BAB III PERKEMBANGAN PEMBINAAN IDEOLOGI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA 3.1. Pembinaan Ideologi Negara di Indonesia 3.1.1. Pancasila sebagai Ideologi Negara di Indonesia Pancasila sebagai ideologi negara tidak bisa dilepaskan dari sejarah Pancasila dalam sejarah kebangsaan Indonesia sebagai berikut: 3.1.1.1 Sejarah Pemikiran Pancasila sebagai Dasar Negara Sejarah Pemikiran Pancasila sebagai Dasar Negara dapat dilihat dari masa sebelum kemerdekaan dari dibentuknya BPUPKI sampai sidang PPKI setelah kemerdekaan sebagai berikut: A. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Badan Penyelidik (BPUPKI) merupakan badan yang dibentuk oleh Jepang untuk memikirkan, merencanakan, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut atau berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia. Badan ini setelah terbentuk melakukan dua kali siding umum yaitu pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 sebagai masa sidang pertama dan 10 Juli sampai dengan 17 Juli sebagai masa sidang kedua.1 Dalam masa sidang pertama muncullah pemikiran mengenai dasar-dasar negara yang akan digunakan apabila Indonesia menjadi negara merdeka. Adapun pemikiran tersebut dikemukakan oleh beberapa orang sebagai berikut: a. Mr. Muhammad Yamin, pada tanggal 19 Mei 1945 Dalam pidatonya berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia, mengemukakan lima dasar negara Indonesia merdeka, yaitu: 1 Ahmad Zubaidi, “Ideologi Pancasila dan Konsepsi Ketahanan Nasional,” Tesis Universitas Indonesia Program Pascasarjana Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional, Jakarta,1994, hlm., 57. 1. Peri Kebangsaan 2. Peri Kemanusiaan 3. Peri ke-Tuhanan 4. Peri Kerakjatan 5. Kesedjahteraan Rakyat.2 b. Prof Supomo pada tanggal 31 Mei 1945 Dalam pidatonya mengemukakan lima dasar negara sebagai berikut: 1. Paham Negara Persatuan 2. Perhubungan Negara dan Agama 3. Sistem Badan Permusyawaratan 4. Sosialisme Negara (Staatssocialisme) 5. Hubungan Antarbangsa yang bersifat Asia Timur Raya.3 c. Ir. Soekarno, pada tanggal 1 Juni 1945 Dalam pendapatnya menyebut dasar negara yang dimaksudnya sebagai Pantja Sila. Sila artinja azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itukah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi.4 Dapat disimpulkan bahwa susunan Pancasila yang diusulkan Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 adalah: 1. Kebangsaan Indonesia 2. Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan 3. Mufakat atau Demokrasi 4. Kesejahteraan Sosial 5. Ketuhanan5 Menurut Panitia Lima yang terdiri dari Dr. Mohammad Hatta, Prof, M. H. Ahmada Subardjo, Mr, Alex Andries Maramis, Prof. Mr. Sunario 2 Ibid., hlm. 57 mengutip Sekretariat Negara RI, Himpunan Risalah Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI, hlm.3-4. 3 Ibid., hlm. 58 mengutip Dardji Darmodiharjo, Pancasila dalam Beberapa Perspektifnya, (Aries Lima: Jakarta, 1992), hlm. 32 4 Ibid., hlm hlm. 61 mengutip Sekretariat Negara RI, Himpunan Risalah Sidang… hlm. 74. 5 Ibid., hlm. 62 merangkum pendapat Soekarno dalam Sekretariat Negara RI, Himpunan Risalah Sidang…, hlm. 65-75. dan Prof. Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo, rumusan Pancasila dari Ir. Soekarno pada sila kelima adalah “Ketuhanan yang Maha Esa”.6 Dilatarbelakangi oleh perkara hasil perumusan individu maka dibentuk Panitia Kecil yang disebut “Panitia 9”. Pembentukan Panitia tersebut dikhususkan bekerja untuk menetapkan rancangan pembukaan hukum dasar dalam sidang nonresmi. Adapun anggota “Panitia 9” adalah sebagai berikut: 1. Ir. Sukarno, ketua meragkap anggota 2. Drs. Mohammad Hatta. anggota 3. Mr. A. A. Maramis, anggota 4. Kiai Hadji Wachid Hasyim. Anggota 5. Abdul Kahar Muzakir. Anggota 6. Abikusno Tjokrosujoso. Anggota 7. H. Agus Salim. Anggota 8. Mr. Ahmad Subardjo. Anggota 9. Mr. Muhammad Yamin. Anggota Panitia 9 kemudian melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945 yang didalamnya terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.7 Perumusan sebagai di atas kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidang keduanya dan menjadi rancangan Mukadimah Hukum Dasar negara Indonesia pada 14 Juli 1945.8 6 Ibid. Ibid., hlm. 64 mengutip Dardji Damodihardjo, Pancasila dalam Beberapa Perspektifnya… hlm. 33-34. 8 Ibid. 7 Dalam masa sidang kedua BPUPKI, tepatnya pada tanggal 16 Juli 1945 disetujui suatu rancangan Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia yang terdiri dari atas tiga bagian, yaitu: 1. Pernyataan Indonesia merdeka 2. Pembukaan yang memuat Pancasila lengkap 3. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar yang tersusun atas pasal-pasal.9 B. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Kekalahan Jepang dimanfaatkan para pemuda yang menghendaki agar kemerdekaan segera diproklamasikan. Setelah dilaksanakan pertemuan-pertemuan, pada jam 10.00 pada tanggal 17 Agustus 1945 naskah proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad hatta dengan disaksikan oleh para pemuda. Pada jam 10.00 pada tanggal 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Indoneisa diumumkan di tempat kediaman Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.10 Keesekokannya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 menyahkan Pembukaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam rapat PPKI 18 Agustus ini terdapat perubahan mendasar yaitu kesepakatan baru tentang Pembukaan Undang-Undang Dasar yang diambil dari Piagam Jakarta yaitu Pancasila sila pertama. Perubahan ini dikenal dengan istilah hilangnya tujuh kata dengan mengganti Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan disahkannya Pembukaan dan Undang-Undang Dasar tesebut maka secara resmi dan formal Pancasila menjadi dasar negara Republik Indonesia.11 3.1.1..2 Pancasila dalam Konstitusi yang Pernah Berlaku di Indonesia Indonesia dalam sejarah ketatanegaraannya tidak selalu menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusinya. Berikut 9 Ibid., hlm. 67 mengutip Lembaga Soekarno Hatta, hlm. 40 Ibid., hlm. 68 mengutip Lembaga Soekarno-Hatta, hlm. 19 11 Ibid., hlm. 73. 10 ini akan dijabarkan beberapa konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia dan bagaimana masing-masingnya memuat Pancasila yang sudah dirumuskan sebagai dasar negara: 1. Pancasila menurut Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila dirumuskan sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Mahaesa 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Selanjutnya dalam Penjelasan UUD 1945 disebutkan bahwa: “Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechsidee) yang menguasai negara baik hukum tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum tidak tertulis.”12 2. Pancasila menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) Konstitusi RIS berlaku sejak 27 Desember 1947 sampai dengan 17 Agustus 1950. Adapun bagian Mukadimahnya berbunyi sebagai berikut: …Maka dari ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam sebuah Piagam Negara yang berbentuk Republik Federasi, berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna.13 Di dalam mukadimah Konstitusi RIS tersebut antara lain menyatakan14: 12 Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, UUD NRI 1945, Umum, Angka III. 13 Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia Serikat, Mukadimah 14 Ibid., hlm. 91. a. Yang menjadi dasar negara Republik Indonesia Serikat adalah Pancasila; b. Rumusan Pancasila menurut Konstitusi RIS adalah sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Mahe Esa 2. Peri Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kerakyatan 5. Keadilan Sosial 3. Pancasila menurut Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) UUDS berlaku sejak 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959. Bagian Mukadimah UUDS berbunyi sebagai berikut: … Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan, berdasarkan pengakuan Ketuhanan yang Maha Esa, peri kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial, untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara Hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna.” Di dalam Mukadimah UUDS tersebut antara lain menyebutkan15: a. Yang menjadi dasar negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pancasila; b. Rumusan Pancasila menurut UUDS tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ketuhanan yang Mahaesa 2. Peri Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kerakyatan 5. Keadilan sosial 4. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Dekrit Presiden tersebut, berisi đua hal pokok16: 15 Ibid., hlm. 94. a. Latar belakang dikeluarkannya Dekrit Anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada UndangUndang Dasar 1945 yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia yang diwakili oleh Konstituante, dengan amanat Presiden tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana dipersyaratkan oleh Undang-Undang Dasar Sementara. Berhubungan dengan pernyataan sebagian terbesar anggota-anggota siding pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak menghadiri sidang lagi. Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya. Hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan Ideclogi pancasila dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Dengan dukungan sebagian terbesar rakyat Indonesia, Presiden Soekarno terpaksa menempuh satusatunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi. Presiden Soekarno berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945, dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. b. Isi dan tujuan dikeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 Isi dan tujuan dikeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 adalah menyatakan: 1. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, tidak berlaku lagi Undang-Undang Dasar Sementara; 2. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah utusan dari Daerah-daerah dan Golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Dengan dikeluarkannya Dekrit tersebut, berarti: a. Berakhirlah masa herlakunya Undang-tindang Dasar Sementara 1950; 16 Ibid., hlm. 95-97. b. Konstituante hasil pemilihan umum 1955 dibubarkan; c. Pancasila yang menjadi dasarnegara adalah kelima sila sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 3.1.1.3 Pancasila sebagai Ideologi yang Ideal bagi Bangsa Indonesia Suatu ideologi perlu mengandung tiga dimensi penting dalam dirinya agar dapat memelihara relevansinya yang kuat terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan tuntutan perubahan zaman yaitu dimensi realita, dimensi idealism, dan dimensi fleksibilitas.17 Pancasila terbukti memiliki dimensi tersebut: 1. Dimensi Realita Pancasila mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam tubuh Indonesia yang (baru) rumusan bangsa. Sejarah membuktikan bahwa Pancasila adalah dari realitas kehidupan bangsa Kelima di terumus pada tahun 1945, formal Indonesia yang telah berlangsung lama. Nilai dasar Pancasila itu tertanam dan berakar dalam kehidupan bangsa Indonesia. 2. Dimensi Idealisme Suatu ideologi mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi yang dihayati, bangsa atau mengetahui ke arah mana mereka ingin membangun kehidupan bersama. Idealisme atau cita-cita tersebut berisi harapan-harapan masuk akal, bukanlah berupa angan-angan yang sekali demikian, ideologi tersebut akan mampu menjadikan dirinya sebagai landasan atau dimensi realita) dan sekaligus tujuan (melalui dimensi idealisme) dan membangun berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pancasila sebagai ideologi rmemang mengandung dan memenuhi dimensi idealisme, yaitu oleh pendiri negara, đijadikan dasar sekaligus tujuan, 17 Alfian, Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Politik, disunting Oetojo Oesman dan Alfian, Buku Pancasila sebagai Ideologi, (BP-7 Pusat: Jakarta, 1992), hlm. 191-192. dari didirikannya Republik indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Pembuleaan UUD 1945. 3. Dimensi Fleksibelitas (pengembangan) Realita kehidupan masyarakat berubah dan berkembang dari waktu ke waktu, apalagi masyarakat sedang membangun seperti Indonesia. Kehadiran realita-realita baru, disamping dirangsang oleh idealisme yang berbangsa dan bernegara suatu masyarakat atau idealisme atau yang terkandung dalam ideologi bersama, juga berdampak terjadinya pembaruan nilai-nilai dasar dalam dalam ideologi tersebut. Bila pembaruan termaksud tidak tertanggapi sebagaimana seharusnya, maka realita-realita baru itu dapat menyimpang dari idealisme yang terkandung dalam ideologi tersebut. Apabila direnungkan, yang menjadi masalah bukanlah realita-realita baru yang menyimpang dari nilai-nilai dasar ideologi,melainkan pengembangan pemikiran masyarakat berjalan lebih lamban dari lajunya proses pembangunan diri mereka, sehingga menyulitkan mereka memperoleh makna yang secara ideologi relevan dengan realita-realita baru yang mereka hadapi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini jelas terligat adanya kebtuhan tiap dieologi untuk memiliki dimensi fleksibilitas atau daya kembang yang memungkinkan bertambahnya pemikiran-pemikiran baru tentang ideology tersebut tanpa menghilangkan hakekat yang terkandung di dalam dirinya. Dimensi fleksibilitas menjadi wiajar jika kita mengakui Pancasila sebagai ideologi terbuka.18 3.1.2. Lembaga-Lembaga Pembinaan Pancasila di Indonesia 3.1.2.1. Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (BP-7) a. Latar Belakang Pendiirian Kelahiran lembaga ini pada masa Orde Baru tidak terlepas dari pandangan Soeharto terhadap Pancasila. Kegagalan Soekarno pada masa Orde Lama yang menggeser nilai Pancasila dengan menyatukannya dengan semangat komunis melalui 18 Ibid., hlm. 192-195. konsep Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunis) menjadi tolak ukur pandangan Soeharto akan pentingnya Pancasila diterapkan secara murni. Pandangan Soeharto tersebut tercermin melalui pidatonya dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila di Jakarta, 1 Juni 196719 dan pidato pada tanggal 15 Februari 1975 pada Dies Natalis Universitas Indoensia.20 Mulai dari tahun 1975 Soeharto mulai menjabarkan nilai Pancasila dan menyampaikan pemikiran mengenai pengamalan dan penghayatan Pancasila.21 Selanjutnya pada tahun 1976 dalam pidato menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka di Jakarta Soeharto menyebutkan kosnep Eka Prasetia Pancakarsa.22Eka Prasetia Pancakarsa berasal dari bahasa Sansekerta yang secara harfiah Eka berarti satu atau tunggal dan Prasetia berarti janji atau tekad.Konsep ini dicetuskan oleh Soeharto dengan teori politik penyeragaman Pancasila sebagai pedoman masyarakat Indonesia sehingga tidak mudah dirongrong ideologi lain.23 Pada kesempatan Kongres Nasional Pramuka tersebut Soeharto mengemukakan ide untuk menuangkan pedoman menghayati dan menjabarkan Pancasila di kukuhkan bersama menjadi Ketetapan Permusyawaratan Rakyat.24 Pada tahun 1978, setelah Soeharto diangkat sebagai presiden untuk ketiga kalinya, ia membuat kebijakan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) yang merupakan kebijakan yang menampung konsep Eka Prasetia Pancakarsa. 19 Sutejo Brodjonegoro, Kumpulan Ceramah 10 Intelejensia tentang Pembangunan Masyarakat dan Negara Republik Indonesia, (Yogyakarta: Usaha Penerbitan Indoenesia, 1950), hlm. 159 mengutip Soeharto, Sambutan Jenderal Soeharto Selaku Pejabat Presiden pada Peringatan: Hari Lahir Pancasila di Jakarta 1 Juni 1967, (Jakarta: Yayasan Pembela Tanah Air, 1994). 20 Pidato Soeharto pada Dies Natalis Universitas Indonesia yang ke-25, seperti yang dikutip oleh Ibid., hlm.107. 21 Ibid. 22 Anhar Gonggong, et.al., 60 Tahun Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi, (Jakarta: Depkominfo, 2005), hlm. 159. 23 Ibid. 24 Bahan Penataran dan Bahan Referensi Penataran: UUD, P-4, dan GBHN tahun 1993 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm., 127. Soeharto mengajukan draft P-4 ini kepada MPR untuk membantu MPR meneyelesaikan mungkin. 25 Pancakarsa tugasnya dalam waktu sesingkat Ide-ide Soeharto dalam konsep Eka Prasetia telah mendorong MPR untuk mengeluarkan TAP.II/MPR/1978. Sebelum sidang umum MPR 1978 berlangsung, Badan pekerja MPR membentuk tiga panitia Ad hoc untuk menyusun Rancangan kebijakan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila dan menetapkan dua kesepakatan dari hasil rapat Panitia Ad Hoc II yaitu pertama, bahwa Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggaraan negara serta setiap lembaga kenegaraan/lembaga kemasyarakatan baik Pusat maupun Daerah dilaksanakan secara bulat dan utuh. Kedua, khusus mengenai pedoman tentang penghayatan dan pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dipandang perlu kejelasan karena perkara yang berhubungan dengan kepercayaan cukup peka.26 Berdasarkan sistem suara terbanyak (voting) pada hari penyelenggaraan Sidang umum, akhirnya rancangan kebijakan P4 disahkan menjadi TAP MPR No.II/MPR/1978.27 Dengan keluarnya TAP MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalam Pancasila (Ekaprasetua Pancakarsa) sebagai ketetapan sah, pemerintah segera membentuk beberapa tim khusus di bawah naungan Badan Pekerja MPR untuk dapat merealisasikan kebijakan P-4 lebih leluasa. Pemerintah membentuk Tim Penasehat Presiden mengenai Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P-7) yang bertugas memberikan nasehat kepada Presiden dengan 25 Anhar Gonggong, …, hlm., 160. Bahan Penataran dan Bahan Referensi Penataran: UUD, P-4 dan GBHN tahun 1993 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 128. 27 Ibid., hlm. 130. 26 menyampaikan berbagai laporan, saran serta pertimbangan berkenaan hal yang dianggap perlu dalam menyukseskan pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4).28 Kemudian, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 172/M tahun 1978 dan mendirikan Tim Pembinaan Penatar dan Bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia. Melalui pedoman Instruksi Presiden Republik Indonesia No.10 tahun 1978, dilaksanakan adanya penataran terhadap Pegawai Negeri Sipil dan membagi 3 kategori penataran yaitu, kategori A diikuti oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil golongan IV dan III dengan lama penataran selama 14 hari kerja. Penataran kategori B diikuti oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil golongan II dengan lama penataran selama 64 jam atau 14 hari kerja. Dan penataran kategori C diikuti oleh seluruh Pegawai Negeri Sipil golongan I dengan lama penataran 32 jam atau 4 hari.29 Tugas organisasi tersebut adalah menyiapkan dan menetapkan kurikulum ajaran yang meliputi naskah P-4, UUD 1945 serta GBHN bagi penataran pegawai Republik Indonesia dan memberikan penataran kepada para calon petatar dalam penataran Tingkat Nasional dan penataran tingkat lainnya jika diperlukan.30 Untuk kebijakan yang lebih lanjut menanggapi hasil Sidang Umum 1978 melalui Keputusan Presiden No.10 tahun 1979 lahirlah badan khusus pelaksana P-4 yang disebut Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (BP-7). Pada tanggal 9 April 1979 Soeharto melantik Kepala dan Wakil Kepala BP-7, Hari Suharto S.H. dan Prof.Drs. Harsojo di Istana Negara. 28 Galih Hutama Putra, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) Asas Tunggal: Kebijakan Soeharto 1978-1985”, (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 2013), hlm. 42. 29 Ibid., hlm. 46. 