Uploaded by rindaaul utamii

OT Terum

advertisement
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TAREKAT QADIRIYAH
Ischak Suryo Nugroho
Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
Abstract: Islamic education is not only focussed on physical problems such as cognitive but also on
spiritualilty which the mind’s ability that is build in tasawuf by tarekat way. Qadiriyah is a
taken from the name of its founder Abd. Al-Qadir Jilani who is popular with Syekh Abd. AlQadir Jilani Al-Ghawsts atau Quthb Auliya. Syeikh Abd. Al-Qadir is a founder of spiritual
which is masive and organized well. Before Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani, Islamic spiritual is
individual and not well-organized. According to Al Sya’rani, the form and characteristic of
Tarekat Syeikh Abd. Al-Qadir is tauhid . The way to achieve the syariat is by spritual and
mental activities. The Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani always emphasizes on purificstion from
the men’s desire. Some of the lessons are taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha and honest.
Key Words: Islamic Education, Tarekat, Qadiriyah
Abstrak: Pendidikan Islam tidak hanya mencakup masalah materiil dimana kemampuan kognitif
yang menjadi titik tekan, tetapi juga spiritual dimana kemampuan jiwa yang dikembangkan
dalam tasawuf melalui jalan tarekat. Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama
pendirinya yaitu Abd. Al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syekh Abd. Al-Qadir
Jilani Al-Ghawsts atau Quthb Auliya’. Syeikh Abd. Al-Qadir adalah pendiri gerakan spiritual
yang bersifat masif dan terorganisir dengan baik. Sebelum Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani,
spiritualitas Islam bersifat individual dan belum terstruktur. Menurut Al-Sya’rani, bentuk dan
karakteristik Tarekat Syeikh Abd. Al-Qadir adalah tauhid sedangkan pelaksanaannya tetap
menempuh jalur syariat lahir dan batin. Ajaran Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani selalu
menekankan pada penyucian diri dari nafsu dunia. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah
taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, dan jujur.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Tarekat, Qadiriyah.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam tidak hanya mencakup ranah kognitif melainkan juga
ranah afektif dan psikomotor. Ranah kognitif diwakili dengan kemampuan otak
sedangkan afektif dan psikomotor diwakili dengan kemampuan jiwa yang
dikembangkan dalam tasawuf melalui jalan tarekat. Kajian tasawuf tidak dapat
dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksanaannya di lapangan, dalam hal ini
praktik ‘ubudiyah dan muammalah dalam tarekat. Walaupun sebuah tarekat sebagai
sebuah institusi lahir belasan abad setelah contoh konkret pendekatan terhadap
ISSN 1411-5875
122
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
Allah SWT yang telah dipraktikkan oleh rasul-Nya yaitu nabi Muhammad SAW
(antara lain dengan bertahannuts di gua Hira, shalat lail, dsb) dan kemudian
diteruskan oleh sebagian sahabat beliau, tabi’in, tabi’in al-tabi’in, kemudian lahir
para auliya’ Allah abad demi abad hingga masa sekarang. Garis yang menyambung
sejak masa nabi hingga syekh tarekat yang hidup saat ini disebut silsilah sebagai
ciri khas yang terdapat dalam kajian disiplin ilmu tasawuf atau dalam istilah hadis
disebut isnad, menjadikan ajaran dan praktik keagamaan ini hidup dan tetap
bertahan hingga saat ini.
Sayyid Hussen Nashr di dalam suatu survei menyimpulkan, dalam beberapa
dekade terakhir, sufisme mengalami kebangkitan di dunia muslim di Syiria, Iran,
Turki, sampai Asia Tenggara. Terdapat peningkatan signifikan dalam minat
terhadap
sufisme,
terutama
dikalangan
pendidik.
Menurutnya,
sebagian
kebangkitan itu berkaitan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan tarekat-tarekat
sufi. Kebangkitan tasawuf umumnya dan tarekat khususnya dimasa belakangan ini
telah menimbulkan banyak pertanyaan khususnya di kalangan para sosiologi agama
dan modernisasi. Mengapa dalam situasi dimana kemajuan ilmu dan teknologi
yang kian marak, justru semakin banyak orang yang tertarik pada tasawuf? apakah
itu hanya sekedar gejala eskapisme dalam dunia modern? Kesimpulan singkat yang
diberikan oleh Naisbitt dan Aburdene dalam Megatrends 2000 agaknya menarik
untuk dicatat. Menurut mereka, ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat
di era modern tidak memberikan makna tentang kehidupan (Tasawuf dan Krisis,
2001:vi)
Pasang surut gerakan tarekat di suatu negara tidak selalu seragam dengan
negara lainnya, apalagi tidak seluruh negara yang berpenduduk muslim menjadikan
Islam sebagai landasan dan asas negara, dan masing-masing negara terdapat tarekat
yang bervariasi. Di Indonesia sendiri tarekat yang berkembang cukup memberi
warna kehidupan keagamaan yang penuh dengan semangat batiniah seperti tarekat
Qadiriyah. Di dunia Islam, demikian juga di Indonesia, penyebaran tarekat tampak
123
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
bukan hanya di kota-kota besar tapi juga sampai ke pedesaan, bukan hanya rakyat
biasa tetapi juga masuk kepada kalangan cendekia dan politisi
serta petinggi
negara, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, meliputi banyak profesi dan
keahlian serta menjadi idola suatu pencapai ketenangan batin dan ketinggian
pencapaian spiritual dalam melawan hedonism dan keterpurukan moral dan
dimensi lain kehidupan manusia saat ini.
