Uploaded by Chandi Wijaya

ACUAN tesis-s2-dgn-eksperimen-manova-unindra

advertisement
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN
PENGUASAAN KONSEP MATEMATIKA SISWA
(Eksperimen Pada Siswa Kelas XII SMK Swasta di Kota Tangerang Tahun
Pelajaran 2015/2016)
Tesis
diajukan untuk melengkapi persyaratan
mencapai gelar magister
NAMA
: MUNALI
NPM
: 20137279048
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA
2015
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
iii
LEMBAR PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
v
LEMBAR MOTTO
vi
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB
BAB
I
II
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
9
C. Batasan Masalah ........................................................................
11
D. Rumusan Masalah .....................................................................
12
E. Tujuan Penelitian ......................................................................
12
F. Manfaat Penelitian ....................................................................
13
1. Manfaat Teoritis ................................................................
13
2. Manfaat Praktik .................................................................
13
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ...
15
A. Landasan Teori .........................................................................
15
1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika .........
15
2. Deskripsi Penguasaan Konsep Matematika ........................
29
3. Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif
B. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika ..............
52
2. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematika ...........................
54
3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaam
Konsep Matematika .........................................
55
C. Hipotesis Penelitian ....................................................................
BAB
57
III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
54
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................
58
B. Metode Penelitian ......................................................................
59
C. Validitas Penelitian ....................................................................
61
D. Populasi dan Sampel ..................................................................
64
1. Populasi Target ....................................................................
64
2. Sampel .................................................................................
65
3. Teknik Pengambilan Sampel ...............................................
66
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
67
1. Teknik Mendapatkan Data ..................................................
68
2. Variabel Penelitian ..............................................................
69
F. Pengembangan Instrumen Penelitian .........................................
70
1. Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika .........
70
2. Instrumen Penguasaan Konsep Matematika ........................
85
G. Teknik Analisa Data .................................................................
BAB
1.
Teknik Analisis Data Deskriptif ......................................... 98
2.
Uji Persyarat Analisis Data .......
3.
Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian .......................... 102
98
........................................ 98
IV HASIL PENELITIAN ...................................................................
107
A. Deskripsi Data Penelitian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Penguasaan Konsep Matematika ............................................
107
1. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pada Pembelajaran
Tipe STAD ................................................
109
2. Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Pada Pembelajaran
Tipe JIGSAW .............................................
111
3. Data Penguasaan Konsep Matematika Pada Pembelajaran Tipe
STAD ...............................................................................
115
4. Data Penguasaan Konsep Matematika Pada Pembelajaran Tipe
JIGSAW ............................................................................
117
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data ......................................
120
1. Uji Normalitas .................................................................
121
2. Uji Homogenitas .............................................................
122
C. Pengujian Hipotesis Penelitian .............................................
125
1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika Secara
Multivariat .......................................
127
2. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif ...........................................
128
3. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan
Konsep Matematika .......................................
BAB
V
128
D. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................
129
SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
135
A. Simpulan .................................................................................
135
B. Implikasi ..................................................................................
136
C. Saran ........................................................................................
137
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
139
DAFTAR KUTIPAN ....................................................................................
142
LAMPIRAN ...................................................................................................
156
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
260
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusia, Sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas
pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat
yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis. Oleh karena itu pembaharuan
pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu
bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui penataan pendidikan
lebih baik, dengan adanya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan
diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk
mencapainya, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk
menciptakan dunia pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran antara lain pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model
pembelajaran, perubahan sistem penilaian dan lain sebagainya. Salah satu unsur
yang sering dikaji dalam hubungannya dengan keaktifan dan hasil belajar siswa
adalah model pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran
disekolah. Selama ini kegiatan pembelajaran di dalam kelas berpusat pada guru
sehingga siswa cenderung kurang aktif. Banyak cara yang dapat dilaksanakan agar
siswa menjadi aktif, salah satunya yaitu dengan merubah paradigma
pembelajaran. Guru bukan sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai
pembimbing,
motivator
dan
fasilitator.
Selama
kegiatan
pembelajaran
berlangsung, siswalah yang dituntut untuk aktif sehingga guru tidak merupakan
peran utama pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dikembangkan suatu model
pembelajaan yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran
matematika, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pemilihan model pembelajaran harus mampu mengembangkan kemampuan siswa
dalam berpikir logis, kritis, berpikir kreatif dan penguasaana konsep matematika.
Aguspinal (2011 : 1) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif dan
teknologi merupakan hal penting dalam masyarakat modern. Selanjutnya Kosasih
(2012 : 1) mengatakan berpikir kreatif merupakan unsur penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan interkasi kegiatan sosial.
Seseorang yang berpikir kreatif dapat melakukan pendektan secara
bervariasi dan memiliki bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap
suatu persoalan. Siswono (2004 : 6) mengatakan berpikir kreatif perpaduan antara
berpikir logis dan divergen yang didasarkan pada instuisi. Pemikiran divergen
menghasilkan ide-ide untuk menemukan penyelesaian.
Berpikir kreatif memberi makna bagaimana sebuah ide dikembangkan dan
ditumbuhkan menjadi ide-ide baru yang menjadi alternatif dalam penyelesaian
suatu masalah.
Kemampuan
berpikir
kreatif
menjadi
dasar
untuk
penyelesaian
permasalahan yang dihadapi sedangkan penguasaan konsep matematika adalah
membantu dalam penyelesaian yang dihadapi siswa berdasarkan konsep-konsep
yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk rumusan. Untuk menghasilkan
rumusan tersebut siswa diajak untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara
bersama-sama antara siswa dan guru sehingga akan melahirkan suatu kesimpulan
yang disebut dengan rumusan secara umum.
Salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah siswa tidak memahami
konsep-konsep dalam matematika. Contoh yang sangat mendasar adalah
perhitungan penjumlahan, perkalian, pembagian atau hitung campuran. Hal ini
karena konsep urutan hitungan yang mana harus didahulukan.
Kesalahan konsep dalam pembelajaran yang dilakukan guru akan berakibat
fatal sehingga terbawa ketingkat pendidikan yang lebih tinggi. Ini karena
matematika
adalah
materi
pembelajaran
yang
saling
berkaitan
dan
berkesinambungan dengan materi lain, sehingga untuk mempelajari salah satu
topik ditingkat lanjut harus memiliki pengetahuan dasar atau pengetahuan
prsayarat terlebih dahulu.
Pembelajaran matematika yang diberikan untuk menumbuhkan kemampuan
siswa agar mereka memiliki kompetensi dasar yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
tahun 2006, yaitu :
1.
Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secar luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam penyelesaian masalah.
2.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4.
Mengkomunikasikan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5.
Memiliki sikap dan menghargai fungsi matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika serta memiliki sikap ulet dan percaya diri dalam pemecaham
masalah.
Pelaksanaan pelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap usaha-usaha dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan akhir
pendidikan pada umumnya dan sekolah khususnya adalah pengembangan pribadi
siswa. Dengan demikian juga halnya dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang menjadi wadah untuk
mendewasakan anak.
Matematika adalah suatu dsiplin ilmu pengetahuan yang diajarkan pada
setiap jenjang pendidikan, matematika dapat membawa manusia untuk dapat
berpikir kreatif dan dinamis. Pengajaran matematika merupakan sarana penunjang
untuk berbagai disiplin ilmu pengetahuan lainnya, baik dalam ilmu pengetahuan
alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Matematika dapat dapat digunakan
sebagai ilmu untuk menganalisa dan untuk menyederhanakan sebagai problema,
baik yang menyangkut dengan matematika itu sendiri maupun masalah lain yang
timbul dalam masyarakat.
Dedi Siswoyo mengatakan : “ matematika merupakan suatu pelajaran yang
tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang
paling rumit.” Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa
sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya.
Kenyataannya walaupun mata pelajaran matematika itu penting, namun
masih banyak siswa yang kurang mampu menyelesaikan persoalan matematika,
karena itu tidak dapat melepaskan perhatian dari semua pihak yang terkait. Hal ini
tidak dapat dipisahkan dari masalah guru, siswa, fasilitas yang tersedia, dana,
media pendidikan serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi siswa dalam
belajar matematika. Guru merupakan faktor penting dalam menentukan
keberhasilan pembelajaran. Pemilihan model dan media pembelajaran menjadi
bagian penting yang harus dipilih oleh guru. Penggunaan model yang kurang tepat
akan berakibat buruk pada prestasi siswa. Masalah belajar merupakan inti dari
masalah pendidikan dan pengajaran, karena belajar merupakan kegiatan utama
dalam pendidikan dan pengajaran. Semua upaya guru dalam pendidikan dan
pengajaran diarahkan agar siswa minat belajar, sebab melalui kegiatan belajar ini
siswa dapat berkembang lebih optimal.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membantu guru menemukan
solusi dan mengubah cara belajar mereka agar dapat menciptakan kelas yang lebih
baik, antara lain penelitian tentang pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan
pengetahuan pedagogik (kemampuan siswa terutama dalam proses berpikir) dan
penelitian yang lainnya tentang kesulitan-kesulitan guru untuk melakukan
perubahan-perubahan di kelas.
Mulyana (2009 : 4) mengatakan salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan matematika di Indonesia adalah pembelajaran yang digunakan dan
disenangi guru sampai saat ini adalah pembelajaran konvensional. Selanjutnya
Suherman (2003) mengatakan “matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara
berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif”.
Selain membut siswa tidak menikmati pelajaran dan merasa bosan, kegiatan
pembelajaran seperti ini berdampak pada kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaan konsep matematika. Komunikasi pembelajaran cenderung satu arah
dan lebih banyak hanya menggunakan bahasa-bahasa angka saja.
Selain itu, sebagian guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan pendapat dan mengkomunikasikan ide-ide matematis mereka,
mengalami kesulitan dalam memberikan instruksi yang mendorong siswa untuk
mengoreksi kesalahan secara matematis.
Kemampuan-kemampuan siswa tidak akan berkembang dengan sendirinya.
Guru harus mampu merancang pembelajaran dengan memberikan ruang waktu
lebih banyak kepada siswa. Intervensi sederhana dan penggunaan framework yang
terencana yaitu model pembelajaran kooperatif dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika
siswa sehingga terjadi perubahan yang lebih baik dalam pembelajaran di kelas
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran
dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Pada hakekatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh
karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam
cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan
pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun
sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning, seperti
dijelaskan Abdulhak dalam Rusman (2012 : 203) bahwa “pembelajaran
cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta pelajar, sehingga
dapat mewujudkan pemahaman secara bersama diantara peserta pelajar itu
sendiri:.
Pada penelitian ini digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) dan Jigsaw. Dalam pembelajaran Team
Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan
dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik, terutama bagi guru yang
pertama menggunakan model pembelajaran kooperatif. STAD juga merupakan
suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif. Yaitu bila menghasilkan
sesuatu yang sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang
tercapai makin tinggi kekuatannya untuk menghasilkan sesuatu makin efektif
metode tersebut. Model mengajar dikatakan efisien penerapannya dalam
menghasilkan sesuatu yang diharapkan jika menggunakan tenaga, usaha,
pengeluaran, biaya dan waktu minimum atau semakin kecil tenaga, usaha, biaya
dan waktu yang dikeluarkan semakin efisien model itu.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan
memperhatikan keterogenan, bekerja sama positif dan setiap anggota bertanggung
jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lain. Metode ini
memungkinkan siswa dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga
melatih siswa untuk memiliki keterampilan baik keterampilan berpikir (tinking
skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk
mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain,
bekerjasama, rasa setia kawan dan mengurangi timbulnya perilaku menyimpang
dalam kehidupan kelas. Keutamaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
selain memudahkan siswa untuk menerima materi yang diberikan, juga melatih
siswa untuk lebih aktif dan bekerja sama. Siswa yang terlibat dituntut untuk bisa
mengkomunikasikan hasil diskusi mengenai materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain. Jadi secara tidak sadar siswa juga belajar untuk
berkomunikasi.
Kedua model pembelajaran ini pada hakekatnya adalah menggali dan
mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar dan
mengajar. Metode ini sangat tepat diberikan kepada guru mengingat betapa
sulitnya guru memberikan materi pelajaran matematika dikarenakan siswa kurang
mengerti dan menguasai konsep matematika.
Guru sebagai fasilitator dituntut dapat memodifikasi metode-metode baru
yang lebih disukai siswa dan membuat siswa lebih efektif. Salah satu peran guru
yang terpenting bagaimana dapat mencerdaskan dan mempersiapkan masa depan
anak didik melalui kegiatan yang benar-benar efektif, terbuka dan menyenangkan
(joyfull learning).
Banyak pendapat dari beberapa ahli yang mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif dapat memberikan keuntungan, dimana para siswa dituntut untuk
saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik. Dari uraian di
atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahuai :
“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika (Eksperimen Pada Siswa SMK
Swasta An-Nurmaniyah dan SMK Swasta Bina Bangsa di Kota Tangerang)”.
A.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Bagaiman cara meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah?
2.
Mengapa penguasaan pembelajaran matematika rendah?
3.
Bagaiman cara meningkatkan penguasaan konsep matematika di sekolah?
4.
Bagaiman cara meningkatkan cara berpikir kreatif matematika di sekolah?
5.
Bagaiman cara meningkatkan cara berpikir kreatif matematika di sekolah?
6.
Apakah kondisi sarana belajar di sekolah dan di rumah dapat mempengaruhi
cara berpikir dan penguasaan konsep matematika?
7.
Metode pembelajaran yang bagaimana yang dapat meningkatkan cara
berpikir kreatif matematika?
8.
Metode
pembelajaran
yang
bagaimana
yang
dapat
meningkatkan
penguasaan konsep matematika?
9.
Mengapa guru harus menguasi metode belajar?
10.
Apakah metode pembelajaran STAD dapat meningkatkan cara berpikir
kreatif matematika?
11.
Apakah metode pembelajaran STAD dapat meningkatkan penguasaan
konsep matematika?
12.
Apakah metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan cara berpikir
kreatif matematika?
13.
Apakah metode pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan penguasaan
konsep matematika?
14.
Faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
15.
Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep
matematika secara multivariat?
16.
Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematika?
17.
Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran STAD dan Jigsaw terhadap
penguasaan konsep matematika?
B.
Batasan Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar, banyak usaha yang dilakukan guru agar
siswanya mempunyai kemampuan penalaran dan penguasaan kosnep matematika.
Salah satunya adalah menggunakan metode tipe STAD dan Jigsaw. Dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif ini diharapkan hasil pembelajaran
dapat berhasil dengan baik dan efektif.
Jika menganalisis proses pembelajaran maka aspek yang diteliti cukup luas,
maka penelitian ini dibatasi pada aspek yang berkenaan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw untuk tingkat kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa SMK Swasta di Kota
Tangerang.
Pada penelitian ini pembatasan tingkat kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaan konsep matematika dibatasi pada siswa yang kemampuan berpikir
kreatif dan penguasaan konsep matematika rendah serta pada siswa yang
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika tinggi dan
diambil dari ulangan semester sebelumnya.
Adapun pokok bahasan dalam penelitian ini adalah bahan ajar SMK
semester V (lima) tentang Peluang yang terdiri atas : kaidah pencacahan,
permutasi, jenis permutas, kombinasi, ruang sampel dan kejadian, peluang
kejadian sederhana dan peluang kejadian majemuk.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut.
1.
Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep Matematika secara
multivariat?
2.
Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif Matematika?
3.
Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep Matematika?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara model
pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan
konsep matematika, yaitu :
1.
Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep Matematika secara
multivariat.
2.
Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif Matematika.
3.
Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep Matematika.
E.
Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pendidik dalam
menemukan strategi dan teknik pengajaran di sekolah. Dengan penerapan model
pembelajaran yang bervariasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah siswa
dalam matematika dan bermanfaat bagi pengembangan teori penelitian lebih
lanjut untuk mengintervikasi teori atau hasil penelitian sebelumnya guna dapat
menemukan fakta terbaru tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasan konsep matematika.
a.
Untuk dijadikan rujukan teori bagi penelitian-penelitian lanjutan khususnya
yang terkait dalam penelitian ini.
b.
Untuk menambah literatur kepustakaan bidan penelitian pendidikan
matematika pada jenjang pendidikan menengah atas.
2. Secara Praktik
a.
Kepala sekolah dan guru matematika SMK Swasta di Kota Tangerang
karena penelitian ini sebagai informasi untuk lebih meningkatkan mutu
pendidikan matematika
b.
Guru sekolah menengah atas pada umumnya dan guru matematika pada
khususnya, hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan
sebagai acara dalam pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran
dengan model pembelajaran yang kreatif.
c.
Dapat memberikan suatu alternatif pemecahan masalah kesulitan siswa
dalam pembelajaran matematika.
d.
Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru tentang
penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa.
e.
Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru tentang
penggunaan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep
matematika siswa.
f.
Dapat memberikan informasi kepada guru atau calon guru bahwa hasil
belajar siswa dengan menggunakan kemampuan berpikir kreatif lebih baik
terhadap penguasaan konsep matematika.
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
B.
Landasan Teori
1. Deskripsi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
a. Kemampuan Berpikir
Belajar mengetahui kemampuan berpikir merupakan salah satu aktivias
kehidupan yang paling penting. Bila seorang mengetahui kekuatan dan kelemahan
cara berpikirnya, maka ia dapat memahami dengan baik setiap tindakan yang akan
diambil dan dapat bekerja berdasarkan tindakan-tindakan meraka, maka ia akan
lebih memahami mengapa mereka dapat berpikir dan bertindak dalam cara-cara
tertentu dan dapat berkomunikasi dengan mereka secara lebih baik dan mudah.
Berpikir merupakan istilah yang sudah populer di masyarakat dan prosenya
dilakukan oleh setiap orang. Tetapi istilah tersebut sangat sulit didefinisikan
secara opersional. Selain itu tidak mudah pula untuk menggambarkan secara tepat
ciri-ciri orang yang sedang berpikir atau tidak, karena masing-masing orang
mengekspresikan perilaku berbeda apabila sedang berpikir.
Menurut Richard I. Arends (2008 : 43) mengatakan bahwa berpikir adalah
sebuah proses sebuah berpikir kreatif secara simbolis (melalui bahasa) berbagai
objek dan kejadian real dan menggunakan berpikir kreatif simbolis itu untuk
menentukan prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Dalam proses
berpikir kreatif tersebut memiliki beberapa tingkatan-tingkatan. Tingkatan yang
paling rendah adalah mengingat, misalnya mengingat fakta-fakta dasar ataupun
rumus matematika. Kemampuan berpikir pada tingkat berikutnya adalah
kemampuan mamahami konsep-konsep matematika. Demikian pula kemampuan
untuk mengenal atau menerapkan konsep-konsep tersebut dalam mencari
penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Bagi siswa yang senang dan
menyadari pentingnya belajar matematika serta manfaat matematika bagi mereka,
maka
mereka perlu
dibina
agar
memiliki
kemampuan berpikir
yang
memungkinkan mereka mencapai jenjang pengetahuan yang lebih tinggi.
