Uploaded by intanrahmadiyani28

Geologi Gunung Api(S.Bronto)

advertisement
-
GEOLOGI
GUNUNG API
PURBA
Badan Geologi
201 3
Penulis
Editor
: Sutikno Bronto
: Udi Hartono
Penata Letak
Juru Gambar
Desainer Sampul
: Bunyamin
Nana Suwarna
: Novan
: Ayi
P. M . Mustofa
R. Sacadipura
Hak Cipta @2010 Badan Geologi
ISBN 978-602-9105-01-8
Cetakan Pertama : 2010
Cetakan Kedua : 2013
Diterbitkan oleh
BADAN GEOLOGI - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Alamat
:Jl. Diponegoro No. 57 Bandung
Telp.
: 022-7215297
Fax.
: 022-7218154
Website
:www.bgl.esdm.go.id
e-mail
: geologi@bgl.esdm.go.id
KATA SAMRUTAN
Menara-menara alami gunung api yang menjulang itu, membentang sepanjang
Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Di
dasar laut pun terdapat gunung api aktif, yang sewaktu-waktu meletus. Namun, sesungguhnya, Indonesia bukan hanya mempunyai gunung api aktif berumur Kuarter,
tetapi juga mempunyai batuan gunung api berumur Tersier sampai Pratersier.
Saat ini, penelitian lebih terpusat dan menjadi prioritas utama pada gunung api
aktif, karena besarnya nilai kemanusiaan yang melekat dengan gunung api tersebut.
Lereng-lereng gunung api dengan tanahnya yang subur, kini telah dipadati penduduk
yang hams menjadi tujuan utama dalarn upaya penyelamatan ketilca gunung itu meletus.
Rintisan penelitian gunung api purba, yaitu gunung api yang pernah aktif pada
masa lampau, tetapi sekarang sudah mati dan tererosi, yang penampakannya tidak
sejelas gunung api aktif, akan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu
geologi gunung api dan ilmu kebumian pada umumnya. Penelitian gunung api purba
mempunyai manfaat terapan, yaitu untuk mendukung upaya pencarian sumber baru
energi dan mineral, serta pengelolaan lingkungan geologi. Informasi geologi gunung
api purba akan memberikan pemahaman mengenai perilaku gunung api sejak masa
lalu, sehingga bermanfaat untuk mitigasi bencana geologi.
Atas nama Badan Geologi, saya memberikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada Sutikno Bronto, salah seorang profesor riset Badan Geologi yang telah
berhasil menyelesaikan penulisan buku ini. Dengan terbitnya buku Geologi GunungApi
Purda ini diharapkan dapat menginspirasi dan memberikan dorongan bagi kegiatan
penelitian dan pendidikan ilmu kebumian di Indonesia, sekaligus mampu menciptakan
gagasan-gagasan baru tentang sumber daya geologi, lingkungan geologi, dan mitigasi
bencana geologi, serta bermanfaat dalam menunjang peningkatan kesejahteraan dan
perlindungan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
R. Sukhyar
Kepala Badan Geologi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepadaTuhanYang Maha Pengasih atas rahmat
yang diberikan-Nya sehingga penyusunan buku ini dapat diselesaikan. Buku berjudul
Geologi Gunung Api Purba ini dimaksudkan untuk membuka pemikiran baru mengenai ilmu kebumian, khususnya di daerah berbatuan gunung api seperti halnya di
Indonesia. Sekalipun di daerah ini banyak gunung api, pembelajaran geologi selama
ini lebih banyak mengacu kepada pemikiran pandangan geologi sedimenter sehingga
analisis terhadap peristiwa geologi dan terapan di bidang penemuan sumber daya serta
penanganan bencana geologi masih kurang sesuai.
Untuk memahami geologi gunung api purba, pada awal pembahasan disampaikan
kejadian kegunungapian pada masa kini, baik menyangkut asal-usul, proses maupun
hasil kegiatan. Data geologi gunung api masa kini tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk menganalisis keberadaan gunung api purba. Dengan asumsi bahwa
peristiwa geologi gunung api pada masa kini juga pernah terjadi pada masa lalu. Pada
bab terakhir dikemukakan beberapa contoh hasil penelitian geologi gunung api purba
di beberapa wilayah di Indonesia. Penelitian ini masih bersifat pendahuluan sehingga
diperlukan penelitian lanjutan pada masa mendatang.
Dengan selesainya penyusunan buku ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada Kepala Badan Geologi beserta jajaran pimpinan di bawahnya, yang telah
membantu mulai dari persiapan penulisan sampai dengan penerbitan. Penghargaan
juga penulis sampaikan kepada Nana Suwarna dan Udi Hartono, yang telah bersusah
payah menelaah dan memberikan masukan selama dilakukan penyusunan buku ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Novan Priyagus Mirza Mustofa, yang
dengan tekun telah membantu menyiapkan dan menyusun gambar di dalam naskah.
Kepada saudara Rian Koswara, staf Badan Geologi, juga diucapkan terima kasih atas
bantuannya dalam persiapan
-penerbitan buku.
Diharapkan buku ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu kebumian
terutama yang terkait dengan kegunungapian serta penerapannya dalam rangka penemuan sumber-sumber baru energi dan mineral, serta pengelolaan lingkungan dan
bencana geologi. Untuk lebih menyempurnakan isi buku ini pada waktu mendatang
maka kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan. Semoga buku ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Penulis,
Sutikno Bronto
DAFTAR IS1
.................................................................................................. vii
KATA SAMBUTAN .........................
.
.
........................................................................................................................... ix
PRAKATA ...................... .
.
......................................................................................................................... xi
DAFTAR IS1 .....................
.
BAB 1 PENDAHULUA
1
1.1 Latar ielakany .................................................................................................................................. 1
1.2 Permasalahan..............................................................................................................................
2
1.3 Maksud dan Tujuan ...................................................................................................................
3
1.4 Pengertian Dasar........................................................................................................................
4
1.5 Ruang Lingkup dan Sistematika ............................................................................................
I
............................................................................................................... 11
BAB 2 MAGMA ,.,,,...,,,,,,,,,,,.
.
................................................................................. 16
2.4 Sifat Kimiawi Magma ....................
.
.
.
17
........
2.5 Hubungan Gununy Api . Tataan Tektonika. dan Komposisi Magma ....................
2.6 Ringkasa
23
25
BAB 3 BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API ...............................................................................
3.1 Gununy Api Monogenesis .................................... ........................................................................ 25
3.2 Gununy Api Komposit dan Jamak
3.3 Kompleks Gunung Api Purb
3.4 Gunung Api Kaldera ...................................................................................................................
3.5 Gunung Apl. P e.r ~ s. a.......................................................................................................................
~
3.6 Rinykasan ....................................................................................................................................
27
34
34
31
3Y
BAB 4 ERUPSI GUNUNG API
42
4.2 Klasifikasi Erupsi Berdasar Asal-usul Bahan Penyusun ................................................
4.3 Klasifikasi Erupsi Berdasar Sifat Kegiatan
4.4 Klasifikasi Erupsi Berdasar Lokasi ..............
4.5 Mekanisme Erupsi ...............................................................................................................
45
4.6 Tipe Erupsi Gunung Api ................................................................................................................. 50
56
5Y
BAB 5 BATUAW GUNUNG API .............................................................................................................
...................................................................
5.1 Dasar-dasar Penamaan Batuan .....................
.
El
5.2 Pengertian iatuan Gununy Api
5.3 Penamaan Batuan Gununy Api secara Pemerian .............................................................
5.3.1 Lava Koheren ................................................................................................................
64
61
66
66
L
+
my,
!
i:
>>F
iz
22
C
r r & & X - X - k k 7
-0mTP-O-O-O-n-n-U-n
C
C
C
0 0 0 0
z
z7--zr7
zm
c m m m m m m m m m p g
.*.A=
5 5
gg
N - c
c c
X
E m mmzzz m
xx
xxz
m m m
E j g z
> P P F F F F P C
. -. 3 3 =. G. =. 3 3 3 3 =. y,
BAB 1
PENDAHULUAN
I . I Latar Belakang
Indonesia ternyata tidak hanya mempunyai banyak gunung api berumur Kuarter
(kurang dari 2 juta tahun yang lalu) dan aktif
masa kini, tetapi juga mempunyai batuan
gunung api berumur Tersier dan Pratersier
yang tersebar sangat melimpah. Berdasarkan
keterdapatan batuan gunung api yang tersingkap di permukaan, maka kegiatan gunung
api di Indonesia sudah dimulai sejak Zaman
Perem (280 - 260 $1.). Hal itu dibuktikan
dengan tersingkapnya batuan gunung api berumur Perem di Sumatera yang dikelompokkan ke dalam Formasi Silungkang, Palepat,
dan Gunung Api Panti (Rosidi dkk., 1976;
Rock dkk., 1983; Hartono dkk., 1996). Vulkanisme sangat tua di Kalimantan berumur
Trias, ditandai oleh batuan Gunung Api Jambu (209 ? 5 jtl), Sekadau dan Formasi Kuayan
(Heryanto dkk., 1993; Margono dkk., 1995;
Nila dkk., 1995; Rusmana dan Pieters, 1993;
Pieters dkk., 1993a), serta Formasi Haruyan
yang berumur Kapur (82,93 2,21jtl- 66,27
11,63 jtl.; Rustandi dkk., 1995; Hartono,
1997). Di Jawa sendiri batuan gunung api
tertua diperkirakan berumur Kapur-Eosen,
yakni Formasi Jatibarang (Martodjojo,2003).
Pada Zaman Tersier batuan gunung api
sangat melimpah di Indonesia, yang dikenal
+_
dengan nama Old Andesite Formation (van
Bemmelen, 1949).Batuan gunung apiTersier
yang tersebar sangat luas di Sumatera, mulai
dari Nanggroe Aceh Darussalam (Formasi
Breueh dan Batuan Gunung Api Pulau Weh;
Bennet dkk., 1981) sampai dengan Sumatera Selatan dan Lampung, yang dikenal
dengan nama Formasi Hulusimpang (misal
Aldiss dkk., 1983; Rock dkk., 1983; Suwarna
dan Suharsono, 1984; Gafoer dkk., 1992;
Endarto dan Sukido, 1994; Suwarna dkk.,
2007; Gafoer dkk., 2010). Di Jawa, batuan
gunung api Tersier antara lain dikelompokkan ke dalam Formasi Jampang, Formasi
Semilir, dan Formasi Nglanggeran (misal:
Budhitrisna, 1986; Surono dkk., 1992).Jalur
batuan gunung api Tersier itu menerus ke
timur hingga Pulau Bali dan NusaTenggara
(Suwarna dkk., 1989; Andi Mangga dkk.,
1994; Noya dkk., 1997; Purbohadiwidjojo
dkk., 1998). Di Kalimantan, batuan gunung
api Tersier dikelompokkan ke dalam Batuan
Gunung Api Piyabung, Nyaan, Muller, Jelai,
dan Meragoh, serta kelompok Batuan Terobosan Sintang (Suwarna dan Apandi, 2010;
Abidin dkk., 1993; Baharuddin dkk., 1993;
Heryanto dkk., 1993; Pieters dkk., 1993a &
b; Heryanto dkk., 1995; Heryanto dan Abidin, 1995). Di Sulawesi batuan gunung api
2
dari gerak-gerak dinamika magma di bawah
~ermukaanhingga kemunculann~adi permukaan dalam berbagai bentuk dan kegiatan.
Pengamatan secara langsung itu dapat dilakukan menggunakan mata telanjang dan atau
menggunakan peralatan pemantauan, secara
fisis maupun kimiawi. Kegiatan vulkanisme
di permukaan itu dapat diamati mulai dari
proses erupsi, mekanisme transportasi bahan
erupsi sampai dengan proses pembekuan lava,
dan pengendapan bahan Mastika atau rempah
1.2 Permasalahan
Sekalipun gunung api dan batuan hasil gunung api. Peristilahan secara genetis ini
kegiatannya di Indonesia sangat melimpah, selain dapat mengetahui asal-usul pembenpembelajaran geologi gunung api selama ini, tukannya juga tersirat di dalamnya perihal
baik melalui pendidikan maupun penelitian, tingkatan bahayanya, misalnya awan panas
masih kurang berkembang. Penelitian secara lebih berbahaya daripada diran lava.
vulkanologis terhadap gunung api tersebut
Sejauh ini hampir tidak ads institmi
masih sangat terbatas pada gunung api aktif geologi yang secara berkelanjutan melakukan
masa kini saja. Penelitian dasar kegunungapi- penefitian kegunungapian, apalagi rnengkhuan ini pun lebih banyak dimaksudkan untuk suskan diri di bidang geologi gunung api.
mendukung usaha penanggulangan bahaya Padahal hampir semua pusat-pusat pendidiletusan gunung api, yang bersifat sosial kan dan penelitian geologi terutama di Jawa,
atau nonprofit oriented, seperti tercermin di terletak di kawasan gunung api, rnisalnya di
dalam tugas dan fun@ instansi pemerintah Bogor, Bandung, Purwokerto, dan YogyakarYang menangani masalah kegununga~ian. ta. Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sejauh ini, belum ada penelitian vulkanologis sumber D~~~~ i ~terletak
~ ~di atas
a barnan
l
Yang dikaitkan dengan aspek P ~ C $ ~ oriented, gunung api di daerah Bandung. Pendidikan
seperti halnya pencarian sumber-sumber tinggi geologi diYogyakarta menempati kaki
baru mineral dan energi, baik energi asal selatan GunungApi Merapi dan berdekatan
fosil maupun non-fosil. Peristilahan nama dengan batuan gunung api ~~~~i~~di peatau e n d a ~ a nYang digunakan di gunungan Selatan dan Pegunungan Kulon
dalam pembelajaran gunung a ~ i
Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
juga lebih banyak bersifat genetis, terutama Bahkan yang berada di Jakarta, Semarang,
men~angkutmekanisme bahan Yang dike- dan Surabaya juga berdiri di atas endapan
luarkan dan nama P n u n g a ~ atau
i
fluvium gunung api Kuarter, masing-rnasing
erupsi. Sebagai contoh: Endapan awan panas dari Gunung Gede - Pangrango, Gunung
guguran Gunung A ~ Mi e r a ~ i ,e n d a ~ a n Ungaran, serta Gunung Arjuno - Welirang
awan panas letusan Gunung Api Semeru, - Penanggungan.
kubah lava Gunung Api Kelud, aliran lava
Unmk batuan gunung api yang berumur
Gunung Api Anak Krakatau' dan endapan Tersier dan Pratersier, kebanyakan peneliHal ini
longsoran Gunung A ~ St'
i
tian hanya terbatas pada lingkup petrolodapat d i m d u m i karena para ahli gunung
gi-geokimia (contoh: Soeria-Atmadja dkk.,
api yang bekerja pads gunung api aktif masa
1986; Hartono dan Sulistiyawan, 2010) dan
kini dapat mengamatinya secara langsung,
hubungannya dengan tektonika (contoh:
bagaimana kegiatan suatu gunung api mulai
Tersier tersebar mulai dari Talaud (Sukamto
dan Suwarna, 1986), Sulawesi Utara (Bachri,
2006) sampai dengan Sulawesi Selatan (Sukamto, 1982; Sukamto dan Supriatna, 1982).
Di daerah Maluku batuan gunung apiTersier
antara lain dilaporkan oleh Yasin (1980),
Tjokrosapoetro dkk. (1993), dan Sudana dkk.
(1994) sedangkan di Papua oleh Masria dkk.
(1981) dan Baharuddin dan Rusmana (2007).
-
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
BAB 1 PENDAHULUAN
Katili, 1975; Baharuddin dan Rusmana,
2007). Sementara itu penelitian yang lebih
hilir tentang hubungan magmatisme dan
mineralisasi mulai dikembangkan, misalnya
Hartono (2003; 2006). Penelitian terhadap
aspek vulkanologi fisis (physical vokanology)
dapat dikatakan belum pernah dilakukan
pada batuan gunung api berumur Tersier dan
yang lebih tua. Hal itu disebabkan bentuk dan
tata letak gunung api sudah tidak teramati
secara jelas seperti halnya pada gunung api
Kuarter dan aktif masa kini, karena proses perombakan yang semakin lanjut dan kemungkinan sudah mengalami deformasi tektonika
secara intensif Selain itu para ahli geologi
yang bekerja pada batuan gunung api tua juga
kurang membekali diri dengan pengetahuan
tentang vulkanologi fisis dan peristilahan
nama secara genetis. Para ahli geologi
tersebut lebih menekankan pada penamaan
batuan berdasarkan aspek pemerian atau
deskriptif, yang menyangkut tekstur, struktur,
komposisi, dan warna; sebagai contoh breksi,
konglomerat, batupasir kuarsa, batulumpur
berlapis, dan batulempung merah. Apabila
ada indikasi berasal dari kegiatan gunung api
masa lalu cukup diberi nama breksi gunung
api atau tuf, tanpa dirinci lebih lanjut secara
genetis terhadap batuan gunung api tersebut.
Pemahaman ini menjadi lebih sulit berubah
karena pembelajaran geologinya lebih didasarkan pada pandangan geologi sedimenter
(Bronto dkk., 2009a).
Kenyataan tersebut tentunya tidak terlepas dari sejarah pendidikan dan penelitian
geologi yang selama ini mengikuti pemikiran
ahli geologi dari negara-negara barat yang
lingkungan geologinya jauh dari gunung api.
Pemikiran tersebut antara lain pedataran (peneplanisasi) dalam geomorfologi, pandangan
geologi sedimenter (stratigafi kueh lapis atau
layered cakegeology) di bidang sedimentologi
dan stratigrafi, serta prinsip horisontalitas
di bidang struktur geologi dan tektonika.
3
Pemikiran para ahli geologi non gunung api
tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan
pada batuan gunung api, karena secara
geomorfologi terdapat topografi awal yang
tertimbun (pre-existing topograhy), secara
struktur geologi ada kemiringan awal (initial
dips), dan pengendapan batuan gunung api
juga tidak selalu mengikuti hukum stratigrafi
kue lapis (Bronto dkk, 2004a). Bahkan, dalam
beberapa ha1 kegiatan gunung api mampu
membentuk struktur geologi berupa sesar dan
lipatan, selain kekar dan rekahan.
Kekurangan itu menjadi kendala untuk
menerapkan ilmu gunung api ke dalam pembelajaran geologi di daerah yang tersusun oleh
batuan gunung api berumur lebih tua dari
Kuarter. Padahal untuk daerah busur gunung
api, seperti di Indonesia, keberadaan gunung
api tersebut sangat ekstensif dan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan batuan
lain, misalnya batuan karbonat. Suatu ha1
yang kurang tepat apabila membahas batuan
karbonat di Pegunungan Selatan Yogyakarta
tetapi model pengendapannya dikaitkan
dengan model di Teluk Persia atau kepulauan Bahama, yang terjadi pada cekungan
yang bebas dari gunung api. D i bagian timur
Pegunungan Selatan misalnya, pengendapan
batuan karbonat jelas terpengaruh oleh kegiatan gunung api (Sartono, 1964).
1.3 Maksud danTujuan
Buku ini ditujukan untuk mengemukakan adanya gunung api purba, yang selama
ini kurang dikenal oleh para ahli geologi,
apalagi masyarakat awam. Dengan banyaknya
gunung api aktif masa kini ditambah bentuk
bentang alam gunung api Kuarter, yang
sedang- beristirahat maupun tidak menunjukkan gejala kegiatan vulkanisme, serta
melimpahnya batuan gunung api yang lebih
tua, maka diyakini bahwa pada umur Tersier
dan yang lebih tua juga terdapat gunung api.
Masalah yang sering dilontarkan adalah ti-
4
GEOLOGI GLINUNG API PURBA
dak ada fitur secara fisis gunung api tersebut
seperti halnya pada gunung api masa kini
dan Kuarter. Hal tersebut dapat dimaklumi
karena setelah waktu geologi berlalu, yang
berlangsung dalam hitungan jutaan sampai
dengan puluhan juta tahun, proses-proses
pelapukan dan erosi atau perombakan terhadap tubuh gunung api Tersier atau yang
lebih tua sudah berlangsung sangat lama
dan intensif.
Dengan mengetahui adanya gunung api
purba, jenis, tipe, serta sebaran vertikal dan
lateralnya, maka hal tersebut akan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya terhadap geologi
gunung api dan umumnya ilmu kebumian.
Agaknya hampir semua ilmu cabang geologi
yang selama ini dipelajari berdasarkan Pandangan Geologi Sedimenter perlu dilakukan
peninjauan di sana-sini apabila bekerja di
daerah berbatuan gunung api.
M a n f a a t terapan dari pembelajaran
geologi berdasarkan Pandangan Geologi
SUNIBER DAYA GEOLOGI
Gunung Api ini adalah untuk mendukung
eksplorasi atau pencarian sumber baru energi
dan mineral, serta pengelolaan lingkungan
geologi dan mitigasi bencana geologi. Lebih
daripada itu, dengan mempelajari geologi
gunung api yang sesuai dengan kondisi
geologi di Indonesia, maka kita akan menjadi
pakar pada gejala atau persoalan (kegunungapian) yang ada di daerah sendiri. Hal itu
sekaligus para ahli juga diharapkan dapat
menjadi agent of change atau paling tidak
mengembangkan metode pembelajaran
geologi pada masa mendatang. Selanjutnya
berdasarkan pandangan geologi gunung api
itu para ahli geologi juga diharapkan mampu
mengembangkan metode eksplorasi sumber
daya, pengelolaan lingkungan geologi, dan
mitigasi bencana (Gambar 1.1).
1.4 Pengertian Dasar
Ilmu gunung api atau Vulkanologi adalah
ilmu yang mempelajari permasalahan gunung
api. Katavulkanologi berasal dari bahasa Ing-
BENCANA GEOLOGI
I
GEOLOGI GUNUNG API
Gambar 1.1 Bagan pengetahuan Geologi Gunung Api sebagai landasan untuk pernbelajaran lebih
lanjut terhadap potensi surnber daya geologi dan bencana geologi di daerah berbatuan gunung api.
Potensi surnber daya geologi dapat berupa mineral, energi, dan lingkungan geologi. Potensi bencana
geologi terutarna disebabkan oleh letusan gunung api, tetapi dapat berkernbang ke gernpa burni,
tanah longsor, tsunami, dan gunung api lurnpur (mud volcano).
BAB l PENDAHULUAN
5
D i dalam Internet (en.wikipedia.org/
gris volcanology, terdiri atas kata volcano yang
berarti gunung api, dan logy berasal dari kata wiki/Volcano) diungkapkan bahwa a volcano
logos yang berarti ilmu pengetahuan. Kata is an opening, or rupture, in a planet's surface
vulkano diadopsi dari bahasa Belanda vulkaan or crust, which allows hot magma, ash andgases
atau dari bahasa Itali vulcano. D i Indonesia, to escapefrom below the surface. Shieferdecker
istilah Ilmu Gunung Api atau Vulkanologi (1959) menyatakan bahwa a volcano is a
sudah biasa digunakan orang.
place at the surface of the earth where magmatic
Alzwar dkk. (1988) mendefinisikan materialfrom the depth erupts or has erupted
in the past, usuallyforming a mountain, more
gunung api adalah:
1. Merupakan bentuk timbulan di permu- or less conical in shape with a crater in the top.
kaan bumi yang dibangun oleh timbunan Gunung api adalah tempat keluarnya magma
rempah gunung api.
dari dalam bumi ke permukaan atau sudah
2. Jenis atau kegiatan magma yang sedang keluar pada masa lampau, biasanya membentuk sebuah gunung berupa kerucut yang
berlangsung.
3. Merupakan tempat munculnya batuan mempunyai kawah di bagian puncaknya.
leleran dan rempah lepas gunung api yang Macdonald (1972) mendefinisikan "volcanois
berasal dari dalam bumi.
both theplace or openingfrom which molten rock
Definisi itu mempunyai beberapa kelema- orgas, andgenerally both, issuesfrom the earth>
interior onto the surface, and the hill or mountain
han, yaitu:
a. Suatu definisi seharusnya tercakup dalam built up around the opening by accumulation
satu kesatuan kalimat, tidak dipisah-pisah of the rock material". Definisi dalam bahasa
Inggris itu jika diterjemahkan secara bebas
menjadi beberapa butir.
b. Butir 1)baru menunjukkan bentuk ben- ke dalam bahasa Indonesia menjadi
gunung
tang alam tinggian yang tersusun oleh api, yaitu bukaan tempat batuan kental pijar
batuan gunung api. Onggokan batuan gu- atau gas, dan umumnya kedua-duanya, keluar
nung api ini dapat saja berasal dari proses dari dalam bumi ke permukaan, dan bahan
non gunung api, misalnya resedimentasi batuan yang mengumpul di sekelilingbukaan
atau tektonika, dan sisa erosinya.
itu membentuk bukit atau gunung. Tempat
c. Butir 2) memberikan kesan bahwa gu- atau bukaan yang dimaksudkan di sini adalah
nung api hanya diperuntukkan pada jenis kawah, bila diameternya kurang dari 2000 m,
atau magma yang sedang berlangsung atau disebut kaldera bila diameternya lebih
pada saat ini dan dapat diamati langsung besar atau sama dengan 2000 m (Macdodengan mata kepala atau menggunakan nald, 1972). Bukaan ini berupa cekungan
peralatan pemantauan. D i lain pihak, bila tidak tertutup oleh bahan gunung api
kegiatan gunung api masa lalu baik yang yang lebih muda. Batuan kental pijar dan gas
sekarang sudah mati dan menjadi fosil gu- di sini adalah magma. Pembentukan bukit
nung api maupun yang beristirahat sangat atau gunung tidak merupakan sesuatu yang
lama sehingga kegiatannya belum pernah mutlak; dapat saja suatu gunung api tidak
tercatat di dalam sejarah dapat dipandang mernbentuk bukit atau gunung, yaitu bila
sebagai bukan gunung api.
tidak terjadi akumulasi batuan gunung api
d. Butir 3 ) membatasi gunung api sebagai di sekeliling kawah atau kaldera. Dengan
tempat keluarnya batuan pijar dari dalam demikian gunung api harus dibedakan debumi yang ada di dalam buku ini disebut ngan pengertian bukit atau gunung. Kedua
kawah atau kaldera.
istilah terakhir itu hanya bersifat topografis
6
yang lebih tinggi daripada daerah sekitarnya.
Masyarakat umum menyebut gunung api
sebagai gunung berapi karena sebagaigunung
yang dapat mengeluarkan api, yaitu pada saat
terjadi letusan. Paleovolcanoes (gunung api
purba atau fosil gunung api) adalah gunung
api yang pernah aktif pada masa lampau,
tetapi sekarang ini sudah mati dan bahkan
tererosi lanjut sehingga fitur/penampakannya
sudah tidak sejelas gunung api aktif masa kini
(Bronto, 2009a). Suatu lapangan gunung api
adalah tempat atau daerah tertentu di permukaan burnilplanet yang banyak terdapat kegiatan gunung api. Daerah tersebut biasanya
mempunyai 10 sampai 100 buah gunung api
dalam bentuk kerucut sinder, yang tersebar
secara acak, meskipun aliran lava mungkin
juga ada. Bahkan suatu lapangan gunung
api dapat merupakan kumpulan gunung api
poligenesis. Dengan demikian secara umum
dapat dinyatakan bahwa lapangan gunung
api adalah suatu daerah cukup luas yang
banyak terdapat gunung api, dan daerah itu
tidak berhubungan dengan daerah gunung
api yang lain.
Istilah vulkanisme (volcanism) adalah
proses alam yang berhubungan dengan kegiatan kegunungapian, mulai dari asal-usul
pembentukan magma di dalam bumi hingga
kemunculannya di permukaan bumi d d a m
berbagai bentuk d i n kegiatannya. Kegiatan magma
di dalam bumi dapat direkam
dengan peralatan geofisika dan geokimia,
sedangkan kegiatan di permukaan berupa
letusan gunung api, lapangan solfatara, fumarola, mata air panas, bualan lumpur, dan
penampakan-penampakan lain yang biasanya
dijumpai di daerah gunung api dan lapangan panas bumi. Pengertian ini memberikan
pencerminan bahwa cakupan ilmu gunung
api sangat luas mulai dari "magmatologi" atau
petrologi batuan beku hingga sedimentologi
batuan hasil kegiatan gunung api. Sedemikian luas lingkup vulkanologi sehingga para
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
ahli membentuk organisasi profesi internasional bernama International Association on
Volcanology and Chemisty of Earth Interior
(IAVCEI). Dengan demikian, lingkup ilmu
gunung api atau vulkanologi meliputi bahasan khuluk (bentuk fisik alamiah, nature),
mula jadi (asd-usul, origin, genesis), bahaya
dan penanggulangannya (volcanichazards and
their mitigations), serta manfaat sumber daya
gunung api. Prinsip pemahaman terhadap
lingkup vulkanologi itu dapat dipelajari secara bertahap mulai dari pemerian (descriptive),
tafsiran (interpretative), dan kemanusiaan
(humanistic).Pemerian adalah uraian tentang
obyektivitas data yang diamati terhadap
gunung api dan vulkanisme. Data tersebut
menjadi dasar untuk melakukan penafsiran
terhadap hal-hal yang tidak teramati, misalnya asal-usul sumber erupsi, lingkungan asal,
mekanisme letusan, mekanisme pengendapan
batuan gunung api, lingkungan pengendapan,
dan umur kejadian. ~ r i r h phumanistik di
sini dimaksudkan sebagai hubungan antara
gunung api dengahehidupan rnanusia, baik
berupa ancaman bahaya gunung api terhadap
kehidupan dan lingkungan hidup manusia,
usaha penanggulangan bencana letusan
gunung api, maupun pemanfaatan sumber
daya alam gunung api.
Istilah yang juga sangat penting adalah
gunung api aktif, namun sejauh ini pemahamannya belum ada keseragaman di antara
para ahli gunung api. Berdasarkan analisis
umur batuan gunung api, terutama penarikhan umur secara radiometri, para ahli gunung
api di Jepang dan Selandia Baru menyatakan
bahwa seluruh gunung api yang pernah meletus antara 50.000 tahun yang lalu hingga
sekarang dinyatakan sebagai gunung api aktif.
Gunung api yang kegiatannya antara 50.000
dan 100.000 tahun yang lalu dinyatakan
mempunyai potensi aktif kembali (capable
volcanoes), sedangkan gunung api yang kegiatannya lebih tua dari 100.000 tahun yang
7
BAB l PENDAHULUAN
lalu dipandang sudah mati atau sebagai fosil sih perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
gunung api. Mengacu pendapat Neumann letusan kembali. Salah satu contoh kawasan
van Padang (1951), Pusat Vulkanologi dan gunung api yang sebelumnya dipandang
Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi sudah tidak aktif tetapi setelah beristirahat
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mi- selama 14.500 tahun kemudian meletus
neral, Republik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 1987 - 1989 adalah Gunung Api
gunung api aktif adalah semua gunung api Anak Ranakah di Pulau Flores bagian barat
yang pernah meletus sejak tahun 1600 (Tipe (Abdurachman dkk., 1988).D i Filipina,Mt.
A), gunung api yang belum pernah meletus Pinatubo yang sebelumnya dianggap bukan
sejak 1600 tetapi masih memperlihatkan gunung api aktif ternyata telah meletus hebat
kenampakan vulkanisme (Tipe B), serta da- pada tahun 1991 (Newhall dan Punongerah yang bentuk gunung apinya tidak jelas bayan, 1996). Setelah dilakukan penelitian,
tetapi masih dijumpai lapangan solfatara ternyata diketahui bahwa aktivitas gunung
dan fumarola, serta kenampakan panas bumi api itu sudah mulai sejak 1juta tahun yang
lainnya (Tipe C).
lalu, dan sebelum letusan 1991 gunung api
Dari pembahasan G u n u n g Muria di itu telah mengalami istirahat panjang selama
Jawa Tengah (Anonim, 1997) dinyatakan lebih kurang 500 tahun. Pada 29-31 Agustus
bahwa keaktifan suatu gunung api sangat 2010 Gunung Api Sinabung di Sumatera
erat hubungannya dengan kegiatan tektonika Utara meletus setelah beristirahat panjang,
daerah setempat. Selama kegiatan tektonika paling tidak sejak tahun 1600.Hal ini diduga
di daerah itu masih berlangsung maka ha1 sangat erat hubungannya dengan kegiatan
itu dapat menyebabkan reaktivasi kegiatan tektonika yang sangat intensif di kawasan
gunung api. Pada waktu sekarang mungkin itu, paling tidak sejak tahun 2000 (Bronto
saja gunung apinya tidak menunjukkan dan Setianegara, 2010).
kegiatan, apalagi teramati di permukaan,
Ferari (1995) memandang gunung api
tetapi dengan dipicu oleh gerak-gerak tek- aktif bila lama hidupnya, dari lahir sampai
tonika, maka gunung api itu dapat meletus menjelang mati, secara statistik helum terkembali. Oleh sebab itu untuk gunung api lampaui.Tabel1.1 menunjukkan lama hidup
yang berumur kurang dari 5 juta tahun ma- dan waktu istirahat setiap tipe gunung api di
Tabel 1.1 Lama Hidup atau Durasi dan Waktu lstirahat setiapTipe Gunung Api di Dunia (Ferari, 1995)
WAKTU ISTIRAHAT (TAHUN)
DURASI (RIBU TAHUN)
TlPE GUNUNG API
RATA-RATA
MAKSIMUM
RATA-RATA
MAKSIMUM
846
3.800
130.751
850.000
1.467
3.778
14.000
673.714
1.000.000
85.000
Gunung api strato (S-I)
600
1.800
309
5.300
3
Gunung api strato (I-M)
240
1.300
15
50
< 1
2.987
5.700
2.750
647
6.200
<
Kaldera tunggal
Kompleks kaldera
Gunung api monogenesis
Gunung api tameng
Keterangan: S = asam, I
=
menengah, M
=
basa
1
MINIMUM
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
dunia. Sebagai contoh, gunung api kaldera
tunggal mempunyai durasi hidup rata-rata
846.000 tahun dan maksimum 3,8 juta tahun. Apabila batuan termuda gunung api itu
berumur 500.000 tahun maka gunung api itu
masih tergolong gunung api aktif. Sebaliknya
iika umur kaldera itu sudah lebih dari 4 iuta
iahun, atau waktu istirahat terkini sudah lebih
dari waktu istirahat maksimum (> 850.000
ribu tahun) maka gunung api itu sudah dapat
dianggap mati.
