STATISTIK GENDER TEMATIK 2019 KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN DASAR DI INDONESIA KERJASAMA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN BADAN PUSAT STATISTIK STATISTIK GENDER TEMATIK 2019 KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PELAYANAN KEBUTUHAN DASAR DI INDONESIA STATISTIK GENDER TEMATIK: KAJIAN KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAKTERHADAPPELAYANANKEBUTUHANDASAR DIINDONESIA Ukuran Buku: 17,6x25 cm Jumlah Halaman: xvi+154 halaman Naskah: Badan Pusat Statistik Penyunting: Badan Pusat Statistik Desain Kover oleh: Badan Pusat Statistik Kredit Gambar Vector Kover: Freepik dari www.freepik.com Penerbit: ©Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pencetak: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 3 ii Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 4 KATA SAMBUTAN Isu terkait perempuan dan anak merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan dikembangkan. Upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, pemberdayaan perempuan, dan pemenuhan hak anak menjadi tugas utama bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Buku statistik gender tematik merupakan gambaran statistik mengenai suatu isu tertentu yang setiap tahunnya akan mengangkat tema berbeda. Pada tahun ketiga penyusunan buku statistik gender tematik, isu yang diangkat adalah ketimpangan kesempatan bagi anak dalam mendapatkan akses kebutuhan pelayanan dasar. Kebutuhan dasar yang dibahas dalam buku ini adalah pendidikan dasar, pendidikan menengah, akses air minum layak, sanitasi layak, dan listrik. Data yang digunakan untuk melakukan analisis ketimpangan bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2016 sampai dengan 2018. Permasalahan mengenai ketimpangan yang dibahas dalam buku ini juga menggambarkan bagaimana kondisi antara wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Secara keseluruhan, kajian ini menghasilkan bahwa masih terdapat ketimpangan kesempatan akses kebutuhan pelayanan dasar bagi anak yang berada di wilayah KBI dibandingkan dengan yang berada di wilayah KTI. Hasil dari data dan informasi yang disajikan dalam buku ini diharapkan dapat membantu upaya pemerataan pembangunan terutama dalam pemberian akses pelayanan dasar bagi anak sehingga dapat mengurangi kesenjangan di masyarakat. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada Kepala Badan Pusat Statistik dan jajarannya serta seluruh tim yang telah bekerja sama dalam penyusunan buku Statistik Gender Tematik ini. Jakarta, Desember 2019 Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia I Gusti Ayu Bintang Darmawati Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 5 KATA PENGANTAR Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, tentu kita menyadari bahwa ada sejumlah permasalahan di tengah masyarakat yang mungkin belum dapat diatasi secara tuntas. Salah satu diantara permasalahan tersebut adalah ketimpangan kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar. Ketimpangan kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar perlu terus diatasi agar tercipta pemerataan kesempatan anak dalam mengakses kebutuhan dasar tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian analisis mengenai tingkat kesempatan, ketimpangan kesempatan, dan faktor-faktor yang berkontibusi terhadap ketimpangan kesempatan anak dalam mengakses pelayanan dasar. Konsep ketimpangan kesempatan mampu menggeser pemikiran dari berbagai pihak dalam mengambil arah kebijakan terkait ketimpangan. Sekarang ini, arah kebijakan tidak hanya menitikberatkan pada target ketimpangan outcome antara lain berupa ketimpangan pendapatan dan kemiskinan, tetapi juga menitikberatkan pada kesempatan itu sendiri (proses). Hal ini disebabkan adanya pandangan yang menyebutkan kesempatan itu merupakan sumber dari terjadinya ketimpangan outcome. Untuk mendukung ketersediaan data dan informasi terkait ketimpangan kesempatan anak terhadap kebutuhan pelayanan dasar, disusunlah publikasi Statistik Gender Tematik 2019 yang mengambil judul “Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia”. Publikasi ini menyajikan informasi mengenai gambaran ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar dan mengetahui sumber-sumber ketimpangan kesempatan anak tahun 2016-2018. Publikasi ini merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Ketimpangan kesempatan terhadap akses pelayanan kebutuhan dasar mencakup pendidikan di tingkat dasar dan menengah, akses air minum layak, akses sanitasi layak, akses listrik, akses teknologi dan informasi . Sumber data utama yang digunakan dalam publikasi ini adalah hasil survei yang dilaksanakan oleh BPS, yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Publikasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan dan evaluasi keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Penghargaan yang tinggi disampaikan kepada tim yang telah menyusun publikasi ini. Jakarta, 2019 Kepala Badan Pusat Statistik Dr. Suhariyanto Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 5 ORGANISASI PENULISAN Pengarah: I Gusti Ayu Bintang Darmawati Sri Soelistyowati Pribudiarta Nur Sitepu Penanggung Jawab: Ali Said Fakih Usman Editor: Rustam Indah Budiati Sylvianti Angraini Siska Ayu Tiara Dewi Anugrah Pambudi Raharjo Penulis: Indah Budiati Sofaria Ayuni Henri Asri Reagan Riyadi Putri Larasaty Aprilia Ira Pratiwi Valent Gigih Saputri Pengolah Data: Riyadi Putri Larasaty Layout: Riyadi Chairul Anam Anna Kurniasih Sekretariat: Lucia Yulianti Nadhira Aulia Rachman Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 7 DAFTAR ISI Kata Sambutan ........................................................................................... iii Kata Pengantar ........................................................................................... v Organisasi Penulisan................................................................................... vii Daftar Isi ..................................................................................................... ix Daftar Gambar............................................................................................ xi Daftar Singkatan ......................................................................................... xv BAB I KETIMPANGAN KESEMPATAN ...................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................. 3 Konsep Ketimpangan Kesempatan .............................................. 6 Konsep Anak................................................................................ 9 Tujuan ......................................................................................... 10 Ruang LIngkup ............................................................................ 10 BAB II MENGUKUR KETIMPANGAN KESEMPATAN ................................. Pengertian Human Opportunity Index (HOI)............................... Metode Human Opportunity Index (HOI) .................................. Metode Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan........................ Data dan Sumber Data ................................................................ 13 15 18 19 20 BAB III KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PENDIDIKAN .... Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Pada Anak ...................... Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar (SD/Sederajat dan SMP/Sederajat Untuk Anak Usia 7-15 Tahun) ............... Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar di KBI dan KTI ....... Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah (SMA/ Sederajat untuk Anak Usia 16-18 Tahun .............................. Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah di KBI dan KTI ................................................................................. 23 25 BAB IV KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PERUMAHAN YANG SEHAT ................................................................................ Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak .................................................................................... Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak di KBI dan KTI.............................................................. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak di KBI dan KTI ....................................................................... 26 28 31 33 37 39 42 45 48 Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 9 BAB V BAB VI KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES LISTRIK .. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik ............ Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik di KBI dan KTI ................................................................................. ..................................................................................... KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP TEKNOLOGI DAN INFORMASI.......................................................................... Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer ........................................................... Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer di KBI dan KTI .................................... Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet.......... Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet di KBI dan KTI ............. ................................................................... 53 55 59 63 65 67 69 72 BAB VII PENUTUP..................................................................................... 75 Kesimpulan ................................................................................. 77 Saran dan Rekomendasi ............................................................. 82 Daftar Pustaka ............................................................................................ 85 Lampiran..................................................................................................... 87 Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 10 x Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Diagram Sumber Ketimpangan ......................................... 8 Gambar 3.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun (Persen), 2016-2018 ............ 26 Gambar 3.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun, 2016-2018 .......................... 28 Gambar 3.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.................. 29 Gambar 3.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KBI, Tahun 2016-2018...... 30 Gambar 3.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KTI, 2016-2018................. 30 Gambar 3.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun (Persen), 2016-2018 .......... 31 Gambar 3.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun, 2016-2018 ...... 33 Gambar 3.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Menengah Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018........................................................... 34 Gambar 3.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KBI, 2016-2018.......................................................................... 34 Gambar 3.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KTI, 2016-2018.......................................................................... 35 Gambar 4.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak 40 Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 ............ 11 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 11 12 Gambar 4.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 .... 41 Gambar 4.3 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang memiliki Akses Terhadap Air Minum Layak di Wilayah KBI dan KTI, 2016-2018.................................................................. 42 Gambar 4.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.......................................................................... 43 Gambar 4.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018.......................................................................... 44 Gambar 4.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018.......................................................................... 45 Gambar 4.7 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018.......................................................................... 46 Gambar 4.8 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018................. 47 Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2016-2018 ............................................................ 47 Gambar 4.10 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak di Wilayah KBI dan KTI, 2016-2018.......................................................................... 48 Gambar 4.11 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.......................................................................... 49 Gambar 4.12 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018....... 50 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 12 Gambar 4.13 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018....... 51 Gambar 5.1 Rasio Elektrifikasi, 2010-2018 ........................................... 56 Gambar 5.2 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 ............ 57 Gambar 5.3 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 .......................... 58 Gambar 5.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.......... 60 Gambar 5.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018................ 61 Gambar 5.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018................. 62 Gambar 6.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/Penggunaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun (Persen), 2016-2018........................................................... 66 Gambar 6.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 67 2016-2018.......................................................................... Gambar 6.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.......................................................................... 68 Gambar 6.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 68 2016-2018.......................................................................... Gambar 6.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 69 2016-2018.......................................................................... 13 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 13 14 Gambar 6.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun (Persen), 2016-2018 ....................... 70 Gambar 6.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 2016-2018 .......................... 71 Gambar 6.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018.. 72 Gambar 6.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 2016-2018 ................ 73 Gambar 6.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 2016-2018................. 74 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 14 DAFTAR SINGKATAN C = Coverage D = Dissemilarity HOI = Human Opportunity Index KBI = Kawasan Barat Indonesia Keppres = Keputusan Presiden KRT = Kepala Rumah Tangga KTI = Kawasan Timur Indonesia SD = Sekolah Dasar SMA = Sekolah Menengah Atas SMP = Sekolah Menengah Pertama SMK = Sekolah Menengah Kejuruan UU = Undang-Undang Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 15 1 KETIMPANGAN KESEMPATAN PENDIDIKAN DASAR 1 2 PENDIDIKAN MENENGAH 3 KESEMPATAN ANAK TERHADAP KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR AIR MINUM LAYAK 4 5 6 7 SANITASI LAYAK LISTRIK PC/KOMPUTER/LAPTOP INTERNET kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com KETIMPANGAN KESEMPATAN Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Harapannya semua pembangunan yang telah dilakukan dapat memberikan hasil yang baik dan dinikmati semua lapisan masyarakat. Kita tentu menyadari bahwa ada beberapa permasalahan di tengah-tengah masyarakat yang mungkin belum dapat tuntas diatasi. Permasalahan tersebut diantaranya masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Namun demikian, patutlah kita berbangga bahwa pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini sudah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dimana tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia pada tahun 2018 dan 2019 sudah dibawah 10 persen atau hanya satu digit (BPS, 2018 dan 2019). Kita terus berharap bahwa tingkat kemiskinan akan semakin menurun. Akan tetapi ada sebuah pepatah mengatakan bahwa semakin rendah tingkat kemiskinan, maka akan semakin sulit untuk mengurangi kembali. Lain halnya dengan kondisi ketimpangan pendapatan yang dalam beberapa tahun terakhir relatif stabil di kisaran angka 0,382 (BPS, 2019). Mengurangi ketimpangan pendapatan tentunya menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi pemerintah di dalam pelaksanaan pembangunan. Ketimpangan pendapatan yang terjadi memang perlu terus diatasi mengingat ketimpangan pendapatan yang tinggi akan memicu berbagai macam permasalahan sosial. Oleh karena itu, dalam rangka membantu upaya pemerintah dalam menurunkan ketimpangan, penulisan kajian ini akan memberikan analisis mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan ketimpangan. Banyak literature yang telah membahas faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan ketimpangan. Menurut UNDP (2014), perubahan ketimpangan disebabkan oleh dua kelompok yaitu faktor eksogenous dan endogenous. Faktor eksogenous diantaranya yaitu 3 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 3 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 adanya arus globalisasi perdagangan dan keuangan serta kemajuan teknologi. Sementara itu, faktor endogenous meliputi ketimpangan kekayaan, kebijakan fiskal seperti pajak dan transfer, serta pengeluaran pemerintah untuk barangbarang publik. Sementara itu, Indra (2015) menyebutkan beberapa faktor lain yang menyebabkan perubahan ketimpangan yaitu buruknya sistem kepemilikan asset yang diungkapkan oleh De Soto pada tahun 2000 dan buruknya kualitas institusi yang diungkapkan oleh Chong dan Gradstein pada tahun 2007. Lain halnya dengan apa yang diungkapkan oleh De Barros, dkk. (2009). Dalam penelitiannya, disebutkan bahwa ketimpangan pendapatan dipicu oleh ketimpangan dalam usaha yang berasal dari faktor intrinsik individu sendiri, ketimpangan dalam kesempatan dan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, perubahan ketimpangan ternyata tidak dapat dipandang dari satu sisi saja melainkan dari berbagai sudut yang sangat luas. Dari literature yang telah disebutkan di atas, penulisan kajian ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Indra (2015) dan De Barros, dkk. (2009). Namun, tidak semua faktor yang telah disebutkan akan dibahas. Kajian ini hanya akan berfokus pada faktor ketimpangan kesempatan. Ketimpangan kesempatan yang akan diulas juga dibatasi untuk kesempatan anak dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Menurut Indra (2015), penurunan ketimpangan hendaknya berfokus melalui ketimpangan kesempatan bukan melalui ketimpangan outcome “ketimpangan pendapatan”. Menurunkan ketimpangan kesempatan mempunyai makna terus mengupayakan kesetaraan kesempatan bagi setiap anak dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan memperhatikan redistribusi kebutuhan dasar. pemikiran awal mengenai konsep ketimpangan kesempatan yaitu sulitnya sebagian orang dalam mendapatkan kesempatan untuk dapat hidup yang lebih baik di bidang sosial maupun ekonomi. Selain itu, terdapat faktor penghambat seseorang dalam mengakses kebutuhan yang tidak dapat dikendalikan oleh seseorang yaitu faktor demografis orang tersebut seperti jenis kelamin, suku, tempat kelahiran, atau latar belakang keluarga. Pemenuhan akses dalam bidang sosial dan ekonomi yang akan dibahas dalam kajian ini meliputi akses anak di bidang pendidikan, kesehatan, penerangan listrik, dan teknologi/informasi. Hal ini juga sesuai dengan arah tujuan utama pembangunan yaitu membentuk kualitas sumber daya manusia yang unggul. Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi anak akan dapat menciptakan generasi yang mampu berdaya saing dan berproduktif sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik di masa mendatang. Tentunya kebutuhan dasar yang dibutuhkan harus disediakan oleh pemerintah dan distribusikan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat. Artinya, kesempatan dalam mengakses kebutuhan dasar akan semakin meningkat dan harapannya masyarakat mempunyai pilihan untuk mengakses kebutuhan dasar tersebut. 4 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 4 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 Telah disebutkan di atas bahwa salah satu kebutuhan dasar bagi anak yang penting yaitu pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu wadah atau sarana untuk meningkatkan kualitas diri dalam rangka pengembangan kemampuan dan skill serta potensi yang dimilikinya. Dengan pendidikan, anak-anak dapat mempunyai masa depan yang lebih baik sehingga diharapkan peluang untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik di masa mendatang akan tercapai. Pendidikan juga merupakan hak setiap warga negara sesuai dengan bunyi pasal 31 UUD 1945. Pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak yang merata berarti kesempatan mengakses pendidikan akan terbuka bagi semua anak. Jika ada sebagian anak yang tidak mampu mengakses layanan pendidikan dan sebagian lagi dapat menikmati layanan pendidikan berarti masih terjadi ketimpangan kesempatan pendidikan. Hal ini tentunya harus dapat diatasi dengan peningkatan sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai dan terjangkau bagi semua anak dan merata di seluruh daerah. Selain pendidikan, kebutuhan dasar lain yang diperlukan oleh anak yaitu di bidang perumahan yang sehat. Pada kajian kali ini, pemenuhan kebutuhan perumahan yang sehat didekati dengan akses fasilitas perumahan yang mendukung kesehatan anak yaitu akses air minum layak dan sanitasi layak. Kondisi perumahan yang layak akan mampu menciptakan anak yang sehat dan terhindar dari berbagai macam persoalan kesehatan anak. Menurut Indra (2015), terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara akses air minum layak dan sanitasi layak dengan tingkat kematian anak seperti penelitian dari Rutstein tahun 2000, Galiani, Gertler, and Schargrodsky tahun 2005; Fuentes, Pfutze, dan Seck tahun 2006; dan De Barros, dkk. tahun 2009. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya akses air minum layak dan sanitasi layak akan dapat menurunkan tingkat kematian anak. Menurut Akper (2012 dalam Enralin dan Lubis 2013), terpenuhinya akses air bersih dan sanitasi yang baik juga akan dapat menurunkan prevalensi penyakit, meningkatkan produktivitas, serta mengurangi polusi dari sumber air. Oleh karena itu, pemenuhan akan akses air minum layak dan sanitasi layak penting untuk dicapai. Pemenuhan kebutuhan air minum layak juga sudah diamanatkan pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal seharihari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Dengan kata lain, pemerintah diharapkan mampu menjamin ketersediaan air minum yang bersih dan layak untuk setiap orang dan menjamin akses terhadap sumber air tersebut. Fasilitas perumahan berikutnya yang menjadi kebutuhan dasar yaitu akses penerangan rumah dari listrik. Listrik penting sebagai sumber energi dalam setiap rumah karena dapat digunakan untuk berbagai hal terutama sebagai penerangan. Menurut Indra (2015), ketersediaan listrik di dalam rumah akan mampu menciptakan kondisi rumah yang nyaman dan kondusif 5 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 5 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 bagi penghuninya. Selain itu, penerangan dari listrik dapat membantu anakanak untuk belajar di malam hari. Listrik juga dapat digunakan untuk menyalakan perangkat elektronik seperti radio, televisi, komputer, dan internet sehingga anak-anak dapat menemukan berbagai informasi terkait dengan kebutuhan belajar, dan masih banyak lagi manfaat listrik di rumah. Indra (2015) juga memaparkan sejumlah studi penelitian yang menyebutkan bahwa manfaat listrik beraneka ragam diantaranya Gustavsson (2007) yang menyatakan bahwa dengan adanya listrik, anak-anak cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar. Selain itu, penelitian dari Bajak (2007) menyebutkan dengan adanya listrik dapat memungkinkan terbukanya akses ke pendidikan modern dengan penggunaan teknik komputasi. Sementara itu, Kaufman, dkk. (2000) menyebutkan bahwa listrik dapat mengurangi efek negatif dari penggunaan minyak tanah yang dapat mengganggu kesehatan seperti iritasi mata, batuk, penyakit hidung, dan mengurangi angka kematian akibat keracunan minyak tanah. Oleh sebab itu, listrik baik untuk kesehatan anak. Dengan demikian, ternyata listrik mampu mendukung proses tumbuh kembang anak menjadi lebih baik. Kebutuhan lainnya yang tidak kalah penting yaitu teknologi dan informasi. Di era modern saat ini, kebutuhan akan berbagai macam informasi dapat dengan mudah diakses oleh setiap orang. Terlebih lagi dengan sudah majunya teknologi dengan tersedianya berbagai macam alat teknologi seperti komputer, televisi, handphone/telepon genggam, internet dan masih banyak lagi. Menurut Kominfo (2014), perkembangan teknologi informasi dapat memberikan banyak manfaat untuk kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan mulai dari bidang bisnis, sosial, bahkan bidang teknologi. Teknologi mampu memudahkan masyarakat melakukan bisnis dan menjalin hubungan sosial antara satu dengan yang lain. Kominfo (2014) juga menyatakan bahwa teknologi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan bangsa yang cerdas dan maju karena di dalam tekonologi termasuk di dalamnya internet yang dapat memberikan manfaat besar bagi pendidikan, penelitian, niaga, dan aspek kehidupan lainnya. Bagi anak-anak, internet dapat digunakan untuk membantu pendidikan, meningkatkan pengetahuan, dan memperluas kesempatan serta keberdayaan dalam meraih kualitas kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, kebutuhan akan teknologi dan informasi bagi anak-anak juga dapat dikatakan cukup penting. Konsep Ketimpangan Kesempatan Pada awalnya, konsep keadilan muncul dalam teori yang dikemukakan oleh Rawls tahun 1971 yaitu Theory of Justice. Namun, sebelum teori tersebut muncul, sudah banyak peneliti yang mengungkapkan hal kesetaraan atau keadilan berdasarkan pada distribusi outcome. Seiring berjalannya waktu, teori keadilan terus mengalami perkembangan, dimana keadilan yang diungkapkan 6 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 6 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 sudah mempertimbangkan kesetaraan dalam proses. Menurut Indra (2015), keadilan dalam proses ini yaitu hasil akhir dari outcome-nya ditentukan sendiri oleh kesempatan dari masing-masing individu dan cara masing-masing individu untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Indra (2015) juga menyebutkan beberapa konsep mengenai keadilan dari berbagai macam penelitian yaitu: 1. Dworkin (1981) menyebutkan bahwa keadilan disamakan dengan kesetaraaan sumber daya. 2. Arneson (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan dapat dicapai dengan menggunakan konsep keadilan dalam hal kesempatan udibandingkan konsep kesejahteraan itu sendiri. 3. Sen dan Hawthorne (1985) menyamakan konsep keadilan dengan “equality of something”, bukan pada outcome. 4. World Bank (2006) dan De Barros et al. (2009) menyataan bahwa keadilan dapat diidentikkan dengan ketimpangan kesempatan. Konsep ketimpangan kesetaraan pertama kali digagas oleh Roemer tahun 1998. Gagasan yang diungkapkan yaitu outcome merupakan sebuah keuntungan dan faktor yang mempengaruhi keuntungan tersebut yaitu usaha dari masing-masing individu itu sendiri dan keadaan yang berada di luar kendali individu tersebut. Kesetaraan kesempatan itu mengandung prinsip bahwa setiap orang atau individu mempunyai potensi atau kemampuan yang sama untuk mencapai keuntungan atau outcome berdasarkan pilihan dan usaha yang telah dilakukan. Pada konsep kesetaraan kesempatan ini juga diungkapkan bahwa saat terjadi kesetaraan yang sempurna, maka faktor eksogenous sudah tidak lagi mempengaruhi individu untuk mencapai keuntungan. Ketika telah mencapai kesetaraan yang sempura, faktor eksogenous sudah tidak dapat lagi mempengaruhi individu dalam mencapai keuntungan itu. Sebaliknya, ketika kesetaraan belum mencapai sempurna, faktor eksogenous dapat mempengaruhi dan memiliki kontribusi pada hasil pencapaian seorang individu. Namun demikian, De Barros, dkk. (2009) menyebutkan bahwa tidak hanya faktor eksogoneous yang mempunyai pengaruh dan kontribusi outcome, masih banyak faktor lain yang turut berkontibusi outcome. Dari hasil pemikiran yang telah disampaikan di atas, konsep ketimpangan kesempatan mampu menggeser pemikiran dari berbagai pihak dalam mengambil arah kebijakan terkait ketimpangan. Sekarang ini, arah kebijakan tidak hanya menitikberatkan pada target ketimpangan outcome, tetapi juga menitikberatkan pada kesempatan itu sendiri. Hal ini disebabkan bahwa adanya pandangan yang menyebutkan bahwa kesempatan itu merupakan sumber dari terjadinya ketimpangan outcome. De Barros, dkk. (2009) mengemukakan ide-idenya dalam suatu diagram yang berisi mengenai konsep ketimpangan kesempatan (lihat Gambar 1.1). Di sini, penelitiannya menggunakan konsep ketimpangan outcome dilihat dari ketimpangan pendapatan tenaga kerja, konsumsi rumah tangga perkapita, dan lain-lain. Menurut penelitian tersebut, ketimpangan outcome terjadi karena adanya 7 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 7 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 Gambar 1.1. Diagram Sumber Ketimpangan Sumber: Ringkasan dari De Barros, dkk. (2009 dalam Indra 2015) perbedaan kondisi individu yang di luar kendali dan kondisi individu yang dapat dikendalikan. Kondisi di luar kendali individu yang dimaksud yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan orang tua, daerah tempat tinggal, dan lain-lain. Adanya perbedaan kondisi tersebut menyebabkan adanya ketimpangan kesempatan antar individu dalam mengakses layanan kebutuhan dasar seperti akses di bdiang pendidikan, kesehatan, akses air minum layak, akses sanitasi layak, akses listrik, serta akses kebutuhan akan teknologi dan informasi. Sementara itu, kondisi dari individu yang dapat dikendalikan diantaranya usaha dan pilihan dari masing-masing individu. Hal seperti ini tentu berbeda antar individu tergantung pilihan masing-masing sehingga muncul ketimpangan kesempatan. Namun, De Barros, dkk. (2009) juga mengungkapkan bahwa pada masih ada faktor keberuntungan yang dimiliki oleh masing-masing individu dan disebut dengan ‘residual inequality‘. Selain penelitian dari De Barros, dkk tahun 2009, penelitian lain yang mengungkapkan faktor eskogenous dan endogenous yang dapat menyebabkan ketimpangan outcome yaitu penelitian dari Charles-Coll tahun 2011. Penelitiannya menyebutkan bahwa faktor eksogenous dan faktor endogenous dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan. Faktor endogenous dikaitkan dengan kharakteristik yang dimiliki setiap individu yang mampu memberikan kontribusi dalam menentukan pendapatan individu tersebut di masa mendatang. Secara umum dapat dikatakan kharakteristik ini merupakan kemampuan atau potensi diri dari setiap individu seperti produktivitas yang tinggi atau keahlian yang mumpuni. Sementara itu, faktor eksogenous diidentikkan sebagai faktor di luar kharakteristik individu seperti contoh distribusi kepemilikan atau penguasaan lahan. Menurut Charles-Coll (2011), pada awalnya distribusi penguasaan lahan berada di sektor pertanian, namun seiring berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi, penguasaan lahan pertanian berubah alih menjadi lahan industri. Dengan semakin sedikitnya lahan pertanian, maka kegiatan di bidang produksi pertanian semakin 8 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 8 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 berkurang dan justru produksi hasil industri semakin meningkat. Hal ini yang kemudian menyebabkan ketimpangan pendapatan antara tenaga kerja di sektor pertanian dan sektor industri. Lain lagi halnya dengan apa yang ditemukan pada penelitian De Soto tahun 2000. Penelitiannya mengemukakan bahwa ketimpangan pembangunan antara negara maju dan negara berkembang disebabkan oleh kelemahan struktural dalam sistem kepemilikan formal yang berakibat tidak adanya kemampuan untuk menghasilkan modal dari aset yang dimilikinya. De Soto (2000) juga menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya kemiskinan yaitu dari buruknya sistem kepemilikan aset. Dalam kasus ini, banyak masyarakat yang mempunyai aset malah tidak mengetahui seberapa besar aset yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidak adanya sistem kepemilikan yang baik akan dapat menyebabkan terus berlangsungnya kondisi ketimpangan pendapatan di suatu negara. Dari penjelasan beberapa literature di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan outcome(pendapatan), hendaknya tidak hanya dilihat dari ketimpangan itu saja tetapi dilihat juga dari ketimpangan kesempatan dari masing-masing individu. Untuk itu, penulisan kajian ini akan berfokus pada pembahasan mengenai ketimpangan kesempatan anak dalam mengakses kebutuhan pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, penerangan listrik, dan teknologi informasi) serta mengkaji mengenai faktor apa yang dominan mempengaruhi peluang anak dalam mengakses kebutuhan tersebut. Konsep Anak Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Lebih detail lagi mengenai konsep pengertian anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sumber lain yaitu sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umum 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 9 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 9 Ketimpangan Kesempatan 1 4. 5. 6. Ketimpangan Kesempatan 1 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Convention on the Rights of Child (1989) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 menyatakan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah. UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0 sampai dengan 18 tahun. Tujuan Tema yang disajikan pada analisis gender tematik tahun 2019 ini adalah Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia. Tujuan dari analisis ini sebagai berikut. 1. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak terhadap akses pelayanan dasar seperti pendidikan di tingkat dasar dan menengah, air minum layak, sanitasi layak, dan listrik 2. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak terhadap teknologi dan informasi 3. Mengetahui ketimpangan kesempatan anak di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. 4. Mengetahui sumber-sumber ketimpangan kesempatan anak Dari tujuan di atas dapat diketahui seberapa besar peluang atau akses seorang anak pada setiap kebutuhan pelayanan dasar dan seberapa besar pemerataanya baik pada level nasional maupun kawasan di Indonesia. Oleh karena itu, analisis ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat dalam memberikan pelayanan kebutuhan dasar untuk anak. Harapan lainnya, analisis ini mampu memberikan penjelasan mengenai faktor apa yang memberikan kontribusi terbesar pada anak dalam memperoleh kesempatan mengakses kebutuhan pelayanan dasar. Dengan demikian, pemerintah dapat lebih mengoptimalkan kebijakan pembangunannya berfokus pada faktor terbesar tersebut. Ruang Lingkup Data dan informasi yang disajikan dalam Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia ini 10 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 10 1 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Kesempatan 1 mengacu pada tahun 2018. Untuk melihat perkembangan ketimpangan kesempatan anak terhadap kebutuhan dasar tersebut, informasi yang disajikan selama empat tahun terakhir yaitu tahun 2015 sampai dengan 2018. Data dan informasi yang disajikan pada kondisi tingkat nasional dan kawasan di Indonesia (Kawasan Barat Indonesia/KBI dan Kawasan Timur Indonesia/KTI). Pengelompokkan kawasan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2000 Tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang menyatakan bahwa Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat termasuk ke dalam Kawasan Timur Indonesia/ KTI. Sementara itu, provinsi lainnya yaitu semua provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bali termasuk ke dalam Kawasan Barat Indonesia/KBI. Selanjutnya, akses kebutuhan dasar yang dianalisis yaitu: 1. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang pendidikan yaitu mencakup akses terhadap pendidikan dasar (SD dan SMP atau Sederajat) dan pendidikan menengah (SMA/Sederajat). 2. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang kesehatan yaitu mencakup akses terhadap sanitasi layak dan air minum layak. 3. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang penerangan yaitu mencakup akses terhadap penerangan listrik. 4. Akses pemenuhan kebutuhan dasar di bidang teknologi informasi yaitu mencakup akses terhadap PC/computer/laptop dan akses internet. Selain itu, cakupan usia anak dalam pemenuhan kebutuhan dasar trersebut dibagi menjadi beberapa kelompok umur sesuai dengan ketersediaan data yaitu: 1. Anak usia 0-17 tahun dalam mengakses sanitasi layak, air minum layak, serta penerangan listrik. 2. Anak usia 5-17 tahun dalam mengakses atau menguasai PC/ computer/laptop dan akses internet. 3. Anak usia 7-15 tahun dalam mengakses pendidikan dasar (SD dan SMP atau Sederajat). 4. Anak usia 16-18 tahun dalam mengakses pendidikan menengah (SMA/Sederajat). 11 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 11 MENGUKUR KETIMPANGAN KESEMPATAN 2 Pengertian HOI (Human Opportunity Index) : mengukur kesempatan berdasarkan prinsip kesetaraan Metode HOI HOI diukur dari tingkat akses atas kesempatan dasar dan tingkat kemerataan distribusi dari kebutuhan dasar tersebut Dekomposisi Mengukur faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan kesempatan anak terhadap akses pelayanan dasar Data dan Sumber Data Data SUSENAS tahun 2016 hingga 2018 kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com MENGUKUR KETIMPANGAN KESEMPATAN Pengertian Human Opportunity Index (HOI) Ketimpangan biasanya diukur dari aspek konsumsi, pendapatan, atau indikator kekayaan lainnya, Kemudian, konsep ini telah meluas dan mencakup beberapa dimensi standar kehidupan lainnya, seperti ketimpangan dalam kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar lainnya. Akan tetapi, kebanyakan kebijakan di beberapa negara lebih berfokus kepada menghilangkan atau mengurangi ketimpangan outcomes atau hasil. Kebijakan yang hanya berfokus pada outcomes kurang tepat ketika menilai keadilan sosial. Kebanyakan peneliti menilai keadilan atau kesetaraan yang hanya berdasar pada distribusi atau alokasi outcomes. Namun kemudian pada tahun 1971, dengan berkembangnya teori yang digagas oleh Rawls dan disebut dengan Theory of Justice, para ilmuwan dan peneliti politik mulai mempertimbangan keadilan dari segi proses, yaitu bagaimana hasil akhir atau final outcomes ditentukan oleh kesempatan yang diperoleh individu dan pemanfaatan kesempatan tersebut oleh tiap individu. Sejalan dengan Rawls, Ronald Dworkin (1981) juga menyatakan bahwa keadilan diukur dari kesetaraan sumber dayanya, bukan dari segi outcomes. Selanjutnya Richard Arneson (1989) juga menyatakan bahwa hal yang menjadi fokus adalah kesetaraan kesempatan untuk mencapai kesejahteraan, bukan kesejahteraan itu sendiri. Sama halnya dengan Sen dan Hawthorne (1985), mereka mengasosiasikan kesetaraan dengan “equality of something”, bukan pada outcomes. Ketimpangan peluang atau kesempatan harus menjadi pertimbangan dalam menyusun atau merancang kebijakan publik. Dalam aspek tersebut, 15 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 15 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 kebijakan publik tidak perlu menghilangkan atau mengurangi ketimpangan outcomes, tetapi kebijakan berfokus pada menghilangkan atau mengurangi ketimpangan yang muncul dari peluang atau kesempatan yang tidak setara. Dengan demikian, masyarakat yang adil adalah masyarakat yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua. Pemerintah selalu berupaya untuk menyediakan akses pelayanan dasar bagi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, gizi, keamanan, dan infrastruktur dasar lainnya. Akan tetapi, tidak semua masyarakat tidak dapat merasakan dan memanfaatkan kesempatan yang sama. Oleh karena itu, mengukur ketimpangan kesempatan peluang dalam pelayanan dasar tersebut sangat penting dalam perancangan kebijakan. Dengan demikian, kebijakan yang ada dapat mengambil langkah yang tepat untuk mencapai peluang pelayanan dasar yang sama dan universal. Dalam perkembangannya, World Bank (2006) dan De Barros, dkk. (2009) mengemukakan konsep keadilan dengan ketimpangan kesempatan. Konsep ini bermula dari definisi yang dinyatakan oleh Roemer (1998) bahwa outcomes adalah ‘keuntungan’, dan keuntungan itu sendiri dipengaruhi oleh dua kelompok faktor penentu yaitu (1) usaha (efforts), yang bergantung pada pilihan individu; dan (2) keadaan (circumstances), yang merupakan faktor di luar kendali individu. Kesetaraan kesempatan yang tercipta akan menghasilkan distribusi outcomes yang tidak dipengaruhi keadaan. Kesempatan yang sama untuk segala keadaan akan mendukung bahwa setiap orang memiliki potensi untuk mencapai hasil yang mereka pilih. Saat ini, World Bank telah mengembangkan Human Opportunity Index (HOI) untuk mengukur ketimpangan kesempatan yang disebabkan oleh keadaan sosial, ekonomi, dan demografi individu. HOI adalah suatu metode yang mengukur rata-rata ketersediaan (coverage) kebutuhan dasar tertentu dengan memperhatikan tingkat kemerataan distribusi layanan tersebut pada masyarakat. Pengukuran ini berdasarkan bahwa masih terdapat individu di suatu negara yang belum memiliki akses terhadap kebutuhan dasar yang penting untuk kemajuan hidup mereka. Human Opportunity Index (HOI) yang mengukur ketimpangan kesempatan, diukur melalui indikator yang menggabungkan dua elemen yaitu (i) tingkat cakupan (coverage) peluang dasar yang diperlukan untuk pembangunan manusia dan (ii) sejauh mana distribusi peluang tersebut dipengaruhi oleh keadaan eksogen pada individu (circumestances), seperti jenis kelamin, pendapatan, atau karakteristik rumah tangga. Indeks ini menilai pentingnya peningkatan akses kesempatan pelayanan dasar bagi semua dan memastikan distribusi yang merata. Ukuran ini dapat berfungsi sebagai alat bantu dalam mengarahkan kebijakan publik yang bertujuan untuk menyetarakan peluang atau kesempatan. 16 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 16 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 Dalam HOI, peningkatan coverage pelayanan dasar yang terjadi akan meningkatkan besaran HOI. Selanjutnya, jika peningkatan coverage tersebut lebih terdistribusi ke kelompok masyarakat yang kurang beruntung (wilayah terpencil atau kelompok miskin), hal tersebut akan menurunkan ketimpangan kesempatan dan meningkatkan HOI. Menurut De Barros, dkk. (2009 dalam Indra 2015), HOI berfokus pada dua elemen tersebut karena tiga alasan yaitu 1. Prinsip kesetaraan kesempatan seperti “lapangan bermain” yang sama bagi anak-anak; 2. Intervensi menerapkan kebijakan untuk meratakan akses terhadap kebutuhan dasar lebih efektif daripada intervensi kebijakan utnuk mengatasi ketimpangan outcome; dan 3. Menempatkan anak-anak sebagai fokus utama dalam mengatasi ketimpangan. Penghitungan dalam HOI itu menghasilkan dua komponen lainnya, selain dari HOI itu sendiri. Komponen pertama adalah tingkat coverage (akses) atas kesempatan dasar, yang diestimasi melalui suatu model ekonometrika (model logit). Komponen kedua adalah tingkat kemerataan distribusi dari kebutuhan dasar yang dihitung dengan formulasi tertentu dan mempertimbangkan hasil dari komponen pertama. HOI dinyatakan dalam suatu ukuran skalar. Nilai HOI akan meningkat ketika nilai rata-rata coverage meningkat, tetapi nilai HOI akan menurun ketika terdapat perbedaan coverage pada tiap kelompok dengan berbagai set keadaan (circumstances). Nilai HOI yang rendah terjadi jika akses kebutuhan dasar dalam suatu wilayah lebih terkonsentrasi pada set kelompok tertentu atau adanya indikasi ketimpangan. Pengukuran ketimpangan kesempatan dalam HOI dinyatakan sebagai Dissimilarity Index (D). Indeks D mengukur perbedaan tingkat akses kebutuhan dasar pada suatu set kelompok keadaan tertentu (misalnya jenis kelamin, daerah tempat tinggal, pendidikan orang tua, dan sebagainya) dibandingkan dengan rata-rata tingkat akses kebutuhan dasar secara keseluruhan. Indeks perbedaan (dissimilarity index) juga dapat diinterpretasikan sebagai share dari total kesempatan yang perlu direalokasi di antara kelompok-kelompok dengan berbagai keadaan, untuk memastikan setiap kelompok tersebut mendapat tingkat akses yang sama. Selanjutnya, Human Opportunity Indeks (H) memperhitungkan ratarata tingkat akses atau peluang keseluruhan dan nilai indeks D sebagai ukuran keadilan peluang tersebut didistribusikan. Dalam persamaannya, HOI dapat dinyatakan sebagai berikut Nilai maksimum dari HOI akan bernilai 100 jika akses bersifat universal, yaitu kondisi dimana p sama dengan 100 dan D sama dengan nol. Dengan demikian, HOI diformulasikan sebagai sejumlah kesempatan yang ada pada suatu masyarakat, yang telah terdistribusi berdasarkan prinsip kesetaraan. 