Uploaded by pharadisa gizi

Pedoman proses Asuhan Gizi Puskesmas 2018

advertisement
613.2
Ind
p
KATA PENGANTAR
Pada saat ini Indonesia masih dihadapkan pada masalah
gizi ganda, khususnya masalah gizi kurang seperti stunting dan
wasting. Pada saat yang bersamaan masalah kelebihan gizi
makin meningkat. Untuk menghadapi masalah gizi ganda ini,
dibutuhkan intervensi yang komprehensif dan tepat pada tingkat
perseorangan dan masyarakat.
Tenaga
kesehatan
Puskesmas
perlu
memiliki
kemampuan dalam penanganan masalah gizi di wilayahnya.
Peran tenaga kesehatan dalam menjalankan tanggung jawabnya
perlu dilengkapi dengan pedoman yang dapat menjadi panduan.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menyusun buku
pedoman Proses Asuhan Gizi di Puskesmas yang dapat
digunakan sebagai pedoman praktis bagi tenaga kesehatan di
Puskesmas dalam melaksanakan asuhan gizi. Penyusunan buku
ini telah melewati sebuah proses yang panjang sebagai upaya
untuk meningkatkan pelayanan gizi agar semakin profesional.
Selain itu diharapkan melalui pedoman ini, tenaga kesehatan
dapat memberikan pelayanan sesuai kompetensinya.
Kami menyadari bahwa buku ini masih memungkinkan
untuk dapat disempurnakan, oleh karena itu saran dan masukan
yang membangun sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi tenaga kesehatan, khususnya petugas/tenaga gizi
dalam memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat secara paripurna.
Jakarta, Mei 2017
Direktur Gizi Masyarakat
Ir. Doddy Izwardy, MA
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
i
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................. ii
Daftar Tabel............................................................................. iv
Daftar Gambar......................................................................... vi
Daftar Lampiran....................................................................... vii
Daftar Singkatan...................................................................... viii
Definisi Operasional… ............................................................. x
BAB I.
Pendahuluan ........................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Tujuan .............................................................. 4
C. Sasaran ............................................................ 4
D. Landasan Hukum.............................................. 4
E. Ruang Lingkup ................................................. 6
BAB II. Manajemen Program Gizi di Puskesmas ............... 7
A.
Perencanaan Program Gizi di Puskesmas
(P1)................................................................... 8
B.
Penggerakkan dan Pelaksanaan Program Gizi
di Puskesmas (P2) ........................................... 23
C. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Kinerja Program Gizi di Puskesmas (P3) .......... 26
BAB III. Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi........................ 27
A.
Langkah Pertama: Pengkajian Gizi ................... 31
B.
Langkah Kedua: Diagnosis Gizi ........................ 38
C. Langkah Ketiga: Intervensi Gizi ........................ 46
D. Langkah Keempat: Monitoring dan Evaluasi
Gizi ................................................................... 50
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
ii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB IV. Proses Asuhan Gizi di Puskesmas ........................ 55
A. Proses Asuhan Gizi pada Masalah
Pemantauan Pertumbuhan, Status Gizi dan
Penyakit Tidak Menular (PTM)........................ 55
1. Proses Asuhan Gizi pada Balita Gizi Kurang
dan Gizi Buruk, Kurus dan Sangat Kurus...... 63
2. Proses Asuhan Gizi pada Anak Sekolah
dan Remaja Gemuk dan Obesitas ................ 86
3. Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri
Anemia Gizi Besi .......................................... 95
4. Proses Asuhan Gizi pada Ibu Hamil
Anemia Gizi Besi .......................................... 104
5. Proses Asuhan Gizi pada Ibu Hamil Kurang
Energi Kronik ................................................ 114
6. Proses Asuhan Gizi pada Dewasa dan
Lanjut Usia (Lansia) dengan Malnutrisi dan
Penyakit Tidak Menular (PTM) ..................... 123
B. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemberian
Makan pada Bayi dan Anak (PMBA)................. 139
1. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak
Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ......... 143
2. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak
Mendapat ASI Eksklusif.................................147
3. Proses Asuhan Gizi pada Pemberian
MP ASI Tidak Adekuat Mulai Usia 6 Bulan
dan Tidak Melanjutkan Pemberian ASI
Hingga Usia 2 Tahun atau Lebih .................. 151
BAB V Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi . 157
A. Pencatatan dan Pelaporan ................................ 157
B. Monitoring dan Evaluasi .................................... 158
BAB VI Penutup .................................................................... 159
Daftar Pustaka ......................................................................... 160
Lampiran.................................................................................. 163
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
iii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul
Vitamin A untuk Bayi 6-11 bulan ......................... 13
Tabel 2.2. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul
Vitamin A untuk Balita 12-59 bulan ..................... 13
Tabel 2.3. Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A
untuk Ibu Nifas .................................................. 14
Tabel 2.4. Perhitungan Kebutuhan TTD untuk Ibu Hamil
selama 1 tahun ................................................... 15
Tabel 2.5. Penetapan Urutan Prioritas Masalah Program
Gizi ..................................................................... 19
Tabel 2.6. Kolaborasi LP/LS dalam Penyelenggaraan
Program Gizi di Puskesmas ................................ 24
Tabel 3.1. Sumber Data untuk Pengkajian ........................... 32
Tabel 3.2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi
Status Gizi .......................................................... 36
Tabel 3.3. Diagnosis Gizi dalam Populasi/Masyarakat......... 43
Tabel 3.4. Diagnosis Gizi (Modifikasi) untuk
Individu/Perseorangan ........................................ 45
Tabel 4.1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Anak Usia 0-60 Bulan ......................................... 58
Tabel 4.2. Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan
menurut Umur (PB/U atau TB/U) Anak Usia
0-60 Bulan .......................................................... 58
Tabel 4.3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan
atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) Anak
Usia
0-60 Bulan ............................................. 58
Tabel 4.4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Anak Usia 0-60 Bulan ......................................... 59
Tabel 4.5. Batas Ambang IMT/U Anak Umur 5-18 Tahun .... 59
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
iv
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.6. Kenaikan BB Selama Hamil Berdasarkan IMT
Pra-Hamil ............................................................ 61
Tabel 4.7. Batas Ambang IMT untuk Orang Dewasa............ 62
Tabel 4.8. Batasan Masalah Kesehatan untuk Balita Gizi
Kurang dan Gizi Buruk Berdasarkan Indikator
BB/U (WHO) ........................................................ 64
Tabel 4.9. Batasan Masalah Kesehatan untuk Balita
Kurus dan Sangat Kurus (Wasting)
Berdasarkan Indikator BB/TB (WHO) .................. 65
Tabel 4.10 Contoh Diagnosis Gizi ......................................... 74
Tabel 4.11 Kebutuhan Energi, Protein dan Cairan untuk
Anak .................................................................... 93
Tabel 4.12 Pengelompokan Anemia pada Ibu Hamil
(WHO) ................................................................. 104
Tabel 4.13 Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan Prevalensi Anemia ......................... 105
Tabel 4.14 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah ............... 134
Tabel 4.15 Rekomendasi Pemberian Makanan
Pendamping ASI (6-24 bulan) ............................. 141
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
v
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi ................... 28
Gambar 3.2 Proses Asuhan Gizi (PAG) dan Bahasa
Terstandar (Terminologi) .................................. 30
Gambar 3.3 Hubungan Pengkajian, Diagnosis, Intervensi,
dan Monitoring Evaluasi Gizi ............................ 52
Gambar 4.1 Contoh Grafik Pertumbuhan Anak dalam
KMS.................................................................. 57
Gambar 4.2 Dampak Anemia ............................................... 96
Gambar 4.3 Saat Terbaik Kontak ASI................................... 142
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
vi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Terminologi Diagnosis Gizi .............................. 163
Lampiran 2.
Cara Menimbang Berat Badan, Mengukur
Panjang/ Tinggi Badan dan Lingkar Lengan
Atas (LiLA) ........................................................ 168
Lampiran 3.
Formulir Asuhan Gizi pada Anak ...................... 172
Lampiran 4.
Formulir Skrining Gizi pada Ibu Hamil .............. 175
Lampiran 5.
Formulir Skrining Gizi pada Dewasa ................ 177
Lampiran 6.
Formulir Riwayat Gizi ....................................... 178
Lampiran 7.
Formulir Asuhan Gizi pada Dewasa ................. 181
Lampiran 8.
Formulir Skrining Gizi pada Lansia
(Mini Nutritional Assessment) ........................... 183
Lampiran 9.
Brosur Seputar Pemberian ASI, Masalah
Seputar Menyusui dan Ibu Bekerja Pasti Bisa
Memberikan ASI .............................................. 185
Lampiran 10. Daftar Pemesanan Makanan ........................... 191
Lampiran 11. Jadwal Distribusi Makanan .............................. 192
Lampiran 12. Formulir Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi .. 193
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
vii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
AKG
:
Angka Kecukupan Gizi
ANC
:
Ante Natal Care
BB
:
Berat Badan
BBLR
:
Bayi Berat Lahir Rendah
BGM
:
Bawah Garis Merah
CERDIK
:
Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan
asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat
dengan kalori seimbang, Istirahat cukup
dan Kelola Stres
e-PPGBM
:
Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat
Hb
:
Hemoglobin
IMD
:
Inisiasi Menyusu Dini
IMT
:
Indeks Massa Tubuh
KEK
:
Kurang Energi Kronik
KIE
:
Komunikasi Informasi Edukasi
LiLA
:
Lingkar Lengan Atas
MP-ASI
:
Makanan Pendamping – Air Susu Ibu
MTBS
:
Manajemen Terpadu Balita Sakit
ODF
:
Open Defecation Free/ Stop Buang Air
Besar Sembarangan
OPD
:
Organisasi Perangkat Daerah
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
viii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
PAG
:
Proses Asuhan Gizi
PB atau TB
Panjang Badan atau Tinggi Badan
PDIME
:
:
PES
:
Problem, Etiologi, Simptom
PGBM
:
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat
PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PIS-PK
:
:
PMBA
:
Pemberian Makan Bayi dan Anak
PMT
:
Pemberian Makanan Tambahan
Renstra
:
Rencana Strategis
RPJMN
:
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional
RPK
:
Rencana Pelaksanaan Kegiatan
RUK
:
Rencana Usulan Kegiatan
SDIDTK
:
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang
TAGB
:
Tata Laksana Anak Gizi Buruk
TPG
:
Tenaga Pelaksana Gizi
TTD
:
Tablet Tambah Darah
UKM
:
Upaya Kesehatan Masyarakat
UKP
:
Upaya Kesehatan Perseorangan
WUS
:
Wanita Usia Subur
Pengkajian, Diagnosis, Intervensi,
Monitoring dan Evaluasi
Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
ix
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DEFINISI OPERASIONAL
Anemia
:
Kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) darah
kurang dari normal.
Angka
Kecukupan
Gizi
:
Suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari
bagi semua orang menurut golongan umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh
untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal.
ASI
Eksklusif
:
Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan selama enam bulan (0-5
bulan 29 hari), tanpa menambahkan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman
lain.
Asuhan
Gizi
:
Serangkaian kegiatan yang terorganisir/
terstruktur untuk identifikasi kebutuhan gizi
dan penyediaan asuhan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Edukasi
Gizi
:
Serangkaian kegiatan penyampaian pesanpesan gizi dan kesehatan yang direncanakan
dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku
positif pasien/klien dan lingkungannya terhadap
upaya perbaikan gizi dan kesehatan.
Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok
atau golongan masyarakat secara massal
dengan target yang diharapkan adalah
pemahaman perilaku sadar gizi dalam
kehidupan sehari-hari.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
x
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
e-PPGBM
:
Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat merupakan bagian dari sistem
informasi gizi terpadu yang berisi data
indikator program gizi berbasis individu.
Gizi
Seimbang
:
Susunan
pangan
sehari-hari
yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih
dan memantau berat badan secara teratur
dalam rangka mempertahankan berat badan
normal untuk mencegah masalah gizi.
Ibu hamil
anemia
:
Ibu hamil yang pada pemeriksaan darahnya
didapat kadar hemoglobin < 11 g/dl
Ibu hamil
KEK
:
Ibu hamil Kekurangan Energi Kronik yang
diketahui dari hasil pengukuran Lingkar
Lengan Atas (LiLA) < 23,5 cm.
IMT
:
Indeks Massa Tubuh, merupakan indikator
antropometri untuk menentukan status gizi
berdasarkan hasil perbandingan antara berat
badan (kg) dengan tinggi badan (meter) 2
dengan satuan kg/m2.
Inisiasi
Menyusu
Dini (IMD)
:
Proses menyusu dimulai segera setelah lahir
yang dilakukan dengan cara kontak kulit ke
kulit antara bayi dan ibu dan berlangsung
selama minimal satu jam.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
xi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Konseling
Gizi
:
Merupakan proses pemberian dukungan
pada pasien/klien yang ditandai dengan
hubungan kerjasama antara konselor dengan
pasien/klien dalam menentukan prioritas,
tujuan/target, merancang rencana kegiatan
yang dipahami dan membimbing kemandirian
dalam merawat diri sesuai kondisi dan
menjaga kesehatan.
MPASI
Adekuat
:
Makanan pendamping ASI yang diberikan
pada bayi saat mulai memasuki usia 6 bulan
hingga 24 bulan yang mencukupi kebutuhan
gizi, baik jumlah, jenis, tekstur maupun
frekuensi yang sesuai dengan usianya.
PMT
berbasis
pangan
lokal
:
Bentuk makanan tambahan berbasis pangan
lokal atau setempat yang dibuat oleh
masyarakat baik individu maupun kelompok.
Proses
Asuhan
Gizi
:
Sebuah
pendekatan
sistimatik
dalam
memberikan pelayanan asuhan gizi yang
berkualitas, melalui serangkaian aktivitas
terorganisir yang meliputi identifikasi kebutuhan
gizi sampai pemberian pelayanannya untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
Tablet
Tambah
Darah
:
Suplemen gizi dengan kandungan zat besi
setara dengan 60 mg besi elemental dan 400
mcg asam folat. TTD sering disebut tablet
besi atau suplemen besi folat.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
xii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tenaga
Pelaksana
Gizi
Puskesmas
:
Setiap orang yang memberikan pelayanan
gizi berupa upaya untuk memperbaiki atau
meningkatkan makanan, dietetik masyarakat,
kelompok, atau klien yang merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan,
pengolahan, analisis, simpulan, anjuran,
implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan
dietetik dalam rangka mencapai status
kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau
sakit.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
xiii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
xiv
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan salah
satu amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun
2009. Upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu
gizi perseorangan dan masyarakat yang dilakukan pada
seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai
lanjut usia, dengan prioritas pada kelompok rawan, yaitu bayi
dan balita, remaja perempuan, ibu hamil dan ibu menyusui.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 bidang kesehatan telah ditetapkan
sasaran pokok pembangunan bidang kesehatan dan gizi
masyarakat yang bertujuan meningkatkan status kesehatan
bayi dan ibu serta status gizi masyarakat dengan target
indikator pada tahun 2019 sebagai berikut:
1. Menurunkan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup menjadi 306
2. Menurunkan angka kematian bayi per 1.000 kelahiran
hidup menjadi 24
3. Menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil menjadi
28%
4. Menurunkan prevalensi bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) menjadi 8%
5. Meningkatkan prevalensi bayi usia kurang dari 6 bulan
yang mendapat ASI Eksklusif menjadi 50%
6. Menurunkan
prevalensi
balita
kekurangan
gizi
(underweight) menjadi 17%
7. Menurunkan balita kurus (wasting) menjadi 9,5%
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
8. Menurunkan prevalensi baduta pendek dan sangat
pendek (stunting) menjadi 28%
Untuk mencapai sasaran RPJMN bidang kesehatan
tahun 2015-2019, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
2015-2019 menyebutkan bahwa sasaran kegiatan pembinaan
gizi masyarakat adalah meningkatnya pelayanan gizi
masyarakat. Indikator pencapaian sasaran tersebut pada
tahun 2019 adalah:
1. Persentase ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan
tambahan sebesar 95%
2. Persentase ibu hamil yang mendapatkan 90 Tablet
Tambah Darah (TTD) selama masa kehamilan sebesar
98%
3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat
ASI Eksklusif sebesar 50%
4. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) sebesar 50%
5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan
tambahan sebesar 90%
6. Persentase remaja putri yang mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD) sebesar 30%
Dalam rangka mewujudkan peningkatan gizi
perseorangan dan masyarakat, serta mendukung pencapaian
target RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kementerian
Kesehatan 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah
menetapkan upaya pelayanan gizi sebagai salah satu Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) esensial yang dilakukan di setiap
puskesmas untuk mendukung standar pelayanan minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan. Pelayanan gizi dimaksud
dapat berupa pendidikan, suplementasi, tatalaksana, dan
surveilans gizi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
2
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Upaya pelayanan gizi perseorangan lebih bersifat
layanan individu mencakup upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif. Sedangkan upaya pelayanan gizi
masyarakat mencakup upaya promotif dan preventif tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif dengan
pendekatan keluarga. Pelayanan gizi perseorangan dan
masyarakat dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung.
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi
di puskesmas perlu memahami tentang proses terjadinya
masalah gizi sehingga dapat menentukan diagnosis dan
intervensi gizi dengan tepat dan cepat, baik pada pelayanan
gizi perseorangan maupun masyarakat. Tenaga yang
memberikan pelayanan gizi di puskesmas idealnya adalah
tenaga profesional yang memberikan layanan fungsional
teknis mengenai layanan gizi meliputi aspek asuhan gizi
klinis, asuhan gizi masyarakat dan penyelenggaraan
makanan sebagai substansi terapi pada pasien. Proses
asuhan gizi sesuai standar dilakukan oleh tenaga gizi di
puskesmas berpendidikan minimal D3 Gizi. Apabila
puskesmas tidak mempunyai tenaga gizi berpendidikan
minimal D3, maka Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di
puskesmas diharapkan berpendidikan minimal D3 kesehatan
lainnya yang telah mendapat pembekalan materi Proses
Asuhan Gizi.
Pelaksanakan proses asuhan gizi di puskesmas
perlu kerjasama dari berbagai profesi (team work). Saat ini,
belum seluruh puskesmas memiliki tenaga profesional
dibidang gizi. Kompetensi ahli gizi dalam pendekatan team
work belum berperan optimal dan cenderung tumpang tindih,
sehingga diperlukan pemahaman konsep kolaborasi
berdasarkan kompetensi masing-masing.
Selain itu, pedoman mengenai pelayanan gizi di
puskesmas masih terpisah sehingga tenaga kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
kurang memahami fungsi dan tugasnya secara komprehensif
dalam pelayanan gizi. Dalam rangka mewujudkan pelayanan
gizi yang optimal di puskesmas perlu adanya pedoman
Proses Asuhan Gizi yang menjadi acuan standar bagi tenaga
kesehatan di puskesmas dengan ruang lingkup pelayanan
gizi perseorangan maupun masyarakat.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan
dalam memberikan asuhan gizi di puskesmas.
Tujuan Khusus
Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan dalam:
1. Melakukan kajian data
2. Menentukan diagnosis gizi secara tepat
3. Melakukan intervensi gizi secara dini dan tepat
4. Melakukan monitoring dan evaluasi
5. Memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat
C. Sasaran
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi di
puskesmas.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian ASI Eksklusif
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
4
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga
Gizi
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013
tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013
tentang Angka Kecukupan Gizi
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014
tentang Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Anak
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 88 Tahun 2014
tentang Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia
Subur dan Ibu Hamil
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Kehamilan
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015
tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, Anak Balita
dan Ibu Nifas
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyelenggaraaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Kabupaten/kota
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016
tentang Pedoman manajemen puskesmas
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016
tentang Standar Produk Suplementasi Gizi
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
5
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan
evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017.
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja daerah Tahun Anggaran 2017 beserta
lampiran
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 279 Tahun 2006
tentang Perawatan Kesehatan Masyarakat
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2015
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 20152019
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 514 Tahun 2015
tentang Panduan Praktek Klinis (PPK) Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP)
23. Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan
Lingkungan
(P2PL)
Nomor:
HK.02.03/D1/I.1/2088/2015
tentang Rencana Aksi
Program P2PL Tahun 2015-2019
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup meliputi kegiatan asuhan gizi dalam Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM) oleh tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan gizi di puskesmas.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
6
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB II
MANAJEMEN PROGRAM GIZI
DI PUSKESMAS
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
disebutkan bahwa puskesmas mempunyai tugas melaksanakan
kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
dinas kesehatan kabupaten/kota, akan berkontribusi dalam
pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan
kabupaten/kota yang menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah setempat, yang dilaksanakan melalui fasilitasi dan
pembinaan dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
Program Indonesia Sehat (PIS) sebagaimana tercantum
dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 52 tahun 2015,
bertujuan untuk tercapainya program kesehatan termasuk gizi
yang telah diuraikan dalam target program kesehatan RPJMN
tahun 2015-2019, yang diuraikan ke dalam 3 pilar yaitu: (i)
Paradigma Sehat; (ii) Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan (iii)
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pelaksanaan PIS dilakukan
melalui pendekatan keluarga yang dikenal dengan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Melalui
pendekatan dimaksud diharapkan dalam periode 5 (lima) tahun
ke depan, pada tahun 2019 dapat tercapai target program
kesehatan dan gizi, terutama 6 indikator program gizi prioritas
sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2015-2019.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
7
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Target indikator program gizi dapat tercapai jika program
gizi yang diselenggarakan di Puskesmas menerapkan konsep
paradigma sehat dan penguatan pelayanan gizi, terintegrasi
dengan upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas,
baik melalui UKP maupun UKM. Langkah-langkah tersebut
dilaksanakan melalui pengorganisasian dan penggerakan peran
aktif masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan
penguatan pelayanan gizi. Penguatan pelayanan gizi yang
bermutu serta sistem kewaspadaan gizi dan intervensi yang
dilaksanakan melalui pendekatan Pengkajian, Diagnosis,
Intervensi, Monitoring dan Evaluasi (PDIME) dalam Proses
Asuhan Gizi (PAG).
Pelaksanaan tugas dan fungsi puskesmas dalam
penyelenggaraan UKP dan UKM termasuk program gizi perlu
didukung manajemen yang terintegrasi dan pelaksanaannya
perlu berkolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya di
puskesmas. Siklus manajemen puskesmas yang berkualitas
merupakan rangkaian kegiatan rutin berkesinambungan,
mencakup kegiatan Perencanaan (P1), Penggerakan dan
Pelaksanaan (P2), dan Pengawasan, Pengendalian dan
Penilaian (P3) yang dilaksanakan secara terpadu lintas program
dan lintas sektor dalam semua tahapannya.