Newhall dan Dzurisin (1988) memperkenalkan istilah volcanic unrest yang didefinisikan sebagai a signzjcant change (usually
an increase) in seismicity, ground deformation,
&marolic activity, or otherparameters, within or
adjacent to a volcanic system (suatu perubahan
penting, biasanya berupa suatu peningkatan,
pada kegempaan, deformasi muka tanah,
aktivitas fumarol, dan lain-lain parameter di
dalam atau di sekitar suatu sistem gunung
api). D i sini paling tidak ada empat tipe
kegiatan yang diperhatikan, yaitu:
keaktifan yang langsung mengarah kepada suatu letusan, dan ini suatu tanda-tanda awal (precursor) yang jelas terhadap
kegiatan gunung api.
Keaktifan yang tidak segera menuju suatu
erupsi, tetapi mencerminkan salah satu
rangkaian kejadian pada jangka waktu
lama (misalnya penerobosan magma
secara berulang-ulang) yang setelah
dilakukan analisis secara terpadu dengan
data lain mengarah ke letusan gunung api
- Keaktifan yang terjadi di antara fase-fase
suatu letusan yang memanjang/menerus.
- Keaktifan yang tidak berhubungan
dengan letusan gunung api, contohnya
kegiatan
tektonika regional
di dekat suatu
gunung api, atau perubahan-perubahan
panas sebagai hasil pengembangan dan
perekahan pada suatu sistem hidrotermal.
Dari pendapat ini jelas bahwa di daerah
yang secara tektonika masih aktif, berumur
Kuarter, maka gunung apinya juga dipandang aktif atau setidak-tidaknya mempunyai
potensi untuk aktif kembali, sekalipun di
permukaan tidak memperlihatkan kegiatan. Gunung api itu mungkin saja sedang
menghimpun kekuatan di bawah permukaan
bumi, misalnya melalui diferensiasi magma
atau percampuran magma, sehingga pada
suatu saat bila energinya sudah sangat kuat
dan mempunyai jalan keluar ke permukaan
dapat terjadi letusan. Pendapat ini senada
dengan pendapat Anonim (1997) di atas
bahwa kegiatan gunung api sangat erat berhubungan dengan kegiatan tektonika. Icegiatan tektonika menyebabkan terbentuknya
magma sebagai bahan utama gunung api dan
sekaligus membentuk rekahan-rekahan yang
memungkinkan magma keluar ke permukaan
bumi.
Dari uraian di atas penulis dapat menarik
batasan gunung api aktif sebagai gunung
api yang kegiatan magmanya masih dapat
diamati di permukaan dan atau di bawah
permukaan bumi. Kegiatan magma di permukaan antara lain berupa letusan gunung
api, semburan gas gunung api, mata air panas
dan berbagai bentukpenampakan panas bumi
di kawasan gunung api. Kegiatan magma di
bawah permukaan bumi dapat diidentifikasi
dengan menggunakan berbagai metode dan
peralatan pemantauan gunung api, baik secara geofisika maupun geokimia.
1.5 Ruang Lingkup dan Sistematika
Untuk mengenal dan memahami geologi gunung api purba, maka perlu diawali
dengan pengetahuan kegunungapian masa
kini. Hal ini untuk memudahkan pembaca
dalam memahami ungkapan atau peristilahan
vulkanologi yang terdapat di dalam uraian
mengenai gunung api purba. Berhubung
vulkanisme sangat erat hubungannya dengan
magmatisme, maka sebelum membahas lebih
jauh tentang gunung api di dalam buku ini
BAB l PENDAHULUAN
juga disampaikan perihal asal-usul magma.
Bahasan vulkanisme sendiri meliputi bentuk
bentang alam dan struktur gunung api,proses
dan tipe erupsi, serta hasil kegiatan berupa
batuan gunung api. Hubungan magmatisme-vulkanisme dengan tektonika diuraikan
dalam bahasan gunung api dan tektonika.
Untuk masuk ke bahasan gunung api
purba diawali dengan konsep-konsep dasar
mengenai pengertian gunung api purba, pandangan geologi sedimenter, dan pandangan
geologi gunung api, yang dilanjutkan dengan
metode pengenalan terhadap gunung api
purba. Secara geologis, metode pengenalan
ini mencakup analisis data inderaja dan
geomorfologi, sedimentologi, stratigrafi,
struktur geologi, petrologi-geokimia, dan
data pemboran bawah permukaan. Sekalipun,
!
belum pernah dilakukan identifikasi gunung
api purba bawah permukaan maka secara
geofisika juga didiskusikan.
Pada bab terakhir disuguhkan studi-studi
identifikasi gunung api purba yang selama
ini sudah dilakukan di berbagai daerah di
Indonesia. Hasil-hasil identifikasi gunung
api purba ke depan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu kebumian, antara lain
untuk menganalisis kemungkinan terjadinya
tumpang tindih vulkanisme (superimposed
volcanisms) dan terbentuknya cekungan di
dalam busur gunung api. Sebagai implikasi dari pembelajaran geologi gunung api
manfaat terapannya adalah untrlk pencarian
sumber baru mineralisasi, sumber baru energi
asal fosil, penataan lingkungan geologi, dan
mitigasi bencana geologi.
BAB 2
Gunung api merupakan 'jendela' keluarnya magma dari dalam bumi (atau Sistem
Solar) ke permukaan. Pernyataan itu dapat
lebih ditegaskan lagi bahwa setiap magma
yang keluar ke permukaan bumi atau Sistem
Solar disebut gunung api. Untuk memberikan gambaran secara lebih lengkap dari
pembentukan magma di bawah permukaan
sampai dengan kemunculannya di permukaan, maka di dalam Bab 2 ini dibahas secara
khusus tentang magma. Berhubung pembaca,
terutama geologiawan sudah mendapatkan
pengetahuan mengenai geologi dasar dan
petrologi batuan beku, maka pembahasan
mengenai
magma
di dalam buku ini bersifat
umum. Pembahasan magma di sini mencakup
definisi, asal-usul, tipe, sifat fisis dan kimiawi, serta hubungannya dengan kedudukan
tektonikanya. Dengan uraian ini diharapkan
pembaca dapat lebih memahami perihal
magma dalam kaitannya dengan kegiatan
gunung api.
2.1 Definisi Magma
Mengacu kepada para ahli geologi dan
gunung api, beberapa definisi tentang magma
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. l&emolten rock, whether it is still within
the earth or has been ejected onto the surface (Macdonald, 1972). Magma adalah
batuan kental pijar yang masih berada di
dalam bumi atau yang sudah dilontarkan
ke permukaan bumi.
b. A completely or partly molten natural substance which, on cooling, solidzjies as a crystalline orglassy igneous rocks (Williams dan
McBirney, 1979). Magma adalah suatu
substansi d a m yang seluruhnya atau sebagian berupa bahan kental pijar yang pada
proses pendinginan akan membeku dan
membentuk batuan beku yang tersusun
oleh kristal atau gelas.
c. Cairan atau larutan silikat pijar yang
terbentuk secara ilmiah, bersifat mudah
bergerak (mobile), bersuhu antara 900
- 1.100" C, dan berasal atau terbentuk
pada kerak bumi bagian bawah hingga
selubung bumi bagian atas (Gambar 2.1
dan 2.2; Alzwar dkk., 1988).
d. Berdasarkan pengertian kimia-fisika,
magma adalah bahan yang mempunyai
sistem berkomponen ganda (a multi
componen system) yang terdiri atas fase
cair sebagai komponen utama, sejurnlah
kristal sebagai fase padat, dan fase gas
pada kondisi tertentu.
14
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Garnbar 2.4 Pembentukan magma dan gunung api di
zona penunjaman berdasar pembubungan magma dari
selubung bumi (upwelling mantle; Sisson dan Bronto,
1998).
dikan menunjukkan bahwa temperatur di
&!am inti bumi itu hanya berkisar antara
3.500 - 4.000" C.
Magma yang terbentuk sebagai hasil peleburan sebagian selubung bumi yang berkomposisi peridotit disebut magma primer (Tabel
2.1). Magma primer ini pada umumnya
sangat sdit untuk dapat keluar ke permukaan
bumi tanpa mengalami perubahan komposisi.
Magma primer juga disebut magma primitif
karena selalu berk~mposisipikrit atau basal
yang mengandung magnesium tinggi dan
dicirikan oleh tingginya rasio Mg/(Mg + Fe),
C d ( C a + Na + K), serta banyak mengandung
unsur nikel, kromit, dan unsur-unsur kompatibel lainnya. Namun tidak semua magma
primitif adalah magma primer, karena sekalipun hanya sedikit (the leastfractionated) sudah
mengalami perubahan komposisi sebagai
akibat proses diferensiasi.
~ e k a l i ~ utidak
n
terlalu tepat, beberapa
ahli menyebut magma primer dan magma
A
................
...............
. . . . . . .
upper ~rtatttie
Gambar 2.5 Pembentukan magma dan gunung api berdasar pembubungan
magma dari selubung bumi (Maruyama, 1999).
BAB 2 MAGMA
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Magma Primer
1
2
3
4
5
6
SiO,
TiO,
50,O - 49,O
0,8 - 0,7
A120,
FeO*
16,4 - 15,l
8,3 - 9,2
9,43
2,33
49,71
0,74
14,97
10,57
13,03
9,0
1,56
49,l
0,62
16,s
8,78
10,O - 12,s
10,9 - 11,7
2,4 - 1,9
49,39
0,85
15,70
9,76
12,s
49,7
0,72
16,4
7,89
MgO
CaO
Na20
49,4 - 49,l
1,0 - 0,9
18,O - 17,2
9,s - 9,7
8,4 - 10,3
10,2 - 9,7
2,8 - 2,6
10,l
13,O
1,98
10,3
12,4
1,92
0,4 - 0,3
119 - 193
418 - 71 1
0,3 - 0,3
0,34
0,28
0,Ol
200
479
0,07
232
410
69 - 75
64 - 68
71,4
71,37
71,7
69,9
K2°
Ni (ppm)
Cr (ppm)
Mg#
Keterangan: 1. Bronto (1989; 2002), 2. Nicholls dan Whitford (1976),Tatsumi dkk. (1983; 3. basal alumina
dan 4. basal olivine), 5. Frey dkk. (1974), serta 6. Langmuir dkk. (1977). Besi total sebagai FeO*. Mg#:
nomor magnesium. Satuan untuk oxida mayor dalam % berat.
primitif sebagai magma induk, karena dapat
mengalami diferensiasi secara berjenjang
manjadi berbagai macam magma turunan.
Sebagai contoh, magma induk berkomposisi
basal magnesium tinggi mengalami diferensiasi menjadi magma-magma turunan mulai
dari magma basal magnesium rendah, magma
andesit basal, magma andesit, magma dasit,
dan magma riolit (Tabel 2.2).
Kedua magma basa dengan magma asam,
apalagi dari sumber berbeda, dapat bertemu
sehingga membentuk magma campuran
(magma mixing); sedangkan magma yang
terkontaminasi oleh batuan samping disebut
magma hibrid.
2.3 Sifat Fisik Magma
Berhubung magma berupa bahan cair kental pijar, mengandung gas, dan bersuhu tinggi,
maka secara umum sifatnya mudah bergerak
dan pergerakannya cenderung menuju ke
permukaan bumi. Apabila pada perjalanannya belum sampai di permukaan bumi sudah
membeku maka akan terbentuk batuan beku
dalam atau batuan beku intrusi. Selanjutnya,
apabila magma tersebut dapat keluar ke per-
mukaan bumi, maka terbentuklah gunung api.
Dalam beberapa hal di bawah tubuh gunung
api banyak terdapat batuan beku intrusi dekat
permukaan yang sering disebut sub volcanic
intrusions, hypabyssal intrusions, atau shallow
magma intrusions.
Magma yang membeku jauh di dalam
bumi membentuk tubuh batuan beku intrusi dalam atau pluton yang bertekstur
holokristalin karena seluruhnya tersusun oleh
kristal dari berbagai mineral. Batuan beku
intrusi dangkal dan batuan beku luar serta
bahan hamburan gunung api mempunyai
kesamaan tekstur, yaitu gelas, afanitik sampai
hipokristalin porfir. Kelompok batuan beku
itu tersusun oleh gelas gunung api dan sebagian mineral yang mengkristal. Hal tersebut
menunjukkan bahwa magma pluton yang
karena lingkungannya jauh di dalam bumi
maka proses pendinginannya berlangsung
secara perlahan-lahan sehingga pembentukan
kristal berbagai mineral berjalan sempurna.
Sebaliknya, magma intrusi dangkal dan yang
keluar ke permukaan bumi karena perbedaan
temperatur magma dan permukaan bumi
sangat jauh maka terjadi pendinginan yang
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Magma, mulai dari Pikrit sampai dengan Riolit
'IDA
SiO,
1
PlKRlT
2
MG-BASAL
3
BASAL
4
ANDESIT BASAL
5
6
7
ANDESlT
DASlT
RlOLlT
40,62
49,33
49,67
55,02
58,20
66,OO
7,36
100,32
100,56
100,49
99,65
100,44
100,OO
100,OO
Fe,O,*
MnO
MgO
CaO
Na,O
K20
p,oj
LO1
Jumlah
Keterangan: Besi total sebagai Fe,O,*. LOI= loss on ignition (bahan habis dibakar). Satuan dalam % berat. Sumber data:
Middlemost (1985).
sangat cepat. Akibatnya sebagian mineral
tidak sempat membentuk kristal atau amof
berupa gelas gunung api.
Temperatur magma bervariasi tergantung
pada komposisi kimianya. Magma basal
mempunyai temperatur yang paling tinggi
antara 1.000" hingga lebih dari 1.400" C
(misalnya Macdonald, 1972; Tatsurni dkk.,
1983). Untuk magma andesit mempunyai
temperatur sekitar 1.000" C, magma dasit
900" C, dan magma riolit 850" C.
Seperti halnya suhu magma, viskositas
dan berat jenis magma ditentukan secara
pendekatan laboratoris. Viskositas diartikan
sebagai kepekatan atau ketahanan substansi (bahan) terhadap aliran. Magma yang
mempunyai viskositas rendah (relatif encer)
berarti fluiditasnya tinggi (mudah mengalir)
sehingga relatif lambat mernbeku. Sebdiknya
magma yang mempunyai viskositas tinggi
(relatif pekat) berarti fluiditasnya rendah
(lambatlsulit rnengalir) sehingga relatif cepat
membeku.
2.4 Sifat Kimiawi Magma
Sesuai dengan pengertian fisika dan
kimia, magma terdiri atas bahan cair, bahan
padat, dan bahan gas. Dua bahan pertama
tersebut disebut juga bahan non-volatil, sedangkan bahan ketiga disebut bahan volatil.
Pengertian bahan volatil adalah bahan berupa
unsur atau senyawa kimia yang mempunyai
titik lebur rendah, biasanya berbentuk gas
yang terlarut dalam cairan magma.
Bahan non-volatil merupakan unsur atau
oksida logam dan metaloid yang berdasarkan
kelimpahannya dapat dibagi unsur utama
(major elements), unsur jejak (trace elements),
dan unsur tanah jarang (rare earth elements).
Unsur utama membentuk senyawa oksida
(major oxides) yang jumlahnya sangat dominan (lebih kurang 99%), terdiri atas SiO,,
TiO,, A1,03, Fe,03, FeO, M n O , M g O ,
CaO, Na,O, K,O, dan P,O, (Tabel 2.1 dan
2.2). Satuan kuantitas oksida utama tersebut
biasanya dalam bentuk persen berat (weight
percent). Unsur-unsur jejak mempunyai satuan ppm (partper million), sedang unsur jarang
tanah dihitung dalam satuan ppb (partper
billion). Contoh unsur jejak adalah Ni, Sr, Ba,
dan V; sedang contoh unsurjarang tanah misalnya Mo, Ir, Eu, dan Sm. Kelompok unsur
Ifl
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Magma Alkalin
OXlDA MAYOR
NEFELlNlT
BASANIT
HAWAllT
44,30
47,48
MUGEARIT
50,52
NEFELIN SlENlT
54,99
PONOLIT
TRASIT
SiO,
40,60
56,19
61,21
TiO,
2,66
2,51
3,23
2,09
0,60
0,62
0,70
&A
14,33
14,70
15,74
16,71
20,96
19,04
16,96
MnO
0,26
0,16
0,19
0,26
0,15
0,17
0,15
MgO
6,39
8,54
5,58
3,20
0,77
1,07
0,93
CaO
11,89
10,19
7,91
6,14
2,31
2,72
2,34
Na,O
4,79
3,55
3,97
4,73
8,23
7,79
5,47
Keterangan: Besi total sebagai Fe,O,*. LOI= loss on ignition (bahan habis dibakar). Satuan dalam % berat. Sumber
data: Middlemost (1985).
-
O35
45
55
SiOz (wt %)
65
75
Gambar 2.7 Klasifikasi magmalbatuan beku luar berdasarkan persentase oksida utama SiO,
dan total alkali (Na,O + K,O) (menurut Cox dkk; 1981).
BAB 2 MAGMA
Tabel 2.4 Komposisi Gas Gunung Api di Indonesia dikutipdari Wirakusumah dkk. (2000)
KILAUEA
IJAGGAR. 1940)
MT.
ISHEF'ERD. 19271
MERAPI
BATUR
PAPANDAYAN
TANGKUBANpARAHU
KELUT
so2
11,50
4,40
1,7
0,42
0,76
0,12
6,12
S2
SO;
0,70
1,80
'32
0,lO
1,15
1,21
0,03
0,04
0,71
0,46
20,94
0,07
0,19
6,14
KANDUNGAN
GAS
F
HCI
N dan gas jarang
10,lO
8,30
Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Beory,
misal Decker dan Decker, 1981; Tatsumi
dkk., 1983; Gambar 2.8 dan 2.9).
Berdasarkan konsep tersebut, pemunculan
gunung api dapat dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu:
a. Gunung api yang muncul di pemekaran
kerak tengah samudra. Gunung api
I
Daemh perneknran
kcmk
Daernh penipisan
kcrak
ini muncul di tengah-tengah samudra
berasal dari pemekaran kerak bumi di
dasar samudra (Gambar 2.10). Contoh:
gunung api-gunung api di Iceland dan
T h e Reunion. Hasil kegiatan gunung
apinya berkomposisi basal, sehingga
sering disebut Mid Oceanic Ridge Basalts
(MORB) atau Ocean Floor Basaltr (OFB).
Daeruh pcnunjamnn
kcnk
Gambar 2.8 Penampang pemunculan gunung api berdasarkan Teori Tektonik Lempeng. Gunung api
dapat terbentuk di daerah pemekaran kerak bumi (keraksamudra dan kerak benua), di daerah penipisan
kerak samudra dan sebagian besar dapat terbentuk di daerah penunjaman kerak samudra ke bawah
kerak benua (Decker dan Decker, 1981).
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Mid-Aeantic ridge
Gambar 2.9 Penampang pergerakan lempeng kerak bumi. Kerak Benua Afrika dan Amerika Selatan
dipisahkan oleh pemekaran dasar Samudra Atlantik yang mempunyai percepatan beberapa inci
per tahun. Kerak Samudra PasifikTimur menunjam ke bawah Benua Amerika Selatan rnembentuk
Pegunungan Andes (Decker dan Decker, 1981).
b. Gunung api yang muncul di pemekaran
kerak benua. D i sini diyakini bahwa
kerak benua juga mengalami pemekaran
sehingga menghasilkan kegiatan gunung
api (Mid Continental Volcanic Ridges).
Contoh kelompok gunung api ini adalah
di Ethiopian Rift (Terban Ethiopia;
Gambar 2.11) dan Graben Rhine di Jerman (Gambar 2.12).
c. Pulau gunung api lautan (Ocean Island
Volcano). Gunung api ini muncul sebagai
akibat menipisnya kerak samudra, sehingga magma yang berasal dari selubung
bumi (mantle) dengan mudah ke luar ke
permukaan bumi. Contoh gunung api
jenis ini adalah di Hawaii.
d. Busur gunung api tepi benua. Busur
gunung api ini muncul di tepi benua sebagai akibat penunjaman kerak samudra
(oceanic crust) ke bawah kerak benua
(continental crust). Penunjaman tersebut
menimbulkan panas yang mampu mele-
burkan selubung bumi sehingga terbentuk
magma, yang karena sifatnya cenderung
bergerak ke atas dan keluar sebagai kegiatan gunung api. Contoh tipe gunung api
ini adalah di Indonesia, Jepang, Amerika
Serikat, Filipina, dan New Zealand. Beberapa ahli membagi kelompok gunung
api tepi benua menjadi dua sub kelompok
berdasarkan kenampakan fisiografinya.
Pertama, gunung api yang secara sensu
strict0 benar-benar berada di tepi benua
(continental margin), contohnya gunung
api di bagian barat benua Amerika Utara
dan ALerika Selatan. Kedua, busur
gunung api kepulauan (islandvolcanic arcs)
yaitu jajaran kepulauan gunung api yang
letaknya di antara samudra dan benua,
serta dengan benua itu sendiri dipisahkan
oleh laut, misalnya di Indonesia, Filipina,
Jepang, dan Kepulauan Aleutian.
e. Gunung api di batas kerak samudra
(oceanicplate boundary). Gunung api ini
A
A
Direction ofplate rrzotior~
Strike-slip (transforrrz)faults
Ridge axis
-b
-----. Uncer'tairrplate bortrrdary
Key
Subdrrction zorre
Gambar 2.10 Pergerakan lempeng kerak bumi berdasarkan KonsepTektonik Lempeng (Dewey, 1972 vide Decker dan Decker, 1981).
A
22
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Gambar 2.1 1 Peta Lernbah Graben Etiopia (Ethiopian Rift) yang
berasosiasi dengan pemunculan
gunung api di bagian timur laut
Benua Afrika (Mohr, 1967).
muncul sebagai akibat bertumbukannya
dua kerak samudra, sebagai contoh Kepulauan Mariana di bagian barat Samudra
Pasifik. Kelompok gunung api ini pada
hakekatnya sama dengan kelompok d,
hanya kedua kerak bumi yang saling bertumbukan adalah kerak samudra
Magma gunung api yang berada di daerah
penunjaman pada umumnya berkomposisi
andesit dengan afinitas kapur alkali. Namun
karena sebab-sebab petrogenesis, misalnya
proses diferensiasi magma, komposisinya
dapat beragam mulai dari basal sampai dengan dasit atau bahkan riolit. Demikian pula
afinitasnya dapat berkisar mulai dari toleiit
kalium rendah sampai dengan kapur alkali
tinggi, tetapi sangat jarang mencapai susunan alkalin atau sosonit. Khusus di daerah
tumbukan antar lempeng kerak samudra,
seperti halnya di Kepulauan Mariana, dapat
terbentuk magma berkomposisi boninit, yaitu
andesit yang mengandung magnesium tinggi, yang diduga merupakan magma primer
didaerah itu.
23
BAB 2 MAGMA
ARDENNES
\
\
\
\
1
blcano or volcanic neck
Fault ;syrizbol shopus downthrown side
Gambar 2.12 Peta Graben Rhine, Jerrnan, yang berasosiasi dengan lapangan gunung api (volcanic fields) (rnenurut
Cloos, 1939, vide Holrnes, 1965).
D i daerah pemekaran dasar samudra,
lebih dikenal dengan sebutan Mid-Oceanic
Ridge Basalts (MORB) magma gunung api
sangat khas bersusunan basal (Ocean Floor
Basalts - OFB) dengan afinitas toleiit kalium rendah (BVSP, 1981). Sebaliknya, pada
daerah pemekaran kerak benua dan titik
api di kontinen, magma gunung api lebih
bersifat alkalin (Ragland and Rogers, 1984;
Middlemost, 1985). Variasi yang lebih banyak terjadi pada magma gunung api sebagai
titik api di lautan, seperti halnya di Hawaii
(Decker dkk., 1987). D i daerah itu magma
gunung api dapat berkomposisi basal sampai
dasit dengan afinitas toleiit kalium rendah
sampai dengan alkalin.
2.6 Ringkasan
Magma merupakan bahan kental pijar
yang terbentuk secara alamiah di dalam burni,
mempunyai temperatur antara 900 - 1400"C,
dan jika sudah mendingin membentuk batuan
beku, baik batuan beku terobosan dalam, batuan beku terobosan dangkal maupun batuan
24
GEOLOGI GLINUNG API PLIRBA
beku luar. Semakin asam komposisi magma, membentuk tubuh batuan terobosan dalam
temperaturnya semakin rendah sesuai dengan atau pluton yang bertekstur holokristalin,
tingkat kristalisasi mineral pembentuknya. seluruhnya tersusun oleh kristal. Magma
Pembentukan magma berhubungan dengan yang berhubungan dengan kegiatan gunung
sumber panas yang dapat berasal dari pe- api biasanya terletak di bawah gunung api
luruhan unsur radioaktif, deformasi batuan, menerobos perlapisan batuan atau menyisip,
penunjaman lempeng kerak bumi, dan pele- membentuk dapudkantong magma yang
buran sebagian bahan selubung bumi oleh apabila membeku di bawah permukaan besesuatu sebab. Magma primer terbentuk se- rupa berbagai bentuk batuan beku terobosan
bagai hasil peleburan sebagian dari selubung dangkal. Apabila magma itu sampai keluar
bumi yang berkomposisi peridotit. Magma ke permukaan bumi akan membentuk batuprimer ini sering juga disebut magma primitif an beku luar dan bahan hamburan letusan
atau magma induk yang selalu berkomposisi gunung api. Baik batuan beku terobosan
pikrit atau basal kaya akan magnesium yang dangkal maupun batuan beku luar dan bahan
dicirikan oleh tingginya rasio Mg/Mg + Fe, hamburan mempunyai kesamaan di dalam
Ca/Ca+Na+K serta banyak mengandung tekstur, yaitu gelas sampai hipokristalin porNi, Cr, dan unsur-unsur kompatibel lainnya. fir yang tersusun oleh gelas gunung api dan
kristal mineral pembentuk batuan
Hasil diferensiasi magma induk membentuk sebagian
magma turunan, mulai dari basal Mg rendah, beku. Secara kimiawi magma tersusun oleh
andesit basal, andesit, dasit, dan riolit. Antara unsur-unsur utama, unsur -jejak,
- unsur tanah
magma basa dengan magma asam, apalagi jarang, serta bahan gas. Pembagian komposisi
yang sumbernya berbeda, dapat bercampur magma dari basa sampai asam didasarkan
membentuk magma campuran. Magma yang pada persentase kandungan oksida silika
terkontaminasi oleh batuan dinding disebut (SiO,), sedangkan jenis magmanya mulai dari
toleiit, kalk-alkali sampai alkali didasarkan
magma hibrid.
Secara fisik, magma berupa bahan cair pada besarnya kandungan alkali (K,O dan
kental pijar yang bersifat mudah bergerak Na,O). Bahan gas di dalam magma terutama
dan cenderung menuju ke permukaan bumi. H,O, CO, CO,, SO,, dan HC1.
Magma yang membeku jauh di dalam bumi
BAB 3
BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API
Magma yang keluar ke permukaan bumi
menghasilkan berbagai bentuk dan struktur
gunung api. Pengertian bentuk gunung api di
sini dimaksudkan untuk menguraikan bermacam-macam penampakan atau fitur bentang
alam gunung api. Sementara itu, pengertian
struktur gunung api ditekankan pada penampakan dalam dari setiap bentuk bentang
alam gunung api. Namun demikian, dalam
beberapa ha1 bentuk dan struktur gunung
api kadang-kadang sulit untuk dipisahkan.
Bentuk gunung api sangat beragam mulai
dari bentuk tinggian (bukit atau gunung)
sampai dengan bentuk rendahan atau lubang,
dalam ukuran sangat kecil, berdiameter dan
mempunyai ketinggianlkedalaman beberapa
puluh meter saja, hingga ukuran sangat besar,
berdiameter puluhan kilometer dan ketinggian lebih dari 5.000 m dpl.
Gambar 3.1 memperlihatkan berbagai
macam bentuk gunung api menurut Simkin
dan Siebert (1994). Dalam ukuran sangat
kecil gunung api dapat berupa kubah lava
dan berbagai ragam kerucut piroklastika.
Untuk cincin tuf (&$ring) dan maar lebih
memperlihatkan fitur rendahan daripada
tinggian. Deretan gunung api kecil dalam
satu garis membentuk erupsi celah atau
erupsi linier. Sementara itu gunung api
berukuran besar mulai dari gunung api
komposit, kaldera sampai dengan perisai.
Gunung api berukuran sangat kecil - kecil,
mulai dari kubah lava sampai dengan maar,
dikelompokkan ke dalam gunung api monogenesis (monogenetic volcanoes), sedangkan
yang berukuran besar - sangat besar disebut
gunung api poligenesis (polygenetic volcanoes).
Gunung api monogenesis adalah gunung
api yang terbentuk oleh satu erupsi atau satu
fase erupsi saja, sehingga waktu hidupnya
pendek dan ukurannya kecil. Gunung api
poligenesis adalah gunung api yang terbentuk oleh banyak atau berulangkali erupsi,
yang fase erupsi satu dengan lainnya dapat
dipisahkan oleh waktu istirahat panjang dan
sering melibatkan berbagai jenis magma.
Sistematika pembahasan di dalam bab ini
dimulai dari bentuk dan struktur gunung api
yang sederhana dan berukuran relatif kecil,
yaitu kelompok gunung api monogenesis.
Uraian itu diteruskan terhadap gunung api
poligenesis, dan pada akhir pembahasan
diberikan ringkasan.
3.1 Gunung Api Monogenesis
Magma yang keluar ke permukaan bumi
dalam waktu relatif pendek, dengan volume
kecil, energi rendah atau bahkan hanya meli-
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
(a) Maan
,pcrmukaan pn-crupsi
danou kccil l ~ r b c n t u k
cndapon
I sctclah crupsi
bahan runtuhnn
(b) Cinein tul
pclapisan miring
kc dnlam b w a h
I
Gambar 3.3 Penarnpang
skema gunung api rnaar (a),
cincin tuf (b), dan kerucut tuf
(c) menurut Cas dan Wright
(1987, h. 377).
Gambar 3.4 Penampang skematis gunung api maar asirnetri (Fisher dan Schmincke, 1984, h. 259). Lubang
conduit gunung api mernotong lapisan batuan pernbawa air tanah (akuifer). Kegiatan diawali dengan melontarkan bahan klastika pada saat pembentukan kawah letusan (I), disusul dengan pernbentukan cincin
tuf (2) dan kerucuttuf (3). Bahan letusan tidakdiendapkan secara merata kesegalaarah sehingga terbentuk
gunung api maar asimetri.
34
rika adalah Gunung Kilimanjaro (+ 5.895 m
dpl.; Simkin dan Siebert, 1994) yang terletak
di Tanzania. Kerucut komposit gunung api
tertinggi di dunia adalah Gunung Cotopaxi
(+ 5.911 m dpl.) yang terletak di Equador,
Pegunungan Andes, Benua Arnerika Selatan.
Kerucut gunung api komposit di daerah itu
sekalipun mempunyai tinggi mutlak lebih
dari 5.000 m, tetapi separoh dari ketinggian
itu berupa batuan dasar pra-gunung api. D i
Indonesia sendiri gunung api komposit yang
sangat tinggi antara lain Gunung Kerinci (+
3.800 m; Kusumadinata, 1979) di Provinsi
Jambi, Pulau Sumatra, Gunung Semeru (+
3.676 m) dan Gunung Raung (+ 3.332 m)
di Provinsi Jawa Timur; Gunung Merapi
(+ 2.911 m) di Jawa Tengah, dan Gunung
Agung (+ 3.014 m) di Pulau Bdi.
3.3 Kompleks Gunung Api
Apabila pada suatu daerah banyak
dijumpai lubang erupsi sedemikian rupa
sehingga sering terjadi tumpang tindih, baik
lokasi erupsi maupun endapannya, maka
wilayah itu dapat dipandang sebagai kawasan
kompleks gunung api. Sebagai contoh, Kompleks Gunung Api Dieng di Jawa Tengah dan
Kompleks Gunung Api Auckland (AuckZand
voZcanicjeZd) di North Island, Selandia Baru.
D i daerah itu gunung apinya dapat berbentuk kerucut komposit maupun gunung api
monogenesis, atau bahkan terdiri atas beberapa gunung api kaldera. Dengan demikian,
Gunung Api Lamongan di selatan Kota
Probolinggo yang sekalipun kerucut kompositnya relatif kecil tetapi karena di sekelilingnya banyak dijumpai kerucut sinder, kubah
dan aliran lava serta maar maka kawasan
tersebut dapat juga disebut kompleks gunung
api. Kompleks gunung api yang melibatkan
kerucut komposit dan kaldera antara lain
Gunung Wilis, Gunung Tengger, Gunung
Iyang-Argopuro dan Gunung Ijen di Jawa
Timur. Sementara itu, kompleks gunung api
GEOLOGI GllNLlNG API PURBA
Bandung Raya (Bronto, 2009b) di Jawa Barat
antara lain Gunung Talagabodas, Gunung
Papandayan-Darajat-Kamojang-Guntur,
G u n u n g Patuha-Malabar, dan G u n u n g
Sunda-Burangrang-Tangkubanparahu -Tampomas (Gambar 3.15).
