Uploaded by Fatimah Rahma Nabila

Makalah Hukum Internasional

advertisement
MAKALAH
ANALISIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
TENTANG PENYELEWENAN TENAGA NUKLIR OLEH KOREA
UTARA YANG MEMPENGARUHI MENINGKATNYA KETAKUTAN
DUNIA
Dosen Pengampu :
Rita Maya Sari, S.H., M.H
Disusun oleh :
Melita Nur Azizy
213015026
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BALIKPAPAN
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW. kepada keluarganya, sahabat dan semua pengikutnya hingga akhir
zaman.
Makalah yang berjudul “Analisis Dalam Perspektif
Hukum
Internasional Tentang Penyelewenan Tenaga Nuklir Oleh Korea Utara
Yang Mempengaruhi Meningkatnya Ketakutan Dunia” diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Internasional.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.
Balikpapan, 26 Juni 2022
Penulis
ii
Abstract
The transnational legal case for the abuse of nuclear power by North Korea has
been going on for a long time. But lately satellite imagery showed increased
exertion at North Korea's nuclear test point. North Korea( North Korea) is
presently on a charge to develop an multinational ballistic bullet( ICBM) that's
targeted to reach the United States. So far, North Korea has conducted six
nuclear tests, including the hydrogen lemon. The rearmost nuclear munitions test
is declared the strongest so far. Experts estimate that Pyongyang has as numerous
as 20 nuclear losers, and demonstrates the capacity to produce one new lemon
each month. North Korea is working to develop a nuclear- type bullet able of
hitting the United States. North Korea tested an multinational ballistic bullet for
the first time in July 2017. This seriously threatens US homes in the Pacific,
similar as Guam. As well as the home of other countries similar as South Korea
and Japan. Meanwhile, the world is upset and continues to cover the development
of the situation on the Korean Peninsula, North Korea or the United States. So
far, the United Nations has assessed warrants on North Korea by cutting the
value of exports to Rp.13.3 trillion. The United Nations also banned all exports of
coal, iron, iron ore, drum and drum ore. Overall UN warrants would cut the
value of North Korea's periodic exports by a third. With these warrants, North
Korea actually refused and said it would not stop their nuclear program as long
as there was still a US trouble. In fact, the United Nations has made a convention
banning nuclear tests entirely, but so far North Korea has not ratified it.
Keywords: Nuclear, International Law, North Korea, United Nations.
iii
Abstrak
Perdebatan hukum internasional tentang penyalahgunaan tenaga nuklir Korea
Utara telah berlangsung sejak lama. Namun, citra satelit baru-baru ini
menunjukkan peningkatan aktivitas di lokasi uji coba nuklir Korea Utara. Korea
Utara saat ini sedang dalam misi untuk mengembangkan rudal balistik antarbenua
(ICBM) yang ditujukan untuk mencapai Amerika Serikat. Sejauh ini, Korea Utara
telah melakukan enam uji coba nuklir, termasuk satu bom hidrogen. Uji coba
nuklir terbaru telah dinyatakan sebagai yang terkuat yang pernah ada. Para ahli
memperkirakan bahwa Pyongyang memiliki hingga 20 bom nuklir, yang
menunjukkan kemampuannya untuk membuat bom baru setiap bulan. Korea
Utara sedang mengembangkan rudal
Serikat. Korea Utara
nuklir yang dapat menyerang Amerika
pertama kali menguji ICBM pada Juli 2017. Ini
menimbulkan ancaman serius bagi kawasan Pasifik AS, seperti Guam. Tidak
hanya wilayah negara lain seperti Korea Selatan dan Jepang. Sementara itu, dunia
terus memantau perkembangan situasi di Semenanjung Korea, Korea Utara, atau
Amerika Serikat. Sejauh ini, PBB telah menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara
dengan menurunkan ekspor menjadi Rp 13,3 triliun. PBB juga telah melarang
semua ekspor batu bara, besi, bijih besi, timah dan bijih timah. Secara
keseluruhan, sanksi PBB akan mengurangi ekspor tahunan Korea Utara hingga
sepertiga. Dengan sanksi tersebut, Korut justru menolak dengan mengatakan tidak
akan menghentikan program nuklirnya, selama ancaman AS masih ada. Faktanya,
PBB telah menandatangani perjanjian yang melarang uji coba nuklir sama sekali,
tetapi Korea Utara belum meratifikasinya.
