Sintesis para-nitroasetanilida Praktikum Sintesis Senyawa Organik 0 0 Paraf Asisten LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Judul : SINTESIS PARA NITROASETANILIDA Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi nitrasi senyawa aromatis. Pendahuluan Senyawa p-nitroasetanilida merupakan turunan asam karboksilat yang tergolong amida sekunder (RCONHR’). Senyawa p-nitroasetanilidaini juga dikenal dengan beberapa nama, yaitu N-(4-nitrofenil) asetamida, p-asetamidonitrobenzen dan N-Asetil-4-nitroanilin. Sifat fisik dari senyawa ini antara lain berupa kristal prisma yang berwarna kuning pucat. Senyawa p-nitroasetanilidaini biasa digunakan dalam bidang industri sebagai bahan baku sistesis p-nitroanilina (sebagai zat pewarna). Inti benzena pada struktur molekul senyawa ini akan terikat pada atom N (R’) dengan substituen berupa gugus –NO2 (gugus nitro) dan gugus -NHCOCH3 (gugus asetilamina). Gambar 1. Struktur senyawa p-nitroasetanilida. Senyawa p-nitroasetanilidaini memiliki dua isomer posisi, yaitu o-nitroasetanilida dan m-nitroasetanilida. Isomer para lebih simetris dan dapat membentuk kisi kristal lebih teratur dibandingkan kedua isomer lainnya dalam bentuk padatannya (Rani, 2011). Sintesis p-nitroasetanilida dapat dilakukan dengan mereaksikan asetanilida bersama asam sulfat pekat, asam nitrat pekat, dan asam asetat glasial. Atom hidrogen pada aromatik akan digantikan dengan gugus nitro (NO2) dari asam nitrat yang ditambahkan. Asam sulfat pekat yang digunakan berfungsi untuk memprotonasi dan mengubah asam nitrat menjadi ion nitronium (NO2+) yang sangat reaktif sehingga dapat menyerang molekul asetanilida dalam reaksi nitrasi untuk menghasilkan molekul p-nitroasetanilida. Berikut reaksi sintesis p-nitroasetanilida beserta hasil sampingnya: 0 0 O O CH3 CH3 CH3 O HN HN HNO 3 / H 2SO 4 NH + H2O O Asetanilida N O N - + O + O - p - nitroasetanilida o - nitroasetanilida Gambar 2. Reaksi sintesis p-nitroasetanilida. (Diemos, 2010). Reaksi nitrasi merupakan salah satu reaksi substitusi aromatik. Substituen dapat mempengaruhi kerapatan elektron dengan menggunakan dua jenis efek, yaitu efek Induktif (I) dan efek Mesomeri (M). Efek induktif terdapat dua jenis, yaitu efek –I yang menarik elektron dan efek +I yang menolak elektron. Hal yang sama juga terjadi pada efek mesomeri (–M dan +M). Efek induktif sangat berkaitan dengan momen dipol dari senyawa, seperti C6H5 – X. Efek substituen terhadap rasio orto:para dapat dipengaruhi oleh faktor lain, seperti faktor sterik (ukuran substituen). Ukuran substituen yang semakin besar, maka semakin sulit pula untuk mencapai posisi orto dan rasio produk orto: para juga semakin kecil. Contoh yang dapat diambil adalah proses mononitrasi alkilbenzena (Hartaya, 2010). Semua reaksi substitusi elektrofilik aromatik berlangsung dengan 2 tahap mekanisme yang sama. Tahap pertama benzena bereaksi dengan elektrofil (Y+) membentuk karbokation. Struktur karbokation dapat diperkirakan dengan 3 struktur resonansi. Basa akan menarik proton dan elektron yang ada pada proton lalu dipindahkan ke cincin kembali untuk membentuk kembali ikatan rangkap pada tahap kedua reaksi sehingga kearomatikan terbentuk. Catatan bahwa proton selalu dipindahkan dari karbon yang sudah membentuk ikatan baru dengan elektrofil. Berikut ini mekanisme umum substitusi elektrofilik aromatik: + H H H B + + Y slow Y Y Y fast Y + HB+ + + Gambar 3. Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik aromatik. (Bruice, 2010). Hidrokarbon aromatik dapat dinitrasi dengan cara atom hidrogen digantikan dengan gugus nitro (NO 2) dengan menggunakan asam nitrat pekat dan asam sufat pekat. Gambar 0 0 dibawah ini merupakan mekanisme reaksinya: H NO2 + Benzene H2 SO4 30 - 40o C HONO2 + Nitric Acid Nitrobenzene (95%) H2O Water Gambar 4. Mekanisme reaksi nitrasi. Elektrofil (E+) yang bereaksi dengan benzena adalah ion nitronium (NO2+). Konsentrasi dari ion nitronium pada asam nitrat hanya sedikit mempengaruhi kecepatan reaksi, sehingga untuk meningkatkan kecepatan reaksi perlu adanya tambahan asam sulfat. Berikut ini merupakan persamaan reaksinya: O HO H3O + + 2HOSO 2O- Sulfuric5.Acid Hydronium Gambar Reaksi percampuranNitronium asam nitration dan asam sulfat. Hydrogen sulfate ion + 2HOSO2OH N O N O + O Nitric Acid ion (Carey, 2000). Mekanisme substitusi aromatik melibatkan serangan elektrofil ion NO 2+ terhadap inti aromatik untuk menghasilkan ion karbonium, kemudian pemisahan proton ke ion bisulfat, zat yang menjadi dasar dalam campuran reaksi. Nitrasi biasanya terjadi pada temperatur yang sangat rendah. Kehilangan bahan dapat terjadi pada penggunaan temperatur tinggi karena akan terjadi oksidasi oleh asam nitrat. Nitrobenzena dapat diubah oleh campuran asam nitrat dan asam sulfat pekat menjadi kira-kira 90% m-dinitrobenzena dan sejumlah kecil isomer orto dan para, kemudian dieliminasi dengan proses rekristalisasi (Tim penyusun, 2015). Substitusi elektrofilik aromatik ditambahkan dengan gugus nitro (NO 2) pada cincin aromatik. Cincin aromatik yang sudah memiliki 1 substituen, gugus nitro ini dapat ditambahkan pada posisi orto, meta, ataupun posisi para. Posisi gugus nitro yang ditambahkan pada benzena ini ditentukan dengan tipe cabang pada cincin, yaitu apakah cabang dapat menjadi gugus pendonor elektron atau penarik elektron, untuk cabang yang dapat mendonorkan elektron menyebabkan kerapatan pada cincin aromatik dan mengaktifkan reaksi nitrasi, sehingga pada reaksi ini dapat berjalan dengan cepat. Cabang yang menarik elektron menyebabkan posisi gugus nitro ditambahkan pada posisi orto maupun para, namun untuk cabang yang menarik elektron dapat mengurangi kerapatan elektron sehingga menyebabkan laju reaksi semakin lambat (Burke, 2010). Nitrasi aromatik dari asetanilida merupakan reaksi eksoterm. Hal-hal yang perlu 0 0 diperhatikan dalam reaksi tersebut adalah suhunya harus benar-benar dikontrol, proses pengadukan, dan penambahan reagen yang dilakukan secara perlahan-lahan. Asetanilida pertama-tama dilarutkan dengan pelarut asam asetat glasial yang disertai dengan pemanasan. Asam asetat glasial ini digunakan karena merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan asetanilida dan ion asetat yang merupakan nukleofil buruk sehingga tidak mungkin terjadi substitusi (Rani, 2011). Produk asetanilida ini tidak seperti anilin yang dioksidasi dengan asam nitrat. Nitrasi dari asetanilida pada prinsipnya menghasilkan produk berupa orto dan para mononitroasetanilida. Proses mencegah adanya dinitrasi asetanilida dengan cara campuran nitrasi dari konsentrasi asam nitrat dan asam sulfat ditambahkan pada jumlah yang sedikit pada larutan asetanilida. Jadi konsentrasi agen penetrasi dijaga seminimum mungkin. Pemisahan para-nitroasetanilida dan orto-nitroasetanilida diakibatkan oleh kristalisasi. Produk mayornya adalah paranitroasetanilida yang hampir tidak larut pada etanol, hal ini berkebalikan dengan produk ortonitroasetanilida yang larut pada etanol (Rani, 2011). Metode sintesis para nitroasetanilida adalah menggunakan metode kristalisasi. Kristalisasi ialah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau suatu lelehan. Kristalisasi adalah suatu metode pemurnian dengan cara pembentukan kristal sehingga cemarannya dapat dipisahkan. Zat, gas atau cair dapat mendingin atau memadat serta membentuk kristal karena mengalami proses kristalisasi. Kristal-kristal juga akan terbentuk dari suatu larutan yang dijenuhkan dengan pelarut tertentu. Kristal yang semakin kasar semakin baik, kerena semakin kecil kemungkinan tercemar kotoran (Bernasconni, 