Imam Al-Ghazali yang kita kenal sebagai Hujjat Al-Islam, menurut Prof.
Aboe Bakar Atceh sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Najib Burhani dalam
“Tarekat tanpa Tarekat, Jalan Baru Menjadi Sufi” , Al-Ghazali mewanti-wanti para
penganut tarekat agar berhati-hati dalam memilih guru atau pemimpin spiritual.
Sikap Syekh Yusuf Al-Makassari, seorang ulama dari Indonesia, untuk
menghindari kesalahan dalam memilih tarekat atau guru adalah dengan mencoba
untuk mempelajari dan berbaiat dalam tarekat yang beragam. Dalam perjalanannya
melaksanakan ibadah haji, Syekh Yusuf masuk dalam tarekat Qadiriyah, kemudian
ia belajar tarekat Naqsabandiyah kepada Muh. Abd. Al-Baqi di Yaman. Di
Madinah ia belajar kepada seorang Syekh tarekat Syattariyah, Ibrahim Al-Kurani.
Syekh Yusuf menghabiskan waktu seperempat abad untuk mempelajari berbagai
macam tarekat. (Burhani, 2002 : 40). Jika Al-Ghazali berabad-abad lalu telah
memperingati umat Islam agar berhati-hati dalam memilih guru, lalu bagaimana
halnya pada masa sekarang?
Dari sekian banyak tarekat, makalah kali ini mencoba ‘mencolek secuil’
tentang tarekat Qadiriyah, suatu tarekat yang menempati posisi penting dalam
sejarah spiritualitas Islam karena tarekat ini tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai macam cabang
tarekat di dunia Islam. Selain itu diharapkan juga makalah ini dapat memberi
sedikit masukan kepada mereka yang ingin menjadi seorang salik dalam
menentukan tarekat mana yang ingin diikuti atau akhirnya sama sekali tidak ingin
memiliki tarekat.
ISSN 1411-5875
124
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
B. METODE
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kualitatif
deskriptif
dengan
menggunakan studi kepustakaan (library research). Sejalan dengan definisi
penelitian kualitatif deskriptif sebagai penelitian yang berusaha mengungkapkan
suatu masalah atau peristiwa sebagaimana adanya, penelitian ini berusaha
menggambarkan ajaran tarekat Qadiriyah, baik yang berupa amaliah lahiriyah
berupa praktik-praktik ibadah fisik dan juga amaliah batiniyah berupa ibadahibadah hati.
Metode dokumentasi digunakan dalam mencari data-data kepustakaan
berkaitan dengan tarekat Qadiriyah dan kajian-kajian lain yang memiliki
keterikatan. Analisis yang dilakukan menggunakan reduksi data (reduction) di
mana segala data yang terkumpul diseleksi dengan mengambil segala yang
berkaitan dengan tema penelitian dan yang paling dianggap penting. Penyajian
Data
memperhatikan kerapian dan urutan yang baik agar mudah dibaca,
dimengerti dan dipahami. Penarikan kesimpulan (conclution drawing) dilandasi
dengan apa yang menjadi amaliah dalam tarekat Qadiriyah sejalan dengan Alquran
dan Hadits yang tentunya juga sejalan dengan pendidikan Islam.
C. PEMBAHASAN DAN HASIL
1. Pendiri Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu
Abd. Al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syekh Abd. Al-Qadir Jilani AlGhawsts atau Quthb Auliya’, satu nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita,
hampir pada setiap acara tahlilan atau syukuran kita mendengar nama ini disebut.
