Uploaded by mahawira rayyan

LAPORAN TUGAS 5

advertisement
PRAKTIKUM FITOKIMIA
TUGAS 5
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN
ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia
KELOMPOK : 5
KELAS: A
1.
2.
3.
4.
Nor Salsabila Mayasari
Athaya Zelvy Swardini
Putri Ratnasari
Maratus Sholehah
(202010410311001)
(202010410311015)
(202010410311043)
(202010410311270)
DOSEN PEMBIMBING:
Apt. Siti Rofida, S.Si, M.Farm.
Apt. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.
Apt. Dita Ayu Winata, S. Farm
Dhea Aulia, S. Farm
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
BAB I
1.1 Judul
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
9Ekstrak
Rheum officinale L.)
1.2 Latar Belakang
Sebagian besar sari senyawa kimia yang diambil dari
tumbuhan berupa metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit
sekunder merupakan hasil yang khas dari tumbuhan, dibentuk
dan diakumulasikan pada bagian-bagian tertentudari tumbuhan.
Dalam metabolisme sekunder yan terjadi pada tumbuhan akan
menghasilkan beberapa se yawa yang tidak digunakan
sebagaicadangan
energi
melainkan
untuk
menunjang
kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predaptor.
Antrakinon merupakan salah satu senyawa- senyawa yang
dihasilkan dari metabolisme sekunder. Antrakuinon merupakan
senyawa turunan dari antrasena yang diperoleh dari reaksi
oksidasi dari antrasena.
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat
adalah penapisan senyawa kimia yang terkandung dalam
tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal
dalam mengetahui senyawa kimia apa saja yang mempunyai
aktivitas biologis dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh
dari pendekatan ini jugadapat digunakan untuk keperluan sumber
bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin,
minyak untuk industri, sumber gula, dll. Metode yang telah
dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa
antrakinon
1.3 Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu melakukan identifikas senyawa golongan
antrakinondalam tanaman.
BAB II
2.1 Tinjauam Pustaka
2.1.1 Senyawa Antrakuinon
Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa
glikosida
termasuk
turunan
kuinon.
Antrakuinon
merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dan larut
dalam pelarut organic dan basa. Antrakuinon mudah
terhidrolisis (Sirait,2007).
Turunan antrakuinon seringkali berwarna merah
oranye dansering dapat dilihat secara visual, misalnya di
dalam jari-jari teras akar kelembak (Rheumofficinale).
Turunan antrakuinon larut dalam air panas atau etanol
encer (Ngaeni,Ismunandar, dan Setyawaty, 2014).
Glikosida antrakinon bersifat mudah terhidrolisis
seperti glikosida lainnya. Glikosida ini jika terhidrolisis
menghasilkan
aglikon di-,
tri-,
atau
tetrahidroksi
antrakuinon atau modifikasinya sedangkan bagian gulanya
tidak menentu. Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka
akan mengasilkan emodin (1,6,8- trihidroksi-3-metil
antrakuinon) dan rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya
memiliki
sedikit
aktivitas
terapeutik.
Residu
gula
memfasilitasi absorpsi dan translokasi aglikon pada situs
kerjanya Turunan antrakuinon umumnya berwarna merah
oranye dan dapat dilihat langsung serta terdapat dalam
bahan-bahan purgativum (laksativum atau pencahar)
(Senyawa et al., 2015).
Gambar Struktur Kimia Antrakinon
2.1.2

Identifikasi Senyawa Antrakinon
Uji Borntrager
Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang khas dengan
reaksi Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan ammonia
maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi merah untuk
antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron (Endarini,
2016).

Ujimodifikasi Borntrager
Jika terbentuk warna merah pada lapisan amonia, maka bahan
tanaman tersebut mengandung senyawa golongan antrakuinon
(Endarini, 2016).
2.1.3
Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (Thin-layerchromatography/TLC)
dalam penelitian pada umumnya dan dalam fitokimia khususnya.
Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana,
hemat biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di
laboratorium kimia umum selama beberapa dekade untuk memisahkan
senyawa kimia dan biokimia secararutin. Secara tradisional, metode
kimia dan optik digunakan untuk memvisualisasikan bintik analit pada
klat TLC. Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan menggunakan
sepotong kaca, logam atau plastic kaku yang dilapisi lapisan tipis silika
gel atau alumina. Silika gel (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipisjuga sering mengandung zat yang
berfluoresensi dalam sinar UV. Fase gerak adalah pelarut cair yang
cocok atau campuran pelarut (Gritter, et al,1991).