3.4 Gunung Api Kaldera
Apabila suatu gunung api mempunyai
kawah yang sangat besar, berdiameter lebih
dari 2000 m, maka gunung api tersebut dinamakan gunung api kaldera (Williams, 1941;
Williams dan McBirney, 1979).Berdasarkan
atas asal-usul (genesis) pembentukannya,
bentuk bentang alam gunung api kaldera
dapat disebabkan oleh letusan, amblesan, dan
longsoran. Kaldera yang terbentuk sebagai
akibat letusan besar disebut kaldera letusan. Pembentukan kaldera letusan itu dapat
disebabkan oleh terakumulasinya gas gunung
api bertekanan sangat tinggi di bawah tubuh
suatu gunung api, terutama yang berbentuk
kerucut komposit. Pembentukan gas gunung
api itu dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi
lanjut dari suatu magma basal menjadi magma berkomposisi menengah - asam (andesit,
dasit atau bahkan riolit), biasanya berlangsung
dalam waktu yang sangat lama, atau adanya
percampuran magma basal dengan magma
asam yang terjadi secara mendadak.
G u n u n g api kaldera letusan sangat
banyak jumlahnya, sebagai contoh Kaldera
Toba di Pulau Sumatra, Kaldera Krakatau
di Selat Sunda, Kaldera Sunda di Jawa Barat,
Kaldera Tengger dan Kaldera Ijen di Jawa
Timur, Kaldera Batur di Pulau Bali, dan
Kaldera Rinjani di Pulau Lombok (Gambar
3.16 - 20).
Kaldera amblesan terjadi pada gunung api
tipe perisai. Karena terlalu banyak magma
basal yang keluar ke permukaan bumi, sedangkan sumbernya relatif dekat permukaan,
maka terjadi kekosongan di dapur magma
dan berat batuan di atasnya tidak ada yang
BAB 3 BENTUK DAN STRUKTUR GUNUNG API
Gambar 3.22 Penampang tiga tipe gunung api perisai digambar pada skala yang berbeda untuk rnembandingkan
bentuknya (Williams dan McBirney, 1979). a) Gunung api perisai Skjaidreiaur, di lslandia (Iceland) Samudra Atlantik.
b) Gunung api perisai Mauna Loa di Hawaii, Samudra PasifikTengah. c) Gunung api perisai Fernandina di Kepulauan
Galapagos, Samudra PasifikTirnur.
krn3. Gunung api perisai Galapagos terletak
di Samudera PasifikTirnur (East Pacgc Rise)
atau di sebelah barat Benua Arnerika Selatan.
Gunung api ini mempunyai ketinggian 1.500
rn di atas perrnukaan air laut, diameter alas
25 - 35 krn, dan sudut lereng kurang dari 20".
Pada lereng tengah rnempunyai kerniringan
terbesar (15-35"), tetapi segera rnelandai dan
rnendatar mendekati kaki.
3.6 Ringkasan
Bentuk dan struktur gunung api dibagi
rnenjadi dua kelornpok besar, yaitu gunung
api rnonogenesis dan gunung api poligenesis.
Gunung api rnonogenesis adalah gunung api
yang terbentuk oleh satu erupsi atau satu fase
erupsi saja, sehingga waktu hidupnya relatif
pendek dan ukurannya relatif kecil. Gunung
api rnonogenesis bentuk dan strukturnya
lebih sederhana dan lebih kecil dibanding
dengan gunung api poligenesis, terdiri atas
kubah/aliran lava, kerucut sinder, dan rnaar
yang dapat rnembentuk titik-titik erupsi
segaris dan disebut erupsi linier. Gunung api
poligenesis adalah gunung api yang terbentuk
oleh banyak atau berulangkali erupsi, dan fase
erupsi satu dengan lainnya dipisahkan oleh
waktu istirahat panjang dan sering rnelibatkan berbagai jenis rnagrna.Terrnasuk gunung
api poligenesis adalah gunung api kornposit,
gunung api jarnak, kompleks gunung api,
gunung api kaldera, dan gunung api perisai.
Gunung api kornposit dan gunung api jarnak
biasanya terdapat di daerah penunjarnan
kerak burni. Gunung api kaldera terdiri atas
kaldera letusan, kaldera arnblesan, dan kaldera
longsoran.
BAB 4
ERUPSI GUNUNG API
Isi Bab 4 ini dimaksudkan agar
- pembaca
dapat memahami proses vulkanisme berupa
erupsi gunung api, yang pada hakikatnya
adalah gerakan magma dari dalam bumi
keluar ke permukaan. Uraiannya dimulai
dari definisi, klasifikasi, mekanisme erupsi,
indeks letusan gunung api (VEI: YoZcanic
ExpZosivity Index), dan diakhiri dengan
ringkasan. Dengan demikian uraian tersebut
merupakan kelanjutan pembahasan tentang
magma di Bab 2 serta pendahuluan dari
bentuk dan struktur gunung api yang disajikan di dalam Bab 3, yang bersifat deskriptif,
yakni berdasarkan data objektif atau fakta
yang kebenarannya sudah tidak diragukan
lagi. Penempatan bahasan erupsi gunung api
setelah bab-bab tersebut di atas adalah untuk
menyatakan bahwa proses kegunungapian ini
masih ada yang bersifat interpretatif dengan
kebenarannya yang sangat tergantung pada
kelengkapan data dan kemampuan analisis.
Sebagai contoh, pernyataan 'intrusi dangkal',
proses penerobosan magma hingga dekat
permukaan itu tidak pernah terlihat secara
nyata dengan mata kepala, tetapi dengan
berbagai data pendukung maka pernyataan
itu dapat dibenarkan.
4.1 Pengertian
Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan.
Dari pernyataan 'proses keluarnya magma' itu
diartikan bahwa magma dapat benar-benar
keluar (ekstrusi) ke permukaan bumi, atau
sebelum mencapai permukaan bumi sudah
membeku di dalam bumi (intrusi). Magma
yang benar-benar keluar ke permukaan bumi
berupa bahan cair liat dan pijar, yang setelah
membeku dan membatu membentuk batuan
ekstrusif (extrusive rocks), baik berupa batuan
beku luar maupun batuan piroklastika. D i lain
pihak, magma yang sudah membeku sebelum
mencapai permukaan bumi disebut batuan
beku intrusi dangkal atau batuan beku terobosan di dekat permukaan (shallow intrusions
atau sub-volcanic intrusions). Baik proses keluarnya magma ke permukaan bumi maupun
hanya menerobos sampai di dekat permukaan
tersebut digolongkan sebagai erupsi gunung
api. Hal itu dengan pertimbangan bahwa
keduanya mempunyai kesamaan di dalam
lokasi kejadian atau keterdapatannya, yaitu
di daerah gunung api dan keduanya selalu
mengandung gelas gunung api yang mencerminkan pembekuan magma sangat cepat.
BAB 4 ERUPSI GUNUNG API
padat berasal langsung dari magma (primary eruptiveproducts; Gambar 4.1).
b. Erupsi freatik atau letusan hidroklastika (phreatic eruptions; hydrovolcanic
eruptions; hydroclastic explosions), adalah
erupsi dengan bahan padat yang dilontarkan keluar dari lubang kawah berasal
dari batuan samping. Tenaga letusan
atau tenaga lontaran berasal dari gas
bertekanan tinggi yang dihasilkan oleh
interaksi antara magma yang bertemperatur tinggi dengan air tanah sehingga
terbentuk uap air dan gas gunung api.
Oleh sebab itu, erupsi freatik ini juga
disebut letusan uap air. Bahan magma
yang benar-benar keluar ke permukaan
bumi hanya berupa gas gunung api yang
bercampur dengan uap air tersebut. Bahan padat hasil letusan hidroklastika ini
berasal dari batuan samping atau batuan
yang lebih tua (older rocks), baik yang masih segar maupun yang sudah lapuk, atau
batuan yang tidak terubah maupun yang
terubah. Sebagai contoh erupsi freatik
adalah letusan yang membentuk Kawah
Sinila di kompleks Gunung Api Dieng,
Jawa Tengah pada tahun 1979. Letusan
itu selain melontarkan batuan gunung
api tua juga fragmen batugamping (fragmen koral) dan batuan sedimen lainnya.
Pada saat terjadi letusan gas gunung api
tidak hanya keluar dari lubang Kawah
Sinila, tetapi juga keluar melalui rekahan-rekahan di dekat pemukiman, sehingga menimbulkan korban jiwa karena
menghirup gas gunung api yang beracun
itu. Letusan sekunder (secondary explosions) adalah letusan yang terjadi bila
bahan ekstrusif gunung api yang masih
panas berinteraksi dengan air permukaan
seperti air hujan, air sungai, air danau,
dan air laut.
Letusan freatomagmatis (phreatomagmatic explosions, hydromagmatic explosions),
43
adalah erupsi/letusan yang sebagian besar
bahan dilontarkan berasal dari batuan lama,
dengan sebagian kecil langsung dari magma.
Dengan kata lain letusan freatomagmatis
adalah letusan bersifat transisi atau campuran antara letusan freatik dan letusan
magmatis. Letusan freatomagmatis dapat
juga terjadi apabila magma yang sangat
panas itu sudah berada di dekat permukaan
sehingga berinteraksi dengan air tanah, air
laut atau air danau yang masuk ke dalam
tubuh gunung api sehingga menjadi uap air
bertekanan tinggi. Perbedaan dengan letusan
freatik ialah adanya bahan padat langsung
dari magma yang ikut terlontar keluar. Pada
gunung api yang sudah beristirahat cukup
lama erupsi berikutnya selalu diawali dengan
letusan freatik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan letusan freatomagmatis, dan
akhirnya letusan magmatis. Letusan freatik
pada awal kegiatan itu menunjukkan bahwa
setelah lama beristirahat dan magma yang
dierupsikan sebelumnya sudah membeku
dan mendingin, maka air hujan yang jatuh di
puncak dan lereng gunung api itu sebagian
meresap ke dalam tubuh gunung api sehingga membentuk akumulasi air tanah. Pada
erupsi berikutnya, magma yang bergerak naik
menuju ke permukaan terlebih dulu berinteraksi dengan air tanah itu sehingga terbentuk
uap air yang semakin lama semakin banyak
serta bertekanan tinggi dan kemudian terjadi letusan freatik, yang berlanjut ke letusan
freatomagmatis.
4.3 Klasifikasi Erupsi Berdasar Sifat
Kegiatan
Berdasarkan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan
bumi, erupsi gunung api juga dapat dibagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Erupsi lelehan (efisive eruptions; erupsi
efusif), adalah keluarnya magma secara
meleleh atau meleler. Hasil kegiatan
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Gambar 4.5 Pernbagian jenis erupsi berdasarkan letak terhadap gunung api
utarna yang rnenjadi erupsi pusat, erupsi lereng (terminal-atau fissureeruptions)
dan erupsi eksentris (Rittrnann, 1963 vide Macdonald, 1972).
ma. Dalam ha1 ini,jika erupsi terjadi pada
satu titik disebut erupsi terminal, sedang
kalau erupsi terjadi pada beberapa titik
yang membentuk kelurusan disebut erupsi
celah atau erupsi linier (lateral eruptions
atauJissureeruptions;Gambar 4.6 dan 4.7).
c. Erupsi eksentris (excentric eruptions),bila
letak erupsi di luar tubuh gunung api
utamanya. Erupsi ini dapat berada di kaki
atau dataran di sekitar gunung api utama.
4.5 Mekanisme Erupsi
Sesuai dengan sifat kegiatan atau mekanisme keluarnya magma ke permukaan
bumi, erupsi gunung api dapat secara letusan
(explosive eruptions) atau erupsi secara lelehan
(efusive eruptions).Erupsi secara letusan disebabkan oleh tingginya tekanan gas di dalam
magma, sedang pada erupsi secara lelehan
dikarenakan rendahnya tekanan gas yang
terkandung-didalam magma. Secara umum,
magma berkomposisi basal mempunyai
tekanan gas rendah karena temperaturnya
BAB 4 ERLlPSl GUNUNG API
ERUPSI LETUSAN
ERUPSI LELEHAN
Piroklastika
Kubah Lava
+
4
Penghilangan gas +
(kebocoran gas)
zslkm
+...':.+
'
-
Pernbentukan ($
gelernbung gas
z = 4 krn
\\
,
\
1 c,,,/s
2
\-.
Pipa konduit
r - lOm
< V empsi < V reservoar
4-5wt%H20
z - IOkrn
Gambar4.9 Skerna perbedaan erupsi letusan (kiri) yang menghasilkan bahan piroklastika dengan erupsi lelehan sebagai akibat terjadinya degassing sehingga rnernbentuk
kubah lava (Eichelberger, 1995).
ma yang keluar ke permukaan bumi hanya
meleleh, membentuk kubah lava atau aliran
lava. Perbedaan yang lain adalah pada lebar
pipa konduit dan kecepatan alir magma.
Pada erupsi letusan jari-jari pipa konduit
lebih lebar (sekitar 50 m) daripada erupsi
lelehan (10 m). Demikian pula pada erupsi
letusan kecepatan aliran magma (1 m/det.)
lebih tinggi daripada erupsi lelehan (1 cm/
det). Erupsi Gunung Galunggung pada 1918
(van Es, 1924; Bronto, 1989) dan Gunung
Kelut pada 2007, yang di dalamnya terdapat
danau kawah hanya menghasilkan ekstrusi
kubah lava (Gambar 4.10). Hal ini diduga
sebagai akibat terjadinya kebocoran gas di
bawah permukaan sehingga tidak menimbulkan erupsi 1etusan.Proses erupsi letusan
dapat secara tegak
- (verticalexplosiveeruptions)
maupun secara miring. Erupsi letusan tegak
ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Pada awalnya, di dalam reservoir, gas
terlarut di dalam cairan magma.
Namun di
bagian atas dapur magma itu fase gas telah
mulai terpisah dari cairan magma yang ke
arah atas semakin nyata untuk kemudian
dilanjutkan dengan proses fragmentasi dan
peletusan. Kolom erupsi letusan selanjutnya
dibagi menjadi gas thrust yang mempunyai
kecepatan 100 - 600 m/det, dan convective
thrust yang menguasai tinggi kolom atau
tiang erupsi (Gambar 4.11). Pada posisi gas
thrust, gerakan utama adalah secara tegak
sebagai akibat desakan yang sangat kuat
dari dalam bumi ke permukaan; sedangkan
BAB 4 ERLlPSl GLlNLlNG API
Gambar 4.12 Diagram pernbentukan kaldera Danau Kawah,
Oregon, Arnerika Serikat. (a)
penarnpakan sebelurn rneletus;
(b) pada tahap awal letusan
rnernbentuk letusan vertikal
TipeVulkano dan aliran piroklastika kecil dari kawah pusat; (c)
kejadian pada puncak letusan
(paroksisrna), aliran piroklastika
besar keluar dari kawah pusat
dan kawah samping dan bagian puncak gunung api rnulai
turun ke bawah atau ambles
secara bertahap; (d) kenampakan setelah letusan; (e) keadaan
pada saat ini dengan beberapa
titik erupsi baru di dasar kaldera
yang sebagian tertutupair (Macdonald, 1972).
suatu gunung api, erupsi gunung api dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa tipe, antara lain: Tipe Hawaii (Hawaian Type),Tipe
Stromboli (Strombolian Type), Tipe Vulkano (Vulcanian Type), Tipe Plini (Plinian
Type), dan Tipe Ultra-Plini (Ultra-Plinian
Type; Gambar 4.14). Erupsi Tipe Hawaii
merupakan erupsi paling lemah, yang did-
ominasi oleh erupsi lelehan dan sangat khas
terjadi pada gunung api di Hawaii, misalnya
Gunung Maona Loa dan Gunung Kilauea.
Di bawah ini diuraikan ciri-ciri untuk
setiap tipe erupsi berdasarkan kompilasi
dari berbagai sumber (misal: Macdonald,
1972; Fisher dan Schmincke, 1984; Cas dan
Wright, 1987). Erupsi tipe Hawai ini dapat
55
BAB 4 ERUPSI GUNUNG API
penunggu gunung api yang dipercayai
oleh penduduk asli Hawaii. Apabila
gunung api itu meletus maka dianggap
Dewi Pelee sedang marah dan menangis,
rnengeluarkan air mata sambil menggaruk-garuk kepala sehingga sebagian
rambutnya rontok. Gelas 'air mata' Pelee
itu sebenarnya merupakan bahan letusan
gunung api berbentuk seperti tetesan airmata, bertekstur dan tersusun oleh gelas
gunung api; sedangkan 'rambut' Pelee
adalah bahan lontaran berbentuk serabut
yang juga bertekstur dan tersusun oleh
gelas gunung api.
- Letusan T i p e Stromboli mempunyai
sebaran bahan lontaran lebih luas, karena
letusannya lebih kuat dan kolom erupsinya lebih tinggi.
Bahan lontaran berbutir halus - sedang
(abu - lapili) sebagai hasil letusan Tipe
Stromboli lebih banyak daripada yang
-
dihasilkan oleh erupsi Tipe Hawaii.
Erupsi Tipe Vulkano (Garnbar 4.4) juga
sangat khas terjadi di G u n u n g Vulcano
Itali yang ditunjukkan oleh letusan berskala menengah (VEI = 2-4, rata-rata 3),
menyemburkan abu gunung api berwarna
abu-abu gelap sampai hitarn, mernpunyai
periode letusan pendek dengan kolom erupsi
mencapai ketinggian 3 - 15 krn. Fisher dan
Schmincke (1984) menyamakan letusanTipe
Vulkano dengan letusan freatik dan freatomagmatis. Erupsi Tipe Vulkano ini hampir
sebanding dengan erupsiTipe Sub-Plini dan
Tipe Surtsey, namun agak berbeda di dalam
tinggi kolorn asap dan derajat letusannya.
Endapan erupsi letusan Tipe Vulkano membentuk perlapisan bagus, pernilahan buruk,
dan kaya lubang bekas keluarnya gas gunung
api. Fragmen umumnya nonvesikuler sampai
vesikuler buruk, tekstur gelas, bentuk mer-
Tabel 4.1 Ciri-ciri LetusanTipe Vulkano atau Letusan Hidroklastika (Fisher dan Schmincke, 1984)
NO.
CIRI-CIRI
PROSES ERUPSI DAN TRANSPORTASI
Umumnya berkomposisi basal
Kandungan volatil rendah, temperatur tinggi,
viskositas rendah.
Fragmen agak vesikuler, ada sideromelan, bom
berbentuk kerak roti - kubis.
Pendinginan sangat cepat, granulasi terjadi pads
kontak magma-air, degassing minor, letusan uap.
Ukuran butir kecil, kadang-kadang mengandung klastika besar dan ~ e c a h a nbom
Fragmentasi akibat tekanan dan panas sehingga
tidak ada pemisahan dengan butiran halus di dalam
kolom erupsi, energi tinggi karena banyak uap air.
Pemilahan buruk
Banyak mengandung air (uap air).
Struktur sedimen berkembang baik, seperti
tuf vesikuler, perlapisan baik, mzrdcrach, lapili
tumbuhan
Banyak mengandung air (uap air)
Banyak mengandung klastika litik
Letusan melontarkan batuan samping.
Dijumpai endapan seruakan dasar (base surge)
Mencirikan transportasi horizontal.
Tidak ada altersi hidrotermal, endapan sinter
dan pengelasan
Mencirikan temperatur rendah
Berasosiasi dengan endapan letusan tipe
Stromboli
Terjadi fluktuasi suplai air dari luar atau penutupan
dinding pipa konduit.
56
uncing. Lapili tumbuhan dan bom gunung
api berbentuk kerak roti (bread-crust) sampai
dengan bentuk kubis/kol (caulijower-shaped)
juga sering ditemukan (Tabel 4.1).
Penamaan Erupsi Tipe Plini berasal dari
nama seseorang bernama Pliny the Younger
yang memerikan letusan sangat terkenal
Gunung Vesuvius pada tahun 779 Masehi
yang berlangsung selama tiga hari secara
terus-menerus (Macdonald, 1972). Letusan
gunung api itu menyebabkan dua kota, yaitu
Pompeii dan Herculanum terkubur atau
tertimbun oleh bahan letusan yang kaya akan
batuapung dan mempunyai ketebalan sampai
beberapa meter. Letusan gunung api yang
lebih kuat disebut erupsi Tipe Ultra-Plini
atau Pbreatoplinian karena merupakan proses interaksi yang sangat cepat antara bodi
magma dengan tubuh air dalam volume yang
sangat besar sehingga menghasilkan tekanan
gas yang sangat tinggi. Letusan Tipe Plini
dicirikan oleh hal-ha1 sebagai berikut.
a. Endapan abu dan batuapung tersebar
luas sebagai hasil letusan sangat kuat
dengan kolom erupsi tinggi dan banyak
mengandung gas bertekanan tinggi.
b. Erupsi berlangsung beberapa jam - lk. 4
hari secara terus-menerus.
c. Volume endapan bahan letusan bervariasi
dari sekitar 1 - 3.000 km3.
d. Umumnya berasosiasi dengan letusan
pembentukan kaldera gunung api yang
mempunyai diameter sampai dengan 20
km, diperkirakan sama dengan diameter
dapur magma di bawahnya.
Selain tipe-tipe erupsi gunung api tersebut di atas, masih ada tipe erupsi lain sesuai
dengan perilaku khas suatu gunung api.Tipe
khas itu adalahTipe Merapi,Tipe Pelee,Tipe
St. Vincent, dan Tipe St. Helens (Gambar
4.17). Erupsi Tipe Merapi diawali dengan
erupsi lelehan membentuk kubah lava di
puncak gunung. Karena kedudukannya pada
bidang miring sehingga tidak stabil dan
GEOLOGI G~INUNGAPI PURBA
kemudian longsor membentuk awan panas
atau aliran piroklastika guguran kubah lava.
Erupsi Tipe Pelee diawali dengan pembentukan sumbat lava yang sangat kuat di dalam
kawah. Letusan berikutnya yang bertekanan
gas sangat tinggi hanya mampu menerobos di
samping sumbat lava sehingga terjadi letusan
terarah (directed blast), menghasilkan aliran
piroklastika ke satu arah yang disebut glowing avalancbe dan glowing cloud (Macdonald,
1972). Hal serupa pernah terjadi di Gunung
Galunggung, Jawa Barat pada 8 Oktober
1822 (van Es, 1924). ErupsiTipe St.Vincent
(gunung apinya sering disebut Montserrat's
Soufriere Hills Volcano) adalah erupsi letusan dengan ciri kolom erupsi runtuh yang
kemudian membentuk aliran piroklastika ke
berbagai arah (Gambar 4.18). Gunung Pelee
dan St. Vincent terletak di Kepulauan India
Barat (West Indies). Erupsi Tipe St. Helens,
yang sudah disinggung pada Bab 3, adalah
letusan gunung api yang disertai dengan
longsornya sebagian tubuh kerucut komposit
ke satu arah. Bersamaan dengan longsoran
besar itu berbagai macam bahan piroklastika
(aliran, seruakan, dan jatuhan) juga menyembur dari lubang kawah atau kaldera.
4.7 lndeks Letusan GunungApi
Newhall dan Self(1982) mengajukan cara
menilai besarnya letusan gunung api dengan
istilah Indeks Letusan Gunung Api (Yolcanic
Explosivity Index = VEI) yang diberi nilai
mulai dari 0 (nol) sampai dengan 8 (Tabel
4.2). VEI bernilai 0 artinya erupsi gunung
api secara lelehan (non explosive/effusive
eruptions). Apabila VEI bernilai 1 berarti
tingkatan letusan lemah, VEI bernilai 2 tingkat letusan menengah, VEI bernilai 3 tingkat
letusan menengah-besar, dan VEI bernilai 4
tingkat letusan besar. Jika VEI bernilai 2 5,
maka letusan gunung apinya dikelompokkan
sangat besar. Semakin besar tingkat letusan
gunung api maka volume bahan lontaran
59
BAB 4 ERUPSI GUNUNG API
-
I
I
I
I
I
I
I
I
t
1
I
I
I
1
1
I
I
I
I
I
(Higlrly Explosive)
VEI 6
50
Yo
0
.,
VEI 5
50
'70
0
VEI 4
I
.se q*%
k3
3
-&
Q
QJ
.6
"
VEI 2
50
Yo
O
so 1
'7'
0
50
Yo
0
VEI 1
I
VEI 0
I
Interval Between Eruptions (Years)
Gambar 4.20 Hubungan antara tingkat letusan dengan masa istirahat gunung api (Simkin, 1993). Semakin besar
nilai indeks letusan gunung api (VEI) pada umumnya masa istirahatnya juga berlangsung lama.
waktu istirahat umumnya berlangsung antara
1 - 10 tahun, sedangkan VEI 3 - 4, adalah
masa tenang yang sebagian besar bervariasi
antara 1 - 100 tahun. Pada letusan sangat
besar, VEI 5 - 6, periode istirahat berlangsung
sangat panjang, yaitu lebih dari 100 tahun.
Kenyataan ini diyakini ada hubungannya
dengan akumulasi dan tekanan gas gunung
api. Apabila sering terjadi erupsi atau letusan,
maka hal itu tidak memungkinkan
terjadinya
akumulasi gas yang bertekanan besar. Sebaliknya, jika gunung apinya sedang mengalami
istirahat sangat panjang, maka magma di
bawah gunung api tetap aktif dan mengalami
diferensiasi lanjut, menghasilkan gas gunung
api yang semakin lama semakin terakumulasi
dalam jumlah besar dan tekanan sangat kuat
sehingga pada akhirnya akan dapat mengakibatkan letusan yang sangat dahsyat.
4.8 Ringkasan
Erupsi gunung api adalah proses keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan.
Magma yang tidak sampai ke permukaan
membentuk tubuh batuan beku intrusi
dangkal. Dipandang dari bahan padat yang
dikeluarkan ke permukaan bumi maka ada
erupsi magmatis, erupsi freatik, dan erupsi
freatomagmatis; ditinjau dari sifat kegiatan
berupa erupsi letusan dan erupsi lelehan;
sedang berdasar lokasinya ada erupsi pusat,
erupsi lereng (terminal atau lateral), dan
erupsi eksentris. Erupsi letusan disebabkan
oleh adanya gas gunung api yang bertekanan
tinggi. Akumulasi gas magma dihasilkan oleh
proses diferensiasi, atau percampuran magma
basa dengan magma asam. Dalam beberapa
hal magma menengah - asam hanya keluar
secara meleleh karena adanya proses kebocor-
611
an gas (degassing).D i dalam erupsi secaravertikal, besarnya letusan gunung api ditentukan
dengan Nilai Indeks Letusan Gunung api
(VEI), mulai dari 0 - 8, dan erupsinya secara
si
berturut-turut diberi nama d a r f ~ r i ~Tipe
Hawaii,Tipe Stromboli,Tipe Vulkano,Tipe
Plini, dan Tipe Ultra-Plini. Semakin panjang
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
masa istirahat suatu gunung api, rnaka letusan
mendatang akan mempunyai nilai VEI lebih
tinggi. Hal itu berhubungan dengan proses
diferensiasi magma dari komposisi basa ke
menengah - asak dan akumulasi gas gunung
api yang semakin lama semakin banyak serta
bertekanan sangat tinggi.
BAB 5
IATUAN GUNUNG API
Secara umum, dalam pendeskripsian
dan penamaan batuan, ahli geologi sudah
membekali diri dengan ilmu petrologi dan
petrografi yang didukung pula oleh mineralogi dan geokimia. Untuk pendeskripsian
dan penamaan batuan gunung api, penguasaan ilmu pengetahuan itu perlu ditambah
dengan dasar-dasar ilmu gunung api atau
vulkanologi. Dalam arti luas petrologi adalah
ilmu yang mempelajari batuan, dimulai dari
pengamatan secara mata telanjang, pemeriksaan di bawah mikroskop, analisis geokimia,
dan bahkan sampai dengan radio isotop.
Pengpnaan kata 'batuan' di sini diartikan secara luas, yaitu bahan bentukan alam
(gunung api), mulai dari bahan lepas (loose
material) sampai dengan yang sudah membatu (lithjfied material). Lebih lanjut, batuan
gunung api yang dibahas juga terbatas pada
yang segar, dalam arti tidak dalam keadaan
sudah lapuk, teroksidasi lanjut, termalihkan
(termetamorfose), ataupun terubah (teralterasi) secara hidrotermal.
Batuan gunung api tersebar melimpah di
Indonesia, baik sebagai produk vulkanisme
masa lalu maupun hasil kegiatan gunung api
masa kini. Namun demikian pembelajaran
terhadap asal-usul batuan gunung api selama
ini masih sangat sedikit. Sebagian batuan
dipelajari di dalam lingkup petrologi batuan
beku, sebagai kelompok batuan beku luar, dan
hanya sebagian kecil saja disinggung di dalam
pembelajaran batuan sedimen.
Uraian di dalam Bab 5 ini dimulai dari
dasar-dasar penamaan batuan dan pengertian batuan gunung api, dilanjutkan dengan
penamaan secara pemerian dan genesis. Secara lebih rinci dibahas pula batuan klastika
gunung api. Pada akhirbahasan diutarakan
mengenai permasalahan penamaan tuf dan
breksi gunung api.
5.1 Dasar-dasar Penarnaan Batuan
Sebelum memberi nama terhadap suatu
batuan maka pada tahap pertama dan utama
harus dilakukan pemerian. Nama batuan
yang hanya didasarkan pada pemerian terhadap batuadobjek sebagaimana adanya
(objective descriptions) disebut penamaan
secara deskriptif (descriptive ierms).Jika data
deskriptif tersebut digunakan untuk menganalisis asal-usul kejadian batuan (genesis)
dan hasil analisis itu digunakan sebagai dasar
untuk memberikan nama batuan, maka ha1
ini disebut penamaan secara genesis (genetic
names). Apabila penamaan secara deskriptif
disatukan dengan penamaan secara genesis
maka ha1 itu disebut penamaan secara kom-
62
binasi deskriptif dan genesis.
Dalam melakukan pemerian dan
penamaan batuan juga diperhatikan metode
pendekatan yang secara garis besar dibagi
menjadi tiga, yaitu pendekatan secara mata
telanjang (megaskopis), pendekatan secara
mikroskopis, dan pendekatan secara kimia.
Pendekatan secara mata telanjang dilakukan di lapangan atau terhadap percontoh
setangan (band specimen). Baik pemerian
maupun penamaan secara megaskopis masih
bersifat pendahuluan yang selanjutnya perlu
dimantapkan dengan pengamatan secara
lliikroskopis dan atau analisis kimia. Pada
umumnya, pemerian percontoh setangan hanya mampu memberi nama secara deskriptif,
tetapi pemerian berdasar penampakan lapangan sangat mendukung untuk memberikan nama secara genesis. Selain warna dan
komposisi mineralogi, pemerian di bawah
mikroskop juga memperhatikan penampakan
tekstur dan struktur yang ada. Penamaan
batuan berdasar pemerian optik mineralogis ini mempunyai kelemahan bila mineral
pembentuknya tidak berupa kristal, tetapi
sebagian besar tersusun oleh gelas gunung
api. Pada batuan yang banyak mengandung
gelas gunung api, penamaan berdasar komposisi mineralogi kristal tidak cukup mewakili
seluruh batuan yang dideskripsi. Guna mengantisipasi kelemahan pada penamaan secara
mikroskopis tersebut diperlukan pendekatan
ketiga, yaitu berdasarkan kepada komposisi
kimia. Dalam ha1 ini tekanannya pada komposisi kimia yang bersifat lebih kuantitatif
dibanding metode pendekatan megaskopis
dan mikroskopis. Untuk kelengkapan penelitian geologi pada umumnya dan pemerian
serta penamaan batuan gunung api secara
khusus, ketiga pendekatan tersebut sebaiknya
dilakukan secara bersama-sama.
Dalam penamaan batuan secara deskriptif, sebagai parameter umum pemerian adalah
warna, tekstur, struktur, dan komposisi.Teks-
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
tur mencakup antara lain bentuk dan ukuran
butidkristal, hubungan antar butir/kristal,
pemilahan dll. Dalam kaitannya dengan
batuan gunung api, struktur yang terbentuk
lebih mencerminkan proses pendinginan
magma secara cepat menjadi batuan beku
dan proses pengendapan. Komposisi dapat
secara mineralogi atau kimia. Secara mineralogi, komposisi batuan dapat tersusun oleh
mineral/kristal, fosil, fragmen batuan, dan
matriks atau masa dasar. Untuk memberikan
nama batuan secara deskriptif dapat hanya
menggunakan salah satu parameter deskriptif
atau kombinasi di antara beberaua
DaramI
I
eter; biasanya dipilih yang paling mudah
dikenali. Penamaan batuan hanya berdasar
satu parameter (komposisi) misalnya, batuan gunung api yang mengandung lebih
dari 50% mineral karbonat (kalsit, dolornit,
Fe-karbonat, Na-Ca-K karbonat) dinamakan
karbonatit (carbonatite; Streckeisen, 1980).
Penamaan batuan berdasarkan beberapa
parameter contohnya, batuan gunung api
benvarna abu-abu, bertekstur hipokristalin
porfiri, berstruktur berlubang,
- serta berkomposisi fenokris felspar-plagioklas, piroksen
dan masadasar gelas gunung api dinamakan
andesit. Nama tambahan dapat disebutkan
bila ada parameter yang paling menonjol,
misalnya yang menonjol fenokris piroksen,
sebarannya merata dan kelimpahannya mencapai lebih dari lo%, maka batuan tersebut
dapat dinamakan andesit piroksen. Apabila
yang menonjol adalah kenampakan tekstur
porfiri dapat dinamakan andesit porfiri.
Jika yang menonjol kenampakan struktur,
misalnya struktur masif, maka dinamakan
andesit masif. Ahli geologi dapat melatih
diri dan berdiskusi dalam rangka menguasai
penamaan batuan secara deskriptif tersebut.
