebut adalah
sebagai berikut:
• Kejelasan deskripsi Proyek Kerjasama;
• Hambatan untuk memperoleh akses terhadap sumber daya penting bagi
pelaksanaan Proyek Kerjasama;
• Kejelasan hasil keluaran Proyek Kerjasama;
• Dampak sosial dan lingkungan yang mampu untuk dikelola dan
dikendalikan;
• Potensi permintaan yang berkelanjutan;
• Potensi kemudahan pengadaan tanah dan pemukiman kembali;
• Tingkat kemampuan pemerintah untuk memberikan Dukungan
Pemerintah
50
•
•
2.2.3
Kesiapan aspek kelembagaan; dan
Proyek Kerjasama masuk dalam prioritas strategis dan/atau perencanaan
pemerintah.
Penganggaran Dana Tahap Perencanaan.
Kebutuhan rencana anggaran dana pada tahap Perencanaan KPBU bidang
persampahan ini untuk membiayai hasil keluaran berupa:
1. Dokumen Studi Pendahuluan, dengan komponen kegiatan antara lain:
Penyusunan Naskah, Perjalanan Dinas & Akomodasi, Honorarium, Seminar,
FGD, Biaya Tenaga Ahli, dan Biaya Adminstrasi.
2. Daftar Prioritas Proyek Persampahan, dengan komponen kegiatan antara
lain: Rapat Koordinasi dengan Instansi Terkait, Studi Literatur, Pengolahan
data, dan Percetakan
3. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup, dengan komponen kegiatan antara
lain: Penyiapan Naskah, Survey, Honorarium, Seminar, FGD, Biaya Tenaga
Ahli, dan Biaya Adminstrasi
4. Laporan Persiapan Pengadaan Tanah, dengan komponen kegiatan antara
lain: Survei, rapat, honorarium, Pengukuran Tanah, rapat Koordinasi dengan
Instansi BPN, dan Penyusunan Laporan
5. Laporan Konsultasi Publik dengan komponen kegiatan antara lain:
Penggandaan Leaflet, Honorarium, Akomodasi, biaya adminstrasi.
2.2.4
Konsultasi Publik
Konsultasi Publik pada tahap perencanaan untuk proyek KPBU bidang
Persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh Menteri PUPR c.q. Dirjen. Cipta
Karya bersama dengan pemangku kepentingan terkait, sedangkan untuk
lintas kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur c.q. SKPD yang tupoksi bidang
Persampahan, dan untuk proyek dalam lingkup kabupaten/kota dilakukan
oleh Bupati/Walikota c.q. SKPD yang tupoksi bidang persampahan untuk
mendiskusikan penjelasan dan penjabaran terkait dengan rencana proyek KPBU
bidang Persampahan, sehingga diperoleh hasil sekurang-kurangnya sebagai
berikut:
1. Penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan
yang menghadiri Konsultasi Publik;
2. Evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan
implementasinya dalam rencana proyek KPBU bidang Persampahan.
Dalam pelaksanaan konsultasi publik ini, sebaiknya mengundang para
pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan kegiatan KPBU di
bidang persampahan, antara lain:
• Kepala Daerah Pemerintah Provinsi (apabila proyek KPBU berada di tingkat
regional);
51
BAB II |
•
•
•
•
•
•
Tahapan Perencanaan Kegiatan KPBU Bidang Persampahan
Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota (apabila proyek KPBU di tingkat
kabupaten/kota);
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
Kepala Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA);
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH);
Akademisi; dan
Unsur masyarakat terkait.
2.2.5
Pengambilan Keputusan Lanjut atau Tidak Lanjut Rencana KPBU
Apabila proyek KPBU bidang persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh
Menteri PUPR melalui simpul KPBU/unit organisasi yang ditugaskan, sedangkan
untuk lintas kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur melalui TKKSD (simpul
KPBU)/SKPD yang ditugaskan, dan untuk proyek dalam lingkup kabupaten/
kota dilakukan oleh Bupati/Walikota melalui TKKSD (simpul KPBU)/SKPD yang
ditugaskan untuk memutuskan lanjut atau tidak lanjut(go/not go) rencana KPBU.
Dasar untuk menentukan lanjut atau tidak lanjut (go/not go) rencana KPBU
berdasarkan hasil evaluasi Dokumen Studi Pendahuluan. Apabila identifikasi
Proyek Kerjasama dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sebagai proyek
KPBU bidang persampahan yang akan dikerjasamakan apabila tidak memenuhi
ketentuan berdasarkan analisis kebutuhan, kriteria kepatuhan, kriteria faktor
penentu manfaat keterlibatan badan usaha serta mendapat skor yang rendah
dalam penetapan proyek KPBU yang dilakukan melalui Value for Money (VfM).
Proyek Kerjasama yang memenuhi persyaratan sebagai proyek KPBU bidang
persampahan yang akan dikerjasamakan dimasukkan dalam Daftar Rencana
Proyek KPBU. Apabila proyek KPBU bidang persampahan tersebut setelah
dilaksanakan Studi Pendahuluan dinilai membutuhkan fasilitas dukungan dari
Pemerintah, maka Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota dapat mengusulkan surat
permintaan fasilitas bersamaan dengan Rencana Proyek KPBU kepada Menteri
Perencanaan.
Penyampaian usulan Rencana proyek KPBU ini harus dilengkapi dengan
Dokumen Studi Pendahuluan dan Dokumen pendukung lainnya seperti: surat
permintaan fasilitas penyiapan proyek (Project Development Facility); atau surat
permintaan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah bilamana
diperlukan.
2.2.6
Kegiatan Pendukung pada Tahap Perencanaan KPBU
Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap perencanaan
diantaranya:
1. Kegiatan terkait dengan kajian lingkungan hidup
Proyek KPBU bidang Persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh Menteri
PUPR c.q. Dirjen. Cipta Karya, sedangkan untuk lintas kabupaten/kota
52
dilakukan oleh Gubernur c.q. SKPD yang tupoksi bidang Persampahan, dan
untuk proyek dalam lingkup kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota
c.q. SKPD yang tupoksi bidang persampahan untuk melakukan identifikasi
awal bahwa KPBU menerapkan teknologi dengan dampak lingkungan yang
dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan sesuai dengan referensi
literatur, dan studi terkait.
2. Kegiatan terkait dengan pengadaan tanah
Proyek KPBU bidang Persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh Menteri
PUPR c.q. Dirjen. Cipta Karya, sedangkan untuk lintas kabupaten/kota
dilakukan oleh Gubernur c.q. SKPD yang tupoksi bidang Persampahan, dan
untuk proyek dalam lingkup kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota
c.q. SKPD yang tupoksi bidang persampahan untuk melakukan identifikasi
peninjauan lokasi, luas lahan, dan perkiraan awal biaya yang dibutuhkan
untuk membebaskan lahan yang dibutuhkan serta penapisan (screening)
mengenai perlu atau tidaknya rencana pemukiman kembali sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Kegiatan terkait dengan kebutuhan Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah
Proyek KPBU bidang Persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh
Menteri PUPR c.q. Dirjen. Cipta Karya, sedangkan untuk lintas kabupaten/
kota dilakukan oleh Gubernur c.q. SKPD yang tupoksi bidang Persampahan,
dan untuk proyek dalam lingkup kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/
Walikota c.q. SKPD yang tupoksi bidang persampahan untuk melakukan
kegiatan kajian kebutuhan Dukungan dan/atau Jaminan Pemerintah, yang
terdiri dari:
• Identifikasi awal kebutuhan Dukungan Pemerintah dan dokumendokumen yang dipersyaratkan untuk mendapatkan persetujuan; dan
• Identifikasi awal kebutuhan Jaminan Pemerintah dan dokumen-dokumen
yang dipersyaratkan untuk mendapatkan persetujuan.
53
B
54
PENYUSUNAN STUDI PENDAHULUAN
KEGIATAN KPBU
BIDANG PERSAMPAHAN
MEKANISME STUDI PENDAHULUAN
Setelah proses identifikasi dan penetapan proyek berdasarkan pada dokumen
Rencana Pembangunan yang ada, seperti RPJMN, Renstra Kementerian PUPR,
RPJMD, Rencana Induk Sistem (Master Plan), dan Rencana Kebijakan Strategis
Daerah (Jakstrada) Pengelolaan Sampah, untuk mendapat informasi yang lebih
detil dalam penentapan skema pembiayaan proyek maka perlu dilakukan studi
Pendahuluan.
Pihak yang Menyiapkan Studi Pendahuluan
Proyek KPBU bidang Persampahan untuk lintas provinsi dilakukan oleh Menteri
PUPR c.q. Dirjen. Cipta Karya, sedangkan untuk lintas kabupaten/kota dilakukan
oleh Gubernur c.q. SKPD yang tupoksi bidang Persampahan, dan untuk proyek
dalam lingkup kabupaten/kota dilakukan oleh Bupati/Walikota c.q. SKPD yang
tupoksi bidang persampahan untuk melakukan Studi Pendahuluan.
Cakupan dan Muatan Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan KPBU Persampahan ini terdiri dari beberapa bagian yang
terdiri dari beberapa muatan yang mengacu pada Peraturan Menteri PUPR No.
21/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan
Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat antara lain:
1. Kajian Kebutuhan (Need Analysis)
Menganalisis dasar-dasar kebutuhan yang dapat memberikan kepastian
bahwa KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi, permintaan yang
berkelanjutan, dan dukungan dari pemangku kepentingan yang terkait.
Adapun muatan dari bagian ini meliputi:
a. Kepastian KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi berdasarkan
analisis data sekunder yang tersedia;
b. Kepastian KPBU mempunyai permintaan yang berkelanjutan dan diukur
dari ketidakcukupan pelayanan, baik secara kuantitas maupun kualitas,
berdasarkan analisis data sekunder yang tersedia; dan
c. Kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang
berkaitan, salah satunya melalui konsultasi publik.
2. Kajian Kepatuhan (Compliance Criteria)
Menganalisis kesesuaian dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku. Kajian juga dilakukan terhadap Rencana Pembangunan, Rencana
Strategis serta kesesuaian lokasi KPBU. Kajian kepatuhan juga menilai
keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah. Adapun muatan dari
bagian ini meliputi:
a. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk penentuan pendelegasian wewenang untuk bertindak selaku
PJPK;
b. Kesesuaian KPBU dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
55
MEKANISME
MEKANISME
STUDI
STUDI
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Nasional/Daerah dan/atau Rencana Strategis Kementerian/Lembaga,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, rencana bisnis BUMN/BUMD;
c. Kesesuaian lokasi KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (apabila
diperlukan sesuai kebutuhan jenis infrastruktur yang akan dikerjasamakan);
dan
d. Keterpaduan infrastruktur dengan pengembangan wilayah dan
infrastruktur lainnya (bila diperlukan).
3. Kajian Nilai Manfaat Uang (Value for Money)
Menganalisis penilaian keunggulan-keunggulan yang dimiliki antara
pengadaan pemerintah secara konvensional dengan pengadaan dengan
skema KPBU. Penilaian Value for Money dilakukan secara kualitatif. Adapun
muatan dari bagian ini meliputi :
a. Keunggulan yang dimiliki sektor swasta dalam pelaksanaan KPBU termasuk
dalam pengelolaan risiko;
b. Terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan pelayanan publik
dalam jangka panjang;
c. Alih pengetahuan dan teknologi; dan
d. Terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam proses
pengadaan.
4. Analisis Potensi Pendapatan dan Skema Pembiayaan
Menganalisis kemampuan pengguna untuk membayar, serta kemampuan
fiskal pemerintah dalam melaksanakan KPBU. Pada bagian ini, juga dilakukan
perhitungan potensi pendapatan serta perkiraan bentuk dukungan
pemerintah yang diperlukan. Adapun muatan dari bagian ini adalah:
a. Kemampuan pengguna untuk membayar;
b. Kemampuan fiskal pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD
dalam melaksanakan KPBU;
c. Potensi pendapatan utama dan lainnya;
d. Skema pembiayaan proyek dan sumber dana, termasuk:
• Indikasi kemampuan pengguna untuk membayar berdasarkan data
sekunder, jika menggunakan skema pembayaran user pay;
• Kemampuan fiskal Pemerintah Pusat, dan/atau BUMN dalam
melaksanakan KPBU, terutama jika menggunakan skema pembayaran
ketersediaan layanan.
e. Perkiraan bentuk dukungan pemerintah
5. Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut
Menganalisis rekomendasi bentuk KPBU, rekomendasi kriteria utama dalam
pemilihan badan usaha, dan rencana jadwal kegiatan penyiapan dan
transaksi KPBU. Adapun muatan dari bagian ini adalah:
a. Rekomendasi bentuk kerja sama dan skema pembiayaan proyek;
56
b. Rekomendasi kriteria utama dalam pemilhan badan usaha; dan
c. Rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU.
Adapun secara garis besar, penyusunan studi pendahuluan terdiri dari bagianbagian yang dapat dilihat pada Gambar berikut.
57
Gambar 1. Gambaran Besar Substansi dalam Penyusunan Studi Pendahuluan
MEKANISME STUDI PENDAHULUAN
58
BAB I
KAJIAN KEBUTUHAN
(NEED ANALYSIS)
59
BABBAB
I | Kajian
I | Kajian
Kebutuhan
Kebutuhan
(Need(Need
Analysis
Analysis
)
)
1.1
DESKRIPSI KAJIAN KEBUTUHAN
Rencana pengembangan proyek KPBU harus didasari dengan adanya
kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur pengolahan sampah saat ini. Kajian
kebutuhan akan infrastruktur tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan kajian
terhadap data-data sekunder yang menggambarkan:
• Potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;
• Potensi sumber daya alam;
• Dasar pemikiran teknis dan ekonomi rencana proyek KPBU;
• Proyek KPBU memiliki permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan
layanan saat ini, baik secara kuantitas maupun kualitas; dan
• Proyek KPBU mendapat dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.
Adapun muatan dari bagian ini meliputi:
• Kepastian KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi berdasarkan
analisis data sekunder yang tersedia;
• Kepastian KPBU mempunyai permintaan yang berkelanjutan dan diukur
dari ketidakcukupan pelayanan, baik secara kuantitas maupun kualitas,
berdasarkan analisis data sekunder yang tersedia; dan
• Kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang
berkaitan, salah satunya melalui konsultasi publik.
Tim Penyusun harus mengidentifikasi sumber data dan pemilik data serta
mengumpulkan seluruh data sekunder yang diperlukan untuk melakukan kajian
yang diperlukan. Sumber data sekunder yang digunakan dapat berasal dari
berbagai dokumen perencanaan, data statistik maupun hasil studi terdahulu.
1.2
INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
Data yang diperlukan Tim Penyusun dalam penyusunan kajian kebutuhan (need
analysis) proyek KPBU persampahan dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Input Data untuk Kajian Kebutuhan
No.
1.
Jenis Data
Data Kondisi Fisik Wilayah
Input data yang diperlukan
-
60
Data wilayah administrasi dilengkapi
dengan peta wilayah administrasi
Data letak geografis
Data topografi
Data hidrologi
Data klimatografi
Data curah hujan
Data geologi
Data hidrogeologi
No.
2.
3.
Jenis Data
Data Demografi
Data Kondisi Eksisting Sistem
Pengelolaan Sampah
Input data yang diperlukan
-
Data jumlah penduduk
Data penyebaran penduduk
Data proyeksi pertumbuhan
penduduk
-
Data jenis sumber sampah (rumah tangga
dan non rumah tangga)
Data daerah pelayanan sampah
Data volume timbulan sampah
Data jenis komposisi sampah
Data regulasi tentang pengelolaan
sampah
Data kelembagaan yang meliputi bentuk
organisasi pengelolaan sampah, struktur
organisasi, dan sumber daya yang tersedia.
Data pola penanganan sampah
Data biaya dan tarif serta mekanisme
pengumpulan
-
4.
1.3
Data Teknis Operasional
jumlah
Data sarana dan prasarana pengelolaan
sampah eksisting yaitu data pemilahan/
pewadahan, pengumpulan (TPS/TPS 3R),
pengangkutan (kendaraan pengangkutan,
pengolahan (SPA, FPSA, TPST), dan pemrosesan
akhir/TPA.
LANGKAH PELAKSANANAAN KAJIAN KEBUTUHAN
Dalam pelaksanaan kajian kebutuhan ini, disusun secara sistematis sesuai
langkah-langkah berikut:
1. Mengkaji Potensi dan Perkembangan Sosial Ekonomi Wilayah
Menguraikan beberapa poin penting untuk menggambarkan potensi dan
perkembangan sosial ekonomi pada wilayah pelayanan rencana proyek
KPBU bidang persampahan antara lain meliputi:
a. Kondisi Fisik Wilayah (batas administrasi, letak geografis, topografi)
• Batas Administrasi untuk mengetahui batas wilayah layanan dengan
wilayah-wilayah yang berdampingan dengan wilayah layanan
(biasanya berdasarkan mata angin: Utara, Selatan, Barat, dan Timur).
Disamping itu batasan administrasi untuk mengetahui cakupan
wilayah layan terdiri berapa kecamatan, desa/kelurahan.
• Letak Geografis dan Topografi untuk mengetahui wilayah layanan
memiliki karakteristik topografi berupa dataran rendah/ pantai,
dataran sedang/perbukitan, dataran tinggi/pegunungan); berapa
61
BAB I |
Kajian Kebutuhan (Need Analysis)
elevasi topografi di atas permukaan laut.
b. Perkembangan Sosial Ekonomi Wilayah
• Kependudukan, pembahasan akan meliputi : Jumlah penduduk saat
ini di wilayah layanan; tingkat pertumbuhan kabupaten/kota atau
wilayah layanan; proyeksi penduduk di wilayah layanan perencanaan;
kemampuan dan kemauan retribusi pungutan sampah. Proyek jumlah
penduduk untuk memperkirakan permintaan layanan terhadap
jumlah rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan per orang per
hari. Kependudukan juga menggambarkan ketersediaan lahan serta
hubungannya dengan hasil keluaran sampah.