Tarekat Qadiriyah menempati posisi penting karena sebagai pelopor cikal bakal
munculnya tarekat di dunia Islam. Syekh Abd. Al-Qadir Jilani lahir di desa Naif
kota Ghilan pada tahun 470 H/ 1077 M yaitu wilayah yang terletak 150 Km Timur
125
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
Laut Baghdad. Ibunya seorang Shalehah bernama Fathimah binti Abdullah AlShama’I Al-Husayni. Ketika melahirkan Syekh Abd. Al-Qadir Jilani, ia berumur
60 tahun. Ayahnya bernama Abu Shalih yang jauh sebelum kelahiran Abd. AlQadir Jilani ia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW yang diiringi oleh para
sahabat, imam mujahidin, dan para wali. Dalam mimpinya, Rasulullah bersabda:
“Wahai Abu Shalih, Allah akan memberi anak laki-laki, anak itu
kelak akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana aku
mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan”. (Mulyati, 2005
: 26)
Ayah Abd. Al-Qadir Jilani meninggal pada saat usianya masih teramat
belia, sehingga ia dibesarkan oleh kakeknya. Syekh Abd. Al-Qadir meninggal di
Baghdad pada tahun 561 H/ 1166 M. Makamnya sejak dahulu hingga sekarang
tetap diziarahi khalayak ramai dari berbagai penjuru dunia. Di kalangan kaum sufi,
Syeikh Abd. Al-Qadir diakui sebagai sosok yang menempati hierarki mistik yang
tertinggi (Al-Ghawsts Al-A’zham) yang menduduki tingkat kewalian tertinggi.
Menurut Hujwiri, klasifikasi dan hierarki para penerima pencerahan Ilahi terbagi
pada enam tingkatan. Tingkatan dasar adalah Akhyar yang berjumlah 300 orang,
tingkat Abdal berjumlah 40 orang, tingkat Abrar berjumlah 7 orang, tingkat Autad
berjumlah 4 orang, Tingkat Nuqaba berjumlah 3 orang, dan tingkat yang tertinggi
adalah Quthb atau Ghawsts hanya 1 orang yang ditempati oleh Syekh Abd. AlQadir Jilani. Nama lengkap dan silsilah Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani adalah sebagai
berikut :
ISSN 1411-5875
126
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
Muhammad Rasulullah SAW
Muhammad
Fatimah Az-Zahra/ Ali Ibn Abi Thalib
Yahya Al-Zahid
Hasan
Hasan Al-Mutsanna
Abi Abdillah
Janki Dusat (Janka Dusat)
Musa
Abdullah Al-Mahdi
Abi Shalih
Musa
Abu Muhammad Abd AlDawud
Bersambungnya silsilah seorang mursyid sampai kepada rosulullah
merupakan indikator bahwa tarekat tersebut dianggap muktabar. Di Indonesia
terutama di kalangan Nahdhlatul Ulama, ada kumpulan tarekat yang muktabarah,
yaitu tarekat yang memiliki silsilah yang bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad SAW. Masa Syekh Abd. Al-Qadir Jilani hidup, dunia Islam berada
dalam kekacauan dan peperangan. Negara berada dalam kondisi tidak stabil, terjadi
perebutan kekuasaan di Bani Saljuk, terjadinya perang salib di mana pasukan
Kristen berhasil menduduki Yerussalem, Kaum Kristen bebas merampas dan
merusak negeri.
Syekh Abd. Al-Qadir Jilani berpandangan bahwa perbuatan manusia
ditentukan oleh tuhan (determinisme), tetapi ia tidak mau terjerumus dalam
determinisme yang ekstrim. Manusia memiliki perbuatannya sendiri yang dalam
istilah teologi disebut kasb )‫(كسب‬. Beliau menegaskan jangan lupa posisi usahausaha manusia agar tidak terperosok dalam kepercayaan Jabariyah. Sebab, jika
127
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
dikatakan perbuatan manusia itu adalah perbuatan tuhan, maka ia akan terjerumus
kepada kekafiran, sama halnya dengan pengikut Qadariyyah yang mengatakan
sebaliknya. Lebih baik dikatakan bahwa perbuatan yang terkait dengan tuhan
adalah tentang penciptaan, sedangkan yang terkait dengan manusia adalah tentang
perbuatan )‫( (كسب‬Sri Mulyati, 2005 : 29).
Keutamaan Syekh Abd. Al-Qadir sebenarnya sudah tampak semenjak bayi.
Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani tidak mau menyusu di siang hari kepada ibunya di
bulan Ramadhan. Bahkan diceritakan bahwa orang mengetahui awal bulan
Ramadhan ketika menyaksikan Syeikh Abd. Al-Qadir tidak lagi mau menyusu di
siang hari. (Muhammad, 2003 : 2). Diceritakan oleh Umar Al-Halawi, salah
seorang murid Syeikh Abd. Al-Qodir pergi mengembara selama bertahun-tahun.
Ketika pulang, dia menceritakan kepada Syeikh Abdullah Al-Dabbas bahwa ia
telah mengelilingi Mesir dan Maghrib dan berjumpa dengan 360 wali Allah.
Mereka semua berkata, “ Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani adalah Syeikh dan
pemimpin kami.” Diriwayatkan oleh Syeikh Hamad bahwa kaki Syeikh Abd. AlQadir Al-Jilani akan berada di atas kepala seluruh wali. Syeikh Abd. Al-Qadir
adalah yang mendirikan gerakan spiritual yang bersifat masif dan terorganisir
dengan baik. Sebelum Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani, spiritualitas Islam bersifat
individual dan belum terstruktur.
