NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TAREKAT QADIRIYAH Ischak Suryo Nugroho Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Abstract: Islamic education is not only focussed on physical problems such as cognitive but also on spiritualilty which the mind’s ability that is build in tasawuf by tarekat way. Qadiriyah is a taken from the name of its founder Abd. Al-Qadir Jilani who is popular with Syekh Abd. AlQadir Jilani Al-Ghawsts atau Quthb Auliya. Syeikh Abd. Al-Qadir is a founder of spiritual which is masive and organized well. Before Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani, Islamic spiritual is individual and not well-organized. According to Al Sya’rani, the form and characteristic of Tarekat Syeikh Abd. Al-Qadir is tauhid . The way to achieve the syariat is by spritual and mental activities. The Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani always emphasizes on purificstion from the men’s desire. Some of the lessons are taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha and honest. Key Words: Islamic Education, Tarekat, Qadiriyah Abstrak: Pendidikan Islam tidak hanya mencakup masalah materiil dimana kemampuan kognitif yang menjadi titik tekan, tetapi juga spiritual dimana kemampuan jiwa yang dikembangkan dalam tasawuf melalui jalan tarekat. Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abd. Al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syekh Abd. Al-Qadir Jilani Al-Ghawsts atau Quthb Auliya’. Syeikh Abd. Al-Qadir adalah pendiri gerakan spiritual yang bersifat masif dan terorganisir dengan baik. Sebelum Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani, spiritualitas Islam bersifat individual dan belum terstruktur. Menurut Al-Sya’rani, bentuk dan karakteristik Tarekat Syeikh Abd. Al-Qadir adalah tauhid sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan batin. Ajaran Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani selalu menekankan pada penyucian diri dari nafsu dunia. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, dan jujur. Kata Kunci: Pendidikan Islam, Tarekat, Qadiriyah. A. PENDAHULUAN Pendidikan Islam tidak hanya mencakup ranah kognitif melainkan juga ranah afektif dan psikomotor. Ranah kognitif diwakili dengan kemampuan otak sedangkan afektif dan psikomotor diwakili dengan kemampuan jiwa yang dikembangkan dalam tasawuf melalui jalan tarekat. Kajian tasawuf tidak dapat dipisahkan dengan kajian terhadap pelaksanaannya di lapangan, dalam hal ini praktik ‘ubudiyah dan muammalah dalam tarekat. Walaupun sebuah tarekat sebagai sebuah institusi lahir belasan abad setelah contoh konkret pendekatan terhadap ISSN 1411-5875 122 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah Allah SWT yang telah dipraktikkan oleh rasul-Nya yaitu nabi Muhammad SAW (antara lain dengan bertahannuts di gua Hira, shalat lail, dsb) dan kemudian diteruskan oleh sebagian sahabat beliau, tabi’in, tabi’in al-tabi’in, kemudian lahir para auliya’ Allah abad demi abad hingga masa sekarang. Garis yang menyambung sejak masa nabi hingga syekh tarekat yang hidup saat ini disebut silsilah sebagai ciri khas yang terdapat dalam kajian disiplin ilmu tasawuf atau dalam istilah hadis disebut isnad, menjadikan ajaran dan praktik keagamaan ini hidup dan tetap bertahan hingga saat ini. Sayyid Hussen Nashr di dalam suatu survei menyimpulkan, dalam beberapa dekade terakhir, sufisme mengalami kebangkitan di dunia muslim di Syiria, Iran, Turki, sampai Asia Tenggara. Terdapat peningkatan signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama dikalangan pendidik. Menurutnya, sebagian kebangkitan itu berkaitan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan tarekat-tarekat sufi. Kebangkitan tasawuf umumnya dan tarekat khususnya dimasa belakangan ini telah menimbulkan banyak pertanyaan khususnya di kalangan para sosiologi agama dan modernisasi. Mengapa dalam situasi dimana kemajuan ilmu dan teknologi yang kian marak, justru semakin banyak orang yang tertarik pada tasawuf? apakah itu hanya sekedar gejala eskapisme dalam dunia modern? Kesimpulan singkat yang diberikan oleh Naisbitt dan Aburdene dalam Megatrends 2000 agaknya menarik untuk