• Daerah Layanan, untuk menggambarkan pertambahan volume
sampah di wilayah layanan naik sebanyak berapa % dibanding pada
saat proyek KPBU beroperasi. Disamping itu juga untuk mengambarkan
cakupan luas wilayah pelayanan da rencana perluasan wilayah
pelayanan.
• Keuangan, untuk melihat sumber pembiayaan pengelolaan
persampahan di wilayah pelayanan, besar alokasi pembiayaan
dari APBD, besaran tarif penarikan retribusi untuk daerah yang telah
terlayani, apakah dapat menutupi sebagian atau seluruh biaya
penyelenggaraan pelayanan persampahan. Struktur dan besarnya
tarif ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya penyediaan
pelayanan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.
• Tren Perkembangan Wilayah Perkotaan, menjelaskan tren wilayah
perkotaan saat ini apa saja misalnya pertumbuhan penduduk
perkotaan akibat urbansiasi yang menyebabkan semakin tertekannya
kualitas lingkungan oleh pencemaran, sistem pelayanan penanganan
sampah yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pihak
swasta, tren penggunaan sistem persampahan di perkotaan,
kondisi kesehatan masyarakat terkait penyakit bawaan air, dan lain
sebagainya.
c. Potensi sumber daya alam
• Klimatologi untuk mengetahui wilayah pelayanan memiliki iklim tropis
dengan dua jenis musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan
dan memiliki siklus pergantian musim selama berapa bulan.
• Hidrologi untuk mengetahui permasalahan dalam hidrologi di wilayah
layanan, seperti: banyak curah hujan, daerah tangkapan air, debit
saluran, dan sungai. Kondisi hidrologi mempengaruhi kandungan nilai
kalor sampah (basah/keringnya) sampah.
• Geologi, berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Bandung pada tahun 1992, stratifikasi wilayah
layanan dapat dikaji sruktur batuan dan tanah. Ini akan berpengaruh
terhadap konstruksi prasarana dan sarana pengelolaan persampahan.
kondisi geografi juga menggambarkan untuk lokasi tapak yang
62
berpengaruh di dalam pemilihan teknologi serta pengaruhnya kepada
gempa. Data geografi dan hidrologi berdasarkan data sekunder di
lokasi tapak.
2. Mengkaji Dasar Pemikiran Teknis dan Ekonomi Rencana Proyek KPBU
Tim Penyusun menjelaskan kondisi eksisting pengelolaan sampah yang ada
yang antara lain meliputi:
a. Pengelola atau instansi kelembagaan yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan sampah
b. Kondisi layanan pengelolaan sampah
c. Organisasi kelembagaan pengelolaan sampah
d. Pola operasi layanan pengelolaan sampah
e. Biaya atau tarif pengelolaan sampah
f. Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan sampah
g. Kondisi sosial dan lingkungan
h. Sistem pembiayaan dan keuangan pengelolaan sampah
Data-data yang digunakan dapat diambil dari dokumen-dokumen
perencanaan yang ada, yaitu Rencana Induk Persampahan, Perencanaan
Teknis dan Manajemen Persampahan (PTMP), RDTR, dan RTRW dan juga
berdasarkan hasil survei timbulan sampah yang terjadi saat ini.
3. Mengkaji bahwa Proyek KPBU Memiliki Permintaan yang Berkelanjutan serta
Ketidakcukupan Layanan Saat Ini (Secara Kuantitas Maupun Kualitas)
Tim Penyusun mengkaji proyeksi timbulan sampah selama periode
perencanaan yang mengacu pada data primer perhitungan timbulan
sampah beserta komposisi dan karakteriktiknya. Menjelaskan kebutuhan
sarana dan prasarana pengelolaan sampah, gap antara sarana dan
prasarana yang ada dengan yang diperlukan. Adapun beberapa aspek
yang perlu diperhatikan dalam mengkaji bagian ini adalah:
a. Aspek hukum
Mengkaji aspek hukum/pengaturan yang terkait dengan pengelolaan
sampah di wilayah pelayanan meliputi peraturan yang bersifat nasional,
regional dan lokal yaitu:
• Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan sampah
• Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga
b. Aspek kelembagaan
Mengkaji pengelolaan sampah di wilayah pelayanan dilaksanakan oleh
SKPD yang tupoksi bidang Persampahan (Perumusan kebijakan teknis
di bidang persampahan; Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
pelayanan umum di bidang persampahan; Pembinaan dan pelaksanaan
tugas di bidang persampahan; dan Pelaksanaan tugas yang diberikan
63
BABBAB
I | Kajian
I | Kajian
Kebutuhan
Kebutuhan
(Need(Need
Analysis
Analysis
)
)
tugas oleh Bupati/walikota sesuai tugas dan fungsinya).
c. Aspek teknis
• Timbulan sampah
Menjelaskan tentang semua kegiatan yang menghasilkan timbulan
sampah baik melalui kegiatan perorangan/rumah tangga, komunitas/
kelembagaan, kegiatan intitusi pemerintahan maupun kegiatan
instistusi swasta.
-- Menghitung jumlah rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan per
orang per hari saat ini yang didapatkan dari hasil survei timbulan
sampah di daerah sumber sampah yang akan menjadi daerah
prioritas pelayanan.
-- Proyeksi jumlah timbulan sampah yang akan dihasilkan oleh
intitusi penghasil sampah/sumber sampah sampai dengan tahun
perencanaan di daerah prioritas zona pelayanan.
-- Penetapan daerah zona prioritas pelayanan dan target jumlah
timbulan sampah yang akan dikelola.
Catatan:
Proyeksi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan berdasarkan proyeksi
pertumbuhan penduduk perlu dilakukan. Proyeksi ini akan menunjukkan adanya
kebutuhan akan pelayanan pengelolaan sampah yang terus meningkat.
•
•
Komposisi dan karakteristik sampah
Menjelaskan tentang jumlah timbulan sampah yang dihasilkan dari
masing-masing sumber penghasil sampah, termasuk didalamnya
komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan.
Kondisi pengelolaan sampah eksisting di daerah pelayanan
Menjelaskan kondisi pengelolaan sampah daerah cakupan pelayanan
dalam lingkup kawasan, kota/kabupaten maupun cakupan pelayanan
sampah secara regional/nasional baik yang sudah dilakukan oleh
pemerintah melalui pendekatan peran serta masyarakat dan secara
institusi maupun pelayanan yang sudah dilakukan oleh institusi swasta.
Catatan:
Dalam menjelaskan kondisi pengelolaan eksisting di daerah pelayanan dapat
mengacu pada Lampiran 2 yang disediakan.
•
64
Pemrosesan akhir
Menjelaskan teknologi apa yang telah digunakan pada pemrosesan
akhir saat ini/eksisting. Beberapa contoh pilihan teknologi yang dapat
dilakukan kerjasama dalam skema KPBU pada sarana ITF (Intermediate
Treatment Facility) dan pada sarana di TPA sebagai berikut:
Opsi Teknologi
Dalam pengadaan infrastruktur pengolahan sampah, terdapat beberapa opsi
teknologi yang dapat dikaji antara lain:
a. Landfill, yaitu landfill yang memenuhi standard regulasi.
b. Landfill Gasifikasi/Methanisasi, yaitu landfill yang disertai proses konversi gas
menjadi energi.
c. Composting yaitu pemisahan organik dan composting dengan residual
dikirim ke landfill
d. Refuse Derived Fuel (RDF): dengan perlu landfill untuk residual. Proses
pembuatan RDF dari sampah terdiri atas 4 tahap utama yaitu proses
pemecahan (crushing process), proses pengeringan (dryng process), proses
pemisahan dan pemecahan kembali (sorting and crushing process) dan
proses pemadatan (soliditying process).
e. Anaerobic Digestion, yaitu pemisahan organik dan anaerobic digestion
untuk pembangkit listrik dengan residual dikirim ke landfill.
f. Basic Waste To Energy (WTE): dengan landfill untuk ash dan segala sampah
yang melebihi kapasitas pabrik.
g. Kompos dan WTE, yaitu pemisahan mekanik limbah ke fraksi kompos dan
fraksi dibakar, mengakibatkan dua aliran pengolahan, yaitu kompos dan
WTE dengan residu, setiap limbah yang melebihi kapasitas pabrik dan ash
pergi ke landfill.
h. Modern Insinerator WTE yaitu pemisahan mekanik limbah ke fraksi kering
dan sebagian kecil organik basah yang dikeringkan secara biologis, baik
kemudian digabungkan dan dibakar di pabrik WTE dengan abu dan setiap
limbah yang melebihi kapasitas pabrik akan ke landfill.
i. Konvensional Gasifikasi WTE, yaitu pemisahan mekanik sampah menjadi fraksi
kering dan sebagian kecil organik basah yang dikeringkan secara biologis,
baik kemudian digabungkan dan gasifikasi atau pyrolyzed dengan teknologi
baru untuk membuat gas sintetis yang dibakar untuk listrik.
Dalam pemilihan opsi teknologi ini, ada beberapa aspek yang dapat dinilai,
antara lain:
a. Kapasitas landfill (usia pakai)
Kapasitas TPA diukur berdasarkan jumlah ruang yang tersedia di TPA untuk
menempatkan sampah di masa depan. Hal ini dihitung dengan mengambil
daerah yang tersedia untuk penimbunan, menentukan seberapa tinggi
limbah dapat ditempatkan berdasarkan pada praktek desain yang baik,
dan menghitung meter kubik yang tersedia. Volume limbah setiap tahun
meningkat kemudian diproyeksikan ke ruang ini dan jumlah tahun itu akan
mengambil sebelum ruang digunakan up dapat dihitung. Ini adalah umur
TPA tersisa.
Untuk tujuan perbandingan, setiap jumlah kapasitas TPA yang tersisa akan
menunjukkan perbedaan yang menawarkan berbagai pilihan. Perhitungan
65
BAB I |
Kajian Kebutuhan (Need Analysis)
dengan mempertimbangkan penambahan umur pakai TPA atas
penggunaan teknologi yang diterapkan. Adapun rerata pertambahan umur
TPA berdasarkan jenis teknologi dirangkum pada Tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2 Rerata Pertambahan Umur TPA Berdasarkan Jenis Teknologi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jenis Teknologi
Landfill
Landfill Gasifikasi / Methanisasi
Composting
RDF
Anaerobic Digestion
Basic WTE
Kompos dan WTE
Modern Incinerator WTE
Konvensional Gasifikasi WTE
Penambahan Usia TPA
0
2
3
27
5
29
31
31
31
b. Tingkat bankability proyek
Suatu proyek akan menjadi bankable jika menarik bagi investor dan lembaga
keuangan. Investasi sektor swasta membutuhkan lingkungan investasi
yang stabil. Bagian ini hanya berurusan dengan aspek-aspek teknis untuk
menarik sektor swasta. Teknologi yang terbukti disukai, seperti kombinasi
teknologi yang terbukti atau dapat dihandalkan. Hal ini berarti bahwa ada
kemungkinan tinggi proyek akan menarik jika teknologi dapat dihandalkan
sehingga mampu menghasilkan pendapatan seperti yang diproyeksikan.
Teknologi yang terbukti dan dapat menarik investasi di negara lain antara
lain sanitary landfill, waste to energy (WTE) dengan pembakaran, dan RDF.
c. Kemampuan fiskal (investasi dan tipping fee)
Sebuah aspek kunci dari setiap pemilihan teknologi atau pertimbangan
kombinasi teknologi adalah dampak keuangan pada pengguna dan
masyarakat. Investasi teknologi pengolahan sampah yang terlalu mahal
juga tentu akan berdampak kepada biaya pengolahan sampah yang
juga meningkat. Berikut merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk
masing-masing teknologi dengan perkiraan kapasitas kurang lebih 1500 ton
yang dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.
66
Gambar 1.1 Perkiraan Biaya Investasi Teknologi Pengolahan Sampah
Sumber: Kajian Teknologi Pengolahan Sampah oleh Agus W., 2016.
Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa opsi landfill dan RDF
merupakan opsi paling murah, sedangkan teknologi Waste to Energy (WTE)
merupakan teknologi pengolahan sampah yang membutuhkan biaya
investasi paling besar.
67
BAB BAB
I | Kajian
I | Kajian
Kebutuhan
Kebutuhan
(Need(Need
Analysis
Analysis
)
)
d. Dampak lingkungan
Seluruh teknologi harus dikaji dampak lingkungan dari operasionalisasi alat
tersebut. Teknologi yang dipilih tidak boleh memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan, sehingga pemilihan teknologi berdasarkan dampak
lingkungan perlu dilakukan.
4. Mengkaji Rencana Teknis Operasional
Tim Penyusun mengkaji rencana teknis operasional yang terdiri atas beberapa
hal yakni:
a. Menetapkan standar pelayanan dalam pengelolaan sampah yang
disepakati melalui skema KPBU.
b. Menentukan daerah prioritas pelayanan pengelolaan sampah yang
akan dilakukan skema kerjasama KPBU.
c. Merumuskan strategi sistem pengembangan pengelolaan sampah.
Gambar 1.2 Strategi Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah
68
5. Mengkaji Dukungan dari Berbagai Pemangku Kepentingan Terhadap Proyek
KPBU
Tim Penyusun mengidentifikasi serta mengkaji inisiatif dan dukungan baik dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, meliputi:
a. Inisiatif/Dukungan Pemerintah Daerah, menjelaskan apa saja inisiatif
Pemerintah Daerah dalam meningkatkan penyediaan sarana dan
prasarana pengelolaan sampah, termasuk pengelolaan sampah mulai
dari pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, termasuk misalnya
alokasi anggaran dalam APBDnya, program apa saja yang sedang atau
akan dijalankan, dan dukungan dari DPRD berupa komitmen dalam
mengeluarkan perda pembayaran biaya gerbang (tipping fee).
b. Inisiatif/Dukungan Pemerintah Pusat, menjelaskan apa saja inisiatif/
dukungan yang dapat diberikan oleh Pemerintah Pusat terhadap
rencana proyek KPBU di wilayah pelayanan. Fasilitas-fasilitas apa saja
yang tersedia untuk mendukung terselenggaranya pengolahan sampah
di wilayah layanan.
1.4
KELUARAN KAJIAN KEBUTUHAN
Keluaran yang diharapkan dari Kajian Kebutuhan ini adalah:
1. Tergambarkannya kondisi eksisting sistem pengelolaan sampah dari proyek
KPBU bidang persampahan serta terpetakannya dasar pemikiran teknis dan
ekonomi rencana proyek KPBU.
2. Teridentifikasinya permintaan yang berkelanjutan serta ketidakcukupan
layanan eksisting.
3. Teridentifikasinya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.
69
Kota Denpasar, Provinsi Bali
TPA REGIONAL SARBAGITA SUWUNG
70
BAB II
KRITERIA KEPATUHAN
(COMPLIANCE CRITERIA)
71
BAB II |
2.1
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
DESKRIPSI KRITERIA KEPATUHAN
Rencana proyek KPBU bidang persampahan ini sejalan dan selaras dengan
rencana yang ada, baik pada pemerintah pusat maupun pada pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota, sehingga tidak menimbulkan permasalahan
dikemudian hari. Sehingga diperlukan kajian akan kepatuhan terhadap kriteria
dan peraturan yang berlaku.
Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian:
1. Proyek KPBU bidang persampahan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk penentuan kewenangan selaku PJPK apakah proyek
KPBU Bidang Persampahan ini di tingkat Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota.
2. Proyek KPBU bidang Persampahan dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional/Daerah dan/atau Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga, Rencana Kerja Pemerintah Daerah, rencana bisnis BUMN/BUMD.
3. Lokasi proyek KPBU bidang Persampahan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (terutama terhadap lokasi TPS/ITF dan TPA apabila diperlukan sesuai
kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan)
4. Rencana proyek KPBU bidang Persampahan sejalan/selaras dengan rencana
teknis antar sektor infrastruktur dan atau antar wilayah (apabila diperlukan
sesuai kebutuhan jenis Infrastruktur yang akan dikerjasamakan).
2.2
INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
Data yang diperlukan Tim Penyusun dalam penyusunan kajian kriteria kepatuhan
(compliance criteria) proyek KPBU persampahan dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut.
Tabel 2.1 Input Data untuk Kajian Kriteria Kepatuhan
Tabel 2.1 Input Data untuk KajinKriteria Kepatuhan
No.
1.
72
Jenis Data
Data Peraturan
Perundangan yang Berlaku
Terkait KPBU di bidang
Persampahan
Input data yang diperlukan
Dokumen Peraturan perundangan yang berlaku
baik yang terutama mengenai:
a. Pembagian kewenangan karena akan
menentukan PJPK, apakah proyek KPBU
bidang persampahan di tingkat Menteri/
Gubernur/Bupati/Walikota/BUMN/BUMD
b. Pelaksanaan skema KPBU
c. Sektoral terkait persampahan
d. Lintas sektoral
No.
2.
Jenis Data
Data Rencana
Pembangunan
Input data yang diperlukan
Dokumen Rencana pembangunan yang
termasuk Rencana Pembangunan Jangka
Panjang
Nasional
(RPJPN),
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN/RPJMD),
Rencana
Strategis
Kementerian/Lembaga,
Rencana
Kerja
Pemerintah Daerah, dan rencana bisnis BUMN/
BUMD.
3.
Data Kondisi Eksisting Sistem
Pengelolaan Sampah
Dokumen perencanaan tata ruang antara lain
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi,
maupun Kabupaten/Kota
4.
Data Rencana
Pembangunan Lintas Sektor
Infrastruktur dan/atau Lintas
Wilayah
Dokumen perencanaan antar sektor dan
dokumen perencanaan antar wilayah (apabila
proyek KPBU persampaha merupakan suatu
proyek tingkat regional).
Catatan:
Catatan: Seluruh peraturan yang dikaji harus merupakan peraturan yang terbaru
dan berlaku.
