Urgensi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Ketenaganukliran I Made Ardanaa, Aris Sanyoto, Vatimah Zahrawati, dan Daniel Rawinala Meiga Badan Pengawas Tenaga Nuklir a) i.madeardana@bapeten.go.id Abstrak. Setiap petugas yang bekerja pada bidang pemanfaatan tenaga nuklir disyaratkan memiliki sikap, pengetahuan, dan keahlian yang disebut dengan kompetensi. Petugas tertentu yang kompeten ditunjukkan dengan adanya sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut dapat diperoleh setelah seseorang mengikuti pelatihan dan lulus ujian berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah satunya adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Saat ini, dalam bidang ketenaganukliran belum terdapat SKKNI untuk menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja dalam bidang ketenaganukliran. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran. Mengingat luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka penyusunan SKKNI sektor ini hendaknya diawali dengan penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran merupakan rumusan perencanaan dan pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran yang dapat digunakan sebagai panduan dalam pengembangan SDM ketenaganukliran. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran memuat tentang identifikasi bidang usaha sektor ketenaganukliran, pemetaan kompetensi, dan peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran. Kata Kunci: Standar Kompetensi, SKKNI, Rencana Induk Pengembangan SKKNI, Peta Jalan Abstract. Every officer who operates a nuclear reactor and certain officers in other nuclear installations are required to have knowledge, skills, abilities, and behaviors called competencies. Certain competent officers are indicated by the existence of a competency certificate. The competency certificate can be obtained after a person has attended training and passed an exam based on certain competency standards, one of which is the Indonesian National Work Competency Standard (SKKNI). Currently, in the nuclear area, there is no SKKNI to standardize the competence of personnel working in the nuclear area. For this reason, it is necessary to prepare the SKKNI for the nuclear sector. Given the breadth of business in the nuclear sector, the preparation of the SKKNI for this sector should begin with the preparation of the master plan for development (RIP) of the SKKNI. The RIP SKKNI is a document for the SKKNI development plan that can be used as a basis and reference for competency-based human resources development. The RIP SKKNI contains the identification of business fields in the nuclear sector, competency mapping, and a roadmap for the preparation of the SKKNI for the nuclear sector. Keywords: Competency Standards, SKKNI, Master Plan for SKKNI Development, Road Map PENDAHULUAN Penggunaan tenaga nuklir di Indonesia semakin tahun jumlahnya semakin meningkat baik dibidang industri, penelitian maupun kesehatan. Selain memiliki manfaat yang cukup besar, pemanfaatan tenaga nuklir juga berpotensi menimbulkan risiko radiasi apabila tidak ditangani oleh petugas yang berkompeten. Untuk memastikan seluruh pemanfaatan tenaga nuklir tetap aman dan selamat, maka dibutuhkan personel pemanfaatan yang kompeten. Seluruh personel yang mengoperasikan peralatan yang memanfaatkan tenaga nuklir baik untuk reaktor nuklir maupun fasilitas pemanfaatan lainnya wajib memiliki izin. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (UU 10 tahun 1997) khususnya pada pasal 19 ayat (1). Pada pasal tersebut juga diamanatkan terkait persyaratan untuk memperoleh izin bagi personil ketenaganukliran diatur oleh Badan Pengawas (Pemerintah Indonesia, 1997). Merujuk pada kedua ayat tersebut, saat ini izin untuk petugas sebagaimana dimaksud diberikan oleh Badan Pengawas Tenaga Nukir (BAPETEN) berdasarkan kompetensinya masing-masing. Setiap petugas atau personel yang bekerja pada suatu fasilitas diharapkan memiliki pengetahuan, keahlian dan sikap kerja yang sesuai dengan kebutuhan fasilitas, termasuk petugas pada bidang ketenaganukliran (IRPA, 2016). Setiap petugas tertentu disyaratkan memiliki keterampilan dan keahlian khusus yang disebut dengan kompetensi. Petugas tertentu yang kompeten ditunjukkan dengan adanya sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut dapat diperoleh setelah seseorang