2.1 Personal Hygiene 2.1.1 Definisi Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya perorangan dan hygiene artinya sehat. Menurut (Silalahi and Mahaji Putri, 2017), personal hygiene didefinisikan sebagai upaya menjaga kebersihan dan kesehatan perorangan yang bertujuan mencegah penyakit pada diri sendiri dan orang lain, baik secara fisik serta psikologis. Personal hygiene merupakan upaya perawatan diri yang dilakukan manusia dalam rangka menjaga kesehatannya. Setiap orang wajib menjaga personal hygiene untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mentalnya. Pemeliharaan personal hygiene juga sangat penting untuk kenyamanan, keamanan, maupun kesehatan setiap orang. Seseorang yang menderita sakit, biasanya karena kurang memperhatikan personal hygiene. Hal tersebut terjadi karena masih menganggap personal hygiene adalah masalah yang sepele, karena itu setiap orang hendaknya berusaha agar menjaga dan meningkatkan personal hygiene (Potter and Perry, 2005) 2.1.2 Tujuan Personal Hygiene Menurut (Rejeki, 2015) bahwa tujuan perilaku personal hygiene adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang 2. Memelihara kebersihan diri sendiri orang 3. Memperbaiki kekurangan pada personal hygiene 4. Mencegah timbulnya suatu penyakit 5. Menaikkan kepercayaan diri seseorang 6. Menciptakan keindahan 2.2 Perilaku Personal Hygiene 2.2.1 Pengetahuan terhadap Personal Hygiene 1) Definisi Pengetahuan Menurut (Notoatmodjo, 2010), pengetahuan adalah hasil “tahu” yang mana terjadi setelah seseorang mengadakan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terhadap objek melalui indera manusia seperti penglihatan (mata), pendengaran (telinga), penciuman (hidung), dan sebagainya. Sebagian besar pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera pendengaran (telinga). Terdapat enam tingkatan pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010): a) Tahu (Know) Tahu diartikan bilamana seseorang mampu menjelaskan secara garis besar apa yang telah dipelajarinya, sebagai contoh istilahistilah b) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan jika seseorang mampu menerangkan kembali secara mendasar ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya tidak sekedar tahu terhadap objek dan tidak sekedar dapat menyebutkan . c) Aplikasi (Application) Tingkatan aplikasi memili arti bilamama seseorang telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajarinya dari situasi lainnya. d) Analisis (Analysis) Analisis merupakan kemampuan seseorang yang mana seseorang telah mampu menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu maupun menganalis satu sama lain e) Sintesis (Synthesis) Sintesis diartikan kemampuan seseorang menyusun ke bentuk semula atau bentuk lain f) Evaluasi (Evaluation) Tingkatan terakhir yaitu evaluasi berkaitan dengan kemampuan dari seseorang dalam melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Adanya penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada kriteria yang telah ditentukan sendiri ataupun dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. 2) Pengetahuan Personal Hygiene Personal Hygiene adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dirinya sendiri (Yulianto et al., 2020). Pengetahuan mengenai personal hygiene tentunya sangat penting. Pengetahuan seseorang terkait hygiene dapat mempengaruhi praktik personal hygiene. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang mengenai personal hygiene maka semakin baik pula praktik personal hygiene (Potter & Perry, 2005). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Novianus et al., 2020) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan tindakan pencegahan gangguan fungsional paru pada pekerja di UMKM Mebel. 