Uploaded by Binti Mustami`ul Azizah

Kelompok 2 Atap Limas Tugas Akhir Konversi Energi

advertisement
PENGOPTIMALAN KENYAMANAN TERMAL BERDASARKAN ORIENTASI
BANGUNAN DENGAN BENTUK ATAP RUMAH LIMAS MENGGUNAKAN
SIMULASI DESIGN BUILDER
Binti Mustamiul Azizah, Naila Azizah Salsabila
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
Kenyamanan adalah bagian dari salah satu sasaran karya arsitektur. Kenyamanan terdiri atas
kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Kenyamanan psikis yaitu kenyamanan kejiwaan (rasa aman, tenang,
gembira, dll) yang terukur secara subyektif (kualitatif). Sedangkan kenyamanan fisik dapat terukur secara
obyektif (kuantitatif); yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan termal
Kenyamanan termal adalah proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan psikologis. Kenyamanan
termal adalah kondisi pikir seseorang yang mengekspresikan kepuasan dirinya terhadap lingkungan termalnya
(Szokolay, 1973, Manual of Tropical Housing and Building). Variabel fisik kenyamanan termal dan
pemaknaan istilah-istilah kenyamanan termal ruang meliputi suhu udara, suhu radiasi rata-rata, kelembaban
udara, dan pergerakan udara atau angin.
Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang
dapat memberikan sensasi yang menyenangkan bagi pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara
termal ketika ia tidak dapat menyatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dalam suatu ruangan. Sementara itu, Standard Amerika mendefinisikan kenyamanan termal sebagai
perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Dalam
standard ini juga disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90 persen
responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal.
Kenyamanan adalah bagian dari salah satu sasaran karya arsitektur. Kenyamanan terdiri atas psikis dan
kenyamanan fisik. Kenyamanan kejiwaan ( rasa aman, tenang, gembira dll). sedangkan kenyamanan fisik dapat
terukur secara objektif yang meliputi kenyamanan spasial, visual, auditorial dan termal. Kenyamanan termal
merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang
nyaman (Rilatupa, 2008).. Menurut (V. Olgay, 1963), tingkat produktivitas dan kesehatan manusia sangat
berpengaruh oleh kondisi iklim setempat. Apabila kondisi iklim berkaitan dengan (suhu, udara, kelembaban,
radiasi matahari, angin, hujan, dsb) sesuai dengan kebutuhan fisik manusia, maka tingkat produktivitas dapat
mencapai titik maksimum.
Menurut Humphreys dan Nicol kenyamanan suhu dipengaruhi oleh adaptasi dari masing-masing
individu terhadap suhu luar di sekitarnya. Manusia yang biasa hidup pada iklim panas atau tropis akan memiliki
suhu nyaman yang lebih tinggi dibanding manusia yang biasa hidup pada suhu udara rendah seperti halnya
bangsa Eropa.
De Dear dan Brager mencatat bahwa ''standar kenyamanan termal saat ini dan model yang
mendukungnya diklaim berlaku sama di semua jenis bangunan, ventilasi, pola hunian, dan zona iklim''. Standar
kenyamanan termal yang ditentukan oleh ISO 7730 adalah yang pertama digunakan di seluruh dunia.
Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan termal menurut (Karyono, 2007), adalah kenyamanan
termal sebagai suatu kondisi tertentu yang tidak menyulitkan dan dapat memberikan sensasi yang
menyenangkan bagi pengguna bangunan tersebut. Manusia dapat dinyatakan nyaman apabila secara termal
pengguna bangunan tidak dapat mengatakan apakah orang tersebut menghendaki perubahan suhu udara yang
lebih dingin atau lebih panas saat pengguna berada pada ruangan yang mereka tempati. Faktor–faktor
kenyamanan termal pada ruang tertutup menurut (Lippsmeier, 1980) adalah kelembaban udara, temperatur
udara, temperatur radiasi rata–rata dari atap dan dinding, tingkat pencahayaan, kecepatan gerak udara dan
distribusi cahaya pada dinding pandangan.
