PETUNJUK PRAKTIKUM KONSERVASI DANREKLAMASI LAHAN 2019 PETUNJUK PRAKTIKUM KONSERVASI DANREKLAMASI LAHAN 2019 Tim Pengampu MK Konservasi dan Reklamasi Lahan Ir. Begananda, M.S. Ir. Nazarudin Budiono, M.Sc. Rully Eko Kusuma, SP., M.P. Ir.Sisno SJ, M.Si. Drs. Suwardi, M.Si. Drs. Prasmaji, M.Si. Ir. Bambang Siswosusilo, M.P. Ir. Teguh Widiatmoko, M.P. Ir. Purwandaru Widyasunu, M.Agrsc KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2019 ACARA 1 Pengukuran Energi Kinetik Hujan dengan Metode Splash Cups 1 ACARA 2 Hantaran Hidrolik (Hidraulic Conductivity) 5 ACARA 3 Pengukuran Infiltrasi 8 ACARA 4 Cara Menganalisis Sifat-Sifat Hujan 12 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang karena berkah, rahmat serta hidayahnya Tim Penyusun dapa menyelesaikan penulisan diktat pedoman praktikum mata kuliah Konservasi dan Reklamasi Lahan dengan baik. Pedoman praktikum ini disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman bagi mahasiswa yang melakukan praktikum sehingga memperlancar dan mempermudah dalam pelaksanaan praktikum tersebut. Diktat pedoman praktikum ini juga merupakan pedoman kerja praktis dan sistematis, wajib digunakan bagi mahasiswa yang melakukan praktikum baik di laboratorium maupun di lapang pada mata kuliah Konservasi dan Reklamasi Lahan. Pada kesempatan ini tim mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Pimpinan Fakultas Pertanian, yang telah membantu tersusunnya diktat pedoman praktikum ini. 2. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya diktat pedoman praktikum ini. Purwokerto, November 2019 Tim Penyusun Pengukuran Energi Kinetik Hujan dengan Metode Splash Cups Pendekatan Teori PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Tujuan 1. Mengetahui besarnya energi kinetik hujan melalui pendekatan Splash Cups dengan media pasir 2. Mengetahui energi kinetik hujan pada berbagai macam vegetasi. 3. Melihat hubungan antar energi kinetik hujan dengan jumlah curah hujan bulanan. Erosivitas hujan adalah potensi atau kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi tanah (Wischmeter dan Smith, 1958). Besarnya potensi tersebut dapat diukur dengan menghitung besarnya energi kinetik hujan. Menurut Hudson (1971) besarnya energi kinetik hujan tergantung pada tiga gaya yang bekerja pada tetesan air hujan, yaitu (1) gaya ke bawah, (2) gaya ke atas, dan (3) gaya gesekan tetesan air hujan dalam udara. Selanjutnya butiran hujan yang jatuh bebas atas gaya gravitasi akan mengalami percepatan, tetapi pada suatu saat tetesan tidak akan lagi mendapatkan percepatan sehingga kecepatannya relatif konstan. Kecepatan yang konstan ini disebut kecepatan terminal dan kurang lebih 95% dari butiran hujan tersebut dapat mencapai kecepatan terminal setelah jatuhnya mencapai 7-8 meter. Pada kecepatan terminal ini butir-butir hujan akan terpecahpecah dan umumnya ukuran maksimal yang dicapai kurang lebih 5 meter. Semakin besar intensitas hujan semakin besar pula ukuran butir hujannya. Secara umum besarnya energi kinetik yang dimiliki oleh suatu benda dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: Energi Kinetik = ½ M (V)² Keterangan M = Massa benda V = Kecepatan gerak Dalam hubungannya dengan energi kinetik hujan, Wischmeter dan Smith (1960) mengajukan formulasi sebagai berikut. Ekin = Ri (210,3+89 log Ii) Keterangan Ekin= Energi kinetik hujan dalam joule/m Ri = Curah hujan selama periode tertentu dengan intensitas konstan (cm) Ii = Intensitas hujan selama periode hujan yang bersangkutan (cm/jam) LAL (1977), mengajukan sebagai berikut: formulasi Ekin = [(IV2)/2] Keterangan Ekin= Energi kinetik hujan watt/m2 I = Intensitas hujan m/det V = Kecepatan Hujan m/det Kinnell (1981), mengajukan formulasi sebagai berikut: Selanjutnya oleh Mihara (1951) dan Free (1960) dibuat hubungan antara erosi percik (splash erosion) dengan energi kinetik hujan dengan konversi: 1. Untuk media pasir splash erosion α (energi kinetik)0,9 2. Untuk media tanah splash erosion α (energi kinetik)1,46 Pendekatan perhitungan energi kinetik hujan dengan menggunakan splash cups yang diisi media pasir ternyata besarnya energi kinetik hujan yang dihitung mempunyai korelasi 0,93 dengan besarnya energi kinetik yang dikemukakan Wieschmeier dan Smith (1960). Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri dari pasir lolos saringan, aquades. Alat yang digunakan adalah splash cups, timbangan analitis, dapur pengering, kantong plastik. Ekin = 11,9 + 8,7 log I Ri = Intensitas hujan (mm) Rumus-rumus tersebut hanyalah berlaku pada tempat-tempat terbuka dan tersedia alat pencatat hujan tipe otomatis. Untuk wilayah dibawah vegetasi atau daerah yang belum ada alat pencatat hujan tipe otomatis, Ellinson (1944) telah mengembangkan suatu cara pengukuran energi kinetik hujan dengan metode splash cups dengan formulasi empiris sebagai berikut: Prosedur Kerja 1. 2. 3. S = α V4,33 D4,07 I0,65 Keterangan S = Jumlah percikan tanah (splash erosion) dari splash cups dalam gram selama kejadian hujan dan setara dengan besarnya energi kinetik hujan V = Kecepatan tetesan hujan dalam inci per jam K = Konstanta yang tergantung dari jenis media yang digunakan D = Diameter hujan (mm) I = rata-rata hujan (inci/jam) 4. 5. Carilah lokasi yang mempunyai berbagai vegetasi dan tentukan titik-titik pemasangan splash cups. Pasanglah pula di tempat terbuka sebagai pembanding. Isilah splash cups dengan pasir yang telah dicuci berdiameter 0,25-0,50 mm sampai penuh. Sambil diketuk-ketuk secara pelan- pelan hingga rata. Keringkanlah splash cups yang terisi pasir ke dalam dapur pengering sehingga mencapai kering mutlak (pada suhu 1100C selama 20-30 jam). Dinginkanlah splash cups ke dalam eksikator sampai menjadi dingin (kurang lebih 15-30 menit) dan setelah dingin ditimbang. Tempatkan splash cups yang telah diketahui beratnya pada titik pengamatan yang telah ditentukan. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Keterangan Ekin= Energi kinetik hujan dalam j/m2-mm 6. Amati setiap 24 jam, catat besarnya curah hujan (dari alat pengukur curah hujan yang terpasang pada tempat yang terbuka) dan timbanglah splash cups tersebut setelah dikeringkan. 7. 8. Lakukan butir 1-6 pada berbagai vegetasi selama 1 bulan dan lakukan ulangan secukupnya. Catat hasil pengamatan dalam tabel. Analisis dan Pelaporan Tabel hasil pengamatan pengukuran energi kinetik hujan dibuat untuk masingmasing tipe vegetasi dan tempat terbuka dengan tabel sebagai berikut: Tipe Vegetasi: No. Tanggal Curah Hujan (mm) Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) Energi Kinetik (Joule/m2 mm) 1 2 N Perhitungan untuk masing-masing vegetasi dan di tanah terbuka dilakukan sebagai berikut: 1. Hitunglah besarnya energi kinetik dengan rumus : E = A-B/d (Joule/m2 mm) Keterangan: E = Besarnya energi kinetik A = Berat pasir kering mutlak + splash cups sebelum kehujanan (gr) B = Berat pasir kering mutlak + splash cups setelah terkena hujan (gr) d = Luas lingkaran splash cups (m2) PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 2. 3. 4. Bandingkan vegetasi mana yang paling baik dalam menahan energi kinetik air hujan dengan statistik (uji t). Buatlah hubungan fungsi antara jumlah curah hujan harian dengan besarnya energi kinetik pada masing-masing vegetasi dan pada tanah terbuka dengan hubungan fungsi regresi linier Buatlah kesimpulannya. Daftar Pustaka Ellison, W.D.1944. Studies of Rain drop Erosion, Agricultural Enginering, 25: 131-139, 181182. Hudson, N. 1971. Soil Conversation. B.T batsford Limited London. Kinnell, P.I. 1981, Rainfall intensity – Kinetic Energy Relationships for Soil Loss Prediction, Soil Science Society of America, 45,1, 153-155. Mihara, Y. 1951. Raindrops and Soil Erosion. Bulletin of the National Institutes of Agricultural Science, Seri A, I.Japan. Free, G.R. 1960. Erosion Characteristics of Rainfall. Agricultural engineering. 