2.2.4 Fase Diam
Berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yang
dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya
terbuat dari kaca ,dapat pula terbuat dari plat polimer atau
logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan
pengikat, biasanya kalsium sulfatatau amilum. Penyerap yang
umum dipakai untuk kromatografi lapis tipis adalah silica gel,
alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter, et al,1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran
partikel
dan
homogenitasnya,
karena
adhesi
terhadap
penyokong sangat bergantung pada kedua difat tersebut. Partikel
yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang
memuaskan dan salah satu cara untuk memperbaiki hasil
pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang
butirannya lebih halus. Butiran halus memberikan aliran pelarut
yang
lebih
lambat
dan
resolusi
yang
lebih
baik
(Sastrohamidjojo,1985).
2.1.5 Fase Gerak
Merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau
beberapa pelarut, jika diperlukan system pelarut multi
komponen, harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin
yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Pemisahan
senyawa organic selalu menggunakan pelarut campur. Tujuan
menggunakan pelarut campuran adalah untuk memperoleh
pemisahan senyawa yang baik (Stahl, 1985).
KLT merupakan teknik pemisahan skala mikro yang cepat dan
murah yang dapat digunakan untuk:
2.1.6 Menentukan jumlah komponen dalam campuran
2.1.7 Menguji identitas suatu senyawa
2.1.8 Memantau perkembangan suatu reaksi
2.1.9 Menentukan kondisi yang cocok untuk kromatografi kolom
2.1.10
Menganalisa fraksi yang didapatkan dari
kromatografi kolom(Stahl, 1985).
2.1.6
Harga Rf
KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa polar. Zat yang memiliki kepolaran
yang sama dengan fase diam akan cenderung tertahan dan nilai
Rfnya paling kecil pada identifikasi noda/penampakan noda,
jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa dan
ditentukan harga Rfnya. Harga Rf yangdiperoleh pada KLT
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada
kromatografi kertas (Ii, 2014).
Oleh karena itu, pada lempeng sama disamping
kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram
dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang
berbeda-beda (Ii, 2014).
Faktor yang mempengaruhi harga Rf:
2.2 Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2.3 Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya
2.4 Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
2.5 Pelarut fase gerak
2.6 Derajat
kejenuhan dan
uap
dalam bejana
pengembangan yang digunakan.
(Ii, 2014).
2.1.7
Tanaman Kelembak (Rheum officinale L.)
Gambar Tanaman Kelembak
Tanaman kelembak (Rheum officinale Baill.) merupakan salah
satu tanaman dari Polygonaceae dikenal sebagai Rhubarb. Tanaman ini
telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tercantum dalam
Farmakope Herbal Indonesia sebagai tanaman obat berkhasiat,
kelembak merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk
pengobatan di Indonesia. Jenis ini tumbuh dengan baik pada daerah
beriklim kering hingga sedang, biasanya menyukai tanah berpasir yang
tidak begitu lembab. Akar dan daunnya mengandung flavonoid,
disamping itu akarnya juga mengandung glikosida; krisofanol, reinemodin, dan saponin, sedangkan daunnya mengandung polifenol,
antraglikosida dan frangula-emodin. Pada batangnya mengandung
asam krisofanat, emodin dan rhein (Nurhasanah & Iriani, 2021).
Di Indonesia, tanaman ini hanya ditemukan tumbuh di daerah
pegunungan pada tanah yang gembur dan subur.
2.1.8
Klasifikasi Tanaman (Rheum officinale L.)
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polygonales
Famili
: Polygonaceae
Genus
: Rheum
Spesies
: Rheum offincinale
(Jefri,2018)
2.1.9
Morfologi Tanaman (Rheum officinale L.)
Tanaman Kelembak memiliki Habitus berupa Semak, tahunan,
tinggi 25-80 cm. Memiliki batang pendek, terdapat di dalamtanah,
beralur melintang, masif, coklat. Daun pada tanaman kelembak
memiliki struktur daun Tunggal, bulat telur, pangkal bentuk
jantung dan berbulu, ujung runcing, tepi rata, bertangkai 10-40 cm,
pangkal tangkai daun memeluk batang, panjang 10-35cm, lebar 830 cm, dan berwarna hijau. (Jefri, 2018).
