Uploaded by zero nine

Buku Dasar Teori Kelompok 23.pdf

advertisement
BUKU DASAR TEORI
PROSES PENGOLAHAN MINERAL
PIROMETALURGI
HIDROMETALURGI
ELEKTROMETALURGI
OLEH :
Andre saputra
1806201535
Muhammad Fauzan
1806201996
Rizqi Fajar Setiadi
1806201900
Tatiana Cherishe Tatsono 1806201586
LABORATORIUM METALURGI EKSTRAKSI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2021
MODUL I
PROSES PENGOLAHAN MINERAL
1.1 Tujuan Praktikum
Untuk mempelajari macam-macam proses pengolahan mineral sebagai tahap awal
proses ekstraksi logam serta memahami prinsip penggunaannya khusus froth
flotation.
1.2 Dasar teori
Pengolah mineral merupakan proses pemisahan mineral dari pengotor secara mekanis
sehingga menghasilkan banyak konsentrat (produk berharga) dan sedikit tailing (mineral
tidak berharga/pengotor).
1.2.1
Liberasi
Pemisahan mineral pada tingkat partikulat disebut sebagai liberasi karena
mineral individu dibebaskan satu sama lain secara fisik. Mineral tidak
berikatan lagi dengan mineral lain. Tujuan dari liberasi adalah memisahkan
mineral berharga dengan mineral pengotornya pada ukuran yang optimal.
1.2.2
Flowsheet
Gambar 1. Proses Pengolahan Mineral
1.2.3
Komunisi
Kominusi merupakan proses pengecilan ukuran bijih atau mineral hasil proses
tambang dari ukuran lebih dari 1 meter menjadi bijih atau mineral berukuran
≤ 100 mikron. Berikut adalah tujuan dari kominusi:
● Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya.
●
Menyiapkan ukuran umpan yang sesuai dengan ukuran operasi
konsentrasi atau ukuran pemisahan.
● Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hidrometalurgi
tidak perlu benar-benar bebas dari gangue.
● Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya
1.2.3.1 Crushing
Crushing adalah proses yang bertujuan mengecilkan ukuran mineral
menggunakan prinsip beban impak.
Tabel 1. Tahapan Crushing
Seberapa besar reduksi yang mampu dilakukan setiap tahap crushing
(rasio reduksi) ditentukan oleh sudut antara 2 permukaan di setiap sisi
dan menahan batuan yang akan dihancurkan sebagai gerakan menuju
dan menjauh dari satu sama lain. Saat gravitasi menarik batu ke bawah
dari atas feed ke discharge, semua batuan mengalami banyak benturan
impak yang menyebabkan mereka hancur.
Gambar 2. Bentuk Jaw dan Gyratory Crusher
Faktor yang mempengaruhi pemilihan alat:
● Expected Throughput
● F80 Top Feed size distributions
● Desired P80 Product size distributions
● Feeding method
● Ore work index
● Ore bulk density
● Ore abrasion index (abrasivity)
● The rock’s compressive strength
● The ore clay content
● The ore’s fragmentability
1.2.3.2 Grinding
Proses pengecilan ukuran yang menggunakan prinsip beban gerus.
Proses grinding dapat dilakukan menggunakan Ball Mill dan Rod Mill.
● Ball Mill
Gambar 3. Ball Mill
Dalam kasus ball mill yang dioperasikan secara kontinyu, material yang
akan digrind diumpankan dari kiri melalui kerucut bersudut 60 ° dan
produk dikeluarkan melalui kerucut bersudut 30 ° ke kanan. Saat
cangkang/shell berputar, bola diangkat ke atas di sisi cangkang/shell
yang naik dan kemudian turun ke bawah (atau jatuh ke feed), dari dekat
bagian atas cangkang/shell. Dengan demikian, partikel padat di antara
bola dan tanah akan berkurang ukurannya akibat tumbukan.
● Rod Mill
Gambar 4. Road Mill
Rod mill umumnya menggrind bijih dengan tekanan dan kekuatan
grinding dari grinding rod. Ketika batang mengenai bijih, pertama-tama
mengenai bijih yang lebih kasar, dan kemudian menghancurkan bahan
yang berukuran lebih kecil diantara batang dan batang. Saat batang
bersentuhan dengan dinding mill, partikel bijih berbutir kasar bercampur
dengannya, yang bertindak sebagai saringan/sieve batang. Bahan berbutir
halus dapat melewati celah diantara batang dan batang, yang bermanfaat
bagi penjepit/clamp. Material berbutir kasar juga memungkinkan partikel
bijih berbutir kasar terkonsentrasi di tempat tumbukan media
penggilingan.Oleh karena itu, rod mill memiliki fungsi grinding selektif,
dan produk memiliki ukuran partikel yang seragam dan lebih sedikit
penghancuran.
Umumnya proses grinding dapat dibedakan menjadi :
•
Penggerusan kasar (coarse grinding) mengecilkan ukuran bijih dari
ukuran 1 mm menjadi ukuran 1 μm
•
Penggerusan halus (fine grinding) mengecilkan ukuran bijih dari
ukuran 1 μm menjadi ukuran 300 μm
Proses grinding dapat dilakukan dalam kondisi basah (wet grinding) dan
kondisi kering (dry grinding). Kelebihan dan kekurangan grinding dalam
kondisi basah yaitu:
₊
Memerlukan energi lebih sedikit dibandingkan cara kering.
₊
Lebih mudah dan hanya memerlukan ruang lebih kecil dibandingkan
cara kering.
₊
Lingkungan pada penggerusan cara basah lebih bersih dan tidak
memerlukan alat penangkap debu karena akan terbentuk pulp.
-
Media gerus yang digunakan dan bahan pelapis dari silinder
diperlukan lebih banyak karena rentan terjadi korosi
-
Perlu adanya pengeringan terlebih dahulu
Faktor yang mempengaruhi:
● Laju pengisian medium
Laju pengisian medium adalah rasio volume medium dan rongga
penggilingan, bergerak dalam keadaan melempar dan jatuh dalam ball
mill. Keadaan gerakan media di penggilingan terkait dengan laju
pengisian media. Ada gaya gesekan antara medium dan liner. Ketika
laju pengisian dan gaya gesekan cukup besar, liner dapat membawa
media penggilingan ke ketinggian titik lempar. Penting juga untuk
diperhatikan bahwa tingkat pengisian media tidak boleh melebihi
batas.
● Diameter grinding ball
Efisiensi penggilingan tercermin dalam kapasitas pemrosesan pabrik
dan kehalusan bijih penggilingan. Bola baja berdiameter besar
membantu mengurangi waktu gerinda sehingga meningkatkan
efisiensi gerinda, selain itu, menempatkan beberapa bola baja kecil
untuk mengontrol kehalusan partikel secara efektif
1.2.4
Klasifikasi
Klasifikasi merupakan metode pemisahan campuran mineral menjadi dua
produk berdasarkan kecepatan jatuh partikel mineral ke dalam medium fluida.
Terdapat tiga gaya yang terjadi ketika partikel dijatuhkan ke dalam suatu
media yaitu Drag Force, Bouyant Force dan Gravitation Force. Proses ini
dilakukan pada bijih yang telah memiliki ukuran yang memeruhi persyaratan
yang diinginkan.
Gambar 5. Proses Klasifikasi
Produk dari proses klasifikasi akan terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
●
Produk Overflow yaitu ketika terminal velocity dari partikel lebih kecil
daripada kecepatan fluida
●
Produk Underflow yaitu ketika terminal velocity dari partikel lebih besar
daripada kecepatan fluida
Medium yang paling umum digunakan dalam metode ini adalah fluida
dikarenakan dapat memisahkan partikel halus ecara efektif. Penggunaan
medium kental seperti air dan udara akan meningkatkan nilai hambatannya
seiring kenaikan kecepatannya.
1.2.4.1 Fenomena pengendapan partikel
● Hindered settling
Pengendapan partikel dimana volume fluida lebih sedikit dari
volume total partikel. Pada proses ini jika semakin banyak partikel
solid di dalam pulp, maka akan berpengaruh pada free settling,
kemudian sistem akan berubah menjadi medium dengan densitas
baru yakni densitas dari pulp, bukan densitas medium awal seperti
air, sehingga pada sistem ini turbulent resistance lebih dominan.
● Free settling
Pengendapan partikel dimana volume fluida lebih banyak dari
volume total partikel. Persamaan:
1.2.4.2 Gaya yang terjadi pada proses klasifikasi
● Drag force
Hambatan udara/fluida yang memperlambat laju udara/fluida karena
bergesekan dengan suatu permukaan partikel padat sehingga
kecepatan pengendapan makin turun.
● Buoyant force
Gaya angkat ke atas oleh fluida ke suatu partikel mineral dengan
prinsip Archimedes dimana gaya apung dengan nilai yang sama
dengan berat fluida yang dipindahkan. Gaya ini akan melawan berat
benda yang direndam.
● Gravitation force
Gaya yang mempengaruhi kecepatan pengendapan suatu partikel
dalam suatu fluida statis. Ini menyebabkan adanya klasifikasi
berdasarkan proses pemindahan partikel terhadap gerakan partikel
zat padat melalui fluida karena adanya gaya ini.
1.2.5
Separasi
Separasi merupakan metode pemisahan antara mineral berharga dengan
pengotornya dengan menggunakan teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral-mineral yang ada dalam bijih
tersebut.
1.2.5.1 Gravity separation
•
Prinsip proses.
Gravity
separation
merupakan
proses
pemisahan
mineral
berdasarkan perbedaan densitas oleh pergerakan relatif sebagai
respon dari gravitasi dalam suatu medium fluida. Mineral-mineral
yang terdapat dalam bijih akan merespon gaya gravitasi sesuai
dengan nilai densitas dan ukuran yang dimilikinya.
•
Kriteria konsentrasi pada proses
Besaran yang dapat digunakan untuk memprediksi apakah operasi
konsentrasi berdasarkan gravitasi dapat dilakukan dengan mudah
atau tidak, bisa ditentukan melalui kriteria konsentrasi.
Jika nilai kriteria konsentrasi yang didapatkan lebih besar dari 2.5
maka separasi gravitasi akan lebih mudah. Jika nilai kriteria
konsentrasi kurang dari 1,25 maka separasi gravitasi tidak dapat
dilakukan. Alat yang digunakan dalam pemisahan partikel
menggunakan metode gravity separations, adalah sebagai berikut:
•
Jigging
Alat pemisahan berdasarkan perbedaan berat jenis dan bekerja secara
mekanis dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan menerobos
dari butiran yang akan dipisahkan terhadap suatu lapisan pemisah
(bed).
•
Shaking Concentrator
Alat pemisahan berdasarkan perbedaan berat dan ukuran partikel
terhadap gaya gesek akibat aliran air tipis sehingga terjadi pemisahan
antara mineral dengan densitas yang lebih kecil dan mineral dengan
densitas lebih besar.
•
Flowing Film Concentrator
Alat pemisahan yang menginisiasi pemisahan partikel dengan
menggunakan lapisan slurry yang mengalir menuruni permukaan
yang miring di bawah pengaruh gravitasi.
