- GEOLOGI GUNUNG API PURBA Badan Geologi 201 3 Penulis Editor : Sutikno Bronto : Udi Hartono Penata Letak Juru Gambar Desainer Sampul : Bunyamin Nana Suwarna : Novan : Ayi P. M . Mustofa R. Sacadipura Hak Cipta @2010 Badan Geologi ISBN 978-602-9105-01-8 Cetakan Pertama : 2010 Cetakan Kedua : 2013 Diterbitkan oleh BADAN GEOLOGI - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Alamat :Jl. Diponegoro No. 57 Bandung Telp. : 022-7215297 Fax. : 022-7218154 Website :www.bgl.esdm.go.id e-mail : geologi@bgl.esdm.go.id KATA SAMRUTAN Menara-menara alami gunung api yang menjulang itu, membentang sepanjang Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Di dasar laut pun terdapat gunung api aktif, yang sewaktu-waktu meletus. Namun, sesungguhnya, Indonesia bukan hanya mempunyai gunung api aktif berumur Kuarter, tetapi juga mempunyai batuan gunung api berumur Tersier sampai Pratersier. Saat ini, penelitian lebih terpusat dan menjadi prioritas utama pada gunung api aktif, karena besarnya nilai kemanusiaan yang melekat dengan gunung api tersebut. Lereng-lereng gunung api dengan tanahnya yang subur, kini telah dipadati penduduk yang hams menjadi tujuan utama dalarn upaya penyelamatan ketilca gunung itu meletus. Rintisan penelitian gunung api purba, yaitu gunung api yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang sudah mati dan tererosi, yang penampakannya tidak sejelas gunung api aktif, akan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu geologi gunung api dan ilmu kebumian pada umumnya. Penelitian gunung api purba mempunyai manfaat terapan, yaitu untuk mendukung upaya pencarian sumber baru energi dan mineral, serta pengelolaan lingkungan geologi. Informasi geologi gunung api purba akan memberikan pemahaman mengenai perilaku gunung api sejak masa lalu, sehingga bermanfaat untuk mitigasi bencana geologi. Atas nama Badan Geologi, saya memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Sutikno Bronto, salah seorang profesor riset Badan Geologi yang telah berhasil menyelesaikan penulisan buku ini. Dengan terbitnya buku Geologi GunungApi Purda ini diharapkan dapat menginspirasi dan memberikan dorongan bagi kegiatan penelitian dan pendidikan ilmu kebumian di Indonesia, sekaligus mampu menciptakan gagasan-gagasan baru tentang sumber daya geologi, lingkungan geologi, dan mitigasi bencana geologi, serta bermanfaat dalam menunjang peningkatan kesejahteraan dan perlindungan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. R. Sukhyar Kepala Badan Geologi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhanYang Maha Pengasih atas rahmat yang diberikan-Nya sehingga penyusunan buku ini dapat diselesaikan. Buku berjudul Geologi Gunung Api Purba ini dimaksudkan untuk membuka pemikiran baru mengenai ilmu kebumian, khususnya di daerah berbatuan gunung api seperti halnya di Indonesia. Sekalipun di daerah ini banyak gunung api, pembelajaran geologi selama ini lebih banyak mengacu kepada pemikiran pandangan geologi sedimenter sehingga analisis terhadap peristiwa geologi dan terapan di bidang penemuan sumber daya serta penanganan bencana geologi masih kurang sesuai. Untuk memahami geologi gunung api purba, pada awal pembahasan disampaikan kejadian kegunungapian pada masa kini, baik menyangkut asal-usul, proses maupun hasil kegiatan. Data geologi gunung api masa kini tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk menganalisis keberadaan gunung api purba. Dengan asumsi bahwa peristiwa geologi gunung api pada masa kini juga pernah terjadi pada masa lalu. Pada bab terakhir dikemukakan beberapa contoh hasil penelitian geologi gunung api purba di beberapa wilayah di Indonesia. Penelitian ini masih bersifat pendahuluan sehingga diperlukan penelitian lanjutan pada masa mendatang. Dengan selesainya penyusunan buku ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kepala Badan Geologi beserta jajaran pimpinan di bawahnya, yang telah membantu mulai dari persiapan penulisan sampai dengan penerbitan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Nana Suwarna dan Udi Hartono, yang telah bersusah payah menelaah dan memberikan masukan selama dilakukan penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Novan Priyagus Mirza Mustofa, yang dengan tekun telah membantu menyiapkan dan menyusun gambar di dalam naskah. Kepada saudara Rian Koswara, staf Badan Geologi, juga diucapkan terima kasih atas bantuannya dalam persiapan -penerbitan buku. Diharapkan buku ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu kebumian terutama yang terkait dengan kegunungapian serta penerapannya dalam rangka penemuan sumber-sumber baru energi dan mineral, serta pengelolaan lingkungan dan bencana geologi. Untuk lebih menyempurnakan isi buku ini pada waktu mendatang maka kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin. Penulis, Sutikno Bronto DAFTAR IS1 .................................................................................................. vii KATA SAMBUTAN ......................... . . ........................................................................................................................... ix PRAKATA ...................... . . ......................................................................................................................... xi DAFTAR IS1 ..................... . BAB 1 PENDAHULUA 1 1.1 Latar ielakany .................................................................................................................................. 1 1.2 Permasalahan.............................................................................................................................. 2 1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................................................................... 3 1.4 Pengertian Dasar........................................................................................................................ 4 1.5 Ruang Lingkup dan Sistematika ............................................................................................ I ............................................................................................................... 11 BAB 2 MAGMA ,.,,,...,,,,,,,,,,,. . ................................................................................. 16 2.4 Sifat Kimiawi Magma .................... . . . 17 ........ 2.5 Hubungan Gununy Api . Tataan Tektonika. dan Komposisi Magma .................... 2.6 Ringkasa 23 25 BAB 3 BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API ............................................................................... 3.1 Gununy Api Monogenesis .................................... ........................................................................ 25 3.2 Gununy Api Komposit dan Jamak 3.3 Kompleks Gunung Api Purb 3.4 Gunung Api Kaldera ................................................................................................................... 3.5 Gunung Apl. P e.r ~ s. a....................................................................................................................... ~ 3.6 Rinykasan .................................................................................................................................... 27 34 34 31 3Y BAB 4 ERUPSI GUNUNG API 42 4.2 Klasifikasi Erupsi Berdasar Asal-usul Bahan Penyusun ................................................ 4.3 Klasifikasi Erupsi Berdasar Sifat Kegiatan 4.4 Klasifikasi Erupsi Berdasar Lokasi .............. 4.5 Mekanisme Erupsi ............................................................................................................... 45 4.6 Tipe Erupsi Gunung Api ................................................................................................................. 50 56 5Y BAB 5 BATUAW GUNUNG API ............................................................................................................. ................................................................... 5.1 Dasar-dasar Penamaan Batuan ..................... . El 5.2 Pengertian iatuan Gununy Api 5.3 Penamaan Batuan Gununy Api secara Pemerian ............................................................. 5.3.1 Lava Koheren ................................................................................................................ 64 61 66 66 L + my, ! i: >>F iz 22 C r r & & X - X - k k 7 -0mTP-O-O-O-n-n-U-n C C C 0 0 0 0 z z7--zr7 zm c m m m m m m m m m p g .*.A= 5 5 gg N - c c c X E m mmzzz m xx xxz m m m E j g z > P P F F F F P C . -. 3 3 =. G. =. 3 3 3 3 =. y, BAB 1 PENDAHULUAN I . I Latar Belakang Indonesia ternyata tidak hanya mempunyai banyak gunung api berumur Kuarter (kurang dari 2 juta tahun yang lalu) dan aktif masa kini, tetapi juga mempunyai batuan gunung api berumur Tersier dan Pratersier yang tersebar sangat melimpah. Berdasarkan keterdapatan batuan gunung api yang tersingkap di permukaan, maka kegiatan gunung api di Indonesia sudah dimulai sejak Zaman Perem (280 - 260 $1.). Hal itu dibuktikan dengan tersingkapnya batuan gunung api berumur Perem di Sumatera yang dikelompokkan ke dalam Formasi Silungkang, Palepat, dan Gunung Api Panti (Rosidi dkk., 1976; Rock dkk., 1983; Hartono dkk., 1996). Vulkanisme sangat tua di Kalimantan berumur Trias, ditandai oleh batuan Gunung Api Jambu (209 ? 5 jtl), Sekadau dan Formasi Kuayan (Heryanto dkk., 1993; Margono dkk., 1995; Nila dkk., 1995; Rusmana dan Pieters, 1993; Pieters dkk., 1993a), serta Formasi Haruyan yang berumur Kapur (82,93 2,21jtl- 66,27 11,63 jtl.; Rustandi dkk., 1995; Hartono, 1997). Di Jawa sendiri batuan gunung api tertua diperkirakan berumur Kapur-Eosen, yakni Formasi Jatibarang (Martodjojo,2003). Pada Zaman Tersier batuan gunung api sangat melimpah di Indonesia, yang dikenal +_ dengan nama Old Andesite Formation (van Bemmelen, 1949).Batuan gunung apiTersier yang tersebar sangat luas di Sumatera, mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam (Formasi Breueh dan Batuan Gunung Api Pulau Weh; Bennet dkk., 1981) sampai dengan Sumatera Selatan dan Lampung, yang dikenal dengan nama Formasi Hulusimpang (misal Aldiss dkk., 1983; Rock dkk., 1983; Suwarna dan Suharsono, 1984; Gafoer dkk., 1992; Endarto dan Sukido, 1994; Suwarna dkk., 2007; Gafoer dkk., 2010). Di Jawa, batuan gunung api Tersier antara lain dikelompokkan ke dalam Formasi Jampang, Formasi Semilir, dan Formasi Nglanggeran (misal: Budhitrisna, 1986; Surono dkk., 1992).Jalur batuan gunung api Tersier itu menerus ke timur hingga Pulau Bali dan NusaTenggara (Suwarna dkk., 1989; Andi Mangga dkk., 1994; Noya dkk., 1997; Purbohadiwidjojo dkk., 1998). Di Kalimantan, batuan gunung api Tersier dikelompokkan ke dalam Batuan Gunung Api Piyabung, Nyaan, Muller, Jelai, dan Meragoh, serta kelompok Batuan Terobosan Sintang (Suwarna dan Apandi, 2010; Abidin dkk., 1993; Baharuddin dkk., 1993; Heryanto dkk., 1993; Pieters dkk., 1993a & b; Heryanto dkk., 1995; Heryanto dan Abidin, 1995). Di Sulawesi batuan gunung api 2 dari gerak-gerak dinamika magma di bawah ~ermukaanhingga kemunculann~adi permukaan dalam berbagai bentuk dan kegiatan. Pengamatan secara langsung itu dapat dilakukan menggunakan mata telanjang dan atau menggunakan peralatan pemantauan, secara fisis maupun kimiawi. Kegiatan vulkanisme di permukaan itu dapat diamati mulai dari proses erupsi, mekanisme transportasi bahan erupsi sampai dengan proses pembekuan lava, dan pengendapan bahan Mastika atau rempah 1.2 Permasalahan Sekalipun gunung api dan batuan hasil gunung api. Peristilahan secara genetis ini kegiatannya di Indonesia sangat melimpah, selain dapat mengetahui asal-usul pembenpembelajaran geologi gunung api selama ini, tukannya juga tersirat di dalamnya perihal baik melalui pendidikan maupun penelitian, tingkatan bahayanya, misalnya awan panas masih kurang berkembang. Penelitian secara lebih berbahaya daripada diran lava. vulkanologis terhadap gunung api tersebut Sejauh ini hampir tidak ads institmi masih sangat terbatas pada gunung api aktif geologi yang secara berkelanjutan melakukan masa kini saja. Penelitian dasar kegunungapi- penefitian kegunungapian, apalagi rnengkhuan ini pun lebih banyak dimaksudkan untuk suskan diri di bidang geologi gunung api. mendukung usaha penanggulangan bahaya Padahal hampir semua pusat-pusat pendidiletusan gunung api, yang bersifat sosial kan dan penelitian geologi terutama di Jawa, atau nonprofit oriented, seperti tercermin di terletak di kawasan gunung api, rnisalnya di dalam tugas dan fun@ instansi pemerintah Bogor, Bandung, Purwokerto, dan YogyakarYang menangani masalah kegununga~ian. ta. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sejauh ini, belum ada penelitian vulkanologis sumber D~~~~ i ~terletak ~ ~di atas a barnan l Yang dikaitkan dengan aspek P ~ C $ ~ oriented, gunung api di daerah Bandung. Pendidikan seperti halnya pencarian sumber-sumber tinggi geologi diYogyakarta menempati kaki baru mineral dan energi, baik energi asal selatan GunungApi Merapi dan berdekatan fosil maupun non-fosil. Peristilahan nama dengan batuan gunung api ~~~~i~~di peatau e n d a ~ a nYang digunakan di gunungan Selatan dan Pegunungan Kulon dalam pembelajaran gunung a ~ i Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. juga lebih banyak bersifat genetis, terutama Bahkan yang berada di Jakarta, Semarang, men~angkutmekanisme bahan Yang dike- dan Surabaya juga berdiri di atas endapan luarkan dan nama P n u n g a ~ atau i fluvium gunung api Kuarter, masing-rnasing erupsi. Sebagai contoh: Endapan awan panas dari Gunung Gede - Pangrango, Gunung guguran Gunung A ~ Mi e r a ~ i ,e n d a ~ a n Ungaran, serta Gunung Arjuno - Welirang awan panas letusan Gunung Api Semeru, - Penanggungan. kubah lava Gunung Api Kelud, aliran lava Unmk batuan gunung api yang berumur Gunung Api Anak Krakatau' dan endapan Tersier dan Pratersier, kebanyakan peneliHal ini longsoran Gunung A ~ St' i tian hanya terbatas pada lingkup petrolodapat d i m d u m i karena para ahli gunung gi-geokimia (contoh: Soeria-Atmadja dkk., api yang bekerja pads gunung api aktif masa 1986; Hartono dan Sulistiyawan, 2010) dan kini dapat mengamatinya secara langsung, hubungannya dengan tektonika (contoh: bagaimana kegiatan suatu gunung api mulai Tersier tersebar mulai dari Talaud (Sukamto dan Suwarna, 1986), Sulawesi Utara (Bachri, 2006) sampai dengan Sulawesi Selatan (Sukamto, 1982; Sukamto dan Supriatna, 1982). Di daerah Maluku batuan gunung apiTersier antara lain dilaporkan oleh Yasin (1980), Tjokrosapoetro dkk. (1993), dan Sudana dkk. (1994) sedangkan di Papua oleh Masria dkk. (1981) dan Baharuddin dan Rusmana (2007). - GEOLOGI GUNUNG API PURBA BAB 1 PENDAHULUAN Katili, 1975; Baharuddin dan Rusmana, 2007). Sementara itu penelitian yang lebih hilir tentang hubungan magmatisme dan mineralisasi mulai dikembangkan, misalnya Hartono (2003; 2006). Penelitian terhadap aspek vulkanologi fisis (physical vokanology) dapat dikatakan belum pernah dilakukan pada batuan gunung api berumur Tersier dan yang lebih tua. Hal itu disebabkan bentuk dan tata letak gunung api sudah tidak teramati secara jelas seperti halnya pada gunung api Kuarter dan aktif masa kini, karena proses perombakan yang semakin lanjut dan kemungkinan sudah mengalami deformasi tektonika secara intensif Selain itu para ahli geologi yang bekerja pada batuan gunung api tua juga kurang membekali diri dengan pengetahuan tentang vulkanologi fisis dan peristilahan nama secara genetis. Para ahli geologi tersebut lebih menekankan pada penamaan batuan berdasarkan aspek pemerian atau deskriptif, yang menyangkut tekstur, struktur, komposisi, dan warna; sebagai contoh breksi, konglomerat, batupasir kuarsa, batulumpur berlapis, dan batulempung merah. Apabila ada indikasi berasal dari kegiatan gunung api masa lalu cukup diberi nama breksi gunung api atau tuf, tanpa dirinci lebih lanjut secara genetis terhadap batuan gunung api tersebut. Pemahaman ini menjadi lebih sulit berubah karena pembelajaran geologinya lebih didasarkan pada pandangan geologi sedimenter (Bronto dkk., 2009a). Kenyataan tersebut tentunya tidak terlepas dari sejarah pendidikan dan penelitian geologi yang selama ini mengikuti pemikiran ahli geologi dari negara-negara barat yang lingkungan geologinya jauh dari gunung api. Pemikiran tersebut antara lain pedataran (peneplanisasi) dalam geomorfologi, pandangan geologi sedimenter (stratigafi kueh lapis atau layered cakegeology) di bidang sedimentologi dan stratigrafi, serta prinsip horisontalitas di bidang struktur geologi dan tektonika. 3 Pemikiran para ahli geologi non gunung api tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan pada batuan gunung api, karena secara geomorfologi terdapat topografi awal yang tertimbun (pre-existing topograhy), secara struktur geologi ada kemiringan awal (initial dips), dan pengendapan batuan gunung api juga tidak selalu mengikuti hukum stratigrafi kue lapis (Bronto dkk, 2004a). Bahkan, dalam beberapa ha1 kegiatan gunung api mampu membentuk struktur geologi berupa sesar dan lipatan, selain kekar dan rekahan. Kekurangan itu menjadi kendala untuk menerapkan ilmu gunung api ke dalam pembelajaran geologi di daerah yang tersusun oleh batuan gunung api berumur lebih tua dari Kuarter. Padahal untuk daerah busur gunung api, seperti di Indonesia, keberadaan gunung api tersebut sangat ekstensif dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan batuan lain, misalnya batuan karbonat. Suatu ha1 yang kurang tepat apabila membahas batuan karbonat di Pegunungan Selatan Yogyakarta tetapi model pengendapannya dikaitkan dengan model di Teluk Persia atau kepulauan Bahama, yang terjadi pada cekungan yang bebas dari gunung api. D i bagian timur Pegunungan Selatan misalnya, pengendapan batuan karbonat jelas terpengaruh oleh kegiatan gunung api (Sartono, 1964). 1.3 Maksud danTujuan Buku ini ditujukan untuk mengemukakan adanya gunung api purba, yang selama ini kurang dikenal oleh para ahli geologi, apalagi masyarakat awam. Dengan banyaknya gunung api aktif masa kini ditambah bentuk bentang alam gunung api Kuarter, yang sedang- beristirahat maupun tidak menunjukkan gejala kegiatan vulkanisme, serta melimpahnya batuan gunung api yang lebih tua, maka diyakini bahwa pada umur Tersier dan yang lebih tua juga terdapat gunung api. Masalah yang sering dilontarkan adalah ti- 4 GEOLOGI GLINUNG API PURBA dak ada fitur secara fisis gunung api tersebut seperti halnya pada gunung api masa kini dan Kuarter. Hal tersebut dapat dimaklumi karena setelah waktu geologi berlalu, yang berlangsung dalam hitungan jutaan sampai dengan puluhan juta tahun, proses-proses pelapukan dan erosi atau perombakan terhadap tubuh gunung api Tersier atau yang lebih tua sudah berlangsung sangat lama dan intensif. Dengan mengetahui adanya gunung api purba, jenis, tipe, serta sebaran vertikal dan lateralnya, maka hal tersebut akan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya terhadap geologi gunung api dan umumnya ilmu kebumian. Agaknya hampir semua ilmu cabang geologi yang selama ini dipelajari berdasarkan Pandangan Geologi Sedimenter perlu dilakukan peninjauan di sana-sini apabila bekerja di daerah berbatuan gunung api. M a n f a a t terapan dari pembelajaran geologi berdasarkan Pandangan Geologi SUNIBER DAYA GEOLOGI Gunung Api ini adalah untuk mendukung eksplorasi atau pencarian sumber baru energi dan mineral, serta pengelolaan lingkungan geologi dan mitigasi bencana geologi. Lebih daripada itu, dengan mempelajari geologi gunung api yang sesuai dengan kondisi geologi di Indonesia, maka kita akan menjadi pakar pada gejala atau persoalan (kegunungapian) yang ada di daerah sendiri. Hal itu sekaligus para ahli juga diharapkan dapat menjadi agent of change atau paling tidak mengembangkan metode pembelajaran geologi pada masa mendatang. Selanjutnya berdasarkan pandangan geologi gunung api itu para ahli geologi juga diharapkan mampu mengembangkan metode eksplorasi sumber daya, pengelolaan lingkungan geologi, dan mitigasi bencana (Gambar 1.1). 1.4 Pengertian Dasar Ilmu gunung api atau Vulkanologi adalah ilmu yang mempelajari permasalahan gunung api. Katavulkanologi berasal dari bahasa Ing- BENCANA GEOLOGI I GEOLOGI GUNUNG API Gambar 1.1 Bagan pengetahuan Geologi Gunung Api sebagai landasan untuk pernbelajaran lebih lanjut terhadap potensi surnber daya geologi dan bencana geologi di daerah berbatuan gunung api. Potensi surnber daya geologi dapat berupa mineral, energi, dan lingkungan geologi. Potensi bencana geologi terutarna disebabkan oleh letusan gunung api, tetapi dapat berkernbang ke gernpa burni, tanah longsor, tsunami, dan gunung api lurnpur (mud volcano). BAB l PENDAHULUAN 5 D i dalam Internet (en.wikipedia.org/ gris volcanology, terdiri atas kata volcano yang berarti gunung api, dan logy berasal dari kata wiki/Volcano) diungkapkan bahwa a volcano logos yang berarti ilmu pengetahuan. Kata is an opening, or rupture, in a planet's surface vulkano diadopsi dari bahasa Belanda vulkaan or crust, which allows hot magma, ash andgases atau dari bahasa Itali vulcano. D i Indonesia, to escapefrom below the surface. Shieferdecker istilah Ilmu Gunung Api atau Vulkanologi (1959) menyatakan bahwa a volcano is a sudah biasa digunakan orang. place at the surface of the earth where magmatic Alzwar dkk. (1988) mendefinisikan materialfrom the depth erupts or has erupted in the past, usuallyforming a mountain, more gunung api adalah: 1. Merupakan bentuk timbulan di permu- or less conical in shape with a crater in the top. kaan bumi yang dibangun oleh timbunan Gunung api adalah tempat keluarnya magma rempah gunung api. dari dalam bumi ke permukaan atau sudah 2. Jenis atau kegiatan magma yang sedang keluar pada masa lampau, biasanya membentuk sebuah gunung berupa kerucut yang berlangsung. 3. Merupakan tempat munculnya batuan mempunyai kawah di bagian puncaknya. leleran dan rempah lepas gunung api yang Macdonald (1972) mendefinisikan "volcanois berasal dari dalam bumi. both theplace or openingfrom which molten rock Definisi itu mempunyai beberapa kelema- orgas, andgenerally both, issuesfrom the earth> interior onto the surface, and the hill or mountain han, yaitu: a. Suatu definisi seharusnya tercakup dalam built up around the opening by accumulation satu kesatuan kalimat, tidak dipisah-pisah of the rock material". Definisi dalam bahasa Inggris itu jika diterjemahkan secara bebas menjadi beberapa butir. b. Butir 1)baru menunjukkan bentuk ben- ke dalam bahasa Indonesia menjadi gunung tang alam tinggian yang tersusun oleh api, yaitu bukaan tempat batuan kental pijar batuan gunung api. Onggokan batuan gu- atau gas, dan umumnya kedua-duanya, keluar nung api ini dapat saja berasal dari proses dari dalam bumi ke permukaan, dan bahan non gunung api, misalnya resedimentasi batuan yang mengumpul di sekelilingbukaan atau tektonika, dan sisa erosinya. itu membentuk bukit atau gunung. Tempat c. Butir 2) memberikan kesan bahwa gu- atau bukaan yang dimaksudkan di sini adalah nung api hanya diperuntukkan pada jenis kawah, bila diameternya kurang dari 2000 m, atau magma yang sedang berlangsung atau disebut kaldera bila diameternya lebih pada saat ini dan dapat diamati langsung besar atau sama dengan 2000 m (Macdodengan mata kepala atau menggunakan nald, 1972). Bukaan ini berupa cekungan peralatan pemantauan. D i lain pihak, bila tidak tertutup oleh bahan gunung api kegiatan gunung api masa lalu baik yang yang lebih muda. Batuan kental pijar dan gas sekarang sudah mati dan menjadi fosil gu- di sini adalah magma. Pembentukan bukit nung api maupun yang beristirahat sangat atau gunung tidak merupakan sesuatu yang lama sehingga kegiatannya belum pernah mutlak; dapat saja suatu gunung api tidak tercatat di dalam sejarah dapat dipandang mernbentuk bukit atau gunung, yaitu bila sebagai bukan gunung api. tidak terjadi akumulasi batuan gunung api d. Butir 3 ) membatasi gunung api sebagai di sekeliling kawah atau kaldera. Dengan tempat keluarnya batuan pijar dari dalam demikian gunung api harus dibedakan debumi yang ada di dalam buku ini disebut ngan pengertian bukit atau gunung. Kedua kawah atau kaldera. istilah terakhir itu hanya bersifat topografis 6 yang lebih tinggi daripada daerah sekitarnya. Masyarakat umum menyebut gunung api sebagai gunung berapi karena sebagaigunung yang dapat mengeluarkan api, yaitu pada saat terjadi letusan. Paleovolcanoes (gunung api purba atau fosil gunung api) adalah gunung api yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang ini sudah mati dan bahkan tererosi lanjut sehingga fitur/penampakannya sudah tidak sejelas gunung api aktif masa kini (Bronto, 2009a). Suatu lapangan gunung api adalah tempat atau daerah tertentu di permukaan burnilplanet yang banyak terdapat kegiatan gunung api. Daerah tersebut biasanya mempunyai 10 sampai 100 buah gunung api dalam bentuk kerucut sinder, yang tersebar secara acak, meskipun aliran lava mungkin juga ada. Bahkan suatu lapangan gunung api dapat merupakan kumpulan gunung api poligenesis. Dengan demikian secara umum dapat dinyatakan bahwa lapangan gunung api adalah suatu daerah cukup luas yang banyak terdapat gunung api, dan daerah itu tidak berhubungan dengan daerah gunung api yang lain. Istilah vulkanisme (volcanism) adalah proses alam yang berhubungan dengan kegiatan kegunungapian, mulai dari asal-usul pembentukan magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi d d a m berbagai bentuk d i n kegiatannya. Kegiatan magma di dalam bumi dapat direkam dengan peralatan geofisika dan geokimia, sedangkan kegiatan di permukaan berupa letusan gunung api, lapangan solfatara, fumarola, mata air panas, bualan lumpur, dan penampakan-penampakan lain yang biasanya dijumpai di daerah gunung api dan lapangan panas bumi. Pengertian ini memberikan pencerminan bahwa cakupan ilmu gunung api sangat luas mulai dari "magmatologi" atau petrologi batuan beku hingga sedimentologi batuan hasil kegiatan gunung api. Sedemikian luas lingkup vulkanologi sehingga para GEOLOGI GUNUNG API PURBA ahli membentuk organisasi profesi internasional bernama International Association on Volcanology and Chemisty of Earth Interior (IAVCEI). Dengan demikian, lingkup ilmu gunung api atau vulkanologi meliputi bahasan khuluk (bentuk fisik alamiah, nature), mula jadi (asd-usul, origin, genesis), bahaya dan penanggulangannya (volcanichazards and their mitigations), serta manfaat sumber daya gunung api. Prinsip pemahaman terhadap lingkup vulkanologi itu dapat dipelajari secara bertahap mulai dari pemerian (descriptive), tafsiran (interpretative), dan kemanusiaan (humanistic).Pemerian adalah uraian tentang obyektivitas data yang diamati terhadap gunung api dan vulkanisme. Data tersebut menjadi dasar untuk melakukan penafsiran terhadap hal-hal yang tidak teramati, misalnya asal-usul sumber erupsi, lingkungan asal, mekanisme letusan, mekanisme pengendapan batuan gunung api, lingkungan pengendapan, dan umur kejadian. ~ r i r h phumanistik di sini dimaksudkan sebagai hubungan antara gunung api dengahehidupan rnanusia, baik berupa ancaman bahaya gunung api terhadap kehidupan dan lingkungan hidup manusia, usaha penanggulangan bencana letusan gunung api, maupun pemanfaatan sumber daya alam gunung api. Istilah yang juga sangat penting adalah gunung api aktif, namun sejauh ini pemahamannya belum ada keseragaman di antara para ahli gunung api. Berdasarkan analisis umur batuan gunung api, terutama penarikhan umur secara radiometri, para ahli gunung api di Jepang dan Selandia Baru menyatakan bahwa seluruh gunung api yang pernah meletus antara 50.000 tahun yang lalu hingga sekarang dinyatakan sebagai gunung api aktif. Gunung api yang kegiatannya antara 50.000 dan 100.000 tahun yang lalu dinyatakan mempunyai potensi aktif kembali (capable volcanoes), sedangkan gunung api yang kegiatannya lebih tua dari 100.000 tahun yang 7 BAB l PENDAHULUAN lalu dipandang sudah mati atau sebagai fosil sih perlu diperhatikan kemungkinan terjadi gunung api. Mengacu pendapat Neumann letusan kembali. Salah satu contoh kawasan van Padang (1951), Pusat Vulkanologi dan gunung api yang sebelumnya dipandang Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi sudah tidak aktif tetapi setelah beristirahat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mi- selama 14.500 tahun kemudian meletus neral, Republik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 1987 - 1989 adalah Gunung Api gunung api aktif adalah semua gunung api Anak Ranakah di Pulau Flores bagian barat yang pernah meletus sejak tahun 1600 (Tipe (Abdurachman dkk., 1988).D i Filipina,Mt. A), gunung api yang belum pernah meletus