Uploaded by I Made Ardana

Urgensi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Ketenaganukliran

advertisement
Urgensi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
Sektor Ketenaganukliran
I Made Ardanaa, Aris Sanyoto, Vatimah Zahrawati, dan Daniel Rawinala Meiga
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
a)
i.madeardana@bapeten.go.id
Abstrak. Setiap petugas yang bekerja pada bidang pemanfaatan tenaga nuklir disyaratkan memiliki sikap, pengetahuan,
dan keahlian yang disebut dengan kompetensi. Petugas tertentu yang kompeten ditunjukkan dengan adanya sertifikat
kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut dapat diperoleh setelah seseorang mengikuti pelatihan dan lulus ujian
berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah satunya adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Saat ini, dalam bidang ketenaganukliran belum terdapat SKKNI untuk menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja
dalam bidang ketenaganukliran. Untuk itu diperlukan adanya penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran. Mengingat
luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka penyusunan SKKNI sektor ini hendaknya diawali dengan
penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran merupakan rumusan
perencanaan dan pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran yang dapat digunakan sebagai panduan dalam
pengembangan SDM ketenaganukliran. RIP SKKNI sektor ketenaganukliran memuat tentang identifikasi bidang usaha
sektor ketenaganukliran, pemetaan kompetensi, dan peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran.
Kata Kunci: Standar Kompetensi, SKKNI, Rencana Induk Pengembangan SKKNI, Peta Jalan
Abstract. Every officer who operates a nuclear reactor and certain officers in other nuclear installations are required to
have knowledge, skills, abilities, and behaviors called competencies. Certain competent officers are indicated by the
existence of a competency certificate. The competency certificate can be obtained after a person has attended training and
passed an exam based on certain competency standards, one of which is the Indonesian National Work Competency
Standard (SKKNI). Currently, in the nuclear area, there is no SKKNI to standardize the competence of personnel working
in the nuclear area. For this reason, it is necessary to prepare the SKKNI for the nuclear sector. Given the breadth of
business in the nuclear sector, the preparation of the SKKNI for this sector should begin with the preparation of the master
plan for development (RIP) of the SKKNI. The RIP SKKNI is a document for the SKKNI development plan that can be
used as a basis and reference for competency-based human resources development. The RIP SKKNI contains the
identification of business fields in the nuclear sector, competency mapping, and a roadmap for the preparation of the SKKNI
for the nuclear sector.
Keywords: Competency Standards, SKKNI, Master Plan for SKKNI Development, Road Map
PENDAHULUAN
Penggunaan tenaga nuklir di Indonesia semakin tahun jumlahnya semakin meningkat baik dibidang industri,
penelitian maupun kesehatan. Selain memiliki manfaat yang cukup besar, pemanfaatan tenaga nuklir juga berpotensi
menimbulkan risiko radiasi apabila tidak ditangani oleh petugas yang berkompeten. Untuk memastikan seluruh
pemanfaatan tenaga nuklir tetap aman dan selamat, maka dibutuhkan personel pemanfaatan yang kompeten. Seluruh
personel yang mengoperasikan peralatan yang memanfaatkan tenaga nuklir baik untuk reaktor nuklir maupun fasilitas
pemanfaatan lainnya wajib memiliki izin. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (UU 10 tahun 1997) khususnya pada pasal 19 ayat (1). Pada pasal tersebut juga diamanatkan terkait
persyaratan untuk memperoleh izin bagi personil ketenaganukliran diatur oleh Badan Pengawas (Pemerintah
Indonesia, 1997). Merujuk pada kedua ayat tersebut, saat ini izin untuk petugas sebagaimana dimaksud diberikan oleh
Badan Pengawas Tenaga Nukir (BAPETEN) berdasarkan kompetensinya masing-masing.
Setiap petugas atau personel yang bekerja pada suatu fasilitas diharapkan memiliki pengetahuan, keahlian dan
sikap kerja yang sesuai dengan kebutuhan fasilitas, termasuk petugas pada bidang ketenaganukliran (IRPA, 2016).