Berikut ini adalah standar yang menentukan kenyamanan termal dalam ruang :
a. Temperatur udara
Suhu atau temperatur udara adalah salah satu faktor yang dominan dalam mempengaruhi kenyamanan
termal pada suatu bangunan. Satuan yang digunakan untuk temperatur udara adalah Celcius,
Fahrenheit, Reamur, dan Celvin. Menurut SNI-141993-03 (SNI, 1993) daerah kenyamanan termal
pada suatu bangunan yang dikondisikan utuk orang Indonesia adalah:
1) Sejuk nyaman, antara suhu efektif 20.8°C – 22.8°C
2) Nyaman optimal, antara suhu efektif 22.8°C –25.8°C
3) Hangat nyaman, antara suhu efektif 25.8°C –27.1°C
Sedangkan jika ditinjau dari peraturan pemerintah dalam (KEMENKES, 1998) menyatakan standar
suhu ruangan berada pada kisaran 18°C - 26°C.
b. Kelembaban udara
Ada beberapa standar kelembaban udara dalam ruang yang dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya:
1) Lippsmeir (1994) menyatakan “kelembaban udara relative yaitu 20-50% (Lippsmeier, 1994)
2) Menurut (KEMENKES, 1998) menyatakan kelembapan udara yang sehat berada pada kisaran
40%-60% .
3) SNI (1993) menyatakan daerah kenyaman termal pada bangunan yang dikondisikan untuk
orang Indonesia yaitu 40%-70% (SNI, 1993)
Menurut standar (ASHRAE, 1992), kenyamanan termal adalah sebuah kondisi pemikiran yang
mengekspresikan tingkat kepuasan terhadap lingkungan termalnya, sehingga kondisi atau situasi
lingkungan dapat dikatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90% responden yang diukur merasakan
kenyamanan secara termal. Menurut (Hidayat, 2013) tujuan dilakukan kajian kenyamanan termal
adalah untuk mengetahui zona nyaman atau rentan suhu terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh
pengguna bangunan.
Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara
tinggi yang dapat mencapai 80%, serta suhu udara yang relatif tinggi (dapat mencapai 35 derajat
celcius). Sedangkan suhu udara yang nyaman berkisar antara 22,5 derajat celcius - 29 derajat celcius
dengan kelembaban udara berkisar antara 20% - 50%. Maka dari itu, perlu untuk menciptakan
kenyamanan termal pada ruang dimana orang melakukan pergerakan dan aktivitas. Salah satu hal yang
paling penting yaitu orientasi bangunan. Arah orientasi bangunan yang berbeda tentu akan menciptakan
efek yang berbeda pula pada bangunan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kenyamanan termal berdasarkan orientasi bangunan dengan menggunakan simulasi Design Builder.
METODOLOGI
1. Metode Penelitian
Secara umum penelitian ini menggunakan metode simulasi, simulasi menurut Harrel (2004:6)
mengutip dari Schriber (1987) mengungkapkan bahwa simulasi adalah pemodelan sebuah proses atau
sistem sehingga dapat menyerupai bentuk sistem nyata berdasarkan kejadian-kejadian yang
berlangsung dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini digunakan simulasi virtual karena menggunakan
bantuan software untuk menyimulasikan desain sebuah bangunan. Alat bantu program yang digunakan
pada penelitian ini yaitu DesignBuilder- EnergyPlus. Kajian yang diteliti yaitu mengenai Air
Temperature, Fuel Breakdown, dan Daylighting suatu bangunan dengan bentuk yang sama namun
berbeda ukuran, dengan ukuran bangunan yang digunakan adalah 73 𝑚3 , 93 𝑚3 , dan 113 𝑚3 . dalam
meneliti modifikasi variabel bentuk atap limas terhadap kemampuan dalam menciptakan kenyamanan
termal pada sebuah banguna. Tahapan penelitian ini dimulai dengan studi literatur dan dilanjutkan
dengan membuat visualisasi bangunan dengan bentuk kubus serta atap limas. Bangunan yang
divisualisasikan masih terbatas hanya dengan adanya 1 jendela, tanpa pintu maupun ruangan-ruangan
di dalamnya. Data yang didapatkan dari simulasi ini antara lain Air Temperature, Fuel Breakdown yang
mencakup Room Electricity dan Lighting, serta Daylighting selama satu bulan (1 Mei-31 Mei). Bulan
Mei digunakan sebagai simulasi karena data yang diperoleh tinggi serta konstan diantara bulan yang
lainnya. Data hasil pengukuran yang diunduh dalam format PNG serta CSV selanjutnya dianalisis
menggunakan formulasi indeks kenyamanan termal PMV.
