Uploaded by Coach Arie

Statistik Gender Tematik 2019

advertisement
STATISTIK GENDER TEMATIK
2019
KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN DASAR
DI INDONESIA
KERJASAMA
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
DENGAN
BADAN PUSAT STATISTIK
STATISTIK GENDER TEMATIK
2019
KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN DASAR
DI INDONESIA
STATISTIK GENDER TEMATIK: KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN
ANAKTERHADAPPELAYANANKEBUTUHANDASAR DIINDONESIA
Ukuran Buku:
17,6x25 cm
Jumlah Halaman:
xvi+154 halaman
Naskah:
Badan Pusat Statistik
Penyunting:
Badan Pusat Statistik
Desain Kover oleh:
Badan Pusat Statistik
Kredit Gambar Vector Kover:
Freepik dari www.freepik.com
Penerbit:
©Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Pencetak:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau
menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial
tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
3
ii
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
4
KATA SAMBUTAN
Isu terkait perempuan dan anak merupakan
hal yang menarik untuk dibahas dan dikembangkan.
Upaya perlindungan terhadap perempuan dan
anak, pemberdayaan perempuan, dan pemenuhan
hak anak menjadi tugas utama bagi Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Buku statistik gender tematik merupakan
gambaran statistik mengenai suatu isu tertentu yang
setiap tahunnya akan mengangkat tema berbeda.
Pada tahun ketiga penyusunan buku statistik gender
tematik, isu yang diangkat adalah ketimpangan
kesempatan bagi anak dalam mendapatkan akses
kebutuhan pelayanan dasar. Kebutuhan dasar yang dibahas dalam buku ini
adalah pendidikan dasar, pendidikan menengah, akses air minum layak, sanitasi
layak, dan listrik. Data yang digunakan untuk melakukan analisis ketimpangan
bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2016
sampai dengan 2018.
Permasalahan mengenai ketimpangan yang dibahas dalam buku ini juga
menggambarkan bagaimana kondisi antara wilayah Kawasan Barat Indonesia
(KBI) dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Secara keseluruhan, kajian ini
menghasilkan bahwa masih terdapat ketimpangan kesempatan akses
kebutuhan pelayanan dasar bagi anak yang berada di wilayah KBI dibandingkan
dengan yang berada di wilayah KTI.
Hasil dari data dan informasi yang disajikan dalam buku ini diharapkan
dapat membantu upaya pemerataan pembangunan terutama dalam
pemberian akses pelayanan dasar bagi anak sehingga dapat mengurangi
kesenjangan di masyarakat.
Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Kepala
Badan Pusat Statistik dan jajarannya serta seluruh tim yang telah bekerja sama
dalam penyusunan buku Statistik Gender Tematik ini.
Jakarta, Desember 2019
Menteri Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia
I Gusti Ayu Bintang Darmawati
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
5
KATA PENGANTAR
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Namun, tentu kita menyadari bahwa ada sejumlah
permasalahan di tengah masyarakat yang mungkin belum dapat diatasi secara
tuntas. Salah satu diantara permasalahan tersebut adalah ketimpangan
kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar. Ketimpangan
kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar perlu terus diatasi agar
tercipta pemerataan kesempatan anak dalam mengakses kebutuhan dasar
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian analisis mengenai tingkat
kesempatan, ketimpangan kesempatan, dan faktor-faktor yang berkontibusi
terhadap ketimpangan kesempatan anak dalam mengakses pelayanan dasar.
Konsep ketimpangan kesempatan mampu menggeser pemikiran dari
berbagai pihak dalam mengambil arah kebijakan terkait ketimpangan. Sekarang
ini, arah kebijakan tidak hanya menitikberatkan pada target ketimpangan
outcome antara lain berupa ketimpangan pendapatan dan kemiskinan, tetapi
juga menitikberatkan pada kesempatan itu sendiri (proses). Hal ini disebabkan
adanya pandangan yang menyebutkan kesempatan itu merupakan sumber dari
terjadinya ketimpangan outcome.
Untuk mendukung ketersediaan data dan informasi terkait ketimpangan
kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar, disusunlah publikasi
Statistik Gender Tematik 2019 yang mengambil judul “Kajian Ketimpangan
Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia”.
Publikasi ini menyajikan informasi mengenai gambaran ketimpangan
kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar dan mengetahui
sumber-sumber ketimpangan kesempatan anak tahun 2016-2018. Publikasi ini
merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Ketimpangan kesempatan terhadap akses pelayanan kebutuhan dasar
mencakup pendidikan di tingkat dasar dan menengah, akses air minum layak,
akses sanitasi layak, akses listrik, akses teknologi dan informasi . Sumber data
utama yang digunakan dalam publikasi ini adalah hasil survei yang dilaksanakan
oleh BPS, yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Publikasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perumusan
kebijakan dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Penghargaan
yang tinggi disampaikan kepada tim yang telah menyusun publikasi ini.
Jakarta,
2019
Kepala Badan Pusat Statistik
Dr. Suhariyanto
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
5
ORGANISASI PENULISAN
Pengarah:
I Gusti Ayu Bintang Darmawati
Sri Soelistyowati
Pribudiarta Nur Sitepu
Penanggung Jawab:
Ali Said
Fakih Usman
Editor:
Rustam
Indah Budiati
Sylvianti Angraini
Siska Ayu Tiara Dewi
Anugrah Pambudi Raharjo
Penulis:
Indah Budiati
Sofaria Ayuni
Henri Asri Reagan
Riyadi
Putri Larasaty
Aprilia Ira Pratiwi
Valent Gigih Saputri
Pengolah Data:
Riyadi
Putri Larasaty
Layout:
Riyadi
Chairul Anam
Anna Kurniasih
Sekretariat:
Lucia Yulianti
Nadhira Aulia Rachman
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
7
DAFTAR ISI
Kata Sambutan ........................................................................................... iii
Kata Pengantar ...........................................................................................
v
Organisasi Penulisan................................................................................... vii
Daftar Isi ..................................................................................................... ix
Daftar Gambar............................................................................................ xi
Daftar Singkatan ......................................................................................... xv
BAB I
KETIMPANGAN KESEMPATAN ...................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................. 3
Konsep Ketimpangan Kesempatan .............................................. 6
Konsep Anak................................................................................ 9
Tujuan ......................................................................................... 10
Ruang LIngkup ............................................................................ 10
BAB II
MENGUKUR KETIMPANGAN KESEMPATAN .................................
Pengertian Human Opportunity Index (HOI)...............................
Metode Human Opportunity Index (HOI) ..................................
Metode Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan........................
Data dan Sumber Data ................................................................
13
15
18
19
20
BAB III
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PENDIDIKAN ....
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Pada Anak ......................
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar (SD/Sederajat
dan SMP/Sederajat Untuk Anak Usia 7-15 Tahun) ...............
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar di KBI dan KTI .......
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah (SMA/
Sederajat untuk Anak Usia 16-18 Tahun ..............................
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah di KBI
dan KTI .................................................................................
23
25
BAB IV
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PERUMAHAN
YANG SEHAT ................................................................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum
Layak ....................................................................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum
Layak di KBI dan KTI..............................................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak
di KBI dan KTI .......................................................................
26
28
31
33
37
39
42
45
48
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
9
BAB V
BAB VI
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES LISTRIK ..
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik ............
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik di KBI
dan KTI .................................................................................
.....................................................................................
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP TEKNOLOGI
DAN INFORMASI..........................................................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan
PC/Laptop/Komputer ...........................................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan
PC/Laptop/Komputer di KBI dan KTI ....................................
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet..........
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet di KBI
dan KTI ............. ...................................................................
53
55
59
63
65
67
69
72
BAB VII PENUTUP..................................................................................... 75
Kesimpulan ................................................................................. 77
Saran dan Rekomendasi ............................................................. 82
Daftar Pustaka ............................................................................................ 85
Lampiran..................................................................................................... 87
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
10
x
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Sumber Ketimpangan .........................................
8
Gambar 3.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Dasar
Untuk Anak Usia 7-15 Tahun (Persen), 2016-2018 ............
26
Gambar 3.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar
Untuk Anak Usia 7-15 Tahun, 2016-2018 ..........................
28
Gambar 3.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15
Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018..................
29
Gambar 3.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar
Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KBI, Tahun 2016-2018......
30
Gambar 3.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar
Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KTI, 2016-2018.................
30
Gambar 3.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Menengah
Untuk Anak Usia 16-18 Tahun (Persen), 2016-2018 ..........
31
Gambar 3.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan
Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun, 2016-2018 ......
33
Gambar 3.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Pendidikan Menengah Menurut Kawasan
(Persen), 2016-2018...........................................................
34
Gambar 3.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan
Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KBI,
2016-2018..........................................................................
34
Gambar 3.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan
Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KTI,
2016-2018..........................................................................
35
Gambar 4.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak
40
Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 ............
11
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
11
12
Gambar 4.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air
Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 ....
41
Gambar 4.3 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang memiliki
Akses Terhadap Air Minum Layak di Wilayah KBI dan
KTI, 2016-2018..................................................................
42
Gambar 4.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity
Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk
Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen),
2016-2018..........................................................................
43
Gambar 4.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air
Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI,
2016-2018..........................................................................
44
Gambar 4.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air
Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI,
2016-2018..........................................................................
45
Gambar 4.7 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan
Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses
Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen),
2016-2018..........................................................................
46
Gambar 4.8 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi
Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018.................
47
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses
Terhadap Sanitasi Layak Menurut Daerah Tempat
Tinggal, 2016-2018 ............................................................
47
Gambar 4.10 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang Memiliki
Akses Terhadap Sanitasi Layak di Wilayah KBI dan KTI,
2016-2018..........................................................................
48
Gambar 4.11 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity
Index (D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk
Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen),
2016-2018..........................................................................
49
Gambar 4.12 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi
Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018.......
50
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
12
Gambar 4.13 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi
Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018.......
51
Gambar 5.1 Rasio Elektrifikasi, 2010-2018 ...........................................
56
Gambar 5.2 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk
Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 ............
57
Gambar 5.3 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik
Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 ..........................
58
Gambar 5.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity
Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia
0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018..........
60
Gambar 5.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik
Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018................
61
Gambar 5.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik
Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018.................
62
Gambar 6.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/Penggunaan
PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun
(Persen), 2016-2018...........................................................
66
Gambar 6.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan
PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun,
67
2016-2018..........................................................................
Gambar 6.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen),
2016-2018..........................................................................
68
Gambar 6.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan
PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI,
68
2016-2018..........................................................................
Gambar 6.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan
PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI,
69
2016-2018..........................................................................
13
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
13
14
Gambar 6.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren
Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk
Anak Usia 5-17 Tahun (Persen), 2016-2018 .......................
70
Gambar 6.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 2016-2018 ..........................
71
Gambar 6.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity
Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak
Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018..
72
Gambar 6.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 2016-2018 ................
73
Gambar 6.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 2016-2018.................
74
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
14
DAFTAR SINGKATAN
C
= Coverage
D
= Dissemilarity
HOI
= Human Opportunity Index
KBI
= Kawasan Barat Indonesia
Keppres
= Keputusan Presiden
KRT
= Kepala Rumah Tangga
KTI
= Kawasan Timur Indonesia
SD
= Sekolah Dasar
SMA
= Sekolah Menengah Atas
SMP
= Sekolah Menengah Pertama
SMK
= Sekolah Menengah Kejuruan
UU
= Undang-Undang
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
15
1
KETIMPANGAN KESEMPATAN
PENDIDIKAN DASAR
1
2
PENDIDIKAN MENENGAH
3
KESEMPATAN ANAK
TERHADAP
KEBUTUHAN
PELAYANAN DASAR
AIR MINUM LAYAK
4
5
6
7
SANITASI LAYAK
LISTRIK
PC/KOMPUTER/LAPTOP
INTERNET
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
KETIMPANGAN KESEMPATAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Harapannya semua pembangunan yang telah dilakukan
dapat memberikan hasil yang baik dan dinikmati semua lapisan masyarakat.
Kita tentu menyadari bahwa ada beberapa permasalahan di tengah-tengah
masyarakat yang mungkin belum dapat tuntas diatasi. Permasalahan tersebut
diantaranya masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Namun
demikian, patutlah kita berbangga bahwa pembangunan yang telah dilakukan
oleh pemerintah hingga saat ini sudah menunjukkan hasil yang cukup
menggembirakan dimana tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia pada
tahun 2018 dan 2019 sudah dibawah 10 persen atau hanya satu digit (BPS,
2018 dan 2019). Kita terus berharap bahwa tingkat kemiskinan akan semakin
menurun. Akan tetapi ada sebuah pepatah mengatakan bahwa semakin rendah
tingkat kemiskinan, maka akan semakin sulit untuk mengurangi kembali.
Lain halnya dengan kondisi ketimpangan pendapatan yang dalam beberapa
tahun terakhir relatif stabil di kisaran angka 0,382 (BPS, 2019). Mengurangi
ketimpangan pendapatan tentunya menjadi salah satu tantangan utama yang
dihadapi pemerintah di dalam pelaksanaan pembangunan.
Ketimpangan pendapatan yang terjadi memang perlu terus diatasi
mengingat ketimpangan pendapatan yang tinggi akan memicu berbagai
macam permasalahan sosial. Oleh karena itu, dalam rangka membantu
upaya pemerintah dalam menurunkan ketimpangan, penulisan kajian ini
akan memberikan analisis mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan
perubahan ketimpangan. Banyak literature yang telah membahas faktor apa
saja yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan ketimpangan. Menurut
UNDP (2014), perubahan ketimpangan disebabkan oleh dua kelompok yaitu
faktor eksogenous dan endogenous. Faktor eksogenous diantaranya yaitu
3
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
3
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
adanya arus globalisasi perdagangan dan keuangan serta kemajuan teknologi.
Sementara itu, faktor endogenous meliputi ketimpangan kekayaan, kebijakan
fiskal seperti pajak dan transfer, serta pengeluaran pemerintah untuk barangbarang publik.
Sementara itu, Indra (2015) menyebutkan beberapa faktor lain yang
menyebabkan perubahan ketimpangan yaitu buruknya sistem kepemilikan
asset yang diungkapkan oleh De Soto pada tahun 2000 dan buruknya kualitas
institusi yang diungkapkan oleh Chong dan Gradstein pada tahun 2007. Lain
halnya dengan apa yang diungkapkan oleh De Barros, dkk. (2009). Dalam
penelitiannya, disebutkan bahwa ketimpangan pendapatan dipicu oleh
ketimpangan dalam usaha yang berasal dari faktor intrinsik individu sendiri,
ketimpangan dalam kesempatan dan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu,
perubahan ketimpangan ternyata tidak dapat dipandang dari satu sisi saja
melainkan dari berbagai sudut yang sangat luas.
Dari literature yang telah disebutkan di atas, penulisan kajian ini didasari
oleh penelitian yang dilakukan oleh Indra (2015) dan De Barros, dkk. (2009).
Namun, tidak semua faktor yang telah disebutkan akan dibahas. Kajian ini hanya
akan berfokus pada faktor ketimpangan kesempatan. Ketimpangan
kesempatan yang akan diulas juga dibatasi untuk kesempatan anak dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Menurut Indra (2015), penurunan ketimpangan
hendaknya berfokus melalui ketimpangan kesempatan bukan melalui
ketimpangan outcome “ketimpangan pendapatan”. Menurunkan ketimpangan
kesempatan mempunyai makna terus mengupayakan kesetaraan kesempatan
bagi setiap anak dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan memperhatikan
redistribusi kebutuhan dasar. pemikiran awal mengenai konsep ketimpangan
kesempatan yaitu sulitnya sebagian orang dalam mendapatkan kesempatan
untuk dapat hidup yang lebih baik di bidang sosial maupun ekonomi. Selain itu,
terdapat faktor penghambat seseorang dalam mengakses kebutuhan yang
tidak dapat dikendalikan oleh seseorang yaitu faktor demografis orang
tersebut seperti jenis kelamin, suku, tempat kelahiran, atau latar belakang
keluarga.
Pemenuhan akses dalam bidang sosial dan ekonomi yang akan
dibahas dalam kajian ini meliputi akses anak di bidang pendidikan, kesehatan,
penerangan listrik, dan teknologi/informasi. Hal ini juga sesuai dengan arah
tujuan utama pembangunan yaitu membentuk kualitas sumber daya manusia
yang unggul. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi anak akan dapat
menciptakan generasi yang mampu berdaya saing dan berproduktif sehingga
dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik di masa mendatang. Tentunya
kebutuhan dasar yang dibutuhkan harus disediakan oleh pemerintah dan
distribusikan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat. Artinya, kesempatan
dalam mengakses kebutuhan dasar akan semakin meningkat dan harapannya
masyarakat mempunyai pilihan untuk mengakses kebutuhan dasar tersebut.
4
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
4
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
Telah disebutkan di atas bahwa salah satu kebutuhan dasar bagi anak
yang penting yaitu pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu wadah
atau sarana untuk meningkatkan kualitas diri dalam rangka pengembangan
kemampuan dan skill serta potensi yang dimilikinya. Dengan pendidikan,
anak-anak dapat mempunyai masa depan yang lebih baik sehingga diharapkan
peluang untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik di masa mendatang
akan tercapai. Pendidikan juga merupakan hak setiap warga negara sesuai
dengan bunyi pasal 31 UUD 1945. Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak
yang merata berarti kesempatan mengakses pendidikan akan terbuka bagi
semua anak. Jika ada sebagian anak yang tidak mampu mengakses layanan
pendidikan dan sebagian lagi dapat menikmati layanan pendidikan berarti
masih terjadi ketimpangan kesempatan pendidikan. Hal ini tentunya harus
dapat diatasi dengan peningkatan sarana dan fasilitas pendidikan yang
memadai dan terjangkau bagi semua anak dan merata di seluruh daerah.
Selain pendidikan, kebutuhan dasar lain yang diperlukan oleh anak yaitu
di bidang perumahan yang sehat. Pada kajian kali ini, pemenuhan kebutuhan
perumahan yang sehat didekati dengan akses fasilitas perumahan yang
mendukung kesehatan anak yaitu akses air minum layak dan sanitasi layak.
Kondisi perumahan yang layak akan mampu menciptakan anak yang sehat dan
terhindar dari berbagai macam persoalan kesehatan anak. Menurut Indra
(2015), terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan negatif antara akses air minum layak dan sanitasi layak dengan
tingkat kematian anak seperti penelitian dari Rutstein tahun 2000, Galiani,
Gertler, and Schargrodsky tahun 2005; Fuentes, Pfutze, dan Seck tahun 2006;
dan De Barros, dkk. tahun 2009. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
dengan meningkatnya akses air minum layak dan sanitasi layak akan dapat
menurunkan tingkat kematian anak. Menurut Akper (2012 dalam Enralin dan
Lubis 2013), terpenuhinya akses air bersih dan sanitasi yang baik juga akan
dapat menurunkan prevalensi penyakit, meningkatkan produktivitas, serta
mengurangi polusi dari sumber air. Oleh karena itu, pemenuhan akan akses air
minum layak dan sanitasi layak penting untuk dicapai. Pemenuhan kebutuhan
air minum layak juga sudah diamanatkan pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa “negara menjamin hak
setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal seharihari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Dengan
kata lain, pemerintah diharapkan mampu menjamin ketersediaan air minum
yang bersih dan layak untuk setiap orang dan menjamin akses terhadap
sumber air tersebut.
Fasilitas perumahan berikutnya yang menjadi kebutuhan dasar yaitu
akses penerangan rumah dari listrik. Listrik penting sebagai sumber energi
dalam setiap rumah karena dapat digunakan untuk berbagai hal terutama
sebagai penerangan. Menurut Indra (2015), ketersediaan listrik di dalam rumah
akan mampu menciptakan kondisi rumah yang nyaman dan kondusif
5
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
5
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
bagi penghuninya. Selain itu, penerangan dari listrik dapat membantu anakanak untuk belajar di malam hari. Listrik juga dapat digunakan untuk
menyalakan perangkat elektronik seperti radio, televisi, komputer, dan
internet sehingga anak-anak dapat menemukan berbagai informasi terkait
dengan kebutuhan belajar, dan masih banyak lagi manfaat listrik di rumah.
Indra (2015) juga memaparkan sejumlah studi penelitian yang menyebutkan
bahwa manfaat listrik beraneka ragam diantaranya Gustavsson (2007) yang
menyatakan bahwa dengan adanya listrik, anak-anak cenderung lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk belajar. Selain itu, penelitian dari Bajak (2007)
menyebutkan dengan adanya listrik dapat memungkinkan terbukanya akses
ke pendidikan modern dengan penggunaan teknik komputasi. Sementara
itu, Kaufman, dkk. (2000) menyebutkan bahwa listrik dapat mengurangi efek
negatif dari penggunaan minyak tanah yang dapat mengganggu kesehatan
seperti iritasi mata, batuk, penyakit hidung, dan mengurangi angka kematian
akibat keracunan minyak tanah. Oleh sebab itu, listrik baik untuk kesehatan
anak. Dengan demikian, ternyata listrik mampu mendukung proses tumbuh
kembang anak menjadi lebih baik.
Kebutuhan lainnya yang tidak kalah penting yaitu teknologi dan
informasi. Di era modern saat ini, kebutuhan akan berbagai macam informasi
dapat dengan mudah diakses oleh setiap orang. Terlebih lagi dengan sudah
majunya teknologi dengan tersedianya berbagai macam alat teknologi seperti
komputer, televisi, handphone/telepon genggam, internet dan masih banyak
lagi. Menurut Kominfo (2014), perkembangan teknologi informasi dapat
memberikan banyak manfaat untuk kesejahteraan masyarakat dalam segala
bidang kehidupan mulai dari bidang bisnis, sosial, bahkan bidang teknologi.
Teknologi mampu memudahkan masyarakat melakukan bisnis dan menjalin
hubungan sosial antara satu dengan yang lain. Kominfo (2014) juga menyatakan
bahwa teknologi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan bangsa yang
cerdas dan maju karena di dalam tekonologi termasuk di dalamnya internet
yang dapat memberikan manfaat besar bagi pendidikan, penelitian, niaga,
dan aspek kehidupan lainnya. Bagi anak-anak, internet dapat digunakan
untuk membantu pendidikan, meningkatkan pengetahuan, dan memperluas
kesempatan serta keberdayaan dalam meraih kualitas kehidupan yang lebih
baik. Oleh karena itu, kebutuhan akan teknologi dan informasi bagi anak-anak
juga dapat dikatakan cukup penting.