Setiap petugas tertentu disyaratkan memiliki keterampilan dan keahlian khusus yang disebut dengan kompetensi.
Petugas tertentu yang kompeten ditunjukkan dengan adanya sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut
dapat diperoleh setelah seseorang mengikuti pelatihan dan lulus ujian berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah
satunya adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Saat ini, dalam bidang ketenaganukliran
belum terdapat SKKNI untuk menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja dalam bidang Ketenaganukliran.
Kompetensi masing-masing petugas mengacu pada standar kompetensi yang tercantum dalam lampiran peraturan
Kepala BAPETEN yang mengatur tentang surat izin bekerja atau standar kompetensi terkait yang tertelusur (Bapeten,
2016). Untuk itu, diperlukan adanya penyusunan SKKNI bagi petugas yang bekerja di bidang ketenaganukliran, baik
itu petugas tertentu sebagai petugas proteksi radiasi maupun sebagai petugas keahlian.
SKKNI adalah suatu dokumen yang mendefinisikan sikap kerja, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan
oleh seorang personel untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perannya masing-masing. Pengetahuan,
pelatihan, dan pengalaman serta sikap kerja diakui sebagai hal utama untuk mencapai kompetensi di bidang pekerjaan
apa pun (European Comission, 2010). Pengembangan SKKNI untuk suatu bidang usaha dapat berasal dari asosiasi
profesi, masyarakat, lembaga pelatihan, lembaga sertifikasi profesi (LSP), pemerintah dan/atau pihak terkait lainnya
(Kemenaker, 2016). Inisiasi pengembangan SKKNI tersebut disampaikan kepada instansi teknis sebagai pembina
suatu bidang usaha sesuai dengan sektor atau lapangan usaha terkait. Untuk dapat memastikan SKKNI yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja, penyusunannya dilakukan melalui konsultasi dengan dunia
industri dan pihak-pihak terkait. SKKNI pada dasarnya digunakan dalam penyusunan kurikulum atau silabus pelatihan
oleh lembaga pelatihan serta panduan dalam melakukan sertifikasi kompetensi oleh LSP. Pengembangan dan tata cara
penyusunan SKKNI diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan (PUU) terkait dengan ketenagakerjaan.
BAPETEN, sebagai lembaga teknis dibidang ketenaganukliran dapat menginisiasi usulan penyusunan SKKNI
bidang ketenaganukliran. SKKNI sektor ketenaganukliran diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penyiapan,
pengembangan serta pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor ketenaganukliran yang memiliki kompetensi
yang sesuai dan berdaya saing melalui skema sertifikasi kompetensi yang seragam oleh seluruh pihak terkait.
Mengingat luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka penyusunan SKKNI sektor ini hendaknya
diawali dengan penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP SKKNI merupakan rumusan
perencanaan dan pengembangan SKKNI yang dapat digunakan sebagai panduan dalam pengembangan SDM yang
berkompeten (Kemendag, 2020). Selain untuk memastikan keseragaman kompetensi personel pada bidang usaha
tertentu secara nasional, SKKNI juga merupakan salah satu sarana menstandardisasi kualitas kompetensi pekerja antar
negara seperti antara Indonesia dengan negara lain melalui suatu kesepakatan yang dikenal sebagai Mutual
Recognition Agreement.
Dikomentari [.1]: Dalam penulisan ilmiah, kata baku yang tidak
didefinisikan seperti halnya dalam peraturan ditulis dengan huruf
kecil karena dianggap sebagai kata baku umum.
