Uploaded by mahawira rayyan

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA (1)

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
TUGAS 5
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L.)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia
KELOMPOK : 5
KELAS: A
1.
2.
3.
4.
Nor Salsabila Mayasari
Athaya Zelvy Swardini
Putri Ratnasari
Maratus Sholehah
(202010410311001)
(202010410311015)
(202010410311043)
(202010410311270)
DOSEN PEMBIMBING:
Apt. Siti Rofida,S.Si,M.Farm.
Apt. Amaliyah Dina Anggraeni, M.Farm.
Apt. Dita Ayu Winata, S. Farm
DheaAulia, S. Farm
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
BAB I
1.1 Judul
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON 9
Ekstrak (Rheum officinale L.)
1.2 Latar Belakang
Sebagian besar sari senyawa kimia yang diambil dari tumbuhan berupa
metabolit sekunder (Mann, 1989). Metabolit sekunder merupakan hasil
yang khas dari tumbuhan, dibentuk dan diakumulasikan pada bagianbagian tertentudari tumbuhan. Dalam metabolisme sekunder yan terjadi
pada tumbuhan akan menghasilkan beberapa se yawa yang tidak
digunakan
sebagaicadangan
energi melainkan
untuk
menunjang
kelangsungan hidupnya seperti untuk pertahanan dari predaptor.
Antrakinon merupakan salah satu senyawa- senyawa yangdihasilkan dari
metabolisme sekunder. Antrakuinon merupakan senyawa turunan dari
antrasena yang diperoleh dari reaksi oksidasi dari antrasena.
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah
penapisan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini
digunakan
untuk
mendeteksi
senyawa
tumbuhan
berdasarkan
golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia
apa saja yang mempunyai aktivitas biologis dari suatu tanaman. Informasi
yang diperoleh dari pendekatan ini jugadapat digunakan untuk keperluan
sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin,
minyak untuk industri, sumber gula, dll. Metode yang telah dikembangkan
dapat mendeteksi adanya golongan senyawaantrakinon
1.3 Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan
antrakinon dalam tanaman.
BAB II
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Senyawa Antrakuinon
Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk
turunan kuinon. Antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh
tinggi, dan larut dalam pelarut organic dan basa. Antrakuinon mudah
terhidrolisis (Sirait,2007).
Turunan antrakuinon seringkali berwarna merah oranye dan sering
dapat dilihat secara visual, misalnya di dalam jari-jari teras akar kelembak
(Rheumofficinale). Turunan antrakuinon larut dalam airpanas atau etanol
encer (Ngaeni,Ismunandar, dan Setyawaty, 2014).
Glikosida antrakinon bersifat mudah terhidrolisis seperti glikosida
lainnya. Glikosida ini jika terhidrolisis menghasilkan aglikondi-, tri-, atau
tetrahidroksi antrakuinon atau modifikasinya sedangkan bagian gulanya
tidak menentu. Contohnya jika frangulin dihidrolisis maka akan
mengasilkan
emodin
(1,6,8-
trihidroksi-3-metil
antrakuinon) dan
rhamnosa. Antrakuinon bebas hanya memiliki sedikit aktivitas terapeutik.
Residu gula memfasilitasi absorpsi dan translokasi aglikon pada situs
kerjanya Turunan antrakuinon umumnya berwarna merah oranye dan
dapat dilihat langsung serta terdapat dalam bahan-bahan purgativum
(laksativum atau pencahar) (Senyawa et al., 2015).
Gambar Struktur Kimia Antrakuinon
2.1.2 Identifikasi Senyawa Antrakinon
 Uji Borntrager
Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang khas dengan
reaksi Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan ammonia maka
larutan tersebut akan berubah warna menjadi merah untukantrakuinon
dan kuning untuk antron dan diantron (Endarini, 2016).
 Ujimodifikasi Borntrager
Jika terbentuk warna merah pada lapisan amonia, maka bahan
tanaman tersebut mengandung senyawa golongan antrakuinon
(Endarini, 2016).
2.1.3
Identifikasi Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (Thin-layerchromatography/TLC) dalam
penelitian pada umumnya dan dalam fitokimia khususnya.
