Silakan rekan-rekan mahasiswa berdiskusi dalam forum diskusi 4 ini, dengan topik memilih topik sebagai berikut. “Investasi dan perdagangan Internasional Indonesia”. ATAU “Koperasi dan privatisasi di Indonesia”. Jangan lupa menulis sumber materi untuk menghindari indikasi plagiasi. Hindari copy paste jawaban teman. Copy paste diperbolehkan dari sumber utama (buku/jurnal) namun diwajibkan untuk di rewrite terlebih dahulu dan dilengkapi sumber referensi sebelum di upload. Selamat berdiskusi. Salam literasi. INVESTASI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA PENGERTIAN INVESTASI Investasi adalah pengeluaran oleh investor atau perusahaan untuk membeli barang modal atau peralatan produksi untuk meningkatkan kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi merupakan salah satu komponen pertumbuhan ekonomi. Investasi memiliki dua peran penting dalam ekonomi makro. Pertama, pengaruhnya terhadap permintaan agregat akan mendorong peningkatan output dan kesempatan kerja. Yang kedua adalah dampak pada pembentukan modal. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keputusan investasi seseorang, yaitu pendapatan (revenues), biaya (cost) dan harapan (expectations). Pertimbangan utama bagi investor untuk berinvestasi atau tidak adalah: keuntungan (return). Secara teori, setidaknya ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keputusan investasi seseorang. Pertama, revenues (pendapatan), artinya, sejauh mana ia memperoleh pendapatan yang cukup dari modal yang ditanamkan. Kedua, cost (biaya), terutama ditentukan oleh suku bunga dan pajak, meskipun dalam pengoperasiannya juga ditentukan oleh berbagai biaya lain yang dihadapi di lokasi. Ketiga, expectations (harapan-harapan), yaitu bagaimana harapan ke depan berasal dari investasi. Oleh karena itu, investor yang serius dengan investasi langsung tidak sekedar “hit and run”, tetapi jauh ke depan. Dia mempertimbangkan kondisi masa depan yang dapat mempengaruhi investasinya, termasuk perubahan situasi politik. INVESTASI DALAM NEGERI DAN LUAR NEGERI Sejak awal Orde Baru hingga 2004, nilai investasi berfluktuasi. Secara keseluruhan, nilai investasi di Indonesia cenderung meningkat sejak era Orde Baru. Pada tahun 1988-1997 nilai investasi ini meningkat secara substansial, setelah krisis ekonomi pada tahun 1997 menurun, dan pada tahun 2001-2004 nilai investasi menunjukkan tren penurunan. Alasan utama mengapa investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia adalah ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi (oleh pemda maupun pemerintah pusat), perijinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja (World Bank, 2004). Keterbukaan Indonesia terhadap investasi asing memungkinkan meningkatnya foreign direct investment (investasi asing langsung) terutama oleh Trans National Company (TNC). Mereka adalah perusahaan yang beroperasi di banyak negara (operasi bisnisnya mendunia) serta cenderung dikontrol sentralistik oleh perusahaan induknya. TNC merupakan kekuatan ekonomi dunia yang sangat besar, dan penjualannya seringkali melebihi produk domestik bruto (PDB) negara berkembang, termasuk Indonesia. Kehadiran TNC di Indonesia tidak selalu dipandang sebagai angin segar bagi perekonomian Indonesia. Kehadiran mereka di tanah air di beberapa titik justru mengancam kepentingan nasional. TNC sangat ingin memanfaatkan celah hukum dan peraturan di Indonesia untuk bertindak bertentangan dengan kepentingan nasional atas dasar ini. Keberadaan perusahaan multinasional dapat mengancam kelangsungan industri nasional yang tidak mampu bersaing dalam penguasaan modal dan teknologi. Kehadiran perusahaan asing juga ditunding sebagai biang dari kerusakan lingkungan seperti