2. Ajaran dan Praktik
Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani sangat menghargai para pendiri mazhab
fiqih yang empat dan teologi Asy’ariyah. Dia sangat menekankan pada tauhid dan
akhlak yang terpuji. Menurut Al-Sya’rani, bentuk dan karakteristik Tarekat Syeikh
Abd. Al-Qadir adalah tauhid sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur
syariat lahir dan bathin. Syeikh berkata kepada para sahabatnya, “ Kalian jangan
berbuat bid’ah. Taatlah kalian dan jangan menyimpang.” Ucapannya yang lain,
“Jika padamu berlaku sesuatu yang telah menyimpang dari batas-batas syariat,
ISSN 1411-5875
128
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
ketahuilah bahwa kalian sedang dilanda fitnah, setan telah mempermainkanmu.
Maka kembalilah kepada hukum syariat dan berpeganglah. Tinggalkan hawa nafsu,
karena segala sesuatu yang tidak dibenarkan syariat adalah batil.”
Ajaran spiritual Syeikh Abd. Al-Qadir berakar pada konsep dan
pengalamannya akan tuhan. Baginya, tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos
teologis maupun abstraksi logis, melainkan merupakan sebuah pribadi yang
kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual dan estetis seorang
manusia. Ia selalu merasakan bahwa tuhan selalu hadir. Kesadaran akan kehadiran
tuhan di segenap ufuk kehidupannya merupakan tuntunan dan motif bagi
kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberi nilai transenden pada kehidupan.
Semboyan hidupnya adalah hadits Rasulullah SAW:
‫أن تعبد هللا كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك‬
“Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika
engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa Ia melihatmu.”(HR.
Muslim)
Suatu hari ketika kesadarannya berada dalam keadaan ekstase, Syeikh
berkata pada dirinya : “Aku merindukan suatu kematian yang di dalamnya tiada
lagi kehidupan dan sebuah kehidupan yang tiada kematian di dalamnya”.
Kemudian Syeikh Abd. Al-Qadir menjelaskan makna ungkapan di atas
dengan bertanya kepada dirinya. Kematian macam apa yang tidak memiliki
kehidupan di dalamnya dan kehidupan macam apa yang tidak memiliki kematian di
dalamnya ? Lalu Syeikh menjawab, “Kematian yang tidak memiliki kehidupan di
dalamnya adalah kematianku dari seluruh manusia, dengan begitu aku tidak lagi
hidup bahkan ditemui oleh mereka. Kehidupan yang tidak memiliki kematian
adalah kehidupanku yang menyertai perbuatan tuhanku, sedemikian rupa sehingga
di dalam keadaan itu, diriku tidak lagi memiliki eksistensi dan kematianku adalah
129
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
eksistensiku bersama-Nya. Setelah Syeikh mengerti, ternyata inilah yang paling
berharga dari seluruh hidupnya.
Dalam pandangan Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani, kehidupan yang
termulia adalah kehidupan orang-orang yang sepenuhnya membaktikan diri kepada
Allah SWT. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an:
“Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembahku”(QS. Adz-Dzariat : 56)
Kehidupan yang semata-mata hanya pengabdian kepada Allah SWT
tidaklah diartikan secara sempit dengan hanya beribadah dalam masjid, melakukan
puasa, dan ibadah-ibadah fisik lainnya. Kehidupan yang semata-mata hanya
pengabdian kepada Allah adalah kehidupan yang seluruh orientasinya hanya untuk
mencari ridho Allah SWT. Dengan demikian ibadah yang dilakukan bukan hanya
ibadah fisik tetapi juga ibadah hati.
Ajaran Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani selalu menekankan pada penyucian
diri dari nafsu dunia. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah taubat, zuhud,
tawakal, syukur, ridha, dan jujur.
a. Taubat
Taubat adalah kembali dari segala sesuatu yang tercela dalam
pandangan syariat kepada sesuatu yang terpuji dalam pandangannya.
(Abdul Qadir Isa, 2010 : 194). Ibnu Abbas berkata : “ Taubat adalah
penyesalan dalam hati, permohonan ampun dengan lisan, meninggalkan
dengan anggota badan, dan berniat tidak akan mengulangi lagi.”
Syeikh menganggap taubat bagaikan air yang menghilangkan najis,
begitu juga taubat dapat menghilangkan dosa dan kotoran maksiat. Syeikh
Abd. Al-Qadir berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, janganlah kamu
berputus asa untuk mendapatkan rahmat Allah karena telah bermaksiat,
tetapi basuhlah najis yang ada pada baju agamamu dengan air taubat,
konsistenlah terhadapnya dan ikhlaslah di dalamnya.”
