Uploaded by Aisyah Khoirunnisa

2591-Article Text-9243-1-10-20210930

advertisement
Mind Set Edisi Khusus TIN, September 2021, hal. 51-62
ISSN 2685-3620 (Online)
ISSN 2086-1966 (Printed)
Vol. 1, No. 1
Hati-hati dengan Berita Konspirasi: Studi Pengaruh Terpapar Berita
Konspirasi COVID-19 terhadap Persepsi Risiko dan Kepatuhan terhadap
Protokol Kesehatan
Keep an Eye out of Conspiracy News: Study of Exposed to Conspiracy of
COVID-19 to Risk Perception and Adherence to the Health Protocol
NURI SADIDA1, FATHIYAH FAIHA FAISAL
Fakultas Psikologi, Universitas YARSI
Email: 1nuri.sadida@gmail.com
Diterima 31 Juli 2021, Disetujui 11 Agustus 2021
Abstrak: Pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera hilang di Indonesia
hingga tahun 2021. Di sisi lain, terdapat fenomena maraknya berita di media sosial tentang COVID19 sebagai bentuk konspirasi. Dikhawatirkan maraknya berita tentang COVID-19 sebagai konspirasi
dapat melemahkan persepsi risiko dan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, yang dapat
memperlama penyelesaian pandemi di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat apakah terdapat peran dari terpapar berita konspirasi COVID-19 terhadap persepsi risiko dan
kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimental yang dilakukan menggunakan media daring. Partisipan yang direkrut adalah partisipan
dengan usia dewasa muda, sejumlah 112 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
partisipan yang terpapar berita konspirasi COVID-19, yaitu partisipan yang berada dalam kelompok
eksperimen, memiliki persepsi risiko yang lebih rendah dibandingkan partisipan yang tidak terpapar
berita konspirasi COVID-19 atau partisipan yang berada dalam kelompok kontrol (U=1997,5,
p=0,011). Selain itu, dalam penelitian ini juga terlihat bahwa persepsi risiko memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
seseorang yang terpapar berita konspirasi COVID-19 memiliki persepsi risiko yang lebih rendah, dan
seseorang yang memiliki persepsi risiko yang lebih rendah umumnya memiliki kepatuhan terhadap
protokol kesehatan yang juga rendah. Implikasi dan keterbatasan dibahas lebih lanjut dalam artikel.
Kata kunci: kepatuhan terhadap protokol kesehatan, konspirasi COVID-19, persepsi risiko, terpapar
media sosial
Abstract: Until 2021, the COVID-19 epidemic has shown no indications of fading in Indonesia. On
the other hand, there is a growing amount of talk on social media concerning COVID-19 being a
hoax. The distribution of information regarding COVID-19 as a conspiracy is considered to have
weakened public perceptions of risk and cooperation with health regulations, potentially delaying the
end of the pandemic in Indonesia. As a result, the goal of this study was to determine the impact of
COVID-19 news exposure on risk perception and adherence to health protocols. This study used an
experimental research approach that was carried out via online media. A total of 112 people were
recruited as participants, all of them were young adults. The findings of this study show that
participants who were exposed to news of the COVID-19 conspiracy, i.e., those in the experimental
group, had a lower risk perception than those who were not exposed to news of the COVID-19
conspiracy or those in the control group (U=1997.5, P=.011). Furthermore, risk perception has a
substantial favorable link with adherence to health procedures, according to this study. This indicates
that someone who has heard of the COVID-19 conspiracy has a lower risk perception, and that
someone with a lower risk perception is less likely to follow health protocols. The essay goes into
greater detail on the implications and limitations.
Keywords: adherence to health protocol, COVID-19 conspiracy, exposed to social media, risk
perception
52
Mind Set
Vol. 1, No. 1
Serikat, peredaran informasi yang salah
PENDAHULUAN
Selama
beberapa
tahun
terakhir,
tentang COVID-19 menyebabkan sebagian
pengguna media sosial di Indonesia meningkat
masyarakat
pesat (APJII, 2017). Sayangnya, seiring
pencegahan
dengan peningkatan penggunaan media sosial,
seperti mencuci makanan dengan pemutih,
meningkat pula perilaku negatif di media
menggunakan produk desinfektan langsung ke
sosial seperti maraknya ujaran kebencian
kulit,
(Haryanto, 2019). Ujaran kebencian adalah
desinfektan secara langsung (Gharpure dkk.,
segala bentuk kata-kata yang dilontarkan
2020). Penelitian lain juga menyebutkan
untuk menggambarkan orang lain menjadi
bahwa mengakses berita misinformasi dapat
tampak negatif karena jenis kelaminnya,
menyebabkan
etnisnya,
vaksin
keyakinan
seksualnya,
dan
agamanya,
disabilitas
orientasi
fisik
dan
mempraktikkan
COVID-19
atau
yang
menghirup
berbahaya,
aroma
masyarakat
(Marshall,
perilaku
2015).
