Uploaded by eeng gilang

MUHAMMAD FIL SOCRATES-FKIK

advertisement
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC
(HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)
PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI
DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP
PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat
SKRIPSI
OLEH :
MUHAMMAD FIL SOCRATES
109101000012
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434H/ 2013 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDIKESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, September 2013
Muhammad Fil Socrates, NIM: 109101000012
Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC (Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control) Pada Alat Suspension Preheater
Bagian Produksi Di Plant 6 dan 11 Field Citeureup PT. Indocement Tunggal
Prakarsa,Tahun 2013
xvii + 232 halaman, 24 tabel, 10 lampiran
ABSTRAK
HIRARC merupakan salah satu cara mengidentifikasi potensi bahaya yang
terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Langkah-langkahnya dimulai dengan cara
mengidentifikasi bahaya, lalu menilai risikonya dan melakukan pengendalian. PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terletak di jalan Mayor Oking Jaya Atmaja
kecamatan Citeureup, Bogor Jawa Barat. Barang hasil produksi yang dihasilkan berupa
semen dengan salah satu proses produksinya adalah dengan alat pemanasan awal atau
suspension preheater (SP). Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti HIRARC yang
dimiliki PT Indocement.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data yaitu observasi lapangan, telaah dokumen, dan wawancara
mendalam. Analisis data dimulai dengan menghitung nilai risiko dengan bentuk skor.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 19 jenis pekerjaan di SP
yang memiliki sumber bahaya berbeda-beda dan dibandingkan dengan 11 jenis
pekerjaan di Indocement. Dari segi keselamatan PT Indocement masih memiliki
beberapa kekurangan khususnya keselamatan pada perlengkapan APD dan menganalisis
HIRARC yang telah dibuat.
Saran dari penelitian ini adalah agar perusahaan mau meningkatkan keselamatan
pada setiap pekerjaan di SP untuk mengurangi unsafe action dan unsafe condition.
Untuk perlengkapan APD seharusnya dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan karena masih terdapat ketidak sesuaian dalam memakai APD atau masih
belum memakainya.
.
Daftar bacaan : 42 (1970-2012)
Kata Kunci :Suspension Preheater, HIRARC.
iii
FACULTY MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH MAJOR
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Thesis, September 2013
Muhammad Fil Socrates, NIM :109101000012
Safety Risk Analysis With HIRARC Methods (Hazard Identification, Risk
Assessment And Risk Control) To The Suspension Preheater Tools Of Production
Section In Plant 6 And 11 Case Study PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Field
Citeureup, years 2013.
ABSTRACT
HIRARC is one way to identify potencial hazard that accompany any type of job.
The step begin with hazard identification, risk assessement and risk control.
PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk is located at Mayor Oking Jaya Atmaja,
Citeureup, Bogor west java. Manufactured goods produced in the form of cement with
one of the production process is the beginning of the heating appliance or suspension
preheater (SP). For that researchers interested in studying HIRARC owned
PT.Indocement.
This study is a qualitative research. The technique used in the data collection
field observation, document review, and in-depth interviews. Data analysis began by
calculating the value of the risk score form.
Based of the result, it is known that there are 19 types of jobs in the SP which has
a different source of danger and in comparison with the 11 types of jobs in Indocement.
In terms of safety, PT Indocement still has some shortcomings particularly in safety
equipment and analyze HIRARC PPE that has been made.
Suggestions from this study is that companies want to improve the safety of each
job in SP to reduce unsafe action and unsafe condition. For PPE items should be tailored
to the type of work done because there is still a discrepancy in the use of PPE or still do
not wear it.
References : 42 (1970-2012)
Key words : suspension preheater, HIRARC
iv
CURRICULUM VITAE
PERSONAL IDENTITY
Full Name
: MUHAMMAD FIL SOCRATES
Place/Date of Birth
: BOGOR/ NOVEMBER
Sex
: MALE
Religion
: MOSLEM
Address
: Puri Nirwana 1 Blok P No. 02 RT 03/16
1991
Pabuaran, Cibinong-Bogor
Post Code
: 16916
Citizenship
: INDONESIAN
Height/ Weight
: 170 cm/ 52 Kg
Phone Number
: 087870774764
Email Address
: Lhead_shead@yahoo.com
Hobies
: Badminton, Reading history book
vii
FORMAL EDUCATION
Year
In
2009
Out
2013
Name Of Institute
Location
ISLAMIC STATE
CIPUTAT
Faculty/
Majoring
Result
PUBLIC
UNIVERSITY SYARIF
HEALH/
HIDAYATULLAH
SHE
JAKARTA
2006
2009
SMAN 1 CIBINONG
CIBINONG
-
Graduated
2003
2006
SMPN 1 CIBINONG
CIBINONG
-
Graduated
1997
2003
SDN CIRIUNG 2
CIBINONG
-
Graduated
ORGANIZATION EXPERIENCES
Year
Organization/ Events
2013
Apprentice in PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Bogor
2013
Apprentice in PT Pertamina Prabumulih, Sumatera Selatan
2012
Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Garut
2012
Participant in analysis of environmental impacts at Bantar Gebang, Bekasi
2012
Participant in HIV/AIDS prevention Training from UNESCO at Ciputat,
Banten
2011
Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Balongan,
Cirebon
2010
English languange courses in Mahesa Institute Pare, Kediri
2010
English languange courses in Able Pare, Kediri
viii
SEMINAR PARTICIPATION
Year
Organization/ Events
2013
Training of Working of Heigh Basic Awareness Indorope, Prabumulih
2012
Participant of Seminar K3 Tanggap Darurat Bencana Banjir
Participant of Seminar Profesi Gizi Bongkar Kebiasaan Lama Ganti Dengan
Diet Yang Tepat
2012
Participant of Seminar profesi Gizi Sudah sehatkah kantin kita
2012
Participant of Seminar Profesi K3 Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran
2011
2011
2011
Participant of Seminar Profesi K3 Angkutan Transportasi Nyaman Tanpa
Berdesakan Sampai Tujuan Dengan Aman
Participant of Seminar Profesi K3 Sudah Amankah Anda Berkendara
Participant of Seminar Profesi Regulasi Keamanan Pangan Minuman
Isotonik Di Indonesia
2011
Participant of Workshop Disaster Management
2011
Participant of Seminar Hari Bumi
Year
Organization/ Events
2010
Participant of Seminar Peran Pesantren dalam Pembangunan Nasional
2010
2010
2010
2009
2009
2009
2009
Participant of Seminar Nasional Simposium Perspektif Islam Dalam
membangun Karakter Bangsa Pada Era Milenium Kesehatan
Participant of Seminar Esensi Shalat Dalam Perspektif keislaman
Participant of SeminarNasional Bahaya kanker serviks dan Hubungannya
dengan Seks Anda
Participant of Seminar Pengembangan Profesi K3
Participant of Seminar Umum “Hilangnya Ayat Dalam Undang-Undang
Anti Rokok”
Participant of Seminar Nasional Menuju Indonesia Bebas Kaki Gajah dan
Sosialisasi Flu Burung
Participant of Seminar Gizi Status Gizi Baik, Keturunan Sehat, Keluarga
Bahagia
ix
2009
Participant of Seminar Gizi Sudah Sehatkah Dan Idealkah Pola Makan
Anda
x
Lembar Persembahan
Kulangkahkan Kakiku Menuju Impian
Namun Tidak Sendiri …
Karena Tangan Ini Selalu Dirangkul
Oleh Manusia-Manusia Luar Biasa
Yang Selalu Memberiku Dukungan, Doa, dan Harapan
Agar Kami Dapat Berhasil
Namun Tidak Sendiri …
Tapi Selalu Bersama
Skripsi Ini ku Persembahakn Untuk Kedua Orang Tua Tercinta,
Adikku Dan Sahabat Kembarku Yang Luar biasa, Serta TemanTeman Sejawat dan Seperjuangan
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah menciptakan dunia dan seisinya dengan
beraneka ragam dan menjadikan perrbedaan sebagai rahmat-NYA, karena syukur tak
pernah henti bagi penulis ucapkan ridhanya akhirnya Penelitian saya yang berjudul
“ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC
(HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)
PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6
DAN 11 FIELD CITEUREUP
PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013” telah penulis selesaikan. Shalawat serta salam selalu tak lupa penulis
sampaikan kepada Rasullallah Muhammad SAW yang membawa perubahan jaman yang
gelap gulita menjadi jaman yang terang benderang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan, petunjuk dan motivasi dari banyak orang-orang terdekat karena tanpa
bantuannya penulis belum tentu bisa menyelesaikannya.
Dengan kerendahan hati penulis memberikan rasa hormat dan ucapan
terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1.
Kedua Orang tua tercinta, Ibuku yang selalu memberikan dukungan berupa doa dan
nasihatnya sehingga saya dapat termotivasi untuk terus mengerjakan penelitian ini
hingga selesai. Kemudian ayah yang banyak memberikan masukan dan dukungan
terlebih beliau memahami isi penelitian yang saya kerjakan.
2.
Adikku Tercinta “Layalia Qodri” yang selalu memberikan semangat agar saya dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan semaksimal mungkin.
3.
Saudara sanak family ku yang selalu memberikan support dan dukungan agar aku
selalu semangat mengerjakan penelitian ini.
4.
Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
xii
5.
Ibu Febriyanti, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6.
Bapak Muhammad Farid Hamzen, M.Si. selaku pembimbing Fakultas yang selalu
memberikan masukan positif dan membimbing saya hingga skripsi saya dapat
berjalan dengan baik dan hasil yang memuaskan.
7.
Ibu Dewi Utami Iriani M.Kes Phd selaku pembimbing Fakultas yang memberikan
nasihatnya dengan sangat baik.
8.
Ibu Fase Badriyah, Ph.D selaku dosen penguji yang memberikan motivasi dengan
baik agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik.
9.
Bapak dr.Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen penguji yang banyak sekali
memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi.
10. Ibu Nurul Wandasari S.,M.Epid selaku dosen penguji yang banyak sekali
memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi.
11. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selalu penanggung jawab peminatan K3.
12. Bapak Widi Wibisono selaku pembimbing penelitian di Perusahaan yang tiada
hentinya memberikan ilmu-ilmu mengenai safety dengan cukup baik.
13. Ibu Tika selaku pembimbing penelitian di perusahaan yang selalu memberikan
masukan positif terutama mengenai perundangan keselamatan kerja.
14. Teman-teman kantor PT Indocement Tunggal Prakarsa atas bantuannya selama ini.
15. Sahabat-sahabat Benkyu (Nia, Denis, VJ, Ubay, Ana, Heni) yang selalu mensupport
hingga saat ini dan selalu mendoakan agar kami dapat lulus dengan hasil yang
memuaskan.
16. Teman-teman K3 2009 seperjuangan yang selalu kompak dalam menjarkom,
menghabiskan waktu luang,berdiskusi kelompok, maupun dalam hal lainnya.
17. Anak-anak pengajian Himatul Ulya atas doa dan dukungannya selama ini.
18. Dan semua rekan yang telah membantu dalam tahap menyusun laporan skripsi saya.
Akhir kata dengan mengucapkan rasa syukur dengan memanjatkan doa kepada
Allah SWT, semoga semua amal kebaikan dari semua pihak dibals oleh Allah SWT
xiii
amin dan semoga laporan magang ini dapat menambah keilmuan pengetahuan penulis
khususnya dan pembaca umumnya.
Jakarta, 22 Agustus 2013
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
ABSTRACT ...................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi
CURRICULUM VITAE .................................................................................. vii
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... xi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xxii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 7
1.5.2 Bagi Institusi ....................................................................................... 7
xv
1.5.3 Bagi Perusahaan .................................................................................. 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................................
9
2.2 Kecelakaan Akibat Kerja ...........................................................................
11
2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja ..................................................
12
2.3 Bahaya .......................................................................................................
16
2.3.1 Jenis Bahaya .....................................................................................
17
2.4 Analisis Risiko ...........................................................................................
18
2.4.1 Pengertian Risiko .............................................................................
18
2.5 Manajemen Risiko ....................................................................................
19
2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko ................................................................
19
2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko ...............................................................
20
2.6 Perangkat Manajemen Risiko ....................................................................
21
2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) .........
25
2.7.1 Identifikasi Bahaya ............................................................................
25
2.7.2 Penilaian Risiko ...............................................................................
27
2.7.3 Pengendalian Risiko .........................................................................
29
2.8 Definisi Suspension Preheater ..................................................................
33
2.9 Kerangka Teori ..........................................................................................
41
BAB 3 KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berfikir .....................................................................................
43
3.2 Definisi Istilah ..........................................................................................
45
xvi
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian .........................................................................................
48
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .....................................................................
48
4.3 Informan Penelitian ...................................................................................
48
4.4 Instrumen Penelitian .................................................................................
50
4.5 Sumber Data .............................................................................................
51
4.6 Pengumpulan Data .....................................................................................
51
4.7 Keabsahan Data ........................................................................................
53
4.8 Pengolahan Data .......................................................................................
54
4.9 Analisis Data .............................................................................................
55
4.10 Penyajian Data ........................................................................................
55
BAB 5 HASIL
5.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..........................
56
5.1.1 Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................................
56
5.1.2 Perkembangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ......................
58
5.1.3 Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ...
59
5.1.4 Lokasi PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................................
60
5.1.5 Struktur Organisasi ...........................................................................
62
5.1.6 Manajemen Perusahaan ....................................................................
64
5.1.7 Produk Semen ..................................................................................
66
5.1.8 Proses Produksi ................................................................................
68
5.2 Alur Kerja Suspension Preheater ..............................................................
76
5.3 SOP Suspension Preheater ........................................................................
78
5.4 Hasil Identifikasi Bahaya Suspension Preheater ........................................
82
5.4.1 Hasil Identifikasi Bahaya SP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk .
83
xvii
5.4.2 Hasil Identifikasi Bahaya SP dari hasil observasi peneliti .................
94
5.5 Hasil Analisis Penilaian Risiko SP ............................................................ 110
5.5.1 Penilaian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................... 114
5.5.2 Penilaian Risiko dari hasil observasi peneliti .................................... 117
5.6 Hasil Pengendalian Risiko SP ................................................................... 125
5.6.1 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ............. 126
5.6.2 Pengendalian Risiko dari hasil observasi peneliti .............................. 129
5.7 Rekomendasi Pengendalian Risiko ............................................................ 152
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 161
6.2 Pembahasan Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC
Pada Pekerjaan Di Suspension Preheater .................................................. 162
6.3 Analisis Perbandingan Milik PT Indocement Dengan Peneliti ................... 211
6.3.1 HIRARC Perusahaan Dengan Peneliti .............................................. 211
6.4 Peraturan Perundang-Undangan dan Standarisasi dari Pemerintah ............. 216
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ............................................................................................... 228
7.2 Saran ......................................................................................................... 231
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR OBSERVASI
PEDOMAN WAWANCARA
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O) .............................. 26
Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S) .................. 28
Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko ................................................................... 28
Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko ............................................................................... 28
Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D) ................................. 33
Tabel 4.1 Informan Penelitian ............................................................................ 51
Tabel 5.1 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement .............. 65
Tabel 5.2 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement ............... 66
Tabel 5.3 Jam Kerja Shift Untuk Bagian Produksi, Pengendalian Mutu, Elektrik
Dan Power station dan Paper Bag ....................................................... 66
Tabel 5.4 Jam Kerja untuk Departement Paperbag ............................................. 66
Tabel 5.5 HIRARC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ................................ 86
Tabel 5.6 Identifikasi Bahaya Pekerjaan Di Alat Suspension Preheater ............. 103
Tabel 5.7 Lembar Observasi Identifikasi Risiko Pada Suspension Preheater ....... 108
Tabel 5.8 Penilaian Tingkat Kemungkinan Dilakukannya Kegiatan ................... 112
Tabel 5.9 Penentuan Tingkat Konsentrasi/Keparahan ......................................... 112
Tabel 5.10 Matriks Risiko WRAC ..................................................................... 113
Tabel 5.11 Penentuan Tingkat Risiko ................................................................. 114
Tabel 5.12 Penilaian Risiko Pada Pekerjaan di SP PT ITP Tbk ........................... 116
Tabel 5.13 Hasil Observasi Penilaian Risiko ...................................................... 119
Tabel 5.14 Lembar Observasi Penilaian Risiko .................................................. 125
xix
Tabel 5.15 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ............. 128
Tabel 5.16 Hasil Pengendalian Risiko SP ........................................................... 131
Tabel 5.17 Lembar Observasi Pengendalian Bahaya ........................................... 140
Tabel 5.18 Rekomendasi pengendalian Risiko ................................................... 143
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Suspension Preheater ..................................................................... 37
Gambar 2.2 Proses Suspension Preheater .......................................................... 38
xxi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 42
Bagan 3.1 Kerangka Berfikir ............................................................................. 44
xxii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya
risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian
risiko yang dilakukan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan pada
perusahaan. Secara garis besar kejadian kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor,
yaitu tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan
keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Suma’mur, 1984).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup
dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap
orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh
karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang didalamnya
terdapat pekerja dan resiko terjadinya bahaya wajib untuk memberikan perlindungan
Keselamatan.
Seperti yang terjadi bahwa sistem keselamatan kesehatan kerja dapat
dikatakan baru akan dilaksanakan setelah proses pendirian suatu pabrik/ unit usaha
berjalan, padahal menurut aturan hukum seharusnya dilakukan pada saat
1
2
perencanaan pabrik/ perusahaan tersebut (Pabiban, 2007). Dari data ILO
menunjukkan bahwa sebanyak 1.2 juta pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan
kerja tiap tahun, penyakit akibat kerja (PAK) menimpa 160 juta tenaga kerja
pertahun. Kerugian pun mencapai tingkat yang tinggi sebesar 2.4 % dari Gross
domestic product (GDP).
Data angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2012, terjadi kasus
kecelakaan kerja sebesar 4.130 yang mengalami cacat fungsi, 2.722 orang
mengalami cacat sebagian, 34 orang harus mengalami cacat total tetap dan 2.218
jiwa meninggal dunia (Jamsostek, 2012). Upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja
dapat direncanakan, dilakukan dan dipantau dengan melakukan studi karakteristik
tentang kecelakaan agar upaya pencegahan dan penananggulanganya dapat dipilih
melalui pendekatan yang paling tepat. Analisa tentang kecelakaan dan resikonya
dilakukan atas dasar pengenalan atau identifikasi bahaya di lingkungan kerja dan
pengukuran bahaya di tempat kerja. Secara garis besar ada empat faktor utama yang
mempengaruhi kecelakaan yaitu faktor manusia, alat atau mesin, material dan
lingkungan (Suma’mur, 1986).
Proses identifikasi bahaya merupakan salah satu bagian dari manajemen
resiko. Penilaian resiko merupakan proses untuk menentukan prioritas pengendalian
terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Proses identifikasi
bahaya bisa dimulai berdasarkan kelompok, seperti: kegiatan, lokasi, aturan-aturan,
dan fungsi atau proses produksi. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan guna
mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, misalnya melalui inspeksi, informasi
mengenai data kecelakaan kerja, penyakit dan absensi, laporan dari tim K3, P2K3,
3
supervisor dan keluhan pekerja, pengetahuan tentang industri, lembar data
keselamatan bahan dan lain-lain (Depnaker, 1991).
Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global atau Internasional
adalah OHSAS 18001;2007. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya
terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat
mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis
perusahaan. Manajemen risiko terbagi atas tiga bagian yaitu Hazard Identification,
Risk Assessment dan Risk Control. Biasanya dikenal dengan singkatan HIRARC.
Metode ini merupakan bagian dari manajemen risiko dan yang menentukan arah
penerapan K3 dalam perusahaan (Ramli, 2010).
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT.ITP) adalah perusahaan semen
swasta terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1975 dan memiliki 12 pabrik
yang tersebar di 3 kota yakni Bogor, Cirebon dan Kotabaru. PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk memiliki 6316 jumlah karyawan yang bekerja yang tidak dipungkiri
bahwa terdapat bermacam-macam jenis bahaya yang bisa saja terjadi mulai dari
proses awal hingga produksi akhir (www.Indocement.co.id).
Dilihat dari proses produksinya, PT Indocement Tunggal Prakarsa tidak akan
terlepas dari risiko timbulnya kecelakaan akibat kerja. Dengan jumlah karyawan
mencapai angka 3000 karyawan, risiko terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi
sewaktu-waktu ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Data angka kecelakaan kerja
pada tahun 2010 hingga tahun 2012 di pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa
Citeureup adalah berjumlah 86 orang pada tahun 2010 dengan jumlah karyawan
3145 orang, kemudian mengalami penurunan di tahun 2011 yakni 76 orang dengan
4
jumlah karyawan 3074orang. Namun kembali mengalami kenaikan di tahun 2012
adalah 86 orang dengan jumlah karyawan 3090 orang (HSE Indocement, 2013).
Dari data angka kecelakaan yang terjadi dari tahun 2010-2012 menunjukkan
masih adanya kecelakaan kerja yang terjadi di areal pabrik tersebut dengan 20 divisi
yang tersebar di area pabrik terdapat angka yang paling besar mengalami kecelakaan
yakni pada plant 6/11 berjumlah 15 orang. Riwayat kejadian kecelakaan di Plant 6
dan 11 menunjukkan fluktuasi jumlah kecelakaan kerja yang tertinggi dari divisi
lainnya. Kemudian setelah melihat temuan data pada plant 6 dan 11 dalam produksi
semen, kegiatan proses kerja yang mempunyai risiko paling tinggi atau high risk di
bagian suspension preheater. Hasil ini didapatkan dari hasil temuan investigasi di
plant 6/11 dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yang didapatkan dari data HSE pusat.
Pada proses ini mesin akan mengeluarkan panas yang cukup tinggi dan pada proses
ini semen mengalami pemanasan awal dengan suhu diatas 3000 derajat celcius. Hal
itu mengindikasikan adanya risiko keselamatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan
dengan plant atau divisi lainnya. Untuk itu diperlukan analisis risiko keselamatan
kerja untuk mengetahui tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension
preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC (Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement Tunggal
Prakarsa, field Citeureup tahun 2013.
5
1.2 Perumusan Masalah
Perusahaan atau industri memerlukan proses yang baik di semua kegiatan
dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja dan menekan angka kecelakaan kerja. Walaupun telah
dibuatkannya sistem HIRARC dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko sebagai
acuan dalam mengevaluasi permasalahan kecelakaan yang ada, kemudian peraturan
dan prosedur kerja yang baik serta penyediaan alat pelindung diri (APD), akan tetatpi
kecelakaan kerja masih terjadi lebih tinggi dibandingkan plant atau divisi lainnya
yakni di plant 6/11 PT Indocement Tunggal Prakarsa tahun 2013. Hal ini merupakan
alasan bagi peneliti untuk menjadikan masalah kecelakaan kerja bagi pekerja untuk
di analisis melalui suatu penelitian dengan menggunakan metode HIRARC (Hazard
Identification Risk Assessment and Risk Control)
1.3 Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian
produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
pada tahun 2013 ?
2. Bagaimana pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension preheater
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?
3. Bagaimana pelaksanaan menganalisis risiko pada alat suspension preheater
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?
6
4. Bagaimana pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension preheater
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension
preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC
(Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement
Tunggal Prakarsa, Citeureup tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater
bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk pada tahun
2. Diketahuinya pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.
3. Diketahuinya pelaksanaan analisis risiko pada alat suspension
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.
4. Diketahuinya pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension
preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.
7
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Memberikan manfaat bagi peneliti untuk memperdalam pengetahuan,
wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan
kerja. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja pada alat
suspension preheater dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk
Assessment and Risk Control)
1.5.2 Bagi Institusi
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi
tambahan bagi civitas akademik prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah jakarta. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja
pada alat suspension preheater preheater dengan metode HIRARC ( Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control)
1.5.3 Bagi Perusahaan
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi
kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan atau masukan
tentang potensi bahaya yang terdapat di pekerjaan bagian produksi pada alat
suspension preheater.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin
menganalisis risiko yang ada di plant 6/11 bagian produksi pada alat suspension
8
preheater. Penelitian ini dilakukan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup,
Jawa Barat pada bulan Mei-Juli tahun 2013 karena dari data kecelakaan
menunjukkan adanya risiko yang berbahaya pada pekerjaan di bagian tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sasaran pekerja yang
melakukan produksi menggunakan alat suspension preheater di PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dan sekunder, data sekunder dengan telaah dokumen yang terdapat di
bagian SHE (Safety Health and Environment) dari pusat dan data dari plant 6/11.
Data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada pekerja, pekerja maintenance
dan pekerja SHE plant 6/11.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut ILO/WHO (1998) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang setinggitingginya mencakup aspek fisik, mental, dan sosial untuk kesejahteraan seluruh
pekerja di semua tempat kerja. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat nmeningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Sedangkan menurut Suma’mur (1988) keselamatan kerja adalah
keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri adalah sebagai berikut : (Suma’mur,
1981)
1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
9
10
3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman
dan efisien.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian langsung dan juga dapat
menimbulkan kerugian tidak langsung yaitu kerusakan mesin dan peralatan kerja,
terhentinya proses produksi, kerusakan pada lingkungan kerja. Keselamatan kerja
adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja.
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang-Undang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (Undang-Undang K3 pasal 3 ayat
1, tahun 1970) :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Member alat-alat perlindungan diri kepada pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic
maupun psikis. Peracunan, infeksi dan penularan;
i.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11
j.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
dan barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2.2 Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut Suma’mur (1995), definisi kecelakaan adalah kejadian tidak terduga
dan tidak diharapkan. Dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa yang
terjadi tidak terdapat unsur kesengajaan atau unsur perencanaan, sedangkan tidak
diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil ataupun
menimbulkan penderitaan dari skala paling ringan sampai skala paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau
sedang melakukan pekerjaan di suatu t empat kerja. Ruang lingkup kecelakaan akibat
kerja terkadang diperluas meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi saat
perjalanan ke dan dari tempat kerja.
12
Menurut Bird and Germain (1990) kecelakaan kerja adalah kejadian tidak
diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang,
kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi saat pekerjaan
dilakukan. Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena adanya kontak dengan bahan
atau sumber energi (bahan kimia, suhu tinggi, kebisingan, mesin, listrik, dan lainlain) di atas nilai ambang batas kemampuan tubuh manusia untuk.dapat
menerimanya, yang kemungkinan dapat menyebabkan terpotong, terbakar, luka
lecet, patah tulang, dan terjadi ganguan fungsi fisiologis alat tubuh.
2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap
mata. Bennett (1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan
kerja, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni a) faktor
lingkungan, b) faktor bahaya, c) faktor peralatan dan perlengkapan, dan d) faktor
manusia. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak sama.
Namun ada kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan
penyebab, antara lain (Suma’mur, 1981) :
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
human acts)
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
A. Faktor Manusia
-Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan
akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk
13
mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda
karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi (Menurut
Hunter dalam Hernawati, 2008). Namun umur muda pun sering pula mengalami
kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka
tergea-gesa (Tresnaningsih, 1991).
Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda
usia lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih
tua. Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya (ILO,
1989).
-Jenis Kelamin
Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada
pada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik
laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30%
lebih rendah daripada laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah, laki
laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan, baik pergerakan kaki,
tangan, dan lengan (www.depkes.go.id).