ISSN 1411-5875
130
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, Taubat ada dua macam:
1) Taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia. Taubat ini tidak
terealisasi kecuali dengan menghindari kezaliman, memberikan hak
kepada yang berhak dan mengembalikan hak kepada pemiliknya.
2) Taubat yang berkaitan dengan hak Allah. Taubat ini dilakukan
dengan cara mengucapkan istighfar dengan lisan, menyesal dalam
hati, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi (Sri Mulyati,
2005: 39).
b. Zuhud
Zuhud secara bahasa adalah ‫ زهد فيه‬/ berpaling darinya, dan ‫زهد‬
‫ عنه‬/ meninggalkannya (karena menganggapnya hina),
‫ زهدا‬/
menjauhinya (karena dosa). Zuhud secara istilah adalah mengosongkan
hati dari cinta kepada dunia dan semua keindahannya serta mengisinya
dengan cinta kepada Allah dan makrifat kepada-Nya.
Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, zuhud ada dua yaitu zuhud
hakiki yaitu mengeluarkan dunia dari hatinya, dan zuhud lahir yaitu
mengeluarkan dunia dari hadapannya. Hal ini tidak berarti bahwa
seorang zahid hakiki menolak rezeki yang diberikan Allah.
c. Tawakal
Tawakal, dalam bahasa Arab )‫ (توكل‬dengan dibaca dhommah dan
ditasydid huruf kaf. Secara bahasa berarti berserah diri. Menurut Istilah,
Ibnu Ujaibah mengatakan, “Tawakal adalah kepercayaan hati kepada
Allah sampai seseorang tidak bergantung kepada selain-Nya. Selain itu
tawakal juga menuntut subjek untuk melebihkan semua yang ada dalam
kekuasaan Allah lebih dipercaya daripada yang di tangan subjek.”
Syeikh Abd. Al-Qadir menekankan bahwa tawakal berada
diantara pintu-pintu iman. Sedangkan iman tidak terurus dengan baik
131
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
kecuali dengan adanya ilmu, hal, dan amal. Tawakal akan terasah
dengan ilmu dan ilmu menjadi pokok tawakal, sementara amal adalah
buah tawakal. Adapun hal adalah buah dan maksud dari tawakal itu
sendiri. Ketika menjelaskan tawakal, beliau membaginya menjadi empat
persoalan:
1) Dasar pensyariatan tawakal dan pengertiannya yang hakiki
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu
benar-benar beriman” (Al-Maaidah:23)
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupkannya.” (Al-Thalaq: 3)
Dr. Said mengutip pernyataan Syeikh Abd. Al-Qadir dalam bukunya
Buku Putih Syeikh Abdul Qadir, hakikat tawakal adalah
menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT dan membersihkan
diri dari gelapnya pilihan, tunduk dan patuh kepada hukum dan
takdir. Sehingga dia yakin bahwa tidak ada perubahan dalam bagian.
Apa yang menjadi bagiannya tidak akan hilang dan apa yang tidak
ditakdirkan untuknya tidak akan diterima. Maka hatinya merasa
tenang dan nyaman dengan janji Tuhannya (Said, 2005: 493)
2) Pembagian tawakal dan derajatnya
Syaik Abd. Al-Qadir membagi tawakal menjadi tiga tingkat yaitu
tawakal, taslim (menerima), dan menyerahkan diri. Beliau berkata,
“Orang yang bertawakal merasa tenang dengan janji tuhannya,
orang yang menerima mencukupkan pada apa yang diketahuinya
dan orang yang berserah diri ridho kepada hukum-Nya.
3) Buah tawakal
Selain menyembuhkan ketakutan jiwa yang bergejolak dalam diri
manusia, Syeikh Abd. Al-Qadir menyatakan tawakal merupakan
sebab
terbesar
yang
dapat
menguatkan
agama
manusia,
membersihkan hatinya, dan memberi petunjuk.
ISSN 1411-5875
132
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
4) Sebab/ Usaha
Beliau berkata “Lakukan usaha semampumu dan bertawakallah.
Lakukan pekerjaanmu lalu lemparkan dirimu ke dalam lautan
tawakal. Dengan demikian kamu telah memadukan antara sebab dan
musabab”.
d. Syukur
Syeikh Abdul Qadir Isa (2010) mengutip pernyataan Ibnu
Qayyim
Al-Jauziyah
kesinambungan
hati
tentang
untuk
syukur
mencintai
yaitu
sang
syukur
adalah
pemberi
nikmat,
kesinambungan anggota badan untuk mentaati-Nya, dan kesinambungan
lisan untuk mengingat dan memuji-Nya.
Syeikh Abd. Al-Qadir membagi orang-orang yang bersyukur
menjadi tiga kelompok:
1) Al-Amin: Mereka adalah sebagian besar umat manusia yang
kesyukuran mereka hanya dalam kata-kata.
2) Abidin: Orang mukmin yang dapat mengekspresikan syukur mereka
dengan melaksanakan ibadah yang diwajibkan.