mengikuti pelatihan dan lulus ujian berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah satunya adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Saat ini, dalam bidang ketenaganukliran belum terdapat SKKNI untuk menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja dalam bidang Ketenaganukliran. Kompetensi masing-masing petugas mengacu pada standar kompetensi yang tercantum dalam lampiran peraturan Kepala BAPETEN yang mengatur tentang surat izin bekerja atau standar kompetensi terkait yang tertelusur (Bapeten, 2016). Untuk itu, diperlukan adanya penyusunan SKKNI bagi petugas yang bekerja di bidang ketenaganukliran, baik itu petugas tertentu sebagai petugas proteksi radiasi maupun sebagai petugas keahlian. SKKNI adalah suatu dokumen yang mendefinisikan sikap kerja, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan oleh seorang personel untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perannya masing-masing. Pengetahuan, pelatihan, dan pengalaman serta sikap kerja diakui sebagai hal utama untuk mencapai kompetensi di bidang pekerjaan apa pun (European Comission, 2010). Pengembangan SKKNI untuk suatu bidang usaha dapat berasal dari asosiasi profesi, masyarakat, lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi profesi (LSP), pemerintah dan/atau pihak terkait lainnya (Kemenaker, 2016). Inisiasi pengembangan SKKNI tersebut disampaikan kepada instansi teknis sebagai pembina suatu bidang usaha sesuai dengan sektor atau lapangan usaha terkait. Untuk dapat memastikan SKKNI yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja, penyusunannya dilakukan melalui konsultasi dengan dunia industri dan pihak-pihak terkait. SKKNI pada dasarnya digunakan dalam penyusunan kurikulum atau silabus pelatihan oleh lembaga pelatihan serta panduan dalam melakukan sertifikasi kompetensi oleh LSP. Pengembangan dan tata cara penyusunan SKKNI diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan (PUU) terkait dengan ketenagakerjaan. BAPETEN, sebagai lembaga teknis dibidang ketenaganukliran dapat menginisiasi usulan penyusunan SKKNI bidang ketenaganukliran. SKKNI sektor ketenaganukliran diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penyiapan, pengembangan serta pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor ketenaganukliran yang memiliki kompetensi yang sesuai dan berdaya saing melalui skema sertifikasi kompetensi yang seragam oleh seluruh pihak terkait. Mengingat luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka penyusunan SKKNI sektor ini hendaknya diawali dengan penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP SKKNI merupakan rumusan perencanaan dan pengembangan SKKNI yang dapat digunakan sebagai panduan dalam pengembangan SDM yang berkompeten (Kemendag, 2020). Selain untuk memastikan keseragaman kompetensi personel pada bidang usaha tertentu secara nasional, SKKNI juga merupakan salah satu sarana menstandardisasi kualitas kompetensi pekerja antar negara seperti antara Indonesia dengan negara lain melalui suatu kesepakatan yang dikenal sebagai Mutual Recognition Agreement. POKOK BAHASAN RIP SKKNI merupakan suatu dokumen yang berisi tentang perencanaan pengembangan SKKNI dalam periode waktu tertentu berdasarkan hasil pemetaan bidang usaha yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk dapat menyusun SKKNI, Kementerian/Lembaga (K/L) terkait membentuk Komite Standar SKKNI dengan masa kerja paling lama lima (5) tahun. Salah satu tugas Komite Standar adalah menyusun RIP SKKNI yang disusun berdasarkan ramburambu penyusunan RIP, yaitu (Kemenaker, 2016): 1. 2. Disusun melingkupi seluruh bidang usaha yang menjadi tanggung jawab K/L pengusul. Disusun berdasarkan hasil pemetaan kompetensi seluruh bidang usaha terkait; 3. 