BUKU DASAR TEORI PROSES PENGOLAHAN MINERAL PIROMETALURGI HIDROMETALURGI ELEKTROMETALURGI OLEH : Andre saputra 1806201535 Muhammad Fauzan 1806201996 Rizqi Fajar Setiadi 1806201900 Tatiana Cherishe Tatsono 1806201586 LABORATORIUM METALURGI EKSTRAKSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2021 MODUL I PROSES PENGOLAHAN MINERAL 1.1 Tujuan Praktikum Untuk mempelajari macam-macam proses pengolahan mineral sebagai tahap awal proses ekstraksi logam serta memahami prinsip penggunaannya khusus froth flotation. 1.2 Dasar teori Pengolah mineral merupakan proses pemisahan mineral dari pengotor secara mekanis sehingga menghasilkan banyak konsentrat (produk berharga) dan sedikit tailing (mineral tidak berharga/pengotor). 1.2.1 Liberasi Pemisahan mineral pada tingkat partikulat disebut sebagai liberasi karena mineral individu dibebaskan satu sama lain secara fisik. Mineral tidak berikatan lagi dengan mineral lain. Tujuan dari liberasi adalah memisahkan mineral berharga dengan mineral pengotornya pada ukuran yang optimal. 1.2.2 Flowsheet Gambar 1. Proses Pengolahan Mineral 1.2.3 Komunisi Kominusi merupakan proses pengecilan ukuran bijih atau mineral hasil proses tambang dari ukuran lebih dari 1 meter menjadi bijih atau mineral berukuran ≤ 100 mikron. Berikut adalah tujuan dari kominusi: ● Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya. ● Menyiapkan ukuran umpan yang sesuai dengan ukuran operasi konsentrasi atau ukuran pemisahan. ● Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hidrometalurgi tidak perlu benar-benar bebas dari gangue. ● Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya 1.2.3.1 Crushing Crushing adalah proses yang bertujuan mengecilkan ukuran mineral menggunakan prinsip beban impak. Tabel 1. Tahapan Crushing Seberapa besar reduksi yang mampu dilakukan setiap tahap crushing (rasio reduksi) ditentukan oleh sudut antara 2 permukaan di setiap sisi dan menahan batuan yang akan dihancurkan sebagai gerakan menuju dan menjauh dari satu sama lain. Saat gravitasi menarik batu ke bawah dari atas feed ke discharge, semua batuan mengalami banyak benturan impak yang menyebabkan mereka hancur. Gambar 2. Bentuk Jaw dan Gyratory Crusher Faktor yang mempengaruhi pemilihan alat: ● Expected Throughput ● F80 Top Feed size distributions ● Desired P80 Product size distributions ● Feeding method ● Ore work index ● Ore bulk density ● Ore abrasion index (abrasivity) ● The rock’s compressive strength ● The ore clay content ● The ore’s fragmentability 1.2.3.2 Grinding Proses pengecilan ukuran yang menggunakan prinsip beban gerus. Proses grinding dapat dilakukan menggunakan Ball Mill dan Rod Mill. ● Ball Mill Gambar 3. Ball Mill Dalam kasus ball mill yang dioperasikan secara kontinyu, material yang akan digrind diumpankan dari kiri melalui kerucut bersudut 60 ° dan produk dikeluarkan melalui kerucut bersudut 30 ° ke kanan. Saat cangkang/shell berputar, bola diangkat ke atas di sisi cangkang/shell yang naik dan kemudian turun ke bawah (atau jatuh ke feed), dari dekat bagian atas cangkang/shell. Dengan demikian, partikel padat di antara bola dan tanah akan berkurang ukurannya akibat tumbukan. ● Rod Mill Gambar 4. Road Mill Rod mill umumnya menggrind bijih dengan tekanan dan kekuatan grinding dari grinding rod. Ketika batang mengenai bijih, pertama-tama mengenai bijih yang lebih kasar, dan kemudian menghancurkan bahan yang berukuran lebih kecil diantara batang dan batang. Saat batang bersentuhan dengan dinding mill, partikel bijih berbutir kasar bercampur dengannya, yang bertindak sebagai saringan/sieve batang. Bahan berbutir halus dapat melewati celah diantara batang dan batang, yang bermanfaat bagi penjepit/clamp. Material berbutir kasar juga memungkinkan partikel bijih berbutir kasar terkonsentrasi di tempat tumbukan media penggilingan.Oleh karena itu, rod mill memiliki fungsi grinding selektif, dan produk memiliki ukuran partikel yang seragam dan lebih sedikit penghancuran. Umumnya proses grinding dapat dibedakan menjadi : • Penggerusan kasar (coarse grinding) mengecilkan ukuran bijih dari ukuran 1 mm menjadi ukuran 1 μm • Penggerusan halus (fine grinding) mengecilkan ukuran bijih dari ukuran 1 μm menjadi ukuran 300 μm Proses grinding dapat dilakukan dalam kondisi basah (wet grinding) dan kondisi kering (dry grinding). Kelebihan dan kekurangan grinding dalam kondisi basah yaitu: ₊ Memerlukan energi lebih sedikit dibandingkan cara kering. ₊ Lebih mudah dan hanya memerlukan ruang lebih kecil dibandingkan cara kering. ₊ Lingkungan pada penggerusan cara basah lebih bersih dan tidak memerlukan alat penangkap debu karena akan terbentuk pulp. - Media gerus yang digunakan dan bahan pelapis dari silinder diperlukan lebih banyak karena rentan terjadi korosi - Perlu adanya pengeringan terlebih dahulu Faktor yang mempengaruhi: ● Laju pengisian medium Laju pengisian medium adalah rasio volume medium dan rongga penggilingan, bergerak dalam keadaan melempar dan jatuh dalam ball mill. Keadaan gerakan media di penggilingan terkait dengan laju pengisian media. Ada gaya gesekan antara medium dan liner. Ketika laju pengisian dan gaya gesekan cukup besar, liner dapat membawa media penggilingan ke ketinggian titik lempar. Penting juga untuk diperhatikan bahwa tingkat pengisian media tidak boleh melebihi batas. ● Diameter grinding ball Efisiensi penggilingan tercermin dalam kapasitas pemrosesan pabrik dan kehalusan bijih penggilingan. Bola baja berdiameter besar membantu mengurangi waktu gerinda sehingga meningkatkan efisiensi gerinda, selain itu, menempatkan beberapa bola baja kecil untuk mengontrol kehalusan partikel secara efektif 1.2.4 Klasifikasi Klasifikasi merupakan metode pemisahan campuran mineral menjadi dua produk berdasarkan kecepatan jatuh partikel mineral ke dalam medium fluida. Terdapat tiga gaya yang terjadi ketika partikel dijatuhkan ke dalam suatu media yaitu Drag Force, Bouyant Force dan Gravitation Force. Proses ini dilakukan pada bijih yang telah memiliki ukuran yang memeruhi persyaratan yang diinginkan. Gambar 5. Proses Klasifikasi Produk dari proses klasifikasi akan terbagi menjadi 2 jenis yaitu : ● Produk Overflow yaitu ketika terminal velocity dari partikel lebih kecil daripada kecepatan fluida ● Produk Underflow yaitu ketika terminal velocity dari partikel lebih besar daripada kecepatan fluida Medium yang paling umum digunakan dalam metode ini adalah fluida dikarenakan dapat memisahkan partikel halus ecara efektif. Penggunaan medium kental seperti air dan udara akan meningkatkan nilai hambatannya seiring kenaikan kecepatannya. 1.2.4.1 Fenomena pengendapan partikel ● Hindered settling Pengendapan partikel dimana volume fluida lebih sedikit dari volume total partikel. Pada proses ini jika semakin banyak partikel solid di dalam pulp, maka akan berpengaruh pada free settling, kemudian sistem akan berubah menjadi medium dengan densitas baru yakni densitas dari pulp, bukan densitas medium awal seperti air, sehingga pada sistem ini turbulent resistance lebih dominan. ● Free settling Pengendapan partikel dimana volume fluida lebih banyak dari volume total partikel. Persamaan: 1.2.4.2 Gaya yang terjadi pada proses klasifikasi ● Drag force Hambatan udara/fluida yang memperlambat laju udara/fluida karena bergesekan dengan suatu permukaan partikel padat sehingga kecepatan pengendapan makin turun. ● Buoyant force Gaya angkat ke atas oleh fluida ke suatu partikel mineral dengan prinsip Archimedes dimana gaya apung dengan nilai yang sama dengan berat fluida yang dipindahkan. Gaya ini akan melawan berat benda yang direndam. ● Gravitation force Gaya yang mempengaruhi kecepatan pengendapan suatu partikel dalam suatu fluida statis. Ini menyebabkan adanya klasifikasi berdasarkan proses pemindahan partikel terhadap gerakan partikel zat padat melalui fluida karena adanya gaya ini. 1.2.5 Separasi Separasi merupakan metode pemisahan antara mineral berharga dengan pengotornya dengan menggunakan teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral-mineral yang ada dalam bijih tersebut. 1.2.5.1 Gravity separation • Prinsip proses. Gravity separation merupakan proses pemisahan mineral berdasarkan perbedaan densitas oleh pergerakan relatif sebagai respon dari gravitasi dalam suatu medium fluida. Mineral-mineral yang terdapat dalam bijih akan merespon gaya gravitasi sesuai dengan nilai densitas dan ukuran yang dimilikinya. • Kriteria konsentrasi pada proses Besaran yang dapat digunakan untuk memprediksi apakah operasi konsentrasi berdasarkan gravitasi dapat dilakukan dengan mudah atau tidak, bisa ditentukan melalui kriteria konsentrasi. Jika nilai kriteria konsentrasi yang didapatkan lebih besar dari 2.5 maka separasi gravitasi akan lebih mudah. Jika nilai kriteria konsentrasi kurang dari 1,25 maka separasi gravitasi tidak dapat dilakukan. Alat yang digunakan dalam pemisahan partikel menggunakan metode gravity separations, adalah sebagai berikut: • Jigging Alat pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis dan bekerja secara mekanis dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan menerobos dari butiran yang akan dipisahkan terhadap suatu lapisan pemisah (bed). • Shaking Concentrator Alat pemisahan berdasarkan perbedaan berat dan ukuran partikel terhadap gaya gesek akibat aliran air tipis sehingga terjadi pemisahan antara mineral dengan densitas yang lebih kecil dan mineral dengan densitas lebih besar. • Flowing Film Concentrator Alat pemisahan yang menginisiasi pemisahan partikel dengan menggunakan lapisan slurry yang mengalir menuruni permukaan yang miring di bawah pengaruh gravitasi. 