Kata Kunci: Nuklir, Hukum Internasional, Korea Utara, PBB.
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
ABSTRAK............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................
A.
Latar Belakang Masalah ............................................................................... 6
B.
Rumusan Masalah ........................................................................................ 8
C.
Metode Penelitian ......................................................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................
A.
Peraturan Yang Mengatur Mengenai Larangan Penyalahgunaan
Penggunaan Nuklir Yang Telah Dilanggar Oleh Korea Utara .................... 8
B.
Cara Menyelesaikan Masalah Kasus Nuklir Korut Menurut
Prespektif Hukum Internasional .................................................................. 9
BAB III PENUTUP .................................................................................................
A.
Keimpulan .................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang
mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui
mempunyai kepribadian Internasional. Dari lingkungan hukum Internasional
muncul banyak kasus-kasus Internasional diantaranya kasus penyalahgunaan
nuklir oleh Korea Utara.Korea Utara (Korut) menyatakan telah melakukan uji
coba nuklir keenamnya dengan sukses. Sejarah proyek pengembangan nuklir
pertama kali pada tahun 1976. Tahun itu Korut memulai pengoperasian rudal
Scuds, yang ditujuakan untuk Mesir. Tahun 1984 Korut membuat rudal
Hwasongs, rudal ini diperkirakan memiliki jangkauan maksimum sekitar 1.000
km. Kemudian mereka merancang Nodong, merupakan pengembangan dari Scuds
dan Hwasong dengan luas jangkauan sejauh 1.300 km.
Memasuki tahun 2002, Korut mengaku kepada delegasi AS yang
mengunjungi negaranya bahwa mereka memiliki program pengayaan uranium.
Sebulan kemudian, konsorsium Pimpinan AS mengatakan
telah melakukan
penangguhan reactor baru. Tahun 2003, Korut menarik diri dari perjanjian
nonproliferasi nuklir dan dan kemudian bergabung dalam putaran perundingan
nuklir enam Negara (China, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat) di
Beijing. Selang dua tahun kemudian, Korut mengumumkan telah memiliki senjata
nuklir. Dan pada tahun 2006, negara komunis itu melakukan uji coba nuklirnya di
bawah tanah. Pada Februari 2011, citra satelit menunjukkan Korut telah
menyelesaikan menara peluncuran rudal di pangkalan baru di pantai barat di
Tongchang-ri. Bulan April 2012, pemerintah Korsel mengatakan Korut
meluncurkan roket dari Tongchang-ri namun meledak sesaat setelah diluncurkan.
Di akhir tahun, Korut meluncurkan jarak roket, yang dikutuk masyarakat
internasional sebagai uji coba rudal balistik yang disamarkan. Tahun 2015 Korut
mengklaim berhasil menguji tembakkan rudal balistik dari kapal selam, tetapi
6
para ahli mengatakan uji coba itu gagal. Pada 3 Desember 2015, citra satelit
menunjukkan Korut menggali terowongan baru di lokasi uji utamanya nuklir di
Punggye-ri dan pada 11 Desember media pemerintah mengatakan diktator Korut
Kim Jong-un yang mengatakan negara itu telah mengembangkan bom hidrogen,
tapi Washington meragukan Pyongyang memiliki perangkat termonuklir.
Uji coba nuklir Korea Utara di bulan Januari 2016 menuai protes dan
kritik dari masyarakat internasional. Meskipun Tiongkok dan Rusia sudah
menyarankan untuk kembali ke hasil perundingan enam Negara, namun Korut
tetap mempertahnkan ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir. Dan yang
paling terakhir pada September 2017. Berdasarkan sanksi PBB, Korea Utara
dilarang melakukan tes teknologi nuklir atau rudal. Tapi dalam beberapa bulan
terakhir ini mereka telah melakukan serangkaian peluncuran rudal balistik dan
mengancam untuk melakukan serangan nuklir kepada musuh-musuh mereka.
