UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far) CHANDRA LIDANSYAH HIDAYAT NIM : 1110102000060 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2015M/1435H i UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS) SKRIPSI CHANDRA LIDANSYAH HIDAYAT NIM : 1110102000060 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA 2015M/1435H UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Chandra Lidansyah H. NIM : 1110102000060 Tanda Tangan : Tanggal : 28 oktober 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Nama : NIM : Program Studi : Judul Skripsi : Chandra Lidansyah Hidayat 1110102000060 Farmasi Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) Disetujui Oleh Pembimbing 1 Pembimbing 2 Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. Zilhadia, M.Si., Apt. NIP. 197308222008012007 Mengetahui, Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Yardi. Ph.D., Apt. Nip. 197411232008011014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta v ABSTRAK Nama NIM Program Studi Judul : : : : Chandra Lidansyah Hidayat 1110102000060 Farmasi Analisa Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) Gelatin sebagai bahan utama pembuatan kapsul lunak menjadi permasalahan dari aspek kehalalan karena sebagian besar diperoleh dari sumber non-halal. Sumber utama penghasil gelatin adalah kolagen dari kulit dan tulang sapi atau babi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein gelatin babi dan gelatin sapi menggunakan metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis). Tahap awal penelitian gelatin, dilakukan hidrolisis menggunakan enzim pepsin pada pH 4,5 dengan suhu 60°C. Gelatin hidrolisat dielektroforesis masing-masing sebanyak 10µl kedalam tiap sumuran gel. Kemudian dilakukan analisis profil protein gelatin babi standar, gelatin sapi standar, simulasi cangkang kapsul lunak gelatin babi, simulasi cangkang kapsul lunak gelatin sapi, cangkang kapsul lunak Pharmaton, cangkang kapsul lunak Omepros, cangkang kapsul lunak Obipluz dan cangkang kapsul lunak Nature-E. Profil protein gelatin babi menunjukkan pita spesifik pada berat molekul 27,67 kDa, 20,65 kDa dan 10,35 kDa. Sedangkan untuk sapi 45,92 kDa dan 21,78 kDa.Dengan membandingkan profil protein sampel dan standar berdasarkan bobot molekul kolom 6 diduga bersumber dari selain kedua gelatin pembanding, sedangkan kolom 7, 8 dan 9 adalah gelatin sapi. Kata kunci: Gelatin Sapi, Gelatin Babi, Protein, Bobot Molekul SDS-PAGE, Pita Spesifik, Cangkang Kapsul Lunak. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vi ABSTRACT Name NIM Major Title : : : : Chandra Lidansyah Hidayat 1110102000060 Pharmacy Analysis of Protein Profile Pork Gelatin and Bovine Soft Capsule shell by Using SDS-PAGE Method (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) Gelatin as an ingredient manufacture of soft capsule is still a problems of a halal aspect because obtained from non-halal sources. The Main source of producing gelatin is collagen from the skin and bones of bovine and pork. This study aims to determine the protein profile pork gelatin and bovine gelatin using SDS-PAGE (Sodium Dodecy Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) method. The early stage of gelatine carried hydrolyzed using by pepsin at pH 4,5 with temperature 60°C. Gelatin hydrolizate were analyzed by SDS-PAGE respectively 10 µl into well gel. Then analysis of protein profiles standard pork gelatin, bovine gelatin standard, soft capsule pork gelatin shell simulation, soft capsule bovine gelatin shell simulation, Pharmaton soft capsule shell, Omepros soft capsule shell, Obipluz soft capsule shell and Nature-E soft capsule shell. Pork gelatine protein profile showed specific band on the molecular weight 27,67 kDa, 20,65 kDa and 10,35 kDa. As for the bovine gelatin 45,92 kDa and 21,78 kDa. Compared protein profiles of sample and standard based on the molecular weigth of sixth column, asumption except for bovine gelatin and pork gelatin comparators, while seventh, eigtht and ninth column are bovine gelatin. Key word: Bovine Gelatin, Pork Gelatin, Protein, Molecular Weight, SDS-PAGE, Bond Specific, Soft Capsule Shell. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT. Atas segala rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Profil Protein Gelatin Babi dan Gelatin Sapi Cangkang Kapsul Lunak Menggunakan Metode SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara garis besar skripsi ini berisi tentang profil protein gelatin babi, gelatin sapi, dan gelatin sampel cangkang kapsul lunak berdasarkan bobot molekulnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalamdalamnya kepada: 1. Bapak Umar Mansur, M.Sc.Apt. dan Ibu Zilhadia, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing 1 dan 2 yang telah memberi pengarahan, nasehat serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Kedua Orang tua, (Alm) Bapak Suharna dan Ibu Rochajatin yang selalu mendoakan dan mendukung penulis. 3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dosen-dosen program studi Farmasi dan FKIK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis. 6. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., pihak Laboratorium Terpadu UIN Jakarta serta laboran laboratorium pangan (kakak prita dan kakak pipit) yang telah membantu dalam teknis penelitian. 7. Tasha Azizah Ulyanisa yang telah memberikan dukungan dan semangat yang luar biasa besar sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. 8. Papoy dan Ochim yang selalu menemani dan mendukung terselesainya penelitian ini. 9. Sahabat-sahabat seperjuangan Farmasi angkatan 2010 yang sama-sama berjuang untuk menyelesaikan pendidikan ini. 10. Sahabat penelitian Hafit Mustollah yang bersama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan ini. 11. Pihak-pihak lain yang terlibat langsung maupun tidak dalam penelitian ini yang namanya tidak dapat disebutkan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta viii Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi hasil yang lebih baik di lain waktu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Ciputat, Oktober 2015 Penulis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ix HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Program Studi Fakultas Jenis Karya : : : : : Chandra Lidansyah Hidayat 1110102000060 Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Skripsi demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul : ANALISA PROFIL PROTEIN GELATIN BABI DAN GELATIN SAPI CANGKANG KAPSUL LUNAK MENGGUNAKAN METODE SDS-PAGE (SODIUM DODECYL SULPHATE POLY ACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS) Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 28 Oktober 2015 Yang Menyatakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta x (Chandra Lidansyah H. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv ABSTRAK ...................................................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii HALAMAN PEERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5 2.1 Kapsul ............................................................................................... 5 2.1.1 Jenis Kapsul ................................................................................... 5 2.1.1.2 Gelatin Cangkang Kapsul Keras ................................................. 5 2.1.1.3 Gelatin Cangkang Kapsul Lunak ................................................ 6 2.2 Formulasi Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak...................... 7 2.3 Gelatin............................................................................................... 9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xi 2.3.1 Komposisi Gelatin ......................................................................... 9 2.3.2 Sifat Fisika Kimia Gelatin ............................................................. 10 2.3.3 Klasifikasi Gelatin ......................................................................... 13 2.4 Protein ............................................................................................... 14 2.4.1 Penggolongan Protein .................................................................... 14 2.4.2 Struktur Protein.............................................................................. 15 2.4.2.1 Struktur Protein Primer ............................................................... 16 2.4.2.2 Struktur Protein Sekunder........................................................... 17 2.4.2.3 Struktur Protein Tersier .............................................................. 17 2.4.2.4 Struktur Protein Kuartener .......................................................... 18 2.5 Asam Amino ..................................................................................... 18 2.5.1 Sifat-Sifat Asam Amino ................................................................ 18 2.5.2 Peptida ........................................................................................... 19 2.5.2.1 Sifat Peptida ................................................................................ 20 2.6 Enzim ................................................................................................ 20 2.6.1 Aktivitas Enzim ............................................................................. 21 2.7 Pepsin................................................................................................ 21 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzimatik ................................ 22 2.8.1 Konsentrasi Enzim ......................................................................... 22 2.8.2 Konsentrasi Substrat ...................................................................... 23 2.8.3 Suhu ............................................................................................... 23 2.8.4 Pengaruh pH .................................................................................. 24 2.9 SDS-PAGE ....................................................................................... 24 2.9.1 Medium Penyangga ...................................................................... 28 2.9.2 Sampel ........................................................................................... 29 2.9.3 Buffer ............................................................................................. 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xii 2.9.4 Medan Listrik................................................................................. 30 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 31 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 31 3.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 31 3.3 Alat Penelitian .................................................................................. 32 3.4 Tahap Penelitian ............................................................................... 32 3.4.1 Pengambilan Sampel ..................................................................... 32 3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE ...................................................... 32 3.4.3 Pembuatan Gel Elektroforesis ....................................................... 32 3.4.4 Pembuatan Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak ................. 33 3.4.5 Ekstraksi Gelatin ............................................................................ 33 3.4.6. Hidrolisis Enzimatik Gelatin ........................................................ 34 3.5 Elektroforesis .................................................................................... 34 3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil Elektroforesis ...................................... 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37 4.1 Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE ...................................... 37 4.2 Pembahasan ...................................................................................... 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 46 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 46 5.2 Saran ................................................................................................. 