613.2 Ind p KATA PENGANTAR Pada saat ini Indonesia masih dihadapkan pada masalah gizi ganda, khususnya masalah gizi kurang seperti stunting dan wasting. Pada saat yang bersamaan masalah kelebihan gizi makin meningkat. Untuk menghadapi masalah gizi ganda ini, dibutuhkan intervensi yang komprehensif dan tepat pada tingkat perseorangan dan masyarakat. Tenaga kesehatan Puskesmas perlu memiliki kemampuan dalam penanganan masalah gizi di wilayahnya. Peran tenaga kesehatan dalam menjalankan tanggung jawabnya perlu dilengkapi dengan pedoman yang dapat menjadi panduan. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan menyusun buku pedoman Proses Asuhan Gizi di Puskesmas yang dapat digunakan sebagai pedoman praktis bagi tenaga kesehatan di Puskesmas dalam melaksanakan asuhan gizi. Penyusunan buku ini telah melewati sebuah proses yang panjang sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan gizi agar semakin profesional. Selain itu diharapkan melalui pedoman ini, tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan sesuai kompetensinya. Kami menyadari bahwa buku ini masih memungkinkan untuk dapat disempurnakan, oleh karena itu saran dan masukan yang membangun sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan, khususnya petugas/tenaga gizi dalam memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat secara paripurna. Jakarta, Mei 2017 Direktur Gizi Masyarakat Ir. Doddy Izwardy, MA Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas i Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................... i Daftar Isi .................................................................................. ii Daftar Tabel............................................................................. iv Daftar Gambar......................................................................... vi Daftar Lampiran....................................................................... vii Daftar Singkatan...................................................................... viii Definisi Operasional… ............................................................. x BAB I. Pendahuluan ........................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................. 1 B. Tujuan .............................................................. 4 C. Sasaran ............................................................ 4 D. Landasan Hukum.............................................. 4 E. Ruang Lingkup ................................................. 6 BAB II. Manajemen Program Gizi di Puskesmas ............... 7 A. Perencanaan Program Gizi di Puskesmas (P1)................................................................... 8 B. Penggerakkan dan Pelaksanaan Program Gizi di Puskesmas (P2) ........................................... 23 C. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian Kinerja Program Gizi di Puskesmas (P3) .......... 26 BAB III. Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi........................ 27 A. Langkah Pertama: Pengkajian Gizi ................... 31 B. Langkah Kedua: Diagnosis Gizi ........................ 38 C. Langkah Ketiga: Intervensi Gizi ........................ 46 D. Langkah Keempat: Monitoring dan Evaluasi Gizi ................................................................... 50 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas ii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB IV. Proses Asuhan Gizi di Puskesmas ........................ 55 A. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemantauan Pertumbuhan, Status Gizi dan Penyakit Tidak Menular (PTM)........................ 55 1. Proses Asuhan Gizi pada Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk, Kurus dan Sangat Kurus...... 63 2. Proses Asuhan Gizi pada Anak Sekolah dan Remaja Gemuk dan Obesitas ................ 86 3. Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri Anemia Gizi Besi .......................................... 95 4. Proses Asuhan Gizi pada Ibu Hamil Anemia Gizi Besi .......................................... 104 5. Proses Asuhan Gizi pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronik ................................................ 114 6. Proses Asuhan Gizi pada Dewasa dan Lanjut Usia (Lansia) dengan Malnutrisi dan Penyakit Tidak Menular (PTM) ..................... 123 B. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA)................. 139 1. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ......... 143 2. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat ASI Eksklusif.................................147 3. Proses Asuhan Gizi pada Pemberian MP ASI Tidak Adekuat Mulai Usia 6 Bulan dan Tidak Melanjutkan Pemberian ASI Hingga Usia 2 Tahun atau Lebih .................. 151 BAB V Pencatatan, Pelaporan, Monitoring dan Evaluasi . 157 A. Pencatatan dan Pelaporan ................................ 157 B. Monitoring dan Evaluasi .................................... 158 BAB VI Penutup .................................................................... 159 Daftar Pustaka ......................................................................... 160 Lampiran.................................................................................. 163 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas iii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Bayi 6-11 bulan ......................... 13 Tabel 2.2. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Balita 12-59 bulan ..................... 13 Tabel 2.3. Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Ibu Nifas .................................................. 14 Tabel 2.4. Perhitungan Kebutuhan TTD untuk Ibu Hamil selama 1 tahun ................................................... 15 Tabel 2.5. Penetapan Urutan Prioritas Masalah Program Gizi ..................................................................... 19 Tabel 2.6. Kolaborasi LP/LS dalam Penyelenggaraan Program Gizi di Puskesmas ................................ 24 Tabel 3.1. Sumber Data untuk Pengkajian ........................... 32 Tabel 3.2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Status Gizi .......................................................... 36 Tabel 3.3. Diagnosis Gizi dalam Populasi/Masyarakat......... 43 Tabel 3.4. Diagnosis Gizi (Modifikasi) untuk Individu/Perseorangan ........................................ 45 Tabel 4.1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Usia 0-60 Bulan ......................................... 58 Tabel 4.2. Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) Anak Usia 0-60 Bulan .......................................................... 58 Tabel 4.3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) Anak Usia 0-60 Bulan ............................................. 58 Tabel 4.4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Usia 0-60 Bulan ......................................... 59 Tabel 4.5. Batas Ambang IMT/U Anak Umur 5-18 Tahun .... 59 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas iv Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.6. Kenaikan BB Selama Hamil Berdasarkan IMT Pra-Hamil ............................................................ 61 Tabel 4.7. Batas Ambang IMT untuk Orang Dewasa............ 62 Tabel 4.8. Batasan Masalah Kesehatan untuk Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Berdasarkan Indikator BB/U (WHO) ........................................................ 64 Tabel 4.9. Batasan Masalah Kesehatan untuk Balita Kurus dan Sangat Kurus (Wasting) Berdasarkan Indikator BB/TB (WHO) .................. 65 Tabel 4.10 Contoh Diagnosis Gizi ......................................... 74 Tabel 4.11 Kebutuhan Energi, Protein dan Cairan untuk Anak .................................................................... 93 Tabel 4.12 Pengelompokan Anemia pada Ibu Hamil (WHO) ................................................................. 104 Tabel 4.13 Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Prevalensi Anemia ......................... 105 Tabel 4.14 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah ............... 134 Tabel 4.15 Rekomendasi Pemberian Makanan Pendamping ASI (6-24 bulan) ............................. 141 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas v Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi ................... 28 Gambar 3.2 Proses Asuhan Gizi (PAG) dan Bahasa Terstandar (Terminologi) .................................. 30 Gambar 3.3 Hubungan Pengkajian, Diagnosis, Intervensi, dan Monitoring Evaluasi Gizi ............................ 52 Gambar 4.1 Contoh Grafik Pertumbuhan Anak dalam KMS.................................................................. 57 Gambar 4.2 Dampak Anemia ............................................... 96 Gambar 4.3 Saat Terbaik Kontak ASI................................... 142 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas vi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Terminologi Diagnosis Gizi .............................. 163 Lampiran 2. Cara Menimbang Berat Badan, Mengukur Panjang/ Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas (LiLA) ........................................................ 168 Lampiran 3. Formulir Asuhan Gizi pada Anak ...................... 172 Lampiran 4. Formulir Skrining Gizi pada Ibu Hamil .............. 175 Lampiran 5. Formulir Skrining Gizi pada Dewasa ................ 177 Lampiran 6. Formulir Riwayat Gizi ....................................... 178 Lampiran 7. Formulir Asuhan Gizi pada Dewasa ................. 181 Lampiran 8. Formulir Skrining Gizi pada Lansia (Mini Nutritional Assessment) ........................... 183 Lampiran 9. Brosur Seputar Pemberian ASI, Masalah Seputar Menyusui dan Ibu Bekerja Pasti Bisa Memberikan ASI .............................................. 185 Lampiran 10. Daftar Pemesanan Makanan ........................... 191 Lampiran 11. Jadwal Distribusi Makanan .............................. 192 Lampiran 12. Formulir Monitoring dan Evaluasi Asuhan Gizi .. 193 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas vii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR SINGKATAN AKG : Angka Kecukupan Gizi ANC : Ante Natal Care BB : Berat Badan BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah BGM : Bawah Garis Merah CERDIK : Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup dan Kelola Stres e-PPGBM : Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat Hb : Hemoglobin IMD : Inisiasi Menyusu Dini IMT : Indeks Massa Tubuh KEK : Kurang Energi Kronik KIE : Komunikasi Informasi Edukasi LiLA : Lingkar Lengan Atas MP-ASI : Makanan Pendamping – Air Susu Ibu MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit ODF : Open Defecation Free/ Stop Buang Air Besar Sembarangan OPD : Organisasi Perangkat Daerah Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas viii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia PAG : Proses Asuhan Gizi PB atau TB Panjang Badan atau Tinggi Badan PDIME : : PES : Problem, Etiologi, Simptom PGBM : Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PIS-PK : : PMBA : Pemberian Makan Bayi dan Anak PMT : Pemberian Makanan Tambahan Renstra : Rencana Strategis RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPK : Rencana Pelaksanaan Kegiatan RUK : Rencana Usulan Kegiatan SDIDTK : Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang TAGB : Tata Laksana Anak Gizi Buruk TPG : Tenaga Pelaksana Gizi TTD : Tablet Tambah Darah UKM : Upaya Kesehatan Masyarakat UKP : Upaya Kesehatan Perseorangan WUS : Wanita Usia Subur Pengkajian, Diagnosis, Intervensi, Monitoring dan Evaluasi Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas ix Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DEFINISI OPERASIONAL Anemia : Kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Angka Kecukupan Gizi : Suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. ASI Eksklusif : Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan (0-5 bulan 29 hari), tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Asuhan Gizi : Serangkaian kegiatan yang terorganisir/ terstruktur untuk identifikasi kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Edukasi Gizi : Serangkaian kegiatan penyampaian pesanpesan gizi dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya terhadap upaya perbaikan gizi dan kesehatan. Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok atau golongan masyarakat secara massal dengan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku sadar gizi dalam kehidupan sehari-hari. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas x Kementerian Kesehatan Republik Indonesia e-PPGBM : Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat merupakan bagian dari sistem informasi gizi terpadu yang berisi data indikator program gizi berbasis individu. Gizi Seimbang : Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. Ibu hamil anemia : Ibu hamil yang pada pemeriksaan darahnya didapat kadar hemoglobin < 11 g/dl Ibu hamil KEK : Ibu hamil Kekurangan Energi Kronik yang diketahui dari hasil pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) < 23,5 cm. IMT : Indeks Massa Tubuh, merupakan indikator antropometri untuk menentukan status gizi berdasarkan hasil perbandingan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan (meter) 2 dengan satuan kg/m2. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) : Proses menyusu dimulai segera setelah lahir yang dilakukan dengan cara kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu dan berlangsung selama minimal satu jam. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas xi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Konseling Gizi : Merupakan proses pemberian dukungan pada pasien/klien yang ditandai dengan hubungan kerjasama antara konselor dengan pasien/klien dalam menentukan prioritas, tujuan/target, merancang rencana kegiatan yang dipahami dan membimbing kemandirian dalam merawat diri sesuai kondisi dan menjaga kesehatan. MPASI Adekuat : Makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi saat mulai memasuki usia 6 bulan hingga 24 bulan yang mencukupi kebutuhan gizi, baik jumlah, jenis, tekstur maupun frekuensi yang sesuai dengan usianya. PMT berbasis pangan lokal : Bentuk makanan tambahan berbasis pangan lokal atau setempat yang dibuat oleh masyarakat baik individu maupun kelompok. Proses Asuhan Gizi : Sebuah pendekatan sistimatik dalam memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas, melalui serangkaian aktivitas terorganisir yang meliputi identifikasi kebutuhan gizi sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Tablet Tambah Darah : Suplemen gizi dengan kandungan zat besi setara dengan 60 mg besi elemental dan 400 mcg asam folat. TTD sering disebut tablet besi atau suplemen besi folat. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas xii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas : Setiap orang yang memberikan pelayanan gizi berupa upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan makanan, dietetik masyarakat, kelompok, atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas xiii Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas xiv Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009. Upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perseorangan dan masyarakat yang dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai lanjut usia, dengan prioritas pada kelompok rawan, yaitu bayi dan balita, remaja perempuan, ibu hamil dan ibu menyusui. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang kesehatan telah ditetapkan sasaran pokok pembangunan bidang kesehatan dan gizi masyarakat yang bertujuan meningkatkan status kesehatan bayi dan ibu serta status gizi masyarakat dengan target indikator pada tahun 2019 sebagai berikut: 1. Menurunkan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup menjadi 306 2. Menurunkan angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup menjadi 24 3. Menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil menjadi 28% 4. Menurunkan prevalensi bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) menjadi 8% 5. Meningkatkan prevalensi bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif menjadi 50% 6. Menurunkan prevalensi balita kekurangan gizi (underweight) menjadi 17% 7. Menurunkan balita kurus (wasting) menjadi 9,5% Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 8. Menurunkan prevalensi baduta pendek dan sangat pendek (stunting) menjadi 28% Untuk mencapai sasaran RPJMN bidang kesehatan tahun 2015-2019, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019 menyebutkan bahwa sasaran kegiatan pembinaan gizi masyarakat adalah meningkatnya pelayanan gizi masyarakat. Indikator pencapaian sasaran tersebut pada tahun 2019 adalah: 1. Persentase ibu hamil KEK yang mendapatkan makanan tambahan sebesar 95% 2. Persentase ibu hamil yang mendapatkan 90 Tablet Tambah Darah (TTD) selama masa kehamilan sebesar 98% 3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif sebesar 50% 4. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 50% 5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan sebesar 90% 6. Persentase remaja putri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) sebesar 30% Dalam rangka mewujudkan peningkatan gizi perseorangan dan masyarakat, serta mendukung pencapaian target RPJMN 2015-2019 dan Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019, Kementerian Kesehatan telah menetapkan upaya pelayanan gizi sebagai salah satu Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) esensial yang dilakukan di setiap puskesmas untuk mendukung standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan. Pelayanan gizi dimaksud dapat berupa pendidikan, suplementasi, tatalaksana, dan surveilans gizi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Upaya pelayanan gizi perseorangan lebih bersifat layanan individu mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan upaya pelayanan gizi masyarakat mencakup upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan keluarga. Pelayanan gizi perseorangan dan masyarakat dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi di puskesmas perlu memahami tentang proses terjadinya masalah gizi sehingga dapat menentukan diagnosis dan intervensi gizi dengan tepat dan cepat, baik pada pelayanan gizi perseorangan maupun masyarakat. Tenaga yang memberikan pelayanan gizi di puskesmas idealnya adalah tenaga profesional yang memberikan layanan fungsional teknis mengenai layanan gizi meliputi aspek asuhan gizi klinis, asuhan gizi masyarakat dan penyelenggaraan makanan sebagai substansi terapi pada pasien. Proses asuhan gizi sesuai standar dilakukan oleh tenaga gizi di puskesmas berpendidikan minimal D3 Gizi. Apabila puskesmas tidak mempunyai tenaga gizi berpendidikan minimal D3, maka Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di puskesmas diharapkan berpendidikan minimal D3 kesehatan lainnya yang telah mendapat pembekalan materi Proses Asuhan Gizi. Pelaksanakan proses asuhan gizi di puskesmas perlu kerjasama dari berbagai profesi (team work). Saat ini, belum seluruh puskesmas memiliki tenaga profesional dibidang gizi. Kompetensi ahli gizi dalam pendekatan team work belum berperan optimal dan cenderung tumpang tindih, sehingga diperlukan pemahaman konsep kolaborasi berdasarkan kompetensi masing-masing. Selain itu, pedoman mengenai pelayanan gizi di puskesmas masih terpisah sehingga tenaga kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kurang memahami fungsi dan tugasnya secara komprehensif dalam pelayanan gizi. Dalam rangka mewujudkan pelayanan gizi yang optimal di puskesmas perlu adanya pedoman Proses Asuhan Gizi yang menjadi acuan standar bagi tenaga kesehatan di puskesmas dengan ruang lingkup pelayanan gizi perseorangan maupun masyarakat. B. Tujuan Tujuan Umum Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan gizi di puskesmas. Tujuan Khusus Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan dalam: 1. Melakukan kajian data 2. Menentukan diagnosis gizi secara tepat 3. Melakukan intervensi gizi secara dini dan tepat 4. Melakukan monitoring dan evaluasi 5. Memberikan pelayanan gizi kepada masyarakat C. Sasaran Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi di puskesmas. D. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan 3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 4 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Tenaga Gizi 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Anak 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 88 Tahun 2014 tentang Standar Tablet Tambah Darah bagi Wanita Usia Subur dan Ibu Hamil 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Kehamilan 13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas 14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga 15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/kota 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 tentang Pedoman manajemen puskesmas 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 5 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian dan evaluasi Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017. 19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Tahun Anggaran 2017 beserta lampiran 20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 279 Tahun 2006 tentang Perawatan Kesehatan Masyarakat 21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 20152019 22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 514 Tahun 2015 tentang Panduan Praktek Klinis (PPK) Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP) 23. Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Nomor: HK.02.03/D1/I.1/2088/2015 tentang Rencana Aksi Program P2PL Tahun 2015-2019 E. Ruang Lingkup Ruang lingkup meliputi kegiatan asuhan gizi dalam Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) oleh tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi di puskesmas. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 6 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB II MANAJEMEN PROGRAM GIZI DI PUSKESMAS Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), disebutkan bahwa puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, akan berkontribusi dalam pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan kabupaten/kota yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang dilaksanakan melalui fasilitasi dan pembinaan dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Program Indonesia Sehat (PIS) sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 52 tahun 2015, bertujuan untuk tercapainya program kesehatan termasuk gizi yang telah diuraikan dalam target program kesehatan RPJMN tahun 2015-2019, yang diuraikan ke dalam 3 pilar yaitu: (i) Paradigma Sehat; (ii) Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan (iii) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pelaksanaan PIS dilakukan melalui pendekatan keluarga yang dikenal dengan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Melalui pendekatan dimaksud diharapkan dalam periode 5 (lima) tahun ke depan, pada tahun 2019 dapat tercapai target program kesehatan dan gizi, terutama 6 indikator program gizi prioritas sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2015-2019. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 7 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Target indikator program gizi dapat tercapai jika program gizi yang diselenggarakan di Puskesmas menerapkan konsep paradigma sehat dan penguatan pelayanan gizi, terintegrasi dengan upaya kesehatan yang diselenggarakan di puskesmas, baik melalui UKP maupun UKM. Langkah-langkah tersebut dilaksanakan melalui pengorganisasian dan penggerakan peran aktif masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan penguatan pelayanan gizi. Penguatan pelayanan gizi yang bermutu serta sistem kewaspadaan gizi dan intervensi yang dilaksanakan melalui pendekatan Pengkajian, Diagnosis, Intervensi, Monitoring dan Evaluasi (PDIME) dalam Proses Asuhan Gizi (PAG). Pelaksanaan tugas dan fungsi puskesmas dalam penyelenggaraan UKP dan UKM termasuk program gizi perlu didukung manajemen yang terintegrasi dan pelaksanaannya perlu berkolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya di puskesmas. Siklus manajemen puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin berkesinambungan, mencakup kegiatan Perencanaan (P1), Penggerakan dan Pelaksanaan (P2), dan Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian (P3) yang dilaksanakan secara terpadu lintas program dan lintas sektor dalam semua tahapannya. A. Perencanaan Program Gizi di Puskesmas (P1) Perencanaan program gizi disusun secara terintegrasi dengan perencanaan program-program kesehatan lainnya di Puskesmas, melalui proses: 1. Analisis Situasi: Disusun melalui tahapan kegiatan berikut, baik untuk sasaran individu, sasaran individu dalam konteks keluarga, kelompok maupun masyarakat, melalui rangkaian proses berikut ini: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 8 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia a. Pengkajian, dalam rangka analisis situasi, mencakup: 1) Pengumpulan data a) Sumber data, antara lain: (1) Data dasar puskesmas (2) PIS-PK (3) Program/profil (4) Riset kesehatan terbaru (5) Pemantauan Status Gizi (PSG) (6) Pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik, misalnya: Sisfogizi terpadu, elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) (7) Sumber data lainnya b) Data pencapaian 18 Indikator Program Gizi di puskesmas, antara lain: (1) Persentase kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan (2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya (3) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI (4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium (5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A (6) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan (7) Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapat makanan tambahan (8) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 9 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (9) Persentase remaja putri mendapat TTD (10) Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A (11) Persentase bayi yang baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) (12) Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (13) Persentase balita mempunyai buku KIA/ KMS (14) Persentase balita ditimbang yang naik berat badannya (15) Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya (T) (16) Persentase balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua kali berturut-turut (2T) (17) Persentase balita di Bawah Garis Merah (BGM) (18) Persentase ibu hamil anemia c) Data cakupan lintas program terkait program gizi, antara lain: (1) Cakupan skrining anak sekolah kelas 1, 7, dan 10 (2) Pemeriksaan K1 dan K4 Ibu hamil (3) Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan (PN) kompeten/ di fasilitas kesehatan (PF) (4) Jumlah bayi lahir hidup (5) Jumlah penduduk ≥ 15 tahun diperiksa tekanan darah/jumlah kasus hipertensi ditemukan (6) Jumlah penduduk ≥ 15 tahun diperiksa gula darah/jumlah kasus DM ditemukan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 10 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia d) Data kesehatan lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) e) Data tentang sumberdaya program gizi (sarana, prasarana, alat, SDM, anggaran dari berbagai sumber), antara lain: (1) Data sarana/prasarana dan alat untuk kebutuhan program gizi: Jumlah Posyandu balita/Posyandu balita aktif Jumlah Posbindu/Posbindu aktif Jumlah Posyandu lansia/Posyandu lansia aktif Jumlah antropometri kit Jumlah media KIE gizi (2) Data SDM penanggung jawab dan pelaksana program gizi: Tenaga Medis (Dokter dan Dokter gigi) Tenaga Gizi minimal ahli madya gizi (D3) Tenaga Bidan minimal setingkat ahli madya kebidanan Tenaga Perawat minimal setingkat ahli madya keperawatan Tenaga Kesehatan Masyarakat minimal setingkat sarjana kesehatan masyarakat Tenaga kesehatan lainnya yang terkait dengan program gizi (3) Data anggaran mendukung operasional program gizi: Sumber dana dari desa, Kabupaten, Provinsi, Pusat Sumber dana lain Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 11 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia f) Data kondisi sosial-ekonomi masyarakat g) Data kebutuhan sarana dan prasarana pendukung program gizi h) Data kebutuhan obat program gizi Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan suplementasi gizi, seperti Tablet Tambah Darah (TTD), Kapsul Vitamin A, PMT Balita Kurus dan PMT Bumil KEK. Uraian berikut menjelaskan bagaimana menghitung jumlah kebutuhan bahan suplementasi gizi di satu Puskesmas berdasarkan jumlah target sasaran, yang sudah diperhitungkan dengan prakiraan jumlah kematian yang terjadi pada sasaran bersangkutan dalam satu tahun. (1) Kapsul Vitamin A Dalam menghitung kebutuhan kapsul vitamin A, perlu diketahui jumlah sasaran yang akan mendapatkan kapsul vitamin A, yaitu bayi 6-11 bulan, balita 12-59 bulan dan ibu nifas. Di bawah ini adalah contoh perhitungan jumlah sasaran dan kebutuhan kapsul vitamin A, untuk berbagai pemenuhan kebutuhan target sasaran bayi (6-11) bulan, anak balita (12-59) bulan dan ibu pasca lahir/KF1. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 12 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 2.1. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Bayi 6-11 bulan Perhitungan Sasaran Bayi (6-11 bulan) Jumlah bayi 0 tahun : 5.000 jiwa Jumlah bayi (6-11 bulan) dalam 1 : 5.000 jiwa (satu) tahun Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A biru dalam 1 (satu) tahun Jumlah kebutuhan kapsul 1 (satu) : 5.000 jiwa x 1 kapsul = 5.000 tahun (dua periode pemberian kapsul bulan Februari dan Agustus) Kebutuhan Tidak Terduga : 10% x 5.000 kapsul = 500 kapsul (+) Jumlah = 5.500 kapsul Stok yang ada : = 350 kapsul Jadi kebutuhan kapsul Vitamin A : = 5.150 biru untuk bayi kapsul Tabel 2.2. Perhitungan Sasaran dan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Anak Balita 12-59 bulan Perhitungan Jumlah Sasaran anak balita 12-59 bulan Jumlah balita 0-4 tahun : 60.000 jiwa Jumlah bayi bayi lahir selamat : 5.000 jiwa 0 tahun Jumlah balita 12-59 bulan 60.000-5.000 = 55.000 jiwa Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A merah untuk anak balita dalam 1 tahun Kebutuhan kapsul dalam 1 : 55.000 jiwa x 2 kapsul = 110.000 tahun kapsul Kebutuhan Tidak Terduga : 10% x 110.000 kapsul = 11.000 kapsul (+) Stok yang ada : 1.000 kapsul Jumlah kebutuhan kapsul merah untuk anak balita = 121.000 - 1.000 = 120.000 kapsul Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 13 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 2.3. Perhitungan Kebutuhan Kapsul Vitamin A untuk Ibu Nifas Perhitungan Jumlah kapsul vitamin A merah yang dibutuhkan ibu nifas dalam 1 tahun Jumlah ibu melahirkan : 7.000 jiwa Jumlah kebutuhan kapsul : 7.000 jiwa x 2 kapsul= 14.000 kapsul dalam 1 tahun Kebutuhan tidak terduga : 10% x 14.000 kapsul = 1.400 kapsul (+) Stok yang ada : = 0 kapsul Kapsul vitamin A merah yang dibutuhkan Untuk ibu nifas = 15.400 kapsul (2) Tablet Tambah Darah (TTD) Untuk menghitung kebutuhan TTD ibu hamil di puskesmas sebaiknya berdasarkan sasaran riil, sedangkan untuk penyediaan TTD di provinsi, kabupaten dan kota menggunakan data proyeksi. Dalam menghitung kebutuhan TTD menggunakan rumus sebagai berikut: TTD = (Jumlah ibu hamil x minimal 90 tablet) + (10%) Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 14 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 2.4. Perhitungan Kebutuhan TTD untuk Ibu Hamil selama 1 tahun 1. Perhitungan Jumlah Sasaran Ibu Hamil, penerima TTD/tahun Jumlah Ibu Hamil /tahun 660 Jiwa 660 Jiwa Jumlah Sasaran Ibu Hamil yang 660 Jiwa harus mendapatkan TTD/tahun 2. Perhitungan kebutuhan TTD untuk Ibu hamil dalam setahun Jumlah kebutuhan TTD untuk 660 x 90 TTD 59.400 TTD Ibu Hamil/1 tahun,@ 90 TTD/Jiwa Kebutuhan tidak terduga 10% x 59.400 TTD 5.940 TTD Total (59.400+5.940) TTD 65.340 TTD Stok yang ada (misalnya tersedia 1.400 TTD) Jumlah Kebutuhan TTD untuk Ibu Hamil yang ada setahun 1.400 TTD (65.340-1.400) TTD 63.940 TTD Perhitungan kebutuhan 90 tablet, berdasarkan alokasi dana yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan. Untuk pemberian TTD pada ibu hamil, disarankan diberikan selama kehamilan. 2) Pengolahan Dari hasil pengolahan data kinerja program gizi dan program kesehatan lain yang terkait, akan diperoleh informasi yang dapat menggambarkan masalah (problem) dan besaran masalah gizi di wilayah kerja puskesmas. Besaran masalah gizi dapat menjadi tanda/gejala dari masalah yang ada (sign/symptom). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 15 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3) Analisis data untuk penegakan diagnosis Proses analisis data masalah gizi dilaksanakan dalam upaya mengidentifikasi penyebab dan latar belakang penyebab masalah. Etiologi dapat ditinjau dari 3 aspek, yaitu: Pelayanan program gizi dan kesehatan Perilaku dan kemandirian gizi Kondisi lingkungan terkait masalah gizi pada sasaran (fisik biologis, psikologis, sosialbudaya, spiritual, kebijakan) b. Diagnosis Program Gizi di Puskesmas Dari hasil pengolahan dan analisa data maka dapat dirumuskan diagnosis masalah gizi dengan rumusan Problem Etiology Sign/Symptom (PES) dengan sasaran program. 2. Rencana Intervensi Program Gizi di Puskesmas a. Strategi dan Langkah Kegiatan Mengingat bervariasinya besaran masalah gizi di puskesmas, maka setiap puskesmas menetapkan urutan prioritas di wilayah kerjanya dengan memperhatikan masalah spesifik lokal. Urutan prioritas masalah ditetapkan berdasarkan: 1) Seberapa mendesak masalah harus dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia (urgency). 2) Tingkat besaran masalah gizi masyarakat atas dasar indikator masalah gizi masyarakat dalam RPJMN (seriousness). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 16 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3) Tingkat keberhasilan pencapaian target pembinaan pelayanan gizi di masyarakat (positive/negative growth), selama kurun waktu pelaksanaannya. 4) Tingginya temuan kasus balita Bawah Garis Merah (BGM), bayi BBLR, ibu hamil dengan risiko KEK, ibu hamil anemia. Data dimaksud dapat diperoleh dari pencatatan dalam kohort ibu hamil, kohort bayi, anak balita dan pra sekolah. Masalah tersebut kemudian diurutkan dan dipetakan sesuai lokasi masing-masing desa/kelurahan dalam wilayah kerja Puskesmas, selanjutnya disimpulkan berdasarkan: (1) Data kelompok bermasalah gizi yang mempunyai kecenderungan penurunan pencapaian target (negative growth) Pada kelompok bermasalah gizi yang menunjukkan penurunan pencapaian target tertinggi, maka kelompok ini berada dalam kondisi risiko, sehingga kelompok ini perlu mendapat prioritas penanganan dan bila perlu dengan strategi penanganan yang berbeda dengan rumusan kegiatan inovatif untuk pendekatan baru yang lebih tepat dalam mengatasi permasalahannya. Pada kelompok bermasalah yang tidak menunjukkan penurunan atau peningkatan pencapaian terget program, maka kelompok ini kemungkinan berada dalam risiko masalah dan dalam status waspada. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 17 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2) Pada kelompok bermasalah gizi yang telah menunjukkan peningkatan pencapaian target kinerja (positive growth) tetapi masih bermasalah kesehatan, tetap memerlukan langkah pengawasan secara berkesinambungan agar terjadi peningkatan target sesuai waktu yang ditentukan. Penetapan urutan prioritas masalah program gizi dapat dilakukan dengan menggunakan tabel di bawah ini. Angka penilaian dari 1-5, dengan angka 1 prioritas terendah dan 5 prioritas tertinggi, satu dengan yang lainnya dikalikan untuk mendapat angka akhir, sebagaimana tabel 2.5. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 18 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 19 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia b. Rencana Kegiatan Program Gizi di Puskesmas Rencana kegiatan dirumuskan dalam bentuk Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk periode 5 tahunan dan RUK tahunan serta Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) untuk tahun yang segera berjalan yang dituangkan dalam Kerangka Acuan Kegiatan (KAK). Dalam menyusun KAK harus menjawab pertanyaan What, Why, Who, Where, When, to Whom, How much, How dan Evaluation (6W2H1E). Proses penyusunan RUK dan RPK program gizi harus terintegrasi dengan proses penyusunan RUK dan RPK Puskesmas, sesuai Permenkes 44 Tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Langkah-langkah penyusunan RUK program gizi, antara lain: RUK program gizi disusun terintegrasi dengan RUK program kesehatan lainnya, dimulai dari tingkat desa dengan melibatkan kepala desa dan wakilwakil masyarakat desa, dalam forum Musyawarah Masyarakat Desa/Kelurahan (MMD/K). Selanjutnya hasil MMD akan dibahas dalam Musrenbang desa/ kelurahan, untuk mengintegrasikan usulan-usulan desa/kelurahan, dilaksanakan pada akhir Januari. Hasil rumusan Musrenbang desa/kelurahan akan dilaporkan Kepala Desa/Lurah ke kecamatan, dan oleh wakil puskesmas di desa ke puskesmas. Hasil kesepakatan rumusan usulan kegiatan kesehatan dari tingkat desa/kelurahan, dikompilasi di puskesmas terintegrasi dengan rencana usulan kegiatan puskesmas, yang selanjutnya akan dibahas dalam forum Lokakarya Mini lintas sektor Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 20 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kecamatan yang pertama, pada awal minggu ke-2 Februari, sebagai bahan persiapan usulan puskesmas dalam Musrenbang kecamatan, yang diselenggarakan pada Minggu ke-2 Februari. Proses selanjutnya, atas hasil Musrenbang kecamatan, akan dilaporkan puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota, dan oleh kecamatan akan dilaporkan ke Bappeda kabupaten/kota. Dinas kesehatan kabupaten/kota akan mengkompilasi hasil semua usulan puskesmas melalui Musrenbang kecamatan, di dalamnya terdapat usulan program gizi puskesmas, terintegrasi dengan usulan program gizi dinas kesehatan kabupaten/kota, yang selanjutnya bersama dengan usulan dari lintas sektor di Bappeda akan dibahas, dalam Musrenbang kabupaten/kota. Proses selanjutnya dibahas di tingkat provinsi, dan selanjutnya ke tingkat pusat dalam Musrenbang nasional, yang simpulan akhirnya akan kembali ke daerah untuk proses selanjutnya. Di akhir tahun (Triwulan IV), telah dapat diperhitungkan pagu anggaran yang dialokasikan ke berbagai pihak, sampai pada tingkat kabupaten/kota yang selanjutnya dirinci kedalam rincian pagu dana setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di dinas kesehatan kabupaten/kota. Dinas kesehatan selanjutnya dapat mengalokasikan rincian anggaran untuk Puskesmas dengan alokasi rincian pemanfaatan, sesuai dengan sumber dana masing-masing yang tersedia. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 21 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Atas rincian alokasi dana di setiap puskesmas, maka puskesmas harus merinci kembali dan menyelaraskan usulan kegiatannya dalam RUK tahun (N+1) menjadi RPK tahun (N+1), yang selanjutnya harus disusun kembali semua usulanusulan ke dalam kegiatan dengan target dan alokasi anggarannya, oleh puskesmas, dengan memperhatikan kebijakan atasannya. Atas rumusan akhir penyelarasan RUK menjadi RPK, maka proses penyusunan perencanaan puskesmas telah selesai disusun, sehingga pada akhir tahun, puskesmas sudah dapat merancang rincian kegiatan RPK tahun (N+1) kedalam Rencana Pelaksanaan Kegiatan Bulanan Puskesmas, dirinci per kegiatan program, keterpaduan antar program, sasaran program, lokasi kegiatan, pelaksana/ penanggung jawab kegiatan, besaran target pencapaian kegiatan berdasarkan alokasi sumberdaya yang akan diperoleh (bukan hanya anggaran), monitoring dan evaluasinya. Dalam penyusunan rencana kegiatan program gizi perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang ada di puskesmas sesuai tupoksi masing-masing, yang dapat digambarkan dalam tabel 2.6. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 22 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia B. Penggerakan dan Puskesmas (P2) Pelaksanaan Program Gizi di Penggerakan dan pelaksanaan merupakan implementasi dari rumusan perencanaan, terdiri dari penggerakan dan pelaksanaan yang terintegrasi dengan proses penggerakan dan pelaksanaan puskesmas. Penggerakan meliputi pengorganisasian, persiapan pelaksanaan kegiatan, penentuan sasaran program dan jumlahnya yang diperhitungkan, rencana peningkatan kapasitas dan kemampuan teknis SDM gizi, perencanaan sarana dan prasarana pendukung program gizi masyarakat. Penggerakan dan pelaksanaan harus terintegrasi dengan program di puskesmas. Rencana intervensi akan dilaksanakan melalui integrasi lintas program dengan kejelasan peran masing-masing profesi, yang bekerja secara kolaboratif sesuai kompetensi dan kewenangan profesi. Pengorganisasian program gizi digambarkan pada tabel 2.6. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 23 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 24 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dokter Berkolaborasi dengan tenaga gizi dalam menetapkan : 1. Rencana intervensi masalah gizi pada semua sasaran 2. Preksripsi diet awal (order diet awal) 3. Preskripsi diet definitif 4. Memberikan edukasi kepada sasaran program dalam upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif gizi sesuai kebutuhan. Tenaga Gizi 1. Berkolaborasi dengan lintas program terkait temuan kasus dan penanganan masalah. 2. Berkolaborasi dalam mendiagnosis masalah gizi dengan dokter, dokter gigi sesuai dengan langkahlangkah terhadap sasaran program 3. Menyusun rencana intervensi masalah dengan semua lintas program di puskesmas 4. Berkolaborasi dengan lintas 1. Melakukan skrining awal terhadap target sasaran yang menjadi tanggung jawabnya 2. Merujuk temuan masalah kesehatan kepada dokter dan masalah gizi kepada tenaga gizi di puskesmas 3. Melakukan pemantauan pelayanan dan hasil serta penyusunan rencana tindak lanjut Bidan 1. Melakukan skrining awal terhadap target sasaran yang menjadi tanggung jawabnya: USILA, KESJOR, UKK, UKS, UKGS, Upaya Kesehatan Tradisional Empiris. 2. Merujuk temuan masalah kesehatan kepada dokter dan masalah gizi kepada tenaga gizi di puskesmas Perawat 1. Menyusun perencanaan suplementasi gizi berdasarkan perhitungan petugas gizi sesuai prosedur yang berlaku 2. Menerima dan mendistribusikan suplementasi gizi tepat waktu sesuai kebutuhan 3. Memperhatikan cadangan minimal suplementasi gizi 4. Menjaga kualitas dengan prosedur penyimpanan yang baik Farmasi Berkolaborasi dengan dokter dan petugas gizi dalam identifikasi penyebab masalah gizi tertentu yang berhubungan dengan kondisi sanitasi yang buruk (ketersediaan air minum, sanitasi yang buruk, ketidakketersedi aan jamban) Sanitarian Tabel 2.6. Kolaborasi LP/LS dalam Penyelenggaraan Program Gizi di Puskesmas Tenaga Lab Melaporkan temuan hasil lab tertentu pada forum lokakarya mini: Anemia ibu hamil, infeksi kecacingan , DM, TB, Malaria. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 25 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 5. Berkolabora si dengan penanggung jawab dan pelaksana program terkait (KIA, PTM, PM, UKS, MTBS, sanitarian) dalam pemantauan pelayanan gizi pada target sasaran 3. Melakukan pemantauan pelayanan dan hasil serta penyusunan rencana tindak lanjut 5. Menyusun laporan ketersediaan bahansupleme ntasi secara periodik sesuai ketentuan Penanggung jawab kolaborasi LP/LS dalam penyelenggaraan program gizi di puskesmas, untuk pelayanan gizi perseorangan adalah Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), sedangkan untuk pelayanan gizi di masyarakat adalah Kepala Puskesmas. Peran lintas sektor disesuaikan dengan permasalahan dan kondisi di wilayah masing-masing. program terkait penyelenggaraan pelayanaan gizi pada semua target sasaran 5. Melakukan pengawasan pengendalian dan penilaian terhadap kinerja dan hasil penyelenggaraan program gizi terintegrasi dengan lintas program 6. Melalui kepala puskesmas berkolaborasi dengan lintas sektor terkait upaya penanganan gizi C. Pengawasan, Pengendalian, dan Program Gizi di Puskesmas (P3) Penilaian Kinerja Proses pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kegiatan program gizi dilaksanakan terintegrasi dengan program kesehatan lainnya, akan dibahas secara periodik dalam forum lokakarya mini lintas program maupun lintas sektor. Pada akhir tahun dilakukan penilaian hasil kinerja program gizi yang terintegrasi dengan memperhatikan kemungkinan terjadinya missed-opportunity antar program (MOP). Hasil penilaian kinerja tahunan akan digunakan untuk penyelarasan rumusan RPK yang akan segera berjalan dari RUK yang telah disusun satu tahun sebelumnya, serta menjadi dasar penyusunan RUK satu tahun yang akan datang. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 26 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB III KONSEP DASAR PROSES ASUHAN GIZI Problem gizi timbul akibat ketidaksesuaian antara asupan dan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Asuhan gizi yang dilakukan melalui Pengkajian, Diagnosis, Intervensi dan Monitoring Evaluasi (PDIME) Gizi merupakan proses penanganan problem gizi yang sistematis dan akan memberikan tingkat keberhasilan yang tinggi. PDIME Gizi dilaksanakan di semua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan), klinik pelayanan konseling gizi dan dietetik, puskesmas, dan di masyarakat. Langkah tersebut dapat dituangkan dalam standar operasional prosedur asuhan gizi di puskesmas setempat. Tujuan Proses Asuhan Gizi (PAG) adalah memecahkan masalah gizi dengan mengatasi berbagai faktor yang mempunyai kontribusi pada ketidakseimbangan atau perubahan status gizi agar dapat menentukan akar masalah gizi yang akan menetapkan pilihan intervensi yang sesuai. Proses Asuhan Gizi memiliki empat manfaat yaitu: 1) Membuat keputusan sehingga meningkatkan tingkat kinerja, dengan menentukan diagnosis/masalah gizi yang akan ditangani sampai monitoring dan evaluasi (dari tingkat merespon menjadi tingkat menentukan); 2) Membantu praktisi dietetik mengelola asuhan gizi berbasis ilmiah dan komprehensif; 3) Memudahkan pemahaman dan komunikasi antar profesi; 4) Mengukuhkan posisi dalam ekonomi global (pendidikan dan kredibilitas). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 27 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Konsep dasar dari pengelolaan proses asuhan gizi mengacu pada gambar 3.1. Gambar ini menggambarkan hubungan kemampuan antara klien dengan tenaga gizi. Kunci keberhasilan proses asuhan gizi terpusat pada hubungan ini. Sistem skrining &�rujukan Area praktek/ pelayanan Pengetahuan Diagnosis gizi Identifikasi &��memberi label��masalah Menentukan penyebab Kluster tanda &�gejala (karakter penentu ) Ø Dokumentasi klien (individu ap dan Intervensi gizi masyarakat)� dengan Ø Rencana intervensi tenaga gizi Ø Menetapkan tujuan dan Monitoring & evaluasi gizi Kompetensi Ekonomi Asesmen gizi Ø Ø Mengumpulkan data�yg sesuai &�terjadwal Ø Ø Analisa /�interpretasi data� Ø dibandingkan standar Hubungan Ø Dokumentasi Ø Monitor tindak lanjut Ø Mengukur indikator hasilØ Implementasi intervensi Ø Asuhan &�tindakan Ø Evaluasi hasil terlaksana Ø Dokumentasi Ø Dokumentasi Kolaborasi Sistem manajemen hasil (�outcome) Sistem sosial Sumber: Modifikasi dari International Dietetics and Nutrition Terminology, Edisi 4, Tahun 2011. Gambar 3.1 Konsep Dasar Proses Asuhan Gizi Lingkaran pertama atau yang terdalam menggambarkan hubungan pasien dengan tenaga gizi. Lingkaran kedua menggambarkan proses asuhan gizi terstandar (proses dan bahasanya) yang meliputi proses pengkajian gizi, diagnosis, intervensi gizi dan monitoring dan evaluasi gizi. Lingkaran ketiga menggambarkan kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan dalam melaksanakan proses asuhan gizi sedangkan lingkaran keempat atau terluar menggambarkan pra kondisi yang mempengaruhi pasien/klien/individu untuk menerima dan memperoleh manfaat dari intervensi agar proses asuhan gizi dapat tercapai. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 28 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Keberhasilan proses asuhan gizi sangat ditentukan oleh efektivitas intervensi gizi melalui edukasi dan konseling gizi yang efektif, pemberian dietetik yang sesuai untuk pasien dan kolaborasi dengan profesi lain. Monitoring dan evaluasi menggunakan indikator asuhan gizi yang terukur dilakukan untuk menunjukkan keberhasilan penanganan asuhan gizi dan perlu pendokumentasian semua tahapan proses asuhan gizi. Pelaksanaan proses asuhan gizi memerlukan keseragaman bahasa (terminologi) untuk berkomunikasi dan mendokumentasikan PDIME. Terminologi dietetik dan gizi secara internasional telah dipublikasikan oleh Academy of Nutrition and Dietetics dalam buku International Dietetics & Nutrition Terminology (IDNT) Reference Manual: Standardized Language for the Nutrition Care Process- Fourth Edition yang berisi terminologi mengenai 4 langkah Proses Asuhan Gizi melalui PDIME (dapat dilihat pada Gambar 3.2 serta Terminologi Diagnosis Gizi secara lengkap di Lampiran 1). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 29 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Diganti dengan file PDIME ubah Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 30 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Proses Asuhan Gizi di masyarakat termasuk individu menitikberatkan kepada upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, contoh: pencegahan utama penyakit dengan cara mengontrol faktor risiko yang berhubungan dengan masalah gizi. Upaya pencegahan kedua berfokus pada deteksi dini penyakit melalui skrinning atau bentuk lain dalam penilaian risiko. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan gizi harus mengembangkan kebijakan dan program untuk membantu memperbaiki pola makan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat. A. LANGKAH PERTAMA: PENGKAJIAN GIZI 1. Tujuan: • Mengumpulkan, memverifikasi dan mengintepretasikan data yang dibutuhkan untuk kasikan masalah gizi terkait penyebabnya secara signifikan. • Proses berlangsung dinamis dan tidak linier, tidak hanya melibatkan pengumpulan data awal, namun juga proses pengkajian ulang dan analisa data status klien/populasi dibandingkan kriteria spesifik (standar referensi). 2. Sasaran dalam Proses Asuhan Gizi: • Klien adalah pasien, anggota keluarga pengasuh. • Populasi adalah kelompok, komunitas masyarakat. atau dan 3. Pengkajian gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan mengumpulkan data yang diperlukan. Pengkajian memerlukan cara berpikir kritis seperti: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 31 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Menentukan data spesifik apa yang akan dikumpulkan Menentukan kebutuhan akan informasi tambahan Memilih alat dan prosedur pengkajian gizi sesuai situasi: alat pengukuran/pengumpulan data; prosedur pengumpulan data; dan comparatives standard (standar pembanding) Validasi data Pengetahuan terkait masalah gizi: patofisiologi, metabolisme zat gizi, epidemiologi Kemampuan membuat keputusan berdasarkan fakta (evidence based) 4. Sumber Data Sumber data untuk pengkajian sesuai dengan tabel 3.1 di bawah ini: Tabel 3.1. Sumber Data untuk Pengkajian Perseorangan Informasi yang tersedia Hasil laboratorium Rekam medis klien Hasil wawancara klien Hasil wawancara pada pendamping Pengamatan dan pemeriksaan Kelompok Masyarakat Informasi yang tersedia Pertanyaan awal tentang komunitas pada diskusi kelompok terarah Untuk terapi kelompok termasuk sumber data perseorangan Untuk promosi grup menyertakan data masyarakat Informasi yang tersedia Survey gizi Survey kesehatan Penelitian epidemiologi Data kegiatan rutin: Pencatatan pelaporan, dan wawancara Penilaian kebutuhan masyarakat secara strategis (melalui proses Musyawarah Masyarakat Desa/MMD) Sumber : Modifikasi The British Dietetic Association, Model and Process for Nutrition and Dietetic Practice, 2016 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 32 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 5. Pengelolaan Data Pengkajian Gizi Pengkajian Gizi terdiri dari 5 kategori, antara lain: a. Pengukuran antropometri Terdiri dari data tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), indeks pola pertumbuhan/ persentil, dan riwayat berat badan Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi terkait data diatas. Contoh: prevalensi gizi buruk b. Data biokimia, tes medis, dan prosedur data laboratorium Misal: Glukosa, hemoglobin, kolesterol dan profil lipid lainnya, asam urat, elektrolit. Untuk di tingkat masyarakat: profil anemia gizi besi; tes toleransi glukosa oral; data laboratorium berbasis populasi dari sistem surveilans kesehatan; Analisis data rekam kesehatan elektronik c. Data pemeriksaan fisik/klinis terkait gizi Penampilan fisik, pemeriksaan tekanan darah, massa otot dan lemak, fungsi menelan, nafsu makan, dan pengaruhnya terhadap status gizi, tumbuh kembang, masalah saat menyusui (kemampuan mengisap dan menelan, koordinasi bayi), pertumbuhan gigi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan menelan dan mengunyah pada lansia Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi terkait data diatas d. Riwayat terkait asupan makanan dan gizi Terdiri dari pemberian makanan dan gizi, penggunaan obat/herbal suplemen, pengetahuan/ kepercayaan, ketersediaan makanan dan persediaan, serta aktivitas fisik. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 33 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Untuk di tingkat masyarakat: ketersediaan makanan/ air yang aman; partisipasi program; fasilitas menyusui; akses terhadap aktivitas fisik; data populasi e. Riwayat klien Riwayat medis/kesehatan/keluarga, perawatan dan penggunaan pengobatan komplementer/alternatif, riwayat sosial, riwayat ibu dan kehamilan, riwayat ibu menyusui, keaksaraan, status sosial ekonomi, situasi tempat tinggal/perumahan, dukungan sosial, lokasi geografis, dan akses terhadap layanan kesehatan dan gizi Untuk di tingkat masyarakat: Data jumlah/prevalensi terkait data di atas, contoh: prevalensi penyakit pada suatu populasi, data dari sistem informasi geografis 6. Apa yang dilakukan dengan data pengkajian gizi? Data pengkajian gizi (indikator) dibandingkan dengan kriteria, norma dan standar yang relevan, untuk interpretasi dan pengambilan keputusan. Standar pembanding dapat berupa norma dan standar nasional, institusional atau peraturan. 7. Bahasa Terstandar Pengkajian Gizi Bahasa terstandar pengkajian gizi untuk mendukung pendekatan yang konsisten terhadap proses asuhan gizi dan meningkatkan kualitas komunikasi dan penelitian. Bahasa terstandar untuk pengkajian gizi sama dengan monitoring dan evaluasi gizi. Namun, tujuan dan penggunaan data berbeda dalam dua langkah tersebut. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 34 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 8. Sistem Pendukung Asuhan Gizi di Masyarakat Sistem pendukung asuhan gizi di masyarakat terdiri dari skrining, rujukan dan manajemen hasil (diluar lingkup PAG). Skrining adalah proses identifikasi awal risiko masalah gizi yang bertujuan untuk menetapkan skala prioritas penyelesaian masalah berbasis PAG Rujukan adalah proses pelimpahan kewenangan penyelesaian masalah pada tingkat yang lebih tinggi. Manajemen hasil melibatkan pengumpulan data beberapa klien/ populasi untuk menentukan apakah intervensi gizi mempengaruhi hasil kesehatan atau tidak. Masalah populasi dapat dipengaruhi oleh pendanaan, kebijakan, dan peraturan institusi atau sesuai kebutuhan yang dirasakan. 9. Langkah-langkah Pengkajian Gizi a. Review: Mengumpulkan, memilah, validasi data. Jenis data dan metoda pengambilan data disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien b. Cluster: Data dikelola dan dikelompokkan sesuai dengan 5 domain. Tentukan “defining characteristic” atau karakter penentu (tanda dan gejala) dari diagnosis yang diduga c. Identifikasi: Membandingkan data-data dengan standar rujukan yang disepakati (standar pembanding = norma dan standar nasional, institusional atau peraturan); Mengidentifikasi kemungkinan problem, etiologi, sign dan symptom. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 35 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengkajian Gizi Pengkajian gizi merupakan penilaian pada tingkat individu maupun tingkat kelompok/populasi. Data pengkajian gizi mencakup tidak hanya informasi geografis dan demografis, tetapi juga statistik kesehatan, jaringan sosial dan pola interaksi sosial dan dukungan, sumber daya di dalam masyarakat, dan persepsi tokoh masyarakat yang dapat berpotensi berdampak pada kebijakan intervensi gizi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi: Tabel 3.2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Status Gizi NO FAKTOR-FAKTOR 1 Biologis - Jenis kelamin - Keturunan/genetik - Umur 2 Gaya Hidup - Aktivitas fisik - Diet - Hobi - Aktivitas waktu luang - Penggunaan obatobatan - Penggunaan NAPZA termasuk minuman beralkohol - Rokok, cerutu, tembakau kunyah Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 36 - Praktik keselamatan seperti memakai sabuk pengaman - Perawatan diri (medis) - Manajemen stres - Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia NO FAKTOR-FAKTOR 3 Status sosial ekonomi - Perumahan - Jaringan sosial - Pendidikan seperti keluarga, - Pendudukan teman, dan rekan - Pendapatan kerja - Status pekerjaan - Ketidakseimbangan/ perbedaan sosial ekonomi 4 Kondisi Komunitas - Iklim dan geografi - Struktur politik / - Pasokan air bersih pemerintahan - Tipe dan kondisi - Kelompok dan perumahan organisasi - Jumlah dan jenis kesehatan rumah sakit dan klinik masyarakat - Pelayanan kesehatan - Jumlah, jenis, dan dan medis lokasi toko bahan - Pelayanan sosial makanan - Rekreasi - Sistem transportasi - Industri terkemuka 5 Kondisi Latar Belakang - Agama - Kebijakan pangan dan gizi nasional - Upah minimum nasional - Keyakinan budaya - Nilai budaya Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 37 - Sikap budaya Periklanan Pesan media Sistem distribusi makanan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia B. LANGKAH KEDUA: DIAGNOSIS GIZI 1. Tujuan: Untuk mengidentifikasi dan menggambarkan masalah gizi spesifik yang dapat diatasi atau diperbaiki melalui intervensi gizi oleh seorang tenaga kesehatan. Diagnosis gizi (misal: Asupan karbohidrat yang tidak konsisten) berbeda dengan diagnosis medis (misal: Diabetes). 2. Perbedaan diagnosis gizi dengan diagnosis medis: Contoh: Diagnosis medis : Dislipidemia Diagnosis gizi : Kelebihan asupan lemak berkaitan dengan seringnya mengonsumsi makanan cepat saji ditandai dengan pemeriksaan kolesterol 230 mg/dl dan mengonsumsi ayam goreng cepat saji 5 kali/minggu. 3. Bagaimana cara menentukan diagnosis gizi? Tenaga kesehatan menggunakan data yang dikumpulkan dalam pengkajian gizi untuk mengidentifikasi dan menetapkan diagnosis gizi klien/ populasi dengan menggunakan Terminologi Diagnosis Gizi (Lampiran 1). Diagnosis gizi mencakup definisi masalah, kemungkinan etiologi/ penyebab, dan tanda atau gejala umum yang telah diidentifikasi dalam tahap pengkajian gizi. 4. Bagaimana pengelolaan diagnosis gizi? Ada 3 kategori diagnosis gizi: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 38 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia a. Domain Asupan: Asupan makan atau gizi yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dibandingkan dengan kebutuhan aktual atau perkiraan. Contoh masalah gizi pada proses asuhan gizi: - Asupan energi tidak adekuat atau berlebih terkait kurangnya pengetahuan terhadap makanan dan gizi atau perilaku dan kepercayaan tidak mendukung; - Memperkirakan asupan energi yang tidak adekuat atau berlebihan terkait dengan gaya hidup yang buruk atau status sosial ekonomi (misalnya asupan energi protein atau kekurangan gizi yang kurang terkait dengan keterbatasan akses makanan); - Asupan zat besi yang tidak memadai atau kebutuhan zat besi yang meningkat pada ibu hamil b. Domain Klinis: masalah gizi yang berhubungan dengan kondisi medis atau fisik. Contoh masalah gizi pada proses asuhan gizi: - Dampak kesehatan mulut yang buruk atau ketidakmampuan perkembangan atau ketidakmampuan fisik untuk memberi makan sendiri; - Kesulitan menyusui; - Kurus; berat badan lebih; obesitas c. Domain Perilaku dan Lingkungan: sikap, kepercayaan, lingkungan fisik, akses terhadap makanan, atau keamanan pangan Contoh masalah gizi pada komunitas/ masyarakat: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 39 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Kurangnya pengetahuan terkait makanan dan gizi; - Keyakinan keluarga / pengasuh atau sikap yang akan mempengaruhi perawatan yang diterima individu; - Tidak siap untuk diet / perubahan gaya hidup; - Pilihan makanan yang tidak diinginkan; - Kurang aktivitas fisik; - Terbatas akses terhadap makanan / waktu 5. Bagaimana mendokumentasikan diagnosis gizi? Format Diagnosis Gizi untuk pernyataan ProblemEtiology-Sign/Symptom (PES) adalah: "Penetapan masalah gizi (P) yang terkait dengan ____ (E) sebagaimana dibuktikan oleh ____(S)." (P) Penetapan diagnosis masalah gizi, contoh: menjelaskan perubahan status gizi klien/ populasi. (E) Penyebab etiologi/ faktor risiko berkaitan dengan diagnosis gizi dengan kata-kata "terkait dengan”, contoh: kurangnya pengetahuan (S) Tanda/Gejala merupakan data yang digunakan untuk mengetahui bahwa klien/ populasi memiliki diagnosis gizi yang ditentukan. Terkait dengan etiologi dengan kata-kata "yang dibuktikan oleh", contoh: asupan makan kurang atau lebih 6. Bagaimana cara untuk mengevaluasi pernyataan PES? P - Dapatkah pemecahan masalah gizi (intervensi gizi) memperbaiki diagnosis gizi untuk individu, kelompok, atau populasi ini? Pertimbangkan diagnosis gizi domain asupan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 40 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia E- Evaluasilah etiologi yang dirumuskan, apakah itu "akar penyebab" paling spesifik yang dapat ditangani dengan intervensi gizi. Jika masalah tidak dapat diselesaikan dengan mengatasi etiologi, dapatkah intervensi gizi setidaknya mengurangi tanda dan gejala? S - Apakah mengukur tanda dan gejala menunjukkan masalah dapat teratasi atau membaik? Apakah tanda dan gejala cukup spesifik dapat dimonitor (mengukur/ mengevaluasi perubahan)? Keseluruhan PES - Apakah data pengkajian gizi mendukung diagnosis gizi tertentu dengan etiologi dan tanda dan gejala yang khas? 7. Bagaimana cara memilih diagnosis gizi dan menulis pernyataan PES yang tepat? Tenaga kesehatan yang bekerja dilingkup kebijakan dan program cenderung memilih diagnosis gizi dari domain Perilaku/Lingkungan. Diagnosis gizi dari domain Asupan lebih spesifik untuk tenaga kesehatan. Oleh karena itu, diagnosis dari domain Asupan harus menjadi pilihan pertama saat memilih antara satu atau lebih diagnosa. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa diagnosis gizi adalah identifikasi dan pelabelan masalah gizi spesifik yang disarankan oleh tenaga kesehatan agar dapat ditangani secara mandiri. 8. Diagnosis Gizi dalam Kesehatan Masyarakat Perbedaan diagnosis gizi dalam komunitas/ masyarakat dibandingkan perseorangan/individu adalah cakupan, skala masalah dan frekuensi atau rentang waktu dimana hal tersebut dapat ditangani. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 41 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Masalah gizi atau kesehatan masyarakat yang luas dengan etiologi makanan dan/atau gizi, mengharuskan nutrisionis/dietisien/tenaga kesehatan untuk secara hati-hati menentukan diagnosis gizi spesifik yang mungkin mencakup lebih dari satu domain untuk mengatasi masalah secara efektif. Di bidang kesehatan atau gizi masyarakat/ komunitas, epidemiologi adalah ilmu inti yang digunakan untuk menilai kesehatan suatu populasi. Surveilans, merupakan sistem pengumpulan data terorganisir, berbasis populasi, merupakan salah satu pilar epidemiologi. Nutrisionis/dietisien/tenaga kesehatan menggunakan bentuk data penilaian ini bersama dengan data lain, seperti survei, data penilaian kesehatan masyarakat, kelompok fokus dan pemindaian lingkungan, antara lain untuk mengidentifikasi masalah gizi pada populasi tertentu. Identifikasi masalah terkait gizi akan membantu memusatkan strategi intervensi yang dikembangkan bersama dengan mitra dan pemangku kepentingan. Strategi intervensi ini kemudian dapat ditargetkan secara khusus untuk perbaikan atau penyelesaian masalah gizi yang teridentifikasi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 42 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Berikut contoh diagnosis gizi dalam kesehatan masyarakat: Tabel 3.3. Diagnosis Gizi dalam Populasi/Masyarakat Domain Asupan Problem (P) Etiology (E) Asupan lemak berlebih (NI5.5.2) terkait dengan: Kurangnya atau terbatasnya akses terhadap pilihan makanan sehat* yang dibuktikan dengan: Asupan oral yang tidak memadai (NI2.1) terkait dengan: Kurangnya atau terbatasnya akses terhadap makanan* yang dibuktikan dengan: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 43 Sign/Symptom (S) Data surveilans gizi menunjukkan asupan makanan berlemak tinggi. (Sering atau sebagian besar makanan berlemak tinggi)* Jumlah anak yang berangkat ke sekolah tanpa makan pagi dan/atau anak yang datang ke sekolah tanpa makan siang. (Kendala ekonomi yang membatasi ketersediaan pangan)* Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Klinis Kegemukan/ obesitas (NC3.3.1/ 3.3.2) terkait dengan: Perilaku dan Lingkungan Terbatasnya akses terhadap makanan (NB-3.2) terkait dengan: Kurangnya pengetahuan dan keterampilan terkait makanan dan gizi* dan ketidakaktifan fisik* yang dibuktikan dengan: Data demografis yang menyatakan bahwa prevalensi kombinasi kelebihan berat badan anak dan obesitas pada populasi meningkat dari 15% menjadi 26% dalam 5 tahun terakhir** Tidak ada pilihan makanan/ minuman sehat yang disediakan di kantin sekolah*. Sekolah tidak memiliki kebijakan untuk menerapkan penyedian makanan sehat di kantin sekolah* yang dibuktikan dengan: Keterangan*: Dari data riwayat makan, **: Dari data antropometri Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 44 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 3.4. Diagnosis Gizi (Modifikasi) untuk Individu/Perseorangan Domain Asupan Klinis Problem (P) Etiology (E) Asupan lemak berlebih (NI5.5.2) terkait dengan: Kurangnya atau terbatasnya akses terhadap pilihan makanan sehat* yang dibuktikan dengan Asupan oral yang tidak memadai (NI2.1) terkait dengan: Kurangnya atau terbatasnya akses terhadap makanan* yang dibuktikan dengan: Kegemukan/ obesitas (NC3.3.1, NC3.3.2) terkait dengan: Asupan energi yang berlebihan* dan aktivitas fisik terbatas* yang dibuktikan dengan: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 45 Sign/Symptom (S) Ketergantungan pada biaya rendah, makanan berlemak tinggi. (Sering atau sebagian besar makanan berlemak tinggi)* Anak yang sampai di sekolah tanpa makan sarapan/ anak secara konsisten datang ke sekolah tanpa makan siang. (Kendala ekonomi yang membatasi ketersediaan pangan)* Berat badan berlebih untuk tinggi/ IMTuntuk-usia sesuai dengan standar pertumbuhan referensi**. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Perilaku Kurangnya dan pengetahuan Lingkungan terkait makanan dan gizi (NB-1.1) terkait dengan: Terbatasnya akses informasi tentang makanan dan gizi* yang dibuktikan dengan: Orang tua melaporkan kurangnya pemahaman tentang makanan sehat dan makanan apa yang harus dibeli* Keterangan*: Dari data riwayat makan, **: Dari data antropometri C. LANGKAH KETIGA: INTERVENSI GIZI 1. Tujuan: Memperbaiki atau meningkatkan kondisi gizi berdasarkan rencana dan penerapan intervensi gizi yang tepat sesuai kebutuhan. Tujuan intervensi mengarah pada problem (P) berdasarkan etiologi (E) dengan target memperbaiki sign/symptom (S) yang harus terukur dan waktu tertentu 2. Intervensi gizi berfokus pada promosi kesehatan dan mencegah penyakit yang dirancang atau direncanakan untuk merubah kondisi sebelumnya yang berakaitan dengan perilaku masyarakat, lingkungan dan kebijakan 3. Bagaimana tenaga kesehatan menetapkan intervensi? Penerapan intervensi berdasarkan diagnosis dan etiologi Strategi intervensi dimaksudkan untuk merubah asupan makan, pengetahuan dan perilaku gizi, kondisi lingkungan atau kegiatan lainnya yang mendukung. Tujuan intervensi gizi dibuat sebagai dasar untuk memonitor perkembangan dan mengukur dampak Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 46 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia asuhan gizi. Tenaga gizi sangat berperan dalam menentukan intervensi berupa Pemberian Makanan. FOKUS pada isu yang akan ditangani berupa aksi/kegiatan dan menggunakan sumber-sumber daya yang ada (memperhatikan kearifan budaya lokal) 4. Bagaimana mengelompokan intervensi? Terdiri dari 4 kategori: - Pemberian Makan: Menentukan pendekatan individu termasuk makanan, cemilan, makanan enteral dan parenteral, dan suplemen. Penentuan kebutuhan kalori dan zat gizi sehari dapat dihitung disesuaikan dengan kelompok umur dan kondisi khusus (hamil, menyusui, dll). Preskripsi Diet adalah Pernyataan singkat mengenai anjuran asupan energi dan atau zat gizi atau makanan tertentu untuk pasien secara individual berdasarkan standar rujukan, pedoman, kondisi pasien dan diagnosis gizi Penetapan preskripsi diet dapat dilakukan pada pelayanan gizi rawat inap di Puskesmas rawat inap Penetapan preskripsi diet pada pasien rawat jalan menjadi bahan edukasi gizi (termasuk syarat dan prinsip diet) Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 47 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Penulisan preskripsi diet: Komponen Preskripsi Diet: Kebutuhan energi Komposisi zat gizi makro &mikro Jenis diet Bentuk makanan Frekuensi makan Rute pemberian Contoh Preskripsi Diet: Jenis diet dan jumlah: DM 1700 Kkal Bentuk lunak (Bubur) Frekuensi 3 kali makan dan 2 kali selingan pemberian: Rute Oral - Edukasi Gizi: Proses memberikan instruksi dan latihan bagi pasien/ klien untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengatur dan memodifikasi makanan, memilih aktivitas fisik terkait gizi serta memelihara dan meningkatkan perilaku hidup sehat. Komponen edukasi terdiri dari 1) konten/materi (untuk meningkatkan pengetahuan; 2) Aplikatif (meningkatkan pemahaman dan keterampilan). - Konseling Gizi: sebuah dukungan kegiatan kolaborasi antara konselor dan klien untuk menetapkan pilihan makanan bergizi, aktivitas, menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah gizi dan meningkatkan status kesehatan. Tujuannya Membantu klien mengidentifikasi dan menganalisis masalah; memberikan alternatif pemecahan masalah; dan membimbing kemandirian mengatasi masalah. Sasaran konseling adalah individu. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 48 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Koordinasi Asuhan Gizi: 1) Melakukan rujukan, koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya, pihak, instansi atau dinas lainnya yang dapat mendukung perbaikan gizi; 2) Menghentikan asuhan atau merujuk / memindahkan asuhan ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya misal merujuk ke pusat kesehatan masyarakat/program gizi; 3) Kolaborasi dan koordinasi di Puskesmas dapat berupa: lintas program puskesmas dan atau lintas sektor. 5. Apa saja yang termasuk ke dalam kegiatan intervensi? Intervensi gizi terdiri dari dua kegiatan yang berbeda dan saling berhubungan yaitu: perencanaan dan implementasi. Perencanaan terdiri dari: a) menentukan prioritas diagnosa, b) berdasarkan evidence based, c) menetapkan hasil yang berfokus pada pasien untuk setiap diagnosis, d) melibatkan klien/ masyarakat/ pendamping, e) menetapkan rencana dan strategi intervensi, f) menetapkan waktu dan lama asuhan gizi, dan g) mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan. Tahapan intervensi meliputi a) mengkomunikasikan asuhan gizi sesuai rencana dan b) melaksanakan intervensi. 