Uploaded by Selvi Anuri

Perilaku Personal Hygiene

advertisement
2.1 Personal Hygiene
2.1.1 Definisi Personal Hygiene
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya
perorangan dan hygiene artinya sehat. Menurut (Silalahi and Mahaji Putri,
2017), personal hygiene didefinisikan sebagai upaya menjaga kebersihan
dan kesehatan perorangan yang bertujuan mencegah penyakit pada diri
sendiri dan orang lain, baik secara fisik serta psikologis. Personal hygiene
merupakan upaya perawatan diri yang dilakukan manusia dalam rangka
menjaga kesehatannya. Setiap orang wajib menjaga personal hygiene untuk
meningkatkan kesehatan fisik dan mentalnya. Pemeliharaan personal
hygiene juga sangat penting untuk kenyamanan, keamanan, maupun
kesehatan setiap orang. Seseorang yang menderita sakit, biasanya karena
kurang memperhatikan personal hygiene. Hal tersebut terjadi karena masih
menganggap personal hygiene adalah masalah yang sepele, karena itu
setiap orang hendaknya berusaha agar menjaga dan meningkatkan personal
hygiene (Potter and Perry, 2005)
2.1.2 Tujuan Personal Hygiene
Menurut (Rejeki, 2015) bahwa tujuan perilaku personal hygiene
adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
2.
Memelihara kebersihan diri sendiri orang
3.
Memperbaiki kekurangan pada personal hygiene
4.
Mencegah timbulnya suatu penyakit
5.
Menaikkan kepercayaan diri seseorang
6.
Menciptakan keindahan
2.2 Perilaku Personal Hygiene
2.2.1 Pengetahuan terhadap Personal Hygiene
1) Definisi Pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2010), pengetahuan adalah hasil “tahu”
yang mana terjadi setelah seseorang mengadakan penginderaan
terhadap objek tertentu. Penginderaan terhadap objek melalui indera
manusia
seperti
penglihatan
(mata),
pendengaran
(telinga),
penciuman (hidung), dan sebagainya. Sebagian besar pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang diperoleh melalui indera penglihatan
(mata) dan indera pendengaran (telinga). Terdapat enam tingkatan
pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010):
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan bilamana seseorang mampu menjelaskan secara
garis besar apa yang telah dipelajarinya, sebagai contoh istilahistilah
b) Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan jika seseorang mampu menerangkan
kembali
secara
mendasar
ilmu
pengetahuan
yang
telah
dipelajarinya tidak sekedar tahu terhadap objek dan tidak sekedar
dapat menyebutkan .
c) Aplikasi (Application)
Tingkatan aplikasi memili arti bilamama seseorang telah ada
kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajarinya
dari situasi lainnya.
d) Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan seseorang yang mana seseorang
telah mampu menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu
bentuk pengetahuan tertentu maupun menganalis satu sama lain
e) Sintesis (Synthesis)
Sintesis diartikan kemampuan seseorang menyusun ke bentuk
semula atau bentuk lain
f) Evaluasi (Evaluation)
Tingkatan terakhir yaitu evaluasi berkaitan dengan kemampuan
dari seseorang dalam melakukan penilaian terhadap suatu objek
tertentu. Adanya penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
kriteria yang telah ditentukan sendiri ataupun dari norma-norma
yang berlaku di masyarakat.
2) Pengetahuan Personal Hygiene
Personal Hygiene adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dirinya sendiri (Yulianto et al., 2020). Pengetahuan mengenai
personal hygiene tentunya sangat penting. Pengetahuan seseorang
terkait hygiene dapat mempengaruhi praktik personal hygiene.
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang mengenai personal
hygiene maka semakin baik pula praktik personal hygiene (Potter &
Perry, 2005). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Novianus et al., 2020) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan
signifikan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan gangguan
fungsional paru pada pekerja di UMKM Mebel.