17 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 17 Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 Dalam konteks HOI, tujuan dari pembuat kebijakan adalah memaksimumkan tingkat akses rata-rata coverage dan meminimumkan tingkat ketimpangan kesempatan. Kesenjangan akses terhadap kebutuhan dasar merupakan indikator utama yang digunakan dalam pengukuran indeks D. Menurut De Barros, dkk. (2009), indeks D didefinisikan sebagai jumlah rata- rata terbobot dari perbedaan absolut antara tingkat akses individu dalam kelompok-i (pi) dengan tingkat akses rata-rata seluruh populasi (p), atau dapat disajikan dalam persamaan berikut: dimana i = kelompok individu yang berada pada set keadaan tertentu pi = tingkat coverage dari kelompok ke-i αi = bobot yang menyatakan share dari jumlah individu yang berada pada kelompok-i terhadap total populasi N =jumlah kelompok yang terbentuk berdasarkan keadaan Indeks D memiliki nilai dari 0 hingga 100, dimana dalam kondisi kesempatan yang sama atau setara (perfect equality) dimana p Ì…=p_i untuk setiap i, maka nilai D akan bernilai nol. Metode Human Opportunity Index (HOI) Menurut Baros et al (2009) dalam Indra (2015), secara umum, langkahlangkah estimasi HOI adalah sebagai berikut 1. Mengestimasi peluang anak pada kelompok dengan set keadaan tertentu, mendapatkan akses ke kebutuhan dasar tertentu, menggunakan model logistik. Akses yang dimaksud adalah pendidikan, kesehatan perumahan (air minum layak dan sanitasi layak), listrik, dan akses teknologi informasi (komputer dan internet). Kebutuhan dasar ini dinyatakan sebagai fungsi yang melekat pada individu sesuai karakteristiknya. Karakteristik/ keadaan yang digunakan pada analisis ini adalah jenis kelamin anak, daerah tempat tinggal anak, jenis kelamin KRT, pendidikan KRT, status pekerjaan KRT, jumlah anggota rumah tangga, dan pengeluaran perkapita rumah tangga. Tahap ini akan memperoleh peluang bersyarat dari akses terhadap kebutuhan dasar berdasarkan karakteristik yang melekat pada anak. Selanjutnya, estimasi peluang anak mengakses kebutuhan dasar berdasarkan keadaannya disimbolkan dengan (pi). 2. 18 Selanjutnya dengan menggunakan hasil prediksi peluang (pi) dan sample weights (wi), dengan wi=1⁄n, nilai prediksi bagi tingkat Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 18 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 coverage rata-rata dan dissimilarity index (D) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: Kemudian, dari hasil penghitungan tahap sebelumnya HOI dapat diformulasikan sebagai berikut: Metode Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Indeks perbedaan atau dissemilarity index adalah fungsi dari serangkaian keadaan. Indeks D dihitung berdasarkan suatu himpunan keadaan. Namun, dari himpunan keadaan terseut perlu dilihat kontribusi marjinal dari masingmasing keadaan terhadap ketidaksetaraan kesempatan. Menurut Shorrocks (1999), perubahan ukuran ketimpangan kesempatan ketika penambahan keadaan (circumstances) bergantung pada set keadaan sebelumnya atau set keadaan yang baru. Oleh karena itu, dampak unik dari suatu keadaan perlu diperhatikan dalam ketimpangan kesempatan. Untuk melihat kontribusi dari setiap variabel keadaan/kondisi terhadap total ketimpangan kesempatan digunakan metode dekomposisi Shapley. Dekomposisi Shapley merupakan ukuran perubahan ketimpangan kesempatan ketika suatu kondisi tertentu ditambahkan ke dalam set kondisi awal. Penambahan keadaan baru akan merubah ketimpangan kesempatan. Fakta ini digunakan sebagai indikator kontribusi keadaan tersebut terhadap total ketimpangan kesempatan. Secara singkat, metode dekomposisi shapley ini digunakan untuk mengukur besaran kontribusi suatu keadaan individu terhadap ketimpangan akses terhadap kebutuhan dasar. Selanjutnya, kontribusi dari seluruh keadaan menghasilkan suatu dekomposisi aditif ketimpangan kesempatan antarkelompok. Menurut De Barros, dkk. (2009) ketimpangan kesempatan diukur dengan indeks perbedaan (Indeks D) yang bergantung dari sekumpulan kondisi yang didefinisikan. Indeks D memiliki sifat bahwa setiap penambahan variabel kondisi akan selalu meningkatkan indeks D atau menurunkan HOI. Sebagai ilustrasi, jika terdapat dua set kondisi, A dan B yang keduanya tidak overlap, maka D(A,B) ≥ D(A), sehingga HOI(A,B) ≤ HOI(A). Dengan demikian, dampak 19 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 19 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 dari penambahan kondisi A pada suatu set kondisi tertentu (S) diberikan oleh: dimana: N S = set dari seluruh kondisi yang mungkin dari total n kondisi. = himpunan bagian dari N yang terdiri dari s kondisi, namun tidak mengandung kondisi A. D(S) menyatakan indeks perbedaan dari set kondisi S. D(SU{A}) = indeks perbedaan yang dihitung berdasarkan set kondisi S dan kondisi A. Selanjutnya kontribusi dari kondisi A terhadap indeks perbedaan dari seluruh kondisi (θ_A) dinyatakan sebagai berikut: Data dan Sumber Data Analisis ketimpangan kesempatan pelayanan dasar pada anak ini menyajikan data dan informasi pada tahun 2015-2018. Data utama dalam analisis bersumber dari BPS, yaitu dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dikumpulkan pada tahun 2015 hingga 2018. Adapun keterbatasan data yang tersedia di Susenas menjadikan analisis ini menggunakan beberapa indikator sebagai pendekatan. Indikator-indikator SUSENAS yang digunakan dalam analisis ini antara lain: 1. Partisipasi sekolah anak usia 7-18 tahun yang dikelompokkan menjadi partisipasi sekolah dasar (SD/sederajat) dan sekolah menengah pertama (SMP/sederajat) untuk anak usia 7-15 tahun dan partisipasi sekolah menengah atas (SMA/sederajat) untuk anak usia 16-18 tahun. Dalam penghitungannya, indikator ini dinyatakan dalam variabel kategorik, yaitu bernilai 1 untuk anak yang berpartisipasi sekolah dan 0 untuk anak yang tidak sedang bersekolah. 2. Akses anak terhadap air minum layak. Indikator ini menggunakan pendekatan rumah tangga, dimana setiap anggota rumah tangga termasuk anak dalam rumah tangga tersebut mempunyai akses yang sama dalam memanfaatkan fasilitas dalam rumah tangga. Akses air minum layak adalah sumber air minum utama yang digunakan antara lain yang berasal dari air leding, air terlindungi, dan air hujan. Air terlindung mencakup pompa/sumur bor, sumur terlindungi dan mata air terlindungi yang berjarak ≥ 10 m dari penampungan kotoran/limbah. Bagi rumah tangga yang menggunakan sumber air minum selain tiga 20 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 20 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan 3. 4. 5. 6. Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 jenis tersebut (yaitu: air kemasan, air isi ulang, air tidak terlindung, dan air permukaan), maka rumah tangga dapat dikategorikan memiliki akses air minum layak jika: • Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur bor/pompa yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan limbah/kotoran/ tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding meteran, sumur terlindung, mata air terlindung, dan air hujan. • Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari sumur terlindungi yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan limbah/kotoran/ tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding meteran, sumur bor/pompa, mata air terlindungi dan air hujan • Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari mata air terlindungi yang berjarak < 10 m atau tidak tahu dari penampungan limbah/kotoran/tinja, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding meteran, sumur bor/pompa, sumur terlindungi, dan air hujan. • Bagi rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari air kemasan bermerek, air isi ulang, air leding eceran, air sungai dan air lainnya, sumber air untuk mandi/cuci berasal dari leding meteran, sumur bor/ pompa, sumur terlndungi, mata air terlindungi, dan air hujanAkses anak terhadap sanitasi layak. Indikator ini juga dianalisis berdasarkan pendekatan rumah tangga. Akses sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang digunakan oleh rumah tangga sendiri atau bersama dengan rumah tangga lain tertentu, klosetnya menggunakan leher angsa, dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tanki septik atau Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Akses anak terhadap listrik. Indikator ini juga dianalisis berdasarkan pendekatan rumah tangga. Listrik disini baik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun non PLN. Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer adalah sebagai salah satu indikator yang mengukur akses anak terhadap teknologi dan informasi. Data yang dikumpulkan dalam SUSENAS adalah penggunaan komputer (PC/desktop/laptop/notebook/tablet) dalam tiga bulan terakhir pada saat survei. Akses internet juga sebagai indikator yang yang mengukur akses anak terhadap teknologi dan informasi. Data yang dikumpulkan dalam SUSENAS adalah penggunaan internet (termasuk facebook, twitter, BBM, whatsapp) dalam tiga bulan terakhir pada saat survei. Selanjutnya, indikator yang diasumsikan sebagai keadaan eksogen pada individu (circumstances) dan berpengaruh pada ketimpangan kesempatan akses kebutuhan dasar juga berasal dari SUSENAS. Indikator tersebut adalah 21 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 21 2 Mengukur Ketimpangan Kesempatan Mengukur Ketimpangan Kesempatan 2 sebagai berikut: 1. Karakteristik anak, seperti jenis kelamin dan tempat ketika dilahirkan. Karena keterbatasan data, tempat anak dilahirkan didekati dengan daerah tempat tinggal anak saat ini (perkotaan atau perdesaan). Kedua indikator ini dinyatakan dalam variabel kategorikal (dua kategori). 2. Karakteristik keluarga. Karena keterbatasan data, keluarga didekati dengan rumah tangga dan orang tua didekati dengan Kepala Rumah Tangga (KRT). Karakterisitik rumah tangga yang digunakan dalam analisis antara lain: • Jenis kelamin KRT yang dinyatakan dalam variabel kategorikal • Pendidikan terakhir KRT (minimal lulus SMA/sederajat atau lainnya) yang dinyatakan dalam variabel kategorikal • Status pekerjaan KRT (bekerja atau tidak bekerja) yang dinyatakan dalam variabel kategorikal • Pengeluaran per kapita rumah tangga, yang dinyatakan dalam variabel rasio, dan • Jumlah anggora rumah tangga yang dinyatakan dalam variabel rasio. Selain itu, penulisan ini juga menggunakan sumber lainnya, seperti selain Susenas dan survei-survei dari kementerian/lembaga lainnya serta referensi terkait untuk menunjang analisis ketimpangan kesempatan akses kebutuhan dasar pada anak. 22 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 22 KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PENDIDIKAN 3 Kesempatan Pendidikan Dasar di Indonesia lebih merata daripada pendidikan menengah Faktor yang berpengaruh dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan di Indonesia adalah pendidikan kepala rumah tangga Ketimpangan kesempatan untuk akses Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah di KBI lebih rendah daripada ketimpangan kesempatan di KTI Pendidikan Menengah Kawasan Barat Indonesia (KBI) Pendidikan Dasar Kawasan Timur Indonesia (KTI) kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PENDIDIKAN Ketimpangan adalah terjadinya ketidakseimbangan yang terjadi akibat ketidakadilan atau ketidakmerataan yang terjadi di tengah masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status ekonomi, sosial, atau budaya. Ketimpangan dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang tersedia. Berbicara mengenai ketimpangan, salah satu yang ingin dilihat adalah apakah terjadi ketimpangan kesempatan pendidikan pada anak usia 7-18 tahun di Indonesia. Terjadinya ketimpangan kesempatan di bidang pendidikan sebenarnya didasarkan pada terjadinya ketimpangan sosial ekonomi. Selain itu juga belum adanya pemerataan pendidikan, tenaga pengajar yang berkompeten, fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di masing-masing wilayah. Pendidikan memiliki peran penting untuk membangun sumberdaya manusia yang berkualitas serta modal untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Pendidikan bangsa secara jelas tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan negara antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan pada hakekatnya juga merupakan direct investment bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (Human Quality). Pemerintah sudah banyak mengeluarkan program dan kebijakan di bidang pendidikan dengan tujuan agar terjadi kesetaraan kesempatan pendidikan anak usia sekolah. Program pemerintah tersebut bertujuan supaya anak-anak usia sekolah mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat bersekolah lebih baik di masa mendatang. Pemerintah dalam memperingati 25 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 25 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Hari Kemerdekaan RI ke 74 tahun mengambil tema SDM unggul Indonesia maju. Untuk meningkatkan SDM, salah satu caranya melalui pendidikan. Selain memperoleh pengetahuan, seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi kelak memiliki kemampuan dalam bekerja. Dari tema yang diusung tersebut pemerintah memiliki tujuan dan terus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Pentingnya pembangunan sumber daya berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat generasi muda menjadi pintar dan mampu berkarya. Semoga SDM unggul Indonesia maju bukan hanya slogan belaka. Untuk melihat tingkat keberhasilan dari program dan kebijakan yang dilakukan pemerintah di bidang pendidikan melalui penghitungan HOI di bidang pendidikan. Dalam publikasi ini ketimpangan kesempatan pendidikan dibedakan menjadi dua yaitu ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan ketimpangan kesempatan pendidikan menengah. Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar (SD/Sederajat dan SMP/Sederajat untuk Anak Usia 7-15 Tahun) Menurut Roemer (1998) pendidikan memiliki nilai intrinsik dan dianggap sebagai keuntungan, sehingga individu dapat memperoleh peluang mencapai outcome seperti kesehatan dan pendapatan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memutus lingkaran ketimpangan yang berujung pada kemiskinan. Dengan demikian ketimpangan kesempatan dalam pencapaian pendidikan dapat dianggap sebagai bentuk ketidakadilan bagi individu tersebut. Selama ini pemerintah sudah banyak melakukan langkah kebijakan dalam menangani masalah-masalah di bidang pendidikan salah satunya adalah pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan, perbaikan kurikulum, Gambar 3.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun (Persen), 2016-2018 85 97.45 97.96 97.29 97.81 90 1.0 97.18 95 97.73 100 0.8 0.7 80 75 0.9 0.6 0.57 0.53 0.52 0.5 70 0.4 65 0.3 60 0.2 55 0.1 50 0.0 2016 2017 C HOI 2018 D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 26 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 26 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 khususnya untuk pendidikan dasar. Untuk mengetahui sudah sejauh mana keberhasilan program dan kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah, dapat dlilihat dari hasil penghitungan HOI dibawah ini. Pada kelompok anak usia 7-15 tahun ditemui rata-rata peluang akses (coverage) terhadap pendidikan dasar (SD-SMP) sepanjang 2016-2018 mencapai lebih dari 97 persen, dan peluang tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2016, peluang akses tercatat sebesar 97,73 persen, meningkat menjadi 97,96 persen pada tahun 2018. Pada kurun waktu yang sama juga diperlihatkan dari hasil penghitungan bahwa nilai HOI juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2016, nilai HOI tercatat sebesar 97,18 persen, meningkat menjadi 97,45 persen pada tahun 2018. Hasil ini menandakan bahwa lebih dari 97 persen kesempatan atas pendidikan dasar di Indonesia telah dialokasikan berdasarkan prinsip kesetaraan selama tahun 2016-2018. Nilai HOI dan rata-rata peluang akses (coverage) pada pendidikan dasar relatif sama nilainya selama periode 2016-2018. Hal ini dikarenakan indeks ketimpangan kesempatan di sepanjang periode tersebut juga relatif kecil dan cenderung menurun. Pada tahun 2016 indeks ketimpangan kesempatan pendidikan dasar hanya sebesar 0,57 persen, menurun menjadi 0,52 persen pada tahun 2018. Dari hasil ini dapat dijelaskan bahwa sampai tahun 2018 hanya tinggal sekitar 0,52 persen kesempatan atas pendidikan dasar yang perlu direalokasi untuk menjamin kesetaraan pada 2018. Fakta ini mengindikasikan bahwa tidak hanya peluang partisipasi sekolah anak usia 7-15 tahun yang semakin meningkat di sepanjang 2016-2018, namun juga distribusinya semakin merata. Meningkatnya nilai HOI yang diiringi dengan menurunnya indeks ketimpangan kesempatan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan. Berarti program pemerintah yang digulirkan sejak tanggal 2 Mei 1984 yang mencanangkan program wajib belajar 6 tahun terlihat berhasil, dimana hampir semua warga negara Indonesia bisa mengenyam pendidikan sampai kelas 6 atau sampai tamat SD. Sepuluh tahun kemudian dengan keberhasilan program wajar 6 tahun pemerintah mengeluarkan regulasi dilanjutkan dengan meningkatkan wajib belajar menjadi 9 tahun sejak tahun 1994, yakni semua anak usia sekolah dapat bersekolah dari Sekolah Dasar (SD) 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun. Untuk menunjang program wajar 9 tahun pemerintah mengalokasikan APBN untuk bidang pendidikan sebesar 20 persen, program lainnya adalah dana BOS untuk sekolah dan pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat SD dan SMP. Kebijakan dan program-program tersebut merupakan salah satu cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan sumber daya manusia yang menyasar pada pendidikan dasar. 27 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 27 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Gambar 3.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun, 2016-2018 0.17 2018 21.04 9.10 2.03 35.07 27.71 .88 0.56 2017 23.27 7.79 3.49 35.80 26.16 .9 0.65 15.78 2016 0 9.11 10 20 3.84 37.16 30 40 50 28.12 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 5.34 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Pembahasan berikutnya menguraikan mengenai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perubahan ketimpangan kesempatan pada pendidikan dasar untuk anak usia 7-15 tahun di Indonesia. Pada tahun 2016 faktor yang berkontribusi sangat besar di pendidikan dasar pada ketimpanganan adalah pendidikan kepala rumahtangga (37,16 persen) dan faktor pengeluaran perkapita (28,12 persen). Faktor berikutnya yang berkontribusi terhadap ketimpangan kesempatan kesempatan pada pendidikan dasar yaitu daerah tempat tinggal sebesar 15,78 persen. Faktor yang memberi pengaruh cukup besar di tahun 2017-2018 sama dengan kondisi di tahun 2016, namun untuk pendidikan kepala rumahtangga terjadi penurunan sedangkan pengeluaran per kapita dan daerah tempat tinggal sempat menurun di tahun 2017 dan meningkat di tahun 2018 (lihat Gambar 3.2). Faktor-faktor yang tidak memberikan pengaruh besar atau cukup kecil pada ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun sepanjang tahun 2016-2018 adalah status pekerjaan kepala rumahtangga, dimana nilainya dibawah 1 persen. Faktor-faktor lain yang pengaruhnya cukup kecil adalah jumlah anggota rumahtangga dan jenis kelamin kepala rumahtangga. Kedua faktor tersebut rata-rata hanya berkontribusi masingmasing sebesar 4,37 persen dan 3,12 persen. Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar di KBI dan KTI Jika dilihat berdasarkan kawasan di Indonesia, hasil penghitungan HOI pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih tinggi dibandingkan di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Otomatis semakin tinggi nilai HOI maka indeks ketimpangan akan semakin rendah. Dari Gambar 3.3 terlihat bahwa indeks ketimpangan di 28 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 28 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 KBI lebih rendah dibanding di wilayah KTI. Perbedaan HOI di KBI dengan KTI berbeda sekitar 2 persen lebih. 29 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 29 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Gambar 3.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 110 1.2 1.00 100 80 70 95.64 97.99 95.43 97.85 95.23 97.75 90 1.0 0.89 0.86 0.8 0.6 0.4 0.43 0.40 0.41 0.2 60 50 0.0 2016 2018 HOI KBI 2017 HOI KTI Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Jika dilihat perkembangannya, nilai HOI di wilayah KBI menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya yaitu dari 97,75 persen pada tahun 2016 meningkat menjadi 97,99 persen pada tahun 2018. Selanjutnya untuk indeks ketimpangan (Indeks D) pendidikan dasar di provinsi yang masuk ke wilayah KBI sebesar 0,43 persen pada tahun 2016 dan di tahun 2018 indeks ketimpangan pendidikan dasar turun menjadi 0,41 persen. Untuk wilayah KTI, HOI pendidikan dasar pada tahun 2016 tercatat sebesar 95,23 persen dan mengalami kenaikan pada dua tahun berikutnya. Pada tahun 2017, HOI pendidikan dasar di KTI sebesar 95,43 persen dan terus mengalami kenaikan menjadi 95,64 persen pada tahun 2018. Indeks ketimpangan kesempatan pendidikan dasar di KTI pada tahun 2016 tercatat sebesar 1 persen dan menurun sampai tahun 2018 menjadi 0,86 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa alokasi kesempatan pendidikan dasar lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dalam arti lain, peluang anak usia 7-15 tahun untuk menempuh pendidikan dasar di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI. Gambar 3.4 menunjukkan hasil penghitungan dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun yang berada di KBI. Berdasarkan hasil penghitungan ternyata sepanjang kurun waktu 2016-2018 faktor-faktor yang berkontribusi terbesar adalah pendidikan kepala rumahtangga dan pengeluaran per kapita. Faktor pendidikan kepala rumahtangga berkontribusis sebesar 39,01 persen pada tahun 2016 turun menjadi 38,46 persen pada tahun 2018. Sementara untuk pengeluaran per kapita memberi kontribusi seebsar 30,10 persen pada tahun 2016 dan naik menjadi 33,22 persen pada tahun 2018. Sementara itu, faktor yang sangat 30 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 30 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 kecil pengaruhnya terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia 7-15 tahun di KBI adalah faktor status pekerjaan KRT. Sebagaimana di KBI, dekomposisi ketimpangan pendidikan dasar usia anak sekolah 7-15 tahun di KTI yang memberikan kontribusi 31 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 31 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Gambar 3.