41, 7, 447445 . LAL., R. 1977, Analysis of Factors Affecting Rainfall Erosivity and Soil Erodibility, at Soil Conservation and management in the Humid Tropics Edyted By: D.J. Greenland and R Lal. Johh Weley & Sons. Chichester-NewYork-Brisbane-Toronto. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Wischmeler, W.D.D.Smith, 1960. A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation Farm Panning. Conngres of Soil Science. Maddison Wisconsin. USA. Hantaran Hidrolik (Hidroulic Conductivity) Pendekatan Teori Tujuan PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 1. Untuk mengetahui kemampuan suatu tanah dalam meloloskan atau melewatkan air. Hidroulic Conductivity (HC) merupakan suatu parameter sifat fisik tanah yang menunjukkan kemampuan tanah dalam keadaan jenuh untuk melakukan/melewatkan air. Dengan demikian nilai hantaran hidrolik suatu tanah juga mencerminkan suatu kondisi pori tanah oleh penyusunan butir-butir dan agregat tanah. HC terutama sangat penting dalam perencanaan drainase suatu wilayah. a. Untuk membandingkan kecepatan HC pada horizon-horizon tanah yang berbeda sebagai petunjuk pergerakan air dan permasalahan drainase yang mungkin terdapat dalam profil tanah tersebut. b. Dengan mengetahui HC-nya, maka dapat dirancang sistem drainase lapangan, terutama kedalaman dan jarak antar saluran. HC dapat ditentukan dengan metode penggunaan (metode korelasi) dan melalui pengukuran. Pendugaan HC melalui metode korelasi dilakukan dengan memakai metode distribusi ukuran butir atau metode permukaan spesifik. Kedua metode dapat digunakan untuk pendugaan HC karena adanya hubungan erat antara ukuran dan jumlah pori serta ukuran butir dengan HC. Pendapatan nilai HC melalui pengukuran dapat dilakukan di laboratorium atau lapangan. Metode yang sering digunakan adalah metode Constand Head, Falling Head dan Ring Sample (di laboratorium), sedangkan di lapangan dipergunakan metode Auger Hole, Inverse auger hole, dan Psizometer (Franklin and Hubao Zang, 2002). HC dalam keadaan jenuh adalah suatu konstanta yang menentukan aliran suatu cairan melalui suatu medium jenuh pada suatu luas penampang tertentu yang berasal dari suatu q= KA.h/L Keterangan: q = Kecepatan volume aliran yang melewati suatu bidang normal (tegak lurus arah aliran). KA = Konstanta HC h = Hidraulik Head, yang mempengaruhi pergerakan air dari satu tempat ke tempat lain. L = panjang atau tebaal media/contoh tanah yang dilalui aliran. Hukum Dercy ini sebenarnya hanya dapat dipakai untuk aliran air yang betul-betul laminar, sehingga dalam penentuan HC di laboratorium dengan cara ini sering timbul masalah (Arsyad, 2010). Pengukuran HC di lapangan dapat dilakukan dengan metode Auger hole, Inverse auger hole, dan Piezometer. Dalam pelaksanaannya, pengukuran HC dapat dilaksanakan pada: a. Permukaan air tanah berubah yaitu dengan mengukur jumlah kenaikan air atau penurunan permukaan air tanah per satuan waktu. b. Permukaan air tanah berubah yaitu dengan mengukur jumlah kenaikan air atau penurunan permukaan air tanah persatuan waktu. Pada praktikum ini perhitungan HC dilakukan dengan metode Inverse auger hole karena lokasi di praktikum (Purwokerto dan sekitarnya) secara umum mempunyai permukaan air tanah (ground water) cukup dalam. Metode ini biasanya digunakan untuk daerah pertanian dan yang diukur adalah penurunan airnya. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri dari sebidang lahan, tali dan air. Alat yang digunakan adalah bor tanah, pelampung, mistar rol 2 meter, ember, gayung air, pipa paralon, dan stopwatch. Prosedur Kerja 1. 2. 3. 4. 5. Membor tanah sampai kedalaman tertentu (mencapai horizon B). Menyiram lubang dan tanah sekitarnya. Isi lubang dengan air. Turunkan alat pelampung. Ukur penurunan permukaan air untuk setiap periode waktu tertentu (1 menit diulang 5 kali, 2 menit diulang 1 kali, 3 menit diulang 3 kali, 5 menit diulang 3 kali). Analisis dan Pelaporan Li Ln T H( tl )= W H( ti ) H( tn ) D H( tn ) Analisis data dilakukan dengan persamaan: K= cm/det K= 1,15 r tgα cm/dt Contoh pemplotan [h(tl) + r2] terhadap t untuk mendapatkan nilai tangen (tg) adalah sebagai berikut: Log [h(ti)+r/2] Tg α = p/q x 1/z K= 1,15 r tg α cm/det p PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 turunan empiris hubungan beberapa faktor yang dikemukakan oleh Darcy, yaitu: Hasil pengamatan di tabulasikan dalam tabel seperti di bawah ini. No. t (waktu kumulatif dalam detik) H (tinggi air dalam mm) Δ t (detik) Δ H (mm) 1 0 X 2 1 Y 1 (x-y) 3 2 Z 1 (y-z) n 31 P 5 (m-p) Metode Piezometer Untuk tanah yang mempunyai permukaan air tanah tinggi (tergenang) dan tanah dengan nilai HC tinggi. Dengan demikian banyak dipakai untuk daerah pasang surut. Pipa paralon yang dipasang di dinding lubang bor adalah untuk mengurangi kecepatan kenaikan permukaan air tanah dalam lubang (kenaikan air diusahakan tidak melalui sisa-sisa lubang). Langkah kerja: 1. Membor tanah. 2. Memasang pipa paralon pada lubang bor. 3. Mengguras air/memompa air keluar. 4. Mencatat kenaikan permukaan air untuk setiap periode. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Perhitungan: K= Keterangan: K : hantaran hidrolik a : diameter dalam pipa paralon Y’ : jarak antara permukaan air dan permukaan tanah pada saat t’ T’-t : selang waktu antara pengukuran Y’ dan Y S : Koefisien (dicari dari suatu tabel t) Perhatikan gambar berikut: Y’ W YS Keterangan: a : diameter dalam pipa d : panjang paralon di bawah muka air W : jarak ujung pipa dengan ujung lubang S : jarak lapisan kedap Daftar Pustaka Arsyad S., 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Pres. Darcy, H.P.G. 1856. Les fontaines publiques de la Ville de Dijon. Victor Dalmont, Pris Franklin W.S. and Hubao Zhang. 2002. Fundamental of Ground Water. John Wiley & Sons INC. Pengukuran Infiltrasi Tujuan 1. Untuk menentukan laju infiltrasi pada suatu lahan. Dalam siklus hidrologi, curah hujan yang sampai ke permukaan akan bergerak sebagai aliran permukaan atau meresap ke dalam tanah sebagai infiltrasi. Infiltrasi itu sendiri adalah salah satu proses yang mempunyai arti penting dalam tata air pertanian. Infiltrasi sering dihubungkan dengan perkolasi karena keduanya memang mempunyai hubungan yang erat. Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam lapisan permukaan tanah secara vertikal, sedangkan perkolasi adalah bergeraknya air ke bawah dalam profil tanah. Jadi peristiwa infiltrasi menyediakan air untuk perkolasi. Jika air dalam tanah tidak bergerak vertikal, tetapi ke arah horizontal disebut perembesan lateral, yang disebabkan oleh permeabilitas lapisan tanah yang tidak seragam. Infiltrasi pada tanah tidak jenuh pada awalnya dipengaruhi oleh sedotan matriks ini menjadi kecil, dapat diabaikan. Dengan demikian hanya tarikan gravitasi saja yang menyebabkan pergerakan (Arsyad, 1986). Laju infiltrasi yaitu banyaknya air persatuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah yang vertikal. Laju infiltrasi maksimum pada suatu saat disebut kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi tidak sama untuk setiap jenis tanah. Pada tanah yang sama, kapasitas infiltrasi dapat berbeda, tergantung dari kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah tersebut. Infiltrasi juga dapat berubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi. a. Faktor tanah, sifat tanah yang berpengaruh terhadap infiltrasi adalah tekstur, struktur, jenis liat, kandungan air pada saat mulai infiltrasi dan heterogenitas lapisan tanah. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Pendekatan Teori b. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 c. Vegetasi, vegetasi dapat mempengaruhi infiltrasi melalui pengaruh tajuk, akar, batang, serta seresah terhadap air jatuh diatasnya. Lain-lain, faktor lain yang dapat mempengaruhi diantaranya kemiringan lahan, suhu udara, udara terjebak dalam pori tanah. Walaupun faktor-faktor ini relatif kecil namun pada kondisi tertentu turut berpengaruh terhadap intensitas. Metode Pengukuran Infiltrasi Pengukuran infiltrasi dapat dilakukan dengan (1) menggunakan alat ukur infiltrasi, yaitu dengan menggunakan metode Double Ring Infiltrometer dan Analisis Hidrogaf Limpasan Curah Hujan. Cara pertama, yaitu dengan mengukur laju infiltrasi pada petak kecil dengan alat pengukur infiltrasi (misalnya menggunakan double ring infiltrometer) sehingga membentuk segitiga sama sisi (Horton, 1939 dalam Wistler dan Blater 1959). Analisis hidrografi dari limpasan curah hujan sebenarnya lebih teliti, tetapi cara ini relative lebih mahal dan sulit karena disamping membutuhkan peralatan yang lebih rumit juga harus diketahui luas daerah limpasan secara pasti. Metode yang digunakan dalam penetapan laju infiltrasi ini adalah metode Double Ring Infiltrometer. Metode ini pada prinsipnya adalah mengukur penurunan permukaan air dalam ring. Disini digunakan dua ring untuk mencegah terjadinya perembesan air secara lateral pada ring dalam. Metode ini merupakan cara langsung yang dapat dengan mudah mengukur infiltrasi pada satuan luas lahan tersebut dengan biaya yang relatif murah dibanding cara analisis hidrogafi dari limpasan. Persoalan yang sering muncul dalam penggunaan alat ring infiltrometer adalah: 1. Efek pukulan butir-butir hujan tidak diperhitungkan. 2. Efek tekanan udara dan tanah tidak terjadi. 3. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu pemasukkannya ke dalam tanah. Jadi harga laju infiltrasi yang diperoleh dengan alat ukur infiltrasi ini bukan harga sebenarnya melainkan merupakan harga pendekatan. Untuk mendapatkan laju infiltrasi dan kurva laju infiltrasi, kita dapat menggunakan tiga buah persamaan yaitu: 1. Persamaan Horton f= fe + (fo-fe) ekt Keterangan: t : waktu (menit). f : laju infiltrasi pada t. fe : laju infiltrasi minimum (konstan). Fo : laju infiltrasi awal. e : konstanta. k : konstanta tanah pada kondisi tertentu. 2. Persamaan Kostiakov i= efα Keterangan: i : infiltrasi kumulatif selama waktu t. e : konstanta. a : parameter tanah yang nilainya bergantung pada sifat fisik tanah. 3. Persamaan Philips i= Spt ½ + Apt δf= di/dt f= ½ Spt -½ + Ap Keterangan: Sp : sorpsivitas tanah. i : infiltrasi kumulatif f selama waktu t t : waktu. Ap :kemampuan tanah untuk melalukan air. Klasifikasi laju infiltrasi dibuat sebagai berikut: Kriteria Laju Infiltrasi (cm/jam) se = sangat cepat >254 e = cepat 127-254 ae= agak cepat 63-124 s = sedang 20-63 al = agak lambat 5-20 l = lambat 1-5 sl = sangat lambat <1 Cat: metode ini dapat digunakan dalam berbagai kondisi tanah atau perlakuan Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri dari sebidang lahan, air. Alat yang digunakan adalah double ring infiltrometer, mistar, ember, gayung air, alat pemukul ring, dan stopwatch. Prosedur Kerja Ring infiltrasi dimasukkan ke dalam tanah (pilih tempat yang baik, tidak banyak akar