PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Eksperimen Pada Siswa Kelas XII SMK Swasta di Kota Tangerang Tahun Pelajaran 2015/2016) Tesis diajukan untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar magister NAMA : MUNALI NPM : 20137279048 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA 2015 DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL i LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN iii LEMBAR PERNYATAAN iv ABSTRAK v LEMBAR MOTTO vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi BAB BAB I II PENDAHULUAN ............................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 9 C. Batasan Masalah ........................................................................ 11 D. Rumusan Masalah ..................................................................... 12 E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 12 F. Manfaat Penelitian .................................................................... 13 1. Manfaat Teoritis ................................................................ 13 2. Manfaat Praktik ................................................................. 13 LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 15 A. Landasan Teori ......................................................................... 15 1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika ......... 15 2. Deskripsi Penguasaan Konsep Matematika ........................ 29 3. Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif B. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika .............. 52 2. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika ........................... 54 3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaam Konsep Matematika ......................................... 55 C. Hipotesis Penelitian .................................................................... BAB 57 III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 54 A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 58 B. Metode Penelitian ...................................................................... 59 C. Validitas Penelitian .................................................................... 61 D. Populasi dan Sampel .................................................................. 64 1. Populasi Target .................................................................... 64 2. Sampel ................................................................................. 65 3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................... 66 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 67 1. Teknik Mendapatkan Data .................................................. 68 2. Variabel Penelitian .............................................................. 69 F. Pengembangan Instrumen Penelitian ......................................... 70 1. Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika ......... 70 2. Instrumen Penguasaan Konsep Matematika ........................ 85 G. Teknik Analisa Data ................................................................. BAB 1. Teknik Analisis Data Deskriptif ......................................... 98 2. Uji Persyarat Analisis Data ....... 3. Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian .......................... 102 98 ........................................ 98 IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 107 A. Deskripsi Data Penelitian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika ............................................ 107 1. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pada Pembelajaran Tipe STAD ................................................ 109 2. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pada Pembelajaran Tipe JIGSAW ............................................. 111 3. Data Penguasaan Konsep Matematika Pada Pembelajaran Tipe STAD ............................................................................... 115 4. Data Penguasaan Konsep Matematika Pada Pembelajaran Tipe JIGSAW ............................................................................ 117 B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ...................................... 120 1. Uji Normalitas ................................................................. 121 2. Uji Homogenitas ............................................................. 122 C. Pengujian Hipotesis Penelitian ............................................. 125 1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika Secara Multivariat ....................................... 127 2. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif ........................................... 128 3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan Konsep Matematika ....................................... BAB V 128 D. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 129 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 135 A. Simpulan ................................................................................. 135 B. Implikasi .................................................................................. 136 C. Saran ........................................................................................ 137 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 139 DAFTAR KUTIPAN .................................................................................... 142 LAMPIRAN ................................................................................................... 156 RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 260 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, Sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui penataan pendidikan lebih baik, dengan adanya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapainya, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran antara lain pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model pembelajaran, perubahan sistem penilaian dan lain sebagainya. Salah satu unsur yang sering dikaji dalam hubungannya dengan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran disekolah. Selama ini kegiatan pembelajaran di dalam kelas berpusat pada guru sehingga siswa cenderung kurang aktif. Banyak cara yang dapat dilaksanakan agar siswa menjadi aktif, salah satunya yaitu dengan merubah paradigma pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai pembimbing, motivator dan fasilitator. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswalah yang dituntut untuk aktif sehingga guru tidak merupakan peran utama pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu model pembelajaan yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran harus mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, kritis, berpikir kreatif dan penguasaana konsep matematika. Aguspinal (2011 : 1) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif dan teknologi merupakan hal penting dalam masyarakat modern. Selanjutnya Kosasih (2012 : 1) mengatakan berpikir kreatif merupakan unsur penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan interkasi kegiatan sosial. Seseorang yang berpikir kreatif dapat melakukan pendektan secara bervariasi dan memiliki bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu persoalan. Siswono (2004 : 6) mengatakan berpikir kreatif perpaduan antara berpikir logis dan divergen yang didasarkan pada instuisi. Pemikiran divergen menghasilkan ide-ide untuk menemukan penyelesaian. Berpikir kreatif memberi makna bagaimana sebuah ide dikembangkan dan ditumbuhkan menjadi ide-ide baru yang menjadi alternatif dalam penyelesaian suatu masalah. Kemampuan berpikir kreatif menjadi dasar untuk penyelesaian permasalahan yang dihadapi sedangkan penguasaan konsep matematika adalah membantu dalam penyelesaian yang dihadapi siswa berdasarkan konsep-konsep yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk rumusan. Untuk menghasilkan rumusan tersebut siswa diajak untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama-sama antara siswa dan guru sehingga akan melahirkan suatu kesimpulan yang disebut dengan rumusan secara umum. Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah siswa tidak memahami konsep-konsep dalam matematika. Contoh yang sangat mendasar adalah perhitungan penjumlahan, perkalian, pembagian atau hitung campuran. Hal ini karena konsep urutan hitungan yang mana harus didahulukan. Kesalahan konsep dalam pembelajaran yang dilakukan guru akan berakibat fatal sehingga terbawa ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ini karena matematika adalah materi pembelajaran yang saling berkaitan dan berkesinambungan dengan materi lain, sehingga untuk mempelajari salah satu topik ditingkat lanjut harus memiliki pengetahuan dasar atau pengetahuan prsayarat terlebih dahulu. Pembelajaran matematika yang diberikan untuk menumbuhkan kemampuan siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, yaitu : 1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secar luwes, akurat, efisien dan tepat dalam penyelesaian masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap dan menghargai fungsi matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta memiliki sikap ulet dan percaya diri dalam pemecaham masalah. Pelaksanaan pelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap usaha-usaha dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan akhir pendidikan pada umumnya dan sekolah khususnya adalah pengembangan pribadi siswa. Dengan demikian juga halnya dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menjadi wadah untuk mendewasakan anak. Matematika adalah suatu dsiplin ilmu pengetahuan yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika dapat membawa manusia untuk dapat berpikir kreatif dan dinamis. Pengajaran matematika merupakan sarana penunjang untuk berbagai disiplin ilmu pengetahuan lainnya, baik dalam ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Matematika dapat dapat digunakan sebagai ilmu untuk menganalisa dan untuk menyederhanakan sebagai problema, baik yang menyangkut dengan matematika itu sendiri maupun masalah lain yang timbul dalam masyarakat. Dedi Siswoyo mengatakan : “ matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit.” Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya. Kenyataannya walaupun mata pelajaran matematika itu penting, namun masih banyak siswa yang kurang mampu menyelesaikan persoalan matematika, karena itu tidak dapat melepaskan perhatian dari semua pihak yang terkait. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari masalah guru, siswa, fasilitas yang tersedia, dana, media pendidikan serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi siswa dalam belajar matematika. Guru merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Pemilihan model dan media pembelajaran menjadi bagian penting yang harus dipilih oleh guru. Penggunaan model yang kurang tepat akan berakibat buruk pada prestasi siswa. Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan dan pengajaran, karena belajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Semua upaya guru dalam pendidikan dan pengajaran diarahkan agar siswa minat belajar, sebab melalui kegiatan belajar ini siswa dapat berkembang lebih optimal. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu guru menemukan solusi dan mengubah cara belajar mereka agar dapat menciptakan kelas yang lebih baik, antara lain penelitian tentang pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan pengetahuan pedagogik (kemampuan siswa terutama dalam proses berpikir) dan penelitian yang lainnya tentang kesulitan-kesulitan guru untuk melakukan perubahan-perubahan di kelas. Mulyana (2009 : 4) mengatakan salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika di Indonesia adalah pembelajaran yang digunakan dan disenangi guru sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional. Selanjutnya Suherman (2003) mengatakan “matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif”. Selain membut siswa tidak menikmati pelajaran dan merasa bosan, kegiatan pembelajaran seperti ini berdampak pada kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika. Komunikasi pembelajaran cenderung satu arah dan lebih banyak hanya menggunakan bahasa-bahasa angka saja. Selain itu, sebagian guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat dan mengkomunikasikan ide-ide matematis mereka, mengalami kesulitan dalam memberikan instruksi yang mendorong siswa untuk mengoreksi kesalahan secara matematis. Kemampuan-kemampuan siswa tidak akan berkembang dengan sendirinya. Guru harus mampu merancang pembelajaran dengan memberikan ruang waktu lebih banyak kepada siswa. Intervensi sederhana dan penggunaan framework yang terencana yaitu model pembelajaran kooperatif dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa sehingga terjadi perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran di kelas pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning, seperti dijelaskan Abdulhak dalam Rusman (2012 : 203) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta pelajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman secara bersama diantara peserta pelajar itu sendiri:. Pada penelitian ini digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Jigsaw. Dalam pembelajaran Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik, terutama bagi guru yang pertama menggunakan model pembelajaran kooperatif. STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Yaitu bila menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang tercapai makin tinggi kekuatannya untuk menghasilkan sesuatu makin efektif metode tersebut. Model mengajar dikatakan efisien penerapannya dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan jika menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran, biaya dan waktu minimum atau semakin kecil tenaga, usaha, biaya dan waktu yang dikeluarkan semakin efisien model itu. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan memperhatikan keterogenan, bekerja sama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain. Metode ini memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga melatih siswa untuk memiliki keterampilan baik keterampilan berpikir (tinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan dan mengurangi timbulnya perilaku menyimpang dalam kehidupan kelas. Keutamaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selain memudahkan siswa untuk menerima materi yang diberikan, juga melatih siswa untuk lebih aktif dan bekerja sama. Siswa yang terlibat dituntut untuk bisa mengkomunikasikan hasil diskusi mengenai materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Jadi secara tidak sadar siswa juga belajar untuk berkomunikasi. Kedua model pembelajaran ini pada hakekatnya adalah menggali dan mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar dan mengajar. Metode ini sangat tepat diberikan kepada guru mengingat betapa sulitnya guru memberikan materi pelajaran matematika dikarenakan siswa kurang mengerti dan menguasai konsep matematika. Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi metode-metode baru yang lebih disukai siswa dan membuat siswa lebih efektif. Salah satu peran guru yang terpenting bagaimana dapat mencerdaskan dan mempersiapkan masa depan anak didik melalui kegiatan yang benar-benar efektif, terbuka dan menyenangkan (joyfull learning). Banyak pendapat dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan, dimana para siswa dituntut untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahuai : “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika (Eksperimen Pada Siswa SMK Swasta An-Nurmaniyah dan SMK Swasta Bina Bangsa di Kota Tangerang)”. A. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaiman cara meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah? 2. Mengapa penguasaan pembelajaran matematika rendah? 3. Bagaiman cara meningkatkan penguasaan konsep matematika di sekolah? 4. Bagaiman cara meningkatkan cara berpikir kreatif matematika di sekolah? 5. Bagaiman cara meningkatkan cara berpikir kreatif matematika di sekolah? 6. Apakah kondisi sarana belajar di sekolah dan di rumah dapat mempengaruhi cara berpikir dan penguasaan konsep matematika? 7. Metode pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan cara berpikir kreatif matematika? 8. Metode pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika? 9. Mengapa guru harus menguasi metode belajar? 10. Apakah metode pembelajaran STAD dapat meningkatkan cara berpikir kreatif matematika? 11. Apakah metode pembelajaran STAD dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika? 12. Apakah metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan cara berpikir kreatif matematika? 13. Apakah metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan penguasaan konsep matematika? 14. Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa? 15. Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat? 16. Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika? 17. Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap penguasaan konsep matematika? B. Batasan Masalah Dalam kegiatan belajar mengajar, banyak usaha yang dilakukan guru agar siswanya mempunyai kemampuan penalaran dan penguasaan kosnep matematika. Salah satunya adalah menggunakan metode tipe STAD dan Jigsaw. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif ini diharapkan hasil pembelajaran dapat berhasil dengan baik dan efektif. Jika menganalisis proses pembelajaran maka aspek yang diteliti cukup luas, maka penelitian ini dibatasi pada aspek yang berkenaan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw untuk tingkat kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa SMK Swasta di Kota Tangerang. Pada penelitian ini pembatasan tingkat kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika dibatasi pada siswa yang kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika rendah serta pada siswa yang kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika tinggi dan diambil dari ulangan semester sebelumnya. Adapun pokok bahasan dalam penelitian ini adalah bahan ajar SMK semester V (lima) tentang Peluang yang terdiri atas : kaidah pencacahan, permutasi, jenis permutas, kombinasi, ruang sampel dan kejadian, peluang kejadian sederhana dan peluang kejadian majemuk. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep Matematika secara multivariat? 2. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif Matematika? 3. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep Matematika? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika, yaitu : 1. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep Matematika secara multivariat. 2. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif Matematika. 3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep Matematika. E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pendidik dalam menemukan strategi dan teknik pengajaran di sekolah. Dengan penerapan model pembelajaran yang bervariasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah siswa dalam matematika dan bermanfaat bagi pengembangan teori penelitian lebih lanjut untuk mengintervikasi teori atau hasil penelitian sebelumnya guna dapat menemukan fakta terbaru tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasan konsep matematika. a. Untuk dijadikan rujukan teori bagi penelitian-penelitian lanjutan khususnya yang terkait dalam penelitian ini. b. Untuk menambah literatur kepustakaan bidan penelitian pendidikan matematika pada jenjang pendidikan menengah atas. 2. Secara Praktik a. Kepala sekolah dan guru matematika SMK Swasta di Kota Tangerang karena penelitian ini sebagai informasi untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan matematika b. Guru sekolah menengah atas pada umumnya dan guru matematika pada khususnya, hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai acara dalam pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran dengan model pembelajaran yang kreatif. c. Dapat memberikan suatu alternatif pemecahan masalah kesulitan siswa dalam pembelajaran matematika. d. Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. e. Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa. f. Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan kemampuan berpikir kreatif lebih baik terhadap penguasaan konsep matematika. BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN B. Landasan Teori 1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika a. Kemampuan Berpikir Belajar mengetahui kemampuan berpikir merupakan salah satu aktivias kehidupan yang paling penting. Bila seorang mengetahui kekuatan dan kelemahan cara berpikirnya, maka ia dapat memahami dengan baik setiap tindakan yang akan diambil dan dapat bekerja berdasarkan tindakan-tindakan meraka, maka ia akan lebih memahami mengapa mereka dapat berpikir dan bertindak dalam cara-cara tertentu dan dapat berkomunikasi dengan mereka secara lebih baik dan mudah. Berpikir merupakan istilah yang sudah populer di masyarakat dan prosenya dilakukan oleh setiap orang. Tetapi istilah tersebut sangat sulit didefinisikan secara opersional. Selain itu tidak mudah pula untuk menggambarkan secara tepat ciri-ciri orang yang sedang berpikir atau tidak, karena masing-masing orang mengekspresikan perilaku berbeda apabila sedang berpikir. Menurut Richard I. Arends (2008 : 43) mengatakan bahwa berpikir adalah sebuah proses sebuah berpikir kreatif secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan kejadian real dan menggunakan berpikir kreatif simbolis itu untuk menentukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Dalam proses berpikir kreatif tersebut memiliki beberapa tingkatan-tingkatan. Tingkatan yang paling rendah adalah mengingat, misalnya mengingat fakta-fakta dasar ataupun rumus matematika. Kemampuan berpikir pada tingkat berikutnya adalah kemampuan mamahami konsep-konsep matematika. Demikian pula kemampuan untuk mengenal atau menerapkan konsep-konsep tersebut dalam mencari penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Bagi siswa yang senang dan menyadari pentingnya belajar matematika serta manfaat matematika bagi mereka, maka mereka perlu dibina agar memiliki kemampuan berpikir yang memungkinkan mereka mencapai jenjang pengetahuan yang lebih tinggi. Menurut Munandar Utami (2009 : 20) mendefinisikan kreativitas dengan menganalisis empat dimensi yang dikenal dengan istilah “The four P’s of creativity atau empat P dari kreativitas” yaitu : Person, Product, Process dan Press. Pertama kreativitas sebagai person mengilustrasikan individu dengan pikiran atau ekspresinya yang unik. Kedua kreativitas sebagai produk merupakan kreasi yang asli, baru dan bermakna. Ketiga kreativitas sebagai proses mereflesikan kemahiran dalam berpikir yang meliputi kemahiran (fluency), fleksibilitas (flexsibility), originialitas (orginalaty) dan elaborasi (elaboration). Yang terakhir kreativitas sebagai press adalah kondisi internal atau eksternal yang mendorong berpikir mengidentifikasi orang kreatif. Munandar (1987) dan Supriadi (1994) yang kratif adalah orang yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, kaya akan ide, bekerja keras, optimistis, sensitif terhadap masalah, berpikir positif, memiliki rasa kemampuan diri, berorientasi pada masa datang, menyukai masalah yang kompleks dan menantang. Colleman dan Hammen dalam Yudha (2004) mengatakan bahwa berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep, pengertian penemuan dan karya seni. Sukmadinata (2004) mengatakan berpikir kreatif adalah sesuatu kegiatan yang memuat keaslian (originality) dan ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Musbikin (2006) mengatakan kreativitas sebagai kemampuan memulai ide, melihat hubungan yang baru atau yang tidak diduga sebelumnya, kemampuan memformulasikan konsep yang bukan hafalan, menciptakan jawaban yang baru untuk masalah lama dan mengajukan pertanyaaan baru (Utari Sumarnao 263-285). Berpikir berkaitan dengan apa yang terjadi didalam otak manusia dan faktafakta yang ada dalam lingkungan sekitar. Hasil utama dari proses berpikir dapat membangun pengetahuan, penalaran dan proses yang lebih tinggi mencapai tahapan mempertimbangkan. Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika yang memuat kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif akan berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang berada dalam proses yang intens dalam pemecahan masalah matematika yang membutuhkan ketrampilan, pemahaman, penalaran dan ketelitian. b. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Secara singkat berpikir kreatif dapat dikatakan sebagai pola berpikir yang didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk yang kreatif. Masih banyak definisi yang berkaitan dangan kreativitas, namun pada intinya ada persamaan antara definisi-definisi tersebut, yaitu kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan yang telah ada sebelumnya. Sesuatu yang baru ini tidak harus berupa hasil atau ciptaan yang benar-benar baru walaupun hasil akhirnya akan tampak sebagai sesuatu yang baru, tetapi dapat berupa hasil penggabungan dua atau lebih konsep-konsep yang sudah ada. Kriteria produk yang kreatif tidak tergantung kepada satu sifat saja, yaitu ide yang baru, tetapi melibatkan banyak komponen yang meliputi: a) Berpikir kreatif yang melibatkan sisi estetik dan standar praktis b) Berpikir kreatif bergantung pada perhatian terhdap tujuan dan hasil c) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada mobilitas dari pada kelancaran d) e) Berpikir kreatif tidak hanya objektif tetapi juga subjektif Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi intrinsik (Hassoubah, 2004 : 55) Berbagai definisi tergantung dalam pengertian yang berkaitan dengan istilah kreativitas atau cara berpikir kreatif. Istilah kreativitas tidak dibedakan dengan istilah berpikir kreatif. Menurut Munandar Utami (2009 : 7) mengatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen atau kebalikan dari berpikir konvergen. Berpikir divergen adalah berpikir untuk memberikan bermacammacam kemungkinan jawaban benar ataupun cara terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan kesesuaian. Sedangkan berpikir konvergen yaitu untuk memberikan suatu jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan. Berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang dihadapi, bahwa dalam situasi itu teridentifikasi adanya masalah yang ingin atau harus diselesaikan. Hasil yang dimunculkan dalam berpikir kreatif itu sesungguhnya merupakan suatu hal baru bagi siswa yang bersangkutan serta merupakan sesuatu yang berbeda dari biasa yang ia lakukan. Untuk mencapai hal itu seseorang harus melakukan sesuatu terhadap permasalahan yang dihadapi dan tidak tinggal diam saja. Dalam keadaan ideal, manakala siswa dihadapkan pada kondisi siswa diminta untuk melakukan observasi, eksplorasi dengan menggunakan institusi serta pengalaman belajar yang mereka miliki, hanya sedikit panduan atau tanpa bantuan guru. Tetapi pendekatan seperti ini khususnya tidak hanya cocok bagi siswa yang pandai, namun memberikan suatu pengalaman yang diperlukan bagi mereka dikemudian hari dalam mencari solusi dari sebuah masalah. Evans (1991 : 98) mengemukakan bahwa berpikir kreatif terdeteksi dalam empat unsur yaitu : kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility) dan keaslian (originality). Kepekaan terhadap suatu situasi masalah menyangkut kemampuan mengidentifikasikan adanya masalah, mampu membedakan fakta yang tidak relevan dengan masalah, termasuk membedakn konsep-konsep yang relevan mengenai masalah yang sebenarnya. Kepekaan ini termasuk juga apa yang dirasakan seseorang sehubungan dengan masalah yang diidentifikasi, misalnya konsep yang terkait, strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah itu. Kepekaan akan muncul lebih jelas jika ada semacam rangsangan yang disediakan dalam masalah serta tantangan yang diberikan oleh guru. Kepekaan dapat memicu individu untuk meneruskan upaya untuk melakukan kegiatan observasi, eksplorasi sehingga dapat memunculka gagasan-gagasan. Kelancaran merupakan kemampuan untuk membangun, banyak ide secara mudah. Kelancaran dalam memunculkan atau pertanyaan yang beragam serta menjawabnya ataupun merencanakan dan menggunakan sebagai strategi penyelesaian pada saat menghadapi masalah yang rumit. Keluwesan dapat dipandang sebagai suatu variasi yang menunjukkan kekayaan ide dan usaha dari yang bersangkutan dalam membangun gagasan menuju solusi yang diharapkan. Keaslian adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang tidak umum dan menyelesaikan masalah dengan cara tidak umum. Keaslian ini muncul dalam berbagai bentuk dari yang sederhana atau yang informal untuk kemudian dapat dikembangkan menjadi lebih lengkap. Berkaitan dengan kepekaan, kelancaran, keluwesan dan keaslian dalam proses berpikir yang melahirkan gagasan (kreatif) dipandang perlu adanya suatu tindakan lanjut untuk membenahi dan menata dengan baik, teratur dan rinci apa yang telah dihasilkan. Hal ini perlu dilaksanakan agar siswa tidak kehilangan kesempatan dalam suasana belajar, terutama sebelum siswa lupa akan ide-ide yang baik. Penataan yang teratur dan rinci membuka kesempatan padanya untuk sewaktu-waktu dapat mengulangi atau membaca serta mengkaji kembali apa yang siswa pelajari.dan hasilkan. Berdasarkan analisis Guilford, menemukan sifat-sifat yang menjadi ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yaitu : kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali (redefination). Menurut Supriadi (1997 : 7) mengatakan berpikir kreatif terdiri atas: 1) Fluency (kelancaran) Kelancaran adalah kemampuan untuk memberikan berbagai respon. Kelancaran umumnya berkaitan dengan kemampuan melahirkan alternatifalternatif pada saat diperlukan. 2) Flexibility (keluwesan) Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Keluwesan berkaitan dengan kemampuan untuk membuat variasi terhadap suatu ide dan kemampuan memperoleh cara baru. 3) Originality (keaslian) Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli tidak klise. Keaslian berkaitan dengan kemampuan memberikan respon yang khas/unik yang berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh orang lain. 4) Elaboration (penguraian) Penguraian adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci. Dapat dikatakan elaborasi adalah merupakan penambahan detail atau keterangan terhadap ide yang sudah ada. 5) Redefinition (redefinisi/perumusan kembali) Redefinisi merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh orang banyak. Menurut Munandar Utami dalam Suroso Akhmad (2012 : 44), redefinisi merupakan kemampuan untuk menghentikan interpestasi lama dari objek-objek yang telah dikenal dalam rangka menggunakannya atau bagian-bagiannya dalam beberapa cara baru. Sementara itu menurut Williams dalam Suroso Akhmad (2012 : 44) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif ini adalah delapan kemampuan, empat dari ranah kognitif dan empat dari ranah afektif. Berikut ini empat kemampuan dari ranah kognitif yaitu sebagai berikut: 1) Berpikir lancar (fluency) a) Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan b) Arus pemikiran lancar 2) Berpikir luwes (flexibility) a) Menghasilkan gagasan-gagasan yang bervariasi b) Mampu merubah cara atau pendekatan c) Arah pemikiran yang berbeda 3) Orisinil (originality) Memberikan jawaban yang tidak lazim, lain dari yang lain yang jarang diberikan kebanyakan orang. 4) Terperinci (elaboration) a) Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan b) Memperinci dengan teliti c) Memperluas suatu gagasan Adapun empat dari ranah afektif menurut Williams dalam Munandar (1994 : 192) secara rinci adalah sebagai berikut : 1) Mengambil Resiko a) Tidak takut gagal atau kritik b) Berani membuat dugaan c) Mempertahankan pendapat 2) Merasakan Tantangan a) Mencari banyak kemungkinan b) Melihat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya c) Melibatkan diri dalam masalah-masalah atau gagasan yang sulit 3) Rasa Ingin Tahu a) Mempertanyakan sesuatu b) Bermain dengan suatu gagasan c) Tertarik pada materi d) Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki e) Senang menjajaki hal-hal yang baru 4) Imajinasi/Firasat a) Mampu membayangkan, membuat gambaran mental b) Memimpikan hal yang belum terjadi c) Menjajaki hal-hal diluar kenyataan indrawi Munandar dalam Aguspinal (2011 : 24) menerangkan lima unsur berpikir kreatif dalam tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Pengertian Perilaku Siswa Berpikir Lancar (Fluency) a. Mengajukan banyak pertanyaan 1. Mencetuskan banyak gagasan, b. Menjawab dengan sejumlah jawaban, penyelesaian atau jawaban jika ada pertanyaan jawaban c. Mempunyai banyak gagasan 2. Selalu memikirkan lebih dari satu tentang suatu masalah jawaban d. Lancar dalam menggunakan gagasan-gagasannya. e. Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada siswa lain f. Dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi Berpikir Luwes (Flexibility) a. Memberikan aneka ragam 1. Menghasilkan gagasan, jawaban penggunaan yang lazim atau pertanyaan bervariasi terhadap suatu objek. 2. Dapat melihat suatu masalah dari b. Memberikan macam-macam sudut pandang yang berbeda-beda. penafsiran terhadap suatu 3. Mencari alternatif atau arah yang gambar, cerita atau masalah. berbeda-beda. c. Menerapkan suatu konsep atas 4. Mampu mengubah cara azas dengan cara yang berbedapendekatan atau pemikiran. beda. d. Memberikan pertimbangan atau mendiskusikan sesuatu selalu memiliki posisi yang berbeda atau bertentangan dengan mayoritas kelompok. e. Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan macammacam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya. f. g. Berpikir Orisinil (Originality) 1. Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik. 2. Memikirkan cara-cara tak lazim untuk mengungkapkan diri. 3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. a. b. c. d. e. Berpikir Elaboratif (Elaboration) 1. Mampu berkarya dan mengembangkan suatu produk atai gagasan. 2. Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. a. b. c. d. e. Berpikir Evaluatif (Evaluation) 1. Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pernyataan benar, suatu rencana sehat atau suatu tindakan bijaksana. 2. Mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka. 3. Tidak hanya mencetuskan a. b. c. d. Menggolongkan hal-hal yang menurut pembagian atau kategori yang berbeda-beda. Mampu mengubah arah pikir secara spontan. Memikirkan masalah-masalah atau hal yang tidak pernah terpikirkan orang lain. Mempertanyakan cara-cara lama dan berusaha memikirkan cara-cara baru. Memilih a-simetri dalam membuat gambar atau desain. Mencari pendekatan baru dari streotype. Setelah mendengar atau membaca gagasan, bekerja untuk mendapatkan penyelesaian yang baru. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci. Mengembangkan/memperkaya gagasan orang lain. Mencoba untuk menguji detaildetail untuk melihat arah yang akan ditempuh. Mempunyai rasa keadilan yang kuat, sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong/sederhana. Menambah garis-garis/warna dan detail-detail /bagian-bagian terhadap gambar sendiri atau orang lain. Memberi pertimbangan atas dasar sudut pandang tersendiri. Mencetuskan pendapatnya sendiri mengenai suatu hal. Menganalisis masalah/penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan”mengapa?” Mempunyai alasan (rasional) gagasan atau tetapi juga melaksanakan. yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu keputusan. e. Merancang suatu rencana kerja dan gagasan yang tercetus. f. Pada waktu tidak menghasilkan gagasan-gagasan tetapi menjadi peneliti/penilai yang kritis. g. Menentukan pendapat dan bertahan terhadapnya. Contoh kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam penyelesaian masalah, dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka berbeda. Banyaknya bilangan yang terjadi adalah.... Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Matematika Pengertian Sikap Berpikir Lancar (Fluency) Berpikir Luwes (Flexibility) Berpikir Elaborasi (Elaboration) Alternatif Perkiraan Perilaku Siswa Siswa berpikir dan menjawab, bilangan yang terjadi adalah 12, 13, 21, 23, 31, 32. Jadi ada 6 bilangan. Untuk menyelesaikan masalah ini, siswa menjawab dengan menggunakan diagram. Siswa menjawab dengan diagram kotak dan diagram panah. 