2.3
LANGKAH PELAKSANAAN KAJIAN KRITERIA KEPATUHAN
Dalam pelaksanaan kajian kriteria kepatuhan ini, disusun secara sistematis sesuai
langkah-langkah berikut:
1. Mengkaji Kesesuaian Proyek KPBU dengan Peraturan PerundanganUndangan yang Berlaku.
Tim Penyusun mengkaji atau melakukan review peraturan perundangan
terhadap kesesuaian proyek KPBU agar layak secara hukum. Adapun
peraturan perundangan yang perlu dikaji terbagi menjadi :
a. Peraturan terkait Pemerintahan Daerah, diantaranya:
• Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
• Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah;
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2017 Tentang
Badan Usaha Milik Daerah;
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2016 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah; dan
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang Retribusi Jasa Umum.
b. Peraturan terkait Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU),
diantaranya:
73
BAB II |
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
74
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional No. 4 Tahun
2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat;
Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur
dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang
Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur;
Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;
Peraturan Menteri Keuangan No. 260 Tahun 2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha;
Peraturan Menteri PPN No. 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha;
Peraturan Menteri Keuangan No. 170 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.011/2013 tentang Panduan
Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Kontruksi Pada
Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur;
Peraturan Menteri Keuangan No. 190 Tahun 2015 tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan dalam Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha;
Peraturan Menteri Keuangan No. 265 Tahun 2015 tentang Fasilitas Kerja
Sama Pemerintah untuk Penyediaan Infrastruktur;
Peraturan Menteri Keuangan No. 223 Tahun 2012 tentang Dukungan
Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi dalam Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 96 Tahun 2016 tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah
Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah;
Peraturan LKPP No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pengadaan Badan Usaha Kerja Sama Pemerinah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur; dan
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
691.2/KPTS/M/2016 tentang Penunjukkan Simpul Kerjasama Pemerintah
dan Badan Usaha di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat.
c. Peraturan Sektor Persampahan, diantaranya:
• Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
• Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
• Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Rumah Tangga;
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
• Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
• Peraturan Presiden No. 35 Tahun 2018 tentang tentang Percepatan
Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis
Teknologi Ramah Lingkungan;
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang Pengelolaan Sampah;
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/2012 tentang Penataan
Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pembuangan Akhir;
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan;
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL;
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2013 tentang
Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah
Tangga;
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan AMDAL;
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2009 tentang
Limbah B3;
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 tahun 2009 tentang
Perizinan Pengelolaan Limbah B3;
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang Pengelolaan Sampah;
• Kebijakan dan Strategis Daerah dalam pengelolaan persampahan; dan
• Dokumen Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK).
d. Peraturan Lintas Sektor, diantaranya:
• Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
• Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
• Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
• Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
• Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi;
• Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
• Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
75
BAB II |
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 jo. Undang-Undang Nomor 12
tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 jo. Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan;
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum;
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik;
Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan
Infrastruktur Ketenagalistrikan;
Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Pembinaan Jasa Konstruksi;
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 4 Tahun 2012
tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PLN dari Pembangkit Tenaga
Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah
atau Kelebihan Tenaga Listrik; dan
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 tahun
2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal.
2. Mengkaji Kesesuaian Proyek KPBU dengan Rencana Pembangunan yang
Berlaku
Tim Penyusun mengkaji arahan pembangunan sektor pengelolaan sampah
terutama target-target capaian cakupan layanan pengelolaan yang ingin
dicapai serta bagaimana rencana proyek KPBU dapat memberikan kontribusi
terhadap indikator-indikator ingin dicapai. Adapun rencana pembangunan
yang dikaji meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
Mengkaji arahan pembangunan sektor pengelolaan sampah terutama
target-target capaian cakupan layanan pengelolaan yang ingin dicapai
serta bagaimana rencana proyek KPBU dapat memberikan kontribusi
terhadap indikator-indikator ingin dicapai dalam RPJPN di sub sektor
Sanitasi.
76
Tantangan yang dihadapi dalam kurun 2005-2025 pada Bidang SDA
dan Lingkungan Hidup yang tercantum dalam dokumen RPJPN dalam
menghadapi krisis energy adalah meningkatkan kontribusi energi baru
yang terbarukan seperti biogas dan biomassa.
Disamping itu sasaran yang ingin dicapai dalam 20 tahun kedepan (tahun
2025) adalah membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber
daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh
tetap terjaganya fungsi, daya dukung, dan kemampuan pemulihannya
dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi,
seimbang, dan lestari.
Dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian domestik,
diharapkan peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan sekaligus
sebagai katalisator pembangunan untuk terjaganya keberlangsungan
mekanisme pasar.
Peran pemerintah difokuskan pada perumusan kebijakan dimana peran
swasta semakin ditingkatkan terutama untuk sarana dan prasarana yang
sudah layak secara komersial.
Dengan demikian pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi
diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat
dan kebutuhan sektor lain.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Mengkaji arahan pembangunan sektor pengelolaan sampah, terutama
target nasional di sektor sanitasi dan bagaimana kondisi penganggaran
yang ada. Sejauh mana kesesuaian proyek KPBU terhadap rencana
nasional yang ada tersebut. Selain itu juga arahan prioritas daerah dalam
konteks nasional dapat menjadi bahan kajian, seperti misalnya arahan
kabupaten/kota yang menjadi bagian dari Kawasan Strategis Nasional
(KSN), Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), dan sebagainya. Kaitkan
terutama dengan rencana pencapaian 100-0-100.
Pembiayaan merupakan permasalahan yang kerap dijumpai dalam
penyediaan infrastruktur. Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) menjadi salah satu alternatif
dalam pembiayaan infrastruktur yang melibatkan peran serta badan
usaha.
Permasalahan yang masih dihadapi adalah: (1) masih kurangnya informasi
mengenai proyek baik dari sisi detail teknis maupun informasi keuangan
serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah
untuk pengelolaan risiko tersebut; (2) masih sulitnya penerapan peraturan
terkait dengan KPBU oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama
(PJPK); (3) rendahnya kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam
melaksanakan KPBU; (4) belum optimalnya kebijakan yang didukung kualitas
perencanaan proyek KPBU bidang infrastruktur yang mengakibatkan
77
BAB II |
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
pilihan strategi pelaksanaan proyek yang kurang memihak pada KPBu
sehingga proyek infrastruktur yang seharusnya menarik bagi pihak badan
usaha malah dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD, sementara
proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak
swasta; (5) masih kurang memadainya peran pendanaan oleh BUMN/
lembaga keuangan seperti PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF, serta PT
PII yang masing-masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan
pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU; serta (6) belum adanya
mekanisme pemberian insentif bagi PJPK dalam melaksanakan KPBU.
Permasalahan dalam penyelenggaraan sanitasi adalah minimnya
keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun. Minimnya
keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya
kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah
daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan
manajemen aset.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Mengkaji bagaimana rencana pengembangan pengelolaan sampah
sesuai dengan rencana pembangunan di sektor sampah perkotaan
jangka menengah di wilayah pelayanan.
Penetapan program prioritas pembangunan sektor persampahan yang
disesuaikan dengan strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah
adalah sebagai berikut:
STRATEGI : Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
• Arah kebijakan: Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
• Program pembangunan meliputi: Program Peningkatan Kualitas dan
Akses Informasi SDA dan LH; dan
• Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan.
Arah kebijakan dan program prioritas pengelolaan persampahan, dalam
RPJMD diprioritaskan juga dukungan terhadap program dan kegiatan
strategis pengelolaan persampahan dengan target kinerja untuk
persentase penanganan sampah.
3. Mengkaji Kesesuaian Proyek KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang Berlaku
Tim Penyusun mengkaji rencana proyek KPBU dengan Rencana Tata Ruang
(RTRW) meliputi:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Mengkaji peran perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota dalam
lingkup provinsi sehingga diperlukan dukungan infrastruktur persampahan
yang memadai. Untuk penjelasan kajian ini lihat Contoh.
78
Contoh:
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi perlu dilihat apakah
Rencana Sistem Jaringan Prasarana dan sarana Lingkungan
yang termuat sejalan dengan Rencana yang akan dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Misalnya dalam Rencana
pengembangan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan,
yang meliputi: pengembangan prasarana persampahan; prasarana
air limbah dan drainase. Pengembangan prasarana persampahan
dilaksanakan dengan pendekatan pengurangan, pemanfaatan
kembali dan daur ulang, yang meliputi:
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah Regional direncanakan pada
lokasi tertentu, sebagai contoh:
• Provinsi Jateng: lokasi TPA regional diarahkan untuk melayani
lebih dari satu kawasan perkotaan kabupaten/kota, yang
dalam hal ini di Kecamatan
Metropolitan Kedungsepur,
Metropolitan Bregasmalang, Metropolitan Subosukawonosraten,
Purwomanggung dan Petanglong.
• Provinsi Sulawesi Selatan: lokasi TPA regional diarahkan untuk
melayani lebih dari satu kawasan perkotaan kabupaten/kota,
yang dalam hal ini di Kecamatan Pattallassang Kabupaten
Gowa yang melayani kawasan Metropolitan Mamminasata.
• Fungsi TPA regional sebagai tempat pengolahan sampah dan
industri daur ulang Rencana Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi
Wilayah Provinsi meliputi: (1) Rencana Sistem Perpipaan Air Limbah
Provinsi diarahkan ke sistem kluster yang berada di kawasan
Metropolitan Mamminasata. (2) Rencana Instalasi Pembuangan
Air Limbah (IPAL) Provinsi diarahkan ke sistem kluster yang berada
di kawasan Metropolitan Mamminasata.
• Kriteria Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi Wilayah Provinsi
adalah tersedianya sarana dan prasarana jaringan Sanitasi
Provinsi yang memenuhi standar sanitasi Nasional yang melayani
lintas Kabupaten/Kota
• Tempat Pemrosesan Akhir Sampah lokal direncanakan di setiap
Kabupaten yang diluar wilayah pelayanan Tempat Pengelolaan
Akhir Sampah regional yang berada di Metropolitan.
Pembangunan Tempat Pemrosesan Sementara di lokasi-lokasi
strategis.
79
BAB II |
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Mengkaji peran wilayah perencanaan terhadap kabupaten/kota
serta rencana sub sektor sampah di wilayah perencanaan tersebut.
Rencana pengembangan wilayah juga akan sangat bermanfaat untuk
menguatkan pentingnya pengembangan pengelolaan sampah.
Pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan penetapan lokasi tempat
pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah
harus sesuai rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang ada.
Akibat dari kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah dalam pengelolaan
sampah, maka, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai
penyelenggaraan pengelolaan sampah dimaksud yang bersumber dari
APBN atau APBD.
Rencana sistem persampahan meliputi: Rencana Tempat Pemprosesan
Akhir (TPA) sampah dan rencana Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST). Rencana Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) sampah ini meliputi: (i)
pengembangan dan peningkatan TPA pada lokasi sudah ditentukan
(misalnya untuk kota Semarang TPA Jatibarang berada di Kelurahan
Kedungpane); (ii) peningkatan teknologi pengolahan sampah apa
yang akan dikembangkan apakah sejalan dengan sistem pengolahan
yang ada dengan sanitary landfill; (iii) apa sudah diatur pengembangan
kemitraan dengan swasta dan/atau kerjasama dengan pemerintah
daerah lain dalam pengembangan dan pengelolaan TPA.
Adapun hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
• Bagaimana dengan Rencana Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST)?
• Apakah ada rencana pengembangan dan penyediaan TPST di
kawasan permukiman dan kawasan pusat pelayanan, apakah setiap
TPST dilengkapi dengan fasilitas pengolahan sampah.
• Kalau ada rencana TPST, lokasi dimana dan bagaimana kaitan
dengan rencana KPBU yang akan direncanakan ini, misalnya dikaitkan
dengan suplay sampah?
4. Mengkaji Kesesuaian Proyek KPBU dengan Rencana Pembangunan Lintas
Sektoral dan/atau Lintas Wilayah
Tim Penyusun mengkaji rencana proyek KPBU dengan Rencana Pembangunan
Lintas Sektoral dan/atau Lintas Wilayah meliputi:
a. Rencana Induk Pengelolaan Sampah
Mengkaji Rencana Induk Pengelolaan Sampah di Daerah sesuai
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan (PSP) dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan
80
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga mengamanatkan untuk membuat
Perencanaan umum penyelenggaraan PSP terdiri dari: Rencana Induk;
Studi Kelayakan; dan Perencanaan Teknis dan Manajemen Persampahan.
Perencanaan umum penyelenggaraan PSP untuk kota besar dan
metropolitan terdiri dari: Rencana Induk; Studi Kelayakan. Sedangkan
untuk kota sedang dan kecil berupa perencanaan teknis dan manajemen
persampahan.
Rencana KPBU bidang persampahan ini dikaji apakah sejalan/selaras
dengan Rencana Induk Pengelolaan sampah di wilayah layanan;
kekebutuhan dan tingkat pelayanan; penyelenggaraan PSP yang meliputi
aspek teknis, kelembagaan, pengaturan, pembiayaan dan peran serta
masyarakat; dan Bagaimana tahapan pelaksanaan.
b. Kebijakan Strategis Daerah (Jakstrada)
Mengkaji visi, rencana atau kebijakan strategis daerah di sektor
pengelolaan sampah, khususnya pengelolaan sampah serta bagaimana
proyek KPBU dapat menjawab permasalahan dalam pengembangan
pengelolaan sampah yang tertuang dalam Jakstrada tersebut.
Tabel 2.2 Tugas Kepala Daerah berdasarkan Kebijakan Strategi Daerah
(Jakstrada)
A.
a.
b.
c.
d.
e.
B.
JAKSTRADA PROVINSI
JAKSTRADA KABUPATEN/KOTA
GUBERNUR
WALIKOTA
Bertugas Untuk:
Menyusun, melaksanakan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan jakstrada provinsi;
Melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan jakstrada provinsi;
Mengoordinasikan pemantauan dan evaluasi jakstrada provinsi;
Menyusun dan melaporkan pelaksanaan jakstrada
provinsi kepada menteri paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun dan ditembuskan kepada
kementerian dalam negeri dan bappenas; dan
Memberikan pendampingan kepada bupati/walikota dalam menyusun jakstrada kabupaten/kota.
A.
a.
Bertanggungjawab dalam pengadaan tanah serta
sarana dan prasarana pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
B.
b.
c.
Bertugas Untuk:
Menyusun dan melaksanakan jakstrada kabupaten/
kota;
Melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan jakstrada kabupaten/kota; dan
Menyusun hasil pelaksanaan jakstrada kabupaten/
kota kepada gubernur paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun
Bertanggung jawab dalam pengadaan tanah
serta sarana dan prasarana pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK)
Mengkaji kesesuaian rencana proyek KPBU bidang persampahan dengan
Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK), yang mana merupakan dokumen
81
BAB II |
Kriteria Kepatuhan (Compliance Criteria)
perencanaan strategis sektor air limbah domestik, persampahan, dan
drainase (sanitasi) yang memberikan arah pengembangan untuk jangka
menengah (5 tahun). Dokumen SSK memuat informasi terkait kondisi
pengelolaan sanitasi eksisting, strategi dan target pengembangan
sanitasi di kabupaten/kota untuk 5 tahun ke depan yang selanjutnya
dijabarkan menjadi matriks program kegiatan pembangunan sanitasi.
Dalam sektor pengelolaan persampahan, dokumen SSK secara lengkap
memetakan alur penanganan persampahan yang ada di kabupaten/
kota termasuk kelengkapan infrastruktur persampahan, keberadaan
institusi pengelola dan peraturan bidang persampahan, hambatan
dan tantangan dalam pengelolaan persampahan, arah penanganan
persampahan untuk periode 5 tahun yang akan datang, termasuk di
dalamnya zona prioritas penanganan persampahan, zona yang akan
dilayani oleh TPA, dan zona yang akan dilaksanakan pendekatan
pengurangan sampah, serta kebutuhan penanganan baik fisik dan non
fisik yang diperlukan untuk pembangunan pengelolaan persampahan 5
tahun ke depan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, termasuk
jika direncanakan adanya TPA Regional atau konsep pengelolaan
sampah Waste to Energy (WtE).
2.4
KELUARAN KAJIAN KRITERIA KEPATUHAN
Keluaran yang diharapkan dari Kajian Kriteria Kepatuhan ini adalah:
1. Terpetakannya kesesuaian proyek KPBU dengan peraturan perundanganundangan.
2. Terpetakannya kesesuaian proyek KPBU dengan Rencana Pembangunan.
3. Terpetakannya kesesuaian proyek KPBU dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).
4. Terpetakannya kesesuaian proyek KPBU dengan Rencana Pembangunan
Lintas Sektor dan/atau Lintas Wilayah.
82
BAB III
PENILAIAN MANFAAT UANG
(VALUE FOR MONEY)
83
BAB III |
3.1
Penilaian Manfaat Uang (Value for Money)
DEKSRIPSI PENILAIAN NILAI MANFAAT UANG
Dalam kajian VfM ini penting untuk menemukan ‘alasan’ kenapa memilih
skema KPBU dan bukannya model pengadaan barang dan jasa konvensional
dalam kerangka Nilai Manfaat Uang (Value for Money) yang lebih baik. Oleh
karenanya, isu penting yang perlu ditindaklanjuti adalah menemukan pemicu/
driver utama dari VfM dari proyek KPBU bidang persampahan ini, dan yang
paling penting untuk menganalisis hubungan antara pendorong (driver) utama
dengan gagasan kompleks dari VfM.
Secara sederhana pengujian VfM dilihat apakah proyek ini memberikan nilai
manfaat uang bagi sektor publik. Bila tidak, maka proyek ini tidak seharusnya
dilaksanakan dengan skema KPBU. Analisis nilai manfaat uang dapat dilakukan
secara kuantitatif (numerikal) dan/atau kualitatif (subyektif, atau berdasarkan
penilaian), yaitu: dari aspek keuangan dan non keuangan, seperti kepuasan
pelanggan, operasi bisnis internal, dan aspek tumbuh dan berkembang.