Pinatubo yang sebelumnya dianggap bukan sejak 1600 tetapi masih memperlihatkan gunung api aktif ternyata telah meletus hebat kenampakan vulkanisme (Tipe B), serta da- pada tahun 1991 (Newhall dan Punongerah yang bentuk gunung apinya tidak jelas bayan, 1996). Setelah dilakukan penelitian, tetapi masih dijumpai lapangan solfatara ternyata diketahui bahwa aktivitas gunung dan fumarola, serta kenampakan panas bumi api itu sudah mulai sejak 1juta tahun yang lainnya (Tipe C). lalu, dan sebelum letusan 1991 gunung api Dari pembahasan G u n u n g Muria di itu telah mengalami istirahat panjang selama Jawa Tengah (Anonim, 1997) dinyatakan lebih kurang 500 tahun. Pada 29-31 Agustus bahwa keaktifan suatu gunung api sangat 2010 Gunung Api Sinabung di Sumatera erat hubungannya dengan kegiatan tektonika Utara meletus setelah beristirahat panjang, daerah setempat. Selama kegiatan tektonika paling tidak sejak tahun 1600.Hal ini diduga di daerah itu masih berlangsung maka ha1 sangat erat hubungannya dengan kegiatan itu dapat menyebabkan reaktivasi kegiatan tektonika yang sangat intensif di kawasan gunung api. Pada waktu sekarang mungkin itu, paling tidak sejak tahun 2000 (Bronto saja gunung apinya tidak menunjukkan dan Setianegara, 2010). kegiatan, apalagi teramati di permukaan, Ferari (1995) memandang gunung api tetapi dengan dipicu oleh gerak-gerak tek- aktif bila lama hidupnya, dari lahir sampai tonika, maka gunung api itu dapat meletus menjelang mati, secara statistik helum terkembali. Oleh sebab itu untuk gunung api lampaui.Tabel1.1 menunjukkan lama hidup yang berumur kurang dari 5 juta tahun ma- dan waktu istirahat setiap tipe gunung api di Tabel 1.1 Lama Hidup atau Durasi dan Waktu lstirahat setiapTipe Gunung Api di Dunia (Ferari, 1995) WAKTU ISTIRAHAT (TAHUN) DURASI (RIBU TAHUN) TlPE GUNUNG API RATA-RATA MAKSIMUM RATA-RATA MAKSIMUM 846 3.800 130.751 850.000 1.467 3.778 14.000 673.714 1.000.000 85.000 Gunung api strato (S-I) 600 1.800 309 5.300 3 Gunung api strato (I-M) 240 1.300 15 50 < 1 2.987 5.700 2.750 647 6.200 < Kaldera tunggal Kompleks kaldera Gunung api monogenesis Gunung api tameng Keterangan: S = asam, I = menengah, M = basa 1 MINIMUM GEOLOGI GUNUNG API PURBA dunia. Sebagai contoh, gunung api kaldera tunggal mempunyai durasi hidup rata-rata 846.000 tahun dan maksimum 3,8 juta tahun. Apabila batuan termuda gunung api itu berumur 500.000 tahun maka gunung api itu masih tergolong gunung api aktif. Sebaliknya iika umur kaldera itu sudah lebih dari 4 iuta iahun, atau waktu istirahat terkini sudah lebih dari waktu istirahat maksimum (> 850.000 ribu tahun) maka gunung api itu sudah dapat dianggap mati. Newhall dan Dzurisin (1988) memperkenalkan istilah volcanic unrest yang didefinisikan sebagai a signzjcant change (usually an increase) in seismicity, ground deformation, &marolic activity, or otherparameters, within or adjacent to a volcanic system (suatu perubahan penting, biasanya berupa suatu peningkatan, pada kegempaan, deformasi muka tanah, aktivitas fumarol, dan lain-lain parameter di dalam atau di sekitar suatu sistem gunung api). D i sini paling tidak ada empat tipe kegiatan yang diperhatikan, yaitu: keaktifan yang langsung mengarah kepada suatu letusan, dan ini suatu tanda-tanda awal (precursor) yang jelas terhadap kegiatan gunung api. Keaktifan yang tidak segera menuju suatu erupsi, tetapi mencerminkan salah satu rangkaian kejadian pada jangka waktu lama (misalnya penerobosan magma secara berulang-ulang) yang setelah dilakukan analisis secara terpadu dengan data lain mengarah ke letusan gunung api - Keaktifan yang terjadi di antara fase-fase suatu letusan yang memanjang/menerus. - Keaktifan yang tidak berhubungan dengan letusan gunung api, contohnya kegiatan tektonika regional di dekat suatu gunung api, atau perubahan-perubahan panas sebagai hasil pengembangan dan perekahan pada suatu sistem hidrotermal. Dari pendapat ini jelas bahwa di daerah yang secara tektonika masih aktif, berumur Kuarter, maka gunung apinya juga dipandang aktif atau setidak-tidaknya mempunyai potensi untuk aktif kembali, sekalipun di permukaan tidak memperlihatkan kegiatan. Gunung api itu mungkin saja sedang menghimpun kekuatan di bawah permukaan bumi, misalnya melalui diferensiasi magma atau percampuran magma, sehingga pada suatu saat bila energinya sudah sangat kuat dan mempunyai jalan keluar ke permukaan dapat terjadi letusan. Pendapat ini senada dengan pendapat Anonim (1997) di atas bahwa kegiatan gunung api sangat erat berhubungan dengan kegiatan tektonika. Icegiatan tektonika menyebabkan terbentuknya magma sebagai bahan utama gunung api dan sekaligus membentuk rekahan-rekahan yang memungkinkan magma keluar ke permukaan bumi. Dari uraian di atas penulis dapat menarik batasan gunung api aktif sebagai gunung api yang kegiatan magmanya masih dapat diamati di permukaan dan atau di bawah permukaan bumi. Kegiatan magma di permukaan antara lain berupa letusan gunung api, semburan gas gunung api, mata air panas dan berbagai bentukpenampakan panas bumi di kawasan gunung api. Kegiatan magma di bawah permukaan bumi dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai metode dan peralatan pemantauan gunung api, baik secara geofisika maupun geokimia. 1.5 Ruang Lingkup dan Sistematika Untuk mengenal dan memahami geologi gunung api purba, maka perlu diawali dengan pengetahuan kegunungapian masa kini. Hal ini untuk memudahkan pembaca dalam memahami ungkapan atau peristilahan vulkanologi yang terdapat di dalam uraian mengenai gunung api purba. Berhubung vulkanisme sangat erat hubungannya dengan magmatisme, maka sebelum membahas lebih jauh tentang gunung api di dalam buku ini BAB l PENDAHULUAN juga disampaikan perihal asal-usul magma. Bahasan vulkanisme sendiri meliputi bentuk bentang alam dan struktur gunung api,proses dan tipe erupsi, serta hasil kegiatan berupa batuan gunung api. Hubungan magmatisme-vulkanisme dengan tektonika diuraikan dalam bahasan gunung api dan tektonika. Untuk masuk ke bahasan gunung api purba diawali dengan konsep-konsep dasar mengenai pengertian gunung api purba, pandangan geologi sedimenter, dan pandangan geologi gunung api, yang dilanjutkan dengan metode pengenalan terhadap gunung api purba. Secara geologis, metode pengenalan ini mencakup analisis data inderaja dan geomorfologi, sedimentologi, stratigrafi, struktur geologi, petrologi-geokimia, dan data pemboran bawah permukaan. Sekalipun, ! belum pernah dilakukan identifikasi gunung api purba bawah permukaan maka secara geofisika juga didiskusikan. Pada bab terakhir disuguhkan studi-studi identifikasi gunung api purba yang selama ini sudah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil-hasil identifikasi gunung api purba ke depan bermanfaat untuk pengembangan ilmu kebumian, antara lain untuk menganalisis kemungkinan terjadinya tumpang tindih vulkanisme (superimposed volcanisms) dan terbentuknya cekungan di dalam busur gunung api. Sebagai implikasi dari pembelajaran geologi gunung api manfaat terapannya adalah untrlk pencarian sumber baru mineralisasi, sumber baru energi asal fosil, penataan lingkungan geologi, dan mitigasi bencana geologi. BAB 2 Gunung api merupakan 'jendela' keluarnya magma dari dalam bumi (atau Sistem Solar) ke permukaan. Pernyataan itu dapat lebih ditegaskan lagi bahwa setiap magma yang keluar ke permukaan bumi atau Sistem Solar disebut gunung api. Untuk memberikan gambaran secara lebih lengkap dari pembentukan magma di bawah permukaan sampai dengan kemunculannya di permukaan, maka di dalam Bab 2 ini dibahas secara khusus tentang magma. Berhubung pembaca, terutama geologiawan sudah mendapatkan pengetahuan mengenai geologi dasar dan petrologi batuan beku, maka pembahasan mengenai magma di dalam buku ini bersifat umum. Pembahasan magma di sini mencakup definisi, asal-usul, tipe, sifat fisis dan kimiawi, serta hubungannya dengan kedudukan tektonikanya. Dengan uraian ini diharapkan pembaca dapat lebih memahami perihal magma dalam kaitannya dengan kegiatan gunung api. 2.1 Definisi Magma Mengacu kepada para ahli geologi dan gunung api, beberapa definisi tentang magma dapat diuraikan sebagai berikut: a. l&emolten rock, whether it is still within the earth or has been ejected onto the surface (Macdonald, 1972). Magma adalah batuan kental pijar yang masih berada di dalam bumi atau yang sudah dilontarkan ke permukaan bumi. b. A completely or partly molten natural substance which, on cooling, solidzjies as a crystalline orglassy igneous rocks (Williams dan McBirney, 1979). Magma adalah suatu substansi d a m yang seluruhnya atau sebagian berupa bahan kental pijar yang pada proses pendinginan akan membeku dan membentuk batuan beku yang tersusun oleh kristal atau gelas. c. Cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara ilmiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersuhu antara 900 - 1.100" C, dan berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bumi bagian atas (Gambar 2.1 dan 2.2; Alzwar dkk., 1988). d. Berdasarkan pengertian kimia-fisika, magma adalah bahan yang mempunyai sistem berkomponen ganda (a multi componen system) yang terdiri atas fase cair sebagai komponen utama, sejurnlah kristal sebagai fase padat, dan fase gas pada kondisi tertentu. 14 GEOLOGI GUNUNG API PURBA Garnbar 2.4 Pembentukan magma dan gunung api di zona penunjaman berdasar pembubungan magma dari selubung bumi (upwelling mantle; Sisson dan Bronto, 1998). dikan menunjukkan bahwa temperatur di &!am inti bumi itu hanya berkisar antara 3.500 - 4.000" C. Magma yang terbentuk sebagai hasil peleburan sebagian selubung bumi yang berkomposisi peridotit disebut magma primer (Tabel 2.1). Magma primer ini pada umumnya sangat sdit untuk dapat keluar ke permukaan bumi tanpa mengalami perubahan komposisi. Magma primer juga disebut magma primitif karena selalu berk~mposisipikrit atau basal yang mengandung magnesium tinggi dan dicirikan oleh tingginya rasio Mg/(Mg + Fe), C d ( C a + Na + K), serta banyak mengandung unsur nikel, kromit, dan unsur-unsur kompatibel lainnya. Namun tidak semua magma primitif adalah magma primer, karena sekalipun hanya sedikit (the leastfractionated) sudah mengalami perubahan komposisi sebagai akibat proses diferensiasi. ~ e k a l i ~ utidak n terlalu tepat, beberapa ahli menyebut magma primer dan magma A ................ ............... . . . . . . . upper ~rtatttie Gambar 2.5 Pembentukan magma dan gunung api berdasar pembubungan magma dari selubung bumi (Maruyama, 1999). BAB 2 MAGMA Tabel 2.1 Komposisi Kimia Magma Primer 1 2 3 4 5 6 SiO, TiO, 50,O - 49,O 0,8 - 0,7 A120, FeO* 16,4 - 15,l 8,3 - 9,2 9,43 2,33 49,71 0,74 14,97 10,57 13,03 9,0 1,56 49,l 0,62 16,s 8,78 10,O - 12,s 10,9 - 11,7 2,4 - 1,9 49,39 0,85 15,70 9,76 12,s 49,7 0,72 16,4 7,89 MgO CaO Na20 49,4 - 49,l 1,0 - 0,9 18,O - 17,2 9,s - 9,7 8,4 - 10,3 10,2 - 9,7 2,8 - 2,6 10,l 13,O 1,98 10,3 12,4 1,92 0,4 - 0,3 119 - 193 418 - 71 1 0,3 - 0,3 0,34 0,28 0,Ol 200 479 0,07 232 410 69 - 75 64 - 68 71,4 71,37 71,7 69,9 K2° Ni (ppm) Cr (ppm) Mg# Keterangan: 1. Bronto (1989; 2002), 2. Nicholls dan Whitford (1976),Tatsumi dkk. (1983; 3. basal alumina dan 4. basal olivine), 5. Frey dkk. (1974), serta 6. Langmuir dkk. (1977). Besi total sebagai FeO*. Mg#: nomor magnesium. Satuan untuk oxida mayor dalam % berat. primitif sebagai magma induk, karena dapat mengalami diferensiasi secara berjenjang manjadi berbagai macam magma turunan. Sebagai contoh, magma induk berkomposisi basal magnesium tinggi mengalami diferensiasi menjadi magma-magma turunan mulai dari magma basal magnesium rendah, magma andesit basal, magma andesit, magma dasit, dan magma riolit (Tabel 2.2). Kedua magma basa dengan magma asam, apalagi dari sumber berbeda, dapat bertemu sehingga membentuk magma campuran (magma mixing); sedangkan magma yang terkontaminasi oleh batuan samping disebut magma hibrid. 2.3 Sifat Fisik Magma Berhubung magma berupa bahan cair kental pijar, mengandung gas, dan bersuhu tinggi, maka secara umum sifatnya mudah bergerak dan pergerakannya cenderung menuju ke permukaan bumi. Apabila pada perjalanannya belum sampai di permukaan bumi sudah membeku maka akan terbentuk batuan beku dalam atau batuan beku intrusi. Selanjutnya, apabila magma tersebut dapat keluar ke per- mukaan bumi, maka terbentuklah gunung api. Dalam beberapa hal di bawah tubuh gunung api banyak terdapat batuan beku intrusi dekat permukaan yang sering disebut sub volcanic intrusions, hypabyssal intrusions, atau shallow magma intrusions. Magma yang membeku jauh di dalam bumi membentuk tubuh batuan beku intrusi dalam atau pluton yang bertekstur holokristalin karena seluruhnya tersusun oleh kristal dari berbagai mineral. Batuan beku intrusi dangkal dan batuan beku luar serta bahan hamburan gunung api mempunyai kesamaan tekstur, yaitu gelas, afanitik sampai hipokristalin porfir. Kelompok batuan beku itu tersusun oleh gelas gunung api dan sebagian mineral yang mengkristal. Hal tersebut menunjukkan bahwa magma pluton yang karena lingkungannya jauh di dalam bumi maka proses pendinginannya berlangsung secara perlahan-lahan sehingga pembentukan kristal berbagai mineral berjalan sempurna. Sebaliknya, magma intrusi dangkal dan yang keluar ke permukaan bumi karena perbedaan temperatur magma dan permukaan bumi sangat jauh maka terjadi pendinginan yang GEOLOGI GUNUNG API PURBA Tabel 2.2 Komposisi Kimia Magma, mulai dari Pikrit sampai dengan Riolit 'IDA SiO, 1 PlKRlT 2 MG-BASAL 3 BASAL 4 ANDESIT BASAL 5 6 7 ANDESlT DASlT RlOLlT 40,62 49,33 49,67 55,02 58,20 66,OO 7,36 100,32 100,56 100,49 99,65 100,44 100,OO 100,OO Fe,O,* MnO MgO CaO Na,O K20 p,oj LO1 Jumlah Keterangan: Besi total sebagai Fe,O,*. LOI= loss on ignition (bahan habis dibakar). Satuan dalam % berat. Sumber data: Middlemost (1985). sangat cepat. Akibatnya sebagian mineral tidak sempat membentuk kristal atau amof berupa gelas gunung api. Temperatur magma bervariasi tergantung pada komposisi kimianya. Magma basal mempunyai temperatur yang paling tinggi antara 1.000" hingga lebih dari 1.400" C (misalnya Macdonald, 1972; Tatsurni dkk., 1983). Untuk magma andesit mempunyai temperatur sekitar 1.000" C, magma dasit 900" C, dan magma riolit 850" C. Seperti halnya suhu magma, viskositas dan berat jenis magma ditentukan secara pendekatan laboratoris. Viskositas diartikan sebagai kepekatan atau ketahanan substansi (bahan) terhadap aliran. Magma yang mempunyai viskositas rendah (relatif encer) berarti fluiditasnya tinggi (mudah mengalir) sehingga relatif lambat mernbeku. Sebdiknya magma yang mempunyai viskositas tinggi (relatif pekat) berarti fluiditasnya rendah (lambatlsulit rnengalir) sehingga relatif cepat membeku. 2.4 Sifat Kimiawi Magma Sesuai dengan pengertian fisika dan kimia, magma terdiri atas bahan cair, bahan padat, dan bahan gas. Dua bahan pertama tersebut disebut juga bahan non-volatil, sedangkan bahan ketiga disebut bahan volatil. Pengertian bahan volatil adalah bahan berupa unsur atau senyawa kimia yang mempunyai titik lebur rendah, biasanya berbentuk gas yang terlarut dalam cairan magma. Bahan non-volatil merupakan unsur atau oksida logam dan metaloid yang berdasarkan kelimpahannya dapat dibagi unsur utama (major elements), unsur jejak (trace elements), dan unsur tanah jarang (rare earth elements). Unsur utama membentuk senyawa oksida (major oxides) yang jumlahnya sangat dominan (lebih kurang 99%), terdiri atas SiO,, TiO,, A1,03, Fe,03, FeO, M n O , M g O , CaO, Na,O, K,O, dan P,O, (Tabel 2.1 dan 2.2). Satuan kuantitas oksida utama tersebut biasanya dalam bentuk persen berat (weight percent). Unsur-unsur jejak mempunyai satuan ppm (partper million), sedang unsur jarang tanah dihitung dalam satuan ppb (partper billion). Contoh unsur jejak adalah Ni, Sr, Ba, dan V; sedang contoh unsurjarang tanah misalnya Mo, Ir, Eu, dan Sm. Kelompok unsur Ifl GEOLOGI GUNUNG API PURBA Tabel 2.3 Komposisi Kimia Magma Alkalin OXlDA MAYOR NEFELlNlT BASANIT HAWAllT 44,30 47,48 MUGEARIT 50,52 NEFELIN SlENlT 54,99 PONOLIT TRASIT SiO, 40,60 56,19 61,21 TiO, 2,66 2,51 3,23 2,09 0,60 0,62 0,70 &A 14,33 14,70 15,74 16,71 20,96 19,04 16,96 MnO 0,26 0,16 0,19 0,26 0,15 0,17 0,15 MgO 6,39 8,54 5,58 3,20 0,77 1,07 0,93 CaO 11,89 10,19 7,91 6,14 2,31 2,72 2,34 Na,O 4,79 3,55 3,97 4,73 8,23 7,79 5,47 Keterangan: Besi total sebagai Fe,O,*. LOI= loss on ignition (bahan habis dibakar). Satuan dalam % berat. Sumber data: Middlemost (1985). - O35 45 55 SiOz (wt %) 65 75 Gambar 2.7 Klasifikasi magmalbatuan beku luar berdasarkan persentase oksida utama SiO, dan total alkali (Na,O + K,O) (menurut Cox dkk; 1981). BAB 2 MAGMA Tabel 2.4 Komposisi Gas Gunung Api di Indonesia dikutipdari Wirakusumah dkk. (2000) KILAUEA IJAGGAR. 1940) MT. ISHEF'ERD. 19271 MERAPI BATUR PAPANDAYAN TANGKUBANpARAHU KELUT so2 11,50 4,40 1,7 0,42 0,76 0,12 6,12 S2 SO; 0,70 1,80 '32 0,lO 1,15 1,21 0,03 0,04 0,71 0,46 20,94 0,07 0,19 6,14 KANDUNGAN GAS F HCI N dan gas jarang 10,lO 8,30 Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Beory, misal Decker dan Decker, 1981; Tatsumi dkk., 1983; Gambar 2.8 dan 2.9). Berdasarkan konsep tersebut, pemunculan gunung api dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu: a. Gunung api yang muncul di pemekaran kerak tengah samudra. Gunung api I Daemh perneknran kcmk Daernh penipisan kcrak ini muncul di tengah-tengah samudra berasal dari pemekaran kerak bumi di dasar samudra (Gambar 2.10). Contoh: gunung api-gunung api di Iceland dan T h e Reunion. Hasil kegiatan gunung apinya berkomposisi basal, sehingga sering disebut Mid Oceanic Ridge Basalts (MORB) atau Ocean Floor Basaltr (OFB). Daeruh pcnunjamnn kcnk Gambar 2.8 Penampang pemunculan gunung api berdasarkan Teori Tektonik Lempeng. Gunung api dapat terbentuk di daerah pemekaran kerak bumi (keraksamudra dan kerak benua), di daerah penipisan kerak samudra dan sebagian besar dapat terbentuk di daerah penunjaman kerak samudra ke bawah kerak benua (Decker dan Decker, 1981). GEOLOGI GUNUNG API PURBA Mid-Aeantic ridge Gambar 2.9 Penampang pergerakan lempeng kerak bumi. Kerak Benua Afrika dan Amerika Selatan dipisahkan oleh pemekaran dasar Samudra Atlantik yang mempunyai percepatan beberapa inci per tahun. Kerak Samudra PasifikTimur menunjam ke bawah Benua Amerika Selatan rnembentuk Pegunungan Andes (Decker dan Decker, 1981). b. Gunung api yang muncul di pemekaran kerak benua. D i sini diyakini bahwa kerak benua juga mengalami pemekaran sehingga menghasilkan kegiatan gunung api (Mid Continental Volcanic Ridges). Contoh kelompok gunung api ini adalah di Ethiopian Rift (Terban Ethiopia; Gambar 2.11) dan Graben Rhine di Jerman (Gambar 2.12). c. Pulau gunung api lautan (Ocean Island Volcano). Gunung api ini muncul sebagai akibat menipisnya kerak samudra, sehingga magma yang berasal dari selubung bumi (mantle) dengan mudah ke luar ke permukaan bumi. Contoh gunung api jenis ini adalah di Hawaii. d. Busur gunung api tepi benua. Busur gunung api ini muncul di tepi benua sebagai akibat penunjaman kerak samudra (oceanic crust) ke bawah kerak benua (continental crust). Penunjaman tersebut menimbulkan panas yang mampu mele- burkan selubung bumi sehingga terbentuk magma, yang karena sifatnya cenderung bergerak ke atas dan keluar sebagai kegiatan gunung api. Contoh tipe gunung api ini adalah di Indonesia, Jepang, Amerika Serikat, Filipina, dan New Zealand. Beberapa ahli membagi kelompok gunung api tepi benua menjadi dua sub kelompok berdasarkan kenampakan fisiografinya. Pertama, gunung api yang secara sensu strict0 benar-benar berada di tepi benua (continental margin), contohnya gunung api di bagian barat benua Amerika Utara dan ALerika Selatan. Kedua, busur gunung api kepulauan (islandvolcanic arcs) yaitu jajaran kepulauan gunung api yang letaknya di antara samudra dan benua, serta dengan benua itu sendiri dipisahkan oleh laut, misalnya di Indonesia, Filipina, Jepang, dan Kepulauan Aleutian. e. Gunung api di batas kerak samudra (oceanicplate boundary). Gunung api ini A A Direction ofplate rrzotior~ Strike-slip (transforrrz)faults Ridge axis -b -----. Uncer'tairrplate bortrrdary Key Subdrrction zorre Gambar 2.10 Pergerakan lempeng kerak bumi berdasarkan KonsepTektonik Lempeng (Dewey, 1972 vide Decker dan Decker, 1981). A 22 GEOLOGI GUNUNG API PURBA Gambar 2.1 1 Peta Lernbah Graben Etiopia (Ethiopian Rift) yang berasosiasi dengan pemunculan gunung api di bagian timur laut Benua Afrika (Mohr, 1967). muncul sebagai akibat bertumbukannya dua kerak samudra, sebagai contoh Kepulauan Mariana di bagian barat Samudra Pasifik. Kelompok gunung api ini pada hakekatnya sama dengan kelompok d, hanya kedua kerak bumi yang saling bertumbukan adalah kerak samudra Magma gunung api yang berada di daerah penunjaman pada umumnya berkomposisi andesit dengan afinitas kapur alkali. Namun karena sebab-sebab petrogenesis, misalnya proses diferensiasi magma, komposisinya dapat beragam mulai dari basal sampai dengan dasit atau bahkan riolit. Demikian pula afinitasnya dapat berkisar mulai dari toleiit kalium rendah sampai dengan kapur alkali tinggi, tetapi sangat jarang mencapai susunan alkalin atau sosonit. Khusus di daerah tumbukan antar lempeng kerak samudra, seperti halnya di Kepulauan Mariana, dapat terbentuk magma berkomposisi boninit, yaitu andesit yang mengandung magnesium tinggi, yang diduga merupakan magma primer didaerah itu. 23 BAB 2 MAGMA ARDENNES \ \ \ \ 1 blcano or volcanic neck Fault ;syrizbol shopus downthrown side Gambar 2.12 Peta Graben Rhine, Jerrnan, yang berasosiasi dengan lapangan gunung api (volcanic fields) (rnenurut Cloos, 1939, vide Holrnes, 1965). D i daerah pemekaran dasar samudra, lebih dikenal dengan sebutan Mid-Oceanic Ridge Basalts (MORB) magma gunung api sangat khas bersusunan basal (Ocean Floor Basalts - OFB) dengan afinitas toleiit kalium rendah (BVSP, 1981). Sebaliknya, pada daerah pemekaran kerak benua dan titik api di kontinen, magma gunung api lebih bersifat alkalin (Ragland and Rogers, 1984; Middlemost, 1985). Variasi yang lebih banyak terjadi pada magma gunung api sebagai titik api di lautan, seperti halnya di Hawaii (Decker dkk., 1987). D i daerah itu magma gunung api dapat berkomposisi basal sampai dasit dengan afinitas toleiit kalium rendah sampai dengan alkalin. 2.6 Ringkasan Magma merupakan bahan kental pijar yang terbentuk secara alamiah di dalam burni, mempunyai temperatur antara 900 - 1400"C, dan jika sudah mendingin membentuk batuan beku, baik batuan beku terobosan dalam, batuan beku terobosan dangkal maupun batuan 24 GEOLOGI GLINUNG API PLIRBA beku luar. Semakin asam komposisi magma, membentuk tubuh batuan terobosan dalam temperaturnya semakin rendah sesuai dengan atau pluton yang bertekstur holokristalin, tingkat kristalisasi mineral pembentuknya. seluruhnya tersusun oleh kristal. Magma Pembentukan magma berhubungan dengan yang berhubungan dengan kegiatan gunung sumber panas yang dapat berasal dari pe- api biasanya terletak di bawah gunung api luruhan unsur radioaktif, deformasi batuan, menerobos perlapisan batuan atau menyisip, penunjaman lempeng kerak bumi, dan pele- membentuk dapudkantong magma yang buran sebagian bahan selubung bumi oleh apabila membeku di bawah permukaan besesuatu sebab. Magma primer terbentuk se- rupa berbagai bentuk batuan beku terobosan bagai hasil peleburan sebagian dari selubung dangkal. Apabila magma itu sampai keluar bumi yang berkomposisi peridotit. Magma ke permukaan bumi akan membentuk batuprimer ini sering juga disebut magma primitif an beku luar dan bahan hamburan letusan atau magma induk yang selalu berkomposisi gunung api. Baik batuan beku terobosan pikrit atau basal kaya akan magnesium yang dangkal maupun batuan beku luar dan bahan dicirikan oleh tingginya rasio Mg/Mg + Fe, hamburan mempunyai kesamaan di dalam Ca/Ca+Na+K serta banyak mengandung tekstur, yaitu gelas sampai hipokristalin porNi, Cr, dan unsur-unsur kompatibel lainnya. fir yang tersusun oleh gelas gunung api dan kristal mineral pembentuk batuan Hasil diferensiasi magma induk membentuk sebagian magma turunan, mulai dari basal Mg rendah, beku. Secara kimiawi magma tersusun oleh andesit basal, andesit, dasit, dan riolit. Antara unsur-unsur utama, unsur -jejak, - unsur tanah magma basa dengan magma asam, apalagi jarang, serta bahan gas. Pembagian komposisi yang sumbernya berbeda, dapat bercampur magma dari basa sampai asam didasarkan membentuk magma campuran. Magma yang pada persentase kandungan oksida silika terkontaminasi oleh batuan dinding disebut (SiO,), sedangkan jenis magmanya mulai dari toleiit, kalk-alkali sampai alkali didasarkan magma hibrid. Secara fisik, magma berupa bahan cair pada besarnya kandungan alkali (K,O dan kental pijar yang bersifat mudah bergerak Na,O). Bahan gas di dalam magma terutama dan cenderung menuju ke permukaan bumi. H,O, CO, CO,, SO,, dan HC1. Magma yang membeku jauh di dalam bumi BAB 3 BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API Magma yang keluar ke permukaan bumi menghasilkan berbagai bentuk dan struktur gunung api. Pengertian bentuk gunung api di sini dimaksudkan untuk menguraikan bermacam-macam penampakan atau fitur bentang alam gunung api. Sementara itu, pengertian struktur gunung api ditekankan pada penampakan dalam dari setiap bentuk bentang alam gunung api. Namun demikian, dalam beberapa ha1 bentuk dan struktur gunung api kadang-kadang sulit untuk dipisahkan. Bentuk gunung api sangat beragam mulai dari bentuk tinggian (bukit atau gunung) sampai dengan bentuk rendahan atau lubang, dalam ukuran sangat kecil, berdiameter dan mempunyai ketinggianlkedalaman beberapa puluh meter saja, hingga ukuran sangat besar, berdiameter puluhan kilometer dan ketinggian lebih dari 5.000 m dpl. Gambar 3.1 memperlihatkan berbagai macam bentuk gunung api menurut Simkin dan Siebert (1994). Dalam ukuran sangat kecil gunung api dapat berupa kubah lava dan berbagai ragam kerucut piroklastika. Untuk cincin tuf (&$ring) dan maar lebih memperlihatkan fitur rendahan daripada tinggian. Deretan gunung api kecil dalam satu garis membentuk erupsi celah atau erupsi linier. Sementara itu gunung api berukuran besar mulai dari gunung api komposit, kaldera sampai dengan perisai. Gunung api berukuran sangat kecil - kecil, mulai dari kubah lava sampai dengan maar, dikelompokkan ke dalam gunung api monogenesis (monogenetic volcanoes), sedangkan yang berukuran besar - sangat besar disebut gunung api poligenesis (polygenetic volcanoes). Gunung api monogenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh satu erupsi atau satu fase erupsi saja, sehingga waktu hidupnya pendek dan ukurannya kecil. Gunung api poligenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh banyak atau berulangkali erupsi, yang fase erupsi satu dengan lainnya dapat dipisahkan oleh waktu istirahat panjang dan sering melibatkan berbagai jenis magma. Sistematika pembahasan di dalam bab ini dimulai dari bentuk dan struktur gunung api yang sederhana dan berukuran relatif kecil, yaitu kelompok gunung api monogenesis. Uraian itu diteruskan terhadap gunung api poligenesis, dan pada akhir pembahasan diberikan ringkasan. 3.1 Gunung Api Monogenesis Magma yang keluar ke permukaan bumi dalam waktu relatif pendek, dengan volume kecil, energi rendah atau bahkan hanya meli- GEOLOGI GUNUNG API PURBA (a) Maan ,pcrmukaan pn-crupsi danou kccil l ~ r b c n t u k cndapon I sctclah crupsi bahan runtuhnn (b) Cinein tul pclapisan miring kc dnlam b w a h I Gambar 3.3 Penarnpang skema gunung api rnaar (a), cincin tuf (b), dan kerucut tuf (c) menurut Cas dan Wright (1987, h. 377). Gambar 3.4 Penampang skematis gunung api maar asirnetri (Fisher dan Schmincke, 1984, h. 259). Lubang conduit gunung api mernotong lapisan batuan pernbawa air tanah (akuifer). Kegiatan diawali dengan melontarkan bahan klastika pada saat pembentukan kawah letusan (I), disusul dengan pernbentukan cincin tuf (2) dan kerucuttuf (3). Bahan letusan tidakdiendapkan secara merata kesegalaarah sehingga terbentuk gunung api maar asimetri. 