BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan produksi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan konsumen. Ada tiga tingkatan perencanaan produksi dalam sebuah perusahaan, yaitu perencanaan jangka panjang, perencanaan jangka menengah, dan perencanaan jangka pendek. Tujuan dari perencanaan produksi ini adalah untuk memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan konsumen. Proses ini melibatkan penyusunan rencana yang meliputi seluruh proses produksi oleh manajemen puncak dan bagian manufaktur. Rencana ini didasarkan pada permintaan konsumen dan sumber daya perusahaan. Dalam perencanaan produksi aggregate, perusahaan membuat rencana berdasarkan detail organisasi perusahaan serta mempertimbangkan periode waktu tertentu. Rencana ini juga didasarkan pada hasil peramalan, kondisi ekonomi umum, dan situasi yang ada. Tujuan dari proses ini adalah untuk menentukan tingkat produksi sekelompok produk dalam periode waktu tertentu sesuai dengan rencana perusahaan. Metode ini dikenal sebagai perencanaan produksi menyeluruh atau aggregate output planning, yang bertujuan untuk mengatur output dalam jangka menengah menghadapi fluktuasi dan ketidakpastian permintaan. Untuk mencapai tujuan ini, perusahaan dapat menerapkan beberapa strategi berdasarkan biaya produksi minimal, seperti biaya jam kerja normal, biaya lembur, biaya pemutusan dan perekrutan tenaga kerja, biaya penyimpanan barang jadi, serta biaya backorder dan biaya kekurangan stok. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum production planning adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui fungsi perencanaan produksi. 2. Mengetahui dan memahami tentang jenis-jenis biaya dalam perencanaan produksi. 3. Mengetahui cara melakukan perencanaan produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Produksi Fungsi perencanaan dalam manajemen sangat penting karena menetapkan langkahlangkah dan tindakan yang harus diambil oleh kepemimpinan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan. Selain itu, perencanaan juga menjadi acuan dan dasar bagi fungsi-fungsi manajemen lainnya. Dalam konteks produksi, perencanaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni perencanaan usaha yang bersifat umum atau general business planning, dan perencanaan produksi atau production planning. Perencanaan produksi melibatkan perencanaan terkait dengan tenaga kerja, bahan baku, mesin-mesin, peralatan, dan modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang dalam jangka waktu tertentu di masa depan, sesuai dengan estimasi atau proyeksi yang ada (Lengkey et al., 2014). Dalam rangka mencapai tujuan perusahaan, perencanaan produksi, yang juga dikenal sebagai production planning, menjadi langkah awal yang penting sebelum proses produksi dimulai. Pengendalian persediaan memiliki keterkaitan yang erat dengan perencanaan produksi. Sebagai hasilnya, banyak perusahaan memilih untuk mengintegrasikan kedua proses ini menjadi satu kesatuan yang saling terkait dan bekerja bersama-sama. Dengan menggabungkan perencanaan produksi dan pengendalian persediaan, perusahaan dapat memastikan efisiensi dalam produksi sekaligus menjaga persediaan agar tetap terkendali dan sesuai dengan permintaan pasar (Magrib, 2014). 2.2 Fungsi Perencanaan Produksi Dalam perencanaan produksi, terdapat tujuh fungsi yang memiliki peran penting. Fungsi-fungsi ini meliputi ramalan permintaan produk yang berubah seiring waktu, pemantauan permintaan aktual, perbandingan dengan ramalan permintaan sebelumnya, serta perbaikan atau revisi jika terjadi penyimpangan. Selain itu, fungsi lainnya adalah menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis untuk bahan baku yang akan dibeli, menentukan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada waktu tertentu. Fungsi berikutnya adalah memantau tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan yang telah ditetapkan. Terakhir, perencanaan produksi juga mencakup pembuatan jadwal produksi yang rinci, termasuk penugasan serta pembebanan mesin dan tenaga kerja (Magrib, 2014). Dalam mencapai tingkat keuntungan yang ditentukan, perencanaan produksi bertujuan untuk beberapa hal. Pertama, mencari pangsa pasar yang spesifik yang akan ditargetkan. Selanjutnya, memastikan efisiensi kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu, perencanaan produksi juga bertujuan untuk menjaga serta mengembangkan pekerjaan dan peluang kerja. Tujuan lainnya adalah memproduksi barang di masa depan dengan kualitas dan kuantitas yang diinginkan, serta mencapai keuntungan maksimum dengan mempertimbangkan kebutuhan konsumen, pekerja, dan pengusaha. Dengan memanfaatkan sumber daya seperti tenaga kerja, bahan baku, dan mesin secara optimal, perusahaan dapat mencapai tingkat produksi yang efisien dan mengurangi pemborosan. Ini akan meningkatkan produktivitas perusahaan dan mengurangi biaya