Laporan Praktikum 10 Hari, Tanggal : Rabu, 10 Mei 2023 Bioteknologi Dasar Dosen : Dr. drh. Dwi Budiono, Msi Asisten : Drh. Karunia Nihaya Febby Rachmawati, Amd.Vet Identifikasi Bakteri Secara Molekuler Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) Oleh Kelompok 3 Arjun Pangestu J0315201043 Audina Nainggolan J0315201090 Handeya Satiti J0315202103 Ikhwanul Alam J0315201010 Muizzatul Khafidloh J0315201033 PARAMEDIK VETERINER SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2023 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi bakteri dapat dilakukan berdasarkan karakteristik fenotip dan genetiknya. Identifikasi dan karakterisasi bakteri dengan metode genetik memberikan hasil yang cepat dan akurat. Salah satu cara mengidentifikasi bakteri secara genetik adalah menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Identifikasi bakteri dengan metode PCR mampu mengklasifikasikan bakteri berdasarkan taksonomi hingga spesies. PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme (Hasibuan 2015).Identifikasi bakteri secara genetik membutuhkan DNA bakteri. Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA. Teknik PCR adalah salah satu teknik molekuler yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Menurut Bakri et all (2015), Metode ini memiliki banyak kelebihan yaitu dapat menghasilkan amplifikasi produk yang akurat, cepat, spesifik, membutuhkan jumlah sampel yang sedikit. dan metode ini dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan diagnostik konvensional (kultur). 1.2 Tujuan Tujuan dari laporan praktikum ini adalah untuk menguraikan mengenai prosedur identifikasi bakteri secara molekuler menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). BAB II METODE 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain mikropipet, microtube, elektroforesis, UV transilluminator, pemanas, vortex, alat sentrifugasi, dan Thermocycler. Adapun bahannya yaitu Triptic Soya Broth (TSB), aquabidest streril, primer reverse, primer forward, Mytaq HS Red mix (2x), ddH2O, Tris-Asetate EDTA (TAE) buffer, 1% gel agarose, florosafe DNA stain, marker DNA, dan loading dye 2.2 Cara kerja Persiapan alat dan bahan. Pertama lakukan metode ekstraksi dengan pemanasan. Koloni dari media agar dibiakkan kembali pada Triptic Soya Broth (TSB) dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Suspensi bakteri pada TSB kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1400 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan endapan (pelet) dipisahkan pada microtube 1.5 ml. Tabung yang berisi pelet kemudian ditambahkan aquabidest streril sebanyak 50 μl dan dihomogenkan menggunakan vortex selama 3 menit. Campuran pelet dan NFW dipanaskan pada suhu 100 °C selama 15 menit dan dihomogenkan dengan vortex setiap 5 menit selama 2 menit. Proses selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 7500 rpm selama 3 menit. Supernatan dipisahkan sebagai template DNA. Lakukan pembuatan Master Mix dengan memasukkan DNA template (20-25 mg) sebanyak 2 μl, primer reverse (10 μm) sebanyak 1 μl, primer forward (10 μm) sebanyak 1 μl, Mytaq HS Red mix (2x) sebanyak 6 μl, lalu ditambahkan ddH2O sebanyak 2 μl yang kemudian divortex. lalukan predenaturasi pada suhu 95 °C selamat 1 menit. Setelah itu lakukan denaturasi dengan suhu 95°C selama 15 detik, annealing pada suhu 58°C selama 15 detik, dan ekstensi pada suhu 72°C selama 10 detik. Setelah itu, Lakukan final ekstensi pada suhu 72°C selama 10 menit. Lanjutkan dengan pendinginan dengan suhu 12 °C selama 10-20 menit. Pembuatan gel agarose dilakukan dengan timbang gel agarose seberat 0,4 gr. masukkan ke dalam 40 ml Tris Asetate EDTA (TAE) buffer (2x). Lalu, dipanaskan hingga mendidih. Kemudian, ditambahkan florosafe DNA stain 1 μl. Gel dituang ke dalam cetakan yang sudah diberi sisir dan biarkan membeku. Sebanyak 2 μl marker DNA dan sampel sebanyak 5 μl yang akan dielektroforesis kan masing-masing dicampurkan dengan 1 μl loading dye. Selanjutnya dilakukan elektroforesis dalam buffer TAE (1x) dengan tegangan 50-75 volt selama 45 menit. Setelah 45 menit, pita pita DNA divisualisasikan dengan alat UV Transilluminator. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Polymerase Chain Reaction (PCR) Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA (McPherson and Moller 2006). Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Proses PCR melibatkan tiga tahap siklus temperatur yang berurutan yaitu denaturasi template (94 – 95oC), annealing (penempelan) pasangan primer pada untai ganda DNA target (50 – 60o ) dan pemanjangan (72oC). Prosedur PCR yang dilakukan pada praktikum ini digunakan untuk mendeteksi bakteri E. coli dimana setiap kelompok memiliki satu sampel bakteri sehingga, total sampel yang ada adalah 10 sampel. Bakteri E. coli dideteksi dengan cara DNA bakteri tersebut diisolasi dengan cara memasukkan aquades sebanyak 50μl dan bakteri kemudian, dihomogenkan dan divortex selama 3 menit. Setelah itu, dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 100°C selama 5 menit dimana setiap 5 menit dilakukan vortex selama 1 menit. Selanjutnya, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 3 menit dan diambil supernatannya. Supernatan adalah subtansi hasil sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih rendah. Posisi dari subtansi ini berada pada lapisan atas dan warnanya lebih jernih. Gambar 1 Hasil pembacaan menggunakan UV Transiluminator Setelah tahap elektroforesis yang dilakukan dalam buffer TAE (1x) dengan tegangan 50 - 75 volt selama 45 menit dilakukan pembacaan agarose di bawah UV Transiluminator. Pada tahap ini, pita-pita akan divisualisasikan dengan alat tersebut dan akan membentuk band. Berdasarkan hasil pembacaan menunjukan bahwa terdapat 4 sampel yang hasilnya positif. Empat sampel positif dimiliki oleh sampel kelompok 2 P1, 3 P1, 2 P2, dan 5 P2. Hal ini didukung oleh pendapat Yusuf (2010) yang menyatakan bahwa produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif. 3.2 Faktor yang Mempengaruhi Konsistensi Sel Sumsum tulang berperan dalam produksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih (leukosit), sel darah merah (eritrosit), dan platelet (keping darah) (Sihombing dan Ayub 2015). Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah 2009). Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks (Khafinuddin 2012). Faktor penyebab yang dapat mempengaruhi sebaran data yang tidak normal dan mempengaruhi peningkatan jumlah sel fibroblas yaitu Jaringan yang terlipat ini disebabkan oleh karena kesalahan dalam pemotongan jaringan. Terjadi dehidrasi yang dapat disebabkan karena waktu perpindahan terlalu lama sehingga terjadi pengerutan pada jaringan. Kesalahan operator dalam mengambil gambar jaringan maupun dalam menghitung jaringan. Faktor suhu lingkungan selama proses pengerjaan. Jika suhu lingkungan tinggi maka dapat merusak konsentrasi sel. Pemindahan sel pada tabung sentrifuge juga mempengaruhi jumlah konsentrasi sel tersebut. Pengambilan sel pada sumsum tulang harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak jaringan yang dimana akan mempengaruhi jumlah konsentrasi sel (Prahanarendra, 2015). 3.3 Faktor yang mempengaruhi Viabilitas sel Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas dan kualitas dari MSC ini meliputi aspek yang kompleks mulai dari persyaratan fasilitas, pemilihan donor, prosedur isolasi dan perbanyakan MSC, durasi pengerjaan, penggunaan bahan baku hingga pengawasan kualitas. Penggunaan bahan baku dapat mempengaruhi viabilitas dari sel tersebut, bahan yang dapat menyebabkan kematian pada sel salah satunya yaitu bahan yang memiliki sifat toksik yang tinggi, semakin tinggi konsentrasinya maka semakin rendah tingkat viabilitas dari sel tersebut. Contoh dari senyawa toksik yaitu senyawa alkaloid, Senyawa alkaloid memiliki efek farmakologi pada manusia dan hewan sebagai zat antibakteri. Ini disebabkan karena alkaloid mempunyai kemampuan dalam menghambat biosintesis dinding sel, hal ini dapat mengakibatkan metabolisme bakteri terganggu. Dan juga dapat merusak komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga menyebabkan kematian sel bakteri pada sel tersebut. 3.4 Metode kerja ekstrasi Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dilanjutkan dengan pembiakan koloni dari media dan inkubasi pada suhu 37 selama 24 jam. bakteri disuspensi dan disentrifugasi 1400 rpm selama 20 menit. Supernatan diendapkan dan dipisahkan pada mikrotube yang berukuran 1,5 ml dan tabung yang berisi endapan ditambahkan aquadest 50 ul dan divortex selama 3 menit. campuran tersebut selanjutkan dipanaskan pada suhu 100 c selama 5 menit, 2 menit sentrifugasi selama 3 menit dengan 3500 rpm. dan tahap akhir ekstraksi supernatan dipisahkan sebagai template DNA. Berdasarkan metode dari Doyle dan Doyle (1987) dalam Ardiana (2009) yang dimodifikasi. Sebanyak 200 mg sampel tanpa tulang daun ditambah PVP 0,02 g digerus dengan nitrogen cair hingga halus (tepung). Selanjutnya hasil gerusan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf ukuran 1,5 ml, lalu ditambah 0,5 ml bufer ekstraksi CTAB (1,4 M NaCl, 2% CTAB, 50 mM EDTA, 1 M Tris-HCl pH 8,0 dan 0,2% ß-mercaptoetanol). Proses lisis dinding sel dilakukan dengan menginkubasi tabung berisi sampel daun ke dalam waterbath suhu 65oC selama 60 menit. Tabung diangkat dari waterbath dan dibiarkan beberapa menit sampai suhu sampel dalam tabung menurun. Selanjutnya ditambah khloroform: isoamilalkohol (CIA 24:1) 500 μl. Tabung dikocok menggunakan vortex, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung bar lalu ditambahkan isopropanol dingin sebanyak 1 volume, dibolak-balik perlahan hingga tampak benang DNA. Sampel kemudian dibiarkan mengendap selama semalam dalam lemari pendingin pada suhu 4oC. Setelah diendapkan semalam, sampel kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Pellet DNA yang terbentuk di dasar tabung kemudian dikering udarakan. Setelah itu ditambahkan 100 µl ddH2O dan disimpan dalam lemari pendingin (-4oC). 