34 rika adalah Gunung Kilimanjaro (+ 5.895 m dpl.; Simkin dan Siebert, 1994) yang terletak di Tanzania. Kerucut komposit gunung api tertinggi di dunia adalah Gunung Cotopaxi (+ 5.911 m dpl.) yang terletak di Equador, Pegunungan Andes, Benua Arnerika Selatan. Kerucut gunung api komposit di daerah itu sekalipun mempunyai tinggi mutlak lebih dari 5.000 m, tetapi separoh dari ketinggian itu berupa batuan dasar pra-gunung api. D i Indonesia sendiri gunung api komposit yang sangat tinggi antara lain Gunung Kerinci (+ 3.800 m; Kusumadinata, 1979) di Provinsi Jambi, Pulau Sumatra, Gunung Semeru (+ 3.676 m) dan Gunung Raung (+ 3.332 m) di Provinsi Jawa Timur; Gunung Merapi (+ 2.911 m) di Jawa Tengah, dan Gunung Agung (+ 3.014 m) di Pulau Bdi. 3.3 Kompleks Gunung Api Apabila pada suatu daerah banyak dijumpai lubang erupsi sedemikian rupa sehingga sering terjadi tumpang tindih, baik lokasi erupsi maupun endapannya, maka wilayah itu dapat dipandang sebagai kawasan kompleks gunung api. Sebagai contoh, Kompleks Gunung Api Dieng di Jawa Tengah dan Kompleks Gunung Api Auckland (AuckZand voZcanicjeZd) di North Island, Selandia Baru. D i daerah itu gunung apinya dapat berbentuk kerucut komposit maupun gunung api monogenesis, atau bahkan terdiri atas beberapa gunung api kaldera. Dengan demikian, Gunung Api Lamongan di selatan Kota Probolinggo yang sekalipun kerucut kompositnya relatif kecil tetapi karena di sekelilingnya banyak dijumpai kerucut sinder, kubah dan aliran lava serta maar maka kawasan tersebut dapat juga disebut kompleks gunung api. Kompleks gunung api yang melibatkan kerucut komposit dan kaldera antara lain Gunung Wilis, Gunung Tengger, Gunung Iyang-Argopuro dan Gunung Ijen di Jawa Timur. Sementara itu, kompleks gunung api GEOLOGI GllNLlNG API PURBA Bandung Raya (Bronto, 2009b) di Jawa Barat antara lain Gunung Talagabodas, Gunung Papandayan-Darajat-Kamojang-Guntur, G u n u n g Patuha-Malabar, dan G u n u n g Sunda-Burangrang-Tangkubanparahu -Tampomas (Gambar 3.15). 3.4 Gunung Api Kaldera Apabila suatu gunung api mempunyai kawah yang sangat besar, berdiameter lebih dari 2000 m, maka gunung api tersebut dinamakan gunung api kaldera (Williams, 1941; Williams dan McBirney, 1979).Berdasarkan atas asal-usul (genesis) pembentukannya, bentuk bentang alam gunung api kaldera dapat disebabkan oleh letusan, amblesan, dan longsoran. Kaldera yang terbentuk sebagai akibat letusan besar disebut kaldera letusan. Pembentukan kaldera letusan itu dapat disebabkan oleh terakumulasinya gas gunung api bertekanan sangat tinggi di bawah tubuh suatu gunung api, terutama yang berbentuk kerucut komposit. Pembentukan gas gunung api itu dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi lanjut dari suatu magma basal menjadi magma berkomposisi menengah - asam (andesit, dasit atau bahkan riolit), biasanya berlangsung dalam waktu yang sangat lama, atau adanya percampuran magma basal dengan magma asam yang terjadi secara mendadak. G u n u n g api kaldera letusan sangat banyak jumlahnya, sebagai contoh Kaldera Toba di Pulau Sumatra, Kaldera Krakatau di Selat Sunda, Kaldera Sunda di Jawa Barat, Kaldera Tengger dan Kaldera Ijen di Jawa Timur, Kaldera Batur di Pulau Bali, dan Kaldera Rinjani di Pulau Lombok (Gambar 3.16 - 20). Kaldera amblesan terjadi pada gunung api tipe perisai. Karena terlalu banyak magma basal yang keluar ke permukaan bumi, sedangkan sumbernya relatif dekat permukaan, maka terjadi kekosongan di dapur magma dan berat batuan di atasnya tidak ada yang BAB 3 BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API Gambar 3.22 Penampang tiga tipe gunung api perisai digambar pada skala yang berbeda untuk rnembandingkan bentuknya (Williams dan McBirney, 1979). a) Gunung api perisai Skjaidreiaur, di lslandia (Iceland) Samudra Atlantik. b) Gunung api perisai Mauna Loa di Hawaii, Samudra PasifikTengah. c) Gunung api perisai Fernandina di Kepulauan Galapagos, Samudra PasifikTirnur. krn3. Gunung api perisai Galapagos terletak di Samudera PasifikTirnur (East Pacgc Rise) atau di sebelah barat Benua Arnerika Selatan. Gunung api ini mempunyai ketinggian 1.500 rn di atas perrnukaan air laut, diameter alas 25 - 35 krn, dan sudut lereng kurang dari 20". Pada lereng tengah rnempunyai kerniringan terbesar (15-35"), tetapi segera rnelandai dan rnendatar mendekati kaki. 3.6 Ringkasan Bentuk dan struktur gunung api dibagi rnenjadi dua kelornpok besar, yaitu gunung api rnonogenesis dan gunung api poligenesis. Gunung api rnonogenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh satu erupsi atau satu fase erupsi saja, sehingga waktu hidupnya relatif pendek dan ukurannya relatif kecil. Gunung api rnonogenesis bentuk dan strukturnya lebih sederhana dan lebih kecil dibanding dengan gunung api poligenesis, terdiri atas kubah/aliran lava, kerucut sinder, dan rnaar yang dapat rnembentuk titik-titik erupsi segaris dan disebut erupsi linier. Gunung api poligenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh banyak atau berulangkali erupsi, dan fase erupsi satu dengan lainnya dipisahkan oleh waktu istirahat panjang dan sering rnelibatkan berbagai jenis rnagrna.Terrnasuk gunung api poligenesis adalah gunung api kornposit, gunung api jarnak, kompleks gunung api, gunung api kaldera, dan gunung api perisai. Gunung api kornposit dan gunung api jarnak biasanya terdapat di daerah penunjarnan kerak burni. Gunung api kaldera terdiri atas kaldera letusan, kaldera arnblesan, dan kaldera longsoran. BAB 4 ERUPSI GUNUNG API Isi Bab 4 ini dimaksudkan agar - pembaca dapat memahami proses vulkanisme berupa erupsi gunung api, yang pada hakikatnya adalah gerakan magma dari dalam bumi keluar ke permukaan. Uraiannya dimulai dari definisi, klasifikasi, mekanisme erupsi, indeks letusan gunung api (VEI: YoZcanic ExpZosivity Index), dan diakhiri dengan ringkasan. Dengan demikian uraian tersebut merupakan kelanjutan pembahasan tentang magma di Bab 2 serta pendahuluan dari bentuk dan struktur gunung api yang disajikan di dalam Bab 3, yang bersifat deskriptif, yakni berdasarkan data objektif atau fakta yang kebenarannya sudah tidak diragukan lagi. Penempatan bahasan erupsi gunung api setelah bab-bab tersebut di atas adalah untuk menyatakan bahwa proses kegunungapian ini masih ada yang bersifat interpretatif dengan kebenarannya yang sangat tergantung pada kelengkapan data dan kemampuan analisis. Sebagai contoh, pernyataan 'intrusi dangkal', proses penerobosan magma hingga dekat permukaan itu tidak pernah terlihat secara nyata dengan mata kepala, tetapi dengan berbagai data pendukung maka pernyataan itu dapat dibenarkan. 4.1 Pengertian Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Dari pernyataan 'proses keluarnya magma' itu diartikan bahwa magma dapat benar-benar keluar (ekstrusi) ke permukaan bumi, atau sebelum mencapai permukaan bumi sudah membeku di dalam bumi (intrusi). Magma yang benar-benar keluar ke permukaan bumi berupa bahan cair liat dan pijar, yang setelah membeku dan membatu membentuk batuan ekstrusif (extrusive rocks), baik berupa batuan beku luar maupun batuan piroklastika. D i lain pihak, magma yang sudah membeku sebelum mencapai permukaan bumi disebut batuan beku intrusi dangkal atau batuan beku terobosan di dekat permukaan (shallow intrusions atau sub-volcanic intrusions). Baik proses keluarnya magma ke permukaan bumi maupun hanya menerobos sampai di dekat permukaan tersebut digolongkan sebagai erupsi gunung api. Hal itu dengan pertimbangan bahwa keduanya mempunyai kesamaan di dalam lokasi kejadian atau keterdapatannya, yaitu di daerah gunung api dan keduanya selalu mengandung gelas gunung api yang mencerminkan pembekuan magma sangat cepat. BAB 4 ERUPSI GUNUNG API padat berasal langsung dari magma (primary eruptiveproducts; Gambar 4.1). b. Erupsi freatik atau letusan hidroklastika (phreatic eruptions; hydrovolcanic eruptions; hydroclastic explosions), adalah erupsi dengan bahan padat yang dilontarkan keluar dari lubang kawah berasal dari batuan samping. Tenaga letusan atau tenaga lontaran berasal dari gas bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh interaksi antara magma yang bertemperatur tinggi dengan air tanah sehingga terbentuk uap air dan gas gunung api. Oleh sebab itu, erupsi freatik ini juga disebut letusan uap air. Bahan magma yang benar-benar keluar ke permukaan bumi hanya berupa gas gunung api yang bercampur dengan uap air tersebut. Bahan padat hasil letusan hidroklastika ini berasal dari batuan samping atau batuan yang lebih tua (older rocks), baik yang masih segar maupun yang sudah lapuk, atau batuan yang tidak terubah maupun yang terubah. Sebagai contoh erupsi freatik adalah letusan yang membentuk Kawah Sinila di kompleks Gunung Api Dieng, Jawa Tengah pada tahun 1979. Letusan itu selain melontarkan batuan gunung api tua juga fragmen batugamping (fragmen koral) dan batuan sedimen lainnya. Pada saat terjadi letusan gas gunung api tidak hanya keluar dari lubang Kawah Sinila, tetapi juga keluar melalui rekahan-rekahan di dekat pemukiman, sehingga menimbulkan korban jiwa karena menghirup gas gunung api yang beracun itu. Letusan sekunder (secondary explosions) adalah letusan yang terjadi bila bahan ekstrusif gunung api yang masih panas berinteraksi dengan air permukaan seperti air hujan, air sungai, air danau, dan air laut. Letusan freatomagmatis (phreatomagmatic explosions, hydromagmatic explosions), 43 adalah erupsi/letusan yang sebagian besar bahan dilontarkan berasal dari batuan lama, dengan sebagian kecil langsung dari magma. Dengan kata lain letusan freatomagmatis adalah letusan bersifat transisi atau campuran antara letusan freatik dan letusan magmatis. Letusan freatomagmatis dapat juga terjadi apabila magma yang sangat panas itu sudah berada di dekat permukaan sehingga berinteraksi dengan air tanah, air laut atau air danau yang masuk ke dalam tubuh gunung api sehingga menjadi uap air bertekanan tinggi. Perbedaan dengan letusan freatik ialah adanya bahan padat langsung dari magma yang ikut terlontar keluar. Pada gunung api yang sudah beristirahat cukup lama erupsi berikutnya selalu diawali dengan letusan freatik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan letusan freatomagmatis, dan akhirnya letusan magmatis. Letusan freatik pada awal kegiatan itu menunjukkan bahwa setelah lama beristirahat dan magma yang dierupsikan sebelumnya sudah membeku dan mendingin, maka air hujan yang jatuh di puncak dan lereng gunung api itu sebagian meresap ke dalam tubuh gunung api sehingga membentuk akumulasi air tanah. Pada erupsi berikutnya, magma yang bergerak naik menuju ke permukaan terlebih dulu berinteraksi dengan air tanah itu sehingga terbentuk uap air yang semakin lama semakin banyak serta bertekanan tinggi dan kemudian terjadi letusan freatik, yang berlanjut ke letusan freatomagmatis. 4.3 Klasifikasi Erupsi Berdasar Sifat Kegiatan Berdasarkan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan bumi, erupsi gunung api juga dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Erupsi lelehan (efisive eruptions; erupsi efusif), adalah keluarnya magma secara meleleh atau meleler. Hasil kegiatan GEOLOGI GUNUNG API PURBA Gambar 4.5 Pernbagian jenis erupsi berdasarkan letak terhadap gunung api utarna yang rnenjadi erupsi pusat, erupsi lereng (terminal-atau fissureeruptions) dan erupsi eksentris (Rittrnann, 1963 vide Macdonald, 1972). ma. Dalam ha1 ini,jika erupsi terjadi pada satu titik disebut erupsi terminal, sedang kalau erupsi terjadi pada beberapa titik yang membentuk kelurusan disebut erupsi celah atau erupsi linier (lateral eruptions atauJissureeruptions;Gambar 4.6 dan 4.7). c. Erupsi eksentris (excentric eruptions),bila letak erupsi di luar tubuh gunung api utamanya. Erupsi ini dapat berada di kaki atau dataran di sekitar gunung api utama. 4.5 Mekanisme Erupsi Sesuai dengan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan bumi, erupsi gunung api dapat secara letusan (explosive eruptions) atau erupsi secara lelehan (efusive eruptions).Erupsi secara letusan disebabkan oleh tingginya tekanan gas di dalam magma, sedang pada erupsi secara lelehan dikarenakan rendahnya tekanan gas yang terkandung-didalam magma. Secara umum, magma berkomposisi basal mempunyai tekanan gas rendah karena temperaturnya BAB 4 ERLlPSl GUNUNG API ERUPSI LETUSAN ERUPSI LELEHAN Piroklastika Kubah Lava + 4 Penghilangan gas + (kebocoran gas) zslkm +...':.+ ' - Pernbentukan ($ gelernbung gas z = 4 krn \\ , \ 1 c,,,/s 2 \-. Pipa konduit r - lOm < V empsi < V reservoar 4-5wt%H20 z - IOkrn Gambar4.9 Skerna perbedaan erupsi letusan (kiri) yang menghasilkan bahan piroklastika dengan erupsi lelehan sebagai akibat terjadinya degassing sehingga rnernbentuk kubah lava (Eichelberger, 1995). ma yang keluar ke permukaan bumi hanya meleleh, membentuk kubah lava atau aliran lava. Perbedaan yang lain adalah pada lebar pipa konduit dan kecepatan alir magma. Pada erupsi letusan jari-jari pipa konduit lebih lebar (sekitar 50 m) daripada erupsi lelehan (10 m). Demikian pula pada erupsi letusan kecepatan aliran magma (1 m/det.) lebih tinggi daripada erupsi lelehan (1 cm/ det). Erupsi Gunung Galunggung pada 1918 (van Es, 1924; Bronto, 1989) dan Gunung Kelut pada 2007, yang di dalamnya terdapat danau kawah hanya menghasilkan ekstrusi kubah lava (Gambar 4.10). Hal ini diduga sebagai akibat terjadinya kebocoran gas di bawah permukaan sehingga tidak menimbulkan erupsi 1etusan.Proses erupsi letusan dapat secara tegak - (verticalexplosiveeruptions) maupun secara miring. Erupsi letusan tegak ditunjukkan pada Gambar 4.8. Pada awalnya, di dalam reservoir, gas terlarut di dalam cairan magma. Namun di bagian atas dapur magma itu fase gas telah mulai terpisah dari cairan magma yang ke arah atas semakin nyata untuk kemudian dilanjutkan dengan proses fragmentasi dan peletusan. Kolom erupsi letusan selanjutnya dibagi menjadi gas thrust yang mempunyai kecepatan 100 - 600 m/det, dan convective thrust yang menguasai tinggi kolom atau tiang erupsi (Gambar 4.11). Pada posisi gas thrust, gerakan utama adalah secara tegak sebagai akibat desakan yang sangat kuat dari dalam bumi ke permukaan; sedangkan BAB 4 ERLlPSl GLlNLlNG API Gambar 4.12 Diagram pernbentukan kaldera Danau Kawah, Oregon, Arnerika Serikat. (a) penarnpakan sebelurn rneletus; (b) pada tahap awal letusan rnernbentuk letusan vertikal TipeVulkano dan aliran piroklastika kecil dari kawah pusat; (c) kejadian pada puncak letusan (paroksisrna), aliran piroklastika besar keluar dari kawah pusat dan kawah samping dan bagian puncak gunung api rnulai turun ke bawah atau ambles secara bertahap; (d) kenampakan setelah letusan; (e) keadaan pada saat ini dengan beberapa titik erupsi baru di dasar kaldera yang sebagian tertutupair (Macdonald, 1972). suatu gunung api, erupsi gunung api dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe, antara lain: Tipe Hawaii (Hawaian Type),Tipe Stromboli (Strombolian Type), Tipe Vulkano (Vulcanian Type), Tipe Plini (Plinian Type), dan Tipe Ultra-Plini (Ultra-Plinian Type; Gambar 4.14). Erupsi Tipe Hawaii merupakan erupsi paling lemah, yang did- ominasi oleh erupsi lelehan dan sangat khas terjadi pada gunung api di Hawaii, misalnya Gunung Maona Loa dan Gunung Kilauea. Di bawah ini diuraikan ciri-ciri untuk setiap tipe erupsi berdasarkan kompilasi dari berbagai sumber (misal: Macdonald, 1972; Fisher dan Schmincke, 1984; Cas dan Wright, 1987). Erupsi tipe Hawai ini dapat 55 BAB 4 ERUPSI GUNUNG API penunggu gunung api yang dipercayai oleh penduduk asli Hawaii. Apabila gunung api itu meletus maka dianggap Dewi Pelee sedang marah dan menangis, rnengeluarkan air mata sambil menggaruk-garuk kepala sehingga sebagian rambutnya rontok. Gelas 'air mata' Pelee itu sebenarnya merupakan bahan letusan gunung api berbentuk seperti tetesan airmata, bertekstur dan tersusun oleh gelas gunung api; sedangkan 'rambut' Pelee adalah bahan lontaran berbentuk serabut yang juga bertekstur dan tersusun oleh gelas gunung api. - Letusan T i p e Stromboli mempunyai sebaran bahan lontaran lebih luas, karena letusannya lebih kuat dan kolom erupsinya lebih tinggi. Bahan lontaran berbutir halus - sedang (abu - lapili) sebagai hasil letusan Tipe Stromboli lebih banyak daripada yang - dihasilkan oleh erupsi Tipe Hawaii. Erupsi Tipe Vulkano (Garnbar 4.4) juga sangat khas terjadi di G u n u n g Vulcano Itali yang ditunjukkan oleh letusan berskala menengah (VEI = 2-4, rata-rata 3), menyemburkan abu gunung api berwarna abu-abu gelap sampai hitarn, mernpunyai periode letusan pendek dengan kolom erupsi mencapai ketinggian 3 - 15 krn. Fisher dan Schmincke (1984) menyamakan letusanTipe Vulkano dengan letusan freatik dan freatomagmatis. Erupsi Tipe Vulkano ini hampir sebanding dengan erupsiTipe Sub-Plini dan Tipe Surtsey, namun agak berbeda di dalam tinggi kolorn asap dan derajat letusannya. Endapan erupsi letusan Tipe Vulkano membentuk perlapisan bagus, pernilahan buruk, dan kaya lubang bekas keluarnya gas gunung api. Fragmen umumnya nonvesikuler sampai vesikuler buruk, tekstur gelas, bentuk mer- Tabel 4.1 Ciri-ciri LetusanTipe Vulkano atau Letusan Hidroklastika (Fisher dan Schmincke, 1984) NO. CIRI-CIRI PROSES ERUPSI DAN TRANSPORTASI Umumnya berkomposisi basal Kandungan volatil rendah, temperatur tinggi, viskositas rendah. Fragmen agak vesikuler, ada sideromelan, bom berbentuk kerak roti - kubis. Pendinginan sangat cepat, granulasi terjadi pads kontak magma-air, degassing minor, letusan uap. Ukuran butir kecil, kadang-kadang mengandung klastika besar dan ~ e c a h a nbom Fragmentasi akibat tekanan dan panas sehingga tidak ada pemisahan dengan butiran halus di dalam kolom erupsi, energi tinggi karena banyak uap air. Pemilahan buruk Banyak mengandung air (uap air). Struktur sedimen berkembang baik, seperti tuf vesikuler, perlapisan baik, mzrdcrach, lapili tumbuhan Banyak mengandung air (uap air) Banyak mengandung klastika litik Letusan melontarkan batuan samping. Dijumpai endapan seruakan dasar (base surge) Mencirikan transportasi horizontal. Tidak ada altersi hidrotermal, endapan sinter dan pengelasan Mencirikan temperatur rendah Berasosiasi dengan endapan letusan tipe Stromboli Terjadi fluktuasi suplai air dari luar atau penutupan dinding pipa konduit. 56 uncing. Lapili tumbuhan dan bom gunung api berbentuk kerak roti (bread-crust) sampai dengan bentuk kubis/kol (caulijower-shaped) juga sering ditemukan (Tabel 4.1). Penamaan Erupsi Tipe Plini berasal dari nama seseorang bernama Pliny the Younger yang memerikan letusan sangat terkenal Gunung Vesuvius pada tahun 779 Masehi yang berlangsung selama tiga hari secara terus-menerus (Macdonald, 1972). Letusan gunung api itu menyebabkan dua kota, yaitu Pompeii dan Herculanum terkubur atau tertimbun oleh bahan letusan yang kaya akan batuapung dan mempunyai ketebalan sampai beberapa meter. Letusan gunung api yang lebih kuat disebut erupsi Tipe Ultra-Plini atau Pbreatoplinian karena merupakan proses interaksi yang sangat cepat antara bodi magma dengan tubuh air dalam volume yang sangat besar sehingga menghasilkan tekanan gas yang sangat tinggi. Letusan Tipe Plini dicirikan oleh hal-ha1 sebagai berikut. a. Endapan abu dan batuapung tersebar luas sebagai hasil letusan sangat kuat dengan kolom erupsi tinggi dan banyak mengandung gas bertekanan tinggi. b. Erupsi berlangsung beberapa jam - lk. 4 hari secara terus-menerus. c. Volume endapan bahan letusan bervariasi dari sekitar 1 - 3.000 km3. d. Umumnya berasosiasi dengan letusan pembentukan kaldera gunung api yang mempunyai diameter sampai dengan 20 km, diperkirakan sama dengan diameter dapur magma di bawahnya. Selain tipe-tipe erupsi gunung api tersebut di atas, masih ada tipe erupsi lain sesuai dengan perilaku khas suatu gunung api.Tipe khas itu adalahTipe Merapi,Tipe Pelee,Tipe St. Vincent, dan Tipe St. Helens (Gambar 4.17). Erupsi Tipe Merapi diawali dengan erupsi lelehan membentuk kubah lava di puncak gunung. Karena kedudukannya pada bidang miring sehingga tidak stabil dan GEOLOGI G~INUNGAPI PURBA kemudian longsor membentuk awan panas atau aliran piroklastika guguran kubah lava. Erupsi Tipe Pelee diawali dengan pembentukan sumbat lava yang sangat kuat di dalam kawah. Letusan berikutnya yang bertekanan gas sangat tinggi hanya mampu menerobos di samping sumbat lava sehingga terjadi letusan terarah (directed blast), menghasilkan aliran piroklastika ke satu arah yang disebut glowing avalancbe dan glowing cloud (Macdonald, 1972). Hal serupa pernah terjadi di Gunung Galunggung, Jawa Barat pada 8 Oktober 1822 (van Es, 1924). ErupsiTipe St.Vincent (gunung apinya sering disebut Montserrat's Soufriere Hills Volcano) adalah erupsi letusan dengan ciri kolom erupsi runtuh yang kemudian membentuk aliran piroklastika ke berbagai arah (Gambar 4.18). Gunung Pelee dan St. Vincent terletak di Kepulauan India Barat (West Indies). Erupsi Tipe St. Helens, yang sudah disinggung pada Bab 3, adalah letusan gunung api yang disertai dengan longsornya sebagian tubuh kerucut komposit ke satu arah. Bersamaan dengan longsoran besar itu berbagai macam bahan piroklastika (aliran, seruakan, dan jatuhan) juga menyembur dari lubang kawah atau kaldera. 4.7 lndeks Letusan GunungApi Newhall dan Self(1982) mengajukan cara menilai besarnya letusan gunung api dengan istilah Indeks Letusan Gunung Api (Yolcanic Explosivity Index = VEI) yang diberi nilai mulai dari 0 (nol) sampai dengan 8 (Tabel 4.2). VEI bernilai 0 artinya erupsi gunung api secara lelehan (non explosive/effusive eruptions). Apabila VEI bernilai 1 berarti tingkatan letusan lemah, VEI bernilai 2 tingkat letusan menengah, VEI bernilai 3 tingkat letusan menengah-besar, dan VEI bernilai 4 tingkat letusan besar. Jika VEI bernilai 2 5, maka letusan gunung apinya dikelompokkan sangat besar. Semakin besar tingkat letusan gunung api maka volume bahan lontaran 59 BAB 4 ERUPSI GUNUNG API - I I I I I I I I t 1 I I I 1 1 I I I I I (Higlrly Explosive) VEI 6 50 Yo 0 ., VEI 5 50 '70 0 VEI 4 I .se q*% k3 3 -& Q QJ .6 " VEI 2 50 Yo O so 1 '7' 0 50 Yo 0 VEI 1 I VEI 0 I Interval Between Eruptions (Years) Gambar 4.20 Hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api (Simkin, 1993). Semakin besar nilai indeks letusan gunung api (VEI) pada umumnya masa istirahatnya juga berlangsung lama. waktu istirahat umumnya berlangsung antara 1 - 10 tahun, sedangkan VEI 3 - 4, adalah masa tenang yang sebagian besar bervariasi antara 1 - 100 tahun. Pada letusan sangat besar, VEI 5 - 6, periode istirahat berlangsung sangat panjang, yaitu lebih dari 100 tahun. Kenyataan ini diyakini ada hubungannya dengan akumulasi dan tekanan gas gunung api. Apabila sering terjadi erupsi atau letusan, maka hal itu tidak memungkinkan terjadinya akumulasi gas yang bertekanan besar. Sebaliknya, jika gunung apinya sedang mengalami istirahat sangat panjang, maka magma di bawah gunung api tetap aktif dan mengalami diferensiasi lanjut, menghasilkan gas gunung api yang semakin lama semakin terakumulasi dalam jumlah besar dan tekanan sangat kuat sehingga pada akhirnya akan dapat mengakibatkan letusan yang sangat dahsyat. 4.8 Ringkasan Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Magma yang tidak sampai ke permukaan membentuk tubuh batuan beku intrusi dangkal. Dipandang dari bahan padat yang dikeluarkan ke permukaan bumi maka ada erupsi magmatis, erupsi freatik, dan erupsi freatomagmatis; ditinjau dari sifat kegiatan berupa erupsi letusan dan erupsi lelehan; sedang berdasar lokasinya ada erupsi pusat, erupsi lereng (terminal atau lateral), dan erupsi eksentris. Erupsi letusan disebabkan oleh adanya gas gunung api yang bertekanan tinggi. Akumulasi gas magma dihasilkan oleh proses diferensiasi, atau percampuran magma basa dengan magma asam. Dalam beberapa hal magma menengah - asam hanya keluar secara meleleh karena adanya proses kebocor- 611 an gas (degassing).D i dalam erupsi secaravertikal, besarnya letusan gunung api ditentukan dengan Nilai Indeks Letusan Gunung api (VEI), mulai dari 0 - 8, dan erupsinya secara si berturut-turut diberi nama d a r f ~ r i ~Tipe Hawaii,Tipe Stromboli,Tipe Vulkano,Tipe Plini, dan Tipe Ultra-Plini. Semakin panjang GEOLOGI GUNUNG API PURBA masa istirahat suatu gunung api, rnaka letusan mendatang akan mempunyai nilai VEI lebih tinggi. Hal itu berhubungan dengan proses diferensiasi magma dari komposisi basa ke menengah - asak dan akumulasi gas gunung api yang semakin lama semakin banyak serta bertekanan sangat tinggi. BAB 5 IATUAN GUNUNG API Secara umum, dalam pendeskripsian dan penamaan batuan, ahli geologi sudah membekali diri dengan ilmu petrologi dan petrografi yang didukung pula oleh mineralogi dan geokimia. Untuk pendeskripsian dan penamaan batuan gunung api, penguasaan ilmu pengetahuan itu perlu ditambah dengan dasar-dasar ilmu gunung api atau vulkanologi. Dalam arti luas petrologi adalah ilmu yang mempelajari batuan, dimulai dari pengamatan secara mata telanjang, pemeriksaan di bawah mikroskop, analisis geokimia, dan bahkan sampai dengan radio isotop. Pengpnaan kata 'batuan' di sini diartikan secara luas, yaitu bahan bentukan alam (gunung api), mulai dari bahan lepas (loose material) sampai dengan yang sudah membatu (lithjfied material). Lebih lanjut, batuan gunung api yang dibahas juga terbatas pada yang segar, dalam arti tidak dalam keadaan sudah lapuk, teroksidasi lanjut, termalihkan (termetamorfose), ataupun terubah (teralterasi) secara hidrotermal. Batuan gunung api tersebar melimpah di Indonesia, baik sebagai produk vulkanisme masa lalu maupun hasil kegiatan gunung api masa kini. Namun demikian pembelajaran terhadap asal-usul batuan gunung api selama ini masih sangat sedikit. Sebagian batuan dipelajari di dalam lingkup petrologi batuan beku, sebagai kelompok batuan beku luar, dan hanya sebagian kecil saja disinggung di dalam pembelajaran batuan sedimen. Uraian di dalam Bab 5 ini dimulai dari dasar-dasar penamaan batuan dan pengertian batuan gunung api, dilanjutkan dengan penamaan secara pemerian dan genesis. Secara lebih rinci dibahas pula batuan klastika gunung api. Pada akhirbahasan diutarakan mengenai permasalahan penamaan tuf dan breksi gunung api. 5.1 Dasar-dasar Penarnaan Batuan Sebelum memberi nama terhadap suatu batuan maka pada tahap pertama dan utama harus dilakukan pemerian. Nama batuan yang hanya didasarkan pada pemerian terhadap batuadobjek sebagaimana adanya (objective descriptions) disebut penamaan secara deskriptif (descriptive ierms).Jika data deskriptif tersebut digunakan untuk menganalisis asal-usul kejadian batuan (genesis) dan hasil analisis itu digunakan sebagai dasar untuk memberikan nama batuan, maka ha1 ini disebut penamaan secara genesis (genetic names). Apabila penamaan secara deskriptif disatukan dengan penamaan secara genesis maka ha1 itu disebut penamaan secara kom- 62 binasi deskriptif dan genesis. Dalam melakukan pemerian dan penamaan batuan juga diperhatikan metode pendekatan yang secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu pendekatan secara mata telanjang (megaskopis), pendekatan secara mikroskopis, dan pendekatan secara kimia. Pendekatan secara mata telanjang dilakukan di lapangan atau terhadap percontoh setangan (band specimen). Baik pemerian maupun penamaan secara megaskopis masih bersifat pendahuluan yang selanjutnya perlu dimantapkan dengan pengamatan secara lliikroskopis dan atau analisis kimia. Pada umumnya, pemerian percontoh setangan hanya mampu memberi nama secara deskriptif, tetapi pemerian berdasar penampakan lapangan sangat mendukung untuk memberikan nama secara genesis. Selain warna dan komposisi mineralogi, pemerian di bawah mikroskop juga memperhatikan penampakan tekstur dan struktur yang ada. Penamaan batuan berdasar pemerian optik mineralogis ini mempunyai kelemahan bila mineral pembentuknya tidak berupa kristal, tetapi sebagian besar tersusun oleh gelas gunung api. Pada batuan yang banyak mengandung gelas gunung api, penamaan berdasar komposisi mineralogi kristal tidak cukup mewakili seluruh batuan yang dideskripsi. Guna mengantisipasi kelemahan pada penamaan secara mikroskopis tersebut diperlukan pendekatan ketiga, yaitu berdasarkan kepada komposisi kimia. Dalam ha1 ini tekanannya pada komposisi kimia yang bersifat lebih kuantitatif dibanding metode pendekatan megaskopis dan mikroskopis. Untuk kelengkapan penelitian geologi pada umumnya dan pemerian serta penamaan batuan gunung api secara khusus, ketiga pendekatan tersebut sebaiknya dilakukan secara bersama-sama. Dalam penamaan batuan secara deskriptif, sebagai parameter umum pemerian adalah warna, tekstur, struktur, dan komposisi.Teks- GEOLOGI GUNUNG API PURBA tur mencakup antara lain bentuk dan ukuran butidkristal, hubungan antar butir/kristal, pemilahan dll. Dalam kaitannya dengan batuan gunung api, struktur yang terbentuk lebih mencerminkan proses pendinginan magma secara cepat menjadi batuan beku dan proses pengendapan. Komposisi dapat secara mineralogi atau kimia. Secara mineralogi, komposisi batuan dapat tersusun oleh mineral/kristal, fosil, fragmen batuan, dan matriks atau masa dasar. Untuk memberikan nama batuan secara deskriptif dapat hanya menggunakan salah satu parameter deskriptif atau kombinasi di antara beberaua DaramI I eter; biasanya dipilih yang paling