3) Arifin: Orang yang istiqomah dalam syukurnya dalam segala
keadaan. Mereka yakin semua kebaikan yang mereka peroleh semua
karena taufik-Nya.
e. Sabar
Sabar adalah tidak mengeluh karena sakitnya musibah yang
menimpa kita kecuali kepada Allah SWT. Dzunnun Al-Mishri
berpendapat sabar adalah menghindari diri dari hal-hal yang
menyimpang, tetap tenang sewaktu tertimpa musibah atau ujian dan
menampakkan kekayaan dikala ditimpa kefakiran.
Dr. Said (2005) mengutip pendapat Al-Jurjani bahwa seorang
hamba jika berdoa kepada Allah untuk menghilangkan musibah yang
133
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
menimpanya maka itu tidak mengurangi kesabaran hamba itu. Nabi
Ayyub pernah berdoa kepada Allah SWT ketika beliau sedang diuji:
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru tuhannya, “(Ya
Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkau adalah
Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang” (QS. AlAnbiya: 83).
Secara garis besar, Syeikh Abd. Al-Qadir membagi sabar
menjadi dua, yaitu:
1) Kesabaran terhadap apa yang dilakukan manusia itu sendiri dalam
menjalankan perintah dan larangan Allah SWT.
2) Kesabaran terhadap apa yang tidak dilakukannya sendiri, yang
ditetapkan dan ditakdirkan kepadanya. Seperti kesulitan dan sakit.
f. Ridha
Ridha adalah kebahagiaan hati menerima ketetapan/takdir (Said,
2005: 508). Syeikh Abdul Qadir Isa (2010) mengutip pendapat Ibnu
Ujaibah yang tertuang dalam ‫معراج التصوف الي حقائق التصوف‬, “Ridha
adalah menerima kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagia
hati ketika ketetapan terjadi atau tidak memilih-milih apa yang telah
diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang dada dan tidak
mengingkari apa-apa yang datang dari Allah”.
g. Jujur
Secara bahasa jujur adalah menetapkan hukum sesuai dengan
kenyataan. Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, jujur adalah menyatakan
dengan benar dalam kondisi apapun, baik menguntungkan maupun yang
tidak menguntungkan.
Menurut Syeikh, kejujuran adalah tiang segala masalah,
kesempurnaan dan ketertibannya. Kejujuran adalah derajat kedua
setelah kenabian. Seperti yang difirmankan Allah:
ISSN 1411-5875
134
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
“Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid
dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman-teman yang sebaiksebaiknya” (QS. An-Nisa: 69).
Syeikh Abd. Al-Qadir membedakan antara Ash-Sidqu )‫ (الصدق‬
orang yang jujur, dengan Ash-Shiddiiq )‫ (الصديق‬ orang yang sangat
jujur. Beliau berkata:
“ Ash-Shadiq )‫ (الصادق‬ orang yang jujur adalah isim lazim dari
kata Ash-Shidqu )‫(الصدق‬, sedangkan Ash-Shiddiiq )‫ (الصديق‬adalah untuk
menunjukkan kejujuran yang sangat, yaitu orang yang selalu berbuat
jujur sehingga kejujuran menjadi jalan hidupnya dan meliputi seluruh
hidupnya, baik dalam kesendirian maupun orang banyak dan rahasia
maupun terang-terangan. Shadiq adalah orang yang jujur dalam
perkataannya, sedangkan Shiddiiq adalah orang yang jujur dalam
perkataan, perbuatan, dan semua keadaannya”.
3. Aspek Praktis Tarekat Qadiriyah
Seseorang yang akan memasuki Tarekat Qadiriyah, setidaknya harus
menempuh dua fase:
a. Fase Pertama, diawali dalam satu kali pertemuan. Fase ini memiliki
beberapa tahapan:
1) Pertemuan antara murid dan Syeikh yang berisikan tentang
perjanjian, taubat, permohonan ampun kepada Allah, taat dan zikir.
2) Wasiat berupa pesan-pesan Syeikh untuk diamalkan. Pesan-pesan
tersebut antara lain; pemaaf, tidak menyakiti saudara, bersungguhsungguh mengekang hawa nafsu, menghindari kedengkian, iri hati,
dusta, dan perbuatan-perbuatan keji lainnya.
3) Bai’at, berarti sang murid diterima memasuki ajaran tarekat.
135
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
4) Doa dari Syeikh yang dibacakan di hadapan sang murid.