Menurut Munandar Utami (2009 : 20) mendefinisikan kreativitas dengan
menganalisis empat dimensi yang dikenal dengan istilah “The four P’s of
creativity atau empat P dari kreativitas” yaitu : Person, Product, Process dan
Press. Pertama kreativitas sebagai person mengilustrasikan individu dengan
pikiran atau ekspresinya yang unik. Kedua kreativitas sebagai produk merupakan
kreasi yang asli, baru dan bermakna. Ketiga kreativitas sebagai proses
mereflesikan kemahiran dalam berpikir yang meliputi kemahiran (fluency),
fleksibilitas (flexsibility), originialitas (orginalaty) dan elaborasi (elaboration).
Yang terakhir kreativitas sebagai press adalah kondisi internal atau eksternal yang
mendorong
berpikir
mengidentifikasi orang
kreatif.
Munandar
(1987)
dan
Supriadi
(1994)
yang kratif adalah orang yang memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi, kaya akan ide,
bekerja keras, optimistis, sensitif
terhadap masalah, berpikir positif, memiliki rasa kemampuan diri, berorientasi
pada masa datang, menyukai masalah yang kompleks dan menantang.
Colleman dan Hammen dalam Yudha (2004) mengatakan bahwa berpikir
kreatif merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam
konsep, pengertian penemuan dan karya seni. Sukmadinata (2004) mengatakan
berpikir kreatif adalah sesuatu kegiatan yang memuat keaslian (originality) dan
ketajaman pemahaman (insight) dalam mengembangkan sesuatu (generating).
Musbikin (2006) mengatakan kreativitas sebagai kemampuan memulai ide,
melihat hubungan yang baru atau yang tidak diduga sebelumnya, kemampuan
memformulasikan konsep yang bukan hafalan, menciptakan jawaban yang baru
untuk masalah lama dan mengajukan pertanyaaan baru (Utari Sumarnao 263-285).
Berpikir berkaitan dengan apa yang terjadi didalam otak manusia dan faktafakta yang ada dalam lingkungan sekitar. Hasil utama dari proses berpikir dapat
membangun pengetahuan, penalaran dan proses yang lebih tinggi mencapai
tahapan mempertimbangkan. Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika
yang memuat kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif akan
berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang berada
dalam proses yang intens dalam pemecahan masalah matematika yang
membutuhkan ketrampilan, pemahaman, penalaran dan ketelitian.
b. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Secara singkat berpikir kreatif dapat dikatakan sebagai pola berpikir yang
didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk
yang kreatif. Masih banyak definisi yang berkaitan dangan kreativitas, namun
pada intinya ada persamaan antara definisi-definisi tersebut, yaitu kemampuan
berpikir kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan yang
telah ada sebelumnya. Sesuatu yang baru ini tidak harus berupa hasil atau ciptaan
yang benar-benar baru walaupun hasil akhirnya akan tampak sebagai sesuatu yang
baru, tetapi dapat berupa hasil penggabungan dua atau lebih konsep-konsep yang
sudah ada.
Kriteria produk yang kreatif tidak tergantung kepada satu sifat saja, yaitu
ide yang baru, tetapi melibatkan banyak komponen yang meliputi:
a)
Berpikir kreatif yang melibatkan sisi estetik dan standar praktis
b)
Berpikir kreatif bergantung pada perhatian terhdap tujuan dan hasil
c)
Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada mobilitas dari pada
kelancaran
d)
e)
Berpikir kreatif tidak hanya objektif tetapi juga subjektif
Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi intrinsik
(Hassoubah, 2004 : 55)
Berbagai definisi tergantung dalam pengertian yang berkaitan dengan istilah
kreativitas atau cara berpikir kreatif. Istilah kreativitas tidak dibedakan dengan
istilah berpikir kreatif. Menurut Munandar Utami (2009 : 7) mengatakan bahwa
berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen atau kebalikan dari berpikir
konvergen. Berpikir divergen adalah berpikir untuk memberikan bermacammacam kemungkinan jawaban benar ataupun cara terhadap suatu masalah
berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan
kesesuaian. Sedangkan berpikir konvergen yaitu untuk memberikan suatu
jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan.
Berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang
berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang dihadapi, bahwa dalam situasi
itu teridentifikasi adanya masalah yang ingin atau harus diselesaikan. Hasil yang
dimunculkan dalam berpikir kreatif itu sesungguhnya merupakan suatu hal baru
bagi siswa yang bersangkutan serta merupakan sesuatu yang berbeda dari biasa
yang ia lakukan. Untuk mencapai hal itu seseorang harus melakukan sesuatu
terhadap permasalahan yang dihadapi dan tidak tinggal diam saja.
Dalam keadaan ideal, manakala siswa dihadapkan pada kondisi
siswa
diminta untuk melakukan observasi, eksplorasi dengan menggunakan institusi
serta pengalaman belajar yang mereka miliki, hanya sedikit panduan atau tanpa
bantuan guru. Tetapi pendekatan seperti ini khususnya tidak hanya cocok bagi
siswa yang pandai, namun memberikan suatu pengalaman yang diperlukan bagi
mereka dikemudian hari dalam mencari solusi dari sebuah masalah.
Evans (1991 : 98) mengemukakan bahwa berpikir kreatif terdeteksi dalam
empat unsur yaitu : kepekaan (sensitivity), kelancaran (fluency), keluwesan
(flexibility) dan keaslian (originality).
Kepekaan terhadap suatu situasi masalah menyangkut kemampuan
mengidentifikasikan adanya masalah, mampu membedakan fakta yang tidak
relevan dengan masalah, termasuk membedakn konsep-konsep yang relevan
mengenai masalah yang sebenarnya. Kepekaan ini termasuk juga apa yang
dirasakan seseorang sehubungan dengan masalah yang diidentifikasi, misalnya
konsep yang terkait, strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah itu.
Kepekaan akan muncul lebih jelas jika ada semacam rangsangan yang disediakan
dalam masalah serta tantangan yang diberikan oleh guru. Kepekaan dapat memicu
individu untuk meneruskan upaya untuk melakukan kegiatan observasi, eksplorasi
sehingga
dapat
memunculka
gagasan-gagasan.
Kelancaran
merupakan
kemampuan untuk membangun, banyak ide secara mudah. Kelancaran dalam
memunculkan atau pertanyaan yang beragam serta menjawabnya ataupun
merencanakan dan menggunakan sebagai strategi penyelesaian pada saat
menghadapi masalah yang rumit. Keluwesan dapat dipandang sebagai suatu
variasi yang menunjukkan kekayaan ide dan usaha dari yang bersangkutan dalam
membangun gagasan menuju solusi yang diharapkan. Keaslian adalah
kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang tidak umum dan menyelesaikan
masalah dengan cara tidak umum. Keaslian ini muncul dalam berbagai bentuk
dari yang sederhana atau yang informal untuk kemudian dapat dikembangkan
menjadi lebih lengkap.
Berkaitan dengan kepekaan, kelancaran, keluwesan dan keaslian dalam
proses berpikir yang melahirkan gagasan (kreatif) dipandang perlu adanya suatu
tindakan lanjut untuk membenahi dan menata dengan baik, teratur dan rinci apa
yang telah dihasilkan. Hal ini perlu dilaksanakan agar siswa tidak kehilangan
kesempatan dalam suasana belajar, terutama sebelum siswa lupa akan ide-ide
yang baik. Penataan yang teratur dan rinci membuka kesempatan padanya untuk
sewaktu-waktu dapat mengulangi atau membaca serta mengkaji kembali apa yang
siswa pelajari.dan hasilkan.
Berdasarkan analisis Guilford, menemukan sifat-sifat yang menjadi ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif yaitu : kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),
keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali
(redefination).
Menurut Supriadi (1997 : 7) mengatakan berpikir kreatif terdiri atas:
1)
Fluency (kelancaran)
Kelancaran adalah kemampuan untuk memberikan berbagai respon.
Kelancaran umumnya berkaitan dengan kemampuan melahirkan alternatifalternatif pada saat diperlukan.
2)
Flexibility (keluwesan)
Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam
pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Keluwesan berkaitan dengan
kemampuan untuk membuat variasi terhadap suatu ide dan kemampuan
memperoleh cara baru.
3)
Originality (keaslian)
Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara
yang asli tidak klise. Keaslian berkaitan dengan kemampuan memberikan
respon yang khas/unik yang berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh
orang lain.
4)
Elaboration (penguraian)
Penguraian adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terinci.
Dapat dikatakan elaborasi adalah merupakan penambahan detail atau
keterangan terhadap ide yang sudah ada.
5)
Redefinition (redefinisi/perumusan kembali)
Redefinisi merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan
berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh
orang banyak.
Menurut Munandar Utami dalam Suroso Akhmad (2012 : 44), redefinisi
merupakan kemampuan untuk menghentikan interpestasi lama dari objek-objek
yang telah dikenal dalam rangka menggunakannya atau bagian-bagiannya dalam
beberapa cara baru.
Sementara itu menurut Williams dalam Suroso Akhmad (2012 : 44)
mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif ini adalah delapan kemampuan,
empat dari ranah kognitif dan empat dari ranah afektif. Berikut ini empat
kemampuan dari ranah kognitif yaitu sebagai berikut:
1)
Berpikir lancar (fluency)
a) Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan
b) Arus pemikiran lancar
2)
Berpikir luwes (flexibility)
a) Menghasilkan gagasan-gagasan yang bervariasi
b) Mampu merubah cara atau pendekatan
c) Arah pemikiran yang berbeda
3)
Orisinil (originality)
Memberikan jawaban yang tidak lazim, lain dari yang lain yang jarang
diberikan kebanyakan orang.
4)
Terperinci (elaboration)
a) Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
b) Memperinci dengan teliti
c) Memperluas suatu gagasan
Adapun empat dari ranah afektif menurut Williams dalam Munandar (1994 :
192) secara rinci adalah sebagai berikut :
1)
Mengambil Resiko
a) Tidak takut gagal atau kritik
b) Berani membuat dugaan
c) Mempertahankan pendapat
2)
Merasakan Tantangan
a) Mencari banyak kemungkinan
b) Melihat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya
c) Melibatkan diri dalam masalah-masalah atau gagasan yang sulit
3)
Rasa Ingin Tahu
a) Mempertanyakan sesuatu
b) Bermain dengan suatu gagasan
c) Tertarik pada materi
d) Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki
e) Senang menjajaki hal-hal yang baru
4)
Imajinasi/Firasat
a) Mampu membayangkan, membuat gambaran mental
b) Memimpikan hal yang belum terjadi
c) Menjajaki hal-hal diluar kenyataan indrawi
Munandar dalam Aguspinal (2011 : 24) menerangkan lima unsur berpikir
kreatif dalam tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
Pengertian
Perilaku Siswa
Berpikir Lancar (Fluency)
a. Mengajukan banyak pertanyaan
1. Mencetuskan banyak gagasan,
b. Menjawab dengan sejumlah
jawaban, penyelesaian atau
jawaban jika ada pertanyaan
jawaban
c. Mempunyai banyak gagasan
2. Selalu memikirkan lebih dari satu
tentang suatu masalah
jawaban
d. Lancar dalam menggunakan
gagasan-gagasannya.
e. Bekerja lebih cepat dan
melakukan lebih banyak dari
pada siswa lain
f. Dengan cepat melihat kesalahan
dan kelemahan dari suatu objek
atau situasi
Berpikir Luwes (Flexibility)
a. Memberikan aneka ragam
1. Menghasilkan gagasan, jawaban
penggunaan yang lazim
atau pertanyaan bervariasi
terhadap suatu objek.
2. Dapat melihat suatu masalah dari b. Memberikan macam-macam
sudut pandang yang berbeda-beda.
penafsiran terhadap suatu
3. Mencari alternatif atau arah yang
gambar, cerita atau masalah.
berbeda-beda.
c. Menerapkan suatu konsep atas
4. Mampu mengubah cara
azas dengan cara yang berbedapendekatan atau pemikiran.
beda.
d. Memberikan pertimbangan atau
mendiskusikan sesuatu selalu
memiliki posisi yang berbeda
atau bertentangan dengan
mayoritas kelompok.
e. Jika diberi suatu masalah
biasanya memikirkan macammacam cara yang berbeda-beda
untuk menyelesaikannya.
f.
g.
Berpikir Orisinil (Originality)
1. Mampu melahirkan ungkapan
baru dan unik.
2. Memikirkan cara-cara tak lazim
untuk mengungkapkan diri.
3. Mampu membuat kombinasikombinasi yang tak lazim dari
bagian-bagian atau unsur-unsur.
a.
b.
c.
d.
e.
Berpikir Elaboratif (Elaboration)
1. Mampu berkarya dan
mengembangkan suatu produk
atai gagasan.
2. Menambahkan atau memperinci
detail-detail dari suatu objek,
gagasan atau situasi sehingga
menjadi lebih menarik.
a.
b.
c.
d.
e.
Berpikir Evaluatif (Evaluation)
1. Menentukan patokan penilaian
sendiri dan menentukan apakah
suatu pernyataan benar, suatu
rencana sehat atau suatu tindakan
bijaksana.
2. Mampu mengambil keputusan
terhadap situasi yang terbuka.
3. Tidak hanya mencetuskan
a.
b.
c.
d.
Menggolongkan hal-hal yang
menurut pembagian atau
kategori yang berbeda-beda.
Mampu mengubah arah pikir
secara spontan.
Memikirkan masalah-masalah
atau hal yang tidak pernah
terpikirkan orang lain.
Mempertanyakan cara-cara
lama dan berusaha memikirkan
cara-cara baru.
Memilih a-simetri dalam
membuat gambar atau desain.
Mencari pendekatan baru dari
streotype.
Setelah mendengar atau
membaca gagasan, bekerja
untuk mendapatkan
penyelesaian yang baru.
Mencari arti yang lebih
mendalam terhadap jawaban
atau pemecahan masalah
dengan melakukan langkahlangkah yang terperinci.
Mengembangkan/memperkaya
gagasan orang lain.
Mencoba untuk menguji detaildetail untuk melihat arah yang
akan ditempuh.
Mempunyai rasa keadilan yang
kuat, sehingga tidak puas
dengan penampilan yang
kosong/sederhana.
Menambah garis-garis/warna
dan detail-detail /bagian-bagian
terhadap gambar sendiri atau
orang lain.
Memberi pertimbangan atas
dasar sudut pandang tersendiri.
Mencetuskan pendapatnya
sendiri mengenai suatu hal.
Menganalisis
masalah/penyelesaian secara
kritis dengan selalu
menanyakan”mengapa?”
Mempunyai alasan (rasional)
gagasan atau tetapi juga
melaksanakan.
yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk
mencapai suatu keputusan.
e. Merancang suatu rencana kerja
dan gagasan yang tercetus.
f. Pada waktu tidak menghasilkan
gagasan-gagasan tetapi menjadi
peneliti/penilai yang kritis.
g. Menentukan pendapat dan
bertahan terhadapnya.
Contoh kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam penyelesaian
masalah, dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka berbeda. Banyaknya bilangan
yang terjadi adalah....
Tabel 2.2
Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Matematika
Pengertian Sikap
Berpikir Lancar (Fluency)
Berpikir Luwes (Flexibility)
Berpikir Elaborasi (Elaboration)
Alternatif Perkiraan Perilaku Siswa
Siswa berpikir dan menjawab,
bilangan yang terjadi adalah 12, 13,
21, 23, 31, 32. Jadi ada 6 bilangan.
Untuk menyelesaikan masalah ini,
siswa
menjawab
dengan
menggunakan diagram.
Siswa menjawab dengan diagram
kotak dan diagram panah.
3
2
1
=3.2.1=6
Kotak pertama adalah ratusan yaitu
bilangannya 1,2 dan 3, tulis 3 pada
kotak ratusan. Untuk mengisi kotak
kedua (puluhan) berkurang satu dari
angka semula yaitu 2 karena yang
diminta bilangannya berbeda, tulis 2
pada kotak puluhan dan kotak
terakhir (puluhan) berkurang satu
yaitu 1, tulis 1 pada kotak puluhan.
Berpikir Orisinil (originality)
Siswa
menjawab
dengan
menggunakan diagram garis sebagai
berikut :
2
12
1
3
13
1
21
2
3
23
1
31
3
2
32
Jadi ada 6 bilangan
Berpikir Evaluasi (Evaluation)
Melihat kemungkinan terjadi dalam
penyelesaian soal tersebut lebih
akurat dengan cara diagram panah.
Berdasarkan contoh dan uraian di atas, penulis berpendapat bahwa
kemampuan berpikir kreatif matematika adalah kemampuan yang fleksibel dan
mendorong ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah yang diberikan, yang
menempatkan fluency, flexibility, originality, elaboration and evaluation dalam
respon siswa menggunakan konsep, prosedur dan kemampuan matematis pada
penyelesaian matematika. Kemampuan berpikir kreatif matematika sebanyak 5
butir soal dengan Kompetensi Dasar : (1) Memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kaidah pencacahan, indikatornya adalah menjelaskan penerapan kaidah
pencacahan, (2) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan permutasi atau
kombinasi, indikatornya adalah mengidentifikasi soal permutasi atau kombinasi,
menghitung kombinasi, (3) Memecahkan masalah yang berkaitan dengan peluang
kejadian sederhana dan peluang kejadian majemuk, indikatornya adalah
menghitung peluang kejadian sederhana atau peluang kejadian majemuk.
2. Deskripsi Penguasaan Konsep Matematika
a. Penguasaan Konsep
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) penguasaan konsep
berarti kemampuan atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan dan
kepandaian. Kata “penguasaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1977)
berarti “pemahaman”. Sedangkan “pemahaman” memiliki kata dasar “paham”
yang berarti “tahu benar”.
Jadi penguasaan atau pemahaman adalah menerima arti, menyerap ide,
mengetahui secara benar, memahami sifat dasar karakter, mengetahui arti katakata seperti dalam bahasa dan menyerap dengan jelas.
Sagala Syaiful (2010 : 71) mengatakan “konsep merupakan buah pemikiran
seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga
melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori”. Konsep
diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir
abstrak, sedangkan kegunaan konsep adalah untuk menjelaskan dan meramalkan.
Menurut Farell dan Farmer dalam Musliana (2007:7) mendefinikan konsep
sebagai suatu klasifikasi dari obyek-obyek, sifat-sifat obyek atau kejadiankejadian yang ditentukan dengan cara mengabstraksikannya.
Menurut Gagne dalam Arsyat (2007 : 8) mengatakan bahwa konsep adalah
ide abstrak yang meyakinkan orang, dapat mengklasifikan obyek-obyek atau
kejadian-kejadian kedalam contoh atau bukan contoh dari suatu obyek tertentu.
Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep-kosnep yang lebih
sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu terjadi. Konsep
merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam
definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip,
hukum dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui
generalisasi dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan
dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan fungsi konsep adalah menjelaskan
dan meramalkan.
Menurut Makmun Syamsudin dalam Sagala Syaiful (2003 : 72) mengatakan
bahwa dengan diperolehnya kemahiran mengadakan diskriminasi atas pola-pola
stimulus respon (S-R) itu, siswa belajar mengidentifikasi persamaan-persamaan
karakteristik dari sejumlah pola-pola S-R tersebut dan objek-objeknya ia
membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep.
Konsep-konsep merupakan penyajian-pemyajian dari sekelompok stimulusstimulus, konsep-konsep dapat diamati
tetapi harus disimpulkan. Dalam
memberikan suatu definisi verbal dari suatu konsep, suatu definisi tidak
mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara konsep itu dengan konsepkonsep yang lain.
Dari konsep-konsep di atas, konsep merupakan keabstrakan, konsep
berhubungan dengan ilmu logika (matematika), karena konsep merupakan abstrak
dan konkret yang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya setelah proses
belajar mengajar.
Penguasaan konsep menurut Gagne dalam Nasution (2008 : 161)
mengatakan bahwa, bila seorang dapat menghadapi benda atau peristiwa sebagai
suatu kelompok, golongan, kelas, kategori, maka ia telah belajar konsep. Jadi
seorang siswa dikatakan telah menguasai dan mengabstraksikan sifat yang sama
tersebut, maka ia dikatakan telah menguasai suatu konsep.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa penguasaan konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk
menggambarkan/mengabstraksikan suatu obyek dalam bentuk lambang bahasa
dan suatu konsep bukanlah sesuatu yang dihafal tetapi untuk dipahami maknanya.
b. Konsep Matematika
Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak suatu objek. Melalui konsep, diharapkan akan dapat menyederhanakan
pemikiran dengan menggunakan satu istilah. Seperti yang diungkapkan Nasution
(2008 : 161) yang mengatakan bahwa : “bila seseorang dapat menghadapi benda
atau peristiwa sebagai kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia telah
belajar konsep.
Menurut Sumardyono (2004 : 32) konsep adalah ide abstrak yang dapat
digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek,
apakah objek tersebut merupakan contoh konsep atau bukan.
Jihad dan Haris (2008 : 149) mengatakan pemahaman konsep matematika
merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan
dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat.
Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah :
a)
Menyatakan ulang sebuah konsep.
b)
Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya).
c)
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d)
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
e)
Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
f)
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
g)
Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
“Segitiga” adalah nama suatu konsep. Dengan konsep itu ia dapat
membedakan mana yang merupakan contoh segitia dan mana yang merupakan
bukan contoh segitiga. “Permutasi dan kombinasi” adalah nama suatu konsep.
Dengan konsep itu siswa dapat membedakan mana yang termasuk konsep
permutasi dan mana yang termasuk konsep kombinasi.
Menurut Sabri (2007 : 97) konsep adalah satuan arti yang mewakili
sejumlah objek atau benda yang mempunyai ciri-ciri yang sama.
Menurut Dienes ada beberapa tahapan dalam mempelajari konsep-konsep
matematika, yaitu : (1) permainan bebas, (2) menggunakan aturan, (3) mencari
persamaan sifat, (4) representasi, (5) simbolis dan (6) formulasi.
Berdasarkan contoh dan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa
konsep matematika adalah kemampuan siswa untuk mengidentifikasikan mana
yang termasuk konsep A atau konsep B. Misalkan sebuah butir soal, siswa
ditanyakan mana yang ternasuk permutasi atau kombinasi. Dengan mengetahui
konsep permutasi dan kombinasi, maka siswa mengerti tentang konsep permutasi
atau kombinasi.
c. Penguasaan Konsep Matematika
Menurut Suherman dkk (2001 : 6) menyatakan bahwa model dalam
kaitannya dengan pembelajaan matematika adalah siasat atau kiat yang sengaja
direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan agar pelaksanaan
pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuan yang berupa hasil dapat tercapai
secara optimal.
Model penguasaan konsep matematika menurut Heruman (2007 : 23)
memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : (1) penanaman konsep,
(2) pemahaman konsep dan (3) pembinaan konsep. Berdasarkan langkah-langkah
ini dapat di uraikan sebagai berikut :
1)
Penanaman konsep yaitu pembelajaran suatu kosnep baru matematika,
ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Penanaman konsep
dasar merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan
kognitif siswa yang konkret dengan konsep matematika yang abstrak.
Dalam kegiatan dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat
digunakan untuk membantu kemampuan pola berpikir siswa.
2)
Pemahaman konsep yaitu lanjutan dari penanaman konsep matematika yang
terdiri dari dua pengertian. Pertama dilakukan pada pertemuan yang sama.
Sedangkan kedua dilakukan pada pertemuan yang berbeda
tetapi
merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut,
penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan semester
atau kelas sebelumnya.
3)
Pembinaan keterampilan yaitu lanjutan dari penanaman dan pemahaman
konsep yang tujuannya agar siswa lebih terampil dalam menggunakan
berbagai konsep matematika. Seperti pada pemahaman konsep, pembinaan
keterampilan terdiri dari dua pengertian. Pertama merupakan lanjutan dari
penanaman dan pemahaman konsep dalam satu pertemuan. Yang kedua
dilakukan pada pertemuan berbeda tetapi masih merupakan lanjutan dari
penanaman dan pemahaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman
dan pemahaman konsep dianggap sudah.
Sedangkan menurut Klausmer dalam Rukoyyah (2010 : 40) ada empat
tingkatan dalam penguasaan konsep, yaitu :
1)
Tingkat Konkrit
Untuk mencapai konsep tingkat konkrit, peserta didik harus dapat
memperhatikan benda tersebut dan dapat membedakan benda tersebut dari
stimulus-stimulus dari lingkungannya.
2)
Tingkat Identitas
Pada tingkat identitas, peserta didik akan mengenali suatu objek apabila : (a)
sesudah selang waktu, (b) mempunyai ruang yang berbeda terhadap objek
tersebut, (c) objek tersebut ditentukan melalui suatu cara indera yang
berbeda.
3)
Tingkat Klasifikator
Pada tingkatan ini, peserta didik mengenal diri dari dua contoh yang
berbeda dari kelas yang sama, siswa dapat mengklasifikasikan contoh dan
non contoh tersebut mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.
4)
Tingkat Formal
Pada tahap ini peserta didik harus dapat menentukan atribut-atribut yang
membatasi konsep, peserta didik harus dapat memberi nama konsep itu,
mendefinisikan
konsep
itu
dalam
atribut-atribut
kriterianya,
mendeskriminasikan dan memberi nama atribut-atribut itu serta memberikan
secara verbal contoh dan non contoh dari konsep.
Siswa
dapat
membangun
konsep
dengan
cara
pengamatan
atau
membayangkan sesuatu yang konkrit terlebih dahulu. Ciri-ciri siswa yang sudah
menguasai konsep antara lain : (1) mengetahui ciri-ciri konsep, (2) mengetahui
beberapa contoh dan bukan contoh dari konsep tersebut, (3) mengenal sejumlah
sifat-sifat dari sesungguhnya dan dapat menggunakan hubungan antar konsep, (4)
dapat mengenal hubungan antar konsep, (5) dapat mengenal kembali konsep itu
dalam berbagai situasi dan (6) dapat menggunakan konsep dalam menyelesaikan
masalah matematika.
Menurut definisi konseptual, penguasaan konsep matematika adalah
kemampuan guru untuk mengatasi konsep-konsep dasar matematika pada ranah
kongnitif sesuai dengan klasifikasi Bloom dalam Sagala Syaiful (2006 : 157),
yaitu :
1)
Tingkat Pengetahuan (Knowledge)
Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah
diterima sebelumnya.
2)
Tingkat Pemahaman (Comprehension)
Kategori
pemahaman
dihubungkan
dengan
pengetahuan
untuk
menjelasakan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan katakatanya sendiri.
3)
Tingkat Penerapan (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah
dipelajari kedalam situasi baru, serta memecahkan berbagai masalah yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4)
Tingkat Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan dan membedakan
komponen-komponen, elemen, suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesis, kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk
melihat ada tidaknya kontradiksi.
5)
Tingkat Sintesis (Synthesis)
Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen
dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
6)
Tingkat Evaluasi (Evalution)
Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang
nilai suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu.
Adapun contoh soal penguasaan konsep matematika dalam pokok bahasan
tentang Peluang,
diantaranya adalah siswa diberikan soal mengenai aturan
pengisian tempat yang tersedia dengan kunci jawaban yang telah diberikan. Siswa
kemudian ditugaskan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Contoh.
1)
Dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka berbeda (angka tidak boleh
sama). Banyaknya bilangan yang terjadi adalah......(Kunci : 12, 13, 21, 23,
31, 32).
2)
Dari angka 1, 2, 3 akan disusun dua angka sama (angka boleh sama).
Banyaknya bilangan yang tejadi adalah...(Kunci : 12, 13, 21, 23, 31, 32, 11,
22, 33).
3)
Dari lima calon pengurus kelas akan dipilih seorang ketua, sekretaris dan
bendahara. Banyaknya cara pemilihan jika jabatan tidak boleh rangkap
(tidak boleh sama) adalah.... (Kunci 5.4.3 = 60 cara).
Penyelesaian:
1)
Dengan menggunakan diagram panah
2
12
3
13
1
21
3
23
1
31
2
32
1
2
3
Jadi banyaknya bilangan ada 6.
2)
Dengan menggunakan diagram panah
1
2
3
1
11
2
12
3
13
1
21
2
22
3
23
1
31
2
32
3
32
Jadi banyaknya bilangan ada 9.
3)
Dengan menggunakan diagram panah
Misal 5 orang tersebut adalah : A, B, C, D, E dan Jabatan Ketua (K),
Sekretaris (S) dan Bendahara (B).
K
S
B
B
C
ABC
D
ABD
E
ABE
3 Cara
A
3x 4 =12
C
D
E
Jadi banyaknya cara seluruhnya 12 x 5 = 60 cara
Jadi dapat disimpulkan untuk menyelesaikan masalah di atas lebih baik
dengan cara
diagram panah,
sehingga
siswa
lebih
memahami untuk
menyelesaikannya.
Berdasarkan contoh dan uraian di atas, maka penulis berpendapat bahwa
penguasaan konsep matematika adalah ide abstrak yang digunakan untuk
mengklasifikasi sejumlah objek kejadianyang dinyatakan dalam suatu istilah atau
lambang bahasa pada ranah kongnitif sesuai dengan tingkat yaitu : tingkat
pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis, tingkat
sintesis dan tingkat evaluasi.
3.
Deskripsi Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi
(Nurulhayati, 2002 : 25). Dalam sistem belajar kooperatif, siswa belajar bekerja
sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab,
yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota
kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan
mereka dapat melakukannya sendiri.
Cooperativ learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan
dengan cara kelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaan yang telah dirumuskan (Sanjaya, 2006 : 239).
Menurut Slavin dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 55) mengatakan, “In
cooperatif learming methods, students works together in four members team to
master material initially presented by the teacher.” Dari uraian tersebut dapat
dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di
mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar.
Menurut Lie, A dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56) mengatakan
bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dalam pembelajaran cooperativ learning yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Menurut Solihatin, E, dan Raharjo dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56)
pada dasarnya cooperativ learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap
atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota itu sendiri. Cooperativ learning juga dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota
kelompok.
Kemudian Kuachak dan Eggen dalam Ratumanan (2002: 107) mengatakan
bahwa belajar kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang
digunakan siswa untuk membantu satu dengan yang lain dalam mempelajari
sesuatu. Selanjutnya Slavin dalam Ratumanan (2002: 107) mengatakan bahwa
“siswa bekerjasama dalam kelompok kecil saling membantu untuk mempelajari
suatu materi”. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan Thomson dan Smith
dalam Ratumanan (2002: 107), yakni “dalam pembelajaran kooperatif, siswa
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi
akademik dan keterampilan antara pribadi”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah metode belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil,
saling berbagi ide-ide dan membantu untuk memahami dalam belajar, sekaligus
masing-masing bertanggungjawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya
dengan tujuan mencapai prestasi belajar tinggi. Dalam belajar kooperatif belum
selesai jika masih ada salah satu anggota kelompoknya belum menguasai materi.
b. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams-Achievment
Division)
Menurut Isjoni dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan tipe
STAD yang dikembangkan oleh Slavin ini merupakan salah tipe kooperatif yang
menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal.
Menurut Slavin (2009 : 143) mengatakan tipe STAD merupakan salah satu
metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model
yang paling baik untuk pemulaan bagai para guru yang baru menggunakan
pendekatan kooperatif. Disamping itu metode ini, metode ini juga sangat mudah
diadaptasi telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial,
bahasa Inggris, teknik, dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah
menengah sampai perguruan tinggi
Menurut Sharan dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan
strategi pelaksanaan/siklus aktivitas model STAD adalah sebagai berikut :
a)
Siswa dibagai menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam
kemampuan jenis kelamin dan sukunya.
b)
Guru memberikan pelajaran.
c)
Siswa-siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota
kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut.
d)
Semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Mereka
tidak dapat dapat membantu satu sama lain.
e)
Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka
sendiri yang sebelumnya.
f)
Nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan
yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai
mereka sebelumnya.
g)
Nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok.
h)
Kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat
atau hadiah-hadiah lainnya.
Menurut Tukiran Taniredja dkk (2011 : 65) mengatakan tipe STAD terdiri
atas lima komponen utama, yaitu :
a)
Presentasi Kelas. Guru memulai dengan menyampaikan indikator yang
harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi
yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan
tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari,
agar siswa dapat menghubungkan
materi yang akan disajikan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki. Pada tahap ini perlu ditekankan : (1)
mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa akan dipelajari
siswa dalam kelompok; (2) menekankan bahwa belajar adalah memahami
makna, dan bukan hafalan; (3) memberikan umpan balik sesering mungkin
untuk mengontrol pemahaman siswa; (4) memberikan penjelasan mengapa
jawaban pertanyaan itu benar atau salah; dan (5) beralih kepada materi
selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan yang ada.
b)
Tim/Tahap Kerja Kelompok. Tim yang terdiri dari empat atau lima siswa
mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis
kelamin, ras dan etnisitas. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas
akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas. Guru
sebagai fasilitator dan motivator. Hasil kerja kelompok ini dikumpulkan.
c)
Kuis/Tahap Tes Individu. Diadakan pada akhir pertemuan kedua atau
ketiga, kira-kira 10 menit, untuk mengetahui yang telah dipelajari secara
individu, selama mereka bekerja dalam kelompok. Siswa tidak boleh saling
membantu dalam mengerjakan kuis.
d)
Tahap Perhitungan Skor Kemajuan Individu, yang dihitung berdasarkan
skor awal. Tahap ini dilakukan agar siswa terpacu untuk memperoleh
prestasi terbaik.
Slavin dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 66) memberikan pedoman
pemberian skor perkembangan individu seperti pada tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.3
Poin Kemajuan Pembelajaran STAD
Skor Kuis
e)
Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
10-1 poin di bawah skor awal
10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal
20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal
30
Menurut Menurut Tukiran Taniredja dkk (2011 : 65) mengatakan Tahap
Pemberian
Penghargaan/Rekognisi
Tim.
Tim
akan
mendapatkan
penghargaan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor ratarata mereka mencapai kriteria tertentu.
Menurut Slavin (2005:160) mengatakan tiga macam tingkatan penghargaan
team seperti tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4
Kriteria Penghargaan Team Pembelajaran STAD
Kriteria (Rata-rata Tim)
Pengharagaan
15
Tim Baik (Good Team)
16
Tim Sangat Baik (Great Tim)
17
Tim Super (Super Team)
Menurut Sharan dalam Tukiran Taniredja dkk (2011 : 66) mengatakan
bahwa langkah-langkah untuk menggunakan STAD adalah sebagai berikut :
a)
Buatlah salinan lembar rekapitulasi kelompok.
b)
Merangking siswa dari yang paling pinter ke paling kurang pinter.
c)
Tentukan jumlah anggota kelompok, jika memungkinkan tiap-tiap
kelompok harus memilih empat anggota.
d)
Masukkan siswa ke dalam kelompok secara berimbang.
e)
Sebarkan lembar rekapitulasi siswa.
f)
Tentukan nilai dasar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode pembelajaran dimana siswa
dibagi menjadi kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai enam orang
yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya dan guru memberikan
suatu materi pelajaran dan siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa
semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut.
c. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Tim Ahli)
Model ini dikembangkan dan di ujicobakan oleh Elliot Aronson dan temantemannya di Universitas Texas.
Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang
menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan
gambar. Pembelajran kooperatif model jigsaw ini mengambil pola cara bekerja
sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerjasama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Lie dalam Rusman (2012 : 218) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini merupakan model pembelajaran kooperatif dengan cara
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enama orang
secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri
Menurut Lie dalam Rusman (2012 : 218) mengatakan bahwa jigsaw
merupakan salah satu tipe atau pembelajaran kooperatif yang flkesibel.
Jhonson dalam Rusman (2012 : 219) melakukan penelitian tentang
pembelajaran kooperatif model jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa
interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan
anak. Pengaruh positif tersebut adalah :
a)
Meningkatkan hasil belajar;
b)
Meningkatkan daya ingat;
c)
Dapat digunakan untuk mencapai taraf penalaran tingkat tinggi;
d)
Mendorong tumbuhnya motivasi intrinsik (kesadaran individu);
e)
Meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen;
f)
Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah;
g)
Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap guru;
h)
Meningkatkan harga diri anak;
i)
Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif; dan
j)
Meningkatkan keterampilan hidup bergotong- royong.
Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli.
Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda.
Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam
kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli
yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil
pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota
kelompoknya.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a)
Melakukan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topiktopik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari
permasalahan tersebut.
b)
Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan
yang sama bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok
ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut.
c)
Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
d)
Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
e)
Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.
d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Menurut Rusman (2012 : 218) langkah-langkah kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut :
1)
Siswa dikelompokkan dengan anggota kurang lebih 4 orang;
2)
Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda;
3)
Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli);
4)
Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal
dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka
kuasai;
5)
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
6)
Pembahasan;.
7)
Penutup.
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu:
1)
Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi.
2)
Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli.
3)
Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.
4)
Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang
anggotanya lemah semua.
5)
Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai
antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
6)
Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti
proses pembelajaran.
Dalam diskusi kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang
muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)
Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan
belajar siswa dalam kelas.
2)
Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal
yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan
materi yang menjadi tugas mereka.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa
dibagi menjadi kelompok kecil yang beranggotakan empat sampai enam orang
yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya dan terdapat kelompok
ahli (expert) serta setiap anggota kelompok dihadapkan pada permasalahan yang
berbeda, tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama.