3 2 1 =3.2.1=6 Kotak pertama adalah ratusan yaitu bilangannya 1,2 dan 3, tulis 3 pada kotak ratusan. Untuk mengisi kotak kedua (puluhan) berkurang satu dari angka semula yaitu 2 karena yang diminta bilangannya berbeda, tulis 2 pada kotak puluhan dan kotak terakhir (puluhan) berkurang satu yaitu 1, tulis 1 pada kotak puluhan. Berpikir Orisinil (originality) Siswa menjawab dengan menggunakan diagram garis sebagai berikut : 2 12 1 3 13 1 21 2 3 23 1 31 3 2 32 Jadi ada 6 bilangan Berpikir Evaluasi (Evaluation) Melihat kemungkinan terjadi dalam penyelesaian soal tersebut lebih akurat dengan cara diagram panah. Berdasarkan contoh dan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa kemampuan berpikir kreatif matematika adalah kemampuan yang fleksibel dan mendorong ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, yang menempatkan fluency, flexibility, originality, elaboration and evaluation dalam respon siswa menggunakan konsep, prosedur dan kemampuan matematis pada penyelesaian matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematika sebanyak 5 butir soal dengan Kompetensi Dasar : (1) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kaidah pencacahan, indikatornya adalah menjelaskan penerapan kaidah pencacahan, (2) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan permutasi atau kombinasi, indikatornya adalah mengidentifikasi soal permutasi atau kombinasi, menghitung kombinasi, (3) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan peluang kejadian sederhana dan peluang kejadian majemuk, indikatornya adalah menghitung peluang kejadian sederhana atau peluang kejadian majemuk. 2. Deskripsi Penguasaan Konsep Matematika a. Penguasaan Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) penguasaan konsep berarti kemampuan atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan dan kepandaian. Kata “penguasaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1977) berarti “pemahaman”. Sedangkan “pemahaman” memiliki kata dasar “paham” yang berarti “tahu benar”. Jadi penguasaan atau pemahaman adalah menerima arti, menyerap ide, mengetahui secara benar, memahami sifat dasar karakter, mengetahui arti katakata seperti dalam bahasa dan menyerap dengan jelas. Sagala Syaiful (2010 : 71) mengatakan “konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori”. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak, sedangkan kegunaan konsep adalah untuk menjelaskan dan meramalkan. Menurut Farell dan Farmer dalam Musliana (2007:7) mendefinikan konsep sebagai suatu klasifikasi dari obyek-obyek, sifat-sifat obyek atau kejadiankejadian yang ditentukan dengan cara mengabstraksikannya. Menurut Gagne dalam Arsyat (2007 : 8) mengatakan bahwa konsep adalah ide abstrak yang meyakinkan orang, dapat mengklasifikan obyek-obyek atau kejadian-kejadian kedalam contoh atau bukan contoh dari suatu obyek tertentu. Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-kosnep yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan- pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan fungsi konsep adalah menjelaskan dan meramalkan. Menurut Makmun Syamsudin dalam Sagala Syaiful (2003 : 72) mengatakan bahwa dengan diperolehnya kemahiran mengadakan diskriminasi atas pola-pola stimulus respon (S-R) itu, siswa belajar mengidentifikasi persamaan-persamaan karakteristik dari sejumlah pola-pola S-R tersebut dan objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Konsep-konsep merupakan penyajian-pemyajian dari sekelompok stimulusstimulus, konsep-konsep dapat diamati tetapi harus disimpulkan. Dalam memberikan suatu definisi verbal dari suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara konsep itu dengan konsepkonsep yang lain. Dari konsep-konsep di atas, konsep merupakan keabstrakan, konsep berhubungan dengan ilmu logika (matematika), karena konsep merupakan abstrak dan konkret yang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya setelah proses belajar mengajar. Penguasaan konsep menurut Gagne dalam Nasution (2008 : 161) mengatakan bahwa, bila seorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, kategori, maka ia telah belajar konsep. Jadi seorang siswa dikatakan telah menguasai dan mengabstraksikan sifat yang sama tersebut, maka ia dikatakan telah menguasai suatu konsep. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggambarkan/mengabstraksikan suatu obyek dalam bentuk lambang bahasa dan suatu konsep bukanlah sesuatu yang dihafal tetapi untuk dipahami maknanya. b. Konsep Matematika Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. Melalui konsep, diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Seperti yang diungkapkan Nasution (2008 : 161) yang mengatakan bahwa : “bila seseorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah belajar konsep. Menurut Sumardyono (2004 : 32) konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tersebut merupakan contoh konsep atau bukan. Jihad dan Haris (2008 : 149) mengatakan pemahaman konsep matematika merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah : a) Menyatakan ulang sebuah konsep. b) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya). c) Memberi contoh dan non-contoh dari konsep. d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. e) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. f) Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. “Segitiga” adalah nama suatu konsep. Dengan konsep itu ia dapat membedakan mana yang merupakan contoh segitia dan mana yang merupakan bukan contoh segitiga. “Permutasi dan kombinasi” adalah nama suatu konsep. Dengan konsep itu siswa dapat membedakan mana yang termasuk konsep permutasi dan mana yang termasuk konsep kombinasi. Menurut Sabri (2007 : 97) konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek atau benda yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Menurut Dienes ada beberapa tahapan dalam mempelajari konsep-konsep matematika, yaitu : (1) permainan bebas, (2) menggunakan aturan, (3) mencari persamaan sifat, (4) representasi, (5) simbolis dan (6) formulasi. Berdasarkan contoh dan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa konsep matematika adalah kemampuan siswa untuk mengidentifikasikan mana yang termasuk konsep A atau konsep B. Misalkan sebuah butir soal, siswa ditanyakan mana yang ternasuk permutasi atau kombinasi. Dengan mengetahui konsep permutasi dan kombinasi, maka siswa mengerti tentang konsep permutasi atau kombinasi. c. Penguasaan Konsep Matematika Menurut Suherman dkk (2001 : 6) menyatakan bahwa model dalam kaitannya dengan pembelajaan matematika adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuan yang berupa hasil dapat tercapai secara optimal. Model penguasaan konsep matematika menurut Heruman (2007 : 23) memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : (1) penanaman konsep, (2) pemahaman konsep dan (3) pembinaan konsep. Berdasarkan langkah-langkah ini dapat di uraikan sebagai berikut : 1) Penanaman konsep yaitu pembelajaran suatu kosnep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep matematika yang abstrak. Dalam kegiatan dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola berpikir siswa. 2) Pemahaman konsep yaitu lanjutan dari penanaman konsep matematika yang terdiri dari dua pengertian. Pertama dilakukan pada pertemuan yang sama. Sedangkan kedua dilakukan pada pertemuan yang berbeda tetapi merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan semester atau kelas sebelumnya. 3) Pembinaan keterampilan yaitu lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep yang tujuannya agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Seperti pada pemahaman konsep, pembinaan keterampilan terdiri dari dua pengertian. Pertama merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Yang kedua dilakukan pada pertemuan berbeda tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman dan pemahaman konsep dianggap sudah. Sedangkan menurut Klausmer dalam Rukoyyah (2010 : 40) ada empat tingkatan dalam penguasaan konsep, yaitu : 1) Tingkat Konkrit Untuk mencapai konsep tingkat konkrit, peserta didik harus dapat memperhatikan benda tersebut dan dapat membedakan benda tersebut dari stimulus-stimulus dari lingkungannya. 2) Tingkat Identitas Pada tingkat identitas, peserta didik akan mengenali suatu objek apabila : (a) sesudah selang waktu, (b) mempunyai ruang yang berbeda terhadap objek tersebut, (c) objek tersebut ditentukan melalui suatu cara indera yang berbeda. 3) Tingkat Klasifikator Pada tingkatan ini, peserta didik mengenal diri dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama, siswa dapat mengklasifikasikan contoh dan non contoh tersebut mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip. 4) Tingkat Formal Pada tahap ini peserta didik harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep, peserta didik harus dapat memberi nama konsep itu, mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut kriterianya, mendeskriminasikan dan memberi nama atribut-atribut itu serta memberikan secara verbal contoh dan non contoh dari konsep. Siswa dapat membangun konsep dengan cara pengamatan atau membayangkan sesuatu yang konkrit terlebih dahulu. Ciri-ciri siswa yang sudah menguasai konsep antara lain : (1) mengetahui ciri-ciri konsep, (2) mengetahui beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut, (3) mengenal sejumlah sifat-sifat dari sesungguhnya dan dapat menggunakan hubungan antar konsep, (4) dapat mengenal hubungan antar konsep, (5) dapat mengenal kembali konsep itu dalam berbagai situasi dan (6) dapat menggunakan konsep dalam menyelesaikan masalah matematika. Menurut definisi konseptual, penguasaan konsep matematika adalah kemampuan guru untuk mengatasi konsep-konsep dasar matematika pada ranah kongnitif sesuai dengan klasifikasi Bloom dalam Sagala Syaiful (2006 : 157), yaitu : 1) Tingkat Pengetahuan (Knowledge) Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya. 2) Tingkat Pemahaman (Comprehension) Kategori pemahaman dihubungkan dengan pengetahuan untuk menjelasakan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan katakatanya sendiri. 3) Tingkat Penerapan (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 4) Tingkat Analisis (Analysis) Kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan dan membedakan komponen-komponen, elemen, suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis, kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. 5) Tingkat Sintesis (Synthesis) Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 6) Tingkat Evaluasi (Evalution) Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu. Adapun contoh soal penguasaan konsep matematika dalam pokok bahasan tentang Peluang, diantaranya adalah siswa diberikan soal mengenai aturan pengisian tempat yang tersedia dengan kunci jawaban yang telah diberikan. Siswa kemudian ditugaskan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contoh. 1) Dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka berbeda (angka tidak boleh sama). Banyaknya bilangan yang terjadi adalah......(Kunci : 12, 13, 21, 23, 31, 32). 2) Dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka sama (angka boleh sama). Banyaknya bilangan yang tejadi adalah...(Kunci : 12, 13, 21, 23, 31, 32, 11, 22, 33). 3) Dari lima calon pengurus kelas akan dipilih seorang ketua, sekretaris dan bendahara. Banyaknya cara pemilihan jika jabatan tidak boleh rangkap (tidak boleh sama) adalah.... (Kunci 5.4.3 = 60 cara). Penyelesaian: 1) Dengan menggunakan diagram panah 2 12 3 13 1 21 3 23 1 31 2 32 1 2 3 Jadi banyaknya bilangan ada 6. 2) Dengan menggunakan diagram panah 1 2 3 1 11 2 12 3 13 1 21 2 22 3 23 1 31 2 32 3 32 Jadi banyaknya bilangan ada 9. 3) Dengan menggunakan diagram panah Misal 5 orang tersebut adalah : A, B, C, D, E dan Jabatan Ketua (K), Sekretaris (S) dan Bendahara (B). K S B B C ABC D ABD E ABE 3 Cara A 3x 4 =12 C D E Jadi banyaknya cara seluruhnya 12 x 5 = 60 cara Jadi dapat disimpulkan untuk menyelesaikan masalah di atas lebih baik dengan cara diagram panah, sehingga siswa lebih memahami untuk menyelesaikannya. Berdasarkan contoh dan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa penguasaan konsep matematika adalah ide abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasi sejumlah objek kejadianyang dinyatakan dalam suatu istilah atau lambang bahasa pada ranah kongnitif sesuai dengan tingkat yaitu : tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis, tingkat sintesis dan tingkat evaluasi. 3. Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002 : 25). Dalam sistem belajar kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya sendiri. Cooperativ learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara kelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaan yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006 : 239). Menurut Slavin dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 55) mengatakan, “In cooperatif learming methods, students works together in four members team to master material initially presented by the teacher.” Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Menurut Lie, A dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dalam pembelajaran cooperativ learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Menurut Solihatin, E, dan Raharjo dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56) pada dasarnya cooperativ learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Cooperativ learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok. Kemudian Kuachak dan Eggen dalam Ratumanan (2002: 107) mengatakan bahwa belajar kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan siswa untuk membantu satu dengan yang lain dalam mempelajari sesuatu. Selanjutnya Slavin dalam Ratumanan (2002: 107) mengatakan bahwa “siswa bekerjasama dalam kelompok kecil saling membantu untuk mempelajari suatu materi”. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Thomson dan Smith dalam Ratumanan (2002: 107), yakni “dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik dan keterampilan antara pribadi”. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling berbagi ide-ide dan membantu untuk memahami dalam belajar, sekaligus masing-masing bertanggungjawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tinggi. Dalam belajar kooperatif belum selesai jika masih ada salah satu anggota kelompoknya belum menguasai materi. b. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievment Division) Menurut Isjoni dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan tipe STAD yang dikembangkan oleh Slavin ini merupakan salah tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Slavin (2009 : 143) mengatakan tipe STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk pemulaan bagai para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Disamping itu metode ini, metode ini juga sangat mudah diadaptasi telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, bahasa Inggris, teknik, dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah menengah sampai perguruan tinggi Menurut Sharan dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan strategi pelaksanaan/siklus aktivitas model STAD adalah sebagai berikut : a) Siswa dibagai menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan jenis kelamin dan sukunya. b) Guru memberikan pelajaran. c) Siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. d) Semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Mereka tidak dapat dapat membantu satu sama lain. e) Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya. f) Nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. g) Nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok. h) Kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya. Menurut Tukiran Taniredja dkk (2011 : 65) mengatakan tipe STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu : a) Presentasi Kelas. Guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Pada tahap ini perlu ditekankan : (1) mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa akan dipelajari siswa dalam kelompok; (2) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna, dan bukan hafalan; (3) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa; (4) memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah; dan (5) beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada. b) Tim/Tahap Kerja Kelompok. Tim yang terdiri dari empat atau lima siswa mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas. Guru sebagai fasilitator dan motivator. Hasil kerja kelompok ini dikumpulkan. c) Kuis/Tahap Tes Individu. Diadakan pada akhir pertemuan kedua atau ketiga, kira-kira 10 menit, untuk mengetahui yang telah dipelajari secara individu, selama mereka bekerja dalam kelompok. Siswa tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. d) Tahap Perhitungan Skor Kemajuan Individu, yang dihitung berdasarkan skor awal. Tahap ini dilakukan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik. Slavin dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 66) memberikan pedoman pemberian skor perkembangan individu seperti pada tabel 2.3 di bawah ini. Tabel 2.3 Poin Kemajuan Pembelajaran STAD Skor Kuis e) Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 10-1 poin di bawah skor awal 10 Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal 30 Menurut Menurut Tukiran Taniredja dkk (2011 : 65) mengatakan Tahap Pemberian Penghargaan/Rekognisi Tim. Tim akan mendapatkan penghargaan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor ratarata mereka mencapai kriteria tertentu. Menurut Slavin (2005:160) mengatakan tiga macam tingkatan penghargaan team seperti tabel 2.4 di bawah ini. Tabel 2.4 Kriteria Penghargaan Team Pembelajaran STAD Kriteria (Rata-rata Tim) Pengharagaan 15 Tim Baik (Good Team) 16 Tim Sangat Baik (Great Tim) 17 Tim Super (Super Team) Menurut Sharan dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 66) mengatakan bahwa langkah-langkah untuk menggunakan STAD adalah sebagai berikut : a) Buatlah salinan lembar rekapitulasi kelompok. b) Merangking siswa dari yang paling pinter ke paling kurang pinter. c) Tentukan jumlah anggota kelompok, jika memungkinkan tiap-tiap kelompok harus memilih empat anggota. d) Masukkan siswa ke dalam kelompok secara berimbang. e) Sebarkan lembar rekapitulasi siswa. f) Tentukan nilai dasar. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode pembelajaran dimana siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai enam orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya dan guru memberikan suatu materi pelajaran dan siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. c. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Tim Ahli) Model ini dikembangkan dan di ujicobakan oleh Elliot Aronson dan temantemannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajran kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Lie dalam Rusman (2012 : 218) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enama orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri Menurut Lie dalam Rusman (2012 : 218) mengatakan bahwa jigsaw merupakan salah satu tipe atau pembelajaran kooperatif yang flkesibel. Jhonson dalam Rusman (2012 : 219) melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah : a) Meningkatkan hasil belajar; b) Meningkatkan daya ingat; c) Dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi; d) Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu); e) Meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen; f) Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah; g) Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru; h) Meningkatkan harga diri anak; i) Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan j) Meningkatkan keterampilan hidup bergotong- royong. Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a) Melakukan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topiktopik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut. b) Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut. c) Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil yang didapat dari diskusi tim ahli. d) Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi. e) Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Rusman (2012 : 218) langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut : 1) Siswa dikelompokkan dengan anggota kurang lebih 4 orang; 2) Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda; 3) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli); 4) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai; 5) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi; 6) Pembahasan;. 7) Penutup. Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu: 1) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. 2) Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. 3) Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. 4) Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua. 5) Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari. 6) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran. Dalam diskusi kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas. 2) Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugas mereka. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai enam orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya dan terdapat kelompok ahli (expert) serta setiap anggota kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda, tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama. C. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dann Penguasaan Konsep Matematika Secara Multivariat. Dalam pembelajaran matematika memerlukan keterampilan dari seorang guru untuk mendorong dan merangsang anak didiknya menggunakan kemampuan berpikir kreatif yang dimilikinya untuk memahami materi yang diberikan guru secara utuh. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar, maka anak didik akan sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Oleh karena itu guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai bentuk metode dan keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika guna membangkitkan kemampuan berpikir siswa agar mereka belajar dengan antusias. Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam penyajian materi perlu mendapat perhatian guru dan hendaknya dalam pembelajaran di sekolah guru memilih dan menggunakan strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaan koperatif tipe STAD dan Jigsaw. Kedua model pembelajaran ini sama-sama melibatkan keaktifan siswa dalam belajar kelompok. Dari kedua tipe tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Tipe STAD merupakan strategi belajar dengan siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam penerapan pembelajaran tipe STAD yang merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan struktur-stuktur khusus, yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep. Sedangkan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah salah satu metode yang dapat mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam penguasaan konsep matematika. Konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang membutuhkan berpikir kreatif yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep dalam matematika yang bersifat hirarkis, sehingga perlu menetapkan metode-metode pengajaran yang lebih baik dan tepat untuk membantu penguasaan siswa sedini mungkin terhadap matematika. Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat membangun kemampuan yang merata diantara semua siswa, kemampuan disini adalah kemampuan berpikir untuk mengembangkan pengetahuannya dalam menghubung-hubungkan fakta dan ide untuk mencapai kesimpulan. Dan siswa harus memiliki kesempatan berinteraksi dengan sesama anggota. Selanjutnya setiap anggota akan bertanggung jawab untuk membantu anggota kelompok lain yang kurang mampu menguasai pelajaran yang sedang di pelajari. Setelah seluruh kelompok mempresentasikan materi pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai kelas eksperimen dan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai kelas kontrol, maka siswa melakukan tes kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika melalui soalsoal yang telah diberikan. Dari hasil tes formatif ini didapatkan adanya perbedaan nilai dari masing-masing siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. 2. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika. Pemerintah dalam Permendiknas No.19 tahun 2006, telah mengisyaratkan bahwa pembelajaran matematika dengan hanya memberikan soal-soal konvergen akan menyebabkan proses pembelajaran aktif dan kreatif ditelantarkan. Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas 2003). Jazuli (2009 : 217) mengatakan kemampuan berpikir kreatif yang menumbuhkan fluency, flexibility, originality and elaboration dalam melihat berbagai keterkaitan untuk menyatakan sesuatu. Munandar dalam Aguspinal (2011 : 24) menerangkan lima unsur berpikir kreatif yaitu : fluency, flexibility, originality, elaboration and evalution. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendapat Munandar, Hal ini berati kemampuan berpikir kreatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa diharapkan dapat mengembangkan ide-ide berpikir kreatif dan pola pikir matematis dengan mengembangkan dan mengingatkan konsep sebelumnya. Dengan memberikan masalah terbuka, siswa dapat berlatih untuk melakukan investigasi dengan berbagai strategi dalam menyelesaikan masalah. Siswa akan memahami proses penyelesaian suatu masalah. Juga memberikan kesempatan siswa untuk berpikir bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga kemampuan berpikir kreatif matematika siswa berkembang secara maksimal. Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. 3. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan Konsep Matematika. Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep yang dipelajarinya. Siswa yang telah menguasai dan mampu membuat generalisasi terhadap konsep ia akan menjelaskan konsep berdasarkan pengalaman sebelumnya. Pengalaman yang didapat dari proses belajar secara bertahap. Dalam pembelajaran matematika untuk menetapkan generalisasigeneralisasi konsep membutuhkan penguasaan materi yang dimiliki siswa, artinya konsep tersebut cocok dengan kemampuan pengetahuan siswa dalam mengingat kembali konsep matematika. Berkaitan dengan matematika, pendekatan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw yang digunakan bertujuan agar mendapat hasil tes penguasaan konsep matematika mengalami peningkatan. Dengan metode tipe STAD siswa tampak lebih termotivasi karena berhubungan langsung dengan implementasi dan aplikasi materi yang dipelajari selama proses kegiatan belajar, siswa harus dapat menguasai konsep dan rumusrumus dari materi yang telah dipelajari, hal ini siswa mampu mengungkapkan atau menggunakan kembali rumus dan konsep tersebut tanpa mengurangi. Dalam model pembelajaran kooperatif ini dapat saling berbagi ilmu dengan teman yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk mengambil keputusan bersama dalam menjawab soal-soal yang dihadapinya. Dalam metode tipe Jigsaw siswa belajar tukar pikiran, baik antar sesama siswa atau siswa dengan guru. Kadang-kadang ada siswa yang memonopoli pembicaraan dan tidak percaya diri dalam menyampaikan materi kepada teman kelompoknya, sehingga materi yang disampaikan kurang dipahami oleh teman kelompoknya. Untuk masalah ini guru sebagai fasilitator dapat membantu keadaan ini, tetapi sulit juga guru mencari team ahli, tapi hal ini tidak jadi masalah karena mereka dalam proses belajar. Hasil dari perlakuan pada setiap metode akan berbeda. Maka hasi dari tes penguasaaan konsep matematika dari siswa yang menggunakan metode tipe STAD dan metode tipe Jigsaw akan berbeda. Berdasarkan hasi uraian di atas, dapat diduga bahwa nilai tes dari penguasaan konsep matematika pada siswa yang menggunakan metode tipe STAD sebagai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan metode tipe Jigsaw sebagai kelas kontrol. Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap penguasaan konsep matematika siswa. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat. 2. Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika. 3. Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK An-Nurmaniyah Kota Tangerang dan SMK Bina Bangsa Kota Tangerang tahun pelajaran 2015/2016. Dari 4 (empat) kelas dengan jumlah siswa 156 siswa yang ada di SMK An-Nurmaniyah dipilih dua kelas, satu kelas eksperimen dan satu kelas kontol dan dari 3 (tiga) kelas dengan jumlah siswa 108 siswa yang ada di SMK Bina Bangsa dipilih dua kelas, satu kelas ekperimen dan satu kelas kontrol. 2. Waktu Penelitian Sesuai dengan perencanaan yang telah dirumuskan, penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yang dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2015 tahun pelajaran 2015/2016. Adapun jadual yang akan ditempuh oleh peneliti adalah seperti pada tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Jadual Kegiatan Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jenis Kegiatan Agustus 1 2 3 Penentuan masalah / judul Survey Pendahuluan Menyusun Proposal Penelitian Menyusun Instrumen Sidang Proposal Uji Coba Instrumen Proses Treatmen dan Pengumpulan data Mengolah Data Penyusunan Laporan Sidang Tesis B. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 4 Bulan/ Minggu KeSeptember Oktober Nopember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Desember 1 2 3 4 Pada Penelitian ini, penulis menggunakan metode eksperimen. Menurut Arikunto (2002 : 272) mengatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara satu perlakuan dengan perlakuan lain. Faktor yang pertama adalah model pembelajaran kooperatif, faktor yang kedua adalah kemampuan berpikir kreatif dan faktor yang ketiga adalah penguasaan konsep matematika. Penelitian ini akan menguji pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika. Dalam pelaksanaannya penulis melibatkan empat kelompok, yaitu dua kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Division (STAD) dan dua kelompok kontrol yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Variabel dalam penelitian ini melibatkan satu variabel bebas (X) atau (A) yang terdiri dari variabel bebas yang diperlukan sebagai kontrol yaitu model pembelajaran kooperatif serta dua variabel terikat (Y) yaitu kemampuan berpikir kreatif dan penguasaaan konsep matematika : a) Variabel bebas perlakuan adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari metode pembelajaran tipe STAD dan metode pembelajaran tipe Jigsaw. b) Kelompok yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematika tinggi diberi metode pembelajaran tipe STAD. c) Kelompok yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematika rendah diberi metode pembelajaran tipe Jigsaw. d) Kelompok yang memiliki penguasaan konsep matematika tinggi diberi metode pembelajaran tipe STAD. e) Kelompok yang memiliki penguasaan konsep matematika rendah diberi metode pembelajaran tipe Jigsaw. 2. Desain Penelitian Teknik pengujian dalam penelitian ini adalah menggunakan Multivariat Analysis of Varians (Manova) seperti pada tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3. 2 Desain Penelitian Model Pembelajaran Kooperatif (A) STAD (A1) JIGSAW (A2) Y1 Y2 Y1 Y2 Y1A1 Y2A2 Y1A2 Y2A2 A1 : Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Kelompok Eksperimen) A2 : Model pembelajaran Kooperatif tipe JIGSAW (Kelompok Kontrol) Y1 : Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Y2 : Penguasaan Konsep Matematika Y1A1 : Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Model Pembelajaran tipe STAD Y2A2 : Penguasaaan Konsep Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW Y1A2 : Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW Y2A2 : Penguasaan Konsep Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW C. Validitas Penelitian Penelitian ini mengandung 2 validitas, yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal terkait dengan tingkat pengaruh perlakuan (treatment) atribut yang ada terhadap hasil penguasaan konsep siswa, yang didasarkan atas ketepatan prosedur dan data yang dikumpulkan serta penarikan kesimpulan. Sedangkan validitas eksternal terkait dengan dapat tidaknya hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan pada subjek lain yang memiliki kondisi dan karakteristik sama. Validitas internal dalam penelitian ini berkaitan dengan benar tidaknya perubahan hasil belajar siswa dikarenakan faktor model pembelajaran kooperatif (STAD dan JIGSAW) dan kemampuan berpikir kreatif serta penguasaan konsep matematika, tidak disebabkan oleh faktor-faktor atau variabel ekstra lainnya seperti: variable sejarah, kematangan, pretesteing, perbedaan pemilihan sample/subjek, instrumentasi, mortalitas atau interaksi antar subjek. Agar tujuan tersebut tercapai, maka dalam penelitian ini dilakukan pengontrolan pengaruh variabel-variabel ekstra tersebut dengan cara sebagai berikut: 1) Pengaruh variabel sejarah (history), dikontrol dengan pemberian materi pelajaran yang sama, dalam jangka waktu yang sama dan oleh guru/pengajar yang sama. Bila terjadi peristiwa atau kejadian yang tidak merupakan bagian dari kegiatan eksperimen, mereka harus memiliki kesempatan yang sama pula. 2) Pengaruh variabel kematangan (maturation), dikontrol dengan cara proses treatment/perlakuan dalam interval waktu yang tidak terlalu lama. Dengan demikian diharapkan mereka memiliki kesempatan perubahan mental maupun fisik yang sama pula. 3) Pengaruh variabel pretesting, dikontrol dengan jalan tidak memberikan pretest pada kedua kelompok sampel. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman pretest tersebut tidak mempengaruhi penampilan subjek selama proses perlakuan. 4) Pengaruh variabel instrumen (measuring instruments), dikontrol dengan pemberian tes yang sama pada kelompok eksperimen dan kontrol. 5) Pengaruh variabel mortalitas, dikontrol dengan pemberian perlakuan yang sama pada siswa lain yang tidak menjadi anggota sample, sehingga jika terjadi mortalitas dapat secepatnya diganti dengan siswa lain yang setara. 6) Pengaruh variabel interaksi antar subjek, dikontrol dengan tidak memberitahukan, bahwa sedang dilakukan proses penelitian dan memberikan kegiatan proses pembelajaran yang berbeda. Validitas eksternal dalam penelitian ini terkait dengan dapat tidaknya perlakuan metode pembelajaran inkuiri digeneralisasikan pada subjek lain yang memilki kondisi dan karakter sama dengan subjek yang ada pada penelitian ini. Atau dengan kata lain, bahwa hasil perlakuan pada sample penelitian ini dapat berlaku juga untuk populasinya. Sebagai usaha mengontrol validitas eksternal dilakukan sebagai berikut: 1) Multivariat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampauan berpikir kreatif dan penguasaaan konsep matematika, dikontrol dengan pengambilan/penempatan kelas eksperimen dan kontrol yang seimbang, hal ini dimaksudkan agar kondisi awal pada kedua kelas diasumsikan sama. Kemudian kedua kelas percobaan (eksperimen dan kontrol) diberi perlakuan yang berbeda. 2) Pengaturan penelitian reaktif, dikontrol dengan: a) Suasana perlakuan tidak artificial sehingga subjek tidak merasa sedang diteliti. b) Subjek tidak diberikan informasi bahwa sedang diteliti. c) Perlakuan untuk semua siswa dalam satu kelas belajar sama baik yang dijadikan sampel maupun yang tidak dijadikan sampel. d) Guru/pengajar diusahakan hanya satu orang untuk kedua kelas percobaan. D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Target a) Populasi Target Menurut Sudjana (2004:6) "Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil mengitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Jadi populasi adalah objek dari keseluruhan yang akan diteliti. Populasi target disebut pula populasi teoritik, yaitu keseluruhan objek penelitian secara teori yang banyaknya tidak terjangkau/terbilang. Oleh karena itu yang menjadi populasi target dari penelitian adalah seluruh siswa SMK Swasta Kecamatan Ciledug di Kota Tangerang. b) Populasi Terjangkau Populasi terjangkau merupakan populasi yang dapat dikelola oleh peneliti dimana ruang lingkup populasi terjangkau lebih kecil dari ruang lingkup populasi target, dalam hal ini populasi terjangkau dalarn penelitian ini adalah seluruh siswa kelas Kelas XII MM1, XII MM-2, XII MM-3 dan XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah dan SMK Bina Bangsa Kecamatan Ciledug di Kota Tangerang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 264 peserta didik. 2. Sampel "Sampel adalah sebagian yang diambil dari sejumlah populasi". Dengan kata lain sampel merupakan penarikan sebagian subjek yang ada pada populasi. Menurut Sugiyono (2010:123) dalam bukunya ”Metode Penelitian Pendidikan” menyatakan bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi, untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Roscoe dalam Sugiyono (2010 : 123) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian sebagai berikut : 1) Ukuran yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. 2) Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri–swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30. 3) Bila dalam penelitian akan melakukan anilisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. 4) Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing antara 10 – 20. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis memutuskan untuk mengambil sampel penelitian kelas XII SMK An-Nurmaniyah dengan jumlah 40 siswa kelas XII MM-1 sebagai kelas eksperimen serta SMK Bina Bangsa dengan jumlah 40 siswa kelas XII MM-1 sebagai kelas kontrol. 3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara “cluster sampling” (sampling kelompok) adalah bentuk sampling random yang populasinya dibagi menjadi beberapa kelompok (cluster) dengan menggunakan aturan-aturan tertentu seperti batas alam atau wilayah” (Sugiyono, 2010 : 66). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a) Membagi populasi dalam beberapa subkelompok b) Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol c) Memilih satu atau sejumlah kelompok dari kelompok-kelompok tersebut dengan menggunakan pilihan secara random d) Menentukan sampel dari satu atau sejumlah kelompok yang terpilih secara random. Dalam pengambilan sampel, penulis membagi sampel menjadi empat kelompok sampel penelitian yaitu : 1) Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi diajar dengan menggunakan metode pembelajaran tipe STAD. 2) Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah diajar dengan menggunakan metode pembelajaran tipe Jigsaw. 3) Siswa dengan penguasaan konsep tinggi diajar dengan menggunakan metode pembelajaran tipe STAD. 4) Siswa dengan penguasaaan konsep rendah diajar dengan menggunakan metode pembelajaran tipe Jigsaw. Penulis mengambil 50% siswa dengan urutan tingkat kemampuan berpikir kreatif tinggi dan 50% siswa dengan urutan tingkat kemampuan berpikir kreatif rendah pada kelas eksperimen, serta 50% siswa dengan urutan tingkat penguasaan konsep tinggi dan 50% siswa dengan urutan tingkat penguasaan konsep rendah pada kelas kontrol. E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data sampel dilakukan dengan cara eksperimen yaitu dimulai dengan penyusunan instrumen berbentuk tes pilihan ganda berjumlah 30 butir soal untuk instrumen tes penguasaan konsep matematika dan 5 butir soal uraian untuk instrumen tes kemampuan berpikir kreatif. Untuk penyusunan soal dilakukan dengan cara mengukur Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan indikator yang diambil dari materi Peluang yang terdiri dari : menentukan aturan kaidah pencacahan, menentukan permutasi, menentukan jenis permutasi, menentukan kombinasi, menentukan ruang sampel dan kejadian, menentukan peluang kejadian sederhan dan menentukan peluang kejadian majemuk. Pengukura skor tes pada soal pilihan ganda dengan cara memberikan nilai pada interval 0 (untuk jawaban salah) dan 1 (untuk jawaban benar). Sedangkan untuk soal uraian dengan menggunakan pedoman penskoran berbobot. Pengumpulan data ini untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika tinggi dan rendah. 1. Teknik Mendapatkan Data. Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara mengukur variabel penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk mengukur variabel diperlukan instrumen penelitian dan instrumen ini berfungsi untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Teknik mendapatkan data model pembelajaran kooperatif Pemberian model pembelajaran kooperatif tipe STAD diberikan pengajaran matematika untuk kelas eksperimen dengan kompetensi dasar : menggunakan aturan kaidah pencacahan, permutasi, jenis permutasi, kombinasi, ruang sampel dan kejadian, peluang kejadian sederhan dan peluang kejadian majemuk. Sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan kompetensi dasar yang sama pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. b) Teknik Mendapatkan Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pengumpulan data tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada matematika dilakukan melalui tes kemampuan berpikir kreatif matematika yang diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu kelas XII MM-1 (SMK An-Nurmaniyah) dan kelas XII MM-1 (SMK Bina Bangsa) sebanyak 5 butir soal uraian selama 60 menit sebagai sampel penelitian dengan indikator menggunakan aturan kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi, peluang kejadian sederhan dan peluang kejadian majemuk. c) Teknik Mendapatkan Data Penguasaan Konsep Matematika Teknik pengumpulan data hasil belajar matematika dalam penelitian ini dimulai dari proses pemberian perlakuan pada subjek penelitian. Pada penelitian ini untuk mengumpulkan data tentang penguasaan konsep matematika dengan menggunakan tes hasil belajar dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 30 soal selama 60 menit, setiap soal terdiri dari 4 option yaitu a, b, c , d dan e. Untuk mengetahui data nilai siswa dengan kriteria jika menjawab benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Pada kelas eksperimen diajar dengan metode pembelajaran STAD pada pokok Peluang, sedangkan kelas kontrol diajar dengan menggunakan metode pembelajaran JIGSAW pada pokok bahasan yang sama. Setelah pembelajaran pokok bahasan Peluang selesai 7 kali presentasi pada masing-masing kelas, maka kelas XII MM-1 SMK An-Nurmaniyah dan SMK Bina Bangsa diberikan tes hasil belajar matematika dengan soal yang sama. Kemudian diolah dan dianalisis untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian. 2. Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel bebas. Dalam hal ini merupakan variabel treatment/perlakuan (X 1) yaitu model pembelajaran kooperatif, dibedakan atas metode pembelajaran STAD dan metode pembelajaran JIGSAW. b. Variabel terikat. Dalam hal ini sebagai variabel kriterium (Y), yaitu kemampuan berpikir kreatif (Y1) dan penguasaan konsep matematika (Y2) kelas XII SMK Swasta Ciledug di Kota Tangerang. F. Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika a. Definisi Konseptual Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Berpikir kreatif dapat diadaptasikan dari pendekatan Guilford, Willams (Baumen, 1981) beliau mengatakan bahwa untuk mengembangkan kreativitas seseorang maka perlu dilihat aspek kognitif dan aspek afektif. Kemampuan kreativitas yang berhubungan dengan kognitif terdiri dari kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality) dan elaborasi (elaboration). Sedangkan kemampuan kreativitas yang berhubungan dengan afektif adalah rasa ingin tahu (curiosity), mengambil resiko (courage to take a change), suka tantangan (willingness to challenge an idea), suka berimajinasi atau instuisi (imagination or instuition). Jadi kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta atu membuat (to create) dan menghasilkan ide-ide baru yang bermanfaat untuk menyelesaikan masalah. b. Definisi Operasional Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Kemampuan berpikir matematika adalah kemampuan dalam matematika yang meliputi empat kemampuan yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi. Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah matematika secara tepat. Keluwesan adalah kemampuan menjawab masalah matematika melalui cara yang tidak baku. Keaslian adalah kemampuan menjawab masalah matematika dengan menggunakan bahasa, cara atau idenya sendiri dan Elaborasi adalah kemampuan memperluas jawaban masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru. c. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes uraian yang berjumlah 5 butit soal. Tes tersebut dirancang berdasarkan kisi-kisi soal seperti pada tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Kompetensi Dasar No. 1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kaidah pencacahan. Aspek Berpikir Kreatif Originality (Orisinil) Flexibility (Luwes) 2. Memecahkan masalah yang berkatian dengan permutasi atau kombinasi. Indikator Menjelaskan penerapan kaidah pencacahan. Mengidentifikasi soal permutasi atau kombinasi. Menghitung kombinasi. No.Butir Soal 1 2 3 Fluency (Lancar) 3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan peluang kejadian sederhana atau peluang kejadian majemuk Elaboration (Terperinci) Menghitung peluang kejadian sederhana atau kejadian majemuk. 4, 5 d. Kriteria Penilaian Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pemberian skor kemampuan berpikir kreatif penelitian ini mengacu pada skor rubrik yang dimodifikasi oleh Bosch dalam Hidajat Achmad (2013 : 60), kemampuan berpikir kreatif meliputi lima aspek, yaitu : kepekaan, kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi. Pemberian skor pada masing-masing aspek tersebut diadaptasi antara 0 sampai 4. Pedoman pemberian skor untuk masing-masing kriteria berpikir kreatif sedara rinci dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini. Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Matematika Aspek Kriteria Skor Tidak menjawab atau salah mendeteksi pernyataan atau situasi sehingga salah. 0 Salah mendeteksi pernyataan atau situasi tetapi memberikan sedikit penjelasan yang mendukung penyelesaian. Kepekaan 1 Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi memberikan penjelasan salah atau tidak dapat dipahami. 2 Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi memberikan penjelasan kurang lengkap. 3 Mendeteksi pernyataan atau situasi serta memberikan penjelasan dengan benar dan lengkap. 4 Tidak memberikan jawaban atau ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan masalah. Memberikan satu buah ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah tetapi mengungkapkannya kurang jelas. Kelancaran Memberikan satu buah ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah dan pengungkapannya jelas dan lengkap. Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas. Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dalam menyelesaikan masalah dan menjawabnya seacara lengkap dan jelas. Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi salah semua. Memberikan hanya dengan satu cara dan terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah. Keluwesan Memberikan hanya dengan satu cara, proses perhitungan hasilnya benar. dan Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan. Keaslian 0 1 2 3 4 0 1 2 3 Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) dan peroses perhitungan jawaban benar. 4 Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah. 0 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak dapat dipahami. 1 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, tetapi terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga 2 hasilnya salah. Elaborasi Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan dan jawaban salah. 3 Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan dan jawaban benar. 4 Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah. 0 Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa disertai perincian 1 Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa disertai perincian namun kurang detil. 2 Memperluasi situasi dengan benar dan merincinya kurang detil. 3 Memperluasi situasi dengan benar dan merincinya secara detil. 4 e. Validasi Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Sebelum digunakan untuk menjaring data penelitian atau digunakan pada subjek penelitian, instrumen berpikir kreatif matematika perlu dikalibrasi agar diketahui tingkat kehandalan instrumen. Untuk maksud ini, maka dilakukan uji coba instrumen tes pada siswa kelas XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah yang tidak dijadikan kelas sampel penelitian. Dalam rangka uji coba instrumen tes ini, akan dilakukan peninjauan terhadap : tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, validitas butir soal dan reliabilitas tes. 1) Tingkat Kesukaran Butir Soal Tingkat kesukaran mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam tiga kelompok tingkat kesukaran yaitu sukar, sedang dan mudah. Tingkat kesukaran butir soal bentuk uraian menggunakan rumus: P B ........3.6 JS Keterangan : P = Indeks kesukaran B = Jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah total seluruh siswa peserta tes Tabel 3.5 menyajikan secara lengkap tentang interpretasi tingkat kesukaran butir soal menurut Nana Sudjana (1999 : 137). Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Indeks Kesukaran (P) Tingkat Kesukaran 0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang 0,71 – 1,00 Mudah Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran butir soal kemampuan berpikir kreatif matematika menggunakan rumus 3.6 dengan Microsoft Excell 2007, interpretasinya dapat di lihat pada lampiran 15 dan diperoleh hasil seperti pada tabel 3.6 di bawah ini. Tabel 3.6 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Nomor Butir Soal Tingkat Kesukaran Butir Soal Interpretasi 1. 0,90 Mudah 2. 0,81 Mudah 3. 0,93 Mudah 4. 0,80 Mudah 5. 0,68 Sedang Berdasarkan tabel 3.6 diperoleh bahwa tingkat kesukaran butir soal pada tingkat kelompok dengan klasifikasi sedang dan mudah. Untuk butir soal tes kemampuan berpikir kreatif yang terdiri atas lima butir soal, yaitu butir soal nomor 1 dengan tingkat kesukaran 0,90 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 2 dengan tingkat kesukaran 0,81 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 3 dengan tingkat kesukaran 0,93 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 4 dengan tingkat kesukaran 0,80 dengan interpretasi kategori mudah dan butir soal nomor 5 dengan tingkat kesukaran 0,68 dengan interpretasi kategori sedang. 2) Daya Pembeda Butir Soal Menurut Nana Sudjana (1999 : 141) analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya bila soal bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan tidak mempunyai daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan kepada anak berprestasi tinggi hasilnya rendah, tetapi apabila diberikan kepada anak yan lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau apabila diberikan kepada kedua kategori tersebut hasilnya sama saja. Dengan demikian tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya. Rumusan untuk menentukan daya pembeda adalah : DP S A SB S A SB ......3.5 IA Skor maksimum Keterangan : DP = Daya pembeda butir soal SA = Jumlah skor untuk kelompok atas SB = Jumlah skor untuk kelompok bawah IA = Jumlah skor ideal untuk kelompok atas = Skor maksimum Interpretasi daya pembeda dan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suharisimi Arikunto (2013 : 232) seperti tabel 3.7 di bawah ini. Tabel 3.7 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda (DP) Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Besarnya Daya Pembeda (DP) Interpretasi 0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Sedang 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Amat Baik Negatif Sangat Jelek Dari hasil perhitungan menggunakan rumus 3.5 dengan menggunakan Microsoft Excell 2007, interpretasi daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 dan diperoleh daya pembeda untuk setiap butir soal tes kemampuan berpikir kreatif seperti pada tabel 3.8 di bawah ini. Tabel 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Nomor Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi 1. 0,00 Jelek 2. 0,10 Jelek 3. 0,05 Jelek 4. 0,10 Jelek 5. 0,10 Jelek Dari tabel 3.8 memperlihatkan daya pembeda instrumen kemampuan berpikir kreatif dengan butir soal nomor 1, 2, 3, 4 dan 5 memiliki interpretasi jelak, artinya butir soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan tingkat kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran matematika. 3) Validitas Butir Soal Soal yang memenuhi validitas, baik validitas muka, validitas isi, validitas konstuk dan validitas butir soal, maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta pertimbangan dan saran dari ahli, dosen pembimbing, guru-guru sejawat bidang studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam. Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan yaitu tata bahasa atau susunan kalimat dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan dipahami sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda, termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas isi berarti ketepatan tes dilihat dari materi yang diberikan, yaitu materi yang digunakan sebagai tes. Tes merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai. Kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas XII dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai. Uji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan korelasi item-total product moment. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut : Pertama, menghitung koefisien korelasi product moment (r xy), dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2010). 𝑟𝑥𝑦 = 𝑛 . 𝑋𝑌− 𝑛 . 𝑋 2− 𝑋 𝑌 𝑋 2 𝑛 . 𝑌2− 𝑌 2 ... (3.1) Keterangan : rxy = Koefisien korelasi n = Banyaknya responden X = Skor butir instrumen skala penilaian yang dihitung validasinya Y = Skor total Kedua, melakukan perhitungan uji t dengan rumus : r n2 ............. (3.2) t hirung 1 r2 Keterangan : r n = Koefisien korelasi = Banyaknya responden Ketiga, mencari t tabel dengan t tabel t dk n 2 dan taraf signifikansi 0,05 . Keempat, membuat kesimpulan dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Jika t hitungl t tabel maka valid Jika t hitung t tabel maka tidak valid Kelima, menginterpretasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria menurut Nurgana dalam Rusefendi (1994 : 144). Dalam hal ini nilai rxy dapat diartikan sebagai koefisien validitas seperti pada tabel 3.9 di bawah ini. Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Validitas Koefisien Validitas (rxy) Interpretasi 0,80 rxy 1,00 Sangat tinggi 0,60 rxy 0,80 Tinggi 0,40 rxy 0,60 Cukup 0,20 rxy 0,40 Rendah rxy 0,20 Sangat rendah Selanjutnya data dan perhitungan secara lengkap dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dapat dilihat pada lampiran 17 dan hasil perhitungan validitas dari butir soal yang telah di uji cobakan menggunakan rumus 3.1 dan 3.2 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.10 untuk kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Nomor Butir Soal rxy t tabel Interpretasi 1. 