Uploaded by Tihaya Anisa

ADAB MAKAN DAN MINUM

advertisement
ETIKA MAKAN DAN MINUM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Erfan Soebahar, M.Ag
Disusun oleh:
Riza Rahmawati
Siti Azimatul Uliyah
Siti Toifah
Shobikin
Amri Khan
(103111094)
(103111095)
(103111096)
(103111097)
(103111109)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ETIKA MAKAN DAN MINUM
1.
I.
PENDAHULUAN
Islam adalah agama, dimana agama ini sangat mengatur segala sesuatu baik dalam kehidupan sehari-hari,
kapanpun dan dimanapun kita berada. Islam pun mengajarkan apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang
sebaiknya tidak dilakukan ketika makan dan minum.
Itulah makna sekilas tentang islam sebagai rahmatan lil Alamin. Karena Islam tidak saja mengatur dan menata halhal yang berhubungan dengan ibadah formal, seperti shalat, zakat, puasa, haji, tetapi juga menaruh perhatian
terhadap etika seorang muslim dalam melakukan aktifitas dan kegiatan sehari-hari, hal itu dapat kita ikuti dan ambil
contoh dari sifat dan perilaku nabi Muhammad saw termasuk didalamnya tentang etika pada saat beliau makan dan
minum.
Kemungkinan makan dan minum bagi pandangan mereka hanyalah hal yang biasa, sampai mereka memandang
sepele terhadap permasalahan ini. Namun mencontohi segala perbuatan Rasulullah saw adalah suatu perbuatan
yang sangat positif dan bahkan bernilai ibadah. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai etika makan
dan minum secara global.
1.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
B.
C.
Bagaimana etika makan dan minum yang baik menurut ajaran Islam?
Bagaimana etika yang harus ditinggalkan ketika makan dan minum?
Apa saja nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari penjelasan hadits tentang etika makan dan
minum?
1.
III.
PEMBAHASAN
A.
A.
Etika makan dan minum yang baik menurut ajaran Islam
Tata cara makan dan minum merupakan hal yang penting dan dilakukan berulang-ulang setiap harinya. Tata cara
makan dan minum merupakan bagian alamiah hidup yang membawa manfaat bagi yang melakukannya. Islam
mengatur tentang variasi dan jumah asupan, kebersihan makanan, kebiasaan makan bersama dan lain-lain. Dengan
demikian makan dan minum harus dilakukan dengan benar, baik dilakukan sendiri, bersama keluarga ataupun
dengan teman-teman.
Islam mengajarkan untuk menjaga menu dan jadwal makan dengan baik. Manusia diajarkan untuk mengonsumsi
berbagai variasi makanan dengan cukup dan tidak berlebih-lebihan. Baik Al-Quran dan Al-Hadits yang membahas
tentang hal ini.[1]
Adapun Etika makan dan minum antara lain:
1.
Berdo’a sebelum dan sesudah makan dan minum
Permasalahan yang sungguh sangat ringan, namun sering terlalaikan oleh sebagian kaum muslimin, yaitu berdo’a
sebelum makan. Padahal lebih ringan daripada sekedar mengangkat sesuap nasi ke mulut dan tidak lebih berat dari
menahan rasa lapar.
Dan sekurang-kurangnya lafal yang kita bacakan, menurut An-nawawy, ialah Bismillah. Seutama-utamanya,
ialah Bismillahir Rahmanir Rahim.
Jika kita tidak membaca, walaupun dengan tidak sengaja, pada permulaan hendak makan, maka hendaklah kita
membaca di pertengahannya.[2]
Rasulullah saw. bersabda:
َ ‫إذَا ا َ َك َل أَ َحدُ ُك ْم‬
‫ بِس ِْم هللااِ ف ِْي أَ َّو ِل ِه َوآخِ ِر ِه‬: ْ‫ِي اَ ْن يَ ْذ ُك َر اَس َْم هللااِ فِى اَ َو ِل ِه فَ ْليَقُل‬
َ ‫طعَا ًما فَ ْليَ ْذكُرْ اَس َْم هللااِ فَا ِْن نَس‬
“Apabila salah seorang kalian makan suatu makanan, maka hendaklah dia mengucapkan “Bismillah” (Dengan nama
Allah), dan bila dia lupa diawalnya hendaklah dia mengucapkan “Bismillah fii awwalihi wa akhirihi” (Dengan nama
Allah di awal dan diakhirnya).”