4. Disusun menurut skala prioritas kebutuhan penyusunan SKKNI. Disusun dalam periode waktu tiga sampai lima tahun. Masa kerja Komite Standar SKKNI yang telah berakhir dapat dibentuk dan ditetapkan kembali sesuai dengan kebutuhannya. RIP mengacu pada peta kompetensi yang disusun berdasarkan hasil dari identifikasi unit-unit kompetensi yang terdapat pada masing-masing bidang usaha. Pemetaan kompetensi dilakukan sesuai dengan hasil analisis fungsi produktif suatu bidang usaha tertentu. Mengingat luasnya lingkup bidang usaha pada suatu sektor, ketenaganukliran misalnya, maka pemetaan kompetensi oleh intansi teknis biasanya diawali dengan penyamaan persepsi yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan peta kompetensi. Penyusunan peta kompetensi suatu bidang usaha selalu diawali dengan melakukan identifikasi fungsi-fungsi produktif pada bidang usaha tersebut. Identifikasi fungsi-fungsi produktif diawali dengan melakukan analisis main purpose atau tujuan utama, selanjutnya dilakukan analisis untuk masing-masing key function atau fungsi kunci, main function atau fungsi utama dan basic function atau dikenal juga sebagai fungsi dasarnya. Tahapan identifikasi fungsifungsi produktif memiliki tujuan untuk melakukan analisis terhadap masing-masing variable yang menjadi tujuan utama, fungsi kunci, fungsi utama dan fungsi dasar dari suatu bidang usaha tertentu. Tujuan utama merupakan situasi dan kondisi yang menjadi target utama yang diharapkan dapat dicapai dari pembentukan suatu bidang usaha. Pada umumnya tujuan utama ini akan diejawantahkan kedalam visi dan misi milik bidang usaha yang bersangkutan. Sedangkan fungsi kunci merupakan suatu fungsi produktif yang diturunkan untuk mencapai tujuan utama dibentuknya suatu sektor atau bidang usaha. Seluruh fungsi kunci yang saling terkait dan saling mendukung apabila diterapkan dipastikan akan dapat mendukung tercapainya tujuan utama. Fungsi utama merupakan fungsi produktif yang merupakan turunan-turunan atau penjabaran dari masing-masing fungsi kunci. Masing-masing fungsi kunci tersusun atas beberapa fungsi utama yang satu sama lain saling terhubung untuk memastikan terselenggaranya fungsi-fungsi kunci. Sedangkan fungsi dasar merupakan fungsi-fungsi turunan atau penjabaran dari masing-masing fungsi fungsi utama. Sebuah fungsi utama minimal tersusun atas dua buah fungsi dasar yang satu sama lain saling terhubung. Fungsi-fungsi dasar ini kemudian akan diidentifikasi sebagai unit-unit kompetensi yang didalamnya akan memuat aspek-aspek kompetensi seperti sikap kerja, pengetahuan, dan keterampilan (Kemenaker, 2016). BAPETEN melaui Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif telah membentuk kelompok kerja untuk melakukan pemetaan kompetensi. Pemetaan kompetensi diawali dengan identifikasi bidang usaha pada sektor ketenaganukliran mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko khususnya yang terkait dengan sektor ketenaganukliran. Kelompok kerja pemetaan kompetensi ini diharapkan memiliki peran masing-masing sesuai dengan kompetensinya dalam melakukan penyusunan peta kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran. Hasil pemetaan kompetensi yang dilakukan akan digunakan dalam penyusunan RIP SKKNI sektor ketenaganukliran. HASIL DAN PEMBAHASAN RIP-SKKNI sektor ketenaganukliran direncanakan disusun melalui tahapan kegiatan review terhadap peta kompetensi untuk memastikan komprehensifitas lingkup bidang usaha serta ketepatan dalam pengkategorisasiannya. Selain itu, tahapan review ini juga bertujuan untuk menentukan skala prioritas masing-masing bidang usaha serta unitunit kompetensi serta melakukan penyusunan tahapan dan peta jalan (road map) penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran untuk periode waktu lima tahun. Peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran akan disusun berdasarkan skala prioritas bidang usaha yang telah diperoleh dari hasil pemetaan bidang usaha Hal-hal yang telah dilakukan oleh kelompok kerja pemetaan kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran adalah menyusun peta kompetensi secara menyeluruh untuk masing-masing bidang usaha terkait sektor ketenaganukliran sebagaimana tercantum dalam PP 5 tahun 2021. Pemetaan kompetensi yang dilakukan telah disertai dengan tahapan identifikasi fungsi-fungsi produktif bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Identifikasi fungsi-fungsi produktif yang telah dilakukan dimulai dari identifikasi tujuan utama, analisis fungsi kunci, serta penjabaran fungsi utama dan fungsi dasar. Hasil identifikasi tujuan utama untuk sektor ketenaganukliran disesuaikan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen khususnya pada Bagian Kesepuluh tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir, pada Pasal 28 yang menyebutkan bahwa BAPETEN dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan tenaga nuklir. Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam PUU yang berlaku. Tujuan utama dibentuknya BAPETEN adalah untuk memastikan pemanfaatan tenaga nuklir dapat berlangsung secara aman dan selamat baik bagi pekerja maupun masyarakat serta memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Tujuan utama tersebut kemudian diturunkan ke dalam dua fungsi kunci. Masing-masing fungsi kunci yang disusun dipastikan saling terkait dan tersaling mendukung untuk dapat memenuhi tercapainya fungsi utama. Dua fungsi kunci yang disusun adalah melaksanakan pemanfataan ketenaganukliran dengan jaminan keselamatan, kesehatan dan keamanan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dan melaksanakan pengawasan pemanfaatan ketenaganukliran yang efektif untuk memastikan tercapainya keamanan dan keselamatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Masing-masing fungsi kunci kemudian dijabarkan menjadi beberapa fungsi utama. Masing-masing fungsi utama saling terkait antara satu fungsi utama dengan fungsi-fungsi utama lainnya. Untuk fungsi kunci pemanfaatan tenaga nuklir diturunkan menjadi empat fungsi utama sesuai dengan subbidang pemanfaatan pada PP 5 tahun 2021 yaitu subbidang pemanfaatan sumber radiasi pengion, subbidang instalasi nuklir dan bahan nuklir, subbidang pertambangan galian nuklir dan subbidang pendukung sektor ketenaganukliran. Sedangkan untuk fungsi kunci melaksanakan pengawasan pemanfaatan dibedakan menjadi empat fungsi utama yaitu fungsi penyusunan peraturan, fungsi perizinan, fungsi inspeksi, dan fungsi pendukung pengawasan. GAMBAR 1. Hierarki fungsi produktif bidang usaha sektor ketenaganukliran. Masing-masing fungsi utama tersebut kemudian diturunkan menjadi beberapa fungsi dasar. Fungsi dasar yang merupakan jabaran lebih lanjut dari masing-masing fungsi utama disusun saling terkait satu sama lain dan dipastikan dapat menunjang tercapainya fungsi utama yang telah ditetapkan. Setiap fungsi utama paling kurang terdiri atas dua fungsi dasar yang saling mendukung satu sama lainnya. Fungsi-fungsi dasar ini selanjutnya diidentifikasi sebagai unitunit kompetensi yang menjadi bagian utama dalam SKKNI. Unit-unit kompetensi ini selanjutnya dapat dijabarkan kedalam beberapa elemen kompetensi dengan masing-masing kriteria unjuk kerjanya. Unit-unit kompetensi disusun berdasarkan hasil identifikasi terhadap kebutuhan kompetensi masing-masing personel di tempat kerja. Selain itu, unit- unit kompetensi juga merupakan rumusan dari kebutuhan di tempat kerja yang meliputi aspek pengetahuan dan keterampilan serta sikap kerja dalam melakukan suatu pekerjaan, termasuk yang terkait dengan kemampuan komunikasi dan koordinasi, aspek manajerial, kemampuan literasi dan matematika dasar serta aspek keselamatan kerja. Gambar 1 menyajikan hasil identifikasi awal fungsi produktif bidang usaha sektor ketenaganukliran. Pemetaan kompetensi sektor ketenaganukliran telah disusun mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia atau KBLI yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik. Penyusunan dan pengembangan unit-unit kompetensi dalam peta kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran sedang disusun mengikuti tata cara penyusunan SKKNI yang telah ditetapkan oleh kementerian terkait. Hasil identifikasi awal menununjukkan luasnya lingkup bidang usaha yang terdapat pada sektor ketenaganukliran. Berdasarkan analisis yang dilakukan telah teridentifikasi lebih dari 40 jenis bidang usaha pemanfaatan pada sektor ketenaganukliran, belum termasuk bidang pengawasan ketenaganukliran yang perlu disusun SKKNInya. Tahapan kegiatan yang direncakana untuk dilakukan selanjutnya adalah menentukan bidang-bidang usaha prioritas yang akan disusun SKKNI serta unit-unit kompetensi. Pada dasarnya bidang-bidang usaha yang telah diidentifikasi penting untuk disusun standar kompetensinya dalam format SKKNI (Permendag, 2020). Akan tetapi, berdasarkan pertimbangan urgensi dan sumber daya, maka penyusunan SKKNI di sektor ketenganukliran ini perlu dilakukan berdasarkan skala prioritasnya. Dalam mmenentukan skala prioritas penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran, akan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain: 1. Bidang usaha yang berpotensi tinggi dapat menimbulkan bahaya keamanan dan keselamatan radiasi. 2. Bidang usaha yang petugasnya dipersyaratkan memiliki SIB dari BAPETEN. 