A. Perencanaan Program Gizi di Puskesmas (P1)
Perencanaan program gizi disusun secara terintegrasi
dengan perencanaan program-program kesehatan lainnya di
Puskesmas, melalui proses:
1. Analisis Situasi:
Disusun melalui tahapan kegiatan berikut, baik untuk
sasaran individu, sasaran individu dalam konteks
keluarga, kelompok maupun masyarakat, melalui
rangkaian proses berikut ini:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
8
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
a. Pengkajian, dalam rangka analisis situasi, mencakup:
1) Pengumpulan data
a) Sumber data, antara lain:
(1) Data dasar puskesmas
(2) PIS-PK
(3) Program/profil
(4) Riset kesehatan terbaru
(5) Pemantauan Status Gizi (PSG)
(6) Pencatatan dan pelaporan berbasis
elektronik, misalnya: Sisfogizi terpadu,
elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat (e-PPGBM)
(7) Sumber data lainnya
b) Data pencapaian 18 Indikator Program Gizi di
puskesmas, antara lain:
(1) Persentase kasus balita gizi buruk yang
mendapat perawatan
(2) Persentase balita yang ditimbang berat
badannya
(3) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
mendapat ASI
(4) Persentase rumah tangga mengonsumsi
garam beriodium
(5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat
kapsul vitamin A
(6) Persentase ibu hamil yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90
tablet selama masa kehamilan
(7) Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik
(KEK) yang mendapat makanan tambahan
(8) Persentase balita kurus yang mendapat
makanan tambahan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
9
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(9) Persentase remaja putri mendapat TTD
(10) Persentase ibu nifas mendapat kapsul
vitamin A
(11) Persentase bayi yang baru lahir mendapat
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
(12) Persentase bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR)
(13) Persentase balita mempunyai buku KIA/
KMS
(14) Persentase balita ditimbang yang naik
berat badannya
(15) Persentase balita ditimbang yang tidak naik
berat badannya (T)
(16) Persentase balita ditimbang yang tidak naik
berat badannya dua kali berturut-turut (2T)
(17) Persentase balita di Bawah Garis Merah
(BGM)
(18) Persentase ibu hamil anemia
c) Data cakupan lintas program terkait program
gizi, antara lain:
(1) Cakupan skrining anak sekolah kelas 1, 7,
dan 10
(2) Pemeriksaan K1 dan K4 Ibu hamil
(3) Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga
kesehatan (PN) kompeten/ di fasilitas
kesehatan (PF)
(4) Jumlah bayi lahir hidup
(5) Jumlah penduduk ≥ 15 tahun diperiksa
tekanan darah/jumlah kasus hipertensi
ditemukan
(6) Jumlah penduduk ≥ 15 tahun diperiksa gula
darah/jumlah kasus DM ditemukan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
10
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
d) Data kesehatan lingkungan dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS)
e) Data tentang sumberdaya program gizi (sarana,
prasarana, alat, SDM, anggaran dari berbagai
sumber), antara lain:
(1) Data sarana/prasarana dan alat untuk
kebutuhan program gizi:
 Jumlah Posyandu balita/Posyandu balita
aktif
 Jumlah Posbindu/Posbindu aktif
 Jumlah Posyandu lansia/Posyandu
lansia aktif
 Jumlah antropometri kit
 Jumlah media KIE gizi
(2) Data SDM penanggung jawab dan
pelaksana program gizi:
 Tenaga Medis (Dokter dan Dokter gigi)
 Tenaga Gizi minimal ahli madya gizi
(D3)
 Tenaga Bidan minimal setingkat ahli
madya kebidanan
 Tenaga Perawat minimal setingkat ahli
madya keperawatan
 Tenaga Kesehatan Masyarakat minimal
setingkat sarjana kesehatan masyarakat
 Tenaga kesehatan lainnya yang terkait
dengan program gizi
(3) Data anggaran mendukung operasional
program gizi:
 Sumber dana dari desa, Kabupaten,
Provinsi, Pusat
 Sumber dana lain
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
11
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
f) Data kondisi sosial-ekonomi masyarakat
g) Data kebutuhan sarana dan prasarana
pendukung program gizi
h) Data kebutuhan obat program gizi
Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan suplementasi gizi, seperti Tablet
Tambah Darah (TTD), Kapsul Vitamin A, PMT
Balita Kurus dan PMT Bumil KEK. Uraian
berikut menjelaskan bagaimana menghitung
jumlah kebutuhan bahan suplementasi gizi di
satu Puskesmas berdasarkan jumlah target
sasaran, yang sudah diperhitungkan dengan
prakiraan jumlah kematian yang terjadi pada
sasaran bersangkutan dalam satu tahun.
(1) Kapsul Vitamin A
Dalam menghitung kebutuhan kapsul
vitamin A, perlu diketahui jumlah sasaran
yang akan mendapatkan kapsul vitamin A,
yaitu bayi 6-11 bulan, balita 12-59 bulan dan
ibu nifas. Di bawah ini adalah contoh
perhitungan jumlah sasaran dan kebutuhan
kapsul
vitamin
A,
untuk
berbagai
pemenuhan kebutuhan target sasaran bayi
(6-11) bulan, anak balita (12-59) bulan dan
ibu pasca lahir/KF1.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
12
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 2.1. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul
Vitamin A untuk Bayi 6-11 bulan
Perhitungan Sasaran Bayi (6-11 bulan)
Jumlah bayi 0 tahun
:
5.000 jiwa
Jumlah bayi (6-11 bulan) dalam 1 :
5.000 jiwa
(satu) tahun
Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A biru dalam 1 (satu) tahun
Jumlah kebutuhan kapsul 1 (satu) :
5.000 jiwa x 1 kapsul = 5.000
tahun (dua periode pemberian
kapsul
bulan Februari dan Agustus)
Kebutuhan Tidak Terduga
:
10% x 5.000 kapsul = 500
kapsul (+)
Jumlah
= 5.500
kapsul
Stok yang ada
:
= 350 kapsul
Jadi kebutuhan kapsul Vitamin A :
=
5.150
biru untuk bayi
kapsul
Tabel 2.2. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul
Vitamin A untuk Anak Balita 12-59 bulan
Perhitungan Jumlah Sasaran anak balita 12-59 bulan
Jumlah balita 0-4 tahun
: 60.000 jiwa
Jumlah bayi bayi lahir selamat : 5.000 jiwa
0 tahun
Jumlah balita 12-59 bulan
60.000-5.000 = 55.000 jiwa
Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A merah untuk anak balita
dalam 1 tahun
Kebutuhan kapsul dalam 1 :
55.000 jiwa x 2 kapsul = 110.000
tahun
kapsul
Kebutuhan Tidak Terduga
:
10% x 110.000 kapsul = 11.000
kapsul (+)
Stok yang ada
:
1.000 kapsul
Jumlah kebutuhan kapsul merah untuk anak balita = 121.000 - 1.000 =
120.000 kapsul
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
13
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 2.3. Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A
untuk Ibu Nifas
Perhitungan Jumlah kapsul vitamin A merah yang dibutuhkan ibu nifas
dalam 1 tahun
Jumlah ibu melahirkan
: 7.000 jiwa
Jumlah kebutuhan kapsul : 7.000 jiwa x 2 kapsul= 14.000 kapsul
dalam 1 tahun
Kebutuhan tidak terduga
: 10% x 14.000 kapsul = 1.400 kapsul
(+)
Stok yang ada
:
= 0 kapsul
Kapsul vitamin A merah yang dibutuhkan
Untuk ibu nifas
= 15.400 kapsul
(2) Tablet Tambah Darah (TTD)
Untuk menghitung kebutuhan TTD ibu
hamil di puskesmas sebaiknya berdasarkan
sasaran riil, sedangkan untuk penyediaan
TTD di provinsi, kabupaten dan kota
menggunakan data proyeksi.
Dalam
menghitung kebutuhan TTD menggunakan
rumus sebagai berikut:
TTD = (Jumlah ibu hamil x minimal 90 tablet) + (10%)
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
14
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 2.4. Perhitungan Kebutuhan TTD untuk Ibu Hamil
selama 1 tahun
1. Perhitungan Jumlah Sasaran Ibu Hamil, penerima TTD/tahun
Jumlah Ibu Hamil /tahun
660 Jiwa
660 Jiwa
Jumlah Sasaran Ibu Hamil yang
660 Jiwa
harus mendapatkan TTD/tahun
2. Perhitungan kebutuhan TTD untuk Ibu hamil dalam setahun
Jumlah kebutuhan TTD untuk
660 x 90 TTD
59.400 TTD
Ibu Hamil/1 tahun,@ 90
TTD/Jiwa
Kebutuhan tidak terduga
10% x 59.400 TTD
5.940 TTD
Total
(59.400+5.940) TTD
65.340 TTD
Stok yang ada (misalnya
tersedia 1.400 TTD)
Jumlah Kebutuhan TTD untuk
Ibu Hamil yang ada setahun
1.400 TTD
(65.340-1.400) TTD
63.940 TTD
Perhitungan kebutuhan 90 tablet, berdasarkan alokasi dana
yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan. Untuk pemberian
TTD pada ibu hamil, disarankan diberikan selama kehamilan.
2) Pengolahan
Dari hasil pengolahan data kinerja program gizi
dan program kesehatan lain yang terkait, akan
diperoleh informasi yang dapat menggambarkan
masalah (problem) dan besaran masalah gizi di
wilayah kerja puskesmas. Besaran masalah gizi
dapat menjadi tanda/gejala dari masalah yang ada
(sign/symptom).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
15
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3) Analisis data untuk penegakan diagnosis
Proses analisis data masalah gizi dilaksanakan
dalam upaya mengidentifikasi penyebab dan latar
belakang penyebab masalah.
Etiologi dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu:
 Pelayanan program gizi dan kesehatan
 Perilaku dan kemandirian gizi
 Kondisi lingkungan terkait masalah gizi pada
sasaran (fisik biologis, psikologis, sosialbudaya, spiritual, kebijakan)
b. Diagnosis Program Gizi di Puskesmas
Dari hasil pengolahan dan analisa data maka dapat
dirumuskan diagnosis masalah gizi dengan rumusan
Problem Etiology Sign/Symptom (PES) dengan
sasaran program.
2. Rencana Intervensi Program Gizi di Puskesmas
a. Strategi dan Langkah Kegiatan
Mengingat bervariasinya besaran masalah gizi di
puskesmas, maka setiap puskesmas menetapkan
urutan prioritas di wilayah kerjanya dengan
memperhatikan masalah spesifik lokal. Urutan
prioritas masalah ditetapkan berdasarkan:
1) Seberapa mendesak masalah harus dibahas
dikaitkan dengan waktu yang tersedia (urgency).
2) Tingkat besaran masalah gizi masyarakat atas
dasar indikator masalah gizi masyarakat dalam
RPJMN (seriousness).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
16
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3) Tingkat keberhasilan pencapaian target pembinaan
pelayanan gizi di masyarakat (positive/negative
growth), selama kurun waktu pelaksanaannya.
4) Tingginya temuan kasus balita Bawah Garis Merah
(BGM), bayi BBLR, ibu hamil dengan risiko KEK, ibu
hamil anemia. Data dimaksud dapat diperoleh dari
pencatatan dalam kohort ibu hamil, kohort bayi, anak
balita dan pra sekolah.
Masalah tersebut kemudian diurutkan dan dipetakan
sesuai lokasi masing-masing desa/kelurahan dalam
wilayah kerja Puskesmas, selanjutnya disimpulkan
berdasarkan:
(1) Data kelompok bermasalah gizi yang mempunyai
kecenderungan penurunan pencapaian target
(negative growth)
 Pada
kelompok
bermasalah
gizi
yang
menunjukkan penurunan pencapaian target
tertinggi, maka kelompok ini berada dalam kondisi
risiko, sehingga kelompok ini perlu mendapat
prioritas penanganan dan bila perlu dengan
strategi penanganan yang berbeda dengan
rumusan kegiatan inovatif untuk pendekatan baru
yang
lebih
tepat
dalam
mengatasi
permasalahannya.
 Pada
kelompok
bermasalah
yang
tidak
menunjukkan penurunan
atau peningkatan
pencapaian terget program, maka kelompok ini
kemungkinan berada dalam risiko masalah dan
dalam status waspada.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
17
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2) Pada kelompok bermasalah gizi yang telah
menunjukkan peningkatan pencapaian target
kinerja (positive growth) tetapi masih bermasalah
kesehatan,
tetap
memerlukan
langkah
pengawasan secara berkesinambungan agar
terjadi peningkatan target sesuai waktu yang
ditentukan.
Penetapan urutan prioritas masalah program gizi
dapat dilakukan dengan menggunakan tabel di bawah
ini. Angka penilaian dari 1-5, dengan angka 1 prioritas
terendah dan 5 prioritas tertinggi, satu dengan yang
lainnya dikalikan untuk mendapat angka akhir,
sebagaimana tabel 2.5.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
18
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
19
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
b. Rencana Kegiatan Program Gizi di Puskesmas
Rencana kegiatan dirumuskan dalam bentuk
Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk periode 5
tahunan dan RUK tahunan serta
Rencana
Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun yang segera
berjalan yang dituangkan dalam Kerangka Acuan
Kegiatan (KAK). Dalam menyusun KAK harus
menjawab pertanyaan What, Why, Who, Where, When,
to Whom, How much, How dan Evaluation (6W2H1E).
Proses penyusunan RUK dan RPK program gizi harus
terintegrasi dengan proses penyusunan RUK dan RPK
Puskesmas, sesuai Permenkes 44 Tahun 2016 tentang
Pedoman Manajemen Puskesmas.
Langkah-langkah penyusunan RUK program gizi,
antara lain:
 RUK program gizi disusun terintegrasi dengan RUK
program kesehatan lainnya, dimulai dari tingkat
desa dengan melibatkan kepala desa dan wakilwakil masyarakat desa, dalam forum Musyawarah
Masyarakat Desa/Kelurahan (MMD/K). Selanjutnya
hasil MMD akan dibahas dalam Musrenbang desa/
kelurahan, untuk mengintegrasikan usulan-usulan
desa/kelurahan, dilaksanakan pada akhir Januari.
 Hasil rumusan Musrenbang desa/kelurahan akan
dilaporkan Kepala Desa/Lurah ke kecamatan, dan
oleh wakil puskesmas di desa ke puskesmas.
 Hasil kesepakatan rumusan usulan kegiatan
kesehatan dari tingkat desa/kelurahan, dikompilasi
di puskesmas terintegrasi dengan rencana usulan
kegiatan puskesmas, yang selanjutnya akan
dibahas dalam forum Lokakarya Mini lintas sektor
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
20
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia





kecamatan yang pertama, pada awal minggu ke-2
Februari, sebagai bahan persiapan usulan
puskesmas dalam Musrenbang kecamatan, yang
diselenggarakan pada Minggu ke-2 Februari.
Proses selanjutnya, atas hasil Musrenbang
kecamatan, akan dilaporkan puskesmas ke dinas
kesehatan kabupaten/kota, dan oleh kecamatan
akan dilaporkan ke Bappeda kabupaten/kota.
Dinas
kesehatan
kabupaten/kota
akan
mengkompilasi hasil semua usulan puskesmas
melalui Musrenbang kecamatan, di dalamnya
terdapat usulan program gizi puskesmas,
terintegrasi dengan usulan program gizi dinas
kesehatan kabupaten/kota, yang selanjutnya
bersama dengan usulan dari lintas sektor di
Bappeda akan dibahas, dalam Musrenbang
kabupaten/kota.
Proses selanjutnya dibahas di tingkat provinsi, dan
selanjutnya ke tingkat pusat dalam Musrenbang
nasional, yang simpulan akhirnya akan kembali ke
daerah untuk proses selanjutnya.
Di akhir tahun (Triwulan IV), telah dapat
diperhitungkan pagu anggaran yang dialokasikan
ke berbagai pihak, sampai pada tingkat
kabupaten/kota yang selanjutnya dirinci kedalam
rincian pagu dana setiap Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) di dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dinas
kesehatan
selanjutnya
dapat
mengalokasikan
rincian
anggaran
untuk
Puskesmas dengan alokasi rincian pemanfaatan,
sesuai dengan sumber dana masing-masing yang
tersedia.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
21
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Atas rincian alokasi dana di setiap puskesmas,
maka puskesmas harus merinci kembali dan
menyelaraskan usulan kegiatannya dalam RUK
tahun (N+1) menjadi RPK tahun (N+1), yang
selanjutnya harus disusun kembali semua usulanusulan ke dalam kegiatan dengan target dan
alokasi anggarannya, oleh puskesmas, dengan
memperhatikan kebijakan atasannya.
Atas rumusan akhir penyelarasan RUK menjadi
RPK, maka proses penyusunan perencanaan
puskesmas telah selesai disusun, sehingga pada
akhir tahun, puskesmas sudah dapat merancang
rincian kegiatan RPK tahun (N+1) kedalam
Rencana
Pelaksanaan
Kegiatan
Bulanan
Puskesmas, dirinci per kegiatan program,
keterpaduan antar program, sasaran program,
lokasi kegiatan, pelaksana/ penanggung jawab
kegiatan, besaran target pencapaian kegiatan
berdasarkan alokasi sumberdaya yang akan
diperoleh (bukan hanya anggaran), monitoring dan
evaluasinya.
Dalam penyusunan rencana kegiatan program gizi
perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang
ada di puskesmas sesuai tupoksi masing-masing, yang
dapat digambarkan dalam tabel 2.6.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
22
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
B. Penggerakan dan
Puskesmas (P2)
Pelaksanaan
Program
Gizi
di
Penggerakan dan pelaksanaan merupakan implementasi
dari rumusan perencanaan, terdiri dari penggerakan dan
pelaksanaan yang terintegrasi dengan proses penggerakan
dan pelaksanaan puskesmas.
Penggerakan meliputi
pengorganisasian,
persiapan
pelaksanaan
kegiatan,
penentuan
sasaran
program
dan
jumlahnya
yang
diperhitungkan,
rencana
peningkatan
kapasitas
dan
kemampuan teknis SDM gizi, perencanaan sarana dan
prasarana pendukung program gizi masyarakat. Penggerakan
dan pelaksanaan harus terintegrasi dengan program di
puskesmas.
Rencana intervensi akan dilaksanakan melalui integrasi
lintas program dengan kejelasan peran masing-masing profesi,
yang bekerja secara kolaboratif sesuai kompetensi dan
kewenangan profesi. Pengorganisasian program gizi
digambarkan pada tabel 2.6.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
23
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
24
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Dokter
Berkolaborasi
dengan tenaga
gizi dalam
menetapkan :
1. Rencana
intervensi
masalah gizi
pada semua
sasaran
2. Preksripsi
diet awal
(order diet
awal)
3. Preskripsi
diet definitif
4. Memberikan
edukasi
kepada
sasaran
program
dalam
upaya
promotif,
preventif,
dan
rehabilitatif
gizi sesuai
kebutuhan.
Tenaga Gizi
1. Berkolaborasi
dengan lintas
program terkait
temuan kasus
dan
penanganan
masalah.
2. Berkolaborasi
dalam
mendiagnosis
masalah gizi
dengan dokter,
dokter gigi
sesuai dengan
langkahlangkah
terhadap
sasaran
program
3. Menyusun
rencana
intervensi
masalah
dengan semua
lintas program
di puskesmas
4. Berkolaborasi
dengan lintas
1. Melakukan
skrining awal
terhadap
target
sasaran
yang
menjadi
tanggung
jawabnya
2. Merujuk
temuan
masalah
kesehatan
kepada
dokter dan
masalah gizi
kepada
tenaga gizi
di
puskesmas
3. Melakukan
pemantauan
pelayanan
dan hasil
serta
penyusunan
rencana
tindak lanjut
Bidan
1. Melakukan
skrining
awal
terhadap
target
sasaran
yang
menjadi
tanggung
jawabnya:
USILA,
KESJOR,
UKK, UKS,
UKGS,
Upaya
Kesehatan
Tradisional
Empiris.
2. Merujuk
temuan
masalah
kesehatan
kepada
dokter dan
masalah gizi
kepada
tenaga gizi
di puskesmas
Perawat
1. Menyusun
perencanaan
suplementasi
gizi
berdasarkan
perhitungan
petugas gizi
sesuai
prosedur yang
berlaku
2. Menerima dan
mendistribusikan
suplementasi
gizi tepat waktu
sesuai
kebutuhan
3. Memperhatikan
cadangan
minimal
suplementasi
gizi
4. Menjaga
kualitas
dengan
prosedur
penyimpanan
yang baik
Farmasi
Berkolaborasi
dengan dokter
dan petugas gizi
dalam
identifikasi
penyebab
masalah gizi
tertentu yang
berhubungan
dengan kondisi
sanitasi yang
buruk
(ketersediaan
air minum,
sanitasi yang
buruk,
ketidakketersedi
aan jamban)
Sanitarian
Tabel 2.6. Kolaborasi LP/LS dalam Penyelenggaraan Program Gizi di Puskesmas
Tenaga
Lab
Melaporkan
temuan
hasil lab
tertentu
pada forum
lokakarya
mini:
Anemia ibu
hamil,
infeksi
kecacingan
, DM, TB,
Malaria.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
25
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5. Berkolabora
si dengan
penanggung
jawab dan
pelaksana
program
terkait (KIA,
PTM, PM,
UKS,
MTBS,
sanitarian)
dalam
pemantauan
pelayanan
gizi pada
target
sasaran
3. Melakukan
pemantauan
pelayanan
dan hasil
serta
penyusunan
rencana
tindak lanjut
5. Menyusun
laporan
ketersediaan
bahansupleme
ntasi secara
periodik sesuai
ketentuan
Penanggung jawab kolaborasi LP/LS dalam penyelenggaraan program gizi di puskesmas, untuk pelayanan gizi perseorangan
adalah Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), sedangkan untuk pelayanan gizi di masyarakat adalah Kepala Puskesmas.
Peran lintas sektor disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi di wilayah masing-masing.
program terkait
penyelenggaraan
pelayanaan gizi
pada semua
target sasaran
5. Melakukan
pengawasan
pengendalian
dan penilaian
terhadap
kinerja dan
hasil
penyelenggaraan
program gizi
terintegrasi
dengan lintas
program
6. Melalui kepala
puskesmas
berkolaborasi
dengan lintas
sektor terkait
upaya
penanganan
gizi
C. Pengawasan, Pengendalian, dan
Program Gizi di Puskesmas (P3)
Penilaian
Kinerja
Proses pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
kegiatan program gizi dilaksanakan terintegrasi dengan
program kesehatan lainnya, akan dibahas secara periodik
dalam forum lokakarya mini lintas program maupun lintas
sektor. Pada akhir tahun dilakukan penilaian hasil kinerja
program gizi yang terintegrasi dengan memperhatikan
kemungkinan terjadinya missed-opportunity antar program
(MOP). Hasil penilaian kinerja tahunan akan digunakan untuk
penyelarasan rumusan RPK yang akan segera berjalan dari
RUK yang telah disusun satu tahun sebelumnya, serta menjadi
dasar penyusunan RUK satu tahun yang akan datang.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
26
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB III
KONSEP DASAR PROSES ASUHAN GIZI
Problem gizi timbul akibat ketidaksesuaian antara asupan dan
kebutuhan tubuh akan zat gizi. Asuhan gizi yang dilakukan melalui
Pengkajian, Diagnosis, Intervensi dan Monitoring Evaluasi
(PDIME) Gizi merupakan proses penanganan problem gizi yang
sistematis dan akan memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi.
PDIME Gizi dilaksanakan di semua fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti di rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan), klinik
pelayanan konseling gizi dan dietetik, puskesmas, dan di
masyarakat. Langkah tersebut dapat dituangkan dalam standar
operasional prosedur asuhan gizi di puskesmas setempat.
Tujuan Proses Asuhan Gizi (PAG) adalah memecahkan
masalah gizi dengan mengatasi berbagai faktor yang mempunyai
kontribusi pada ketidakseimbangan atau perubahan status gizi
agar dapat menentukan akar masalah gizi yang akan menetapkan
pilihan intervensi yang sesuai. Proses Asuhan Gizi memiliki empat
manfaat yaitu: 1) Membuat keputusan sehingga meningkatkan
tingkat kinerja, dengan menentukan diagnosis/masalah gizi yang
akan ditangani sampai monitoring dan evaluasi (dari tingkat
merespon menjadi tingkat menentukan); 2) Membantu praktisi
dietetik mengelola asuhan gizi berbasis ilmiah dan komprehensif;
3) Memudahkan pemahaman dan komunikasi antar profesi; 4)
Mengukuhkan posisi dalam ekonomi global (pendidikan dan
kredibilitas).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
27
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Konsep dasar dari pengelolaan proses asuhan gizi mengacu
pada gambar 3.1. Gambar
ini menggambarkan hubungan
kemampuan antara klien dengan tenaga gizi. Kunci keberhasilan
proses asuhan gizi terpusat pada hubungan ini.
Sistem skrining
&�rujukan
Area praktek/ pelayanan
Pengetahuan
Diagnosis gizi
Identifikasi &��memberi
label��masalah
Menentukan penyebab
Kluster tanda &�gejala
(karakter penentu )
Ø Dokumentasi
klien (individu
ap
dan
Intervensi gizi
masyarakat)�
dengan
Ø Rencana intervensi
tenaga gizi Ø Menetapkan tujuan dan
Monitoring
& evaluasi
gizi
Kompetensi
Ekonomi
Asesmen gizi
Ø
Ø Mengumpulkan data�yg
sesuai &�terjadwal
Ø
Ø Analisa /�interpretasi data�
Ø
dibandingkan standar
Hubungan
Ø Dokumentasi
Ø Monitor
tindak lanjut
Ø Mengukur indikator hasilØ Implementasi intervensi
Ø Asuhan &�tindakan
Ø Evaluasi hasil
terlaksana
Ø Dokumentasi
Ø Dokumentasi
Kolaborasi
Sistem manajemen
hasil (�outcome)
Sistem sosial
Sumber: Modifikasi dari International Dietetics and Nutrition Terminology,
Edisi 4, Tahun 2011.
Gambar 3.1 Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi
Lingkaran pertama atau yang terdalam menggambarkan
hubungan pasien dengan tenaga gizi. Lingkaran kedua
menggambarkan proses asuhan gizi terstandar (proses dan
bahasanya) yang meliputi proses pengkajian gizi, diagnosis,
intervensi gizi dan monitoring dan evaluasi gizi. Lingkaran
ketiga menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki tenaga
kesehatan dalam melaksanakan proses asuhan gizi sedangkan
lingkaran keempat atau terluar menggambarkan pra kondisi
yang mempengaruhi pasien/klien/individu untuk menerima dan
memperoleh manfaat dari intervensi agar proses asuhan gizi
dapat tercapai.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
28
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Keberhasilan proses asuhan gizi sangat ditentukan oleh
efektivitas intervensi gizi melalui edukasi dan konseling gizi
yang efektif, pemberian dietetik yang sesuai untuk pasien dan
kolaborasi dengan profesi lain. Monitoring dan evaluasi
menggunakan indikator asuhan gizi yang terukur dilakukan
untuk menunjukkan keberhasilan penanganan asuhan gizi dan
perlu pendokumentasian semua tahapan proses asuhan gizi.