Kromatografi lapis tipis adalah teknik kromatografi planar sederhana,
hemat biaya, dan mudah dioperasikan yang telah digunakan di
laboratorium
kimia
umum
selama
beberapa
dekade
untuk
memisahkan senyawa kimia dan biokimia secararutin. Secara
tradisional,
metode
kimia
dan
optik
digunakan
untuk
memvisualisasikan bintik analit pada klat TLC. Kromatografi lapis
tipis dilakukan dengan menggunakan sepotong kaca, logam atau
plastic kaku yang dilapisi lapisan tipis silikagel atau alumina. Silika
gel (atau alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk kromatografi
lapis tipisjuga sering mengandung zat yang berfluoresensi dalam sinar
UV. Fase gerak adalah pelarut cair yang cocok atau campuran pelarut
(Gritter, et al,1991).
2.1.4 Fase Diam
Berupa lapisan tipis yang terdiri atas bahan padat yangdilapiskan
pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca
,dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat pada
permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium
sulfatatau amilum. Penyerap yang umum dipakai untuk kromatografi
lapis tipis adalah silica gel, alumina, kieselgur, dan selulosa (Gritter,
et al,1991).
Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya,
karena
adhesi
terhadap
penyokong
sangat
bergantung pada kedua difat tersebut. Partikel yang butirannya sangat
kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu
cara
untuk
memperbaiki
hasil
pemisahan
adalah
dengan
menggunakan fase diam yang butirannya lebih halus. Butiran halus
memberikan aliran pelarut yang lebih lambat dan resolusi yang lebih
baik (Sastrohamidjojo,1985).
2.1.5 Fase Gerak
Merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut,
jika diperlukan system pelarut multi komponen, harus berupa suatu campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen. Pemisahan
senyawa organic selalu menggunakan pelarut campur. Tujuan menggunakan
pelarut campuran adalah untukmemperoleh pemisahan senyawa yang baik
(Stahl, 1985).
KLT merupakan teknik pemisahan skala mikro yang cepat dan
murah yang dapat digunakan untuk:
2.1.6
Menentukan
campuran
jumlah
komponen
2.1.7
Menguji identitas suatu senyawa
2.1.8
Memantau perkembangan suatu reaksi
2.1.9
Menentukan kondisi
kromatografi kolom
yang
cocok
dalam
untuk
2.1.10 Menganalisa fraksi yang didapatkan dari
kromatografi kolom(Stahl, 1985).
2.1.6 Harga Rf
KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan
senyawa polar. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam
akan cenderung tertahan dan nilai Rfnya paling kecil pada identifikasi
noda/penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat langsung diperiksa
dan ditentukan harga Rfnya. Harga Rf yangdiperoleh pada KLT tidak tetap
jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas (Ii, 2014).
Oleh karena itu, pada lempeng sama disampingkromatogram dari zat
yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia lebih
baik dengan kadar yang berbeda-beda (Ii, 2014).
2.1.6.1 Faktor yang mempengaruhi harga Rf:
2.2 Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2.3 Sifat dan penyerap, derajat aktivitasnya
2.4 Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
2.5 Pelarut fase gerak
2.6 Derajat kejenuhan dan uap dalam bejanapengembangan yang
digunakan (Ii, 2014).
2.1.7 Tanaman Kelembak (Rheum officinale L.)
Gambar Tanaman Kelembak
Tanaman kelembak (Rheum officinale Baill.) merupakan salah satu
tanaman dari Polygonaceae dikenal sebagai Rhubarb. Tanaman ini telah
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Tercantum dalamFarmakope Herbal
Indonesia sebagai tanaman obat berkhasiat, kelembak merupakan salah satu
tanaman yang sering digunakan untuk pengobatan di Indonesia. Jenis ini
tumbuh dengan baik pada daerah beriklim kering hingga sedang, biasanya
menyukai tanah berpasir yang tidak begitu lembab. Akar dan daunnya
mengandung flavonoid, disamping itu akarnya juga mengandung glikosida;
krisofanol, rein- emodin, dan saponin, sedangkan daunnya mengandung
polifenol, antraglikosida dan frangula-emodin. Pada batangnya mengandung
asam krisofanat, emodin dan rhein (Nurhasanah & Iriani, 2021).
2.1.8 Klasifikasi Tanaman (Rheum officinale L.)
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polygonales
Famili
: Polygonaceae
Genus
: Rheum
Spesies : Rheum offincinale (Jefri,2018).