6. Intervensi gizi pada masyarakat - Intervensi bertujuan untuk memberikan solusi terhadap penanganan masalah atau diagnosa gizi melalui perencanaan dan implementasi program atau penyiapan kebijakan khusus untuk sasaran program. - Intervensi direncanakan untuk mengubah asupan, pengetahuan dan perilaku, lingkungan, dan faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan akses makanan. Aktivitas intervensi harus fokus pada faktor individu-individu dalam masyarakat dan faktor terkait Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 49 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menetapkan kondisi kesejahteraan masyarakat. kesehatan dan D. LANGKAH KEEMPAT: MONITORING DAN EVALUASI GIZI 1. Tujuan monitoring dan evaluasi gizi Untuk melihat perkembangan dan pencapaian tujuan yang diharapkan. Monitoring dan evaluasi gizi mengidentifikasi outcome yang berhubungan dengan diagnosis dan tujuan intervensi gizi yang direncanakan. Indikator asuhan gizi adalah penanda (marker) yang dapat diukur dan dievaluasi untuk menentukan efektivitas asuhan gizi. Kajian gizi yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan membandingkan outcome dengan status gizi sebelumnya dan tujuan intervensi. Secara umum, ini bertujuan untuk menilai efektivitas intervensi yang dilakukan oleh tenaga gizi. 2. Cara Tenaga kesehatan menentukan indikator yang diukur dalam monitoring dan evaluasi Tenaga Kesehatan menentukan indikator yang dapat menggambarkan perubahan hasil dari asuhan gizi. Dengan kata lain, Tenaga Kesehatan akan mempertimbangkan diagnosis gizi, intervensi gizi, diagnosis medis, tujuan pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan gizi, jenis pelayanan, klien/ masyarakat, dan tingkat keparahan penyakit. 3. Pengelolaan outcome dari monitoring dan evaluasi Dibagi menjadi empat kategori: - Pengukuran antropometri - Data riwayat gizi - Data laboratorium - Data klinis/ fisik Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 50 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4. Kegiatan dalam Monitoring dan Evaluasi Gizi Monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh tenaga gizi terdiri dari kegiatan memantau, mengukur, dan mengevaluasi keberhasilan asuhan gizi pada klien/ masyarakat. 5. Monitoring dan evaluasi gizi pada masyarakat Monitoring dan Evaluasi Gizi pada Masyarakat lebih unik karena tidak hanya melibatkan individu melainkan juga masyarakat. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap data yang diperoleh pada pengkajian, kecuali data riwayat klien. Monitoring dilakukan atas intervensi yang telah diberikan dengan cara mengukur parameter yang ada pada diagnosis gizi berdasarkan tanda dan gejala. Secara lebih luas, monitoring dan evaluasi gizi pada masyarakat harus sesuai dengan tujuan dan indikator program gizi. Penetapan outcome berdasarkan program dapat dibuat dalam asuhan gizi di masyarakat. 6. Proses monitoring dan evaluasi gizi Penting untuk memasukkan monitoring dan evaluasi dalam rencana kegiatan gizi. Perencanaan yang matang akan mendukung jalannya program. Dalam hal ini, monitoring dan evaluasi berguna untuk meningkatkan performa program. Catatan: monitoring dan evaluasi dapat diterapkan dalam setiap tahapan pelaksanaan program. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 51 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 52 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 7. Tahapan Outcome Asuhan Gizi dan outcome Pelayanan Kesehatan a. Outcome asuhan gizi: 1. Perubahan pengetahuan, keyakinan/sikap/perilaku, akses dan lingkungan 2. Peningkatan/penurunan asupan makanan (FH) 3. Perubahan tanda dan gejala (data biokomia, fisik/klinis dan antropometri) b. Outcome pelayanan kesehatan: 1. Outcome kesehatan dan penyakit 2. Outcome efisiensi biaya 3. Kualitas hidup individu/masyarakat Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 53 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 54 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB IV PROSES ASUHAN GIZI DI PUSKESMAS Proses asuhan gizi bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dan gizi dengan sasaran individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pengkajian, Diagnosis, Intervensi dan Monitoring dan Evaluasi (PDIME) Gizi pada individu dalam konteks keluarga dan masyarakat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda sesuai permasalahan yang ditemui. Penanganan masalah gizi memerlukan pendekatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) oleh karena itu sangat memerlukan dukungan serta berkolaborasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait. Berikut akan diuraikan proses asuhan gizi pada beberapa permasalahan yang sering dijumpai di Puskesmas dan menjadi prioritas program, dimulai dari tingkat masyarakat hingga perseorangan. A. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemantauan Pertumbuhan, Status Gizi dan Penyakit Tidak Menular (PTM) Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan kebutuhan tubuh. Status gizi merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya manusia yang menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Pemantauan pertumbuhan pada balita dapat menjadi awal untuk penilaian status gizi dengan melakukan konfirmasi terhadap indikator berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan oleh tenaga kesehatan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 55 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemantauan Pertumbuhan (PP) adalah mengikuti pertumbuhan balita secara terus menerus dan teratur melalui pengukuran antropometri. PP pada balita dilakukan melalui penimbangan berat badan setiap bulan di Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, yang bertujuan untuk mengetahui status pertumbuhan dan mendeteksi secara dini bila terjadi gangguan pertumbuhan. Cara menimbang berat badan dan mengukur panjang/tinggi badan dapat dilihat pada Lampiran 2. Status pertumbuhan seorang anak dapat diketahui dengan cara melihat kenaikan berat badan pada grafik pertumbuhan yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat (KMS) atau buku KIA. Setiap kali ditimbang, berat badan anak dicantumkan dengan tanda titik pada KMS. Setiap titik kemudian dihubungkan sehingga menghasilkan garis (grafik) yang menggambarkan kecenderungan pertumbuhan anak. Garis (grafik) yang naik menunjukkan anak tumbuh dengan baik, sedangkan garis (grafik) mendatar atau bahkan turun menunjukkan bahwa pertumbuhan anak bermasalah sehingga perlu mendapat perhatian. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 56 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Contoh disamping menggambarkan status pertumbuhan berdasarkan grafik pertumbuhan anak dalam KMS. a. TIDAK NAIK(T); grafik berat badan memotong garis pertumbuhan dibawahnya; grafik berat badan b. NAIK(N), memotong garis pertumbuhan diatasnya; c. NAIK(N), grafik berat badan mengikuti garis pertumbuhannya; d. TIDAK NAIK(T), grafik berat badan mendatar; e. TIDAK NAIK(T), grafik berat badan menurun; Gambar 4.1 Contoh Grafik Pertumbuhan Anak dalam KMS Anak dengan penambahan berat badan tidak sesuai dengan standar atau tidak mengikuti garis pertumbuhan atau BGM atau berat badan tidak naik, maka perlu dilakukan konfirmasi oleh petugas kesehatan dengan melihat status gizinya. Balita harus dirujuk apabila dari hasil konfirmasi status gizi anak berada < - 2 SD atau > + 2 SD. Penggolongan status gizi balita berdasarkan indeks antropometri sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak adalah sebagai berikut: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 57 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Usia 0-60 Bulan Ambang Batas <-3 SD - 3 SD sd <- 2 SD -2 SD sd +2 SD >+ 2 SD Kategori Status Gizi Gizi Buruk Gizi Kurang (underweight) Gizi Baik Gizi Lebih Tabel 4.2. Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) Anak Usia 0-60 Bulan Ambang Batas <-3 SD Kategori Status Gizi Sangat pendek (severely stunted) Pendek (stunted) Normal Tinggi (tall) - 3 SD sd <- 2 SD -2 SD sd +2 SD > + 2 SD Tabel 4.3. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) Anak Usia 0-60 Bulan Ambang Batas <-3 SD - 3 SD sd <- 2 SD -2 SD sd +2 SD > + 2 SD Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas Kategori Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk 58 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Usia 0-60 Bulan Ambang Batas <-3 SD - 3 SD sd <- 2 SD -2 SD sd +2 SD > + 2 SD Kategori Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Tabel 4.5. Batas Ambang IMT/U Anak Umur 5 – 18 Tahun Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk (Overweight) Obese Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat IMT <-3 SD - 3 SD sd <- 2 SD -2 SD sd +1 SD +1 SD sd +2 SD > + 2 SD Selain masalah gizi kurang yang berdampak terhadap terjadinya balita wasting dan stunting, masalah gizi lebih dan obes juga cenderung meningkat. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 59 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Gizi lebih atau obesitas pada usia anak-anak dihubungkan dengan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya kegemukan pada usia dewasa yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dan disabilitas, seperti diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular. Risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular (PTM) akibat obesitas sebagian tergantung dari onset usia dimulainya kegemukan dan lama kegemukan. Anak dan remaja yang mengalami obesitas cenderung mengalami gangguan kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang, seperti: - Penyakit kardiovaskular, terutama penyakit jantung dan stroke - Diabetes mellitus - Kelainan muskuloskeletal, seperti osteoarthritis - Kanker endometrium, payudara dan kolon Penentuan status gizi pada ibu hamil dilihat dari adanya risiko Kurang Energi Kronik (KEK). Pada masa kehamilan, kejadian “Risiko” KEK ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup lama yang diukur dengan Lingkar Lengan Atas (LiLA). Ibu hamil dikatakan berisiko KEK bila Lingkar Lengan Atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm. Cara mengukur LiLA dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada kehamilan Trimester I, KEK pada ibu hamil ditentukan melalui Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu ibu hamil dikatakan KEK apabila IMT <18,5. Untuk kenaikan berat badan selama hamil berdasarkan IMT pra hamil dapat dilihat pada Tabel 4.6. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 60 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 61 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.7. Batas Ambang IMT untuk Orang Dewasa Status Gizi Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk (Overweight) Obese Kategori Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat IMT < 17,0 17 - < 18,5 18,5 - 25,0 > 25,0 - 27,0 > 27,0 Berikut ini beberapa Proses Asuhan Gizi terkait pemantauan pertumbuhan, status gizi serta penyakit tidak menular yang dimulai dari tingkat masyarakat sampai ke tingkat perseorangan. Etiologi yang dicantumkan dalam diagnosis gizi hanya berupa contoh, yang masih bisa dikembangkan dengan permasalahan yang ditemukan di wilayah masing-masing. Intervensi yang akan dilakukan disesuaikan dengan hasil diagnosis. Intervensi dapat berupa pemberian makanan, edukasi, konseling dan koordinasi asuhan gizi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 62 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 1. Proses Asuhan Gizi pada Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk, Kurus dan Sangat Kurus Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Melihat prevalensi/proporsi (%) balita dengan: Balita gizi kurang (BB/U -3 SD sd < -2 SD) Balita gizi buruk (BB/U < -3 SD) Balita kurus (BB/TB -3 SD sd < -2 SD) Balita sangat kurus (BB/TB < -3 SD) (Bila tidak tersedia data tingkat Puskesmas dapat dilihat dari data kabupaten/kota sebagai analogi/gambaran untuk data tingkat kecamatan) - Mengkaji prevalensi/proporsi balita yang: BGM Tidak naik berat badannya dua kali berturutturut (2T) - - Pastikan balita BGM dan 2T yang dirujuk dari Posyandu dilakukan konfirmasi oleh tenaga kesehatan untuk melihat adanya masalah status gizi atau tidak (normal) Bila ditemukan balita BGM atau 2T yang setelah dikonfirmasi didapatkan hasil status gizinya (BB/TB) normal, maka intervensi dilakukan untuk mencegah balita tersebut jatuh ke status gizi kurang. Intervensi berfokus pada edukasi dan konseling. - Cakupan N/D Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 63 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jika tersedia data prevalensi balita kurus, perlu dibandingkan dengan cut off point masalah kesehatan masyarakat untuk mengetahui besaran masalah seperti pada Tabel 4.8. Sedangkan jika ditemukan 1 kasus gizi buruk di suatu wilayah, diperlakukan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada kondisi terjadinya KLB penyakit menular, kantong-kantong penyakit terkait masalah gizi, lingkungan pemukiman kumuh, tren N/D turun dalam 3 bulan berturut-turut, maka perlu kewaspadaan akan meningkatnya kasus gizi kurang dan gizi buruk. Tabel 4.8 Batasan Masalah Kesehatan Masyarakat untuk Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk Berdasarkan Indikator BB/U (WHO) Nilai batas prevalensi untuk signifikansi masalah kesehatan masyarakat < 10 % 10-19 % 20-29 % > 30 % Sumber : WHO, 1995 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 64 Kategori Prevalensi rendah Prevalensi sedang Prevalensi tinggi Prevalensi sangat tinggi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.9 Batasan Masalah Kesehatan Masyarakat untuk Balita Kurus dan Sangat Kurus (Wasting) Berdasarkan Indikator BB/TB (WHO) Nilai batas prevalensi untuk signifikansi masalah kesehatan masyarakat <5% 5-9 % 10-14 % > 15 % Sumber : WHO, 1995 Kategori Dapat diterima (Acceptable) Buruk (Poor) Serius (Serious) Bahaya/kritis (Critical) 2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi: - Survei konsumsi terkait Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) tingkat kabupaten/kota sebagai analog/gambaran - Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada 10 rumah tangga di sekitar wilayah kasus balita gizi buruk yang ditemukan - Pola asuh, pengetahuan dan perilaku ibu dalam pemberian makanan - Akses ketersediaan dan keamanan pangan - Cakupan pemberian kapsul Vitamin A - Cakupan balita mendapat dan mengonsumsi PMT Pemulihan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 65 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Ketersediaan PMT Pemulihan - Ketersediaan Kapsul Vitamin A di Posyandu, Puskesmas, klinik bersalin dan RS 5. Riwayat klien: - Cakupan D/S - Data yang terintegrasi dengan indikator Keluarga Sehat, antara lain: • Cakupan balita yang diimunisasi dasar lengkap • Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) - Cakupan balita yang mendapatkan pelayanan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) - Riwayat penyakit atau terjadinya wabah (diare, ISPA, dll) - Daya beli masyarakat - Kondisi geografis, akses ke Posyandu dan pelayanan kesehatan - Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama, dan kebijakan Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi balita kurus dan sangat kurus di wilayah kerja Puskesmas ... Tahun …… Etiologi (E): - Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang pemberian makan yang kurang Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 66 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - - - - tepat dan tidak menganggap balita kurus dan sangat kurus, sebagai masalah. Kebersihan lingkungan dan kebersihan terhadap anak serta Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan pemberian makan secara aktif Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan tenaga kesehatan Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas dapat mengacu pada buku KIA. Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan termasuk PMT Kurangnya penerapan PHBS Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung Kurang dukungan keluarga pada ibu balita Kurang dukungan kebijakan pemerintah setempat, usulan kebutuhan masyarakat tidak terakomodir dalam perencanaan mulai dari desa hingga kabupaten Balita tidak mengonsumsi PMT sesuai anjuran karena kurangnya edukasi dan hambatan budaya Rendahnya cakupan kapsul vitamin A Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 67 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Contoh: - Asupan energi pada balita berdasarkan recall dibawah 60% dari kebutuhan - Praktek pemberian makan balita tidak sesuai dengan kebutuhan baik dari segi bentuk, konsistensi, frekuensi dan jumlah - Rendahnya cakupan N/D dapat menjadi indikasi terjadinya balita kurus dan sangat kurus. Balita kurus dan sangat kurus dapat dicegah apabila berat badan balita dipantau setiap bulan - Tingginya angka kesakitan pada balita dan balita mengalami penyakit yang berulang dalam jangka waktu pendek Contoh diagnosis gizi: Tingginya proporsi balita kurus di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2016 (P) berkaitan dengan keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan (E) ditandai dengan hasil survei terdapat proporsi balita kurus sebanyak 30% dan survei konsumsi asupan energi pada balita <70% AKG sebesar 60% (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: - Menurunkan prevalensi/proporsi balita kurus dan sangat kurus dari ...% pada tahun… menjadi …% pada tahun... - Menurunkan kasus balita kurus dan sangat kurus dari… menjadi …. kasus selama … bulan dan tidak ada kasus baru. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 68 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian makan: - Pemberian formula (F75, F100) untuk kasus balita gizi buruk dengan komplikasi sesuai pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB) - Pemberian formula 100 atau Ready to Use Therapeutic Feeding (RUTF) berbasis pangan lokal untuk kasus balita gizi buruk tanpa komplikasi - PMT pemulihan kepada balita kurus, pemberian multimikronutrien (Taburia) jika tersedia - Pemberian kapsul vitamin A pada kasus balita gizi buruk Edukasi gizi: - Penyuluhan kepada ibu balita tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), manfaat suplementasi PMT dan vitamin A, PHBS, dan pemantauan pertumbuhan balita ke Posyandu secara rutin. Penyuluhan dapat dilakukan pada saat kunjungan di Posyandu, pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu balita, kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB)/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)/Taman Kanak-kanak (TK), dll - Penyediaan sarana dan media KIE Koordinasi asuhan gizi: - Merujuk kasus balita kurus dan sangat kurus berdasarkan hasil konfirmasi ke Puskesmas/ Fasyankes lainnya - Lintas Program: Dokter puskesmas memastikan balita sakit mendapatkan pengobatan yang optimal Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 69 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 70 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - - Memastikan ketersediaan PMT dan kapsul vitamin A Tersedianya sarana dan media KIE Pemantauan kenaikan berat badan setelah mendapat PMT pemulihan Laporan asupan makan, kondisi balita (keaktifan, nafsu makan, dll) dari pos PGBM dan orangtua balita kurus dan sangat kurus Cakupan balita kurus mendapat PMT pemulihan Cakupan kasus balita gizi buruk dengan komplikasi yang mendapatkan perawatan sesuai pedoman TAGB Cakupan kasus balita gizi buruk tanpa komplikasi yang mendapatkan perawatan di Pos PGBM Penurunan proporsi atau kasus balita kurus dan sangat kurus Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status gizi, dilakukan pengkajian ulang dan bila perlu balita dirujuk kembali ke puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Bila ditemukan balita gizi buruk dan kurus yang dirujuk ke Puskesmas, maka dilakukan Proses Asuhan Gizi perseorangan sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: Hasil pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas merujuk pada Standar Antropometri yang berlaku. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 71 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2. Laboratorium: Melihat data hasil pemeriksaan Hb, darah lengkap, feses, urin untuk mengetahui apakah balita mengalami anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya yang memungkinkan terjadinya kekurangan gizi (lihat data rujukan dan keterangan dari dokter yang memeriksa). 3. Fisik/Klinis: Wajah pucat, badan kurus, terlihat letih dan lesu, hilang nafsu makan, batuk kronik, demam, diare, dll 4. Riwayat Gizi: Pola makan balita, kebiasaan makan sehari-hari, melakukan food recall untuk melihat asupan zat gizi sehari termasuk PMT Pemulihan, suplementasi kapsul vitamin A, pola asuh, kepercayaan, dukungan keluarga terhadap pemberian makan, akses ketersediaan dan keamanan pangan. 5. Riwayat Klien: Usia, jenis kelamin, etnis, cacat, riwayat penyakit pada pasien/keluarga, sosial ekonomi, perilaku keluarga terkait PHBS, riwayat kelahiran, akses ke fasyankes, dukungan sosio, budaya, spiritual, agama dan kebijakan. Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat dilihat pada Lampiran 3. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 72 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Diagnosis (D) Problem (P): - Balita gizi buruk - Balita kurus Etiologi (E): - Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga tentang pemenuhan gizi. - Pemberian makan pada balita yang kurang tepat (jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi) - Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan pemberian makan secara aktif - Kurangnya penerapan PHBS di keluarga - Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan tenaga kesehatan - Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas dapat mengacu pada buku KIA. - Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan termasuk PMT pemulihan - Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung - Kurang dukungan keluarga pada ibu balita Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 73 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Tabel 4.10 Contoh Diagnosis Gizi No. 1. 2. Problem (P) Balita kurus Gizi buruk Etiologi (E) Sign/Symptom (S) berkaitan yang ditandai dengan oleh BB/TB < -2 SD, asupan kurangnya makanan hanya pengetahuan 50% dari ibu tentang pola asuh yang kebutuhan, variasi baik serta makanan keterbatasan daya beli kurang, anak makanan terlihat lesu berkaitan yang ditandai dengan oleh BB/U < -3 kurangnya SD, kurang pengetahuan mendapat ibu tentang asupan pola asuh yang makanan baik serta dengan keterbatasan frekuensi dan daya beli jumlah yang makanan adekuat Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 74 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3. Pertumbu han yang kurang optimal berkaitan dengan peningkatan kebutuhan gizi karena gangguan pencernaan (malabsorbsi) yang ditandai oleh BB/TB atau BB/U -2 SD sampai dengan 3 SD, kurang mendapat asupan makanan dengan frekuensi dan jumlah yang adekuat Intervensi (I) Tujuan intervensi: Memberikan asupan zat gizi sesuai kebutuhan untuk meningkatkan berat badan sesuai berat badan ideal. Pemberian makan: - Preskripsi Gizi: Mencakup jumlah/bentuk/tekstur/frekuensi/variasi zat gizi yang dibutuhkan sesuai umur, kebersihan, dan responsivitas. Perhitungan kebutuhan gizi didasarkan pada Berat Badan Ideal (BBI) anak kemudian kebutuhan gizi dapat dihitung berdasarkan BBI anak tersebut. Perhitungan BBI dan kebutuhan energi anak sebagai berikut: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 75 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BBI = BB berdasarkan PB/TB aktual pada median WHO 2005 Kebutuhan energi anak (kkal) berdasarkan rumus : Usia 0 – 12 bulan : BBI x 110-120 kkal Usia 1 – 3 tahun : BBI x 100 kkal Usia 4 – 5 tahun : BBI x 90 kkal Kemudian kebutuhan energi tersebut dijabarkan dalam perhitungan: - Karbohidrat (55-65%), - Protein (10-15%), - Lemak: bayi (45-50% mengacu pada ASI), batita (3035%), dan > 3 tahun (25-30%). Untuk menghitung kebutuhan gizi dapat merujuk pada Buku Penuntun Diet Anak. - Balita gizi buruk dan kurus yang masih menyusu perlu mendapat ASI Eksklusif hingga usia 6 bulan, mulai usia 6 bulan mendapat MP ASI yang adekuat serta pemberian ASI dilanjutkan hingga usia 2 tahun atau lebih. Balita diatas usia 6 bulan harus mengonsumsi makanan bergizi seperti sumber karbohidrat, protein, sumber vitamin dan mineral (buah segar dan sayuran), cukup minum air putih, serta penggunaan garam beriodium untuk membantu perkembangan otak. - Pemberian makanan tambahan bagi balita kurus sebagai upaya pemenuhan gizi makro dan mikro selama minimal 90 hari (PMT pemulihan). PMT yang dilaksanakan dapat berupa PMT lokal padat kalori yang diolah di rumah tangga, maupun pabrikan yang mengacu pada Permenkes nomor 51/2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 76 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Edukasi gizi: Memberikan pengetahuan dan melatih keterampilan pada orang tua tentang: - ASI Eksklusif, memberikan ASI sesering mungkin dan harus meningkatkan kualitas makanan ibu menyusui (lihat Proses Asuhan Gizi pada PMBA) - ASI diteruskan sampai usia 2 tahun ditambah dengan MP ASI - Pola pemberian makan bayi dan anak yang sesuai usia (jumlah porsi, tekstur dan variasi) - Penggunaan bahan makanan yang beraneka ragam sesuai dengan ketersediaan dan daya beli - Penyiapan dan pengolahan makanan - Pemberian Makanan Tambahan bagi balita kurus Konseling gizi: Meningkatkan motivasi dan kepatuhan terhadap anjuran pemberian makan bayi dan anak serta konsumsi PMT Koordinasi asuhan gizi: - Koordinasi dengan dokter terkait pemberian diet pasien dan jika memerlukan penanganan khusus - Berkoordinasi dengan bidan penanggungjawab wilayah untuk melibatkan orangtua dalam kegiatan kelas ibu balita, dll - Bila ibu masih menyusui dan terjadi masalah, dirujuk ke konselor menyusui - Kerjasama dengan lintas sektor dalam pemberdayaan apabila keluarga berasal dari keluarga kurang mampu Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 77 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan kunjungan rumah dalam waktu 1 bulan setelah balita datang ke Puskesmas untuk: - Melihat perubahan pengetahuan dan perilaku ibu balita dalam pemberian makan pada bayi dan anak - Melihat perubahan jumlah asupan makanan yang diberikan pada balita - Melihat kenaikan berat badan balita apakah sudah sesuai target Balita yang telah mencapai kenaikan berat badan yang sesuai diharapkan memantau pertumbuhan secara rutin di Posyandu. Sedangkan bila tidak terjadi kenaikan berat badan sesuai harapan, maka balita dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bila ditemukan kasus balita gizi buruk (sangat kurus) maka penanganan Proses Asuhan Gizi perseorangan di Puskesmas adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: Hasil pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan dan Lingkar Lengan Atas merujuk pada Standar Antropometri yang berlaku. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 78 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2. Laboratorium: Melihat data hasil pemeriksaan Hb, darah lengkap, feses, urin untuk mengetahui apakah balita mengalami anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya yang memungkinkan terjadinya kekurangan gizi (lihat data rujukan dan keterangan dari dokter yang memeriksa). 3. Fisik/Klinis: Wajah pucat, badan kurus, terlihat letih dan lesu, hilang nafsu makan, edema, iga gambang, batuk kronik, demam, diare, dll 4. Riwayat Gizi: - Asupan Balita - Pola makan balita - Kebiasaan makan sehari-hari - Pemberian kapsul vitamin A - Pola asuh - Budaya (pantang makanan tertentu) - Akses ketersediaan dan keamanan pangan 5. Riwayat Klien: Usia, jenis kelamin, etnis, cacat/kelainan bawaan, riwayat imunisasi, riwayat penyakit pada pasien/keluarga, riwayat kelahiran, PHBS, sosial ekonomi, budaya, geografis, akses ke Posyandu/fasyankes Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat dilihat pada Lampiran 3. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 79 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Diagnosis (D) Problem (P): Balita Gizi Buruk (BB/TB) Etiologi (E): - Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian makan anak (jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi) - Kurang optimalnya pola asuh yang berpengaruh terhadap kesehatan, misalnya orangtua tunggal (single parent), ibu bekerja jauh dari balita, tidak dilakukan pemberian makan secara aktif - Kurangnya penerapan PHBS di keluarga - Kurangnya akses terhadap fasyankes dan dukungan tenaga kesehatan - Keterkaitan dengan riwayat kehamilan dan persalinan ibu ataupun riwayat penyakit pada balita. Petugas dapat mengacu pada buku KIA. - Keterbatasan akses terhadap pemenuhan makanan termasuk kapsul vitamin A - Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung - Kurang dukungan keluarga pada ibu balita Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: - BB/TB <-3 SD, LiLA < 11,5 cm - Asupan energi pada balita berdasarkan recall dibawah 60% dari kebutuhan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 80 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Praktek pemberian makan balita tidak sesuai dengan kebutuhan (jumlah, porsi, frekuensi, tekstur, variasi) - Riwayat penyakit pada balita yang berulang dalam jangka waktu pendek. Contoh diagnosis gizi : - Kasus Balita Gizi Buruk (P) berkaitan dengan kurangnya asupan makanan, rendahnya tingkat ekonomi dan pengetahuan ibu (E) yang ditandai BB/TB < - 3 SD, LiLA < 11,5 cm, jarang mengonsumsi sumber protein hewani (kurang dari 1 x/minggu), serta lebih sering memberi bubur/nasi dengan kuah sayuran, tahu, tempe (3-4 x/minggu) (S). - Kasus Balita Gizi Buruk (P) berkaitan dengan riwayat berat badan lahir rendah (E) yang ditandai dengan BB/TB-PB < -3 SD, asupan hanya 40% dari kebutuhan, (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: Memberikan asupan makanan yang adekuat bertahap untuk mencapai Berat Badan Ideal. secara Pemberian makan: - Kasus balita gizi buruk tanpa komplikasi (rawat jalan) Mendapat formula 100, Ready to Use Therapeutic Food (RUTF) (jika tersedia) atau berbasis pangan lokal hingga status gizinya menjadi gizi kurang (BB/TB antara -3 SD s.d. < -2 SD). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 81 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian formula 100 diberikan pada: - Anak gizi buruk diberikan secara bertahap: o Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair (Formula 100). o Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). - Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat. Makanan Lokal Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari. Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal (makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula. Formula 100 atau RUTF: • diberikan setelah pemberian ASI bagi bayi yang masih mendapat ASI • diberikan sebelum pemberian makanan keluarga bagi anak yang sudah mendapat makanan utama Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 82 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Mendapat kapsul vitamin A saat pertama kali ditemukan - Kasus balita gizi buruk dengan komplikasi (rawat inap) Kasus balita gizi buruk dengan komplikasi perlu mendapatkan perawatan sesuai Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB) baik di Puskesmas rawat inap maupun Rumah Sakit. Tahapan pemberian makan kasus gizi buruk: o Fase stabilisasi adalah fase awal dimana kondisi kegawatdaruratan harus segera dilakukan tindakan secara cepat dan tepat. Pada fase ini diberikan makanan Formula 75 (F-75) dengan asupan energi 80-100 kkal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/kgBB/hari dan ASI tetap diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI. Pada fase ini, balita juga mendapat kapsul vitamin A sesuai usianya. o Fase transisi adalah masa peralihan dari fase stabilisasi ke fase rehabilitasi. Pada fase ini ada perubahan pemberian makanan dari F-75 menjadi F-100. Diberikan makanan F-100 dengan asupan gizi 100-150 kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari. o Fase rehabilitasi adalah fase pemberian makan untuk tumbuh kejar, diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100 dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB <7 kg diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150220 Kkal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 83 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia o Fase tindak lanjut adalah fase pemulihan gizi balita di rumah. Setelah pulang anak harus tetap dikontrol oleh Puskesmas secara berkala melalui kegiatan posyandu atau kunjungan ke PuskesmaS. Anak melakukan kontrol pada bulan I satu kali/minggu, bulan ke II satu kali/2 minggu, selanjutnya sebulan sekali sampai degan bulan ke6. Tumbuh kembang anak dipantau oleh Puskesmas sampai anak berusia 5 tahun. Edukasi gizi: Bertujuan memberikan pengetahuan dan melatih ketrampilan orang tua tentang: - Cara membuat formula 100, pemberian makan bayi dan anak yang sesuai usia, cara pembuatan makanan tambahan (PMT penyuluhan), memantau berat badan secara rutin di Posyandu/Fasilitas Pelayanan Kesehatan, manfaat vitamin A, dll. - Kasus balita gizi buruk disarankan untuk makan makanan yang tinggi protein dan energi (sesuai dengan sumber pangan lokal). - Jika anak tersebut telah masuk kategori kurus: Balita: dianjurkan makan makanan keluarga, bergizi seimbang dan perlu mendapat makanan tambahan. Baduta: perlu mendapat makanan sesuai prinsip pemberian makan bayi dan anak yang optimal dan makanan tambahan. Konseling gizi: Meningkatkan motivasi kepada orangtua/pengasuh untuk pemberian makanan (formula 75, 100, dan gizi seimbang). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 84 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Koordinasi asuhan gizi: - Koordinasi dengan dokter terkait diet pasien dan jika memerlukan penanganan khusus lainnya - Berkoordinasi dengan lintas program seperti bidan penanggungjawab wilayah untuk melibatkan orangtua dalam kegiatan kelas ibu balita, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) dll, Kesling, Imunisasi - Lintas sektor (Kepala Desa, Camat, PKK, Pertanian, Perindustrian,, Perikanan, Perternakan, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama, dll) Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan melihat: - Ada atau tidak adanya tanda-tanda komplikasi - Kenaikan berat badan balita dengan target sekitar 50 gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut - Kesehatan anak (keaktifan, selera makan anak serta apakah makanan yang diberikan dapat dihabiskan) Selanjutnya dapat dilihat pada Buku Pedoman Tatalaksana Anak Gizi Buruk (TAGB). Catatan Untuk Proses Asuhan Gizi Pemantauan Pertumbuhan dan Status gizi: 1. Ketika ditemukan balita dengan masalah gizi lebih dan atau pendek maka perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. 2. Permasalahan gizi balita baik individu maupun masyarakat perlu dilihat berdasarkan ketiga indikator (BB/U, TB/U dan BB/TB) misalnya gemuk pendek atau pendek kurus, sehingga intervensi perlu mempertimbangkan seluruh aspek masalah gizi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 85 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2. Proses Asuhan Gizi pada Anak Sekolah dan Remaja Gemuk dan Obesitas Pengkajian (P) 1. Antropometri: Melihat prevalensi/proporsi: - anak sekolah/remaja dengan gemuk (IMT/U) - anak sekolah/remaja obesitas (IMT/U) Data didapatkan dari penjaringan yang di lakukan pada awal tahun ajaran yang dilakukan oleh petugas kesehatan bekerjasama dengan guru penanggung jawab UKS. 2. Laboratorium: 3. Fisik/klinis:4. Riwayat Gizi: - Survei konsumsi terkait asupan pada anak sekolah/remaja tingkat kabupaten/kota sebagai analog/gambaran - Pola konsumsi makanan jajanan anak sekolah/remaja - Pengetahuan dan perilaku anak sekolah/remaja, orang tua dan keluarga dalam pemilihan dan penyediaaan makanan - Gambaran pola aktivitas fisik anak sekolah/remaja - Akses terhadap aktivitas fisik di lingkungan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 86 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 5. Riwayat Klien: - Usia, jenis kelamin - Jumlah/proporsi riwayat penyakit pada anak sekolah dan remaja - Riwayat keluarga gemuk/ obesitas - Pola asuh - Riwayat kelahiran - Daya beli masyarakat - Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama, dan kebijakan - Kondisi geografis, akses ke Posyandu Remaja dan fasilitas pelayanan kesehatan Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi gemuk dan obesitas pada anak sekolah dan remaja di wilayah Puskesmas …. Tahun …. Etiologi (E): - Riwayat konsumsi makanan yang lebih dari AKG - Pola konsumsi makanan tidak seimbang, misalnya tinggi karbohidrat dan lemak - Pola konsumsi rendah sayuran dan buah – buahan - Ketersediaan makanan dilingkungan yang tidak sehat (makanan tinggi gula, garam, lemak), misalnya jenis dan jumlah makanan jajanan dilingkungan tempat tinggal dan sekolah - Pengetahuan orang tua, anak dan remaja yang Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 87 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - - kurang mengenai konsumsi makanan sehat Keterampilan ibu dan keluarga yang kurang dalam penyiapan makanan untuk anak sekolah dan remaja Pola aktivitas, misalnya aktivitas fisik kurang Keterbatasan akses terhadap aktivitas fisik di lingkungan Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: Tingginya prevalensi gemuk pada anak sekolah Rendahnya proporsi anak sekolah dan remaja yang melakukan aktivitas fisik Contoh diagnosis gizi: Tingginya prevalensi/proporsi anak sekolah dan remaja gemuk di Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan dengan rendahnya asupan sayuran dan buah-buahan, tingginya konsumsi makanan jajanan yang tinggi karbohidrat dan lemak, kurangnya pengetahuan anak sekolah dalam memilih makanan sehat, dan kurangnya aktivitas fisik (E) ditandai dengan hasil survei jumlah anak sekolah dan remaja gemuk sebesar 12%, frekuensi konsumsi sayur dan buah 2x dalam seminggu, asupan karbohidrat dan lemak > 100% AKG, proporsi anak sekolah dan remaja yang melakukan aktivitas fisik < 20% (S). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 88 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Intervensi (I) Tujuan Intervensi: Menurunkan prevalensi gemuk pada anak sekolah dan remaja dari … % pada tahun … menjadi…% pada tahun … atau ... kasus pada tahun… menjadi ….kasus pada tahun… Pemberian Makan: Penyediaan dan pemberian makanan sehat di kantin untuk anak sekolah Edukasi: - Penyuluhan mengenai makanan gizi seimbang pada jam pelajaran di sekolah, materi dapat di sampaikan kepada siswa/i, orangtua, guru kelas ataupun guru penanggung jawab UKS - Penyuluhan mengenai olahraga dan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari - Menyusun menu diet khusus bersama-sama keluarga di bawah bimbingan ahli gizi - Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan brosur Koordinasi asuhan gizi: - Berkoordinasi dengan guru penanggung jawab UKS untuk konseling saat hari penjaringan - Bekerjasama dengan sekolah dalam pengawasan konsumsi makanan jajanan siswa - Merujuk anak yang dicurigai adanya penyakit penyerta ke fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 89 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan 3 bulan pertama dengan melihat: - Kantin sekolah yang menyediakan makanan sehat - Terselenggarannya Penyuluhan tentang gizi seimbang di sekolah - Pola makan anak sekolah/remaja di rumah atau di luar rumah, - Proporsi anak sekolah/remaja yang melakukan Aktivitas fisik (aktivitas, bermain, olahraga dan lainlain) - Proporsi anak sekolah/remaja yang gizi lebih/obes Setelah 3 bulan, bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan melanjutkan intervensi yang diberikan. Bila berat badan anak naik atau ditemukan komorbiditas maka dirujuk ke rumah sakit. Bila ditemukan kasus gemuk dan obesitas pada anak sekolah yang dirujuk ke puskesmas maka dilakukan Proses Asuhan Gizi perseorangan sebagai berikut: Pengkajian Gizi 1. Antropometri: Hasil pengukuran Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB), hasil perhitungan IMT/U 2. Laboratorium: Pemeriksaan kadar gula darah, profil lipid Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 90 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3. Fisik/klinis: Anak terlihat gemuk, sesak nafas, sulit bergerak, tanda komplikasi medis seperti: sakit kepala dan lain-lain. 4. Riwayat Gizi: Pola makan anak sehari-hari, kebiasaan makan anak yang melebihi kebutuhan dan aktivitas fisik yang kurang, data asupan makanan dapat dilihat dari food recall 24 jam 5. Riwayat klien: Usia, jenis kelamin, riwayat penyakit pada pasien dan pada keluarga yang obes, keadaan sosial ekonomi, pola asuh dan riwayat kelahiran Diagnosis Gizi Contoh diagnosis gizi: Gemuk dan obesitas pada anak sekolah dan remaja (P) berkaitan dengan berlebihnya asupan energi serta kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh asupan energi > 110% AKG dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gadget (S). Intervensi Gizi Tujuan intervensi: Menurunkan berat badan secara bertahap hingga mencapai berat badan normal. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 91 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian makan: - Preskripsi Gizi Pengaturan diet anak sekolah dan remaja gemuk dan obesitas disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, derajat obesitas, dan ada tidaknya penyakit penyerta Kebutuhan Energi Total: -BB Ideal x kebutuhan Energi/kg BB sesuai umur -BB aktual x kebutuhan Energi/kg BB sesuai umur – (300 s/d 500 kkal) - Syarat Diet Penurunan energi dianjurkan secara bertahap 300 – 500 kkal lebih rendah dari hasil perhitungan asupan makanan, tetapi tidak lebih rendah dari kebutuhan energi idealnya. Karbohidrat 55-65% dari total kebutuhan energi Protein 10-15% dari total kebutuhan energi Lemak 20-30% dari total kebutuhan energi (bila ada komplikasi dislipidemia pemberian lemak dikurangi secara bertahap sesuai NCEP (National Cholesterol Education Programe). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 92 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.11 Kebutuhan Energi, Protein dan Cairan untuk Anak Umur Kebutuhan Kebutuhan Cairan (Thn) Energi Protein (cc/kg ( kkal/kg BB ) ( gr/kg BB ) BB) L P L P 6 90 90 1,2 1.2 90 – 120 7 – 10 11 – 14 15 – 18 70 55 45 70 47 40 1 1 0,8 1 1 0,8 70 – 85 70 – 85 50 – 60 Sumber: Modul Pelatihan Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah, 2014 - Anak sekolah atau remaja gemuk dan obesitas mendapat makanan bergizi seimbang, menghindari makanan tinggi gula, garam dan lemak. - Konsumsi makanan berserat (buah dan sayur) Edukasi gizi: Memberikan pengetahuan pada anak sekolah dan remaja serta meningkatkan ketrampilan ibu tentang gizi seimbang, pentingnya aktivitas fisik dan memantau berat berat badan secara rutin. Konseling gizi: Memberi motivasi kepada anak sekolah dan remaja untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin minimal 30 menit setiap hari dan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 93 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Koordinasi asuhan gizi: - Koordinasi dengan dokter bila ditemukan tanda/gejala penyakit penyerta (hipertensi, diabetes mellitus, sleep apnea, dan lain-lain) - Koordinasi dengan penanggung jawab program kesehatan remaja - Koordinasi dengan penanggung jawab UKS di sekolah Monitoring Evaluasi Gizi Melakukan kunjungan rumah dalam waktu 1 bulan setelah remaja datang ke Puskesmas untuk melihat : - perubahan pengetahuan dan perilaku dalam pemberian makan - perubahan asupan makanan - perubahan aktivitas fisik - perubahan berat badan Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila berat badan anak turun atau tetap maka dianjurkan untuk melanjutkan kegiatan pengaturan berat badan yang terstruktur. Bila berat badan anak naik atau ditemukan komorbiditas, maka harus dirujuk ke rumah sakit. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 94 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3. Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri Anemia Gizi Besi Remaja putri yang menderita anemia ketika menjadi ibu hamil berisiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting. Anemia gizi besi menjadi salah satu penyebab utama anemia, diantaranya karena asupan makanan sumber zat besi yang kurang. Hasil penelitian di Tangerang tahun 2004 (Kurniawan YAI dan Muslimatun, 2005 dalam Buku Pedoman Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan WUS, 2016) menunjukkan bahwa asupan total zat besi pada anak perempuan usia 10–12 tahun yang menderita anemia hanya sebesar 5,4 mg/hari, lebih rendah daripada kebutuhan perhari sebesar 20 mg/hari sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Angka ini menunjukkan bahwa asupan total zat besi pada remaja tersebut hanya sekitar 25% dari AKG. Penelitian tersebut juga menunjukkan konsumsi besi heme sebesar 0,8 mg/hari dan besi non-heme sebesar 4,6 mg/hari. Remaja putri pada masa pubertas sangat berisiko mengalami anemia gizi besi. Hal ini disebabkan banyaknya zat besi yang hilang selama menstruasi. Selain itu diperburuk oleh kurangnya asupan zat besi, dimana zat besi pada remaja putri sangat dibutuhkan tubuh untuk percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 95 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak buruk pada remaja putri dan WUS, diantaranya: 1. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah terkena penyakit infeksi 2. Menurunnya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak. 3. Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja. Daya Tahan Tubuh Kebugaran Anemia Prestasi Infeksi Kinerja Gambar 4.2 Dampak Anemia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 96 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Proses Asuhan Gizi pada Remaja Putri Anemia Gizi Besi Pengkajian (P) 1. Antropometri: Prevalensi/proporsi status gizi remaja putri (IMT/U) 2. Laboratorium: Prevaleni/proporsi anemia pada remaja putri 3. Fisik/klinis: 4. Riwayat Gizi: - Data asupan zat besi total sehari kurang dari 20 mg/hari (AKG) dan data konsumsi protein, sayuran dan buah-buahan - Ketersediaan makanan sumber zat besi - Pengetahuan remaja putri, orang tua, dan keluarga tentang anemia dan pentingnya mengonsumsi makanan sumber zat besi dan vitamin C - Ketersediaan dan distribusi TTD remaja putri - Persepsi remaja putri tentang bentuk tubuh ideal (body image) - Cakupan pemberian dan konsumsi TTD pada remaja putri yang diperoleh dari Kartu Suplementasi Gizi dan Buku Rapor Kesehatanku 5. Riwayat Klien: - Prevalensi/proporsi remaja putri yang telah menstruasi - Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 97 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Kondisi geografis, akses ke Posyandu Remaja atau fasilitas pelayanan kesehatan - Daya beli masyarakat - Dukungan sosial, budaya, psikologis, agama dan kebijakan Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas … Tahun … Etiologi (E): - Rendahnya asupan protein hewani - Rendahnya asupan sayuran dan buah-buahan - Rendahnya asupan zat besi total - Kurangnya pengetahuan keluarga dan remaja putri tentang anemia - Kurangnya kepatuhan dalam mengonsumsi TTD - Persepsi remaja putri yang salah tentang bentuk tubuh ideal (body image) - Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung (adanya pantangan dalam makanan) - Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD remaja putri yang kurang tepat - Kurangnya edukasi tentang anemia dan manfaat TTD Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 98 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Contoh: - Rendahnya asupan makanan sumber zat besi pada remaja putri - Rendahnya cakupan pemberian dan konsumsi TTD pada remaja putri Contoh diagnosis gizi: Tingginya prevalensi/proporsi anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan dengan rendahnya konsumsi sumber protein hewani (E) ditandai dengan prevalensi/proporsi asupan protein < 80% AKG sebesar 38%. Intervensi (I) Tujuan Intervensi: Menurunkan prevalensi/proporsi anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas … dari …% pada tahun…menjadi …% pada tahun ... Pemberian makan: - Penyediaan dan pemberian makanan sumber zat besi di kantin bagi remaja putri di sekolah - Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) sebanyak 1 tablet setiap minggu (blanket approach) Edukasi: - Penyuluhan mengenai gizi seimbang, anemia pada remaja putri dan manfaat TTD - Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan brosur Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 99 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Koordinasi asuhan gizi: - Berkoordinasi dengan penanggung jawab program kesehatan remaja - Berkoordinasi dengan guru penanggung jawab UKS/Komite Sekolah untuk pemberian TTD dan konseling saat hari minum TTD di sekolah - Merujuk remaja putri dengan gejala anemia ke fasilitas pelayanan kesehatan Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau: - Jumlah/proporsi remaja putri yang mengalami kenaikan kadar Hb dan remaja putri yang tidak mengalami kenaikan kadar Hb setelah intervensi - Cakupan pemberian TTD, cakupan remaja putri yang mengonsumsi TTD, melakukan cross check jumlah TTD yang didistribusikan dengan jumlah remaja putri yang mendapat TTD - Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD remaja putri - Terselenggaranya kantin di sekolah yang menyediakan makanan sumber zat besi bagi remaja putri - Terselenggaranya penyuluhan tentang gizi seimbang, anemia pada remaja putri dan manfaat TTD Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka perlu dilakukan pengkajian ulang Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 100 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Bila ditemukan kasus anemia gizi besi pada remaja putri yang dirujuk ke Puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: Hasil perhitungan IMT/U untuk melihat status gizi remaja putri 2. Laboratorium: - Hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 12 g/dl - Data hasil pemeriksaan darah lainnya dan feses 3. Fisik/klinis : Tampak pucat,ditemukan gejala 5 L (lesu, letih, lemah, lelah dan lalai) 4. Riwayat Gizi: - Pengetahuan remaja putri, orang tua dan keluarga tentang anemia dan pentingnya mengonsumsi makanan sumber zat besi - Pola makan - Kebiasaan makan sehari-hari termasuk konsumsi TTD - Food recall untuk melihat asupan zat besi dan protein 5. Riwayat Klien: Usia, riwayat penyakit, faktor lingkungan dan faktor sosioekonomi Formulir asuhan gizi yang dilakukan pada anak dapat dilihat pada lampiran 3. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 101 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Diagnosis (D) Contoh diagnosis gizi: Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan dengan rendahnya asupan sumber protein hewani dan kurangnya pengetahuan (E) ditandai asupan protein < 70% dari kebutuhan, asupan zat besi kurang dari AKG, kadar Hb < 12 g/dl, kurang konsentrasi dan gejala 5 L (S). Intervensi (I) Tujuan Intervensi: Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang adekuat Pemberian makan: Pemberian TTD (dosis terapi) Edukasi gizi: Memberi informasi kepada remaja putri tentang: - Konsumsi makanan sumber zat besi, protein serta makanan yang meningkatkan penyerapan zat besi (mengandung vitamin C), seperti buah atau jus - Perlunya konsumsi TTD sesuai anjuran dan tidak dianjurkan meminum TTD bersama-sama dengan susu, teh, kopi, tablet kalsium (kalk) dosis tinggi atau obat sakit maag. Bila akan mengonsumsi pangan atau obat tersebut sebaiknya dua jam sebelum atau sesudah mengonsumsi TTD sehingga penyerapan zat besi dari TTD dapat lebih baik. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 102 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Untuk mencegah timbulnya efek samping minum TTD seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah dan kadang-kadang diare atau sulit buang air besar serta feces/tinja akan menjadi hitam, dianjurkan TTD diminum dengan air putih setelah makan. Konseling gizi: Memberikan motivasi remaja putri untuk mengonsumsi makanan sumber protein dan zat besi serta patuh dalam mengonsumsi TTD. Koordinasi asuhan gizi: ‐ Koordinasi dengan dokter terkait pengobatan anemia dan penyakit penyerta ‐ Koordinasi dengan penanggung jawab program kesehatan remaja ‐ Koordinasi dengan penanggung jawab UKS di sekolah Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau: - Asupan protein dan zat besi pada remaja putri - Konsumsi TTD melalui Kartu Kontrol atau Buku Rapor Kesehatanku/Register di sekolah - Kenaikan kadar Hb pada remaja putri anemia gizi besi Jika pada pemeriksaan selanjutnya kadar Hb tidak berubah, maka langsung dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Bila anemia disebabkan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 103 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia oleh defisiensi zat besi, maka dengan konsumsi TTD secara teratur akan meningkatkan kadar Hb, namun jika kadar Hb tidak meningkat setelah konsumsi TTD secara rutin, kemungkinan anemia disebabkan oleh faktor lain. 4. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Anemia Gizi Besi Pemeriksaan kadar Hb pada ibu hamil perlu dilakukan untuk mengetahui apakah seorang ibu hamil mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan kadar Hb dalam darah dilakukan dengan menggunakan metode Cyanmethemoglobin sesuai anjuran WHO. Khusus untuk survei di lapangan digunakan metode yang sama dengan alat HemoCue. Tabel 4.12 Pengelompokan Anemia pada Ibu Hamil (WHO) Populasi Tidak Anemia (Hb g/dl) Anemia Ringan Sedang Berat Ibu 11 10,0 – 10,9 7,0 – 9,9 < 7,0 Hamil Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya (ANC) harus diperiksa kadar Hb nya dan diberikan Tablet Tambah Darah (TTD) sesuai aturan. Pemberian TTD diiringi dengan pemberian konseling. Setiap ibu hamil yang memeriksakan kehamilan di pelayanan kesehatan HARUS periksa kadar hemoglobin Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 104 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pengkajian (P) 1. Antropometri: Melihat prevalensi/proporsi: - Ibu hamil trimester I dengan status gizi berdasarkan IMT pra hamil: gizi kurang/KEK, normal, kelebihan BB dan obes - Ibu hamil dengan penambahan berat badan tidak sesuai standar (kohort) - Ibu hamil risiko KEK - Bayi dengan BBLR 2. Laboratorium: Prevalensi/proporsi ibu hamil anemia Untuk melihat besaran masalah kesehatan masyarakat dapat merujuk kepada cut off point pada tabel 4.13. Tabel 4.13 Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Prevalensi Anemia Kategori Masalah Berat Sedang Ringan Normal Sumber: WHO, 2011 Prevalensi > 40 % 20.0 – 39.9 5.0 – 19.9 4.9 3. Fisik/Klinis: - Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 105 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4. Riwayat gizi: - Survei konsumsi ibu hamil terutama makanan sumber protein dan zat besi - Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada ibu hamil Anemia - Cakupan ibu hamil yang mendapat TTD - Cakupan ibu hamil yang mengonsumsi TTD - Pengetahuan ibu hamil, suami, dan keluarga tentang makanan bergizi seimbang sebelum dan saat hamil - Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan, dll) - Akses ketersediaan dan keamanan pangan - Ketersediaan dan distribusi TTD ibu hamil 5. Riwayat klien: - Jumlah/proporsi ibu hamil yang melakukan ANC (cakupan K1 dan K4) - Jumlah/proporsi ibu hamil yang ikut kelas ibu - Jumlah/proporsi ibu hamil dengan riwayat penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah dan kecacingan - Jumlah/proporsi keluarga dengan PHBS - Catatan dari kantong-kantong daerah yang bermasalah, misalnya jumlah kesakitan dan jumlah kematian ibu - Kondisi geografis, akses ke Posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan - Daya beli masyarakat - Dukungan keluarga - Dukungan sosio budaya, psikologis, agama, kebijakan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 106 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Prevalensi ibu hamil anemia tersebut juga perlu dibandingkan dengan kasus pada bulan yang sama pada tahun lalu atau adanya peningkatan kasus pada 3 bulan terakhir atau dibandingkan dengan target kabupaten. Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di wilayah kerja Puskesmas ... Tahun … Etiologi (E): - Rendahnya asupan makanan sumber protein dan zat besi pada ibu hamil yang disebabkan oleh ketersediaan di tingkat rumah tangga yang kurang - Konsumsi makanan atau minuman penghambat penyerapan zat besi - Kurangnya konsumsi makanan atau minuman yang membantu penyerapan zat besi - Tingginya angka kesakitan pada ibu hamil dan ibu hamil mengalami penyakit yang berulang dalam jangka waktu pendek - Rendahnya cakupan K1 dan K4 - Rendahnya cakupan pemberian TTD - Rendahnya cakupan konsumsi TTD - Kurangnya penerapan PHBS di keluarga - Kurangnya dukungan keluarga pada ibu hamil - Kurangnya akses ke Posyandu/fasilitas pelayanan kesehatan - Kurangnya kesadaran dan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang masalah anemia, sehingga anemia tidak dianggap masalah Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 107 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Kondisi sosial ekonomi dan budaya yang tidak mendukung (adanya pantangan dalam makanan) - Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD ibu hamil yang kurang tepat Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: - Rendahnya asupan protein hewani pada ibu hamil - Rendahnya cakupan pemberian dan konsumsi TTD pada ibu hamil Contoh diagnosis gizi: Tingginya prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan dengan rendahnya asupan protein hewani sebagai sumber zat besi dan rendahnya konsumsi TTD (E) ditandai dengan proporsi ibu hamil dengan asupan protein hewani sebagai sumber zat besi < 70% AKG sebesar 70% dan cakupan konsumsi TTD sebesar < 60% (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: Menurunkan prevalensi/proporsi ibu hamil anemia di wilayah Puskesmas ... dari …% pada tahun … menjadi …% pada tahun… Pemberian makan: - Konsumsi TTD sesuai anjuran Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 108 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Edukasi berupa: - Penyuluhan tentang gizi pada ibu hamil saat kunjungan di puskesmas, posyandu, pada pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu balita, dll - Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan brosur Koordinasi asuhan gizi: Lintas program: - Merujuk ibu hamil anemia ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan petugas KIA dalam - Koordinasi pendistribusian TTD - Koordinasi dengan dokter/bidan dalam penanganan penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah dan kecacingan Lintas sektor: - Meningkatkan ketersediaan pangan melalui upaya pemanfaatan pekarangan bekerja sama dengan penyuluh pertanian setempat, termasuk ketersediaan sumber protein hewani - Menjaga kebersihan perumahan dan sanitasi lingkungan bekerjasama dengan lintas sektor dan pimpinan kecamatan/desa Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau: - Jumlah ibu hamil anemia setelah intervensi - Prevalensi/proporsi anemia pada ibu hamil pasca intervensi Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 109 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Cakupan ibu hamil anemia yang mendapat TTD Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi TTD Cakupan ANC Perencanaan kebutuhan dan distribusi TTD ibu hamil Terselenggaranya penyuluhan tentang anemia pada ibu hamil serta manfaat TTD pada saat kelas ibu atau kunjungan ANC Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status anemia, ibu hamil perlu dirujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan. Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka perlu dilakukan pengkajian ulang. Bila ditemukan kasus ibu hamil anemia gizi besi yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: BB, TB dan Lingkar lengan Atas (LiLA), untuk memantau status gizi ibu hamil anemia 2. Laboratorium: - Jika hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb ibu < 11 g/dl maka ibu hamil dikategorikan anemia (lihat apakah ibu mengalami anemia berat,sedang atau ringan) - Data hasil laboratorium lainnya untuk mengetahui apakah ibu hamil memliki kemungkinan penyakit penyerta lainnya yang memungkinan terjadinya anemia (lihat data rujukan dan keterangan dari dokter yang memeriksa) Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 110 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3. Fisik/Klinis: Wajah, kuku dan kelopak mata pucat, dan ibu hamil mengalami 5 L 4. Riwayat Gizi: Pola makan ibu hamil, melakukan food recall untuk melihat asupan zat gizi sehari terutama protein dan zat besi serta menilai tingkat kepatuhan konsumsi TTD 5. Riwayat Klien: Usia, etnis, faktor lingkungan (sanitasi), riwayat medis pada pasien atau keluarga serta sosial ekonomi pasien Formulir skrining gizi yang dilakukan pada ibu hamil dapat dilihat pada lampiran 4. Diagnosis (D) Contoh diagnosis gizi: Asupan protein dan zat besi tidak adekuat (P) berkaitan dengan kurangnya pengetahuan dan tingkat kepatuhan mengonsumsi TTD (E) yang ditandai dengan Kadar HB < 11 g/dl, asupan protein dan zat besi < AKG dan TTD yang tidak dikonsumsi sesuai anjuran (S) Intervensi (I) Tujuan intervensi: Meningkatkan asupan protein dan zat besi yang adekuat pada ibu hamil anemia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 111 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian makan: - Preskripsi Gizi: mencakup jumlah zat gizi yang dibutuhkan. Ibu hamil anemia perlu mengonsumsi makanan sumber zat besi, protein hewani (daging, ikan, unggas) serta makanan yang meningkatkan penyerapan zat besi, yaitu makanan sumber vitamin C. - Konsumsi TTD untuk pengobatan anemia sebanyak 2 TTD setiap hari sampai kadar Hb mencapai nilai normal (≥11 g/dl). Edukasi gizi: Memberikan informasi kepada ibu hamil tentang: - Perlunya mengonsumsi TTD setiap hari selama kehamilan - Konsumsi TTD bersamaan dengan buah atau jus buah yang mengandung vitamin C agar penyerapannya lebih baik - Tidak dianjurkan meminum TTD bersama-sama dengan susu, teh, kopi, tablet kalsium (kalk) dosis tinggi atau obat sakit maag. Bila akan mengonsumsi pangan atau obat tersebut sebaiknya dua jam sebelum atau sesudah mengonsumsi TTD sehingga penyerapan zat besi dari TTD dapat lebih baik - Pada individu tertentu, dapat timbul efek samping minum TTD seperti mual, nyeri di daerah lambung, muntah dan kadang-kadang diare atau sulit buang air besar serta feses/tinja akan menjadi hitam. Namun mual juga dapat merupakan kondisi umum pada ibu hamil trimester pertama. Oleh karena itu perlu diberi pengertian bahwa penyebab mual bukan semata-mata karena TTD. Untuk mencegah timbulnya gejala tersebut dianjurkan TTD diminum dengan air putih setelah makan pada malam hari atau sebelum tidur. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 112 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 113 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk: - Melihat kenaikan kadar Hb setelah 1 bulan intervensi pada ibu hamil anemia trimester I - Memeriksa kadar Hb setelah 15 hari intervensi pada ibu hamil anemia trimester II - Memantau asupan protein dan zat besi ibu hamil dengan melihat food recall dan kartu suplementasi TTD - Jika pada pemeriksaan selanjutnya kadar Hb tidak berubah, maka langsung dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Bila anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi, maka dengan konsumsi TTD secara teratur akan meningkatkan kadar Hb, namun jika kadar Hb tidak meningkat setelah konsumsi TTD secara, kemungkinan anemia disebabkan oleh faktor lain. 5. Proses Asuhan Gizi Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK) Pengkajian (P) 1. Antropometri: Melihat prevalensi/proporsi: - Ibu hamil KEK - Ibu hamil yang mengalami penambahan berat badan tidak sesuai standar 2. Laboratorium: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 114 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 3. Fisik/klinis: 4. Riwayat Gizi: - Survei konsumsi ibu hamil - Hasil gambaran konsumsi (food recall) pada ibu hamil KEK - Cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT - Pengetahuan ibu hamil, suami, dan keluarga tentang makanan bergizi seimbang sebelum dan saat hamil - Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan, dll) - Akses ketersediaan dan keamanan pangan 5. Riwayat Klien: - Prevalensi/proporsi ibu hamil yang melakukan ANC (Cakupan K1 dan K4) - Prevalensi/proporsi ibu hamil yang mendapat TTD - Catatan dari kantong-kantong daerah yang bermasalah, misalnya jumlah kesakitan dan jumlah kematian ibu - Prevalensi/proporsi bayi BBLR - Akses ke Posyandu/fasilitas pelayanan kesehatan, kondisi geografis - Daya beli masyarakat - Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS - Dukungan sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan - Data perencanaan kebutuhan dan distribusi PMT Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 115 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Prevalensi ibu hamil KEK tersebut juga perlu dibandingkan dengan kasus pada bulan yang sama pada tahun lalu atau adanya peningkatan kasus pada 3 bulan terakhir atau dibandingkan dengan target kabupaten. Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi Ibu hamil Kurang Energi Kronik di wilayah kerja Puskesmas… Tahun... Etiologi (E): - Rendahnya asupan ibu hamil yang disebabkan oleh ketersediaan di tingkat rumah tangga yang kurang - Tingginya angka kesakitan pada ibu hamil dan ibu hamil yang mengalami penyakit yang berulang dalam jangka waktu pendek - Rendahnya cakupan pemberian PMT pemulihan pada ibu hamil - Kurangnya pengetahuan ibu, suami, dan keluarga tentang pemberian makan pada ibu hamil - Kurang dukungan keluarga pada ibu hamil dan akses yang kurang terhadap fasyankes - Rendahnya cakupan ANC. Rendahnya cakupan ANC dapat menjadi indikasi terjadinya ibu hamil KEK. Kurang Energi Kronik pada ibu hamil dapat dicegah apabila berat badan ibu hamil dipantau saat kunjungan ANC Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 116 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 117 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pelayanan kesehatan (ANC rutin) saat kunjungan di Puskesmas, Posyandu, pada pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu balita, dll - Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet dan brosur Koordinasi Asuhan Gizi: - Merujuk ibu hamil KEK ke fasilitas pelayanan kesehatan dan berkoordinasi dengan bidan penanggung jawab wilayah untuk pemantauan status gizi ibu hamil KEK - Meningkatkan ketersediaan pangan melalui upaya pemanfaatan pekarangan bekerja sama dengan penyuluh pertanian setempat - Menjaga kebersihan perumahan dan sanitasi lingkungan bekerjasama dengan pimpinan kecamatan/desa Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau: - Jumlah/proporsi ibu hamil KEK setelah intervensi - Jumlah/proporsi ibu hamil KEK yang mengalami kenaikan berat badan - Cakupan ibu hamil KEK yang mendapat PMT - Cakupan ANC - Terselenggaranya penyuluhan bagi ibu hamil terkait gizi dan kesehatan Jika setelah intervensi tidak terjadi perbaikan status gizi, ibu hamil perlu dirujuk kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 118 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Bila ditemukan kasus ibu hamil KEK yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Jika pengukuran LiLA < 23,5 cm maka ibu hamil dikatakan berisiko KEK - Jika pada trimester I IMT ibu hamil < 18,5 kg/m2 maka dikatakan ibu hamil KEK - Penambahan berat badan selama hamil 2. Laboratorium: Pemeriksaan Hb untuk mengetahui apakah ibu hamil mengalami anemia serta kemungkinan adanya penyakit penyerta lainnya yang memungkinkan terjadinya KEK pada ibu hamil 3. Fisik/klinis: Wajah pucat, badan kurus, ibu hamil terlihat letih dan lesu 4. Riwayat Gizi: Asupan dan kebiasaan makan sehari-hari, melakukan food recall untuk melihat asupan zat gizi sehari, pengetahuan ibu hamil, suami dan keluarga tentang pemberian makan pada ibu hamil, serta akses ketersediaan dan keamanan pangan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 119 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 5. Riwayat Klien: Usia, etnis dan apakah pasien menderita cacat fisik, riwayat penyakit pada ibu hamil (anemia pada masa sebelum hamil, hiperemesis gravidarum, dll) atau keluarga, faktor lingkungan serta sosial ekonomi Formulir skrining gizi yang dilakukan pada ibu hamil dapat dilihat pada lampiran 4. Diagnosis (D) Contoh diagnosis gizi: 1. Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan dengan riwayat KEK sebelum hamil dan pengetahuan tentang makanan gizi seimbang yang kurang (E) ditandai dengan IMT sebelum hamil < 17, LiLA < 23,5 cm dan asupan energi < 70% AKG (S). 2. Malnutrisi pada ibu hamil (KEK) (P) berkaitan dengan kondisi hiperemesis gravidarum (E) ditandai dengan IMT Trimester I < 18,5 kg/m2, mual, muntah dan asupan energi < 70% AKG (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: Meningkatkan asupan makanan sehingga mencapai kenaikan berat badan sesuai dengan status gizi ibu hamil KEK Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 120 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian Makan: - Preskripsi Gizi: penambahan gizi pada ibu hamil KEK diawali dengan perhitungan kebutuhan energi untuk usia kehamilan Trimester I, II, III sesuai dengan Buku Pedoman Penanggulangan KEK pada Ibu hamil, yang secara singkat dapat dituliskan sebagai berikut: 30 – 35 kkal/kg BB Ideal pra Hamil + 500 kkal Dengan BB Ideal pra Hamil = (TB (cm) – 100) – 10% (TB – 100) - Suplementasi Gizi: Pemberian Makanan Tambahan bagi ibu hamil KEK selama minimal 90 hari (PMT Pemulihan). PMT yang dilaksanakan dapat berupa PMT lokal yang diolah di rumah tangga atau pabrikan mengacu pada Permenkes Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Edukasi gizi: Memberikan pengetahuan kepada ibu hamil tentang: - Selama hamil, ibu perlu menambah makan dengan porsi kecil satu kali (menjadi 4x sehari), makan makanan selingan setiap hari atau mengonsumsi makanan tambahan untuk mendapatkan kecukupan energi dan gizi untuk ibu dan bayi yang dikandungnya - Ibu harus mengonsumsi makanan bergizi seperti ati, telur, ikan, daging, susu segar, sayur dan buahbuahan, serta kacang-kacangan dan olahannya. Konsumsi air putih sebanyak 8–13 gelas/hari dan hindari minum kopi dan teh saat makan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 121 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - - - Konsumsi garam beriodium untuk membantu perkembangan otak bayi dan pertumbuhan janin dengan baik Ibu dapat mengolah makanan bergizi seimbang sesuai dengan daya beli (dilatih untuk mengatur menu sesuai dengan makanan lokal, cooking class) Ibu perlu istirahat berbaring minimal 1 jam di siang hari Perlunya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin (kunjungan ANC) Konseling gizi: Memberikan motivasi kepada ibu hamil KEK untuk dapat mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan kepatuhan mengonsumsi makanan tambahan Koordinasi Asuhan Gizi: - Koordinasi dengan dokter bila ditemukan gejala penyakit penyerta - Koordinasi dengan bidan penanggung jawab poli KIA untuk tindak lanjut Monitoring Evaluasi (ME) Satu bulan setelah intervensi gizi, dilakukan monitoring untuk melihat: - Peningkatan pengetahuan ibu hamil - Peningkatan asupan makanan termasuk asupan makan dari PMT - Kenaikan berat badan Bila hasil monitoring dan evaluasi : - Terdapat kenaikan berat badan > 1 kg dalam satu bulan maka dapat dikatakan target tercapai Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 122 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - - Dalam satu bulan tidak terjadi kenaikan berat badan sesuai yang diharapkan (> 1 kg/bulan) maka perlu dilakukan pengkajian ulang asuhan gizi kepada ibu hamil dan intervensi dapat berupa peningkatan asupan menjadi 2x lipat, penambahan waktu istirahat serta pendampingan dan konseling Tidak terjadi kenaikan berat badan sesuai harapan, maka ibu hamil KEK dapat dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut 6. Proses Asuhan Gizi pada Dewasa dan Lanjut Usia (Lansia) dengan Malnutrisi dan Penyakit Tidak Menular (PTM) Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi kurang - Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi buruk - Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia gizi lebih 2. Laboratorium: - Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan gula darah tinggi - Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan kolesterol tinggi 3. Fisik/Klinis: Prevalensi/proporsi dewasa tekanan darah tinggi Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 123 dan lansia dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4. Riwayat Gizi: - Dari hasil survei konsumsi dapat dilihat: Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan konsumsi energi, protein, lemak < 80% AKG Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan konsumsi energi, protein, lemak > 110% AKG Prevalensi/proporsi dewasa dan lansia dengan konsumsi serat yang rendah (< 25 gr/hari) Konsumsi makanan tinggi gula, garam, lemak (jika