Pelaksanaan
proses
asuhan
gizi
memerlukan
keseragaman bahasa (terminologi) untuk berkomunikasi dan
mendokumentasikan PDIME. Terminologi dietetik dan gizi
secara internasional telah dipublikasikan oleh Academy of
Nutrition and Dietetics dalam buku International Dietetics &
Nutrition Terminology (IDNT) Reference Manual: Standardized
Language for the Nutrition Care Process- Fourth Edition yang
berisi terminologi mengenai 4 langkah Proses Asuhan Gizi
melalui PDIME (dapat dilihat pada Gambar 3.2 serta
Terminologi Diagnosis Gizi secara lengkap di Lampiran 1).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
29
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Diganti dengan file PDIME ubah
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
30
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Proses Asuhan Gizi di masyarakat termasuk individu
menitikberatkan kepada upaya pencegahan penyakit dan
promosi kesehatan, contoh: pencegahan utama penyakit
dengan cara mengontrol faktor risiko yang berhubungan
dengan masalah gizi. Upaya pencegahan kedua berfokus
pada deteksi dini penyakit melalui skrinning atau bentuk lain
dalam penilaian risiko.
Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi
harus mengembangkan kebijakan dan program untuk
membantu memperbaiki pola makan dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat.
A. LANGKAH PERTAMA: PENGKAJIAN GIZI
1. Tujuan:
• Mengumpulkan, memverifikasi dan mengintepretasikan
data yang dibutuhkan untuk kasikan masalah gizi terkait
penyebabnya secara signifikan.
•
Proses berlangsung dinamis dan tidak linier, tidak
hanya melibatkan pengumpulan data awal, namun
juga proses pengkajian ulang dan analisa data
status klien/populasi dibandingkan kriteria spesifik
(standar referensi).
2. Sasaran dalam Proses Asuhan Gizi:
• Klien adalah pasien, anggota keluarga
pengasuh.
• Populasi adalah kelompok, komunitas
masyarakat.
atau
dan
3. Pengkajian gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan mengumpulkan data yang diperlukan.
Pengkajian memerlukan cara berpikir kritis seperti:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
31
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia






Menentukan data spesifik apa yang akan
dikumpulkan
Menentukan kebutuhan akan informasi tambahan
Memilih alat dan prosedur pengkajian gizi sesuai
situasi:
alat
pengukuran/pengumpulan
data;
prosedur pengumpulan data; dan comparatives
standard (standar pembanding)
Validasi data
Pengetahuan terkait masalah gizi: patofisiologi,
metabolisme zat gizi, epidemiologi
Kemampuan membuat keputusan berdasarkan fakta
(evidence based)
4. Sumber Data
Sumber data untuk pengkajian sesuai dengan tabel 3.1
di bawah ini:
Tabel 3.1. Sumber Data untuk Pengkajian
Perseorangan
Informasi yang
tersedia
 Hasil
laboratorium
 Rekam medis
klien
 Hasil
wawancara
klien
 Hasil
wawancara
pada
pendamping
 Pengamatan
dan
pemeriksaan
Kelompok
Masyarakat
Informasi yang
tersedia
 Pertanyaan awal
tentang komunitas
pada diskusi
kelompok terarah
 Untuk terapi
kelompok
termasuk sumber
data
perseorangan
 Untuk promosi
grup menyertakan
data masyarakat
Informasi yang tersedia
 Survey gizi
 Survey kesehatan
 Penelitian epidemiologi
 Data kegiatan rutin:
Pencatatan pelaporan,
dan wawancara
 Penilaian kebutuhan
masyarakat secara
strategis (melalui
proses Musyawarah
Masyarakat
Desa/MMD)
Sumber : Modifikasi The British Dietetic Association, Model and Process for
Nutrition and Dietetic Practice, 2016
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
32
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5. Pengelolaan Data Pengkajian Gizi
Pengkajian Gizi terdiri dari 5 kategori, antara lain:
a. Pengukuran antropometri
Terdiri dari data tinggi badan, berat badan, Indeks
Massa Tubuh (IMT), indeks pola pertumbuhan/
persentil, dan riwayat berat badan
Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi
terkait data diatas. Contoh: prevalensi gizi buruk
b. Data biokimia, tes medis, dan prosedur data
laboratorium
Misal: Glukosa, hemoglobin, kolesterol dan profil
lipid lainnya, asam urat, elektrolit.
Untuk di tingkat masyarakat: profil anemia gizi besi;
tes toleransi glukosa oral; data laboratorium berbasis
populasi dari sistem surveilans kesehatan; Analisis
data rekam kesehatan elektronik
c. Data pemeriksaan fisik/klinis terkait gizi
Penampilan fisik, pemeriksaan tekanan darah,
massa otot dan lemak, fungsi menelan, nafsu
makan, dan pengaruhnya terhadap status gizi,
tumbuh kembang, masalah
saat menyusui
(kemampuan mengisap dan menelan, koordinasi
bayi), pertumbuhan gigi, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan menelan dan mengunyah pada lansia
Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi
terkait data diatas
d. Riwayat terkait asupan makanan dan gizi
Terdiri dari pemberian makanan dan gizi,
penggunaan obat/herbal suplemen, pengetahuan/
kepercayaan, ketersediaan makanan dan persediaan,
serta aktivitas fisik.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
33
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Untuk di tingkat masyarakat: ketersediaan makanan/
air yang aman; partisipasi program; fasilitas
menyusui; akses terhadap aktivitas fisik; data
populasi
e. Riwayat klien
Riwayat medis/kesehatan/keluarga, perawatan dan
penggunaan pengobatan komplementer/alternatif,
riwayat sosial, riwayat ibu dan kehamilan, riwayat ibu
menyusui, keaksaraan, status sosial ekonomi, situasi
tempat tinggal/perumahan, dukungan sosial, lokasi
geografis, dan akses terhadap layanan kesehatan
dan gizi
Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi
terkait data di atas, contoh: prevalensi penyakit pada
suatu populasi, data dari sistem informasi geografis
6. Apa yang dilakukan dengan data pengkajian gizi?
Data pengkajian gizi (indikator) dibandingkan dengan
kriteria, norma dan standar yang relevan, untuk
interpretasi dan pengambilan keputusan. Standar
pembanding dapat berupa norma dan standar nasional,
institusional atau peraturan.
7. Bahasa Terstandar Pengkajian Gizi
Bahasa terstandar pengkajian gizi untuk mendukung
pendekatan yang konsisten terhadap proses asuhan gizi
dan meningkatkan kualitas komunikasi dan penelitian.
Bahasa terstandar untuk pengkajian gizi sama dengan
monitoring dan evaluasi gizi. Namun, tujuan dan
penggunaan data berbeda dalam dua langkah tersebut.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
34
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
8. Sistem Pendukung Asuhan Gizi di Masyarakat
 Sistem pendukung asuhan gizi di masyarakat terdiri
dari skrining, rujukan dan manajemen hasil (diluar
lingkup PAG).
 Skrining adalah proses identifikasi awal risiko
masalah gizi yang bertujuan untuk menetapkan skala
prioritas penyelesaian masalah berbasis PAG
 Rujukan adalah proses pelimpahan kewenangan
penyelesaian masalah pada tingkat yang lebih tinggi.
 Manajemen hasil melibatkan pengumpulan data
beberapa klien/ populasi untuk menentukan apakah
intervensi gizi mempengaruhi hasil kesehatan atau
tidak.
Masalah populasi dapat dipengaruhi oleh pendanaan,
kebijakan, dan peraturan institusi atau sesuai kebutuhan
yang dirasakan.
9. Langkah-langkah Pengkajian Gizi
a. Review: Mengumpulkan, memilah, validasi data.
Jenis data dan metoda pengambilan data
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien
b. Cluster: Data dikelola dan dikelompokkan sesuai
dengan 5 domain. Tentukan “defining characteristic”
atau karakter penentu (tanda dan gejala) dari
diagnosis yang diduga
c. Identifikasi: Membandingkan data-data dengan
standar
rujukan
yang
disepakati
(standar
pembanding = norma dan standar nasional,
institusional atau peraturan); Mengidentifikasi
kemungkinan problem, etiologi, sign dan symptom.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
35
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengkajian Gizi
Pengkajian gizi merupakan penilaian pada tingkat
individu maupun tingkat kelompok/populasi. Data
pengkajian gizi mencakup tidak hanya informasi
geografis dan demografis, tetapi juga statistik
kesehatan, jaringan sosial dan pola interaksi sosial dan
dukungan, sumber daya di dalam masyarakat, dan
persepsi tokoh masyarakat yang dapat berpotensi
berdampak pada kebijakan intervensi gizi. Berikut
faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi:
Tabel 3.2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi
Status Gizi
NO
FAKTOR-FAKTOR
1 Biologis
- Jenis kelamin
- Keturunan/genetik
- Umur
2
Gaya Hidup
- Aktivitas fisik
- Diet
- Hobi
- Aktivitas waktu luang
- Penggunaan obatobatan
- Penggunaan NAPZA
termasuk minuman
beralkohol
- Rokok, cerutu,
tembakau kunyah
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
36
- Praktik keselamatan
seperti memakai
sabuk pengaman
- Perawatan diri
(medis)
- Manajemen stres
- Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
NO
FAKTOR-FAKTOR
3 Status sosial ekonomi
- Perumahan
- Jaringan sosial
- Pendidikan
seperti keluarga,
- Pendudukan
teman, dan rekan
- Pendapatan
kerja
- Status pekerjaan
- Ketidakseimbangan/
perbedaan sosial
ekonomi
4 Kondisi Komunitas
- Iklim dan geografi
- Struktur politik /
- Pasokan air bersih
pemerintahan
- Tipe dan kondisi
- Kelompok dan
perumahan
organisasi
- Jumlah dan jenis
kesehatan
rumah sakit dan klinik
masyarakat
- Pelayanan kesehatan
- Jumlah, jenis, dan
dan medis
lokasi toko bahan
- Pelayanan sosial
makanan
- Rekreasi
- Sistem transportasi
- Industri terkemuka
5
Kondisi Latar Belakang
- Agama
- Kebijakan pangan dan
gizi nasional
- Upah minimum
nasional
- Keyakinan budaya
- Nilai budaya
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
37
-
Sikap budaya
Periklanan
Pesan media
Sistem distribusi
makanan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
B. LANGKAH KEDUA: DIAGNOSIS GIZI
1. Tujuan:
 Untuk mengidentifikasi dan menggambarkan
masalah gizi spesifik yang dapat diatasi atau
diperbaiki melalui intervensi gizi oleh seorang
tenaga kesehatan.
 Diagnosis gizi (misal: Asupan karbohidrat yang tidak
konsisten) berbeda dengan diagnosis medis (misal:
Diabetes).
2. Perbedaan diagnosis gizi dengan diagnosis medis:
Contoh:
Diagnosis medis : Dislipidemia
Diagnosis gizi
: Kelebihan
asupan
lemak
berkaitan dengan seringnya mengonsumsi makanan
cepat saji ditandai dengan pemeriksaan kolesterol 230
mg/dl dan mengonsumsi ayam goreng cepat saji 5
kali/minggu.
3. Bagaimana cara menentukan diagnosis gizi?
 Tenaga kesehatan menggunakan data yang
dikumpulkan
dalam
pengkajian
gizi
untuk
mengidentifikasi dan menetapkan diagnosis gizi
klien/ populasi dengan menggunakan Terminologi
Diagnosis Gizi (Lampiran 1).
 Diagnosis gizi mencakup definisi masalah,
kemungkinan etiologi/ penyebab, dan tanda atau
gejala umum yang telah diidentifikasi dalam tahap
pengkajian gizi.
4. Bagaimana pengelolaan diagnosis gizi?
Ada 3 kategori diagnosis gizi:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
38
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
a. Domain Asupan: Asupan makan atau gizi yang
terlalu banyak atau terlalu sedikit dibandingkan
dengan kebutuhan aktual atau perkiraan.
Contoh masalah gizi pada proses asuhan gizi:
- Asupan energi tidak adekuat atau berlebih terkait
kurangnya pengetahuan terhadap makanan dan
gizi atau perilaku dan kepercayaan tidak
mendukung;
- Memperkirakan asupan energi yang tidak
adekuat atau berlebihan terkait dengan gaya
hidup yang buruk atau status sosial ekonomi
(misalnya asupan energi protein atau kekurangan
gizi yang kurang terkait dengan keterbatasan
akses makanan);
- Asupan zat besi yang tidak memadai atau
kebutuhan zat besi yang meningkat pada ibu
hamil
b. Domain Klinis: masalah gizi yang berhubungan
dengan kondisi medis atau fisik. Contoh masalah
gizi pada proses asuhan gizi:
- Dampak kesehatan mulut yang buruk atau
ketidakmampuan
perkembangan
atau
ketidakmampuan fisik untuk memberi makan
sendiri;
- Kesulitan menyusui;
- Kurus; berat badan lebih; obesitas
c. Domain Perilaku dan Lingkungan: sikap,
kepercayaan, lingkungan fisik, akses terhadap
makanan, atau keamanan pangan
Contoh masalah gizi pada komunitas/ masyarakat:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
39
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Kurangnya pengetahuan terkait makanan dan
gizi;
- Keyakinan keluarga / pengasuh atau sikap yang
akan mempengaruhi perawatan yang diterima
individu;
- Tidak siap untuk diet / perubahan gaya hidup;
- Pilihan makanan yang tidak diinginkan;
- Kurang aktivitas fisik;
- Terbatas akses terhadap makanan / waktu
5. Bagaimana mendokumentasikan diagnosis gizi?
Format Diagnosis Gizi untuk pernyataan ProblemEtiology-Sign/Symptom (PES) adalah: "Penetapan
masalah gizi (P) yang terkait dengan ____ (E)
sebagaimana dibuktikan oleh ____(S)."
(P) Penetapan diagnosis masalah gizi, contoh:
menjelaskan perubahan status gizi klien/ populasi.
(E) Penyebab etiologi/ faktor risiko berkaitan dengan
diagnosis gizi dengan kata-kata "terkait dengan”,
contoh: kurangnya pengetahuan
(S) Tanda/Gejala merupakan data yang digunakan
untuk mengetahui bahwa klien/ populasi memiliki
diagnosis gizi yang ditentukan. Terkait dengan
etiologi dengan kata-kata "yang dibuktikan oleh",
contoh: asupan makan kurang atau lebih
6. Bagaimana cara untuk mengevaluasi pernyataan PES?
P - Dapatkah pemecahan masalah gizi (intervensi gizi)
memperbaiki diagnosis gizi untuk individu,
kelompok, atau populasi ini? Pertimbangkan
diagnosis gizi domain asupan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
40
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
E-
Evaluasilah etiologi yang dirumuskan, apakah itu
"akar penyebab" paling spesifik yang dapat
ditangani dengan intervensi gizi. Jika masalah
tidak dapat diselesaikan dengan mengatasi
etiologi, dapatkah intervensi gizi setidaknya
mengurangi tanda dan gejala?
S - Apakah mengukur tanda dan gejala menunjukkan
masalah dapat teratasi atau membaik? Apakah
tanda dan gejala cukup spesifik dapat dimonitor
(mengukur/ mengevaluasi perubahan)?
Keseluruhan PES - Apakah data pengkajian gizi
mendukung diagnosis gizi tertentu dengan etiologi dan
tanda dan gejala yang khas?
7. Bagaimana cara memilih diagnosis gizi dan menulis
pernyataan PES yang tepat?
 Tenaga kesehatan yang bekerja dilingkup kebijakan
dan program cenderung memilih diagnosis gizi dari
domain Perilaku/Lingkungan.
 Diagnosis gizi dari domain Asupan lebih spesifik
untuk tenaga kesehatan. Oleh karena itu, diagnosis
dari domain Asupan harus menjadi pilihan pertama
saat memilih antara satu atau lebih diagnosa.
 Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa diagnosis gizi
adalah identifikasi dan pelabelan masalah gizi
spesifik yang disarankan oleh tenaga kesehatan
agar dapat ditangani secara mandiri.
8. Diagnosis Gizi dalam Kesehatan Masyarakat
 Perbedaan diagnosis gizi dalam komunitas/
masyarakat dibandingkan perseorangan/individu
adalah cakupan, skala masalah dan frekuensi atau
rentang waktu dimana hal tersebut dapat ditangani.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
41
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia



Masalah gizi atau kesehatan masyarakat yang luas
dengan
etiologi
makanan
dan/atau
gizi,
mengharuskan nutrisionis/dietisien/tenaga kesehatan
untuk secara hati-hati menentukan diagnosis gizi
spesifik yang mungkin mencakup lebih dari satu
domain untuk mengatasi masalah secara efektif.
Di bidang kesehatan atau gizi masyarakat/
komunitas, epidemiologi adalah ilmu inti yang
digunakan untuk menilai kesehatan suatu populasi.
Surveilans, merupakan sistem pengumpulan data
terorganisir, berbasis populasi, merupakan salah
satu pilar epidemiologi. Nutrisionis/dietisien/tenaga
kesehatan menggunakan bentuk data penilaian ini
bersama dengan data lain, seperti survei, data
penilaian kesehatan masyarakat, kelompok fokus
dan pemindaian lingkungan, antara lain untuk
mengidentifikasi masalah gizi pada populasi
tertentu.
Identifikasi masalah terkait gizi akan membantu
memusatkan strategi intervensi yang dikembangkan
bersama dengan mitra dan pemangku kepentingan.
Strategi intervensi ini kemudian dapat ditargetkan
secara khusus untuk perbaikan atau penyelesaian
masalah gizi yang teridentifikasi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
42
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Berikut contoh diagnosis gizi dalam kesehatan masyarakat:
Tabel 3.3. Diagnosis Gizi dalam Populasi/Masyarakat
Domain
Asupan
Problem (P)
Etiology (E)
Asupan
lemak
berlebih (NI5.5.2) terkait
dengan:
Kurangnya atau
terbatasnya
akses terhadap
pilihan
makanan
sehat* yang
dibuktikan
dengan:
Asupan oral
yang tidak
memadai (NI2.1) terkait
dengan:
Kurangnya atau
terbatasnya
akses terhadap
makanan* yang
dibuktikan
dengan:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
43
Sign/Symptom
(S)
Data surveilans
gizi
menunjukkan
asupan
makanan
berlemak tinggi.
(Sering atau
sebagian besar
makanan
berlemak
tinggi)*
Jumlah anak
yang berangkat
ke sekolah
tanpa makan
pagi dan/atau
anak yang
datang ke
sekolah tanpa
makan siang.
(Kendala
ekonomi yang
membatasi
ketersediaan
pangan)*
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Klinis
Kegemukan/
obesitas (NC3.3.1/ 3.3.2)
terkait
dengan:
Perilaku
dan
Lingkungan
Terbatasnya
akses
terhadap
makanan
(NB-3.2)
terkait
dengan:
Kurangnya
pengetahuan
dan
keterampilan
terkait makanan
dan gizi* dan
ketidakaktifan
fisik* yang
dibuktikan
dengan:
Data
demografis
yang
menyatakan
bahwa
prevalensi
kombinasi
kelebihan berat
badan anak dan
obesitas pada
populasi
meningkat dari
15% menjadi
26% dalam 5
tahun terakhir**
Tidak ada
pilihan
makanan/
minuman sehat
yang
disediakan di
kantin sekolah*.
Sekolah tidak
memiliki
kebijakan untuk
menerapkan
penyedian
makanan sehat
di kantin
sekolah* yang
dibuktikan
dengan:
Keterangan*: Dari data riwayat makan, **: Dari data antropometri
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
44
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 3.4. Diagnosis Gizi (Modifikasi) untuk
Individu/Perseorangan
Domain
Asupan
Klinis
Problem (P)
Etiology (E)
Asupan lemak
berlebih (NI5.5.2)
terkait
dengan:
Kurangnya atau
terbatasnya
akses terhadap
pilihan
makanan
sehat* yang
dibuktikan
dengan
Asupan oral
yang tidak
memadai (NI2.1)
terkait
dengan:
Kurangnya atau
terbatasnya
akses terhadap
makanan*
yang dibuktikan
dengan:
Kegemukan/
obesitas (NC3.3.1, NC3.3.2)
terkait
dengan:
Asupan energi
yang
berlebihan* dan
aktivitas fisik
terbatas*
yang dibuktikan
dengan:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
45
Sign/Symptom
(S)
Ketergantungan
pada biaya
rendah,
makanan
berlemak tinggi.
(Sering atau
sebagian besar
makanan
berlemak
tinggi)*
Anak yang
sampai di
sekolah tanpa
makan sarapan/
anak secara
konsisten
datang ke
sekolah tanpa
makan siang.
(Kendala
ekonomi yang
membatasi
ketersediaan
pangan)*
Berat badan
berlebih untuk
tinggi/ IMTuntuk-usia
sesuai dengan
standar
pertumbuhan
referensi**.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Perilaku
Kurangnya
dan
pengetahuan
Lingkungan terkait
makanan dan
gizi (NB-1.1)
terkait
dengan:
Terbatasnya
akses informasi
tentang
makanan dan
gizi*
yang dibuktikan
dengan:
Orang tua
melaporkan
kurangnya
pemahaman
tentang
makanan sehat
dan makanan
apa yang harus
dibeli*
Keterangan*: Dari data riwayat makan, **: Dari data antropometri
C. LANGKAH KETIGA: INTERVENSI GIZI
1. Tujuan:
Memperbaiki
atau
meningkatkan
kondisi
gizi
berdasarkan rencana dan penerapan intervensi gizi
yang tepat sesuai kebutuhan. Tujuan intervensi
mengarah pada problem (P) berdasarkan etiologi (E)
dengan target memperbaiki sign/symptom (S) yang
harus terukur dan waktu tertentu
2. Intervensi gizi berfokus pada promosi kesehatan dan
mencegah penyakit yang dirancang atau direncanakan
untuk merubah kondisi sebelumnya yang berakaitan
dengan perilaku masyarakat, lingkungan dan kebijakan
3. Bagaimana tenaga kesehatan menetapkan intervensi?
 Penerapan intervensi berdasarkan diagnosis dan
etiologi
 Strategi intervensi dimaksudkan untuk merubah
asupan makan, pengetahuan dan perilaku gizi,
kondisi lingkungan atau kegiatan lainnya yang
mendukung.
 Tujuan intervensi gizi dibuat sebagai dasar untuk
memonitor perkembangan dan mengukur dampak
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
46
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
asuhan gizi. Tenaga gizi sangat berperan dalam
menentukan intervensi berupa Pemberian Makanan.
 FOKUS pada isu yang akan ditangani berupa
aksi/kegiatan dan menggunakan sumber-sumber
daya yang ada (memperhatikan kearifan budaya
lokal)
4. Bagaimana mengelompokan intervensi?
Terdiri dari 4 kategori:
- Pemberian Makan:
 Menentukan pendekatan individu termasuk
makanan, cemilan, makanan enteral dan
parenteral, dan suplemen. Penentuan kebutuhan
kalori dan zat gizi sehari dapat dihitung
disesuaikan dengan kelompok umur dan kondisi
khusus (hamil, menyusui, dll).
 Preskripsi Diet adalah Pernyataan singkat
mengenai anjuran asupan energi dan atau zat gizi
atau makanan tertentu untuk pasien secara
individual berdasarkan standar rujukan, pedoman,
kondisi pasien dan diagnosis gizi
 Penetapan preskripsi diet dapat dilakukan pada
pelayanan gizi rawat inap di Puskesmas rawat
inap
 Penetapan preskripsi diet pada pasien rawat jalan
menjadi bahan edukasi gizi (termasuk syarat dan
prinsip diet)
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
47
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
 Penulisan preskripsi diet:
Komponen Preskripsi
Diet:






Kebutuhan energi
Komposisi zat gizi
makro &mikro
Jenis diet
Bentuk makanan
Frekuensi makan
Rute pemberian
Contoh Preskripsi
Diet:
 Jenis
diet
dan
jumlah: DM 1700
Kkal
 Bentuk lunak (Bubur)
 Frekuensi 3 kali
makan dan 2 kali
selingan
pemberian:
 Rute
Oral
- Edukasi Gizi: Proses memberikan instruksi dan
latihan bagi pasien/ klien untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam mengatur dan
memodifikasi makanan, memilih aktivitas fisik terkait
gizi serta memelihara dan meningkatkan perilaku
hidup sehat. Komponen edukasi terdiri dari 1)
konten/materi (untuk meningkatkan pengetahuan; 2)
Aplikatif
(meningkatkan
pemahaman
dan
keterampilan).