30 Pidato Presiden 1 Oktober 1978, lihat Bahan Penataran dan Bahan Referensi Penataran: UUD, P-4 dan GBHN tahun 1993 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm. 479. b. Status, Keanggotaan, Organisasi Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (BP-7) merupakan lembaga non-departemen yang bertanggung jawab lansgung kepada Presiden di bawah koordinasi Menteri/Sekretariat Negara.31 Selain itu dibentuk juga BP-7 di Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat yang diisi oleh Manggala-Menggala yang telah dididik, dilatih dan diangkat sebagai penggerak P-4, UUD 1945, dan GBHN. Manggala dibagi dalam dua status yaitu Manggala Organik yang bertugas di Kantor BP-7 dan manggala NonOrganik yang tidak ertugas di kantor BP-7 tetapi diperbantukan dalam suatu penataran apabila dibutuhkan.32 c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Berdasarkan Keputusan Presiden No.10 Tahaun 1979, BP-7 memiliki tugas yaitu melaksanakan pembinaan pendidikan Pelaksanaan P-4. Selian itu BP-7 juga mempunyai fungsi yaitu Perumusan kebijaksanaan dan program nasional mengenai pendidikan pelaksanaan P-4 di kalangan masyarakat dan di lingkungan lembaga-lembaga Pemerintah, penyelenggara pendidikan atau penataran pelakasanaan P-4 bagi calon-calon penatar yang diperlukan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga Pemerintah serta pembinaan, pengawasan dan pengkordinasian penyelenggaraan pendidikan atau penataran yang diselenggarakan oleh organisasi masyarakat dan lembagalembaga Pemerintah.33 Pasca dua periode penataran berturut-turut di tahun 1978 dan 1979, para tutor manggala BP-7 mulai berpartisipasi sistematis melancarkan simulasi P-4 yang diimplementasikan di 31 Nazaruddin Sjamsuddin, ed. Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978-11 Maret 1983, (Jakarta: Lamtoro, 1992),. hlm.141. 32 G. Dwipayana dan K.H.Ramadhan, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, (Jakarta: Citra Lamtoro Gunung Persada, 1989), hlm.336 33 Soeprapto, Kumpulan Karangan tentang Pancasila disajikan dalam Berbagai Seminar, (Jakarta: LPPKB, 2007), hlm.35. tingkat regional. Semua kalangan pegawai baik negeri maupun pegawai swasta dan anggota militer turut ikut serta dalam pemasyarakatan P-4 di tiap-tiap daerah. Program edukasi P-4 juga diikuti oleh intelektual kampus dan masyarakat Indonesia yang berdomisili di luar. Penanaman muatan nilai Pancasila di tingkat perguruan tinggi diterapkan pada saat penerimaan calon mahasiswa sebelum mereka diizinkan mengikuti kuliah. Pemerintah menyediakan bahan silabus ajaran penataran dan modul pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah tingkat menengah yang diterbitkan oleh BP-7.34 Pemasyarakatan P-4 pertama kali diberikan kepada organisasi kepemudaan. Sebanyak 140 peserta pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia terlibat dalam kursus penataraan pertama Organisasi Kepemudaan ini.35 Aparat penyelenggaraan negara dari Pegawai Negeri Sipil hingga anggota ABRI menjadi sasaran pada simulasi penataran P-4. Dalam kaitan ini, menghadirkan perspektif Soeharto karena Pegawai Negeri Sipil akan mengemban tugas sebagai pelayan masyarakat dan anggota ABRI se36bagai pelayan negara yang baik. Untuk masyarakat luas penyuluhan diikuti oleh lapisan masyarakat yang beragam, seperti anggota parpol, pemuka agama, rohaniawan, pemuda, cendekiawan, karyawan tempat swasta, pengusaha muda, pelaku seni serta para pejabat Duta Besar di luar negeri. Sasaran simulasi program ideologis ini adalah individu, keluarga, dan masyarakat baik di setiap lingkungan maupun di lingkungan tempat bekerja. Setiap pejabat dan instruktur penataran P-4 diberikan modul yang akan dijadikan referensi mengajar untuk siswa serta masyarakat pada umumnya. Melaui perantara media informasi, majalah Mimbar yang dirilis oleh BP34 Oetojo Oesman dan Alfian, Pancasila sebaga Ideologi, (Jakarta: BP-7 Pusat, 1980), hlm.177 35 Ibid., hlm.177 G. Dwipayana dan Ramadhan, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, (Jakarta: Citra Lamtori Gung Persada, 1989), hlm. 337 36 7 di Jakarta menjadi misi nasional untuk menyebarkan dan membudayakan muatan lima nilai Pancasila pada rakyat Indonesia, sebagaimana dijabarkan dalam P-4.37 Tahap awal yang dilakukan adalah pembekalan kepada Pegawai Negeri Sipil dan lalu ditindaklanjuti untuk masyarakat luas. Adapun jalur yang menunjang, antara lain melatui jalur pendidikan, jalur media massa dan jalur organisasi sosial politik. Di dalam metode penataran P-4, pendidikan resmi dikolaborasikan dengan edukasi non-formal sejak dini seperti ajaran agama, sosial, etika, dan moral sehingga gagasan P-4 diharapkan dapat menciptakan manusia Pancasila. Selanjutnya hingga menjelang akhir rezim Orde Baru, penataran itu diadakan secara wajib di tiap jenjang sekolah dengan mengintegrasikan muatan ajaran P-4 ke dalam kurikulum pembelajaran. Seluruh gelanggang pelajar diharuskan mengkuti program penataran P-4 agar menerima sertifikat P-4. Selain jalur pendidikan resmi, nilainilai muatan P-4 juga direalisasikan di berragam acara kepanduan seperti kepramukaan serta dengan aktivitas di bidang komunikasi seperti radio, televisi dan film.38 Jalur jurnalistik juga turut berkontribusi dalam terwujudnya Penghayatan dan Pengamalan Parcasila di masyarakat seperti siaran radio, tayangan televisi dan pers, di samping media tradisional serta bentuk seni rakyat lainnya juga berpengaruh. Jalur lembaga sosial politik yang diharapkan juga dapat melestarikan dan turun tangan dalam melaksanakan P-4 secara konsekuen. Terakhir, keterlibatan para pimpinan masyarakat dalam membahasa-awamkan P-4 dengan kalimat dan pembawaan yang mudah dipahami dan masyarakat bisa meresapi dengan hikmat. Pemimpin-pemimpin itu meliputi seluruh golongan masyarakat, antara lain sosok agama, pegawai Republik 37 Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm.146 38 Ibid., hlm.145-146 Indonesia, petani, buruh, nelayan, pemuda, wanita dan tokohtokoh adat dan semua pemimpin lainnya.39 Menindaklanjuti penerapan kebijakan P-4, lembaga tertinggi dalam urusan pancasila atau BP-7 mengeluarkan Surat Keputusan No. KEP-01 BP-7/1/1980, mengenai pola-pola penataran untuk penatar manggala baru, untuk para panutan masyarakat dan organisasi, dan secara umum untuk masyarakat. Dalam surat keputusan tersebut terdapat berbagai bentuk penataran P4 antara lain penataran pola 120 jam, 45 jam, 25 jam dan 17 jam. BP-7 Pusat bersama dengan kedutaan setempat juga menggelar acara Penataran P-4 di luar negeri dengan pola 45 jam yang ditujukan bagi WNI yang berdomisili, sedang berdinas dan menuntut ilmu di negara lain. Penataran ini bertujuan agar Warga Negara Indonesia di luar negeri mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara.40 Secara garis besar, program kenegaraan tersebut diperuntukkan bagi mereka yang telah terbilang dewasa. Penataran diperkenalkan bagi para mahasiswa baru sebagai pengganti acara Masa Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus. Dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 86 Dikti/Kep/83 dan Keputusan Kepala BP-7 No. Kep01/BP-7/V1984 dan Kep-24DP-7V/1984 dikembangkan penataran pola 100 jam khusus mahasiswa baru di setiap akademi negeri maupun swasta. Sedangkan bagi para pelajar baru tingkat SLTP & SLTA sederajat dikembangkan pola khusus yang lebih sesuai. Penatar berasal dari para penatar P-4 tingkat nasional dan daerah serta dosen perguruan tinggi dan guru yang telah menyelesaikan penataran dalam pola waktu yang ditetapkan dan mendapatkan predikat sebagai penatar P-4.41 Setiap mahasiswa 39 Bahan Penataran dan Bahan Referensi Penataran: UUD, P-4, dan GBHN tahun 1993 oleg Direktorat Jenderal Penddikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm.146-147 40 Soeprapto., Kumpulan Karangan tentang Pancasila disajikan hlm.36 41 Ibid., hal.35 harus mengikuti mata kauliah Pendidikan Pancasila sebagai perwujudan Pemasyarakatan P-4 melalui jalur pendidikan formal. Materi inti pendidikan Pancasila berupa Pancasila dengan P-4, UUD 1945 dan GBHN disampaikan dalam bentuk perkuliahan yang dipresentasikan secara ilmiah. Sedangkan bahan materi P-4 dari jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila.42 Selain metode penataran, pemasyarakatan P-4 tingkat perguruan tinggi dilakukan dalam bentuk simulasi dan penggunaan modul serta diadakan melalui jalur pendidikan formal. Pendekatan simulasi P-4 merupakan kombinasi antara pendekatan kajian tematik dan role playing. Sehingga, penentuan tema khusus yang diambil dari kehidupan bermasyarakat akan diangkat menjadi pokok bahasan dan dianalisis oleh peserta petatar dengan menempatkan diri sebagai peran. Metode penggunaan Modul diterapkan bagi warga sosial yang berkarakteristik khusus sehingga perlu perlakuan spesial. Metode tersebut pernah dikembangkan bagi kalangan tunawisma atau kaum duafa yang selalu berpindah-pindah tempat.43 3.1.2.2 Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara (BPKB) Tap MPR No. II/MPR/1978 sudah dicabut dalam Sidang MPR tahun 1998 melalui Tap MPR No. XVIII/MPR/1998. Pembubaran Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila BP7 sempat melahirkan Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara di masa Presiden BJ. Habibie yang diatur melalui Keputusan Presiden No. 85 Tahun 1999.44 Pasal 1 ayat (1) Keputusan 42 Ibid., hal 37 Ibid. 44 Prayudi, “Ancaman Bagi Ideologi Pancasila di Tengah Demokratisasi Pemerintahan,” Info Singkat Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis Pusat Penenlitian Badan Keahlian DPR RI 10 No.24, (Desember 2018), hlm.26. 43 Presiden No. 85 Tahun 1999 tentang Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara mendefinisikan Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara yang selanjutnya disebut BPKB adalah lembaga pemerintah non-departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPKB mempunyai tugas mengkaji dan membudayakan Pancasila sebagai dasar berdemokrasi. 45 negara dalam kehidupan bernegara dan Namun lembaga ini hanya tertuang dalam Keputusan Presiden a quo tanpa pernah direalisasikan. 3.1.2.3 Kementerian dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum a. Latar Belakang Pendiirian Globalisasi bagaikan pisau bermata dua dimana merupakan sebuah fenomena alami, sebuah fragmen dari perkembangan proses peradaban yang harus kita lalui namun menjadi ancaman yang berpotensi mereduksi ataupun mengkikis tata nilai dan tradisi bangsa dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan popularisme asing.46 Globalisasi baik secara langsung maupun tidak langusng dapat memengaruhi budaya, pandangan hidup, sistem politik, tata nilai dan sistem ekonomi yang berakibat pada ancaman berbangsa dan bernegara. Akibat globalisasi, kondisi ketahanan nasional mengalami tiga masalah pokok yang masih harus diselesaikan meliputi: ancaman terhadap wibawa negara, melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional, dan intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. Ancaman terhadap wibawa negara terjadi ketika tidak mampu memberikan rasa aman kepada segenap warga 45 Indonesia, Keputusan Presiden tentang Badan Pengembangan Kehidupan Bernegara, Kepres No. 85 Tahun 1999, Ps. 2. 46 Dr. Prabawa Eka Soesanta, S.Sos, M.Si (Direktur Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan), “Arah Kebijakan Bina Ideologi Karakter Dan Wawasan Kebangsaan Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan Dan Pemahaman Nilai-Nilai Kebangsaan”, Bahan Direktorat Jenderal Politik Dan Pemerintahan Umum 2019, hlm. 24. negara dan tidak mampu mendeteksi ancaman terhadap kedaulatan wilayah; ketika negara membiarkan pelanggaran hak asasi manusia terjadi, tak berdaya mengelola konflik sosial dan lemah dalam penegakan hukum; dan ketika masyarakat semakin tidak percaya kepada institusi publik dan pemimpin tidak kredibel menjadi teladan untuk menjawab harapan publik.47 Pereknomian nasional pun masih dihantui masalah kemiskinan, kesengjangan sosial, kesenjangan antar wilayah, dan kesenjangan lingkungan hidup.48 Di lain sisi kepribadian bangsa mengalami degradasi dengan adanya potensi terhadap pelemahan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia; mulai hilangnya buddaya Identik bangsa seperti musyawarah mufakat dan gotong royong; konflik antar agama, suku, etnis, ras dan golongan yang masih terjadi; dan kebanggaan terhadap budaya, produk dan karya bangsa yang masih rendah.49 Untuk mengatasi bebagai problematika yang hadir Kementerian Dalam Negeri merupakan merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri memandang bahwa Wawasan Kebangsaan adalah prasyarat ketahanan nasional yang mendukung terciptanya proses pembangunan bangsa dalam upaya pencapaian cita-cita bangsa dan tujuan nasional.50 Kementerian dalam Negeri melaui program Direktorat Kebangsaan Ideologi mengambil Pancasila langkah untuk dan Wawasan melaksanakan 51 program : 1. Penguatan karakter bangsa. 2. Penguatan Wawasan Kebangsaan dan karakter bangsa. 3. Peningkatan kapasitas aparatur dan masyarakat dalam rangka penguatan karakter bangsa 47 Ibid., hlm. 21. Ibid., hlm.22 49 Ibid., hlm.23. 50 Ibid., hlm. 27. 51 Ibid., hlm.7 48 4. Fasilitasi kampanye Nasional terkait revolusi mental dan restorasi social 5. Penguatan Pusat Pendidikan Wawasan Kebangsaan Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan merupakan salah satu unit kerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri. Namun pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum melalui Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri. b. Status, Keanggotaan, dan Organisasi 1. Status, Keanggotaan, danOrganisasi Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan yang Masuk Ke Dalam Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik yang Diatur Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri. Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri, Kementerian Dalam Negeri merupakan merupakan unsur pelaksana pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri. Kementerian Dalam Negeri dipimpin oleh Menteri yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kementerian Dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Susunan Organisasi Kementerian Dalam Negeri, terdiri 52 atas : 52 Ibid., Ps.4. a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik; c. Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum; d. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah; e. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah; f. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; g. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil; h. Direktorat Jenderal Keuangan Daerah; i. Inspektorat Jenderal; j. Badan Penelitian dan Pengembangan; k. Badan Pendidikan dan Pelatihan; dan l. Staf Ahli. Dari susunan organisasi tersebut yang menjadi pokok bahasan berkaitan dengan pembinaan Pancasila adalah Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik. Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik terdiri atas53: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan; c. Direktorat Kewaspadaan Nasional; d. Direktorat Ketahanan Seni, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan; e. Direktorat Politik Dalam Negeri; dan f. Direktorat Ketahanan Ekonomi. Khusus tugas pembinaan Pancasila, maka yang menjadi perhatian dalam institusi ini adalah Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan yang merupakan salah satu Unit Kerja Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik pada Kementerian Dalam Negeri. Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan, terdiri atas54: a. Subdirektorat Ketahanan Ideologi Negara 53 Indonesia, Menteri dalam Negeri, Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri, Nomor PM 41 Tahun 2010, Ps.107 54 Ibid., Ps. 129.. Subdirektorat Ketahanan dan Ideologi Negara terdiri atas55: 1. Seksi Penguatan Ideologi Negara 2. Seksi Implementasi Ideologi Negara b. Subdirektorat Wawasan Kebangsaan Subdirektorat Wawasan Kebangsaan terdiri atas56: 1. Seksi Penguatan Wawasan Kebangsaan 2. Seksi Implemetasi Wawasan Kebangsaan c. Subdirektorat Bela Negara Subdirektorat Bela Negara terdiri dari57: 1. Seksi Pendidikan Bela Negara 2. Seksi Pemberdayaan Bela Negara d. Subdirektorat Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan Subdirektorat Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan, terdiri atas58: 1. Seksi Penguatan Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan 2. Seksi Implementasi Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan. e. Subdirektorat Pembauran dan Kewarganegaraan Subdirektorat Pembauran dan Kewarganegaraan, terdiri atas59: 1. Seksi Pembauran 2. Seksi Kewarganegaraan. f. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha berada di bawah Bagian Umum pada Sekretariat Direktorat Jenderal dan secara operasional bertanggungjawab kepada direktur.60 2. Status, Keanggotaan,dan Organisasi Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan yang Masuk ke Dalam Direktorat Jenderal Politik dan 55 Ibid., Ps.132 Ibid., Ps.136. 57 Ibid., Ps.140. 58 Ibid., Ps.144. 59 Ibid., Ps.148. 60 Ibid., Ps.150. 56 Pemerintahan Umum dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri membawa beberapa perubahan salah satunya kedudukan organisasi dalam Kementerian dalam Negeri. Melalui peraturan turunannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, adapun susunan organisasi Kementerian Dalam Negeri, terdiri atas61: a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum; c. Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan; d. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah; e. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah; f. Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa; g. Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah; h. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil; i. Inspektorat Jenderal; j. Badan Penelitian dan Pengembangan; k. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia; l. Staf Ahli; dan m. Staf Khusus. Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum yang menggantikan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri berada di bawah dan bertanggung 61 Indonesia , Menteri Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, Permendagri No. 8 Tahun 2018, Ps.I. jawab kepada Menteri.62 Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum dipimpin oleh Direktur Jenderal.63 Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, terdiri atas64: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan; c. Direktorat Politik Dalam Negeri; d. Direktorat Ketahanan Ekonomi Sosial dan Budaya; e. Direktorat Organisasi Kemasyarakatan; dan f. Direktorat Kewaspadaan Nasional. Karena tugasnya berkaitan pembinaan Pancasila, maka yang menjadi uraian berikut adalah susunan Direktorat Bina Ideologi, Karakter dan Wawasan Kebangsaan yang terdiri atas65: a. Subdirektorat Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Subdirektorat Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, terdiri atas66: 1. Seksi Penyusunan dan Pengembangan Program 2. Seksi Implementasi Program. b. Subdirektorat Karakter dan Wawasan Kebangsaan Subdirektorat Karakter dan Wawasan Kebangsaan, terdiri atas67: 1. Seksi Karakter Kebangsaan 2. Seksi Wawasan Kebangsaan. c. Subdirektorat Bela Negara Subdirektorat Bela Negara, terdiri atas68: 62 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kementerian dalam Negeri, Perpres No.11 Tahun 2015, Ps.8 ayat (1). 63 Ibid., Ps.8 ayat (2). 64 Indonesia, Menteri dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri, Permendagri Nomor 43 Tahun 2015, Ps.146. 65 Ibid., Ps. 168. 66 Ibid., Ps. 171. 67 Ibid., Ps.175. 