kasus perusakan lingkungan di Papua yang dilakukan oleh Freeport dan mewabahnya penyakit kulit di Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT Minahasa Raya. Lebih dari itu, jika posisi mereka terlalu kuat dalam ekonomi nasional maka mereka akan mulai bergerak ke arah dominasi ekonomi-politik yang dapat mengancam kedaulatan bangsa. INVESTASI OLEH EKONOMI RAKYAT Banyak penelitian menemukan bahwa pelaksanaan otonomi daerah sejak 2001 telah memperburuk iklim investasi Indonesia. Masalah lain berkaitan dengan dualitas kebijakan ekonomi. Selama ini pemerintah memfasilitasi industri besar. Akibatnya, perkembangan ekonomi masyarakat tidak baik. Investasi ekonomi rakyat perlu difasilitasi secara memadai dari pemerintah karena ekonomi rakyat banyak menyerap tenaga kerja dan menggunakan sumber daya alam lokal, berperan penting dalam ekspor nonmigas, dan beroperasi dalam lingkungan yang sangat kompetitif yang dinikmati oleh sebagian besar negara rakyat. MASALAH STRUKTURAL PENINGKATAN INVESTASI DI INDONESIA Investasi Indonesia menghadapi masalah struktural seperti sentralisasi kekuasaan. Adanya sentralisasi kebijakan dan kuatnya dominasi pusat atas daerah mengakibatkan ketergantungan daerah terhadap pusat sangat tinggi. Di sektor keuangan atau anggaran, ketergantungan ini dapat dilihat pada anggaran pemerintah daerah yang komponen sumbangan dan bantuan pusatnya sangat tinggi, melampaui Pendapatan Asli Daerah-nya (PAD). Alokasi kewenangan pusat atas sumber-sumber ekonomi yang ada menimbulkan persoalan ketidakseimbangan dan ketidakpuasan dalam keseimbangan antardaerah, dan meminta perhatian lebih kepada daerah-daerah di luar Jawa, khususnya Indonesia bagian timur. Tuntutan tersebut bukan tanpa alasan ekonomi. Hal ini dikarenakan perkembangan hingga saat ini telah mengabaikan banyak aspek yang berkaitan dengan ruang. Alokasi dana pembangunan sebagian besar terkonsentrasi di daerah padat penduduk, mengabaikan pembangunan daerah berpenduduk jarang. Lebih banyak dana yang dialokasikan ke daerah-daerah tertentu, khususnya Jawa, menyebabkan pesatnya perkembangan berbagai sektor di daerah tersebut. Pembangunan berbagai infrastruktur telah menarik investor dalam dan luar negeri untuk berinvestasi di daerah dengan daya beli penduduk yang tinggi. Dari sisi investor, hal ini memang relatif menguntungkan karena dengan berinvestasi di Pulau Jawa, mereka mendapatkan banyak eksternalitas ekonomi. Namun, situasi ini telah mengakibatkan peningkatan konsentrasi kegiatan ekonomi di daerah-daerah yang menerima hibah proyek dan bantuan pusat yang signifikan. Dilihat dari pemerataan pembangunan antar daerah, hal ini tidak baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Kondisi ketidakmerataan yang dirasakan sebagai ketidakadilan oleh sebagian masyarakat di daerah yang kaya sumber daya alam juga berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. PERDAGANGAN INTERNASIONAL KONSEP DAN KRITIK PERDAGANGAN BEBAS John Madeley (2005: 67-71) menyatakan bahwa para penganjur perdagangan bebas (liberalisasi perdagangan. Kebanyakan dari mereka berasal dari pemerintah dan perusahaan besar di negara maju, yang percaya bahwa perdagangan bebas dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk dunia. Perdagangan bebas juga dipandang sebagai peluang untuk meningkatkan akses pasar dan justru akan mendongkrak pendapatan ekspor negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk memberi makan masyarakat miskin dan orang-orang yang kekurangan pangan. Persaingan bebas dipercaya akan mendorong peningkatan produktivitas pelaku usaha di tiap-tiap negara, yang pada akhirnya mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi tinggi. Argumentasi para penganjur