Uploaded by effkrn08

laporan skrining fitokimia kelompok 2 B

advertisement
Laporan Praktikum
FITOKIMIA II
“SKRINING FITOKIMIA”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata kuliah Pratikum
Fitokimia II
OLEH
KELOMPOK
: II (DUA)
KELAS
: B-S1 FARMASI 2020
ASISTEN
: NI LUH WIDIASTUTI
LABORATORIUM BAHAN ALAM FARMASI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
Lembar Pengesahan
FITOKIMIA II
“SKRINING FITOKIMIA”
OLEH
KELOMPOK II (DUA)
KELAS B-S1 FARMASI 2020
EFFI KURNIASIH
TIRTA CAHNIA USULI
LUTFHIA NUR FADILAH ARIFIN
SRISUSANTI A. KADIR
CHINTA SURYANINGRUM
ANDINI PUTRI SABIHI
ABD. GHIAZ P.R AHMAD
Gorontalo, Oktober 2022
Mengetahui
Asisten
Ni Luh Widiastuti
NILAI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Fitokimia II yang berjudul
“Skrining Fitokimia” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini disusun secara maksimal dan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan, selain itu penulis mendapatkan bantuan dari beberapa referensi
sehingga dapat mempermudah penulis dalam menyusun laporan. Laporan ini bisa
menjadi salah satu bahan ajar untuk penulis dan juga bagi para penyusun yang
akan melakukan penyusunan laporan tentang Evaporasi.
Adapun dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan didalamnya atau masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
sangat mengharapkan masukan berupa kritikan atau saran dari para pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Gorontalo, Oktober 2022
Kelompok II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Rumusan masalah
3
1.3
Tujuan Praktikum
3
1.4
Manfaat Praktikum
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1
Bulu Babi (Diadema setosum)
5
2.2
Ekstraksi .................................................................................................. 9
2.3
Evaporasi
12
2.4
Kajian Penelitian Relevan
15
2.5
Tinjauan Pelarut
21
BAB III
METODE PRAKTIKUM
25
3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
25
3.2
Alat dan Bahan
25
3.3
Prosedur Kerja
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
27
4.1
Hasil
27
4.2
Pembahasan
27
BAB V
PENUTUP
30
5.1
Kesimpulan
................................................................................................................ 3
0
5.2
Saran
................................................................................................................ 3
0
DAFTAR PUSTAKA
32
DAFTAR LAMPIRAN
37
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bulu Babi (Diadema setosum)
5
Gambar 2.2 Struktur Kimia Alkohol
21.................................................................................................................
Gambar 2.3 Struktur Kimia Etil Asetat.
22
Gambar 2.4 Struktur Kimia Metanol
22
Gambar 2.5 Struktur Kimia N-Heksan
23
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil evaporasi bulu babi (Diadema setosum)
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan
Pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat ini meliputi seni dan
Ilmu pengetahuan dari sumber alam atau sintetik menjadi material atau produk
Yang cocok dipakai untuk mencegah,dan mendiagnosa penyakit.Dalam farmasi
Juga mempelajari berbagai ilmu terapan,diantaranya adalah matematika, fisika,
Biologi, kimiadan masih banyak cabang ilmu lainnya (Anief, 2005).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak terlarut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diektraksi mengandung berbagai senyawa aktif yang tidak dapat larut seperti
serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Erawati, 2012). Proses pengekstrakan
komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik menembus dinding sel
dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dalam pelarut organik diluar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel
dan proses ini
akan berulang terus sampai
terjadi keseimbangan anatara
konsentrasi cairan zat aktif dalam dan diluar sel. Untuk mendapatkan ekstrak
kental dan pekat dilakukan dengan menggunakan metode evaporasi.
Evaporasi merupakan proses penambahan konsentrasi suatu zat tertentu
Melalui proses perubahan molekul dari zat campurannya (zat cair menjadi
Molekul uap/gas), intinya adalah evaporasi merupakan proses penguapan (
Haryadi, 2014 ).
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia merupakan uji
Pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa metabolit sekunder yang
Mempunyai aktivitas biologi dari suatu tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan
Dijadikan informasi awal dalam mengetahui golongan senyawa kimia yang
Terdapat didalam suatu tumbuhan. Dalam percobaan ini, skrining fitokimia
Dilakukan dengan menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat
Diketahui golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut
(Marline, 2019).
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
Pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
Pengeringan tidak lebih dari 60oC (BPOM, 2014) Simplisia yang aman dan
berkhasiat adalah simplisia yang tidak Mengandung bahaya kimia, mikrobiologis,
dan bahaya fisik, serta mengandung Zat aktif yang berkhasiat. Ciri simplisia yang
baik adalah dalam kondisi kering (kadar air < 10%), untuk simplisia daun, bila
diremas bergemerisik dan berubah Menjadi serpihan, simplisia bunga bila diremas
bergemerisik dan berubah menjadi Serpihan atau mudah dipatahkan, dan simplisia
buah dan rimpang (irisan) bila diremas mudah dipatahkan. Ciri lain simplisia yang
baik adalah tidak berjamur, dan berbau khas menyerupai bahan segarnya
(Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012).