Dikomentari [.2]: Huruf kecil
Dikomentari [.3]: typo
Dikomentari [.4]: Huruf kecil
Dikomentari [.5]: Huruf kecil. Kecuali jika ditulis nama
peraturannya, misalnya: UU No.10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran
Dikomentari [.6]: Perlu perbaikan tata kalimat
POKOK BAHASAN
RIP SKKNI merupakan suatu dokumen yang berisi tentang perencanaan pengembangan SKKNI dalam periode
waktu tertentu berdasarkan hasil pemetaan bidang usaha yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk dapat menyusun
SKKNI, Kementerian/Lembaga (K/L) terkait membentuk Komite Standar SKKNI dengan masa kerja paling lama
lima (5) tahun. Salah satu tugas Komite Standar adalah menyusun RIP SKKNI yang disusun berdasarkan ramburambu penyusunan RIP, yaitu (Kemenaker, 2016):
1.
2.
Disusun melingkupi seluruh bidang usaha yang menjadi tanggung jawab K/L pengusul.
Disusun berdasarkan hasil pemetaan kompetensi seluruh bidang usaha terkait;
Dikomentari [.7]: Lengkapi dengan singkatan (K/L)
3.
4.
Disusun menurut skala prioritas kebutuhan penyusunan SKKNI.
Disusun dalam periode waktu tiga sampai lima tahun.
Masa kerja Komite Standar SKKNI yang telah berakhir dapat dibentuk dan ditetapkan kembali sesuai dengan
kebutuhannya.
RIP mengacu pada peta kompetensi yang disusun berdasarkan hasil dari identifikasi unit-unit kompetensi yang
terdapat pada masing-masing bidang usaha. Pemetaan kompetensi dilakukan sesuai dengan hasil analisis fungsi
produktif suatu bidang usaha tertentu. Mengingat luasnya lingkup bidang usaha pada suatu sektor, ketenaganukliran
misalnya, maka pemetaan kompetensi oleh intansi teknis biasanya diawali dengan penyamaan persepsi yang kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan peta kompetensi.
Penyusunan peta kompetensi suatu bidang usaha selalu diawali dengan melakukan identifikasi fungsi-fungsi
produktif pada bidang usaha tersebut. Identifikasi fungsi-fungsi produktif diawali dengan melakukan analisis main
purpose atau tujuan utama, selanjutnya dilakukan analisis untuk masing-masing key function atau fungsi kunci, main
function atau fungsi utama dan basic function atau dikenal juga sebagai fungsi dasarnya. Tahapan identifikasi fungsifungsi produktif memiliki tujuan untuk melakukan analisis terhadap masing-masing variable yang menjadi tujuan
utama, fungsi kunci, fungsi utama dan fungsi dasar dari suatu bidang usaha tertentu.
Tujuan utama merupakan situasi dan kondisi yang menjadi target utama yang diharapkan dapat dicapai dari
pembentukan suatu bidang usaha. Pada umumnya tujuan utama ini akan diejawantahkan kedalam visi dan misi milik
bidang usaha yang bersangkutan. Sedangkan fungsi kunci merupakan suatu fungsi produktif yang diturunkan untuk
mencapai tujuan utama dibentuknya suatu sektor atau bidang usaha. Seluruh fungsi kunci yang saling terkait dan
saling mendukung apabila diterapkan dipastikan akan dapat mendukung tercapainya tujuan utama.
Fungsi utama merupakan fungsi produktif yang merupakan turunan-turunan atau penjabaran dari masing-masing
fungsi kunci. Masing-masing fungsi kunci tersusun atas beberapa fungsi utama yang satu sama lain saling terhubung
untuk memastikan terselenggaranya fungsi-fungsi kunci. Sedangkan fungsi dasar merupakan fungsi-fungsi turunan
atau penjabaran dari masing-masing fungsi fungsi utama. Sebuah fungsi utama minimal tersusun atas dua buah fungsi
dasar yang satu sama lain saling terhubung. Fungsi-fungsi dasar ini kemudian akan diidentifikasi sebagai unit-unit
kompetensi yang didalamnya akan memuat aspek-aspek kompetensi seperti sikap kerja, pengetahuan, dan
keterampilan (Kemenaker, 2016).