2.1.9 Morfologi Tanaman (Rheum officinale L.)
Tanaman Kelembak memiliki Habitus berupa Semak, tahunan, tinggi
25-80 cm. Memiliki batang pendek, terdapat di dalamtanah, beralur
melintang, masif, coklat. Daun pada tanaman kelembak memiliki struktur
daun Tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung dan berbulu, ujung
runcing, tepi rata, bertangkai 10-40 cm, pangkal tangkai daun memeluk
batang, panjang 10-35cm, lebar 8-30 cm, dan berwarna hijau. (Jefri, 2018).
2.1.10 Kandungan Kimia ((Rheum officinale L.)
Secara umum tanaman ini mengandung kandungan: Asam Krisofat,
krisofanin, rienemodin, aloe-emodin, reokristin, alizarin, glukogalin,
tetrazin, katekin, saponin, tannin, dan amilumserta kuinon (Jefri, 2018).
2.1.11 Manfaat Tanaman (Rheum officinale L.)
Tanaman kelembak meempunyai manfaat untuk kesehatan, diantaranya
dapat berfungsi sebagai pencahar
dan memudahkan buang air besar.
Selain itu dapat mengobati hepatitis B dan mengatasi menggumpalnya
darah. Dapat bersifat sebagai antipiretik, anti inflammatory, antioksidan,
anti hipertensi, anti kolestrol, dan antispamodik. Bagian batangnya dapat
menyembuhkan sariawan, batuk hingga malaria. (Depkes, 2010)
Mengobati konstipasi, jaundice, amenorea, akar kelembak menjadi
komponen dalam rokok klembak menyan yang populer di kalangan
masyarakat menengah ke bawah di Yogyakarta, serta kelembak di Jawa
Tengah juga dijadikan sebagai campuran dalam pembuatan jamu. Khasiat
obatnya adalah sebagai laksatif atau sebagai penenang. Mengobati sembelit
(konstipasi) dan membantu mengatasi penggumpalan darah dan nanah serta
pengobatan hepatitis B (Depkes, 2010).
Masing-masing manfaat terperinci tiap bagiannya adalah batangnya
dapat mengobati malaria, sariawan dan batuk;Akarnya mengandung glikosida
adstringent yang dapat dijadikansebagai zat penyamak. Pada akarnya pula
mengandung antrakuinon yang menimbulkan efek purgative, dan tannin yang
berefek melawan astringen atau dapat disebut sebagai adstringent, tapi dalam
jumlah kecil efek adstringen juga dibutuhkan, tapi jika terlalu banyak
maka dapat menimbulkanefek laksatif (Depkes, 2010).
2.1.11.Alat dan Bahan
Alat :
1. Tabung reaksi
2. Cawan porselen
3. Batang pengaduk
4. Plat KLT
5. Lampu UV
6. Pipet tetes
7. Pipet kapiler
8. Corong
9. Kertas saring
10. Chamber
Bahan :
1. Aquadest
2. KOH 5N
3. H2O2 encer
4. Toluene
5. Ammonia pekat
6. Asam asetat glasial
7. Etil asetat
BAB III
3.1 Prosedur Kerja
A. Reaksi Warna
1) Uji Borntrager
1. Ektrak sebanyak 0,3 gram diektraksi dengan 10 ml
aquadest, saring,lalu filtrat diesktraksi dengan 5 ml toluena
dalam corong pisah.
2. Ektraksi di lakukan sebanyak dua kali. Kemudian fase
toluena dikumpulkan dan dibagi menjadi 2 bagian, disebut
sebagai larutan VA dan VB.
3. Larutan VA sebagai blangko, larutan VB ditambahkankan
amonia pekat 1ml dan di kocok.
4. Timbulnya warna merah menunjukkan adanya antrakinon.
2) Uji modifikasi Borntrager
1. Ekstrak sebanyak 0,3 gram ditambah dengan 5 ml KOH
0,5N dan 1ml H2O2 encer.
2. Dipanaskan selama 5 menit dan disaring, ditambah
dengan asamasetat glasial, kemudian diektraksi dengan 5
ml toluena.
3. Fase toluena diambil dan dibagi menjadi dua sebagai
larutan VIAdan VIB.
4. Larutan VIA sebagai blangko, larutan VIB ditambah amonia
pekat 1 ml. Timbulnya warna merah atau merah muda pada
lapisan alkalismenunjukkan adanya antrakinon.
3) Kromatografi lapis Tipis
1. Sampel ditotolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis
tipis ini menggunakan ; Fase diam : Kiesel Gel 254 Fase
Gerak : Toluena-Etil asetet-Asam asetat glasial (75:24:1)
Penampak noda : Larutan KOH 10% dalam metanol.