Konsep Ketimpangan Kesempatan
Pada awalnya, konsep keadilan muncul dalam teori yang dikemukakan
oleh Rawls tahun 1971 yaitu Theory of Justice. Namun, sebelum teori tersebut
muncul, sudah banyak peneliti yang mengungkapkan hal kesetaraan atau
keadilan berdasarkan pada distribusi outcome. Seiring berjalannya waktu, teori
keadilan terus mengalami perkembangan, dimana keadilan yang diungkapkan
6
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
6
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
sudah mempertimbangkan kesetaraan dalam proses. Menurut Indra (2015),
keadilan dalam proses ini yaitu hasil akhir dari outcome-nya ditentukan sendiri
oleh kesempatan dari masing-masing individu dan cara masing-masing individu
untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Indra (2015) juga menyebutkan
beberapa konsep mengenai keadilan dari berbagai macam penelitian yaitu:
1. Dworkin (1981) menyebutkan bahwa keadilan disamakan dengan
kesetaraaan sumber daya.
2. Arneson (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan dapat dicapai
dengan menggunakan konsep keadilan dalam hal kesempatan
udibandingkan konsep kesejahteraan itu sendiri.
3. Sen dan Hawthorne (1985) menyamakan konsep keadilan dengan
“equality of something”, bukan pada outcome.
4. World Bank (2006) dan De Barros et al. (2009) menyataan bahwa
keadilan dapat diidentikkan dengan ketimpangan kesempatan.
Konsep ketimpangan kesetaraan pertama kali digagas oleh Roemer
tahun 1998. Gagasan yang diungkapkan yaitu outcome merupakan sebuah
keuntungan dan faktor yang mempengaruhi keuntungan tersebut yaitu usaha
dari masing-masing individu itu sendiri dan keadaan yang berada di luar kendali
individu tersebut. Kesetaraan kesempatan itu mengandung prinsip bahwa
setiap orang atau individu mempunyai potensi atau kemampuan yang sama
untuk mencapai keuntungan atau outcome berdasarkan pilihan dan usaha yang
telah dilakukan. Pada konsep kesetaraan kesempatan ini juga diungkapkan
bahwa saat terjadi kesetaraan yang sempurna, maka faktor eksogenous sudah
tidak lagi mempengaruhi individu untuk mencapai keuntungan. Ketika telah
mencapai kesetaraan yang sempura, faktor eksogenous sudah tidak dapat
lagi mempengaruhi individu dalam mencapai keuntungan itu. Sebaliknya,
ketika kesetaraan belum mencapai sempurna, faktor eksogenous dapat
mempengaruhi dan memiliki kontribusi pada hasil pencapaian seorang
individu. Namun demikian, De Barros, dkk. (2009) menyebutkan bahwa tidak
hanya faktor eksogoneous yang mempunyai pengaruh dan kontribusi outcome,
masih banyak faktor lain yang turut berkontibusi outcome.
Dari hasil pemikiran yang telah disampaikan di atas, konsep
ketimpangan kesempatan mampu menggeser pemikiran dari berbagai pihak
dalam mengambil arah kebijakan terkait ketimpangan. Sekarang ini, arah
kebijakan tidak hanya menitikberatkan pada target ketimpangan outcome,
tetapi juga menitikberatkan pada kesempatan itu sendiri. Hal ini disebabkan
bahwa adanya pandangan yang menyebutkan bahwa kesempatan itu
merupakan sumber dari terjadinya ketimpangan outcome. De Barros, dkk.
(2009) mengemukakan ide-idenya dalam suatu diagram yang berisi mengenai
konsep ketimpangan kesempatan (lihat Gambar 1.1). Di sini, penelitiannya
menggunakan konsep ketimpangan outcome dilihat dari
ketimpangan
pendapatan tenaga kerja, konsumsi rumah tangga perkapita, dan lain-lain.
Menurut penelitian tersebut, ketimpangan outcome terjadi karena adanya
7
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
7
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
Gambar 1.1. Diagram Sumber Ketimpangan
Sumber: Ringkasan dari De Barros, dkk. (2009 dalam Indra 2015)
perbedaan kondisi individu yang di luar kendali dan kondisi individu yang
dapat dikendalikan.
Kondisi di luar kendali individu yang dimaksud yaitu jenis kelamin, umur,
tingkat pendidikan orang tua, daerah tempat tinggal, dan lain-lain. Adanya
perbedaan kondisi tersebut menyebabkan adanya ketimpangan kesempatan
antar individu dalam mengakses layanan kebutuhan dasar seperti akses di
bdiang pendidikan, kesehatan, akses air minum layak, akses sanitasi layak,
akses listrik, serta akses kebutuhan akan teknologi dan informasi. Sementara
itu, kondisi dari individu yang dapat dikendalikan diantaranya usaha dan pilihan
dari masing-masing individu. Hal seperti ini tentu berbeda antar individu
tergantung pilihan masing-masing sehingga muncul ketimpangan kesempatan.
Namun, De Barros, dkk. (2009) juga mengungkapkan bahwa pada masih ada
faktor keberuntungan yang dimiliki oleh masing-masing individu dan disebut
dengan ‘residual inequality‘.
Selain penelitian dari De Barros, dkk tahun 2009, penelitian lain yang
mengungkapkan faktor eskogenous dan endogenous yang dapat menyebabkan
ketimpangan outcome yaitu penelitian dari Charles-Coll tahun 2011.
Penelitiannya menyebutkan bahwa faktor eksogenous dan faktor endogenous
dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan. Faktor endogenous dikaitkan
dengan kharakteristik yang dimiliki setiap individu yang mampu memberikan
kontribusi dalam menentukan pendapatan individu tersebut di masa
mendatang. Secara umum dapat dikatakan kharakteristik ini merupakan
kemampuan atau potensi diri dari setiap individu seperti produktivitas
yang tinggi atau keahlian yang mumpuni. Sementara itu, faktor eksogenous
diidentikkan sebagai faktor di luar kharakteristik individu seperti contoh
distribusi kepemilikan atau penguasaan lahan. Menurut Charles-Coll (2011),
pada awalnya distribusi penguasaan lahan berada di sektor pertanian, namun
seiring berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi, penguasaan lahan
pertanian berubah alih menjadi lahan industri. Dengan semakin sedikitnya
lahan pertanian, maka kegiatan di bidang produksi pertanian semakin
8
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
8
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
berkurang dan justru produksi hasil industri semakin meningkat. Hal ini yang
kemudian menyebabkan ketimpangan pendapatan antara tenaga kerja di
sektor pertanian dan sektor industri.
Lain lagi halnya dengan apa yang ditemukan pada penelitian De Soto
tahun 2000. Penelitiannya mengemukakan bahwa ketimpangan pembangunan
antara negara maju dan negara berkembang disebabkan oleh kelemahan
struktural dalam sistem kepemilikan formal yang berakibat tidak adanya
kemampuan untuk menghasilkan modal dari aset yang dimilikinya. De Soto
(2000) juga menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya kemiskinan yaitu
dari buruknya sistem kepemilikan aset. Dalam kasus ini, banyak masyarakat
yang mempunyai aset malah tidak mengetahui seberapa besar aset yang
dimilikinya. Oleh karena itu, tidak adanya sistem kepemilikan yang baik akan
dapat menyebabkan terus berlangsungnya kondisi ketimpangan pendapatan
di suatu negara.
Dari penjelasan beberapa literature di atas dapat disimpulkan bahwa
untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
outcome(pendapatan), hendaknya tidak hanya dilihat dari ketimpangan itu saja
tetapi dilihat juga dari ketimpangan kesempatan dari masing-masing individu.
Untuk itu, penulisan kajian ini akan berfokus pada pembahasan mengenai
ketimpangan kesempatan anak dalam mengakses kebutuhan pelayanan dasar
(pendidikan, kesehatan, penerangan listrik, dan teknologi informasi) serta
mengkaji mengenai faktor apa yang dominan mempengaruhi peluang anak
dalam mengakses kebutuhan tersebut.
Konsep Anak
Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun. Lebih detail lagi mengenai konsep pengertian anak
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sumber lain yaitu sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak
Nakal telah mencapai umum 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di
bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah
demi kepentingannya.
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
9
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
9
Ketimpangan Kesempatan
1
4.
5.
6.
Ketimpangan Kesempatan
1
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang
menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Convention on the Rights of Child (1989) yang telah
diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 36 Tahun
1990 menyatakan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18
tahun kebawah.
UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0
sampai dengan 18 tahun.
Tujuan
Tema yang disajikan pada analisis gender tematik tahun 2019 ini adalah
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar
di Indonesia. Tujuan dari analisis ini sebagai berikut.
1. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak terhadap akses
pelayanan dasar seperti pendidikan di tingkat dasar dan menengah,
air minum layak, sanitasi layak, dan listrik
2. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak terhadap teknologi
dan informasi
3. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak di Kawasan Barat
Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia.
4. Mengetahui sumber-sumber ketimpangan kesempatan anak
Dari tujuan di atas dapat diketahui seberapa besar peluang atau akses
seorang anak pada setiap kebutuhan pelayanan dasar dan seberapa besar
pemerataanya baik pada level nasional maupun kawasan di Indonesia. Oleh
karena itu, analisis ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah untuk
mengambil langkah kebijakan yang tepat dalam memberikan pelayanan
kebutuhan dasar untuk anak. Harapan lainnya, analisis ini mampu memberikan
penjelasan mengenai faktor apa yang memberikan kontribusi terbesar pada
anak dalam memperoleh kesempatan mengakses kebutuhan pelayanan
dasar. Dengan demikian, pemerintah dapat lebih mengoptimalkan kebijakan
pembangunannya berfokus pada faktor terbesar tersebut.
Ruang Lingkup
Data dan informasi yang disajikan dalam Kajian Ketimpangan
Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia ini
10
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
10
1
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan Kesempatan
1
mengacu pada tahun 2018. Untuk melihat perkembangan ketimpangan
kesempatan anak terhadap kebutuhan dasar tersebut, informasi yang
disajikan selama empat tahun terakhir yaitu tahun 2015 sampai dengan 2018.
Data dan informasi yang disajikan pada kondisi tingkat nasional dan kawasan
di Indonesia (Kawasan Barat Indonesia/KBI dan Kawasan Timur Indonesia/KTI).
Pengelompokkan kawasan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2000 Tentang Dewan Pengembangan Kawasan
Timur Indonesia yang menyatakan bahwa Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku
Utara, Papua dan Papua Barat termasuk ke dalam Kawasan Timur Indonesia/
KTI. Sementara itu, provinsi lainnya yaitu semua provinsi di Pulau Sumatera dan
Pulau Jawa, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bali termasuk ke
dalam Kawasan Barat Indonesia/KBI.
Selanjutnya, akses kebutuhan dasar yang dianalisis yaitu:
1. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang pendidikan yaitu
mencakup akses terhadap pendidikan dasar (SD dan SMP atau
Sederajat) dan pendidikan menengah (SMA/Sederajat).
2. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang kesehatan yaitu
mencakup akses terhadap sanitasi layak dan air minum layak.
3. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang penerangan yaitu
mencakup akses terhadap penerangan listrik.
4. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang teknologi informasi
yaitu mencakup akses terhadap PC/computer/laptop dan akses
internet.
Selain itu, cakupan usia anak dalam pemenuhan kebutuhan dasar
trersebut dibagi menjadi beberapa kelompok umur sesuai dengan ketersediaan
data yaitu:
1. Anak usia 0-17 tahun dalam mengakses sanitasi layak, air minum
layak, serta penerangan listrik.
2. Anak usia 5-17 tahun dalam mengakses atau menguasai PC/
computer/laptop dan akses internet.
3. Anak usia 7-15 tahun dalam mengakses pendidikan dasar (SD dan
SMP atau Sederajat).
4. Anak usia 16-18 tahun dalam mengakses pendidikan menengah
(SMA/Sederajat).
11
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
11
MENGUKUR KETIMPANGAN KESEMPATAN
2
Pengertian HOI
(Human Opportunity Index) :
mengukur kesempatan berdasarkan
prinsip kesetaraan
Metode HOI
HOI diukur dari tingkat akses atas
kesempatan dasar dan tingkat kemerataan
distribusi dari kebutuhan dasar tersebut
Dekomposisi
Mengukur faktor-faktor yang
memengaruhi ketimpangan
kesempatan anak terhadap
akses pelayanan dasar
Data dan Sumber Data
Data SUSENAS
tahun 2016 hingga 2018
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
MENGUKUR KETIMPANGAN
KESEMPATAN
Pengertian Human Opportunity Index (HOI)
Ketimpangan biasanya diukur dari aspek konsumsi, pendapatan, atau
indikator kekayaan lainnya, Kemudian, konsep ini telah meluas dan mencakup
beberapa dimensi standar kehidupan lainnya, seperti ketimpangan dalam
kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar lainnya. Akan tetapi, kebanyakan
kebijakan di beberapa negara lebih berfokus kepada menghilangkan atau
mengurangi ketimpangan outcomes atau hasil. Kebijakan yang hanya berfokus
pada outcomes kurang tepat ketika menilai keadilan sosial.
Kebanyakan peneliti menilai keadilan atau kesetaraan yang hanya
berdasar pada distribusi atau alokasi outcomes. Namun kemudian pada
tahun 1971, dengan berkembangnya teori yang digagas oleh Rawls dan disebut
dengan Theory
of
Justice, para ilmuwan dan peneliti politik mulai
mempertimbangan keadilan dari segi proses, yaitu bagaimana hasil akhir
atau final outcomes ditentukan oleh kesempatan yang diperoleh individu dan
pemanfaatan kesempatan tersebut oleh tiap individu. Sejalan dengan Rawls,
Ronald Dworkin (1981) juga menyatakan bahwa keadilan diukur dari kesetaraan
sumber dayanya, bukan dari segi outcomes. Selanjutnya Richard Arneson
(1989) juga menyatakan bahwa hal yang menjadi fokus adalah kesetaraan
kesempatan untuk mencapai kesejahteraan, bukan kesejahteraan itu sendiri.
Sama halnya dengan Sen dan Hawthorne (1985), mereka mengasosiasikan
kesetaraan dengan “equality of something”, bukan pada outcomes.
Ketimpangan peluang atau kesempatan harus menjadi pertimbangan
dalam menyusun atau merancang kebijakan publik. Dalam aspek tersebut,
15
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
15
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
kebijakan publik tidak perlu menghilangkan atau mengurangi ketimpangan
outcomes, tetapi kebijakan berfokus pada menghilangkan atau mengurangi
ketimpangan yang muncul dari peluang atau kesempatan yang tidak setara.
Dengan demikian, masyarakat yang adil adalah masyarakat yang memberikan
kesempatan yang sama bagi semua.
Pemerintah selalu berupaya untuk menyediakan akses pelayanan
dasar bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, gizi, keamanan, dan
infrastruktur dasar lainnya. Akan tetapi, tidak semua masyarakat tidak dapat
merasakan dan memanfaatkan kesempatan yang sama. Oleh karena itu,
mengukur ketimpangan kesempatan peluang dalam pelayanan dasar tersebut
sangat penting dalam perancangan kebijakan. Dengan demikian, kebijakan
yang ada dapat mengambil langkah yang tepat untuk mencapai peluang
pelayanan dasar yang sama dan universal.
Dalam perkembangannya, World Bank (2006) dan De Barros, dkk. (2009)
mengemukakan konsep keadilan dengan ketimpangan kesempatan. Konsep ini
bermula dari definisi yang dinyatakan oleh Roemer (1998) bahwa outcomes
adalah ‘keuntungan’, dan keuntungan itu sendiri dipengaruhi oleh dua
kelompok faktor penentu yaitu (1) usaha (efforts), yang bergantung pada
pilihan individu; dan (2) keadaan (circumstances), yang merupakan faktor di
luar kendali individu. Kesetaraan kesempatan yang tercipta akan menghasilkan
distribusi outcomes yang tidak dipengaruhi keadaan. Kesempatan yang sama
untuk segala keadaan akan mendukung bahwa setiap orang memiliki potensi
untuk mencapai hasil yang mereka pilih.
Saat ini, World Bank telah mengembangkan Human Opportunity Index
(HOI) untuk mengukur ketimpangan kesempatan yang disebabkan oleh
keadaan sosial, ekonomi, dan demografi individu. HOI adalah suatu metode
yang mengukur rata-rata ketersediaan (coverage) kebutuhan dasar tertentu
dengan memperhatikan tingkat kemerataan distribusi layanan tersebut pada
masyarakat. Pengukuran ini berdasarkan bahwa masih terdapat individu
di suatu negara yang belum memiliki akses terhadap kebutuhan dasar yang
penting untuk kemajuan hidup mereka.
Human Opportunity Index (HOI) yang mengukur ketimpangan
kesempatan, diukur melalui indikator yang menggabungkan dua elemen
yaitu (i) tingkat cakupan (coverage) peluang dasar yang diperlukan untuk
pembangunan manusia dan (ii) sejauh mana distribusi peluang tersebut
dipengaruhi oleh keadaan eksogen pada individu (circumestances), seperti
jenis kelamin, pendapatan, atau karakteristik rumah tangga. Indeks ini
menilai pentingnya peningkatan akses kesempatan pelayanan dasar bagi
semua dan memastikan distribusi yang merata. Ukuran ini dapat berfungsi
sebagai alat bantu dalam mengarahkan kebijakan publik yang bertujuan untuk
menyetarakan peluang atau kesempatan.
16
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
16
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
Dalam HOI, peningkatan coverage pelayanan dasar yang terjadi akan
meningkatkan besaran HOI. Selanjutnya, jika peningkatan coverage tersebut
lebih terdistribusi ke kelompok masyarakat yang kurang beruntung (wilayah
terpencil atau kelompok miskin), hal tersebut akan menurunkan ketimpangan
kesempatan dan meningkatkan HOI. Menurut De Barros, dkk. (2009 dalam
Indra 2015), HOI berfokus pada dua elemen tersebut karena tiga alasan yaitu
1. Prinsip kesetaraan kesempatan seperti “lapangan bermain” yang
sama bagi anak-anak;
2. Intervensi menerapkan kebijakan untuk meratakan akses terhadap
kebutuhan dasar lebih efektif daripada intervensi kebijakan utnuk
mengatasi ketimpangan outcome; dan
3. Menempatkan anak-anak sebagai fokus utama dalam mengatasi
ketimpangan.
Penghitungan dalam HOI itu menghasilkan dua komponen lainnya, selain
dari HOI itu sendiri. Komponen pertama adalah tingkat coverage (akses) atas
kesempatan dasar, yang diestimasi melalui suatu model ekonometrika (model
logit). Komponen kedua adalah tingkat kemerataan distribusi dari kebutuhan
dasar yang dihitung dengan formulasi tertentu dan mempertimbangkan hasil
dari komponen pertama. HOI dinyatakan dalam suatu ukuran skalar. Nilai HOI
akan meningkat ketika nilai rata-rata coverage meningkat, tetapi nilai HOI akan
menurun ketika terdapat perbedaan coverage pada tiap kelompok dengan
berbagai set keadaan (circumstances). Nilai HOI yang rendah terjadi jika akses
kebutuhan dasar dalam suatu wilayah lebih terkonsentrasi pada set kelompok
tertentu atau adanya indikasi ketimpangan.
Pengukuran ketimpangan kesempatan dalam HOI dinyatakan sebagai
Dissimilarity Index (D). Indeks D mengukur perbedaan tingkat akses kebutuhan
dasar pada suatu set kelompok keadaan tertentu (misalnya jenis kelamin,
daerah tempat tinggal, pendidikan orang tua, dan sebagainya) dibandingkan
dengan rata-rata tingkat akses kebutuhan dasar secara keseluruhan. Indeks
perbedaan (dissimilarity index) juga dapat diinterpretasikan sebagai share dari
total kesempatan yang perlu direalokasi di antara kelompok-kelompok dengan
berbagai keadaan, untuk memastikan setiap kelompok tersebut mendapat
tingkat akses yang sama.
Selanjutnya, Human Opportunity Indeks (H) memperhitungkan ratarata tingkat akses atau peluang keseluruhan dan nilai indeks D sebagai ukuran
keadilan peluang tersebut didistribusikan. Dalam persamaannya, HOI dapat
dinyatakan sebagai berikut
Nilai maksimum dari HOI akan bernilai 100 jika akses bersifat universal,
yaitu kondisi dimana p sama dengan 100 dan D sama dengan nol. Dengan
demikian, HOI diformulasikan sebagai sejumlah kesempatan yang ada pada
suatu masyarakat, yang telah terdistribusi berdasarkan prinsip kesetaraan.
17
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
17
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
Dalam konteks HOI, tujuan dari pembuat kebijakan adalah
memaksimumkan tingkat akses rata-rata coverage dan meminimumkan
tingkat ketimpangan kesempatan. Kesenjangan akses terhadap kebutuhan
dasar merupakan indikator utama yang digunakan dalam pengukuran indeks D.
Menurut De Barros, dkk. (2009), indeks D didefinisikan sebagai jumlah rata- rata
terbobot dari perbedaan absolut antara tingkat akses individu dalam
kelompok-i (pi) dengan tingkat akses rata-rata seluruh populasi (p), atau dapat
disajikan dalam persamaan berikut:
dimana
i = kelompok individu yang berada pada set keadaan tertentu
pi = tingkat coverage dari kelompok ke-i
αi = bobot yang menyatakan share dari jumlah individu yang berada
pada kelompok-i terhadap total populasi
N =jumlah kelompok yang terbentuk berdasarkan keadaan
Indeks D memiliki nilai dari 0 hingga 100, dimana dalam kondisi
kesempatan yang sama atau setara (perfect equality) dimana p Ì…=p_i untuk
setiap i, maka nilai D akan bernilai nol.