46 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 47 Lampiran 1 .................................................................................................... 51 Lampiran 2 ..................................................................................................... 52 Lampiran 3 ..................................................................................................... 54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xiii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Asam Amino Gelatin ....................................................... 11 Tabel 2. Standar Mutu Gelatin di Indonesia .................................................... 11 Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Gelatin Komersial ................................................ 12 Tabel 4. Persyaratan Gelatin ............................................................................ 12 Tabel 5. Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B ........................................................ 14 Tabel 6. pH Aktivitas optinum Enzim ............................................................. 24 Tabel 7. Formula Gel Elektroforesis ................................................................ 32 Tabel 8. Nilai Log BM dan Nilai RF Marker Protein ...................................... 40 Tabel 9. Bobot Molekul Pita Gelatin Babi, Gelatin Sapi, Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Sapi, Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Babi dan Sampel ......................................................................................... 41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta xiv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur Primer Protein .................................................................. 17 Gambar 2. Struktur Sekunder Protein .............................................................. 17 Gambar 3 Struktur Tersier Protein ................................................................... 18 Gambar 4. Struktur Umum Asam Amino ........................................................ 18 Gambar 5. Skema Alur Elektroforesis ............................................................. 26 Gambar 6. Polimerisasi dan “crosslingking” dari Akrilamid dan N,N’-metilen-bis akrilamid ........................................................................................ 27 Gambar 7 Pembentukkan Ikatan Peptida ......................................................... 37 Gambar 8. Gel Hasil Elektroforesis ................................................................ 39 Gambar 9. Kurva Regresi Linear Standar Marker Protein ............................... 40 Gambar 10. Pemotongan Pepsin ...................................................................... 42 Gambar 11. Pita Spesifik Gelatin Babi dan Gelatin Sapi................................ 43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 BAB Ia PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan kapsul merupakan jenis sediaan farmasi yang sangat banyak digunakan karena alasan kepraktisannya dan dapat menutupi rasa yang tidak menyenangkan dari obat. Selain itu juga berfungsi untuk menjaga bahan aktif dari pengaruh lingkungan sehingga menjaga stabilitasnya (Gadri dan Ega Priani, 2012). Sediaan obat vitamin dan mineral sebagian besar dalam bentuk cangkang kapsul keras dan cangkang kapsul lunak (ISO, 2014). Umumnya cangkang kapsul terbuat dari gelatin yang kebanyakan diproduksi dari babi sehingga diragukan kehalalannya (Gadri dan Ega Priani, 2012). Adanya gelatin pada komponen cangkang kapsul menyebabkan obat lebih mudah larut dalam sistem pencernaan, dan lebih banyak disukai oleh konsumen karena bentuknya yang lunak sehingga mudah ditelan (Reich, 2001). Gelatin merupakan polipeptida yang diperoleh melalui hidrolisis kolagen jaringan ikat hewan. Gelatin memiliki sifat yang unik yakni dapat membentuk gel sehingga digunakan secara luas dalam industri makanan dan industri farmasi (Hidaka dan Liu, 2003). Industri gelatin umumnya menggunakan kulit dan tulang babi karena selain mudah dan murah untuk didapatkan, proses pembuatan dari kulit babi lebih cepat dan tidak memerlukan bahan yang banyak. Hal ini dikarenakan jaringan ikat pada kulit babi tidak terlalu kuat dibandingkan sapi, sehingga proses hidrolisis lebih mudah dan tidak membutuhkan zat penghidrolisis, zat penetral, dan zat pencuci yang terlalu banyak (Hana, 2009). Produsen Gelatin Eropa pada tahun 2011 menyatakan bahwa sumber utama gelatin diekstrak dari kulit babi sebanyak 80%, kulit sapi sebanyak 15%, dan sebanyak 5% sisanya berasal dari tulang babi, tulang sapi serta unggas dan ikan (Jamaludin et al., 2011). Pada tahun 2012 GMIA menyatakan sebanyak 90% gelatin komersial diperoleh dari babi (GMIA, 2012). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2 Penggunaan gelatin sebagai salah satu bahan baku kapsul lunak menimbulkan kontroversi karena adanya kekhawatiran konsumen mengenai kehalalan sumber gelatin (Jamaludin et al., 2011). Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim maka perlu dilakukan analisis terhadap sumber gelatin pada cangkang kapsul lunak yang beredar dipasaran sebagai perlindungan terhadap masyarakat yang menjadi konsumen produk farmasi berbasis gelatin (Riaz dan Chaudry, 2004). Analisis terhadap sumber gelatin sendiri telah dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah Fourier Transform Infrared Spectroscopy (Hashim et al., 2010), Chemical precipitation (Hikada and Liu, 2003) dan Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) (Venien and Levieux, 2005). Metode diatas terbukti dapat menentukkan sumber pembuatan gelatin, akan tetapi memerlukan hasil yang berulang dan pengalaman karena penyiapan sampel yang sensitif dan sulit (Hermanto, et al., 2013). Metode SDS-PAGE merupakan salah satu metode yang mampu menunjukkan profil protein pita yang terbentuk dari gelatin babi dengan gelatin sapi berdasarkan tingkat migrasi molekul. Keunggulan metode ini adalah sudah lazim digunakan untuk analisa protein, relatif murah, penyiapan sampel sederhana dan hanya membutuhkan sedikit sampel untuk analisa. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hermanto et al (2013), tentang perbedaan gelatin sapi dan gelatin babi dengan metode SDS-PAGE dengan terlebih dahulu menghidrolisis gelatin menggunakan enzim pepsin pada suhu 60°C dan pH 4,5 sebelum dianalisis. Hasil penelitian Hermanto et al (2013) mendapati adanya pita spesifik pada gelatin babi pada bobot molekul 28,6 dan 36,8 kDa. Hasil ini dapat digunakan sebagai acuan pembeda gelatin sapi dan gelatin babi. Namun penelitian diatas dilakukan terbatas pada gelatin murni yang belum mengalami proses menjadi produk seperti cangkang kapsul lunak. Berdasarkan ulasan yang telah dipaparkan diatas maka pada penelitian digunakan metode SDS-PAGE dengan menghidrolisis sampel dengan pepsin sebelum dianalisa. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 Dalam penelitian ini dilakukan analisis profil protein gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul lunak vitamin menggunakan metode Sodium Dodecyl Sulfat Poly Acrilamide Gel Electrophoresis. Hasil penelitian yang didapat diharapkan dapat menjadi acuan dalam analisis produk farmasi berbasis gelatin lainnya terutama gelatin cangkang kapsul lunak. Gelatin sapi, gelatin babi dan sampel dihidrolisis enzimatik menggunakan enzim pepsin. Pemilihan pepsin dikarenakan pepsin memiliki sisi pemotongan spesifik pada ikatan peptida fenilalanin dan glutamat dimana komposisi asam amino ini pada gelatin babi dua kali lebih banyak dibandingkan gelatin sapi (Mohd et al., 2011). Sehingga diharapkan dapat menghasilkan fragmen gelatin dengan bobot molekul yang relatif berbeda. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana profil protein gelatin babi dan gelatin sapi hasil hidrolisis pepsin dapat dibedakan dengan metode SDS-PAGE? 2. Bagaimana profil protein hidrolisat gelatin sapi, gelatin babi dan gelatin cangkang kapsul lunak hasil analisis SDS-PAGE berdasarkan karakteristik bobot molekulnya? 3. Apakah metode SDS-PAGE mampu menentukkan sumber gelatin pada cangkang kapsul lunak? 1.3 Tujuan Penelitian Mengidentifikasi sumber gelatin yang digunakan sebagai bahan pembuatan cangkang kapsul gelatin lunak berdasarkan perbedaan bobot molekul dihidrolisis dengan enzim pepsin. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini adalah informasi ilmiah pendahuluan tentang karakteristik profil protein gelatin babi dan gelatin sapi pada cangkang kapsul lunak berdasarkan bobot molekul. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 2. Informasi ilmiah yang didapat diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menjadi acuan dalam analisa produk farmasi berbasis gelatin khususnya kapsul lunak. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan bahan inert lainnya dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 1989). Cangkang kapsul umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga dibuat dari bahan lain yang sesuai. Berdasarkan konsistensinya kapsul dapat dibagi menjadi kapsul keras dan kapsul lunak. Kapsul gelatin keras terbuat dari gelatin berkekuatan gel relatif tinggi dibandingkan kapsul gelatin cangkang lunak. Berbagai jenis gelatin dapat digunakan dalam proses pembuatan kapsul, tetapi gelatin dari campuran kulit dan tulang sering digunakan untuk mengoptimalkan kejernihan dan kekerasan cangkang (Departemen Kesehatan RI, 1995). Kapsul gelatin cangkang keras yang diisi di pabrik dapat ditutup secara sempurna dengan cara dilekatkan. Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul, butiran gula inert dapat dilapisi dengan komposisi bahan aktif dan penyalut yang dapat memberikan profil lepas lambat (Departemen Kesehatan RI, 1995). Kebanyakan kapsul–kapsul yang diedarkan dipasaran adalah jenis kapsul yang dapat ditelan oleh pasien untuk keuntungan pengobatan (Ansel, 1989). 2.1.1 Jenis Kapsul 2.1.1.2 Kapsul Gelatin Cangkang Keras Kapsul gelatin cangkang keras adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut (Ansel, 1989). Kapsul gelatin cangkang keras terbuat dari gelatin berkekuatan gel relatif tinggi dibandingkan kapsul gelatin cangkang lunak (Departemen Kesehatan RI, 1995). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6 Kapsul gelatin keras dibuat melalui suatu proses dengan cara mencelupkan pin (alat pembentuk kapsul) kedalam larutan gelatin, kemudian lapisan gelatin dikeringkan, dirapikan dan dilepaskan dari pin tersebut, bagian induk dan tutup kapsul tersebut dilekatkan (Departemen Kesehatan RI. 1995). Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air jernih tidak berwarna mengandung uap air Antara 9–12% (Ansel, 1989). Cangkang gelatin kapsul keras dibuat dalam dua bagian yaitu badan kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian ini akan saling menutupi saat di pasangkan. Umumnya kapsul gelatin keras dipakai untuk menampung isi 65 mg–1 gram bahan serbuk, termasuk bahan obat dan bahan tambahan lainnya (Ansel, 1989). Kapsul gelatin tidak tepat diisi dengan cairan berair, karena air akan melunakkan gelatin dan menimbulkan kerusakan bentuk sediaan kapsul. Apabila disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan mengalami perubahan bentuk sediaan. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin akan berkurang atau hilang dan mengakibatkan kapsul ini menjadi rapuh (Ansel, 1989). 