Namun Korea Utara malah melakukan uji coba nuklir terakhirnya pada 3
September 2017. Badan Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan gempa bumi
berkekuatan 6,3 tidak jauh dari tempat uji coba nuklir Punggye-ri Korea Utara.
Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa gempa tersebut berkarakteristik
buatan manusia dan memiliki ciri-ciri uji coba nuklir. Mereka mengklaim berhasil
meledakkan bom hydrogen yang dapat dimuat ke rudal balistik antar benua
(ICBM) dengan kekuatan menghancurkan.
Padahal sebelumnya dalam sidang anggota DK PBB telah memberikan
sanksi berupa melarang ekspor Korea Utara dan membatasi investasi di Negara
tersebut. Uji coba nuklir terakhir Korut dikutuk oleh Korea Selatan, Jepang, dan
Amerika Serikat. Mereka menyarankan agar segera disusun sanksi terbaru PBB
untuk Korut. Diperkirakan Korut mendapatkan sekitar $ 3 miliar pendapatan
setiap tahun dari hasil ekspor bahan mentahnya ke China. Dan sanksi ini dapat
menghilangkan sepertiga perdagnagan yang merupakan salah satu dari sumber
pendapatan Korut. Awal tahun 2017, Cina menghentikan impor batubara untuk
meningkatkan tekanan pada Pyongyang. Namun sanksi berulang ini selalu gagal
untuk mencegah Korea Utara melakukan pembangunan rudal nuklirnya Lembaga
Sains dan Keamanan Internasional yang berbasis di Washington memperkirakan
7
bahwa Korea Utara dapat meningkatkan persenjataan nuklirnya antara 20 dan 100
senjata sebelum tahun 2020.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja
peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan
penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara?
2. Bagaimana cara menyelasaikan masalah kasus nuklir Korut menurut
prespektif hukum Internasional?
C. Metode Penelitian
Pada penulisan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research), yaitu dengan mempelajari berbagai buku hukum, himpunan peraturan
perundangundangan, artikel-artikel hukum, internet, dan sumber-sumber tertulis
lainnya. Metode analisa data yang dipergunakan bersifat Analisis Kualitatif
Normatif.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peraturan Yang Mengatur Mengenai Larangan Penyalahgunaan
Penggunaan Nuklir Yang Telah Dilanggar Oleh Korea Utara
Praktik administrasi negara melarang penggunaan senjata tertentu di
bawah hukum kebiasaan internasional. Senjata-senjata tersebut adalah: Senjata
beracun atau beracun, senjata biologi, senjata kimia, agen anti huru hara sebagai
alat tempur, herbisida sebagai alat tempur, peluru yang mudah merambat atau
diperbanyak oleh tubuh manusia, dan penggunaan peluru yang meledak di dalam
tubuh manusia. . Lebih dari 140 negara bagian telah meratifikasi Perjanjian
Ottawa, dan banyak yang sedang dalam proses meratifikasinya. Saat ini, sebagian
besar negara bagian perlu menghentikan penggunaan, produksi, penimbunan, atau
pemindahan ranjau anti-personil. Larangan ini saat ini bukan bagian dari IR
semua negara, tetapi semua orang setuju bahwa upaya harus dilakukan untuk
menghilangkan ranjau darat anti-personil. Penggunaan senjata bakar untuk tujuan
antipersonil.
Hal ini mengacu pada pasal 6 ayat (1) bahwa setiap orang memiliki hak
untuk hidup yang tidak dapat dirampas oleh siapapun dan hak tersebeut dilindungi
oleh hukum. Penggunaan nuklir sendiri merupakan penyelewangan tentang
pengambilan hak hidup secara sewenang-wenang. Pasal 6 (1) Konvenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik secara tegas juga menyebutkan
tidak satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak
pada suatu Negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui
dalam Konvenan ini, termasuk diantaranya adalah hak untuk hidup berdasarkan
Pasal 6 tersebut.1
Sebagian besar aturan tadi sejalan dengan aturan HI. Diamandemennya
Protokol II Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1996 juga berlaku bagi
Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional
Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia,
Pendecta, Vol.11 Nomor 1, Juni 2016, hal 69.