mudah dikenali. Penamaan batuan hanya berdasar satu parameter (komposisi) misalnya, batuan gunung api yang mengandung lebih dari 50% mineral karbonat (kalsit, dolornit, Fe-karbonat, Na-Ca-K karbonat) dinamakan karbonatit (carbonatite; Streckeisen, 1980). Penamaan batuan berdasarkan beberapa parameter contohnya, batuan gunung api benvarna abu-abu, bertekstur hipokristalin porfiri, berstruktur berlubang, - serta berkomposisi fenokris felspar-plagioklas, piroksen dan masadasar gelas gunung api dinamakan andesit. Nama tambahan dapat disebutkan bila ada parameter yang paling menonjol, misalnya yang menonjol fenokris piroksen, sebarannya merata dan kelimpahannya mencapai lebih dari lo%, maka batuan tersebut dapat dinamakan andesit piroksen. Apabila yang menonjol adalah kenampakan tekstur porfiri dapat dinamakan andesit porfiri. Jika yang menonjol kenampakan struktur, misalnya struktur masif, maka dinamakan andesit masif. Ahli geologi dapat melatih diri dan berdiskusi dalam rangka menguasai penamaan batuan secara deskriptif tersebut. Dalam kaitannya dengan batuan teralterasi, McPhie dkk. (1993) memberikan nama batuan berdasarkan grain size, components, litbofacies term dan alteration. Grain size atau BAB 5 BATUAN GLINUNG API 63 ukuran butir merupakan bagian dari teks- api yang lebih tua dalam rangka memberi Metode ini tur, components sepadan dengan komposisi, nama batuan secara genesis. lithofaciesterm digunakan untuk struktur, dan sebenarnya merupakan penerapan salah satu alteration adalah kenampakan ubahan yang prinsip geologi, yakni thepresent is the key to terjadi di dalam batuan itu. Sebagai contoh thepast. Berhubung proses erupsi gunung api, crystal-rich chloritic bedded tuf proses pembekuan, dan proses pengendapan Penamaan batuan secara genesis mem- bahan erupsi hampir selalu dapat diamati; punyai parameter andisis terhadap sumbed serta pengetahuan itu sangat bermanfaat bagi asal batuan, proses pembentukan batuan, kepentingan sosial masyarakat, maka dalam umur batuan, dan lingkungan pengendapan menamakan endapadbatuan gunung api para batuan. Untuk batuan gunung api masa kini ahli gunung api lebih menitik-beratkan pada atau setidak-tidaknya berumur Kuarter, penamaan secara genesis daripada penamaan masalah sumber sudah sangat jelas sehingga secara deskriptif Sebagai contoh nama-nama biasanya tidak dipersoalkan lagi, misalnya aliran lava, awan panas, dan lahar. Penentuan umur batuan dapat didasarbatuan gunung api di daerah Kaliurang dan Pakem, Kabupaten Sleman bersumber dari kan pada pendekatan secara stratigrafis, kawah Gunung Merapi di sebelah utaranya. paleontologis (bila mengandung fosil), dan Namun untuk batuan gunung api yang lebih atau metode radiometri. Pendekatan secara tua, misalnya berumur Tersier di Pegunungan stratigrafis di lapangan bersifat relatif, miSelatan, Kabupaten Gunungkidul, masalah salnya lebih muda daripada batuan yang di sumber masih memerlukan penelitian secara bawahnya dan lebih tua daripada batuan yang cermat. Proses pembentukan batuan gunung di atasnya. Pendekatan paleontologi selain api, atau secara umum proses vulkanisme, bersifat relatifjuga mempunyai kisaran waktu dapat diamati pada gunung api aktif masa yang panjang untuk ukuran kegiatan vulkini atau yang pernah meletus dalam sejarah. kanisme. Penentuan umur secara radiometri Berdasar data geofisika dan geokimia, perge- mampu mendapatkan nilai umur dalam benrakan magma dari dalam bumi ke permukaan tuk angka sekalipun ketepatannya masih mesecara real time dapat diamati. Secara mata merlukan improvisasi secara berkelanjutan. kepala sendiri (visual observation) bentuk Analisis umur dengan pendekatan radiometri dan kegiatan magma pada saat keluar ke antara lain dengan metode Kalium-Argon permukaan bumi yang dikenal sebagai erupsi (40K- 40Ar),Argon-Argon (40Ar/39Ar), Jejak gunung api dapat dilihat. Demikian pula Belah, Carbon-14, Uranium-lhorium (Usetelah bahan padat hasil erupsi gunung api Th), dan Uranium-Lead (U-Pb). Sejauh ini tersebut membeku atau mengendap, dapat penamaan batuan gunung api berdasarkan didekati dan dideskripsi secara terperinci. umur dan lingkungan pengendapan masih Dengan demikian, dari kegiatan gunung bersifat umum, misalnya batuan gunung api api aktif masa kini pertama-tama dapat Paleogen dan batuan gunung api darat, sediketahui genesisnya yang meliputi sumber, hingga analisis genesis lebih dititikberatkan proses, waktu kejadian, lingkungan asal, dan pada proses dan kemudian sumber. Dalam lingkungan pengendapan; kemudian dilaku- penamaan batuan gunung api yang secara kan deskripsi terhadap batuan yang terben- genesis kejadiannya tidak tercatat dalam tuk secara terperinci. Data deskripsi secara sejarah atau yang berumur lebih tua, maka terperinci itulah yang digunakan sebagai analisis proses dan sumber merupakan hal dasar untuk menganalisis batuan gunung yang paling tidak mudah. 64 GEOLOGI GUNUNG API PURBA Penarnaan batuan gunung api secara kom- karena di Indonesia hampir seluruh vulcano binasi deskriptif dan genesis bukan masalah berbentuk kerucut atau gunung maka (secara yang berarti bila sudah diketahui nama secara salah kaprah) orang menyebutnya sebagai deskriptif dan genesis. Sebagai contoh,jika se- gunung api atau gunung berapi. Perihal cara deskriptifbernama andesit, secara genesis yang sering menjadi perdebatan adalah bila bersumber-dari Gunung Api ~ e r a ~ i , ~ r o s lubang itu hanya mengeluarkan gas, apakah es dan bentuk erupsinya berupa kubah lava, maka juga disebut gunung api. Berdasarkan definama kombinasinya dapat disebut Kubah lava nisi tersebut di atas (ada kata 'atau' di antara andesit Gunung Merapi. Secara geologi, pada batuan pijar dan gas) maka jawabannya batuan gunung api tua yang sumbernya belum adalah iya, asal gas itu benar-benar berasal diketahui secara pasti, maka penamaannya dari magma (magmaticgases) di dalam bumi. dapat menggunakan nama geografi atau tem- Untuk membuktikan bahwa gas - itu berasal pat batuan itu tersingkap sangat baik, misalnya dari magma atau bukan (non magmaticgases) ,&ran lava bantal basal piroksen Watuadeg. diperlukan penelitian yang tidak sederhana. Ini mengandung arti proses erupsinya secara Batuan gunung api adalah batuan yang mengalir (berupa aliran lava), berbentuW terbentuk sebagai hasil aktivitas gunung berstruktur bantal (sekaligus mencerminkan api, baik langsung maupun tidak langsung. kejadiannya di dalam air), berkomposisi basal Aktivitas gunung api diartikan sebagai proses piroksen, dan tersingkap sangat baik di Dusun erupsi atau keluarnya magma dari dalam Watuadeg. bumi ke permukaan, melalui lubang kawah/ kaldera dalam berbagai bentuk dan kegiatan5.2 Pengertian Batuan Gunung Api nya. Pengertian langsung di sini dimaksudkan Gunung api (volcano, vulcano, vulkaan) bahwa bahan erupsi gunung api itu setelah adalah tempat atau lubang tempat batuan mendingidmengendap kemudian membatu pijar dan atau gas, biasanya kedua-duanya, di tempat itu juga (in situ). Sementara pekeluar ke permukaan bumi, dan bahan padat ngertian tidak langsung menunjukkan bahwa yang terakumulasi di sekeliling lubang mem- endapanlbatuan gunung api tersebut sudah bentuk bukit atau gunung (volcano is both the mengalami perombakan atau deformasi, baik place or openingfrom which molten rock orgas, oleh aktivitas vulkanisme yang lebih baru, andgenerally both, issuesfrom the earth? interior proses-proses sedimentasi ulang, maupun onto the surface, and the hill or mountain built aktivitas tektonika. up around the opening by accumulation of the Berdasarkan aktivitas gunung api itu rock material, Macdonald, 1972). Batuan pijar dapat dipahami bahwa: (dan gas) di sini adalah magma, sedangkan - pada perjalanannya ke permukaan bumi lubang tempat keluarnya magma itu disebut magma dapat benar-benar keluar, atau kawah (0 < 2 km) atau kaldera gunung api sebagian keluar dan sebagian membeku demikian, titik berat (0 2 2 km). Dengan di dekat permukaan atau seluruhnya pengertian gunung api adalah pada adanya membeku di dekat permukaan. lubang dan keluarnya magma (dalam bahasa - pada perjalanannya ke permukaan, magBelanda disebut vulkaan, dalam bahasa Itali ma membeku sangat cepat sehingga sedinamakan vukano), sedangkan bentuk benbagian atau seluruhnya membentuk gelas tang alam berupa bukit atau gunung bukan gunung api (volcanic glass). Pembekuan merupakan keharusan, karena banyak vulcano sangat cepat itu terjadi karena magma yang tidak membentuk gunung. Namun yang bertemperatur antara 900 - 1.200" BAB 5 BATUAN GUNUNG API C secara cepat keluar ke permukaan bumi yang mempunyai temperatur di bawah 30" C. Bahkan di dasar laut dalam atau daerah tertutup es temperatur bisa di bawah 0" C. Gelas gunung api ini sebenarnya adalah mineral yang tidak berbentuk kristal (amorfJ,berasal dari magma, dan merupakan bahan silikat. Pengertian bahan silikat ini adalah mineral yang mengandung unsur silika atau oksida SiO,. D i dalam bahan silikat masih ada unsur atau oksida lain, seperti aluminium (A1,0,), magnesium (MgO), besi (FeO dan Fe,O,), kalsium (CaO), titanium (TiO,), mangan (MnO), natrium (Na,O), kdium (K,O), dan lain-lain. Hal ini agak sedikit berbeda dengan pengertian mineral silika yang hanya tersusun oleh unsur Si atau oksida SiO,, seperti kuarsa dan opallchert. - mineral yang mengkristal pada umumnya mempunyai tekstur pendinginan sangat cepat (quenching/supercooling textures) karena pertumbuhannya sangat terganggu oleh proses pendinginan. Hal ini dicirikan antara lain oleh struktur zoning,jbrous structures, skeletalcrystals, embayment, corrosion, bandedmicrocystalline, rekahan pada kristal, dan di dalam kristal mengandung inklusi gelas gunung api. - di bagian luar tubuh batuan gunung api biasanya terdapat lubang bekas keluarnya gas gunung api (vesicular structures) dan ~ e r e k a h a nyang terjadi selama proses pergerakan ke permukaan dan pendinginan sangat cepat (super cooling fractures). Pada kondisi tertentu struktur lubang gas dapat terbentuk di bagian tengah tubuh batuan beku terobosan dangkal. - magma yang membeku di dekat permukaan (high level intrusives) atau sudah keluar ke permukaan secara meleleh (efisive eruptions) membentuk lava koheren, dan ~ a d akhirnya a menjadi batuan beku yang pada umumnya masif Sebaliknya,magma 65 yang keluar ke permukaan secara meletus (explosive eruptions) menghasilkall batuan beku terfragmentasi yang disebut pyroclasts, berasal dari kata pyro artinya api dan clast berarti butiran, fragmen, atau kepingan. Jadi pyroclast adalah butiran batuan pijar yang dilontarkan keluar (ejectedmattrial) dari lubang kawah pada saat terjadi letusan gunung api. Pyroclasts atau istilah lain ejecta ini mempunyai berbagai ukuran, mulai dari berbutir halus (abuldebu gunung api, 5 2 mm), berbutir sedang (lapili, 0 : 2 - 64 mm) sampai dengan berbutir kasar (bloWbom gunung api, 0 > 64 rnm). Batuan itu secara khusus disebut batuan piroklastika dan secara umum membentuk batuan gunung api bertekstur klastika (volcaniclastic rocks). Dengan - dernikian secara deskriptif batuan gunung api mempunyai ciri-ciri khas di dalam tekstur dan komposisi, sebagai berikut: 1. Tekstur hipokristalin porfir, vitrofir atau gelas, baik di dalam lava koheren maupun sebagai komponen bahan klastika. 2. Komposisi selalu mengandung gelas gunung api; kristal yang terbentuk pada umumnya menunjukkan tekstur dan struktur pendinginan magma sangat cepat; komponen fragmen batuan kebanyakan terdiri atas fragmen batuan beku (luar), seperti basal, andesit, dasit, atau riolit. Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat fragmen batuan gunung api yang lebih tuahatuan samping, serta batuan dasar non gunung api yang ikut terlontar keluar sebagai bahan tambahan/ aksesori (accessory material) dan bahan asing- (accidentalmaterial). Warna batuan gunung api sangat beragam, tergantung pada komposisi kimia dan mineral penyusunnya. Batuan berwarna gelap pada umumnya berkomposisi basa, abu-abu untuk berkomposisi menengah, dan warna terang untuk batuan berkomposisi asam. 66 Khusus obsidian, sekalipun berkomposisi asam warnanya juga hitam. Mengenai struktur batuan gunung api, untuk lava koheren dan fragmen batuan mengikuti hukum-hukum yang berlaku di dalam batuan beku, seperti halnya struktur masif, berlubanglberongga (vesicles), segregasi, konsentris, aliran, dan rekahan radier yang mencerminkan proses pendinginan dan pergerakan magma. Pembentukan struktur di dalam endapadbatuan bertekstur klastika (misalnya piroklastika dan epiklastika) lebih mengikuti hukum batuan sedimen (proses pengendapan), misalnya struktur perlapisan/ laminasi, silang-siur, perlapisan pilihan, melensa, membaji, dunes, antidunes, dan lain-lain. Penjelasan tersebut mensiratkan agar batuan gunung api sebaiknya tidak dipaksakan untukmasukjenis batuan beku atau batuan sedimen, tetapi lebih baik dipandang sebagai kelompok tersendiri yang berada di daerah transisi antara kedua jenis batuan utama tersebut. Hal itu sejalan dengan proses vulkanisme, yang berada di antara proses magmatisme, yang lebih banyak membahas batuan beku intrusi dalam (pluton), dengan proses pengendapan yang titik beratnya mempelajari batuan sedimen. GEOLOGIG~INUNGAPI PURBA ran asal kegiatan gunung api. 5.3.1 Lava Koheren Dalam melakukan pemerian dan penamaan secara deskriptif terhadap lava koheren kita mengacu pada dasar-dasar petrologi batuan beku (luar). Parameter pokok deskriptif adalah warna, tekstur, struktur, dan komposisi. Klasifikasi penamaan batuan, baik secara megaskopis maupun secara mikroskopis didasarkan pada klasifikasi yang telah dibuat oleh banyak ahli dan dipublikasikan dalam berbagai literatur petrologi batuan beku luar (misal Williams dkk., 1953; Streckeisen, 1980).Hanya perlu diingat bahwa dalam lingkup vulkanologi, nama batuan gunung api ini tidak terbatas untuk batuan beku luar saja, tetapi dapat diterapkan pada batuan beku intrusi dangkal, dan dalam beberapa hal untuk batuan klastika gunung api. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa batuan beku luar adalah merupakan bagian dari lava koheren batuan gunung api. Warna lava koheren sangat terpengaruh oleh komposisi batuan gunung api itu, sedangkan tekstur dan struktur, mulai dari yang berkomposisi basa sampai dengan yang berkomposisi asam sangat dipengaruhi oleh proses pendinginan magma pembentuknya 5.3 Penamaan Batuan Gunung Api seperti yang telah disampaikan di atas. Sebagaimana halnya warna batuan gunung api Secara Pemerian pada umumnya, maka warna lava koheren Telah disinggung di atas bahwa secara juga sangat beragam terpengaruh oleh komproses vulkanisme dan sekaligus secara fisik batuan gunung api dibagi menjadi dua posisi kimia dan mineral penyusunnya, mulai kelompok besar, yaitu lava koheren (coherent dari warna gelap umumnya untuk batuan lavas) dan batuan klastika gunung api (volca- berkomposisi basa, abu-abu untuk batuan niclastic rocks). Lava koheren pada hakekatnya berkomposisi menengah, dan warna terang adalah batuan beku (masif), yaitu magma untuk batuan berkomposisi asam. Batuan yang membeku di dekat permukaan (batu- gunung api berkomposisi basa tersusun an beku intrusi dangkal) dan magma yang oleh mineral kaya akan Fe-Mg (olivin dan membeku di permukaan (batuan beku luar). piroksen) serta plagioklas kaya akan C a Batuan klastika gunung api adalah seluruh (bitownit dan anortit). D i dalam batuan batuan gunung api yang mempunyai tekstur gunung api berkomposisi menengah, asoklastika atau yang tersusun oleh bahan buti- siasi mineral penyusunnya adalah piroksen, 67 BAB 5 BATUAN GUNUNG API amfibol (horenblende),plagioklas menengah (andesin dan labradorit) serta sedikit alkali feldspar dan kuarsa. Selanjutnya, mineral penyusun batuan gunung api berkomposisi asam adalah horenblende, biotit, muskovit, plagioklas asam (albit dan oligoklas), alkali feldspar, dan kuarsa. Mineral olivin, piroksen, amfibol, dan biotit dikelompokkan ke dalam mineral mafik (magnesium-besi), sedangkan plagioklas, alkali feldspar, dan kuarsa di sebut kelompok felsik (felspar dan silika).Tabel5.1 memberikan pemerian dan penamaan lava koheren secara megaskopis. Berdasarkan komposisi kimia, dalam ha1 ini persentase berat oksida silika (SiO,) lava koheren dapat diklasifikasikan menjadi basal, andesit basal (basaltic andesite), andesit, dasit, dan riolit (Tabel 5.2). Berdasarkan persentase berat SiO, versus K 2 0 (Peccerillo &Taylor, 1976; Ewart, 1982), batuan tersebut dibagi menjadi batuan toleiit (miskin/ rendah kalium), batuan talc-alkaline (kalium menengah), dan batuan alkalin (alkali ting- gi). Untuk gunung api yang berhubungan dengan zona penunjaman kerak bumi, batuan toleiit umumnya terdapat di busur magma bagian depan (dekat dengan zona penunjaman), batuan cak-alkaline di bagian tengah, dan batuan alkalin atau shosonit di bagian belakang. Dalam mengklasifikasikan n a m a b a t u a n berdasarkan komposisi, sebagian ahli tidak hanya menggunakan persentase berat kalium oksida tetapi menggunakan total persentase berat alkali ( N a 2 0 + K 2 0 ) versus SiO, (Cox dkk., 1981; L e Bas dkk., 1986). Untuk menamakan batuan berdasarkan komposisi kimia secara tepat diperlukan beberapa persyaratan sebelumnya. Pertama batuan yang akan dianalisis secara kimia harus benar-benar segar, dalam arti tidak lapuk, tidak teroksidasi, dan tidak teralterasi. Hal itu nantinya terlihat pada sedikit atau banyaknya bahan habis dibakar serta bahan volatil yang terkandung, dan jumlah persentase total. Semakin sedikit persentase bahan habis dibakar (loss Tabel 5.1 Klasifikasi Nama Lava Koheren secara Deskriptif Megaskopis NO NAMA BATUAN WARNA TEKSTUR STRUKTUR porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk olivin, piroksen, plagioklas melingkar - elip, skoria vitrofir, gelas basa, dan gelas (basa) 1 Basal Hitam 2 Andesit basal abu-abu gelap porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk piroksen, plagioklas, dan agak melingkar - agak gelas basa-menengah vitrofir, gelas menyudut 3 Andesit abu-abu 4 Dasit abu-abu terang porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk amfibol, plagioklas dan gelas vitrofir, gelas menyudut menengah ;asam, alkali felspar, dan kuarsa 5 Riolit putih - putih abu-abu pofiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk piroksen, amfibol (horenvitrofir, gelas agak menyudut blenda), plagioklas, dan gelas menyudut menengah porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk amfibol, biotit, muskovit, plavitrofir, gelas menyudut - menyudut gioklas &gelas asam, alkali sangat runcing felspar, dan kuarsa 61 GEOLOGI GUNUNG API PURBA Tabel 5.2 Klasifikasi Penamaan Batuan Koheren Lava berdasar Persentase Berat SiO, NAMA BATUAN dalam batuan alkalin, mineral felspar digantikan oleh mineral felspatoid, misalnya, leusit, nefelin, dan sodalit. PERSENTASE BERAT SIO, Basal 5 52 (45 - 52) Andesit basal 53 - 57 Andesit 58 - 63 Dasit 64 - 68 Riolit 2 69 (69 - 75) on ignition) dan bahan volatil dengan jumlah total mendekati 100% ( 4 1,5%) serta masing-masing persentase oksida utama secara geologi sudah wajar, maka ha1 itu menunjukkan percontoh batuan cukup segar serta hasilnya dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Tabel 5.3). Hasil analisis kimia tersebut kemudian dinormalisir ke 100% tanpa mengikut-sertakan bahan habis dibakar dan volatil sebelum dimasukkan ke dalam klasifikasi (Tabel 5.4 dan 5.5). D i 5.3.2 Batuan Klastika GunungApi D i bawah ini dicantumkan beberapa definisi batuan klastika gunung api atau vokaniclastic rocks. 1. The entire spectrum of clastic materials composed in part or entire4 of volcanic fragments, formed by any particle-forming mechanism (e.g.pyroclastic,epiclastic, autoclastic), transported by any mechanism, deposited in any physiographic environment or mixed with any non volcanicfragment types in any proportion (Fisher, 1961; Fisher, 1966; Fisher and Smith, 1991). 2. Allfragmentalvolcanic rocks that resultfrom any mechanism offragmentation (Pettijohn, 1975; Walker and James, 1992). 3. A clastic rock containing volcanic material in whateverproportion, and without regard Tabel 5.3 Komposisi Kimia Oksida Utama Batuan Beku. LO1 =losson ignition (habis dibakar) Fe,O,* =total oksida besi (FeO + Fe,O,) OKSIDA UTAMA BASAL MG-TINGGI MG-RENDAH 100,56 100,49 SiO, TiO, A1203 Fe,O,* MnO CaO Total ANDESIT BASAL ANDESIT 6! BAB 5 BATUAN GUNUNG API Tabel 5.4 Kornposisi Kimia Oksida Utama Batuan Beku setelah dinormalisir 100% tanpa Volatil dan LO1 BASAL OKSIDA UTAMA MG TlNGGl MG RENDAH BASAL ANDESIT DASlT RlOLlT SiO, TiO, A403 Fe,O,* MnO MgO CaO Na20 YO 52'' Total Tabel 5.5 Komposisi Kimia Oksida Utama Obsidian dan Pumis (Batuapung) setelah dinormalisisr 100% tanpa Volatil dan LO1 OKSIDA UTAMA Fe,Oj* OBSIDIAN DlENG OBSIDIAN TlMOR OBSIDIAN JEPANG PUMICETOBA PUMlS KRAKATAU PUMlS BATUR 2,53 1,36 0,82 2,86 3,53 5,90 CaO 23,39 1 ,00 1,18 2,46 3,46 3,18 MgO 5,27 0,08 0,08 0,46 1,04 1,08 Na,O 1,65 3,90 3,05 3,52 4,21 5,44 K20 - 0,65 4,'08 3,98 4,28 2,04 2,25 Total 100,OO 100,OO 100,OO 100,OO 100,OO 100,OO to its origin (Mathisen and McPherson, 1991). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa batuan klastika gunung api adalah batuan gunung api yang bertekstur klastika. Secara deskriptif, terutama tekstur (bentuk dan ukuran butir), batuan klastika gunung api dapat berupa breksi gunung api (volcanic breccias), konglomerat gunung api (volcanic conglomerate), batupasir gunung api (volcanic sandstones), batulanau gunung api (volcanicsiltstones),dan batulempung gunung api (volcanicclaystones). Perlu ditegaskan di sini bahwa penggunaan kata 'pasir', 'lanau', dan 'lempung' hanyalah menunjukkan ukuran butir, tidak secara 7U langsung mencerminkan sebagai batuan sedimen epiklastika. Nama-nama tersebut dapat ditambah dengan parameter kemas (fabric), sortasi (pemilahan), sebagai bagian dari pemerian tekstur, warna, struktur, dan atau komposisi tergantung aspek mana yang menonjol dan mudah dikenali. Sebagai contoh, apabila fragmen di dalam breksi gunung api mempunyai kemas terbuka dapat dinamakan breksi gunung api kemas terbuka, kalau fragmennya didominasi oleh andesit dan tidak berstruktur (masif), batuan itu dapat saja dinamakan breksi andesit masif.Jika di dalam batupasir gunung api yang sangat menonjol adalah struktur berlapis, batuan itu dapat dinamakan batupasir gunung api berlapis (bedded volcanic sandstones). GEOLOGI GUNUNG API PURBA atau membeku di dekat permukaan, atau sebagian membeku di bawah dan sebagian lagi membeku di permukaan bumi. Magma yang membeku di dekat permukaan dikenal sebagai batuan beku intrusi dangkal. Padanan kata batuan beku intrusi dangkal ini banyak sekali, antara lain batuan intrusi subgunung api, batuan semi gunung api, subvolcanic intrusions, high level intrusives, shallow intrusions, low level intrusions, dan syn-volcanic intrusions. Mengenai tingkat kedangkalan pembekuan magma ini belum ada angka kedalaman yang pasti, tetapi diperkirakan tidak lebih dari 1 0 km di bawah kawah/ kaldera gunung api. Sebagai contoh, kedalaman dapur magma dangkal Gunung. Merapi hanya 1 km di bawah puncak, sedangkan dapur magma dalam berkisar antara 3 - 4 km 5.4 Penamaan Batuan Gunung Api di bawah puncak. Siebett (1988) menuturkan bahwa tubuh intrusi di bawah gunung api Secara Genesis Telah disampaikan di atas bahwa secara komposit dan berasosiasi dengan lapangan proses vulkanisme, batuan gunung api diba- panas bumi mempunyai kedalaman 8 - 9 gi menjadi dua kelompok besar, yaitu lava krn.Pembekuan magma di dekat permukaan koheren dan batuan klastika gunung api. ini dimungkinkan karena pertama, magma Berdasarkan pengalaman para ahli dalam sudah membeku terlebih dahulu sebelum mengamati langsung aktivitas gunung api, pergerakannya mencapai ke permukaan bumi. maka penjelasan disini akan dimulai dari Kedua, tidak semua magma keluar ke perproses dan nama, kemudian diikuti dengan mukaan bumi sewaktu gunung api bererupsi pemerian ciri-ciri litologinya. Namun da- atau meletus, tetapi juga tidak kembali ke lam pembelajaran batuan gunung api tua dapurnya jauh di dalam bumi setelah erupsi yang prosesnya sudah tidak dapat dilihat gunung api berhenti. Sebagian magma itu langsung, ahli geologi hendaknya memulai tersisa dan membeku di sepanjang perjalanan dengan melakukan pemerian ciri-ciri litologi dari dapur magma ke permukaan bumi yang selengkap-lengkapnya, kemudian menginter- dalam hal ini adalah kawaldkaldera gunung pretasikan proses yang terjadi, dan terakhir api. Kelompok batuan subgunung api ini memberikan nama batuan gunung api secara antara lain membentuk retas (dikes),sill atau kubah lava bawah permukaan (cryptodonzes). genesis. Magma yang membeku di pipa kepundan sehingga bagian atasnya menyembul ke per5.4.1 Lava Koheren Lava koheren dapat terbentuk sebagai mukaan sedang bagian bawahnya berada di akibat pergerakan magma ke luar ke per- bawah permukaan disebut leher gunung api mukaan bumi. Dalam pergerakan tersebut, (volcanic necks) atau sumbat lava (lavaplugs). magma dapat benar-benar keluar ke permu- Pada literatur lama berbahasa Indonesia retas kaan bumi secara meleleh (efusive eruptions), ini disebut batuan gang dan leher gunung api 81 BAB 5 BATUAN GUNUNG API Tabel 5.7 Ciri-ciri Endapan Aliran Piroklastika (Karakter ini sangat bergantung pada besarnya letusan, perubahan rnekanisrne (style) dari letusan pada suatu erupsi, dan jarak dari sumber). Daftar pemerian di bawah ini umumnya dapat dipakai sekalipun ada yang muncul hanya pada tipe erupsi tertentu. Disarikan dari Fisher dan Schmincke (1984), Cas dan Wright (1987), dan pengalarnan penulis PARAMETER CIRI-CIRI Pola distribusi dan ketebalan Sebaran menuju ke arah tertentu, kecuali hasil letusan besar pembentukan kaldera letusan yang sebaran endapan aliran piroklastikanya dapat berbentuk lingkaran berpusat di dalam kaldera itu. Apabila aliran awan panas melalui tekuk lereng yang berbeda, dari terjal ke lereng yang lebih landai, serta melewati celah atau lembah sempit, maka sebarannya dapat membentuk hpas endapan awan panas. Sebagai &ran gravitasi, endapan sangat dikontrol oleh bentuk bentang dam, sehingga endapan sangat tebal, mencapai puluhan meter, di dalam lembah atau aliran sungai, dan menipis di punggungan bukit. Awan panas aliran yang mampu mencapai di atas/lereng bukit disebut 'overbanh pyroclasticcPow'. S truktur Sedimen Endapan tidak membentuk struktur dalam (no internal stl-trctul-eatau strrrctzrreless). Hanya pada awan panas bersekala kecil kadang-kadang menampakan struktur perlapisan pilihan secara kasar. Terdapat stmktur pipa fumarol (funzal-olpipes)sebagai bekas letusan gas pada saat pendinginan, biasanya berasosiasi dengan endapan belerang. Tekstur Sortasi buruk atau tidak terpilah sama sekali sehingga terjadi percampuran antara butiran kasar (bomhlok), menengah (lapili) dan halus (abu). Dalam banyak hal butiran halus sangat melimpah sehingga membentuk kemas terbuka. Bentuk blok sangat meruncing - meruncing, sedang bom gunung api dapat membulat tetapi tekstur permukaannya kasar terdiri dari kaca (glassy texture). Di daerah distal atau ujung endapan dapat didominasi oleh endapan berbutir abu masif, atau dalam beberapa hal hanya tersusun oleh blok gunung api. Endapan 'over bank pyroclasticJow' berbutir lebih halus daripada endapan awan panas di dalam lembah sungai. Butiran atau klastika dapat bertekstur pumis (pumiceous texture), skoria (scoriaceoustexture), atau masif tetapi bertekstur gelas (misal obsidian). Komposisi Komposisi dapat bervariasi dari riolit/felsik/silisik hingga basdmafik. Komposisi riolit hingga menengah (andesit) lebih tersebar luas dan lebih kaya batuapung dan blok gunung api daripada komposisi basal karena besarnya kandungan gas dan tingkat letusan. Komposisi menengah umumnya berasosiasi dengan gunung api komposit. Terjadi tekstur transisi antara tekstur pumis dengan tekstur skoria, demihan pula terbentuk bersama-sama antara blok dan bom gunung api jenis kerak roti. Komposisi mafik berasosiasi dengan kerucut skoria dan aliran lava basal. Banyak dijumpai berbagai jenis bom gunung api, bom kerak roti, bom tahi sapi, bom buah randu, bom silindris, bom skoria dan lain-lain. Mengandung dahan kayu terarangkan (charcoal/cha7-redwood)berasal dari tumbuh-tumbuhan yang terlanda dan terangkut oleh aliran awan panas. Di dekat kawah/kaldera endapan sering mengandung batuan tua atau batuan dasar (6asenze7zt rocks) yang ikut terlontar pada saat letusan, seperti fragmen batuan meta sedimen dan batuan beku intrusi dalam. Asosiasi batuan dan fasies D i lereng atas suatu gunung api (proximalarea) endapan awan panas berasosiasi dengan aliran lava, piroklastika jatuhan dan seruakan. Di lereng bawah, kaki dan dataran (medial - distalareas) umumnya dijumpai bersama-sama dengan piroklastika jatuhan, endapan lahar dan endapan hasil pengerjaan kembali lainnya. BAB 5 BATUAN GUNUNG API endapan longsoran mengalami retak-retak atau perekahan dengan intensitas yang berbeda-beda atau bahkan mengalami pergeseran membentuk sesar geser, sesar naik, dan sesar turun dalam s k i a kecil. Struktur ini terjadi pada saat melongsor, tetapi untuk sesar normal dapat pula terbentuk pada saat sedang berhenti untuk menuju ke posisi yang mapan. Kekar dan sesar pada matriks sering tidak menerus mengenai fragmen atau membelok di samping fragmen. Kekar dan rekahan sering masih berpasang-pasangan membentuk rekahan gergaji Gigsaw cracks orjigsawfits) atau rekahan mosaik. Bentuk fragmen hampir selalu meruncing. Orientasi paleomagnet untuk masing-masing fragmen di dalam satu bongkah endapan longsoran gunung api hampir seragam, tetapi deklinasinya berbeda-beda (Mimura, 1985 vide Ui, 1995). Hal ini menunjukkan material longsoran terpecah-pecah dalam gerakan paralel dengan permukaan tanah namun mengalami tumbukan satu sama lain pada saat transportasi. Bahan plastis, seperti perlapisan tuf, biasanya lebih terlipat dan tersesarkan daripada mengalami pengkekaran dan perekahan seperti pada batuan keras dan pejal. Sedimen klastika dan lapisan tanah permukaan dapat terperangkap di dalam batuan yang lebih keras pada saat aliran membentuk retas sedimen (sediment dikes). Kedudukan jurus dan kemiringan perlapisan batuan di dalam bongkah maupun matriks endapan longsoran gunung api tidak menunjukkan keteraturan dan tidak selalu dapat dikorelasikan. Bronto dkk., (1998) telah melaporkan adanya batuan longsoran gunung api di Pegunungan Selatan, Kabupaten Gunungkidul, dan beberapa gunung api aktif masa kini di Indonesia (Bronto, 2001), antara lain di kawasan Gunung Gede, Gunung Guntur, Gunung Galunggung dan Gunung Ciremai di Jawa Barat, Gunung Sundoro dan Gunung !lf Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Raung di Jawa Timur. Batuan epiklastika, adalah batuan gunung api bertekstur klastika sebagai hasil pengerjaan kembali endapadbatuan gunung api yang sudah ada sebelumnya. Proses pengerjaan itu dapat mulai dari pelapukan, erosi, transportasi dan redeposisi, atau mulai dari erosi dan transportasi jika endapannya masih lepas-lepas. Pada hakekatnya batuan gunung api epiklastika yang terbentuk mulai dari proses pelapukan sudah termasuk batuan sedimen silisiklastika. Sedangkan pengerjaan kembali yang tidak melalui proses pelapukan terlebih dahulu biasanya terjadi pada saat atau segera setelah letusan gunung api berlangsung. Endapan piroklastika di lereng gunung api karena masih lepas-lepas, maka pada saat hujan endapan tersebut langsung tererosi, terangkut dan mengendap kembali, contohnya endapan lahar. M c Phie dkk. (1993) menyebut jenis endapan ini dengan nama resedimented syn-eruptive vokcanickastics. Sekalipun sudah mengalami pengerjaan ulang namun endapan ini masih berhubungan erat dengan proses erupsi gunung api yang mendahuluinya dan secara geologi keduanya terbentuk pada umur yang bersamaan. Berdasar tekstur, struktur, komposisi dan asosiasinya endapan lahar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1. Umumnya berbutir sedang (pasir) hingga kasar (kerakal-bongkah) (Gambar 5.23). 