Uploaded by Rabiatu Rafi'ah

HASIL WAWANCARA

advertisement
HASIL WAWANCARA
No
Kisi-Kisi Pertanyaan Wawancara
1
Perbedaan penyerapan anggaran sebelum terjadi pandemi dan saat
terjadi pandemi COVID-19.
2
Program-program kegiatan saat pandemi COVID-19.
3
Refocusing kegiatan dan realokasi anggaran.
4
Dampak positif dan negatif pandemi COVID-19 terhadap serapan
anggaran.
5
Faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan anggaran.
1. Bagaimana penyusunan anggaran di dinas kesehatan?
Jawab :
“Dari rencana 5 tahunan yang sudah dibuat bupati saat awal menjabat, tiap tahunnya kita
turunkan menjadi rencana kerja tahunan. Setelah Renja nya turun, kemudian kita evaluasi dengan
tim di Bappeda, kita lihat yang mana kinerjanya yang sudah tercapai atau belum tercapai
sehingga laporan akhir masa jabatan bupati itu bagus. Baru kemudian menyusun RKA nya lagi
untuk penganggaran”.
2. Apakah tiap tahun program kerja nya sama atau beda-beda ?
Jawab :
“Program tiap tahun berbeda-beda. Walaupun contohnya program Bupati tiap tahun sama
membangun desa, tapi untuk lokasinya itu berbeda-beda. Contohnya program kerja dinas
kesehatan, dari visi Bupati untuk membangun desa maka kami membuat program membangun
atau penambahan ruangan puskesmas ditiap kecamatan, dengan lokasi berbeda-beda tiap
tahunnya”.
3. Bagaimana pelaksanaan program kerja saat terjadi pandemi Covid-19 ?
Jawab :
“Saat pandemi ada beberapa proker yang disesuaikan karena adanya kebijakan pemangkasan
anggaran dari pemerintah pusat untuk penanganan covid. Sehingga banyak program kerja yang
tidak dijalankan. Tapi untuk proker yang penting tetap jalan, tidak bisa diganti. Seperti pelayanan
program ibu hamil (program utama dinas kesehatan), program balita, dan menangani penyakit”.
4. Bagaimana pelaksanaan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran dinas
kesehatan saat terjadi pandemi Covid-19 ?
Jawab :
“Saat pandemi dinas kesehatan mengalami pemangkasan anggaran. Anggaplah kita ingin
membangun puskesdes, karena anggarannya dipangkas kita tidak jadi melaksanakan
pembangunan. Artinya yang mana program yang bisa ditunda, maka dari situ anggaran
dipangkas. Apabila proker yang tidak bisa ditunda itu disetujui oleh tim anggaran, maka kita bisa
lanjut menjalankan. Tim anggaran sudah menentukan mana proker yang menjadi prioritas.
Program-program tersebut hanya ditunda bukan dihapus, sehingga bisa diajukan lagi”.
5. Dari program kerja yang dipangkas tersebut, apakah dananya dialihkan ke
penanganan covid ?
Jawab :
“Iya. Hal itu dibuktikan dengan adanya program penanganan covid berupa tracer (kunjungan
kerumah warga untuk mencek kesehatan warga), tracing (mendata pasien yang positif dan
mencari alirannya), mengantar pasien positif untuk karantina, mengunjungi ke rumah warga
yang melaksanakan isolasi mandiri selama 14 hari, dan kegiatan vaksinasi. Dana yang dipangkas
sebelumnya digunakan untuk membiayai para petugas medis yang melaksanakan penanganan
covid. Anggaran belanja dinas kesehatan dipangkas sekitar 70% dari anggaran awal, sehingga
keperluan untuk kegiatan-kegiatan lain habis, dialihkan kepenanganan covid. Jadi kami
dipangkas dulu, masing-masing instansi yang menangani covid itu mengajukan anggaran khusus
covid. Jadi setelah dipangkas baru kemudian didapat kembali sesuai dengan anggaran yang kami
ajukan. Jadi rata-rata dana kami sisa untuk bayar gaji pegawai, bayar listrik, air, ATK, dan
operasional lainnya”.
6. Apakah dinas kesehatan masuk dalam struktur Gugus Tugas Percepatan
Penanganan (GTPP) ?
Jawab :
“Dinas kesehatan masuk salah satu anggota gugus tugas di bidang kesehatan. Gugus tugas
diketuai oleh BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), BPBD bertugas membeli alat
penanganan seperti APD. Kemudian anggotanya ada dari TNI dan Polri yang bertugas mengatur
keamanan warga dan mengurus jika ada warga yang meninggal. Sedangkan karantina diurus oleh
rumah sakit. Dana nya disiapkan oleh masing-masing instansi terkait”.