1
9
konflik bersenjata non-internasional. Konvensi-konvensi Internasional yang
merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk
law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan
prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.2 Selain itu pada
2001, untuk memperluas jangkauan pemberlakuan Protokol I-IV ke konflik
bersenjata non-internasional. Larangan dan pembatasan yang termuat dalam
protocol tersebut berlaku dalam setiap konflik bersenjata.
Korea semakin mencengangkan dunia dengan mengeluarkan diri dari
Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada
tahun 2005 langsung mengklaim atas kepemilikan sejumlah senjata nuklir aktif
yang tidak digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian akan tetapi
kepentingan militer. NPT sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat
untuk pelarangan total senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang
dikenal dengan Nuclear Weapon Convention, telah dimulai di Conference on
Disarmament (CD) di Jenawa pada tahun 1996. Traktat tersebut akan mengatur
pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata nuklir.
Mengenai pelucutan senjata, Indonesia selalu menekankan agar negara-negara
nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka sebagai
bagian dari implementasi Artikel VI NPT dengan batas waktu yang jelas. Selain
itu, Indonesia menginginkan agar proses pelucutan senjara nuklir ditentukan
secara terverifikasi, tidak dapat dikembalikan dan terbuka. Terkait dengan nonproliferensi Indonesia menginginkan agar universalitas NPT terus menjadi
prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak
untuk segera mengakses NPT sebagai negara non-nuklir.
NPT mempunyai tiga tujuan khusus: (1) mencegah penyebaran senjata
nuklir, (2) meningkatkan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai seperti
untuk energi listrik, (3) mengakhiri perlombaan senjata. Pada intinya, isi NPT
berupa larangan bagi negara-negara nuklir untuk mengalihkan senjata nuklir
maupun peralatannya kepada negara-negara non-nuklir. Di pihak lain negaraBoer Mauna, 2015, Hukum Internasional (Pengertian Pernanan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global), PT. Alumni, Bandung, hal 9.
2
10
negara non-nuklir tidak boleh memintanya.3 Selain itu terdapat Traktat Pelarangan
Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT)
merupakan traktat yang melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan
metode CTBT mulai dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996.
Meskipun belum berlaku CTBT telah memiliki mekanisme verifikasi ledakan
nuklir yang telah berhasil mendetaksi uji coba nuklir Korea Utara pada tahun
2006, 2009, dan 2013. Verifikasi dilakukan melalui data yang diperoleh dari
teknologi monitoring system CTBT.
Pengadilan Internasional sedang membahas legalitas ancaman penggunaan
nuklir atas permintaan dari DK PBB. Pengadilan Internasional menyatakan
bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nuklir pelru sejalan dengan persyaratan
HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini memiliki arti penting,
mengingat bahwa sejumlah Negara melakukan perundingan tentang Protokol
Tambahan I yang tidak memberlakukan penggunaan senjata nuklir. Putusan
pengadilan dalam Pasal 38 Statuta MI disebutkan sebagai sumber hukum
tambahan (subsidiary) bagi sumber-sumber hukum di atasnya. Meskipun
dikatakan sebagai sumber hukum tambahan tidak berarti bahwa putusan
pengadilan, baik putusan pengadilan nasional maupun internasional, mempunyai
kedudukan yang lebih rendah dari sumber-sumber hukum di atasnya. Putusan
pengadilan dikatakan sebagai sumber hukum tambahan karena sumber hukum ini
tidak dapat berdiri sendiri sebagai dasar putusan yang diambil oleh hakim.
Putusan pengadilan hanya dapat digunakan untuk memperkuat sumber hukum di
atasnya.4
ICC atau Pengadilan Internasional adalah sebuah pengadilan independen
permanen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan
paling serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu seperti genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang Pernyataan Pengadilan
Internasioanal mengandung makna bahwa aturan mengenai perilaku permusuhan
Asep Syamsul, 2000, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Gema
Insani Pree, Jakarta, hal 58.
4
Sefriani, 2014, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, PT. RajaGrafIndo Persada, Jakarta,
hal 50.
3
11
dan prinsip umum penggunaan senjata berlaku juga untuk penggunaan senjata
nuklir.