ragu
Di
produk
terhadap
Indonesia,
terdapat fenomena bahwa berita tentang
mentalnya, yang dapat memancing kebencian
konspirasi
dan kekerasan dari orang lain (Copsey, Dack,
masyarakat menjadi bingung, kemudian tidak
Littler, & Feldman, 2013). Ujaran kebencian
menganggap pentingnya mematuhi anjuran
dapat berdampak negatif pada level individu
pemerintah untuk menjaga social distancing
maupun level kelompok. Pada level individu,
serta patuh terhadap protokol kesehatan
ujaran kebencian dapat meningkatkan stres
(RMOLNETWORK, 2020) Hal ini dapat
emosional, depresi dan merasa terisolasi
disebabkan karena konten ujaran kebencian
(Awan & Zempi, 2015). Pada level kelompok
terkait COVID-19 menyebabkan rendahnya
masyarakat,
dapat
persepsi risiko seseorang. Persepsi risiko
budaya
didefinisikan sebagai penilaian subjektif yang
dan
dibuat individu tentang karakteristik dan
menyebabkan
diskriminatif,
ujaran
kebencian
berkembangnya
tindakan
intoleran,
polarisasi antar kelompok (SELMA, 2019).
Siapapun dan kelompok sosial apapun
COVID-19
menyebabkan
tingkat keparahan suatu risiko (Darker &
Whittaker,
2018).
Kesimpulan
tersebut
dapat menjadi objek ujaran kebencian di
diambil dari penelitian yang dilakukan oleh
media sosial. Tidak peduli apakah individu
Shahin dan
atau kelompok tersebut memiliki status yang
penelitian tersebut dijelaskan bahwa seseorang
tinggi di masyarakat. Salah satu objek ujaran
dengan persepsi risiko yang memadai lebih
kebencian adalah pemerintah, dan salah satu
aktif melakukan tindakan preventif agar tidak
isu yang digunakan dalam ujaran kebencian
terkena COVID-19. Oleh karena itu, apabila
yang cukup marak saat pandemi adalah bahwa
persepsi risiko terpengaruh oleh paparan
COVID-19 adalah konspirasi pemerintah.
ujaran kebencian tentang konspirasi COVID-
Kualitas
19, maka hal ini dapat mempengaruhi
informasi
yang
beredar
dapat
mempengaruhi sikap masyarakat terhadap
COVID-19. Sebagai contoh, di Amerika
kepatuhan
Hussien (2020), dimana pada
masyarakat
terhadap
protokol
Mind Set
SADIDA DAN FAISAL
53
kesehatan, yang pada akhirnya menyebabkan
kebijakan dari pemerintah, dan akibatnya
COVID-19 semakin sulit untuk ditangani.
membuat
masyarakat
enggan
mengikuti
Lebih lanjut, penjelasan mengapa
kebijakan yang datang dari pemerintah, seperti
seseorang yang terpapar konten konspirasi
mematuhi protokol kesehatan dan social
COVID-19
protokol
distancing (Hameleers & van der Meer, 2020).
kesehatan atau social distancing adalah karena
Selain itu, alasan mengapa terpapar
seseorang yang terpapar ujaran kebencian
ujaran kebencian terkait konspirasi COVID-19
dapat
dapat menurunkan tingkat persepsi risiko
menolak
mematuhi
mengembangkan
menimbulkan
prasangka
ketidakpercayaan
dan
terhadap
individu
adalah
objek ujaran kebencian (Soral, Bilewicz, &
kebencian
Winiewski,
2018).
Konten
emosional.
didefinisikan
sebagai
narasi
konspirasi
terpapar
menurunkan
Seseorang
ujaran
kepekaan
dengan
kondisi
yang
kepekaan emosional yang rendah memiliki
menjelaskan tentang sebab utama dari sebuah
persepsi risiko yang rendah. Hal ini sesuai
peristiwa karena aktor jahat yang saling
dengan penjelasan Soral dkk. (2018) yang
bekerja sama (Swami & Furnham, 2012).
mengatakan bahwa terpapar ujaran kebencian
Konten konspirasi menjadi salah satu konten
dapat menurunkan kepekaan emosional yang
ujaran kebencian yang sering digunakan oleh
dimiliki dan hal tersebut berpengaruh terhadap
kelompok
untuk
tingkat persepsi individu tersebut. Lebih lanjut
menyebarkan ide atau paham berbahaya,
menurut Warden, Warden, Huang, dan Chen
seperti
&
(2021), individu dengan kepekaan emosi yang
Matamoros-Fernández, 2016). Konten ujaran
rendah cenderung memiliki persepsi risiko
kebencian yang tidak terjamin akurasinya
yang juga rendah.
dapat
penyebar
paham
palsu
dapat
karena
kebencian
ekstrimis
menimbulkan
(Ben-David
atau
Persepsi risiko yang rendah juga dapat
pengetahuan yang salah akan objek ujaran
terjadi karena masih banyak masyarakat yang
kebencian, dan mispersepsi akan seseorang
belum memiliki pengetahuan yang tepat akan
atau sekelompok orang merupakan salah satu
bahaya
faktor
pengetahuan yang komprehensif lebih sadar
penyebab
mispersepsi
timbulnya
prasangka
(Abrams, 2010).