68 Ibid., Ps.179 1. Seksi Kekuatan Bangsa 2. Seksi Implementasi Bela Negara. d. Subdirektorat Sejarah Kebangsaan dan Kewarganegaraan Subdirektorat Sejarah Kebangsaan dan Kewarganegaraan, terdiri atas69: 1. Seksi Sejarah Kebangsaan 2. Seksi Kewarganegaraan. e. Subdirektorat Pembauran dan Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika Subdirektorat Pembauran dan Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika, terdiri atas70: 1. Seksi Pembauran 2. Seksi Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika. f. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha secara administratif berada di bawah Bagian Umum pada Sekretariat Direktorat Jenderal dan secara operasional bertanggungjawab kepada direktur.71 c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang 1. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan yang Masuk Ke Dalam Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik yang Diatur Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri. Karena terdapat dua peraturan yang mengatur Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan maka berikut akan diuraikan tugas, wewenang, dan fungsi dari masing-masing peraturan. Petama-tama akan dibahas Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan yang masuk ke dalam Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik yang 69 Ibid., Ps.183. Ibid., Ps.187. 71 Ibid., Ps.189 ayat (2). 70 diatur dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri. Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik di bidang bina ideologi dan wawasan kebangsaan.72 Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan dalam melaksanakan tugasnya 73 menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi ketahanan ideologi negara; b. penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pengembangan wawasan kebangsaan; c. penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan bela negara; d. penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi penghayatan nilai-nilai sejarah kebangsaan; e. penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan pembauran dan kewarganegaraan; dan f. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Adapun tugas masing-masing susunan organisasi Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan yakni74: a. Subdirektorat Ketahanan Ideologi Negara Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pembinaan dan sosialisasi, pemantauan pelaksanaan ketahanan ideologi negara. Dalam melaksanakan tugasnya Subdirektorat Ketahanan Ideologi Negara menjalankan fungsi: penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pengembangan dan evaluasi program penguatan ideologi negara; penyiapan bahan perumusan 72 Indonesia, Menteri dalam Negeri, Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian dalam Negeri, Nomor PM 41 Tahun 2010, Ps. 127. 73 Ibid., Ps. 128. 74 Ibid., Ps. 129-150. kebijakan dan fasilitasi pembinaan dan sosialisasi ideologi negara; dan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi implementasi ideologi negara. Subdirektorat Ketahanan Ideologi Negara terdiri atas Seksi Penguatan Ideologi Negara yang mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pengembangan dan evaluasi program penguatan ideologi negara dan Seksi Implementasi Ideologi Negara yang mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi implementasi, pembinaan dan sosialisasi ideologi negara. b. Subdirektorat Wawasan Kebangsaan Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pengembangan dan sosialisasi wawasan kebangsaan dengan menyelenggarakan fungsi penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi penguatan wawasan kebangsaan; penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi pembinaan dan sosialisasi wawasan kebangsaan; dan penyiapan bahan perumusan kebijakan dan fasilitasi serta monitoring dan evaluasi implementasi wawasan kebangsaan. c. Subdirektorat Bela Negara Subdirektorat Bela Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pemantapan bela negara. d. Subdirektorat Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan Subdirektorat Nilai-nilai Sejarah Kebangsaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi, pembinaan dan pengembangan nilai-nilai sejarah kebangsaan. e. Subdirektorat Pembauran dan Kewarganegaraan Subdirektorat Pembauran dan Kewarganegaraan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan fasilitasi pelaksanaan pembauran dan kewarganegaraan serta pemberian tanda penghargaan. f. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha melaksanakan tugas administratif. 2. Status, Keanggotaan,dan Organisasi Direktorat Bina Ideologi, Karakter, dan Wawasan Kebangsaan yang Masuk ke Dalam Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri Dengan adanya pembaharuan hukum maka Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum yang menggantikan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian dalam Negeri mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.75 Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum menyelenggarakan fungsi76: a. perumusan kebijakan di bidang politik dalam negeri dan kehidupan demokrasi, serta fasilitasi organisasi masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi penyelenggaraan politik dalam negeri dan kehidupan demokrasi, penerapan penghayatan dan pengamalan ideologi Pancasila, pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, pembinaan kewaspadaan nasional, pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras, 75 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kementerian dalam Negeri, Perpres No.11 Tahun 2015, Ps.9. 76 Ibid., Ps.10 dan golongan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pelaksanaan kebijakan di bidang fasilitasi organisasi masyarakat dan fasilitasi penanganan konflik social sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; d. pelaksanaan pembinaan umum di bidang penyelenggaraan politik dalam negeri dan kehidupan demokrasi, fasilitasi organisasi pengamalan kebangsaan masyarakat, ideologi dan penerapan Pancasila, ketahanan penghayatan dan pembinaan nasional, wawasan pembinaan kewaspadaan nasional, pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya, serta fasilitasi penanganan konflik sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyelenggaraan politik dalam negeri dan kehidupan demokrasi, fasilitasi organisasi masyarakat, penerapan penghayatan dan pengamalan ideologi Pancasila, pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, pembinaan kewaspadaan nasional, pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya, serta fasilitasi penanganan konflik sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang penyelenggaraan politik dalam negeri dan kehidupan demokrasi, fasilitasi organisasi masyarakat, penerapan penghayatan dan pengamalan ideologi Pancasila, pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, pembinaan kewaspadaan nasional, pembinaan kerukunan antar suku dan intra suku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya, serta fasilitasi penanganan konflik sosial; g. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri. Adapun tugas masing-masing susunan organisasi Direktorat Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan yakni: a. Subdirektorat Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Subdirektorat Penghayatan dan Pengamalan Pancasila mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi, pelaksanaan pembinaan umum, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta fasilitasi di bidang penerapan penghayatan dan pengamalan Pancasila.77 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Subdirektorat Penghayatan dan Pengamalan Pancasila menyelenggarakan fungsi78: 1. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi penyusunan dan pengembangan program serta implementasi program penerapan penghayatan dan pengamalan Pancasila; 2. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum di bidang penyusunan dan pengembangan program serta implementasi program penerapan penghayatan dan pengamalan Pancasila; 3. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang penyusunan dan pengembangan program serta implementasi program penerapan penghayatan dan pengamalan Pancasila; dan 4. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang penyusunan dan pengembangan program serta implementasi program penerapan penghayatan dan pengamalan Pancasila. 77 78 Ibid., Ps.169. Ibid., Ps.170. b. Subdirektorat Karakter dan Wawasan Kebangsaan Subdirektorat Karakter dan Wawasan Kebangsaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi, pelaksanaan pembinaan umum, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta fasilitasi di bidang karakter dan wawasan kebangsaan.79 Subdirektorat Karakter dan Wawasan Kebangsaan menyelenggarakan fungsi80: 1. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi karakter kebangsaan dan wawasan kebangsaan; 2. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum di bidang karakter kebangsaan dan wawasan kebangsaan; 3. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang karakter kebangsaan dan wawasan kebangsaan; dan 4. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang karakter kebangsaan dan wawasan kebangsaan. c. Subdirektorat Bela Negara Subdirektorat Bela Negara mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi, pelaksanaan pembinaan umum, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta fasilitasi di bidang bela negara.81 Subdirektorat Bela Negara dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi82: 79 Ibid., Ps.173. Ibid., Ps.174. 81 Ibid., Ps.177. 82 Ibid., Ps.178. 80 1. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi kekuatan bangsa dan implementasi bela negara; 2. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum di bidang kekuatan bangsa dan implementasi bela negara; 3. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kekuatan bangsa dan implementasi bela negara; dan 4. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang kekuatan bangsa dan implementasi bela negara. d. Subdirektorat Sejarah Kebangsaan dan Kewarganegaraan Subdirektorat Sejarah Kebangsaan dan Kewarganegaraan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi, pelaksanaan pembinaan umum, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta fasilitasi di bidang sejarah kebangsaan dan kewarganegaraan.83 Subdirektorat Sejarah Kebangsaan dan Kewarganegaraan dalam melaksanakan tugasya menyelenggarakan fungsi84: 1. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi di bidang sejarah kebangsaan dan kewarganegaraan; 2. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum di bidang sejarah kebangsaan dan kewarganegaraan; 3. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang sejarah kebangsaan dan kewarganegaraan; dan 4. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang sejarah kebangsaan dan kewarganegaraan. 83 84 Ibid., Ps.181. Ibid., Ps.182. e. Subdirektorat Pembauran dan Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika Subdirektorat Pembauran dan Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pelaksanaan kebijakan dan koordinasi, pelaksanaan pembinaan umum, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta fasilitasi di bidang pembauran dan pelestarian bhinneka tunggal ika.85 Subdirektorat Pembauran dan Pelestarian Bhinneka Tunggal Ika dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi86: 1. penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan di bidang koordinasi pembauran dan pelestarian bhinneka tunggal ika; 2. penyiapan bahan pelaksanaan pembinaan umum di bidang pembauran dan pelestarian bhinneka tunggal ika; 3. penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembauran dan pelestarian bhinneka tunggal ika; dan 4. penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pembauran dan pelestarian bhinneka tunggal ika. f. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi penyusunan program kerja, penyusunan laporan, dan melakukan urusan aparatur.87 3.1.2.4 Lembaga Ketahanan Indonesia (Lemhanas) 85 Ibid., Ps.185. bid., Ps.186. 87 Ibid., Ps.189 ayat (2). 86 Nasional Republik a. Latar Belakang Pendiirian Surat Keputusan Menteri I Nomor 149/MP/1962 merupakan tanggapan Menteri Pertama Ir. Djuanda terhadap pemikiran Jendral A.H. Nasution selaku Wakil Menteri I Bidang Pertahanan/Keamanan mengenai urgensi perlunya Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Melalui surat tersebut kemudian Lemhanas lahir yang ditandai dengan pelantikan Panitia Interdepartemental pada tanggal 13 Desember 1962. Anggota Panitia ini berjumlah 16 orang, diketuai oleh Letjen TNI R. Hidayat dan tugasnya yaitu mempersiapkan suatu institusi pendidikan tinggi pertahanan serta membentuk dan mengembangkan pasukan pembina baik warga sipil maupun militer di bidang politik dan pertahanan. Panitia Interdepartemental selanjutnya menyelenggarakan rapat rutin guna merumuskan karya tulis mengenai ruang lingkup Lemhannas. Ketua Panitia memberikan petunjuk untuk merumuskan hasil karya panitia dalam rapatnya pada tanggal 12 Januari 1963. petunjuk tersebut antara lain membahas istilah “pertahanan”, bentuk kegiatan lembaga, dan falsafah dasar tentang kegiatan Lemhannas.88 Berdasarkan hasil rapat kegiatan Panitia Interdepartemental pada tanggal 7 Maret 1963, Menteri Pertama menyampaikan maksud didirikannya Lemhannas adalah menghidupkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan serta menjaga kestabilan politik dunia. Staf Pelaksanaan beserta Petunjuk Pelaksanaan Pendirian diumumkan melalui dua Surat Keputusan sebagai tanda Lemhannas telah resmi terwujudkan. Hari Peresmian lembaga tersebut dikaitkan dengan momentum hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 1965. Dalam pidato upacara 88 2020. Lemhanas RI, http://www.lemhannas.go.id/index.php/profil/sejarah, diakses 6 Juli pembukaan Kursus Reguler Angkatan pertama tahun 1965 pasca peresmian Lemhannas RI, Presiden Soekarno menguatkan pemahaman tentang geopolitik dan ketahanan nasional yang selaras dengan konsepsi cita-cita bangsa Indonesia. Lemhannas secara nasional adalah institusi yang berorientasi pada tatanan geostrategi di Indonesia. Sehingga, Lemhannas dirancang dan dipersiapkan sebagai wadah antisipatif dalam membuat kebijakan strategis mengenai zona geografis yang kaya energi alam karena akan berkaitan dengan sengketa global kekuasaan terhadap pertahanan Negara. Dengan demikian, keberadaan Lemhannas sangat berperan besar dalam menstabilkan keutuhan bangsa.89 Menindkalanjuti perintah Soekarno pada kuliah pertama untuk Lemhannas, para peneliti dari kalangan ABRI di Seskoad hingga peserta KRA I (1965) merintis konsepsi perkembangan konsep Ketahanan awalnya, Revolusi. doktrin mulai Dalam Ketahanan Nasional (Tannas) tahun 1968 yang pada waktu itu adalah lebih bersifat defensif bagi kelangsungan hidup warga negara Indonesia. Hingga pada tahun 1969, konsep Tannas telah disempurnakan yang memuat garis besar yaitu: “Ketahanan Nasional adalah keuletan dan daya tahan kita dalam menghadapi segala ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia”.90 Pada tahun 1971 Lemhannas melakukan studi banding dengan mendatangi beberapa lembaga pertahanan tingkat global di negara benua Amerika, negara benua Eropa dan negara Vietnam. Hal ini menjadi alasan bagi 89 90 Ibid. Ibid. Menhankam melakukan reshuffle kabinet pada Lemhannas melalui perintah Surat Keputusan Nomor : Skep. a/21/V/1972 yang terdapat substansi yaitu: 1. Tugas pokok Menhankam/Pangab Lemhannas adalah membantu dalam usaha mencapai, mempertinggi dan memelihara Ketahanan Nasional dengan jalan membina terwujudnya integritas dan kerjasama dalam pengarahan dan penggunaan segenap unsur kekuatan dan potensi nasional. 2. Fungsi-fungsi utama Lemhannas adalah mengembangkan kemampuan manajemen tinggi para tenaga senior terpilih (militer dan sipil) yang akan berkecimpung dalam pembinaan politik dan strategi nasional; kedua, menyelenggarakan pengkajian- pengkajian bagi kepentingan nasional umumnya atas dasar pengarahan/instruksi Dephankam dan pertimbangan/keperluan Lemhannas sendiri.91 Pada tahun-tahun selanjutnya, Lemhannas juga mengembangkan konsepsi Tannas sesuai keadaan geografis Indonesia. Perkembangan konsepsi Tannas tahun 1972 diberlakukan bagi negara-negara berkembang. Dalam pengertian Tannas tahun 1972 secara jelas merupakan keuletan dan ketangguhan secara dinamis yang berlandaskan Astagatra92 serta berorientasi mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara demi menjaga perjuangan mencapai tujuan nasional. Tahun 1974 sampai dengan tahun 1978 merupakan periode Lemhannas sebagai Lembaga Pengkajian dan Pendidikan 91 Nasional berdasarkan konseps Tannas. Ibid. Ermaya Suradinata dan Alex Dinuth, Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional: Pemikiran Awal, Pengembangan, dan Prospek, (Jakarta: PT. Paradigma Cipta Yatsigama, 2001), hlm.xxix. 92 Keputusan Presiden Nomor 7 tahun 1974 tanggal 18 Februari 1974 menetapkan status Lemhannas sebagai salah satu badan pelaksana Departemen Hankam dalam tujuannya mencapai, mempertinggi dan memelihara Ketahanan Nasional dengan jalan mengedukasi dan bekerja sama dalam mendayagunakan segenap unsur kekuatan dan potensi nasional.93 Kemudian Panglima Angkatan Bersenjata merilis keputusan Nomor: Kep/17/VII/1978 tanggal 28 Juli 1978 tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Lemhannas yang menyesuaikan status Lemhannas menjadi badan pelaksana induk di lingkaran kementerian dan dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab langsung dibawah Menhankam. Selanjutnya Menhankam menindaklanjuti surat keputusan Nomor: Kep/17/VII/1978 dengan menerbitkan surat keputusan Nomor: Kep/25/IX/1979 tentang pokokpokok organisasi dan prosedur Lemhannas. Sehingga, landasan hukum tersebut menjadi pedoman, orientasi dan tata kerja Lemhannas yang berdoktrin ketahanan nasional dalam kegiatan pembinaan dan penelitian geopolitik mengenai segenap komponen kekuatan keamanan (security) dan komponen kesejahteraan (prosperity) sebagai pendukung pertahanan negara. Kedua komponen tersebut menjadi benteng terkuat bagi pertahanan kehidupan bangsa (national survival value).94 Kemudian terjadi dinamika reorganisasi Lemhanas pada tahun 1982 sampai dengan 1984. Pemahaman geopolitik bangsa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan NKRI menjadi salah sayu ujung 93 Lemhanas RI, … Juristyo Witjaksono, “Aspek Hukum Pemanfaatan Orbit Geostationer (GSO) dalam Kaitannya dengan Wawasan Nusantara.” (Skripsi Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1985), hlm.47 mengutip Fuad Hassan, “Kerangka Konseptual untuk Pembinaan Politik Luar Negeri”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri, 1983, hlm.11. 