2. Bentuk butir kasar meruncing tanggung - membulat tanggung. 3. Dari daerah proksi (dekat sumber bahan) menuju daerah distal (jauh dari sumber) butiran kasar menghaius dan bentuknya cenderung - menumpul/membulat. 4. Sumbu terpanjang bongkah sejajar dengan arah aliran. 5. Pemilahan buruk, kemas terbuka, bongkah mengambang di dalam matriks. BAB 5 BATUAN GUNUNG API a. Berdasar ukuran butir, tuf dapat dibagi menjadi: - tuf kasar, berukuran butir pasir (batupasir tuf) - tuf halus, berukuran butir lanau-lempung (batulanau tuf, batulempung tuf) - dapat juga disebut batupasir gunung api, batulanau gunung api atau batulempung gunung api, sesuai dengan ukuran butir penyusun yang dominan b. Berdasar komposisi butiran, tuf dibagi menjadi: - tuf gelas (vitric tufs) - tuf kristal (crystall tufs) - tuf batu (lithic tufs) - tuf gelas kristd (crystall vitric tufs) tuf kristal batu (lithic crystall tufs), dll. c. Berdasar komposisi (kimia) batuan beku, tuf dibagi menjadi: - tuf riolit (rhyolitic tufs, SiO, > 68%) - tuf dasit (dacitic tufs, SiO,: 63-68%) - tuf andesit (andesitic tuff, SiO,: 5763 %) - tuf andesit basal (basalticandesite tufs, SiO,: 53- 57 %) tuf basal (basaltic tufs, SiO,: 45-53%) d. Berdasar komposisi dominansi pumis/ batuapung atau skoria - tuf batuapung (pumiceous tufs) - tuf skoria (scoriaceous tufs) fall tufs, ash-fall tufs) 3. tuf seruakan piroklastika (pyroclasticsurge 4. tuf terlaskan (welded tufs), dapat termasuk tuf aliran piroklastika atau tufjatuhan piroklastika. Sekunder: 1. tuf turbidit 2. tuf fluviatil, dll. 5.5.3 Permasalahan Sandy tufs, mempunyai pengertian: 1. tuf pasir, yaitu tuf tersusun oleh abu gunung api berukuran butir pasir (= tuf kasar atau batupasir tuf) 2. Tuf pasiran (?),yaitu: tuf (berkomposisi abu gunung api) dengan bahan penyusun tambahan (non gunung api) berukuran butir pasir - bahan penyusun tambahan itu hanya disebutkan ukuran butirnya tetapi tidak jelas komposisi dan asal sumbernya, yang seharusnya adalah bahan non gunung api - rancu dengan tuf sebagai bahan penyusun utama yang berukuran butir pasir - bila ini dipandang secara genetik sebagai pengendapan abu gunung api yang tercampur dengan bahan 5.5.2 Pengertian Secara Genesis non gunung api atau minimal non piroklastika maka hal itu harus jelas/ Secara genesis (asal-usul) tuf adalah batrinci pemeriannya uan yang tersusun oleh bahan hasil kegiatanl letusan gunung api, baik secara langsung Tur$aceous sandstones, mempunyai pe(primer) maupun tidak langsung (sekunder/ ngertian: reworked), berbutir halus (0 5 2 mm) yang 1. Batupasir tuf - batuan gunung api bertekstur ldasdisebut abu atau debu gunung api (volcanic ash/ dust). tika, berukuran butir pasir, tersusun Primer: Tuf piroklastika (hidroklastika, oleh tuf atau abu gunung api - sama dengan batupasir gunung api freatomagmatika), terdiri atas: 1. tuf aliran piroklastika (pyroclastic flow (volcanic sandstones) t.8, ash-jow tufs) 2. Batupasir tufan (?) 2. tuf jatuhan piroklastika (pyroclasticfree- batupasir dengan bahan penyusun GEOLOGI GUNUNG API PURBA utama batuan sedimen (non gunung api) berbutir pasir dan bahan tambahannya adalah tuf (sedikit mengandung- tuf). - komposisi bahan penyusun utamanya (yang non gunung api) tidak jelas - rancu dengan bahan tambahan berupa tuf kasar bila secara genetik adalah pengendapan bahan non gunung api atau minimal non piroklastika yang tercampur dengan abu gunung api, maka harus ditunjukkan secara rinci masing-masing komponen tersebut. Dalam penamaan sandy tuffs atau tufaceous sandstones para ahli geologi/sedimentologi kadang-kadang hanya mempertimbangkan banyak atau sedikitnya bahan gelas gunung api, pada ha1 secara petrologi tuf dapat saja secara dominan tersusun oleh gelas gunung api (vitric tufs), tetapi juga dapat oleh kristal (crystaltuffs) atau fragmen batuan (lithic tuffs). Penamaan sandy tuffs dan tuffaceous sandstones lebih tepat diberikan setelah melalui analisis secara mikroskopis/ petrografis, atau bahkan S E M (Scanning Electron Microscope). 5.6 Penamaan Breksi Gunung Api 5.6.1 Pengertian Secara Deskriptif Breksi gunung api (volcanic breccias) adalah batuan gunung api bertekstur klastika tersusun oleh kepingan berbentuk menyudut, berbutir kasar (0 > 2 mm), biasanya tertanam di dalam matriks atau massadasar berbutir halus ( 0 2 mm). Kepingan atau fragmen tersebut pada umumnya didominasi oleh batuan gunung api, kristal pembentuk batuan beku dan atau gelas gunung api. Bentuk kepingan dapat bervariasi mulai dari sangat menyudut, menyudut sampai dengan agak menyudut atau menyudut tanggung. Berdasarkan komposisi utama kepingan di dalamnya, breksi gunung api dapat dijabarkan menjadi beberapa nama. Sebagai contoh: 1. Breksi andesit, kepingan penyusun utama berupa batuan beku andesit 2. Breksi batuapung atau breksi pumis, kepingan penyusun utama berupa batuapung atau pumis 3. Breksi skoria, kepingan penyusun utama berupa skoria 4. Breksi obsidian, kepingan penyusun utama berupa obsidian 5. Breksi hialoldastit, kepingan penyusun utama berupa hialoklastit (secara deskriptif sama dengan breksi obsidian) Khusus penamaan breksi tuf, para ahli ada yang berpendapat bahwa kepingan utama tersusun oleh tuf, tetapi ada juga yang menyatakan sebagai nama untuk batuan gunung api bertekstur klastika dimana persentase bahan tuf, baik sebagai fragmen maupun sebagai matriks sama atau lebih besar daripada fragmen yang lain. Kebingungan sering juga dialami untuk penamaan tuf lapili, lapili tuf dan batulapili (lapillistones). Pada literatur lama (misal Pettijohn, 1975), istilah abu gunung api (0 5 2 mm) apabila sudah membatu menjadi tuf, dan lapili (0 : 2 - 64 mm) menjadi batulapili diperuntukkan khusus untuk batuan piroklastika. Artinya, batuan itu secara primer harus langsung dihasilkan oleh letusan gunung api. Sebagai bahan yang masih berupa endapan, atau masih lepas-lepas, belum membentuk batuan dan dihasilkan oleh kegiatan gunung api Kuarter atau bahkan letusan gunung api masa kini dimana gunung apinya juga masih secara nyata/jelas dapat ditunjukkan maka untuk menyatakan sebagai bahadendapan piroklastika tidak disangsikan lagi. Akan tetapi hasil kegiatan gunung api Tersier atau yang lebih tua yang bahannya sudah membatu dan tubuh gunung apinya sudah tidak terlihat secara nyata, maka untuk menyatakan secara tegas bahwa tuf itu BAB 5 BATUAN GUNUNG API secara primer adalah hasil langsung letusan gunung api yang mengendap dan membatu secara insitu, masih diperlukan banyak pertimbangan sebagai pendukungnya. Dengan memperhatikan hal-ha1 tersebut dan untuk kepraktisan kerja terutama di lapangan maka disarankan penamaan tuf, tuf lapili, lapili tuf dan batulapili didasarkan pada pemerian saja. Namun apabila data pemerian tersebut mendukung bBhwa batuai gunung api itu adalah bahan primer piroklastika maka penamaannya dapat ditingkatkan secara genesis atau kombinasi antara deskriptif dan genesis. Dengan demikian tuf lapili adalah batuan klastika gunung api yang bahan penyusun utamanya adalah abu gunung api (0 6 2 mm) dan bahan penyusun tambahannya adalah lapili gunung api (0 :2 - 64 mm). Sebaliknya, lapili tuf adalah apabila komponen berukuran lapili lebih banyak daripada abu gunung api, sedangkan batulapili jika bahan penyusun sangat didominasi oleh butiran lapili. Dalam banyak ha1 di lapangan batulapifi sama dengan breksi gunung api. Kedua fragmennya berukuran butir halus (2 - 64 mm). Untuk istilah konglomerat gunung api (volcanic conglomerates) identifikasinya lebih mudah karena nama itu dapat diberikan kepada batuan klastika gunung api yang fragmennya sudah berbentuk membulat karena proses abrasi, transportasi atau proses-proses pengerjaan ulang lainnya. Dengan demikian konglomerat gunung api secara jelas sudah merefleksikan sebagai bahan rombakan atau batuan epiklastika gunung api atau secara sensu strict0 sebagai batuan sedimen bertekstur klastika yang bahannya berasal dari kegiatan gunung api. Sekalipun demikian diperlukan kehati-hatian untuk mernbedakannya dengan istilah aglomerat (agglomerates), yaitu batuan gunung api yang secara dominan tersusun oleh born gunung api dan secara proses merupakan bahan lontaran dari lubang kawah sewaktu terjadi letusan gunung api. Sekalipun 93 bentuk umumnya membulat, bom gunung api mempunyai tekstur permukaan sangat kasar, membentuk struktur pendinginan seperti rekahan radier dan atau konsentris serta tersusun secara dominan oleh gelas gunung api, sebagai akibat pendinginan sangat cepat sewaktu dilontarkan dari lubang kepundan ke udara atau ke dalam air. 5.6.2 Pengertian Secara Genesis Breksi gunung api adalah batuan gunung api yang merupakan hasil fragmentasi oleh suatu sebab sehingga menjadi kepingan-kepingan berbentuk meruncing dan berbutir kasar (0 > 2 mm). Bentuk kepingan bervariasi dari sangat meruncing sampai dengan agak meruncing atau meruncing tanggung. Ukuran butir kepingan juga beragam, mulai dari sekitar 3 mm sampai dengan 3 - 5 m, atau bahkan lebih. Berdasarkan proses fragmentasinya, breksi gunung api dibagi menjadi empat kelompok, yakni: a. Breksi piroklastika (hidroklastika),adalah breksi yang fragmentasinya terjadi akibat letusan gunung api, baik yang bersifat magmatik, freatik maupun freatomagmatik. b. Breksi autoklastika, adalah breksi yang fragmentasinya terjadi akibat pembekuan magma atau lava yang sangat cepat. c. Breksi kataklastika, adalah breksi yang fragmentasinyaterjadi akibat deformasi. Proses deformasi dapat berupa longsoran tubuh/batuan gunung api atau batuan gunung api yang tersesarkan. Breksi jenis kedua itu sering disebut breksi sesar. d. Breksi epiklastika, adalah breksi yang fragrnentasinya terjadi akibat proses pengerjaan ulang (oleh tenaga eksogen). Pembagian tersebut masih dalam kelompok breksi gunung api yang tidak berhubungan dengan proses hidrotermal dan banyak terjadi di daerah gunung api, alterasi hidrotermal dan mineralisasi (primary 94 GEOLOGl GUNUNG API PURBA non-hydrothermalbreccias; Corbett dan Leach, gunung api dibagi dua, yakni lava koheren 1995, h. 34). Sedangkan breksi (gunung api) (batuan beku) dan batuan klastika gunung yang berhubungan dengan hidrotermal dan api, secara petrologi mempunyai susunan cebakan bijih (ore-relafed hydrothermal brec- basal sampai dengan riolit. Lava koheren cias) dibagi menjadi (1) Breksi hidrotermal terdiri atas batuan beku luar dan batuan semi magmatik (magmatic hydrothermal breccias), gunung api. Batuan beku luar dapat berben(2) Breksi freatomagmatik (phreat~ma~rnatictuk aliran lava, sumbat lava dan kubah lava, breccias), dan (3) Breksi freatik (phreatic brec- sedangkan sebagai batuan semi gunung api cia~).Breksi hidrotermal magmatik dicirikan retas, sill, leher gunung api, dan kubah lava oleh masuknya bahan magma ke dalam bawah permukaan. Berdasarkan tekstur, terproses breksiasi dan cairan bijih hidroter- utama ukuran butir, batuan klastika gunung ma1 didominasi oleh komponen magmatik. api terdiri atas breksi gunung api, batupasir Breksi freatik disini sebanding dengan breksi gunung api, batulanau gunung api dan bahldroklastika, yaitu fragmentasinya terjadi tulempung gunung api. Sedangkan secara akibat letusan uap air panas (letusan hi- genesis batuan klastika gunung api dapat droklastika atau letusan freatik). Sedangkan berupa batuan piroklastika, autoklastika, breksi freatomagmatik terbentuk sebagai kataklastika, dan epiklastika. Batuan piroklasakibat letusan freatomagmatik. Berhubung tika terdiri atas piroklastika jatuhan, aliran, pembagian breksi ini lebih digunakan dalam dan seruakan. Campuran ketiganya dikenal eksplorasi mineral bijih, untuk lebih rincinya dengan sebutan piroklastika arus pekat (pypembaca disarankan agar membaca banyak roclastic density currents). Berdasarkan bentuk buku, antara lain yang ditulis oleh Corbett dan ukuran L t i r batuan piroklastika terdiri atas breksi piroklastika, aglomerat, batulapili, dan Leach (1995). dan tuf.Termasuk breksi piroklastika adalah breksi pumis, breksi skoria, ignimbrit dan 5.7 Ringkasan Batuan gunung api adalah batuan yang breksi gunung api yang banyak mengandung terbentuk sebagai hasil kegiatan vulkanisme bom dan blok gunung api. atau kegunungapian. Secara umum batuan KONSEP DASAR GUNUNG API PURBA Mulai dari Bab 1sampai dengan Bab 5 di atas sudah diuraikan proses dan produk vulkanisme masa kini, yang dapat diamati secara langsung baik mekanisme pembentukannya maupun jenis batuadendapan yang dihasilkannya. Pengertian akan proses dan produk vulkanisme Kuarter atau masa kini tersebut sangat penting dalam melangkah untuk mencoba menganalisis proses-proses vulkanisme pada masa lalu berdasarkan data pemerian bentang alam, batuan, dan struktur, yang akan dimulai pada Bab 6 ini. Dengan kata lain penguasaan pemerian batuan gunung api masa kini menjadi kunci pembanding terhadap pemerian batuan gunung api purba sehingga proses, mekanisme, dan asal-usulnya (sumber) dapat diperkirakan. H a l ini mengacu kepada salah satu prinsip geologi yang dikemukakan oleh James Hutton (17261797),yakni thepresent is the key to thepast. Uraian Bab 6 ini dimulai dari pengertian gunung api purba, permasalahan Pandangan Geologi Sedimenter, dan Pandangan Geologi Gunung Api. 6.1 Pengertian GunungApi Purba Gunung api purba atau fosil gunung api (paleovokanoes) adalah gunung api yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang ini sudah mati dan bahkan sudah terkikis sangat lanjut sehingga fitur atau penampakan fisis tubuhnya sudah tidak sejelas gunung api aktif masa kini, bahkan sebagian sisa tubuhnya sudah ditutupi oleh batuan yang lebih muda. Gunung api purba ini pada umumnya berumur Tersier (lebih dari 2 juta tahun yang lalu) atau yang lebih tua. Selama waktu geologi yang sangat lama tersebut dan kegiatannya juga sudah berhenti, tubuh gunung api akan mengalami perombakan dan kemungkinan juga deformasi tektonika sehingga fitur sebagai kerucut gunung api sudah tidak jelas lagi. Namun demikian apabila proses-proses geomorfologis dan deformasi tersebut tidak terlalu kuat, sementara batuan pembentuk tubuh gunung api cukup resisten, maka keberadaan gunung api purba itu masih dapat diidentifikasi dan direkonstruksi. Untuk lebih meyakini adanya gunung api purba, maka pembelajarannya harus dimulai dari gunung api aktif masa kini (Gambar 6. I), dan secara bertahap merambah ke gunung api yang sudah mati tetapi masih berumur Kuarter, yang mengalami perombakan/erosi pada tingkat muda dan dewasa. Tahapan ini kemudian dilanjutkan dengan pengamatan gunung api yang lebih tua/kuno (ancient volcanoes), yang sudah tererosi lanjut dan GEOLOGI GUNUNG API PURBA - karakteristik petrologi-geokimia batuan gunung api dan intrusi, serta korelasi umur di antara keduanya. Dengan memandang batuan gunung api sebagai batuan sedimen, maka kelemahan pertama adalah kurangnya pemahaman terhadap pembentukan batuan gunung api, yang secara langsung atau primer terbentuk oleh erupsi gunung api, dalam hal ini batuan beku luar dan batuan piroklastika. Batuan beku luar adalah magma yang keluar ke permukaan bumi, sering disebut lava, yang bentuk geometrinya dapat berupa kubah lava, sumbat lava atau leher gunung api, atau aliran lava. Bentuk-bentuk pertama berhubungan dengan batuan terobosan di dalam tubuh gunung api yang disebut batuan semi gunung api atau subvolcanic intrusions, yang hampir selalu berada di pusat atau sumber erupsi gunung api. Kenyataan pada gunung api aktif masa kini, aliran lava mengalir tidak jauh dari sumbernya yang biasanya hanya sampai di lereng atas suatu kerucut gunung api. Jadi, masalahnya adalah bagaimana mungkin lava dapat mengalir sangat jauh dari sumbernya, yang berasal dari luar cekungan sedimen? Hal yang sama adalah pembentukan bom dan blok gunung api, yang dilontarkan kemudian jatuh di dekat kawah. Bahan piroklastika berbutir kasar itu tidak mungkin dapat terlontar sangat jauh dari kawah gunung api, atau mengalami pengerjaan ulang untuk kemudian mengendap di dalam cekungan. Apabila batuan gunung api primer itu dianggap sudah mengalami proses-proses geomorfik ataupun epiklastik, mulai dari pelapukan, erosi dan transportasi, sebelum mengendap kembali di dalam cekungan, niscaya mineral-mineral pembentuk batuan yang tidak resisten akan hilang atau berubah menjadi mineral sekunder. Akibatnya, batuan sedimen yang terbentuk hanya berkomposisi mineral magmatik yang tahan terhadap pelapukan, misalnya kuarsa, alkali felspar, plagioklas asam, amfibol, dan biotit. Kenya- taannya di dalam batuan klastika gunung api yang selama ini dianggap sebagai batuan sedimen masih banyak mengandung mineral magmatik yang tidak tahan terhadap pelapukan, seperti gelas gunung api, olivin, piroksen, dan plagioklas basa-menengah. Kelemahan kedua, adalah apabila cekungan sedimentasi merupakan cekungan di depan busur gunung api, maka secara tektonik tidak mungkin terbentuk magma di bawahnya, karena terlalu dekat dengan lokasi penunjaman kerak bumi. Sementara itu, jika cekungan sedimen itu berada di belakang busur, maka magma yang menerobosnya akan berafinitas alkalin (shoshonite)dibanding dengan magma yang berada di dalam busur gunung api. Faktanya, baik batuan beku intrusi maupun batuan beku ekstrusi serta bom/blok gunung api di dalam breksi piroldastika, sebagian besar berafinitas kalk-lkali, dan sejauh-jauhnya berkisaran toleiit hingga kalk-alkali tinggi. Lebih daripada itu, sering dijumpai bahwa batuan intrusi, batuan beku luar, dan batuan piroklastika tersebut mempunyai umur geologi kurang lebih sama. Demikian pula karakteristik petrologi-geokimia ketiganya juga menunjukkan sifat co-magmatic atau berasal dari sumbedmagma induk yang sama. 6.3 Pandangan Geologi Gunung Api Pandangan ini mengisyaratkan adanya proses berkelanjutan mulai dari magmatisme, vulkanisme, dan sedimentasi (Gambar 6.3). Cairan magma yang terbentuk oleh berbagai sebab dan pada tataan tektonik tertentu naik ke atas membentuk dapur magma, dan mungkin ke atas lagi membentuk kantong magma. Mengacu kepada pendapat Macdonald (1972) maka setiap magma yang keluar ke permukaan bumi adalah gunung api. Selama proses keluarnya magma itu, gunung api memperlihatkan berbagai bentuk dan kegiatannya. Dalam proses erupsi sebagian magma hanya mampu menerobos sampai BAB 6 KONSEP DASAR GUNUNG API PURBA ciri petrografi transisi antara batuan beku intrusi dengan batuan beku ekstrusi, yakni pada sill, retas, dan leher gunung api hingga sumbat lava. Tekstur batuan dapat berubah secara berangsur mulai dari kristalin mikro (seluruhnya tersusun oleh kristal halus) Sampai hipokristalin (sebagian kristal sebagian gelas). Apabila data singkapan tidak ideal menerus, kondisi itu sering menimbulkan perdebatan apakah termasuk batuan beku intrusi ataubatuan beku ekstrusi. Sementara itu, ahli sedimentologi juga mendapatkan masalah dalam menghadapi batuan klastika g u n w g api terutama fraksi halus, yang secara struktur sedimen memperlihatkan sebagai - batuan rombakan (epiGastika) tetapi secara tekstural dan komposisional kristal masih menuniukkan bentuk menyudut - sangat menyudut, yang terdiri atas campuran mineral resisten dan non resisten, serta gelas gunung api (serat gelaslvolcanic glass shards). Batuan tersebut mungkin bahan piroklastika hasil letusan langsung gunung api yang masuk ke tubuh air (laut) atau endapan piroklastika yang mengalami pengerjaan ulang segera setelah meletus tanpa melalui proses pelapukan dan pembatuan terlebih dahulu. Pada literatur lama kadang disebut sebagai secondary pyroclastic deposits/rocks, tetapi McPhie dkk. (1993) menyebutnya sebagai resedimented syn-eruptive volcaniclastic deposits. Batuan klastika gunung api ini belum benar-benar dapat disebut sebagai batuan epiklastika dan masih berhubungan erat dengan kegiatan vulkanisme pada saat itu. Ke depan, batuan gunung api secara umum, serta batuan piroklastika dan resedimentedsyneruptive volcaniclasticdeposits menjadi tantangan apakah akan dimasukkan ke jenis batuan beku atau batuan sedimen ataukah membentuk kelompok sendiri sebagai batuan gunung api, mengingat sebarannya yang sangat luas baik secara lateral maupun 101 vertikal dalam umur geologi. Selanjutnya, berdasarkan prinsip The present is the key t o the past, yang dikemukakan oleh James Hutton pada abad ke-18, dapat dipelajari secara bertahap bagaimana kelakuan gunung api masa kini, bentuk bentang alam, pola aliran, batuan penyusun, dan struktur geologi yang dihasilkan. Data tersebut kemudian dapat dijadikan landasan untuk menjelaskan genesis fakta geologi batuan gunung api yang lebih tua. Alur pemikiran ini sebenarnya sudah dimulai oleh van Bemmelen (1949), yang mengamati kelakuan gunung api aktif masa kini, seperti halnya Merapi, Kelut, dan Semeru, kemudian beranjak ke gunung api yang lebih tua, yakni Muria. Fakta-fakta tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa di Pegunungan Kulon Progo terdapat tiga gunung api Tersier, yaitu Gajah, Ijo, dan Menoreh. Sayangnya pemikiran ini tidak diikuti oleh para ahli geologi generasi kemudian. Bahkan mereka lebih berpihak ke pandangan geologi sedimenter yang berasal dari daerah geologi non-gunung api. 6.4 Ringkasan Gunung api purba adalah gunung api yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang ini sudah mati dan bahkan sudah terkikis sangat lanjut sehingga penampakan fisis tubuhnya sudah tidak sejelas gunung api aktif masa kini. Gunung api purba ini pada umumnya berumur Tersier atau lebih tua. Adanya gunung api purba kurang mendapat perhatian karena pembelajaran geologi selama ini didasarkan pada pandangan geologi sedimenter. Dengan mengacu pada prinsip thepresent is the key t o thepast dan setiap magma yang keluar ke permukaan bumi adalah gunung api, maka dihasilkan olah fikir berupa pandangan geologi gunung api. Berdasarkan pandangan geologi gunung api ini maka gunung api purba dapat diidentifikasi. BAB 7 PENGENALAN GUNUNG API PURBA 7.2 PendekatanAnalisis Peta Geologi Pengenalan gunung api purba juga dapat dilakukan berdasarkan analisis peta geologi. Apabila dijumpai adanya batuan intrusi di tengah-tengah sebaran batuan gunung api, yang keduanya mempunyai kesamaan tekstur, komposisi dan bahkan umur geologi, maka dapat diyakini bahwa kedua batuan tersebut merupakan produk kegiatan gunung api purba setempat. Apabila sudah tererosi sangat lanjut, maka pada gunung api purba hanya meninggalkan jejak berupa daerah dengan relief sangat kasar dan di dalamnya terdapat batuan beku terobosan dangkal, batuan ekstrusi gunung api (breksi gunung api dan aliran lava), serta kemungkinan adanya batuan dasar berupa meta sedimen dan malihan. D i atas tubuh gunung api purba tersebut dapat pula terbentuk batuan sedimen non gunung api, misalnya batuan karbonat, atau batuan gunung api yang berumur lebih muda. Apabila di dalam peta geologi hanya dijumpai batuan gunung api atau batuan intrusi tetapi di dalamnya terdapat struktur cekungan ;ang diperki;akan sebagai bekas kawah atau kaldera gunung api, maka ha1 itu juga sebagai petunjuk adanya gunung api ~ u r b asetemDat. I I Gunung api purba yang dapat diidentifikasi berdasarkan peta geologi antara lain Gunung Cikondang di dalam peta geologi Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru (Koesmono dkk., 1996), Gunung Cibeureum di peta geologi Lembar Tasikrnalaya (Budhitrisna, 1986), Gunung Kromong d i Lembar Arjowinangun (Djuri, 1995); Gunung Bongkok di tenggara Gunung Lawu Jawa Timur (Samodra dan Sutisna, 1997); Gunung Ijo, Gunung Gajah dan Gunung Menoreh di Pegunungan Kulon Progo (Rahardjo dkk., 1977); serta Gunung Pandan pada peta geologi Lembar Bojonegoro, Jawa Timur (Pringgoprawiro dan Sukido, 1992). D i Nanggroe Aceh Darussalam, gunung api lo! purba antara lain teridentifikasi di Pulau Breueh dan Pulau Weh (Bronto dkk., 2010) pada peta geologi Lembar Banda Aceh (Bennet dkk., 1981). D i Kalimantan Gunung api purba Lapung (Gambar 7.10) diketahui membentuk satuan Batuan gunung api Lapung yang diterobos oleh Batuan intrusi Sintang (Pieters dkk., 1993a),sedangkan Gunung api purba Jelai merupakan Batuan gunung api Jelai (Gambar 7.11) yang diterobos oleh batuan intrusi andesit - basal (Heryanto dkk., 1995). Gambar 7.12 memperlihatkan Anggota Cikondang yang tersusun oleh batuan beku andesit piroksen dan diterobos oleh andesit piroksen (Koesmono dkk., 1996). Kedua satuan batuan itu dilingkupi oleh Formasi Beser yang tersusun oleh breksi gunung api. Selanjutnya Formasi Beser dilingkupi oleh Formasi Koleberes, yang didominasi oleh batupasir gunung api. Seluruh satuan batuan tersebut mempunyai umur geologi kurang lebih sama. Keberadaan Anggota Cikondang dan intrusi andesit piroksen diduga terdapat di bekas pusat erupsi Gunung Api purba Cikondang. Interpretasi ini lebih diperkuat dengan adanya alterasi dan mineralisasi emas di dalam Anggota Cikondang (Bronto, 2003). Sementara itu Formasi Beser, yang didominasi oleh breksi gunung api terletak di lereng dan Formasi Koleberes berada pada kaki dan dataran di sekeliling kerucut Gunung Api purba Cikondang. D i Sukamantri, Ciamis Utara (Gambar 7.13) terdapat endapan aluvium dan aliran sungai di sekitarnya berpola semi memancar atau paralel menjauhi lokasi endapan tersebut. Dari pola garis kontur diketahui bahwa tempat terdapatnya endapan aluvium itu