Elemen dalam VfM.
Value for Money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang
mendasarkan pada tiga elemen utama dan dua elemen tambahan.
1. Elemen Utama:
a. Ekonomi, perolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
harga terendah (perbandingan input dengan input value).
b. Efisiensi, pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output dengan input yang dikaitkan dengan
standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
c. Efektivitas, tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan
output.
2. Elemen Tambahan:
a. Keadilan, mengacu pada adanya kesempatan sosial (social opportunity)
yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik berkualitas dan
kesejahteraan ekonomi.
b. Pemerataan, penggunaan uang publik hendaknya tidak terkonsentrasi
pada kelompok tertentu saja, melainkan dilakukan secara merata.
Manfaat Konsep VfM:
Manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi publik
diantaranya:
1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang
diberikan tepat sasaran.
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik.
3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan
84
terjadinya penghematan dalam penggunaan input.
4. Alokasi belanja yang lebih berorientansi pada kepentingan publik.
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai
akar pelaksanaan akuntabilitas publik.
Tipikal Pengujian VfM:
Pengujian VfM dilakukan dengan membandingkan perkiraan biaya pengadaan
proyek oleh sektor publik (Pengadaan Barang & Jasa) dengan perkiraan biaya
pengadaan proyek melalui skema KPBU.
Parameter Pengujian Akhir VfM:
Pencapaian VfM dalam proyek KPBU bidang persampahan ini lebih banyak
melibatkan pembiayaan uang publik dalam pembayaran tipping fee. Untuk itu
parameter pengujian:
1. Proyek melibatkan sebagian Pembiayaan sektor Publik
Proyek KPBU bidang persampaham ini pendapatan utamanya tidak hanya
dari tarif pengguna saja namun sebagian besar dari pembiayaan publik,
maka proyek ini harus sebesar-besarnya merepresentasikan kepentingan
publik. Untuk alasan ini maka manfaat dari penyertaan dana dalam proyek
KPBU bidang persampahan ini harus dibandingkan dengan manfaat yang
didapatkan jika proyek tidak dilanjutkan.
2. Proyek dimana sektor publik sebagai kontributor finansial utama
Dalam hal Proyek KPBU bidang persampaham ini pembiayaan publik
sebagai penyandang dana utama maka kajian VfM secara detail/rinci
sangat direkomendasikan di akhir masa pengadaan. Kajian ini harus
membandingkan antara biaya dan manfaat (dalam aspek moneter dan
non-moneter) dari proyek KPBU ini terhadap biaya dan manfaat jika proyek
dilakukan secara konvensional (tidak melalui skema KPBU).
3.2
INPUT DATA DALAM ANALISIS NILAI MANFAAT UANG
Data yang diperlukan dalam analisis Nilai Manfaat Uang ini sifatnya data primer,
karena analisis nilai manfaat uang atau (Value for Money) yang masih digunakan
di Indonesia sifatnya masih kualitatif.
Dalam menyusun analisis Nilai Manfaat Uang secara kualitatif ini, Tim Penyusun
dapat melakukan studi literatur, maupun wawancara mendalam (in-depth
interview) dengan pakar dan narasumber. Selain itu, Tim Penyusun juga dapat
mengadakan forum diskusi (Focus Group Discussion) dalam rangka menghimpun
penilaian terkait VfM tersebut.
Penilaian nilai manfaat uang (Value for Money) bidang Persampahan menilai
beberapa aspek antara lain:
Keunggulan dan pengelolaan risiko pihak swasta dalam proyek persampahan:
1. Bagaimana pihak swasta melaksanakan proyek persampahan?
2. Apakah pihak swasta memiliki pengalaman melaksanakan proyek
85
BAB III |
Penilaian Manfaat Uang (Value for Money)
persampahan?
3. Apakah pihak swasta memiliki sumber daya yang cukup untuk melaksanakan
proyek persampahan?
4. Bagaimana pihak swasta mengelola risiko pada proyek persampahan?
Apakah ada potensi efisiensi?
5. Efektivitas, akuntabilitas, dan pemerataan pelayanan publik
6. Apakah skema KPBU berpeluang meningkatkan efektivitas pengelolaan
persampahan?
7. Apakah skema KPBU dapat menjamin keberlanjutan dan ketersediaan
layanan pengelolaan sampah yang dibutuhkan?
8. Apakah pihak swasta dapat menawarkan potensi efisiensi dari perencanaan,
konstruksi, hingga operasi dan pemeliharaan infrastruktur persampahan?
9. Apakah skema KPBU dapat mendorong kompetisi yang dapat meningkatkan
kualitas penyediaan infrastruktur pengelolaan persampahan?
10. Alih teknologi dan ilmu pengetahuan
11. Apakah ada inovasi atau teknologi serta ilmu pengetahuan baru melalui
skema KPBU?
12. Apakah skema KPBU memungkinkan untuk terjadinya proses alih teknologi
dan ilmu pengetahuan baru?
13. Bagaimana proses alih teknologi dan ilmu pengetahuan dari pihak swasta
kepada pemerintah
14. Persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi proses pengadaan
15. Bagaimana persaingan sehat dapat dilaksanakan dalam proyek KPBU
persampahan?
16. Apakah skema KPBU dapat meningkatkan transparasi pengadaan
infrastruktur persampahan?
17. Apakah skema KPBU dapat menawarkan efisiensi dari proses pengadaan
infrastruktur persampahan?
3.3
LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS NILAI MANFAAT UANG
Dalam pelaksanaan analisis nilai manfaat uang ini, disusun secara sistematis
sesuai langkah-langkah berikut:
1. Menentukan Indikator-indikator Penentu Nilai Manfaat Uang
Tim Penyusun menentukan terlebih dahulu indikator-indikator penentu nilai
manfaat uang (Value for Money) berdasarkan dari hasil studi literatur dan
best practice yang telah dilaksanakan. Untuk lebih memahami tahapan ini
dapat dilihat pada contoh berikut.
Contoh:
Untuk menganalisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money), maka Tim
Penyusun menentukan indikator-indikator kunci yang dapat digunakan untuk
membandingkan pengadaan secara konvensional menggunakan (APBN/
86
APBD) dengan pengadaan melalui skema KPBU. Tim Penyusun akhirnya
menentukan 9 (sembilan) indikator sebagai berikut:
a. Inovasi disain dan praktik konstruksi pengelolaan sampah yang efektif
yang dapat memberikan nilai jangka panjang yang lebih baik
b. Standar pelayanan yang disediakan kepada masyarakat
c. Fleksibilitas atas perubahan spesifikasi kontrak
d. Kemampuan menggalang dana/ kemudahan untuk mendapatkan
pembiayaan
e. Waktu penyelesaian proyek secara menyeluruh
f. Pendekatan seluruh biaya sepanjang siklus hidup selama periode
pelaksanaan proyek pengelolaan sampah
g. Alokasi risiko yang lebih baik
h. Spesifikasi keluaran tingkat layanan yang disediakan
i. Minat pasar pada sektor pengelolaan sampah besar
Catatan:
Contoh indikator diatas tidak bersifat mutlak dan kaku (rigid). Tim Penyusun
dapat menentukan indikator-indikator lain sesuai dengan kebutuhan penilaian
Nilai Manfaat Uang (Value for Money).
2. Menentukan Narasumber/Pakar yang akan Diwawancarai
Tim Penyusun menentukan narasumber/pakar yang akan dimintakan
pengalamannya terkait keunggulan Badan Usaha/Swasta dalam
pelaksanaan KPBU.
Narasumber/Pakar yang diwawancarai dapat berasal dari sektor Pemerintah,
akademisi, maupun praktisi yang sudah mempunyai cukup pengalaman
terkait pelaksanaan KPBU di bidang persampahan.
3. Melakukan Penilaian VfM secara Kualitatif
Setelah Tim Penyusun menentukan indikator-indikator, maka selanjutnya Tim
Penyusun melakukan penilaian VfM secara kualitatif dengan melakukan
wawancara maupun diskusi dengan narasumber/pakar yang telah
ditentukan.
Adapun untuk mempermudah analisis kualitatif VfM, Tim Penyusun dapat
menggunakan format/bentuk Tabel untuk membandingkan skema
Pengadaan Barang/Jasa konvensional dengan pengadaan dengan skema
KPBU.
Penilaian dengan Tabel ini dilakukan dengan memberikan tanda centang
pada skema yang memiliki nilai lebih baik pada suatu indikator. Adapun
Tabel dapat dilihat pada Contoh berikut.
87
BAB III |
Penilaian Manfaat Uang (Value for Money)
Contoh:
Pengisian tabel dilakukan dengan memberikan tanda centang terhadap
skema yang memiliki kelebihan dibandingkan skema lainnya. Misalnya, skema
KPBU memiliki inovasi disain yang lebih baik, maka kolom KPBU diberikan
tanda centang. Selain itu, juga diberikan keterangan terkait mengapa KPBU
memiliki nilai yang lebih baik.
Tabel 3.1 Contoh Penilaian Nilai Manfaat Uang Secara Kualitatif
No
88
Penentu Nilai
Skema PBJ
1.
Inovasi disain dan praktik
konstruksi pengelolaan sampah
yang
efektif
yang
dapat
memberikan
nilai
jangka
panjang yang lebih baik
2.
Standar
pelayanan
yang
disediakan kepada masyarakat
3.
Fleksibilitas
atas
spesifikasi kontrak
4.
Kemampuan
menggalang
dana/
kemudahan
untuk
mendapatkan pembiayaan
5.
Waktu penyelesaian
secara menyeluruh
6.
Pendekatan
seluruh
biaya
sepanjang siklus hidup selama
periode pelaksanaan proyek
pengelolaan sampah
7.
Alokasi risiko yang lebih baik
8.
Spesifikasi
keluaran
tingkat
layanan yang disediakan
9.
Minat
pasar
pada
pengelolaan besar
perubahan
proyek
sektor
Skema
KPBU
Keterangan
3.4
KELUARAN NILAI MANFAAT UANG
Keluaran yang diharapkan dari Analisis Nilai Manfaat Uang ini adalah:
1. Teridentifikasinya keunggulan skema KPBU dibandingkan dengan skema
pengadaan Barang dan Jasa konvesional.
2. Diperolehnya perbandingan antara skema KPBU dengan skema
pengadaan Barang dan Jasa konvensional.
3. Diperoleh kesimpulan apakah skema KPBU memiliki Nilai Manfaat Uang
yang lebih tinggi dibandingkan dengan skema pengadaan Barang dan
Jasa Konvensional.
89
Kota Denpasar, Provinsi Bali
90
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
TPA REGIONAL LEGOK NANGKA
TPA REGIONAL SARBAGITA SUWUNG
BAB IV
ANALISIS POTENSI PENDAPATAN &
SKEMA PEMBIAYAAN KPBU
91
BAB IV |
4.1
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
DESKRIPSI ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK
Tim Penyusun menganalisis kemampuan pengguna untuk membayar, serta
kemampuan fiskal pemerintah dalam melaksanakan KPBU. Pada bagian ini, juga
dilakukan perhitungan potensi pendapatan serta perkiraan bentuk dukungan
pemerintah yang diperlukan. Adapun muatan dari bagian ini adalah:
1. Kemampuan pengguna untuk membayar;
2. Kemampuan fiskal Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD;
3. Bentuk KPBU dan indikasi struktur proyek;
4. Potensi pendapatan utama dan lainnya;
5. Skema pembiayaan proyek dan sumber dana, termasuk:
• Indikasi kemampuan pengguna untuk membayar berdasarkan data
sekunder, jika menggunakan skema pembayaran user pay;
• Kemampuan fiskal Pemerintah Pusat, dan/atau BUMN dalam
melaksanakan KPBU, terutama jika menggunakan skema pembayaran
ketersediaan layanan.
Analisis potensi pendapatan ini dilakukan untuk memastikan bahwa proyek KPBU
memiliki nilai jual yang dapat menarik Badan Usaha untuk bekerja sama.
4.2
INPUT DATA DALAM ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA
PEMBIAYAAN PROYEK
Data yang diperlukan Tim Penyusun dalam penyusunan analisis potensi
pendapatan dan skema pembiayaan proyek KPBU persampahan dapat dilihat
pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Input Data untuk Analisis Potensi Pendapatan dan Skema
Pembiayaan Proyek
No.
1.
Jenis Data
Data terkait Potensi
pendapatan
-
92
Input data yang diperlukan
Keluaran dari teknologi pengolahan
sampah
Harga jual dari hasil keluaran teknologi
pengolahan sampah
Kemampuan fiskal Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah
Tarif jual beli listrik
No.
2.
Jenis Data
Data terkait Biaya Modal
dan Biaya Operasi dan
Pemeliharaan
-
3.
Data terkait Asumsi
Finansial
-
4.
Data terkait Kemampuan
Fiskal Daerah
-
-
Input data yang diperlukan
Perkiraan harga teknologi pengolahan
sampah
Perkiraan komponen-komponen biaya
untuk pemeliharaan dan operasi
Tarif bahan bakar dan bahan lain
Tingkat inflasi per tahun
Tingkat suku bunga tahunan
Nilai tukar mata uang
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) lima tahun terakhir
Pendapatan Daerah lima tahun
terakhir
Alokasi anggaran di bidang
persampahan selama lima tahun
terakhir.
Catatan:
Input data lain diperlukan sesuai dengan kebutuhan data.
4.3
LANGKAH PELAKSANAAN ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA
PEMBIAYAAN PROYEK
1. Mengidentifikasi Potensi Pendapatan Skema KPBU
Tim Penyusun menguraikan potensi-potensi sumber pendapatan proyek
KPBU serta bagaimana aliran pendapatan tersebut. Secara umum, potensi
pendapatan pada proyek KPBU persampahan adalah:
a. Retribusi sampah yang dibayarkan masyarakat kepada pemerintah,
diperlukan survei permintaan riil dan kesediaan membayar (Real Demand
and Willingness to Pay Survey/RDWTPS) dengan potensi perbaikan layanan
(khususnya frekuensi) disurvei bersama dengan penilaian atas kesediaan
membayar dari berbagai kelompok akan mengetahui kemampuan dan
kemauan untuk membayar retribusi sampah. Hanya cara pengumpulan
retribusi juga akan mempengaruh tingkat pengumpulan apakah optimal
atau sebaliknya yang jauh lebih rendah.
b. Tipping fee yang dibayarkan pemerintah (atau institusi yang diberi otoritas)
kepada Badan Usaha Pelaksana. Kemampuan untuk pembayaran tipping
fee ini bergantung pada sejauh mana pemerintah pada setiap tingkatan
93
BAB IV |
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
– pusat, provinsi dan kabupaten/Kota - bersedia berkontribusi menutup
funding gap, baik di awal maupun tahunan/bulanan. Pendanaan
kabupaten/Kota yang tersedia untuk memberikan dukungan ini jelas
mencerminkan kapasitas finansial dalam APBDnya.
Potensi pendapatan sangat berhubungan dengan teknologi yang akan
digunakan. Sehingga sesuai dengan teknologinya, dapat diidentifikasi sumber
pendapatan lain seperti:
a. Penjualan Kompos, sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik
dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai
±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang
sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin
tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pemrosesan
akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke
udara.
b. Penjualan Recycling Material, sampah daur ulang berasal dari jenis-jenis
sampah anorganik yang masih dapat diolah dengan cara 3R (reduce, reuse,
recycle). Jenis sampah ini apabila diolah kembali atau didaur ulang memiliki
nilai ekonomi yang cukup tinggi di pasaran. Jenis-jenis produk yang dapat
dihasilkan dari limbah sampah daur ulang adalah peralatan atau perabotan
yang menggunakan bahan daur ulang.
c. Penjualan RDF, merupakan bahan bakar yang dibentuk seperti briket
dengan mencampurkan batu abu ke sampah yang telah dipisahkan dari
sampah tidak terbakar. Bahan bakar RDF ini, tidak akan membusuk walaupun
disimpan dalam waktu lama, serta sangat praktis untuk pengangkutan.
Keuntungan dalam penggunaan RDF sebagai energi adalah kemudahan
dan ekonomis dalam pembuatan serta hasil pembakarannya sangat ramah
lingkungan dibandingkandengan penggunaan energi fosil berupa batubara
dan minyak bumi begitupun juga dengan keberadaan senyawa dioksin dan
furon hanya ditemukan dalam skala ppb (parts per billion).
d. Pendapatan lainnya, seperti pendapatan dari listrik untuk sistem pengelolaan
sampah Waste to Energy (WtE), serta pendapatan dari penjualan fly ash dan
bottom ash. WtE adalah istilah generik yang digunakan untuk mendefinisikan
pemulihan energi dari sampah dengan pembakaran, mengkonversi panas
pembakaran menjadi uap dan menggunakan uap untuk menghasilkan
listrik, atau untuk tujuan industri, atau keduanya. Residu dari instalasi WtE
mencakup abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash). Abu dasar
berasal dari ruang pembakaran itu sendiri yang terdiri dari barang-barang
yang tak terbakar dalam aliran sampah seperti batu, kaca, dan kadangkadang logam. Abu dasar ini biasanya tanpa lindi dan dapat disimpan di
landfill saniter normal tanpa pemrosesan lebih lanjut dapat diproses dan
mempunyai nilai jual.
94
Maka, keluaran dari masing-masing teknologi tersebut dirangkum pada Gambar
berikut.
Tabel 4.2 Output dari Masing-masing Teknologi
Teknologi pengomposan pada umumnya menghasilkan dua keluaran utama,
yakni kompos dan material daur ulang. Sedangkan untuk teknologi methanisasi
pada umumnya menghasilkan tiga keluaran utama, yakni material daur
ulang, cover soil, dan energi listrik. Begitu juga dengan teknologi insinerasi
yang membakar sampah untuk menghasilkan energi listrik. Pilihan teknologi
lain adalah dengan mengkombinasikan dua jenis teknologi, atau yang dapat
disebut dengan teknologi hybrid. Contoh teknologi hybrid yang pertama adalah
kombinasi teknologi pengomposan dan insinerasi RDF, yang menghasilkan
95
BAB IV |
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
keluaran berupa kompos, material daur ulang, dan energi listrik. Sedangkan
contoh teknologi hybrid kedua adalah kombinasi teknologi methanisasi dengan
insinerasi RDF, yang menghasilkan keluaran berupa material daur ulang, cover
soil, dan energi listrik.