mati) sedalam ± 15 cm. Caranya, kayu berat diletakkan diatas ring secara melintang. Kayu tersebut dipukul, sambil posisinya dipindah-pindahkan di atas ring infiltrasinya supaya tekanan terhadap ring merata dan masuk ke tanah secara bersamaan. Pekerjaan ini dilakukan kedua ring infiltrasi. pengukuran menit ke 160, maka dianggap fe= Df/Dt pada menit ke- 160. Jika nilai konstan diperoleh sebelum menit ke 160 itu dianggap nilai fe. Jadi fe merupakan nilai laju infiltrasi minimum yang pertama kali muncul. Pembacaan nilai penurunan permukaan air dalam ring harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari bias. Jika tidak segera diukur, maka aka ada air yang tidak terukur sehingga nilai pengukurannya menjadi lebih rendah. Pengukuran dilakukan pada ring dalam dengan interval waktu pengukuran sebagai berikut: 1. Menit 1-5 pengukuran dilakukan pada interval 1 menit. 2. Menit 5-7 dilakukan sesekali pengukuran (interval 2 menit) 3. Menit 7-25 dilakukan enam kali pengukuran (interval 3 menit). 4. Menit 25-50 dilakukan lima kali (interval 5 menit). 5. Menit 50-140 dilakukan 9 kali (interval 10 menit). 6. Pengukuran terakhir pada menit ke 160 (20 menit kemudian). Pada saat ini diharapkan laju infiltrasi sudah konstan. Jika belum diperoleh laju konstan pada PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Penggunaan ring luar bertujuan untuk menjaga agar tidak terjadi perembesan air secara lateral pada dalam ring. Penggaris/alat pengukur diletakkan tegak lurus pada bagian dalam ring. Buat garis tera pada ring sebagai titik nol. Lakukan hal yang sama pada kedua ring. Isi kedua ring sampai garis tera (titik nol). Pada saat pengukuran, catat pada setiap penurunan permukaannya setiap pengukuran. Analisis dan Pelaporan Hasil pengukuran di lapang dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu ( menit ke- ) 1 2 3 4 5 7 10 13 16 19 21 24 29 34 39 44 49 59 69 79 89 109 139 159 Lama infiltrasi ( menit ) 1 1 1 1 1 2 3 3 3 3 3 3 5 5 5 5 5 10 10 10 10 20 20 20 h (mm) Δ h (mm) Ket: h= penurunan permukaan air dalam ring PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Dari tabel pengukuran lapang tersebut kemudian diruangkan dalam tabel: No 1 2 .. 24 Waktu (menit) F= total inf ƩΔ h (mm) ΔF (mm) ΔF/t Cat: Nilai-nilai dari tabel ini nanti akan digunakan dalam ketiga persamaan (Horton, Kostiakov, Philips) Daftar Pustaka Arsyad, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air, IPB Press. Bogor. Wistler, C.O, and E.F. Blater. 1959. Hydrology. Johs Wiley & Sons, Inc,NY. Cara Menganalisis Sifat-Sifat Hujan Tujuan 1. Menghitung indeks erosivitas hujan (R) menurut metode Wischmier dan Smith (1959) atau EI30. 2. Menghitung indeks erosivitas hujan menurut R. LAL (1976) atau Aimp. 3. Menghitung KE>1 (ke.25) 4. Menduga EI30 menurut rumus Bols Di daerah iklim basah seperti Indonesia yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitasnya dan distribusinya menentukan kekuatan disperse hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan. Besarnya erosi adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m1 persatuan luas atau secara umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter (mm). besarnya curah dimaksudkan untuk satu kali musim hujan atau masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim, atau per tahun. Wischmeier dan Smith (1960) mendapatkan indeks erosi hujan (erosivitas hujan) EI30 berkorelasi tinggi dengan aliran permukaan dan erosi. Penelitian di Indonesia pada umumnya mendapatkan hasil yang sama. Untuk memperoleh nilai EI30 dapat dihitung dengan rumus: EI30= Ʃ E(I30 - 102) Keterangan: E : 210,3 + 89 log I. E : energi kinetik hujan (ton m/ha/cm hujan). I30 : Intensitas maksimum selama 30 menit dalam cm/jam. Kemudian oleh R.LAL (1976) mengemukakan indeks erosivitas hujan untuk daerah tropika basah (Nigeria) dengan persamaan: Aim= 12/Ʃ1 . n/Ʃ1 Keterangan: Aim : Indeks erosivitas hujan. A : Jumlah hujan setiap periode. im : Intensitas hujan setiap periode dalam cm/jam. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Pendekatan Teori Sedangkan Hudson (1974) mengemukakan bahwa hujan yang dapat menimbulkan erosi adalah hujan yang mempunyai intensitas yang lebih dari 1 inci/jam atau setara dengan 25 mm/jam dan dikenal dengan istilah indeks erosivitas hujan ke>1. Untuk Indonesia berhubung alat pencatat curah hujan secara otomatis belum banyak dijumpai pada stasiun-stasiun pengamat hujan maka oleh Analisis danPelaporan 1. 2. 3. Untuk menghitung intensitas hujan setiap periode dihitung dengan cara: I30 dicari dengan cara: jumlah curah hujan selama 30 menit dikalikan 60/30. Energi kinetik (E) didapat dari persamaan E=210,3 + 89 log I. EI30 didapat dari persamaan: EI30= ƩE (130.102). Aim=Ʃn:(Ʃ aim.102) Keterangan: Bols (1978) dikemukakan rumus pendugaan berdasarkan data hujan di Indonesia. Persamaan pendugaan EI30 tersebut adalah: EI30= 6,119 R1.21 x D-0,47 x M0,53 Keterangan: R : Curah hujan bulanan. D : Jumlah hari hujan pada bulan yang bersangkutan M : Curah hujan maksimal (cm) selama 24 jam pada bulan yang bersangkutan. Berdasarkan formulasi diatas maka parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari laporan data hujan yang diterbitkan oleh pusat Meteorologi dan Geofisika (PMG). PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri dari fotocopy kertas pias. Alat yang digunakan adalah pen marker. Prosedur Kerja 1. 2. Kertas pias yang terlampir dibagi menjadi beberapa periode a-b, bc, c-d dan seterusnya sesuai dengan bentuk grafik hujan yang ada. Pembagian ini berdasarkan kemiringan kurva. Selanjutnya analisis sifat-sifat hujan yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel. Aim: Indeks erosivitas hujan. a : Jumlah hujan setiap periode (cm). im : Intensitas hujan setiap periode cm/jam. Catatan: bila hanya menghitung untuk satu hari (hujan/kejadian hujan) yang terdiri dari periode hujan partial tidak perlu dibagi 100. Sehingga rumus butir lima menjadi Aim= Ʃ (a. imp) 6. 7. 8. EI30 pendugaan dihitung berdasarkan rumus Bals dari data lampiran. Ke>25 didapatkan dari penjumlahan energi kinetik hujan dari intensitas ujan setiap periode yang nilainya lebih besar dari 25 mm/jam. Jadi ke>25 hanya diperoleh jika hujan mempunyai intensitas lebih besar dari 25 mm/jam. Beri kesimpulan dari data-data erosivitas yang dihitung dengan caracara yang berbeda dan bahaslah. Tabel. Indeks Erosivitas (EI30) Bagian Hujan (K) Besar Hujan (L) Lama Hujan (Menit) (M) I (Cm/ H) (N) Log I (O) I30 (Cm /H) (P) E Ton/M/ Ha/Cm (Q) E (R) EI30 (S) a-b c-d e-f g-h ∑ Mencari nilai N • N a-b = 𝐿 𝑋 60 = 𝑀 Mencari nilai Q • Q a-b = E = 210 + 89 log I Mencari nilai R • • • R a-b = Q X L P= 𝐶𝐻 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑋 60 30 S = ∑ R x ∑ P x 10-2 Curah hujan pada kertas pias ini sebesar ton m/ha. Daftar Pustaka Bols, P. L. 1978. The Iso-irodent map of Java and Madura. Report of the Belgian Technical Asistance Project ATA 105-Soil Research institute Bogor, Indonesia. Hudson, N. 1971. Soil Conservation. B. Batsford Limited London. LAL, R. 1977, Analysis of Factors Affecting Rainfall Erosivity and Soil Erodibillity, at Soil Conservation and Management in the Humid Tropics Edyted By: D.J. Greenland and R Lal. Johh Weley & Sons. Chichester-NewYork-Brisbane-Toronto. Wischmeier, W.D. D. Smith. 1960. A Universal Soil Loss Equation of Guide Conservation Farm Planning. Conngres of Soil Science. Maddison Wisconsin. USA. PRAKTIKUM KONSERVASI DAN REKLAMASI LAHAN 2019 Kesimpulan :