1. Timbulnya noda berwarna kuning, kuning cokelat, merah
ungu atau hijau ungu menunjukkan adanya senyawa
antrakinon.
3.1 Skema Kerja
A. Reaksi warna
1) Uji Borntrager
Ektrak 0,3 g diektraksi dengan 10 mL aquadest, saring
Filtrat diektraksi dengan 5 mL toluen dalam corong
Larutan VA sebagai blanko
Fase toluen dikumpulkan, dibagi menjadi 2
(larutan VAdan VB)
Larutan VB ditambah 1 mL ammonia pekat, dikocok
Adanya senyawa antrakinon timbulnya warna merah
pada larutan
2) Uji Modifikasi Borntrager
Ektrak 0,3 g (+) 5 mL KOH 0,5 N dan 1 mL H2O2 encer
Dipanaskan selama 5 menit lalu saring
Filtrat (+) asam asetat glasial, lalu diektrasi dengan5mL
toluen
Diambil fase toluen, bagi menjadi 2 (larutan VIA dan
VIB)
Larutan VIA sebagai blanko
Larutan VIB (+) 1 mL ammonia pekat
Jika timbul warna merah atau merah muda pada lapisan
alkalis menunjukkan adanya antrakinon.
B. Kromatografi Lapis Tipis
Sampel ditotolkan pada fase diam
Amatilah plat KLT pada sinar UV 254 nm
Masukkan plat KLT kedalam chamber/fase diam
Amati kembali pada sinar UV 254 nm
Semprotkan penampak noda larutan KOH 10% dalam
methanol
Amatilah pada sinar UV 254 nm dan 365 nm
Jika timbul warna kuning, kuning coklat, merah
unguatau hijau ungu menunjukkan adanya
senyawa antrakinon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Uji Brontriger
VA (larutan blanko)
VB (larutan + ammonia
didapatkan hasil larutan berwarna
merah muda)
Modifikasi Borntriger
VIA (larutan blanko)
VB (larutan + ammonia didapatkan
hasil larutan yang berwarna merah
muda)
Uji Kromatografi Lapis Tipis
Siar uv 356 nm
Sinar uv 254 nm
Hasil
Hasil setelah diberi penampak noda
dan di panaskan pada plat KLT
4.2 Perhitungan Nilai Rf
Noda
Larutan VA
Larutan VIA
1
1,6
= 0,2
8
1,5
= 0,1875
8
2
4,1
= 0,5125
8
4,1
= 0,5125
8
3
5
= 0,625
8
5
0,625
8
ke -
4
7,2
= 0,9
8
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan identifkasi senyawa
golongan antrakinan yang bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa
golongan antrakinan pada ekstrak
Rheum officinale L . atau tanaman
kelembak secara kualitatif. Pada pengamatan di lakukan uji reaksi warna dan
KLT pada reaksi warna dibagi menjadi 2 metode uji yaitu uji borntrager dan
uji modifikasi borntriger.
Pangujian reaksi warna yang pertama yaitu uji norntriger, uji ini
menggunakan elstrak officinale L atau tanaman kelembak yang di ekstraksi
dengan 10ml aquadest lalu disaring. Setelah itu filtrat dieksresi dengan 5ml
tolune dalm coronh pisah dan di lalukan 2 kali (larutan VA dan VIA) lalu
larutan VA digunakan sebagai blanko dan untuk plat KLT.
Pada larutan VA ditambahkan ammonia pekat 1ml lalu dikocok,
pemberian ammonia berfungsi sebagai suasana basa sehingga dapat
menghidrolisi. Glikosida dan mengolsidasi antranol menjadi antrakuinon,
pada hasil uji ini didapatkan hasil realsi positif karena dalam larutan
menimbulkan warna merah yang menunjukan bahwa larutan mengandung
adanya senyawa antrakinon. Hal ini sesuai dengan teori bahwa adanya
senyawa antrakinon pada uni brontiger ditandai dengan timbulnya warna
merah, jika larutan di tambah dengan ammonia maka larutan tersebut akan
berubah warna menjadi merah untuk antrakinon dan kuning untuk antron
dan diantron.