2.1.10 Kandungan Kimia ((Rheum officinale L.)
Secara umum tanaman ini mengandung kandungan: Asam
Krisofat,
krisofanin,
rienemodin,
aloe-emodin,
reokristin,
alizarin, glukogalin, tetrazin, katekin, saponin, tannin, dan amilum
serta kuinon (Jefri, 2018).
2.1.11 Manfaat Tanaman (Rheum officinale L.)
Tanaman kelembak meempunyai manfaat untuk kesehatan,
diantaranya dapat berfungsi sebagai pencahar dan memudahkan
buang air besar. Selain itu dapat mengobati hepatitis B dan
mengatasi
menggumpalnya darah. Dapat
bersifat
sebagai
antipiretik, anti inflammatory, antioksidan, anti hipertensi, anti
kolestrol,
dan
antispamodik.
Bagian
batangnya
dapat
menyembuhkan sariawan, batuk hingga malaria. (Depkes, 2010)
Mengobati konstipasi, jaundice, amenorea, akar kelembak
menjadi komponen dalam rokok klembak menyan yang populer
di kalangan masyarakat menengah ke bawah di Yogyakarta, serta
kelembak di Jawa Tengah juga dijadikan sebagai campuran
dalam pembuatan jamu. Khasiat obatnya adalah sebagai laksatif
atau sebagai penenang. Mengobati sembelit (konstipasi) dan
membantu mengatasi penggumpalan darah dan nanah serta
pengobatan hepatitis B (Depkes, 2010).
Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah
Batangnya
dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk;
Akarnya mengandung glikosida adstringent yang dapat dijadikan
sebagai zat penyamak. Pada akarnya pula mengandung
antrakuinon yang menimbulkan efek purgative, dan tannin yang
berefek
melawan
astringen
atau
dapat
disebut sebagai
adstringent, tapi dalam jumlah kecil efek adstringen juga
dibutuhkan, tapi jika terlalu banyak maka dapat menimbulkan
efek laksatif (Depkes, 2010).
2.1.11.Alat dan Bahan
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Cawan porselen
3. Batang pengaduk
4. Plat KLT
5. Lampu UV
6. Pipet tetes
7. Pipet kapiler
8. Corong
9. Kertas saring
10. Chamber
Bahan :
1. Aquadest
2. KOH 5N
3. H2O2 encer
4. Toluene
5. Ammonia pekat
6. Asam asetat glasial
7. Etil asetat
BAB III
3.1 rosedur Kerja
A. Reaksi Warna
1) Uji Borntrager
1. Ektrak sebanyak 0,3 gram diektraksi dengan 10 ml aquadest, saring,
lalu filtrat diesktraksi dengan 5 ml toluena dalam corong pisah.
2. Ektraksi di lakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase toluena
dikumpulkan dan dibagi menjadi 2 bagian, disebut sebagai larutan
VA dan VB.
3. Larutan VA sebagai blangko, larutan VB ditambah amonia pekat 1
ml dan di kocok.
4. Timbulnya warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
2) Uji modifikasi Borntrager
1. Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH 0,5N dan 1
ml H2O2 encer.
2. Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, filtrat ditambah asam
asetat glasial, kemudian diektraksi dengan 5 ml toluena.
3. Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai larutan VIA
dan VIB.
4. Larutan VIA sebagai blangko, larutan VIB ditambah amonia pekat
1 ml. Timbulnya warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis
menunjukkan adanya antrakinon.
3) Kromatografi lapis Tipis
1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis tipis ini
menggunakan ; Fase diam : Kiesel Gel 254 Fase Gerak : ToluenaEtil asetet-Asam asetat glasial (75:24:1) Penampak noda : Larutan
KOH 10% dalam metanol.
1. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning cokelat, merah ungu
atau hijau ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon.