Contoh:
Berikut adalah contoh aliran pendapatan untuk WtE yang menghasilkan listrik
dan Badan Usaha Pelaksana memiliki hak untuk menjual hasil listrik tersebut ke
off-taker (dalam contoh ini adalah PT PLN) atau kepada kawasan Industri dan/
atau digunakan oleh pemerintah daerah setempat.
Gambar 4.1 Contoh Aliran Pendapatan yang Berasal Dari Penjualan Listrik
2. Menentukan Mekanisme Penyesuaian Tarif
Tim Penyusun menjabarkan mekanisme penyesuaian tarif (retribusi, tipping
fee, pendapatan lainnya) serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan
jika terjadi:
a. Kenaikan biaya KPBU (cost overrun);
b. Pembangunan KPBU selesai lebih awal;
c. Pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehingga
dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian
keuntungan (clawback mechanism); dan
d. Pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan
kewajiban.
3. Menilai Kemampuan Fiskal Daerah
Tim penyusun mengidentifikasi kemampuan fiskal daerah selama 5 (lima)
tahun terakhir. Adapun dua komponen utama yang perlu dinilai adalah:
a. Kemampuan Fiskal Daerah
Kemampuan daerah dalam hal keuangan dapat dilihat dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang meliputi penerimaan
atau pendapatan daerah, pengeluaran atau belanja daerah dan
pembiayaan daerah.
96
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) meliputi aspek
Pendapatan dan Aspek Belanja, serta aspek Pembiayaan. Aspek
Pendapatan terdiri dari Pendapatan Daerah, Dana Perimbangan, dan
Lain-lain Pendapatan yang Sah, Aspek Belanja terdiri dari Belanja Tidak
Langsung dan Belanja Langsung dan Aspek Pembiayaan terdiri dari
Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan.
Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/
kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Dalam struktur
APBD, belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung
dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program
dan kegiatan.
Catatan:
Pertumbuhan rata-rata yang baik dari APBD di daerah menunjukkan kesehatan
fiskal pemerintah daerah juga dapat dijadikan dasar bahwa pemerintah daerah
mempunyai kemampuan fiskal untuk Availability Payment (AP) pada skema
KPBU.
b. Kemampuan Pengguna untuk Membayar
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak
daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali
oleh daerah. Pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah
yang berasal dari pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,
pendanaan dari pemerintah pusat yang disebut sebagai dana transfer
yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dalam era otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan
menjadi pendorong utama bagi pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintah, pembangunan, pemberdayaan
masyarakat dan pelayanan publik. Semakin tinggi Pendapatan Asli
Daerah maka semakin kecil tingkat ketergantungan daerah terhadap
dana transfer pusat ke daerah.
97
BAB IV |
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
Catatan:
Kondisi keuangan yang sehat tersebut dapat menjadi salah satu ruang fiskal
untuk pengadaan pembayaran ketersediaan layanan Availability Payment
untuk skema KPBU.
Selain menghitung kemampuan fiskal daerah, juga perlu dilakukan kajian
akan kemampuan membayar pengguna (ability to pay) di daerah
tersebut.
4. Melaksanakan Analisis Skema Pembiayaan Proyek
Tim Penyusun melakukan analisis skema pembiayaan proyek yang terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut:
a. Asumsi analisis keuangan
• Tingkat inflasi per tahun
• Nilai tukar mata uang
• Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat
bunga pinjaman pertahun
• Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai
indeks inflasi per tahunnya
• Tarif listrik, dapat digunakan sendiri dan/atau dijual ke kawasan
industri bila ada, atau bila dijualkan kepada PLN akan digunakan tariff
di regional pengolahan berada (biasanya sesuai dengan tarif listrik
golongan B3/TM (Blok LWBP) dengan kenaikan sesuai indeks inflasi.
• Harga bahan bakar solar non-subsidi per liter dengan kenaikan sesuai
indeks inflasi.
• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya
perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.
• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya
• Periode kerjasama/periode evaluasi
• Asumsi lain yang diperlukan
b. Pendapatan
• Besaran pendapatan yang diterima pemerintah dari retribusi sampah
selama periode evaluasi
• Besaran pendapatan yang diterima Badan Usaha Pelaksana dari
tipping fee selama periode evaluasi
• Pendapatan lainnya, seperti: Kompos, Recycling Material, RDF, Listrik
untuk sistem pengolah WtE (Waste to Energy), dan sebagainya.
c. Biaya
• Biaya investasi (CAPEX)
Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha
maupun secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu
98
harga konstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini dibreakdown per tahun.
Perhitungan biaya investasi (CAPEX) didasarkan pada biaya kegiatan
yang disiapkan oleh tim teknis. Dalam biaya kegiatan perlu dirinci jenis
material yang diperlukan (harga satuan, spesifikasi teknis) dan tahapan
pelaksanaan serta tahapan pembiayaan. Dari biaya kegiatan
yang telah disusun tim teknis tersebut perlu dilakukan perhitungan/
penyesuaian sehingga menjadi biaya investasi, yaitu antara lain
dengan memperhitungkan biaya pajak, biaya kontingensi harga dan
biaya lain-lain yang dipandang perlu untuk diperhitungkan sebagai
biaya investasi (misalnya biaya administrasi proyek, biaya pra-operasi
dan biaya studi).
• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)
Berisikan ringkasan biaya OPEX per ton sampah yang perlu dikeluarkan
oleh Badan Usaha maupun PJPK. Dalam perhitungan biaya OPEX ini,
selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya
operasional, yang antara lain:
◦◦ Jumlah sampah yang akan diangkut
◦◦ Jumlah rit pengangkutan sampah
◦◦ Biaya bahan bakar
◦◦ Biaya tenaga kerja
◦◦ Biaya pemeliharaan peralatan dan kendaraan angkut sampah
◦◦ Biaya administrasi
◦◦ Biaya lainnya
Asumsi proyeksi biaya operasi dan pemeliharaan pada umumnya
disusun sebagai berikut:
◦◦ Didasarkan pada persentase dari aset atau biaya investasi; dan/
atau
◦◦ Didasarkan pada perincian setiap biaya operasi dan pemeliharaan
sesuai dengan kebutuhan (volume) dan perkiraan harga bahan/
upah.
◦◦ Indikator keuangan
d. Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting
yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan
Usaha. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:
• NPV, IRR, dan DSCR dari proyek dan modalitas.
Catatan :
Present Value (PV) adalah nilai sekarang dari penerimaan (uang) yang akan
didapat pada tahun mendatang. Net Present Value (NPV) adalah selisih antara
penerimaan dan pengeluaraan per tahun. Investasi dianggap layak apabila
hasil evaluasi memberikan nilai yang positif.
99
BAB IV |
•
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai
LAYAK.
Catatan :
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga pengembalian (discount
rate/interest rate) pada saat NPV=0. Suatu investasi dapat diterima apabila IRR
lebih besar dari nilai interest rate yang telah ditentukan. Dalam perhitungan
IRR ini, biasanya terbagi menjadi 2 (dua) jenis yakni Economic IRR (EIRR) dan
Financial IRR (FIRR). EIRR biasanya dilakukan dan menjadi perhatian bagi sektor
publik untuk menghitung keuntungan dan biaya baik secara langsung maupun
tidak langsung dari sisi sosial, sedangkan FIRR biasanya menjadi perhatian sektor
swasta untuk menghitung keuntungan dan biaya secara finansial. FIRR juga
mengakomodasi perhitungan subsidi dan pajak.
•
•
Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari
WACC maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Jika EIRR masih lebih besar dibandingkan dengan Minimum Attractive
Rate of Return (MARR) maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
Catatan :
Debt Service Coverage Ratio (DSCR) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan laba sebelum bunga dan pajak untuk membayar bunga
dan pokok pinjaman setelah dikurangi pajak.
•
Jika DSCR lebih besar daripada 1, maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.
e. Proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana
Mengkaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan
menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan
yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:
• Proyeksi laba rugi (income statement)
• Proyeksi arus kas (cash flow)
• Proyeksi neraca (balance sheet)
f.
100
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian
pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek,
misalnya:
• Penurunan/kenaikan biaya;
• Penurunan/kenaikan permintaan.
Catatan :
Perhitungan analisis finansial ini bersifat kasar dan belum mendetail. Perhitungan
secara kasar ini diperlukan untuk menentukan bentuk dukungan yang diperlukan,
yang selanjutnya akan disempurnakan pada tahapan penyiapan.
5. Menentukan Bentuk Dukungan Pemerintah yang Diperlukan
Tim Penyusun menentukan bentuk Dukungan Pemerintah yang dibutuhkan
apabila ternyata kelayakan finansial proyek kurang memadai (marjinal).
Fasilitas dukungan pemerintah dapat diberikan berupa: bentuk dukungan
kelayakan KPBU/Viability Gap Fund (VGF); insentif perpajakan; dan dukungan
dalam bentuk lainnya. Pemberian dukungan Kelayakan ini bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerjasama sehingga
menimbulkan minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerjasama;
b. Meningkatkan kepastian pengadaan Proyek Kerjasama dan pengadaan
Badan Usaha pada Proyek Kerjasama sesuai dengan kualitas dan waktu
yang direncanakan; dan
c. Mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur dengan
tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
Ketentuan pemberian Dukungan Pemerintah diatur dalam pasal 15 dan 16
Perpres No. 38 tahun 2015, menyatakan bahwa Menteri/Kepala Lembaga/
Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU
sesuai dengan lingkup kegiatan KPBU dan Dukungan Pemerintah ini harus
dicantumkan dalam dokumen pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada
saat lelang.
Catatan :
Untuk mendukung penerapan KPBU di Indonesia, Kementerian Keuangan
melakukan inovasi pembiayaan infrastruktur dengan menyediakan berbagai
fasilitas dan dukungan pemerintah, yaitu fasilitas penyiapan proyek, dukungan
kelayakan, dan penjaminan infrastruktur. Kementerian Keuangan juga
memperkenalkan skema pengembalian investasi proyek KPBU yakni skema
Pembayaran Berdasarkan Ketersediaan Layanan atau yang biasa dikenal
dengan Availability Payment atau AP. Beberapa kelebihan skema AP ini antara
lain, tidak adanya risiko permintaan atau demand risk bagi Badan Usaha dan
kepastian pengembalian investasi bagi Badan Usaha.
Dukungan ini merupakan bentuk kerja nyata upaya Pemerintah Indonesia
untuk mendukung dan memperkuat pembangunan infrastruktur dengan
menjembatani keunggulan pihak swasta dan pemerintah demi kehidupan
masyarakat yang lebih baik.
101
BAB IV |
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
Proses untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah diatur dalam PMK No.
223/PMK.011/2012, dimana disebutkan bahwa Dukungan Kelayakan adalah
Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial
yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat diberikan
dukungan kelayakan memiliki total biaya investasi paling kurang senilai
Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Di samping pemberian dukungan kelayakan yang bersifat finansial (VGF),
Menteri PUPR dan/atau Gubernur/Bupati/Walikota dapat juga memberikan
dukungan pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, seperti: dukungan pengadaan tanah,
sebagian biaya Konstruksi, kemudahan perijinan.
Catatan :
Bentuk fasilitas dan dukungan yang dapat diberikan Pemerintah antara lain:
a. Fasilitas Penyiapan Proyek (Project Development Facility/PDF) adalah
fasilitas yang disediakan oleh Kementerian Keuangan untuk membantu PJPK
menyusun kajian prastudi kelayakan, dokumen lelang, dan mendampingi
PJPK dalam transaksi proyek KPBU hingga mencapai pembiayaan dari
lembaga pembiayaan (financial close).
b. Dukungan Kelayakan (Viability Gap Fund/VGF) adalah Dukungan Pemerintah
dalam bentuk kontribusi sebagian biaya konstruksi yang diberikan secara tunai
pada proyek KPBU yang sudah memiliki kelayakan ekonomi namun belum
memiliki kelayakan finansial. Dukungan Kelayakan dapat diberikan setelah
tidak terdapat lagi alternatif lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak
secara finansial. Pemerintah Daerah dapat berkontribusi atas pemberian
dukungan ini setelah memperoleh persetujuan dari DPRD.
c. Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial
PJPK untuk membayar kompensasi kepada badan usaha saat terjadi risiko
infrastruktur – sesuai dengan alokasi yang disepakati dalam perjanjian KPBU –
yang menjadi tanggung jawab PJPK.
d. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah
pembayaran secara berkala oleh Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala
Daerah kepada badan usaha atas tersedianya layanan infrastruktur yang
sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam
perjanjian KPBU.
e. Dukungan Sebagian Konstruksi oleh Kementerian PUPR adalah dukungan dari
Kementerian Teknis yang terkait dengan proyek pengelolaan persampahan
yakni Kementerian PUPR. Dukungan diberikan melalui pembangunan
konstruksi fisik (seperti bangunan sel TPA, IPL, dsb.) untuk mengurangi biaya
konstruksi (atau capital expenditure atau CAPEX). Dengan dukungan
sebagian konstruksi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan kelayakan
proyek, ataupun mengurangi biaya yang harus dibayarkan pengguna.
102
4.4
KELUARAN ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK
Keluaran yang diharapkan dari Analisis Potensi Pendapatan dan Skema
Pembiayaan ini adalah:
1. Teridentifikasinya kemampuan pengguna serta kemampuan fiskal Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
2. Teridentifikasinya potensi pendapatan dari proyek KPBU persampahan.
3. Terlaksananya kajian kelayakan finansial dari proyek.
4. Teridentifikasinya Dukungan Pemerintah yang dibutuhkan sesuai dengan
kelayakan proyek.
103
BAB IV |
Analisis Potensi Pendapatan & Skema Pembiayaan KPBU
Rumus-rumus penting yang menjadi dasar analisis finansial dari segi nilai
ekonomi proyek KPBU di bidang persampahan yang menggunakan
bunga berganda dan metode penggadaan yang berperiode. Adapun
3 (tiga) indikator finansial utama yang perlu diperhitungkan adalah Net
Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return
(IRR).
1. Metode Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah harga bersih suatu proyek; jumlah
kenaikan bersih cost flow yang discounted suatu proyek. NPV dihitung
dengan memperhitungkan nilai uang saat ini (P) bila diketahui uang
masa depan (F), tingkat suku bunga (i) dan periode (n). NPV bisa
bernilai negatif atau positif. Proyek dikatakan layak/menguntungkan
untuk dilakukan apabila NPV bernilai positif pada tingkat bunga yang
ditentukan terlebih dahulu. Adapun rumus yang dapat digunakan untuk
menghitung Present Value (P) adalah:
Maka rumus yang dapat digunakan untuk menghitung nilai NPV
menggunakan persamaan sebagai berikut:
NPV = present value benefit – present value cost
Dengan ketentuan:
• hNPV positif > 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan.
• NPV negatif < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
2. Metode Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan salah satu metode analisis yang
merupakan perbandingan nilai manfaat (benefit) dan nilai biaya (cost).
Proyek dianggap layak/menguntungkan apabila nilai BCR > 1 dan
dianggap tidak layak/merugikan apabila BCR < 1. Rumus yang dapat
digunakan untuk menghitung nilai BCR menggunakan persamaan
berikut:
104
Dengan :
• Bt
• Ct
• i
• t
= Manfaat (Benefit) pada tahun ke-t
= Biaya (Cost) pada tahun ke-t
= Discount Factor
= Umur proyek
Apabila hasil perhitungan BCR tersebut:
• Net B/C > 1, maka proyek layak untuk dilaksanakan.
• Net B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
• Net B/C = 0, maka proyek dianggap netral.
3. Metode Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat diskon (discount rate) yang
menjadikan sama antara present value dari penerimaan dan present
value dari nilai atau investasi yang menunjukkan net present value atau
sama besarnya dengan nol. IRR juga dapat didefinisikan dengan besaran
suku bunga dimana penerimaan dan modal sama dengan nol, atau
juga besaran suku bunga dimana net present value (NPV) sama dengan
nol. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai IRR menggunakan
persamaan (perhitungan ini sifatnya adalah trial and error):
Dengan :
• i1
• i2
• NPV1
• NPV2
= Suku bunga rendah
= Suku bunga tinggi
= NPV suku bunga rendah
= NPV suku bunga tinggi
Apabila hasil perhitungan IRR tersebut:
• IRR > suku bunga yang ditetapkan, maka proyek layak untuk
dilaksanakan.
• IRR < suku bunga yang ditetapkan, maka proyek tidak layak untuk
dilaksanakan.
105
TPA REGIONAL NAMBO
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
106
BAB V
REKOMENDASI DAN RENCANA
TINDAK LANJUT
107
BAB V |
5.1
Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut
DEKSRIPSI REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
Tim Penyusun menganalisis rekomendasi bentuk KPBU, rekomendasi kriteria utama
dalam pemilihan badan usaha, dan rencana jadwal kegiatan penyiapan dan
transaksi KPBU. Adapun muatan dari bagian ini adalah:
• Rekomendasi bentuk kerja sama dan skema pembiayaan proyek;
• Rekomendasi kriteria utama dalam pemilhan badan usaha; dan
• Rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU.
5.2
INPUT DATA YANG DIPERLUKAN
Dalam merumuskan rekomendasi dan rencana tindak lanjut KPBU, Tim Penyusun
menggunakan data utama yakni analisis-analisis yang telah sebelumnya
dilakukan dalam Studi Pendahuluan, untuk dibandingkan dengan alternatif
skema kerjasama.
