Uploaded by Raihan Naufal

Diktat Konservasi dan Reklamasi Lahan 2019

advertisement
PETUNJUK PRAKTIKUM
KONSERVASI
DANREKLAMASI
LAHAN
2019
PETUNJUK PRAKTIKUM
KONSERVASI
DANREKLAMASI
LAHAN
2019
Tim Pengampu MK Konservasi dan Reklamasi Lahan
Ir. Begananda, M.S.
Ir. Nazarudin Budiono, M.Sc.
Rully Eko Kusuma, SP., M.P.
Ir.Sisno SJ, M.Si.
Drs. Suwardi, M.Si.
Drs. Prasmaji, M.Si.
Ir. Bambang Siswosusilo, M.P.
Ir. Teguh Widiatmoko, M.P.
Ir. Purwandaru Widyasunu, M.Agrsc
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
ACARA 1
Pengukuran Energi Kinetik Hujan
dengan Metode Splash Cups
1
ACARA 2
Hantaran Hidrolik (Hidraulic
Conductivity)
5
ACARA 3
Pengukuran Infiltrasi
8
ACARA 4
Cara Menganalisis Sifat-Sifat
Hujan
12
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang karena berkah, rahmat serta hidayahnya Tim
Penyusun dapa menyelesaikan penulisan diktat
pedoman praktikum mata kuliah Konservasi dan
Reklamasi Lahan dengan baik.
Pedoman praktikum ini disusun dengan maksud
untuk memberikan pedoman bagi mahasiswa yang
melakukan praktikum sehingga memperlancar dan
mempermudah dalam pelaksanaan praktikum tersebut.
Diktat pedoman praktikum ini juga merupakan pedoman
kerja praktis dan sistematis, wajib digunakan bagi
mahasiswa yang melakukan praktikum baik di
laboratorium maupun di lapang pada mata kuliah
Konservasi dan Reklamasi Lahan.
Pada kesempatan ini tim mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Pertanian, yang telah membantu
tersusunnya diktat pedoman praktikum ini.
2. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya
diktat pedoman praktikum ini.
Purwokerto, November 2019
Tim Penyusun
Pengukuran Energi
Kinetik
Hujan
dengan
Metode
Splash Cups
Pendekatan Teori
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Tujuan
1. Mengetahui besarnya
energi kinetik hujan
melalui pendekatan
Splash Cups dengan
media pasir
2. Mengetahui energi
kinetik hujan pada
berbagai macam
vegetasi.
3. Melihat hubungan
antar energi kinetik
hujan dengan jumlah
curah hujan bulanan.
Erosivitas hujan adalah potensi atau
kemampuan hujan yang dapat menimbulkan
erosi tanah (Wischmeter dan Smith, 1958).
Besarnya potensi tersebut dapat diukur
dengan menghitung besarnya energi
kinetik hujan. Menurut Hudson (1971)
besarnya energi kinetik hujan tergantung
pada tiga gaya yang bekerja pada tetesan
air hujan, yaitu (1) gaya ke bawah, (2) gaya
ke atas, dan (3) gaya gesekan tetesan air
hujan dalam udara.
Selanjutnya butiran hujan yang jatuh
bebas atas gaya gravitasi akan mengalami
percepatan, tetapi pada suatu saat tetesan
tidak akan lagi mendapatkan percepatan
sehingga kecepatannya relatif konstan.
Kecepatan yang konstan ini disebut
kecepatan terminal dan kurang lebih 95%
dari butiran hujan tersebut dapat mencapai
kecepatan terminal setelah jatuhnya
mencapai 7-8 meter. Pada kecepatan
terminal ini butir-butir hujan akan terpecahpecah dan umumnya ukuran maksimal
yang dicapai kurang lebih 5 meter.
Semakin besar intensitas hujan semakin
besar pula ukuran butir hujannya. Secara
umum besarnya energi kinetik yang dimiliki
oleh suatu benda dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
Energi Kinetik = ½ M (V)²
Keterangan
M = Massa benda
V = Kecepatan gerak
Dalam hubungannya dengan energi
kinetik hujan, Wischmeter dan Smith
(1960) mengajukan formulasi sebagai
berikut.