0,45 0,44 Valid 2. -0,10 0,44 Tidak Valid 3. 0,45 0,44 Valid 4. 0,50 0,44 Valid 5. 0,75 0,44 Valid Dari tabel 3.10 memperlihatkan lima soal kemampuan berpikir kreatif matematika yang di ujicobakan yaitu : nomor butir soal 1 memiliki validitas 0,45 dengan kategori validitas cukup, nomor butir soal 3 memiliki validitas 0,45 dengan kategori validitas cukup, nomor butir soal 4 memiliki validitas 0,50 dengan kategori validitas cukup dan nomor butir soal 5 memiliki validitas 0,75 dengan kategori validitas tinggi. Sehingga keempat butir soal tersebut memiliki validitas soal yang baik. Rataan keempat butir soal sebesar adalah 0,54, maka validitas butir soal tersebut secara keseluruhan memiliki validitas cukup, berarti soal-soal tersebut dipakai sebagai instrumen penelitian. 4) Reliabilitas Instrumen Suatu instrumen memiliki reliabilitas yang baik bila instrumen memiliki konsistensi yang handal. Instrumen tersebut bila diberikan kepada siapapun (dalam tahapan yang sama), kapanpun dan dimanapun berada memberikan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk mengetahui koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dipergunakan rumus Cronbach Alpha menurut Jihad Asep dan Haris Abdul ( 2008 : 180) sebagai berikut : 2 k S i r11 1 .........3.3 2 k 1 S t Keterangan : r11 = Koefisien reliabilitas k = butir soal (item) yang valid S St 2 2 i = Jumlah varians skor tiap item = Varians skor total 2 Dengan varians S i dirumuskan oleh Wisnijati Basuki Abdulwahab (2013 : 25) sebagai berikut : x 2 Si 2 x i 2 i n 1 n .......3.4 Keterangan : n = Jumlah responden Sebagai patokan menginterpretasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford dalam Rusefendi (1999 : 191). Dalam hal ini r11 dapat diartikan sebagai koefisien reliabilitas seperti pada tabel 3.11 di bawah ini. Tabel 3.11 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas ( r11 ) Interpretasi r11 0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20 r11 0,40 Reliabilitas rendah 0,40 r11 0,70 Reliabilitas sedang 0,70 r11 0,90 Reliabilitas tinggi 0,90 r11 1,00 Reliabilitas sangat tinggi Remmers et.al dalam Surapranata mengemukakan “bahwa koefisien realibilitas 0,5 dapat dipakai untuk tujuan penelitian”. Dari referensi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria bahwa, suatu instrumen dikatakan realibel apabila nilai koefisien realibilitas 𝑟11 > 0,50. Rekapitulasi hasil perhitungan uji reliabilitas data kemampuan berpikir kreatif seperti pada tabel 3.12 di bawah ini. Tabel 3.12 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Variabel Penelitian Koefisien Reliabilitas ( r11 ) Interpretasi Kemampuan Berpikir Kreatif 0,65 Reliabilitas Sedang Untuk tes kemampuan berpikir kreatif matematika, mempunyai reliabilitas sebesar 0,65 dengan interpretasi dalam kategori sedang. Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika sebesar 0,65 > 0,50 sehingga instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika dapat dikatakan reliabel dan telah memenuhi karakteristik untuk digunakan dalam penelitian. Data hasil perhitungan menggunakan rumus 3.3 dan 3.4 dengan Microsoft Excell 2007 selengkapnya dapat di lihat pada lampiran 18. \ 2. Instrumen Penguasaan Konsep Matematika a. Definisi Konseptual Menurut definisi konseptual, penguasaan konsep matematika adalah kemampuan guru untuk mengatasi konsep-konsep dasar matematika pada ranah kongnitif sesuai dengan klasifikasi Bloom yaitu : 7) Tingkat Pengetahuan (Knowledge) Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah diterima sebelumnya. 8) Tingkat Pemahaman (Comprehension) Kategori pemahaman dihubungkan dengan pengetahuan untuk menjelasakan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan katakatanya sendiri. 9) Tingkat Penerapan (Aplication) Kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah dipelajari kedalam situasi baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. 10) Tingkat Analisis (Analysis) Kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan dan membedakan komponen-komponen, elemen, suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis, kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada tidaknya kontradiksi. 11) Tingkat Sintesis (Synthesis) Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. 12) Tingkat Evaluasi (Evalution) Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu. c. Definisi Operasional Penguasaan Konsep Matematika Penguasaan konsep matematika adalah skor kemampuan konsep matematika yang diukur dengan tes matematika dalam bentuk pilihan ganda dengan option jawaban a, b, c, d dan e sebanyak 30 butir soal dengan indikator sebagai berikut : (1) Kaidah pencacahan, (2) Permutasi, (3) Jenis permutasi, (4) Kombinasi, (5) Ruang sampel dan kejadian, (6) Peluang kejadian sederhana dan (7) Peluang kejadian majemuk. d. Kisi-Kisi Instrumen Tes Penguasaan Konsep Matematika Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penguasaan konsep matematika yaitu tes pilihan ganda dengan 4 option jawaban a, b, c, d dan e berjumlah 30 butir soal. Untuk setiap responden yang menjawab benar satu butir soal diberi skor 1 dan yang menjawab salah diberi skor 0. Dengan demikian skor minimum siswa adalah 0 dan skor maksimum adalah 30. Kisi-kisi instrumen tentang penguasaan konsep matematika seperti tabel 3.13 di bawah ini. Tabel 3.13 Kisi-Kisi Instrumen Penguasaan Konsep Matematika Standar Kompetensi : Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan dan sifatsifat peluang dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar : 1. Menggunakan aturan perkalian, permutasi dan kombinasi dalam pemecahan masalah. 1. Menentukan ruang sampel suatu percobaan. 2. Menentukan peluang suatu percobaan. Nomor Butir Soal C3 Jumlah Soal 1,2,3,4,5 5 8,9,10 16 6 13 11,12 3 20 19 4 17 1 Indikator : C1 C2 1. Menentukan aturan kaidah Pencacahan. 2. Menentukan permutasi. 6,7 3. Penerapan permutasi dalam kehidupan sehari-hari. 4. Jenis permutasi 15,18 5. Menentukan kombinasi. 6. Penerapan kombinasi dalam kehidupan sehari-hari. 7. Menentukan ruang sampel dari beberapa kejadian. 14,21,22,2 3,24 25,26,27 3 8. Menentukan peluang kejadian sederhana 9. Menentukan peluang kejadian majemuk. Jumlah 5 28,29 30 8 2 1 10 e. Validasi Instrumen Penguasaan Konsep Matematika 12 30 Sebelum digunakan untuk menjaring data penelitian atau digunakan pada subjek penelitian, instrumen penguasaan konsep matematika perlu divalidasi agar diketahui tingkat kehandalan instrumen. Untuk maksud ini, maka dilakukan uji coba instrumen tes pada siswa kelas XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah yang tidak dijadikan kelas sampel penelitian. Dalam rangka uji coba instrumen tes ini, akan dilakukan peninjauan terhadap : tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, validitas butir soal dan reliabilitas tes. 1) Tingkat Kesukaran Butir Soal Untuk mengetahui soal-soal yang yang mudah, sedang dan sukar dilakukan uji taraf kesukaran.untuk menghitung indeks kesukaran ini digunakan rumus : P B .......3.5 JS Keterangan : P = Indeks kesukaran butir soal B = Jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah total seluruh siswa peserta tes Tabel 3.14 menyajikan secara lengkap tentang interpretasi tingkat kesukaran butir soal menurut Sudjana (1999 : 137). Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 19 dan tabel 3.15 di bawah ini. Tabel 3.14 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika Indeks Kesukaran (P) Tingkat Kesukaran 0,00 – 0,30 Sukar 0,31 – 0,70 Sedang 0,71 – 1,00 Mudah Tabel 3.15 Pengujian Tingkat Kesukaran Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika. Butir Soal B JS P Keterangan 1 11 20 0,55 Sedang 2 10 20 0,50 Sedang 3 8 20 0,40 Sedang 4 9 20 0,45 Sedang 5 6 20 0,30 Sukar 6 8 20 0,40 Sedang 7 2 20 0,10 Sukar 8 16 20 0,80 Mudah 9 7 20 0,35 Sedang 10 9 20 0,45 Sedang 11 12 20 0,60 Sedang 12 12 20 0,60 Sedang 13 7 20 0,35 Sedang 14 3 20 0,15 Sukar 15 10 20 0,50 Sedang 16 13 20 0,65 Sedang 17 2 20 0,10 Sukar 18 9 20 0,45 Sedang 19 13 20 0,65 Sedang 20 15 20 0,75 Mudah 21 1 20 0,05 Sukar 22 2 20 0,10 Sukar 23 4 20 0,20 Sukar 24 5 20 0,25 Sukar 25 11 20 0,55 Sedang 26 12 20 0,60 Sedang 27 8 20 0,40 Sedang 28 2 20 0,10 Sukar 29 6 20 0,30 Sukar 30 13 20 0,65 Sedang b) Daya Pembeda Butir Soal Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan yang bodoh. Untuk menghitung daya pembeda soal digunakan rumus : D PA PB ......3.6 Dengan PA BA dan JA PB BB JB Keterangan : D = Indeks daya pembeda butir soal JA = Jumlah peserta tes kelompok atas JB = Jumlah peserta kelompok bawah BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Interpretasi daya pembeda dan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2013 : 232) seperti tabel 3.16 di bawah ini. Tabel 3.16 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda (DP) Penguasaan Konsep Matematika Besarnya Daya Pembeda (DP) Interpretasi 0,00 – 0,20 Jelek 0,21 – 0,40 Sedang 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Amat Baik Negatif Sangat Jelek Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang tinggi (pandai) dengan yang berkemampuan rendah (bodoh). Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20. Tabel 3.17 Hasi Pengujian Daya Beda Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika Nomor Butir Soal BA BB PA PB Daya Beda Keterangan 1 3 4 0,6 0,8 -0,20 Sangat Jelek 2 3 3 0,6 0,6 0,00 Jelek 3 2 1 0,4 0,2 0,20 Sedang 4 3 1 0,6 0,2 0,40 Baik 5 2 1 0,4 0,2 0,20 Sedang 6 3 3 0,6 0,6 0,00 Jelek 7 0 2 0,0 0,4 -0,40 Sangat Jelek 8 4 3 0,8 0,6 0,20 Sedang 9 4 1 0,8 0,2 0,60 Baik 10 1 3 0,2 0,6 -0,40 Sangat Jelek 11 4 2 0,8 0,4 0,40 Sedang 12 4 3 0,8 0,6 0,20 Sedang 13 2 2 0,4 0,4 0,00 Jelek 14 2 0 0,4 0,0 0,40 Sedang 15 3 4 0,6 0,8 -0,20 Sangat Jelek 16 5 2 1,0 0,4 0,60 Baik 17 0 1 0,0 0,2 -0,20 Sangat Jelek 18 3 2 0,6 0,4 0,20 Sedang 19 5 3 1,0 0,6 0,40 Sedang 20 5 4 1,0 0,8 0,20 Sedang 21 0 1 0,0 0,2 -0,20 Sangat Jelek 22 0 1 0,0 0,2 -0,20 Sangat Jelek 23 2 1 0,4 0,2 0,20 Sedang 24 2 1 0,4 0,2 0,20 Sedang 25 3 1 0,6 0,2 0,40 Sedang 26 3 4 0,6 0,8 -0,20 Sangat Jelek 27 3 3 0,6 0,6 0,00 Jelek 28 0 1 0,0 0,2 -0,20 Sangat Jelek 29 5 5 1,0 1,0 0,00 Jelek 30 4 5 0,8 1,0 -0,20 Sangat Jelek c) Pengujian Validitas Butir Soal Butir soal yang memenuhi validitas, baik validitas muka, validitas isi, validitas konstuk dan validitas butir soal, maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta pertimbangan dan saran dari ahli, dosen pembimbing, guru-guru sejawat bidang studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alam. Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan yaitu tata bahasa atau susunan kalimat dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan dipahami sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda, termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas isi berarti ketepatan tes dilihat dari materi yang diberikan, yaitu materi yang digunakan sebagai tes. Tes merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai. Kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas XII dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai. Uji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan korelasi point biserial (rpb). Menurut Suharsimi Arikunto (2013 : 93) rumus validitas yang digunakan adalah korelasi point biserial (rpb) : rpb xi x t St pi .......3.7 qi Keterangan : rpb = koefisien korelasi point biserial Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar Xt = rata-rata skor total seluruh responden pi = proporsi jawaban benar butir ke- i qi = proporsi jawaban salah butir ke-i St = standar deviasi skor total Dalam pemberian interhasil terhadap r pb digunakan db sebesar (N-nr) dengan N = jumlah sampel dan nr = 2, kemudian rpb dikonsultasikan kepada tabel nilai r product moment pada taraf signifikan 5%. Setelah dilakukan perhitungan validitas, butir soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai rtabel (rhitung > rtabel) untuk taraf signifikan α = 5%. Untuk menginterpretasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria menurut Nurgana dalam Rusefendi (1994 : 144). Dalam hal ini nilai rxy dapat diartikan sebagai koefisien validitas seperti tabel 3.18 di bawah ini. Tabel 3.18 Klasifikasi Koefisien Validitas Koefisien Validitas (rxy) Interpretasi 0,80 rxy 1,00 Sangat tinggi 0,60 rxy 0,80 Tinggi 0,40 rxy 0,60 Cukup 0,20 rxy 0,40 Rendah rxy 0,20 Sangat rendah Selanjutnya data dan perhitungan secara lengkap dengan menggunakan Microsoft Excell 2007 dapat dilihat pada lampiran 21 dan hasil perhitungan validitas dari soal yang telah di uji cobakan menggunakan rumus 3.7. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.19 untuk instrumen penguasaan konsep matematika siswa. Tabel 3.19 Hasil Uji Validitas Penguasaan Konsep Matematika Nomor Butir Soal rbis r tabel Keterangan 1 0,73 0,44 Valid 2 0,69 0,44 Valid 3 0,56 0,44 Valid 4 0,63 0,44 Valid 5 0,61 0,44 Valid 6 0,90 0,44 Valid 7 0,40 0,44 Tidak Valid 8 0,86 0,44 Valid 9 0,77 0,44 Valid 10 0,42 0,44 Tidak Valid 11 0,90 0,44 Valid 12 0,87 0,44 Valid 13 0,62 0,44 Valid 14 0,57 0,44 Valid 15 0,86 0,44 Valid 16 0,85 0,44 Valid 17 0,19 0,44 Tidak Valid 18 0,75 0,44 Valid 19 0,84 0,44 Valid 20 0,78 0,44 Valid 21 0,18 0,44 Tidak Valid 22 0,19 0,44 Tidak Valid 23 0,55 0,44 Valid 24 0,50 0,44 Valid 25 0,66 0,44 Valid 26 0,92 0,44 Valid 27 0,94 0,44 Valid 28 0,26 0,44 Tidak Valid d) 29 0,79 0,44 Valid 30 0,81 0,44 Valid Reliabilitas (Keterhandalan) Keterhandalan (reliabilitas) instrumen untuk soal pilihan ganda diuji dengan menggunakan Kuder Richardson 20 dalam Wisnijati Basuki Abdulwahab ( 2013: 24), dengan rumus : 1 i2 r 11 k 1 St k p .qi ..........3.8 Keterangan : r11 = koefisien reliabilitas tes k = jumlah butir soal yang valid St2 = varians skor total pi= proporsi jawaban benar untuk butir i. qi= proporsi jawaban salah untuk butir i = 1- p Σpq = jumlah hasil perkalian antara p dan q Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford dalam Jihad dan Haris (2008 : 181). Dalam hal ini r11 dapat diartikan sebagai koefisien reliabilitas seperti tabel 3.20 di bawah ini. Tabel 3.20 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas ( r11 ) Interpretasi r11 0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20 r11 0,40 Reliabilitas rendah 0,40 r11 0,70 Reliabilitas sedang 0,70 r11 0,90 Reliabilitas tinggi 0,90 r11 1,00 Reliabilitas sangat tinggi Remmers et.al dalam Surapranata mengemukakan “bahwa koefisien realibilitas 0,5 dapat dipakai untuk tujuan penelitian”. Dari referensi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria bahwa, suatu instrumen diakatakan realibel apabila nilai koefisien realibilitas 𝑟11 > 0,50. Rekapitulasi hasil perhitungan uji reliabilitas data penguasaan konsep matematika seperti pada tabel 3.21 di bawah ini. Tabel 3.21 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika Variabel Penelitian Koefisien Reliabilitas ( r11 ) Interpretasi Penguasaaan Konsep Matematika 0,58 Reliabilitas Sedang Untuk tes penguasaan konsep matematika, mempunyai reliabilitas sebesar 0,58 dengan interpretasi dalam kategori sedang. Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil tes penguasaan konsep matematika sebesar 0,58 > 0,50 sehingga instrumen penguasaan konsep matematika dapat dikatakan reliabel dan telah memenuhi karakteristik untuk digunakan dalam penelitian. Data hasil perhitungan menggunakan rumus 3.8 dengan Microsoft Excell 2007 selengkapnya dapat di lihat pada lampiran 22. G. Teknik Analisa Data 1. Teknik Analisis Data Deskriptif Setelah data terkumpul yang diperoleh melalui instrumen yang dipilih, langkah berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis dengan menggunakan SPSS versi 20. 2. Uji Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, berdasarkan data-data yang terkumpul dari hasil penelitian ini, terhadap data-data tersebut terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Menurut Suparman (2013 : 172) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Hal ini dilakukan sebagai syarat jika pengujian dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik. Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas program komputer SPSS 20 yaitu dengan Kolmogorov Smirnov dan taraf signifikansi α = 0,05 serta jumlah responden sebanyak 80 orang. Dalam perhitungan manualnya menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov, menurut Wisnijati Basuki Abdulwahab (2013 : 44-45) dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menentukan taraf signifikansi (α) misal α = 0,05 dengan hipotesis yang akan akan diuji yaitu : Ho : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal Dengan kriteria pengujian Tolak Ho : Jika amaks > Dtabel Terima Ho : Jika amaks Dtabel 2) Langkah-langkah selanjutnya adalah : a) Susunlah data dari yang terkecil ke yang terbesar. b) Susunlah frekuensi nilai yang sama. c) Cari persentase frekuensi (P) = frekuensi di bagi n (n = jumlah sampel) e) Cari frekuensi komulatif (Kp) f) Transformasi nilai data mentah ( x i ) kedalam angka baku (Z) dengan rumus : Zi xi x s Keterangan : xi = nilai data mentah ke-i x = rata-rata s = simpangan baku s g) x i x 2 n 1 Cari Ztabel masing-masing data ke x i h) a2 K p Z tabel (harga mutlak tabel a 2 ) i) a1 P Z tabel (harga mutlak tabel a1 ) Cari a1 maksimum dan bandingkan dengan tabel Kolmogorov Smirnov. j) Kriteria pengujian : Tolak Ho : Jika amaks > Dtabel Terima Ho : Jika amaks Dtabel b. Uji Homogenitas Varians Pengujian homogenitas dilakukan dalam rangka menguji kesamaan varians setiap kelompok data (Supardi, 2013 : 142). Pengujian homogenitas dengan uji F dilakukan dengan cara membandingkan varians data terbesar dengan varians data terkecil. Untuk melakukan pengujian homogenitas dengan uji F (Fisher), menurut Supardi (2013 : 142-143) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menentukan taraf signifikansi (α) untuk menguji hipotesis : Ho: σ12 = σ22 (varians 1 sama dengan varians 2 atau homogen) H1 : σ12≠ σ22 (varians 1 tidak sama dengan varians 2 atau tidak homogen). Dengan kriteria pengujian : Terima Ho jika Fhitung < Ftabel; dan Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel. 2) Menghitung varians tiap kelompok data dengan rumus : s 2 x i x 2 n 1 var ians terbesar var ians terkecil 3) Menentukan nilai Fhitung, yaitu : Fhitung 4) Menentukan nilai Ftabel untuk taraf signifikansi α, dk1 = dk pembilang = na-1, dan dk2 = dk penyebut = nb-1. Dalam hal ini, na = banyaknya data dalam kelompok varians terbesar (pembilang) dan nb = banyaknya data dalam kelompok varians terkecil (penyebut). 