- Konseling Gizi: sebuah dukungan kegiatan
kolaborasi antara konselor dan klien untuk
menetapkan pilihan makanan bergizi, aktivitas,
menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah gizi
dan meningkatkan status kesehatan. Tujuannya
Membantu klien mengidentifikasi dan menganalisis
masalah;
memberikan
alternatif
pemecahan
masalah; dan membimbing kemandirian mengatasi
masalah. Sasaran konseling adalah individu.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
48
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Koordinasi Asuhan Gizi: 1) Melakukan rujukan,
koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya, pihak,
instansi atau dinas lainnya yang dapat mendukung
perbaikan gizi; 2) Menghentikan asuhan atau merujuk /
memindahkan asuhan ke fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya misal merujuk ke pusat kesehatan
masyarakat/program gizi; 3) Kolaborasi dan
koordinasi di Puskesmas dapat berupa: lintas
program puskesmas dan atau lintas sektor.
5. Apa saja yang termasuk ke dalam kegiatan intervensi?
Intervensi gizi terdiri dari dua kegiatan yang berbeda
dan saling berhubungan yaitu: perencanaan dan
implementasi. Perencanaan terdiri dari: a) menentukan
prioritas diagnosa, b) berdasarkan evidence based, c)
menetapkan hasil yang berfokus pada pasien untuk
setiap diagnosis, d) melibatkan klien/ masyarakat/
pendamping, e) menetapkan rencana dan strategi
intervensi, f) menetapkan waktu dan lama asuhan gizi,
dan g) mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan.
Tahapan intervensi meliputi a) mengkomunikasikan
asuhan gizi sesuai rencana dan b) melaksanakan intervensi.
6. Intervensi gizi pada masyarakat
- Intervensi bertujuan untuk memberikan solusi
terhadap penanganan masalah atau diagnosa gizi
melalui perencanaan dan implementasi program atau
penyiapan kebijakan khusus untuk sasaran program.
- Intervensi direncanakan untuk mengubah asupan,
pengetahuan dan perilaku, lingkungan, dan faktor
yang mempengaruhi ketersediaan dan akses
makanan. Aktivitas intervensi harus fokus pada faktor
individu-individu dalam masyarakat dan faktor terkait
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
49
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
untuk
menetapkan
kondisi
kesejahteraan masyarakat.
kesehatan
dan
D. LANGKAH KEEMPAT: MONITORING DAN EVALUASI GIZI
1. Tujuan monitoring dan evaluasi gizi
Untuk melihat perkembangan dan pencapaian tujuan
yang diharapkan. Monitoring dan evaluasi gizi
mengidentifikasi outcome yang berhubungan dengan
diagnosis dan tujuan intervensi gizi yang direncanakan.
Indikator asuhan gizi adalah penanda (marker) yang
dapat diukur dan dievaluasi untuk menentukan
efektivitas asuhan gizi. Kajian gizi yang lebih spesifik
dapat dilakukan dengan membandingkan outcome
dengan status gizi sebelumnya dan tujuan intervensi.
Secara umum, ini bertujuan untuk menilai efektivitas
intervensi yang dilakukan oleh tenaga gizi.
2. Cara Tenaga kesehatan menentukan indikator yang
diukur dalam monitoring dan evaluasi
Tenaga Kesehatan menentukan indikator yang dapat
menggambarkan perubahan hasil dari asuhan gizi.
Dengan kata lain,
Tenaga Kesehatan
akan
mempertimbangkan diagnosis gizi, intervensi gizi,
diagnosis medis, tujuan pelayanan kesehatan, kualitas
pelayanan gizi, jenis pelayanan, klien/ masyarakat, dan
tingkat keparahan penyakit.
3. Pengelolaan outcome dari monitoring dan evaluasi
Dibagi menjadi empat kategori:
- Pengukuran antropometri
- Data riwayat gizi
- Data laboratorium
- Data klinis/ fisik
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
50
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Kegiatan dalam Monitoring dan Evaluasi Gizi
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tenaga gizi
terdiri dari kegiatan memantau, mengukur, dan
mengevaluasi keberhasilan asuhan gizi pada klien/
masyarakat.
5. Monitoring dan evaluasi gizi pada masyarakat
Monitoring dan Evaluasi Gizi pada Masyarakat lebih
unik karena tidak hanya melibatkan individu melainkan
juga masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilakukan
terhadap data yang diperoleh pada pengkajian, kecuali
data riwayat klien. Monitoring dilakukan atas intervensi
yang telah diberikan dengan cara mengukur parameter
yang ada pada diagnosis gizi berdasarkan tanda dan
gejala. Secara lebih luas, monitoring dan evaluasi gizi
pada masyarakat harus sesuai dengan tujuan dan
indikator program gizi. Penetapan outcome berdasarkan
program dapat dibuat dalam asuhan gizi di masyarakat.
6. Proses monitoring dan evaluasi gizi
Penting untuk memasukkan monitoring dan evaluasi
dalam rencana kegiatan gizi. Perencanaan yang matang
akan mendukung jalannya program. Dalam hal ini,
monitoring dan evaluasi berguna untuk meningkatkan
performa program.
Catatan: monitoring dan evaluasi dapat diterapkan
dalam setiap tahapan pelaksanaan program.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
51
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
52
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
7. Tahapan Outcome Asuhan Gizi dan outcome Pelayanan
Kesehatan
a. Outcome asuhan gizi:
1. Perubahan pengetahuan,
keyakinan/sikap/perilaku, akses dan lingkungan
2. Peningkatan/penurunan asupan makanan (FH)
3. Perubahan tanda dan gejala (data biokomia,
fisik/klinis dan antropometri)
b. Outcome pelayanan kesehatan:
1. Outcome kesehatan dan penyakit
2. Outcome efisiensi biaya
3. Kualitas hidup individu/masyarakat
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
53
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
54
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB IV
PROSES ASUHAN GIZI DI PUSKESMAS
Proses asuhan gizi bertujuan memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi
timbulnya masalah kesehatan dan gizi dengan sasaran
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pengkajian,
Diagnosis, Intervensi dan Monitoring dan Evaluasi (PDIME)
Gizi pada individu dalam konteks keluarga dan masyarakat
dilakukan dengan pendekatan yang berbeda sesuai
permasalahan yang ditemui. Penanganan masalah gizi
memerlukan pendekatan yang komprehensif (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) oleh karena itu sangat
memerlukan dukungan serta berkolaborasi dengan lintas
program dan lintas sektor terkait. Berikut akan diuraikan
proses asuhan gizi pada beberapa permasalahan yang sering
dijumpai di Puskesmas dan menjadi prioritas program, dimulai
dari tingkat masyarakat hingga perseorangan.
A. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemantauan
Pertumbuhan, Status Gizi dan Penyakit Tidak
Menular (PTM)
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan
kebutuhan tubuh. Status gizi merupakan salah satu
indikator kualitas sumber daya manusia yang menentukan
tingkat kesehatan masyarakat. Pemantauan pertumbuhan
pada balita dapat menjadi awal untuk penilaian status gizi
dengan melakukan konfirmasi terhadap indikator berat
badan menurut panjang badan atau tinggi badan oleh
tenaga kesehatan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
55
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemantauan Pertumbuhan (PP) adalah mengikuti
pertumbuhan balita secara terus menerus dan teratur
melalui pengukuran antropometri. PP pada balita dilakukan
melalui penimbangan berat badan setiap bulan di Posyandu
atau fasilitas pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk
mengetahui status pertumbuhan dan mendeteksi secara
dini bila terjadi gangguan pertumbuhan. Cara menimbang
berat badan dan mengukur panjang/tinggi badan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
Status pertumbuhan seorang anak dapat diketahui
dengan cara melihat kenaikan berat badan pada grafik
pertumbuhan yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat
(KMS) atau buku KIA. Setiap kali ditimbang, berat badan
anak dicantumkan dengan tanda titik pada KMS. Setiap titik
kemudian dihubungkan sehingga menghasilkan garis
(grafik)
yang
menggambarkan
kecenderungan
pertumbuhan anak. Garis (grafik) yang naik menunjukkan
anak tumbuh dengan baik, sedangkan garis (grafik)
mendatar atau bahkan turun menunjukkan bahwa
pertumbuhan anak bermasalah sehingga perlu mendapat
perhatian.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
56
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Contoh disamping menggambarkan
status pertumbuhan berdasarkan
grafik pertumbuhan anak dalam
KMS.
a. TIDAK NAIK(T); grafik berat
badan
memotong
garis
pertumbuhan dibawahnya;
grafik berat badan
b. NAIK(N),
memotong garis pertumbuhan
diatasnya;
c. NAIK(N), grafik berat badan
mengikuti garis pertumbuhannya;
d. TIDAK NAIK(T), grafik berat
badan mendatar;
e. TIDAK NAIK(T), grafik berat
badan menurun;
Gambar 4.1 Contoh Grafik Pertumbuhan Anak dalam KMS
Anak dengan penambahan berat badan tidak sesuai
dengan standar atau tidak mengikuti garis pertumbuhan
atau BGM atau berat badan tidak naik, maka perlu
dilakukan konfirmasi oleh petugas kesehatan dengan
melihat status gizinya. Balita harus dirujuk apabila dari hasil
konfirmasi status gizi anak berada < - 2 SD atau > + 2 SD.
Penggolongan status gizi balita berdasarkan indeks
antropometri sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak adalah sebagai
berikut:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
57
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.1. Indeks Berat Badan menurut Umur
(BB/U) Anak Usia 0-60 Bulan
Ambang Batas
<-3 SD
- 3 SD sd <- 2 SD
-2 SD sd +2 SD
>+ 2 SD
Kategori Status Gizi
Gizi Buruk
Gizi Kurang (underweight)
Gizi Baik
Gizi Lebih
Tabel 4.2. Indeks Panjang Badan atau Tinggi
Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) Anak Usia
0-60 Bulan
Ambang Batas
<-3 SD
Kategori Status Gizi
Sangat pendek (severely
stunted)
Pendek (stunted)
Normal
Tinggi (tall)
- 3 SD sd <- 2 SD
-2 SD sd +2 SD
> + 2 SD
Tabel 4.3. Indeks Berat Badan menurut Panjang
Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB)
Anak Usia 0-60 Bulan
Ambang Batas
<-3 SD
- 3 SD sd <- 2 SD
-2 SD sd +2 SD
> + 2 SD
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
Kategori Status Gizi
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
58
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur
(IMT/U) Anak Usia 0-60 Bulan
Ambang Batas
<-3 SD
- 3 SD sd <- 2 SD
-2 SD sd +2 SD
> + 2 SD
Kategori Status Gizi
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Tabel 4.5. Batas Ambang IMT/U
Anak Umur 5 – 18 Tahun
Status Gizi
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
(Overweight)
Obese
Kategori
Kekurangan berat badan
tingkat berat
Kekurangan berat badan
tingkat ringan
Kelebihan berat badan
tingkat ringan
Kelebihan berat badan
tingkat berat
IMT
<-3 SD
- 3 SD sd <- 2 SD
-2 SD sd +1 SD
+1 SD sd +2 SD
> + 2 SD
Selain masalah gizi kurang yang berdampak
terhadap terjadinya balita wasting dan stunting, masalah
gizi lebih dan obes juga cenderung meningkat. Obesitas
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah
energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh
untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
59
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Gizi lebih atau obesitas pada usia anak-anak
dihubungkan dengan kemungkinan lebih besar untuk
terjadinya kegemukan pada usia dewasa yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit dan disabilitas, seperti
diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular. Risiko
terjadinya Penyakit Tidak Menular (PTM) akibat obesitas
sebagian tergantung dari onset usia dimulainya kegemukan
dan lama kegemukan. Anak dan remaja yang mengalami
obesitas cenderung mengalami gangguan kesehatan
jangka pendek maupun jangka panjang, seperti:
- Penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung dan
stroke
- Diabetes mellitus
- Kelainan muskuloskeletal, seperti osteoarthritis
- Kanker endometrium, payudara dan kolon
Penentuan status gizi pada ibu hamil dilihat dari
adanya risiko Kurang Energi Kronik (KEK). Pada masa
kehamilan, kejadian
“Risiko”
KEK
ditandai
oleh
rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup
lama yang diukur dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA). Ibu
hamil dikatakan berisiko KEK bila Lingkar Lengan Atas
(LiLA) kurang dari 23,5 cm. Cara mengukur LiLA dapat
dilihat pada Lampiran 2. Pada kehamilan Trimester I, KEK
pada ibu hamil ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh
(IMT), yaitu ibu hamil dikatakan KEK apabila IMT <18,5.
Untuk kenaikan berat badan selama hamil berdasarkan IMT
pra hamil dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
60
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
61
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.7. Batas Ambang IMT untuk Orang Dewasa
Status Gizi
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
(Overweight)
Obese
Kategori
Kekurangan berat badan
tingkat berat
Kekurangan berat badan
tingkat ringan
Kelebihan berat badan
tingkat ringan
Kelebihan berat badan
tingkat berat
IMT
< 17,0
17 - < 18,5
18,5 - 25,0
> 25,0 - 27,0
> 27,0
Berikut ini beberapa Proses Asuhan Gizi terkait
pemantauan pertumbuhan, status gizi serta penyakit tidak
menular yang dimulai dari tingkat masyarakat sampai ke
tingkat perseorangan. Etiologi yang dicantumkan dalam
diagnosis gizi hanya berupa contoh, yang masih bisa
dikembangkan dengan permasalahan yang ditemukan
di wilayah masing-masing. Intervensi yang akan
dilakukan disesuaikan dengan hasil diagnosis. Intervensi
dapat berupa pemberian makanan, edukasi, konseling dan
koordinasi asuhan gizi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
62
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
1. Proses Asuhan Gizi pada Balita Gizi Kurang dan
Gizi Buruk, Kurus dan Sangat Kurus
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Melihat prevalensi/proporsi (%) balita dengan:
 Balita gizi kurang (BB/U -3 SD sd < -2 SD)
 Balita gizi buruk (BB/U < -3 SD)
 Balita kurus (BB/TB -3 SD sd < -2 SD)
 Balita sangat kurus (BB/TB < -3 SD)
(Bila tidak tersedia data tingkat Puskesmas dapat
dilihat
dari
data
kabupaten/kota
sebagai
analogi/gambaran untuk data tingkat kecamatan)
- Mengkaji prevalensi/proporsi balita yang:
 BGM
 Tidak naik berat badannya dua kali berturutturut (2T)
-
-
Pastikan balita BGM dan 2T yang dirujuk dari
Posyandu dilakukan konfirmasi oleh tenaga
kesehatan untuk melihat adanya masalah
status gizi atau tidak (normal)
Bila ditemukan balita BGM atau 2T yang setelah
dikonfirmasi didapatkan hasil status gizinya
(BB/TB) normal, maka intervensi dilakukan
untuk mencegah balita tersebut jatuh ke status
gizi kurang. Intervensi berfokus pada edukasi
dan konseling.
- Cakupan N/D
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
63
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jika tersedia data prevalensi balita kurus, perlu
dibandingkan dengan cut off point masalah kesehatan
masyarakat untuk mengetahui besaran masalah
seperti pada Tabel 4.8. Sedangkan jika ditemukan 1
kasus gizi buruk di suatu wilayah, diperlakukan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada kondisi
terjadinya KLB penyakit menular, kantong-kantong
penyakit terkait masalah gizi, lingkungan pemukiman
kumuh, tren N/D turun dalam 3 bulan berturut-turut,
maka perlu kewaspadaan akan meningkatnya kasus
gizi kurang dan gizi buruk.
Tabel 4.8 Batasan Masalah Kesehatan Masyarakat
untuk Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Berdasarkan
Indikator BB/U (WHO)
Nilai batas prevalensi
untuk signifikansi
masalah kesehatan
masyarakat
< 10 %
10-19 %
20-29 %
> 30 %
Sumber : WHO, 1995
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
64
Kategori
Prevalensi rendah
Prevalensi sedang
Prevalensi tinggi
Prevalensi sangat
tinggi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.9 Batasan Masalah Kesehatan Masyarakat
untuk Balita Kurus dan Sangat Kurus (Wasting)
Berdasarkan Indikator BB/TB (WHO)
Nilai batas prevalensi
untuk signifikansi
masalah kesehatan
masyarakat
<5%
5-9 %
10-14 %
> 15 %
Sumber : WHO, 1995
Kategori
Dapat diterima
(Acceptable)
Buruk (Poor)
Serius (Serious)
Bahaya/kritis
(Critical)
2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi:
- Survei konsumsi terkait Pemberian Makan Bayi
dan Anak (PMBA) tingkat kabupaten/kota sebagai
analog/gambaran
- Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada 10
rumah tangga di sekitar wilayah kasus balita gizi
buruk yang ditemukan
- Pola asuh, pengetahuan dan perilaku ibu dalam
pemberian makanan
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
- Cakupan pemberian kapsul Vitamin A
- Cakupan balita mendapat dan mengonsumsi PMT
Pemulihan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
65
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Ketersediaan PMT Pemulihan
- Ketersediaan Kapsul Vitamin A di Posyandu,
Puskesmas, klinik bersalin dan RS
5. Riwayat klien:
- Cakupan D/S
- Data yang terintegrasi dengan indikator Keluarga
Sehat, antara lain:
• Cakupan balita yang diimunisasi dasar lengkap
• Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
- Cakupan balita yang mendapatkan pelayanan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK)
- Riwayat penyakit atau terjadinya wabah (diare,
ISPA, dll)
- Daya beli masyarakat
- Kondisi geografis, akses ke Posyandu dan
pelayanan kesehatan
- Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama, dan
kebijakan
Diagnosis (D)
Problem (P):
Tingginya prevalensi/proporsi balita kurus dan sangat
kurus di wilayah kerja Puskesmas ... Tahun ……
Etiologi (E):
- Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga dan
masyarakat tentang pemberian makan yang kurang
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
66
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
-
-
-
tepat dan tidak menganggap balita kurus dan sangat
kurus, sebagai masalah.
Kebersihan lingkungan dan kebersihan terhadap anak
serta
Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh
terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single
parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan
pemberian makan secara aktif
Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan
tenaga kesehatan
Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan
ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas
dapat mengacu pada buku KIA.
Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan
termasuk PMT
Kurangnya penerapan PHBS
Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak
mendukung
Kurang dukungan keluarga pada ibu balita
Kurang dukungan kebijakan pemerintah setempat,
usulan kebutuhan masyarakat tidak terakomodir dalam
perencanaan mulai dari desa hingga kabupaten
Balita tidak mengonsumsi PMT sesuai anjuran karena
kurangnya edukasi dan hambatan budaya
Rendahnya cakupan kapsul vitamin A
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
67
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Contoh:
- Asupan energi pada balita berdasarkan recall dibawah
60% dari kebutuhan
- Praktek pemberian makan balita tidak sesuai dengan
kebutuhan baik dari segi bentuk, konsistensi, frekuensi
dan jumlah
- Rendahnya cakupan N/D dapat menjadi indikasi
terjadinya balita kurus dan sangat kurus. Balita kurus
dan sangat kurus dapat dicegah apabila berat badan
balita dipantau setiap bulan
- Tingginya angka kesakitan pada balita dan balita
mengalami penyakit yang berulang dalam jangka
waktu pendek
Contoh diagnosis gizi:
Tingginya proporsi balita kurus di wilayah kerja
Puskesmas A Tahun 2016 (P) berkaitan dengan
keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan (E)
ditandai dengan hasil survei terdapat proporsi balita kurus
sebanyak 30% dan survei konsumsi asupan energi pada
balita <70% AKG sebesar 60% (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
- Menurunkan prevalensi/proporsi balita kurus dan
sangat kurus dari ...% pada tahun… menjadi …% pada
tahun...
- Menurunkan kasus balita kurus dan sangat kurus
dari… menjadi …. kasus selama … bulan dan tidak
ada kasus baru.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
68
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian makan:
- Pemberian formula (F75, F100) untuk kasus balita gizi
buruk dengan komplikasi sesuai pedoman Tatalaksana
Anak Gizi Buruk (TAGB)
- Pemberian formula 100 atau Ready to Use Therapeutic
Feeding (RUTF) berbasis pangan lokal untuk kasus
balita gizi buruk tanpa komplikasi
- PMT pemulihan kepada balita kurus, pemberian
multimikronutrien (Taburia) jika tersedia
- Pemberian kapsul vitamin A pada kasus balita gizi
buruk
Edukasi gizi:
- Penyuluhan kepada ibu balita tentang Pemberian
Makan Bayi dan Anak (PMBA), manfaat suplementasi
PMT dan vitamin A, PHBS, dan pemantauan
pertumbuhan balita ke Posyandu secara rutin.
Penyuluhan dapat dilakukan pada saat kunjungan di
Posyandu, pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu
balita, kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)/Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK), dll
- Penyediaan sarana dan media KIE
Koordinasi asuhan gizi:
- Merujuk kasus balita kurus dan sangat kurus
berdasarkan hasil konfirmasi ke Puskesmas/
Fasyankes lainnya
- Lintas Program:
 Dokter puskesmas memastikan balita sakit
mendapatkan pengobatan yang optimal
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
69
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
70
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
-
Memastikan ketersediaan PMT dan kapsul vitamin A
Tersedianya sarana dan media KIE
Pemantauan kenaikan berat badan setelah mendapat
PMT pemulihan
Laporan asupan makan, kondisi balita (keaktifan, nafsu
makan, dll) dari pos PGBM dan orangtua balita kurus
dan sangat kurus
Cakupan balita kurus mendapat PMT pemulihan
Cakupan kasus balita gizi buruk dengan komplikasi
yang mendapatkan perawatan sesuai pedoman TAGB
Cakupan kasus balita gizi buruk tanpa komplikasi yang
mendapatkan perawatan di Pos PGBM
Penurunan proporsi atau kasus balita kurus dan
sangat kurus
Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status gizi,
dilakukan pengkajian ulang dan bila perlu balita dirujuk
kembali ke puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi.
Bila ditemukan balita gizi buruk dan kurus yang dirujuk
ke Puskesmas, maka dilakukan Proses Asuhan Gizi
perseorangan sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Hasil pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan dan
Lingkar Lengan Atas merujuk pada Standar Antropometri
yang berlaku.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
71
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Laboratorium:
Melihat data hasil pemeriksaan Hb, darah lengkap,
feses, urin untuk mengetahui apakah balita mengalami
anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta
lainnya yang memungkinkan terjadinya kekurangan gizi
(lihat data rujukan dan keterangan dari dokter yang
memeriksa).
3. Fisik/Klinis:
Wajah pucat, badan kurus, terlihat letih dan lesu, hilang
nafsu makan, batuk kronik, demam, diare, dll
4. Riwayat Gizi:
Pola makan balita, kebiasaan makan sehari-hari,
melakukan food recall untuk melihat asupan zat gizi
sehari termasuk PMT Pemulihan, suplementasi kapsul
vitamin A, pola asuh, kepercayaan, dukungan keluarga
terhadap pemberian makan, akses ketersediaan dan
keamanan pangan.
5. Riwayat Klien:
Usia, jenis kelamin, etnis, cacat, riwayat penyakit pada
pasien/keluarga, sosial ekonomi, perilaku keluarga
terkait PHBS, riwayat kelahiran, akses ke fasyankes,
dukungan sosio, budaya, spiritual, agama dan kebijakan.
Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
72
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Diagnosis (D)
Problem (P):
- Balita gizi buruk
- Balita kurus
Etiologi (E):
- Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga
tentang pemenuhan gizi.
- Pemberian makan pada balita yang kurang tepat
(jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi)
- Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh
terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single
parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan
pemberian makan secara aktif
- Kurangnya penerapan PHBS di keluarga
- Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan
tenaga kesehatan
- Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan
ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas dapat
mengacu pada buku KIA.
- Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan
termasuk PMT pemulihan
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak
mendukung
- Kurang dukungan keluarga pada ibu balita
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
73
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala.
Tabel 4.10 Contoh Diagnosis Gizi
No.
1.
2.
Problem
(P)
Balita
kurus
Gizi buruk
Etiologi (E)
Sign/Symptom
(S)
berkaitan
yang
ditandai
dengan
oleh BB/TB < -2
SD,
asupan
kurangnya
makanan hanya
pengetahuan
50%
dari
ibu tentang
pola asuh yang kebutuhan,
variasi
baik serta
makanan
keterbatasan
daya beli
kurang,
anak
makanan
terlihat lesu
berkaitan
yang
ditandai
dengan
oleh BB/U < -3
kurangnya
SD,
kurang
pengetahuan
mendapat
ibu tentang
asupan
pola asuh yang makanan
baik serta
dengan
keterbatasan
frekuensi dan
daya beli
jumlah
yang
makanan
adekuat
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
74
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3.
