Mind Set Edisi Khusus TIN, September 2021, hal. 51-62 ISSN 2685-3620 (Online) ISSN 2086-1966 (Printed) Vol. 1, No. 1 Hati-hati dengan Berita Konspirasi: Studi Pengaruh Terpapar Berita Konspirasi COVID-19 terhadap Persepsi Risiko dan Kepatuhan terhadap Protokol Kesehatan Keep an Eye out of Conspiracy News: Study of Exposed to Conspiracy of COVID-19 to Risk Perception and Adherence to the Health Protocol NURI SADIDA1, FATHIYAH FAIHA FAISAL Fakultas Psikologi, Universitas YARSI Email: 1nuri.sadida@gmail.com Diterima 31 Juli 2021, Disetujui 11 Agustus 2021 Abstrak: Pandemi COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan segera hilang di Indonesia hingga tahun 2021. Di sisi lain, terdapat fenomena maraknya berita di media sosial tentang COVID19 sebagai bentuk konspirasi. Dikhawatirkan maraknya berita tentang COVID-19 sebagai konspirasi dapat melemahkan persepsi risiko dan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan, yang dapat memperlama penyelesaian pandemi di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat peran dari terpapar berita konspirasi COVID-19 terhadap persepsi risiko dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental yang dilakukan menggunakan media daring. Partisipan yang direkrut adalah partisipan dengan usia dewasa muda, sejumlah 112 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan yang terpapar berita konspirasi COVID-19, yaitu partisipan yang berada dalam kelompok eksperimen, memiliki persepsi risiko yang lebih rendah dibandingkan partisipan yang tidak terpapar berita konspirasi COVID-19 atau partisipan yang berada dalam kelompok kontrol (U=1997,5, p=0,011). Selain itu, dalam penelitian ini juga terlihat bahwa persepsi risiko memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang terpapar berita konspirasi COVID-19 memiliki persepsi risiko yang lebih rendah, dan seseorang yang memiliki persepsi risiko yang lebih rendah umumnya memiliki kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang juga rendah. Implikasi dan keterbatasan dibahas lebih lanjut dalam artikel. Kata kunci: kepatuhan terhadap protokol kesehatan, konspirasi COVID-19, persepsi risiko, terpapar media sosial Abstract: Until 2021, the COVID-19 epidemic has shown no indications of fading in Indonesia. On the other hand, there is a growing amount of talk on social media concerning COVID-19 being a hoax. The distribution of information regarding COVID-19 as a conspiracy is considered to have weakened public perceptions of risk and cooperation with health regulations, potentially delaying the end of the pandemic in Indonesia. As a result, the goal of this study was to determine the impact of COVID-19 news exposure on risk perception and adherence to health protocols. This study used an experimental research approach that was carried out via online media. A total of 112 people were recruited as participants, all of them were young adults. The findings of this study show that participants who were exposed to news of the COVID-19 conspiracy, i.e., those in the experimental group, had a lower risk perception than those who were not exposed to news of the COVID-19 conspiracy or those in the control group (U=1997.5, P=.011). Furthermore, risk perception has a substantial favorable link with adherence to health procedures, according to this study. This indicates that someone who has heard of the COVID-19 conspiracy has a lower risk perception, and that someone with a lower risk perception is less likely to follow health protocols. The essay goes into greater detail on the implications and limitations. Keywords: adherence to health protocol, COVID-19 conspiracy, exposed to social media, risk perception 52 Mind Set Vol. 1, No. 1 Serikat, peredaran informasi yang salah PENDAHULUAN Selama beberapa tahun terakhir, tentang COVID-19 menyebabkan sebagian pengguna media sosial di Indonesia meningkat masyarakat pesat (APJII, 2017). Sayangnya, seiring pencegahan dengan peningkatan penggunaan media sosial, seperti mencuci makanan