C.
Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif dann Penguasaan Konsep Matematika Secara
Multivariat.
Dalam pembelajaran matematika memerlukan keterampilan dari seorang
guru untuk mendorong dan merangsang anak didiknya menggunakan kemampuan
berpikir kreatif yang dimilikinya untuk memahami materi yang diberikan guru
secara utuh. Jika guru kurang menguasai strategi mengajar, maka anak didik akan
sulit menerima materi pelajaran dengan sempurna. Oleh karena itu guru
matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai bentuk metode dan
keterampilan mengajar dalam mengajarkan matematika guna membangkitkan
kemampuan berpikir siswa agar mereka belajar dengan antusias.
Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan
potensi siswa merupakan kemampuan dan ketrampilan dasar yang harus dimiliki
oleh seorang guru. Ketepatan guru dalam memilih metode pembelajaran akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Dalam penyajian materi perlu mendapat perhatian guru dan hendaknya
dalam pembelajaran di sekolah guru memilih dan menggunakan strategi
pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar,
baik mental, fisik, maupun sosial. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat
digunakan adalah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif.
Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaan koperatif tipe STAD
dan Jigsaw. Kedua model pembelajaran ini sama-sama melibatkan keaktifan siswa
dalam belajar kelompok. Dari kedua tipe tersebut masing-masing memiliki
keunggulan dan kelemahan. Tipe STAD merupakan strategi belajar dengan siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam penerapan pembelajaran tipe STAD yang merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan struktur-stuktur khusus, yang
dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan konsep. Sedangkan model pembelajaran tipe
Jigsaw adalah salah satu metode yang dapat mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam penguasaan konsep matematika.
Konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang membutuhkan berpikir
kreatif yang cukup tinggi untuk memahami setiap konsep-konsep dalam
matematika yang bersifat hirarkis, sehingga perlu menetapkan metode-metode
pengajaran yang lebih baik dan tepat untuk membantu penguasaan siswa sedini
mungkin terhadap matematika.
Penerapan model pembelajaran kooperatif dapat membangun kemampuan
yang merata diantara semua siswa, kemampuan disini adalah kemampuan berpikir
untuk mengembangkan pengetahuannya dalam menghubung-hubungkan fakta dan
ide untuk mencapai kesimpulan. Dan siswa harus memiliki kesempatan
berinteraksi dengan sesama anggota. Selanjutnya setiap anggota akan bertanggung
jawab untuk membantu anggota kelompok lain yang kurang mampu menguasai
pelajaran yang sedang di pelajari.
Setelah seluruh kelompok mempresentasikan materi pembelajaran dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai kelas eksperimen dan metode
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai kelas kontrol, maka siswa melakukan
tes kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika melalui soalsoal yang telah diberikan. Dari hasil tes formatif ini didapatkan adanya perbedaan
nilai dari masing-masing siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep
matematika siswa.
2. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematika.
Pemerintah dalam Permendiknas No.19 tahun 2006, telah mengisyaratkan
bahwa pembelajaran matematika dengan hanya memberikan soal-soal konvergen
akan menyebabkan proses pembelajaran aktif dan kreatif ditelantarkan.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas 2003).
Jazuli (2009 : 217) mengatakan kemampuan berpikir kreatif yang
menumbuhkan fluency, flexibility, originality and elaboration dalam melihat
berbagai keterkaitan untuk menyatakan sesuatu.
Munandar dalam Aguspinal (2011 : 24) menerangkan lima unsur berpikir
kreatif yaitu : fluency, flexibility, originality, elaboration and evalution. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendapat Munandar, Hal ini berati
kemampuan berpikir kreatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Siswa diharapkan dapat mengembangkan ide-ide berpikir kreatif dan pola
pikir matematis dengan mengembangkan dan mengingatkan konsep sebelumnya.
Dengan memberikan masalah terbuka, siswa dapat berlatih untuk melakukan
investigasi dengan berbagai strategi dalam menyelesaikan masalah. Siswa akan
memahami proses penyelesaian suatu masalah. Juga memberikan kesempatan
siswa untuk berpikir bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya sehingga
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa berkembang secara maksimal.
Dari uraian di atas dapat diduga bahwa ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.
3. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan
Konsep Matematika.
Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam menjelaskan konsep
yang dipelajarinya. Siswa yang telah menguasai dan mampu membuat
generalisasi terhadap konsep ia akan menjelaskan konsep berdasarkan
pengalaman sebelumnya. Pengalaman yang didapat dari proses belajar secara
bertahap. Dalam pembelajaran matematika untuk menetapkan generalisasigeneralisasi konsep membutuhkan penguasaan materi yang dimiliki siswa, artinya
konsep tersebut cocok dengan kemampuan pengetahuan siswa dalam mengingat
kembali konsep matematika.
Berkaitan dengan matematika, pendekatan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan Jigsaw yang digunakan bertujuan agar mendapat hasil tes
penguasaan konsep matematika mengalami peningkatan.
Dengan metode tipe STAD siswa tampak lebih termotivasi karena
berhubungan langsung dengan implementasi dan aplikasi materi yang dipelajari
selama proses kegiatan belajar, siswa harus dapat menguasai konsep dan rumusrumus dari materi yang telah dipelajari, hal ini siswa mampu mengungkapkan atau
menggunakan kembali rumus dan konsep tersebut tanpa mengurangi. Dalam
model pembelajaran kooperatif ini dapat saling berbagi ilmu dengan teman yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk mengambil keputusan
bersama dalam menjawab soal-soal yang dihadapinya.
Dalam metode tipe Jigsaw siswa belajar tukar pikiran, baik antar sesama
siswa atau siswa dengan guru. Kadang-kadang ada siswa yang memonopoli
pembicaraan dan tidak percaya diri dalam menyampaikan materi kepada teman
kelompoknya, sehingga materi yang disampaikan kurang dipahami oleh teman
kelompoknya. Untuk masalah ini guru sebagai fasilitator dapat membantu
keadaan ini, tetapi sulit juga guru mencari team ahli, tapi hal ini tidak jadi masalah
karena mereka dalam proses belajar.
Hasil dari perlakuan pada setiap metode akan berbeda. Maka hasi dari tes
penguasaaan konsep matematika dari siswa yang menggunakan metode tipe
STAD dan metode tipe Jigsaw akan berbeda.
Berdasarkan hasi uraian di atas, dapat diduga bahwa nilai tes dari
penguasaan konsep matematika pada siswa yang menggunakan metode tipe
STAD sebagai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan
metode tipe Jigsaw sebagai kelas kontrol. Dengan kata lain, model pembelajaran
kooperatif berpengaruh terhadap penguasaan konsep matematika siswa.
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir di atas,
maka dalam
penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1.
Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara
multivariat.
2.
Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematika.
3.
Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan
konsep matematika.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK An-Nurmaniyah Kota Tangerang dan SMK Bina
Bangsa Kota Tangerang tahun pelajaran 2015/2016. Dari 4 (empat) kelas dengan jumlah
siswa 156 siswa yang ada di SMK An-Nurmaniyah dipilih dua kelas, satu kelas
eksperimen dan satu kelas kontol dan dari 3 (tiga) kelas dengan jumlah siswa 108 siswa
yang ada di SMK Bina Bangsa dipilih dua kelas, satu kelas ekperimen dan satu kelas
kontrol.
2. Waktu Penelitian
Sesuai dengan perencanaan yang telah dirumuskan, penelitian dilaksanakan
selama 3 (tiga) bulan yang dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan
Oktober 2015 tahun pelajaran 2015/2016. Adapun jadual yang akan ditempuh oleh
peneliti adalah seperti pada tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1
Jadual Kegiatan Penelitian
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Jenis Kegiatan
Agustus
1
2 3
Penentuan
masalah / judul
Survey
Pendahuluan
Menyusun
Proposal
Penelitian
Menyusun
Instrumen
Sidang Proposal
Uji Coba
Instrumen
Proses
Treatmen dan
Pengumpulan
data
Mengolah Data
Penyusunan
Laporan
Sidang Tesis
B.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
4
Bulan/ Minggu KeSeptember
Oktober
Nopember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Desember
1 2 3 4
Pada Penelitian ini, penulis menggunakan metode eksperimen. Menurut Arikunto
(2002 : 272) mengatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara satu perlakuan dengan perlakuan lain.
Faktor yang pertama adalah model pembelajaran kooperatif, faktor yang kedua adalah
kemampuan berpikir kreatif dan faktor yang ketiga adalah penguasaan konsep
matematika. Penelitian ini akan menguji pengaruh model pembelajaran kooperatif
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika. Dalam
pelaksanaannya penulis melibatkan empat kelompok, yaitu dua kelompok eksperimen
yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievment Division (STAD) dan dua kelompok kontrol yang diberi perlakuan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Variabel dalam penelitian ini melibatkan satu variabel bebas (X) atau (A) yang
terdiri dari variabel bebas yang diperlukan sebagai kontrol yaitu model pembelajaran
kooperatif serta dua variabel terikat (Y) yaitu kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaaan konsep matematika :
a)
Variabel bebas perlakuan adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari
metode pembelajaran tipe STAD dan metode pembelajaran tipe Jigsaw.
b)
Kelompok yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematika tinggi diberi
metode pembelajaran tipe STAD.
c)
Kelompok yang memiliki kemampuan berpikir kreatif matematika rendah diberi
metode pembelajaran tipe Jigsaw.
d)
Kelompok yang memiliki penguasaan konsep matematika tinggi diberi metode
pembelajaran tipe STAD.
e)
Kelompok yang memiliki penguasaan konsep matematika rendah diberi metode
pembelajaran tipe Jigsaw.
2. Desain Penelitian
Teknik pengujian dalam penelitian ini adalah menggunakan Multivariat Analysis of
Varians (Manova) seperti pada tabel 3.2 di bawah ini.
Tabel 3. 2
Desain Penelitian
Model Pembelajaran Kooperatif (A)
STAD (A1)
JIGSAW (A2)
Y1
Y2
Y1
Y2
Y1A1
Y2A2
Y1A2
Y2A2
A1
: Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Kelompok Eksperimen)
A2
: Model pembelajaran Kooperatif tipe JIGSAW (Kelompok Kontrol)
Y1
: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Y2
: Penguasaan Konsep Matematika
Y1A1 : Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Model Pembelajaran tipe STAD
Y2A2 : Penguasaaan Konsep Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW
Y1A2 : Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW
Y2A2 : Penguasaan Konsep Pada Model Pembelajaran tipe JIGSAW
C.
Validitas Penelitian
Penelitian ini mengandung 2 validitas, yaitu validitas internal dan eksternal.
Validitas internal terkait dengan tingkat pengaruh perlakuan (treatment) atribut yang
ada terhadap hasil penguasaan konsep siswa, yang didasarkan atas ketepatan prosedur
dan data yang dikumpulkan serta penarikan kesimpulan. Sedangkan validitas eksternal
terkait dengan dapat tidaknya hasil penelitian ini untuk digeneralisasikan pada subjek
lain yang memiliki kondisi dan karakteristik sama.
Validitas internal dalam penelitian ini berkaitan dengan benar tidaknya
perubahan hasil belajar siswa dikarenakan faktor model pembelajaran kooperatif (STAD
dan JIGSAW) dan kemampuan berpikir kreatif serta penguasaan konsep matematika,
tidak disebabkan oleh faktor-faktor atau variabel ekstra lainnya seperti: variable sejarah,
kematangan,
pretesteing,
perbedaan
pemilihan
sample/subjek,
instrumentasi,
mortalitas atau interaksi antar subjek. Agar tujuan tersebut tercapai, maka dalam
penelitian ini dilakukan pengontrolan pengaruh variabel-variabel ekstra tersebut dengan
cara sebagai berikut:
1)
Pengaruh variabel sejarah (history), dikontrol dengan pemberian materi pelajaran
yang sama, dalam jangka waktu yang sama dan oleh guru/pengajar yang sama. Bila
terjadi peristiwa atau kejadian yang tidak merupakan bagian dari kegiatan
eksperimen, mereka harus memiliki kesempatan yang sama pula.
2)
Pengaruh variabel kematangan (maturation), dikontrol dengan cara proses
treatment/perlakuan dalam interval waktu yang tidak terlalu lama. Dengan
demikian diharapkan mereka memiliki kesempatan perubahan mental maupun fisik
yang sama pula.
3)
Pengaruh variabel pretesting, dikontrol dengan jalan tidak memberikan pretest
pada kedua kelompok sampel. Hal ini dimaksudkan agar pengalaman pretest
tersebut tidak mempengaruhi penampilan subjek selama proses perlakuan.
4)
Pengaruh variabel instrumen (measuring instruments), dikontrol dengan pemberian
tes yang sama pada kelompok eksperimen dan kontrol.
5)
Pengaruh variabel mortalitas, dikontrol dengan pemberian perlakuan yang sama
pada siswa lain yang tidak menjadi anggota sample, sehingga jika terjadi mortalitas
dapat secepatnya diganti dengan siswa lain yang setara.
6)
Pengaruh variabel interaksi antar subjek, dikontrol dengan tidak memberitahukan,
bahwa sedang dilakukan proses penelitian dan memberikan kegiatan proses
pembelajaran yang berbeda.
Validitas eksternal dalam penelitian ini terkait dengan dapat tidaknya perlakuan
metode pembelajaran inkuiri digeneralisasikan pada subjek lain yang memilki kondisi
dan karakter sama dengan subjek yang ada pada penelitian ini. Atau dengan kata lain,
bahwa hasil perlakuan pada sample penelitian ini dapat berlaku juga untuk populasinya.
Sebagai usaha mengontrol validitas eksternal dilakukan sebagai berikut:
1)
Multivariat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampauan berpikir kreatif dan penguasaaan konsep matematika, dikontrol
dengan pengambilan/penempatan kelas eksperimen dan kontrol yang seimbang,
hal ini dimaksudkan agar kondisi awal pada kedua kelas diasumsikan sama.
Kemudian kedua kelas percobaan (eksperimen dan kontrol) diberi perlakuan yang
berbeda.
2)
Pengaturan penelitian reaktif, dikontrol dengan:
a) Suasana perlakuan tidak artificial sehingga subjek tidak merasa sedang diteliti.
b) Subjek tidak diberikan informasi bahwa sedang diteliti.
c) Perlakuan untuk semua siswa dalam satu kelas belajar sama baik yang dijadikan
sampel maupun yang tidak dijadikan sampel.
d) Guru/pengajar diusahakan hanya satu orang untuk kedua kelas percobaan.
D.
Populasi dan Sampel
1. Populasi Target
a)
Populasi Target
Menurut Sudjana (2004:6) "Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin,
hasil mengitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai
karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin
dipelajari sifat-sifatnya”. Jadi populasi adalah objek dari keseluruhan yang akan diteliti.
Populasi target disebut pula populasi teoritik, yaitu keseluruhan objek penelitian
secara teori yang banyaknya tidak terjangkau/terbilang. Oleh karena itu yang menjadi
populasi target dari penelitian adalah seluruh siswa SMK Swasta Kecamatan Ciledug di
Kota Tangerang.
b)
Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau merupakan populasi yang dapat dikelola oleh peneliti dimana
ruang lingkup populasi terjangkau lebih kecil dari ruang lingkup populasi target, dalam
hal ini populasi terjangkau dalarn penelitian ini adalah seluruh siswa kelas Kelas XII MM1, XII MM-2, XII MM-3 dan XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah dan SMK Bina Bangsa
Kecamatan Ciledug di Kota Tangerang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2015/2016
sebanyak 264 peserta didik.
2. Sampel
"Sampel adalah sebagian yang diambil dari sejumlah populasi". Dengan kata lain
sampel merupakan penarikan sebagian subjek yang ada pada populasi. Menurut
Sugiyono (2010:123) dalam bukunya ”Metode Penelitian Pendidikan” menyatakan
bahwa sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi, untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).
Roscoe dalam Sugiyono (2010 : 123) memberikan saran-saran tentang ukuran
sampel untuk penelitian sebagai berikut :
1)
Ukuran yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.
2)
Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri–swasta
dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.
3)
Bila dalam penelitian akan melakukan anilisis dengan multivariate (korelasi atau
regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah
variabel yang diteliti.
4)
Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing
antara 10 – 20.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis memutuskan untuk
mengambil sampel penelitian kelas XII SMK An-Nurmaniyah dengan jumlah 40
siswa kelas XII MM-1 sebagai kelas eksperimen serta SMK Bina Bangsa dengan
jumlah 40 siswa kelas XII MM-1 sebagai kelas kontrol.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara “cluster sampling” (sampling
kelompok) adalah bentuk sampling random yang populasinya dibagi menjadi beberapa
kelompok (cluster) dengan menggunakan aturan-aturan tertentu seperti batas alam atau
wilayah” (Sugiyono, 2010 : 66). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a)
Membagi populasi dalam beberapa subkelompok
b)
Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol
c)
Memilih satu atau sejumlah kelompok dari kelompok-kelompok tersebut dengan
menggunakan pilihan secara random
d)
Menentukan sampel dari satu atau sejumlah kelompok yang terpilih secara
random.
Dalam pengambilan sampel, penulis membagi sampel menjadi empat kelompok
sampel penelitian yaitu :
1)
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif tinggi diajar dengan menggunakan
metode pembelajaran tipe STAD.
2)
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah diajar dengan menggunakan
metode pembelajaran tipe Jigsaw.
3)
Siswa dengan penguasaan konsep tinggi diajar dengan menggunakan metode
pembelajaran tipe STAD.
4)
Siswa dengan penguasaaan konsep rendah diajar dengan menggunakan metode
pembelajaran tipe Jigsaw.
Penulis mengambil 50% siswa dengan urutan tingkat kemampuan berpikir kreatif
tinggi dan 50% siswa dengan urutan tingkat kemampuan berpikir kreatif rendah pada
kelas eksperimen, serta 50% siswa dengan urutan tingkat penguasaan konsep tinggi dan
50% siswa dengan urutan tingkat penguasaan konsep rendah pada kelas kontrol.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data sampel dilakukan dengan cara eksperimen
yaitu dimulai dengan penyusunan instrumen berbentuk tes pilihan ganda berjumlah 30
butir soal untuk instrumen tes penguasaan konsep matematika dan 5 butir soal uraian
untuk instrumen tes kemampuan berpikir kreatif. Untuk penyusunan soal dilakukan
dengan cara mengukur Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan indikator
yang diambil dari materi Peluang yang terdiri dari : menentukan aturan kaidah
pencacahan, menentukan permutasi, menentukan jenis permutasi, menentukan
kombinasi, menentukan ruang sampel dan kejadian, menentukan peluang kejadian
sederhan dan menentukan peluang kejadian majemuk. Pengukura skor tes pada soal
pilihan ganda dengan cara memberikan nilai pada interval 0 (untuk jawaban salah) dan 1
(untuk jawaban benar). Sedangkan untuk soal uraian dengan menggunakan pedoman
penskoran berbobot. Pengumpulan data ini untuk mengetahui kemampuan berpikir
kreatif dan penguasaan konsep matematika tinggi dan rendah.
