MAKALAH ANALISIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENYELEWENAN TENAGA NUKLIR OLEH KOREA UTARA YANG MEMPENGARUHI MENINGKATNYA KETAKUTAN DUNIA Dosen Pengampu : Rita Maya Sari, S.H., M.H Disusun oleh : Melita Nur Azizy 213015026 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BALIKPAPAN 2022 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. kepada keluarganya, sahabat dan semua pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah yang berjudul “Analisis Dalam Perspektif Hukum Internasional Tentang Penyelewenan Tenaga Nuklir Oleh Korea Utara Yang Mempengaruhi Meningkatnya Ketakutan Dunia” diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Internasional. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Balikpapan, 26 Juni 2022 Penulis ii Abstract The transnational legal case for the abuse of nuclear power by North Korea has been going on for a long time. But lately satellite imagery showed increased exertion at North Korea's nuclear test point. North Korea( North Korea) is presently on a charge to develop an multinational ballistic bullet( ICBM) that's targeted to reach the United States. So far, North Korea has conducted six nuclear tests, including the hydrogen lemon. The rearmost nuclear munitions test is declared the strongest so far. Experts estimate that Pyongyang has as numerous as 20 nuclear losers, and demonstrates the capacity to produce one new lemon each month. North Korea is working to develop a nuclear- type bullet able of hitting the United States. North Korea tested an multinational ballistic bullet for the first time in July 2017. This seriously threatens US homes in the Pacific, similar as Guam. As well as the home of other countries similar as South Korea and Japan. Meanwhile, the world is upset and continues to cover the development of the situation on the Korean Peninsula, North Korea or the United States. So far, the United Nations has assessed warrants on North Korea by cutting the value of exports to Rp.13.3 trillion. The United Nations also banned all exports of coal, iron, iron ore, drum and drum ore. Overall UN warrants would cut the value of North Korea's periodic exports by a third. With these warrants, North Korea actually refused and said it would not stop their nuclear program as long as there was still a US trouble. In fact, the United Nations has made a convention banning nuclear tests entirely, but so far North Korea has not ratified it. Keywords: Nuclear, International Law, North Korea, United Nations. iii Abstrak Perdebatan hukum internasional tentang penyalahgunaan tenaga nuklir Korea Utara telah berlangsung sejak lama. Namun, citra satelit baru-baru ini menunjukkan peningkatan aktivitas di lokasi uji coba nuklir Korea Utara. Korea Utara saat ini sedang dalam misi untuk mengembangkan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang ditujukan untuk mencapai Amerika Serikat. Sejauh ini, Korea Utara telah melakukan enam uji coba nuklir, termasuk satu bom hidrogen. Uji coba nuklir terbaru telah dinyatakan sebagai yang terkuat yang pernah ada. Para ahli memperkirakan bahwa Pyongyang memiliki hingga 20 bom nuklir, yang menunjukkan kemampuannya untuk membuat bom baru setiap bulan. Korea Utara sedang mengembangkan rudal Serikat. Korea Utara nuklir yang dapat menyerang Amerika pertama kali menguji ICBM pada Juli 2017. Ini menimbulkan ancaman serius bagi kawasan Pasifik AS, seperti Guam. Tidak hanya wilayah negara lain seperti Korea Selatan dan Jepang. Sementara itu, dunia terus memantau perkembangan situasi di Semenanjung Korea, Korea Utara, atau Amerika Serikat. Sejauh ini, PBB telah menjatuhkan sanksi kepada Korea Utara dengan menurunkan ekspor menjadi Rp 13,3 triliun. PBB juga telah melarang semua ekspor batu bara, besi, bijih besi, timah dan bijih timah. Secara keseluruhan, sanksi PBB akan mengurangi ekspor tahunan Korea Utara hingga sepertiga. Dengan sanksi tersebut, Korut justru menolak dengan mengatakan tidak akan menghentikan program nuklirnya, selama ancaman AS masih ada. Faktanya, PBB telah menandatangani perjanjian yang melarang uji coba nuklir sama sekali, tetapi Korea Utara belum meratifikasinya. Kata Kunci: Nuklir, Hukum Internasional, Korea Utara, PBB. iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii ABSTRACT ........................................................................................................... iii ABSTRAK............................................................................................................. iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 6 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 8 C. Metode Penelitian ......................................................................................... 8 BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... A. Peraturan Yang Mengatur Mengenai Larangan Penyalahgunaan Penggunaan Nuklir Yang Telah Dilanggar Oleh Korea Utara .................... 