2.2.2
Sikap terhadap Personal Hygiene
1) Definisi Sikap
Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap merupakan respon tertutup
dari seseorang terhadap stimulus ataupun objek yang melibatkan
pikiran, perasaan, perhatian, maupun gejala kejiwaan lainnya
(Notoatmodjo, 2010). Sikap didefinisikan sebagai bentuk keyakinan
terhadap stimulus atau objek tertentu baik itu menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang mana dapat menghasilkan suatu perilaku yang
dominan (Kusuma & Nurcahayati, 2021).
Allport (dikutip dalam Notoatmodjo, 2010) terdapat tiga
komponen pokok yang membentuk sikap, diantaranya sebagai berikut:
a) Pengetahuan, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap suatu
objek.
b) Penilaian seseorang yang terkandung dalam faktor emosi terhadap
objek
c) Kecenderungan untuk bertindak
2) Sikap Personal Hygiene
Sikap dapat menjadi salah satu faktor yang membentuk praktik
personal hygiene pada diri seseorang karena sikap adalah pandangan
dan
perasaan
yang
dapat
membentuk
kecenderungan
untuk
mempraktikkan personal hygiene. Sikap yang baik atau mengarah ke
hal positif akan menciptakan praktik personal hygiene yang baik
(Fatmawati, 2017). Hasil penelitian (Rahayu, 2019) menyebutkan
bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap ibu terhadap personal
hygiene dengan tindakan pencegahan ispa pada balita di wilayah
Puskesmas Caringin dengan p value 0,014˂ α 0,05.
2.2.3
Praktik Personal Hygiene
1) Definisi Praktik
Praktik merupakan suatu perbuatan mengimplementasikan
suatu teori, metode ataupun hal lainnya yang telah tersusun ataupun
terencana sebelumnya guna mencapai tujuan tertentu. Praktik juga
didefinisikan sebagai sikap yang belum tentu secara langsung tercipta
dalam suatu tindakan. Dalam menciptakannya, dibutuhkan faktor
pendukung seperti fasilitas ataupun sarana prasarana (Notoatmodjo,
2010). Menurut Notoatmodjo (2010), terdapat tiga tingkatan dalam
praktik atau tindakan yaitu sebagai berikut:
a) Respon terpimpin (Guided Response)
Respon terpimpin (Guided Response) merupakan sesuatu yang
sudah dilakukan oleh subjek namun masih bergantung dengan
tuntutan ataupun panduan
b) Mekanisme (Mechanism)
Mekanisme (Mechanism) adalah apabila subjek telah mampu
melakukan sesuatu dengan sendirinya . Sesuatu tersebut telah
menjadi kebiasaannya.
c) Adopsi (Adoption)
Adopsi (Adoption) didefinisikan sebagai suatu tindakan ataupun
praktik yang sudah berkembang dengan baik. Maksudnya, suatu
tindakan atau praktik tersebut telah dilakukan perubahan tanpa
adanya pengurangan kebenaran tindakan tersebut.