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KBI, 2016-2018 5.12 0.43 9.93 2018 10.87 1.97 38.46 33.22 2.41 1.03 2017 13.75 7.53 5.19 36.36 33.73 4.82 1.71 2016 6.11 0 12.18 10 6.08 20 39.01 30 40 30.10 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) terbesar pada tahun 2016-2018 adalah pendidikan kepala rumah tangga yaitu sekitar 38,89 persen sampai dengan 43,40 persen. Faktor berikutnya yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan dasar adalah daerah tempat tinggal sekitar 25,77 persen sampai dengan 31,59 persen, dan diikuti oleh pengeluaran perkapita sekitar 19,49 persen sampai dengan 23,78 persen. Selanjutnya, Gambar 3.5 juga memperlihatkan bahwa dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun yang memberikan kontribusi terkecil di provinsi-provinsi yang berada di KTI Indonesia adalah pada faktor status pekerjaan kepala rumahtangga, jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumahtangga, dan jumlah anggota rumahtangga. Gambar 3.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Dasar Untuk Anak Usia 7-15 Tahun di KTI, 2016-2018 1.61 2018 31.59 0.36 6.67 19.49 1.17 2017 27.31 25.77 0 10 43.40 18.26 30 2.65 0.58 5.82 20 0.64 0.04 9.20 0.90 2016 1.39 38.89 40.50 40 50 23.78 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 32 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 32 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Hasil penghitungan dan uraian diatas menunjukkan bahwa secara nasional maupun khusus di wilayah KBI, pengeluaran per kapita rumahtangga, pendidikan kepala keluarga, dan daerah tempat tinggal merupakan faktor yang berkontribusi dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan 33 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 33 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 dasar anak usia 7-15 tahun di Indonesia sepanjang tahun 2016-2018. Fakta ini menjelaskan bahwa pengeluaran per kapita keluarga sangat berperan karena semakin besar pengeluaran keluarga salah satunya adalah pengeluaran untuk pendidikan membuat anak akan memiliki akses pendidikan lebih baik. Kesempatan anak untuk mengakses pendidikan akan lebih besar jika orang tuanya terutama kepala rumah tangganya berpendidikan lebih tinggi. Selain itu, faktor daerah tempat tinggal turut mempengaruhi ketimpangan kesempatan pendidikan. Hal ini disebabkan masih terdapat daerah yang sarana dan fasilitas pendidikannya masih kurang memadai khususnya di daerah perdesaan. Khusu di wilayah KBI, faktor daerah tempat tinggal tidak dominan pengaruhnya terhadap akses anak ke pendidikan dasar. Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah (SMA/Sederajat Untuk Anak Usia 16-18 Tahun) Gambar 3.6 memperlihatkan bahwa pada kelompok anak usia 16-18 tahun jika dilihat berdasarkan kesempatan anak untuk mengakses pendidikan menengah memperlihatkan kecenderungan meningkat sepanjang tahun 2016-2018. Hal ini ditandai dengan nilai HOI dan coverage anak usia 16-18 tahun pada kesempatan pendidikan menengahyang trennya meningkat. Pada pendidikan menengah kelompok anak usia 16-18 tahun, rata-rata peluang akses (coverage) pada tahun 2016 baru mencapai 70,83 persen, dan peluang tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu menjadi 71,99 persen di tahun 2018. Ternyata dari hasil penghitungan HOI juga menunjukkan arah yang sama dengan peluang akses, dimana pada tahun 2016, nilai HOI baru mencapai 66,08 persen dan mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai 67,89 persen pada tahun 2018. Hasil ini menandakan bahwa di Indonesia baru mampu memberikan sekitar 66 persen sampai dengan 68 persen saja kesempatan atas pendidikan menengah yang telah dialokasikan berdasarkan prinsip kesetaraan sepanjang tahun 2016-2018. Gambar 3.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun (Persen), 2016-2018 80 10.0 75 9.0 8.0 70 65 7.0 6.0 6.71 6.30 60 5.0 5.70 4.0 67.89 71.99 66.92 3.0 71.42 45 66.08 50 70.83 55 40 1.0 0.0 2016 2017 C 34 2.0 HOI 2018 D Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 34 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 35 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 35 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Nilai HOI dan rata-rata peluang akses (coverage) pada pendidikan menengah nilainya tidak berbeda jauh terpaut sekitar 4 persen saja selama periode 2016-2018. Hal ini dikarenakan indeks ketimpangan kesempatan di sepanjang periode tersebut juga relatif kecil dan cenderung menurun. Pada tahun 2016 indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah sebesar 6,71 persen, lalu menurun ditahun 2017 dan 2018 menjadi 5,70 persen pada tahun 2018. Dari hasil ini dapat dijelaskan bahwa sampai akhir tahun 2018 masih ada yang tertinggal sekitar 5,70 persen kesempatan atas pendidikan menengah bagi anak usia sekolah 16-18 tahun yang perlu direalokasi untuk menjamin kesetaraan pada tahun 2018. Fakta ini mengindikasikan bahwa peluang partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun semakin meningkat di sepanjang tahun 2016-2018, namun masih mensisakan masalah distribusinya yang nilainya masih satu digit. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata peluang akses pendidikan menengah terlihat meningkat sepanjang periode 2016-2018. HOI anak terhadap pendidikan menengah cenderung meningkat di sepanjang tahun 2016-2018. Sejalan dengan kondisi tersebut, indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah terlihat cenderung sedikit meningkat. Hasil penghitungan HOI menggambarkan bahwa kebijakan dan program pemerintah yang diperuntukkan untuk pendidikan menengah seperti wajib belajar 12 tahun yang sudah dilaksanakan dari tahun 2014 sudah berjalan dan sampai saat ini masih terus berjalan namun belum memberikan hasil yang maksimal seperti pada pendidikan dasar. Untuk itu wajib belajar 12 tahun harus didukung dengan kebijakan dan program-program seperti ketersediaan infrastruktur sekolah, jumlah guru yang tersedia untuk pendidikan menengah, serta pemerataan siswa atau anak didik melalui sistem zonasi. Lebih rendahnya nilai HOI pada kelompok pendidikan menengah untuk anak usia sekolah 16-18 tahun dibandingkan kelompok pendidikan dasar anak usia sekolah 7-15 tahun dapat dipahami karena semakin tinggi tingkat pendidikan, maka tingkat partisipasi sekolah cenderung menurun. Hal ini terjadi diantaranya disebabkan oleh fasilitas infrastruktur penyelenggara pendidikan menengah (seperti jumlah sekolah atau jumlah kelas) yang lebih terbatas dibandingkan pendidikan dasar, begitu juga akses menuju fasilitas pendidikan yang kurang mendukung (misalnya jauh letaknya). Begitu pula untuk jumlah tenaga pengajar, dimana tenaga pengajar pada tingkat pendidikan dasar lebih banyak dibandingkan jumlah tenaga pengajar pada pendidikan menengah. Hal tersebut juga dapat dilihat dari Angka Partisipasi Sekolah dan Angka Partisipasi Murni antara pendidikan dasar (SD/sederajat dan SMP/sederajat) dan pendidikan menengah (SMA dan sederajat). Kontribusi dari berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi pada anak usia sekolah 16-18 tahun terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah berdasarkan hasil penghitungan dari dekomposisi Shapley sepanjang tahun 2016-2018 yang sangat dominan adalah pendidikan kepala 36 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 36 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 Gambar 3.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun (Persen), 2016-2018 16.24 2018 17.98 2017 0.11 3.16 2.70 17.92 0.95 10 29.99 1.26 20 2.92 45.14 2.45 0.55 39.60 2.86 0 29.32 1.86 1.15 2016 3.59 44.88 30 40 35.35 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) rumahtangga, pengeluaran per kapita, dan daerah tempat tinggal. Pada tahun 2018 masing-masing kontribusi pendidikan kepala rumahtangga mencapai 44,88 persen, diikuti oleh pengeluaran perkapita sebesar 29,32 persen, dan faktor daerah tempat tinggal sebesar 16,24 persen. Faktor-faktor yang pengaruhnya atau berkontribusi sangat kecil terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah pada anak usia 16-18 tahun sepanjang tahun 2016-2018 adalah status pekerjaan kepala rumah tangga dan jenis kelamin kepala rumahtangga. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.7. Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah di KBI dan KTI Jika dilihat berdasarkan wilayah antara KBI dan KTI pada pendidikan menengah memperlihatkan kenaikan nilai HOI di kedua kawasan sepanjang tahun 2016-2018. Namun demikian, nilai HOI di provinsi-provinsi yang berada di wilayah KBI sedikit lebih rendah dibandingkan di provinsi-provinsi yang berada di wilayah KTI. Nilai HOI sepanjang tahun 2016-2018 di KBI pada pendidikan menengah berdasarkan hasil hitung antara 65,62 persen hingga 67,69 persen dan nilai HOI di KTI antara 67,57 persen hingga 68,41 persen. Nilai HOI antara wilayah barat dan timur tidak berbeda jauh berarti kesempatan pendidikan menengah antara KBI dan KTI menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu cukup merata. Indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah di provinsiprovinsi yang berada di KBI awalnya mencapai sekitar 7,03 persen pada tahun 2016, sedangkan di KTI sekitar 5,80 persen. Namun, indeks ketimpangan kesempatan di KBI terus menurun hingga menjadi hanya 5,75 persen pada tahun 2018. Sementara indeks ketimpangan kesempatan di KTI relatif stabil di posisi 6 persen atau tepatnya menjadi 5,83 persen pada tahun 2018. Hal 37 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 37 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 ini berarti indeks ketimpangan kesempatan pendidikan menengah di KBI relatif sama dengan di KTI yaitu di sekitar 6 persen. Oleh karena itu, dapat 38 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 38 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 3 Gambar 3.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Pendidikan Menengah Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 70 8.0 68 6.47 7.0 5.75 66 5.97 5.80 62 6.0 5.83 5.0 4.0 58 3.0 50 2.0 68.41 67.92 67.57 65.62 54 52 66.59 56 67.69 60 1.0 0.0 2016 2017 HOI KBI HOI KTI 2018 Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) dikatakan bahwa tidak ada gap lagi antara kesempatan akses pendidikan menengah antara wilayah KBI dan KTI. Dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia sekolah 16-18 tahun di KBI dapat dilihat pada Gambar 3.9. Di KBI, sepanjang tahun 2016-2018 faktor yang sangat besar kontribusinya adalah faktor pendidikan kepala rumahtangga rata-rata menyumbang sebesar 42,41 persen. Faktor berikutnya yang cukup besar pengaruhnya terhadap ketimpangan pendidikan menengah selama periode 2016-2018 adalah pengeluaran per kapita dan daerah tempat tinggal. Kedua faktor tersebut rata-rata berkontribusi sebesar 32,37 persen dan 16,34 persen. Ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia 16-18 tahun di KBI juga dipengaruhi oleh faktor lain yang sumbangannya sangat kecil. Faktor status pekerjaan kepala rumahtangga berkontribusi sangat kecil sekali tidak sampai 1 persen, selama kurun waktu 2016-2018 rata-rata sebesar 0,59 Gambar 3.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KBI, 2016-2018 14.51 2018 16.85 2017 17.65 10 30.33 0.65 2.39 3.62 45.63 30.20 1.41 20 2.76 0.84 37.43 3.34 0 4.96 44.18 0.67 2016 39 0.27 3.48 2.26 30 40 36.57 50 60 70 80 90 100 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 39 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 3 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 40 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 40 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 persen. Selain itu faktor yang berkontribusi cukup kecil juga adalah jenis kelamin anak dan jenis kelamin kepala rumahtangga , masing-masing bernilai 2,09 persen dan 2,42 persen. Sementara itu untuk wilayah di KTI, dekomposisi ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia sekolah 16-18 tahun dapat dilihat pada Gambar 3.10. Faktor dengan kontribusi yang sangat besar sepanjang kurun waktu 2016-2018 adalah pendidikan kepala rumah tangga dengan ratarata kontribusi sebesar 42,30 persen, diikuti oleh faktor pengeluaran per kapita rata-rata sebesar 27,31 persen, serta daerah tempat tinggal sebesar 23,39 persen. Sedangkan untuk faktor yang lainnya, kontribusinya sangat kecil sekali terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah anak usia sekolah 16-18 tahun di KTI yaitu rata-rata besarannya dibawah 3 persen sepanjang tahun 2016-2018. Gambar 3.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Pendidikan Menengah Untuk Anak Usia 16-18 Tahun di KTI, 2016-2018 24.78 0.57 2.16 4.19 2018 2.21 39.47 3.47 20.55 2016 10 20 1.96 27.61 0.61 2.51 0.59 45.23 0.79 0 24.61 0.43 24.85 2017 1.49 42.19 30 40 29.72 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Faktor-faktor yang dominan berkontribusi terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah pada anak usia sekolah 16-18 tahun sama dengan ketimpangan kesempatan yang terjadi pada pendidikan dasar. Jika dibedakan menurut wilayah antara KBI dan KTI juga memberikan gambaran yang sama bahwa pendidikan kepala rumahtangga, pengeluaran per kapita rumahtangga dan daerah tempat tinggal mempunyai kontribusi yang cukup dominan terhadap ketimpangan kesempatan pendidikan menengah. Hasil uraian di atas memperlihatkan bahwa rata-rata peluang akses dan HOI anak usia sekolah terhadap pendidikan dasar dan menengah cenderung meningkat di sepanjang tahun 2016-2018. Sejalan dengan ini, indeks ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan pendidikan menengah cenderung menurun. Fakta ini menjelaskan bahwa tingkat akses anak usia sekolah di Indonesia terhadap pendidikan dasar semakin baik dan distribusinya pun semakin merata. Sedangkan tingkat akses anak usia sekolah di Indonesia 41 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 41 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 terhadap pendidikan menengah mulai membaik, meskipun nilainya masih jauh dibanding pendidikan dasar dan distribusinya yang belum merata. Namun, 42 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 42 3 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan PendidikanKesempatan Anak Terhadap Pendidikan 3 dari hasil penghitungan HOI pendidikan dasar ditemui lebih tinggi dibanding HOI pendidikan menengah. Begitu juga dengan indeks ketimpangan akses pendidikan menengah yang ditemui lebih besar dibanding pada pendidikan dasar. Hal ini menjelaskan bahwa kesempatan pendidikan dasar di Indonesia lebih merata ketimbang yang terjadi pada pendidikan menengah. Berbicara mengenai pendidikan, pendidikan di Indonesia masih banyak mengalami kendala, khususnya yang berkaitan dengan kualitas pendidikan dan kualitas guru yang masih kurang. Kualitas pendidikan yang baik perlu segera diwujudkan agar kedepannya dapat menciptakan masyarakat Indonesia yang produktif dan berkualitas. Salah satu agenda tujuan pembangunan pada pemerintahan Jokowi, Nawacita di bidang pendidikan yaitu peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Kartu Indonesia Pintar”. Selain itu, ditunjang dengan adanya Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs/TPB) pada tujuan 4: “Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua”). Dalam rangka mewujudkan SDGs/TPB 2030 dan tujuan nawacita khususnya di bidang pendidikan, pemerintah dan masyarakat dapat bekerjasama dalam melaksanakan kebijakan dan program pembangunan karena dengan suksesnya suatu pendidikan akan membawa keberhasilan dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan lainnya. 43 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 43 KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PERUMAHAN YANG SEHAT Kesempatan anak untuk mengakses air minum layak di Indonesia lebih merata dibandingkan untuk mengakses sanitasi layak 4 Faktor yang berpengaruh dominan terhadap akses air minum layak dan sanitasi layak adalah daerah tempat tinggal Baik di KTI maupun KBI, daerah tempat tinggal menjadi faktor dominan terhadap akses air minum layak dan sanitasi layak Kesempatan untuk mengakses air minum layak dan sanitasi layak relatif lebih terdistribusi secara merata pada Kawasan Barat Indonesia kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP PERUMAHAN YANG SEHAT Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak Air minum layak menjadi salah satu komponen penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Kemampuan seorang anak untuk bisa mencapai hidup yang produktif sebagian besar bergantung pada kemampuan akses rumah tangga dimana anak tersebut tinggal untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, salah satu diantaranya adalah kebutuhan akan air minum layak (Indra, 2015). Kebutuhan akan air minum layak juga menjadi salah satu tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) di tujuan keenam yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Salah satu sasaran di tujuan 6 SDGs menyebutkan bahwa tahun 2030 adalah mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua. Di RPJMN tahun 2015-2019, pemerintah menargetkan peningkatan akses terhadap air minum layak di tahun 2019 menjadi 100 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan akan air minum layak menjadi kebutuhan yang krusial (Sekretariat Kabinet RI, 2017). Penghitungan indikator terkait akses air minum yang aman dan berkelanjutan (safe and sustainable drinking water) seperti yang ditargetkan SDGs secara bertahap akan terus dilakukan pemerintah hingga tahun 2030. 39 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 39 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Air minum termasuk dalam kategori aman setelah melalui pemeriksaan secara biologis, fisika dan kimia. Aspek keamanan air diukur dari kualitas air yang bebas dari kontaminasi feses dan kimia. Namun sampai saat ini Indonesia belum bisa menyediakan indikator tentang air aman, sehingga baru disediakan indikator air minum layak yang sekarang masih berlaku di Indonesia (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2017). Gambar 4.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 80 75 10,0 9,0 8,01 7,21 6,58 70 8,0 7,0 55 4,0 68,30 73,10 66,11 71,25 5,0 64,77 60 70,41 6,0 65 3,0 2,0 1,0 50 0,0 2016 2017 C HOI 2018 D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Gambar 4.1 memperlihatkan tren ketimpangan kesempatan ana terhadap air minum layak dari tahun 2016-2018. Cakupan anak yang tinggal di rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum layak terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016, cakupan secara nasional berada di angka 70,41 persen. Sedangkan di tahun 2018, cakupan anak dalam kondisi yang sama meningkat menjadi 73,10 persen. Berbanding terbalik dengan cakupan nasional yang semakin meningkat, tren indeks ketimpangan kesempatan terhadap akses air minum layak mengalami penurunan. Indeks ketimpangan kesempatan di tahun 2016 berada di angka 8,01 persen, sedangkan di tahun 2018 hanya sekitar 6,58 persen. Penurunan indeks ketimpangan kesempatan ini menunjukkan bahwa kesempatan anak untuk mendapatkan akses air minum layak semakin terdistribusi merata. Hal ini bisa dilihat dari nilai Human Opportunity Index (HOI) yang semakin meningkat. Di tahun 2016, nilai HOI untuk air minum layak sebesar 64,77 persen, meningkat menjadi 68,30 persen pada tahun 2018. Dengan kata lain, dengan prinsip kesetaraan, peluang seorang anak dapat mengakses air minum layak di tahun 2016 hingga 2018 berada di angka 64,77 persen hingga 68,30 persen. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan kesempatan akses seorang anak terhadap air minum layak di tahun 2016 hingga 40 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 40 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 2018, diantaranya yaitu faktor daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumahtangga (KRT), pendidikan KRT, status pekerjaan KRT, pengeluaran per kapita serta jumlah ART yang tinggal dalam rumah tangga 41 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 41 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 tersebut. Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak di Indonesia dari tahun ke tahun adalah daerah tempat tinggal. Faktor terbesar kedua dan ketiga masing-masing adalah pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT. Sedangkan faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, jenis kelamin KRT, status pekerjaan KRT, serta jumlah anggota rumahtangga (ART) hanya mempunyai pengaruh kecil terhadap akses seorang anak dapat mengakses air minum layak. Gambar 4.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 0,90 1,18 0,27 2018 45,45 23,32 28,81 0,08 1,42 0,22 2017 44,70 0,97 22,89 29,72 0,07 0,90 0,20 2016 45,86 0,53 22,59 29,69 0,23 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Daerah tempat tinggal berkontribusi paling besar terhadap ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak selama 3 tahun terakhir. Di tahun 2016, kontribusi faktor daerah tempat tinggal sebesar 45,86 persen. Sedangkan di tahun-tahun selanjutnya, kontribusi daerah tempat tinggal berturut-turut sebesar 44,7 persen dan 45,45 persen. Dari hasil pengukuran dekomposisi yang dihasilkan menunjukkan bahwa seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kesempatan akses terhadap air minum layak yang lebih besar daripada anak yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini sejalan dengan data BPS yang menunjukkan proporsi populasi masyarakat perkotaan yang mempunyai akses terhadap layanan sumber air minum layak di tahun 2015 hingga 2017 berada di angka lebih dari 80 persen. Sebaliknya, proporsi populasi masyarakat perdesaan dimana yang mempunyai akses terhadap layanan sumber air minum layak hanya sebesar 60 hingga 62 persen di periode tahun yang sama (https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/05/28/1388/ proporsi-populasi-yang-memiliki-akses-terhadap-layanan-sumber-air-minumlayak-dan-berkelanjutan-menurut-daerah-tempat-tinggal-2015---2017.html). Faktor pengeluaran per kapita berkontribusi terbesar kedua terhadap ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak. Pada tahun 2016, kontribusi pengeluaran per kapita sebesar 29,69 persen. Sedangkan di tahun 42 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 42 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 2017 hingga 2018 berturut-turut sebesar 29,72 persen dan 28,81 persen. Dari data yang ada dapat dikatakan seorang anak yang berasal dari rumah tangga 43 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 43 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 dengan pengeluaran per kapita yang tinggi akan mendapatkan kesempatan akses air minum layak yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga dengan pengeluaran per kapita rendah. Faktor terbesar ketiga yang mempengaruhi ketimpangan akses seorang anak terhadap air minum layak di Indonesia adalah pendidikan kepala rumah tangga. Di tahun 2016, kontribusi faktor ini sebesar 22,59 persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga 2018 berturut-turut sebesar 22,89 persen dan 23,32 persen. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan seorang kepala rumah tangga maka semakin tinggi pula kesempatan anak di rumah tangga tersebut untuk dapat mengakses air minum layak. Dari uraian ketiga faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan, berasal dari rumah tangga dengan pengeluaran per kapita tinggi serta mempunyai kepala rumah tangga yang berpendidikan tinggi akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk bisa mengakses air minum layak dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah perdesaan, berasal dari rumah tangga dengan pengeluaran per kapita rendah serta mempunyai kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Air Minum Layak di KBI dan KTI Berbicara mengenai kawasan barat dan timur Indonesia, terdapat beberapa perbedaan karakteristik mulai dari kondisi geografis, budaya hingga tingkat pembangunan manusia. Dari data yang dihasilkan BPS, rata-rata persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak di KBI cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi yang ada di KTI. Di tahun 2016 dan 2017, rata-rata persentase rumah tangga yang memiliki akses Gambar 4.3 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang memiliki Akses Terhadap Air Minum Layak di Wilayah KBI dan KTI, Tahun 2016-2018 Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2019 (diolah) 44 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 44 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 terhadap air minum layak di wilayah KBI sebesar 70,13 persen dan 70,80 persen. Sedangkan di KTI, nilai rata-rata persentasenya untuk periode waktu yang sama sebesar 67,39 persen dan 70,24 persen. Kondisi berbeda terjadi di tahun 2018 dimana rata-rata persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak di KBI sedikit lebih rendah dibandingkan dengan KTI dengan nilai masing-masing untuk KBI sebesar 72,62 persen dan KTI sebesar 73,28 persen. Kondisi akses rumah tangga terhadap air minum layak yang berbeda di kedua kawasan tersebut juga berpengaruh terhadap kemudahan akses air minum layak bagi anak-anak. Pada Gambar 4.4 tampak bahwa nilai HOI akses air minum layak untuk anak di KBI lebih tinggi dibandingkan dengan KTI dalam kurun waktu 2016 hingga 2018. Jika dilihat trennya, nilai HOI untuk KBI selalu meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari 66,18 pada tahun 2016 menjadi 68,74 persen pada tahun 2018. Demikian juga dengan nilai HOI untuk KTI meningkat dari 59,85 persen pada tahun 2016 menjadi 66,40 persen. Gambar 4.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 80 70 12,0 10,15 10,0 8,29 8,28 60 50 6,0 30 0 66,40 4,0 68,74 68,62 59,85 10 66,18 20 6,31 6,23 66,23 40 8,0 7,41 2,0 0,0 2016 2018 HOI KBI 2017 HOI KTI Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Apabila dilihat berdasarkan tren ketimpangan kesempatan, pola yang terjadi di KBI dan KTI hampir sama, keduanya menunjukkan pola kecenderungan untuk menurun. Berdasarkan penghitungan indeks ketimpangan (indeks D), ketimpangan kesempatan di KTI lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan kesempatan di KBI. Pada tahun 2016, ketimpangan kesempatan di KTI sebesar 10,15 persen, kemudian menurun pada tahun 2018 menjadi 8,28 persen. Demikian juga dengan kondisi di KBI, ketimpangan kesmepatan turun dari 7,41 persen pada tahun 2016 menjadi 6,23 persen pada tahun 2018. Dari deskripsi di atas dapat dikatakan bahwa nilai HOI atau kesempatan akses anak terhadap akses air minum layak di KBI lebih tinggi daripada di KTI. Akan tetapi, nilai kesempatan akses anak terhadap akses air minum layak di kedua kawasan tersebut mempunyai kecenderungan mengalami peningkatan 45 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 45 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 setiap tahunnya. Dilihat dari indeks ketimpangan kesempatan yang ada, KBI lebih rendah dibandingkan di KTI. Dengan kata lain, alokasi kesempatan akses 46 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 46 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 4 air minum layak bagi anak relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Meskipun demikian, indeks ketimpangan kesempatan akses anak terhadap akses air minum layak di kedua kawasan tersebut cenderung mengalami penurunan. Selanjutnya, dari hasil data yang diolah, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak untuk dapat mengakses air minum layak di KBI dan KTI tidak jauh berbeda. Di KBI, faktor daerah tempat tinggal menjadi faktor yang paling berpengaruh. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi didominasi oleh pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, jenis kelamin kepala rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga dan juga jumlah anggota rumah tangga hanya mempunyai sedikit pengaruh. Dominasi faktor-faktor tersebut juga terjadi di KTI, hanya saja proporsinya sedikit berbeda (Gambar 4.5 dan 4.6). Gambar 4.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018 40,60 1,52 0,85 0,28 2018 23,84 32,86 0,05 1,18 0,23 2017 40,26 1,25 23,62 33,34 0,13 0,46 0,16 2016 40,43 0,50 24,31 33,79 0,36 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Kontribusi daerah tempat tinggal terhadap ketimpangan kesempatan akses air minum layak pada anak dari tahun 2016 hingga tahun 2018 di KBI relatif stabil sekitar 40 persen. Sementara di KTI, besarnya kontribusi daerah tempat tinggal berturut-turut dari tahun 2016 hingga tahun 2018 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat yaitu dari 55,32 persen menjadi 56,03 persen. Kondisi ini mencerminkan seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kesempatan untuk mengakses air minum layak yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah perdesaan, baik anak yang tinggal di KBI maupun KTI. Masih rendahnya kesempatan akses air minum layak dengan prinsip kesetaraan bagi anak yang tinggal di perdesaan ini perlu menjadi perhatian pemerintah. Berdasarkan hasil kegiatan Potensi Desa yang dilaksanakan BPS tahun 2018, baik di wilayah di KBI maupun KTI yang termasuk daerah perdesaan masih sekitar 90 persen. Dengan kata lain, baik di KBI maupun KTI masih didominasi daerah perdesaan. 47 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 47 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Faktor yang berpengaruh lainnya selain daerah tempat tinggal adalah pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Di KBI, kontribusi faktor pengeluaran per kapita berada di angka 30 persen setiap tahunnya. Di tahun 2016, pengeluaran per kapita berkontribusi sebesar 33,79 persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pengeluaran per kapita mengalami penurunan. Nilai kontribusi pada periode tersebut berturut-turut adalah sebesar 33,34 persen dan 32,86 persen. Berbeda dengan kondisi di KBI, pengeluaran per kapita di KTI berkontribusi sekitar 19 hingga 22 persen di periode yang sama. Nilai kontribusi faktor pengeluaran per kapita di tahun 2016 hingga 2018 berturut-turut adalah sebesar 21,88 persen; 22,40 persen dan 19,64 persen. Gambar 4.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Air Minum Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018 1,64 2,14 0,18 2018 56,03 20,16 19,64 0,20 2,00 0,14 2017 53,97 0,97 20,20 22,40 0,33 2,28 0,29 2016 55,32 1,26 18,70 21,88 0,28 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Selanjutnya, faktor pendidikan kepala rumah tangga di KBI. Kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di KBI tahun 2016 adalah sebesar 24,31 persen. Kontribusi faktor ini mengalami kenaikan di tahun-tahun selanjutnya. Kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di tahun 2016 hingga tahun 2018 berturut-turut adalah sebesar 23,62 persen dan 23,84 persen. Kontribusi faktor pendidikan rumah tangga di KTI lebih rendah daripada di KBI. Nilai kontribusi faktor tersebut di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar 18,7 persen; 20,20 persen dan 20,16 persen. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak Salah satu aspek penting dalam kesehatan manusia adalah sanitasi yang layak. Berdasarkan definisi dari WHO, sanitasi merupakan penyediaan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia. Sanitasi juga meliputi 48 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 48 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan 49 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 49 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarkat. Sanitasi yang buruk akan berdampak negatif pada kehidupan manusia, mulai dari menurunnya kualitas hidup masyarakat, sumber air minum yang tercemar, hingga meningkatnya penyakit menular akibat sanitasi buruk seperti diare, kolera, dsb (Profil Kesehatan Indonesia, 2018). Banyak teori dan penelitian yang mengatakan bahwa kesehatan ibu dan anak salah satunya dipengaruhi oleh kemudahan akses sanitasi layak. Misalnya saja penelitian yang dilakukan oleh Cheng, Schuster-Wallace, Watt, Newbold dan Mente (2012) dalam Publikasi Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan (2018) menyimpulkan bahwa sanitasi layak dan air bersih secara independen mempengaruhi angka kematian ibu dan anak. Hasil penelitian juga menyebutkan perlunya fokus pada peningkatan strategi kemudahan akses sanitasi layak dan air bersih untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak. Dalam beberapa tahun terakhir, cakupan anak yang mempunyai akses terhadap sanitasi layak terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016, cakupan nasional mencapai 66,17 persen. Cakupan tersebut mengalami peningkatan di tahun 2017 dan 2018 dengan nilai masing-masing sebesar 66,21 persen dan 68,16 persen. Semakin meningkatnya cakupan yang terjadi menyebabkan tren ketimpangan akses sanitasi layak mengalami penurunan. Di tahun 2016, ketimpangan yang terjadi sebesar 11,95 persen. Sedangkan di tahun 2017 dan 2018 menurun dengan nilai masing-masing sebesar 11,86 persen dan 10,95 persen. Semakin mengecilnya ketimpangan yang terjadi juga berimbas pada nilai HOI yang semakin meningkat. Di tahun 2016, nilai HOI secara nasional untuk kesempatan akses sanitasi layak sebesar 58,26 persen. Sedangkan di tahun 2017 dan 2018 mengalami sedikit peningkatan dengan nilai HOI masingmasing tahun adalah sebesar 58,36 persen dan 60,69 persen. Gambar 4.7 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 2016-2018 80 75 14,0 11,95 11,86 10,95 70 8,0 68,16 6,0 60,69 66,21 58,36 50 58,26 55 66,17 60 12,0 10,0 65 4,0 2,0 45 40 0,0 2016 2017 C HOI 2018 D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 50 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 50 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Dari nilai HOI yang didapat di tahun 2016 hingga tahun 2018, dapat dikatakan bahwa sekitar 58 hingga 61 persen kesempatan seorang anak untuk dapat mengakses sanitasi layak telah dialokasikan sesuai dengan prinsip 51 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 51 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Gambar 4.8 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 0,18 2018 2,13 36,77 0,95 28,65 31,08 0,25 2,07 0,35 39,77 2017 0,88 27,24 29,60 0,09 0,19 2016 1,08 1,79 38,27 25,96 32,61 0,11 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) kesetaraan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan ketimpangan yang ada, masih terdapat lebih dari 10 persen kesempatan seorang anak untuk dapat mengakses sanitasi layak yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. Selanjutnya, ketimpangan akses seorang anak terhadap sanitasi layak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, jenis kelamin KRT, pendidikan KRT, status pekerjaan KRT, pengeluaran per kapita serta jumlah ART yang tinggal dalam rumah tangga tersebut. Dari hasil penghitungan (Gambar 4.8), faktor terbesar yang mempengaruhi akses seorang anak terhadap sanitasi layak adalah faktor daerah tempat tinggal. Setelah itu, faktor besar lainnya adalah faktor pengeluaran per kapita dan selanjutnya faktor pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Untuk faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, jenis kelamin KRT, status pekerjaan KRT dan jumlah ART hanya mempunyai pengaruh kecil terhadap akses seorang anak dapat mengakses sanitasi layak. Gambar 4.9 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak Menurut Daerah Tempat Tinggal, 2016-2018 Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018 (diolah) 52 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 52 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Daerah tempat tinggal menjadi kontributor terbesar dalam ketimpangan akses seorang anak terhadap sanitasi layak. Selama tahun 2016-2018, kontribusi faktor ini mencapai sekitar 36 hingga 38 persen dari total faktor-faktor yang mempengaruhi. Dari data yang tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat mengakses sanitasi layak dibandingkan dengan seorang anak yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini sejalan dengan data persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak di tahun 2016 hingga tahun 2018 (Gambar 4.9). Secara umum, lebih dari 80 persen rumah tangga di daerah perkotaan mempunyai akses ke sanitasi layak. Sedangkan untuk di daerah perdesaan, hanya sekitar 53 persen hingga 56 persen rumah tangga yang mempunyai akses ke sanitasi layak. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Sanitasi Layak di KBI dan KTI Terdapat perbedaan karakteristik rumah tangga di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam hal kepemilikan akses terhadap sanitasi layak. Berdasarkan Gambar 4.10, rata- rata persentase rumah tangga di KBI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga di KTI. Di tahun 2016, rata-rata persentase rumah tangga di KBI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak sebesar 70,83 persen. Sedangkan di tahun 2017 dan 2018 rata-rata persentasenya masing-masing sebesar 70,77 persen dan 71,72 persen. Berbeda dengan data untuk rumah tangga di KTI. Di tahun 2016, rata-rata persentase rumah tangga di KTI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak sebesar 61,37 persen. Di tahun 2017, rata-rata persentase tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 60,51 persen. Selanjutnya, peningkatan rata-rata persentase rumah tangga di KTI yang memiliki akses Gambar 4.10 Rata-Rata Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak di Wilayah KBI dan KTI, 2016-2018 Sumber: BPS, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018 (diolah) 53 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 53 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 terhadap sanitasi layak terjadi di tahun 2018 dengan nilai rata-rata sebesar 64,99 persen. Kondisi rata-rata persentase rumah tangga di KBI dan KTI yang memiliki akses terhadap sanitasi layak tersebut sejalan dengan ketimpangan kesempatan dan nilai HOI untuk akses sanitasi layak di KBI dan KTI. Gambar 4.11 memperlihatkan bahwa selama tahun 2016-2018, nilai HOI di KBI lebih tinggi dibandingkan dengan nilai HOI di KTI. Sebaliknya, ketimpangan kesempatan di KBI lebih rendah dibandingkan dengan ketimpangan kesempatan di KTI. Namun demikian, jika dilihat perkembangannya dalam periode yang sama, nilai HOI baik di KBI maupun di KTI sama-sama menunjukkan adanya peningkatan, sedangkan indeks ketimpangan kesempatannya sama-sama menurun. Dari hasil pengolahan dapat dikatakan bahwa kesempatan seorang anak di KBI untuk dapat mengakses sanitasi layak yang telah dialokasikan sesuai dengan prinsip kesetaraan berkisar antara 60 hingga 62 persen selama tahun 2016-2018. Sedangkan kesempatan seorang anak di KTI untuk mendapatkan akses yang sama besarnya hanya sekitar 50 hingga 55 persen. Pada periode waktu yang sama, terdapat sekitar 10 hingga 11 persen kesempatan seorang anak di KBI dan sekitar 13 hingga 15 persen kesempatan seorang anak di KTI untuk dapat mengakses sanitasi layak yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. Gambar 4.11 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 70 18,0 15,29 16,0 60 13,24 13,31 50 10,0 54,92 8,0 62,43 62,30 20 55,02 10,21 10,22 50,24 30 12,0 10,90 60,69 40 14,0 10 6,0 4,0 2,0 0 0,0 2016 HOI KBI 2017 HOI KTI Dissemilarity KBI 2018 Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Dilihat dari dekomposisi ketimpangan kesempatan, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi seorang anak untuk dapat mengakses air minum layak di KBI dan KTI tidak jauh berbeda. Di KBI, faktor daerah tempat tinggal menjadi faktor yang paling berpengaruh. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi didominasi oleh pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Faktor-faktor lainnya seperti jenis kelamin anak, 54 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 54 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 jenis kelamin kepala rumah tangga, status pekerjaan kepala rumah tangga dan juga jumlah anggota rumah tangga hanya mempunyai sedikit pengaruh. 55 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 55 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Dominasi faktor-faktor tersebut juga terjadi di KTI, hanya saja proporsinya sedikit berbeda. Daerah tempat tinggal menjadi faktor terbesar yang berkontribusi pada kesempatan akses seorang anak terhadap sanitasi layak. Di KBI, kontribusi daerah tempat tinggal di tahun 2016 hingga tahun 2018 berturut-turut sebesar 35,79 persen; 37,29 persen dan 34,15 persen. Sedangkan kontribusi daerah tempat tinggal di KTI nilainya lebih besar di tiap tahunnya. Dalam periode yang sama, nilai kontribusi daerah tempat tinggal di KTI sebesar 39,15 persen; 39,36 persen dan 40,03 persen. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa baik di KBI maupun di KTI, seorang anak yang tinggal di wilayah perkotaan mempunyai kesempatan akses ke sanitasi layak yang lebih besar daripada anak yang tinggal di perdesaan. Masih rendahnya akses sanitasi layak di daerah perdesaan perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Dari data kegiatan Potensi Desa yang dilakukan BPS di tahun 2018 didapatkan hasil bahwa sebagian besar wilayah KBI dan KTI didominasi daerah perdesaan. Perbedaan akses kesempatan terhadap sanitasi layak juga dipengaruhi oleh topografi wilayah, lokasi terhadap laut dan letak wilayah terhadap kawasan hutan. Data Potensi Desa menyebutkan hanya sekitar 71 persen di wilayah KTI yang didominasi dataran, sisanya berupa lembah dan lereng/puncak. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan wilayah KBI yang mempunyai dataran sebesar 83,18 persen. Jika dilihat berdasarkan lokasi daerah terhadap laut, KTI lebih banyak didominasi oleh daerah tepi laut dengan persentase sebesar 27,06 persen. Sedangkan di KBI, persentase wilayah tepi lautnya hanya sekitar 7,95 persen. Apabila dilihat dari letak wilayah terhadap kawasan hutan, hanya 59,41 persen wilayah KTI yang berada di luar hutan. Sedangkan di KBI, persentase wilayah di luar hutan mencapai 84 persen. Dari data yang ada, bisa dikatakan bahwa kesempatan akses sanitasi layak di KTI yang masih tinggi juga bisa saja dipengaruhi karena dominasi kondisi geografisnya yang banyak berada di wilayah lembah/lereng/ puncak, berada di tepi laut dan berada di dalam/tepi hutan. Gambar 4.12 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018 0,17 2018 0,69 1,87 34,15 29,62 33,32 0,18 1,63 0,45 37,29 2017 0,91 27,93 31,69 0,10 0,15 0,98 1,35 35,79 2016 27,17 34,38 0,20 0 10 20 Daerah Tempat Tinggal 56 30 40 Jenis Kelamin Anak 50 60 Jenis Kelamin KRT 70 80 90 100 Pendidikan KRT Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 56 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita 4 Jumlah ART Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 57 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 57 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 Gambar 4.13 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Sanitasi Layak Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018 0,21 2018 3,06 40,03 0,66 27,69 27,67 0,67 3,38 0,07 39,36 2017 2,32 27,21 26,92 0,73 2,92 0,26 2016 39,15 1,14 24,68 31,36 0,50 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Faktor lainnya yang berpengaruh selain daerah tempat tinggal adalah pengeluaran per kapita dan pendidikan kepala rumah tangga (KRT). Di KBI, kontribusi faktor pengeluaran per kapita berada di atas angka 27 persen setiap tahunnya. Di tahun 2016, pengeluaran per kapita berkontribusi sebesar 27,17 persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pengeluaran per kapita mengalami kenaikan. Nilai kontribusi pada periode tersebut berturut-turut adalah sebesar 27,93 persen dan 29,62 persen. Kontribusi pengeluaran per kapita di KTI lebih rendah dibandingkan dengan KBI. Besarnya kontribusi faktor tersebut di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar 31,36 persen; 26,92 persen dan 27,67 persen. Selanjutnya, faktor pendidikan kepala rumah tangga di KBI. Kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di KBI tahun 2016 adalah sebesar 34,38 persen. Sedangkan di tahun 2017 hingga tahun 2018, kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di berturut-turut adalah sebesar 31,69 persen dan 33,32 persen. Sedangkan untuk daerah KTI, besarnya kontribusi pendidikan kepala rumah tangga di tahun 2016 hingga 2018 masing-masing sebesar 31,36 persen; 26,92 persen dan 27,67 persen. Dari perbandingan kondisi KBI dan KTI diatas, dapat disimpulkan secara garis besar kesempatan seorang anak untuk dapat mengakses sanitasi layak tidak jauh berjauh berbeda. Kesempatan anak di KBI terus mengalami peningkatan, begitu pula di KTI. Hanya saja, laju pertumbuhan kesempatan di KTI lebih besar dibandingkan dengan KBI. Seorang anak di KBI yang tinggal di daerah perkotaan, berasal dari rumah tangga yang pengeluaran per kapitanya tinggi serta mempunyai kepala rumah tangga yang berpendidikan tinggi mempunyai kesempatan akses sanitasi layak yang lebih besar dibandingkan dengan anak di KBI yang tinggal di daerah perdesaan, berasal dari rumah tangga yang pengeluaran per kapitanya rendah serta mempunyai kepala rumah 58 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 58 4 Ketimpangan KesempatanKetimpangan Anak Terhadap Kesempatan PerumahanAnak yangTerhadap Sehat Perumahan yang Sehat 4 tangga yang berpendidikan rendah. Kondisi yang sama juga berlaku untuk anak yang tinggal di KTI. 59 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 59 KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES LISTRIK HOI 5 Sekitar 97 persen kesempatan akses listrik telah dialokasikan berdasarkan prinsip kesetaraan pada tahun 2018 Pada tahun 2018, masih terdapat sekitar 1% Dissemilarity kesempatan akses listrik yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan KBI - KTI Kesempatan akses listrik di KBI lebih tinggi daripada di KTI Daerah tempat tinggal merupakan kontributor terbesar erhadap t ketimpangan kesempatan akses listrik baik secara nasional, di wilayah KBI, maupun di wilayah KTI. Pada 2018, daerah tempat tinggal berpengaruh sebesar 51,35 persen terhadap akses listrik kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES LISTRIK Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik Listrik merupakan salah satu dari infrastruktur dasar yang penting selain air bersih dan sanitasi. Keberadaan listrik mampu menggerakkan akses pelayanan dasar lain seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Bahkan listrik disebut sebagai penggerak perekonomian dan faktor penentu majunya suatu negara. Listrik juga memberikan kontribusi dalam penanggulangan kemiskinan dan pembangunan. Adapun manfaat listrik untuk pembangunan diantaranya adalah memastikan ketersediaan pangan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki akses terhadap sanitasi dan air bersih, memperbaiki akses terhadap layanan kesehatan, memperbaiki kualitas pendidikan, dan mengurangi kesenjagan antar gender. Menyadari akan pentingnya akses listrik ini lantas apakah listrik sudah bisa dinikmati seluruh penduduk Indonesia. Jika dilihat dari data rasio elektrifikasi selama 2010-2018 terlihat bahwa penduduk yang memiliki akses terhadap listrik terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2018 tercatat ada 98 dari 100 penduduk yang telah memiliki listrik. Bahkan, pemerintah dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) telah menargetkan pada tahun 2025 seluruh penduduk memiliki akses kepada listrik. Namun apabila ditinjau sisi wilayah dan distribusi penduduk, ketimpangan dalam akses listrik masih terjadi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan bahwa provinsi Papua dan Nusa Tenggara merupakan provinsi dengan rasio elektrifikasi terendah saat ini. Munculnya Ketimpangan akses listrik ini terutama pada kawasan timur 55 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 55 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 Indonesia secara langsung menyebabkan ketimpangan dalam ekonomi dan akhirnya berdampak pada kemiskinan. Gambar 5.1 Rasio Elektrifikasi, 2010-2018 Sumber: Kementerian ESDM,Statistik Ketenagalistrikan. World Bank dalam laporan yang berjudul Indonesia’s Rising Divide menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mendorong ketimpangan di Indonesia adalah ketimpangan kesempatan. Bahkan ketimpangan dalam ekonomi dipicu dari munculnya ketidakadilan dan ketimpangan dalam kesempatan yang dimulai di usia dini atau masa anak-anak. Anak belum memiliki kemampuan untuk merubah kondisi sosial ekonomi karena bergantung pada orang tuanya. Sehingga faktor seperti pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan tempat dimana mereka dilahirkan menjadi faktor yang menyebabkan ketimpangan ekonomi terjadi di masa depan. Sebagian besar ketimpangan kesempatan terjadi pada anak yang berasal dari keluarga miskin. Anak dari keluarga miskin akan memiliki peluang yang kecil untuk dapat mengakses hal-hal yang memungkinkannya punya kecakapan (skill) yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Akibatnya mereka akan kehilangan kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang bergaji tinggi di masa depan. Oleh karena itu, keadilan dan kesetaraan dalam mengakses pelayanan dasar diperlukan mulai dari usia Anak. Penduduk usia anak memegang peran penting dalam pembangunan sumber daya manusia unggul di masa depan. Sesuai dengan hak anak yang tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasa 28 ayat 2 bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Mengacu pada hak anak tersebut, kesetaraan akses anak ke layanan dasar idealnya bisa tercapai. Kesetaraan akses ini diantaranya adalah akses anak ke sumber penerangan listrik yang sangat membantu mereka mengakses pelayanan dasar lainnya. Keberadaan listrik bagi anak sangat membantu dalam mendukung proses belajarnya baik dalam hal akses ke teknologi informasi maupun dalam hal membantu penerangan baca tulis pada malam hari. 56 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 56 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 Pada Gambar 5.2 tampak bahwa kesempatan akses (HOI) anak terhadap listrik selama 2016-2018 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Pada 2018, kesempatan akses anak terhadap listrik (HOI) diestimasi sebesar 97,13 persen, meningkat 1,63 persen dari tahun 2016 yang sebesar 95,56 persen. Nilai HOI tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 95 persen kesempatan listrik telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan sejak tahun 2016. Peluang akses anak terhadap listrik (Coverage) pada 2018 diestimasi sebesar 98,14 persen, meningkat 1,10 persen dari tahun 2016 yang sebesar 97,07 persen. Kenaikan HOI sejalan dengan kenaikan pada peluang akses anak terhadap listrik (Coverage). Hal ini juga diindikasikan oleh menurunnya indeks ketimpangan kesempatan (Indeks D) listrik sepanjang kurun waktu tersebut. Indeks ketimpangan kesempatan pada 2016 diestimasi sebesar 1,56 persen, menurun menjadi 1,03 persen pada 2018. Hasil estimasi ini memperlihatkan bahwa masih terdapat lebih dari 1 persen kesempatan akses listrik yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. Hasil estimasi juga menunjukkan alokasi kesempatan anak untuk mendapatkan akses listrik semakin terdistribusi merata. 97,13 98,14 96,49 97,72 95,56 100 95 97,07 Gambar 5.2 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun (Persen), 20162018 5,0 90 4,5 4,0 85 3,5 80 3,0 75 2,5 70 2,0 65 1,5 1,56 60 1,0 1,25 1,03 55 50 0,5 0,0 2016 2018 2017 C HOI D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Meningkatnya HOI anak untuk akses listrik selama 2016-2018 tidak terlepas dari upaya yang dilakukan pemerintah. Program dan kebijakan yang diluncurkan pemerintah selama tahun RPJMN 2015-2019 ini diantaranya program megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang digagas pada Mei 2015, program Indonesia terang yang digagas pada April 2016, program Instalasi Listrik Gratis untuk nelayan dan rakyat Tidak Mampu, dan program listrik perdesaan. Proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt dilakukan karena pada tahun mendatang diprediksi jumlah konsumsi listrik akan meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah pengakses 57 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 57 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 listrik tersebut. Sementara untuk program Indonesia Terang, Instalasi Gratis, dan Listrik Perdesaan ditujukan untuk menjangkau penduduk miskin atau penduduk yang ada di daerah yang sulit dan tertinggal. Program ini juga secara 58 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 58 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 5 langsung menjamin kesetaraan akan akses listrik agar dapat dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia. Meski program dan kebijakan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan telah diupayakan, ketimpangan kesempatan masih terjadi. Ketimpangan kesempatan menunjukkan tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam hidup. Faktor di luar kontrol manusia seperti dimana ia dilahirkan, di keluarga mana ia tumbuh, di lingkungan seperti apa, sangat berpengaruh pada pendidikan, kesehatan, dan layanan publik yang ia peroleh. Semua tergantung pada masa anak-anak yang akhirnya dapat berdampak besar pada masa depan mereka. Ada beberapa sumber-sumber yang memengaruhi ketimpangan kesempatan berdasarkan kondisi yang melekat pada anak terhadap akses listrik. Namun demikian, kondisi daerah tempat tinggal, pengeluaran perkapita, dan pendidikan kepala rumahtangga merupakan tiga kontributor terbesar ketimpangan akses listrik anak di Indonesia. Gambar 5.3 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun, 2016-2018 51,35 0,18 2018 2,55 0,36 0,31 50,25 0,31 20 30 40 50 5,02 2,64 15,61 0,16 2016 10 25,76 0,07 53,29 2017 0 14,81 24,74 ,3 2,85 13,83 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 29,02 70 80 3,57 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Daerah tempat tinggal menjadi sumber ketimpangan utama anak dalam mengakses listrik. Selama 2016-2018, daerah tempat tinggal berkontribusi lebih dari 50 persen sebagai penyebab utama akses listrik anak. Meski sempat meningkat sebesar 53,29 persen pada tahun 2017, namun di tahun berikutnya kotribusi daerah tempat tinggal terhadap akses listrik menurun menjadi 51,35 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan fakta bahwa anak-anak di daerah perkotaan memiliki akses yang lebih mudah ke listrik daripada anak-anak di daerah perdesaan. Untuk mengurangi sumber ketimpangan kesempatan ini, pemerintah telah menargetkan pada 2025 seluruh wilayah Indonesia dapat mengakses listrik. Pembangunan telah difokuskan dari pinggiran dan dana desa juga telah dikucurkan untuk dapat mendukung pemerataan dan kesetaraan wilayah. Namun, dampak dari pembangunan ini dapat terlihat pada lima sampai dengan 10 tahun ke depan. 59 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 59 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 Kontributor ketimpangan kesempatan anak terhadap akses listrik selanjutnya adalah pengeluaran per kapita. Angka pengeluaran ini bisa mengindikasikan pendapatan dari keluarga. Bagaimanapun untuk dapat mengakses listrik diperlukan biaya, mulai dari biaya pemasangan alat hingga biaya pemakainya. Terlihat jelas bahwa anak yang berada dalam keluarga mampu atau dengan pengeluaran per kapita lebih besar memiliki akses yang lebih daripada anak dari keluarga miskin. Pengeluaran perkapita berkontribusi 25,76 persen dari total ketimpangan akses listrik pada tahun 2018. Tren selama 2016-2018 menunjukkan tren menurun untuk sumber ketimpangan ini. Penurunan ini tidak lepas dari peran pemerintah dalam memberikan program instalasi gratis untuk nelayan dan penduduk miskin serta subsidi listrik gratis 900 VA yang diterapkan dalam masa RPJMN 2015-2019. Sumber ketimpangan selanjutnya adalah pendidikan kepala rumah tangga. Selama 2016-2018 terlihat kecenderungan peningkatan kontribusi pendidikan KRT terhadap ketimpangan kesempatan akses listrik anak. Peningkatan cukup signifikan terjadi, pada tahun 2017, dimana pendidikan KRT berkontribusi sebesar 15,61 persen dari sebelumnya yang sebesar 13,83 persen di 2016. Lalu, pada tahun 2018, kontribusi pendidikan KRT kembali menurun menjadi 14,81 persen. Kepala rumah tangga yang berpendidikan rendah akan sulit untuk mendapatkan informasi terkait kebijakan dalam akses listrik, baik dalam hal prosedur pengoperasian maupun penggunaan listrik itu sendiri. Mungkin pemerintah dapat memberikan pendidikan berupa sosialisasi kepada masyarakat terkait kebijakan dan tata cara prosedur penggunaan listrik kepada penduduk baik di sosial media maupun forum masyarakat. Peran aktif dari pemimpin daerah diperlukan untuk dapat mengurangi sumber ketimpangan ini. Berdasarkan hasil estimasi HOI dan sumber-sumber ketimpangan akses listrik pada anak, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kesempatan akses anak ke sumber penerangan (listrik) sudah baik dengan HOI mendekati angka 100. Namun, masih terdapat ketimpangan kesempatan anak terhadap listrik sekitar 1 persen. Ketimpangan kesempatan anak terhadap listrik terjadi pada anak dengan keluarga atau rumah tangga yang pengeluaran (pendapatan) yang rendah dan pendidikan kepala rumah tangga yang rendah, serta tinggal di daerah perdesaan. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik di KBI dan KTI Anak-anak adalah yang paling rentan kehilangan beberapa peluang dan kesempatan sekalIgus. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sumber utama ketimpangan anak terhadap listrik adalah daerah tempat tinggal. Hal ini berhubungan dengan keberadaan fasilitas dan infrastruktur yang memadai di suatu wilayah atau tempat tinggal anak tersebut. Jika anak-anak tinggal di 60 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 60 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 5 suatu daerah yang ada fasilitas pendidikan dan kesehatan tetapi tidak ada sumber listrik, maka anak tersebut bisa dikatakan kehilangan satu dari tiga akses layanan dasar. Inilah yang menyebabkan anak-anak di wilayah pedesaan dan Indonesia timur seringkali mengalami kekurangan dalam beberapa aspek kesempatan. Adanya diparitas wilayah pasti menyebabkan ketimpangan kesempatan anak pada beberapa wilayah di Indonesia. Selama 2016-2018, kesempatan akses (HOI) anak terhadap listrik menurut kawasan menunjukkan tren peningkatan baik di kawasan barat Indonesia (KBI) maupun Kawasan Timur Indonesia (KTI). Namun, KBI memiliki HOI lebih tinggi daripada KTI. Pada tahun 2018, Nilai HOI di KBI diestimasi sebesar 99,15 persen dan HOI di KTI diestimasi sebesar 90,77 persen. Hasil ini menjelaskan bahwa alokasi kesempatan anak pada akses listrik jauh lebih terdistribusi secara merata di KBI ketimbang di KTI. Dalam arti lain, peluang anak untuk mengakses listrik di KBI jauh lebih baik dibandingkan di KTI. Fakta ini sejalan dengan nilai rasio elektrifikasi yang masih rendah pada wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Gambar 5.4 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 4,71 80 4,5 4,0 3,5 2,95 90,77 85,54 88,43 85 3,69 99,15 90 5,0 99,06 95 98,72 100 75 3,0 2,5 70 2,0 65 1,5 60 55 0,43 0,31 0,34 2016 2018 2017 1,0 0,5 0,0 50 HOI KBI HOI KTI Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Sejalan dengan peningkatan nilai HOI, indeks ketimpangan kesempatan (Indeks D) listrik anak terlihat mengalami penurunan. Penurunan tajam terjadi pada kawasan timur, dimana pada tahun 2016 nilai indeks D sebesar 4,71 persen turun signifikan menjadi 2,95 persen di tahun 2018. Penurunan yang tajam ini menunjukkan terjadinya penurunan ketimpangan kesempatan anak dalam akses listrik di kawasan timur. Hal ini tentu tidak lepas dari peran pemerintah dalam menjalankan program listrik perdesaan dan subsidi listrik 900VA untuk penduduk tidak mampu. Apabila penurunan ini konsisten terjadi setiap tahunnya, maka dapat diprediksi 5 tahun mendatang kesetaraan akses listrik anak dapat tercapai. 61 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 61 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 Apabila dilihat dari sumber ketimpangan kesempatan, terlihat pola yang sama antar kedua kawasan, yaitu kontributor terbesar sumber ketimpangan 62 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 62 5 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 kesempatan adalah daerah tempat tinggal, pengeluaran per kapita, dan pendidikan kepala rumah tangga. Sekali lagi temuan ini mengindikasikan seorang anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih baik untuk bisa mengakases listrik ketimbang anak yang berada di wilayah perdesaan. Begitu juga seorang anak dari orang tua berpendapatan dan berpendidikan lebih tinggi akan memiliki peluang akses lebih baik ketimbang anak yang berasal dari orang tua dengan pendapatan dan pendidikan lebih rendah. Daerah tempat tinggal tetap menjadi kontributor nomor satu terjadinya ketimpangan kesempatan listrik anak di Indonesia, baik di KBI maupun KTI. Namun, dilihat dari tren selama 2016-2018 terlihat bahwa kontribusi daerah tempat tinggal terhadap total ketimpangan di KBI menunjukkan tren cederung menurun, sedangkan di KTI trennya cenderung meningkat. Hasil estimasi ini mengindikasikan bahwa kesempatan anak atas fasilitas listrik di KBI telah dialokasikan dengan baik berdasarkan prinsip kesetaraan. Sementara untuk KTI masih perlu direalokasikan dan didukung dalam hal pemerataan fasilitas dan infrastruktur pendukung listrik baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. Gambar 5.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KBI, 2016-2018 48,22 0,07 2018 1,39 0, 25 0, 04 53,39 0,04 10 20 30 2,40 40 50 3,41 15,13 0,14 2016 0 27,46 0,25 52,1 4 2017 7,24 15,36 26,64 2,00 3,95 15,18 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 25,29 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Kemudian kontributor dominan kedua adalah pengeluaran per kapita. Ketimpangan dalam hal ekonomi masih terjadi antar KBI dan KTI. Dilihat dari tren 2016-2018 terlihat bahwa di KBI terjadi peningkatan kontribusi pengeluaran per kapita terhadap total ketimpangan kesempatan akses listrik anak. Di KBI, semakin besar pendapatan orang tua anak maka semakin besar kesempatan memperoleh listrik. Artinya ada kemungkinan anak dari keluarga miskin tidak mendapat kesempatan akses listrik. Akan tetapi, fenomena sebaliknya justru terlihat di KTI, dimana tren kontribusi pengeluaran per kapita menujukkan kecenderungan penurunan. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam ketimpangan pendapatan di KTI yang dapat disebabkan oleh bantuan dan program perlindungan sosial pemerintah atau adanya peningkatan pembangunan dalam kawasan tersebut. Perlu kajian lebih lanjut untuk 63 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 63 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Ketimpangan Akses Listrik Kesempatan Anak Terhadap Akses Listrik 5 5 Gambar 5.6 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Listrik Untuk Anak Usia 0-17 Tahun di KTI, 2016-2018 44,73 0,71 2018 3,78 0,50 3,72 40,73 0,65 2016 10 20 30 0,66 22,11 0,51 0 27,78 0,45 44,85 2017 1,70 20,80 27,68 0,95 3,47 0,50 18,81 40 50 34,89 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) mengetahui penyebab peningkatan maupun penurunan kontribusi dari sumber ketimpangan kesempatan listrik anak ini. Kontribusi dominan sumber ketimpangan kesempatan yang lainnya adalah pendidikan KRT. Baik di KBI maupun KTI memperlihatkan pola dan tren yang sama, yaitu terjadi kecenderungan peningkatan kontribusi, namun persentasenya lebih tinggi di KTI. Meskipun KBI memperlihatkan estimasi kontribusi yang tidak berbeda jauh setiap tahunnya dibandingkan KTI, pendidikan KRT yang tinggi tetap menjadi salah satu faktor agar seorang anak memiliki kesempatan yang baik untuk mengakses berbagai pelayanan dasar. Lalu, sumber ketimpangan lainnya seperti jumlah anggota keluarga dan jenis kelamin kecil pengaruhnya menyebabkan seorang anak kehilangan kesempatan untuk mengakses listrik. Secara umum, kesempatan akses anak ke sumber penerangan (listrik) baik KBI maupun KTI sudah baik dengan HOI diatas angka 90 persen dan indeks ketimpangan yang menurun cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir. Akan tetapi, ketimpangan kesempatan anak dalam akses listrik masih banyak terjadi pada anak yang tinggal di KTI. Bahkan tidak hanya kesempatan akses listrik, anak-anak di KTI apalagi di perdesaannya palIng rentan kehIlangan beberapa peluang dan kesempatan sekaligus. 64 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 64 KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES TEKNOLOGI DAN INFORMASI 6 Pada tahun 2018, sekitar18% kesempatan penggunaan akses PC/Laptop/Komputer telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan Internet Pada tahun 2018, sekitar 29% kesempatan terhadap akses Internet telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan Ketimpangan kesempatan penggunaan akses PC/Laptop/Komputer lebih besar daripada akses internet Akses penggunaan PC/Laptop/Komputer dan akses Internet sangat dipengaruhi oleh faktor pengeluaran per kapita Gap ketimpangan kesempatan terhadap akses teknologi informasi antara KBI dan KTI masih cukup lebar dibandingkan dimensi lainnya INTERNET PC/KOMPUTER/ LAPTOP kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com KETIMPANGAN KESEMPATAN ANAK TERHADAP AKSES TEKNOLOGI DAN INFORMASI Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/ Laptop/Komputer Permasalahan ketimpangan kesempatan akses teknologi dan informasi bagi anak muncul akibat adanya pemahaman bahwa pengunaan dan pemanfaatan teknologi sangat penting bagi generasi muda dalam menghadapai persaingan global. Oleh karena itu setiap anak seharusnya memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses teknologi dan informasi. Ketimpangan penggunaan teknologi dan informasi dalam hal ini penggunaan komputer pada anak merupakan permasalahan yang kompleks. Banyak hal yang dapat menyebabkan perbedaan penggunaan komputer oleh seseorang, namun ketimpangan yang dimaksud disini adalah kesempatan akses untuk menggunakan komputer yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang tanpa membedakan-bedakan jenis kelamin, daerah tempat tinggal maupun karakteristik demografi lainnya. Menurut hasil studi yang dilakukan Sutton (1991) mengenai pengunaan komputer di sekolah, menyebutkan bahwa terlihat kesenjangan dalam hal akses, tipe penggunaan dan kompetensi komputer oleh siswa. Hasil penelitian selama 10 tahun yang dilakukan oleh Sutton (1991) tersebut menyebutkan beberapa penyebab ketimpangan dapat di identifikasi seperti jenis kelamin, ras dan kelas sosial dari siswa. 