2. Setting Bangunan
Pada penelitian ini lokasi serta data cuaca simulasi dipilih pada daerah Semarang/Achmad Yani
dengan 4 orientasi yaitu utara (0), timur (90), selatan (180) dan barat (270). Ada 3 bar di menu Edit
yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yaitu bar aktivitas, konstruksi dan HVAC (Heating
Ventilation and Air-Conditioning).
Gambar 1. Setting Activity
Pada Gambar 1. Menggunakan template Generic Office Area dengan sector B1 Offices and
Workshop businesses dan zona multiplier 1. Untuk Density digunakan 0.1110 dan Schedule
C2_Edu_Circulation_Occ. Untuk Heating setpoint temperature terdapat Heating dan Heating set back
digunakan 0,0 dam -2,0. Untuk Cooling setpoint temperature terdapat Cooling dan Cooling set back
digunakan 50,0 dam 70,0.
Gambar 2. Setting Construction
Pada gambar 2 menunjukkan konstruksi yang digunakan pada simulasi Design Builder. Untuk
template yang digunakan yaitu Project construction template. Pada menu konstruksi ini ada 3 bagian
yang diubah yaitu pada External walls atau dinding, pitched roof occupied atau atap rumah yang
ditempati , pitched roof unoccupied atau atap rumah yang kosong, serta Ground Floor atau lantai yang
digunakan.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) Visualisasi lapisan dinding, (b) Data koefisien rambat kalor material dinding
insulasi
Gambar 4 (a) Menunjukkan visualisasi lapisan dinding yang digunakan pada mayoritas
bangunan di Indonesia. Pada lapisan dinding ini memiliki spesifikasi yaitu menggunakan definition
method 1-Layers dan digunakan 3 Layers. Material yang digunakan pada lapisan teratas adalah
Cement/plaster/mortar-cement blocks, cellular atau semen dengan ketebalan 20 mm. Lapisan kedua
digunakan material Brick-burned atau bata merah dengan ketebalan 90 mm. Pada lapisan ketiga atau
lapisan paling dalam digunakan material Cement/plaster/mortar-cement blocks, cellular atau semen
dengan ketebalan 20 mm. Bata merah digunakan karena bata merah merupakan salah satu material
yang sering digunakan sebagai dinding pengisi pada bangunan, terutama sebagai penutup luar ataupun
partisi pemisah di bagian dalam untuk kebutuhan arsitektural maupun kepentingan estetika bangunan
khususnya untuk bangunan rendah dan bertingkat sedang. Hal ini dikarenakan bata merah memiliki
sifat harga yang ekonomis, mudah didapat, dan tahan terhadap cuaca.