dicatat. Menurut mereka, ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat di era modern tidak memberikan makna tentang kehidupan (Tasawuf dan Krisis, 2001:vi) Pasang surut gerakan tarekat di suatu negara tidak selalu seragam dengan negara lainnya, apalagi tidak seluruh negara yang berpenduduk muslim menjadikan Islam sebagai landasan dan asas negara, dan masing-masing negara terdapat tarekat yang bervariasi. Di Indonesia sendiri tarekat yang berkembang cukup memberi warna kehidupan keagamaan yang penuh dengan semangat batiniah seperti tarekat Qadiriyah. Di dunia Islam, demikian juga di Indonesia, penyebaran tarekat tampak 123 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah bukan hanya di kota-kota besar tapi juga sampai ke pedesaan, bukan hanya rakyat biasa tetapi juga masuk kepada kalangan cendekia dan politisi serta petinggi negara, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, meliputi banyak profesi dan keahlian serta menjadi idola suatu pencapai ketenangan batin dan ketinggian pencapaian spiritual dalam melawan hedonism dan keterpurukan moral dan dimensi lain kehidupan manusia saat ini. Imam Al-Ghazali yang kita kenal sebagai Hujjat Al-Islam, menurut Prof. Aboe Bakar Atceh sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Najib Burhani dalam “Tarekat tanpa Tarekat, Jalan Baru Menjadi Sufi” , Al-Ghazali mewanti-wanti para penganut tarekat agar berhati-hati dalam memilih guru atau pemimpin spiritual. Sikap Syekh Yusuf Al-Makassari, seorang ulama dari Indonesia, untuk menghindari kesalahan dalam memilih tarekat atau guru adalah dengan mencoba untuk mempelajari dan berbaiat dalam tarekat yang beragam. Dalam perjalanannya melaksanakan ibadah haji, Syekh Yusuf masuk dalam tarekat Qadiriyah, kemudian ia belajar tarekat Naqsabandiyah kepada Muh. Abd. Al-Baqi di Yaman. Di Madinah ia belajar kepada seorang Syekh tarekat Syattariyah, Ibrahim Al-Kurani. Syekh Yusuf menghabiskan waktu seperempat abad untuk mempelajari berbagai macam tarekat. (Burhani, 2002 : 40). Jika Al-Ghazali berabad-abad lalu telah memperingati umat Islam agar berhati-hati dalam memilih guru, lalu bagaimana halnya pada masa sekarang? Dari sekian banyak tarekat, makalah kali ini mencoba ‘mencolek secuil’ tentang tarekat Qadiriyah, suatu tarekat yang menempati posisi penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena tarekat ini tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai macam cabang tarekat di dunia Islam. Selain itu diharapkan juga makalah ini dapat memberi sedikit masukan kepada mereka yang ingin menjadi seorang salik dalam menentukan tarekat mana yang ingin diikuti atau akhirnya sama sekali tidak ingin memiliki tarekat. ISSN 1411-5875 124 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah B. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan (library research). Sejalan dengan definisi penelitian kualitatif deskriptif sebagai penelitian yang berusaha mengungkapkan suatu masalah atau peristiwa sebagaimana adanya, penelitian ini berusaha menggambarkan ajaran tarekat Qadiriyah, baik yang berupa amaliah lahiriyah berupa praktik-praktik ibadah fisik dan juga amaliah batiniyah berupa ibadahibadah hati. Metode dokumentasi digunakan dalam mencari data-data kepustakaan berkaitan dengan tarekat Qadiriyah dan kajian-kajian lain yang memiliki keterikatan. Analisis yang dilakukan menggunakan reduksi data (reduction) di mana segala data yang terkumpul diseleksi dengan mengambil segala yang berkaitan dengan tema penelitian dan yang paling dianggap penting. Penyajian Data memperhatikan kerapian dan urutan yang baik agar mudah dibaca, dimengerti dan dipahami. Penarikan kesimpulan (conclution drawing) dilandasi dengan apa yang menjadi amaliah dalam tarekat Qadiriyah sejalan dengan Alquran dan Hadits yang tentunya juga sejalan dengan pendidikan Islam. C. PEMBAHASAN DAN HASIL 1. Pendiri Tarekat Qadiriyah Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya yaitu Abd. Al-Qadir Jilani, yang terkenal dengan sebutan Syekh Abd. Al-Qadir Jilani AlGhawsts atau Quthb Auliya’, satu nama yang sudah tidak asing lagi di telinga kita, hampir pada setiap acara tahlilan atau syukuran kita mendengar nama ini