65 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 65 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 6 Di Indonesia ketimpangan kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/ komputer pada anak usia 5-17 tahun diperlihatkan pada gambar 6.1. Gambar 6.1 menyajikan hasil estimasi tren coverage, HOI, dan indeks Ketimpangan Kesempatan Akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer (Anak 5-17 Tahun) sepanjang 2016-2018 secara nasional. Pada kelompok anak usia 5-17 tahun terlihat rata-rata peluang akses (coverage) penggunaan PC/Laptop/Komputer sepanjang 2016-2018 lebih dari 19 persen, dan peluang tersebut cenderung meningkat dari dari 19,80 persen pada tahun 2016 menjadi 22,82 persen pada tahun 2018. Gambar 6.1 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/Penggunaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 517 Tahun (Persen), 2016-2018 30 28,35 30,0 22,33 22,99 19,8 9 20 22,8 2 23,6 6 25 40,0 35,0 17,7 2 14,2 5 10 20,0 18,2 2 15 25,0 15,0 10,0 5 5,0 0 0,0 2016 2017 C HOI 2018 D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Pola yang sama juga diperlihatkan oleh nilai HOI yang cenderung meningkat selama kurun waktu tersebut. Pada tahun 2016 nilai HOI tercatat sebesar 14,25 persen meningkat menjadi 17,72 persen pada tahun 2018. Hasil ini menandakan masih rendahnya kesempatan Akses/Penggunaan PC/Laptop/ Komputer pada Anak 5-17 Tahun. Baru sekitar 17 persen kesempatan akses/ penggunaan PC/laptop/komputer yang telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan pada tahun 2018. Sementara itu, selama tahun 2016-2018 tren nilai indeks ketimpangan kesempatan akses/penggunaan PC/Laptop/Komputer pada anak usia 5-17 tahun secara nasional menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 nilai indeks ketimpangan kesempatan akses/penggunaan PC/Laptop/Komputer pada anak usia 5-17 tahun tercatat sebesar 28,35 persen dan nilainya terus mengalami penurunan hingga menjadi 22,33 persen pada tahun 2018. Hal ini memandakan semakin membaiknya kesempatan akses/penggunaan PC/ Laptop/Komputer pada anak usia 5-17 tahun dalam kurun waktu tersebut. Masih terdapat sekitar 22 persen kesempatan akses/penggunaan PC/laptop/ komputer yang perlu dialokasikan untuk menjamin prinsip kesetaraan. 66 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 66 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Untuk melihat faktor apa yang berkontribusi terhadap ketimpangan kesempatan anak usia 5-17 tahun terhadap akses/penggunaan pc/laptop/ 67 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 67 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Gambar 6.2 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 2016-2018 1,73 2018 1,11 26,96 3,26 21,90 44,74 0,… 2,18 3,62 1,01 27,31 2017 20,80 44,71 0,37 2,37 2016 0,76 30,97 2,53 20,18 43,00 0,18 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) komputer, dapat dilihat pada gambar 6.2. Pada Gambar 6.2 terlihat bahwa pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perdesaan-perkotaan) dan pendidikan kepala rumah tangga merupakan kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun di Indonesia sepanjang tahun 2016-2018. Pada tahun 2018 kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 44,74 persen, diikuti oleh daerah tempat tinggal (perdesaan-perkotaan) sebesar 26,96 persen, dan pendidikan kepala rumah tangga sebesar 21,90 persen. Sementara kondisi karakteristik lainnya seperti Jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan krt dan jenis kelamin krt hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 3,26 persen, 1,73 persen, 1,11 persen, dan 0,30 persen. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses/Penggunaan PC/ Laptop/Komputer di KBI dan KTI Gambar 6.3 menyajikan coverage, HOI dan indeks ketimpangan kesempatan (indeks D) akses/penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun untuk Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada kurun waktu 2016 - 2018. Secara umum hasil estimasi memperlihatkan tren HOI kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun untuk wilayah KTI selalu mengalami peningkatan sedangkan untuk wilayah KBI cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2016 nilai HOI untuk untuk wilayah KTI sebesar 8,60 persen dan nilainya semakin meningkat pada tahun 2018 menjadi 11,45 persen. Walapun demikian nilai HOI untuk wilayah KBI selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai HOI untuk wilayah KTI. Tercatat pada tahun 2018 nilai HOI untuk KBI adalah sebesar 68 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 68 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 19,66 persen. 69 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 69 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Gambar 6.3 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses/ Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 20 45,0 38,35 18 40,0 16 33,10 35,0 30,32 14 30,0 25,80 20,47 10 20,0 11,03 20,45 8,60 6 4 2 19,66 16,01 8 25,0 20,18 11,45 12 15,0 10,0 5,0 0,0 0 2016 2017 HOI KBI HOI KTI 2018 Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Jika dilihat indeks ketimpangan kesempatannya, wilayah KTI selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah KBI pada kurun waktu tersebut. Hasil ini mengindikasikan bahwa kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/ komputer pada anak usia 5-17 tahun lebih terdistribusi secara merata di wilayah KBI. Dalam arti lain, kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/ komputer pada anak usia 5-17 tahun di provinsi wilayah KBI relatif lebih baik dibandingkan di wilayah KTI. Informasi positif yang dapat dilihat adalah indeks ketimpangan kesempatan di kedua wilayah menunjukkan penurunan. Sebagaimana pola nasional, kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses/Penggunaan PC/Laptop/Komputer pada Anak usia 5-17 Tahun di wilayah KBI adalah pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaaan) dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018, kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 48,73 persen, diikuti oleh daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaaan) sebesar 23,07 persen dan pendidikan KRT Gambar 6.4 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 2016-2018 1,61 2018 2,38 0,93 23,07 22,76 48,73 0,51 2,38 2017 3,36 0,86 22,42 21,49 48,82 0,65 2,51 0,48 27,44 2016 2,18 20,82 46,36 0,22 0 10 20 Daerah Tempat Tinggal 70 30 40 Jenis Kelamin Anak 50 60 Jenis Kelamin KRT 70 80 90 100 Pendidikan KRT Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 70 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita 6 Jumlah ART Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 71 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 71 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 sebesar 22,76 persen. Sementara kondisi lainnya seperti Jumlah ART, Jenis Kelamin Anak, Status Pekerjaan KRT dan Jenis Kelamin KRT hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 2,38 persen, 1,61 persen, 0,93 persen dan 0,51 persen (Gambar 6.4). Seperti halnya pada wilayah KBI, pada Gambar 6.5 memperlihatkan pola yang serupa dimana kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses/ penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun di wilayah KTI adalah pegeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018, tercatat kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 37,81 persen, daerah tempat tinggal sebesar 31,32 persen dan pendidikan krt sebesar 23,42 persen. Sementara itu, kontribusi kondisi lainnya seperti Jumlah ART, Jenis Kelamin Anak, Status Pekerjaan KRT dan Jenis Kelamin KRT hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 2,91 persen, 2,49 persen, 1,88 persen dan 0,17 persen. Gambar 6.5 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses/Penguasaan PC/Komputer/Laptop Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 2016-2018 2,49 2018 2,91 1,88 31,32 23,42 37,81 0,17 2,08 2017 1,76 1,72 33,68 22,06 38,59 0,12 2,51 2016 1,64 1,81 34,66 20,67 38,41 0,29 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Banyak hal yang dapat menyebabkan perbedaan kesempatan akses/ penggunaan pc/laptop/komputer pada anak usia 5-17 tahun antara wilayah KBI dan KTI. Disparitas pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tersebut dikenal dengan istilah “Digital Divide”. Digital divide menurut Wikipedia dapat terjadi antar daerah tempat tinggal, rumah tangga bahkan sesama individu. Digital divide disebabkan oleh kesenjangan sosial dan ekonomi sehingga menyebabkan perbedaan pola penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet 72 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 72 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Internet sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manusia. Dengan menggunakan internet setiap penduduk dapat saling berhubungan kemana dan di manapun di dunia. Internet juga memungkinkan kita untuk 73 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 73 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 6 saling berbagi dan mendapatkan informasi hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Dengan internet, sekat-sekat jarak dan waktu yang dulu menjadi kendala sekarang sudah mulai pudar. Dengan ketersediaan internet, seorang anak akan dapat dengan mudah mengakses informasi dan ilmu pengetahuan. Hanya dengan sekali “klik” segala informasi yang dibutuhkan sudah tersaji di depan mata. Hal ini menyebabkan ketersediaan akses internet menjadi sangat penting bagi seorang anak, oleh karena itu seharusnya setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses internet. Gambar 6.6 Coverage (C), Human Opportunity Index (HOI), dan Tren Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun (Persen), 20162018 35 23,46 25,00 19,14 30 16,18 20,00 25 15,00 28,98 34,58 24,31 30,07 18,43 15 24,08 20 10,00 10 5,00 5 0 0,00 2016 2018 2017 C HOI D Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Gambar 6.6 memperlihatkan tren ketimpangan kesempatan anak usia 5-17 tahun terhadap akses internet sepanjang tahun 2016-2018 secara nasional. Coverage dan HOI akses internet konsisten mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2016-2018. Pada 2016 terlihat coverage dan HOI berturutturut sebesar 24,08 persen dan 18,43 persen, meningkat pada tahun 2018 menjadi 34,58 persen dan 28,98 persen. Kenaikan HOI seiring dengan kenaikan coverage diindikasikan oleh menurunnya indeks ketimpangan kesempatan (Indeks D) akses internet sepanjang kurun waktu tersebut. Hasil estimasi indeks ketimpangan (indeks D) kesempatan akses internet pada 2016 terlihat sebesar 23,46 persen, menurun menjadi 16,18 persen pada 2018. Semakin menurunnya indeks D ini menunjukkan bahwa kesempatan anak (usia 5-17 tahun) untuk mendapatkan akses internet semakin baik. Walaupun demikian, estimasi HOI terhadap akses internet sebesar 28,98 persen pada 2018 menjelaskan bahwa hanya sebanyak 28,98 persen kesempatan anak atas akses internet di Indonesia yang telah dialokasikan berdasarkan prinsip kesetaraan. Sebaliknya, nilai indeks ketimpangan sebesar 16,18 persen pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 16,18 persen kesempatan anak atas akses internet perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. 74 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 74 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Secara nasional, terjadi ketimpangan antara kesempatan akses/ penggunaan pc/laptop/komputer (pada anak) dengan kesempatan akses internet (pada anak), terlihat dari nilai HOI pada kurun waktu 2016-2018 yang 75 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 75 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 menunjukkan bahwa nilai HOI untuk kesempatan akses internet lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai HOI kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/ komputer pada kurun waktu tersebut. Dengan kata lain internet lebih mudah di akses jika dibandingkan dengan mengakses komputer. Padahal beberapa tahun yang lalu mengakses internet identik dengan menggunakan komputer namun seiring dengan perkembangan teknologi informasi khususnya telepon seluler, mengakses internet sudah dapat dilakukan melalui piranti telekomunikasi nirkabel tersebut. Hal ini terjadi karena semakin terjangkaunya harga telepon seluler jika dibandingkan dengan harga komputer, sehingga wajar jika lebih banyak orang yang menggunakan telepon seluler daripada menggunakan komputer untuk mengakses internet. Dari hasil survei penetrasi & profil perilaku pengguna internet Indonesia yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018 menyebutkan bahwa 93 persen responden mengakses internet melalui handphone setiap hari dan bahkan ada sebanyak 68,9 persen responden yang mengakses internet tidak pernah menggunakan komputer desktop. Lebih jauh lagi, Akiyoshi dan Ono (2008) bahkan menyarankan penggunaan mobile phone untuk mengakses internet sebagai solusi untuk mengurangi digital divide, dikarenakan harganya yang lebih murah jika dibandingkan dengan komputer. Lalu apa penyebab ketimpangan kesempatan atas akses internet pada anak (usia 5-17 tahun) secara nasional? Pada gambar 6.7 terlihat bahwa faktorfaktor yang berkontribusi terbesar terhadap ketimpangan kesempatan akses internet pada anak usia 5-17 tahun adalah pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan), dan pendidikan KRT. Pada tahun 2018 tercatat kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 47,15 persen, diikuti oleh daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) sebesar 28,69 persen, dan pendidikan KRT sebesar 13,87 persen. Sementara kondisi lainnya seperti jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan KRT, dan jenis kelamin hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 4,18 persen, 2,61 persen, 1,62 persen, dan 0,95 persen. Gambar 6.7 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun, 2016-2018 2,91 2018 4,60 1,52 28,69 13,87 47,15 1,26 2,61 2017 1,62 29,46 4,18 15,26 45,93 0,95 3,18 2016 1,09 33,96 3,21 15,09 42,56 0,91 0 10 20 Daerah Tempat Tinggal 76 30 40 Jenis Kelamin Anak 50 60 Jenis Kelamin KRT 70 80 90 100 Pendidikan KRT Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 76 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita 6 Jumlah ART Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) 77 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 77 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Akses Internet di KBI dan KTI Perkembangan HOI dan indeks ketimpangan kesempatan akses internet anak (usia 5-17 tahun) di wilayah KBI dan KTI sepanjang tahun 2016-2018 disajikan pada Gambar 6.8. Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa tren HOI terhadap akses internet anak di kedua kawasan (KBI dan KTI) meningkat, dengan kondisi wilayah KBI memiliki nilai HOI yang lebih tinggi dibandingkan wilayah KTI. Pada tahun 2018 nilai HOI akses internet anak di wilayah KBI adalah mencapai 31,80 persen, sementara di wilayah KTI hanya sebesar 19,87 persen. Selanjutnya, bila dilihat indeks ketimpangan di antara kedua wilayah (KBI dan KTI) pada kurun waktu 2016-2018 mengalami penurunan setiap tahunnya. Indeks ketimpangan akses internet anak di wilayah KTI terlihat jauh lebih besar dibandingkan wilayah KBI. Pada tahun 2018, indeks ketimpangan akses internet anak di wilayah KTI adalah sebesar 23,55 persen, sedangkan di wilayah KBI adalah sebesar 14,08 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa alokasi kesempatan atau akses terhadap internet anak lebih terdistribusi secara merata di wilayah KBI ketimbang wilayah KTI. Namun, jika diamati lebih lanjut, ada penurunan gap ketimpangan kesempatan pada kedua wilayah tersebut. Gambar 6.8 Human Opportunity Index (HOI), dan Dissemilarity Index (D) Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun Menurut Kawasan (Persen), 2016-2018 32,72 35 35,0 27,47 30 20,96 20 14,08 0 19,87 16,16 11,55 26,84 15,0 20,59 5 25,0 20,0 16,88 15 10 30,0 23,55 31,80 25 10,0 5,0 0,0 2016 2018 HOI KBI 2017 HOI KTI Dissemilarity KBI Dissemilarity KTI Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Secara umum, antara wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) dalam hal kesempatan akses teknologi informasi (intenet dan komputer) bagi anak masih mengalami ketimpangan. Hal ini terjadi salah satunya penyebabnya adalah adanya kesenjangan infrastruktur antara wilayah KBI dan KTI, dan infrastruktur yang dimaksud disini adalah infrastruktur yang mendukung teknologi informasi misalnya ketersediaan Base Transceiver Station (BTS). Walaupun demikian, ketersediaan infrastruktur yang 78 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 78 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 mendukung tidak menjamin terbukanya kesempatan dalam hal mengakses teknologi informasi hal ini disebabkan masih adanya faktor lain seperti bagi sebagian masyarakat merasa tingginya biaya yang harus dikeluarkan agar dapat 79 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 79 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 mengakses teknologi informasi misalnya seperti untuk membeli komputer atau HP serta untuk biaya langganan internet. Disinilah peran pemerintah diperlukan yaitu memperpendek atau bahkan menghilangkan kesenjangan yang terjadi. Bila kesenjangan infrstruktur yang terjadi, maka perlu di bangun infrastruktur yang mendukung teknologi informasi. Hal lainnya yaitu dengan menyediakan akses internet secara gratis bagi masyrakat sampai dengan wilayah terpencil sehingga akses menjadi lebih terbuka bagi semua orang. Dalam hal kesempatan akses internet anak (usia 5-17 tahun) di wilayah KBI, pengeluaran per kapita merupakan kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses internet di wilayah KBI. Hasil estimasi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kontribusi pengeluaran per kapita terhadap total ketimpangan adalah sebesar 52,00 persen. Selanjutnya, kontributor terbesar lainnya yaitu daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) berkontribusi sebesar 24,07 persen dan pendidikan kepala rumah tangga berkontribusi sebesar 13,86 persen. Sementara itu, faktor-faktor lainnya, seperti jumlah art, jenis kelamin anak, jenis kelamin krt, status pekerjaan krt hanya menyumbang secara keseluruhan sebesar 10,06 persen (Gambar 6.9). Gambar 6.9 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KBI, 2016-2018 3,03 2018 1,32 24,07 4,11 13,86 52,00 1,60 2,77 2017 1,40 24,59 3,87 15,15 50,89 1,33 0,79 3,24 30,47 2016 2,70 15,37 46,23 1,19 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) Seperti halnya di wilayah KBI, pengeluaran per kapita, daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) dan pendidikan KRT, merupakan kontributor terbesar ketimpangan kesempatan akses internet di wilayah KTI sepanjang tahun 2016-2018. Pada tahun 2018 kontribusi pengeluaran per kapita adalah sebesar 43,05 persen, diikuti oleh daerah tempat tinggal (perkotaan-perdesaan) sebesar 31,18 persen, dan pendidikan KRT sebesar 16,11 persen. Sementara kondisi lainnya seperti jumlah art, jenis kelamin anak, status pekerjaan KRT, dan jenis kelamin KRT hanya berkontribusi berturut-turut sebesar 3,20 persen, 3,14 persen, 2,20 persen, dan 1,12 persen. 80 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 80 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Dari hasil penghitungan dekomposisi Shapley dilihat secara nasional maupun wilayah KBI dan KTI menunjukkan bahwa kesempatan anak (usia 5-17 tahun) untuk mengakses internet sangat dipengaruhi faktor 81 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 81 6 Ketimpangan Kesempatan Ketimpangan Anak Terhadap Kesempatan Akses AnakTeknologi TerhadapdanAkses Informasi Teknologi dan Informasi 6 Gambar 6.10 Dekomposisi Ketimpangan Kesempatan Akses Internet Untuk Anak Usia 5-17 Tahun di KTI, 2016-2018 3,14 2018 3,20 2,20 31,18 16,11 43,05 1,12 2,56 2017 2,48 33,77 2,66 17,47 40,51 0,55 2,08 3,65 35,64 2016 2,43 16,20 39,49 0,52 0 10 20 30 40 50 60 Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin Anak Jenis Kelamin KRT Status Pekerjaan KRT Pengeluaran Per Kapita Jumlah ART 70 80 90 100 Pendidikan KRT Sumber: BPS, Susenas Kor 2016-2018 (diolah) pengeluaran per kapita yang artinya bahwa anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih besar memiliki peluang lebih baik dalam kesempatan mengakses internet jika dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin sangat rentan untuk tidak dapat mengakses internet dan bahwa aksesibiltas terhadap internet memerlukan biaya yang tentu saja dianggap besar bagi rumah tangga miskin. Hasil diatas menunjukan bahwa pengeluaran per kapita berperan besar terhadap kesempatan akses internet pada anak. Peluang anak untuk mendapatkan akses intetnet akan lebih besar manakala pengeluaran per kapita lebih tinggi. Begitu juga dengan daerah tempat tinggal (perkotaan- perdesaan) anak-anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih besar untuk dapat mengakses internet ketimbang anak yang tinggal di wilayah perdesaan. Selain kedua faktor tersebut, pendidikan KRT juga berperan besar terhadap kesempatan akses internet. Dalam hal ini, anak yang berasal dari rumah tangga dengan pendidikan KRT lebih tinggi memiliki kesempatan akses internet lebih baik ketimbang anak yang berasal dari rumah tangga yang pendidikan KRT nya lebih rendah. 