dengan pemutih, meningkat pula perilaku negatif di media menggunakan produk desinfektan langsung ke sosial seperti maraknya ujaran kebencian kulit, (Haryanto, 2019). Ujaran kebencian adalah desinfektan secara langsung (Gharpure dkk., segala bentuk kata-kata yang dilontarkan 2020). Penelitian lain juga menyebutkan untuk menggambarkan orang lain menjadi bahwa mengakses berita misinformasi dapat tampak negatif karena jenis kelaminnya, menyebabkan etnisnya, vaksin keyakinan seksualnya, dan agamanya, disabilitas orientasi fisik dan mempraktikkan COVID-19 atau yang menghirup berbahaya, aroma masyarakat (Marshall, perilaku 2015). ragu Di produk terhadap Indonesia, terdapat fenomena bahwa berita tentang mentalnya, yang dapat memancing kebencian konspirasi dan kekerasan dari orang lain (Copsey, Dack, masyarakat menjadi bingung, kemudian tidak Littler, & Feldman, 2013). Ujaran kebencian menganggap pentingnya mematuhi anjuran dapat berdampak negatif pada level individu pemerintah untuk menjaga social distancing maupun level kelompok. Pada level individu, serta patuh terhadap protokol kesehatan ujaran kebencian dapat meningkatkan stres (RMOLNETWORK, 2020) Hal ini dapat emosional, depresi dan merasa terisolasi disebabkan karena konten ujaran kebencian (Awan & Zempi, 2015). Pada level kelompok terkait COVID-19 menyebabkan rendahnya masyarakat, dapat persepsi risiko seseorang. Persepsi risiko budaya didefinisikan sebagai penilaian subjektif yang dan dibuat individu tentang karakteristik dan menyebabkan diskriminatif, ujaran kebencian berkembangnya tindakan intoleran, polarisasi antar kelompok (SELMA, 2019). Siapapun dan kelompok sosial apapun COVID-19 menyebabkan tingkat keparahan suatu risiko (Darker & Whittaker, 2018). Kesimpulan tersebut dapat menjadi objek ujaran kebencian di diambil dari penelitian yang dilakukan oleh media sosial. Tidak peduli apakah individu Shahin dan atau kelompok tersebut memiliki status yang penelitian tersebut dijelaskan bahwa seseorang tinggi di masyarakat. Salah satu objek ujaran dengan persepsi risiko yang memadai lebih kebencian adalah pemerintah, dan salah satu aktif melakukan tindakan preventif agar tidak isu yang digunakan dalam ujaran kebencian terkena COVID-19. Oleh karena itu, apabila yang cukup marak saat pandemi adalah bahwa persepsi risiko terpengaruh oleh paparan COVID-19 adalah konspirasi pemerintah. ujaran kebencian tentang konspirasi COVID- Kualitas 19, maka hal ini dapat mempengaruhi informasi yang beredar dapat mempengaruhi sikap masyarakat terhadap COVID-19. Sebagai contoh, di Amerika kepatuhan Hussien (2020), dimana pada masyarakat terhadap protokol Mind Set SADIDA DAN FAISAL 53 kesehatan, yang pada akhirnya menyebabkan kebijakan dari pemerintah, dan akibatnya COVID-19 semakin sulit untuk ditangani. membuat masyarakat enggan mengikuti Lebih lanjut, penjelasan mengapa kebijakan yang datang dari pemerintah, seperti seseorang yang terpapar konten konspirasi mematuhi protokol kesehatan dan social COVID-19 protokol distancing (Hameleers & van der Meer, 2020). kesehatan atau social distancing adalah karena Selain itu, alasan mengapa terpapar seseorang yang terpapar ujaran kebencian ujaran kebencian terkait konspirasi COVID-19 dapat dapat menurunkan tingkat persepsi risiko menolak mematuhi mengembangkan menimbulkan prasangka ketidakpercayaan dan terhadap individu adalah objek ujaran kebencian (Soral, Bilewicz, & kebencian Winiewski, 2018). Konten emosional. didefinisikan sebagai narasi konspirasi terpapar menurunkan Seseorang ujaran kepekaan dengan kondisi yang kepekaan emosional yang rendah memiliki menjelaskan tentang sebab utama dari sebuah persepsi risiko yang rendah. Hal ini sesuai peristiwa karena aktor jahat yang saling dengan penjelasan Soral dkk. (2018) yang bekerja sama (Swami & Furnham, 2012). mengatakan bahwa terpapar ujaran kebencian Konten konspirasi menjadi salah satu konten dapat menurunkan kepekaan emosional yang ujaran kebencian yang sering digunakan oleh dimiliki dan hal tersebut berpengaruh