Metode Human Opportunity Index (HOI)
Menurut Baros et al (2009) dalam Indra (2015), secara umum, langkahlangkah estimasi HOI adalah sebagai berikut
1. Mengestimasi peluang anak pada kelompok dengan set keadaan
tertentu, mendapatkan akses ke kebutuhan dasar tertentu,
menggunakan model logistik. Akses yang dimaksud adalah
pendidikan, kesehatan perumahan (air minum layak dan sanitasi
layak), listrik, dan akses teknologi informasi (komputer dan
internet). Kebutuhan dasar ini dinyatakan sebagai fungsi yang
melekat pada individu sesuai karakteristiknya. Karakteristik/
keadaan yang digunakan pada analisis ini adalah jenis kelamin anak,
daerah tempat tinggal anak, jenis kelamin KRT, pendidikan KRT,
status pekerjaan KRT, jumlah anggota rumah tangga, dan
pengeluaran perkapita rumah tangga. Tahap ini akan memperoleh
peluang bersyarat dari akses terhadap kebutuhan dasar
berdasarkan karakteristik yang melekat pada anak. Selanjutnya,
estimasi peluang anak mengakses kebutuhan dasar berdasarkan
keadaannya disimbolkan dengan (pi).
2.
18
Selanjutnya dengan menggunakan hasil prediksi peluang (pi) dan
sample weights (wi), dengan wi=1⁄n, nilai prediksi bagi tingkat
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
18
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
coverage rata-rata
dan dissimilarity index (D) dapat dihitung
dengan formula sebagai berikut:
Kemudian, dari hasil penghitungan tahap sebelumnya HOI dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Metode Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan
Indeks perbedaan atau dissemilarity index adalah fungsi dari serangkaian
keadaan. Indeks D dihitung berdasarkan suatu himpunan keadaan. Namun,
dari himpunan keadaan terseut perlu dilihat kontribusi marjinal dari masingmasing keadaan terhadap ketidaksetaraan kesempatan. Menurut Shorrocks
(1999), perubahan ukuran ketimpangan kesempatan ketika penambahan
keadaan (circumstances) bergantung pada set keadaan sebelumnya atau set
keadaan yang baru. Oleh karena itu, dampak unik dari suatu keadaan perlu
diperhatikan dalam ketimpangan kesempatan.
Untuk melihat kontribusi dari setiap variabel keadaan/kondisi
terhadap total ketimpangan kesempatan digunakan metode dekomposisi
Shapley. Dekomposisi Shapley merupakan ukuran perubahan ketimpangan
kesempatan ketika suatu kondisi tertentu ditambahkan ke dalam set kondisi
awal. Penambahan keadaan baru akan merubah ketimpangan kesempatan.
Fakta ini digunakan sebagai indikator kontribusi keadaan tersebut terhadap
total ketimpangan kesempatan. Secara singkat, metode dekomposisi shapley
ini digunakan untuk mengukur besaran kontribusi suatu keadaan individu
terhadap ketimpangan akses terhadap kebutuhan dasar. Selanjutnya,
kontribusi dari seluruh keadaan menghasilkan suatu dekomposisi aditif
ketimpangan kesempatan antarkelompok.
Menurut De Barros, dkk. (2009) ketimpangan kesempatan diukur
dengan indeks perbedaan (Indeks D) yang bergantung dari sekumpulan kondisi
yang didefinisikan. Indeks D memiliki sifat bahwa setiap penambahan variabel
kondisi akan selalu meningkatkan indeks D atau menurunkan HOI. Sebagai
ilustrasi, jika terdapat dua set kondisi, A dan B yang keduanya tidak overlap,
maka D(A,B) ≥ D(A), sehingga HOI(A,B) ≤ HOI(A). Dengan demikian, dampak
19
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
19
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
dari penambahan kondisi A pada suatu set kondisi tertentu (S) diberikan oleh:
dimana:
N
S
= set dari seluruh kondisi yang mungkin dari total n kondisi.
= himpunan bagian dari N yang terdiri dari s kondisi, namun
tidak mengandung kondisi A. D(S) menyatakan indeks
perbedaan dari set kondisi S.
D(SU{A}) = indeks perbedaan yang dihitung berdasarkan set kondisi S
dan kondisi A.
Selanjutnya kontribusi dari kondisi A terhadap indeks perbedaan dari
seluruh kondisi (θ_A) dinyatakan sebagai berikut:
Data dan Sumber Data
Analisis ketimpangan kesempatan pelayanan dasar pada anak
ini menyajikan data dan informasi pada tahun 2015-2018. Data utama
dalam analisis bersumber dari BPS, yaitu dari hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) yang dikumpulkan pada tahun 2015 hingga 2018.
Adapun keterbatasan data yang tersedia di Susenas menjadikan analisis ini
menggunakan beberapa indikator sebagai pendekatan. Indikator-indikator
SUSENAS yang digunakan dalam analisis ini antara lain:
1. Partisipasi sekolah anak usia 7-18 tahun yang dikelompokkan menjadi
partisipasi sekolah dasar (SD/sederajat) dan sekolah menengah pertama
(SMP/sederajat) untuk anak usia 7-15 tahun dan partisipasi sekolah
menengah atas (SMA/sederajat) untuk anak usia 16-18 tahun. Dalam
penghitungannya, indikator ini dinyatakan dalam variabel kategorik,
yaitu bernilai 1 untuk anak yang berpartisipasi sekolah dan 0 untuk
anak yang tidak sedang bersekolah.
2. Akses anak terhadap air minum layak. Indikator ini menggunakan
pendekatan rumah tangga, dimana setiap anggota rumah tangga
termasuk anak dalam rumah tangga tersebut mempunyai akses yang
sama dalam memanfaatkan fasilitas dalam rumah tangga. Akses air
minum layak adalah sumber air minum utama yang digunakan antara
lain yang berasal dari air leding, air terlindungi, dan air hujan. Air
terlindung mencakup pompa/sumur bor, sumur terlindungi dan mata air
terlindungi yang berjarak ≥ 10 m dari penampungan kotoran/limbah.
Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum selain tiga
20
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
20
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
3.
4.
5.
6.
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
jenis tersebut (yaitu: air kemasan, air isi ulang, air tidak terlindung,
dan air permukaan), maka rumah tangga dapat dikategorikan memiliki
akses air minum layak jika:
• Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur
bor/pompa yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan
limbah/kotoran/ tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari
leding meteran, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air
hujan.
• Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur
terlindungi yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan
limbah/kotoran/ tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari
leding meteran, sumur bor/pompa, mata air terlindungi dan air
hujan
• Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari mata air
terlindungi yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan
limbah/kotoran/tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari
leding meteran, sumur bor/pompa, sumur terlindungi, dan air
hujan.
• Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari air
kemasan bermerek, air isi ulang, air leding eceran, air sungai dan air
lainnya, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding meteran,
sumur bor/ pompa, sumur terlndungi, mata air terlindungi, dan
air hujanAkses anak terhadap sanitasi layak. Indikator ini juga
dianalisis berdasarkan pendekatan rumah tangga.
Akses sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang digunakan oleh rumah
tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu,
klosetnya menggunakan leher angsa, dan tempat pembuangan akhir
tinjanya menggunakan tanki septik atau Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL).
Akses anak terhadap listrik. Indikator ini juga dianalisis berdasarkan
pendekatan rumah tangga. Listrik disini baik yang bersumber dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun non PLN.
Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer adalah sebagai salah satu
indikator yang mengukur akses anak terhadap teknologi dan informasi.
Data yang dikumpulkan dalam SUSENAS adalah penggunaan komputer
(PC/desktop/laptop/notebook/tablet) dalam tiga bulan terakhir pada
saat survei.
Akses internet juga sebagai indikator yang yang mengukur akses anak
terhadap teknologi dan informasi. Data yang dikumpulkan dalam
SUSENAS adalah penggunaan internet (termasuk facebook, twitter,
BBM, whatsapp) dalam tiga bulan terakhir pada saat survei.
Selanjutnya, indikator yang diasumsikan sebagai keadaan eksogen pada
individu (circumstances) dan berpengaruh pada ketimpangan kesempatan
akses kebutuhan dasar juga berasal dari SUSENAS. Indikator tersebut adalah
21
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
21
2
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
Mengukur Ketimpangan Kesempatan
2
sebagai berikut:
1. Karakteristik anak, seperti jenis kelamin dan tempat ketika dilahirkan.
Karena keterbatasan data, tempat anak dilahirkan didekati dengan
daerah tempat tinggal anak saat ini (perkotaan atau perdesaan). Kedua
indikator ini dinyatakan dalam variabel kategorikal (dua kategori).
2. Karakteristik keluarga. Karena keterbatasan data, keluarga didekati
dengan rumah tangga dan orang tua didekati dengan Kepala Rumah
Tangga (KRT). Karakterisitik rumah tangga yang digunakan dalam
analisis antara lain:
• Jenis kelamin KRT yang dinyatakan dalam variabel kategorikal
• Pendidikan terakhir KRT (minimal lulus SMA/sederajat atau
lainnya) yang dinyatakan dalam variabel kategorikal
• Status pekerjaan KRT (bekerja atau tidak bekerja) yang dinyatakan
dalam variabel kategorikal
• Pengeluaran per kapita rumah tangga, yang dinyatakan dalam
variabel rasio, dan
• Jumlah anggora rumah tangga yang dinyatakan dalam variabel
rasio.
Selain itu, penulisan ini juga menggunakan sumber lainnya, seperti
selain Susenas dan survei-survei dari kementerian/lembaga lainnya serta
referensi terkait untuk menunjang analisis ketimpangan kesempatan akses
kebutuhan dasar pada anak.
22
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
22
KETIMPANGAN KESEMPATAN
ANAK TERHADAP PENDIDIKAN
3
Kesempatan Pendidikan Dasar
di Indonesia lebih merata daripada
pendidikan menengah
Faktor yang berpengaruh dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan
di Indonesia adalah pendidikan kepala rumah tangga
Ketimpangan kesempatan untuk akses Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah di KBI lebih rendah daripada
ketimpangan kesempatan di KTI
Pendidikan Menengah
Kawasan Barat Indonesia
(KBI)
Pendidikan Dasar
Kawasan Timur Indonesia
(KTI)
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP PENDIDIKAN
Ketimpangan adalah terjadinya ketidakseimbangan yang terjadi
akibat ketidakadilan atau ketidakmerataan yang terjadi di tengah masyarakat
yang disebabkan adanya perbedaan status ekonomi, sosial, atau budaya.
Ketimpangan dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat
sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses
atau kesempatan-kesempatan yang tersedia.
Berbicara mengenai ketimpangan, salah satu yang ingin dilihat adalah
apakah terjadi ketimpangan kesempatan pendidikan pada anak usia 7-18
tahun di Indonesia. Terjadinya ketimpangan kesempatan di bidang pendidikan
sebenarnya didasarkan pada terjadinya ketimpangan sosial ekonomi. Selain
itu juga belum adanya pemerataan pendidikan, tenaga pengajar yang
berkompeten, fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di masing-masing
wilayah.
Pendidikan memiliki peran penting untuk membangun sumberdaya
manusia yang berkualitas serta modal untuk dapat meningkatkan taraf hidup
dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Pendidikan bangsa secara jelas
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu
tujuan negara antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan pada hakekatnya juga merupakan direct
investment bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (Human Quality).
Pemerintah sudah banyak mengeluarkan program dan kebijakan
di bidang pendidikan dengan tujuan agar terjadi kesetaraan kesempatan
pendidikan anak usia sekolah. Program pemerintah tersebut bertujuan supaya
anak-anak usia sekolah mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat
bersekolah lebih baik di masa mendatang. Pemerintah dalam memperingati
25
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
25
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Hari Kemerdekaan RI ke 74 tahun mengambil tema SDM unggul Indonesia
maju. Untuk meningkatkan SDM, salah satu caranya melalui pendidikan. Selain
memperoleh pengetahuan, seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi kelak
memiliki kemampuan dalam bekerja.
Dari tema yang diusung tersebut pemerintah memiliki tujuan dan terus
berusaha meningkatkan kualitas pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Pentingnya pembangunan sumber daya berkualitas yang
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat generasi muda menjadi
pintar dan mampu berkarya. Semoga SDM unggul Indonesia maju bukan hanya
slogan belaka. Untuk melihat tingkat keberhasilan dari program dan kebijakan
yang dilakukan pemerintah di bidang pendidikan melalui penghitungan HOI di
bidang pendidikan. Dalam publikasi ini ketimpangan kesempatan pendidikan
dibedakan menjadi dua yaitu ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan
ketimpangan kesempatan pendidikan menengah.
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar (SD/Sederajat dan
SMP/Sederajat untuk Anak Usia 7-15 Tahun)
Menurut Roemer (1998) pendidikan memiliki nilai intrinsik dan dianggap
sebagai keuntungan, sehingga individu dapat memperoleh peluang mencapai
outcome seperti kesehatan dan pendapatan yang lebih baik. Pendidikan juga
merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memutus lingkaran
ketimpangan yang berujung pada kemiskinan. Dengan demikian ketimpangan
kesempatan dalam pencapaian pendidikan dapat dianggap sebagai bentuk
ketidakadilan bagi individu tersebut.
Selama ini pemerintah sudah banyak melakukan langkah kebijakan
dalam menangani masalah-masalah di bidang pendidikan salah satunya adalah
pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan, perbaikan kurikulum,
Gambar 3.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D)
Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun (Persen), 2016-2018
85
97.45
97.96
97.29
97.81
90
1.0
97.18
95
97.73
100
0.8
0.7
80
75
0.9
0.6
0.57
0.53
0.52
0.5
70
0.4
65
0.3
60
0.2
55
0.1
50
0.0
2016
2017
C
HOI
2018
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
26
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
26
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
khususnya untuk pendidikan dasar. Untuk mengetahui sudah sejauh mana
keberhasilan program dan kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah, dapat
dlilihat dari hasil penghitungan HOI dibawah ini.
Pada kelompok anak usia 7-15 tahun ditemui rata-rata peluang akses
(coverage) terhadap pendidikan dasar (SD-SMP) sepanjang 2016-2018
mencapai lebih dari 97 persen, dan peluang tersebut terus meningkat dari
waktu ke waktu. Pada tahun 2016, peluang akses tercatat sebesar 97,73
persen, meningkat menjadi 97,96 persen pada tahun 2018. Pada kurun
waktu yang sama juga diperlihatkan dari hasil penghitungan bahwa nilai HOI
juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2016, nilai HOI
tercatat sebesar 97,18 persen, meningkat menjadi 97,45 persen pada tahun
2018. Hasil ini menandakan bahwa lebih dari 97 persen kesempatan atas
pendidikan dasar di Indonesia telah dialokasikan berdasarkan prinsip
kesetaraan selama tahun 2016-2018.
Nilai HOI dan rata-rata peluang akses (coverage) pada pendidikan dasar
relatif sama nilainya selama periode 2016-2018. Hal ini dikarenakan indeks
ketimpangan kesempatan di sepanjang periode tersebut juga relatif kecil
dan cenderung menurun. Pada tahun 2016 indeks ketimpangan kesempatan
pendidikan dasar hanya sebesar 0,57 persen, menurun menjadi 0,52 persen
pada tahun 2018. Dari hasil ini dapat dijelaskan bahwa sampai tahun 2018
hanya tinggal sekitar 0,52 persen kesempatan atas pendidikan dasar yang perlu
direalokasi untuk menjamin kesetaraan pada 2018. Fakta ini mengindikasikan
bahwa tidak hanya peluang partisipasi sekolah anak usia 7-15 tahun yang
semakin meningkat di sepanjang 2016-2018, namun juga distribusinya semakin
merata.
Meningkatnya nilai HOI yang diiringi dengan menurunnya indeks
ketimpangan kesempatan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar tidak
terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam
bidang pendidikan. Berarti program pemerintah yang digulirkan sejak tanggal
2 Mei 1984 yang mencanangkan program wajib belajar 6 tahun terlihat
berhasil, dimana hampir semua warga negara Indonesia bisa mengenyam
pendidikan sampai kelas 6 atau sampai tamat SD. Sepuluh tahun kemudian
dengan keberhasilan program wajar 6 tahun pemerintah
mengeluarkan
regulasi dilanjutkan dengan meningkatkan wajib belajar menjadi 9 tahun
sejak tahun 1994, yakni semua anak usia sekolah dapat bersekolah dari Sekolah
Dasar (SD) 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun. Untuk
menunjang program wajar 9 tahun pemerintah mengalokasikan APBN untuk
bidang pendidikan sebesar 20 persen, program lainnya adalah dana BOS untuk
sekolah dan pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat SD dan SMP.
Kebijakan dan program-program tersebut merupakan salah satu cara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia
yang menyasar pada pendidikan dasar.
27
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
27
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Gambar 3.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15
Tahun, 2016-2018
0.17
2018
21.04
9.10
2.03
35.07
27.71
.88
0.56
2017
23.27
7.79
3.49
35.80
26.16
.9
0.65
15.78
2016
0
9.11
10
20
3.84
37.16
30
40
50
28.12
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
5.34
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Pembahasan berikutnya menguraikan mengenai faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap perubahan ketimpangan kesempatan pada pendidikan
dasar untuk anak usia 7-15 tahun di Indonesia. Pada tahun 2016 faktor yang
berkontribusi sangat besar di pendidikan dasar pada ketimpanganan adalah
pendidikan kepala rumahtangga (37,16 persen) dan faktor pengeluaran
perkapita (28,12 persen). Faktor berikutnya yang berkontribusi terhadap
ketimpangan kesempatan kesempatan pada pendidikan dasar yaitu daerah
tempat tinggal sebesar 15,78 persen. Faktor yang memberi pengaruh cukup
besar di tahun 2017-2018 sama dengan kondisi di tahun 2016, namun untuk
pendidikan kepala rumahtangga terjadi penurunan sedangkan pengeluaran per
kapita dan daerah tempat tinggal sempat menurun di tahun 2017 dan
meningkat di tahun 2018 (lihat Gambar 3.2).
Faktor-faktor yang tidak memberikan pengaruh besar atau cukup kecil
pada ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun
sepanjang tahun 2016-2018 adalah status pekerjaan kepala rumahtangga,
dimana nilainya dibawah 1 persen. Faktor-faktor lain yang pengaruhnya
cukup kecil adalah jumlah anggota rumahtangga dan jenis kelamin kepala
rumahtangga. Kedua faktor tersebut rata-rata hanya berkontribusi masingmasing sebesar 4,37 persen dan 3,12 persen.
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar di KBI dan KTI
Jika dilihat berdasarkan kawasan di Indonesia, hasil penghitungan
HOI pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun di wilayah Kawasan
Barat Indonesia (KBI) lebih tinggi dibandingkan di wilayah Kawasan Timur
Indonesia (KTI). Otomatis semakin tinggi nilai HOI maka indeks ketimpangan
akan semakin rendah. Dari Gambar 3.3 terlihat bahwa indeks ketimpangan di
28
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
28
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
KBI lebih rendah dibanding di wilayah KTI. Perbedaan HOI di KBI dengan KTI
berbeda sekitar 2 persen lebih.
29
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
29
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Gambar 3.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan
Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun Menurut Kawasan (Persen),
2016-2018
110
1.2
1.00
100
80
70
95.64
97.99
95.43
97.85
95.23
97.75
90
1.0
0.89
0.86
0.8
0.6
0.4
0.43
0.40
0.41
0.2
60
50
0.0
2016
2018
HOI KBI
2017
HOI KTI
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Jika dilihat perkembangannya, nilai HOI di wilayah KBI menunjukkan
adanya peningkatan setiap tahunnya yaitu dari 97,75 persen pada tahun
2016 meningkat menjadi 97,99 persen pada tahun 2018. Selanjutnya untuk
indeks ketimpangan (Indeks D) pendidikan dasar di provinsi yang masuk ke
wilayah KBI sebesar 0,43 persen pada tahun 2016 dan di tahun 2018 indeks
ketimpangan pendidikan dasar turun menjadi 0,41 persen. Untuk wilayah
KTI, HOI pendidikan dasar pada tahun 2016 tercatat sebesar 95,23 persen
dan mengalami kenaikan pada dua tahun berikutnya. Pada tahun 2017, HOI
pendidikan dasar di KTI sebesar 95,43 persen dan terus mengalami kenaikan
menjadi 95,64 persen pada tahun 2018. Indeks ketimpangan kesempatan
pendidikan dasar di KTI pada tahun 2016 tercatat sebesar 1 persen dan
menurun sampai tahun 2018 menjadi 0,86 persen. Hasil ini mengindikasikan
bahwa alokasi kesempatan pendidikan dasar lebih terdistribusi secara merata
di KBI. Dalam arti lain, peluang anak usia 7-15 tahun untuk menempuh
pendidikan dasar di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI.
Gambar 3.4 menunjukkan hasil penghitungan dekomposisi
ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun
yang berada di KBI. Berdasarkan hasil penghitungan ternyata sepanjang kurun
waktu 2016-2018 faktor-faktor yang berkontribusi terbesar adalah pendidikan
kepala rumahtangga dan pengeluaran per kapita. Faktor pendidikan kepala
rumahtangga berkontribusis sebesar 39,01 persen pada tahun 2016 turun
menjadi 38,46 persen pada tahun 2018. Sementara untuk pengeluaran per
kapita memberi kontribusi seebsar 30,10 persen pada tahun 2016 dan naik
menjadi 33,22 persen pada tahun 2018. Sementara itu, faktor yang sangat
30
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
30
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
kecil pengaruhnya terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak
usia 7-15 tahun di KBI adalah faktor status pekerjaan KRT.
Sebagaimana di KBI, dekomposisi ketimpangan pendidikan
dasar usia anak sekolah 7-15 tahun di KTI yang memberikan kontribusi
31
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
31
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Gambar 3.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15
Tahun di KBI, 2016-2018
5.12
0.43
9.93
2018
10.87
1.97
38.46
33.22
2.41
1.03
2017
13.75
7.53
5.19
36.36
33.73
4.82
1.71
2016
6.11
0
12.18
10
6.08
20
39.01
30
40
30.10
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
terbesar pada tahun 2016-2018 adalah pendidikan kepala rumah tangga
yaitu sekitar 38,89 persen sampai dengan 43,40 persen. Faktor berikutnya yang
berkontribusi besar terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan dasar
adalah daerah tempat tinggal sekitar 25,77 persen sampai dengan
31,59 persen, dan diikuti oleh pengeluaran perkapita sekitar 19,49 persen
sampai dengan 23,78 persen. Selanjutnya, Gambar 3.5 juga memperlihatkan
bahwa dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia
sekolah 7-15 tahun yang memberikan kontribusi terkecil di provinsi-provinsi
yang berada di KTI Indonesia adalah pada faktor status pekerjaan kepala
rumahtangga, jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumahtangga, dan
jumlah anggota rumahtangga.