2.2.2 Sikap terhadap Personal Hygiene 1) Definisi Sikap Menurut (Notoatmodjo, 2010), sikap merupakan respon tertutup dari seseorang terhadap stimulus ataupun objek yang melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, maupun gejala kejiwaan lainnya (Notoatmodjo, 2010). Sikap didefinisikan sebagai bentuk keyakinan terhadap stimulus atau objek tertentu baik itu menyenangkan atau tidak menyenangkan yang mana dapat menghasilkan suatu perilaku yang dominan (Kusuma & Nurcahayati, 2021). Allport (dikutip dalam Notoatmodjo, 2010) terdapat tiga komponen pokok yang membentuk sikap, diantaranya sebagai berikut: a) Pengetahuan, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap suatu objek. b) Penilaian seseorang yang terkandung dalam faktor emosi terhadap objek c) Kecenderungan untuk bertindak 2) Sikap Personal Hygiene Sikap dapat menjadi salah satu faktor yang membentuk praktik personal hygiene pada diri seseorang karena sikap adalah pandangan dan perasaan yang dapat membentuk kecenderungan untuk mempraktikkan personal hygiene. Sikap yang baik atau mengarah ke hal positif akan menciptakan praktik personal hygiene yang baik (Fatmawati, 2017). Hasil penelitian (Rahayu, 2019) menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap ibu terhadap personal hygiene dengan tindakan pencegahan ispa pada balita di wilayah Puskesmas Caringin dengan p value 0,014˂ α 0,05. 2.2.3 Praktik Personal Hygiene 1) Definisi Praktik Praktik merupakan suatu perbuatan mengimplementasikan suatu teori, metode ataupun hal lainnya yang telah tersusun ataupun terencana sebelumnya guna mencapai tujuan tertentu. Praktik juga didefinisikan sebagai sikap yang belum tentu secara langsung tercipta dalam suatu tindakan. Dalam menciptakannya, dibutuhkan faktor pendukung seperti fasilitas ataupun sarana prasarana (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), terdapat tiga tingkatan dalam praktik atau tindakan yaitu sebagai berikut: a) Respon terpimpin (Guided Response) Respon terpimpin (Guided Response) merupakan sesuatu yang sudah dilakukan oleh subjek namun masih bergantung dengan tuntutan ataupun panduan b) Mekanisme (Mechanism) Mekanisme (Mechanism) adalah apabila subjek telah mampu melakukan sesuatu dengan sendirinya . Sesuatu tersebut telah menjadi kebiasaannya. c) Adopsi (Adoption) Adopsi (Adoption) didefinisikan sebagai suatu tindakan ataupun praktik yang sudah berkembang dengan baik. Maksudnya, suatu tindakan atau praktik tersebut telah dilakukan perubahan tanpa adanya pengurangan kebenaran tindakan tersebut. 2) Praktik Personal Hygiene Sumber cemaran yang terdapat dalam tubuh kita yaitu: hidung, mulut, telinga, isi perut, dan telinga. Sumber cemaran yang ada pada tubuh kita hendaknya perlu dijaga dengan praktik personal hygiene agar tidak menambah potensi cemaran. Sumber cemaran yang berasal dari praktik atau tindakan dapat disebabkan oleh pola hidup dan kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Praktik personal hygiene yang dapat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan adalah sebagai berikut: 1. Tidak menyentuh hidung ataupun memasukkan jari tangan ke lubang hidung selama bekerja (Yulianto et al., 2020) 2. Tidak merokok pada saat bekerja (Yulianto et al., 2020) 3. Menjaga kebersihan diri, seperti pakaian, rumah, maupun lingkungan (Karlina et al., 2021) 4. Menutup mulut serta hidung dengan memakai masker ketika berada di luar rumah atau tempat umum (Karlina et al., 2021) 5. Membiasakan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir (Karlina et al., 2021) 6. Menjaga kebersihan anggota tubuh (tangan, kaki, kulit, rambut, kuku, mata, telinga) (Karlina et al., 2021) 7. Menjaga pola makan yang sehat dengan gizi seimbang maupun bebas dari bibit penyakit (Karlina et al., 2021) 8. Menjaga imunitas tubuh dan kesehatan jasmani (Karlina et al., 2021) 2.3 Gangguan Pernapasan 2.3.1 Gangguan Pernapasan Pernapasan merupakan proses menghirup udara yang mengandung oksigen dan menghembuskan udara yang mengandung karbon dioksida dalam jumlah besar sebagai sisa oksida dari tubuh. Derajat kesehatan pada sistem pernapasan seseorang dapat diketahui dari ada tidaknya gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan adalah jenis penyakit yang dapat mempengaruhi paru dan bagian lainnya dari pernapasan (Munandar, 2022). Sistem pernapasan dapat mengalami gangguan karena adanya kelainan pada sistem pernapasan, infeksi kuman, serta