Dalam
menetapkan
aturan
tersebut
Pengadilan
Internasional
berkesimpulan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nukir pada umumnya
bertentangan dengan aturan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata dan
terutama bertentangan dengan prinsip dan aturan HHI. Sebelumnya Dewan
Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 82, diadopsi pada 25 Juni 1950.
Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan serangannya terhadap
Korea Selatan. Resolusi ini diadopsi dengan sembilan suara mendukung dan satu
abstain. Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan invasinya dan
menarik tentaranya hingga garis paralel ke-38. Meski dianggap sebagai
kemenangan diplomasi oleh Amerika Serikat, resolusi ini diabaikan oleh Korea
Utara. PBB dan Amerika Serikat memutuskan untuk mengambil tindakan lebih
lanjut, yaitu mengerahkan pasukan internasional secara besar-besaran dan
memperluas cakupan Perang Korea.5
B. Cara Menyelesaikan Masalah Kasus Nuklir Korut Menurut Prespektif
Hukum Internasional
Penyelesaian krisis nuklir Korea Utara telah berlangsung selama lebih dari
satu dasawarsa dengan berbagai upaya yang telah ditempuh. Upaya-upaya yang
telah ditempuh itu diantaranya adalah kesepakatan Jenewa antara Korea Utara
dengan Amerika Serikat, dikeluarkannya sejumlah resolusi oleh Dewan
Keamanan PBB, penerapan sanksi ekonomi oleh beberapa negara seperti Amerika
Serikat dan Jepang terhadap Korea Utara, hingga dibentuknya perundingan enam
pihak yang melibatkan 6 negara (Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan,
RRC, Jepang dan Rusia) sebagai kerangka perundingan multilateral dengan tujuan
untuk menyelesaikan krisis nuklir Korea Utara. Tujuan dibentuknya PBB, yaitu
menjaga kedamaian dan keamanan internasional, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 piagam PBB. Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat
diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan
5
Resolusi Dewan Keamanan No 82, 25 Juni 1950.
12
sengketa yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (4) piagam PBB. Penyelesaian
sengketa secara damai, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 33 yang
mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa.
Hukum Internasional dalam hal ini hukum humaniter, dapat diterapkan
pada konflik bersenjata Internasional. Konvensi Jenewa 1949 dapat diterapkan
pada ruang lingkup yang luas, tidak melihat apakah perang itu adil atau tidak,
apakah konflik bersenjata itu suatu agresi atau self defence, atau apakah salah satu
pihak mengakui terhadap yang lain atau tidak, ketika skalanya adalah
Internasional maka Konvensi dapat diterapkan.6 Korea Utara ingin memajukan
kepentingan negaranya, terutama pencabutan sanksi keuangan internasional yang
diterimanya. Dalam sistem Internasional yang anarkis, stabilitas akan dicapai
melalui perimbangan dengan kekuatan (balance of power).7 Dewan Keamanan
PBB, telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk
menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya. Adapun
sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor
tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya
kerja sama dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah
tertentu. Korut diketahui mengimpor minyak mentah sebesar empat juta barel per
tahun dan dua juta barel setiap tahunnya untuk produk minyak sulingan. Minyak
adalah sumber primer Korut untuk membangun senjata nuklirnya. Sanksi terbaru
ini diharapkan dapat membatasi ruang gerak Korut dalam peninkatan rencana
pembangunan senjata nuklir.
Piagam PBB pasal 51 menyebut, bahwa penyerangan terhadap suatu
negara dapat dilakukan dalam rangka membela diri. Sudah beragam sanksi PBB
dijatuhkan untuk negeri yang terkenal tertutup itu. Sanksi PBB terhadap Korea
Utara sejak 2013:
1.
Maret 2013 sanksi dikenakan setelah uji coba nuklir Korea Utara 2013
2.
Maret 2016 sanksi lebih lanjut dikenakan termasuk pemeriksaan semua
kargo dari dan menuju Korea Utara, larangan semua perdagangan senjata
Sefrini, Op.Cit, hal 366
Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen Diplomasi
Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7 Nomor 2, Juni 2010, hal 14.
