Uploaded by Dian Wahyu Oktarina

TUDUHAN GCC TERHADAP QATAR

advertisement
TUDUHAN GCC TERHADAP QATAR
Krisis Teluk yang terjadi sejak bulan Juni tahun 2017 disebabkan oleh tuduhan-tuduhan Gulf
Cooperation Council (GCC) kepada Qatar yang dinilai berdampak pada keamanan kawasan teluk.
Sebagai salah satu negara paling berpengaruh di wilayah Timur Tengah, Arab Saudi menjadi
penentu dalam penetapan arah kebijakan politik di kawasan Teluk sehingga negara-negara yang
tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) pun akan mengikuti arah gerak Saudi. Hal
tersebut tercermin ketika Arab Saudi mengawali blockade terhadap Qatar yang selanjutnya diikuti
oleh negara anggota GCC lainnya seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, hingga Mesir. Dinamika
hubungan bilateral antara Qatar dan Arab Saudi mengalami pasang surut sejak Qatar mulai tampil
sebagai negara kuat dan berpengaruh di kawasan Teluk. Arab Saudi dan sekutunya menuduh Qatar
telah secara aktif mendukung organisasi terorisme dan ekstrimisme serta adanya propaganda oleh
Qatar News Agency.
Isu Qatar sebagai pendukung kelompok terorisme telah merebak sejak 2014 ketika pada saat itu
Arab Saudi melakukan pemutusan hubungan diplomatik. Tindakan tersebut dilakukan setelah
Qatar dituduh memberi pendanaan pada kelompok Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood).
Tuduhan Arab Saudi dan sekutunya terhadap Qatar yang dianggap terlibat aktif dalam kelompok
terorisme dan ekstrimisme memiliki kaitan kuat dengan Ikhwanul Muslimin ini dimana Qatar
mengarahkan kebijakan independennya untuk mendukung dan melakukan kerjasama. Tuduhan ini
berdasarkan pada kelompok Ikhwanul Muslimin yang telah dinyatakan sebagai kelompok
terorisme pada 7 Maret 2014 oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Pernyataan ini disampaikan
oleh Dewan Cendekiawan Senior Arab Saudi yang mengatakan bahwa Kelompok Ikhwanul
Muslimin merupakan kelompok teroris dan tidak mewakili metode islam, kelompok ini secara
membabi buta mengikuti tujuan yang bertentangan dengan islam namun menggunakan agama
sebagai topeng seperti menghasut, melakukan kekerasan, membuat malapetaka, dan aksi
terorisme. Kelompok ini pada awalnya merupakan organisasi islam terbesar dan tertua di Mesir
serta mempunyai cabang di seluruh negara teluk yang memiliki pengaruh besar terutama bagi
keberjalanan politik Mesir terutama setelah terpilihnya salah satu tokoh Ikhwanul Muslimin yaitu
Muhammad Mursi menjadi Presiden Mesir. Keadaan berbalik ketika terjadi kudeta oleh rezim El
Sisi sehingga para anggota Ikhwanul Muslimin diburu dan diberi identitas sebagai teroris oleh
pemerintahan rezim El Sisi. Bagi Saudi, kelompok ini dianggap sebagai ancaman karena ideologi
dan sikap pro-demokrasi yang dimiliki oleh Ikhwanul Muslimin dapat mengancam otoritas Saudi
di wilayah Teluk. (Hanifan, 2021)
Dengan adanya pernyataan tegas oleh Pemerintah Mesir dan Arab Saudi bahwa kelompok
Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok terorisme, seluruh negara GCC tunduk terhadap
pernyataan tersebut dan sepakat untuk bersama-sama membendung gerakan terorisme di wilayah
Teluk. Tindakan ini dilakukan dengan menetapkan kebijakan ekonomi seperti pendanaan bagi
kegiatan anti-terorisme. Sedangkan di krisis tahun 2017 ini, Qatar dituduh melakukan pendanaan
dan terlibat secara aktif dalam aktivitas kelompok terorisme karena mendukung Hamas di
Palestina yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Saat itu, Qatar mendorong Hamas untuk
mengeluarkan kebijakan yang mempengaruhi citra ekstremisnya sehingga Hamas dianggap lebih
lunak di mata publik. (Febriandi, 2018) Dengan adanya tindakan Qatar tersebut, Arab Saudi dan
sekutu menilai bahwa hal itu mengganggu keamanan regional di kawasan Teluk sehingga
pemutusan hubungan diplomatic terjadi.
Selain itu, tuduhan memberikan dukungan kepada terorisme juga dilakukan Arab Saudi dan sekutu
kepada Qatar saat Qatar News Agency membuat sebuah running text yang berisi pujian Emir Qatar
yaitu Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani kepada Hamas; suatu anjuran untuk bersahabat dengan
Iran; serta rekomendasi untuk menjalin hubungan baik dengan Israel. Selain itu, akun twitter milik
Qatar News Agency juga membuat tweet yang berisi tuduhan Qatar kepada Arab Saudi yang
sedang melakukan perencanaan penentangan kepada Qatar dengan penarikan duta besar dari
ibukota Qatar, yaitu Doha. (Hanifan, 2021) Dengan adanya dua insiden tersebut, Arab Saudi dan
sekutu segera melakukan pemutusan hubungan diplomatic kepada Qatar karena Qatar dianggap
telah mendukung gerakan terorisme dan menyebarkan informasi yang tidak benar.
Setelah pemutusan hubungan diplomatic dan blokade yang dilakukan oleh Arab Saudi dan sekutu,
Arab Saudi melalui Kuwait memberikan 13 tuntutan kepada Qatar untuk mematuhinya sehingga
hubungan diplomatic dapat terjalin serta blokade berakhir. 13 tuntutan itu yaitu: (1) Qatar
diharuskan menutup kantor berita Al Jazeera; (2) Qatar harus menutup basis militer di Turki; (3)
Qatar harus memutus hubungan diplomatic dengan Iran; (4) Qatar harus memutus hubungan
dengan kelompok teroris seperti Ikhwanul Muslimin, ISIS, Hizbullah, dan Al Qaeda; (5) Qatar
harus membayar ganti rugi akibat kerusakan yang disebabkan oleh kebijakan Qatar di masa lalu
pada empat negara teluk; (6) Qatar harus menjaga hubungan baik dan damai pada negara kawasan
teluk; (7) Qatar dilarang melakukan intervensi dalam urusan dalam negeri negara teluk; (8) Qatar
harus menyerahkan bukti yang menunjukkan dukungannya terhadap pihak oposisi di luar negeri;
(9) Qatar harus memberi izin pada Arab Saudi untuk mengaudit tuntutan ini setiap bulan dalam
kurun waktu setahun; (10) Qatar harus menutup media selain Al Jazeera; (11) Qatar dilarang
mendanai teroris individu dan kelompok yang telah dilarang oleh Arab Saudi; (12) Qatar dilarang
memberi kewarganegaraan kepada warga Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab; (13)
Seluruh tuntutan harus dilakukan Qatar dalam kurun waktu 10 hari sejak terbitnya tuntutan. (BBC,
2017) Dengan adanya 13 poin tuntutan tersebut, Arab Saudi melakukan diplomasi koersif terhadap
Qatar dengan tujuan untuk mengamankan dominasi dan otoritas Saudi di wilayah teluk.
References
BBC. (2017, Juni 23). BBC . Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/dunia-40377692
Febriandi. (2018). Kegagalan Diplomasi Koersif Arab Saudi terhadap Qatar. Indonesian Journal of
International Relations, Vol 2, No 1, 1-14.
Hanifan, H. (2021). Blokade Qatar oleh Empat Negara Semenanjung Arab Dilihat dari Paradigma
Konstruktivis. Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Ilmu Sosial, 36-44.
Download