1995). Mekanisme Reaksi Analisis: 0 0 Sintesis: Pembentukan elektrofil : H O H O NO 2 H + O S OH + H NO 2 O O H 2O + O N + O + HSO 4 - Nitrasi Asetanilida O O HN O + CH3 CH3 HN + O + N HN CH3 O + HC O H H NO 2 NO 2 - O S OH O O HN O CH3 HN CH3 + + HC H2 SO4 O H NO 2 - O S OH NO 2 O Alat Erlenmeyer 100 mL, batang pengaduk, beaker glass, penangas es, pipet tetes, gelas ukur 0 0 10 ml, corong Buchner, kertas saring, vacum pump, corong biasa, cawan petri. Bahan Asetanilida, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, asam nitrat pekat. Prosedur Kerja Skema kerja 1,5 gram asetanilida - dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1). - ditambahkan 1,5 ml CH3COOH glasial dan 3 ml H2SO4 pekat - didinginkan dalam air es. - ditambahkan masing-masing 0,5 ml HNO 3 dan H 2SO4 pekat ke dalam erlenmeyer yang lain (erlenmeyer 2). - didinginkan dalam air es. - dicampurkan larutan pada erlenmeyer 2 tetes demi tetes ke dalam erlenmeyer 1 yang berisi larutan asetanilida. - diaduk dan dijaga pada suhu 10oC. - dikeluarkan setelah selesai penetesan dan dibiarkan selama 1 jam. - dituangkan ke dalam beaker glass 250 ml yang berisi 50 ml air dan es. - diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan selama 15 menit. - disaring kristal dengan corong buchner. - dicuci dengan air es. - direkristalisasi dengan etanol. - dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC. - ditimbang massa kristal yang didapatkan. - ditentukan titik leleh. 0 0 Hasil Prosedur Asetanilida sebanyak 1,43 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Asam asetat glasial sebanyak 1,5 mL ditambahkan ke dalamnya kemudian ditambahkan 3 ml asam sulfat pekat. Didinginkan labu berisi campuran dalam air es. Asam nitrat pekat dicampurkan secara perlahan dengan asam sulfat pekat masing-masing 0,5 mL ke dalam labu lain, kemudian dinginkan labu dalam air es. Diteteskan campuran nitrasi ini setetes demi setetes ke dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran asetanilida sambil diaduk dengan temperatur yang dijaga agar tidak lebih dari 10˚C. Labu dari air es dikeluarkan bila penetesan telah selesai dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah itu dituangkan ke dalam gelas beker 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa potong es. Diaduk perlahan-lahan hingga kristal p-nitroasetanilid akan memisah dan dibiarkan selama 15 menit. Disaring kristal dengan corong buchner, dicuci beberapa kali dengan air es kemudian dilakukan rekristalisasi dengan etanol. Dikeringkan di oven pada temperatur 100oC, ditimbang dan ditentukan titik lelehnya. Waktu yang dibutuhkan No. Kegiatan Jam Waktu 1. Persiapan praktikum 07.00-07.05 5 menit 2. Preparasi sampel 07.05-07.20 15 menit 3. 4. 5. 6. Pereaksian sampel Proses pendiaman Proses kristalisasi Penyaringan kristal 70.20-07.35 07.35-08.35 08.35-08.50 08.50-09.00 15 menit 60 menit 15 menit 10 menit 7. Proses rekristalisasi 09.00-09.10 10 menit 8. Penyaringan kristal hasil rekristalisasi 09.10-09.20 10 menit 9. Pengeringan kristal 09.20-09.40 20 menit 10. Uji identifikasi 09.40-10.00 20 menit Total waktu 180 menit Data Percobaan dan Perhitungan a. Data Percobaan No Perlakuan Hasil . 1. Mereaksikan asetanilida, asam asetat glasial dan asam 0 0 Larutan berwarna jingga sulfat pekat dalam labu yang didinginkan dalam 2. penangas es Asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat direaksikan Larutan tidak berwarna dalam wadah lain yang juga didinginkan dalam 3. penangas es Campuran nitrasi diteteskan secara perlahan ke dalam Larutan berwarna jingga 4. 