1.2.5.2 Magnetic separation
•
Prinsip proses
Magnetic separation merupakan proses pemisahan mineral dengan
memanfaatkan perbedaan sifat kemagnetan. Mineral-meneral yang
terdapat dalam bijih akan memberikan respon terhadap medan
magnet (magnetic susceptibility) sesuai dengan sifat kemagnetan
yang dimilikinya.
•
Klasifikasi proses separasi magnetic dan sifat kemagnetan mineral
Berdasarkan pada magnetic susceptibility mineral dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a. Ferromagnetic: Mineral yang sangat kuat untuk ditarik oleh
medan magnet Contoh: Magnetit (Fe3O4).
b. Paramagnetic: Mineral yang dapat tertarik oleh medan magnet.
Contoh: Hematit (Fe2O3), Ilmenit (SeTiO3), dan Pyrhotit (FeS).
c. Diamagnetic: Mineral yang tak tertarik oleh medan magnet
Contoh: Quartz (SiO2) dan Feldspar [(Na, K, Al) Si3O8]
Gambar 6. Magnetic Separation
Terdapat dua tipe magnetic separator, yaitu:
● Low Intensity
● High Intensity
1.2.5.3 Electrostatic separation
•
Prinsip
Electrostatic separation merupakan teknik pemisahan satu mineral
atau lebih dengan mineral lainnya yang memanfaatkan perbedaan
sifat kelistrikan (konduktivitas) dari mineral-mineral yang akan
dipisah. Mineral-mineral yang terdapat dalam bijih akan merespon
medan listrik sesuai dengan sifat konduktivitas yang dimilikinya
•
Jenis konduktivitas mineral
a. Konduktor → Mineral mudah menerima & melepas ion negative
Contoh: Hematit, Limonite, Magnetit, Galena, Casyterit.
b. Non Konduktor → Mineral yang susah menerima & melepas ion
negative
Contoh: Cyderit, Gypsum, Corondum, Zircon.
Gambar 7. Electr0nic Separation
1.2.5.4 Froth flotation
•
Definisi dan prinsip proses froth flotation
Froth Flotation merupakan suatu proses pemisahan secara fisik-kimia
yang memanfaatkan perbedaan sifat permukaan dari mineral berharga
dan pengotor. Partikel mineral mempunyai dua jenis sifat yaitu
hidrofobik dan 8 hidrofilik. Mineral yang bersifat hidrofobik akan
berikatan dengan gelembung udara dan naik ke permukaan
membentuk buih. Sedangkan mineral yang bersifat hidrofilik tidak
berikatan dengan gelembung udara. Teknik pemisahan ini memiliki
kelebihan yaitu hampir semua mineral dapat dipisahkan dengan
metode ini, terutama mineral sulfida.
•
Klasifikasi proses berdasarkan sifat permukaan
Berdasarkan permukaan partikelnya, mineral dibagi menjadi polar
dan non polar. Permukaan mineral non polar memiliki ikatan
molekular yang relatif lemah dan tidak terikat dengan air
(hidrofobik). Contoh mineral non-polar yaitu grafit, sulfur,
molybdenite, intan, coal, dan talc. Permukaan mineral polar memiliki
ikatan yang kuat dan berikatan secara kuat dengan molekul 9 air.
Mineral berdasarkan kepolarannya dibagi menjadi beberapa
kelompok dimana tingkat kepolaran semakin meningkat dari grup 1
ke grup 5.
Tabel 2. Pengelompokan mineral
•
Mekanisme proses pemisahan mineral berharga
Secara proses, flotasi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Directional flotation, proses flotasi dimana mineral berharga yang
akan terangkat ke atas membentuk buih yang mengapung di
permukaan pulp.
b. Reverse flotation, proses flotasi dimana mineral pengotor (gangue)
yang akan diapungkan ke permukaan.
•
Faktor yang mempengaruhi proses flotasi
1. Proses pengapungan
Dalam
proses
pengapungan
mineral
perlu
diperhatikan
kemampuan partikel agar dapat menempel pada gelembung udara
dan terangkat secara bersama-sama ke permukaan
a. Ukuran partikel, dalam proses flotasi biasanya ukuran lebih
kecil dari 65 mesh. Kecuali untuk batu bara ukuran terkecilnya
bisa sampai 20 mesh.
b. Gelembung harus cukup besar dan stabil.
c. Sifat-sifat permukaan dari partikel yang menentukan bisa atau
tidaknya untuk menempel pada gelembung.
2. Reagen kimia (collector, frother, dan jenis-jenis modifier)
Reagen Kimia digunakan dalam proses flotasi agar kondisi proses
flotasi dapat berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang
ditambahkan mempunyai fungsi yang spesifik.
a. Collector
Collector berfungsi mengubah permukaan mineral yang
semula hidrofilik menjadi hidrofobik. Collector biasanya
merupakan mineral organik heteropolar. Gugus non-polar
cenderung bersifat hidrofobik dan akan menempel pada
gelembung udara. Sedangkan gugu polar akan menempel pada
partikel solid tertentu sehingga partikel solid tersebut akan ikut
terapung bersama gelembung udara. Jumlah pemakaian
kolektor bergantung pada pH dan luas permukaan partikel yang
akan diselimuti.
Molekul Kolektor terbagi menjadi dua yaitu senyawa ionik
yang dapat terpecah menjadi ion dalam air dan senyawa nonionik tidak terlarut.
Gambar 8. Klasifikasi Kolektor
Gambar 9. Adsopsi collector pada permukaan mineral
b. Frother
Frother merupakan senyawa yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan gelembung sehingga gelembung tidak
mudah pecah. Contoh frother adalah pine oil, alkohol alifatik
dan polypropylene glycol.
Gambar 10. Action dari frother
c. Modifier
Modifier atau regulator merupakan reagen kimia yang
berfungsi untuk mengatur lingkungan yang sesuai dengan
lingkungan flotasi yang diinginkan. Modifier terdiri dari
macam-macam reagen yaitu:
•
Activator
Reagen yang berfungsi untuk membantu kolektor agar
interaksi kolektor dengan mineral tersebut bekerja dengan
baik. Pemilihan aktivator disesuaikan dengan mineral dan
kolektor yang digunakan. Contohnya: Sphalerite dengan
CuSO4.
•
Depressants
Reagen yang berfungsi untuk meningkatkan selektivitas
flotasi dengan mengubah mineral tertentu menjadi lebih
hidrofilik. Depressants terbagi menjadi dua yaitu inorganic
dan polymeric depressants. Contohnya: K2Cr2O4, ZnSO4
dan carboxymethyl cellulose (CMC).
•
pH Regulator
Reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur pH
lingkungan flotasi. pH regulator perlu ditambahkan dalam
proses flotasi karena mineral dapat mengapung dengan
baik pada pH tertentu. Reagen-reagen juga akan bekerja
baik pada pH tertentu.
pH dimana mineral-mineral dapat mengapung dengan baik
disebut pH kritis. pH kritis tergantung kepada jenis
kolektor dan konsentrasi kolektor tersebut. Terdapat dua
jenis pH regulator yaitu:
● pH regulator asam, yaitu pH regulator pada lingkungan
asam. Contoh: H2SO4
● pH regulator basa, yaitu pH regulator pada lingkungan
basa.
Contoh: lime (CaO, soda ash (Na2CO3), dan NaOH.
•
Work of adhesion
Gaya yang dibutuhkan untuk memisahkan antarmuka partikelgelembung disebut work of adhesion (Ws/a). Persamaan work of
adhesion adalah sebagai berikut:
•
Parameter keberhasilan proses froth flotation (%
concentration ratio, dan enrichment ratio)
a. % Recovery
b. Rasio konsentrasi
c. Enrichment ratio
1.2.6
Perhitungan Proses Flotasi
Rumus (% recovery, concentration ratio, dan enrichment ratio)
recovery,
c = kadar konsentrat; f = kadar umpan (feed); t = kadar tailing; F= massa
umpan; C = massa konsentrat; T = massa tailing.
•
Contoh soal dan jawaban
Bijih tembaga awalnya mengandung 2,09% Cu. Setelah melakukan froth
flotation, produknya ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan menggunakan
data ini, hitung:
(a) Ratio of concentration (b) % Metal Recovery (c) % Metal Loss (d) %
Weight Recovery, or % Yield (e) Enrichment Ratio
a) F/C = 100/10 = 10
b) % Cu Recovery = [(10·20)/(2.09·100)]·100 = 95.7%
c) % Cu Loss = 100 – 95.7 = 4.3%
d) % Weight Recovery sama dengan% Bobot konsentrat pada Tabel 1.
Ini juga dapat dihitung dari nilai assay yang diberikan dalam tabel,
sebagai berikut:
% Weight Recovery = 100·(2.09 - 0.1)(20 – 0.1) = 10%
e) Enrichment Ratio = 20.0/2.09 = 9.57 . Ini menunjukkan bahwa
konsentrat memiliki 9,57 kali konsentrasi daripada feed.
1.2.7
Referensi
Guldris Leon, L., Hogmalm, K.J. and Bengtsson, M. (2020).
Understanding Mineral Liberation during Crushing Using Grade-by-Size
Analysis—A Case Study of the Penuota Sn-Ta Mineralization, Spain.
Minerals, 10(2), p.164.
Michaud, L.D. (2015). Crushing in Mineral Processing. [online]
Mineral
Processing
&
Metallurgy.
Available
at:
https://www.911metallurgist.com/blog/crushing [Accessed 8 Apr. 2021].
Andrews, J.R.G. and Mika, T.S.
(1976)
Comminution of
heterogeneous material. Development of a model for liberation phenomena.
Proc. 11th Int Mineral Processing Congress.
Takacs, Laszlo (January 2002). "Self-sustaining reactions induced by
ball
milling".
Progress
in
Materials
Science.
47
(4):
355–414.
doi:10.1016/S0079-6425(01)00002-0.
JXSC Machine. (n.d.). Crushing and Grinding Process. [online]
Available
at:
https://www.jxscmachine.com/new/crushing-and-grinding/
[Accessed 15 Apr. 2021].
www.jxscmining.com. (2019). Factors Influence Ore Grinding Mill
Efficiency
-
JXSC
Mining.
[online]
Available
at:
https://www.jxscmining.com/blog/ore-grinding-mill/ [Accessed 15 Apr.
2021].
Modul Praktikum Metalurgi Ekstraksi 2019, Departemen Teknik
Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Froth Flotation – Fundamental Principles. (n.d.). [online] Available at:
http://www.chem.mtu.edu/chem_eng/faculty/kawatra/Flotation_Fundamenta
ls.pdf.
MODUL II
PIROMETALURGI
2.1 Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui prinsip dasar pirometalurgi pada material ferrous dan nonferrous serta faktor-faktor yang memengaruhinya
2.2 Dasar Teori
Pirometalurgi merupakan salah satu metode dalam proses ekstraksi yang
dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi (berkisar antara 500-1700 oC). Proses
pirometalurgi digunakan dalam proses ekstraksi bijih yang memiliki kadar tinggi.
Pada proses pirometalurgi akan terjadi beberapa reaksi, seperti dekomposisi
senyawa, reduksi logam, dan penguapan logam atau senyawa.