Ekin = Ri (210,3+89 log Ii)
Keterangan
Ekin= Energi kinetik hujan dalam joule/m
Ri = Curah hujan selama periode tertentu dengan
intensitas konstan (cm)
Ii = Intensitas hujan selama periode hujan yang
bersangkutan (cm/jam)
LAL (1977), mengajukan
sebagai berikut:
formulasi
Ekin = [(IV2)/2]
Keterangan
Ekin= Energi kinetik hujan watt/m2
I = Intensitas hujan m/det
V = Kecepatan Hujan m/det
Kinnell (1981), mengajukan formulasi
sebagai berikut:
Selanjutnya oleh Mihara (1951)
dan Free (1960) dibuat hubungan
antara erosi percik (splash erosion)
dengan energi kinetik hujan dengan
konversi:
1. Untuk media pasir splash erosion α
(energi kinetik)0,9
2. Untuk media tanah splash erosion α
(energi kinetik)1,46
Pendekatan
perhitungan
energi
kinetik hujan dengan menggunakan
splash cups yang diisi media pasir
ternyata besarnya energi kinetik
hujan yang dihitung mempunyai
korelasi 0,93 dengan besarnya energi
kinetik
yang
dikemukakan
Wieschmeier dan Smith (1960).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri dari
pasir lolos saringan, aquades. Alat
yang digunakan adalah splash cups,
timbangan analitis, dapur pengering,
kantong plastik.
Ekin = 11,9 + 8,7 log I
Ri = Intensitas hujan (mm)
Rumus-rumus tersebut hanyalah
berlaku pada tempat-tempat terbuka dan
tersedia alat pencatat hujan tipe otomatis.
Untuk wilayah dibawah vegetasi atau
daerah yang belum ada alat pencatat
hujan tipe otomatis, Ellinson (1944) telah
mengembangkan suatu cara pengukuran
energi kinetik hujan dengan metode
splash cups dengan formulasi empiris
sebagai berikut:
Prosedur Kerja
1.
2.
3.
S = α V4,33 D4,07 I0,65
Keterangan
S = Jumlah percikan tanah (splash erosion) dari splash
cups dalam gram selama kejadian hujan dan setara
dengan besarnya energi kinetik hujan
V = Kecepatan tetesan hujan dalam inci per jam
K = Konstanta yang tergantung dari jenis media yang
digunakan
D = Diameter hujan (mm)
I = rata-rata hujan (inci/jam)
4.
5.
Carilah lokasi yang mempunyai
berbagai vegetasi dan tentukan
titik-titik pemasangan splash
cups. Pasanglah pula di tempat
terbuka sebagai pembanding.
Isilah splash cups dengan pasir
yang telah dicuci berdiameter
0,25-0,50 mm sampai penuh.
Sambil diketuk-ketuk secara
pelan- pelan hingga rata.
Keringkanlah splash cups yang
terisi pasir ke dalam dapur
pengering sehingga mencapai
kering mutlak (pada suhu 1100C
selama 20-30 jam).
Dinginkanlah splash cups ke
dalam eksikator sampai menjadi
dingin (kurang lebih 15-30 menit)
dan setelah dingin ditimbang.
Tempatkan splash cups yang
telah diketahui beratnya pada titik
pengamatan
yang
telah
ditentukan.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Keterangan
Ekin= Energi kinetik hujan dalam j/m2-mm
6.
Amati setiap 24 jam, catat besarnya
curah hujan (dari alat pengukur curah
hujan yang terpasang pada tempat
yang terbuka) dan timbanglah splash
cups tersebut setelah dikeringkan.
7.
8.
Lakukan butir 1-6 pada berbagai
vegetasi selama 1 bulan dan
lakukan ulangan secukupnya.
Catat hasil pengamatan dalam
tabel.