-Pengalaman kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan
terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja atau
lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan. Pengalaman kerja merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai
penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan
14
penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat
kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat
kerja yang bersangkutan (Suma’mur 1989). Tenaga kerja baru biasanya belum
mengetahui secara mendalam seluk-beluk pekerjaannya. Penelitian dengan studi
restropektif di Hongkong dengan 383 kasus membuktikan bahwa kecelakaan akibat
kerja karena mesin terutama terjadi pada buruh yang mempunyai pengalaman kerja
di bawah 1 tahun (Menurut Ong, Sg, dalam Agusliadi 1982).
-Tingkat pendidikan
Pendidikan sesorang berpengaruh dalam pola pikir sesorang dalam
menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga
akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam
rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat
pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan itngkat pendidikan
rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di
lapangan yang mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja.
Pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat
berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun disamping pendidikan formal,
pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh
terhadap pekerja dalam pekerjaannya (Menurut Achmadi dalam Agusliadi 1990).
15
-Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri.
Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk
melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsifungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja,
pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, serta adanya konflik
(Silalahi, 1991).
B. Faktor Lingkungan
-Lokasi/Tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana
terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat
itu (Silalahi, 1991). Disain dari lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat
menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat kerja yang baik apabila lingkungan kerja
aman dan sehat.
-Peralatan/perlengkapan
Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting
dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai
dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai
bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu (Silalahi, 1991):
1. bagian-bagian fungsional
2. bagian-bagian operasional
16
Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan jalan
mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang
dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain :
1. peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan
2. peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif
3. peralatan/perlengkapan dengan temperatur tinggi ataupun terlalu rendah
4. peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya
5. peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi
6. peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll.
-Shift Kerja
Menurut National Occupational Health and Safety Commitee, shift kerja
adalah bekerja diluar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk hari libur
dan bekerja dimulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau lebih. Shif kerja
malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan
shift kerja siang, tetapi shif kerja pagi-siang tidak menutup kemungkinan dalam
menimbulkan kecelakaan akibat kerja.
2.3 Bahaya
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotesi
menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan
lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya
tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan (Ramli, 2010).
Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat,
sistem, kondisi atau peralatan. Misalkan api, secara alamiah mengandung sifat panas
17
yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan atau
cidera.
2.3.1 Jenis Bahaya
Ditempat umum banyak terdapat sumber bahaya seperti perkantoran,
tempat rekreasi, mal, jalan raya, sarana olahraga dan lain-lain. Di tempat
kerja juga banyak jenis bahaya seperti di pertambangan, pabrik kimia, kilang
minyak, pengecoran logam dan lainnya.
Kita tidak dapat mencegah kecelakaan jika tidak dapat mengenal
bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya dapat diklasifikasiakan antara
lain (Ramli, 2010) :
a) Bahaya Mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak
dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun
dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa,
pengaduk dan lain-lain.
b) Bahaya Listrik
Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat
mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan
hubungan arus pendek. Dilingkungan kerja banyak ditemukan bahaya
listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang
menggunakan energi listrik.
18
c) Bahaya Kimiawi
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan
kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahan kimiawi.
d) Bahaya Fisik.
Bahaya yang berasal dari faktor fisik diantaranya : karena getaran,
tekanan, gas, kebisingan, suhu panas atau dingin, cahaya penerangan,
radiasi dari bahan radioaktif
2.4 Analisis Risiko
2.4.1 Pengertian Risiko
Menurut OHSAS 18001, risiko adalah kombinasi dari kemungkinan
terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cidera atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut.
Sedangkan manajemen risiko adalah suatu proses untuk mengelola risiko yang ada
dalam setiap kegiatan (Ramli, 2010).
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event)
yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari
cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau
rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi
semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau
pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya ( Sugandi, 2003).
Risiko diukur dalam kaitannya dengan kecenderungan terjadinya suatu
kejadian dan konsekkuensi atau akibat yang dapat ditimbulkannya. Dari definisi
19
tersebut maka diperoleh pengertian bahwa suatu risiko diperhitungkan menurut
kemungkinan terjadinya suatu kejadian serta konsekuensi yang ditimbulkan. Tidak
selamanya risiko diartikan sebagai sesuatu yang negatif. Contohnya adalah seseorang
harus berani mengambil risiko untuk melakukan suatu perubahan.
2.5 Manajemen Risiko
Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik (Ramli, 2010).
Namun sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko adalah
“suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui
(melalui rencana analisa risiko atau bentuk observasi lain) untuk meminimalisasi
konsekuensi buruk yang mungkin muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan
dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif. Kerzner (2001)
mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangkaian kegiatan
yang berhubungan dengan risiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan
(planning),
penilaian
(assesment)
(identifikasi
dan
dianalisa),
penanganan
(handling), dan pemantauan (monitoring) risiko.
2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko
Tujuan manajemen risiko menurut Australian Standard / New Zealand
Standard 4360 (1999), yaitu :
1. Membantu meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi.
2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan
kerugian.
20
3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan
keuntungan bukan kerugian.
4. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level.
5. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat
terjadi kegagalan.
6. Menciptakan manajemen yang bersifat proaktif bukan bersifat reaktif.
2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko
Manajemen risiko sangat penting bagi keberlangsungan suatu usaha atau
kegiatan dan merupakan alat untuk melindungi perusahaan dari setiap kemungkinan
yang merugikan.Manajemen tidak cukup melakukan langkah-langkah pengamanan
yang memadai sehingga peluang terjadinya bencana semakin besar. Dengan
melaksanakan
manajemen
risiko
diperoleh
berbagai
manfaat
antara
lain
(Ramli,2010) :
•
Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan
yang mengandung bahaya.
•
Menekan biaya untuk penanggualangan kejadian yang tidak diinginkan.
•
Menimbulkan
rasa
aman
dikalangan
pemegang
saham
mengenai
kelangsungan dan keamanan investasinya.
•
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap
unsur dalam organisasi/ perusahaan.
•
Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.
21
2.6 Perangkat Manajemen Risiko
Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususnya untuk melakukan
identifikasi bahaya, penilaian dan pengendaliannya diperlukan metoda atau
perangkat. Khusus untuk risiko K3, ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi bahaya diantaranya :
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan sebagai
analisis awal (Budiono, 2003). Preliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada
suatu informasi mengenai sistem (Colling, 1990). PHA dilakukan pada kegiatan
identifikasi bahaya pada tahap awal (pra desain) untuk memberikan rekomendasi
tahapan pekerjaan desain final. Hasil PHA adalah berupa daftar sumber bahaya dan
risiko yang berhubungan dengan detail desain lengkap dengan rekomendasi kepada
perencanaan dalam upaya menghindari dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko
yang akan terjadi Data yang diperlukan dalam PHA kriteria desain tempat kerja
spesifikasi peralatan dan instalasi dan spesifikasi bahan maupun produk
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Merupakan suatu Identifikasi penyimpangan/deviasi yang terjadi pada
pengoperasian suatu instalasi industri dan kegagalan operasinya yang menimbulkan
keadaan tidak terkendali. Metode ini dilakukan oleh kelompok para ahli dari multi
disiplin ilmu dan dipimpin oleh spesials keselamatan kerja yang berpengalaman atau
oleh konsultan pelatihan khusus.
HAZOPS bertujuan untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu
sistem secara seistematis, untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat
22
mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Biasanya metode
ini dipakai pada insudtri proses seperti industri kimia, petrokimia dan kilang minyak
(Ramli,2010).
3. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
Menurut Cooling (1990) FMEA adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin
mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. FMEA secara
sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat
gagal, lalu mengevaluasi efek dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang
dihasilkan dari kegagalan, dan bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau
dikurangi.FMEA merupakan kajian bahaya yang sistematis, terstruktur dan
komprehensif. Proses dasar dari FMEA adalah dengan membeuat daftar semua
bagian dari sistem dan kemudian analisa apa saja dampak jika sistem tersebut gagal
berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi dengan menetapkan konsekuensinya.
FMEA adalah tabulasi dari sistem, peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta
efeknya terhadap operasi. FMEA adalah uraian mengenai bagaimana suatu peralatan
dapat mengalami kegagalan. Kegagalan suatu peralatan dapat beragam, misalnya
membuka yang seharusnya tertutup, mati, bocor dan lainnya. Dampak dari kegagalan
peralatan ini dapat berupa respon dari sistem atau kecelakaan.
4. Job Safety Analysis (JSA)
Merupakan teknik analisis untuk mengkaji langkah-langkah suatu kegiatan
dan mengidentifikasikan sumber bahaya yang ada dari tiap langkah-langkah tersebut
serta merencanakan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko.
23
Identifikasi bahaya dengan menggunakan JSA menurut Diberardinis (1999) dapat
menghasilkan analisa yang baik.
5. What if
Pemeriksaan yang dilakukan dari proses atau operasi yang dilakukan oleh
sekelompok individu yang berpengalaman sehingga dapat mengajukan pertanyaan
atau menyumbang suara tentang peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan (proses
brainstorming).
Analisis
what-if mendorong
pemeriksa
untuk
memikirkan
pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana jika" (“what if”) untuk mengidentifikasi
kejadian kecelakaan yang mungkin terjadi, konsekuensinya, dan tingkat keselamatan
yang ada, sehingga dapat menyarankan alternatif untuk pengurangan risiko. Teknik
ini memberikan kebebasan yang luas kepada peserta dalam berpikir dan memberikan
pendapatnya, sehingga terkesan kurang terstruktur. Karena itu, pihak yang
mengkritik teknik ini menilai teknik ini terlalu luas dan tidak fokus sehingga sulit
mendapatkan hasil yang lebih rinci lagi. Namun teknik ini lebih baik digunakan
kepada mereka yang kurang memahami teknik identifikasi bahaya, namun memiliki
spectrum pangalaman, bidang spesialisasi dan pengetahuan yang luas.
6. Brainstorming
Sumber informasi tentang bahaya dapat diperoleh dari semua pihak. Semakin
banyak sumber informasi yang digunakan akan semakin luas, dalam dan rinci
informasi yang diperoleh. Karena itu, salah satu teknik sederhana untuk
mengidentifikasi bahaya adalah dengan teknik “brainstorming”. Melalui diskusi dan
pertemuan
berbagai
pihak
dan
individu
yang
berbeda
dapat
dilakukan
24
“brainstorming” untuk menggali potensi bahaya yang ada, atau diketahui oleh
masing-masing anggota kelompok.
7. Fault Tree Analysis
FTA atau pohon kegagalan dikembangkan pertama kali pada tahun 1961 oleh
US Army ketika merancang peluru kendali. FTA menggunakan metoda analisis yang
bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang
mungkin terjadi dalam sistem atau proses, misalnya kebakaran atau ledakan.
Selanjutnya semua kejadia yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak
tersebut diidentifikasi dalam bentuk pohon logika ke bawah.
8. Task Risk Assessment
Sebelum suatu kegiatan dimulai perlu dilakukan kajian analisa risiko untuk
mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan
berlangsung. Untuk itu dilakukan Task Risk Assessment (TRA).
9. Check list / Daftar Periksa
Metoda lain untuk mengidentifikasi bahaya adalah menggunakan daftar
periksa. Metoda ini sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar
periksa pemeriksaan di tempat kerja. Pemeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka
yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam
pemahamannya, semakin rinci identifikasi bahaya yang dapat dilakukan.Karena itu
pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat.
10. HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)
HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)
merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam
25
aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian risiko
dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut agar dapat
dimini malisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan mencegah terjadi
kecelakaan. Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik diantaranya,
identifikasi bahaya, peniliaian dan pengendalian risiko yang merupakan bagian dari
manajemen risiko. HIRARC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam
perusahaan.
2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)
HIRARC dimulai dari menentukan jenis kegiatan kerja yang kemudian
diidentifikasikan sumber bahaya nya sehingga didapatkan risikonya. Kemudian akan
dilakukan penilaian risiko dan pengendalian risiko untuk mengurangi paparan bahaya
yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
2.7.1 Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan
manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui
adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan
dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin
melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana
adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya
telah melakukan suatu identifkasi bahaya.
Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan kecelakaan
atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat
26
ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat
dijalankan (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain:
a) Mengurangi Peluang Kecelakaan.
Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena
identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan.
b) Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya
dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam
menjalankan operasi perusahaan.
c) Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan
dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada,
manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan
tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif.
d) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam
perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan
demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha
yang akan dilakukan.
Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
27
Tahap awal proses HIRARC pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
adalah dengan Mengidentifikasi semua kegiatan baik yang rutin maupun tidak rutin
(abnormal) di unit kerja, atau kegiatan yang dapat menyebabkan keadaan darurat.
kemudian mengidentifikasi sumber bahaya yang berhubungan dengan kergiatan yang
diidentifikasi.
2.7.2 Penilaian Risiko
Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya
suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat
yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko
sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap
perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan.
Hasil analisa risiko dievaluasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah
ditetapkan atau standard dan norma yang berlaku untuk menentukan apakah risiko
tersebut dapat diterima atau tidak. Jika risiko dinilai tidak dapat diterima, harus
dikelola atau ditangani dengan baik. Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup
dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko (Risk Analysis) dan mengevaluasi risiko
(Risk Evaluation). Kedua tahapan ini sangat penting karena akan menentukan
langkah dan strategi pengendalian risiko.
28
Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Menilai tingkat risiko dari kegiatan yang diidentifikasi dalam hubungannya
dengan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan pada Tabel risiko WRAC
(WRAC = workplace risk assessment and control atau kontrol dan penilaian risiko
tempat kerja).
Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
29
Setelah menentukan tingkat risiko suatu pekerjaan, tahap selanjutnya adalah
dengan mengklasifikasikan risiko yang ada mulai dari tingkatan paling rendah
hingga ke tingkat yang tinggi dimana tingkat pengendalian pekerjaannya dapat
disesuaikan dengan pengendalian risiko yang ada.
2.7.3 Pengendalian Risiko
Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakantindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan
kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative
control, alat pelindung diri.
1. Eliminasi
Hirarki teratas adalah eliminasi dimana bahaya yang ada harus dihilangkan
pada saat proses pembuatan/ desain dibuat. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu
sistem karena adanya kekurangan pada desain.Penghilangan bahaya
merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan
perilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun demikian penghapusan
benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.Missal :
bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya confined space, bahaya bising,
bahaya kimia. Semua ini harus dieliminasikan jika berpotensi berbahaya
2. Subsitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya.
Dengan pengendalian ini akan menurunkan bahaya dan risiko melalui sistem
30
ulang maupun desain ulang. Missal : sistem otomatisasi pada mesin untuk
mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan
bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan,
kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan
debu menjadi bahan yang cair atau basah.
3. Engineering control
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian
ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
4. Warning System
Pengendalian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan,
intruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya
dilokasi tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan
memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga
mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak
kepadanya. Aplikasi didunia industry untuk pengendalian jenis ini antara lain
berupa alrm system , detektor asap, tanda peringatan.
5. Administrative control
Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja
dengan lingkungan kerja, seperti rotasi kerja, pelatihan, pengembangan standar
kerja (SOP), shift kerja, dan housekeeping.
6. Alat Pelindung Diri
31
Alat pelindung diri dirancang untuk melindungi diri dari bahaya dilingkungan
kerja serta zat pencemar, agar tetap selalu aman dan sehat. Adapun langkahlangkah keselamtan APD :
a. Selalu Gunakan APD
b. Bicarakanlah, apabila peralatan pelindung pribadi yang digunakan
tidak tepat untuk pekerjaan, atau tidak nyaman atau tidak sesuai
sebagaimana mestinya dengan mengatakan kepada rekan-rekan kerja
atau kepada supervisior.
c. Tetap
selalu
diberitahukan.pastikanlingkungan
kerja
selalu
terinformasi tentang sifat dari bahaya atau risiko yang mungkin
dijumpai.
d. Perhatikan APD yang digunakan. Dengan tidak merusak atau
merubah kemapuan APD menjadi berkurang kegunaannya. Karena
kondisi APD menentukan manfaat perlindungan yang diberikannya.
e. Lindungi Keluarga. Jangan membawa kontaminasi bahaya dari tempat
kerja ke keluarga atau teman-teman anda di rumah, tinggalkan APD
di tempat kerja.
Berbagai jenis APD yang tersedia diklasifikasikan berdasarkan
anggota tubuh yang dilindungi, yaitu sebagai berikut :
•
Perlindungan terhadap kepala
•
Perlindungan terhadap wajah dan mata
•
Perlindungan terhadap telinga
32
•
Perlindungan terhadap tangan dan lengan
•
Perlindungan terhadap tungkai kaki dan badan
•
Perlindungan terhadap kaki bagian bawah
•
Perlindungan dari potensi jatuh
•
Perlindungan terhadap pernapasan
Pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, prinsip semua risiko harus
dikendalikan dengan cara menghilangkan, mengurangi, mengendalikan atau
memindahkan bahaya yang bisa saja terjadi. Dan pengendalian risiko di unit kerja
Indocement ini adalah :
a. Jika risiko dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat
pelindung diri atau pengaman;
b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan
masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan
atau standar yang berlaku,
c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada
pihak yang kompeten.
Menentukan upaya pengendalian risiko berdasarkan tingkatan pengendalian
risiko dan tingkatan pengendalian limbah. Menentukan ukuran tingkat keberhasilan
upaya pengendalian risiko melalui antara lain:
a. Pemantauan pemenuhan peraturan perundangan dan standar:
1. Pemantauan atau pengukuran faktor lingkungan: fisika, kimia, biologi,
ergonomi dan psikologis.
33
2. Pemantauan lingkungan kerja: kondisi berbahaya dan tindakan berbahaya.
b. Pengukuran kinerja K3:
1. Pengukuran tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2. Pengukuran tingkat kerugian terhadap asset, produksi, lingkungan.
Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
2.8 Definisi Suspension preheater
Preheater adalah alat dalam unit produksi semen yang berfungsi untuk
melepaskan material sebelum dibakar didalam rotary kiln. Tujuan pemanasan ini
adalah untuk memanaskan material secara perlahan-lahan sesempurna mungkin
sehingga umpan kiln nantinya sudah siap untuk mengalami proses selanjutnya
sehingga akan didapatkan terak dengan hasil yang baik. Adapun jenis-jenis preheater
adalah sebagai berikut : (Hikmah, 2009)
34
1. Polysius Dopol Preheater
Preheater jenis ini dalam pemanasan awal terhadap raw mix dilakukan dalam
dua aliran suspention preheater. Stage tingkat I,III,IV (dihitung dari bawah
ke puncak) tersusun atas double cyclone yang dipasang parallel. Stage II
yang merupakan single unit merupakan counter current HE. Pemisahan aliran
gas di dalam dua aliran pada stage tingkat I, III, dan IV menyebabkan
penggunaan siklon yang lebih kecil untuk volumetric gas yang sama dengan
tingkat pemisahan yang lebih tinggi. Dopol preheater kiln tersedia sampai
kapasitas 43000 bbl/hari.
2. The Bihler Miag Raw Mix Preheater
Terdiri atas 3 tingkat yang tersusun atas double cyclone yang bekerja dengan
aliran parallel dan terdiri atas satu preheater shaft berbentuk kerucut sebagai
siklon IV dengan aliran counter current.
3. The Zap Raw Mix Suspension preheater
Ciri khusus dari jenis preheater ini adalah dalam hal tingkat keamanan
operasinya yang tinggi. ZAP ini tersedia dalam dua jenis, yaitu twin
constraction dan single tower yang memiliki kapasitas 2000 ton klinker/hari.
4. The Krupp Counter Suspension preheater
Stage paling atas di dalam Preheater jenis ini tersusun atas double cyclone
yang berfungsi untuk pemisahan debu. Konsumsi panas preheater ini antara
530000 dan 595000 Btu/bbl klinker dengan kapasitas operasi 9000 bbl/hari.
5. The Counter Current Suspension preheater of The Prerov Engineering Work
Prerov, Czechoslovakia
35
Dua siklon paling atas sebagai penangkap debu sedangkan dua siklon yang
lebih rendah berfungsi untuk resirkulasi dan pemanasan awal raw mix.
Kontruksi dan metode pengoperasian preheater ini cukup sederhana . tidak
ada expansion joint sehingga diharapkan dapat mengurangi false air masuk.
Suspension preheater memamfaatkan gas panas dari rotary kiln sebagai
pemanas. Karena hisapan SP fan maka gas panas tersebut akan naik ke
preheater dan dimanfaatkan untuk proses kalsinasi dan penguapan air. Jenis
preheater yang digunakan adalah suspension preheater dengan dua line
(string), masing-masing terdiri 4 stage.
Di suspension preheater terdapat sebuah saluran yang menghubungkan tiap
tingkat siklon dengan siklon berikutnya yang disebut dengan connection duct. Setiap
siklon dan connection duct membentuk satu tingkat preheater. Preheater stage diberi
nomor I sampai IV, dari top ke bottom. Perpindahan panas bila di tinjau dalam setiap
stage berlangsung secara counter current flow. Di dalam connection duct terjadi
perpindahan panas antara gas panas dari kiln dengan material selama perjalanan ke
siklon berikutnya. Gas panas mengalir dari bagian bawah preheater sedangkan raw
mix (kiln feed) dialirkan dari bagian atas preheater. Perpindahan panas dari gas
kepadatan menjadi dalam duct (80%) dan sisanya terjadi dalam siklon, sekaligus
proses pemisahan. Hal ini dikemukakan oleh peneliti dari Soviet Cement Plant yang
bernama Mr.Spassky (Duda, 1975). Jadi duct berfungsi sebagai tempat pemindahan
panas sedangkan siklon berfungsi sebagai tempat pemisahan material. Panas yang
terkandung dalam gas keluar preheater dimanfaatkan untuk pengeringan pada unit
raw mill dan coal mill.
36
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk
memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension
preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya,
riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku
(karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk
sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya
proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses
pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya
teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan
dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension
preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan
bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses
kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru
dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension
preheater dengan kalsiner.
Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih
kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada
suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya
prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke
kiln dapat mencapai 90 – 95 %.
37
Gambar 2.1 Suspension preheater
Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner,
menurut hasil
penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian
kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda,
demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner
sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses
kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension
preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi,
klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya
kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek.
38
Gambar 2.2 Proses Suspension preheater
Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi
sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh
udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah
merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut
dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas
dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker
(klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan
waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa
rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada
zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya
secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona
kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi
tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup
rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi
39
pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan
kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100%
bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln
yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln
hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam
kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya
untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas
produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat
dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension
preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner
ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah
karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC),
sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah,
yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran
karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian
dialihkan ke kalsiner.
4. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada
temperatur yang relatif rendah.
40
5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif
lebih mudah diatasi.
Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki
beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah:
1. Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk
mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah
sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan
suspension preheater memiliki lima tingkat siklon.
2. Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena
berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk
mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu
grate cooler.
3. Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding
sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi
daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan
desain siklon yang hemat energi.
4. Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan
menambah kompleksnya konstruksi peralatan.
Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP,
kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu :
1. Sistem kiln tanpa udara tertier
41
2. Sistem kiln dengan udara tertier
Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku,
proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu
dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci,
berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan
parameter lainnya.
2.9 Kerangka Teori
Standarisasi OHSAS 18001 tahun 2007 mengenai sistem keselamatan dan
kesehatan kerja – persyaratan diperuntukan sebagai landasan perusahaan sebagai
pedoman khususnya bagi negara
berkembang
untuk
dapat
meningkatkan
keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Dalam OHSAS terdapat manajemen risiko
yang dirancang menjadi satu komponen untuk meminimalir risiko dan dinamakan
HIRARC (Hazard identification, risk assessment and risk control). HIRARC disusun
mulai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko, hingga pengendalian bahayanya.
Untuk dapat meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja berikut dapat
dilihat melalui bagan kerangka teori.
42
Bagan 2.1 Kerangka Teori
HIRARC
(Hazard identification, Risk Assessment and
Risk Control)
Menentukan jenis kegiatan pekerjaan
Identifikasi Bahaya dan risiko
Menentukan sumber bahaya, jenis bahaya dan
menentukan risiko
Penilaian Risiko
Tingkat keparahan dan Klasifikasi risiko
Pengendalian Risiko
-Eliminasi, subsitusi, pengendalian tehnik,
pengendalian administrasi, APD
-Kewajiban perundangan yang relevan
-Monitoring pengendalian
BAB 3
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui analisis risiko
keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di
plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Dalam penelitian ini peneliti
memakai metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk
Control) yang dimulai dari cara mengidentifikasi risiko, cara menganalisis risikonya
hingga pengendalian risiko. Penelitian ini dimulai dengan mengambil data angka
kecelakaan selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2010, 2011 dan 2012), jumlah
angka pekerja di pabrik Indocement Field Citeureup dan didapatkan bahwa dari 20
divisi, plant 6 dan 11 layak untuk dianalisis tingkat risiko pekerjaannya. Kemudian
setelah melihat data investigasi dari sumber HSE pusat didapatkan bahwa
departemen bagian produksi memiliki potensi bahaya yang lebih besar dari
departemen lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah dengan
wawancara dengan informan yang bersangkutan
melakukan
untuk menemukan batasan ruang
lingkup dan tahapan proses kerja departemen produksi yang ada di plant 6 dan 11.
43
44
Bagan 3.1
Kerangka Berpikir
Analisis Risiko keselamatan
kerja alat suspension preheater
proses produksi plant 6/11
PT ITP Tbk
PT Indocement
Peneliti
Identifikasi Bahaya
Identifikasi Bahaya
11 Jenis pekerjaan
19 Jenis Pekerjaan
Dibandingkan
Penilaian Risiko
Dibandingkan
Pengendalian Risiko
Penilaian Risiko
Pengendalian Risiko
Dibandingkan
Analisis
Perbandingan
45
3.2 DEFINISI ISTILAH
1.Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan
manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui
adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan
dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin
melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana
adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya
telah melakukan suatu identifkasi bahaya.
Cara Ukur
: Wawancara dan observasi
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Control) , alat recording, kamera.
Hasil Ukur
: Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi
pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian
produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
2. Penilaian Risiko
Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui
analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya
suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat
yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko
sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap
perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan.
Cara Ukur
: Observasi
46
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Control) dan tabel kategori penilaian risiko.
Hasil Ukur : Diketahuinya besar suatu risiko dengan mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya
pada yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi
di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
3. Pengendalian Risiko
Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakantindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan
kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative
control, alat pelindung diri.
Pengendalan risiko di unit kerja:
a. Jika risiko tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat
pelindung diri atau pengaman;
b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat harus
diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku,
c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang
kompeten.
Cara Ukur
: Wawancara
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Control) dan tabel penentuan prioritas upaya pengendalian risiko.
47
Hasil Ukur
: Diketahuinya cara mengendalikan potensi bahaya yang ada di
pekerjaan alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan
11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk
Control) , alat recording, kamera.
Hasil Ukur
: Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi
pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian
produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi evaluasi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif yang ditujukan untuk mendapatkan informasi menganai risiko keselamatan
pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan
11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk kemudian dibandingkan dengan hasil
observasi yang telah di observasi oleh peneliti untuk menentukan tingkat risiko
keselamatan kerja, digunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk
Assessment and Risk Control) yang dimulai dengan mengidentifikasi risiko, cara
menilai risikonya hingga pengendalian risiko.
4.2
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli tahun 2013 di
PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Field Citeureup
4.3
Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahaminya. Fungsi informan
dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari informasi mengenai penyebab
perilaku pekerja sehingga terjadinya risiko kecelakaan dalam bekerja pada alat
suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk. Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
48
49
purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui
sebelumnya. (Neldi, 2011)
Pada penelitian ini informan akan dibagi menjadi tiga bagian yakni :
a. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini adalah pekerja yang memang bekerja
di alat proses pembuatan semen yakni suspension preheater bagian produksi di plant
6 dan 11.
b. Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan, akan
tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli dalam hal tersebut.
Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang pekerja di bagian SHE (safety
health environment) yang tugasnya selalu mengawasi tiap-tiap pekerja yang
melakukan pekerjaan di bagian alat suspension preheater, mengoreksi atau
mengevaluasi setiap masalah yang berkaitan dengan keselamatan pekerja.
c. Informan Pendukung
Informan pendukung adalah rekan kerja yang bekerja di bagian mekanik
dan elektrik (maintenance) di plant 6/11.
memperbaiki suspension preheater
Pekerja di bagian ini bertugas
jika terjadi kerusakan alat atau
kegiatan
merawat secara rutin. Jadi pekerja ini tahu betul risiko yang mengancam pekerja
utama di bagian suspension preheater.
50
Tabel 4.1 Informan Penelitian
NO Jenis Informan
1
Informan Utama
2
Informan kunci
3
Informan pendukung
4.4
Jumlah Informan Jenis pekerjaan
3
Pekerja bagian alat Suspension
preheater (SP)
2
Pekerja SHE (safety healt and
environment
2
Rekan kerja (mekanik dan
elektrik)
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Tabel HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control)
untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada di produksi semen bagian
pemanasan awal dengan alat suspension preheater PT ITP,Tbk Citeureup.
b. Pedoman wawancara dan lembar observasi untuk menganalisis bahaya yang
terdapat di produksi semen bagian pemanasan awal dengan alat suspension
preheater PT ITP,Tbk Citeureup.
c. Dokumen standar operasional prosedur ( yang telah ditetapkan oleh PT ITP,
Tbk Citeureup.
d. Alat perekam
e. Kertas catatan
f. Alat tulis
g. Kamera
h. Laptop
51
4.5
Sumber Data
1. Data Primer
a. Data primer didapatkan dengan wawancara kepada pekerja, pekerja
SHE plant 6/11 dan pekerja maintenance.
2. Data Sekunder
Didapatkan dari telaah dokumen HSE PT ITP (data angka kecelakaan
kurun waktu 2010-2012, SOP (Standar operasional Prosedur) suspension
preheater, tabel HIRARC)
4.6
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pengamatan lapangan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen standar
operasional prosedur.
A. Pengamatan
Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan
terbuka, yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh
subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat
untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang
yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010).
Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat risiko bahaya
secara langsung di lokasi tempat kerja. Dan hasil pengamatan lapangan
menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung
keabsahan data.
52
B. Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa
pertemuan antara dua orang atau lebih secara langsung berbicara untuk
bertukar informasi yang ada dan ide dengan Tanya jawab secara lisan
sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo, 2010).
Dalam penelitian ini, teknik wawancara akan digunakan yang berguna untuk
mencari penyebab risiko-risiko apa saja yang terdapat di plant dan 11 bagian
produksi di alat suspension preheater. Wawancara akan dilakukan pada
informan utama, informan kunci dan informan pendukung.
C. Analisis dokumen
Dokumen yang akan diamati dalam penelitian ini adalah dokumen
resmi milik PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Citeureup berupa
prosedur identifikasi potensi bahaya dan risiko, data rekam HIRARC plant 6
dan 11, SOP (standar operasional prosedur) pada alat suspension preheater
dan dokumen lainnya. Dokumen seperti ini dapat memberikan petunjuk
tentang cara kerja di lokasi (Prastowo, 2010). Bahkan pengaruh dokumen
cukup besar manfaatnya dalam penelitian ini. Dokumen resmi yang akan
ditelaah dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan
di kantor SHE pusat maupun kantor SHE plant 6 dan 11.
53
4.7
Keabsahan Data
Peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik untuk mengecek
keabsahan data yang ada. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara
terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004).
Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda
(Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain
digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data.
Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki
vaiditas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
Menurut Moloeng, ada empat macam untuk membedakan triangulasi
diantaranya adalah dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan
teori. Namun sebagai teknik pengumpulan data ada dua jenis triangulasi yaitu
triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Triangulasi teknik yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data
yang sama. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti
untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Adapun untuk mencapai
kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
54
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
4.8
Pengolahan Data
a. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk menganalisis risiko
keselamatan kepada pekerja di plant 6/11 bagian produksi pada alat
Suspension Preheater PT. ITP, Tbk field Citeureup dengan menggunakan
HIRARC perusahaan yang sudah ada dan membandingkan keadaan lapangan
dengan literatur-literatur mengenai HIRARC (Studi kepustakaan).
b. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan adalah untuk mencari faktor
penyebab masalah kecelakaan tertinggi di bagian produksi pada alat
suspension preheater adalah sebagai berikut :
•
Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari wawancara,
pengamatan lapangan, serta dokumen yang didapatkan.
•
Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam
bentuk transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara seperti
apa adanya, termasuk mencatat kembali hasil wawancara dan data
rekaman.
•
Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya
dibandingkan dengan metode HIRARC perusahaan dan dilihat
apakah sudah sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
•
Selanjutnya adalah dilakukan analisis data dan interpretasi data.
55
4.9
Analisis Data
Analisa data dimulai dengan menghitung nilai risiko yang diperoleh dari hasil
rating konsekuensi, paparan dan kemungkinan, sehingga diperoleh nilai risiko untuk
pembanding dalam tahap penilaian tingkat risiko dalam bentuk skor. Selanjutnya
skor yang di peroleh di bandingkan dengan standar yang ada untuk melihat apakah
nilai tersebut masih bisa di terima atau tidak dan apakah perlu penanganan lain untuk
mengurangi risiko tersebut sampai pada batas yang bisa di terima pekerja.
4.10
Penyajian Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil pengamatan
lapangan dan analisis dokumen
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
5.1.1 Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
PT Indocement Tunggal Prakarsa didirikan melalui penggabungan usaha
enam perusahaan yang memiliki delapan pabrik semen pada tanggal 16 Januari
1985. pabrik-pabrik yang telah bergabung ini sebelumnya dimiliki oleh PT
Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE) di daerah Citeureup pada tanggal 1
Juni 1973 mulai membangun tanur putar pertama dengan kapasitas 500.000 ton
semen pertahun. Pembangunan tanur ini selesai pada tahun 1975 dan diresmikan
pada tanggal 4 Agustus 1975 yang kemudian tanggal ini diresmikan sebagai hari
jadi perseroan.
pada tanggal 4 Agustus 1976, pabrik yang ke dua dari DICE dengan
kapasitas produksi sebesar 500.000 ton semen pertahun diresmikan dan menjadi
pabrik kedua milik perseroan. Pabrik ketiga adalah milik PT Perkasa Indonesia
Cement Enterprise (PICE) yang dibangun oleh kontraktor Kawasaki Heavy
Industries Inc. dengan kapasitas 1.000.000 ton semen pertahun yang diresmikan
pada tanggal 26 Desember 1981. PICE meresmikan pabrik keduanya pada
tanggal 17 November 1980 yang merupakan pabrik keempat perseroan. pabrik
keempat ini memiliki kapasitas yang sama dengan pabrik ketiga dan dibangun
oleh kontraktor yang sama. pada tahun 1981 juga, tepatnya tanggal 11 maret
56
57
1981, Indocement Group mengembangkan produksi semen putih yaitu dengan
mendirikan PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE)
dengan kapasitas produksi terpasang 150.000 ton semen putih per tahun dan
50.000 ton semen minyak (oil well cement) pertahun dengan kontraktor
Kawasaki Heavy Industries Inc./Nihon cement. produksi pabrik ini dimulai pada
awal tahun 1982.
PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE) yang
didirikan oleh Indocement Group meresmikan pabrik semennya pada tanggal 5
September 1983 dengan kapasitas produksi terpasang 1.500.000 ton semen
pertahun. pabrik ini menjadi pabrik ke enam PT Indocemen Tunggal Prakarsa,
Tbk. peresmian pabrik ke delapan perseroan dilakukan pada tanggal 26 Juli 1985
oleh Indocement Group dengan pengelola PT Perkasa Inti Abadi Indonesia
Cement Enterprice (PIACE) dan PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement
Enterprise (PAMICE).
Tanggal 5 Desember 1989 status perseroan menjadi perusahaan publik,
dimana perseroan mencatatkan sebagian sahamnya kepada Bursa Efek Jakarta
(BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pada tahun 1991 PT. Indocement
Tunggal Prakarsa mengakuisisi pabrik ke-9 di Palimanan daerah Cirebon, Jawa
Barat yang sebelumnya telah memiliki 8 plant yang tersebar di Citeureup, Jawa
barat. Kapasitas produksi pada pabrik ke-9 ini mencapai 1.3 juta ton semen
pertahun. Indocement Dengan status sebagai perusahaan publik, maka nama
Perseroan ditambah dengan “Tbk.” (yang berarti Terbuka) menjadi PT
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Selanjutnya, pada tanggal 26 September
58
1994 Perseroan mencatatkan seluruh sahamnya di BEJ dan BES yang akan
semakin meningkatkan produksi besarnya sehingga pada tahun 1996 mendirikan
kembali pabrik ke-10 nya di Cirebon dengan kapasitas produksi 1.3 juta ton
semen pertahun. Pada 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd. (anak
perusahaan Heidelberg Cement Group) telah membeli seluruh saham Perseroan
milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan PT Holdiko Perkasa. Dengan
demikian, pada tanggal tersebut Heidelberg Cement Group telah resmi menjadi
pemegang saham Perseroan yang kemudian memiliki 12 pabrik yang sebelumnya
pada tahun 1997 pabrik ke-11 selesai dibangun. Dan pabrik ke-12 di bangun di
Tarjun,Kota baru, Kalimantan Selatan pada tahun 1998.
Sejak tahun 2005, Perseroan telah melakukan diversifikasi produk dengan
meluncurkan Semen Komposit Portland (Portland Composite Cement/PCC).
Perseroan juga memproduksi berbagai jenis semen lainnya, yaitu Semen
Ordinary Portland Tipe I, Tipe II dan Tipe V, serta Semen Sumur Minyak (Oil
Well Cement) dan Semen Putih. Sampai saat ini, Indocement merupakan satusatunya produsen Semen Putih di Indonesia. Produk-produk Perseroan tersebut
dipasarkan dengan merek dagang “Tiga Roda”.
5.1.2 Perkembangan PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Pada tanggal 1 januari 1985 memiliki hukum tanggal 17 mei 1985 dengan
pengesahan dari Departemen Kehakiman melalui surat keputusan No. C2-3641.
HT.01. tahun 1985. dengan pengesahan dari Departemen Kehakiman melalui
surat izin yang diperoleh dari menteri keuangan Republik Indonesia No. SI062/SHM/MK-10/89 tertanggal 16 Oktober 1989, PT. Indocement Tunggal
59
Prakarsa, Tbk melakukan go public. setelah mengalami beberapa perubahan,
maka susunan pemegang saham adalah (sesuai data tahun 2009) :
1. Heidel Berg Cement
: 65.5 %
2. PT.Mekar Perkasa dan K.I.U
: 13 %
3. Publik atau Masyarakat
: 21.5 %
Pada tanggal 27 November 1991 PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
berusaha meningkatkan kapasitas produksinya dengan membeli plant milik
PT.Tridaya Manunggal Perkasa Cement Enterprise yang berlokasi di Palimanan,
Cirebon. Pabrik ini dinamakan plant 9 dengan kapasitas produksi 1.2 juta
ton/tahun. Selanjutnya pada tahun 1997 dibangun plant 10 disebelah plant 9
dengan kapasitas produksi yang sama. selanjutnya pada tahun 1999 di Citeureup
dibangun plant 11 dengan kapasitas produksi 2.5 juta/ton pertahun.
pada tahun 1994 didirikan pabrik dibawah PT.Indo Kodeco Cement
dengan sistem joint venture (Indocement : 51%, Korea Devt. Co.: 46%, Marubeni
Corp.: 3%) didaerah Tarjun, Kalimantan dengan kapasitas produksi 2.4 juta
ton/tahun. pada tanggal 20 Oktober 2000, berdasarkan RUPS luar biasa,
diputuskan bahwa anak perusahaan PT.IKC langsung berada dibawah
operasional PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan dinamakan plant 12.
5.1.3 Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Visi : Pemain utama dalam bisnis semen domestic dan pemimpin pasar di bidang
beton siap pakai, agregat dan bisnis pasir di Jawa.
60
Misi : Kami berkecimpung dalam bisnis penyediaan semen dan bahan bangunan
berkualitas
dengan
harga
kompetitif
dan
tetap
memperhatikam
pembangunan berkelanjutan.
Motto Perseroan : Turut membangun kehidupan bermutu.
Logo :
Gambar 5.1 Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa, TBk
5.1.4 Lokasi PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
a. Plant Citeureup, Bogor
Indocement memiliki 11 pabrik yang tersebar luas mulai dari pabrik 1
hingga 8 dan pabrik 11 yang berada di Citeureup, Bogor. Dimana asal muasal
PT. Indocement berdiri pada tahun 1975. Di kawasan Citeureup memiliki
kapasitas produksi sebesar 11.9 juta ton per tahun dengan cadangan bahan
bakunya dapat memuat hingga lebih dari 80 tahun dengan tegangan listrik
sebesar 376 MW.
Gambar 5.2 : Komplek pabrik Citeureup, Bogor
61
b. Plant Palimanan, Cirebon
Komplek pabrik di Palimanan memiliki dua pabrik yakni pabrik ke-9 dan
ke-10 dengan kapasitas produksinya 3.9 juta ton semen pertahun dan mampu
bertahan selama lebih dari 65 tahun beroperasi.
Gambar 5.3 Komplek Pabrik Palimanan, Cirebon
c. Plant Tarjun, Kotabaru
Komplek pabrik di Tarjun, Kalimantan Selatan hanya memiliki satu pabrik
dengan kapasitas produksi 2.8 juta ton pertahun dengan cadangan bahan bakunya
mampu hingga lebih dari 100 tahun lamanya.
Gambar 5.4 Komplek Pabrik Tarjun, Kalimantan Selatan
62
5.1.5 Struktur Organisasi
Sebagai suatu badan usaha yang bergerak dibidang industri dan
perdagangan, perusahaan membagi unit-unit dalam organisasi secara
fungsional, kekuasaan tertinggi dalam perusahaan membagi unit-unit dalam
organisasi secara fungsional, kekuasaan tertinggi dalam perusahaan terletak
pada rapat umum pemegang saham (RUPS), untuk melaksanakan kegiatan
operasional perusahaan dibentuk 7 dewan, 1 wakil dan 1 orang direktur
utama. Untuk mewakili para pemegang saham dalam melaksanakan
pengawasan, maka disusun dewan komisaris yang terdiri dari 5 orang
termasuk komisaris utama.
Suatu anggaran dasar yang menyangkut dalam pengaturan tata kerja
dalam perseorangan telah disusun dan telah mendapatkan persetujuan dari
departemen kehakiman pada tanggal 19 Juni 1987. Untuk melaksanakan
kegiatan eksekutif diangkat 2 orang plant coordinator, untuk selengkapnya
struktur organisasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah sebagai
berikut :
A. Tugas dan wewenang susunan hirarki PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk diantaranya :
1. Rapat Umum Pemegang Saham
- Membubarkan perusahaan dan mengembangkan usaha.
- Mengangkat dan menghentikan pengurus.
2. Dewan Komisaris
63
- Mengangkat dan menghentikan direksi perusahaan.
- Mengesahkan anggaran dan belanja perusahaan.
- Mengawasi jalannya perusahaan.
3. Dewan Rideksi
- Menyusun
dan
melaksanakan
anggaran
belanja
perusahaan.
- Mengelola dan mengembangkan jalannya perusahaan.
4. Plant Coordinator
- Menyusun
dan
melaksanakan
anggaran
belanja
perusahaan.
- Mengkoordinir pengelola plant dan divisi penunjang.
5. Plant/ divisi manager
- Mengkoordinir pengelola operasional departemen head
dibawahnya.
- Menyusun dan melaksanakan anggaran belanja plant/
divisi.
6. Departement Head
7. Planner /Inspektor
8. Superintendent
9. Foreman
10. Pelaksana
11. Pembantu Pelaksana
64
B. Divisi Penunjang
1. TSD (Techinal Service Division)
2. HED (Heavy Equitment Division)
3. PBD (Paper Bag Division)
4. GEDC (General Engineering and Contarction Division)
5.1.6 Manajemen Perusahaan
Agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, maka fungsi
manajemen harus berjalan dengan baik pula, dimana setiap pekerjaan diatur
jam kerjanya agar tidak melanggar Undang-undang jam kerja. pembagian
waktu kerja yang teratur dan pasti akan membuat karyawan dapat
menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Pembagian kerja yang diberikan
kepada karyawan di PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dibagi dalam dua
waktu kerja, yaitu:
a. Waktu Kerja Normal :
Terdapat dua macam kerja normal yakni Mining Departemen dan
Packing Departement :
Tabel 5.1 Jam Kerja Normal untuk Mining dan Packing Departement
Hari
Waktu
Keterangan
07.00 - 11.30
Jam Kerja
Senin-Kamis
11.30 – 13.00
Istirahat
13.00 – 16.30
Jam Kerja
07.00 - 11.00
Jam Kerja
Jum’at
11.00 – 13.00
Istirahat
13.00 – 16.30
Jam Kerja
65
Tabel 5.2 Jam Kerja Normal untuk Non Mining dan Packing
Departement
Hari
Waktu
Keterangan
08.00-12.15
Jam Kerja
Senin-Kamis
12.15-13.00
Istirahat
13.00-17.00
Jam Kerja
08.00-11.00
Jam Kerja
Jum’at
11.00-13.00
Istirahat
13.00-17.00
Jam Kerja
Sumber : Bagian Personalia PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
b. Waktu Kerja Shift :
Waktu kerja shift ada dua macam, yaitu untuk bagian produksi,
pengendalian mutu, elektrik dan power station serta untuk departemen
paperbag.
Tabel 5.3 Jam Kerja Shift untuk bagian produksi, pengendalian mutu, elektrik ,power
station dan paperbag.
Shift
Jam Kerja
A
07.00-15.00
B
15.00-23.00
C
23.00-07.00
Karyawan yang terkena sistem shift ini bekerja selama 6 hari dan libur
2 hari. pembagian jam kerja pada 6 hari ini adalah 2 hari kerja pada shift A,
2 hari kerja pada hari shift B, dan 2 hari pada shift C. Apabila waktu kerja
pada sistem shift ini berkenaan dengan hari besar maka jam kerjanya
dihitung dengan lembur.
Tabel 5.4 Jam kerja untuk Departemen Paperbag
Shift
Jam Kerja
Keterangan
A
07.00-12.15
Jam Kerja
12.15-13.00
Istirahat
13.00-16.00
Jam Kerja
B
12.00-15.15
Jam Kerja
15.15-16.00
Istirahat
16.00-21.00
Jam Kerja
66
5.1.7 Produk Semen
Berdasarkan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan karena
kondisi lokasi atau kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan
konstruksi serta tujuan-tujuan ekonomisnya. Maka semen diklarifikasikan
sesuai dengan peruntukannya. Klarifikasi dan jenis-jenis semen adalah
sebagai berikut :
1. Semen Portland
Semen Portland adalah Hidraulid binder (material yang mempunyai
sifat-sifat adhesive dan cohesive) yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan tanah semen (klinker) yang terutama terdiri dari silikatsilikat kalsium hydrat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama-sama
bahan tambahan. Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen
produk semen yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk
memperbaiki dari semen. semen portland dibagi 5 tipe diantaranya:
a. Tipe I : Ordinary Portland Cement
b. Tipe II : Moderat Heat Portland Cement
c. Tipe III : High Early Portland Cement
d. Tipe IV : Low Heat Portland Cement
e. Tipe V : Sulfate Resistance Portland Cement
2. Semen Putih (White cement)
Semen putih adalah semen yang dibuat dengan bahan baku batu kapur
yang mengandung oksida besi dan oksida magnesia yang sangat rendah
67
(kurangdari 1 %). Semen putih digunakan untuk tujuan dekoratif, bukan
konstruktif, olahan traso, bangunan aksitektur dan dekorasi.
3. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement)
Semen sumur minyak adalah semen portland yang dicampur dengan
bahan retarder khusus. fungsi retarder adalah untuk mengurangi
kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan
kedalam sumur minyak atau gas. Semen sumur Minyak digunakan antara
lain untuk melindungi ruangan antara rangka sumur minyak dengan
karang atau tanah disekelilingnya, sebagai pelindung rangka sumur
minyak dari pengaruh air yang korosif, untuk menyangga rangka sumur
minyak sehingga mengurangi tegangan dalam pipa baja.
4. Super PPC (Portland Pozzoland Cement)
Semen Portland Pozzoland merupakan suatu bahan pengikat hidraulis
yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen portland dan
bahan yang bersifat Pozzoland, atau mencampur secara merata bubuk
semen Pozzoland dan bubuk bahan lain yang mempunyai sifat Pozzoland
yang ditambahkan besarnya antara 15-40%.
5. Clean Set Cement (CSC)
Semen ini digunakan untuk stabilisasi tanah seperti endapan lumpur,
limbah industri, tanah gambut, dan tanah rawa yang tidak bisa dilakukan
dengan metode konvensional seperti semen biasa.
68
6. Fly ash Cement
Semen ini terbuat dari campuran semen portland tipe I dengan bahan
abu terbang berupa abu hasil pembakaran batubara. Semen jenis ini
menambah ketahanan beton terhadap pengelupasan karena pembentukkan
dan pencairan yang silih berganti.
7. Portland Composite Cement (PCC)
PCC adalah semen yang dipakai untuk segala macam konstruksi
apabila jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap
sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya.
5.1.8 Proses Produksi
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki sumber bahan baku
yang cukup banyak berupa daerah perbukitan disekitar lokasi pabrik yang
mengandung batu kapur, tanah liat dan silica. Ketiga komponen ini
merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan
semen. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut, perusahaan sudah
melakukan penambangan pada beberapa lokasi antara lain Quarry D dan
didaerah Hambalang. Selain ketiga bahan tersebut dalam pembuatan semen
digunakan juga pasir besi dan gypsum sebagai bahan baku tambahan.
a. Penambangan batu kapur
Kegiatan penambangan batu kapur melalui beberapa tahap antara lain :
69
-Cleaning (Pembersih) : Upaya pembersihan dilakukan untuk menghilangkan
lapisan tanah kurang lebih 30 cm dengan menggunakan alat berat yaitu
bulldozer. Alat ini mengeruk tanah yang bergelombang hingga rata untuk
dibuat akses jalan, peledakan dan pendistribusian material.
- Drilling (Pengeboran) : Maksud pengeboran dilakukan untuk membuat
lubang tembak. Dimana lubang tersebut kedalamannya 9-13 m yang
berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan peledak. Bahan peledak
ditempatkan pada lubang dan kemudian di netralisirkan dari seluruh
karyawan di lapangan untuk menjauhi lubang dengan radius jarak aman. Balsting (Peledakan) : Tujuan peledakan adalah untuk membongkar batuan
kapur yang memiliki kekerasan yang tinggi. Batuan kapur di bor 9-13 meter
(zona aman) Ketika semua aman bahan peledak diledakkan atas perintah
operator minning atau penambangan sesuai dengan SOP yang berlaku pada
pukul 12.00 hingga 13.00 WIB dengan ketentuan tidak ada karyawan atau
warga yang berada di zona peledakan.
- Loading (Pemuatan) dan hauling (Pengakuan) : Memuat batu kapur hasil ke
atas alat angkut. Alat yang digunakandi quarry D sebagian besar adalah
whell loader dengan kapasitas 5-10
. Loader mengangkut batuan dan
memindahkan dalam dump truck yang berkapasitas 30-60 ton. Buldozer
mengeruk bahan material untuk dimasukkan ke dalam whell loader dan
dibawa ke crusher untuk diolah dengan hasil ukuran standar.
70
- Crushing (Penghancuran) : Mereduksi ukuran batu menjadi suatu produk
yang dapat diterima oleh raw mill. Alat crushing memecahkan bahan
material lime stone untuk dikirim ke gudang lime stone dengan alat
conveyor sepanjang 5 KM di Quarry D ke gudang lime stone raw mill.
- Conveying (Penerimaan) : pengiriman batu kapur dari Quarry D
menggunakan belt conveyor dengan kapasitas 2500 ton/jam langsung
dikirim ke plant namun sebagian disimpan terlebih dahulu dalam storage
Quarry D. Alat ini juga membantu mengatur dan menginspeksi kualitas
batu kapur agar fluktuasinya tidak tajam.
b. Penyimpanan Bahan Baku Untuk Limestone
-Timbunan Memanjang (Longitudinal Stockpile) : Dengan menggunakan
metode memanjang dimana material ditimbun dengan cara menjatuhkan dari
atas, penimbun bergerak secara kontinyu sepanjang garis pusat arah
memanjang timbunan. Dengan cara ini akan terjadi berlapis-lapis material
yang berbentuk atap sepanjang timbunan. Ini dimaksudkan untuk
meniadakan variasi sehingga diharapka disemua penampang lintang
timbunan mempunyai komposisi yang sama. Pada penimbunan cara ini,
material yang jatuh dari atas akan sliding dan bergulir turun sehingga akan
terjadi segregasi yang kadarnya tergantung dari sifat material dimana
material yang kasar akan cenderung terkempul dibagian bawah timbunan.
71
- Timbunan Melingkar (Circular Blending Bed) kontinyu : Secara umum
menggunakan metode melingkar, hal ini dimaksudkan agar dapat
memberikan homogenitas material yang baik pada material dengan jumlah
yang besar untuk diameter blending yang sama. Penimbunan dilakukan
secara kontinyu tanpa harus menunggu pembukaan seksi yang baru dan
mampu menyimpan dalam jumlah yang besar dan operasinya lebih mudah.
c. Penambangan Tanah Liat
- Penambangan sandy clay dilakukan di Hambalang, dengan cara diangkut
dengan dump truck yang memiliki kapasitas 30 ton dan untuk menaikannya
digunakan wheel loader kemudian dibawa ke tempat penghancuran. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan pengangkutan dengan belt conveyor menuju
plant dan untuk mempersiapkan bahan baku agar memenuhi standar ukuran
yang diinginkan sebelum dihancurkan kembali di dalam raw mill.
d. Penyediaan Pasir Besi, Bijih Besi, Pasir Silika dan gypsum
Dalam pembuatan semen, pasir besi digunakan sebagai bahan korektif yang
ditambahkan ke dalam bahan baku apabila komposisinya belum memenuhi
syarat. Kebutuhan pasir besi dan biji besi dipenuhi oleh PT Aneka Tambang
di Cilacap, sedangkan kebutuhan gypsum dipenuhi dengan mengimpor
Thailand, Jepang Australia atau dari PT.Petrokimia Gresik. Pasir silika dibeli
dari pulau Belitung dan daerah Cibadak, Sukabumi.
72
e. Unit Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit)
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku tersebut
mengalami tahap pengeringan dan penggilingan. Proses pengeringan sandy
clay berlangsung pada rotary dryer dan untuk lime stone berlangsung pada
impact dryer dengan memanfaatkan panas yang diambil dari exhaust gas
suspension preheater. Berikut langkah-langkah pengeringan yang dilakukan
terhadap raw material adalah :
- Batu kapur dari tempat penyimpanan diambil oleh reclaimer
ke belt
conveyor dan diteruskan ke impact dryer untuk memperkecil ukurannya
hingga 30 mm dengan kadar air dijaga 1%. Batu kapur yang telah
dihancurkan dan dikeringkan dalam impact dryer
kemudian masuk ke
dalam hopper limestone.
