Uploaded by I Made Ardana

SKN 2022 paper 64

advertisement
Urgensi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
Sektor Ketenaganukliran
I Made Ardanaa, Aris Sanyoto, Vatimah Zahrawati, dan Daniel Rawinala Meiga
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
a)
i.madeardana@bapeten.go.id
Abstrak. Setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir lainnya
disyaratkan memiliki keterampilan dan keahlian khusus yang disebut dengan kompetensi. Petugas tertentu yang kompeten
ditunjukkan dengan adanya sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut dapat diperoleh setelah seseorang
mengikuti pelatihan dan lulus ujian berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah satunya adalah Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Saat in, dalam bidang ketenaganukliran belum terdapat SKKNI untuk
menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja dalam bidang ketenaganukliran. Untuk itu diperlukan adanya
penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran. Mengingat luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka
penyusunan SKKNI sektor ini hendaknya diawali dengan penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP
SKKNI merupakan dokumen rencana pengembangan SKKNI yang dapat digunakan sebagai dasar dan acuan dalam
pengembangan SDM berbasis kompetensi. RIP SKKNI memuat tentang identifikasi bidang usaha sektor ketenaganukliran,
pemetaan kompetensi, dan peta jalan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran.
Kata Kunci: Standar Kompetensi, SKKNI, Rencana Induk Pengembangan SKKNI, Peta Jalan
Abstract. Every officer who operates a nuclear reactor and certain officers in other nuclear installations are required to
have special skills and expertise called competencies. Certain competent officers are indicated by the existence of a
competency certificate. The competency certificate can be obtained after a person has attended training and passed an exam
based on certain competency standards, one of which is the Indonesian National Work Competency Standard (SKKNI).
Currently, in the nuclear area, there is no SKKNI to standardize the competence of personnel working in the nuclear area.
For this reason, it is necessary to prepare the SKKNI for the nuclear sector. Given the breadth of business in the nuclear
sector, the preparation of the SKKNI for this sector should begin with the preparation of the master plan for development
(RIP) of the SKKNI. The RIP SKKNI is a document for the SKKNI development plan that can be used as a basis and
reference for competency-based human resources development. The RIP SKKNI contains the identification of business
fields in the nuclear sector, competency mapping, and a roadmap for the preparation of the SKKNI for the nuclear sector.
Keywords: Competency Standards, SKKNI, Master Plan for SKKNI Development, Road Map
PENDAHULUAN
Dewasa ini, pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia jumlahnya semakin meningkat. Selain memiliki manfaat yang
cukup besar, pemanfaatan tenaga nuklir juga berpotensi menimbulkan risiko radiasi apabila tidak ditangani oleh
petugas yang berkompeten. Untuk itu, dalam mengoperasikan instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir diperlukan
petugas tertentu yang kompeten untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan aman dan selamat. Pada Pasal
19 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran disebutkan bahwa setiap petugas yang
mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir lainnya wajib memiliki izin. Dalam ayat
(2) disebutkan bahwa persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Badan
Pengawas (Pemerintah Indonesia, 1997). Merujuk pada kedua ayat tersebut, saat in izin untuk petugas sebagaimana
dimaksud diberikan oleh Badan Pengawas Tenaga Nukir (BAPETEN) berdasarkan kompetensinya masing-masing.
Setiap petugas atau personel yang bekerja pada suatu fasilitas diharapkan memiliki keahlian dan kompetensi yang
sesuai dengan tugasnya masing-masing, termasuk petugas pada bidang keselamatan (IRPA, 2016). Setiap petugas
tertentu disyaratkan memiliki keterampilan dan keahlian khusus yang disebut dengan kompetensi. Petugas tertentu
yang kompeten ditunjukkan dengan adanya sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi tersebut dapat diperoleh
setelah seseorang mengikuti pelatihan dan lulus ujian berdasarkan standar kompetensi tertentu, salah satunya adalah
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Saat ini, dalam bidang ketenaganukliran belum terdapat
SKKNI untuk menstandardisasi kompetensi personil yang bekerja dalam bidang Ketenaganukliran. Kompetensi
masing-masing petugas mengacu pada standar kompetensi yang tercantum dalam Peraturan Kepala Bapeten yang
mengatur tentang surat izin bekerja (Bapeten, 2016). Untuk itu, diperlukan adanya penyusunan SKKNI bagi petugas
yang bekerja di bidang ketenaganukliran, baik itu petugas tertentu sebagai petugas proteksi radiasi maupun sebagai
petugas keahlian.
SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian
serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan. Pendidikan, pelatihan,
dan pengalaman diakui sebagai hal utama untuk mencapai kompetensi di bidang pekerjaan apa pun (European
Comission, 2010). Inisiasi pengembangan SKKNI dapat berasal dari masyarakat, asosiasi profesi, lembaga sertifikasi
profesi, lembaga pelatihan, pemerintah dan/atau pemangku kepentingan lainnya (Kemenaker, 2016). Inisiasi
pengembangan SKKNI disampaikan kepada instansi teknis sesuai dengan sektor atau lapangan masing-masing.
SKKNI dikembangkan melalui konsultasi dengan industri terkait, untuk memastikan kesesuaian kebutuhan di tempat
kerja. SKKNI digunakan terutama untuk merancang dan mengimplementasikan pelatihan kerja. SKKNI diamanatkan
dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian dalam pasal
yang sama ayat (4) disebutkan bahwa tata cara penetapan SKKNI diatur oleh menteri yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan. Tata cara penetapan SKKNI telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir diatur
melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan SKKNI.
Untuk sektor ketenaganukliran, penyusunan SKKNI bidang ketenaganukliran dapat diinisiasi oleh BAPETEN
sebagai Lembaga teknis yang mengusulkan. SKKNI sektor ketenaganukliran diharapkan dapat dijadikan acuan dalam
penyiapan, pembinaan, dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor ketenaganukliran yang kompeten
dan berdaya saing melalui pelatihan, uji kompetensi, dan sertifikasi kompetensi yang seragam serta dapat diakui oleh
seluruh pihak terkait. Mengingat luasnya bidang usaha pada sektor ketenaganukliran, maka penyusunan SKKNI sektor
ini hendaknya diawali dengan penyusunan Rencana Induk Pengembangan (RIP) SKKNI. RIP merupakan dokumen
rencana pengembangan SKKNI yang dapat digunakan sebagai dasar dan acuan dalam pengembangan SDM berbasis
kompetensi. Standar kompetensi nasional dimaksud sekaligus juga dapat digunakan sebagai dasar untuk membangun
kerjasama saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement/MRA) dengan negara lain, atau sebagai filter masuknya
tenaga kerja asing di pasar kerja dalam negeri.
POKOK BAHASAN
RIP SKKNI Merupakan dokumen perencanaan pengembangan SKKNI berdasarkan peta kompetensi untuk kurun
waktu tertentu. Penyusunan RIP SKKNI merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Komite Standar Kompetensi.
Komite Standar Kompetensi dibentuk dan ditetapkan oleh menteri teknis/kepala lembaga nonkementerian atau pejabat
setingkat di bawahnya, dengan masa kerja paling lama lima (5) tahun dan setelah itu dapat dibentuk dan ditetapkan
kembali, dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan dari instansi teknis yang bersangkutan. RIP disusun
berdasakran rambu-rambu penyusunan RIP, yaitu:
Disusun secara komprehensif untuk seluruh kegiatan ekonomi yang menjadi tanggung jawab dari Instansi Teknis
yang bersangkutan;
1. Mengacu pada Peta Kompetensi yang telah disusun sebelumnya;
2.
3.
Disusun secara bertahap berdasarkan prioritas.
Disusun untuk kurun waktu 3 sampai 5 tahun.
