Rokok eliktrik ialah metode yang memerlukan suatu media untuk memberikan nikorin yang diperlukan oleh perokok tanpa pembakaran langsung daun tembakau atau derivate lain dari tembakau yang merugikan sebagaimana dalam rokok konvesional (Putra et al., 2019). Rokok elektrik saat ini sudah menjadi fenomena baru dikalangan masyarakat Indonesia. Sekitar 10,9% masyarakat Indonesia telah mendengar tentang rokok elektrik serta sekitar 0,3% sudah menggunakannya. Sebagian besar dari pengguna dari rokok elektrik berusia 15-24 tahun dan 25-44 tahun (GATS tahun 2011, Global Adults Tobacco Survei) (dalam Ariyani, 2018-2019). Perkembangan teknologi yang semakin berkembang dan maju juga mendukung perkembangan dari rokok elektrik. Rokok elektrik yang telah berkembang menggunakan sistem tangki yang dikenal dengan sebutan vape atau vapor. Vape atau vapor merupakan alat bertenaga listrik yang berguna untuk mengganti zat-zat kimia menjadi bentuk uap dan mengalirkan ke paru-paru (BPOM, 2015). Zat kimia misalnya nikotin yang bercampur dalam campurn gliserin, propilen glikol atau humektan lainnya dengan air dan disediakan dalam cartridge atau tank yang terkadang dapat diganti. Proses dari pengubahan larutan menjadi uap biasanya diaktifkan dengan cara melakukan tindakan menghirup perangkatnya, atau vaping (Brown et al., 2014 dalam Ariyani 20182019). Sejak tahun 2015 sampai sekarang, vape atau vapor kepopulerannya kian menyaingi rokok konvensional. Kepopulerannya bahkan membuat banyak dari kalangan muda seperti pelajar SMP, SMA, dan juga mahasiswa bahkan anak-anak mencoba menggunakannya.Vape atau vapor dirasa lebih aman dan menurut beberapa kalangan vape atau vapor dianggap sebagai penolong bagi mereka yang memiliki ketergantungan terhadap rokok konvensional. Selain dipercaya mempunyai risiko yang lebih sedikit, bagi penggunanya menganggap bahwa menggunakan vape atau vapor dapat menunjukkan dirinya stylish karena telah mengikuti perkembangan zaman. Walaupun begitu, hingga kini hal tersebut masih menimbulkan perdebatan bagi beberapa kalangan Vape atau vapor tidak mempunyai kandungan tembakau seperti rokok konvensional. Namun, hal tersebut tidak menjadi tolak ukur bahwa vape atau vapor lebih aman dibandingkan rokok konvensional. Pasalnya, tidak hanya kandungan tembakau yang bisa meningkatkan risiko terinfeksi penyakit serius seperti dampak yang ditimbulkan dari cairan vape atau vapor dan adanya nikotin yang dapat menimbukan rasa adiksi (BPOM, 2015), penggunaan vape atau vapor dalam jangka waktu panjang bisa meningkatkan risiko yang sama. Perilaku penggunaan vape atau vapor tentunya tidak terlepas dari pengetahuan, presepsi bahkan nilai atau norma yang telah diyakini oleh individu atau kelompok yang akan mempengaruhi kepribadian dari seseorang. Untuk itu masyarakat Indonesia perlu sedini mungkin perlu meningkatkan pengetahuan tentang bahaya dari vape atau vapor bagi kesehatan. Dengan bertambahnya pengetahuan pengguna dari vape atau vapor tentang bahaya dari vape atau vapor bagi kesehatan tentunya akan merubah perilaku dari pengguna untuk tidak menggunakan vape atau vapor. Sumber referensi : Putra, A. I., Hanriko, R., & Kurniawaty, E. (2019). Pengaruh Efek Paparan asap Rokok Elektrik Dibandingkan Paparan Asap Rokok Konvensional Terhadap Gambaran Histopatologi Paru Mencit Jantan ( Mus musculus ) The Effect Of Exposure Elektrical Cigarette Smoke Compared With Cigarette Smoke Conventional On The. Majority, 8(1), 90–94. BPOM RI. 2015. InfoPOM Vol. 16 No. 5. Jakarta: BPOM Ariyani, O.T., Ririanty, M & Nafikadini, I. (2018-2019). Perilaku Mahasiswa Pengguna Vapor dan Dampaknya pada Kesehatan. Jurnal Jumantik 3(2), 113-124