1.
Teknik Mendapatkan Data.
Salah satu kegiatan dalam penelitian adalah menentukan cara mengukur variabel
penelitian dan alat pengumpulan data. Untuk mengukur variabel diperlukan instrumen
penelitian dan instrumen ini berfungsi untuk mengumpulkan data. Adapun teknik
pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a)
Teknik mendapatkan data model pembelajaran kooperatif
Pemberian model pembelajaran kooperatif tipe STAD diberikan pengajaran
matematika untuk kelas eksperimen dengan kompetensi dasar : menggunakan aturan
kaidah pencacahan, permutasi, jenis permutasi, kombinasi, ruang sampel dan kejadian,
peluang kejadian sederhan dan peluang kejadian majemuk. Sedangkan untuk kelas
kontrol menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan kompetensi
dasar yang sama pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b)
Teknik Mendapatkan Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Pengumpulan data tentang kemampuan berpikir kreatif siswa pada matematika
dilakukan melalui tes kemampuan berpikir kreatif matematika yang diberikan kepada
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu kelas XII MM-1 (SMK An-Nurmaniyah)
dan kelas XII MM-1 (SMK Bina Bangsa) sebanyak 5 butir soal uraian selama 60 menit
sebagai sampel penelitian dengan indikator menggunakan aturan kaidah pencacahan,
permutasi, kombinasi, peluang kejadian sederhan dan peluang kejadian majemuk.
c)
Teknik Mendapatkan Data Penguasaan Konsep Matematika
Teknik pengumpulan data hasil belajar matematika dalam penelitian ini dimulai
dari proses pemberian perlakuan pada subjek penelitian. Pada penelitian ini untuk
mengumpulkan data tentang penguasaan konsep matematika dengan menggunakan tes
hasil belajar dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 30 soal selama 60 menit, setiap soal
terdiri dari 4 option yaitu a, b, c , d dan e. Untuk mengetahui data nilai siswa dengan
kriteria jika menjawab benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Pada kelas
eksperimen diajar dengan metode pembelajaran STAD pada pokok Peluang, sedangkan
kelas kontrol diajar dengan menggunakan metode pembelajaran JIGSAW pada pokok
bahasan yang sama. Setelah pembelajaran pokok bahasan Peluang
selesai 7 kali
presentasi pada masing-masing kelas, maka kelas XII MM-1 SMK An-Nurmaniyah dan
SMK Bina Bangsa diberikan tes hasil belajar matematika dengan soal yang sama.
Kemudian diolah dan dianalisis untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian.
2. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
a.
Variabel bebas.
Dalam hal ini merupakan variabel treatment/perlakuan (X 1) yaitu model
pembelajaran kooperatif, dibedakan atas metode pembelajaran STAD dan metode
pembelajaran JIGSAW.
b.
Variabel terikat.
Dalam hal ini sebagai variabel kriterium (Y), yaitu kemampuan berpikir kreatif
(Y1) dan penguasaan konsep matematika (Y2) kelas XII SMK Swasta Ciledug di Kota
Tangerang.
F.
Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
a. Definisi Konseptual Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Berpikir kreatif dapat diadaptasikan dari pendekatan Guilford, Willams (Baumen,
1981) beliau mengatakan bahwa untuk mengembangkan kreativitas seseorang maka
perlu dilihat aspek kognitif dan aspek afektif. Kemampuan kreativitas yang berhubungan
dengan kognitif terdiri dari kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian
(originality) dan elaborasi (elaboration). Sedangkan kemampuan kreativitas yang
berhubungan dengan afektif adalah rasa ingin tahu (curiosity), mengambil resiko
(courage to take a change), suka tantangan (willingness to challenge an idea), suka
berimajinasi atau instuisi (imagination or instuition). Jadi kreativitas adalah kemampuan
untuk mencipta atu membuat (to create) dan menghasilkan ide-ide baru yang
bermanfaat untuk menyelesaikan masalah.
b. Definisi Operasional Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Kemampuan berpikir matematika adalah kemampuan dalam matematika yang
meliputi empat kemampuan yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian dan elaborasi.
Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah matematika secara tepat. Keluwesan
adalah kemampuan menjawab masalah matematika melalui cara yang tidak baku.
Keaslian adalah kemampuan menjawab masalah matematika dengan menggunakan
bahasa, cara atau idenya sendiri dan Elaborasi adalah kemampuan memperluas jawaban
masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru.
c. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes uraian yang berjumlah 5
butit soal. Tes tersebut dirancang berdasarkan kisi-kisi soal seperti pada tabel 3.3 di
bawah ini.
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Kompetensi Dasar
No.
1.
Memecahkan masalah yang
berkaitan dengan kaidah
pencacahan.
Aspek Berpikir
Kreatif
Originality
(Orisinil)
Flexibility (Luwes)
2.
Memecahkan masalah yang
berkatian dengan permutasi
atau kombinasi.
Indikator
Menjelaskan
penerapan kaidah
pencacahan.
Mengidentifikasi
soal permutasi atau
kombinasi.
Menghitung
kombinasi.
No.Butir
Soal
1
2
3
Fluency (Lancar)
3.
Memecahkan masalah yang
berkaitan dengan peluang
kejadian sederhana atau
peluang kejadian majemuk
Elaboration
(Terperinci)
Menghitung peluang
kejadian sederhana
atau kejadian
majemuk.
4, 5
d. Kriteria Penilaian Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Pemberian skor kemampuan berpikir kreatif penelitian ini mengacu pada skor
rubrik yang dimodifikasi oleh Bosch dalam Hidajat Achmad (2013 : 60), kemampuan
berpikir kreatif meliputi lima aspek, yaitu : kepekaan, kelancaran, keluwesan, keaslian
dan elaborasi. Pemberian skor pada masing-masing aspek tersebut diadaptasi antara 0
sampai 4. Pedoman pemberian skor untuk masing-masing kriteria berpikir kreatif sedara
rinci dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4
Kriteria Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Matematika
Aspek
Kriteria
Skor
Tidak menjawab atau salah mendeteksi pernyataan atau
situasi sehingga salah.
0
Salah mendeteksi pernyataan atau situasi tetapi
memberikan sedikit penjelasan yang mendukung
penyelesaian.
Kepekaan
1
Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi
memberikan penjelasan salah atau tidak dapat dipahami.
2
Mendeteksi pernyataan atau situasi dengan benar tetapi
memberikan penjelasan kurang lengkap.
3
Mendeteksi pernyataan atau situasi serta memberikan
penjelasan dengan benar dan lengkap.
4
Tidak memberikan jawaban atau ide yang tidak relevan
untuk menyelesaikan masalah.
Memberikan satu buah ide yang relevan dalam
menyelesaikan masalah tetapi mengungkapkannya kurang
jelas.
Kelancaran
Memberikan satu buah ide yang relevan dalam
menyelesaikan masalah dan pengungkapannya jelas dan
lengkap.
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dalam
menyelesaikan masalah tetapi pengungkapannya kurang
jelas.
Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dalam
menyelesaikan masalah dan menjawabnya seacara lengkap
dan jelas.
Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu
cara atau lebih tetapi salah semua.
Memberikan hanya dengan satu cara dan terdapat
kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya
salah.
Keluwesan
Memberikan hanya dengan satu cara, proses
perhitungan hasilnya benar.
dan
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi
hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam
proses perhitungan.
Keaslian
0
1
2
3
4
0
1
2
3
Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) dan
peroses perhitungan jawaban benar.
4
Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah.
0
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses
perhitungan sudah terarah tetapi tidak dapat dipahami.
1
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, tetapi
terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga
2
hasilnya salah.
Elaborasi
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses
perhitungan dan jawaban salah.
3
Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses
perhitungan dan jawaban benar.
4
Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah.
0
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa
disertai perincian
1
Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa
disertai perincian namun kurang detil.
2
Memperluasi situasi dengan benar dan merincinya kurang
detil.
3
Memperluasi situasi dengan benar dan merincinya secara
detil.
4
e. Validasi Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Sebelum digunakan untuk menjaring data penelitian atau digunakan pada subjek
penelitian, instrumen berpikir kreatif matematika perlu dikalibrasi agar diketahui tingkat
kehandalan instrumen. Untuk maksud ini, maka dilakukan uji coba instrumen tes pada
siswa kelas XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah yang tidak dijadikan kelas sampel penelitian.
Dalam rangka uji coba instrumen tes ini, akan dilakukan peninjauan terhadap : tingkat
kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, validitas butir soal dan reliabilitas tes.
1) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam
tiga kelompok tingkat kesukaran yaitu sukar, sedang dan mudah. Tingkat
kesukaran butir soal bentuk uraian menggunakan rumus:
P
B
........3.6
JS
Keterangan :
P
= Indeks kesukaran
B
= Jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS
= Jumlah total seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.5 menyajikan secara lengkap tentang interpretasi tingkat kesukaran
butir soal menurut Nana Sudjana (1999 : 137).
Tabel 3.5
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Indeks Kesukaran (P)
Tingkat Kesukaran
0,00 – 0,30
Sukar
0,31 – 0,70
Sedang
0,71 – 1,00
Mudah
Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran butir soal kemampuan berpikir
kreatif matematika menggunakan rumus 3.6 dengan Microsoft Excell 2007,
interpretasinya dapat di lihat pada lampiran 15 dan diperoleh hasil seperti pada tabel
3.6 di bawah ini.
Tabel 3.6
Hasil Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Nomor Butir Soal
Tingkat Kesukaran Butir Soal
Interpretasi
1.
0,90
Mudah
2.
0,81
Mudah
3.
0,93
Mudah
4.
0,80
Mudah
5.
0,68
Sedang
Berdasarkan tabel 3.6 diperoleh bahwa tingkat kesukaran butir soal pada tingkat
kelompok dengan klasifikasi sedang dan mudah. Untuk butir soal tes kemampuan
berpikir kreatif yang terdiri atas lima butir soal, yaitu butir soal nomor 1 dengan tingkat
kesukaran 0,90 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 2 dengan tingkat
kesukaran 0,81 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 3 dengan tingkat
kesukaran 0,93 dengan interpretasi kategori mudah, butir soal nomor 4 dengan tingkat
kesukaran 0,80 dengan interpretasi kategori mudah dan butir soal nomor 5 dengan
tingkat kesukaran 0,68 dengan interpretasi kategori sedang.
2) Daya Pembeda Butir Soal
Menurut Nana Sudjana (1999 : 141) analisis daya pembeda mengkaji butir-butir
soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang
tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah
prestasinya.
Artinya bila soal bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya
menunjukkan prestasi yang tinggi dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya
rendah. Tes dikatakan tidak mempunyai daya pembeda apabila tes tersebut, jika
diujikan kepada anak berprestasi tinggi hasilnya rendah, tetapi apabila diberikan kepada
anak yan lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau apabila diberikan kepada kedua kategori
tersebut hasilnya sama saja. Dengan demikian tes yang tidak memiliki daya pembeda,
tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa
sebenarnya.
Rumusan untuk menentukan daya pembeda adalah :
DP 
S A  SB
S A  SB

......3.5
IA
Skor maksimum
Keterangan :
DP = Daya pembeda butir soal
SA = Jumlah skor untuk kelompok atas
SB = Jumlah skor untuk kelompok bawah
IA = Jumlah skor ideal untuk kelompok atas = Skor maksimum
Interpretasi daya pembeda dan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suharisimi
Arikunto (2013 : 232) seperti tabel 3.7 di bawah ini.
Tabel 3.7
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda (DP)
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Besarnya Daya Pembeda
(DP)
Interpretasi
0,00 – 0,20
Jelek
0,21 – 0,40
Sedang
0,41 – 0,70
Baik
0,71 – 1,00
Amat Baik
Negatif
Sangat Jelek
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus 3.5 dengan menggunakan Microsoft
Excell 2007, interpretasi daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16
dan diperoleh daya pembeda untuk setiap butir soal tes kemampuan berpikir kreatif
seperti pada tabel 3.8 di bawah ini.
Tabel 3.8
Hasil Uji Daya Pembeda Soal Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Nomor Butir Soal
Daya Pembeda
Interpretasi
1.
0,00
Jelek
2.
0,10
Jelek
3.
0,05
Jelek
4.
0,10
Jelek
5.
0,10
Jelek
Dari tabel 3.8 memperlihatkan daya pembeda instrumen kemampuan berpikir
kreatif dengan butir soal nomor 1, 2, 3, 4 dan 5 memiliki interpretasi jelak, artinya butir
soal-soal tersebut dapat digunakan untuk membedakan tingkat kemampuan berpikir
kreatif pada pembelajaran matematika.
3) Validitas Butir Soal
Soal yang memenuhi validitas, baik validitas muka, validitas isi, validitas
konstuk dan validitas butir soal, maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta
pertimbangan dan saran dari ahli, dosen pembimbing, guru-guru sejawat bidang
studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan
matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan,
suruhan) atau validitas tampilan yaitu tata bahasa atau susunan kalimat dalam soal
sehingga jelas pengertiannya dan dipahami sehingga tidak menimbulkan tafsiran
yang berbeda, termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas isi berarti
ketepatan tes dilihat dari materi yang diberikan, yaitu materi yang digunakan
sebagai tes. Tes merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang
harus dikuasai. Kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan
tingkat kemampuan siswa kelas XII dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin
dicapai. Uji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan korelasi item-total
product moment. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut :
Pertama, menghitung koefisien korelasi product moment (r xy), dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2010).
𝑟𝑥𝑦 =
𝑛 . 𝑋𝑌−
𝑛 . 𝑋 2−
𝑋
𝑌
𝑋 2 𝑛 . 𝑌2−
𝑌 2
... (3.1)
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi
n = Banyaknya responden
X = Skor butir instrumen skala penilaian yang dihitung validasinya
Y = Skor total
Kedua, melakukan perhitungan uji t dengan rumus :
r n2
............. (3.2)
t hirung 
1 r2
Keterangan :
r
n
= Koefisien korelasi
= Banyaknya responden
Ketiga, mencari t tabel dengan t tabel  t dk  n  2 dan taraf signifikansi
  0,05 .
Keempat, membuat kesimpulan dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
Jika t hitungl  t tabel maka valid
Jika t hitung  t tabel maka tidak valid
Kelima, menginterpretasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria
menurut Nurgana dalam Rusefendi (1994 : 144). Dalam hal ini nilai rxy dapat
diartikan sebagai koefisien validitas seperti pada tabel 3.9 di bawah ini.
Tabel 3.9
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas (rxy)
Interpretasi
0,80  rxy  1,00
Sangat tinggi
0,60  rxy  0,80
Tinggi
0,40  rxy  0,60
Cukup
0,20  rxy  0,40
Rendah
rxy  0,20
Sangat rendah
Selanjutnya data dan perhitungan secara lengkap dengan menggunakan
Microsoft Excell 2007 dapat dilihat pada lampiran 17 dan hasil perhitungan
validitas dari butir soal yang telah di uji cobakan menggunakan rumus 3.1 dan 3.2
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.10 untuk kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa.
Tabel 3.10
Hasil Uji Validitas Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Nomor Butir
Soal
rxy
t tabel
Interpretasi
1.
0,45
0,44
Valid
2.
-0,10
0,44
Tidak Valid
3.
0,45
0,44
Valid
4.
0,50
0,44
Valid
5.
0,75
0,44
Valid
Dari tabel 3.10 memperlihatkan lima soal kemampuan berpikir kreatif
matematika yang di ujicobakan yaitu : nomor butir soal 1 memiliki validitas 0,45
dengan kategori validitas cukup, nomor butir soal 3 memiliki validitas 0,45
dengan kategori validitas cukup, nomor butir soal 4 memiliki validitas 0,50
dengan kategori validitas cukup dan nomor butir soal 5 memiliki validitas 0,75
dengan kategori validitas tinggi. Sehingga keempat butir soal tersebut memiliki
validitas soal yang baik. Rataan keempat butir soal sebesar adalah 0,54, maka
validitas butir soal tersebut secara keseluruhan memiliki validitas cukup, berarti
soal-soal tersebut dipakai sebagai instrumen penelitian.
4) Reliabilitas Instrumen
Suatu instrumen memiliki reliabilitas yang baik bila instrumen memiliki
konsistensi yang handal. Instrumen tersebut bila diberikan kepada siapapun
(dalam tahapan yang sama), kapanpun dan dimanapun berada memberikan
memberikan hasil yang relatif sama. Untuk mengetahui koefisien reliabilitas
perangkat tes berupa bentuk uraian dipergunakan rumus Cronbach Alpha menurut
Jihad Asep dan Haris Abdul ( 2008 : 180) sebagai berikut :
2
k   S i 
r11 
1
.........3.3
2
k  1 
S t 
Keterangan :
r11
= Koefisien reliabilitas
k
= butir soal (item) yang valid
S
St
2
2
i
= Jumlah varians skor tiap item
= Varians skor total
2
Dengan varians S i dirumuskan oleh Wisnijati Basuki Abdulwahab (2013 :
25) sebagai berikut :
 x 

2
Si 
2
x
i
2
i
n 1
n
.......3.4
Keterangan :
n = Jumlah responden
Sebagai patokan menginterpretasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria
menurut Guilford dalam Rusefendi (1999 : 191). Dalam hal ini r11 dapat diartikan
sebagai koefisien reliabilitas seperti pada tabel 3.11 di bawah ini.
Tabel 3.11
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas ( r11 )
Interpretasi
r11  0,20
Reliabilitas sangat rendah
0,20  r11  0,40
Reliabilitas rendah
0,40  r11  0,70
Reliabilitas sedang
0,70  r11  0,90
Reliabilitas tinggi
0,90  r11  1,00
Reliabilitas sangat tinggi
Remmers et.al dalam Surapranata mengemukakan “bahwa koefisien realibilitas
0,5 dapat dipakai untuk tujuan penelitian”.
Dari referensi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria
bahwa, suatu instrumen dikatakan realibel apabila nilai koefisien realibilitas
𝑟11 > 0,50.
Rekapitulasi hasil perhitungan uji reliabilitas data kemampuan berpikir
kreatif seperti pada tabel 3.12 di bawah ini.
Tabel 3.12
Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Variabel Penelitian
Koefisien Reliabilitas (
r11 )
Interpretasi
Kemampuan Berpikir
Kreatif
0,65
Reliabilitas Sedang
Untuk tes kemampuan berpikir kreatif matematika, mempunyai reliabilitas
sebesar 0,65 dengan interpretasi dalam kategori sedang. Hasil analisis
menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika sebesar
0,65 > 0,50 sehingga instrumen kemampuan berpikir kreatif matematika dapat
dikatakan reliabel dan telah memenuhi karakteristik untuk digunakan dalam
penelitian. Data hasil perhitungan menggunakan rumus 3.3 dan 3.4 dengan
Microsoft Excell 2007 selengkapnya dapat di lihat pada lampiran 18.
