Uploaded by Adhwa Khoirunisa

LAPORAN MANOP

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan produksi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan produk
sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan konsumen. Ada tiga tingkatan perencanaan
produksi dalam sebuah perusahaan, yaitu perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka
menengah, dan perencanaan jangka pendek. Tujuan dari perencanaan produksi ini adalah
untuk memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan konsumen. Proses ini
melibatkan penyusunan rencana yang meliputi seluruh proses produksi oleh manajemen
puncak dan bagian manufaktur. Rencana ini didasarkan pada permintaan konsumen dan
sumber daya perusahaan.
Dalam perencanaan produksi aggregate, perusahaan membuat rencana berdasarkan
detail organisasi perusahaan serta mempertimbangkan periode waktu tertentu. Rencana ini
juga didasarkan pada hasil peramalan, kondisi ekonomi umum, dan situasi yang ada. Tujuan
dari proses ini adalah untuk menentukan tingkat produksi sekelompok produk dalam periode
waktu tertentu sesuai dengan rencana perusahaan. Metode ini dikenal sebagai perencanaan
produksi menyeluruh atau aggregate output planning, yang bertujuan untuk mengatur output
dalam jangka menengah menghadapi fluktuasi dan ketidakpastian permintaan. Untuk
mencapai tujuan ini, perusahaan dapat menerapkan beberapa strategi berdasarkan biaya
produksi minimal, seperti biaya jam kerja normal, biaya lembur, biaya pemutusan dan
perekrutan tenaga kerja, biaya penyimpanan barang jadi, serta biaya backorder dan biaya
kekurangan stok.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum production planning adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui fungsi perencanaan produksi.
2. Mengetahui dan memahami tentang jenis-jenis biaya dalam perencanaan
produksi.
3. Mengetahui cara melakukan perencanaan produksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Perencanaan Produksi
Fungsi perencanaan dalam manajemen sangat penting karena menetapkan langkahlangkah dan tindakan yang harus diambil oleh kepemimpinan perusahaan guna mencapai
tujuan perusahaan. Selain itu, perencanaan juga menjadi acuan dan dasar bagi fungsi-fungsi
manajemen lainnya. Dalam konteks produksi, perencanaan dapat dibagi menjadi dua bagian,
yakni perencanaan usaha yang bersifat umum atau general business planning, dan
perencanaan produksi atau production planning. Perencanaan produksi melibatkan
perencanaan terkait dengan tenaga kerja, bahan baku, mesin-mesin, peralatan, dan modal
yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang dalam jangka waktu tertentu di masa
depan, sesuai dengan estimasi atau proyeksi yang ada (Lengkey et al., 2014).
Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, perencanaan produksi, yang juga dikenal
sebagai production planning, menjadi langkah awal yang penting sebelum proses produksi
dimulai. Pengendalian persediaan memiliki keterkaitan yang erat dengan perencanaan
produksi. Sebagai hasilnya, banyak perusahaan memilih untuk mengintegrasikan kedua
proses ini menjadi satu kesatuan yang saling terkait dan bekerja bersama-sama. Dengan
menggabungkan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan, perusahaan dapat
memastikan efisiensi dalam produksi sekaligus menjaga persediaan agar tetap terkendali dan
sesuai dengan permintaan pasar (Magrib, 2014).
2.2 Fungsi Perencanaan Produksi
Dalam perencanaan produksi, terdapat tujuh fungsi yang memiliki peran penting.
Fungsi-fungsi ini meliputi ramalan permintaan produk yang berubah seiring waktu,
pemantauan permintaan aktual, perbandingan dengan ramalan permintaan sebelumnya, serta
perbaikan atau revisi jika terjadi penyimpangan. Selain itu, fungsi lainnya adalah menetapkan
ukuran pemesanan barang yang ekonomis untuk bahan baku yang akan dibeli, menentukan
kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada waktu tertentu. Fungsi berikutnya adalah
memantau tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan yang telah
ditetapkan. Terakhir, perencanaan produksi juga mencakup pembuatan jadwal produksi yang
rinci, termasuk penugasan serta pembebanan mesin dan tenaga kerja (Magrib, 2014).
Dalam mencapai tingkat keuntungan yang ditentukan, perencanaan produksi bertujuan
untuk beberapa hal. Pertama, mencari pangsa pasar yang spesifik yang akan ditargetkan.
Selanjutnya, memastikan efisiensi kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain
itu, perencanaan produksi juga bertujuan untuk menjaga serta mengembangkan pekerjaan
dan peluang kerja. Tujuan lainnya adalah memproduksi barang di masa depan dengan
kualitas dan kuantitas yang diinginkan, serta mencapai keuntungan maksimum dengan
mempertimbangkan kebutuhan konsumen, pekerja, dan pengusaha. Dengan memanfaatkan
sumber daya seperti tenaga kerja, bahan baku, dan mesin secara optimal, perusahaan dapat
mencapai tingkat produksi yang efisien dan mengurangi pemborosan. Ini akan meningkatkan
produktivitas perusahaan dan mengurangi biaya produksi secara keseluruhan (Lengkey et al.,
2014).
Ada beberapa fungsi penting dalam perencanaan produksi untuk memastikan
konsistensi dan kesesuaian dengan rencana strategis perusahaan. Pertama, perencanaan
produksi bertujuan memastikan kesesuaian antara rencana penjualan dan rencana produksi
agar tujuan strategis perusahaan dapat tercapai. Selain itu, perencanaan produksi juga
berfungsi sebagai alat pengukur performansi dalam proses perencanaan produksi.