Menurut Imam Syafi’i membaca Bismillah adalah disunahkan walaupun bagi wanita yang haid atau yang junub,
adapun yang lebih utama adalah membaca Basmallah dengan sempurna. Apabila dia tidak mampu maka kesunahan
bisa saja hasil. Menurut Imam ghozali dalam pengucapan Basmallah itu terletak pada awal makan.[3]
Rasulullah saw. bersabda:
َ ‫( ْال َح ْمدُ ِ َّّلِلِ َح ْمدًا َكِِي ًْرا‬:‫ كَانَ ِإذَا َرفَ َع َمائِدَ تَهُ قال‬.‫م‬.‫ي رسول هللاا ص‬
.)‫ار ًكا فِ ْي ِه َغي َْر َم ْكفِي ٍّ َوالَ ُم َودَّعٍّ َوالَ ُم ْستَ ْغنًى َع ْنهُ َربُّنَا‬
َ ‫ط ِيبًا ُم َب‬
ٌ ‫ أَ َّن النَّ ِب‬:‫ رضي هللاا عنه‬,َ‫َع ْن أَ ِب ْي ا ُ َما َمة‬
Artinya:
“ Di riwayatkan dari Abu Umamah r.a. setiap selesai makan Nabi SAW. Berdo’a “segala puji dan syukur bagi Allah:
pujian yang banyak, baik dan penuh berkah. Wahai Tuhan kami! Kami tidak dapat membalas kemurahan-Mu, tidak
pula meninggalkannya, tidak pula membuangnya.”[4]
1.
Menggunakan tangan kanan
Rasulullah SAW. Bersabda:
َ ‫ش ْي‬
َّ ‫ب فَ ْليَ ْش َربْ بِيَمِ ْينِ ِه فَإِ َّن ال‬
‫طانَ يَأ ْ ُك ُل بِ ِش َما ِل ِه َويَ ْش َربُ بِ ِش َمالِه‬
َ ‫إِذَا أ َ َك َل أَ َحدُ ُك ْم فَ ْليَأْكُلْ بِيَمِ ْينِ ِه َوإِذَا ش َِر‬
Artinya:
“Apabila salah seorang dari kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanan dan apabila dia minum,
minumlah dengan tangan kanan. Karena setan apabila dia makan, makan dengan tangan kiri dan apabila minum,
minum dengan tangan kiri.”[5]
Makan dan minum dengan tangan kanan adalah wajib, dan bila seseorang makan dan minum dengan tangan kiri
maka berdosa karena dia telah menyelisihi perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta merupakan bentuk perbuatan
tasyabbuh (meniru) perilaku setan dan orang-orang kafir.
Nabi menyuruh Umar supaya makan menggunakan tangan kanannya. Hal ini adalah karena setan menurut riwayat,
makan dengan tangan kiri. Dan karena tangan kanan, biasanya lebih mulia dan lebih kuat dari pada tangan kiri,
begitu juga diwaktu minum.[6]
Islam memberikan keringanan bagi orang yang mempunyai kekurangan seperti halnya orang kidal. Apabila orang
tersebut masih kuat menggunakan tangan kanan, maka tetap dianjurkan menggunakan tangan kanan karena
termasuk sunnah Rosul. Walaupun sudah terbiasa bagi mereka menggunakan tangan kiri, tetapi mereka harus
berusaha dan membiasakan menggunakan tangan kanannya. Seperti yang terkandung dalam surat Al-Insyirah ayat
6:
ÇÏÈ bÎ) yìtB Ύô£ãèø9$# #ZŽô£ç„¨
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
1.