Analisis dan Pelaporan
Tabel hasil pengamatan pengukuran energi kinetik hujan dibuat untuk masingmasing tipe vegetasi dan tempat terbuka dengan tabel sebagai berikut:
Tipe Vegetasi:
No. Tanggal
Curah Hujan
(mm)
Berat Awal
(gr)
Berat Akhir
(gr)
Energi Kinetik (Joule/m2
mm)
1
2
N
Perhitungan untuk masing-masing vegetasi dan di tanah terbuka dilakukan sebagai
berikut:
1. Hitunglah besarnya energi kinetik dengan rumus :
E = A-B/d (Joule/m2 mm)
Keterangan:
E = Besarnya energi kinetik
A = Berat pasir kering mutlak + splash cups sebelum kehujanan (gr)
B = Berat pasir kering mutlak + splash cups setelah terkena hujan (gr)
d = Luas lingkaran splash cups (m2)
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
2.
3.
4.
Bandingkan vegetasi mana yang paling baik dalam menahan energi kinetik air
hujan dengan statistik (uji t).
Buatlah hubungan fungsi antara jumlah curah hujan harian dengan besarnya
energi kinetik pada masing-masing vegetasi dan pada tanah terbuka dengan
hubungan fungsi regresi linier
Buatlah kesimpulannya.
Daftar Pustaka
Ellison, W.D.1944. Studies of Rain drop Erosion, Agricultural Enginering, 25: 131-139, 181182.
Hudson, N. 1971. Soil Conversation. B.T batsford Limited London.
Kinnell, P.I. 1981, Rainfall intensity – Kinetic Energy Relationships for Soil Loss Prediction, Soil
Science Society of America, 45,1, 153-155.
Mihara, Y. 1951. Raindrops and Soil Erosion. Bulletin of the National Institutes of
Agricultural Science, Seri A, I.Japan.
Free, G.R. 1960. Erosion Characteristics of Rainfall. Agricultural engineering. 41, 7, 447445
.
LAL., R. 1977, Analysis of Factors Affecting Rainfall Erosivity and Soil Erodibility, at Soil
Conservation and management in the Humid Tropics Edyted By: D.J. Greenland and R
Lal. Johh Weley & Sons. Chichester-NewYork-Brisbane-Toronto.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Wischmeler, W.D.D.Smith, 1960. A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation
Farm Panning. Conngres of Soil Science. Maddison Wisconsin. USA.
Hantaran Hidrolik
(Hidroulic Conductivity)
Pendekatan Teori
Tujuan
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
1. Untuk
mengetahui
kemampuan suatu tanah
dalam meloloskan atau
melewatkan air.
Hidroulic
Conductivity
(HC)
merupakan suatu parameter sifat fisik
tanah yang menunjukkan kemampuan
tanah dalam keadaan jenuh untuk
melakukan/melewatkan
air.
Dengan
demikian nilai hantaran hidrolik suatu tanah
juga mencerminkan suatu kondisi pori
tanah oleh penyusunan butir-butir dan
agregat tanah. HC terutama sangat
penting dalam perencanaan drainase
suatu wilayah.
a. Untuk membandingkan kecepatan HC
pada horizon-horizon tanah yang
berbeda sebagai petunjuk pergerakan
air dan permasalahan drainase yang
mungkin terdapat dalam profil tanah
tersebut.
b. Dengan mengetahui HC-nya, maka
dapat dirancang sistem drainase
lapangan, terutama kedalaman dan
jarak antar saluran.
HC dapat ditentukan dengan metode
penggunaan (metode korelasi) dan melalui
pengukuran. Pendugaan HC melalui
metode
korelasi
dilakukan
dengan
memakai metode distribusi ukuran butir
atau metode permukaan spesifik. Kedua
metode dapat digunakan untuk pendugaan
HC karena adanya hubungan erat antara
ukuran dan jumlah pori serta ukuran butir
dengan HC. Pendapatan nilai HC melalui
pengukuran
dapat
dilakukan
di
laboratorium atau lapangan. Metode yang
sering digunakan adalah metode Constand
Head, Falling Head dan Ring Sample (di
laboratorium), sedangkan di lapangan
dipergunakan metode Auger Hole, Inverse
auger hole, dan Psizometer (Franklin and
Hubao Zang, 2002).
HC dalam keadaan jenuh adalah
suatu konstanta yang menentukan aliran
suatu cairan melalui suatu medium jenuh
pada suatu luas penampang tertentu yang
berasal dari suatu
q= KA.h/L
Keterangan:
q = Kecepatan volume aliran yang melewati
suatu bidang normal (tegak lurus arah aliran).