3. Bidang usaha strategis yang diminati pemegang izin. Selain menentukan bidang-bidang usaha prioritas sektor ketenaganukliran, sebelum melakukan penyusunan SKKNI juga perlu ditentukan tahapan penyusunan dan peta jalannya (road map). Peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran dapat disusun untuk periode waktu lima tahun dengan mempertimbangkan skala prioritas penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang telah ditetapkan sebelumnya. Peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran tersebut memuat tentang tujuan dan tahapan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang hendaknya dapat dilakukan setiap tahun dalam periode lima tahun. Peta jalan yang akan disusun masih memungkinkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan SKKNI pada tahun-tahun berjalan. Untuk memastikan terwujudnya penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran, maka seluruh rencana penyusunannya dtuliskan dalam suatu program penyusunan yang paling kurang memuat tentang pelaksana kegiatan seperti Unit Kerja atau Satuan Kerja pelaksana masing-masing kegiatan penyusunan SKKNI serta sumber pembiayaan setiap kegiatannya. Selain itu, program penyusunan ini juga disertai dengan target output kegiatan dan ukuran realisasinya. Seluruh tahapan kegiatan dalam rencana penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran ini penting untuk disusun dan dilaksanakan. Untuk itu diperlukan adanya suatu dokumen RIP SKKNI sektor ketenaganukliran yang memuat seluruh tahapan kegiatan tersebut baik dari penyusunan peta kompetensi, penentuan bidang usaha prioritas, peta jalan penyusunan, dan penentuan pelaksana kegiatan serta sumber pembiayaannya. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran ini urgen untuk disusun sebagai pedoman penting dalam penyusunan dan pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran guna mewujudkan SDM ketenaganukliran yang andal dan kompeten. KESIMPULAN Telah dilakukan identifikasi bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa lingkup bidang usaha pemanfaatan ketenaganukliran sangat luas mencapai lebih dari 40 jenis bidang usaha. Masing-masing bidang usaha tersebut membutuhkan SKKNI masing-masing untuk memastikan setiap personel yang bekerja pada masing-masing bidang usaha tersebut memiliki acuan dalam pemenuhan kompetensinya termasuk SKKNI untuk bidang pengawasan pemanfaatan ketenaganukliran. Penyusunan SKKNI pada sektor ketenaganukliran penting untuk dilakukan sebagai panduan dalam penyiapan, pembinaan, dan pengembangan SDM sektor ketenaganukliran yang memiliki kompetensi yang sesuai dan berdaya saing melalui skema sertifikasi kompetensi yang seragam oleh seluruh pihak terkait baik itu lembaga pelatihan maupun LSP. Mengingat luasnya bidang usaha pemanfaatan pada sektor ketenaganukliran, termasuk didalamnya adalah kebutuhan SKKNI pada bidang pengawasan, maka diperlukan adanya RIP SKKNI sektor ketenaganukliran sebagai dasar dan acuan dalam penyiapan dan pengembangan SDM berbasis kompetensi pada sektor ketenaganukliran. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran yang akan disusun juga diharapkan akan dapat memberikan arah kebijakan dan pedoman pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran pada periode waktu lima tahun sesuai dengan skala prioritasnya. Dengan tersedianya RIP maka penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran akan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam penyusunan tulisan ini. Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada Plt. Direktur Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif, BAPETEN atas kesempatannya bagi penulis untuk berpartisipasi dalam Seminar Keselamatan Nuklir Tahun 2022. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Pasal 19. International Radiation Protection Association, Guidance on Certification of a Radiation Protection Expert, 2016. BAPETEN, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 16 tahun 2014 tentang Surat Izin Bekerja Petugas Tertentu yang Bekerja di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber radiasi Pengion. European Comission, Report on Requirements for RPO Competencies, 2010. Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional. Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI. Kemendag, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2020 tentang Rencana Induk Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Perdagangan.