Hal
ini
COVID-19.
Individu
dengan
akan suatu risiko sehingga memiliki persepsi
sesuai
definisi
risiko yang lebih tinggi (Ding dkk., 2020). Hal
Matusitz (2012) bahwa prasangka yang
ini juga didukung penelitian lain yang
dimiliki
mengatakan bahwa individu yang memiliki
seseorang
dimotivasi
oleh
dengan
terhadap
rendahnya
orang
lain
pengetahuan
pengetahuan
yang
lebih
tinggi
tentang
seseorang akan orang lain tersebut. Tingginya
COVID-19 cenderung akan memiliki persepsi
prasangka
risiko yang tinggi pula (Iorfa dkk., 2020).
dan
rendahnya
kepercayaan
terhadap objek ujaran kebencian, dalam hal ini
Salah satu faktor yang menghambat
pemerintah, akan membuat seseorang menjadi
individu memiliki pengetahuan yang tepat
meragukan
tentang
pengambilan
keputusan
dan
COVID-19
dapat
dikarenakan
54
Mind Set
Vol. 1, No. 1
seseorang terpapar berita yang tidak tepat
terbanyak dalam menggunakan sosial media.
tentang COVID-19, misalnya berita bahwa
Selain itu, mereka yang berada di usia muda
COVID-19
konspirasi.
dianggap memiliki literasi digital yang cukup
Penelitian mengatakan bahwa terpapar ujaran
baik bila dibandingkan dengan generasi yang
kebencian dapat mengakibatkan individu tidak
lebih tua. Hal ini sesuai dengan hasil survei
mencari kebenaran dari suatu informasi yang
dari Kemkominfo (2020) yang menyebutkan
didapat (Heller & Magid, 2018), sehingga
bahwa indeks literasi digital berkorelasi
apabila sering terpapar ujaran kebencian,
dengan usia lebih muda. Teknik pengambilan
seseorang akan mudah terpengaruh dengan
sampel pada penelitian ini adalah accidental
informasi yang didapat dan tidak aktif mencari
sampling.
kebenaran dari informasi tersebut.
berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 112
adalah
bentuk
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini
orang
Jumlah
dengan
53
partisipan
orang
di
yang
kelompok
adalah untuk melihat apakah terdapat peran
eksperimen, dan sisanya 59 di kelompok
dari terpapar berita konspirasi COVID-19
kontrol.
terhadap
persepsi
Desain
terhadap
protokol
risiko
dan
kepatuhan
kesehatan.
Hipotesis
penelitian.
menggunakan
Penelitian
pendekatan
ini
kuantitatif.
penelitian yang diangkat dalam penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini
adalah terdapat pengaruh negatif dari terpapar
adalah true experimental design yang dapat
konten
terhadap
digunakan untuk melihat hubungan sebab-
persepsi risiko dan kepatuhan masyarakat
akibat dalam suatu penelitian. Penelitian ini
terhadap protokol kesehatan. Penelitian ini
menggunakan randomized two-groups design,
penting untuk dilakukan mengingat belum ada
posttest only yaitu partisipan dibagi menjadi
penelitian
meneliti
dua kelompok dengan cara randomisasi.
pengaruh terpapar konten konspirasi COVID-
Kedua kelompok tersebut adalah kelompok
19 terhadap persepsi risiko dan kepatuhan
eksperimen dan kelompok kontrol yang
akan
nantinya akan diberikan perlakuan yang
konspirasi
yang
protokol
COVID-19
secara
khusus
kesehatan.
Sedangkan
permasalahan ini perlu ditelaah melalui riset
berbeda.
agar di kemudian hari dapat dirancang
Instrumen penelitian. Pada penelitian ini
intervensi psikologis untuk meningkatkan
pengukuran persepsi risiko menggunakan alat
kapasitas individu menghadapi konten negatif
ukur
di media sosial, khususnya konten tentang
dikembangkan oleh (Dryhurst dkk., 2020).
konspirasi.