KA = Konstanta HC
h = Hidraulik Head, yang mempengaruhi
pergerakan air dari satu tempat ke tempat
lain.
L = panjang atau tebaal media/contoh tanah yang
dilalui aliran.
Hukum Dercy ini sebenarnya
hanya dapat dipakai untuk aliran air
yang betul-betul laminar, sehingga
dalam penentuan HC di laboratorium
dengan cara ini sering timbul masalah
(Arsyad, 2010). Pengukuran HC di
lapangan dapat dilakukan dengan
metode Auger hole, Inverse auger
hole, dan Piezometer. Dalam
pelaksanaannya, pengukuran HC
dapat dilaksanakan pada:
a. Permukaan air tanah berubah
yaitu dengan mengukur jumlah
kenaikan air atau penurunan
permukaan air tanah per satuan
waktu.
b. Permukaan air tanah berubah
yaitu dengan mengukur jumlah
kenaikan air atau penurunan
permukaan air tanah persatuan
waktu.
Pada praktikum ini perhitungan
HC dilakukan dengan metode
Inverse auger hole karena lokasi di
praktikum
(Purwokerto
dan
sekitarnya)
secara
umum
mempunyai permukaan air tanah
(ground water) cukup dalam. Metode
ini biasanya digunakan untuk daerah
pertanian dan yang diukur adalah
penurunan airnya.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri
dari sebidang lahan, tali dan air. Alat
yang digunakan adalah bor tanah,
pelampung, mistar rol 2 meter,
ember, gayung air, pipa paralon, dan
stopwatch.
Prosedur Kerja
1.
2.
3.
4.
5.
Membor tanah sampai kedalaman
tertentu (mencapai horizon B).
Menyiram lubang dan tanah sekitarnya.
Isi lubang dengan air.
Turunkan alat pelampung.
Ukur penurunan permukaan air untuk
setiap periode waktu tertentu (1 menit
diulang 5 kali, 2 menit diulang 1 kali, 3
menit diulang 3 kali, 5 menit diulang 3
kali).
Analisis dan Pelaporan
Li
Ln
T
H( tl )= W
H( ti )
H( tn )
D
H( tn )
Analisis data dilakukan dengan persamaan:
K=
cm/det
K= 1,15 r tgα cm/dt
Contoh pemplotan [h(tl) + r2] terhadap t
untuk mendapatkan nilai tangen (tg) adalah
sebagai berikut:
Log [h(ti)+r/2]
Tg α = p/q x 1/z
K= 1,15 r tg α cm/det
p
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
turunan empiris hubungan beberapa
faktor yang dikemukakan oleh Darcy,
yaitu:
Hasil pengamatan di tabulasikan dalam tabel seperti di bawah ini.
No. t (waktu kumulatif dalam detik) H (tinggi air dalam mm) Δ t (detik) Δ H (mm)
1
0
X
2
1
Y
1
(x-y)
3
2
Z
1
(y-z)
n
31
P
5
(m-p)
Metode Piezometer
Untuk
tanah
yang
mempunyai
permukaan air tanah tinggi (tergenang)
dan tanah dengan nilai HC tinggi.
Dengan demikian banyak dipakai untuk
daerah pasang surut. Pipa paralon
yang dipasang di dinding lubang bor
adalah untuk mengurangi kecepatan
kenaikan permukaan air tanah dalam
lubang (kenaikan air diusahakan tidak
melalui sisa-sisa lubang). Langkah kerja:
1. Membor tanah.
2. Memasang pipa paralon pada
lubang bor.
3. Mengguras air/memompa air
keluar.
4. Mencatat kenaikan permukaan
air untuk setiap periode.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Perhitungan: K=
Keterangan:
K : hantaran hidrolik
a : diameter dalam pipa paralon
Y’ : jarak antara permukaan air dan
permukaan tanah pada saat t’
T’-t : selang waktu antara pengukuran Y’
dan Y
S : Koefisien (dicari dari suatu tabel t)
Perhatikan gambar berikut:
Y’
W
YS
Keterangan:
a : diameter dalam pipa
d : panjang paralon di bawah muka
air
W : jarak ujung pipa dengan ujung
lubang
S : jarak lapisan kedap
Daftar Pustaka
Arsyad S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Pres.