82 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 82 PENUTUP 7 KESIMPULAN & REKOMENDASI kredit: gambar vector: Freepik dari www.freepik.com PENUTUP Kesimpulan Analisis ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar di Indonesia menggunakan data bersumber dari Susenas 2016 sampai dengan 2018. Tujuan analisis untuk mengetahui perkembangan ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar di Indonesia selama tahun 2016-2018. Pelayanan kebutuhan dasar yang dianalisis meliputi pendidikan dasar (SD dan SMP), pendidikan menengah (SMA), air layak, sanitasi layak, dan listrik. Disamping kelima kebutuhan dasar tersebut, dianalisis juga akses anak terhadap teknologi dan informasi seperti penggunaan pc/ laptop/computer dan internet. Analisis menggunakan tiga pengukuran, yaitu tingkat akses (coverage), tingkat kesempatan (human opportunity index) dan indeks ketimpangan kesempatan (dissimilarity index), yang mengacu pada konsep yang digunakan oleh Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan kesempatan anak di berbagai negara. Untuk mengukur kontribusi dari setiap variabel kondisi terhadap total ketimpangan kesempatan digunakan metode dekomposisi shapley. Setelah dilakukan pengolahan data, hasil analisis ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar dapat diambil beberapa poin seperti berikut ini; Berdasarkan hasil estimasi, rata-rata peluang akses (coverage) dan tingkat kesempatan (HOI) baik pada pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pendidikan menengah (SMA/sederajat) selama tahun 2016-2018 cenderung mengalami peningkatan. Sejalan dengan ini, indeks ketimpangan kesempatan (dissimilarity index) pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah mengalami penurunan. Fakta ini menjelaskan bahwa tingkat akses anak usia sekolah di Indonesia terhadap pendidikan dasar dan pendidikan menengah semakin membaik dan terdistribusi semakin merata. Namun dari hasil 77 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 77 7 Penutup Penutup 7 pengukuran, rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan dasar lebih tinggi dibandingkan rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan menengah. Sebaliknya indeks ketimpangan kesempatan akses pendidikan dasar lebih rendah dibandingkan pada pendidikan menengah. Pada tahun 2018, rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan dasar masing-masing mencapai 97,96 persen dan 97,45 persen, sementara rata-rata tingkat akses dan HOI pada pendidikan menengah masing-masing hanya mencapai 71,99 persen dan 67,89 persen. Di sisi lain indeks ketimpangan kesempatan akses pendidikan dasar pada tahun 2018 hanya 0,52 persen, sedangkan pada pendidikan menengah masih sebesar 5,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan pendidikan dasar lebih merata ketimbang pada pendidikan menengah. Dengan kata lain, masih diperlukan sebesar 5,70 persen kesempatan atas akses pendidikan menengah yang direalokasikan untuk menjamin prindip kesetaraan. Jika dilihat menurut kawasan di Indonesia, HOI terhadap pendidikan dasar di Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih tinggi daripada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan selama tahun 2016-2018. Indeks ketimpangan KBI lebih rendah dibandingkan di KTI, namun keduanya cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan alokasi kesempatan pendidikan dasar relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia 7-15 tahun untuk menempuh pendidikan dasar di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI. Berbeda dengan pendidikan dasar, HOI terhadap pendidikan menengah di KBI sedikit lebih rendah daripada di KTI hanya (selisih sekitar 1 persen) dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan,. Indeks ketimpangan di KBI cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, sedangkan di KTI relative stabil. Secara umum dapat dikatakan bahwa distribusi dan kesempatan akses pendidikan menengah relatif hampir sama antara KBI dan KTI (gap tidak terlalu besar). Gap antara indeks ketimpangan kesempatan di KBI dan KTI pada pendidikan menengah relatif lebih kecil dibandingkan dengan gap indeks ketimpangan kesempatan pada pendidikan dasar. Hasil dekomposisi Shapley memperlihatkan bahwa secara umum pendidikan kepala rumah tangga, pengeluaran per kapita, dan daerah tempat tinggal merupakan faktor yang berkontribusi dominan mempengaruhi ketimpangan kesempatan pendidikan dasar dan pendidikan menengah di Indonesia selama tahun 2016-2018. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan anak untuk mengakses pendidikan akan lebih besar jika kepala rumah tangga (KRT)-nya berpendidikan lebih tinggi. Begitu juga dengan anak yang pengeluaran per kapita rumah tangga(RT)-nya lebih tinggi, akan memiliki akses pendidikan lebih baik. Dengan kata lain, seorang anak yang berasal dari keluarga miskin akan rentan untuk tidak mendapatkan akses pendidikan. Selain kedua faktor tersebut, daerah tempat tinggal menduduki rangking ketiga dalam berkontribusi terhadap kesempatan partisipasi pendidikan. Anak 78 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 78 7 Penutup Penutup 7 yang tinggal di daerah perkotaan cenderung memiliki peluang lebih besar dibandingkan anak yang tinggal di perdesaan. Pola yang sama juga terjadi di KBI dan KTI. Hanya saja, di KBI faktor terbesar ketiga yang berpengaruh terhadap akses pendidikan dasar bukan daerah tempat tinggal, melainkan jenis kelamin. Hal ini berarti kesempatan anak laki-laki untuk mendapatkan akses pendidikan dasar di KBI lebih besar daripada anak perempuan. Pada dimensi perumahan yang sehat yang terwakili oleh akses air layak dan dan sanitasi layak, peluang akses dan HOI akses air layak dan dan sanitasi layak konsisten mengalami peningkatan selama 2016-2018. Namun demikian peluang akses dan HOI air layak lebih besar dibandingkan akses sanitasi layak. Pada tahun 2018, peluang akses dan HOI terhadap akses air layak masingmasing sebesar 73,10 persen dan 68,30 persen, sementara peluang akses dan HOI terhadap akses sanitasi layak masing-masing sebesar 68,16 persen dan 60,69 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa peluang anak anak usia 0-17 tahun di Indonesia untuk mengakses air layak lebih baik dibandingkan mengakses sanitasi layak. Meskipun trennya sama-sama menurun dalam kurun waktu 2016-2018, namun indeks ketimpangan kesempatan akses air layak lebih kecil dibandingkan sanitasi layak, sehingga dapat dikatakan akses anak anak usia 0-17 tahun terhadap akses air layak lebih terdistribusi merata ketimbang akses ke sanitasi layak. Indek ketimpangan kesempatan akses air layak sebesar 6,58 persen dan akses sanitasi layak sebesar 10,95 persen pada tahun 2018. Artinya masih ada sekitar 7 persen kesempatan atas akses air minum layak dan sekitar 11 persen kesempatan akses sanitasi layak yang perlu direalokasikan untuk menjamin prinsip kesetaraan. HOI kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak di KBI lebih tinggi daripada di KTI dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan selama tahun 2016-2018. Sebaliknya indeks ketimpangan kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak di KBI lebih rendah dibandingkan di KTI, serta berkecenderungan mengalami penurunan setiap tahunnya. Alokasi kesempatan akses air layak dan akses sanitasi layak relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia 0-17 tahun untuk mengakses air layak akses dan sanitasi layak di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI. Ketimpangan kesempatan seorang anak dalam mengakses air minum layak dan sanitasi layak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Daerah tempat tinggal anak, pengeluaran per kapita rumah tangga si anak, dan pendidikan kepala rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap ketimpangan kesempatan seorang anak dalam mengakses air minum layak dan sanitasi layak. Pola yang sama juga terjadi di KBI dan KTI. Dari hasil penghitungan tersebut dapat dikatakan bahwa seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk dapat mengakses air minum layak sanitasi layak dibandingkan dengan seorang anak yang tinggal di daerah perdesaan. Demikian juga dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang 79 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 79 7 Penutup Penutup 7 memiliki pengeluaran per kapita (pendapatan) dan pendidikan KRT-nya lebih tinggi, memiliki peluang kesempatan lebih baik dalam mengakses air layak dan sanitasi layak jika dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT lebih rendah lebih rendah. Pada akses listrik, baik peluang akses (coverage) dan HOI akses listrik sepanjang tahun 2016-2018 mengalami peningkatan setiap tahun dengan nilai peluang akses sekitar 98 persen dan HOI sekitar 97 persen pada tahun 2018. Nilai HOI tersebut menunjukkan sekitar 97 persen kesempatan listrik telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan. Kenaikan nilai HOI dipengaruhi oleh menurunnya indeks ketimpangan kesempatan dari 1,64 persen pada tahun 2016 menjadi 1,03 persen pada tahun 2018. Kesempatan anak dalam hal mengakses listrik sudah cukup terdistribusi secara merata, hanya sekitar 1 persen kesempatan atas akses listrik yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan pada tahun 2018. HOI kesempatan akses listrik di KBI lebih tinggi daripada di KTI dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan. Indeks ketimpangan di KBI jauh lebih rendah dibandingkan di KTI. Indeks ketimpangan di KBI dan KTI cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya. Alokasi kesempatan akses listrik relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia 0-17 tahun untuk mengakses listrik di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI. Faktor keadaan yang berkontribusi paling besar terhadap ketimpangan kesempatan akses listrik pada anak adalah daerah tempat tinggal, bahkan berkontribusi lebih dari setengahnya dibandingkan faktor-faktor lain. Faktor lainnya yang berkontribusi cukup besar adalah pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT. Kontributor terbesar terhadap ketimpangan kesempatan akses listrik pada anak di wilayah KBI dan KTI juga sama, yaitu daerah tempat tinggal, pengeluaran per kapita dan pendidikan KRT, hanya berbeda pada besaran persentasenya. Di bidang teknologi dan informasi, peluang akses (coverage) dan HOI akses penggunaan pc/laptop/komputer sepanjang tahun 2016-2018 lebih kecil dibandingkan akses internet. Namun tren peluang akses (coverage) dan HOI kedua akses tersebut sama-sama mengalami peningkatan pada kurun waktu yang sama. Pada tahun 2018 nilai peluang akses dan HOI penggunaan pc/laptop/komputer masing-masing sebesar 22,82 persen dan 17,72 persen, sementara nilai peluang akses dan HOI terhadap akses internet masing-masing mencapai 34,58 persen dan 28,98 persen. Hasil estimasi tersebut menjelaskan bahwa sekitar 18 persen kesempatan anak terhadap penggunaan pc/laptop/ komputer dan sekitar 29 persen kesempatan anak terhadap akses internet telah dialokasikan dengan prinsip kesetaraan pada tahun 2018. 80 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 80 7 Penutup Penutup 7 Sejalan dengan peningkatan peluang akses dan HOI, indeks ketimpangan kesempatan anak terhadap penggunaan pc/laptop/komputer dan akses internet pada tahun 2016-2018 sama-sama menurun, meskipun ketimpangan kesempatan terhadap penggunaan pc/laptop/komputer lebih besar daripada akses internet. Indeks ketimpangan penggunaan pc/laptop/ komputer pada tahun 2018 mencapai 22,33 persen dan Indeks ketimpangan akses internet sebesar 16,18 persen. Dengan kata lain masih terdapat sekitar 22 persen kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer dan 16 persen kesempatan akses internet yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan. HOI akses/penggunaan pc/laptop/komputer dan akses internet di KBI lebih tinggi daripada di KTI dengan kecenderungan mengalami peningkatan di kedua kawasan. Sebaliknya indeks ketimpangan kesempatan untuk kedua akses teknologi informasi tersebut di KBI lebih rendah dibandingkan di KTI, dengan kecenderungan menurun pada kedua kawasan. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi kesempatan anak terhadap akses teknologi informasi relatif lebih terdistribusi secara merata di KBI. Dengan kata lain, peluang anak usia 5-17 tahun untuk mengakses teknologi informasi di KBI relatif lebih baik dibandingkan di KTI. Masih terdapat sekitar 20 persen di KBI dan 30 persen di KTI kesempatan akses/penggunaan pc/laptop/komputer yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan, sementara untuk kesempatan akses internet masih terdapat sekitar 14 persen di KBI dan 23 persen di KTI yang perlu direalokasi untuk menjamin prinsip kesetaraan pada tahun 2018. Dari keempat aspek/dimensi, tingkat ketimpangan kesempatan anak terbesar ada pada akses teknologi informasi, yaitu akses penggunaan laptop/ komputer/pc dan akses internet. Hal ini sejalan peluang akses (coverage) dan HOI yang ternyata paling rendah nilainya dibandingkan dimensi lain. Pola dan nilai yang sama juga terjadi di KBI dan KTI. Bahkan gap ketimpangan kesempatan untuk akses teknologi dan informasi antara KBI dan KTI masih cukup lebar, masih jauh dibandingkan dimensi lain. Namun seiring menurunnya indeks ketimpangan di kawasan KBI dan KTI selama tahun 2016-2018, ada penurunan gap ketimpangan kesempatan antara kedua kawasan. Diharapkan pada tahuntahun berikutnya semakin menipis gap di antara kedua kawasan. Hasil dekomposisi shapley pada akses teknologi dan informasi secara umum memperlihatkan bahwa kesempatan anak (usia 5-17 tahun) untuk mengakses penggunaan laptop/komputer/pc dan internet sangat dipengaruhi faktor pengeluaran per kapita yang artinya bahwa anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih besar memiliki peluang kesempatan lebih baik dalam mengakses teknologi dan informasi jika dibandingkan dengan anak yang berasal dari rumah tangga yang memiliki pengeluaran per kapita lebih kecil. Sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan Kshetri pada tahun 2001 dan Zhu dan He tahun 2002 yang menyebutkan bahwa faktor ekonomi seperti tingkat pendapatan akan sangat 81 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 81 Penutup 7 Penutup 7 mempengaruhi seseorang dalam menggunakan teknologi dan informasi. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin sangat rentan untuk tidak dapat mengakses teknologi dan informasi. Begitu juga dengan faktor daerah tempat tinggal anak, anak yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki peluang lebih besar untuk dapat mengakses teknologi dan informasi ketimbang anak yang tinggal di wilayah perdesaan. Selain kedua faktor tersebut, pendidikan KRT juga berperan besar terhadap kesempatan akses teknologi dan informasi. Anak yang berasal dari rumah tangga dengan pendidikan KRT lebih tinggi memiliki kesempatan akses teknologi dan informasi lebih baik dibandingkan anak yang berasal dari rumah tangga yang pendidikan KRT-nya lebih rendah. Saran dan Rekomendasi Berdasarkan hasil estimasi, diperoleh kesimpulan bahwa ketimpangan kesempatan anak terhadap pelayanan kebutuhan dasar di Indonesia yang dominan adalah kesempatan akses terhadap teknologi dan informasi. Akses teknologi dan informasi yang dicakup pada analisis ini meliputi akses penggunaan laptop/komputer/pc dan internet. Pola dan nilai yang sama juga terjadi di wilayah KBI dan KTI. Bahkan gap ketimpangan kesempatan untuk akses teknologi dan informasi antara wilayah KBI dan KTI masih cukup lebar dibandingkan dimensi lain. Untuk mengurangi ketimpangan kesempatan anak terhadap akses teknologi dan informasi tersebut, beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dilaksanakan mencakup: 1. 2. 82 Pembangunan konektivitas, termasuk teknologi informasi dan komunikasi. Dalam menangani masalah ketimpangan perlu suatu upaya yang serius karena negara dengan penduduk 260 juta yang terdiri daripada ribuan pulau, tentu berbeda dengan negara daratan yang mudah konektivitasnya. Oleh karena itu, sistem pembangunan di Indonesia juga harus memenuhi banyak cara dan mempunyai upaya-upaya tersendiri. Peran Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak hanya menjalankan peran sebagai regulator, namun Lebih dari itu dapat menjadi fasilitator dan akselerator. Melalui peran tersebut, Kementerian Kominfo dapat mengedepankan program pembangunan yang dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi melalui peran sebagai penghubung kepulauan di Indonesia dalam hal konektivitas di seluruh Indonesia. Saat ini infrastruktur Teknologi dan Informasi di Indonesia masih berada di posisi keempat se Asia Tenggara setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Kemudian dalam hal kecepatan akses internet di wilayah-wilayah di Indonesia juga masih beragam. Di wilayah barat seperti di Jakarta, kecepatan internet 7 mb/ detik, sedangkan di wilayah timur seperti Papua hanya 300 kb/ Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 82 7 Penutup Penutup 7 detik dengan biaya yang lebih mahal. Untuk mempercepat usaha pemerataan akses teknologi dan informasi di Indonesia, percepatan proyek Palapa Ring yang sedang diupayakan pemerintah perlu dilakukan untuk menjembatani ketimpangan digital sebagai salah satu agenda prioritas. Proyek Palapa Ring merupakan proyek pembangunan kabel bawah laut yang dapat menghubungkan seluruh Indonesia sehingga wilayah Timur bisa mendapatkan akses yang sama dengan yang ada di Pulau Jawa. Jika sudah tersambung semua, diharapkan akses teknologi dan informasi di wilayah KBI dan KTI semakin merata. Demikian juga dengan anakanak yang tinggal di daerah perdesaan memiliki kesempatan yang sama dengan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan dalam mengakses teknologi dan informasi. 3. Revisi PP 52 & 53 yang merupakan upaya pemerintah untuk pemerataan akses dan menurunkan biaya telekomunikasi juga perlu direalisasikan supaya dapat terjangkau berbagai kalangan terutama anak-anak dari keluarga miskin, mengingat pengeluaran per kapita rumah tangga (pendapatan rumah tangga) menjadi kontributor terbesar anak terhadap ketimpangan kesempatan akses teknologi dan informasi. 83 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 83 Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA BPS. 2018. Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018. Jakarta: BPS BPS. 2018. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2018. Jakarta: BPS, Buletin Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXI, 16 Juli 2018. BPS. 2018. Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Maret 2018. Jakarta: BPS, Buletin Resmi Statistik No. 58/07/Th. XXI, 16 Juli 2018. BPS. 2019. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2019. Jakarta: BPS, Buletin Resmi Statistik No. 56/07/Th. XXII, 15 Juli 2019. BPS. 2019. Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia Maret 2019. Jakarta: BPS, Buletin Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXII, 15 Juli 2019. De Barros, R. P., Ferreira, F. H., Vega, J. R., & Chanduvi, J. S. 2009. Measuring Inequality of Opportunities in Latin America and the Caribbean. Washington DC: The World Bank. Charles-Coll, J.A. 2011. Understanding Income Inequality: COncept, Causes and Measurement. International Journal of Economics and Management Sciences, 1(13), 17-28. De Soto, H. 2000. The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the West and Fails Everywhere Else. Basic Books. Enralin, Jovanni dan Rissalwan Habdy Lubis. 2013. Akses Air Bersih dan Sanitasi Layak pada Masyarakat Permukiman Kumuh Perkotaan Studi Kasus pada Warga Rw 3 Kelurahan Jembatan Besi, Jakarta Barat. Depok: Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Indra. 2015. Empat Kajian Tentang: Polarisasi, Ketimpangan, dan Konflik Sosial di Indonesia. Disertasi. Depok: Fakultas Ekonomi dan Budaya Universitas Indonesia. Kaufman, S., Duke, R., Hansen, R., Rogers, J., Schwartz, R., dan Trexler, M. 2000. Rural Electrification with Solar Energy as a Climate Protection Strategy. Research Report Number 9, Renewable Energy Policy Project, Washington DC. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kominfo. 2014. Kominfo Dorong Anak-anak Remaja Gunakan Internet untuk Membantu Pendidikan. Diakses dari https://kominfo.go.id/index.php/ content/detail/3835/Kominfo+Dorong+Anak-anak+Remaja+gunaka n+internet+untuk+membantu+pendidikan/0/berita_satker, pada 5 86 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 85 Daftar Pustaka September 2019. 86 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 86 Daftar Pustaka Kominfo. 2014. Sekjen Kominfo : Perkembangan TIK, Berikan Manfaat Besar bagi Bidang Kehidupan. Diakses dari https://www.kominfo.go.id/ content/detail/3960/sekjen-kominfo-perkembangan-tik-berikanmanfaat-besar-bagi-bidang-kehidupan/0/berita_satker, pada 5 September 2019. Kshetri, N. 2001. Determinants of The Locus of Global E-Commerce. Electronic Markets, 11(4), 250–257. Kurniawan, Jerry. 2016. Indonesia’s Rising Divide. Diakses dari http://pubdocs. worldbank.org/en/986461460705141518/Indonesias-Rising-DivideBahasa-Indonesia, pada 11 September 2019. Mela Arnani. 2019. Gemerlap Jawa hingga Gulita Papua, Bukti Ketimpangan Listrik Indonesia? Diakses dari http://sains.kompas.com/ read/2019/07/08/160400623/gemerlap-jawa-hingga-gulita-papuabukti-ketimpangan-listrik-indonesia-?page=all, pada 4 September 2019. Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 1997, No. 3. Diakses dari https://www.kpai.go.id/files/uu/UNDANG-UNDANG-NOMOR-3TAHUN-1997-TENTANG-PENGADILAN-ANAK.pdf, pada 12 September 2019. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 165. Diakses dari https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39tahun-1999-tentang-$H9FVDS.pdf, pada tanggal 12 September 2019. Republik Indonesia. 2000. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2000 Tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia Presiden Republik Indonesia. Diakses dari https://www.bappenas.go.id/ id/data-dan-informasi-utama/produk-hukum-peraturan-perundangan/ keppres/kepres-no13-tahun-2000-tentang-dewan-pengembangankawasan-timur-indonesia/, pada 11 September 2019. Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 109. Diakses dari https://pih.kemlu.go.id/files/ UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK.pdf, pada tanggal 12 September 2019. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Lembaran Negara RI Tahun 2004, No. 32. Diakses dari http:// ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2004/uu7-2004.pdf pada tanggal 12 September 2019. Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang 86 Statistik Gender Tematik: Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Kebutuhan Dasar di Indonesia Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan KebutuhanPelayanan Dasar di Indonesia 87 Daftar Pustaka Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 297. Diakses dari https://www.kpai.go.id/files/2013/09/uu-nomor-35-tahun-2014tentang-perubahan-uu-pa.pdf, pada tanggal 12 September 2019. Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Lembaran Negara RI Tahun 2016, No. 237. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37575/uu-no17-tahun-2016, pada tanggal 12 November 2019. Ria Anatasia. 2019. 3 Tahun Sejak Diluncurkan, Proyek Pembangkit Listrik 35.000 MW Baru 8 Persen yang Beroperasi. Diakses dari https:// www.tribunnews.com/bisnis/2019/01/11/3-tahun-sejak-diluncurkanproyek-pembangkit-listrik-35000-mw-baru-8-persen-yang-beroperasi, pada 9 September 2019. Sutton, Rosemary E. 1991. Equity and Computers in the Schools: A Decade of Research. Review of Educational Research, Winter 1991, Vol. 61, No. 4, pp. 475-503. TNP2K. 2016. Meningkatkan Akses Listrik Penting Untuk Kurangi Kemiskinan dan Ketimpangan. Diakses dari https://www.tnp2k.go.id/articles/ meningkatkan-akses-listrik-penting-untuk-kurangi-kemiskinan-danketimpangan, pada 3 September 2019. UNDP. 2014. Humanity Divided: Confronting Inequality in Developing Countries. New York: UNDP. Zhu, J. J. H., & He, Z. 2002. Diffusion, Use and Impact of The Internet in Hong Kong: A Chain Process Model. Journal of Computer Mediated Communication, 7(2), 1–26. Ronald Dworkin (1981) Richard Arneson (1989) Sen dan Hawthorne (1985) World Bank (2006) Roemer (1998) Statistik Gender Tematik: Kajian Ketimpangan Kesempatan Anak Terhadap Pelayanan Kebutuhan Dasar di Indonesia 87 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Jalan Medan Merdeka Barat No. 15, Jakarta 10110 Telp. (021) 3842638, 3805563, 34835456 Fax. (021) 3805562, 3805559 Website: www.kemenpppa.go.id