RIP mengacu pada Peta Kompetensi yang disusun berdasarkan hasil dari identifikasi unit kompetensi pada setiap
sektor atau lapangan usaha, disusun dan diklasterisasi secara sistematis dalam suatu peta kompetensi sesuai dengan
hierarki fungsi produktif sektor atau lapangan usaha tertentu. Untuk melakukan penyusunan peta kompetensi SKKNI
di setiap sektor atau kategori lapangan usaha, komite standar kompetensi yang dibentuk oleh intansi teknis, melakukan
tahapan atau langkah- langkah seperti penyamaan persepsi dan penyusunan peta kompetensi.
Pemetaan kompetensi diawali dengan melakukan “analisis fungsi produktif” bidang usaha. Analisis fungsi
produktif secara hierarki dimulai dari analisis tujuan utama, fungsi kunci, fungsi utama dan fungsi dasar. Analisis
fungsi produktif bidang usaha/industri ini bertujuan untuk mengidentifikasi setiap faktor/variabel, apa yang menjadi
tujuan utama, fungsi kunci, fungsi utama dan fungsi dasar dari suatu bidang usaha/industri sejenis.
Tujuan utama, yang lebih dikenal dengan istilah main purpose, adalah rumusan tentang keadaan atau kondisi yang
menjadi tujuan utama yang hendak dicapai dari suatu bidang usaha. Tujuan utama suatu bidang usaha biasanya terkait
dengan visi dan misi bidang usaha yang bersangkutan. Fungsi kunci, yang lebih dikenal dengan istilah key function
atau primary function, adalah fungsi produktif hierarki pertama dalam mencapai tujuan utama suatu bidang
usaha/industri. Untuk mencapai tujuan utama diperlukan sejumlah fungsi kunci yang satu sama lain saling terkait dan
saling mendukung.
Fungsi utama, yang lebih dikenal dengan istilah major function, adalah fungsi produktif hierarki kedua yang
merupakan jabaran lebih lanjut dari fungsi kunci. Setiap fungsi kunci terdiri dari sejumlah fungsi utama yang satu
sama lain saling terkait dan saling mendukung. Fungsi dasar yang lebih dikenal dengan istilah basic function, adalah
fungsi produktif hierarki ketiga yang merupakan jabaran lebih lanjut dari fungsi utama. Setiap fungsi utama terdiri
dari sejumlah fungsi dasar yang satu sama lain saling terkait dan saling mendukung. Fungsi dasar ini pada umumnya
diidentifikasi sebagai unit kompetensi (Kemenaker, 2016).
BAPETEN melaui Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif telah membentuk
kelompok kerja untuk melakukan pemetaan kompetensi. Pemetaan kompetensi diawali dnegan identifikasi bidang
usaha pada sektor ketenaganukliran mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko khususnya yang terkait dengan sektor ketenaganukliran.
Kelompok kerja pemetaan kompetensi memiliki tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan penyusunan peta kompetensi
sesuai dengan bidang penugasan masing-masing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
RIP-SKKNI sektor ketenaganukliran direncanakan disusun melalui tahapan kegiatan review terhadap peta
kompetensi untuk memastikan komprehensifitas serta ketepatan kategorisasi, menentukan bidang usaha/kegiatan
ekonomi serta unit-unit kompetensi yang dijadikan prioritas, dan menyusun pentahapan dan peta jalan (road map)
penyusunan SKKNI untuk kurun waktu 3-5 tahun. Peta jalan penyusunan SKKNI dibuat dengan mempertimbangkan
prioritas yang telah ditetapkan.