Darcy, H.P.G. 1856. Les fontaines publiques de la Ville de Dijon. Victor Dalmont, Pris
Franklin W.S. and Hubao Zhang. 2002. Fundamental of Ground Water. John Wiley & Sons
INC.
Pengukuran
Infiltrasi
Tujuan
1. Untuk menentukan
laju infiltrasi pada suatu
lahan.
Dalam siklus hidrologi, curah hujan
yang sampai ke permukaan akan bergerak
sebagai aliran permukaan atau meresap ke
dalam tanah sebagai infiltrasi. Infiltrasi itu
sendiri adalah salah satu proses yang
mempunyai arti penting dalam tata air
pertanian. Infiltrasi sering dihubungkan
dengan perkolasi karena keduanya
memang mempunyai hubungan yang erat.
Infiltrasi merupakan proses masuknya air
ke dalam lapisan permukaan tanah secara
vertikal, sedangkan perkolasi adalah
bergeraknya air ke bawah dalam profil
tanah. Jadi peristiwa infiltrasi menyediakan
air untuk perkolasi. Jika air dalam tanah
tidak bergerak vertikal, tetapi ke arah
horizontal disebut perembesan lateral,
yang disebabkan oleh permeabilitas
lapisan tanah yang tidak seragam.
Infiltrasi pada tanah tidak jenuh pada
awalnya dipengaruhi oleh sedotan matriks
ini menjadi kecil, dapat diabaikan. Dengan
demikian hanya tarikan gravitasi saja yang
menyebabkan pergerakan (Arsyad, 1986).
Laju infiltrasi yaitu banyaknya air persatuan
waktu yang masuk melalui permukaan
tanah yang vertikal. Laju infiltrasi
maksimum pada suatu saat disebut
kapasitas infiltrasi.
Kapasitas infiltrasi tidak sama untuk
setiap jenis tanah. Pada tanah yang sama,
kapasitas
infiltrasi
dapat
berbeda,
tergantung dari kondisi fisik, kimia, dan
biologi tanah tersebut. Infiltrasi juga dapat
berubah sesuai dengan intensitas curah
hujan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi.
a. Faktor tanah, sifat tanah yang
berpengaruh terhadap infiltrasi adalah
tekstur, struktur, jenis liat, kandungan
air pada saat mulai infiltrasi dan
heterogenitas lapisan tanah.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Pendekatan Teori
b.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
c.
Vegetasi,
vegetasi
dapat
mempengaruhi infiltrasi melalui
pengaruh tajuk, akar, batang,
serta seresah terhadap air jatuh
diatasnya.
Lain-lain, faktor lain yang dapat
mempengaruhi
diantaranya
kemiringan lahan, suhu udara,
udara terjebak dalam pori tanah.
Walaupun faktor-faktor ini relatif
kecil namun pada kondisi tertentu
turut
berpengaruh
terhadap
intensitas.
Metode Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran
infiltrasi
dapat
dilakukan dengan (1) menggunakan
alat ukur
infiltrasi, yaitu dengan
menggunakan metode Double Ring
Infiltrometer dan Analisis Hidrogaf
Limpasan Curah Hujan.
Cara
pertama, yaitu dengan mengukur laju
infiltrasi pada petak kecil dengan alat
pengukur
infiltrasi
(misalnya
menggunakan
double
ring
infiltrometer) sehingga membentuk
segitiga sama sisi (Horton, 1939
dalam Wistler dan Blater 1959).
Analisis hidrografi dari limpasan curah
hujan sebenarnya lebih teliti, tetapi
cara ini relative lebih mahal dan sulit
karena disamping membutuhkan
peralatan yang lebih rumit juga harus
diketahui luas daerah limpasan
secara pasti.
Metode yang digunakan dalam
penetapan laju infiltrasi ini adalah
metode Double Ring Infiltrometer.