5. larutan asetanilida Campuran kemudian didiamkan selama 1 jam Campuran kuning dituangkan ke dalam gelas beker kecoklatan (kental) Larutan berwarna kuning Larutan berwarna kuning yang berisi air dan es 37,8 mL dan diaduk dan membentuk endapan Campuran didiamkan selama 15 menit putih Campuran memisah 6. Atas: larutan kuning 7. Campuran kemudian disaring dengan buchner dan Bawah: endapan putih Diperoleh endapan putih 8. dicuci dengan air dingin Endapan putih kekuningan direkristalisasi dengan kekuningan Larutan berwarna kuning 9. 10. 11. etanol panas Disaring endapan dari proses rekristalisasi Endapan putih dikeringkan Endapan diuji titik leleh dan diukur massanya Endapan putih Kristal putih - Titik leleh: 212-214 oC - Massa: 0,4306 b. Perhitungan HNO3 pekat = = m = 0,756 g mol HNO3 pekat = = = 0,01mol H2SO4 pekat = = m = 0,695 g mol H2SO4 pekat = = = 0,007 mol 0 0 Reaksi: HNO3 + H2SO4 M : 0,010 mol 0,007 mol R : 0,007 mol 0,007 mol S : 0,003 mol 0 → NO2+ + H2O 0,007 mol 0,007 mol 0,007 mol 0,007 mol mol asetanilida = = = 0,01 mol → p-nitroasetanilida + H3O+ NO2+ Reaksi: asetanilida + M : 0,01 mol 0,007 mol R : 0,07 mol 0,007 mol 0,007 mol 0,007 mol S : 0,003 mol 0,007 mol 0,007 mol 0,007 mol Massa p-nitroasetanilida = mol x BM = 0,007 mol x 180,16 g/mol = 1,26 g Rendemen = x 100% = x 100% = 34,17 % Hasil Hasil dari percobaan kali ini adalah kristal yang memiliki ciri berwarna putih sebanyak 0,4306 g. Senyawa penyusun kristal yang dihasilkan dari pereaksian substitusi elektrofilik ini adalah p-nitroasetanilida. Senyawa diperoleh dengan mereaksikan asetanilida dengan senyawa asam sulfat pekat dan asam nitrat pekat. Kristal yang diperoleh melalui proses nitrasi ini memiliki nilai titik leleh pada range 212-214 oC yang menandakan bahwa kristal putih tersebut benar senyawa p-nitroasetanilida yang memiliki titik leleh sekitar 215 oC. Persentase rendemen kristal yang diperoleh adalah sebesar 34,17 %. Berikut ini adalah gambar hasil yang diperoleh dari percobaan kali ini: 0 0 Hasil nitrasi dengan larutan penitrasi Crude yang sudah disaring Kristal yang terbentuk pada rekristalisasi Crude yang sudah dikeringkan Kristal p-nitroasetanilida kering 0 0 Pelarutan crude dengan etanol panas Pembahasan Hasil Percobaan kali ini dilakukan dengan tujuan mempelajari reaksi nitrasi senyawa aromatik. Reaksi nitrasi merupakan suatu reaksi terbentuknya senyawa nitro atau juga dapat diartikan sebagai masuknya gugus nitro pada suatu senyawa sehingga terjadi penggabungan gugus nitro (-NO 2) yang terikat pada karbon sebagai senyawa nitro aromatik atau nitro parafin. Reaksi nitrasi ini sebenarnya merupakan salah satu reaksi subtsitusi elektrofilik. Substitusi sendiri berarti suatu penambahan, sehingga substitusi elektrofilik berarti penambahan elektrofil pada suatu senyawa (biasanya senyawa aromatik). Pembuatan senyawa p-nitroasetanilida dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa asetanilida. Senyawa asetanilida termasuk golongan amida yang mudah terhidrolisis dalam larutan asam dan basa. Asetanilida termasuk senyawa benzena tersubtitusi yang substituennya berupa gugus asetil (-NHCOCH3). Gugus asetil sebagai substituen tersebut berperan sebagai penarik elektron sehingga akan mengarahkan posisi orto-para pada penambahkan gugus nitro. Benzena tersubstitusi dapat mengalami substitusi gugus kedua pada cincin aromatiknya dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik, karena pada keadaan ini suatu elektrofil akan mensubstitusi cincin aromatik. Benzena tersubstitusi tidak bereaksi dengan nukleofil, karena adisi nukleofil akan merusak kestabilan cincin aromatiknya. Ion yang berperan sebagai elektrofil adalah ion nitronium (NO 2+) yang dapat menyerang cincin benzena dari asetanilida dalam reaksi nitrasi menghasilkan senyawa antara ion benzonium dan akhir reaksi menghasilkan p-nitroasetanilida dan ion hidronium H3O+ yang bersifat asam. Reaksi nitrasi yang dilakukan pada percobaan kali ini diharapkan akan memperoleh senyawa p-nitroasetanilida dari bahan-bahan