Selanjutnya, perencanaan produksi memiliki peran penting dalam pengaturan persediaan
guna mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Dengan melakukan perencanaan yang
baik, perusahaan dapat menghindari kekurangan atau kelebihan persediaan yang dapat
berdampak negatif pada produksi dan keuangan perusahaan. Terakhir, perencanaan produksi
juga berperan dalam penyusunan dan pelaksanaan jadwal produksi. Dengan menyusun
jadwal produksi yang efisien (Devani, 2013).
2.3 Jenis jenis Biaya Perencanaan Produksi
2.3.1 Hiring dan Layoff Cost
Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan mengharuskan
pengalokasian biaya yang disebut biaya perekrutan. Biaya ini meliputi berbagai faktor,
termasuk pengiklanan lowongan pekerjaan, proses seleksi kandidat yang membutuhkan
waktu dan sumber daya perusahaan, serta pelatihan yang diperlukan untuk
mempersiapkan karyawan baru. Secara khusus, biaya pelatihan menjadi lebih penting
ketika perusahaan merekrut individu tanpa pengalaman sebelumnya. Hal ini disebabkan
oleh kebutuhan mereka untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas mereka secara efektif di lingkungan kerja
perusahaan (Amri et al., 2020).
Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tunjangan kerja, yang dikenal sebagai layoff
cost, melibatkan biaya-biaya terkait dengan pengurangan jumlah pekerja dalam rangka
menyesuaikan tenaga kerja dengan tingkat produksi yang diinginkan oleh perusahaan.
Meskipun pengurangan pekerja diperlukan untuk efisiensi perusahaan, dampaknya dapat
merugikan moral pekerja dan produktivitas mereka karena adanya ketidakpastian terkait
pekerjaan mereka. Selain itu, perusahaan juga menghadapi biaya tambahan seperti biaya
pelatihan untuk karyawan baru dan biaya penggantian pekerja setelah melakukan PHK.
Ini menunjukkan bahwa layoff cost tidak hanya terbatas pada biaya langsung PHK, tetapi
juga mencakup biaya-biaya tambahan yang perlu ditanggung oleh perusahaan (Juliantara
dan kastawan, 2020).
2.3.2 Overtime Cost
Overtime cost adalah biaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan saat tenaga kerja
bekerja di luar jam kerja normal. Hal ini terjadi ketika permintaan terhadap produk atau
layanan perusahaan tiba-tiba meningkat, sehingga perusahaan membutuhkan tenaga
kerja tambahan di luar jam kerja normal. Biaya overtime umumnya dihitung berdasarkan
jumlah unit yang diproduksi oleh tenaga kerja tambahan. Perusahaan harus menanggung
biaya tambahan untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang bekerja di luar jam
kerja normal, termasuk upah tambahan atau bonus. Namun, penting untuk diingat bahwa
biaya overtime ini dapat berdampak pada biaya produksi keseluruhan perusahaan,
sehingga perusahaan harus mempertimbangkan dengan hati-hati apakah biaya tambahan
ini sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari peningkatan produksi (Juliantra dan
Mandala, 2020).
Overtime cost, atau biaya lembur, adalah pengeluaran yang harus dibayar oleh
perusahaan kepada pekerja yang bekerja melebihi jam kerja normal. Tujuan dari
penggunaan waktu lembur ini adalah untuk meningkatkan output produksi agar
perusahaan dapat memenuhi permintaan yang tinggi. Namun, perusahaan harus
menyadari konsekuensi yang timbul dari penggunaan lembur ini, yaitu adanya biaya
tambahan sebesar sekitar 150% dari upah normal. Artinya, perusahaan harus
mengeluarkan lebih banyak uang untuk membayar upah pekerja yang bekerja dalam jam
lembur. Selain itu, lembur juga berpotensi mempengaruhi tingkat absensi karyawan.
Karena pekerja yang melakukan lembur menghabiskan waktu dan energi lebih dari
biasanya, mereka mungkin lebih mudah merasa lelah secara fisik (Amri et al., 2020).
2.3.3 Inventory Cost
Biaya persediaan, yang juga dikenal sebagai Inventory cost, merupakan pengeluaran
yang timbul ketika suatu perusahaan menyimpan produk melebihi permintaan pada bulan
tersebut. Biaya ini mencakup pengelolaan, pemeliharaan, dan penyimpanan persediaan
perusahaan. Biasanya, perusahaan menggunakan persentase tertentu dari harga produk
yang disimpan di gudang setiap bulannya untuk menghitung biaya persediaan. Biaya
penyimpanan ini melibatkan berbagai elemen seperti biaya sewa atau kepemilikan
gudang, biaya asuransi persediaan, biaya pemeliharaan persediaan, biaya kerusakan atau
kehilangan persediaan, serta biaya administrasi terkait pengelolaan persediaan. Semakin
besar jumlah dan lama penyimpanan produk, semakin tinggi pula biaya persediaan yang
harus ditanggung oleh perusahaan (Juliantara dan Kastawan, 2020).
Biaya persediaan, yaitu biaya yang timbul akibat menyimpan barang jadi, terdiri dari
beberapa komponen seperti biaya modal terikat dalam persediaan, pajak terkait
persediaan, premi asuransi untuk melindungi persediaan, biaya kerusakan atau kerugian
bahan selama penyimpanan, serta biaya sewa gudang atau fasilitas penyimpanan lainnya.