terhadap kelompok untuk tingkat persepsi individu tersebut. Lebih lanjut menyebarkan ide atau paham berbahaya, menurut Warden, Warden, Huang, dan Chen seperti & (2021), individu dengan kepekaan emosi yang Matamoros-Fernández, 2016). Konten ujaran rendah cenderung memiliki persepsi risiko kebencian yang tidak terjamin akurasinya yang juga rendah. dapat penyebar paham palsu dapat karena kebencian ekstrimis menimbulkan (Ben-David atau Persepsi risiko yang rendah juga dapat pengetahuan yang salah akan objek ujaran terjadi karena masih banyak masyarakat yang kebencian, dan mispersepsi akan seseorang belum memiliki pengetahuan yang tepat akan atau sekelompok orang merupakan salah satu bahaya faktor pengetahuan yang komprehensif lebih sadar penyebab mispersepsi timbulnya prasangka (Abrams, 2010). Hal ini COVID-19. Individu dengan akan suatu risiko sehingga memiliki persepsi sesuai definisi risiko yang lebih tinggi (Ding dkk., 2020). Hal Matusitz (2012) bahwa prasangka yang ini juga didukung penelitian lain yang dimiliki mengatakan bahwa individu yang memiliki seseorang dimotivasi oleh dengan terhadap rendahnya orang lain pengetahuan pengetahuan yang lebih tinggi tentang seseorang akan orang lain tersebut. Tingginya COVID-19 cenderung akan memiliki persepsi prasangka risiko yang tinggi pula (Iorfa dkk., 2020). dan rendahnya kepercayaan terhadap objek ujaran kebencian, dalam hal ini Salah satu faktor yang menghambat pemerintah, akan membuat seseorang menjadi individu memiliki pengetahuan yang tepat meragukan tentang pengambilan keputusan dan COVID-19 dapat dikarenakan 54 Mind Set Vol. 1, No. 1 seseorang terpapar berita yang tidak tepat terbanyak dalam menggunakan sosial media. tentang COVID-19, misalnya berita bahwa Selain itu, mereka yang berada di usia muda COVID-19 konspirasi. dianggap memiliki literasi digital yang cukup Penelitian mengatakan bahwa terpapar ujaran baik bila dibandingkan dengan generasi yang kebencian dapat mengakibatkan individu tidak lebih tua. Hal ini sesuai dengan hasil survei mencari kebenaran dari suatu informasi yang dari Kemkominfo (2020) yang menyebutkan didapat (Heller & Magid, 2018), sehingga bahwa indeks literasi digital berkorelasi apabila sering terpapar ujaran kebencian, dengan usia lebih muda. Teknik pengambilan seseorang akan mudah terpengaruh dengan sampel pada penelitian ini adalah accidental informasi yang didapat dan tidak aktif mencari sampling. kebenaran dari informasi tersebut. berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 112 adalah bentuk Oleh karena itu, tujuan penelitian ini orang Jumlah dengan 53 partisipan orang di yang kelompok adalah untuk melihat apakah terdapat peran eksperimen, dan sisanya 59 di kelompok dari terpapar berita konspirasi COVID-19 kontrol. terhadap persepsi Desain terhadap protokol risiko dan kepatuhan kesehatan. Hipotesis penelitian. menggunakan Penelitian pendekatan ini kuantitatif. penelitian yang diangkat dalam penelitian Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh negatif dari terpapar adalah true experimental design yang dapat konten terhadap digunakan untuk melihat hubungan sebab- persepsi risiko dan kepatuhan masyarakat akibat dalam suatu penelitian. Penelitian ini terhadap protokol kesehatan. Penelitian ini menggunakan randomized two-groups design, penting untuk dilakukan mengingat belum ada posttest only yaitu partisipan dibagi menjadi penelitian meneliti dua kelompok dengan cara randomisasi. pengaruh terpapar konten konspirasi COVID- Kedua kelompok tersebut adalah kelompok 19 terhadap persepsi risiko dan kepatuhan eksperimen dan kelompok kontrol yang akan nantinya akan diberikan perlakuan yang konspirasi yang protokol COVID-19 secara khusus kesehatan. Sedangkan permasalahan ini perlu ditelaah melalui riset berbeda. agar di kemudian hari dapat dirancang Instrumen penelitian. Pada penelitian ini intervensi psikologis untuk meningkatkan pengukuran persepsi risiko menggunakan alat kapasitas individu menghadapi konten negatif ukur di media sosial, khususnya