1.2.5.2 Magnetic separation • Prinsip proses Magnetic separation merupakan proses pemisahan mineral dengan memanfaatkan perbedaan sifat kemagnetan. Mineral-meneral yang terdapat dalam bijih akan memberikan respon terhadap medan magnet (magnetic susceptibility) sesuai dengan sifat kemagnetan yang dimilikinya. • Klasifikasi proses separasi magnetic dan sifat kemagnetan mineral Berdasarkan pada magnetic susceptibility mineral dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Ferromagnetic: Mineral yang sangat kuat untuk ditarik oleh medan magnet Contoh: Magnetit (Fe3O4). b. Paramagnetic: Mineral yang dapat tertarik oleh medan magnet. Contoh: Hematit (Fe2O3), Ilmenit (SeTiO3), dan Pyrhotit (FeS). c. Diamagnetic: Mineral yang tak tertarik oleh medan magnet Contoh: Quartz (SiO2) dan Feldspar [(Na, K, Al) Si3O8] Gambar 6. Magnetic Separation Terdapat dua tipe magnetic separator, yaitu: ● Low Intensity ● High Intensity 1.2.5.3 Electrostatic separation • Prinsip Electrostatic separation merupakan teknik pemisahan satu mineral atau lebih dengan mineral lainnya yang memanfaatkan perbedaan sifat kelistrikan (konduktivitas) dari mineral-mineral yang akan dipisah. Mineral-mineral yang terdapat dalam bijih akan merespon medan listrik sesuai dengan sifat konduktivitas yang dimilikinya • Jenis konduktivitas mineral a. Konduktor → Mineral mudah menerima & melepas ion negative Contoh: Hematit, Limonite, Magnetit, Galena, Casyterit. b. Non Konduktor → Mineral yang susah menerima & melepas ion negative Contoh: Cyderit, Gypsum, Corondum, Zircon. Gambar 7. Electr0nic Separation 1.2.5.4 Froth flotation • Definisi dan prinsip proses froth flotation Froth Flotation merupakan suatu proses pemisahan secara fisik-kimia yang memanfaatkan perbedaan sifat permukaan dari mineral berharga dan pengotor. Partikel mineral mempunyai dua jenis sifat yaitu hidrofobik dan 8 hidrofilik. Mineral yang bersifat hidrofobik akan berikatan dengan gelembung udara dan naik ke permukaan membentuk buih. Sedangkan mineral yang bersifat hidrofilik tidak berikatan dengan gelembung udara. Teknik pemisahan ini memiliki kelebihan yaitu hampir semua mineral dapat dipisahkan dengan metode ini, terutama mineral sulfida. • Klasifikasi proses berdasarkan sifat permukaan Berdasarkan permukaan partikelnya, mineral dibagi menjadi polar dan non polar. Permukaan mineral non polar memiliki ikatan molekular yang relatif lemah dan tidak terikat dengan air (hidrofobik). Contoh mineral non-polar yaitu grafit, sulfur, molybdenite, intan, coal, dan talc. Permukaan mineral polar memiliki ikatan yang kuat dan berikatan secara kuat dengan molekul 9 air. Mineral berdasarkan kepolarannya dibagi menjadi beberapa kelompok dimana tingkat kepolaran semakin meningkat dari grup 1 ke grup 5. Tabel 2. Pengelompokan mineral • Mekanisme proses pemisahan mineral berharga Secara proses, flotasi dibagi menjadi dua yaitu: a. Directional flotation, proses flotasi dimana mineral berharga yang akan terangkat ke atas membentuk buih yang mengapung di permukaan pulp. b. Reverse flotation, proses flotasi dimana mineral pengotor (gangue) yang akan diapungkan ke permukaan. • Faktor yang mempengaruhi proses flotasi 1. Proses pengapungan Dalam proses pengapungan mineral perlu diperhatikan kemampuan partikel agar dapat menempel pada gelembung udara dan terangkat secara bersama-sama ke permukaan a. Ukuran partikel, dalam proses flotasi biasanya ukuran lebih kecil dari 65 mesh. Kecuali untuk batu bara ukuran terkecilnya bisa sampai 20 mesh. b. Gelembung harus cukup besar dan stabil. c. Sifat-sifat permukaan dari partikel yang menentukan bisa atau tidaknya untuk menempel pada gelembung. 2. Reagen kimia (collector, frother, dan jenis-jenis modifier) Reagen Kimia digunakan dalam proses flotasi agar kondisi proses flotasi dapat berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang ditambahkan mempunyai fungsi yang spesifik. a. Collector Collector berfungsi mengubah permukaan mineral yang semula hidrofilik menjadi hidrofobik. Collector biasanya merupakan mineral organik heteropolar. Gugus non-polar cenderung bersifat hidrofobik dan akan menempel pada gelembung udara. Sedangkan gugu polar akan menempel pada partikel solid tertentu sehingga partikel solid tersebut akan ikut terapung bersama gelembung udara. Jumlah pemakaian kolektor bergantung pada pH dan luas permukaan partikel yang akan diselimuti. Molekul Kolektor terbagi menjadi dua yaitu senyawa ionik yang dapat terpecah menjadi ion dalam air dan senyawa nonionik tidak terlarut. Gambar 8. Klasifikasi Kolektor Gambar 9. Adsopsi collector pada permukaan mineral b. Frother Frother merupakan senyawa yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan gelembung sehingga gelembung tidak mudah pecah. Contoh frother adalah pine oil, alkohol alifatik dan polypropylene glycol. Gambar 10. Action dari frother c. Modifier Modifier atau regulator merupakan reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur lingkungan yang sesuai dengan lingkungan flotasi yang diinginkan. Modifier terdiri dari macam-macam reagen yaitu: • Activator Reagen yang berfungsi untuk membantu kolektor agar interaksi kolektor dengan mineral tersebut bekerja dengan baik. Pemilihan aktivator disesuaikan dengan mineral dan kolektor yang digunakan. Contohnya: Sphalerite dengan CuSO4. • Depressants Reagen yang berfungsi untuk meningkatkan selektivitas flotasi dengan mengubah mineral tertentu menjadi lebih hidrofilik. Depressants terbagi menjadi dua yaitu inorganic dan polymeric depressants. Contohnya: K2Cr2O4, ZnSO4 dan carboxymethyl cellulose (CMC). • pH Regulator Reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur pH lingkungan flotasi. pH regulator perlu ditambahkan dalam proses flotasi karena mineral dapat mengapung dengan baik pada pH tertentu. Reagen-reagen juga akan bekerja baik pada pH tertentu. pH dimana mineral-mineral dapat mengapung dengan baik disebut pH kritis. pH kritis tergantung kepada jenis kolektor dan konsentrasi kolektor tersebut. Terdapat dua jenis pH regulator yaitu: ● pH regulator asam, yaitu pH regulator pada lingkungan asam. Contoh: H2SO4 ● pH regulator basa, yaitu pH regulator pada lingkungan basa. Contoh: lime (CaO, soda ash (Na2CO3), dan NaOH. • Work of adhesion Gaya yang dibutuhkan untuk memisahkan antarmuka partikelgelembung disebut work of adhesion (Ws/a). Persamaan work of adhesion adalah sebagai berikut: • Parameter keberhasilan proses froth flotation (% concentration ratio, dan enrichment ratio) a. % Recovery b. Rasio konsentrasi c. Enrichment ratio 1.2.6 Perhitungan Proses Flotasi Rumus (% recovery, concentration ratio, dan enrichment ratio) recovery, c = kadar konsentrat; f = kadar umpan (feed); t = kadar tailing; F= massa umpan; C = massa konsentrat; T = massa tailing. • Contoh soal dan jawaban Bijih tembaga awalnya mengandung 2,09% Cu. Setelah melakukan froth flotation, produknya ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan menggunakan data ini, hitung: (a) Ratio of concentration (b) % Metal Recovery (c) % Metal Loss (d) % Weight Recovery, or % Yield (e) Enrichment Ratio a) F/C = 100/10 = 10 b) % Cu Recovery = [(10·20)/(2.09·100)]·100 = 95.7% c) % Cu Loss = 100 – 95.7 = 4.3% d) % Weight Recovery sama dengan% Bobot konsentrat pada Tabel 1. Ini juga dapat dihitung dari nilai assay yang diberikan dalam tabel, sebagai berikut: % Weight Recovery = 100·(2.09 - 0.1)(20 – 0.1) = 10% e) Enrichment Ratio = 20.0/2.09 = 9.57 . Ini menunjukkan bahwa konsentrat memiliki 9,57 kali konsentrasi daripada feed. 1.2.7 Referensi Guldris Leon, L., Hogmalm, K.J. and Bengtsson, M. (2020). Understanding Mineral Liberation during Crushing Using Grade-by-Size Analysis—A Case Study of the Penuota Sn-Ta Mineralization, Spain. Minerals, 10(2), p.164. Michaud, L.D. (2015). Crushing in Mineral Processing. [online] Mineral Processing & Metallurgy. Available at: https://www.911metallurgist.com/blog/crushing [Accessed 8 Apr. 2021]. Andrews, J.R.G. and Mika, T.S. (1976) Comminution of heterogeneous material. Development of a model for liberation phenomena. Proc. 11th Int Mineral Processing Congress. Takacs, Laszlo (January 2002). "Self-sustaining reactions induced by ball milling". Progress in Materials Science. 47 (4): 355–414. doi:10.1016/S0079-6425(01)00002-0. JXSC Machine. (n.d.). Crushing and Grinding Process. [online] Available at: https://www.jxscmachine.com/new/crushing-and-grinding/ [Accessed 15 Apr. 2021]. www.jxscmining.com. (2019). Factors Influence Ore Grinding Mill Efficiency - JXSC Mining. [online] Available at: https://www.jxscmining.com/blog/ore-grinding-mill/ [Accessed 15 Apr. 2021]. Modul Praktikum Metalurgi Ekstraksi 2019, Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Froth Flotation – Fundamental Principles. (n.d.). [online] Available at: http://www.chem.mtu.edu/chem_eng/faculty/kawatra/Flotation_Fundamenta ls.pdf. MODUL II PIROMETALURGI 2.1 Tujuan Praktikum Untuk mengetahui prinsip dasar pirometalurgi pada material ferrous dan nonferrous serta faktor-faktor yang memengaruhinya 2.2 Dasar Teori Pirometalurgi merupakan salah satu metode dalam proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi (berkisar antara 500-1700 oC). Proses pirometalurgi digunakan dalam proses ekstraksi bijih yang memiliki kadar tinggi. Pada proses pirometalurgi akan terjadi beberapa reaksi, seperti dekomposisi senyawa, reduksi logam, dan penguapan logam atau senyawa. 