94 tombaknya. Kemudian menteri melakukan perombakan kabinet baru atas perintah Surat Keputusan Nomor : Kep/01/p/I/1984 tanggal 20 Januari 1984 tentang PokokPokok Organisasi dan Prosedur Lembaga Pertahanan Nasional yang paling mutakhir. Perombakan kelembagaan tersebut selaras dengan pelaksanaan reorganisasi ABRI yang akan mengkhususkan jabatan Menhankam dan Pangab. Atas dasar perintah Surat Keputusan tersebut, misi utama Lemhannas adalah Membantu Panglima ABRI dalam menyelenggarakan pengkajian strategis dan pendidikan pemantapan dan pengembangan kader kepemimpinan nasional yang integratif. Tujuan kebijakan reshuffle ini untuk membakukan status Lemhannas sebagai lembaga edukasi dan penelitian terutama dalam simulasi strategi nasional berbagai perkembangan terkini baik secara nasional, regional maupun global yang semakin maju.95 Pada tanggal 2 Februari 1994 menjadi awal mula periode Lemhannas bekerja di bawah Menhankam dan Gubernur Lemhannas bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan. Bertepatan momen tersebut, Menteri membuat Keppres RI nomor 4 tahun 1994 tentang Lembaga Ketahanan Nasional yang memerintahkan pengubahan nama istilah ”Lembaga Pertahanan Nasional” menjadi “Lembaga Ketahanan Nasional”. Peralihan kata dilakukan agar Lemhannas lebih mengoptimalkan fungsi dan perannya dalam menjalankan tugas utama yang diampunya. Tuntutan situasi politik yang bergejolak akan menjadikan Lemhannas pertahanan semakin strategis meningkatkan di masa pengalaman mendatang. dan Kebijakan pemerintah RI menyatakan bahwa Lemhannas berada di 95 Lemhanas RI, … bawah Menhankam disebabkan jabatan Menhankam RI dan Panglima ABRI harus dijabat oleh orang yang berbeda.96 Pasca rezim reformasi, Lemhannas mengalami reposisi yang berubah status menjadi di bawah Departemen Pertahanan Republik Indonesia dengan struktur organisasi tetap. Berdasarkan Keputusan Presiden nomor 16 tahun 2001 pada Maret 2001, pemerintah RI menyatakan secara tegas Lemhannas resmi dikeluarkan dari Dephan dan harus melakukan penataan ulang organisasi agar Lemhannas berada di bawah Presiden sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Sejak awal Lemhannas sebagai LPND, untuk pertama kalinya lembaga ini dipimpin oleh seseorang dari kalangan partai politik yaitu Prof. DR. Ermaya Suradinata, SH, MS yang sebelumnya menjabat sebagai Dirjen Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Departemen Dalam Negeri.97 b. Status, Keanggotaan, Organisasi Lemhanas diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2006 tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia yang diubah dengan Peratruan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2016. Lembaga Ketahanan Nasional merupakan lembaga yang strategis terkait dengan usaha bangsa Indonesia untuk memelihara, melestarikan, dan mengintegrasikan segala unsur kekuatan nasional, yang menjadi pusat pendidikan dan pengkajian masalah-masalah strategis yang berkaitan dengan ketahanan negara dalam arti luas, termasuk dalam pengendalian keutuhan negara dan bangsa.98 Lemhannas RI adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden 96 Ibid. Ibid. 98 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Perpres No. 98 Tahun 2016, Poin menimbang a. 97 melalui menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Secara singkat susunan organisasi Lemhannas RI sebagaimana diatur didalam Peraturan Presiden tersebut terdiri atas99: a. Gubernur Lemhannas RI dan Wakil Gubernur b. Dewan Pengarah Dewan Pengarah terdiri atas100: a. 1 (satu) orang Koordinator merangkap Anggota yang dijabat oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota; dan c. 11 (sebelas) orang Anggota. Anggota Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud terdiri atas101: a. 4 (empat) orang Menteri Koordinator; b. 3 (tiga) orang Menteri yang terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pertahanan; c. Gubernur Lemhannas RI d. 1 (satu) orang dari Ketua Kamar Dagang dan Industri; dan e. 3 (tiga) orang yang ditunjuk oleh presiden RI. c. Sekretariat Utama Sekretariat Utama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Lemhannas RI. Sekretariat Utama dipimpin oleh Sekretaris Utama.102 Sekretariat Utama terdiri atas103: 1. Biro Perencanaan 99 Ibid., Ps.4. Ibid., Ps.9 ayat (1) 101 Ibid., Ps.9 ayat (3) 102 Ibid., Ps.14. 103 Indonesia, Lembaga Ketahanan Nasional, Peraturan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia tentang Tugas, Fungsi, Susunan Organiasi, dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, Pergub Lemhanas No.12 Tahun 2017, Ps.10. 100 Biro Perencanaan terdiri atas104: a. Bagian Perencanaan Anggaran b. Bagian Pemantauan dan Evaluasi Program Anggaran c. Bagian Organisasi dan Tata Laksana; dan d. Bagian Fasilitasi Reformasi Birokrasi. 2. Biro Umum Biro Umum terdiri atas105: a. Bagian Sumber Daya Manusia; b. Bagian Keuangan c. Bagian Rumah Tangga;dan d. Bagian Tata Usaha. 3. Biro Kerja Sama dan Hukum Biro Kerja Sama dan Hukum terdiri atas106: a. Subbagian Administrasi dan Pembinaan Karier Personel; b. Subbagian Perawatan Personel;dan c. Subbagian Kesehatan Personel. 4. Biro Hubungan Masyarakat Biro Hubungan Masyarakat terdiri atas107: a. Bagian Penerangan; b. Bagian Protokol dan Peliputan; c. Bagian Perpustakaan. 5. Biro Telematika Biro Telematika terdiri atas108: a. Bagian Komunikasi dan Elektronika; b. Bagian Sistem Informatika;dan c. Bagian Jaringan. d. Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional 104 Ibid., Ps.13. Ibid., Ps.32. 106 Ibid., Ps.35. 107 Ibid., Ps.51 108 Ibid., Ps.81. 105 Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional terdiri atas109: 1. Direktorat Program dan Pengembangan Pendidikan Direktorat Program dan Pengembangan Pendidikan terdiri atas110: a. Subdirektorat Program Pendidikan b. Subdirektorat Kurikulum dan Silabus c. Subdirektorat Evaluasi dan Pengembangan Pendidikan 2. Direktorat Operasional Pendidikan Direktorat Operasional Pendidikan terdiri atas111: a. Subdirektorat Operasional Pengajaran b. Subdirektorat Kegiatan Utama c. Subdirektorat Tutor dan Pendamping 3. Direktorat Pembinaan Peserta Pendidikan Direktorat Pembinaan Peserta Pendidikan terdiri atas112: a. Subdirektorat Administrasi Kegiatan Peserta Pendidikan b. Subdirektorat Kegiatan Ekstrakurikuler Peserta dan Peserta Pendidikan c. Subdirektorat Dukungan Pelayanan Pendidikan Direktorat Materi dan Penilaian Peserta Pendidikan 4. Direktorat Materi dan Penilaian Peserta Pendidikan terdiri atas113: a. Subdirektorat Materi Pendidikan; b. Subdirektorat Penilaian Kegiatan Utama Pendidikan c. .Subdirektorat Pengumpulan dan Pengolahan Data dan Administrasi Pendidikan e. Deputi Bidang Pengkajian Strategik Deputi Bidang Pengkajian Strategik terdiri atas114: 109 Ibid., Ps.97. Ibid., Ps.100. 111 Ibid., Ps.115. 112 Ibid., Ps.130. 113 Ibid., Ps.145 110 1. Direktorat Program Pengembangan Pengkajian Direktorat Program Pengembangan Pengkajian terdiri dari: a. Subdirektorat ProgramPengkajian; b. Subdirektorat Evaluasi dan Dokumentasi Pengkajian; c. Subdirektorat PengembanganPengkajian. 2. Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik terdiri dari115: a. Subdirektorat Pengkajian Ideologi dan Politik b. Subdirektorat Pengkajian Sistem Manajemen Nasional c. Subdirektorat Pengkajian Kepemimpinan Nasional. 3. Direktorat Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam Direktorat Pengkajian Ekonomi dan Sumber Kekayaan Alam terdiri dari: a. Subdirektorat Pengkajian Ekonomi b. Subdirektorat Pengkajian Geoekonomi c. Subdirektorat Pengkajian Sumber Kekayaan Alam 4. Direktorat Pengkajian Sosial Budayadan Demografi Direktorat Pengkajian Sosial Budayadan Demografi terdiri dari116: a. Subdirektorat Pengkajian Sosial Budaya b. Subdirektorat Pengkajian Demografi c. Subdirektorat Pengkajian Hukum dan HAM. 5. Direktorat Pengkajian Pertahanan Keamanan dan Geografi Direktorat Pengkajian Pertahanan Keamanan dan Geografi terdiri dari117: a. Subdirektorat Pengkajian Pertahanan dan Keamanan b. Subdirektorat Nusantara; 114 Ibid., Ps.161. Ibid., Ps. 179. 116 Ibid., Ps.209. 117 Ibid., Ps. 224. 115 Pengkajian Geografi dan Wawasan c. Subdirektorat Pengkajian Kewaspadaan Nasional dan Ketahanan Nasional. f. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan terdiri atas118: 1. Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Direktorat Perencanaan dan Pengembangan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan terdiri dari119: a. Subdirektorat Perencanaan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan b. Subdirektorat Kerja Sama c. Subdirektorat Evaluasi dan Pengembangan. 2. Direktorat Pelatihan Untuk Pelatih Pemantapan NilaiNilaiKebangsaan Direktorat Pelatihan Untuk Pelatih Pemantapan NilaiNilaiKebangsaan terdiri dari120: a. Subdirektorat Operasional Pelatihan b. Subdirektorat Pembinaan PesertaPelatihan c. Subdirektorat Dukungan Administrasi Logistik Pelatihan. 3. Direktorat Pembinaan dan Pemantapan Nilai-Nilai Pembinaan dan Pemantapan Nilai-Nilai Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Direktorat Kebangsaan terdiri dari a. Subdirektorat 121 : Operasional Kebangsaan b. Subdirektorat Pembinaan Peserta Pemantapan NilaiNilai Kebangsaan 118 Ibid., Ps.240. Ibid., Ps.243. 120 Ibid., Ps.258. 121 Ibid., Ps.273. 119 c. .Subdirektorat Dukungan Administrasi dan Logistik Pembinaan dan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan 4. Direktorat Sosialisasi dan Media Pemantapan Nilai- dan Media Pemantapan Nilai- Nilai Kebangsaan Direktorat Sosialisasi Nilai Kebangsaan terdiri dari122: a. Subdirektorat Sosialisasi b. Subdirektorat Media c. Subdirektorat Sarana dan Prasarana c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Lemhannas RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam123: a. menyelenggarakan pemantapan pendidikan pimpinan tingkat penyiapan nasional kader dan yang berpikir komprehensif, integral, holistik, integratif dan profesional, memiliki watak, moral dan etika kebangsaan, negarawan, berwawasan nusantara serta mempunyai cakrawala pandang yang universal; b. menyelenggarakan pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis mengenai berbagai permasalahan nasional, regional, dan internasional yang diperlukan oleh Presiden, guna menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menyelenggarakan pemantapan nilai-nilai kebangsaan guna meningkatkan dan memantapkan wawasan kebangsaan dalam rangka membangun karakter bangsa. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Lemhannas menyelenggarakan fungsi124: 122 Ibid., Ps.288. Indonesia, Peraturan Presiden tentang Lembaga Ketahanan Republik Indonesia, Perpres No. 98 Tahun 2016, Ps. 2. 124 Ibid., Ps. 3. 123 a. penyelenggaraan pendidikan, penyiapan kader dan pemantapan pimpinan tingkat nasional; b. pengkajian permasalahan strategik nasional, regional, dan internasional di bidang geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, hukum, pertahanan, dan keamanan, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan internasional; c. pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika, dan sistem nasional serta pembudayaan nilai-nilai kebangsaan; d. evaluasi dan pengembangan penyelenggarazrn pendidikan kader dan pimpinan tingkat nasional,pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis mengenai berbagai permasalahan nasional, regional, dan internasional, serta pemantapan nilainilai kebangsaan; e. pelaksanaan penelitian dan pengukuran ketahanan nasional seluruh wilayah Indonesia; f. pelaksanaan pelatihan dan pengkajian bidang kepemimpinan nasional bagi calon pimpinan bangsa; g. pelaksanaan kerja sama pendidikan pascasarjana di bidang ketahanan nasional dengan lembaga pendidikan nasional dan/atau internasional dan kerja sama pengkajian strategik serta pemantapan nilai-nilai kebangsaan dengan institusi di dalam dan di luar negeri; h. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Lemhannas RI; i. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Lemhannas RI; dan j. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Lemhannas RI Secara singkat tugas masing-masing susunan organisasi Lemhannas RI sebagaimana diatur didalam Peraturan Presiden tersebut yakni125: a. Gubernur Lemhannas RI dan Wakil Gubernur Gubernur Lemhannas RI mempunyai tugas memimpin dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi Lemhannas RI. Dalam menjalankan tugasnya Gubernur Lemhanas dibantu oleh Wakil Gubernur. b. Dewan Pengarah Dewan Pengarah mempunyai tugas merumuskan kebijakan umum di bidang pendidikan penyiapan kader dan pemantapan pimpinan tingkat nasional; pengkajian strategik berbagai permasalahan nasional, regional, dan internasional; pemantapan nilai-nilai kebangsaan; pengukuran pelatihan kepemimpinan tingkat ketahanan nasional; nasional; kerja sama pendidikan pascasarjana di bidang studi ketahanan nasional dengan lembaga pendidikan tingkat nasional dan/atau internasional; dan kerja sama pengkajian strategis dan kerja sama pemantapan nilai-nilai kebangsaan dengan institusi di dalam dan di luar negeri. Dewan pengarah juga mempunyai tugas melaksanakan pengawasan di bidang mutu pendidikan pimpinan tingkat nasional, pengkajian strategik, dan pemantapan nilai-nilai kebangsaan yang dilaksanakan oleh Tim Audit Akademik. c. Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan 125 Ibid., Ps. 2. Lemhannas RI. Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi koordinasi kegiatan Lemhannas RI; koordinasi dan penyuusunan rencana, program, dan anggaran Lemhannas RI; yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama, hubungan masyarakat, protokol, arsip, dan dokumentasi Lemhannas RI; pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana; koordinasi penyusunan peraturan perundangundangan serta pelaksanaan advokasi hukum; penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan pelayanan pengadaan barang/jasa; penyelenggaraan kegiatan bidang teknologi informasi, komunikasi, dan perpustakaan; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur Lemhannas RI. d. Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan penyiapan kader dan pemantapan pimpinan tingkat nasional. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi Bidang pendidikan pimpinan Tingkat Nasional menyelenggarakan fungsi penyusunan rencana dan program pendidikan pimpinan tingkat nasional; pelaksanaan pendidikan pimpinan tingkat nasional; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur Lemhannas RI. e. Deputi Bidang Pengkajian Strategik Deputi Bidang Pengkajian Strategik mempunyai tugas menyelenggarakan pengkajian strategik permasalahan nasional, regional, dan internasional. Tugas ini dijalankan dalam rangka penyelenggaraan fungsi pelaksanaan pengkajian strategik bidang geografi, demografi, dan sumber kekayaan alam; pelaksanaan pengkajian strategik bidang ideologi, politik, pertahanan, dan keamanan; pelaksanaan pengkajian strategik bidang perekonomian; pelaksanaan pengkajian strategik bidang social budaya, hukum, ilmu pengetahuan dan teknologi; pelaksanaan pengkajian strategik yang berwawasan internasional; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur Lemhannas RI. f. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan mempunyai tugas menyelenggarakan pemantapan nilai-nilai kebangsaan serta melaksanakan kegiatan di bidang pelatihan, pembinaan, dan sosialisasi nilai-nilai kebangsaan. Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan menyelenggarakan fungsi pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pemantapan nilai-nilai kebangsaan; pengembangan dan perencanaan peningkatan karakter dalam rangka pemantapan nilai-nilai kebangsaan; pelaksanaan pemantapan nilai-nilai kebangsaan dan pelatihan bagi pelatih; sosialisasi pemantapan nilai-nilai kebangsaan; kerja sama pelaksanaan pemantapan nilai-nilai kebangsaan; dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur Lemhannas RI. g. Inspektorat Inspektorat menyelenggarakan fungsi penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern; pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan,dan pengawasan kegiatan lainnya; pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Gubernur Lemhannas RI; penyusunan hasil laporan pengawasan; dan pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat. 3.1.2.5 Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-IP) a. Latar Belakang Pendiirian Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila menegaskan bahwa Pancasila dasar dan ideologi Negara Republik Indonesia sebagai harus diketahui asal usulnya oleh bangsa Indonesia dari waktu ke waktu dan dari generasi ke generasi, sehingga kelestarian dan kelanggengan Pancasila senantiasa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara126 Jokowi sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia mengambil startegi untuk menangkal ideologi penggerus nilai-nilai Pancasila. Komitmen untuk memegang nilai-nilai Pancasila diharapkan mampu menjaga kehidupan berpolitik yang sehat dan beradab.127 Dalam rangka aktualisasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bemegara perlu dilakukan pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara yang dilakukan dengan kejelasan arah yang terencana, sistematis, dan terpadu.128 Langkah ini direalisasikan dengan mendirikan sebuah lembaga yang bernama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-IP). Pengaturan UKP-IP dituangkan di dalam Perpes Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 19 Mei 2017. b. Status, Keanggotaan, Organisasi Kedudukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-IP) ditegaskan di Pasal 2 ayat (2) sebagai lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Organisasi pelaksana. 129 UKP-IP terdiri atas pengarah dan Pengarah terdiri atas unsur tokoh kenegaraan; tokoh agama dan masyarakat; dan tokoh purnawirawan Tentara 126 Bagian menimbang poin a Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila 127 Istman Musaharun, UKP-IP akan diubah menjadi Setingkat Kemneterian https://nasional.tempo.co/read/1049231/ukp-pip-akan-diubah-menjadi-setingkatkementerian/full&view=ok 128 Lihat bagian menimbang poin a dan b Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden 129 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Unit Kerja Presiden, Perpes No. 54 Tahun 2017, Ps. 5. Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan akademisi. Pengarah dari masing-masing unsur berjumlah paling banyak 3(tiga) orang130 dan satu orang akan dipilih mejadi ketua pengarah melalui mekanisme internal pengarah.131 Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan kepada Pelaksana terkait arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Di sisi lain, susunan pelaksana terdiri atas Kepala; Deputi Bidang Pengkajian dan Materi; Deputi Bidang Advokasi; dan Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi. Kepala mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PIP132 dengan memperhatikan arahan dari Pengarah. 133 Dibawah pengarah terdapat beberapa deputi yang masing-masing membawahi bidang. Deputi Bidang Pengkajian dan Materi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila, serta pengkajian dan perumusan standardisasi materi pembinaan ideologi Pancasila;134 Deputi Bidang Advokasi mempunyai tugas melaksanakan advokasi pembinaan ideologi pancasila;135 dan yang terakhir Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan pengendalian, pemantauan, dan evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.136 Deputi dibantu oleh tenaga professional yang berjumlah paling banyak 15 orang masing-masing deputi yang bertanggung jawab kepada Deputi. Tenaga professional yang dimaksud terdiri atas tenaga ahli utama; tenaga ahli madya; dan 130 Ibid., 2017, Ps.l 7. Ibid., Ps. 8. 132 Ibid.,, Ps. 9. 133 Ibid., Ps. 10. 134 Ibid., Ps. 12. 135 Ibid., Ps. 15. 136 Ibid., Ps.18. 131 tenaga ahli muda.137 Pengarah, Kepala, Deputi, dan tenaga profesional dapat berasal dari pegawai negeri sipil atau bukan pegawai negeri sipil138 dimana Pegawai negeri sipil yang diangkat menjadi pegawai di lingkungan UKP-PIP diberhentikan dari jabatan organiknya tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri sipil dan setelah berakhir masa baktinya akan diaktifkan kembali berdasarkan ketentuan peratruan perundang-undangan.139 Untuk bantuan teknis dan administrasi UKP-IP dibantu Sekretariat140 yang terdiri atas paling banyak 3 bagian dan tiap bagian terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.141 Kepala Sekretariat, Kepala Bagran, dan Kepala Subbagian pada Sekretariat UKP-PIP diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Kabinet atas usul Kepala UKP-PIP.142 Masa tugas pengarah dan Kepala mengikuti masa bakti Presiden143 karena sebagai karena kedudukannya sebagi unit kerja. Pendanaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi UKP-PIP dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan pada Anggaran Sekretariat Kabinet.144 c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang UKP-PIP mempunyai tugas memhantu presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.145 137 Ibid., Ps.21. Ibid., Ps.28. 