8 B. Cara Menyelesaikan Masalah Kasus Nuklir Korut Menurut Prespektif Hukum Internasional .................................................................. 9 BAB III PENUTUP ................................................................................................. A. Keimpulan .................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Internasional adalah peraturan-peraturan dan norma-norma yang mengatur tindakan negara-negara dan kesatuan lain yang pada suatu saat diakui mempunyai kepribadian Internasional. Dari lingkungan hukum Internasional muncul banyak kasus-kasus Internasional diantaranya kasus penyalahgunaan nuklir oleh Korea Utara.Korea Utara (Korut) menyatakan telah melakukan uji coba nuklir keenamnya dengan sukses. Sejarah proyek pengembangan nuklir pertama kali pada tahun 1976. Tahun itu Korut memulai pengoperasian rudal Scuds, yang ditujuakan untuk Mesir. Tahun 1984 Korut membuat rudal Hwasongs, rudal ini diperkirakan memiliki jangkauan maksimum sekitar 1.000 km. Kemudian mereka merancang Nodong, merupakan pengembangan dari Scuds dan Hwasong dengan luas jangkauan sejauh 1.300 km. Memasuki tahun 2002, Korut mengaku kepada delegasi AS yang mengunjungi negaranya bahwa mereka memiliki program pengayaan uranium. Sebulan kemudian, konsorsium Pimpinan AS mengatakan telah melakukan penangguhan reactor baru. Tahun 2003, Korut menarik diri dari perjanjian nonproliferasi nuklir dan dan kemudian bergabung dalam putaran perundingan nuklir enam Negara (China, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat) di Beijing. Selang dua tahun kemudian, Korut mengumumkan telah memiliki senjata nuklir. Dan pada tahun 2006, negara komunis itu melakukan uji coba nuklirnya di bawah tanah. Pada Februari 2011, citra satelit menunjukkan Korut telah menyelesaikan menara peluncuran rudal di pangkalan baru di pantai barat di Tongchang-ri. Bulan April 2012, pemerintah Korsel mengatakan Korut meluncurkan roket dari Tongchang-ri namun meledak sesaat setelah diluncurkan. Di akhir tahun, Korut meluncurkan jarak roket, yang dikutuk masyarakat internasional sebagai uji coba rudal balistik yang disamarkan. Tahun 2015 Korut mengklaim berhasil menguji tembakkan rudal balistik dari kapal selam, tetapi 6 para ahli mengatakan uji coba itu gagal. Pada 3 Desember 2015, citra satelit menunjukkan Korut menggali terowongan baru di lokasi uji utamanya nuklir di Punggye-ri dan pada 11 Desember media pemerintah mengatakan diktator Korut Kim Jong-un yang mengatakan negara itu telah mengembangkan bom hidrogen, tapi Washington meragukan Pyongyang memiliki perangkat termonuklir. Uji coba nuklir Korea Utara di bulan Januari 2016 menuai protes dan kritik dari masyarakat internasional. Meskipun Tiongkok dan Rusia sudah menyarankan untuk kembali ke hasil perundingan enam Negara, namun Korut tetap mempertahnkan ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir. Dan yang paling terakhir pada September 2017. Berdasarkan sanksi PBB, Korea Utara dilarang melakukan tes teknologi nuklir atau rudal. Tapi dalam beberapa bulan terakhir ini mereka telah melakukan serangkaian peluncuran rudal balistik dan mengancam untuk melakukan serangan nuklir kepada musuh-musuh mereka. Namun Korea Utara malah melakukan uji coba nuklir terakhirnya pada 3 September 2017. Badan Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan gempa bumi berkekuatan 6,3 tidak jauh dari tempat uji coba nuklir Punggye-ri Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa gempa tersebut berkarakteristik buatan manusia dan memiliki ciri-ciri uji coba nuklir. Mereka mengklaim berhasil meledakkan bom hydrogen yang dapat dimuat ke rudal balistik antar benua (ICBM) dengan kekuatan menghancurkan. Padahal sebelumnya dalam sidang anggota DK PBB telah memberikan sanksi berupa melarang ekspor Korea Utara dan membatasi investasi di Negara tersebut. Uji coba nuklir terakhir Korut dikutuk oleh Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Mereka menyarankan agar segera disusun sanksi terbaru PBB untuk Korut. Diperkirakan Korut mendapatkan sekitar $ 3 miliar pendapatan setiap tahun dari hasil ekspor bahan mentahnya ke China. Dan sanksi ini dapat menghilangkan sepertiga perdagnagan yang merupakan salah satu dari sumber pendapatan Korut. Awal tahun 2017, Cina menghentikan impor batubara untuk meningkatkan tekanan pada Pyongyang. Namun sanksi berulang ini selalu gagal untuk mencegah Korea Utara melakukan pembangunan rudal nuklirnya Lembaga Sains dan Keamanan Internasional yang berbasis di Washington memperkirakan 7 bahwa Korea Utara dapat meningkatkan persenjataan nuklirnya antara 20 dan 100 senjata sebelum tahun 2020. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara? 2. Bagaimana cara menyelasaikan masalah kasus nuklir Korut menurut prespektif hukum Internasional? C. Metode Penelitian Pada penulisan ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari berbagai buku hukum, himpunan peraturan perundangundangan, artikel-artikel hukum, internet, dan sumber-sumber tertulis lainnya. Metode analisa data yang dipergunakan bersifat Analisis Kualitatif Normatif. 8 BAB II PEMBAHASAN A. Peraturan Yang Mengatur Mengenai Larangan Penyalahgunaan Penggunaan Nuklir Yang Telah Dilanggar Oleh Korea Utara Praktik administrasi negara melarang penggunaan senjata tertentu di bawah hukum kebiasaan internasional. Senjata-senjata tersebut adalah: Senjata beracun atau beracun, senjata biologi, senjata kimia, agen anti huru hara sebagai alat tempur, herbisida sebagai alat tempur, peluru yang mudah merambat atau diperbanyak oleh tubuh manusia, dan penggunaan peluru yang meledak di dalam tubuh manusia. . Lebih dari 140 negara bagian telah meratifikasi Perjanjian Ottawa, dan banyak yang sedang dalam proses meratifikasinya. Saat ini, sebagian besar negara bagian perlu menghentikan penggunaan, produksi, penimbunan, atau pemindahan ranjau anti-personil. Larangan ini saat ini bukan bagian dari IR semua negara, tetapi semua orang setuju bahwa upaya harus dilakukan untuk menghilangkan ranjau darat anti-personil. Penggunaan senjata bakar untuk tujuan antipersonil. Hal ini mengacu pada pasal 6 ayat (1) bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup yang tidak dapat dirampas oleh siapapun dan hak tersebeut dilindungi oleh hukum. Penggunaan nuklir sendiri merupakan penyelewangan tentang pengambilan hak hidup secara sewenang-wenang. Pasal 6 (1) Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik secara tegas juga menyebutkan tidak satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak pada suatu Negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui dalam Konvenan ini, termasuk diantaranya adalah hak untuk hidup berdasarkan Pasal 6 tersebut.1 Sebagian besar aturan tadi sejalan dengan aturan HI. Diamandemennya Protokol II Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1996 juga berlaku bagi Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia, Pendecta, Vol.11 Nomor 1, Juni 2016, hal 69. 1 9 konflik bersenjata non-internasional. Konvensi-konvensi Internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.2 Selain itu pada 2001, untuk memperluas jangkauan pemberlakuan Protokol I-IV ke konflik bersenjata non-internasional. Larangan dan pembatasan yang termuat dalam protocol tersebut berlaku dalam setiap konflik bersenjata. Korea semakin mencengangkan dunia dengan mengeluarkan diri dari Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada tahun 2005 langsung mengklaim atas kepemilikan sejumlah senjata nuklir aktif yang tidak digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian akan tetapi kepentingan militer. NPT sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat untuk pelarangan total senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang dikenal dengan Nuclear Weapon Convention, telah dimulai di Conference on Disarmament (CD) di Jenawa pada tahun 1996. Traktat tersebut akan mengatur pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata nuklir. Mengenai pelucutan senjata, Indonesia selalu menekankan agar negara-negara nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka sebagai bagian dari implementasi Artikel VI NPT dengan batas waktu yang jelas. Selain itu, Indonesia menginginkan agar proses pelucutan senjara nuklir ditentukan secara terverifikasi, tidak dapat dikembalikan dan terbuka. Terkait dengan nonproliferensi Indonesia menginginkan agar universalitas NPT terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak untuk segera mengakses NPT sebagai negara non-nuklir. NPT mempunyai tiga tujuan khusus: (1) mencegah penyebaran senjata nuklir, (2) meningkatkan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai seperti untuk energi listrik, (3) mengakhiri perlombaan senjata. Pada intinya, isi NPT berupa larangan bagi negara-negara nuklir untuk mengalihkan senjata nuklir maupun peralatannya kepada negara-negara non-nuklir. Di pihak lain negaraBoer Mauna, 2015, Hukum Internasional (Pengertian Pernanan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), PT. Alumni, Bandung, hal 9. 2 10 negara non-nuklir tidak boleh memintanya.3 Selain itu terdapat Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT) merupakan traktat yang melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan metode CTBT mulai dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996. Meskipun belum berlaku CTBT telah memiliki mekanisme verifikasi ledakan nuklir yang telah berhasil mendetaksi uji coba nuklir Korea Utara pada tahun 2006, 2009, dan 2013. Verifikasi dilakukan melalui data yang diperoleh dari teknologi monitoring system CTBT. Pengadilan Internasional sedang membahas legalitas ancaman penggunaan nuklir atas permintaan dari DK PBB. Pengadilan Internasional menyatakan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nuklir pelru sejalan dengan persyaratan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini memiliki arti penting, mengingat bahwa sejumlah Negara melakukan perundingan tentang Protokol Tambahan I yang tidak memberlakukan penggunaan senjata nuklir. Putusan pengadilan dalam Pasal 38 Statuta MI disebutkan sebagai sumber hukum tambahan (subsidiary) bagi sumber-sumber hukum di atasnya. Meskipun dikatakan sebagai sumber hukum tambahan tidak berarti bahwa putusan pengadilan, baik putusan pengadilan nasional maupun internasional, mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari sumber-sumber hukum di atasnya. Putusan pengadilan dikatakan sebagai sumber hukum tambahan karena sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai dasar putusan yang diambil oleh hakim. Putusan pengadilan hanya dapat digunakan untuk memperkuat sumber hukum di atasnya.4 ICC atau Pengadilan Internasional adalah sebuah pengadilan independen permanen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang Pernyataan Pengadilan Internasioanal mengandung makna bahwa aturan mengenai perilaku permusuhan Asep Syamsul, 2000, Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam, Gema Insani Pree, Jakarta, hal 58. 4 Sefriani, 2014, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, PT. RajaGrafIndo Persada, Jakarta, hal 50. 3 11 dan prinsip umum penggunaan senjata berlaku juga untuk penggunaan senjata nuklir. Dalam menetapkan aturan tersebut Pengadilan Internasional berkesimpulan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nukir pada umumnya bertentangan dengan aturan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata dan terutama bertentangan dengan prinsip dan aturan HHI. Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 82, diadopsi pada 25 Juni 1950. Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan serangannya terhadap Korea Selatan. Resolusi ini diadopsi dengan sembilan suara mendukung dan satu abstain. Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan invasinya dan menarik tentaranya hingga garis paralel ke-38. Meski dianggap sebagai kemenangan diplomasi oleh Amerika Serikat, resolusi ini diabaikan oleh Korea Utara. PBB dan Amerika Serikat memutuskan untuk mengambil tindakan lebih lanjut, yaitu mengerahkan pasukan internasional secara besar-besaran dan memperluas cakupan Perang Korea.5 B. Cara Menyelesaikan Masalah Kasus Nuklir Korut Menurut Prespektif Hukum Internasional Penyelesaian krisis nuklir Korea Utara telah berlangsung selama lebih dari satu dasawarsa dengan berbagai upaya yang telah ditempuh. Upaya-upaya yang telah ditempuh itu diantaranya adalah kesepakatan Jenewa antara Korea Utara dengan Amerika Serikat, dikeluarkannya sejumlah resolusi oleh Dewan Keamanan PBB, penerapan sanksi ekonomi oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang terhadap Korea Utara, hingga dibentuknya perundingan enam pihak yang melibatkan 6 negara (Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan, RRC, Jepang dan Rusia) sebagai kerangka perundingan multilateral dengan tujuan untuk menyelesaikan krisis nuklir Korea Utara. Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 piagam PBB. Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan 5 Resolusi Dewan Keamanan No 82, 25 Juni 1950. 12 sengketa yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (4) piagam PBB. Penyelesaian sengketa secara damai, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 33 yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa. Hukum Internasional dalam hal ini hukum humaniter, dapat diterapkan pada konflik bersenjata Internasional. Konvensi Jenewa 1949 dapat diterapkan pada ruang lingkup yang luas, tidak melihat apakah perang itu adil atau tidak, apakah konflik bersenjata itu suatu agresi atau self defence, atau apakah salah satu pihak mengakui terhadap yang lain atau tidak, ketika skalanya adalah Internasional maka Konvensi dapat diterapkan.6 Korea Utara ingin memajukan kepentingan negaranya, terutama pencabutan sanksi keuangan internasional yang diterimanya. Dalam sistem Internasional yang anarkis, stabilitas akan dicapai melalui perimbangan dengan kekuatan (balance of power).7 Dewan Keamanan PBB, telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya. Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu. Korut diketahui mengimpor minyak mentah sebesar empat juta barel per tahun dan dua juta barel setiap tahunnya untuk produk minyak sulingan. Minyak adalah sumber primer Korut untuk membangun senjata nuklirnya. Sanksi terbaru ini diharapkan dapat membatasi ruang gerak Korut dalam peninkatan rencana pembangunan senjata nuklir. Piagam PBB pasal 51 menyebut, bahwa penyerangan terhadap suatu negara dapat dilakukan dalam rangka membela diri. Sudah beragam sanksi PBB dijatuhkan untuk negeri yang terkenal tertutup itu. Sanksi PBB terhadap Korea Utara sejak 2013: 1. Maret 2013 sanksi dikenakan setelah uji coba nuklir Korea Utara 2013 2. Maret 2016 sanksi lebih lanjut dikenakan termasuk pemeriksaan semua kargo dari dan menuju Korea Utara, larangan semua perdagangan senjata Sefrini, Op.Cit, hal 366 Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen Diplomasi Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7 Nomor 2, Juni 2010, hal 14. 6 7 13 dengan negara lain, pembatasan tambahan impor barang mewah bagi Korea Utara, dan pengusiran diplomat Korea Utara yang dicurigai melakukan kegiatan terlarang 3. November 2016 Dewan Keamanan PBB memperkuat sanksi untuk menanggapi uji coba nuklir bulan September 2016 Sanksi terbaru juga akan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari Pyongyang. Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760 juta dolar AS dari sektor ini. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB mengincar sektor ekspor tekstil dalam sanksi terbarunya. Pekerja Korut yang saat ini berada di luar negeri turut menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan PBB. Mereka tidak akan mendapatkan upah dari pekerjaannya sehingga tidak akan memberikan pemasukan apapun bagi Pyongyang, Korea Utara. Jika merujuk pada piagam PBB, kewenangan Dewan Keamanan dalam menjatuhkan sanksi telah diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB yang menunjukan bahwa sanksi dapat dijatuhkan dalam permasalahan-permasalahan yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Bentuk sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan tersebut adalah sanksi non-militer8 dan sanksi militer9. Oleh karena semakin kompleksnya suatu masalah internasional, bentuk sanksi non-militer yang merujuk pada Pasal 41 Piagam PBB tersebut mengalami berbagai perluasan interpretasi sehingga istilah “smart sanctions” sering digunakan untuk menyebut sanksi-sanksi non-militer yang mengalami perluasan tersebut. Langkah penyelesaian menurut pendapat penulis yaitu penyusunan pembuatan rencana untuk menghukum negara-negara ketiga yang melakukan Pasal 41 Piagam PBB: “The Security Council may decide what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Members of the United Nastions to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and severance of diplomatic relations. 9 Pasal 42 Piagam PBB: “Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would be inadequeate or have proved to be inaquate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by the air, sea, or land forces of Members of the United Nations” 8 14 bisnis dengan Korea Utara dengan memotong akses dagang mereka ke pasar Internasional. Mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius, diplomassi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini. Sementara PBB dan negara anggota lainnya harus terus menerus mengutuk keras sikap Korut. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara. 15 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa peraturan internasional yang mengatur pelanggaran penyalahgunaan nuklir yang dilanggar oleh Korea Utara, di antaranya Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT). Jika NPT benar-benar mengamanatkan penyusunan perjanjian larangan total senjata nuklir. Diskusi tentang perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir dimulai pada tahun 1996. Konvensi tersebut mengatur larangan total atas kepemilikan, pembuatan, penggunaan dan transfer senjata nuklir. The Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty (CTBT) yang telah ditandatangani sejak September 1996, adalah sebuah perjanjian yang melarang semua jenis uji coba nuklir menggunakan CTBT Act. Terdapat juga Konvensi Ottawa yang berisi untuk tidak lagi menggunakan, memproduksi, menimbun, atau mengirimkan ranjau darat antipersonil. Setelah berbagai sanksi yang telah dikeluarkan PBB tidak membuat Korea Utara berhenti untuk melakukan penyalahgunaan nuklir. Sanksi terbaru juga akan diberikan Dewan Keamanan PBB dengan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari Pyongyang Menurut analisis penulis diplomasi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini, mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius. Hal ini hanya akan menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan dapat memicu perang kawasan. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara. 16 DAFTAR PUSTAKA Buku Boer Mauna. 2015 Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni Asep Syamsul. 2000. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada Jurnal Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia, Pendecta, Vol.11, No. 1, Juni 2016. Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen Diplomasi Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7, No. 2, Juni 2010. 17