- Tanah liat dan pasir silica dari tempat penyimpanan diangkut dengan belt
conveyor untuk dimasukkan ke dalam rotary dryer. Di sini terjadi
pengeringan oleh gas panas yang keluar dari SP. Setelah keluar dari SP
rotary dryer, tanah liat dimasukkan ke dalam storage sementara oleh belt
conveyor lalu dialirkan menuju hopper
dengan menggunakan bucket
elevator.
- Pyrite cinder atau besi oksida langsung dimasukkan ke dalam hopper
dengan menggunakan belt conveyor dan bucket conveyor.
- Dari masing-masing hopper, material di timbang dengan menggunakan
weighing feeder dan dialirkan ke dalam air separator. Di air separator ini
terjadi pemisahan partikel halus dan kasar, dimana partikel yang sudah halus
73
dan telah memenuhi syarat akan terbawa oleh udara panas ke cyclone dan di
cyclone akan terjadi pemisahan partikel halus dengan udara panas sedangkan
partikel kasar yang masuk air separator akan jatuh keluar separator dan
masuk kedalam raw grinding mill untuk dihancurkan menjadi partikelpartikel yang lebih halus. Partikel-partikel yang telah halus dimasukkan
kembali ke dalam air separator untuk diproses kembali. Output dari cyclone
yang berupa partikel halus dialirkan ke air blending silo dan diteruskan lagi
ke storage silo. Output udara panas dari raw mill yang masih membawa
partikel yang halus terkandung dalam udara panas.
f. Unit Pembakaran Tepung Baku dan Pendinginan Clinker (Burning
Unit)
Tahapan proses ini dimaksudkan untuk mereaksikan bahan baku sehingga
membentuk klinker dan proses ini terdiri atas 3 tahap :
1. Tahap homogenisasi
Di dalam air blending silo,
tepung baku mengalami proses
homogenisasi secara pneumatik dengan udara bertekanan yang dialirkan dari
bagian bawah silo untuk mencegah terjadinya pemampatan material. Proses
ini memiliki beberapa keunggulan antara lain :
•
Mutu klinker lebih baik dan seragam serta mudah digiling.
•
Pemakaian bahan bakar lebih hemat.
•
Proses pembakaran lebih stabil dalam jangka waktu yang lama.
74
•
Bata tahan api lebih tahan lama karena operasi kiln lebih stabil dengan
adanya coating yang stabil.
2. Tahap pembentukkan klinker
Proses pembentukkan klinker terdiri atas beberapa tahap sebagai
berikut :
•
Proses pemanasan dan penguapan air yang terjadi di suspension
preheater.
•
Proses kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater.
•
Proses kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses safety yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses transisi yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses sintering atau klinkerisasi yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses pendinginan yang terjadi di air quenching cooler.
Tepung baku yang terdapat dalam raw meal silo yang lebih dikenal
dengan nama kiln feed dialirkan oleh air sliding conveyor ke tangki
pengumpan. Dengan bantuan rotary feeder, tepung baku tersebut dijatuhkan
ke weighing feeder yang terdapat dibawahnya. Umpan kiln kini dialirkan ke
suspension preheater dengan bucket elevator.
3. Tahap pendinginan klinker
Klinker yang keluar dari rotary kiln mengalami pendinginan awal
dalam kiln yaitu pada cooling zone dari
menjadi
pada proses pendinginan dalam kiln, fasa cair mengkristal kembali.
75
Klinker harus didinginkan secara cepat sebelum masuk ke unit penggilingan
akhir.
g. Unit Penggilingan Akhir (Cement Mill Unit)
Dari klinker silo, klinker keluar melalui apron conveyor dibawa
dengan bucket elevator menuju ke hopper clinker, proporsinya ditentukan
dengan weighting feeder. Kemudian klinker dibawa ke penggilingan akhir.
Produk yang keluar dari cement mill akan terbagi atas dua arah. Produk
semen yang halus akan dihisap oleh EP (electrostatic precipitator) melewati
grit separator sedangkan produk semen yang relatif kasar akan jatuh ke air
slide dan dibawa ke bucket elevator dan selanjutnya diteruskan ke dynamic
separator. Didalam alat ini, partikel yang halus akan terbawa menuju enam
buah cyclone lalu terbawa pada bucket elevator. Kemudian ditiup dengan
menggunakan blower. Produk akhir tersebut dimasukkan kedalam cement
silo, sedangkan partikel kasar akan masuk kembali kedalam cement mill
melalui air slide.
h. Unit Pengantongan Semen (Packing Unit)
Didalam in line packer terdiri dari enam buah corong pengisian yang
mengumpankan semen kedalam kantong dengan kapasitas masing-masing
50kg. Pada unit packing terdapat juga pengemasan dalam ukuran besar yaitu
jumbo bag dengan kapasitas 1 ton dan 1.5 ton dan semen curah 19-20 ton.
Untuk semen curah, semen yang berasal dari bin langsung didistribusikan ke
76
loading truck. Untuk mencegah polusi udara maka pada unit pengantongan
ini dilengkapi dengan dust collector jenis bag filter.
5.2 Alur Kerja Suspension Preheater
Suspension Preheater (SP) hanya digunakan pada proses kering dimana meal
(tepung baku) hasil pengeringan dan penggilingan di raw mill ditumpahkan ke aliran
exhaust gas dari kiln. Tahapan proses di SP ini diawali dengan pengumpanan raw
meal ke dalam saluran gas yang berada di stage 1 (paling atas). Raw meal tersebut
akan mengalami pemanasan oleh gas yag berasal dari siklon yang berada di bawah.
Setelah mengalami pemanasan, raw meal dipisahkan oleh siklon dengan gaya
sentrifugal. Gaya ini menyebabkan raw meal
akan terlempar ke dinding siklon
karena memiliki massa yang lebih besar dibandingkan gas dan selanjutnya raw meal
jatuh dan masuk ke siklon berikutnya.
Raw meal
akan tersuspensi dalam aliran gas panas sehingga terjadi
perpindahan panas yang efektif. Ditinjau dari prinsip perpindahan panasnya dikenal
dua jenis SP, yaitu SP counter current dan SP co-current. Pada SP counter current
material masuk dari samping atas dan gas panas dari bawah. Suspensi ini akan keluar
lewat atas preheater. Sistem ini ada kelemahannya yaitu waktu kontaknya rendah
sekali sehingga perpindahan panasnya kurang efisien. SP co-current biasanya
menggunakan siklon, kemudian pada siklon langsung dapat dipisahkan kembali
antara gas panas bebas dengan materialnya. Untuk menambah
efektifitas
perpindahan panasnya biasanya digunakan lebih dari satu siklon. SP co-current
banyak digunakan oleh pabrik-pabrik semen di Indonesia.
77
Dalam proses kerja alat SP, kiln feed masuk bagian atas (connection duct
antara siklon stage I dan II), saat itu juga umpan terbawa aliran gas panas dari stage
II sehingga masuk ke siklon stage I. Bersamaan dengan itu terjadi transfer panas dari
gas panas ke kiln feed. Panas ini kemudian digunakan untuk menaikkan suhu kiln
feed sekaligus untuk menguapkan air yang ada didalam kin feed. Adanya gas
sentrifugal menyebabkan bagian umpan yang lebih halus akan terbawa aliran gas
menuju ke siklon atasnya sedangkan bagian yang lebih kasar/berat akan jatuh pada
bagian bawah siklon. Umpan tanur yang jatuh ke bawah, keluar dari pipa umpan
tersebut terbawa lairan gas panas dari siklon III menuju siklon II lewat connection
duct. Di siklon II tersebut umpan menjalani proses seperti di siklon I. karena gaya
sentrifugal, bagian umpan yang lebih berat jatuh kebawah siklon II da keluarkan
lewat pipa material.
Keluar dari pipa material siklon II, bersama-sama gas panas dari siklon IV
umpan terbawa ke atas lewat connection duct
menuju ke siklon III. Umpan
mengalami pemanasan oleh gas dari siklon IV sampai mencapai suhu kalsinasi yaitu
sekitar suhu 600 derajat. Di connection duct siklon III inilah proses kalsinasi mulai
terjadi. Proses kalsinasi di siklon III ini terjadi sampai derajat kalsinasi 75%. Secara
total pengamatan maka terlihat bahwa proses pemanasan kiln feed adalah berlawanan
arah dimana gas panas berjalan dari bagian bawah menuju puncak SP berjalan
menuju ke bagian bawah. Tetapi bila diamati secara bagian per bagian tiap stage
maka akan tampak bahwa aliran gas panas dari kiln feed berjalan searah.
78
5.3 SOP (Standar Operasional Prosedur) Suspension Preheater
A. Mengatasi Masalah Cyclone Clogging
Tujuan
:-Membersihkan penyumbatan oleh material di dalam cyclone.
-Mengembalikan kondisi operasi menjadi normal
Persiapan : - Alat-alat lampu spotlight, slang angin, tang, kunci inggris, pipa
rojokan dan peralatan las harus tersedia.
- Personil minimal 4 orang.
Prosedur : - Amankan daerah-daerah yang berbahaya dengan rambu-rambu
bahaya.
- Atur draught kiln hood dengan mengatur bukaan damper
EP Cooler (hingga isapan cenderung ke arah cooler).
- Gantung/ angkat damper cyclone, periksa chute dibawah
cyclone apakah macet atau tidak.
- Mulailah membersihkan material di atas damper dan terus
menuju ke atas, bila di perlukan bisa membuat lubang baru
untuk memudahkan pekerjaan.
- Sebelum pindah ke posisi yang lebih atas, tutup dahulu
lubang-lubang yang ada di bawahnya untuk sementara.
- Bila pekerjaan sudah mencapai daerah cone, usahakan pekerja
selalu pada posisi yang lebih tinggi dari posisi material yang
dirojok.
- Apabila pekerjaan di daerah cone sudah mencapai sepertiga
bagian, pasang pipa dan slang angin.
79
- Rojok material dari bagian atas lewat pocking hole atau lewat
man hole cyclone dengan hati-hati.
- Bila yang macet K-1 atau C-1, setelah chute terbebas dari
macet, cyclone cukup di ketok-ketok dengan palu besar.
B. Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Tujuan
: Untuk mengetahui proses pembakaran di dalam SP yaitu dengan
mengukur kadar oksigen dalam gas Outlet ILC Calciner dan
SLC Calciner.
Persiapan : - Kondisi operasi berlangsung normal.
- Instrumen memberitahukan ke CCP operator dan
memperiapkan alat pengukur.
- Kondisi man hole atau pocking hole tertutup.
Prosedur : - Pengambilan sampel di cegah agar tidak terjadi kebocoran.
- Periksa
dan CO.
- Beritahukan hasil pengukuran ke CCP Operator.
- CCP Operator akan menindak lanjuti hasil pengukuran (jika di
luar standard).
- Jika di perlukan ulangi pengukuran.
Periode
: Minimal 1 x per bulan (sesuai kebutuhan).
C. Inspeksi Decarbonation
Tujuan
: - Mengetahui proses kalsinasi di SP.
- Untuk mengoptimumkan operasi di SP.
Persiapan : - Kondisi operasi berlangsung normal.
80
- Kondisi man hole atau pocking hole di inlet kiln & SP tertutup
- CCP Operator memberitahu Process Control & Monitoring
bahwa.
- Siapkan alat pengambil sample dan tempat sample tertutup.
Prosedur : - Pengambilan sample pada chute cyclone K-5 atau C-5.
- Segera periksa decarbonation.
- Beritahukan hasil pengukuran ke CCP Operator.
- CCP Operator akan menindak lanjuti hasil pengukuran (jika di
luar standar).
- Jika di perlukan ulangi pengukuran.
Periode
: minimal 1 x per minggu (sesuai kebutuhan).
D. Pengaturan Temperatur di SP
Tujuan
: -Menjaga kondisi tetap aman.
-Mengoptimalkan perpindahan panas dan kalsinasi
material.
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi).
- Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil.
- Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil.
- Jaga pressure Grate I dan temperature udara sekunder stabil.
Tindakan Koreksi
:
1. Jika temperatur naik :
- Kurangi coal dan sesuaikan feeding, atau
81
- Kurangi speed SP Fan.
Pilih salah satu tindakan diatas, jika belum teratasi lanjutkan langkah
berikutnya sampai masalah teratasi.
2. Jika temperatur turun :
- Tambahkan coal dan sesuaikan dengan feeding, atau
- Tambahkan speed SP Fan.
Pilih salah satu tindakan diatas, jika belum teratasi lanjutkan langkah
berikutnya sampai masalah teratasi.
E. Pengaturan Draught di SP
Tujuan
: -Menjaga kondisi tetap aman
-Mengoptimalkan perpindahan panas dan
kalsinasi material
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi).
- Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil.
- Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil.
- Jaga pressure Grate I dan temperatur udara sekunder stabil.
Tindakan koreksi
:
1. Jika Draught cenderung naik :
- Kurangi speed SP Fan.
- Periksa dan atasi penyumbatan/coating yang terjadi.
2. Jika Draught cenderung turun :
- Tambahkan speed SP Fan.
82
- Periksa dan atasi kebocoran pada duct & casing.
Catatan : Jika kenaikan draught secara tiba-tiba dan naik drastis, stop
feeding dan periksa cyclone kemungkinan terjadi clogging.
F. Pengaturan O2 Di Outlet C-1 (ILC & SLC)
Tujuan
: - Menjaga O2 di Outlet C-1 : 1.5 ~ 3.0%
- Menjaga pembakaran di Rising duct
sempurna.
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi).
- Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil.
- Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil.
- Jaga pressure Grate I dan temperatur udara sekunder stabil.
Tindakan koreksi
:
- Ukur O2 di outlet C-1.
- Tambahkan coal apabila O2 di cyclone lebih tinggi dari standar.
- Kurangkan coal apabila O2 di cyclone lebih tinggi dari standar.
- Sesuaikan feeding apabila terjadi perubahan coal di SP.
Catatan : Jika kenaikan draught secara tiba-tiba dan naik drastis, stop
feeding dan periksa cyclone kemungkinan terjadi clogging.
5.4 Hasil Identifikasi Bahaya Suspension Preheater
Menurut OHSAS 18001 : 2007, setiap Organisasi harus membuat,
menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi bahaya yang ada,
penilaian risiko, dan penetapan pengendalian yang diperlukan. Prosedur untuk
mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko harus memperhatikan:
83
a) aktivitas rutin dan tidak rutin;
b) aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja
(termasuk kontraktor dan tamu);
c) perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya;
d) bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada
kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organsisasi di
lingkungan tempat kerja;
e) bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja
yang terkait di dalam kendali organisasi.
Peneliti membuat perbandingan antara HIRARC yang dimiliki oleh
PT.Indocement Tunggal Prakarsa dengan HIRARC yang dibuat oleh peneliti.
Tujuannya adalah untuk melihat perbandingan hasil analisis risiko pada alat
suspension preheater.
5.4.1 Hasil Identifikasi Bahaya SP PT.Indocement Tunggal Prakarsa
PT Indocement telah membuat HIRARC (Hazard Identification, Risk
Assessment and Risk Control) dengan section burning pada kegiatan alat
suspension preheater. Section burning dibagi atas dua kegiatan proses yaitu
proses kegiatan material di suspension preheater dan proses material di
dalam kiln. Didapatkan 11 jenis kegiatan pada bagian kerja di area
suspension preheater dari 39 jenis kegiatan kerja di area burning section
diantaranya adalah : Mengatasi clogging, pembersihan coating riser duct,
pembersihan BE, pembersihan chute, pembersihan dumper cyclone di SP,
84
pembersihan material di SP, pengoperasian alat angkat/angkut, mengatasi
kebakaran dengan APAR, aktivitas gunning/ casting castable saat
bricklining, dan aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining
menggunakan stripping machine. Berikut adalah lembar HIRARC milik
PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk :
85
Tabel 5.5 HIRARC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
86
87
88
89
90
91
92
93
94
5.4.2 Hasil Identifikasi Bahaya suspension preheater dari hasil observasi dan
wawancara
Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada bagian produksi
semen alat suspension preheater dilakukan dengan menggunakan metode
HIRARC (Hazard Identification, risk assessment and risk control). Dari hasil
identifikasi bahaya pada pekerjaan di bagian alat suspension preheater
terdapat beberapa pekerjaan yang termasuk dalam kategori high risk atau
risiko tinggi. Penggolongan jenis risikonya berdasarkan jenis bahaya
keselamatan kerja yaitu bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya kimiawi dan
bahaya fisik. Proses kerja melingkupi beberapa pekerjaan di SP yang
diantaranya : mengatasi masalah Cyclone Clogging, menginspeksi oksigen
pada outlet ILC calciner dan SLC calciner, menginspeksi Decarbonation,
melakukan pengaturan temperatur di SP, melakukan pengaturan Draught di
SP, pengaturan O2 Di Outlet C-1 (ILC & SLC).
•
Sumber Bahaya di Suspension preheater
Dari hasil observasi peneliti yang dilakukan di lapangan, diketahui
bahwa sumber bahaya yang terdapat di area suspension preheater adalah
berasal dari material panas baik dari mesin cyclone maupun semburan akibat
clogging. Berikut kutipan hasil wawancara dengan pekerja di SP, karyawan
HSE dan rekan kerja.
“…Kita kan ngecek cooting, kalau kita gak hati-hati bisa kesembur
material panas… (Pekerja A)
95
“…kebisingan dari alat sama suhu panas, karena kita kalau diluar
aja kan kerasa panas dari cyclonenya… Apalagi suhu dalamnya tuh bisa
habis kalo sampe kena material panasnya…” (Pekerja B)
“…Banyak sumber bahaya yang ada di SP sana, salah satunya ya
panas yang dihasilkan… (Pekerja C)
“…Pertama, kena benda panas atau terpapar oleh benda panas
contohnya dari cyclone, cube itu panas semua sekitar 200 derajat. Semua
sistim ada di SP dan radiasi nya kena panas aja. Nah kalau tersentuh bisa
cidera. Terus tersembur material panas kondisi normal bisa terkena karena
pressure… (HSE A)
“…Kalau kita bicara SP, itu paling panas, kebisingan, debu ya itu
aja…” (HSE B)
“…Di area suspension preheater ya itu panas yang dihasilkan dari
mesinnya, debu yang berterbangan karena memang kita di pabrik semen.
Kemudian …kebisingan dari mesin-mesinnya…” (HSE C)
“…Yang jelas panas, panas langsung di cassing dan panas dari
material panas kalo glogging biasanya produksi yang ngerjain kan nyembur
gitu. Di wilayah-wilayah cyclone pak. Mungkin ada bahan pengerasan trus
kesumbat bisa nyembur pas dibuka tutupnya. Kadang kan semburansemburan api tapi bukan api murni…” (Informan Tehnik A)
“…Yang utama panas, rata-rata panas kan bisa melepuh tuh jika
terpapar panas…” (Informan Tehnik B)
96
“…Sumber panas atau kebocoran panas biasanya yang ada di SP…
(Informan Tehnik C)
Selain material panas, sumber bahaya lainnya berperan penting dalam
mengakibatkan kecelakaan bagi pekerja SP diantaranya adalah bahaya dari
ketinggian di SP karena tinggi lantai suspension preheater di plant 6/11
adalah 8 lantai. Jadi kemungkinan pekerja untuk terjatuh selalu ada.
Kemudian kebisingan dari alat, ruangan terbatas, pencahayaan yang kurang,
kondisi lingkungan yang berdebu, kebocoran gas, konsleting lift, konduksi
panas, serta radiasi panas merupakan sumber bahaya yang terdapat di SP.
Beberapa sumber bahaya di sebutkan dalam hal wawancara dengan informan,
namun belum menyebutkan semua sumber bahaya yang telah peneliti
lakukan. Berikut hasil wawancara dengan informan :
“… alat di kiln itu cukup tinggi paparan suaranya ya bisa juga
kebisingan, …” (Karyawan A)
“…Bekerja diketinggian bisa juga terjatuh dari ketinggian tapi
sampai saat ini yang saya tau sih nggak ada temen saya yang terjatuh dari
ketinggian gitu…”(Karyawan B)
“…Kejatuhan dari ketinggian juga bisa, bising, kemudian berdebu di
area kerjanya..”(HSE A)
“…debu yang ada cukup tinggi membuat semua pekerja wajib
memakai maske…”(HSE B)
97
“…Ketinggian cukup berbahaya jika bekerja tidak hati-hati, juga
alat-alat dari mesin yang berputar…”(Informan tehnik A)
“…debu yang ada di SP sangat memungkinkan membuat lingkungan
serta pekerja terpapar…”(Informan tehnik B)
•
Jenis Bahaya di Suspension Preheater
Pada lingkungan kerja suspension preheater terdapat 3 jenis bahaya
diantaranya adalah bahaya fisik, bahaya mekanis, dan bahaya listrik. Bahaya
fisik terdapat pada pekerjaan yang efek bahayanya berdampak kepada pekerja
baik secara langsung (misal : tersembur material panas) atau berdaya jangka
waktu (misal : gangguan pendengaran akibat kebisingan). Bahaya mekanis
bersumber dari peralatan mekanis atau benda-benda yang dikerjakan oleh
pekerja (misal : tangan terjepit blower). Dan bahaya listrik yang dapat
megakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik dan
hubungan arus pendek.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa jenis
bahaya yang ada di SP adalah bahaya Fisik, dan listrik namun belum
menyebutkan adanya bahaya listrik. Berikut hasil wawancara dengan pekerja
di SP.
“…Ya kalo kita melihat jenis bahaya kan beda ya sama yang tadi tu
sumber bahaya, menurut saya ya jenis bahaya di SP itu bahaya dari material
panas itu fisik ya karena kalo terjadi nanti kena ke tubuh langsung. Terus
ada lagi bahaya dari mesin SP nya…” (Pekerja A)
98
“…Mesin yang bekerja terus dek selama 24 jam bisa berakibat
bahaya karena tidak pernah berhenti kecuali pas maintenance….nah dari
mesin itu bisa jadi bahaya…” (Pekerja B)
Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan HSE plant 6/11
jenis bahaya beberapa karyawan HSE menyebutkan dengan baik dan jelas.
Berikut hasil wawancara dengan karyawan HSE plant 6/11.
“…Jenis bahaya di SP itu mulai dari bahaya fisik yang terdapat dari
clogging, coating karena semua itu ada hubungannya dengan material
panas. Kemudian dari bahaya listrik yang disebabkan konsleting, karena
pekerja juga bisa kesetrum jika ada konsleting malah dapat terjadi
kebakaran. Sama itu dek bahaya dari alat-alatnya ya dari mesin SP nya juga
berakibat berbahaya…” (HSE A)
“…Ya paling bahaya listrik, mekanik itu dari mesin-mesin yang
bekerja sama yang langsung efek ke pekerjanya langsung dek…”(HSE B)
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung
lebih menuju ke arah profesinya sebagai pekerja tehnik maintenance. Berikut
hasil wawancara dengan pekerja tehnik mekanik dan elektrik.
“…Saya kan bukan di bagian produksi ya karena kami baru ke SP
jika ada panggilan kerusakan atau memang jadwalnya untuk maintenance
jadi kurang begitu spesifik ya kalo bicara jenis bahaya di SP….Gak papa ya
ini yang saya tahu aja, menurut saya itu jenis bahaya dari mesin SP nya ya,
terus ya kalo di bagian kami ya pasti di jenis bahaya listrik karena pekerja
99
juga ngelakuin pekerjaan instalasi listrik di area kerja SP… itu aja sih…”(
Pekerja Tehnik A)
“…Waduh ini tingkatannya lebih tinggi lagi ya..hehehe mungkin ini
aja sih bahaya kecelakaan kerja dari panas udara sekitarnya kan panas
pak…(kemudian peneliti menjelaskanpengertian mengenai jenis bahaya)…
bahaya listrik ya pas kita betulin instalasi listrik, terus jenis lainnya itu fisik
ya yang langsung ke tubuh pekerjanya…” (Pekerja Tehnik B)
“…Oh jenis bahaya ya macem-macem …kesetrum itu ya dari
listrik…terjepit ya dari mesin… (Pekerja Tenik C)
•
Risiko Kerja di Suspension Preheater
Risiko
merupakan
perwujudan
profesi
yang
mengakibatkan
kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Dalam pekerjaan di suspension
preheater, terdapat beberapa potensi bahaya yang berakibat risiko.
Bermacam-macam risiko yang terdapat di lingkungan kerja SP diantaranya
adalah, bahaya terjepit, luka bakar, tertimpa, gangguan pendengaran,
kebisingan, iritasi dan lain-lain.
Berdasarkan hasil wawancara kepada pekerja di SP, bahwa risiko
kerja di lingkungan kerja SP sangatlah beragam dengan tingkat bahayanya
bermacam-macam. Berikut wawancara dengan pekerja di SP.
“…Biasanya yang paling banyak terjadi itu semburan material panas
pak dari pekerjaan clogging tu…bisa luka bakar karena kan materialnya
nyembur kalo gak hati-hati saat clogging ya bisa terluka bakar…suara dari
kiln nya jga kan masih kerasa sampe ke pekerja di SP berakibat kebisingan
100
jga, ya kalo mau dijelasin semua banyak banget tar kita bisa langsung liat
langsung ke lapangan pak kalo mau bisa saya antarkan kita naik ke
SP…”(Pekerja A)
“…Wah kalau disebutin satu-satu ya banyak…debu di sana kan
numpuk banget kalo diinjek ya langsung ngangkat semua debunya itu bisa
mengganggu paru-paru, terus semburan api pas kita melakukan clogging,
terus apa tu yang kena kulit?...hmm iritasi ya…” (Pekerja B)
“…Setahu saya ya ada tersetrum listrik…karena kan rata-rata bahan
alatnya dari besi jadi kalo nyetrum ya bisa juga kena ke pekerjanya,
semburan api juga bisa, panas api dari cyclonennya ya masih banyak
lagi…”(Pekerja C)
Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja HSE dan pekerja tehnik
hampir sama dengan pekerja utama di SP. Berikut wawancara dengan pekerja
HSE dan pekerja tehnik.
“…Jenis-jenis bahaya dalam pekerjaan di SP seperti yang ada di
HIRARC adalah bermacam-macam mulai dari bahaya terjepit,tertimpa
material maupun alat,… kemudian kebakaran dan ledakan juga sewaktuwaktu terjadi…kemudian adanya penurunan pendengaran atau bisa tuli
karena kebisingan alat kerja…”(HSE A)
“…luka bakar juga bisa karena pernah juga adanya kecelakaan
karena material panas yang menyebabkan luka bakar …”(HSE B)
101
“…secara umum dan kebanyakan sih karena panas sama api, karena
semua pekerja yang ke SP pasti terpapar suhu panas SP…” (Pekerja Tehnik
A)
“…karena saya di elektrik mungkin pekerjaannya bahaya kesetrum
sama paparan panas …” (Pekerja Tehnik B)
“...Mulai dari material panasnya itu bisa kebakaran di tempat SP,
kalo pekerja nggak hati-hati ya bisa terbakar juga, terus pas lewat bawah
kiln tu bising t…” (Pekerja Tehnik C)
Berdasarkan hasil wawancara kepada 3 jenis informan dapat
disimpulkan bahwa seluruh apa yang disebutkan masuk dalam kategori
HIRARC yang dimiliki oleh PT.Indocement namun belum seluruhnya di
sebutkan, maka dari itu peneliti membuat HIRARC ulang yang didapatkan
dari hasil observasi, wawancara dan data perusahaan. Berikut tabel HIRARC
yang dibuat oleh peneliti dengan 19 jenis kegiatan pekerjaan di area SP.