6
7
13
dengan negara lain, pembatasan tambahan impor barang mewah bagi
Korea Utara, dan pengusiran diplomat Korea Utara yang dicurigai
melakukan kegiatan terlarang
3.
November 2016 Dewan Keamanan PBB memperkuat sanksi untuk
menanggapi uji coba nuklir bulan September 2016
Sanksi terbaru juga akan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari
Pyongyang. Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760 juta
dolar AS dari sektor ini. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB
mengincar sektor ekspor tekstil dalam sanksi terbarunya. Pekerja Korut yang saat
ini berada di luar negeri turut menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan PBB.
Mereka tidak akan mendapatkan upah dari pekerjaannya sehingga tidak akan
memberikan pemasukan apapun bagi Pyongyang, Korea Utara. Jika merujuk pada
piagam PBB, kewenangan Dewan Keamanan dalam menjatuhkan sanksi telah
diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB yang menunjukan bahwa sanksi dapat
dijatuhkan dalam permasalahan-permasalahan yang mengancam keamanan dan
perdamaian dunia. Bentuk sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan tersebut adalah
sanksi non-militer8 dan sanksi militer9. Oleh karena semakin kompleksnya suatu
masalah internasional, bentuk sanksi non-militer yang merujuk pada Pasal 41
Piagam PBB tersebut mengalami berbagai perluasan interpretasi sehingga istilah
“smart sanctions” sering digunakan untuk menyebut sanksi-sanksi non-militer
yang mengalami perluasan tersebut.
Langkah penyelesaian menurut pendapat penulis yaitu penyusunan
pembuatan rencana untuk menghukum negara-negara ketiga yang melakukan
Pasal 41 Piagam PBB: “The Security Council may decide what measures not involving the
use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the
Members of the United Nastions to apply such measures. These may include complete or
partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and
other means of communication, and severance of diplomatic relations.
9
Pasal 42 Piagam PBB: “Should the Security Council consider that measures provided for in
Article 41 would be inadequeate or have proved to be inaquate, it may take such action by
air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and
security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by the air,
sea, or land forces of Members of the United Nations”
8
14
bisnis dengan Korea Utara dengan memotong akses dagang mereka ke pasar
Internasional. Mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius,
diplomassi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini. Sementara
PBB dan negara anggota lainnya harus terus menerus mengutuk keras sikap
Korut. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia diharapkan
secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea
Utara.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa
peraturan internasional yang mengatur pelanggaran penyalahgunaan nuklir yang
dilanggar oleh Korea Utara, di antaranya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT).
Jika NPT benar-benar mengamanatkan penyusunan perjanjian larangan total
senjata nuklir. Diskusi tentang perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian
Pelarangan Senjata Nuklir dimulai pada tahun 1996. Konvensi tersebut mengatur
larangan total atas kepemilikan, pembuatan, penggunaan dan transfer senjata
nuklir. The Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT) yang telah
ditandatangani sejak September 1996, adalah sebuah perjanjian yang melarang
semua jenis uji coba nuklir menggunakan CTBT Act.
Terdapat
juga
Konvensi
Ottawa
yang berisi
untuk
tidak
lagi
menggunakan, memproduksi, menimbun, atau mengirimkan ranjau darat
antipersonil. Setelah berbagai sanksi yang telah dikeluarkan PBB tidak membuat
Korea Utara berhenti untuk melakukan penyalahgunaan nuklir. Sanksi terbaru
juga akan diberikan Dewan Keamanan PBB dengan melarang seluruh kegiatan
ekspor tekstil dari Pyongyang Menurut analisis penulis diplomasi merupakan cara
terbaik untuk mengatasi krisis saat ini, mengingat sanksi militer hanya akan
membawa resiko serius. Hal ini hanya akan menyebabkan lebih banyak korban
jiwa dan dapat memicu perang kawasan. Amerika Serikat sebagai satu-satunya
negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi
berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara.
16
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Boer Mauna. 2015 Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni
Asep Syamsul. 2000. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan
Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. RajaGrafindo
Persada
Jurnal
Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar
Penghapusan Pidana Mati di Indonesia, Pendecta, Vol.11, No. 1, Juni
2016.
Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen
Diplomasi Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7, No. 2, Juni 2010.
17
Download