3.5 Metode Elektroforesis Tahap ini dilakukan dalam buffer TAE (IX) dengan tegangan 50-70 watt selama 45 menit. Menurut retno setyowati et al 2021 buffer dimasukkan TBE 1x pada mesin elektroforesis dan gel agarose dimasukkan sampai agarose tengelam dalam tangki elektroforesis, masukkan 5 ul ladder pada sumuran, masukkan produk PCR yang sudah dicampur dengan loading dye dengan perbandingan 5;1 catat urutan sampel yang dimasukkan dan tutup tangki mesin elektroforesis, setting progam 100 v selama 25 menit dilanjutkan dengan buka tangki ambil gel, amati hasil elektroforesis menggunakan UV transiluminator dan foto hasilnya menggunakan kamera. 3.6 Visualisasi DNA hasil amplifikasi divisualisasi dengan melakukan elektroforesis pada gel agarosa 1% dalam buffer SB (sodium asam borat) dengan pewarna etidium bromida (0.5 μg/ml). Elektroforesis dilakukan pada 100 V selama 30 menit dan DNA diamati dengan UV transilluminator. Ukuran DNA hasil PCR dibandingkan dengan penanda (ladder) untuk mengetahui panjang DNA sampel. Ladder yang digunakan adalah low mass ladder, dengan panjang berkisar antara 100 – 2000 bp. 3.7 Perbedaan Metode PCR Konvensional dan Modern Metode PCR konvensional merupakan salah satu alternatif untuk deteksi penyakit virus yang cukup akurat dan relatif lebih murah, jika dibandingkan dengan metode lain yang sedang berkembang saat ini seperti metode PCR Portable Kit. Hanya saja keberhasilan dalam pengujian sampel dengan metode PCR konvensional,sangat bergantung pada ketepatan dan ketelitian laboratoris dalam prosedur kerjanya. Selain itu beberapa hal seperti faktor kontaminasi silang dan ketepatan jumlah bahan yang dipakai juga memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pembacaan DNA/RNA sampel. Lainnya halnya dengan metode PCR Portable Kit yang dapat dikerjakan langsung di lapangan "on the spor" menggunakan portable PCR (Rapid Test on the spot). Teknik ini dapat dikerjakan di luar laboratorium dengan proses amplifikasi yang bersifat semi-kit tanpa proses elektroforesis dan hasil akhir secara kualitatif dapat dilihat langsung pada mesin amplifikasi. Hasil analisis dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat karena tidak perlu dilakukan proses elektroforesis pada agar gelrose untuk pembacaan DNA/RNA sampel uji. Namun untuk kemudahan dari metode ini, bahan dan peralatannya harus dibeli dengan harga yang cukup mahal, selain itu keberhasilan PCR Portable Kit sangat bergantung pada kinerja alat, sehingga kesiapan, validasi dan kalibrasi alat harus dibeli dengan harga yang cukup mahal, selain itu keberhasilan metode PCR Portable Kit sangat tergantung dari kinerja kerja alat. Sehingga, kesiapan alat, validasi, dan kalibrasi alat harus sangat diperhatikan BAB IV SIMPULAN Hasil PCR yang dilakukan pada praktikum ini menyatakan bahwa terdapat 4 sampel yang hasilnya positif. Empat sampel positif dimiliki oleh sampel kelompok 2 P1, 3 P1, 2 P2, dan 5 P2. Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi viabilitas dan kualitas dari MSC ini meliputi aspek yang kompleks mulai dari persyaratan fasilitas, pemilihan donor, prosedur isolasi dan perbanyakan MSC, durasi pengerjaan, penggunaan bahan baku hingga pengawasan kualitas. DAFTAR PUSTAKA Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14(1): 12-16. Bakri Z, Hatta M, Massi MN. 2015. Deteksi Keberadaan Bakteri Escherichia Coli O157:H7 pada Feses Penderita Diare dengan Metode Kultur dan PCR. JST Kesehatan. 5(2): 184 – 192. Barber, P.H., M.V. Erdmann & S.R. Palumbi. 2006. Comparative Phylogeography of Three Codistributed Stomatopods: Origins and Timing of Regional Lineage Diversification in the Coral Triangle. Evolution. 60(9): 1825-1839. Doyle, J.J & Doyle, J.L. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-15 Hasibuan K. 2015. Peranan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Setyawati retno et al. 2021.Optimasi Konsentrasi Primer dan Suhu Annealing dalam Mendeteksi Gen Leptin pada Sapi Peranakan Ongole (PO) Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) Vol 4 (1), 36-40