\
2. Instrumen Penguasaan Konsep Matematika
a. Definisi Konseptual
Menurut definisi konseptual, penguasaan konsep matematika adalah kemampuan
guru untuk mengatasi konsep-konsep dasar matematika pada ranah kongnitif sesuai
dengan klasifikasi Bloom yaitu :
7)
Tingkat Pengetahuan (Knowledge)
Pada level ini menuntut siswa untuk mengingat (recall) informasi yang telah
diterima sebelumnya.
8)
Tingkat Pemahaman (Comprehension)
Kategori
pemahaman
dihubungkan
dengan
pengetahuan
untuk
menjelasakan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan katakatanya sendiri.
9)
Tingkat Penerapan (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan/menerapkan informasi yang telah
dipelajari kedalam situasi baru, serta memecahkan berbagai masalah yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari.
10)
Tingkat Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk mengidentifikasikan, memisahkan dan membedakan
komponen-komponen, elemen, suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi,
hipotesis, kesimpulan dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk
melihat ada tidaknya kontradiksi.
11)
Tingkat Sintesis (Synthesis)
Kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen
dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
12)
Tingkat Evaluasi (Evalution)
Mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai
suatu gagasan, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu.
c. Definisi Operasional Penguasaan Konsep Matematika
Penguasaan konsep matematika adalah skor kemampuan konsep matematika
yang diukur dengan tes matematika dalam bentuk pilihan ganda dengan option jawaban
a, b, c, d dan e sebanyak 30 butir soal dengan indikator sebagai berikut : (1) Kaidah
pencacahan, (2) Permutasi, (3) Jenis permutasi, (4) Kombinasi, (5) Ruang sampel dan
kejadian, (6) Peluang kejadian sederhana dan (7) Peluang kejadian majemuk.
d. Kisi-Kisi Instrumen Tes Penguasaan Konsep Matematika
Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penguasaan konsep
matematika yaitu tes pilihan ganda dengan 4 option jawaban a, b, c, d dan e berjumlah
30 butir soal. Untuk setiap responden yang menjawab benar satu butir soal diberi skor 1
dan yang menjawab salah diberi skor 0. Dengan demikian skor minimum siswa adalah 0
dan skor maksimum adalah 30. Kisi-kisi instrumen tentang penguasaan konsep
matematika seperti tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13
Kisi-Kisi Instrumen Penguasaan Konsep Matematika
Standar Kompetensi : Menggunakan aturan statistika, kaidah pencacahan dan sifatsifat peluang dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar : 1. Menggunakan aturan perkalian, permutasi dan kombinasi
dalam pemecahan masalah.
1. Menentukan ruang sampel suatu percobaan.
2. Menentukan peluang suatu percobaan.
Nomor Butir Soal
C3
Jumlah
Soal
1,2,3,4,5
5
8,9,10
16
6
13
11,12
3
20
19
4
17
1
Indikator :
C1
C2
1. Menentukan aturan kaidah
Pencacahan.
2. Menentukan permutasi.
6,7
3. Penerapan permutasi dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Jenis permutasi
15,18
5. Menentukan kombinasi.
6. Penerapan kombinasi dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Menentukan ruang sampel
dari beberapa kejadian.
14,21,22,2
3,24
25,26,27
3
8. Menentukan peluang
kejadian sederhana
9. Menentukan peluang
kejadian majemuk.
Jumlah
5
28,29
30
8
2
1
10
e. Validasi Instrumen Penguasaan Konsep Matematika
12
30
Sebelum digunakan untuk menjaring data penelitian atau digunakan pada subjek
penelitian, instrumen penguasaan konsep matematika perlu divalidasi agar diketahui
tingkat kehandalan instrumen. Untuk maksud ini, maka dilakukan uji coba instrumen tes
pada siswa kelas XII MM-4 SMK An-Nurmaniyah yang tidak dijadikan kelas sampel
penelitian.
Dalam rangka uji coba instrumen tes ini, akan dilakukan peninjauan terhadap :
tingkat kesukaran butir soal, daya pembeda butir soal, validitas butir soal dan reliabilitas
tes.
1) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Untuk mengetahui soal-soal yang yang mudah, sedang dan sukar dilakukan uji
taraf kesukaran.untuk menghitung indeks kesukaran ini digunakan rumus :
P
B
.......3.5
JS
Keterangan :
P = Indeks kesukaran butir soal
B = Jumlah siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = Jumlah total seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.14 menyajikan secara lengkap tentang interpretasi tingkat kesukaran
butir soal menurut Sudjana (1999 : 137). Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 19 dan tabel 3.15 di bawah ini.
Tabel 3.14
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal
Penguasaan Konsep Matematika
Indeks Kesukaran (P)
Tingkat Kesukaran
0,00 – 0,30
Sukar
0,31 – 0,70
Sedang
0,71 – 1,00
Mudah
Tabel 3.15
Pengujian Tingkat Kesukaran Butir Soal
Penguasaan Konsep Matematika.
Butir
Soal
B
JS
P
Keterangan
1
11
20
0,55
Sedang
2
10
20
0,50
Sedang
3
8
20
0,40
Sedang
4
9
20
0,45
Sedang
5
6
20
0,30
Sukar
6
8
20
0,40
Sedang
7
2
20
0,10
Sukar
8
16
20
0,80
Mudah
9
7
20
0,35
Sedang
10
9
20
0,45
Sedang
11
12
20
0,60
Sedang
12
12
20
0,60
Sedang
13
7
20
0,35
Sedang
14
3
20
0,15
Sukar
15
10
20
0,50
Sedang
16
13
20
0,65
Sedang
17
2
20
0,10
Sukar
18
9
20
0,45
Sedang
19
13
20
0,65
Sedang
20
15
20
0,75
Mudah
21
1
20
0,05
Sukar
22
2
20
0,10
Sukar
23
4
20
0,20
Sukar
24
5
20
0,25
Sukar
25
11
20
0,55
Sedang
26
12
20
0,60
Sedang
27
8
20
0,40
Sedang
28
2
20
0,10
Sukar
29
6
20
0,30
Sukar
30
13
20
0,65
Sedang
b) Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai dengan yang bodoh. Untuk menghitung daya pembeda soal
digunakan rumus :
D  PA  PB ......3.6 Dengan PA 
BA
dan
JA
PB 
BB
JB
Keterangan :
D = Indeks daya pembeda butir soal
JA = Jumlah peserta tes kelompok atas
JB = Jumlah peserta kelompok bawah
BA = Jumlah peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Jumlah peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Interpretasi daya pembeda dan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suharsimi
Arikunto (2013 : 232) seperti tabel 3.16 di bawah ini.
Tabel 3.16
Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda (DP)
Penguasaan Konsep Matematika
Besarnya Daya Pembeda
(DP)
Interpretasi
0,00 – 0,20
Jelek
0,21 – 0,40
Sedang
0,41 – 0,70
Baik
0,71 – 1,00
Amat Baik
Negatif
Sangat Jelek
Hasil tes tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang
tinggi (pandai) dengan yang berkemampuan rendah (bodoh). Untuk hasil
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 20.
Tabel 3.17
Hasi Pengujian Daya Beda Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika
Nomor
Butir Soal
BA
BB
PA
PB
Daya Beda
Keterangan
1
3
4
0,6
0,8
-0,20
Sangat Jelek
2
3
3
0,6
0,6
0,00
Jelek
3
2
1
0,4
0,2
0,20
Sedang
4
3
1
0,6
0,2
0,40
Baik
5
2
1
0,4
0,2
0,20
Sedang
6
3
3
0,6
0,6
0,00
Jelek
7
0
2
0,0
0,4
-0,40
Sangat Jelek
8
4
3
0,8
0,6
0,20
Sedang
9
4
1
0,8
0,2
0,60
Baik
10
1
3
0,2
0,6
-0,40
Sangat Jelek
11
4
2
0,8
0,4
0,40
Sedang
12
4
3
0,8
0,6
0,20
Sedang
13
2
2
0,4
0,4
0,00
Jelek
14
2
0
0,4
0,0
0,40
Sedang
15
3
4
0,6
0,8
-0,20
Sangat Jelek
16
5
2
1,0
0,4
0,60
Baik
17
0
1
0,0
0,2
-0,20
Sangat Jelek
18
3
2
0,6
0,4
0,20
Sedang
19
5
3
1,0
0,6
0,40
Sedang
20
5
4
1,0
0,8
0,20
Sedang
21
0
1
0,0
0,2
-0,20
Sangat Jelek
22
0
1
0,0
0,2
-0,20
Sangat Jelek
23
2
1
0,4
0,2
0,20
Sedang
24
2
1
0,4
0,2
0,20
Sedang
25
3
1
0,6
0,2
0,40
Sedang
26
3
4
0,6
0,8
-0,20
Sangat Jelek
27
3
3
0,6
0,6
0,00
Jelek
28
0
1
0,0
0,2
-0,20
Sangat Jelek
29
5
5
1,0
1,0
0,00
Jelek
30
4
5
0,8
1,0
-0,20
Sangat Jelek
c) Pengujian Validitas Butir Soal
Butir soal yang memenuhi validitas, baik validitas muka, validitas isi,
validitas konstuk dan validitas butir soal, maka pembuatan soal dilakukan dengan
meminta pertimbangan dan saran dari ahli, dosen pembimbing, guru-guru sejawat
bidang studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan
matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan,
suruhan) atau validitas tampilan yaitu tata bahasa atau susunan kalimat dalam soal
sehingga jelas pengertiannya dan dipahami sehingga tidak menimbulkan tafsiran
yang berbeda, termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Validitas isi berarti
ketepatan tes dilihat dari materi yang diberikan, yaitu materi yang digunakan
sebagai tes. Tes merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang
harus dikuasai. Kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan
tingkat kemampuan siswa kelas XII dan kesesuaian materi dan tujuan yang ingin
dicapai. Uji validitas butir soal dilakukan dengan menggunakan korelasi point
biserial (rpb).
Menurut Suharsimi Arikunto (2013 : 93) rumus validitas yang digunakan
adalah korelasi point biserial (rpb) :
rpb 
xi  x t
St
pi
.......3.7 
qi
Keterangan :
rpb = koefisien korelasi point biserial
Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar
Xt = rata-rata skor total seluruh responden
pi = proporsi jawaban benar butir ke- i
qi = proporsi jawaban salah butir ke-i
St = standar deviasi skor total
Dalam pemberian interhasil terhadap r pb digunakan db sebesar (N-nr)
dengan N = jumlah sampel dan nr = 2, kemudian rpb dikonsultasikan kepada tabel
nilai r product moment pada taraf signifikan 5%. Setelah dilakukan perhitungan
validitas, butir soal dikatakan valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai rtabel (rhitung
> rtabel) untuk taraf signifikan α = 5%.
Untuk menginterpretasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria
menurut Nurgana dalam Rusefendi (1994 : 144). Dalam hal ini nilai rxy dapat
diartikan sebagai koefisien validitas seperti tabel 3.18 di bawah ini.
Tabel 3.18
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas (rxy)
Interpretasi
0,80  rxy  1,00
Sangat tinggi
0,60  rxy  0,80
Tinggi
0,40  rxy  0,60
Cukup
0,20  rxy  0,40
Rendah
rxy  0,20
Sangat rendah
Selanjutnya data dan perhitungan secara lengkap dengan menggunakan
Microsoft Excell 2007 dapat dilihat pada lampiran 21 dan hasil perhitungan
validitas dari soal yang telah di uji cobakan menggunakan rumus 3.7. Untuk
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.19 untuk instrumen penguasaan konsep
matematika siswa.
Tabel 3.19
Hasil Uji Validitas Penguasaan Konsep Matematika
Nomor Butir
Soal
rbis
r tabel
Keterangan
1
0,73
0,44
Valid
2
0,69
0,44
Valid
3
0,56
0,44
Valid
4
0,63
0,44
Valid
5
0,61
0,44
Valid
6
0,90
0,44
Valid
7
0,40
0,44
Tidak Valid
8
0,86
0,44
Valid
9
0,77
0,44
Valid
10
0,42
0,44
Tidak Valid
11
0,90
0,44
Valid
12
0,87
0,44
Valid
13
0,62
0,44
Valid
14
0,57
0,44
Valid
15
0,86
0,44
Valid
16
0,85
0,44
Valid
17
0,19
0,44
Tidak Valid
18
0,75
0,44
Valid
19
0,84
0,44
Valid
20
0,78
0,44
Valid
21
0,18
0,44
Tidak Valid
22
0,19
0,44
Tidak Valid
23
0,55
0,44
Valid
24
0,50
0,44
Valid
25
0,66
0,44
Valid
26
0,92
0,44
Valid
27
0,94
0,44
Valid
28
0,26
0,44
Tidak Valid
d)
29
0,79
0,44
Valid
30
0,81
0,44
Valid
Reliabilitas (Keterhandalan)
Keterhandalan (reliabilitas) instrumen untuk soal pilihan ganda diuji dengan
menggunakan Kuder Richardson 20 dalam Wisnijati Basuki Abdulwahab ( 2013: 24),
dengan rumus :
1   i2
r 
11 k  1 
St
k 
p .qi 
..........3.8


Keterangan :
r11
= koefisien reliabilitas tes
k
= jumlah butir soal yang valid
St2
= varians skor total
pi= proporsi jawaban benar untuk butir i.
qi= proporsi jawaban salah untuk butir i = 1- p
Σpq
= jumlah hasil perkalian antara p dan q
Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut
Guilford dalam Jihad dan Haris (2008 : 181). Dalam hal ini r11 dapat diartikan
sebagai koefisien reliabilitas seperti tabel 3.20 di bawah ini.
Tabel 3.20
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas ( r11 )
Interpretasi
r11  0,20
Reliabilitas sangat rendah
0,20  r11  0,40
Reliabilitas rendah
0,40  r11  0,70
Reliabilitas sedang
0,70  r11  0,90
Reliabilitas tinggi
0,90  r11  1,00
Reliabilitas sangat tinggi
Remmers et.al dalam Surapranata mengemukakan “bahwa koefisien realibilitas
0,5 dapat dipakai untuk tujuan penelitian”.
Dari referensi di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan kriteria
bahwa, suatu instrumen diakatakan realibel apabila nilai koefisien realibilitas
𝑟11 > 0,50.
Rekapitulasi hasil perhitungan uji reliabilitas data penguasaan konsep
matematika seperti pada tabel 3.21 di bawah ini.
Tabel 3.21
Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Penguasaan Konsep Matematika
Variabel Penelitian
Koefisien Reliabilitas (
r11 )
Interpretasi
Penguasaaan Konsep
Matematika
0,58
Reliabilitas Sedang
Untuk tes penguasaan konsep matematika, mempunyai reliabilitas sebesar
0,58 dengan interpretasi dalam kategori sedang. Hasil analisis menunjukkan
bahwa hasil tes penguasaan konsep matematika sebesar 0,58 > 0,50 sehingga
instrumen penguasaan konsep matematika dapat dikatakan reliabel dan telah
memenuhi karakteristik untuk digunakan dalam penelitian. Data hasil perhitungan
menggunakan rumus 3.8 dengan Microsoft Excell 2007 selengkapnya dapat di
lihat pada lampiran 22.
G.
Teknik Analisa Data
1. Teknik Analisis Data Deskriptif
Setelah data terkumpul yang diperoleh melalui instrumen yang dipilih, langkah
berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data untuk menjawab pertanyaan
penelitian atau menguji hipotesis dengan menggunakan SPSS versi 20.
2. Uji Prasyarat Analisis Data
a. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, berdasarkan data-data yang terkumpul
dari hasil penelitian ini, terhadap data-data tersebut terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas. Menurut Suparman (2013 : 172) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
apakah data yang diperoleh penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau
tidak. Hal ini dilakukan sebagai syarat jika pengujian dilakukan dengan menggunakan
statistik parametrik. Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas program
komputer SPSS 20 yaitu dengan Kolmogorov Smirnov dan taraf signifikansi α = 0,05 serta
jumlah responden sebanyak 80 orang. Dalam perhitungan manualnya menggunakan uji
normalitas Kolmogorov Smirnov, menurut Wisnijati Basuki Abdulwahab (2013 : 44-45)
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Menentukan taraf signifikansi (α) misal α = 0,05 dengan hipotesis yang akan akan
diuji yaitu :
Ho : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria pengujian
Tolak Ho : Jika amaks > Dtabel
Terima Ho : Jika amaks  Dtabel
2)
Langkah-langkah selanjutnya adalah :
a)
Susunlah data dari yang terkecil ke yang terbesar.
b)
Susunlah frekuensi nilai yang sama.
c)
Cari persentase frekuensi (P) = frekuensi di bagi n (n = jumlah sampel)
e)
Cari frekuensi komulatif (Kp)
f)
Transformasi nilai data mentah ( x i ) kedalam angka baku (Z) dengan rumus :
Zi 
xi  x
s
Keterangan :
xi = nilai data mentah ke-i
x = rata-rata
s = simpangan baku
s
g)
 x
i
x

2
n 1
Cari Ztabel masing-masing data ke x i
h)
a2  K p  Z tabel (harga mutlak tabel a 2 )
i)
a1  P  Z tabel (harga mutlak tabel a1 )
Cari a1 maksimum dan bandingkan dengan tabel Kolmogorov Smirnov.
j)
Kriteria pengujian :
Tolak Ho : Jika amaks > Dtabel
Terima Ho : Jika amaks  Dtabel
b. Uji Homogenitas Varians
Pengujian homogenitas dilakukan dalam rangka menguji kesamaan varians setiap
kelompok data (Supardi, 2013 : 142). Pengujian homogenitas dengan uji F dilakukan
dengan cara membandingkan varians data terbesar dengan varians data terkecil.
Untuk melakukan pengujian homogenitas dengan uji F (Fisher), menurut Supardi
(2013 : 142-143) dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Menentukan taraf signifikansi (α) untuk menguji hipotesis :
Ho: σ12 = σ22 (varians 1 sama dengan varians 2 atau homogen)
H1 : σ12≠ σ22 (varians 1 tidak sama dengan varians 2 atau tidak homogen).
Dengan kriteria pengujian :
Terima Ho jika Fhitung < Ftabel; dan
Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel.
2)
Menghitung varians tiap kelompok data dengan rumus :
s
2
 x

i
x

2
n 1
var ians terbesar
var ians terkecil
3)
Menentukan nilai Fhitung, yaitu : Fhitung 
4)
Menentukan nilai Ftabel untuk taraf signifikansi α, dk1 = dk pembilang = na-1, dan
dk2 = dk penyebut = nb-1. Dalam hal ini, na = banyaknya data dalam kelompok
varians terbesar (pembilang) dan nb = banyaknya data dalam kelompok varians
terkecil (penyebut).