5.3
LANGKAH PELAKSANANAN ANALISIS REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
1. Menguraikan Alternatif Bentuk Skema Kerjasama
Tim Penyusun menguraikan alternatif-alternatif skema kerjasama yang dapat
diterapkan sampai dengan penetapan skemanya. karakteristik alternatifalternatif skema KPBU berikut dengan keuntungan dan kerugian/kelemahan
dari masing-masing alternatif tersebut.
Dalam pelaksanaan skema KPBU, terdapat pilihan-pilihan bentuk KPBU yang
terdiri dari: (A) kontrak jasa (service contract); (B) kontrak kelola (management
contract); (C) kontrak sewa (lease contract); (D) rehabilitate-operate-transfer
(ROT); (E) build-operate-transfer (BOT); dan (F) konsesi. Penjabaran alternatif
skema KPBU tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut.
108
Gambar 5.1 Alternatif Skema KPBU
109
BAB V |
Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut
2. Memilih Skema KPBU yang Sesuai
Tim Penyusun merumuskan pertimbangan-pertimbangan dalam menetapkan
skema KPBU yang akan diterapkan. Beberapa pertimbangan dapat
meliputi pertimbangan hukum dan peraturan, kelembagaan, ketersediaan
infrastruktur yang ada, waktu untuk ketersediaan infrastruktur, kemampuan
(teknis dan finansial) pemerintah, optimalisasi investasi oleh Badan Usaha,
kemungkinan pembiayaan dari sumber lain serta pembagian risikonya dan
kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari
sektor swasta kepada sektor publik.
Pilihan-pilihan yang Dipertimbangkan adalah:
a. Kontrak Jasa (Service Contract)
Perjanjian ini dilaksanakan apabila infrastruktur sudah ada, dan
pengelolaan utilitas yang sudah terkelola dengan baik dan layak secara
komersial dilakukan oleh badan usaha.
b. Kontrak Kelola (Management Contract)
Perjanjian ini dilaksanakan pada infrastruktur yang dibangun oleh
pemerintah dan untuk meningkatkan kapasitas teknis dan efisiensi suatu
utilitas secara cepat dalam melakukan tugas-tugas tertentu, maka
pengelolaannya diberikan kepada pihak swasta.
c. Kontrak Sewa (Leasing Contract)
Perjanjian ini dilaksanakan pada infrastruktur yang dibangun oleh
pemerintah, dan disewakan kepada badan usaha karena ada ruang
keuntungan yang besar dalam efisiensi operasi tetapi kebutuhan atau
ruang untuk investasi baru terbatas.
d. ROT (Rehabilitate Operate Transfer)
Perjanjian ini dilaksanakan pada aset pemerintah yang tidak dalam
kondisi baik, sehingga diperbaiki oleh badan usaha dan kepemilikannya
menjadi milik badan usaha. Tujuan dari kerjasama ini adalah mobilisasi
modal Badan Usaha untuk rehabilitasi, up-grading, extending dari aset
yang ada. Skema ini diterapkan pada memperbaiki fasilitas infrastruktur
yang sudah tidak efisien untuk meningkatkan kualitas layanan.
e. BOT (Build Operate Transfer)
Perjanjian kerjasama dalam bentuk BOT yaitu pemanfaatan tanah dan
bangunan milik atau dikuasai oleh pemerintah daerah oleh pihak ketiga
dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai atau
menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah atau
bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama jangka waktu
tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan
kembali tanah dan bangunannya serta sarana lain berikut fasilitasnya
beserta pendayagunaannya kepada daerah serta membayar kontribusi
sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai
kesepakatan.
Dalam pengembangannya, skema BOT dapat dimodifikasi menjadi
beberapa jenis antara lain:
110
•
•
•
f.
BTO (Build Transfer Operate)
Perjanjian Kerjasama dalam bentuk BTO yaitu pemanfaatan tanah
dan bangunan milik atau dikuasai oleh pemerintah daerah oleh pihak
ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai
dan/atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas
tanah atau bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya
diserahkan pada pemerintah daerah untuk kemudian oleh pemerintah
daerah tanah dan bangunan siap pakai dan/atau sarana lain berikut
fasilitasnya diserahkan kembali pada pihak ketiga untuk didayagunakan
selama jangka waktu tertentu dan/atau pemanfaatannya pihak ketiga
dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan.
BOO (Build, Operate, Own)
Perjanjian Kerjasama dalam bentuk BOO yaitu suatu jenis sistem kemitraan
yang pada dasarnya menggunakan pola membangun, mengoperasikan,
seterusnya memiliki. Namun pola ini tidak diterapkan karena berbagai
alasan, di antaranya adalah kesulitan dalam BOO di mana mitra harus
berfungsi sebagai operator di ana permohonan pemilikan izin dan
penyelenggaraan jasa tidak mudah didapatkan.
BT (Build Transfer)
Perjanjian Kerjasama dalam bentuk BT yaitu perikatan antara pemerintah
daerah dengan pihak ketiga dengan ketentuan tanah milik pemerintah
daerah, pihak ketiga membangun dan membiayai sampai selesai setelah
pembangunan selesai pihak ketiga menyerahkan pada pemerintah
daerah dan pemerintah daerah membayar biaya pembangunannya.
Konsesi
Konsesi adalah pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah,
perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Model konsesi umum
diterapkan pada KPBU. Sistem konsesi adalah pelaksanaan pendanaan,
desain, pembangunan, operasi dan pemeliharaan oleh badan usaha
selama periode waktu tertentu, yang kemudian ketika masa konsesi
berakhir, aset dikembalikan kepada pemerintah. Konsesi baik diterapkan
jika dibutuhkan investasi yang besar untuk memperluas cakupan atau
meningkatkan kualitas layanan.
3. Menentukan Rekomendasi Kriteria Utama Dalam Pemilihan Badan Usaha
Tim Penyusun menyusun rekomendasi kriteria utama dalam pemilihan Badan
Usaha, yang terdiri dari:
a. Kriteria Kelengkapan Administrasi Badan Usaha seperti: Akta pendirian
perusahaan; surat izin usaha; Profil perusahaan; Surat penyataan tidak
sedang dalam pengampuan, tidak sedang dipailitkan, perusahaannya
tidak sedang dihentikan dan/atau tidak sedang menjalani perkara pidana;
Surat dukungan dari pemegang saham (Perjanjian Sponsor); Nomor
111
BAB V |
b.
c.
d.
e.
f.
112
Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan bukti setoran pajak 1 (satu) tahun terakhir;
Untuk Peserta yang berbentuk konsorsium, diwajibkan melampirkan bukti
perjanjian kerjasama pembentukan konsorsium; dan Pakta Integritas.
Kriteria Komposisi, peserta dapat mengajukan diri sebagai badan usaha
tunggal atau konsorsium; Jika penawaran dilakukan secara konsorsium,
maka Pimpinan Konsorsium harus menyatakan diri mengenai kewajiban
tanggung renteng dan tanggung jawabnya sendiri-sendiri atas tindakan,
kewajiban dan pertanggungjawaban konsorsium; Peserta harus terdiri dari
satu atau lebih Anggota yang secara bersama-sama wajib memenuhi
kualifikasi yang diminta seperti: keuangan, pengalaman membangun,
Operasi, dan pemeliharaan.
Kriteria Keuangan, peserta wajib menyampaikan informasi kriteria
keuangan disertai dengan dokumen-dokumen pendukung: Salinan
laporan keuangan yang sudah diaudit, selama 3 (tiga) tahun anggaran
terakhir, yang disusun berdasarkan standar akuntansi IAS, IFRS, Indonesia
GAAP, atau wajib mendapat persetujuan dari Pemerintah, jumlah Total
Aset yang dapat merupakan gabungan dari seluruh anggota konsorsium
berjumlah lebih dari kebutuhan misalnya 3 kali CAPEX untuk setiap tahun
anggaran selama 3 (tiga) tahun anggaran terakhir; dan Kekayaan Bersih
yang dapat merupakan gabungan dari seluruh anggota konsorsium
berjumlah misalnya lebih dari 1,5 kali CAPEX untuk setiap tahun anggaran
selama 3 (tiga) tahun anggaran terakhir; Surat Referensi dari Bank untuk
peserta atau masing-masing Pimpinan dan anggota konsorsium
Kriteria Teknis, peserta harus dapat membuktikan kemampuan teknis
dalam mendesain, mengadakan, membangun, mengoperasikan, dan
memelihara Proyek Sejenis, termasuk untuk menyediakan peralatan
khusus dan tenaga ahli spesialisyang diperlukan dalam pelaksanaan
Proyek.
Kriteria Pengalaman Operasi dan Pemeliharaan, peserta wajib
menyampaikan informasi pengalaman operasi dan pemeliharaan dengan
pernyataan Kualifikasi disertai dengan dokumen-dokumen pendukung;
peserta telah memiliki pengalaman sukses operasional dan pemeliharaan
minimal 1 (satu) Proyek Sejenis yang telah berjalan paling tidak selama
3 (tiga) tahun dalam 15 (lima belas) tahun terakhir; atau peserta telah
menandatangani paling tidak 1 (satu) kontrak O&M dengan satu atau
lebih kontraktor O&M untuk operasi dan pemeliharaan setidaknya 1(satu)
Proyek Sejenis yang memenuhi syarat; Nama kontraktor O&M dan rincian
proyek yang memenuhi criteria diatas harus dicantumkan.
Kriteria Pengalaman EPC (Engineering Procurement Contractor), peserta
wajib menyampaikan informasi pengalaman EPC berikut dengan cara
pernyataan Kualifikasi disertai dengan dokumen-dokumen pendukung,
yaitu: peserta telah memiliki pengalaman sukses melakukan EPC
setidaknya 1 (satu) Proyek Sejenis yang telah berjalan paling tidak
selama 3 (tiga) tahun dalam 15 (lima belas) tahun terakhir; atau peserta
menandatangani, dan mengelola selama tahap Konstruksi, setidaknya
1 (satu) kontrak EPC dengan satu atau lebih kontraktor EPC proyek yang
memenuhi kriteria Teknis yang kontraknya sesuai dengan Perjanjian
Kerjasama lainnya dan dinyatakan diterima oleh lembaga pemberi
pinjaman. Nama kontraktor EPC dan rincian proyek yang memenuhi
kriteria di atas harus dicantumkan.
g. Kriteria Lainnya, masing-masing Peserta tidak terlibat dalam Perselisihan
Material Lainnya yang belum terselesaikan selama 5 (lima) tahun terakhir;
masing-masing Peserta wajib menyebutkan secara rinci dalam Penyataan
Kualifikasinya, setiap Perselisihan Material Lainnya terhadapnya yang telah
diselesaikan (atau dalam hal Peserta berbentuk konsorsium, terhadap
setiap anggota konsorsium) lebih dari 5 (lima) tahun sebelum batas akhir
waktu penyampaian Pernyataan Kualifikasi Peserta bersangkutan.
h. Kriteria yang menggugurkan, peserta dinyatakan gugur dari Proses
Penawaran jika mengalami hal-hal berikut ini kecuali dikesampingkan
secara tertulis:
• Tidak memenuhi kriteria evaluasi dan/atau permintaan dan/atau
persyaratan yang ditetapkan dalam Dokumen Penawaran atau
kegagalan Peserta menyediakan informasi atau dokumen yang
dibutuhkan dalam Penyataan Kualifikasinya;
• Apabila informasi yang disampaikan Peserta selama dan setelah
Proses Penawaran diketahui tidak benar atau menyesatkan;
• Apabila Perselisihan material lainnya yang ditangguhkan terhadap
Peserta (atau, dalam hal Peserta berbentuk konsorsium, terhadap
setiap anggota konsorsium) terhitung pada Batas Akhir Waktu
Penyampaian Penawaran dan Perselisihan Material Lainnya tersebut
kemudian dilanjutkan terhadap Peserta atau anggota konsorsium
tersebut sebelum tanggal penyampaian Dokumen Penawaran;
• Penyampaian dokumen atau informasi yang diminta tidak lengkap;
• Klarifikasi yang diminta oleh Panitia Pengadaan Badan Usaha dari
Peserta tidak diterima pada batas waktu yang telah ditetapkan secara
wajar oleh Panitia Pengadaan Badan Usaha;
• Peserta (atau, dalam hal Peserta berbentuk konsorsium, setiap anggota
konsorsium) sedang mengalami likuidasi, di bawah pengawasan
pengadilan atau proses sejenisnya selama Proses Prakualifikasi; atau
• Peserta (atau, dalam hal Peserta berbentuk konsorsium, setiap anggota
konsorsium) berpartisipasi dalam Proses Prakualifikasi pada lebih dari
1 (satu) peserta,atau Peserta (atau, dalam hal Peserta berbentuk
konsorsium, setiap anggota konsorsium) memiliki saham lebih dari 20%
(dua puluh persen) pada Badan Usaha Peserta lain atau pada setiap
anggota konsorsium dari Peserta lain yang berbentuk konsorsium.
113
BAB V |
Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut
4. Menyusun Rencana Jadwal Kegiatan Penyiapan dan Transaksi KPBU
Tim Penyusun menyusun rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi
KPBU sesuai dengan bentuk KPBU yang telah dipilih. Adapun contoh rencana
jadwal kegiatan dapat dilihat pada Contoh berikut.
Contoh:
Aktivitas
Konfirmasi
Kepemilikan
Lahan
dan luasan lahan yang dapat
dikembangkan untuk Proyek KPBU
Tahun
t
t+1
t+2
t+3
Penanggung
Jawab
Pembentukan Tim KPBU dan Panitia
Pengadaan KPBU
Proses permintaan Pendampingan
OBC & Transaksi/Pelelangan
Penyusunan AMDAL dan ANDALALIN
Proses transaksi/FBC
Proses Pengajuan Dukungan
Proses Pengajuan jaminan
Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan KPBU di bidang persampahan selama
ini, diketahui bahwa durasi waktu yang diperlukan dalam setiap kegiatan dalam
tahapan KPBU pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Durasi Waktu Kegiatan dalam Tahapan KPBU
No.
114
Tahapan Kegiatan
Perkiraan Durasi
Pelaksanaan (bulan)
1.
Identifikasi proyek
1- 2
2.
Studi pendahuluan
3-4
3.
Kajian awal Pra-Studi Kelayakan (OBC)
3-4
4.
Kajian akhir Pra-Studi Kelayakan (FBC)
4-5
5.
Pra-kualifikasi
1-2
6.
Permohonan proposal
1-2
No.
Tahapan Kegiatan
Perkiraan Durasi
Pelaksanaan (bulan)
7.
Penunjukkan pemenang lelang
1
8.
Penandatanganan Perjanjian KPBU
1
9.
Pemenuhan pembiayaan (financial close)
6*
10.
Konstruksi (mulai)
24
*)Dapat diperpanjang selama 6 bulan menjadi 12 bulan apabila badan usaha gagal
memenuhi pembiayaan dalam durasi 6 bulan, sesuai kesepakatan
5.4
KELUARAN REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
Keluaran yang diharapkan dari Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut ini
adalah:
1. Diambilnya keputusan apakah proyek KPBU persampahan dilaksanakan
dengan skema KPBU atau pengadaan barang/jasa konvensional.
2. Terpilihnya skema KPBU yang paling tepat sesuai dengan karakteristik proyek
KPBU.
3. Terumuskannya rencana tindak lanjut dari perencanaan KPBU, menuju
tahapan penyiapan dan transaksi KPBU.
115
LAMPIRAN I
CHECKLIST PENYUSUNAN DOKUMEN STUDI
PENDAHULUAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
116
LAMPIRAN I
LAMPIRAN 1
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Nomor 4
Tahun 2015, pada tahap perencanaan KPBU terdiri atas kegiatan-kegiatan:
1. Penyusunan rencana anggaran dana KPBU;
2. Identifikasi dan penetapan KPBU;
3. Penganggaran dana tahap perencanaan KPBU;
4. Pengambilan keputusan lanjut/tidak lanjut rencana KPBU;
5. Penyusunan Daftar Rencana KPBU; dan
6. Pengkategorian KPBU
Salah satu dokumen utama yang dihasilkan pada tahap perencanaan KPBU
adalah dokumen Studi Pendahuluan proyek KPBU. Dalam hal melakukan
identifikasi, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menyusun Studi
Pendahuluan proyek KPBU dan melakukan Konsultasi Publik.
Dalam menyusun Dokumen Studi Pendahuluan Proyek KPBU Bidang
Persampahan, dapat mengikuti “TEMPLATE DAFTAR ISI STUDI PENDAHULUAN KPBU
PERSAMPAHAN” yang sekurangnya terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut.
117
LAMPIRAN I
TEMPLATE DAFTAR ISI STUDI PENDAHULUAN KPBU PERSAMPAHAN
BAB 1: RUANG LINGKUP PROYEK
Menjelaskan terlebih dahulu terkait dengan ruang lingkup proyek, antara lain
nama proyek; Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK); lokasi proyek;
cakupan proyek; dasar pemikiran, dan rekomendasi bentuk KPBU.