Perhitungan biaya persediaan didasarkan pada jumlah unit persediaan yang
dipertahankan dalam satu tahun. Persediaan memiliki peran penting dalam operasi
perusahaan, terutama dalam menghadapi lonjakan permintaan pada saat tertentu. Dengan
mempertahankan persediaan yang cukup, perusahaan dapat memenuhi permintaan
pelanggan tepat waktu dan menghindari kekurangan persediaan. Untuk mengoptimalkan
biaya persediaan, perusahaan perlu menerapkan pengendalian persediaan yang efektif,
seperti peramalan permintaan yang akurat, manajemen siklus pemesanan barang, dan
pengurangan risiko kerusakan atau kehilangan persediaan (Octaviani et al., 2013).
2.3.4 Subcontracting Cost
Biaya subkontrak, yang mengacu pada pengeluaran perusahaan saat permintaan
melampaui kapasitas produksi reguler mereka, melibatkan penggunaan jasa perusahaan
lain untuk memproduksi unit produk yang diperlukan. Biaya tersebut mencakup biaya
produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan overhead yang dibebankan oleh
perusahaan pihak ketiga yang melakukan subkontrak. Subkontrak menjadi solusi ketika
permintaan melebihi kapasitas produksi internal, memungkinkan perusahaan memenuhi
permintaan pelanggan tanpa harus meningkatkan kapasitas produksinya sendiri. Namun,
penggunaan subkontrak perlu dipertimbangkan secara hati-hati karena melibatkan biaya
tambahan. Perusahaan harus mengevaluasi keseimbangan antara biaya subkontrak
dengan potensi keuntungan yang dihasilkan dari memenuhi permintaan pelanggan
(Octaviani et al., 2013).
Subkontrak merupakan biaya yang muncul ketika suatu perusahaan menghadapi
permintaan yang melebihi kapasitas produksinya sendiri. Dalam situasi seperti ini,
perusahaan akan menyerahkan pekerjaan yang tidak dapat ditangani sendiri kepada
perusahaan lain. Keputusan ini berdampak pada timbulnya biaya subkontrak yang
umumnya lebih tinggi daripada biaya produksi internal, serta meningkatkan risiko
keterlambatan pengiriman oleh pihak kontraktor. Meskipun subkontrak produksi dapat
membantu perusahaan memenuhi permintaan yang berlebih, ada konsekuensi dalam hal
biaya. Biaya subkontrak meliputi pembayaran kepada perusahaan subkontrak yang
mencakup biaya produksi, bahan baku, tenaga kerja, dan keuntungan pihak subkontrak itu
sendiri. Dalam beberapa kasus, biaya ini dapat lebih mahal daripada memproduksi sendiri.
Penggunaan subkontrak harus sesuai dengan strategi bisnis perusahaan dan memastikan
bahwa pihak subkontrak dapat memenuhi standar kualitas dan jadwal pengiriman yang
diinginkan (Amri et al., 2020).
2.3.5 Part Time Later Cost
Dalam sektor jasa, karyawan paruh waktu digunakan untuk mengatasi kekurangan
tenaga kerja yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Tujuan dari perencanaan
agregat adalah mengembangkan rencana produksi yang komprehensif sesuai dengan
permintaan pasar dan kapasitas yang tersedia, dengan mengupayakan biaya yang
minimal. Terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan, seperti menggunakan tenaga
kerja paruh waktu untuk mengatasi fluktuasi permintaan sementara, meningkatkan
fleksibilitas kapasitas melalui kerjasama dengan pihak eksternal, dan melakukan
outsourcing untuk mengoptimalkan biaya produksi. Pentingnya pemilihan strategi yang
tepat dalam mencapai tujuan produksi yang efisien ditekankan melalui analisis menyeluruh
terhadap kebutuhan pasar, kapasitas produksi, dan biaya yang terlibat (Juliantara dan
Kastawan, 2020).
Penggunaan karyawan paruh waktu merupakan strategi yang digunakan untuk
menambah jumlah karyawan secara sementara pada sektor-sektor seperti restoran, toko
eceran, dan supermarket, terutama yang membutuhkan keterampilan rendah. Strategi ini
memberikan keuntungan berupa fleksibilitas dalam menyesuaikan tenaga kerja dengan
fluktuasi permintaan. Namun, ada biaya terkait yang perlu diperhatikan, terutama dalam
hal pelatihan. Karyawan paruh waktu yang baru masuk perusahaan memerlukan waktu
dan upaya untuk dilatih agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Pelatihan ini bisa
membutuhkan biaya yang relatif tinggi, terutama jika pekerja tersebut tidak memiliki
pengalaman sebelumnya atau jika pekerjaan yang dilakukan memerlukan pengetahuan
atau keterampilan khusus (Meilsani., 2019).
2.3.6 Back Order Cost
Backorder cost adalah situasi di mana perusahaan tidak dapat memenuhi pesanan
atau permintaan jasa tepat waktu. Hal ini sering terjadi pada perusahaan yang
menghasilkan barang berharga tinggi seperti sepeda motor. Backorder menjadi tantangan
dalam perencanaan produksi karena perusahaan yang mengalaminya menghadapi
konsekuensi yang merugikan. Dampaknya antara lain kehilangan kepercayaan pelanggan,
citra perusahaan yang terganggu, biaya komunikasi terkait keterlambatan, biaya
penggantian dana, dan peluang bisnis yang hilang. Untuk mengatasi masalah backorder,
perusahaan dapat menerapkan strategi pengembangan produk atau jasa yang melawan
tren musiman. Selain itu, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen persediaan juga
merupakan hal yang penting. Diperlukan pengelolaan backorder yang hati-hati, identifikasi
penyebabnya, dan pengambilan tindakan yang tepat untuk menghadapinya (Juliantara dan
Kastawan, 2020).