Pertumbu
han yang
kurang
optimal
berkaitan
dengan
peningkatan
kebutuhan gizi
karena
gangguan
pencernaan
(malabsorbsi)
yang
ditandai
oleh BB/TB atau
BB/U
-2 SD
sampai dengan 3 SD, kurang
mendapat
asupan
makanan
dengan
frekuensi
dan
jumlah
yang
adekuat
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Memberikan asupan zat gizi sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan sesuai berat badan ideal.
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi:
Mencakup jumlah/bentuk/tekstur/frekuensi/variasi zat gizi
yang dibutuhkan sesuai umur, kebersihan, dan
responsivitas. Perhitungan kebutuhan gizi didasarkan
pada Berat Badan Ideal (BBI) anak kemudian kebutuhan
gizi dapat dihitung berdasarkan BBI anak tersebut.
Perhitungan BBI dan kebutuhan energi anak sebagai
berikut:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
75
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BBI = BB berdasarkan PB/TB aktual pada median WHO 2005
Kebutuhan energi anak (kkal) berdasarkan rumus :
Usia 0 – 12 bulan : BBI x 110-120 kkal
Usia 1 – 3 tahun : BBI x 100 kkal
Usia 4 – 5 tahun : BBI x 90 kkal
Kemudian kebutuhan energi tersebut dijabarkan dalam
perhitungan:
- Karbohidrat (55-65%),
- Protein (10-15%),
- Lemak: bayi (45-50% mengacu pada ASI), batita (3035%), dan > 3 tahun (25-30%).
Untuk menghitung kebutuhan gizi dapat merujuk pada
Buku Penuntun Diet Anak.
- Balita gizi buruk dan kurus yang masih menyusu perlu
mendapat ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan, mulai usia
6 bulan mendapat MP ASI yang adekuat serta
pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau
lebih. Balita diatas usia 6 bulan harus mengonsumsi
makanan bergizi seperti sumber karbohidrat, protein,
sumber vitamin dan mineral (buah segar dan sayuran),
cukup minum air putih, serta penggunaan garam
beriodium untuk membantu perkembangan otak.
- Pemberian makanan tambahan bagi balita kurus sebagai
upaya pemenuhan gizi makro dan mikro selama minimal
90 hari (PMT pemulihan). PMT yang dilaksanakan dapat
berupa PMT lokal padat kalori yang diolah di rumah
tangga, maupun pabrikan yang mengacu pada
Permenkes nomor 51/2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
76
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Edukasi gizi:
Memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan pada
orang tua tentang:
- ASI Eksklusif, memberikan ASI sesering mungkin dan
harus meningkatkan kualitas makanan ibu menyusui
(lihat Proses Asuhan Gizi pada PMBA)
- ASI diteruskan sampai usia 2 tahun ditambah dengan
MP ASI
- Pola pemberian makan bayi dan anak yang sesuai usia
(jumlah porsi, tekstur dan variasi)
- Penggunaan bahan makanan yang beraneka ragam
sesuai dengan ketersediaan dan daya beli
- Penyiapan dan pengolahan makanan
- Pemberian Makanan Tambahan bagi balita kurus
Konseling gizi:
Meningkatkan motivasi dan kepatuhan terhadap anjuran
pemberian makan bayi dan anak serta konsumsi PMT
Koordinasi asuhan gizi:
- Koordinasi dengan dokter terkait pemberian diet pasien
dan jika memerlukan penanganan khusus
- Berkoordinasi dengan bidan penanggungjawab wilayah
untuk melibatkan orangtua dalam kegiatan kelas ibu
balita, dll
- Bila ibu masih menyusui dan terjadi masalah, dirujuk ke
konselor menyusui
- Kerjasama dengan lintas sektor dalam pemberdayaan
apabila keluarga berasal dari keluarga kurang mampu
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
77
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan kunjungan
rumah dalam waktu 1 bulan setelah balita datang ke
Puskesmas untuk:
- Melihat perubahan pengetahuan dan perilaku ibu balita
dalam pemberian makan pada bayi dan anak
- Melihat perubahan jumlah asupan makanan yang
diberikan pada balita
- Melihat kenaikan berat badan balita apakah sudah
sesuai target
Balita yang telah mencapai kenaikan berat badan yang
sesuai diharapkan memantau pertumbuhan secara rutin di
Posyandu. Sedangkan bila tidak terjadi kenaikan berat
badan sesuai harapan, maka balita dapat dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Bila ditemukan kasus balita gizi buruk (sangat kurus)
maka penanganan Proses Asuhan Gizi perseorangan di
Puskesmas adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Hasil pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan dan
Lingkar Lengan Atas merujuk pada Standar Antropometri
yang berlaku.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
78
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Laboratorium:
Melihat data hasil pemeriksaan Hb, darah lengkap,
feses, urin untuk mengetahui apakah balita mengalami
anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta
lainnya yang memungkinkan terjadinya kekurangan gizi
(lihat data rujukan dan keterangan dari dokter yang
memeriksa).
3. Fisik/Klinis:
Wajah pucat, badan kurus, terlihat letih dan lesu, hilang
nafsu makan, edema, iga gambang, batuk kronik,
demam, diare, dll
4. Riwayat Gizi:
- Asupan Balita
- Pola makan balita
- Kebiasaan makan sehari-hari
- Pemberian kapsul vitamin A
- Pola asuh
- Budaya (pantang makanan tertentu)
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
Usia, jenis kelamin, etnis, cacat/kelainan bawaan,
riwayat
imunisasi,
riwayat
penyakit
pada
pasien/keluarga, riwayat kelahiran, PHBS, sosial
ekonomi,
budaya,
geografis,
akses
ke
Posyandu/fasyankes
Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
79
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Diagnosis (D)
Problem (P):
Balita Gizi Buruk (BB/TB)
Etiologi (E):
- Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makan
anak (jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi)
- Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh
terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single
parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan
pemberian makan secara aktif
- Kurangnya penerapan PHBS di keluarga
- Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan
tenaga kesehatan
- Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan
ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas dapat
mengacu pada buku KIA.
- Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan
termasuk kapsul vitamin A
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak
mendukung
- Kurang dukungan keluarga pada ibu balita
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala.
Contoh:
- BB/TB <-3 SD, LiLA < 11,5 cm
- Asupan energi pada balita berdasarkan recall dibawah
60% dari kebutuhan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
80
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Praktek pemberian makan balita tidak sesuai dengan
kebutuhan (jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi)
- Riwayat penyakit pada balita yang berulang dalam
jangka waktu pendek.
Contoh diagnosis gizi :
- Kasus Balita Gizi Buruk (P) berkaitan dengan kurangnya
asupan makanan, rendahnya tingkat ekonomi dan
pengetahuan ibu (E) yang ditandai BB/TB < - 3 SD, LiLA
< 11,5 cm, jarang mengonsumsi sumber protein hewani
(kurang dari 1 x/minggu), serta lebih sering memberi
bubur/nasi dengan kuah sayuran, tahu, tempe (3-4
x/minggu) (S).
- Kasus Balita Gizi Buruk (P) berkaitan dengan riwayat
berat badan lahir rendah (E) yang ditandai dengan
BB/TB-PB < -3 SD, asupan hanya 40% dari kebutuhan,
(S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Memberikan asupan makanan yang adekuat
bertahap untuk mencapai Berat Badan Ideal.
secara
Pemberian makan:
- Kasus balita gizi buruk tanpa komplikasi (rawat
jalan)
 Mendapat formula 100, Ready to Use Therapeutic
Food (RUTF) (jika tersedia) atau berbasis pangan
lokal hingga status gizinya menjadi gizi kurang
(BB/TB antara -3 SD s.d. < -2 SD).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
81
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian formula 100 diberikan pada:
- Anak gizi buruk diberikan secara bertahap:
o Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari,
yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan
selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).
o Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per
hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari
(Formula 100).
- Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung
diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg
BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari
(Formula 100).
Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu
dengan pemberian makanan secara bertahap dengan
mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah
frekuensi makanan padat.
Makanan Lokal
Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari,
yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi,
protein 4-6 g/Kg BB per hari. Apabila akan
menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara
tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus
dikombinasikan dengan makanan formula.
Formula 100 atau RUTF:
• diberikan setelah pemberian ASI bagi bayi
yang masih mendapat ASI
• diberikan sebelum pemberian makanan
keluarga bagi anak yang sudah mendapat
makanan utama
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
82
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
 Mendapat kapsul vitamin A saat pertama kali
ditemukan
- Kasus balita gizi buruk dengan komplikasi (rawat
inap)
 Kasus balita gizi buruk dengan komplikasi perlu
mendapatkan perawatan sesuai Tatalaksana Anak
Gizi Buruk (TAGB) baik di Puskesmas rawat inap
maupun Rumah Sakit.
Tahapan pemberian makan kasus gizi buruk:
o Fase stabilisasi adalah fase awal dimana kondisi
kegawatdaruratan harus segera dilakukan tindakan
secara cepat dan tepat. Pada fase ini diberikan
makanan Formula 75 (F-75) dengan asupan energi
80-100
kkal/kgBB/hari
dan
protein
1-1,5
g/kgBB/hari dan ASI tetap diberikan pada anak
yang masih mendapatkan ASI. Pada fase ini, balita
juga mendapat kapsul vitamin A sesuai usianya.
o Fase transisi adalah masa peralihan dari fase
stabilisasi ke fase rehabilitasi. Pada fase ini ada
perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi
F-100. Diberikan makanan F-100 dengan asupan
gizi 100-150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3
g/kgBB/hari.
o Fase rehabilitasi adalah fase pemberian makan
untuk tumbuh kejar, diberikan makanan seperti
pada fase transisi yaitu F-100 dengan
penambahan makanan untuk anak dengan BB <7
kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan
BB 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150220 Kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
83
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
o Fase tindak lanjut adalah fase pemulihan gizi
balita di rumah. Setelah pulang anak harus tetap
dikontrol oleh Puskesmas secara berkala melalui
kegiatan posyandu atau kunjungan ke PuskesmaS.
Anak melakukan kontrol pada bulan I satu
kali/minggu, bulan ke II satu kali/2 minggu,
selanjutnya sebulan sekali sampai degan bulan ke6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh
Puskesmas sampai anak berusia 5 tahun.
Edukasi gizi:
Bertujuan memberikan pengetahuan dan melatih
ketrampilan orang tua tentang:
- Cara membuat formula 100, pemberian makan bayi dan
anak yang sesuai usia, cara pembuatan makanan
tambahan (PMT penyuluhan), memantau berat badan
secara rutin di Posyandu/Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
manfaat vitamin A, dll.
- Kasus balita gizi buruk disarankan untuk makan
makanan yang tinggi protein dan energi (sesuai dengan
sumber pangan lokal).
- Jika anak tersebut telah masuk kategori kurus:
 Balita: dianjurkan makan makanan keluarga, bergizi
seimbang dan perlu mendapat makanan tambahan.
 Baduta: perlu mendapat makanan sesuai prinsip
pemberian makan bayi dan anak yang optimal dan
makanan tambahan.
Konseling gizi:
Meningkatkan motivasi kepada orangtua/pengasuh untuk
pemberian makanan (formula 75, 100, dan gizi seimbang).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
84
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Koordinasi asuhan gizi:
- Koordinasi dengan dokter terkait diet pasien dan jika
memerlukan penanganan khusus lainnya
- Berkoordinasi dengan lintas program seperti bidan
penanggungjawab wilayah untuk melibatkan orangtua
dalam kegiatan kelas ibu balita, Stimulasi Deteksi
Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) dll, Kesling,
Imunisasi
- Lintas sektor (Kepala Desa, Camat, PKK, Pertanian,
Perindustrian,,
Perikanan,
Perternakan,
Tokoh
Masyarakat dan Tokoh Agama, dll)
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melihat:
- Ada atau tidak adanya tanda-tanda komplikasi
- Kenaikan berat badan balita dengan target sekitar 50
gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
- Kesehatan anak (keaktifan, selera makan anak serta
apakah makanan yang diberikan dapat dihabiskan)
Selanjutnya dapat dilihat pada Buku Pedoman Tatalaksana
Anak Gizi Buruk (TAGB).
Catatan Untuk Proses Asuhan Gizi Pemantauan
Pertumbuhan dan Status gizi:
1. Ketika ditemukan balita dengan masalah gizi lebih dan
atau pendek maka perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi.
2. Permasalahan gizi balita baik individu maupun
masyarakat perlu dilihat berdasarkan ketiga indikator
(BB/U, TB/U dan BB/TB) misalnya gemuk pendek atau
pendek kurus, sehingga intervensi perlu
mempertimbangkan seluruh aspek masalah gizi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
85
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Proses Asuhan Gizi pada Anak Sekolah dan
Remaja Gemuk dan Obesitas
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Melihat prevalensi/proporsi:
- anak sekolah/remaja dengan gemuk (IMT/U)
- anak sekolah/remaja obesitas (IMT/U)
Data didapatkan dari penjaringan yang di lakukan
pada awal tahun ajaran yang dilakukan oleh
petugas kesehatan bekerjasama dengan guru
penanggung jawab UKS.
2. Laboratorium: 3. Fisik/klinis:4. Riwayat Gizi:
- Survei konsumsi terkait asupan pada anak
sekolah/remaja tingkat kabupaten/kota sebagai
analog/gambaran
- Pola konsumsi makanan jajanan anak
sekolah/remaja
- Pengetahuan
dan
perilaku
anak
sekolah/remaja, orang tua dan keluarga dalam
pemilihan dan penyediaaan makanan
- Gambaran
pola
aktivitas
fisik
anak
sekolah/remaja
- Akses terhadap aktivitas fisik di lingkungan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
86
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5. Riwayat Klien:
- Usia, jenis kelamin
- Jumlah/proporsi riwayat penyakit pada anak
sekolah dan remaja
- Riwayat keluarga gemuk/ obesitas
- Pola asuh
- Riwayat kelahiran
- Daya beli masyarakat
- Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama,
dan kebijakan
- Kondisi geografis, akses ke Posyandu Remaja
dan fasilitas pelayanan kesehatan
Diagnosis (D)
Problem (P):
Tingginya prevalensi/proporsi gemuk dan obesitas
pada anak sekolah dan remaja di wilayah Puskesmas
…. Tahun ….
Etiologi (E):
- Riwayat konsumsi makanan yang lebih dari AKG
- Pola konsumsi makanan tidak seimbang, misalnya
tinggi karbohidrat dan lemak
- Pola konsumsi rendah sayuran dan buah –
buahan
- Ketersediaan makanan dilingkungan yang tidak
sehat (makanan tinggi gula, garam, lemak),
misalnya jenis dan jumlah makanan jajanan
dilingkungan tempat tinggal dan sekolah
- Pengetahuan orang tua, anak dan remaja yang
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
87
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
-
kurang mengenai konsumsi makanan sehat
Keterampilan ibu dan keluarga yang kurang dalam
penyiapan makanan untuk anak sekolah dan
remaja
Pola aktivitas, misalnya aktivitas fisik kurang
Keterbatasan akses terhadap aktivitas fisik di
lingkungan
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Contoh:
Tingginya prevalensi gemuk pada anak sekolah
Rendahnya proporsi anak sekolah dan remaja
yang melakukan aktivitas fisik
Contoh diagnosis gizi:
Tingginya prevalensi/proporsi anak sekolah dan
remaja gemuk di Puskesmas A Tahun 2017 (P)
berkaitan dengan rendahnya asupan sayuran dan
buah-buahan, tingginya konsumsi makanan jajanan
yang tinggi karbohidrat dan lemak, kurangnya
pengetahuan anak sekolah dalam memilih makanan
sehat, dan kurangnya aktivitas fisik (E) ditandai
dengan hasil survei jumlah anak sekolah dan remaja
gemuk sebesar 12%, frekuensi konsumsi sayur dan
buah 2x dalam seminggu, asupan karbohidrat dan
lemak > 100% AKG, proporsi anak sekolah dan remaja
yang melakukan aktivitas fisik < 20% (S).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
88
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Intervensi (I)
Tujuan Intervensi:
Menurunkan prevalensi gemuk pada anak sekolah dan
remaja dari … % pada tahun … menjadi…% pada
tahun … atau ... kasus pada tahun… menjadi ….kasus
pada tahun…
Pemberian Makan:
Penyediaan dan pemberian makanan sehat di kantin
untuk anak sekolah
Edukasi:
- Penyuluhan mengenai makanan gizi seimbang
pada jam pelajaran di sekolah, materi dapat di
sampaikan kepada siswa/i, orangtua, guru kelas
ataupun guru penanggung jawab UKS
- Penyuluhan mengenai olahraga dan aktivitas fisik
minimal 30 menit sehari
- Menyusun menu diet khusus bersama-sama
keluarga di bawah bimbingan ahli gizi
- Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan
brosur
Koordinasi asuhan gizi:
- Berkoordinasi dengan guru penanggung jawab
UKS untuk konseling saat hari penjaringan
- Bekerjasama dengan sekolah dalam pengawasan
konsumsi makanan jajanan siswa
- Merujuk anak yang dicurigai adanya penyakit
penyerta ke fasilitas pelayanan kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
89
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan 3 bulan pertama
dengan melihat:
- Kantin sekolah yang menyediakan makanan sehat
- Terselenggarannya Penyuluhan tentang gizi
seimbang di sekolah
- Pola makan anak sekolah/remaja di rumah atau di
luar rumah,
- Proporsi anak sekolah/remaja yang melakukan
Aktivitas fisik (aktivitas, bermain, olahraga dan lainlain)
- Proporsi anak sekolah/remaja yang gizi lebih/obes
Setelah 3 bulan, bila berat badan anak turun atau
tetap maka dianjurkan melanjutkan intervensi yang
diberikan. Bila berat badan anak naik atau ditemukan
komorbiditas maka dirujuk ke rumah sakit.
Bila ditemukan kasus gemuk dan obesitas pada
anak sekolah yang dirujuk ke puskesmas maka
dilakukan Proses Asuhan Gizi perseorangan
sebagai berikut:
Pengkajian Gizi
1. Antropometri:
Hasil pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi
Badan (TB), hasil perhitungan IMT/U
2. Laboratorium:
Pemeriksaan kadar gula darah, profil lipid
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
90
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Fisik/klinis:
Anak terlihat gemuk, sesak nafas, sulit bergerak,
tanda komplikasi medis seperti: sakit kepala dan
lain-lain.
4. Riwayat Gizi:
Pola makan anak sehari-hari, kebiasaan makan
anak yang melebihi kebutuhan dan aktivitas fisik
yang kurang, data asupan makanan dapat dilihat
dari food recall 24 jam
5. Riwayat klien:
Usia, jenis kelamin, riwayat penyakit pada pasien
dan pada keluarga yang obes, keadaan sosial
ekonomi, pola asuh dan riwayat kelahiran
Diagnosis Gizi
Contoh diagnosis gizi:
Gemuk dan obesitas pada anak sekolah dan remaja
(P) berkaitan dengan berlebihnya asupan energi serta
kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh asupan
energi > 110% AKG dan lebih banyak menghabiskan
waktu untuk bermain gadget (S).
Intervensi Gizi
Tujuan intervensi:
Menurunkan berat badan secara bertahap hingga
mencapai berat badan normal.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
91
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi
 Pengaturan diet anak sekolah dan remaja gemuk
dan obesitas disesuaikan dengan usia, jenis
kelamin, derajat obesitas, dan ada tidaknya
penyakit penyerta
 Kebutuhan Energi Total:
-BB Ideal x kebutuhan Energi/kg BB sesuai umur
-BB aktual x kebutuhan Energi/kg BB sesuai umur
– (300 s/d 500 kkal)
- Syarat Diet
 Penurunan energi dianjurkan secara bertahap
300 – 500 kkal lebih rendah dari hasil perhitungan
asupan makanan, tetapi tidak lebih rendah dari
kebutuhan energi idealnya.
 Karbohidrat 55-65% dari total kebutuhan energi
 Protein 10-15% dari total kebutuhan energi
 Lemak 20-30% dari total kebutuhan energi (bila
ada komplikasi dislipidemia pemberian lemak
dikurangi secara bertahap sesuai NCEP (National
Cholesterol Education Programe).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
92
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel 4.11 Kebutuhan Energi, Protein dan Cairan
untuk Anak
Umur
Kebutuhan
Kebutuhan
Cairan
(Thn)
Energi
Protein
(cc/kg
( kkal/kg BB ) ( gr/kg BB )
BB)
L
P
L
P
6
90
90
1,2
1.2
90 – 120
7 – 10
11 – 14
15 – 18
70
55
45
70
47
40
1
1
0,8
1
1
0,8
70 – 85
70 – 85
50 – 60
Sumber: Modul Pelatihan Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah, 2014
- Anak sekolah atau remaja gemuk dan obesitas
mendapat makanan bergizi seimbang, menghindari
makanan tinggi gula, garam dan lemak.
- Konsumsi makanan berserat (buah dan sayur)
Edukasi gizi:
Memberikan pengetahuan pada anak sekolah dan
remaja serta meningkatkan ketrampilan ibu tentang gizi
seimbang, pentingnya aktivitas fisik dan memantau
berat berat badan secara rutin.
Konseling gizi:
Memberi motivasi kepada anak sekolah dan remaja
untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin minimal 30
menit setiap hari dan mengonsumsi makanan dengan
gizi seimbang.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
93
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Koordinasi asuhan gizi:
- Koordinasi
dengan
dokter
bila
ditemukan
tanda/gejala penyakit penyerta (hipertensi, diabetes
mellitus, sleep apnea, dan lain-lain)
- Koordinasi dengan penanggung jawab program
kesehatan remaja
- Koordinasi dengan penanggung jawab UKS di
sekolah
Monitoring Evaluasi Gizi
Melakukan kunjungan rumah dalam waktu 1 bulan
setelah remaja datang ke Puskesmas untuk melihat :
- perubahan pengetahuan dan perilaku dalam
pemberian makan
- perubahan asupan makanan
- perubahan aktivitas fisik
- perubahan berat badan
Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila berat badan
anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk
melanjutkan kegiatan pengaturan berat badan yang
terstruktur. Bila berat badan anak naik atau ditemukan
komorbiditas, maka harus dirujuk ke rumah sakit.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
94
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri Anemia Gizi
Besi
Remaja putri yang menderita anemia ketika
menjadi ibu hamil berisiko melahirkan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) dan stunting. Anemia gizi besi menjadi
salah satu penyebab utama anemia, diantaranya karena
asupan makanan sumber zat besi yang kurang. Hasil
penelitian di Tangerang tahun 2004 (Kurniawan YAI dan
Muslimatun,
2005
dalam
Buku
Pedoman
Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan WUS,
2016) menunjukkan bahwa asupan total zat besi pada
anak perempuan usia 10–12 tahun yang menderita
anemia hanya sebesar 5,4 mg/hari, lebih rendah
daripada kebutuhan perhari sebesar 20 mg/hari sesuai
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Angka ini
menunjukkan bahwa asupan total zat besi pada remaja
tersebut hanya sekitar 25% dari AKG. Penelitian
tersebut juga menunjukkan konsumsi besi heme
sebesar 0,8 mg/hari dan besi non-heme sebesar 4,6
mg/hari.
Remaja putri pada masa pubertas sangat berisiko
mengalami anemia gizi besi. Hal ini disebabkan
banyaknya zat besi yang hilang selama menstruasi.
Selain itu diperburuk oleh kurangnya asupan zat besi,
dimana zat besi pada remaja putri sangat dibutuhkan
tubuh untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
95
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak
buruk pada remaja putri dan WUS, diantaranya:
1. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita
anemia mudah terkena penyakit infeksi
2. Menurunnya kebugaran dan ketangkasan berpikir
karena kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak.
3. Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas
kerja/kinerja.