tersedia) - Pengetahuan dewasa, lansia dan keluarga tentang gizi seimbang - Perilaku makan terkait budaya (pantangan makan, dll) - Gambaran pola aktivitas fisik pada dewasa dan lansia - Akses ketersediaan dan keamanan pangan 5. Riwayat Klien: - Jumlah/proporsi dewasa dan lansia yang mendapatkan pelayanan di Posbindu dan Posyandu Lansia - Catatan dari kantong-kantong daerah yang bermasalah, misal prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada dewasa dan lansia - Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS - Daya beli masyarakat - Akses ke Posbindu, Posyandu Lansia dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya serta kondisi geografis Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 124 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Dukungan keluarga - Dukungan sosio ekonomi, budaya, psikologis, spiritual dan kebijakan Diagnosis (D) Problem (P): Tingginya prevalensi/proporsi malnutrisi pada dewasa dan lansia di wilayah kerja Puskesmas … Tahun … Etiologi: - Asupan makan yang kurang/berlebih - Kurangnya aktivitas fisik - Daya beli masyarakat yang rendah karena pendapatan rendah - Sulitnya akses terhadap makanan bergizi - Sulitnya akses terhadap Posbindu, Posyandu Lansia dan Fasyankes lainnya - Penyakit penyerta (infeksi) yang menyebabkan kurang nafsu makan/kesulitan makan - Kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: - Rendahnya asupan energi <80% AKG - Tingginya asupan energi >110% AKG Contoh diagnosis gizi: - Tingginya prevalensi/proporsi gizi lebih pada dewasa dan lansia di wilayah kerja Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan dengan tingginya asupan karbohidrat Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 125 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 126 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 127 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Penyakit Tidak Menular yang sering dijumpai pada dewasa dan lansia adalah penyakit Diabetes Melitus dan Hipertensi. Hal ini terlihat dari meningkatnya prevalensi DM dan Hipertensi dari 2007 hingga 2013 (Riskesdas, 2013). Dewasa dan Lansia dengan Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM merupakan penyakit metabolik yang biasanya herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif; gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang disertai gangguan metabolisme lemak dan protein. Klasifikasi DM adalah sebagai berikut: 1) Diabetes Mellitus tipe 1: destruksi sel β menjurus ke defisiensi insulin absolut (autoimun, idiopati) 2) Diabetes Mellitus tipe 2: Predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif hingga predominan defek sekresi dengan resistensi insulin 3) Diabetes Mellitus tipe lain seperti: Defek genetik dari sel β, Defek genetik kerja insulin, Penyakit eksokrin pancreas, Endokrinopati, Imbas obat atau zat kimia, Infeksi, Jenis tidak umum dari diabetes yang diperantarai imun, Sindrom genetik lainnya yang kadang berhubungan dengan DM 4) Diabetes Mellitus Gestasional Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 128 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Bila ditemukan kasus Diabetes Mellitus pada dewasa dan lansia yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Berat badan - Tinggi badan atau tinggi lutut, panjang depa (untuk kondisi lansia yang bungkuk dan tidak bisa berdiri). - Rumus perhitungan tinggi badan estimasi menggunakan tinggi lutut dapat dilihat sebagai berikut: Perempuan = 84,88 + ((1,83 TL) – (0,24 U)) Laki-laki = 64,19 + ((2,02 TL) – (0,04 U)) Keterangan: TL = Tinggi Lutut dan U = Umur - IMT 2. Laboratorium: - Gula darah puasa - Gula darah sewaktu - Gula darah 2 jam setelah makan - Tes toleransi glukosa 3. Fisik/klinis: - Gejala klinis yang sering ditemukan: banyak makan, banyak minum dan banyak buang air kecil - Gejala kronis antara lain nafsu makan menurun, gangguan penglihatan, kesemutan, mudah lelah, gigi mudah goyah dan lepas Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 129 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4. Riwayat Gizi: - Pola makan dan kebiasaan makan - Aktivitas fisik - Penggunaan obat-obatan - Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga tentang pemberian makan pada penderita DM - Akses ketersediaan dan keamanan pangan 5. Riwayat Klien: - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit - Daya beli keluarga - Akses ke Posbindu/Posyandu Lansia - Faktor lingkungan - Sosial ekonomi Formulir skrining gizi, formulir riwayat gizi dan formulir asuhan gizi yang dilakukan pada dewasa dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7, sedangkan formulir Mini Nutritional Assessment pada lansia dapat dilihat pada Lampiran 8. Diagnosis (D) Contoh diagnosis gizi: - Kelebihan berat badan (P) berkaitan dengan asupan energi, karbohidrat dan lemak > 100% AKG serta kurangnya aktivitas fisik (E) yang ditandai oleh IMT > 27 dan kadar gula darah sewaktu > 120 mg/dl (S). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 130 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Ketidaksiapan perubahan pola makan (P) berkaitan dengan kurangnya kepatuhan mengikuti rekomendasi diet serta kurangnya motivasi dan kesiapan untuk berubah (E) yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi, asupan karbohidrat 120% dari kebutuhan, masih sering mengonsumsi kue dan minuman manis (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: Membantu dewasa dan lansia dengan DM untuk memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara: - Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous), dengan obat penurun glukosa oral; - Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal; - Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal; - Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani. - Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 131 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pemberian makan: Syarat-syarat Diet penyakit DM adalah: a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil unutk makanan selingan (masing-masing 10-15%) b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total, dalam bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤ 300 mg/hari. d. Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu 60-70% Edukasi gizi: Mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan serta aktivitas fisik dan konseling gizi: jenis diet yang diberikan, makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan Konseling gizi: Memberi motivasi kepada dewasa dan lansia dengan DM untuk dapat mematuhi diet yang sudah ditentukan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 132 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Koordinasi asuhan gizi: - Merujuk pasien yang perlu penanganan lebih lanjut - Koordinasi dengan dokter dan perawat mengenai pemberian makan dan diet yang sudah diberikan pada pasien DM Tatalaksana gizi pada DM mengacu kepada pedoman yang telah ada. Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau : Pengetahuan, Perilaku dan pola makan Kadar gula darah, Berat badan, Faktor risiko serta tanda dan gejala klinis Bila tujuan intervensi tidak tercapai, maka perlu dilakukan pengkajian ulang Dewasa dan Lansia dengan Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap. Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang tercapai pada waktu jantung berkontraksi dan memompakan darah melalui arteri. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan pada waktu jatuh ke titik terendah saat jantung mengisi darah kembali, atau disebut juga tekanan arteri di antara denyut jantung. Menurut WHO, tekanan darah di atas Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 133 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 140/90 mmHg disebut hipertensi. Batasan ini adalah untuk orang dewasa (di atas 18 tahun). Jika terjadi kenaikan salah satu dari ukuran tekanan darah tersebut (atau dua-duanya, sistolik dan diastolik), sudah dapat dikatakan terjadi hipertensi. Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena penderita hipertensi dalam beberapa tahun belum merasakan gejala, penderita baru menyadari setelah beberapa kali melakukan pengukuran tekanan darah dan ternyata tekanan darah tingginya menetap. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi: Hipertensi Primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan meliputi 90% dari seluruh penderita hipertensi dan Hipertensi Sekunder yaitu hipertensi yang berkaitan dengan penyakit tertentu dan meliputi 10% dari penderita hipertensi. Tabel 4.14 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Klasifikasi Tekanan Darah Optimal Normal High Normal Hipertensi Ringan (grade I) Hipertensi Sedang (grade II) Hipertensi Berat (grade III) Isolated systolic hypertension TDS (mmHg) < 120 120 -129 130 -139 140 - 159 160 - 179 >180 >140 TDD (mmHg) < 80 84 – 90 85 – 89 90 – 99 100 – 109 >110 < 90 Sumber: ESH/ ESC, 2013 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 134 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Bila ditemukan kasus hipertensi pada dewasa dan lansia yang dirujuk ke puskesmas, maka Proses Asuhan Gizi perseorangan adalah sebagai berikut: Pengkajian (P) 1. Antropometri: BB, TB dan IMT 2. Laboratorium: - Gula darah - Kadar kolesterol - Profil mineral 3. Fisik/klinis: - Tekanan darah di atas normal - Ditemukan gejala seperti sakit kepala biasanya di daerah tengkuk dan berlangsung terus menerus - Penglihatan kabur - Sesak nafas - Susah tidur - Kadang disertai mual dan muntah 4. Riwayat Gizi: - Pola makan, misalnya kebiasaan mengonsumsi makanan yang tinggi natrium misalnya makanan dengan tambahan garam dalam jumlah banyak, makanan kemasan, makanan diawetkan dengan garam contohnya asinan, telur asin, ikan asin, rendah konsumsi sayuran dan buah-buahan - Gaya hidup, misalnya kebiasaan mengonsumsi alkohol, mengonsumsi makanan berlebihan saat ada acara atau pesta Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 135 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Penggunaan obat-obatan - Pengetahuan dewasa dan lansia serta keluarga tentang pemberian makan pada penderita hipertensi - Akses ketersediaan dan keamanan pangan - Aktivitas fisik 5. Riwayat klien: - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit - Daya beli keluarga - Faktor lingkungan dan sosio budaya Formulir skrining gizi, formulir riwayat gizi dan formulir asuhan gizi yang dilakukan pada dewasa dapat dilihat pada lampiran 5, 6, dan 7, sedangkan formulir mini nutritional assessment pada lansia dapat dilihat pada lampiran 8. Diagnosis (D) Contoh diagnosis gizi: Kelebihan konsumsi Natrium (P) berkaitan dengan kurangnya pengetahuan mengenai makanan yang baik dan tidak baik dikonsumsi pada hipertensi (E) ditandai dengan tekanan darah 150/100 mmHg, sering mengonsumsi snack kemasan yang asin, gemar mengonsumsi ikan asin, dan jarang mengonsumsi sayur (S). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 136 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Intervensi (I) Tujuan intervensi: 1. Menurunkan asupan makanan tinggi garam/natrium 2. Meningkatkan aktivitas fisik 3. Menurunkan berat badan Pemberian makan: - Pemberian diet rendah garam. Energi, zat gizi makro dan mikro sesuai kebutuhan - Pada prinsipnya diet hipertensi adalah makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang; jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita; jumlah garam disesuaikan dengan berat ringannya penyakit dan obat yang diberikan. - Perhatikan bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari sesuai dengan diet hipertensi (lihat brosur diet hipertensi) - Diet rendah garam bertujuan untuk menghilangkan retensi garam atau air di dalam tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. - Diet tinggi kalsium: berhubungan erat dengan penurunan tekanan darah, karena cara kerjanya mirip obat diuretik yang membantu mengeluarkan natrium. Magnesium berfungsi merelaksasi otot dan syaraf serta mencegah pembekuan darah bekerja bersamasama dengan mengimbangi fungsi kalsium. Selain menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit maka kalium berperan dalam menjaga menormalkan tekanan darah dalam perbandingan yang sesuai denga Na. Perbandingan ideal kalium terhadap natrium pada penderita hipertensi adalah 1.5:1. Maka diet penderita hipertensi sebaiknya mengandung tinggi kalium sekitar 80-100 meq atau rata-rata minimal 3000 mg/hari. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 137 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Interaksi obat dan makanan: Pada penggunaan obat diuretik diperlukan diet tinggi kalium karena obat diuretik mengeluarkan kalium. Penggunaan reserpine sebagai antihipertensi harus disertai dengan pembatasan natrium dan sebaiknya minum obat bersamaan dengan makanan. Captopril dapat mempengaruhi kadar ureum dan kreatinin serum, sebaiknya minum obat ini satu jam sebelum makan, pertimbangkan pembatasan energi dan Na. Propranolol, metaprolol dan rauwolfia harus disertai diet rendah energi dan natrium. Penderita dengan suplementasi Kalium perlu diberikan suplementasi vitamin B12, karena sering menimbulkan defisiensi vitamin B12. Penggunaan Clonidine harus disertai pembatasan energi dan Natrium, dan dapat menyebabkan mulut kering, mual, muntah dan edema. Edukasi gizi: - Penyuluhan mengenai pola makan dan perilaku serta kebiasaan makan dan aktivitas fisik - Penyediaan media KIE seperti brosur tentang hipertensi, diet rendah garam, bahan makanan penukar dan food model - Penyediaan makanan apabila dilakukan pada pelayanan rawat jalan, maka diberikan dalam bentuk edukasi gizi Konseling gizi: - Konseling diberikan untuk memberikan pemecahan masalah dan memberikan motivasi dalam penerapan diet hipertensi, gizi seimbang dan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 138 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Koordinasi asuhan gizi: Koordinasi dengan dokter dan perawat mengenai pemberian makan dan diet yang sudah diberikan pada pasien hipertensi Tatalaksana gizi lebih rinci dapat mengacu kepada pedoman yang telah ada Monitoring Evaluasi (ME) Memantau perilaku dan pola makan dan juga memantau tekanan darah, berat badan, faktor risiko serta tanda dan gejala klinis. Rujuk segera ke rumah sakit bila kondisi pasien makin memburuk. B. Proses Asuhan Gizi pada Masalah Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA) Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, merekomendasikan empat hal penting yaitu: 1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD), 2) pemberian ASI Eksklusif, 3) pemberian MP ASI mulai bayi usia 6 bulan, dan 4) melanjutkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. Hasil penelitian Edmond KM (2006) menunjukkan risiko kematian bayi dapat diturunkan 22% apabila diberikan kesempatan IMD segera setelah lahir. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu otomatis naik dua derajat untuk menghangatkan bayi sehingga dapat mencegah risiko hipotermia. Kontak kulit ke kulit merangsang pelepasan hormon oksitosin yang dapat merangsang kontraksi rahim Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 139 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia segera mencegah perdarahan ibu. IMD memberikan perlindungan alamiah bagi bayi, karena ketika bayi merayap di dada ibu, bayi menjilat-jilat kulit ibu dan menelan bakteri non patogen dari kulit ibu yang bermanfaat meningkatkan kekebalan, serta bayi lebih cepat mendapat kolostrum yang penting untuk kelangsungan hidupnya. Pemberian ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga bayi tidak mudah terkena diare atau infeksi lainnya. Sampai dengan usia 6 bulan seorang anak hanya memerlukan ASI saja, dan setelah itu anak memerlukan makanan MP ASI dan ASI tetap diberikan sampai usia 2 tahun atau lebih. Pada usia enam bulan anak mulai memerlukan makanan pendamping ASI untuk melengkapi ASI. Untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral, menu makanan anak dilengkapi dengan sayuran (baik yang dikupas, dimasak atau dilembutkan), biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, ikan, telur, ayam daging, dan hasil ternak lainnya. Semakin banyak variasi makanan yang disajikan akan lebih baik. Rekomendasi pemberian MP ASI yang dianjurkan menurut panduan dari WHO/UNICEF dan diadopsi di Indonesia adalah seperti pada tabel 4.15 berikut. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 140 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tabel 4.15 Rekomendasi Pendamping ASI (6-24 Bulan) Pemberian Makanan Anak yang mengalami gangguan pertumbuhan sebaiknya diperiksakan kesehatannya ke tenaga kesehatan untuk memperoleh asuhan gizi. Pada setiap kontak dengan ibu menyusui, tenaga pelaksana gizi atau bidan dapat menyampaikan hal-hal seputar pemberian makan bayi dan anak yang tepat, dimulai dari pemberian ASI Eksklusif, MP ASI serta melanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih. Contoh penyampaian pentingnya ASI adalah pada saat kontak dapat dilihat pada gambar berikut ini: Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 141 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Gambar 4.3 Saat Terbaik Kontak ASI Sumber: Modifikasi Dr.Utami Roesli dalam Pekan ASI 2017 Keterangan Gambar: Kontak 1 dan 2: Minimal 2 kali dari 4 kunjungan ibu hamil, yaitu pada K2 (4-5 bulan) dan K3 (6-7 bulan), tenaga kesehatan melakukan edukasi/penyuluhan terkait pentingnya IMD dan ASI. Kontak 3: Saat persalinan merupakan kontak berikutnya untuk memastikan penerapan IMD (jika tidak ada penyulit pada ibu dan bayi). Kontak 4: Kemudian pada 7-48 jam setelah bayi lahir (KN1) merupakan saat dimana ibu perlu mendapat bantuan menyusui dari tenaga kesehatan. Sebelum ibu meninggalkan fasilitas persalinan setelah melahirkan, penting untuk memastikan ibu mendapatkan dukungan yang berkelanjutan. Ibu dapat mendiskusikan dengan tenaga kesehatan, dimana ibu bisa mendapat bantuan jika diperlukan. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 142 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kontak menyusui selanjutnya pasca bersalin (Kontak 57 dan selanjutnya): Hari ke 3-7 (Kontak 5, KN2) Hari ke 8-28 (Kontak 6, KN3) bayi berusia 2 bulan (Kontak 7, imunisasi DPT 1) bayi berusia 3 bulan (Kontak 7+, imunisasi DPT 2) bayi berusia 4 bulan (Kontak 7+, imunisasi DPT 3) bayi berusia 9 bulan (Kontak 7+, imunisasi Campak) Berikut ini beberapa contoh Proses Asuhan Gizi di masyarakat terkait Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA): 1. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Pengkajian (P) 1. Antropometri : - Prevalensi/proporsi ibu hamil KEK di wilayah tertentu - Prevalensi/proporsi bayi BBLR di wilayah tertentu 2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi: - Proporsi/jumlah pengetahuan dan sikap ibu terhadap IMD - Proporsi/jumlah bayi yang mendapat IMD (kohort bayi) Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 143 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 5. Riwayat klien: - Cakupan kunjungan ibu hamil (ANC) - Cakupan ibu hamil yang mengikuti kegiatan terkait kesehatan ibu (kelas ibu) - Cakupan persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan - Jumlah/proporsi sikap tenaga kesehatan penolong persalinan terhadap IMD - Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan bayi (gangguan menghisap, gangguan merespon, dll) - Adanya faktor penyulit sehingga tidak memungkinkan dilakukannya IMD, misalnya pada ibu yang mengalami KEK, anemia, perdarahan atau kejang, serta riwayat persalinan sebelumnya dan bayi asfiksia - Akses ke Posyandu/Fasilitas Pelayanan Kesehatan - Prevalensi/proporsi keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) - Dukungan keluarga - Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan Diagnosis (D) Problem (P): Rendahnya cakupan IMD di wilayah kerja Puskesmas… Tahun … Etiologi (E): - Kurangnya pengetahuan dan komitmen tenaga kesehatan penolong persalinan untuk melakukan IMD Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 144 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Belum semua tenaga kesehatan penolong persalinan dilatih IMD - Kurangnya dukungan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan - Adanya faktor penyulit dalam persalinan (pada ibu atau bayi) yang tidak memungkinkan dilaksanakan IMD (antara lain perdarahan atau kejang pada ibu, bayi asfiksia, dll) - Kondisi budaya yang tidak mendukung - Kurangnya pengetahuan dan motivasi ibu tentang IMD - Kurangnya dukungan keluarga agar bayi mendapat IMD - Kurangnya dukungan kebijakan setempat dalam mendukung pelaksanaan IMD Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: Rendahnya prevalensi/proporsi bayi yang mendapat IMD Contoh diagnosis gizi: Rendahnya cakupan IMD di wilayah Puskesmas A Tahun 2017 (P) berkaitan dengan kurangnya dukungan dari dokter/bidan penolong persalinan (E) yang ditandai oleh rendahnya cakupan IMD bayi baru lahir sebesar 30% (S). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 145 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Intervensi (I) Tujuan intervensi: Meningkatkan cakupan bayi mendapat IMD pada Puskesmas ... dari ...% pada tahun… menjadi ...% pada tahun …. Edukasi: - Edukasi tentang IMD kepada tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter/bidan) dan fasilitas pelayanan kesehatan - Penyuluhan pada ibu hamil untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya IMD (di posyandu, kelas ibu, dll) serta kepada keluarga untuk mendukung pelaksanaan IMD - Penyediaan media KIE berupa poster, booklet, leaflet dan brosur Koordinasi Asuhan Gizi: - Berkoordinasi dengan tenaga kesehatan penolong persalinan untuk mencegah adanya penyulit saat persalinan - Meminta bantuan tenaga kesehatan penolong persalinan agar melibatkan keluarga dalam pelaksanaan IMD - Meningkatkan cakupan IMD, penyuluhan/konseling tentang IMD pada saat ANC Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau: - Jumlah/proporsi bayi baru lahir mendapat IMD Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 146 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Tersedianya data bayi mendapat IMD di wilayah kerja Puskesmas berdasarkan catatan buku KIA - Terselenggaranya edukasi IMD kepada tenaga kesehatan penolong persalinan (dokter/bidan) dan fasilitas pelayanan kesehatan Bila target cakupan IMD tidak tercapai, perlu dilakukan pengkajian ulang 2. Proses Asuhan Gizi pada Bayi yang Tidak Mendapat ASI Eksklusif Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Prevalensi/proporsi ibu menyusui Kurus dan Sangat Kurus di wilayah tertentu - Prevalensi/proporsi bayi BBLR di wilayah tertentu - Prevalensi/proporsi bayi 0-6 bulan yang tidak naik berat badannya - Cakupan bayi < 6 bulan yang naik berat badannya (N/D) - Prevalensi/proporsi bayi malnutrisi 2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi: - Proporsi pengetahuan dan sikap ibu terhadap ASI Eksklusif - Cakupan bayi baru lahir yang mendapat IMD - Proporsi bayi 0-5 bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 147 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Proporsi bayi < 6 bulan yang telah mendapat MP ASI - Pengetahuan dan perilaku makan ibu menyusui - Akses, ketersediaan, keamanan dan ketahanan pangan dan air bersih 5. Riwayat klien - Cakupan bayi < 6 bulan yang ditimbang berat badannya di Posyandu/Fasilitas Pelayanan Kesehatan (D/S) - Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan bayi - Jumlah/proporsi ibu yang bekerja di wilayah tersebut - Jumlah/proporsi kematian ibu - Akses ke Posyandu/Fasyankes - Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS - Daya beli masyarakat - Dukungan keluarga - Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan Diagnosis (D) Problem (P): Rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas ... Tahun …. Etiologi (E): - Kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang ASI Eksklusif - Kurangnya dukungan keluarga (suami, orangtua/mertua) - Kurangnya dukungan tempat ibu bekerja - Kurangnya dukungan fasyankes Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 148 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Tingginya jumlah/proporsi ibu bekerja di wilayah tersebut - Tingginya jumlah/proporsi kematian ibu di wilayah tersebut Sign/Symptom (S): Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Contoh: - Banyaknya bayi yang mendapatkan MP ASI sebelum usia 6 bulan - Rendahnya cakupan ASI Eksklusif Contoh diagnosis gizi: Rendahnya cakupan ASI Eksklusif pada Puskesmas A pada tahun 2016 (P) berkaitan dengan rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga (E) yang ditandai dengan proporsi bayi yang mendapat makanan pendamping ASI (MP ASI) sebelum usia 6 bulan sebesar 75% dan rendahnya cakupan ASI Eksklusif sebesar 25% (S). Intervensi (I) Tujuan intervensi: Meningkatkan cakupan ASI Eksklusif di Puskesmas ... dari ...