Backorder cost merujuk pada biaya yang timbul ketika permintaan tidak dapat dipenuhi
karena persediaan habis. Dalam model Make-to-Order (MTO), ini dapat mengakibatkan
keterlambatan pengiriman pesanan, sementara dalam model Make-to-Stock (MTS),
pelanggan mungkin akan mencari produk alternatif. Kekecewaan pelanggan akibat
kehabisan persediaan dapat berdampak negatif secara finansial dan merusak citra
perusahaan. Oleh karena itu, manajemen persediaan yang efektif menjadi sangat penting
guna menghindari kekurangan persediaan. Perencanaan yang baik, optimisasi proses
produksi, dan pemantauan permintaan yang cermat. Perusahaan dapat mencegah
kerugian dan menjaga tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi (Amri et al., 2020).
BAB III
PRINT OUT
3.1 Cara Kerja
NOMOR 1
1. Buka aplikasi Oracle VM VirtualBox yang ada pada dekstop dan klik start untuk membuka
program WinQSB.
2. Setelah muncul tampilan windows XP, klik start, pilih all programs. Kemudian klik WinQSB
dan pilih Aggregate Planning
3. Klik toolbar file lalu pilih new problem.
4. Setelah klik new problem, maka akan muncul tampilan problem specification. Pada bagian
problem type pilih simple model. Kemudian silang overtime allowed, hire/dismissal allowed,
subcontracting allowed, dan backorder allowed. Pada problem title diisi sesuai dengan nama
perusahaan yaitu Perusahaan Kencana. Dan isikan data sesuai yang tertera pada soal 1.
Jika semua data suda diisi klik OK.
5. Kemudian akan muncul planning information dengan simple model dari Perusahaan
Kencana yang harus diisi sesuai dengan data yang telah diketahui pada soal 1 yang
diberikan dengan benar dari periode 1 hingga periode 12. Kemudian klik run.
6. Muncul aggregate planning option, pada solution method pilih Periodic Average
Production (Level Strategy) dengan length 12 dan production quantity pilih whole number.
Jika sudah, klik OK.
7. Didapatkan hasil production schedule dari soal 1 pada Perusahaan Kencana dengan
simple model, kemudian klik ikon $ untuk mendapatkan hasil cost analysis.
8. Selanjutnya didapatkan hasil cost analysis dari Perusahaan Kencana dalam bentuk simple
model, kemudian klik ikon grafik yang berwarna kuning untuk mendapatkan hasil grafik.
9. Lalu akan muncul analisa grafik. Pada category and selection pilih quantity items karena
data yang ada ialah banyaknya produk. Kemudian pilh regular time production hingga
number of pekerja. Untuk display type pilih Column Chart-2D. Kemudian klik OK.
10.Didapatkan hasil analisa grafik aggregate planning Perusahaan Kencana.
NOMOR 2
1. Buka aplikasi Oracle VM VirtualBox yang ada pada dekstop dan klik start untuk membuka
program WinQSB.
2. Setelah muncul tampilan windows XP, klik start, pilih all programs. Kemudian klik WinQSB
dan pilih Aggregate Planning.
3. Klik toolbar file lalu pilih new problem.
4. Setelah klik new problem, maka akan muncul tampilan problem specification. Pada bagian
problem type pilih simple model. Kemudian silang overtime allowed, hire/dismissal allowed,
subcontracting allowed, dan backorder allowed. Pada problem title diisi sesuai dengan nama
perusahaan yaitu Fajar Pagi dan isikan data sesuai yang tertera pada soal 2. Jika semua
data suda diisi klik OK.
5. Kemudian akan muncul planning information dengan simple model dari Fajar Pagi yang
harus diisi sesuai dengan data yang telah diketahui pada soal 2 yang diberikan dengan
benar dari periode 1 hingga periode
6. Selanjutnya klik run. Muncul aggregate planning option, pada solution method pilih
Periodic Average Production (Level Strategy) dengan length 6 dan production quantity pilih
whole number. Jika sudah, klik OK.
7. Didapatkan hasil production schedule dari soal 2 pada Fajar Pagi dengan simple model,
kemudian klik ikon $ untuk mendapatkan hasil cost analysis.
8. Selanjutnya didapatkan hasil cost analysis dari Fajar Pagi dalam bentuk simple model,
kemudian klik ikon grafik yang berwarna kuning untuk mendapatkan hasil grafik.
9. Lalu akan muncul analisa grafik. Pada category and selection pilih quantity items karena
data yang ada ialah banyaknya produk. Kemudian pilh regular time production hingga
number of pekerja. Untuk display type pilih Column Chart-2D. Kemudian klik OK dan
didapatkan hasil analisa grafik aggregate planning Fajar Pagi.
3.2 Soal Nomor 1
3.2.1 Data Awal Perusahaan Kencana
memberikan data gambaran permintaan perusahaan tersebut selama 12 bulan pada tahun
2021 adalah :
Bulan
Permintaan
Januari
700
Februari
850
Maret
650
April
850
Mei
900
Juni
750
Juli
850
Agustus
900
September
1000
Oktober
990
November
800
Desember
1250
Data dari perusahaan tersebut adalah :
• Kapasitas produksi (Regular time capacity) : 800 produk per bulan
• Biaya subkontrak (Unit subkontrak cost) : Rp 7000 per bulan
• Kapasitas produksi Overtime ( Overtime Capacity ) : 75 produk per bulan
• Biaya produksi regular ( Regular Time Cost ) : Rp 6000 per bulan
• Biaya produksi Overtime ( Overtime cost ) : Rp 8.000 per bulan
• Biaya penanganan bahan (Unit Inventory Holding Cost ) : Rp 4.500 per produk per bulan
• Kapasitas Produksi Subkontrak (Max Subcontracting Allowed) : 600 produk perbulan
• Biaya Backorder (Unit backorder Cost) : Rp 3.500 per produk Perusahaan Kencana tidak
menggunakan inventory awal ( starting inventory ) dan tidak ditentukan inventory akhir.
Jumlah pekerja pada perusahaan tersebut sebanyak 15 orang
3.2.2 Production Schedule
3.2.3 Cost Analysis
3.2.4 Grafik
3.3 Soal Nomor 2
3.3.1 Data Awal
Perusahaan Fajar Pagi menggambarkan informasi yang diinginkan, dimana data yang
terdapat pada perusahaan tersebut adalah :
Periode
Permintaan
(Demand)
Kapasitas waktu regular tiap
pekerja
Minimum
Inventory Akhir
Periode
1
630
60
90
2
750
75
300
3
800
77
80
4
580
77
85
5
600
95
70
6
650
65
70
● Jumlah Awal Pekerja : 30 pekerja
● Kapasitas Kebutuhan Produksi per Unit : 4 jam
● Biaya Sewa pekerja : Rp 2.500.000
● Biaya Pemberhentian Pekerja : Rp 3.000.000
● Biaya Penyimpanan : Rp 300.000
● Inventory awal : 200 unit
● Biaya subkontrak : Rp 60.000
● Biaya regular : Rp 15.000 per jam
● Biaya Backorder : Rp 350.000 per jam
● Kapasitas Overtime : 40 unit per pekerja
● Biaya Overtime : Rp 45.000 per pekerja
3.3.2 Production Schedule
3.3.3 Cost Analysis
3.3.4 Grafik
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Data awal
Perusahaan Kencana memiliki total 155 pekerja dan memperkirakan
permintaan selama 12 bulan di tahun 2022. Permintaan dalam setiap bulan adalah
sebagai berikut: Januari (700 unit), Februari (850 unit), Maret (650 unit), April (850
unit), Mei (900 unit), Juni (750 unit), Juli (850 unit), Agustus (900 unit), September
(1.000 unit), Oktober (990 unit), November (800 unit), dan Desember (1.250
unit).Kapasitas produksi regular Perusahaan Kencana adalah 800 unit per bulan,
dengan biaya produksi regular sebesar Rp 6.000 per bulan. Biaya subkontrak per unit
adalah Rp 7.000 per bulan. Kapasitas produksi lembur adalah 75 unit per bulan,
dengan biaya produksi lembur sebesar Rp 8.000 per bulan. Biaya penanganan bahan
per unit adalah Rp 4.500 per bulan. Jika Perusahaan Kencana tidak dapat memenuhi
permintaan, mereka dapat mengalihkan produksi ke perusahaan lain dengan kapasitas
produksi subkontrak maksimum sebesar 600 unit per bulan. Dalam hal ini, terdapat
biaya kerugian atau backorder sebesar Rp 3.500 per unit.
Pada perusahaan fajar pagi terdapat data untuk 6 periode Permintaan produk,
waktu kerja reguler per pekerja, dan persediaan minimum akhir. Setiap periode adalah
faktor yang harus diperhitungkan. Sebagai contoh, pada periode 1, permintaan produk
adalah 630 unit, waktu kerja reguler per pekerja adalah 60 jam, dan persediaan
minimum akhir periode adalah 90 unit. Pada periode 2, permintaan produk adalah 750
unit, waktu kerja reguler per pekerja adalah 75 jam, dan persediaan minimum akhir
periode adalah 300 unit. Data serupa juga diberikan untuk periode 3 hingga 6.
Awalnya, Perusahaan Fajar Pagi memiliki 30 pekerja, dan setiap unit produk
membutuhkan 4 jam produksi. Biaya sewa pekerja oleh Perusahaan Fajar Pagi adalah
Rp 2.500.000, sedangkan biaya pemberhentian pekerja adalah Rp 3.000.000. Ada
juga biaya penyimpanan sebesar Rp 300.000 dengan persediaan awal 200 unit. Jika
Perusahaan Fajar Pagi tidak dapat memenuhi permintaan, mereka dapat
menggunakan subkontrak dengan biaya Rp 60.000, atau mengalami kerugian atau
biaya Backorder sebesar Rp 350.000 per jam. Biaya produksi reguler ditetapkan oleh
Perusahaan Fajar Pagi sebesar Rp 15.000 per jam. Jika pekerja harus lembur karena
produksi yang tinggi, mereka dapat memproduksi tambahan 40 unit per pekerja
dengan biaya lembur sebesar Rp 45.000 per pekerja.
4.2 Production schedule
Hasil dari Perencanaan Produksi atau Production Schedule yang dilakukan
oleh Perusahaan Kencana mencakup jumlah permintaan untuk setiap periode
produksi. Permintaan pada setiap periode dapat dijelaskan sebagai berikut: pada
periode pertama sebanyak 700 unit, periode kedua sebanyak 850 unit, periode ketiga
sebanyak 650 unit, periode keempat sebanyak 850 unit, periode kelima sebanyak 900
unit, periode keenam sebanyak 750 unit, periode ketujuh sebanyak 850 unit, periode
kedelapan sebanyak 900 unit, periode kesembilan sebanyak 1000 unit, periode
kesepuluh sebanyak 990 unit, periode kesebelas sebanyak 800 unit, dan periode
kedua belas sebanyak 1250 unit. Perusahaan Kencana memiliki kapasitas produksi
reguler sebesar 800 unit setiap bulan. Dalam analisis yang dilakukan, tidak ada
produksi lembur (Overtime production) atau produksi subkontrak (subcontracting
production) dengan perusahaan lain. Ini berarti seluruh produk diproduksi secara
internal oleh Perusahaan Kencana tanpa melakukan produksi tambahan saat lembur
atau melalui subkontrak. Total produksi yang dihasilkan oleh Perusahaan Kencana
adalah 800 unit. Jumlah pekerja di perusahaan ini tetap 15 orang pada setiap periode,
dan tidak ada biaya sewa pekerja (hiring cost) atau biaya pemberhentian pekerja
(dismissal cost). Selanjutnya, perhitungan persediaan akhir (ending inventory) pada
setiap periode dilakukan secara manual. Sebagai contoh, untuk periode pertama,
persediaan akhir dihitung dengan mengurangi total produksi pada periode tersebut
dengan permintaan pada periode tersebut, yaitu 875 - 700 = 175 unit. Proses ini
dilakukan untuk setiap periode produksi. Pada periode kelima, terjadi kekurangan
persediaan (ending inventory) karena permintaan melebihi produksi, yaitu 900 - 875 =
-25 unit. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi seluruh
permintaan konsumen pada periode tersebut. Untuk menghitung backlog pada periode
kelima, kekurangan persediaan tersebut ditambahkan dengan permintaan pada
periode selanjutnya. Sebagai contoh, -25 + 55 = -120 unit, yang menunjukkan adanya
backlog (keterlambatan pemesanan) sebesar 120 unit pada periode tersebut
(Rondonuwu et al., 2016).
4.3 Cost analysis
Proses perencanaan produksi tergantung pada peramalan permintaan yang
akurat sebagai input utama. Selain itu, untuk menghasilkan perencanaan yang efektif,
input-input permintaan produk juga harus dimasukkan ke dalam pesanan aktual. Salah
satu pendekatan yang digunakan dalam perencanaan agregat adalah memprediksi
kebutuhan produksi bulanan untuk kelompok produk tertentu. Metode perencanaan
agregat ini bertujuan untuk mengalokasikan permintaan pada berbagai periode
produksi dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang layak dan biaya yang
mungkin linear atau non-linear. Dalam perumusan matematis perencanaan agregat,
total biaya selama periode t dapat ditentukan dengan rumus berikut: Ct = CR + CO +
CI + CB + CH + CF + CS. Pada rumus ini, Ct mewakili biaya produksi selama periode
t. CR adalah biaya produksi reguler yang terjadi dalam periode tersebut. CO adalah
biaya produksi lembur yang mungkin timbul jika perlu produksi tambahan di luar jam
kerja normal. CI adalah biaya persediaan yang terjadi akibat adanya persediaan yang
tidak terjual. CB adalah biaya backorder yang timbul karena tidak dapat memenuhi
permintaan pelanggan secara tepat waktu. Selain itu, rumus ini juga mencakup biaya
penambahan tenaga kerja (CH) jika perlu merekrut lebih banyak pekerja, biaya
pemecatan tenaga kerja (CF) jika ada kebutuhan untuk mengurangi jumlah pekerja,
dan biaya subkontrak (CS) jika produksi harus dilakukan oleh pihak ketiga. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, perencanaan produksi dapat meminimalkan
biaya produksi total selama periode waktu yang ditentukan.
Pada Perusahaan Kencana, hasil analisis biaya untuk setiap periode
menunjukkan hal-hal berikut: dari periode 1 hingga periode 12, biaya regular time tetap
konstan sebesar Rp 5.250.000 per periode, sehingga total biaya regular time selama
12 periode mencapai Rp 63.000.000. Selain itu, terdapat informasi bahwa selama 12
periode tersebut, tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk overtime production atau
subkontrak dengan perusahaan lain, yang berarti tidak ada pengeluaran terkait
produksi lembur atau subkontrak. Selanjutnya, terdapat biaya inventory holding cost
yang berbeda pada setiap periode. Biaya ini muncul karena perusahaan harus
menyimpan persediaan produk, yang membutuhkan biaya penyimpanan. Pada
periode 1, biaya inventory holding cost mencapai Rp 787.500, kemudian pada periode
2 meningkat menjadi Rp 900.000, pada periode 3 naik lagi menjadi Rp 1.912.500, pada
periode 4 mencapai Rp 2.025.000, pada periode 5 kembali menjadi Rp 1.912.500,
pada periode 6 dan 7 berturut-turut mencapai Rp 2.475.000 dan Rp 2.587.500, pada
periode 8 tetap Rp 2.475.000, pada periode 9 hingga 11 bergantian menjadi Rp
1.912.500, Rp 1.395.000, dan Rp 1.732.500, dan pada periode 12 biaya inventory
holding cost menjadi Rp 45.000. Selanjutnya, terdapat biaya backorder cost yang
berbeda pada setiap periode. Biaya ini timbul ketika permintaan konsumen tidak dapat
dipenuhi oleh perusahaan. Dalam hal ini, nilai backorder cost adalah 0 untuk setiap
periode dari 1 hingga 12. Biaya hiring (perekrutan) dan biaya dismissal (pemecatan)
pekerja tidak terjadi pada Perusahaan Kencana selama 12 periode tersebut, yang
berarti tidak ada biaya terkait perekrutan atau pemecatan pekerja yang dikeluarkan
dalam rentang waktu tersebut. Total biaya pada setiap periode dihitung dengan
menjumlahkan biaya regular time, hiring, Overtime, biaya subkontrak, inventory holding
cost, backorder cost, dan biaya dismissal untuk masing-masing periode (Kurniasari,
2018).