139 Ibid., Ps.29-30 ayat (1). 140 Ibid., Ps. 23 ayat (1). 141 Ibid., Ps. 24. 142 Ibid., Ps. 31. 143 Ibid., Ps. 27. 144 Ibid., Ps. 27. 145 Ibid., Ps.3. 138 Adapun penyelenggaraan fungsi UKP-IP yaitu146: a. perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan ideology Pancasila dan road map pembinaan ideology Pancasila; c. koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi pancasila; d. pelaksanaan advokasi pembinaan ideology Pancasila; e. pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; dan pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga dalam pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila Adapun tugas masing-masing susunan organisasi UKP-IP, yaitu: a. Pengarah Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan kepada Pelalsana terkait arah kebijakan pembinaan ideology Pancasila.147 b. Pelaksana 1. Kepala Kepala mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi UKP-PIP.148 2. Deputi Bidang Pengkajian dan Materi Deputi Bidang Pengkajian dan Materi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila, serta pengkajian dan perumusan standardisasi materi pembinaan ideologi Pancasila.149 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana 146 Ibid., Ps. 4. Ibid., Ps.6 148 Ibid., Ps.9. 149 Ibid., Ps.12. 147 dimaksud Deputi Bidang Pengkajian dan Materi menyelenggarakan fungsi150: a. perumusan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan ideology Pancasila dan road map pembinaan ideology Pancasila; c. pengkajian pelaksanaan pembinaan ideology Pancasila; d. perumusan standardisasi materi dan bahan ajar pembinaan ideologi Pancasila; e. pelaksanaan identilikasi nilai-nilai ideology Pancasila dalam kebijakan, program, dan kegiatan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah; f. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; dan g. penyerapan pandangan dan penanganan aspirasi masyarakat dalam rangka perumusan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. 3. Deputi Bidang Advokasi Deputi Bidang Advokasi mempunyai tugas melaksanakan advokasi pembinaan ideologi Pancasila.151 Dalam melalsanalan tugas sebagaimana dimaksud Deputi Bidang Advokasi menyelenggarakan fungsi152: a. pelaksanaan advokasi pembinaan ideology Pancasila pada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah; b. penanganan penyelesaian dan penanggulangan masalah dan kendala dalam pembinaan ideology Pancasila; dan c. pengelolaan strategi pembinaan ideologi pancasila. 150 Ibid., Ps.13. Ibid., Ps.15. 152 Ibid., Ps.16. 151 4. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan pengendalian, pemantauan, dan evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.153 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Deputi Bidang pengendalian dan Evaluasi mempunyai fungsi154: a. pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; b. pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; c. pelaksanaan kerja sama dan hubungan antar lembaga dalam pelalsanaan pembinaan ideology Pancasila dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah; d. penyerapan pandangan dari kementerian/ lembaga, pemerintah daerah, dan pihak lain yang terkait terhadap efektivitas implementasi kebijakan pembinaan ideologi Pancasila serta isu actual terkait perkembangan pemahaman ideology Pancasila; e. pelaksanaan pengukuran pelembagaan Pancasila dalam perundang-undangan, kebijakan, dan praktek penyelenggaraan negara; f. pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideology Pancasila; dan g. penyusunan kebijakan dan terhadap penyampaian implementasi rekomendasi kebljakan pembinaan ideologi Pancasila. 3.1.2.6 a. 153 154 Ibid., Ps.18. Ibid., Ps.19. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Latar Belakang Pendiirian Dalam prakteknya, UKP-IP mengalami kesulitan melakukan koordiansi dengan lembaga negara maupun kementerian karena kedudukan lembaganya hanya sebatas Unit Kerja Presiden. Kedudukan UKP-IP berada di bawah koordinasi Sekretaris Kabinet.155 Kedudukannya yang disetarakan dengan Direktorat Jenderal Kementerian atau Direktorat Jenderal Lembaga Negara ini terbentur dengan ego sektoral kementerian/lembaga negara. Lalu muncullah ide menjadikannya sebagai lembaga setingkat kementerian untuk memudahkan berbagai program ditingkat kementerian. Ditambah lagi dengan perubahan kedudukan lembaga ini menimbulkan konsekuensi kelembagaannya menjadi permanen tanpa mengikuti jabatan Presiden.156 UKP-IP dirasa perlu penyempuranaan dan revitalisasi organisasi, tugas, dan fungsi untuk dapat efektif menjalankan tugas dan fungsinya157 maka melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 dibentuklah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dengan revitalisasi dari bentuk unit kerja menjadi bentuk badan, diharapkan BPIP akan tetap eksis walaupun pemerintahan terus berganti.158 BPIP pada saat ini sedang membuat turunan atas 5 asas nilai Pancasila ke dalam indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan sesuai dengan Pancasila atau tidak. Dalam dua tahun terakhir BPIP berusaha menurunkan nilai Pancasila yang abstrak ke dalam indikator-indikator yang akan digunakan khusus untuk rambu-rambu produk peraturan daerah agar peraturan daerah yang lahir tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sedangkan untuk produk hukum yang lebih tinggi (di atas 155 Ibid., Ps. 23 ayat (2) dan 25. Istman Musaharun, Op.Cit. 157 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Perpes No. 7 Tahun 2018, Konsideran Menimbang poin C. 158 BPIP, “Sejarah,” https://bpip.go.id/bpip/profil/442/sejarah.html (diakses 2 Juni 2020) 156 perda) masih sedang dicari cara untuk melakukan kajian dan akhirnya memberikan rekomendasi kepada lembaga negara lain.159 Selain itu pada saat ini juga sedang membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila (bersama DPR). b. Status, Keanggotaan, Organisasi Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila mendefinisikan BPIP adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini ditegaskan kembali di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 1 Tahun 2018 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Susunan Organisasi BPIP terdiri atas160: 1. Dewan Pengarah Dewan Pengarah adalah unsur pimpinan BPIP yang secara kelembagaan dipimpin oleh seorang Ketua.161 Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud terdiri atas162: 1. Ketua 2. Anggota 2. Pelaksana Pelaksana terdiri dari163: 1. Kepala Kepala dalam melaksanakan tugasnya memerhatikan arahan Ketua Dewan Pengarah.164 2. Wakil Kepala 159 Ani Purwani (Plt Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi BPIP), disampaikan pada Web Diskusi PSHTN FH UI dan Pusako Unand: Pancasila (titik), dilaksanakan pada 1 Juni 2020 160 Indonesia, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Peraturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Perban No.1 Tahun 2018., Ps.5. 161 Ibid., Ps. 1 ayat (3). 162 Ibid., Ps. 6 ayat (1). 163 Ibid., Ps. 7. 164 Ibid., Ps. 2 ayat (3). Wakil Kepala dalam melaksanakan tugasnya memerhatikan arahan Ketua Dewan Pengarah. 165 3. Sekretariat Utama Sekretariat Utama dipimpin Sekretariat Utama yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala.166 Sekretaris Utama.Sekretariat Utama terdiri atas167: a. Biro Perencanaan dan Keuangan Biro Perencanaan dan Keuangan terdiri atas168: 1. Bagian Perencanaan 2. Bagian Keuangan 3. Bagian Evaluasi dan Akuntabilitas Kinerja 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Biro Hukum dan Organisasi Biro Hukum dan Organisasi terdiri atas169: 1. Bagian Penyusunan Hukum; 2. Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum; 3. Bagian Organisasi dan Tata Laksana; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. c. Biro Umum dan Sumber Daya Manusia Biro Umum dan Sumber Daya Manusia terdiri atas170: 1. Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara dan Layanan Pengadaan; 2. Bagian Sumber Daya Manusia; 3. Bagian Rumah Tangga, Arsip, dan Tata Usaha Pimpinan; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. 165 Ibid. Ibid., Ps. 11. 167 Ibid., Ps. 14. 168 Ibid., Ps. 17. 169 Ibid., Ps. 32. 170 Ibid., Ps. 47. 166 d. Biro Fasilitasi Dewan Pengarah dan Dewan Pengarah dan Ketenagaahlian Biro Fasilitasi Ketenagaahlian terdiri atas171: 1. Bagian Fasilitasi Dewan Pengarah; 2. Bagian Fasilitasi Ketenagaahlian; dan 3. Kelompok Jabatan Fungsional. e. Biro Pengawasan Internal Biro Pengawasan Internal terdiri atas172: 1. Bagian Pengawasan Kinerja; 2. Bagian Pengawasan Keuangan; dan 3. Kelompok Jabatan Fungsional. 4. Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan dipimpin oleh Deputi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala.173 Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan terdiri atas174: a. Direktorat Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama Direktorat Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama terdiri atas175: 1. Subdirektorat Hubungan Antar Kementerian/Lembaga; 2. Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Organisasi Sosial Politik; 3. Subdirektorat Kerja Sama; dan 171 Ibid., Ps. 63. Ibid., Ps. 74. 173 Ibid., Ps. 83 174 Ibid., Ps. 86. 175 Ibid., Ps. 89. 172 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Direktorat Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Direktorat Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan terdiri atas176: 1. Subdirektorat Sosialisasi; 2. Subdirektorat Pengembangan Komunikasi; 3. Subdirektorat Pengembangan Jaringan; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. c. Direktorat Pembudayaan Direktorat Pembudayaan terdiri atas177: 1. Subdirektorat Pemantapan Pranata; 2. Subdirektorat Inovasi Pembudayaan; dan 3. Kelompok Jabatan Fungsional. 5. Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi dipimpin oleh Deputi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala.178 Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi terdiri atas179: a. Direktorat Analisis dan Sinkronisasi Direktorat Analisis dan Sinkronisasi terdiri atas180: 1. Subdirektorat Analisis dan Sinkronisasi I; 2. Subdirektorat Analisis dan Sinkronisasi II; 3. Subdirektorat Analisis dan Sinkronisasi III; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Direktorat Advokasi 176 Ibid., Ps. 95. Ibid., Ps. 101. 178 Ibid., Ps. 104. 179 Ibid., Ps. 107. 180 Ibid., Ps. 110. 177 Direktorat Advokasi terdiri atas181: 1. Subdirektorat Preventif; 2. Subdirektorat Pendampingan; 3. Subdirektorat Apresiasi; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional c. Direktorat Pelembagaan dan Rekomendasi Direktorat terdiri atas Pelembagaan 182 dan Rekomendasi : 1. Subdirektorat Pelembagaan dan Pelembagaan dan Pelembagaan dan Rekomendasi I; 2. Subdirektorat Rekomendasi II; 3. Subdirektorat Rekomendasi III; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. 6. Deputi Bidang Pengkajian dan Materi Deputi Bidang Pengkajian dan Materi dipimpin oleh Deputi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala.183 Deputi Bidang Pengkajian dan Materi terdiri atas184: a. Direktorat Pengkajian Materi Direktorat Pengkajian Materi terdiri atas185: 1. Subdirektorat Kajian Filosofis dan Historis; 2. Subdirektorat Kajian Kebijakan dan Yuridis; 3. Subdirektorat Kajian Keilmuan; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Direktorat Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Negara 181 Ibid., Ps. 116. Ibid., Ps. 122. 183 Ibid., Ps. 126. 184 Ibid., Ps. 129. 185 Ibid., Ps. 132. 182 Direktorat Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Negara terdiri atas186: 1. Subdirektorat Standardisasi Materi dan Materi dan Metode Pejabat Negara; 2. Subdirektorat Standardisasi Metode Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; 3. Subdirektorat Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Sipil Negara; 4. Kelompok Jabatan Fungsional. c. Direktorat Standardisasi Materi dan Metode Formal, Nonformal, dan Informal. Direktorat Standardisasi Materi dan Metode Formal, Nonformal, dan Informal terdiri atas187: 1. Subdirektorat Standardisasi Materi dan Standardisasi Materi dan Materi dan Metode Formal; 2. Subdirektorat Metode Nonformal; 3. Subdirektorat Standardisasi Metode Informal; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. 7. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan dipimpin oleh Deputi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala188. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas189: a. Direktorat Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan 186 Ibid., Ps. 138. Ibid., Ps. 144. 188 Ibid., Ps. 148. 189 Ibid., Ps. 151. 187 dan Kerja Sama Direktorat Perencanaan dan Kerja Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas 190 Sama : 1. Subdirektorat Perencanaan dan Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan I; 2. Subdirektorat Perencanaan dan Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan II; 3. Subdirektorat Perencanaan dan Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan III; 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Direktorat Standardisasi dan Kurikulum dan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Direktorat Standardisasi Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas191: 1. Subdirektorat Standardisasi dan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan I; 2. Subdirektorat Standardisasi dan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan II; 3. Subdirektorat Standardisasi dan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan III; 4. Kelompok Jabatan Fungsional. c. Direktorat Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Direktorat Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas192: 1. Subdirektorat Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara; 2. Subdirektorat Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Formal; 3. Subdirektorat Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Nonformal dan Informal; dan 190 Ibid., Ps. 154. Ibid., Ps. 160. 192 Ibid., Ps. 166. 191 4. Kelompok Jabatan Fungsional. 8. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi dipimpin oleh Deputi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan melalui Kepala.193 Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi terdiri atas194: a. Direktorat Pengendalian Direktorat Pengendalian terdiri atas195: 1. Subdirektorat Pengendalian I; 2. Subdirektorat Pengendalian II; 3. Subdirektorat Pengendalian III; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. b. Direktorat Evaluasi Direktorat Evaluasi terdiri atas196: 1. Subdirektorat Evaluasi I; 2. Subdirektorat Evaluasi II; 3. Subdirektorat Evaluasi III; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional 9. Pusat Pusat Data dan Informasi merupakan unsur pendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BPIP yang dipimpin oleh Kepala Pusat yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala melalui Seketaris Utama. Pusat Data dan Informasi terdiri atas197: 1. Bidang Pengembangan Sistem Informasi; 2. Bidang Pengelolaan Data dan Informasi; 3. Subbagian Tata Usaha; dan 4. Kelompok Jabatan Fungsional. 193 Ibid., Ps. 170. Ibid., Ps. 173. 195 Ibid., Ps. 176. 196 Ibid., Ps. 182. 197 Ibid., Ps. 190. 194 10. Kelompok Ahli Kelompok Ahli terdiri atas Tenaga Ahli yang secara fungsional bertanggung jawab kepada Kepala melalui Wakil Kepala dan secara teknis umum dikoordinasikan oleh Wakil Kepala serta secara teknis substantif dipimpin oleh masing-masing Deputi dan secara administratif difasilitasi oleh Sekretaris Utama.198 Jenjang jabatan Tenaga Ahli terdiri atas199: 1. Tenaga Ahli Utama; 2. Tenaga Ahli Madya; dan 3. Tenaga Ahli Muda. Dilihat dari uraian di atas dapat diketahui bahwa struktur organisasi BPIP secara garis bsar sama seperti UKPIP yang terdiri atas pengarah dan pelaksana namun dalam komponennya terdapat sedikit perbedaan. Dewan Pengarah BPIP terdiri atas Ketua dan Anggota di sisi lain Pelaksana terdiri atas Kepala; Wakil Kepala; Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga Sosialisasi, Komunikasi, Jairngan; Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi; Deputi Bidang Pengkajian Materi; Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan, dan yang terakhir Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi.200 Jumlah Dewan Pengarah BPIP berjumlah lebih banyak daripada UKP-IP yaitu 11 (sebeleas) orang yang komponennya tetap sama seperti UKP-IP yaitu unsur tokoh kenegaraan; tokoh agama dan masyarakat; dan tokoh purnawirawan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan 198 Ibid., Ps. 197 ayat (1). Ibid., Ps. 197 ayat (2). 200 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Perpes No. 7 Tahun 2018, Ps. 5. 199 akademisi201 Ketua Dewan Pengarah dipilih dari dan oleh anggota Dewan Pengarah melalui mekanisme internal Dewan Pengarah.202 Dewan Pengarah, Kepala, dan Wakil Kepala diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa tugas Dewan Pengarah, Kepala, dan WakilKepala berlaku untuk 1 (satu) periode selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) periode berikutnya. Sekretaris Utama dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Kepala dan/atau Wakil Kepala setelah mendapat persetujuan Ketua Dewan Pengarah. Pengangkatan Sekretaris Utama dan Deputi dilakukan setelah melalui proses seleksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Staf Khusus Dewan Pengarah diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Dewan Pengarah. c. Tugas, Fungsi, dan Wewenang BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/ lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.203 Kepala dan wakil kepala diberikan hak keuamgan dan fasilitas lainnya setingkat 201 Ibid., Ps.7. Ibid., Ps. 8. 203 Ibid.,, Ps. 3. 202 menteri sebagaimana diatur di dalam pasal 52 ayat (2) dan (3) Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 7 Tahun 2018.204 BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideology Pancasila, melaksanakan pembinaan koordinasi, sinkronisasi, ideologi Pancasila dan melaksanakan berkelanjutan, secara dan pengendalian menyeluruh penyusunan dan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/ lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.205 Dalam melaksanakan tugasnya BPIP menyelenggarakan fungsi206: a. perumusan arah kebijakan pembinaan ideology Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan ideology Pancasila dan peta jalan pembinaan ideology Pancasila; c. penyusunan dan pelaksanaan rencana kerja dan program pembinaan ideologi Pancasila; d. koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; e. pengaturan pembinaan ideologi Pancasila; f. pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pengusulan langkah dan strategi untuk memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; 204 Ibid., Ps. 52 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila menyatakan: “Kepala diberikan hak keuangan dan fasilitaslainnya setingkat menteri”. Pasal 52 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila menyatakan: “Wakil Kepala diberikan hak keuangan dan fasilitaslainnya setingkat wakil menteri.” 205 Ibid., Ps.3. 