BAPETEN melaui Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif telah membentuk
kelompok kerja untuk melakukan pemetaan kompetensi. Pemetaan kompetensi diawali dengan identifikasi bidang
usaha pada sektor ketenaganukliran mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko khususnya yang terkait dengan sektor ketenaganukliran.
Kelompok kerja pemetaan kompetensi ini diharapkan memiliki peran masing-masing sesuai dengan kompetensinya
dalam melakukan penyusunan peta kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran. Hasil pemetaan kompetensi yang
dilakukan akan digunakan dalam penyusunan RIP SKKNI sektor ketenaganukliran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
RIP-SKKNI sektor ketenaganukliran direncanakan disusun melalui tahapan kegiatan review terhadap peta
kompetensi untuk memastikan komprehensifitas lingkup bidang usaha serta ketepatan dalam pengkategorisasiannya.
Selain itu, tahapan review ini juga bertujuan untuk menentukan skala prioritas masing-masing bidang usaha serta unitunit kompetensi serta melakukan penyusunan tahapan dan peta jalan (road map) penyusunan SKKNI sektor
ketenaganukliran untuk periode waktu lima tahun. Peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran akan
disusun berdasarkan skala prioritas bidang usaha yang telah diperoleh dari hasil pemetaan bidang usaha
Hal-hal yang telah dilakukan oleh kelompok kerja pemetaan kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran adalah
menyusun peta kompetensi secara menyeluruh untuk masing-masing bidang usaha terkait sektor ketenaganukliran
sebagaimana tercantum dalam PP 5 tahun 2021. Pemetaan kompetensi yang dilakukan telah disertai dengan tahapan
identifikasi fungsi-fungsi produktif bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Identifikasi fungsi-fungsi produktif
yang telah dilakukan dimulai dari identifikasi tujuan utama, analisis fungsi kunci, serta penjabaran fungsi utama dan
fungsi dasar. Hasil identifikasi tujuan utama untuk sektor ketenaganukliran disesuaikan dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen khususnya pada Bagian Kesepuluh tentang Badan Pengawas
Tenaga Nuklir, pada Pasal 28 yang menyebutkan bahwa BAPETEN dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang pengawasan tenaga nuklir. Pengawasan sebagaimana dimaksud dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
PUU yang berlaku. Tujuan utama dibentuknya BAPETEN adalah untuk memastikan pemanfaatan tenaga nuklir dapat
berlangsung secara aman dan selamat baik bagi pekerja maupun masyarakat serta memberikan perlindungan terhadap
lingkungan hidup.
Tujuan utama tersebut kemudian diturunkan ke dalam dua fungsi kunci. Masing-masing fungsi kunci yang disusun
dipastikan saling terkait dan tersaling mendukung untuk dapat memenuhi tercapainya fungsi utama. Dua fungsi kunci
yang disusun adalah melaksanakan pemanfataan ketenaganukliran dengan jaminan keselamatan, kesehatan dan
keamanan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup dan melaksanakan pengawasan pemanfaatan
ketenaganukliran yang efektif untuk memastikan tercapainya keamanan dan keselamatan pekerja dan anggota
masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Masing-masing fungsi kunci kemudian dijabarkan menjadi beberapa fungsi utama. Masing-masing fungsi utama
saling terkait antara satu fungsi utama dengan fungsi-fungsi utama lainnya. Untuk fungsi kunci pemanfaatan tenaga
nuklir diturunkan menjadi empat fungsi utama sesuai dengan subbidang pemanfaatan pada PP 5 tahun 2021 yaitu
subbidang pemanfaatan sumber radiasi pengion, subbidang instalasi nuklir dan bahan nuklir, subbidang pertambangan
galian nuklir dan subbidang pendukung sektor ketenaganukliran. Sedangkan untuk fungsi kunci melaksanakan
pengawasan pemanfaatan dibedakan menjadi empat fungsi utama yaitu fungsi penyusunan peraturan, fungsi perizinan,
fungsi inspeksi, dan fungsi pendukung pengawasan.
GAMBAR 1. Hierarki fungsi produktif bidang usaha sektor ketenaganukliran.