2) Praktik Personal Hygiene
Sumber cemaran yang terdapat dalam tubuh kita yaitu: hidung,
mulut, telinga, isi perut, dan telinga. Sumber cemaran yang ada pada
tubuh kita hendaknya perlu dijaga dengan praktik personal hygiene
agar tidak menambah potensi cemaran. Sumber cemaran yang berasal
dari praktik atau tindakan dapat disebabkan oleh pola hidup dan
kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Praktik
personal hygiene yang dapat dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Tidak menyentuh hidung ataupun memasukkan jari tangan ke
lubang hidung selama bekerja (Yulianto et al., 2020)
2. Tidak merokok pada saat bekerja (Yulianto et al., 2020)
3. Menjaga kebersihan diri, seperti pakaian, rumah, maupun
lingkungan (Karlina et al., 2021)
4. Menutup mulut serta hidung dengan memakai masker ketika berada
di luar rumah atau tempat umum (Karlina et al., 2021)
5. Membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir
(Karlina et al., 2021)
6. Menjaga kebersihan anggota tubuh (tangan, kaki, kulit, rambut,
kuku, mata, telinga) (Karlina et al., 2021)
7. Menjaga pola makan yang sehat dengan gizi seimbang maupun
bebas dari bibit penyakit (Karlina et al., 2021)
8. Menjaga imunitas tubuh dan kesehatan jasmani (Karlina et al.,
2021)
2.3
Gangguan Pernapasan
2.3.1
Gangguan Pernapasan
Pernapasan merupakan proses menghirup udara yang mengandung
oksigen dan menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida
dalam jumlah besar sebagai sisa oksida dari tubuh. Derajat kesehatan
pada sistem pernapasan seseorang dapat diketahui dari ada tidaknya
gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan adalah jenis penyakit yang
dapat mempengaruhi paru dan bagian lainnya dari pernapasan
(Munandar, 2022). Sistem pernapasan dapat mengalami gangguan
karena adanya kelainan pada sistem pernapasan, infeksi kuman, serta
lingkungan yang penuh debu maupun gas berbahaya (Suma’mur, 2014;
Munandar, 2022)
Untuk mengetahui dan mengukur kondisi pernapasan seseorang
dapat menggunakan alat peak flow meter. Alat ini mampu mendeteksi
adanya gangguan pernapasan atau tidak pada seseorang dengan melihat
nilai PEFR (Peak Expiratory Flow Rate). Bilamana nilai PEFR turun
maka terdapat hambatan udara di saluran pernapasan yang artinya ada
gangguan pernapasan (Novziransyah, Veronica and Balatif, 2022).
Adapun kriteria penilaian kondisi pernapasan seseorang dengan
alat peak flow meter dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Cleveland
Clinic, 2017)
1) Zona Hijau (Normal) : PEF 80-100%
2) Zona Kuning (Mengalami Gangguan Pernapasan Sedang) : PEF 50˂80%
3) Zona Merah (Mengalami Gangguan Pernapasan Berat) : PEF ˂50%
2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Pernapasan
a) Faktor Individu
1. Umur
Adanya penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua
umur, namun masih terdapat penyakit-penyakit tertentu yang
dapat menyerang pada golongan umur tertentu. Semakin
bertambahnya umur juga sering dikaitkan dengan meningkatnya
kecenderungan
terhadap
penyakit
kronis
sementara
kecenderungan terhadap penyakit akut tidak begitu jelas.
Pertambahan umur sering kali dapat membuat seseorang rentan
terkena penyakit, khususnya gangguan pernapasan (Prasetio and
Mustika, 2017)
2. Massa Kerja
Massa kerja mengacu pada lamanya waktu seseorang mulai
bekerja di tempat kerja dan menyelesaikan pekerjaan sampai dia
bekerja saat ini. Massa kerja juga didefinisikan dengan seseorang
yang masuk kerja untuk beberapa waktu sampai ditetapkannya
orang untuk tidak bekerja. Pekerja yang memiliki massa kerja yang
lama dibarengi dengan kondisi tempat kerja yang tidak sehat
tentunya dapat mempengaruhi kesehatan kerja. Kondisi tempat
kerja yang tidak sehat karena adanya bahan-bahan berbahaya dapat
mengkontaminasi udara di tempat kerja yang tentunya dapat
memicu adanya keluhan pernapasan seperti batuk, iritasi saluran
pernapasan hingga keadaan paru – paru pekerja. Adanya massa
kerja yang cukup lama dapat memungkinkan masuknya bahan
pencemar dalam paru-paru, dikarenakan telah lama menghirup
udara yang terkontaminasi di tempat kerja (Suma’mur, 2014)
3. Riwayat Penyakit Paru