produksi secara keseluruhan (Lengkey et al., 2014). Ada beberapa fungsi penting dalam perencanaan produksi untuk memastikan konsistensi dan kesesuaian dengan rencana strategis perusahaan. Pertama, perencanaan produksi bertujuan memastikan kesesuaian antara rencana penjualan dan rencana produksi agar tujuan strategis perusahaan dapat tercapai. Selain itu, perencanaan produksi juga berfungsi sebagai alat pengukur performansi dalam proses perencanaan produksi. Selanjutnya, perencanaan produksi memiliki peran penting dalam pengaturan persediaan guna mencapai target produksi yang telah ditetapkan. Dengan melakukan perencanaan yang baik, perusahaan dapat menghindari kekurangan atau kelebihan persediaan yang dapat berdampak negatif pada produksi dan keuangan perusahaan. Terakhir, perencanaan produksi juga berperan dalam penyusunan dan pelaksanaan jadwal produksi. Dengan menyusun jadwal produksi yang efisien (Devani, 2013). 2.3 Jenis jenis Biaya Perencanaan Produksi 2.3.1 Hiring dan Layoff Cost Peningkatan jumlah tenaga kerja dalam suatu perusahaan mengharuskan pengalokasian biaya yang disebut biaya perekrutan. Biaya ini meliputi berbagai faktor, termasuk pengiklanan lowongan pekerjaan, proses seleksi kandidat yang membutuhkan waktu dan sumber daya perusahaan, serta pelatihan yang diperlukan untuk mempersiapkan karyawan baru. Secara khusus, biaya pelatihan menjadi lebih penting ketika perusahaan merekrut individu tanpa pengalaman sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan mereka untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan tugas-tugas mereka secara efektif di lingkungan kerja perusahaan (Amri et al., 2020). Pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tunjangan kerja, yang dikenal sebagai layoff cost, melibatkan biaya-biaya terkait dengan pengurangan jumlah pekerja dalam rangka menyesuaikan tenaga kerja dengan tingkat produksi yang diinginkan oleh perusahaan. Meskipun pengurangan pekerja diperlukan untuk efisiensi perusahaan, dampaknya dapat merugikan moral pekerja dan produktivitas mereka karena adanya ketidakpastian terkait pekerjaan mereka. Selain itu, perusahaan juga menghadapi biaya tambahan seperti biaya pelatihan untuk karyawan baru dan biaya penggantian pekerja setelah melakukan PHK. Ini menunjukkan bahwa layoff cost tidak hanya terbatas pada biaya langsung PHK, tetapi juga mencakup biaya-biaya tambahan yang perlu ditanggung oleh perusahaan (Juliantara dan kastawan, 2020). 2.3.2 Overtime Cost Overtime cost adalah biaya total yang dikeluarkan oleh perusahaan saat tenaga kerja bekerja di luar jam kerja normal. Hal ini terjadi ketika permintaan terhadap produk atau layanan perusahaan tiba-tiba meningkat, sehingga perusahaan membutuhkan tenaga kerja tambahan di luar jam kerja normal. Biaya overtime umumnya dihitung berdasarkan jumlah unit yang diproduksi oleh tenaga kerja tambahan. Perusahaan harus menanggung biaya tambahan untuk memberikan kompensasi kepada pekerja yang bekerja di luar jam kerja normal, termasuk upah tambahan atau bonus. Namun, penting untuk diingat bahwa biaya overtime ini dapat berdampak pada biaya produksi keseluruhan perusahaan, sehingga perusahaan harus mempertimbangkan dengan hati-hati apakah biaya tambahan ini sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari peningkatan produksi (Juliantra dan Mandala, 2020). Overtime cost, atau biaya lembur, adalah pengeluaran yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pekerja yang bekerja melebihi jam kerja normal. Tujuan dari penggunaan waktu lembur ini adalah untuk meningkatkan output produksi agar perusahaan dapat memenuhi permintaan yang tinggi. Namun, perusahaan harus menyadari konsekuensi yang timbul dari penggunaan lembur ini, yaitu adanya biaya tambahan sebesar sekitar 150% dari upah normal. Artinya, perusahaan harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membayar upah pekerja yang bekerja dalam jam lembur. Selain itu, lembur juga berpotensi mempengaruhi tingkat absensi karyawan. Karena pekerja yang melakukan lembur menghabiskan waktu dan energi lebih dari biasanya, mereka mungkin lebih mudah merasa lelah secara fisik (Amri et al., 2020). 2.3.3 Inventory Cost Biaya persediaan, yang juga dikenal sebagai Inventory cost, merupakan pengeluaran yang timbul ketika suatu perusahaan menyimpan produk melebihi permintaan pada bulan tersebut. Biaya ini mencakup pengelolaan, pemeliharaan, dan penyimpanan persediaan perusahaan. Biasanya, perusahaan menggunakan persentase tertentu dari harga produk yang disimpan di gudang setiap bulannya untuk menghitung biaya persediaan. Biaya penyimpanan ini melibatkan berbagai elemen seperti biaya sewa atau kepemilikan gudang, biaya asuransi persediaan, biaya pemeliharaan persediaan, biaya kerusakan atau kehilangan persediaan, serta biaya administrasi terkait pengelolaan persediaan. Semakin besar jumlah dan lama penyimpanan produk, semakin tinggi pula biaya persediaan yang harus ditanggung oleh perusahaan (Juliantara dan Kastawan, 2020). Biaya persediaan, yaitu biaya yang timbul akibat menyimpan barang jadi, terdiri dari beberapa komponen seperti biaya modal terikat dalam persediaan, pajak terkait persediaan, premi asuransi untuk melindungi persediaan, biaya kerusakan atau kerugian bahan selama penyimpanan, serta biaya sewa gudang atau fasilitas penyimpanan lainnya. Perhitungan biaya persediaan didasarkan pada jumlah unit persediaan yang dipertahankan dalam satu tahun. Persediaan memiliki peran penting dalam operasi perusahaan, terutama dalam menghadapi lonjakan permintaan pada saat tertentu. Dengan mempertahankan persediaan yang cukup, perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tepat waktu dan menghindari kekurangan persediaan. Untuk mengoptimalkan biaya persediaan, perusahaan perlu menerapkan pengendalian persediaan yang efektif, seperti peramalan permintaan yang akurat, manajemen siklus pemesanan barang, dan pengurangan risiko kerusakan atau kehilangan persediaan (Octaviani et al., 2013). 2.3.4 Subcontracting Cost Biaya subkontrak, yang mengacu pada pengeluaran perusahaan saat permintaan melampaui kapasitas produksi reguler mereka, melibatkan penggunaan jasa perusahaan lain untuk memproduksi unit produk yang diperlukan. Biaya tersebut mencakup biaya produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, dan overhead yang dibebankan oleh perusahaan pihak ketiga yang melakukan subkontrak. Subkontrak menjadi solusi ketika permintaan melebihi kapasitas produksi internal, memungkinkan perusahaan memenuhi permintaan pelanggan tanpa harus meningkatkan kapasitas produksinya sendiri. Namun, penggunaan subkontrak perlu dipertimbangkan secara hati-hati karena melibatkan biaya tambahan. Perusahaan harus mengevaluasi keseimbangan antara biaya subkontrak dengan potensi keuntungan yang dihasilkan dari memenuhi permintaan pelanggan (Octaviani et al., 2013). Subkontrak merupakan biaya yang muncul ketika suatu perusahaan menghadapi permintaan yang melebihi kapasitas produksinya sendiri. Dalam situasi seperti ini, perusahaan akan menyerahkan pekerjaan yang tidak dapat ditangani sendiri kepada perusahaan lain. Keputusan ini berdampak pada timbulnya biaya subkontrak yang umumnya lebih tinggi daripada biaya produksi internal, serta meningkatkan risiko keterlambatan pengiriman oleh pihak kontraktor. Meskipun subkontrak produksi dapat membantu perusahaan memenuhi permintaan yang berlebih, ada konsekuensi dalam hal biaya. Biaya subkontrak meliputi pembayaran kepada perusahaan subkontrak yang mencakup biaya produksi, bahan baku, tenaga kerja, dan keuntungan pihak subkontrak itu sendiri. Dalam beberapa kasus, biaya ini dapat lebih mahal daripada memproduksi sendiri. Penggunaan subkontrak harus sesuai dengan strategi bisnis perusahaan dan memastikan bahwa pihak subkontrak dapat memenuhi standar kualitas dan jadwal pengiriman yang diinginkan (Amri et al., 2020). 2.3.5 Part Time Later Cost Dalam sektor jasa, karyawan paruh waktu digunakan untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang tidak memerlukan keterampilan khusus. Tujuan dari perencanaan agregat adalah mengembangkan rencana produksi yang komprehensif sesuai dengan permintaan pasar dan kapasitas yang tersedia, dengan mengupayakan biaya yang minimal. Terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan, seperti menggunakan tenaga kerja paruh waktu untuk mengatasi fluktuasi permintaan sementara, meningkatkan fleksibilitas kapasitas melalui kerjasama dengan pihak eksternal, dan melakukan outsourcing untuk mengoptimalkan biaya produksi. Pentingnya pemilihan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan produksi yang efisien ditekankan melalui analisis menyeluruh terhadap kebutuhan pasar, kapasitas produksi, dan biaya yang terlibat (Juliantara dan Kastawan, 2020). Penggunaan karyawan paruh waktu merupakan strategi yang digunakan untuk menambah jumlah karyawan secara sementara pada sektor-sektor seperti restoran, toko eceran, dan supermarket, terutama yang membutuhkan keterampilan rendah. Strategi ini memberikan keuntungan berupa fleksibilitas dalam menyesuaikan tenaga kerja dengan fluktuasi permintaan. Namun, ada biaya terkait yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal pelatihan. Karyawan paruh waktu yang baru masuk perusahaan memerlukan waktu dan upaya untuk dilatih agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Pelatihan ini bisa membutuhkan biaya yang relatif tinggi, terutama jika pekerja tersebut tidak memiliki pengalaman sebelumnya atau jika pekerjaan yang dilakukan memerlukan pengetahuan atau keterampilan khusus (Meilsani., 2019). 2.3.6 Back Order Cost Backorder cost adalah situasi di mana perusahaan tidak dapat memenuhi pesanan atau permintaan jasa tepat waktu. Hal ini sering terjadi pada perusahaan yang menghasilkan barang berharga tinggi seperti sepeda motor. Backorder menjadi tantangan dalam perencanaan produksi karena perusahaan yang mengalaminya menghadapi konsekuensi yang merugikan. Dampaknya antara lain kehilangan kepercayaan pelanggan, citra perusahaan yang terganggu, biaya komunikasi terkait keterlambatan, biaya penggantian dana, dan peluang bisnis yang hilang. Untuk mengatasi masalah backorder, perusahaan dapat menerapkan strategi pengembangan produk atau jasa yang melawan tren musiman. Selain itu, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen persediaan juga merupakan hal yang penting. Diperlukan pengelolaan backorder yang hati-hati, identifikasi penyebabnya, dan pengambilan tindakan yang tepat untuk menghadapinya (Juliantara dan Kastawan, 2020). Backorder cost merujuk pada biaya yang timbul ketika permintaan tidak dapat dipenuhi karena persediaan habis. Dalam model Make-to-Order (MTO), ini dapat mengakibatkan keterlambatan pengiriman pesanan, sementara dalam model Make-to-Stock (MTS), pelanggan mungkin akan mencari produk alternatif. Kekecewaan pelanggan akibat kehabisan persediaan dapat berdampak negatif secara finansial dan merusak citra perusahaan. Oleh karena itu, manajemen persediaan yang efektif menjadi sangat penting guna menghindari kekurangan persediaan. Perencanaan yang baik, optimisasi proses produksi, dan pemantauan permintaan yang cermat. Perusahaan dapat mencegah kerugian dan menjaga tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi (Amri et al., 2020). BAB III PRINT OUT 3.1 Cara Kerja NOMOR 1 1. Buka aplikasi Oracle VM VirtualBox yang ada pada dekstop dan klik start untuk membuka program WinQSB. 2. Setelah muncul tampilan windows XP, klik start, pilih all programs. Kemudian klik WinQSB dan pilih Aggregate Planning 3. Klik toolbar file lalu pilih new problem. 4. Setelah klik new problem, maka akan muncul tampilan problem specification. Pada bagian problem type pilih simple model. Kemudian silang overtime allowed, hire/dismissal allowed, subcontracting allowed, dan backorder allowed. Pada problem title diisi sesuai dengan nama perusahaan yaitu Perusahaan Kencana. Dan isikan data sesuai yang tertera pada soal 1. Jika semua data suda diisi klik OK. 5. Kemudian akan muncul planning information dengan simple model dari Perusahaan Kencana yang harus diisi sesuai dengan data yang telah diketahui pada soal 1 yang diberikan dengan benar dari periode 1 hingga periode 12. Kemudian klik run. 6. Muncul aggregate planning option, pada solution method pilih Periodic Average Production (Level Strategy) dengan length 12 dan production quantity pilih whole number. Jika sudah, klik OK. 7. Didapatkan hasil production schedule dari soal 1 pada Perusahaan Kencana dengan simple model, kemudian klik ikon $ untuk mendapatkan hasil cost analysis. 8. Selanjutnya didapatkan hasil cost analysis dari Perusahaan Kencana dalam bentuk simple model, kemudian klik ikon grafik yang berwarna kuning untuk mendapatkan hasil grafik. 9. Lalu akan muncul analisa grafik. Pada category and selection pilih quantity items karena data yang ada ialah banyaknya produk. Kemudian pilh regular time production hingga number of pekerja. Untuk display type pilih Column Chart-2D. Kemudian klik OK. 10.Didapatkan hasil analisa grafik aggregate planning Perusahaan Kencana. NOMOR 2 1. Buka aplikasi Oracle VM VirtualBox yang ada pada dekstop dan klik start untuk membuka program WinQSB. 2. Setelah muncul tampilan windows XP, klik start, pilih all programs. Kemudian klik WinQSB dan pilih Aggregate Planning. 3. Klik toolbar file lalu pilih new problem. 4. Setelah klik new problem, maka akan muncul tampilan problem specification. Pada bagian problem type pilih simple model. Kemudian silang overtime allowed, hire/dismissal allowed, subcontracting allowed, dan backorder allowed. Pada problem title diisi sesuai dengan nama perusahaan yaitu Fajar Pagi dan isikan data sesuai yang tertera pada soal 2. Jika semua data suda diisi klik OK. 5. Kemudian akan muncul planning information dengan simple model dari Fajar Pagi yang harus diisi sesuai dengan data yang telah diketahui pada soal 2 yang diberikan dengan benar dari periode 1 hingga periode 6. Selanjutnya klik run. Muncul aggregate planning option, pada solution method pilih Periodic Average Production (Level Strategy) dengan length 6 dan production quantity pilih whole number. Jika sudah, klik OK. 7. Didapatkan hasil production schedule dari soal 2 pada Fajar Pagi dengan simple model, kemudian klik ikon $ untuk mendapatkan hasil cost analysis. 8. Selanjutnya didapatkan hasil cost analysis dari Fajar Pagi dalam bentuk simple model, kemudian klik ikon grafik yang berwarna kuning untuk mendapatkan hasil grafik. 