konten tentang dikembangkan oleh (Dryhurst dkk., 2020). konspirasi. Alat METODE Responden COVID-19 ukur ini Risk Perception memiliki 6 bulir yang dan unidimensional yang mengukur persepsi risiko penelitian. Responden pada akan COVID-19, dengan 3 bulir memiliki penelitian ini adalah remaja akhir berusia 18- skala 1-5 (1=Sangat Tidak Setuju, 5=Sangat 24 tahun (Sarwono, 2011). Alasan pemilihan Setuju), dan 3 bulir memiliki skala 1-7. usia tersebut karena usia tersebut adalah usia Contoh bulir-bulir yang mengukur persepsi Mind Set SADIDA DAN FAISAL 55 risiko dengan skala 1-5 diantaranya “Seberapa 0,918. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur setuju ini memiliki reliabilitas yang baik. atau tidak setuju anda dengan pernyataan berikut „Virus COVID-19 tidak Prosedur penelitian. Sebelum melakukan akan mengenai banyak orang di Indonesia‟”. pengambilan data, peneliti mengundang calon Sedangkan contoh bulir yang diukur dengan partisipan penelitian melalui broadcast media skala 1-7 diantaranya adalah “Seberapa chat dan media sosial. Calon partisipan yang khawatir Anda akan tertular COVID-19?”. tertarik mengikuti penelitian ini diminta untuk Pilihan jawaban yang disediakan adalah 1-7 mengisi (1=Sama Sekali Tidak Khawatir, 7=Sangat consent) terlebih dahulu, setelah itu mereka Khawatir). Reliabilitas alat ukur ini dihitung diminta untuk memutar dadu virtual sebagai dengan teknik konsistensi antar bulir Alpha alat Cronbach. reliabilitas mendapatkan angka ganjil setelah memutar menunjukkan alat ukur ini memiliki nilai dadu virtual, dimasukkan ke dalam kelompok Alpha Cronbach 0,751, dengan rentang 0,66- eksperimen. 0,764. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur mendapatkan angka genap setelah memutar ini memiliki reliabilitas yang baik. dadu virtual, dimasukkan ke dalam kelompok Alat Hasil ukur pengujian kepatuhan lembar persetujuan randomisasi. (informed Partisipan Sementara partisipan yang yang terhadap kontrol. Setelah partisipan terkategori ke protokol kesehatan diadaptasi dari alat ukur dalam kelompok eksperimen atau kontrol, sikap terhadap social distancing dari An dkk. peneliti memberikan pilihan jadwal bagi (2021). Alat ukur ini terdiri dari 14 bulir dan partisipan untuk mengikuti pengambilan data bertujuan untuk mengukur sikap terhadap menggunakan media daring Zoom dan Google menjaga jarak dengan orang lain di masa Forms. Apabila partisipan terkategori ke pandemi. Bulir-bulir terkait menjaga jarak dalam kelompok eksperimen, maka partisipan sosial kemudian diganti dengan istilah di diberikan dalam protokol kesehatan Mencuci tangan, eksperimen. Sebaliknya, partisipan terkategori Memakai masker, Menjaga jarak, Menjauhi ke dalam kelompok kontrol, diberikan jadwal kerumunan, dan Mengurangi mobilitas (5M). pengambilan data kontrol. Salah satu bunyi bulir awal yang mengukur Saat jadwal pengambilan pengambilan data, data baik sikap terhadap kepatuhan menjaga jarak sosial kelompok eksperimen maupun kelompok yaitu “Menjaga jarak sosial memperlambat kontrol diminta untuk mengisi kuesioner penyebaran virus corona” diganti dengan demografis “Protokol 5M memperlambat penyebaran diberikan stimulus berupa tangkapan layar virus corona”. Reliabilitas alat ukur ini warganet. dihitung dengan tehnik konsistensi antar bulir mendapatkan paparan komentar bernuansa Alpha Cronbach. Hasil pengujian reliabilitas ujaran menunjukkan alat ukur ini memiliki nilai sedangkan kelompok kontrol mendapatkan Alpha Cronbach 0,919, dengan rentang 0,907- paparan komentar bernuansa positif atau terlebih dahulu, Kelompok kebencian konspirasi setelah itu eksperimen COVID-19, 56 Mind Set optimis Vol. 1, No. 1 tentang pengambilan data, COVID-19. partisipan Selama Stimulus eksperimen. Stimulus yang dibebaskan diberikan pada kelompok eksperimen adalah untuk menyalakan atau mematikan kamera, sepotong artikel di media sosial tentang namun peneliti mendorong partisipan untuk COVID-19, yang dikomentari oleh cuitan menyalakan kamera video. warganet yang bernuansa ujaran kebencian Di akhir paparan stimulus, peneliti dan mempercayai bahwa COVID-19 adalah memberikan satu pertanyaan untuk menguji konspirasi. Total komentar yang ditampilkan seberapa terpapar partisipan dengan stimulus. untuk Pertanyaan tersebut adalah “Seberapa banyak komentar. Pada Gambar 1 adalah tangkapan komentar pengguna media sosial diatas yang layar salah satu simulasi komentar warganet tidak percaya akan adanya COVID-19?”