Uploaded by radiva.febriana

artikel ilmiah kesmen

advertisement
Mengenal Quarter Life Crisis Yang Menjadi Penyebab Kegalauan
Generasi Z
Oleh
Radiva Febrian Arinda
Fakultas Psikologi, Universitas Bhayangkara Jaya
Generasi Z merupakan generasi yang lahir dari tahun 1997-2012 yang berarti adalah
generasi yang berada di rentang usia remaja dan dewasa awal. Menurut Tapscott (2008)
generasi Z adalah generasi teknologi. Kehidupan generasi Z tidak lepas dari internet, karena
mereka lahir dan tumbuh di tengah perkembangan teknologi. Generasi ini termasuk generasi
up to date mengenai isu-isu yang tersebar di media massa atau internet. Masalah yang
dihadapi Generasi Z dalam masa transisi seringkali merupakan masalah psikososial. Menurut
Hart et al (2020), masalah psikososial yang sering dihadapi remaja adalah depresi, kecemasan
hingga risiko bunuh diri.
Media sosial memiliki hubungan yang sangat erat dengan Generasi Z. Media sosial ini
memiliki dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Ketika kita tidak dapat memilah dan
memilih informasi yang penting dan tidak relevan, mudah bagi kita untuk membandingkan
diri kita dengan orang lain yang berakar menjadi gangguan kesehatan mental. Saat ini banyak
istilah-istilah gaul yang berkaitan dengan psikologi yang ramai dibicarakan khususnya oleh
generasi Z seperti healing, insecure, toxic positivity atau relationship, self love, gaslighting,
dll. Bukan tanpa alasan, perkembangan teknologi bisa menjadi penyebabnya, perkembangan
teknologi membuat informasi beredar begitu cepat.
Istilah "quarter-life crisis" akhir-akhir ini banyak bermunculan di sosial media dan
merujuk pada seseorang berusia 20-an, yang merasa bahwa hidup mereka tidak berarti dan
merasa takut akan masa depan hidup mereka, termasuk karier, relasi, dan hubungan sosial.
Hal ini didukung oleh pernyataan Fischer (2008) bahwa quarter life crisis adalah rasa
khawatir yang terjadi pada pertengahan usia 20-an tentang ketidakpastian kehidupan masa
depan seputar hubungan, karir, dan kehidupan sosial. Menurut definisi ahli Robbins dan
Wilner (2001), “quarter-life crisis” itu sendiri merupakan krisis identitas yang terjadi karena
ketidaksiapan mereka selama masa transisi dari remaja ke dewasa. Nash et al., (2010) juga
mengatakan bahwa yang dihadapi ketika mengalami quarter life crisis adalah masalah
terkait mimpi dan harapan, tantangan kepentingan akademis, agama dan
spiritualitasnya, serta kehidupan pekerjaan dan karier. Dapat disimpulkan bahwa quarter
life crisis ini adalah kondisi krisis dimana individu berada pada masa transisi dari remaja
menuju dewasa yang dimana individu sudah diharuskan mandiri dan mapan secara finansial,
serta tutuntan dari lingkungan dan keluarga untuk mulai menemukan pasangan dan
membentuk keluarga. Setiap individu bereaksi berbeda terhadap tugas dan tuntutan saat ini.
Beberapa individu merasa bersemangat dan tertantang untuk mengeksplorasi kehidupan baru
yang belum pernah mereka kenal, namun ada juga orang yang merasa cemas, tertekan dan
hampa (Nash & Murray, 2010).
Survei We Are Social tahun 2022 menunjukkan 191 juta orang Indonesia adalah
pengguna aktif media sosial. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan pada saat itu.
Fenomena ini disebut sebagai quarter life crisis dan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
ketat. Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa salah satu penyebab krisis yang
muncul adalah karena kemudahan teknologi yang memberikan akses informasi atas
kehidupan dan kesuksesan orang lain. Orang-orang membagikan pencapaian dan pemikiran
mereka sehari-hari hanya dengan beberapa klik di ponsel cerdas mereka. Hal ini
menyebabkan banyak orang merasa tidak percaya diri dan cenderung membandingkan
dirinya dengan kesuksesan orang lain yang dibagikan melalui media sosial (Sari, 2021).
Banyak dari mereka yang mengalami quarter life crisis ini bertanya tanya seperti “aku harus
melakukan apalagi agar seperti dia?”, “pilihan aku tepat gak ya?”, “Kenapa dia lebih sukses
dari aku?”, “aku ini hidup buat apa sebenernya?”, dll saat melihat unggahan mengenai
pencapaian teman-temannya. Rangkaian pertanyaan seperti tadi dapat muncul karena apa
yang diinginkan tidak seperti yang dibayangkan. Rata-rata anak-anak generasi Z memiliki
ekspetasi yang terlalu tinggi namun jarang yang berupaya dengan keras sehingga hasilnya
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya quarter life crisis timbulah isu-isu
penyakit mental terkhusus dialami oleh generasi z yang dapat mengakibatkan kesehatan
mental terganggu dan bahkan yang lebih buruknya lagi jika mereka tidak dapat menemukan
solusi dari masalah tersebut dapat mengakibakan seseorang merasa ingin mengakhiri
hidupnya. Individu yang mengalami masa-masa sulit perlu memahami diri mereka sendiri
dan bahasa mereka untuk menemukan cara baru menghadapi rintangan hidup. Individu
dengan emosi yang matang lebih mampu merespon baik situasi di hadapan mereka.
Lantas adakah cara-cara untuk menghadapi fase quarter life crisis tanpa rasa galau
berlarut-larut?, tentu saja banyak cara untuk melewati fase ini pertama kenalilah diri sendiri
lebih dalam coba untuk self-love yakinlah pada kemampuan diri sendiri, buat perencanaan
jangka pendek dan jangka panjang, keluar dari zona nyaman dan memberanikan diri untuk
mencoba hal baru, Kembangkan minat dan bakat yang dimiliki, jadikanlah kesuksesan orang
lain sebagai motivasi. Setiap orang memiliki waktu yang berbeda untuk menjadi sukses. Saat
dihadapkan pada quarter life crisis, cobalah selalu berusaha untuk berdamai dengan diri
sendiri dan situasinya, tetap termotivasi agar dapat terus mempersiapkan masa depan,
diskusikan keputusan dengan keluarga karena keluarga adalah sumber dukungan yang
penting, dan cobalah untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain untuk menangkis
perasaan cemas dan tidak nyaman yang muncul pada masa quarter life crisis.
Referensi
Tyas, M. Y. S., Alfianto, A. G., & Rahmawati, W. (2022). GAMBARAN KESEHATAN
JIWA PADA GENERASI Z DI KELOMPOK PEMUDA GEREJA KOTA MALANG:
LAPORAN KASUS. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 10(1), 29-34.
Mahmd, A., Sabila, H., Saepuliani, N., & Luthfi, S. A. (2021). Psikoedukasi Mengenai
Kesehatan Mental Pada Fase Quarter Life Crisis di Desa Mekarmukti. PROCEEDINGS UIN
SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG, 1(88), 71-81.
Permatasari, A., Marsa, M. A., & Setyonugroh, S. (2022). Dampak Media Sosial dalam
Quarter Life Crisis Gen Z di Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(6), 74227430.
Sari, M. (2021). Quarter life crisis pada kaum millenial. (Skripsi) Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Download