Metode ini pada prinsipnya adalah
mengukur penurunan permukaan air
dalam ring. Disini digunakan dua ring
untuk
mencegah
terjadinya
perembesan air secara lateral pada
ring dalam.
Metode ini merupakan cara
langsung yang dapat dengan mudah
mengukur infiltrasi pada satuan luas
lahan tersebut dengan biaya yang
relatif murah dibanding cara analisis
hidrogafi dari limpasan.
Persoalan yang sering muncul
dalam
penggunaan
alat
ring
infiltrometer adalah:
1. Efek pukulan butir-butir hujan
tidak diperhitungkan.
2. Efek tekanan udara dan tanah
tidak terjadi.
3.
Struktur tanah sekeliling dinding tepi
alat itu telah terganggu pada waktu
pemasukkannya ke dalam tanah.
Jadi harga laju infiltrasi yang
diperoleh dengan alat ukur infiltrasi ini
bukan harga sebenarnya melainkan
merupakan harga pendekatan. Untuk
mendapatkan laju infiltrasi dan kurva laju
infiltrasi, kita dapat menggunakan tiga
buah persamaan yaitu:
1. Persamaan Horton
f= fe + (fo-fe) ekt
Keterangan:
t : waktu (menit).
f : laju infiltrasi pada t.
fe : laju infiltrasi minimum (konstan).
Fo : laju infiltrasi awal.
e : konstanta.
k : konstanta tanah pada kondisi tertentu.
2. Persamaan Kostiakov
i= efα
Keterangan:
i : infiltrasi kumulatif selama waktu t.
e : konstanta.
a : parameter tanah yang nilainya
bergantung pada sifat fisik
tanah.
3. Persamaan Philips
i= Spt ½ + Apt
δf= di/dt
f= ½ Spt -½ + Ap
Keterangan:
Sp : sorpsivitas tanah.
i
: infiltrasi kumulatif f selama waktu t
t : waktu.
Ap :kemampuan
tanah
untuk
melalukan air.
Klasifikasi laju infiltrasi dibuat sebagai
berikut:
Kriteria
Laju Infiltrasi (cm/jam)
se = sangat cepat
>254
e = cepat
127-254
ae= agak cepat
63-124
s = sedang
20-63
al = agak lambat
5-20
l = lambat
1-5
sl = sangat lambat
<1
Cat: metode ini dapat digunakan dalam berbagai
kondisi tanah atau perlakuan
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri
dari sebidang lahan, air. Alat yang
digunakan adalah double ring
infiltrometer, mistar, ember, gayung
air, alat pemukul ring, dan stopwatch.
Prosedur Kerja
Ring infiltrasi dimasukkan ke
dalam tanah (pilih tempat yang baik,
tidak banyak akar mati) sedalam ± 15
cm. Caranya, kayu berat diletakkan
diatas ring secara melintang. Kayu
tersebut dipukul, sambil posisinya
dipindah-pindahkan di atas ring
infiltrasinya supaya tekanan terhadap
ring merata dan masuk ke tanah
secara bersamaan. Pekerjaan ini
dilakukan kedua ring infiltrasi.
pengukuran menit ke 160, maka dianggap
fe= Df/Dt pada menit ke- 160. Jika nilai
konstan diperoleh sebelum menit ke 160 itu
dianggap nilai fe. Jadi fe merupakan nilai
laju infiltrasi minimum yang pertama kali
muncul.
Pembacaan
nilai
penurunan
permukaan air dalam ring harus dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari bias.
Jika tidak segera diukur, maka aka ada air
yang tidak terukur sehingga nilai
pengukurannya menjadi lebih rendah.
Pengukuran dilakukan pada ring
dalam
dengan
interval
waktu
pengukuran sebagai berikut:
1. Menit
1-5
pengukuran
dilakukan pada interval 1
menit.
2. Menit 5-7 dilakukan sesekali
pengukuran (interval 2 menit)
3. Menit 7-25 dilakukan enam kali
pengukuran (interval 3 menit).
4. Menit 25-50 dilakukan lima kali
(interval 5 menit).
5. Menit 50-140 dilakukan 9 kali
(interval 10 menit).
6. Pengukuran terakhir pada
menit ke 160 (20 menit
kemudian).
