ZAKAT DAN HIBAH A. Ketentuan Umum Zakat berasal dari kata zaka yang merupakan ism masdar yang berarti suci, tumbuh, berkah, terpuji, dan berkembang. Sedang secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[1]Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan lainnya atau kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin yang mengembus), atau ibra‟(membebaskan utang).[2] Menurut istilah yakni pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari orang yang lebih tinggi.[3] Dengan pemaparan pengertian diatas, maka sejalan dengan pengertian zakat menurut KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah) dalam Buku III pasal 675. Dari Buku III KHES dapat diketahui tentang pengertian-pengertian yang berkaitan dengan zakat dan hibah dalam pasal 675, sebagai berikut : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 675 Yang dimaksud dengan: 1. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 2. Muzaki adalah orang atau lembaga yang dimiliki oleh muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. 3. Mustahik adalah orang atau lembaga yang berhak menerima zakat. 4. Hibah adalah penyerahan kepemilikan suatu barang kepada orang lain tanpa imbalan apa pun. 5. Penghibah adalah orang yang memberikan barang dengan cara menghibahkan. 6. Penerima hibah adalah orang yang menerima hibah. 1Mardani,Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia., hlm. 27. 2Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah,hlm. 342-343. 3Ibid., hlm. 343. 7. Mauhuub adalah barang yang dihibahkan. 8. Hadiah (pemberian) adalah barang yang diberikan atau dikirimkan kepada seseorang sebagai tanda penghormatan kepadanya. 9. Shadaqah adalah barang yang diberikan, semata-mata karena mengharapkan pahala. B. Ketentuan Umum Zakat Dalam melakukan suatu amalan atau perbuatan (bermuamalah) maka disyaratkan memenuhi semua aturan-aturan yang sudah ditetapkan dari perbuatan tersebut, karena menyangkut dengan keabsahan. Dengan demikian dalam ibadah zakat ini terdapat syarat-syarat yang terdapat dalam KHES Pasal 676, yaitu : [4] BAB II KETENTUAN UMUM ZAKAT Pasal 676 Zakat wajib bagi setiap orang atau badan dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Muslim. 2. Mencapai nishab dengan kepemilikian sempurna walaupun sifat harta itu berubah diselasela haul. 3. Memenuhi syarat satu haul bagi harta-harta tertentu. 4. Harta itu tidak bergantung pada penggunaan seseorang. 5. Harta itu tidak terikat oleh utang sehingga menghilangkan nishab. 6. Harta bersama dipersamakan dengan harta perseorangan dalam hal mencapai nishab. Dasar hukum zakat terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 110, yang berbunyi: اوميقأو ةولصلٱ اوتاءو ةوكزلٱ امو اومدقت مكسفنلَّ نم ريخ هودجت دنع للَّٱ نإ للَّٱ امب نولمعت ر يصب Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat 4Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, hlm. 376. apa-apa yang kamu kerjakan.” Adapun tujuan zakat menurut Faridah Prihatini dalam bukunya yang berjudul “Hukum Islam Zakat dan Wakaf: Teori Praktiknya di Indonesia”, antara lain : [5] 1) Mengangkat fakir miskin dan membantunya dari kesulitan hidup serta penderitaan. 2) Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan mustahiq lainnya. 3) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia umumnya. 4) Menghilangkan sifat kikir dan membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam hati orang-orang miskin. 5) Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin dalam suatu masyarakat. 6) Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama pada mereka yang mempunyai harta kekayaan. 7) Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya. 8) Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial. C. Harta yang Wajib Dizakati Dalam pembahasan kali ini akan menjelaskan harta-harta yang wajib dizakati, biasanya seorang jika mendengar zakat maka yang terbesit dipikirannya adalah zakat fitrah saja. Namun hal demikian salah karena masih banyak yang nyatanya memiliki kewajiban untuk dizakati. Oleh karena itu dibawah ini akan menjelaskan harta-harta yang wajib dizakati dan aturan-aturan mengenainya yang terdapat dalam KHES Buku III. 1. Zakat emas dan perak (Pasal 677) Zakat wajib pada emas dan perak apabila : 1) Telah Melampaui satu haul; 2) Banyaknya nishab emas adalah 85 gram, sedangkan nishab perak adalah 595 gram; 3) Besarnya zakat emas dan perak adalah 2,5%; 4) Tidak disyaratkan emas dan perak yang dizakati itu harus dicetak atau dibentuk. 5Faridah Prihartini,Hukum Islam Zakat dan Wakaf : Teori dan Praktiknya di Indonesia., hlm. 50. 2. Zakat uang dan yang senilai dengannya (Pasal 678) Zakat wajib pada uang baik uang lokal maupun asing, saham, jaminan, cek, dan seluruh kertas-kertas berharga yang senilai dengan uang, harta-harta yang disimpan dengan ketentuan : 1) Harta-harta tersebut di atas harus mencapai nishab dan melampaui satu haul; 2) Nishab harta tersebut senilai dengan 85 gram emas; 3) Besarnya zakat yang harus dibayarkan adalah 2,5 %. 3. Zakat barang yang memiliki nilai ekonomis dan produksi (Pasal 679 – 681) Zakat wajib bagi barang-barang ekonomis dan produksi, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang meliputi tanaman, buah-buahan binatang ternak dan binatang peliharaan yang diperuntukkan untuk dijual dengan syarat-syarat : 1) Mencapai nishab, dan adanya maksud atau niat diperdagangkan; 2) Besarnya nishab zakat barang-barang perdagangan adalah senilai dengan 85 gram emas; 3) Zakat yang harus dibayarkan adalah sebesar 2,5 %; 4) Waktu pembayaran zakat barang-barang perdagangan setelah melalui satu haul kecuali pada barang-barang tidak bergerak yang digunakan untuk perdagangan, zakatnya satu kali ketika menjualnya, dan untuk pertanian pada saat memanennya. Zakat diwajibkan terhadap barang-barang hasil produksi apabila telah memenuhi syarat. Zakat dikenakan juga pada produk lembaga keuangan syari’ah, baik bank maupun non-bank, yang ketentuannya disesaikan menurut akad masing-masing produk. 4. Zakat tanaman dan buah-buahan (Pasal 682) 1) Zakat wajib pada berbagai macam tanaman dan buah-buahan dan wajib dikeluarkan pada saat panen; 2) Zakat diwajibkan pula pada pemilik tanah yang ditanami, demikian juga wajib terhadap penyewa tanah; 3) Besarnya zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10% jika pengairan tanah itu diperoleh secara alami dan 5% jika pengairan tanah itu diusahakan sendiri. 5. Zakat pendapatan (Pasal 683) 1) Zakat diwajibkan dari pendapatan angkutan baik angkutan darat, laut dan udara dan kendaraan-kendaraan lainnya; 2) Nishab zakat pendapatan senilai dengan zakat emas yaitu 85 gram; 3) Besarnya zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%. 6. Zakat madu dan sesuatu yang dihasilkan dari binatang (Pasal 684) 1) Zakat wajib dikeluarkan pada madu jika telah mencapai 70kg setelah dikurangi biaya produksi dengan besarnya zakat yang harus dikeluarkan sebanyak 5%; 2) Zakat diwajibkan pula terhadap sesuatu yang dihasilkan dari binatang seperti susu, telur, sarang burung, sarang ulat sutera, dan lain-lain. Ketentuannya mengikuti ketentuan zakat barang-barang yang bernilai ekonomis; 3) Zakat wajib dikeluarkan pula pada setiap yang dihasilkan dari laut seperti ikan, mutiara, dan lain-lain dengan besarnya zakat sebanyak 2,5%. 7. Zakat profesi (Pasal 685 – 686) 1) Yang berkewajiban zakat adalah orang atau badan hukum; 2) Zakat dihitung dari seluruh penghasilan yang didapatkan kemuadian dikurangi oleh biaya kebutuhan hidup; 3) Besarnya nishab sama dengan besarnya nishab pada zakat barang yang memiliki nilai ekonomis, yaitu 85 gram emas. 8. Zakat barang temuan dan barang tambang (Pasal 687) Zakat wajib dikeluarkan sebanyak 20% pada barang-barang temuan dan barang tambang yang dihasilkan baik dari dalam tanah maupun laut, baik berbentuk padatan, cairan, atau gas setelah dikurangi biaya penelitian dan produksi. 