NOISE – STANDAR dan FORMULASI A. Kebisingan Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel disingkat dB, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KepmenLH no.kep- 48/MENLH/11/1996). Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur,1996). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga manusia, dinyatakan dengan rumus: 𝑆𝑃𝐿 = 2010 𝑙𝑜𝑔 𝑃1 … … … … … … … … . (2.1) 𝑃𝑜 Dengan: SPL (Sound Pressure Level) = tingkat tekanan suara (dB) dB = satuan ukuran kebisingan untuk menggambarkan intensitas / daya tekanan P1 = tekanan bunyi (N/m2 atau Pa) ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 1 Po= tekanan bunyi acuan (0,0002 dyne/cm2= 2x10-5Pa)(Dwi, 2000) Manusia mampu mendengar pada frekuensi 20-20.000 Hz. Daerah frekuensi ini disebut audiosonik. Batas terendah intensitas bunyi pada frekuensi 1.000 Hz adalah 10−12 Watt/m2 dan batas intensitas bunyi paling tinggi sebelum menimbulkan rasa nyeri pada telinga adalah 100 atau 1Watt/m2. Telinga manusia paling peka pada frekuensi sekitar 3.000 Hz, artinya pada frekuensi 3.000 Hz ini, bunyi dengan tekanan sangat lemah sekalipun masih dapat didengar oleh telinga manusia. Kurva pada Gambar 2.1 juga memperlihatkan bahwa, frekuensi 1000 Hz dan tingkat tekanan suara 40 dB adalah referensi untuk suara murni dan dari suara referensi ini dapat diplot tingkat-tingkat kebisingan yang bisa terdengar pada berbagai frekuensi. Gambar 2.1 Kurva Tingkat Tekanan Suara (dB) terhadap Frekuensi (Hz/kHz) (Sumber : Tamonob, 2009) ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 2 A.1 Alat dan pengukuran kebisingan Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound level meter adalah alat ukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 2020.000 dB. Noise Dosimeter adalah alat yang digunakan untuk memonitor dosis kebisingan yang telah dialami seorang pekerja. Bentuk fisik darisound level meter dan noise dosimeter dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2Bentuk fisik Sound Level Meter (a), Noise Dosimeter (b) (Sumber : Ectech Instrument) Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara: 1. Cara sederhana. Dengan sebuah sound level meterbisa diukur tingkat intensitas bunyi dB selama 10 menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik. 2. Cara langsung. Dengan sebuah integratingsound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 menit. ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 3 Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (L SM) dengan cara pada siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi selama aktivitas 16 jam (L S) pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktivitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 – 06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran. Sebagai contoh: • L1 diambil pada jam 08.00 mewakili jam 06.00 – 09.00, Ta = 3 jam • L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00, Tb = 2 jam • L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 11.00 – 17.00, Tc = 6 jam • L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00, Td = 5 jam • L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00, Te = 2 jam • L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00, Tf = 3 jam • L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00, Tg = 3 jam Kebisingan lingkungan umumnya adalah kebisingan yang berubah-ubah dengan waktu, maka harus dianalisis selama 24 jam. Artinya tingkat kebisingan sinambung setara harus dihitung 24 jam, yang selanjutnya level siang-malam disebut LSM. Mengingat kebisingan lingkungan bersifat fluktuatif terhadap waktu, maka untuk menghitung LS dan LM, harus diambil sampel-sampel pengukuran selang waktu tertentu, yang dipandang mewakili tingkat kebisingan sinambung setara (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996). ( ) LS =10 log 1 Ta 10 0,1L1 + Tb 10 0,1L2 + Tc 10 0,1L 3 + Td 10 0,1L4 dB ……....(2.1) 16 LM =10 log 1 Te 10 0,1L5 + T f 10 0,1L6 + Tg 10 0,1L7 dB ..................................(2.2) 8 ( ) ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 4 Representasi dari nilai tingkat kebisingan siang dan malam inilah yang kemudian dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan seperti pada Permenkes No. 718/1987. LSM dapat dihitung dengan rumus: LSM =10 log ( ) 1 16.10 0,1LS + 8.10 0,1( LM + 5) dB ……………….... (2.3) 24 Dengan: LSM : Leq selama 24 jam LM : nilai Leq pada siang hari (16 jam) LS : nilai Leq pada malam hari (8 jam) LM + 5 menyatakan bahwa hasil pengukuran di malam hari ditambah 5 dB sebagai pembebanan atau koreksi khusus. B. Tipe kebisingan Jenis kebisingan yang sering dijumpai berdasarkan sumber kebisingannya (Suma’mur,1996), yaitu: 1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state wide band noise), contoh: mesin, kipas angin, dan dapur pijar. 2. Kebisingan dengan kontinyu dengan frekuensi sempit (steady state narrow band), contoh : gergaji, sirkuler dan katup gas. 3. Kebisingan terputus-putus (intermittent) 4. Kebisingan inpulsif (impact or inpulsive noise ), contoh : tembakan senjata api dan meriam. 5. Kebisingan inpulsif berulang seperti mesin tempa perusahaan. ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 5 Sedangkan menurut Tambunan (2005) di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu: 1. Kebisingan tetap (Steady Noise), yang terbagi menjadi dua yaitu: (1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa nada-nada murni yang beragam, (2) Broad Band Noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang lebih bervariasi (bukan nada murni). 