yang terdiri dari asetanilida, HNO 3 pekat, H 2SO4 pekat dan CH3COOH glasial. Asetanilida yang digunakan berasal dari produk percobaan pada minggu sebelumnya yang diperoleh dengan mereaksikan asam asetat glasial dan anilina. Asetanilida yang terbentuk sebelumnya hanya sebanyak 1,43 g sehingga sintesis yang dilakukan tidak mengikuti ukuran dalam petunjuk namun dengan perbandingan yang disesuaikan. Proses pereaksian senyawa asetanilida dengan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat dilakukan dalam erlenmeyer yang dimasukkan dalam penangas es. Pereaksian yang dilakukan ini harus pada suhu rendah dan di lemari asam karena reaksi bersifat eksoterm yang menghasilkan panas dan gas berbahaya. Fungsi penambahan CH 3COOH glasial untuk mencegah hidrolisis asetanilida menjadi anilin dan asetat anhidrat kembali karena CH 3COOH glasial tidak mengandung air. Asam sulfat H2SO4 pekat berfungsi sebagai katalis reaksi yang akan mempercepat laju reaksi pembentukan produk. Campuran zat penitrasi dibuat dari HNO3 pekat dan H2SO4 pekat yang dilakukan di 0 0 dalam lemari asam dan didinginkan di dalam air es karena reaksi bersifat eksoterm yang menghasilkan panas dan gas berbahaya. Sintesis senyawa p- nitroasetanilida dengan reaksi substitusi elektrofilik ini membutuhkan elektrofil yang akan menyerang pada cincin benzena. Pereaksian asam nitrat dan asam sulfat ini akan menghasilkan ion nitronium yang berperan sebagai elektrofil pada proses nitrasinya. Fungsi HNO3 pekat sebagai reagen dalam reaksi, sedangkan H2SO4 pekat berfungsi untuk memprotonasi dan mengubah asam nitrat menjadi ion nitronium (NO2+) yang sangat reaktif. Reaksi pembentukan ion nitronium yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: H O H O NO 2 H + O S OH H O + NO 2 H2O + O N + O + O HSO 4 - Proses nitrasi dilakukan setelah kedua larutan (campuran asetanilida dan campuran penitrasi) sudah dibuat. Nitrasi dilakuakn dengan mereaksikan campuran asetanilida dengan larutan penitrasi. Penambahan larutan penitrasi dilakukan setetes demi setetes agar produk dari kristal p-nitroasetnilida yang terbentuk jumlahnya maksimal dan hal ini juga untuk memperkecil kemungkinan terbentuknya salah satu isomer dari p-nitroasetanilida yaitu o-nitroasetanilida berdasarkan reaksi berikut: O O CH3 CH3 CH3 O HN HN HNO 3 / H 2SO 4 NH + H2O O Asetanilida N O N - + O + O - p - nitroasetanilida o - nitroasetanilida Hal tersebut juga untuk mencegah terjadinya reaksi dinitrasi dan terbentuk p-nitroanilin akibat terlalu banyaknya ion H + yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis nitroasetanilida. Reaksi yang terjadi bersifat eksotermis sehingga bila ada sedikit energi yang berupa panas, maka o-nitroasetanilida kemungkinan terbentuk lebih banyak, oleh karena itu suhu lingkungan dijaga agar tidak lebih dari 10ºC penambahan dilakukan di dalam penangas es. Mekanisme proses nitrasi pembentukan p-nitroasetanilida dapat ditulisakn sebagai berikut: 0 0 O O HN + HN CH3 + O + N O CH3 HN CH3 O + HC O H H NO 2 - O S NO 2 OH O O HN Ion benzonium O CH 3 HN CH3 + + HC H 2SO 4 O H NO 2 - O S OH NO 2 O Erlenmeyer kemudian dikeluarkan dari dalam air es dan didiamkan pada suhu kamar selama 60 menit agar reaksi berlangsung sempurna setelah proses pereaksian selesai. Terjadinya reaksi ditandai dengan adanya perubahan warna campuran dari jingga menjadi jingga kecoklatan. Fenomena perubahan warna ini diakibatkan sistem melepas sejumlah energi (panas) sehingga elektron-elektron yang tereksitasi karena panas reaksi akan kembali ke keadaan dasarnya dengan panjang gelombang tertentu yang ditunjukkan dengan munculnya warna tampak. Cairan yang terbentuk dalam erlenmeyer ini kemudian dituang ke dalam beker yang berisi air dan es. Proses ini dilakukan untuk pembentukan kristal senyawa