3.1 Skema Kerja
A. Reaksi warna
1) Uji Borntrager
Ektrak 0,3 g diektraksi dengan 10 mL aquadest, saring
Filtrat diektraksi dengan 5 mL toluen dalam corong
Prosedur ektraksi dilakukan sebanyak 2
Fase toluen dikumpulkan, dibagi menjadi 2 (larutan VA
dan VB)
Larutan VA sebagai blanko
Larutan VB ditambah 1 mL ammonia pekat, dikocok
Adanya senyawa antrakinon timbulnya warna merah
pada larutan
2) Uji Modifikasi Borntrager
Ektrak 0,3 g (+) 5 mL KOH 0,5 N dan 1 mL H2O2 encer
Dipanaskan selama 5 menit lalu saring
Filtrat (+) asam asetat glasial, lalu diektrasi dengan
5mL toluen
Diambil fase toluen, bagi menjadi 2 (larutan VIA dan
VIB)
Larutan VIA sebagai blanko
Larutan VIB (+) 1 mL ammonia pekat
Jika timbul warna merah atau merah muda pada lapisan
alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
B. Kromatografi Lapis Tipis
Sampel ditotolkan pada fase diam
Amatilah plat KLT pada sinar UV 254 nm
Masukkan plat KLT kedalam chamber/fase diam
Amati kembali pada sinar UV 254 nm
Semprotkan penampak noda larutan KOH 10% dalam
methanol
Amatilah pada sinar UV 254 nm dan 365 nm
Jika timbul warna kuning, kuning coklat, merah
unguatau hijau ungu menunjukkan adanya
senyawa antrakinon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Uji Brontriger
VA (larutan blanko)
VB (larutan + ammonia
didapatkan hasil larutan berwarna
merah muda)
Modifikasi Borntriger
VIA (larutan blanko)
VB (larutan + ammonia didapatkan
hasil larutan yang berwarna merah
muda)
Uji Kromatografi Lapis Tipis
Siar uv 356 nm
Sinar uv 254 nm
Hasil setelah diberi penampak noda
dan di panaskan pada plat KLT
4.2 Perhitungan Nilai Rf
Noda ke -
Larutan VA
Larutan VIA
1
1,6
= 0,2
8
1,5
= 0,1875
8
2
4,1
= 0,5125
8
4,1
= 0,5125
8
3
5
= 0,625
8
5
0,625
8
4
7,2
= 0,9
8
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan identifkasi senyawa
golongan antrakinan
yang bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya senyawa
golongan antrakinan pada ekstrak Rheum officinale L . atau tanaman kelembak secara
kualitatif. Pada pengamatan di lakukan uji reaksi warna dan KLT pada reaksi warna
dibagi menjadi 2 metode uji yaitu uji borntrager dan uji modifikasi borntriger.
Pangujian reaksi warna yang pertama yaitu uji norntriger, uji ini menggunakan elstrak
officinale L atau tanaman kelembak yang di ekstraksi dengan 10ml aquadest lalu
disaring. Setelah itu filtrat dieksresi dengan 5ml tolune dalm coronh pisah dan di
lalukan 2 kali (larutan VA dan VIA) lalu larutan VA digunakan sebagai blanko dan
untuk plat KLT.
Pada larutan VA ditambahkan ammonia pekat 1ml lalu dikocok, pemberian
ammonia berfungsi sebagai suasana basa sehingga dapat menghidrolisi. Glikosida dan
mengolsidasi antranol menjadi antrakuinon, pada hasil uji ini didapatkan hasil realsi
positif karena dalam larutan menimbulkan warna merah yang menunjukan bahwa
larutan mengandung adanya senyawa antrakinon. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
adanya senyawa antrakinon pada uni brontiger ditandai dengan timbulnya warna
merah, jika larutan di tambah dengan ammonia maka larutan tersebut akan berubah
warna menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron.
Pengujian reaksi warna yang kedua yaitu modifikasi brontiger. Uji ini menggunakan
ekstrak Rheum officinale L. Atau tanaman kelembak di tambahkan dengan 5 ml KOH
0,5N dan H2O2 encer, penambahan KOH bertujuan untuk menghidrolisis glikosisa
antron dan antranol serta membentuk garam kalium dengan aglikon sedangkan
penambahan H2O2 digunakan untuk mempercepat oksidasi antron atau antranol
menjadi antrakuinon. Setelah itu dipanaskan di penangas air selama 3 menit kemudian
di saring, dilakukan pemanasan untuk melarutkan antrakinon agar terpisah dari sirupus
simplex. Filtrat ditambah asam asetat grasial 1ml dan di ekstrasi dengan 5ml tolune.
Kemudian fase tolune yang berada diatas diambil dan dibagi menjadi 2 ( laritan VIA
dan VIB) larutan VIA digunakan sebagai blanko.
Pada laritan VIB ditambahkan ammonia pekat 1ml pada hasil modifikasi
borntiger didapatkan hasil positif karena timbulnya larutan berearna merah muda atau
pink pekat pada laposan alkalis yang menunjukan adanya senyawa antrakinon.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa adanya senyawa antrakinon ditandai dengan
terdapatnya laposan alkalis berwarna pink atau merah muda. Jika larutan di tambahkan
dengan ammonia maka larutan tersebut akan berubah warna menjadi merah untuk
antrakuinon dan kuning untuk antron dan diantron.