Gambar 3.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15
Tahun di KTI, 2016-2018
1.61
2018
31.59
0.36
6.67
19.49
1.17
2017
27.31
25.77
0
10
43.40
18.26
30
2.65
0.58
5.82
20
0.64
0.04
9.20
0.90
2016
1.39
38.89
40.50
40
50
23.78
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
32
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
32
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Hasil penghitungan dan uraian diatas menunjukkan bahwa secara
nasional maupun khusus di wilayah KBI, pengeluaran per kapita rumahtangga,
pendidikan kepala keluarga, dan daerah tempat tinggal merupakan faktor
yang berkontribusi dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan
33
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
33
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
dasar anak usia 7-15 tahun di Indonesia sepanjang tahun 2016-2018. Fakta
ini menjelaskan bahwa pengeluaran per kapita keluarga sangat berperan
karena semakin besar pengeluaran keluarga salah satunya adalah pengeluaran
untuk pendidikan membuat anak akan memiliki akses pendidikan lebih baik.
Kesempatan anak untuk mengakses pendidikan akan lebih besar jika orang
tuanya terutama kepala rumah tangganya berpendidikan lebih tinggi. Selain itu,
faktor daerah tempat tinggal turut mempengaruhi ketimpangan kesempatan
pendidikan. Hal ini disebabkan masih terdapat daerah yang sarana dan fasilitas
pendidikannya masih kurang memadai khususnya di daerah perdesaan. Khusu
di wilayah KBI, faktor daerah tempat tinggal tidak dominan pengaruhnya
terhadap akses anak ke pendidikan dasar.
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah (SMA/Sederajat
Untuk Anak Usia 16-18 Tahun)
Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa pada kelompok anak usia 16-18
tahun jika dilihat berdasarkan kesempatan anak untuk mengakses pendidikan
menengah memperlihatkan kecenderungan meningkat sepanjang tahun
2016-2018. Hal ini ditandai dengan nilai HOI dan coverage anak usia 16-18
tahun pada kesempatan pendidikan menengahyang trennya meningkat.
Pada
pendidikan menengah kelompok anak usia 16-18 tahun, rata-rata
peluang akses (coverage) pada tahun 2016 baru mencapai 70,83 persen, dan
peluang tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu menjadi 71,99 persen
di tahun 2018. Ternyata dari hasil penghitungan HOI juga menunjukkan arah
yang sama dengan peluang akses, dimana pada tahun 2016, nilai HOI baru
mencapai 66,08 persen dan mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga
mencapai 67,89 persen pada tahun 2018. Hasil ini menandakan bahwa di
Indonesia baru mampu memberikan sekitar 66 persen sampai dengan 68
persen saja kesempatan atas pendidikan menengah yang telah dialokasikan
berdasarkan prinsip kesetaraan sepanjang tahun 2016-2018.
Gambar 3.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun
(Persen),
2016-2018
80
10.0
75
9.0
8.0
70
65
7.0
6.0
6.71
6.30
60
5.0
5.70
4.0
67.89
71.99
66.92
3.0
71.42
45
66.08
50
70.83
55
40
1.0
0.0
2016
2017
C
34
2.0
HOI
2018
D
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
34
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
35
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
35
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Nilai HOI dan rata-rata peluang akses (coverage) pada pendidikan
menengah nilainya tidak berbeda jauh terpaut sekitar 4 persen saja selama
periode 2016-2018. Hal ini dikarenakan indeks ketimpangan kesempatan di
sepanjang periode tersebut juga relatif kecil dan cenderung menurun. Pada
tahun 2016 indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah sebesar
6,71 persen, lalu menurun ditahun 2017 dan 2018 menjadi 5,70 persen pada
tahun 2018. Dari hasil ini dapat dijelaskan bahwa sampai akhir tahun 2018
masih ada yang tertinggal sekitar 5,70 persen kesempatan atas pendidikan
menengah bagi anak usia sekolah 16-18 tahun yang perlu direalokasi untuk
menjamin kesetaraan pada tahun 2018. Fakta ini mengindikasikan bahwa
peluang partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun semakin meningkat di
sepanjang tahun 2016-2018, namun masih mensisakan masalah distribusinya
yang nilainya masih satu digit.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata peluang akses
pendidikan menengah terlihat meningkat sepanjang periode 2016-2018. HOI
anak terhadap pendidikan menengah cenderung meningkat di sepanjang
tahun 2016-2018. Sejalan dengan kondisi tersebut, indeks ketimpangan
kesempatan pendidikan menengah terlihat cenderung sedikit meningkat.
Hasil penghitungan HOI menggambarkan bahwa kebijakan dan program
pemerintah yang diperuntukkan untuk pendidikan menengah seperti wajib
belajar 12 tahun yang sudah dilaksanakan dari tahun 2014 sudah berjalan dan
sampai saat ini masih terus berjalan namun belum memberikan hasil yang
maksimal seperti pada pendidikan dasar. Untuk itu wajib belajar 12 tahun
harus didukung dengan kebijakan dan program-program seperti ketersediaan
infrastruktur sekolah, jumlah guru yang tersedia untuk pendidikan menengah,
serta pemerataan siswa atau anak didik melalui sistem zonasi.
Lebih rendahnya nilai HOI pada kelompok pendidikan menengah untuk
anak usia sekolah 16-18 tahun dibandingkan kelompok pendidikan dasar
anak usia sekolah 7-15 tahun dapat dipahami karena semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka tingkat partisipasi sekolah cenderung menurun. Hal ini terjadi
diantaranya disebabkan oleh fasilitas infrastruktur penyelenggara pendidikan
menengah (seperti jumlah sekolah atau jumlah kelas) yang lebih terbatas
dibandingkan pendidikan dasar, begitu juga akses menuju fasilitas pendidikan
yang kurang mendukung (misalnya jauh letaknya). Begitu pula untuk jumlah
tenaga pengajar, dimana tenaga pengajar pada tingkat pendidikan dasar lebih
banyak dibandingkan jumlah tenaga pengajar pada pendidikan menengah.
Hal tersebut juga dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah dan Angka
Partisipasi Murni antara pendidikan dasar (SD/sederajat dan SMP/sederajat)
dan pendidikan menengah (SMA dan sederajat).
Kontribusi dari berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi pada anak
usia sekolah 16-18 tahun terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan
menengah berdasarkan hasil penghitungan dari dekomposisi Shapley
sepanjang tahun 2016-2018 yang sangat dominan adalah pendidikan kepala
36
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
36
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
Gambar 3.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia
16-18 Tahun (Persen), 2016-2018
16.24
2018
17.98
2017
0.11
3.16
2.70
17.92
0.95
10
29.99
1.26
20
2.92
45.14
2.45
0.55
39.60
2.86
0
29.32
1.86
1.15
2016
3.59
44.88
30
40
35.35
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
rumahtangga, pengeluaran per kapita, dan daerah tempat tinggal. Pada
tahun 2018 masing-masing kontribusi pendidikan kepala rumahtangga
mencapai 44,88 persen, diikuti oleh pengeluaran perkapita sebesar 29,32
persen, dan faktor daerah tempat tinggal sebesar 16,24 persen. Faktor-faktor
yang pengaruhnya atau berkontribusi sangat kecil terhadap ketimpangan
kesempatan pendidikan menengah pada anak usia 16-18 tahun sepanjang
tahun 2016-2018 adalah status pekerjaan kepala rumah tangga dan jenis
kelamin kepala rumahtangga. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah di KBI dan KTI
Jika dilihat berdasarkan wilayah antara KBI dan KTI pada pendidikan
menengah memperlihatkan kenaikan nilai HOI di kedua kawasan sepanjang
tahun 2016-2018. Namun demikian, nilai HOI di provinsi-provinsi yang berada di
wilayah KBI sedikit lebih rendah dibandingkan di provinsi-provinsi yang berada
di wilayah KTI. Nilai HOI sepanjang tahun 2016-2018 di KBI pada pendidikan
menengah berdasarkan hasil hitung antara 65,62 persen hingga 67,69 persen
dan nilai HOI di KTI antara 67,57 persen hingga 68,41 persen. Nilai HOI antara
wilayah barat dan timur tidak berbeda jauh berarti kesempatan pendidikan
menengah antara KBI dan KTI menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu
cukup merata.
Indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah di provinsiprovinsi yang berada di KBI awalnya mencapai sekitar 7,03 persen pada tahun
2016, sedangkan di KTI sekitar 5,80 persen. Namun, indeks ketimpangan
kesempatan di KBI terus menurun hingga menjadi hanya 5,75 persen pada
tahun 2018. Sementara indeks ketimpangan kesempatan di KTI relatif stabil
di posisi 6 persen atau tepatnya menjadi 5,83 persen pada tahun 2018. Hal
37
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
37
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
ini berarti indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah di KBI
relatif sama dengan di KTI yaitu di sekitar 6 persen. Oleh karena itu, dapat
38
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
38
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
3
Gambar 3.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan
Pendidikan Menengah Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018
70
8.0
68
6.47
7.0
5.75
66
5.97
5.80
62
6.0
5.83
5.0
4.0
58
3.0
50
2.0
68.41
67.92
67.57
65.62
54
52
66.59
56
67.69
60
1.0
0.0
2016
2017
HOI KBI
HOI KTI
2018
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
dikatakan bahwa tidak ada gap lagi antara kesempatan akses pendidikan
menengah antara wilayah KBI dan KTI.
Dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia
sekolah 16-18 tahun di KBI dapat dilihat pada Gambar 3.9. Di KBI, sepanjang
tahun 2016-2018 faktor yang sangat besar kontribusinya adalah faktor
pendidikan kepala rumahtangga rata-rata menyumbang sebesar 42,41 persen.
Faktor berikutnya yang cukup besar pengaruhnya terhadap ketimpangan
pendidikan menengah selama periode 2016-2018 adalah pengeluaran per
kapita dan daerah tempat tinggal. Kedua faktor tersebut rata-rata berkontribusi
sebesar 32,37 persen dan 16,34 persen.
Ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia 16-18 tahun
di KBI juga dipengaruhi oleh faktor lain yang sumbangannya sangat kecil. Faktor
status pekerjaan kepala rumahtangga berkontribusi sangat kecil sekali tidak
sampai 1 persen, selama kurun waktu 2016-2018 rata-rata sebesar 0,59
Gambar 3.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia
16-18 Tahun di KBI, 2016-2018
14.51
2018
16.85
2017
17.65
10
30.33
0.65
2.39
3.62
45.63
30.20
1.41
20
2.76
0.84
37.43
3.34
0
4.96
44.18
0.67
2016
39
0.27
3.48
2.26
30
40
36.57
50
60
70
80
90
100
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
39
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
3
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
40
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
40
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
persen. Selain itu faktor yang berkontribusi cukup kecil juga adalah jenis
kelamin anak dan jenis kelamin kepala rumahtangga , masing-masing bernilai
2,09 persen dan 2,42 persen.
Sementara itu untuk wilayah di KTI, dekomposisi ketimpangan
kesempatan pendidikan menengah anak usia sekolah 16-18 tahun dapat dilihat
pada Gambar 3.10. Faktor dengan kontribusi yang sangat besar sepanjang
kurun waktu 2016-2018 adalah pendidikan kepala rumah tangga dengan ratarata kontribusi sebesar 42,30 persen, diikuti oleh faktor pengeluaran per kapita
rata-rata sebesar 27,31 persen, serta daerah tempat tinggal sebesar 23,39
persen. Sedangkan untuk faktor yang lainnya, kontribusinya sangat kecil sekali
terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia sekolah
16-18 tahun di KTI yaitu rata-rata besarannya dibawah 3 persen sepanjang
tahun 2016-2018.
Gambar 3.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia
16-18 Tahun di KTI, 2016-2018
24.78
0.57
2.16
4.19
2018
2.21
39.47
3.47
20.55
2016
10
20
1.96
27.61
0.61
2.51
0.59
45.23
0.79
0
24.61
0.43
24.85
2017
1.49
42.19
30
40
29.72
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Faktor-faktor yang dominan berkontribusi terhadap ketimpangan
kesempatan pendidikan menengah pada anak usia sekolah 16-18 tahun sama
dengan ketimpangan kesempatan yang terjadi pada pendidikan dasar. Jika
dibedakan menurut wilayah antara KBI dan KTI juga memberikan gambaran
yang sama bahwa pendidikan kepala rumahtangga, pengeluaran per kapita
rumahtangga dan daerah tempat tinggal mempunyai kontribusi yang cukup
dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah.
Hasil uraian di atas memperlihatkan bahwa rata-rata peluang akses
dan HOI anak usia sekolah terhadap pendidikan dasar dan menengah
cenderung meningkat di sepanjang tahun 2016-2018. Sejalan dengan ini,
indeks ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan pendidikan menengah
cenderung menurun. Fakta ini menjelaskan bahwa tingkat akses anak usia
sekolah di Indonesia terhadap pendidikan dasar semakin baik dan distribusinya
pun semakin merata. Sedangkan tingkat akses anak usia sekolah di Indonesia
41
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
41
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
terhadap pendidikan menengah mulai membaik, meskipun nilainya masih jauh
dibanding pendidikan dasar dan distribusinya yang belum merata. Namun,
42
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
42
3
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan
3
dari hasil penghitungan HOI pendidikan dasar ditemui lebih tinggi dibanding
HOI pendidikan menengah. Begitu juga dengan indeks ketimpangan akses
pendidikan menengah yang ditemui lebih besar dibanding pada pendidikan
dasar. Hal ini menjelaskan bahwa kesempatan pendidikan dasar di Indonesia
lebih merata ketimbang yang terjadi pada pendidikan menengah.
Berbicara mengenai pendidikan, pendidikan di Indonesia masih banyak
mengalami kendala, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pendidikan
dan kualitas guru yang masih kurang. Kualitas pendidikan yang baik perlu
segera diwujudkan agar kedepannya dapat menciptakan masyarakat Indonesia
yang produktif dan berkualitas. Salah satu agenda tujuan pembangunan pada
pemerintahan Jokowi, Nawacita di bidang pendidikan yaitu peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Kartu Indonesia Pintar”.
Selain itu, ditunjang dengan adanya Sustainable Development Goals/Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/TPB) pada tujuan 4: “Menjamin Kualitas
Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan Kesempatan Belajar
Sepanjang Hayat untuk Semua”). Dalam rangka mewujudkan SDGs/TPB
2030 dan tujuan nawacita khususnya di bidang pendidikan, pemerintah dan
masyarakat dapat bekerjasama dalam melaksanakan kebijakan dan program
pembangunan karena dengan suksesnya suatu pendidikan akan membawa
keberhasilan dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya.
43
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
43
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP PERUMAHAN YANG SEHAT
Kesempatan anak untuk mengakses
air minum layak di Indonesia lebih merata
dibandingkan untuk mengakses sanitasi layak
4
Faktor yang berpengaruh dominan
terhadap akses air minum layak dan
sanitasi layak adalah
daerah tempat tinggal
Baik di KTI maupun KBI,
daerah tempat tinggal
menjadi faktor dominan terhadap
akses air minum layak
dan sanitasi layak
Kesempatan untuk mengakses air minum layak
dan sanitasi layak
relatif lebih terdistribusi secara merata
pada Kawasan Barat Indonesia
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP PERUMAHAN YANG
SEHAT
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak
Air minum layak menjadi salah satu komponen penting dalam
perkembangan dan pertumbuhan anak. Kemampuan seorang anak untuk bisa
mencapai hidup yang produktif sebagian besar bergantung pada kemampuan
akses rumah tangga dimana anak tersebut tinggal untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, salah satu diantaranya adalah kebutuhan akan air minum layak
(Indra, 2015).
Kebutuhan akan air minum layak juga menjadi salah satu tujuan
Sustainable Development Goals (SDGs) di tujuan keenam yaitu menjamin
ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan
untuk semua. Salah satu sasaran di tujuan 6 SDGs menyebutkan bahwa tahun
2030 adalah mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang
aman dan terjangkau bagi semua. Di RPJMN tahun 2015-2019, pemerintah
menargetkan peningkatan akses terhadap air minum layak di tahun 2019
menjadi 100 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan akan air minum
layak menjadi kebutuhan yang krusial (Sekretariat Kabinet RI, 2017).
Penghitungan indikator terkait akses air minum yang aman dan
berkelanjutan (safe and sustainable drinking water) seperti yang ditargetkan
SDGs secara bertahap akan terus dilakukan pemerintah hingga tahun 2030.
39
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
39
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Air minum termasuk dalam kategori aman setelah melalui pemeriksaan secara
biologis, fisika dan kimia. Aspek keamanan air diukur dari kualitas air yang bebas
dari kontaminasi feses dan kimia. Namun sampai saat ini Indonesia belum bisa
menyediakan indikator tentang air aman, sehingga baru disediakan indikator
air minum layak yang sekarang masih berlaku di Indonesia (Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2017).
Gambar 4.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun
(Persen),
2016-2018
80
75
10,0
9,0
8,01
7,21
6,58
70
8,0
7,0
55
4,0
68,30
73,10
66,11
71,25
5,0
64,77
60
70,41
6,0
65
3,0
2,0
1,0
50
0,0
2016
2017
C
HOI
2018
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Gambar 4.1 memperlihatkan tren ketimpangan kesempatan ana
terhadap air minum layak dari tahun 2016-2018. Cakupan anak yang tinggal
di rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum layak terus
mengalami peningkatan. Di tahun 2016, cakupan secara nasional berada di
angka 70,41 persen. Sedangkan di tahun 2018, cakupan anak dalam kondisi yang
sama meningkat menjadi 73,10 persen. Berbanding terbalik dengan cakupan
nasional yang semakin meningkat, tren indeks ketimpangan kesempatan
terhadap akses air minum layak mengalami penurunan. Indeks ketimpangan
kesempatan di tahun 2016 berada di angka 8,01 persen, sedangkan di tahun
2018 hanya sekitar 6,58 persen. Penurunan indeks ketimpangan kesempatan
ini menunjukkan bahwa kesempatan anak untuk mendapatkan akses air
minum layak semakin terdistribusi merata. Hal ini bisa dilihat dari nilai Human
Opportunity Index (HOI) yang semakin meningkat. Di tahun 2016, nilai HOI
untuk air minum layak sebesar 64,77 persen, meningkat menjadi 68,30 persen
pada tahun 2018. Dengan kata lain, dengan prinsip kesetaraan, peluang
seorang anak dapat mengakses air minum layak di tahun 2016 hingga 2018
berada di angka 64,77 persen hingga 68,30 persen.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan
kesempatan akses seorang anak terhadap air minum layak di tahun 2016 hingga
40
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
40
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
2018, diantaranya yaitu faktor daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, jenis
kelamin kepala rumahtangga (KRT), pendidikan KRT, status pekerjaan KRT,
pengeluaran per kapita serta jumlah ART yang tinggal dalam rumah tangga
41
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
41
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
tersebut. Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi
ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak di Indonesia dari
tahun ke tahun adalah daerah tempat tinggal. Faktor terbesar kedua dan ketiga
masing-masing adalah pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT. Sedangkan
faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, jenis kelamin KRT, status pekerjaan
KRT, serta jumlah anggota rumahtangga (ART) hanya mempunyai pengaruh
kecil terhadap akses seorang anak dapat mengakses air minum layak.
Gambar 4.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun, 2016-2018
0,90
1,18
0,27
2018
45,45
23,32
28,81
0,08
1,42
0,22
2017
44,70
0,97
22,89
29,72
0,07
0,90
0,20
2016
45,86
0,53
22,59
29,69
0,23
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Daerah tempat tinggal berkontribusi paling besar terhadap ketimpangan
akses seorang anak terhadap air minum layak selama 3 tahun terakhir. Di tahun
2016, kontribusi faktor daerah tempat tinggal sebesar 45,86 persen.
Sedangkan di tahun-tahun selanjutnya, kontribusi daerah tempat tinggal
berturut-turut sebesar 44,7 persen dan 45,45 persen. Dari hasil pengukuran
dekomposisi yang dihasilkan menunjukkan bahwa seorang anak yang tinggal
di daerah perkotaan mempunyai kesempatan akses terhadap air minum layak
yang lebih besar daripada anak yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini sejalan
dengan data BPS yang menunjukkan proporsi populasi masyarakat perkotaan
yang mempunyai akses terhadap layanan sumber air minum layak di tahun
2015 hingga 2017 berada di angka lebih dari 80 persen. Sebaliknya, proporsi
populasi masyarakat perdesaan dimana yang mempunyai akses terhadap
layanan sumber air minum layak hanya sebesar 60 hingga 62 persen di periode
tahun yang sama (https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/28/1388/
proporsi-populasi-yang-memiliki-akses-terhadap-layanan-sumber-air-minumlayak-dan-berkelanjutan-menurut-daerah-tempat-tinggal-2015---2017.html).
Faktor pengeluaran per kapita berkontribusi terbesar kedua terhadap
ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak. Pada tahun 2016,
kontribusi pengeluaran per kapita sebesar 29,69 persen. Sedangkan di tahun
42
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
42
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
2017 hingga 2018 berturut-turut sebesar 29,72 persen dan 28,81 persen. Dari
data yang ada dapat dikatakan seorang anak yang berasal dari rumah tangga
43
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
43
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
dengan pengeluaran per kapita yang tinggi akan mendapatkan kesempatan
akses air minum layak yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berasal
dari rumah tangga dengan pengeluaran per kapita rendah.
Faktor terbesar ketiga yang mempengaruhi ketimpangan akses seorang
anak terhadap air minum layak di Indonesia adalah pendidikan kepala rumah
tangga. Di tahun 2016, kontribusi faktor ini sebesar 22,59 persen. Sedangkan
di tahun 2017 hingga 2018 berturut-turut sebesar 22,89 persen dan 23,32
persen. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan seorang kepala
rumah tangga maka semakin tinggi pula kesempatan anak di rumah tangga
tersebut untuk dapat mengakses air minum layak.