5)
Lakukan pengujian dengan cara membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel.
Uji homogenitas data dihitung menggunakan program SPSS versi 20, uji
homogenitas tes dilakukan untuk menguji asumsi variance sama atau asumsi variance
tidak sama dengan membandingkan P-value dan α = 0,05. Dengan syarat : Jika P-value
≥ α, maka homogen dan Jika P-value < α, maka tidak homogen.
c. Uji Homogenitas Matriks Kovarians
Pengujian asumsi Manova dengan Box M Tes yaitu homogenitas matriks
varians kovarians (Yamin dan Kurniawan, 2009 : 70).
Hipotesis yang diuji adalah :
Ho : Matriks varians kovarians antara kelompok data treatmen homogen
H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok data treatmen heterogen
Kriteria Pengujian :
Ho diterima, jika nilai p-value pengujian Box’s M > 0,05.
H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok data heterogen
3. Teknik Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis bertujuan untuk menjawab rumusan masalah penelitian yaitu
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Maka analisis dilakukan terhadap data dari kedua kelompok tersebut.
Pengujian data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik Multivariate
Analysis of Varians (MANOVA).
Yang dimaksud dengan analisis ragam multivariat (Multivariate Analysis of Varians
atau MANOVA) adalah suatu pengembangan lebih lanjut dari analisis ragam univariate
atau lebih dikenal sebagai analisis ragam (Analysis of Varians/ANOVA). Jika dalam
ANOVA hanya dikaji pengaruh berbagai perlakuan yang dicobakan terhadap respons
tunggal (satu buah variabel respon), maka dalam analisis ragam multivariate dikaji
pengaruh dari berbagai perlakuan yang dicobakan terhadap respon ganda (lebih dari
satu variabel respon).
MANOVA adalah teknik statistika yang dapat digunakan secara simultan untuk
mengeksplor hubungan antara beberapa kategori variabel independen (biasanya berupa
perlakuan) dan dua atau lebih variabel dependen. MANOVA berguna ketika peneliti
mendesain situasi eksperimental (manipulasi beberapa variabel perlakuan nonmetrik)
hipotesis uji t mengenai varians pada respon kelompok dua atau lebih variabel
dependen (Hair, Anderson, Thatam, Black, 1995) dalam Achmad Hidajat (2013 : 84).
Rumusnya adalah :
Y1  Y2  Y3  ...  Yn  X 1  X 2  X 3  ...  X n
(metrik)
= (non metrik)
a. Asumsi
Menurut Johnson R.A dalam Achmad Hidajat (2013 : 84), asumsi yang harus
dipenuhi sebelum melakukan pengujian dengan MANOVA yaitu :
1)
Data dari populasi harus berdistribusi normal (Normal multivarians)
2)
Data juga harus homogen (Homogenits varians kovarians)
b. Prosedur Pengujian
Manova mempunyai pengertian sebagai suatu teknik statistik yang digunakan
untuk menghitung pengujian signifikansi perbedaan rata-rata secara bersamaan antar
kelompok untuk dua atau lebih variabel tergantung. Teknik ini bermanfaat untuk
menganalisis variabel-variabel tergantung lebih dari dua yang berskala interval atau
rasio. Dalam SPSS prosedure MANOVA disebut juga GLM Multivariate digunakan untuk
menghitung analisis regresi dan varians untuk variabel tergantung lebih dari satu dengan
menggunakan satu atau lebih variabel faktor covariates. Variabel-variabel faktor
digunakan
untuk
membagi
populasi
kedalam
kelompok-kelompok.
Demgan
menggunakan prosedur general linear model ini, kita dapat melakukan uji Ho mengenai
pengaruh variabel-variabel faktor terhadap rata-rata berbagai kelompok distribusi
gabungan semua variabel tergantung. Kita dapat meneliti interaksi antar faktor-faktor
dan efek dari faktor-faktor individu. Lebih lanjut, efek-efek covarians dan interaksi antar
covariates dengan semua faktor dapat dimasukan. Dalam analisis regresi, variabel bebas
atau predictor dispesifikasi sebagai covariates (statistikolahdata.com.2010).
Hipotesis dalam menguji perbedaan pengaruh perlakuan terhadap beberapa
variabel respon yaitu :
Ho : Tidak terdapat pengaruh perbedaan perlakuan
H1 : Terdapat pengaruh perbedaan perlakuan
Dalam penelitian ini, pengujian perbandingan rata-rata kemampuan berpikir
kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa dalam multivariate test adalah :
(Kattree dan Naik, 2000 : 66).
:
V  I 1
Wilk Lamda
:
W   tS1
Hotteling Trace
:
T  
Roy’s Largest root
:
R
S
Philla’s Trace
1
1 
1
1 
maks
1  maks
c. Uji Hipotesis Statistik
Menurut Singgih (2002 : 217) hipotesis pada Manova adalah :
1.
   
H o :  11    12 
  21    22 
   
H 1 :  11    12 
  21    22 
2.
H o : 11  12
H1 : 11  12
3.
H o :  21   22
H1 :  211   22
Hipotesis secara verbalnya adalah sebagai berikut :
1.
H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara
multivariat.
H1 :
Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara multivariat.
2.
H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.
H1 :
Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa.
3.
H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep matematika siswa.
H1:
Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan
konsep matematika siswa.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Deskripsi hasil penelitian yang berupa kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaaan konsep matematika akan peneliti sajikan dalam bab berikut ini, yang
terdiri atas deskripsi data, persyaratan analisis, pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil penelitian.
A.
Deskripsi Data Penelitian Skor Kemampuan Berpikir Kreatif (Y1) dan
Penguasaan Konsep (Y2) Matematika.
Setelah melakukan eksperimen dengan waktu yang telah ditentukan, maka
didapat hasil atau data dari penelitian terhadap siswa SMK An-Nurmaniyah dan
SMK Bina Bangsa sekecamatan Ciledug di Kota Tangerang berupa kemampuan
berpikir kreatif matematika (Y1) dan penguasaan konsep matematika (Y2) sebagai
akibat perlakuan penelitian, yaitu pemberian model pembelajaran kooperatif (A),
yaitu metode pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1) dan metode pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw (A2).
Dengan menggunakan teknik statistika deskriptif,
maka data hasil
penelitian dianalisis untuk mengukur tendensi sentral dan tendensi penyebaran.
Data dari setiap kelompok perlakuan, perhitungan data hasil penelitian dilakukan
dengan menggunakan bantuan program olah data yaitu SPSS versi 20.
Secara keseluruhan rekapitulasi hasil penelitian statistika deskriptif untuk
skor kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika dapat dilihat
pada tabel 4.1 di bawah ini :
Tabel 4.1
Rekapitulasi Hasil Perhitungan
Skor Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika
A1
A2
STAD
JIGSAW
Y1
Y2
Y1
Y2
n  20
n  20
n  20
n  20
x  82,25
x  43,25
x  70,75
x  38,75
s  8,35
s  7,89
s  7,99
s  5,44
Keterangan :
n
: Jumlah sampel tiap kelompok
x
: Nilai rata-rata
s
: Simpangan baku
Y1
: Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Y2
: Kemampuan Penguasaan Konsep Matematika
A1
: Model pembelajaran kooperatif tipe STAD
A2
: Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW
1.
Data
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
(Y1)
Pada
Pembelajaran Tipe STAD (A1)
Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari
hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelas yang diajarkan
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat di lihat
pada tabel 4.2, 4.3 dan gambar 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.2
Statistik Deskriftif Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode
Pembelajaran Tipe STAD (Y1A1).
Kemampuan Berpikir Kreatif dengan
Metode Pembelajaran STAD
N
Valid
Missing
20
20
Mean
82,25
Median
82,50
Mode
75
Std. Deviation
8,347
Variance
69,671
Skewness
,172
Std. Error of Skewness
,512
Kurtosis
Std. Error of Kurtosis
-1,277
,992
Range
25
Minimum
70
Maximum
95
Tabel 4.3
Daftar Distribusi Frekuensi
Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode Pembelajaran Tipe
STAD (Y1A1)
Histogram
Gambar 4.1
Gambar 4.1
Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif dengan Metode
Pembelajaran Tipe STAD (Y1A1)
Kemampuan berpikir kreatif matematika dari 20 orang siswa yang diberikan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki skor teoritik 0 – 100 dari
rentang empirik 70 – 90 dengan skor terendah 70 dan skor tertinggi 90.
Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai
nilai rata-rata 82,25 dan standar deviasi 8,35. Data tersebut dapat di lihat pada
tabel 4.2 dan tabel 4.3 dan gambar 4.1. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan
bakunya terdapat 50% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada
pada rata-rata dan 50% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan
bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
kategori baik.
2.
Data
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
(Y1)
Pada
Pembelajaran Tipe JIGSAW (A2)
Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari
hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelas yang diajarkan
dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dapat di
lihat pada tabel 4.4, 4.5 dan gambar 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.4
Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan
Metode Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2).
Kemampuan Berpikir Kreatif dengan
Metode Pembelajaran JIGSAW
N
Valid
20
Missing
20
Mean
70,75
Median
72,50
Mode
75
Std. Deviation
7,993
Variance
63,882
Skewness
-1,044
Std. Error of Skewness
,512
Kurtosis
1,796
Std. Error of Kurtosis
,992
Range
35
Minimum
50
Maximum
85
Tabel 4.5
Daftar Distribusi Frekuensi
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2)
Histogram
Gambar 4.2
Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y1A2)
Kemampuan berpikir kreatif matematika dari 40 orang siswa yang diberikan
metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW memiliki skor teoritik 0 – 100 dari
rentang empirik 50 – 85 dengan skor terendah 50 dan skor tertinggi 85.
Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai
nilai rata-rata 70,75 dan standar deviasi 7,99. Data tersebut dapat di lihat pada
tabel 4.4 dan tabel 4.5 dan gambar 4.3. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan
bakunya terdapat 50% siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada
pada rata-rata dan 50% siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan
bahwa siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dalam
kategori cukup.
3.
Data Penguasaan Konsep Matematika (Y2) Pada Pembelajaran Tipe
STAD (A1)
Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari
hasil tes penguasaan konsep matematika pada kelas yang diajarkan dengan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat di lihat pada
tabel 4.6, 4.7 dan gambar 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.6
Statistik Deskriptif Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe STAD (Y2A1).
Penguasaan Konsep dengan Metode
Pembelajaran STAD
N
Valid
20
Missing
20
Mean
43,25
Median
43,00
Mode
37a
Std. Deviation
7,893
Variance
62,303
Skewness
,170
Std. Error of Skewness
,512
Kurtosis
-,846
Std. Error of Kurtosis
,992
Range
27
Minimum
30
Maximum
57
Tabel 4.7
Daftar Distribusi Frekuensi
Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe
STAD (Y2A1)
Histogram
Gambar 4.3
Histogram Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe STAD (Y2A1)
Penguasaan konsep matematika dari 20 orang siswa yang diberikan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang
empirik 30 – 57 dengan skor terendah 30 dan skor tertinggi 57. Penguasaan
konsep matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 43,25
dan standar deviasi 7,89. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.6 dan tabel 4.7
dan gambar 4.3. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 45%
siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 55%
siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kategori cukup.
4.
Data Penguasaan Konsep Matematika (Y2) Pada Pembelajaran Tipe
JIGSAW (A2)
Untuk nilai statistik deskriptif, tabel distribusi frekuensi serta histogram dari
hasil tes penguasaan konsep matematika pada kelas yang diajarkan dengan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dapat di lihat pada
tabel 4.8, 4.9 dan gambar 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.8
Statistik Deskriptif Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y2A2).
Penguasaan Konsep dengan Metode
Pembelajaran JIGSAW
N
Valid
20
Missing
20
Mean
38,75
Median
37,00
Mode
33
Std. Deviation
5,437
Variance
29,566
Skewness
,946
Std. Error of Skewness
,512
Kurtosis
,906
Std. Error of Kurtosis
,992
Range
20
Minimum
33
Maximum
53
Tabel 4.9
Daftar Distribusi Frekuensi
Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode Pembelajaran Tipe
JIGSAW (Y2A2)
Histogram
Gambar 4.4
Histogram Penguasaan Konsep Matematika dengan Metode
Pembelajaran Tipe JIGSAW (Y2A2)
Penguasaan konsep matematika dari 40 orang siswa yang diberikan metode
pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW memiliki skor teoritik 0 – 100 dari rentang
empirik 33 – 53 dengan skor terendah 33 dan skor tertinggi 53. Penguasaan
konsep matematika siswa dalam kelompok ini mempunyai nilai rata-rata 38,75
dan standar deviasi 5,44. Data tersebut dapat di lihat pada tabel 4.8 dan tabel 4.9
dan gambar 4.4. Dilihat dari nilai rata-rata dan simpangan bakunya terdapat 55%
siswa memperoleh skor di atas rata-rata, 0% siswa berada pada rata-rata dan 45%
siswa di bawah rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberikan
metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW dalam kategori cukup.
B.
Pengujian Persyaratan Analisis Data
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis data, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas variansi
populasi. Untuk menilai normal tidaknya sebaran data yang akan di analisis dari
setiap data kelompok perlakuan, maka dilakukan uji normalitas. Pengujian
prasyarat untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dilakukan dengan menggunakan program olah data SPSS
versi 20, yaitu kolmogorov smirnov, sedangkan untuk mengetahui homogenitas
variansi populasi dari seluruh kelompok perlakuan dilakukan pengujian
homogenitas varians dengan menggunakan uji levene’s test. Berikut ini adalah
uraian mengenai hasil pengujian prasyarat yang dijelaskan pada teori sebelumnya.
1.
Uji Normalitas
Pengujian normalitas data penelitian dilakukan terhadap empat kelompok
data yang dijelaskan pada uraian di bawah ini, yaitu :
a. Kemampuan
berpikir
kreatif
matematika
(Y1)
pada
metode
(Y1)
pada
metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD (A1).
b. Kemampuan
berpikir
kreatif
matematika
pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW (A2).
c. Penguasaan konsep matematika (Y1) pada metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD (A1).
d. Penguasaan konsep matematika (Y1) pada metode pembelajaran
kooperatif tipe JIGSAW (A2).
Untuk menguji normalitas data dilakukan dengan uji kolmogorov smirnov
dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Rekapitulasi hasil pengujian
normalitas data seperti pada tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10
Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov Smirnov
Test
N
Normal
Parametersa,b
Most Extreme
Differences
Mean
Std.
Deviation
Absolute
Kemampuan
Berpikir Kreatif
dengan Metode
Pembelajaran
STAD (Y1A1)
Kemampuan
Berpikir
Kreatif dengan
Metode
Pembelajaran
JIGSAW
(Y1A2)
Penguasaan
Konsep dengan
Metode
Pembelajaran
STAD (Y2A1)
Penguasaan
Konsep dengan
Metode
Pembelajaran
JIGSAW
(Y2A2)
20
20
20
20
82,25
70,75
43,25
38,75
8,347
7,993
7,893
5,437
,207
,213
,136
,176
Positive
,207
,197
,136
,176
Negative
-,129
-,213
-,133
-,145
Kolmogorov-Smirnov Z
,928
,951
,607
,788
Asymp. Sig. (2-tailed)
,356
,326
,855
,564
Dari tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa semua kelompok data yang di
uji normalitasnya dengan one-sample kolmogorov-smirnov test dengan bantuan
program SPSS diperoleh kelompok data yang menunjukkan nilai signifikansi pada
baris Asymp.Sig (2-tailed) masing-masing adalah 0,356, 0,326, 0,855 dan 0,564.
Dari nilai sig pada tabel tersebut semuanya menghasilkan nilai sig > 0,05.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat kelompok data dalam
penelitian ini berasal dari populasi berdistribusi normal. Hal ini berarti bahwa
salah satu prasyarat uji F dalam penelitian ini terpenuhi.
2.
Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan terhadap kelompok data yaitu :
a. Homogenitas Matriks Varians Kovarians
Hipotesis yang digunakan untuk menguji adalah :
Ho : Matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran
kooperatif adalah homogen.
H1 : Matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran
kooperatif adalah homogen.
Pengujian dilakukan dengan Box’s test of equality of covariate matrices.
Hasil pengujian adalah sebagai berikut :
Untuk memenuhi asumsi Manova, terima Ho bila nilai p-value pengujian
Box’M > 0,05.
Hasil uji homogenitas matriks varians kovarians selengkapnya dapat di lihat
pada tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4.11
Uji Homogenitas Test Matriks Varians Kovarians
Dari tabel di atas diperoleh nilai sig 0,448.> 0,05, maka hipotesis nol
diterima sehingga matriks varians kovarians antara kelompok model pembelajaran
kooperatif adalah homogen.
b. Homogenitas Varians
Hipotesis yang diuji adalah :
1) H0 : Varians data kemampuan penalaran matematika antara kelompok
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW
homogen.
H1 : Varians data kemampuan penalaran matematika antara kelompok
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW
heterogen.
2) H0 : Varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW
homogen.
H1 : Varians data penguasaan konsep matematika antara kelompok
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW
heterogen.
Uji homogenitas terhadap dua kelompok metode pembelajaran kooperatif
kemampuan berpikir kreatif matematika dan penguasaan konsep matematika dapt
di lihat pada tabel 4.12 di bawah ini.
Tabel 4.12
Uji Homogenitas Test Varians dengan Uji Levene’s Test
Berdasarkan tabel 4.12 di atas, hasil uji homogenitas untuk kemampuan
berpikir kreatif matematika diperoleh nilai sig 0,315 > 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa varians data kemampuan berpikir kreatif matematika antara
kelompok model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW adalah
homogen.
Selanjutnya hasil uji homogenitas untuk penguasaan konsep matematika
diperoleh nilai sig 0,059 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data
penguasaan konsep matematika antara kelompok model pembelajaran tipe STAD
dan JIGSAW homogen.
C.
Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan teknik analisis
MANOVA (Multivariate of Varians) dua jalur yang dilakukan secara
komputerisasi melalui program SPSS versi 20 seperti tabel 4.13 di bawah ini.
Tabel 4.13
Multivariate Test
Tabel 4.14
Test of Between-Subjects Effects
Tests of Between-Subjects Effects
Source
Corrected
Model
Intercept
A
Error
Total
Corrected
Total
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Kemampuan
Berpikir
Kreatif
Matematika
Penguasaan
Konsep
Matematika
Type III Sum
of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1322,500a
1
1322,500
19,805
,000
202,500
1
202,500
4,408
,042
234090,000
1
234090,000
3505,584
,000
67240,000
1
67240,000
1463,833
,000
1322,500
1
1322,500
19,805
,000
202,500
1
202,500
4,408
,042
2537,500
38
66,776
1745,500
38
45,934
237950,000
40
69188,000
40
3860,000
39
1948,000
39
b
a. R Squared = ,343 (Adjusted R Squared = ,325)
b. R Squared = ,104 (Adjusted R Squared = ,080)
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan :
1.