2. Kebisingan tidak tetap (Unsteady Noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu: (1) kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu berubahubah selama rentang waktu tertentu, (2) intermittent noise, kebisingan terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas, (3) Impulsive Noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata api atau meriam. C. Sumber kebisingan Sumber kebisingan dapat diidentifkasi jenis dan bentuknya. Kebisingan yang berasal dari berbagai peralatan atau kegiatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu model ke model lain (Dwi, 2000). Proses kegiatan yang menggunakan suara seperti berbicara ataupun berteriak merupakan sebagian contoh bentuk kegiatan yang menimbulkan kebisingan apabila kegiatan tersebut tidak diatur sehingga keributan dari berbicara ataupun teriakan sebagai sumber bising tersebut. ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 6 D. Nilai ambang batas kebisingan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seming-gu (Budiono,2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dB, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut (Benny, 2002).Waktu maksimum bekerja dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Nilai Ambang Kebisingan Menurut Keputusan Menaker No. KEP51/MEN/1999 Waktu paparan per hari Intensitas Kebisingan dB 8 85 4 88 Jam 2 91 1 94 30 97 15 100 7.5 103 Menit 3.75 106 1.88 109 0.94 112 28.12 115 14.06 118 7.03 Detik 121 3.52 124 1.76 127 0.88 130 0.44 133 0.22 136 0.11 139 Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB walaupun sesaat ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 7 E. Baku tingkat kebisingan Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Keputusan Menteri Lingkungan HidupNo.Kep-48/MENLH/11/1996). Nilai Baku Tingkat Kebisingan untuk kawasan dapat dilihat dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Nilai Baku Tingkat Kebisingan (Kep. MENLH 1996) Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan Tingkat kebisingan dB (A) a. Peruntukan kawasan 1. Perumahan dan pemukiman 55 2. Perdagangan dan jasa 70 3. Perkantoran dan perdagangan 65 4. Ruang terbuka hijau 50 5. Industri 70 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus • Bandar udara* • Stasiun kereta api* 70 • Pelabuhan laut 60 • Cagar budaya b. Lingkungan kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Keterangan *) disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona. 1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35 - 45 dB. ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 8 2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Angka kebisingan 45-55 dB. 3. Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dengan kebisingan sekitar 50 - 60 dB. 4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60 - 70 dB. F. Pengaruh kebisingan Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan seperti di bawah ini: a) Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebi- singan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003). Contoh gangguan fisiologis : naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, kesemutan, otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusua terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny, 2002). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur, 1996). b) Gangguan Psikologis ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 9 Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, menganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi, (Budiono, 2003), dapat menggangu pekerjaan dan dapat menyebabkan kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecilpun dapat menggangu konsentrasi (Benny, 2002) sehingga muncul keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga mengakibatkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan bagi tenaga kerja (Suma’mur, 1996). Bila gelombang suara datang dari luar akan ditangkap oleh daun telinga kemudian gelombang suara ini melewati liang telinga, dimana liang telinga ini akan memperkeras suara dengan frekuensi sekitar 3000 Hz dengan cara resonansi. Suara ini kemudian diterima oleh gendang telinga, sebagian dipanttulkan dan sebagian diteruskan ke tulang-tulang pendengaran dan akhirnya menggerakan stapes yang mengakibatkan terjadinya gelombang pada perlympha. Telinga tengah merupakan suatu kesatuan sistem penguat bunyi yang diteruskan oleh gendang telinga. Penguat oleh gendang telinga adalah sebesar 30 dB yang diperoleh akibat perbedaan penampang gendang telinga dengan jendela lonjong. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formatia retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari dalam tubuh ke arah bekerja, maka keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja diantara dua sistem antagonistik tersebut. Apabila sistem aktivasi lebih kuat maka ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 10 seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja, sebaliknya manakal ssistem penghambat lebihh kuat maka seseorang dalam keadaan kelelahan (Suma’mur, 1996). c) Gangguan Patologis Organis Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang paling menonjol adalah menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen (DepKes RI, 2003). Kebisingan dapat menurunkan daya dengar, dan tuli akibat kebisingan (Budiono,2003). ALIFIS – FISIKA AKUSTIK 11