Hal-hal yang telah dilakukan oleh kelompok kerja pemetaan kompetensi sektor ketenaganukliran adalah menyusun
peta kompetensi secara komprehensif untuk kategori, golongan pokok, golongan, subgolongan dan kelompok kegiatan
ekonomi yang menjadi bagian dari sektor ketenaganukliran. Pemetaan kompetensi yang dilakukan telah disertai
dengan analisis fungsi produktif bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Analisis fungsi produktif secara hierarki
dimulai dari analisis tujuan utama, fungsi kunci, fungsi utama dan fungsi dasar. Tujuan utama, yang lebih dikenal
dengan istilah main purpose, adalah rumusan tentang keadaan atau kondisi yang menjadi tujuan utama yang hendak
dicapai dari suatu bidang usaha. Tujuan utama suatu bidang usaha biasanya terkait dengan visi dan misi bidang usaha
yang bersangkutan. Untuk sektor ketenaganukliran, sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen khususnya pada Bagian Kesepuluh tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir, pada Pasal
28 disebutkan bahwa BAPETEN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan tenaga
nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan utama dibentuknya BAPETEN
adalah untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan ketenaganukliran tetap mendapatkan jaminan keselamatan,
kesehatan dan keamanan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup.
Tujuan utama tersebut kemudian diturunkan ke dalam dua fungsi kunci. Fungsi kunci, yang lebih dikenal dengan
istilah key function atau primary function, adalah fungsi produktif hierarki pertama dalam mencapai tujuan utama
suatu bidang usaha/industri. Untuk mencapai tujuan utama diperlukan sejumlah fungsi kunci yang satu sama lain
saling terkait dan saling mendukung. Dua fungsi kunci yang disusun adalah melaksanakan pemanfataan
ketenaganukliran dengan jaminan keselamatan, kesehatan dan keamanan bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan
hidup dan melaksanakan pengawasan ketenaganukliran yang efektif untuk memastikan kondisi keselamatan,
keamanan dan ketentraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan lingkungan hidup.
Masing-masing fungsi kunci kemudian diturunkan menjadi beberapa fungsi utama. Fungsi utama, yang lebih
dikenal dengan istilah major function, adalah fungsi produktif hierarki kedua yang merupakan jabaran lebih lanjut dari
fungsi kunci. Setiap fungsi kunci terdiri dari sejumlah fungsi utama yang satu sama lain saling terkait dan saling
mendukung. Untuk fungsi kunci pemanfaatan tenaga nuklir diturunkan menjadi empat fungsi utama sesuai bidang
pemanfaatan pada PP 5 tahun 2021 yaitu pemanfaatan sumber radiasi pengion, instalasi nuklir dan bahan nuklir,
pertambangan galian nuklir dan pendukung sektor ketenaganukliran. Sedangkan untuk fungsi kunci melaksanakan
pengawasan pemanfaatan dibedakan menjadi empat fungsi utama yaitu fungsi penyusunan peraturan, fungsi perizinan,
fungsi inspeksi, dan fungsi pendukung pengawasan.
Masing-masing fungsi utama tersebut kemudian diturunkan menjadi beberapa fungsi dasar. Fungsi dasar yang
lebih dikenal dengan istilah basic function, adalah fungsi produktif hierarki ketiga yang merupakan jabaran lebih lanjut
dari fungsi utama. Setiap fungsi utama terdiri dari sejumlah fungsi dasar yang satu sama lain saling terkait dan saling
mendukung. Fungsi dasar ini pada umumnya diidentifikasi sebagai unit kompetensi. Unit-unit kompetensi ini
merupakan bagian utama dari suatu SKKNI. Unit-unit kompetensi didesain berdasarkan hasil identifikasi terhadap
kebutuhan kompetensi di tempat kerja. Masing-masing unit kompetensi merupakan bagian dari persyaratan di tempat
kerja seperti pengetahuan dan keterampilan untuk pelaksanaan pekerjaan, termasuk yang terkait dengan kesehatan dan
keselamatan kerja, kemampuan literasi dan matematika dasar.
Pemetaan kompetensi sektor ketenaganukliran telah disusun mengacu pada KBLI yang ditetapkan oleh Badan
Pusat Statistik. Kategorisasi dan kodifikasi unit-unit kompetensi dalam peta kompetensi sedang disusun sesuai dengan
sistem kodifikasi SKKNI yang telah ditetapkan. Hasil identifikasi awal menununjukkan luasnya lingkup bidang usaha
yang terdapat pada sektor ketenaganukliran. Berdasarkan analisis yang dilakukan telah teridentifikasi lebih dari 40
jenis bidang usaha pada sektor ketenaganukliran yang perlu disusun SKKNInya.