2.1.1.3 Kapsul Gelatin Cangkang Lunak Kapsul gelatin cangkang lunak dibuat dari gelatin atau bahan lain yang sesuai. Kapsul gelatin lunak dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa poliol atau plasticizer seperti sorbitol atau gliserin. Perbandingan bahan plastisasi kering terhadap gelatin kering menentukkan kekerasan cangkang dan dapat diubah untuk penyesuaian dengan kondisi lingkungan dan juga sifat isi kapsul (Departemen Kesehatan RI, 1995). Untuk pembuatan kapsul lunak dalam skala industri, dilakukan dengan cara rotary die process, yaitu suatu metode yang dikembangkan oleh Robert P. Scherer pada tahun 1993. Dengan metode ini cairan gelatin yang dituangkan dari tangki yang terletak diatas, dibentuk menjadi dua buah pita yang berurutan oleh mesin rotary die. Dalam waktu yang bersamaan bahan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 7 obat akan diisikan dan dimasukkan diantara kedua pita secara tepat. Ketika itu dies membentuk kantung–kantung dari pita gelatin. Kemudian kantung– kantung gelatin yang telah terisi, disegel dengan tekanan dan panas (Ansel, 1989). Kapsul cangkang lunak dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk Antara lain, bundar, lonjong, bentuk pipa, membujur, dan lain–lainnya. Kapsul–kapsul gelatin lunak dapat digunakan untuk mengisi macam–macam jenis bahan, bentuk cair dan kering. Jenis cairan yang dapat dimasukkan ke dalam kapsul gelatin lunak termasuk: Cairan yang tidak tersatukkan dengan air, cairan yang mudah menguap dan tidak menguap, contohnya minyak nabati, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon alifatik, eter, ester, alkohol, dan asam organik. Cairan yang tersatukkan dengan air, cairan yang tidak menguap seperti polietilen glikol dan surfaktan nonionik seperti polisorban 80. Cairan yang tersatukkan dengan air dan kelompok komponen yang tidak menguap seperti propilen gllikol dan isopropil alkohol (Ansel, 1989). Cairan yang mudah berpindah ke cangkang kapsul tidak dapat dimasukkan kedalam kapsul gelatin lunak. Bahan–bahan ini termasuk air diatas 5%, senyawa organik yang larut air dengan berat molekul rendah dan senyawa yang mudah menguap seperti alkohol keton, asam amino dan ester– ester (Ansel, 1989). 2.2 Formulasi Simulasi Pembuatan Cangkang Kapsul Gelatin Lunak Pembuatan lembaran kapsul gelatin lunak dari standar gelatin sapi dan babi dilakukan dengan tujuan untuk membuat produk kapsul lunak yang serupa dengan produk yang beredar di pasaran sehingga hasil analisis karakteristik protein menggunakan SDS-PAGE yang didapatkan diharapkan tidak terlalu berbeda dengan produk yang diambil dari pasaran. Lembaran kapsul gelatin lunak dalam penelitian ini dibuat dari gelatin, gliserin, air, dan pewarna. Bahan baku tipe cangkang kapsul gelatin lunak adalah gelatin, plasticizer, dan material lainnya seperti pewarna. Plasticizer digunakan pada formulasi ini untuk membuat cangkang kapsul menjadi elastis dan lunak. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 Penggunaannya pada formulasi cangkang kapsul lunak berkisar antara 20– 30%. Plasticizer yang paling sering digunakan pada formulasi pembuatan cangkang kapsul lunak adalah gliserin. Pemilihan dan jumlah plasticizer yang digunakan mempengaruhi kekerasan kapsul. Plasticizer yang dipilih dalam formulasi pembuatan cangkang kapsul lunak memiliki kompatibilitas dengan bahan pengisi kapsul dan mudah proses penggunaannya (Bhatt dan Agrawal, 2007). Gliserin ditambahkan dalam kapsul untuk mempertahankan elastisitas selama proses pengeringan dan penyimpanan agar kapsul tidak rusak atau rapuh. Gliserin secara umum lebih efektif daripada sorbitol. Gliserin dapat berinteraksi secara langsung dengan gelatin membentuk gel yang stabil, akan tetapi gliserin memberikan efek sedikit higroskopis sehingga membutuhkan tambahan yang memberikan efek lembab secara tidak langsung. Sorbitol merupakan plasticizer tidak langsung, bertindak sebagai agen pelembab dan dengan adanya air akan menjadi plasticizer yang efektif (Reich, 2001). Air berjumlah 20–30% dari formulasi gel basah dan air memiliki peran penting untuk menjamin keberhasilan enkapsulasi. Kehilangan air selama pengeringan akan menyebabkan gel gelatin menyusut sedikit demi sedikit, akibatnya menjelang akhir proses pengeringan retakan mungkin terjadi dan menyebabkan cangkang kapsul pecah. Kelebihan air akan dibuang melalui proses pemanasan. Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan sebagian air dan didalam kapsul masih terdapat sekitar 5–8% air yang terikat dalam gelatin (Bhatt et al, 2007). Pewarna kapsul gelatin lunak digunakan untuk memberikan warna pada kapsul gelatin lunak. Pewarna dapat berasal dari pewarna sintetik dan alami. Pewarna dapat digunakan sebagai pelindung isi kapsul yang tidak stabil dengan adanya cahaya (Bhatt dan Agrawal, 2007). Kapsul gelatin cangkang lunak dapat dibentuk elips atau seperti bola. Kapsul jenis ini dapat diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering (Ansel, 1989). Untuk skala kecil, kapsul gelatin lunak dibuat dengan cara proses lempeng dengan menggunakan seperangkat cetakan untuk membentuk kapsul. Tahapan proses lempeng dimulai dengan menempatkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 9 selembar gelatin hangat yang tidak berwarna pada permukaan cetakan bagian bawah, kemudian selembar gelatin lainnya diletakkan diatasnya kemudian diberi tekanan. Gaya tekan ini bertindak sebagai pembuat kapsul. Pengisian bahan obat dan pemasangan segelnya dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan serentak, kemudian kapsul yang sudah dicetak dipindahkan dan dicuci dengan pelarut yang tidak mengganggu dan merusak kapsul (Ansel, 1989). 2.3 Gelatin Gelatin adalah produk alami yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen. Kolagen mengandung 14% hydroxyprolin, 16% prolin dan 26% glisin. Rantai kolagen terdiri dari tiga rangkaian polipeptida dengan urutan glisin (gly), prolin (pro) dan hidroksiprolin (hyp). Tiga rantai peptida tersebut, masing–masing mempunyai struktur heliks dan bersama–sama membentuk tiga untaian heliks. Tiga untaian tersebut membentuk gulungan yang berikatan dengan atom hidrogen. Satu unit kolagen disebut tropokolagen, dengan berat molekul ± 30 kda dengan panjang kira–kira 280 nm dan diameter 1,4–1,5 nm (Jannah, 2008). Gelatin merupakan sistem koloidal padat (protein) dalam cairan (air) sehingga pada suhu dan kadar air yang tinggi gelatin mempunyai kemampuan cairan yang disebut fase sol atau hidrosol, sebaliknya pada suhu dan kadar air yang rendah gelatin mempunyai kemampuan yang lebih kasar atau lebih pekat strukturnya, yang disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan mengubah gelatin menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan air akan mengubah gelatin menjadi fase gel (Jannah, 2008). 2.3.1 Komposisi Gelatin Struktur umum gelatin adalah –Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4HypGly-Pro- (Jannah, 2008). Lima asam amino yang ada umumnya meliputi glisin 26,4%-30,5%; prolin 14,8%-18%; hidroksiprolin 13,3%-14,5%; asam glutamat 11,1%-11,7%; dan alanin 8,6%-11,3% (Grobben et al., 2004). Kandungan Hidroksiprolin ini berpengaruh pada kekuatan gelatin. Semakin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 10 tinggi kandungan Hidroksiprolin kekuatan gel gelatin akan semakin kuat (Jannah, 2008). Asam amino penyusun protein dalam gelatin lain dalam jumlah yang sedikit meliputi arginin, asam aspartat, lisisn, serin, leusin, valin, fenilalanin, treonin, isoleusin, hidroksilisin, histidin, metionin dan tirosin (Grobben et al, 2004). 2.3.2 Sifat Fisika Kimia Gelatin Gelatin hampir tidak berasa dan tidak berbau, lembaran gelatin bersifat rapuh, padat dan jernih kekuningan, gelatin memiliki kelembaban 813% dan memiliki massa jenis 1,3-1,4 g/cm. Gelatin larut dalam gliserol, propilen glikol, asam asetat, trifluoroethanol dan formamida. Gelatin tidak larut dalam benzene, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida (GMIA, 2012). Gelatin mengandung protein yang sangat tinggi dan rendah kadar lemaknya. Gelatin kering dengan kadar air 8–12% mengandung protein sekitar 84–86%, mineral 2%-4%, serta lemak dan hampir tidak ada vitamin (Carr et al, 1995). Gelatin dapat mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat melindungi sistem koloid. Pada suhu 71ºC gelatin mudah larut dalam air dan membentuk gel pada suhu 35-50ºC. Gelatin mempunyai kemampuan menyerap air 5–10 kali dan menjadi swelling dalam air dingin. Gelatin bersifat termal reversible yaitu setelah gel dipanaskan dan selanjutnya didinginkan dapat membentuk gel kembali. Gelatin yang dipanaskan diatas suhu 45°C secara bertahap akan kehilangan kemampuan untuk mengembang. Gelatin terdiri dari banyak polipeptida atau formasi heliprolin panjang yang masing–masing terdiri dari 3000–4000 asam amino (Jannah, 2008). Gelatin merupakan turunan kolagen yang merupakan protein dengan komponen dasar 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,2% oksigen. Gelatin merupaka protein, gelatin akan mengalami reaksi yang sama seperti protein jika berinteraksi dengan enzim-enzim proteolitik (GMIA, 2012). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11 Tabel 1. Komposisi Asam Amino Gelatin (Sumber : GMIA) Type A Alanine Arginine Aspartic Acid Cystine Glutamic Acid Glycine Histidine Hydroxylycine Hydroxyproline Isoleucine Leucine Lysine Methionine Phenylalanine Proline Serine Threonine Tyrosine Valine 8,6 8,3 6,2 0,1 11,3 26,4 0,9 1,0 13,5 1,4 3,1 4,1 0,8 2,1 16,2 2,9 2,2 0,4 2,5 (Pork Skin) 10,7 9,1 6,7 11,7 30,5 1,0 3,3 5,2 0,9 2,6 18,0 4,1 0,9 2,8 Type B 9,3 8,55 6,6 Trace 11,1 26,9 0,74 0,91 14,0 1,7 3,1 4,5 0,8 2,2 14,8 3,2 2,2 0,2 2,6 (Calf Skin) 11,0 8,8 6,9 11,4 27,5 0,8 1,2 14,5 1,8 3,4 4,6 0,9 2,5 16,4 4,2 1,0 3,4 Type B (Bone) 10,1 5,0 4,6 Trace 8,5 24,5 0,4 0,7 11,9 1,3 2,8 2,1 0,0 1,3 13,5 3,4 2,0 0,0 2,4 14,2 9,0 6,7 11,6 28,8 0,7 0,9 13,4 1,5 3,5 4,4 0,6 2,5 15,5 3,8 2,4 0,2 3,0 Gelatin memiliki sifat amfoterik, gelatin akan menjadi kation dalam larutan asam dan menjadi anion dalam larutan basa. Gelatin tipe A memiliki titik isoelektrik 4,7-5,4 dan gelatin tipe B memiliki titik isoelektrik 4,6-9. Pada titik isoelektriknya partikel gelatin tidak memiliki muatan dan tidak terjadi perpindahan partikel gelatin. Sifat fisika, kimia dan fungsional gelatin merupakan sifat yang sangat penting untuk menentukkan mutu gelatin. Sifat yang bisa dijadikan parameter dalam menentukkan mutu gelatin antara lain, kekuatan gel, viskositas dan rendemen. Tabel 2. Standar Mutu Gelatin di Indonesia (Sumber: Jannah, 2008) Karakteristik Warna Bau, rasa Syarat Tidak berwarna Normal Kadar air (%) Normal Maksimal 16 Kadar abu (%) Maksimal 3,25 Logam berat (mg/ kg) Maksimal 50 Arsen (mg/ kg) Maksimal 2 Tembaga (mg/ kg) Maksimal 30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 12 Seng (mg/ kg) Maksimal 100 Sulfit (mg/ kg) Maksimal 1000 Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Gelatin Komersial (Sumber: Jannah, 2008) Gelatin Standar Gelatin komersial (SIGMA) (tulang sapi) 4,17 7 279,10 328,57 8,20 19,5 Ttitik Leleh (º) 24 29,6 Titik Isoelektrik Protein 8 7 Kadar air (%) 9,26 12,21 Kadar Abu (%) 2,26 1,66 Kadar Lemak (%) 1,95 0,23 Kadar Total Protein (%) 5,91 85,99 Ph 4,61 5 Parameter Viskositas (cP) Kekuatan gel (Bloom) Titik Gel (º) Tabel 4. Persyaratan Gelatin (Sumber: FAO) Parameter Persyaratan Kadar Abu <2% Kadar Air <18% Belerang Dioksida < 40 mg/ kg Arsen < 1 mg/ kg Logam Berat <50 mg/ kg Timah Hitam <5 mg/ kg Batas Cemaran Mikroba Standar Plate Count <104/ gr E. Coli <10/ gr Streprococci <102/ gr UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 13 2.3.3 Klasifikasi Gelatin Berdasarkan proses pembuatannya (perendaman) gelatin dapat diklasifikasikan menjadi gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A adalah gelatin yang dihasilkan melalui proses perendaman menggunakan asam. Pada gelatin tipe A biasanya bahan yang digunakan adalah kulit babi dan sapi muda. Kulit binatang tersebut tidak memiliki ikatan yang kuat. Pada dasarnya kolagen yang berada pada kulit atau tulang direndam dengan pelarut pada pH 4 dan kemudian dipanaskan bertahap pada suhu 50ºC sampai mendidih untuk mendenaturasi dan melarutkan kolagen. Setelah itu kolagen yang telah berubah sifat disaring untuk memperoleh kemurnian yang tinggi. Peningkatan konsentrasi gelatin dilakukan dengan evaporasi vakum atau membran ultrafiltrasi. Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan cara melewatkan udara kering diatas gel. Akhir proses dengan melakukan penggilingan dan pengemasan. Gelatin yang dihasilkan mempunyai pH isoelektrik antara 7–9 tergantung dari bahan baku dan pelarut asam yang digunakan untuk memproses kolagen yang menyebabkan hidrolisis terbatas pada sisi rantai asam amino asparagin dan glutamin. Penggunaan asam yang berlebih berfungsi untuk menetralisir garam–garam yang tersisa (Jannah, 2008). Gelatin B jika proses pembuatannya menggunakan basa. Gelatin tipe ini diproduksi menggunakan larutan alkali seperti soda kaustik atau larutan kapur untuk mendapatkan kolagen dengan waktu perendaman yang lama sebelum ekstraksi gelatin. Pada proses alkali biasanya menggunakan bahan baku kulit sapi dan babi atau sumber kolagen dari binatang lain yang sudah tua (Cole, 2002). Proses alkali ini menghidrolisis asparagin dan glutamin menjadi asam aspartat dan asam glutamat relatif cepat (Veis, 1964), yang menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik 4,8–5,2, meskipun dengan memperpendek waktu perendaman alkali (7 hari atau lebih sedikit) akan menghasilkan gelatin dengan titik isoelektrik setinggi 6. Setelah proses alkali, kolagen dicuci dengan asam untuk membebaskan alkali dan untuk penyesuaian pH ekstraksi (yang mempunyai efek pada kekuatan gel pada perbandingan viskositas produk akhir yaitu gelatin). Kolagen ini kemudian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 14 didenaturasi dan dikonversi menjadi gelatin dengan pemanasan seperti pada proses asam (Jannah, 2008). Tabel 5. Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B (Sumber: Jannah, 2008) Sifat Tipe A Tipe B 75 – 300 75 – 275 Viskositas (cp) 2,0 – 7,5 2,0 – 7,5 Kadar abu (%) 0,3 – 2,0 0,05 – 2,0 pH 3,8 – 6,0 5,0 – 7,1 Titik isoelektrik 9,0 – 9,2 4,8 – 5,0 Kekuatan gel (g bloom) 2.4 Protein Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein memiliki beberapa fungsi, lima diantaranya sebagai biokatalisator (enzim), protein cadangan, biomol transfor bahan, struktur dan protektif (Martoharsono, 2006). Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan asam amino. Komposisi rata–rata unsur kimia dalam protein adalah karbon 50%, Hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3% (Poedjiadi, 1994). Protein memiliki berat molekul bervariasi dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim protein akan menghasilkan asam asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam amino ini terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi protein adalah suhu tinggi, pH, dan pelarut organik (Poedjiadi, 1994). 2.4.1 Penggolongan Protein Ditinjau dari strukturnya protein dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu, golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein yang hanya terdiri atas molekul–molekul asam amino. Sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri atas protein UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 15 dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut dengan gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid, atau asam nukleat (Poedjiadi, 1994). Protein sederhana dapat dibagi dalam dua bagian menurut bentuk molekulnya, yaitu protein fiber dan protein globular. Protein fiber mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut, sedangkan protein globular berbentuk bulat. Protein fiber terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu dengan yang lain oleh beberapa ikatan silang hingga berbentuk serat atau serabut yang stabil. Sifat umum protein fiber adalah tidak larut dalam air dan sukar diuraikan oleh enzim (Poedjiadi, 1994). Protein dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan, bentuk fungsi biologi atau struktur tiga dimensinya. Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase kinase). Protein penyimpanan (ferritin dan myoglobin), protein pengikat–DNA, hormon peptida, protein struktural (kolagen dan proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah dan imunoglobin), protein pengangkut (hemoglobin dan lipoprotein plasma) dan protein kontraktil atau motil (aktin dan tubulin) (Murray et al., 2006). 2.4.2 Struktur Protein Ada empat tingkat struktur dasar protein, yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener. Untuk mengetahui jumlah, jenis, dan urutan asam amino dalam protein dapat dilakukan analisis yang terdiri dari beberapa tahap, penentuan jumlah rantai polipeptida yang berdiri sendiri, pemecahan ikatan antara rantai polipeptida tersebut, pemecahan masing–masing rantai polipeptida, dan analisis urutan asam amino pada rantai polipeptida (Poedjiadi, 1994). Pada rantai polipeptida terdapat banyak gugus >C=O dan gugus >NH. Kedua gugus ini dapat berikatan satu dengan yang lain karena terbentuknya ikatan hidrogen antara atom oksigen dari gugus >C=O dengan atom hidrogen dari gugus >N-H. Apabila ikatan hidrogen ini terbentuk antara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 16 gugus–gugus yang terdapat dalam satu rantai polipeptida, maka akan terbentuk struktur heliks (Poedjiadi, 1994). Ikatan hidrogen ini dapat pula terjadi antara dua rantai polipeptida atau lebih dan akan membentuk konfigurasi α yaitu bukan bentuk heliks tetapi rantai sejajar yang berkelok–kelok dan disebut struktur lembaran berlipat (pleated sheet structure). Ada dua bentuk lembaran berlipat, yaitu bentuk paralel dan bentuk anti paralel. Bentuk paralel terjadi apabila rantai polipeptida yang berikatan melalui ikatan hidrogen itu sejajar dan searah, sedangkan bentuk anti paralel terjadi apabila rantai polipeptida berikatan dalam posisi sejajar tetapi berlawanan arah (Poedjiadi, 1994). Struktur tersier, menunjukkan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan atau gulungan, dan dengan demikian membentuk struktur yang lebih kompleks. Struktur ini dimantapkan dengan oleh adanya beberapa ikatan Antara gugus R pada molekul asam amino yang membentuk protein (Poedjiadi, 1994). Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit–unit protein. Sebagian besar protein globular terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang terpisah. Rantai polipeptida ini saling berinteraksi membentuk persekutuan. 2.4.2.1 Struktur Protein Primer Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein (Poedjiadi, 1994). Struktur primer protein menggambarkan urutan linear residu asam amino dalam suatu protein. Urutan asam amino selalu dituliskan dari gugus terminal amino ke gugus terminal karboksil. Struktur 3 dimensi protein tersusun dari struktur sekunder, tersier dan kuartener. Faktor yang menentukkan untuk menjaga atau menstabilkan ketiga tingkat struktur tersebut adalah ikatan kovalen yang terdapat pada struktur primer (Fatchiyah et all., 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 17 Gambar 1. Struktur Primer Protein (Sumber: http://sciencebiotech.net) 2.4.2.2 Struktur Protein Sekunder Struktur sekunder dibentuk karena adanya ikatan hidrogen antara hidrogen amida dan oksigen karbonil dari rangka peptida. Struktur sekunder utama meliputi α – heliks dan β – sheet (Fatchiyah et al., 2011). Gambar 2. Struktur Sekunder Protein (Sumber: http://sciencebiotech.net) 2.4.2.3 Struktur Protein Tersier Struktur tersier menggambarkan rantai polipeptida yang mengalami folded sempurna. Beberapa polipeptida folded terdiri terdiri dari beberapa protein globular yang berbeda yang digabungkan oleh residu asam amino. Unit tersebut dinamakan domain. Struktur tersier distabilkan oleh interaksi antara gugus R yang terletak tidak bersebelahan pada rantai polipeptida. Pembentukkan struktur tersier membuat struktur primer dan sekunder menjadi saling berdekatan (Fatchiyah et al., 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 Gambar 3. Struktur Tersier Protein (Sumber: http://sciencebiotech.net) 2.4.2.4 Struktur Kuartener Struktur kuartener melibatkan asosiasi dua atau lebih rantai polipeptida yang membentuk multisubunit atau protein oligomerik. Rantai polipeptida penyusun protein oligomerik dapat berbeda atau sama (Fatchiyah, 2011). 2.5 Asam Amino Asam amino adalah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus –NH2 pada atom karbon α dari posisi gugus –COOH. (Poedjiadi, 1994). Gambar 4. Struktur Umum Asam Amino (Sumber, Poedjiadi, 2009) 2.5.1 Sifat–Sifat Asam Amino Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 19 Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik (Poedjiadi, 1994). Perbedaan sifat antara asam amino dengan asam karboksilat dan amina terlihat pula pada titik leburnya. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina. Kedua sifat fisika ini menunjukkan bahwa asam amino cenderung mempunyai struktur yang bermuatan dan mempunyai polaritas tinggi, hal ini tampak pada sifat asam amino sebagai elektrolit (Poedjiadi, 1994). Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+. -COOH -COO- + H+ -NH2 + H+ -NH3+ Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif (zwitter ion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang mampu mengikat ion – ion H+ yang terdapat pada gugus –NH3+ (Poedjiadi, 1994). 2.5.2 Peptida Beberapa molekul asam amino dapat berikatan satu dengan yang lain membentuk suatu senyawa yang disebut peptida. Apabila jumlah asam amino yang berikatan tidak lebih dari sepuluh molekul disebut oligopeptida. Peptida yang dibentuk oleh dua molekul asam amino disebut dipeptida. Selanjutnya tripeptida dan tetrapeptida adalah peptida yang terdiri atas tiga molekul dan empat molekul asam amino. Polipeptida adalah peptida yang molekulnya terdiri dari banyak molekul asam amino. Protein adalah suatu polipetida yang terdiri atas lebih dari seratus asam amino (Poedjiadi, 1994). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 20 2.5.3 Sifat Peptida Peptida diperoleh dengan cara hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang terjadi dihidrolisis lebih lanjut, akan dihasilkan asam–asam amino. Sifat peptida ditentukkan oleh gugus –COOH dan gugus R. Sifat asam dan basa pada peptida ditentukkan dengan gugus – COOH dan –NH2, namun pada peptida rantai panjang, gugus –COOH dan – NH2 yang terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isoelektrik seperi pada asam amino (Poedjiadi, 1994). Untuk memperoleh informasi tentang peptida tidak cukup dengan mengetahui jenis dan banyaknya molekul asam amino yang membentuk peptida, tetapi diperlukan keterangan tentang urutan asam amino ini adalah degradasi Edman yang terdiri atas dua tahap reaksi, yaitu pertama reaksi peptida dengan fenilisotianat dan reaksi kedua adalah pemisahan asam amino ujung yang telah bereaksi dengan fenilisotiosianat. Cara degradasi Edman hanya digunakan untuk menentukkan peptida yang tidak terlalu panjang. Untuk peptida yang panjang digunakan cara penguraian oleh enzim–enzim tertentu (Poedjiadi, 1994). 2.6 Enzim Enzim merupakan protein biokatalisator. Sejak tahun 1926 pengetahuan tentang enzim atau enzimologi berkembang dengan cepat. Hasil penelitian para ahli biokimia ternyata banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, dan termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini (holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein. Contohnya enzim katalase terdiri atas protein dan ferriprotorfirin. Ada juga enzim yang terdiri atas protein dan logam, misalnya askorbat oksidase adalah protein yang mengikat tembaga (Poedjiadi, 1994). Gugus bukan protein ini dinamakan kofaktor ada yang terikat kuat pada protein, ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat kuat pada bagian protein disebut gugus prostetik. Sedangkan yang tidak kuat ikatannya, jadi yang mudah dipisahkan secara dialisis disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim merupakan bagian enzim yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 21 memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat yang akan diubah oleh enzim (Poedjiadi, 1994). Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah merupakan ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi (Poedjiadi, 1994). 2.6.1 Aktivitas Enzim Aktivitas biologis enzim adalah sebagai biokatalis, yang mempermudah perubahan substrat menjadi produk. Dengan demikian, adanya enzim akan mengurangi jumlah substrat dan bersamaan dengan itu menambah konsentrasi produk (Sadikin, 2002). 𝐸 + 𝑆 ↔ 𝐸𝑆 → 𝐸 + 𝑃 Dalam reaksi ini, jumlah S (substrat) akan turun dan bersamaan dengan itu, jumlah P (Produk) akan naik. Kecepatan perubaan ini dipengaruhi oleh jumlah E (Enzim). Untuk mengukur laju reaksi ini, dapat dilakukan pengukuran konsentrasi S dalam dua waktu yang berbeda. Laju reaksi juga dapat diukur dengan dengan mengukur kenaikan konsentrasi P, juga dalam dua waktu yang berbeda. Satuan untuk aktivitas enzim dinamai unit. Satu unit internasional (UI) enzim sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk mengubah 1 mmol substrat stau menghasilkan 1 mmol produk dalam waktu 1 menit, dalam suhu dan pH lingkungan yang tertentu (Sadikin, 2002). Satuan internasional lain untuk aktivitas enzim yaitu katal (singkatan dari katalitik). Dalam sistem SI ini, 1 katal adalah jumlah enzim yang diperlukan untuk mengubah 1 mol substrata tau menghasilkan 1 mol produk dalam waktu 1 detik, dalam suhu dan pH lingkungan tertentu (Sadikin, 2002). 