3.
Makan dan minum secukupnya saja, tidak berlebih-lebihan
Rasulullah saw. Bersabda:
َ ‫صدَقو ْا َو ْالبَسُ ْوا فِي َغي ِْر إسْراَفٍّ َو‬
.‫الم ِْخي َ َل ًة‬
َ َ‫ُك ُلو ْا َوا ْش َرب ُْوا َوت‬
Artinya:
“Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah kalian semua dengan tidak berrlebih-lebihan dan
menimbulkan kesombongan”[7]
Dalam kamus mukhid, makna ٍّ‫إسْراَف‬berarti tabdhirun yang bermakna pemborosan, juga bisa bermakna ma unfiqa fi
tho’at yang berarti makan harus sesuai dengan aturan dan anjuran.
Di dalam Al-Qur’an menyatakan larangan makan dan minum secara berlebih-lebihan. Manusia cukup mengonsumsi
makanan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dibutuhkannya.
Kita dianjurkan untuk tidak makan secara berlebih-lebihan, tetapi makanlah sesuai anjuran Rasulullah saw yakni 1/3
untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 untuk udara. Dan hendaklah makan sebelum lapar dan berhentilah
sebelum kenyang.
Firman Allah pada surat al- A’raf ayat: 31
y‰ZÏã Èe@ä. 7‰Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùΎô£è@ 4 uä (#rä‹è{ ö/ä3tGt^ƒÎ—#tPyŠ ûÓÍ_t6»tƒ
tûüÏùΎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ ¼çm¯RÎ) Ÿw Ž=Ïtä†
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”[8]
1.
B.
A.
Etika yang harus ditinggalkan ketika makan dan minum
Larangan meniup makanan dan minuman
(‫ب‬
َ ُ‫س ْو ُل للاه صَلى للا‬
ٍّ ‫َع ِن اب ِْن َعب‬
َ ‫علَ ْيهَ َو‬
ُ ‫ نَهَى َر‬:) ‫َّاس قَا َل رواه أحمد‬
‫سل َم ع هَن الن ْفخه فهى الطعَ هام َو الش َرا ه‬
:Artinya
Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa imam Ahmad meriwayatkan: Rasulullah saw melarang meniup makanan dan “
”minuman
Etika makan dan minum tidak lepas dari kajian para ulama yang semuanya bersumber dari Rasulullah saw, yang
diantara lain adalah larangan meniup makanan dan minuman. Dari redaksi di atas, dipahami bahwa Nabi melarang
meniup makanan dan minuman. Konteks larangan meniup dimaksudkan pada saat makanan dan minuman tersebut
dalam keadaan panas.
Kemungkinan-kemungkinan dilarangnya meniup tersebut, adalah supaya kita diajarkan untuk tidak terburu-buru
dalam melaksanakan makan dan minum. Yang sebaliknya untuk dianjurkan menunggu sampai makanan dan
minuman tersebut dingin, hangat dan nyaman untuk dikunyah. Sebuah hadits dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi
saw melarang untuk mengambil nafas dan meniup makanan dan minuman”. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).[9]
1.
Larangan minum dari mulut bejana
‫رواه البخاري‬,)‫شبَهُ فهى د هَارهه‬
َ ُ‫س ْو ُل للاه صَلى للا‬
َ ‫َارهُ أَنْ يَ ْغ هرزَ َخ‬
ِّ ‫سل َم ع هَن الش ُّْرب فهى فَ هِّماْلق َهرابَ هة أَ هو ال ه‬
َ ‫علَ ْي هه َو‬
ُ ‫ نَهَى َر‬: ‫ي هللااُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫َع ْن أَبِى ه َُري َْرةَ َر‬
َ ‫سقَاءه َو أَنْ ي َْمنَ َع ج‬
َ ‫ض‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah saw melarang minum dari mulut bejana atau mulut qirbah (poci)
dan mencegah tetangganya menyandarkan kayu pada rumahnya.” (HR. Bukhori).[10]
Dari hadits di atas dapat dijelaskan bahwa, Dilarang minum langsung dari mulut kantung air dan syariat menyebutkan beberapa sebab:
1.