2.2.1. Tahapan dalam Pirometalurgi
2.2.1.1. Drying (Pengeringan)
Pengeringan merupakan proses penghilangan kelembababn ataupun
cairan dari suatu material yang umumnya menggunakan panas hasil
pembakaran bahan bakar fosil yang umumnya dilakukan pada suhu
diatas titik didih air sekitar 120 oC. Pengeringan padatan lembab
dilakukan pada beberapa jenis pengering industri, antara lain rotary
dryer, fluidized bed dryer, dan flash dryer.
2.2.1.2. Calcining (Kalsinasi)
Kalsinasi merupakan proses dekomposisi panas pada suatu material.
Proses kalsinasi dilakukan dengan menggunakan panas di atas
temperatur dekomposisi termal material atau dengan mengurangi
tekanan parsial pada temperatur konstan. Proses kalsinasi dilakukan
dengan tujuan menghilangkan senyawa hidroksida ataupun karbonat
dari bijih dan mengubahnya menjadi senyawa oksida serta
menghilangkan
hidrat
dari
bijih.
Proses
kalsinasi
sering
dimanfaatkan untuk memastikan komposisi senyawa mineral
seragam. Proses kalsinasi dapat dilakukan dalam berbagai furnace,
termasuk shaft furnaces, rotary kilns, dan fluidized bed reactors.
2.2.1.3. Roasting (Pemanggangan),
Roasting merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk
mengubah bijih sulfida menjadi oksida sebelum proses peleburan.
Tujuan dari proses roasting adalah untuk menghilangkan pengotor,
substrat organik, dan membuat mineral semakin mudah untuk
dilakukan smelting. Metode roasting yang digunakan antara lain
hearth, fluid bed, dan sintering.
2.2.1.4. Smelting (Peleburan)
Smelting merupakan proses peleburan logam pada temperatur tinggi
sehingga logam meleleh dan mencair setelah mencapai titik
didihnya. Peleburan yang diikuti dengan reaksi reduksi dengan
tujuan memperoleh logam
murni
yang dilakukan dengan
memanaskan dengan kokas atau arang (bentuk karbon) yang
selanjutnya zat pereduksi akan membebaskan oksigen sebagai
karbon dioksida meninggalkan mineral yang dimurnikan. Reaksi
reduksi pada proses smelting dapat dilakukan dengan carbothermic,
metallothermic, ataupun hydrogen reduction. Dalam prosesnya,
penambahan flux dilakukan untuk meningkatkan efektifitas
pembentukan slag sehingga separasi antara logam yang diinginkan
dengan terak dapat efektif terjadi.
2.2.1.5. Refining (Pemurnian)
Pemurnian adalah proses menghilangkan logam pengotor dari logam
yang ingin diekstraksi sehingga mencapai kemurnian yang tinggi
yang dilakukan dengan proses termal.
2.2.2. Faktor-faktor Pirometalurgi
2.2.2.1
Reduktor
Pada proses priometalurgi, terdapat beberapa macam reduktor yang
dapat digunakan dalam beberapa fasa, yaitu gas (CH4), padat
(batubara/coal), dan cairan (minyak bumi).
2.2.2.2
Temperatur
Temperature akan menentukan apakah suatu reaksi dapat terjadi atau
tidak
secara
termodinamika.
Pengaruh
temperature
pada
keberlangsungan suatu reaksi
dimodelkan dengan diagram
Ellingham.
Gambar 11. Diagram Ellingham
Karbon merupakan bahan yang paling sering digunakan sebagai
reduktor untuk mereduksi oksida menjadi logamnya. Pada diagram
Ellingham garis reaksi 2C + O2 → 2CO mempunyai gradien yang
negatif, sehingga data yang didapat dari perpotongan garis ini
dengan garis pembentukan oksida lainnya dapat dijadikan acuan
untuk mereduksi oksida. Contoh karbon dapat mereduksi besi oksida
menjadi besi pada temperatur lebih dari 6000C.
2.2.2.3
Reagen
Reagen akan ditambahkan pada preses peleburan logam untuk
membantu efisiensi peleburan logam. Mekanisme kinerja dari
reagen adalah menurunkan temperature proses peleburan, sehingga
akan meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Contoh dari reagen
yang digunakan pada peleburan yaitu limestone, dolomite, silica.
2.2.2.4
Waktu
Setiap proses peleburan logam memiliki waktu optimalnya masingmasing, hal ini bergantung pada temperature, reduktor, serta kondisi
lainnya pada saat peleburan logam.
2.3. Ekstraksi Logam Ferrous
Proses pirometalurgi sangat penting dalam pembuatan besi dan baja. Bijih besi
yang digunakan seperti hematit, magnetit, siderit, pirit dan himosit. Baja
merupakan paduan yang terdiri dari besi dan karbon yang didapatkan dengan
mereduksi bijih besi berbentuk oksida agar menjadi baja batangan. Proses reduksi
bijih besi dilakukan dengan dua metode, yaitu reduksi langsung dan reduksi tidak
langsung. Proses reduksi lansung akan menghasilkan spong iron, sedangkan
proses reduksi tidak langsung akan menghasilkan pig iron.
2.3.1. Persyaratan Bijih Besi
Adapun persyaratan bijih besi untuk dilakukan ekstraksi antara lain:
• Menggandung Fe yang tinggi ±70%
• Memiliki minim pengotor seperti (S, P, As, Zn, Pb, Na, K)
• Sebisa mungkin memiliki kandungan oksida untuk meningkatkan fluks
• Mudah dilakukan reduksi
• Ukuran seragam sehingga dapat terdistribusi dengan baik
2.3.2. Primary Metallurgy
2.3.2.1. Blast Furnace
Gambar 12. Blast Furnice
Tanur tinggi cocok untuk industri berkinerja tinggi (setidaknya 2 juta
ton per tahun), di mana kokas digunakan sebagai agen pereduksi dan
agen penghasil panas. Kokas dihasilkan dari batubara berkualitas
tinggi yang dipanaskan dalam suatu retorte yang kedap udara. Input
dari blast furnace berupa bijih besi, kokas, limestone, dan udara.
Sedangkan output dari blast furnace berupa pig iron, slag, dan top
gas/dust.
Reaksi kimia yang terjadi pada blast furnace antara lain sebagai
berikut.
1. Pembakaran kokas yang digunakan sebagai energi panas untuk
memanaskan tungku
C (s) + O2 (g) → CO2 (g)
2. Penambahan kokas ke tungku sehingga karbon dioksida
tereduksi
CO2 (g) + C (s) → 2CO (g)
3. Proses reduksi besi (III) oksida
Fe2O3 (s) + 3CO (g) → 2Fe (l) + 3CO2 (g)
4. Reaksi pada batu kapur
CaCo3 → CaO + CO2
CaO + SiO3 → CaSiO3
2.3.2.2. Basic Oxygen Furnace (BOF)
Gambar 13. Basic Oxygen Fuernace
BOF merupakan metode peleburan pig iron yang menggunakan pig
iron cair (90%) dalam blast furnace kemudian dicampur dengan
scrap (10%). Tujuannya adalah untuk mereduksi kandungan karbon
dengan menggunakan O2 murni, yang diinjeksikan ke permukaan
besi cair dengan kecepatan tinggi akibat reaksi eksotermik, dan dapat
mereduksi kandungan karbon dari 4,3% menjadi 0,04% dalam waktu
20 menit. oksigen yang diinjeksikan ke logam cair akan bergabung
dengan karbon terlarut dan akan membentuk CO yang akan lepas
sebagai gas. Oleh karena itu, proses BOF memiliki produktivitas
yang tinggi dan dapat menghasilkan baja dengan kandungan karbon
rendah.
2.3.2.3. Electric Arc Furnace (EAF)
Gambar 14. Electic Arc furnace
Peralatan yang digunakan untuk produksi baja, bahan bakunya
adalah pig iron dengan suplai karbon 10%, sponge iron 70-80%
untuk peningkatan kualitas dan 20-100% limbah untuk produksi
standar kualitas produk. Pada EAF, proses pemanasan dilakukan
dengan menggunakan busur listrik. Panas yang dihasilkan busur
listrik akan melelehkan scrap. Tahap EAF meliputi peleburan
oksidasi, defosforisasi dan desulfurisasi, dan pemurnian paduan.
2.3.3. Secondary Metallurgy
Pada umumnya, baja yang telah dimurnikan tidak memiliki kualitas yang
diinginkan karena terdapat terdapat unsur-unsur yang hilang ataupun
karena terdapat gas-gas yang terlarut pada saat proses peleburan sehingga
menurukan kualitas dari baja. Untuk mendapatkan kualitas baja, maka
perlu dilakukan proses lanjutan atau dikenal sebagai secondary mettalugy.
Secondary Metallurgy mengacu pada produksi paduan dari ingot, recovery
logam dari scrap dan juga untuk daur ulang. Proses-proses ini dicirikan
oleh emisi sejumlah besar sulfur oksida dan partikulat. Emisi dari proses
ini adalah partikulat berbentuk uap logam, asap, dan debu.
2.3.3.1. Ladle Furnace
Gambar 15. Ladle furnace
Ladle Furnace merupakan proses pemurnian logam cair, di mana
proses desulfurisasi terak dilakukan, elemen paduan ditambahkan,
dan kemudian elemen paduan dihilangkan dengan pemanasan ulang
dan inklusi non-logam dikendalikan oleh tenaga listrik (suhu dan
homogenisasi kimia). Proses ini tidak memerlukan degassing.
Pengadukan elektromagnetik (argon) diterapkan untuk transfer
panas
pada
proses
ini.
Pengadukan ini
bertujuan
untuk
menghilangkan Sebagian besar inklusi alumina yang terbentuk oleh
proses ini. LF terdiri dari tungku busur listrik kecil dengan
transformator 8 sampai 25 megavolt-ampere, tiga elektroda untuk
pemanas busur, dan sendok yang bertindak sebagai cangkang
tungku.
2.3.3.2. Argon Oxygen Decarburization (AOD)
Gambar 16. Argon Oxygen Decarburixation
Argon Oxygen Decarburization (AOD) merupakan terknologi yang
digunakan untuk pemurnian besi dan nikel serta banyak digunakan
untuk membuat bahan dengan kadar kromium tinggi (stainless
steel). Saat ini, lebih dari 75% baja tahan karat yang diproduksi di
seluruh dunia menggunakan proses AOD. Proses ini sangat populer
karena menggabungkan metallic yield yang lebih tinggi dan biaya
material yang lebih rendah. Proses AOD menggunakan metode
pengenceran untuk menghilangkan karburasi bak baja. Injeksi gas
inert (argon atau nitrogen) akan mengurangi tekanan parsial CO
dalam bak, yang akan meningkatkan kandungan kromium dan
mengurangi kandungan karbon.
2.3.3.3. Ruhrstahl Heraeus (RH) Vacuum Degassing
Gambar 17. Ruhrstahl Heraeus
Ruhrstahl Heraeus (RH) Vacuum Degassing berguna untuk
penghapusan hidrogen (degassing), oksigen (deoksidasi), karbon
(dekarburisasi), dan belerang (desulfurisasi) dari baja cair dalam
waktu singkat. Cara ini menggunakan ruang vakum dengan dua
tabung yang disambungkan ke bagian bawah tabung vakum. Salah
satu pipa dilengkapi dengan pipa cabang, dan gas argon dikirim ke
lapisan tahan api melalui pipa cabang.