Adanya gangguan pernapasan salah satunya dipicu karena
seseorang memiliki riwayat penyakit paru. Adanya riwayat paru
dapat membuat seseorang berisiko 2 kali lebih besar menderita
gangguan pernapasan. Seseorang dengan riwayat penyakit paru
lebih mudah dan sering mengalami gangguan pernapasan
dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat
penyakit paru. Hal ini dikarenakan tubuh yang sebelumnya pernah
terkena penyakit akan mengalami penurunan daya tahan terhadap
penyakit dibanding bagian tubuh yang tidak pernah terkena
penyakit (Dwicahyo, 2017)
b)
Faktor Perilaku
Segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka
memelihara kesehatannya dan menjaga dirinya dari bahaya paparan
kerja disebut upaya pembatasan diri (Pradana, 2018). (Karlina et al.,
2021) menyebutkan bahwa organisasi kesehatan dunia (WHO) telah
memberikan instruksi pada masyarakat untuk mengurangi paparan dan
penyebaran penyakit atau infeksi melalui perilaku personal hygiene
yaitu menjaga kebersihan tangan dan saluran pernapasan. Berikut
adalah beberapa faktor perilaku yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan sistem pernapasan seseorang adalah sebagai berikut:
1) Penggunaan Masker
Bahaya di tempat kerja dapat datang kapan saja, sehingga
diperlukan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja
(personal protective devices). Pengggunaan alat pelindung diri
seperti masker dapat melindungi pekerja dari bahaya gas, uap, atau
lainnya yang dapat memperburuk kondisi pekerja. Penggunaan alat
pelindung pernapasan yang sederhana misalnya masker dapat
mencegah timbulnya gangguan sistem pernapasan (Karlina et al.,
2021). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan (Pahrir, 2021)
menyebutkan juga bahwa tidak ada perbedaan efesiensi jenis
masker yang digunakan untuk mengurangi dampak gangguan
pernapasan pada pemulung di TPAS Tamangapa Kota Makassar .
Penggunaan masker medis ataupun non medis sama-sama
mendapatkan 3 pemulung yang menderita gangguan pernapasan
dengan 2 orang yang menderita gangguan pernapasan obstruktif
dan 1 orang lainnya menderita gangguan pernapasan kombinasi.
2) Kebiasaan Merokok
Kebiasaan buruk personal hygiene seperti merokok tentunya
dapat
mempengaruhi
derajat
kesehatan
sistem
pernapasan
seseorang. Individu yang merokok lebih banyak mengeluhkan
adanya gangguan pernapasan. Dimana adanya kebiasaan merokok
yang terlalu sering dapat membuat saluran pernapasan dapat
tersumbat dan membengkak, restriktif maupun dapat menyebabkan
kanker paru (Potter and Perry, 2005).
3) Kebiasaan Menjaga Kebersihan Tangan
Menjaga kebersihan tangan seperti memiliki kebiasaan cuci
tangan dengan sabun tampaknya terlihat sepele, namun perilaku
personal hygiene ini sangat efektif guna mencegah penyebaran
penyakit maupun pengendalian infeksi. WHO juga menyebutkan
bahwa setiap orang perlu mengusahakan perilaku personal hygiene
terutama kebersihan tangan untuk mencegah penyakit pernapasan
(Kementerian Kesehatan RI, 2020). Personal Hygiene yang baik
seperti menjaga kebersihan tangan dengan selalu mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penyakit
pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan atas (ispa) (Gustina et
al., 2020). Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Amanatillah,
2019) yang menyatakan bahwa individu yang sedang melakukan
aktivitas menyapu dan individu tersebut tidak mencuci tangan
sehingga kuman akan menempel di tangan saat tangan dari individu
tersebut memegang hidung akan masuk ke dalam sistem pernapasan
terjadilah infeksi pada saluran pernapasan.
c)
Faktor Lingkungan
Zat yang dapat mencemari udara yang berdampak pada kualitas
udara di tempat kerja disebut polutan. Polutan yang ada di tempat
kerja dapat bersumber dari bahan baku yang digunakan untuk proses
kerja maupun adanya paparan dari lingkungan kerja. Zat polutan ini
dapat dapat menyebabkan fungsi paru pekerja dapat mengalami
penurunan. akibat pekerja tersebut terpapar zat polutan. Adapun jenis
zat polutan di lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi gangguan
pernapasan
pekerja
adalah
debu,
uap,
gas,
mikroorganisme
(Suma’mur, 2014).
2.4
Pemulung
Pemulung merupakan orang yang mencari dan mengumpulkan sampah di
jalan raya, Tempat Penampungan Sementara (TPS) maupun di Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA). Selain itu, pemulung juga kebanyakan mencari dan
mengumpulkan sampah dari satu rumah penduduk ke rumah lainnya Menurut
(Jefriyanto, 2019), pemulung juga didefinisikan sebagai orang yang memiliki
pekerjaan memungut barang-barang bekas yang nantinya masih bisa digunakan
lagi menjadi produk yang memiliki nilai jual kembali. Pemulung biasanya
mencari barang-barang yang masih dapat dijual serta didaur ulang misalnya
plastik, botol, kaca, kertas, serta bahan habis pakai lainnya. Menurut (Pradana,
2018), pemulung didefinisikan sebagai seorang individu yang memiliki
kontribusi terhadap lingkungan, atau dikenal sebagai pahlawan lingkungan
karena jasanya menyelamatkan lingkungan dari gunungan sampah yang
dihasilkan oleh aktivitas manusia.
2.5
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
2.5.1
TPA
Tahapan
akhir
pengelolaan
sampah
adalah
pembuangan.
Pembuangan dilakukan di TPA, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah.
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, TPA atau yang dikenal
sebagai Tempat Pemrosesan Akhir merupakan suatu tempat dimana
sampah diproses dengan aman supaya tidak menimbulkan gangguan
terhadap lingkungan sekitar (Menteri Hukum dan HAM RI, 2008). TPA
juga didefinisikan sebagai suatu tempat akhir yang digunakan untuk
mengumpulkan timbunan sampah perkotaan. Selain itu, TPA berpotensi
mempengaruhi kesehatan khususnya masyarakat yang tinggal maupun
beraktifitas sehari-hari di TPA, karena lingkungan sekitar TPA yang
dipenuhi tumpukan sampah yang dapat mengundang bakteri, vektor
penyakit, dan virus yang berkembang (Axmalia and Mulasari, 2020).
2.5.2
Macam Risiko Bahaya Di TPA
1). Gas
ATSDR (Agency For Toxic Substances And Disease
Registry) dalam (Sriagustini and Arie Ardiyanti Rufaedah, 2020)
menyebutkan TPA sebagai Tempat Pemrosesan Akhir sampah
menghasilkan komponen gas yaitu gas hidrogen sulfida (H2S),
metana (CH4), karbondioksida (CO2), Nitrogen (N), serta Amoniak
(NH3). Gas-gas yang dihasilkan ini akibat proses pembusukan oleh
sampah organik yang menimbulkan bau busuk di TPA (Sidebang,
2022). (Akbar, 2016) menyebutkan adanya gas CH4 (metana), dan
H2S (asam sulfat) di TPA dapat memberikan dampak negatif bagi
kesehatan paru pemulung seperti gangguan pernapasan yang
diakibatkan karena pemulung dalam bekerja kesehariannya
terpapar langsung oleh gas-gas yang ada di TPA.
2). Debu
Debu adalah partikel yang melayang di udara yang biasa
disebut dengan Suspended Particulate Matte (SPM), dengan
ukuran mulai dari 1 mikron hingga 500 mikron (Primasanti and
Dyah Herawati, 2022). Adanya tempat pemrosesan akhir sampah
(TPA) terdapat polutan udara seperti debu. Semakin tinggi kadar
debu yang ada di udara maka kemungkinan terpapar debu semakin
tinggi dan semakin besar berisiko terganggunya kesehatan
pernapasan (Prasetiyawati and Setiani, 2021).
3).
Mikroba
Tempat pemrosesan akhir (TPA) sebagai sarana untuk
penampungan sekaligus pemrosesan sampah dan sisa limbah hasil
konsumsi manusia. Hal tersebut menjadikan TPA sebagai sumber
nutrien bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut (Sulistyarini Gultom et al., 2017), jenis mikroba yang
sering
ditemukan
di
TPA
adalah
genus
Clostridium,
Flavobacterium, Corynibacterium, Pseudomonas, Mycobacterium,
Arthrobacter,
Achromobacter,
Sarcina,
Bacillus,
serta
Acetobacter. Selain itu, terdapat mikroorganisme jenis genus
lainnya yang ada di TPA seperti Agrobacterium, Acetobacter,
Carnobacterium,
Zooglea,
Acinetobacter,
dan
Alcaligenes
(Ristiati, Suryanti and Indrawan, 2018)
(Fithri, 2021) mengemukakan bahwa TPA dapat menjadi
pencemar udara yang timbul akibat mikroorganisme patogen
dengan jumlah yang tinggi. Sejalan juga dengan temuan yang
pernah
dilakukan
(Odonkor
and
Mahami,
2020)
dalam
penelitiannya terkait dengan kualitas mikroba udara yang terdapat
di sekitar tempat pembuangan akhir sampah yang menjelaskan
bahwa lingkungan hunian sekitar tempat pembuangan akhir
sampah ditemukan jamur dan bakteri dengan konsentrasi tinggi,
yang mana adanya hal ini dapat berpontensi menganggu kesehatan
masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan akhir
sampah.
2.6
Kerangka Teori
Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka teori penelitian
berjudul “Hubungan Personal Hygiene dengan Gangguan Pernapasan
Pemulung di TPA Tanjungrejo Kudus”
Agent
Host
Environment
Timbunan
Sampah di
TPA
1. Gas
2. Debu
3. Mikroba
Perilaku Individu
(Personal Hygiene)
Karakteristik
Individu
1. Umur
2. Massa
Kerja
3. Riwayat
Penyakit
Paru
1. Sikap
2. Pengetahuan
3. Praktik
1. Kebiasaan
Merokok
2. Penggunaan
Masker
3. Kebersihan
Tangan
Gangguan Pernapasan Pemulung
Gambar 2. 1 Kerangka Teori
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Sumber: Karlina et al (2021); Potter and Perry (2005); Suma’mur (2014); Dwicahyo
(2017); Prasetio and Mustika (2017); Yulianto, Hadi and
Nurcahyo (2020); Fithri (2021)
No
1.
2.
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Pengetahuan Segala sesuatu yang
diketahui dan dipahami
responden
tentang
personal
hygiene
saat/setelah bekerja :
kebiasaan
merokok,
memakai masker, dan
menjaga
kebersihan
tangan
Wawancara
dengan
menggunakan
Kuesioner
Sikap
Wawancara
dengan
menggunakan
Kuesioner
Kategori
Skala
Data
Baik : 76- Ordinal
100% dari
skor total
Sedang: 5675% dari
skor total
Buruk:
≤55% dari
skor total
Baik : 76100% dari
skor total
Sedang: 5675% dari
skor total
Buruk:
≤55% dari
skor total
3.
Praktik
Wawancara
dengan
menggunakan
Kuesioner
Baik : 76100% dari
skor total
Sedang: 5675% dari
skor total
Buruk:
≤55% dari
skor total
4.
Gangguan
Pernapasan
Peak Flow Meter
Zona Hijau Ordinal
(Normal) :
PEF
80100%
Zona
Kuning
(Mengalami
Gangguan
Pernapasan
Sedang) :
PEF
˂80%
50-
Zona
Merah
(Mengalami
Gangguan
Pernapasan
Berat)
:
PEF ˂50%
Download