Dari uraian ketiga faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak
yang tinggal di daerah perkotaan, berasal dari rumah tangga dengan
pengeluaran per kapita tinggi serta mempunyai kepala rumah tangga yang
berpendidikan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk bisa
mengakses air minum layak dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah
perdesaan, berasal dari rumah tangga dengan pengeluaran per kapita rendah
serta mempunyai kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak di
KBI dan KTI
Berbicara mengenai kawasan barat dan timur Indonesia, terdapat
beberapa perbedaan karakteristik mulai dari kondisi geografis, budaya hingga
tingkat pembangunan manusia. Dari data yang dihasilkan BPS, rata-rata
persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak di
KBI cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi yang ada di KTI. Di
tahun 2016 dan 2017, rata-rata persentase rumah tangga yang memiliki akses
Gambar 4.3 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang memiliki Akses Terhadap Air Minum
Layak di Wilayah KBI dan KTI, Tahun 2016-2018
Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2019 (diolah)
44
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
44
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
terhadap air minum layak di wilayah KBI sebesar 70,13 persen dan 70,80
persen. Sedangkan di KTI, nilai rata-rata persentasenya untuk periode waktu
yang sama sebesar 67,39 persen dan 70,24 persen. Kondisi berbeda terjadi di
tahun 2018 dimana rata-rata persentase rumah tangga yang memiliki akses
terhadap air minum layak di KBI sedikit lebih rendah dibandingkan dengan KTI
dengan nilai masing-masing untuk KBI sebesar 72,62 persen dan KTI sebesar
73,28 persen.
Kondisi akses rumah tangga terhadap air minum layak yang berbeda
di kedua kawasan tersebut juga berpengaruh terhadap kemudahan akses air
minum layak bagi anak-anak. Pada Gambar 4.4 tampak bahwa nilai HOI akses
air minum layak untuk anak di KBI lebih tinggi dibandingkan dengan KTI dalam
kurun waktu 2016 hingga 2018. Jika dilihat trennya, nilai HOI untuk KBI selalu
meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari 66,18 pada tahun 2016 menjadi 68,74
persen pada tahun 2018. Demikian juga dengan nilai HOI untuk KTI meningkat
dari 59,85 persen pada tahun 2016 menjadi 66,40 persen.
Gambar 4.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air
Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018
80
70
12,0
10,15
10,0
8,29
8,28
60
50
6,0
30
0
66,40
4,0
68,74
68,62
59,85
10
66,18
20
6,31
6,23
66,23
40
8,0
7,41
2,0
0,0
2016
2018
HOI KBI
2017
HOI KTI
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Apabila dilihat berdasarkan tren ketimpangan kesempatan, pola yang
terjadi di KBI dan KTI hampir sama, keduanya menunjukkan pola kecenderungan
untuk menurun. Berdasarkan penghitungan indeks ketimpangan (indeks D),
ketimpangan kesempatan di KTI lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan
kesempatan di KBI. Pada tahun 2016, ketimpangan kesempatan di KTI sebesar
10,15 persen, kemudian menurun pada tahun 2018 menjadi 8,28 persen.
Demikian juga dengan kondisi di KBI, ketimpangan kesmepatan turun dari 7,41
persen pada tahun 2016 menjadi 6,23 persen pada tahun 2018.
Dari deskripsi di atas dapat dikatakan bahwa nilai HOI atau kesempatan
akses anak terhadap akses air minum layak di KBI lebih tinggi daripada di KTI.
Akan tetapi, nilai kesempatan akses anak terhadap akses air minum layak di
kedua kawasan tersebut mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan
45
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
45
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
setiap tahunnya. Dilihat dari indeks ketimpangan kesempatan yang ada, KBI
lebih rendah dibandingkan di KTI. Dengan kata lain, alokasi kesempatan akses
46
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
46
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
4
air minum layak bagi anak relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI.
Meskipun demikian, indeks ketimpangan kesempatan akses anak terhadap
akses air minum layak di kedua kawasan tersebut cenderung mengalami
penurunan.
Selanjutnya, dari hasil data yang diolah, secara umum faktor-faktor yang
mempengaruhi seorang anak untuk dapat mengakses air minum layak di KBI
dan KTI tidak jauh berbeda. Di KBI, faktor daerah tempat tinggal menjadi faktor
yang paling berpengaruh. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi didominasi
oleh pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT).
Faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumah
tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga dan juga jumlah anggota rumah
tangga hanya mempunyai sedikit pengaruh. Dominasi faktor-faktor tersebut
juga terjadi di KTI, hanya saja proporsinya sedikit berbeda (Gambar
4.5 dan 4.6).
Gambar 4.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun di KBI, 2016-2018
40,60
1,52
0,85
0,28
2018
23,84
32,86
0,05
1,18
0,23
2017
40,26
1,25
23,62
33,34
0,13
0,46
0,16
2016
40,43
0,50
24,31
33,79
0,36
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Kontribusi daerah tempat tinggal terhadap ketimpangan kesempatan
akses air minum layak pada anak dari tahun 2016 hingga tahun 2018 di KBI
relatif stabil sekitar 40 persen. Sementara di KTI, besarnya kontribusi daerah
tempat tinggal berturut-turut dari tahun 2016 hingga tahun 2018 berfluktuasi
dengan kecenderungan meningkat yaitu dari 55,32 persen menjadi 56,03
persen. Kondisi ini mencerminkan seorang anak yang tinggal di daerah
perkotaan mempunyai kesempatan untuk mengakses air minum layak yang
lebih besar dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah perdesaan, baik
anak yang tinggal di KBI maupun KTI. Masih rendahnya kesempatan akses air
minum layak dengan prinsip kesetaraan bagi anak yang tinggal di perdesaan ini
perlu menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan hasil kegiatan Potensi Desa
yang dilaksanakan BPS tahun 2018, baik di wilayah di KBI maupun KTI yang
termasuk daerah perdesaan masih sekitar 90 persen. Dengan kata lain, baik di
KBI maupun KTI masih didominasi daerah perdesaan.
47
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
47
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Faktor yang berpengaruh lainnya selain daerah tempat tinggal adalah
pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Di KBI,
kontribusi faktor pengeluaran per kapita berada di angka 30 persen setiap
tahunnya. Di tahun 2016, pengeluaran per kapita berkontribusi sebesar 33,79
persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pengeluaran
per kapita mengalami penurunan. Nilai kontribusi pada periode tersebut
berturut-turut adalah sebesar 33,34 persen dan 32,86 persen. Berbeda dengan
kondisi di KBI, pengeluaran per kapita di KTI berkontribusi sekitar 19 hingga 22
persen di periode yang sama. Nilai kontribusi faktor pengeluaran per kapita di
tahun 2016 hingga 2018 berturut-turut adalah sebesar 21,88 persen; 22,40
persen dan 19,64 persen.
Gambar 4.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun di KTI, 2016-2018
1,64
2,14
0,18
2018
56,03
20,16
19,64
0,20
2,00
0,14
2017
53,97
0,97
20,20
22,40
0,33
2,28
0,29
2016
55,32
1,26
18,70
21,88
0,28
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Selanjutnya, faktor pendidikan kepala rumah tangga di KBI. Kontribusi
pendidikan kepala rumah tangga di KBI tahun 2016 adalah sebesar 24,31
persen. Kontribusi faktor ini mengalami kenaikan di tahun-tahun selanjutnya.
Kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di tahun 2016 hingga tahun 2018
berturut-turut adalah sebesar 23,62 persen dan 23,84 persen. Kontribusi faktor
pendidikan rumah tangga di KTI lebih rendah daripada di KBI. Nilai kontribusi
faktor tersebut di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar
18,7 persen; 20,20 persen dan 20,16 persen.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak
Salah satu aspek penting dalam kesehatan manusia adalah sanitasi yang
layak. Berdasarkan definisi dari WHO, sanitasi merupakan penyediaan sarana
dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia. Sanitasi juga meliputi
48
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
48
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan sampah dan
pengolahan limbah cair. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan
49
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
49
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarkat. Sanitasi yang buruk akan
berdampak negatif pada kehidupan manusia, mulai dari menurunnya kualitas
hidup masyarakat, sumber air minum yang tercemar, hingga meningkatnya
penyakit menular akibat sanitasi buruk seperti diare, kolera, dsb (Profil
Kesehatan Indonesia, 2018).
Banyak teori dan penelitian yang mengatakan bahwa kesehatan ibu dan
anak salah satunya dipengaruhi oleh kemudahan akses sanitasi layak. Misalnya
saja penelitian yang dilakukan oleh Cheng, Schuster-Wallace, Watt, Newbold
dan Mente (2012) dalam Publikasi Indikator Perumahan dan Kesehatan
Lingkungan (2018) menyimpulkan bahwa sanitasi layak dan air bersih secara
independen mempengaruhi angka kematian ibu dan anak. Hasil penelitian juga
menyebutkan perlunya fokus pada peningkatan strategi kemudahan akses
sanitasi layak dan air bersih untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak.
Dalam beberapa tahun terakhir, cakupan anak yang mempunyai akses
terhadap sanitasi layak terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016, cakupan
nasional mencapai 66,17 persen. Cakupan tersebut mengalami peningkatan
di tahun 2017 dan 2018 dengan nilai masing-masing sebesar 66,21 persen
dan 68,16 persen. Semakin meningkatnya cakupan yang terjadi menyebabkan
tren ketimpangan akses sanitasi layak mengalami penurunan. Di tahun 2016,
ketimpangan yang terjadi sebesar 11,95 persen. Sedangkan di tahun 2017 dan
2018 menurun dengan nilai masing-masing sebesar 11,86 persen dan 10,95
persen. Semakin mengecilnya ketimpangan yang terjadi juga berimbas pada
nilai HOI yang semakin meningkat. Di tahun 2016, nilai HOI secara nasional
untuk kesempatan akses sanitasi layak sebesar 58,26 persen. Sedangkan di
tahun 2017 dan 2018 mengalami sedikit peningkatan dengan nilai HOI masingmasing tahun adalah sebesar 58,36 persen dan 60,69 persen.
Gambar 4.7 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen),
2016-2018
80
75
14,0
11,95
11,86
10,95
70
8,0
68,16
6,0
60,69
66,21
58,36
50
58,26
55
66,17
60
12,0
10,0
65
4,0
2,0
45
40
0,0
2016
2017
C
HOI
2018
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
50
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
50
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Dari nilai HOI yang didapat di tahun 2016 hingga tahun 2018, dapat
dikatakan bahwa sekitar 58 hingga 61 persen kesempatan seorang anak untuk
dapat mengakses sanitasi layak telah dialokasikan sesuai dengan prinsip
51
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
51
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Gambar 4.8 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun, 2016-2018
0,18
2018
2,13
36,77
0,95
28,65
31,08
0,25
2,07
0,35
39,77
2017
0,88
27,24
29,60
0,09
0,19
2016
1,08
1,79
38,27
25,96
32,61
0,11
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
kesetaraan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan ketimpangan yang ada, masih
terdapat lebih dari 10 persen kesempatan seorang anak untuk dapat mengakses
sanitasi layak yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan.
Selanjutnya, ketimpangan akses seorang anak terhadap sanitasi layak
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor
daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, jenis kelamin KRT, pendidikan KRT,
status pekerjaan KRT, pengeluaran per kapita serta jumlah ART yang tinggal
dalam rumah tangga tersebut. Dari hasil penghitungan (Gambar 4.8), faktor
terbesar yang mempengaruhi akses seorang anak terhadap sanitasi layak
adalah faktor daerah tempat tinggal. Setelah itu, faktor besar lainnya adalah
faktor pengeluaran per kapita dan selanjutnya faktor pendidikan kepala
rumah tangga (KRT). Untuk faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak,
jenis kelamin KRT, status pekerjaan KRT dan jumlah ART hanya mempunyai
pengaruh kecil terhadap akses seorang anak dapat mengakses sanitasi layak.
Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak Menurut
Daerah Tempat Tinggal, 2016-2018
Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018 (diolah)
52
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
52
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Daerah tempat tinggal menjadi kontributor terbesar dalam ketimpangan
akses seorang anak terhadap sanitasi layak. Selama tahun 2016-2018, kontribusi
faktor ini mencapai sekitar 36 hingga 38 persen dari total faktor-faktor yang
mempengaruhi. Dari data yang tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak
yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kesempatan yang lebih besar
untuk dapat mengakses sanitasi layak dibandingkan dengan seorang anak yang
tinggal di daerah perdesaan. Hal ini sejalan dengan data persentase rumah
tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak di tahun 2016 hingga
tahun 2018 (Gambar 4.9). Secara umum, lebih dari 80 persen rumah tangga
di daerah perkotaan mempunyai akses ke sanitasi layak. Sedangkan untuk di
daerah perdesaan, hanya sekitar 53 persen hingga 56 persen rumah tangga
yang mempunyai akses ke sanitasi layak.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak di
KBI dan KTI
Terdapat perbedaan karakteristik rumah tangga di Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam hal
kepemilikan akses terhadap sanitasi layak. Berdasarkan Gambar 4.10, rata- rata
persentase rumah tangga di KBI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di KTI. Di tahun 2016, rata-rata
persentase rumah tangga di KBI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
sebesar 70,83 persen. Sedangkan di tahun 2017 dan 2018 rata-rata
persentasenya masing-masing sebesar 70,77 persen dan 71,72 persen.
Berbeda dengan data untuk rumah tangga di KTI. Di tahun 2016, rata-rata
persentase rumah tangga di KTI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
sebesar 61,37 persen. Di tahun 2017, rata-rata persentase tersebut mengalami
penurunan menjadi sebesar 60,51 persen. Selanjutnya, peningkatan rata-rata
persentase rumah tangga di KTI yang memiliki akses
Gambar 4.10 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak
di Wilayah KBI dan KTI, 2016-2018
Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018 (diolah)
53
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
53
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
terhadap sanitasi layak terjadi di tahun 2018 dengan nilai rata-rata sebesar
64,99 persen.
Kondisi rata-rata persentase rumah tangga di KBI dan KTI yang
memiliki akses terhadap sanitasi layak tersebut sejalan dengan ketimpangan
kesempatan dan nilai HOI untuk akses sanitasi layak di KBI dan KTI. Gambar 4.11
memperlihatkan bahwa selama tahun 2016-2018, nilai HOI di KBI lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai HOI di KTI. Sebaliknya, ketimpangan kesempatan
di KBI lebih rendah dibandingkan dengan ketimpangan kesempatan di KTI.
Namun demikian, jika dilihat perkembangannya dalam periode yang sama, nilai
HOI baik di KBI maupun di KTI sama-sama menunjukkan adanya peningkatan,
sedangkan indeks ketimpangan kesempatannya sama-sama menurun.
Dari hasil pengolahan dapat dikatakan bahwa kesempatan seorang anak
di KBI untuk dapat mengakses sanitasi layak yang telah dialokasikan sesuai
dengan prinsip kesetaraan berkisar antara 60 hingga 62 persen selama tahun
2016-2018. Sedangkan kesempatan seorang anak di KTI untuk mendapatkan
akses yang sama besarnya hanya sekitar 50 hingga 55 persen. Pada periode
waktu yang sama, terdapat sekitar 10 hingga 11 persen kesempatan seorang
anak di KBI dan sekitar 13 hingga 15 persen kesempatan seorang anak di KTI
untuk dapat mengakses sanitasi layak yang perlu direalokasi untuk menjamin
prinsip kesetaraan.
Gambar 4.11 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan
Akses
Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018
70
18,0
15,29
16,0
60
13,24
13,31
50
10,0
54,92
8,0
62,43
62,30
20
55,02
10,21
10,22
50,24
30
12,0
10,90
60,69
40
14,0
10
6,0
4,0
2,0
0
0,0
2016
HOI KBI
2017
HOI KTI
Dissemilarity KBI
2018
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Dilihat dari dekomposisi ketimpangan kesempatan, secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak untuk dapat mengakses air
minum layak di KBI dan KTI tidak jauh berbeda. Di KBI, faktor daerah tempat
tinggal menjadi faktor yang paling berpengaruh. Selanjutnya, faktor yang
mempengaruhi didominasi oleh pengeluaran per kapita dan pendidikan
kepala rumah tangga (KRT). Faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak,
54
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
54
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
jenis kelamin kepala rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga
dan juga jumlah anggota rumah tangga hanya mempunyai sedikit pengaruh.
55
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
55
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Dominasi faktor-faktor tersebut juga terjadi di KTI, hanya saja proporsinya
sedikit berbeda.
Daerah tempat tinggal menjadi faktor terbesar yang berkontribusi pada
kesempatan akses seorang anak terhadap sanitasi layak. Di KBI, kontribusi
daerah tempat tinggal di tahun 2016 hingga tahun 2018 berturut-turut sebesar
35,79 persen; 37,29 persen dan 34,15 persen. Sedangkan kontribusi daerah
tempat tinggal di KTI nilainya lebih besar di tiap tahunnya. Dalam periode yang
sama, nilai kontribusi daerah tempat tinggal di KTI sebesar 39,15 persen; 39,36
persen dan 40,03 persen. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa baik di KBI
maupun di KTI, seorang anak yang tinggal di wilayah perkotaan mempunyai
kesempatan akses ke sanitasi layak yang lebih besar daripada anak yang tinggal
di perdesaan.
Masih rendahnya akses sanitasi layak di daerah perdesaan perlu
mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Dari data kegiatan Potensi
Desa yang dilakukan BPS di tahun 2018 didapatkan hasil bahwa sebagian
besar wilayah KBI dan KTI didominasi daerah perdesaan. Perbedaan akses
kesempatan terhadap sanitasi layak juga dipengaruhi oleh topografi wilayah,
lokasi terhadap laut dan letak wilayah terhadap kawasan hutan. Data Potensi
Desa menyebutkan hanya sekitar 71 persen di wilayah KTI yang didominasi
dataran, sisanya berupa lembah dan lereng/puncak. Kondisi tersebut jauh
berbeda dengan wilayah KBI yang mempunyai dataran sebesar 83,18 persen.
Jika dilihat berdasarkan lokasi daerah terhadap laut, KTI lebih banyak didominasi
oleh daerah tepi laut dengan persentase sebesar 27,06 persen. Sedangkan di
KBI, persentase wilayah tepi lautnya hanya sekitar 7,95 persen. Apabila dilihat
dari letak wilayah terhadap kawasan hutan, hanya 59,41 persen wilayah KTI
yang berada di luar hutan. Sedangkan di KBI, persentase wilayah di luar hutan
mencapai 84 persen. Dari data yang ada, bisa dikatakan bahwa kesempatan
akses sanitasi layak di KTI yang masih tinggi juga bisa saja dipengaruhi karena
dominasi kondisi geografisnya yang banyak berada di wilayah lembah/lereng/
puncak, berada di tepi laut dan berada di dalam/tepi hutan.
Gambar 4.12 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun di KBI, 2016-2018
0,17
2018
0,69
1,87
34,15
29,62
33,32
0,18
1,63
0,45
37,29
2017
0,91
27,93
31,69
0,10
0,15
0,98
1,35
35,79
2016
27,17
34,38
0,20
0
10
20
Daerah Tempat Tinggal
56
30
40
Jenis Kelamin Anak
50
60
Jenis Kelamin KRT
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
56
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
4
Jumlah ART
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
57
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
57
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
Gambar 4.13 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia
0-17 Tahun di KTI, 2016-2018
0,21
2018
3,06
40,03
0,66
27,69
27,67
0,67
3,38
0,07
39,36
2017
2,32
27,21
26,92
0,73
2,92
0,26
2016
39,15
1,14
24,68
31,36
0,50
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Faktor lainnya yang berpengaruh selain daerah tempat tinggal adalah
pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Di KBI,
kontribusi faktor pengeluaran per kapita berada di atas angka 27 persen setiap
tahunnya. Di tahun 2016, pengeluaran per kapita berkontribusi sebesar 27,17
persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pengeluaran
per kapita mengalami kenaikan. Nilai kontribusi pada periode tersebut
berturut-turut adalah sebesar 27,93 persen dan 29,62 persen. Kontribusi
pengeluaran per kapita di KTI lebih rendah dibandingkan dengan KBI. Besarnya
kontribusi faktor tersebut di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar
31,36 persen; 26,92 persen dan 27,67 persen.
Selanjutnya, faktor pendidikan kepala rumah tangga di KBI. Kontribusi
pendidikan kepala rumah tangga di KBI tahun 2016 adalah sebesar 34,38
persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pendidikan
kepala rumah tangga di berturut-turut adalah sebesar 31,69 persen dan
33,32 persen. Sedangkan untuk daerah KTI, besarnya kontribusi pendidikan
kepala rumah tangga di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar 31,36
persen; 26,92 persen dan 27,67 persen.
Dari perbandingan kondisi KBI dan KTI diatas, dapat disimpulkan
secara garis besar kesempatan seorang anak untuk dapat mengakses sanitasi
layak tidak jauh berjauh berbeda. Kesempatan anak di KBI terus mengalami
peningkatan, begitu pula di KTI. Hanya saja, laju pertumbuhan kesempatan di
KTI lebih besar dibandingkan dengan KBI. Seorang anak di KBI yang tinggal di
daerah perkotaan, berasal dari rumah tangga yang pengeluaran per kapitanya
tinggi serta mempunyai kepala rumah tangga yang berpendidikan tinggi
mempunyai kesempatan akses sanitasi layak yang lebih besar dibandingkan
dengan anak di KBI yang tinggal di daerah perdesaan, berasal dari rumah
tangga yang pengeluaran per kapitanya rendah serta mempunyai kepala rumah
58
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
58
4
Ketimpangan KesempatanKetimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
PerumahanAnak
yangTerhadap
Sehat Perumahan yang Sehat
4
tangga yang berpendidikan rendah. Kondisi yang sama juga berlaku untuk anak
yang tinggal di KTI.
59
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
59
KETIMPANGAN KESEMPATAN
ANAK TERHADAP AKSES LISTRIK
HOI
5
Sekitar 97 persen kesempatan akses
listrik telah dialokasikan berdasarkan
prinsip kesetaraan pada tahun 2018
Pada tahun 2018, masih terdapat sekitar 1%
Dissemilarity kesempatan akses listrik yang perlu direalokasi
untuk menjamin prinsip kesetaraan
KBI - KTI
Kesempatan akses listrik di KBI
lebih tinggi daripada di KTI
Daerah tempat tinggal merupakan kontributor terbesar erhadap
t ketimpangan kesempatan akses listrik baik secara nasional, di
wilayah KBI, maupun di wilayah KTI.