2.4. Ekstraksi Logam Non-Ferrous
2.4.1. Ferronickel
Nikel dialam dalam bentuk mineral laterit yang memiliki dua jenis yaitu
nikel saprolite dan nikel limonite. Perbedaan paling mendasar dari dua
jenis nikel laterit tersebut adalah kedalaman dan kandungan nikel yang ada
di dalamnya (nikel saprolite memiliki kandungan nikel yang lebih tinggi).
Pada proses pirometalurgi, bijih nikel yang digunakan adalah bijih yang
memiliki kandungan tinggi seperti saprolite dan mengandung basa berupa
magnesia yang tinggi. Terdapat tiga jenis produk pengolahan nikel laterit,
diantaranya adalah nickel matte, ferronickel (FeNi), dan nickel pig iron.
Perbedaan mendasar dari tiga produk tersebut adalah kandungan nikel
yang ada di dalamnya. Berikut merupakan tahapan proses pengolahan
nikel laterit:
1. Penambangan
Proses penambangan nikel laterit dilakukan dari awal eksplorasi,
pembersihan lahan, stripping, penambangan, dan pengayakan.
2. Pengeringan
Pengeringan bijih nikel berguna untuk menghilangkan kandungan air
yang terdapat didalam bijih menjadi 19-21 % yang dilakukan dalam
rotary dyer kiln dengan suhu 800 ℃ dengan bahan bakar berupa
minyak bumi atau batu bara.
3. Reduksi dan Kalsinasi
Proses ini dilakukan dalam reduction kiln menggunakan gas pereduksi
dari pembakaran batu bara atau minyak bumi. Proses ini bertujuan
untuk membebaskan kandungan air yang telah mengalami reduksi
serta penambahan reduktor berupa antransit yang dilakukan pada suhu
700-900 oC. Proses ini terdiri dari 3 tahap yaitu pengeringan lanjut,
reduksi dan sulfidasi. Pengeringan lanjut adalah proses untuk
mendapatkan bijih yang lebih kering (kurang dari 1%). Reduksi
bertujuan untuk membentuk Ni dan Fe yang bebas dari oksidanya
menggunakan gas pereduksi yang dihasilkan dari pembakarab
batubara. Reaksi yang terbentuk selama proses reduksi bijih antara lain
sebagai berikut.
NiO + C → Ni + CO
NiO + CO → Ni + CO2
Fe2O3 + 3C → 2Fe + 3CO
Fe2O3 + 3CO → 2Fe + 3CO2
Sulfidasi merupakan proses penginjeksian sulfur cair untuk
menstabilkan logam yang terbentuk pada zona reduksi. Reaksi yang
terjadi selama proses sulfidasi adalah sebagai berikut.
3Ni + S2 → Ni3S2
2Ni3S2 + S2 → 6NiS
2Fe + S2 → 2FeS
2FeS + S2 → 2FeS2
4. Peleburan
Proses peleburan dilakukan di dalam electrical arc furnace dengan
tujuan untuk meningkatkan kadar feronikel pada prosuk akhir yang
dilakukan dengan memisahkan bagian yang kaya dengan nikel (molten
material / furnace matte) dan yang tidak (slag) berdasarkan perbedaan
berat jenis.
5. Pemurnian
Proses lanjut untuk furnace matte yang dicampurkan fluks silika (SiO2
±70%) dan diinjeksikan udara, hal ini dilakukan untuk memisahkan
NiS dari FeS yang ada, FeS yang terpisah akibat blowing akan diikat
oleh fluks membentuk converter slag.
6. Granulasi
Proses penuangan converter matte pada air bertekanan tinggi agar
didapatkan produk berbentuk butiran
Gambar 18. Proses Ekstraksi Feronikel
2.4.2. Tembaga
Kandungan tembaga yang paling sering ditemukan di kerak bumi adalah
sebagai tembaga ferosulfida dan tembaga sulfida, seperti kalkopirit
(CuFeS2) dan kalkosit (Cu2S). Bijih tembaga umumnya mengandung
minimal 0,5% Cu (tambang terbuka) dan hingga 1 atau 2% Cu (tambang
bawah tanah). Berikut merupakan tahapan proses pengolahan bijih
tembaga secara pirometalurgi.
1. Mineral Processing
Bijih tembaga umumnya hanya mengandung 1-3% Cu dan sisanya
merupakan mineral lain, pengotor, ataupun gangue. Pengotor tersebut
harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dilanjutkan ke proses
selanjutnya dengan cara ore dressing seperti kominusi, crushing, dan
grinding. Pengotor yang terdapat pada bijih aka pindah ke tailing.
2. Flotasi
Proses flotasi dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan konsentrat
dengan kandungan 20-30 % yang akan dimasukkan ke dalam proses
smelting.
3. Matte Smelting
Bertujuan untuk mengoksidasi S dan Fe dari konsentrat Cu-Fe-S untuk
menghasilkan fase lelehan sulfida (matte) yang diperkaya Cu. Oksidan
hampir selalu merupakan udara yang diperkaya oksigen. Produk
peleburan adalah lelehan sulfida matte (45-75% Cu) yang
mengandung sebagian besar tembaga dalam konsentrat, dan terak
oksida cair dengan Cu seminimal mungkin. Matte cair kemudian
diubah (teroksidasi) dalam tungku konversi untuk membentuk
tembaga cair yang tidak murni. Reaksi yang terjadi dalam proses
peleburan antara lain sebagai berikut.
Reaksi utama:
2CuFeS2(s) + 3.25O2 → Cu2S – 0.5 FeS(l) + 1.5FeO(s) + 2.5SO2(g)
Reaksi samping:
2FeO(s) + SiO2(g) → Fe2SiO4(l)
4. Converting
Oksidasi dari lelehan matte dari peleburan dengan udara atau udara
yang diperkaya oksigen pada suatu converter Pierce-Smith yang
bertujuan untuk menghilangkan Fe dan S dari matte untuk
menghasilkan tembaga cair mentah (99% Cu). Reaksi yang terjadi
pada proses converting adalah sebagai berikut.
a. Eliminasi FeS atau pembentukan slag dengan reaksi eksotermik
2FeS + 3O2 + SiO2 → Fe2SiO4 + 2SO2 + heat
b. Pembentukan tembaga
Cu2S + O2 → 2Cu + SO2 + heat
5. Direct-to-Copper Smelting
Kondisi pengoksidasi kuat dalam tungku tembaga langsung
menghasilkan
terak
dengan
14-24%
Cu
teroksidasi.
Biaya
pengurangan Cu ini kembali menjadi tembaga metalik sejauh ini
membatasi proses pada konsentrat Fe rendah, yang menghasilkan
sedikit terak.
6. Refining
Proses pemurnian tembaga bertujuan unruk mendapatkan tembaga
yang memiliki kandungan sangat tinggi yang dilakukan secara
electrorefining. Tembaga akhir ini mengandung kurang dari 20 ppm
pengotor yang tidak diinginkan. Anoda yang digunakan adalah yang
mengandung tembaga yang akan dimurnikan. Anoda berfungsi
menghilangkan S dan O dari tembaga. Elektrolit yang digunakan
adalah larutan air H2SO4 dan CuSO4.
Gambar 19. Proses Ekstraksi Tembaga
2.4.3. Timah
Mineral utama yang terkandung di dalam bijih timah adalah kaiterit,
sedangkan mineral ikutannya adalah pirit, kuarsa, zircon, ilmenite, galena,
bismuth, arsenic, stibnite, kalkopirit, xenotime, dan monasit. Secara
umum, mineral penghasil timah putih adlaah kasiterit dengan rumus kimia
SnO2. Salah satu tujuan dari ekstraksi timah adalah untuk memisahkan
pengotor dari bijih timah yang biasanya berupa besi. Berikut merupakan
tahapan proses pengolahan bijih timah.
1. Konsentrasi
Merupakan operasi peningkatan kadar timah dengan menggunakan
peraltaan seperti Jig concentrator, palong, dan meja goyang sehingga
memiliki kandungan 30-65% Sn.
2. Smelting
Proses peleburan bertujuan unruk mereduksi konsentrat bijih timah
pada temperature tinggi menjadi logam timah. Proses reduksi
dilakukan dengan menggunakan reduktor berupa gas CO yang
bertujuan untuk melepaskan ikatan oksigen pada mineral kasiterit.
Adapun reaksi yang terjadi saat proses reduksi bijih timah adalah
sebagai berikut.
• SnO2 + CO → SnO + CO2
• SnO + CO → Sn + CO2
Proses peleburan akan terdiri dari dua tahapan yaitu primary smelting
dan secondary smelting. Peleburan pada primary smelting dilakukan
pada temperature yang lebih rendah agar Fe pindah ke slag. Peleburan
tahap pertama yang menghasilkan timah kasar atau crude tin. Pada
secondary smelting akan dilakukan sebuah perlakuan pada slag yang
dihasilkan pada primary smelting yang bertujuan agar timah yang
terdapat pada slag dapat diambil Kembali.
3. Refining
Proses refining bertujuan untuk memurnikan timah sehingga
didapatkan timah dengan kadar tinggi. Proses pemurnian dilakukan
dengan membawa Crude tin dari tahap smelting pertama dengan
peralatan seperti kettle refining, eutectic refining, serta electrolytic
refining. Proses ini menghasilkan timah dengan tingkat kemurnian
99.93%. Produk sampingan yang didapat pada proses pemurnian
disebut sebgai dross.
Gambar 20. Proses Ekstraksi Timah
2.5 Referensi
Habashi, Fathi. (1970). Handbook of Extractive Metallurgy II: Primary Metals.
491-580.
Anderson, C. G. (2016). Pyrometallurgy. Reference Module in Materials Science
and Materials Engineering. doi:10.1016/b978-0-12-803581-8.036092.
Argon oxygen decarburization for metal production. (n.d.). Retrieved April 15,
2021,
from
https://www.lindeus.com/industries/metal-
production/argon-oxygen-decarburization-ao.
Battle, T. P., Downey, J. P., May, L. D., Davis, B., Neelameggham, N. R.,
Sanchez-Segado, S., & Pistorius, P. C. (Eds.). (2016). Drying, Roasting,
and Calcining of Minerals. doi:10.1007/978-3-319-48245-3.
Habashi, Fathi. (1970). Handbook of Extractive Metallurgy II: Primary Metals.
641-580
Schlesinger, M. & King, M. & Sole, Kathryn & Davenport, W.. (2011). Extractive
Metallurgy of Copper - 5th edition.
Sukamto, Untung., Probowati, Dyah., Sudiyanto, Anton. (2015). Proses
Pengolahan dan Pemurnian Bijih Tembaga dengan Cara Konvensional
dan Biomining. Fakultas Teknologi Mineral: Universitas Pembangunan
Setiawan,
I.
(2016).