berada di daerah tinggian dan dikelilingi oleh tinggian yang mempunyai relief lebih kasar. Berdasarkan data ini diperkirakan bahwa cekungan tempat terdapatnya endapan aluvium itu, yang mempunyai lebar tidak kurang dari 114 GEOLOGI GUNUNG API PURBA gunung api komposit terjadi berkdi-kali dan berlangsung sangat lama, berarti setiap terjadi erupsi terjadi kenaikan magma ke permukaan, maka dimungkinkan batuan intrusi tua dipotong oleh yang lebih muda dan melibatkan berbagai ragam komposisi batuan intrusi sehingga terjadi hubungan potong memotong (cross-cutting relationships).Karena fasies pusat ini merupakan bekas tempat keluarnya magma secara berkali-kali pada saat gunung api sedang erupsi atau meletus, maka interaksi magma dengan batuan yang lebih tua serta air meteorik dapat menimbulkan ubahan hidrotermal dan mineralisasi. Fasies dekat kerucut gunung api komposit dicirikan oleh perselingan antara aliran lava dengan batuan piroklastika terutama fraksi kasar, yaitu aglomerat dan breksi piroklastika. Batuan piroklastika fraksi sedang dan halus, seperti halnya batulapili dan tuf mungkin juga dijumpai tetapi lebih sedikit karena lebih ringan dan sebagian besar terbawa angin sehingga lebih banyak diendapkan di fasies tengah sampai fasies jauh. Mengacu kepada kegiatan gunung api masa kini di Indonesia, pada umumnya aliran lava penyusun kerucut gunung api komposit bersusunan basal, serta andesit basal sampai andesit, yang mempunyai jarak alir antara 1- 5 km dan maksimum 10 dari kawah gunung api sebagai pusat erupsi (Gambar 3.11, 4.3, dan 5.7). Aglome;at adalah batuan jatuhan piroklastika yang banyak mengandung bom gunung api dengan mekanisme letusan dilontarkan secara tolak peluru atau balistik (ballisticprojectiles). Pada umumnya bom gunung api berdiameter lebih dari 30 cm hanya mampu dilontarkan kurang dari 5 km dari kawah gunung api. Semakin dekat dengan kawah, diameter bom semakin besar, sehingga ukuran bom gunung api terbesar berada di daerah pematang atau bibir kawah gunung api (Gambar 5.13). Untuk breksi piroklastika jenis aliran dapat mengalir lebih jauh tetapi biasanya hanya km mencapai daerah fasies tengah. Pada fasies tengah litologi penyusun utama adalah breksi piroklastika, batulapili, dan tuf. Aliran lava semakin jarang karena sudah agak jauh dari sumber erupsi. Aglomerat berbutir halus mungkin masih dijumpai. Sebaliknya bahan piroklastika tersebut sudah mulai mengalami erosi menjadi endapan lahar atau bahan rombakan lainnya. Bahan rombakan ini semakin banyak pada fasies jauh, yang dikenal sebagai resedimented syn-erupted volcaniclastics (McPhie dkk., 1993), termasuk endapan sungai, endapan alur/parit bawah laut (submarin channels), dan lain-lain. Pada gunung api purba berumur Tersier atau yang lebih tua, fasies tengah dan fasies jauh tidak selalu mudah diidentifikasi karena telah terjadi percampuran dengan batuan non gunung api. Selain itu, karena merupakan daerah rendahan batuan gunung api sudah tertutup oleh batuan sedimen yang lebih muda. Sebagai petunjuk umum dari fasies tengah ke fasies iauh, ukuran butir bahan klastika gunung api semakin mengecil, misalnya membentuk batupasir hingga batulanau atau bahkan batulempung gunung api. Pembagian litofasies batuan gunung api hasil erupsi kerucut komposit itu tidak selalu berlaku terhadap endapan longsoran besar gunung api. Batuan kataklastika itu terbentuk karena longsornya tubuh kerucut gunung api (model Gunung St. Helens; Voight dkk., 1981), yang pelamparannya dapat dimulai dari fasies tengah sampai dengan fasies jauh; sebagai contoh endapan longsoran gunung api dari Gunung Gede di Cianjur, Gunung Galunggung di Tasikrnalaya, dan Gunung Raung di Jember. Untuk model gunung api kaldera letusan, pada fasies dekat dijumpai breksi ko-ignimbrit yang ke arah fasies tengah dan jauh berangsur menjadi breksi pumis dan tuf asam (Gambar 6.4). Breksi ko-ignimbrit adalah breksi aneka bahan atau breksi poli- BAB 7 PENGENALANGUNUNG API PURBA miktos, yang fragmennya tertanam di dalam massadasar tuf sampai dengan batulapili pumis. Pada saat terjadi letusan gunung api sangat besar, bahan yang dierupsikan tidak hanya magma tetapi juga membongkar batuan yang lebih tua di atasnya. Batuan primer yang mewakili cairan magma pada waktu itu berupa pumis ringan (lightpumice), pumis berat (dense pumice), serta bom dan blok gunung api. Keempat bahan magma itu mempunyai komposisi relatif sama sebagai fragmen batuan beku menengah-asam dan sering disebut juvenile material. Batuan tua dapat berupa batuan dasar (batuan metamorf, batuan beku intrusi dalam, batuan sedimen meta, accidental rockfragments, dan batuan gunung api yang sudah ada sebelumnya (accessory r~ckfra~ments), yang sebagian sudah terubah, teroksidasi atau bahkan lapuk. Fragmen batuan tua dan blok gunung api hampir selalu berbentuk sangat menyudut - menyudut tajam karena terfragmentasi akibat ledakan, diendapkan secara in situ atau belum mengalami pengerjaan ulang melalui proses sedimentasi epiklastika. Pada letusan sangat merusak, kelimpahan fragmen batuan tua bisa sangat tinggi, terutama yang diendapkan di dekat (pematang) kawah atau kaldera gunung api. Hal itu karena batuan tua pada umumnya mempunyai berat jenis lebih besar daripada material gunung api berkomposisi asam, apalagi berupa fragmen pumis dan abu gunung api. Pada saat letusan dan terbentuk awan panas atau aliran piroklastika besar (block anhashjows,pumice j o w s atau ignimbrites), fragmen batuan tua yang berukuran bongkah (diameter > 64 mm) tertinggal di dekat kawah sedangkan sebagian pumis, lapili, dan abu gunung api, mengalir menjauhi sumber erupsi. Wright dan Walker (1977), Wright (1981), serta Walker (1985) menyebut endapan ekor aliran piroklastika kaya fragmen batuan tua ini dengan nama a co-ignimbrite lag-fall deposit, sedangkan 115 Cas dan Wright (1987) memberikan nama co-ignimbrite breccias (breksi ko-ignimbrit). Batuan ~iroklastikayang banyak mengandung fragmen batuan tua ini secara pemerian umum dapat pula disebut breksi polimik atau breksi aneka bahan, karena tersusun atas berbagai macam batuan, baik yang berasal dari magma primer saat erupsi (pumis, bom dan blok gunung api), maupun fragmen batuan tua (non gunung api dan gunung api); bentuk fragmen sangat menyudut - menyudut tajam, ukuran butir sangat beragam mulai dari pasir, lapili/kerikil sampai blok/bongkah/bolder; pada umumnya tidak terpilah, masif, dan tidak ada struktur sedimcn. Ketebalan maksimum berada di pematang kaldera, tetapi menipis menjauhi pusat erupsi. Dalam beberapa hal, karena efek pembebanan dan aliran, struktur pemipihan (jattening) dan imbrikasi fragmen batuan dapat dijumpai. Secara bentang alam, breksi piroklastika polimik ini berasosiasi dengan penampakan atau fitur cekungan bekas kawaldkaldera gunung api. Perbedaan utama dengan breksi scdimen aneka bahan adalah pada tekstur fragmen (sangat menyudut - menyudut tajam), dan litologi penyusun (pumis bercampur fragmen andesit dan batuan tua melimpah), serta berasosiasi dengan fitur/penampakan bentang alam cekungan (bekas) kawaldkaldera gunung api. Dengan demikian untuk mengidentifikasi bekas gunung api kaldera letusan, maka ciri yang sangat khas terdapat di dalam atau pada pematang kaldera adalah terdapatnya breksi ko-ignimbrit. Ke arah fasies tengah dan jauh, breksi ini berubah menjadi breksi pumis dan tuf berkomposisi asam (dasit-riolit), kaya akan batuapung, tersebar sangat luas dan tebal. Berhubung endapannya tebal dan mineral penyusunnya sangat resisten (kaya akan kuarsa/silika, plagioklas asam, dan alkali felspar selain gelas dasit-riolit), batuan piroklastika hasil letusan gunung api kaldera 116 GEOLOGI GUNUNG API PURBA ini meninggalkan jejak berupa gawir, seperti halnya di Pegunungan Selatan Yogyakarta Jawa Tengah (Bronto, 2 0 0 9 ~ ) . 7.4 Pendekatan Sedimentologi Pendekatan secara sedimentologis, terutama meliputi tekstur dan struktur sedimen batuan klastika gunung api, serta struktur pendinginan/pembekuan untuk batuan beku (koheren lava), yang membentuk leher gunung api, kubah lava, dan aliran lava. Secara tekstur batuan klastika gunung api, dalam hal ini batuan piroklastika maupun epiklastika, maka semakin menjauhi pusat erupsi ukuran butir semakin mengecil (Gambar 7.14), bentuk butir dapat semakin membulat, dan kemas butiran semakin membuka. Hal terakhir itu berarti fragmen semakin jarang dan matriks semakin dominan, dan pada akhirnya hanya berupa butiran halus yang seragam; misalnya tuf, batupasir gunung api, dan batulanau gunung api. Ukuran butir yang semakin kecil menjauhi sumber erupsi itu dapat juga digambarkan di dalam peta isoplet. Secara struktur sedimen, seperti halnya struktur imbrikasi, silangsiur, arah sumbu terpanjang fragmen, danyute cast hampir selalu berpola memancar menjauhi sumber erupsi (Gambar 7.15). Struktur bom gunung api (bomb sagstructures) yang dilontarkan dari kawah gunung api dan jatuh miring, menimpa endapan lunak di bawahnya sehingga melesak ke bawah maka sudut kemiringan melesak ke bawah itu menggambarkan arah datangnya bom atau arah asal sumber erupsi gunung api (Gambar 7.16). Struktur imbrikasi fragmen atau bong- Gambar 7.74 ldentifikasi gunung api purba secara sedimentologis, berdasar struktur sedimen dan tekstur batuan. Semakin menjauhi sumber erupsi struktur sedimen arus purba berpola memancar, bentuk butir berubah dari sangat menyudut menjadi membundar, ukuran butir menghalus, dan kemas fragmen batuan semakin membuka. BAB 7 PENGENALAN GUNUNG API PURBA SiO, Gambar 7.22 Pengeplotan data kimia batuan antara % berat YO dengan Si0,dari batuan intrusi granodiorit Cihara (segitiga hitam) dan batuan Gunung api Cikotok (diamond), yang memperlihatkan pola linier (garis lurus putus-putus) dan diinterpretasikan keduanya co-magmatic serta berasal dari sumber yang sama (Hartono dkk., 2008). Perubahan komposisi dari basal (< 53% SiO,) menuju andesit basal (53 - 57 % SiO,), dan yang lebih asam (felsik) disebabkan oleh proses diferensiasi secara normal. gen (Martodjojo, 2003) di utara Cirebon. Deskripsi data log menunjukkan bahwa litologinya dikuasai oleh perlapisan basal dan tuf serta dasit (?).Data perselingan batuan beku luar atau aliran lava berkomposisi basal dengan tuf itu menunjukkan bahwa lokasi titik bor itu merupakan bagian dari Fasies Dekat gunung api purba di daerah itu. Perselingan lava basal dan tuf tersebut menunjukkan bahwa gunung api itu merupakan gunung api bawah laut, yang berkomposisi mafik atau basa, erupsi lelehan sampai dengan letusan sangat lemah, sebanding dengan erupsi tipe Hawaii. Berhubung tidak ada lava andesit serta breksi gunung api, maka penyebutan adanya dasit masih perlu dikaji ulang, karena biasanya ketiganya berasosiasi sebagai batuan beku dan gunung api berkomposisi menengah. Semakin banyak data pemboran dan apalagi didukung dengan data geofisika akan sangat bermanfaat untuk merekonstruksi gunung api purba Jatibarang. 7.8 Pendekatan Analisis Geofisika Sejauh ini belum ada data geofisika yang cukup jelas menunjukkan adanya gunung api purba pada suatu daerah sebaran batuan gunung api Tersier atau yang lebih tua. Namun dengan memahami sifat-sifat fisik batuan gunung api, dan intrusi dangkal, mulai dari lava koheren dan batuan klastika gunung api, diharapkan pendekatan ini dapat membantu memperkuat adanya gunung api purba, terutama yang sudah terkubur di bawah permukaan. Berdasarkan sifat-sifat fisis batuan mulai dari Fasies Pusat sampai dengan Fasies Jauh, sekalipun sudah terkubur, diharapkan pendekatan analisis geofisika dapat membantu mengetahui geologi gunung api bawah permukaan. Metode geofisika dapat dilakukan secara kegempaan, gaya berat, kemagnitan, dan kelistrikan. BAB 8 STUD1 KASUS GUNUNG API PURHA 8.1 Gunung Api Purba di Pegunungan Akan tetapi dari analisis radiometri diketahui batuan gunung api di perbukitan Gendol ini SelatanYogyakarta JawaTengah - Secara umum keberadaan gunung api purba di Pegunungan Selatan Jawa bagian timur sudah disinggung di dalam Bab 7, Gambar 7.1. Dalam Bab 8 ini akan disampaikan hasil-hasil studi kasus terhadap keberadaan gunung api purba di Pegunungan Selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah (Gambar 8.1). D i bagian paling barat, yakni di pegunungan Kulon Progo, adanya gunung api purba Cajah, Ijo, dan Menoreh sudah lama dinyatakan oleh van Bemmelen (1949). Sayangnyapemikiran ini tidak diikuti oleh para ahli geologi generasi kemudian, bahkan mereka lebih mengikuti pandangan geologi sedimenter yang berasal dari daerah non-gunung api, seperti telah disampaikan pada Bab 6, sub bab 6.2. Di sebelah timur Pegunungan Kulon Progo dan sebelah barat Kota Yogyakarta, tepatnya di Godean terdapat batuan gunung api dan batuan beku yang membentuk perbukitan kecil dan diduga juga merupakan sisa atau bekas gunung api purba setempat. Agak lebih ke utara, di daerah Muntilan Kabupaten Magelang terdapat perbukitan Gendol yang pada awalnya dianggap sebagai endapan longsoran Gunung Api Merapi ke arah barat (van Bemmelen, 1949). berumur sekitar 3,44 juta tahun yang lalu (Newhall dkk., 2000). Umur batuan ini lebih tua dari Gunung Api Merapi (< 500.000 10.000 tahun), sehingga diduga merupakan bekas gunung api purba setempat, sebelum Gunung Api Merapi lahir. Di Pegunungan Selatan,mulai dari daerah Parangtritis, Kabupaten Bantu1 Yogyakarta di bagian barat sampai dengan wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur di bagian timur, keberadaan gunung api purba dapat dikelompokkanke dalam empat bagian, yakni 1. Kelompok gunung api purba Parangtritis - Imogiri, 2. Kelompok gunung api purba Bayat - Baturagung, 3. Kelompok gunung api purba Wonogiri - Wediombo, dan 4. Kelompok gunung api purba Karangtengah-Pacitan (Gambar 8.1 dan Tabel 8.1). Berdasarkan pada komposisi batuan gunung api di daerah Pegunungan Selatan ini, terdapat tiga tahapan pertumbuhan gunung api purba. Pertumbuhan tahap pertama berupa pembentukan gunung api monogenesis, tahap kedua pembangunan kerucut gunung api komposit, dan pada tahap ketiga adalah penghancuran kerucut gunung api komposit sehingga membentuk gunung api kaldera letusan. Di bawah ini diuraikan 127 BAB 8 STUD1 KASUS GUNUNG API PURBA Tabel 8.1 Daftar Fosil Gunung Api di Pegunungan Selatan, mulai dari dari sebelah barat di Wilayah Kabupaten Bantul, Gunungkidul dan Sleman,Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta;bagian tengah diwilayah Kabupaten Klaten,Sukoharjo dan Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah dan bagian timur termasuk Wilayah Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur NAMA GUNUNG API PURBA (G.) INDlKASl BENTANG ALAM DAN LlTOLOGl A. KELOMPOK PARANGTRITIS- IMOGlRl 1. G. Parangtritis Di utara pantai Parangtritis, Kecamatan Tinggian tersusun oleh perlapisan aliran lava dan breksi piroklastika Kretek, Kabupaten Bantul, 7"59'30" - 8'1' yang diterobos retas, kesemuanya berkomposisi andesit 3 O L S - 110"19'- 20'45"BT. 2. G. Siluk Di selatan kota Kecamatan Imogiri, timur Dataran dilingkupi gawir setengah lingkaran, yang tersusun oleh aliran lava dan breksi andesit Jalan Raya Siluk - Panggang 3. G. Sudimoro G. Sudimoro, Kecamatan Imogiri dan Cekungan, tersusun oleh batuan ubahan,pada dinding danpuncak Dlingo, Kabupaten Bantul, 7-55'- 59'LS - G. Sudimoro terdiri dari perlapisan aliran lava dan breksi piroklas110"19' - 20' 45" BT. tika berkomposisi andesit 4. G. Plencing - Di barat laut kota Kecamatan Imogiri, Desa Wukirsari - Trimulyo Sindet 5. G. Dengkeng 6. G. Wonolelo 7. G. Gelap 8. G. Banyakan 9. G. Pilang Perbukitan yang tersusun oleh intrusi andesit Plencing, breksi ko-ignimbrit dan breksi pumis Sindet Dusun Dengkeng, Desa Wukirsari, Keca- Bukit terpisah, di tepi barat dusun + 144 m, di timur + 122 m, matan Imogiri tersusun oleh retas, lava dan breksi piroklastika kaya bom gunung api, komposisi basal Dusun Guyangan, Desa Wonolelo, Bukit + 123 m tersusun oleh perlapisan lava dan breksi andesit, Kecamatan Pleret, 7"52'58,0" LS - 110" sisipan konglomerat dan mf 25'58,4" BT. Desa Bawuran, Kecamatan Pleret Bukit + 131 m, tersusun oleh lava dan breksi piroklastika basal - andesit basal Dusun Banyakan, Desa Srimulyo, Keca- Bukit + 96, tersusun oleh lava dan breksi piroklastika basal - anmatan Piyungan desit basal Dusun Piang, Desa Srimulyo, Piyungan. Bukit + 136 m, tersusun oleh breksi piroklastika, batulapili skoria, (7"50'31,3" LS - 110"26'49,SfiBT) ~f dan klastika lava basal - andesit basal 10. G. Wamadeg Kah Opak, Dusun Sumberkidul, Desa Aliran lava basal piroksen berstmktur bantal,strukmr aliran berarah Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten U70DTdi bagian utara sampai dengan U150°T di bagian selatan Sleman ,7"48'29,6"LS - 110"27'34,OBT Kali Opak; 200 m di sebelah baratnya terdapat bukit kecil juga tersusun oleh basal piroksen, umur 56,3 + 3,8 Ma 11. G. Candisari Dusun Candisari, Desa Wukirharjo, Keca-Perlapisan aliran lava dan breksi piroklastika berkomposisi matan Prambanan, Kabupaten Sleman, 7" andesit, juga dijumpai mega blok andesit, silisifikasi, argilitisasi 49'5,l"LS - llO"31'5,R"BT (?)dan piritisasi B. KELOMPOK BATURAGUNG- BAYAT 6. G.Tegalrejo Air terjun Kali Cermo, Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, 7"48'4SnLS - 110"38'30" BT. 7. G. Sepikul Gunung Sepikul, Desa Talun, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, 7"47'40" LS 110e39'BT. Perlapisan diran lava, mf abu-abu hitam halus, retas dan sill berkomposisi basal piroksen Dua bukit tersusun oleh batupasir gunung api yang ditumpangi aliran lava berstrukmr bantal, mengandung barit 8. G. Jiwo Timur Gunung Pendul, Perbukitan Jiwo Timur, Intrusi dan aliran lava mikro gabro - basal piroksen. Aliran lava (G. Pendul) Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, 7"45basal berstruktur bantal juga dijumpai di Dusun Kalinampu dan Desa Nampurejo 30" - 46'LS - 110"40'- 40' 15" BT. 9. G. Jiwo Barat Perbukitan Jiwo Barat - Rowo Jombor, Intrusi diorit di Desa Gedangan, mikro gabro di Gunung Kebo Gunung Kebo & Desa Gedangan, Keca- dan sekitarnya, cekungan bawah permukaan di sebelah barat matan Bayat, 745'- 46'LS - 110"37'- 38' Rowo Jombor. 15" BT. 121 GEOLOGI GUNUNG API PURBA Tabel 8.1 Sambungan........... NAMA GUNUNG APl PURBA (G.) INDlKASl BENTANG ALAM DAN LlTOLOGl C. KELOMPOK WONOGlRl - WEDIOMBO 10. G. Solo Baru (?) Kota Solo baru, Kabupaten Sukoharjo Penampakan melingkar dari citra satelit dan terdapat mata air panas di Desa Nglangenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukohardjo 11. G.Tawangsari Desa Tawangsari, Kecamatan Tawangsari, Kabu- Tinggian gumukhukit kecil, tersusun oleh aliran lava bapaten Sukoharjo sal berstruktur bantal. 7'44'34,YLS dan 11W45'13"BT 12. G. GajahmungkurTua Kecamatan Bulu, Kabupaten Wonogiri, 7"46'37,2"LS dan 11Oo52'22,8"BT Penampakan melingkar dari citra satelit, tersusun oleh lava dan breksi gunung api 13. G. Gajahmungkur Muda Kawasan Gunung Gajahmungkur, Kecamatan Selogiri dan Bulu, Kabupaten Wonogiri, 7"47'34,lnLS dan 110°52'30,1"BT Penampakan cekungan tapal kuda berisi intrusi dan rnineralisasi,dikelilingi tinggian Gunung Gajahmungkur yang di bagian bawah tersusun oleh breksi gunung api, lava andesit dan sisispan tuf Formasi Mandalika, sedang dibagian atas dominan breksi dan batulapili pumis Formasi Semilir 14. G. Manyaran Tinggian di barat daya Gunung Gajahdangak Muda, fasies proksi lereng timur cukup jelas, di tengah ada sumbat lava (?)berstruktur kekar tiang Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri di Morfologi cekungan melingkar membuka ke timur, diisi sebelah barat Waduk Gajahmungkur, 7"54'3OV- oleh batuan epiklastika (konglomerat, batupasir, batula57'30" LS - 110" 47'- 50'BT. nau, dan batugamping Formasi Wonosari) 15. G. Wuryantoro Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, 7"50' - 54'LS - 110-45' - 48' 30" BT. 16. G. Wonodadi Desa Wonodadi, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, di sebelah barat Cekungan Eromoko, 7"58'30"- S02'50"LS - 110" 47-50' BT. Morfologi kerucut dengan pola &ran memancar,bagian tengah cekung, diisi batugamping Formasi Wonosari. Pada lereng timur dekat Waduk Song Putri berdasar data bor dan singkapan terdapat batuan beku 17. G. Panggung Kecamatan Semin dan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, 7'56' 16,6" LS - 110°42'50"BT. Tinggian membundar, di bagian puncak relative datar, tersusun oleh tuf lapili pumis, Forrnasi Semilir 18. G. Wediombo Pantai Wediombo, Desa Jepitu, Kecamatan Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, 8'10'30" 12'LS - llO"40'40" - 43'BT. - D. KELOMPOK KARANG TENGAH - PACITAN 19. G. Kompleks Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri Tirtomoyo 20. G . Kompleks Karangtengah Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri, 8"OO' - 03' 30" LS - 11l"03' 30" - 08' 30" B T 21. G . Nawangan -Kecamatan Nawangan dan Arjosari, Kabupaten Arjosari Pacitan 22. G. Giritontro Desa Giritontro, Kabupaten Wonogiri 23. G . Kompleks Pacitan Barat Sebelah barat kota Pacitan ke selatan sampai ke pantai Pantai selatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, batas Kabupaten Gunungkidul, 8" 11'30,0" - 8-13' 3 O L S - 110" 00,0" - llO"57'00,O"BT. Morfologi teluk (circular deprex~ion),di dalamnya terdapat batuan ubahan hidrotermal, intrusi andesit G. Batur, perlapisan aliran lava dan breksi andesit Penarnpakan melingkar citra satelit, alterasi dan mineralisasi logam sulfid di batuan gunung api Penampakan melingkar dari citra sateiit dan di lapangan, di dalamnya terdapat alterasi dan mineralisasi, tingian yang mengelilingi tersusun oleh lava basal, sebagian berstruktur bantal. Penampakan melingkar dari citra satelit, intrusi dasit, alterasi dan mineralisasi logam sulfida Penampakan kerucut tinggian yang tersusun oleh batuan gunung api di antara sebaran batugamping Formasi Wonosari Penampakan melingkar dan tersusun oleh batuan beku andesit - andesit basal Batuangunung api Formasi Wuni di antarabatugamping Formasi Wonosari-Punung 129 BAB 8 STUD1 KASUS GUNUNG API PURBA Tabel 8.2 Kompilasi Data Umur Batuan Gunung Api di Pegunungan Selatan dan Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah NO. CONTOH & NAMA BATUAN LOKASl UMUR REFERENSI - Formasi Nglanggeran Baturagun Pegunungan @elatan 19-20 jtl. (Miosen Awal) Smyth, 2005 Metoda: U-Pb SHRIMP 2004PK05, Diorit Sutojayan, Bayat S7" 45'08,3"- E110" 38'03,2" 13,852 2 5,45 jtl. (Miosen Tengah) Surono dkk., 2006 Metoda: K-Ar 2004PK01, Diorit mikro Penggingan Ba at S7" 45'57,4"- 2 1 1 0 " 48'37,6" 17,220 i 2,84 jtl (Miosen Tengah) Surono dkk., 2006 Metoda: K-Ar Formasi Semilir Gawir Baturagung 20,O t 1,0 jtl (Miosen Awal) Smyth, 2005 Metoda: U-Pb SHRIMP Formasi Kebo - Butak Kaki utara gawir Baturagung 21,O t 3,6 jtl (Miosen Awal) Smyth, 2005 Metoda: U-Pb SHRIMP Anggota Kresek Formasi Wungkal By52, Basalt Batupasir Watuprahu Tegalre'o, 3 km selatan b a yat 21,l i 1 , l Ma (Miosen Awal) 24,25 t 0,65 jtl (Miosen Awal) Smyth, 2005 Metoda: U-Pb SHRIMP Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda: K- As Lava bantal Anggota Santren Formasi Kebo-Butak Desa Santren 24,7 + 1,0 jtl (Miosen Awal) Retas andesit Parangtritis, B a n d Kdinampu IS, sisipan volkaniklastika halus karbonatan Kalinampu 26,55 t 1,07 jtl 26,40 i: 0,83 jtl (Miosen Awal) Oligosen (P19-N3) Smyth, 2005 Metoda: U-Pb SHRIMP. Sama dengan Anggota Nampurejo (Samodra & Sutisna, 1997) Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda: K- Ar Formasi Kebo - Butak Kaki utara gawir Baturagung Oligosen Akhir Miosen Awal 2004PK02, Diabas G. Bokol, Cermo, Bayat S 7" 48'37,6"E 110" 38'32,3" Bayat 30,04 2 4,62 jtl (Oligosen Awal) Surono dkk., 2006 Metoda: K-Ar 31,25 + 0,90 jtl (Oligosen Awal) Sutanto, 1993; Sutanto dkk., 1994; Soeria-Atmadja dkk., 1994. Metoda: K-Ar 32,852 2 6,57 jtl (Oligosen Awal) Surono dkk., 2006 Metoda: K-Ar By48, Basalt G . Pendul, Ba at S T 46'37,2"- 110" 39'30,8" Bayat 33,15 + 1,00 jtl (Oligosen Awal) By50, Diabas Bayat Kalinam u I, sisipan volkanidstika halus karbonatan Kdinampu IS, sisipan volkaniklastika halus karbonatan Kalinampu 39,82 t 1,49 Jtl (Eosen Tengah) Oligosen awal (~19) Sutanto (1993); Sutanto dkk., 1994; Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda:KAr Sutanto, 1993; Sutanto dkk., 1994; Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda: K-Ar W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik Geologi U G M Kalinampu Oligosen (P19-N3) W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik Geologi U G M Kalinam u III, sisipan volkanidstika halus karbonatan Lava basal berstmktur bantal Watuade &lava andesit basal Kali &alang Kdinampu Oligosen (PI9 - N3) W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik Geologi U G M Kdi Opak, Berbah Sleman & Kali Ngalang Gedangsari Gunungludul 58,58 i 3,24; 56,3 + 3,8 Jtl (Paleosen) Hartono, 2000; Ngkoimani, 2005. Metoda: K-Ar BY47, Diabas 2004 PK07, Gabro mikro 6 Lab Paleontologi Teknik Geologi U G M - Harahap dkk., 2003 148 Api Purba Semin membentuk morfologi tinggian eliptis sangat kasar, membujur utara - selatan panjang 5 km lebar 2,s km, antara Desa Watukelir, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo dengan aliran Kali Oya di wilayah Kecamatan Semin. Gunung api purba ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikannya. Gunung api purba Manyaran yang terletak di sebelah tenggara Gunung Api Semin atau di sebelah barat daya Gunung Api Gajahmungkur Muda masih memperlihatkan morfologi lereng luar (fasies tengah) melandai ke timur dan di bagian tengahnya terdapat kerucut batuan terobosan (leher gunung api) berstruktur kekar kolom. Bentang d a m kerucut yang paling utuh terlihat di citra satelit adalah gunung api purba Wonodadi. Fasies pusatnya berupa cekungan bergaristengah sekitar 2,s km, tetapi ke arah barat - barat daya ditindih oleh batugamping Formasi Wonosari. Dari hasil pemboran geologi teknik (Anonim, 1976) di rencana Waduk Parangioho dan Song Putri, yang terletak di sebelah timur fasies pusat, didapatkan batuan beku andesit setebal20,75 m. Rahardjo (komunikasi lisan) juga menginformasikan bahwa di sebelah barat daya Waduk Song Putri ditemukan batuan beku. Kedua informasi itu mendukung interpretasi adanya fosil Gunung Api Wonodadi. Pada lereng selatan, timur dan utara kerucut itu pola aliran memancar menjauhi fasies pusat. Gunung Api purba Panggung terletak agak ke barat-barat laut lebih menjorok ke Cekungan Wonosari. Bentang alam Gunung Panggung ini membentuk tinggian melingkar dengan diameter sekitar 7 km, memperlihatkan relief lebih halus dibandingkan dengan morfologi gunung api purba lainnya. Sekalipun batuan penutup adalah breksi dan batulapili pumis Formasi Semilir, di bagian puncak terdapat permukaan agak datar berarah utara- selatan panjang 3 km, GEOLOGI GUNUNG API PURBA lebar 1 km. Keyakinan sebagai fosil gunung api di Gunung Panggung ini masih perlu data pendukung yang lain, mengingat daerah ini ditutupi oleh Formasi Semilir yang cukup tebal Di daerah Kecamatan Eromoko terdapat dua buah waduk yaitu WadukParangioho dan Waduk Song Putri. D i sekitar kedua waduk tersingkap breksi aneka bahan (co-ignimbrite breccias; Cas dan Wright, 1987; Gambar 8.30), terdiri atas pumis, bom dan bongkah andesit sampai dasit, fragmen batuan terubah, serta sedimen meta, yang tertanam di dalam matriks abu gunung api dan batulapili (kerikil) pumis. Butiran pumis mencapai diameter 20 cm, sedangkan fragmen batuan 120 cm (Gambar 8.31). Data ini mengindikasikan bahwa kedua waduk itu mungkin juga merupakan sumber erupsi alternatif dari Formasi Semilir (Bronto dkk., 2009b). Jauh di pantai selatan dari deretan ini terdapat Gunung Api purba Wediombo yang sudah dilaporkan oleh Hartono dan Bronto (2007). Penampakan bentang alam berupa teluk melingkar dikelilingi tinggian yang tersusun oleh perlapisan aliran lava andesit dan breksi gunung api, yang merupakan fasies tengah fosil gunung api kerucut komposit itu (Gambar 8.32). D i tengah teluk yang merupakan fasies pusat terdapat intrusi diorit mikro Gunung Batur, yang membentuk suatu kubah, retas dan alterasi hidrotermal, serta mineralisasi logam sulfida, antara lain pirit. 8.1.4 Kelompok Gunung Api Purba Karangtengah Pacitan Kelompok fosil gunung api ini terletak di sebelah timur Cekungan Eromoko dan Waduk Gajahmungkur. Daerah bagian barat termasuk wilayah Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah, sedangkan bagian timur merupakan daerah Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Sebaran fosil gunung api tidak membentuk pola yang jelas, mu- - 154 berbentuk elips di dekat muara C i Asem. Data geofisika ini mungkin juga mengindikasikan adanya gunung api purba yang sudah tertimbun di bawah dataran pantai utara Jawa Barat. Gunung api purba di daerah Panaitan dan Ujungkulon dapat diidentifikasi berdasarkan analisis peta geologi Lembar Ujung Kulon (Atmawinata dan Abidin, 1991),yang secara topografi merupakan daerah tinggian. Batuan gunung apiTersier di sini dinamakan Formasi Cikancana (Tmc), terdiri atas breksi gunung api, tuf, dan lava andesit. Lava ada yang pejal, bertekstur autoklastika (breksi lava), dan berstruktur bantal. Batuan klastika gunung api berbutir halus adalah tuf pasiran dan tuf gampingan. Di antara batuan gunung api tersebut terdapat sisipan batugamping, yang menandakan bahwa gunung api itu berada di lingkungan marin. Khusus di Pulau Panaitan, di atas Formasi Cikancana terdapat satuan Batuan Gunung Api Payung (QTv). Batuan ini tersusun oleh lava andesit, lava basal, tuf berbatuapung, dan breksi lahar (?). Keberadaan lava dan breksi gunung api baik di Formasi Cikancana maupun di Batuan Gunung Api Payung sangat mendukung sebagai bagian dari fasies dekat gunung api purba di daerah itu. Bentuk teluk setengah lingkaran menghadap ke selatan baik pada Pulau Panaitan maupun Ujung Kulon mungkin merupakan bekas fasies pusatnya. Batuan Gunung Api purba Cibaliung juga membentuk tinggian dan disatukan ke dalam Formasi Honje (Sudana dan Santosa, 1992), yang tersusun oleh breksi gunung api, tuf, lava andesit-basal, dan kayu terkersikkan, serta diterobos oleh andesit-basal. Harijoko dkk. (2004) melaporkan bahwa andesit tersebut berumur Miosen (11,4 + 0,8 jtl.) yang ditindih olehTuf Cibaliung berumur Pliosen (4,9 r 0,6 jtl.). Asosiasi breksi gunung api, lava andesit-basal, dan intrusi andesit-basal itu menunjukkan bahwa di Cibaliung ter- GEOLOGI GUNUNG API PURBA dapat gunung api komposit purba sebelum terjadi letusan kaldera yang menghasilkan Tuf Cibaliung di daerah itu. D i daerah Dano dan sekitarnya, Banten (Gambar 7.7) gunung api purba telah membentuk Kaldera Dano, yang sering disebut Rawa Dano karena sudah menjadi rawa dan pada waktu pertama kali dinarnakan mungkin berupa danau.Tuf Banten yang tersebar sangat luas di daerah ini (Rusmana dkk., 1991; Santosa, 1991) menjadi bukti sangat kuat bahwa Rawa Dano adalah bekas kaldera letusan gunung api purba. D i tepi Kaldera Dano dan daerah sekitarnya kemudian muncul gunung api Kuarter, bahkan ada yang tergolong aktif seperti halnya Gunung api Karang dan Pulasari (Neumann van Padang, 1951; Simkin dan Siebert, 1994). Agak terpisah di bagian utara terdapat Gunung api Gede-Merak, sedangkan di sebelah barat Gunung Api purba Sangiang berada di tengah laut Selat Sunda. D i pulau itu terdapat teluk berbentuk setengah lingkaran menghadap ke barat daya, yang diduga sebagai pusat erupsi Gunung Api purba Sangiang. D i daerah Bayah, vulkanisme tertua (Paleogen) diwakili oleh Formasi Cikotok (batuan gunung api Eosen) dan intrusi Granodiorit Cihara (21-23 jtl., Saefudin, 1987), kemudian diikuti vulkanisme Neogen (Tuf Citorek) dan gunung api Kuarter seperti halnya Gunung Endut, Gunung Halimun dan Gunung Srandil (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Sebaran gunung api Kuarter itu membentuk pola melingkar melingkupi batuan gunung api Paleogen dan Neogen (Gambar 8.37). Batuan itu juga diterobos oleh intrusi basal berumur Kuarter. Berdasarkan data tersebut diperkirakan bahwa Bayah merupakan daerah gunung api sistem kaldera, dan telah terjadi perulangan kegiatan sejak Paleogen, Neogen, dan Kuarter. Tuf Citorek sendiri berada di sekeliling Depresi Citorek (Gambar 7.8),yang diduga merupa- 158 Sebaran gunung api Tersier di Bandung Selatan, yang berhimpitan dengan gunung api purba di Pegunungan Selatan (Bronto dkk.,2006),mempunyai umur beragam mulai 12,Ojtl. (Pertamina, 1988,vide Soeria-Atmadja dkk., 1994), 4,O - 2,8 jtl. (Sunardi dan Koesoemadinata, 1999))0,23 jtl. di Gunung Malabar (Bogie dan Mackenzie, 1998) hingga Gunung api Papandayan yang merupakan gunung api aktif masa kini yang terletak di bagian paling selatanJawa Barat. Pelamparan gunung api purba di daerah Bandung tersebut menerus ke timur-tenggara hingga daerah Ciamis Utara (Budhitrisna, 1986)) seperti halnya Gunung api Cijolang. Di Sukabumi Selatan,vulkanismebawah laut diidentifikasi dengan banyaknya diran lava basal berstruktur bantal (Gambar 5.9)) yang oleh Sukamto (1975) dimasukkan ke dalam Formasi Citirem berumur Kapur. Setelah beristirahat selama beberapa waktu, kegiatan gunung api bawah laut ini diikuti oleh vulkanisme Tersier yang membentuk Formasi Jampang dan terobosan Dasit Ciemas serta Porfir Cilegok.Analisis radiometri dengan metode K-Ar terhadap aliran lava di Pelabuhan Ratu memberikan umur 13,69 2 1,82 jtl, tetapi ada yang jauh lebih muda, yakni 1,33 2 0,28 jtl dan 0,90 2 0,3 jtl. (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Dari peta geologi Lembar Cianjur (Sujatmiko, 1972) dan Lembar Sindang Barang dan Bandarwaru (Koesmono dkk., 1996))gunung api tersebut membentuk kelurusan ke gunung api purba Kancana dan Cikondang. Di sebelah tenggara Sukabumi, analisis radiometri terhadap intrusi andesit pasir Pogor memberikan umur 32,30 2 0,30 jtl..(Pertamina, 1988, vide Soeria-Atmadja dkk., 1994). Gunung api purba Cikondang diidentifikasi oleh penulis (Bronto, 2003) berdasar pola sebaran dan jenis batuan gunung api (Gambar 7.12) yang dianalisis dari dalam peta geologi Lembar Sindangbarangdan Bandarwaru (Koesmono GEOLOGI GUNUNG API PURBA dkk., 1996). Di Pegunungan Selatan, fosil gunung api Tersier diidentifikasi berdasar bentang dam citra satelit dan asosiasi batuan terobosan andesit dengan breksi gunung api yang berselang-seling dengan lava yang dikenal sebagai Formasi Jampang (Simanjuntak dan Surono, 1992; Supriatna dkk., 1992; Alzwar dkk., 1992; Budhitrisna, 1986, Koesmono dkk., 1996). Dari sebelah timur, daerah ini dimulai dari Banjar-Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur hingga Sukabumi Selatan. Umur batuan deretan fosil gunung api di Pegunungan Selatan ini juga beragam mulai dari 28 jtl. sampai dengan 5 jtl (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Ke arah timur fosil gunung api itu menerus ke daerah Majenang, yang dikenal dengan Formasi Kumbang (Kastowo dan Suwarna, 1996). 8.3 Gunung Api Purba di Jawa Bagian Utara Berdasarkan analisis citra satelit dan kompilasi data sekunder, ada tiga gunung api purba di Jawa Tengah bagian utara, yaitu 1. Kumbang - Malahayu, 2. Cupu, dan 3. Blawong (Bronto, 2 0 0 9 ~ )Di . bawah ini diuraikan untuk masing-masing gunung api purba tersebut. Gunung Api Purba Kumbang - Malahayu Gunung api purba Kumbang - Malahayu ini dikenali berdasarkan penampakan bentang dam dan batuan penyusun. Secara bentang alam, Malahayu merupakan cekungan dam berdiameter sekitar 4 km yang sekarang ini telah menjadi waduk konservasi air. Di kawasan waduk itu terdapat tinggian bukit yang terpisah satu sama lain, dan merupakan tubuh-tubuh batuan gunung api yang dimasukkan ke dalam Formasi Kumbang (Kastowo dan Suwarna, 1996). Sementara itu Gunung Kumbang (+ 1218 m) terletak di selatan Waduk Malahayu membentuk BAB 8 STUDI KASUSGUNUNG API PURBA 159 bentang alam tinggian yang sangat luas, jajaran Gunung Kumbang menghadap ke berukuran 40 km x 30 krn memanjang pada Gunung Hulucilemeh. D i dalam cekungan arah barat - timur. D i bagian barat dari seb- ini terdapat batuan sedimen yang dikelomaran Formasi Kumbang ini terdapat puncak pokkan ke dalam Formasi Tapak, Formasi tinggian bernama Gunung Hulucilemeh Kalibiuk, Formasi Kaliglagah, Formasi (+ 952 m), yang di dekatnya terdapat retas Linggopodo, serta endapan aluvium. Formasi andesit, sedangkan pada lereng barat laut Tapak terdiri atas batupasir dengan sisipan (Gunung Cilambur (+ 825 m) terdapat intru- napal pasiran dan di bagian atas batugamsi andesit. Berdasarkan data geologi (Kastowo ping karang. Formasi Kalibiuk bagian bawah dan Suwarna, 1996), satuan batuan di daerah tersusun oleh batulempung dan napal, sedang Gunung Kumbang - Waduk Malahayu di di bagian atas banyak sisipan batupasir. Forsebelah utara Majenang, terdiri atas Formasi masi Kaliglagah berupa batupasir kasar dan Kumbang (Tmpk), Formasi Halang (Tmph), konglomerat. D i dalam Formasi Kalibiuk dan Formasi Pemali (Tmp). Formasi Kum- dan Formasi Kaliglagah terdapat fosil molusbang tersusun oleh breksi gunung api, lava, ka. Adanya batuan gunung api yang lebih retas dan tuf berkomposisi andesit-basal, ba- muda (breksi dan tuf, Qpl) dimasukkan ke tupasir tuf, konglomerat serta sisipan lapisan dalam Formasi Linggopodo dan berasal dari tipis magnetit. Formasi Halang terdiri atas Gunung Api Slamet. Cekungan Waduk Malahayu yang sabatupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung; di bagian bawah terdapat breksi ngat lebar (diameter lebih dari 4 krn) diduga andesit. Formasi batuan ini diduga berumur sebagai bekas kaldera, yang tubuh gunung Miosen Tengah - - Pliosen Awal. Formasi Pe- apinya sudah hilang dan bahan rombakanmall tersusun oleh napal globigerina biru dan nya membentuk Formasi I-Ialang. Setelah hijau keabuan, berlapis jelek - baik, setempat fase destruksi Kaldera Malahayu di sebelah sisipan batupasir tufan, dan batugamping pa- selatan muncul kerucut Gunung- api - Kumbang sebagai kegiatan konstruksi gunung api siran biru keabuan. Struktur sedimen berupa perairan sejajar, silang siur, perairan terpelintir komposit atau strato. D i sebelah barat daya dan gelembur gelombang. Umur formasi ini Gunung api Kumbang kemudian muncul diperkirakan Miosen Awal dengan tebal +- Gunung api Hulucilemeh yang juga mem900 m. Tuf merupakan batuan piroklastika bentuk kerucut komposit. D i antara kedua berbutir halus, yang sumbernya dapat berasal gunung api tersebut terdapat Cekungan dari tempat sangat jauh. Sebaliknya, retas, Bentarsari, yang diperkirakan sebagai bekas lava, dan breksi gunung api berkomposisi kaldera Kumbang, yang kemudian terisi baandesit basal diyaluni sebagai hasil kegiatan tuan sedimen silisiklastika hasil rombakan gunung api setempat. Retas merupakan batuan gunung api yang lebih tua di sekibatuan intrusi semi gunung api, sedangkan tarnya bercampur dengan material karbonat. lava dan breksi sebagai batuan ekstrusinya. Cekungan ini semakin mendangkal sehingga D i kawasan Gunung Hulucilemeh terdapat menjadi darat dan diendapkan aluvium. Dibatuan gunung api yang sudah teralterasi sini perlu dicurigai adanya batuan gunung api muda yang dikelompokkan ke dalam Formasi secara hidrotermal menjadi propilit. D i antara Gunung Hulucilemeh dan Linggopodo, apakah sebagai hasil rombakan Gunung Kumbang terdapat Cekungan Ben- batuan gunung api yang lebih tua atau hasil tarsari. Cekungan itu berbentuk melengkung reaktivasi gunung api di daerah ini. Batuan seperti bulan sabit sejajar dengan lengkungan itu disangsikan berasal dari Gunung api 160 GEOLOGI GUNUNG API PURBA kaki tirnur Gunung api Slamet. Forrnasi Kurnbang rnenjernari dengan Forrnasi Halang yang tersusun oleh batupasir GunungApi Purba Cupu andesit, konglornerat tufan dan napal (Djuri Bentang alarn tubuh gunung api di lokasi dkk., 1996). Dari uraian tersebut diperkiraini sudah sangat sulit dikenali karena rneng- kan sebagian besar batuan penyusun Forrnasi alarni pensesaran sangat intensif. Daerah ini Halang adalah bahan rombakan asal gunung terletak antara Gunung api Slarnet di sebelah api, rnungkin Gunung api purba Cupu atau barat dan Kornpleks Gunung api Rogojern- Forrnasi Kurnbang - di dekatnya. Kedua bangan dan Dieng di sebelah tirnur; atau forrnasi batuan asal gunung api tersebut antara ~ o t Banjarnegara a di sebelah selatan rnenurnpang di atas batuan sedirnen lunak dan Kota Pernalang di utara. Narna Gunung yang dikelornpokkan ke dalarn Forrnasi api Cupu diarnbil dari titik tertinggi di seba- Rambatan, yang berurnur Miosen Tengah. iaii Formasi Kurnbang (Djuri dkk., 1996), Forrnasi Rarnbatan bersusunan serpih, napal, yakni di Gunung Cupu (+ 1291 rn). Gunung dan batupasir garnpingan. Forrnasi Kurnbang api purba ini diidentifikasi berdasarkan data dan Forrnasi Halang ditindih oleh Forrnasi geologi, yaitu terdapat banyak batuan intrusi Tapak yang berurnur Pliosen dan tersusun berkornposisi gabro sarnpai diorit dan diorit oleh batupasir, konglornerat, dan seternpat rnikro porfir, serta batuan ekstrusi gunung breksi andesit. Kelompok batuan ini diduga api yang dikelornpokkan ke dalarn Formasi juga rnerupakan bahan rornbakan sebagai Kurnbang berurnur Miosen Tengah bagian kelanjutan dari pernbentukan Forrnasi atas sarnpai dengan Miosen Akhir (Con- Halang. Seluruh batuan berurnur Tersier don dkk., 1996; Djuri dkk., 1996). Batuan itu kernudian ditindih oleh lava Gunung api gunung api Forrnasi Kurnbang di sini terdiri Slarnet dan endapan aluviurn. Hal yang cukup rnenarik adalah terdapatatas lava andesit dan basal, breksi, tuf, dan secara seternpat breksi batuapung. Berhubung nya endapan aluviurn yang secara seternpat lokasi ini berjarak sangat jauh dari lokasi berada di tengah-tengah sebaran batuan seditipe Forrnasi Kurnbang (sekitar 100 krn) rnenTersier dan batuan terobosan. Cekungan adalah ha1 yang tidak rnungkin jika lava dan di lokasi terbentuknya endapan aluviurn itu breksi di sini berasal dari Gunung api purba apakah hanya dikontrol oleh faktor eksogen Kumbang-Malahayu. Apalagi di daerah ini atau ada pengaruh endogen seperti halnya juga dijurnpai intrusi gabro dan diorit yang tektonika dan atau bekas kawah gunung api. kernungkinan besar berhubungan dengan Hal terakhir itu bisa saja terjadi karena batuan batuan ekstrusi berupa lava basal dan andesit di dalarn kawah atau fasies pusat gunung di dekatnya. Menurut Soeria-Atrnadja dkk. api sudah rnengalarni ubahan hidroterrnal (1994) tubuh batuan beku di daerah ini beru- sehingga rnenjadi lunak dan rnudah tererosi pa retas-retas besar, leher gunung api, aliran kernudian terbentuk cekungan yang selanjutlava, dan batuan beku terobosan dangkal. nya terisi oleh endapan aluviurn. Aliran sungai utarna di daerah ini adalah Inforrnasi tersebut lebih rnendukung interpretasi adanya gunung api purba di wilayah Kali Keruh dan Kali Genteng yang ke hilir ini. Boleh jadi, kerucut gunung api cukup rnenyatu rnenjadi Kali Cornal berrnuara di banyak dan sebagian ada yang kecil-kecil Ujung Pernalang, di tirnur laut Kota Pernaseperti halnya kerucut-kerucut sinder yang lang. Aliran sungai ke selatan berpola paralel dijurnpai di sebelah baratnya (Bobotsari) di rnenyatu ke Kali Klawing di daerah PurbaSlarnet, karena diendapkan di daerah tinggian Gunung Kumbang serta letaknya cukup jauh. BAB 8 STUDI KASUS GUNUNG API PLIRBA 161 lingga, kemudian bermuara di Kali Serayu, merat, breksi gunung api dan batugamping. yang mengalir di sebelah selatan kota itu. Sedangkan Formasi Kalibeng terutama Hasil analisis radiometri dengan meng- terdiri atas napal pejal dan napal bersisipan gunakan metode K-Ar terhadap batuan batupasir tufan serta batugamping. Baik gunung api di daerah Karangkobar-Bobotsari di dalam sebaran Formasi Kerek maupun memberikan kisaran umur 11,16 2 1,24 Sam- Formasi Penyatan terdapat batuan terobosan pai dengan 3,01 + 0,17 jtl (Soeria-Atmadja basal yang diduga berumur Miosen Tengah dkk., 1994). Diduga, kegiatan gunung api ('Thanden dkk., 1996). Diperkirakan kerucut G u n u n g api Tersier atas ini menerus ke aktivitas gunung api Rogojembangan di sebelah timurlautnya. Blawong dan Beser ini sudah tererosi lanjut, dan bahan rombakan itu diangkut oleh Kah GunzlngApi Purba Blawong Bodri kemudian diendapkan di muaranya Secara bentang d a m gunung api purba sehingga membentuk Tanjung Korowelang ini nampak tertoreh kuat dengan bentuk dan Tanjung Bayi. Selain gunung api purba di Jawa Tengah bukit berpola konsentris atau semi eliptis berukuran 20 km x 15 km memanjang berarah bagian utara tersebut, di bagian utara Jawa barat-timur dengan titik tertingi di tengah- Barat juga dijumpai gunung api monogenesis. nya bernama Gunung Blawong (+ 815 m). D i Sebagai contoh Gunung api maar Setu Patok sebelah barat-barat daya Gunung Blawong (Gambar 3.4) yang terletak lebih kurang (jarak datar 10 km) terdapat tinggian berna- 7 km di sebelah selatan Kota Cirebon dan ma Gunung Beser (+ 1036 m; Gambar 7.3), tergambar di dalam peta geologi Lembar keduanya terlihat cukup jelas dari citra satelit. Cirebon (Silitonga dkk., 1996). Fenomena Aliran sungai yang mengelilingi Gunung cekungan danau atau situ dan rawa yang diBlawong berpola memancar dan konsentris, duga sebagai bekas gunung api maar ternyata sedangkan di sekitar Gunung Beser aliran banyak dijumpai mulai dari daerah Banten sungai berpola memancar saja. Aliran sungai sampai dengan Pamanukan-Subang. D i tersebut merupakan bagian hulu dari Kali sebelah timur-tenggara kota Serang, Banten, Bodri yang di muaranya membentuk Tan- pada sebaran Tuf Banten (Rusmana dkk., jung Korowelang danTanjung Bayi di pantai 1991) antara lain terdapat Situ Ciherang, Laut Jawa. Jarak datar dari puncak Gunung Situ Cikonde, dan Situ Panebang. Di sebelah Blawong sampai dengan muara Kali Bodri barat Kota Karawang terdapat Situ Cibinong, Rawa Cibitung, Rawa Baru, Rawa Dukuh lebih kurang 40 km. Gunung Blawong dan sekitarnya tersusun dan Rawa Santiora (Achdan dan Sudana, oleh batuan gunung api yang dikelompokkan 1992). D i kaki barat laut Gunung Sunda, ke dalam Formasi Penyatan berumur Miosen wilayah Purwakarta terdapat Situ WanayaTengah sampai dengan Plistosen ('Thanden sa, sedangkan di selatan kota Subang dapat dkk., 1996).Batuan gunung api ini terdiri atas dijumpai Situ Ranca Teja dan Ranca Bungur. aliran lava, breksi, tuf, batupasir dan batulem- Kemungkinan bekas gunung api maar itu pung. Batupasir, tuf dan breksi gunung api nampaknya berderet timur-barat pada batas sangat dominan. Secara stratigrafi Formasi antara jalur gunung api Kuarter di sebelah Penyatan menumpang di atas Formasi Kerek selatan dan batuan sedimen atau dataran dan menjemari dengan Formasi Kalibeng. aluvium Jawa Barat di bagian utara. Lebih Formasi Kerek tersusun oleh perselingan dari itu, di sebelah utara Kota Subang atau batulempung, napal, batupasir tufan, konglo- di selatan pusat Kecamatan Pagadenbaru dan DAFTAR ACUAN Abdissalam, R., Bronto, S., Harijoko, A,, dan Setyogroho, B., dan Amin, T.C., 1994. Peta Geologi Lembar Lombok, Nusa Tenggara, skala Hendratno, A,, 2009. ldentifikasi Gunung Api Purba Karangtengah di Pegunungan Selatan, I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Wonogiri, Jawa Tengah, Jurnal Geologi Geologi, Bandung. Anonim, 1976. Laporan penyelidikan geologi teknik Indonesia, 4 (4), h.253-267. Abdurachman, Hendrasto, E.K., lrianto, M., Bukit Kiri rencana waduk serba guna Wonogiri. Bagian Teknik Geologi, FT-UGM, Yogyakarta, dan Kadarsetia, E., 1988. Laporan penietaan Kompleks Mandasawu-Ranakah-Flores Barat, 14 h. (tidak terbit). NTT, Direktorat Vulkanologi, tak terbit, 32. Anonim, 1997. Volcanoes and associated topics in relation to nuclear power plant siting, Abidin, H.Z., Pieters, P.E., dan Sudana, D., 1993. Geologic Map of the Long Pahangai, (East) Provisional Safety Standards Series no. 1, Kalimantan, scale 1 : 250,000. Geological International Atomic Energy Agency, Vienna, Research and Development Centre, Bandung. 49 h. Achdan, A. dan Sudana, D., 1992. Peta Geologi Atmawinata, S. dan Abidin, H.Z., 1991. Peta Lembar Krawang, Jawa, skala I : 100.000. GeologiLembar Ujung Kulon, Jawa Barat, skala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, I :100.000.Pusat Penelitian dan Pengeinbangan Bandung. Geologi, Bandung. Aldiss, D.T., Sjaefudin, A.G., dan Kusjono, 1983. Bachri, S., 2006. Stratigrafi lajur volkano-plutonik Geologic Map of the Sidikalang Quadrangle, daerah Gorontalo, Sulawesi. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI (2), h.94-106. Sumatra, scale 1:250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Baharuddin, 2007. Ciri petrologi dan geokimia Alzwar, M., Samodra, H., dan Tarigan, J.J., 1988, batuan gunung api Yapen, Papua. Jurnal Sumber Pengantar Dasar Ilmu Guntrngapi, Nova, Daya Geologi, XVII, Special Issue, h.1-10. Bandung, 226 h. Baharuddin dan Rusmana, E., 2007. Geochemical Alzwar, M., Akbar, N., dan Bachri, S., 1992. Peta characteristics of the youngest volcanic rocks Geologi Lembar Gartit dun Pameungpetrk, from Mount Acau, West Kutai Regency, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan East Kalimantan: Implication for tectonic Pengembangan Geologi, Bandung. environment. Jurnal Stimber Daya Geologi, Amiruddin dan Trail, D.S., 1993. Geology of the XVII, Special Issue, h.47-56. Nangapinoh Sheet Area, Kalimantan, scale I : Baharuddin, Pieters, P.E., Sudana, D., dan Mangga, 250,000. Geological Research and Development S.A., 1993. Geological Map of the Long Nawari Centre, Bandung. Sheet, East Kalin7antan, scale I : 250.000. Andi Mangga, S., Atmawinata, S., Hermanto, B., Geological Research and Development Centre, 174 Bandung. Basaltic Volcanism Study Project (BVSP), 198 1. Basaltic volcanism on the terrestrial planets. Pergamon Press, New York, 1286 h. Bennett, J.D., Bridge, D.McC., Cameron, N.R., Djunuddin, A,, Ghazali, S.A., Jeffery, D.H., Kartawa, W., Keats, W., Rock, N.M.S., Thomson, S.J., dan Whandoyo, R., 1981. Geological Map of the Barzda Aceh Quadrangle, Sumatra, scale I : 250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Billings, M.P., 1977. Structural Geology, 3rdedition, Prentice-Hall of India, New Delhi, 606 h. Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The aplication of a volcanic facies models to an andesitic stratovolcano hosted geothermal system at Wayang Windu, Java, Indonesia. Proceedings 20th NZ Geothermal Workshop, h. 265-270. Branney, M.J, Kokelaar, P., dan Kokelaar, B.P., 2002. Pyroclastic Density Currents andSedimenta~ion of Ignimbrites. Geological Society Memoir, 27, 143 h. Bronto, S., 1986. Variation of Galunggung Eruptions. Prosiding PIT ke 16 IAGI, Yogyakarta, h. 7 19737. Bronto, S. 1989. Volcanic Geology of Galunggung, West Java, Indonesia. PhD Thesis, Canterbury University, New Zealand, 490 h. (tidak dipublikasikan). Bronto, S., 1995. Volcanic debris avalanches and lahars on Galunggung, Merapi and Kelut, Java, Indonesia. Proceedings of The Workshop on Debris Avalanche and Debris Flow of Volcano, Science and TechnologyAgency, Japan, March 7-11, h. 21-57. Bronto, S., 2001. Volcanic debris avalanches in Indonesia. Proceedings of The 3'" Asian Symposium on Engineering Geology and the Environment (ASEGE), Yogyakarta, Sept. 3-6, h. 449-462. Bronto, S., 2002. Differentiation Process in the 1982-83 Galunggung Eruptive Products. Bulletin Geological Research and Development Centre, 22, h. 85-101. Bronto, S., 2003. Gunungapi Tersier Jawa Barat: Identifikasi dan Implikasinya. Majalah Geologi Indonesia, 18 (2), h. 111-135. Bronto, S., 2006. Fasies gunung api dan aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia, 2( I), h. 59-7 1. Bronto, S., 2009a. Fosil gunung api dl Pegunungan Selatan Jawa Tengah, Prosiding Workshop GEOLOGI GUNUNG API PURBA Geologi Pegunungan Selatan 2007, PSG-BG, Dept. ESDM, Publikasi Khusus no. 38, h. 171-194. Bronto, S., 2009b. Tinjauan geologi gunung api Jawa Barat - Banten dan lmplikasinya. Jurnal Geoaplika, FIKTM-KKGT, ITB, 3 (2), h. 47-6 1. Bronto, S., 2009c. Volkanostratigrafi daerah P i y u n g a n - I m o g i r i , K a b u p a t e n Bantu1 - Yogyakarta, Proceedings International Conference Earth Science and Technology, UGM Yogyakarta, h. 9- 19. Bronto, S., 2009c. Gunung api di selatan dataran pantai utara Jawa Tengah, sumber daya dan potensi bahayanya. Prosiding, Seminar Geologi Kuarter PSG-BG, Semarang, 15-16 Okt. 2009, 25 h. (inpres.). Bronto, S., 2010a. Identifikasi Gunung Api Purba Pendul di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten - Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, 20 (1 ), h.3- 13. Bronto, S., 2010b. Gunung api purba di Pegunungan Selatan Yogyakarta - Jawa Tengah dan Implikasinya. Prosiding Simposium Geologi Yogyakarta, Pengda IAGI DIY, IST AKPRIND, 23 Maret 2010, 25 h. (inpres.). Bronto, S., Hadisantono, R.D., dan Lockwood, J.P., 1982. Geologic Map of Gamalama Volcano, Ternate, North Maluku, scale I : 25,000, Volcanological Survey of Indonesia, Bandung. Bronto, S. dan Pratomo, I., 1997. Endapan Longsoran gunung api dan implikasi bahayanya di kawasan G. Guntur, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Prosiding PITIAGI ke 25, Bandung, 11-12 Des. 1997, h. 51-66. Bronto, S., Hartono, G., dan Punvanto, D., 1998. Batuan longsoran gunung api Tersier di Pegunungan Selatan, studi kasus di Kali Ngalang, Kali Putat, dan Jentir, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Prosiding PITXYVII IAGI, h. 3.44-3.49. Bronto, S., Rahardjo, W., dan Hartono, G., 1999. Penelitian gunung api purba di kawasan Kali Ngalang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah IstimewaYogyakarta serta implikasinya terhadap pengembangan sumber daya geologi. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Geologi, 40 tahun Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta, h.222-227. Bronto, S. dan Fernandy, A,, 2000. Setu Patok sebagai gunungapi maar di daerah Cirebon. Prosiding PIT 29 IAGI, Bandung, November 21-22, h. 163-172. Bronto, S., Hartono, G., dan Defrinaldi, R., 2000. Endapan Longsoran Gunung api Ciremai, Jawa Barat, Seminar Hasil Penelitian Dosen Perguruan Tinggi dalam Bidang Ilmu Keteknikan, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta, 10 Oktober 2000, 13 h. (tidak terbit). Bronto, S. dan Hartono, G., 2002. Longsoran Gunung Api dan Bahayanya. Simposium Nasional Pencegahan Bencana Sedimen, Kerjasama Direktorat Jenderal Sumber Daya Air dengan JICA, Yogyakarta, 12- 13 Maret 2002, h. 413-426. Bronto, S., Pambudi, S., dan Hartono, G., 2002. The genesis of volcanic sandstones associated with basaltic pillow lavas: A case study at the Jiwo Hills, Bayat area (Klaten, Central Java). Jurnal Geologi dun Sumber Daya Mineral, XI1 (131), h.2-16. Bronto, S., Budiadi, Ev., dan Hartono, G., 2004a. Permasalahan Geologi Gunungapi di Indonesia. Majalah Geologi Indonesia, 19 (2), 91- 105. Bronto, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2004b. Hubungan genesa antara batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, Klaten Jawa Tengah. Majalah Geologi Indonesia, 19 (3), h.147-163. Bronto, S., Ciochon, R., Zaim, Y., Larick, R., Wulff, A., Rizal, Y., Carpenter, S., Bettis, A., Sudijono, dan Suminto, 2004c. Studi Petrologi Basal sebagai Indikasi Vulkanisme di Daerah Grumbulpring, Sangiran - Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, XIV(3), h. 147- 163. Bronto, S., Achnan K., W. Kartawa, M. H. Dirk, H. Utoyo, J. Subandrio, dan K. Lumbanbatu, 2004d. Penelitian Awal Mineralisasi di Daerah Cupunagara, Kabupaten Subang - Jawa Barat. Majalah Geologi Indonesia, h. 12-30. Bronto, S., Hartono, G., dan Pambudi, S., 2005. Stratigrafi Batuan Gunung Api Di Daerah Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman Yogyakarta. Majalah Geologi Indonesia, 20 (I), h. 27-40. Bronto, S. dan Hartono, U., 2006. Potensi sumber daya geologi di daerah Cekungan Bandung dan sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia, l(l),h. 9-18. Bronto, S., Achnan K., dan Lumbanbatu, K., 2006. Stratigrafi gunung api daerah Bandung Selatan, Jawa Barat. Jurnal Geologi Indonesia, (2), h. 89-101. Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2007. Gunung api maar di Semenanjung Muria. Jurnal Geologi Indonesia, 2 (I), h. 43-54. Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2008. Gunung api purba Watuadeg: Sumber erupsi dan posisi stratigrafi. Jurnal Geologi Indonesia, (3) 3, h. 117-128. Bronto, S., Hartono, U., dan Rahardjo, W., 2009a. Peningkatan pembelajaran geologi gunung api untuk mendukung penelitian dan pendidikan ilmu kebumian. International Conference on Earth Science & Technology,UGM,Yogyakarta, h. 147- 154. Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2009b. Waduk Parangjoho dan Songputri sebagai alternatif sumber erupsi Formasi Semilir di daerah Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Geologi Indonesia, 4 (2), h.77-92. Bronto, S. dan Poedjoprajitno, S., 2010. Pengenalan gunung api purba di daerah Lampung berdasarkan analisis inderaja. Prosiding Seminar Nasional PPGN-BATAN, Jakarta, 20 Oktober 2010, 19 h. Bronto, S. dan Setianegara, R., 2010. Ancaman bahaya letusan gunung api skala besar dan monogenesis di Indonesia. Prosiding PIT ke 39 IAGI, Senggigi, Lombok, NTB, 22-25 November 20 10, 15h. Bronto, S., Asmoro, P., Hartono, G., dan Sulistiyono, S. 2010a. Gunung Api Tua di daerah Bakauheni - Pulau Sangiang, Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan (dalam persiapan). Bronto, S., Asmoro, P., dan Sulistiyono, S. 2010b. Evolusi Gunung Api Pra-Rajabasa di daerah Kalianda dan sekitarnya, Kabupaten Lampung Selatan (dalam persiapan). Bronto, S., Djumhana, D., Siregar,D.A., Wahyudiono, J., dan Sulistiono, S., 20 10c. Gunung api purba di daerah Aceh dan implikasinya terhadap tataan tektonika serta keterdapatan mineral logam. Prosiding Seminar Nasional IST AKPRIND: Aplikasi Sains & Teknologi dalam pengembangan sumber daya alam, Yogyakarta, 20h. Budhitrisna, T., 1986. Peta Geologi Lernbar Tasikmalaya, Java Barat, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Cas, R.A.F. dan Wright, J.V., 1987. Volcanic successions: modern and ancient. Allen and Unwin, London, 528 h. GEOLOGI GUNUNG API PURBA Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K.B., Amin, T.C., Gafoer, S., dan Samodra, H., 1996. Peta Geologi Lembar Banjarnegara dun Pekalongan, Jawa, skala 1 : 100.000. Edisi kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Corbett, G.J. dan Leach, T.M., 1995. Southwest Pacific Rim Gold-Copper System, Strzrcture, Alteration and Mineralization. Manual for Exploration Workshop presented at Jakarta, 186 h. Cox, K.G., Bell, J.D., dan Pankhurst, R.J., 1981. The interpretation oflgneous Rocb. George Allen & Unwin Ltd., London, 450 h. Decker, R. dan B. Decker, 1981. Volcanoes, W.H. Freeman Co., San Francisco, 244 h. Decker, R.W., T.L. Wright, dan P.H. Stauffer (Eds.), 1987. Volcanism in Hawaii, v. I & 2, US Geological Survey Professional Paper 1350. Djuri, 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., dan Gafoer, S., 1996. Peta Geologi Lembar Punvokerto dun Tegal, Jawa, skala I :100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Effendi, A.C., Bronto, S., dan Sukhyar, R., 1986. Geologic Map of Krakatau Complex, scale I : 25,000. Volcanological Survey of Indonesia, Bandung. Effendi, A.C., Kusnama, dan Hermanto, B., 1998. Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Eichelberger, J.C., 1995, Silicic Volcanism: Ascent of Viscous Magmas from Crustal Reservoirs. Annual Revision of Earth Sciences, 23, h.4 1-63. Endarto, M. dan Sukido, 1994. Geological Map of the Sinabang Sheet, Sumatra, scale 1 :250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Ewart, A,, 1982. The mineralogy and petrology of Tertiary - Recent orogenic volcanic rocks: with special reference to the andesite - basaltic compositional range. Dalam: Thorpe, R.S. (ed.), Andesite: Orogenic Andesites and Related Rocks, John Wiley Sons Ltd., New York, h.25 - 95. Ferari, 1995. Data base ,for assessment of volcano capability, IAEA, contract BC: 100.1010.5410.241.1.201.94CL9070. Fisher, R.V., 1961. Proposed classification of volcaniclastic sediments and rocks. Geologrcal Society American Bulletin, 72, h. 1409- 14 14. Fisher, R.V., 1966. Rocks composed of volcanic fragments. Earth Science Revision, 1, h. 287298. Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984. Pyraclastic Rocks, Springer-Verlag, Berlin, 472 h. Fisher, R. V. dan Smith, G.A. (Eds.), 1991. Sedimentation in Volcanic Settings. SEPM (Society for Sedimentary Geology), Special Publication No. 45, Tulsa, Oklahoma, USA, 257 h. Frey, F.A., Bryan, W.A., dan Thompson, G., 1974. Atlantic Ocean floor: Geochemistry and petrology of basalts from Legs 2 and 3 of the Deep Sea Drilling Project. Journal oJ Geophysial Research, 79, h. 5507-5529. Gafoer, S., Amin, T.C., dan Pardede, R., 1992. Peta Geologi Lembar Bengkulu, Sumatera, skala I : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Gafoer, S.,Amin, T.C., dan Pardede, R., 2010. Peta Geologi Lembar Baturaja, Sumatera, skala I : 250.000. Edisi kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Glicken, H., 1986. Rockslide-debris avalanche of May 18, 1980, Mount St. Helens Volcano, Washington. PhD Thesis, Univ. of California, Santa Barbara, 303 h. (tidak diterbitkan). Harahap, B.H., Bachri, S., Baharuddin, Suwarna, N., Panggabean, H., dan Simanjuntak, T.O., 2003. Stratigraphic Lexicon ofIndonesia. Geological Research and Development Centre, Bandung, 729 h. Harijoko, A,, Sanematsu, K., Duncan, R. A,, Prihatmoko, S., dan Watanabe, K., 2004. Timing of the mineralization and volcanism at Cibaliung gold deposit, Western Java, Indonesia. Resource Geology, 54, h. 187-195. Hartono, G., 2000. Studigun~mngapiTersier: Sebaran pusat erupsi dun petrologi di Pegun~mngan Selatan, Yogyakarta. Tesis magister, Program Studi Teknik Geologi, Program Pasca Sarjana, ITB, Bandung, 168 h (tidak terbit). Hartono, G. dan Bronto, S., 2007. Asal-usul pembentukan Gunung Batur di daerah Wediombo, Gunungkidul, Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia, 2 (3), h.143-158. Hartono, G. dan Bronto, S., 2009. Lapangan Gunung Api Tersier Daerah Berbah Sleman - Imogiri Bantul, Yogyakarta. International Conference Earth Science and Technology, UGM Yogyakarta. h. 113-120. Hartono, G., Sudradjat, A., dan Syafri, I., 2007. Gumuk Gunung Api Purba Bawah Laut Di Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri, Jawa Tengah. Joint Convention IAGI-HAGIIATMI, Nov. 13-16, Bali. Hartono, U., 1997. Petrologi batuan gunung api dan ultrabasa daerah Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Laporan PKIGT- TA 19961997, Pusat Penelitian dun Pengembangan Geologi. Direktorat Jenderal GSM, Departemen ESDM, 42 h. (tidak terbit). Hartono, U., 2003. A Geochemical Study on the Plio-Pleistocene Magmas from Kalimantan. Their influence to the Tertiary Mineralization System in Kalimantan. Majalah Geologi Indonesia, l8(2), h. 168- 174. Hartono, U., 2006. Petrogenesis of the Sintang intrusives and its implication for mineralization in Northwest Kalimantan. Journal ofGeological Resources, XVI(4) h. 2 10-2 19. Hartono, U., Andi-Mangga, S., dan Achdan, A,, 1996. Geochemical Results of Permian Palepat and Silungkang Volcanics, Southern Sumatera. Journal of Geology and Mineral Resozrrces, VI (56), 18-23. Hartono, U. dan Sulististyawan, R.I.H., 2010. Origin of Cretaceous high magnesian andesite from Southeast Kalimantan. Journal of Geological Resources, 20 (5), h.261-276. Heryanto, R. dan Abidin, H.Z., 1995. Geological Map of the Longbia (Napaku) Qzradrangle, Kalirnantan, scale 1 : 250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Heryanto, R., Supriatna, S., dan Abidin, H.Z., 1995. Geological Map of the Malinau Sheet, East Kalimantan, scale I :250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Heryanto, R., Williams, P.R., Harahap, B.H., dan Pieters, P.E., 1993. Peta Geologi Lernbar Sintang, Kalirnantan, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Holmes, A., 1965. Principles o f Physical Geology. 2" ed., The Ronald Press Co., New York, 399 h. Kastowo dan Suwarna, 1996. Peta Geologi Lernbar Majenang, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Edisi kedua. Katili, J.A., 1975. Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian island arcs. Tectonophysics, 26, h.165-188. Koesmono, M., Kusnama, dan Suwarna, N., 1996. Peta Geologi Lembar Sindangbarang dun Bandarwaru, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Edisi kedua. Krauskopf, K.B. dan Bird, D.K., 1995. Introdzrction to Geochemistry, McGraw-Hill, Inc., London, 647 h. Kusumadinata, K., 1979. Data Dasar Gzinzrngapi Indonesia. Direktorat Vulkanologi, Bandung, 820 h. Langmuir, C.H., Bender, J.F., Bence, A.E., Hanson, G.N., dan Taylor, S.R., 1977. Petrogenesis of basalts from the FAMOUS area: Mid-Atlantic Ridge. Earth Planetary Science Letter, 36, h.133-156. Le Bas, M.J., Le Maitre, R.W., Streckeisen, A,, dan Zanettin, B., 1986. A chemical classification of volcanic rocks based on the total alkali-silica diagram. Jornal Petrology, 27, h.745-750. Macdonald, G. A,, 1972. Volcanoes. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 5 10 h. Margono, U., Soejitno, T., dan Santosa, T., 1995. Geologic Map of the Tumbangmanjzrl, Kalirnantan, scale 1 : 250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Martodjojo, S., 2003. Evolzrsi CekunganBog05 Jawa Barat. Penerbit ITB, Bandung, 238 h. Maruyama, S., 1999. Global-scale material circulation in the Earth's interior. Dalam: Darman, H. dan Sidi, F.H., (Eds.), Tectonics and sedin~entationof Indonesia, FOSI-IAGIITB Regional Seminar, Bandung, 15- 17 March, h. 6-12. Masria, M., Ratman, N., dan Suwitodirjo, K., 1981. Geologi Lembar Biak, ~ k a l a1 :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Mathisen, M.E. dan McPherson, J.G., 1991. Volcaniclastic deposits: Implications for hydrocarbon exploration, Dalam: Fisher, R.V. dan Smith, G.A. (Eds.), Sedimentation in volcanic setting, SEPM (Society for Sedimentary Geology), Special Publication, 15, Tulsa, Oklahoma, USA, h. 27-36. McPhie, J., Doyle, M., danAllen, R., 1993. Volcanic Textures. A Guide to the Interpretation of Textures in Volcanic Rocks. Centre for Ore I78 Deposit and Exploration Studies, University of Tasmania, Australia, 196 h. Middlemost, E.A.K., 1985. Magmas and Magmatic Rocks, An Introduction to Igneous Petrology. Longman Group Ltd., London, 266 h. Middlemost, E.A.K., 1985. Magmas andMagmatic Rocks. An Introduction to igneous petrology. Longman, New York, h.266. Mohr, P.A., 1967. Major volcano-tectonic lineament in the Ethiopian rift system. Nature, 2 13, h.664665. Mulyaningsih, S., Sampurno, Zaim, Y., Puradimaja, D.J., Bronto, S., dan Siregar, D.A., 2006. Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal sampai Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia, 1(2), h. 103-113. Nakamura, Y. dan Glicken, H., 1997. Debris Avalanche Deposits of the 1888 Eruption, Bandai Volcano. Dalam: Bandai Volcano.Recent Progress on Hazard Prevention, Research Group for the Origin of Debris Avalanche, Science and Technology Agency, Japan, h. 135-148. Neumann van Padang, M., 1939. Uber die vielen tausend Hugel im westlichen Vorlande des Raoeng-Vulkans (Ost Java). De Ingenieur in Nederlandch Indie Jaargaang, 6(4), sect. 4, h. 35-41. Neumann van Padang, M., 1951. Catalogue of the Active Volcanoes of the World Including Solfatara Fields. Part I Indonesia. International Volcanology Association, Via Tasso 199, Napoli, Italia, 27 1 h. Newhall, C.G. dan Dzurisin, D.,1988. Historical unrest at large calderas of the world. US Geological Survey Bulletin, 1855, 1108 h. Newhall, C.G. dan R.S. Punongbayan (Eds.), 1996. Fire and Mud Eruptions and lahars of Mount Pinatubo, Philippines. Phivolcs-Univ. Washington Press, Seattle, 1126 h. Newhall, C.G. dan Self, S., 1982. The Volcanic Explosivity Index (VEI): An Estimate of Explosive Magnitude for Historical Volcanism. Journal of Geophysical Research, 87, h. 12311238. Newhall, C.G., Bronto, S., Alloway, B., Banks, N.G., Bahar, I., del Marmol, M.A., Hadisantono, R.D., Holcomb, R.T., McGeehin, J., Miksic, J.N., Rubin, M., Sayudi, D., Sukhyar, R.,Andreastuti, S., Tilling, R.I., Torley, R., Trible, D., dan Wirakusumah, A.D., 2000. 10,000 Years of explosive eruptions of Merapi Volcano, Central GEOLOGI GUNUNG API PURBA Java: Archaeological and modern implications. Journal Volcanologyand Geothermal Research, 100, h. 9-50. Ngkoimani, L.O., 2005. Magnetisasi pada batuan andesit di Pulau Jawa serta implikasinya terhadap paleomagnetisme dun evolusi tektonik. Disertasi S3, ITB, 110 h. (tidak terbit). Nicholls, I.A. dan Whitford, D.J., 1976. Primary magmas associated with Quaternary volcanism in the Western Sunda arc, Indonesia. Dalam: Johnson, R.W. (Ed.), Volcanism in Australasia, Elsevier, Amsterdam, h.77-90. Nila, E.S., Rustandi, E., dan Heryanto, R., 1995. Peta Geologi Lembar Palangkaraya, Kalimantan, skala I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Noya, Y., Burhan, G., Koesoemadinata, S., dan Mangga, S.A., 1997. Peta Geologi Lembar Alor dun Wetar Barat, Nusa Tenggara, skala I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Oppenheimer, 2004. "The size and frequency of the largest explosive eruptions on Earth" (PDF). Bulletin of Volcanology, 66 (8), h.735-748. Peccerillo, A. dan S.R. Taylor, 1976. Geochemistry of Eocene calc alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, northern Turkey. Contribution to Mineralogy and Petrology, 58, h.63-8 I. Pettijohn, F.J., 1975. Sedimentary Rocks. 3 1 ed., ~ Harper & Row Publication, New York, 628 h. Pieters, P.E., Abidin, H.Z., dan Sudana, D., 1993a. Geology of the Putussibau Sheet, Kalimantan, scale I : 250.000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Pieters, P.E., Baharuddin, Sudana, D., dan Mangga, S.A., 1993b. Geology of the LongNawan Sheet, East Kalimantan, scale I :250.000. Geological Research and Development Centre, Bandung. Pringgoprawiro, H. dan Sukido, 1992. Peta Geologi Lembar Bojonegoro, Jawa Timur, skala 1.1 00.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Purbo-Hadiwidjojo, M.M., Samodra, H., dan Amin, T.C., 1998. Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara, skala I ; 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Ragland, P.C. dan Rogers, J.J.W. (Eds.), 1984. Basalts. Van Nostrand Reinhld Co., New York, 430 h. Rahardjo, W., Sukandarmmidi, dan Rosidi, H.M.D., 1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, skala 1: 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Ringwood, A.E., 1974. The petrological evolution of island arc systems. Journal of Geological Society, London, 130, h.183-204. Rock, N.M.S., Aldiss, D.T., Aspden, J.A., Clarke, M.C.G., Djunuddin, A., Kartawa, W., Miswar, Thomson, S.J., dan Whandoyo, R., 1983. Peta GeologiLembar Ltrbuksikaping, Sumatera, skala I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rohandi, U. dan Nainggolan, D.A., 1990. Peta Anomali Gaya Berat Lembar Pamanukan, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rosidi, H.M.D., Tjokrosapoetro, dan Pendowo, B., 1976. Peta Geologi Lembar Painan dan Muarasiberut bagian timurlaut, Sumatra. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rusmana, E. dan Pieters, P.E., 1993. Geological Map of the Sambas/Siluas Sheet, Kalimantan, scale 1 : 250.000. Geological Research and Development Centre, Bandung Rusmana, E., Suwitodirjo, K., dan Suharsono, 1991. Peta Geologi Lembar Serang, Jawa, skala 1:lOO.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Rustandi, E., Nila, E.S., Sanyoto, P., dan Margono, U., 1995. Peta Geologi Lembar Kotabartr, Kalimantan, skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Saefudin, I., 1987. Komp1ek.s batzran bustrr vulkanik daerah Cihara, Kabupaten Lebak, Jawa Barat. Tesis S1, Jurusan Geologi, FMIPA UNPAD, Bandung (tidak terbit). Samodra, H. dan K. Sutisna, 1997. Peta Geologi Lembar Klaten Jawa Tengah, skala I :50.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Samodra, H., Gafoer, S., dan Tjokrosaputro, S., 1992. Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sampurno dan Samodra, H., 1992. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, skala 1 : 100.000. Edisi kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Santos, F.R., Sulistiono, P., dan Litaay, N.E.W., 1999. Totopo West, a low sulphidation epithermal system in North Sulawesi. Proceedings The 28'" Annual Convention IAGI, h. 203-21 5. Santosa, S., 1991. Peta Geologi Lembar Anyer, Jawa, skala I:IO0.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sartono, S., 1964. Stratigraphy and Sedimentation of the Easternmost part of Gunung Sewu (East Java), Publikasi Teknik Seri Geologi Umum, 1, Direktorat Geologi, Bandung, 95 h. Schieferdecker, A.A.G. (Ed.), 1959. Geological Nomenclature. Royal Geology and Mining Society of theNetherlands, J. Noorduijn en Zoon N.V., Gorinchem, 523 h. Sidarto dan Hartono, U., 2009. Identifikasi Gunung Api Purba di Daerah Sapaya, Sulawesi Selatan Pada data Inderaan Jauh. Jtrrnal Sumber Daya Geologi, 19 (6), h.351-363. Siebert, L., Bronto, S., Supriatman, I., dan Mulyana, R., 1997. Massive debris avalanche from Raung Volcano, Eastern Java. Abstract, IAYCEI GeneralAssembly, January 19-24,1997, Puerto Vallarta, Mexico. Siebett, B.S., 1988. Size, depth and related structures of intrusions under stratovolcanoes and associated geothermal systems. Earth Sciences and Review, 25, h. 291-390. Silitonga, .H., Masria, M., dan Suwama, N., 1996. Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, edisi kedua. Silitonga, P.H., 1973.Peta GeologiLembar Bandung, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Simanjuntak, T.O. dan Surono, 1992. Peta Geologi Lembar Pangandaran, Jawa, skala I :100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Simkin, T. dan Siebert, L.,1994. Yolcanoes of the World, 2nd Ed. Geoscience Press, Inc. In association with the Smitsonian Institute.,Tucson, Arizona, 349 h. Simkin, T., 1993. Terrestrial Volcanism in Space and Time. Annzral Revision of Earth Sciences, 21, h. 427-52. Sisson, T. W. dan S. Bronto, 1998. Evidence for pressure-release melting beneath magmatic arcs from basalt at Galunggung, Indonesia. Nature, 391, h.883-886. Situmorang, R.L. dan Burhan, G., 1995. Geological Map of the Tanjung Redeb Qtradrangle, Kalimantan, scale I : 250,000. Geological Research and Development Centre, Bandung. GEOLOGI GUNUNG API PURBA Smyth, H., 2005. Eocene to Miocene basin histoty and volcanic activity in East Java, Indonesia. PhD thesis, University of London, 470 h. (tidak dipublikasikan). Smyth, H.R., Hall, R., and Nicholls, G.J., 2008. Cenozoic volcanic arc history of East Java, Indonesia: The stratigraphic record of eruptions on an active continental margin. In: Draut, A.E., Cliff, P.D., dan Scholl, D.W., (eds.), Formation andApplications ofthe Sedimentary Record in Arc Collision Zones: The Geological Society of America, Special Paper 436, h. 199-222. Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Joron, J.L., Cyrille, Y., Bougault, H., Hasanuddin, 1986. The occurrence of back-arc basalt in Western Indonesia. In: Koesoemadinata, R.P. and Noeradi, D. (eds.): Indonesian IslandArcs : Magmatism, Mineralization, and Tectonic Setting, 2003, Penerbit ITB, h.112-119. Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M., dan Priadi, B., 1994. Tertiary magmatic belts in Java. Journal ofSozrtheast Asian Earth Sciences, 12, h. 13-27. Streckeisen, A.L., 1980. Classification and nomenclature of volcanic rocks, lamphrophyres, carbonatites and melilitic rocks, IUGS Subcommission on the systematics of Igneous Rocks. Geologischen Rundschazr, 69, h. 194207. Sudana, D., Yasin, A,, dan Sutisna, K., 1994. Peta Geologi Lembar Obi, Maluk~r,skala 1 :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sudana, S. dan Santosa, S., 1992. Peta Geologi Lembar Cikarang, Jawa, sekala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sujatmiko dan Santosa, S., 1992. Peta Geologi Lembar Leuwidamar, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sujatrniko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjz~r, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukamto, R., 1975. Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukamto, R., 1982. Geologi Lembar Pangkajene dun Watampone Bagian Barat, Sulawesi, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukamto, R. dan Supriatna, S., 1982. Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dun Sinjai, Szrlawesi, skala 1 :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukamto, R. dan Suwarna, N., 1986. Geologi Lembar Talaud, Sulawesi Utara, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sukhyar, R., Bronto, S., dan Effendi, W., 1986. Geologic Map of Lamongan Volcano, East Java, scale 1 : 50,000. Volcanological Survey of Indonesia, Bandung Sunardi, E. and Koesoemadinata, R.P., 1999. New K-Ar ages and the magmatic evolution of the Sunda-Tangkuban Perahu volcano complex formations, West Java, Indonesia. Proceedings of The 28'" Annual Convention IAGI, h.63-7 1. Supriatna, S. Sarmili, L., Sudana, D. dan Koswara, A,, 1992. Peta Geologi Lembar Karangnungal, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Surono, Toha, B., dan Sudarno, I. 1992. Peta Geologi Lembar Szrrakarta Jawa skala 1: 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Surono, Hartono, U., dan Permanadewi, S., 2006. Posisi stratigrafi dan petrogenesis intrusi Pendul, Perbukitan Jiwo, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI (5), h.302-3 1 1. Sutanto, 1993. Evolutions geochimiques e t geochronologiques du magmatisme Tertiaire de Java (Indonesia). Rapport de Stage de DEA, Universite de Bretagne Occidentale,76 h.(tak terbit). Sutanto, Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., and Bellon, H., 1994. Geochronology of Tertiary volcanism in Jawa. Prosiding Geologi dan Geotektonik P. Jawa, sejak Mesozoikzrm Kuarter, h.73-76. Suwarna, N. dan Apandi, T., 2010. Peta Peologi Lembar Longiram, Kalimantan, skala 1 : 250.000. Edisi ke-2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suwarna, N., Santosa, S., dan Koesoemadinata, S., 1989. Peta Geologi Lembar Ende, Nusa Tenggara, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suwarna, N. dan Suharsono, 1984. Laporan Geologi Lembar Bangko (Sarolangun), Sumatra. Open File Report, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suwarna, N., Suharsono, Gafoer, S., Amin, T.C., dan Hennanto, B., 2007. Peta Geologi Lembar Sarolangun, Sumaiera, skala 1 :250.000. Edisi kedua, Pusat PeneIitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tatsumi, Y., Sakuyama, M., Fukuyama, H., dan Kushiro,I., 1983. Generation of arc basalt magmas and thermal structure of the mantle wedge in subduction zones. Jourrial of Geophysical Research, 88, h.5815-5825. Thanden, R.E., Sumadirdja, H., Richards, P.W., Sutisna, K., dan Amin, T.C., 1996. Peta Geologi Lembar Magelang dun Semarang, Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Tjokrosapoetro, S., Buhitrisna, T. , dan Rusmana, E., 1993. Geology ofBuru Quadrangle, Maluku. Geological Research and Development Centre, Bandung. Turkandi, T., Sidarto, Agustyanto, D.A., dan Purbohadiwidjojo, M.M., 1992. Peta Geologi Lembar Jakarta dun Kepulauan Seribu, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Ui, T., 1983. Volcanic dry avalanche depositsIdentification and comparison with non-volcanic debris stream deposits. Journal of Volcanology and Geothermal Researchs, 22, h. 163- 197. Ui, T., 1995. Characterization of debris avalanches associated with volcanic activity,paper presented at the Workshopon Debris Avalanche andDebris Flow of Volcano,Science & Technology Agency, National Research Institute for Earth Scientific and Disaster Prevention, 7-1 1 March, Tsukuba Center Inc., Tsukuba, Japan, h. 15-20, Ui, T. dan Glicken, H., 1986. Internal structural variations in a debris-avalanche deposit from ancestral Mount Shasta, California, USA. Bulletin of Volcanology,48, h. 189- 194. Ui, T., Yammoto, H., dan Suzuki-Tamata, K., 1986. Characterization of debris avalanche deposits in Japan, Jozcrnal of Volcanologyand Geothermal Researchs, 29, h. 23 1-243. Utoyo, H., Dirk, M.H.J., Bronto, S., dan Lumbanbatu, K., 2004. K-Ar age of volcanic in Cupunagara, Subang, West-Java. Proceedings of the 33'" Annual Convention and Exhibition 2004, IAGI, Randung, h.8 1-87. Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Iridonesia, Vol. IA, Martinus Nijhoff, the Hague, 732 h. Van Es, L.J.C., 1924. De uitbarsting van den Galoenggoeng op den 17 den Juli 1918 envolgende dagen, benevens een herziene beschrijving van de uitbarstingen van 1822 en 1894. Vulkanologische Oededeelingen, 6, h. 1-24, Voight, B., Glicken, H., Janda, R.J., dan Douglass, P.M., 1981. Catastrophic rockslide-avalanche of May 18. Dalam: Lipman, P.W. & Mullineaux, D.R. (Eds.), The 1980 eruptions of Mount St. Helens. Washington, U.S. Geological Survey Professional Paper 1250, h. 347-348. Walker, G.P.L., 1985. Origin of coarse lithic breccias near ignimbrite source vents. Journal of Geothermal and VolcanologyResearchs, 25, h.157-171. Walker, R.G. dan James, N.P. (Eds.), 1992. Facies Models: Response to Sea Level Change. Geological Association of Canada, Ontario, 409 h. Williams, H. danMcBimey,A.R., 1979. Volcanology. Freeman, Cooper & Co., San Francisco, 398 h. Williams, H., 1941. Calderas and their origin. University of California. Berkely Publication Geological Sciences, 25, h. 239-346. Williams, H., F.J. Turner, F.J.,dan Gilbert, C.M., 1953. Petrography. An I~itroductionto the Sttrdy of Rocks in Thin Sections. W.H. Freeman and Co., San Francisco, 405 h. Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis. 1" publication, Unwin Hyman, London, 485 h. Wirakusumah, A.D., Bronto, S., dan Surmayadi, M., 2000. Volcanic hazard assessment ofMuria Peninsula, Central Java, Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN, Yakarta, 97h. (laporan, tidak dipublikasikan). Wright, J.V. dan Walker, G.P.L., 1977.The ignimbrite source problem: significance of a co-ignimbrite lag-fall deposit. Geology, 5, h. 729-732. Wright, J.V., 1981. The Rio Caliente ignimbrite: analysis of a compound intraplinian ignimbrite from a major late Quaternary Mexican eruption. Bulletin of Volcanology,44, h. 189-212. Yasin, A,, 1980. Peta Geologi Lembar Bacan, Maluku, sekala 1 :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 184 - GEOLOGI GUNUNG API PURBA Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNas) Yogyakarta (1996-2002), Majalah Geologi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (2001-2005), Jurnal Sumber Daya Geologi, Pusat Survei Geologi (2001-2005), Jurnal Geologi Indonesia, Badan Geologi, Kementerian E S D M (2006-2008). Sejak 2009 menjadi anggota Redaksi Buletin Eksplorium, Pusat Pengembangan Geologi Nuklir - BATAN. Pertemuan ilmiah geologi dan volkanologi juga berperan serta secara aktif, baik di dalam dan luar negeri, antara lain Jepang, Hawaii/Amerika Serikat, dan Meksiko. Kursus bahasa Inggris di British Council,Jakarta dijalani pada 1984, sedangkan di Victoria University of Wellington, Selandia Baru pada awal 1985. Sekolah Pimpinan Administrasi Lanjutan (SEPALA) Departemen Pertambangan dan Energi diikuti pada 1991 di Pusat PengembanganTenaga Perminyakan dan Gas Bumi, Cepu,JawaTengah. Dilanjutkan dengan Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPADYA) pada 1993, di tempat yang sama. Mengikuti Kursus PKF' I (Peningkatan Karya Prestatif I): Manusia Prestatif yang bermoral pada 1999 di Bogor, Jawa Barat. Sebagai DosenTamu, sering menerima undangan dari sejumlah perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Pembangunan Nasional"Veteran"Yogyakarta,Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNas) Yogyakarta dan Institur Sains &Teknologi " A K P R I N D (IST AKPRIND) Yogyakarta untuk memberikan kuliah umum, khususnya tentang Volkanologi dan Geologi Gunung Api beserta pengembangannya di bidang sumber daya mineral, energi, lingkungan dan bahaya gunung api. Dari 1992 sampai dengan 2002 menjadi staf pengajar Teknik Geologi STTNas Yogyakarta. Untuk melaksanakan tugas akhir juga membimbing mahasiswa program studi Strata 1dan 2 ,serta sebagai penyanggah untuk ujian S3 di Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran. Kursus tentang bahaya gunung api dan penanggulangannya juga diberikan pada Pendidikan dan latihan geologi Badan Diklat Kementerian ESDM. Undangan juga datang dari Unit Geomin, PT. Aneka Tambang T b k untuk memberikan kursus dasar-dasar batuan gunung api dan geologi gunung api untuk mendukung eksplorasi mineral. Memandu lapangan gunung api dan daerah berbatuan gunung api juga dilakukan terhadap mahasiswa Geologi, peserta pertemuan ilmiah Volkanologi dan Geologi, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada 2009 memandu anggota Indonesia Petroleum Association ke Gunung Merapi dan Pegunungan Selatan Yogyakarta dalam pengenalan batuan Mastika gunung api. Mulai 2010 menjadi Dosen Luar Biasa di Teknik Geologi, Universitas Trisakti Jakarta. Selama bekerja di Direktorat Vulkanologi pekerjaan yang ditekuni adalah pemetaan geologi gunung api, sebagian bekerja sama dengan US Geological Survey,Amerika Serikat, serta pemetaan daerah bahaya atau kawasan rawan bencana gunung api. Memimpin penelitian Prakiraan Risiko Maksimum Letusan Gunung Merapi, Jawa Tengah, bekerja sama dengan Program Studi Geofisika Universitas Gadjah Mada. Menjadi anggota tim penyusun Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) Peta Geologi Gunung Api dan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Api, serta Sandi Stratigrafi Indonesia tentang gunung api. Dalam rangka evaluasi bahaya Gunung api Muria untuk studi tapak Pusat ListrikTenaga Nuklir (PLTN) juga menjadi anggota T i m Teknis Nasional, bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional Indonesia (BATAN).