p-nitroasetanilida dengan metode yang disebut kristalisasi. Kristalisasi merupakan suatu metode pemisahan dengan cara pembentukan kristal zat yang akan diinginkan sehingga akan dapat dipisahkan dari pelarutnya. Kristalisasi terjadi pada suhu yang rendah sehingga molekul-molekul yang pada suhu tinggi larut dalam larutannya, ketika diturunkan suhunya molekul-molekul akan berinteraksi satu sama lain membentuk ikatan yang rapat membentuk padatan. Proses ini dilakukan sambil diaduk perlahan dan didiamkan selama 15 menit untuk mengoptimalkan pembentukan kristal. Tujuan dituangkan larutan ke dalam air es yaitu agar isomer orto dapat larut dalam air dingin, sedangkan isomer para tidak dapat larut dalam air dingin dan membentuk endapan berupa kristal crude. Kristal crude merupakan kristal yang diperoleh dari suatu sintesis namun yang masih belum dimurnikan. Kristal crude (berupa p-nitroasetanilida) disaring menggunakan corong buchner untuk memisahkan kristal dari larutannya yang mengandung senyawa o-nitroasetanilida. Kristal kemudian dicuci 0 0 dengan air es berkali-kali untuk menghilangkan larutan yang mengandung pengotor seperti asam (ion H3O+) dan untuk melarutkan isomer orto yang mungkin terikat di permukaan kristal. Pencucian kristal crude tidak dilakukan dengan filtratnya karena o-nitroasetanilida dan pengotor-pengotor lain yang sudah larut tidak mengotori mengikat Kristal (walaupun kemungkinannya kecil karena pengaruh suhu). Kristal crude yang terbentuk kemudian dilakukan rekristalisasi untuk pemurnian dengan menggunakan pelarut etanol panas. Prinsip kerja dari metode ini adalah pelarutan senyawa dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut yang sesuai adalah pelarut yang dapat melarutkan pada suhu tinggi dan akan membentuk senyawa menjadi kristal ketika suhunya diturunkan. Etanol panas diteteskan ke dalam erlenmeyer yang berisi kristal, dan untuk mempercepat proses pelarutan erlenmeyer yang sudah berisi etanol juga dapat dipanaskan. Pemilihan etanol sebagai pelarut dalam proses rekristalisasi didasarkan pada perbedaan sifat melarutkan dari etanol. Etanol pada keadaan panas dapat melarutkan kristal pnitroasetanilida, sedangkan pada keadaan dingin etanol banyak melarutkan kristal onitroasetanilida. Perubahan pada proses ini terlihat dari perubahan warna menjadi larutan kuning pucat. Pendinginan filtrat panas untuk memperoleh kembali kristal dilakukan pada penangas es. Penidinginan seharusnya tidak dilakukan dalam keadaan suhu rendah (seperti dalam penangas es) karena pendinginan yang dilakukan secara paksa seperti itu akan menyebabkan terbentuk kristal amorf yang memiliki luas permukaan besar. Kristal amorf sangat berpotensi mengabsorbsi pengotor sehingga kristal yang diperoleh tidak murni, namun karena pengotor yang ada mungkin hanya produk minor o-nitroasetanilida dari proses sebelumnya dan akan larut dalam etanol pada suhu rendah sehingga tidak akan mempengaruhi kristal p-nitroasetanilida. Kristal yang diperoleh dari hasil rekristalisasi ini kemuidan di saring kembali dengan penyaring Buchner yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 ºC untuk menghilangkan pelarut yang terikat di dalam kristal sehingga didapat kristal kering. Hasil sintesis pada percobaan ini diperoleh kristal berwarna kuning pucat dengan massa kristal p-nitroasetanilida sebesar 0,4306 gram dan titik leleh mencapai 212-214ºC. Hasil ini sesuai literatur karena senyawa p-nitroasetanilida berwarna kuning pucat dengan titik leleh sekitar 215oC. Perhitungan rendemen yang diperoleh sebesar 34,17%. Hal ini disebabkan karena terbentuknya senyawa o-nitroasetanilida sebagai produk samping yang banyak terlarut dalam filtrat yang akhirnya terbuang. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan kali ini adalah sintesis senyawa 0 0