-
Yang bercorak umum
‫اللهم اجعلنا مهتدين غير ضالين وال مضلين سليما ألوليائك وعدوا‬
‫ أللهم هذا‬, ‫ ونعادى بعدواتك من خالفك‬, ‫ محبا بحبك من أحبك‬, ‫ألعدائك‬
‫الدعاء منك وعليك االجابة وهذا الجهد وعليك التكالن وال حول وال قوة‬
‫اال باهلل العلي العظيم‬
-
Yang bercorak khusus
, ‫ اللهم خذه منه‬, ‫ اللهم دله بك اليك‬, ‫اللهم كن برا رحيما جودا كريما‬
‫ و األولياء بجودك ورحمتك وكرمك يا‬, ‫اللهم افتح عليه فتوح األنبياء‬
‫ وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى جميع االنبياء‬, ‫أرحم الراحمين‬
‫والمرسلين وعلى الهم وصحبهم أجمعين‬
5) Segelas minuman untuk sang murid dari Syeikh dengan dibacakan
penggalan ayat Al-Qur’an:
)‫(وننزل من القران ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين‬
)‫(سالم قوال من رب الرحيم‬
b. Fase Kedua, sang murid memasuki tahapan perjalanan menuju Allah
SWT dengan bantuan Syeikh untuk membimbingnya dan menyertainya
selama proses perjalanan. Hal ini akan berakhir manakala murid telah
mandiri dari bantuan gurunya, pada saat itu ia sah menjadi bagian dari
Syeikh. Syeikh akan menutup penganugerahan tersebut dengan
membaca doa sebagai berikut:
‫اللهم بجاه هذه الشجرة المباركة متعنا بالنظر الى وجهك الكريم في االخرة بعد‬
‫حسن الختام في هذه الدار بسالم‬
Diantara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat Qadiriyah
adalah zikir. Ada zikir yang terdiri dari satu, dua, tiga, dan empat gerakan.
ISSN 1411-5875
136
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang asma
Allah melalui tarikan nafas panjang yang kuat, seakan dihela dari tempat
yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian
dihentikan sampai nafas kembali normal.
Zikir dengan dua gerakan dilakukan dengan duduk dalam posisi
shalat, kemudian melantunkan asma Allah di dada sebelah kanan, lalu di
jantung, dan kesemuanya dilakukan berulang-ulang dengan intensitas
tinggi. Hal ini untuk menghilangkan gelisah dan pikiran yang kacau. Zikir
dengan tiga gerakan dilakukan dengan duduk bersila dan mengulang
pembacaan asma Allah di bagian dada sebelah kanan, lalu sebelah kiri, dan
akhirnya di jantung. Sedangkan zikir dengan empat gerakan dilakukan
dengan duduk bersila, dengan mengucap asma Allah berulang-ulang di dada
sebelah kanan, kemudian sebelah kiri, lalu ditarik kearah jantung, dan
terakhir dibaca di depan dada. Cara terakhir ini diharapkan dapat dilakukan
lebih kuat dan lebih lama.
Praktik zikir ini dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara
keras atau perlahan, sambil duduk membentuk lingkaran setelah shalat,
pada waktu shubuh maupun malam hari. Jika seorang pengikut sanggup
melantunkan asma Allah empat ribu kali setiap harinya tanpa putus selama
dua bulan, dapat diharapkan bahwa dirinya telah memiliki kualifikasi untuk
meraup pengalaman spiritual tertentu.
Sayyed Hussen sebagaimana
yang dikutip Sri Mulyati (2005)
menambahkan, setelah melakukan zikir, tarekat menganjurkan untuk
melakukan apa yang disebut pas-i anfas, yakni mengatur nafas sedemikian
rupa sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan nafas, asma
Allah bersirkulasi dalam tubuh secara otomatis. Hal ini dilakukan dengan
muraqabah atau kontemplasi. Dianjurkan untuk berkontemplasi pada
137
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
sejumlah ayat Al-Qur’an atau sifat-sifat Ilahiyyah tertentu sehingga
sungguh-sungguh terserap ke dalam kontemplasi.
Tarekat Qadiriyah mengembangkan banyak ritual dan wirid selama
perkembangannya. Sebagian merupakan ritual yang diajarkan oleh Syeikh
dan sebagian merupakan perubahan yang dilakukan kemudian. Aspek
praktis yang diciptakan oleh pengikutnya yang kemudian dinisbatkan
kepada beliau antara lain adalah:
a. Berkhalwat
Menurut kaum sufi, berkhalwat merupakan salah satu keharusan
rohani yang harus ditempuh oleh seorang salik. Tujuan berkhalwat
menurut mereka untuk mengetahui sejauh mana kesiapan seseorang
untuk pindah dari satu maqam ke maqam lainnya.
Pada masa awal perjalanan sufinya, Syeikh Abd. Al-Qadir
menempuh
metode
ini.