Pada 2018, daerah tempat tinggal berpengaruh sebesar 51,35 persen
terhadap akses listrik
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP AKSES LISTRIK
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
Listrik merupakan salah satu dari infrastruktur dasar yang penting selain
air bersih dan sanitasi. Keberadaan listrik mampu menggerakkan akses
pelayanan dasar lain seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Bahkan
listrik disebut sebagai penggerak perekonomian dan faktor penentu majunya
suatu negara. Listrik juga memberikan kontribusi dalam penanggulangan
kemiskinan dan pembangunan. Adapun manfaat listrik untuk pembangunan
diantaranya adalah memastikan ketersediaan pangan, menciptakan lapangan
kerja, memperbaiki akses terhadap sanitasi dan air bersih, memperbaiki
akses terhadap layanan kesehatan, memperbaiki kualitas pendidikan, dan
mengurangi kesenjagan antar gender. Menyadari akan pentingnya akses listrik
ini lantas apakah listrik sudah bisa dinikmati seluruh penduduk Indonesia.
Jika dilihat dari data rasio elektrifikasi selama 2010-2018 terlihat
bahwa penduduk yang memiliki akses terhadap listrik terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2018 tercatat ada 98 dari 100 penduduk yang telah
memiliki listrik. Bahkan, pemerintah dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional (RUKN) telah menargetkan pada tahun 2025 seluruh penduduk
memiliki akses kepada listrik. Namun apabila ditinjau sisi wilayah dan distribusi
penduduk, ketimpangan dalam akses listrik masih terjadi. Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa provinsi Papua dan
Nusa Tenggara merupakan provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah saat
ini. Munculnya Ketimpangan akses listrik ini terutama pada kawasan timur
55
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
55
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
Indonesia secara langsung menyebabkan ketimpangan dalam ekonomi dan
akhirnya berdampak pada kemiskinan.
Gambar 5.1 Rasio Elektrifikasi, 2010-2018
Sumber: Kementerian ESDM,Statistik Ketenagalistrikan.
World Bank dalam laporan yang berjudul Indonesia’s Rising Divide
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendorong ketimpangan di
Indonesia adalah ketimpangan kesempatan. Bahkan ketimpangan dalam
ekonomi dipicu dari munculnya ketidakadilan dan ketimpangan dalam
kesempatan yang dimulai di usia dini atau masa anak-anak. Anak belum
memiliki kemampuan untuk merubah kondisi sosial ekonomi karena
bergantung pada orang tuanya. Sehingga faktor seperti pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, dan tempat dimana mereka dilahirkan menjadi faktor
yang menyebabkan ketimpangan ekonomi terjadi di masa depan. Sebagian
besar ketimpangan kesempatan terjadi pada anak yang berasal dari keluarga
miskin. Anak dari keluarga miskin akan memiliki peluang yang kecil untuk dapat
mengakses hal-hal yang memungkinkannya punya kecakapan (skill) yang
dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Akibatnya mereka akan kehilangan
kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang bergaji tinggi di masa depan.
Oleh karena itu, keadilan dan kesetaraan dalam mengakses pelayanan dasar
diperlukan mulai dari usia Anak.
Penduduk usia anak memegang peran penting dalam pembangunan
sumber daya manusia unggul di masa depan. Sesuai dengan hak anak yang
tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasa 28 ayat 2 bahwa setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mengacu pada hak anak
tersebut, kesetaraan akses anak ke layanan dasar idealnya bisa tercapai.
Kesetaraan akses ini diantaranya adalah akses anak ke sumber penerangan
listrik yang sangat membantu mereka mengakses pelayanan dasar lainnya.
Keberadaan listrik bagi anak sangat membantu dalam mendukung proses
belajarnya baik dalam hal akses ke teknologi informasi maupun dalam hal
membantu penerangan baca tulis pada malam hari.
56
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
56
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
Pada Gambar 5.2 tampak bahwa kesempatan akses (HOI) anak terhadap
listrik selama 2016-2018 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada
2018, kesempatan akses anak terhadap listrik (HOI) diestimasi sebesar 97,13
persen, meningkat 1,63 persen dari tahun 2016 yang sebesar
95,56 persen. Nilai HOI tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 95 persen
kesempatan listrik telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan sejak tahun
2016. Peluang akses anak terhadap listrik (Coverage) pada 2018 diestimasi
sebesar 98,14 persen, meningkat 1,10 persen dari tahun 2016 yang sebesar
97,07 persen. Kenaikan HOI sejalan dengan kenaikan pada peluang akses anak
terhadap listrik (Coverage). Hal ini juga diindikasikan oleh menurunnya indeks
ketimpangan kesempatan (Indeks D) listrik sepanjang kurun waktu tersebut.
Indeks ketimpangan kesempatan pada 2016 diestimasi sebesar 1,56 persen,
menurun menjadi 1,03 persen pada 2018. Hasil estimasi ini memperlihatkan
bahwa masih terdapat lebih dari 1 persen kesempatan akses listrik yang
perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. Hasil estimasi juga
menunjukkan alokasi kesempatan anak untuk mendapatkan akses listrik
semakin terdistribusi merata.
97,13
98,14
96,49
97,72
95,56
100
95
97,07
Gambar 5.2 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 20162018
5,0
90
4,5
4,0
85
3,5
80
3,0
75
2,5
70
2,0
65
1,5
1,56
60
1,0
1,25
1,03
55
50
0,5
0,0
2016
2018
2017
C
HOI
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Meningkatnya HOI anak untuk akses listrik selama 2016-2018 tidak
terlepas dari upaya yang dilakukan pemerintah. Program dan kebijakan yang
diluncurkan pemerintah selama tahun RPJMN 2015-2019 ini diantaranya
program megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang digagas
pada Mei 2015, program Indonesia terang yang digagas pada April 2016,
program Instalasi Listrik Gratis untuk nelayan dan rakyat Tidak Mampu, dan
program listrik perdesaan. Proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000
megawatt dilakukan karena pada tahun mendatang diprediksi jumlah konsumsi
listrik akan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah pengakses
57
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
57
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
listrik tersebut. Sementara untuk program Indonesia Terang, Instalasi Gratis,
dan Listrik Perdesaan ditujukan untuk menjangkau penduduk miskin atau
penduduk yang ada di daerah yang sulit dan tertinggal. Program ini juga secara
58
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
58
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
5
langsung menjamin kesetaraan akan akses listrik agar dapat dinikmati oleh
seluruh penduduk Indonesia.
Meski program dan kebijakan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
telah diupayakan, ketimpangan kesempatan masih terjadi. Ketimpangan
kesempatan menunjukkan tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama
dalam hidup. Faktor di luar kontrol manusia seperti dimana ia dilahirkan, di
keluarga mana ia tumbuh, di lingkungan seperti apa, sangat berpengaruh pada
pendidikan, kesehatan, dan layanan publik yang ia peroleh. Semua tergantung
pada masa anak-anak yang akhirnya dapat berdampak besar pada masa depan
mereka. Ada beberapa sumber-sumber yang memengaruhi ketimpangan
kesempatan berdasarkan kondisi yang melekat pada anak terhadap akses
listrik. Namun demikian, kondisi daerah tempat tinggal, pengeluaran perkapita,
dan pendidikan kepala rumahtangga merupakan tiga kontributor terbesar
ketimpangan akses listrik anak di Indonesia.
Gambar 5.3 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun,
2016-2018
51,35
0,18
2018
2,55
0,36
0,31
50,25
0,31
20
30
40
50
5,02
2,64
15,61
0,16
2016
10
25,76
0,07
53,29
2017
0
14,81
24,74
,3
2,85
13,83
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
29,02
70
80
3,57
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Daerah tempat tinggal menjadi sumber ketimpangan utama anak dalam
mengakses listrik. Selama 2016-2018, daerah tempat tinggal berkontribusi
lebih dari 50 persen sebagai penyebab utama akses listrik anak. Meski sempat
meningkat sebesar 53,29 persen pada tahun 2017, namun di tahun berikutnya
kotribusi daerah tempat tinggal terhadap akses listrik menurun menjadi 51,35
persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan fakta bahwa anak-anak di daerah
perkotaan memiliki akses yang lebih mudah ke listrik daripada anak-anak di
daerah perdesaan. Untuk mengurangi sumber ketimpangan kesempatan ini,
pemerintah telah menargetkan pada 2025 seluruh wilayah Indonesia dapat
mengakses listrik. Pembangunan telah difokuskan dari pinggiran dan dana desa
juga telah dikucurkan untuk dapat mendukung pemerataan dan kesetaraan
wilayah. Namun, dampak dari pembangunan ini dapat terlihat pada lima
sampai dengan 10 tahun ke depan.
59
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
59
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
Kontributor ketimpangan kesempatan anak terhadap akses listrik
selanjutnya adalah pengeluaran per kapita. Angka pengeluaran ini bisa
mengindikasikan pendapatan dari keluarga. Bagaimanapun untuk dapat
mengakses listrik diperlukan biaya, mulai dari biaya pemasangan alat hingga
biaya pemakainya. Terlihat jelas bahwa anak yang berada dalam keluarga
mampu atau dengan pengeluaran per kapita lebih besar memiliki akses yang
lebih daripada anak dari keluarga miskin. Pengeluaran perkapita berkontribusi
25,76 persen dari total ketimpangan akses listrik pada tahun 2018. Tren selama
2016-2018 menunjukkan tren menurun untuk sumber ketimpangan ini.
Penurunan ini tidak lepas dari peran pemerintah dalam memberikan program
instalasi gratis untuk nelayan dan penduduk miskin serta subsidi listrik gratis
900 VA yang diterapkan dalam masa RPJMN 2015-2019.
Sumber ketimpangan selanjutnya adalah pendidikan kepala rumah
tangga. Selama 2016-2018 terlihat kecenderungan peningkatan kontribusi
pendidikan KRT terhadap ketimpangan kesempatan akses listrik anak.
Peningkatan cukup signifikan terjadi, pada tahun 2017, dimana pendidikan KRT
berkontribusi sebesar 15,61 persen dari sebelumnya yang sebesar 13,83
persen di 2016. Lalu, pada tahun 2018, kontribusi pendidikan KRT kembali
menurun menjadi 14,81 persen. Kepala rumah tangga yang berpendidikan
rendah akan sulit untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan dalam akses
listrik, baik dalam hal prosedur pengoperasian maupun penggunaan listrik itu
sendiri. Mungkin pemerintah dapat memberikan pendidikan berupa sosialisasi
kepada masyarakat terkait kebijakan dan tata cara prosedur penggunaan
listrik kepada penduduk baik di sosial media maupun forum masyarakat.
Peran aktif dari pemimpin daerah diperlukan untuk dapat mengurangi sumber
ketimpangan ini.
Berdasarkan hasil estimasi HOI dan sumber-sumber ketimpangan akses
listrik pada anak, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kesempatan akses
anak ke sumber penerangan (listrik) sudah baik dengan HOI mendekati angka
100. Namun, masih terdapat ketimpangan kesempatan anak terhadap listrik
sekitar 1 persen. Ketimpangan kesempatan anak terhadap listrik terjadi pada
anak dengan keluarga atau rumah tangga yang pengeluaran (pendapatan)
yang rendah dan pendidikan kepala rumah tangga yang rendah, serta tinggal di
daerah perdesaan.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik di KBI dan KTI
Anak-anak adalah yang paling rentan kehilangan beberapa peluang
dan kesempatan sekalIgus. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sumber
utama ketimpangan anak terhadap listrik adalah daerah tempat tinggal. Hal
ini berhubungan dengan keberadaan fasilitas dan infrastruktur yang memadai
di suatu wilayah atau tempat tinggal anak tersebut. Jika anak-anak tinggal di
60
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
60
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
5
suatu daerah yang ada fasilitas pendidikan dan kesehatan tetapi tidak ada
sumber listrik, maka anak tersebut bisa dikatakan kehilangan satu dari tiga
akses layanan dasar. Inilah yang menyebabkan anak-anak di wilayah pedesaan
dan Indonesia timur seringkali mengalami kekurangan dalam beberapa aspek
kesempatan. Adanya diparitas wilayah pasti menyebabkan ketimpangan
kesempatan anak pada beberapa wilayah di Indonesia.
Selama 2016-2018, kesempatan akses (HOI) anak terhadap listrik
menurut kawasan menunjukkan tren peningkatan baik di kawasan barat
Indonesia (KBI) maupun Kawasan Timur Indonesia (KTI). Namun, KBI memiliki
HOI lebih tinggi daripada KTI. Pada tahun 2018, Nilai HOI di KBI diestimasi
sebesar 99,15 persen dan HOI di KTI diestimasi sebesar 90,77 persen. Hasil
ini menjelaskan bahwa alokasi kesempatan anak pada akses listrik jauh lebih
terdistribusi secara merata di KBI ketimbang di KTI. Dalam arti lain, peluang
anak untuk mengakses listrik di KBI jauh lebih baik dibandingkan di KTI. Fakta
ini sejalan dengan nilai rasio elektrifikasi yang masih rendah pada wilayah
timur Indonesia, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Gambar 5.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses
Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018
4,71
80
4,5
4,0
3,5
2,95
90,77
85,54
88,43
85
3,69
99,15
90
5,0
99,06
95
98,72
100
75
3,0
2,5
70
2,0
65
1,5
60
55
0,43
0,31
0,34
2016
2018
2017
1,0
0,5
0,0
50
HOI KBI
HOI KTI
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Sejalan dengan peningkatan nilai HOI, indeks ketimpangan kesempatan
(Indeks D) listrik anak terlihat mengalami penurunan. Penurunan tajam
terjadi pada kawasan timur, dimana pada tahun 2016 nilai indeks D sebesar
4,71 persen turun signifikan menjadi 2,95 persen di tahun 2018. Penurunan
yang tajam ini menunjukkan terjadinya penurunan ketimpangan kesempatan
anak dalam akses listrik di kawasan timur. Hal ini tentu tidak lepas dari peran
pemerintah dalam menjalankan program listrik perdesaan dan subsidi listrik
900VA untuk penduduk tidak mampu. Apabila penurunan ini konsisten terjadi
setiap tahunnya, maka dapat diprediksi 5 tahun mendatang kesetaraan akses
listrik anak dapat tercapai.
61
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
61
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
Apabila dilihat dari sumber ketimpangan kesempatan, terlihat pola yang
sama antar kedua kawasan, yaitu kontributor terbesar sumber ketimpangan
62
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
62
5
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
kesempatan adalah daerah tempat tinggal, pengeluaran per kapita, dan
pendidikan kepala rumah tangga. Sekali lagi temuan ini mengindikasikan
seorang anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih
baik untuk bisa mengakases listrik ketimbang anak yang berada di wilayah
perdesaan. Begitu juga seorang anak dari orang tua berpendapatan dan
berpendidikan lebih tinggi akan memiliki peluang akses lebih baik ketimbang
anak yang berasal dari orang tua dengan pendapatan dan pendidikan lebih
rendah.
Daerah tempat tinggal tetap menjadi kontributor nomor satu terjadinya
ketimpangan kesempatan listrik anak di Indonesia, baik di KBI maupun KTI.
Namun, dilihat dari tren selama 2016-2018 terlihat bahwa kontribusi daerah
tempat tinggal terhadap total ketimpangan di KBI menunjukkan tren cederung
menurun, sedangkan di KTI trennya cenderung meningkat. Hasil estimasi ini
mengindikasikan bahwa kesempatan anak atas fasilitas listrik di KBI telah
dialokasikan dengan baik berdasarkan prinsip kesetaraan. Sementara untuk KTI
masih perlu direalokasikan dan didukung dalam hal pemerataan fasilitas dan
infrastruktur pendukung listrik baik di daerah perkotaan maupun perdesaan.
Gambar 5.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun
di KBI, 2016-2018
48,22
0,07
2018
1,39
0, 25
0, 04
53,39
0,04
10
20
30
2,40
40
50
3,41
15,13
0,14
2016
0
27,46
0,25
52,1 4
2017
7,24
15,36
26,64
2,00
3,95
15,18
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
25,29
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Kemudian kontributor dominan kedua adalah pengeluaran per kapita.
Ketimpangan dalam hal ekonomi masih terjadi antar KBI dan KTI. Dilihat
dari tren 2016-2018 terlihat bahwa di KBI terjadi peningkatan kontribusi
pengeluaran per kapita terhadap total ketimpangan kesempatan akses listrik
anak. Di KBI, semakin besar pendapatan orang tua anak maka semakin besar
kesempatan memperoleh listrik. Artinya ada kemungkinan anak dari keluarga
miskin tidak mendapat kesempatan akses listrik. Akan tetapi, fenomena
sebaliknya justru terlihat di KTI, dimana tren kontribusi pengeluaran per kapita
menujukkan kecenderungan penurunan. Hal ini mengindikasikan adanya
perbaikan dalam ketimpangan pendapatan di KTI yang dapat disebabkan oleh
bantuan dan program perlindungan sosial pemerintah atau adanya peningkatan
pembangunan dalam kawasan tersebut. Perlu kajian lebih lanjut untuk
63
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
63
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap
Ketimpangan
Akses Listrik
Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik
5
5
Gambar 5.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun
di KTI, 2016-2018
44,73
0,71
2018
3,78
0,50
3,72
40,73
0,65
2016
10
20
30
0,66
22,11
0,51
0
27,78
0,45
44,85
2017
1,70
20,80
27,68
0,95
3,47
0,50
18,81
40
50
34,89
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
mengetahui penyebab peningkatan maupun penurunan kontribusi dari
sumber ketimpangan kesempatan listrik anak ini.
Kontribusi dominan sumber ketimpangan kesempatan yang lainnya
adalah pendidikan KRT. Baik di KBI maupun KTI memperlihatkan pola dan
tren yang sama, yaitu terjadi kecenderungan peningkatan kontribusi, namun
persentasenya lebih tinggi di KTI. Meskipun KBI memperlihatkan estimasi
kontribusi yang tidak berbeda jauh setiap tahunnya dibandingkan KTI,
pendidikan KRT yang tinggi tetap menjadi salah satu faktor agar seorang
anak memiliki kesempatan yang baik untuk mengakses berbagai pelayanan
dasar. Lalu, sumber ketimpangan lainnya seperti jumlah anggota keluarga
dan jenis kelamin kecil pengaruhnya menyebabkan seorang anak kehilangan
kesempatan untuk mengakses listrik.
Secara umum, kesempatan akses anak ke sumber penerangan (listrik)
baik KBI maupun KTI sudah baik dengan HOI diatas angka 90 persen dan indeks
ketimpangan yang menurun cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir. Akan
tetapi, ketimpangan kesempatan anak dalam akses listrik masih banyak terjadi
pada anak yang tinggal di KTI. Bahkan tidak hanya kesempatan akses listrik,
anak-anak di KTI apalagi di perdesaannya palIng rentan kehIlangan beberapa
peluang dan kesempatan sekaligus.
64
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
64
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP
AKSES TEKNOLOGI DAN INFORMASI
6
Pada tahun 2018, sekitar18% kesempatan
penggunaan akses PC/Laptop/Komputer
telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan
Internet
Pada tahun 2018, sekitar 29% kesempatan
terhadap akses Internet
telah dialokasikan dengan
prinsip kesetaraan
Ketimpangan kesempatan penggunaan
akses PC/Laptop/Komputer lebih
besar
daripada akses internet
Akses penggunaan PC/Laptop/Komputer dan
akses Internet sangat dipengaruhi
oleh faktor pengeluaran
per kapita
Gap ketimpangan kesempatan terhadap akses teknologi informasi antara
KBI dan KTI masih cukup lebar
dibandingkan dimensi lainnya
INTERNET
PC/KOMPUTER/
LAPTOP
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK
TERHADAP AKSES TEKNOLOGI DAN
INFORMASI
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/
Laptop/Komputer
Permasalahan ketimpangan kesempatan akses teknologi dan
informasi bagi anak muncul akibat adanya pemahaman bahwa pengunaan
dan pemanfaatan teknologi sangat penting bagi generasi muda dalam
menghadapai persaingan global. Oleh karena itu setiap anak seharusnya
memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses teknologi dan informasi.
Ketimpangan penggunaan teknologi dan informasi dalam hal ini penggunaan
komputer pada anak merupakan permasalahan yang kompleks. Banyak hal
yang dapat menyebabkan perbedaan penggunaan komputer oleh seseorang,
namun ketimpangan yang dimaksud disini adalah kesempatan akses untuk
menggunakan komputer yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang tanpa
membedakan-bedakan jenis kelamin, daerah tempat tinggal maupun
karakteristik demografi lainnya.
Menurut hasil studi yang dilakukan Sutton (1991) mengenai pengunaan
komputer di sekolah, menyebutkan bahwa terlihat kesenjangan dalam hal
akses, tipe penggunaan dan kompetensi komputer oleh siswa. Hasil penelitian
selama 10 tahun yang dilakukan oleh Sutton (1991) tersebut menyebutkan
beberapa penyebab ketimpangan dapat di identifikasi seperti jenis kelamin,
ras dan kelas sosial dari siswa.
65
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
65
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
6
Di Indonesia ketimpangan kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/
komputer pada anak usia 5-17 tahun diperlihatkan pada gambar 6.1. Gambar
6.1 menyajikan hasil estimasi tren coverage, HOI, dan indeks Ketimpangan
Kesempatan Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer (Anak 5-17 Tahun)
sepanjang 2016-2018 secara nasional. Pada kelompok anak usia 5-17 tahun
terlihat rata-rata peluang akses (coverage) penggunaan PC/Laptop/Komputer
sepanjang 2016-2018 lebih dari 19 persen, dan peluang tersebut cenderung
meningkat dari dari 19,80 persen pada tahun 2016 menjadi 22,82 persen pada
tahun 2018.