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang
dapat manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan manusia. Masyarakat
Indonesia sejak zaman dahulu telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat
obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman yang berkhasiat
obat tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional. Berbagai khasiat
yang dapat dihasilkan oleh tanaman tradisional yang ada, dimana merupakan efek
dan khasiat dari berbagai zat yang terkandung dalam tanaman tersebut. Sebagai
contoh zat kimia yang terkandung dalam tanaman yang biasa digunakan sebagai
adalah alkaloid, flavonoid, glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.Salah
satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia
yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui
senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman.
Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk
keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin,
minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat
mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat,
tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/ terpenoid (Hanani et al., 2003).
Untuk mengetahui kandungan kimia yang berkhasiat obat pada bahan
alam, maka perlu dilakukan analisis kuantitatif/ identifikasi terhadap senyawasenyawa tersebut dengan uji pereaksi kimia.
1.2
Maksud Percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan skrining fitokimia
1.3
Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui dan memahami proses analisis kandungan kimia dari
Satu dan untuk menganalisis senyawa yang terkandung dalam ekstrak
dengan Menggunakan pereaksi kimia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar Teori
2.1.1
Teripang
Teripang atau ketimun laut (gamat: bahasa Malaysia) adalah sebutan untuk
hewan Ekhinodermata ini. Teripang adalah kelompok hewan invertebrata laut dari
kelas Holothuroidea (Filium Ekhinodermata), dibedakan dalam enam bangsa
(ordo) yaitu Dendrochirotida, Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida,
Molpadida, dan Elasipoda.
a. Klasifikasi Teripang Pasir
Klasifikasi dari biota laut ini, menurut Lee dan Shin (2014), yaitu :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Echinodermata
Subphylum
: Eleutherozoa
Classis
: Holothuroidea
Ordo
: Aspidochirotida
Familia
: Holothuriidae
Genus
: Holothuria
Species
: Holothuria scabra
Gambar 2.1
Teripang Pasir
(Holothuria scabra)
b. Uraian Biota Laut
Teripang (Holothuroidea) merupakan komponen utama komunitas abisal
sebagai pemakan endapan atau deposit feeder. Makanan teripang berupa plankton
atau detritus yang banyak tersedia secara alami di dalam perairan ataupun di dasar
perairan (Rustam, 2006). Tubuh teripang umumnya bulat panjang atau silindris
sekitar 10–30 cm, dengan mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung
lainnya. Karena bentuk umumnya seperti mentimun, maka dalam bahasa Inggris
hewan ini disebut sea cucumber yang berarti mentimun laut. Tubuh teripang
memanjang membentuk sumbu oral-aboral atau anteroposterior. Ujung bagian
oral merupakan mulut yang dikelilingi oleh struktur tentakel yang berlendir.
Struktur mukosa ini digunakan untuk mengumpukan makanan dan merupakan
modifikasi dari kaki tabung dan biasanya dapat ditarik kembali ke dalam tubuh.
Teripang mempunyai dinding tubuh yang kasar dan mengandung endoskeleton
mikroskopis. Teripang bergerak menggunakan kontraksi otot dari tubuh mereka
(Nontji, 2005).
c. Morfologi
Tubuh teripang adalah berbentuk simetri lima belahan menjari
(pentamerous radial symmetry) dengan sumbu aksis mendatar (horizontal).
Bentuk simetri tersebut termodifikasi oleh lempeng tegak (dorsoventral plane)
sehingga nampak sebagai belahan simetri (bilateral symmetry). Selain radial
simetri tersebut, karakteristik lain adalah adanya bentuk skeleton dan sistem
saluran air (water-vascular system). Skeleton pada teripang termodifikasi dalam
bentuk spikula yang mikroskopis dan tersebar dalam seluruh dinding tubuh.
Bentuk spikula tersebut sangat penting dalam identifikasi jenis teripang. Gambar
morfologi eksternal timun laut ordo Aspidochirotida.
d. Kandungan Kimia
Zat gizi yang terkandung dalam teripang antara lain protein 6,16%, lemak
0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium 0,01% (kondisi segar kadar air 86,73%),
teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82% dengan kandungan
asam amino yang lengkap, dan asam lemak jenuh yang penting untuk kesehatan
jantung. Selain itu teripang juga mengandung phosphor, besi, yodium, natrium,
vitamin A dan B (thiamin, riboflavin dan niacin) (Wibowo et al., 1997).
Sedangkan
menurut
Ibrahim
(2003)
cairan
dan tubuh
teripang
mengandung protein lebih dari 44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5%.
Sedangkan Martoyo et al. (2000) menyatakan bahwa kandungan gizi teripang
kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat
4,8%. Dibanding ikan lainnya, kadar lemak teripang relatif rendah yaitu 1,7 g/100
g teripang kering, tetapi cukup kaya akan asam lemak omega-3. dengan demikian,
daging teripang aman dikonsumsi oleh mereka yang memiliki kadar kolesterol
serum tinggi. Mineral dominanpada teripang adalah natrium, kalsium, kalium,
fosfor dan besi (Astawan, 2008).
e. Khasiat dan Manfaat
Kandungan protein pada teripang kering adalah 82 g per 100 g dengan
nilai cerna yang tinggi. Dari jumlah itu sekitar 80%-nya berupa kolagen. Kolagen
berfungsi sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang dan kulit. Dalam
pertumbuhan tulang, suplemen kalsium saja tidak cukup karena tulang terdiri dari
kalsium fosfat dan kolagen. Tanpa adanya kolagen tulang akan menjadi rapuh dan
mudah pecah (Astawan, 2008).