disebut. Tarekat Qadiriyah menempati posisi penting karena sebagai pelopor cikal bakal munculnya tarekat di dunia Islam. Syekh Abd. Al-Qadir Jilani lahir di desa Naif kota Ghilan pada tahun 470 H/ 1077 M yaitu wilayah yang terletak 150 Km Timur 125 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah Laut Baghdad. Ibunya seorang Shalehah bernama Fathimah binti Abdullah AlShama’I Al-Husayni. Ketika melahirkan Syekh Abd. Al-Qadir Jilani, ia berumur 60 tahun. Ayahnya bernama Abu Shalih yang jauh sebelum kelahiran Abd. AlQadir Jilani ia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW yang diiringi oleh para sahabat, imam mujahidin, dan para wali. Dalam mimpinya, Rasulullah bersabda: “Wahai Abu Shalih, Allah akan memberi anak laki-laki, anak itu kelak akan mendapat pangkat yang tinggi dalam kewalian sebagaimana aku mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan”. (Mulyati, 2005 : 26) Ayah Abd. Al-Qadir Jilani meninggal pada saat usianya masih teramat belia, sehingga ia dibesarkan oleh kakeknya. Syekh Abd. Al-Qadir meninggal di Baghdad pada tahun 561 H/ 1166 M. Makamnya sejak dahulu hingga sekarang tetap diziarahi khalayak ramai dari berbagai penjuru dunia. Di kalangan kaum sufi, Syeikh Abd. Al-Qadir diakui sebagai sosok yang menempati hierarki mistik yang tertinggi (Al-Ghawsts Al-A’zham) yang menduduki tingkat kewalian tertinggi. Menurut Hujwiri, klasifikasi dan hierarki para penerima pencerahan Ilahi terbagi pada enam tingkatan. Tingkatan dasar adalah Akhyar yang berjumlah 300 orang, tingkat Abdal berjumlah 40 orang, tingkat Abrar berjumlah 7 orang, tingkat Autad berjumlah 4 orang, Tingkat Nuqaba berjumlah 3 orang, dan tingkat yang tertinggi adalah Quthb atau Ghawsts hanya 1 orang yang ditempati oleh Syekh Abd. AlQadir Jilani. Nama lengkap dan silsilah Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani adalah sebagai berikut : ISSN 1411-5875 126 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah Muhammad Rasulullah SAW Muhammad Fatimah Az-Zahra/ Ali Ibn Abi Thalib Yahya Al-Zahid Hasan Hasan Al-Mutsanna Abi Abdillah Janki Dusat (Janka Dusat) Musa Abdullah Al-Mahdi Abi Shalih Musa Abu Muhammad Abd AlDawud Bersambungnya silsilah seorang mursyid sampai kepada rosulullah merupakan indikator bahwa tarekat tersebut dianggap muktabar. Di Indonesia terutama di kalangan Nahdhlatul Ulama, ada kumpulan tarekat yang muktabarah, yaitu tarekat yang memiliki silsilah yang bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Masa Syekh Abd. Al-Qadir Jilani hidup, dunia Islam berada dalam kekacauan dan peperangan. Negara berada dalam kondisi tidak stabil, terjadi perebutan kekuasaan di Bani Saljuk, terjadinya perang salib di mana pasukan Kristen berhasil menduduki Yerussalem, Kaum Kristen bebas merampas dan merusak negeri. Syekh Abd. Al-Qadir Jilani berpandangan bahwa perbuatan manusia ditentukan oleh tuhan (determinisme), tetapi ia tidak mau terjerumus dalam determinisme yang ekstrim. Manusia memiliki perbuatannya sendiri yang dalam istilah teologi disebut kasb )(كسب. Beliau menegaskan jangan lupa posisi usahausaha manusia agar tidak terperosok dalam kepercayaan Jabariyah. Sebab, jika 127 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah dikatakan perbuatan manusia itu adalah perbuatan tuhan, maka ia akan terjerumus kepada kekafiran, sama halnya dengan pengikut Qadariyyah yang mengatakan sebaliknya. Lebih baik dikatakan bahwa perbuatan yang terkait dengan tuhan adalah tentang penciptaan, sedangkan yang terkait dengan manusia adalah tentang perbuatan )( (كسبSri Mulyati, 2005 : 29). Keutamaan Syekh Abd. Al-Qadir sebenarnya sudah tampak semenjak bayi. Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani tidak mau menyusu di siang hari kepada ibunya di bulan Ramadhan. Bahkan diceritakan bahwa orang mengetahui awal bulan Ramadhan ketika menyaksikan Syeikh Abd. Al-Qadir tidak lagi mau menyusu di siang hari. (Muhammad, 2003 : 2). Diceritakan oleh Umar Al-Halawi, salah seorang murid Syeikh Abd. Al-Qodir pergi mengembara selama bertahun-tahun. Ketika pulang, dia menceritakan kepada Syeikh Abdullah Al-Dabbas bahwa ia telah mengelilingi Mesir dan Maghrib dan berjumpa dengan 360 wali Allah. Mereka semua berkata, “ Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani adalah Syeikh dan pemimpin kami.” Diriwayatkan oleh Syeikh Hamad bahwa kaki Syeikh Abd. AlQadir Al-Jilani akan berada di atas kepala seluruh wali. Syeikh Abd. Al-Qadir adalah yang mendirikan gerakan spiritual yang bersifat masif dan terorganisir dengan baik. Sebelum Syeikh Abd. Al-Qadir Jilani, spiritualitas Islam bersifat individual dan belum terstruktur. 