9. Lalu akan muncul analisa grafik. Pada category and selection pilih quantity items karena data yang ada ialah banyaknya produk. Kemudian pilh regular time production hingga number of pekerja. Untuk display type pilih Column Chart-2D. Kemudian klik OK dan didapatkan hasil analisa grafik aggregate planning Fajar Pagi. 3.2 Soal Nomor 1 3.2.1 Data Awal Perusahaan Kencana memberikan data gambaran permintaan perusahaan tersebut selama 12 bulan pada tahun 2021 adalah : Bulan Permintaan Januari 700 Februari 850 Maret 650 April 850 Mei 900 Juni 750 Juli 850 Agustus 900 September 1000 Oktober 990 November 800 Desember 1250 Data dari perusahaan tersebut adalah : • Kapasitas produksi (Regular time capacity) : 800 produk per bulan • Biaya subkontrak (Unit subkontrak cost) : Rp 7000 per bulan • Kapasitas produksi Overtime ( Overtime Capacity ) : 75 produk per bulan • Biaya produksi regular ( Regular Time Cost ) : Rp 6000 per bulan • Biaya produksi Overtime ( Overtime cost ) : Rp 8.000 per bulan • Biaya penanganan bahan (Unit Inventory Holding Cost ) : Rp 4.500 per produk per bulan • Kapasitas Produksi Subkontrak (Max Subcontracting Allowed) : 600 produk perbulan • Biaya Backorder (Unit backorder Cost) : Rp 3.500 per produk Perusahaan Kencana tidak menggunakan inventory awal ( starting inventory ) dan tidak ditentukan inventory akhir. Jumlah pekerja pada perusahaan tersebut sebanyak 15 orang 3.2.2 Production Schedule 3.2.3 Cost Analysis 3.2.4 Grafik 3.3 Soal Nomor 2 3.3.1 Data Awal Perusahaan Fajar Pagi menggambarkan informasi yang diinginkan, dimana data yang terdapat pada perusahaan tersebut adalah : Periode Permintaan (Demand) Kapasitas waktu regular tiap pekerja Minimum Inventory Akhir Periode 1 630 60 90 2 750 75 300 3 800 77 80 4 580 77 85 5 600 95 70 6 650 65 70 ● Jumlah Awal Pekerja : 30 pekerja ● Kapasitas Kebutuhan Produksi per Unit : 4 jam ● Biaya Sewa pekerja : Rp 2.500.000 ● Biaya Pemberhentian Pekerja : Rp 3.000.000 ● Biaya Penyimpanan : Rp 300.000 ● Inventory awal : 200 unit ● Biaya subkontrak : Rp 60.000 ● Biaya regular : Rp 15.000 per jam ● Biaya Backorder : Rp 350.000 per jam ● Kapasitas Overtime : 40 unit per pekerja ● Biaya Overtime : Rp 45.000 per pekerja 3.3.2 Production Schedule 3.3.3 Cost Analysis 3.3.4 Grafik BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Data awal Perusahaan Kencana memiliki total 155 pekerja dan memperkirakan permintaan selama 12 bulan di tahun 2022. Permintaan dalam setiap bulan adalah sebagai berikut: Januari (700 unit), Februari (850 unit), Maret (650 unit), April (850 unit), Mei (900 unit), Juni (750 unit), Juli (850 unit), Agustus (900 unit), September (1.000 unit), Oktober (990 unit), November (800 unit), dan Desember (1.250 unit).Kapasitas produksi regular Perusahaan Kencana adalah 800 unit per bulan, dengan biaya produksi regular sebesar Rp 6.000 per bulan. Biaya subkontrak per unit adalah Rp 7.000 per bulan. Kapasitas produksi lembur adalah 75 unit per bulan, dengan biaya produksi lembur sebesar Rp 8.000 per bulan. Biaya penanganan bahan per unit adalah Rp 4.500 per bulan. Jika Perusahaan Kencana tidak dapat memenuhi permintaan, mereka dapat mengalihkan produksi ke perusahaan lain dengan kapasitas produksi subkontrak maksimum sebesar 600 unit per bulan. Dalam hal ini, terdapat biaya kerugian atau backorder sebesar Rp 3.500 per unit. Pada perusahaan fajar pagi terdapat data untuk 6 periode Permintaan produk, waktu kerja reguler per pekerja, dan persediaan minimum akhir. Setiap periode adalah faktor yang harus diperhitungkan. Sebagai contoh, pada periode 1, permintaan produk adalah 630 unit, waktu kerja reguler per pekerja adalah 60 jam, dan persediaan minimum akhir periode adalah 90 unit. Pada periode 2, permintaan produk adalah 750 unit, waktu kerja reguler per pekerja adalah 75 jam, dan persediaan minimum akhir periode adalah 300 unit. Data serupa juga diberikan untuk periode 3 hingga 6. Awalnya, Perusahaan Fajar Pagi memiliki 30 pekerja, dan setiap unit produk membutuhkan 4 jam produksi. Biaya sewa pekerja oleh Perusahaan Fajar Pagi adalah Rp 2.500.000, sedangkan biaya pemberhentian pekerja adalah Rp 3.000.000. Ada juga biaya penyimpanan sebesar Rp 300.000 dengan persediaan awal 200 unit. Jika Perusahaan Fajar Pagi tidak dapat memenuhi permintaan, mereka dapat menggunakan subkontrak dengan biaya Rp 60.000, atau mengalami kerugian atau biaya Backorder sebesar Rp 350.000 per jam. Biaya produksi reguler ditetapkan oleh Perusahaan Fajar Pagi sebesar Rp 15.000 per jam. Jika pekerja harus lembur karena produksi yang tinggi, mereka dapat memproduksi tambahan 40 unit per pekerja dengan biaya lembur sebesar Rp 45.000 per pekerja. 