2.1.2
Skrining Fitokimia
Skrining Fitokimia merupakan tahapan awal yang dilakukan untuk
mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder dalam suatu tanaman ataupun
hewan. Skrining fitokimia biasanya meliputi pemeriksaan kandungan senyawa
flavonoid, tannin, alkaloid, steroid, saponin, glikosida dan terpenoid (Harbone,
1987).
a.
Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam yang
terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pasti
ditemukan pada setiap telaah ekstrak tumbuhan (Markham, 1988).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak
reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Pada tumbuhan flavonoid
ini berfungsi sebagai pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, antimikroba
dan antivirus (Robinson, 1995).
Flavonoid dapat dijadikan obat tradisional karena flavonoid dapat bekerja
sebagai inhibitor pernafasan, menghambat aldoreduktase, monoamina oksidase,
protein kinase, DNA polimerase dan lipooksigenase. Flavonoid terbukti
mempunyai efek biologis antioksidan yang sangat kuat yaitu sebagai antioksidan
yang dapat menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang
pembentukan produksi nitrit oksida (NO) yang berperan melebarkan pembuluh
darah (vasorelaction) dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker (Winarsi,
2007).
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol,
air. Sebaliknya, aglikon flavonoid yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon,
dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam
pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).
b.
Tannin
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang ada di
tanaman dan disintesis oleh tanaman. Tanin merupakan senyawa.yang mempunyai
berat molekul 500 hingga 3000. Senyawa tersebut mengandung gugus hidroksi
fenolik yang memungkinkan membentuk ikatan silang yang efektif dengan
senyawa protein (Hidayah, 2016). Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis
tumbuhan hijau baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan
kadar yang berbeda-beda. Sifat utama tanin tergantung pada gugus phenolik-OH
yang terkandung, senyawa ini memiliki daya bakterostatik, fungistatik dan
merupakan racun. Tanin bekerja sebagai zat astringent, menyusutkan jaringan dan
menutup struktur protein pada kulit dan mukosa (Sukorini, 2006).
c.
Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan senyawa metabolit sekunder yang bersifat
basa dengan satu atau lebih atom nitrogen yang umumnya berada dalam gabungan
sistem siklik. Golongan senyawa ini biasanya memiliki aktivitas farmakologis
pada manusia dan hewan. Ciri-ciri alkaloid umumnya berbentuk padat (kristal),
meskipun dalam suhu kamar ada yang cair (misalkan nikotin), memutar bidang
polarisasi, berasa pahit, bentuk garam larut dalam air dan larut dalam pelarut
organik dalam bentuk bebas atau basanya (Harborne, 1997). Sebagian besar
alkaloid yang ditemukan dialam umumnya mempunyai keaktifan fisiologis
tertentu, ada yang beracun dan ada juga yang digunakan untuk obat. Contohnya
morfin dan striknin merupakan senyawa alkaloid yang terkenal memiliki efek
fisiologis dan psikologis. Sifat-sifat fisiologis alkaloid menarik 9 perhatian para
ahli kimia. Metode yang biasa digunakan untuk pemurnian dan karakterisasi
senyawa alkaloid yaitu mengandalkan sifat kimia alkaloid yaitu kebasaannya dan
pendekatan khusus harus dikembangkan untuk beberapa alkaloid (seperti
rutaekarpina, kolkisina, risinina) yang tidak bersifat basa.
Menurut Evans (1996), secara umum alkaloid dapat digolongkan
berdasarkan strukturnya menjadi alkaloid heterosiklik dan alkaloid non
heterosiklik. Atom N pada alkaloid non heterosiklik dapat berupa atom N primer
(meskalin), sekunder (efedrin), tersier (atropin) dan kuartener (tubokurarin).
Sedangkan alkaloid heterosiklik dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan struktur
cincin yang dimilikinya yakni pirol atau pirolidin (higrin), pirolizidin
(seneklonin), piridin dan piperidin (piperin, lobelin), tropan (kokain), kuinolin
(kuinin, kuinidin), aporfin (boldin), kuinolizidin (spartein), indol atau benzopirol
(ergometrin), indilizidin (swainsonin), imidazol (pilokarpin), purin (kafein),
steroidal (solanidin), dan terpenoid (akonitin) (Cahyan, 2012).
Alkaloid juga dapat diklasifikasikan berdasarkan asal usul biogenesisnya.
Dengan cara ini dapat menjelaskan antara berbagai alkaloid yang diklasifikasikan
berdasarkan
jenis
cincin
heterosiklik.
Percobaan-percobaan
biosintesis
menunjukkan bahwa alkaloid hanya berasal dari beberapa asam amino tertentu
saja. Alkaloid dibedakan menjadi tiga macam yaitu alkaloid alisiklik, alkaloid
aromatik jenis fenilalanin dan alkaloid aromatik jenis indol.
a) Alkaloid alisiklik adalah alkaloid yang berasal dari asam-asam amino
ornitin dan lisin.
b) Alkaloid aromatik jenis fenilalanin adalah alkaloid yang berasal dari
fenilalanin, tirosin dan 3,4-dihidroksifenilalanin.
c) Alkaloid aromatik jenis indol adalah alkaloid yang berasal dari triptofan
(Sjamsul, 1986).
d.