. yang percaya bahwa COVID-19 adalah Pilihan jawaban yang diberikan peneliti adalah konspirasi. “Sebagian kecil/ hanya sedikit”, kelompok eksperimen adalah 32 “50% pengguna media sosial percaya dan 50% tidak percaya”, dan “Sebagian besar/ banyak sekali”. Partisipan kelompok eksperimen yang memilih jawaban “Sebagian kecil/ hanya sedikit” atau “50% pengguna media sosial percaya dan 50% tidak percaya” pada pertanyaan tersebut dianggap Gambar 1. Simulasi komentar konspirasi tidak COVID-19 memberikan atensi pada stimulus eksperimen, dan karenanya data partisipan tersebut tidak diolah ke pengolahan selanjutnya. oleh partisipan kelompok kontrol adalah Sebaliknya, jika partisipan kelompok kontrol sepotong artikel di media sosial tentang memilih jawaban 50% pengguna media sosial perkembangan kasus COVID-19, atau artikel percaya dan tidak percaya”, dan yang sama dengan yang ditampilkan pada banyak sekali” pada kelompok eksperimen, namun komentar yang pertanyaan tersebut, maka partisipan dianggap ditampilkan adalah komentar positif. Total tidak stimulus komentar untuk kelompok kontrol adalah 32 kontrol, dan karenanya data partisipan tersebut komentar. Salah satu komentar positif yang tidak diolah ke pengolahan data selanjutnya. ditampilkan Setelah diberikan stimulus, partisipan diminta ditampilkan pada Gambar 2. “Sebagian 50% data Sementara stimulus yang dihadapi besar/ memberikan atensi pada untuk mengisi kuesioner persepsi risiko dan kuesioner kepatuhan terhadap kesehatan. Di pengambilan akhir partisipan diberikan debriefing. protokol data, pada kelompok kontrol Mind Set SADIDA DAN FAISAL 57 statistik deskriptif, uji korelasi antar variabel, dan uji beda menggunakan Man-Whitney dikarenakan hasil dari uji normalitas menunjukkan bahwa data tidak tersebar secara normal. Sebelum melakukan analisis data tersebut, peneliti mengubah skor variabel Gambar 2. Simulasi komentar positif persepsi risiko ke skor terstandar, dikarenakan tentang COVID-19 bulir pada variabel persepsi risiko memiliki rentang skala yang berbeda. Pada uji korelasi Untuk memastikan bahwa stimulus dan uji beda, skor yang digunakan dalam komentar pada kelompok eksperimen dan perhitungan kelompok kontrol memiliki perbedaan derajat dikonversi menjadi skor terstandar. Sedangkan ujaran peneliti pada uji deskriptif untuk menghasilkan skor melakukan uji manipulasi sebelum melakukan rata-rata dan standar deviasi, skor persepsi pengambilan data. Uji manipulasi dilakukan risiko yang digunakan adalah skor yang belum dengan meminta penilaian 10 orang tentang dikonversi. kebencian stimulus yang yang akan berarti, diberikan adalah dalam skor yang sudah HASIL eksperimen dengan rating ujaran kebencian, Berdasarkan uji statistik deskriptif, yang memiliki skala 1-5 (1=Sangat Tidak diketahui bahwa partisipan dalam penelitian Mengandung Ujaran Kebencian, 5=Sangat ini sebanyak 81 orang (72,3%) memiliki Mengandung Ujaran Kebencian). Berdasarkan pendidikan terakhir SMA dan sederajat, perhitungan rata-rata nilai rating ujaran sebanyak kebencian, didapatkan rata-rata nilai ujaran pendidikan terakhir D3/S1, dan 2 orang kebencian adalah (1,8%) tidak teridentifikasi. Berdasarkan jenis M=102,1 dan rata-rata nilai ujaran kebencian kelamin, terdapat 70 orang (62,5%) berjenis stimulus kelamin perempuan, dan sisanya sebanyak 42 stimulus kontrol eksperimen adalah M=43,6. Dari 29 orang (25,9%) memiliki perbedaan yang tinggi antar kedua skor rata- orang rata ini, dapat terlihat bahwa stimulus konten laki. Seluruh responden berusia 18-24 tahun. (37,5%) berjenis kelamin laki- untuk kelompok