% pada tahun… menjadi ...% pada tahun …. Edukasi: - Penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui tentang proses menyusui yang baik dan benar (di Posyandu, pada pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu hamil, kelas ibu balita, dll) serta gizi seimbang untuk perbaikan gizi ibu hamil dan ibu menyusui - Penyuluhan kepada ibu bekerja tentang penyiapan ASI perah Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 149 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Penyuluhan kepada keluarga (suami, orangtua/mertua) untuk mendukung keberhasilan menyusui - Penyuluhan tentang ASI eksklusif pada saat kunjungan Neonatal dan Kunjungan Nifas - Penyuluhan kepada pengelola tempat kerja agar mengeluarkan kebijakan dan menyediakan fasilitas untuk mendukung ibu bekerja yang menyusui - Penyediaan media KIE berupa poster, booklet, leaflet dan brosur Koordinasi Asuhan Gizi: - Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain untuk pengobatan ibu dan anak yang sakit, - Koordinasi dengan fasyankes yang mempunyai konselor menyusui - Kolaborasi dengan lintas sektor, misalnya Petugas KB, PKK, dll - Kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, motivator ASI, dll Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk memantau : - Proporsi bayi 0-5 bulan mendapat ASI eksklusif - Proporsi/jumlah ibu menyusui dirujuk ke konselor menyusui - Terselenggaranya penyuluhan tentang ASI Eksklusif kepada ibu menyusui, keluarga, serta tempat kerja - Cakupan pemberian ASI Eksklusif setelah pasca intervensi Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 150 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Pencatatan pemberian ASI Eksklusif pada kohort ibu dan pencatatan di klinik atau praktik bidan swasta dan terintegrasi dengan PWS-KIA Bila target cakupan ASI Eksklusif tidak tercapai, perlu dilakukan pengkajian ulang 3. Proses Asuhan Gizi pada Pemberian MP ASI Tidak Adekuat Mulai Usia 6 Bulan dan Tidak Melanjutkan Pemberian ASI Hingga Usia 2 Tahun atau Lebih Pengkajian (P) 1. Antropometri: - Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan dengan berat badan kurang/sangat kurang (BGM) - Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan yang tidak naik berat badannya - Cakupan bayi dan anak usia 6-24 bulan yang naik berat badannya (N/D) 2. Laboratorium: 3. Fisik/Klinis: 4. Riwayat gizi: - Pengetahuan ibu dalam penyiapan makan bayi dan anak usia 6-24 bulan - Perilaku pemberian makan pada bayi dan anak usia 6-24 bulan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 151 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Pengetahuan dan perilaku makan ibu menyusui - Gambaran pola asuh - Proporsi/jumlah bayi yang mendapat MP ASI tidak adekuat mulai usia 6 bulan - Proporsi/jumlah bayi dan anak usia 6-24 bulan yang masih mendapat ASI - Akses ketersediaan dan keamanan pangan 5. Riwayat klien: - Cakupan bayi baru lahir yang mendapat IMD - Cakupan bayi 0-5 bulan yang mendapat ASI Eksklusif - Cakupan bayi dan anak usia 6-24 bulan yang ditimbang berat badannya di Posyandu/Fasilitas Pelayanan Kesehatan (D/S) - Prevalensi/proporsi riwayat penyakit pada ibu dan bayi - Jumlah/proporsi ibu yang bekerja di wilayah tersebut - Jumlah/proporsi kematian ibu - Akses ke Posyandu/Fasyankes - Prevalensi/proporsi keluarga dengan PHBS - Daya beli masyarakat - Dukungan keluarga - Sosio budaya, spiritual, psikologis, kebijakan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 152 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Diagnosis (D) Problem (P): - Tingginya prevalensi/proporsi pemberian MP ASI pada bayi dan anak usia 6-24 bulan tidak adekuat (sesuai umur, jenis, frekuensi, jumlah, variasi, dan teksktur) di wilayah Puskesmas … Tahun … - Tingginya prevalensi/proporsi bayi dan anak sebelum usia 2 tahun yang sudah tidak mendapat ASI di wilayah Puskesmas … Tahun … Etiologi (E): - Kurangnya pengetahuan dan keterampilan ibu dan pengasuh tentang MP ASI - Kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI hingga usia 2 tahun atau lebih - Keterbatasan daya beli untuk menyediakan MP ASI yang berkualitas - Tidak tersedianya bahan makanan untuk membuat MP ASI - Tingginya jumlah/proporsi ibu bekerja sehingga kurang memiliki waktu untuk menyusui dan menyiapkan serta memberikan MP ASI berkualitas - Hambatan budaya berupa mitos dalam pemberian MP ASI - Kurangnya dukungan keluarga (suami, orang tua/mertua) - Kurangnya dukungan tempat ibu bekerja Sign/Symptom: Sesuai data dari pengkajian yang menjadi tanda dan gejala. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 153 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 154 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Edukasi : - Peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu atau pengasuh dalam menyediakan MP ASI adekuat sesuai dengan umur, frekuensi, jumlah, tekstur, variasi dan kebersihan (termasuk demo menyiapkan/ memasak MP ASI di Posyandu, pada pertemuan kelompok pendukung, kelas ibu balita, dll) - Penyediaan sarana KIE berupa poster, leaflet, brosur dan food model Koordinasi Asuhan Gizi: - Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain untuk pengobatan bayi dan anak 6-24 bulan yang sakit serta penyuluhan tentang MP ASI pada saat kunjungan imunisasi - Kolaborasi dengan lintas sektor dalam rangka meningkatkan ketersediaan pangan - Kolaborasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, kader PMBA, dll. Monitoring Evaluasi (ME) Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala untuk melihat : - Jumlah/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan masih diberikan ASI - Jumlah/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan mendapatkan MP ASI yang adekuat sesuai dengan umur, frekuensi, jumlah, tekstur, variasi dan kebersihan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 155 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - Prevalensi/proporsi bayi dan anak usia 6-24 bulan yang naik berat badannya Bila target cakupan tidak tercapai, perlu dilakukan pengkajian ulang Brosur Seputar Pemberian ASI, Masalah Seputar Menyusui dan Ibu Bekerja Pasti Bisa Memberikan ASI dapat dilihat pada lampiran 9. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 156 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB V PENCATATAN, PELAPORAN, MONITORING DAN EVALUASI Pencatatan, pelaporan, monitoring dan evaluasi merupakan bagian penting dari proses asuhan gizi di puskesmas. Monitoring dan evaluasi diharapkan dapat memberikan informasi bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan proses asuhan gizi yang meliputi Pengkajian, Diagnosis, Intervensi, Monitoring, Evaluasi (PDIME). Data dan informasi dari hasil pencatatan diolah dan dianalisa serta dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/kota. A. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan dilakukan untuk mendokumentasikan pelayanan gizi di puskesmas. Pencatatan menggunakan instrumen antara lain: 1. Buku register pasien 2. Entry data pada aplikasi Sistem Informasi Gizi Terpadu (Sigizi Terpadu) 3. Kegiatan di posyandu/ Sistem Informasi Posyandu 4. Kegiatan di puskesmas/ Sistem Informasi Puskesmas 5. Dokumentasi Asuhan Gizi untuk pasien rawat inap, meliputi: a. Asuhan Gizi Anak dan Dewasa b. Daftar pemesanan makanan (Lampiran 10) c. Jadwal distribusi makanan (Lampiran 11) d. Pencatatan bulanan dan penggunaan bahan makanan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 157 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Hasil pencatatan kegiatan pelayanan gizi di puskesmas dilaporkan ke dinas kesehatan kabupaten/ kota dalam bentuk rekapitulasi: 1. Jumlah pasien yang mendapat konseling 2. Hasil pencatatan pelayanan gizi di puskesmas 3. Pencatatan Keluarga Sehat B. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi merupakan pengawasan dan penilaian secara berkala terhadap pelaksanaan asuhan gizi di puskesmas. Kegiatan yang dimonitor adalah proses asuhan gizi yang diberikan pada perseorangan dan masyarakat. Aspek yang dimonitor meliputi seluruh proses asuhan gizi yang tercantum dalam formulir pada lampiran 12 dan indikator perbaikan gizi masyarakat pada aplikasi sigizi terpadu dan Electronic-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-ppgbm). Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 158 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia BAB VI PENUTUP Pedoman Proses Asuhan Gizi di Puskesmas merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan gizi perseorangan dan masyarakat. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan standar bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan asuhan gizi di puskesmas. Buku ini memerlukan pembaharuan secara berkala mengikuti perkembangan informasi yang terkait dengan proses asuhan gizi di puskesmas. Oleh karena itu dibutuhkan masukan dan saran untuk penyempurnaannya. Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 159 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan. 2009. Pedoman Penanganan dan Pelacakan Balita Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2010. Pedoman Pelayanan Gizi Bagi ODHA. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2011. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2011. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang (Bantuan Operasional Kesehatan). Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2011. Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 160 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan. 2012. Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil KEK (Bantuan Operasional Kesehatan). Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2013. Panduan Manajemen Pemberian Taburia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2013. Apa dan Mengapa Tentang Taburia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Pelayanan Gizi di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Jakarta: Kementerian Kesehatan Gizi Seimbang. Kementerian Kesehatan. 2014. Pedoman Pelayanan Gizi pada Pasien Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2014. Modul Pelatihan Konseling PMBA. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2014. Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. Buku Saku Asuhan Gizi di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 161 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Penanggulangan Kurang Energi Kronik (KEK) pada Ibu Hamil. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Ibu Hamil Bahan Pangan Lokal dan Pabrikan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. Pedoman Deteksi Dini Kretin Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. Modul Pelatihan Tatalaksana dan Dukungan Gizi Bagi Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA). Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2016. Terintegrasi Suplementasi Kementerian Kesehatan Panduan Manajemen Vitamin A. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2016. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bulan Kapsul Vitamin A Terintegrasi Program Kecacingan dan Crash Program Campak. Jakarta: Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2016. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta: Kementerian Kesehatan Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 162 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Lampiran 1. Terminologi Diagnosis Gizi (terlampir) Nutrition Diagnostic Terminology Each term is designated with an alpha-numeric NCPT hierarchical code, followed by a five-digit (e.g., 99999) Academy SNOMED CT/LOINC unique identifier (ANDUID). Neither should be used in nutrition documentation. The ANDUID is for data tracking purposes in electronic health records. NCPT Code ANDUID INTAKE (NI) Actual problems related to intake of energy, nutrients, fluids, bioactive substances through oral diet or nutrition support Energy Balance (1) Actual or estimated changes in energy (calorie/kcal/kJ) balance • Increased energy expenditure NI-1.1 • Inadequate energy intake NI-1.2 • Excessive energy intake NI-1.3 • Predicted inadequate energy intake NI-1.4 • Predicted excessive energy intake NI-1.5 10633 10634 10635 10636 10637 Oral or Nutrition Support Intake (2) Actual or estimated food and beverage intake from oral diet or nutrition support compared with patient/client goal • Inadequate oral intake NI-2.1 10639 • Excessive oral intake NI-2.2 10640 • Inadequate enteral nutrition infusion NI-2.3 10641 • Excessive enteral nutrition infusion NI-2.4 10642 • Enteral nutrition composition inconsistent with needs NI-2.5 11142 • Enteral nutrition administration inconsistent with needs NI-2.6 11143 • Inadequate parenteral nutrition infusion NI-2.7 10644 • Excessive parenteral nutrition infusion NI-2.8 10645 • Parenteral nutrition composition inconsistent with needs NI-2.9 11144 • Parenteral nutrition administration inconsistent with needs NI-2.10 11145 • Limited food acceptance NI-2.11 10647 Fluid Intake (3) Actual or estimated fluid intake compared with patient/client goal • Inadequate fluid intake NI-3.1 • Excessive fluid intake NI-3.2 10649 10650 Bioactive Substances (4) Actual or estimated intake of bioactive substances, including single or multiple functional food components, ingredients, dietary supplements, alcohol • Inadequate bioactive substance intake • Inadequate plant stanol ester intake • Inadequate plant sterol ester intake • Inadequate soy protein intake • Inadequate psyllium intake • Inadequate ß-glucan intake • Excessive bioactive substance intake • Excessive plant stanol ester intake • Excessive plant sterol ester intake • Excessive soy protein intake Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas NI-4.1 NI-4.1.1 NI-4.1.2 NI-4.1.3 NI-4.1.4 NI-4.1.5 NI-4.2 NI-4.2.1 NI-4.2.2 NI-4.2.3 11 163 10859 11077 11078 11080 11079 11076 10653 11084 11085 11087 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia • Excessive psyllium intake • Excessive ß-glucan intake • Excessive food additive intake • Excessive caffeine intake • Excessive alcohol intake NI-4.2.4 NI-4.2.5 NI-4.2.6 NI-4.2.7 NI-4.3 11086 11081 11083 11082 10654 Nutrient (5) Actual or estimated intake of specific nutrient groups or single nutrients as compared with desired levels • Increased nutrient needs NI-5.1 10656 (specify)__________ • Inadequate protein-energy intake NI-5.2 10658 • Decreased nutrient needs NI-5.3 10659 (specify)__________ • Imbalance of nutrients NI-5.4 10660 Fat and Cholesterol (5.5) • Inadequate fat intake • Excessive fat intake • Intake of types of fats inconsistent with needs (specify)__________ Protein (5.6) • Inadequate protein intake • Excessive protein intake • Intake of types of proteins inconsistent with needs (specify)__________ NI-5.5.1 NI-5.5.2 10662 10663 NI-5.5.3 10854 NI-5.6.1 NI-5.6.2 10666 10667 NI-5.6.3 10855 NI-5.7.1 12007 NI-5.8.1 NI-5.8.2 10670 10671 NI-5.8.3 10856 NI-5.8.4 NI-5.8.5 NI-5.8.6 10673 10675 10676 NI-5.9.1 10678 Amino Acid (5.7) • Intake of types of amino acids inconsistent with needs (specify)__________ Carbohydrate and Fiber (5.8) • Inadequate carbohydrate intake • Excessive carbohydrate intake • Intake of types of carbohydrate inconsistent with needs (specify)__________ • Inconsistent carbohydrate intake • Inadequate fiber intake • Excessive fiber intake Vitamin (5.9) • Inadequate vitamin intake (specify)__________ • A (1) • C (2) • D (3) • E (4) • K (5) • Thiamin (6) • Riboflavin (7) • Niacin (8) • Folate (9) • B6 (10) 10679 10680 10681 10682 10683 10684 10685 10686 10687 10688 12 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 164 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia • B12 (11) • Pantothenic acid (12) • Biotin (13) • Excessive vitamin intake (specify)__________ • A (1) 10689 10690 10691 NI-5.9.2 10693 10694 • C (2) 10695 • D (3) 10696 • E (4) 10697 • K (5) 10698 • Thiamin (6) 10699 • Riboflavin (7) 10700 • Niacin (8) 10701 • Folate (9) 10702 • B6 (10) 10703 • B12 (11) 10704 • Pantothenic acid (12) 10705 • Biotin (13) 10706 Mineral (5.10) • Inadequate mineral intake (specify)__________ • Calcium (1) • Chloride (2) • Iron (3) • Magnesium (4) • Potassium (5) • Phosphorus (6) • Sodium (7) • Zinc (8) • Sulfate (9) • Fluoride (10) • Copper (11) • Iodine (12) • Selenium (13) • Manganese (14) • Chromium (15) • Molybdenum (16) • Boron (17) • Cobalt (18) • Excessive mineral intake (specify)__________ • Calcium (1) • Chloride (2) • Iron (3) • Magnesium (4) • Potassium (5) • Phosphorus (6) • Sodium (7) • Zinc (8) • Sulfate (9) NI-5.10.1 10709 10710 10711 10712 10713 10714 10715 10716 10717 10718 10719 10720 10721 10722 10723 10724 10725 10726 10727 NI-5.10.2 10729 10730 10731 10732 10733 10734 10735 10736 10737 10738 13 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 165 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia • • • • • • • • • Fluoride (10) Copper (11) Iodine (12) Selenium (13) Manganese (14) Chromium (15) Molybdenum (16) Boron (17) Cobalt (18) 10739 10740 10741 10742 10743 10744 10745 10746 10747 Multi-nutrient (5.11) • Predicted inadequate nutrient intake (specify)__________ • Predicted excessive nutrient intake (specify)__________ NI-5.11.1 10750 NI-5.11.2 10751 CLINICAL (NC) Nutritional findings/problems identified that relate to medical or physical conditions Functional (1) Change in physical or mechanical functioning that interferes with or prevents desired nutritional consequences • Swallowing difficulty NC-1.1 10754 • Biting/Chewing (masticatory) difficulty NC-1.2 10755 • Breastfeeding difficulty NC-1.3 10756 • Altered GI function NC-1.4 10757 • Predicted breastfeeding difficulty NC-1.5 11146 Biochemical (2) Change in capacity to metabolize nutrients as a result of medications, surgery, or as indicated by altered laboratory values • Impaired nutrient utilization NC-2.1 10759 • Altered nutrition-related laboratory values NC-2.2 10760 (specify) __________ • Food–medication interaction NC-2.3 10761 (specify) __________ • Predicted food–medication interaction NC-2.4 10762 (specify) __________ Weight (3) Chronic weight or changed weight status when compared with usual or desired body weight • Underweight NC-3.1 10764 • Unintended weight loss NC-3.2 10765 • Overweight/obesity NC-3.3 10766 • Overweight, adult or pediatric NC-3.3.1 10767 • Obese, pediatric NC-3.3.2 10768 • Obese, Class I NC-3.3.3 10769 • Obese, Class II NC-3.3.4 10818 • Obese, Class III NC-3.3.5 10819 • Unintended weight gain NC-3.4 10770 • Growth rate below expected NC-3.5 10802 • Excessive growth rate NC-3.6 10803 14 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 166 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Malnutrition Disorders (4) Health consequences resulting from insufficient or excessive energy and/or nutrient intake compared to physiologic needs and/or utilization. • Malnutrition NC-4.1 10657 • Starvation related malnutrition NC-4.1.1 11130 • Chronic disease or condition related malnutrition NC-4.1.2 11131 • Acute disease or injury related malnutrition NC-4.1.3 11132 BEHAVIORAL-ENVIRONMENTAL (NB) Nutritional findings/problems identified that relate to knowledge, attitudes/beliefs, physical environment, access to food, or food safety Knowledge and Beliefs (1) Actual knowledge and beliefs as related, observed, or documented • Food- and nutrition-related knowledge deficit NB-1.1 • Unsupported beliefs/attitudes about food- or nutritionNB-1.2 related topics (use with caution) • Not ready for diet/lifestyle change NB-1.3 • Self-monitoring deficit NB-1.4 • Disordered eating pattern NB-1.5 • Limited adherence to nutrition-related recommendations NB-1.6 • Undesirable food choices NB-1.7 10773 10857 10775 10776 10777 10778 10779 Physical Activity and Function (2) Actual physical activity, self-care, and quality-of-life problems as reported, observed, or documented • Physical inactivity NB-2.1 10782 • Excessive physical activity NB-2.2 10783 • Inability to manage self-care NB-2.3 10780 • Impaired ability to prepare foods/meals NB-2.4 10785 • Poor nutrition quality of life NB-2.5 10786 • Self-feeding difficulty NB-2.6 10787 Food Safety and Access (3) Actual problems with food safety or access to food, water, or nutrition-related supplies • Intake of unsafe food NB-3.1 • Limited access to food NB-3.2 • Limited access to nutrition-related supplies NB-3.3 • Limited access to potable water NB-3.4 10789 12009 10791 12010 OTHER (NO) Nutrition findings that are not classified as intake, clinical or behavioral-environmental problems. Other (1) • No nutrition diagnosis at this time NO-1.1 Copyright 2015. Powered by Webauthor.com. All Rights Reserved. RED57O0-XM2 2015 EDITION 15 Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 167 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 168 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 169 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 170 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 171 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nama : Umur : Tanggal : Diagnosa Medis : Tambahkan umur stlh nama Utk Assesmen % dihilangkan dan diganti SD SD SD SD SD Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 172 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 173 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 174 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 175 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 176 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 177 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 178 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 179 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 180 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 181 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 182 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 183 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 184 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 185 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 186 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 187 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 188 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 189 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 190 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 191 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 192 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 193 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 194 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 195 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 196 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia TIM PENYUSUN Pengarah: Ir. Doddy Izwardy, MA Direktur Gizi Masyarakat Kontributor: Andri Mursita, Arti Widiodari Yudaningrum, Catur Mei Astuti, Dachlan Choeron, Dyah Yuniar Setiawati, Evasari Ginting, Evi Firna, Farselly Mranani, Fitri Hudayani, Galopong Sianturi, Gunarti Yahya, Hera Nurlita, Ivonne Kusumaningtias, Julina, Kresnawan, Lia Rahmawati Susila, Marina Damajanti, Marlina Rully W, Minarto, Muhammad Adil, Nanda Indah Permatasari, Nuniek Ayu Setya Ditha, Pritasari, R. Giri Wurjandaru, Rian Anggraini, Rivanni Noor, Siti Masruroh, Sri Hastuti Nainggolan, Sri Nurhayati, Sudaryanto, Tatang S. Falah, Yemima Ester, Yosnelli. Design: Dewanti Alwi Rachman, Jenno Amran Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 197 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Catatan : Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 198 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Catatan : Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 199 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Catatan : Pedoman Proses Asuhan Gizi Puskesmas 200 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia