Uploaded by Rifky Furwanda

Muhammad Rifky Furwanda 2010913210004 Resume Artikel UU Kesehatan Jiwa

advertisement
RESUME ARTIKEL
UNDANG-UNDANG KESEHATAN JIWA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa I
DOSEN PENGAMPU:
DHIAN RIRIN LESTARI, S.Kep., Ners, M.Kep.
OLEH:
MUHAMMAD RIFKY FURWANDA
NIM 2010913210004
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kesehatan jiwa yang baik akan menghasilkan masyarakat Indonesia
yang sehat jiwa dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu,
merata, tanggap, efisien dan terjangkau. Hasil kajian memperlihatkan masih
minimnya sumber daya kesehatan, pengeluaran biaya kesehatan yang masih rendah
di Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga.
Indonesia beruntung telah memiliki UU kesehatan jiwa sehingga dapat
berfungsi sebagai payung program-program kesehatan jiwa, namun terdapat hal-hal
yang perlu ditingkatkan dan disempurnakan antara lain belum tersedia Peraturan
Pemerintah serta turunannya untuk melaksanakan amanat UU tersebut sehingga
saat ini belum ada mekanisme yang mengatur fasilitas non kesehatan yang
melakukan pengobatan dan perawatan pasien gangguan jiwa. UU No 18 Tahun
2014 menyebutkan bahwa upaya kesehatan jiwa tidak hanya menjadi tanggung
jawab Kementerian Kesehatan, tetapi juga menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah dan peran serta masyarakat. Demikian juga halnya dengan fasilitas
kesehatan jiwa dapat merupakan fasilitas pelayanan non kesehatan misalnya
fasilitas pelayanan yang berada dalam naungan Kementerian Sosial dan pelayanan
berbasis masyarakat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. UU Kesehatan Jiwa
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2014
TENTANG
KESEHATAN JIWA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa Negara menjamin setiap orang hidup sejahtera lahir dan
batin serta memperoleh pelayanan kesehatan yang merupakan
amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap orang dan jaminan
hak orang dengan gangguan jiwa belum dapat diwujudkan secara
optimal;
3
c. bahwa belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa bagi setiap
orang dan belum terjaminnya hak orang dengan gangguan jiwa
mengakibatkan rendahnya produktivitas sumber daya manusia;
d. bahwa pengaturan penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dalam
peraturan perundang-undangan saat ini belum diatur secara
komprehensif sehingga perlu diatur secara khusus dalam satu
Undang-Undang;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk UndangUndang tentang Kesehatan Jiwa;
Mengingat
: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESEHATAN JIWA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
4
2. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah
orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan
perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami
gangguan jiwa.
3. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah
orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
4. Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
5. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
Pasal 2
Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan:
a. keadilan;
b. perikemanusiaan;
c. manfaat;
d. transparansi;
5
e. akuntabilitas;
f. komprehensif;
g. pelindungan; dan
h. nondiskriminasi.
B. Resume Artikel Undang-undang Kesehatan Jiwa
Artikel : Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia : Tantangan untuk Memenuhi
Kebutuhan.
Sistem kesehatan terdiri dari lembaga, institusi, sumber daya manusia dan
sumber daya kesehatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan. Di Indonesia hanya ada satu sistem kesehatan yaitu sistem kesehatan
nasional (SKN). Sedangkan sistem kesehatan jiwa adalah sebuah istilah untuk
menjelaskan sistem kesehatan yang terkait kesehatan jiwa. Dengan adanya sebuah
sistem kesehatan diharapkan akan tercipta masyarakat Indonesia yang sehat jiwa
dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa yang bermutu, merata, tanggap,
efisien dan terjangkau.
Beberapa peristiwa penting yang berpengaruh terhadap bidang kesehatan
jiwa lima tahun terakhir antara lain ditetapkannya program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), lahirnya Undang-Undang (UU) No 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa pada tahun 2014. Masuknya program kesehatan jiwa sebagai salah
satu standar pelayanan minimal sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43
tahun 2016 dan adanya indikator kesehatan jiwa dalam Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). Pelaksanaan dilakukan dengan mengacu
Permenkes Nomor 36 Tahun 2016. Dua belas indikator tersebut pada indikator 8
disebutkan bahwa tidak diperbolehkan ada anggota rumah tangga yang menderita
gangguan jiwa yang ditelantarkan.
Ditengah-tengah situasi global dan nasional yang penuh tantangan saat ini
maka perlu meninjau kondisi sistem kesehatan khususnya yang berhubungan
dengan kesehatan jiwa agar mendapatkan gambaran mengenai pencapaian serta
hambatannya. Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) kesehatan jiwa yang
6
khusus dan terpisah dari UU kesehatan, yaitu Kesehatan Jiwa Nomor 18 tahun
2014. Undang-undang ini menjabarkan hal-hal penting di bidang kesehatan jiwa
terutama mengenai hak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), kewajiban
pemerintah dan masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan jiwa serta anggaran
kesehatan jiwa. Tanggal 1 Januari 2014 Indonesia telah menerapkan sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) dan telah dikeluarkan sejumlah Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) yang mendukung program JKN. Lembaga yang ditunjuk
untuk menyelenggarakan JKN adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
bidang kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan secara
berjenjang dari pemberi pelayanan kesehatan tingkat 1 (PPK 1) ke PPK 2 dan
PPK 3.
Pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia tersedia di tingkat primer, sekunder
dan tersier. Di tingkat primer melalui pelayanan kesehatan yang dilaksanakan Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), di tingkat sekunder oleh Rumah Sakit Umum
(RSU) dan di tingkat tersier dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau RSU
yang memiliki dokter spesialis kedokteran jiwa (SpKJ) atau dokter spesialis jiwa
konsultan. Berdasarkan sebaran RSJ di Indonesia terdapat 7 provinsi yang tidak
memiliki RSJ. Kelima provinsi tersebut merupakan provinsi pemekaran.
Di Provinsi Kepulauan Riau, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Papua
Barat bahkan di RSU juga tidak ada yang menyediakan TT psikiatri. Angka TT di
RSJ per 100.000 penduduk yaitu 3,32- 4 sangat kecil dibandingkan dengan negara
tetangga Malaysia dan Thailand yang mempunyai angka 15,01 dan 12,71 secara
berturutan.
Dengan kondisi keterbatasan jumlah RSJ, pada dasarnya pelayanan kesehatan
jiwa dapat dilakukan oleh RSU dan PPK 1 (Penyedia Pelayanan Kesehatan
tingkat 1) atau FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) atau Puskesmas.
Berdasarkan data Riskesdas 2013, keluarga yang mengaku mempunyai anggota
rumah tangga dengan gangguan jiwa sebagian besar mempunyai waktu tempuh ke
fasilitas kesehatan terdekat (Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) di bawah 2 jam
sehingga penguatan pada Puskesmas perlu dilakukan agar dapat melayani pasien
7
gangguan jiwa. Upaya kesehatan jiwa di Puskesmas dilakukan bersama-sama upaya
kesehatan lainnya. Petugas pelaksana program bekerja rangkap bersama tugastugas lainnya. Lebih dari 50% Puskesmas memiliki program kesehatan jiwa,
meskipun kemungkinan yang berjalan hanya sekitar 20% yaitu berdasarkan
keterangan Direktorat Kesehatan Jiwa. Program kesehatan jiwa di masyarakat atau
bukan berbasis Rumah Sakit sudah banyak diketahui lebih efektif dibandingkan
yang berbasis RS. Adapun di negara-negara lain program kesehatan berbasis
masyarakat tidak seperti yang dilaksanakan di Indonesia. Di Indonesia program
kesehatan jiwa masyarakat umumnya berbentuk pelayanan dan kunjungan rumah
kepada para penderita gangguan jiwa oleh petugas Puskesmas.
C. Keterkaitan Undang-undang Kesehatan Jiwa dengan Kondisi Kesehatan
Mental di Masa Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 telah membuat banyak orang, hampir dari semua
kelompok umur di berbagai negara, terpaksa menjalani kebiasaan baru yang
berpotensi meruntuhkan kesehatan mental. Mulai dari para petugas kesehatan,
siswa-siswi yang tidak bisa ke sekolah, pekerja yang berisiko terpapar Covid- 19
dan terancam gelombang PHK, masyarakat yang jatuh miskin karena ekonomi
terus memburuk, hingga mereka yang harus menjalani isolasi saat lock down,
semua menghadapi risiko penurunan kualitas kesehatan mental (Deliviana et
al., 2020). Upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia guna menekan angka
penyebaran Covid-19 yang semakin tinggi adalah dengan memberlakukan
penerapan social distancing hingga menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah juga
menetapkan kebijakan Work From Home (WFH) bagi para pegawai serta kebijakan
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan sistem daring bagi seluruh tingkatan pelajar
di Indonesia mulai dari tingkat dasar, menengah, atas, hingga tingkat perguruan
tinggi (de las Heras-Pedrosa et al., 2022; Rozali et al., 2021).
8
Kesulitan ekonomi dan rasa frustasi selama pembatasan sosial berskala besar
(PSBB) dapat memicu seseorang untuk melakukan tindak kekerasan dan kejahatan.
Informasi dan data yang ditemukan menunjukkan bahwa saat ini Negara Indonesia
sedang mengalami peningkatan masalah kesehatan mental terutama sejak masa
pandemi berlangsung. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, dari 2.364 responden yang berasal
dari 34 provinsi diketahui bahwa terdapat 31% tidak ada masalah psikologis dan
69% mengalami masalah psikologis. Dan diketahui juga bahwa terdapat 68%
responden yang mengalami cemas, 67% depresi dan 77% trauma psikologis.
Responden yang mengalami depresi berpikir kematian 49%. Gejala mulai
timbulnya kecemasan satu hari setelah Pemerintah mengumumkan bahwa ada
kasus corona di Indonesia. Setelah itu muncul berbagai reaksi di masyarakat dan
terlihat kecemasan cepat sekali menghinggapi setiap orang yg menyebabkannya
melakukan perilaku: memborong masker, sanitizer maupun sembako. Rasa cemas
adalah reaksi emosi yang wajar yang disebabkan oleh suatu keadaan yg tidak
diharapkan yang diasumsikan dapat menimbulkan bahaya. Rasa cemas akan
memberikan respon pada tubuh untuk cepat melakukan perlindungan untuk
memastikan keamanan. Reaksi emosi cemas ini positif dan baik apabila dirasakan
dan direspon sewajarnya. Tetapi apabila direspon secara berlebihan atau reaktif
akan menyebabkan suatu gangguan cemas (anxiety).
Penanggulangan permasalahan kesehatan mental dari pihak stakeholder dapat
dilakukan dengan kementerian kesehatan membuka layanan konsultasi psikologi
sesuai dengan tujuan dari Undang-undang Nomor 18 tahun 2014 : setiap kegiatan
untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa diselenggarakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah dan / atau masyarakat. Salah satu
bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan jiwa adalah
membentuk dan melatih kader kesehatan jiwa (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dalam hal sistem informasi
kesehatan jiwa baik dalam hal kode diagnostik serta sistem pelaporan dan hal ini
terkait perilaku sumber daya manusia serta budaya organisasi. Hal-hal positif yang
dimiliki sektor kesehatan jiwa di Indonesia antara lain obat-obatan esensial di
bidang kesehatan jiwa sudah cukup memadai dan termasuk dalam daftar obat
esensial dan formularium nasional. Indonesia juga beruntung telah memiliki UU
khusus kesehatan jiwa ditambah dengan adanya kesehatan jiwa pada daftar standar
pelayanan minimal yang harus dimiliki daerah serta menjadi rapor kepala daerah.
Indikator keluarga sehat Indonesia salah satunya menyebutkan bahwa penderita
gangguan jiwa berat tidak boleh ditelantarkan memperlihatkan pentingnya
kesehatan jiwa di Indonesia. Akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa perlu
ditingkatkan baik ketersediaan sarana fasilitas kesehatan jiwa serta sumber daya
manusianya. Masih perlu upaya legislasi agar pembiayaan kesehatan dan
khususnya kesehatan jiwa terus dapat ditingkatkan.
10
LAMPIRAN ARTIKEL
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
DAFTAR PUSTAKA
De las Heras-Pedrosa, C., Jambrino-Maldonado, C., Rando-Cueto, D., & IglesiasSánchez, P. P. (2022). COVID-19 Study on Scientific Articles in Health
Communication: A Science Mapping Analysis in Web of Science.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(3),
1705. https://doi.org/10.3390/ijerph19031705
Deliviana, E., Erni, M. H., Hilery, P. M., & Naomi, N. M. (2020). Pengelolaan
Kesehatan Mental Mahasiswa Bagi Optimalisasi Pembelajaran Online di Masa
Pandemi Covid-19. Jurnal Selaras. . Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta
Psikologi Pendidikan, 3(2), 129–138.
Idaiani, S., & Riyadi, E. I. (2018). Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia: Tantangan
untuk Memenuhi Kebutuhan. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, 70–80. https://doi.org/10.22435/jpppk.v2i2.134
Rozali, Y. A., Sitasari, N. W., Fakultas, A. L., Universitas, P., Unggul, E., Jalan, J.,
Utara, A., Tomang, T., & Jeruk, K. (2021). Meningkatkan Kesehatan Mental
di Masa Pandemic. In Meningkatkan Kesehatan Mental di Masa Pandemic
Jurnal Abdimas (Vol. 7, Issue 2).
UU Kesehatan Jiwa. (2014). DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Issue 185).
22
Download