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Matematika Secara
Multivariat.
Hipotesis pertama menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep
matematika secara multivariat”. Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada
tabel 4.13 Multivariate Test pada uji statistik terdapat nilai F sebesar 9,956 dan
nilai sig Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling”s Trace dan Roy’s Langest
Root sig sebesar 0,00 < 0,05. Dengan demikian hipoteisis nol ditolak, hal ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara
multivariat. Dalam hal ini juga maka kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan
konsep matematika pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok
kontrol.
2.
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematika Siswa.
Hipotesis kedua menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa”. Berdasarkan
hasil pengujian pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects di atas, nilai F
sebesar 19,805 dan nilai sig untuk kemampuan berpikir kreatif matematika (Y1)
siswa adalah 0,00 < 0,05. Dengan demikian hipotesis nol ditolak atau terdapat
perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematika pada
kelompok siswa yang diberi metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang diberi metode pembelajaran
tipe JIGSAW, sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan
model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika.
3.
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Penguasaan
Konsep Matematika Siswa.
Hipotesis ketiga menyatakan “Terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika siswa”. Berdasarkan hasil
pengujian pada tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects di atas, nilai F sebesar
4,408 dan nilai sig untuk penguasaan konsep matematika (Y2) siswa adalah 0,042
< 0,05. Dengan demikian hipotesis nol ditolak atau terdapat perbedaan yang
signifikan antara kemampuan berpikir kreatif matematika pada kelompok siswa
yang diberi metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan penguasaan
konsep matematika siswa yang diberi metode pembelajaran tipe JIGSAW,
sehingga dapat
disimpulkan terdapat
pengaruh yang
signifikan model
pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep matematika.
D.
Pembahasan Hasil Penelitian
MANOVA atau Multavarite Analysis of Variances merupakan generalisasi
dari ANOVA. Jika pada ANOVA terdapat satu variabel bebas berskala nonmetrik dan satu variabel tergantung berskala metrik, sedangkan pada MANOVA
terdapat satu variabel bebas berskala non-metrik dan dua variabel tergantung
berskala metrik (Sarwono, Jonatan 2012 : 205). MANOVA berguna ketika
peneliti mendesain situasi eksperimental (manipulasi beberapa variabel perlakuan
nonmetrik) hipotesis uji t mengenai varians pada respon kelompok dua atau lebih
variabel dependen (Hair, Anderson, Thatam, Black, 1995) dalam Achmad Hidajat
(2013 : 84). Terdapat empat uji statistik yaitu Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda,
Hotelling’s Trace dan Roy’s Langest Root. Keempat pengujian ini didasarkan
kepada nilai output dari SPSS versi 20 dimana formula untuk masing-masing uji
statistik tersebut adalah sebagai berikut : dari tabel 4.13 Multivariate Test di atas
pada bagian label intercept, nilai
Pillai’s Trace positif sebesar 0,989
meningkatnya nilai ini memberikan pengaruh yang berarti pada metode
pembelajaran atau perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelompok data, nilai
Wilks’ Lambda berkisar antara 0 dan 1, bila nilai Wilks’ Lambda
mendekati 0,
artinya ada pengaruh yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif atau
adanya perbedaan rata-rata yang berarti antara kelompok data.
Sebaliknya jika Wilks’ Lambda mendekati 1, artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan pada model pembelajaran kooperatif atau tidak ada perbedaan
rata-rata yang berarti antara kelompok data.
Nilai Wilks’ Lambda
yang didapat dari tabel 4.13 adalah 0,011 mendekati
0 sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan pada model
pembelajaran kooperatif terhadap hasil nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif
dan penguasaan konsep matematika yang berbeda antara dua kelompok metode.
Hal ini didukung oleh teori di BAB II, menurut Solihatin, E, dan Raharjo dalam
Tukiran Taniredja dkk (2011 : 56) pada dasarnya cooperativ learning
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota itu sendiri.
Nilai Hotelling’s Trace menunjukkan nilai positif yaitu 92,404 artinya jika
nilai Hotelling’s Trace selalu lebih dari nilai Pillai’s Trace maka menunjukkan
adanya pengaruh yang berarti atau signifikan pada metode pembelajaran. Nilai
Roy’s Langest Root bernilai positif dan nilai Roy’s Langest Root selalu lebih kecil
atau sama dengan nilai Hotelling’s Trace artinya menunjukkan adanya pengaruh
yang berarti/signifikan pada model pembelajaran kooperatif.
Pada baris metode pembelajran angka signifikansi yang diuji dengan
prosedure Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s Langest
Root, menunjukkan angka signifikansi kurang dari 0,05 ( yaitu 0,00, 0,00, 0,00,
0,00), maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang
signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berpikir kreatif
dan penguasaan konsep matematika siswa.
Box’s Test of Equality of Covariance Matrices digunakan untuk menguji
homogenitas matriks varians kovarians. Dari tabel 4.11 di atas diperoleh nilai sig
0,448 > 0,05. Maka dapat disimpulkan matriks varians kovarians antara kelompok
model pembelajaran adalah homogen.
Levene’s test digunakan untuk menguji homogenitas varians secara
univariat. Dari tabel 4.12 di atas, hasil pengujian homogenitas terhadap dua
kelompok model pembelajaran kooperatif untuk kemampuan berpikir kreatif
diperoleh nilai sig 0,315 yang berarti lebih dari 0,05. Maka dapat disimpulkan
bahwa varians data kemampuan berpikir kreatif matematika antara kelompok
metode pembelajran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW adalah homogen.
Selanjutnya hasil uji homogenitas terhadap dua kelompok metode pembelajaran
kooperatif untuk penguasaan konsep matematika diperoleh nilai sig 0,059 yang
berarti nilai sig > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa varians data penguasaan
konsep matematika antara kelompok metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan JIGSAW adalah homogen.
Tabel 4.14 Test of Between-Subjects Effects menggambarkan pengujian
model secara univariate. Terlihat nilai p-value untuk kategori model pembelajaran
kooperatif untuk respons kemampuan berpikir kreatif matematika sebesar 0,00 <
0,05, demikian juga respons penguasaan konsep matematika sebesar 0,042 < 0,05,
yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika antara kedua metode
pembelajaran kooperatif.
Penelitian ini mendukung teori bahwa pemberian metode pembelajaran
kooperatif sangat berpengaruh (faktor eksternal) terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Slameto (2013 : 60-72) menjelaskan bahwa faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu : (1)
faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang
kebudayaan), (2) faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah),
(3) faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman
bergaul, bentuk kehidupan masyarakat). Faktor-faktor ini yang mempengaruhi
proses belajar siswa yang berujung pada hasil belajar. Dari hasil belajar yang
memuaskan tentu adanya penunjang dari faktor eksternal tersebut. Dengan
ketenangan dan kenyamanan belajar siswa dapat berpikir logis dalam
menyelesaikan soal. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam
menghubung-hubungkan fakta-fakta dan rumus-rumus untuk mengambil suatu
kesimpulan. Kemampuan berpikir kreatif matematika disini adalah kemampuan
yang fleksibel dan mendorong ide-ide baru dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan, yang menempatkan fluency, flexibility, originality, elaboration and
evaluation dalam respon siswa menggunakan konsep, prosedur dan kemampuan
matematis pada penyelesaian matematika tentang peluang. Sedangkan penguasaan
konsep
matematika
disini
adalah
ide
abstrak
yang
digunakan
untuk
mengklasifikasi sejumlah objek kejadianyang dinyatakan dalam suatu istilah atau
lambang bahasa pada ranah kongnitif sesuai dengan tingkat yaitu : tingkat
pengetahuan, tingkat pemahaman, tingkat penerapan, tingkat analisis, tingkat
sintesis dan tingkat evaluasi.
Model pembelajaran kooperatif dalam pemecahan maslaah matematika
sangat dibutuhkan siswa, karena bidang studi matematika merupakan studi yang
dibangun berdasarkan kemampuan berpikir logis dan analisis. Untuk masalah dan
soal yang disajikan secara bervariasi sehingga masing-masing soal memiliki
tingkat keragaman yang tinggi. Penyelesaiannya pun dengan langkah yang
berbeda diantaranya dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD. Kondisi demikian membutuhkan penguasaan guru akan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kemampuan siswa mengkolaborasikan
berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Menurut Isjoni dalam
Tukiran Taniredja dkk (2011 : 64) mengatakan tipe STAD yang dikembangkan
oleh Slavin ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang
maksimal. Dan dalam penetapan pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievment Division (STAD) merupakan salah satu stuktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan kemampuan atau penguasaan isi akademik.
Sedangkan metode pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW adalah proses
pembelajaran searah dari guru terhadap siswa. Metode pembelajaran kooperatif
tipe JIGSAW kurang efektif digunakan karena guru sulit menentukan tim inti
karena siswa kurang percaya diri untuk menjelaskan materi kepada temanya dan
banyaknya jumlah dalam satu kelas. Hal ini senada dengan Roy Killen (1996)
kelemahan dari metode Jigsaw adalah sulit meyakinkan siswa untuk mampu
berdiskusi menyampaikan materi pada temannya, jika siswa tidak memiliki rasa
kepercayaan diri dan aplikasi metode pada kelas yang besar (lebih dari 40 siswa)
sangatlah sulit, tapi dapat diatasi dengan model (team teaching). Dalam kondisi
ini peran guru sangat penting untuk untuk dapat menjelaskan materi tersebut yang
mudah dimengerti siswa (tim inti/tim ahli) dan memberi dorongan kepada siswa
yang akan menjadi tim inti.
Berdasarkan informasi kuantitatif di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis penelitian
dan analisis pengolahan data pada bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1.
Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika secara
multivariat. Hasil pengujian statistik pada tabel 4.13 Multivariate Test
diketahui nilai Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace dan Roy’s
Langest Root sig sebesar 0,00 < 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara rata-rata kemampuan berpikir kreatif dan
penguasaan konsep matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran
tipe STAD dan JIGSAW.
2.
Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematika. Hasil pengujian statistik pada tabel
4.14 Test of Between-Subjects Effects, didapat nilai F adalah 19,805 dan
nilai sig untuk kemampuan berpikir kreatif (Y1) adalah 0,00 < 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran tipe
STAD dan JIGSAW.
3.
Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif terhadap
penguasaan konsep matematika. Hasil pengujian statistik pada tabel 4.14
Test of Between-Subjects Effects, didapat nilai F adalah 4,408 dan nilai sig
untuk penguasaan konsep matematika (Y2) adalah 0,042 < 0,05. Hal ini
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata penguasaan
konsep matematika siswa pada pemberian metode pembelajaran tipe STAD
dan JIGSAW.
B.
Implikasi
Berdasarkan kesimpulan pada penelitian di atas,
dapat dikemukakan
beberapa implikasi dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa adalah
sebagai berikut :
1.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan
konsep matematika siswa, metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih
berhasil dibandingkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe
JIGSAW,
hal ini dikarenakan motivasi siswa untuk belajar dan
memecahkan sendiri atau kelompok suatu materi atau persoalan sangat
kurang serta serta penguasaan dasar-dasar suatu materi atau persoalan yang
seharusnya sudah dikuasai sangat rendah dan kurang diperhatikan secara
serius.
2.
Pendekatan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih efektif dan lebih bagus hasil belajar siswa. Hal ini dapat
ditunjukkan pada hasil ulangan yang cenderung lebih baik dari kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa.
3.
Dari pihak sekolah agar ikut membantu memberikan fasilitas yang memadai
serta mendukung dengan kebijakan menggunakan metode pembelajaran tipe
STAD pada setiap kelas serta kerjasama dengan antara pendidik dan peserta
didik untuk mendapatkan hasil yang optimal.
C.
Saran
Berdasarkan pada kesimpulan penelitian, maka berikut ini ada beberapa
saran untuk perbaikan pada kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep
matematika siswa sebagai berikut :
1.
Disarankan bagi guru, dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa, metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih efektif untuk menumbuhkan, merangsang dan
menambah kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika
siswa. Dalam pembagian kelompok belajar sebaiknya setiap kelompok
belajar didampingi oleh siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif
dan penguasaan konsep matematika yang tinggi.
2.
Disarankan dalam pemberian materi pelajaran matematika, buatlah susana
belajar yang menyenangkan dan dalam menjelasakan materi harus sesuai
dengan kemampuan siswanya. Ciptakan suasana penuh kekeluargaan, agar
siswa yang merasa belum mampu belajara matematika ingin berusaha untuk
dapat belajar dengan teman-temanya.
Hendaknya
dilakukan
penelitian
lanjutan,
penelitian
ini
hanya
mengungkapkan sebagian kecil permasalahan yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan konsep matematika siswa. Temuan
penelitian menunjukkan masih banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan
berpikir kreatif dan penguasaan kosnep matematika siswa.yang tidak diungkapkan
dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut dapat berupa dari dalam diri siswa
seperti faktor kecerdasan, minat belajar, motivasi siswa, kemandirian belajar, gaya
belajar dan lain-lain terhadap mata pelajaran matematika. Sedangkan faktor dari
luar diri siswa seperti profesionalisme guru, suasana belajar, metode
pembelajaran, waktu belajar dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Aguspinal. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi
Matematis Siswa SMA Melalui Pendekatan Open-Ended dengan Strategi
Group-to-Group (Studi Eksperimen di SMA Negeri Plus Provinsi Riau).
Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pasca
Sarjana UPI Bandung : tidak diterbtikan.
Akhmad, Suroso. (2102). Pengaruh Strategi Pembelajaran Matematika
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif dan Konsep Diri Matematika
Siswa SMK (Eksperimen pada siswa kelas X TKR Bangun Nusantara Kota
Tangerang) Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan MIPA
Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta : tidak diterbitkan.
Arends, R.I.(2008). Classroom Insturuction and Management. New York : Mc
Grow-Hill.
Arikunto, Suharsimi. (2013). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan.(2006). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta Selatan : BSNP
.(online). Tersedia : http//bsnp-indonesia.org/id/?pg_id=103/
Basuki Abdulwahab, Wisnijati. (2013). Statistika Parametrik
Nonparametrik untuk Penelitian. Jakarta : PT Pustaka Mandiri.
dan
B.Uno, Hamzah, dkk. (2012). Assessment Pembelajaran. Jakara : PT Bumi
Aksara.
Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 121.
Evans, J.R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management
Science.USA : South-Western Publishing Co : tidak diterbitkan
E.Slavin, Robert. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik,
Terjemahan Allymand Bacon. Bandung : Nusa Media.
Hardianti, Reni Oktovia. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran dan Minat
Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jakarta : Tesis Magister
Program Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarata : tidak
diterbitkan.
http://dedi26.blogspot.com/2013/02/apa-itu-matematika-pengertian.html .2013.
Siswoyo, Dedi. “Pengertian Matematika,” (di akses 19 maret 2015).
Hidajat, Achmad. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Komunikasi Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran MathTalk Learning Community (Studi Eksperimen di SMP se Kabupaten
Bangka Prop.Kep.Babel) Tesis Magister pada Program Studi Pendidikan
MIPA Pascasarjana Universitas Indraprasta PGRI Jakarta: tidak diterbitkan.
Ibrahim Abdullah, Suparman. (2013). Aplikasi Komputer Dalam Penyusunan
Karya Ilmiah. Jakarta : PT Pustaka Mandiri.
Jihad Asep, Abdul Haris. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Jogjakarta : Multi
Pressindo.
Lestiyono, Sidik. (2014). Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif terhadap
Kemampuan Penalaran dan Penguasaan Konsep Matematika Siswa
(Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri di Jakarta Selatan). Tesis
Magister pada Program Studi Pendidikan MIPA Sekolah Pascasarjana
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta : tidak diterbitkan.
M. Dalyono. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.hal. 130.
MuhibbinSyah. (2009). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal.
152.
Mulyana.E. (2009). “Pengaruh Model Pembelajaran Krisley Terhadap
Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa SMA IPA”.
Disertasi Doktor pada Program Studi Sekolah Pascasarjana UPI Bandung :
tidak diterbitkan.
Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurgiyantoro, Burhan dkk. (2000). Statistik Terapan untuk Penelitian IlmuIlmu Sosial. Jogjakarta : Gajah Mada University Press.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV
Alfabeta.
Sanjaya, Wina.(2010).Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana. hal. 200.
Sarwono, Jonatan. (2012 : 205-207). Mengenal SPSS Statistic 20. Jakarta : PT
Elek Media Komputindo : Gramedia.
Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta :
PT.Rineka Cipta.
Siswono, T.Y.E (2004). ”Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pengajuan
Masalah (Problem Posting)”. Makalah dalam konfrensi Nasional
Matematika XII, Universitas Udayana Bali.
Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.
Suherman. (2003). “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Common
Textbook”. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FTMIPA UPI.
Supardi U.S. (2012). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Jakarta : PT Ufuk
Publishing House.
Supriadi, D. (1997). Kreativitas Kebudayaan dan Pengembangan IPTEK.
Bandung : Alfabeta.
Surapranata, Sumarna.(2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi
Hasil Tes Implementasi Kurikulum. Bandung : PT.Remaja Rosda Karya.
Suryabrata, Sumadi. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Taniredja, Tukiran dkk. (2011). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung :
CV. Alfabeta.
Virgana. (2014). Manajemen Kurikulum MIPA. Jakarta : PT Pustaka Mandiri.
BIODATA
MUNALI lahir di Cirebon 42 tahun lalu. Menamatkan pendidikan sekolah dasar
(SDN) Sudimara VIII Tangerang Banten tahun 1986. Melanjutkan ke sekolah
menengah pertama ( SMP Swasta ) Budi Bhakti Tangerang Banten tamat tahun
1989. Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah atas (SMAN Ciledug) Kota
Tangerang dan tamat tahun 1992. Kemudian melanjutkan ke Perguruan tinggi
Negeri Politeknik Universitas Indonesia di Jakarta Jurusan Teknik Sipil dengan
Program Studi Konstruksi Bangunan Sipil dan lulus tahun 1996 dan memperoleh
gelar Ahli Madya (Amd). Kemudian Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Jakarta Fakultas Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Program Studi Pendidikan
Matematika dan lulus tahun 2004 dan memperoleh gelara Sarjana Pendidikan
(S.Pd.)
Pengalaman mengajar di MA Jamiyyah Islamiyah di Pondok Aren Kabupaten
Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi matematika tahun 1998sekarang
Pengalaman mengajar di SMK Yayasan Pendidikan Islam Attaqwa (YAPIA) di
Pondok Aren Kabupaten Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi
matematika tahun 2000 - 2007.
Pengalaman mengajar di SMK Yayasan Pendidikan An-Nurmaniyah (YAPERA)
di Ciledug Kota Tangerang sebagai tenaga pendidik bidang studi matematika
tahun 2007- sekarang.
Download