Daya Tahan
Tubuh
Kebugaran
Anemia
Prestasi
Infeksi
Kinerja
Gambar 4.2 Dampak Anemia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
96
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri Anemia Gizi Besi
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Prevalensi/proporsi status gizi remaja putri (IMT/U)
2. Laboratorium:
Prevaleni/proporsi anemia pada remaja putri
3. Fisik/klinis: 4. Riwayat Gizi:
- Data asupan zat besi total sehari kurang dari 20
mg/hari (AKG) dan data konsumsi protein,
sayuran dan buah-buahan
- Ketersediaan makanan sumber zat besi
- Pengetahuan remaja putri, orang tua, dan
keluarga tentang anemia dan pentingnya
mengonsumsi makanan sumber zat besi dan
vitamin C
- Ketersediaan dan distribusi TTD remaja putri
- Persepsi remaja putri tentang bentuk tubuh ideal
(body image)
- Cakupan pemberian dan konsumsi TTD pada
remaja putri yang diperoleh dari Kartu
Suplementasi Gizi dan Buku Rapor Kesehatanku
5. Riwayat Klien:
- Prevalensi/proporsi remaja putri yang telah
menstruasi
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
97
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Kondisi geografis, akses ke Posyandu Remaja
atau fasilitas pelayanan kesehatan
- Daya beli masyarakat
- Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama dan
kebijakan
Diagnosis (D)
Problem (P):
Tingginya prevalensi/proporsi anemia pada remaja putri
di wilayah kerja Puskesmas … Tahun …
Etiologi (E):
- Rendahnya asupan protein hewani
- Rendahnya asupan sayuran dan buah-buahan
- Rendahnya asupan zat besi total
- Kurangnya pengetahuan keluarga dan remaja putri
tentang anemia
- Kurangnya kepatuhan dalam mengonsumsi TTD
- Persepsi remaja putri yang salah tentang bentuk
tubuh ideal (body image)
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak
mendukung (adanya pantangan dalam makanan)
- Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD remaja
putri yang kurang tepat
- Kurangnya edukasi tentang anemia dan manfaat
TTD
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
98
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Contoh:
- Rendahnya asupan makanan sumber zat besi pada
remaja putri
- Rendahnya cakupan pemberian dan konsumsi TTD
pada remaja putri
Contoh diagnosis gizi:
Tingginya prevalensi/proporsi anemia pada remaja putri
di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017 (P)
berkaitan dengan rendahnya konsumsi sumber protein
hewani (E) ditandai dengan prevalensi/proporsi asupan
protein < 80% AKG sebesar 38%.
Intervensi (I)
Tujuan Intervensi:
Menurunkan prevalensi/proporsi anemia pada remaja
putri di wilayah kerja Puskesmas … dari …% pada
tahun…menjadi …% pada tahun ...
Pemberian makan:
- Penyediaan dan pemberian makanan sumber zat
besi di kantin bagi remaja putri di sekolah
- Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) sebanyak 1
tablet setiap minggu (blanket approach)
Edukasi:
- Penyuluhan mengenai gizi seimbang, anemia pada
remaja putri dan manfaat TTD
- Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan
brosur
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
99
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Koordinasi asuhan gizi:
- Berkoordinasi dengan penanggung jawab program
kesehatan remaja
- Berkoordinasi dengan guru penanggung jawab
UKS/Komite Sekolah untuk pemberian TTD dan
konseling saat hari minum TTD di sekolah
- Merujuk remaja putri dengan gejala anemia ke
fasilitas pelayanan kesehatan
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau:
- Jumlah/proporsi remaja putri yang mengalami
kenaikan kadar Hb dan remaja putri yang tidak
mengalami kenaikan kadar Hb setelah intervensi
- Cakupan pemberian TTD, cakupan remaja putri
yang mengonsumsi TTD, melakukan cross check
jumlah TTD yang didistribusikan dengan jumlah
remaja putri yang mendapat TTD
- Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD remaja
putri
- Terselenggaranya
kantin
di
sekolah
yang
menyediakan makanan sumber zat besi bagi remaja
putri
- Terselenggaranya
penyuluhan
tentang
gizi
seimbang, anemia pada remaja putri dan manfaat
TTD
Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka perlu
dilakukan pengkajian ulang
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
100
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Bila ditemukan kasus anemia gizi besi pada remaja
putri yang dirujuk ke Puskesmas, maka Proses Asuhan
Gizi perseorangan adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Hasil perhitungan IMT/U untuk melihat status gizi
remaja putri
2. Laboratorium:
- Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 12 g/dl
- Data hasil pemeriksaan darah lainnya dan feses
3. Fisik/klinis :
Tampak pucat,ditemukan gejala 5 L (lesu, letih,
lemah, lelah dan lalai)
4. Riwayat Gizi:
- Pengetahuan remaja putri, orang tua dan keluarga
tentang anemia dan pentingnya mengonsumsi
makanan sumber zat besi
- Pola makan
- Kebiasaan makan sehari-hari termasuk konsumsi
TTD
- Food recall untuk melihat asupan zat besi dan
protein
5. Riwayat Klien:
Usia, riwayat penyakit, faktor lingkungan dan faktor
sosioekonomi
Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat
dilihat pada lampiran 3.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
101
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Diagnosis (D)
Contoh diagnosis gizi:
Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan
dengan rendahnya asupan sumber protein hewani dan
kurangnya pengetahuan (E) ditandai asupan protein <
70% dari kebutuhan, asupan zat besi kurang dari AKG,
kadar Hb < 12 g/dl, kurang konsentrasi dan gejala 5 L
(S).
Intervensi (I)
Tujuan Intervensi:
Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang
adekuat
Pemberian makan:
Pemberian TTD (dosis terapi)
Edukasi gizi:
Memberi informasi kepada remaja putri tentang:
- Konsumsi makanan sumber zat besi, protein serta
makanan yang meningkatkan penyerapan zat besi
(mengandung vitamin C), seperti buah atau jus
- Perlunya konsumsi TTD sesuai anjuran dan tidak
dianjurkan meminum TTD bersama-sama dengan
susu, teh, kopi, tablet kalsium (kalk) dosis tinggi atau
obat sakit maag. Bila akan mengonsumsi pangan
atau obat tersebut sebaiknya dua jam sebelum atau
sesudah mengonsumsi TTD sehingga penyerapan
zat besi dari TTD dapat lebih baik.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
102
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Untuk mencegah timbulnya efek samping minum
TTD seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah
dan kadang-kadang diare atau sulit buang air besar
serta feces/tinja akan menjadi hitam, dianjurkan TTD
diminum dengan air putih setelah makan.
Konseling gizi:
Memberikan motivasi remaja putri untuk mengonsumsi
makanan sumber protein dan zat besi serta patuh
dalam mengonsumsi TTD.
Koordinasi asuhan gizi:
‐ Koordinasi dengan dokter terkait pengobatan anemia
dan penyakit penyerta
‐ Koordinasi dengan penanggung jawab program
kesehatan remaja
‐ Koordinasi dengan penanggung jawab UKS di
sekolah
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau:
- Asupan protein dan zat besi pada remaja putri
- Konsumsi TTD melalui Kartu Kontrol atau Buku
Rapor Kesehatanku/Register di sekolah
- Kenaikan kadar Hb pada remaja putri anemia gizi
besi
Jika pada pemeriksaan selanjutnya kadar Hb tidak
berubah, maka langsung dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi. Bila anemia disebabkan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
103
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
oleh defisiensi zat besi, maka dengan konsumsi TTD
secara teratur akan meningkatkan kadar Hb, namun
jika kadar Hb tidak meningkat setelah konsumsi TTD
secara rutin, kemungkinan anemia disebabkan oleh
faktor lain.
4. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Anemia Gizi
Besi
Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah seorang ibu hamil
mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan kadar Hb
dalam darah dilakukan dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin sesuai anjuran WHO. Khusus
untuk survei di lapangan digunakan metode yang sama
dengan alat HemoCue.
Tabel 4.12 Pengelompokan Anemia pada Ibu Hamil
(WHO)
Populasi Tidak
Anemia (Hb g/dl)
Anemia
Ringan
Sedang
Berat
Ibu
11
10,0 – 10,9
7,0 – 9,9
< 7,0
Hamil
Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya (ANC)
harus diperiksa kadar Hb nya dan diberikan Tablet
Tambah Darah (TTD) sesuai aturan. Pemberian TTD
diiringi dengan pemberian konseling.
Setiap ibu hamil yang memeriksakan
kehamilan di pelayanan kesehatan HARUS
periksa kadar hemoglobin
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
104
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Melihat prevalensi/proporsi:
- Ibu hamil trimester I dengan status gizi
berdasarkan IMT pra hamil: gizi kurang/KEK,
normal, kelebihan BB dan obes
- Ibu hamil dengan penambahan berat badan tidak
sesuai standar (kohort)
- Ibu hamil risiko KEK
- Bayi dengan BBLR
2. Laboratorium:
Prevalensi/proporsi ibu hamil anemia
Untuk
melihat
besaran
masalah
kesehatan
masyarakat dapat merujuk kepada cut off point pada
tabel 4.13.
Tabel 4.13 Kategori Masalah Kesehatan
Masyarakat Berdasarkan Prevalensi Anemia
Kategori Masalah
Berat
Sedang
Ringan
Normal
Sumber: WHO, 2011
Prevalensi
> 40 %
20.0 – 39.9
5.0 – 19.9
 4.9
3. Fisik/Klinis: -
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
105
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Riwayat gizi:
- Survei konsumsi ibu hamil terutama makanan
sumber protein dan zat besi
- Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada ibu
hamil Anemia
- Cakupan ibu hamil yang mendapat TTD
- Cakupan ibu hamil yang mengonsumsi TTD
- Pengetahuan ibu hamil, suami, dan keluarga
tentang makanan bergizi seimbang sebelum dan
saat hamil
- Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan,
dll)
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
- Ketersediaan dan distribusi TTD ibu hamil
5. Riwayat klien:
- Jumlah/proporsi ibu hamil yang melakukan ANC
(cakupan K1 dan K4)
- Jumlah/proporsi ibu hamil yang ikut kelas ibu
- Jumlah/proporsi ibu hamil dengan riwayat penyakit
yang berkaitan dengan kelainan darah dan
kecacingan
- Jumlah/proporsi keluarga dengan PHBS
- Catatan dari kantong-kantong daerah yang
bermasalah, misalnya jumlah kesakitan dan jumlah
kematian ibu
- Kondisi geografis, akses ke Posyandu atau fasilitas
pelayanan kesehatan
- Daya beli masyarakat
- Dukungan keluarga
- Dukungan sosio budaya, psikologis, agama,
kebijakan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
106
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Prevalensi ibu hamil anemia tersebut juga perlu
dibandingkan dengan kasus pada bulan yang sama
pada tahun lalu atau adanya peningkatan kasus pada
3 bulan terakhir atau dibandingkan dengan target
kabupaten.
Diagnosis (D)
Problem (P):
Tingginya prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di
wilayah kerja Puskesmas ... Tahun …
Etiologi (E):
- Rendahnya asupan makanan sumber protein dan zat
besi pada ibu hamil yang disebabkan oleh
ketersediaan di tingkat rumah tangga yang kurang
- Konsumsi makanan atau minuman penghambat
penyerapan zat besi
- Kurangnya konsumsi makanan atau minuman yang
membantu penyerapan zat besi
- Tingginya angka kesakitan pada ibu hamil dan ibu
hamil mengalami penyakit yang berulang dalam
jangka waktu pendek
- Rendahnya cakupan K1 dan K4
- Rendahnya cakupan pemberian TTD
- Rendahnya cakupan konsumsi TTD
- Kurangnya penerapan PHBS di keluarga
- Kurangnya dukungan keluarga pada ibu hamil
- Kurangnya akses ke Posyandu/fasilitas pelayanan
kesehatan
- Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga dan
masyarakat tentang masalah anemia, sehingga
anemia tidak dianggap masalah
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
107
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak
mendukung (adanya pantangan dalam makanan)
- Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD ibu hamil
yang kurang tepat
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala. Contoh:
- Rendahnya asupan protein hewani pada ibu hamil
- Rendahnya cakupan pemberian dan konsumsi TTD
pada ibu hamil
Contoh diagnosis gizi:
Tingginya prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di
wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan
dengan rendahnya asupan protein hewani sebagai
sumber zat besi dan rendahnya konsumsi TTD (E)
ditandai dengan proporsi ibu hamil dengan asupan
protein hewani sebagai sumber zat besi < 70% AKG
sebesar 70% dan cakupan konsumsi TTD sebesar <
60% (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Menurunkan prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di
wilayah Puskesmas ... dari …% pada tahun … menjadi
…% pada tahun…
Pemberian makan:
- Konsumsi TTD sesuai anjuran
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
108
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Edukasi berupa:
- Penyuluhan tentang gizi pada ibu hamil saat
kunjungan di puskesmas, posyandu, pada pertemuan
kelompok pendukung, kelas ibu balita, dll
- Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan
brosur
Koordinasi asuhan gizi:
Lintas program:
- Merujuk ibu hamil anemia ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
dengan
petugas
KIA
dalam
- Koordinasi
pendistribusian TTD
- Koordinasi dengan dokter/bidan dalam penanganan
penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah dan
kecacingan
Lintas sektor:
- Meningkatkan ketersediaan pangan melalui upaya
pemanfaatan pekarangan bekerja sama dengan
penyuluh pertanian setempat, termasuk ketersediaan
sumber protein hewani
- Menjaga kebersihan perumahan dan sanitasi
lingkungan bekerjasama dengan lintas sektor dan
pimpinan kecamatan/desa
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau:
- Jumlah ibu hamil anemia setelah intervensi
- Prevalensi/proporsi anemia pada ibu hamil pasca
intervensi
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
109
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
Cakupan ibu hamil anemia yang mendapat TTD
Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi TTD
Cakupan ANC
Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD ibu hamil
Terselenggaranya penyuluhan tentang anemia pada
ibu hamil serta manfaat TTD pada saat kelas ibu atau
kunjungan ANC
Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status
anemia, ibu hamil perlu dirujuk kembali ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Bila tujuan intervensi tidak
tercapai, maka perlu dilakukan pengkajian ulang.
Bila ditemukan kasus ibu hamil anemia gizi besi
yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses Asuhan
Gizi perseorangan adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
BB, TB dan Lingkar lengan Atas (LiLA), untuk
memantau status gizi ibu hamil anemia
2. Laboratorium:
- Jika hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb ibu <
11 g/dl maka ibu hamil dikategorikan anemia (lihat
apakah ibu mengalami anemia berat,sedang atau
ringan)
- Data hasil laboratorium lainnya untuk mengetahui
apakah ibu hamil memliki kemungkinan penyakit
penyerta lainnya yang memungkinan terjadinya
anemia (lihat data rujukan dan keterangan dari
dokter yang memeriksa)
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
110
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Fisik/Klinis:
Wajah, kuku dan kelopak mata pucat, dan ibu hamil
mengalami 5 L
4. Riwayat Gizi:
Pola makan ibu hamil, melakukan food recall untuk
melihat asupan zat gizi sehari terutama protein dan
zat besi serta menilai tingkat kepatuhan konsumsi
TTD
5. Riwayat Klien:
Usia, etnis, faktor lingkungan (sanitasi), riwayat medis
pada pasien atau keluarga serta sosial ekonomi
pasien
Formulir skrining gizi yang dilakukan pada ibu hamil
dapat dilihat pada lampiran 4.
Diagnosis (D)
Contoh diagnosis gizi:
Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan
dengan kurangnya pengetahuan dan tingkat kepatuhan
mengonsumsi TTD (E) yang ditandai dengan Kadar HB
< 11 g/dl, asupan protein dan zat besi < AKG dan TTD
yang tidak dikonsumsi sesuai anjuran (S)
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang adekuat
pada ibu hamil anemia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
111
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian makan:
- Preskripsi Gizi: mencakup jumlah zat gizi yang
dibutuhkan. Ibu hamil anemia perlu mengonsumsi
makanan sumber zat besi, protein hewani (daging,
ikan, unggas) serta makanan yang meningkatkan
penyerapan zat besi, yaitu makanan sumber vitamin C.
- Konsumsi TTD untuk pengobatan anemia sebanyak 2
TTD setiap hari sampai kadar Hb mencapai nilai
normal (≥11 g/dl).
Edukasi gizi:
Memberikan informasi kepada ibu hamil tentang:
- Perlunya mengonsumsi TTD setiap hari selama
kehamilan
- Konsumsi TTD bersamaan dengan buah atau jus
buah
yang
mengandung
vitamin
C
agar
penyerapannya lebih baik
- Tidak dianjurkan meminum TTD bersama-sama
dengan susu, teh, kopi, tablet kalsium (kalk) dosis
tinggi atau obat sakit maag. Bila akan mengonsumsi
pangan atau obat tersebut sebaiknya dua jam
sebelum atau sesudah mengonsumsi TTD sehingga
penyerapan zat besi dari TTD dapat lebih baik
- Pada individu tertentu, dapat timbul efek samping
minum TTD seperti mual, nyeri di daerah lambung,
muntah dan kadang-kadang diare atau sulit buang air
besar serta feses/tinja akan menjadi hitam. Namun
mual juga dapat merupakan kondisi umum pada ibu
hamil trimester pertama. Oleh karena itu perlu diberi
pengertian bahwa penyebab mual bukan semata-mata
karena TTD. Untuk mencegah timbulnya gejala
tersebut dianjurkan TTD diminum dengan air putih
setelah makan pada malam hari atau sebelum tidur.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
112
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
113
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk:
- Melihat kenaikan kadar Hb setelah 1 bulan intervensi
pada ibu hamil anemia trimester I
- Memeriksa kadar Hb setelah 15 hari intervensi pada
ibu hamil anemia trimester II
- Memantau asupan protein dan zat besi ibu hamil
dengan melihat food recall dan kartu suplementasi
TTD
- Jika pada pemeriksaan selanjutnya kadar Hb tidak
berubah, maka langsung dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi. Bila anemia disebabkan
oleh defisiensi zat besi, maka dengan konsumsi TTD
secara teratur akan meningkatkan kadar Hb, namun
jika kadar Hb tidak meningkat setelah konsumsi TTD
secara, kemungkinan anemia disebabkan oleh faktor
lain.
5. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Kurang Energi
Kronik (KEK)
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
Melihat prevalensi/proporsi:
- Ibu hamil KEK
- Ibu hamil yang mengalami penambahan berat
badan tidak sesuai standar
2. Laboratorium: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
114
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
3. Fisik/klinis: 4. Riwayat Gizi:
- Survei konsumsi ibu hamil
- Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada ibu
hamil KEK
- Cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT
- Pengetahuan ibu hamil, suami, dan keluarga
tentang makanan bergizi seimbang sebelum dan
saat hamil
- Perilaku makan terkait budaya (pantangan
makan, dll)
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
- Prevalensi/proporsi ibu hamil yang melakukan
ANC (Cakupan K1 dan K4)
- Prevalensi/proporsi ibu hamil yang mendapat
TTD
- Catatan dari kantong-kantong daerah yang
bermasalah, misalnya jumlah
kesakitan dan
jumlah kematian ibu
- Prevalensi/proporsi bayi BBLR
- Akses
ke
Posyandu/fasilitas
pelayanan
kesehatan, kondisi geografis
- Daya beli masyarakat
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS
- Dukungan sosio budaya, spiritual, psikologis,
kebijakan
- Data perencanaan kebutuhan dan distribusi PMT
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
115
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Prevalensi ibu hamil KEK tersebut juga perlu
dibandingkan dengan kasus pada bulan yang sama
pada tahun lalu atau adanya peningkatan kasus pada 3
bulan terakhir atau dibandingkan dengan target
kabupaten.
Diagnosis (D)
Problem (P):
Tingginya prevalensi/proporsi Ibu hamil Kurang Energi
Kronik di wilayah kerja Puskesmas… Tahun...
Etiologi (E):
- Rendahnya asupan ibu hamil yang disebabkan oleh
ketersediaan di tingkat rumah tangga yang kurang
- Tingginya angka kesakitan pada ibu hamil dan ibu
hamil yang mengalami penyakit yang berulang dalam
jangka waktu pendek
- Rendahnya cakupan pemberian PMT pemulihan
pada ibu hamil
- Kurangnya pengetahuan ibu, suami, dan keluarga
tentang pemberian makan pada ibu hamil
- Kurang dukungan keluarga pada ibu hamil dan akses
yang kurang terhadap fasyankes
- Rendahnya cakupan ANC. Rendahnya cakupan ANC
dapat menjadi indikasi terjadinya ibu hamil KEK.
Kurang Energi Kronik pada ibu hamil dapat dicegah
apabila berat badan ibu hamil dipantau saat
kunjungan ANC
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
116
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
117
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pelayanan kesehatan (ANC rutin) saat kunjungan di
Puskesmas, Posyandu, pada pertemuan kelompok
pendukung, kelas ibu balita, dll
- Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan
brosur
Koordinasi Asuhan Gizi:
- Merujuk ibu hamil KEK ke fasilitas pelayanan
kesehatan dan berkoordinasi dengan bidan
penanggung jawab wilayah untuk pemantauan status
gizi ibu hamil KEK
- Meningkatkan ketersediaan pangan melalui upaya
pemanfaatan pekarangan bekerja sama dengan
penyuluh pertanian setempat
- Menjaga kebersihan perumahan dan sanitasi
lingkungan
bekerjasama
dengan
pimpinan
kecamatan/desa
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau:
- Jumlah/proporsi ibu hamil KEK setelah intervensi
- Jumlah/proporsi ibu hamil KEK yang mengalami
kenaikan berat badan
- Cakupan ibu hamil KEK yang mendapat PMT
- Cakupan ANC
- Terselenggaranya penyuluhan bagi ibu hamil terkait
gizi dan kesehatan
Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status gizi,
ibu hamil perlu dirujuk kembali ke fasilitas pelayanan
kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
118
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Bila ditemukan kasus ibu hamil KEK yang dirujuk ke
puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan
adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Jika pengukuran LiLA < 23,5 cm maka ibu hamil
dikatakan berisiko KEK
- Jika pada trimester I IMT ibu hamil < 18,5 kg/m2
maka dikatakan ibu hamil KEK
- Penambahan berat badan selama hamil
2. Laboratorium:
Pemeriksaan Hb untuk mengetahui apakah ibu
hamil mengalami anemia serta kemungkinan
adanya
penyakit
penyerta
lainnya
yang
memungkinkan terjadinya KEK pada ibu hamil
3. Fisik/klinis:
Wajah pucat, badan kurus, ibu hamil terlihat letih
dan lesu
4. Riwayat Gizi:
Asupan dan kebiasaan makan sehari-hari,
melakukan food recall untuk melihat asupan zat gizi
sehari, pengetahuan ibu hamil, suami dan keluarga
tentang pemberian makan pada ibu hamil, serta
akses ketersediaan dan keamanan pangan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
119
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5. Riwayat Klien:
Usia, etnis dan apakah pasien menderita cacat fisik,
riwayat penyakit pada ibu hamil (anemia pada masa
sebelum hamil, hiperemesis gravidarum, dll) atau
keluarga, faktor lingkungan serta sosial ekonomi
Formulir skrining gizi yang dilakukan pada ibu hamil
dapat dilihat pada lampiran 4.
Diagnosis (D)
Contoh diagnosis gizi:
1. Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan
dengan riwayat KEK sebelum hamil dan
pengetahuan tentang makanan gizi seimbang yang
kurang (E) ditandai dengan IMT sebelum hamil <
17, LiLA < 23,5 cm dan asupan energi < 70% AKG
(S).
2.
Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan
dengan kondisi hiperemesis gravidarum (E) ditandai
dengan IMT Trimester I < 18,5 kg/m2, mual, muntah
dan asupan energi < 70% AKG (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Meningkatkan asupan makanan sehingga mencapai
kenaikan berat badan sesuai dengan status gizi ibu
hamil KEK
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
120
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian Makan:
- Preskripsi Gizi: penambahan gizi pada ibu hamil KEK
diawali dengan perhitungan kebutuhan energi untuk
usia kehamilan Trimester I, II, III sesuai dengan Buku
Pedoman Penanggulangan KEK pada Ibu hamil, yang
secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut:
30 – 35 kkal/kg BB Ideal pra Hamil + 500 kkal
Dengan
BB Ideal pra Hamil = (TB (cm) – 100) – 10% (TB – 100)
- Suplementasi Gizi: Pemberian Makanan Tambahan
bagi ibu hamil KEK selama minimal 90 hari (PMT
Pemulihan). PMT yang dilaksanakan dapat berupa
PMT lokal yang diolah di rumah tangga atau pabrikan
mengacu pada Permenkes Nomor 51 Tahun 2016
tentang Standar Produk Suplementasi Gizi.
Edukasi gizi:
Memberikan pengetahuan kepada ibu hamil tentang:
- Selama hamil, ibu perlu menambah makan dengan
porsi kecil satu kali (menjadi 4x sehari), makan
makanan selingan setiap hari atau mengonsumsi
makanan tambahan untuk mendapatkan kecukupan
energi dan gizi untuk ibu dan bayi yang
dikandungnya
- Ibu harus mengonsumsi makanan bergizi seperti ati,
telur, ikan, daging, susu segar, sayur dan buahbuahan, serta kacang-kacangan dan olahannya.