Steroid
Steroid adalah molekul bioaktif penting dengan kerangka dasar 17 atom C
yang tersusun dari 4 buah gabungan cincin, 3 diantaranya yaitu sikloheksana dan
siklopentana (Dang et al., 2018). Senyawa steroid berupa kristal berbentuk jarum
dengan karakteristik mengandung gugus OH, gugus metil, dan memiliki ikatan
rangkap yang tidak terkonjugasi (Suryelita et al., 2017). Tugas utama steroid
endogen atau yang secara alami terdapat dalam tubuh yaitu berperan dalam proses
regulasi metabolisme seperti metabolisme energi, air dan keseimbangan natrium,
fungsi reproduksi dan fungsi perilaku dan kognitif. Selain itu, senyawa steroid
sintetis dalam jumlah besar secara struktural yang memiliki target spesifik telah
menunjukkan aktifitasnya terhadap beberapa penyakit seperti kanker, gangguan
hati, kardiovaskular, inflamasi, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan
hormon sterid (Bhawani et al., 2011).
e.
Saponin
Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
spesies tanaman konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan dipengaruhi
oleh varietas tanaman dan pertumbuhan. Saponin juga termasuk senyawa aktif
permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan bersifat
seperti sabun. Senyawa tersebut larut dalam air dan alkohol namun tidak dalam
eter (Illing dkk, 2017). Saponin diketahui mempunyai efek anti jamur dan anti
serangga. Senyawa tersebut dapat bekerja sebagai racun perut yang zatnya dapat
masuk ke tubuh larva melalui mulut kemudian meracuni larva, selain itu juga
memiliki sifat toksik bagi hewan- hewan kecil (Ogbuagu, 2008).
2.3
Uraian Bahan
2.3.1
Alkohol (Dirjen POM, 2020., Rowe, 2009)
Nama resmi
: AETHANOLUM
Nama lain
: Alkohol, etanol, alkanol, etil
Rumus kimia
: C2H5OH
Berat molekul
: 46,07 g/mol
Rumus struktur
:
Pemerian
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,
mudah bergerak, bau khas
Kelarutan
: Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pearut organik
Kegunaan
: Zat pembersih
Khasiat
: Disinfektan
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
2.3.2
Asam Asetat (Dirjen Pom, 1979)
Nama resmi
: ACIDUM ACETICUM
Nama lain
: Asam asetat
Rumus Molekul
: CH3COOH
Berat Molekul
: 60,05
Rumus Struktur
:
Pemerian
: Cairan jernih; tidak berwarna; bau menusuk; rasa
asam, tajam.
Kelarutan
: Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P
2.3.3
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Zat tambahan
Asam Klorida (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi
: ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama Lain
: Asam klorida
Berat Molekul
: 36,46 g/mol
Rumus Molekul
: HCl
Rumus Struktur
:
Pemerian
: Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang jika
diencerkan asap dan bau hilang
2.3.4
Kelarutan
: Larut dalam etanol, asam asetat, tidak larut dalam air
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai reagen
Asam Sulfat (Dirjen Pon, 1979)
Nama Resmi
: ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain
: Asam Sulfat
Rumus Molekul
: H2SO4
Berat Molekul
: 91,07
Rumus Struktur
:
Pemerian
: Cairan tidak berwarna, jernih dan bau khas
Kelarutan
: Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak
berwarna,
jika
ditambahkan
ke
dalam
air
menimbulkan panas.
2.3.5
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai Pereaksi
Etil Asetat (Dirjen POM, 2014; USP, 2014)
Nama Resmi
: ETHYL ACETATE
Nama lain
: Etil asetat
Berat molekul
: 88,1 g/mol
Rumus molekul
: C4H8O2
Rumus struktur
:
Pemerian
: Cairan tidak berwarna, bau seperti eter
Kelarutan
: Larut dalam air, dalam methanol, dapat bercampur
dengan asetat, dietil eter dan benzen.
2.3.6
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pelarut
Ferri klorida (Ditjen POM, 1979)
Nama lain
: Besi (III) klorida
Berat molekul
: 162,2 g/mol
Rumus molekul
: FeCl3
Rumus struktur
:
Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna
jingga dari garam hidrat yang telah terpengaruhi
oleh kelembaban
2.3.7
Kelarutan
: Larut dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai pereaksi
Methanol (Dirjen POM, 2020)
Nama Resmi
: METANOL
Nama lain
: Metanol
Rumus kimia
: CH3OH
Berat Molekul
: 34,00 g/mol
Rumus Struktur
:
Pemerian
: Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas
Kelarutan
: Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup
Kegunaan
: Sebagai pelarut
2.3.8 N-Heksana (Dirjen POM, 2014; Pubchem, 2022)
Nama Resmi
: N-HEKSANA
Nama Lain
: N-heksan
Berat Molekul
: 86,18 g/mol
Rumus molekul
: C6H14
Rumus struktur
:
Pemerian
: Cairan jernih, mudah menguap, bau seperti eter
lemah atau bau seperti petroleum
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol
mutlak, dapat dicampur dengan eter, dengan
kloroform, dengan benzena, dan dengan sebagian
besar minyak lemak dan minyak atsiri.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai pelarut
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum percobaan skrining fitokimia dilaksanakan pada hari kamis 6
Oktober 2022 pukul 16.00 Sampai selesai di Laboratorium Bahan Alam, Jurusan
Farmasi. Fakultas olahraga dan kesehatan. Universitas Negeri Gorontalo.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, cawan porselin, lap halus,
lap kasar, neraca analitik, penangas, rak tabung reaksi, tabung reaksi, vial.