2.
Khawatir akan merubah bau air dan tempatnya sehingga timbul rasa jijik yang akhirnya air tersebut dibuang.
Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan dalam hadits ‘Aisyah yang berbunyi: “Karena dapat membuatnya bau.”
Dikhawatirkan ada hewan yang masuk ke dalam tempat minum tersebut, seperti ular sebagaimana yang
ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah dengan sanad yang marfu’: “Dilarang minum langsung dari mulut
kantung air.” Ayyub berkata: “Diceritakan kepada kami bahwa seseorang minum langsung dari kantung air
lantas keluar seekor ular dari kantung tersebut.”
3.
Orang yang minum dengan cara seperti ini menjadikan air yang keluar dari mulut kantung air itu terlalu
banyak sehingga tercurah melebihi kebutuhannya dan membuatnya tersedak. Ibnu Hajar Berkata : “Aku tidak
pernah melihat adanya hadits-hadits yang bersanad marfu’ menunjukkan bolehnya (minum langsung dari
mulut kantung air) kecuali dari perbuatan Nabi sementara hadits yang melarang semuanya berasal dari
ucapan Beliau yang tentunya lebih kuat jika kita lihat dari sebab dilarangnya perbuatan tersebut. Semua yang
telah disebutkan oleh para ulama tentang sebab, tentunya Rasulullah terpelihara dari hal itu, karena ia
seorang yang maksum, berakhlak mulia dan lebih berhati-hati ketika Beliau menuangkan air dan sifat lain
yang tidak dimiliki oleh orang lain.[11]
A.
3.
Larangan makan dan minum sambil berdiri
ُ َ ‫ ذلكَ اش ُر او اخب‬:‫ فاالكلُ؟ قال‬:‫الن َِس‬
َ َ ‫ َف ُقلنا‬:ُ‫ قتا َ دة‬:‫ب ال َر ُج َل َقا ئماً قال‬
)‫ (روه مسلم‬.‫ث‬
َ ‫ضيَ هللاا عَ ُنهُ عَ َل ْي ِه َوسَ َلمَ انَهُ نهي اَ ْن يَ ْش َر‬
ِ ‫َوعَنً اَن َِس َر‬
:Artinya
Dari anas ra, dari Nabi saw beliau melarang seseorang minum dengan berdiri. Qatadah bertanya kepada Anas: “ “
)HR Muslim( ”.Bagaimana kalau makan?” Anas menjawab: makan dengan berdiri itu lebih jelek dan lebih buruk
Hadits diatas tentang larangan mengenai minum sambil berdiri. Anas bin Malik ditanya tentang bagaimana kalau
makan sambil berdiri, maka beliau mengatakan, “itu lebih jelek dan lebih kotor.” Maksudnya jika Nabi melarang
minum sambil berdiri maka lebih-lebih lagi makan sambil berdiri.
Tetapi ada juga Ulama yang berpendapat bahwa minum sambil berdiri itu diperbolehkan meskipun yang lebih baik
adalah minum sambil duduk. Pendapat Imam Nawawi, beliau mengatakan, yang lebih utama saat makan dan minum
adalah sambil duduk karena hal ini merupakan kebiasaan Nabi saw, beliau tidak makan sambil berdiri demikian juga
tidak minum sambil berdiri. [12]
Di kota-kota besar undangan pesta sering kali dilakukan dengan fasilitas dan hiburan yang serba mewah.
Ketersediaan fasilitas tersebut menyebabkan seseorang untuk meninggalkan etika makan dan minum dalam ajaran
Islam. Perbuatan tersebut tidak harus kita kerjakan, karena kita harus melakukan segala sesuatu sesuai dengan
syari’at Islam.
1.
C.
