TRANSFORMASI WAJAH WILAYAH PERBATASAN JAWA TIMUR, DARI WILAYAH TERBELAKANG MENJADI POROS EKONOMI BARU Oleh: Gunawan Dwi Yulian, ST (Praktisi Perencana Kota – IAP Jawa Timur) 1. Pendahuluan Membicarakan wilayah perbatasan selalu identik dengan isu ketertinggalan, kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur, tidak terkecuali pada wilayah perbatasan Propinsi Jawa Timur. Secara geografis, terdapat 6 kabupaten yang berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan. Dari sudut pandang ekonomi, Kabupaten yang ada di perbatasan pertumbuhan ekonominya berada dibawah angka pertumbuhan propinsi (<5,52), demikian halnya dengan kondisi pendapatan perkapita (<41,775) dan Indeks Pembangunan Manusia (<71.50) juga berada di bawah rata-rata propinsi, kecuali pada kabupaten Bojonegoro. Kondisi yang berbeda pada Kabupaten Bojonegoro tidak lepas dari adanya kegiatan dengan eskalasi dampak ekonomi yang besar yaitu eksplorasi migas. Daerah dengan basis ekonomi disektor pertanian, perkebunan dan kehutanan seperti Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan dan Tuban seringkali mengalami tekanan karena sebagian besar ouput yang dihasilkan dari sektor tersebut langsung didistribusikan ke pusat-pusat perkotaan utama di jawa timur sehingga nilai produk pertanian di daerah tersebut menjadi lebih rendah. Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi juga dilakukan dengan mengembangkan sektor lain seperti pariwisata, tetapi belum memberikan dampak yang signifikan karena simpul destinasi yang ada relatif baru berkembang sehingga belum mampu menarik wisatawan dalam skala besar seperti halnya simpul destinasi wisata lain yang lebih popular di Jawa Timur. 2. Dinamika Perkotaan Metropolitan Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Wilayah Perbatasan Upaya pengembangan fungsi dan infrastruktur di wilayah Gerbangkertosusila maupun Malang Raya, memberikan pengaruh terhadap semakin meningkatnya kegiatan investasi di wilayah tersebut. Hal ini semakin memperkuat asumsi dari teori grafitasional dimana kedekatan sebuah daerah terhadap lokasi pusat ekonomi akan mempengaruhi keputusan penting dalam pengembangan kota dan kegiatan ekonominya. a. Keputusan menetapkan lokasi investasi para pelaku usaha Keputusan untuk berinvestasi di daerah yang dekat dengan pusat ekonomi lainnya memberi keuntungan yang tinggi bagi para pelaku usaha. Kemudahan akses terhadap kegiatan pendukung usaha, kedekatan dengan pasar dan pusat distribusi menjadi sebuah keniscayaan yang tidak menuntut kalkulasi variabel ekonomi rumit. Kecenderungan tersebut nampak dari data investasi di Jawa Timur pada tahun 2018 dimana sebagian besar investasi berskala besar (PMA) terjadi di wilayah perkotaan Gerbang Kertosusila (Gresik, Bangkalan, Kota dan Kabupaten Mojokerto, Surabaya dan Lamongan) dan wilayah hinterlandnya (Kabupaten Jombang, Kota dan Kabupaten Pasuruan). Investasi di wilayah Gerbang Kertosusila dan hinterlandnya secara kumulatif sebesar 1522 proyek sedangkan di wilayah perbatasan 58 proyek (Sumber: DPM & PTSP Propinsi Jawa Timur 2018). Gambar 1. Kecenderungan Lokasi Investasi di Jawa Timur b. Keputusan politik (gubernur, bupati/walikota) Kepala Daerah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan ekonomi wilayah, Kebijakan dan strategi kepala daerah dalam hal pemerataan pembangunan membutuhkan sisi keseimbangan ekonomi yang memadai. program pembangunan infrastruktur menuju pusat-pusat ekonomi di perkotaan utama juga seharusnya diikuti dengan dorongan investasi kegiatan ekonomi di wilayah-wilayah yang belum berkembang meski keseimbangan tersebut membawa konsekuensi investasi pemerintah di bidang infrastruktur menjadi sangat besar disertai dengan dukungan stimulus fiskal. Kebijakan pemerataan pembangunan dapat bersifat target oriented, mulai dengan pengembangan kluster ekonomi baru melalui penetapan prioritas investasi berbasis sector primer (pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan hutan) ke daerah daerah sentra produksi. capaian program pembangunan tersebut dikendalikan secara ketat melalui rencana aksi (action plan) dan monitoring sehingga kendala dalam proses pembangunan dapat diselesaikan secara cepat. Skenario pengembangan wilayah perbatasan dan wilayah lain yang mengalami stagnasi kegiatan ekonomi secara nyata akan menghadapi tantangan dari strategi pemerintah kabupaten/kota di wilayah Gerbang Kertosusila dan Malang raya yang secara bersamaan meningkatkan alokasi ruang dan infrastruktur kota untuk mendorong dan menarik investasi. Hal tersebut pada dasarnya dapat diselesaikan melalui penetapan kebijakan struktur ruang dan pola ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur. 3. Transformasi Wajah Ekonomi Wilayah Perbatasan Jawa Timur Upaya merubah wajah wilayah perbatasan jawa timur mulai terbuka seiring dengan munculnya Perpres 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusila (GKS), Bromo Tengger semeru (BTS), Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. Peraturan ini tidak hanya focus menyelesaikan kesenjangan wilayah karena persoalan akses, tetapi mencakup infrastruktur ekonomi yang memperkuat posisi daerah, seperti pengembangan kawasan industri, pembangunan waduk dan Bendungan (untuk pertanian, SPAM dan pengendalian banjir), SPAM regional, Pasar Induk dan lain sebagainya. Daerah basis pertanian, perkebuhan dan kehutanan di wilayah perbatasan seperti Ngawi, Tuban, Bojonegoro, Magetan, Ponorogo dan Pacitan dapat bekerjasama mengembangkan kluster industry pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan di wilayahnya masing-masing tanpa perlu mengirim hasil komoditinya ke perkotaan utama (GKS dan Malang raya). Gambar 2 Kecenderungan Pergerakan Barang Dari Daerah Menuju Pusat Perkotaan Utama Realisasi program pembangunan ekonomi pemerintah akan mendorong pelaku usaha berani berinvestasi di sektor primer di daerah sentra produksi yang tersebar di wilayah perbatasan Propinsi Jawa Timur. Masuknya kegiatan ekonomi disektor primer dalam eskalasi yang besar akan menjadi penggerak ekonomi dan merubah wajah wilayah perbatasan dari wilayah tertinggal menjadi poros ekonomi baru di Jawa Timur. Pemerintah Daerah seyogyanya proaktif membangun komunikasi dengan pemerintah maupun pelaku usaha, pertama dimulai dengan pengintegrasian rencana tata ruang wilayah kabupaten dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan antar wilayah kabupaten yang berbatasan. kedua Melakukan kalkulasi daya dukung ruang, infrastruktur dan kapasitas produksi komoditi pertanian, perkebunan dan kehutanan sebagai input kelayakan pengembangan kegiatan pengolahan di daerah. Ketiga, Memetakan bersama kendala daya dukung lingkungan di masing-masing wilayah yang bersepakat membangun komitmen kerjasasama antar daerah agar satu sama lain dapat bersinergi menyelesaikan permasalahan.