3.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan adalah Alkohol 70%, aquadest, ekstrak etil asetat
teripang, ekstrak methanol teripang, ekstrak N- heksana teripang, tisu.
3.3
Prosedur kerja
3.3.1
Pengolahan sampel
Sampel teripang pasir ((Holothuria scrabra) diambil didesa Bongo
kecamatan Batudaa Pantai, kabupaten Gorontalo. Sampel dibuat simplisia dengan
cara dipotong haksel lalu dikeringkan dan dimasukkan kedalam toples kaca.
teripang pasir ((Holothuria scrabra) haksel yang telah dikeringkan, diolah
menjadi serbuk agar mudah untuk diekstraksi.
3.3.1
Pembuatan Ekstrak
Sampel teripang pasir ((Holothuria scrabra)diekstraksi menggunakan
beragam pelarut yaitu n˗heksana, etil asetat, metanol. Pelarut n˗heksana, etil asetat
dan Metanol yang digunakan ialah larutan yang berbeda tingkat kepolarannya.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan Metode Maserasi dengan 3 kali
pengulangan tiap pelarut. Sampel kering direndam dengan perbandingan berat
sampel dan volume pelarut 5 : 10 yaitu 500 gram sampel bintang laut biru dengan
menggunakan pelarut 1000 mL selama 24 jam. Larutan ekstrak yang didapat di
saring menggunakan kertas penyaring.
3.3.3
Proses Evaporasi
Ekstrak methanol, n-heksan dan etil asetat bintang laut masing-masing
dievaporasi. Ekstrak methanol dan etil asetat dievaporasi dengan cara dipanaskan
hingga pelarut menguap, didapatkan ekstrak kental dan dimasukan kedalam vial.
Ekstrak n-heksan dievaporasi dengan cara diangin-anginkan, setelah didapatkan
ekstrak kental dimasukan dalam vial. Ketiga ekstrak kental ditimbang lalu
dilakukan perhitungan % rendamen dengan menggunakan rumus berikut :
3.3.4
Skrining Fitokimia
Ekstrak teripang yang didapatkan dari proses evaporasi dilakukan skrining
fitokimia dengan beberapa reagen seperti HCl pekat, H2SO4, air hangat, FeCl3,
dragondroff, dan reagen mayer. Air hangat diperuntukkan untuk senyawa saponin,
FeCl3 untuk senyawa tanin. Reagen dragondroff dan mayer untuk indentifikasi
senyawa alkaloid.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil
1. Ekstrak Etil Asetat
Gambar 4.1.1
Hasil Uji Skrining
Fitokimia
2. Ekstrak Metanol
Gambar 4.1.2
Hasil Uji Skrining
Fitokimia
3. Ekstrak N-Heksana
Gambar 4.1.2
Hasil Uji Skrining
Fitokimia
4.1.2 Pengamatan
Hasil pengamatan
Sampel
Pembanding
Larutan Uji
Pereaksi
Ket.
dragend
(+)
orff
Alkaloid
Mayer
(-)
Alkaloid
Serbuk
Magnesium +
(-)
Hcl Pekat
Flavomoid
Teripang
(Holothuria
scabra)
Lieberm
an
Burchar
d
(-)
Steroid/Terpenoid
Fecl3
(-)
Air Panas
(=)
Fenol/Tanin
Saponin
4.2
Pembahasan
Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia
merupakan uji pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan dijadikan informasi awal dalam
mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam suatu
tumbuhan. Skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat diketahui
golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut (Marlin,
2019)
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan skrining fitokimia
dengan melakukan uji kandungan flavonoid, steroid, alkaloid, saponin,
dan uji kandungan tannin pada sampel Teripang (Holothuria scabra)
dengan menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat diketahui
golongan senyawa kimia yang terdapat pada sampel tersebut.
Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol
alam yang terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau
sehingga pasti ditemukan pada setiap telaah ekstrak tumbuhan
(Markham, 1988). Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid. Pada tumbuhan flavonoid ini berfungsi
sebagai pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, antimikroba dan
antivirus (Robinson, 1995).
Menurut Dang (2018) Steroid adalah molekul bioaktif penting
dengan kerangka dasar 17 atom C yang tersusun dari 4 buah gabungan
cincin, 3 diantaranya yaitu sikloheksana dan siklopentana. Steroid
memiliki peran penting dalam dunia medis, salah satunya yaitu androgen
yang merupakan hormon steroid yang berfungsi sebagai agen yang
menstimulasi organ seksual pada wanita (Nogrady, 1992). Alkaloid
merupakan senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom
nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sebagian
besar alkaloid bersumber dari tumbuhan (Dayanti,2012).
Menurut Mazza (2007), Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Menurut
Nazila (2018), Tanin adalah suatu senyawa aktif metabolit sekunder yang
mempunyai beberapa khasiat sebagai astrigen, antidiare, antibakteri dan
atioksidan.