eksperimen memiliki rasa Sementara dari hasil uji normalitas ujaran kebencian yang jauh lebih tinggi menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov, dibandingkan stimulus konten di kelompok diketahui kontrol. didapatkan dibawah 0,05. Hasil tersebut Analisis data. Data yang terkumpul dari menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi partisipan signifikansi yang menggunakan aplikasi normal. Oleh karena itu, teknik pengolahan SPSS Teknik data selanjutnya, yaitu uji korelasi dan uji pengolahan data yang dilakukan adalah uji beda antar kelompok menggunakan statistik pengolahan diolah bahwa nilai data 27.0. normalitas untuk melihat normalitas data, uji 58 Mind Set Vol. 1, No. 1 non-parametrik, yaitu uji korelasi Spearman signifikan dari persepsi risiko dan kepatuhan dan uji beda Mann-Whitney. terhadap protokol p=0,046), dan Hasil uji korelasi variabel dalam penelitian ini dicantumkan dalam Tabel 1. kesehatan tidak (rs=0,165; terdapat hubungan signfikan antar variabel yang lain. Dari tabel terlihat terdapat hubungan yang Tabel 1. Hasil uji korelasi antar variabel Mean SD 1 2 3 4 Pendidikan terakhir 1,29 0,49 1 Jenis kelamin 1,38 0,48 -0,011 1 Persepsi risiko 2,42 2,12 0,145 -0,141 1 Ketaatan protokol kesehatan 3,29 1,86 -0,006 -0,124 0,189* 1 ** Korelasi signifikan pada level 0,01 * Korelasi signifikan pada level 0,05 Peneliti melakukan uji beda skor antar kelompok dan didapatkan hasil terdapat SIMPULAN Dari hasil pengolahan kesimpulan bahwa data, perbedaan skor persepsi risiko yang signifikan didapatkan antara kelompok eksperimen dan kelompok pengaruh dari terpapar konten konspirasi kontrol (U=1997,5, p=0,011). Selain itu, COVID-19 terhadap persepsi risiko, dimana terlihat bahwa skor rata-rata persepsi risiko seseorang yang terpapar konten konspirasi pada kelompok eksperimen adalah M=1,82 COVID-19 memiliki persepsi risiko yang SD=2,15, sedangkan skor rata-rata persepsi lebih lemah dibandingkan seseorang yang risiko pada kelompok kontrol adalah M=2,95 tidak terpapar konten konspirasi COVID-19. SD=1,97. bahwa Selain itu juga terlihat bahwa seseorang yang persepsi risiko pada kelompok kontrol, yaitu memiliki persepsi risiko yang tinggi umumnya kelompok partisipan yang tidak terpapar juga memiliki ketaatan yang tinggi terhadap konten protokol kesehatan. Hal ini konspirasi, signifikan menunjukkan lebih dibandingkan tinggi skor secara rata-rata persepsi risiko pada kelompok eksperimen yang terpapar konten konspirasi. terdapat DISKUSI Hasil dikatakan dari konsisten penelitian dengan ini dapat beberapa Hasil uji beda berikutnya dilakukan penelitian sebelumnya tentang dampak dari untuk melihat apakah terdapat perbedaan skor terpapar teori konspirasi. Konten konspirasi kepatuhan terhadap protokol kesehatan antara didefinisikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. menjelaskan tentang sebab utama dari sebuah Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat peristiwa karena aktor jahat yang saling perbedaan yang signifikan antara kedua bekerja sama (Swami & Furnham, 2012). kelompok. Konten konspirasi menjadi salah satu konten sebagai narasi palsu yang Mind Set SADIDA DAN FAISAL 59 ujaran kebencian yang sering digunakan oleh konspirasi COVID-10, kepekaan emosional kelompok untuk seseorang tersebut berkurang atau menurun menyebarkan ide atau paham berbahaya, (Soral dkk., 2018). Kepekaan emosi yang seperti & rendah membuat seseorang memiliki persepsi Matamoros-Fernández, 2016). Diantaranya risiko yang juga rendah (Warden dkk., 2021). pada penelitian Jolley dan Douglas (2014b) Penemuan lain dari Murrow dan Murrow yang (2016) juga penyebar paham kebencian ekstrimis meneliti dampak (Ben-David terpapar teori mengatakan bahwa ujaran konspirasi keterlibatan pemerintah dalam kebencian dapat mengurangi rasa empati kematian Putri Diana terhadap keinginan terhadap orang lain. Menurut Dryhurst dkk., untuk berpartisipasi dalam politik. Hasil (2020), salah satu karakteristik individu penelitian bahwa dengan persepsi risiko