perdagangan bebas ini mendapat kritik (tantangan) dari banyak pihak yang risau mencermati fakta-fakta ekonomi global. Pada kenyataannya, perdagangan bebas telah mengakibatkan terjadinya dominasi ekonomi oleh perusahaan-perusahaan (korporatkorporat) besar multi/trans-nasional (MNC’s atau TNC’s) yang menguasai modal dan teknologi. Mereka lah yang mampu memanfaatkan kebebasan perdagangan karena kemampuan dan keleluasaannya untuk melakukan mobilisasi modal, barang, dan jasa di banyak negara. Pasar bebas makin menguntungkan negara-negara maju dengan korban di negara-negara terbelakang atau sedang berkembang, yang telah dihisap kekayaan alamnya. Perdagangan bebas menjadi perdagangan yang tidak adil karena dikenakan pada negara-negara dengan tingkat pembangunan ekonomi yang tidak merata. Pelaku ekonomi kecil yang dipaksa bersaing bebas dengan pelaku ekonomi besar pasti akan kewalahan. Pasar bebas telah mengancam kesejahteraan pelaku ekonomi rakyat, khususnya petani di negara berkembang, termasuk Indonesia. Alih-alih mengurangi kemiskinan, perdagangan bebas hanya dilihat sebagai upaya menciptakan tatanan ekonomi yang semakin timpang dan meminggirkan masyarakat miskin. PERKEMBANGAN DAN KINERJA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi dunia telah berkembang pesat dan telah memainkan peran penting dalam perekonomian global. Peningkatan ekspor suatu negara sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB) merupakan indikator keterbukaan negara tersebut terhadap perdagangan internasional. Peran perdagangan internasional begitu penting sehingga beberapa negara khususnya negaranegara eksportir, termasuk Indonesia untuk berusaha mencari seluas-luasnya pasar yang potensial untuk dikembangkan menjadi negara tujuan ekspor. Rasio ekspor dan impor terhadap PDB Indonesia tahun 1996 sebesar 52,26 persen, kemudian pada tahun 2002 sudah menjadi 63,95 persen. Namun dilihat dari harga konstan, persentasenya justru menurun dari 56,61 persen menjadi 50,36 persen. Artinya, secara riil volume perdagangan luar negeri Indonesia mengalami penurunan. PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI Menurut teori yang berkaitan dengan integrasi ekonomi, liberalisasi perdagangan merupakan cikal bakal globalisasi ekonomi. Seperti yang terjadi saat ini, perdagangan dunia memang berkembang sangat pesat sejak lahirnya General Agreement on Trade and Tariffs (GATT). Perjanjian GATS sangat menguntungkan bagi negara maju, terutama yang sudah memiliki industri jasa yang mumpuni, dan sebaliknya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Kita tidak bisa lagi mengabaikan pendirian lembaga konsultan perdagangan luar negeri, penasihat hukum, kantor akuntan, bahkan lembaga pendidikan asing. Melalui GATS, “pengetahuan” kini juga dianggap sebagai komoditas, sehingga pendirian lembaga pendidikan juga tunduk pada peraturan WTO. Pimpinan universitas negara itu menggugat. Tenaga ahli asing juga akan memberikan lebih banyak pelatihan bagi mereka yang membutuhkan di Indonesia. Dengan kata lain, lalu lintas antarnegara bagi manusia yang masuk dalam kategori tenaga profesional semakin deras. Bagi Indonesia hal ini sangat mengkhawatirkan karena sebelumnya banyak pembatasan dalam lalu lintas jasa internasional ini. Dengan semakin terbukanya perekonomian negara saya, industri transportasi, asuransi, keuangan dan jasa lainnya akan semakin terancam. Hal yang sama berlaku untuk beberapa sektor pertanian kita. Sektor pertanian, khususnya pertanian pangan, masih cukup terlindungi. Jika sektor ini juga diliberalisasi di masa depan, petani kita yang masih tidak efisien menurut standar dunia akan menderita. MASALAH STRUKTURAL PERDAGANGAN INTERNASIONAL Dari perspektif