Tahapan kegiatan selanjutnya adalah untuk menentukan bidang usaha/kegiatan ekonomi serta unit-unit kompetensi
yang dijadikan prioritas. Pada dasarnya semua unit kompetensi yang telah dipetakan perlu disusun standar
kompetensinya dalam format SKKNI (Permendag, 2020). Namun demikian, karena pertimbangan urgensi dan sumber
daya, penyusunan SKKNI di sektor ketenganukliran ini perlu dilakukan berdasarkan prioritas. Dalam menentukan
prioritas utama penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran ini akan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya:
1. Potensial menimbulkan bahaya keamanan, keselamatan, kesehatan dan/atau lingkungan hidup;
2. Potensial menimbulkan perselisihan dalam transaksi barang maupun jasa;
3. Memiliki nilai strategis dalam memperkuat daya saing nasional.
Tahapan akhir dari penyusunan RIP SKKNI sektor ketenaganukliran adalah menyusun pentahapan dan peta jalan
(road map) penyusunan SKKNI Sektor ketenaganukliran untuk kurun waktu 3-5 tahun. Peta jalan penyusunan SKKNI
sektor ketenaganukliran dibuat dengan mempertimbangkan prioritas yang telah ditetapkan. Peta jalan penyusunan
SKKNI sektor ketenaganukliran berisi sasaran dan kegiatan penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang harus
dilakukan pada setiap tahun dalam kurun waktu 3-5 tahun.
KESIMPULAN
Telah dilakukan identifikasi bidang usaha pada sektor ketenaganukliran. Hasil identifikasi awal menunjukkan
bahwa lingkup bidang usaha pada sektor ketenaganukliran sangat luas mencapai lebih dari 40 jenis bidang usaha.
Masing-masing bidang usaha tersebut perlu disusun SKKNInya untuk memastikan setiap personel yang bekerja pada
bidang usaha tersebut memiliki acuan dalam pemenuhan kompetensinya. Penyusunan SKKNI pada sektor
ketenaganukliran penting untuk dilakukan sebagai acuan dalam penyiapan dan pengembangan Sumber Daya Manusia
yang kompeten dan berdaya saing tinggi melalui pelatihan, uji kompetensi, dan sertifikasi kompetensi sehingga dapat
tercipta keseragaman kualitas kompetensi personel di sektor ketenaganukliran. Mengingat luasnya bidang usaha pada
sektor ketenaganukliran, maka diperlukan adanya RIP SKKNI sektor ketenaganukliran sebagai dasar dan acuan dalam
penyiapan dan pengembangan SDM berbasis kompetensi pada sektor ketenaganukliran dan memberikan arah
kebijakan dan pedoman pengembangan SKKNI sektor ketenaganukliran pada periode waktu tertentu serta diharapkan
dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyusunan SKKNI sektor ketenaganukliran yang sesuai dengan
program skala prioritas yang akan ditetapkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam penyusunan tulisan in. Ucapan terima
kasih secara khusus disampaikan kepada Plt. Direktur Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat
Radioaktif, BAPETEN atas kesempatannya bagi penulis untuk berpartisipasi dalam Seminar Keselamatan Nuklir
Tahun 2022.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, Pasal 19.
International Radiation Protection Association, Guidance on Certification of a Radiation Protection Expert,
2016.
BAPETEN, Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 16 tahun 2014 tentang Surat Izin
Bekerja Petugas Tertentu yang Bekerja di Instalasi yang Memanfaatkan Sumber radiasi Pengion.
European Comission, Report on Requirements for RPO Competencies, 2010.
Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Sistem Standarisasi
Kompetensi Kerja Nasional.
Kemenaker, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan
SKKNI.
Kemendag, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2020 tentang Rencana
Induk Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Perdagangan.
Download