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu
cawan porselin, pipet, rak tabung reaksi, spatula, dan tabung reaksi,
adapun bahan meliputi alkohol 70%, alkohol 96%, aluminium foil,
aquadest,
ekstrak
Teripang
(Holothuria
scabra),
FeCl3,
HCl,
magnesium, pereaksi Dragendorff, pereaksi Lieberman, dan tisu
Hal pertama yang dilakukan pada percobaan kali ini yaitu
membersihkan alat dan bahan menggunakan alcohol 70%. Menurut
Fadilah (1993), bahwa alkohol 70% digunakan sebagai desinfektan dan
antiseptik. Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk
mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran oleh mikroorganisme atau
untuk membasmi kuman penyakit dan antiseptik adalah suatu substansi
yang melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Diambil ekstrak kental Teripang (Holothuria scabra) dimasukan
kedalam cawan porselin. Menurut Sunarti (2000), digunakan cawan
porselin sebagai wadah untuk dilarutkannya atau mereaksikan suatu
sampel dengan pelarut. Kemudian ekstrak
kental di encerkan
menggunakan pelarut etanol 96%. Digunakannya pelarut etanol karena
menurut Snyder (1997), etanol merupakan pelarut universal yang dapat
menarik senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut non polar hingga
polar. Kemudian ekstak kental yang telah di encerkan dimasukan
kedalam tabung- tabung reaksi yang telah diberi label untuk menguji
kandungan metabolit sekunder yang ada dalam sampel pakis rawa.
4.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang paling banyak
ditemukan, karena sebagian besar zat alkaloida berasal dari tanaman.
Pada umumnya alkaloida memiliki satu buah atom nitrogen atau lebih
dengan sifat basa sehingga disebut alkaloid. Alkaloid berfungsi untuk
pelindung tanaman dari penyakit, serangan hama, sebagai pengatur
perkembangan, dan sebagai basa mineral untuk mengatur keseimbangan
ion pada bagian-bagian tanaman, alkaloida yang ditemukan dan
dihasilkan oleh tanaman termasuk dalam bagian kelompok metabolit
sekunder (Trevor, 2000)
Pada uji alkaloid digunakan reagen dragendroof. Menurut
Marliana dkk (2005), pereaksi dragendorff digunakan untuk mendeteksi
senyawa alkaloid. Kemudian dilakukan pengocokkan.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu meneteskan 2-3 tetes reagen
dragendroof pada ekstrak yang telah diencerkan, kemudian dikocok
hingga homogen. Tujuan dilakukan pengocokkan menurut Sangi dkk
(2015), adalah
untuk mempercepat reaksi dari larutan uji. Selanjutnya membandingkan
sampel yang telah ditetesi reagen dragendroof dengan sampel
pembanding. Tujuan dari membandingkan kedua sampel yaitu untuk
melihat apakah ada perbedaan antara keduan sampel yang telah ditetsi
reagen dengan sampel yang tidak di tetesi reagen.
Menurut Ergina dkk (2014), adanya senyawa alkaloid ditandai
dengan terbentuknya endapan jingga. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan pada larutan uji alkaloid tidak menimbulkan reaksi atau
perubahan berupa endapan jingga. Hal ini menyatakan bahwa batang
bandotan tidak mengandung senyawa alkaloid.
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut
adalah kaliumal kaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut
nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena
garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+
), yang Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu
ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri.
Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida
membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut
dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat
(Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang
merupakan ion logam (Miroslav, 1971).
4.2.2 Uji Flavonoid
Menurut Robinso (1995) flavonoid merupakan senyawa yang
mengandung dua cincin aromatic dengan gugus hidroksil lebih dari satu.
Dan menurut Rajalakshmi dkk, (1985) Flavonoid merupakan salah satu
kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di
dalam jaringan tanaman.
Pada uji flavonoid digunkan serbuk magnesium dan juga larutan HCl
pekat. Penambahan HCl pekat dalam uji flavonoid digunakan untuk
menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya. Menurut Ergina dkk
(2014), magenesium digunakan untuk mendeteksi senyawa flavonoid,
bila dikombinasikan dengan HCl.
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian kandungan
flavonoid yaitu mencampurkan serbuk magnesium kedalam sampel
kemudian ditambahkan larutan HCl pekat. Selanjutnya dilakukan
pengocokan. Tujuan dilakukan pengocokkan menurut Sangi dkk (2015),
adalah untuk mempercepat reaksi dari larutan uji. Jika terjadi warna
merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid (Ditjen
POM, 1989).
Reaksi yang terjadi antara logam magnesium dan larutan HCl
adalah Kecepatan reaksi ditentukan oleh kecepatan terbentuknya
gelembung-gelembung
gas
hidrogen.
Kecepatan
terbentuknya
gelembung-gelembung gas hidrogen ini dipengaruhi oleh ukuran pita
logam magnesium pada pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi.
Makin kecil ukuran pita logam magnesium untuk massa logam
magnesium yang sama, gelembung-gelembung gas hidrogen yang
terbentuk makin cepat atau laju reaksi makin cepat. Di pihak lain, pada
pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi, kecepatan terbentuknya
gelembung-gelembung gas hidrogen dipengaruhi oleh konsentrasi larutan
HCl. Makin tinggi konsentrasi larutan HCl, kecepatan terbentuknya
gelembung-gelembung gas hidrogen makin cepat atau laju reaksi makin
cepat.