Gambar 6.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses/Penggunaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 517
Tahun (Persen), 2016-2018
30
28,35
30,0
22,33
22,99
19,8
9
20
22,8
2
23,6
6
25
40,0
35,0
17,7
2
14,2
5
10
20,0
18,2
2
15
25,0
15,0
10,0
5
5,0
0
0,0
2016
2017
C
HOI
2018
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Pola yang sama juga diperlihatkan oleh nilai HOI yang cenderung
meningkat selama kurun waktu tersebut. Pada tahun 2016 nilai HOI tercatat
sebesar 14,25 persen meningkat menjadi 17,72 persen pada tahun 2018. Hasil
ini menandakan masih rendahnya kesempatan Akses/Penggunaan PC/Laptop/
Komputer pada Anak 5-17 Tahun. Baru sekitar 17 persen kesempatan akses/
penggunaan PC/laptop/komputer yang telah dialokasikan dengan prinsip
kesetaraan pada tahun 2018.
Sementara itu, selama tahun 2016-2018 tren nilai indeks ketimpangan
kesempatan akses/penggunaan PC/Laptop/Komputer pada anak usia 5-17
tahun secara nasional menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 nilai
indeks ketimpangan kesempatan akses/penggunaan PC/Laptop/Komputer
pada anak usia 5-17 tahun tercatat sebesar 28,35 persen dan nilainya terus
mengalami penurunan hingga menjadi 22,33 persen pada tahun 2018. Hal
ini memandakan semakin membaiknya kesempatan akses/penggunaan PC/
Laptop/Komputer pada anak usia 5-17 tahun dalam kurun waktu tersebut.
Masih terdapat sekitar 22 persen kesempatan akses/penggunaan PC/laptop/
komputer yang perlu dialokasikan untuk menjamin prinsip kesetaraan.
66
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
66
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Untuk melihat faktor apa yang berkontribusi terhadap ketimpangan
kesempatan anak usia 5-17 tahun terhadap akses/penggunaan pc/laptop/
67
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
67
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Gambar 6.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 2016-2018
1,73
2018
1,11
26,96
3,26
21,90
44,74
0,…
2,18
3,62
1,01
27,31
2017
20,80
44,71
0,37
2,37
2016
0,76
30,97
2,53
20,18
43,00
0,18
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
komputer, dapat dilihat pada gambar 6.2. Pada Gambar 6.2 terlihat bahwa
pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perdesaan-perkotaan) dan
pendidikan kepala rumah tangga merupakan kontributor terbesar ketimpangan
kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17
tahun di Indonesia sepanjang tahun 2016-2018. Pada tahun 2018 kontribusi
pengeluaran per kapita adalah sebesar 44,74 persen, diikuti oleh daerah
tempat tinggal (perdesaan-perkotaan) sebesar 26,96 persen, dan pendidikan
kepala rumah tangga sebesar 21,90 persen. Sementara kondisi karakteristik
lainnya seperti Jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan krt dan jenis
kelamin krt hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 3,26 persen, 1,73
persen, 1,11 persen, dan 0,30 persen.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/
Laptop/Komputer di KBI dan KTI
Gambar 6.3 menyajikan coverage, HOI dan indeks ketimpangan
kesempatan (indeks D) akses/penggunaan pc/laptop/komputer pada anak
usia 5-17 tahun untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) pada kurun waktu 2016 - 2018. Secara umum hasil estimasi
memperlihatkan tren HOI kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer
pada anak usia 5-17 tahun untuk wilayah KTI selalu mengalami peningkatan
sedangkan untuk wilayah KBI cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2016
nilai HOI untuk untuk wilayah KTI sebesar 8,60 persen dan nilainya semakin
meningkat pada tahun 2018 menjadi 11,45 persen. Walapun demikian nilai HOI
untuk wilayah KBI selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai HOI untuk
wilayah KTI. Tercatat pada tahun 2018 nilai HOI untuk KBI adalah sebesar
68
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
68
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
19,66 persen.
69
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
69
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Gambar 6.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/
Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan
(Persen), 2016-2018
20
45,0
38,35
18
40,0
16
33,10
35,0
30,32
14
30,0
25,80
20,47
10
20,0
11,03
20,45
8,60
6
4
2
19,66
16,01
8
25,0
20,18
11,45
12
15,0
10,0
5,0
0,0
0
2016
2017
HOI KBI
HOI KTI
2018
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Jika dilihat indeks ketimpangan kesempatannya, wilayah KTI selalu
lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah KBI pada kurun waktu tersebut.
Hasil ini mengindikasikan bahwa kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/
komputer pada anak usia 5-17 tahun lebih terdistribusi secara merata di
wilayah KBI.
Dalam arti lain, kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/
komputer pada anak usia 5-17 tahun di provinsi wilayah KBI relatif lebih baik
dibandingkan di wilayah KTI. Informasi positif yang dapat dilihat adalah indeks
ketimpangan kesempatan di kedua wilayah menunjukkan penurunan.
Sebagaimana pola nasional, kontributor terbesar ketimpangan
kesempatan akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer pada Anak usia 5-17
Tahun di wilayah KBI adalah pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal
(perkotaan-perdesaaan) dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018, kontribusi
pengeluaran per kapita adalah sebesar 48,73 persen, diikuti oleh daerah tempat
tinggal (perkotaan-perdesaaan) sebesar 23,07 persen dan pendidikan KRT
Gambar 6.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 2016-2018
1,61
2018
2,38
0,93
23,07
22,76
48,73
0,51
2,38
2017
3,36
0,86
22,42
21,49
48,82
0,65
2,51
0,48
27,44
2016
2,18
20,82
46,36
0,22
0
10
20
Daerah Tempat Tinggal
70
30
40
Jenis Kelamin Anak
50
60
Jenis Kelamin KRT
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
70
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
6
Jumlah ART
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
71
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
71
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
sebesar 22,76 persen. Sementara kondisi lainnya seperti Jumlah ART, Jenis
Kelamin Anak, Status Pekerjaan KRT dan Jenis Kelamin KRT hanya berkontribusi
berturut-turut sebesar 2,38 persen, 1,61 persen, 0,93 persen dan 0,51 persen
(Gambar 6.4).
Seperti halnya pada wilayah KBI, pada Gambar 6.5 memperlihatkan pola
yang serupa dimana kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses/
penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun di wilayah KTI
adalah pegeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan)
dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018, tercatat kontribusi pengeluaran per
kapita adalah sebesar 37,81 persen, daerah tempat tinggal sebesar 31,32
persen dan pendidikan krt sebesar 23,42 persen. Sementara itu, kontribusi
kondisi lainnya seperti Jumlah ART, Jenis Kelamin Anak, Status Pekerjaan KRT
dan Jenis Kelamin KRT hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 2,91 persen,
2,49 persen, 1,88 persen dan 0,17 persen.
Gambar 6.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop
Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 2016-2018
2,49
2018
2,91
1,88
31,32
23,42
37,81
0,17
2,08
2017
1,76
1,72
33,68
22,06
38,59
0,12
2,51
2016
1,64
1,81
34,66
20,67
38,41
0,29
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Banyak hal yang dapat menyebabkan perbedaan kesempatan akses/
penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun antara wilayah KBI
dan KTI. Disparitas pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
tersebut dikenal dengan istilah “Digital Divide”. Digital divide menurut
Wikipedia dapat terjadi antar daerah tempat tinggal, rumah tangga bahkan
sesama individu. Digital divide disebabkan oleh kesenjangan sosial dan
ekonomi sehingga menyebabkan perbedaan pola penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet
72
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
72
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manusia.
Dengan menggunakan internet setiap penduduk dapat saling berhubungan
kemana dan di manapun di dunia. Internet juga memungkinkan kita untuk
73
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
73
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
6
saling berbagi dan mendapatkan informasi hanya dalam hitungan menit
bahkan detik. Dengan internet, sekat-sekat jarak dan waktu yang dulu menjadi
kendala sekarang sudah mulai pudar. Dengan ketersediaan internet, seorang
anak akan dapat dengan mudah mengakses informasi dan ilmu pengetahuan.
Hanya dengan sekali “klik” segala informasi yang dibutuhkan sudah tersaji di
depan mata. Hal ini menyebabkan ketersediaan akses internet menjadi sangat
penting bagi seorang anak, oleh karena itu seharusnya setiap anak memiliki
kesempatan yang sama untuk mengakses internet.
Gambar 6.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index
(D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun (Persen), 20162018
35
23,46
25,00
19,14
30
16,18
20,00
25
15,00
28,98
34,58
24,31
30,07
18,43
15
24,08
20
10,00
10
5,00
5
0
0,00
2016
2018
2017
C
HOI
D
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Gambar 6.6 memperlihatkan tren ketimpangan kesempatan anak
usia 5-17 tahun terhadap akses internet sepanjang tahun 2016-2018 secara
nasional. Coverage dan HOI akses internet konsisten mengalami peningkatan
dalam kurun waktu 2016-2018. Pada 2016 terlihat coverage dan HOI berturutturut sebesar 24,08 persen dan 18,43 persen, meningkat pada tahun 2018
menjadi 34,58 persen dan 28,98 persen. Kenaikan HOI seiring dengan kenaikan
coverage diindikasikan oleh menurunnya indeks ketimpangan kesempatan
(Indeks D) akses internet sepanjang kurun waktu tersebut. Hasil estimasi indeks
ketimpangan (indeks D) kesempatan akses internet pada 2016 terlihat sebesar
23,46 persen, menurun menjadi 16,18 persen pada 2018. Semakin
menurunnya indeks D ini menunjukkan bahwa kesempatan anak (usia 5-17
tahun) untuk mendapatkan akses internet semakin baik. Walaupun demikian,
estimasi HOI terhadap akses internet sebesar 28,98 persen pada 2018
menjelaskan bahwa hanya sebanyak 28,98 persen kesempatan anak atas akses
internet di Indonesia yang telah dialokasikan berdasarkan prinsip kesetaraan.
Sebaliknya, nilai indeks ketimpangan sebesar 16,18 persen pada tahun 2018
menunjukkan bahwa sebanyak 16,18 persen kesempatan anak atas akses
internet perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan.
74
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
74
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Secara nasional, terjadi ketimpangan antara kesempatan akses/
penggunaan pc/laptop/komputer (pada anak) dengan kesempatan akses
internet (pada anak), terlihat dari nilai HOI pada kurun waktu 2016-2018 yang
75
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
75
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
menunjukkan bahwa nilai HOI untuk kesempatan akses internet lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nilai HOI kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/
komputer pada kurun waktu tersebut. Dengan kata lain internet lebih mudah di
akses jika dibandingkan dengan mengakses komputer. Padahal beberapa tahun
yang lalu mengakses internet identik dengan menggunakan komputer namun
seiring dengan perkembangan teknologi informasi khususnya telepon seluler,
mengakses internet sudah dapat dilakukan melalui piranti telekomunikasi
nirkabel tersebut. Hal ini terjadi karena semakin terjangkaunya harga telepon
seluler jika dibandingkan dengan harga komputer, sehingga wajar jika lebih
banyak orang yang menggunakan telepon seluler daripada menggunakan
komputer untuk mengakses internet. Dari hasil survei penetrasi & profil
perilaku pengguna internet Indonesia yang diselenggarakan oleh Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018 menyebutkan
bahwa 93 persen responden mengakses internet melalui handphone setiap
hari dan bahkan ada sebanyak 68,9 persen responden yang mengakses internet
tidak pernah menggunakan komputer desktop. Lebih jauh lagi, Akiyoshi dan
Ono (2008) bahkan menyarankan penggunaan mobile phone untuk mengakses
internet sebagai solusi untuk mengurangi digital divide, dikarenakan harganya
yang lebih murah jika dibandingkan dengan komputer.
Lalu apa penyebab ketimpangan kesempatan atas akses internet pada
anak (usia 5-17 tahun) secara nasional? Pada gambar 6.7 terlihat bahwa faktorfaktor yang berkontribusi terbesar terhadap ketimpangan kesempatan akses
internet pada anak usia 5-17 tahun adalah pengeluaran per kapita, daerah
tempat tinggal (perkotaan-perdesaan), dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018
tercatat kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 47,15 persen, diikuti
oleh daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) sebesar 28,69 persen,
dan pendidikan KRT sebesar 13,87 persen. Sementara kondisi lainnya seperti
jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan KRT, dan jenis kelamin hanya
berkontribusi berturut-turut sebesar 4,18 persen, 2,61 persen, 1,62 persen,
dan 0,95 persen.
Gambar 6.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17
Tahun, 2016-2018
2,91
2018
4,60
1,52
28,69
13,87
47,15
1,26
2,61
2017
1,62
29,46
4,18
15,26
45,93
0,95
3,18
2016
1,09
33,96
3,21
15,09
42,56
0,91
0
10
20
Daerah Tempat Tinggal
76
30
40
Jenis Kelamin Anak
50
60
Jenis Kelamin KRT
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
76
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
6
Jumlah ART
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
77
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
77
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet di KBI dan
KTI
Perkembangan HOI dan indeks ketimpangan kesempatan akses internet
anak (usia 5-17 tahun) di wilayah KBI dan KTI sepanjang tahun 2016-2018
disajikan pada Gambar 6.8. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa tren
HOI terhadap akses internet anak di kedua kawasan (KBI dan KTI) meningkat,
dengan kondisi wilayah KBI memiliki nilai HOI yang lebih tinggi dibandingkan
wilayah KTI. Pada tahun 2018 nilai HOI akses internet anak di wilayah KBI
adalah mencapai 31,80 persen, sementara di wilayah KTI hanya sebesar 19,87
persen. Selanjutnya, bila dilihat indeks ketimpangan di antara kedua wilayah
(KBI dan KTI) pada kurun waktu 2016-2018 mengalami penurunan setiap
tahunnya. Indeks ketimpangan akses internet anak di wilayah KTI terlihat jauh
lebih besar dibandingkan wilayah KBI. Pada tahun 2018, indeks ketimpangan
akses internet anak di wilayah KTI adalah sebesar 23,55 persen, sedangkan di
wilayah KBI adalah sebesar 14,08 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa alokasi
kesempatan atau akses terhadap internet anak lebih terdistribusi secara
merata di wilayah KBI ketimbang wilayah KTI. Namun, jika diamati lebih lanjut,
ada penurunan gap ketimpangan kesempatan pada kedua wilayah tersebut.
Gambar 6.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan
Akses
Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018
32,72
35
35,0
27,47
30
20,96
20
14,08
0
19,87
16,16
11,55
26,84
15,0
20,59
5
25,0
20,0
16,88
15
10
30,0
23,55
31,80
25
10,0
5,0
0,0
2016
2018
HOI KBI
2017
HOI KTI
Dissemilarity KBI
Dissemilarity KTI
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Secara umum, antara wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan
wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam hal kesempatan akses teknologi
informasi (intenet dan komputer) bagi anak masih mengalami ketimpangan. Hal
ini terjadi salah satunya penyebabnya adalah adanya kesenjangan infrastruktur
antara wilayah KBI dan KTI, dan infrastruktur yang dimaksud disini adalah
infrastruktur yang mendukung teknologi informasi misalnya ketersediaan Base
Transceiver Station (BTS). Walaupun demikian, ketersediaan infrastruktur yang
78
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
78
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
mendukung tidak menjamin terbukanya kesempatan dalam hal mengakses
teknologi informasi hal ini disebabkan masih adanya faktor lain seperti bagi
sebagian masyarakat merasa tingginya biaya yang harus dikeluarkan agar dapat
79
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
79
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
mengakses teknologi informasi misalnya seperti untuk membeli komputer atau
HP serta untuk biaya langganan internet. Disinilah peran pemerintah
diperlukan yaitu memperpendek atau bahkan menghilangkan kesenjangan
yang terjadi. Bila kesenjangan infrstruktur yang terjadi, maka perlu di bangun
infrastruktur yang mendukung teknologi informasi. Hal lainnya yaitu dengan
menyediakan akses internet secara gratis bagi masyrakat sampai dengan
wilayah terpencil sehingga akses menjadi lebih terbuka bagi semua orang.
Dalam hal kesempatan akses internet anak (usia 5-17 tahun) di wilayah
KBI, pengeluaran per kapita merupakan kontributor terbesar ketimpangan
kesempatan akses internet di wilayah KBI. Hasil estimasi pada tahun 2018
menunjukkan bahwa kontribusi pengeluaran per kapita terhadap total
ketimpangan adalah sebesar 52,00 persen. Selanjutnya, kontributor terbesar
lainnya yaitu daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) berkontribusi
sebesar 24,07 persen dan pendidikan kepala rumah tangga berkontribusi
sebesar 13,86 persen. Sementara itu, faktor-faktor lainnya, seperti jumlah art,
jenis kelamin anak, jenis kelamin krt, status pekerjaan krt hanya menyumbang
secara keseluruhan sebesar 10,06 persen (Gambar 6.9).
Gambar 6.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17
Tahun di KBI, 2016-2018
3,03
2018
1,32
24,07
4,11
13,86
52,00
1,60
2,77
2017
1,40
24,59
3,87
15,15
50,89
1,33
0,79
3,24
30,47
2016
2,70
15,37
46,23
1,19
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
Seperti halnya di wilayah KBI, pengeluaran per kapita, daerah tempat
tinggal (perkotaan-perdesaan) dan pendidikan KRT, merupakan kontributor
terbesar ketimpangan kesempatan akses internet di wilayah KTI sepanjang
tahun 2016-2018. Pada tahun 2018 kontribusi pengeluaran per kapita adalah
sebesar 43,05 persen, diikuti oleh daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan)
sebesar 31,18 persen, dan pendidikan KRT sebesar 16,11 persen. Sementara
kondisi lainnya seperti jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan KRT,
dan jenis kelamin KRT hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 3,20 persen,
3,14 persen, 2,20 persen, dan 1,12 persen.
80
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
80
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Dari hasil penghitungan dekomposisi Shapley dilihat secara nasional
maupun wilayah KBI dan KTI menunjukkan bahwa kesempatan anak
(usia 5-17 tahun) untuk mengakses internet sangat dipengaruhi faktor
81
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
81
6
Ketimpangan Kesempatan
Ketimpangan
Anak Terhadap
Kesempatan
Akses
AnakTeknologi
TerhadapdanAkses
Informasi
Teknologi dan Informasi
6
Gambar 6.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17
Tahun di KTI, 2016-2018
3,14
2018
3,20
2,20
31,18
16,11
43,05
1,12
2,56
2017
2,48
33,77
2,66
17,47
40,51
0,55
2,08
3,65
35,64
2016
2,43
16,20
39,49
0,52
0
10
20
30
40
50
60
Daerah Tempat Tinggal
Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin KRT
Status Pekerjaan KRT
Pengeluaran Per Kapita
Jumlah ART
70
80
90
100
Pendidikan KRT
Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah)
pengeluaran per kapita yang artinya bahwa anak yang berasal dari rumah
tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih besar memiliki peluang
lebih baik dalam kesempatan mengakses internet jika dibandingkan dengan
anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita
lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin sangat rentan
untuk tidak dapat mengakses internet dan bahwa aksesibiltas terhadap
internet memerlukan biaya yang tentu saja dianggap besar bagi rumah tangga
miskin.
Hasil diatas menunjukan bahwa pengeluaran per kapita berperan
besar terhadap kesempatan akses internet pada anak. Peluang anak untuk
mendapatkan akses intetnet akan lebih besar manakala pengeluaran per kapita
lebih tinggi. Begitu juga dengan daerah tempat tinggal (perkotaan- perdesaan)
anak-anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih besar
untuk dapat mengakses internet ketimbang anak yang tinggal di wilayah
perdesaan. Selain kedua faktor tersebut, pendidikan KRT juga berperan besar
terhadap kesempatan akses internet. Dalam hal ini, anak yang berasal dari
rumah tangga dengan pendidikan KRT lebih tinggi memiliki kesempatan akses
internet lebih baik ketimbang anak yang berasal dari rumah tangga yang
pendidikan KRT nya lebih rendah.
82
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
82
PENUTUP
7
KESIMPULAN
&
REKOMENDASI
kredit:
gambar vector: Freepik dari www.freepik.com
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan
dasar di Indonesia menggunakan data bersumber dari Susenas 2016 sampai
dengan 2018. Tujuan analisis untuk mengetahui perkembangan ketimpangan
kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar di Indonesia selama
tahun 2016-2018. Pelayanan kebutuhan dasar yang dianalisis meliputi
pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA), air layak, sanitasi
layak, dan listrik. Disamping kelima kebutuhan dasar tersebut, dianalisis
juga akses anak terhadap teknologi dan informasi seperti penggunaan pc/
laptop/computer dan internet. Analisis menggunakan tiga pengukuran, yaitu
tingkat akses (coverage), tingkat kesempatan (human opportunity index) dan
indeks ketimpangan kesempatan (dissimilarity index), yang mengacu pada
konsep yang digunakan oleh Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan
kesempatan anak di berbagai negara. Untuk mengukur kontribusi dari setiap
variabel kondisi terhadap total ketimpangan kesempatan digunakan metode
dekomposisi shapley. Setelah dilakukan pengolahan data, hasil analisis
ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar dapat
diambil beberapa poin seperti berikut ini;
Berdasarkan hasil estimasi, rata-rata peluang akses (coverage) dan
tingkat kesempatan (HOI) baik pada pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun
pendidikan menengah (SMA/sederajat) selama tahun 2016-2018 cenderung
mengalami peningkatan. Sejalan dengan ini, indeks ketimpangan kesempatan
(dissimilarity index) pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah
mengalami penurunan. Fakta ini menjelaskan bahwa tingkat akses anak usia
sekolah di Indonesia terhadap pendidikan dasar dan pendidikan menengah
semakin membaik dan terdistribusi semakin merata. Namun dari hasil
77
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
77
7
Penutup
Penutup
7
pengukuran, rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan dasar lebih tinggi
dibandingkan rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan menengah.
Sebaliknya indeks ketimpangan kesempatan akses pendidikan dasar lebih
rendah dibandingkan pada pendidikan menengah. Pada tahun 2018, rata-rata
tingkat akses dan HOI pada pendidikan dasar masing-masing mencapai 97,96
persen dan 97,45 persen, sementara rata-rata tingkat akses dan HOI pada
pendidikan menengah masing-masing hanya mencapai 71,99 persen dan 67,89
persen. Di sisi lain indeks ketimpangan kesempatan akses pendidikan dasar
pada tahun 2018 hanya 0,52 persen, sedangkan pada pendidikan menengah
masih sebesar 5,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan
dasar lebih merata ketimbang pada pendidikan menengah. Dengan kata lain,
masih diperlukan sebesar 5,70 persen kesempatan atas akses pendidikan
menengah yang direalokasikan untuk menjamin prindip kesetaraan.