2.7 Pepsin Pepsin merupakan enzim golongan hidrolase. Pepsin bekerja sebagai pemutus ikatan peptida dan disebut sebagai peptidase (Poedjiadi, 2002). Ada dua macam peptidase, yaitu endopeptidase dan eksopeptidase. Endopeptidase UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 22 memecah protein pada tempat–tempat tertentu dalam molekul protein dan tidak mempengaruhi gugus yang terletak diujung molekul. Sebagai contoh adalah enzim pepsin yang terdapat dalam usus halus dan papain, suatu enzim yang terdapat dalam pepaya. Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung molekul protein. Karboksipeptidase dapat melepas asam amino yang memiliki gugus –COOH bebas pada ujung molekul protein. Sedangkan aminopeptidase dapat melepas asam amino pada ujung lain yang memiliki gugus –NH2 bebas, dengan demikian eksopeptidase melepas asam amino secara berurutan dimulai dari asam amino ujung pada molekul protein hingga seluruh molekul terpecah menjadi asam amino (Poedjiadi, 1994). Pepsin merupakan enzim yang dikeluarkan dalam bentuk prekursor enzim berupa pepsinogen. Pepsin merupakan enzim yang berfungsi mendegradasi protein dalam sistem pencernaan makanan. Pepsin merupakan enzim yang memecah ikatan antara peptida hidrofobik dan asam amino aromatik, seperti fenilalanin, triptofan dan tirosin. Pepsin diekspresikan sebagai pepsinogen. Aktivasi pepsinogen terjadi ketika pH larutan pepsinogen diturunkan. Penurunan pH diyakini membuka rantai samping karboksilat pepsin yang menyebabkan kompleks memecah dan mengarah pada pembentukkan enzim aktif (James dan Sielecki, 1986). Pepsin akan memecah molekul protein menjadi polipeptida yang lebih kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asamasam amino aromatik (fenilalanin, tirosin dan triptofan), hidrofobik (Leusin, isoleusin dan metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat). 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzimatik Pepsin 2.8.1 Konsentrasi Enzim Makin besar konsentrasi enzim makin banyak pula produk yang terbentuk dalam tiap waktu pengamatan. Pada awal pengamatan, kesan tersebut berbanding lurus. Dengan bertambahnya waktu, pada tiap konsentrasi enzim pertambahan jumlah produk akan menunjukkan defleksi, tidak lagi berbanding lurus sejalan dengan berjalannya waktu tersebut, karena setelah beberapa waktu, jumlah substrat yang tersedia sudah mulai berkurang, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23 sehingga dengan sendirinya produk olahan enzim akan berkurang (Sadikin, 2002). 2.8.2 Konsentrasi Substrat Peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Agar terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung substrat sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian bahan aktif telah dipenuhi oleh substrat atau telah jenuh oleh substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah (Poedjiadi, 1994). 2.8.3 Suhu Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi kimia berlangsung lebih cepat. Enzim adalah suatu protein, kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun (Poedjiadi, 1994). Kenaikan suhu, sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Koefisien suhu suatu reaksi diartikan sebagai kenaikan kecepatan reaksi sebagai akibat kenaika suhu 10ºC. Koefisien suhu ini diberi simbol Q10. Untuk reaksi yang menggunakan enzim, Q10 ini berkisar antara 1,1 hingga 3,0 artinya setiap kenaikan suhu 10ºC, kecepatan reaksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 24 mengalami kenaikan 1,1 hingga 3,0 kali. Namun kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu yang paling tepat bagi satu reaksi yang menggunakan enzim tertentu (Poedjiadi, 1994). Tiap enzim memiliki suhu optimum tertentu. Pada umumnya enzim yang terdapat pada hewan memiliki suhu optimum antara 40ºC-50ºC, sedangkan pada tumbuhan antara 50ºC-60ºC. Sebagian besar enzim terdenaturasi pada suhu diatas 60ºC (Poedjiadi, 1994). 2.8.4 Pengaruh pH Struktur ion enzim tergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Nilai pH tertentu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Tabel 6. Beberapa enzim dengan nilai optimum Enzim pH Optimum Sukrase 6,2 Amilase 5,6 – 7,2 Lipase 7,0 Pepsin 1,5 – 2,5 Tripsin 8 - 11 (Sumber: Poedjiadi, 1994) 2.9 SDS-PAGE Elektroforesis merupakan suatu cara untuk memisahkan fraksifraksi campuran berdasarkan atas pergerakan partikel–partikel koloid yang bermuatan, dibawah pengaruh medan listrik. Cara elektroforesis banyak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 25 digunakan untuk analisa asam nukleat, virus, enzim, dan protein (Bintang, 2010). Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk mencegah terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan. Gel poliakrilamid merupakan matriks penyanga yang banyak dipakai untuk memisahkan protein (Fatchiyah, 2011). Dalam larutan, protein enzim akan bermuatan yang tergantung pada pH larutan dan titik isoelektrik (PI) enzim. Pada titik isoelektriknya, protein tidak akan bergerak dibawah pengaruh medan listrik. Pada keadaan pH dibawah PI, protein bergerak sebagai kation dimana kecepatannya naik bersamaan dengan turunnya pH, kation ini akan bergerak kearah elektroda negatif. Pada keadaan pH diatas PI, protein akan bergerak sebagai anion dan kecepatannya akan naik bersamaan dengan meningkatnya pH, anion ini akan bergerak ke arah elektroda positif. Elektroforesis pada umumnya digunakan untuk menentukkan berat molekul (BM), mendeteksi kemurnian dan kerusakan protein atau asam nukleat, menetapkan titik isoelektrik, serta memisahkan spesies–spesies yang berbeda secara kualitatif dan kuantitatif (Bintang, 2010). Sodium Dodecyl Sulfate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis (SDS–PAGE) merupakan elektroforesis gel untuk memisahkan molekul protein dengan metode two-dimensional gel electroforesis yaitu menggunakan dua macam gel dengan masing-masing buffer yang berbeda. Gel yang digunakan pada SDS-PAGE adalah running gel dan stacking gel (Alberts et al., 2002). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 26 Gambar 5. Skema Alur Elektroforesis (Sumber: www.siumed.edu) Protein didalam larutan membawa muatan elektrik tertentu pada semua nilai pH kecuali pada titik isoelektriknya sehingga protein dapat bermigrasi dalam suatu daerah elektrik. Elektroforesis gel memisahkan protein dengan lebih baik dibandingkan dibandingkan dengan elektroforesis didalam larutan bebas. Gel tersebut memisahkan protein dengan matriks yang mirip jala dengan variasi ukuran pori. Pemisahan dapat dioptimasi dengan mengubah derajat cross-linking gel. Pada sebagian besar aplikasi, gel dijalankan dengan nilai pH netral atau sedikit basa, dimana sebagian besar protein bermigrasi kearah anoda. Sistem gel dapat meminimalisasi konveksi dan difusi protein sehingga pita protein pada gel akan terpisah dan terlihat jelas (Rybicki dan Purves, 2008). Medium penyangga dibuat dari reaksi polimerasi akrilamid dan bis– akrilamid yang dikatalisis oleh ammonium persulfat dan tetrametilendiamin (TEMED). SDS bersama merkaptoetanol digunakan untuk merusak struktur tiga dimensi protein. Hal ini terjadi akibat reduksi ikatan disulfida membentuk gugus sulfidril yang dapat mengikat SDS sehingga protein bermuatan sangat negatif dan bergerak kearah kutub positif. Gel poliakrilamid bersifat porous dengan ukuran lubang berkisar dari 0,6–4,0 nm (diameter molekul protein globular 1,6–8,0 nm) dan ditentukkan dari persen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 27 total akrilamid ditambah bis–akrilamid didalam campuran gel, serta perbandingan relatif akrilamid dan bis–akrilamid. Migrasi protein didalam gel poliakrilamid terutama ditentukkan oleh muatan molekul dan juga dipengaruhi oleh ukuran molekul (Bintang, 2010). Gambar 6. Polimerisasi dan “crosslinking” dari akrilamida dan N,N’-metilen-bis-akrilamida (Sumber: Burden & Whitney, 1958) Gel poliakrilamid dalam dibentuk sebagai sebagai lembaran dalam lempengan kaca. Dalam perangkat elektroforesis, gel diletakkan diantara dua buffer chamber sebagai sarana untuk menghubungkan kutub negatif dan kutub positif. Banyak molekul biologi bermuatan listrik yang besarnya tergantung pada pH dan komposisi medium dimana molekul biologi tersebut terlarut. Bila berada dalam satu medan listrik, molekul biologi yang bermuatan positif akan bermigrasi ke elektroda negatif, dan demikian sebaliknya. Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk memisahkan molekul–molekul berdasarkan muatannya (Fatchiyah, 2011). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 28 Gel poliakrilamid dapat digunakan tidak hanya untuk pemisahan dari berbagai protein, tetapi juga untuk membandingkan berat molekulnya. Teknik ini dapat digunakan baik untuk tujuan preparatif maupun pemisahan analitik dari sampel protein. Teknik elektroforesis ini hanya diperlukan beberapa mikrogram sampel saja (Bintang, 2010). Poliakrilamid dapat memisahkan protein dengan kisaran berat 500– 250.000 bp atau polinukleotida dengan kisaran 5–2000 bp. Pori matriks ini terbentuk dari ikatan silang Antara akrilamid dan bis–akrilamid. Ukuran pori pada gel poliakrilamid dapat dikecilkan dengan cara meningkatkan persentase total akrilamid (%T) atau dengan meningkatkan banyaknya ikatan silang (%C) dengan bis – akrilamid (Fatchiyah, 2011). Gel 20%T %%C bis berarti bahwa kandungan total akrilamid dan bis–akrilamid sebesar 20% (w/ v) dimana kandungan bis–akrilamid 5% dari total akrilamid dan bis–akrilamid. Pada % T yang sama, 5%C menghasilkan ukuran pori terkecil. Diatas dan dibawah 5%C, besarnya pori bertambah. Untuk mendapatkan hasil pemisahan protein yang diinginkan, diperlukan %T tertentu yang sesuai. %T yang terlalu tinggi akan menghalangi bergeraknya protein, sedangkan %T yang terlalu rendah akan menyebabkan protein protein kurang atau tidak memisah karena protein bergerak sangat cepat pada gel (Fatchiyah, 2011). Polimer yang terbentuk menyebabkan gel berpori–pori. Besarnya pori–pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi akrilamid dan bis– akrilamid. Jika diameter pori gel sama dengan X, maka protein dengan ukuran lebih kecil dari X akan mudah dan cepat bergerak kedalam gel, sedangkan molekul berukuran lebih besar dari X juga akan bergerak tetapi lebih lambat (Fatchiyah, 2011). 2.9.1 Medium Penyangga Teknik elektroforesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu elektroforesis free boundary dan elektroforesis zona. Elektroforesis free boundary merupakan pemisahan parsial dalam tabung gelas vertikal dari campuran protein yang membentuk suatu boundary dengan bufer yang sesuai. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 29 Penerapan arus listrk menghasilkan pergerakan protein, karena terjadi migrasi dengan laju yang berbeda maka protein akan terpisah (Bintang, 2010). Pada elektroforesis zona, dengan melakukan pemisahan pada medium penyangga seperti gel poliakrilamid, akan diperoleh pita protein yang lebih stabil. Konsentrasi gel harus disesuaikan agar tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu padat (bintang, 2010). Pada elektroforesis dalam matriks gel poliakrilamid, protein memisah ketika protein bergerak melalui matriks tiga dimensi dalam medan listrik. Matriks poliakrilamid berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran dan menstabilkan pH buffer agar muatan protein tidak berubah (Fatchiyah, 2011). 