makro global, dapat dikatakan bahwa peningkatan perdagangan bebas mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat internasional. Namun, kesimpulan ini menjadi dipertanyakan ketika melihat siapa atau negara mana yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat. Data menunjukkan bahwa ekspansi perdagangan terutama terjadi di negara-negara maju. Konsentrasi perdagangan dunia masih terkonsentrasi di negara-negara utara seperti Amerika Utara dan Eropa Barat, sedangkan negara-negara Asia hanya Jepang dan China. Negara-negara yang meningkat pesat perdagangannya tersebut, kecuali Cina yang memiliki karakteristik perdagangan khusus, semua negara telah menjadi perdagangan bebas selama ratusan tahun dalam sejarah. Sebagai turunan dari globalisasi ekonomi, liberalisasi perdagangan telah menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi negara-negara berkembang. Nilai perdagangannya, meski meningkat, jauh tertinggal dari para pelopor liberalisasi ekonomi. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa dari perspektif perdagangan internasional, perdagangan bebas lebih menguntungkan dan menguntungkan bagi negara-negara maju yang matang dalam industrialisasi dan menghasilkan berbagai produk manufaktur untuk diekspor ke negara-negara berkembang. Era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang terjadi saat ini merupakan grand design oleh negara-negara kaya untuk menggunakan kekuatan mereka atau melalui lembaga keuangan dan ekonomi global yang dipengaruhi oleh mereka. Atau, dengan bahasa yang “keras’ Swasono (2005: 1) melukiskan globalisasi yang terjadi saat ini sebagai “faham liberalisme baru untuk menjadi topengnya pasar bebas, yang justru mengabaikan cita-cita globalisme ramah untuk mewujudkan keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan mondial”. MENYIKAPI PERDAGANGAN BEBAS Beragam upaya dilakukan oleh elemen-elemen ekonomi rakyat Indonesia untuk membendung meluasnya liberalisasi perdagangan yang merugikan kepentingan mereka. Sebagai ilustrasi beberapa aksi yang dilakukan untuk menyikapi perdagangan bebas di antaranya adalah: 1. Demonstrasi dilakukan Indonesia People’s Forum di arena PrepCom World Summit for Sustainable Development di Bali pada bulan Juni 2002. Dalam arena itu, 300 organisasi lingkungan melakukan aksi menentang WTO, IMF, dan Bank Dunia (3 Juni 2002), 100 aktivis perempuan dan pemuda, puluhan Ornop, serikat buruh, serikat tani, demo menentang globalisasi (4-5 Juni 2002). Puncaknya 6 Juni 2002, 1000 massa dari berbagai elemen tersebut demo menentang globalisasi sekaligus mengecam acara tersebut yang dinilai hanya sebagai alat negara dunia pertama untuk mengeksploitasi negera dunia ketiga. (jakarta.indymedia.org) 2. 3000 Petani dari Jatim, Jateng, Jabar, dan Lampung unjuk rasa di Depkeu, Depperindag, dan Bundaran HI tanggal 10 April 2003, di pimpin Ketua HKTI Siswono Yudohusodo. Mereka menolak produk impor pertanian yang akan mematikan petani dalam negeri dan meminta pemerintah menaikkan bea masuk komoditi beras, kedelai, gula putih, dan bawang merah, serta mendesak pemerintah untuk memerangi penyelundupan secara serius. 3. Puluhan aktivis dan petani yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia (HI). 4. Pekan Aksi Pangan untuk menggalang solidaritas bagi petani dan pertanian digelar di areal parkir Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (16/4/2005). Sumber: Suandi Hamid, E. (2018). ESPA4314 – Perekonomian Indonesia – Edisi 3. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. http://bahanajar.ut.ac.id/eReader/pdf/index.php?file_name=ESPA431403.pdf&book_na me=ESPA431403 - Perekonomian Indonesia&userid=954765&book_id=MTA5Mw==#sthash.yZ2nYB7T.dpbs