Selanjutnya uji Kromatograpi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam kiesel gel
GF 254, fase fese gerak toluena : etil asetat glasial (75 : 24 : 1) dan penampak noda
larutan KOH 10% dalam metanol, pada penotolan di plat KLT larutan VA ditotolkan
pada lempeng sebelah kiri dan larutan VIA ditotolkan pada lempeng sebelah kanan.
Lalu diamati di awh sinat uv 254 nm dan 356 nm untuk melihat noda yang muncul,
kemudian diberikan penampak noda larutan KOH 10% dalam metanol untuk
memperjelas noda yang tampak. Kemudian ditunggu sampai kering hingga terlihat
penampak noda berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu, atau hijau ungu.
Berdasarkan hasil percobaan lafa uji KLT didapatkan hasil positif yang
menunjukan noda berearna merah ungu pada plat KLT setelah diberikan penampak
noda yang anrtinya mengandung senyawa antrakinon. Pada uji kali ini dapat nilai Rf
masing masing noda pada plat KLT sebesar 0,31 ; 0,65 ; 0,29 ; dan 0,65 nilai Rf tersebut
masuk rentang sesuai dengan teori bahwa bilai Rf berkisar antara 0 dan 1 dan nilai Rf
terbaik antara 0,2 - 0,8 untuk Rf relatif pada ditemsi
BAB 5
KESMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum kelompok kami dapat disimpulkan bahwa
1. Pada uji identifikasi senyawa golongan antrakinon pada ekstrak Rheum officiale L.
menguunakan 2 pengujian yaiitu reaksi warna borntriger dan uji modifikasi
borntrger dan KLT.
2. Pada pengujian reaksi warna, uji borntriger menunjukan hasil positif mengandung
adanya senyawa anrakinon dibuktian dalam larutan menimbulkan warna merah.
3. Pada pengujian reaksi warna uji modifikasi borntriger menunjukan hasil positif
mengandung adanya senyawa antrakinon dibuktikan ada timbulnya larutan
berwarna merah muda atau pink pekat pada lapisan alkalis.
4. Pada uji KLT didapatkan hasil positif yang menunjukan noda berwarna merah ungu
yang artinya mengandung senyawa antrakinon.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Balitbangkes
KementrianKesehatan Republik Indonesia; 2010.
Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan
SDMKesehatan. Jakarta. Hal 215.
Ii, B. A. B. (2014). Bab ii tinjauan pustaka
2.1. 4–24.
Jefri,Bab,I.(2018).Isolasikuinondari
akarkelembak.1–31.
Nurhasanah, & Iriani, D. (2021). Struktur Anatomi Batang Kelembak
(RheumOfficinaleBaill.). 1–5.
Hardjono Sastrohamidjojo. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty
Senyawa, I., Antrakinon, G., Rheum, E., Studiawan, D. H., Si, M.,
Rakhmawati, D., Si, M.,Rofida, S., Si, S., & Farm, M.
(2015). Laporan praktikum v fitokimia.
Setyawaty, R., A. Ismunandar, N.Q, Ngaeni. 2014. Identifikasi
Senyawa Antrakuinon pada Daun Mengkudu (Morinda
citrifolia, L.) Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis.
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan
Pengabdian LPPM UMP 2014. Purwokerto.
Sirait, Midian. (2007). Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:
Penerbit ITB.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkanoleh Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soediro, 3-17, ITB, Bandung.
Perhitungan Eluen
Toluena : etil asetat : asam asetat glasial (75 : 24 : 1)



Toluena (C6H5CH3)
75 𝑥 20 𝑚𝑙 = 15 𝑚𝑙
= 100
Toluena (C6H5CH3)
= 75
𝑥 30 𝑚𝑙 = 22,5 𝑚𝑙
100
Etil asetat (C4H8O2)
= 24 𝑥 20 𝑚𝑙 = 4,8 𝑚𝑙
100
Etil asetat (C4H8O2)
= 24
𝑥 30 𝑚𝑙 = 7,2 𝑚𝑙
100
Asam asetat glasial (CH3COOH)
=
Asam asetat glasial (CH3COOH)
=
1
100
1
100
𝑥 20 𝑚𝑙 = 0,2 𝑚𝑙
𝑥 30 𝑚𝑙 = 0,3 𝑚𝑙
Download