206 Ibid.,, Ps. 4. g. pelaksanaan sosialisasi dan kerja sama serta hubungan dengan lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya dalam pelaksanaan pembinaan ideology Pancasila; h. pengkajian materi dan metodologi pembelajaran Pancasila; i. advokasi penerapan pembinaan ideologi Pancasila dalam pembentukan dan pelaksanaan regulasi; j. penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan Pancasila serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan; dan k. perumusan dan penyampaian rekomendasi kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila. Masing-masing tugas dan fungsi susunan organisasi BPIP adalah sebagai berikut: a. Dewan Pengarah Dewan Pengarah mempunyai tugas memberikan arahan kepada pelaksana terkait arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.207 b. Pelaksana Masing-masing tugas dan fungsi, yaitu: 1. Kepala Kepala mempunyai tugas memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan fungsi BPIP.208 2. Wakil Kepala Wakil Kepala mempunyai tugas membantu Kepala dalam melaksanakan tugas memimpin BPIP.209 3. Sekretariat Utama Sekretariat Utama mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administratif dan teknis kepada 207 Ibid., Ps. 8. Ibid., Ps. 9. 209 Ibid., Ps. 10 ayat (1). 208 seluruh unit organisasi di lingkungan BPIP.210 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi211: a. koordinasi kegiatan di lingkungan BPIP; b. koordinasi penyusunan rencana, program, kegiatan, dan anggaran di lingkungan BPIP; c. pembinaan dan pemberian dukungan administratif yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, kerja sama, hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi; d. pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana; e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundangundangan serta pelaksanaan advokasi hukum; f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan layanan pengadaan barang/jasa; g. pelaksanaan pengawasan internal di lingkungan BPIP; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan 4. Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan melaksanakan program lembaga, sosialisasi, Jaringan mempunyai tugas strategis hubungan komunikasi, dan antar jaringan pembinaan ideologi Pancasila.212 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi Bidang Hubungan 210 Ibid., Ps. 12. Ibid., Ps. 13. 212 Ibid., Ps. 84. 211 Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan menyelenggarakan fungsi213: a. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi program strategis dan program kerja pembinaan ideologi Pancasila dengan kementerian/lembaga, lembaga tinggi negara, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya; b. pengoordinasian relawan gerakan kebajikan Pancasila; c. pembudayaan gotong-royong di tengah masyarakat dalam mengarusutamakan nilai Pancasila; d. pelaksanaan sosialisasi Pancasila atau menyebarluaskan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila melalui media massa, media sosial, media interpersonal, reklame, forum diskusi, festival, kunjungan, dan diplomasi budaya; e. pengembangan komunikasi dengan media massa; f. peningkatan kerja sama dan hubungan dengan lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, dan pemerintahan daerah; g. pengembangan hubungan dengan organisasi sosial politik dan komponen masyarakat lainnya dalam rangka menggalang partisipasi komunitas; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan 5. Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi mempunyai tugas melaksanakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila di bidang hukum, 213 Ibid., Ps. 85. advokasi, dan regulasi.214 pengawasan Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi menyelenggarakan fungsi215: a. perumusan arah institusionalisasi kebijakan Pancasila internalisasi di bidang dan hukum, advokasi, dan pengawasan regulasi; b. penyelenggaraan institusionalisasi Pancasila terhadap hukum nasional agar selaras dengan dasar negara; c. pemberian rekomendasi berdasarkan hasil pengawasan dan kajian kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, dan pemerintahan sdaerah mengenai regulasi yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila; d. pelaksanaan advokasi pembinaan ideologi Pancasila pada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya; e. penanganan penyelesaian dan penanggulangan masalah dan kendala dalam pembinaan ideologi Pancasila; dan f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan. 6. Deputi Bidang Pengkajian dan Materi Deputi Bidang Pengkajian dan Materi mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan ideologi perumusan Pancasila, arah kebijakan pengkajian dan perumusan standardisasi materi pembinaan ideologi Pancasila.216 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana 214 Ibid., Ps. 105. Ibid., Ps. 106. 216 Ibid., Ps. 127. 215 dimaksud, Deputi Bidang Pengkajian dan Materi menyelenggarakan fungsi217: a. perumusan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan garis-garis besar haluan ideologi Pancasila dan peta jalan pembinaan ideologi Pancasila; c. pengkajian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; d. perumusan standardisasi materi dan bahan ajar metode pembinaan ideologi Pancasila; e. pelaksanaan identifikasi nilai ideologi Pancasila dalam kebijakan, program, dan kegiatan lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya; f. koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; g. penyerapan pandangan dan penanganan aspirasi masyarakat dalam rangka perumusan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan. 7. Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi pancasila.218 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan menyelenggarakan fungsi219: 217 Ibid., Ps. 128. Ibid., Ps. 149. 219 Ibid., Ps. 150. 218 a. penyusunan rencana dan program pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila; b. penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila; c. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila; d. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pembinaan ideologi Pancasila bagi aparatur negara, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya; dan e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan. 8. Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan pengendalian, pemantauan, dan evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan ideologi Pancasila.220 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi mempunyai fungsi221: a. pengendalian pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; b. pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan pembinaan ideologi Pancasila; c. pelaksanaan pengukuran pelembagaan Pancasila dalam kebijakan, regulasi, dan praktik strategi untuk penyelenggaraan negara; d. pengusulan langkah dan memperlancar pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila; dan e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan. 220 221 Ibid., Ps. 171. Ibid., Ps. 172. 9. Pusat Pusat Data dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan data dan informasi dan pengembangan sistem informasi berbasis kemajuan teknologi dalam penyelenggaraan pembinaan ideologi Pancasila.222 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Pusat Data menyelenggarakan fungsi a. penyusunan 223 dan Informasi : kebijakan teknis di bidang infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, sistem informasi, dan tata kelola data dan informasi; b. pelaksanaan kebijakan teknis di bidang infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, sistem informasi, dan tata kelola data dan informasi; c. koordinasi dan kerja sama pengelolaan data dan penyajian informasi; d. pelaksanaan pengamanan dan pemeliharaan data, sistem, perangkat, jaringan portal, dan infrastuktur teknologi informasi; dan e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Pimpinan. 10. Kelompok Ahli Kelompok Ahli di Lingkungan BPIP, yang disebut Kelompok Ahli adalah Tenaga Ahli yang berdasarkan pengetahuan dan keahliannya diangkat untuk memberikan dukungan sesuai dengan kompetensi keilmuannya dalam pelaksanaan tugas dan fungsi 222 223 Ibid., Ps. 188. Ibid., Ps. 189. BPIP.224 Kelompok Ahli mempunyai tugas menyelenggarakan penelaahan dan analisis untuk membantu tugas dan fungsi BPIP dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan.225 Dalam Bab VII diatur Tata Kerja BPIP. Dalam pasal 55 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila menyatakan bahwa, setiap usulan rekomendasi kebijakan wajib terlebih dahulu dibahas bersama Dewan Pengarah. Setiap rekomendasi kebijakan yang disampaikan kepada Presiden wajib mendapat persetujuan Ketua Dewan Pengarah. Kepala dan/atau Wakil Kepala melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden melalui Ketua Dewan Pengarah paling sedikit 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.226 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang terdiri dari kebijakan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2018, tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) serta berbagai Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang dikeluarkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) lingkup BPIP, merupakan dasar dalam pelaksanaan program/kegiatan BPIP.227 3.1.3 Lembaga-Lembaga yang Memiliki Kewenangan Beririsan dengan Penafsiran Pancasila 224 Indonesia, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Peraturan Badan Pembinaan Ideologi tentang Kelompok Ahli di Lingkungan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Perban No. 2 Tahun 2018, Ps. 1 ayat (6). 225 Ibid., Ps. 5. 226 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Perpes No. 7 Tahun 2018, Ps. 56. 227 Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Laporan Kinerja Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Tahun Anggaran 2019, (Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, 2019), hlm.1. Dalam ketatanegaraan di Indonesia ada lembaga-lembaga yang didirikan bukan dimaksudkan sebagai lembaga khusus pembinaan Pancasila, namun karena kewenangannya lembaga-lembaga tersebut memungkinkan untuk melakukan tugas Penafsiran terhadap Pancasila. Tugas ini tidak terlepas dari pandangan atas hubungan UUD NRI 1945 dan Pancasila. Oleh karena itu akan dibahas terlebih dahulu pandanganpandangan mengenai relasi tersebut. 3.1.3.1 Teori Penafsiran Konstitusi (Hubungan UUD 1945 dan Pancasila) Memperhatikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945), kita dapat menemukan adanya rumusan dari Pancasila dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Indonesia. Memandang akan penempatan Pancasila di dalam Pembukaan UUD NRI 1945 tersebut, patut kita pertanyakan apakah Pancasila merupakan bagian dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau tidak. Terhadap pertanyaan ini, hingga saat sekarang ini telah berkembang dua pendapat umum atau disebut Dualisme Pancasila, yaitu: 1. Pancasila bukan bagian dari UUD NRI 1945 karena sudah lahir lebih dulu, lebih tinggi kedudukannya dari UUD NRI 1945; dan 2. Pancasila adalah bagian dari UUD NRI 1945. 3.1.3.1.1 Pandangan Pancasila sebagai rechtside/ groundnorm/ weltanschauung Untuk melihat kedudukan Pancasila maka kita dapat mengacu ke Penjelasan UUD 1945 naskah asli angka III berbunyi: “Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya. Pokokpokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita hokum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan ini di dalam pasal-pasalnya. Jika kita mengartikan bahwa ‘pokok-pokok pikiran yang termaktub di dalam Pembukaan UUD NRI 1945’ sebagai Pancasila, maka Pancasila merupakan perwujudan dari suatu cita hukum (rechtsidee) yang melingkupi keseluruhan dari Batang Tubuh UUD NRI 1945 yang kemudian diejawantahkan ke dalam pasal-pasal yang berada di dalam Batang Tubuh UUD 1945. Pancasila adalah Norma Fundamental (Staatsfundamentalnorm) yang menjiwai UUD 1945 dimana poin-poinnya terdapat di dalam pembukaan UUD 1945. Hal ini menjadikannya dasar dan sumber bagi Aturan Dasar atau Aturan Pokok Negara (Verfassungnorm) yaitu Pasal-Pasal atau Batang Tubuh UUD NRI 1945.228 Dalam pandangan demikian, mengacu kepada sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, kedudukan Pembukaan UUD 1945 seyogyanya lebih utama daripada Batang Tubuh UUD 1945, dimana Pancasila sebagai pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 kemudian dijadikan dasar dan sumber bagi pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945. Selain daripada itu, Penjelasan UUD 1945 juga menyebutkan istilah ‘cita-cita hukum (Rechtsidee). Istilah ‘cita-cita hukum (Rechtsidee) di dalam Penjelasan UUD 1945 ini menurut A. Hamid S. Attamimi dikatakan kurang tepat oleh oleh karena istilah ‘cita-cita’ itu berarti keinginan, kehendak, suatu harapan, sedangkan istilah ‘Rechstidee’ sendiri lebih tepat kalau diterjemahkan dengan Cita hukum. Cita hukum ialah terjemahan dari Rechsidee. Selanjutnya dikemukakan bahwa “Kelima Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa, dan bernegara secara positif merupakan “bintang pemandu” yang memberikan pedoman dan 228 Maria Farida Indrati Indrati, Ilmu Perundang-Undangan, (Yogyakarta: PT Kanisisus Yogyakarta: 2007), hlm. 58. bimbingan dalam semua kegiatan memberi isi kepada setiap peraturan perundang-undangan, dan secara negatif merupakan kerangka yang membatasi ruang gerak isi peraturan perundangundangan tersebut. Dengan uraian tersebut jelaslah bahwa Pancasila sebagai Norma Fundamental dan sekaligus sebagai Cita hukum merupakan sumber dan dasar serta pedoman bagi Batang Tubuh UUD 1945 sebagai Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok Negara (Verfassungnorm) serta peraturan perundang-undangan lainnya.229 Dilihat dalam konteks sejarah, sebenarnya Pembukaan lahir terlebih dahulu dari Proklamasi dan Batang Tubuh. Bahkan apabila kita baca alinea/paragraf pertama pembukaan, maka jelas hal itu dilaksanakan dalam proklamasi. Sebagai konsekuensi dari pandangan bangsa Indonesia itu, maka lahirlah kemerdekaan Indonesia, Indonesia”. dan sebagai Pendapat ini konsekuensi lahir ditegaskan oleh pulalah Negara Prof. Mr. Drs. Notonagoro, dalam Pidato Dies Natalis Universitas Airlangga yang pertama (10 November 1955) tentang Pemboekaan OendangOendang Dasar 1945 (Pokok Kaidah Fundamentil Negara Indonesia) mengatakan: Nampaknya kepada saya tidak ada lain yang lebih tepat untuk dipelajari daripada Pemboekaan Oendang-Oendang Dasar 1945, yaitu penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada waktu pembentukan Negara Indonesia.230 Susunan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 jika diteliti secara seksama maka terdiri dari 4 (empat bagian: 1. Bagian pertama, seperti telah dikemukakan, berisi pernyataan, yaitu bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, yang konsekuensinya penjajahan di atas dunia harus dihapuskan; 229 Ibid., hal.59. Sri Soemantri, “Undang-Undang Dasar 1945 Serta Artinya” dalam Buku Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia (Bandung: Penerbit Alumni, 1992), hlm. 81 230 2. Bagian kedua, berisi pernyataan tentang berhasilnya perjuangan Kemerdekaan Indonesia; 3. Bagian ketiga adalah pernyataan tentang Kemerdekaan Rakyat Indonesia; 4. Bagian keempat mengikrarkan pernyataan pembentukan Pemerintah Negara dengan dasar kerokhanian negara yang dinamakan Pancasila.231 Menurut Notonegoro, dilihat dari isinya di antara bagianbagian itu dapat diadakan garis pemisah. Bagian pertama, kedua, dan ketiga merupakan pernyataan, vang tidak ada hubungan organis dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dapat dikatakan bahwa tiga, bagian yang pertama mengenai keadaan atau peristiwa yang mendahului terbentuknya Negara Indonesia. Dan yang terakhir yaitu bagian yang keempat berkenaan dengan keadaan setelah Negara Indonesia ada dan oleh karena itu mempunyai hubungan kausal dan organis dengan (Batang Tubuh) Undang-Undang Dasar 1945.232 Dalam penjelasan pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dijelaskan “Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara, sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila”. 231 Ibid., hlm. 82 mengutip Notonegoro, Pembukaan Oendang-Oendang Dasar 1945, Pokok Kaidah Fundamnetil Negara Indonesia, [s.l.; sn, 1995], hlm, 4. 232 Ibid., hlm. 83. Berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan, Pancasila masih diakui sebagai sumber pembentuk (rechtsidee) hukum positif di Indonesia, sehingga konkretisasi nilai-nilai Pancasila harus tercermin dalam substansi peraturan perundangundangan di bawah konstitusi. Bahkan pengaturan materi konstitusi juga harus mengacu secara konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila yang termaktub pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Konsistensi penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut dalam batang tubuh konstitusi merupakan tuntutan konsistensi penerapan norma secara sistemik, sehingga terdapat relasi fungsional antara nilai-nilai Pembukaan dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.233 Dalam paradigma yuridis-filosofis terumuskan suatu keyakinan, bahwa: hakikat konstitusi merupakan hasil kesepakatan luhur segenap komponen bangsa demi melaksanakan kehidupan ketatanegaraan. Kesepakatan luhur tersebut diwujudkan dalam Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya berdasarkan paradima ini diyakini, bahwa: “undangundang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya”, sehingga tiap pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 niscaya merupakan hasil transformasi sila-sila Pancasila yang tertuang sebagai Pokok-pokok Pikiran dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sekaligus merupakan embanan terselenggaranya fungsifungsi negara.234 233 Ibid., hlm. 115-116. Mochamad Isnaeni Ramdhan,”Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Sebagai Pengawal Pancasila Dalam Sistem Hukum Nasional”, Jurnal Legislasi Indonesia 6 No. 3 (September 2009), hal. 116. 234 3.1.3.1.2 Pandangan Pancasila sebagai bagian dari konstitusi UUD 1945 Untuk menjustifikasi Pancasila sebagai bagian dari Konstitusi maka dapat dilihat rumusan Pasal II Aturan Tambahan UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa UUD NRI 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal. Dari ayat ini dapat dipandang bahwa Pembukaan UUD NRI 1945 dan Pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan. Prof. Dr. Sri Soemantri dalam Buku Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia menjelaskan apakah Pembukaan itu bagian dari Undang-Undang Dasar 1945 atau berada di luar Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 sebab nemilih salah satu membawa beberapa konsekuensi. Apabila pembukaan itu berada di luar Batang Tubuh, maka Pasal 37 tidak akan mengenai isi Pembukaan. Dengan demikian isi Pembukaan tidak akan mungkin dapat diubah oleh Maielis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena Pembukaan bukan bagian dari Undang-Undang Dasar 1945 (sebagai bagian hukum positif), apa yang terdapat di dalamnya tidak akan mungkin dilaksanakan atau diwujudkan dalam kehidupan nyata, Palingpaling isi Pembukaan akan merupakan landasan moral dalam hidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.235 Hal ini berbeda dengan, apabila Pembukaan merupakan bagian Undang-Undang Dasar 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif di Indonesia. Apa yang tercantum di dalamnya akan dapat dilaksanakan dalam kehidupan bernegara Bahkan, pelanggaran terhadapnya akan dapat dikenakan sanksi. Akan tetapi sebaliknya, karena Pembukaan merupakan bagian hukum positif, maka apa yang tercantum di dalamnya akan terkena pasal perubahan undang-undang dasar. Dari kedua kemungkinan itu, 235 Sri Soemantri, “Undang-Undang Dasar 1945…,” hlm. 81-82. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dalam Ketetapannya No. XX/MPRS/1966 telah memilih alternatif yang kedua.236 . 3.1.3.2 Lembaga Penafsir Konstitusi Setelah bahasan pada sub bagian di atas terdapat dua lembaga yang dapat menafsirkan Pancasila yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi. 3.1.3.2.1 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebelum Amandemen UUD 1945, terdapat Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa yang menjabarkan kelima asa dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila. Dari 5 asas yang normatif abstrak kemudian dikonkretkan kedalam 36 butir yang dijadikan sebagai bahan doktrinasi Orde Baru.237 Dengan tujuan untuk memudahkan pelaksanaan penghayatan dan pengamalan Pancasila dirasa perlu suatu pedoman, yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku setiap manusia Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara. Oleh karena itu lahirlah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang dituangkan dalam rumusan sederhana dan jelas, yang mencerminkan suara hati nurani manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan yang mampu secara terus-menerus menggelorakan semangat serta memberikan keyakinan dan harapan akan hari depanyang lebih baik, sehingga Pedoman itu dapat mudah diresapi, dihayati, dan diamalkan.238 Setelah Amandemen UUD 1945, di dalam Pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang 236 Ibid., hal.83. Ghunarsa Sujatnika, “Penafsiran dan Kedudukan Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia,” Makalah disampaikan pada Web Diskusi PSHTN FH UI dan Pusako Unand: Pancasila (titik), dilaksanakan pada 1 Juni 2020. 238 Lihat Pendahuluan Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila bagian Pendahuluan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978. 237 Dasar”. Dari rumusan pasal ini MPR berhak untuk menafsirkan Pancasila karena MPR memandang Pancasila berada di Pembukaan UUD 1945. Jika berbicara UUD 1945 disebutkan bahwa UUD 1945 adalah Pembukaan dan Batang Tubuh sebagai satu kesatuan. Hal ini mengacu pada Pasal II Aturan Tambahan UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa UUD NRI 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal. Jika penafsiran nilai-nilai Pancasila dipandang sebagai Haluan Negara maka perumusan hukumnya dapat dituangkan di dalam Ketatapan MPR. Hal ini didukung pendapat Prof. Jimly Asshiddiqie tentang konstitusionalisme haluan negara (directive principles of state policy): “Perumusan haluan negara dapat berisi nilai-nilai dan prinsip yang bersifat fundamental, dan dapat pula bersifat instrumental dan operasional. Karena itu, perumusannya dapat disusun dalam bentuk garis-garis besar dan dapat pula terjabarkan secara lebih rinci dan elaboratif. Untuk itu penuangannya dalam perumusan hukum dapat dimuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) ataupun di luar UUD dalam bentuk Ketetapan MPR dan/atau Undang-Undang.” 3.1.3.2.2 Mahkamah Konstitusi Sistem ketatanegaraan yang diatur dalam konstitusi suatu negara dan dalam format politik yang demokratis serta sistem pemisahan kekuasaan negara dan checks and balances tidak terlepas dari adanya prinsip dan pelaksanaan wewenang untuk menguji atau pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review).239 Konsep judicial review itu sendiri sebenarnya dilihat sebagai hasil perkembangan modern tentang sistem pemerintahan demokratis yang didasarkan atas ide-ide negara hukum (rule of law), prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), serta perlindungan dan pemajuan hak asasi manusia (the protection of 239 Nanang Sri Darmadi, “Kedudukan Dan Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia”, Jurnal Hukum 16 No. 2 (Agustus 2011), hlm. 669. fundamental rights)240. Pada dasarnya juicial review hanya dapat dijalankan sebagaimana mestinya dalam negara yang menganut supremasi hukum dan bukan supremasi parlemen. Dalam negara yang menganut sistem supremasi parlemen, produk hukum yang dihasilkan tidak dapat diganggu gugat, karena parlemen merupakan bentuk representasi dari kedaulatan rakyat.241 Judicial review atau contitutional review di dalamnya terdapat 2 (dua) cakupan tugas pokok yang meliputi : Pertama, menjamin berfungsinya sistem demokrasi dalam hubungan perimbangan peran antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif supaya tidak terjadi pemusatan kekuasaan oleh satu cabang kekuasaan terhadap cabang kekuasaan lainnya; Kedua, melindungi setiap individu warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga negara yang merugikan hak-hak dasar yang dijamin dalam konstitusi.242 Pengujian Konstitusional dalam arti “judicial review on the constitusionality of law” atau pengujian judisial atas konstitusionalitas undang-undang baru kita adopsikan mekanismenya ke dalam sistem ketatanegaraaan kita dengan diterimanya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peran Mahkamah Konstitusi yang disebutkan dalam beberapa pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menunjukkan pentingnya adanya lembaga negara yang khusus dibentuk untuk mengawal konstitusi, salah satunya dengan pengujian konstitusional.243 240 Ibid., Nanang Sri Darmadi, “Kedudukan Dan Wewenang…” mengutip Herbert Hausmaninger, The Austrian Legal Sistem,Wien, hlm. 139 dalam Jimly Asshiddiqie, Model-model Pengujian Konstitutional di Berbagai Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 8 241 Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2009) ,hlm.. 52-53 242 Jimly Asshiddiqie, Model-model Pengujian Konstitutional di Berbagai Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 8 243 Jimly Asshiddiqie, Sambutan dalam Buku Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi, Suatu Studi Tentang Adjudikasi Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), hlm. viii. Sejak tahun 2001, secara resmi Amandemen Ketiga Undang Undang Dasar 1945 (melalui Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2001) menerima masuknya Mahkamah Konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar tersebut.244 Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung yang khusus menangani peradilan ketatanegaraan atau peradilan politik245 merupakan lembaga yang dibentuk setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tujuan semula untuk menghindarkan putusan sepihak dalam memutus perkara-perkara ketatanegaraan, seperti contoh permakzulan (impeachment) yang selama ini hanya diserahkan pada lembaga politik (baca: Majelis Permusyawaratan Rakyat), sedangkan banyak pertimbangan hukum dikesampingkan. Kedua, peran Mahkamah Konstitusi diharapkan mampu menjaga norma-norma yang ditetapkan oleh konstitusi sebagai pedoman bagi pengaturan lebih lanjut dalam undang-undang. Bahwa pengujian materil inipun merupakan salah satu bentuk penegakan masyarakat berbudaya konstitusi.246 Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.247 Sebagai organ konstitusi, Mahkamah Konstitusi didesain untuk menjadi pengawal dan penafsir undang-undang dasar melalui putusan-putusannya. Dalam menjalankan tugas konstitusionalnya, 244 Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 133. 245 Moh. Mahfud MD, Reformasi Peradilan Harus Dituntaskan, dalam Komisi Hukum Nasional Newsletter Vol.8 No.4, Juli-Agustus 2008. Hlm. 9. 246 Mochamad Isnaeni Ramdhan, Catatan Perihal Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Makalah Disampaikan pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Jakarta, 2003). 247 Bambang Sutiyoso, Pembentukan Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Desember Nomor 6, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010), hlm. 29. Mahkamah Konstitusi kelembagaannya, yakni berupaya tegaknya mewujudkan konstitusi dalam visi rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat. Visi tersebut menjadi pedoman bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan kekuasaan kehakiman yang diembannya secara merdeka dan bertanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi membuka diri untuk menerima permohonan dari masyarakat yang merasa hak-haknya dan kewenangan konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu undang-undang.248 Dari penjelasan tersebut menunjukkan dalam sebuah negara hukum dibutuhkan adanya mekanisme pengujian konstitusional. Hal tersebut didukung dengan adanya gagasan Hans Kelsen untuk membentuk lembaga uji konstitusional tersendiri yang memiliki wewenang untuk menjalankan tugas uji konstitusional. Tugas uji tersebut akan dijalankan oleh hakim konstitusi yang perlu menerapkan prinsip kekuasaan kehakiman. Dengan demikian, dibutuhkan terdapat adanya Mahkamah Konstusi mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang bisa mengakomodir jalannya tugas uji konstitusionalitas tersebut. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 5 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK hakim konstitusi adalah pejabat negara. Dengan demikian Hakim konstitusi adalah 9 (sembilan) orang pejabat negara yang bekerja dalam Mahkamah Konstitusi yang berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: 248 Nanang Sri Darmadi, “Kedudukan Dan Wewenang…,” hlm. 677. a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi dalam mengemban salah satu tugasnya bagi pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar telah menerapkan Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Pancasila dengan gemilang, meskipun belum secara utuh diterapkan. Oleh karena itu, dalam perkembangan ke depan Mahkamah Konstitusi juga harus mampu menguji Undang-Undang Dasar apabila bertentangan dengan Nilai-nilai dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum nilai-nilai Pancasila mengingat Pancasila masih diakui sebagai cita hukum (Rechtsidee) bagi penyusunan undang-undang di Indonesia.249 Mahkamah Konstitusi pernah menafsirkan Pancasila ketika Pembukaan UUD 1945 dijadikan batu uji dalam pengujian Undang-Undang Partai Politik pada tahun 2013 dimana didalamnya terdapat Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara. Dalam Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2013 Mahkamah Konstitusi menafsirkan: Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan kosntitusi yaitu sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya. Oleh karena itu menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat 249 Mochamad Isnaeni Ramdhan, “Hakim Mahkamah…,” hlm.112 mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.250 Selain itu dalam No.140/PUU-VII/2009 Putusan perihal Mahkamah Pengujian Konstitusi Undang-undang No.1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Pengujian menggunakan tolok ukur Sila 1 Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”.251 Kemudian pada contoh kasus lainnya, yakni perluasan pasal zina dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diujikan ke MK, Amar Putusan MK tersebut tidak mengabulkan permohonan. Hal yang menarik dalam putusan tersebut adalah adanya pandangan berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim MK yang menyatakan perlunya untuk memperluas cakupan makna zina dari sekadar yang sudah menikah menjadi meliputi juga orang-orang yang belum menikah. Keempat hakim MK tersebut mendasarkan pandangannya pada Pancasila. Keempat hakim MK itu dalam dissenting opinion dalam Putusan MK menyatakan bahwa: Dalam Pancasila, nilai ketuhanan dibaca dan dimaknai secara hierarkis. Nilai ketuhanan merupakan nilai tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini…. Konsepsi ini menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan di Indonesia harus senantiasa sejalan dan sama sekali tidak boleh bertentangan dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai agama…. 252 250 Mahkamah Konstitusi Repulik Indonesia, Putusan No. 100/PUU-XI/2013), Paragraf [3.12.4], hlm. 85. 251 Mahkamah Konstitusi Repulik Indonesia, Putusan No. 140/PUU-VII/2009), Paragraf [3.34.4] dan [3.34.5], hlm. 273. 252 Mahkamah Konstitusi Repulik Indonesia, Putusan No. 46/PUU-XIV/2016, hlm. 454455. 3.2. Pengaturan Model Pembinaan Ideologi di Beberapa Konstitusi Negara Lain Beberapa konstitusi negara di dunia memiliki muatan mengenai ideologi yang terletak baik di dalam Pembukaan maupun Pasal-Pasalnya. Berikut ini beberapa muatan materi ideologi dalam beberapa konstitusi negara di dunia: TABEL 3.1.1 MUATAN MATERI IDEOLOGI DALAM BEBERAPA KONSTITUSI NEGARA DI DUNIA NO. KONSTITUSI NEGARA MUATAN MUATAN IDEOLOGI IDEOLOGI DALAM PASAL DALAM PREAMBULE (PEMBUKAAN) 1. Andorra’s Title II Chapter III Article 11 Constitution of point 1 1993 The Constitution guarantees the freedom of ideas, religion and cult, and no one is bound to state or disclose his or her ideology, religion or beliefs. (Konstitusi menjamin kebebasan ide, agama, dan penyembahan, dan tidak ada yang terikat untuk menyatakan atau mengungkapkan ideologi, agama atau kepercayaannya.) 2. Belarus’s Section 1 Article 4 Constitution of The ideology of political parties, 1994 religious with or other public Amandments associations, social groups may through 2004 not be made mandatory for citizens. (Ideologi partai politik, agama atau asosiasi publik lainnya maupun kelompok sosial tidak diwajibkan bagi warga negara.) 3. Bolivia Part I Title II Chapter I Article (Plurinational 14 Point 2 State The State prohibits and punishes of)’s Constitution of all forms of 2009 based on sex, color, age, sexual orientation, origin, discrimination gender culture, identity, nationality, citizenship, language, religious belief, ideology, political affiliation or philosophy, civil status, economic or social condition, type of occupation, level of education, disability, pregnancy, and any other discrimination that attempts to or results in the annulment of or harm to the equal recognition, enjoyment or exercise of the rights of all people. (Negara melarang menghukum dan segala bentuk diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, warna kulit, usia, orientasi seksual, identitas gender, asal, budaya, kebangsaan, bahasa, kewarganegaraan, kepercayaan agama, ideologi, afiliasi atau filosofi politik, status sipil, kondisi ekonomi atau sosial , jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, kecacatan, kehamilan, dan diskriminasi apa pun lainnya yang berupaya atau mengakibatkan pembatalan atau membahayakan pengakuan, kenikmatan, atau pelaksanaan hak-hak semua orang secara setara.) 4. Bulgaria’s Chapter I Article 11 point 2 Constitution of No political party or ideology 1991 shall be proclaimed or affirmed with Amandments as a party or ideology of the through 2015 State (Tidak ada partai politik atau ideologi yang akan dinyatakan atau ditegaskan sebagai partai atau ideologi Negara.) 5. Cape Verde’s Part II Title II Chapter I Article Constitution of 27 point 3 1980 No one may be forced to declare with Amandments his ideology, through 1992 political or union affiliation. (Tidak seorang dipaksa untuk religion, pun or dapat menyatakan ideologinya, agama, atau afiliasi politik atau perserikatannya.) 6. Cuba’s Title I Chapter I Article 13 Constitution of The State's essential objectives 2019 include the following: […] g. To strengthen and preserve the ideology and the ethics inherent to our socialist society; (Tujuan penting Negara meliputi: [...] g. Untuk memperkuat dan melestarikan ideologi dan etika yang melekat pada masyarakat sosialis kita;) 7. Czech Chapter of Fundamental Rights Republic’s And Basic Freedoms Chapter 1 Constitution of Article 21 1993 Democratic values constitute the with Amandments foundation of the state, so that it through 2013 may not be bound either by an exclusive ideology or by a particular religious faith. (Nilai-nilai merupakan demokrasi fondasi negara, sehingga tidak dapat diikat oleh ideologi eksklusif atau oleh agama tertentu.) 8. Dominican Preamble Republic’s We, representative Constitution of of the Dominican 2015 people, freely and democratically elected, assembled in the National Revisory Assembly, invoking the name of God, guided by the ideology of our Founding Fathers, Juan Pablo Duarte, Matías Ramón Mella and Francisco del Rosario Sánchez, and the heroes of the Restoration of establishing a free, independent, sovereign and democratic Republic, inspired by the examples of the struggles and sacrifices of immortal and propelled our heroes heroines, by the selfless work of our men and women, ruled by the supreme values and the fundamental principles of human dignity, liberty, equality, the rule of law, justice, solidarity, and fraternal coexistence, social well-being, ecological equilibrium, progress and peace, essential factors for social cohesion, we declare our desire to promote the unity of the Dominican Nation, for which in an exercise of our free determination we adopt proclaim and the following (Kami, perwakilan rakyat Dominika, dipilih secara bebas dan demokratis, berkumpul Majelis di Revisi Nasional, memohon nama Tuhan, dipandu oleh ideologi Bapak Pendiri kami, Juan Pablo Duarte, Matías Ramón Mella dan Francisco del Rosario Sánchez, dan para pahlawan Pemulihan untuk mendirikan Republik yang bebas, mandiri, berdaulat, dan demokratis, yang diilhami oleh contoh-contoh perjuangan dan pengorbanan para pahlawan dan pahlawan abadi kita, yang didorong oleh kerja pamrih pria tanpa dan wanita kita, yang diperintah oleh nilai-nilai tertinggi dan prinsip-prinsip dasar manusia, kebebasan, martabat kesetaraan, supremasi hukum, keadilan, solidaritas, dan koeksistensi persaudaraan, kesejahteraan sosial, keseimbangan ekologis, kemajuan dan perdamaian, faktor-faktor penting untuk kohesi sosial, kami menyatakan keinginan kami untuk mempromosikan persatuan Bangsa Dominika, di mana dalam pelaksanaan tekad bebas kami, kami mengadopsi dan menyatakan sebagai berikut) 9. Ecuador’s Title II Chapter 1 Article 11 Constitution of The exercise of rights shall be 2008 governed with Amandments principles: through 2015 […] by the following 2. No one shall be discriminated against for reasons of ethnic belonging, place of birth, age, sex, gender identity, cultural identity, civil status, language, religion, ideology, political affiliation, legal record, socioeconomic condition, migratory status, sexual orientation, health status, HIV carrier, disability, physical difference or any other distinguishing feature, whether personal or collective, temporary or permanent, which might be aimed at or result in the diminishment or annulment of recognition, enjoyment or exercise of rights. All forms of discrimination are punishable by law. (Pelaksanaan hak akan diatur oleh prinsip-prinsip berikut: [...] 2. Tidak seorang pun akan didiskriminasi karena alasan kepemilikan etnis, tempat lahir, usia, jenis kelamin, identitas gender, identitas budaya, status sipil, bahasa, agama, ideologi, afiliasi politik, catatan hukum, kondisi sosial ekonomi, status migrasi , orientasi seksual, status kesehatan, pembawa HIV, kecacatan, perbedaan fisik atau fitur pembeda lainnya, baik pribadi atau kolektif, sementara atau permanen, yang mungkin ditujukan pada mengakibatkan atau berkurangnya atau dibatalkannya pengakuan, kesenangan atau hak-hak. Semua pelaksanaan bentuk diskriminasi dapat dihukum oleh hukum.) 