Masing-masing fungsi utama tersebut kemudian diturunkan menjadi beberapa fungsi dasar. Fungsi dasar yang
merupakan jabaran lebih lanjut dari masing-masing fungsi utama disusun saling terkait satu sama lain dan dipastikan
dapat menunjang tercapainya fungsi utama yang telah ditetapkan. Setiap fungsi utama paling kurang terdiri atas dua
fungsi dasar yang saling mendukung satu sama lainnya. Fungsi-fungsi dasar ini selanjutnya diidentifikasi sebagai unitunit kompetensi yang menjadi bagian utama dalam SKKNI. Unit-unit kompetensi ini selanjutnya dapat dijabarkan
kedalam beberapa elemen kompetensi dengan masing-masing kriteria unjuk kerjanya. Unit-unit kompetensi disusun
berdasarkan hasil identifikasi terhadap kebutuhan kompetensi masing-masing personel di tempat kerja. Selain itu,
unit- unit kompetensi juga merupakan rumusan dari kebutuhan di tempat kerja yang meliputi aspek pengetahuan dan
keterampilan serta sikap kerja dalam melakukan suatu pekerjaan, termasuk yang terkait dengan kemampuan
Dikomentari [.8]: Apakah ini sudah dinyatakan sebelumnya?
komunikasi dan koordinasi, aspek manajerial, kemampuan literasi dan matematika dasar serta aspek keselamatan
kerja. Gambar 1 menyajikan hasil identifikasi awal fungsi produktif bidang usaha sektor ketenaganukliran.
Pemetaan kompetensi sektor ketenaganukliran telah disusun mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan usaha
Indonesia atau KBLI yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik. Penyusunan dan pengembangan unit-unit kompetensi
dalam peta kompetensi SKKNI sektor ketenaganukliran sedang disusun mengikuti tata cara penyusunan SKKNI yang
telah ditetapkan oleh kementerian terkait. Hasil identifikasi awal menununjukkan luasnya lingkup bidang usaha yang
terdapat pada sektor ketenaganukliran. Berdasarkan analisis yang dilakukan telah teridentifikasi lebih dari 40 jenis
bidang usaha pemanfaatan pada sektor ketenaganukliran, belum termasuk bidang pengawasan ketenaganukliran yang
perlu disusun SKKNInya.
Tahapan kegiatan yang direncakana untuk dilakukan selanjutnya adalah menentukan bidang-bidang usaha prioritas
yang akan disusun SKKNI serta unit-unit kompetensi. Pada dasarnya bidang-bidang usaha yang telah diidentifikasi
penting untuk disusun standar kompetensinya dalam format SKKNI (Permendag, 2020). Akan tetapi, berdasarkan
pertimbangan urgensi dan sumber daya, maka penyusunan SKKNI di sektor ketenganukliran ini perlu dilakukan
berdasarkan skala prioritasnya. Dalam mmenentukan skala prioritas penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran,
akan mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
1. Bidang usaha yang berpotensi tinggi dapat menimbulkan bahaya keamanan dan keselamatan radiasi.
2. Bidang usaha yang petugasnya dipersyaratkan memiliki SIB dari BAPETEN.
3. Bidang usaha strategis yang diminati pemegang izin.
Selain menentukan bidang-bidang usaha prioritas sektor ketenaganukliran, sebelum melakukan penyusunan
SKKNI juga perlu ditentukan tahapan penyusunan dan peta jalannya (road map). Peta jalan penyusunan SKKNI sektor
ketenaganukliran dapat disusun untuk periode waktu lima tahun dengan mempertimbangkan skala prioritas
penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang telah ditetapkan sebelumnya. Peta jalan penyusunan SKKNI sektor
ketenaganukliran tersebut memuat tentang tujuan dan tahapan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang
hendaknya dapat dilakukan setiap tahun dalam periode lima tahun. Peta jalan yang akan disusun masih memungkinkan
untuk disesuaikan dengan kebutuhan SKKNI pada tahun-tahun berjalan.