Gambar 4 (b). Menunjukkan data koefisien rambat kalor material dinding insulasi yang
digunakan yang ada pada bar menu calculated. Dari beberapa keterangan yang tertulis di menu bar
calculated, U-Value menjadi suatu data yang sangat penting dengan nilai sebesar 2,518 𝑚/𝑚2 − 𝑚. U-
value adalah Thermal Transmittance, yang merupakan transmisi termal dalam setiap permukaan elemen
bangunan persatuan waktu dalam setiap waktu perbedaan temperatur antara di luar dan di dalam
bangunan. SatuanW/m² °C.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Visualisasi lapisan dinding, (b) Data koefisien rambat kalor material lantai
insulasi
Gambar 5 (a) Menunjukkan visualisasi lapisan lantai yang digunakan. Pada lapisan dinding ini
memiliki spesifikasi yaitu menggunakan definition method 1-Layers dan digunakan 3 Layers. Material
yang digunakan pada lapisan terdalam adalah Sand and gravel atau pasir dan kerikil dengan ketebalan
50 mm. Lapisan kedua digunakan material Cement/plaster/mortar atau semen dengan ketebalan 20
mm. Pada lapisan ketiga atau lapisan paling atas digunakan material Ceramic/porcelain atau keramik
dengan ketebalan 10 mm. Gambar 5 (b). Menunjukkan data koefisien rambat kalor material lantai
insulasi yang digunakan dengan nilai sebesar 3,614 𝑚/𝑚2 − 𝑚.
Gambar 6. Setting menu HVAC
Gambar 6 menunjukkan setting menu HVAC. HVAC itu sendiri singkatan dari Heating
Ventilation and Air-Conditioning. HVAC mengacu pada sistem pemanas dan pendingin udara dalam
suatu bangunan. Penciptaan teknologi ini mengacu pada cara memperoleh sirkulasi dan suhu udara
yang optimal. Secara umum, HVAC memiliki pengertian suatu alat atau sistem yang memiliki tiga
fungsi utama yaitu pemanasan, penggantian dan pendinginan udara. Namun ketiga fungsi tersebut
memiliki peran dan saluran yang terpisah satu sama lain meskipun memiliki konsep tujuan yang sama.
Untuk setting schedule pada operation, auxiliary energy serta natural ventilation menggunakan
C2_Edu_Circulation_Occ. Dengan setting heating dan cooling di uncheck.
3. Analisis data
Simulasi dengan software Design Builder pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh arah orientasi bangunan terhadap kenyamanan thermal pada bentuk atap rumah limas. Data
yang diambil yaitu air temperature, fuel breakdown dan daylighting dari ketiga bangunan pada bulan
Mei. Data yang diambil menggunakan setting daily atau harian, hal ini dilaksanakan guna
mempermudah pengolahan data. Data bangunan pertama yang diambil bervolume 343 𝑚3 , bangunan
kedua bervolume 729 𝑚3 , dan bangunan ketiga bervolume 1331 𝑚3 . Data yang diperoleh kemudian
dianalisis di hasil dan pembahasan dari air temperature, fuel breakdown, dan daylight. Namun,
penelitian kali ini lebih berfokus pada pengaruh arah orientasi bangunan terhadap kenyamanan termal
melalui data air temperature, karena dengan peninjauan dari data air temperature dimungkinkan bisa
menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan arah orientasi bangunan sehingga bangunan yang
ditinggali bisa mencapai tingkat kenyamanan termal tertinggi atau nyaman untuk ditinggali.
Perhitungan data air temperature dalam 1 bulan dirasa kurang akurat, sehingga perlu dicari
ketidakpastian relatif dengan menggunakan standar deviasi tiap bangunan. Standar deviasi merupakan
nilai statistik yang dimanfaatkan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel, serta
seberapa dekat titik data individu ke mean atau rata-rata nilai sampel. Hasil perhitungan standar deviasi
untuk bangunan 1 didapatkan sekitar 28,16 ± 0,72; bangunan kedua sekitar 28,66 ± 0,73; dan bangunan
ketiga sekitar 28,59 ± 0,72.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. COMFORT
Bangunan dengan volume 343 𝑚3
Gambar 7. Visualisasi Rumah Bentuk Atap Limas
Gambar 7 menunjukkan visualisasi rumah yang disimulasikan menggunakan software Design
Builder dengan bentuk atap rumah limas. Pada penelitian bangunan yang dipakai masih terbatas yaitu
berbentuk kubus dengan 1 jendela berukuran 3x2 meter dan atap limas tanpa adanya Roof Overhang.