Dalam kaitannya dengan batuan teralterasi, McPhie dkk. (1993) memberikan nama
batuan berdasarkan grain size, components,
litbofacies term dan alteration. Grain size atau
BAB 5 BATUAN GLINUNG API
63
ukuran butir merupakan bagian dari teks- api yang lebih tua dalam rangka memberi
Metode ini
tur, components sepadan dengan komposisi, nama batuan secara genesis.
lithofaciesterm digunakan untuk struktur, dan sebenarnya merupakan penerapan salah satu
alteration adalah kenampakan ubahan yang prinsip geologi, yakni thepresent is the key to
terjadi di dalam batuan itu. Sebagai contoh thepast. Berhubung proses erupsi gunung api,
crystal-rich chloritic bedded tuf
proses pembekuan, dan proses pengendapan
Penamaan batuan secara genesis mem- bahan erupsi hampir selalu dapat diamati;
punyai parameter andisis terhadap sumbed serta pengetahuan itu sangat bermanfaat bagi
asal batuan, proses pembentukan batuan, kepentingan sosial masyarakat, maka dalam
umur batuan, dan lingkungan pengendapan menamakan endapadbatuan gunung api para
batuan. Untuk batuan gunung api masa kini ahli gunung api lebih menitik-beratkan pada
atau setidak-tidaknya berumur Kuarter, penamaan secara genesis daripada penamaan
masalah sumber sudah sangat jelas sehingga secara deskriptif Sebagai
contoh nama-nama
biasanya tidak dipersoalkan lagi, misalnya aliran lava, awan panas, dan lahar.
Penentuan umur batuan dapat didasarbatuan gunung api di daerah Kaliurang dan
Pakem, Kabupaten Sleman bersumber dari kan pada pendekatan secara stratigrafis,
kawah Gunung Merapi di sebelah utaranya. paleontologis (bila mengandung fosil), dan
Namun untuk batuan gunung api yang lebih atau metode radiometri. Pendekatan secara
tua, misalnya berumur Tersier di Pegunungan stratigrafis di lapangan bersifat relatif, miSelatan, Kabupaten Gunungkidul, masalah salnya lebih muda daripada batuan yang di
sumber masih memerlukan penelitian secara bawahnya dan lebih tua daripada batuan yang
cermat. Proses pembentukan batuan gunung di atasnya. Pendekatan paleontologi selain
api, atau secara umum proses vulkanisme, bersifat relatifjuga mempunyai kisaran waktu
dapat diamati pada gunung api aktif masa yang panjang untuk ukuran kegiatan vulkini atau yang pernah meletus dalam sejarah. kanisme. Penentuan umur secara radiometri
Berdasar data geofisika dan geokimia, perge- mampu mendapatkan nilai umur dalam benrakan magma dari dalam bumi ke permukaan tuk angka sekalipun ketepatannya masih mesecara real time dapat diamati. Secara mata merlukan improvisasi secara berkelanjutan.
kepala sendiri (visual observation) bentuk Analisis umur dengan pendekatan radiometri
dan kegiatan magma pada saat keluar ke antara lain dengan metode Kalium-Argon
permukaan bumi yang dikenal sebagai erupsi (40K- 40Ar),Argon-Argon (40Ar/39Ar),
Jejak
gunung api dapat dilihat. Demikian pula Belah, Carbon-14, Uranium-lhorium (Usetelah bahan padat hasil erupsi gunung api Th), dan Uranium-Lead (U-Pb). Sejauh ini
tersebut membeku atau mengendap, dapat penamaan batuan gunung api berdasarkan
didekati dan dideskripsi secara terperinci. umur dan lingkungan pengendapan masih
Dengan demikian, dari kegiatan gunung bersifat umum, misalnya batuan gunung api
api aktif masa kini pertama-tama dapat Paleogen dan batuan gunung api darat, sediketahui genesisnya yang meliputi sumber, hingga analisis genesis lebih dititikberatkan
proses, waktu kejadian, lingkungan asal, dan pada proses dan kemudian sumber. Dalam
lingkungan pengendapan; kemudian dilaku- penamaan batuan gunung api yang secara
kan deskripsi terhadap batuan yang terben- genesis kejadiannya tidak tercatat dalam
tuk secara terperinci. Data deskripsi secara sejarah atau yang berumur lebih tua, maka
terperinci itulah yang digunakan sebagai analisis proses dan sumber merupakan hal
dasar untuk menganalisis batuan gunung yang paling tidak mudah.
64
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Penarnaan batuan gunung api secara kom- karena di Indonesia hampir seluruh vulcano
binasi deskriptif dan genesis bukan masalah berbentuk kerucut atau gunung maka (secara
yang berarti bila sudah diketahui nama secara salah kaprah) orang menyebutnya sebagai
deskriptif dan genesis. Sebagai contoh,jika se- gunung api atau gunung berapi. Perihal
cara deskriptifbernama andesit, secara genesis yang sering menjadi perdebatan adalah bila
bersumber-dari Gunung Api ~ e r a ~ i , ~ r o s lubang
itu hanya mengeluarkan gas, apakah
es
dan bentuk erupsinya berupa kubah lava, maka juga disebut gunung api. Berdasarkan definama kombinasinya dapat disebut Kubah lava nisi tersebut di atas (ada kata 'atau' di antara
andesit Gunung Merapi. Secara geologi, pada batuan pijar dan gas) maka jawabannya
batuan gunung api tua yang sumbernya belum adalah iya, asal gas itu benar-benar berasal
diketahui secara pasti, maka penamaannya dari magma (magmaticgases) di dalam bumi.
dapat menggunakan nama geografi atau tem- Untuk membuktikan bahwa gas
- itu berasal
pat batuan itu tersingkap sangat baik, misalnya dari magma atau bukan (non magmaticgases)
,&ran lava bantal basal piroksen Watuadeg. diperlukan penelitian yang tidak sederhana.
Ini mengandung arti proses erupsinya secara
Batuan gunung api adalah batuan yang
mengalir (berupa aliran lava), berbentuW terbentuk sebagai hasil aktivitas gunung
berstruktur bantal (sekaligus mencerminkan api, baik langsung maupun tidak langsung.
kejadiannya di dalam air), berkomposisi basal Aktivitas gunung api diartikan sebagai proses
piroksen, dan tersingkap sangat baik di Dusun erupsi atau keluarnya magma dari dalam
Watuadeg.
bumi ke permukaan, melalui lubang kawah/
kaldera dalam berbagai bentuk dan kegiatan5.2 Pengertian Batuan Gunung Api
nya. Pengertian langsung di sini dimaksudkan
Gunung api (volcano, vulcano, vulkaan) bahwa bahan erupsi gunung api itu setelah
adalah tempat atau lubang tempat batuan mendingidmengendap kemudian membatu
pijar dan atau gas, biasanya kedua-duanya, di tempat itu juga (in situ). Sementara pekeluar ke permukaan bumi, dan bahan padat ngertian tidak langsung menunjukkan bahwa
yang terakumulasi di sekeliling lubang mem- endapanlbatuan gunung api tersebut sudah
bentuk bukit atau gunung (volcano is both the mengalami perombakan atau deformasi, baik
place or openingfrom which molten rock orgas, oleh aktivitas vulkanisme yang lebih baru,
andgenerally both, issuesfrom the earth? interior proses-proses sedimentasi ulang, maupun
onto the surface, and the hill or mountain built aktivitas tektonika.
up around the opening by accumulation of the
Berdasarkan aktivitas gunung api itu
rock material, Macdonald, 1972). Batuan pijar dapat dipahami bahwa:
(dan gas) di sini adalah magma, sedangkan - pada perjalanannya ke permukaan bumi
lubang tempat keluarnya magma itu disebut
magma dapat benar-benar keluar, atau
kawah (0 < 2 km) atau kaldera gunung api
sebagian keluar dan sebagian membeku
demikian,
titik
berat
(0 2 2 km). Dengan
di dekat permukaan atau seluruhnya
pengertian gunung api adalah pada adanya
membeku di dekat permukaan.
lubang dan keluarnya magma (dalam bahasa - pada perjalanannya ke permukaan, magBelanda disebut vulkaan, dalam bahasa Itali
ma membeku sangat cepat sehingga sedinamakan vukano), sedangkan bentuk benbagian atau seluruhnya membentuk gelas
tang alam berupa bukit atau gunung bukan
gunung api (volcanic glass). Pembekuan
merupakan keharusan, karena banyak vulcano
sangat cepat itu terjadi karena magma
yang tidak membentuk gunung. Namun
yang bertemperatur antara 900 - 1.200"
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
C secara cepat keluar ke permukaan bumi
yang mempunyai temperatur di bawah 30"
C. Bahkan di dasar laut dalam atau daerah
tertutup es temperatur bisa di bawah 0"
C. Gelas gunung api ini sebenarnya adalah mineral yang tidak berbentuk kristal
(amorfJ,berasal dari magma, dan merupakan bahan silikat. Pengertian bahan silikat
ini adalah mineral yang mengandung
unsur silika atau oksida SiO,. D i dalam
bahan silikat masih ada unsur atau oksida
lain, seperti aluminium (A1,0,), magnesium (MgO), besi (FeO dan Fe,O,),
kalsium (CaO), titanium (TiO,), mangan
(MnO), natrium (Na,O), kdium (K,O),
dan lain-lain. Hal ini agak sedikit berbeda
dengan pengertian mineral silika yang
hanya tersusun oleh unsur Si atau oksida
SiO,, seperti kuarsa dan opallchert.
- mineral yang mengkristal pada umumnya
mempunyai tekstur pendinginan sangat
cepat (quenching/supercooling textures)
karena pertumbuhannya sangat terganggu
oleh proses pendinginan. Hal ini dicirikan
antara lain oleh struktur zoning,jbrous
structures, skeletalcrystals, embayment, corrosion, bandedmicrocystalline, rekahan pada
kristal, dan di dalam kristal mengandung
inklusi gelas gunung api.
- di bagian luar tubuh batuan gunung api
biasanya terdapat lubang bekas keluarnya
gas gunung api (vesicular structures) dan
~ e r e k a h a nyang terjadi selama proses
pergerakan ke permukaan dan pendinginan sangat cepat (super cooling fractures).
Pada kondisi tertentu struktur lubang gas
dapat terbentuk di bagian tengah tubuh
batuan beku terobosan dangkal.
- magma yang membeku di dekat permukaan (high level intrusives) atau sudah keluar ke permukaan secara meleleh (efisive
eruptions) membentuk lava koheren, dan
~ a d akhirnya
a
menjadi batuan beku yang
pada umumnya masif Sebaliknya,magma
65
yang keluar ke permukaan secara meletus
(explosive eruptions) menghasilkall batuan
beku terfragmentasi yang disebut pyroclasts, berasal dari kata pyro artinya api
dan clast berarti butiran, fragmen, atau
kepingan. Jadi pyroclast adalah butiran
batuan pijar yang dilontarkan keluar
(ejectedmattrial) dari lubang kawah pada
saat terjadi letusan gunung api. Pyroclasts
atau istilah lain ejecta ini mempunyai
berbagai ukuran, mulai dari berbutir halus
(abuldebu gunung api, 5 2 mm), berbutir
sedang (lapili, 0 : 2 - 64 mm) sampai
dengan berbutir kasar (bloWbom gunung
api, 0 > 64 rnm). Batuan itu secara khusus
disebut batuan piroklastika dan secara
umum membentuk batuan gunung api
bertekstur klastika (volcaniclastic rocks).
Dengan
- dernikian secara deskriptif batuan gunung api mempunyai ciri-ciri khas di
dalam tekstur dan komposisi, sebagai berikut:
1. Tekstur hipokristalin porfir, vitrofir atau
gelas, baik di dalam lava koheren maupun
sebagai komponen bahan klastika.
2. Komposisi selalu mengandung gelas
gunung api; kristal yang terbentuk pada
umumnya menunjukkan tekstur dan
struktur pendinginan magma sangat
cepat; komponen fragmen batuan kebanyakan terdiri atas fragmen batuan beku
(luar), seperti basal, andesit, dasit, atau
riolit. Namun, tidak menutup kemungkinan terdapat fragmen batuan gunung
api yang lebih tuahatuan samping, serta
batuan dasar non gunung api yang ikut
terlontar keluar sebagai bahan tambahan/
aksesori (accessory material) dan bahan
asing- (accidentalmaterial).
Warna batuan gunung api sangat beragam, tergantung pada komposisi kimia dan
mineral penyusunnya. Batuan berwarna gelap
pada umumnya berkomposisi basa, abu-abu
untuk berkomposisi menengah, dan warna
terang untuk batuan berkomposisi asam.
66
Khusus obsidian, sekalipun berkomposisi
asam warnanya juga hitam.
Mengenai struktur batuan gunung api,
untuk lava koheren dan fragmen batuan
mengikuti hukum-hukum yang berlaku di
dalam batuan beku, seperti halnya struktur
masif, berlubanglberongga (vesicles), segregasi, konsentris, aliran, dan rekahan radier
yang mencerminkan proses pendinginan dan
pergerakan magma. Pembentukan struktur
di dalam endapadbatuan bertekstur klastika
(misalnya piroklastika dan epiklastika) lebih
mengikuti hukum batuan sedimen (proses
pengendapan), misalnya struktur perlapisan/
laminasi, silang-siur, perlapisan pilihan,
melensa, membaji, dunes, antidunes, dan
lain-lain. Penjelasan tersebut mensiratkan
agar batuan gunung api sebaiknya tidak dipaksakan untukmasukjenis batuan beku atau
batuan sedimen, tetapi lebih baik dipandang
sebagai kelompok tersendiri yang berada di
daerah transisi antara kedua jenis batuan
utama tersebut. Hal itu sejalan dengan proses vulkanisme, yang berada di antara proses
magmatisme, yang lebih banyak membahas
batuan beku intrusi dalam (pluton), dengan
proses pengendapan yang titik beratnya
mempelajari batuan sedimen.
GEOLOGIG~INUNGAPI PURBA
ran asal kegiatan gunung api.
5.3.1 Lava Koheren
Dalam melakukan pemerian dan
penamaan secara deskriptif terhadap lava
koheren kita mengacu pada dasar-dasar petrologi batuan beku (luar). Parameter pokok
deskriptif adalah warna, tekstur, struktur,
dan komposisi. Klasifikasi penamaan batuan, baik secara megaskopis maupun secara
mikroskopis didasarkan pada klasifikasi yang
telah dibuat oleh banyak ahli dan dipublikasikan dalam berbagai literatur petrologi
batuan beku luar (misal Williams dkk., 1953;
Streckeisen, 1980).Hanya perlu diingat bahwa dalam lingkup vulkanologi, nama batuan
gunung api ini tidak terbatas untuk batuan
beku luar saja, tetapi dapat diterapkan pada
batuan beku intrusi dangkal, dan dalam beberapa hal untuk batuan klastika gunung api.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
batuan beku luar adalah merupakan bagian
dari lava koheren batuan gunung api.
Warna lava koheren sangat terpengaruh
oleh komposisi batuan gunung api itu,
sedangkan tekstur dan struktur, mulai dari
yang berkomposisi basa sampai dengan yang
berkomposisi asam sangat dipengaruhi oleh
proses pendinginan magma pembentuknya
5.3 Penamaan Batuan Gunung Api seperti yang telah disampaikan di atas. Sebagaimana halnya warna batuan gunung api
Secara Pemerian
pada
umumnya, maka warna lava koheren
Telah disinggung di atas bahwa secara
juga
sangat
beragam terpengaruh oleh komproses vulkanisme dan sekaligus secara
fisik batuan gunung api dibagi menjadi dua posisi kimia dan mineral penyusunnya, mulai
kelompok besar, yaitu lava koheren (coherent dari warna gelap umumnya untuk batuan
lavas) dan batuan klastika gunung api (volca- berkomposisi basa, abu-abu untuk batuan
niclastic rocks). Lava koheren pada hakekatnya berkomposisi menengah, dan warna terang
adalah batuan beku (masif), yaitu magma untuk batuan berkomposisi asam. Batuan
yang membeku di dekat permukaan (batu- gunung api berkomposisi basa tersusun
an beku intrusi dangkal) dan magma yang oleh mineral kaya akan Fe-Mg (olivin dan
membeku di permukaan (batuan beku luar). piroksen) serta plagioklas kaya akan C a
Batuan klastika gunung api adalah seluruh (bitownit dan anortit). D i dalam batuan
batuan gunung api yang mempunyai tekstur gunung api berkomposisi menengah, asoklastika atau yang tersusun oleh bahan buti- siasi mineral penyusunnya adalah piroksen,
67
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
amfibol (horenblende),plagioklas menengah
(andesin dan labradorit) serta sedikit alkali
feldspar dan kuarsa. Selanjutnya, mineral
penyusun batuan gunung api berkomposisi
asam adalah horenblende, biotit, muskovit,
plagioklas asam (albit dan oligoklas), alkali
feldspar, dan kuarsa. Mineral olivin, piroksen,
amfibol, dan biotit dikelompokkan ke dalam
mineral mafik (magnesium-besi), sedangkan
plagioklas, alkali feldspar, dan kuarsa di sebut
kelompok felsik (felspar dan silika).Tabel5.1
memberikan pemerian dan penamaan lava
koheren secara megaskopis.
Berdasarkan komposisi kimia, dalam ha1
ini persentase berat oksida silika (SiO,) lava
koheren dapat diklasifikasikan menjadi basal, andesit basal (basaltic andesite), andesit,
dasit, dan riolit (Tabel 5.2). Berdasarkan
persentase berat SiO, versus K 2 0 (Peccerillo
&Taylor, 1976; Ewart, 1982), batuan tersebut dibagi menjadi batuan toleiit (miskin/
rendah kalium), batuan talc-alkaline (kalium
menengah), dan batuan alkalin (alkali ting-
gi). Untuk gunung api yang berhubungan
dengan zona penunjaman kerak bumi,
batuan toleiit umumnya terdapat di busur
magma bagian depan (dekat dengan zona
penunjaman), batuan cak-alkaline di bagian
tengah, dan batuan alkalin atau shosonit di
bagian belakang. Dalam mengklasifikasikan
n a m a b a t u a n berdasarkan komposisi,
sebagian ahli tidak hanya menggunakan
persentase berat kalium oksida tetapi menggunakan total persentase berat alkali ( N a 2 0
+ K 2 0 ) versus SiO, (Cox dkk., 1981; L e
Bas dkk., 1986). Untuk menamakan batuan
berdasarkan komposisi kimia secara tepat
diperlukan beberapa persyaratan sebelumnya. Pertama batuan yang akan dianalisis
secara kimia harus benar-benar segar, dalam arti tidak lapuk, tidak teroksidasi, dan
tidak teralterasi. Hal itu nantinya terlihat
pada sedikit atau banyaknya bahan habis
dibakar serta bahan volatil yang terkandung, dan jumlah persentase total. Semakin
sedikit persentase bahan habis dibakar (loss
Tabel 5.1 Klasifikasi Nama Lava Koheren secara Deskriptif Megaskopis
NO
NAMA BATUAN
WARNA
TEKSTUR
STRUKTUR
porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk olivin, piroksen, plagioklas
melingkar - elip, skoria
vitrofir, gelas
basa, dan gelas (basa)
1 Basal
Hitam
2 Andesit basal
abu-abu gelap porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk piroksen, plagioklas, dan
agak melingkar - agak
gelas basa-menengah
vitrofir, gelas
menyudut
3 Andesit
abu-abu
4 Dasit
abu-abu terang porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk amfibol, plagioklas dan gelas
vitrofir, gelas
menyudut
menengah ;asam, alkali
felspar, dan kuarsa
5 Riolit
putih - putih
abu-abu
pofiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk piroksen, amfibol (horenvitrofir, gelas
agak menyudut blenda), plagioklas, dan gelas
menyudut
menengah
porfiroafanit, afanit, masif - berlubang bentuk amfibol, biotit, muskovit, plavitrofir, gelas
menyudut - menyudut
gioklas &gelas asam, alkali
sangat runcing
felspar, dan kuarsa
61
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Tabel 5.2 Klasifikasi Penamaan Batuan Koheren Lava
berdasar Persentase Berat SiO,
NAMA BATUAN
dalam batuan alkalin, mineral felspar digantikan oleh mineral felspatoid, misalnya,
leusit, nefelin, dan sodalit.
PERSENTASE BERAT SIO,
Basal
5 52 (45 - 52)
Andesit basal
53 - 57
Andesit
58 - 63
Dasit
64 - 68
Riolit
2 69 (69 - 75)
on ignition) dan bahan volatil dengan jumlah total mendekati 100% ( 4 1,5%) serta
masing-masing persentase oksida utama
secara geologi sudah wajar, maka ha1 itu
menunjukkan percontoh batuan cukup segar
serta hasilnya dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Tabel 5.3). Hasil analisis
kimia tersebut kemudian dinormalisir ke
100% tanpa mengikut-sertakan bahan habis
dibakar dan volatil sebelum dimasukkan ke
dalam klasifikasi (Tabel 5.4 dan 5.5). D i
5.3.2 Batuan Klastika GunungApi
D i bawah ini dicantumkan beberapa
definisi batuan klastika gunung api atau
vokaniclastic rocks.
1. The entire spectrum of clastic materials
composed in part or entire4 of volcanic
fragments, formed by any particle-forming
mechanism (e.g.pyroclastic,epiclastic, autoclastic), transported by any mechanism, deposited in any physiographic environment or
mixed with any non volcanicfragment types
in any proportion (Fisher, 1961; Fisher,
1966; Fisher and Smith, 1991).
2. Allfragmentalvolcanic rocks that resultfrom
any mechanism offragmentation (Pettijohn,
1975; Walker and James, 1992).
3. A clastic rock containing volcanic material
in whateverproportion, and without regard
Tabel 5.3 Komposisi Kimia Oksida Utama Batuan Beku. LO1 =losson ignition (habis dibakar) Fe,O,*
=total oksida besi (FeO + Fe,O,)
OKSIDA
UTAMA
BASAL
MG-TINGGI
MG-RENDAH
100,56
100,49
SiO,
TiO,
A1203
Fe,O,*
MnO
CaO
Total
ANDESIT
BASAL
ANDESIT
6!
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
Tabel 5.4 Kornposisi Kimia Oksida Utama Batuan Beku setelah dinormalisir 100% tanpa Volatil dan LO1
BASAL
OKSIDA
UTAMA
MG TlNGGl
MG RENDAH
BASAL
ANDESIT
DASlT
RlOLlT
SiO,
TiO,
A403
Fe,O,*
MnO
MgO
CaO
Na20
YO
52''
Total
Tabel 5.5 Komposisi Kimia Oksida Utama Obsidian dan Pumis (Batuapung) setelah dinormalisisr 100% tanpa
Volatil dan LO1
OKSIDA
UTAMA
Fe,Oj*
OBSIDIAN
DlENG
OBSIDIAN
TlMOR
OBSIDIAN
JEPANG
PUMICETOBA
PUMlS
KRAKATAU
PUMlS
BATUR
2,53
1,36
0,82
2,86
3,53
5,90
CaO
23,39
1 ,00
1,18
2,46
3,46
3,18
MgO
5,27
0,08
0,08
0,46
1,04
1,08
Na,O
1,65
3,90
3,05
3,52
4,21
5,44
K20
- 0,65
4,'08
3,98
4,28
2,04
2,25
Total
100,OO
100,OO
100,OO
100,OO
100,OO
100,OO
to its origin (Mathisen and McPherson,
1991).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut,
maka dapat dinyatakan bahwa batuan klastika gunung api adalah batuan gunung api
yang bertekstur klastika. Secara deskriptif,
terutama tekstur (bentuk dan ukuran butir),
batuan klastika gunung api dapat berupa
breksi gunung api (volcanic breccias), konglomerat gunung api (volcanic conglomerate),
batupasir gunung api (volcanic sandstones),
batulanau gunung api (volcanicsiltstones),dan
batulempung gunung api (volcanicclaystones).
Perlu ditegaskan di sini bahwa penggunaan
kata 'pasir', 'lanau', dan 'lempung' hanyalah
menunjukkan ukuran butir, tidak secara
7U
langsung mencerminkan sebagai batuan sedimen epiklastika. Nama-nama tersebut dapat
ditambah dengan parameter kemas (fabric),
sortasi (pemilahan), sebagai bagian dari
pemerian tekstur, warna, struktur, dan atau
komposisi tergantung aspek mana yang menonjol dan mudah dikenali. Sebagai contoh,
apabila fragmen di dalam breksi gunung api
mempunyai kemas terbuka dapat dinamakan
breksi gunung api kemas terbuka, kalau fragmennya didominasi oleh andesit dan tidak
berstruktur (masif), batuan itu dapat saja
dinamakan breksi andesit masif.Jika di dalam
batupasir gunung api yang sangat menonjol
adalah struktur berlapis, batuan itu dapat
dinamakan batupasir gunung api berlapis
(bedded volcanic sandstones).
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
atau membeku di dekat permukaan, atau
sebagian membeku di bawah dan sebagian
lagi membeku di permukaan bumi. Magma
yang membeku di dekat permukaan dikenal
sebagai batuan beku intrusi dangkal. Padanan
kata batuan beku intrusi dangkal
ini banyak
sekali, antara lain batuan intrusi subgunung
api, batuan semi gunung api, subvolcanic
intrusions, high level intrusives, shallow intrusions, low level intrusions, dan syn-volcanic
intrusions. Mengenai tingkat kedangkalan
pembekuan magma ini belum ada angka
kedalaman yang pasti, tetapi diperkirakan
tidak lebih dari 1 0 km di bawah kawah/
kaldera gunung api. Sebagai contoh, kedalaman dapur magma dangkal Gunung. Merapi
hanya 1 km di bawah puncak, sedangkan
dapur magma dalam berkisar antara 3 - 4 km
5.4 Penamaan Batuan Gunung Api di bawah puncak. Siebett (1988) menuturkan
bahwa tubuh intrusi di bawah gunung api
Secara Genesis
Telah disampaikan di atas bahwa secara komposit dan berasosiasi dengan lapangan
proses vulkanisme, batuan gunung api diba- panas bumi mempunyai kedalaman 8 - 9
gi menjadi dua kelompok besar, yaitu lava krn.Pembekuan magma di dekat permukaan
koheren dan batuan klastika gunung api. ini dimungkinkan karena pertama, magma
Berdasarkan pengalaman para ahli dalam sudah membeku terlebih dahulu sebelum
mengamati langsung aktivitas gunung api, pergerakannya mencapai ke permukaan bumi.
maka penjelasan disini akan dimulai dari Kedua, tidak semua magma keluar ke perproses dan nama, kemudian diikuti dengan mukaan bumi sewaktu gunung api bererupsi
pemerian ciri-ciri litologinya. Namun da- atau meletus, tetapi juga tidak kembali ke
lam pembelajaran batuan gunung api tua dapurnya jauh di dalam bumi setelah erupsi
yang prosesnya sudah tidak dapat dilihat gunung api berhenti. Sebagian magma itu
langsung, ahli geologi hendaknya memulai tersisa dan membeku di sepanjang perjalanan
dengan melakukan pemerian ciri-ciri litologi dari dapur magma ke permukaan bumi yang
selengkap-lengkapnya, kemudian menginter- dalam hal ini adalah kawaldkaldera gunung
pretasikan proses yang terjadi, dan terakhir api. Kelompok batuan subgunung api ini
memberikan nama batuan gunung api secara antara lain membentuk retas (dikes),sill atau
kubah lava bawah permukaan (cryptodonzes).
genesis.
Magma yang membeku di pipa kepundan
sehingga bagian atasnya menyembul ke per5.4.1 Lava Koheren
Lava koheren dapat terbentuk sebagai mukaan sedang bagian bawahnya berada di
akibat pergerakan magma ke luar ke per- bawah permukaan disebut leher gunung api
mukaan bumi. Dalam pergerakan tersebut, (volcanic necks) atau sumbat lava (lavaplugs).
magma dapat benar-benar keluar ke permu- Pada literatur lama berbahasa Indonesia retas
kaan bumi secara meleleh (efusive eruptions), ini disebut batuan gang dan leher gunung api
81
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
Tabel 5.7 Ciri-ciri Endapan Aliran Piroklastika (Karakter ini sangat bergantung pada besarnya letusan, perubahan
rnekanisrne (style) dari letusan pada suatu erupsi, dan jarak dari sumber). Daftar pemerian di bawah ini umumnya
dapat dipakai sekalipun ada yang muncul hanya pada tipe erupsi tertentu. Disarikan dari Fisher dan Schmincke
(1984), Cas dan Wright (1987), dan pengalarnan penulis
PARAMETER
CIRI-CIRI
Pola distribusi
dan ketebalan
Sebaran menuju ke arah tertentu, kecuali hasil letusan besar pembentukan kaldera letusan yang
sebaran endapan aliran piroklastikanya dapat berbentuk lingkaran berpusat di dalam kaldera
itu. Apabila aliran awan panas melalui tekuk lereng yang berbeda, dari terjal ke lereng yang
lebih landai, serta melewati celah atau lembah sempit, maka sebarannya dapat membentuk
hpas endapan awan panas.
Sebagai &ran gravitasi, endapan sangat dikontrol oleh bentuk bentang dam, sehingga endapan
sangat tebal, mencapai puluhan meter, di dalam lembah atau aliran sungai, dan menipis di
punggungan bukit. Awan panas aliran yang mampu mencapai di atas/lereng bukit disebut
'overbanh pyroclasticcPow'.
S truktur
Sedimen
Endapan tidak membentuk struktur dalam (no internal stl-trctul-eatau strrrctzrreless). Hanya
pada awan panas bersekala kecil kadang-kadang menampakan struktur perlapisan pilihan
secara kasar.
Terdapat stmktur pipa fumarol (funzal-olpipes)sebagai bekas letusan gas pada saat pendinginan,
biasanya berasosiasi dengan endapan belerang.
Tekstur
Sortasi buruk atau tidak terpilah sama sekali sehingga terjadi percampuran antara butiran
kasar (bomhlok), menengah (lapili) dan halus (abu). Dalam banyak hal butiran halus sangat
melimpah sehingga membentuk kemas terbuka. Bentuk blok sangat meruncing - meruncing,
sedang bom gunung api dapat membulat tetapi tekstur permukaannya kasar terdiri dari kaca
(glassy texture).
Di daerah distal atau ujung endapan dapat didominasi oleh endapan berbutir abu masif, atau
dalam beberapa hal hanya tersusun oleh blok gunung api.
Endapan 'over bank pyroclasticJow' berbutir lebih halus daripada endapan awan panas di
dalam lembah sungai.
Butiran atau klastika dapat bertekstur pumis (pumiceous texture), skoria (scoriaceoustexture),
atau masif tetapi bertekstur gelas (misal obsidian).
Komposisi
Komposisi dapat bervariasi dari riolit/felsik/silisik hingga basdmafik.
Komposisi riolit hingga menengah (andesit) lebih tersebar luas dan lebih kaya batuapung dan
blok gunung api daripada komposisi basal karena besarnya kandungan gas dan tingkat letusan.
Komposisi menengah umumnya berasosiasi dengan gunung api komposit. Terjadi tekstur
transisi antara tekstur pumis dengan tekstur skoria, demihan pula terbentuk bersama-sama
antara blok dan bom gunung api jenis kerak roti.
Komposisi mafik berasosiasi dengan kerucut skoria dan aliran lava basal. Banyak dijumpai
berbagai jenis bom gunung api, bom kerak roti, bom tahi sapi, bom buah randu, bom silindris,
bom skoria dan lain-lain.
Mengandung dahan kayu terarangkan (charcoal/cha7-redwood)berasal dari tumbuh-tumbuhan
yang terlanda dan terangkut oleh aliran awan panas.
Di dekat kawah/kaldera endapan sering mengandung batuan tua atau batuan dasar (6asenze7zt
rocks) yang ikut terlontar pada saat letusan, seperti fragmen batuan meta sedimen dan batuan
beku intrusi dalam.
Asosiasi
batuan dan
fasies
D i lereng atas suatu gunung api (proximalarea) endapan awan panas berasosiasi dengan aliran
lava, piroklastika jatuhan dan seruakan.
Di lereng bawah, kaki dan dataran (medial - distalareas) umumnya dijumpai bersama-sama
dengan piroklastika jatuhan, endapan lahar dan endapan hasil pengerjaan kembali lainnya.
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
endapan longsoran mengalami retak-retak
atau perekahan dengan intensitas yang berbeda-beda atau bahkan mengalami pergeseran membentuk sesar geser, sesar naik, dan
sesar turun dalam s k i a kecil. Struktur ini
terjadi pada saat melongsor, tetapi untuk
sesar normal dapat pula terbentuk pada saat
sedang berhenti untuk menuju ke posisi
yang mapan. Kekar dan sesar pada matriks
sering tidak menerus mengenai fragmen atau
membelok di samping fragmen. Kekar dan
rekahan sering masih berpasang-pasangan
membentuk rekahan gergaji Gigsaw cracks
orjigsawfits) atau rekahan mosaik. Bentuk
fragmen hampir selalu meruncing. Orientasi paleomagnet untuk masing-masing
fragmen di dalam satu bongkah endapan
longsoran gunung api hampir seragam,
tetapi deklinasinya berbeda-beda (Mimura,
1985 vide Ui, 1995). Hal ini menunjukkan
material longsoran terpecah-pecah dalam
gerakan paralel dengan permukaan tanah
namun mengalami
tumbukan satu sama
lain pada saat transportasi. Bahan plastis,
seperti perlapisan tuf, biasanya lebih terlipat dan tersesarkan daripada mengalami
pengkekaran dan perekahan seperti pada
batuan keras dan pejal. Sedimen klastika dan
lapisan tanah permukaan dapat terperangkap
di dalam batuan yang lebih keras pada saat
aliran membentuk retas sedimen (sediment
dikes). Kedudukan jurus dan kemiringan
perlapisan batuan di dalam bongkah maupun
matriks endapan longsoran gunung api tidak
menunjukkan keteraturan dan tidak selalu
dapat dikorelasikan.