rendah adalah kurang partisipan yang terpapar konspirasi kurang peduli terhadap lingkungan atau terhadap ingin terlibat dalam politik. Dalam penelitian orang lain. Dapat disimpulkan jika empati yang sama juga dilihat apakah terpapar berita seseorang bekurang akibat terpapar ujaran konspirasi iklim kebencian tentang konspirasi, maka persepsi seseorang risikonya terhadap COVID-19 juga dapat tersebut menunjukkan tentang mempengaruhi perubahan keinginan mengurangi pemakaian barang dengan jejak berkurang atau menurun. karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terpapar ujaran kebencian juga dapat partisipan yang terpapar konspirasi kurang mempengaruhi secara negatif bagi individu berminat untuk mengurangi pemakaian barang dalam menerima dan memproses informasi. dengan emisi karbon. Hal ini mengakibatkan individu tidak mencari Lebih lanjut pada konteks perilaku kebenaran dari suatu informasi (Heller & kesehatan, penelitian Jolley dan Douglas Magid, 2018). Menurut Ding dkk. (2020), (2014a) menghasilkan bahwa terpapar berita pengetahuan yang komprehensif membuat konspirasi seseorang tentang vaksin menyebabkan lebih sadar akan risiko dan seseorang enggan untuk melakukan vaksin. memiliki persepsi risiko yang lebih tinggi. Hal Walaupun belum ada penelitian sebelumnya ini yang menjelaskan tentang pengaruh terpapar konspirasi konspirasi persepsi seseorang memiliki pengetahuan yang kurang risiko, namun terlihat tren dari hasil penelitian tepat, enggan mencari informasi yang benar, bahwa berita dan karenanya dapat mempengaruhi atau konspirasi cenderung menjadi enggan atau menurunkan persepsi risiko seseorang akan kurang terlibat dalam perilaku produktif di bahaya COVID-19. COVID-19 seseorang terhadap yang terpapar lingkungan sosial. COVID-19 bahwa COVID-19 terpapar berita menyebabkan Adapun keterbatasan penelitian ini Penjelasan mengapa terpapar berita konspirasi menunjukkan dapat diantaranya adalah masih kurangnya jumlah dikarenakan partisipan yang berpartisipasi, dan masih ketika terpapar ujaran kebencian seperti berita homogennya partisipan dikarenakan partisipan 60 Mind Set Vol. 1, No. 1 yang ditargetkan untuk mengikuti penelitian Communication, 10. ini adalah mereka yang berusia dewasa muda Copsey, N., Dack, J., Littler, M., & Feldman, dan dianggap memiliki literasi digital yang M. (2013). Anti-Muslim Hate Crime cukup baik. Di masa mendatang apabila and the Far Right. In Centre for penelitian ini hendak dilakukan kembali, maka Fascist, Anti-Fascist and Post-Fascist perlu dipertimbangkan untuk memperbanyak Studies. jumlah partisipan, menguji hipotesis pada kelompok usia dan Perception. In M. Gellman (Ed.), yang Encyclopedia of Behavioral Medicine mungkin dapat menjelaskan tidak adanya (hal. 1-3). New York, NY: Springer pengaruh signifikan antara terpapar berita New York. konspirasi https://doi.org/10.1007/978-1-4614- mengeksplorasi yang lebih tua, Darker, C., & Whittaker, A. C. (2018). Risk faktor-faktor dengan lain kepatuhan terhadap protokol kesehatan. 6439-6_866-3 Ding, Y., Du, X., Li, Q., Zhang, M., Zhang, DAFTAR PUSTAKA Abrams, D. (2010). Processes of prejudice: Q., Tan, X., & Liu, Q. (2020). Risk Theory, evidence and intervention. In perception of coronavirus disease Equality 2019 (COVID-19) and its related and Human Rights Commission. factors among college students in An, L., Hawley, S., Van Horn, M. L., Bacon, E., Yang, P., & Resnicow, K. (2021). 15(8), Development of a coronavirus social https://doi.org/10.1371/journal.pone.0 distance 237626 attitudes scale. Patient Education and Counseling, 104(6), APJII. China during quarantine. PLOS ONE, 1-13. Dryhurst, S., Schneider, C. R., Kerr, J., 1451-1459. Freeman, A. L. J., Recchia, G., van https://doi.org/10.1016/j.pec.2020.11. der Bles, A. M., … van der Linden, S. 027 (2020). Risk perceptions of COVID- (2017). Penetrasi dan perilaku pengguna internet Indonesia. 19 around the world. Journal of Risk Research, Awan, I., & Zempi, I. (2015). We Fear for our Lives: Offline and Online Experiences of Anti-Muslim Hostility. 