BAB 2: KAJIAN KEBUTUHAN
2.1 Kepastian KPBU Memiliki Dasar Pemikiran Teknis dan Ekonomi
2.2 Kepastian KPBU Mempunyai Permintaan yang Berkelanjutan
2.3 Kepastian KPBU Mendapatkan Dukungan dari Pemangku Kepentingan
BAB 3: ANALISIS KEPATUHAN
3.1 Analisis Kesesuaian dengan Peraturan Perundang-Undangan
3.2 Analisis Kesesuaian KPBU dengan Rencana Pembangunan Daerah
3.3 Analisis Kesesuaian KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
3.4 Analisis Kesesuaian KPBU dengan Keterkaitan Lintas Sektor Infrastruktur dan
Antar Wilayah
BAB 4: ANALISIS FAKTOR PENENTU NILAI MANFAAT UANG (VALUE FOR MONEY)
4.1 Penilaian Analisis Value for Money
BAB 5: ANALISIS POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN PROYEK
5.1 Kemampuan Fiskal Daerah
5.2 Kemampuan Pengguna untuk Membayar
5.3 Potensi Pendapatan Lainnya
5.4 Bentuk Dukungan Pemerintah
BAB 6: REKOMENDASI DAN RENCANA TINDAK LANJUT
6.1 Rekomendasi Bentuk KPBU
6.2 Struktur Proyek dengan Skema KPBU
6.3 Rekomendasi Kriteria Utama dalam Pemilihan Badan Usaha
6.4 Rencana Jadwal Kegiatan Penyiapan dan Transaksi KPBU
BAB 7: PENUTUP
118
Setelah Dokumen Studi Pendahuluan telah selesai dibuat, maka dapat diperiksa
dengan menggunakan Checklist Dokumen Studi Pendahuluan KPBU. Checklist
Dokumen Studi Pendahuluan Proyek KPBU Bidang Persampahan ini merupakan
instrumen pendukung yang berfungsi untuk mempermudah pihak yang
menyiapkan dokumen Studi Pendahuluan KPBU, yang berisikan komponenkomponen yang sekurang-kurangnya perlu diakomodasi dalam Dokumen Studi
Pendahuluan KPBU Bidang Persampahan.
CHECKLIST DOKUMEN STUDI PENDAHULUAN KPBU BIDANG PERSAMPAHAN INI
BUKAN MERUPAKAN TEMPLATE YANG BERSIFAT WAJIB, MELAINKAN LEBIH KEPADA
ARAHAN MENGENAI HAL-HAL YANG SEBAIKNYA ADA DALAM DOKUMEN STUDI
PENDAHULUAN PROYEK KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
PETUNJUK PENGISIAN
Pengguna, dalam hal ini, pihak yang menyusun dokumen studi pendahuluan,
mengisi checklist sesuai dengan kelengkapan isi substansi dokumen yang sedang
disusun. Apabila isi substansi dokumen yang sedang disusun sudah menjelaskan
indikator yang tercantum dalam checklist, maka pengguna memberikan tanda
(√) pada kolom “Ada” yang disediakan. Namun, apabila isi substansi dokumen
yang sedang disusun belum menjelaskan indikator yang tercantum pada
checklist, maka pengguna memberikan tanda (√) pada kolom “Tidak Ada”
yang disediakan.
Bagian 1: Kajian Kebutuhan
No.
1.
Keterangan
Ada
Tidak Ada
Kondisi eksisting pengelolaan sampah
1a. Pengelolan atau instansi yang bertanggung jawab
dalam pengelolaan sampah
1b. Kondisi layanan pengelolaan sampah eksisting
1c. Organisasi pengelolaan sampah eksisting
1d. Pola operasi layanan pengelolaan sampah
eksisting
1e. Biaya atau tariff pengelolaan sampah eksisting
1f. Kondisi prasarana dan sarana pengelolaan
sampah eksisting
1g. Sistem pembiayaan dan keuangan pengelolaan
sampah
119
LAMPIRAN I
No.
2.
3.
Keterangan
Kondisi sampah eksisting
Kajian sistem pengelolaan sampah eksisting
3a. Jumlah penduduk eksisting
3b. Tingkat pertumbuhan penduduk
3c. Proyeksi jumlah penduduk mendatang
3d. Jumlah rata-rata timbulan sampah yang dihasilkan
per orang per hari
3e. Jumlah timbulan sampah
3e. Proyeksi jumlah timbulan sampah sesuai proyeksi
pertumbuhan penduduk
4.
3f. Penetapan daerah zona prioritas dan target jumlah
timbulan sampah yang akan dikelola
Rencana teknis operasional proyek KPBU
4a. Standar pelayanan minimal pengelolaan sampah
melalui skema KPBU
4b. Daerah prioritas pelayanan pengelolaan sampah
yang akan dilakukan dengan skema KPBU
4c. Strategi sistem pengembangan pengelolaan
sampah dengan skema KPBU
4d. Proses pemilahan dan pewadahan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan, pemrosesan akhir
dan perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana
persampahan
4e. Sistem teknologi pengolahan sampah yang akan
dikerjasamakan melalui skema kerjasama KPBU
4f. Spesifikasi keluaran yang harus dipenuhi Badan
Usaha Pelaksana (BUP)
4g. Jadwal pelaksanaan konstruksi
120
5.
Tren wilayah perkotaan saat ini
6.
Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah
7.
Demografi dan kebutuhan
Ada
Tidak Ada
Bagian 2: Kriteria Kepatuhan
No.
Keterangan
1.
Kesesuaian dengan Peraturan Perundang-Undangan
2.
Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN)
3.
Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN)
4.
Kesesuaian dengan Rencana Tata Wilayah Provinsi
5.
Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota
6.
Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD)
7.
Kesesuaian
Sampah
dengan
8.
Kesesuaian
(Jakstrada)
dengan
Rencana
Kebijakan
Induk
Ada
Tidak
Ada
Ada
Tidak
Ada
Pengelolaan
Strategis
Daerah
Bagian 3: Potensi Pendapatan dan Skema Pembayaran
No.
Keterangan
1.
Analisis struktur pendapatan KPBU
2.
Mekanisme penyesuaian tarif
Analisis skema pembiayaan
3a. Asumsi analisis keuangan
3b. Perhitungan pendapatan
3.
3c. Perhitungan biaya investasi
3d. Indikator kelayakan keuangan
3e. Proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana
(BUP)
3f. Analisis Sensitivitas
4.
Kemampuan Fiskal PJPK
5.
Kebutuhan Dukungan Pemerintah
121
LAMPIRAN I
Bagian 4: Kajian Value for Money
No.
1.
Keterangan
Ada
Tidak
Ada
Ada
Tidak
Ada
Tabel penilaian Value for Money secara kualitatif
Bagian 5: Rekomendasi dan Tindak Lanjut Proyek KPBU
No.
122
Keterangan
1.
Kajian alternatif bentuk skema KPBU
2.
Pemilihan skema KPBU
LAMPIRAN II
ASPEK TEKNIS KONDISI EKSISTING
KPBU BIDANG PERSAMPAHAN
123
LAMPIRAN II
PETUNJUK PENGGUNAAN LAMPIRAN 2 :
Lampiran 2 yang merupakan teknis eksisting kegiatan KPBU pengelolaan
persampahan digunakan sebagai acuan untuk menggambarkan kondisi
eksisting dari pengelolaan sampah, yang terdiri dari timbulan sampah eksisting,
sistem pewadahan, pengangkutan dan pengolahan data eksisting. Teknis
ini mengacu pada - Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan.
TEKNIS EKSISTING PROYEK KPBU PENGELOLAAN PERSAMPAHAN INI TIDAK BERSIFAT
MENGIKAT, TAPI DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN UNTUK MENGGAMBARKAN
KONDISI EKSISTING DARI SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN YANG DIBUTUHKAN
DALAM KAJIAN KEBUTUHAN (NEED ANALYSIS) DALAM STUDI PENDAHULUAN.
PENGGAMBARAN KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN SAMPAH INI JUGA
DIHARAPKAN DAPAT MENGGAMBARKAN KEBUTUHAN AKAN PENINGKATAN
LAYANAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN.
Berdasarkan Undang-undang No. 18 Tahun 2008, upaya pengelolaan
persampahan meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah,
seperti pada gambar berikut.
124
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan Infrastruktur, jenis
infrastruktur sistem pengelolaan persampahan yang dapat dikerjasamakan
mencakup:
• Pengangkutan;
• Pengolahan; dan/atau
• Pemrosesan akhir sampah
1. Timbulan Sampah
Prosentase timbulan sampah pada umumnya terdiri dari timbulan sampah
berasal dari permukiman dan dari non permukiman. Ukuran timbulan sampah
dapat didasarkan kepada berat dan volume.
•
•
Berdasarkan berat, satuan berat ton, kg
Berdasarkan volume, satuan volume liter, m3
Satuan atau Unit Timbulan Limbah Padat
• Perumahan
l/capita.day; kg/orang/hari
• Komersil
l/capita.day; kg/orang.hari
• Industri
l waste/product.day
• Pertanian
l waste/ton of raw product
• Jalan
l/panjang jalan
Metoda Pengukuran
a. Load-Count Analysis
Didasarkan atas jumlah kendaraan pengangkutan yang masuk dilokasi
Transfer Station atau Recycling Center atau TPA, bisa berdasarkan jumlah,
volume dan berat.
b. Weight–Volume Analysis
Pengukuran langsung pada kendaraan pengangkut, bisa berdasarkan berat
atau volume.
Beberapa faktor penting dalam menghitung laju timbulan sampah antara lain:
a. Perkembangan Jumlah Penduduk
Beberapa metode proyeksi perhitungan jumlah penduduk yang dapat
125
LAMPIRAN II
dilakukan antara lain metoda least square, geometrik dan eksponensial
(aritmatik).
b. Survey Pengambilan Contoh Sampah di Sumber Sampah
Pelaksanaan survey dan pengambilan contoh berdasarkan SNI M-36-199103 Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan
Komposisi Sampah Perkotaan.
c. Penentuan Densitas Sampah
Densitas sampah adalah berat sampah yang diukur dalam satuan kilogram
dibandingkan dengan volume sampah yang diukur tersebut (kg/m3).
Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan laju timbulan sampah
adalah berdasarkan proyeksi penduduk dan penetapan kriteria besar timbulan
sampah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menetapkan
kriteria besar timbulan sampah berdasarkan sumber sampah dan karakteristik
kota, sebagai berikut:
Tabel 1. Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber
Sampah
126
Volume
No
Komponen Sumber
Sampah
1.
Rumah Permanen
per org/hari
2,25 – 2,50
0,350 – 0,400
2.
Rumah Semi Permanen
per org/hari
2,00 – 2,25
0,300 – 0,350
3.
Rumah non permanen
per org/hari
1,75 – 2,00
0,250 – 0,300
4.
Kantor
per pegawai/hari
0,50 – 0,75
0,025 – 0,100
5.
Toko/Ruko
per petugas/hari
2,50 – 3,00
0,150 – 0,350
6.
Sekolah
per murid/hari
0,10 – 0,15
0,010 – 0,020
7.
Jalan arteri sekunder
per meter/hari
0,10 – 0,15
0,020 – 0,100
8.
Jalan kolektor sekunder
per meter/hari
0,10 – 0,15
0,010 – 0,050
Satuan
(Liter)
Berat (Kg)
9.
Jalan lokal
per meter/hari
0,05 – 0,1
0,005 – 0,025
10.
Pasar
per meter2/hari
0,20 – 0,60
0,1 – 0,3
Tabel 2. Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
No.
1.
2.
3.
Klasifikasi Kota
Kota Besar
(500.000-1.000.000 jiwa)
Volume
Berat
(L/orang/hari)
(kg/orang/hari)
2,75 – 3,25
0,70 – 0,80
2,75 – 3,25
0,70 – 0,80
2,50 – 2,75
0,625 – 0,70
Kota Sedang
(100.000 – 500.000 jiwa)
Kota Kecil
(20.000 – 100.000 jiwa)
2. Pewadahan Sampah
Pemilihan sarana pewadahan sampah mempertimbangkan:
a. Volume sampah;
b. Jenis sampah;
c. Penempatan;
d. Jadwal pengumpulan; dan
e. Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan.
Kriteria sarana wadah sampah:
a. Standar SNI: SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut:
• Kriteria Wadah Sampah:
◦◦ Tidak mudah rusak dan kedap air;
◦◦ Ekonomis dan mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat; dan
◦◦ Mudah dikosongkan.
◦◦ Pengumpulan Sampah
127
LAMPIRAN II
METODE PENGUMPULAN
Kegiatan Pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya serta pemerintah kabupaten/kota.
Pada saat pengumpulan, sampah yang sudah terpilah tidak diperkenankan
dicampur kembali. Pengumpulan didasarkan atas jenis sampah yang dipilah
dapat dilakukan melalui :
•
Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan
sumber sampah;
•
Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut :
a. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan
bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut:
•
Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali.
•
Masing-masing jenis sampah dimasukan ke masing-masing bak di dalam
alat pengumpul atau atur jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis
sampah terpilah.
•
Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS 3R.
b. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka
atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut:
•
Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari sumbernya minimal 2
(dua) hari sekali lalu diangkut ke TPS atau TPS 3R.
•
Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3,
sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan sampai lainnya sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3
hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta.
Pola Pengumpulan
Terdapat lima pola pengumpulan sampah, yaitu :
1. Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah.
128
•
Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif;
•
Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia;
•
Bagi kondisi topografi relatif datar, yaitu kemiringan rata-rata kurang dari
5%, dapat menggunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak
atau becak;
•
Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung;
•
Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya; dan
•
Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
2. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum
•
Kondisi topografi bergelombang, yaitu kemiringan lebih dari 15% sampai
dengan 40%, hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi;
•
Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya;
•
Kondisi dan jumlah alat memadai;
•
Jumlah timbunan sampah >0,3 m3/hari; dan
•
Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
3. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial
•
Bila alat angkut terbatas;
•
Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah;
•
Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah individual (kondisi
daerah berbukit, gang jalan sempit);
•
Peran serta masyarakat tinggi;
•
Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk); dan
•
Untuk permukiman tidak teratur.
4. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat
•
Peran serta masyarakat tinggi;
•
Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul;
•
Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia;
•
Bagi kondisi topografi relatif datar, kemiringan rata-rata kurang dari 5%,
dapat mengunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak atau
becak. Sedangkan bagi kondisi topografi dengan kemiringan lebih besar
dari 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil
beroda dan karung;
129
LAMPIRAN II
•
Leher jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya; dan
•
Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
5. Pola penyapuan Jalan
•
Juru sapu harus mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah
pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan rumput, dan lain-lain);
•
Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung
pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani;
•
Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut
pemindahan untuk kemudian diangkut ke TPA; dan
•
Pengendalian personel dan peralatan harus baik.
Gambar 1. Teknik Pengumpulan Sampah
130
ke
lokasi
Prasarana dan Sarana Pengumpulan
1. Jenis dan volume sarana pengumpulan sampah harus:
•
Disesuaikan dengan kondisi setempat;
•
Dilakukan sesuai dengan jadwal pengumpulan yang ditetapkan; dan
•
Memenuhi ketentuan dan pedoman yang berlaku dengan memperhatikan
sistem pelayanan persampahan yang telah tersedia.
2. Jenis sarana pengumpulan sampah terdiri dari:
•
TPS;
•
TPS 3R; dan/atau
•
Alat pengumpul untuk sampah terpilah.
3. Perhitungan Kebutuhan Alat Pengumpul
•
Menghitung jumlah alat pengumpul (gerobak/becak sampah/motor
sampah/mobil bak) kapasitas 1 m3 di perumahan
Keterangan:
A
=
Jumlah Rumah Mewah
B
=
Jumlah Rumah Sedang
C
=
Jumlah Rumah Sederhana
D
=
Jumlah Jiwa di Rumah susun
Jj
=
Jumlah jiwa per rumah
Ts
=
Timbulan sampah (L/orang atau unit/hari)
(Kota Besar = 3 L/org/hari; Kota Kecil = 2,5 L/org/hari)
Kk
=
Kapasitas Alat Pengumpul
Fp
=
Faktor pemadatan alat = 1,2
Rk
=
Ritasi alat pengumpul
131
LAMPIRAN II
•
Menghitung jumlah alat pengumpulan secara langsung (Truk)
Menghitung Kebutuhan Personil Pengumpul
Keterangan:
JAP
= Jumlah Angkutan Pengumpul Perumahan
JT
= Jumlah Truk
Perencanaan Operasional Pengumpulan
Perencanaan operasional pengumpulan sebagai berikut:
132
•
Ritasi antara 1 sampai dengan 4 kali per hari;
•
Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dan kondisi
komposisi sampah, yaitu:
◦◦
Semakin besar persentasi sampah yang mudah terurai, periodisasi
pengumpulan sampah menjadi setiap hari,
◦◦
Untuk sampah guna ulang dan sampah daur ulang, periode
pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan,
dapat dilakukan 3 hari sekali atau lebih; dan
◦◦
Untuk sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3 serta sampah
lainnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
•
Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap;
•
Mempunyai petugas pelaksanaan yang tetap dan dipindahkan secara
periodik;
•
Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah.
4. Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Sistem Pengangkutan
Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan
operasi yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir dari suatu siklus
pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan
pola individual langsung atau dari tempat pemindahan/penampungan
sementara (TPS, TPS 3R, SPA) atau tempat penampungan komunal sampai
ke tempat pengolahan/pemrosesan akhir (TPA/TPST).
a. Metode Pemindahan dan Pengangkutan
•
Pengaturan jadwal pemindahan dan pengangkutan sesuai dengan jenis
sampah terpilah dan sumber sampah; dan
•
Penyediaan sarana pemindahan dan pengangkut sampah terpilah.
b. Pola Pengangkutan
Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem
pengumpulan sampah. Jika pengumpulan dan pengangkutan sampah
menggunakan
sistem
pemindahan (TPS/TPS 3R) atau sistem tidak
langsung, proses pengangkutannya dapat menggunakan sistem
kontainer angkat (Hauled Container System =HCS) dan sistem kontainer
tetap (Stationary Container System = SCS). Adapun penjelasan dari dua
proses tersebut adalah sebagai berikut.
•
Sistem Kontainer Angkat (Hauled Container System = HCS)
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola
pengangkutan yang digunakan dengan sistem pengosongan kontainer
dapat dilihat pada gambar berikut.
133
LAMPIRAN II
Gambar 2. Sistem Kontainer Angkat
Proses pengangkutan:
•
◦◦
Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju
lokasi kontainer isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung
membawanya ke TPA;
◦◦
Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
kontainer isi berikutnya; dan
◦◦
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Sistem Pengangkutan dengan Kontainer Tetap (Stationary Container System
(SCS))
Sistem ini biasanya digunakan untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa
truk kompaktor secara mekanis atau manual.
Pengangkutan dengan SCS mekanis yaitu :
134
◦◦
Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan
kedalam truk kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.