2.9.2 Sampel Larutan yang dipisahkan mempengaruhi laju migrasi termasuk muatan, ukuran, dan bentuk molekul terlarut. Muatan total akan meningkat apabila laju migrasi meningkat, besarnya muatan biasanya tergantung pada pH. Ukuran molekul yang lebih besar menyebabkan migrasi menurun dan kekuatan elektrostatika disekitar larutan meningkat, sedangkan bentuk molekul yang berbeda dengan ukuran yang sama seperti protein globular dan fibrous dikarakteristik menghambat migrasi, karena perbedaan bentuk molekul dapat mempengaruhi pergerakan molekul dan kekuatan elektrostatik (Bintang, 2010). Protein merupakan molekul amfoter karena mempunyai gugus amino positif dan karboksil negatif. Dengan demikian, protein dapat mengion, baik pada pH basa maupun pada pH asam. Pada pH rendah, protein bersifat sebagai kation (bermuatan positif) yang cenderung bergerak kearah katoda (elektroda negatif). Pada pH tinggi, protein bersifat sebagai anion (bermuatan negatif) yang cenderung bergerak kearah anoda (elektroda positif). Nilai diantara kedua pH tersebut dinamakan titik isoelektrik (isoelectric point atau pI) yaitu nilai pH dimana protein menjadi tidak bermuatan. Pada pH tersebut, jumlah muatan negatif yang dihasilkan dari proteolisis sebanding dengan jumlah muatan positif yang diperoleh dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 30 penangkapan proton. Protein yang tidak bermuatan tidak dapat bergerak pada medan listrik (Fatchiyah, 2011). Hampir semua protein mempunyai pH kurang dari 8,0. Oleh karena itu, pH buffer elektroforesis yang berkisar 8–9 akan menyebabkan sebagian besar protein bermuatan negatif yang akan bergerak ke anoda (Fatchiyah, 2011). 2.9.3 Buffer Sistem buffer digunakan untuk mempertahankan pH didalam reservoir dan didalam medium penyangga, disamping itu sistem buffer berfungsi sebagai elektrolit pembawa aliran listrik. Buffer yang digunakan harus berinteraksi dengan molekul yang dipisahkan dan pH yang digunakan harus sesuai sehingga campuran molekul dapat dipisahkan satu sama lain tetapi tidak mengakibatkan denaturasi. pH dipilih berdasarkan jenis campuran yang akan dipisahkan, umumnya pemisahan maksimal dapat dicapai pada titik isolistrik (Bintang, 2010). 2.9.4 Medan Listrik Sumber arus listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran listrik dengan voltase yang konstan. Kekuatan ionik medan listrik pada kisaran 2–8 V/ cm sesuai untuk suhu ruang. Apabila kekuatan medan magnet lebih besar dari 10 V/ cm, maka akan terjadi kehilangan air yang besar karena proses penguapan akibat dari panas yang ditimbulkan. Larutan buffer kemudian dialirkan kedalam tangki penyangga untuk menggantikan air yang hilang, dan ini mengakibatkan pergeseran pita–pita. Pemanasan yang berlebih menyebabkan senyawa senyawa terdenaturasi. Metode–metode pendinginan medium pemisahan dapat dilakukan, sehingga kekuatan medan 100V/ cm dapat digunakan. Keuntungan elektroforesis pada voltase tinggi adalah terjadinya pemisahan yang cepat (Bintang, 2010). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorim Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, selama 4 bulan, terhitung bulan Desember 2014Maret 2015. 3.2 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelatin babi (technical) dan gelatin (technical) yang didapatkan dari PT. EMS Indonesia, sampel kapsul lunak Pharmaton Formula, Obipluz, Omepros dan Nature E yang didapat dari Apotek Kimia Farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Bahan kimia yang digunakan larutan Akrilamid/ Bis (30%; 2,67%C); SDS 10% (w/ v), sampel buffer (Tris HCl 0,5 M; Glycerol; SDS dan Bromophenol Blue), Tris HCl 0,5 M pH 6,8, gliserin, enzim pepsin (from porchine gastric mucosa, P7000-25G Sigma-aldrich), SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) 10%, aquades, Bromophenol Blue, 2-merkaptoethanol, Natrium asetat, asam asetat (glacial), Ammonium persulfate for electroforesis 98% sigma-ald A3678-25G, Coomasie Briliant blue R250 (Bio-Rad), asam asetat pekat, TEMED (N,N,N;,N’ –tetra metil etilen diamin) (E.Merc), HCl 6N, protein standar (prestained broad range) catalog # 161-0317 Bio-Rad, Larutan Running buffer (Tris basa, Glycerol dan SDS), larutan pewarna (0,1% commasie blue dalam larutan metanol : air : asam asetat (5:5:2)), marker protein (prestained SDS-PAGE standar broad range) dari Bio-Rad dengan ukuran 14,5 kDa–200 kDa. larutan pembilas (metanol 30% dan asam asetat 10%), gliserol, larutan buffer asetat 0,1N pH 5, air deionisasi dan aseton. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 32 3.3 Alat Penelitian Alat–alat yang digunakan dalam penelitian adalah tabung eppendorf 2 mL, mikro tip, mikropipet (P2, P10, P200 dan P1000) sentrifus, timbangan digital, votex, pH meter, Waterbath, hotplate stirer, alumunium foil, pinset, tabung reaksi, gelas beaker (50 mL, 100 mL, dan 250 mL), lemari pendingin, pengaduk kaca, wadah pencetak gelatin, label penanda, Printer scan Canon PIXMA MG2920, tissue, sarung tangan, shaker, Power Supply, dan Mini Protean Gel Electrophoresis BioRad. 3.4 Tahap Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel diambil secara simple random sampling dari daftar vitamin softgel yang terdapat pada ISO indonesia volume 46. Teknik sampling didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, biaya yang tersedia, jumlah sampel yang diperlukan dan kemudahan untuk memperoleh sampel tersebut. Sampel dibeli di apotek kimia farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung – ciputat, Tangerang Selatan, Banten . 3.4.2 Preparasi Reagent SDS-PAGE Tahap preparasi reagent terdapat pada lampiran 3. 3.4.3 Pembuatan Gel Elektroforesis Medium gel elektroforesis dibuat dengan konsentrasi stacking gel 4% dan resolving gel 12% denga formulasi seperti tabel Tabel 7. Formula gel elektroforesis (Sumber : BioRad) Persen Air deionisasi Gel (ml) 4% 12% 6,1 3,4 Akrilamid/bis (ml) Gel buffer* (ml) 10% w/v SDS (ml) 1,3 4,0 2,5 2,5 0,1 0,1 *Resolving Gel Buffer – 1,5M tris-HCL; pH 8,8 *Stacking Gel Buffer – 0,5 M tris-HCL; pH6,6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 33 3.4.4 Pembuatan Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak Gelatin babi dan gelatin sapi masing-masing ditimbang sebanyak 25 g. Masing-masing gelatin dimasukkan kedalam beaker glass dan dibasahi dengan 25 mL air hangat. Campuran gelatin dan air hangat ditambahkan gliserin sebanyak 7mL yang berfungsi sebagai plasticizer kemudian ditambahkan 4 tetes pewarna. Gelatin yang telah ditambahkan plasticizer dan tetesan pewarna diaduk sampai semua gelatin larut sempurna menggunakan pengaduk kaca. Setelah tercampur secara merata, larutan tersebut dituangkan kedalam cetakan untuk membentuk lembaran gelatin. Larutan dikeringkan hingga lembaran glatin terbentuk dan mengeras dan didinginkan dalam kulkas untuk mengurangi kadar airnya (Widyaninggar et al, 2012). Berat akhir gelatin simulasi yang terbentuk masing-masing untuk gelatin sapi 2,51 g dan berat gelatin simulasi babi 2,12 g. 3.4.5 Ekstraksi Gelatin Sampel gelating cangkang kapsul lunak terdiri dari 4 merk berbeda. Isi kapsul lunak dikeluarkan. Masing-masing cangkang kapsul kosong kemudian ditimbang masing-masing. Ditimbang berat kosong cangkang kaspul lunak pharmaton formula 0,62 gram, Obipluz 0,55 gram, 0,61 gram, dan Nature-E 0,47 gram. Sebanyak 500 mg masing-masing cangkang kapsul lunak dan simulasi cangkang kapsul lunak ditimbang dan ditambahkan 5 mL aquadest dalam taung reaksi kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C. Setelah larut kemudian simulasi dan sampel disentrifus pada 6000 rpm selama 30 menit. Supernatant yang terbentuk dipipet dan dipindahkan pada tabung reaksi baru dan ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:4 (v: v), gelatin praktis tidak larut dalam aseton, supernatan akan menggumpal dengan penambahan aseton. Kemudian simulasi dan sampel yang telah ditambahkan aseton disentrifus kembali pada 6000 rpm selama 30 menit. Gumpalan gelatin yang terbentuk diambil dan disimpan dalam cawan penguap dengan label dan ditutup alumunium foil, kemudian dioven pada suhu 50 °C selama 1 jam. Endapan kering kemudian ditimbang dan disimpan dalam suhu ruang (Azira UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 34 et al., 2012 dengan modifikasi). Gelatin hasil ekstraksi yang didapatkan adalah simulasi gelatin babi 312 mg, simulasi gelatin sapi 305 mg, pharmaton 175 mg, Obipluz 148 mg, Omeproz 188 mg dan Nature-E 165 mg. 3.4.6 Hidrolisis Enzimatik Gelatin Gelatin standar, sampel dan simulasi kering ditimbang sebanyak 100 mg secara akurat dan dimasukkan kedalam centrifuge tube 50 mL dan ditambahkan 5 mL buffer asetat 0,1 N pH 4,5. Kemudian dibuat larutan pepsin dengan cara ditimbang sebanyak 2 mg enzim pepsin dan dilarutkan dalam 1 mL buffer dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 mL masing-masing gelatin standar, sampel dan simulasi yang telah ditambahkan buffer asetat dimasukkan kedalam tabung eppendorf 2 mL, kemudian masing-masing tabung ditambahkan 20 µL larutan pepsin. Sebagai kontrol digunakan larutan gelatin standar (sapi) tanpa penambahan enzim. Selanjutnya masingmasing tube diinkubasi pada suhu 60ºC selama 1 jam. Setelah diinkubasi kemudian gelatin sampel dan simulasi didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan NaOH 0,01 M sebanyak 200 µL pada masing-masing gelatin standar, sampel dan simulasi. Gelatin siap dielektrorofsis (Hermanto et al, 2013 dengan modifikasi). 3.5. Elektroforesis Elektroforesis dilakukan berdasarkan metode Laemmli. Gel poliakrilamid dicetak diantara dua buah lempengan kaca. Kemudian resolving gel (lampiran 3) yang telah disisapkan dimasukkan kedalam cetakan gel dengan menggunakan mikropipet sampai tanda batas. Kemudian ditambahkan aquadest pada permukaan gel agar gel memiliki permukaan yang rata. Setelah rata aquadest dibuang dengan cara diserap menggunakan tisu. Gel membeku dalam waktu 60 menit. Setelah gel membeku atau mengeras, kemudian disiapkan larutan stacking gel (Lampiran 3). Larutan stacking gel dimasukkan kedalam cetakan dan permukaan gel ditutup menngunakan sisir dan dibiarkan sampai gel mengeras. Setelah gel mengeras, cetakan gel dimasukkan kedalam wadah elektroforesis. kemudian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 35 dimasukkan running buffer ke tengah ruang antara 2 plat gel sampai penuh dari sisi luar (sampai merendam bagian bawah gel). Pada saat penambahan running buffer dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung udara. Larutan sampel disiapkan untuk di elektroforesis. Larutan sampel dan simulasi cangkang kapsul lunak yang telah dihidrolisis masing-masing dipipet menggunakan mikropipet sebanyak 10µl dan dimasukkan kedalam tabung effendorf. Kedalam masing-masing tabung ditambahkan buffer sample sebanyak 10µl, tabung kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60°C selama 5 menit, kemudian dipipet menggunakan mikropipet sebanyak 10 µl dan dimasukkan kedalam sumuran gel elektroforesis. (Hames, 1998). Peralatan elektroforesis disambungkan pada power pack. Anoda (kutub positif) dihubungkan dengan reservoir atas dan katoda (kutub negatif) dihubungkan dengan reservoir bawah, elektroforesis pada 150 volt dengan arus 40 mA, Running dilakukan sampai batas gel, 1 cm dari batas bawah resolving gel. Proses elektroforesis berlangsung selama 60 menit. Setelah proses elektroforesis selesai, gel dilepaskan dari cetakan, kemudian dilakukan visualisasi gel menggunakan comassie blue. Gel diwarnai dengan 0,05% (w/v) comassie blue R-250 dalam methanol 15% (v/v) dan asam asetat 5% (v/v) pewarnaan dilakukan diatas shaker selama semalaman, gel kemudian gel kemudian dicuci menggunakan larutan destaining diatas shaker selama 15 menit (Hames, 1998). Setelah pita terlihat gel dicuci menggunakan aquadest. 3.6 Analisa Profil Gelatin Hasil SDS-PAGE Analisis pola SDS-PAGE dilakukan dengan membandingkan pita protein gelatin standar, protein simulasi cangkang kapsul lunak dan protein sampel dengan protein standar. Bobot molekul dari masing-masing protein ditentukkan dengan cara menghitung RF dari masing-masing pita protein yang tampak pada gel. Kemudan dibuat kurva standar hubungan antara log BM dengan Rf dari protein standar sehingga BM protein sampel dapat dihitung UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 36 Analisis data dilakukan dengan perhitungan berat molekul (BM) dari masing-masing protein yang didasarkan pada marker yang tersedia. Perhitungan dilakukan dengan mengukur total jarak tracking dari stacking gel ke separating gel (a), dilanjutkan dengan mengukur jarak tracking dari stacking gel ke masing-masing pita protein yang terbentuk (b), kemudian dicari retardation factor (Rf) dengan membagi jarak masing-masing pita dengan jarak tracking total (b/a), selanjutnya dihitung nilai log BM dari masing-masing BM pita marker. BM pita polipeptida pada sampel dihitung dengan persamaan linear {Y = a + bX} dimana nilai RF sebagai sumbu X dan Log BM sebagai sumbu Y (Mahasri, 2010). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Profil Protein dengan SDS-PAGE Protein dibentuk dari susunan asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Gambar 7. Pembentukan ikatan peptida Ikatan peptida terbentuk oleh asam amino yang berikatan dengan asam amino lainnya. Atom H dari gugus amina berikatan dengan atom OH dari gugus hidroksil menghasilkan air. Enzim pepsin sebagai biokatalisator akan mengkatalis pemotongan ikatan peptida tersebut. Pepsin akan memecah molekul protein menjadi polipeptida yang lebih kecil dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam amino aromatik (fenilalanin, tirosin dan triptofan), hidrofobik (Leusin, isoleusin dan metionin), atau dikarboksilat (glutamat dan aspartat). Kondisi lingkungan kerja enzim dibuat sedemikian dengan tujuan mendapatkan kinerja optimal dari enzim tersebut. Analisa profil protein dilakukan menggunakan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis) berdasarkan pemisahan protein yang telah dihidrolisis pada kondisi pH 4,5 dan temperatur 60°C selama 1 jam. Metode ini akan memisahkan protein sesuai dengan berat molekulnya. Metode elektroforesis tidak mempengaruhi struktur biopolimer dan sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang cukup kecil. (Hammes, B. D. 1998). Protein akan bergerak dalam satu medium yang mengandung medan listrik dan menyebabkan protein bermuatan tersebut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 38 bergerak dalam medium yang disebabkan perbedaan polaritas. Mobilitas molekul protein dipengaruhi beberapa faktor diantaranya bentuk molekul, ukuran molekul, konsentrasi gel, waktu elektroforesis dan voltase elektroforesis yang digunakan dalam gel. Elektroforesis diatur dengan tegangan 150 v dengan arus sebesar 40 mA. Pengaturan ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan. Pengaturan tersebut dipilih karena memberikan hasil yang paling baik diantara percobaan-percobaan yang telah dilakukan. Sumber arus listrik yang stabil diperlukan untuk menghasilkan aliran listrik dengan voltase yang konstan. Larutan buffer kemudian dialirkan kedalam tangki penyangga untuk menggantikan air yang hilang, dan ini mengakibatkan pergeseran pita–pita. Pemanasan yang berlebih menyebabkan senyawa-senyawa terdenaturasi. Metode–metode pendinginan medium pemisahan dapat dilakukan, sehingga kekuatan medan 100V/ cm dapat digunakan. Keuntungan elektroforesis pada voltase tinggi adalah terjadinya pemisahan yang cepat (Bintang, 2010). Setelah marker, standar dan sampel dielektroforesis didapatkan hasil berupa lembaran gel, kemudian lembaran gel tersebut diwarnai dengan Bromophenol Blue dan diinterpretasikan dengan scaner. Setelah didapatkan hasil gambar dalam bentuk soft copy, kemudian diukur panjang tracking pita dari atap sumuran sampai dasar sumuran, jarak tracking tiap band dari atap sumuran sampai tiap-tiap pita yang terdeteksi dihitung dengan rumus persamaan regresi linear untuk mengetahui berat molekul pada masingmasing band/ pita protein. Pada penelitian ini sampel terdiri dari empat produk vitamin yang berbeda, marker protein serta gelatin standar dan simulasi. Untuk marker disebutkan selanjutnya kolom satu, standar gelatin sapi kolom dua, standar gelatin babi kolom tiga, simulasi cangkang kapsul gelatin sapi kolom 4, simulasi cangkang kapsul gelatin babi kolom 5, sampel Pharmaton kolom 6, sampel Omepros kolom 7, sampel Obipluz kolom 8, sampel Nature E kolom 9 dan standar gelatin sapi tanpa enzim kolom 10. Dari hasil penelitian diperoleh pita dari masing-masing sampel gelatin cangkang kapsul dan gelatin simulasi. Kemudian dilakukan skrining UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 39 pita-pita protein untuk ditentukan nilai faktor retensi (Rf) dan berat molekulnya (BM). Penentuan nilai Rf dari pita marker protein dihitung dengan cara membagi jarak pita (jarak dari sumuran sampai ke pita) dengan batas akhir garis elektroforesis. Terbentuk 9 pita marker protein dengan berat molekul 200 KDa, 116 KDa, 97,4 KDa, 66 KDa, 45 KDa, 31 KDa, 21.5 KDa dan 14.5 KDa. Berat molekul marker protein yang telah diketahui kemudian dihitung nilai BM-nya. Perhitungan logaritma BM dan nilai Rf dapat dilihat pada tabel 7. Hasil elektroforesis marker protein dan protein sampel dapat dilihat pada gambar 8. KDa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 200 116 97.4 66 45 31 21.5 14.5 6.5 Gambar 8. Gel Hasil Elektroforesis. Keterangan gambar: 1 = Marker, 2 = Standar Gelatin Sapi, 3 = Standar Gelatin Babi, 4 = Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Sapi, 5 = Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Babi, 6 = Sampel Pharmaton, 7 = Sampel Omepros, 8 = Sampel Obipluz, 9 = Nature E, 10 = Standar gelatin sapi tanpa enzim. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 40 Analisa diawali dengan perhitungan regresi linear seri log bobot molekul pita pemisahan marker sebagai sumbu y dan nilai Rf sebagai sumbu x. Tabel 8. Nilai Log BM dan Nilai RF Marker Protein Pergerakan Jarak Pita warna (mm) (mm) 2.30 57 5.0 0.08 116 2.06 57 11.5 0.20 3 97.4 1.99 57 16 0.29 4 66 1.82 57 19.5 0.32 5 45 1.65 57 25.5 0.45 6 31 1.49 57 31 0.54 7 21.5 1.33 57 42 0.74 8 14.5 1.16 57 53.5 0.94 9 6.5 0.82 57 57 1 No BM (KDa) Log BM 1 200 2 Rf (x) Kemudian dibuat kurva standar nilai RF yang diperoleh terhadap nilai log BM yang dapat dilihat pada gambar 8. Kurva Standar Marker Protein 2,5 2,3 2,06 1,99 Log BM 2 1,82 1,65 1,49 1,5 1,33 1,16 0,82 1 0,5 0 0,08 0,2 0,29 0,32 0,45 0,54 0,74 0,94 0,98 rf Gambar 9. Kurva Regresi Linear Standar Marker Protein Hasil regresi linear diatas kemudian digunakan untuk menghitung bobot molekul pita pemisahan protein gelatin. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai a = 2,262, b = -1,316 dan nilai r = - 0,968. Maka diperoleh rumus y = -1,316x + 2,262, dengan rumus yang diperoleh dapat ditentukkan nilai Rf, BM dan Log BM dari pita protein sampel yang terbentuk. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 41 Tabel 9. Bobot Molekul Pita Gelatin Babi, Gelatin Sapi, Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Sapi, Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Babi, dan Sampel. SGS SGB SCKS SCKB P OM OB NE SGSTE BM (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (kDa) 1 20,5 20,5 20,5 20,5 20,5 20,5 20,5 20,5 - 61,52 2 26 - 26 - - - 26 26 3 31 31 31 31 31 31 31 31 - 35,16 4 - 35,5 - 35,5 - - - - - 27,67 5 40 - 40 - - 40 40 40 - 21,78 4 - 41 - 41 - - - - - 20,65 5 - 54 - 54 - - - - - 10,35 NO 45,92 Keterangan : SGS=Standar Gelatin Sapi, SGB=Standar Gelatin Babi, SKCS=Simulasi Cangkang Kapsul Sapi, SCKB=Simulasi Cangkang Kapsul Babi, P=Pharmaton, OM=Omepros, OB=Obipluz, NE=Nature E, SGSTE=Simulasi Gelatin Sapi Tanpa Enzim. 4.2 Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein gelatin babi dan gelatin sapi pada sampel yang diuji gelatin babi (technical) dan gelatin (technical) yang didapatkan dari PT. EMS Indonesia, sampel kapsul lunak Obipluz, Omeproz dan Nature E yang didapat dari apotek kimia farma, jalan Ir. H. Juanda No. 111 Situgintung-ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Pemisahan protein SDS-PAGE menunjukkan pola pemisahan yang baik setelah dilakukan hidrolisis menggunakan enzim pepsin dengan waktu inkubasi 1 jam pada suhu 60°C. Pemilihan waktu inkubasi hidrolisis enzim pepsin selama 1 jam pada suhu 60°C berdasarkan penelitian Hermanto et al (2013) dimana pemisahan sudah dapat diidentifikasi dengan baik setelah hidrolisis menggunakan enzim pepsin selama 1 jam pada suhu 60°C. Seperti pada gambar 7. Pada gambar 7 dapat dilihat pada kolom 10 protein yang tidak terhidrolisis memiliki bobot molekul yang besar dan bertumpuk diatas 200 kDa. Namun setelah dilakukan hidrolisis selama satu jam menunjukkan adanya fragmen polipeptida yang berada pada kisaran berat molekul 61,52 kDa dan 10,3 kDa. Hal ini menunjukkan aktivitas enzim pepsin dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 42 pemotongan ikatan peptida protein menjadi fragmen polipeptida dengan rentang berat molekul 65,45 kDa sampai 14,49 kDa. Tebal tipisnya pita yang terbentuk dari protein menunjukkan kandungan atau banyaknya protein yang mempunyai berat molekul yang sama yang berada pada posisi pita yang sama. Sesuai dengan prinsip pergerakan molekul bermuatan, molekul dengan muatan dan ukuran yang sama akan terakumulasi pada zona yang sama atau berdekatan (Soedarmadji, 1996). Hasil berupa pita-pita protein yang mengendap sesuai dengan berat molekulnya, semakin kebawah berat molekulnya semakin kecil (Hames, 1990). Dari hasil pengamatan didapatkan pita protein dengan berat molekul seperti pada tabel 9. Pepsin sebagai enzim yang di gunakan untuk memotong protein untuk menjadi fragmen-fragmen rantai polipeptida memiliki situs-situs spesifik pemotongan. Pepsin memotong rantai polipeptida dengan memutus ikatan peptida yang ada pada sisi NH2 bebas dari asam-asam amino aromatik (Fenilalanin, tirosin dan triptofan), hidrofobik (leusin, isoleusing dan metionin) atau karboksilat (glutamat dan aspartat) (Al Janabi et al., 1972). Perbedaan profil pemisahan protein gelatin pada SDS-PAGE setelah dihidrolisis dapat terjadi karena urutan asam amino penyusun protein tidak sama tergantung spesies asalnya (Gorgieva dan Kokol, 2011). Pro Ser Gly Asp Lys Gly Asp Thr Gly Gly Pro Pro Gly Pro Gln Gly Leu Gln Gly Leu Pro Gly Thr Ser Gly Pro Pro Gly Glu Asn Gly Lys Pro Gly Glu Pro Gly Pro Lys Gly Glu Ala Gly Ala Pro Gly Ile Pro Gly Gly Lys Asp Ser Gly Ala Pro Gly Glu Arg Pro Pro Gly Ala Gly Gly Pro Pro Gly Pro Arg Gly Gly Ala Gly Pro Pro Gly Pro Glu Gly Gly Lys Gly Ala Ala Gly Pro Pro Gly Ser Ala Gly Thr Pro Gly Leu Gln Gli Met Pro Gly Glu Arg Gly Gly Pro Gly Gly A . Susunan asam amino kolagen babi Gly Pro pro Gly Pro Gln Gly Leu Gln Gly Leu Pro Gly Thr Lys Gly Glu Ala Gly Ala Pro Gly Ile Pro Gly Gly Lys Gly Gly Pro Pro Gly Pro Arg Gly UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 43 Ala Gly Ala Gly Pro Pro Gly Pro Ala Gly Thr Pro Gly Leu Gly Gly Met Pro Gly Glu Arg Gly B. Susunan asam amino kolagen sapi Gambar 10. Pemotongan pepsin. Keteranga (A) susunan asam amino rantai alfa 1 kolagen babi, (B) susunan asam amino rantai alfa 1 kolagen babi (Bell et al, 2004). Gambar 9 menunjukkan bagaimana terjadinya pemotongan terhadap asam amino dengan panjang yang tidak sama. Hasil studi literatur menunjukkan kemungkinan terjadinya pemotongan rantai polipeptida antara leusin dan glutamin pada pH 4 sebesar 100% (palashoff, 2008). Pada situs ini (leusin-glutamin) dari kolagen sapi dan babi akan terlihat jumlah asam amino hasil pemotongan tidak sama jumlahnya sehingga panjang rantai polipeptida yang dihasilkan akan berbeda antara protein gelatin sapi dan babi. Hal ini akan mempengaruhi bobot molekul fragmen polipeptida yang dihasilkan. Seperti pada gambar 10. 