4.2.3
Uji Saponin
Saponin adalah bagian organ dalam tumbuhan yang mempunyai
sifat kimia yang sama dengan glikosida dan triterpenoid dan sterol yang
menghasilkan busa (Robinson, 1995).Pada pengujian kandungan saponin
menggunakan air dikarenakan Saponin merupakan senyawa aktif
permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan
pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolysis sel darah
merah.
Saponin merupakan senyawa ampifilik. Gugus gula (heksosa)
pada saponin dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol
absolut, kloroform, eter dan pelarut organik non polar lainnya. Sedangkan
gugus steroid (sapogenin) pada saponin , biasa juga disebut dengan
triterpenoid aglikon dapat larut dalam lemak dan dapat membentuk
emulsi dengan minyak dan resin. [Lindeboom, 2005; Anonim, 1995;
Trease, 1972]
Langkah pertaman yang dilakukan yaitu menambahkan air
sebanyak 5 tetes sebagai pereaksi kedalam sampel, kemudian dilakukan
pengocokan. Proses pengocokan menurut Hariyatimi (2004), untuk dapat
mempengaruhi proses distribusi dilakukan pengocokan pada suatu larutan
sehingga dapat mempercepat proses reaksi antara pereagen dan larutan
sampel.
Pengocokan sendiri dilakuakan hingga menimbalkan busa.
Menurut Harborne (1987), adanya senyawa saponin ditandai dengan
terbentuknya busa yang terbentuk stabil. Busa yang ditimbulkan saponin
karena adanya struktursenyawa penyusun yaitu rantai sapogenin nonpolar
dan rantai samping polar yang larut dalam air. Sehinggan busa
ditimbulkan dapat bertahan selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm
(Oleszek, 2002 dalam Faradisa, 2008).
Saponin lam larut dalam air karena adanya gugus hidrofil (OH)
yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air. Adanya
kandungan saponin pada suatu sampel ditandai dengan munculnya busa.
Pembentukan busa dapat terjadi karena saponin mempunyai dua sifat
yang berlawanan pada strukturnya yaitu glikosida yang bersifat polar dan
cincin steroid yang bersifat non polar. Sehingga jika dikocok dengan air
maka hnya glikosida yang akan berikatan dengan air sedangkan
steroidnya akan menolak air, hal inilah prinsip terjadinya pembentuka
busa(Riawan, 1990)
4.2.4
Uji Steroid
Menurut Samejo (2013), steroid merupakan terpenoid lipid yang
dikenal dengan empat cincin kerangka dasar karbon yang menyatu.
Steroid berperan penting bagi tubuh dalam menjaga keseimbangan garam
mengendalikan metabolism dan meningkatkan fungsi organ seksual
perbedaan fungsi biologis.
Pada uji kandungan steroid digunkan pereaksi asam asetat
(CH3COOH) dengan cara menuangkan ragen kedalam sampel sebanyak
5 tetes kemudian dikocok hingga terjadi perubahan warna. Tujuan
dilakukan pengocokkan menurut Sangi dkk (2015), adalah untuk
mempercepat reaksi dari larutan uji. Menurut Harborne (1987), adanya
senyawa steroid ditandai dengan terjadinya perubahan
warna hijau biru. Karena menurut Depkes RI (1979), jika terbentuk
cincin biru atau hijau, maka menandakan adanya kelompok senyawa
steroid.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan larutan uji steroid
tidak mengalami perubahan warna biru maupun hijau. Hal ini
menyatakan bahwa kulit batang kayu jawa tidak mengandung senyawa
steroid. Reaksi yang terjadi antara steroid dengan asam asetat anhidrat
adalah reaksi asetilasi gugus –OH pada steroid. Adanya senyawa steroid
pada serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dikarenakan
senyawa steroid merupakan senyawa non polar yang tidak larut dalam
fraksi air yang merupakan senyawa polar. Penambahan asam asetat
anhidrat bertujuan untuk membentuk turunan asetil, sedangkan
penambahan H2SO4 bertujuan untuk menghidrolisis air yang bereaksi
dengan turunan asetil membentuk larutan warna. Perubahan warna yang
terbentuk karena terjadinya oksidasi pada senyawa triterpenoid/steroid
melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi (Robinson 1995).
4.2.5 Uji Terpenoid
Menurut Mustika Furi dkk (2015) terpenoid merupakan komponen
utama yang banyak ditemukan dalam minyak atsiri. Senyawa golongan
terpenoid merupakan komponen penting dari banyak ekstrak kayu dan
juga merupakan konstituen utama dari ekstrak yang diperoleh dengan
pelarut non polar (Setiawati dkk, (2001).
Pada uji kandungan terpenoid pereaksi yang digunakan yaitu asam
sulfat (H2SO4) dengan cara menuangkan reagen kedalam sampel
sebanyak 5 tetes, kemudian dikocok hingga homogen. Proses
pengocokan menurut Hariyatimi (2004), untuk dapat mempengaruhi
proses distribusi dilakukan pengocokan pada suatu larutan sehingga dapat
mempercepat proses reaksi antara pereagen danlarutan sampel.