Konsumsi air putih sebanyak 8–13 gelas/hari dan
hindari minum kopi dan teh saat makan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
121
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
-
-
Konsumsi garam beriodium untuk membantu
perkembangan otak bayi dan pertumbuhan janin
dengan baik
Ibu dapat mengolah makanan bergizi seimbang
sesuai dengan daya beli (dilatih untuk mengatur
menu sesuai dengan makanan lokal, cooking class)
Ibu perlu istirahat berbaring minimal 1 jam di siang
hari
Perlunya melakukan pemeriksaan kehamilan secara
rutin (kunjungan ANC)
Konseling gizi:
Memberikan motivasi kepada ibu hamil KEK untuk dapat
mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan
kepatuhan mengonsumsi makanan tambahan
Koordinasi Asuhan Gizi:
- Koordinasi dengan dokter bila ditemukan gejala
penyakit penyerta
- Koordinasi dengan bidan penanggung jawab poli KIA
untuk tindak lanjut
Monitoring Evaluasi (ME)
Satu bulan setelah intervensi gizi, dilakukan monitoring
untuk melihat:
- Peningkatan pengetahuan ibu hamil
- Peningkatan asupan makanan termasuk asupan
makan dari PMT
- Kenaikan berat badan
Bila hasil monitoring dan evaluasi :
- Terdapat kenaikan berat badan > 1 kg dalam satu
bulan maka dapat dikatakan target tercapai
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
122
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
-
-
Dalam satu bulan tidak terjadi kenaikan berat badan
sesuai yang diharapkan (> 1 kg/bulan) maka perlu
dilakukan pengkajian ulang asuhan gizi kepada ibu
hamil dan intervensi dapat berupa peningkatan
asupan menjadi 2x lipat, penambahan waktu
istirahat serta pendampingan dan konseling
Tidak terjadi kenaikan berat badan sesuai harapan,
maka ibu hamil KEK dapat dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
6. Proses Asuhan Gizi pada Dewasa dan Lanjut Usia
(Lansia) dengan Malnutrisi dan Penyakit Tidak
Menular (PTM)
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi kurang
- Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi buruk
- Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi lebih
2. Laboratorium:
- Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan
gula darah tinggi
- Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan
kolesterol tinggi
3. Fisik/Klinis:
Prevalensi/proporsi dewasa
tekanan darah tinggi
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
123
dan
lansia
dengan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Riwayat Gizi:
- Dari hasil survei konsumsi dapat dilihat:
 Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan
konsumsi energi, protein, lemak < 80% AKG
 Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan
konsumsi energi, protein, lemak > 110% AKG
 Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan
konsumsi serat yang rendah (< 25 gr/hari)
 Konsumsi makanan tinggi gula, garam, lemak
(jika tersedia)
- Pengetahuan dewasa, lansia dan keluarga tentang
gizi seimbang
- Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan,
dll)
- Gambaran pola aktivitas fisik pada dewasa dan
lansia
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
- Jumlah/proporsi dewasa dan lansia yang
mendapatkan pelayanan di Posbindu dan
Posyandu Lansia
- Catatan dari kantong-kantong daerah yang
bermasalah, misal prevalensi/proporsi riwayat
penyakit pada dewasa dan lansia
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS
- Daya beli masyarakat
- Akses ke Posbindu, Posyandu Lansia dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya serta kondisi
geografis
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
124
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Dukungan keluarga
- Dukungan sosio ekonomi, budaya, psikologis,
spiritual dan kebijakan
Diagnosis (D)
Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi malnutrisi
pada dewasa dan lansia di wilayah kerja Puskesmas …
Tahun …
Etiologi:
- Asupan makan yang kurang/berlebih
- Kurangnya aktivitas fisik
- Daya beli masyarakat yang rendah karena
pendapatan rendah
- Sulitnya akses terhadap makanan bergizi
- Sulitnya akses terhadap Posbindu, Posyandu Lansia
dan Fasyankes lainnya
- Penyakit penyerta (infeksi) yang menyebabkan
kurang nafsu makan/kesulitan makan
- Kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Contoh:
- Rendahnya asupan energi <80% AKG
- Tingginya asupan energi >110% AKG
Contoh diagnosis gizi:
- Tingginya prevalensi/proporsi gizi lebih pada dewasa
dan lansia di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017
(P) berkaitan dengan tingginya asupan karbohidrat
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
125
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
126
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
127
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Penyakit Tidak Menular yang sering dijumpai pada
dewasa dan lansia adalah penyakit Diabetes Melitus dan
Hipertensi. Hal ini terlihat dari meningkatnya prevalensi
DM dan Hipertensi dari 2007 hingga 2013 (Riskesdas,
2013).
Dewasa dan Lansia dengan Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif. DM merupakan penyakit metabolik yang biasanya
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan
glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya
insulin efektif; gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang disertai gangguan
metabolisme lemak dan protein. Klasifikasi DM adalah
sebagai berikut:
1) Diabetes Mellitus tipe 1: destruksi sel β menjurus ke
defisiensi insulin absolut (autoimun, idiopati)
2) Diabetes Mellitus tipe 2: Predominan resistensi
insulin dengan defisiensi insulin relatif hingga
predominan defek sekresi dengan resistensi insulin
3) Diabetes Mellitus tipe lain seperti: Defek genetik dari
sel β, Defek genetik kerja insulin, Penyakit eksokrin
pancreas, Endokrinopati, Imbas obat atau zat kimia,
Infeksi, Jenis tidak umum dari diabetes yang
diperantarai imun, Sindrom genetik lainnya yang
kadang berhubungan dengan DM
4) Diabetes Mellitus Gestasional
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
128
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Bila ditemukan kasus Diabetes Mellitus pada dewasa
dan lansia yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses
Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Berat badan
- Tinggi badan atau tinggi lutut, panjang depa (untuk
kondisi lansia yang bungkuk dan tidak bisa berdiri).
- Rumus perhitungan tinggi badan estimasi
menggunakan tinggi lutut dapat dilihat sebagai
berikut:
Perempuan
= 84,88 + ((1,83 TL) – (0,24 U))
Laki-laki
= 64,19 + ((2,02 TL) – (0,04 U))
Keterangan: TL = Tinggi Lutut dan U = Umur
- IMT
2. Laboratorium:
- Gula darah puasa
- Gula darah sewaktu
- Gula darah 2 jam setelah makan
- Tes toleransi glukosa
3. Fisik/klinis:
- Gejala klinis yang sering ditemukan: banyak
makan, banyak minum dan banyak buang air kecil
- Gejala kronis antara lain nafsu makan menurun,
gangguan penglihatan, kesemutan, mudah lelah,
gigi mudah goyah dan lepas
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
129
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
4. Riwayat Gizi:
- Pola makan dan kebiasaan makan
- Aktivitas fisik
- Penggunaan obat-obatan
- Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga
tentang pemberian makan pada penderita DM
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat Klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
- Daya beli keluarga
- Akses ke Posbindu/Posyandu Lansia
- Faktor lingkungan
- Sosial ekonomi
Formulir skrining gizi, formulir riwayat gizi dan formulir
asuhan gizi yang dilakukan pada dewasa dapat dilihat
pada Lampiran 5, 6, dan 7, sedangkan formulir Mini
Nutritional Assessment pada lansia dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Diagnosis (D)
Contoh diagnosis gizi:
- Kelebihan berat badan (P) berkaitan dengan asupan
energi, karbohidrat dan lemak > 100% AKG serta
kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh IMT > 27
dan kadar gula darah sewaktu > 120 mg/dl (S).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
130
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Ketidaksiapan perubahan pola makan (P) berkaitan
dengan kurangnya kepatuhan mengikuti rekomendasi
diet serta kurangnya motivasi dan kesiapan untuk
berubah (E) yang ditandai oleh kadar gula darah yang
tinggi, asupan karbohidrat 120% dari kebutuhan, masih
sering mengonsumsi kue dan minuman manis (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Membantu dewasa dan lansia dengan DM untuk
memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan
cara:
- Mempertahankan kadar glukosa darah supaya
mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan
makanan
dengan
insulin
(endogenous
atau
exogenous), dengan obat penurun glukosa oral;
- Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum
normal;
- Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau
mencapai berat badan normal;
- Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien
yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia,
komplikasi jangka pendek dan jangka lama serta
masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani.
- Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan
melalui gizi yang optimal.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
131
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pemberian makan:
Syarat-syarat Diet penyakit DM adalah:
a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan normal. Kebutuhan energi ditentukan
dengan
memperhitungkan
kebutuhan
untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal,
ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan
khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada
tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi
besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore
(25%), serta 2-3 porsi kecil unutk makanan selingan
(masing-masing 10-15%)
b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari
kebutuhan energi total
c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari
kebutuhan energi total, dalam bentuk < 10% dari
kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10%
dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari
lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan
dibatasi, yaitu ≤ 300 mg/hari.
d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan
energi total, yaitu 60-70%
Edukasi gizi:
Mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan
makan serta aktivitas fisik dan konseling gizi: jenis diet
yang diberikan, makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan
Konseling gizi:
Memberi motivasi kepada dewasa dan lansia dengan DM
untuk dapat mematuhi diet yang sudah ditentukan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
132
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Koordinasi asuhan gizi:
- Merujuk pasien yang perlu penanganan lebih lanjut
- Koordinasi dengan dokter dan perawat mengenai
pemberian makan dan diet yang sudah diberikan pada
pasien DM
Tatalaksana gizi pada DM mengacu kepada pedoman
yang telah ada.
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau :
 Pengetahuan,
 Perilaku dan pola makan
 Kadar gula darah,
 Berat badan,
 Faktor risiko serta tanda dan gejala klinis
Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka perlu dilakukan
pengkajian ulang
Dewasa dan Lansia dengan Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik yang menetap. Tekanan sistolik
adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu
jantung berkontraksi dan memompakan darah melalui
arteri. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan pada
waktu jatuh ke titik terendah saat jantung mengisi darah
kembali, atau disebut juga tekanan arteri di antara
denyut jantung. Menurut WHO, tekanan darah di atas
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
133
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
140/90 mmHg disebut hipertensi. Batasan ini adalah
untuk orang dewasa (di atas 18 tahun). Jika terjadi
kenaikan salah satu dari ukuran tekanan darah tersebut
(atau dua-duanya, sistolik dan diastolik), sudah dapat
dikatakan terjadi hipertensi. Hipertensi dikenal sebagai
“silent killer” karena penderita hipertensi dalam beberapa
tahun belum merasakan gejala, penderita baru
menyadari setelah beberapa kali melakukan pengukuran
tekanan darah dan ternyata tekanan darah tingginya
menetap. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi
menjadi: Hipertensi Primer yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya dan meliputi 90% dari seluruh
penderita hipertensi dan Hipertensi Sekunder yaitu
hipertensi yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan
meliputi 10% dari penderita hipertensi.
Tabel 4.14 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah
Optimal
Normal
High Normal
Hipertensi Ringan (grade I)
Hipertensi Sedang (grade II)
Hipertensi Berat (grade III)
Isolated systolic
hypertension
TDS (mmHg)
< 120
120 -129
130 -139
140 - 159
160 - 179
>180
>140
TDD (mmHg)
< 80
84 – 90
85 – 89
90 – 99
100 – 109
>110
< 90
Sumber: ESH/ ESC, 2013
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
134
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Bila ditemukan kasus hipertensi pada dewasa dan
lansia yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses
Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut:
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
BB, TB dan IMT
2. Laboratorium:
- Gula darah
- Kadar kolesterol
- Profil mineral
3. Fisik/klinis:
- Tekanan darah di atas normal
- Ditemukan gejala seperti sakit kepala biasanya di
daerah tengkuk dan berlangsung terus menerus
- Penglihatan kabur
- Sesak nafas
- Susah tidur
- Kadang disertai mual dan muntah
4. Riwayat Gizi:
- Pola makan, misalnya kebiasaan mengonsumsi
makanan yang tinggi natrium misalnya makanan
dengan tambahan garam dalam jumlah banyak,
makanan kemasan, makanan diawetkan dengan
garam contohnya asinan, telur asin, ikan asin,
rendah konsumsi sayuran dan buah-buahan
- Gaya hidup, misalnya kebiasaan mengonsumsi
alkohol, mengonsumsi makanan berlebihan saat
ada acara atau pesta
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
135
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Penggunaan obat-obatan
- Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga
tentang pemberian makan pada penderita
hipertensi
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
- Aktivitas fisik
5. Riwayat klien:
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat penyakit
- Daya beli keluarga
- Faktor lingkungan dan sosio budaya
Formulir skrining gizi, formulir riwayat gizi dan formulir
asuhan gizi yang dilakukan pada dewasa dapat dilihat
pada lampiran 5, 6, dan 7, sedangkan formulir mini
nutritional assessment pada lansia dapat dilihat pada
lampiran 8.
Diagnosis (D)
Contoh diagnosis gizi:
Kelebihan konsumsi Natrium (P) berkaitan dengan
kurangnya pengetahuan mengenai makanan yang baik
dan tidak baik dikonsumsi pada hipertensi (E) ditandai
dengan tekanan darah 150/100 mmHg, sering
mengonsumsi snack kemasan yang asin, gemar
mengonsumsi ikan asin, dan jarang mengonsumsi sayur
(S).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
136
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
1. Menurunkan asupan makanan tinggi garam/natrium
2. Meningkatkan aktivitas fisik
3. Menurunkan berat badan
Pemberian makan:
- Pemberian diet rendah garam. Energi, zat gizi makro
dan mikro sesuai kebutuhan
- Pada prinsipnya diet hipertensi adalah makanan
beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang; jenis
dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita; jumlah garam disesuaikan dengan berat
ringannya penyakit dan obat yang diberikan.
- Perhatikan bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi
dan dihindari sesuai dengan diet hipertensi (lihat
brosur diet hipertensi)
- Diet rendah garam bertujuan untuk menghilangkan
retensi garam atau air di dalam tubuh dan menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi.
- Diet tinggi kalsium: berhubungan erat dengan
penurunan tekanan darah, karena cara kerjanya mirip
obat diuretik yang membantu mengeluarkan natrium.
Magnesium berfungsi merelaksasi otot dan syaraf
serta mencegah pembekuan darah bekerja bersamasama dengan mengimbangi fungsi kalsium. Selain
menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit maka
kalium berperan dalam menjaga menormalkan tekanan
darah dalam perbandingan yang sesuai denga Na.
Perbandingan ideal kalium terhadap natrium pada
penderita hipertensi adalah 1.5:1. Maka diet penderita
hipertensi sebaiknya mengandung tinggi kalium sekitar
80-100 meq atau rata-rata minimal 3000 mg/hari.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
137
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Interaksi obat dan makanan: Pada penggunaan obat
diuretik diperlukan diet tinggi kalium karena obat
diuretik mengeluarkan kalium. Penggunaan reserpine
sebagai antihipertensi harus disertai dengan
pembatasan natrium dan sebaiknya minum obat
bersamaan dengan makanan. Captopril dapat
mempengaruhi kadar ureum dan kreatinin serum,
sebaiknya minum obat ini satu jam sebelum makan,
pertimbangkan
pembatasan
energi
dan
Na.
Propranolol, metaprolol dan rauwolfia harus disertai
diet rendah energi dan natrium. Penderita dengan
suplementasi Kalium perlu diberikan suplementasi
vitamin B12, karena sering menimbulkan defisiensi
vitamin B12. Penggunaan Clonidine harus disertai
pembatasan energi dan Natrium, dan dapat
menyebabkan mulut kering, mual, muntah dan edema.
Edukasi gizi:
- Penyuluhan mengenai pola makan dan perilaku serta
kebiasaan makan dan aktivitas fisik
- Penyediaan media KIE seperti brosur tentang
hipertensi, diet rendah garam,
bahan makanan
penukar dan food model
- Penyediaan makanan apabila dilakukan pada
pelayanan rawat jalan, maka diberikan dalam bentuk
edukasi gizi
Konseling gizi:
- Konseling diberikan untuk memberikan pemecahan
masalah dan memberikan motivasi dalam penerapan
diet hipertensi, gizi seimbang dan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita
hipertensi.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
138
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Koordinasi asuhan gizi:
Koordinasi dengan dokter dan perawat mengenai
pemberian makan dan diet yang sudah diberikan pada
pasien hipertensi
Tatalaksana gizi lebih rinci dapat mengacu kepada
pedoman yang telah ada
Monitoring Evaluasi (ME)
Memantau perilaku dan pola makan dan juga memantau
tekanan darah, berat badan, faktor risiko serta tanda dan
gejala klinis. Rujuk segera ke rumah sakit bila kondisi
pasien makin memburuk.
B. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemberian Makan
pada Bayi dan Anak (PMBA)
Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, merekomendasikan
empat hal penting yaitu: 1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD), 2)
pemberian ASI Eksklusif, 3) pemberian MP ASI mulai bayi usia
6 bulan, dan 4) melanjutkan pemberian ASI sampai anak
berusia 2 tahun atau lebih.
Hasil penelitian Edmond KM (2006) menunjukkan
risiko kematian bayi dapat diturunkan 22% apabila diberikan
kesempatan IMD segera setelah lahir. Jika bayi kedinginan,
suhu dada ibu otomatis naik dua derajat untuk
menghangatkan bayi sehingga dapat mencegah risiko
hipotermia. Kontak kulit ke kulit merangsang pelepasan
hormon oksitosin yang dapat merangsang kontraksi rahim
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
139
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
segera mencegah perdarahan ibu. IMD memberikan
perlindungan alamiah bagi bayi, karena ketika bayi merayap
di dada ibu, bayi menjilat-jilat kulit ibu dan menelan bakteri
non patogen dari kulit ibu yang bermanfaat meningkatkan
kekebalan, serta bayi lebih cepat mendapat kolostrum yang
penting untuk kelangsungan hidupnya.
Pemberian ASI dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, sehingga bayi tidak mudah terkena diare atau infeksi
lainnya. Sampai dengan usia 6 bulan seorang anak hanya
memerlukan ASI saja, dan setelah itu anak memerlukan
makanan MP ASI dan ASI tetap diberikan sampai usia 2
tahun atau lebih.
Pada usia enam bulan anak mulai memerlukan
makanan pendamping ASI untuk melengkapi ASI. Untuk
memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral, menu makanan
anak dilengkapi dengan sayuran (baik yang dikupas,
dimasak atau dilembutkan), biji-bijian, kacang-kacangan,
buah-buahan, ikan, telur, ayam daging, dan hasil ternak
lainnya. Semakin banyak variasi makanan yang disajikan
akan lebih baik.
Rekomendasi pemberian MP ASI yang dianjurkan
menurut panduan dari WHO/UNICEF dan diadopsi di
Indonesia adalah seperti pada tabel 4.15 berikut.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
140
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tabel
4.15
Rekomendasi
Pendamping ASI (6-24 Bulan)
Pemberian
Makanan
Anak yang mengalami gangguan pertumbuhan
sebaiknya diperiksakan kesehatannya ke tenaga kesehatan
untuk memperoleh asuhan gizi. Pada setiap kontak dengan
ibu menyusui, tenaga pelaksana gizi atau bidan dapat
menyampaikan hal-hal seputar pemberian makan bayi dan
anak yang tepat, dimulai dari pemberian ASI Eksklusif, MP
ASI serta melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih.
Contoh penyampaian pentingnya ASI adalah pada saat
kontak dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
141
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Gambar 4.3 Saat Terbaik Kontak ASI
Sumber: Modifikasi Dr.Utami Roesli dalam Pekan ASI 2017
Keterangan Gambar:
Kontak 1 dan 2: Minimal 2 kali dari 4 kunjungan ibu hamil,
yaitu pada K2 (4-5 bulan) dan K3
(6-7 bulan), tenaga
kesehatan
melakukan
edukasi/penyuluhan
terkait
pentingnya IMD dan ASI.
Kontak 3: Saat persalinan merupakan kontak berikutnya
untuk memastikan penerapan IMD
(jika
tidak
ada
penyulit pada ibu dan bayi).
Kontak 4: Kemudian pada 7-48 jam setelah bayi lahir
(KN1) merupakan saat dimana ibu perlu
mendapat
bantuan menyusui dari tenaga kesehatan. Sebelum ibu
meninggalkan fasilitas persalinan setelah melahirkan,
penting untuk memastikan ibu mendapatkan dukungan
yang berkelanjutan. Ibu dapat mendiskusikan dengan
tenaga kesehatan, dimana ibu bisa mendapat bantuan jika
diperlukan.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
142
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kontak menyusui selanjutnya pasca bersalin (Kontak 57 dan selanjutnya):
 Hari ke 3-7 (Kontak 5, KN2)
 Hari ke 8-28 (Kontak 6, KN3)
 bayi berusia 2 bulan (Kontak 7, imunisasi DPT 1)
 bayi berusia 3 bulan (Kontak 7+, imunisasi DPT 2)
 bayi berusia 4 bulan (Kontak 7+, imunisasi DPT 3)
 bayi berusia 9 bulan (Kontak 7+, imunisasi Campak)
Berikut ini beberapa contoh Proses Asuhan Gizi di
masyarakat terkait Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA):
1. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Pengkajian (P)
1. Antropometri :
- Prevalensi/proporsi ibu hamil KEK di wilayah
tertentu
- Prevalensi/proporsi bayi BBLR di wilayah tertentu
2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi:
- Proporsi/jumlah pengetahuan dan sikap ibu
terhadap IMD
- Proporsi/jumlah bayi yang mendapat IMD (kohort
bayi)
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
143
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
5.
Riwayat klien:
- Cakupan kunjungan ibu hamil (ANC)
- Cakupan ibu hamil yang mengikuti kegiatan terkait
kesehatan ibu (kelas ibu)
- Cakupan persalinan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
- Jumlah/proporsi sikap tenaga kesehatan penolong
persalinan terhadap IMD
- Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan
bayi (gangguan menghisap, gangguan merespon,
dll)
- Adanya
faktor
penyulit
sehingga
tidak
memungkinkan dilakukannya IMD, misalnya pada
ibu yang mengalami KEK, anemia, perdarahan
atau kejang, serta riwayat persalinan sebelumnya
dan bayi asfiksia
- Akses
ke
Posyandu/Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
- Dukungan keluarga
- Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan
Diagnosis (D)
Problem (P):
Rendahnya cakupan IMD di wilayah kerja Puskesmas…
Tahun …
Etiologi (E):
- Kurangnya pengetahuan dan komitmen tenaga
kesehatan penolong persalinan untuk melakukan IMD
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
144
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Belum semua tenaga kesehatan penolong persalinan
dilatih IMD
- Kurangnya dukungan dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
- Adanya faktor penyulit dalam persalinan (pada ibu
atau bayi) yang tidak memungkinkan dilaksanakan
IMD (antara lain perdarahan atau kejang pada ibu,
bayi asfiksia, dll)
- Kondisi budaya yang tidak mendukung
- Kurangnya pengetahuan dan motivasi ibu tentang IMD
- Kurangnya dukungan keluarga agar bayi mendapat
IMD
- Kurangnya dukungan kebijakan setempat dalam
mendukung pelaksanaan IMD
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Contoh:
Rendahnya prevalensi/proporsi bayi yang mendapat IMD
Contoh diagnosis gizi:
Rendahnya cakupan IMD di wilayah Puskesmas A
Tahun 2017 (P) berkaitan dengan kurangnya dukungan
dari dokter/bidan penolong persalinan (E) yang ditandai
oleh rendahnya cakupan IMD bayi baru lahir sebesar
30% (S).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
145
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Meningkatkan cakupan bayi mendapat IMD pada
Puskesmas ... dari ...% pada tahun… menjadi ...% pada
tahun ….
Edukasi:
- Edukasi tentang IMD kepada tenaga kesehatan
penolong persalinan (dokter/bidan) dan fasilitas
pelayanan kesehatan
- Penyuluhan pada ibu hamil untuk meningkatkan
pemahaman tentang pentingnya IMD (di posyandu,
kelas ibu, dll) serta kepada keluarga untuk mendukung
pelaksanaan IMD
- Penyediaan media KIE berupa poster, booklet, leaflet
dan brosur
Koordinasi Asuhan Gizi:
- Berkoordinasi dengan tenaga kesehatan penolong
persalinan untuk mencegah adanya penyulit saat
persalinan
- Meminta bantuan tenaga kesehatan penolong
persalinan
agar
melibatkan
keluarga
dalam
pelaksanaan IMD
- Meningkatkan cakupan IMD, penyuluhan/konseling
tentang IMD pada saat ANC
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau:
- Jumlah/proporsi bayi baru lahir mendapat IMD
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
146
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Tersedianya data bayi mendapat IMD di wilayah kerja
Puskesmas berdasarkan catatan buku KIA
- Terselenggaranya edukasi IMD kepada tenaga
kesehatan penolong persalinan (dokter/bidan) dan
fasilitas pelayanan kesehatan
Bila target cakupan IMD tidak tercapai, perlu dilakukan
pengkajian ulang
2. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat ASI
Eksklusif
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Prevalensi/proporsi ibu menyusui Kurus dan Sangat
Kurus di wilayah tertentu
- Prevalensi/proporsi bayi BBLR di wilayah tertentu
- Prevalensi/proporsi bayi 0-6 bulan yang tidak naik
berat badannya
- Cakupan bayi < 6 bulan yang naik berat badannya
(N/D)
- Prevalensi/proporsi bayi malnutrisi
2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi:
- Proporsi pengetahuan dan sikap ibu terhadap ASI
Eksklusif
- Cakupan bayi baru lahir yang mendapat IMD
- Proporsi bayi 0-5 bulan yang mendapatkan ASI
Eksklusif
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
147
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Proporsi bayi < 6 bulan yang telah mendapat MP
ASI
- Pengetahuan dan perilaku makan ibu menyusui
- Akses, ketersediaan, keamanan dan ketahanan
pangan dan air bersih
5. Riwayat klien
- Cakupan bayi < 6 bulan yang ditimbang berat
badannya
di
Posyandu/Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan (D/S)
- Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan
bayi
- Jumlah/proporsi ibu yang bekerja di wilayah tersebut
- Jumlah/proporsi kematian ibu
- Akses ke Posyandu/Fasyankes
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS
- Daya beli masyarakat
- Dukungan keluarga
- Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan
Diagnosis (D)
Problem (P):
Rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas ... Tahun ….