7. Tahun 2022 sekarang apakah masih ada pemangkasan ?
Jawab :
“Sekarang 2022 sudah normal, tidak ada lagi pemangkasan. Jadi tinggal bayar utang
menjalankan program yang dipangkas kemarin. Kami dua tahun banyak program terbengkalai.
Jadi ditahun terakhir RPJMD ini kami kejar setoran supaya mencapai target yang dua tahun
terlewat. Untungnya tahun tadi ada bantuan dana dari APBN khusus untuk covid, kalau 2020
murni dari APBD, sehingga tidak ada bantuan. Tahun 2021 kami dapat banyak bantuan dari
pusat. Ada kabar mengatakan bahwa para dokter, para tenaga medis, selama covid bisa mendapat
banyak uang. Kabar tersebut memang benar. Para tenaga medis apabila menangani empat orang
pasien positif covid akan mendapat bayaran sebesar 5 juta. Namun masalahnya sedikit tenaga
medis yang mau, karena menangani dikarantina tidak diizinkan pulang kerumah, dan tenaga
medis juga takut tertular virus corona. Apalagi petugas puskesmas yang mendatangi pasien
positif ke rumah, sering mendapat perlawanan dari masyarakat. Sehingga petugas membawa
aparat kepolisian, karena masyarakat awam tidak mengerti dan menganggap covid hal yang
tabu”.
8. Anggaran belanja dinas kesehatan naik, tapi kenapa realisasi nya rendah ?
Jawab :
“Anggaplah kami kehilangan/dipangkas 20 M, tapi karena kegiatan covid kami dapat 40 M dari
APBD, diluar dari bantuan pusat. Sehingga anggaran belanja dinkes tinggi. Kami mengusulkan
minta dana sebesar 47 M, dan disetujui. Jadi walau kami dipotong 70%, tapi kami dapat dua kali
lipatnya. Kenapa realisasinya rendah ? Target kami dari dana itu ada untuk program vaksin.
Vaksinasi itu dilakukan 2 kali/desa dikali 200 desa di Kab. Barito Kuala. Ternyata
dilapangannya tidak mencapai target tersebut. Tenaga kesehatannya tidak mampu mencapai 200
desa. Sehingga beberapa desa ada yang digabung jadi satu, karena kurang tenaga kesehatan, dan
kurang peminat dari warga untuk vaksin. Jadi kenapa serapannya rendah, karena kendala
dilapangan tidak bisa menfullkan untuk terserap semuanya. Makanya sampai akhir tahun kami
gencarkan supaya mencapai target vaksin tahap 1 sebesar 70%”.
9. Sebelum terjadi pandemi covid-19 ada kendala apa dalam penyerapan anggaran ?
10. Apa saja perbedaan sebelum dan setelah terjadi pandemi covid-19 ?
Jawab :
“Perbedaan signifikannya sebelum pandemi covid itu jarang melakukan refocusing anggaran.
Apabila ada kebutuhan yang dananya tidak cukup, kami biasanya memakai uang di rekening tak
terduga (uang simpanan) untuk keperluan yang penting. Misalkan tetap tidak cukup, baru
memotong anggaran SKPD lain. Sedangkan saat terjadi pandemi covid, anggaran difokuskan
untuk penanganan covid. Tahun 2020 anggaran sudah dipotong 80% pada bulan April. Semua
SKPD mengalami pemangkasan anggaran. Kemudian pemerintah mengeluarkan dana cadangan
untuk menutupi kegiatan covid dan beli vaksin. Dana tambahan itu masuk di post belanja barang
dan jasa. Selain itu perbedaannya setelah terjadi pandemi semua koordinasi hanya dilakukan
secara online. Tidak ada lagi pertemuan tatap muka”.
11. Bagaimana dana untuk kegiatan vaksinasi ?
Jawab :
“Kegiatan vaksin itu kami dapat dari kementerian. Jadi kementerian beli vaksin, lalu dibagi ke
daerah. Kami hanya membayar petugas yang melaksanakan vaksinasi, jadi bukan kami yang beli
vaksin, kami hanya menjalankan. Pemerintah memberi peraturan bahwa kita tahun 2021 target
70% dari warga harus vaksin dosis 1. Ada 10 petugas dan dua keamanan tiap post. Kemarin ada
223 post. Kenapa lebih dari jumlah desa 200 ? Itu dikarenakan ada tambahan untuk post vaksin
pejabat tersendiri. Selain itu disatu desa ada yang 2-3 post karena penduduknya banyak”.
12. Bagaimana realisasi dari indikator kinerja utama ?
Jawab :
“Tahun 2021 indikator kinerja utamanya ada 3 :
1. Persentase rata-rata Capaian SPM Bidang Kesehatan, dinas kesehatan memiliki 12 indikator
Standar Pelayanan Minimal yaitu : 1.Pelayanan kesehatan ibu hamil (K4); 2. Pelayanan
kesehatan ibu bersalin di faskes; 3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir (KN3); 4. Pelayanan
kesehalan balita; 5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar (kelas 1 dan kelas 7); 6.
Pelayanan kesehatan pada usia produktif (15 tahun s.d 59 tahun); 7. Pelayanan kesehatan pada
usia laniut (> 60tahun); 8. Pelayanan kesehatan pada penderita hipertensi; 9. Pelayanan
kesehatan pada penderita diabetes mellitus; 10. Pelayanan kesehatan pada orang gangguan jiwa
berat (ODGJ); 11. Pelayanan kesehatan orang dengan Tb; 12. Pelayanan kesehalan orang dengan
resiko terinveksi HIV.
Target dari kementerian semuanya tercapai 100%, namun dalam kenyataannya semua daerah di
Indonesia tidak ada yang bisa sampai 100% (mungkin terkecuali DKI Jakarta). Sehingga dinas
kesehatan batola membuat target sendiri dibwah 100%, karena kalau menargetkan 100% itu
tidak cukup dananya. Sehingga target kita hanya 45% dan terealisasi 66%, itu pun dibantu dana
dari APBN.
2. Persentase puskesmas dengan peningkatan Status Akreditasi (Utama), ini tidak kami
laksanakan, karena memang ada peraturan bahwa Kegiatan Pelaksanaan Survei Akreditasi Ulang
(Re-Akreditasi) di Tahun 2020 tidak dapat dilaksanakan, hal ini berdampak pula untuk
Puskesmas yang akan dilakukan Survei Akreditasi Ulang (Re-Akreditasi) di Wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Barito Kuala untuk ditiadakan.
3. Indeks kualitas lingkungan. lndeks kualitas lingkungan pada tahun 2021 ini menjadi satah satu
indikator utama Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala, guna menunjang yang tertera pada
RPJMD Kabupaten Barito Kuala program Lingkungan Sehat, akses masyarakat terhadap air
bersih dan sanitasi telah berhasil ditingkatkan, seperti peningkatan pada persentase keluarga
menghuni rumah yang memenuhi syarat kesehatan mencapai 44,01 % belum mencapai target
sebesar 75%, persentase keluarga menggunakan air bersih meningkat dari 43.08 % dan desa
yang menyelenggarakan STBM sebanyak 17 desa 8,46%.
Kegiatan penanganan covid tidak termasuk dalam indikator kinerja utama, karena masuk dalam
kejadian luar biasa”.
13. Apa dampak positif dan negatif dari pandemi Covid-19 terhadap serapan
anggaran?
Jawab :
“Dampak Negatif
1. Penyerapan anggaran rendah karena kendala dilapangan. Selain dikarenakan program
vaksinasi yang tidak dapat full terserap, penyerapan anggaran rendah juga dikarenakan insentif
yang didapat petugas yang menangani pasien positif covid dibatasi oleh kementerian. Dari yang
awalnya dianggarkan 200 juta, tapi dibatasi hanya boleh menggunakan 125 juta saja. Itu pun
harus membuat laporan pasien positif dahulu ke kementerian baru bisa di klaim insentifnya.
Sehingga laporan pasien tersebut harus benar adanya, tidak bisa difiktifkan.
2. Banyak program kerja tidak dapat dilaksanakan. Beberapa program kerja seperti
pembangunan, perjalanan dinas ke luar kota, tidak dapat terlaksana. Bahkan di SKPD lain ada
yang lebih parah, tidak ada kegiatan sama sekali yang bisa dikerjakan. Kadang ada tenaga
honorer yang dirumahkan, karena anggaran dipotong.
3. Mendapat penolakan dari masyarakat. Saat gempar-gemparnya virus corona, masyarakat
menjadi takut saat ada petugas memeriksa karena apabila positif bisa dikucilkan tetangga. Saat
masa vaksinasi, masyarakat juga takut akan menjadi sakit setelah divaksin.
Dampak Positif
Menghemat perjalanan dinas ke luar kota, namun perjalanan dinas ke daerah Batola itu sendiri
tetap ada bahkan tambah banyak pengeluarannya. Sekitar 60-70% dari anggaran digunakan
untuk perjalanan dinas. Hitung kasarnya 223 post x 2 kali x 12 orang x Rp 40.0000”.
14. Faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan anggaran ?
Jawab :
15. Apa kendala dalam melaksanakan anggaran ?
Jawab :
“Kendala dalam mengelola anggaran ada di petugasnya. Petugas yang membuat laporan
pertanggungjawaban juga melakukan pekerjaan turun ke lapangan, sehingga beban yang
ditanggung ganda. Hal itu mengakibatkan pekerjaan membuat laporan pertanggungjawaban jadi
terhambat dan tertunda”.
Download