4.4 Grafik
Pada Perusahaan Kencana, hasil grafik menunjukkan fluktuasi yang menarik
untuk diamati. Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara waktu dan kuantitas
produksi perusahaan. Sumbu x merepresentasikan periode, sementara sumbu y
menggambarkan kuantitas produksi. Terdapat beberapa garis yang memberikan
informasi penting dalam grafik ini. Garis biru pada grafik menunjukkan produksi pada
waktu reguler atau regular time production. Nilai garis biru ini konstan dari periode 1
hingga 12, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kapasitas produksi yang stabil
selama periode tersebut. Garis merah menggambarkan total produksi perusahaan, dan
seperti garis biru, nilainya juga tetap konstan dari periode 1 hingga 12. Hal ini
menandakan bahwa perusahaan mampu mempertahankan tingkat produksi yang
konsisten selama periode waktu yang ditinjau. Selanjutnya, terdapat garis merah muda
yang menunjukkan ending inventory/backorder. Garis ini mengalami fluktuasi dan
perubahan dari periode 1 hingga 12. Fluktuasi pada ending inventory/backorder ini
disebabkan oleh kekurangan persediaan pada beberapa periode tertentu. Dalam
grafik, terlihat bahwa pada periode 2, 6, 7, 9, 10, dan 11, garis ending
inventory/backorder menurun dan mencapai nilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan mengalami kekurangan persediaan dan tidak mampu memenuhi
permintaan konsumen pada periode-periode tersebut. Selain itu, terdapat garis biru tua
atau navy yang merepresentasikan jumlah pekerja pada setiap periode. Menariknya,
jumlah pekerja pada Perusahaan Kencana tetap konstan dari periode 1 hingga 12. Hal
ini menandakan bahwa perusahaan tidak melakukan perekrutan atau pemecatan
pekerja selama periode yang diamati. Oleh karena itu, tidak ada garis kuning yang
menunjukkan hiring/dismissal pada grafik. Garis hijau pada grafik seharusnya
menunjukkan produksi lembur atau Overtime production, dan garis biru muda langit
seharusnya menggambarkan produksi subkontrak atau subcontracting production.
Namun, kedua garis tersebut tidak terlihat dalam grafik. Hal ini mengindikasikan bahwa
Perusahaan Kencana tidak melakukan produksi lembur atau menggunakan jasa
subkontrak dari perusahaan lain. Kemungkinan penyebabnya adalah perusahaan
mampu memenuhi permintaan pelanggan dalam waktu reguler tanpa perlu melakukan
produksi lembur atau subkontrak. Secara keseluruhan, grafik produksi Perusahaan
Kencana menunjukkan fluktuasi yang menggambarkan situasi produksi dan
persediaan perusahaan selama periode 1 hingga 12. Dengan memperhatikan fluktuasi
tersebut, perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah kekurangan
persediaan pada beberapa periode tertentu untuk memenuhi permintaan konsumen
dengan lebih baik.
Hasil grafik pada perusahaan Fajar Pagi menunjukkan adanya fluktuasi dalam
produksi. Grafik tersebut menggunakan sumbu x untuk menggambarkan periode waktu
dan sumbu y untuk menggambarkan kuantitas produksi. Terdapat beberapa garis yang
memberikan informasi penting mengenai produksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Garis biru tua atau navy pada grafik menunjukkan bahwa jumlah
pekerja dalam perusahaan Fajar Pagi tetap konstan dari awal hingga akhir periode
yang ditampilkan. Dalam hal ini, perusahaan mempertahankan jumlah pekerja yang
sama sepanjang periode yang diamati. Garis biru pada grafik mewakili produksi pada
waktu reguler atau regular time production. Garis ini mengalami fluktuasi dari periode
1 hingga periode 6. Fluktuasi dalam grafik produksi waktu reguler ini disebabkan oleh
variasi kapasitas produksi yang berbeda-beda pada setiap periode. Dengan kata lain,
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau layanan pada waktu reguler
berubah-ubah sepanjang waktu yang ditunjukkan dalam grafik. Garis merah pada
grafik menggambarkan total produksi dan juga mengalami fluktuasi dari periode 1
hingga periode 6. Fluktuasi ini terlihat dari naik turunnya garis merah dalam grafik.
Perubahan dalam total produksi ini dipengaruhi oleh fluktuasi produksi waktu reguler
yang tidak stabil. Sebagai hasilnya, total produksi pada setiap periode berbeda-beda.
Garis merah muda dalam grafik menunjukkan ending inventory atau backorder yang
mengalami perubahan pada setiap periode. Perubahan ini dipengaruhi oleh
permintaan yang bervariasi dan fluktuasi total produksi. Nilai persediaan akhir atau
backorder diperoleh dengan mengurangkan total produksi dengan jumlah permintaan.