Beliau
melakukan
khalwat,
riyadhoh,
mujahadah, pengembaraan, tinggal di gua dan padang pasir.
b. Shalat Qadiriyah
Shalat Qadiriyah merupakan salah satu dasar dalam wirid
Qadiriyah. Syeikh Abd. Al-Qadir menulis satu bab khusus tentang
“Pasal Tentang Fadilah Shalat Antara Maghrib dan Isya”.
c. Hizib Muh
‫ وجعلنا من‬, ‫بسم هللا الرحمن الرحيم اللهم محا محا محا وحا بحا حم ال ينصرون‬
‫ كهيعص حم عسق ال‬, ‫بين أيديهم سدا ومن خلفهم سدا فأغشينهم فهم ال يبصرون‬
‫يصدعون عنها وال ينزفون يا رب (ثالثا) وال حول وال قوة اال باهلل العلي العظيم‬
‫وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى اله وسلم‬
Hizib ini termasuk wirid utama menurut penganut tarekat
Qadiriyah dan mereka beranggapan bahwa siapa yang membaca wirid
ini diwaktu pagi dan sore sebanyak tiga kali, maka ia tidak akan terkena
bahaya apapun atas izin Allah. Wirid ini tidak diriwayatkan sama sekali
ISSN 1411-5875
138
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
dalam buku-buku Syeikh, tetapi yang menisbatkan kepadanya adalah
penulis buku Al-Auraad Al-Qadiriyah.
d. Shalawat Kibrit Ahmar
Dalam shalawat Kibrit Ahmar terdapat kata-kata yang batil.
Menurut Said (2005) dalam bukunya, Buku Putih Syeikh Abdul Qadir,
wirid ini termasuk wirid yang mungkar dan tidak ditemukan dalam
buku-buku yang ditulis oleh Syeikh Abd. Al-Qadir.
e. Hizib Alif Qaim
Dalam wirid ini terdapat kata-kata yang tidak dipahami
maksudnya, dan mengandung kebatilan dalam istilah-istilah yang tidak
ada maknanya.
4. Syariat dan Thariqat
Dalam konsepsi agama Islam terdapat konsep Iman, Islam, dan Ihsan
yang ketiga-tiganya secara ideal merupakan satu kesatuan yang tidak boleh
dipisah-pisahkan. Islam sendiri merupakan suatu sistem ajaran yang lengkap
dan utuh, dengan terlaksananya ketiga konsep di atas akan memberikan tempat
kepada jenis penghayatan keagamaan yang eksoterik (lahiriah) serta esoterik
(batiniah) secara sekaligus.
Tekanan yang berlebih kepada salah satu dari dua aspek penghayatan
(eksoterik atau esoterik) akan menghasilkan kepincangan yang menyalahi
prinsip ekuilibrium (tawazun/keseimbangan) dalam Islam. Islam sebagai agama
yang sangat menekankan keseimbangan memanifestasikan dirinya dalam
kesatuan syariah (hukum tuhan) dan tasawuf (thariqah dan jalan spiritual).
Pentingnya menjaga kesatuan syariah dan thariqah adalah karena dituntut oleh
kenyataan bahwa segala sesuatu di alam ini termasuk manusia mempunyai
aspek lahiriah dan aspek batiniah (Amin Syukur, 1999: 134).
Allah SWT berfirman:
139
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
“ Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashash: 77).
Pemeliharaan keseimbangan antara aspek lahiriah dan batiniah dengan
keharusan menyatukan syariah dan thariqah adalah inti ajaran dari Syekh Abd.
Al-Qadir Jilani.
D. PENUTUP
Al-Qur’an dan Hadits adalah dua pegangan utama bagi umat muslim dan
seluruh manusia pada umumnya. Namun, tidak sedikit orang yang ingin
memperdalam keduanya justru semakin jauh dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits
itu sendiri. Tasawuf merupakan salah satu bagian dari ajaran agama Islam yang
secara keilmuan lahir dikemudian hari melalui proses yang panjang.
Kelahirannya merupakan perwujudan dari pemahaman Al-Qur’an dan AlHadits.
Syeikh Abd. Al-Qadir adalah penganut akidah salafus shalih dan manhaj
ahlus sunnah wal jama’ah dalam segala macam akidah. Namun demikian
masih ada saja pengikutnya yang menambahkan ajaran beliau dengan sesuatu
yang batil. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama dan ketelitian yang
ketat dalam mengikuti suatu tarekat atau golongan agar tidak tersesat dari jalan
yang lurus.
ISSN 1411-5875
140
Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maktabah Al-Syamilah, ‫ صحيح مسلم‬, ‫ باب بيان االيمان و االسالم‬Juz 1.
Burhani, Ahmad Najib. 2002. Tarekat tanpa Tarekat, Jalan Baru Menjadi Sufi,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Departemen Agama RI. 2002. Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Al-Huda,
Gema Insani Press.
Isa, Abdul Qadir. 2010. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press.
Muhammad. 2003. Mahkota Para Auliya’: Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Jakarta:
Prenada.
Mulyati, Sri. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Said bin Musfir. 2005. Buku Putih Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, Jakarta: Darul
Falah.
Syaifurrahman, 1997. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggungjawab Sosial
Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
141
JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019
Download