Pengujian reaksi warna yang kedua yaitu modifikasi brontiger. Uji ini
menggunakan ekstrak Rheum officinale L. Atau tanaman kelembak di
tambahkan dengan 5 ml KOH 0,5N dan H2O2 encer, penambahan KOH
bertujuan untuk menghidrolisis glikosisa antron dan antranol serta
membentuk garam kalium dengan aglikon sedangkan penambahan H2O2
digunakan untuk mempercepat oksidasi antron atau antranol menjadi
antrakuinon. Setelah itu dipanaskan di penangas air selama 3 menit kemudian
di saring, dilakukan pemanasan untuk melarutkan antrakinon agar terpisah
dari sirupus simplex. Filtrat ditambah asam asetat grasial 1ml dan di ekstrasi
dengan 5ml tolune. Kemudian fase tolune yang berada diatas diambil dan
dibagi menjadi 2 ( laritan VIA dan VIB) larutan VIA digunakan sebagai
blanko.
Pada laritan VIB ditambahkan ammonia pekat 1ml pada hasil
modifikasi borntiger didapatkan hasil positif karena timbulnya larutan
berearna merah muda atau pink pekat pada laposan alkalis yang menunjukan
adanya senyawa antrakinon.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa adanya senyawa antrakinon
ditandai dengan terdapatnya laposan alkalis berwarna pink atau merah muda.
Jika larutan di tambahkan dengan ammonia maka larutan tersebut akan
berubah warna menjadi merah untuk antrakuinon dan kuning untuk antron
dan diantron.
Selanjutnya uji Kromatograpi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam
kiesel gel GF 254, fase fese gerak toluena : etil asetat glasial (75 : 24 : 1) dan
penampak noda larutan KOH 10% dalam metanol, pada penotolan di plat
KLT larutan VA ditotolkan pada lempeng sebelah kiri dan larutan VIA
ditotolkan pada lempeng sebelah kanan. Lalu diamati di awh sinat uv 254 nm
dan 356 nm untuk melihat noda yang muncul, kemudian diberikan penampak
noda larutan KOH 10% dalam metanol untuk memperjelas noda yang
tampak. Kemudian ditunggu sampai kering hingga terlihat penampak noda
berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu, atau hijau ungu.
Berdasarkan hasil percobaan lafa uji KLT didapatkan hasil positif
yang menunjukan noda berearna merah ungu pada plat KLT setelah diberikan
penampak noda yang anrtinya mengandung senyawa antrakinon. Pada uji kali
ini dapat nilai Rf masing masing noda pada plat KLT sebesar 0,31 ; 0,65 ;
0,29 ; dan 0,65 nilai Rf tersebut masuk rentang sesuai dengan teori bahwa
bilai Rf berkisar antara 0 dan 1 dan nilai Rf terbaik antara 0,2 - 0,8 untuk Rf
relatif pada ditemsi.
BAB VI
KESMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum kelompok kami dapat disimpulkan bahwa
1. Pada uji identifikasi senyawa golongan antrakinon pada ekstrak Rheum officiale L.
menguunakan 2 pengujian yaiitu reaksi warna borntriger dan uji modifikasi
borntrger dan KLT.
2. Pada pengujian reaksi warna, uji borntriger menunjukan hasil positif mengandung
adanya senyawa anrakinon dibuktian dalam larutan menimbulkan warna merah.
3. Pada pengujian reaksi warna uji modifikasi borntriger menunjukan hasil positif
mengandung adanya senyawa antrakinon dibuktikan ada timbulnya larutan
berwarna merah muda atau pink pekat pada lapisan alkalis.
4. Pada uji KLT didapatkan hasil positif yang menunjukan noda berwarna merah ungu
yang artinya mengandung senyawa antrakinon.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Balitbangkes Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia; 2010.
Nurhasanah, & Iriani, D. (2021). Struktur Anatomi Batang Kelembak
(RheumOfficinaleBaill.). 1–5.
Hardjono Sastrohamidjojo. (1985). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty
Senyawa, I., Antrakinon, G., Rheum, E., Studiawan, D. H., Si, M.,
Rakhmawati, D., Si, M.,Rofida, S., Si, S., & Farm, M. (2015).
Laporan praktikum v fitokimia.
Setyawaty, R., A. Ismunandar, N.Q, Ngaeni. 2014. Identifikasi Senyawa
Antrakuinon pada Daun Mengkudu (Morinda citrifolia, L.)
Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Prosiding Seminar
Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP
2014. Purwokerto.
Sirait, Midian. (2007). Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung:
Penerbit ITB.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17,
ITB, Bandung.
Download