Pada penentuan kenyamanan termal berdasarkan Air Temperature dapat dilihat pada Gambar 8.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Grafik Air Temperature Bangunan (a) Volume 343 𝑚3 (b) Volume 729 𝑚3
(c) Volume 1331 𝑚3
Gambar 8 menunjukkan grafik Air Temperature untuk bangunan dengan volume 343 𝑚3 ,
729 𝑚3 , dan 1331 𝑚3 dengan arah orientasi bangunan menghadap Utara, Selatan, Timur, dan Barat
dalam satu grafik. Jumlah data yang diambil untuk Air Temperature terdiri dari 31 data dalam satu
bulan selama bulan Mei. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa ketiganya menunjukkan grafik
yang fluktuatif. Grafik fluktuatif adalah grafik yang menunjukkan keadaan yang tidak tetap atau
berubah-ubah
Berdasarkan grafik yang tertampil pada bangunan dengan volume 343 𝑚3 Air Temperature
mengalami suhu tertinggi pada tanggal 26 Mei dan suhu terendah pada tanggal 1 Mei di setiap orientasi.
Pada orientasi bangunan menghadap utara, suhu tertinggi berkisar 29,38𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar
26,66 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap timur, suhu tertinggi berkisar 29,30𝑚𝑚 dan suhu
terendah berkisar 26,62 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap selatan suhu tertinggi berkisar
29,20𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 26,54 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap barat suhu
tertinggi berkisar 29,33𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 26,63 𝑚𝑚. Dengan standar deviasi berkisar
0,72 serta rata-rata suhu pada bulan Mei yaitu 28,16 𝑚𝑚.
Grafik yang tertampil pada bangunan dengan volume 729 𝑚3 Air Temperature mengalami suhu
tertinggi pada tanggal 26 Mei dan suhu terendah pada tanggal 6 Mei di setiap orientasi. Pada orientasi
bangunan menghadap utara, suhu tertinggi berkisar 29,97𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 27,19 𝑚𝑚.
Pada orientasi bangunan menghadap timur, suhu tertinggi berkisar 29,93𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar
27,17 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap selatan suhu tertinggi berkisar 29,91𝑚𝑚 dan suhu
terendah berkisar 27,11 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap barat suhu tertinggi berkisar
29,96𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 27,19 𝑚𝑚. Dengan standar deviasi berkisar 0,73 serta rata-rata
suhu pada bulan Mei yaitu 28,66 𝑚𝑚.
Grafik yang tertampil pada bangunan dengan volume 1331 𝑚3 Air Temperature mengalami
suhu tertinggi pada tanggal 26 Mei dan suhu terendah pada tanggal 6 Mei di setiap orientasi. Pada
orientasi bangunan menghadap utara, suhu tertinggi berkisar 30,05𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar
27,20 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap timur, suhu tertinggi berkisar 30,01𝑚𝑚 dan suhu
terendah berkisar 27,19 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap selatan suhu tertinggi berkisar
29,95𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 27,15 𝑚𝑚. Pada orientasi bangunan menghadap barat suhu
tertinggi berkisar 30,02𝑚𝑚 dan suhu terendah berkisar 27,20 𝑚𝑚. Dengan standar deviasi berkisar
0,72 serta rata-rata suhu pada bulan Mei yaitu 28,59 𝑚𝑚. Data yang telah dipaparkan tersebut
dituangkan dalam bentuk tabel yaitu pada Tabel 1.