4.2 Production schedule Hasil dari Perencanaan Produksi atau Production Schedule yang dilakukan oleh Perusahaan Kencana mencakup jumlah permintaan untuk setiap periode produksi. Permintaan pada setiap periode dapat dijelaskan sebagai berikut: pada periode pertama sebanyak 700 unit, periode kedua sebanyak 850 unit, periode ketiga sebanyak 650 unit, periode keempat sebanyak 850 unit, periode kelima sebanyak 900 unit, periode keenam sebanyak 750 unit, periode ketujuh sebanyak 850 unit, periode kedelapan sebanyak 900 unit, periode kesembilan sebanyak 1000 unit, periode kesepuluh sebanyak 990 unit, periode kesebelas sebanyak 800 unit, dan periode kedua belas sebanyak 1250 unit. Perusahaan Kencana memiliki kapasitas produksi reguler sebesar 800 unit setiap bulan. Dalam analisis yang dilakukan, tidak ada produksi lembur (Overtime production) atau produksi subkontrak (subcontracting production) dengan perusahaan lain. Ini berarti seluruh produk diproduksi secara internal oleh Perusahaan Kencana tanpa melakukan produksi tambahan saat lembur atau melalui subkontrak. Total produksi yang dihasilkan oleh Perusahaan Kencana adalah 800 unit. Jumlah pekerja di perusahaan ini tetap 15 orang pada setiap periode, dan tidak ada biaya sewa pekerja (hiring cost) atau biaya pemberhentian pekerja (dismissal cost). Selanjutnya, perhitungan persediaan akhir (ending inventory) pada setiap periode dilakukan secara manual. Sebagai contoh, untuk periode pertama, persediaan akhir dihitung dengan mengurangi total produksi pada periode tersebut dengan permintaan pada periode tersebut, yaitu 875 - 700 = 175 unit. Proses ini dilakukan untuk setiap periode produksi. Pada periode kelima, terjadi kekurangan persediaan (ending inventory) karena permintaan melebihi produksi, yaitu 900 - 875 = -25 unit. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi seluruh permintaan konsumen pada periode tersebut. Untuk menghitung backlog pada periode kelima, kekurangan persediaan tersebut ditambahkan dengan permintaan pada periode selanjutnya. Sebagai contoh, -25 + 55 = -120 unit, yang menunjukkan adanya backlog (keterlambatan pemesanan) sebesar 120 unit pada periode tersebut (Rondonuwu et al., 2016). 4.3 Cost analysis Proses perencanaan produksi tergantung pada peramalan permintaan yang akurat sebagai input utama. Selain itu, untuk menghasilkan perencanaan yang efektif, input-input permintaan produk juga harus dimasukkan ke dalam pesanan aktual. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam perencanaan agregat adalah memprediksi kebutuhan produksi bulanan untuk kelompok produk tertentu. Metode perencanaan agregat ini bertujuan untuk mengalokasikan permintaan pada berbagai periode produksi dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang layak dan biaya yang mungkin linear atau non-linear. Dalam perumusan matematis perencanaan agregat, total biaya selama periode t dapat ditentukan dengan rumus berikut: Ct = CR + CO + CI + CB + CH + CF + CS. Pada rumus ini, Ct mewakili biaya produksi selama periode t. CR adalah biaya produksi reguler yang terjadi dalam periode tersebut. CO adalah biaya produksi lembur yang mungkin timbul jika perlu produksi tambahan di luar jam kerja normal. CI adalah biaya persediaan yang terjadi akibat adanya persediaan yang tidak terjual. CB adalah biaya backorder yang timbul karena tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan secara tepat waktu. Selain itu, rumus ini juga mencakup biaya penambahan tenaga kerja (CH) jika perlu merekrut lebih banyak pekerja, biaya pemecatan tenaga kerja (CF) jika ada kebutuhan untuk mengurangi jumlah pekerja, dan biaya subkontrak (CS) jika produksi harus dilakukan oleh pihak ketiga. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, perencanaan produksi dapat meminimalkan biaya produksi total selama periode waktu yang ditentukan. Pada Perusahaan Kencana, hasil analisis biaya untuk setiap periode menunjukkan hal-hal berikut: dari periode 1 hingga periode 12, biaya regular time tetap konstan sebesar Rp 5.250.000 per periode, sehingga total biaya regular time selama 12 periode mencapai Rp 63.000.000. Selain itu, terdapat informasi bahwa selama 12 periode tersebut, tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk overtime production atau subkontrak dengan perusahaan lain, yang berarti tidak ada pengeluaran terkait produksi lembur atau subkontrak. Selanjutnya, terdapat biaya inventory holding cost yang berbeda pada setiap periode. Biaya ini muncul karena perusahaan harus menyimpan persediaan produk, yang membutuhkan biaya penyimpanan. Pada periode 1, biaya inventory holding cost mencapai Rp 787.500, kemudian pada periode 2 meningkat menjadi Rp 900.000, pada periode 3 naik lagi menjadi Rp 1.912.500, pada periode 4 mencapai Rp 2.025.000, pada periode 5 kembali menjadi Rp 1.912.500, pada periode 6 dan 7 berturut-turut mencapai Rp 2.475.000 dan Rp 2.587.500, pada periode 8 tetap Rp 2.475.000, pada periode 9 hingga 11 bergantian menjadi Rp 1.912.500, Rp 1.395.000, dan Rp 1.732.500, dan pada periode 12 biaya inventory holding cost menjadi Rp 45.000. Selanjutnya, terdapat biaya backorder cost yang berbeda pada setiap periode. Biaya ini timbul ketika permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. Dalam hal ini, nilai backorder cost adalah 0 untuk setiap periode dari 1 hingga 12. Biaya hiring (perekrutan) dan biaya dismissal (pemecatan) pekerja tidak terjadi pada Perusahaan Kencana selama 12 periode tersebut, yang berarti tidak ada biaya terkait perekrutan atau pemecatan pekerja yang dikeluarkan dalam rentang waktu tersebut. Total biaya pada setiap periode dihitung dengan menjumlahkan biaya regular time, hiring, Overtime, biaya subkontrak, inventory holding cost, backorder cost, dan biaya dismissal untuk masing-masing periode (Kurniasari, 2018). 