Tidak terlihat garis hijau yang menunjukkan Overtime production dan garis biru muda
langit yang menunjukkan subcontracting production dalam grafik ini. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan Fajar Pagi tidak menggunakan subkontrak dengan
perusahaan lain dan tidak melakukan produksi lembur, karena mampu memenuhi
permintaan dalam waktu reguler.Selain itu, karena jumlah pekerja dalam perusahaan
Fajar Pagi tetap konstan dari periode 1 hingga periode 6, tidak ada garis kuning yang
menunjukkan nilai hiring/dismissal dalam grafik. Hal ini menandakan bahwa tidak ada
penambahan atau pengurangan pekerja hingga periode akhir yang ditampilkan dalam
grafik tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil dari Perencanaan Produksi yang disusun oleh Perusahaan Kencana
melibatkan penentuan jumlah permintaan untuk setiap periode produksi. Terdapat tiga
tujuan yang harus dicapai, pertama, tujuan tersebut adalah untuk memahami fungsi
dan tujuan dari perencanaan produksi. Kedua, tujuan yang harus dicapai adalah
memahami jenis-jenis biaya yang terlibat dalam perencanaan produksi. Terakhir,
tujuan ketiga adalah mempelajari cara melakukan perencanaan produksi itu sendiri.
Perencanaan produksi melibatkan proses perencanaan dan pengorganisasian sumber
daya, barang, dan modal yang diperlukan untuk memproduksi barang dalam periode
tertentu di masa depan, sesuai dengan peramalan yang ada. Tujuan dari perencanaan
produksi sangat beragam, salah satunya adalah menemukan metode yang tepat guna
untuk memenuhi permintaan pasar dengan biaya yang minimal. Dalam perencanaan
produksi, terdapat berbagai jenis biaya yang perlu diperhatikan, seperti biaya
perekrutan (hiring cost), biaya pemutusan hubungan kerja (layoff cost), biaya lembur
(Overtime cost), biaya persediaan (inventory cost), biaya subkontrak (subcontracting
cost), biaya pekerja paruh waktu (part-time labor cost), dan biaya backorder. Dalam
praktikum ini, digunakan aplikasi WINQSB untuk menganalisis perencanaan produksiagregat planning. Dalam analisis yang dilakukan terhadap Perusahaan Kencana dan
Fajar Pagi, ditemukan bahwa kedua perusahaan mengalami beberapa periode di mana
mereka tidak mampu memenuhi permintaan pasar, namun mereka tidak melakukan
subkontrak dengan perusahaan lain. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya biaya
subkontrak yang tercatat pada kedua perusahaan. Selain itu, grafik juga menunjukkan
adanya fluktuasi pada nilai persediaan akhir (ending inventory) dan produksi total pada
kedua perusahaan tersebut. Fluktuasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah
permintaan, tingkat persediaan produk, biaya backorder, dan jumlah produksi yang
terjadi di setiap perusahaan.
5.2 Saran
Dalam praktikum ini, pelaksanaannya telah berjalan dengan baik. Namun, ada
beberapa tantangan yang muncul, terutama saat menginstal aplikasi yang digunakan
pada laptop praktikan. Hal ini menghambat proses pembelajaran. Untuk mengatasi
masalah tersebut, disarankan agar persiapan instalasi dilakukan sehari sebelum
praktikum dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amri T, Efrida NH. 2012. Perencanaan pengendali produksi air minum dalam kemasan
menggunakan metode aggregate planning. Malikussalwh Industrial Engineering
Journal 1(1):11-18.
Devani, V. 2013. Optimasi perencanaan produksi dengan menggunakan metode goal
programming. SITEKIN: Jurnal Sains, Teknologi, dan Industri 11(1): 84-91.
Juliantara IK, Mandala K. 2020. Perencanaan dan pengendalian produksi agreat pada
usaha tedung UD dwi putri di kalungkung. E-Jurnal Manajemen 9(1) : 99-118.
Lengkey TS, Kawet L, Palandeng ID. 2014. Perencanaan produksi produk kecap dan
saos pada CV. Fani Jaya. Jurnal EMBA 2 (3) : 1641-1621.
Magrib NID. 2014. Perencanaan dan pengendalian produksi untuk peningkatan mutu
produk olahan. ARIKA 8(1).
Meilasani N. 2019. Peramalan dan Perencanaan Agrerat Produk Kul Kul Lollypop
Grape Berries 50 Ml dan Bulk Regular 8.0 Lt Neapolitan Pada PT indolakto (Ice Cream
Factory). Skripsi. Politeknik App Jakarta, Kementerian Perindustrian.
Octavianti IA, Nasir WS, Ceria FMT. 2013. Perencanaan produksi agregat produk
tembakau rajang P01 dan P02 di PT X. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem
Industri 1(2): 264-274.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
Kurniasari EW. 2018. Analisa Perencanaan Agregat Dengan Menggunakan Metode
Transportasi (Studi Kasus CV. Dwi Jaya Abadi). Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Rondonuwu G, Sifried SP, Lidia MM. 2016. Evaluasi Penerapan Metode Persediaan
Berdasarkan Metode Fifo pada PT Honda Tunas Dwipa Matra Manado. Jurnal EMBA
4(4): 268-278.
LAMPIRAN PUSTAKA TAMBAHAN
LAMPIRAN PUSTAKA
Download