2. Ajaran dan Praktik Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani sangat menghargai para pendiri mazhab fiqih yang empat dan teologi Asy’ariyah. Dia sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Menurut Al-Sya’rani, bentuk dan karakteristik Tarekat Syeikh Abd. Al-Qadir adalah tauhid sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan bathin. Syeikh berkata kepada para sahabatnya, “ Kalian jangan berbuat bid’ah. Taatlah kalian dan jangan menyimpang.” Ucapannya yang lain, “Jika padamu berlaku sesuatu yang telah menyimpang dari batas-batas syariat, ISSN 1411-5875 128 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah ketahuilah bahwa kalian sedang dilanda fitnah, setan telah mempermainkanmu. Maka kembalilah kepada hukum syariat dan berpeganglah. Tinggalkan hawa nafsu, karena segala sesuatu yang tidak dibenarkan syariat adalah batil.” Ajaran spiritual Syeikh Abd. Al-Qadir berakar pada konsep dan pengalamannya akan tuhan. Baginya, tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstraksi logis, melainkan merupakan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual dan estetis seorang manusia. Ia selalu merasakan bahwa tuhan selalu hadir. Kesadaran akan kehadiran tuhan di segenap ufuk kehidupannya merupakan tuntunan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberi nilai transenden pada kehidupan. Semboyan hidupnya adalah hadits Rasulullah SAW: أن تعبد هللا كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa Ia melihatmu.”(HR. Muslim) Suatu hari ketika kesadarannya berada dalam keadaan ekstase, Syeikh berkata pada dirinya : “Aku merindukan suatu kematian yang di dalamnya tiada lagi kehidupan dan sebuah kehidupan yang tiada kematian di dalamnya”. Kemudian Syeikh Abd. Al-Qadir menjelaskan makna ungkapan di atas dengan bertanya kepada dirinya. Kematian macam apa yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya dan kehidupan macam apa yang tidak memiliki kematian di dalamnya ? Lalu Syeikh menjawab, “Kematian yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya adalah kematianku dari seluruh manusia, dengan begitu aku tidak lagi hidup bahkan ditemui oleh mereka. Kehidupan yang tidak memiliki kematian adalah kehidupanku yang menyertai perbuatan tuhanku, sedemikian rupa sehingga di dalam keadaan itu, diriku tidak lagi memiliki eksistensi dan kematianku adalah 129 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah eksistensiku bersama-Nya. Setelah Syeikh mengerti, ternyata inilah yang paling berharga dari seluruh hidupnya. Dalam pandangan Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani, kehidupan yang termulia adalah kehidupan orang-orang yang sepenuhnya membaktikan diri kepada Allah SWT. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahku”(QS. Adz-Dzariat : 56) Kehidupan yang semata-mata hanya pengabdian kepada Allah SWT tidaklah diartikan secara sempit dengan hanya beribadah dalam masjid, melakukan puasa, dan ibadah-ibadah fisik lainnya. Kehidupan yang semata-mata hanya pengabdian kepada Allah adalah kehidupan yang seluruh orientasinya hanya untuk mencari ridho Allah SWT. Dengan demikian ibadah yang dilakukan bukan hanya ibadah fisik tetapi juga ibadah hati. Ajaran Syeikh Abd. Al-Qadir Al-Jilani selalu menekankan pada penyucian diri dari nafsu dunia. Adapun beberapa ajaran tersebut adalah taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, dan jujur. a. Taubat Taubat adalah kembali dari segala sesuatu yang tercela dalam pandangan syariat kepada sesuatu yang terpuji dalam pandangannya. (Abdul Qadir Isa, 2010 : 194). Ibnu Abbas berkata : “ Taubat adalah penyesalan dalam hati, permohonan ampun dengan lisan, meninggalkan dengan anggota badan, dan berniat tidak akan mengulangi lagi.” Syeikh menganggap