Untuk memastikan terwujudnya penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran, maka seluruh rencana
penyusunannya dtuliskan dalam suatu program penyusunan yang paling kurang memuat tentang pelaksana kegiatan
seperti Unit Kerja atau Satuan Kerja pelaksana masing-masing kegiatan penyusunan SKKNI serta sumber pembiayaan
setiap kegiatannya. Selain itu, program penyusunan ini juga disertai dengan target output kegiatan dan ukuran
realisasinya. Seluruh tahapan kegiatan dalam rencana penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran ini penting untuk
disusun dan dilaksanakan. Untuk itu diperlukan adanya suatu dokumen RIP SKKNI sektor ketenaganukliran yang
memuat seluruh tahapan kegiatan tersebut baik dari penyusunan peta kompetensi, penentuan bidang usaha prioritas,
peta jalan penyusunan, dan penentuan pelaksana kegiatan serta sumber pembiayaannya. RIP SKKNI sektor
ketenaganukliran ini urgen untuk disusun sebagai pedoman penting dalam penyusunan dan pengembangan SKKNI
sektor ketenaganukliran guna mewujudkan SDM ketenaganukliran yang andal dan kompeten.
Dikomentari [.9]: Akan lebih baik jika penjelasan bisa ditambah
dengan gambar
KESIMPULAN
Telah dilakukan identifikasi bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Hasil identifikasi awal menunjukkan
bahwa lingkup bidang usaha pemanfaatan ketenaganukliran sangat luas mencapai lebih dari 40 jenis bidang usaha.
Masing-masing bidang usaha tersebut membutuhkan SKKNI masing-masing untuk memastikan setiap personel yang
bekerja pada masing-masing bidang usaha tersebut memiliki acuan dalam pemenuhan kompetensinya termasuk
SKKNI untuk bidang pengawasan pemanfaatan ketenaganukliran. Penyusunan SKKNI pada sektor ketenaganukliran
penting untuk dilakukan sebagai panduan dalam penyiapan, pembinaan, dan pengembangan SDM sektor
ketenaganukliran yang memiliki kompetensi yang sesuai dan berdaya saing melalui skema sertifikasi kompetensi yang
seragam oleh seluruh pihak terkait baik itu lembaga pelatihan maupun LSP.
Mengingat luasnya bidang usaha pemanfaatan pada sektor ketenaganukliran, termasuk didalamnya adalah
kebutuhan SKKNI pada bidang pengawasan, maka diperlukan adanya RIP SKKNI sektor ketenaganukliran sebagai
dasar dan acuan dalam penyiapan dan pengembangan SDM berbasis kompetensi pada sektor ketenaganukliran. RIP
SKKNI sektor ketenaganukliran yang akan disusun juga diharapkan akan dapat memberikan arah kebijakan dan
pedoman pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran pada periode waktu lima tahun sesuai dengan skala
prioritasnya. Dengan tersedianya RIP maka penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran akan dapat dilakukan dengan
lebih efektif dan efisien.
Dikomentari [.10]: Tidak perlu ditulis panjang lagi karena sudah
dinyatakan sebelumnya
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam penyusunan tulisan ini. Ucapan
terima kasih secara khusus disampaikan kepada Plt. Direktur Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan
Zat Radioaktif, BAPETEN atas kesempatannya bagi penulis untuk berpartisipasi dalam Seminar Keselamatan Nuklir
Tahun 2022.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Pasal 19.
International Radiation Protection Association, Guidance on Certification of a Radiation Protection Expert,
2016.
BAPETEN, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 16 tahun 2014 tentang Surat Izin
Bekerja Petugas Tertentu yang Bekerja di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber radiasi Pengion.
European Comission, Report on Requirements for RPO Competencies, 2010.
Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standarisasi
Kompetensi Kerja Nasional.
Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan
SKKNI.
Kemendag, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2020 tentang Rencana
Induk Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Perdagangan.
Download