Tabel 1. Air Temperature pada Setiap Orientasi di 3 Bangunan
Volume
Orientasi
bangunan
Utara
(𝑚3 )
Timur
Selatan
Barat
Low
High
Low
High
Low
High
Low
High
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
(𝑚𝑚)
343
26,66
29,38
26,63
29,30
26,54
29,20
26,63
29,33
729
27,19
29,97
27,17
29,93
27,11
29,91
27,19
29,96
1331
27,20
30,05
27,19
30,01
27,15
29,95
27,20
30,02
Suhu atau temperatur udara adalah salah satu faktor yang dominan dalam mempengaruhi
kenyamanan termal pada suatu bangunan. Satuan yang digunakan untuk temperatur udara adalah
Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Celvin. Jika ditinjau dari peraturan pemerintah dalam (KEMENKES,
1998) menyatakan standar suhu ruangan berada pada kisaran 18°C - 26°C. Dari tabel tersebut
didapatkan data Air Temperature dari setiap bangunan dan orientasi. Pada bangunan pertama dengan
volume 343 𝑚3 didapatkan Air Temperature tertinggi sebesar 29,38 𝑚𝑚 menghadap ke arah utara.
Sedangkan Air Temperature terendah didapatkan sebesar 26,54 𝑚𝑚 menghadap ke arah selatan. Pada
bangunan kedua dengan volume 729 𝑚3 didapatkan Air Temperature tertinggi sebesar 29,97 𝑚𝑚
menghadap ke arah utara. Sedangkan Air Temperature terendah didapatkan sebesar 27,11 𝑚𝑚. Pada
bangunan ketiga dengan volume 1331 𝑚3 didapatkan Air Temperature tertinggi sebesar 30,05𝑚𝑚
menghadap ke arah utara. Sedangkan Air Temperature terendah didapatkan sebesar 27,15 𝑚𝑚
menghadap ke arah selatan. Fasad bangunan atau bagian luar bangunan yang baik agar mendapat
pencahayaan yang cukup adalah menghadap utara atau selatan, bukaan yang ada pada fasad pun
menghadap utara atau selatan dan tidak terpapar sinar matahari terlalu banyak. Sebaiknya bukaan tidak
menghadap langsung ke arah matahari, lebih tepat berada di sisi utara dan selatan sehingga sirkulasi
lancar. (majalah idea edisi 63/VI/2009).
Hal ini ditunjukkan pada tabel tersebut dimana Air Temperature tertinggi pada arah utara dan
Air Temperature terendah pada arah selatan.
2. FUEL BREAKDOWN
Gambar 9. Grafik Fuel Breakdown untuk Bangunan dengan Volume 343 𝑚3 , 729 𝑚3 , 1331 𝑚3
Gambar 9 menunjukkan grafik Fuel Breakdown untuk volume bangunan 343 𝑚3 , 729 𝑚3 , dan
1331 𝑚3 dengan arah orientasi menghadap Utara, Selatan, Barat dan Timur. Jumlah data yang diambil
untuk Fuel Breakdown terdiri dari 31 data dalam satu bulan selama bulan Mei. Fuel Breakdown
merupakan data energi yang digunakan oleh bangunan berdasarkan kategori sistem. Kategori tersebut
adalah Lighting (pencahayaan) dan Room Electricity (listrik ruangan). Pada lighting digunakan general
lighting sedangkan pada Room Electricity digunakan peralatan listrik selain lampu misalnya komputer,
dan lain-lain. Penggunaan peralatan listrik meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
menciptakan kenyamanan ruang dalam bangunan.
Berdasarkan data fuel breakdown yang telah di ambil pada software Design Builder, pada bulan
Mei konsumsi energi tertinggi pada sebuah ruangan terkait pencahayaan atau Lighting yang terpakai
pada bangunan 343 𝑚3 sebesar 2,73 kWh dan rata-rata Room Electricity mencapai 1,14 kWh. Pada
bangunan 729 𝑚3 konsumsi energi tertinggi pada sebuah ruangan terkait pencahayaan atau Lighting
yang terpakai sebesar 18,33 kWh dan rata-rata Room Electricity mencapai 12,22 kWh. Pada bangunan
1331 𝑚3 konsumsi energi tertinggi pada sebuah ruangan terkait pencahayaan atau Lighting yang
terpakai sebesar 27,68 kWh dan rata-rata Room Electricity mencapai 18,45 kWh. Dari data yang
didapat dapat disimpulkan bahwa semakin besar volume bangunan maka semakin besar pula energi
yang digunakan.
