Nama :A Zaenal Mufaqih NIM : 143210040 Matkul : Perdagangan Internasional Kelas : EP-B Perdagangan Internasional A. Teori keunggulan Mutlak (Dominic Salvatore, Hal. 34-36) Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Ketika satu negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut atas) negara lain dalam produksi satu komoditas tetapi kurang efisien daripada (atau memiliki kerugian absolut sehubungan dengan) negara lain dalam memproduksi komoditas kedua, maka kedua negara dapat keuntungan dengan masing-masing mengkhususkan diri dalam produksi barang-dagangan dengan keunggulan absolutnya dan menukarkan sebagian dari outputnya dengan negara lain untuk barang-dagangan yang kerugian absolutnya. Dengan proses ini, sumber daya dimanfaatkan dengan cara yang paling efisien dan output dari kedua komoditas akan meningkat. Peningkatan output kedua komoditas ini mengukur keuntungan dari spesialisasi dalam produksi yang tersedia untuk dibagi antara kedua Negara melalui perdagangan. Misalnya, karena kondisi iklim, Kanada efisien dalam menanam gandum tetapi tidak efisien dalam menanam pisang (harus menggunakan rumah kaca). Di sisi lain, Nikaragua efisien dalam menanam pisang tetapi tidak efisien dalam menanam gandum. Dengan demikian, Kanada memiliki keunggulan mutlak atas Nikaragua dalam budidaya gandum tetapi kerugian mutlak dalam budidaya pisang. Hal sebaliknya berlaku untuk Nikaragua. Dalam keadaan ini, kedua negara akan diuntungkan jika masing-masing mengkhususkan diri dalam produksi komoditas dengan keunggulan absolutnya dan kemudian berdagang dengan negara lain. Kanada akan mengkhususkan diri dalam produksi gandum (yaitu, menghasilkan lebih dari yang dibutuhkan di dalam negeri) dan menukarnya dengan (surplus) pisang yang ditanam di Nikaragua. Akibatnya, lebih banyak gandum dan lebih banyak pisang akan ditanam dan dikonsumsi, dan baik Kanada maupun Nikaragua akan memperoleh keuntungan. Dalam hal ini, suatu bangsa berperilaku tidak berbeda dengan individu yang tidak berusaha memproduksi semua barang-dagangan yang dia butuhkan. Sebaliknya, individu hanya memproduksi komoditas yang dapat diproduksinya dengan paling efisien dan kemudian menukar sebagian outputnya dengan komoditas lain yang dia butuhkan atau inginkan. Dengan cara ini, total output dan kesejahteraan semua individu dimaksimalkan. Jadi, sementara merkantilis percaya bahwa satu negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain dan menganjurkan kontrol pemerintah yang ketat atas semua kegiatan ekonomi dan perdagangan, Adam Smith (dan ekonom klasik lainnya yang mengikutinya) percaya bahwa semua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan bebas dan sangat menganjurkan kebijakan laissez-faire (yaitu, campur tangan pemerintah sesedikit mungkin dengan sistem ekonomi). Perdagangan bebas akan menyebabkan sumber daya dunia untuk dimanfaatkan secara efisien dan akan memaksimalkan kesejahteraan dunia. Hanya ada beberapa pengecualian untuk kebijakan laissez-faire dan perdagangan bebas ini. Salah satunya adalah perlindungan industri yang penting bagi pertahanan negara. Mengingat keyakinan ini, tampaknya paradoks bahwa saat ini sebagian besar negara memberlakukan banyak pembatasan pada arus bebas perdagangan internasional. Pembatasan perdagangan selalu dirasionalisasikan dalam hal kesejahteraan nasional. Pada kenyataannya, pembatasan perdagangan diadvokasi oleh segelintir industri dan pekerjanya yang dirugikan oleh impor. Dengan demikian, pembatasan perdagangan menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan banyak orang (yang harus membayar harga lebih tinggi untuk barang-barang domestik yang bersaing). Isu-isu ini akan dibahas secara rinci di Bagian Dua. Juga perlu dicatat bahwa teori Smith melayani kepentingan pemilik pabrik (yang mampu membayar upah lebih rendah karena impor makanan yang lebih murah) dan merugikan pemilik tanah di Inggris (karena makanan menjadi kurang langka karena impor yang lebih murah), dan ini menunjukkan hubungan antara tekanan sosial dan perkembangan teori ekonomi baru untuk mendukungnya. KOMODITAS US UK GANDUM (GANTANG/JAM) KAIN ( METER/JAM) 6 1 4 5 Jika Amerika Serikat melakukan pertukaran 6 gantang gandum dengan 6 meter kain Inggris, Amerika Serikat mendapatkan keuntungan 2 meter kain atau menyelamatkan 0,5 jam waktu kerja. Demikian pula, 6 gantang gandum yang diterima Inggris dari Amerika Serikat adalah setara dengan 6 jam waktu kerja untuk memproduksi di Inggris. 6 jam yang sama dapat memproduksi dapat memproduksi 30 meter kain di inggris. Dengan penukaran 6 meter kain untuk 6 gantang gandum dengan Amerika Serikat, Inggris mendapatkan keuntungan 24 meter kain atau menghemat hampir 5 jam kerja. Dengan begitu akan terjadi keunggulan aboslut antara kedua negara di mana masing-masing negara hanya akan memproduksi komoditas yang dispesialisasinya dan membeli barang yang tidak di spesialisasi kepada negara yang mengspeasialisasi komoditas tersebut agar lebih efektif. (Hal. 34-36) Pandangan saya terhadap teori keunggulan mutlak Menurut saya teori keunggulan mutlak masih memiliki banyak kekurangan yang salah satunya ialah Teori keunggulan mutlak hanya menekankan pada perdagangan bilateral yang terjadi antar-negara dalam perdagangan dua jenis komoditas, dan mengabaikan perdagangan multilateral. B. Teori Keunggulan Komparatif (Dominic Salvatore, Hal. 36-38) Pada 1817, David Ricardo menerbitkan tulisannya yaitu “Principles of Political Economy and Taxation”. Menurut beliau, bahkan juka suatu negara kurang efisien daripada negara lain dalam produksi kedua komoditas, masih ada landasan untuk perdagangan yang saling menguntungkan. Negara pertama harus mengkhususkan diri dalam produksi dan ekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil dan mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih besar. KOMODITAS GANDUM (GANTANG/JAM) KAIN (METER/JAM) US 6 UK 1 4 2 Tenaga kerja Inggris setengah produktif dalam kain, tetapi 6 kali kurang prduktif dalam gandum dibandingkan dengan Amerika Serikat, Inggris memiliki keunggulan komparatif dalam kain. Di sisi lain, Amerika Serikat memilki keunggulan absolut di keuda barang, gandum dan kain, dibandingkan dengan Inggris, tapi karena keunggulan absolut lebih besar dalam gandum dibandingkan dengan kain, Amerika Serikat lebih besar dalam gadum, sedangkan kelemahan aboslut Inggris lebih kecil di kain sehingga keunggulan komparatifnya terletak pada kain. Menurut hukum komparatif, kedua negara dapat memperoleh manfaat perdagangan jika Amerika Serikat mengkhususkan diri dalam produksi gandum dan mengekspor sebagian dalam perdagangan untuk mendapatkan kain dari Inggris. Kedua negara akan memperoleh keuntungan dengan bertukan 6 gantang gandum untuk 6 meter kain. Namun, ini bukan hanya nilai pertukaran di mana perdagangan yang saling menguntungkan terjadi. Karena Amerika Serikat bisa menukar 6 gantang gandum untuk 4 meter kain di dalam negeri, Amerika Serikat akan mendapatkan keuntungan jika bisa menukar 6 gantang gandum dengan lebih dari 4 meter kain dari Inggris. Dengan demikian, kisaran perdangangan yang salaing menguntungkan adalah 4K<6G<12K. David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatif pada sejumlah asumsi sederhana, yaitu: A. Hanya 2 negara dan 2 komoditas B. Perdagangan Bebas C. Mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam setiap negara tapi tidak di antara kedua negara D. Biaya produksi konstan E. Biaya transportasi tidak ada F. Tidak ada perubahan teknis G. Teori nilai tenaga kerja. Pandangan terhadap teori keunggulan komparatif Dibanding denga teori keunggulan absolut, teori keunggulan komparatif memiliki beberapa keunggulan yang lebih relevan digunakan menurut saya karena dalam eorinya disebutkan bahwa “bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.” Hal ini membuat perdagangan menjadi lebih relevan terjadi antara dua Negara. C. Teori Permintaan dan Penawaran (Dominic Salvatore, Hal. 34-36) Teori ini menjelaskan hubungan antara harga suatu barang/jasa, ketersediaan, dan jumlah orang yang membeli dan memproduksinya. Hukum permintaan yakni ketika suatu harga barang atau jasa turun, maka jumlah permintaan akan naik. Sebaliknya saat harga barang yang diminta naik, maka permintaan akan turun. Faktor yang mempengaruhi yaitu, adanya barang subtitusi, adanya barang komplementer, dan pergantian seleran konsumen. Sedangkan hukum penawaran yaitu Jika suatu barang atau jasa harganya meningkat, maka produksi akan memasok barang lebih banyak, sebaliknya saat harga turun, mereka enggan mengurangi pasokan. Faktor yang mempengaruhi nya adalah harga produksi barang, teknologi, dan ketersediaan bahan baku. Permintaan dan penawaran bersifat saling berkebalikan. Keduanya akan mencapai titik keseimbangan pasar ketika saling bertemu, itulah yang kemudian disebut sebagai hukum permintaan dan penawaran. Hukum permintaan dan penawaran ini menjelaskan hubungan antara harga dan jumlah yang ditawarkan. Hal ini kemudian dihubungkan dengan kurva permintaan dan penawaran. Pada titik waktu tertentu, pasokan barang yang dibawa ke pasar tetap. Dengan kata lain kurva penawaran dalam hal ini adalah garis vertikal, sedangkan kurva permintaan selalu miring ke bawah karena hukum utilitas marjinal yang semakin berkurang. Saat mencapai titik keseimbangan ini, harga barang atau jasa serta permintaan akan cenderung stabil, bahkan tetap atau tidak berubah sama sekali. Sementara penjual juga tidak lagi bisa menaikkan harga barang atau jasa yang ditanggung konsumen. Namun dalam jangka waktu yang lama, penjual bisa menambah atau mengurangi stok untuk mengubah harga pasar ke level yang mereka harapkan. E. Teori Heckscher-Ohlin (Dominic Salvatore, 109-117) Teori Hecksher-Ohlin pertama kali digagas pada tahun 1920an oleh dua ekonom Swedia, Eli Heckscher dan muridnya Bertil Ohlin. Teori ini mengajukan suatu premis bahwa suatu negara akan mengekspor barang yang memiliki faktor produksi yang berlimpah secara intensif. Suatu negara dikatakan memiliki faktor produksi berlimpah. Hecksher-Ohlin menjelaskan pola perdagangan dunia dengan pengungkapan spesifik terjadinya perbedaan harga antar negara, sebelum negara tersebut melakukan perdagangan di antara mereka.. Ada beberapa hal yang dapat dianggap sebagai penyebab perbedaan harga, misalnya faktor permintaan atau perbedaan teknologi. Namun Heckscher-Ohlin meragukan hal ini, dan ia mengajukan konsep faktor proporsi dalam penggunaan faktor produksi sebagai dasar dari perbedaan biaya komparatif.Teori Hecksher-Ohlin memiliki asumsiasumsi yaitu: 1. terdapat dua komoditas dengan dua faktor produksi, 2. tenaga kerja dan modal, 3. selera konsumen yang identik dan homogenous di semua negara, 4. fungsi produksi bersifat constant return to scale, 5. tidak ada perbedaan teknologi di antara negara-negara, 6. tidak ada distorsi seperti pajak, subsidi, 7. pasar yang bersifat persaingan tidak sempurna. Jadi, teori Heckscher-Ohlin mengatakan bahwa suatu negara yang berlimpah pada suatu faktor produksi akan mengekspor komoditas yang intensif menggunakan faktor produksi yang negara tersebut kekurangan. Sehingga pola perdagangan yang terjadi antarnegara yang berbeda ketersediaan faktor produksi atau rasio faktor produksi modal terhadap tenaga kerja adalah perdagangan inter industri. F. Rekomendasi Untuk Memajukan Perdagangan Internasional Negara Indonesia Dengan menggunakan teori-teori yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa saran untuk membuat perdagangan internasional Indonesia menjadi lebih baik, yaitu: 1. Melakukan pembangunan industri di daerah yang memiliki sumber daya alam yang belum terjamah. 2. Mengikuti dan bergabung ke dalam lembaga negara-negara yang menguasai suatu sumberdaya seperti OPEC. 3. Menspesialisasikan industri dalam bidang tertentu yang memiliki sumber daya alam melimpah, dengan cara memperhitungkan terlebih dahulu ketersediaan sumber daya tersebut dan dampaknya kepada alam disekitarnya. 4. Mengubah atau menvariasikan lapangan pekerjaan agar bisa mengikuti arus permintaan dan penawaran. 5. Mengadakan perjanjian ekonomi bilateral dengan negara yang memiliki potensi perdagangan tinggi. Hal-hal ini ditambah dengan pengendalian industri oleh investor dalam negeri dan pembuatan barang unik yang hanya bisa diproduksi oleh negara Indonesia, akan membuat negara Indonesia lebih maju dalam bidang perdagangan internasional.