Bronto dkk., (1998) telah melaporkan
adanya batuan longsoran gunung api di Pegunungan Selatan, Kabupaten Gunungkidul,
dan beberapa gunung api aktif masa kini
di Indonesia (Bronto, 2001), antara lain di
kawasan Gunung Gede, Gunung Guntur,
Gunung Galunggung dan Gunung Ciremai
di Jawa Barat, Gunung Sundoro dan Gunung
!lf
Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Raung
di Jawa Timur.
Batuan epiklastika, adalah batuan gunung
api bertekstur klastika sebagai hasil pengerjaan kembali endapadbatuan gunung api
yang sudah ada sebelumnya. Proses pengerjaan itu dapat mulai dari pelapukan, erosi,
transportasi dan redeposisi, atau mulai dari
erosi dan transportasi jika endapannya masih
lepas-lepas. Pada hakekatnya batuan gunung
api epiklastika yang terbentuk mulai dari
proses pelapukan sudah termasuk batuan
sedimen silisiklastika. Sedangkan pengerjaan kembali yang tidak melalui proses
pelapukan terlebih dahulu biasanya terjadi
pada saat atau segera setelah letusan gunung
api berlangsung. Endapan piroklastika di
lereng gunung api karena masih lepas-lepas, maka pada saat hujan endapan tersebut
langsung tererosi, terangkut dan mengendap
kembali, contohnya endapan lahar. M c Phie dkk. (1993) menyebut jenis endapan
ini dengan nama resedimented syn-eruptive
vokcanickastics. Sekalipun sudah mengalami
pengerjaan ulang namun endapan ini masih berhubungan erat dengan proses erupsi
gunung api yang mendahuluinya dan secara
geologi keduanya terbentuk pada umur yang
bersamaan.
Berdasar tekstur, struktur, komposisi
dan asosiasinya endapan lahar mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut.
1. Umumnya berbutir sedang (pasir) hingga
kasar (kerakal-bongkah)
(Gambar 5.23).
2. Bentuk butir kasar meruncing tanggung
- membulat tanggung.
3. Dari daerah proksi (dekat sumber bahan)
menuju daerah distal (jauh dari sumber)
butiran kasar menghaius dan bentuknya
cenderung
- menumpul/membulat.
4. Sumbu terpanjang bongkah sejajar dengan arah aliran.
5. Pemilahan buruk, kemas terbuka, bongkah mengambang di dalam matriks.
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
a. Berdasar ukuran butir, tuf dapat dibagi
menjadi:
- tuf kasar, berukuran butir pasir (batupasir tuf)
- tuf halus, berukuran butir lanau-lempung (batulanau tuf, batulempung tuf)
- dapat juga disebut batupasir gunung
api, batulanau gunung api atau batulempung gunung api, sesuai dengan
ukuran butir penyusun yang dominan
b. Berdasar komposisi butiran, tuf dibagi
menjadi:
- tuf gelas (vitric tufs)
- tuf kristal (crystall tufs)
- tuf batu (lithic tufs)
- tuf gelas kristd (crystall vitric tufs)
tuf kristal batu (lithic crystall tufs), dll.
c. Berdasar komposisi (kimia) batuan beku,
tuf dibagi menjadi:
- tuf riolit (rhyolitic tufs, SiO, > 68%)
- tuf dasit (dacitic tufs, SiO,: 63-68%)
- tuf andesit (andesitic tuff, SiO,: 5763 %)
- tuf andesit basal (basalticandesite tufs,
SiO,: 53- 57 %)
tuf basal (basaltic tufs, SiO,: 45-53%)
d. Berdasar komposisi dominansi pumis/
batuapung atau skoria
- tuf batuapung (pumiceous tufs)
- tuf skoria (scoriaceous tufs)
fall tufs, ash-fall tufs)
3. tuf seruakan piroklastika (pyroclasticsurge
4. tuf terlaskan (welded tufs), dapat termasuk tuf aliran piroklastika atau tufjatuhan
piroklastika.
Sekunder:
1. tuf turbidit
2. tuf fluviatil, dll.
5.5.3 Permasalahan
Sandy tufs, mempunyai pengertian:
1. tuf pasir, yaitu tuf tersusun oleh abu
gunung api berukuran butir pasir (= tuf
kasar atau batupasir tuf)
2. Tuf pasiran (?),yaitu:
tuf (berkomposisi abu gunung api)
dengan bahan penyusun tambahan
(non gunung api) berukuran butir
pasir
- bahan penyusun tambahan itu hanya
disebutkan ukuran butirnya tetapi
tidak jelas komposisi dan asal sumbernya, yang seharusnya adalah bahan
non gunung api
- rancu dengan tuf sebagai bahan
penyusun utama yang berukuran
butir pasir
- bila ini dipandang secara genetik
sebagai pengendapan abu gunung
api yang tercampur dengan bahan
5.5.2 Pengertian Secara Genesis
non gunung api atau minimal non
piroklastika maka hal itu harus jelas/
Secara genesis (asal-usul) tuf adalah batrinci pemeriannya
uan yang tersusun oleh bahan hasil kegiatanl
letusan gunung api, baik secara langsung
Tur$aceous sandstones, mempunyai pe(primer) maupun tidak langsung (sekunder/ ngertian:
reworked), berbutir halus (0 5 2 mm) yang 1. Batupasir tuf
- batuan gunung api bertekstur ldasdisebut abu atau debu gunung api (volcanic
ash/ dust).
tika, berukuran butir pasir, tersusun
Primer: Tuf piroklastika (hidroklastika,
oleh tuf atau abu gunung api
- sama dengan batupasir gunung api
freatomagmatika), terdiri atas:
1. tuf aliran piroklastika (pyroclastic flow
(volcanic sandstones)
t.8, ash-jow tufs)
2. Batupasir tufan (?)
2. tuf jatuhan piroklastika (pyroclasticfree- batupasir dengan bahan penyusun
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
utama batuan sedimen (non gunung
api) berbutir pasir dan bahan tambahannya adalah tuf (sedikit mengandung- tuf).
- komposisi bahan penyusun utamanya
(yang non gunung api) tidak jelas
- rancu dengan bahan tambahan berupa tuf kasar
bila secara genetik adalah pengendapan bahan non gunung api atau minimal non piroklastika yang tercampur
dengan abu gunung api, maka harus
ditunjukkan secara rinci masing-masing komponen tersebut.
Dalam penamaan sandy tuffs atau tufaceous sandstones para ahli geologi/sedimentologi kadang-kadang hanya mempertimbangkan banyak atau sedikitnya bahan gelas
gunung api, pada ha1 secara petrologi tuf
dapat saja secara dominan tersusun oleh
gelas gunung api (vitric tufs), tetapi juga
dapat oleh kristal (crystaltuffs) atau fragmen
batuan (lithic tuffs). Penamaan sandy tuffs dan
tuffaceous sandstones lebih tepat diberikan
setelah melalui analisis secara mikroskopis/
petrografis, atau bahkan S E M (Scanning
Electron Microscope).
5.6 Penamaan Breksi Gunung Api
5.6.1 Pengertian Secara Deskriptif
Breksi gunung api (volcanic breccias) adalah batuan gunung api bertekstur klastika
tersusun oleh kepingan berbentuk menyudut,
berbutir kasar (0 > 2 mm), biasanya tertanam
di dalam matriks atau massadasar berbutir
halus ( 0 2 mm). Kepingan atau fragmen
tersebut pada umumnya didominasi oleh
batuan gunung api, kristal pembentuk batuan beku dan atau gelas gunung api. Bentuk
kepingan dapat bervariasi mulai dari sangat
menyudut, menyudut sampai dengan agak
menyudut atau menyudut tanggung.
Berdasarkan komposisi utama kepingan
di dalamnya, breksi gunung api dapat dijabarkan menjadi beberapa nama. Sebagai contoh:
1. Breksi andesit, kepingan penyusun utama
berupa batuan beku andesit
2. Breksi batuapung atau breksi pumis,
kepingan penyusun utama berupa batuapung atau pumis
3. Breksi skoria, kepingan penyusun utama
berupa skoria
4. Breksi obsidian, kepingan penyusun utama berupa obsidian
5. Breksi hialoldastit, kepingan penyusun
utama berupa hialoklastit (secara deskriptif sama dengan breksi obsidian)
Khusus penamaan breksi tuf, para ahli
ada yang berpendapat bahwa kepingan
utama tersusun oleh tuf, tetapi ada juga
yang menyatakan sebagai nama untuk batuan gunung api bertekstur klastika dimana
persentase bahan tuf, baik sebagai fragmen
maupun sebagai matriks sama atau lebih
besar daripada fragmen yang lain.
Kebingungan sering juga dialami untuk
penamaan tuf lapili, lapili tuf dan batulapili
(lapillistones). Pada literatur lama (misal
Pettijohn, 1975), istilah abu gunung api (0
5 2 mm) apabila sudah membatu menjadi
tuf, dan lapili (0 : 2 - 64 mm) menjadi batulapili diperuntukkan khusus untuk batuan
piroklastika. Artinya, batuan itu secara
primer harus langsung dihasilkan oleh letusan gunung api. Sebagai bahan yang masih
berupa endapan, atau masih lepas-lepas,
belum membentuk batuan dan dihasilkan
oleh kegiatan gunung api Kuarter atau bahkan letusan gunung api masa kini dimana
gunung apinya juga masih secara nyata/jelas
dapat ditunjukkan maka untuk menyatakan
sebagai bahadendapan piroklastika tidak
disangsikan lagi. Akan tetapi hasil kegiatan
gunung api Tersier atau yang lebih tua yang
bahannya sudah membatu dan tubuh gunung
apinya sudah tidak terlihat secara nyata, maka
untuk menyatakan secara tegas bahwa tuf itu
BAB 5 BATUAN GUNUNG API
secara primer adalah hasil langsung letusan
gunung api yang mengendap dan membatu
secara insitu, masih diperlukan banyak pertimbangan sebagai pendukungnya. Dengan
memperhatikan hal-ha1 tersebut dan untuk
kepraktisan kerja terutama di lapangan maka
disarankan penamaan tuf, tuf lapili, lapili tuf
dan batulapili didasarkan pada pemerian saja.
Namun apabila data pemerian tersebut mendukung bBhwa batuai gunung api itu adalah
bahan primer piroklastika maka penamaannya dapat ditingkatkan secara genesis atau
kombinasi antara deskriptif dan genesis.
Dengan demikian tuf lapili adalah batuan
klastika gunung api yang bahan penyusun
utamanya adalah abu gunung api (0 6 2 mm)
dan bahan penyusun tambahannya adalah
lapili gunung api (0 :2 - 64 mm). Sebaliknya,
lapili tuf adalah apabila komponen berukuran
lapili lebih banyak daripada abu gunung api,
sedangkan batulapili jika bahan penyusun
sangat didominasi oleh butiran lapili. Dalam
banyak ha1 di lapangan batulapifi sama dengan breksi gunung api. Kedua fragmennya
berukuran butir halus (2 - 64 mm).
Untuk istilah konglomerat gunung api
(volcanic conglomerates) identifikasinya lebih
mudah karena nama itu dapat diberikan
kepada batuan klastika gunung api yang fragmennya sudah berbentuk membulat karena
proses abrasi, transportasi atau proses-proses
pengerjaan ulang lainnya. Dengan demikian
konglomerat gunung api secara jelas sudah
merefleksikan sebagai bahan rombakan atau
batuan epiklastika gunung api atau secara sensu strict0 sebagai batuan sedimen bertekstur
klastika yang bahannya berasal dari kegiatan
gunung api. Sekalipun demikian diperlukan
kehati-hatian untuk mernbedakannya dengan
istilah aglomerat (agglomerates), yaitu batuan
gunung api yang secara dominan tersusun
oleh born gunung api dan secara proses
merupakan bahan lontaran dari lubang kawah
sewaktu terjadi letusan gunung api. Sekalipun
93
bentuk umumnya membulat, bom gunung api
mempunyai tekstur permukaan sangat kasar,
membentuk struktur pendinginan seperti rekahan radier dan atau konsentris serta
tersusun secara dominan oleh gelas gunung
api, sebagai akibat pendinginan sangat cepat
sewaktu dilontarkan dari lubang kepundan
ke udara atau ke dalam air.
5.6.2 Pengertian Secara Genesis
Breksi gunung api adalah batuan gunung
api yang merupakan hasil fragmentasi oleh
suatu sebab sehingga menjadi kepingan-kepingan berbentuk meruncing dan berbutir
kasar (0 > 2 mm). Bentuk kepingan bervariasi
dari sangat meruncing sampai dengan agak
meruncing atau meruncing tanggung. Ukuran butir kepingan juga beragam, mulai dari
sekitar 3 mm sampai dengan 3 - 5 m, atau
bahkan lebih. Berdasarkan proses fragmentasinya, breksi gunung api dibagi menjadi
empat kelompok, yakni:
a. Breksi piroklastika (hidroklastika),adalah
breksi yang fragmentasinya terjadi akibat
letusan gunung api, baik yang bersifat
magmatik, freatik maupun freatomagmatik.
b. Breksi autoklastika, adalah breksi yang
fragmentasinya terjadi akibat pembekuan
magma atau lava yang sangat cepat.
c. Breksi kataklastika, adalah breksi yang
fragmentasinyaterjadi akibat deformasi.
Proses deformasi dapat berupa longsoran
tubuh/batuan gunung api atau batuan
gunung api yang tersesarkan. Breksi jenis
kedua itu sering disebut breksi sesar.
d. Breksi epiklastika, adalah breksi yang
fragrnentasinya terjadi akibat proses
pengerjaan ulang (oleh tenaga eksogen).
Pembagian tersebut masih dalam kelompok breksi gunung api yang tidak berhubungan dengan proses hidrotermal dan
banyak terjadi di daerah gunung api, alterasi hidrotermal dan mineralisasi (primary
94
GEOLOGl GUNUNG API PURBA
non-hydrothermalbreccias; Corbett dan Leach, gunung api dibagi dua, yakni lava koheren
1995, h. 34). Sedangkan breksi (gunung api) (batuan beku) dan batuan klastika gunung
yang berhubungan dengan hidrotermal dan api, secara petrologi mempunyai susunan
cebakan bijih (ore-relafed hydrothermal brec- basal sampai dengan riolit. Lava koheren
cias) dibagi menjadi (1) Breksi hidrotermal terdiri atas batuan beku luar dan batuan semi
magmatik (magmatic hydrothermal breccias), gunung api. Batuan beku luar dapat berben(2) Breksi freatomagmatik (phreat~ma~rnatictuk aliran lava, sumbat lava dan kubah lava,
breccias), dan (3) Breksi freatik (phreatic brec- sedangkan sebagai batuan semi gunung api
cia~).Breksi hidrotermal magmatik dicirikan retas, sill, leher gunung api, dan kubah lava
oleh masuknya bahan magma ke dalam bawah permukaan. Berdasarkan tekstur, terproses breksiasi dan cairan bijih hidroter- utama ukuran butir, batuan klastika gunung
ma1 didominasi oleh komponen magmatik. api terdiri atas breksi gunung api, batupasir
Breksi freatik disini sebanding dengan breksi gunung api, batulanau gunung api dan bahldroklastika, yaitu fragmentasinya terjadi tulempung gunung api. Sedangkan secara
akibat letusan uap air panas (letusan hi- genesis batuan klastika gunung api dapat
droklastika atau letusan freatik). Sedangkan berupa batuan piroklastika, autoklastika,
breksi freatomagmatik terbentuk sebagai kataklastika, dan epiklastika. Batuan piroklasakibat letusan freatomagmatik. Berhubung tika terdiri atas piroklastika jatuhan, aliran,
pembagian breksi ini lebih digunakan dalam dan seruakan. Campuran ketiganya dikenal
eksplorasi mineral bijih, untuk lebih rincinya dengan sebutan piroklastika arus pekat (pypembaca disarankan agar membaca banyak roclastic density currents). Berdasarkan bentuk
buku, antara lain yang ditulis oleh Corbett dan ukuran L t i r batuan piroklastika terdiri
atas breksi piroklastika, aglomerat, batulapili,
dan Leach (1995).
dan tuf.Termasuk breksi piroklastika adalah
breksi pumis, breksi skoria, ignimbrit dan
5.7 Ringkasan
Batuan gunung api adalah batuan yang breksi gunung api yang banyak mengandung
terbentuk sebagai hasil kegiatan vulkanisme bom dan blok gunung api.
atau kegunungapian. Secara umum batuan
KONSEP DASAR GUNUNG API PURBA
Mulai dari Bab 1sampai dengan Bab 5 di
atas sudah diuraikan proses dan produk vulkanisme masa kini, yang dapat diamati secara
langsung baik mekanisme pembentukannya
maupun jenis batuadendapan yang dihasilkannya. Pengertian akan proses dan produk
vulkanisme Kuarter atau masa kini tersebut
sangat penting dalam melangkah untuk mencoba menganalisis proses-proses vulkanisme
pada masa lalu berdasarkan data pemerian
bentang alam, batuan, dan struktur, yang
akan dimulai pada Bab 6 ini. Dengan kata
lain penguasaan pemerian batuan gunung
api masa kini menjadi kunci pembanding
terhadap pemerian batuan gunung api purba
sehingga proses, mekanisme, dan asal-usulnya (sumber) dapat diperkirakan. H a l ini
mengacu kepada salah satu prinsip geologi
yang dikemukakan oleh James Hutton (17261797),yakni thepresent is the key to thepast.
Uraian Bab 6 ini dimulai dari pengertian
gunung api purba, permasalahan Pandangan
Geologi Sedimenter, dan Pandangan Geologi
Gunung Api.
6.1 Pengertian GunungApi Purba
Gunung api purba atau fosil gunung api
(paleovokanoes) adalah gunung api yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang
ini sudah mati dan bahkan sudah terkikis
sangat lanjut sehingga fitur atau penampakan
fisis tubuhnya sudah tidak sejelas gunung
api aktif masa kini, bahkan sebagian sisa
tubuhnya sudah ditutupi oleh batuan yang
lebih muda. Gunung api purba ini pada
umumnya berumur Tersier (lebih dari 2 juta
tahun yang lalu) atau yang lebih tua. Selama
waktu geologi yang sangat lama tersebut
dan kegiatannya juga sudah berhenti, tubuh
gunung api akan mengalami perombakan
dan kemungkinan juga deformasi tektonika
sehingga fitur sebagai kerucut gunung api sudah tidak jelas lagi. Namun demikian apabila
proses-proses geomorfologis dan deformasi
tersebut tidak terlalu kuat, sementara batuan
pembentuk tubuh gunung api cukup resisten,
maka keberadaan gunung api purba itu masih
dapat diidentifikasi dan direkonstruksi.
Untuk lebih meyakini adanya gunung api
purba, maka pembelajarannya harus dimulai
dari gunung api aktif masa kini (Gambar 6. I),
dan secara bertahap merambah ke gunung
api yang sudah mati tetapi masih berumur
Kuarter, yang mengalami perombakan/erosi
pada tingkat muda dan dewasa. Tahapan ini
kemudian dilanjutkan dengan pengamatan
gunung api yang lebih tua/kuno (ancient
volcanoes), yang sudah tererosi lanjut dan
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
-
karakteristik petrologi-geokimia batuan
gunung api dan intrusi, serta korelasi umur
di antara keduanya. Dengan memandang
batuan gunung api sebagai batuan sedimen,
maka kelemahan pertama adalah kurangnya
pemahaman terhadap pembentukan batuan
gunung api, yang secara langsung atau primer
terbentuk oleh erupsi gunung api, dalam hal
ini batuan beku luar dan batuan piroklastika.
Batuan beku luar adalah magma yang keluar
ke permukaan bumi, sering disebut lava, yang
bentuk geometrinya dapat berupa kubah lava,
sumbat lava atau leher gunung api, atau aliran
lava. Bentuk-bentuk pertama berhubungan
dengan batuan terobosan di dalam tubuh
gunung api yang disebut batuan semi gunung
api atau subvolcanic intrusions, yang hampir
selalu berada di pusat atau sumber erupsi
gunung api. Kenyataan pada gunung api aktif
masa kini, aliran lava mengalir tidak jauh dari
sumbernya yang biasanya hanya sampai di
lereng atas suatu kerucut gunung api. Jadi,
masalahnya adalah bagaimana mungkin lava
dapat mengalir sangat jauh dari sumbernya,
yang berasal dari luar cekungan sedimen? Hal
yang sama adalah pembentukan bom dan
blok gunung api, yang dilontarkan kemudian
jatuh di dekat kawah. Bahan piroklastika
berbutir kasar itu tidak mungkin dapat terlontar sangat jauh dari kawah gunung api,
atau mengalami pengerjaan ulang untuk
kemudian mengendap di dalam cekungan.
Apabila batuan gunung api primer itu
dianggap sudah mengalami proses-proses
geomorfik ataupun epiklastik, mulai dari
pelapukan, erosi dan transportasi, sebelum
mengendap kembali di dalam cekungan,
niscaya mineral-mineral pembentuk batuan
yang tidak resisten akan hilang atau berubah
menjadi mineral sekunder. Akibatnya, batuan
sedimen yang terbentuk hanya berkomposisi mineral magmatik yang tahan terhadap
pelapukan, misalnya kuarsa, alkali felspar,
plagioklas asam, amfibol, dan biotit. Kenya-
taannya di dalam batuan klastika gunung
api yang selama ini dianggap sebagai batuan
sedimen masih banyak mengandung mineral
magmatik yang tidak tahan terhadap pelapukan, seperti gelas gunung api, olivin, piroksen,
dan plagioklas basa-menengah.
Kelemahan kedua, adalah apabila cekungan sedimentasi merupakan cekungan di depan
busur gunung api, maka secara tektonik tidak
mungkin terbentuk magma di bawahnya, karena terlalu dekat dengan lokasi penunjaman
kerak bumi. Sementara itu, jika cekungan
sedimen itu berada di belakang busur, maka
magma yang menerobosnya akan berafinitas
alkalin (shoshonite)dibanding dengan magma
yang berada di dalam busur gunung api.
Faktanya, baik batuan beku intrusi maupun
batuan beku ekstrusi serta bom/blok gunung
api di dalam breksi piroldastika, sebagian besar berafinitas kalk-lkali, dan sejauh-jauhnya
berkisaran toleiit hingga kalk-alkali tinggi.
Lebih daripada itu, sering dijumpai bahwa
batuan intrusi, batuan beku luar, dan batuan
piroklastika tersebut mempunyai umur geologi
kurang lebih sama. Demikian pula karakteristik petrologi-geokimia ketiganya juga
menunjukkan sifat co-magmatic atau berasal
dari sumbedmagma induk yang sama.
6.3 Pandangan Geologi Gunung Api
Pandangan ini mengisyaratkan adanya
proses berkelanjutan mulai dari magmatisme,
vulkanisme, dan sedimentasi (Gambar 6.3).
Cairan magma yang terbentuk oleh berbagai
sebab dan pada tataan tektonik tertentu
naik ke atas membentuk dapur magma, dan
mungkin ke atas lagi membentuk kantong
magma. Mengacu kepada pendapat Macdonald (1972) maka setiap magma yang keluar
ke permukaan bumi adalah gunung api.
Selama proses keluarnya magma itu, gunung
api memperlihatkan berbagai bentuk dan
kegiatannya. Dalam proses erupsi sebagian
magma hanya mampu menerobos sampai
BAB 6 KONSEP DASAR GUNUNG API PURBA
ciri petrografi
transisi antara batuan beku
intrusi dengan batuan beku ekstrusi, yakni
pada sill, retas, dan leher gunung api hingga
sumbat lava. Tekstur batuan dapat berubah
secara berangsur mulai dari kristalin mikro
(seluruhnya tersusun oleh kristal halus) Sampai hipokristalin (sebagian kristal sebagian
gelas). Apabila data singkapan tidak ideal
menerus, kondisi itu sering menimbulkan
perdebatan apakah termasuk batuan beku
intrusi ataubatuan beku ekstrusi.
Sementara itu, ahli sedimentologi juga
mendapatkan masalah dalam menghadapi batuan klastika g u n w g api terutama
fraksi halus, yang secara struktur sedimen
memperlihatkan sebagai
- batuan rombakan
(epiGastika) tetapi secara tekstural dan
komposisional kristal masih menuniukkan
bentuk menyudut - sangat menyudut, yang
terdiri atas campuran mineral resisten dan
non resisten, serta gelas gunung api (serat
gelaslvolcanic glass shards). Batuan tersebut
mungkin bahan piroklastika hasil letusan
langsung gunung api yang masuk ke tubuh
air (laut) atau endapan piroklastika yang
mengalami pengerjaan ulang segera setelah
meletus tanpa melalui proses pelapukan dan
pembatuan terlebih dahulu. Pada literatur
lama kadang disebut sebagai secondary pyroclastic deposits/rocks, tetapi McPhie dkk.
(1993) menyebutnya sebagai resedimented
syn-eruptive volcaniclastic deposits. Batuan
klastika gunung api ini belum benar-benar
dapat disebut sebagai batuan epiklastika dan
masih berhubungan erat dengan kegiatan
vulkanisme pada saat itu.
Ke depan, batuan gunung api secara
umum, serta batuan piroklastika dan resedimentedsyneruptive volcaniclasticdeposits menjadi tantangan apakah akan dimasukkan ke
jenis batuan beku atau batuan sedimen ataukah membentuk kelompok sendiri sebagai
batuan gunung api, mengingat sebarannya
yang sangat luas baik secara lateral maupun
101
vertikal dalam umur geologi.
Selanjutnya, berdasarkan prinsip The
present is the key t o the past, yang dikemukakan oleh James Hutton pada abad ke-18,
dapat dipelajari secara bertahap bagaimana
kelakuan gunung api masa kini, bentuk
bentang alam, pola aliran, batuan penyusun,
dan struktur geologi yang dihasilkan. Data
tersebut kemudian dapat dijadikan landasan
untuk menjelaskan genesis fakta geologi
batuan gunung api yang lebih tua. Alur pemikiran ini sebenarnya sudah dimulai oleh
van Bemmelen (1949), yang mengamati
kelakuan gunung api aktif masa kini, seperti
halnya Merapi, Kelut, dan Semeru, kemudian
beranjak ke gunung api yang lebih tua, yakni
Muria. Fakta-fakta tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa di Pegunungan Kulon Progo terdapat tiga gunung
api Tersier, yaitu Gajah, Ijo, dan Menoreh.
Sayangnya pemikiran ini tidak diikuti oleh
para ahli geologi generasi kemudian. Bahkan
mereka lebih berpihak ke pandangan geologi
sedimenter yang berasal dari daerah geologi
non-gunung api.
6.4 Ringkasan
Gunung api purba adalah gunung api
yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi
sekarang ini sudah mati dan bahkan sudah
terkikis sangat lanjut sehingga penampakan
fisis tubuhnya sudah tidak sejelas gunung api
aktif masa kini. Gunung api purba ini pada
umumnya berumur Tersier atau lebih tua.
Adanya gunung api purba kurang mendapat
perhatian karena pembelajaran geologi selama ini didasarkan pada pandangan geologi
sedimenter. Dengan mengacu pada prinsip
thepresent is the key t o thepast dan setiap magma yang keluar ke permukaan bumi adalah
gunung api, maka dihasilkan olah fikir berupa
pandangan geologi gunung api. Berdasarkan
pandangan geologi gunung api ini maka
gunung api purba dapat diidentifikasi.
BAB 7 PENGENALAN GUNUNG API PURBA
7.2 PendekatanAnalisis Peta Geologi
Pengenalan gunung api purba juga dapat
dilakukan berdasarkan analisis peta geologi.
Apabila dijumpai adanya batuan intrusi di
tengah-tengah sebaran batuan gunung api,
yang keduanya mempunyai kesamaan tekstur, komposisi dan bahkan umur geologi,
maka dapat diyakini bahwa kedua batuan
tersebut merupakan produk kegiatan gunung
api purba setempat. Apabila sudah tererosi
sangat lanjut, maka pada gunung api purba
hanya meninggalkan jejak berupa daerah
dengan relief sangat kasar dan di dalamnya
terdapat batuan beku terobosan dangkal,
batuan ekstrusi gunung api (breksi gunung
api dan aliran lava), serta kemungkinan
adanya batuan dasar berupa meta sedimen
dan malihan. D i atas tubuh gunung api purba
tersebut dapat pula terbentuk batuan sedimen
non gunung api, misalnya batuan karbonat,
atau batuan gunung api yang berumur lebih
muda. Apabila di dalam peta geologi hanya
dijumpai batuan gunung api atau batuan
intrusi tetapi di dalamnya terdapat struktur
cekungan ;ang diperki;akan sebagai bekas
kawah atau kaldera gunung api, maka ha1
itu juga sebagai petunjuk adanya gunung api
~ u r b asetemDat.
I
I
Gunung api purba yang dapat diidentifikasi berdasarkan peta geologi antara lain
Gunung Cikondang di dalam peta geologi
Lembar Sindangbarang dan Bandarwaru
(Koesmono dkk., 1996), Gunung Cibeureum di peta geologi Lembar Tasikrnalaya
(Budhitrisna, 1986), Gunung Kromong
d i Lembar Arjowinangun (Djuri, 1995);
Gunung Bongkok di tenggara Gunung Lawu
Jawa Timur (Samodra dan Sutisna, 1997);
Gunung Ijo, Gunung Gajah dan Gunung
Menoreh di Pegunungan Kulon Progo (Rahardjo dkk., 1977); serta Gunung Pandan
pada peta geologi Lembar Bojonegoro, Jawa
Timur (Pringgoprawiro dan Sukido, 1992).
D i Nanggroe Aceh Darussalam, gunung api
lo!
purba antara lain teridentifikasi di Pulau
Breueh dan Pulau Weh (Bronto dkk., 2010)
pada peta geologi Lembar Banda Aceh (Bennet dkk., 1981).
D i Kalimantan Gunung api purba Lapung (Gambar 7.10) diketahui membentuk
satuan Batuan gunung api Lapung yang
diterobos oleh Batuan intrusi Sintang (Pieters dkk., 1993a),sedangkan Gunung api purba Jelai merupakan Batuan gunung api Jelai
(Gambar 7.11) yang diterobos oleh batuan
intrusi andesit - basal (Heryanto dkk., 1995).
Gambar 7.12 memperlihatkan Anggota
Cikondang yang tersusun oleh batuan beku
andesit piroksen dan diterobos oleh andesit
piroksen (Koesmono dkk., 1996). Kedua
satuan batuan itu dilingkupi oleh Formasi
Beser yang tersusun oleh breksi gunung api.
Selanjutnya Formasi Beser dilingkupi oleh
Formasi Koleberes, yang didominasi oleh
batupasir gunung api. Seluruh satuan batuan
tersebut mempunyai umur geologi kurang
lebih sama. Keberadaan Anggota Cikondang
dan intrusi andesit piroksen diduga terdapat
di bekas pusat erupsi Gunung Api purba
Cikondang. Interpretasi ini lebih diperkuat
dengan adanya alterasi dan mineralisasi emas
di dalam Anggota Cikondang (Bronto, 2003).
Sementara itu Formasi Beser, yang didominasi oleh breksi gunung api terletak di lereng
dan Formasi Koleberes berada pada kaki dan
dataran di sekeliling kerucut Gunung Api
purba Cikondang.
D i Sukamantri, Ciamis Utara (Gambar
7.13) terdapat endapan aluvium dan aliran
sungai di sekitarnya berpola semi memancar
atau paralel menjauhi lokasi endapan tersebut. Dari pola garis kontur diketahui bahwa
tempat terdapatnya endapan aluvium itu
berada di daerah tinggian dan dikelilingi oleh
tinggian yang mempunyai relief lebih kasar.
Berdasarkan data ini diperkirakan bahwa cekungan tempat terdapatnya endapan aluvium
itu, yang mempunyai lebar tidak kurang dari
114
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
gunung api komposit terjadi berkdi-kali dan
berlangsung sangat lama, berarti setiap terjadi
erupsi terjadi kenaikan magma ke permukaan,
maka dimungkinkan batuan intrusi tua dipotong oleh yang lebih muda dan melibatkan
berbagai ragam komposisi batuan intrusi
sehingga terjadi hubungan potong memotong (cross-cutting relationships).Karena fasies
pusat ini merupakan bekas tempat keluarnya
magma secara berkali-kali pada saat gunung
api sedang erupsi atau meletus, maka interaksi magma dengan batuan yang lebih tua serta
air meteorik dapat menimbulkan ubahan
hidrotermal dan mineralisasi.
Fasies dekat kerucut gunung api komposit
dicirikan oleh perselingan antara aliran lava
dengan batuan piroklastika terutama fraksi
kasar, yaitu aglomerat dan breksi piroklastika.
Batuan piroklastika fraksi sedang dan halus,
seperti halnya batulapili dan tuf mungkin
juga dijumpai tetapi lebih sedikit karena lebih
ringan dan sebagian besar terbawa angin
sehingga lebih banyak diendapkan di fasies
tengah sampai fasies jauh. Mengacu kepada
kegiatan gunung api masa kini di Indonesia,
pada umumnya aliran lava penyusun kerucut
gunung api komposit bersusunan basal, serta
andesit basal sampai andesit, yang mempunyai jarak alir antara 1- 5 km dan maksimum
10
dari kawah gunung api sebagai pusat
erupsi (Gambar 3.11, 4.3, dan 5.7). Aglome;at adalah batuan jatuhan piroklastika
yang banyak mengandung bom gunung api
dengan mekanisme letusan dilontarkan secara
tolak peluru atau balistik (ballisticprojectiles).
Pada umumnya bom gunung api berdiameter
lebih dari 30 cm hanya mampu dilontarkan
kurang dari 5 km dari kawah gunung api.
Semakin dekat dengan kawah, diameter bom
semakin besar, sehingga ukuran bom gunung
api terbesar berada di daerah pematang atau
bibir kawah gunung api (Gambar 5.13).
Untuk breksi piroklastika jenis aliran dapat
mengalir lebih jauh tetapi biasanya hanya
km
mencapai daerah fasies tengah.
Pada fasies tengah litologi penyusun utama adalah breksi piroklastika, batulapili, dan
tuf. Aliran lava semakin jarang karena sudah
agak jauh dari sumber erupsi. Aglomerat berbutir halus mungkin masih dijumpai. Sebaliknya bahan piroklastika tersebut sudah mulai
mengalami erosi menjadi endapan lahar atau
bahan rombakan lainnya. Bahan rombakan
ini semakin banyak pada fasies jauh, yang
dikenal sebagai resedimented syn-erupted volcaniclastics (McPhie dkk., 1993), termasuk
endapan sungai, endapan alur/parit bawah
laut (submarin channels), dan lain-lain. Pada
gunung api purba berumur Tersier atau yang
lebih tua, fasies tengah dan fasies jauh tidak
selalu mudah diidentifikasi karena telah terjadi percampuran dengan batuan non gunung
api. Selain itu, karena merupakan daerah
rendahan batuan gunung api sudah tertutup oleh batuan sedimen yang lebih muda.
Sebagai petunjuk umum dari fasies tengah
ke fasies iauh, ukuran butir bahan klastika
gunung api semakin mengecil, misalnya
membentuk batupasir hingga batulanau atau
bahkan batulempung gunung api.
Pembagian litofasies batuan gunung api
hasil erupsi kerucut komposit itu tidak selalu
berlaku terhadap endapan longsoran besar
gunung api. Batuan kataklastika itu terbentuk
karena longsornya tubuh kerucut gunung api
(model Gunung St. Helens; Voight dkk.,
1981), yang pelamparannya dapat dimulai
dari fasies tengah sampai dengan fasies jauh;
sebagai contoh endapan longsoran gunung
api dari Gunung Gede di Cianjur, Gunung
Galunggung di Tasikrnalaya, dan Gunung
Raung di Jember.
Untuk model gunung api kaldera letusan, pada fasies dekat dijumpai breksi
ko-ignimbrit yang ke arah fasies tengah dan
jauh berangsur menjadi breksi pumis dan
tuf asam (Gambar 6.4). Breksi ko-ignimbrit
adalah breksi aneka bahan atau breksi poli-
BAB 7 PENGENALANGUNUNG API PURBA
miktos, yang fragmennya tertanam di dalam
massadasar tuf sampai dengan batulapili
pumis. Pada saat terjadi letusan gunung api
sangat besar, bahan yang dierupsikan tidak
hanya magma tetapi juga membongkar
batuan yang lebih tua di atasnya. Batuan
primer yang mewakili cairan magma pada
waktu itu berupa pumis ringan (lightpumice),
pumis berat (dense pumice), serta bom dan
blok gunung api. Keempat bahan magma itu
mempunyai komposisi relatif sama sebagai
fragmen batuan beku menengah-asam dan
sering disebut juvenile material. Batuan tua
dapat berupa batuan dasar (batuan metamorf,
batuan beku intrusi dalam, batuan sedimen
meta, accidental rockfragments, dan batuan
gunung api yang sudah ada sebelumnya
(accessory r~ckfra~ments),
yang sebagian sudah terubah, teroksidasi atau bahkan lapuk.
Fragmen batuan tua dan blok gunung api
hampir selalu berbentuk sangat menyudut
- menyudut tajam karena terfragmentasi
akibat ledakan, diendapkan secara in situ
atau belum mengalami pengerjaan ulang
melalui proses sedimentasi epiklastika. Pada
letusan sangat merusak, kelimpahan fragmen
batuan tua bisa sangat tinggi, terutama yang
diendapkan di dekat (pematang) kawah atau
kaldera gunung api. Hal itu karena batuan
tua pada umumnya mempunyai berat jenis
lebih besar daripada material gunung api
berkomposisi asam, apalagi berupa fragmen
pumis dan abu gunung api. Pada saat letusan dan terbentuk awan panas atau aliran
piroklastika besar (block anhashjows,pumice
j o w s atau ignimbrites), fragmen batuan tua
yang berukuran bongkah (diameter > 64 mm)
tertinggal di dekat kawah sedangkan sebagian
pumis, lapili, dan abu gunung api, mengalir
menjauhi sumber erupsi. Wright dan Walker
(1977), Wright (1981), serta Walker (1985)
menyebut endapan ekor aliran piroklastika
kaya fragmen batuan tua ini dengan nama
a co-ignimbrite lag-fall deposit, sedangkan
115
Cas dan Wright (1987) memberikan nama
co-ignimbrite breccias (breksi ko-ignimbrit).
Batuan ~iroklastikayang banyak mengandung fragmen batuan tua ini secara
pemerian umum dapat pula disebut breksi
polimik atau breksi aneka bahan, karena
tersusun atas berbagai macam batuan, baik
yang berasal dari magma primer saat erupsi
(pumis, bom dan blok gunung api), maupun fragmen batuan tua (non gunung api
dan gunung api); bentuk fragmen sangat
menyudut - menyudut tajam, ukuran butir
sangat beragam mulai dari pasir, lapili/kerikil
sampai blok/bongkah/bolder; pada umumnya
tidak terpilah, masif, dan tidak ada struktur
sedimcn. Ketebalan maksimum berada di
pematang kaldera, tetapi menipis menjauhi
pusat erupsi. Dalam beberapa hal, karena efek
pembebanan dan aliran, struktur pemipihan
(jattening) dan imbrikasi fragmen batuan
dapat dijumpai. Secara bentang alam, breksi
piroklastika polimik ini berasosiasi dengan
penampakan atau fitur cekungan bekas
kawaldkaldera gunung api. Perbedaan utama
dengan breksi scdimen aneka bahan adalah
pada tekstur fragmen (sangat menyudut
- menyudut tajam), dan litologi penyusun
(pumis bercampur fragmen andesit dan batuan tua melimpah), serta berasosiasi dengan
fitur/penampakan bentang alam cekungan
(bekas) kawaldkaldera gunung api.
Dengan demikian untuk mengidentifikasi
bekas gunung api kaldera letusan, maka ciri
yang sangat khas terdapat di dalam atau
pada pematang kaldera adalah terdapatnya
breksi ko-ignimbrit. Ke arah fasies tengah
dan jauh, breksi ini berubah menjadi breksi
pumis dan tuf berkomposisi asam (dasit-riolit), kaya akan batuapung, tersebar sangat
luas dan tebal. Berhubung endapannya tebal
dan mineral penyusunnya sangat resisten
(kaya akan kuarsa/silika, plagioklas asam, dan
alkali felspar selain gelas dasit-riolit), batuan
piroklastika hasil letusan gunung api kaldera
116
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
ini meninggalkan jejak berupa gawir, seperti
halnya di Pegunungan Selatan Yogyakarta Jawa Tengah (Bronto, 2 0 0 9 ~ ) .
7.4 Pendekatan Sedimentologi
Pendekatan secara sedimentologis, terutama meliputi tekstur dan struktur sedimen
batuan klastika gunung api, serta struktur
pendinginan/pembekuan untuk batuan
beku (koheren lava), yang membentuk leher
gunung api, kubah lava, dan aliran lava. Secara
tekstur batuan klastika gunung api, dalam
hal ini batuan piroklastika maupun epiklastika, maka semakin menjauhi pusat erupsi
ukuran butir semakin mengecil (Gambar
7.14), bentuk butir dapat semakin membulat,
dan kemas butiran semakin membuka. Hal
terakhir itu berarti fragmen semakin jarang
dan matriks semakin dominan, dan pada
akhirnya hanya berupa butiran halus yang
seragam; misalnya tuf, batupasir gunung api,
dan batulanau gunung api.
Ukuran butir yang semakin kecil menjauhi sumber erupsi itu dapat juga digambarkan di dalam peta isoplet. Secara struktur
sedimen, seperti halnya struktur imbrikasi,
silangsiur, arah sumbu terpanjang fragmen,
danyute cast hampir selalu berpola memancar
menjauhi sumber erupsi (Gambar 7.15).
Struktur bom gunung api (bomb sagstructures) yang dilontarkan dari kawah gunung
api dan jatuh miring, menimpa endapan
lunak di bawahnya sehingga melesak ke
bawah maka sudut kemiringan melesak ke
bawah itu menggambarkan arah datangnya
bom atau arah asal sumber erupsi gunung api
(Gambar 7.16).
Struktur imbrikasi fragmen atau bong-
Gambar 7.74 ldentifikasi gunung api purba secara sedimentologis, berdasar
struktur sedimen dan tekstur batuan. Semakin menjauhi sumber erupsi struktur sedimen arus purba berpola memancar, bentuk butir berubah dari sangat
menyudut menjadi membundar, ukuran butir menghalus, dan kemas fragmen
batuan semakin membuka.
BAB 7 PENGENALAN GUNUNG API PURBA
SiO,
Gambar 7.22 Pengeplotan data kimia batuan antara % berat YO dengan Si0,dari batuan
intrusi granodiorit Cihara (segitiga hitam) dan batuan Gunung api Cikotok (diamond),
yang memperlihatkan pola linier (garis lurus putus-putus) dan diinterpretasikan keduanya co-magmatic serta berasal dari sumber yang sama (Hartono dkk., 2008). Perubahan
komposisi dari basal (< 53% SiO,) menuju andesit basal (53 - 57 % SiO,), dan yang lebih
asam (felsik) disebabkan oleh proses diferensiasi secara normal.
gen (Martodjojo, 2003) di utara Cirebon.
Deskripsi data log menunjukkan bahwa
litologinya dikuasai oleh perlapisan basal dan
tuf serta dasit (?).Data perselingan batuan
beku luar atau aliran lava berkomposisi basal
dengan tuf itu menunjukkan bahwa lokasi
titik bor itu merupakan bagian dari Fasies
Dekat gunung api purba di daerah itu.
Perselingan
lava basal dan tuf tersebut
menunjukkan bahwa gunung api itu merupakan gunung api bawah laut, yang berkomposisi mafik atau basa, erupsi lelehan sampai
dengan letusan sangat lemah, sebanding
dengan erupsi tipe Hawaii. Berhubung
tidak ada lava andesit serta breksi gunung
api, maka penyebutan adanya dasit masih
perlu dikaji ulang, karena biasanya ketiganya
berasosiasi sebagai batuan beku dan gunung
api berkomposisi menengah. Semakin banyak
data pemboran dan apalagi didukung dengan
data geofisika akan sangat bermanfaat untuk
merekonstruksi gunung api purba Jatibarang.
7.8 Pendekatan Analisis Geofisika
Sejauh ini belum ada data geofisika yang
cukup jelas menunjukkan adanya gunung
api purba pada suatu daerah sebaran batuan gunung api Tersier atau yang lebih tua.
Namun dengan memahami sifat-sifat fisik
batuan gunung api, dan intrusi dangkal,
mulai dari lava koheren dan batuan klastika
gunung api, diharapkan pendekatan ini dapat
membantu memperkuat adanya gunung api
purba, terutama yang sudah terkubur di bawah
permukaan. Berdasarkan sifat-sifat fisis batuan
mulai dari Fasies Pusat sampai dengan Fasies
Jauh, sekalipun sudah terkubur, diharapkan
pendekatan analisis geofisika dapat membantu mengetahui geologi gunung api bawah
permukaan. Metode geofisika dapat dilakukan
secara kegempaan, gaya berat, kemagnitan,
dan kelistrikan.
BAB 8
STUD1 KASUS GUNUNG API PURHA
8.1 Gunung Api Purba di Pegunungan Akan tetapi dari analisis radiometri diketahui
batuan gunung api di perbukitan Gendol ini
SelatanYogyakarta JawaTengah
-
Secara umum keberadaan gunung api
purba di Pegunungan Selatan Jawa bagian
timur sudah disinggung di dalam Bab 7,
Gambar 7.1. Dalam Bab 8 ini akan disampaikan hasil-hasil studi kasus terhadap
keberadaan gunung api purba di Pegunungan Selatan Yogyakarta dan Jawa Tengah
(Gambar 8.1). D i bagian paling barat,
yakni di pegunungan Kulon Progo, adanya
gunung api purba Cajah, Ijo, dan Menoreh
sudah lama dinyatakan oleh van Bemmelen
(1949). Sayangnyapemikiran ini tidak diikuti
oleh para ahli geologi generasi kemudian,
bahkan mereka lebih mengikuti pandangan
geologi sedimenter yang berasal dari daerah
non-gunung api, seperti telah disampaikan
pada Bab 6, sub bab 6.2. Di sebelah timur
Pegunungan Kulon Progo dan sebelah barat
Kota Yogyakarta, tepatnya di Godean terdapat batuan gunung api dan batuan beku
yang membentuk perbukitan kecil dan diduga
juga merupakan sisa atau bekas gunung api
purba setempat. Agak lebih ke utara, di daerah Muntilan Kabupaten Magelang terdapat
perbukitan Gendol yang pada awalnya dianggap sebagai endapan longsoran Gunung Api
Merapi ke arah barat (van Bemmelen, 1949).
berumur sekitar 3,44 juta tahun yang lalu
(Newhall dkk., 2000). Umur batuan ini lebih
tua dari Gunung Api Merapi (< 500.000 10.000 tahun), sehingga diduga merupakan
bekas gunung api purba setempat, sebelum
Gunung Api Merapi lahir.
Di Pegunungan Selatan,mulai dari daerah
Parangtritis, Kabupaten Bantu1 Yogyakarta di bagian barat sampai dengan wilayah
Kabupaten Pacitan, Jawa Timur di bagian
timur, keberadaan gunung api purba dapat
dikelompokkanke dalam empat bagian, yakni
1. Kelompok gunung api purba Parangtritis
- Imogiri, 2. Kelompok gunung api purba
Bayat - Baturagung, 3. Kelompok gunung api
purba Wonogiri - Wediombo, dan 4. Kelompok gunung api purba Karangtengah-Pacitan
(Gambar 8.1 dan Tabel 8.1). Berdasarkan
pada komposisi batuan gunung api di daerah
Pegunungan Selatan ini, terdapat tiga tahapan
pertumbuhan gunung api purba. Pertumbuhan
tahap pertama berupa pembentukan gunung
api monogenesis, tahap kedua pembangunan
kerucut gunung api komposit, dan pada tahap
ketiga adalah penghancuran kerucut gunung
api komposit sehingga membentuk gunung
api kaldera letusan. Di bawah ini diuraikan
127
BAB 8 STUD1 KASUS GUNUNG API PURBA
Tabel 8.1 Daftar Fosil Gunung Api di Pegunungan Selatan, mulai dari dari sebelah barat di Wilayah Kabupaten Bantul,
Gunungkidul dan Sleman,Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta;bagian tengah diwilayah Kabupaten Klaten,Sukoharjo
dan Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah dan bagian timur termasuk Wilayah Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur
NAMA GUNUNG API
PURBA (G.)
INDlKASl BENTANG ALAM DAN LlTOLOGl
A. KELOMPOK PARANGTRITIS- IMOGlRl
1. G. Parangtritis Di utara pantai Parangtritis, Kecamatan Tinggian tersusun oleh perlapisan aliran lava dan breksi piroklastika
Kretek, Kabupaten Bantul, 7"59'30" - 8'1' yang diterobos retas, kesemuanya berkomposisi andesit
3 O L S - 110"19'- 20'45"BT.
2. G. Siluk
Di selatan kota Kecamatan Imogiri, timur Dataran dilingkupi gawir setengah lingkaran, yang tersusun oleh
aliran lava dan breksi andesit
Jalan Raya Siluk - Panggang
3. G. Sudimoro
G. Sudimoro, Kecamatan Imogiri dan
Cekungan, tersusun oleh batuan ubahan,pada dinding danpuncak
Dlingo, Kabupaten Bantul, 7-55'- 59'LS - G. Sudimoro terdiri dari perlapisan aliran lava dan breksi piroklas110"19' - 20' 45" BT.
tika berkomposisi andesit
4. G. Plencing -
Di barat laut kota Kecamatan Imogiri,
Desa Wukirsari - Trimulyo
Sindet
5. G. Dengkeng
6. G. Wonolelo
7. G. Gelap
8. G. Banyakan
9. G. Pilang
Perbukitan yang tersusun oleh intrusi andesit Plencing, breksi
ko-ignimbrit dan breksi pumis Sindet
Dusun Dengkeng, Desa Wukirsari, Keca- Bukit terpisah, di tepi barat dusun + 144 m, di timur + 122 m,
matan Imogiri
tersusun oleh retas, lava dan breksi piroklastika kaya bom gunung
api, komposisi basal
Dusun Guyangan, Desa Wonolelo,
Bukit + 123 m tersusun oleh perlapisan lava dan breksi andesit,
Kecamatan Pleret, 7"52'58,0" LS - 110" sisipan konglomerat dan mf
25'58,4" BT.
Desa Bawuran, Kecamatan Pleret
Bukit + 131 m, tersusun oleh lava dan breksi piroklastika basal
- andesit basal
Dusun Banyakan, Desa Srimulyo, Keca- Bukit + 96, tersusun oleh lava dan breksi piroklastika basal - anmatan Piyungan
desit basal
Dusun Piang, Desa Srimulyo, Piyungan. Bukit + 136 m, tersusun oleh breksi piroklastika, batulapili skoria,
(7"50'31,3" LS - 110"26'49,SfiBT)
~f dan klastika lava basal - andesit basal
10. G. Wamadeg Kah Opak, Dusun Sumberkidul, Desa
Aliran lava basal piroksen berstmktur bantal,strukmr aliran berarah
Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten U70DTdi bagian utara sampai dengan U150°T di bagian selatan
Sleman ,7"48'29,6"LS - 110"27'34,OBT Kali Opak; 200 m di sebelah baratnya terdapat bukit kecil juga
tersusun oleh basal piroksen, umur 56,3 + 3,8 Ma
11. G. Candisari Dusun Candisari, Desa Wukirharjo, Keca-Perlapisan aliran lava dan breksi piroklastika berkomposisi
matan Prambanan, Kabupaten Sleman, 7" andesit, juga dijumpai mega blok andesit, silisifikasi, argilitisasi
49'5,l"LS - llO"31'5,R"BT
(?)dan piritisasi
B. KELOMPOK BATURAGUNG- BAYAT
6. G.Tegalrejo
Air terjun Kali Cermo, Desa Tegalrejo,
Kecamatan Gedangsari, Kabupaten
Gunungkidul, 7"48'4SnLS - 110"38'30"
BT.
7. G. Sepikul
Gunung Sepikul, Desa Talun, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten, 7"47'40" LS 110e39'BT.
Perlapisan diran lava, mf abu-abu hitam halus, retas dan sill berkomposisi basal piroksen
Dua bukit tersusun oleh batupasir gunung api yang ditumpangi
aliran lava berstrukmr bantal, mengandung barit
8. G. Jiwo Timur Gunung Pendul, Perbukitan Jiwo Timur, Intrusi dan aliran lava mikro gabro - basal piroksen. Aliran lava
(G. Pendul)
Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, 7"45basal berstruktur bantal juga dijumpai di Dusun Kalinampu dan
Desa Nampurejo
30" - 46'LS - 110"40'- 40' 15" BT.
9. G. Jiwo Barat
Perbukitan Jiwo Barat - Rowo Jombor,
Intrusi diorit di Desa Gedangan, mikro gabro di Gunung Kebo
Gunung Kebo & Desa Gedangan, Keca- dan sekitarnya, cekungan bawah permukaan di sebelah barat
matan Bayat, 745'- 46'LS - 110"37'- 38' Rowo Jombor.
15" BT.
121
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Tabel 8.1 Sambungan...........
NAMA GUNUNG APl
PURBA (G.)
INDlKASl BENTANG ALAM DAN LlTOLOGl
C. KELOMPOK WONOGlRl - WEDIOMBO
10. G. Solo Baru (?) Kota Solo baru, Kabupaten Sukoharjo
Penampakan melingkar dari citra satelit dan terdapat
mata air panas di Desa Nglangenharjo, Kecamatan
Grogol, Kabupaten Sukohardjo
11. G.Tawangsari
Desa Tawangsari, Kecamatan Tawangsari, Kabu- Tinggian gumukhukit kecil, tersusun oleh aliran lava bapaten Sukoharjo
sal berstruktur bantal. 7'44'34,YLS dan 11W45'13"BT
12. G. GajahmungkurTua
Kecamatan Bulu, Kabupaten Wonogiri,
7"46'37,2"LS dan 11Oo52'22,8"BT
Penampakan melingkar dari citra satelit, tersusun oleh
lava dan breksi gunung api
13. G. Gajahmungkur Muda
Kawasan Gunung Gajahmungkur, Kecamatan
Selogiri dan Bulu, Kabupaten Wonogiri,
7"47'34,lnLS dan 110°52'30,1"BT
Penampakan cekungan tapal kuda berisi intrusi dan
rnineralisasi,dikelilingi tinggian Gunung Gajahmungkur
yang di bagian bawah tersusun oleh breksi gunung api,
lava andesit dan sisispan tuf Formasi Mandalika, sedang
dibagian atas dominan breksi dan batulapili pumis
Formasi Semilir
14. G. Manyaran
Tinggian di barat daya Gunung Gajahdangak Muda,
fasies proksi lereng timur cukup jelas, di tengah ada
sumbat lava (?)berstruktur kekar tiang
Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri di Morfologi cekungan melingkar membuka ke timur, diisi
sebelah barat Waduk Gajahmungkur, 7"54'3OV- oleh batuan epiklastika (konglomerat, batupasir, batula57'30" LS - 110" 47'- 50'BT.
nau, dan batugamping Formasi Wonosari)
15. G. Wuryantoro
Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri,
7"50' - 54'LS - 110-45' - 48' 30" BT.
16. G. Wonodadi
Desa Wonodadi, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, di sebelah barat Cekungan
Eromoko, 7"58'30"- S02'50"LS - 110" 47-50'
BT.
Morfologi kerucut dengan pola &ran memancar,bagian
tengah cekung, diisi batugamping Formasi Wonosari.
Pada lereng timur dekat Waduk Song Putri berdasar
data bor dan singkapan terdapat batuan beku
17. G. Panggung
Kecamatan Semin dan Ponjong, Kabupaten
Gunungkidul, 7'56' 16,6" LS - 110°42'50"BT.
Tinggian membundar, di bagian puncak relative datar,
tersusun oleh tuf lapili pumis, Forrnasi Semilir
18. G. Wediombo
Pantai Wediombo, Desa Jepitu, Kecamatan
Rongkop, Kabupaten Gunungkidul, 8'10'30"
12'LS - llO"40'40" - 43'BT.
-
D. KELOMPOK KARANG TENGAH - PACITAN
19. G. Kompleks
Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri
Tirtomoyo
20. G . Kompleks
Karangtengah
Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri,
8"OO' - 03' 30" LS - 11l"03' 30" - 08' 30" B T
21. G . Nawangan -Kecamatan Nawangan dan Arjosari, Kabupaten
Arjosari
Pacitan
22. G. Giritontro
Desa Giritontro, Kabupaten Wonogiri
23. G . Kompleks
Pacitan Barat
Sebelah barat kota Pacitan ke selatan sampai ke
pantai
Pantai selatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, batas Kabupaten Gunungkidul, 8" 11'30,0" - 8-13'
3 O L S - 110" 00,0" - llO"57'00,O"BT.
Morfologi teluk (circular deprex~ion),di dalamnya terdapat batuan ubahan hidrotermal, intrusi andesit G.
Batur, perlapisan aliran lava dan breksi andesit
Penarnpakan melingkar citra satelit, alterasi dan mineralisasi logam sulfid di batuan gunung api
Penampakan melingkar dari citra sateiit dan di lapangan,
di dalamnya terdapat alterasi dan mineralisasi, tingian
yang mengelilingi tersusun oleh lava basal, sebagian
berstruktur bantal.
Penampakan melingkar dari citra satelit, intrusi dasit,
alterasi dan mineralisasi logam sulfida
Penampakan kerucut tinggian yang tersusun oleh batuan
gunung api di antara sebaran batugamping Formasi
Wonosari
Penampakan melingkar dan tersusun oleh batuan beku
andesit - andesit basal
Batuangunung api Formasi Wuni di antarabatugamping
Formasi Wonosari-Punung
129
BAB 8 STUD1 KASUS GUNUNG API PURBA
Tabel 8.2 Kompilasi Data Umur Batuan Gunung Api di Pegunungan Selatan dan Perbukitan Jiwo, Kecamatan
Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
NO. CONTOH & NAMA BATUAN
LOKASl
UMUR
REFERENSI
-
Formasi Nglanggeran
Baturagun Pegunungan @elatan
19-20 jtl. (Miosen
Awal)
Smyth, 2005
Metoda: U-Pb SHRIMP
2004PK05, Diorit
Sutojayan, Bayat
S7" 45'08,3"- E110"
38'03,2"
13,852 2 5,45 jtl.
(Miosen Tengah)
Surono dkk., 2006
Metoda: K-Ar
2004PK01,
Diorit mikro
Penggingan Ba at
S7" 45'57,4"- 2 1 1 0 "
48'37,6"
17,220 i 2,84 jtl
(Miosen Tengah)
Surono dkk., 2006
Metoda: K-Ar
Formasi Semilir
Gawir Baturagung
20,O t 1,0 jtl
(Miosen Awal)
Smyth, 2005
Metoda: U-Pb SHRIMP
Formasi Kebo - Butak
Kaki utara gawir
Baturagung
21,O t 3,6 jtl
(Miosen Awal)
Smyth, 2005
Metoda: U-Pb SHRIMP
Anggota Kresek
Formasi Wungkal
By52, Basalt
Batupasir Watuprahu
Tegalre'o, 3 km
selatan b a yat
21,l i 1 , l Ma
(Miosen Awal)
24,25 t 0,65 jtl
(Miosen Awal)
Smyth, 2005
Metoda: U-Pb SHRIMP
Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda:
K- As
Lava bantal Anggota Santren Formasi Kebo-Butak
Desa Santren
24,7 + 1,0 jtl
(Miosen Awal)
Retas andesit
Parangtritis, B a n d
Kdinampu IS, sisipan volkaniklastika halus karbonatan
Kalinampu
26,55 t 1,07 jtl
26,40 i: 0,83 jtl
(Miosen Awal)
Oligosen
(P19-N3)
Smyth, 2005
Metoda: U-Pb SHRIMP. Sama dengan
Anggota Nampurejo (Samodra &
Sutisna, 1997)
Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda:
K- Ar
Formasi Kebo - Butak
Kaki utara gawir
Baturagung
Oligosen Akhir
Miosen Awal
2004PK02,
Diabas
G. Bokol, Cermo,
Bayat S 7" 48'37,6"E 110" 38'32,3"
Bayat
30,04 2 4,62 jtl
(Oligosen Awal)
Surono dkk., 2006
Metoda: K-Ar
31,25 + 0,90 jtl
(Oligosen Awal)
Sutanto, 1993; Sutanto dkk., 1994; Soeria-Atmadja dkk., 1994. Metoda: K-Ar
32,852 2 6,57 jtl
(Oligosen Awal)
Surono dkk., 2006
Metoda: K-Ar
By48, Basalt
G . Pendul, Ba at
S T 46'37,2"- 110"
39'30,8"
Bayat
33,15 + 1,00 jtl
(Oligosen Awal)
By50, Diabas
Bayat
Kalinam u I, sisipan
volkanidstika halus karbonatan
Kdinampu IS, sisipan volkaniklastika halus karbonatan
Kalinampu
39,82 t 1,49 Jtl
(Eosen Tengah)
Oligosen awal
(~19)
Sutanto (1993); Sutanto dkk., 1994;
Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda:KAr
Sutanto, 1993; Sutanto dkk., 1994; Soeria-Atmadja dkk., 1994.Metoda: K-Ar
W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik
Geologi U G M
Kalinampu
Oligosen
(P19-N3)
W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik
Geologi U G M
Kalinam u III, sisipan
volkanidstika halus karbonatan
Lava basal berstmktur bantal Watuade &lava andesit
basal Kali &alang
Kdinampu
Oligosen
(PI9 - N3)
W. Rahardjo, Lab Paleontologi Teknik
Geologi U G M
Kdi Opak, Berbah
Sleman & Kali
Ngalang Gedangsari
Gunungludul
58,58 i 3,24; 56,3
+ 3,8 Jtl (Paleosen)
Hartono, 2000; Ngkoimani, 2005. Metoda: K-Ar
BY47, Diabas
2004 PK07, Gabro mikro
6
Lab Paleontologi Teknik Geologi U G M
-
Harahap dkk., 2003
148
Api Purba Semin membentuk morfologi
tinggian eliptis sangat kasar, membujur
utara - selatan panjang 5 km lebar 2,s km,
antara Desa Watukelir, Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo dengan aliran Kali
Oya di wilayah Kecamatan Semin. Gunung
api purba ini masih memerlukan penelitian
lebih lanjut untuk memastikannya.
Gunung api purba Manyaran yang terletak di sebelah tenggara Gunung Api Semin
atau di sebelah barat daya Gunung Api Gajahmungkur Muda masih memperlihatkan
morfologi lereng luar (fasies tengah) melandai ke timur dan di bagian tengahnya terdapat
kerucut batuan terobosan (leher gunung api)
berstruktur kekar kolom. Bentang d a m kerucut yang paling utuh terlihat di citra satelit
adalah gunung api purba Wonodadi. Fasies
pusatnya berupa cekungan bergaristengah
sekitar 2,s km, tetapi ke arah barat - barat
daya ditindih oleh batugamping Formasi
Wonosari. Dari hasil pemboran geologi
teknik (Anonim, 1976) di rencana Waduk
Parangioho dan Song Putri, yang terletak di
sebelah timur fasies pusat, didapatkan batuan
beku andesit setebal20,75 m. Rahardjo (komunikasi lisan) juga menginformasikan bahwa di sebelah barat daya Waduk Song Putri
ditemukan batuan beku. Kedua informasi itu
mendukung interpretasi adanya fosil Gunung
Api Wonodadi. Pada lereng selatan, timur
dan utara kerucut itu pola aliran memancar
menjauhi fasies pusat.
Gunung Api purba Panggung terletak
agak ke barat-barat laut lebih menjorok
ke Cekungan Wonosari. Bentang alam
Gunung Panggung ini membentuk tinggian
melingkar dengan diameter sekitar 7 km,
memperlihatkan relief lebih halus dibandingkan dengan morfologi gunung api purba
lainnya. Sekalipun batuan penutup adalah
breksi dan batulapili pumis Formasi Semilir,
di bagian puncak terdapat permukaan agak
datar berarah utara- selatan panjang 3 km,
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
lebar 1 km. Keyakinan sebagai fosil gunung
api di Gunung Panggung ini masih perlu data
pendukung yang lain, mengingat daerah ini
ditutupi oleh Formasi Semilir yang cukup
tebal
Di daerah Kecamatan Eromoko terdapat
dua buah waduk yaitu WadukParangioho dan
Waduk Song Putri. D i sekitar kedua waduk
tersingkap breksi aneka bahan (co-ignimbrite
breccias; Cas dan Wright, 1987; Gambar
8.30), terdiri atas pumis, bom dan bongkah
andesit sampai dasit, fragmen batuan terubah,
serta sedimen meta, yang tertanam di dalam
matriks abu gunung api dan batulapili (kerikil) pumis. Butiran pumis mencapai diameter
20 cm, sedangkan fragmen batuan 120 cm
(Gambar 8.31). Data ini mengindikasikan
bahwa kedua waduk itu mungkin juga merupakan sumber erupsi alternatif dari Formasi
Semilir (Bronto dkk., 2009b).
Jauh di pantai selatan dari deretan ini
terdapat Gunung Api purba Wediombo yang
sudah dilaporkan oleh Hartono dan Bronto
(2007). Penampakan bentang alam berupa
teluk melingkar dikelilingi tinggian yang
tersusun oleh perlapisan aliran lava andesit
dan breksi gunung api, yang merupakan fasies
tengah fosil gunung api kerucut komposit
itu (Gambar 8.32). D i tengah teluk yang
merupakan fasies pusat terdapat intrusi diorit
mikro Gunung Batur, yang membentuk suatu
kubah, retas dan alterasi hidrotermal, serta
mineralisasi logam sulfida, antara lain pirit.
8.1.4 Kelompok Gunung Api Purba
Karangtengah Pacitan
Kelompok fosil gunung api ini terletak
di sebelah timur Cekungan Eromoko dan
Waduk Gajahmungkur. Daerah bagian barat
termasuk wilayah Kabupaten Wonogiri,
Provinsi Jawa Tengah, sedangkan bagian
timur merupakan daerah Kabupaten Pacitan,
Provinsi Jawa Timur. Sebaran fosil gunung
api tidak membentuk pola yang jelas, mu-
-
154
berbentuk elips di dekat muara C i Asem.
Data geofisika ini mungkin juga mengindikasikan adanya gunung api purba yang
sudah tertimbun di bawah dataran pantai
utara Jawa Barat.
Gunung api purba di daerah Panaitan dan
Ujungkulon dapat diidentifikasi berdasarkan
analisis peta geologi Lembar Ujung Kulon
(Atmawinata dan Abidin, 1991),yang secara
topografi merupakan daerah tinggian. Batuan
gunung apiTersier di sini dinamakan Formasi
Cikancana (Tmc), terdiri atas breksi gunung
api, tuf, dan lava andesit. Lava ada yang pejal, bertekstur autoklastika (breksi lava), dan
berstruktur bantal. Batuan klastika gunung
api berbutir halus adalah tuf pasiran dan tuf
gampingan. Di antara batuan gunung api
tersebut terdapat sisipan batugamping, yang
menandakan bahwa gunung api itu berada
di lingkungan marin. Khusus di Pulau Panaitan, di atas Formasi Cikancana terdapat
satuan Batuan Gunung Api Payung (QTv).
Batuan ini tersusun oleh lava andesit, lava
basal, tuf berbatuapung, dan breksi lahar (?).
Keberadaan lava dan breksi gunung api baik
di Formasi Cikancana maupun di Batuan
Gunung Api Payung sangat mendukung
sebagai bagian dari fasies dekat gunung api
purba di daerah itu. Bentuk teluk setengah
lingkaran menghadap ke selatan baik pada
Pulau Panaitan maupun Ujung Kulon mungkin merupakan bekas fasies pusatnya.
Batuan Gunung Api purba Cibaliung
juga membentuk tinggian dan disatukan ke
dalam Formasi Honje (Sudana dan Santosa,
1992), yang tersusun oleh breksi gunung api,
tuf, lava andesit-basal, dan kayu terkersikkan,
serta diterobos oleh andesit-basal. Harijoko
dkk. (2004) melaporkan bahwa andesit tersebut berumur Miosen (11,4 + 0,8 jtl.) yang
ditindih olehTuf Cibaliung berumur Pliosen
(4,9 r 0,6 jtl.). Asosiasi breksi gunung api,
lava andesit-basal, dan intrusi andesit-basal
itu menunjukkan bahwa di Cibaliung ter-
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
dapat gunung api komposit purba sebelum
terjadi letusan kaldera yang menghasilkan
Tuf Cibaliung di daerah itu.
D i daerah Dano dan sekitarnya, Banten
(Gambar 7.7) gunung api purba telah membentuk Kaldera Dano, yang sering disebut
Rawa Dano karena sudah menjadi rawa dan
pada waktu pertama kali dinarnakan mungkin
berupa danau.Tuf Banten yang tersebar sangat luas di daerah ini (Rusmana dkk., 1991;
Santosa, 1991) menjadi bukti sangat kuat
bahwa Rawa Dano adalah bekas kaldera
letusan gunung api purba. D i tepi Kaldera
Dano dan daerah sekitarnya kemudian
muncul gunung api Kuarter, bahkan ada yang
tergolong aktif seperti halnya Gunung api
Karang dan Pulasari (Neumann van Padang,
1951; Simkin dan Siebert, 1994). Agak terpisah di bagian utara terdapat Gunung api
Gede-Merak, sedangkan di sebelah barat
Gunung Api purba Sangiang berada di tengah laut Selat Sunda. D i pulau itu terdapat
teluk berbentuk setengah lingkaran menghadap ke barat daya, yang diduga sebagai pusat
erupsi Gunung Api purba Sangiang.
D i daerah Bayah, vulkanisme tertua
(Paleogen) diwakili oleh Formasi Cikotok
(batuan gunung api Eosen) dan intrusi Granodiorit Cihara (21-23 jtl., Saefudin, 1987),
kemudian diikuti vulkanisme Neogen (Tuf
Citorek) dan gunung api Kuarter seperti
halnya Gunung Endut, Gunung Halimun
dan Gunung Srandil (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Sebaran gunung api Kuarter
itu membentuk pola melingkar melingkupi
batuan gunung api Paleogen dan Neogen
(Gambar 8.37). Batuan itu juga diterobos
oleh intrusi basal berumur Kuarter. Berdasarkan data tersebut diperkirakan bahwa
Bayah merupakan daerah gunung api sistem
kaldera, dan telah terjadi perulangan kegiatan
sejak Paleogen, Neogen, dan Kuarter. Tuf
Citorek sendiri berada di sekeliling Depresi
Citorek (Gambar 7.8),yang diduga merupa-
158
Sebaran gunung api Tersier di Bandung
Selatan, yang berhimpitan dengan gunung
api purba di Pegunungan Selatan (Bronto
dkk.,2006),mempunyai umur beragam mulai
12,Ojtl. (Pertamina, 1988,vide Soeria-Atmadja dkk., 1994), 4,O - 2,8 jtl. (Sunardi dan
Koesoemadinata, 1999))0,23 jtl. di Gunung
Malabar (Bogie dan Mackenzie, 1998) hingga Gunung api Papandayan yang merupakan
gunung api aktif masa kini yang terletak di
bagian paling selatanJawa Barat. Pelamparan
gunung api purba di daerah Bandung tersebut
menerus ke timur-tenggara hingga daerah
Ciamis Utara (Budhitrisna, 1986)) seperti
halnya Gunung api Cijolang.
Di Sukabumi Selatan,vulkanismebawah
laut diidentifikasi dengan banyaknya diran
lava basal berstruktur bantal (Gambar 5.9))
yang oleh Sukamto (1975) dimasukkan ke
dalam Formasi Citirem berumur Kapur.
Setelah beristirahat selama beberapa waktu,
kegiatan gunung api bawah laut ini diikuti
oleh vulkanisme Tersier yang membentuk
Formasi Jampang dan terobosan Dasit Ciemas serta Porfir Cilegok.Analisis radiometri
dengan metode K-Ar terhadap aliran lava di
Pelabuhan Ratu memberikan umur 13,69
2 1,82 jtl, tetapi ada yang jauh lebih muda,
yakni 1,33 2 0,28 jtl dan 0,90 2 0,3 jtl. (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Dari peta geologi
Lembar Cianjur (Sujatmiko, 1972) dan
Lembar Sindang Barang dan Bandarwaru
(Koesmono dkk., 1996))gunung api tersebut
membentuk kelurusan ke gunung api purba
Kancana dan Cikondang. Di sebelah tenggara Sukabumi, analisis radiometri terhadap
intrusi andesit pasir Pogor memberikan
umur 32,30 2 0,30 jtl..(Pertamina, 1988, vide
Soeria-Atmadja dkk., 1994). Gunung api
purba Cikondang diidentifikasi oleh penulis
(Bronto, 2003) berdasar pola sebaran dan
jenis batuan gunung api (Gambar 7.12) yang
dianalisis dari dalam peta geologi Lembar
Sindangbarangdan Bandarwaru (Koesmono
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
dkk., 1996).
Di Pegunungan Selatan, fosil gunung api
Tersier diidentifikasi berdasar bentang dam
citra satelit dan asosiasi batuan terobosan
andesit dengan breksi gunung api yang
berselang-seling dengan lava yang dikenal
sebagai Formasi Jampang (Simanjuntak dan
Surono, 1992; Supriatna dkk., 1992; Alzwar
dkk., 1992; Budhitrisna, 1986, Koesmono
dkk., 1996). Dari sebelah timur, daerah ini
dimulai dari Banjar-Pangandaran, Ciamis,
Tasikmalaya, Garut, Cianjur hingga Sukabumi Selatan. Umur batuan deretan fosil
gunung api di Pegunungan Selatan ini juga
beragam mulai dari 28 jtl. sampai dengan
5 jtl (Soeria-Atmadja dkk., 1994). Ke arah
timur fosil gunung api itu menerus ke daerah Majenang, yang dikenal dengan Formasi
Kumbang (Kastowo dan Suwarna, 1996).
8.3 Gunung Api Purba di Jawa Bagian
Utara
Berdasarkan analisis citra satelit dan
kompilasi data sekunder, ada tiga gunung
api purba di Jawa Tengah bagian utara, yaitu
1. Kumbang - Malahayu, 2. Cupu, dan 3.
Blawong (Bronto, 2 0 0 9 ~ )Di
. bawah ini
diuraikan untuk masing-masing gunung api
purba tersebut.
Gunung Api Purba Kumbang - Malahayu
Gunung api purba Kumbang - Malahayu ini dikenali berdasarkan penampakan
bentang dam dan batuan penyusun. Secara
bentang alam, Malahayu merupakan cekungan dam berdiameter sekitar 4 km yang
sekarang ini telah menjadi waduk konservasi
air. Di kawasan waduk itu terdapat tinggian
bukit yang terpisah satu sama lain, dan merupakan tubuh-tubuh batuan gunung api yang
dimasukkan ke dalam Formasi Kumbang
(Kastowo dan Suwarna, 1996). Sementara
itu Gunung Kumbang (+ 1218 m) terletak
di selatan Waduk Malahayu membentuk
BAB 8 STUDI KASUSGUNUNG API PURBA
159
bentang alam tinggian yang sangat luas, jajaran Gunung Kumbang menghadap ke
berukuran 40 km x 30 krn memanjang pada Gunung Hulucilemeh. D i dalam cekungan
arah barat - timur. D i bagian barat dari seb- ini terdapat batuan sedimen yang dikelomaran Formasi Kumbang ini terdapat puncak pokkan ke dalam Formasi Tapak, Formasi
tinggian bernama Gunung Hulucilemeh Kalibiuk, Formasi Kaliglagah, Formasi
(+ 952 m), yang di dekatnya terdapat retas Linggopodo, serta endapan aluvium. Formasi
andesit, sedangkan pada lereng barat laut Tapak terdiri atas batupasir dengan sisipan
(Gunung Cilambur (+ 825 m) terdapat intru- napal pasiran dan di bagian atas batugamsi andesit. Berdasarkan data geologi (Kastowo ping karang. Formasi Kalibiuk bagian bawah
dan Suwarna, 1996), satuan batuan di daerah tersusun oleh batulempung dan napal, sedang
Gunung Kumbang - Waduk Malahayu di di bagian atas banyak sisipan batupasir. Forsebelah utara Majenang, terdiri atas Formasi masi Kaliglagah berupa batupasir kasar dan
Kumbang (Tmpk), Formasi Halang (Tmph), konglomerat. D i dalam Formasi Kalibiuk
dan Formasi Pemali (Tmp). Formasi Kum- dan Formasi Kaliglagah terdapat fosil molusbang tersusun oleh breksi gunung api, lava, ka. Adanya batuan gunung api yang lebih
retas dan tuf berkomposisi andesit-basal, ba- muda (breksi dan tuf, Qpl) dimasukkan ke
tupasir tuf, konglomerat serta sisipan lapisan dalam Formasi Linggopodo dan berasal dari
tipis magnetit. Formasi Halang terdiri atas Gunung Api Slamet.
Cekungan Waduk Malahayu yang sabatupasir tufan, konglomerat, napal, dan batulempung; di bagian bawah terdapat breksi ngat lebar (diameter lebih dari 4 krn) diduga
andesit. Formasi batuan ini diduga berumur sebagai bekas kaldera, yang tubuh gunung
Miosen Tengah
- - Pliosen Awal. Formasi Pe- apinya sudah hilang dan bahan rombakanmall tersusun oleh napal globigerina biru dan nya membentuk Formasi I-Ialang. Setelah
hijau keabuan, berlapis jelek - baik, setempat fase destruksi Kaldera Malahayu di sebelah
sisipan batupasir tufan, dan batugamping pa- selatan muncul kerucut Gunung- api
- Kumbang
sebagai
kegiatan
konstruksi
gunung
api
siran biru keabuan. Struktur sedimen berupa
perairan sejajar, silang siur, perairan terpelintir komposit atau strato. D i sebelah barat daya
dan gelembur gelombang. Umur formasi ini Gunung api Kumbang kemudian muncul
diperkirakan Miosen Awal dengan tebal +- Gunung api Hulucilemeh yang juga mem900 m. Tuf merupakan batuan piroklastika bentuk kerucut komposit. D i antara kedua
berbutir halus, yang sumbernya dapat berasal gunung api tersebut terdapat Cekungan
dari tempat sangat jauh. Sebaliknya, retas, Bentarsari, yang diperkirakan sebagai bekas
lava, dan breksi gunung api berkomposisi kaldera Kumbang, yang kemudian terisi baandesit basal diyaluni sebagai hasil kegiatan tuan sedimen silisiklastika hasil rombakan
gunung api setempat. Retas merupakan batuan gunung api yang lebih tua di sekibatuan intrusi semi gunung api, sedangkan tarnya bercampur dengan material karbonat.
lava dan breksi sebagai batuan ekstrusinya. Cekungan ini semakin mendangkal sehingga
D i kawasan Gunung Hulucilemeh terdapat menjadi darat dan diendapkan aluvium. Dibatuan gunung api yang sudah teralterasi sini perlu dicurigai adanya batuan gunung api
muda yang dikelompokkan ke dalam Formasi
secara hidrotermal menjadi propilit.
D i antara Gunung Hulucilemeh dan Linggopodo, apakah sebagai hasil rombakan
Gunung Kumbang terdapat Cekungan Ben- batuan gunung api yang lebih tua atau hasil
tarsari. Cekungan itu berbentuk melengkung reaktivasi gunung api di daerah ini. Batuan
seperti bulan sabit sejajar dengan lengkungan itu disangsikan berasal dari Gunung api
160
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
kaki tirnur Gunung api Slamet.
Forrnasi Kurnbang rnenjernari dengan
Forrnasi Halang yang tersusun oleh batupasir
GunungApi Purba Cupu
andesit, konglornerat tufan dan napal (Djuri
Bentang alarn tubuh gunung api di lokasi dkk., 1996). Dari uraian tersebut diperkiraini sudah sangat sulit dikenali karena rneng- kan sebagian besar batuan penyusun Forrnasi
alarni pensesaran sangat intensif. Daerah ini Halang adalah bahan rombakan asal gunung
terletak antara Gunung api Slarnet di sebelah api, rnungkin Gunung api purba Cupu atau
barat dan Kornpleks Gunung api Rogojern- Forrnasi Kurnbang
- di dekatnya. Kedua
bangan dan Dieng di sebelah tirnur; atau forrnasi batuan asal gunung api tersebut
antara ~ o t Banjarnegara
a
di sebelah selatan rnenurnpang di atas batuan sedirnen lunak
dan Kota Pernalang di utara. Narna Gunung yang dikelornpokkan ke dalarn Forrnasi
api Cupu diarnbil dari titik tertinggi di seba- Rambatan, yang berurnur Miosen Tengah.
iaii Formasi Kurnbang (Djuri dkk., 1996), Forrnasi Rarnbatan bersusunan serpih, napal,
yakni di Gunung Cupu (+ 1291 rn). Gunung dan batupasir garnpingan. Forrnasi Kurnbang
api purba ini diidentifikasi berdasarkan data dan Forrnasi Halang ditindih oleh Forrnasi
geologi, yaitu terdapat banyak batuan intrusi Tapak yang berurnur Pliosen dan tersusun
berkornposisi gabro sarnpai diorit dan diorit oleh batupasir, konglornerat, dan seternpat
rnikro porfir, serta batuan ekstrusi gunung breksi andesit. Kelompok batuan ini diduga
api yang dikelornpokkan ke dalarn Formasi juga rnerupakan bahan rornbakan sebagai
Kurnbang berurnur Miosen Tengah bagian kelanjutan dari pernbentukan Forrnasi
atas sarnpai dengan Miosen Akhir (Con- Halang. Seluruh batuan berurnur Tersier
don dkk., 1996; Djuri dkk., 1996). Batuan itu kernudian ditindih oleh lava Gunung api
gunung api Forrnasi Kurnbang di sini terdiri Slarnet dan endapan aluviurn.
Hal yang cukup rnenarik adalah terdapatatas lava andesit dan basal, breksi, tuf, dan
secara seternpat breksi batuapung. Berhubung nya endapan aluviurn yang secara seternpat
lokasi ini berjarak sangat jauh dari lokasi berada di tengah-tengah sebaran batuan seditipe Forrnasi Kurnbang (sekitar 100 krn) rnenTersier dan batuan terobosan. Cekungan
adalah ha1 yang tidak rnungkin jika lava dan di lokasi terbentuknya endapan aluviurn itu
breksi di sini berasal dari Gunung api purba apakah hanya dikontrol oleh faktor eksogen
Kumbang-Malahayu. Apalagi di daerah ini atau ada pengaruh endogen seperti halnya
juga dijurnpai intrusi gabro dan diorit yang tektonika dan atau bekas kawah gunung api.
kernungkinan besar berhubungan dengan Hal terakhir itu bisa saja terjadi karena batuan
batuan ekstrusi berupa lava basal dan andesit di dalarn kawah atau fasies pusat gunung
di dekatnya. Menurut Soeria-Atrnadja dkk. api sudah rnengalarni ubahan hidroterrnal
(1994) tubuh batuan beku di daerah ini beru- sehingga rnenjadi lunak dan rnudah tererosi
pa retas-retas besar, leher gunung api, aliran kernudian terbentuk cekungan yang selanjutlava, dan batuan beku terobosan dangkal. nya terisi oleh endapan aluviurn.
Aliran sungai utarna di daerah ini adalah
Inforrnasi tersebut lebih rnendukung interpretasi adanya gunung api purba di wilayah Kali Keruh dan Kali Genteng yang ke hilir
ini. Boleh jadi, kerucut gunung api cukup rnenyatu rnenjadi Kali Cornal berrnuara di
banyak dan sebagian ada yang kecil-kecil Ujung Pernalang, di tirnur laut Kota Pernaseperti halnya kerucut-kerucut sinder yang lang. Aliran sungai ke selatan berpola paralel
dijurnpai di sebelah baratnya (Bobotsari) di rnenyatu ke Kali Klawing di daerah PurbaSlarnet, karena diendapkan di daerah tinggian
Gunung Kumbang serta letaknya cukup jauh.
BAB 8 STUDI KASUS GUNUNG API PLIRBA
161
lingga, kemudian bermuara di Kali Serayu, merat, breksi gunung api dan batugamping.
yang mengalir di sebelah selatan kota itu.
Sedangkan Formasi Kalibeng terutama
Hasil analisis radiometri dengan meng- terdiri atas napal pejal dan napal bersisipan
gunakan metode K-Ar terhadap batuan batupasir tufan serta batugamping. Baik
gunung api di daerah Karangkobar-Bobotsari di dalam sebaran Formasi Kerek maupun
memberikan kisaran umur 11,16 2 1,24 Sam- Formasi Penyatan terdapat batuan terobosan
pai dengan 3,01 + 0,17 jtl (Soeria-Atmadja basal yang diduga berumur Miosen Tengah
dkk., 1994). Diduga, kegiatan gunung api ('Thanden dkk., 1996).
Diperkirakan kerucut G u n u n g api
Tersier atas ini menerus ke aktivitas gunung
api Rogojembangan di sebelah timurlautnya. Blawong dan Beser ini sudah tererosi lanjut,
dan bahan rombakan itu diangkut oleh Kah
GunzlngApi Purba Blawong
Bodri kemudian diendapkan di muaranya
Secara bentang d a m gunung api purba sehingga membentuk Tanjung Korowelang
ini nampak tertoreh kuat dengan bentuk dan Tanjung Bayi.
Selain gunung api purba di Jawa Tengah
bukit berpola konsentris atau semi eliptis berukuran 20 km x 15 km memanjang berarah bagian utara tersebut, di bagian utara Jawa
barat-timur dengan titik tertingi di tengah- Barat juga dijumpai gunung api monogenesis.
nya bernama Gunung Blawong (+ 815 m). D i Sebagai contoh Gunung api maar Setu Patok
sebelah barat-barat daya Gunung Blawong (Gambar 3.4) yang terletak lebih kurang
(jarak datar 10 km) terdapat tinggian berna- 7 km di sebelah selatan Kota Cirebon dan
ma Gunung Beser (+ 1036 m; Gambar 7.3), tergambar di dalam peta geologi Lembar
keduanya terlihat cukup jelas dari citra satelit. Cirebon (Silitonga dkk., 1996). Fenomena
Aliran sungai yang mengelilingi Gunung cekungan danau atau situ dan rawa yang diBlawong berpola memancar dan konsentris, duga sebagai bekas gunung api maar ternyata
sedangkan di sekitar Gunung Beser aliran banyak dijumpai mulai dari daerah Banten
sungai berpola memancar saja. Aliran sungai sampai dengan Pamanukan-Subang. D i
tersebut merupakan bagian hulu dari Kali sebelah timur-tenggara kota Serang, Banten,
Bodri yang di muaranya membentuk Tan- pada sebaran Tuf Banten (Rusmana dkk.,
jung Korowelang danTanjung Bayi di pantai 1991) antara lain terdapat Situ Ciherang,
Laut Jawa. Jarak datar dari puncak Gunung Situ Cikonde, dan Situ Panebang. Di sebelah
Blawong sampai dengan muara Kali Bodri barat Kota Karawang terdapat Situ Cibinong,
Rawa Cibitung, Rawa Baru, Rawa Dukuh
lebih kurang 40 km.
Gunung Blawong dan sekitarnya tersusun dan Rawa Santiora (Achdan dan Sudana,
oleh batuan gunung api yang dikelompokkan 1992). D i kaki barat laut Gunung Sunda,
ke dalam Formasi Penyatan berumur Miosen wilayah Purwakarta terdapat Situ WanayaTengah sampai dengan Plistosen ('Thanden sa, sedangkan di selatan kota Subang dapat
dkk., 1996).Batuan gunung api ini terdiri atas dijumpai Situ Ranca Teja dan Ranca Bungur.
aliran lava, breksi, tuf, batupasir dan batulem- Kemungkinan bekas gunung api maar itu
pung. Batupasir, tuf dan breksi gunung api nampaknya berderet timur-barat pada batas
sangat dominan. Secara stratigrafi Formasi antara jalur gunung api Kuarter di sebelah
Penyatan menumpang di atas Formasi Kerek selatan dan batuan sedimen atau dataran
dan menjemari dengan Formasi Kalibeng. aluvium Jawa Barat di bagian utara. Lebih
Formasi Kerek tersusun oleh perselingan dari itu, di sebelah utara Kota Subang atau
batulempung, napal, batupasir tufan, konglo- di selatan pusat Kecamatan Pagadenbaru dan
DAFTAR ACUAN
Abdissalam, R., Bronto, S., Harijoko, A,, dan
Setyogroho, B., dan Amin, T.C., 1994. Peta
Geologi Lembar Lombok, Nusa Tenggara, skala
Hendratno, A,, 2009. ldentifikasi Gunung Api
Purba Karangtengah di Pegunungan Selatan,
I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Wonogiri, Jawa Tengah, Jurnal Geologi
Geologi, Bandung.
Anonim, 1976. Laporan penyelidikan geologi teknik
Indonesia, 4 (4), h.253-267.
Abdurachman, Hendrasto, E.K., lrianto, M.,
Bukit Kiri rencana waduk serba guna Wonogiri.
Bagian Teknik Geologi, FT-UGM, Yogyakarta,
dan Kadarsetia, E., 1988. Laporan penietaan
Kompleks Mandasawu-Ranakah-Flores Barat,
14 h. (tidak terbit).
NTT, Direktorat Vulkanologi, tak terbit, 32.
Anonim, 1997. Volcanoes and associated topics
in relation to nuclear power plant siting,
Abidin, H.Z., Pieters, P.E., dan Sudana, D., 1993.
Geologic Map of the Long Pahangai, (East)
Provisional Safety Standards Series no. 1,
Kalimantan, scale 1 : 250,000. Geological
International Atomic Energy Agency, Vienna,
Research and Development Centre, Bandung.
49 h.
Achdan, A. dan Sudana, D., 1992. Peta Geologi Atmawinata, S. dan Abidin, H.Z., 1991. Peta
Lembar Krawang, Jawa, skala I : 100.000.
GeologiLembar Ujung Kulon, Jawa Barat, skala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
I :100.000.Pusat Penelitian dan Pengeinbangan
Bandung.
Geologi, Bandung.
Aldiss, D.T., Sjaefudin, A.G., dan Kusjono, 1983. Bachri, S., 2006. Stratigrafi lajur volkano-plutonik
Geologic Map of the Sidikalang Quadrangle,
daerah Gorontalo, Sulawesi. Jurnal Sumber
Daya Geologi, XVI (2), h.94-106.
Sumatra, scale 1:250,000. Geological Research
and Development Centre, Bandung.
Baharuddin, 2007. Ciri petrologi dan geokimia
Alzwar, M., Samodra, H., dan Tarigan, J.J., 1988,
batuan gunung api Yapen, Papua. Jurnal Sumber
Pengantar Dasar Ilmu Guntrngapi, Nova,
Daya Geologi, XVII, Special Issue, h.1-10.
Bandung, 226 h.
Baharuddin dan Rusmana, E., 2007. Geochemical
Alzwar, M., Akbar, N., dan Bachri, S., 1992. Peta
characteristics of the youngest volcanic rocks
Geologi Lembar Gartit dun Pameungpetrk,
from Mount Acau, West Kutai Regency,
Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan
East Kalimantan: Implication for tectonic
Pengembangan Geologi, Bandung.
environment. Jurnal Stimber Daya Geologi,
Amiruddin dan Trail, D.S., 1993. Geology of the
XVII, Special Issue, h.47-56.
Nangapinoh Sheet Area, Kalimantan, scale I : Baharuddin, Pieters, P.E., Sudana, D., dan Mangga,
250,000. Geological Research and Development
S.A., 1993. Geological Map of the Long Nawari
Centre, Bandung.
Sheet, East Kalin7antan, scale I : 250.000.
Andi Mangga, S., Atmawinata, S., Hermanto, B.,
Geological Research and Development Centre,
174
Bandung.
Basaltic Volcanism Study Project (BVSP), 198 1.
Basaltic volcanism on the terrestrial planets.
Pergamon Press, New York, 1286 h.
Bennett, J.D., Bridge, D.McC., Cameron, N.R.,
Djunuddin, A,, Ghazali, S.A., Jeffery, D.H.,
Kartawa, W., Keats, W., Rock, N.M.S., Thomson,
S.J., dan Whandoyo, R., 1981. Geological Map
of the Barzda Aceh Quadrangle, Sumatra,
scale I : 250,000. Geological Research and
Development Centre, Bandung.
Billings, M.P., 1977. Structural Geology, 3rdedition,
Prentice-Hall of India, New Delhi, 606 h.
Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The aplication
of a volcanic facies models to an andesitic
stratovolcano hosted geothermal system at
Wayang Windu, Java, Indonesia. Proceedings
20th NZ Geothermal Workshop, h. 265-270.
Branney, M.J, Kokelaar, P., dan Kokelaar, B.P., 2002.
Pyroclastic Density Currents andSedimenta~ion
of Ignimbrites. Geological Society Memoir,
27, 143 h.
Bronto, S., 1986. Variation of Galunggung Eruptions.
Prosiding PIT ke 16 IAGI, Yogyakarta, h. 7 19737.
Bronto, S. 1989. Volcanic Geology of Galunggung,
West Java, Indonesia. PhD Thesis, Canterbury
University, New Zealand, 490 h. (tidak
dipublikasikan).
Bronto, S., 1995. Volcanic debris avalanches and
lahars on Galunggung, Merapi and Kelut, Java,
Indonesia. Proceedings of The Workshop on
Debris Avalanche and Debris Flow of Volcano,
Science and TechnologyAgency, Japan, March
7-11, h. 21-57.
Bronto, S., 2001. Volcanic debris avalanches
in Indonesia. Proceedings of The 3'" Asian
Symposium on Engineering Geology and the
Environment (ASEGE), Yogyakarta, Sept. 3-6,
h. 449-462.
Bronto, S., 2002. Differentiation Process in the
1982-83 Galunggung Eruptive Products. Bulletin
Geological Research and Development Centre,
22, h. 85-101.
Bronto, S., 2003. Gunungapi Tersier Jawa Barat:
Identifikasi dan Implikasinya. Majalah Geologi
Indonesia, 18 (2), h. 111-135.
Bronto, S., 2006. Fasies gunung api dan aplikasinya.
Jurnal Geologi Indonesia, 2( I), h. 59-7 1.
Bronto, S., 2009a. Fosil gunung api dl Pegunungan
Selatan Jawa Tengah, Prosiding Workshop
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Geologi Pegunungan Selatan 2007, PSG-BG,
Dept. ESDM, Publikasi Khusus no. 38, h.
171-194.
Bronto, S., 2009b. Tinjauan geologi gunung api
Jawa Barat - Banten dan lmplikasinya. Jurnal
Geoaplika, FIKTM-KKGT, ITB, 3 (2), h. 47-6 1.
Bronto, S., 2009c. Volkanostratigrafi daerah
P i y u n g a n - I m o g i r i , K a b u p a t e n Bantu1
- Yogyakarta, Proceedings International
Conference Earth Science and Technology,
UGM Yogyakarta, h. 9- 19.
Bronto, S., 2009c. Gunung api di selatan dataran
pantai utara Jawa Tengah, sumber daya dan
potensi bahayanya. Prosiding, Seminar Geologi
Kuarter PSG-BG, Semarang, 15-16 Okt. 2009,
25 h. (inpres.).
Bronto, S., 2010a. Identifikasi Gunung Api Purba
Pendul di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten - Jawa Tengah. Jurnal Sumber
Daya Geologi, 20 (1 ), h.3- 13.
Bronto, S., 2010b. Gunung api purba di Pegunungan
Selatan Yogyakarta - Jawa Tengah dan
Implikasinya. Prosiding Simposium Geologi
Yogyakarta, Pengda IAGI DIY, IST AKPRIND,
23 Maret 2010, 25 h. (inpres.).
Bronto, S., Hadisantono, R.D., dan Lockwood, J.P.,
1982. Geologic Map of Gamalama Volcano,
Ternate, North Maluku, scale I : 25,000,
Volcanological Survey of Indonesia, Bandung.
Bronto, S. dan Pratomo, I., 1997. Endapan Longsoran
gunung api dan implikasi bahayanya di kawasan
G. Guntur, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Prosiding PITIAGI ke 25, Bandung, 11-12 Des.
1997, h. 51-66.
Bronto, S., Hartono, G., dan Punvanto, D., 1998.
Batuan longsoran gunung api Tersier di
Pegunungan Selatan, studi kasus di Kali
Ngalang, Kali Putat, dan Jentir, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta. Prosiding PITXYVII
IAGI, h. 3.44-3.49.
Bronto, S., Rahardjo, W., dan Hartono, G., 1999.
Penelitian gunung api purba di kawasan Kali
Ngalang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah
IstimewaYogyakarta serta implikasinya terhadap
pengembangan sumber daya geologi. Prosiding
Seminar Nasional Sumber Daya Geologi, 40
tahun Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,
UGM, Yogyakarta, h.222-227.
Bronto, S. dan Fernandy, A,, 2000. Setu Patok
sebagai gunungapi maar di daerah Cirebon.
Prosiding PIT 29 IAGI, Bandung, November
21-22, h. 163-172.
Bronto, S., Hartono, G., dan Defrinaldi, R.,
2000. Endapan Longsoran Gunung api
Ciremai, Jawa Barat, Seminar Hasil Penelitian
Dosen Perguruan Tinggi dalam Bidang Ilmu
Keteknikan, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta,
10 Oktober 2000, 13 h. (tidak terbit).
Bronto, S. dan Hartono, G., 2002. Longsoran
Gunung Api dan Bahayanya. Simposium
Nasional Pencegahan Bencana Sedimen,
Kerjasama Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air dengan JICA, Yogyakarta, 12- 13 Maret
2002, h. 413-426.
Bronto, S., Pambudi, S., dan Hartono, G., 2002.
The genesis of volcanic sandstones associated
with basaltic pillow lavas: A case study at the
Jiwo Hills, Bayat area (Klaten, Central Java).
Jurnal Geologi dun Sumber Daya Mineral, XI1
(131), h.2-16.
Bronto, S., Budiadi, Ev., dan Hartono, G., 2004a.
Permasalahan Geologi Gunungapi di Indonesia.
Majalah Geologi Indonesia, 19 (2), 91- 105.
Bronto, S., Hartono, G., dan Astuti, B., 2004b.
Hubungan genesa antara batuan beku intrusi
dan batuan beku ekstrusi di Perbukitan Jiwo,
Kecamatan Bayat, Klaten Jawa Tengah. Majalah
Geologi Indonesia, 19 (3), h.147-163.
Bronto, S., Ciochon, R., Zaim, Y., Larick, R.,
Wulff, A., Rizal, Y., Carpenter, S., Bettis, A.,
Sudijono, dan Suminto, 2004c. Studi Petrologi
Basal sebagai Indikasi Vulkanisme di Daerah
Grumbulpring, Sangiran - Jawa Tengah. Jurnal
Sumber Daya Geologi, XIV(3), h. 147- 163.
Bronto, S., Achnan K., W. Kartawa, M. H. Dirk,
H. Utoyo, J. Subandrio, dan K. Lumbanbatu,
2004d. Penelitian Awal Mineralisasi di Daerah
Cupunagara, Kabupaten Subang - Jawa Barat.
Majalah Geologi Indonesia, h. 12-30.
Bronto, S., Hartono, G., dan Pambudi, S., 2005.
Stratigrafi Batuan Gunung Api Di Daerah
Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman
Yogyakarta. Majalah Geologi Indonesia, 20
(I), h. 27-40.
Bronto, S. dan Hartono, U., 2006. Potensi sumber
daya geologi di daerah Cekungan Bandung dan
sekitarnya. Jurnal Geologi Indonesia, l(l),h.
9-18.
Bronto, S., Achnan K., dan Lumbanbatu, K., 2006.
Stratigrafi gunung api daerah Bandung Selatan,
Jawa Barat. Jurnal Geologi Indonesia, (2), h.
89-101.
Bronto, S. dan Mulyaningsih, S., 2007. Gunung api
maar di Semenanjung Muria. Jurnal Geologi
Indonesia, 2 (I), h. 43-54.
Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G., dan
Astuti, B., 2008. Gunung api purba Watuadeg:
Sumber erupsi dan posisi stratigrafi. Jurnal
Geologi Indonesia, (3) 3, h. 117-128.
Bronto, S., Hartono, U., dan Rahardjo, W., 2009a.
Peningkatan pembelajaran geologi gunung api
untuk mendukung penelitian dan pendidikan
ilmu kebumian. International Conference on
Earth Science & Technology,UGM,Yogyakarta,
h. 147- 154.
Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G., dan
Astuti, B., 2009b. Waduk Parangjoho dan
Songputri sebagai alternatif sumber erupsi
Formasi Semilir di daerah Eromoko, Kabupaten
Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Geologi
Indonesia, 4 (2), h.77-92.
Bronto, S. dan Poedjoprajitno, S., 2010. Pengenalan
gunung api purba di daerah Lampung berdasarkan
analisis inderaja. Prosiding Seminar Nasional
PPGN-BATAN, Jakarta, 20 Oktober 2010, 19 h.
Bronto, S. dan Setianegara, R., 2010. Ancaman
bahaya letusan gunung api skala besar dan
monogenesis di Indonesia. Prosiding PIT ke
39 IAGI, Senggigi, Lombok, NTB, 22-25
November 20 10, 15h.