9. Zakat fitrah (Pasal 688) 1) Zakat fitrah diwajibkan atas setiap muslim baik tua atau muda, baik dikeluarkan oleh diri sendiri atau orang yang menanggungnya dan diserahkan kepada Faqir pada 15 hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai sebelum melaksanakan shalat 'Id. 2) Seorang muslim yang terkena wajib zakat fitrah ini apabila memiliki kemampuan untuk makan selama sehari semalam. 3) Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah sebanyak satu sha' (2,5 kg) makanan pokok atau yang senilai dengannya. D. Hibah Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan lainnya atau kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau ibra‟(membebaskan utang).6Menurut istilah yakni pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari orang yang lebih tinggi.7Hibah merupakan pemberian hak milik secara langsung dan mutlak terhadap suatu benda ketika masih hidup tanpa ganti walaupun dari orang yang lebih tinggi. Dasar hukum hibah ada pada QS:an-Nisa’ ayat 4, yang berbunyi: Artinya: “kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu, maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai hadiah yang sedap lagi baik akibatnya.” 1. Rukun Hibah dan penerimaannya Rukun hibah terdiri dari beberapa, yaitu: a. Pihak penghibah atau wahib. 1) Penghibah sebagai pemilik atas benda yang dihibahkan. 2) Seorang penghibah diharuskan sehat akalnya dan sudah dewasa (pasal 707). 3) Penghibah hendaklah melakukan perbuatan atas dasar kemauan sendiri dengan penuh kerelaan dan bukan dalam keadaan terpaksa (pasal 708). 4) Diperbolehkan orang tua yang menghibahkan kepada anaknya atau seorang wali keoada muwalla ( pasal 698 dan 699). b. Pihak penerima hibah atau mauhub lah, pihak penerima hibah sudah ada atau ketika berakad hibah dilakukan dalam keadaan wujud. 1) Diperbolehkan seorang anak apabila walinya yang mengambil hibah tersebut (pasal 700) 6 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah..,342-343. Ibid.,343. 7 2) Apabila seorang anak sudah cakap dalam bertindak (mumayyiz) maka transaksi hibah dianggap sempurna jika anak itu sendiri yang mengambil hibah meskipun ia mempunyai wali (pasal 701) c. Obyek yang dijadikan hibah atau Mauhub bih 1) Benda yang dihibahkan harus milik dari penghibah. Diperbolehkan bukan dari harta pengibah dengan ketentuan pemilik harta tersebut mengizinkan (pasal 705). 2) Bisa berupa pembebasan hutang, hibah dapat berupa orang yang berpiutang membebaskan hutang terhadap orang yang berhutang dengan syarat orang yang berhutang tidak menolak (pasal 695). 3) Benda yang dihibahkan sudah ada dalam pelaksanaan akad (pasal 704) 4) Benda yang dihibahkan diperbolehkan oleh syariat. 5) Suatu harta yang dihibahkan harus pasti dan diketaui (pasal 706) d. Iqrar atau ijab atau pernyataan. Iqrar dalam hibah dapat dinyatakan dengan kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengandung arti beralihnya kepemilikan harta secara CumaCuma. e. Qabd atau penyerahan. 2. Batalnya hibah Hibah dinyatakan batal jika salah satu pihak wahib atau mauhub lah meninggal dunia sebelum penyerahan hibah dilaksanakan. Selain itu hibah juga dinyatakan batak jika terdapat unsur paksaan. (pasal 697 dan 708) 3. Penarikan kembali harta hibah. Menarik hibah kembali pada dasarnya merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan ,kecuali: a. Wahib menarik kembali hibahnya atas keinginannya sendiri sebelum hibah diserahkan (pasal 710). b. Penghibah dapat menarik kembali hibahnya setelah penyerahan hibah dengan ketentuan persetujuan dari penerima hibah (pasal 712). c. Dengan keputusan pengadilan (pasal 713) d. hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya (pasal 714). e. Suatu shadaqoh tidak dapat ditarik kembali dengan alasan apapun (pasal 721). 4. Hibah Orang yang Sedang Sakit Keras Pasal 724 Jika seseorang yang tidak punya ahli waris menghibahkan seluruh kekayaannya pada orang lain ketika sedang menderita sakit keras lalu menyerahkan hibah itu, maka hibah tersebut adalah sah, dan bait al-mal (balai harta peninggalan) tidak mempunyai hak untuk campur tangan dengan barang peninggalan tersebut setelah yang bersangkutan meninggal. Pasal 725 Jika seorang suami yang tidak memiliki keturunan, atau seorang isteri yang tidak mempunyai keturunan dari suaminya, menghibahkan seluruh kekayaannya kepada isteri atau suami, ketika salah seorang dari mereka sedang menderita sakit keras dan lalu menyerahkannya, pemberian hibah itu adalah sah, dan bait al-mal tidak mempunyai hak untuk campur tangan pada harta peninggalan dari salah seorang dari mereka yang meninggal. Pasal 726 Jika seseorang memberi hibah kepada salah seorang ahli warisnya ketika orang itu sedang menderita sakit keras, dan kemudian meninggal, hibah itu tidak sah kecuali ada persetujuan dari ahli waris yang lain. Tetapi jika hibah itu diberi dan diserahkan kepada orang lain yang bukan ahli warisnya dan hibah itu tidak melebihi sepertiga harta peninggalannya, maka hibah itu adalah sah. Tetapi bila hibah itu melebihi sepertiganya dan para ahli waris tidak menyetujui hibah tersebut, hibah itu masih sah, untuk sepertiga dari seluruh harta peninggalan dan orang yang diberi hibah harus mengembalikan kelebihannya dari sepertiga harta itu. Pasal 727 Jika seseorang yang harta peninggalannya habis untuk membayar utang, dan orang tersebut waktu sakit keras menghibahkan hartanya kepada ahli warisnya atau kepada orang lain, lalu menyerahkannya dan kemudian meninggal. Maka kreditor berhak mengabaikan penghibahan tersebut, dan memasukkan barang yang dihibahkan tadi untuk pembayaran utangnya. Apabila muncul suatu peristiwa perselisihan atau sengketa dalam hibah ataupun zakat dapat dilakukan pengajuan perkara pada badan yang berwenang, yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Basyarnas adalah perubahan dari nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan wujud dari arbitrase Islam pertama yang didirikan di Indonesia. BASYARNAS dengan misinya yaitu: 8 1) menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah (perdata) dalam bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa, dan lain-lain. 2) memberikan pendapat yang mengikat permintaan para pihak tanpa adanya sengketa mengenai persoalan tertentu dalam suatu perjanjian. 8 Abdul Ghofur Anshori,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah:Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008 (Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 2010),90. BAB III PENUTUP Dari pemaparan makalah diatas, dapat disimpulkan bahwasanya zakat dan hibah dalam KHES Buku III sudah sangat jelas. Mulai dari pengertian, syarat-syaratnya serta ketentuan masing-masing zakat dan hibah. KHES ini dapat dijadikan rujukan dalam suatu tindakan hukum, baik dalam praktik ibadah maupun praktik hukum. Namun dalam perjalanan zaman yang semakin modern, KHES tersebut dimungkinkan membutuhkan revisi guna untuk menyesuaikan keadaan dari waktu tersebut. Hibah menurut bahasa berasal dari kata wahaba (lewat dari satu tangan ke tangan lainnya/ kesadaran untuk melakukan kebaikan), atau diambil dari kata hubbub ar rih (angin yang mengembus), atau ibra‟(membebaskan utang). Dasar hukum hibah ada pada QS:an-Nisa’ ayat 4. Pihak penghibah, pihak penerima hibah,obyek yang dijadikan hibah, dan akad (ijab dan kabul). DAFTAR PUSTAKA Anshori, Abdul GhofurPenyelesaian Sengketa Perbankan Syariah:Analisis Konsep dan UU No.21 Tahun 2008.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 2010. Kitab Undang-undang Hukum Ekonomi Syari’ah Rozalinda. (2016). Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prihartini, Faridah.(2005). Hukum Islam Zakat dan Wakaf : Teori dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta : Papan Sinar Santi bekerjasama dengan Badan Penerbit FHUI. Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah.Jakarta : Prenada Media Group. Mardani. (2011). Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia. Bandung : PT. Refika Aditama.