lingkungan yang penuh debu maupun gas berbahaya (Suma’mur, 2014; Munandar, 2022) Untuk mengetahui dan mengukur kondisi pernapasan seseorang dapat menggunakan alat peak flow meter. Alat ini mampu mendeteksi adanya gangguan pernapasan atau tidak pada seseorang dengan melihat nilai PEFR (Peak Expiratory Flow Rate). Bilamana nilai PEFR turun maka terdapat hambatan udara di saluran pernapasan yang artinya ada gangguan pernapasan (Novziransyah, Veronica and Balatif, 2022). Adapun kriteria penilaian kondisi pernapasan seseorang dengan alat peak flow meter dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Cleveland Clinic, 2017) 1) Zona Hijau (Normal) : PEF 80-100% 2) Zona Kuning (Mengalami Gangguan Pernapasan Sedang) : PEF 50˂80% 3) Zona Merah (Mengalami Gangguan Pernapasan Berat) : PEF ˂50% 2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Pernapasan a) Faktor Individu 1. Umur Adanya penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua umur, namun masih terdapat penyakit-penyakit tertentu yang dapat menyerang pada golongan umur tertentu. Semakin bertambahnya umur juga sering dikaitkan dengan meningkatnya kecenderungan terhadap penyakit kronis sementara kecenderungan terhadap penyakit akut tidak begitu jelas. Pertambahan umur sering kali dapat membuat seseorang rentan terkena penyakit, khususnya gangguan pernapasan (Prasetio and Mustika, 2017) 2. Massa Kerja Massa kerja mengacu pada lamanya waktu seseorang mulai bekerja di tempat kerja dan menyelesaikan pekerjaan sampai dia bekerja saat ini. Massa kerja juga didefinisikan dengan seseorang yang masuk kerja untuk beberapa waktu sampai ditetapkannya orang untuk tidak bekerja. Pekerja yang memiliki massa kerja yang lama dibarengi dengan kondisi tempat kerja yang tidak sehat tentunya dapat mempengaruhi kesehatan kerja. Kondisi tempat kerja yang tidak sehat karena adanya bahan-bahan berbahaya dapat mengkontaminasi udara di tempat kerja yang tentunya dapat memicu adanya keluhan pernapasan seperti batuk, iritasi saluran pernapasan hingga keadaan paru – paru pekerja. Adanya massa kerja yang cukup lama dapat memungkinkan masuknya bahan pencemar dalam paru-paru, dikarenakan telah lama menghirup udara yang terkontaminasi di tempat kerja (Suma’mur, 2014) 3. Riwayat Penyakit Paru Adanya gangguan pernapasan salah satunya dipicu karena seseorang memiliki riwayat penyakit paru. Adanya riwayat paru dapat membuat seseorang berisiko 2 kali lebih besar menderita gangguan pernapasan. Seseorang dengan riwayat penyakit paru lebih mudah dan sering mengalami gangguan pernapasan dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat penyakit paru. Hal ini dikarenakan tubuh yang sebelumnya pernah terkena penyakit akan mengalami penurunan daya tahan terhadap penyakit dibanding bagian tubuh yang tidak pernah terkena penyakit (Dwicahyo, 2017) b) Faktor Perilaku Segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memelihara kesehatannya dan menjaga dirinya dari bahaya paparan kerja disebut upaya pembatasan diri (Pradana, 2018). (Karlina et al., 2021) menyebutkan bahwa organisasi kesehatan dunia (WHO) telah memberikan instruksi pada masyarakat untuk mengurangi paparan dan penyebaran penyakit atau infeksi melalui perilaku personal hygiene yaitu menjaga kebersihan tangan dan saluran pernapasan. Berikut adalah beberapa faktor perilaku yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan sistem pernapasan seseorang adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan Masker Bahaya di tempat kerja dapat datang kapan saja, sehingga diperlukan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja (personal protective devices). Pengggunaan alat pelindung diri seperti masker dapat melindungi pekerja dari bahaya gas, uap, atau lainnya yang dapat memperburuk kondisi pekerja. Penggunaan alat pelindung pernapasan yang sederhana misalnya masker dapat mencegah timbulnya gangguan sistem pernapasan (Karlina et al., 2021). Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan (Pahrir, 2021) menyebutkan juga bahwa tidak ada perbedaan efesiensi jenis masker yang digunakan untuk mengurangi dampak gangguan pernapasan pada pemulung di TPAS Tamangapa Kota Makassar . Penggunaan masker medis ataupun non medis sama-sama mendapatkan 3 pemulung yang menderita gangguan pernapasan dengan 2 orang yang menderita gangguan pernapasan obstruktif dan 1 orang lainnya menderita gangguan pernapasan kombinasi. 2) Kebiasaan Merokok Kebiasaan buruk personal hygiene seperti merokok tentunya dapat mempengaruhi derajat kesehatan sistem pernapasan seseorang. Individu yang merokok lebih banyak mengeluhkan adanya gangguan pernapasan. Dimana adanya kebiasaan merokok yang terlalu sering dapat membuat saluran pernapasan dapat tersumbat dan membengkak, restriktif maupun dapat menyebabkan kanker paru (Potter and Perry, 2005). 3) Kebiasaan Menjaga Kebersihan Tangan Menjaga kebersihan tangan seperti memiliki kebiasaan cuci tangan dengan sabun tampaknya terlihat sepele, namun perilaku personal hygiene ini sangat efektif guna mencegah penyebaran penyakit maupun pengendalian infeksi. WHO juga menyebutkan bahwa setiap orang perlu mengusahakan perilaku personal hygiene terutama kebersihan tangan untuk mencegah penyakit pernapasan (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Personal Hygiene yang baik seperti menjaga kebersihan tangan dengan selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan atas (ispa) (Gustina et al., 2020). Hal tersebut sejalan dengan penelitian (Amanatillah, 2019) yang menyatakan bahwa individu yang sedang melakukan aktivitas menyapu dan individu tersebut tidak mencuci tangan sehingga kuman akan menempel di tangan saat tangan dari individu tersebut memegang hidung akan masuk ke dalam sistem pernapasan terjadilah infeksi pada saluran pernapasan. c) Faktor Lingkungan Zat yang dapat mencemari udara yang berdampak pada kualitas udara di tempat kerja disebut polutan. Polutan yang ada di tempat kerja dapat bersumber dari bahan baku yang digunakan untuk proses kerja maupun adanya paparan dari lingkungan kerja. Zat polutan ini dapat dapat menyebabkan fungsi paru pekerja dapat mengalami penurunan. akibat pekerja tersebut terpapar zat polutan. Adapun jenis zat polutan di lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi gangguan pernapasan pekerja adalah debu, uap, gas, mikroorganisme (Suma’mur, 2014). 2.4 Pemulung Pemulung merupakan orang yang mencari dan mengumpulkan sampah di jalan raya, Tempat Penampungan Sementara (TPS) maupun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selain itu, pemulung juga kebanyakan mencari dan mengumpulkan sampah dari satu rumah penduduk ke rumah lainnya Menurut (Jefriyanto, 2019), pemulung juga didefinisikan sebagai orang yang memiliki pekerjaan memungut barang-barang bekas yang nantinya masih bisa digunakan lagi menjadi produk yang memiliki nilai jual kembali. Pemulung biasanya mencari barang-barang yang masih dapat dijual serta didaur ulang misalnya plastik, botol, kaca, kertas, serta bahan habis pakai lainnya. Menurut (Pradana, 2018), pemulung didefinisikan sebagai seorang individu yang memiliki kontribusi terhadap lingkungan, atau dikenal sebagai pahlawan lingkungan karena jasanya menyelamatkan lingkungan dari gunungan sampah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. 2.5 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah 2.5.1 TPA Tahapan akhir pengelolaan sampah adalah pembuangan. Pembuangan dilakukan di TPA, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, TPA atau yang dikenal sebagai Tempat Pemrosesan Akhir merupakan suatu tempat dimana sampah diproses dengan aman supaya tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar (Menteri Hukum dan HAM RI, 2008). TPA juga didefinisikan sebagai suatu tempat akhir yang digunakan untuk mengumpulkan timbunan sampah perkotaan. Selain itu, TPA berpotensi mempengaruhi kesehatan khususnya masyarakat yang tinggal maupun beraktifitas sehari-hari di TPA, karena lingkungan sekitar TPA yang dipenuhi tumpukan sampah yang dapat mengundang bakteri, vektor penyakit, dan virus yang berkembang (Axmalia and Mulasari, 2020). 2.5.2 Macam Risiko Bahaya Di TPA 1). Gas ATSDR (Agency For Toxic Substances And Disease Registry) dalam (Sriagustini and Arie Ardiyanti Rufaedah, 2020) menyebutkan TPA sebagai Tempat Pemrosesan Akhir sampah menghasilkan komponen gas yaitu gas hidrogen sulfida (H2S), metana (CH4), karbondioksida (CO2), Nitrogen (N), serta Amoniak (NH3). Gas-gas yang dihasilkan ini akibat proses pembusukan oleh sampah organik yang menimbulkan bau busuk di TPA (Sidebang, 2022). (Akbar, 2016) menyebutkan adanya gas CH4 (metana), dan H2S (asam sulfat) di TPA dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan paru pemulung seperti gangguan pernapasan yang diakibatkan karena pemulung dalam bekerja kesehariannya terpapar langsung oleh gas-gas yang ada di TPA. 2). Debu Debu adalah partikel yang melayang di udara yang biasa disebut dengan Suspended Particulate Matte (SPM), dengan ukuran mulai dari 1 mikron hingga 500 mikron (Primasanti and Dyah Herawati, 2022). Adanya tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) terdapat polutan udara seperti debu. Semakin tinggi kadar debu yang ada di udara maka kemungkinan terpapar debu semakin tinggi dan semakin besar berisiko terganggunya kesehatan pernapasan (Prasetiyawati and Setiani, 2021). 3). Mikroba Tempat pemrosesan akhir (TPA) sebagai sarana untuk penampungan sekaligus pemrosesan sampah dan sisa limbah hasil konsumsi manusia. Hal tersebut menjadikan TPA sebagai sumber nutrien bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Menurut (Sulistyarini Gultom et al., 2017), jenis mikroba yang sering ditemukan di TPA adalah genus Clostridium, Flavobacterium, Corynibacterium, Pseudomonas, Mycobacterium, Arthrobacter, Achromobacter, Sarcina, Bacillus, serta Acetobacter. Selain itu, terdapat mikroorganisme jenis genus lainnya yang ada di TPA seperti Agrobacterium, Acetobacter, Carnobacterium, Zooglea, Acinetobacter, dan Alcaligenes (Ristiati, Suryanti and Indrawan, 2018) (Fithri, 2021) mengemukakan bahwa TPA dapat menjadi pencemar udara yang timbul akibat mikroorganisme patogen dengan jumlah yang tinggi. Sejalan juga dengan temuan yang pernah dilakukan (Odonkor and Mahami, 2020) dalam penelitiannya terkait dengan kualitas mikroba udara yang terdapat di sekitar tempat pembuangan akhir sampah yang menjelaskan bahwa lingkungan hunian sekitar tempat pembuangan akhir sampah ditemukan jamur dan bakteri dengan konsentrasi tinggi, yang mana adanya hal ini dapat berpontensi menganggu kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pembuangan akhir sampah. 2.6 Kerangka Teori Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka teori penelitian berjudul “Hubungan Personal Hygiene dengan Gangguan Pernapasan Pemulung di TPA Tanjungrejo Kudus” Agent Host Environment Timbunan Sampah di TPA 1. Gas 2. Debu 3. Mikroba Perilaku Individu (Personal Hygiene) Karakteristik Individu 1. Umur 2. Massa Kerja 3. Riwayat Penyakit Paru 1. Sikap 2. Pengetahuan 3. Praktik 1. Kebiasaan Merokok 2. Penggunaan Masker 3. Kebersihan Tangan Gangguan Pernapasan Pemulung Gambar 2. 1 Kerangka Teori = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti Sumber: Karlina et al (2021); Potter and Perry (2005); Suma’mur (2014); Dwicahyo (2017); Prasetio and Mustika (2017); Yulianto, Hadi and Nurcahyo (2020); Fithri (2021) No 1. 2. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui dan dipahami responden tentang personal hygiene saat/setelah bekerja : kebiasaan merokok, memakai masker, dan menjaga kebersihan tangan Wawancara dengan menggunakan Kuesioner Sikap Wawancara dengan menggunakan Kuesioner Kategori Skala Data Baik : 76- Ordinal 100% dari skor total Sedang: 5675% dari skor total Buruk: ≤55% dari skor total Baik : 76100% dari skor total Sedang: 5675% dari skor total Buruk: ≤55% dari skor total 3. Praktik Wawancara dengan menggunakan Kuesioner Baik : 76100% dari skor total Sedang: 5675% dari skor total Buruk: ≤55% dari skor total 4. Gangguan Pernapasan Peak Flow Meter Zona Hijau Ordinal (Normal) : PEF 80100% Zona Kuning (Mengalami Gangguan Pernapasan Sedang) : PEF ˂80% 50- Zona Merah (Mengalami Gangguan Pernapasan Berat) : PEF ˂50%