Bronto, S., Asmoro, P., Hartono, G., dan Sulistiyono,
S. 2010a. Gunung Api Tua di daerah Bakauheni
- Pulau Sangiang, Selat Sunda, Kabupaten
Lampung Selatan (dalam persiapan).
Bronto, S., Asmoro, P., dan Sulistiyono, S. 2010b.
Evolusi Gunung Api Pra-Rajabasa di daerah
Kalianda dan sekitarnya, Kabupaten Lampung
Selatan (dalam persiapan).
Bronto, S., Djumhana, D., Siregar,D.A., Wahyudiono,
J., dan Sulistiono, S., 20 10c. Gunung api purba
di daerah Aceh dan implikasinya terhadap
tataan tektonika serta keterdapatan mineral
logam. Prosiding Seminar Nasional IST
AKPRIND: Aplikasi Sains & Teknologi dalam
pengembangan sumber daya alam, Yogyakarta,
20h.
Budhitrisna, T., 1986. Peta Geologi Lernbar
Tasikmalaya, Java Barat, skala I : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Cas, R.A.F. dan Wright, J.V., 1987. Volcanic
successions: modern and ancient. Allen and
Unwin, London, 528 h.
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Condon, W.H., Pardyanto, L., Ketner, K.B.,
Amin, T.C., Gafoer, S., dan Samodra, H.,
1996. Peta Geologi Lembar Banjarnegara dun
Pekalongan, Jawa, skala 1 : 100.000. Edisi
kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Corbett, G.J. dan Leach, T.M., 1995. Southwest
Pacific Rim Gold-Copper System, Strzrcture,
Alteration and Mineralization. Manual for
Exploration Workshop presented at Jakarta,
186 h.
Cox, K.G., Bell, J.D., dan Pankhurst, R.J., 1981. The
interpretation oflgneous Rocb. George Allen &
Unwin Ltd., London, 450 h.
Decker, R. dan B. Decker, 1981. Volcanoes, W.H.
Freeman Co., San Francisco, 244 h.
Decker, R.W., T.L. Wright, dan P.H. Stauffer
(Eds.), 1987. Volcanism in Hawaii, v. I & 2,
US Geological Survey Professional Paper 1350.
Djuri, 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun,
Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., dan Gafoer, S.,
1996. Peta Geologi Lembar Punvokerto dun
Tegal, Jawa, skala I :100.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Effendi, A.C., Bronto, S., dan Sukhyar, R., 1986.
Geologic Map of Krakatau Complex, scale I
: 25,000. Volcanological Survey of Indonesia,
Bandung.
Effendi, A.C., Kusnama, dan Hermanto, B., 1998.
Peta Geologi Lembar Bogor, Jawa, skala 1 :
100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Eichelberger, J.C., 1995, Silicic Volcanism: Ascent
of Viscous Magmas from Crustal Reservoirs.
Annual Revision of Earth Sciences, 23, h.4 1-63.
Endarto, M. dan Sukido, 1994. Geological Map of
the Sinabang Sheet, Sumatra, scale 1 :250,000.
Geological Research and Development Centre,
Bandung.
Ewart, A,, 1982. The mineralogy and petrology
of Tertiary - Recent orogenic volcanic rocks:
with special reference to the andesite - basaltic
compositional range. Dalam: Thorpe, R.S.
(ed.), Andesite: Orogenic Andesites and Related
Rocks, John Wiley Sons Ltd., New York, h.25
- 95.
Ferari, 1995. Data base ,for assessment of
volcano capability, IAEA, contract BC:
100.1010.5410.241.1.201.94CL9070.
Fisher, R.V., 1961. Proposed classification of
volcaniclastic sediments and rocks. Geologrcal
Society American Bulletin, 72, h. 1409- 14 14.
Fisher, R.V., 1966. Rocks composed of volcanic
fragments. Earth Science Revision, 1, h. 287298.
Fisher, R.V. dan Schmincke, H.U., 1984. Pyraclastic
Rocks, Springer-Verlag, Berlin, 472 h.
Fisher, R. V. dan Smith, G.A. (Eds.), 1991.
Sedimentation in Volcanic Settings. SEPM
(Society for Sedimentary Geology), Special
Publication No. 45, Tulsa, Oklahoma, USA,
257 h.
Frey, F.A., Bryan, W.A., dan Thompson, G.,
1974. Atlantic Ocean floor: Geochemistry
and petrology of basalts from Legs 2 and 3
of the Deep Sea Drilling Project. Journal oJ
Geophysial Research, 79, h. 5507-5529.
Gafoer, S., Amin, T.C., dan Pardede, R., 1992. Peta
Geologi Lembar Bengkulu, Sumatera, skala I :
250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Gafoer, S.,Amin, T.C., dan Pardede, R., 2010. Peta
Geologi Lembar Baturaja, Sumatera, skala I
: 250.000. Edisi kedua, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Glicken, H., 1986. Rockslide-debris avalanche
of May 18, 1980, Mount St. Helens Volcano,
Washington. PhD Thesis, Univ. of California,
Santa Barbara, 303 h. (tidak diterbitkan).
Harahap, B.H., Bachri, S., Baharuddin, Suwarna, N.,
Panggabean, H., dan Simanjuntak, T.O., 2003.
Stratigraphic Lexicon ofIndonesia. Geological
Research and Development Centre, Bandung,
729 h.
Harijoko, A,, Sanematsu, K., Duncan, R. A,,
Prihatmoko, S., dan Watanabe, K., 2004. Timing
of the mineralization and volcanism at Cibaliung
gold deposit, Western Java, Indonesia. Resource
Geology, 54, h. 187-195.
Hartono, G., 2000. Studigun~mngapiTersier: Sebaran
pusat erupsi dun petrologi di Pegun~mngan
Selatan, Yogyakarta. Tesis magister, Program
Studi Teknik Geologi, Program Pasca Sarjana,
ITB, Bandung, 168 h (tidak terbit).
Hartono, G. dan Bronto, S., 2007. Asal-usul
pembentukan Gunung Batur di daerah
Wediombo, Gunungkidul, Yogyakarta. Jurnal
Geologi Indonesia, 2 (3), h.143-158.
Hartono, G. dan Bronto, S., 2009. Lapangan
Gunung Api Tersier Daerah Berbah Sleman
- Imogiri Bantul, Yogyakarta. International
Conference Earth Science and Technology,
UGM Yogyakarta. h. 113-120.
Hartono, G., Sudradjat, A., dan Syafri, I., 2007.
Gumuk Gunung Api Purba Bawah Laut Di
Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri,
Jawa Tengah. Joint Convention IAGI-HAGIIATMI, Nov. 13-16, Bali.
Hartono, U., 1997. Petrologi batuan gunung api
dan ultrabasa daerah Pegunungan Meratus,
Kalimantan Selatan. Laporan PKIGT- TA 19961997, Pusat Penelitian dun Pengembangan
Geologi. Direktorat Jenderal GSM, Departemen
ESDM, 42 h. (tidak terbit).
Hartono, U., 2003. A Geochemical Study on the
Plio-Pleistocene Magmas from Kalimantan.
Their influence to the Tertiary Mineralization
System in Kalimantan. Majalah Geologi
Indonesia, l8(2), h. 168- 174.
Hartono, U., 2006. Petrogenesis of the Sintang
intrusives and its implication for mineralization
in Northwest Kalimantan. Journal ofGeological
Resources, XVI(4) h. 2 10-2 19.
Hartono, U., Andi-Mangga, S., dan Achdan, A,,
1996. Geochemical Results of Permian Palepat
and Silungkang Volcanics, Southern Sumatera.
Journal of Geology and Mineral Resozrrces, VI
(56), 18-23.
Hartono, U. dan Sulististyawan, R.I.H., 2010. Origin
of Cretaceous high magnesian andesite from
Southeast Kalimantan. Journal of Geological
Resources, 20 (5), h.261-276.
Heryanto, R. dan Abidin, H.Z., 1995. Geological
Map of the Longbia (Napaku) Qzradrangle,
Kalirnantan, scale 1 : 250,000. Geological
Research and Development Centre, Bandung.
Heryanto, R., Supriatna, S., dan Abidin, H.Z.,
1995. Geological Map of the Malinau Sheet,
East Kalimantan, scale I :250,000. Geological
Research and Development Centre, Bandung.
Heryanto, R., Williams, P.R., Harahap, B.H., dan
Pieters, P.E., 1993. Peta Geologi Lernbar
Sintang, Kalirnantan, skala 1 : 250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Holmes, A., 1965. Principles o f Physical Geology.
2" ed., The Ronald Press Co., New York, 399 h.
Kastowo dan Suwarna, 1996. Peta Geologi
Lernbar Majenang, Jawa, skala I : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung, Edisi kedua.
Katili, J.A., 1975. Volcanism and Plate Tectonics
in the Indonesian island arcs. Tectonophysics,
26, h.165-188.
Koesmono, M., Kusnama, dan Suwarna, N.,
1996. Peta Geologi Lembar Sindangbarang
dun Bandarwaru, Jawa, skala I : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung, Edisi kedua.
Krauskopf, K.B. dan Bird, D.K., 1995. Introdzrction
to Geochemistry, McGraw-Hill, Inc., London,
647 h.
Kusumadinata, K., 1979. Data Dasar Gzinzrngapi
Indonesia. Direktorat Vulkanologi, Bandung,
820 h.
Langmuir, C.H., Bender, J.F., Bence, A.E., Hanson,
G.N., dan Taylor, S.R., 1977. Petrogenesis of
basalts from the FAMOUS area: Mid-Atlantic
Ridge. Earth Planetary Science Letter, 36,
h.133-156.
Le Bas, M.J., Le Maitre, R.W., Streckeisen, A,, dan
Zanettin, B., 1986. A chemical classification of
volcanic rocks based on the total alkali-silica
diagram. Jornal Petrology, 27, h.745-750.
Macdonald, G. A,, 1972. Volcanoes. Prentice-Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey, 5 10 h.
Margono, U., Soejitno, T., dan Santosa, T.,
1995. Geologic Map of the Tumbangmanjzrl,
Kalirnantan, scale 1 : 250,000. Geological
Research and Development Centre, Bandung.
Martodjojo, S., 2003. Evolzrsi CekunganBog05 Jawa
Barat. Penerbit ITB, Bandung, 238 h.
Maruyama, S., 1999. Global-scale material
circulation in the Earth's interior. Dalam:
Darman, H. dan Sidi, F.H., (Eds.), Tectonics
and sedin~entationof Indonesia, FOSI-IAGIITB Regional Seminar, Bandung, 15- 17 March,
h. 6-12.
Masria, M., Ratman, N., dan Suwitodirjo, K.,
1981. Geologi Lembar Biak, ~ k a l a1 :250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Mathisen, M.E. dan McPherson, J.G., 1991.
Volcaniclastic deposits: Implications for
hydrocarbon exploration, Dalam: Fisher, R.V.
dan Smith, G.A. (Eds.), Sedimentation in
volcanic setting, SEPM (Society for Sedimentary
Geology), Special Publication, 15, Tulsa,
Oklahoma, USA, h. 27-36.
McPhie, J., Doyle, M., danAllen, R., 1993. Volcanic
Textures. A Guide to the Interpretation of
Textures in Volcanic Rocks. Centre for Ore
I78
Deposit and Exploration Studies, University
of Tasmania, Australia, 196 h.
Middlemost, E.A.K., 1985. Magmas and Magmatic
Rocks, An Introduction to Igneous Petrology.
Longman Group Ltd., London, 266 h.
Middlemost, E.A.K., 1985. Magmas andMagmatic
Rocks. An Introduction to igneous petrology.
Longman, New York, h.266.
Mohr, P.A., 1967. Major volcano-tectonic lineament
in the Ethiopian rift system. Nature, 2 13, h.664665.
Mulyaningsih, S., Sampurno, Zaim, Y., Puradimaja,
D.J., Bronto, S., dan Siregar, D.A., 2006.
Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal
sampai Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta.
Jurnal Geologi Indonesia, 1(2), h. 103-113.
Nakamura, Y. dan Glicken, H., 1997. Debris
Avalanche Deposits of the 1888 Eruption,
Bandai Volcano. Dalam: Bandai Volcano.Recent
Progress on Hazard Prevention, Research Group
for the Origin of Debris Avalanche, Science and
Technology Agency, Japan, h. 135-148.
Neumann van Padang, M., 1939. Uber die vielen
tausend Hugel im westlichen Vorlande des
Raoeng-Vulkans (Ost Java). De Ingenieur in
Nederlandch Indie Jaargaang, 6(4), sect. 4,
h. 35-41.
Neumann van Padang, M., 1951. Catalogue of
the Active Volcanoes of the World Including
Solfatara Fields. Part I Indonesia. International
Volcanology Association, Via Tasso 199, Napoli,
Italia, 27 1 h.
Newhall, C.G. dan Dzurisin, D.,1988. Historical
unrest at large calderas of the world. US
Geological Survey Bulletin, 1855, 1108 h.
Newhall, C.G. dan R.S. Punongbayan (Eds.),
1996. Fire and Mud Eruptions and lahars of
Mount Pinatubo, Philippines. Phivolcs-Univ.
Washington Press, Seattle, 1126 h.
Newhall, C.G. dan Self, S., 1982. The Volcanic
Explosivity Index (VEI): An Estimate of
Explosive Magnitude for Historical Volcanism.
Journal of Geophysical Research, 87, h. 12311238.
Newhall, C.G., Bronto, S., Alloway, B., Banks, N.G.,
Bahar, I., del Marmol, M.A., Hadisantono, R.D.,
Holcomb, R.T., McGeehin, J., Miksic, J.N.,
Rubin, M., Sayudi, D., Sukhyar, R.,Andreastuti,
S., Tilling, R.I., Torley, R., Trible, D., dan
Wirakusumah, A.D., 2000. 10,000 Years of
explosive eruptions of Merapi Volcano, Central
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Java: Archaeological and modern implications.
Journal Volcanologyand Geothermal Research,
100, h. 9-50.
Ngkoimani, L.O., 2005. Magnetisasi pada batuan
andesit di Pulau Jawa serta implikasinya
terhadap paleomagnetisme dun evolusi tektonik.
Disertasi S3, ITB, 110 h. (tidak terbit).
Nicholls, I.A. dan Whitford, D.J., 1976. Primary
magmas associated with Quaternary volcanism
in the Western Sunda arc, Indonesia. Dalam:
Johnson, R.W. (Ed.), Volcanism in Australasia,
Elsevier, Amsterdam, h.77-90.
Nila, E.S., Rustandi, E., dan Heryanto, R.,
1995. Peta Geologi Lembar Palangkaraya,
Kalimantan, skala I :250.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Noya, Y., Burhan, G., Koesoemadinata, S., dan
Mangga, S.A., 1997. Peta Geologi Lembar
Alor dun Wetar Barat, Nusa Tenggara, skala I
:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Oppenheimer, 2004. "The size and frequency of the
largest explosive eruptions on Earth" (PDF).
Bulletin of Volcanology, 66 (8), h.735-748.
Peccerillo, A. dan S.R. Taylor, 1976. Geochemistry
of Eocene calc alkaline volcanic rocks from the
Kastamonu area, northern Turkey. Contribution
to Mineralogy and Petrology, 58, h.63-8 I.
Pettijohn, F.J., 1975. Sedimentary Rocks. 3 1 ed.,
~
Harper & Row Publication, New York, 628 h.
Pieters, P.E., Abidin, H.Z., dan Sudana, D., 1993a.
Geology of the Putussibau Sheet, Kalimantan,
scale I : 250.000. Geological Research and
Development Centre, Bandung.
Pieters, P.E., Baharuddin, Sudana, D., dan Mangga,
S.A., 1993b. Geology of the LongNawan Sheet,
East Kalimantan, scale I :250.000. Geological
Research and Development Centre, Bandung.
Pringgoprawiro, H. dan Sukido, 1992. Peta
Geologi Lembar Bojonegoro, Jawa Timur, skala
1.1 00.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Purbo-Hadiwidjojo, M.M., Samodra, H., dan Amin,
T.C., 1998. Peta Geologi Lembar Bali, Nusa
Tenggara, skala I ; 250.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Ragland, P.C. dan Rogers, J.J.W. (Eds.), 1984.
Basalts. Van Nostrand Reinhld Co., New York,
430 h.
Rahardjo, W., Sukandarmmidi, dan Rosidi, H.M.D.,
1977. Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa, skala 1: 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Ringwood, A.E., 1974. The petrological evolution
of island arc systems. Journal of Geological
Society, London, 130, h.183-204.
Rock, N.M.S., Aldiss, D.T., Aspden, J.A., Clarke,
M.C.G., Djunuddin, A., Kartawa, W., Miswar,
Thomson, S.J., dan Whandoyo, R., 1983. Peta
GeologiLembar Ltrbuksikaping, Sumatera, skala
I :250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Rohandi, U. dan Nainggolan, D.A., 1990. Peta
Anomali Gaya Berat Lembar Pamanukan,
Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Rosidi, H.M.D., Tjokrosapoetro, dan Pendowo,
B., 1976. Peta Geologi Lembar Painan dan
Muarasiberut bagian timurlaut, Sumatra.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Rusmana, E. dan Pieters, P.E., 1993. Geological
Map of the Sambas/Siluas Sheet, Kalimantan,
scale 1 : 250.000. Geological Research and
Development Centre, Bandung
Rusmana, E., Suwitodirjo, K., dan Suharsono, 1991.
Peta Geologi Lembar Serang, Jawa, skala
1:lOO.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Rustandi, E., Nila, E.S., Sanyoto, P., dan Margono,
U., 1995. Peta Geologi Lembar Kotabartr,
Kalimantan, skala 1: 250.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Saefudin, I., 1987. Komp1ek.s batzran bustrr vulkanik
daerah Cihara, Kabupaten Lebak, Jawa Barat.
Tesis S1, Jurusan Geologi, FMIPA UNPAD,
Bandung (tidak terbit).
Samodra, H. dan K. Sutisna, 1997. Peta Geologi
Lembar Klaten Jawa Tengah, skala I :50.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Samodra, H., Gafoer, S., dan Tjokrosaputro, S., 1992.
Peta Geologi Lembar Pacitan, Jawa, skala I :
100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Sampurno dan Samodra, H., 1992. Peta Geologi
Lembar Ponorogo, Jawa, skala 1 : 100.000.
Edisi kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Santos, F.R., Sulistiono, P., dan Litaay, N.E.W., 1999.
Totopo West, a low sulphidation epithermal
system in North Sulawesi. Proceedings The 28'"
Annual Convention IAGI, h. 203-21 5.
Santosa, S., 1991. Peta Geologi Lembar Anyer,
Jawa, skala I:IO0.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Sartono, S., 1964. Stratigraphy and Sedimentation
of the Easternmost part of Gunung Sewu (East
Java), Publikasi Teknik Seri Geologi Umum, 1,
Direktorat Geologi, Bandung, 95 h.
Schieferdecker, A.A.G. (Ed.), 1959. Geological
Nomenclature. Royal Geology and Mining
Society of theNetherlands, J. Noorduijn en Zoon
N.V., Gorinchem, 523 h.
Sidarto dan Hartono, U., 2009. Identifikasi Gunung
Api Purba di Daerah Sapaya, Sulawesi Selatan
Pada data Inderaan Jauh. Jtrrnal Sumber Daya
Geologi, 19 (6), h.351-363.
Siebert, L., Bronto, S., Supriatman, I., dan Mulyana,
R., 1997. Massive debris avalanche from
Raung Volcano, Eastern Java. Abstract, IAYCEI
GeneralAssembly, January 19-24,1997, Puerto
Vallarta, Mexico.
Siebett, B.S., 1988. Size, depth and related structures
of intrusions under stratovolcanoes and
associated geothermal systems. Earth Sciences
and Review, 25, h. 291-390.
Silitonga, .H., Masria, M., dan Suwama, N., 1996.
Peta Geologi Lembar Cirebon, Jawa, skala I :
100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung, edisi kedua.
Silitonga, P.H., 1973.Peta GeologiLembar Bandung,
Jawa, skala I : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Simanjuntak, T.O. dan Surono, 1992. Peta Geologi
Lembar Pangandaran, Jawa, skala I :100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Simkin, T. dan Siebert, L.,1994. Yolcanoes of
the World, 2nd Ed. Geoscience Press, Inc. In
association with the Smitsonian Institute.,Tucson,
Arizona, 349 h.
Simkin, T., 1993. Terrestrial Volcanism in Space
and Time. Annzral Revision of Earth Sciences,
21, h. 427-52.
Sisson, T. W. dan S. Bronto, 1998. Evidence for
pressure-release melting beneath magmatic arcs
from basalt at Galunggung, Indonesia. Nature,
391, h.883-886.
Situmorang, R.L. dan Burhan, G., 1995. Geological
Map of the Tanjung Redeb Qtradrangle,
Kalimantan, scale I : 250,000. Geological
Research and Development Centre, Bandung.
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Smyth, H., 2005. Eocene to Miocene basin histoty
and volcanic activity in East Java, Indonesia.
PhD thesis, University of London, 470 h. (tidak
dipublikasikan).
Smyth, H.R., Hall, R., and Nicholls, G.J., 2008.
Cenozoic volcanic arc history of East Java,
Indonesia: The stratigraphic record of eruptions
on an active continental margin. In: Draut, A.E.,
Cliff, P.D., dan Scholl, D.W., (eds.), Formation
andApplications ofthe Sedimentary Record in
Arc Collision Zones: The Geological Society of
America, Special Paper 436, h. 199-222.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H., Joron,
J.L., Cyrille, Y., Bougault, H., Hasanuddin,
1986. The occurrence of back-arc basalt in
Western Indonesia. In: Koesoemadinata, R.P.
and Noeradi, D. (eds.): Indonesian IslandArcs :
Magmatism, Mineralization, and Tectonic
Setting, 2003, Penerbit ITB, h.112-119.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., Bellon, H.,
Pringgoprawiro, H., Polve, M., dan Priadi, B.,
1994. Tertiary magmatic belts in Java. Journal
ofSozrtheast Asian Earth Sciences, 12, h. 13-27.
Streckeisen, A.L., 1980. Classification and
nomenclature of volcanic rocks, lamphrophyres,
carbonatites and melilitic rocks, IUGS
Subcommission on the systematics of Igneous
Rocks. Geologischen Rundschazr, 69, h. 194207.
Sudana, D., Yasin, A,, dan Sutisna, K., 1994. Peta
Geologi Lembar Obi, Maluk~r,skala 1 :250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sudana, S. dan Santosa, S., 1992. Peta Geologi
Lembar Cikarang, Jawa, sekala 1:100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sujatmiko dan Santosa, S., 1992. Peta Geologi
Lembar Leuwidamar, Jawa, skala 1 : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sujatrniko, 1972. Peta Geologi Lembar Cianjz~r,
Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Sukamto, R., 1975. Peta Geologi Lembar Jampang
dan Balekambang, Jawa, skala 1 : 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sukamto, R., 1982. Geologi Lembar Pangkajene dun
Watampone Bagian Barat, Sulawesi, skala 1 :
250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Sukamto, R. dan Supriatna, S., 1982. Geologi
Lembar Ujungpandang, Benteng dun Sinjai,
Szrlawesi, skala 1 :250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Sukamto, R. dan Suwarna, N., 1986. Geologi Lembar
Talaud, Sulawesi Utara, skala 1 : 250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Sukhyar, R., Bronto, S., dan Effendi, W., 1986.
Geologic Map of Lamongan Volcano, East
Java, scale 1 : 50,000. Volcanological Survey
of Indonesia, Bandung
Sunardi, E. and Koesoemadinata, R.P., 1999. New
K-Ar ages and the magmatic evolution of the
Sunda-Tangkuban Perahu volcano complex
formations, West Java, Indonesia. Proceedings
of The 28'" Annual Convention IAGI, h.63-7 1.
Supriatna, S. Sarmili, L., Sudana, D. dan Koswara,
A,, 1992. Peta Geologi Lembar Karangnungal,
Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Surono, Toha, B., dan Sudarno, I. 1992. Peta Geologi
Lembar Szrrakarta Jawa skala 1: 100.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Surono, Hartono, U., dan Permanadewi, S., 2006.
Posisi stratigrafi dan petrogenesis intrusi Pendul,
Perbukitan Jiwo, Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI (5),
h.302-3 1 1.
Sutanto, 1993. Evolutions geochimiques e t
geochronologiques du magmatisme Tertiaire
de Java (Indonesia). Rapport de Stage de DEA,
Universite de Bretagne Occidentale,76 h.(tak
terbit).
Sutanto, Soeria-Atmadja, R., Maury, R.C., and
Bellon, H., 1994. Geochronology of Tertiary
volcanism in Jawa. Prosiding Geologi dan
Geotektonik P. Jawa, sejak Mesozoikzrm Kuarter, h.73-76.
Suwarna, N. dan Apandi, T., 2010. Peta Peologi
Lembar Longiram, Kalimantan, skala 1 :
250.000. Edisi ke-2, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Suwarna, N., Santosa, S., dan Koesoemadinata,
S., 1989. Peta Geologi Lembar Ende, Nusa
Tenggara, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Suwarna, N. dan Suharsono, 1984. Laporan Geologi
Lembar Bangko (Sarolangun), Sumatra. Open
File Report, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Suwarna, N., Suharsono, Gafoer, S., Amin, T.C.,
dan Hennanto, B., 2007. Peta Geologi Lembar
Sarolangun, Sumaiera, skala 1 :250.000. Edisi
kedua, Pusat PeneIitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Tatsumi, Y., Sakuyama, M., Fukuyama, H., dan
Kushiro,I., 1983. Generation of arc basalt
magmas and thermal structure of the mantle
wedge in subduction zones. Jourrial of
Geophysical Research, 88, h.5815-5825.
Thanden, R.E., Sumadirdja, H., Richards, P.W.,
Sutisna, K., dan Amin, T.C., 1996. Peta Geologi
Lembar Magelang dun Semarang, Jawa, skala I
: 100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Tjokrosapoetro, S., Buhitrisna, T. , dan Rusmana,
E., 1993. Geology ofBuru Quadrangle, Maluku.
Geological Research and Development Centre,
Bandung.
Turkandi, T., Sidarto, Agustyanto, D.A., dan
Purbohadiwidjojo, M.M., 1992. Peta Geologi
Lembar Jakarta dun Kepulauan Seribu,
Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Ui, T., 1983. Volcanic dry avalanche depositsIdentification and comparison with non-volcanic
debris stream deposits. Journal of Volcanology
and Geothermal Researchs, 22, h. 163- 197.
Ui, T., 1995. Characterization of debris avalanches
associated with volcanic activity,paper presented
at the Workshopon Debris Avalanche andDebris
Flow of Volcano,Science & Technology Agency,
National Research Institute for Earth Scientific
and Disaster Prevention, 7-1 1 March, Tsukuba
Center Inc., Tsukuba, Japan, h. 15-20,
Ui, T. dan Glicken, H., 1986. Internal structural
variations in a debris-avalanche deposit from
ancestral Mount Shasta, California, USA.
Bulletin of Volcanology,48, h. 189- 194.
Ui, T., Yammoto, H., dan Suzuki-Tamata, K., 1986.
Characterization of debris avalanche deposits in
Japan, Jozcrnal of Volcanologyand Geothermal
Researchs, 29, h. 23 1-243.
Utoyo, H., Dirk, M.H.J., Bronto, S., dan Lumbanbatu,
K., 2004. K-Ar age of volcanic in Cupunagara,
Subang, West-Java. Proceedings of the 33'"
Annual Convention and Exhibition 2004, IAGI,
Randung, h.8 1-87.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of
Iridonesia, Vol. IA, Martinus Nijhoff, the Hague,
732 h.
Van Es, L.J.C., 1924. De uitbarsting van den
Galoenggoeng op den 17 den Juli 1918
envolgende dagen, benevens een herziene
beschrijving van de uitbarstingen van 1822
en 1894. Vulkanologische Oededeelingen, 6,
h. 1-24,
Voight, B., Glicken, H., Janda, R.J., dan Douglass,
P.M., 1981. Catastrophic rockslide-avalanche of
May 18. Dalam: Lipman, P.W. & Mullineaux,
D.R. (Eds.), The 1980 eruptions of Mount St.
Helens. Washington, U.S. Geological Survey
Professional Paper 1250, h. 347-348.
Walker, G.P.L., 1985. Origin of coarse lithic
breccias near ignimbrite source vents. Journal
of Geothermal and VolcanologyResearchs, 25,
h.157-171.
Walker, R.G. dan James, N.P. (Eds.), 1992. Facies
Models: Response to Sea Level Change.
Geological Association of Canada, Ontario,
409 h.
Williams, H. danMcBimey,A.R., 1979. Volcanology.
Freeman, Cooper & Co., San Francisco, 398 h.
Williams, H., 1941. Calderas and their origin.
University of California. Berkely Publication
Geological Sciences, 25, h. 239-346.
Williams, H., F.J. Turner, F.J.,dan Gilbert, C.M.,
1953. Petrography. An I~itroductionto the Sttrdy
of Rocks in Thin Sections. W.H. Freeman and
Co., San Francisco, 405 h.
Wilson, M., 1989. Igneous Petrogenesis. 1"
publication, Unwin Hyman, London, 485 h.
Wirakusumah, A.D., Bronto, S., dan Surmayadi,
M., 2000. Volcanic hazard assessment ofMuria
Peninsula, Central Java, Pusat Pengembangan
Energi Nuklir-BATAN, Yakarta, 97h. (laporan,
tidak dipublikasikan).
Wright, J.V. dan Walker, G.P.L., 1977.The ignimbrite
source problem: significance of a co-ignimbrite
lag-fall deposit. Geology, 5, h. 729-732.
Wright, J.V., 1981. The Rio Caliente ignimbrite:
analysis of a compound intraplinian ignimbrite
from a major late Quaternary Mexican eruption.
Bulletin of Volcanology,44, h. 189-212.
Yasin, A,, 1980. Peta Geologi Lembar Bacan,
Maluku, sekala 1 :250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
184
-
GEOLOGI GUNUNG API PURBA
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNas) Yogyakarta (1996-2002), Majalah Geologi
Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (2001-2005), Jurnal Sumber Daya Geologi, Pusat
Survei Geologi (2001-2005), Jurnal Geologi Indonesia, Badan Geologi, Kementerian E S D M
(2006-2008). Sejak 2009 menjadi anggota Redaksi Buletin Eksplorium, Pusat Pengembangan
Geologi Nuklir - BATAN. Pertemuan ilmiah geologi dan volkanologi juga berperan serta
secara aktif, baik di dalam dan luar negeri, antara lain Jepang, Hawaii/Amerika Serikat, dan
Meksiko.
Kursus bahasa Inggris di British Council,Jakarta dijalani pada 1984, sedangkan di Victoria
University of Wellington, Selandia Baru pada awal 1985. Sekolah Pimpinan Administrasi
Lanjutan (SEPALA) Departemen Pertambangan dan Energi diikuti pada 1991 di Pusat
PengembanganTenaga Perminyakan dan Gas Bumi, Cepu,JawaTengah. Dilanjutkan dengan
Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPADYA) pada 1993, di tempat yang
sama. Mengikuti Kursus PKF' I (Peningkatan Karya Prestatif I): Manusia Prestatif yang
bermoral pada 1999 di Bogor, Jawa Barat.
Sebagai DosenTamu, sering menerima undangan dari sejumlah perguruan tinggi, seperti
Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas
Pembangunan Nasional"Veteran"Yogyakarta,Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNas)
Yogyakarta dan Institur Sains &Teknologi " A K P R I N D (IST AKPRIND) Yogyakarta untuk
memberikan kuliah umum, khususnya tentang Volkanologi dan Geologi Gunung Api beserta
pengembangannya di bidang sumber daya mineral, energi, lingkungan dan bahaya gunung api.
Dari 1992 sampai dengan 2002 menjadi staf pengajar Teknik Geologi STTNas Yogyakarta.
Untuk melaksanakan tugas akhir juga membimbing mahasiswa program studi Strata 1dan
2 ,serta sebagai penyanggah untuk ujian S3 di Institut Teknologi Bandung dan Universitas
Padjadjaran. Kursus tentang bahaya gunung api dan penanggulangannya juga diberikan
pada Pendidikan dan latihan geologi Badan Diklat Kementerian ESDM. Undangan juga
datang dari Unit Geomin, PT. Aneka Tambang T b k untuk memberikan kursus dasar-dasar
batuan gunung api dan geologi gunung api untuk mendukung eksplorasi mineral. Memandu
lapangan gunung api dan daerah berbatuan gunung api juga dilakukan terhadap mahasiswa
Geologi, peserta pertemuan ilmiah Volkanologi dan Geologi, baik dari dalam maupun luar
negeri. Pada 2009 memandu anggota Indonesia Petroleum Association ke Gunung Merapi
dan Pegunungan Selatan Yogyakarta dalam pengenalan batuan Mastika gunung api. Mulai
2010 menjadi Dosen Luar Biasa di Teknik Geologi, Universitas Trisakti Jakarta.
Selama bekerja di Direktorat Vulkanologi pekerjaan yang ditekuni adalah pemetaan
geologi gunung api, sebagian bekerja sama dengan US Geological Survey,Amerika Serikat,
serta pemetaan daerah bahaya atau kawasan rawan bencana gunung api. Memimpin penelitian Prakiraan Risiko Maksimum Letusan Gunung Merapi, Jawa Tengah, bekerja sama
dengan Program Studi Geofisika Universitas Gadjah Mada. Menjadi anggota tim penyusun
Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) Peta Geologi Gunung Api dan Peta Kawasan Rawan
Bencana Gunung Api, serta Sandi Stratigrafi Indonesia tentang gunung api. Dalam rangka
evaluasi bahaya Gunung api Muria untuk studi tapak Pusat ListrikTenaga Nuklir (PLTN)
juga menjadi anggota T i m Teknis Nasional, bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom
Nasional Indonesia (BATAN).
Download