102
Tabel 5.6 Identifikasi bahaya pekerjaan di alat suspension preheater
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
1
Mengatasi Clogging
Tidak
Normal
2
Pembersihan coating riser
duct
Normal
3
Pembersihan BE
Normal
4
Pembersihan Chute
Normal
5
Pemeriksaan damper cyclone
di SP
Tidak
Normal
6
Mengelas dinding cyclone
Tidak
Normal
Sumber Bahaya
-Material panas
-Kerja di ketinggian
-Berdebu
Jenis bahaya
F
F
F
-Udara panas
-Material panas
-Kerja diketinggian
-Berdebu
F
F
F
F
-Udara panas
-Alat kerja
-Material panas
-Mesin berputar
-Confined spaced
-Pencahayaan yang kurang
-Oksigen terbatas
-Material panas
-Kerja di ketinggian
-Berdebu
F
M
F
M
F
F
F
F
F
F
-Udara panas
-Percikan api las
-Listrik dari alat las
-Berdebu
F
M
F
F
-udara panas dinding cyclone
F
Risiko/ dampak
-Luka bakar,meninggal
-Cidera ringan/berat, meninggal
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Luka Bakar,meninggal
- Cidera ringan/berat, meninggal
- Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Terbentur, terjepit, tertimpa
-Luka Bakar,meninggal
-Terbentur, terjepit, tertimpa
-Terbentur, terjepit
-Terbentur, terjepit
-Kekurangan Oksigen
-Luka bakar,meninggal
-Cidera ringan/berat, meninggal
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Luka bakar, iritasi mata
- Tersengat listrik
- Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
- dehidrasi dan luka bakar
103
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
7
Aktivitas pembersihan
coating/ bata saat bricklining
menggunakan stripping
machine
Normal
8
9
10
11
12
13
Pembersihan material di SP
Pengoperasian Alat
angkat/angkut
Mengatasi kebakaran
kecil/APAR
Kerja di area SP dan spray
tower
Kerja di ruang blower fine
coal Sp calciner
Pembersihan coating
Normal
Normal
Emergen
cy
Normal
Normal
Normal
Sumber Bahaya
-Material dari coating
-Gas panas yang keluar
-Berdebu
Jenis Bahaya
F
F
F
-Udara Panas
-stripping machine
F
M
-Berdebu
F
-Lokasi panas
-Area sempit
-Alat angkat/angkut material
yang diangkat
-Tabung bertekanan, api
F
F
M
-Material panas
-Lokasi diketinggian
-Berdebu
F
F
F
-Udara Panas
-Suara blower
F
M
-Material panas
-Lokasi diketinggian
-Berdebu
F
F
F
-Udara Panas
-Stripping machine
F
M
M
Risiko/ dampak
-Luka bakar,meninggal
-Cidera ringan/berat, meninggal
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
- Menabrak, kejatuhan material
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Kejatuhan material,terpeleset
-Menabrak, kejatuhan material
Ledakan, terbakar, kejatuhan alat
atau material, Iritasi
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kejatuhan benda terjatuh
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Terjepit, getaran, gangguan
pendengaran.
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kejatuhan benda terjatuh
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Menabrak, kejatuhan material
104
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
14
Pembersihan sisa bata/
castable saat shutdown dan
tumpahan material saat
clogging
Tidak
normal
Melakukan Inspeksi Oksigen
Pada outlet ILC Calciner dan
SLC Calciner
Normal
Melakukan inspeksi
Decarbonation
15
16
17
18
Pengaturan temperatur di SP
Menaiki dan menuruni tangga
SP
Sumber Bahaya
-Material panas dinding SP
-Lokasi diketinggian
-Berdebu
Jenis Bahaya
F
F
F
-Udara Panas
-Material clogging
-Material panas
-Lokasi diketinggian
-Berdebu
F
F
F
F
F
Normal
-Udara Panas
-Kebocoran gas
-Material panas
-Lokasi diketinggian
-Berdebu
F
F
F
F
F
Normal
-Udara Panas
-Material panas
-Kondisi alat
-Berdebu
F
F
M
F
-Udara Panas
-Radiasi panas suhu luar
-Konduksi dari panas besi
tangga
-Terpeleset di tangga
F
F
F
Normal
-Paparan debu lantai tangga
F
F
Risiko/ dampak
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kejatuhan benda terjatuh
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Kebakaran/ ledakan
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kejatuhan benda terjatuh
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Gangguan pernapasan,keracunan.
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kejatuhan benda terjatuh
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Luka bakar,meninggal,iritasi
-Kebakaran/ ledakan alat
-Iritasi Kulit atau mata, gangguan
pernapasan
-Dehidrasi
-Dehidrasi, Luka bakar
-Lebam/memar, luka bakar
-Lebam/Memar, cidera ringanberat
-Gangguan pernapasan, iritasi
105
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
19
Menaiki dan menuruni Lift
Normal
Sumber Bahaya
-Lift Konsleting
-Tali baja lift putus
Jenis Bahaya
M
F
Risiko/ dampak
-Lift Mati
-Cidera parah, meninggal
106
Dari hasil wawancara dan tabel identifikasi yang ada, peneliti menemukan 19
aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja di SP. Dan dapat disimpulkan bahwa
pekerja SP belum sepenuhnya mengetahui bahaya yang ada di lingkungan SP,
mereka hanya mengutarakan bahaya-bahaya yang terpapar oleh panas, kebisingan
dan listrik yang dapat dikatakan mempunyai risiko tinggi. Namun belum mengetahui
secara keseluruhan sumber bahaya yang terdapat di lingkungan area kerja suspension
preheater. Secara keseluruhan pekerja selalu menyebutkan sumber bahaya
didapatkan dari suhu panas atau material panas yang terdapat di area kerja SP.
Memang secara umum bahaya yang tinggi/ high risk didapatkan dari material panas
dan pekerjaan clogging namun bahaya lain secara bersamaan bisa saja terjadi.
Dalam penelitian di area suspension preheater, peneliti telah membuat
lembar observasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat dan mengukur
tingkat keberhasilan atau ketercapaian tujuan penelitian. Berikut lembar observasi
yang dibuat oleh peneliti :
107
Tabel 5.7 Lembar Observasi Identifikasi Risiko pada suspension preheater milik PT Indocement Tunggal Prakarsa
NO
1
Identifikasi Risiko
Tahapan pekerjaan/ jenis pekerjaan
dan rincian pekerjaan
Sasaran observasi
-Mengatasi Clogging
-Pembersihan coating riser duct
-Pembersihan BE
-Pembersihan Chute
-Pemeriksaan damper cyclone di SP
-Mengelas dinding cyclone
-Aktivitas pembersihan coating/ bata saat
bricklining
menggunakan
stripping
machine
-Pembersihan material di SP
-Pengoperasian Alat angkat/angkut
-Mengatasi kebakaran kecil/APAR
-Kerja di area SP dan spray tower
-Kerja di ruang blower fine coal Sp
calciner
-Pembersihan coating
-Pembersihan sisa bata/ castable saat
shutdown dan tumpahan material saat
clogging
-Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet
ILC Calciner dan SLC Calciner
-Melakukan inspeksi Decarbonation
-Pengaturan temperatur di SP
-Menaiki dan menuruni tangga SP
-Menaiki dan menuruni menggunakan Lift
Ada





Tidak














Keterangan
108
2
3
Sumber Bahaya di SP
Jenis Bahaya di SP
-Material Panas
-Tersengat arus listrik
-Berdebu
-Bekerja di ketinggian
-Confined spaced
-Pencahayaan yang kurang baik
-Alat angkat/angkut material yang
diangkat.
-Lempengan mesin rusak
-Area sempit
-Udara Panas
-Suara blower
-Material clogging
-Kebocoran gas
-Radiasi panas suhu luar
-Konduksi dari panas besi tangga
-Paparan debu lantai tangga
-Lift Konsleting
-Tali baja lift putus
-Percikan api las




-Bahaya Fisik
-Bahaya Mekanis
-Bahaya Kimia
-Bahaya Listrik
-Bahaya Psikologis
-Bahaya Biologi





















109
4
Risiko/ dampak di SP
-Luka Bakar
-Kebisingan
-Cidera ringan/berat
-Iritasi kulit atau mata
-Gangguan pernapasan
-Tersengat arus listrik
-Dehidrasi
-Terbentur
-Terjepit
-Tertimpa
-Kejatuhan benda terjatuh
-Menabrak
-Kejatuhan material
-Lift Mati
-Meninggal
















110
5.5 Hasil Analisis Penilaian Risiko Suspension Preheater
Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukkan besarnya suatu risiko dengan
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya.
Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan
pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang
ringan atau dapat diabaikan. Hasil analisa risiko dievaluasi dan dibandingkan dengan
kriteria yang telah ditetapkan atau standar dan norma yang berlaku untuk
menentukkan apakah risiko tersebut dapat diterima ataupun ditolak. Jika risiko
dinilai tidak dapat diterima harus dikelola atau ditangani dengan baik.
Setelah dilakukan identifikasi risiko, tahap selanjutnya adalah melakukan
analisis risiko dari setiap tahapan pekerjaan proses produksi di suspension preheater.
Analisis risiko dalam penelitian ini menggunakan metode HIRARC berdasarkan
OHSAS 18001 : 2007. Berdasarkan data yang didapatkan berupa observasi,
wawancara dengan informan dan data dokumen didapatkan hasil penilaian risiko
berupa ketentuan work risk assessment control (WRAC) merupakan hasil dari tabel
kemungkinan (O) dikalikan dengan tabel konsekuensi (S).
111
Tabel 5.8 Penilaian tingkat kemungkinan dilakukannya kegiatan (Occurrence/O)
Tingkat penilaian kemungkinan adalah dimana suatu kegiatan/ pekerjaan
dilakukan seberapa sering terpapar bahaya yang ada di lingkungan SP. Tingkatan ini
dimulai dari score 1 yang merupakan suatu pekerjaan dapat berbahaya sewaktuwaktu tanpa diketahui kapan akan terjadi hingga dapat dikatakan sering sekali
terkena paparan diberikan dengan score 5 (sering sekali terpapar/setiap hari).
Tabel 5.9 Penentuan tingkat konsekuensi/ keparahan (severity/S)
Tingkat konsekuensi/ keparahan adalah tingkatan yang menggambarkan
kondisi seberapa parahnya risiko yang ada pada suatu kegiatan terhadap manusia,
lingkungan/aset, dan alat/produksi. Jika suatu pekerjaan yang berbahaya rendah tidak
112
menimbulkan cidera sama sekali/ near miss, dan tidak merusak lingkungan serta
merusak alat maka score yang akan diberikan adalah 1. Namun jika menimbulkan
kerugian untuk ketiganya maka score yang diberikan akan meningkat hingga level
tertinggi yakni 5.
Tabel 5.10 Matriks risiko WRAC (Work Risk Assessment Control) PT.ITP Tbk
Untuk memberikan makna terhadap suatu bahaya perlu dilakukan penilaian
risiko sehingga seseorang mengetahui besarnya risiko yang dapat terjadi. Untuk itu
setelah risiko atau bahaya diidentifikasi dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui
seberapa besar risiko tersebut.
Penilaian risiko ini sangat penting karena dapat
membentu opini atau persepsi terhadap suatu risiko.
Dari tabel diatas, selanjutnya dikembangkan tabel matriks atau peringkat
risiko yang mengkombinasikan antara kemungkinan dan konsekuensinya. Peringkat
risiko sebaiknya dikembangkan oleh masing-masing organisasi sesuai dengan
kondisi masing-masing. Perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa membuat matriks
peringkat risiko dengan ketentuan nilai kemungkinan dan konsekuensi mulai dari
score 1-5. Ditemukan satu sama lain sehingga mendapatkan angka yang menjadi
prioritas risiko. Dalam matriks ini, tingkat konsekuensi ditinjau dari berbagai aspek
113
yaitu dampak terhadap manusia, lingkungan dan alat/proses kerja. Selanjutnya jika
dikombinasikan dengan kemungkinan atau likelihood akan diperoleh peringkat risiko
yang dikategorikan atas risiko Tinggi, ketat, bersyarat dan rendah.
Tabel 5.11 Penentuan tingkat risiko
Suatu kejadian akan dinilai sebagai disaster atau bencana jika memenuhi
kriteria sebagai berikut :
o Mengakibatkan fasilitas atau korban tewas lebih dari satu orang.
o Mengakibatkan kerugian finansial lebih dari 500 ribu dollar
Amerika atau menimbulkan dampak terhadap perusahaan secara
menyeluruh. Kerugian sangat besar dan sulit untuk dipulihkan
kembali.
o Dari sisi kelangsungan bisnis, kejadian akan mengakibatkan
kerugian total bagi perusahaan (misalnya kebakaran di SP dan
menyebabkan ledakan) atau dampak parah lainnya.
o Menimbulkan dampak lingkungan yang luas dan berskala rasional
atau global.
o Mendapatkan tekanan dan pemberitaan skala luas atau global.
114
5.5.1 Penilaian Risiko PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Pada penilaian risiko milik PT ITP, terdapat 12 jenis pekerjaan yang
akan di nilai tingkatan bahaya mulai dari terendah hingga yang paling tinggi.
Pada tabel penilaian risiko milik PT ITP hanya satu yang dinilai pada tiaptiap jenis pekerjaan. Hasil dari WRAC (Work Risk Assessment Control)
diambil dari perkalian antara skala kemungkinan (O) dengan skala
konsekuensi (S) dengan tingkatan risiko mulai dari rendah hingga tingkatan
yang tinggi. Hasil dari penilaian ini dinamakan tingkat keparahan. Namun
dari hasil perhitungan tabel di bawah terdapat kesalah gabungan antara
penilaian pada “kemungkinan (O) dengan penilaian konsekuensi (S) di tabel
baris pertama yakni “mengatasi clogging” dan baris kedua yakni
“pembersihan coating riser duct” Berikut adalah tabel yang dibuat oleh PT
ITP Tbk :
115
Tabel 5.12 Penilaian Risiko pada pekerjaan di alat suspension preheater PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Gangguan pernapasan
3
4
23
Tinggi
Iritasi
3
4
23
Tinggi
Kontak Material
4
4
21
Ketat
Terbentur
5
4
23
Tinggi
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat
Risiko
Material panas
1
Mengatasi
Clogging
Kerja di
ketiggian
Berdebu
Udara Panas
2
Pembersihan
coating riser duct
Material panas
Kerja
diketinggian
Berdebu
Udara panas
Alat kerja
3
Pembersihan BE
Material panas
Mesin berputar
Tempat sempit
4
Pembersihan
Chute
Tempat agak
gelap
116
NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya
Pemeriksaan
damper cyclone di
SP
Material panas
5
6
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata saat
bricklining
menggunakan
stripping machine
7
Pembersihan
material di SP
8
Pengoperasian
Alat angkat/angkut
9
Mengatasi
kebakaran
kecil/APAR
10
Kerja di area SP
dan spray tower
11
Kerja di ruang
blower fine coal
Sp calciner
Berdebu
Udara panas
Material coating
Gas Panas
Stripping
machine
Berdebu
Lokasi Panas
Area Sempit
Alat
angkat/angkut
material yang
diangkat
Tabung
bertekanan, api
Material panas
Lokasi
diketinggian
Suara blower
Ruangan blower
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Iritasi
5
3
20
Ketat
Kejatuhan Material
2
4
14
Bersyarat
Iritasi
5
3
20
Ketat
Menabrak
5
2
16
Bersyarat
Ledakan
3
4
18
Ketat
Kontak material panas
5
3
20
Ketat
Gangguan
pendengaran
3
3
13
Bersyarat
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat
Risiko
117
5.5.2 Penilaian Risiko Hasil Observasi Dari Area Suspension Preheater
Penilaian risiko yang dilakukan peneliti berbeda dengan apa yang di
buat oleh PT ITP. Perbedaannya adalah ketika mengkategorikan penentuan
tingkat risiko. PT ITP membuat tabel penilaian risiko dengan menentukan
satu jenis bahaya yang paling tinggi namun peneliti membuat tabel penilaian
risiko dengan mengkategorikan semua sumber bahaya tanpa membedakan
mana yang menjadi prioritas utama.
Berikut adalah tabel penilaian risiko yang peneliti buat berdasarkan
observasi, wawancara, dan data dokumentasi milik pribadi serta PT ITP tbk :
118
Tabel 5.13 Hasil Observasi Penilaian Risiko Pekerjaan Di Area Suspension Preheater
NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya
Material panas
1
Mengatasi
Clogging
Kerja di
ketiggian
Berdebu
Udara Panas
Material panas
Kerja
diketinggian
2
Pembersihan
coating riser duct
Berdebu
Udara panas
Alat kerja
Material panas
3
Pembersihan BE
Mesin berputar
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar,meninggal
4
5
24
Tinggi
Cidera ringan/berat,
meninggal
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Luka Bakar,meninggal
Cidera ringan/berat,
meninggal
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
4
5
24
Tinggi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Terbentur, terjepit,
tertimpa
3
4
18
Ketat
Luka Bakar,meninggal
4
5
24
Tinggi
Terbentur, terjepit,
tertimpa
3
4
18
Ketat
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat
Risiko
119
NO
4
Nama Kegiatan
Pembersihan
Chute
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Terbentur, terjepit
5
4
23
Tinggi
Terbentur, terjepit
5
4
23
Tinggi
Kekurangan oksigen
5
4
23
Tinggi
Luka Bakar,meninggal
Cidera ringan/berat,
meninggal
4
5
24
Tinggi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
Dehidrasi
Luka bakar,meninggal
3
2
8
Rendah
3
5
22
Tinggi
3
5
22
Tinggi
Berdebu
Tersengat arus listrik
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara Panas
Dehidrasi, Luka bakar
3
4
18
Ketat
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Confined spaced
Pencahayaan
yang kurang
Oksigen terbatas
Material panas
5
Pemeriksaan
damper cyclone di
SP
Kerja
diketinggian
Berdebu
Udara panas
Sinar api las
Listrik dari las
6
Mengelas dinding
cyclone
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
WRAC*
Tingkat
Risiko
120
NO
7
Nama Kegiatan
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata saat
bricklining
menggunakan
stripping machine
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar/
meninggal
Cidera ringan/ berat,
meninggal
2
5
19
Ketat
2
5
19
Ketat
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
2
2
5
Rendah
Stripping
machine
Menabrak, kejatuhan
material
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
Kejatuah material,
terpeleset
2
4
14
Bersyarat
5
3
20
Ketat
4
2
12
Bersyarat
4
3
17
Bersyarat
Menabrak, kejatuhan
material
2
4
14
Bersyarat
Ledakan, terbakar,
kejatuhan alat atau
material, Iritasi
1
5
15
Bersyarat
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material dari
coating
Gas panas yang
keluar
Berdebu
8
Pembersihan
material di SP
Lokasi Panas
Area Sempit
9
Pengoperasian
Alat angkat/angkut
Alat
angkat/angkut
material yang
diangkat
10
Mengatasi
kebakaran
kecil/APAR
Tabung
bertekanan api
WRAC*
Tingkat
Risiko
121
NO
11
12
Nama Kegiatan
Kerja di area SP
dan spray tower
Kerja di ruang
blower fine coal
Sp calciner
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka
bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
4
3
17
Bersyarat
4
5
24
Tinggi
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material panas
Kerja
diketinggian
Suara blower
Material panas
13
Pembersihan
coating
Terjepit, getaran,
gangguan
pendengaran.
Luka
bakar,meninggal,iritasi
WRAC*
Tingkat
Risiko
Kerja
diketinggian
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Menabrak, kejatuhan
material
3
3
13
Bersyarat
Stripping
machine
122
NO
14
Nama Kegiatan
Pembersihan sisa
bata/ castable saat
shutdown dan
tumpahan material
saat clogging
Berdebu
Udara panas
Kerja
diketinggian
Berdebu
Udara panas
Kebocoran gas
Material panas
16
Melakukan
inspeksi
Decarbonation
(O)
(S)
Luka
bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Kebakaran/ledakan
Luka
bakar,meninggal,iritasi
5
5
25
Tinggi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
Gangguan pernapasan,
keracunan
Luka
bakar,meninggal,iritasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
1
5
15
Bersyarat
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Material panas
dinding SP
Lokasi
ketinggian
Material panas
15
Konsekuensi
Risiko/dampak
Material clogging
Melakukan
Inspeksi Oksigen
Pada outlet ILC
Calciner dan SLC
Calciner
Kemungkinan
Sumber Bahaya
Kerja
diketinggian
Berdebu
Udara panas
WRAC*
Tingkat
Risiko
123
NO
17
Nama Kegiatan
Pengaturan
temperatur di SP
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka
bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Kerja
diketinggian
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Dehidrasi, Luka bakar
5
3
20
Ketat
Lebam/memar, luka
bakar
5
3
20
Ketat
Gangguan pernapasan,
iritasi
Lebam/Memar, cidera
ringan-berat
5
3
20
Ketat
1
4
10
Bersyarat
Lift Konsleting
Tali baja lift
Lift Mati
Cidera parah,
1
1
1
Rendah
putus
meninggal
5
5
25
Tinggi
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material panas
Udara panas
Radiasi panas
suhu luar
18
Menaiki dan
menuruni tangga
SP
Konduksi dari
panas besi
tangga
Paparan debu
lantai tangga
Terpeleset di
tangga
19
Menaiki dan
menuruni Lift
WRAC : Work Risk Assessment Control
WRAC*
Tingkat
Risiko
124
Tabel 5.14 Lembar Observasi Penilaian Risiko
NO
1
2
3
4
Penilaian Risiko
Penilaian Tingkat Kemungkinan
dilakukannya
kegiatan
(Occurrence / O)
Penentuan Tingkat Konsekuensi
/Keparahan (Severity / S)
- Konsekuensi terhadap manusia
- Konsekuensi terhadap
lingkungan
-Konsekuensi terhadap alat
- Konsekuensi citra Perusahaan
WRAC (Work Risk Assessment
Control)
Tingkat Risiko
Ada

Tidak
Keterangan







Lembar observasi pada tahap penilaian risiko dibuat untuk melihat
kelengkapan pada tata cara pembuatan HIRARC di bagian analisis tingkat keparahan
dan konsekuensi yang ada pada pekerjaan di SP. Dan PT Indocement membuat
tatanan pada penilaian risiko cukup baik walau ada satu yang belum memenuhi
syarat yaitu citra perusahaan. Citra perusahaan merupakan kegiatan suatu perusahaan
di mata khalayak publik yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta
pengalaman-pengalaman yang telah diterimanya. Penilaian tertentu terhadap citra
perusahaan oleh publiknya bisa berbentuk citra baik, sedang maupun buruk.
125
5.6 Hasil Pengendalian Risiko Suspension Preheater
Pengedalian risiko merupakan langkah penting dan menentukkan dalam
keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat
konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya
pengelolaan risiko dalam perusahaan. Dalam OHSAS 18001 memberikan pedoman
pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan yang
diantaranya:
a. Eliminasi
b. Subsitusi
c. Engineering control
d. Pengendalian administratif
e. Alat pelindung diri (APD)
Pengendalian risiko secara hirarki dilakukan dengan pendekatan sebagai
berikut :
•
Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan
kegiatan atau pengguanaan proses, bahan, alat yang berbahaya.
•
Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood)
•
Mengurangi konsekuensi kejadian (reduce consequences)
•
Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer)
•
Menanggung risiko yang tersisa. Penanganan risiko tidak mungkin
menjamin risiko atau bahaya hilang seratus persen, sehingga masih ada
sisa risiko (residual risk) yang harus ditanggung perusahaan.
126
Peneliti telah melakukan observasi, wawancara dan telaah dokumen yang
kemudian peneliti membuat tabel HIRARC pengendalian bahaya pada alat
produksi suspension preheater di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Berikut
tabel yang telah dibuat:
5.6.1 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Terdapat beberapa ketentuan dalam mengendalikan risiko yang
dilakukan PT Indocement Tunggal Prakarsa, karena pada prinsipnya semua
risiko harus dikendalikan; pengendalian risiko dapat dilakukan dengan
menghilangkan,
mengurangi,
mengendalikan,
atau
memindahkan.
Pengendalan risiko di unit kerja:
a.Jika risiko tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat
pelindung diri atau pengaman;
b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat
harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang
berlaku,
c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak
yang kompeten. Menentukan upaya pengendalian risiko berdasarkan
tingkatan pengendalian risiko dan tingkatan pengendalian limbah.
Beikut adalah pengendalian risiko yang dilakukan oleh PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk :
127
Tabel 5.15 Pengendalian Risiko PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
NO
Nama Kegiatan
1
Mengatasi
Clogging
2
Pembersihan
coating riser duct
3
Pembersihan BE
4
Pembersihan Chute
5
Pemeriksaan
damper cyclone di
SP
6
Aktivitas gunning/
casting castable
saat bricklining
Sumber Bahaya
-Material panas
-Kerja di ketinggian
-Berdebu
-Alat Kerja
-Udara panas
-Material panas
-Kerja diketinggian
-Berdebu
-Udara panas
-Alat kerja
-Material panas
-Mesin berputar
-Tempat sempit
-Tempat agak gelap
-Material panas
-Berdebu
-Udara panas
-gunning machine
-Kerja di ketinggian
-Berdebu
-Lokasi sempit/terbatas
Jenis Bahaya
Gangguan Pernapasan
,kontak material, kontak gas
panas
Iritasi, Gangguan
Pernapasan, terjatuh, kontak
material panas, terjepit
Kontak Material, Terjepit,
Iritasi
Iritasi, Terbentur, terjepit
Iritasi, Gangguan
pernapasan, Kontak Panas
Membentur, jatuh dari
ketinggian, kejatuhan
material, iritasi
Pengendalian Risiko
Superintendent, SOP, Safety Talks,
Safety shoes, Safety helm, Masker,
Safety Gloves, Google
Ahli K3, SOP, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google
Superintendent, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google
Foreman, SOP, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google
Foreman, Safety Talks, Safety shoes,
Safety helm, Masker, Safety Gloves,
Google
Foreman, SIK, SIKB, Safety Talks,
Safety shoes, Safety helm, Masker,
Safety Gloves, Google
128
NO
7
Nama Kegiatan
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata saat
bricklining
menggunakan
stripping machine
8
Pembersihan
material di SP
9
Pengoperasian Alat
angkat/angkut
10
Mengatasi
kebakaran
kecil/APAR
11
Kerja di area SP
dan spray tower
12
Kerja di ruang
blower fine coal Sp
calciner
Sumber Bahaya
-Material dari coating
-Gas panas yang keluar
-stripping machine
-Berdebu
-Lokasi panas
-Area sempit
-Alat angkat/angkut
material yang diangkat
Jenis Bahaya
Kejatuhan Material,
Terpapar material/ gas
panas, membentur,
tertabrak, iritasi
Iritasi, Kejatuhan material,
terpeleset, kontak panas,
terjatuh
Menabrak, kejatuhan
material
-Tabung bertekanan, api
Ledakan, terbakar,
kejatuhan material, iritasi
-Material panas
-Lokasi diketinggian
-Suara blower
Kontak material panas,
Kejatuhan benda, terjatuh,
iritasi
Gangguan pendengaran,
getaran, terjepit
Pengendalian Risiko
Foreman, maintenance strip, ping
machine
Superintendent, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google, inspeksi
Foreman, Safety Talks, Safety shoes,
Safety helm, Masker, Safety Gloves,
Google
Foreman,SOP, Penanggulangan
keadaan darurat, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google, Inspeksi
Superintendent, Safety Talks, Safety
shoes, Safety helm, Masker, Safety
Gloves, Google
Foreman, Rambu K3, pembatasan ijin
masuk, safety shoes, safety helm,
safety gloves, ear muff/plug, google
129
5.6.2 Pengendalian Risiko dari hasil observasi peneliti pada pekerjaan di
Area Suspension Preheater
Dari hasil observasi peneliti didapatkan 19 pekerjaan yang memiliki
tingkatan bahaya mulai dari rendah hingga tinggi. Maka dari itu peneliti
membuat tabel pengendalian risiko pada formulir HIRARC yang bertujuan
untuk mengurangi bahaya yang terdapat di area kerja suspension preheater.