5) Lakukan pengujian dengan cara membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. Uji homogenitas data dihitung menggunakan program SPSS versi 20, uji homogenitas tes dilakukan untuk menguji asumsi variance sama atau asumsi variance tidak sama dengan membandingkan P-value dan α = 0,05. Dengan syarat : Jika P-value ≥ α, maka homogen dan Jika P-value < α, maka tidak homogen. c. Uji Homogenitas Matriks Kovarians Pengujian asumsi Manova dengan Box M Tes yaitu homogenitas matriks varians kovarians (Yamin dan Kurniawan, 2009 : 70). Hipotesis yang diuji adalah : Ho : Matriks varians kovarians antara kelompok data treatmen homogen H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok data treatmen heterogen Kriteria Pengujian : Ho diterima, jika nilai p-value pengujian Box’s M > 0,05. H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok data heterogen 3. Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis bertujuan untuk menjawab rumusan masalah penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Maka analisis dilakukan terhadap data dari kedua kelompok tersebut. Pengujian data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik Multivariate Analysis of Varians (MANOVA). Yang dimaksud dengan analisis ragam multivariat (Multivariate Analysis of Varians atau MANOVA) adalah suatu pengembangan lebih lanjut dari analisis ragam univariate atau lebih dikenal sebagai analisis ragam (Analysis of Varians/ANOVA). Jika dalam ANOVA hanya dikaji pengaruh berbagai perlakuan yang dicobakan terhadap respons tunggal (satu buah variabel respon), maka dalam analisis ragam multivariate dikaji pengaruh dari berbagai perlakuan yang dicobakan terhadap respon ganda (lebih dari satu variabel respon). MANOVA adalah teknik statistika yang dapat digunakan secara simultan untuk mengeksplor hubungan antara beberapa kategori variabel independen (biasanya berupa perlakuan) dan dua atau lebih variabel dependen. MANOVA berguna ketika peneliti mendesain situasi eksperimental (manipulasi beberapa variabel perlakuan nonmetrik) hipotesis uji t mengenai varians pada respon kelompok dua atau lebih variabel dependen (Hair, Anderson, Thatam, Black, 1995) dalam Achmad Hidajat (2013 : 84). Rumusnya adalah : Y1 Y2 Y3 ... Yn X 1 X 2 X 3 ... X n (metrik) = (non metrik) a. Asumsi Menurut Johnson R.A dalam Achmad Hidajat (2013 : 84), asumsi yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian dengan MANOVA yaitu : 1) Data dari populasi harus berdistribusi normal (Normal multivarians) 2) Data juga harus homogen (Homogenits varians kovarians) b. Prosedur Pengujian Manova mempunyai pengertian sebagai suatu teknik statistik yang digunakan untuk menghitung pengujian signifikansi perbedaan rata-rata secara bersamaan antar kelompok untuk dua atau lebih variabel tergantung. Teknik ini bermanfaat untuk menganalisis variabel-variabel tergantung lebih dari dua yang berskala interval atau rasio. Dalam SPSS prosedure MANOVA disebut juga GLM Multivariate digunakan untuk menghitung analisis regresi dan varians untuk variabel tergantung lebih dari satu dengan menggunakan satu atau lebih variabel faktor covariates. Variabel-variabel faktor digunakan untuk membagi populasi kedalam kelompok-kelompok. Demgan menggunakan prosedur general linear model ini, kita dapat melakukan uji Ho mengenai pengaruh variabel-variabel faktor terhadap rata-rata berbagai kelompok distribusi gabungan semua variabel tergantung. Kita dapat meneliti interaksi antar faktor-faktor dan efek dari faktor-faktor individu. Lebih lanjut, efek-efek covarians dan interaksi antar covariates dengan semua faktor dapat dimasukan. Dalam analisis regresi, variabel bebas atau predictor dispesifikasi sebagai covariates (statistikolahdata.com.2010). Hipotesis dalam menguji perbedaan pengaruh perlakuan terhadap beberapa variabel respon yaitu : Ho : Tidak terdapat pengaruh perbedaan perlakuan H1 : Terdapat pengaruh perbedaan perlakuan Dalam penelitian ini, pengujian perbandingan rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa dalam multivariate test adalah : (Kattree dan Naik, 2000 : 66). : V I 1 Wilk Lamda : W tS1 Hotteling Trace : T Roy’s Largest root : R S Philla’s Trace 1 1 1 1 maks 1 maks c. Uji Hipotesis Statistik Menurut Singgih (2002 : 217) hipotesis pada Manova adalah : 1. H o : 11 12 21 22 H 1 : 11 12 21 22 2. H o : 11 12 H1 : 11 12 3. H o : 21 22 H1 : 211 22 Hipotesis secara verbalnya adalah sebagai berikut : 1. H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat. H1 : Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat. 2. H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. H1 : Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. 3. H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa. H1: Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa. BAB IV HASIL PENELITIAN Deskripsi hasil penelitian yang berupa kemampuan berpikir kreatif dan penguasaaan konsep matematika akan peneliti sajikan dalam bab berikut ini, yang terdiri atas deskripsi data, persyaratan analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. A. Deskripsi Data Penelitian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif (Y1) dan Penguasaan Konsep (Y2) Matematika. Setelah melakukan eksperimen dengan waktu yang telah ditentukan, maka didapat hasil atau data dari penelitian terhadap siswa SMK An-Nurmaniyah dan SMK Bina Bangsa sekecamatan Ciledug di Kota Tangerang berupa kemampuan berpikir kreatif matematika (Y1) dan penguasaan konsep matematika (Y2) sebagai akibat perlakuan penelitian, yaitu pemberian model pembelajaran kooperatif (A), yaitu metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1) dan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw (A2). Dengan menggunakan teknik statistika deskriptif, maka data hasil penelitian dianalisis untuk mengukur tendensi sentral dan tendensi penyebaran. Data dari setiap kelompok perlakuan, perhitungan data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan program olah data yaitu SPSS versi 20. Secara keseluruhan rekapitulasi hasil penelitian statistika deskriptif untuk skor kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini : Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika A1 A2 STAD JIGSAW Y1 Y2 Y1 Y2 n 20 n 20 n 20 n 20 x 82,25 x 43,25 x 70,75 x 38,75 s 8,35 s 7,89 s 7,99 s 5,44 Keterangan : n : Jumlah sampel tiap kelompok x : Nilai rata-rata s : Simpangan baku Y1 : Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Y2 : Kemampuan Penguasaan Konsep Matematika A1 : Model pembelajaran kooperatif tipe STAD A2 : Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW 1. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika (Y1) Pada Pembelajaran Tipe STAD (A1) Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat di lihat pada tabel 4.2, 4.3 dan gambar 4.1 di bawah ini. Tabel 4.2 Statistik Deskriftif Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y1A1). Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran STAD N Valid Missing 20 20 Mean 82,25 Median 82,50 Mode 75 Std. Deviation 8,347 Variance 69,671 Skewness ,172 Std. Error of Skewness ,512 Kurtosis Std. Error of Kurtosis -1,277 ,992 Range 25 Minimum 70 Maximum 95 Tabel 4.3 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y1A1) Histogram Gambar 4.1 Gambar 4.1 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y1A1) Kemampuan berpikir kreatif matematika dari 20 orang siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang empirik 70 – 90 dengan skor terendah 70 dan skor tertinggi 90. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 82,25 dan standar deviasi 8,35. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 dan gambar 4.1. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 50% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 50% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kategori baik. 2. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika (Y1) Pada Pembelajaran Tipe JIGSAW (A2) Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dapat di lihat pada tabel 4.4, 4.5 dan gambar 4.2 di bawah ini. Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2). Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran JIGSAW N Valid 20 Missing 20 Mean 70,75 Median 72,50 Mode 75 Std. Deviation 7,993 Variance 63,882 Skewness -1,044 Std. Error of Skewness ,512 Kurtosis 1,796 Std. Error of Kurtosis ,992 Range 35 Minimum 50 Maximum 85 Tabel 4.5 Daftar Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2) Histogram Gambar 4.2 Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2) Kemampuan berpikir kreatif matematika dari 40 orang siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang empirik 50 – 85 dengan skor terendah 50 dan skor tertinggi 85. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 70,75 dan standar deviasi 7,99. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.4 dan tabel 4.5 dan gambar 4.3. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 50% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 50% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dalam kategori cukup. 3. Data Penguasaan Konsep Matematika (Y2) Pada Pembelajaran Tipe STAD (A1) Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari hasil tes penguasaan konsep matematika pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat di lihat pada tabel 4.6, 4.7 dan gambar 4.3 di bawah ini. Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y2A1). Penguasaan Konsep dengan Metode Pembelajaran STAD N Valid 20 Missing 20 Mean 43,25 Median 43,00 Mode 37a Std. Deviation 7,893 Variance 62,303 Skewness ,170 Std. Error of Skewness ,512 Kurtosis -,846 Std. Error of Kurtosis ,992 Range 27 Minimum 30 Maximum 57 Tabel 4.7 Daftar Distribusi Frekuensi Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y2A1) Histogram Gambar 4.3 Histogram Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe STAD (Y2A1) Penguasaan konsep matematika dari 20 orang siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang empirik 30 – 57 dengan skor terendah 30 dan skor tertinggi 57. Penguasaan konsep matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 43,25 dan standar deviasi 7,89. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.6 dan tabel 4.7 dan gambar 4.3. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 45% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 55% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kategori cukup. 4. Data Penguasaan Konsep Matematika (Y2) Pada Pembelajaran Tipe JIGSAW (A2) Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari hasil tes penguasaan konsep matematika pada kelas yang diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dapat di lihat pada tabel 4.8, 4.9 dan gambar 4.4 di bawah ini. Tabel 4.8 Statistik Deskriptif Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y2A2). Penguasaan Konsep dengan Metode Pembelajaran JIGSAW N Valid 20 Missing 20 Mean 38,75 Median 37,00 Mode 33 Std. Deviation 5,437 Variance 29,566 Skewness ,946 Std. Error of Skewness ,512 Kurtosis ,906 Std. Error of Kurtosis ,992 Range 20 Minimum 33 Maximum 53 Tabel 4.9 Daftar Distribusi Frekuensi Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y2A2) Histogram Gambar 4.4 Histogram Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y2A2) Penguasaan konsep matematika dari 40 orang siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang empirik 33 – 53 dengan skor terendah 33 dan skor tertinggi 53. Penguasaan konsep matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 38,75 dan standar deviasi 5,44. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.8 dan tabel 4.9 dan gambar 4.4. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 55% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 45% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dalam kategori cukup. B. Pengujian Persyaratan Analisis Data Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis data, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas variansi populasi. Untuk menilai normal tidaknya sebaran data yang akan di analisis dari setiap data kelompok perlakuan, maka dilakukan uji normalitas. Pengujian prasyarat untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal dilakukan dengan menggunakan program olah data SPSS versi 20, yaitu kolmogorov smirnov, sedangkan untuk mengetahui homogenitas variansi populasi dari seluruh kelompok perlakuan dilakukan pengujian homogenitas varians dengan menggunakan uji levene’s test. Berikut ini adalah uraian mengenai hasil pengujian prasyarat yang dijelaskan pada teori sebelumnya. 1. Uji Normalitas Pengujian normalitas data penelitian dilakukan terhadap empat kelompok data yang dijelaskan pada uraian di bawah ini, yaitu : a. Kemampuan berpikir kreatif matematika (Y1) pada metode (Y1) pada metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1). b. Kemampuan berpikir kreatif matematika pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW (A2). c. Penguasaan konsep matematika (Y1) pada metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1). d. Penguasaan konsep matematika (Y1) pada metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW (A2). Untuk menguji normalitas data dilakukan dengan uji kolmogorov smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Rekapitulasi hasil pengujian normalitas data seperti pada tabel 4.10 di bawah ini. Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov Smirnov Test N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran STAD (Y1A1) Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran JIGSAW (Y1A2) Penguasaan Konsep dengan Metode Pembelajaran STAD (Y2A1) Penguasaan Konsep dengan Metode Pembelajaran JIGSAW (Y2A2) 20 20 20 20 82,25 70,75 43,25 38,75 8,347 7,993 7,893 5,437 ,207 ,213 ,136 ,176 Positive ,207 ,197 ,136 ,176 Negative -,129 -,213 -,133 -,145 Kolmogorov-Smirnov Z ,928 ,951 ,607 ,788 Asymp. Sig. (2-tailed) ,356 ,326 ,855 ,564 Dari tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa semua kelompok data yang di uji normalitasnya dengan one-sample kolmogorov-smirnov test dengan bantuan program SPSS diperoleh kelompok data yang menunjukkan nilai signifikansi pada baris Asymp.Sig (2-tailed) masing-masing adalah 0,356, 0,326, 0,855 dan 0,564. Dari nilai sig pada tabel tersebut semuanya menghasilkan nilai sig > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok data dalam penelitian ini berasal dari populasi berdistribusi normal. Hal ini berarti bahwa salah satu prasyarat uji F dalam penelitian ini terpenuhi. 2. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan terhadap kelompok data yaitu : a. Homogenitas Matriks Varians Kovarians Hipotesis yang digunakan untuk menguji adalah : Ho : Matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran kooperatif adalah homogen. H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran kooperatif adalah homogen. Pengujian dilakukan dengan Box’s test of equality of covariate matrices. Hasil pengujian adalah sebagai berikut : Untuk memenuhi asumsi Manova, terima Ho bila nilai p-value pengujian Box’M > 0,05. Hasil uji homogenitas matriks varians kovarians selengkapnya dapat di lihat pada tabel 4.11 di bawah ini. Tabel 4.11 Uji Homogenitas Test Matriks Varians Kovarians Dari tabel di atas diperoleh nilai sig 0,448.> 0,05, maka hipotesis nol diterima sehingga matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran kooperatif adalah homogen. b. Homogenitas Varians Hipotesis yang diuji adalah : 1) H0 : Varians data kemampuan penalaran matematika antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW homogen. H1 : Varians data kemampuan penalaran matematika antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW heterogen. 2) H0 : Varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW homogen. H1 : Varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW heterogen. Uji homogenitas terhadap dua kelompok metode pembelajaran kooperatif kemampuan berpikir kreatif matematika dan penguasaan konsep matematika dapt di lihat pada tabel 4.12 di bawah ini. Tabel 4.12 Uji Homogenitas Test Varians dengan Uji Levene’s Test Berdasarkan tabel 4.12 di atas, hasil uji homogenitas untuk kemampuan berpikir kreatif matematika diperoleh nilai sig 0,315 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data kemampuan berpikir kreatif matematika antara kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW adalah homogen. Selanjutnya hasil uji homogenitas untuk penguasaan konsep matematika diperoleh nilai sig 0,059 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok model pembelajaran tipe STAD dan JIGSAW homogen. C. Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis MANOVA (Multivariate of Varians) dua jalur yang dilakukan secara komputerisasi melalui program SPSS versi 20 seperti tabel 4.13 di bawah ini. Tabel 4.13 Multivariate Test Tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model Intercept A Error Total Corrected Total Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Penguasaan Konsep Matematika Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig. 1322,500a 1 1322,500 19,805 ,000 202,500 1 202,500 4,408 ,042 234090,000 1 234090,000 3505,584 ,000 67240,000 1 67240,000 1463,833 ,000 1322,500 1 1322,500 19,805 ,000 202,500 1 202,500 4,408 ,042 2537,500 38 66,776 1745,500 38 45,934 237950,000 40 69188,000 40 3860,000 39 1948,000 39 b a. R Squared = ,343 (Adjusted R Squared = ,325) b. R Squared = ,104 (Adjusted R Squared = ,080) Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan : 1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika Secara Multivariat. Hipotesis pertama menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat”. Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel 4.13 Multivariate Test pada uji statistik terdapat nilai F sebesar 9,956 dan nilai sig Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling”s Trace dan Roy’s Langest Root sig sebesar 0,00 < 0,05. Dengan demikian hipoteisis nol ditolak, hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat. Dalam hal ini juga maka kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. 2. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa. Hipotesis kedua menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa”. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects di atas, nilai F sebesar 19,805 dan nilai sig untuk kemampuan berpikir kreatif matematika (Y1) siswa adalah 0,00 < 0,05. Dengan demikian hipotesis nol ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelompok siswa yang diberi metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diberi metode pembelajaran tipe JIGSAW, sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika. 3. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan Konsep Matematika Siswa. Hipotesis ketiga menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa”. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects di atas, nilai F sebesar 4,408 dan nilai sig untuk penguasaan konsep matematika (Y2) siswa adalah 0,042 < 0,05. Dengan demikian hipotesis nol ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelompok siswa yang diberi metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan penguasaan konsep matematika siswa yang diberi metode pembelajaran tipe JIGSAW, sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika. D. Pembahasan Hasil Penelitian MANOVA atau Multavarite Analysis of Variances merupakan generalisasi dari ANOVA. Jika pada ANOVA terdapat satu variabel bebas berskala nonmetrik dan satu variabel tergantung berskala metrik, sedangkan pada MANOVA terdapat satu variabel bebas berskala non-metrik dan dua variabel tergantung berskala metrik (Sarwono, Jonatan 2012 : 205). MANOVA berguna ketika peneliti mendesain situasi eksperimental (manipulasi beberapa variabel perlakuan nonmetrik) hipotesis uji t mengenai varians pada respon kelompok dua atau lebih variabel dependen (Hair, Anderson, Thatam, Black, 1995) dalam Achmad Hidajat (2013 : 84). Terdapat empat uji statistik yaitu Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Langest Root. Keempat pengujian ini didasarkan kepada nilai output dari SPSS versi 20 dimana formula untuk masing-masing uji statistik tersebut adalah sebagai berikut : dari tabel 4.13 Multivariate Test di atas pada bagian label intercept, nilai Pillai’s Trace positif sebesar 0,989 meningkatnya nilai ini memberikan pengaruh yang berarti pada metode pembelajaran atau perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok data, nilai Wilks’ Lambda berkisar antara 0 dan 1, bila nilai Wilks’ Lambda mendekati 0, artinya ada pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif atau adanya perbedaan rata-rata yang berarti antara kelompok data. Sebaliknya jika Wilks’ Lambda mendekati 1, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif atau tidak ada perbedaan rata-rata yang berarti antara kelompok data. Nilai Wilks’ Lambda yang didapat dari tabel 4.13 adalah 0,011 mendekati 0 sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif terhadap hasil nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika yang berbeda antara dua kelompok metode. Hal ini didukung oleh teori di BAB II, menurut Solihatin, E, dan Raharjo dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56) pada dasarnya cooperativ learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri. Nilai Hotelling’s Trace menunjukkan nilai positif yaitu 92,404 artinya jika nilai Hotelling’s Trace selalu lebih dari nilai Pillai’s Trace maka menunjukkan adanya pengaruh yang berarti atau signifikan pada metode pembelajaran. Nilai Roy’s Langest Root bernilai positif dan nilai Roy’s Langest Root selalu lebih kecil atau sama dengan nilai Hotelling’s Trace artinya menunjukkan adanya pengaruh yang berarti/signifikan pada model pembelajaran kooperatif. Pada baris metode pembelajran angka signifikansi yang diuji dengan prosedure Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Langest Root, menunjukkan angka signifikansi kurang dari 0,05 ( yaitu 0,00, 0,00, 0,00, 0,00), maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. Box’s Test of Equality of Covariance Matrices digunakan untuk menguji homogenitas matriks varians kovarians. Dari tabel 4.11 di atas diperoleh nilai sig 0,448 > 0,05. Maka dapat disimpulkan matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran adalah homogen. Levene’s test digunakan untuk menguji homogenitas varians secara univariat. Dari tabel 4.12 di atas, hasil pengujian homogenitas terhadap dua kelompok model pembelajaran kooperatif untuk kemampuan berpikir kreatif diperoleh nilai sig 0,315 yang berarti lebih dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data kemampuan berpikir kreatif matematika antara kelompok metode pembelajran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW adalah homogen. Selanjutnya hasil uji homogenitas terhadap dua kelompok metode pembelajaran kooperatif untuk penguasaan konsep matematika diperoleh nilai sig 0,059 yang berarti nilai sig > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW adalah homogen. Tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects menggambarkan pengujian model secara univariate. Terlihat nilai p-value untuk kategori model pembelajaran kooperatif untuk respons kemampuan berpikir kreatif matematika sebesar 0,00 < 0,05, demikian juga respons penguasaan konsep matematika sebesar 0,042 < 0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika antara kedua metode pembelajaran kooperatif. Penelitian ini mendukung teori bahwa pemberian metode pembelajaran kooperatif sangat berpengaruh (faktor eksternal) terhadap hasil belajar siswa. Menurut Slameto (2013 : 60-72) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu : (1) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Faktor-faktor ini yang mempengaruhi proses belajar siswa yang berujung pada hasil belajar. Dari hasil belajar yang memuaskan tentu adanya penunjang dari faktor eksternal tersebut. Dengan ketenangan dan kenyamanan belajar siswa dapat berpikir logis dalam menyelesaikan soal. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam menghubung-hubungkan fakta-fakta dan rumus-rumus untuk mengambil suatu kesimpulan. Kemampuan berpikir kreatif matematika disini adalah kemampuan yang fleksibel dan mendorong ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, yang menempatkan fluency, flexibility, originality, elaboration and evaluation dalam respon siswa menggunakan konsep, prosedur dan kemampuan matematis pada penyelesaian matematika tentang peluang. Sedangkan penguasaan konsep matematika disini adalah ide abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasi sejumlah objek kejadianyang dinyatakan dalam suatu istilah atau lambang bahasa pada ranah kongnitif sesuai dengan tingkat yaitu : tingkat pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis, tingkat sintesis dan tingkat evaluasi. Model pembelajaran kooperatif dalam pemecahan maslaah matematika sangat dibutuhkan siswa, karena bidang studi matematika merupakan studi yang dibangun berdasarkan kemampuan berpikir logis dan analisis. Untuk masalah dan soal yang disajikan secara bervariasi sehingga masing-masing soal memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Penyelesaiannya pun dengan langkah yang berbeda diantaranya dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kondisi demikian membutuhkan penguasaan guru akan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kemampuan siswa mengkolaborasikan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Menurut Isjoni dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan tipe STAD yang dikembangkan oleh Slavin ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Dan dalam penetapan pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievment Division (STAD) merupakan salah satu stuktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan atau penguasaan isi akademik. Sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW adalah proses pembelajaran searah dari guru terhadap siswa. Metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW kurang efektif digunakan karena guru sulit menentukan tim inti karena siswa kurang percaya diri untuk menjelaskan materi kepada temanya dan banyaknya jumlah dalam satu kelas. Hal ini senada dengan Roy Killen (1996) kelemahan dari metode Jigsaw adalah sulit meyakinkan siswa untuk mampu berdiskusi menyampaikan materi pada temannya, jika siswa tidak memiliki rasa kepercayaan diri dan aplikasi metode pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit, tapi dapat diatasi dengan model (team teaching). Dalam kondisi ini peran guru sangat penting untuk untuk dapat menjelaskan materi tersebut yang mudah dimengerti siswa (tim inti/tim ahli) dan memberi dorongan kepada siswa yang akan menjadi tim inti. Berdasarkan informasi kuantitatif di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis penelitian dan analisis pengolahan data pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat. Hasil pengujian statistik pada tabel 4.13 Multivariate Test diketahui nilai Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Langest Root sig sebesar 0,00 < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran tipe STAD dan JIGSAW. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika. Hasil pengujian statistik pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects, didapat nilai F adalah 19,805 dan nilai sig untuk kemampuan berpikir kreatif (Y1) adalah 0,00 < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran tipe STAD dan JIGSAW. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika. Hasil pengujian statistik pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects, didapat nilai F adalah 4,408 dan nilai sig untuk penguasaan konsep matematika (Y2) adalah 0,042 < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata penguasaan konsep matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran tipe STAD dan JIGSAW. B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan pada penelitian di atas, dapat dikemukakan beberapa implikasi dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa adalah sebagai berikut : 1. Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa, metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih berhasil dibandingkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW, hal ini dikarenakan motivasi siswa untuk belajar dan memecahkan sendiri atau kelompok suatu materi atau persoalan sangat kurang serta serta penguasaan dasar-dasar suatu materi atau persoalan yang seharusnya sudah dikuasai sangat rendah dan kurang diperhatikan secara serius. 2. Pendekatan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dan lebih bagus hasil belajar siswa. Hal ini dapat ditunjukkan pada hasil ulangan yang cenderung lebih baik dari kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. 3. Dari pihak sekolah agar ikut membantu memberikan fasilitas yang memadai serta mendukung dengan kebijakan menggunakan metode pembelajaran tipe STAD pada setiap kelas serta kerjasama dengan antara pendidik dan peserta didik untuk mendapatkan hasil yang optimal. C. Saran Berdasarkan pada kesimpulan penelitian, maka berikut ini ada beberapa saran untuk perbaikan pada kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa sebagai berikut : 1. Disarankan bagi guru, dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa, metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif untuk menumbuhkan, merangsang dan menambah kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. Dalam pembagian kelompok belajar sebaiknya setiap kelompok belajar didampingi oleh siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika yang tinggi. 2. Disarankan dalam pemberian materi pelajaran matematika, buatlah susana belajar yang menyenangkan dan dalam menjelasakan materi harus sesuai dengan kemampuan siswanya. Ciptakan suasana penuh kekeluargaan, agar siswa yang merasa belum mampu belajara matematika ingin berusaha untuk dapat belajar dengan teman-temanya. Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan, penelitian ini hanya mengungkapkan sebagian kecil permasalahan yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. Temuan penelitian menunjukkan masih banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan kosnep matematika siswa.yang tidak diungkapkan dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut dapat berupa dari dalam diri siswa seperti faktor kecerdasan, minat belajar, motivasi siswa, kemandirian belajar, gaya belajar dan lain-lain terhadap mata pelajaran matematika. Sedangkan faktor dari luar diri siswa seperti profesionalisme guru, suasana belajar, metode pembelajaran, waktu belajar dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Aguspinal. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematis Siswa SMA Melalui Pendekatan Open-Ended dengan Strategi Group-to-Group (Studi Eksperimen di SMA Negeri Plus Provinsi Riau). Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca Sarjana UPI Bandung : tidak diterbtikan. Akhmad, Suroso. (2102). Pengaruh Strategi Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Konsep Diri Matematika Siswa SMK (Eksperimen pada siswa kelas X TKR Bangun Nusantara Kota Tangerang) Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan MIPA Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta : tidak diterbitkan. Arends, R.I.(2008). Classroom Insturuction and Management. New York : Mc Grow-Hill. Arikunto, Suharsimi. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Badan Standar Nasional Pendidikan.(2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Selatan : BSNP .(online). Tersedia : http//bsnp-indonesia.org/id/?pg_id=103/ Basuki Abdulwahab, Wisnijati. (2013). Statistika Parametrik Nonparametrik untuk Penelitian. Jakarta : PT Pustaka Mandiri. dan B.Uno, Hamzah, dkk. (2012). Assessment Pembelajaran. Jakara : PT Bumi Aksara. Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 121. Evans, J.R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Science.USA : South-Western Publishing Co : tidak diterbitkan E.Slavin, Robert. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Terjemahan Allymand Bacon. Bandung : Nusa Media. Hardianti, Reni Oktovia. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jakarta : Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarata : tidak diterbitkan. http://dedi26.blogspot.com/2013/02/apa-itu-matematika-pengertian.html .2013. Siswoyo, Dedi. “Pengertian Matematika,” (di akses 19 maret 2015). Hidajat, Achmad. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran MathTalk Learning Community (Studi Eksperimen di SMP se Kabupaten Bangka Prop.Kep.Babel) Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan MIPA Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta: tidak diterbitkan. Ibrahim Abdullah, Suparman. (2013). Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan Karya Ilmiah. Jakarta : PT Pustaka Mandiri. Jihad Asep, Abdul Haris. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jogjakarta : Multi Pressindo. Lestiyono, Sidik. (2014). Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif terhadap Kemampuan Penalaran dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa (Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri di Jakarta Selatan). Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan MIPA Sekolah Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta : tidak diterbitkan. M. Dalyono. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.hal. 130. MuhibbinSyah. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal. 152. Mulyana.E. (2009). “Pengaruh Model Pembelajaran Krisley Terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa SMA IPA”. Disertasi Doktor pada Program Studi Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan. Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : Rineka Cipta. Nurgiyantoro, Burhan dkk. (2000). Statistik Terapan untuk Penelitian IlmuIlmu Sosial. Jogjakarta : Gajah Mada University Press. Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV Alfabeta. Sanjaya, Wina.(2010).Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. hal. 200. Sarwono, Jonatan. (2012 : 205-207). Mengenal SPSS Statistic 20. Jakarta : PT Elek Media Komputindo : Gramedia. Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Siswono, T.Y.E (2004). ”Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan Masalah (Problem Posting)”. Makalah dalam konfrensi Nasional Matematika XII, Universitas Udayana Bali. Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Suherman. (2003). “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Common Textbook”. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FTMIPA UPI. Supardi U.S. (2012). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : PT Ufuk Publishing House. Supriadi, D. (1997). Kreativitas Kebudayaan dan Pengembangan IPTEK. Bandung : Alfabeta. Surapranata, Sumarna.(2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum. Bandung : PT.Remaja Rosda Karya. Suryabrata, Sumadi. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Taniredja, Tukiran dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung : CV. Alfabeta. Virgana. (2014). Manajemen Kurikulum MIPA. Jakarta : PT Pustaka Mandiri. BIODATA MUNALI lahir di Cirebon 42 tahun lalu. Menamatkan pendidikan sekolah dasar (SDN) Sudimara VIII Tangerang Banten tahun 1986. Melanjutkan ke sekolah menengah pertama ( SMP Swasta ) Budi Bhakti Tangerang Banten tamat tahun 1989. Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMAN Ciledug) Kota Tangerang dan tamat tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke Perguruan tinggi Negeri Politeknik Universitas Indonesia di Jakarta Jurusan Teknik Sipil dengan Program Studi Konstruksi Bangunan Sipil dan lulus tahun 1996 dan memperoleh gelar Ahli Madya (Amd). Kemudian Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Jakarta Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Program Studi Pendidikan Matematika dan lulus tahun 2004 dan memperoleh gelara Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pengalaman mengajar di MA Jamiyyah Islamiyah di Pondok Aren Kabupaten Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi matematika tahun 1998sekarang Pengalaman mengajar di SMK Yayasan Pendidikan Islam Attaqwa (YAPIA) di Pondok Aren Kabupaten Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi matematika tahun 2000 - 2007. Pengalaman mengajar di SMK Yayasan Pendidikan An-Nurmaniyah (YAPERA) di Ciledug Kota Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi matematika tahun 2007- sekarang.