Pada saat ini diharapkan laju
infiltrasi sudah konstan. Jika belum
diperoleh laju konstan pada
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Penggunaan ring luar bertujuan
untuk menjaga agar tidak terjadi
perembesan air secara lateral pada
dalam ring. Penggaris/alat pengukur
diletakkan tegak lurus pada bagian
dalam ring. Buat garis tera pada ring
sebagai titik nol. Lakukan hal yang
sama pada kedua ring. Isi kedua ring
sampai garis tera (titik nol). Pada saat
pengukuran, catat pada setiap
penurunan permukaannya setiap
pengukuran.
Analisis dan Pelaporan
Hasil pengukuran di lapang dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Waktu ( menit ke- )
1
2
3
4
5
7
10
13
16
19
21
24
29
34
39
44
49
59
69
79
89
109
139
159
Lama infiltrasi ( menit )
1
1
1
1
1
2
3
3
3
3
3
3
5
5
5
5
5
10
10
10
10
20
20
20
h (mm)
Δ h (mm)
Ket: h= penurunan permukaan air dalam ring
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Dari tabel pengukuran lapang tersebut kemudian diruangkan dalam tabel:
No
1
2
..
24
Waktu (menit)
F= total inf ƩΔ h (mm)
ΔF (mm)
ΔF/t
Cat: Nilai-nilai dari tabel ini nanti akan digunakan dalam ketiga persamaan (Horton, Kostiakov, Philips)
Daftar Pustaka
Arsyad, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air, IPB Press. Bogor.
Wistler, C.O, and E.F. Blater. 1959. Hydrology. Johs Wiley & Sons, Inc,NY.
Cara Menganalisis
Sifat-Sifat Hujan
Tujuan
1. Menghitung
indeks
erosivitas
hujan (R)
menurut
metode
Wischmier dan Smith
(1959) atau EI30.
2. Menghitung
indeks
erosivitas hujan menurut
R. LAL (1976) atau Aimp.
3. Menghitung KE>1 (ke.25)
4. Menduga EI30 menurut
rumus Bols
Di daerah iklim basah seperti
Indonesia yang mempengaruhi erosi
adalah hujan. Besarnya curah hujan,
intensitasnya
dan
distribusinya
menentukan kekuatan disperse hujan
terhadap tanah, jumlah dan kecepatan
aliran permukaan. Besarnya erosi adalah
volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Oleh karena itu besarnya curah
hujan dapat dinyatakan dalam m1
persatuan luas atau secara umum
dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter
(mm). besarnya curah dimaksudkan untuk
satu kali musim hujan atau masa tertentu
seperti per hari, per bulan, per musim, atau
per tahun. Wischmeier dan Smith (1960)
mendapatkan indeks erosi hujan (erosivitas
hujan) EI30 berkorelasi tinggi dengan aliran
permukaan dan erosi. Penelitian di
Indonesia pada umumnya mendapatkan
hasil yang sama. Untuk memperoleh nilai
EI30 dapat dihitung dengan rumus:
EI30= Ʃ E(I30 - 102)
Keterangan:
E : 210,3 + 89 log I.
E : energi kinetik hujan (ton
m/ha/cm hujan).
I30 : Intensitas maksimum selama 30
menit dalam cm/jam.
Kemudian
oleh
R.LAL
(1976)
mengemukakan indeks erosivitas hujan
untuk daerah tropika basah (Nigeria)
dengan persamaan:
Aim= 12/Ʃ1 . n/Ʃ1
Keterangan:
Aim : Indeks erosivitas hujan.
A : Jumlah hujan setiap periode.
im : Intensitas hujan setiap periode
dalam cm/jam.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Pendekatan Teori
Sedangkan Hudson (1974)
mengemukakan bahwa hujan yang
dapat menimbulkan erosi adalah
hujan yang mempunyai intensitas
yang lebih dari 1 inci/jam atau setara
dengan 25 mm/jam dan dikenal
dengan istilah indeks erosivitas
hujan ke>1. Untuk Indonesia
berhubung alat pencatat curah hujan
secara otomatis belum banyak
dijumpai
pada
stasiun-stasiun
pengamat hujan maka oleh
Analisis danPelaporan
1.