Etiologi (E):
- Kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang ASI
Eksklusif
- Kurangnya dukungan keluarga (suami, orangtua/mertua)
- Kurangnya dukungan tempat ibu bekerja
- Kurangnya dukungan fasyankes
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
148
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Tingginya jumlah/proporsi ibu bekerja di wilayah
tersebut
- Tingginya jumlah/proporsi kematian ibu di wilayah
tersebut
Sign/Symptom (S):
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala.
Contoh:
- Banyaknya bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum usia
6 bulan
- Rendahnya cakupan ASI Eksklusif
Contoh diagnosis gizi:
Rendahnya cakupan ASI Eksklusif pada Puskesmas A pada
tahun 2016 (P) berkaitan dengan rendahnya pengetahuan
ibu dan keluarga (E) yang ditandai dengan proporsi bayi
yang mendapat makanan pendamping ASI (MP ASI)
sebelum usia 6 bulan sebesar 75% dan rendahnya cakupan
ASI Eksklusif sebesar 25% (S).
Intervensi (I)
Tujuan intervensi:
Meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas ... dari
...% pada tahun… menjadi ...% pada tahun ….
Edukasi:
- Penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui tentang
proses menyusui yang baik dan benar (di Posyandu,
pada pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu hamil,
kelas ibu balita, dll) serta gizi seimbang untuk perbaikan
gizi ibu hamil dan ibu menyusui
- Penyuluhan kepada ibu bekerja tentang penyiapan ASI
perah
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
149
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Penyuluhan kepada keluarga (suami, orangtua/mertua)
untuk mendukung keberhasilan menyusui
- Penyuluhan tentang ASI eksklusif pada saat kunjungan
Neonatal dan Kunjungan Nifas
- Penyuluhan kepada pengelola tempat kerja agar
mengeluarkan kebijakan dan menyediakan fasilitas untuk
mendukung ibu bekerja yang menyusui
- Penyediaan media KIE berupa poster, booklet, leaflet
dan brosur
Koordinasi Asuhan Gizi:
- Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain
untuk pengobatan ibu dan anak yang sakit,
- Koordinasi dengan fasyankes yang mempunyai konselor
menyusui
- Kolaborasi dengan lintas sektor, misalnya Petugas KB,
PKK, dll
- Kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat,
motivator ASI, dll
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
memantau :
- Proporsi bayi 0-5 bulan mendapat ASI eksklusif
- Proporsi/jumlah ibu menyusui dirujuk ke konselor
menyusui
- Terselenggaranya penyuluhan tentang ASI Eksklusif
kepada ibu menyusui, keluarga, serta tempat kerja
- Cakupan pemberian ASI Eksklusif setelah pasca
intervensi
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
150
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Pencatatan pemberian ASI Eksklusif pada kohort ibu dan
pencatatan di klinik atau praktik bidan swasta dan
terintegrasi dengan PWS-KIA
Bila target cakupan ASI Eksklusif tidak tercapai, perlu
dilakukan pengkajian ulang
3. Proses Asuhan Gizi pada Pemberian MP ASI Tidak
Adekuat Mulai Usia 6 Bulan dan Tidak Melanjutkan
Pemberian ASI Hingga Usia 2 Tahun atau Lebih
Pengkajian (P)
1. Antropometri:
- Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan
dengan berat badan kurang/sangat kurang (BGM)
- Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan
yang tidak naik berat badannya
- Cakupan bayi dan anak usia 6-24 bulan yang naik
berat badannya (N/D)
2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi:
- Pengetahuan ibu dalam penyiapan makan bayi dan
anak usia 6-24 bulan
- Perilaku pemberian makan pada bayi dan anak
usia 6-24 bulan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
151
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Pengetahuan dan perilaku makan ibu menyusui
- Gambaran pola asuh
- Proporsi/jumlah bayi yang mendapat MP ASI tidak
adekuat mulai usia 6 bulan
- Proporsi/jumlah bayi dan anak usia 6-24 bulan
yang masih mendapat ASI
- Akses ketersediaan dan keamanan pangan
5. Riwayat klien:
- Cakupan bayi baru lahir yang mendapat IMD
- Cakupan bayi 0-5 bulan yang mendapat ASI
Eksklusif
- Cakupan bayi dan anak usia 6-24 bulan yang
ditimbang berat badannya di Posyandu/Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (D/S)
- Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan
bayi
- Jumlah/proporsi ibu yang bekerja di wilayah
tersebut
- Jumlah/proporsi kematian ibu
- Akses ke Posyandu/Fasyankes
- Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS
- Daya beli masyarakat
- Dukungan keluarga
- Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
152
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Diagnosis (D)
Problem (P):
- Tingginya prevalensi/proporsi pemberian MP ASI pada
bayi dan anak usia 6-24 bulan tidak adekuat (sesuai
umur, jenis, frekuensi, jumlah, variasi, dan teksktur) di
wilayah Puskesmas … Tahun …
- Tingginya prevalensi/proporsi bayi dan anak sebelum
usia 2 tahun yang sudah tidak mendapat ASI di
wilayah Puskesmas … Tahun …
Etiologi (E):
- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan ibu dan
pengasuh tentang MP ASI
- Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI
hingga usia 2 tahun atau lebih
- Keterbatasan daya beli untuk menyediakan MP ASI
yang berkualitas
- Tidak tersedianya bahan makanan untuk membuat
MP ASI
- Tingginya jumlah/proporsi ibu bekerja sehingga
kurang memiliki waktu untuk menyusui dan
menyiapkan serta memberikan MP ASI berkualitas
- Hambatan budaya berupa mitos dalam pemberian MP
ASI
- Kurangnya dukungan keluarga (suami, orang
tua/mertua)
- Kurangnya dukungan tempat ibu bekerja
Sign/Symptom:
Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan
gejala.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
153
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
154
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Edukasi :
- Peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu atau
pengasuh dalam menyediakan MP ASI adekuat
sesuai dengan umur, frekuensi, jumlah, tekstur, variasi
dan kebersihan (termasuk demo menyiapkan/
memasak MP ASI di Posyandu, pada pertemuan
kelompok pendukung, kelas ibu balita, dll)
- Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet, brosur
dan food model
Koordinasi Asuhan Gizi:
- Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain
untuk pengobatan bayi dan anak 6-24 bulan yang
sakit serta penyuluhan tentang MP ASI pada saat
kunjungan imunisasi
- Kolaborasi dengan lintas sektor dalam rangka
meningkatkan ketersediaan pangan
- Kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat,
kader PMBA, dll.
Monitoring Evaluasi (ME)
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk
melihat :
- Jumlah/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan masih
diberikan ASI
- Jumlah/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan
mendapatkan MP ASI yang adekuat sesuai dengan
umur, frekuensi, jumlah, tekstur, variasi dan
kebersihan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
155
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
- Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan
yang naik berat badannya
Bila target cakupan tidak tercapai, perlu dilakukan
pengkajian ulang
Brosur Seputar Pemberian ASI, Masalah Seputar
Menyusui dan Ibu Bekerja Pasti Bisa Memberikan ASI
dapat dilihat pada lampiran 9.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
156
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB V
PENCATATAN, PELAPORAN, MONITORING
DAN EVALUASI
Pencatatan, pelaporan, monitoring dan evaluasi merupakan
bagian penting dari proses asuhan gizi di puskesmas. Monitoring
dan evaluasi diharapkan dapat memberikan informasi bahwa
kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan proses asuhan gizi
yang meliputi Pengkajian, Diagnosis, Intervensi, Monitoring,
Evaluasi (PDIME).
Data dan informasi dari hasil pencatatan diolah dan dianalisa
serta dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
A. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan
dan
pelaporan
dilakukan
untuk
mendokumentasikan
pelayanan
gizi
di
puskesmas.
Pencatatan menggunakan instrumen antara lain:
1. Buku register pasien
2. Entry data pada aplikasi Sistem Informasi Gizi Terpadu
(Sigizi Terpadu)
3. Kegiatan di posyandu/ Sistem Informasi Posyandu
4. Kegiatan di puskesmas/ Sistem Informasi Puskesmas
5. Dokumentasi Asuhan Gizi untuk pasien rawat inap,
meliputi:
a. Asuhan Gizi Anak dan Dewasa
b. Daftar pemesanan makanan (Lampiran 10)
c. Jadwal distribusi makanan (Lampiran 11)
d. Pencatatan bulanan dan penggunaan bahan makanan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
157
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Hasil pencatatan kegiatan pelayanan gizi di puskesmas
dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/ kota dalam bentuk
rekapitulasi:
1. Jumlah pasien yang mendapat konseling
2. Hasil pencatatan pelayanan gizi di puskesmas
3. Pencatatan Keluarga Sehat
B. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan pengawasan dan
penilaian secara berkala terhadap pelaksanaan asuhan gizi di
puskesmas. Kegiatan yang dimonitor adalah proses asuhan
gizi yang diberikan pada perseorangan dan masyarakat.
Aspek yang dimonitor meliputi seluruh proses asuhan
gizi yang tercantum dalam formulir pada lampiran 12 dan
indikator perbaikan gizi masyarakat pada aplikasi sigizi
terpadu dan Electronic-Pencatatan dan Pelaporan Gizi
Berbasis Masyarakat (e-ppgbm).
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
158
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BAB VI
PENUTUP
Pedoman Proses Asuhan Gizi di Puskesmas merupakan
salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
gizi perseorangan dan masyarakat. Pedoman ini diharapkan
dapat menjadi acuan standar bagi tenaga kesehatan dalam
melaksanakan asuhan gizi di puskesmas.
Buku ini memerlukan pembaharuan secara berkala mengikuti
perkembangan informasi yang terkait dengan proses asuhan gizi
di puskesmas. Oleh karena itu dibutuhkan masukan dan saran
untuk penyempurnaannya.
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
159
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan. 2009. Pedoman Penanganan dan
Pelacakan Balita Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2010. Pedoman Pelayanan Gizi Bagi
ODHA. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana
Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi
Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2011. Panduan Penyelenggaraan
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita
Gizi Kurang (Bantuan Operasional Kesehatan). Jakarta:
Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2011. Pedoman Keamanan Pangan di
Sekolah Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut
Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak
Sekolah. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
160
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan. 2012. Panduan Penyelenggaraan
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita
Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK (Bantuan Operasional
Kesehatan). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2013. Panduan Manajemen Pemberian
Taburia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2013. Apa dan Mengapa Tentang
Taburia. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Pelayanan Gizi di
Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Gizi
Seimbang.
Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Pelayanan Gizi pada
Pasien Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2014. Modul Pelatihan Konseling
PMBA. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian
Kesehatan.
2014.
Standar
Pemantauan
Pertumbuhan Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2015. Buku Saku Asuhan Gizi di
Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
161
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Penatalaksanaan
Pemberian Tablet Tambah Darah. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Penanggulangan
Kurang Energi Kronik (KEK) pada Ibu Hamil. Jakarta:
Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) Ibu Hamil Bahan Pangan Lokal dan
Pabrikan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Deteksi Dini Kretin
Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2015. Modul Pelatihan Tatalaksana dan
Dukungan Gizi Bagi Orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA). Jakarta: Kementerian Kesehatan
Kementerian
Kesehatan.
2016.
Terintegrasi
Suplementasi
Kementerian Kesehatan
Panduan
Manajemen
Vitamin
A.
Jakarta:
Kementerian Kesehatan. 2016. Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Bulan Kapsul Vitamin A Terintegrasi Program Kecacingan
dan Crash Program Campak. Jakarta: Kementerian
Kesehatan
Kementerian Kesehatan. 2016. Pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita
Usia Subur. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
162
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Lampiran 1. Terminologi Diagnosis Gizi (terlampir)
Nutrition Diagnostic Terminology
Each term is designated with an alpha-numeric NCPT hierarchical code, followed by a five-digit (e.g., 99999)
Academy SNOMED CT/LOINC unique identifier (ANDUID). Neither should be used in nutrition
documentation. The ANDUID is for data tracking purposes in electronic health records.
NCPT Code
ANDUID
INTAKE (NI)
Actual problems related to intake of energy, nutrients, fluids, bioactive substances through oral diet or nutrition
support
Energy Balance (1)
Actual or estimated changes in energy (calorie/kcal/kJ) balance
• Increased energy expenditure
NI-1.1
• Inadequate energy intake
NI-1.2
• Excessive energy intake
NI-1.3
• Predicted inadequate energy intake
NI-1.4
• Predicted excessive energy intake
NI-1.5
10633
10634
10635
10636
10637
Oral or Nutrition Support Intake (2)
Actual or estimated food and beverage intake from oral diet or nutrition support compared with patient/client
goal
• Inadequate oral intake
NI-2.1
10639
• Excessive oral intake
NI-2.2
10640
• Inadequate enteral nutrition infusion
NI-2.3
10641
• Excessive enteral nutrition infusion
NI-2.4
10642
• Enteral nutrition composition inconsistent with needs
NI-2.5
11142
• Enteral nutrition administration inconsistent with needs
NI-2.6
11143
• Inadequate parenteral nutrition infusion
NI-2.7
10644
• Excessive parenteral nutrition infusion
NI-2.8
10645
• Parenteral nutrition composition inconsistent with needs
NI-2.9
11144
• Parenteral nutrition administration inconsistent with needs NI-2.10
11145
• Limited food acceptance
NI-2.11
10647
Fluid Intake (3)
Actual or estimated fluid intake compared with patient/client goal
• Inadequate fluid intake
NI-3.1
• Excessive fluid intake
NI-3.2
10649
10650
Bioactive Substances (4)
Actual or estimated intake of bioactive substances, including single or multiple functional food
components, ingredients, dietary supplements, alcohol
• Inadequate bioactive substance intake
• Inadequate plant stanol ester intake
• Inadequate plant sterol ester intake
• Inadequate soy protein intake
• Inadequate psyllium intake
• Inadequate ß-glucan intake
• Excessive bioactive substance intake
• Excessive plant stanol ester intake
• Excessive plant sterol ester intake
• Excessive soy protein intake
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
NI-4.1
NI-4.1.1
NI-4.1.2
NI-4.1.3
NI-4.1.4
NI-4.1.5
NI-4.2
NI-4.2.1
NI-4.2.2
NI-4.2.3
11
163
10859
11077
11078
11080
11079
11076
10653
11084
11085
11087
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
• Excessive psyllium intake
• Excessive ß-glucan intake
• Excessive food additive intake
• Excessive caffeine intake
• Excessive alcohol intake
NI-4.2.4
NI-4.2.5
NI-4.2.6
NI-4.2.7
NI-4.3
11086
11081
11083
11082
10654
Nutrient (5)
Actual or estimated intake of specific nutrient groups or single nutrients as compared with desired levels
• Increased nutrient needs
NI-5.1
10656
(specify)__________
• Inadequate protein-energy intake
NI-5.2
10658
• Decreased nutrient needs
NI-5.3
10659
(specify)__________
• Imbalance of nutrients
NI-5.4
10660
Fat and Cholesterol (5.5)
• Inadequate fat intake
• Excessive fat intake
• Intake of types of fats inconsistent with needs
(specify)__________
Protein (5.6)
• Inadequate protein intake
• Excessive protein intake
• Intake of types of proteins inconsistent with needs
(specify)__________
NI-5.5.1
NI-5.5.2
10662
10663
NI-5.5.3
10854
NI-5.6.1
NI-5.6.2
10666
10667
NI-5.6.3
10855
NI-5.7.1
12007
NI-5.8.1
NI-5.8.2
10670
10671
NI-5.8.3
10856
NI-5.8.4
NI-5.8.5
NI-5.8.6
10673
10675
10676
NI-5.9.1
10678
Amino Acid (5.7)
• Intake of types of amino acids inconsistent with needs
(specify)__________
Carbohydrate and Fiber (5.8)
• Inadequate carbohydrate intake
• Excessive carbohydrate intake
• Intake of types of carbohydrate inconsistent with needs
(specify)__________
• Inconsistent carbohydrate intake
• Inadequate fiber intake
• Excessive fiber intake
Vitamin (5.9)
• Inadequate vitamin intake
(specify)__________
• A (1)
• C (2)
• D (3)
• E (4)
• K (5)
• Thiamin (6)
• Riboflavin (7)
• Niacin (8)
• Folate (9)
• B6 (10)
10679
10680
10681
10682
10683
10684
10685
10686
10687
10688
12
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
164
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
• B12 (11)
• Pantothenic acid (12)
• Biotin (13)
• Excessive vitamin intake
(specify)__________
• A (1)
10689
10690
10691
NI-5.9.2
10693
10694
• C (2)
10695
• D (3)
10696
• E (4)
10697
• K (5)
10698
• Thiamin (6)
10699
• Riboflavin (7)
10700
• Niacin (8)
10701
• Folate (9)
10702
• B6 (10)
10703
• B12 (11)
10704
• Pantothenic acid (12)
10705
• Biotin (13)
10706
Mineral (5.10)
• Inadequate mineral intake
(specify)__________
• Calcium (1)
• Chloride (2)
• Iron (3)
• Magnesium (4)
• Potassium (5)
• Phosphorus (6)
• Sodium (7)
• Zinc (8)
• Sulfate (9)
• Fluoride (10)
• Copper (11)
• Iodine (12)
• Selenium (13)
• Manganese (14)
• Chromium (15)
• Molybdenum (16)
• Boron (17)
• Cobalt (18)
• Excessive mineral intake
(specify)__________
• Calcium (1)
• Chloride (2)
• Iron (3)
• Magnesium (4)
• Potassium (5)
• Phosphorus (6)
• Sodium (7)
• Zinc (8)
• Sulfate (9)
NI-5.10.1
10709
10710
10711
10712
10713
10714
10715
10716
10717
10718
10719
10720
10721
10722
10723
10724
10725
10726
10727
NI-5.10.2
10729
10730
10731
10732
10733
10734
10735
10736
10737
10738
13
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
165
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Fluoride (10)
Copper (11)
Iodine (12)
Selenium (13)
Manganese (14)
Chromium (15)
Molybdenum (16)
Boron (17)
Cobalt (18)
10739
10740
10741
10742
10743
10744
10745
10746
10747
Multi-nutrient (5.11)
• Predicted inadequate nutrient intake
(specify)__________
• Predicted excessive nutrient intake
(specify)__________
NI-5.11.1
10750
NI-5.11.2
10751
CLINICAL (NC)
Nutritional findings/problems identified that relate to medical or physical conditions
Functional (1)
Change in physical or mechanical functioning that interferes with or prevents desired nutritional consequences
• Swallowing difficulty
NC-1.1
10754
• Biting/Chewing (masticatory) difficulty
NC-1.2
10755
• Breastfeeding difficulty
NC-1.3
10756
• Altered GI function
NC-1.4
10757
• Predicted breastfeeding difficulty
NC-1.5
11146
Biochemical (2)
Change in capacity to metabolize nutrients as a result of medications, surgery, or as indicated by altered
laboratory values
• Impaired nutrient utilization
NC-2.1
10759
• Altered nutrition-related laboratory values
NC-2.2
10760
(specify) __________
• Food–medication interaction
NC-2.3
10761
(specify) __________
• Predicted food–medication interaction
NC-2.4
10762
(specify) __________
Weight (3)
Chronic weight or changed weight status when compared with usual or desired body weight
• Underweight
NC-3.1
10764
• Unintended weight loss
NC-3.2
10765
• Overweight/obesity
NC-3.3
10766
• Overweight, adult or pediatric
NC-3.3.1
10767
• Obese, pediatric
NC-3.3.2
10768
• Obese, Class I
NC-3.3.3
10769
• Obese, Class II
NC-3.3.4
10818
• Obese, Class III
NC-3.3.5
10819
• Unintended weight gain
NC-3.4
10770
• Growth rate below expected
NC-3.5
10802
• Excessive growth rate
NC-3.6
10803
14
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
166
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Malnutrition Disorders (4)
Health consequences resulting from insufficient or excessive energy and/or nutrient intake compared to
physiologic needs and/or utilization.
• Malnutrition
NC-4.1
10657
• Starvation related malnutrition
NC-4.1.1
11130
• Chronic disease or condition related malnutrition
NC-4.1.2
11131
• Acute disease or injury related malnutrition
NC-4.1.3
11132
BEHAVIORAL-ENVIRONMENTAL (NB)
Nutritional findings/problems identified that relate to knowledge, attitudes/beliefs, physical environment, access
to food, or food safety
Knowledge and Beliefs (1)
Actual knowledge and beliefs as related, observed, or documented
• Food- and nutrition-related knowledge deficit
NB-1.1
• Unsupported beliefs/attitudes about food- or nutritionNB-1.2
related topics (use with caution)
• Not ready for diet/lifestyle change
NB-1.3
• Self-monitoring deficit
NB-1.4
• Disordered eating pattern
NB-1.5
• Limited adherence to nutrition-related recommendations
NB-1.6
• Undesirable food choices
NB-1.7
10773
10857
10775
10776
10777
10778
10779
Physical Activity and Function (2)
Actual physical activity, self-care, and quality-of-life problems as reported, observed, or documented
• Physical inactivity
NB-2.1
10782
• Excessive physical activity
NB-2.2
10783
• Inability to manage self-care
NB-2.3
10780
• Impaired ability to prepare foods/meals
NB-2.4
10785
• Poor nutrition quality of life
NB-2.5
10786
• Self-feeding difficulty
NB-2.6
10787
Food Safety and Access (3)
Actual problems with food safety or access to food, water, or nutrition-related supplies
• Intake of unsafe food
NB-3.1
• Limited access to food
NB-3.2
• Limited access to nutrition-related supplies
NB-3.3
• Limited access to potable water
NB-3.4
10789
12009
10791
12010
OTHER (NO)
Nutrition findings that are not classified as intake, clinical or behavioral-environmental problems.
Other (1)
• No nutrition diagnosis at this time
NO-1.1
Copyright 2015. Powered by Webauthor.com. All Rights Reserved. RED57O0-XM2
2015 EDITION
15
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
167
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
168
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
169
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
170
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
171
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Nama
:
Umur
:
Tanggal
:
Diagnosa Medis :
Tambahkan
umur stlh
nama
Utk Assesmen
% dihilangkan
dan diganti SD
SD
SD
SD
SD
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
172
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
173
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
174
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
175
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
176
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
177
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
178
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
179
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
180
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
181
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
182
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
183
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
184
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
185
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
186
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
187
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
188
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
189
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
190
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
191
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
192
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
193
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
194
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
195
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
196
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
TIM PENYUSUN
Pengarah:
Ir. Doddy Izwardy, MA
Direktur Gizi Masyarakat
Kontributor:
Andri Mursita, Arti Widiodari Yudaningrum, Catur Mei Astuti,
Dachlan Choeron, Dyah Yuniar Setiawati, Evasari Ginting,
Evi Firna, Farselly Mranani, Fitri Hudayani,
Galopong Sianturi, Gunarti Yahya, Hera Nurlita,
Ivonne Kusumaningtias, Julina, Kresnawan, Lia Rahmawati
Susila, Marina Damajanti, Marlina Rully W, Minarto,
Muhammad Adil, Nanda Indah Permatasari, Nuniek Ayu
Setya Ditha, Pritasari, R. Giri Wurjandaru, Rian Anggraini,
Rivanni Noor, Siti Masruroh, Sri Hastuti Nainggolan, Sri
Nurhayati, Sudaryanto, Tatang S. Falah,
Yemima Ester, Yosnelli.
Design:
Dewanti Alwi Rachman, Jenno Amran
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
197
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Catatan :
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
198
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Catatan :
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
199
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Catatan :
Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas
200
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Download