taubat bagaikan air yang menghilangkan najis, begitu juga taubat dapat menghilangkan dosa dan kotoran maksiat. Syeikh Abd. Al-Qadir berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, janganlah kamu berputus asa untuk mendapatkan rahmat Allah karena telah bermaksiat, tetapi basuhlah najis yang ada pada baju agamamu dengan air taubat, konsistenlah terhadapnya dan ikhlaslah di dalamnya.” ISSN 1411-5875 130 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, Taubat ada dua macam: 1) Taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia. Taubat ini tidak terealisasi kecuali dengan menghindari kezaliman, memberikan hak kepada yang berhak dan mengembalikan hak kepada pemiliknya. 2) Taubat yang berkaitan dengan hak Allah. Taubat ini dilakukan dengan cara mengucapkan istighfar dengan lisan, menyesal dalam hati, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi (Sri Mulyati, 2005: 39). b. Zuhud Zuhud secara bahasa adalah زهد فيه/ berpaling darinya, dan زهد عنه/ meninggalkannya (karena menganggapnya hina), زهدا/ menjauhinya (karena dosa). Zuhud secara istilah adalah mengosongkan hati dari cinta kepada dunia dan semua keindahannya serta mengisinya dengan cinta kepada Allah dan makrifat kepada-Nya. Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, zuhud ada dua yaitu zuhud hakiki yaitu mengeluarkan dunia dari hatinya, dan zuhud lahir yaitu mengeluarkan dunia dari hadapannya. Hal ini tidak berarti bahwa seorang zahid hakiki menolak rezeki yang diberikan Allah. c. Tawakal Tawakal, dalam bahasa Arab ) (توكلdengan dibaca dhommah dan ditasydid huruf kaf. Secara bahasa berarti berserah diri. Menurut Istilah, Ibnu Ujaibah mengatakan, “Tawakal adalah kepercayaan hati kepada Allah sampai seseorang tidak bergantung kepada selain-Nya. Selain itu tawakal juga menuntut subjek untuk melebihkan semua yang ada dalam kekuasaan Allah lebih dipercaya daripada yang di tangan subjek.” Syeikh Abd. Al-Qadir menekankan bahwa tawakal berada diantara pintu-pintu iman. Sedangkan iman tidak terurus dengan baik 131 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah kecuali dengan adanya ilmu, hal, dan amal. Tawakal akan terasah dengan ilmu dan ilmu menjadi pokok tawakal, sementara amal adalah buah tawakal. Adapun hal adalah buah dan maksud dari tawakal itu sendiri. Ketika menjelaskan tawakal, beliau membaginya menjadi empat persoalan: 1) Dasar pensyariatan tawakal dan pengertiannya yang hakiki “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar beriman” (Al-Maaidah:23) “Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Al-Thalaq: 3) Dr. Said mengutip pernyataan Syeikh Abd. Al-Qadir dalam bukunya Buku Putih Syeikh Abdul Qadir, hakikat tawakal adalah menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT dan membersihkan diri dari gelapnya pilihan, tunduk dan patuh kepada hukum dan takdir. Sehingga dia yakin bahwa tidak ada perubahan dalam bagian. Apa yang menjadi bagiannya tidak akan hilang dan apa yang tidak ditakdirkan untuknya tidak akan diterima. Maka hatinya merasa tenang dan nyaman dengan janji Tuhannya (Said, 2005: 493) 2) Pembagian tawakal dan derajatnya Syaik Abd. Al-Qadir membagi tawakal menjadi tiga tingkat yaitu tawakal, taslim (menerima), dan menyerahkan diri. Beliau berkata, “Orang yang bertawakal merasa tenang dengan janji tuhannya, orang yang menerima mencukupkan pada apa yang diketahuinya dan orang yang berserah diri ridho kepada hukum-Nya. 3) Buah tawakal Selain menyembuhkan ketakutan jiwa yang bergejolak dalam diri manusia, Syeikh Abd. Al-Qadir menyatakan tawakal merupakan sebab terbesar yang dapat menguatkan agama manusia, membersihkan hatinya, dan memberi petunjuk. ISSN 1411-5875 132 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah 4) Sebab/ Usaha Beliau berkata “Lakukan usaha semampumu dan bertawakallah. Lakukan pekerjaanmu lalu lemparkan dirimu ke dalam lautan tawakal. Dengan demikian kamu telah memadukan antara sebab dan musabab”. d. Syukur Syeikh Abdul Qadir Isa (2010) mengutip pernyataan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah kesinambungan hati tentang untuk syukur mencintai yaitu sang syukur adalah pemberi nikmat, kesinambungan anggota badan untuk mentaati-Nya, dan kesinambungan lisan untuk mengingat dan memuji-Nya. Syeikh Abd. Al-Qadir membagi orang-orang yang bersyukur menjadi tiga kelompok: 1) Al-Amin: Mereka adalah sebagian besar umat manusia yang kesyukuran mereka hanya dalam kata-kata. 2) Abidin: Orang mukmin yang dapat mengekspresikan syukur mereka dengan melaksanakan ibadah yang diwajibkan. 3) Arifin: Orang yang istiqomah dalam syukurnya dalam segala keadaan. Mereka yakin semua kebaikan yang mereka peroleh semua karena taufik-Nya. e. Sabar Sabar adalah tidak mengeluh karena sakitnya musibah yang menimpa kita kecuali kepada Allah SWT. Dzunnun Al-Mishri berpendapat sabar adalah menghindari diri dari hal-hal yang menyimpang, tetap tenang sewaktu tertimpa musibah atau ujian dan menampakkan kekayaan dikala ditimpa kefakiran. Dr. Said (2005) mengutip pendapat Al-Jurjani bahwa seorang hamba jika berdoa kepada Allah untuk menghilangkan musibah yang 133 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah menimpanya maka itu tidak mengurangi kesabaran hamba itu. Nabi Ayyub pernah berdoa kepada Allah SWT ketika beliau sedang diuji: “Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru tuhannya, “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang” (QS. AlAnbiya: 83). Secara garis besar, Syeikh Abd. Al-Qadir membagi sabar menjadi dua, yaitu: 1) Kesabaran terhadap apa yang dilakukan manusia itu sendiri dalam menjalankan perintah dan larangan Allah SWT. 2) Kesabaran terhadap apa yang tidak dilakukannya sendiri, yang ditetapkan dan ditakdirkan kepadanya. Seperti kesulitan dan sakit. f. Ridha Ridha adalah kebahagiaan hati menerima ketetapan/takdir (Said, 2005: 508). Syeikh Abdul Qadir Isa (2010) mengutip pendapat Ibnu Ujaibah yang tertuang dalam معراج التصوف الي حقائق التصوف, “Ridha adalah menerima kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagia hati ketika ketetapan terjadi atau tidak memilih-milih apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang dada dan tidak mengingkari apa-apa yang datang dari Allah”. g. Jujur Secara bahasa jujur adalah menetapkan hukum sesuai dengan kenyataan. Menurut Syeikh Abd. Al-Qadir, jujur adalah menyatakan dengan benar dalam kondisi apapun, baik menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan. Menurut Syeikh, kejujuran adalah tiang segala masalah, kesempurnaan dan ketertibannya. Kejujuran adalah derajat kedua setelah kenabian. Seperti yang difirmankan Allah: ISSN 1411-5875 134 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah “Barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman-teman yang sebaiksebaiknya” (QS. An-Nisa: 69). Syeikh Abd. Al-Qadir membedakan antara Ash-Sidqu ) (الصدق orang yang jujur, dengan Ash-Shiddiiq ) (الصديق orang yang sangat jujur. Beliau berkata: “ Ash-Shadiq ) (الصادق orang yang jujur adalah isim lazim dari kata Ash-Shidqu )(الصدق, sedangkan Ash-Shiddiiq ) (الصديقadalah untuk menunjukkan kejujuran yang sangat, yaitu orang yang selalu berbuat jujur sehingga kejujuran menjadi jalan hidupnya dan meliputi seluruh hidupnya, baik dalam kesendirian maupun orang banyak dan rahasia maupun terang-terangan. Shadiq adalah orang yang jujur dalam perkataannya, sedangkan Shiddiiq adalah orang yang jujur dalam perkataan, perbuatan, dan semua keadaannya”. 3. Aspek Praktis Tarekat Qadiriyah Seseorang yang akan memasuki Tarekat Qadiriyah, setidaknya harus menempuh dua fase: a. Fase Pertama, diawali dalam satu kali pertemuan. Fase ini memiliki beberapa tahapan: 1) Pertemuan antara murid dan Syeikh yang berisikan tentang perjanjian, taubat, permohonan ampun kepada Allah, taat dan zikir. 2) Wasiat berupa pesan-pesan Syeikh untuk diamalkan. Pesan-pesan tersebut antara lain; pemaaf, tidak menyakiti saudara, bersungguhsungguh mengekang hawa nafsu, menghindari kedengkian, iri hati, dusta, dan perbuatan-perbuatan keji lainnya. 3) Bai’at, berarti sang murid diterima memasuki ajaran tarekat. 