Menurut Bhernama (2020), Jika positif teridentifikasi terpenoid
ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada
perbatasan larutan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan larutan
uji terpenoid tidak mengalami perubahan warna ungu. Hal ini
menyatakan bahwa kulit batang kayu jawa tidak mengandung senyawa
steroid
Reaksi yang terjadi antara steroid dengan asam asetat anhidrat adalah
reaksi asetilasi gugus –OH pada steroid. Adanya senyawa steroid pada
serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat dikarenakan senyawa
steroid merupakan senyawa non polar yang tidak larut dalam fraksi air
yang merupakan senyawa polar. Penambahan asam asetat anhidrat
bertujuan untuk membentuk turunan asetil, sedangkan penambahan H2SO4
bertujuan untuk menghidrolisis air yang bereaksi dengan turunan asetil
membentuk larutan warna. Perubahan warna yang terbentuk karena
terjadinya oksidasi pada senyawa triterpenoid/steroid melalui pembentukan
ikatan rangkap terkonjugasi (Robinson 1995).
Kemungkinan kesalahan pada pengujian kali ini yaitu penggunaan
jumlah pereaksi pada setiap pengujian dimana hal ini dapat mempengaruhi
hasil dari pengujian dan kesalahan pada pengumpulan
i
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Skrining fitokimia merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
Mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder suatu bahan alam. Skrining
fitokimia merupakan tahap pendahuluan yang dapat memberikan Gambaran
mengenai kadnungan senyawa tertentu dalam bahan alam yang akan Diteliti.Skrining
fitokimia dapat dilakukan, baik secara kualitatif, semi kuantitatif, Maupun kuantitatif
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Metode skrining Fitokimia secara kualitatif
dapat dilakukan melalui reaksi warna dengan Menggunakan suatu pereaksi tertentu.
Hal penting yang mempengaruhi dalam Proses skrining fitokimia adalah pemilihan
pelarut dan metode ekstraksi.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang di guanakan pada saat praktikum lebih di perhatikan,
dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang seperti timbangan karena pada saat
praktikum para praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
5.2.2 Untuk Asisten
Asisten hendaknya membimbing dan mengayomi praktikan dengan baik dan
menjadi teladan yang baik untuk praktikan serta semakin semangat dan tetap
menjalin hubungan baik dengan praktikan.
5.2.3 Untuk Praktikan
Diharapkan agar praktikan senantiasa belajar dengan baik untuk mempersiapkan
praktikum yang akan dilaksanakan, dapat mengikuti praktikumdengan baik dan
senantiasa selalu mengikuti arahan dan aturan yang sudah ditetapkan. Selain itu,
praktikan juga diharapkan agar fokus dan serius mengikuti praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Wibowo, Singgih. 1997. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya
Ibrahim. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Astawan, Made.2008.Sehat dengan hidangan hewani.Jakarta: Penebar Swadaya
Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Edisi kedua, Hal 5, 69-76, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soedira, ITB Press, Bandung.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Winarsi H, 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas potensi dan aplikasinya dalam
kesehatan. Yogyakarta. Kanisius
Rice-Evans, C.A., N.J. Miller, and G. Paganga, 1996, Structure-antioxidant activity
relationships of flavonoids and phenolic acids, Free Radical Biol. Med., 20,
933–956.
Ahmad, sjamsul, (1986), kimia ORganik Bahan Alam, karunika Jakarta universitas
terbuka, Jakarta
Suryelita S, Etika S, Kurnia N. 2017. ISOLASI DAN KARAKTERISASI
SENYAWA STEROID DARI DAUN CEMARA NATAL (Cupressus funebris
Endl.) EKSAKTA: Berkala Ilmiah Bidang MIPA (2017) 18(01) 86-94
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Lee And Shin. 2014. Chinoderm Fauna Of Chuuk, The Federated States Of
Micronesia. ASED 30 (2): 108 -118
Pubchem.
2022.
N-Hexane
PubChem.
(n.d.).
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/hexane
Retrieved
from
USP. 2014. Safety data sheet Sildenafil Citrate. US Pharmacopeial Conv.
Yogyakarta
Hariyatimi. 2004. Kemampuan Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Radikal
Bebas pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA. Universitas Muhamadiah Surakarta
Vol. 14: 52-60.
Kosasih Padmawinata, 15, Penerbit ITB, Bandung. Marline Nainggolan, et all. 2019.
Fitokimia. Fakultas farmasi universitas sumatera utara
iii
Nurhayati, Tutik. (2008). Uji Efek Sediaan Serbuk Instan Rimpang Kencur
(Kaempferia Galanga L.) sebagai Tonikum Terhadap Mencit Jantan Galur
Swiss Webster. Skripsi S1 Fakultas Farmasi UMS: tidak diterbitkan
Nugroho. (2012). Keperawatan gerontik & geriatrik, edisi 3. Jakarta : EGC
Ogbuagu, M.N. 2008. The Nutritive and Anti Nutritive Compositions Of
Calabash (Crescentia cujete) Fruit Pulp. Journal of Animal and Veterinary
Advances 7 (9)
Padmawinata, K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit
ITB (Terjemahan dari Robinson, T. 1991. The Organic Constituens of Higher
Plant, 6th ed).
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191- 216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Rajalakshmi, D & S. Narasimhan. (1985). Food Antioxidants: Sources and Methods
of Evaluation dalam D.L. Madhavi: Food Antioxidant, Technological,
Toxilogical and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc., Hongkong: 76-77.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191- 216,
Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Download