PENGOLAHAN
NIKEL
LATERIT
SECARA
PIROMETALURGI: KINI DAN PENELITIAN KEDEPAN. Seminar
Nasional Sains dan Teknologi 2016
MODUL III
HIDROMETALURGI
4.1 Tujuan Praktikum
Untuk mempelajari proses leaching dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
4.2 Definisi dan prinsip proses
Hidrometalurgi merupakan proses ekstraksi yang melibatkan proses pelarutan
logam dalam padatan ke dalam suatu larutan kemudian dilanjutkan dengan
presipitasi atau isolasi logam yang dibutuhkan. Dalam hal ini digunakan pelarut
yang dapat melarutkan bijih logam dengan baik sehingga pengotor yang terdapat
dalam bijih dapat dipisahkan dari logam utama yang terkandung pada bijih.
Bebeberapa proses dalam hidrometalurgi yang biasanya digunakan untuk
mengekstraksi logam adalah presisipitasi, membrane cair, pertukaran ion, serta
proses ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.
Prinsip hidrometalurgi adalah memisahkan larutan dengan melakukan pelarutan
bijih asam dan basa yang berkadar rendah sesuai dengan jenis logam yang akan
diambil dengan menggunakan pelarut yang disesuaikan dengan jenis bijih logam
yang akan dipisahkan. Proses hidrometalurgi dibedakan menjadi dua, yaitu
mengambil konsentrat yang diinginkan dengan cara dilarutkan (pelindian) dan
mendapatkan konsentrat yang diinginkan dengan cara mengeluarkan dari
larutannya (solvent extraction).
4.3 Keuntungan dan kerugian Hidrometalurgi
Keuntungan
Kerugian
Logam dapat langsung diperoleh dalam
Waktu pemrosesan relatif lama
bentuk murni dari larutan
Cocok untuk mineral berkadar rendah
Hanya untuk material tertentu
Suhu proses relatif lebih rendah
Kapasitas produksi kecil
Penggunaan kokas dan batu bara
Dibutuhkan leaching agents yang
sebagai pemanggang bijih dan reduktor
cukup banyak
bisa dihilangkan
Polusi atmosfer oleh hasil samping
pirometalurgi sebagai belerang
dioksida, arsenik (III) oksida, dan debu
tungku dapat dihindarkan.
Reagen yang digunakan relatif lebih
murah dan mudah didapatkan.
Masalah lingkungan yang ditimbulkan
sangat kecil
Tabel 3. Keuntungan dan Kerugian Hidrometalurgi
4.4 Tahapan Hidrometalurgi
3.4.1 Roasting
Roasting atau biasa disebut juga dengan pemanggangan adalah proses
pemanasan sebuah bijih atau campuran dengan mineral atau senyawa lain
dibawah titik leburnya (fusion temperature). Proses ini bertujuan untuk
mengubah mineral sulfida menjadi mineral oksida untuk meningkatkan
kelarutan mineral pada saat proses leaching. Selain itu, roasting juga
bertujuan untuk menghilangkan pengotor organik dan menurunkan kadar
air dalam bijih. Proses roasting ini sangat dibutuhkan apalagi untuk bijihbijih yang tidak bisa direduksi secara langsung.
3.4.2 Leaching
Leaching adalah proses pemisahan logam berarga dari materialmaterial
pengotor dengan cara dilarutkan kedalam pelarut (terkadang diberikan
tekanan) sehingga dalam proses leaching terdiri dari dua zat yakni padatan
dan pelarut. Leaching melibatkan penggunaan larutan encer untuk
mengekstraksi logam dari bahan bantalan logam yang disentuhkan dengan
bahan yang mengandung logam berharga. Proses leaching terdiri dari tiga
tahap. Pertama, perubahan fase dari padatan yang dilarutkan dalam pelarut
untuk proses pelindian. Kedua, difusi dari pelarut pada pori-pori padatan
menuju lapisan terluar partikel. Ketiga, perpindahan produk dari pelarut
yang terkena partikel menuju bagian luar pelarut atau menuju luar padatan.
Tujuan dilakukannya leaching adalah :
1. Pembebasan bijih, konsentrat atau produk metalurgi untuk memperoleh
kembali (recover) logam berharga
2. Pelindian unsur utama yang muda untuk dilarutkan dalam bijih atau
konsentrat dengan tujuan untuk mendapatkan wujud atau bentuk yang
lebih terkonsentrasi
Pemilihan larutan leaching bergantung dari beberapa faktor seperti:
•
Sifat korosifitas larutan terhadap material konstruksi
•
Selektivitas yang diinginkan dari senyawa yang dapat ditentukan
berdasarkan temperatur, waktu kontak dan konsentrasi larutan
pelindi.
•
Karakter fisika dan kimia material yang dilindi .
•
Harga larutan
•
Kemampuan daur ulang larutan
Faktor yang mempengaruhi kinetika leaching:
•
Ukuran partikel
Laju pelindian meningkat dengan berkurangnya ukuran dari bijih
yang dilarutkan karena semakin kecil partikel maka luas
permukaan per unitnya akan semakin besar sehingga reaksi akan
mudah terjadinya.
•
Konsentrasi
Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dari
zat leaching karena jumlah dari mineral berharga yang larut akan
semakin besar. sehingga akan membuat proses reaksi akan
semakin cepat terjadi.
•
Temperatur
Laju pelindian meningkat dengan meningkatnya temperature tetapi
suhu tidak boleh terlalu tinggi karena akan menyebabkan bahan
yang diproses rusak.
•
Waktu
Semakin tinggi waktu pelindian maka akan semakin banyak proses
yang akan terjadi. Akan tetapi, waktu harus diatur secara optimal
karena jika waktunya berlebihan maka kontak antara zat pelarut
dan mineral akan semakin banyak ini akan memungkinkan
persentase pengotor yang ada di larutan akan semakin tinggi.
Dalam memilih jenis reagen atau larutan, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu :
•
Memiliki viskositas yang rendah
•
Zat pelindian harus mudah didapatkan dan memiliki daya larut yang
besar
•
Kemampuannya untuk dipakai kembali agar proses produksi menjadi
lebih ekonomis
•
Reagen pelindian tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan tidak
bersifat korosif terhadap peralatan yang digunakan
Jenis-Jenis Reagen Pelindian :
a) Asam
Larutan asam yang sering digunakan sebagai agen pelindian adalah
H2SO4, HCL, HNO3, dan Aqua Regia. Dan mineral yang biasanya
dilarutkan dengan reagen asam adalah cassiterite, pyrite, dan beberapa
mineral lainnya.
b) Basa
Larutan Basa yang biasa digunakan adalah NaOH dan NH4OH. Dan
mineral yang biasa dilindi adalah bauksit, kaolinit, dan lain-lain
(khususnya yang mengandung silika).
c) Garam
Larutan garam ini terdiri dari senyawa asam dan basa yang kemudian
membentuk senyawa garam. Larutan garam yang digunakan berupa
NaCL, NaCN, FeCl3, CuCl2, dan lain-lain. Serta mineral yang biasa
dilindi dengan larutan garam adalah senyawa sulfida, emas, dan perak.
Jenis Metodo leaching :
•
In-situ Leaching
In-Situ Leaching (ISL) merupakan metode hidrometalurgi untuk
memperoleh (recovery) mineral dan logam berharga secara langsung
dari underground ore bodies yang melibatkan proses pelarutan deposit
ore di bawah tanah untuk mengambil mineral yang diinginkan. Sesuai
dengan Namanya, bijih yang akan diambil mineralnya dapat dileaching di tempat dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Aplikasi In-Situ Leaching diterapkan pada pertambangan di Miami
dengan kandungan kadar tembaga hanya sekitar 0.15%. Dalam In-Situ
Leaching, mineral ore memerlukan reaksi leaching dengan reagen
peleaching atau lixiviant. In-Situ Leaching biasanya melibatkan proses
ekstraksi mineral atau logam dari tempat ore langsung. Proses ekstraksi
ini biasanya sekaligus digabung dengan proses recovery mineral.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses
In-Situ Leaching, yaitu:
a. Permeabilitas Ore: permeabilitas ore dapat ditingkatkan melalui
controlled blasting dengan fragmentasi ore di tempat, yang disebut
dengan rubblizing.
b. Retakan alami ore: berfungsi sebagai jalur aliran larutan
•
Heap Leaching
Heap leaching adalah proses penambangan industri yang digunakan
untuk mengekstraksi logam mulia, tembaga, uranium, dan senyawa
lainnya dari bijih menggunakan serangkaian reaksi kimia yang
menyerap mineral tertentu dan memisahkannya kembali setelah
pembagiannya dari bahan-bahan bumi lainnya. Metode Heap Leaching
dilakukan dengan menimbun bijih mineral dalam suatu lokasi, alasnya
diratakan dengan aspal. Air atau asam sulfat pekat disiramkan di bagian
atas
timbunan,
kemudian
larutan
leaching
yang
dihasilkan
dikumpulkan pada bagian bernama pond. Kadang kala pipa vertikal
dimasukkan ke dalamtimbunan untuk memfasilitasi aliran air dan udara
selama proses leaching. Heap leaching banyak digunakan dalam
operasi penambangan skala besar modern karena menghasilkan
konsentrat yang diinginkan dengan biaya lebih rendah dibandingkan
dengan metode pemrosesan konvensional seperti flotasi, agitasi, dan
vat leaching.
•
Agitation Leaching
Metode ini dilakukan dengan mengaduk larutan baik secara mekanik
atau menggunakan tekanan udara. Umpan yang akan dilindi harus
dihaluskan terlebih dahulu dalam proses grinding. Pencucian agitasi
cocok untuk bahan proses yang memiliki ukuran partikel yang lebih
halus, yaitu kurang dari 0,3 mm. Keuntungan dari metode ini adalah
kecepatan pelindian yang tinggi, kapasitas pemrosesan yang besar,
operasi mekanis, dan tingkat ekstraksi emas yang tinggi.
•
Hot Digestion Leaching
Metoda pelindian yang memiliki kelebihan pengerjaan yang lebih
cepat. Agen lindi yang diguakan biasanya merupakan asam kuat atau
basa kuat. Dimana pengerjaannya dilakukan pada suhu tinggi di dalam
sebuah tong dan dibantu pengadukan mekanis.
•
Pressure Leaching
Pressure
Leaching
adalah
proses
pelindian
yang
dilakukan
menggunakan tekanan tinggi di dalam autoclave. Proses ini dilakukan
dengan cara gas oksigen atau hydrogen dimasukkan dengan
menggunakan tekanan tinggi dengan jumlah gas terlarut yang
disesuaikan dengan tekanan gayanya. Hal ini dapat dipercepat dengan
temperature yang lebih tinggi dan menggunakan pelarut untuk
menaikkan kelarutan gasnya seiring dengan kenaikan tekanan.
•
Dengan Oksigen : Proses dilakukan pada autoclave. Tekanan
yang digunakan adalah tekanan larutan leaching dan oksigen.
Kinetika leaching diatur dari tekanan parsial oksigen.
•
Tanpa Oksigen : Proses dilakukan pada bejana tertutup untuk
menjaga tekanan. Tekanan dihasilkan dari larutan leaching yang
dipanaskan di atas titik didih larutan untuk mendapatkan laju
reaksi tertinggi.
•
Bio-Leaching
Bioleaching adalah proses pengambilan logam dari bijih menjadi
bentuk yang larut menggunakan bantuan mikroorganisme. Prinsip
dasar bioleaching hamper sama dengan proses pelindian yang lain.