135 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah 4) Doa dari Syeikh yang dibacakan di hadapan sang murid. - Yang bercorak umum اللهم اجعلنا مهتدين غير ضالين وال مضلين سليما ألوليائك وعدوا أللهم هذا, ونعادى بعدواتك من خالفك, محبا بحبك من أحبك, ألعدائك الدعاء منك وعليك االجابة وهذا الجهد وعليك التكالن وال حول وال قوة اال باهلل العلي العظيم - Yang bercorak khusus , اللهم خذه منه, اللهم دله بك اليك, اللهم كن برا رحيما جودا كريما و األولياء بجودك ورحمتك وكرمك يا, اللهم افتح عليه فتوح األنبياء وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى جميع االنبياء, أرحم الراحمين والمرسلين وعلى الهم وصحبهم أجمعين 5) Segelas minuman untuk sang murid dari Syeikh dengan dibacakan penggalan ayat Al-Qur’an: )(وننزل من القران ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين )(سالم قوال من رب الرحيم b. Fase Kedua, sang murid memasuki tahapan perjalanan menuju Allah SWT dengan bantuan Syeikh untuk membimbingnya dan menyertainya selama proses perjalanan. Hal ini akan berakhir manakala murid telah mandiri dari bantuan gurunya, pada saat itu ia sah menjadi bagian dari Syeikh. Syeikh akan menutup penganugerahan tersebut dengan membaca doa sebagai berikut: اللهم بجاه هذه الشجرة المباركة متعنا بالنظر الى وجهك الكريم في االخرة بعد حسن الختام في هذه الدار بسالم Diantara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat Qadiriyah adalah zikir. Ada zikir yang terdiri dari satu, dua, tiga, dan empat gerakan. ISSN 1411-5875 136 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah Zikir dengan satu gerakan dilaksanakan dengan mengulang-ulang asma Allah melalui tarikan nafas panjang yang kuat, seakan dihela dari tempat yang tinggi, diikuti penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sampai nafas kembali normal. Zikir dengan dua gerakan dilakukan dengan duduk dalam posisi shalat, kemudian melantunkan asma Allah di dada sebelah kanan, lalu di jantung, dan kesemuanya dilakukan berulang-ulang dengan intensitas tinggi. Hal ini untuk menghilangkan gelisah dan pikiran yang kacau. Zikir dengan tiga gerakan dilakukan dengan duduk bersila dan mengulang pembacaan asma Allah di bagian dada sebelah kanan, lalu sebelah kiri, dan akhirnya di jantung. Sedangkan zikir dengan empat gerakan dilakukan dengan duduk bersila, dengan mengucap asma Allah berulang-ulang di dada sebelah kanan, kemudian sebelah kiri, lalu ditarik kearah jantung, dan terakhir dibaca di depan dada. Cara terakhir ini diharapkan dapat dilakukan lebih kuat dan lebih lama. Praktik zikir ini dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau perlahan, sambil duduk membentuk lingkaran setelah shalat, pada waktu shubuh maupun malam hari. Jika seorang pengikut sanggup melantunkan asma Allah empat ribu kali setiap harinya tanpa putus selama dua bulan, dapat diharapkan bahwa dirinya telah memiliki kualifikasi untuk meraup pengalaman spiritual tertentu. Sayyed Hussen sebagaimana yang dikutip Sri Mulyati (2005) menambahkan, setelah melakukan zikir, tarekat menganjurkan untuk melakukan apa yang disebut pas-i anfas, yakni mengatur nafas sedemikian rupa sehingga dalam proses menarik dan menghembuskan nafas, asma Allah bersirkulasi dalam tubuh secara otomatis. Hal ini dilakukan dengan muraqabah atau kontemplasi. Dianjurkan untuk berkontemplasi pada 137 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah sejumlah ayat Al-Qur’an atau sifat-sifat Ilahiyyah tertentu sehingga sungguh-sungguh terserap ke dalam kontemplasi. Tarekat Qadiriyah mengembangkan banyak ritual dan wirid selama perkembangannya. Sebagian merupakan ritual yang diajarkan oleh Syeikh dan sebagian merupakan perubahan yang dilakukan kemudian. Aspek praktis yang diciptakan oleh pengikutnya yang kemudian dinisbatkan kepada beliau antara lain adalah: a. Berkhalwat Menurut kaum sufi, berkhalwat merupakan salah satu keharusan rohani yang harus ditempuh oleh seorang salik. Tujuan berkhalwat menurut mereka untuk mengetahui sejauh mana kesiapan seseorang untuk pindah dari satu maqam ke maqam lainnya. Pada masa awal perjalanan sufinya, Syeikh Abd. Al-Qadir menempuh metode ini. Beliau melakukan khalwat, riyadhoh, mujahadah, pengembaraan, tinggal di gua dan padang pasir. b. Shalat Qadiriyah Shalat Qadiriyah merupakan salah satu dasar dalam wirid Qadiriyah. Syeikh Abd. Al-Qadir menulis satu bab khusus tentang “Pasal Tentang Fadilah Shalat Antara Maghrib dan Isya”. c. Hizib Muh وجعلنا من, بسم هللا الرحمن الرحيم اللهم محا محا محا وحا بحا حم ال ينصرون كهيعص حم عسق ال, بين أيديهم