◦◦
Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk
kemudian menuju TPA.
◦◦
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Gambar 3. Sistem Kontainer Tetap
Pengangkutan dengan SCS manual yaitu :
◦◦
Kendaraan dari pool menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk
kompaktor atau truk biasa.
◦◦
Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian
menuju TPA.
◦◦
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
135
LAMPIRAN II
Gambar 4. Pengangkutan SCS Manual
Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah
Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung
pengangkutan dengan system HCS adalah:
a. Pickup (PHCS): Waktu yang diperlukan untuk menuju lokasi kontainer
berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya,
waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk mengembalikan
kontainer kosong (rit).
b. Haul (h) : Waktu yang diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut kontainernya.
c. At-site (s) : Waktu yang digunakan untuk menunggu di lokasi.
d. Off-route (W) : Non produktif pada seluruh kegiatan operasional: Waktu untuk
checking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-lain.
•
Menghitung haul time (h)
h = a + b.x
……………………………………… (1)
Keterangan :
a
= Empirical haul time constant, h/trip
b
= Empirical haul time constant, h/trip
x
= Jarak rata-rata, Km/trip
Nilai a dan b diperoleh dari data pengumpulan sampah secara
136
aktual, tergantung pada kondisi masing-masing daerah. Faktor yang
mempengaruhi antara lain peraturan lalu lintas, kondisi jalan, jam sibuk
dan lain-lain.
•
Menghitung PHcs
PHCS = pc+uc+dbc
………………………………………....……(2)
Keterangan :
•
Pc
= Waktu mengambil kontainer penuh, j/trip
Uc
= Waktu untuk meletakkan kontainer kosong, j/trip
Dbc
= Waktu antara lokasi, jam/trip
Menghitung waktu per trip
THCS = PHCS+ h + s ………………………………………………..(3)
Keterangan :
h
= Waktu yang diperlukan menuju lokasi yang akan diangkut kontainernya
S
= Waktu yang digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = Pick up time
•
Menghitung jumlah trip per hari :
Nd = [ H (1-W) – (t1+t2) ]/THcs ………………………………….(4)
Keterangan:
Nd
= Jumlah trip, trip/hari
H
= Waktu kerja perhari, jam
t1
= Dari garasi ke lokasi pertama
t2
= Dari lokasi terakhir ke garasi
W
= faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional)
Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung
pengangkutan dengan sistem SCS adalah :
•
Pickup (Pscs)
•
Haul (h)
: Waktu yang diperlukan untuk memuat sampah dari lokasi
pertama sampai lokasi terakhir.
: Waktu yang diperlukan menuju TPS/TPA dari lokasi pengumpulan
terakhir.
137
LAMPIRAN II
•
At-site (s) : Waktu yang digunakan untuk menunggu di lokasi.
•
Off-route (W) : Nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional : Waktu untuk
checking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-lain.
e. Pengumpulan Mekanis
•
Menghitung haul time (h)
h = a + b.x ……………………………………….. (5)
Dimana :
a
= Empirical haul time constant, h/trip
b
= Empirical haul time constant, h/trip
x
= Jarak rata-rata, mil/trip
Nilai a dan b diperoleh dari data pengumpulan sampah secara
aktual, tergantung pada kondisi masing-masing daerah.
Faktor yang mempengaruhi antara lain peraturan lalu lintas, kondisi jalan,
jam sibuk dan lain-lain.
•
Menghitung Pscs
Pscs = Ct(uc) + (np - 1)(dbc) ……………………………………… (6)
Keterangan:
•
Ct
= Jumlah kontainer dikosongkan pertrip, kon/trip
uc
= Waktu rata-rata untuk mengosongkan kontainer, jam/kon
np
= Jumlah kontainer dikosongkan pertrip, lok/trip
dbc
= Waktu antar lokasi, jam/lok
Menghitung jumlah kontainer yang dapat dikosongkan
Ct = v.r/c.f ……………………………………… (7)
Dimana :
138
v
= Volume alat angkut, m3/trip
r
= Rasio pemadatan
c
= Volume kontainer, m3/kon
f
= Faktor utilisasi berat kontainer
•
Menghitung waktu per trip
Tscs = Pscs + h + s
……………………………….. (8)
Keterangan:
•
h
= Waktu yang diperlukan menuju lokasi yang akan diangkut kontainernya
s
= Waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
Pscs
= Pick up time
Jumlah trip/hari
Nd = Vd/v.r ………………………………….. (9)
Keterangan:
•
v
= Volume alat angkut, m3/trip
r
= Rasio pemadatan
Vd
= Jumlah sampah perhari (m3/hari)
Waktu kerja /hari
H = [(t1+t2) + Nd (Tscs)]/(1 - W) ……………………………. (10)
Dimana :
f.
Nd
= Jumlah trip, trip/hari
H
= Waktu kerja perhari, jam
t1
= Dari garasi ke lokasi pertama
t2
= Dari lokasi terakhir ke garasi
W
= Faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional)
Pengumpulan manual
Np = 60 Pscs n/tp ………………………………………. (11)
Dimana :
Np = Jumlah lokasi/trip
60 = Konversi jam ke menit, 60 menit/jam
n
= Jumlah pengumpul
tp = Waktu pengambilan per lokasi
139
LAMPIRAN II
tp tergantung : Waktu antar lokasi, jumlah kontainer per lokasi, % jarak rumah
ke rumah
tp = dbc + kiCn + k2 (PRH) ……………………………. (12)
Dimana :
k1 = Konstanta waktu pengambilan perkontainer, menit/kontainer
k2 = Konstanta waktu pengambilan dari halaman rumah, menit/kontainer
Cn = Jumlah kontainer per lokasi
PRH= Rear-house pickup locations, persen
Perencanaan Penentuan Sarana Pengangkutan
Peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala
kota harus memiliki persyaratan sebagai berikut :
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, agar sampah tidak
berceceran di jalan.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter.
3. Sebaiknya ada alat pengungkit.
4. Tidak bocor, agar llndi tidak berceceran selama pengangkutan.
5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui.
6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan.
Jenis Peralatan dapat berupa :
1. Dump Truck
2. Arm Roll Truck
3. Compactor Truck
4. Trailer Truck
5. Penyediaan TPS
TPS merupakan landasan pemindahan yang dapat dilengkapi dengan ramp
dan kontainer. TPS harus memenuhi kriteria teknis antara lain:
a. Luas TPS, sampai dengan 200 m2
140
b. Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5
(lima) jenis sampah
c. Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan merupakan
wadah permanen
d. Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam
e. Penempatan tidak mengganggu estetika dan lalu lintas
f.
TPS harus dalam keadaan bersih setelah sampah diangkut ke TPA
g. Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan, mudah diakses dan tidak
mencemari lingkungan.
h. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
6. Penyediaan TPS 3R, SPA, TPST
Penyediaan TPS 3R, SPA, dan TPST mengacu kepada:
•
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; dan
Persyaratan TPS 3R :
•
Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2
•
Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan sampah di TPS 3R
bukan merupakan wadah permanen.
•
Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5
(lima) jenis sampah.
•
Penempatan lokasi TPS 3R sedekat ,mungkin dengan daerah pelayanan
dalam radius tidak lebih dari 1 km.
•
TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik,
gudang, zona penyangga (buffer zone) dan tidak mengganggu estetika
serta lalu lintas.
•
Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah.
•
Lokasi TPS 3R:
◦◦
Luas TPS 3R bervariasi. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan
pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas 1000 m2. Sedangkan
untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPS 3R
dengan luas 200-500 m2.
◦◦
TPS 3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau
141
LAMPIRAN II
tanpa proses pemilahan sampah di sumber.
•
◦◦
TPS 3R dengan luas <500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam
keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50%.
◦◦
TPS 3R dengan luas <200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah
tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.
Persyaratan Teknis TPST:
◦◦
Luas TPST, lebih besar dari 20.000 m2
◦◦
Penempatan lokasi TPST dapat di dalam kota dan atau di TPA;
◦◦
Jarak TPST ke permukiman terdekat paling sedikit 500 m;
◦◦
Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi sebagaimana
halnya SPA skala lingkungan hunian; dan
◦◦
Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan
sampah, pengendalian pencemaran lingkungan, penanganan residu,
dan fasilitas penunjang serta zona penyangga.
7. Lokasi TPA
Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang
ada (SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA dan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19 Tahun 2002 tentang Pedoman Penataan
Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah.
Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian:
a. Kriteria regional: Kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau
zona tidak layak sebagai berikut:
•
•
142
Kondisi geologi.
◦◦
Tidak berlokasi di zona holocene fault; dan
◦◦
Tidak boleh di zona bahaya geologi.
Kondisi hidrogeologi.
◦◦
Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dan 3 meter;
◦◦
Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dan 10-6 cm/det;
◦◦
Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dan 100 meter di hilir
aliran;
◦◦
Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas,
maka harus diadakan masukan teknologi;
◦◦
Kemiringan zona harus kurang dan 20 %;
◦◦
Jarak dan lapangan terbang harus lebih besar dan 3.000 meter untuk
penerbangan turbo jet dan harus Iebih besar dan 1.500 meter untuk jenis
lain; dan
◦◦
Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun;
b. Kriteria penyisih: Kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu
terdiri dan kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
•
Iklim
◦◦
Hujan: Intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik; dan
◦◦
Angin: Arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin
baik.
•
Utilitas: Tersedia lebih lengkap dinilai makin baik.
•
Lingkungan biologis:
•
•
◦◦
Habitat: Kurang bervariasi, dinilai makin baik; dan
◦◦
Daya dukung: Kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai
makin baik.
Kondisi tanah
◦◦
Produktifitas tanah: Tidak produktif dinilai lebih tinggi; dan
◦◦
Kapasitas dan umur: Dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih
lama dinilai lebih baik.
Ketersediaan tanah
◦◦
Penutup : Mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik; dan
◦◦
Status tanah : Makin bervariasi dinilai tidak baik.
c. Kriteria Lainnya
•
Demografi: Kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;
•
Batas administrasi: Dalam batas administrasi dinilai semakin baik;
•
Kebisingan: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
•
Bau: Semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
•
Estetika: Semakin tidak terlihat dan luar dinilai semakin baik; dan
143
LAMPIRAN II
•
Ekonomi: Semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton)
dinilai semakin baik.
8. Sistem Teknologi Pengolahan Sampah
Meliputi penjelasan tentang sistem teknologi pengolahan sampah yang akan
dikerjasamakan melalui skema kerjasama KPBU. Jenis Pengolahan sampah
meliputi :
a. Transformasi Fisik
•
Pemisahan komponen sampah.
•
Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi.
•
Mereduksi ukuran dari sampah dengan proses pencacahan.
b. Transformasi Biologi
•
Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme
untuk mendekomposisi sampah menjadi bahan stabil yaitu kompos. Teknik
biotransformasi yang umum dikenal adalah: komposting secara aerobik dan
penguraian secara anaerobik.
c. Transformasi Kimia
•
Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan prinsip
proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah dapat
didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa gas,
cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas.
9. Pemrosesan Akhir
Berikut ini adalah beberapa contoh pilihan teknologi yang dapat dilakukan
kerjasama dalam skema KPBU pada sarana ITF (Intermediate Treatment Facility)
dan pada sarana di TPA antara lain:
144
•
Anaerobic Digester,
•
Mechanical Biological Treatment (MBT),
•
Insinerasi,
•
Pirolisis,
•
Gasifikasi,
•
Waste to Energy (WtE) untuk pemanfaatan tenaga listrik,
•
Refuse Derived Fuel (RDF) mengubah fraksi sampah yang mudah terbakar
dari limbah padat untuk dijadikan bahan bakar.
Fasilitas WtE berupa insenerasi umumnya merupakan solusi akhir pengolahan
sampah dengan residu berupa abu terbang (fly ash). Fasilitas WtE lainnya
melibatkan proses MBT dapat dianggap sebagai fasiltas pengolahan antara
(intermediate) dengan produk seperti RDF, SRF, dan CLO yang membutuhkan
penanganan atau pemrosesan lanjut untuk diambil nilai ekonomisnya dari
produk yang dihasilkan.
Proses MBT ini merupakan gabungan operasi pra-pengolahan (pre treatment),
perlakuan mekanikal dan/atau biologis dan pasca pengolahan (post treatment).
Dari segi keekonomian MBT dianggap lebih ekonomis dan fleksibel terhadap
variasi kualitas sampah input.
SPESIFIKASI KELUARAN
Spesifikasi keluaran menggambarkan output yang harus dipenuhi oleh Badan
Usaha Pelaksana (BUP) dalam pengelolaan sampah. Kesepahaman dan
persepsi yang sama antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana yang akan
melakukan kerjasama diperlukan untuk menjamin pengelolaan sampah yang
berkesinambungan dan sesuai target.
Salah satu contoh sebagai referensi, spesifikasi keluaran yang diatur dalam KPBU
untuk pengelolaan sampah WtE (Waste to Energy) dengan teknologi insinerator
adalah:
Contoh Spesifikasi Teknis yang Diatur Dalam Perjanjian KPBU
Spesifikasi Teknis
Keterangan
•
•
•
Jenis sampah
Jumlah timbunan per hari
Nilai bakar desain
•
•
•
Metode pengangkutan sampah
Waktu pengiriman
Kapasitas penyimpanan bunker
Sistem grate dan boiler
•
•
•
•
•
Jumlah baris incinerator
Jumlah turbin
Sistem ramah lingkungan
Parameter uap
Efisiensi pembakaran
Siklus air – uap
Teknologi
Suplai sampah
Pengangkutan
penyimpanan
sampah
dan
145
LAMPIRAN II
Spesifikasi Teknis
Pemindahan abu bawah dan residu
Keterangan
•
•
•
•
Flue Gas Treatment (FGT) dan Water •
Treatment
•
•
Kondisi saat pemindahan
Metode pemindahan
Batas emisi
Tinggi cerobong
Kesesuaian
dengan
baku
lingkungan
Desain furnace
Sistem pengolahan air limbah
mutu
Umur ekonomis fasilitas
Luas bangunan
Desain system
Material
Contoh Spesifikasi RDF yang dihasilkan pada rancangan pabrik semen mengacu
kepada spesifikasi yang dipersyaratkan oleh industri semen seperti sebagai
berikut :
Contoh Spesifikasi RDF untuk Industri Semen
Quality Parameter
Calorific Value (kcal/kg)
Particle size (mm)
Moisture content (%)
Chlorine (%)
146
Specification
Min 3000
20 - 40
< 20
<1
Disamping itu juga ada izin Pemanfaatan Limbah B3 KepmenLH di industri semen
menyebutkan bahwa pemenuhan kriteria pemanfaatan yang dimaksud adalah
memenuhi nilai kalori ≥ 2500 kkal/kg dan/atau memenuhi mineral ≥ 50% dan
memenuhi batasan logam berat sebagai berikut :
Tabel 3. Kandungan Maksimum Pengotor dalam Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun Sebelum Dimanfaaatkan sebagai Subtitusi Bahan Bakar dan/atau
Subtitusi Bahan Baku Semen
No.
Parameter
Kandungan Maksimum
Satuan
1.
Arsen (As)
≤ 15
ppm
2.
Cadmium (Cd)
≤ 10
ppm
3.
Chromium (Cr)
≤ 1500
ppm
4.
Lead (Pb)
≤ 500
ppm
5.
Merkuri (Hg)
≤ 1,5
ppm
6.
Thalium (Tl)
≤2
ppm
7.
Antimoni (Sb)
≤ 120
ppm
8.
Cobalt (Co)
≤ 12
ppm
9.
Nikel (Ni)
≤ 100
ppm
10.
Copper (Cu)
≤ 1000
ppm
11.
Vanadium (V)
≤25
ppm
Catatan : Laju umpan limbah maksimum 20 (dua puluh) ton/jam per kiln untuk
subtitusi bahan bakar dan 30 (tiga puluh) ton/jam per kiln untuk subtitusi bahan
baku (laju umpan secara pro rata).
Tabel 4. Contoh Spesifikasi RDF untuk kebutuhan Power Plant
Fuel, Derived from
MSW (RDF) for the
Plant
Coal for Plants in
the Energy Sector
Mm
35 : 200
10 ÷ 20
MJ/kg
14 : 21
13 ÷ 22
Humidity
weight %
< 25
< 15
Ash
weight %
< 20
< 12
0,75
1 ÷ 1,1
Characteristics
Size of material
Harmful substances
Calorific value
Average value of harmful component
Chlorine (Cl)
weight %
Sulphur (S)
weight %
0,75 ÷ 1
147
LAMPIRAN II
Fuel, Derived from
MSW (RDF) for the
Plant
Characteristics
Coal for Plants in
the Energy Sector
Fluor (F)
weight %
0,05 ÷ 0,1
Cadmium (Cd)
mg/kg CB
4,0
3÷4
Mercury (Hg)
mg/kg CB
0,6
0,6
Thalium (Tl)
mg/kg CB
1,0
1,0
Arsenic (As)
mg/kg CB
5,0
5÷9
Cobalt (Co)
mg/kg CB
6,0
6÷8
Nickel (Ni)
mg/kg CB
25
50 ÷ 80
Lead (Pb)
mg/kg CB
70
50 ÷ 190
Chromium (Cr)
mg/kg CB
40
40 ÷ 125
Copper (Cu)
mg/kg CB
100
100 ÷ 350
Manganese (Mn)
mg/kg CB
50
50 ÷ 250
Antimony (Sb)
mg/kg CB
25
25 ÷ 50
Vanadium (V)
mg/kg CB
10
10
Tin (Sn)
mg/kg CB
30
10 ÷ 30
Zinc (Zn)
mg/kg CB
Alumunium (Al)
mg/kg CB
10. Perhitungan Sarana dan Prasarana
Menjelaskan tentang kebutuhan sarana prasrana yang akan disediakan oleh
PJPK maupun pihak Badan Usaha Pelaksana dalam melakukan kerjasama KPBU.
148
Download