2.2.1. Tahapan dalam Pirometalurgi 2.2.1.1. Drying (Pengeringan) Pengeringan merupakan proses penghilangan kelembababn ataupun cairan dari suatu material yang umumnya menggunakan panas hasil pembakaran bahan bakar fosil yang umumnya dilakukan pada suhu diatas titik didih air sekitar 120 oC. Pengeringan padatan lembab dilakukan pada beberapa jenis pengering industri, antara lain rotary dryer, fluidized bed dryer, dan flash dryer. 2.2.1.2. Calcining (Kalsinasi) Kalsinasi merupakan proses dekomposisi panas pada suatu material. Proses kalsinasi dilakukan dengan menggunakan panas di atas temperatur dekomposisi termal material atau dengan mengurangi tekanan parsial pada temperatur konstan. Proses kalsinasi dilakukan dengan tujuan menghilangkan senyawa hidroksida ataupun karbonat dari bijih dan mengubahnya menjadi senyawa oksida serta menghilangkan hidrat dari bijih. Proses kalsinasi sering dimanfaatkan untuk memastikan komposisi senyawa mineral seragam. Proses kalsinasi dapat dilakukan dalam berbagai furnace, termasuk shaft furnaces, rotary kilns, dan fluidized bed reactors. 2.2.1.3. Roasting (Pemanggangan), Roasting merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk mengubah bijih sulfida menjadi oksida sebelum proses peleburan. Tujuan dari proses roasting adalah untuk menghilangkan pengotor, substrat organik, dan membuat mineral semakin mudah untuk dilakukan smelting. Metode roasting yang digunakan antara lain hearth, fluid bed, dan sintering. 2.2.1.4. Smelting (Peleburan) Smelting merupakan proses peleburan logam pada temperatur tinggi sehingga logam meleleh dan mencair setelah mencapai titik didihnya. Peleburan yang diikuti dengan reaksi reduksi dengan tujuan memperoleh logam murni yang dilakukan dengan memanaskan dengan kokas atau arang (bentuk karbon) yang selanjutnya zat pereduksi akan membebaskan oksigen sebagai karbon dioksida meninggalkan mineral yang dimurnikan. Reaksi reduksi pada proses smelting dapat dilakukan dengan carbothermic, metallothermic, ataupun hydrogen reduction. Dalam prosesnya, penambahan flux dilakukan untuk meningkatkan efektifitas pembentukan slag sehingga separasi antara logam yang diinginkan dengan terak dapat efektif terjadi. 2.2.1.5. Refining (Pemurnian) Pemurnian adalah proses menghilangkan logam pengotor dari logam yang ingin diekstraksi sehingga mencapai kemurnian yang tinggi yang dilakukan dengan proses termal. 2.2.2. Faktor-faktor Pirometalurgi 2.2.2.1 Reduktor Pada proses priometalurgi, terdapat beberapa macam reduktor yang dapat digunakan dalam beberapa fasa, yaitu gas (CH4), padat (batubara/coal), dan cairan (minyak bumi). 2.2.2.2 Temperatur Temperature akan menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi atau tidak secara termodinamika. Pengaruh temperature pada keberlangsungan suatu reaksi dimodelkan dengan diagram Ellingham. Gambar 11. Diagram Ellingham Karbon merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi oksida menjadi logamnya. Pada diagram Ellingham garis reaksi 2C + O2 → 2CO mempunyai gradien yang negatif, sehingga data yang didapat dari perpotongan garis ini dengan garis pembentukan oksida lainnya dapat dijadikan acuan untuk mereduksi oksida. Contoh karbon dapat mereduksi besi oksida menjadi besi pada temperatur lebih dari 6000C. 2.2.2.3 Reagen Reagen akan ditambahkan pada preses peleburan logam untuk membantu efisiensi peleburan logam. Mekanisme kinerja dari reagen adalah menurunkan temperature proses peleburan, sehingga akan meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Contoh dari reagen yang digunakan pada peleburan yaitu limestone, dolomite, silica. 2.2.2.4 Waktu Setiap proses peleburan logam memiliki waktu optimalnya masingmasing, hal ini bergantung pada temperature, reduktor, serta kondisi lainnya pada saat peleburan logam. 2.3. Ekstraksi Logam Ferrous Proses pirometalurgi sangat penting dalam pembuatan besi dan baja. Bijih besi yang digunakan seperti hematit, magnetit, siderit, pirit dan himosit. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi dan karbon yang didapatkan dengan mereduksi bijih besi berbentuk oksida agar menjadi baja batangan. Proses reduksi bijih besi dilakukan dengan dua metode, yaitu reduksi langsung dan reduksi tidak langsung. Proses reduksi lansung akan menghasilkan spong iron, sedangkan proses reduksi tidak langsung akan menghasilkan pig iron. 2.3.1. Persyaratan Bijih Besi Adapun persyaratan bijih besi untuk dilakukan ekstraksi antara lain: • Menggandung Fe yang tinggi ±70% • Memiliki minim pengotor seperti (S, P, As, Zn, Pb, Na, K) • Sebisa mungkin memiliki kandungan oksida untuk meningkatkan fluks • Mudah dilakukan reduksi • Ukuran seragam sehingga dapat terdistribusi dengan baik 2.3.2. Primary Metallurgy 2.3.2.1. Blast Furnace Gambar 12. Blast Furnice Tanur tinggi cocok untuk industri berkinerja tinggi (setidaknya 2 juta ton per tahun), di mana kokas digunakan sebagai agen pereduksi dan agen penghasil panas. Kokas dihasilkan dari batubara berkualitas tinggi yang dipanaskan dalam suatu retorte yang kedap udara. Input dari blast furnace berupa bijih besi, kokas, limestone, dan udara. Sedangkan output dari blast furnace berupa pig iron, slag, dan top gas/dust. Reaksi kimia yang terjadi pada blast furnace antara lain sebagai berikut. 1. Pembakaran kokas yang digunakan sebagai energi panas untuk memanaskan tungku C (s) + O2 (g) → CO2 (g) 2. Penambahan kokas ke tungku sehingga karbon dioksida tereduksi CO2 (g) + C (s) → 2CO (g) 3. Proses reduksi besi (III) oksida Fe2O3 (s) + 3CO (g) → 2Fe (l) + 3CO2 (g) 4. Reaksi pada batu kapur CaCo3 → CaO + CO2 CaO + SiO3 → CaSiO3 2.3.2.2. Basic Oxygen Furnace (BOF) Gambar 13. Basic Oxygen Fuernace BOF merupakan metode peleburan pig iron yang menggunakan pig iron cair (90%) dalam blast furnace kemudian dicampur dengan scrap (10%). Tujuannya adalah untuk mereduksi kandungan karbon dengan menggunakan O2 murni, yang diinjeksikan ke permukaan besi cair dengan kecepatan tinggi akibat reaksi eksotermik, dan dapat mereduksi kandungan karbon dari 4,3% menjadi 0,04% dalam waktu 20 menit. oksigen yang diinjeksikan ke logam cair akan bergabung dengan karbon terlarut dan akan membentuk CO yang akan lepas sebagai gas. Oleh karena itu, proses BOF memiliki produktivitas yang tinggi dan dapat menghasilkan baja dengan kandungan karbon rendah. 2.3.2.3. Electric Arc Furnace (EAF) Gambar 14. Electic Arc furnace Peralatan yang digunakan untuk produksi baja, bahan bakunya adalah pig iron dengan suplai karbon 10%, sponge iron 70-80% untuk peningkatan kualitas dan 20-100% limbah untuk produksi standar kualitas produk. Pada EAF, proses pemanasan dilakukan dengan menggunakan busur listrik. Panas yang dihasilkan busur listrik akan melelehkan scrap. Tahap EAF meliputi peleburan oksidasi, defosforisasi dan desulfurisasi, dan pemurnian paduan. 2.3.3. Secondary Metallurgy Pada umumnya, baja yang telah dimurnikan tidak memiliki kualitas yang diinginkan karena terdapat terdapat unsur-unsur yang hilang ataupun karena terdapat gas-gas yang terlarut pada saat proses peleburan sehingga menurukan kualitas dari baja. Untuk mendapatkan kualitas baja, maka perlu dilakukan proses lanjutan atau dikenal sebagai secondary mettalugy. Secondary Metallurgy mengacu pada produksi paduan dari ingot, recovery logam dari scrap dan juga untuk daur ulang. Proses-proses ini dicirikan oleh emisi sejumlah besar sulfur oksida dan partikulat. Emisi dari proses ini adalah partikulat berbentuk uap logam, asap, dan debu. 2.3.3.1. Ladle Furnace Gambar 15. Ladle furnace Ladle Furnace merupakan proses pemurnian logam cair, di mana proses desulfurisasi terak dilakukan, elemen paduan ditambahkan, dan kemudian elemen paduan dihilangkan dengan pemanasan ulang dan inklusi non-logam dikendalikan oleh tenaga listrik (suhu dan homogenisasi kimia). Proses ini tidak memerlukan degassing. Pengadukan elektromagnetik (argon) diterapkan untuk transfer panas pada proses ini. Pengadukan ini bertujuan untuk menghilangkan Sebagian besar inklusi alumina yang terbentuk oleh proses ini. LF terdiri dari tungku busur listrik kecil dengan transformator 8 sampai 25 megavolt-ampere, tiga elektroda untuk pemanas busur, dan sendok yang bertindak sebagai cangkang tungku. 2.3.3.2. Argon Oxygen Decarburization (AOD) Gambar 16. Argon Oxygen Decarburixation Argon Oxygen Decarburization (AOD) merupakan terknologi yang digunakan untuk pemurnian besi dan nikel serta banyak digunakan untuk membuat bahan dengan kadar kromium tinggi (stainless steel). Saat ini, lebih dari 75% baja tahan karat yang diproduksi di seluruh dunia menggunakan proses AOD. Proses ini sangat populer karena menggabungkan metallic yield yang lebih tinggi dan biaya material yang lebih rendah. Proses AOD menggunakan metode pengenceran untuk menghilangkan karburasi bak baja. Injeksi gas inert (argon atau nitrogen) akan mengurangi tekanan parsial CO dalam bak, yang akan meningkatkan kandungan kromium dan mengurangi kandungan karbon. 2.3.3.3. Ruhrstahl Heraeus (RH) Vacuum Degassing Gambar 17. Ruhrstahl Heraeus Ruhrstahl Heraeus (RH) Vacuum Degassing berguna untuk penghapusan hidrogen (degassing), oksigen (deoksidasi), karbon (dekarburisasi), dan belerang (desulfurisasi) dari baja cair dalam waktu singkat. Cara ini menggunakan ruang vakum dengan dua tabung yang disambungkan ke bagian bawah tabung vakum. Salah satu pipa dilengkapi dengan pipa cabang, dan gas argon dikirim ke lapisan tahan api melalui pipa cabang. 2.4. Ekstraksi Logam Non-Ferrous 2.4.1. Ferronickel Nikel dialam dalam bentuk mineral laterit yang memiliki dua jenis yaitu nikel saprolite dan nikel limonite. Perbedaan paling mendasar dari dua jenis nikel laterit tersebut adalah kedalaman dan kandungan nikel yang ada di dalamnya (nikel saprolite memiliki kandungan nikel yang lebih tinggi). Pada proses pirometalurgi, bijih nikel yang digunakan adalah bijih yang memiliki kandungan tinggi seperti saprolite dan mengandung basa berupa magnesia yang tinggi. Terdapat tiga jenis produk pengolahan nikel laterit, diantaranya adalah nickel matte, ferronickel (FeNi), dan nickel pig iron. Perbedaan mendasar dari tiga produk tersebut adalah kandungan nikel yang ada di dalamnya. Berikut merupakan tahapan proses pengolahan nikel laterit: 1. Penambangan Proses penambangan nikel laterit dilakukan dari awal eksplorasi, pembersihan lahan, stripping, penambangan, dan pengayakan. 2. Pengeringan Pengeringan bijih nikel berguna untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat didalam bijih menjadi 19-21 % yang dilakukan dalam rotary dyer kiln dengan suhu 800 ℃ dengan bahan bakar berupa minyak bumi atau batu bara. 3. Reduksi dan Kalsinasi Proses ini dilakukan dalam reduction kiln menggunakan gas pereduksi dari pembakaran batu bara atau minyak bumi. Proses ini bertujuan untuk membebaskan kandungan air yang telah mengalami reduksi serta penambahan reduktor berupa antransit yang dilakukan pada suhu 700-900 oC. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu pengeringan lanjut, reduksi dan sulfidasi. Pengeringan lanjut adalah proses untuk mendapatkan bijih yang lebih kering (kurang dari 1%). Reduksi bertujuan untuk membentuk Ni dan Fe yang bebas dari oksidanya menggunakan gas pereduksi yang dihasilkan dari pembakarab batubara. Reaksi yang terbentuk selama proses reduksi bijih antara lain sebagai berikut. NiO + C → Ni + CO NiO + CO → Ni + CO2 Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO Fe2O3 + 3CO → 2Fe + 3CO2 Sulfidasi merupakan proses penginjeksian sulfur cair untuk menstabilkan logam yang terbentuk pada zona reduksi. Reaksi yang terjadi selama proses sulfidasi adalah sebagai berikut. 3Ni + S2 → Ni3S2 2Ni3S2 + S2 → 6NiS 2Fe + S2 → 2FeS 2FeS + S2 → 2FeS2 4. Peleburan Proses peleburan dilakukan di dalam electrical arc furnace dengan tujuan untuk meningkatkan kadar feronikel pada prosuk akhir yang dilakukan dengan memisahkan bagian yang kaya dengan nikel (molten material / furnace matte) dan yang tidak (slag) berdasarkan perbedaan berat jenis. 5. Pemurnian Proses lanjut untuk furnace matte yang dicampurkan fluks silika (SiO2 ±70%) dan diinjeksikan udara, hal ini dilakukan untuk memisahkan NiS dari FeS yang ada, FeS yang terpisah akibat blowing akan diikat oleh fluks membentuk converter slag. 6. Granulasi Proses penuangan converter matte pada air bertekanan tinggi agar didapatkan produk berbentuk butiran Gambar 18. Proses Ekstraksi Feronikel 2.4.2. Tembaga Kandungan tembaga yang paling sering ditemukan di kerak bumi adalah sebagai tembaga ferosulfida dan tembaga sulfida, seperti kalkopirit (CuFeS2) dan kalkosit (Cu2S). Bijih tembaga umumnya mengandung minimal 0,5% Cu (tambang terbuka) dan hingga 1 atau 2% Cu (tambang bawah tanah). Berikut merupakan tahapan proses pengolahan bijih tembaga secara pirometalurgi. 1. Mineral Processing Bijih tembaga umumnya hanya mengandung 1-3% Cu dan sisanya merupakan mineral lain, pengotor, ataupun gangue. Pengotor tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilanjutkan ke proses selanjutnya dengan cara ore dressing seperti kominusi, crushing, dan grinding. Pengotor yang terdapat pada bijih aka pindah ke tailing. 2. Flotasi Proses flotasi dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan konsentrat dengan kandungan 20-30 % yang akan dimasukkan ke dalam proses smelting. 3. Matte Smelting Bertujuan untuk mengoksidasi S dan Fe dari konsentrat Cu-Fe-S untuk menghasilkan fase lelehan sulfida (matte) yang diperkaya Cu. Oksidan hampir selalu merupakan udara yang diperkaya oksigen. Produk peleburan adalah lelehan sulfida matte (45-75% Cu) yang mengandung sebagian besar tembaga dalam konsentrat, dan terak oksida cair dengan Cu seminimal mungkin. Matte cair kemudian diubah (teroksidasi) dalam tungku konversi untuk membentuk tembaga cair yang tidak murni. Reaksi yang terjadi dalam proses peleburan antara lain sebagai berikut. Reaksi utama: 2CuFeS2(s) + 3.25O2 → Cu2S – 0.5 FeS(l) + 1.5FeO(s) + 2.5SO2(g) Reaksi samping: 2FeO(s) + SiO2(g) → Fe2SiO4(l) 4. Converting Oksidasi dari lelehan matte dari peleburan dengan udara atau udara yang diperkaya oksigen pada suatu converter Pierce-Smith yang bertujuan untuk menghilangkan Fe dan S dari matte untuk menghasilkan tembaga cair mentah (99% Cu). Reaksi yang terjadi pada proses converting adalah sebagai berikut. a. Eliminasi FeS atau pembentukan slag dengan reaksi eksotermik 2FeS + 3O2 + SiO2 → Fe2SiO4 + 2SO2 + heat b. Pembentukan tembaga Cu2S + O2 → 2Cu + SO2 + heat 5. Direct-to-Copper Smelting Kondisi pengoksidasi kuat dalam tungku tembaga langsung menghasilkan terak dengan 14-24% Cu teroksidasi. Biaya pengurangan Cu ini kembali menjadi tembaga metalik sejauh ini membatasi proses pada konsentrat Fe rendah, yang menghasilkan sedikit terak. 6. Refining Proses pemurnian tembaga bertujuan unruk mendapatkan tembaga yang memiliki kandungan sangat tinggi yang dilakukan secara electrorefining. Tembaga akhir ini mengandung kurang dari 20 ppm pengotor yang tidak diinginkan. Anoda yang digunakan adalah yang mengandung tembaga yang akan dimurnikan. Anoda berfungsi menghilangkan S dan O dari tembaga. Elektrolit yang digunakan adalah larutan air H2SO4 dan CuSO4. Gambar 19. Proses Ekstraksi Tembaga 2.4.3. Timah Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah adalah kaiterit, sedangkan mineral ikutannya adalah pirit, kuarsa, zircon, ilmenite, galena, bismuth, arsenic, stibnite, kalkopirit, xenotime, dan monasit. Secara umum, mineral penghasil timah putih adlaah kasiterit dengan rumus kimia SnO2. Salah satu tujuan dari ekstraksi timah adalah untuk memisahkan pengotor dari bijih timah yang biasanya berupa besi. Berikut merupakan tahapan proses pengolahan bijih timah. 1. Konsentrasi Merupakan operasi peningkatan kadar timah dengan menggunakan peraltaan seperti Jig concentrator, palong, dan meja goyang sehingga memiliki kandungan 30-65% Sn. 2. Smelting Proses peleburan bertujuan unruk mereduksi konsentrat bijih timah pada temperature tinggi menjadi logam timah. Proses reduksi dilakukan dengan menggunakan reduktor berupa gas CO yang bertujuan untuk melepaskan ikatan oksigen pada mineral kasiterit. Adapun reaksi yang terjadi saat proses reduksi bijih timah adalah sebagai berikut. • SnO2 + CO → SnO + CO2 • SnO + CO → Sn + CO2 Proses peleburan akan terdiri dari dua tahapan yaitu primary smelting dan secondary smelting. Peleburan pada primary smelting dilakukan pada temperature yang lebih rendah agar Fe pindah ke slag. Peleburan tahap pertama yang menghasilkan timah kasar atau crude tin. Pada secondary smelting akan dilakukan sebuah perlakuan pada slag yang dihasilkan pada primary smelting yang bertujuan agar timah yang terdapat pada slag dapat diambil Kembali. 3. Refining Proses refining bertujuan untuk memurnikan timah sehingga didapatkan timah dengan kadar tinggi. Proses pemurnian dilakukan dengan membawa Crude tin dari tahap smelting pertama dengan peralatan seperti kettle refining, eutectic refining, serta electrolytic refining. Proses ini menghasilkan timah dengan tingkat kemurnian 99.93%. Produk sampingan yang didapat pada proses pemurnian disebut sebgai dross. Gambar 20. Proses Ekstraksi Timah 2.5 Referensi Habashi, Fathi. (1970). Handbook of Extractive Metallurgy II: Primary Metals. 491-580. Anderson, C. G. (2016). Pyrometallurgy. Reference Module in Materials Science and Materials Engineering. doi:10.1016/b978-0-12-803581-8.036092. Argon oxygen decarburization for metal production. (n.d.). Retrieved April 15, 2021, from https://www.lindeus.com/industries/metal- production/argon-oxygen-decarburization-ao. Battle, T. P., Downey, J. P., May, L. D., Davis, B., Neelameggham, N. R., Sanchez-Segado, S., & Pistorius, P. C. (Eds.). (2016). Drying, Roasting, and Calcining of Minerals. doi:10.1007/978-3-319-48245-3. Habashi, Fathi. (1970). Handbook of Extractive Metallurgy II: Primary Metals. 641-580 Schlesinger, M. & King, M. & Sole, Kathryn & Davenport, W.. (2011). Extractive Metallurgy of Copper - 5th edition. Sukamto, Untung., Probowati, Dyah., Sudiyanto, Anton. (2015). Proses Pengolahan dan Pemurnian Bijih Tembaga dengan Cara Konvensional dan Biomining. Fakultas Teknologi Mineral: Universitas Pembangunan Setiawan, I. (2016). PENGOLAHAN NIKEL LATERIT SECARA PIROMETALURGI: KINI DAN PENELITIAN KEDEPAN. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016 MODUL III HIDROMETALURGI 4.1 Tujuan Praktikum Untuk mempelajari proses leaching dan faktor-faktor yang mempengaruhinya 4.2 Definisi dan prinsip proses Hidrometalurgi merupakan proses ekstraksi yang melibatkan proses pelarutan logam dalam padatan ke dalam suatu larutan kemudian dilanjutkan dengan presipitasi atau isolasi logam yang dibutuhkan. Dalam hal ini digunakan pelarut yang dapat melarutkan bijih logam dengan baik sehingga pengotor yang terdapat dalam bijih dapat dipisahkan dari logam utama yang terkandung pada bijih. Bebeberapa proses dalam hidrometalurgi yang biasanya digunakan untuk mengekstraksi logam adalah presisipitasi, membrane cair, pertukaran ion, serta proses ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Prinsip hidrometalurgi adalah memisahkan larutan dengan melakukan pelarutan bijih asam dan basa yang berkadar rendah sesuai dengan jenis logam yang akan diambil dengan menggunakan pelarut yang disesuaikan dengan jenis bijih logam yang akan dipisahkan. Proses hidrometalurgi dibedakan menjadi dua, yaitu mengambil konsentrat yang diinginkan dengan cara dilarutkan (pelindian) dan mendapatkan konsentrat yang diinginkan dengan cara mengeluarkan dari larutannya (solvent extraction). 4.3 Keuntungan dan kerugian Hidrometalurgi Keuntungan Kerugian Logam dapat langsung diperoleh dalam Waktu pemrosesan relatif lama bentuk murni dari larutan Cocok untuk mineral berkadar rendah Hanya untuk material tertentu Suhu proses relatif lebih rendah Kapasitas produksi kecil Penggunaan kokas dan batu bara Dibutuhkan leaching agents yang sebagai pemanggang bijih dan reduktor cukup banyak bisa dihilangkan Polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang dioksida, arsenik (III) oksida, dan debu tungku dapat dihindarkan. Reagen yang digunakan relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Masalah lingkungan yang ditimbulkan sangat kecil Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian Hidrometalurgi 4.4 Tahapan Hidrometalurgi 3.4.1 Roasting Roasting atau biasa disebut juga dengan pemanggangan adalah proses pemanasan sebuah bijih atau campuran dengan mineral atau senyawa lain dibawah titik leburnya (fusion temperature). Proses ini bertujuan untuk mengubah mineral sulfida menjadi mineral oksida untuk meningkatkan kelarutan mineral pada saat proses leaching. Selain itu, roasting juga bertujuan untuk menghilangkan pengotor organik dan menurunkan kadar air dalam bijih. Proses roasting ini sangat dibutuhkan apalagi untuk bijihbijih yang tidak bisa direduksi secara langsung. 3.4.2 Leaching Leaching adalah proses pemisahan logam berarga dari materialmaterial pengotor dengan cara dilarutkan kedalam pelarut (terkadang diberikan tekanan) sehingga dalam proses leaching terdiri dari dua zat yakni padatan dan pelarut. Leaching melibatkan penggunaan larutan encer untuk mengekstraksi logam dari bahan bantalan logam yang disentuhkan dengan bahan yang mengandung logam berharga. Proses leaching terdiri dari tiga tahap. Pertama, perubahan fase dari padatan yang dilarutkan dalam pelarut untuk proses pelindian. Kedua, difusi dari pelarut pada pori-pori padatan menuju lapisan terluar partikel. Ketiga, perpindahan produk dari pelarut yang terkena partikel menuju bagian luar pelarut atau menuju luar padatan. Tujuan dilakukannya leaching adalah : 1. Pembebasan bijih, konsentrat atau produk metalurgi untuk memperoleh kembali (recover) logam berharga 2. Pelindian unsur utama yang muda untuk dilarutkan dalam bijih atau konsentrat dengan tujuan untuk mendapatkan wujud atau bentuk yang lebih terkonsentrasi Pemilihan larutan leaching bergantung dari beberapa faktor seperti: • Sifat korosifitas larutan terhadap material konstruksi • Selektivitas yang diinginkan dari senyawa yang dapat ditentukan berdasarkan temperatur, waktu kontak dan konsentrasi larutan pelindi. • Karakter fisika dan kimia material yang dilindi . • Harga larutan • Kemampuan daur ulang larutan Faktor yang mempengaruhi kinetika leaching: • Ukuran partikel Laju pelindian meningkat dengan berkurangnya ukuran dari bijih yang dilarutkan karena semakin kecil partikel maka luas permukaan per unitnya akan semakin besar sehingga reaksi akan mudah terjadinya. • Konsentrasi Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dari zat leaching karena jumlah dari mineral berharga yang larut akan semakin besar. sehingga akan membuat proses reaksi akan semakin cepat terjadi. • Temperatur Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya temperature tetapi suhu tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan bahan yang diproses rusak. • Waktu Semakin tinggi waktu pelindian maka akan semakin banyak proses yang akan terjadi. Akan tetapi, waktu harus diatur secara optimal karena jika waktunya berlebihan maka kontak antara zat pelarut dan mineral akan semakin banyak ini akan memungkinkan persentase pengotor yang ada di larutan akan semakin tinggi. Dalam memilih jenis reagen atau larutan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu : • Memiliki viskositas yang rendah • Zat pelindian harus mudah didapatkan dan memiliki daya larut yang besar • Kemampuannya untuk dipakai kembali agar proses produksi menjadi lebih ekonomis • Reagen pelindian tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan tidak bersifat korosif terhadap peralatan yang digunakan Jenis-Jenis Reagen Pelindian : a) Asam Larutan asam yang sering digunakan sebagai agen pelindian adalah H2SO4, HCL, HNO3, dan Aqua Regia. Dan mineral yang biasanya dilarutkan dengan reagen asam adalah cassiterite, pyrite, dan beberapa mineral lainnya. b) Basa Larutan Basa yang biasa digunakan adalah NaOH dan NH4OH. Dan mineral yang biasa dilindi adalah bauksit, kaolinit, dan lain-lain (khususnya yang mengandung silika). c) Garam Larutan garam ini terdiri dari senyawa asam dan basa yang kemudian membentuk senyawa garam. Larutan garam yang digunakan berupa NaCL, NaCN, FeCl3, CuCl2, dan lain-lain. Serta mineral yang biasa dilindi dengan larutan garam adalah senyawa sulfida, emas, dan perak. Jenis Metodo leaching : • In-situ Leaching In-Situ Leaching (ISL) merupakan metode hidrometalurgi untuk memperoleh (recovery) mineral dan logam berharga secara langsung dari underground ore bodies yang melibatkan proses pelarutan deposit ore di bawah tanah untuk mengambil mineral yang diinginkan. Sesuai dengan Namanya, bijih yang akan diambil mineralnya dapat dileaching di tempat dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Aplikasi In-Situ Leaching diterapkan pada pertambangan di Miami dengan kandungan kadar tembaga hanya sekitar 0.15%. Dalam In-Situ Leaching, mineral ore memerlukan reaksi leaching dengan reagen peleaching atau lixiviant. In-Situ Leaching biasanya melibatkan proses ekstraksi mineral atau logam dari tempat ore langsung. Proses ekstraksi ini biasanya sekaligus digabung dengan proses recovery mineral. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses In-Situ Leaching, yaitu: a. Permeabilitas Ore: permeabilitas ore dapat ditingkatkan melalui controlled blasting dengan fragmentasi ore di tempat, yang disebut dengan rubblizing. b. Retakan alami ore: berfungsi sebagai jalur aliran larutan • Heap Leaching Heap leaching adalah proses penambangan industri yang digunakan untuk mengekstraksi logam mulia, tembaga, uranium, dan senyawa lainnya dari bijih menggunakan serangkaian reaksi kimia yang menyerap mineral tertentu dan memisahkannya kembali setelah pembagiannya dari bahan-bahan bumi lainnya. Metode Heap Leaching dilakukan dengan menimbun bijih mineral dalam suatu lokasi, alasnya diratakan dengan aspal. Air atau asam sulfat pekat disiramkan di bagian atas timbunan, kemudian larutan leaching yang dihasilkan dikumpulkan pada bagian bernama pond. Kadang kala pipa vertikal dimasukkan ke dalamtimbunan untuk memfasilitasi aliran air dan udara selama proses leaching. Heap leaching banyak digunakan dalam operasi penambangan skala besar modern karena menghasilkan konsentrat yang diinginkan dengan biaya lebih rendah dibandingkan dengan metode pemrosesan konvensional seperti flotasi, agitasi, dan vat leaching. • Agitation Leaching Metode ini dilakukan dengan mengaduk larutan baik secara mekanik atau menggunakan tekanan udara. Umpan yang akan dilindi harus dihaluskan terlebih dahulu dalam proses grinding. Pencucian agitasi cocok untuk bahan proses yang memiliki ukuran partikel yang lebih halus, yaitu kurang dari 0,3 mm. Keuntungan dari metode ini adalah kecepatan pelindian yang tinggi, kapasitas pemrosesan yang besar, operasi mekanis, dan tingkat ekstraksi emas yang tinggi. • Hot Digestion Leaching Metoda pelindian yang memiliki kelebihan pengerjaan yang lebih cepat. Agen lindi yang diguakan biasanya merupakan asam kuat atau basa kuat. Dimana pengerjaannya dilakukan pada suhu tinggi di dalam sebuah tong dan dibantu pengadukan mekanis. • Pressure Leaching Pressure Leaching adalah proses pelindian yang dilakukan menggunakan tekanan tinggi di dalam autoclave. Proses ini dilakukan dengan cara gas oksigen atau hydrogen dimasukkan dengan menggunakan tekanan tinggi dengan jumlah gas terlarut yang disesuaikan dengan tekanan gayanya. Hal ini dapat dipercepat dengan temperature yang lebih tinggi dan menggunakan pelarut untuk menaikkan kelarutan gasnya seiring dengan kenaikan tekanan. • Dengan Oksigen : Proses dilakukan pada autoclave. Tekanan yang digunakan adalah tekanan larutan leaching dan oksigen. Kinetika leaching diatur dari tekanan parsial oksigen. • Tanpa Oksigen : Proses dilakukan pada bejana tertutup untuk menjaga tekanan. Tekanan dihasilkan dari larutan leaching yang dipanaskan di atas titik didih larutan untuk mendapatkan laju reaksi tertinggi. • Bio-Leaching Bioleaching adalah proses pengambilan logam dari bijih menjadi bentuk yang larut menggunakan bantuan mikroorganisme. Prinsip dasar bioleaching hamper sama dengan proses pelindian yang lain. Akan tetapi, terdapat mikroorganisme yang berperan untuk mempercepat terjadinya difusi solute logam ke dalam pelarut. Mekanisme bioleaching dibedakan menjadi dua, yaitu kontak langsung dan kontak tidak langsung. Pada kontak langsung, elektro diperoleh melalui reaksi mikroorganisme dengan mineral tanpa adanya media perantara sedangkan pada kontak tidak langsung terdapat media perantara penghantar elektron. Contoh proses kontak tidak langsung adalah ektraksi tembaga menggunakan bakteri Leptospirilum sedangkan contoh bakteri pada proses kontak langsung adalah Thiobacillus. 3.4.3 Precipitation & Isolation Precipitaion & Isolation pada dasarnya merupakan proses pengambilan endapan logam dari larutan hasil leaching. Metode presipitasi dapat menggunakan pengaturan pH, penambahan unsur kimia atau mendinginkan larutan untuk mendapatkan endapan. Perbedaan antar keduanya adalah pada fasa yang dipisahkan, jika pada precipitation endapan (padat) yang dipisahkan sedangkan pada isolation adalah pemisahan larutan (solvent). Metode isolation ada tiga, yaitu solvent extraction, reverse osmosis, dan ion exchange. • Solvent extraction : Pemisahan zat cair hasil leaching dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan menggunakan bantuan dari carrier. Cairan yang tidak bercampur adalah cairan yang tidak dapat bercampur dan terpisah menjadi beberapa lapisan saat diguncang bersama. Cairan ini biasanya air dan pelarut organik. • Reverse osmosis : sebuah proses pemaksaan sebuah terlarut dari sebuah daerah konsentrasi terlarut tinggi melalui sebuah membran ke sebuah daerah terlarut rendah dengan menggunakan sebuah tekanan melebihi tekanan osmotic yang melalui ssebuah membrane semipermeabel. Dalam istilah lebih mudah, reverse osmosis adalah mendorong sebuah larutan melalui filter yang menangkap zat terlarut dari satu sisi dan membiarkan pendapatan pelarut murni dari sisi satunya. • Ion exchanger : Proses pertukaran ion dengan melibatkan ion exchanger. Reaksi ini terjadi dalam kolom atau bejana Ion Exchange dimana aliran proses atau limbah dilewatkan melalui resin khusus yang memfasilitasi pertukaran ion. 3.4.4 Refining Refining adalah proses pemurnian untuk meningkatkan kadar dari mineral berharga. Tujuan dari refining adalah menghilangkan pengotor dari mineral berharga yang diinginkan. Terdapat beberapa metode pemurnian antara lain adalah Liquation method, Distillation method, Oxidation method, dan Electrorefining. 3.5 Ekstraksi nikel dengan proses hidrometalurgi 3.5.1 HPAL/PAL High Pressure Acid Leach (HPAL) adalah proses yang digunakan untuk mengekstraksi nikel dan kobalt dari badan bijih laterit. Proses HPAL menggunakan suhu tinggi (kira-kira 255 derajat Celcius), tekanan tinggi (kira-kira 50 bar atau 725 psi), dan asam sulfat untuk memisahkan nikel dan kobalt dari bijih laterit. HPAL telah digunakan sejak 1961 ketika pertama kali diproduksi secara komersial di Moa Bay, Kuba. Penggunaannya kemudian meningkat sejak saat itu. Proses HPAL bekerja sebagai berikut: bijih ditambang dan dihancurkan untuk membuat bahan halus. Bahan halus ini dicampur dengan air untuk membuat slurry yang kemudian dipanaskan terlebih dahulu. Slurry dalam keadaan panas ini dipompa ke dalam autoclave (semacam kompor bertekanan raksasa) di mana asam ditambahkan. Slurry dan asam kemudian bereaksi saat mengalir melalui beberapa kompartemen di dalam autoclave. Slurry membutuhkan waktu sekitar 60 menit untuk menyelesaikan proses pelindian di dalam autoclave. setelah itu dilakukan pencucian dengan neutralization dan CCD (Counter Current Decantation), kemudian dilakukan penghilangan Fe dengan penambahan Limestone dan Oksigen, selanjutnya proses purifikasi dan recovery dengan menggunakan metode electrorefining atau electrowinning. Produk yang dihasilkan berupa NiS, Ni Metal 94% Recovery dan Co Metal 90% Recovery. Manfaat utama HPAL adalah kemampuannya untuk melepaskan nikel dan kobalt dari bijih laterit dengan cepat. Metode pencucian tradisional lebih memakan waktu dan menghasilkan pemulihan yang lebih rendah. Gambar 21. Diagram alir HPAL/PAL 3.6 Ekstraksi emas dengan proses hidrometalurgi 3.6.1 Diagram alir proses ekstraksi emas Gambar 22. Diagram alir ekstraksi emas 3.6.2 Kemampu lindian emas Zaman sekarang pada umumnya, reagen untuk proses ekstraksi emas adalah Sianida (CN-) yang merupakan bahan berbahaya dan beracun. Tetapi hal tersebut terkompensasi karena tingkat recovery (>95%), proses yang singkat dan lebih ekonomis. Namun pada saat ini telah ditemukan reagen yang lebih ramah lingkungan dengan tingkat recovery yang tetap tinggi yaitu Thiosulfat. Thiosulfat memberikan tingkat recovery yang tinggi untuk mineral emas oksida dan sulfida tetapi konsumsi dari reagen ini lebih tinggi daripada sianida. Tetapi thiosulfat belum stabil sehingga memerlukan kontrol pemrosesan yang baik. Metode pelarutan emas dengan sianida antara lain: a. Metode heap leaching proses pemisahan emas dengan cara menyiramkan larutan sianida pada tumpukan bijih emas (diameter bijih <10cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar tumpukkan yang kedap kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Efektivitas ektraksi antara 35%-65%. b. VAT Leaching proses pemisahan emas dengan cara merendam bijih emas (diameter <5cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada bak kedap, air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk proses berikutnya. Proses perlindian berlangsung antara 3-7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk pengolahan bijih yang baru. Efektivitas ekstraksi berkisar 40%-70%. c. Agitated tank leached proses pemisahan emas dengan cara mengaduk bijih emas yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan kemudian dikumpulkan untuk kemudian proses berikutnya. Efektivitas ekstraksi mencapai 90%. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampu lindihan emas 1. Ukuran Partikel Emas harus dalam bentuk partikel halus. 80% umpan slurry harus memiliki ukuran 75mm untuk mencapai kualifikasi recovery emas. Jika partikelnya terlalu besar, mereka mungkin tidak sepenuhnya terlindih dan akan lebih banyak terkirim ke tailing. 2. pH pelindihan pH optimal untuk pelindihan emas berada pada rentang 9,4-12,5. pH yang terlalu tinggi (> pH 12,5) menyebabkan perlambatan kinetika reaksi pelindian dan apabila terlalu rendah (< pH 9,4) akan terjadi kehilangan ion sianida (CN- ) menjadi gas sianida (HCN) yang sangat beracun. 3. Konsentrasi sianida Peningkatan konsentrasi sianida mendorong reaksi sianidasi ke kanan. Harus ada ion sianida bebas yang cukup dalam larutan untuk melarutkan semua emas, jika tidak maka emas akan hilang ke tailing. Semakin banyak emas yang harus dilindas, semakin banyak sianida yang dibutuhkan. 4. Temperatur Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju pelarutan emas, namun tidak ekonomis untuk memanaskan bubur. Temperatur tinggi juga mengurangi kapasitas karbon untuk menyerap emas dan menurunkan kelarutan oksigen dalam slurry. Oleh karena itu pelindian dan adsorpsi dilakukan pada suhu kamar. 3.6.3 Proses-proses activated carbon adsorption (CIC, CIL, CIP) Proses Sianida yang didasarkan pada recovery melalui adorpsi kabon aktif dari larutan leach yang mengandung emas low-grade (konsentrasi) telah dikembangkan sejak 1970-an dan sampai sekarang 85% recovery emas telah dilengkapi dengan teknik ini. Tiga proses berbeda yang telah dikembangkan didasarkan pada teknik pelindian dalam ekstraksi padatcair dan sifat-sifat kimia serta fisika dari bijih. Karbon aktif dapat digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom (Carbon ln Column-CIC) maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable (Carbon In Leach-CIL) maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung pada bubur campuran bijih (Carbon In Pulp-CIP). Proses CIP digunakan dalam proses pelindian terdiri dari waktu pengadukan yang lama dan penambahan karbon aktif dengan ukuran 1-3 mm terhadap bubur (padatan dan cairan) setelah selesai proses pelindian. Dengan cara ini, emas yang terkandung pada fase cair akan teradsorp pada permukaan karbon aktif. Proses CIL diterapkan jika pelindian dilakukan dengan pengadukan dalam waktu yang singkat (kurang dari 10 jam) dan/atau jika emas pada fase cair diadsorp lagi ke permukaan fase padat residu melalui efek material berkarbonasi atau mineral lempung pada bijih. Proses ini lebih ekonomis karena pelarutan dan adsorpsi dilakukan pada tangki yang sama secara serempak dengan penambahan karbon aktif selama pelindian. Proses ketiga adalah (CIC) digunakan dalam ekstraksi padat-cair dimana residu padatan dan larutan leaching diperoleh secara terpisah misalnya heap leaching. Larutan hasil pelindian dilewati melalui kolom adsorpsi yang mengandung karbon aktif untuk mendapatkan logam emasnya. Dengan kemampuan ekstraksi emas berkisar 85 – 98 %, pada umumnya metode CIP dan CIL digunakan untuk biji dengan grade tinggi. Namun ada beberapa kelemahan CIL dibandingkan dengan CIP. Proses CIL cenderung kurang efisien, dalam hal pemulihan emas, dibandingkan konvensional ke leach-rute CIP. Karbon aktif akan memuat 20 sampai 30% lebih sedikit dibandingkan dengan CIP, yang berarti CIL yang memerlukan yang lebih besar kebutuhan karbon aktif dalam proses mengikat emas. 3.7 Referensi Buarzaiga, M., et.al., 2004, Effect of Process Water on High Pressurre Sulphuric Acid Leaching of Laterites Ore, International Laterite Nickel Symposium, The Minerals, Metals & Materials Society, 263-271 Coulson, J.M., and Richardson, J. F. 2002. Chemical Engineering Volume 2 5th Edition. London: Butterworth-Heinemann. Jinshan Li, et al. Thiocyanate hydrometallurgy for the recovery of gold. Part V: Process. Hydrometallurgy 113–114 (2012) 31–38. Kumar, C. G. 2003. Chemical Metallurgy: Principles and Practices. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Kurnia, Ayis. Peningkatan Kualitas Bijih Emas Kadar Rendah dengan Metode Hidrometalurgi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Syaifuddin, M., Suprapto. 2010. Pengaruh Aerasi pada Sianidasi Emas dari Batuan Mineral. Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011.Institut Teknologi Sepuluh November. Zanbak, Caner. 2012. Heap Leaching Technique in Mining. Euromines – The European Association of Mining Industries, Metal Ores &Industrial Minerals. MODUL IV ELEKTROMETALURGI 4.1 Tujuan Praktikum Mempelajari proses elektrometalurgi khususnya electrowinning serta faktorfaktor yang mempengaruhi nya. 4.2 Dasar Teori 4.2.1 Definisi dan Prinsip Elektrometalurgi Elektrometalurgi merupakan proses ekstraksi mineral yang dimana menggunakan prinsip kerja elektrokimia dengan bantuan energi listrik untuk meningkatkan kadar mineral berharga yang diinginkan 4.2.2 Keuntungan dan Kerugian Keuntungan Proses ektraksi dilakuakan Kerugian mineral pada dapat Menghasilkan output yang temperature cenderung dalam jaumlah sedikit rendah Kemurnian yang dihasilkan Terdapat beberapa syarat elektroda relative tinggi agar reaksi dapat terjadi Peralatan yang kompak sehingga Membutuhkan energi listrik yang dapat dilakukan pada tempat yang relative besar kecil Dapat digunakan untuk bijir berkadar rendah Tabel 4. Keuntungan dan kerugian elektrometalurgi 4.2.3 Jenis dan syarat elektroda yang Digunakan Dalam proses elektrometalurgi, elektroda merupakan komponen yang harus ada. Elektroda merupakan komponen yang berfungsi sebagai konduktor dimana arus listrik dapat memasuki atau meninggalkan larutan dan merupakan tempat terjadinya reaksi. Elektroda terbagi menjadi dua kutub, yaitu anoda sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi dan katoda sebagai tempat terjadinya reaksi reduksi. Elektroda dibagi menjadi dua jenis, yaitu: • Elektroda inert Merupakan elektroda yang tidak ikut bereaksi dalam sel elektrolisis. Elektroda inert terdiri dari grafit (C),emas (Au), dan Platina (Pt). • Elektroda non-inert Merupakan elektroda yang ikut beraksi dalam sel elektrolisis. Elektroda non-inert terdiri dari nikel (Ni), perak (Ag), dan perunggu (Cu). Penggunaan elektroda pada proses elektrometalurgi harus memenuhi persyaratan tertentu. Elektroda harus memiliki sifat: • Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus memiliki nilai yang rendah • Konduktor listrik yang baik • Memiliki ketahanan korosi yang tinggi di dalam zat larut • Stabil, kuat, dan mudah terkikis (resistance to abrasion) • Tidak mudah bereaksi dengan logam lain dan tidak membentuk cairan yang dapat mengganggu proses elektrokimia 4.2.4 Syarat Elektrolit yang Digunakan Elektrolit merupakan suatu senyawa larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Elektrolit berfungsi sebagai konduktor listrik dan merupakan tempat pergerakan dari ion-ion. Berikut merupakan syarat elektrolit pada proses elektrometalurgi : • Memiliki daya larut yang tinggi terhadap logam yang diinginkan. • Tidak mudah bereaksi • Senyawa larutan yang memberikan konduktivitas lsitrik yang baik, sehingga dapat menghantarkan ion ion pada proses elektrometalurgi • Memiliki aditif yang sesuai sehingga dapat mengendalikan tegangan permukaan untuk mengoptimalkan potensial difusi pada proses pendeposisian yang terjadi di katoda. 4.2.5 Faktor yang Memengaruhi Proses • Temperatur Temperatur dapat mempengaruhi proses berlangsungnya elektrolisis yang terjadi pada elektrometalurgi. Hal itu dapat dilihat pada penggunaan elektrolit yang dipanaskan dapat menghasilkan konduktivitas listrik yang lebih tinggi dan akibatynya konsumsi energi akab lebih rendah. Disamping itu, kelarutan ion logam juga akan lebih tinggi dan akibatnya proses difusi ke katoda akan lebih mudah. Pada temperatur yang lebih tinggi juga dapat menurunkan viskositas dan densitas dari elektrolit. Namun, penggunaan temperature harus dijaga pada nilai yang optimum atau tidak terlalu tinggi, karena pada temepratur yang sangat tinggi dapat meningkatkan penguapan elektrolit sehingga konsumsi energi akan lebih tinggi. Pada proses electrowinning Zn, In, CD, penggunaan temeperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan overpotential dari evolusi hidrogen pada katoda akan lebih meudah terjadi, dimana kehadiran hidrogen pada katoda harus dihindari, karena dapat menurunkan kualitas produk. • Current Density Current density dapat mempengaruhi proses berlangsungnya elektrolisis yang terjadi pada elektrometalurgi. Hal itu dapat dilihat pada penggunaan current density yang tinggi akan mengakibatkan proses elektrodeposisi akan lebih cepat terjadi. Namun, dengan current density yang tinggi dapat berpotensi adanya pertumbuhan dendritic. Dendritic tersebut dapat meningkatkan pembentukan lumpur pada anoda dan elektrolit. 4.3 Sel Elektrolisis sel elektrolisis merupakan sel elektrokimia di mana energi listrik digunakan untuk menjalankan reaksi redoks yang tidak spontan. Reaksi elektrolisis dapat didefinisikan sebagai reaksi peruraian zat dengan menggunakan arus listrik. Prinsip kerja sel elektrolisis adalah menghubungkan kutub negatif dari sumber arus searah ke katode dan kutub positif ke anode sehingga terjadi overpotensial yang menyebabkan reaksi reduksi dan oksidasi tidak spontan dapat berlangsung. Elektron akan mengalir dari katode ke anode. Ion-ion positif akan cenderung tertarik ke katode dan tereduksi, sedangkan ion-ion negatif akan cenderung tertarik ke anode dan teroksidasi. Berikut perbedaan dari keempat metode dari elektrometalurgi yaitu electrowinning, electrorefining, electroplating dan electroforming bisa diihat pada gambar berikut : Gambar 23. Jenis – jenis Elektrometalurgi 4.3.1 Electrowinning Electrowinning adalah proses ekstraksi logam dimana terjadinya pengendapan logam dari mineral bijih yang telah dilarutkan ke dalam larutan yang mengandung kaya akan ion kation logam (pregnant solution) yang ingin diendapkan pada katoda, dan pada anoda menggunakan anoda jenis inert. Prinsip kerja pada proses electrowinning adalah sama dengan mekanisme elektrolisis, dengan adanya energi listrik maka terjadinya reaksi kimia di dalam larutan elektrolit yang akan mengalami ionisasi. Kation logam akan bergerak dan mengendap di katoda, dan anion akan bergerak menuju anoda. Contoh dari proses electrowinning adalah ekstraksi emas dan perak yang terdapat di pregnant liquid solution. Gambar 24. Skema Electrowinning 4.3.2 Electrorefining Electrorefining merupakan proses ekstraksi di mana mineral berharganya berasal dari anoda, lalu ion mineral berharga yang ingin diambil akan bermigrasi menuju katoda dan mengendap. Salah satu contoh proses electrorefining adalah proses pemurnian nikel. Logam nikel mentah dicetak menjadi lempengan, kemudian digunakan sebagai anoda dalam sel elektrolisis yang mengandung larutan NiSO4 dalam Na2SO4. Pada katoda, digunakan lembaran tipis tembaga murni kemudian menggunakan prinsip elektrokimia, tembaga yang terdapat pada anoda diendapkan dalam bentuk yang lebih murni pada katoda, sampai mempunyai kemurnian 99,9 % nikel. Gambar 25. Skema Electrorefining 4.3.3 Electroplating Electroplating merupakan proses pelapisan logam dengan logam lain. Tujuan dari electroplating adlaah untuk melindungi material dari proses oksidasi dan korosi dan juga sebagai dekoratif. Prinsip kerja dari electroplating adalah logam yang ingin dilapisi akan dijadikan sebagai katoda. Dan logam yang akan melapisi akan dijadikan sebagai anoda. Sehingga logam akan melapisi logam yang berada di katoda. Contoh dari electroplating adalah proses pelapisan nikel pada steel. Dimana nikel yang akan melapisi akan ditaruh sebagai anoda, dan steel yang akan dilapisi daruh sebagai katoda. Kemudian kedua elektroda tersebut akan dialiri arus searah (rectifier) agar terjadinya proses pelapisan. Gambar 26. Skema Elektroplating 4.3.4 Electroforming Electroforming merupakan proses pembentukan logam yang membentuk model mandrel atau bentuk khusus melalui proses elektrodeposisi. Proses electroforming dapat membuat lapisan dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan memungkinkan logam yang terbentuk memiliki permukaan yang pengkilap. Dan biasanya electroforming digunakan dalam fabrikasi mikro dan perangkat skala nano logam. Gambar 26. Skema Elektroforming 4.4 Diagram Pourbaix Diagram pourbaix merupakan diagram hubungan antara potensial- pH yang memetakan tiap fasa stabil dari logam dan senyawa dalam larutan pelarut air, yang berada dalam kesetimbangan termodinamika. Kegunaan dari diagram pourbaix adalah dapat menentukan suatu reaksi berjalan spontan atau tidak spontan dan mengetahui bentuk stabil dari logam pada kondisi tertentu. Namun, pada diagram pourbaix tidak bisa menentukan kinetika dari laju reaksi yang diketahui. Terdapat tiga garis utama dalam diagram pourbaix : • Garis vertical, menandakan suatu reaksi hanya dipengaruhi oleh potensial (E) • Garis horizontal, menandakan suatu reaksi hanya dipengaruhi oleh pH • Garis miring, menandakan suatu reaksi dipengaruhi oleh pH dan potensial. 4.4.1 Diagram Pourbaix Al Pada diagram pourbaix Aluminium, dapat diketahui beberapa kondisi dimana akan terrbentuk Al3+ stabil atau terjadi korosi pada rentang pH < 4. Dan akan terebentuk AlO2- stabil atau terjadi korosi pada rentang pH > 8,6. logam Aluminium akan memasuki kondisi pasif tdengan pembentukan Al2O3 pada rentang pH 3,9 < pH < 8,6. Pada kondisi pasif ini, Al2O3 akan membuat lapisan yang akan mencegah logam berinteraksi dengan lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya korosi. Logam alumunium akan mengalami kondisi imun pada potensial yang rendah dibawah < -1,5 V Gambar 27. Diagram Pourbaix Al 4.4.2 Diagram Pourbaix Fe Pada diagram pourbaix besi, dapat dilihat bahwa pada potensial lebih positif dari -0.6V dan pada pH < 9 akan terbentuk Fe2+ yang stabil, dimana hal itu menunjukkan terjadinya korosi. Dapat dilihat pada dearh lain bahwa porses korosi besi menghasilkan ion besi Fe 3+ dan hidroksida besi berupa [Fe(OH)2] dan [Fe(OH)3]. Pada kondisi yang sangat basa dapat dilihat bahwa akan menghasilkan ion kompleks HFeO 2-..Sedangkan pada rentang pH sekitar 9-10 akan terjadi proses pasivasi dengan membentuk lapisan stabil oksida berupa Fe2O3 dan Fe3O4 yang dapat mencegah terjadinya korosi lebih lanjut. Gambar 28. Diagram Pourbaix Fe 4.4.3 Diagram Pourbaix Zn Pada diagram pourbaix seng. Dapat dilhat bahwa pada rentang pH sekitar -2 sampai 7 akan tebentuk Zn2+ yang stabil, dimana hal itu menunjukkan terjadinya korosi. Selain itu pada rentang pH sekitar 14-16 akan terbentuk ZnO22- yang stabil, dimana hal itu menunjukkan terjadinya korosi. Pada rentang pH 7 akan terbentuk lapisan satbil oksida ZnO yang dapat mencegah terjadinya korosi lebih lanjut. Sedangkan kondisi imun pada Zn terjadi pada potensial sekitar < -0.8V. Pada elektrometalurgi, perlu pH dan potensial yang tepat agar terjadinya reduksi pada Zn di katoda. Reaksi yang terjadi pada anoda dan katodÎÍa pada reduksi Zn: • Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, bila digunakan anoda inert maka reaksi: Anoda (inert) : 2H2O → 4H+ + O2 + 4e- • Pada katoda, terjadi reaksi reduksi dengan reaksi: Katoda : Zn2+ + 2e- → Zn(s) Katoda : 2H+ + 2e- → H2 Selain reduksi Zn, dapat juga terjadi reaksi evolusi hidrogen pada katoda yang harus dihindari dan diminimalisir karena dapat membentuk gelembung atau pori pada katoda. Gambar 28. Diagram Pourbaix Zn 4.4.4 Persamaan Nernst Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan apakah reaksi terjadi secara spontan atau tidak, jika E bernilai positif (+) maka reaksi berjalan secara spontan, sedangkan ketika E bernilai negatif (-) maka reaksi berjalan secara tidak spontan. Selain itu persamaan nernst juga dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi, serta menentukan pH dengan cara menghubungkan elektroda hidrogen yang tercelup kedalam larutan yang belum diketahui pH-nya dengan elektroda lain yang telah diketahui potensialnya. persamaan Nernst bisa diturunkan menjadi sebagai berikut: ΔG=ΔGo+RT Ln Q…(1) ΔG= −nFE…(2) ΔGo= −nFEo…(3) Dengan memasukan persamaan (2) dan (3) kedalam (1), maka : −nFE=−nFEo+RT Ln Q E=Eo−RT Ln QnF E=Eo−2,303 RT nF Log Q Pada T =298 K, F =96500 C, maka didapatkan : E=Eo−0,0592 nLog Q Dengan : Eo = Eo katoda – Eo anoda n = jumlah electron yang terlibat Q = koefisien reaksi antara produk / reaktan 4.5 Transport Massa 4.5.1 Electrical Double Layer Electrical double layer merupakan lapisan rangkap berupa lapisna pada ‘permukaan logam’ dan lapisan pada ‘permukaan dekat logam’ yang terbentuk karena adanya interaksi antara muatan ion-ion yang saling tarik menarik dalam larutan yang berada di sekeliling permukaan katoda. Lapisan-lapisan yang ada pada electrical double layer adalah sebagai berikut: • Inner Helmholtz Plane (IHP), merupakan tempat terjadinya adsorpsi electron dari logam ke elektrolit. Pada lapisan ini juga terjadi penurunan potensial secara linear. • Outer Helmholtz Plane (OHP), merupakan batas antara Stern layer dengan diffusion layer. • Diffusion Layer, merupakan tempat terjadinya penurunan potensial secara eksponensial. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai fenomena electrical double layer, sebagai berikut: • Teori Helmholtz Teori ini menyatakan bahwa terjadi tarik menarik antara ion-ion pada antar muka permukaan logam dengan elektrolit. Muatan yang berlawanan akan ditarik oleh permukaan logam sehingga akan terbentuk lapisan yang rigid. Beda potensial akan menurun dengan bertambahnya jarak dari permukaan logam. Kelemahan dari teori ini adalah interaksi ion-ion yang terletak jauh tidak diperhitungkan dan faktor konsentrasi larutan juga tidak diperhitungkan. • Teori Gouy-Chapman Teori ini menyatakan bahwa potensial di permukaan logam dipengaruhi oleh ion yang berada di permukaan logam dan ion yang memiliki muatan berbeda yang juga ada di dalam larutan. Semakin jauh jarak dari permukaan, maka konsentrasi akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan adanya difusi muatan melalui lapisan yang disebut diffuse double layer. Ion-ion akan berdifusi dan akan menempel pada permukaan logam. • Teori Stern Teori ini menemukan bahwa ion-ion hanya berada pada jarak beberapa nanometer dari permukaan logam (tidak menempel pada logam). Teori ini juga mengasumsikan bahwa ion-ion dapat diserap oleh permukaan disebuah lapisan (layer) yang disebut Stern Layer yang merupakan lapisan yang berada di dekat permukaan logam. Nilai potensial akan menurun secara linear pada stern layer dan akan menurun secara eksponensial pada diffusion layer. Gambar 29. Electrical Double Layer 4.5.2 Proses Perpindahan Massa Selama proses electrowinning berlangsung, terjadi 3 proses perpindahan massa yang dapat berlangsung, yaitu : • Difusi, yaitu pergerakan ion logam dari larutan ruah menuju OHP (Outer Hemholtz Plane) karena adanya gradien konsentrasi. • Konveksi, yaitu perpindahan massa secara hidrodinamik dari larutan ruah menuju elektroda karena adanya tekanan – tekanan fisik untuk mengalirkan fluida baik melalui pengadukan (strirring), pemompaan elektrolit, injeksi udara atau karena gradient densitas (konveksi alamiah). • Migrasi, yaitu proses perpindahan ion karena terdapat perbedaan potensial listrik di sepanjang medan listrik. Gambar 30. Skema dari perpindahan massa Mekanisme perpindahan massa menuju logam katoda dimulai dari dikelilinginya ion-ion logam oleh molekul pelarut yang mengalami polarisasi. Kemudian, akan terbentuknya daerah electrical double layer pada dekat permukaan katoda yang bertindak sebagai lapisan dielektrik yang dapat menghambat ion ion untuk mendepositkan diri ke permukaan katoda. Adanya gaya dorong dari beda potensial listrik maka ion-ion dapat menembus dan mendepositkan di permukaan katoda. Pada kondisi discharge, pergerakan ion dari anoda ke katoda akan terus terjadi hingga sel elektrolisis mengalami kondisi kesetimbangan. 4.6 Aplikasi Elektrometalurgi pada Hall-Heroult Apliasi dari Hall-Heroult bisa digunakan untuk mengolah alumina oksida murni yang dihasilkan dari bijih bauksit dalam proses Bayer. Alumina tersebut akan dilarutkan dalam elektrolit garam cair pada temperatur 960℃ dalam Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult didasarkan pada prinsip elektrolisis lelehan garam alumina pada temperature tinggi (2.050℃). Lelehan garam alumina merupakan campuran alumina (Al2O3) dengan cryolite (Na3AlF6). Tujuan dari dicampurkan antara Al2O3 dan cryolite (Na3AlF6) adalah untuk menurunkan titik lebur Al2O3 dari 2040 ℃ menjadi 960 ℃. Bejana sel elektrolisis pada proses ini terdiri dari anoda karbon, katoda logam dan elektrolit cryolite. Karena proses ini didasarkan pada proses elektrolisis maka dalam bejana diperlukan suatu media yang dapat menyalurkan arus lsitrik, sehingga dipasang batang-batang baja pada dasar bejana. Arus listrik yang dialirkan akan menyebabkan kedua elektroda saling berinteraksi. Rekasi yang terjadi pada sel elektrolisis adalah sbegaai berikut: Katoda: 4 Al2O3 Anoda: 7 C + 6 O2 Reaksi: 4 Al2O3 8 Al + 6 O2 5 CO2 + 2 CO 8 Al + 5 CO2 + 2 CO Dari reaksi diatas dapat diketahui bahwa produk yang terbentuk adalah logam aluminium, gas CO, dan gas CO2. Logam Al akan terendapkan pada dasar bejana sel elektrolisis karena berat jenis logam Al lebih besar dari pada berat jenis larutan campuran alumina dan cryolite. Logam Al yang diproduksi dengan proses ini memiliki kadar Al sekitar 99,7%. Terdapat dua macam sel elektrolisis yang digunakan pada Hall-Heroult, yaitu Soderberg Cell Horizontal Stud (HSS) dan Vertical Stud (VSS) yang menggunakan anoda kontinu terbuat dari pasta karbon. Gambar 31. Skema proses Hall-Heroult 4.7 Referensi Prasad, S. (2000). Studies on the Hall-Heroult aluminum electrowinning process. Journal of the Brazilian Chemical Society, 11(3), 245-251. https://www.ilmukimia.org/2016/12/persamaan-nernst.html Free, M. L., Moats, M., Houlachi, G., Asselin, E., Allanore, A., Yurko, J., & Wang, S. (Eds.). (2012). Electrometallurgy 2012. John Wiley & Sons. Haupin, W. E., & Frank, W. B. (1981). Electrometallurgy of aluminum. In Comprehensive Treatise of Electrochemistry (pp. 301-325). Springer, Boston, MA. Mass Transport Mechanisms. (2020, June 9). Retrieved April 17, 2021, from https://chem.libretexts.org/@go/page/61293