سدا ومن خلفهم سدا فأغشينهم فهم ال يبصرون يصدعون عنها وال ينزفون يا رب (ثالثا) وال حول وال قوة اال باهلل العلي العظيم وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى اله وسلم Hizib ini termasuk wirid utama menurut penganut tarekat Qadiriyah dan mereka beranggapan bahwa siapa yang membaca wirid ini diwaktu pagi dan sore sebanyak tiga kali, maka ia tidak akan terkena bahaya apapun atas izin Allah. Wirid ini tidak diriwayatkan sama sekali ISSN 1411-5875 138 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah dalam buku-buku Syeikh, tetapi yang menisbatkan kepadanya adalah penulis buku Al-Auraad Al-Qadiriyah. d. Shalawat Kibrit Ahmar Dalam shalawat Kibrit Ahmar terdapat kata-kata yang batil. Menurut Said (2005) dalam bukunya, Buku Putih Syeikh Abdul Qadir, wirid ini termasuk wirid yang mungkar dan tidak ditemukan dalam buku-buku yang ditulis oleh Syeikh Abd. Al-Qadir. e. Hizib Alif Qaim Dalam wirid ini terdapat kata-kata yang tidak dipahami maksudnya, dan mengandung kebatilan dalam istilah-istilah yang tidak ada maknanya. 4. Syariat dan Thariqat Dalam konsepsi agama Islam terdapat konsep Iman, Islam, dan Ihsan yang ketiga-tiganya secara ideal merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Islam sendiri merupakan suatu sistem ajaran yang lengkap dan utuh, dengan terlaksananya ketiga konsep di atas akan memberikan tempat kepada jenis penghayatan keagamaan yang eksoterik (lahiriah) serta esoterik (batiniah) secara sekaligus. Tekanan yang berlebih kepada salah satu dari dua aspek penghayatan (eksoterik atau esoterik) akan menghasilkan kepincangan yang menyalahi prinsip ekuilibrium (tawazun/keseimbangan) dalam Islam. Islam sebagai agama yang sangat menekankan keseimbangan memanifestasikan dirinya dalam kesatuan syariah (hukum tuhan) dan tasawuf (thariqah dan jalan spiritual). Pentingnya menjaga kesatuan syariah dan thariqah adalah karena dituntut oleh kenyataan bahwa segala sesuatu di alam ini termasuk manusia mempunyai aspek lahiriah dan aspek batiniah (Amin Syukur, 1999: 134). Allah SWT berfirman: 139 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah “ Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashash: 77). Pemeliharaan keseimbangan antara aspek lahiriah dan batiniah dengan keharusan menyatukan syariah dan thariqah adalah inti ajaran dari Syekh Abd. Al-Qadir Jilani. D. PENUTUP Al-Qur’an dan Hadits adalah dua pegangan utama bagi umat muslim dan seluruh manusia pada umumnya. Namun, tidak sedikit orang yang ingin memperdalam keduanya justru semakin jauh dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits itu sendiri. Tasawuf merupakan salah satu bagian dari ajaran agama Islam yang secara keilmuan lahir dikemudian hari melalui proses yang panjang. Kelahirannya merupakan perwujudan dari pemahaman Al-Qur’an dan AlHadits. Syeikh Abd. Al-Qadir adalah penganut akidah salafus shalih dan manhaj ahlus sunnah wal jama’ah dalam segala macam akidah. Namun demikian masih ada saja pengikutnya yang menambahkan ajaran beliau dengan sesuatu yang batil. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup lama dan ketelitian yang ketat dalam mengikuti suatu tarekat atau golongan agar tidak tersesat dari jalan yang lurus. ISSN 1411-5875 140 Ischak Suryo Nugroho: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tarekat Qadiriyah DAFTAR PUSTAKA Al-Maktabah Al-Syamilah, صحيح مسلم, باب بيان االيمان و االسالمJuz 1. Burhani, Ahmad Najib. 2002. Tarekat tanpa Tarekat, Jalan Baru Menjadi Sufi, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Departemen Agama RI. 2002. Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Al-Huda, Gema Insani Press. Isa, Abdul Qadir. 2010. Hakekat Tasawuf. Jakarta: Qisthi Press. Muhammad. 2003. Mahkota Para Auliya’: Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani. Jakarta: Prenada. Mulyati, Sri. 2005. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Said bin Musfir. 2005. Buku Putih Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, Jakarta: Darul Falah. Syaifurrahman, 1997. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggungjawab Sosial Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 141 JPA, Vol. 20, No. 1, Januari - Juni 2019