Alat
METODE
Responden
COVID-19
ukur
ini
Risk
Perception
memiliki
6
bulir
yang
dan
unidimensional yang mengukur persepsi risiko
penelitian. Responden pada
akan COVID-19, dengan 3 bulir memiliki
penelitian ini adalah remaja akhir berusia 18-
skala 1-5 (1=Sangat Tidak Setuju, 5=Sangat
24 tahun (Sarwono, 2011). Alasan pemilihan
Setuju), dan 3 bulir memiliki skala 1-7.
usia tersebut karena usia tersebut adalah usia
Contoh bulir-bulir yang mengukur persepsi
Mind Set
SADIDA DAN FAISAL
55
risiko dengan skala 1-5 diantaranya “Seberapa
0,918. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur
setuju
ini memiliki reliabilitas yang baik.
atau
tidak
setuju
anda
dengan
pernyataan berikut „Virus COVID-19 tidak
Prosedur penelitian. Sebelum melakukan
akan mengenai banyak orang di Indonesia‟”.
pengambilan data, peneliti mengundang calon
Sedangkan contoh bulir yang diukur dengan
partisipan penelitian melalui broadcast media
skala 1-7 diantaranya adalah “Seberapa
chat dan media sosial. Calon partisipan yang
khawatir Anda akan tertular COVID-19?”.
tertarik mengikuti penelitian ini diminta untuk
Pilihan jawaban yang disediakan adalah 1-7
mengisi
(1=Sama Sekali Tidak Khawatir, 7=Sangat
consent) terlebih dahulu, setelah itu mereka
Khawatir). Reliabilitas alat ukur ini dihitung
diminta untuk memutar dadu virtual sebagai
dengan teknik konsistensi antar bulir Alpha
alat
Cronbach.
reliabilitas
mendapatkan angka ganjil setelah memutar
menunjukkan alat ukur ini memiliki nilai
dadu virtual, dimasukkan ke dalam kelompok
Alpha Cronbach 0,751, dengan rentang 0,66-
eksperimen.
0,764. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur
mendapatkan angka genap setelah memutar
ini memiliki reliabilitas yang baik.
dadu virtual, dimasukkan ke dalam kelompok
Alat
Hasil
ukur
pengujian
kepatuhan
lembar
persetujuan
randomisasi.
(informed
Partisipan
Sementara
partisipan
yang
yang
terhadap
kontrol. Setelah partisipan terkategori ke
protokol kesehatan diadaptasi dari alat ukur
dalam kelompok eksperimen atau kontrol,
sikap terhadap social distancing dari An dkk.
peneliti memberikan pilihan jadwal bagi
(2021). Alat ukur ini terdiri dari 14 bulir dan
partisipan untuk mengikuti pengambilan data
bertujuan untuk mengukur sikap terhadap
menggunakan media daring Zoom dan Google
menjaga jarak dengan orang lain di masa
Forms. Apabila partisipan terkategori ke
pandemi. Bulir-bulir terkait menjaga jarak
dalam kelompok eksperimen, maka partisipan
sosial kemudian diganti dengan istilah di
diberikan
dalam protokol kesehatan Mencuci tangan,
eksperimen. Sebaliknya, partisipan terkategori
Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi
ke dalam kelompok kontrol, diberikan jadwal
kerumunan, dan Mengurangi mobilitas (5M).
pengambilan data kontrol.
Salah satu bunyi bulir awal yang mengukur
Saat
jadwal
pengambilan
pengambilan
data,
data
baik
sikap terhadap kepatuhan menjaga jarak sosial
kelompok eksperimen maupun kelompok
yaitu “Menjaga jarak sosial memperlambat
kontrol diminta untuk mengisi kuesioner
penyebaran virus corona” diganti dengan
demografis
“Protokol 5M memperlambat penyebaran
diberikan stimulus berupa tangkapan layar
virus corona”. Reliabilitas alat ukur ini
warganet.
dihitung dengan tehnik konsistensi antar bulir
mendapatkan paparan komentar bernuansa
Alpha Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas
ujaran
menunjukkan alat ukur ini memiliki nilai
sedangkan kelompok kontrol mendapatkan
Alpha Cronbach 0,919, dengan rentang 0,907-
paparan komentar bernuansa positif atau
terlebih
dahulu,
Kelompok
kebencian
konspirasi
setelah
itu
eksperimen
COVID-19,
56
Mind Set
optimis
Vol. 1, No. 1
tentang
pengambilan
data,
COVID-19.
partisipan
Selama
Stimulus
eksperimen.
Stimulus
yang
dibebaskan
diberikan pada kelompok eksperimen adalah
untuk menyalakan atau mematikan kamera,
sepotong artikel di media sosial tentang
namun peneliti mendorong partisipan untuk
COVID-19, yang dikomentari oleh cuitan
menyalakan kamera video.
warganet yang bernuansa ujaran kebencian
Di akhir paparan stimulus, peneliti
dan mempercayai bahwa COVID-19 adalah
memberikan satu pertanyaan untuk menguji
konspirasi. Total komentar yang ditampilkan
seberapa terpapar partisipan dengan stimulus.
untuk
Pertanyaan tersebut adalah “Seberapa banyak
komentar. Pada Gambar 1 adalah tangkapan
komentar pengguna media sosial diatas yang
layar salah satu simulasi komentar warganet
tidak percaya akan adanya COVID-19?”.
yang percaya bahwa COVID-19 adalah
Pilihan jawaban yang diberikan peneliti adalah
konspirasi.
“Sebagian
kecil/
hanya
sedikit”,
kelompok
eksperimen
adalah
32
“50%
pengguna media sosial percaya dan 50% tidak
percaya”,
dan
“Sebagian
besar/
banyak
sekali”. Partisipan kelompok eksperimen yang
memilih jawaban “Sebagian kecil/ hanya
sedikit” atau “50% pengguna media sosial
percaya dan 50% tidak percaya” pada
pertanyaan
tersebut
dianggap
Gambar 1. Simulasi komentar konspirasi
tidak
COVID-19
memberikan atensi pada stimulus eksperimen,
dan karenanya data partisipan tersebut tidak
diolah
ke
pengolahan
selanjutnya.
oleh partisipan kelompok kontrol adalah
Sebaliknya, jika partisipan kelompok kontrol
sepotong artikel di media sosial tentang
memilih jawaban 50% pengguna media sosial
perkembangan kasus COVID-19, atau artikel
percaya
dan
tidak
percaya”,
dan
yang sama dengan yang ditampilkan pada
banyak
sekali”
pada
kelompok eksperimen, namun komentar yang
pertanyaan tersebut, maka partisipan dianggap
ditampilkan adalah komentar positif. Total
tidak
stimulus
komentar untuk kelompok kontrol adalah 32
kontrol, dan karenanya data partisipan tersebut
komentar. Salah satu komentar positif yang
tidak diolah ke pengolahan data selanjutnya.
ditampilkan
Setelah diberikan stimulus, partisipan diminta
ditampilkan pada Gambar 2.
“Sebagian
50%
data
Sementara stimulus yang dihadapi
besar/
memberikan
atensi
pada
untuk mengisi kuesioner persepsi risiko dan
kuesioner
kepatuhan
terhadap
kesehatan.
Di
pengambilan
akhir
partisipan diberikan debriefing.
protokol
data,
pada
kelompok
kontrol
Mind Set
SADIDA DAN FAISAL
57
statistik deskriptif, uji korelasi antar variabel,
dan uji beda menggunakan Man-Whitney
dikarenakan
hasil
dari
uji
normalitas
menunjukkan bahwa data tidak tersebar secara
normal. Sebelum melakukan analisis data
tersebut, peneliti mengubah skor variabel
Gambar 2. Simulasi komentar positif
persepsi risiko ke skor terstandar, dikarenakan
tentang COVID-19
bulir pada variabel persepsi risiko memiliki
rentang skala yang berbeda. Pada uji korelasi
Untuk memastikan bahwa stimulus
dan uji beda, skor yang digunakan dalam
komentar pada kelompok eksperimen dan
perhitungan
kelompok kontrol memiliki perbedaan derajat
dikonversi menjadi skor terstandar. Sedangkan
ujaran
peneliti
pada uji deskriptif untuk menghasilkan skor
melakukan uji manipulasi sebelum melakukan
rata-rata dan standar deviasi, skor persepsi
pengambilan data. Uji manipulasi dilakukan
risiko yang digunakan adalah skor yang belum
dengan meminta penilaian 10 orang tentang
dikonversi.
kebencian
stimulus
yang
yang
akan
berarti,
diberikan
adalah
dalam
skor
yang
sudah
HASIL
eksperimen dengan rating ujaran kebencian,
Berdasarkan uji statistik deskriptif,
yang memiliki skala 1-5 (1=Sangat Tidak
diketahui bahwa partisipan dalam penelitian
Mengandung Ujaran Kebencian, 5=Sangat
ini sebanyak 81 orang (72,3%) memiliki
Mengandung Ujaran Kebencian). Berdasarkan
pendidikan terakhir SMA dan sederajat,
perhitungan rata-rata nilai rating ujaran
sebanyak
kebencian, didapatkan rata-rata nilai ujaran
pendidikan terakhir D3/S1, dan 2 orang
kebencian
adalah
(1,8%) tidak teridentifikasi. Berdasarkan jenis
M=102,1 dan rata-rata nilai ujaran kebencian
kelamin, terdapat 70 orang (62,5%) berjenis
stimulus
kelamin perempuan, dan sisanya sebanyak 42
stimulus
kontrol
eksperimen
adalah
M=43,6.
Dari
29
orang
(25,9%)
memiliki
perbedaan yang tinggi antar kedua skor rata-
orang
rata ini, dapat terlihat bahwa stimulus konten
laki. Seluruh responden berusia 18-24 tahun.
(37,5%)
berjenis
kelamin
laki-
untuk kelompok eksperimen memiliki rasa
Sementara dari hasil uji normalitas
ujaran kebencian yang jauh lebih tinggi
menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov,
dibandingkan stimulus konten di kelompok
diketahui
kontrol.
didapatkan dibawah 0,05. Hasil tersebut
Analisis data. Data yang terkumpul dari
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi
partisipan
signifikansi
yang
menggunakan
aplikasi
normal. Oleh karena itu, teknik pengolahan
SPSS
Teknik
data selanjutnya, yaitu uji korelasi dan uji
pengolahan data yang dilakukan adalah uji
beda antar kelompok menggunakan statistik
pengolahan
diolah
bahwa nilai
data
27.0.
normalitas untuk melihat normalitas data, uji
58
Mind Set
Vol. 1, No. 1
non-parametrik, yaitu uji korelasi Spearman
signifikan dari persepsi risiko dan kepatuhan
dan uji beda Mann-Whitney.
terhadap
protokol
p=0,046),
dan
Hasil uji korelasi variabel dalam
penelitian ini dicantumkan dalam Tabel 1.
kesehatan
tidak
(rs=0,165;
terdapat
hubungan
signfikan antar variabel yang lain.
Dari tabel terlihat terdapat hubungan yang
Tabel 1. Hasil uji korelasi antar variabel
Mean
SD
1
2
3
4
Pendidikan terakhir
1,29
0,49
1
Jenis kelamin
1,38
0,48
-0,011
1
Persepsi risiko
2,42
2,12
0,145
-0,141
1
Ketaatan protokol kesehatan
3,29
1,86
-0,006
-0,124
0,189*
1
** Korelasi signifikan pada level 0,01
* Korelasi signifikan pada level 0,05
Peneliti melakukan uji beda skor antar
kelompok dan didapatkan hasil terdapat
SIMPULAN
Dari
hasil
pengolahan
kesimpulan
bahwa
data,
perbedaan skor persepsi risiko yang signifikan
didapatkan
antara kelompok eksperimen dan kelompok
pengaruh dari terpapar konten konspirasi
kontrol (U=1997,5, p=0,011). Selain itu,
COVID-19 terhadap persepsi risiko, dimana
terlihat bahwa skor rata-rata persepsi risiko
seseorang yang terpapar konten konspirasi
pada kelompok eksperimen adalah M=1,82
COVID-19 memiliki persepsi risiko yang
SD=2,15, sedangkan skor rata-rata persepsi
lebih lemah dibandingkan seseorang yang
risiko pada kelompok kontrol adalah M=2,95
tidak terpapar konten konspirasi COVID-19.
SD=1,97.
bahwa
Selain itu juga terlihat bahwa seseorang yang
persepsi risiko pada kelompok kontrol, yaitu
memiliki persepsi risiko yang tinggi umumnya
kelompok partisipan yang tidak terpapar
juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap
konten
protokol kesehatan.
Hal
ini
konspirasi,
signifikan
menunjukkan
lebih
dibandingkan
tinggi
skor
secara
rata-rata
persepsi risiko pada kelompok eksperimen
yang terpapar konten konspirasi.
terdapat
DISKUSI
Hasil
dikatakan
dari
konsisten
penelitian
dengan
ini
dapat
beberapa
Hasil uji beda berikutnya dilakukan
penelitian sebelumnya tentang dampak dari
untuk melihat apakah terdapat perbedaan skor
terpapar teori konspirasi. Konten konspirasi
kepatuhan terhadap protokol kesehatan antara
didefinisikan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
menjelaskan tentang sebab utama dari sebuah
Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat
peristiwa karena aktor jahat yang saling
perbedaan yang signifikan antara kedua
bekerja sama (Swami & Furnham, 2012).
kelompok.
Konten konspirasi menjadi salah satu konten
sebagai
narasi
palsu
yang
Mind Set
SADIDA DAN FAISAL
59
ujaran kebencian yang sering digunakan oleh
konspirasi COVID-10, kepekaan emosional
kelompok
untuk
seseorang tersebut berkurang atau menurun
menyebarkan ide atau paham berbahaya,
(Soral dkk., 2018). Kepekaan emosi yang
seperti
&
rendah membuat seseorang memiliki persepsi
Matamoros-Fernández, 2016). Diantaranya
risiko yang juga rendah (Warden dkk., 2021).
pada penelitian Jolley dan Douglas (2014b)
Penemuan lain dari Murrow dan Murrow
yang
(2016) juga
penyebar
paham
kebencian
ekstrimis
meneliti
dampak
(Ben-David
terpapar
teori
mengatakan bahwa ujaran
konspirasi keterlibatan pemerintah dalam
kebencian dapat mengurangi rasa empati
kematian Putri Diana terhadap keinginan
terhadap orang lain. Menurut Dryhurst dkk.,
untuk berpartisipasi dalam politik. Hasil
(2020), salah satu karakteristik individu
penelitian
bahwa
dengan persepsi risiko rendah adalah kurang
partisipan yang terpapar konspirasi kurang
peduli terhadap lingkungan atau terhadap
ingin terlibat dalam politik. Dalam penelitian
orang lain. Dapat disimpulkan jika empati
yang sama juga dilihat apakah terpapar berita
seseorang bekurang akibat terpapar ujaran
konspirasi
iklim
kebencian tentang konspirasi, maka persepsi
seseorang
risikonya terhadap COVID-19 juga dapat
tersebut
menunjukkan
tentang
mempengaruhi
perubahan
keinginan
mengurangi pemakaian barang dengan jejak
berkurang atau menurun.
karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Terpapar ujaran kebencian juga dapat
partisipan yang terpapar konspirasi kurang
mempengaruhi secara negatif bagi individu
berminat untuk mengurangi pemakaian barang
dalam menerima dan memproses informasi.
dengan emisi karbon.
Hal ini mengakibatkan individu tidak mencari
Lebih lanjut pada konteks perilaku
kebenaran dari suatu informasi (Heller &
kesehatan, penelitian Jolley dan Douglas
Magid, 2018). Menurut Ding dkk. (2020),
(2014a) menghasilkan bahwa terpapar berita
pengetahuan yang komprehensif membuat
konspirasi
seseorang
tentang
vaksin
menyebabkan
lebih
sadar
akan
risiko
dan
seseorang enggan untuk melakukan vaksin.
memiliki persepsi risiko yang lebih tinggi. Hal
Walaupun belum ada penelitian sebelumnya
ini
yang menjelaskan tentang pengaruh terpapar
konspirasi
konspirasi
persepsi
seseorang memiliki pengetahuan yang kurang
risiko, namun terlihat tren dari hasil penelitian
tepat, enggan mencari informasi yang benar,
bahwa
berita
dan karenanya dapat mempengaruhi atau
konspirasi cenderung menjadi enggan atau
menurunkan persepsi risiko seseorang akan
kurang terlibat dalam perilaku produktif di
bahaya COVID-19.
COVID-19
seseorang
terhadap
yang
terpapar
lingkungan sosial.
COVID-19
bahwa
COVID-19
terpapar
berita
menyebabkan
Adapun keterbatasan penelitian ini
Penjelasan mengapa terpapar berita
konspirasi
menunjukkan
dapat
diantaranya adalah masih kurangnya jumlah
dikarenakan
partisipan yang berpartisipasi, dan masih
ketika terpapar ujaran kebencian seperti berita
homogennya partisipan dikarenakan partisipan
60
Mind Set
Vol. 1, No. 1
yang ditargetkan untuk mengikuti penelitian
Communication, 10.
ini adalah mereka yang berusia dewasa muda
Copsey, N., Dack, J., Littler, M., & Feldman,
dan dianggap memiliki literasi digital yang
M. (2013). Anti-Muslim Hate Crime
cukup baik. Di masa mendatang apabila
and the Far Right. In Centre for
penelitian ini hendak dilakukan kembali, maka
Fascist, Anti-Fascist and Post-Fascist
perlu dipertimbangkan untuk memperbanyak
Studies.
jumlah partisipan, menguji hipotesis pada
kelompok
usia
dan
Perception. In M. Gellman (Ed.),
yang
Encyclopedia of Behavioral Medicine
mungkin dapat menjelaskan tidak adanya
(hal. 1-3). New York, NY: Springer
pengaruh signifikan antara terpapar berita
New York.
konspirasi
https://doi.org/10.1007/978-1-4614-
mengeksplorasi
yang
lebih
tua,
Darker, C., & Whittaker, A. C. (2018). Risk
faktor-faktor
dengan
lain
kepatuhan
terhadap
protokol kesehatan.
6439-6_866-3
Ding, Y., Du, X., Li, Q., Zhang, M., Zhang,
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, D. (2010). Processes of prejudice:
Q., Tan, X., & Liu, Q. (2020). Risk
Theory, evidence and intervention. In
perception of coronavirus disease
Equality
2019 (COVID-19) and its related
and
Human
Rights
Commission.
factors among college students in
An, L., Hawley, S., Van Horn, M. L., Bacon,
E., Yang, P., & Resnicow, K. (2021).
15(8),
Development of a coronavirus social
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0
distance
237626
attitudes
scale.
Patient
Education and Counseling, 104(6),
APJII.
China during quarantine. PLOS ONE,
1-13.
Dryhurst, S., Schneider, C. R., Kerr, J.,
1451-1459.
Freeman, A. L. J., Recchia, G., van
https://doi.org/10.1016/j.pec.2020.11.
der Bles, A. M., … van der Linden, S.
027
(2020). Risk perceptions of COVID-
(2017).
Penetrasi
dan
perilaku
pengguna internet Indonesia.
19 around the world. Journal of Risk
Research,
Awan, I., & Zempi, I. (2015). We Fear for our
Lives: Offline and Online Experiences
of Anti-Muslim Hostility.
23(7-8),
994–1006.
https://doi.org/10.1080/13669877.202
0.1758193
Gharpure, R., Hunter, C. M., Schnall, A. H.,
Ben-David, A., & Matamoros-Fernández, A.
Barrett, C. E., Kirby, A. E., Kunz, J.,
(2016). Hate
speech and covert
... Garcia-Williams, A. G. (2020).
discrimination
on
Knowledge and practices regarding
social
media:
Monitoring the Facebook pages of
safe
extreme-right
Spain.
political
International
household
for
cleaning
and
parties
in
disinfection
COVID-19
Journal
of
prevention-United States, May 2020.
Mind Set
SADIDA DAN FAISAL
61
Am J Transplant, 20, 2946-2950.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0
https://doi.org/10.1111/ajt.16300
089177
Hameleers, M., & van der Meer, T. G. L. A.
(2020).
Misinformation
and
Jolley, D., & Douglas, K. M. (2014b). The
social consequences of conspiracism:
Polarization in a High-Choice Media
Exposure
to
Environment: How Effective Are
decreases
intentions to engage in
Political
politics and to reduce one‟s carbon
Fact-Checkers?
Communication
Research.
footprint.
conspiracy
British
theories
Journal
of
https://doi.org/10.1177/009365021881
Psychology (London, England: 1953),
9671
105(1), 35–56.
Haryanto, A. T. (2019, Mei). Marak Ujaran
Kebencian, Kepala BSSN: Masalah
Etika.
DetikInet.
Diambil
dari
https://doi.org/10.1111/bjop.12018
Kemkominfo. (2020). Survei Literasi Digital
Indonesia
2020.
Diambil
dari
https://inet.detik.com/cyberlife/d-
https://aptika.kominfo.go.id/wp-
4568061/marak-ujaran-kebencian-
content/uploads/2020/11/Survei-
kepala-bssn-masalah-etika
Literasi-Digital-Indonesia-2020.pdf
Heller, B., & Magid, L. (2018). Combating
hate
speech.
Diambil
connectsafely.org
dari
website:
Matusitz, J. (2012). Relationship between
knowledge,
prejudice
stereotyping,
in
and
interethnic
https://www.connectsafely.org/wp-
communication. PASOS Revista de
content/uploads/2019/10/qg-
turismo y patrimonio cultural, 10(1),
hatespeech.pdf
89-98.
Iorfa, S. K., Ottu, I. F. A., Oguntayo, R.,
Ayandele, O., Kolawole, S. O., Gandi,
J. C., & Olapegba, P. O. (2020).
COVID-19
perception,
behavior
moderated
knowledge,
and
among
10.008
Murrow, G. B., & Murrow, R. (2016). A valid
risk
question: Could hate speech condition
precautionary
bias in the brain? Journal of Law and
Nigerians:
mediation
https://doi.org/10.25145/j.pasos.2012.
A
approach.
Frontiers in Psychology, 11, 3292.
the
Biosciences,
3(1),
196-201.
https://doi.org/10.1093/jlb/lsw009
RMOLNETWORK. (2020, September 12).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.56
Duh! 50 Persen Warga Kota Bogor
6773
Bingung Covid-19 Konspirasi Atau
Jolley, D., & Douglas, K. M. (2014a). The
Bukan.
RMOL.
Diambil
dari
effects of anti-vaccine conspiracy
https://www.rmoljabar.id/duh-50-
theories on vaccination intentions.
persen-warga-kota-bogor-bingung-
PLOS ONE, 9(2), e89177. Diambil
covid-19-konspirasi-atau-bukan
dari
Sarwono. (2011). Psikologi Remaja (Revisi).
62
Mind Set
Vol. 1, No. 1
Jakarta, Indonesia: Rajawali Pers.
SELMA. (2019). April SELMA focus: The
consequences of hate speech. Diambil
dari https://hackinghate.eu/news/aprilselma-focus-the-consequences-ofhate-speech/
Shahin, M. A. H., & Hussien, R. M. (2020).
Risk
perception
COVID-19
regarding
outbreak
the
among
the
general population: a comparative
Middle East survey. Middle East
Current
Psychiatry,
27(1),
71.
https://doi.org/10.1186/s43045-02000080-7
Soral, W., Bilewicz, M., & Winiewski, M.
(2018). Exposure to hate speech
increases
prejudice
through
desensitization. Aggressive Behavior.
https://doi.org/10.1002/ab.21737
Swami, V., & Furnham, A. (2012). Political
paranoia and conspiracy theories. In
J.-P. Prooijen & P. A. M. van Lange
(Ed.), Power, Politics, and Paranoia:
Why People Are Suspicious About
Their Leaders. Cambridge University
Press.
Warden, C. A., Warden, A. R., Huang, S. C.
T., & Chen, J. F. (2021). Job tension
and emotional sensitivity to COVID19
public
perception.
Management,
messaging
Population
and
risk
Health
24(2).
https://doi.org/10.1089/pop.2020.0083
Download