4.4 Grafik Pada Perusahaan Kencana, hasil grafik menunjukkan fluktuasi yang menarik untuk diamati. Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara waktu dan kuantitas produksi perusahaan. Sumbu x merepresentasikan periode, sementara sumbu y menggambarkan kuantitas produksi. Terdapat beberapa garis yang memberikan informasi penting dalam grafik ini. Garis biru pada grafik menunjukkan produksi pada waktu reguler atau regular time production. Nilai garis biru ini konstan dari periode 1 hingga 12, menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kapasitas produksi yang stabil selama periode tersebut. Garis merah menggambarkan total produksi perusahaan, dan seperti garis biru, nilainya juga tetap konstan dari periode 1 hingga 12. Hal ini menandakan bahwa perusahaan mampu mempertahankan tingkat produksi yang konsisten selama periode waktu yang ditinjau. Selanjutnya, terdapat garis merah muda yang menunjukkan ending inventory/backorder. Garis ini mengalami fluktuasi dan perubahan dari periode 1 hingga 12. Fluktuasi pada ending inventory/backorder ini disebabkan oleh kekurangan persediaan pada beberapa periode tertentu. Dalam grafik, terlihat bahwa pada periode 2, 6, 7, 9, 10, dan 11, garis ending inventory/backorder menurun dan mencapai nilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kekurangan persediaan dan tidak mampu memenuhi permintaan konsumen pada periode-periode tersebut. Selain itu, terdapat garis biru tua atau navy yang merepresentasikan jumlah pekerja pada setiap periode. Menariknya, jumlah pekerja pada Perusahaan Kencana tetap konstan dari periode 1 hingga 12. Hal ini menandakan bahwa perusahaan tidak melakukan perekrutan atau pemecatan pekerja selama periode yang diamati. Oleh karena itu, tidak ada garis kuning yang menunjukkan hiring/dismissal pada grafik. Garis hijau pada grafik seharusnya menunjukkan produksi lembur atau Overtime production, dan garis biru muda langit seharusnya menggambarkan produksi subkontrak atau subcontracting production. Namun, kedua garis tersebut tidak terlihat dalam grafik. Hal ini mengindikasikan bahwa Perusahaan Kencana tidak melakukan produksi lembur atau menggunakan jasa subkontrak dari perusahaan lain. Kemungkinan penyebabnya adalah perusahaan mampu memenuhi permintaan pelanggan dalam waktu reguler tanpa perlu melakukan produksi lembur atau subkontrak. Secara keseluruhan, grafik produksi Perusahaan Kencana menunjukkan fluktuasi yang menggambarkan situasi produksi dan persediaan perusahaan selama periode 1 hingga 12. Dengan memperhatikan fluktuasi tersebut, perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengatasi masalah kekurangan persediaan pada beberapa periode tertentu untuk memenuhi permintaan konsumen dengan lebih baik. Hasil grafik pada perusahaan Fajar Pagi menunjukkan adanya fluktuasi dalam produksi. Grafik tersebut menggunakan sumbu x untuk menggambarkan periode waktu dan sumbu y untuk menggambarkan kuantitas produksi. Terdapat beberapa garis yang memberikan informasi penting mengenai produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Garis biru tua atau navy pada grafik menunjukkan bahwa jumlah pekerja dalam perusahaan Fajar Pagi tetap konstan dari awal hingga akhir periode yang ditampilkan. Dalam hal ini, perusahaan mempertahankan jumlah pekerja yang sama sepanjang periode yang diamati. Garis biru pada grafik mewakili produksi pada waktu reguler atau regular time production. Garis ini mengalami fluktuasi dari periode 1 hingga periode 6. Fluktuasi dalam grafik produksi waktu reguler ini disebabkan oleh variasi kapasitas produksi yang berbeda-beda pada setiap periode. Dengan kata lain, kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau layanan pada waktu reguler berubah-ubah sepanjang waktu yang ditunjukkan dalam grafik. Garis merah pada grafik menggambarkan total produksi dan juga mengalami fluktuasi dari periode 1 hingga periode 6. Fluktuasi ini terlihat dari naik turunnya garis merah dalam grafik. Perubahan dalam total produksi ini dipengaruhi oleh fluktuasi produksi waktu reguler yang tidak stabil. Sebagai hasilnya, total produksi pada setiap periode berbeda-beda. Garis merah muda dalam grafik menunjukkan ending inventory atau backorder yang mengalami perubahan pada setiap periode. Perubahan ini dipengaruhi oleh permintaan yang bervariasi dan fluktuasi total produksi. Nilai persediaan akhir atau backorder diperoleh dengan mengurangkan total produksi dengan jumlah permintaan. Tidak terlihat garis hijau yang menunjukkan Overtime production dan garis biru muda langit yang menunjukkan subcontracting production dalam grafik ini. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Fajar Pagi tidak menggunakan subkontrak dengan perusahaan lain dan tidak melakukan produksi lembur, karena mampu memenuhi permintaan dalam waktu reguler.Selain itu, karena jumlah pekerja dalam perusahaan Fajar Pagi tetap konstan dari periode 1 hingga periode 6, tidak ada garis kuning yang menunjukkan nilai hiring/dismissal dalam grafik. Hal ini menandakan bahwa tidak ada penambahan atau pengurangan pekerja hingga periode akhir yang ditampilkan dalam grafik tersebut. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil dari Perencanaan Produksi yang disusun oleh Perusahaan Kencana melibatkan penentuan jumlah permintaan untuk setiap periode produksi. Terdapat tiga tujuan yang harus dicapai, pertama, tujuan tersebut adalah untuk memahami fungsi dan tujuan dari perencanaan produksi. Kedua, tujuan yang harus dicapai adalah memahami jenis-jenis biaya yang terlibat dalam perencanaan produksi. Terakhir, tujuan ketiga adalah mempelajari cara melakukan perencanaan produksi itu sendiri. Perencanaan produksi melibatkan proses perencanaan dan pengorganisasian sumber daya, barang, dan modal yang diperlukan untuk memproduksi barang dalam periode tertentu di masa depan, sesuai dengan peramalan yang ada. Tujuan dari perencanaan produksi sangat beragam, salah satunya adalah menemukan metode yang tepat guna untuk memenuhi permintaan pasar dengan biaya yang minimal. Dalam perencanaan produksi, terdapat berbagai jenis biaya yang perlu diperhatikan, seperti biaya perekrutan (hiring cost), biaya pemutusan hubungan kerja (layoff cost), biaya lembur (Overtime cost), biaya persediaan (inventory cost), biaya subkontrak (subcontracting cost), biaya pekerja paruh waktu (part-time labor cost), dan biaya backorder. Dalam praktikum ini, digunakan aplikasi WINQSB untuk menganalisis perencanaan produksiagregat planning. Dalam analisis yang dilakukan terhadap Perusahaan Kencana dan Fajar Pagi, ditemukan bahwa kedua perusahaan mengalami beberapa periode di mana mereka tidak mampu memenuhi permintaan pasar, namun mereka tidak melakukan subkontrak dengan perusahaan lain. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya biaya subkontrak yang tercatat pada kedua perusahaan. Selain itu, grafik juga menunjukkan adanya fluktuasi pada nilai persediaan akhir (ending inventory) dan produksi total pada kedua perusahaan tersebut. Fluktuasi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah permintaan, tingkat persediaan produk, biaya backorder, dan jumlah produksi yang terjadi di setiap perusahaan. 5.2 Saran Dalam praktikum ini, pelaksanaannya telah berjalan dengan baik. Namun, ada beberapa tantangan yang muncul, terutama saat menginstal aplikasi yang digunakan pada laptop praktikan. Hal ini menghambat proses pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, disarankan agar persiapan instalasi dilakukan sehari sebelum praktikum dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Amri T, Efrida NH. 2012. Perencanaan pengendali produksi air minum dalam kemasan menggunakan metode aggregate planning. Malikussalwh Industrial Engineering Journal 1(1):11-18. Devani, V. 2013. Optimasi perencanaan produksi dengan menggunakan metode goal programming. SITEKIN: Jurnal Sains, Teknologi, dan Industri 11(1): 84-91. Juliantara IK, Mandala K. 2020. Perencanaan dan pengendalian produksi agreat pada usaha tedung UD dwi putri di kalungkung. E-Jurnal Manajemen 9(1) : 99-118. Lengkey TS, Kawet L, Palandeng ID. 2014. Perencanaan produksi produk kecap dan saos pada CV. Fani Jaya. Jurnal EMBA 2 (3) : 1641-1621. Magrib NID. 2014. Perencanaan dan pengendalian produksi untuk peningkatan mutu produk olahan. ARIKA 8(1). Meilasani N. 2019. Peramalan dan Perencanaan Agrerat Produk Kul Kul Lollypop Grape Berries 50 Ml dan Bulk Regular 8.0 Lt Neapolitan Pada PT indolakto (Ice Cream Factory). Skripsi. Politeknik App Jakarta, Kementerian Perindustrian. Octavianti IA, Nasir WS, Ceria FMT. 2013. Perencanaan produksi agregat produk tembakau rajang P01 dan P02 di PT X. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri 1(2): 264-274. DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN Kurniasari EW. 2018. Analisa Perencanaan Agregat Dengan Menggunakan Metode Transportasi (Studi Kasus CV. Dwi Jaya Abadi). Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Rondonuwu G, Sifried SP, Lidia MM. 2016. Evaluasi Penerapan Metode Persediaan Berdasarkan Metode Fifo pada PT Honda Tunas Dwipa Matra Manado. Jurnal EMBA 4(4): 268-278. LAMPIRAN PUSTAKA TAMBAHAN LAMPIRAN PUSTAKA