Jika dilihat menurut kawasan di Indonesia, HOI terhadap pendidikan
dasar di Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih tinggi daripada di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua
kawasan selama tahun 2016-2018. Indeks ketimpangan KBI lebih rendah
dibandingkan di KTI, namun keduanya cenderung mengalami penurunan setiap
tahunnya. Hal ini menunjukkan alokasi kesempatan pendidikan dasar relatif
lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak
usia 7-15 tahun untuk menempuh pendidikan dasar di KBI relatif lebih baik
dibandingkan di KTI. Berbeda dengan pendidikan dasar, HOI terhadap
pendidikan menengah di KBI sedikit lebih rendah daripada di KTI hanya (selisih
sekitar 1 persen) dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua
kawasan,. Indeks ketimpangan di KBI cenderung mengalami penurunan setiap
tahunnya, sedangkan di KTI relative stabil. Secara umum dapat dikatakan
bahwa distribusi dan kesempatan akses pendidikan menengah relatif
hampir sama antara KBI dan KTI (gap tidak terlalu besar). Gap antara indeks
ketimpangan kesempatan di KBI dan KTI pada pendidikan menengah relatif
lebih kecil dibandingkan dengan gap indeks ketimpangan kesempatan pada
pendidikan dasar.
Hasil dekomposisi Shapley memperlihatkan bahwa secara umum
pendidikan kepala rumah tangga, pengeluaran per kapita, dan daerah
tempat tinggal merupakan faktor yang berkontribusi dominan mempengaruhi
ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan pendidikan menengah di
Indonesia selama tahun 2016-2018. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan
anak untuk mengakses pendidikan akan lebih besar jika kepala rumah
tangga (KRT)-nya berpendidikan lebih tinggi. Begitu juga dengan anak yang
pengeluaran per kapita rumah tangga(RT)-nya lebih tinggi, akan memiliki
akses pendidikan lebih baik. Dengan kata lain, seorang anak yang berasal
dari keluarga miskin akan rentan untuk tidak mendapatkan akses pendidikan.
Selain kedua faktor tersebut, daerah tempat tinggal menduduki rangking
ketiga dalam berkontribusi terhadap kesempatan partisipasi pendidikan. Anak
78
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
78
7
Penutup
Penutup
7
yang tinggal di daerah perkotaan cenderung memiliki peluang lebih besar
dibandingkan anak yang tinggal di perdesaan. Pola yang sama juga terjadi di KBI
dan KTI. Hanya saja, di KBI faktor terbesar ketiga yang berpengaruh terhadap
akses pendidikan dasar bukan daerah tempat tinggal, melainkan jenis kelamin.
Hal ini berarti kesempatan anak laki-laki untuk mendapatkan akses pendidikan
dasar di KBI lebih besar daripada anak perempuan.
Pada dimensi perumahan yang sehat yang terwakili oleh akses air layak
dan dan sanitasi layak, peluang akses dan HOI akses air layak dan dan sanitasi
layak konsisten mengalami peningkatan selama 2016-2018. Namun demikian
peluang akses dan HOI air layak lebih besar dibandingkan akses sanitasi layak.
Pada tahun 2018, peluang akses dan HOI terhadap akses air layak masingmasing sebesar 73,10 persen dan 68,30 persen, sementara peluang akses dan
HOI terhadap akses sanitasi layak masing-masing sebesar 68,16 persen dan
60,69 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa peluang anak anak usia 0-17 tahun
di Indonesia untuk mengakses air layak lebih baik dibandingkan mengakses
sanitasi layak. Meskipun trennya sama-sama menurun dalam kurun waktu
2016-2018, namun indeks ketimpangan kesempatan akses air layak lebih kecil
dibandingkan sanitasi layak, sehingga dapat dikatakan akses anak anak usia
0-17 tahun terhadap akses air layak lebih terdistribusi merata ketimbang akses
ke sanitasi layak. Indek ketimpangan kesempatan akses air layak sebesar 6,58
persen dan akses sanitasi layak sebesar 10,95 persen pada tahun 2018. Artinya
masih ada sekitar 7 persen kesempatan atas akses air minum layak dan sekitar
11 persen kesempatan akses sanitasi layak yang perlu direalokasikan untuk
menjamin prinsip kesetaraan.
HOI kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak di KBI lebih
tinggi daripada di KTI dengan kecenderungan mengalami peningkatan di
kedua kawasan selama tahun 2016-2018. Sebaliknya indeks ketimpangan
kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak di KBI lebih rendah
dibandingkan di KTI, serta berkecenderungan mengalami penurunan setiap
tahunnya. Alokasi kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak relatif
lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia
0-17 tahun untuk mengakses air layak akses dan sanitasi layak di KBI relatif
lebih baik dibandingkan di KTI.
Ketimpangan kesempatan seorang anak dalam mengakses air minum
layak dan sanitasi layak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Daerah tempat
tinggal anak, pengeluaran per kapita rumah tangga si anak, dan pendidikan
kepala rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap ketimpangan
kesempatan seorang anak dalam mengakses air minum layak dan sanitasi
layak. Pola yang sama juga terjadi di KBI dan KTI. Dari hasil penghitungan
tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat mengakses air minum
layak sanitasi layak dibandingkan dengan seorang anak yang tinggal di daerah
perdesaan. Demikian juga dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang
79
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
79
7
Penutup
Penutup
7
memiliki pengeluaran per kapita (pendapatan) dan pendidikan KRT-nya lebih
tinggi, memiliki peluang kesempatan lebih baik dalam mengakses air layak dan
sanitasi layak jika dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga
yang memiliki pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT lebih rendah lebih
rendah.
Pada akses listrik, baik peluang akses (coverage) dan HOI akses listrik
sepanjang tahun 2016-2018 mengalami peningkatan setiap tahun dengan
nilai peluang akses sekitar 98 persen dan HOI sekitar 97 persen pada tahun
2018. Nilai HOI tersebut menunjukkan sekitar 97 persen kesempatan listrik
telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan. Kenaikan nilai HOI dipengaruhi
oleh menurunnya indeks ketimpangan kesempatan dari 1,64 persen pada
tahun 2016 menjadi 1,03 persen pada tahun 2018. Kesempatan anak dalam hal
mengakses listrik sudah cukup terdistribusi secara merata, hanya sekitar
1 persen kesempatan atas akses listrik yang perlu direalokasi untuk menjamin
prinsip kesetaraan pada tahun 2018.
HOI kesempatan akses listrik di KBI lebih tinggi daripada di KTI dengan
kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan. Indeks ketimpangan
di KBI jauh lebih rendah dibandingkan di KTI. Indeks ketimpangan di KBI dan
KTI cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Alokasi kesempatan
akses listrik relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain,
peluang anak usia 0-17 tahun untuk mengakses listrik di KBI relatif lebih baik
dibandingkan di KTI.
Faktor keadaan yang berkontribusi paling besar terhadap ketimpangan
kesempatan akses listrik pada anak adalah daerah tempat tinggal, bahkan
berkontribusi lebih dari setengahnya dibandingkan faktor-faktor lain. Faktor
lainnya yang berkontribusi cukup besar adalah pengeluaran per kapita dan
pendidikan KRT. Kontributor terbesar terhadap ketimpangan kesempatan
akses listrik pada anak di wilayah KBI dan KTI juga sama, yaitu daerah tempat
tinggal, pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT, hanya berbeda pada
besaran persentasenya.
Di bidang teknologi dan informasi, peluang akses (coverage) dan HOI
akses penggunaan pc/laptop/komputer sepanjang tahun 2016-2018 lebih
kecil dibandingkan akses internet. Namun tren peluang akses (coverage) dan
HOI kedua akses tersebut sama-sama mengalami peningkatan pada kurun
waktu yang sama. Pada tahun 2018 nilai peluang akses dan HOI penggunaan
pc/laptop/komputer masing-masing sebesar 22,82 persen dan 17,72 persen,
sementara nilai peluang akses dan HOI terhadap akses internet masing-masing
mencapai 34,58 persen dan 28,98 persen. Hasil estimasi tersebut menjelaskan
bahwa sekitar 18 persen kesempatan anak terhadap penggunaan pc/laptop/
komputer dan sekitar 29 persen kesempatan anak terhadap akses internet
telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan pada tahun 2018.
80
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
80
7
Penutup
Penutup
7
Sejalan dengan peningkatan peluang akses dan HOI, indeks
ketimpangan kesempatan anak terhadap penggunaan pc/laptop/komputer
dan akses internet pada tahun 2016-2018 sama-sama menurun, meskipun
ketimpangan kesempatan terhadap penggunaan pc/laptop/komputer lebih
besar daripada akses internet. Indeks ketimpangan penggunaan pc/laptop/
komputer pada tahun 2018 mencapai 22,33 persen dan Indeks ketimpangan
akses internet sebesar 16,18 persen. Dengan kata lain masih terdapat sekitar
22 persen kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer dan 16 persen
kesempatan akses internet yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip
kesetaraan.
HOI akses/penggunaan pc/laptop/komputer dan akses internet di KBI
lebih tinggi daripada di KTI dengan kecenderungan mengalami peningkatan
di kedua kawasan. Sebaliknya indeks ketimpangan kesempatan untuk kedua
akses teknologi informasi tersebut di KBI lebih rendah dibandingkan di KTI,
dengan kecenderungan menurun pada kedua kawasan. Hal ini menunjukkan
bahwa alokasi kesempatan anak terhadap akses teknologi informasi relatif
lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia
5-17 tahun untuk mengakses teknologi informasi di KBI relatif lebih baik
dibandingkan di KTI. Masih terdapat sekitar 20 persen di KBI dan 30 persen
di KTI
kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer
yang perlu
direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan, sementara untuk kesempatan
akses internet masih terdapat sekitar 14 persen di KBI dan 23 persen di KTI yang
perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan pada tahun 2018.
Dari keempat aspek/dimensi, tingkat ketimpangan kesempatan anak
terbesar ada pada akses teknologi informasi, yaitu akses penggunaan laptop/
komputer/pc dan akses internet. Hal ini sejalan peluang akses (coverage) dan
HOI yang ternyata paling rendah nilainya dibandingkan dimensi lain. Pola dan
nilai yang sama juga terjadi di KBI dan KTI. Bahkan gap ketimpangan kesempatan
untuk akses teknologi dan informasi antara KBI dan KTI masih cukup lebar,
masih jauh dibandingkan dimensi lain. Namun seiring menurunnya indeks
ketimpangan di kawasan KBI dan KTI selama tahun 2016-2018, ada penurunan
gap ketimpangan kesempatan antara kedua kawasan. Diharapkan pada tahuntahun berikutnya semakin menipis gap di antara kedua kawasan.
Hasil dekomposisi shapley pada akses teknologi dan informasi secara
umum memperlihatkan bahwa kesempatan anak (usia 5-17 tahun) untuk
mengakses penggunaan laptop/komputer/pc dan internet sangat dipengaruhi
faktor pengeluaran per kapita yang artinya bahwa anak yang berasal dari
rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih besar memiliki
peluang kesempatan lebih baik dalam mengakses teknologi dan informasi
jika dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang
memiliki pengeluaran per kapita lebih kecil. Sejalan dengan hasil penelitian
yang di lakukan Kshetri pada tahun 2001 dan Zhu dan He tahun 2002 yang
menyebutkan bahwa faktor ekonomi seperti tingkat pendapatan akan sangat
81
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
81
Penutup
7
Penutup
7
mempengaruhi seseorang dalam menggunakan teknologi dan informasi. Hal ini
menunjukkan bahwa rumah tangga miskin sangat rentan untuk tidak dapat
mengakses teknologi dan informasi. Begitu juga dengan faktor daerah tempat
tinggal anak, anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih
besar untuk dapat mengakses teknologi dan informasi ketimbang anak yang
tinggal di wilayah perdesaan. Selain kedua faktor tersebut, pendidikan KRT juga
berperan besar terhadap kesempatan akses teknologi dan informasi. Anak yang
berasal dari rumah tangga dengan pendidikan KRT lebih tinggi memiliki
kesempatan akses teknologi dan informasi lebih baik dibandingkan anak yang
berasal dari rumah tangga yang pendidikan KRT-nya lebih rendah.
Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh kesimpulan bahwa ketimpangan
kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar di Indonesia yang
dominan adalah kesempatan akses terhadap teknologi dan informasi.
Akses teknologi dan informasi yang dicakup pada analisis ini meliputi akses
penggunaan laptop/komputer/pc dan internet. Pola dan nilai yang sama juga
terjadi di wilayah KBI dan KTI. Bahkan gap ketimpangan kesempatan untuk
akses teknologi dan informasi antara wilayah KBI dan KTI masih cukup lebar
dibandingkan dimensi lain. Untuk mengurangi ketimpangan kesempatan anak
terhadap akses teknologi dan informasi tersebut, beberapa rekomendasi
kebijakan yang perlu dilaksanakan mencakup:
1.
2.
82
Pembangunan konektivitas, termasuk teknologi informasi dan
komunikasi. Dalam menangani masalah ketimpangan perlu
suatu upaya yang serius karena negara dengan penduduk 260
juta yang terdiri daripada ribuan pulau, tentu berbeda dengan
negara daratan yang mudah konektivitasnya. Oleh karena itu,
sistem pembangunan di Indonesia juga harus memenuhi banyak
cara dan mempunyai upaya-upaya tersendiri. Peran Kementerian
Komunikasi dan Informatika tidak hanya menjalankan peran
sebagai regulator, namun Lebih dari itu dapat menjadi fasilitator
dan akselerator. Melalui peran tersebut, Kementerian Kominfo
dapat mengedepankan program pembangunan yang dapat
mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi melalui peran
sebagai penghubung kepulauan di Indonesia dalam hal konektivitas
di seluruh Indonesia.
Saat ini infrastruktur Teknologi dan Informasi di Indonesia masih
berada di posisi keempat se Asia Tenggara setelah Singapura,
Malaysia, dan Thailand. Kemudian dalam hal kecepatan akses
internet di wilayah-wilayah di Indonesia juga masih beragam. Di
wilayah barat seperti di Jakarta, kecepatan internet 7 mb/ detik,
sedangkan di wilayah timur seperti Papua hanya 300 kb/
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
82
7
Penutup
Penutup
7
detik dengan biaya yang lebih mahal. Untuk mempercepat usaha
pemerataan akses teknologi dan informasi di Indonesia, percepatan
proyek Palapa Ring yang sedang diupayakan pemerintah perlu
dilakukan untuk menjembatani ketimpangan digital sebagai salah
satu agenda prioritas. Proyek Palapa Ring merupakan proyek
pembangunan kabel bawah laut yang dapat menghubungkan
seluruh Indonesia sehingga wilayah Timur bisa mendapatkan
akses yang sama dengan yang ada di Pulau Jawa. Jika sudah
tersambung semua, diharapkan akses teknologi dan informasi di
wilayah KBI dan KTI semakin merata. Demikian juga dengan anakanak yang tinggal di daerah perdesaan memiliki kesempatan yang
sama dengan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan dalam
mengakses teknologi dan informasi.
3. Revisi PP 52 & 53 yang merupakan upaya pemerintah untuk
pemerataan akses dan menurunkan biaya telekomunikasi juga
perlu direalisasikan supaya dapat terjangkau berbagai kalangan
terutama anak-anak dari keluarga miskin, mengingat pengeluaran
per kapita rumah tangga (pendapatan rumah tangga) menjadi
kontributor terbesar anak terhadap ketimpangan kesempatan
akses teknologi dan informasi.
83
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
83
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2018. Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018. Jakarta: BPS
BPS. 2018. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2018. Jakarta: BPS, Buletin
Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXI, 16 Juli 2018.
BPS. 2018. Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Maret
2018. Jakarta: BPS, Buletin Resmi Statistik No. 58/07/Th. XXI, 16 Juli
2018.
BPS. 2019. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2019. Jakarta: BPS, Buletin
Resmi Statistik No. 56/07/Th. XXII, 15 Juli 2019. BPS. 2019. Tingkat
Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Maret 2019. Jakarta:
BPS, Buletin Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXII, 15 Juli 2019.
De Barros, R. P., Ferreira, F. H., Vega, J. R., & Chanduvi, J. S. 2009. Measuring
Inequality of Opportunities in Latin America and the Caribbean.
Washington DC: The World Bank.
Charles-Coll, J.A. 2011. Understanding Income Inequality: COncept, Causes and
Measurement. International Journal of Economics and Management
Sciences, 1(13), 17-28.
De Soto, H. 2000. The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West
and Fails Everywhere Else. Basic Books.
Enralin, Jovanni dan Rissalwan Habdy Lubis. 2013. Akses Air Bersih dan Sanitasi
Layak pada Masyarakat Permukiman Kumuh Perkotaan Studi Kasus
pada Warga Rw 3 Kelurahan Jembatan Besi, Jakarta Barat. Depok:
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia.
Indra. 2015. Empat Kajian Tentang: Polarisasi, Ketimpangan, dan Konflik Sosial
di Indonesia. Disertasi. Depok: Fakultas Ekonomi dan Budaya Universitas
Indonesia.
Kaufman, S., Duke, R., Hansen, R., Rogers, J., Schwartz, R., dan Trexler, M.
2000. Rural Electrification with Solar Energy as a Climate Protection
Strategy. Research Report Number 9, Renewable Energy Policy Project,
Washington DC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Profil Kesehatan Indonesia
2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kominfo. 2014. Kominfo Dorong Anak-anak Remaja Gunakan Internet untuk
Membantu Pendidikan. Diakses dari https://kominfo.go.id/index.php/
content/detail/3835/Kominfo+Dorong+Anak-anak+Remaja+gunaka
n+internet+untuk+membantu+pendidikan/0/berita_satker, pada 5
86
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
85
Daftar Pustaka
September 2019.
86
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
86
Daftar Pustaka
Kominfo. 2014. Sekjen Kominfo : Perkembangan TIK, Berikan Manfaat Besar
bagi Bidang Kehidupan. Diakses dari https://www.kominfo.go.id/
content/detail/3960/sekjen-kominfo-perkembangan-tik-berikanmanfaat-besar-bagi-bidang-kehidupan/0/berita_satker,
pada
5
September 2019.
Kshetri, N. 2001. Determinants of The Locus of Global E-Commerce. Electronic
Markets, 11(4), 250–257.
Kurniawan, Jerry. 2016. Indonesia’s Rising Divide. Diakses dari http://pubdocs.
worldbank.org/en/986461460705141518/Indonesias-Rising-DivideBahasa-Indonesia, pada 11 September 2019.
Mela Arnani. 2019. Gemerlap Jawa hingga Gulita Papua, Bukti Ketimpangan
Listrik
Indonesia?
Diakses
dari
http://sains.kompas.com/
read/2019/07/08/160400623/gemerlap-jawa-hingga-gulita-papuabukti-ketimpangan-listrik-indonesia-?page=all, pada 4 September
2019.
Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 1997, No. 3. Diakses
dari https://www.kpai.go.id/files/uu/UNDANG-UNDANG-NOMOR-3TAHUN-1997-TENTANG-PENGADILAN-ANAK.pdf, pada 12 September
2019.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 165. Diakses
dari https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39tahun-1999-tentang-$H9FVDS.pdf, pada tanggal 12 September 2019.
Republik Indonesia. 2000. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2000 Tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia
Presiden Republik Indonesia. Diakses dari https://www.bappenas.go.id/
id/data-dan-informasi-utama/produk-hukum-peraturan-perundangan/
keppres/kepres-no13-tahun-2000-tentang-dewan-pengembangankawasan-timur-indonesia/, pada 11 September 2019.
Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun
2002, No. 109. Diakses dari https://pih.kemlu.go.id/files/
UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf, pada tanggal 12
September 2019.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 32. Diakses dari http://
ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2004/uu7-2004.pdf
pada
tanggal 12 September 2019.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
86
Statistik Gender Tematik:
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan
Kesempatan
Anak Terhadap
Kebutuhan Dasar di Indonesia
Kajian Ketimpangan Kesempatan
Anak Terhadap
Pelayanan
KebutuhanPelayanan
Dasar di Indonesia
87
Daftar Pustaka
Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 297. Diakses
dari https://www.kpai.go.id/files/2013/09/uu-nomor-35-tahun-2014tentang-perubahan-uu-pa.pdf, pada tanggal 12 September 2019.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Menjadi Undang-Undang. Lembaran Negara RI Tahun 2016, No. 237.
Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37575/uu-no17-tahun-2016, pada tanggal 12 November 2019.
Ria Anatasia. 2019. 3 Tahun Sejak Diluncurkan, Proyek Pembangkit Listrik
35.000 MW Baru 8 Persen yang Beroperasi. Diakses dari https://
www.tribunnews.com/bisnis/2019/01/11/3-tahun-sejak-diluncurkanproyek-pembangkit-listrik-35000-mw-baru-8-persen-yang-beroperasi,
pada 9 September 2019.
Sutton, Rosemary E. 1991. Equity and Computers in the Schools: A Decade of
Research. Review of Educational Research, Winter 1991, Vol. 61, No. 4,
pp. 475-503.
TNP2K. 2016. Meningkatkan Akses Listrik Penting Untuk Kurangi Kemiskinan
dan Ketimpangan. Diakses dari https://www.tnp2k.go.id/articles/
meningkatkan-akses-listrik-penting-untuk-kurangi-kemiskinan-danketimpangan, pada 3 September 2019.
UNDP. 2014. Humanity Divided: Confronting Inequality in Developing Countries.
New York: UNDP.
Zhu, J. J. H., & He, Z. 2002. Diffusion, Use and Impact of The Internet in
Hong Kong: A Chain Process Model. Journal of Computer Mediated
Communication, 7(2), 1–26.
Ronald Dworkin (1981)
Richard Arneson (1989)
Sen dan Hawthorne (1985)
World Bank (2006)
Roemer (1998)
Statistik Gender Tematik:
Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia
87
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Jalan Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta 10110
Telp. (021) 3842638, 3805563, 34835456
Fax. (021) 3805562, 3805559
Website: www.kemenpppa.go.id
Download