Perbandingan dengan yang dimiliki oleh PT.Indocement Tunggal Prakarsa
adalah dari segi kelengkapan dalam menangani risiko yang terjadi. Upaya
pengendalian yang dimiliki PT ITP Tbk hanya sebatas APD namun dalam
upaya pengendalian secara Hirarki belum memenuhinya. Ada beberapa SOP
yang dimiliki oleh PT ITP Tbk namun pada jenis pekerjaan lainnya belum di
sebutkan dalam formulir HIRARC. Perawatan alat/mesin, training secara
menyeluruh atau spesifikasi belum disebutkan dalam form HIRARC milik
Indocement. Maka dari itu peneliti membuat formulir pengendalian risiko
pada area kerja SP, berikut adalah tabel yang telah dibuat peneliti :
130
Tabel 5.16 Hasil Pengendalian Risiko Suspension Preheater
NO
1
Nama Kegiatan
Mengatasi
Clogging
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Material Panas
Luka bakar,meninggal
24
Tinggi
Kerja Diketinggian
Cidera ringan/berat,
meninggal
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm,harness,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator(EP), penangungg jawab
dari Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
131
NO
1
2
Nama Kegiatan
Mengatasi
Clogging
Pembersihan
coating riser
duct
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Udara Panas
Dehidrasi
8
Rendah
Material panas
Luka Bakar,meninggal
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Cidera ringan/berat,
meninggal
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves, masker, ear
plug, aluminized clothing,
Adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass,
safety helm,harness, safety gloves,
masker, ear plug, aluminized clothing
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator(EP), maintenance alat secara
rutin, adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker, ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
132
NO
2
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Tingkat
Risiko
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Alat kerja
Terbentur, terjepit,
tertimpa
18
Ketat
24
Tinggi
Pembersihan
coating riser
duct
Material panas
3
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Luka Bakar,meninggal
Pembersihan BE
(Bucket
elevator)
Mesin berputar
Terbentur, terjepit,
tertimpa
18
Ketat
Pengendalian Risiko
Adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass,
safety helm,harness, safety gloves,
masker, ear plug, aluminized clothing
Maintenance alat secara rutin, adanya
SOP, membuat SIKA dan JSA, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety
helm,harness, safety gloves, masker,
ear plug, aluminized clothing
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker, ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Inspeksi peralatan kerja, maintenance alat
kerja, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves, masker,
ear plug, aluminized clothing, safety
shoes)
133
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Terbentur, terjepit
Confined spaced
4
Pembersihan
Chute
Pencahayaan yang
kurang
Oksigen Terbatas
23
Tinggi
Terbentur, terjepit
23
Kekurangan oksigen
23
Tinggi
Tinggi
Pengendalian Risiko
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug aluminized
clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator(EP), penangungg jawab
dari Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug aluminized
clothing, safety shoes)
134
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Material panas
5
Pemeriksaan
damper cyclone
di SP
Kerja diketinggian
Berdebu
Risiko/ dampak
Luka Bakar,meninggal
Cidera ringan/berat,
meninggal
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
24
Tinggi
24
Tinggi
20
Ketat
Pengendalian Risiko
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug aluminized
clothing, safety shoes)
Adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves,harness,
masker,ear plug aluminized clothing,
safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari Superintendent,
adanya SOP, membuat SIKA dan JSA,
safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug aluminized
clothing, safety shoes)
135
NO
5
Nama Kegiatan
Pemeriksaan
damper cyclone
di SP
Sumber bahaya
Udara panas
Sinar api las
6
Risiko/ dampak
Dehidrasi
Luka bakar,
meninggal
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
8
22
Tingkat
Risiko
Rendah
Tinggi
Mengelas
dinding cyclone
Listrik dari las
Tersengat arus listrik
22
Tinggi
Pengendalian Risiko
Adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves, masker,ear
plug aluminized clothing, safety shoes)
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, penangungg jawab
dari Superintendent, Foreman, adanya
SOP, membuat SIKA dan JSA, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, Foreman, adanya
SOP, membuat SIKA dan JSA, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
136
NO
6
7
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Berdebu
Iritasi kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi, luka bakar
18
Ketat
Mengelas
dinding cyclone
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata
saat bricklining
menggunakan
stripping
machine
Material dari
coating
Luka bakar,
meninggal
19
Ketat
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, Foreman, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, Foreman, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin, penangungg
jawab dari Superintendent, Foreman,ping
machine, adanya SOP, membuat SIKA dan
JSA, safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
137
NO
7
Nama Kegiatan
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata
saat bricklining
menggunakan
stripping
machine
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Gas panas yang
keluar
Cidera ringan/berat,
meninggal
19
Ketat
Berdebu
Iritasi kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara Panas
Dehidrasi
5
Rendah
Pengendalian Risiko
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, penangungg jawab
dari Superintendent, Foreman,ping
machine, adanya SOP, membuat SIKA
dan JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, penangungg jawab
dari Superintendent, Foreman,ping
machine, adanya SOP, membuat SIKA
dan JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, penangungg jawab
dari Superintendent, Foreman,ping
machine, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
138
NO
Nama Kegiatan
7
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata
saat bricklining
menggunakan
stripping
machine
8
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Stripping Machine
Menabrak, kejatuhan
material
14
Bersyarat
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
12
Bersyarat
Pembersihan
material di SP
Lokasi Panas
Dehidrasi
Pengendalian Risiko
Adanya signal sign, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, penangungg jawab
dari Superintendent, Foreman,ping
machine, adanya SOP, membuat SIKA
dan JSA, safety talks, training (OJT: On
job training), APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari Superintendent,
adanya SOP, membuat SIKA dan JSA,
safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari Superintendent,
adanya SOP, membuat SIKA dan JSA,
safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
139
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
8
Pembersihan
material di SP
Area Sempit
Kejatuah material,
terpeleset
17
Bersyarat
9
Pengoperasian
Alat
angkat/angkut
Alat angkat/angkut
material yang
diangkat
Menabrak, kejatuhan
material
14
Bersyarat
10
Mengatasi
kebakaran
kecil/APAR
Tabung
bertekanan, api
Ledakan, terbakar,
kejatuhan alat atau
material, Iritasi
15
Bersyarat
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP, Inspeksi untuk
pemeriksaan rutin, maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Adanya tim pemadam
kebakaran(Fireman), maintenance alat
secara rutin, adanya SOP, training (OJT:
On job training menganai tata cara
pemakaian APAR), APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
140
NO
11
Nama Kegiatan
Kerja di area SP
dan spray tower
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Material panas
Luka
bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm,harness,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
maintenance alat secara rutin,
penangungg jawab dari Superintendent,
adanya SOP, membuat SIKA dan JSA,
safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
141
NO
11
12
13
Nama Kegiatan
Kerja di area SP
dan spray tower
Kerja di ruang
blower fine coal
Sp calciner
Pembersihan
coating
Sumber bahaya
Udara panas
Suara blower
Material panas
Risiko/ dampak
Dehidrasi
Terjepit, getaran,
gangguan
pendengaran.
Luka
bakar,meninggal,iritasi
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
8
17
24
Tingkat
Risiko
Pengendalian Risiko
Rendah
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin,
penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm,harness,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Bersyarat
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), Melaksanakan pemeriksaan
audiometri , maintenance alat secara
rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
Tinggi
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
142
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Kerja diketinggian
13
Pembersihan
coating
Berdebu
Udara panas
Risiko/ dampak
Jatuh dari ketinggian
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Dehidrasi
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
24
20
8
Tingkat
Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Ketat
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), pembersihan debu secara manual
dengan di sapu, disekop dan dibuang ke
penampungan, maintenance alat secara
rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
Rendah
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
143
NO
13
14
Nama Kegiatan
Pembersihan
Coating
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Stripping machine
Menabrak, kejatuhan
material
13
Bersyarat
Material panas
dinding SP
Luka
bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Pembersihan
sisa bata/
castable saat
shutdown dan
tumpahan
material saat
clogging
Lokasi ketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Pengendalian Risiko
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm,harness,
safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
144
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Berdebu
14
Risiko/ dampak
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
20
Tingkat
Risiko
Ketat
Pembersihan
sisa bata/
castable saat
shutdown dan
tumpahan
material saat
clogging
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
145
NO
14
15
Nama Kegiatan
Pembersihan
sisa bata/
castable saat
shutdown dan
tumpahan
material saat
clogging
Sumber bahaya
Material clogging
Risiko/ dampak
Kebakaran/ledakan
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
25
Tingkat
Risiko
Tinggi
Material panas
Luka
bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Melakukan
Inspeksi
Oksigen Pada
outlet ILC
Calciner dan
SLC Calciner
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), maintenance alat
secara rutin, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug,harness,
aluminized clothing, safety shoes)
146
NO
15
Nama Kegiatan
Melakukan
Inspeksi
Oksigen Pada
outlet ILC
Calciner dan
SLC Calciner
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Kebocoran gas
Gangguan pernapasan,
keracunan
15
Bersyarat
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), maintenance alat
secara rutin, melakukan inspeksi
secara rutin dan berskala, penangungg
jawab dari Superintendent, adanya
SOP, membuat SIKA dan JSA, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug,harness,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug,harness,
aluminized clothing, safety shoes)
147
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Material panas
16
Melakukan
inspeksi
Decarbonation
Risiko/ dampak
Luka
bakar,meninggal,iritasi
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
24
Tingkat
Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm,harness, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic precipitator
(EP), maintenance alat secara rutin,
melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, membuat
SIKA dan JSA, safety talks, training
(OJT: On job training), APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
148
NO
16
17
Nama Kegiatan
Melakukan
inspeksi
Decarbonation
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Material panas
Luka
bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Pengaturan
temperatur di SP
Pengendalian Risiko
Maintenance alat secara rutin,
melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
149
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Berdebu
17
Tingkat
Risiko
Iritasi Kulit atau mata,
gangguan pernapasan
20
Ketat
Dehidrasi
8
Rendah
Dehidrasi, Luka bakar
20
Ketat
Pengaturan
temperatur di SP
Udara panas
18
Risiko/ dampak
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Menaiki dan
menuruni tangga
SP
Radiasi panas suhu
luar
Pengendalian Risiko
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), maintenance alat
secara rutin, melakukan inspeksi
secara rutin dan berskala, penangungg
jawab dari Superintendent, adanya
SOP, membuat SIKA dan JSA, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Melakukan inspeksi secara rutin dan
berskala, penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP,
membuat SIKA dan JSA, safety talks,
training (OJT: On job training), APD
(Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
150
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Konduksi dari
panas besi tangga
18
Menaiki dan
menuruni tangga
SP
Paparan debu
lantai tangga
Terpeleset di
tangga
19
Menaiki dan
menuruni Lift
Lift Konsleting
Risiko/ dampak
Lebam/memar, luka
bakar
Gangguan pernapasan,
iritasi
Lebam/Memar, cidera
ringan-berat
Lift Mati
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
Tingkat
Risiko
20
Ketat
20
Ketat
10
Bersyarat
1
Rendah
Pengendalian Risiko
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust
collector dan Elektrostatic
precipitator (EP), penangungg jawab
dari Superintendent, adanya SOP,
safety talks, training (OJT: On job
training), APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari
Superintendent, adanya SOP, safety
talks, training (OJT: On job training),
APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
Maintenance lift secara rutin dan
berskala, safety talks, training (OJT: On
job training), safety sign, adanya
prosedur menaiki lift, APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
151
NO
19
Nama Kegiatan
Menaiki dan
menuruni Lift
Sumber bahaya
Tali Baja lift putus
Risiko/ dampak
Cidera parah,
meninggal
Work Risk
Assessment
Control
(WRAC)
25
Tingkat
Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Maintenance lift secara rutin dan
berskala, safety talks, training (OJT:
On job training), safety sign, adanya
prosedur menaiki lift, APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
152
Tabel 5.17 Lembar Observasi Pengendalian Bahaya
NO
1
2
3
4
5
Jenis Pengendalian
Bahaya
Eliminasi
Subsitusi
Engineering control
Administrative control
Alat Pelindung diri
Ada
Tidak
Keterangan





Dalam pengendalian bahaya terdapat 5 cara secara hirarki mulai dari
eiminasi, subsitusi, engineering control, administrative control, dan alat pelindung
diri (APD). Namun dalam hasil observasi hanya tiga pengendalian yang dapat
dipakai dalam area kerja suspension preheater. Hasilnya adalah Engineering control,
administrative control dan APD.
5.7 Rekomendasi Pengendalian Risiko
PT Indocement menentukan prioritas upaya pengendalian risiko berdasarkan
keterkaitan kegiatan, potensi bahaya, dan tingkat keberhasilan pengendalian risiko,
yaitu dengan menentukan Risk Priority Number (RPN):
RPN = O X S X D
RPN = Angka Prioritas Risiko (Risk Priority Number).
O = Tingkat kemungkinan (Occurrence).
S = Tingkat keparahan (Severity).
D = Tingkat keberhasilan (Detection).
Risiko yang dapat diterima (acceptable risk) adalah jika nilai RPN < 64,
tetapi bila nilai > 64 ; atau belum terpenuhinya peraturan perundangan atau standar
153
maka kegiatan tersebut diprioritaskan untuk dibuatkan tindakan perbaikan /
peningkatan :
Action plan yang dapat dilakukan melalui, yaitu :
a. program
o Menentukan program pengendalian K4LM/daftar program (lampiran 2)
o Menyusun rincian untuk setiap program dengan format one sheet project (
o Memantau kemajuan untuk setiap program minimal 3 bulan sekali dengan
format Progress Report
o Mengevaluasi keefektifan pencapaian tujuan, minimal 3 bulan sekali (daftar
action plan, pada daftar program)
b. Menentukan pengendalian operasi (Perbaikan berlanjut):
Merupakan peningkatan atau perbaikan pengendalian operasi dan/atau
manajemen darurat :
o Menentukan perbaikan berlanjut dengan RPN > 64
o Menyusun rencana kerja untuk setiap perbaikan berlanjut dapat
menggunakan: Practical Quality Improvement (PQI), Perbaikan Sistem
Saran (PSS), Tujuh langkah, tujuh alat (TULTA), dll
o Mengevaluasi keefektifan pencapaian tujuan pada setiap minimal 3 bulan
sekali (daftar action plan, pada daftar pengendalian operasi atau daftar
manajemen darurat).
Namun HIRARC yang dimiliki oleh PT.ITP belum membuat kegiatan action
plan dikarenakan semua jenis kegiatannya dibawah range <64. Seperti dari
sumbernya bahwa setiap sumber bahaya yang dibawah point 64 dari hasil perkalian
154
RPN tidak dilakukannya program action plan. Selain itu, kendala dana/ cost yang
harus diberikan untuk melaksanakan program action plan membuat perusahaan tidak
mudah untuk mengeluarkan dana yang jumlahnya besar. Akan tetapi, peneliti tetap
memberikan tindakan monitoring/ action plan demi mengoreksi atau memperbaiki
pengendalian yang sudah dilakukan. Berikut adalah tabel rekomendasi pengendalian
risiko:
155
Tabel 5.18 Rekomendasi pengendalian risiko
NO
1
2
3
Nama Kegiatan
Kerja
Mengatasi
Clogging
Pembersihan
coating riser
duct
Pembersihan
BE
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
- UU K3 No 1 tahun 1970
-SOP dalam melakukan antisipasi clogging
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1985 tentang
pesawat tenaga dan produksi
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1988 tentang
kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu,
disekop
dan
dibuang
ke
penampungan, penyediaan air minum agar
terhindar dari dehidrasi, adanya signal sign,
shock absorben, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu,
disekop
dan
dibuang
ke
penampungan, penyediaan air minum agar
terhindar dari dehidrasi ,adanya signal
sign,Inspeksi secara rutin dan berskala,
shock absorben, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Maintenance Bucket Elevator secara
berskala, Adanya signal sign, Inspeksi
secara rutin dan berskala, penyediaan APD
secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan
tindakan tegas kepada pekerja
156
NO
4
5
6
7
Nama Kegiatan
Kerja
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan Menteri perburuhan No.7 tahun 1964 tentang syarat
kesehatan, kebersihan serta penerangan di tempat kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian
Pemeriksaan
damper cyclone
di SP
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Mengelas
dinding las
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No:Per
02/MEN/1982 Tentang kwalifikasi juru las
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Adanya pengawas agar dapat diawasi ketika
pekerja masuk ke area confined spaced, Adanya
signal sign, lampu darurat untuk penerangan,
Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan
APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja khususnya bantuan alat pernapasan ,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu, disekop dan dibuang ke penampungan,
penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, Adanya signal sign,lampu untuk
penerangan, Inspeksi secara rutin dan berskala,
shock absorben, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan
berskala, , penyediaan APD secara lengkap
sesuai dengan kebutuhan pekerja, pemeriksaan
kesehatan, sosialisasi mengenai APD dengan
tindakan tegas kepada pekerja
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara
rutin dan berskala, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Pembersihan
Chute
Aktivitas
pembersihan
coating/ bata saat
bricklining
menggunakan
stripping
machine
157
NO
8
9
10
Nama Kegiatan
Kerja
Pembersihan
material di SP
Pengoperasian
Alat
angkat/angkut
Mengatasi
kebakaran
kecil/APAR
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
Tindakan Monitoring pengendalian
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu,
disekop
dan
dibuang
ke
-UU K3 No 1 tahun 1970
penampungan, penyediaan air minum agar
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang terhindar dari dehidrasi, Inspeksi secara
bejana Tekan
rutin dan berskala, Adanya signal sign,
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- penyediaan APD secara lengkap sesuai
dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi
08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
mengenai APD dengan tindakan tegas
kepada pekerja
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-05/MEN/1985 tentang
pesawat angkat dan angkut
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI No.Per09/MEN/VII/2010 tentang operator dan petugas pesawat angkat dan
angkut
-Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep-75/
MEN/2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI)
No. SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik
(PUIL 2000) di tempat kerja.
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1980 tentang
syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan
-Keputusan menteri tenaga kerja RI No.Kep-186/MEN/1999 tentang
penanggulangan kebakaran di tempat kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin
dan berskala, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin
dan berskala, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
158
NO
Nama Kegiatan
Kerja
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
11
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-02/MEN/1982
Kerja di area SP
Tentang kwalitas Juru las
dan spray tower
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu,
disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan
air minum agar terhindar dari dehidrasi, adanya
signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock
absorben,penyediaan APD secara lengkap sesuai
dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai
APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
12
-UU K3 No 1 tahun 1970
Kerja di ruang -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
blower fine coal bejana Tekan
Sp calciner
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu, disekop dan dibuang ke penampungan,
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan
berskala, penyediaan APD secara lengkap
sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi
mengenai APD dengan tindakan tegas kepada
pekerja
13
Pembersihan
coating
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi
secara rutin dan berskala, shock absorben,
penyediaan APD secara lengkap sesuai
dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi
mengenai APD dengan tindakan tegas kepada
pekerja
14
Pembersihan
sisa bata/
castable saat
shutdown dan
tumpahan
material saat
clogging
Tindakan Monitoring pengendalian
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu, disekop dan dibuang ke penampungan,
-UU K3 No 1 tahun 1970
penyediaan air minum agar terhindar dari
-Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara
rutin dan berskala, shock absorben,penyediaan
timbul karena hubungan kerja
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan
08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
tindakan tegas kepada pekerja
159
NO
15
16
17
18
Nama Kegiatan
Kerja
Melakukan
Inspeksi
Oksigen Pada
outlet ILC
Calciner dan
SLC Calciner
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Melakukan
inspeksi
Decarbonation
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Pengaturan
temperatur di
SP
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang
bejana Tekan
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Menaiki dan
menuruni
tangga SP
Tindakan Monitoring pengendalian
Penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara
rutin dan berskala, shock absorben,penyediaan
APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan
tindakan tegas kepada pekerja
Penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, adanya signal sign, Inspeksi secara
rutin dan berskala, shock absorben, penyediaan
APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan
tindakan tegas kepada pekerja
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu, disekop dan dibuang ke penampungan,
penyediaan air minum agar terhindar dari
dehidrasi, adanya signal sign, Inspeksi secara
rutin dan berskala, shock absorben ,penyediaan
APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan
pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan
tindakan tegas kepada pekerja
Pembersihan debu secara manual dengan di
sapu, disekop dan dibuang ke penampungan,
Adanya signal sign, penyediaan APD secara
-UU K3 No 1 tahun 1970
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
tegas kepada pekerja
160
NO
19
Nama Kegiatan
Kerja
Menaiki dan
menuruni Lift
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar
kerja mesin
-UU K3 No 1 tahun 1970
-Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-03/MEN/1999 tentang
syarat-syarat Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lift Untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.
-Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial
dan pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep-407/BW/1999 tentang
persyaratan, penunjukkan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
-Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep75/ MEN/2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum
Instalasi Listrik (PUIL 2000) di tempat kerja.
-Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian
Adanya signal sign, tersedianya nomor
darurat jika lift mengalami kerusakan atau
keadaan darurat, penyediaan APD secara
lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja,
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan
tegas kepada pekerja
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini, penulis melakukan observasi dan wawancara pada proses
produksi pada pekerjaan di bagian suspension preheater. Proses observasi yang
dilakukan hanya dengan melakukan pengamatan terhadap setiap tahapan yang
ada pada proses pekerjaan di Suspension Preheater (SP). Identifikasi dan analisis
yang dilakukan pada proses pekerjaan di SP hanya terbatas pada risiko
keselamatan kerja saja, hal ini karena keterbatasan waktu penelitian.
2. Peneliti tidak dapat menampilkan gambar atau dokumentasi proses kerja secara
keseluruhan karena area tempat penelitian yang memiliki temperatur ekstrim
dan tidak memungkinkan untuk mengambil seluruh gambar rangkaian proses
kerja SP.
3. Peneliti tidak melampirkan beberapa data seperti data invertigasi kecelakaan, dan
master data perusahaan dikarenakan data-data tersebut bersifat rahasia.
161
162
6.2 Pembahasan Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode
HIRARC Pada Pekerjaan Di Suspension Preheater
Ditempat kerja terdapat sumber bahaya yang beraneka ragam mulai dari
kapasitas bahaya yang rendah hingga bahaya tinggi. Kita tidak dapat mencegah
kecelakaan jika tidak dapat mengenal bahaya dengan baik dan seksama. Jenis
Bahaya diklasifikasikan menjadi beberapa macam yakni bahaya mekanis, listrik,
kimiawi, dan fisik. Dari risiko keselamatan yang telah diidentifikasikan, risiko
keselamatan kerja yang terdapat pada proses kerja di suspension preheater
berdasarkan jenis bahaya keselamatan ditemukan tiga jenis bahaya diantaranya :
1. Bahaya Fisik, yaitu jatuh dari ketinggian, tersembur material panas,
mengalami gangguan pernapasan, iritasi mata yang disebabkan debu,
iritasi kulit dari paparan debu dan semen langsung, dehidrasi ringan
hingga akut karena situasi lingkungan kerja yang panas, terpapar sinar api
burner dapat mengakibatkan kebutaan jika tidak memakai APD dengan
tepat, kejatuhan material, terpeleset di tempat kerja, menabrak,terjepit,
getaran, lebam/ memar, mengalami cidera ringgan-hingga berat, dan hal
yang paling besar adalah kehilangan nyawa atau meninggal dunia.
2. Bahaya Mekanik (mechanical hazard) yaitu, terbentur, terjepit dan
tertimpa alat dari alat riser duct, bucket elevator dan blower fine coal sp
calciner, mengalami gangguan pendengaran dari suara alat kipas/fan,
menabrak dan kejatuhan material dari alat angkut dan stripping machine,
terjadi kebakaran dan ledakan dari tabung bertekanan api dan pekerjaan
163
saat pengecekan temperatur SP, lift mengalami konsleting dan
mengakibatkan lift mati. Bahaya-bahaya ini diakibatkan oleh bendabenda atau mesin serta proses yang bergerak.
3. Bahaya listrik (electrical hazard) yaitu, terkena aliran listrik (kesetrum).
Kemudian dapat mengalami luka bakar hingga meninggal dunia,
Hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian bahaya dan
rekomendasi pengendalian keselamatan dilakukan dengan menggunakan data
primer berupa wawancara dan observasi kepada pekerja di SP, karyawan HSE, dan
rekan kerja pekerja. Didapatkan hasil identifikasi berupa sembilan belas jenis
pekerjaan di proses kerja SP.
1. Mengatasi clogging
1a.Identifikasi bahaya
Clogging adalah sumbatan-sumbatan material yang terjadi di
dalam suspension preheater yang terjadi karena sirkulasi kandungan
senyawa-senyawa volatile yang membuat mampat di sistem preheater itu
sendiri. Hal ini terjadi karena senyawa-senyawa sulfur, dan kloin yang
dapat berasal dari raw meal ataupun bahan bakar alternatif, menguap di
zona burning kiln dan terbawa dalam bentuk gas kembali ke preheater,
karena suhu yang rendah maka gas-gas tersebut kembali kedalam bentuk
padat, bercampur dengan raw mix lalu kembali masuk ke burning zone
kiln, menguap kembali dan bersirkulasi seperti itu terus sehingga
meningkatkan konsentrasi senyawa-senyawa tersebut didalam sitem
164
pembakaran. Dalam pekerjaan mengatasi problem clogging, terdapat
sumber bahaya berupa material panas yang berkisar 700 derajat celcius
yang dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh pekerja hingga
meninggal dunia (Wibisono, 2012). Kemudian dengan struktur Sp yang
cukup tinggi dengan wilayah kerja berlantai-lantai pekerja tidak luput
dari bahaya ketinggian yang dapat berakibat cidera ringan,ringan, berat
hingga meninggal dunia. Kemudian area kerja cukup berdebu karena
memang lingkungan kerja di SP masih belum cukup untuk dibersihkan
secara otomatis karena hanya memakai tenaga manual manusia dalam
membersihkan material-material debu semen. Bahaya ini dapat
mengakibatkan iritasi kulit, iritasi mata hingga gangguan pernapasan.
Dalam suhu luar SP berada pada suhu >40 derajat celcius dalam radius 1
meter dengan dinding cyclone dapat menyebabkan dehidrasi yang
berakibat kekurangan cairan bagi pekerja.
1b. Penialian Risiko dan pengendaliannya
Dari pekerjaan ini terdapat 4 macam risiko yang dapat merugikan
karyawan dan perusahaan diantaranya adalah :
a. Material Panas
Material panas masuk dalam kategori jenis bahaya Fisik karena
memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan
kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar (Rosalia, 2011). Material
panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan
165
hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat
mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini
digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan
hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan
pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Seseorang yang
bekerja di ketinggian atau lebih termasuk aktivitas bekerja di ketinggian
(Indorope, 2011). Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment
24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman)
dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan clogging, scafolding, dan pemakaian
166
APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Debu adalah salah satu
bahan yang sering disebut sebagai partikel melayang di udara
(Suspended Particulate Matter /SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai
dengan 500 mikron. Untuk itu bahaya yang ditimbulkan cukup besar
walaupun masih dapat dilakukan pengendalian bahayanya (Rais, 2009).
Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan
hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
penangkapan
debu
memakai
dust
collector
dan
electrostatic
precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Udara atau suhu panas merupakan jenis bahaya yang masuk
dalam kategori jenis bahaya fisik (Ramli, 2010). Suhu panas di area SP
berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari
167
suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP . Risiko dehidrasi dapat
dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi
clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah
dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
2. Pembersihan coating riser duct
2a. Identifikasi bahaya
Pengendapan gas-gas biasanya terjadi di preheater, karena suhu di
preheater berkisar 800 derajat celcius lebih rendah dari burning kiln zone
yang rata-rata 900-1000 derajat celcius sehingga gas-gas tersebut
kembali ke dalam bentuk yang tidak terlalu padat atau sticky dan
bercampur kembali dengan raw mix yang berada di preheater menjadi
lebih lengket dan berpotensi menimbulkan blocking pada saluran/duct
yang dilewatinya, terutama yang berada di bottom cyclone atau cyclone
yang paling bawah (Ilham, 2009). Terdapat sumber bahaya dari
pekerjaan tersebut diantaranya material panas yang berkisar 800 derajat
celcius yang dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh pekerja hingga
meninggal dunia. Kemudian dengan struktur Sp yang cukup tinggi
dengan wilayah kerja berlantai-lantai pekerja tidak luput dari bahaya
ketinggian yang dapat berakibat cidera ringan,ringan, berat hingga
meninggal dunia. Kemudian area kerja cukup berdebu karena memang
168
lingkungan kerja di SP masih belum cukup untuk dibersihkan secara
otomatis karena hanya memakai tenaga manual manusia dalam
membersihkan material-material debu semen. Bahaya ini dapat
mengakibatkan iritasi kulit, iritasi mata hingga gangguan pernapasan.
Dalam suhu luar SP berada pada suhu >40 derajat celcius dalam radius 1
meter dengan dinding cyclone dapat menyebabkan dehidrasi yang
berakibat kekurangan cairan bagi pekerja.
2b.Penialian Risiko dan pengendaliannya
Dari pekerjaan ini terdapat 5 macam risiko yang dapat merugikan
karyawan dan perusahaan diantaranya adalah :
a. Material Panas
Material panas pada saat membersihkan riser duct dari alat
cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta
jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan
kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4
dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk
assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training
yang berhubungan dengan pekerjaan membersihkan coating riser duct,
169
dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan
pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan penangkapan debu
memakai dust collector dan electrostatic precipitator, SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
170
pekerjaan ketinggian, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan membersihkan riser duct. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka
3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk
assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah
pemakaian APD yang dikhususkan untuk menangani debu terutama
masker.
e.Alat KerjaS
Dalam
membersihkan
riser
duct
terdapat
alat
untuk
membersihkannya. Potensi bahaya dari alat tersebut dapat menyebabkan
terbentur, terjepit dan tertimpa dari alat. Menurut Miner (1994) hal
tersebut tergolong dalam unsafe behavior dimana hal tersebut
merupakan tipe prilaku yang mengarah pada kecelakaan. Paparan yang
diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada
angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk
assessment 18 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian
yang dapat dilakukan guna meminimalisir bahaya dengan cara training
171
pada penggunaan alat kerja, SOP, memiliki SIKA, JSA dan pemakaian
APD.
3. Pembersihan BE (Bucket elevator)
3a. Identifikasi Bahaya
Bucket Elevator merupakan salah satu alat transport material yang
terdapat di pabrik Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, yang berguna
untuk memindahkan material (raw mix) secara ertikal dan secara
berkesinambungan dengan menggunakan bucket. Bucket elevator dibagi
menurut sistem transmisinya ada yang menggunakan rantai dan belt.
Sifat material yang dipindahkan berupa serbuk, granular dan pasir yang
kering. Material raw mix merupakan hasil proses dari raw mill yang
selanjutnya ditransport ke separator dengan menggunakan BE untuk
proses pembuatan semen selanjutnya. Dalam pekerjaan ini terdapat
sumber bahaya berupa material panas dari area kerja yang dapat berisiko
luka bakar hingga meninggal dunia. BE tidak cocok digunakan untuk
memindahkan material yang bergumpal besar dan lengket. Mesin BE
beroperasi secara dinamis atau berjalan maka terdapat sumber bahaya
dari mesin berputar yang dapat menciderai pekerja seperti terbentur,
terjepit dan terpapar material panas.
172
3b. Penilaian risiko dan pengendaliannya
Dari pekerjaan ini terdapat 2 macam risiko yang dapat merugikan
karyawan dan perusahaan diantaranya adalah :
a. Material panas
Material panas pada saat membersihkan bucket elevator dari
rangkaian alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan
hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat
mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini
digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan
hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara menginspeksi peralatan kerja dan
maintenance alat kerjanya, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang
berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
b. Mesin berputar
Pada alat BE, mesin akan berputar ke atas dengan membawa
material yang siap dimasukkan kedalam cyclone preheater. Potensi
bahaya dari alat tersebut dapat menyebabkan terbentur, terjepit dan
173
tertimpa dari alat. Menurut Miner (1994) hal tersebut tergolong dalam
unsafe behavior dimana hal tersebut merupakan tipe prilaku yang
mengarah pada kecelakaan. Paparan yang diterima setiap hari memiliki
tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S)
berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 18 yang berada
pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian yang dapat dilakukan guna
meminimalisir bahaya dengan cara training pada penggunaan alat kerja,
SOP, memiliki SIKA, JSA dan pemakaian APD.
4. Pembersihan chute
4a.Identifikasi bahaya
Pembersihan chute dilakukan secara rutin demi menjaga keutuhan
produksi. Fungsi dari chute adalah untuk mendistribusikan material dari
satu alat ke alat lainnya melalui alat ini yang berupa corong yang
berisikan material. Dengan kondisi ruangan yang terbatas/ confined
space dikarenakan sempit, oksigen yang terdapat didalam chute
sangatlah terbatas dan pencahayaan yang kurang maka menimbulkan
bahaya bagi pekerja. Risiko pekerja ketika membersihan chute adalah
terjepit, kekurangan oksigen dan terbentur.
4b.Penilaian risiko dan pengendaliannya
Dari pekerjaan ini terdapat 3 macam risiko yang dapat
mengancam keselamatan kerja diantaranya adalah :
174
a. Confined spaced
Ketika membersihkan chute, pekerja dihadapkan dengan ruangan
yang terbatas/ confined spaced karena ukuran ruangan tidak begitu luas.
Dalam Peraturan menteri perburuhan No 7 tahun 1964 mengenai syarat
kesehatan pekerja ditetapkan bahwa pekerja harus dibuat ukuran ruang
kerja yang cukup sehingga memiliki ruang udara yang cukup yang
sedikitnya 10-15 m. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi”
karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi
(S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 23.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja
dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan
formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan
bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b. Pencahayaan yang kurang
Kemungkinan cahaya dalam ruangan chute sangat terbatas dan
dapat menimbukan kerugian risiko pada pekerja. Dalam Peraturan
menteri perburuhan No 7 tahun 1964 mengenai syarat kesehatan, dan
pencahayaan bahwa ketika ruangan kerja tidak di fasilitasi dengan
penerangan secara permanen maka harus dibuatkan penerangan darurat
dengan kekuatan paling sedikit 5 lux (0.5 ft candles). Kemungkinan
terjadinya kecelakaan dapat berakibat membentur dinding chute, dan
175
terjepit dari sela-sela chute. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment
23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman)
dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan
bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c. Kekurangan oksigen
Selain bahaya dari ruangan terbatas dan pencahayaan yang
kurang, suplai oksigen yang terdapat pada ruangan ini cukup terbatas.
Pekerjaan ini menimbulkan risiko berupa kekurangan oksigen. Risiko ini
digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan
hasil work risk assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang
berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
176
5. Pemeriksaan damper cyclone di SP
5a.Identifikasi bahaya
Damper adalah alat pengatur udara yang berfungsi untuk merubah
jumlah udara pembakaran. Alat ini dapat mempengaruhi kinerja proses
(pertukaran panas yang ada) dari instalasi dan hidup dari internal
perusahaan seperti pabrik semen (Magotteaux, 2012). Dalam pekerjaan
ini terdapat sumber bahaya berupa material panas dari area kerja yang
dapat berisiko luka bakar hingga meninggal dunia ruangan yang
berdebu, dan suhu udara yang panas.
5b.Penilaian risiko dan pengendaliaanya
Dalam pekerjaan ini terdapat 4 sumber bahaya diantaranya
adalah :
a.Material Panas
Material panas pada memeriksa damper dari alat cyclone
preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak
ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan
nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment
24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman)
dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
177
berhubungan dengan pekerjaan pemeriksaan damper cyclone dan
pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
b. Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pemeriksaan
damper cyclone, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
178
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
control. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah
pemakaian APD.
6. Mengelas dinding cyclone
6a.Identifikasi bahaya
Mengelas dinding cyclone dilakukan apabila bata didalam
cyclone sudah mengalami pengeroposan dan berakibat rusaknya dinding
cyclone akibat panas dari pembakaran cyclone
yang kemudian
mengeroposkan dinding-dinding cyclone. Maka perlu dilakukan
pengelasan atau penambalan apabila bagian dalam cyclone telah di
pasangangi bata anti api. Terdapat sumber bahaya dari pekerjaan
179
tersebut diantaranya adalah sinar api las, tersengat arus listrik, berdebu,
dan udara panas dari dinding cyclone.
6b.Penilaian risiko dan pencegahannya
a.Percikan api las
Dalam melakukan proses pengelasan terdapat pilar Undangundang yang melindiungi pekerja dari bahaya pengelasan yakni tertuang
dalam Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No:Per
02/MEN/1982 Tentang kwalifikasi juru las (PPUK3). Akibat pekerjaan
ini pekerja dapat berisiko luka bakar dari percikan las dan iritasi mata
dari asap pembuangan pembakaran las. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3
dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk
assessment 22. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman), formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training
yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan
mengelas, adanya scafolding dan pemakaian APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Listrik dari alat las
Bahaya pekerjaan mengelas selain dari percikan api dapat pula
memiliki sumber dari listrik instalasi las. Hal ini dapat mengakibatkan
pekerja tersengat listrik 220 volt dari alat las. Risiko ini digolongkan
pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada
180
angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk
assessment 22. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training
yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan
mengelas dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius bahkan mencapai
939 derajat ketika sampai di riser duct. Risiko dehidrasi dapat dialami
181
oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengelas dinding
cyclone. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “ketat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 4 dengan hasil work risk assessment 18. Pengendalian yang sudah
dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk
melindungi tangan dari paparan panas dinding cyclone juga baju tahan
panas.
7. Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan
stripping machine
7a. Identifikasi bahaya
Aktivitas
pembersihan
coating
adalah
melakukan
suatu
penyemprotan yang berisikan adukan semen untuk membersihkan
coating yang terdapat di dalam riser duct. Terdapat sumber bahaya
ketika melakukan pekerjaan tersebut diantarannya adalah material dari
coating, gas panas yang keluar dari riser duct, berdebu area SP, udara
panas dan Stripping machine.
7b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Material dari coating
Material dari coating saat di semprotkan stripping machine dapat
memicu material coating tersembur keluar dinding dan dapat berisiko
182
luka bakar dan meninggal dunia. Suhu panas di area SP berkisar kurang
lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800
derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh
pekerja yang sedang melakukan pekerjaan membersihkan riser duct.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “ketat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment 19. Pengendalian yang sudah
dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk
menangani material yang menyembur terutama baju tahan api.
b. Gas panas
Ketika alat stripping machine diaktifkan maka akan ada gas panas
yang keluar dari dinding cyclone dan gas dapat terhirup oleh pekerja.
Dari sumber bahaya tersebut risiko yang terjadi dapat mengakibatkan
cidera ringan/berat hingga meninggal dunia akibat terhirup gas panas.
Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan
hasil work risk assessment 19 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
penangkapan
debu
memakai
dust
collector
dan
electrostatic
precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
183
c. Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d. Udara panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan membersihkan coating dengan stripping machine. Risiko ini
digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan
hasil work risk assessment 5. Pengendalian yang sudah dilakukan
perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk menangani
panas yakni baju tahan api.
184
e.Stripping Machine
Stripping machine menimbulkan risiko menabrak dan kejatuhan
material. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena
tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S)
berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 14.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja
dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan
formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan alat stripping machine, dan pemakaian
APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
8. Pembersihan material di SP
8a. Identifikasi bahaya
Membersihkan material di SP dilakukan secara manual oleh
pekerja/ karyawan dengan membentuk tim atau perorangan. Dalam
pekerjaan ini dibutuhkan tehnik yang terampil agar lingkungan area
kerja tetap optimal. Terdapat tiga sumber bahaya dari pekerjaan ini
diantaranya adalah kondisi lingkungan yang berdebu, lokasi panas, dan
area yang sempit.
185
8b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b. Lokasi panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan membersihkan material di SP. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka
3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk
186
assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah
pemakaian APD.
9. Pengoperasian alat angkat/angkut
9a. Identifikasi bahaya
Alat angkat atau alat angkut di area SP memakai alat hoist crane.
Hoist adalah bagian dari crane yang berfungsi sebagai alat pemindah
barang
dengan
pergerakan
vertical
(hoisting)
dan
horizontal
(tranversing). Hoist merupakan peralatan yang sangat vital dan harus
hati-hati dalam proses pekerjaan karena beresiko tinggi yang
memerlukan tingkat safety tertentu. Pekerjaan dengan alat ini memiliki
tingkatan bahaya cukup tinggi dengan sumber bahaya berupa kejatuhan
dari alat dan benda yang bergerak yang dapat berisiko menabrak kepada
pekerja dan kejatuhan material dari alat angkut yang digunakan.
9b. Penilaian risiko dan pengendaliannya
Dalam pekerjaan ini hanya ada satu risiko dari pekerjaan
pengoperasian alat angkat dan angkut yakni:
a.Alat angkat/angkut material yang diangkat
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 4 dengan hasil work risk assessment control. Pengendalian yang
187
sudah dilakukan perusahaan adalah maintenance alat secara rutin,
adanya penanggung jawab dari superitendent,adanya SOP, SIKA, JSA,
dan pemakaian APD.
10. Mengatasi Kebakaran kecil/APAR
10a.Identifikasi bahaya
Menurut Hargianto (2003), APAR (alat pemadam api ringan)
adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus
diisi ulang sesuai dengan jenis dan kontruksinya. Dalam bekerja di area
SP wajib alat ini di letakkan di dinding-dinding tiap lantai agar jika
terjadi keadaan kegawatan darurat dapat dipakai sebagaimana mestinya.
Ketika memakai pemakaian APAR terdapat beberapa sumber bahaya
yang diantaranya adalah dari tabung bertekanan api.
10b. Penilaian risiko dan pengendaliannya
Dalam pekerjaan ini hanya ada satu risiko dari mengatasi APAR
yakni:
a.Tabung bertekanan api
Ketika pekerja memakai APAR untuk keadaan darurat/
emergency terdapat risiko yang dapat membahayakan yakni dapat
mengalami kebakaran dari sumber api, ledakan kejatuhan alat atau
188
material dan iritasi dari paparan zat yang terkandung dalam APAR.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah 15.
Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah adana tim
pemadam kebakaran, maintenance alat secara rutin, adanya penanggung
jawab dari superitendent,adanya SOP, SIKA, JSA, dan pemakaian APD.
11. Kerja di area SP dan spray tower
11a. Identifikasi bahaya
Bekerja pada area suspension preheater memiliki risiko yang
tinggi. Tower yang berada pada puncak SP menyebabkan sumber
bahaya diantaranya material panas, bekerja di ketinggian, ruangan yang
berdebu, udara panas.
11b.Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Material Panas
Material panas ketika bekerja di area SP dapat berakibat luka
bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan
pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat
189
kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b. Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan
pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
190
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
12. Kerja di ruang blower fine coal SP calciner
12a. Identifikasi bahaya
Bekerja di ruangan blower sangat rentan akan bahaya yang dapat
terjadi dari bisingnya alat blower. Kegunaan blower adalah untuk
mendorong material yang akan masuk ke cyclone. Sumber bahaya yang
191
terdapat di pekerjaan ini adalah kebisingan dari suara blower yang
melebihi NAB (Nilai ambang batas).
12b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Suara blower
Suara blower merupakan dampak risiko tertinggi kepada pekerja
yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Alat ini juga dapat
mengakibatkan pekerja mengalami terjepit dari alat blower dan getaran/
vibration. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena
tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S)
berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 17.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
penangkapan debu memakai dust collector dan elektrostatic precipitator
(EP), bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja
aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
192
13. Pembersihan coating
13a. Identifikasi bahaya
Pembersihan coating dilakukan pada area riser duct dengan suhu
939 derajat
celcius dan merupakan suhu tertinggi di rangkaian SP.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk membersihkan penyumbatan
material di dalam riser duct dan mengembalikan kondisi seperti semula.
Sumber bahaya yang terdapat pada saat membersihkan coating adalah
Material panas, kerja di ketinggian, berdebu, udara panas, dan stripping
machine.
13b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Material Panas
Material panas dari alat riser duct dapat berakibat luka bakar
ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama
dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko
ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan
hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan
training
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
193
membersihkan coating, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm,
safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pembersihan
coating, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
194
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
e.Stripping Machine
Sumber bahaya dari alat stripping machine menimbulkan risiko
menabrak dan kejatuhan material. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment
14. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara
bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman)
dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan membersihkan coating, dan pemakaian
APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
195
14. Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan
material saat clogging
14a.Identifikasi bahaya
Pembersihan sisa bata dilakukan pada saat mesin SP mati total
atau dalam keadaan shut down. Pekerja akan masuk kedalam cyclone
dan melakukan pembersihan. Dalam pekerjaan ini memiliki sumber
bahaya ruangan terbatas confined sapced, lokasi ketinggian , berdebu,
udara panas, material clogging.
14b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a.Confined spaced
Ketika membersihkan sisa bata pekerja dihadapkan dengan
ruangan yang terbatas/ confined spaced karena ukuran ruangan tidak
begitu luas. Dalam Peraturan menteri perburuhan No 7 tahun 1964
mengenai syarat kesehatan pekerja ditetapkan bahwa pekerja harus
dibuat ukuran ruang kerja yang cukup sehingga memiliki ruang udara
yang cukup yang sedikitnya 10-15 m. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5
dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk
assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah
dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin
kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training
196
yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan
bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan
training
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
membersihkan sisa bata di dalam cyclone, dan pemakaian APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
197
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
e.Material Clogging
Material clogging berbahaya ketika didekatkan dengan sumber panas
atau api karena akan ada proses tekanan mengeluarkan api yang dapat
mengakibatkan kebakaran dan ledakan. Risiko ini sangat tinggi karena
memiliki nilai paling besar yakni 25. Angka ini didapatkan dari
kemungkinan yang terjadi sangat sering dengan nilai 5 dan konsekuensi
yang diterima juga tinggi sebesar 5. Pengendalian yang baik adalah
dengan cara adanya foreman yang mengamankan pekerjanya untuk
melakukan aktivitas pekerjaan, adanya SOP, dan surat izin kerja aman,
serta pemakaian APD lengkap.
198
15. Melakukan inspeksi oksigen pada outlet ILC calciner dan SLC
Calciner
15a. Identifikasi bahaya
Pekerjaan ini membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi karena
fungsi kerja pekerjaan ILC dan SLC oksigen bertujuan untuk
mengetahui proses pembakaran di dalam SP yaitu dengan mengukur
kadar oksigen dalam gas Outlet ILC Calciner dan SLC Calciner.
Terdapat sumber bahaya diantaranya material panas dari cyclone dan
riser duct, bekerja pada ketinggian, keadaan lingkungan yang berdebu,
udara panas SP dan kebocoran gas.
15b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Material Panas
Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka
bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan
pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang
199
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
pekerjaan inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan SLC, dan pemakaian
APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi
inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan SLC, dan pemakaian APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
200
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
e.Kebocoran gas
Kebocoran gas dari pekerjaan inspeksi oksigen ILC dan SLC
dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan keracuran jika terhirup
atau tertelan. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena
tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S)
berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 15.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja
dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan
201
formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan
SLC, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
16. Melakukan inspeksi Decarbonation
16a. Identifikasi bahaya
Tujuan dari pekerjaan ini adalah mengetahui proses kalsinasi
atau pembakaran di SP, dan mengoptimalkan proses kerja. Terdapat
sumber bahaya ketika melakukan inspeksi karena pekerjaan ini terfokus
pada area panas langsung diantaranya adalah material panas dari cyclone
dan riser duct, bekerja pada ketinggian, keadaan lingkungan yang
berdebu, dan udara panas SP.
16b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a.Material Panas
Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka
bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan
pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya
202
yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
pekerjaan inspeksi decarbonation, dan pemakaian APD (Safety glass,
safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety
shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi
decarbonation, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
203
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
17. Pengaturan temperatur di SP
17a. Identifikasi bahaya
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk menjaga kondisi suhu dan
keadaan SP tetap aman serta mengoptimalkan perpindahan panas dan
kalsinasi material. Terdapat sumber bahaya dari pekerjaan tersebut
204
diantaranya adalah material panas, bekerja di ketinggian, berdebu, dan
udara panas.
17b. Penilaian risiko dan pencegahannya
a. Material Panas
Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka
bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan
pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia.
Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya
yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
pekerjaan mengatur temperatur di SP , dan pemakaian APD (Safety
glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing,
safety shoes)
b.Kerja di ketinggian
Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan
risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan
(O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
205
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya
SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis)
memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pengaturan
temperatur SP, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Berdebu
Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang
seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa
gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima
setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang
dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety
gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
d.Udara Panas
Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius
pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam
SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan
pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
206
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan
konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment
8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian
APD.
18. Menaiki dan menuruni tangga SP
18a. Identifikasi bahaya
Area kerja di suspension preheater dilakukan mulai dari lantai
dasar hingga ketinggian 8 lantai. Salah satu alternatif dalam menaiki
atau menuruni setiap lantainya adalah dengan menaiki tangga. Material
tangga dibuat dari bahan besi dimana besi merupakan salah satu bahan
yang terbuat dari konduktor (penghantar listrik dan panas). Terdapat
beberapa sumber bahaya ketika menaiki atau menuruni tangga
diantaranya adalah radiasi suhu panas luar dari cyclone preheater ketika
mesin bekerja yang berisiko menjadi dehidrasi atau kekurangan cairan
tubuh, dan luka bakar. konduks i dari material tangga dapat
menyebabkan lebam atau memar dan luka bakar jika suhu luar cyclone
tinggi. Kemudian dapat terjadi accident terpeleset yang dapat
menyebabkan lebam, memar atau cidera. Paparan debu yang menumpuk
di setiap lantai dan pegangan tangga pun dapat menyebabkan gangguan
pernapasan dan iritasi pada mata dan kulit jika bersentuhan langsung.
207
18b. Penilaian risiko dan pengendaliannya
Dalam pekerjaan ini hanya ada dua risiko dari pekerjaan menaiki
dan menuruni tangga yakni:
a.Radiasi panas suhu luar
SP memikiki delapan lantai dan di tiap lantai nya terdapat radiasi
panas dari cyclone. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi”
karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi
(S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20.
Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja
dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent,
adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety
analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan
menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety
helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Konduksi dari panas besi tangga
Dari hasil observasi peneliti, material atau bahan tangga di SP
terbuat
dari
besi
yang
merupakan
suatu
bahan
yang
dapat
menghantarkan panas (konduktor) . ketika suhu panas dari cyclone
menyebarkan radiasi panasnya besi pada tangga akan ikut memanas dan
dapat menimbulkan risiko lebam/ memar dan luka bakar. Risiko ini
digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O)
berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan
hasil work risk assessment 20. Pengendalian bahaya yang dapat
208
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku,
penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja
aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan
pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
c.Paparan debu lantai tangga
Ketinggian dari debu di SP mencapai ketebalan hingga 4cm dan
ketika terinjak oleh pekerja, material debu semen akan menyebar
menyebabkan iritasi pada kulit terutama leher jika tercampur dengan
keringat. Kemudian gangguan pernapasan dari debu semen yang terhirup
dapat menyebabkan penyakit akibat debu. Risiko ini digolongkan pada
tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5
dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk
assessment 20. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah
penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator
(EP), dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab
dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir
JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan
dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized
clothing, safety shoes)
209
d.Terpeleset di tangga
Dengan keadaan debu semen yang berada di semua area SP
termasuk pada tangga tiap lantai mengakibatkan risiko terpeleset di
tangga dan dapat menyebabkan lebam/memar, cidera ringan hingga
berat. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 4 dengan hasil work risk assessment 10. Pengendalian bahaya
yang dapat dilakukan adalah penangkapan debu memakai dust collector
dan electrostatic precipitator (EP), dengan cara bekerja dengan SOP
yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat
ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan
training yang berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni
tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
19. Menaiki dan menuruni lift
19a. Identifikasi bahaya
Indocement memiliki SP dengan 8 lantai di setiap plant nya.
Setiap pekerja atau karyawan lain yang bekerja di area tersebut dapat
memanfaatkaan lift yang masih bekerja di setiap plant. Namun setiap
mesin yang bekerja dapat berisiko membahayakan pekerja. Dan di dalam
lift bisa saja keadaan konsleting mendadak yang dapat menyebabkan lift
akan mati. Kemudian tali labrang lift juga bisa putus sewaktu-waktu jika
210
tidak adanya upaya maintenance rutin yang dapat berakibat cidera
hingga meninggal dunia bagi pekerja.
19b. Penilaian risiko dan penanganannya
Dalam pekerjaan ini hanya ada dua risiko dari pekerjaan menaiki
dan menuruni lift yakni:
a.Lift Konsleting
Keadaan lift tidak akan selalu dalam kondisi baik, kadangkali lift
akan mengalami konsleting yang mengakibatkan lift akan mati. Risiko
ini memiliki risiko yang digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena
tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S)
berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah
15. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah memeriksa
keadaan lift secara rutin, safety talks, adanya rambu darurat jika lift tibatiba mati dan pemakaian APD secara tepat guna.
b.Tali Baja lift putus
Risiko ini sangat tinggi karena memungkinkan pekerja akan
mengalami cidera atau bahkan meninggal dunia. Risiko ini memiliki
risiko yang digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat
kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada
angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah 25.
Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah memeriksa
211
keadaan lift secara rutin, safety talks, adanya rambu darurat jika lift tibatiba mati dan pemakaian APD secara tepat guna.
6.3 Analisis Perbandingan milik PT ITP Tbk dengan peneliti
6.3.1 HIRARC perusahaan dengan peneliti
Dari hasil Identifikasi bahaya milik PT Indocement Tunggal Prakarsa
dengan peneliti dapat ditemukan perbandingan pada tabel HIRARC dimana pada
jenis pekerjaan yang dimiliki Perusahaan terdapat 12 jenis pekerjaan sedangkan
peneliti melakukan hasil observasi, wawancara, dan data dokumen ditemukan 19
jenis pekerjaan. 8 pekerjaan yang peneliti dapatkan dari hasil observasi,
wawancara dan data dari dokumen adalah :
1. Melakukan Inspeksi oksigen pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
2. Melakukan inspeksi decarbonation
3. pengaturan temperatur di SP
4. Pembersihan coating
5. Menaiki dan menuruni lift
6. Menaiki dan menuruni tangga
7. Mengelas dinding cyclone
212
8. Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat
clogging
Klasifikasi penilaian risiko pada tabel HIRARC milik perusahaan
Indocement memfokuskan hanya satu disetiap jenis pekerjaan dengan tujuan
adalah dapat menghemat biaya pengeluaran ketika melakukan pengendalian
risikonya. Namun peneliti membuat tabel HIRARC dengan tidak sama sekali
menjadikan salah satu sumber bahaya menjadi yang paling penting. Karena
disetiap pekerjaan dan sumber bahaya memiliki risikonya sendiri dan butuh di
lakukan pengendalian risiko masing-masing dari sumber bahaya yang telah ada.
Pada hal terpenting yakni pengendalian risiko, perusahaan hanya
memfokuskan kepada alat pelindung diri (APD) tanpa melihat aspek-aspek
keselamatan lainnya. Beberapa jenis pekerjaan memang sudah di awasi oleh
superitendent namun ketika tabel HIRARC mengarah kepada jenis pekerjaan yang
ada hubungannya dengan alat kerja atau mesin yang dipakai pada saat pengerjaan
oleh karyawan sistem pemeriksaan atau maintenance alat tidak diberlakukan dalam
tabel HIRARC. Berikut adalah tindakan pengendalian lebih lanjut yang telah
seharusnya dilakukan oleh perusahaan :
a. Pembersihan debu secara manual dengan cara di sapu, disekop dan
dibuang ke penampungan.
Pengendalian secara ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak
lingkungan dari paparan debu semen. Fakta dilapangan bahwa terdapat
213
debu semen dengan tinggi 1-4cm pada permukaan lantai. Ketika
karyawan atau pekerja menginjaknya maka debu akan berterbangan
mengakibatkan bahaya dan dapat menimbulkan risiko gangguan
pernapasan, iritasi kulit dan mata. Maka dari itu debu yang ada akan di
sekop dan di sapu kemudian dikumpulkan dalam satu tempat yang akan
di buang ke penampungan material dan dapat diproses kembali menjadi
semen baru. Peranan dust collector dan Elektrostatic Precipitator EP
sangat berperan penting dalam pengendalian risiko akibat debu semen
(Syaid, 2009). Perusahaan Indocement telah menerapkan alat ini sejak
berdiri pertama kali di tahun 1975 dan memakai EP sejak tahun 1991.
b. Penyediaan air minum
Suhu udara di dalam cyclone berkisar 394.5 derajat pada pemanasan
awal, meningkat pada suhu 571,807,847,hingga di suhu akhir pada riser
duct mencapai 939 derajat celcius dan suhu luar cyclone berkisar 40-50
derajat celcius (SOP Burning). Dengan adanya stasiun penempatan air
minum yang strategis memudahkan pekerja untuk menghilangkan risiko
dehidrasi karena asupan kebutuhan air tetap terjaga. Di dalam tubuh, selsel yang mempunyai konsentrasi airpaling tinggi antara lain adalahsel-sel
otot dan organ-organ pada rongga badan, seperti paru-paru atau jantung,
sedangkan sel-sel yang mempunyai konsentrasi airpaling rendah adalah
sel-sel jaringan seperti tulang atau gigi. Konsumsi cairan yang ideal untuk
memenuhi kebutuhan harian bagi tubuh manusia Adalah mengkonsumsi
214
1 ml air untuk setiap 1 kkal konsumsi energi tubuh atau dapat juga
diketahui berdasarkan estimasi total jumlah air yang keluar dari dalam
tubuh. Secara ratarata tubuh orang dewasa akan kehilangan 2.5 L cairan
per harinya. Sekitar 1.5 L cairan tubuh keluar melalui urin, 500 ml
melalui keluarnya keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air melalui
proses respirasi (pernafasan) dan 100 ml keluar bersama dengan feces
(tinja). Sehingga berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10 gelas
biasanya dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan
per- harinya (Irawan, 2007). Maka dari itu setiap pekerja yang bekerja di
area suhu yang panas diharuskan minum agar terhindar dari dehidrasi.
c. Signal sign
Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk
membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan
pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Penempatan signal sign
yang ada di area SP tidak begitu maksimal. Dalam hasil observasi tidak
terlihat adanya rambu-rambu mengenai suhu panas atau area berbahaya
panas dengan kapasitas tinggi. Kemudian pada plant 6 tidak ditemukan
rambu-rambu pada daerah kebisingan saat pekerjaan di area blower.
Maka dari itu pemberian signal sign atau rambu keselamatan sangat
berpengaruh agar pekerja atau orang lain yang masuk ke area tersebut
dapat mengetahui sumber bahaya apa saja yang ada di area SP.
215
d. Maintenance alat
Kegunaan maintenance alat kerja atau mesin diperuntukkan agar mesin
dapat tetap bekerja optimal. Karena rangkaian SP selalu bekerja
sepanjang hari selama 24 jam nonstop sampai adanya pemeriksaan rutin
pada saat shut down.
e. Penyediaan APD
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh pekerja
untuk melindungi
seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. Alat pelindung diri dipakai
sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi pekerja apabila
engineering dan administrative tidak dapat dilakukan dengan baik.
Namun pemakaian alat pelindung diri bukanlah pengganti dari kedua
usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Alat pelindung diri haruslah
nyaman dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan
yang efektif terhadap bahaya (HIPERKES, 2008). Alat pelindung diri
(APD) harus tersedia dari perusahaan agar dapat digunakan pekerja demi
melindungi diri dari bahaya dan risiko. Namun dari hasil observasi, APD
pelindung badan atau pakaian tahan api (aluminized clothing) tidak di
gunakan oleh pekerja. Bahkan orang lain yang berkunjung ke area SP
tidak diberikan APD baju tahan api dan panas dengan alasan tidak
tersedianya APD tersebut. Alat pelindung diri lainnya yang belum
tersedia adalah harness yakni APD untuk menahan seseorang yang
216
bekerja di ketinggian agar tidak terjatuh ke bawah. Alat ini digunakan di
segala situasi dimana pekerja bekerja di ketinggian lebih dari 2 meter atau
di segala situasi dimana prosedur kerja menyatakan bahwa harness harus
digunakan.
f. Sosialisasi pemakaian APD dan perilaku aman saat bekerja
Pemberlakuan tindakan tegas dari foreman atau HSE agar pekerja mau
menggunakan APD dengan benar dan tepat guna. Ketika ditemui di
lapangan, masih banyak pekerja yang tidak menggunakan masker atau
alat pelindung diri untuk pernapasan.
Pada tahap akhir yakni rekomendasi monitoring, PT Indocement
membuat kebijakan pemberlakuan monitoring akan dilakukan jika hasil RPN (Risk
Priority Number) lebih dari 64. Hal ini dimaksudkan supaya dapat meminimalisir
dana
perusahaan.
Namun
peneliti
tetap
membuat
tindakan
monitoring
pengendalian dengan tujuan dapat mengevaluasi sumber bahaya yang terdapat
pada jenis pekerjaan. Pemberlakuan UU K3 juga dicantumkan sebagai pilar hukum
dan standarisasi bagi pekerja agar mempunyai payung keselamatan.
6.4
Peraturan perundang-Undangan dan standarisasi dari pemerintah
a. Undang-Undang no 1 tahun 1970
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang
serba pelik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak
217
diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas
dimana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan
modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan
intensif kerja operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini
memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja.
Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan
lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya
kecelakaan.
Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat,
pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang
buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan
tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber
bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah dipahami perlu
adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan
tepat. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang
baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan
rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga-kerja yang
bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja.
b. Peraturan Menteri Negara Kerja RI No.Per-01/MEN/1982 Tentang Bejana
Tekan
218
Bejana tekan adalah selain pesawat uap didalamnya terdapat tekanan
yang melebihi dari tekanan udara luar, dan dipakai untuk menampung gas
atau campuran gas termasuk udara, baik dikempa menjadi cair dalam
keadaan larut atau beku. Dalam peraturan ini berlaku untuk perencanaan,
pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan, dan penyimpanan bejana bertekanan.
c. Keputusan Presiden RI.No 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Terdapat 31 jenis penyakit
yang ditimbulkan karena hubungan kerja :
1.Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut
(silikosis,
antrakosilikosis,
asbestosis)
dan
silikotuberkulosis
yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2.Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3.Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4.Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
219
6.Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang
beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang
beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbul atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang
beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atu aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19.Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20.Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
220
21.Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida,
atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22.Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23.Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24.Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
lebih.
25.Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang
mengion.
26.Penyakit kulit (dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi atau biologik.
27.Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat
tersebut.
28.Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29.Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.
30.Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi
atau kelembaban udara tinggi.
31.Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat
Didalam 31 penyakit akibat hubungan kerja, bekerja di pabrik semen
memiliki
risiko
penyakit
paru,
penyakit
saluran
pernapasan
221
(bronkhopulmoner), Alveolitis allergika, kelainan pendengaran yang
disebabkan oleh kebisingan, getaran, Penyakit kulit (dermatoses), penyakit
yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi dan penyakit lainnya.
d. Peraturan
menteri
tenaga
kerja
dan
transmigrasi
RI.No.Per-
08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD wajib
digunakan ditempat kerja sesuai dengan pekerjaannya.
APD
secara
umum
yang
tercantum dalam
undang-undang
keselamatan kerja meliputi :
a. Pelindung kepala
b. Pelindung mata dan muka
c. Pelindung telinga
d. Pelindung pernapasan berserta perlengkapannya
e. Pelindung tangan, dan atau
f. Pelindung kaki
g. Pakaian pelindung
h. Alat pelindung jatuh perorangan dan atau
i. Pelampung
APD harus dilakukan maintenance secara rutin, dan pelaporan
dilakukan oleh seluruh pegawai atau hasil dari inspeksi atau audit. APD yang
222
rusak , retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang atau
dimusnahkan. Kemudian pemusnahan APD yang mengandung bahan
berbahaya harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan.
e. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1985 tentang pesawat
tenaga dan produksi
Pasal ini mengatur atas ketentuan umum teknis keselamatan kerja
pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat
perlindungan, pengujian bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor
diesel, keselamatan perlengkapan transmisi mekanik, keselamatan mesin
perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian, dan pengesahan
pesawat tenaga dan pesawat produksi.
f. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1988 tentang kwalifikasi
dan syarat-syarat operator pesawat uap
Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur,
kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai
kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya.
Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serat kurikulum operator
sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam peraturan.
g. Peraturan Menteri perburuhan No.7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan,
kebersihan serta penerangan di tempat kerja
223
Setiap tempat kerja harus dibuat ukuran ruang kerja yang cukup
sehingga memiliki ruang udara yang cukup yang sedikitnya 10m – 15m
untuk ruangan minimal. Suhu kerja harus sesuai dengan keberadaan suhu
tubuh pekerja, jika tidak memadai haruslah memakai APD hingga memasuki
NAB yang cukup. Kadar penerangan diukur dengan alat-alat pengukur
cahaya yang baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau setinggi perut
untuk penerangan umum (kurang lebih 1 meter). Penerangan darurat harus
mempunyai kekuatan paling sedikit 5 lux (0,5 ft candles).
h. Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi ri no.per-09/men/vii/2010
tentang operator dan petugas pesawat angkat dan angkut.
Pesawat angkat dan angkut ialah suatu pesawat atau alat yang
digunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang
atau orang secara vertikal dan atau horizontal dalam jarak yang ditentukan.
Peraturan
ini
mengatur
kualifikasi,
syarat-syarat,
wewenang,
kewajiban,operator dan petugas pesawat angkat dan angkut dan operator
harus memiliki lisensi K3 dan buku kerja. Jumlah operator harus memenuhi
kualifikasi dan jumlah sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat angkat dan
angkut tercantum dalam lampiran peraturan menteri ini.
i. Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep-75/ MEN/2002
tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-
224
2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000) di tempat
kerja.
Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian
instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000
mengenai persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat
kerja. Pengawasan terhadap pelaksanaan SNI 04-0225-2000 mengenai
persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
dilakukan oleh pegawai atau ahli keselamatan kerja spesialis bidang listrik.
j. Peraturan Menteri Negara Kerja Ri No.Per-04/MEN/1980 Tentang SyaratSyarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudah dilayani
oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
Pemasangan alat pemadaman api ringan harus sedemikian rupa sehingga
bagian paling atas berada pada ketinggian 1.2 m dari permukaan lantai
kecuali jenis CO2 dan tepung kering dapat ditempatkan lebih rendah dengan
syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dari
permukaan lantai. APAR harus dilengkapi masa berlaku, tata cara
penggunaan agar dapat dipakai oleh orang awam/baru memakainya sekalipun
serta harus dilakukan maintenance dengan rutin jika masa berlaku telah
habis.
225
k. Keputusan menteri tenaga kerja RI No.Kep-186/MEN/1999 tentang
penanggulangan kebakaran di tempat kerja
Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah
timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan
energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta
pembentukkan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.
Unti pemadam dibuat menjadi tim yang meliputi kegiatan administrasi,
identifikasi
sumber-sumber
bahaya,
pemeriksaan,
pemeliharaan
dan
perbaikan sistem proteksi kebakaran. Pengurus atau pengusaha yang telah
membentuk unit penanggulangan kebakaran sebelum keputusan ini
ditetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun harus menyesuaikan
dengan ketentuan-ketentuan dalam keputusan menteri ini.
l. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-02/MEN/1982 Tentang kwalitas
Juru las
Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan
hasil yang memuaskan dan mempunyai sertifikasi juru las. Juru las
digolongkan atas :
1. Juru las kelas Satu
2. Juru las kelas dua
3. Juru las kelas tiga
226
m. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-03/MEN/1999 tentang syaratsyarat Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang
dan Barang.
Peraturan ini berlaku bagi perencanaan, pembuatan, pemasangan,
pemakaian, dan perawatan lift yang digunakan secara tetap maupun
sementara untuk melayani pengangkutan orang dan barang atau khusus
barang di dalam suatu bangunan. Kapasitas angkutan lift harus dicantumkan
dan dipasang dalam kereta serta dinyatakan dalam jumlah orang atau jumlah
bobot muatan yang diangkut dalam kilogram. Penetapan jumlah orang yang
dapat diangkut harus sesuai dengan SNI. Kerangka lift, tali baja, teromol dan
kapasitas muatan juga diperhatikan dan disesuaikan dengan SNI.
Setiap lift sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu
sesuai dengan standar uji, yang telah di tentukan. Pemeriksaan dan pengujia
sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pegawai pengawas dan atau ahli K3
dan dilaksanakan sekurang-kurangnya satu tahun sekali.
n. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pembinaan
Hubungan
Industrial
dan
pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep-407/BW/1999 tentang persyaratan,
penunjukkan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
Teknisi
lift
adalah
orang
yang
mempunyai
keahlian
dan
keterampilan untuk mengerjakan, memperbaiki dan atau merawat lift. Setiap
pekerjaan pemasangan, perawatan dan atau perbaikan serta pengoperasian lift
harus dikerjakan oleh teknisi lift. Setiap pemasangan, perawatan dan
227
perbaikan lift harus dilaksanakan oleh perusahaan jasa K3 pemasangan,
perawatan dan perbaikan lift yang telah mendapat penunjukkan Menteri
tenaga kerja.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja yang terdapat pada alat suspension
preheater bagian produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yaitu : Luka
bakar, cidera ringan hingga berat, iritasi kulit atau mata, gangguan pernapasan,
kekurangan oksigen, dehidrasi, terbentur, terjepit, tertabrak, tertimpa alat-alat
atau mesin, kejatuhan material, terpeleset, lift mati, hingga yang paling parah
yaitu meninggal dunia.
2. Dari hasil observasi penelitian dan data berupa dokumen serta hasil wawancara
dengan informan didapatkan 19 jenis pekerjaan pada lingkungan kerja di area
suspension preheater bagian produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
yaitu :
-Mengatasi Clogging
-Pembersihan coating riser duct
-Pembersihan BE
-Pembersihan Chute
-Pemeriksaan damper cyclone di SP
-Mengelas dinding cyclone
-Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan
stripping machine
-Pembersihan material di SP
-Pengoperasian Alat angkat/angkut
228
229
-Mengatasi kebakaran kecil/APAR
-Kerja di area SP dan spray tower
-Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
-Pembersihan coating
-Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material
saat clogging
-Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
-Melakukan inspeksi Decarbonation
-Pengaturan temperatur di SP
-Menaiki dan menuruni tangga SP
-Menaiki dan menuruni menggunakan Lift
Dari 19 jenis pekerjaan yang memiliki sumber bahaya diantaranya adalah:
Material Panas, tersengat arus listrik, berdebu ,bekerja di ketinggian, confined
spaced, pencahayaan yang kurang baik, alat angkat/angkut material yang
diangkat, lempengan mesin rusak, area sempit, udara Panas, suara blower,
material clogging, kebocoran gas, radiasi panas suhu luar, konduksi dari panas
besi tangga, paparan debu lantai tangga, lift konsleting, dan tali baja lift putus.
3. Penilaian Risiko keselamatan kerja dari alat suspension preheater bagian
produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki tingkatan risiko
mulai dari skor terendah hingga tertinggi. Berikut adalah tingkatan risiko dari
sumber bahaya yang telah diobsevasi oleh peneliti:
Tinggi
: skor 23-25
Ketat
: skor 18-22
230
Bersyarat
: skor 10-17
Rendah
: skor 1-9
A. Tingkatan risiko tertinggi dalam range 23-25 pada pekerjaan di suspension
preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari material panas, bekerja
pada ketinggian, ruangan terbatas (confined spaced), sinar api dari
pengelasan, tersengat arus listrik dari pengelasan, pencahayaan yang kurang,
dan oksigen yang minim atau terbatas.
B. Tingkatan risiko “ketat” terdapat pada range 18-22 pada pada pekerjaan di
suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari debu
lingkungan, penggunaan alat-alat kerja atau mesin yang bekerja, kegiatan
gunning machine, material dari coating yang terpapar ke pekerja, lokasi
sempit, gas panas yang keluar dari cyclone, radiasi panas suhu luar
lingkungan, dan konduksi dari panas besi tangga.
C. Tingkatan risiko “bersyarat” terdapat pada range 10-17 pada pada pekerjaan
di suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari lokasi field
yang panas, area yang sempit, alat angkat/angkut material yang diangkat,
tabung bertekanan api, suara dari blower, kegiatan stripping machine,
kebocoran gas, terpeleset di tangga, dan tali baja yang putus.
D. Tingkatan risiko “rendah” terdapat pada range 1-9 pada pada pekerjaan di
suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari udara panas
pada saat mengatasi clogging, uadara panas ketika membersihkan riser duct
dan damper cyclone.
231
4. Pengendalian risiko yang sudah dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk pada alat suspension preheater bagian produksi adalah penangkapan debu
memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator(EP), adanya tim pemadam
kebakaran (fireman), foreman, ping machine, inspeksi peralatan kerja, telah
adanya penanggung jawab dari superitendent, maintenance alat secara rutin,
beberapa pekerjaan yang telah memiliki SOP, meaksanakan pemeriksaan
audiometri, membuat SIKA (surat ijin kerja aman), JSA (Job safety analysis),
afety talks, training , APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear
plug, aluminized clothing, safety shoes)
7.2 Saran
A. Perusahaan seharusnya memiliki APD dengan lengkap karena ketika tamu atau
karyawan lain datang ke area SP tidak diberikan APD dengan sesuai standar.
B. Pengawasan dari foreman dan karyawan HSE harus dilakukan dengan rutin dan
berskala karena ditemukan pekerja yang melanggar keselamatan kerja seperti
tiduran di tempat kerja dengan mendirikan ayunan gantung, membuang material
dengan sembarangan, tidak membereskan peralatan kerja dan lain-lain.
C. Meningkatkan safety performance dalam perusahaan untuk mengurangi unsafe
behavior yang terjadi pada pekerja di rasa lebih baik di bandingkan dengan fokus
terhadap angak kecelakaan. Karena kecelakaan merupakan hasil akhir dari
rentetan unsafe behavior dan perusahaan hanya memperhatikan safety ketika
kecelakaan meningkat, sebaliknya behavioral safety lebih proaktif yang
232
cenderung mengidentifikasi setiap unsafe behavior yang muncul sehingga bisa
langsung di tanggulangi.
D. Pemberian isi Undang-Undang keselamatan kerja dengan jelas agar pekerja
mempunyai pilar hukum dengan kuat dan dapat mematuhi peraturan yang
berlaku.
E. Untuk meminimalisir risiko pada masing-masing tahapan proses kerja perlu
dilakukan upaya pengendalian lebih lanjut/ monitoring, yaitu dengan cara :
•
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke
penampungan yang berguna untuk membersihkan debu lingkungan agar
karyawan terhidar dari penyakit yang terdapat dari debu semen.
•
Maintenance Bucket Elevator secara berskala dan mesin-mesin lainnya.
•
Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi karena suhu
lingkungan kerja cukup tinggi.
•
adanya signal sign atau rambu-rambu peringatan yang dapat dipasangkan
pada dinding cyclone, tangga, lift, dan area sekitarnya.
•
APD berupa shock absorben yang berguna untuk menahan pekerja dari
bahaya ketinggian.
•
penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, serta
sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja.
NO
Dasar Pemikiran
1
Data angka
kecelakaan dan
jumlah Karyawan
2
Menentukan Ruang
Lingkup
3
Metode HIRARC
awal (Identifikasi
Risiko)
Sasaran Observasi
Ada
Jumlah Angka Kecelakaan secara
keseluruhan pabrik
Jumlah angka Karyawan PT ITP
Tbk
Jumlah angka kecelakaan terbesar
dari seuruh divisi plant
Bagan Struktur organisasi PT ITP
Tbk
Bagan
Struktur
organisasi
departemen produksi Suspension
Preheater di plant 6/11
Bagan Alur Kerja Produksi
Semen PT ITP Tbk
Bagan Alur Kerja Suspension
Preheater
A.Tahapan
Pekerjaan/
jenis
pekerjaan dan rincian Pekerjaan
- Menaiki tangga 1 hingga 7
- Membersihkan material di
dalam SP
- Membersihkan debu lingkungan
kerja
- Instalasi listrik SP
B.Sumber Bahaya di suspension
Preheater
- Suhu Panas dalam SP
- Suhu Panas luar SP
- Kebisingan
- Kebakaran
- Ledakan
- PAK (Debu, asap)
C.Jenis Bahaya yang ada di
Suspension Preheater
- Bahaya Mekanis
- Bahaya Listrik
- Bahaya Kimiawi
- Bahaya Fisik
D.Risiko yang ada di Suspension
Preheater
- Terjepit
- Luka Bakar 1,2,dan 3
- Terjatuh dari ketinggian
- Gangguan Pendengaran
- Tertimpa benda
- Terpeleset
Tidak Jumlah
Keterangan
4
Penilaian Risiko
5
Pengendalian
Bahaya
6
Kejadian
Kecelakaan Kerja di
Suspension
Preheater
- Penyakit paru-paru.
Tingkat Keparahan pada bahaya
yang ada
Klasifikasi risiko pada bahaya
yang ada
A.Pengendalian Yang Telah
dilakukan Secara Hirarki
1. Eliminasi
2. Subsitusi
3. Engineering control
4. Administrative control
5. Alat Pelindung Diri
B.Pemenuhan
PerundangUndangan
C.Penyakit akibat Kerja dari
pekerjaan Suspension Preheater
D.Action Plan (Peningkatan
program, Pengendalian operasi,
dan manajemen darurat)
Informasi pernah terjadi
kecelakaan kerja di bagian
produksi pada alat Suspension
Preheater plant 6/11
Informasi Rincian Kejadian
Kecelakaan
Pengendalian/penanganan yang
telah dilakukan oleh Perusahaan
Pedoman Wawancara
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC
(HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)
PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11
FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013
Identitas Informan
No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan Utama (Pekerja)
1. Berapa lama anda bekerja di bagian produksi pada alat suspension preheater?
2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?
3. Apakah bekerja di bagian alat suspension preheater sangat berbahaya?
4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
6. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
7. Apa Pernah anda mengalami Kecelakaan kerja di bagian alat suspension preheater ?
8. Kapan kecelakaan tersebut terjadi?
9. Ceritakan lah kronologis kecelakaan yang anda alami dan bagaimana itu bisa terjadi?
10. Apa dampak kecelakaan kerja tersebut?
11. Apa yang anda langsung lakukan setelah terjadi kecelakaan pada diri anda?
12. Upaya Apa saja yang perusahaan lakukan setelah anda mengalami kecelakaan kerja?
(pengendalian kerja pada perusahaan)
13. Apakah anda memakai alat pelindung diri ?
14. Apakah anda telah dilatih atau mengetahui SOP pada pekerjaan anda?
15. Berapa lama anda harus meninggalkan pekerjaan anda atau loss time demi mengobati
luka dan memulihkan keadaan anda?
16. Menurut anda seberapa sering kejadian kecelakaan serupa tersebut terjadi?
17. Selain peristiwa pertama, apakah ada peristiwa lainnya yang anda alami di bagian alat
suspension preheater ?
Pedoman Wawancara
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC
(HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)
PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11
FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013
Identitas Informan
No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan kunci (pekerja SHE)
1. Berapa lama anda bekerja sebagai SHE di plant 6/11 pada bagian produksi di alat
suspension Preheater?
2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?
3. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
4. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
5. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
6. Mengapa masih ada angka kecelakaan kerja di bagian suspension Preheater?
7. Kecelakaan kerja apa saja yang pernah terjadi di plant 6/11 pada bagian produksi di alat
suspension Preheater?
8. Apa yang menyebabkan pekerja sehingga menimbulkan kecelakaan kerja?
9. Upaya apa yang langsung dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi kecelakaan yang
terjadi kepada pekerja?
10. Apakah mesin suspension preheater rutin dilakukan maintenance atau perawatan rutin?
11. Apakah pekerja telah dilakukan training / pelatihan terkait pekerjaannya?
12. Apakah pekerja diberikan atau difasilitasi Alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan
pekerjaanya?
13. Apakah HIRARC di perusahaan sudah dijalankan dengan baik dan benar?
14. Apakah dari tim SHE memiliki rekaman dokumen terkait kejadian kecelakaan kerja di
alat suspension Preheater?
15. Apakah ada upaya tindakan lebih lanjut (action plan) terhadap kecelakaan yang terjadi?
Pedoman Wawancara
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC
(HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL)
PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11
FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013
Identitas Informan
No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi
Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan pendukung (Rekan kerja : Mekanik dan elektric)
1. Berapa lama anda bekerja sebagai maintenance alat di plant 6/11 pada bagian produksi di
alat suspension Preheater?
2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater?
3. Bagaimana proses kerja pada bagian pekerjaan anda anda?
4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
6. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
7. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi kepada rekan kerja anda di
bagian suspension preheater atau anda pernah mengalami kecelakaan kerja di bagian
yang sama?
8. Kapan kejadian kecelakaan tersebut?
9. Apakah dampak yang telah terjadi setelah kecelakaan kerja tersebut?
10. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan setelah anda atau rekan
kerja anda mengalami kecelakaan kerja?
Download