Nilai-nilai pendidikan yang bisa kita ambil dari penjelasan hadits tentang etika makan dan
minum
Persoalan makan dan minum, tentu bukanlah masalah yang sepele. Karena mengabaikan masalah ini, bisa
mengakibatkan tubuh manusia dialiri oleh darah dan daging yang tidak baik. Olehnya baik Al-Quran maupun hadits
banyak menyentil masalah ini, sampai kepada etika atau adab bagaimana seharusnya makan dan minum, sehingga
apa yang dimakannya tidak saja baik, halal, bergizi, namun juga sesuai dengan tuntunan nabi Muhammad saw.
Nilai yang terpenting dalam kandungan hadits di atas antara lain:
Seseorang yang melakukan sesuatu yang memulainya dengan ucapan “basmalah” senantiasa mendapat
berkah dan perlindungan dari Allah swt terhadapnya
2.
Seseorang yang memegang makanan dalam keadaan tangan yang bersih, niscaya akan terhindar dari
penyakit yang tidak kita inginkan.
3.
Melakukan sesuatu dengan mendahulukan yang kanan, lebih khususnya dalam melakukan kegiatan makan
dan minum dengan menggunakan tangan kanan, dapat membedakan tata cara hidup kita sebagai manusia
dan tata cara iblis dalam melakukan sesuatu.
4.
IV.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kita hidup di dunia ini semata-mata hanya untuk beribadah
kepada Allah swt. Dan segala sesuatu di muka bumi ini diatur oleh Al-qur’an dan Al-hadits. Maka dari itu apa yang
telah diperintahkan kepada kita hendaklah kita melakukannya dan apa-apa saja yang dilarang maka jauhilah. Hal-hal
tersebut dengan tujuan agar kita terhindar dari kesesatan. Penjelasan dari hadits-hadits di atas sangatlah jelas dan
dengan penjelasan tersebut kita dapat mengetahui apa yang bisa kita lakukan dan apa yang bisa kita tinggalkan.
1.
Diantara etika lain yang perlu kita contohi dari Rasulullah adalah : berdo’a sebelum dan sesudah makan dan minum,
menggunakan tangan kanan pada saat makan dan minum, tidak boleh berlebih-lebihan dalam makan dan minum
hanya secukupnya saja. Dan etika yang harus ditinggalkan yaitu meniup makanan dan minuman, makan dan minum
dari mulut bejana, dan makan dan minum sambil berdiri.
1.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kami menyadari dalam pembuatan makalah ini
masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Manawi, Muhammad Abduh Rouf, Faidul Qadir (Bairut: Darul Qutub Al-Ilmiah) jilid 1
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Mutiara Hadits 6, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2003)
Az- Zabidi, Imam, Ringkasan Shahih Al- Bukhari, (Bandung: Mizan, 2001)
Departemen Agama R.I, AlQuran Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006)
Hasan, Aliah B. Purwakania, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008)
Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999)
[1] Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami, (Jakart: Rajawali Pers, 2008), hlm. 178
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits 6, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2003), Cet. 1,
hlm. 204
[3] Muhammad Abduh Rouf Al-Manawi, Faidul Qadir (Bairut: Darul Qutub Al-Ilmiah), jilid 1, hlm. 380-381
[4] Imam Az- Zabidi, Ringkasan Shahih Al- Bukhari, (Bandung: Mizan, 2001), Cet. 5, hlm. 814
[5] Ibid, hlm. 383-384
[6] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Op. Cit, hlm. 204-205
[7] Muhammad Abduh Rouf Al-Manawi, Faidul Qadir (Bairut : Darul Qutub Al-Ilmiah), hlm. 59,. Jilid 5
[8] Aliah B. Purwakania Hasan, Op. Cit, hlm. 179
[9] Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. IV, hlm. 698
[10] Ibid, hlm. 694
[11] Departemen Agama R.I, Al–Quran Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006 ), hlm. 123
[12] Imam Nawawi, Op. Cit, hlm. 700-701
Download