Akan
tetapi,
terdapat
mikroorganisme
yang
berperan
untuk
mempercepat terjadinya difusi solute logam ke dalam pelarut.
Mekanisme bioleaching dibedakan menjadi dua, yaitu kontak langsung
dan kontak tidak langsung. Pada kontak langsung, elektro diperoleh
melalui reaksi mikroorganisme dengan mineral tanpa adanya media
perantara sedangkan pada kontak tidak langsung terdapat media
perantara penghantar elektron. Contoh proses kontak tidak langsung
adalah
ektraksi
tembaga
menggunakan
bakteri
Leptospirilum
sedangkan contoh bakteri pada proses kontak langsung adalah
Thiobacillus.
3.4.3 Precipitation & Isolation
Precipitaion & Isolation pada dasarnya merupakan proses pengambilan
endapan logam dari larutan hasil leaching. Metode presipitasi dapat
menggunakan
pengaturan
pH,
penambahan
unsur
kimia
atau
mendinginkan larutan untuk mendapatkan endapan. Perbedaan antar
keduanya adalah pada fasa yang dipisahkan, jika pada precipitation
endapan (padat) yang dipisahkan sedangkan pada isolation adalah
pemisahan larutan (solvent). Metode isolation ada tiga, yaitu solvent
extraction, reverse osmosis, dan ion exchange.
•
Solvent extraction : Pemisahan zat cair hasil leaching dengan
memanfaatkan perbedaan kelarutan menggunakan bantuan dari
carrier. Cairan yang tidak bercampur adalah cairan yang tidak
dapat bercampur dan terpisah menjadi beberapa lapisan saat
diguncang bersama. Cairan ini biasanya air dan pelarut organik.
•
Reverse osmosis : sebuah proses pemaksaan sebuah terlarut dari
sebuah daerah konsentrasi terlarut tinggi melalui sebuah
membran ke sebuah daerah terlarut rendah dengan menggunakan
sebuah tekanan melebihi tekanan osmotic yang melalui ssebuah
membrane semipermeabel. Dalam istilah lebih mudah, reverse
osmosis adalah mendorong sebuah larutan melalui filter yang
menangkap zat terlarut dari satu sisi dan membiarkan pendapatan
pelarut murni dari sisi satunya.
•
Ion exchanger : Proses pertukaran ion dengan melibatkan ion
exchanger.
Reaksi ini terjadi dalam kolom atau bejana Ion Exchange dimana
aliran proses atau limbah dilewatkan melalui resin khusus yang
memfasilitasi pertukaran ion.
3.4.4 Refining
Refining adalah proses pemurnian untuk meningkatkan kadar dari
mineral berharga. Tujuan dari refining adalah menghilangkan pengotor
dari mineral berharga yang diinginkan. Terdapat beberapa metode
pemurnian antara lain adalah Liquation method, Distillation method,
Oxidation method, dan Electrorefining.
3.5 Ekstraksi nikel dengan proses hidrometalurgi
3.5.1 HPAL/PAL
High Pressure Acid Leach (HPAL) adalah proses yang digunakan untuk
mengekstraksi nikel dan kobalt dari badan bijih laterit. Proses HPAL
menggunakan suhu tinggi (kira-kira 255 derajat Celcius), tekanan tinggi
(kira-kira 50 bar atau 725 psi), dan asam sulfat untuk memisahkan nikel
dan kobalt dari bijih laterit. HPAL telah digunakan sejak 1961 ketika
pertama kali diproduksi secara komersial di Moa Bay, Kuba.
Penggunaannya kemudian meningkat sejak saat itu. Proses HPAL bekerja
sebagai berikut: bijih ditambang dan dihancurkan untuk membuat bahan
halus. Bahan halus ini dicampur dengan air untuk membuat slurry yang
kemudian dipanaskan terlebih dahulu. Slurry dalam keadaan panas ini
dipompa ke dalam autoclave (semacam kompor bertekanan raksasa) di
mana asam ditambahkan. Slurry dan asam kemudian bereaksi saat mengalir
melalui beberapa kompartemen di dalam autoclave. Slurry membutuhkan
waktu sekitar 60 menit untuk menyelesaikan proses pelindian di dalam
autoclave. setelah itu dilakukan pencucian dengan neutralization dan CCD
(Counter Current Decantation), kemudian dilakukan penghilangan Fe
dengan penambahan Limestone dan Oksigen, selanjutnya proses purifikasi
dan recovery dengan menggunakan metode electrorefining atau
electrowinning. Produk yang dihasilkan berupa NiS, Ni Metal 94%
Recovery dan Co Metal 90% Recovery. Manfaat utama HPAL adalah
kemampuannya untuk melepaskan nikel dan kobalt dari bijih laterit dengan
cepat. Metode pencucian tradisional lebih memakan waktu dan
menghasilkan pemulihan yang lebih rendah.
Gambar 21. Diagram alir HPAL/PAL
3.6 Ekstraksi emas dengan proses hidrometalurgi
3.6.1
Diagram alir proses ekstraksi emas
Gambar 22. Diagram alir ekstraksi emas
3.6.2
Kemampu lindian emas
Zaman sekarang pada umumnya, reagen untuk proses ekstraksi emas
adalah Sianida (CN-) yang merupakan bahan berbahaya dan beracun.
Tetapi hal tersebut terkompensasi karena tingkat recovery (>95%),
proses yang singkat dan lebih ekonomis. Namun pada saat ini telah
ditemukan reagen yang lebih ramah lingkungan dengan tingkat recovery
yang tetap tinggi yaitu Thiosulfat. Thiosulfat memberikan tingkat
recovery yang tinggi untuk mineral emas oksida dan sulfida tetapi
konsumsi dari reagen ini lebih tinggi daripada sianida. Tetapi thiosulfat
belum stabil sehingga memerlukan kontrol pemrosesan yang baik.
Metode pelarutan emas dengan sianida antara lain:
a. Metode heap leaching
proses pemisahan emas dengan cara menyiramkan larutan sianida
pada tumpukan bijih emas (diameter bijih <10cm) yang sudah
dicampur dengan batu kapur. Air lindian yang mengalir di dasar
tumpukkan yang kedap kemudian dikumpulkan untuk kemudian
dilakukan proses berikutnya. Efektivitas ektraksi
antara 35%-65%.
b. VAT Leaching
proses pemisahan emas dengan cara merendam bijih emas (diameter
<5cm) yang sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan
sianida pada bak kedap, air lindian yang dihasilkan kemudian
dikumpulkan
untuk
proses
berikutnya.
Proses
perlindian
berlangsung antara 3-7 hari dan setelah itu tangki dikosongkan untuk
pengolahan bijih yang baru. Efektivitas ekstraksi berkisar 40%-70%.
c. Agitated tank leached
proses pemisahan emas dengan cara mengaduk bijih emas yang
sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu
tangki dan diaerasi dengan
gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama 24 jam
untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang
dihasilkan
kemudian
dikumpulkan
untuk
kemudian
proses
berikutnya. Efektivitas ekstraksi mencapai 90%.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampu lindihan emas
1. Ukuran Partikel
Emas harus dalam bentuk partikel halus. 80% umpan slurry harus
memiliki ukuran 75mm untuk mencapai kualifikasi recovery emas.
Jika partikelnya terlalu besar, mereka mungkin tidak sepenuhnya
terlindih dan akan lebih banyak terkirim ke tailing.
2. pH pelindihan
pH optimal untuk pelindihan emas berada pada rentang 9,4-12,5. pH
yang terlalu tinggi (> pH 12,5) menyebabkan perlambatan kinetika
reaksi pelindian dan apabila terlalu rendah (< pH 9,4) akan terjadi
kehilangan ion sianida (CN- ) menjadi gas sianida (HCN) yang
sangat beracun.
3. Konsentrasi sianida
Peningkatan konsentrasi sianida mendorong reaksi sianidasi ke
kanan. Harus ada ion sianida bebas yang cukup dalam larutan untuk
melarutkan semua emas, jika tidak maka emas akan hilang ke tailing.
Semakin banyak emas yang harus dilindas, semakin banyak sianida
yang dibutuhkan.
4. Temperatur
Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju pelarutan emas,
namun tidak ekonomis untuk memanaskan bubur. Temperatur tinggi
juga mengurangi kapasitas karbon untuk menyerap emas dan
menurunkan kelarutan oksigen dalam slurry. Oleh karena itu
pelindian dan adsorpsi dilakukan pada suhu kamar.
3.6.3
Proses-proses activated carbon adsorption (CIC, CIL, CIP)
Proses Sianida yang didasarkan pada recovery melalui adorpsi kabon
aktif dari larutan leach yang mengandung emas low-grade (konsentrasi)
telah dikembangkan sejak 1970-an dan sampai sekarang 85% recovery
emas telah dilengkapi dengan teknik ini. Tiga proses berbeda yang telah
dikembangkan didasarkan pada teknik pelindian dalam ekstraksi padatcair dan sifat-sifat kimia serta fisika dari bijih. Karbon aktif dapat
digunakan pada larutan kaya yang sudah jernih melalui kolom (Carbon
ln Column-CIC) maupun pada tangki pelindian, baik itu dengan cara
menggantungkan karbon yang terletak pada kantong permeable (Carbon
In Leach-CIL) maupun dengan mencampurkan karbon aktif langsung
pada bubur campuran bijih (Carbon In Pulp-CIP).
Proses CIP digunakan dalam proses pelindian terdiri dari waktu
pengadukan yang lama dan penambahan karbon aktif dengan ukuran 1-3
mm terhadap bubur (padatan dan cairan) setelah selesai proses pelindian.
Dengan cara ini, emas yang terkandung pada fase cair akan teradsorp
pada permukaan karbon aktif. Proses CIL diterapkan jika pelindian
dilakukan dengan pengadukan dalam waktu yang singkat (kurang dari 10
jam) dan/atau jika emas pada fase cair diadsorp lagi ke permukaan fase
padat residu melalui efek material berkarbonasi atau mineral lempung
pada bijih. Proses ini lebih ekonomis karena pelarutan dan adsorpsi
dilakukan pada tangki yang sama secara serempak dengan penambahan
karbon aktif selama pelindian. Proses ketiga adalah (CIC) digunakan
dalam ekstraksi padat-cair dimana residu padatan dan larutan leaching
diperoleh secara terpisah misalnya heap leaching. Larutan hasil pelindian
dilewati melalui kolom adsorpsi yang mengandung karbon aktif untuk
mendapatkan logam emasnya.
Dengan kemampuan ekstraksi emas berkisar 85 – 98 %, pada umumnya
metode CIP dan CIL digunakan untuk biji dengan grade tinggi. Namun
ada beberapa kelemahan CIL dibandingkan dengan CIP. Proses CIL
cenderung kurang efisien, dalam hal pemulihan emas, dibandingkan
konvensional ke leach-rute CIP. Karbon aktif akan memuat 20 sampai
30% lebih sedikit dibandingkan dengan CIP, yang berarti CIL yang
memerlukan yang lebih besar kebutuhan karbon aktif dalam proses
mengikat emas.