23(7-8), 994–1006. https://doi.org/10.1080/13669877.202 0.1758193 Gharpure, R., Hunter, C. M., Schnall, A. H., Ben-David, A., & Matamoros-Fernández, A. Barrett, C. E., Kirby, A. E., Kunz, J., (2016). Hate speech and covert ... Garcia-Williams, A. G. (2020). discrimination on Knowledge and practices regarding social media: Monitoring the Facebook pages of safe extreme-right Spain. political International household for cleaning and parties in disinfection COVID-19 Journal of prevention-United States, May 2020. Mind Set SADIDA DAN FAISAL 61 Am J Transplant, 20, 2946-2950. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0 https://doi.org/10.1111/ajt.16300 089177 Hameleers, M., & van der Meer, T. G. L. A. (2020). Misinformation and Jolley, D., & Douglas, K. M. (2014b). The social consequences of conspiracism: Polarization in a High-Choice Media Exposure to Environment: How Effective Are decreases intentions to engage in Political politics and to reduce one‟s carbon Fact-Checkers? Communication Research. footprint. conspiracy British theories Journal of https://doi.org/10.1177/009365021881 Psychology (London, England: 1953), 9671 105(1), 35–56. Haryanto, A. T. (2019, Mei). Marak Ujaran Kebencian, Kepala BSSN: Masalah Etika. DetikInet. Diambil dari https://doi.org/10.1111/bjop.12018 Kemkominfo. (2020). Survei Literasi Digital Indonesia 2020. Diambil dari https://inet.detik.com/cyberlife/d- https://aptika.kominfo.go.id/wp- 4568061/marak-ujaran-kebencian- content/uploads/2020/11/Survei- kepala-bssn-masalah-etika Literasi-Digital-Indonesia-2020.pdf Heller, B., & Magid, L. (2018). Combating hate speech. Diambil connectsafely.org dari website: Matusitz, J. (2012). Relationship between knowledge, prejudice stereotyping, in and interethnic https://www.connectsafely.org/wp- communication. PASOS Revista de content/uploads/2019/10/qg- turismo y patrimonio cultural, 10(1), hatespeech.pdf 89-98. Iorfa, S. K., Ottu, I. F. A., Oguntayo, R., Ayandele, O., Kolawole, S. O., Gandi, J. C., & Olapegba, P. O. (2020). COVID-19 perception, behavior moderated knowledge, and among 10.008 Murrow, G. B., & Murrow, R. (2016). A valid risk question: Could hate speech condition precautionary bias in the brain? Journal of Law and Nigerians: mediation https://doi.org/10.25145/j.pasos.2012. A approach. Frontiers in Psychology, 11, 3292. the Biosciences, 3(1), 196-201. https://doi.org/10.1093/jlb/lsw009 RMOLNETWORK. (2020, September 12). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.56 Duh! 50 Persen Warga Kota Bogor 6773 Bingung Covid-19 Konspirasi Atau Jolley, D., & Douglas, K. M. (2014a). The Bukan. RMOL. Diambil dari effects of anti-vaccine conspiracy https://www.rmoljabar.id/duh-50- theories on vaccination intentions. persen-warga-kota-bogor-bingung- PLOS ONE, 9(2), e89177. Diambil covid-19-konspirasi-atau-bukan dari Sarwono. (2011). Psikologi Remaja (Revisi). 62 Mind Set Vol. 1, No. 1 Jakarta, Indonesia: Rajawali Pers. SELMA. (2019). April SELMA focus: The consequences of hate speech. Diambil dari https://hackinghate.eu/news/aprilselma-focus-the-consequences-ofhate-speech/ Shahin, M. A. H., & Hussien, R. M. (2020). Risk perception COVID-19 regarding outbreak the among the general population: a comparative Middle East survey. Middle East Current Psychiatry, 27(1), 71. https://doi.org/10.1186/s43045-02000080-7 Soral, W., Bilewicz, M., & Winiewski, M. (2018). Exposure to hate speech increases prejudice through desensitization. Aggressive Behavior. https://doi.org/10.1002/ab.21737 Swami, V., & Furnham, A. (2012). Political paranoia and conspiracy theories. In J.-P. Prooijen & P. A. M. van Lange (Ed.), Power, Politics, and Paranoia: Why People Are Suspicious About Their Leaders. Cambridge University Press. Warden, C. A., Warden, A. R., Huang, S. C. T., & Chen, J. F. (2021). Job tension and emotional sensitivity to COVID19 public perception. Management, messaging Population and risk Health 24(2). https://doi.org/10.1089/pop.2020.0083