2.
3.
Untuk menghitung intensitas
hujan setiap periode dihitung dengan
cara:
I30 dicari dengan cara: jumlah curah
hujan selama 30 menit dikalikan
60/30.
Energi kinetik (E) didapat dari
persamaan E=210,3 + 89 log I.
EI30 didapat dari persamaan:
EI30= ƩE (130.102).
Aim=Ʃn:(Ʃ aim.102)
Keterangan:
Bols (1978) dikemukakan rumus
pendugaan berdasarkan data hujan
di Indonesia.
Persamaan
pendugaan
EI30
tersebut adalah:
EI30= 6,119 R1.21 x D-0,47 x M0,53
Keterangan:
R : Curah hujan bulanan.
D : Jumlah hari hujan pada bulan
yang bersangkutan
M : Curah hujan maksimal (cm)
selama 24 jam pada bulan yang
bersangkutan.
Berdasarkan formulasi diatas
maka parameter-parameter tersebut
dapat diperoleh dari laporan data
hujan yang diterbitkan oleh pusat
Meteorologi dan Geofisika (PMG).
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri
dari fotocopy kertas pias. Alat yang
digunakan adalah pen marker.
Prosedur Kerja
1.
2.
Kertas pias yang terlampir dibagi
menjadi beberapa periode a-b, bc, c-d dan seterusnya sesuai
dengan bentuk grafik hujan yang
ada. Pembagian ini berdasarkan
kemiringan kurva.
Selanjutnya analisis sifat-sifat
hujan yang diperoleh dibuat
dalam bentuk tabel.
Aim: Indeks erosivitas hujan.
a : Jumlah hujan setiap periode (cm).
im : Intensitas hujan setiap periode
cm/jam.
Catatan: bila hanya menghitung untuk satu
hari (hujan/kejadian hujan) yang
terdiri dari periode hujan partial tidak
perlu dibagi 100. Sehingga rumus
butir lima menjadi
Aim= Ʃ (a. imp)
6.
7.
8.
EI30 pendugaan dihitung berdasarkan
rumus Bals dari data lampiran.
Ke>25 didapatkan dari penjumlahan
energi kinetik hujan dari intensitas ujan
setiap periode yang nilainya lebih
besar dari 25 mm/jam. Jadi ke>25
hanya diperoleh jika hujan mempunyai
intensitas lebih besar dari 25 mm/jam.
Beri kesimpulan dari data-data
erosivitas yang dihitung dengan caracara yang berbeda dan bahaslah.
Tabel. Indeks Erosivitas (EI30)
Bagian
Hujan
(K)
Besar
Hujan
(L)
Lama
Hujan
(Menit)
(M)
I
(Cm/
H)
(N)
Log I
(O)
I30
(Cm
/H)
(P)
E
Ton/M/
Ha/Cm
(Q)
E (R)
EI30
(S)
a-b
c-d
e-f
g-h
∑
Mencari nilai N
•
N a-b = 𝐿 𝑋 60 =
𝑀
Mencari nilai Q
•
Q a-b = E
= 210 + 89 log I
Mencari nilai R
•
•
•
R a-b = Q X L
P=
𝐶𝐻 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑋 60
30
S = ∑ R x ∑ P x 10-2
Curah hujan pada kertas pias ini sebesar ton m/ha.
Daftar Pustaka
Bols, P. L. 1978. The Iso-irodent map of Java and Madura. Report of the Belgian Technical
Asistance Project ATA 105-Soil Research institute Bogor, Indonesia.
Hudson, N. 1971. Soil Conservation. B. Batsford Limited London.
LAL, R. 1977, Analysis of Factors Affecting Rainfall Erosivity and Soil Erodibillity, at Soil
Conservation and Management in the Humid Tropics Edyted By: D.J. Greenland and R
Lal. Johh Weley & Sons. Chichester-NewYork-Brisbane-Toronto.
Wischmeier, W.D. D. Smith. 1960. A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation Farm
Planning. Conngres of Soil Science. Maddison Wisconsin. USA.
PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019
Kesimpulan :
Download