3.7 Referensi
Buarzaiga, M., et.al., 2004, Effect of Process Water on High Pressurre
Sulphuric Acid Leaching of Laterites Ore, International Laterite Nickel
Symposium, The Minerals, Metals & Materials Society, 263-271
Coulson, J.M., and Richardson, J. F. 2002. Chemical Engineering Volume
2 5th Edition. London: Butterworth-Heinemann.
Jinshan Li, et al. Thiocyanate hydrometallurgy for the recovery of gold. Part
V: Process. Hydrometallurgy 113–114 (2012) 31–38.
Kumar, C. G. 2003. Chemical Metallurgy: Principles and Practices.
Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Kurnia, Ayis. Peningkatan Kualitas Bijih Emas Kadar Rendah dengan
Metode Hidrometalurgi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Syaifuddin, M., Suprapto. 2010. Pengaruh Aerasi pada Sianidasi Emas dari
Batuan Mineral. Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2010/2011.Institut
Teknologi Sepuluh November.
Zanbak, Caner. 2012. Heap Leaching Technique in Mining. Euromines –
The European Association of Mining Industries, Metal Ores &Industrial Minerals.
MODUL IV
ELEKTROMETALURGI
4.1 Tujuan Praktikum
Mempelajari proses elektrometalurgi khususnya electrowinning serta faktorfaktor yang mempengaruhi nya.
4.2 Dasar Teori
4.2.1 Definisi dan Prinsip Elektrometalurgi
Elektrometalurgi merupakan proses ekstraksi mineral yang dimana
menggunakan prinsip kerja elektrokimia dengan bantuan energi listrik untuk
meningkatkan kadar mineral berharga yang diinginkan
4.2.2 Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan
Proses
ektraksi
dilakuakan
Kerugian
mineral
pada
dapat Menghasilkan
output
yang
temperature cenderung dalam jaumlah sedikit
rendah
Kemurnian
yang
dihasilkan Terdapat beberapa syarat elektroda
relative tinggi
agar reaksi dapat terjadi
Peralatan yang kompak sehingga Membutuhkan energi listrik yang
dapat dilakukan pada tempat yang relative besar
kecil
Dapat
digunakan
untuk
bijir
berkadar rendah
Tabel 4. Keuntungan dan kerugian elektrometalurgi
4.2.3 Jenis dan syarat elektroda yang Digunakan
Dalam proses elektrometalurgi, elektroda merupakan komponen yang harus
ada. Elektroda merupakan komponen yang berfungsi sebagai konduktor
dimana arus listrik dapat memasuki atau meninggalkan larutan dan
merupakan tempat terjadinya reaksi. Elektroda terbagi menjadi dua kutub,
yaitu anoda sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi dan katoda sebagai
tempat terjadinya reaksi reduksi. Elektroda dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
•
Elektroda inert
Merupakan elektroda yang tidak ikut bereaksi dalam sel elektrolisis.
Elektroda inert terdiri dari grafit (C),emas (Au), dan Platina (Pt).
•
Elektroda non-inert
Merupakan elektroda yang ikut beraksi dalam sel elektrolisis.
Elektroda non-inert terdiri dari nikel (Ni), perak (Ag), dan perunggu
(Cu).
Penggunaan elektroda pada proses elektrometalurgi harus memenuhi
persyaratan tertentu. Elektroda harus memiliki sifat:
•
Potensial yang terbentuk di sekitar elektroda harus memiliki nilai yang
rendah
•
Konduktor listrik yang baik
•
Memiliki ketahanan korosi yang tinggi di dalam zat larut
•
Stabil, kuat, dan mudah terkikis (resistance to abrasion)
•
Tidak mudah bereaksi dengan logam lain dan tidak membentuk cairan
yang dapat mengganggu proses elektrokimia
4.2.4 Syarat Elektrolit yang Digunakan
Elektrolit merupakan suatu senyawa larutan yang dapat menghantarkan arus
listrik. Elektrolit berfungsi sebagai konduktor listrik dan merupakan tempat
pergerakan dari ion-ion. Berikut merupakan syarat elektrolit pada proses
elektrometalurgi :
•
Memiliki daya larut yang tinggi terhadap logam yang diinginkan.
•
Tidak mudah bereaksi
•
Senyawa larutan yang memberikan konduktivitas lsitrik yang baik,
sehingga dapat menghantarkan ion ion pada proses elektrometalurgi
•
Memiliki aditif yang sesuai sehingga dapat mengendalikan tegangan
permukaan untuk mengoptimalkan potensial difusi pada proses
pendeposisian yang terjadi di katoda.
4.2.5 Faktor yang Memengaruhi Proses
•
Temperatur
Temperatur dapat mempengaruhi proses berlangsungnya elektrolisis
yang terjadi pada elektrometalurgi. Hal itu dapat dilihat pada
penggunaan
elektrolit
yang
dipanaskan
dapat
menghasilkan
konduktivitas listrik yang lebih tinggi dan akibatynya konsumsi energi
akab lebih rendah. Disamping itu, kelarutan ion logam juga akan lebih
tinggi dan akibatnya proses difusi ke katoda akan lebih mudah. Pada
temperatur yang lebih tinggi juga dapat menurunkan viskositas dan
densitas dari elektrolit. Namun, penggunaan temperature harus dijaga
pada nilai yang optimum atau tidak terlalu tinggi, karena pada
temepratur yang sangat tinggi dapat meningkatkan penguapan elektrolit
sehingga konsumsi energi akan lebih tinggi. Pada proses electrowinning
Zn, In, CD, penggunaan temeperatur yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan overpotential dari evolusi hidrogen pada katoda akan
lebih meudah terjadi, dimana kehadiran hidrogen pada katoda harus
dihindari, karena dapat menurunkan kualitas produk.
•
Current Density
Current density dapat mempengaruhi proses berlangsungnya elektrolisis
yang terjadi pada elektrometalurgi. Hal itu dapat dilihat pada
penggunaan current density yang tinggi akan mengakibatkan proses
elektrodeposisi akan lebih cepat terjadi. Namun, dengan current density
yang tinggi dapat berpotensi adanya pertumbuhan dendritic. Dendritic
tersebut dapat meningkatkan pembentukan lumpur pada anoda dan
elektrolit.
4.3 Sel Elektrolisis
sel elektrolisis merupakan sel elektrokimia di mana energi listrik digunakan untuk
menjalankan reaksi redoks yang tidak spontan. Reaksi elektrolisis dapat
didefinisikan sebagai reaksi peruraian zat dengan menggunakan arus listrik.
Prinsip kerja sel elektrolisis adalah menghubungkan kutub negatif dari sumber
arus searah ke katode dan kutub positif ke anode sehingga terjadi overpotensial
yang menyebabkan reaksi reduksi dan oksidasi tidak spontan dapat berlangsung.
Elektron akan mengalir dari katode ke anode. Ion-ion positif akan cenderung
tertarik ke katode dan tereduksi, sedangkan ion-ion negatif akan cenderung
tertarik ke anode dan teroksidasi.
Berikut
perbedaan
dari
keempat
metode
dari
elektrometalurgi
yaitu
electrowinning, electrorefining, electroplating dan electroforming bisa diihat pada
gambar berikut :
Gambar 23. Jenis – jenis Elektrometalurgi
4.3.1
Electrowinning
Electrowinning adalah proses ekstraksi logam dimana terjadinya
pengendapan logam dari mineral bijih yang telah dilarutkan ke dalam
larutan yang mengandung kaya akan ion kation logam (pregnant solution)
yang ingin diendapkan pada katoda, dan pada anoda menggunakan anoda
jenis inert. Prinsip kerja pada proses electrowinning adalah sama dengan
mekanisme elektrolisis, dengan adanya energi listrik maka terjadinya
reaksi kimia di dalam larutan elektrolit yang akan mengalami ionisasi.
Kation logam akan bergerak dan mengendap di katoda, dan anion akan
bergerak menuju anoda. Contoh dari proses electrowinning adalah
ekstraksi emas dan perak yang terdapat di pregnant liquid solution.
Gambar 24. Skema Electrowinning
4.3.2
Electrorefining
Electrorefining merupakan proses ekstraksi di mana mineral berharganya
berasal dari anoda, lalu ion mineral berharga yang ingin diambil akan
bermigrasi menuju katoda dan mengendap. Salah satu contoh proses
electrorefining adalah proses pemurnian nikel. Logam nikel mentah
dicetak menjadi lempengan, kemudian digunakan sebagai anoda dalam sel
elektrolisis yang mengandung larutan NiSO4 dalam Na2SO4. Pada katoda,
digunakan lembaran tipis tembaga murni kemudian menggunakan prinsip
elektrokimia, tembaga yang terdapat pada anoda diendapkan dalam bentuk
yang lebih murni pada katoda, sampai mempunyai kemurnian 99,9 %
nikel.
Gambar 25. Skema Electrorefining
4.3.3
Electroplating
Electroplating merupakan proses pelapisan logam dengan logam lain.
Tujuan dari electroplating adlaah untuk melindungi material dari proses
oksidasi dan korosi dan juga sebagai dekoratif. Prinsip kerja dari
electroplating adalah logam yang ingin dilapisi akan dijadikan sebagai
katoda. Dan logam yang akan melapisi akan dijadikan sebagai anoda.
Sehingga logam akan melapisi logam yang berada di katoda. Contoh dari
electroplating adalah proses pelapisan nikel pada steel. Dimana nikel yang
akan melapisi akan ditaruh sebagai anoda, dan steel yang akan dilapisi
daruh sebagai katoda. Kemudian kedua elektroda tersebut akan dialiri arus
searah (rectifier) agar terjadinya proses pelapisan.
Gambar 26. Skema Elektroplating
4.3.4
Electroforming
Electroforming merupakan proses pembentukan logam yang membentuk
model mandrel atau bentuk khusus melalui proses elektrodeposisi. Proses
electroforming dapat membuat lapisan dengan tingkat ketelitian yang
tinggi dan memungkinkan logam yang terbentuk memiliki permukaan
yang pengkilap. Dan biasanya electroforming digunakan dalam fabrikasi
mikro dan perangkat skala nano logam.
Gambar 26. Skema Elektroforming
4.4 Diagram Pourbaix
Diagram pourbaix merupakan diagram hubungan antara potensial- pH yang
memetakan tiap fasa stabil dari logam dan senyawa dalam larutan pelarut air, yang
berada dalam kesetimbangan termodinamika. Kegunaan dari diagram pourbaix
adalah dapat menentukan suatu reaksi berjalan spontan atau tidak spontan dan
mengetahui bentuk stabil dari logam pada kondisi tertentu. Namun, pada diagram
pourbaix tidak bisa menentukan kinetika dari laju reaksi yang diketahui.
Terdapat tiga garis utama dalam diagram pourbaix :
•
Garis vertical, menandakan suatu reaksi hanya dipengaruhi oleh potensial
(E)
•
Garis horizontal, menandakan suatu reaksi hanya dipengaruhi oleh pH
•
Garis miring, menandakan suatu reaksi dipengaruhi oleh pH dan
potensial.
4.4.1
Diagram Pourbaix Al
Pada diagram pourbaix Aluminium, dapat diketahui beberapa kondisi
dimana akan terrbentuk Al3+ stabil atau terjadi korosi pada rentang pH <
4. Dan akan terebentuk AlO2- stabil atau terjadi korosi pada rentang pH >
8,6. logam Aluminium akan memasuki kondisi pasif tdengan
pembentukan Al2O3 pada rentang pH 3,9 < pH < 8,6. Pada kondisi pasif
ini, Al2O3 akan membuat lapisan yang akan mencegah logam berinteraksi
dengan lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya korosi. Logam
alumunium akan mengalami kondisi imun pada potensial yang rendah
dibawah < -1,5 V
Gambar 27. Diagram Pourbaix Al
4.4.2
Diagram Pourbaix Fe
Pada diagram pourbaix besi, dapat dilihat bahwa pada potensial lebih
positif dari -0.6V dan pada pH < 9 akan terbentuk Fe2+ yang stabil, dimana
hal itu menunjukkan terjadinya korosi. Dapat dilihat pada dearh lain
bahwa porses korosi besi menghasilkan ion besi Fe 3+ dan hidroksida besi
berupa [Fe(OH)2] dan [Fe(OH)3]. Pada kondisi yang sangat basa dapat
dilihat bahwa akan menghasilkan ion kompleks HFeO 2-..Sedangkan pada
rentang pH sekitar 9-10 akan terjadi proses pasivasi dengan membentuk
lapisan stabil oksida berupa Fe2O3 dan Fe3O4 yang dapat mencegah
terjadinya korosi lebih lanjut.
Gambar 28. Diagram Pourbaix Fe
4.4.3
Diagram Pourbaix Zn
Pada diagram pourbaix seng. Dapat dilhat bahwa pada rentang pH sekitar
-2 sampai 7 akan tebentuk Zn2+ yang stabil, dimana hal itu menunjukkan
terjadinya korosi. Selain itu pada rentang pH sekitar 14-16 akan terbentuk
ZnO22- yang stabil, dimana hal itu menunjukkan terjadinya korosi. Pada
rentang pH 7 akan terbentuk lapisan satbil oksida ZnO yang dapat
mencegah terjadinya korosi lebih lanjut. Sedangkan kondisi imun pada Zn
terjadi pada potensial sekitar < -0.8V.
Pada elektrometalurgi, perlu pH dan potensial yang tepat agar terjadinya
reduksi pada Zn di katoda. Reaksi yang terjadi pada anoda dan katodÎÍa
pada reduksi Zn:
•
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi, bila digunakan anoda inert maka
reaksi:
Anoda (inert) : 2H2O → 4H+ + O2 + 4e-
•
Pada katoda, terjadi reaksi reduksi dengan reaksi:
Katoda : Zn2+ + 2e- → Zn(s)
Katoda : 2H+ + 2e- → H2
Selain reduksi Zn, dapat juga terjadi reaksi evolusi hidrogen pada katoda
yang harus dihindari dan diminimalisir karena dapat membentuk
gelembung atau pori pada katoda.
Gambar 28. Diagram Pourbaix Zn
4.4.4
Persamaan Nernst
Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan apakah reaksi terjadi
secara spontan atau tidak, jika E bernilai positif (+) maka reaksi berjalan
secara spontan, sedangkan ketika E bernilai negatif (-) maka reaksi
berjalan secara tidak spontan. Selain itu persamaan nernst juga dapat
digunakan untuk mengukur konsentrasi, serta menentukan pH dengan cara
menghubungkan elektroda hidrogen yang tercelup kedalam larutan yang
belum diketahui pH-nya dengan elektroda lain yang telah diketahui
potensialnya. persamaan Nernst bisa diturunkan menjadi sebagai berikut:
ΔG=ΔGo+RT Ln Q…(1)
ΔG= −nFE…(2)
ΔGo= −nFEo…(3)
Dengan memasukan persamaan (2) dan (3) kedalam (1), maka :
−nFE=−nFEo+RT Ln Q
E=Eo−RT Ln QnF
E=Eo−2,303 RT nF Log Q
Pada T =298 K, F =96500 C, maka didapatkan :
E=Eo−0,0592 nLog Q
Dengan :
Eo = Eo katoda – Eo anoda
n = jumlah electron yang terlibat
Q = koefisien reaksi antara produk / reaktan
4.5 Transport Massa
4.5.1
Electrical Double Layer
Electrical double layer merupakan lapisan rangkap berupa lapisna pada
‘permukaan logam’ dan lapisan pada ‘permukaan dekat logam’ yang
terbentuk karena adanya interaksi antara muatan ion-ion yang saling tarik
menarik dalam larutan yang berada di sekeliling permukaan katoda.
Lapisan-lapisan yang ada pada electrical double layer adalah sebagai
berikut:
•
Inner Helmholtz Plane (IHP), merupakan tempat terjadinya adsorpsi
electron dari logam ke elektrolit. Pada lapisan ini juga terjadi
penurunan potensial secara linear.
•
Outer Helmholtz Plane (OHP), merupakan batas antara Stern layer
dengan diffusion layer.
•
Diffusion Layer, merupakan tempat terjadinya penurunan potensial
secara eksponensial.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai fenomena electrical
double layer, sebagai berikut:
•
Teori Helmholtz
Teori ini menyatakan bahwa terjadi tarik menarik antara ion-ion pada
antar muka permukaan logam dengan elektrolit. Muatan yang
berlawanan akan ditarik oleh permukaan logam sehingga akan
terbentuk lapisan yang rigid. Beda potensial akan menurun dengan
bertambahnya jarak dari permukaan logam. Kelemahan dari teori ini
adalah interaksi ion-ion yang terletak jauh tidak diperhitungkan dan
faktor konsentrasi larutan juga tidak diperhitungkan.
•
Teori Gouy-Chapman
Teori ini menyatakan bahwa potensial di permukaan logam
dipengaruhi oleh ion yang berada di permukaan logam dan ion yang
memiliki muatan berbeda yang juga ada di dalam larutan. Semakin
jauh jarak dari permukaan, maka konsentrasi akan semakin kecil. Hal
ini dikarenakan adanya difusi muatan melalui lapisan yang disebut
diffuse double layer. Ion-ion akan berdifusi dan akan menempel pada
permukaan logam.
•
Teori Stern
Teori ini menemukan bahwa ion-ion hanya berada pada jarak
beberapa nanometer dari permukaan logam (tidak menempel pada
logam). Teori ini juga mengasumsikan bahwa ion-ion dapat diserap
oleh permukaan disebuah lapisan (layer) yang disebut Stern Layer
yang merupakan lapisan yang berada di dekat permukaan logam.
Nilai potensial akan menurun secara linear pada stern layer dan akan
menurun secara eksponensial pada diffusion layer.
Gambar 29. Electrical Double Layer
4.5.2
Proses Perpindahan Massa
Selama proses electrowinning berlangsung, terjadi 3 proses perpindahan
massa yang dapat berlangsung, yaitu :
•
Difusi, yaitu pergerakan ion logam dari larutan ruah menuju OHP
(Outer Hemholtz Plane) karena adanya gradien konsentrasi.
•
Konveksi, yaitu perpindahan massa secara hidrodinamik dari larutan
ruah menuju elektroda karena adanya tekanan – tekanan fisik untuk
mengalirkan fluida baik melalui pengadukan (strirring), pemompaan
elektrolit, injeksi udara atau karena gradient densitas (konveksi
alamiah).
•
Migrasi, yaitu proses perpindahan ion karena terdapat perbedaan
potensial listrik di sepanjang medan listrik.
Gambar 30. Skema dari perpindahan massa
Mekanisme perpindahan massa menuju logam katoda dimulai dari
dikelilinginya ion-ion logam oleh molekul pelarut yang mengalami
polarisasi. Kemudian, akan terbentuknya daerah electrical double layer
pada dekat permukaan katoda yang bertindak sebagai lapisan dielektrik
yang dapat menghambat ion ion untuk mendepositkan diri ke permukaan
katoda. Adanya gaya dorong dari beda potensial listrik maka ion-ion dapat
menembus dan mendepositkan di permukaan katoda. Pada kondisi
discharge, pergerakan ion dari anoda ke katoda akan terus terjadi hingga
sel elektrolisis mengalami kondisi kesetimbangan.
4.6 Aplikasi Elektrometalurgi pada Hall-Heroult
Apliasi dari Hall-Heroult bisa digunakan untuk mengolah alumina oksida murni
yang dihasilkan dari bijih bauksit dalam proses Bayer. Alumina tersebut akan
dilarutkan dalam elektrolit garam cair pada temperatur 960℃ dalam Hall-Heroult.
Proses Hall-Heroult didasarkan pada prinsip elektrolisis lelehan garam alumina
pada temperature tinggi (2.050℃). Lelehan garam alumina merupakan campuran
alumina (Al2O3) dengan cryolite (Na3AlF6). Tujuan dari dicampurkan antara
Al2O3 dan cryolite (Na3AlF6) adalah untuk menurunkan titik lebur Al2O3 dari
2040 ℃ menjadi 960 ℃. Bejana sel elektrolisis pada proses ini terdiri dari anoda
karbon, katoda logam dan elektrolit cryolite. Karena proses ini didasarkan pada
proses elektrolisis maka dalam bejana diperlukan suatu media yang dapat
menyalurkan arus lsitrik, sehingga dipasang batang-batang baja pada dasar
bejana. Arus listrik yang dialirkan akan menyebabkan kedua elektroda saling
berinteraksi. Rekasi yang terjadi pada sel elektrolisis adalah sbegaai berikut:
Katoda: 4 Al2O3
Anoda: 7 C + 6 O2
Reaksi: 4 Al2O3
8 Al + 6 O2
5 CO2 + 2 CO
8 Al + 5 CO2 + 2 CO
Dari reaksi diatas dapat diketahui bahwa produk yang terbentuk adalah logam
aluminium, gas CO, dan gas CO2. Logam Al akan terendapkan pada dasar bejana
sel elektrolisis karena berat jenis logam Al lebih besar dari pada berat jenis larutan
campuran alumina dan cryolite. Logam Al yang diproduksi dengan proses ini
memiliki kadar Al sekitar 99,7%. Terdapat dua macam sel elektrolisis yang
digunakan pada Hall-Heroult, yaitu Soderberg Cell Horizontal Stud (HSS) dan
Vertical Stud (VSS) yang menggunakan anoda kontinu terbuat dari pasta karbon.
Gambar 31. Skema proses Hall-Heroult
4.7 Referensi
Prasad, S. (2000). Studies on the Hall-Heroult aluminum electrowinning
process. Journal of the Brazilian Chemical Society, 11(3), 245-251.
https://www.ilmukimia.org/2016/12/persamaan-nernst.html
Free, M. L., Moats, M., Houlachi, G., Asselin, E., Allanore, A., Yurko, J., &
Wang, S. (Eds.). (2012). Electrometallurgy 2012. John Wiley & Sons.
Haupin, W. E., & Frank, W. B. (1981). Electrometallurgy of aluminum.
In Comprehensive
Treatise
of
Electrochemistry (pp.
301-325).
Springer, Boston, MA.
Mass Transport Mechanisms. (2020, June 9). Retrieved April 17, 2021, from
https://chem.libretexts.org/@go/page/61293
Download