10. Hungary’s FOUNDATION Constitution of Article U 1 2011 The form of Amandments government through 2016 on the rule of law, based established in accordance with the will of the nation through the first free elections held in 1990, and the previous communist dictatorship are incompatible. The Hungarian Socialist Workers' Party and its predecessors legal and the other political organisations established to serve them in the spirit of communist ideology were criminal organisations, and their leaders have responsibility without statute of limitations for:… (Bentuk pemerintahan berdasarkan aturan hukum, yang dibentuk sesuai dengan kehendak bangsa melalui pemilihan bebas pertama yang diadakan pada tahun 1990, dan kediktatoran komunis sebelumnya cocok. Pekerja Hungaria tidak Partai Sosialis dan pendahulunya yang sah dan organisasi politik lainnya yang didirikan untuk melayani mereka dalam semangat ideologi adalah komunis organisasi kriminal, dan para pemimpin mereka memiliki tanggung jawab tanpa undang-undang pembatasan untuk:…) 11. Iran (Islamic Preamble -An Republic of)’s Ideological Army Constitution of In the formation 1979 and equipping of Amandments the through 1989 defence forces, due country's attention must be paid to faith and ideology as basic criteria. Accordingly, the the Army of the Islamic Republic and the of Iran Islamic Revolutionary Guards Corps are to be organized in conformity with this goal, and they will be responsible not only for guarding and preserving the frontiers of the country, but also for fulfilling the ideological mission of jihad in God's way; that is, extending the sovereignty of God's law throughout the world (this is in accordance with the Qur'anic verse "Prepare them against whatever force you are able to muster, and strings of horses, striking fear into the enemy of God and your enemy, and others besides them" [8:60]). Pembukaan Tentara Ideologis Dalam pembentukan dan memperlengkapi kekuatan pertahanan negara, perhatian harus diberikan kepada iman dan ideologi sebagai kriteria dasar. Oleh karena itu, Tentara Republik Islam Iran dan Korps Pengawal Revolusi Islam akan diatur sesuai dengan tujuan ini, mereka dan akan bertanggung jawab tidak hanya untuk menjaga dan melestarikan perbatasan negara, tetapi juga untuk memenuhi misi ideologis jihad dengan cara Tuhan; yaitu, memperluas kedaulatan hukum Allah di seluruh dunia (ini sesuai dengan ayat Alquran "Persiapkan melawan mereka kekuatan apa pun yang dapat Anda kumpulkan, dan untaian kuda, serang ketakutan ke musuh Allah dan musuh Anda , dan lainnya selain mereka "[8:60]). 12. Korea .Preamble (Democratic Comrade People's Sung and Comrade Republic of Korea is guided in Chapter I Article 3 Kim Il The Democratic People’s Republic of)’s Kim Jong Il were its activities by the Juche idea Constitution of geniuses 1972 of and the Songun idea, a world with ideology and outlook centred on people, a Amandments theory, masters of revolutionary through 2016 the leadership art, achieving the independence of ever-victorious ideology for the masses of the people. iron-willed brilliant commanders, great (Republik Rakyat Demokratik revolutionaries and Korea dipandu dalam statesmen, and kegiatannya oleh gagasan Juche great men. dan gagasan Songun, pandangan dunia yang berpusat pada rakyat, (Kamerad Kim Il sebuah ideologi revolusioner Sung dan Kamerad untuk mencapai kemandirian Kim Jong Il adalah massa rakyat). para jenius ideologi dan teori, ahli seni kepemimpinan, komandan brilian berkemauan keras yang selalu menang, revolusioner besar dan negarawan, dan orang-orang hebat.) 13. Moldova Title I Article 52 (Republic of)’s No ideology may be instituted as Constitution official ideology of the State. 1994 with Amandments (Tidak ada ideologi yang dapat through 2016 dilembagakan sebagai ideologi resmi Negara.) 14. Namibia’s Chapter 3 Article 23 point 1 Constitution The 1990 discrimination and the practice with practice of racial Amandments and ideology of apartheid from through 2014 which the majority of the people of Namibia have suffered for so long shall be prohibited and by Act of Parliament such practices, and the propagation of such practices, may be rendered criminally punishable by the ordinary Courts by means of such punishment as Parliament deems necessary for the purposes of expressing the revulsion of the Namibian people at such practices. (Praktik diskriminasi rasial dan praktik serta ideologi apartheid yang telah lama diderita mayoritas rakyat Namibia akan dilarang dan Undang oleh Undang- Parlemen, praktik semacam itu, dan penyebaran praktik semacam itu, dapat dijatuhi hukuman pidana oleh Pengadilan-pengadilan biasa melalui hukuman yang dianggap perlu oleh Parlemen untuk tujuan mengungkapkan kejijikan orang-orang Namibia pada praktik-praktik semacam itu.) 15. Nepal’s Part 3 Article 18 point 2 Constitution There shall be no discrimination 2015 in the application of general with Amandments laws on the grounds of origin, through 2016 religion, race, caste, tribe, sex, physical conditions, disability, health condition, matrimonial status, pregnancy, condition, geographical economic language or region, or ideology or any other such grounds. […] The state shall not discriminate among citizens on grounds of origin, religion, race, caste, tribe, sex, economic condition, language or geographical region, ideology and such other matters (Tidak akan ada diskriminasi dalam penerapan hukum umum dengan alasan asal, agama, ras, kasta, suku, kondisi jenis fisik, cacat, kelamin, kondisi kesehatan, status perkawinan, kehamilan, kondisi ekonomi, bahasa atau wilayah geografis, atau ideologi atau alasan lainnya. [...] Negara tidak boleh mendiskriminasi warga negara dengan alasan asal, agama, ras, kasta, suku, jenis kelamin, kondisi ekonomi, bahasa atau wilayah geografis, ideologi, dan hal-hal lainnya.) 16. Nicaragua’s Title IV Chapter I Article 29 Constitution Everyone 1987 freedom with has of the right conscience to and Amandments thought and to profess or not through 2014 profess a religion. No one shall be the object of coercive measures which diminish these rights or be compelled to declare his/her creed, ideology or beliefs. (Setiap orang memiliki hak untuk bebas dari hati nurani dan pikiran dan untuk mengaku atau tidak mengaku agama. Tidak seorang pun akan menjadi objek tindakan paksaan yang mengurangi hak-hak ini atau dipaksa untuk akidah, menyatakan ideologi, atau kepercayaannya) 17. Pakistan’s Part Constitution Composition, etc., of Islamic 1973, Council Reinstated 1. There shall be, constituted 2002, with IX Article 228 within a period of ninety days Amandments from the commencing day a through 2018 Council of Islamic Ideology, in this part referred to as the Islamic Council. (Akan ada, yang dibentuk dalam periode sembilan puluh hari sejak hari dimulainya Dewan Ideologi Islam, di bagian ini disebut sebagai Dewan Islam.) 18. Panama’s Title III Chapter 1 Article 19 Constitution of There shall be no public or 1972 private with privileges, or Amandments discrimination, by reason of through 2004 race, birth, handicap, social sex, political ideology. class, religion or (Tidak akan ada hak istimewa publik atau pribadi, atau diskriminasi, dengan alasan ras, kelahiran, kelas sosial, cacat, jenis kelamin, agama atau ideologi politik.) Title III Chapter 5 Article 94 Educational institutions, whether public or private, are open to all students without distinction position, of race, political social ideology, religion, or the nature of the relationship of the student's parents or guardians. (Lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, terbuka untuk semua siswa tanpa membedakan ras, posisi sosial, ideologi politik, agama, atau sifat hubungan orang tua atau wali siswa.) 19. Paraguay’s Part I Title II Chapter IIArticle Constitution of 24 1992 No one may be interfered with with Amandments [molestado], questioned, through 2011 forced give to or testimony [declarar] by reason of their beliefs or of their ideology. (Tidak seorang diganggu, dipaksa pun dapat diinterogasi, untuk atau memberikan kesaksian dengan keyakinan atau alasan ideologi mereka.) 20. Portugal’s Part I Title II Chapter I Article Constitution of 464 1976 Armed associations, military, with Amandments militarised or paramilitary-type through 2005 associations and organisations that are racist or display a fascist ideology shall not be permitted. (Asosiasi dan bersenjata, organisasi asosiasi militer, militerisasi atau paramiliter yang rasis atau menampilkan ideologi fasis tidak diizinkan.) Part I Title II Chapter II Article 51 point 3 Without prejudice to the philosophy or ideology that underlies their manifestoes, political parties shall not employ names that contain expressions which are directly related to any religion or church, or emblems that can be confused with national or religious symbols. (Tanpa mengurangi filosofi atau ideologi yang manifestonya, mendasari partai politik tidak boleh menggunakan nama yang mengandung ekspresi yang berhubungan langsung dengan agama atau gereja, atau emblem yang dapat mengacaukan simbol nasional atau agama.) 21. Russian Section I Chapter 1 Article 132 Federation’s No ideology shall be proclaimed Constitution of as 1993 obligatory. with State ideology or as Amandments through 2014) (Tidak ada ideologi yang akan dinyatakan sebagai ideologi Negara atau sebagai kewajiban.) 22. Rwanda’s Preamble Chapter III Article 10 Constitution of COMMITTED 2003 with preventing to The State of Rwanda commits and itself to upholding the following Amandments punishing the crime fundamental through 2015) of genocide, ensuring their respect: fighting genocide negationism principles and 1°. prevention and punishment and of the crime genocide, revisionism, fighting eradicating revisionism of genocide as well genocide and ideology as all divisionism discrimination eradication its ideology manifestations, against of and denial of and genocide all its manifestations; and (Negara Rwanda berkomitmen based on ethnicity, untuk menegakkan region or any other prinsip ground; dasar prinsip- berikut dan memastikan rasa hormat mereka: 1 °. pencegahan dan hukuman (BERKOMITMEN untuk dan atas kejahatan genosida, mencegah memerangi penolakan dan menghukum revisionisme genosida serta kejahatan genosida, pemberantasan memerangi genosida negasiisme ideologi dan semua dan manifestasinya;) revisionisme genosida, memberantas ideologi genosida dan semua manifestasinya, perpecahan dan diskriminasi berdasarkan etnis, wilayah atau alasan lainnya) 23. Slovakia’s Chapter I Part 1 Article 11 Constitution of The 1992 sovereign, with Slovak Republic democratic is a state Amandments governed by the rule of law. It is through 2017 not linked to any ideology, nor religion. (Republik Slovakia adalah negara berdaulat dan demokratis yang diperintah oleh aturan hukum. Negara tidak terkait dengan ideologi, atau agama.) 24. Spain’s Part I Chapter 2 Division 1 Constitution of Section 161 1978 Freedom of ideology, religion with Amandments and worship of individuals and through 2011 communities is guaranteed, with no other restriction on their expression than may be necessary to maintain public order as protected by law. […] No one may be compelled to make statements regarding his or her ideology, religion or beliefs. (Kebebasan ideologi, agama, dan penyembahan individu dan komunitas dijamin, tanpa batasan ekspresi apa pun selain yang diperlukan untuk menjaga ketertiban umum yang dilindungi oleh hukum. [...] Tidak ada yang dapat dipaksa untuk membuat pernyataan tentang ideologi, agama atau kepercayaannya.) 25. Syrian Arab Chapter 1 Article 6 point 1 Republic’s Ideological diversity shall be Constitution of recognized in Syria. No ideology 2017 shall be proclaimed as State ideology or as obligatory. Public associations shall be equal ideologis harus before the law (Keragaman diakui di Suriah. Tidak ada ideologi yang akan dinyatakan sebagai ideologi Negara atau sebagai kewajiban. Asosiasi publik harus sama di hadapan hukum.) 26. Tajikistan’s Chapter 1Article 8 Constitution of No single ideology of a party, 1994 social with association, religious Amandments organization, movement, or through 2016 group may be recognized as the State [ideology]. (Tidak ada satu ideologi pun dari suatu partai, asosiasi sosial, organisasi keagamaan, gerakan, atau kelompok diakui sebagai yang dapat Negara [ideologi].) 27. Tanzania Chapter 1PART III Section 3 (United Article 20 point 4 Republic of)’s It shall be unlawful for any Constitution of person to be compelled to join 1977 any association or organization, with Amandments or for any association or any through 2005 political party to be refused registration on grounds solely the ideology or philosophy of that political party. (Adalah ilegal bagi siapa pun untuk dipaksa bergabung dengan asosiasi atau organisasi apa pun, atau asosiasi atau partai politik mana pun pendaftaran semata-mata untuk ditolak dengan alasan ideologi atau filosofi partai politik itu.) 28. Turkmenistan’s Section I Article 19 Constitution of An ideology of political parties, 2008 religious organizations, public with Amandments associations and other entities through 2016 shall not be binding for citizens. (Ideologi partai politik, organisasi keagamaan, asosiasi publik, dan entitas lain tidak boleh mengikat warga negara.) 29. Ukraine’s Chapter I Article 15 Constitution of No ideology shall be recognised 1996 by the State as mandatory. with Amandments through 2016 (Tidak ada ideologi yang diakui oleh Negara sebagai kewajiban.) 30. Uzbekistan’s Part I Chapter II Article 12 Constitution of In the Republic of Uzbekistan, 1992 public life shall develop on the with Amandments basis of a diversity of political through 2011 institutions, ideologies and opinions. No ideology may be established as the state. (Di Republik kehidupan publik akan atas dasar institusi politik, berkembang keragaman Uzbekistan, ideologi, dan pendapat. Tidak ada ideologi ditetapkan yang sebagai dapat ideology negara.) Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang memiliki pengaturan konstitusi memuat tiga (3) materi muatan yaitu: 1. Negara yang tidak memiliki ideologi negara khusus 2. Negara yang menegaskan ideologi negara 3. Negara yang melarang suatu ideologi. TABEL 3.1.2 TABEL PENGELOMPOKAN NEGARA BERDASARKAN MATERI MUATAN IDEOLOGI KONSTITUSI NO. MATERI MUATAN NEGARA IDEOLOGI DI KONSTITUSI 1. Tidak memiliki 1. Andorra’s Constitution of 1993 ideologi negara khusus 2. Belarus’s Constitution of 1994 with Amandments through 2004 3. Bolivia (Plurinational State of)’s Constitution of 2009 4. Bulgaria’s Constitution of 1991 with Amandments through 2015 5. Cape Verde’s Constitution of 1980 with Amandments through 1992 6. Czech Republic’s Constitution of 1993 with Amandments through 2013 7. Ecuador’s Constitution of 2008 with Amandments through 2015 8. Moldova (Republic of)’s Constitution 1994 with Amandments through 2016 9. Nepal’s Constitution 2015 with Amandments through 2016 10. Nicaragua’s Constitution 1987 with Amandments through 2014 11. Pakistan’s Constitution 1973, Reinstated 2002, with Amandments through 2018 12. Panama’s Constitution of 1972 with Amandments through 2004 13. Paraguay’s Constitution of 1992 with Amandments through 2011 14. Russian Federation’s Constitution of 1993 with Amandments through 2014) 15. Slovakia’s Constitution of 1992 with Amandments through 2017 16. Spain’s Constitution of 1978 with Amandments through 2011 17. Syrian Arab Republic’s Constitution of 2017 18. Tajikistan’s Constitution of 1994 with Amandments through 2016 19. Tanzania (United Republic of)’s Constitution of 1977 with Amandments through 2005 20. Turkmenistan’s Constitution of 2008 with Amandments through 2016 21. Ukraine’s Constitution of 1996 with Amandments through 2016 22. Uzbekistan’s Constitution of 1992 with Amandments through 2011 2. Menegaskan ideologi 1. Cuba’s Constitution of 2019 2. Dominician Republic’s Constitution of negara 2015 3. Iran (Islamic Republic of)’s Constitution of 1979 Amandments through 1989 4. Korea (Democratic People's Republic of)’s Constitution of 1972 with Amandments through 2016 5. Pakistan’s Constitution 1973, Reinstated 2002, with Amandments through 2018 3. Melarang suatu 1. Hungary’s ideologi Constitution of 2011 Amandments through 2016 2. Constitution 1990 with Amandments through 2014 3. Portugal’s Constitution of 1976 with Amandments through 2005 4. Rwanda’s Constitution of 2003 with Amandments through 2015) Dari tabel 3.1.1 juga dapat dilihat bahwa muatan konstitusi negara yang tidak memiliki ideologi negara secara khusus, terbagi atas dua (2) muatan yaitu: 1. Pernyataan tidak ada ideologi negara khusus 2. Pandangan ideologi berkaitan dengan perlindungan hak asasi TABEL 3.1.3 MUATAN KONSTITUSI NEGARA MEMILIKI IDEOLOGI NEGARA SECARA KHUSUS NO MATERI MUATAN NEGARA YANG TIDAK MENGENAI IDEOLOGI 1. Pernyataan tidak ada ideology negara khusus 1. Bulgaria’s Constitution of 1991 with Amandments through 2015 2. Czech Republic’s Constitution of 1993 with Amandments through 2013 3. Ecuador’s Constitution of 2008 with Amandments through 2015 4. Moldova (Republic of)’s Constitution 1994 with Amandments through 2016 5. Russian Federation’s Constitution of 1993 with Amandments through 2014) 6. Slovakia’s Constitution of 1992 with Amandments through 2017 7. Syrian Arab Republic’s Constitution of 2017 8. Tajikistan’s Constitution of 1994 with Amandments through 2016 9. Ukraine’s Constitution of 1996 with Amandments through 2016 2. Pandangan berkaitan ideologi 1. Andorra’s Constitution of 1993 Belarus’s dengan Constitution of 1994 with Amandments perlindungan hak asasi through 2004 2. Bolivia (Plurinational State of)’s Constitution of 2009 3. Cape Verde’s Constitution of 1980 with Amandments through 1992 4. Nepal’s Constitution 2015 with Amandments through 2016 5. Nicaragua’s Constitution Amandments through 2014 1987 with 6. Panama’s Constitution of 1972 with Amandments through 2004 7. Paraguay’s Constitution of 1992 with Amandments through 2011 8. Spain’s Constitution of 1978 with Amandments through 2011 9. Syrian Arab Republic’s Constitution of 2017 10. Tanzania (United Republic Constitution of 1977 with of)’s Amandments through 2005 11. Turkmenistan’s Constitution of 2008 with Amandments through 2016 12. Uzbekistan’s Constitution of 1992 with Amandments through 2011 Pada lembaga yang menegaskan ideologi negara secara khusus pengaturan mengenai ideologi dibedakan menjadi dua (2), yaitu: 1. Negara yang memiliki lembaga untuk menegakkan ideologi 2. Negara yang tidak menegaskan lembaga untuk menegakkan ideologi TABEL 3.1.4 TABEL LEMBAGA PENEGAKAN IDEOLOGI PADA NEGARA YANG KONSTITUSINYA MENEGASKAN IDEOLOGY NEGARA SECARA KHUSUS NO LEMBAGA PENEGAKAN IDEOLOGI NEGARA 1. Memiliki lembaga untuk menegakkan ideologi 1. Cuba’s Constitution of 2019 2. Iran (Islamic Republic of)’s Constitution of 1979 Amandments through 1989 2. Tidak menegaskan lembaga untuk menegakkan ideologi 1. Dominican Republic’s Constitution of 2015 2. Korea (Democratic People's Republic of)’s Constitution of 1972 with Amandments through 2016 3. Pakistan’s Constitution 1973, Reinstated 2002, with Amandments through 2018 3.3. Perbandingan Pengaturan Ideologi di Konstitusi dengan Indonesia Konstitusi Indonesia tidak secara langusng menegaskan apa yang disebut sebagai ideologi negara akan tetapi dalam sejarahnya terdapat perjalanan mengenai perumusan dasar negara yang disebut sebagai Pancasila. Proses pemikiran Pancasila sebagai dasar negara yang dimulai sebelum Indonesia merdeka kemudian dituangkan ke dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai Pancasila tersebut dituangkan ke dalam alinea keempat. Setelah melalui amandemen, Pembukaan yang mengandung nilai-nilai Pancasila tidak diubah dan tetap dipertahankan dalam UUD NRI 1945. Mengenai materi muatan mengenai ideologi yang dilarang atau lembaga pembinaan ideoogi tidak ada baik di Pembukaan maupun pasal-pasal UUD NRI 1945.