3. DAYLIGHTING
Daylighting adalah pencahayaan alami yang digunakan pada bangunan. Optimalisasi dari
pencahayaan alami bisa menurunkan konsumsi energi buatan dan biaya operasional dapat dihemat
secara signifikan, sehingga beban ekonomi masyarakat dapat terbantu (Lechner, 2007) . Data yang
diambil pada menu Daylighting ada 2 yaitu, Daylighting dalam bentuk Map untuk melihat intensitas
atau persebaran, seperti yang dirasakan oleh mata manusia yaitu cahaya yang mengenai atau melewati
permukaan pada setiap bangunan dengan 4 orientasi serta Grid yang menunjukkan angka atau fluks
cahaya per satuan luas. Data berupa Map yang telah didapat terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daylighting Simulasi Bangunan pada Design Builder Berupa Map
Volume bangunan
Orientasi
(𝑚3 )
Utara
Timur
Selatan
Barat
343
729
1331
Berdasarkan Tabel 2 yang telah menunjukkan pencahayaan alami yang didapat oleh bangunan
dari cahaya matahari, ditunjukkan pula data-data terkait Reference Illuminance , Minimum Daylight
Factor, Maximum Daylight Factor, Min Illuminance, dan Max Illuminance.
Tabel 3. Daylighting Simulasi Bangunan pada Design Builder Berupa Grid
Maximum
Volume
Reference
bangunan Orientasi Illuminance (Lux)
343
729
Minimum Daylight
Min
Max
Daylight Factor Illuminan Illuminan
Factor (%)
(%)
ce
ce
Utara
55.986
0.04
3.73
3.93
373.49
Timur
55.994
0.04
3.65
4.12
365.54
Selatan
55.974
0.04
3.99
3.8
399.32
Barat
55.892
0.04
3.87
3.82
387.33
Utara
55.918
0.02
3.56
1.69
356.2
Timur
55.957
0.02
3.7
1.65
370.58
1331
Selatan
55.896
0.02
3.81
1.62
380.97
Barat
55.907
0.02
3.66
1.57
365.97
Utara
55.902
0.01
3.78
0.78
378.46
Timur
55.977
0.01
3.65
0.79
365.95
Selatan
55.91
0.01
3.92
0.84
392.32
Barat
55.929
0.01
3.76
0.8
376.33
Berdasarkan Tabel 3. Yang merupakan data simulasi daylighting berupa grid diperoleh pada bangunan
dengan volume 343 𝑚3 untuk Maximum Daylight Factor atau pencahayaan yang terjadi oleh faktor
cahaya matahari pada siang hari mencapai 3,99 % dengan penerangan maksimal mencapai 399,32 lux
pada orientasi menghadap selatan. Pada bangunan dengan volume 729 𝑚3 untuk Maximum Daylight
Factor atau pencahayaan yang terjadi oleh faktor cahaya matahari pada siang hari mencapai 3,81 %
dengan penerangan maksimal mencapai 380,97 lux pada orientasi menghadap selatan. Serta pada
bangunan dengan volume 1331 𝑚3 untuk Maximum Daylight Factor atau pencahayaan yang terjadi
oleh faktor cahaya matahari pada siang hari mencapai 3,92 % dengan penerangan maksimal mencapai
392,32 lux pada orientasi menghadap selatan. Dari semua data yang didapat, orientasi bangunan yang
menghadap ke selatan mendapatkan intensitas cahaya yang cukup sehingga untuk memungkinkan
mencapai kenyamanan termal tertinggi daripada bangunan dengan orientasi bangunan menghadap
utara, timur maupun barat.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis mengungkapkan bahwa didapatkan Air Temperature tertinggi sebesar 30.30306 𝑚𝑚
menghadap ke arah utara. Sedangkan Air Temperature terendah didapatkan sebesar 27.11417 𝑚𝑚 menghadap
ke arah selatan. Sehingga terbukti bahwa bangunan yang menghadap ke selatan lebih nyaman. Berdasarkan
hasil analisis fuel breakdown dari data yang didapat dapat disimpulkan bahwa semakin besar volume bangunan
maka semakin besar pula energi yang digunakan. Selanjutnya untuk daylighting atau pencahayaan alami
tertinggi pada orientasi bangunan menghadap ke selatan dengan mendapatkan intensitas cahaya yang cukup
sehingga untuk memungkinkan mencapai kenyamanan termal tertinggi daripada bangunan dengan orientasi
bangunan menghadap utara, timur maupun barat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A.R., 2020. KENYAMANAN TERMAL ADAPTIF PADA RUMAH SUSUN (STUDI KASUS:
ASRAMA MAHASISWA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN) (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).
ASHRAE. (1992). Thermal Environmental Condition for Human Occupation. Atlanta, United State:
ASHRAE.
Bogdonoff, S., & Rubin, J. (2007). The regional greenhouse gas initiative: Taking action in Maine.
Environment, 49(2), 9-16.
De Dear, R., & Schiller Brager, G. (2001). The adaptive model of thermal comfort and energy
conservation in the built environment. International journal of biometeorology, 45(2), 100-108.
Dhuta dalan pertunjukan wayang kulit Kajian Tekstual Simbolis. Journal of Arts Research and
Education, 12(1), 75-86.
Galley. K. E. (Ed.). (2004). Global climate change and wildlife in North America. Bethesda, MD:
Wildlife Society.
Hidayat, M. (2013). Pusat Pengembangan Bahan Ajar, UMB "Fisika Bangunan".
Hidayat, R. N., Sabri, L. M., & Awaluddin, M. (2019). Analisis desain jaring GNSS berdasarkan fungsi
presisi (studi kasus: titik geoid geometri Kota Semarang). Jurnal Geodesi Undip, 8(1), 48-55.
Karyono, T. H. (2010). Kenyamanan Termal dan Penghematan Energi: Teori dan Realisasi dalam Desain
Arsitektur. In Seminar dan Pelatihan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Gedung Jakarta Desain Center, 20
Maret 2010.
KEMENKES, M. K. (1998). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 261/MENKES/
SK/II/1998. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Lechner, Norberg. 2007.Heating, Cooling, Lighting: Strategi Desain Untuk Arsitektur. 2nd ed.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mustaqim, K. F. (2020). Studi kenyamanan termal rumah dome nglepen Yogyakarta. Jurnal Arsitektur
ARCADE, 4(2), 153-159.
Rilatupa, J. (2008). Aspek kenyamanan termal pada pengkondisian ruang dalam. Jurnal Sains dan
Teknologi EMAS, 18(3), 191-198.
Sudarsono. (2010). Garap Lakon Kresna
Suharto, & Indriyanto. (2018). Preserving Calung Banyumasan through Vocational Education and its
Community.
IOP
Conference
Series:
Materials
Science
and
Engineering,
306,
012120.
https://doi.org/10.1088/1757-899X/306/1/012120
Szokolay; 1973; Manual of Tropical Housing and Building; India; Orient Longman
Talarosha, B., 2005. Menciptakan kenyamanan thermal dalam bangunan. Jurnal Sistem Teknik Industri,
6(3).
Widodo. (2009). Nilai-Nilai Luhur Dalam Lelagon Dolanan. Harmonia: Journal of Arts Research and
Education, 9(2), 167-172.
Download