1 2 3 45,92 4 5 6 7 8 9 10 45,92 27,67 21,78 27,67 21,78 20,65 10,35 20,65 10,35 Gambar 11. Pita spesifik standar gelatin sapi dan babi. Keterangan gambar: 1 = Marker, 2 = Standar Gelatin Sapi, 3 = Standar Gelatin Babi, 4 = Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Sapi, 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 44 = Simulasi Cangkang Kapsul Gelatin Babi, 6 = Sampel Pharmaton, 7 = Sampel Omepros, 8 = Sampel Obipluz, 9 = Nature E, 10 = Standar gelatin sapi tanpa enzim. Penentuan pita spesifik dari gelatin babi dan gelatin sapi penting dilakukan karena hal ini menjadi pembanding sumber gelatin sampel. Pita spesifik ditentukan dengan melihat perbedaan pola pemisahan dari kedua gelatin. Kemudian dilihat pita yang muncul di salah satu gelatin tetapi tidak muncul pada pemisahan gelatin lainnya. Pita-pita yang muncul pada kedua jenis gelatin bukan pita spesifik. Pada penelitian ini diperoleh pita yang hanya muncul pada gelatin babi pada bobot molekul 27,67 kDa, 20,65 kDa dan 10,35 kDa (gambar 9 kolom 2) dan pita yang timbul pada gelatin sapi pada bobot molekul 45,92 kDa dan 21,78 kDa. Sedangkan pita yang muncul pada kedua jenis gelatin 61,5 kDa dan 35,16 kDa. Analisis terhadap pita pemisahan sampel gelatin cangkang kapsul lunak dilakukan dengan membandingkan keberadaan pita-pita spesifik pada masing-masing standar gelatin. Dari hasil perbandingan diperoleh pemisahan protein gelatin sampel kolom 6 tidak terdapat pita spesifik gelatin babi dan gelatin sapi. Kolom 7 menunjukkan pita spesifik sapi pada berat molekul 21,78 kDa. Sedangkan kolom 8 dan kolom 9 menunjukkan 2 pita spesifik gelatin sapi yaitu pada bobot molekul 45,92 kDa dan 21,78 kDa. Dengan hasil tersebut kolom 7,8 dan 9 memiliki pita spesifik gelatin sapi sehingga dapat disimpulkan kapsul yang dibuat berasal dari gelatin sapi. Sedangkan kolom 6 tidak memiliki pita spesifik standar gelatin sapi dan gelatin babi. Kemungkinan menggunakan sumber gelatin dari bahan lain seperti ikan. Selain itu pada berat molekul 35,5 kDa muncul pita. Hal ini menunjukkan adanya fragmen dari pepsin dimana pepsin memiliki berat molekul 34,5 kDa. Perbedaan berat molekul ini dapat terjadi akibat dari tidak stabilnya voltase arus listrik saat running gel atau konsentrasi gel yang dipakai. Dari hasil penelitian ini dapat SDS-PAGE dapat digunakan sebagai metode untuk membedakan gelatin sapi dan gelatin babi. SDS-PAGE juga dapat membedakan gelatin yang telah menjadi produk olahan seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 45 cangkang kapsul lunak. Tetapi SDS-PAGE hanya dapat melakukan analisis secara kualitatif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 46 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. SDS-PAGE dapat membedakan profil protein gelatin sapi dan babi setelah dihidrolisis menggunakan enzim pepsin. 2. Enzim pepsin memberikan perbedaan karakteristik bobot molekul fragmen kedua sumber gelatin. 3. Profil protein gelatin babi menunjukkan pita spesifik pada berat molekul 27,67 kDa, 20,65 kDa dan 10,35 kDa. Sedangkan untuk sapi 45,92 kDa dan 21,78 kDa. 4. Dengan membandingkan profil protein sampel dan standar berdasarkan bobot molekul kolom 6 diduga bersumber dari selain kedua gelatin pembanding, sedangkan kolom 7, 8 dan 9 adalah gelatin sapi. 5. Hasil ini bukanlah satu-satunya penentu sumber gelatin sampel yang diteliti. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan dan menguatkan informasi sumber gelatin yang digunakan. Berat molekul yang terbentuk dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk penelitian produk gelatin olahan khususnya cangkang kapsul gelatin lunak. 5.2 Saran Perlu dilakukan analisis lebih lanjut pada pita-pita hasil pemisahan SDS-PAGE dengan menggunakan LCMS sehingga dapat diketahui urutan asam amino pada masing-masing pita tersebut. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 47 DAFTAR PUSTAKA Albert, B., Johnson, J., Lewis, M., Raff, K., Roberts, & Walier P. 2002. Molecular Biology of The Cell. Gardland science. New York: xxxiv + 1463 hlm. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Ditjen POM 404. Al-Janabi, J., J. A. Hartsuck, et al. 1972. ‘Kinetics and mechanism of pepsinogen activation.’ J Biol Chem 247:4628-32. Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed 4th. UI PRESS: Jakarta. Azira, T., Amin. I., and Che Man, Y. B., 2012. Differentiation of bovine and porcine gelatins in processed products via Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) and principal component analysis (PCA) techniques. International Food Research Journal 19 (3): 1175-1180 (2012). Bell et al., 2004. Porchine Collagens and Gelatins. Uniter States Patent Applicatioon Publication. Pub. No.: US 2004/005663 A1. Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga Bhatt, Bhawna, dan Agrawal, S.S. 2007. Pharmaceutical Technology Capsules. Delhi Institute of Pharmaceutical Science and Research. Burden, David W & Whitney, Donald W. 1958. Biotechnology: Protein to PCR: A Course in Strategies and Lab Techniques. Boston: Birkhauser. Carr, J. M., K. Sufferling, & J. Poppe. 1995. Hydrocolloids and their use in the confectionery industry. Journal of Food Techniques. Boston: Birkhauser. Cole, C. B. 2002. The Occurence of Dark Coloured Gelatin, In Occurence, Measurement and Origins of Gelatine Colour as Determined by Fluoresence and Electhrophoresis. South Africa: Thesis University of Petroria. Departemen Agama RI. 2008. Al-Quran dan Terjemahnya. Cahaya Qur’an: Depok. Doi, H., Watanabe, E., Shibata, H., Tanabe, S. A reliable enzyme linked immunosorbent assay for the determination of bovine and porcine gelatin in processed foods. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 2009. 57: 1721-6. Fatchiyah, Laras, Esti Arumningtyas, Widyarti, Sri dan Rahayu, Sri. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis. Erlangga, Jakarta. FAO. 2009. FAOSTAT statistic database. Rome (available at faosfat.fao.org) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 48 Gadri , A. dan Ega Priani, S. 2012. Stabilitas Kadar dan Laju Disolusi Ketoprofen Dalam Sediaan Kapsul Gelatin dan HPMC-Karagenan. Prosiding SnaPP 2012, Sains, Teknologo dan Kesehatan. GMIA, 2012. Gelatin Handbook, USA: Gelatin Manufacturers Institute of America. Gorgieva, S., Kokol, V. 2011. Collagen- vs Gelatine-Based Biomaterials and their Biocompatibility. Review and Perspectives, Biomaterials-Applications forr Nanomedicine, Prof. Rosario Pignatello (Ed.), ISBN: 978-953-307-661-4. Grobben A.H., Steele P.J., Somerville R.A., Taylor D.M. 2004. Inactivation of the ovine-spongiform-encephalopathy (BSE) agent by the acid and alkali processes used the manufacture of bone gelatin. Biotechnology and Applied Biochemistry 39:329-338. Hammes, B.D. 1998. Electhrophoresis of Protein. Oxford University Press. New York. Hana, Abu. 2009. Gelatin Halal dan Gelatin Haram. http//republika.co.id/infohalal. (6 Mei 2014 pukul 01.55). Hardi, Y. R. 2010. Struktur Molekul Protein. http://sciencebiotech.net/strukturmolekul-protein/ (6 Mei 2014, pukul 01.51 WIB). Hashim, D. M., Che Man, Y. B., Norakasha, R., Shuhaimi, M., Salmah, Y. and Syahariza, Z. A. 2010. Potential use of Fourier transform infrared spectroscopy for differentiation of bovine and porcine gelatins. Food Chemistry 118: 856 - 860. Hardi, Yepi, R. 2010. Struktur Molekul Protein. http://sciencebiotech.net/strukturmolekul-protein/ (06 Mei 2014, Pukul 04.00 WIB) Hermanto, S. dan Ode L. S. 2013. Differentiation of Bovine and Prochine Gelatin Based on Spectroscopic and Electrophoretic Analysis. Journal of Food and Pharmaceutical Science 1 (2013) 68-73. Hermanto, S. Dhien, C. K. Mentia. 2009. Perbedaan Profil Protein Produk Olahan (Sosis) Daging Babi dan Sapi Hasil Analisa SDS-PAGE. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hidaka, S. dan S. Y. Liu. 2003. Effect of Gelatins on Calcium Phosphate Precipitation: A Possible Application for distinguishing Bovine Bone Gelain, J. Food Compos. Anal., 16, 477-483. Jamaludin, M.A., Zaki, N.N.M. Ramli, M.A., Hasim, D.M. dan Ab. Rahman, S. 2011. Istihalah: Analysis on The Utilization of Gelatie in Food Products 2011 2nd International Conference on Humanities, Historical and Social Science IPEDR vol. 17. Singapore: IACSIT Press. Jannah, Akhyunul. 2008. Tinjauan Kehalalan dan Alternatif Produksi. UIN Malang Press, Malang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 49 Mahasri, G., Fajriah, U. Dan Subekti, S., 2010. Characterization of Protein Lernaea cyprinacea by Using SDS-PAGE Electrophoresis Method. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1. Mannucci, PM, Mannucci, Pier Mannuccio. 1998. Hemostatic Drugs. N. Eng. J. Med. 339 (4): 245-53. Martoharsono, Soeharsono. 2006. Biokimia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mohd, R. H., N. R., C. Y. M., Amin, I., & A. Noorfaizan. 2011. Chemical and Functional Properties of Bovine and Porcine Skin Gelatine. International Food Research Journal 18: 813-817. Murray R. K, et al. 2000. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Nemati, M., Oveisi, M. R., Abdollahi, H. and Sabzevari, O. 2004. Differentiation of bovine and porcine gelatins using principal component analysis. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 34: 485-492. Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Reich, G. 2001. Formulation and physical properties of soft capsules Chapter 11. Deutsche Lederinstitute, Frieberg/SA Rybicky, E., dan Purves, M. (n.d.). SDS Polyacrilamide Gel Elektrophoresis (SDSPAGE).http://www.mcb.utc.ac.za/Mannual/sdspage.html (06 Mei 2014, pukul 03.00 WIB) Riaz, M.N. dan M.M. Chaudry. 2004. Halal food production. CRC Press, USA. Schrieber, R. & Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook : Theory dan Industrial Practice. Jerman: Wiley VCH Verlag GmbH dan Co. KgaA Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Venien, A & Levieux, D. 2005. Differentiation of Bovine from Porcine Gelatines Using Polyclonal Anti-peptide Antibodies in Indirect and Competitive Indirect ELISA. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 39 (2005) 418-424. Veis, A. 1964. The Macromolekul Chemistry of Gelatin. New York and London: Academic Press. Widyaninggar, A., Triwahyudi, Triyana, K., dan Rohman, A. 2012. Differentiation Between Porcine and Bovine Gelatin in Commercial Capsule Shells Based on Amino Acid Profiles and Principal Component Analysis. Indonesian J. Pharm. Vol. 23 No. 2: 96-101. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 50 Zhang, G., Liu, T., Wang Q., Chen, L., Lei, J., Luo, J., Ma, G., & Su, Z. 2008. Food Hydrocolloids. Journal homepage: www.elsevier.com/locate/foodhyd (6 Mei 2014 pukul 02.00 WIB). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 51 LAMPIRAN ALUR PENELITIAN Lampiran 1 Sampel Kapsul Lunak Simulasi Gelatin Cangkang Kapsul Lunak Standar Gelatin Sapi dan Gelatin Babi Ekstraksi Gelatin Hidrolisis Dengan Pepsin pada pH 4,5 dan Inkubasi pada suhu 60°C selama 1 jam Centrifuge 3 menit, preparasi endapan untuk dielektroforesis Preparasi gel elektroforesis Loading 10µl gelatin kedalam sumuran gel Konsentrasi gel stacking 4% resolving 12% Running gel elektroforesis 40 mA pada tegangan 150 volt (60 menit) Pembahasan dan Kesimpulan Staining dan destaining gel setelah proses elektroforesis Analisis pola pmisahan protein Analisis pola pmisahan protein UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 52 Lampiran 2 Seperangkat alat elektroforesis Penimbangan cangkang kapsul kosong Pemanasan sampel sebelum dieketroforesis Pengeluaran isi cangkang kapsul lunak Ekstraksi sampel Pembuatan gel UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53 Loading sampel Elektroforesis Staining Staining semalaman menggunakan shaker Destaining Gel hasil elektrofroresis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 54 Lampiran 3 Preparasi Reagent SDS-PAGE a. Larutan Stok Acrylamide/ Bis (30%%T;2,67%C) 29,2 g akrilamide dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, kemudian ditambahkan 0,8 ml N’N’ –bis-methylene-acrylamide ke dalam larutan aduk hingga larut dengan stirer, kemudian larutan disaring dan disimpan pada suhu 4°C ditempat yang terhindar dari cahaya. b. SDS 10% (w/v) 10 g SDS dilaritkan dalam 90 ml air deionisasi diaduk dengan hati-hati kemudia pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6 N HCL. Kemudian air deionisasi ditambahkan pada larutan hingga 100 ml, larutan disimpan pada suhu 4°C. c. Resolving Buffer: 1,5 M Tris-HCl;pH 8,8 18, g Basa Tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi diaduk dengan hatihati kemudian pH disesuaikan hingga 8,8 dengan penambahan 6 N HCl. Kemudian ditambahkan air deionisasi hingga 100 ml larutan disimpan pada suhu 4°C. d. Stacking Buffer: 0,5 M Tris-HCl, pH 6,8 Ditimbang sebanyak 6 g tris dilarutkan dalam 60 ml air deionisasi. Atur pH 6,8 dengan 6N HCl, kemudian tambahkan air deionisasi hingga total volumenya 100 ml. Simpan pada suhu 4°C. e. Sample Buffer Sampel buffer dibuat dengan cara mencampurkan 3,5ml air deionisasi, 1,25 ml stacking buffer, 2,5 ml gliserol, 2 ml SDS 10% dan 0,2 ml 0,5% (w/v) bromophenol blue. Total larutan 9,5 ml disimpan pada suhu ruang. f. Running Buffer Basa tris ditimbang sebanyak 30,3 gram, kemudian ditambahkan 144 gram glisisn dan 10 gram SDS. Dilarutkan dalam 100 ml air deionisasi, larutan diaduk kemudian ditambahkan air deionisasi hingga volume total 1000 ml. Larutan disimpan pada suhu 4°C. g. 10% APS (disiapkan ketika akan digunakan) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 55 APS ditimbang sebanyak 100 mg kemudian dilarutkan dalamP 1 ml air deionisasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta