VERITAS, PROBITAS, IUSTITIA Modul Praktikum Metalurgi Proses 2015 Pasir Cetak dan Pengecoran LABORATORIUM METALURGI PROSES Pendahuluan Salah satu bentuk pemrosesan mineral hingga menjadi logam barang jadi adalah melalui pengecoran, yaitu proses pembentukan logam dengan cara memasukan logam cair kedalam cetakan berongga dan dilanjutkan dengan proses solidifikasi. Pengecoran biasa dilakukan baik untuk komponen otomotif ataupun komponen logam industri lainnya. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis cetakan yg memiliki karakteristik hasil serta proses pembuatan yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan jenisjenis metode pengecoran: Sand Casting Investment Casting Gravity Casting Pressure Die Casting Pada praktikum kali ini mahasiswa diharapkan akan menguasai dasar-dasar teori pengecoran Aluminium dengan bentuk-bentuk benda yang telah ditetapkan, melalui teknik pengecoran yang paling mudah untuk dilakukan yakni menggunakan metode sand casting atau pasir cetak. MODUL 1 PRAKTIKUM PASIR CETAK 1.1. Tujuan Percobaan Setelah melakukan praktikum pengolahan pasir cetak ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui sifat-sifat pasir cetak dan hubungannya antara sifat-sifat pasir cetak dengan proses penuangan yang meliputi: 1. Distribusi besar butir pasir. 2. Kadar air atau kadar aditif dalam pasir cetak. 3. Hubungan antara permeabilitas, kekuatan geser, dan kekuatan tekan terhadap kadar air serta bahan aditif dalam pasir cetak. 4. Mampu bentuk (flowability) dari pasir cetak. 5. Perbedaan karakteristik antara pasir basah (green sand), pasir kering (dry sand), dan pasir kering tanpa dengan pemanasan (holding sand). 1.2 Dasar Teori Gambar 1.1 Aliran Logam dan Pasir Saat ini pasir cetak masih banyak dipakai pada industri-industri pengecoran. Hal ini dikarenakan pasir cetak memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1. Mudah didapat dan murah (sebagai faktor ekonomis). 2. Dapat digunakan kembali (dengan catatan harus diganti dengan pasir baru sebanding 20%). 3. Mempunyai kekuatan yang cukup tinggi 4. Dapat digunakan untuk penuangan benda-benda besar diatas 50 kg 5. Memiliki refraktori dan ketahanan kimia yang baik Gambar 1.2. Interface antara cairan logam dengan cetakan logam dan cetakan pasir Pada Gambar 1.2, menunjukkan perbedaan interface antara cairan logam pada cetakan logam dan interface cairan logam pada cetakan pasir. Diketahui bahwa penggunaan cetakan pasir memiliki keuntungan dalam kontrol laju pendinginan bila dibandingkan dengan penggunaan cetakan logam konvensional yang cenderung lebih cepat dan dapat menimbulkan beberapa kerugian pada produk hasil pengecorannya. Kemudian bila dilihat dari segi biaya, diketahui bahwa penggunaan pasir cetak akan membutuhkan modal awal (untuk die maupun perlengkapan penyokong) dan tenaga kerja yang lebih sedikit. Walaupun kapasitas produksinya lebih kecil namun, penggunaan metode sand casting amat cocok untuk industri manufaktur kecil.Karena keunggulan-keunggulan tersebut maka pasir lebih banyak digunakan untuk membuat cetakan dibandingkan dengan bahan lainnya. Data pada tahun 1991, di Michigan A.S, kurang lebih 1.000.000 ton pasir digunakan (dan direklamasi secara berulang) untuk menghasilkan produk logam dengan berat yang kurang lebih sama yaitu 1.000.000 ton (Rundman, Karl, B., Metal Casting, Dept. of Material Science and Engineering Michigan Tech. Univ.). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 yang berisi perbandingan beberapa jenis cetakan logam beserta dengan biaya produksinya. Tabel 1.1. Berbagai jenis cetakan Sifat-sifat Cetakan Terdapat beebrapa sifat yang diharapkan dimiliki oleh cetakan pasir yang akan dibuat. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kuat Mampu menahan tekanan dan berat logam cair yang akan dituang ke cetakan dan tidak mudah ambruk bila dipindahkan. 2. Permeabilitas yang baik. Cetakan harus mudah melewatkan gas dari dalam cetakan maupun gas-gas yang terlarut dalam logam cair, sehingga cacat-cacat tuangan akibat gas dapat dikurangi/dihindari. 3. Flowability yang baik. Pasir mampu mengisi ruangan-ruangan dan cetakan dengan baik. 4. Mempunyai distribusi pasir yang cocok. Berhubungan dengan ukuran dan distribusi butir dalam membentuk cetakan, bertujuan untuk mendapatkan permeabilitas yang diinginkan dan sifat permukaan yang baik (akurasi dimensi tinggi dan permukaannya halus). 5. Sifat adhesif yang baik. Cetakan tidak mudah ambruk/terlepas dari dinding kup dan drag sebelum proses penuangan atau dapat juga disebut sebagai sifat pasir untuk melekat pada cetakan. 6. Sifat kohesif Dengan adanya sifat kohesif diharapkan kekuatan mekanis pasir cetak semakin baik. Kekuatan mekanis yang berhubungan dengan sifat ini antara lain : 7. Kekuatan basah, karena adanya kandungan air. Kekuatan kering, kekuatan tanpa kandungan air Kekuatan panas, kekuatan menahan ekspansi panas logam cair Kekuatan kimia, tidak mudah bereaksi dengan logam cair. Kekuatan terhadap temperatur tinggi. Sifat collapsibility Collapsibility merupakan sifat mampu ambruk/dapat dihancurkan dari cetakan (terutama untuk pasir inti). Diperlukan agar pasir mudah direklamasi dan dapat digunakan kembali 8. Koefisien muai yang rendah Cetakan pasir harus mempunyai koefisien muai yang rendah, bertujuan agar tidak terjadi pemuaian yang berlebih ketika penuangan logam cair. Bentuk Dan Distribusi Pasir Bentuk butir pasir akan mempengaruhi flowability, permeabilitas dan sifat mekanis dari pasir dan cetakannya. Pasir berdasarkan bentuknya, digolongkan menjadi : 1. Butir pasir bulat (Round), bentuk ini memiliki sifat mekanis yang baik. 2. Butir pasir sebagian bersudut (Sub Angular) 3. Butir pasir bersudut (Angular) 4. Butir pasir kristal/tidak beraturan (Irreguler), mudah pecah. Gambar 1.3. Berbagai jenis bentuk pasir cetak Selain dari variabel-variabel di atas, sifat pasir cetak juga sangat tergantung dari variabel-variabel seperti: 1. Kadar bahan pengikat (binder) 2. Kadar air 3. Kadar bahan yang dapat terbakar 4. Waktu pengadukan 5. Temperatur pemanasan 6. Distribusi pasir 7. Lama cetakan dibuat hingga waktu tuang Tidak ada aturan mengenai distribusi pasir ideal yang terbaik dan cocok bagi semua aplikasi. Distribusi pasir yang dianggap baik berbeda-beda tergantung pada penggunaan cetakan pasir itu sendiri. Hal ini dikarenakan distribusi dan ukuran butir pasir memainkan peran yang amat penting dalam menentukan sifat kekuatan, kehalusan permukaan, dan permeabilitas dari cetakan pasir. Tata Surdia dalam bukunya Teknologi Pengecoran Logam, menjelaskan bahwa bentuk distribusi pasir yang mendekati ideal adalah ketika 2/3 dari keseluruhan jumlah pasir yang digunakan berada pada tiga (3) nomor sleeve yang berurutan. Referensi mengenai bentuk dan distribusi pasir tersedia pada literatur AFS Sand And Core Testing Handbook. Gambar 1.4. Distribusi ukuran pasir cetak Bahan Pasir Cetak Bahan Pair Cetak: 1. Pasir Silika (SiO2), digunakan di hampir seluruh pengecoran logam dengan pasir cetak Zirkon (ZrO2), umumnya digunakan sebagai facing-sand atau campuran dengan silika pada pengecoran baja. Chromit (FeO.Cr2O3), umumnya digunakan sebagai facing-sand atau campuran dengan silika pada pengecoran baja. 2. Binder, yang umum digunakan adalah bentonit, tanah lempung, dan resin yang mampu meningkatkan plastisitas bila bertemu air. Adapun contoh lainnya adalah asam furan yang biasa digunakan pada skala industri yang akan membuat pasir terikat sangat baik sehingga tidak perlu dilakukan ramming 3.Air 4. Aditif Meningkatkan kehalusan permukaan coran : Coal-dust, Debu arang Meredam tegangan akibat pemuaian & meningkatkan permeabilitas : Serbuk gergaji, Tepung Meningkatkan Ketahanan panas : Zircon, Chromite Meningkatkan collapsibility : Molases (gula tetes) , Tepung, Srbuk gergaji Coating (meningkatkan kehalusan permukaan coran) : alumina & grafit Bahan pasir cetak yang umum digunakan adalah pasir silica. Namun, penggunaan bahan refraktori murah lainnya seperti chromite, olivine dan pasir karbon (kokas petroleum) juga sering digunakan untuk proses pengecoran spesial. Sementara bahan aditif lainnya seperti cereal atau tepung jagung yang digunakan untuk meningkatkan fluiditas dan kolapsibilitas dari pasir cetak juga umum digunakan bersamaan dengan bahan aditif lainnya, yaitu serbuk arang (coal) untuk meningkatkan kehalusan permukaan pasir cetak (Heine, Loper dan Rosenthal, Principles of Metal Casting, 1976). Kemudian zat yang berfungsi sebagai pengikat adalah bentonit, yang bila terkena air akan meningkat plastisitasnya dan mampu mengikat antara butir yang satu dengan yang lain. Terdapat suatu pengaruh yang dihasilkan oleh banyaknya kadar air yang digunakan terhadap kekuatan pasir cetak. Pada Gambar 1.5, dapat dilihat hubungan antara kedua zat tersebut: Gambar 1.5. Pengaruh kadar air terhadap kekuatan pasir cetak Hal yang patut diperhatikan mengenai komposisi bentonit yang digunakan berdasarkan gambar di atas adalah: 1. Bila kadar bentonit semakin tinggi maka permeabilitas akan makin turun. Kekuatan tekan kering makin naik dan kekuatan tekan basah naik. 2. Bila kadar air semakin tinggi maka permeabilitas naik kekuatan tekan basah optimum pada kadar air 2,1 % kekuatan tekan kering akan naik Kadar air memiliki pengaruh yang kompleks pada sifat yang dimiliki pasir cetak. Selain mempengaruhi sifat plastisitas dari bentonit, mempengaruhi nilai permeabilitas dan densitas cetakan pasir. Gambar 1.6. Pengaruh kadar air terhadap sifat pasir cetak kadar air juga akan Pembuatan Inti (Core Sand) Inti atau core digunakan pada saat akan membuat suatu cetakan dengan bentuk berongga. Pada pembuatan inti, harus digunakan pasir baru yang akan dilapisi oleh resin sebanyak 2-3%, kemudian dikeringkan dengan menggunakan metode Hot Box. Dalam suatu proses ideal, pasir inti dapat digunakan berulang walaupun nilai reklamasinya kecil. Gambar 1.7. Inti cetakan 1.3 Prosedur Percobaan 1.3.1 Pengujian distribusi pasir Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru 3. Saring pasir, pisahkan dari pasir kasar dan kotoran 11 11 Proses Percobaan 1. Timbang dan catat setiap mesh/ayakan yang akan digunakan 2. Susun mesh-mesh tersebut pada mesin pengguncang 3. Masukan pasir pada mesh yang paling atas, kemudian tutup. Periksa agar mesh yang digunakan sesuai dengan nomor sieve yang diijinkan. 4. Mesh disusun mulai dari nomor sieve terkecil. Letakan pada bagian bawah 5. Putar tombol mesin pengguncang kearah 1, dan lakukan pengujian selama 15 menit 6. Timbang dan catat berat pasir serta mesh/ayakan 7. Selisih antara point 1 dan 5 merupakan berat pasir pada tiap mesh 8. Hitung nilai GFN (nilai kehalusan butir) dengan persamaan berikut : Wn = berat pasir tiap ayakan Sn = nilai koefisien ayakan Setelah Percobaan 1. Bersihkan setiap mesh dengan kompresor (pembersihan dilakukan dari bawah). 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula 12 12 Gambar 1.8. Mesin pengguncang 1.3.2 Percobaan Pengukuran Kadar Air Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru, saring 3. Hitung komposisi bahan tambahan (bentonit, serbuk arang, molases dan lainlain) yang akan dicampurkan dengan pasir. Proses Percobaan 1. Timbang berat pasir dan komposisi lainnya sesuai dengan komposisi yang sudah ditentukan 2. Campurkan dan aduk pasir dengan semua bahan tambahan, urutan penambahan campuran adalah: bentonit, serbuk arang dan molasses. 3. Siapkan wadah pasir dan timbang berat awalnya 4. Ambil campuran pasir dan timbang sebanyak 30 gram diatas wadah pasir 5. Letakkan wadah tersebut didalam mesin infrared dryer 6. Nyalakan mesin infrared dryer dengan menggerakkan indikator ke angka 1, nyalakan selama 15 menit 13 13 7. Catat berat wadah pasir setelah proses percobaan dan hitung nilai berat pasir 8. Hitung nilai % kadar air dengan cara mengurangi berat pasir pada awal percobaan dengan setelah percobaan Setelah Percobaan 1. Bersihkan alat-alat yang digunakan dan pastikan alat infrared dryer dalam keadaan mati 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula Gambar 1.9 Alat pengukuran kadar air 1.3.3 Percobaan Pengukuran Flowability Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru, saring 3. Hitung komposisi bahan tambahan (bentonit, serbuk arang, molases dan lain-lain) yang akan dicampurkan dengan pasir 14 14 Proses Pembuatan Sampel Percobaan 1. Siapkan cetakan silinder dan alat rammer 2. Campurkan semua bahan tambahan dengan pasir menjadi sebuah adonan pasir cetak 3. Timbang adonan pasir cetak tersebut sebanyak 154 gram 4. Masukkan adonan kedalam cetakan silinder dan padatkan dengan rammer 5. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebanyak 3 sampel yang kemudian akan digunakan untuk percobaan uji tekan Proses Percobaan 1. Hitung ketinggian dari sampel yang telah di-ramming 2. Tambahkan 0.3 mm ke hasil pengukuran tersebut 3. Bandingkan hasil pengukuran dengan grafik tinggi sampel vs flowabilitas Setelah Percobaan 1. Bersihkan alat-alat yang digunakan dan pastikan sampel tidak dalam keadaan rusak sehingga dapat digunakan untuk percobaan uji tekan 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula Gambar 1.10. Alat rammer 15 15 1.3.4 Percobaan Pengukuran Permeabilitas Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru, saring 3. Hitung komposisi bahan tambahan (bentonit, serbuk arang, molases dan lain-lain) yang akan dicampurkan dengan pasir 4. Siapkan alat permeability meter Proses Pembuatan Sampel Percobaan 1. Siapkan cetakan silinder dan alat rammer 2. Campurkan semua bahan tambahan dengan pasir menjadi sebuah adonan pasir cetak 3. Timbang adonan pasir cetak tersebut sebanyak 154 gram 4. Masukkan adonan kedalam cetakan dan padatkan dengan rammer 5. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebanyak 2 sampel yaitu sampel basah dan sampel kering 6. Sampel kering dibuat dengan mengeringkan sampel basah didalam oven dengan temperatur 200oC selama 30 menit 16 16 Proses Percobaan 1. Hitung ketinggian dari sampel yang telah di-ramming, tinggi sampel standar adalah 50 mm 2. Letakkan sampel didalam alat permeability meter (untuk sampel basah diletakkan bersama dengan cetakan rammer, sementara sampel kering diletakkan dengan wadah khusus dan dijepit dengan cara dipompa agar udara tidak melewati wadah tersebut) 3. Pastikan posisi penunjuk pada alat menunjuk angka 0 4. Tariklah tabung air sebanyak 200 cm3 5. Putarlah tombol untuk memulai percobaan dimana gas mulai dilepaskan secara perlahan. Mulailah penghitungan waktu dengan menggunakan stopwatch 6. Tutup lubang udara saat indikator menunjukkan nilai 2000, dan matikan stopwatch 7. Catat nilai yang ditunjukkan skala bagian dalam dengan skala bagian luar dan waktu yang diperlukan (skala bagian dalam menunjukkan nilai tekanan dan skala bagian luar menunjukkan nilai permeabilitas) 8. Hitung nilai permeabilitas dengan menggunakan persamaan berikut: Q= vol. udara yang dilewatkan l = panjang sample P = tekanan udara A = luas irisan sample = 19,63cm3 T = waktu yang diperlukan 1 7 9. Bandingkan nilai permeabilitas hasil percobaan dengan hasil penghitungan persamaan diatas. Setelah Percobaan 1. Bersihkan alat-alat yang digunakan 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula Gambar 1.11. Alat uji permeabilitas pasir cetak 1.3.5 Percobaan Uji Kekuatan Tekan Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru, saring 3. Hitung komposisi bahan tambahan (bentonit, serbuk arang, molases dan lainlain) yang akan dicampurkan dengan pasir 4. Siapkan oven dan alat universal strength machine dan alas koran 18 18 Proses Pembuatan Sampel Percobaan 1. Siapkan cetakan silinder dan alat rammer 2. Campurkan semua bahan tambahan dengan pasir menjadi sebuah adonan pasir cetak 3. Timbang adonan pasir cetak tersebut sebanyak 154 gram 4. Masukkan adonan kedalam cetakan dan padatkan dengan rammer 5. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebanyak 9 sampel yaitu 3 buah sampel basah, 3 buah sampel holding dan 3 buah sampel kering 6. Sampel kering dibuat dengan mengeringkan sampel basah didalam oven dengan temperatur 200oC selama 30 menit 7. Sampel holding dibuat dengan cara mengeringkan sampel basah pada kondisi ruangan selama 24 jam (sampel ini akan diuji pada keesokan hari. 8. Sampel basah untuk pengujian nilai green strength, sampel holding untuk pengujian holding strength, sementara sampel kering untuk dry strength. Proses Percobaan 1. Setelah 9 sampel dibuat pisahkan menjadi 3 kelompok yaitu sampel basah, sampel holding dan sampel kering 2. Masukkan kelompok sampel kering ke dalam oven dan pisahkan kelompok sampel holding 3. Siapkan sampel basah pada holder di universal strength machine 4. Pastikan magnet untuk indikator berada pada skala 0 5. Siapkan kertas koran untuk alas pada bagian bawah universal strength machine 6. Setelah itu nyalakan saklar alat, maka pengujian akan berlangsung dan berhenti secara otomatis 7. Catat nilai yang ditunjukkan oleh indikator magnet pada skala 8. Setelah 30 menit dikeringkan dalam oven, keluarkan sampel kering dan dinginkan selama 5 menit 9. Ulangi langkah 3 – 7 untuk pengujian sampel kering 19 19 10. Setelah 24 jam (keesokan harinya) lakukan langkah 3 - 7 untuk pengujian sampel holding 11. Bandingkan hasil dari ketiga pengujian dan bandingkan pula dengan literatur Setelah Percobaan 1. Bersihkan alat-alat yang digunakan 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula 3. Pastikan universal strength machine dalam keadaan mati Gambar 1. 12 Alat Uji Kekuatan 1.3.6 Percobaan Uji Kekuatan Geser Persiapan Sebelum Percobaan 1. Kalibrasi timbangan 2. Siapkan pasir baru, pastikan pasir yang digunakan benar-benar baru, saring 3. Hitung komposisi bahan tambahan (bentonit, serbuk arang, molases dan lain-lain) yang akan dicampurkan dengan pasir 4. Siapkan oven dan alat universal strength machine dan alas koran Proses Pembuatan Sampel Percobaan 20 20 1. Siapkan cetakan silinder dan alat rammer 2. Campurkan semua bahan tambahan dengan pasir menjadi sebuah adonan pasir cetak 3. Timbang adonan pasir cetak tersebut sebanyak 154 gram 4. Masukkan adonan kedalam cetakan dan padatkan dengan rammer 5. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebanyak 9 sampel yaitu 3 buah sampel basah, 3 buah sampel holding dan 3 buah sampel kering 6. Sampel kering dibuat dengan mengeringkan sampel basah didalam oven dengan temperatur 200oC selama 30 menit 7. Sampel holding dibuat dengan cara mengeringkan sampel basah pada kondisi ruangan selama 24 jam (sampel ini akan diuji pada keesokan hari) 8. Sampel basah untuk pengujian nilai green strength, sampel holding untuk pengujian holding strength, sementara sampel kering untuk dry strength. Proses Percobaan 1. Setelah 9 sampel dibuat pisahkan menjadi 3 kelompok yaitu sampel basah, sampel holding dan sampel kering 2. Masukkan kelompok sampel kering ke dalam oven dan pisahkan kelompok sampel holding 3. Siapkan sampel basah pada holder di universal strength machine 4. Pastikan magnet untuk indikator berada pada skala 0 5. Siapkan kertas koran untuk alas pada bagian bawah universal strength machine 6. Hidupkan saklar alat, maka pengujian akan berlangsung 7. Pada pengujian kekuatan geser, pengujian tidak akan berhenti secara otomatis, maka saat sampel mulai retak dan hancur, segera tekan tombol merah pada alat 8. Catat nilai yang ditunjukkan oleh indikator magnet pada skala 9. Setelah 30 menit dikeringkan dalam oven, keluarkan sampel kering dan dinginkan selama 5 menit 10. Ulangi langkah 3 – 8 untuk pengujian sampel kering 21 21 11. Setelah 24 jam (keesokan harinya) lakukan langkah 3 - 8 untuk pengujian sampel holding 12. Bandingkan hasil dari ketiga pengujian dan bandingkan pula dengan literatur. 13. Bandingkan pula hasil nilai kekuatan geser dengan pengujian nilai kekuatan tekan. Setelah Percobaan 1. Bersihkan alat-alat yang digunakan 2. Letakkan semua perlengkapan di tempatnya semula 3. Pastikan universal strength machine dalam keadaan mati Gambar 1.13. Oven pemanas 22 22 1.4 Pembuatan Laporan 1.4.1 Format laporan awal : a. Tujuan percobaan Pada bagian ini, praktikan diharapkan untuk mengetahui tujuan dari praktikum yang dilakukannya b. Dasar teori Bagian ini digunakan oleh praktikan untuk menjelaskan dasar teori yang berkaitan dengan proses pembuatan pasir cetak, seperti sifat-sifat dari pasir cetak dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya c. Alat dan Bahan c.1 Alat-alat c.2 Bahan d. Flow chart diagram e. Literatur *) Setiap pernyataan yang ditulis dalam dasar teori harus didasarkan pada sumber yang jelas dan harus ditulis pada bagian referensi 1.4.2 Format laporan akhir : a. Tujuan percobaan Pada bagian ini, praktikan diharapkan me-review kembali tujuan praktikum yang sudah mereka lakukan b. Grafik Segala hasil percobaan harus ditampilkan dalam bentuk grafik untuk mempermudah perbandingan dengan literature dan hasil percobaan 23 23 kelompok lain yang memiliki variabel berbeda. Grafik yang ditampilkan adalah : i. Grafik hasil percobaan distribusi pasir (per sleeve) ii. Grafik berat kumulatif hasil percobaan distribusi pasir iii. Pengaruh kadar bentonit terhadap kekuatan tekan (kekuatan dry, holding dan green digabung dalam sebuah grafik perbandingan) iv. Pengaruh kadar bentonit terhadap kekuatan geser (kekuatan dry, holding dan green digabung dalam sebuah grafik perbandingan) v. Pengaruh kadar air terhadap kekuatan tekan dan geser (perbandingan dengan kelompok lain) c. vi. Pengaruh kadar bentonit terhadap flowabilitas vii. Pengaruh kadar bentonit terhadap permeabilitas Analisa Setiap hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan harus mereka analisa dan bandingkan dengan literatur maupun hasil dari kelompok lain yang berbeda variabel. Analisa yang diharapkan pada laporan akhir pasir cetak adalah : i. Analisa distribusi pasir cetak Praktikan menjelaskan hasil pengujian distribusi pasir yang dia lakukan, keidealannya untuk cetakan logam, sifat yang diharapkan terjadi dengan hasil tersebut ii. Analisa kadar bentonit dalam pasir cetak Dibuat dengan cara membandingkan hasil percobaan dengan literatur dan kelompok lain untuk menemukan nilai optimum bentonit dalam pembuatan pasir cetak iii. Sifat mekanis Melakukan perbandingan dengan kelompok lain dan analisa hal-hal yang menyebabkan adanya perbedaan sifat mekanis tersebut 24 24 iv. Analisa akhir d. Literatur *) Setiap pernyataan yang ditulis dalam analisa harus didasarkan pada sumber yang jelas (sitasi) dan harus ditulis pada bagian referensi 1.4.3 Layout laporan : Kertas A3 1 Halaman dibagi 4 Kolom Font Times New Roman 10pt (Judul 16pt bold) Spasi 1 Kertas laporan A3 harus penuh, tidak boleh ada space/berlebih! 25 25 MODUL 2 PENGECORAN LOGAM & ANALISA CACAT 2.1 Tujuan Percobaan Setelah mengikuti praktikum pada modul ini mahasiswa diharapkan: 1. Memahami perancangan sistem saluran dan penambah yang sesuai dengan dimensi logam yang akan dicor. 2. Memahami cara-cara pembuatan cetakan pasir yang baik sesuai dengan rancangan pola yang ada. 3. Memahami cara-cara pembuatan inti sesuai dengan bentuk benda cor. 4. Memahami tahap-tahap persiapan dapur peleburan. 5. Memahami tahap-tahap peleburan logam. 6. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir yang telah dibuat. 7. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada logam serta cara-cara penaggulangannya. 8. Memahami sifat-sifat logam hasil coran sesuai dengan kompoisi paduan yang digunakan 2.2 Bentuk Praktikum Praktikan akan menjalani praktikum pengecoran logam dan kemudian mencoba membuat suatu presentasi untuk membahas keseluruhan proyek pengecoran yang telah d i l akukan dan mencoba menganalisa kekurangan atau cacat yang ada pada produk masing-masing. 26 26 Praktikum ini dibagi menjadi tiga (3) tahapan yaitu : 1. Pra praktikum Pada masa pra-praktikum, setiap kelompok diberikan suatu model produk yang harus mereka desain dan akan dicoba dibuat pada saat praktikum. Setiap kelompok akan diawasi oleh seorang asisten yang berfungsi sebagai tutor dan mencoba membantu praktikan dalam proses desain. Praktikan diwajibkan membuat desain secara manual (menggambar teknik), dengan mempermudah proses perhitungan (Solidwork) bantuan software dan untuk membuat model tiga dimensinya lewat pola kayu. Semua desain harus dilengkapi dengan gating system. 2. Praktikum Pada saat praktikum, setiap kelompok akan mengubah desain pola kayu yang sudah dibuat menjadi sebuah cetakan pasir dan kemudian mengecornya dengan logam Aluminium. Pada saat praktikum, diharapkan praktikan dapat menerapkan ilmu yang didapat saat praktikum pembuatan pasir cetak sebelumnya. Pada akhir praktikum, tiap kelompok akan memiliki benda hasil proses pengecoran dan harus dianalisa. 3. Presentasi hasil praktikum Pada saat presentasi hasil praktikum, setiap kelompok diwajibkan mempresentasikan produk yang telah dibuat, menjelaskan proses yang telah d i lalui untuk membuatnya, termasuk pada saat proses desain dan pembuatan pola. Kemudian dengan menunjukkan hasil pengecoran yang telah dibuat, tiap kelompok harus menjelaskan cacat-cacat produksi apa saja yang terdapat pada produk tersebut dan nilai efisiensi dari proses yang telah dilakukan. Lewat presentasi ini, praktikan diharapkan 27 27 dapat mengambil kesimpulan tentang suatu proses yang telah dilewati dalam membuat suatu produk coran. 2.6 Dasar Teori 2.6.1 Definisi dan Pengertian Proses pengecoran adalah proses pembentukan suatu material khususnya logam dengan cara memasukan logam cair ke dalam cetakan berongga yang di lanjutkan dengan proses pendinginan logam tersebut. Proses Pengecoran memiliki beberapa keunggulan dan juga kekurangan dalam pembentukan material. Keunggulan dan kekurangan pada proses pengecoran sebagai berikut: Keunggulan Kekurangan Dapat membentuk logam dengan tingkat kerumitan tinggi Ketangguhan yang kurang baik di karenakan struktur dendritik yang terbentuk Tingkat presisi dari produk pengecoran yang ketat Resiko cacat yang terjadi cukup tinggi Dapat di produksi secara massal Perlu ketrampilan khusus pada proses foundry untuk mendapatkan benda cor yang baik dengan variabel : temperatur, komposisi, kondisi cetakan dan cairan logam disamping casting design Dapat menghasilkan produk yang berukuran besar Proses pengerjaan akhir yang mudah dan minimum sehingga dapat menghemat waktu dan biaya 28 28 2.6.2 Faktor Proses Pengecoran Ada beberapa faktor dalam proses pengecoran yang mempengaruhi hasil produk. Fakor tersebut antara lain: 1. Proses Heating and Pouring Proses heating adalah proses yang cukup penting di dalam pengecoran. Jumlah panas yang di butuhkan harus memenuhi beberapa aspek, antara lain: - Panas yang di butuhkan untuk mencapai temperatur leleh - Panas yang di butuhkan untuk proses fusion - Panas yang di butuhkan untuk mencapai temperatur penuangan Proses penuangan harus berada pada temperatur di atas leleh agar mencegah proses pendinginan dini pada material yang ingin di cor. Ada beberapa aspek yang harus di perhatikan pada proses penuangan, seperti temperatur penuangan, laju penuangan dan juga turbulensi yang terjadi. 2. Fluiditas Pada proses penuangan berkaitan erat deengan fluiditas dari material cor. Hal yang mempengaruhi fluditas sebagai berikut: - Temperatur Penuangan - Viskositas - Komposisi logam - Heat transfer 29 29 Pada proses penuangan, variabel waktu menjadi aspek penting karena berkaitan langsung dengan solidifikasi. Untuk menghitung waktu optimum di butuhkan rumus sebagai berikut: 3. Solidifikasi dan Pendinginan Pada proses pendinginan adalah proses rentan akan cacat seperti shrinkage, porositas dan juga crack yang terjadi. Maka dari itu di butuhkan pengetahuan akan waktu dan proses pada solidifikasi. Gambar. Grafik solidifikasi 30 30 Dari proses tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pendinginan berkaitan dengan perubahan fasa yang terjadi dan adanya pendinginan fasa liquid sebelum terjadi pembekuan pada fasa solid solution. Dan dari grafik tersebut dapat di lihat bahwa variabel waktu dan temperatur merupakan hal paling penting dalam proses pendinginan. Dalam menentukan waktu dapat di hitung melalui Chvorinov Rule. Shrinkage dalam pengecoran terjadi pada proses pendiginan. Shrinkage pada pengecoran hampir pasti terjadi, maka dari itu terjadinya shrinkage harus di atur. Dalam proses pengaturan shrinkage dapat di atur melalui riser, dan juga chiller yang di berikan. Dalam simulasi pengecoran untuk mengurangi shrinkage dan juga aliran logam yang masuk dalam kecepatan optimal dapat menggunakan perangkat lunak yang di namakan Z-Cast. 2.6.3 Z – Cast Z-Cast adalah sebuah perangkat lunak yang dapat melakukan simulasi casting design secara permodelan, flow simulation, solidification, dan shrinkage. Untuk tahapan proses di jelaskan pada flowchart di bawah ini: Gambar. Diagram alir Z-Cast 31 31 1.Pre-Modeling Pada tahap pre modelling di buat secara 3D dengan Solidwork, Auto CAD, dll. Model yang di buat harus memenuhi bagian dari casting design dan komponen yang perlu di tambahkan seperti riser, chiller atau ingates yang di butuhkan. 2.Flow Simulation Pada tahap ini dapat dilakukan simulasi dari parameter aliran logam pada casting desain. Parameter yang di uji seperti viskositas, heat transfer, dan juga transfer massa pada komponen casting desain. 3. Solidification Pada proses solidifikasi dapat di lihat bahwa proses pendinginan dari indikator warna yang di hasilkan. Hal ini dapat di gunakan untuk mengetahui seberapa besar shrinkage yang terjadi pada casting design yang di buat. Indikator warna biru menadakan pendinginan yang terjadi dan warna merah merupakan indikator belum terjadi pendinginan. 2.7 Casting Design Gating system pada pengecoran logam Gambar 2.2. Gating System 32 32 Contoh gating system pada suatu produk 2 1 2 3 4 5 Gambar 2.3. Gating System pada sebuah produk cor 33 33 Keterangan : 1. Sprue, merupakan saluran vertikal (torus) sebagai tempat masuk logam cair, yang didesign agar tidak terjadi turbulensi. 2. Riser, merupakan saluran yang digunakan untuk penambah /menyuplai logam cair agar tidak terjadi shrinkage pada hasil coran selain itu riser juga berfungsi sebagai tempat keluar gas dan slag. 3. Runner, saluran penghubung Sprue dan Ingate, berbentuk trapesium. Pada runner ini dibuat lebih panjang dari semestinya agar kotoran bisa terkumpul pada bagian ujung. 4. Sprue Base, coakan yang terdapat pada bagian bawah sprue untuk mencagah terjadinya turbulensi logam cair saat di tuang. 5. Bendacor PERHITUNGAN GATING SYSTEM Keterangan: IA = Ingate area (Luas ingate) W = berat total (Al + riser + gating system) Ρ = massa jenis Al (2,7 t = waktu tuang (detik) gr/cm3) (0,3) f = kecepatan 1/2 (hm) = tekanan metallostatic 34 34 Catatan : M(riser) : M(gating system) = 20% : 10% (dari massa Al produk) Perbandingan IA : Runner : Sprue 1:4: 4 hm = metallostatic pressure height, yaitu tekanan yang diakibatkan dari ketinggian suatu material fliuida. Ingate in the middle of mold a b=½c c b hm = a – c/8 a Ingate on mould top b=0 c hm = a Ingate at mould bottom b=c c a hm = a – c/2 35 35 GATING ELEMENT CROSSSECTION (mm) Tabel 2.1. A d b Runner & Sprue R E A h 2 1 Cm 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Sprue atas (d) 11 16 20 23 25 28 30 32 34 36 37 39 41 42 44 45 47 48 49 50 52 53 54 55 56 Sprue bawah (d) 8 11 14 16 18 20 21 23 24 25 26 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 37 38 39 40 1 runner 10 a 15 17 19 21 23 25 27 29 30 32 33 34 36 37 38 39 40 42 43 44 45 46 47 48 8 b 11 14 a 16 17 19 21 22 24 25 27 27 28 30 31 32 32 33 35 36 37 37 38 39 40 2 runner 12 h 16 20 23 25 28 30 32 35 36 38 40 41 43 44 46 47 48 50 52 53 54 55 56 58 7 a 10 12 13 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 29 30 31 32 32 33 34 6 b 8 10 11 12 14 15 16 17 17 18 19 20 21 22 22 23 24 24 25 26 27 27 27 28 8 h 12 14 16 18 20 22 23 24 25 26 28 29 30 31 32 34 35 35 36 37 38 38 40 41 36 36 Tabel 2.2. Rectangular ingate A R E A 2 1 cm 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rectangular ingate b a b 19 5 26 a 8 32 9 37 1 ingate11 42 3 ingate12 46 13 49 14 53 15 56 16 63 16 69 16 75 16 81 16 88 16 94 16 100 16 106 16 113 16 119 16 125 16 A 13 19 23 26 30 32 35 37 37 42 42 46 46 49 51 53 55 56 60 63 b 4 5 7 8 2 ingate 8 9 10 11 12 12 13 13 14 14 15 15 16 16 16 16 a 11 15 19 22 24 26 29 31 32 34 36 37 39 40 42 43 45 46 47 48 B 3 4 5 6 7 8 8 9 9 10 10 11 11 12 12 12 13 13 13 14 37 37 Tabel 2.3. Triangular ingate A R E A 2 cm 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Triangular ingate h a h 14 14 20 1 ingate 20 24 24 28 a 28 32 32 3 ingate 35 35 37 37 40 40 42 42 45 45 47 47 49 49 51 51 53 53 55 55 57 57 58 58 60 60 62 62 63 63 a 10 14 17 20 22 24 26 28 30 32 33 35 36 37 39 40 41 42 44 45 h 10 14 17 20 22 24 26 28 30 32 33 35 36 37 39 40 41 42 44 45 a 8 12 2 ingate 14 16 18 20 22 23 24 26 27 28 29 31 32 33 34 35 36 37 h 8 12 14 16 18 20 22 23 24 26 27 28 29 31 32 33 34 35 36 37 38 38 Tabel 2.4. Riser H D Riser Dimensions (mm) D d H weight 27 18 40 32 22 48 38 25 56 43 29 64 48 32 72 54 36 88 59 40 88 64 43 100 70 47 104 75 51 120 80 54 120 85 58 128 91 62 136 96 65 144 102 69 152 107 H 72 160 Kg 0,16 0,27 0,44 0,66 0,94 1,28 1,61 2,22 2,82 3,51 4,32 5,26 6,27 7,20 8,64 10,08 45 33 33 2.8 Cacat Pengecoran Jenis Cacat Deskripsi Mitigasi Misrun Logam cor mengeras sebelum mengisi keseluruhan cetakan. Hal ini di karenakan temperatur penuangan rendah, waktu penuangan terlalu lama Temperatur penuangan di atur diatas temperatur leleh. Dan waktu penuangan yang optimal Cold Shut Di karenakan gagalnya proses fusion di karenakan ingate yang tidak optimal. Sehingga menyebabkan aliran dari 2 ingate yang berbeda tidak bercampur peletakkan dan jumlah ingates pada casting design harus di lakukan secara optimal. Dan aliran logam yang memiliki fluiditas yang baik Penyebabnya adalah Logam cair dari paduan aluminium mudah teroksidasi. Oksida yang terbentuk di sebut dross. Selain itu, cacat inklusi dapat membentuk intermetallic compund 1. Di karenakan meningkatnya temperatur logam cair dan waktu holding yang terlalu lama. Maka temperatur holding harus dijaga ƒ 2. Pemakaian scrap tidakboleh terlalu banyak. ƒ 3. Kelembaban udara di jaga. 4. pengadukan laddle tidak boleh terlalu dalam Inklusi 34 34 Voids dan crack yang terjadi pada saat pendinginan di sebabkan oleh perbedaan laju pendinginan 1. Usahakan pembekuan serentak, baik bagian yang lebih tebal atau yang lebih tipis ƒ2. Penggunaan chiller yang dimaksudkan agar terjadi pembekuan terarah ƒ3. Fungsikan Riser (penambah) secara efektif „ 4. Logam cair sebersih mungkin „ Inklusi dapat menyebabkan pembekuan menjadi tak terarah „ Inklusi menyebabkan tempat berkumpulnya gas Porositas Voids yang terbentuk di karenakan masih lembabnya cetakan cor. Dan juga proses pendinginan terlalu cepat sehingga ada air entrapment 1. Cetakan sebelum di gunakan harus di bakar terlebih dulu 2. kelembapan udara di jaga 3. pendinginan yang merata 4. komposisi logam cor harus optimal Hot Tears 1. Selama Pendinginan terjadi penyusutan 3.5 – 8.5% 2. Terjadi banyak kontraksi kecil selama pendinginan lanjut ke T Kamar. 3. Tearing/ Hot Cracking terjadi selama solidifikasi jika sejumlah besar shrinkage terjadi 1. Alloy Selection 2. Part & Mold Design (Hindari bentuk bersudut dan runcing) 3. Grain Refinement (equiaxed grain structure, fine grain size mengurangi stress conc akibat grain boundary effects) Srinkage 35 35 Gambar. Ilustrasi cacat dalam pengecoran 2.5 Alat dan Bahan 2.4.1. Alat-Alat: Baskom Mixe r Timbangan Cangkul Thermocoupl e Gerinda Kacamata Ladel Mangkuk Linggis Sarung Tangan Burner Gelas ukur Rammer Kuas Kompresor Flask Dapur Masker Dapu r Krusibel induk si 2.4.2. Bahan : Pasir silika Pasir resin Ai Gular tetes Logam Al Logam Cu Fluk s Degasser Therm Bentonit/cla y Minyak tanah Serbuk arang al coatin g 36 36 2.5 Prosedur Percobaan Untuk menjaga keamanan dan keselamatan selama proses praktikum pengecoran logam, semua pihak yang terlibat didalamnya baik praktikan maupun asisten wajib menggunakan perlengkapan pelindung personal untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. 2.5.1. Perancangan Pola dan Sistem Saluran (sebelum praktikum) a) Buat desain benda yang akan dicor berikut sistem salurannya b) Ukur dan perhitungkan dimensi serta berat benda cor yang akan dibuat (untuk memudahkan proses pembuatan dimensi praktikan diwajibkan membuat desain dengan bantuan software Solidwork dan menunjukkan hasilnya pada asisten) c) Buat pola dari kayu yang baik berikut sistem salurannya. 37 37 2.5.2 Persiapan Pasir Cetak Facing Sand 1. Periksa semua peralatan, apakah dalam keadaan baik. Jika tidak, maka diperbaiki dahulu kemudian diinventarisasi. 2. Periksa semua pola yang akan digunakan, apakah sudah lengkap atau belum. 3. Periksa bahan-bahan yang akan digunakan, apakah sudah cukup atau belum. 4. Timbang pasir muka dan bahan aditif sesuai dengan komposisi yang ditentukan sebelumnya seberat 4 kg 5. Kemudian aduk semua bahan aditif lalu tambahkan air hingga merata. 6. Jika pasir telah siap, campuran pasir tersebut dikeluarkan untuk pembuatan cetakan 38 38 Backing Sand 1. Untuk pembuatan pasir pendukung, masukkan pasir silika lama (hasil reklamasi) ke dalam mixer 2. Aduk hingga halus, lalu tambahkan air secukupnya. Aduk c a m p u r a n p a s i r d a n a i r hingga homogen dan kekuatannya layak untuk digunakan (gunakan parameter keliatan pasir tersebut) 3. Keluarkan pasir dari mixer Pembuatan Core (Jika Produk Memiliki Rongga) 1. Siapkan cetakan inti, ikat kuat dengan kawat. 2. Masukkan pasir resin ke dalam cetakan inti sambil dipadatkan 3. Masukkan cetakan inti berisi pasir resin tersebut ke dalam oven lalu panaskan selama 30 menit. 4. Keluarkan inti dari kotak inti dan dinginkan 5. Lapisi inti dengan coating lalu panaskan dengan api. 6. Inti siap untuk digunakan. 2.5.3. Pembuatan Cetakan 1. Siapkan flask dan pisahkan antara cup dan drag, letakkan drag dengan posisi terbalik pada alas yang rata dan taburkan tepung kanji/bedak. 2. Atur posisi pola pada tengah cetakan dan taburi dengan tepung kanji/bedak. 3. Bagi pasir muka menjadi dua bagian yang sama beratnya. 4. Tutupi pola dengan salah satu bagian pasir muka tadi dan padatkan terutama pada bagian pola yang menyempit. 5. Lakukan pemadatan pasir muka hingga padat dan merata 6. Buat guratan pada pasir muka lalu tambahkan pasir pendukung 7. Isi drag hingga penuh sambil terus dipadatkan dengan rammer dan membuat guratan sebelum menambahkan lapisan pasir lain. 8. Balik drag lalu pasang cup pada posisi yang tepat 39 39 9. Pasang belahan pola (jika menggunakan pola belah), gating system, dan riser pada tempatnya lalu taburkan kanji/bedak. 10. Tutup pola dengan sisa pasir muka yang telah dibagi tadi lalu padatkan 11. Buat guratan pada pasir muka dan tambahkan pasir pendukung hingga cup terisi penuh sambil terus dipadatkan dengan rammer. 12. Pisahkan cup dan drag dengan hati-hati agar pasir tidak rontok dengan posisi pola menghadap ke atas. 13. Lepaskan pola dari cetakan dengan hati-hati dengan terlebih dahulu mengetuk perlahan pola hingga terlepas dari cetakan. Setelah itu, angkat pola dengan baut. 14. Perbaiki bagian cetakan yang rusak dengan pasir repairing, yaitu pasir muka dengan komposisi gula tetes yang lebih banyak. 15. Balikkan cup dan drag lalu buat pouring basin. 16. Bersihkan cetakan dengan kuas 17. Lakukan coating 18. Panaskan cetakan dengan api hingga BENAR-BENAR KERING 19. Letakkan inti (jika ada), kemudian bersihkan kembali dengan kuas 20. Pasang cup dan drag lalu eratkan dengan kawat. 2.5.4. Bahan baku Bahan baku dapur krusibel 1. Bahan baku peleburan adalah logam alumunium dan paduannya (Cu atau Mg). 2. Siapkan dan timbang bahan baku dengan komposisi yang diminta dan sesuai kapasitas dapur 3. Pastikan bahan baku berada dalam keadaan benar – benar kering dan bersih. 4. Siapkan dan timbang bahan fluxing dan degassing sesuai dengan jumlah logam yang akan dilebur. 40 40 Bahan baku dapur induksi 1. Bahan baku peleburan adalah logam besi atau temabaga dan paduanya 2. Siapkan dan timbang bahan baku dengan kompsisi yang diminta dan sesuai kapasitas dapur 3. Pastikan bahan baku berada dalam keadaan benar – benar kering dan bersih. 4. Siapkan dan timbang bahan fluxing dan degassing sesuai dengan jumlah logam yang akan dilebur. 2.5.5 Persiapan Dapur 1. Periksa dapur apakah dalam keadaan bersih dan baik, jika tidak harus diperbaiki dan dibersihkan dahulu 2. Jika menggunakan dapur krusibel, periksa bahan bakar yang tersedia minimal tersedia ½ dari kapasitas maksimal untuk satu kali pelelehan. 3. Jika memungkinkan, bersihkan dapur dari sisa – sisa peleburan sebelumnya tanpa merusak refraktorinya. 4. Untuk dapur induksi, harus diketahui riwayat penggunaan sebelumnya. Jika bahan yang dilebur berbeda dari sebelumnya, maka dapur harus dibersihkan dahulu dengan melebur scrap kuningan. 5. Periksa dan persiapkan alat bantu lainnya seperti penjepit dan pengangkat kowi, pengangkat slag, plunger, pengaduk dan cetakan ingot. 6. Periksa bahan baku, bahan aditif, d a n paduan. Setelah itu, timbang k e t i g a b a h a n t e r s e b u t sesuai dengan material balance dan kebutuhan dari cetakan dan kemudian ditambah 10%. Bahan baku harus bersih dan kering untuk menghindari adanya ledakan saat umpan dimasukan kedalam dapur, timbangan juga harus dikalibrasi terlebih dahulu. 41 41 2.5.6 Peleburan Peleburan dengan dapur krusibel 1. Lapisi ladle dengan thermal coat 2. Masukkan kowi ke dalam dapur dan masukan umpan kedalam kowi. 3. Nyalakan dapur dan biarkan krusibel terbakar hingga berwarna kemerahan. 4. Panaskan ladle dengan membakar briket batu bara. 5. Lakukan preheating umpan lainya. 6. Setelah agak mencair, masukan umpan yang sudah dipreheating sebelumnya 7. Perhatikan proses peleburan umpan, jangan sampai ada yang keluar dari kowi. 8. Setelah semua umpan mencair, kecilkan dapur dan lakukan p emaduan kemudian aduk agar homogen. 9. Panaskan kembali dapur hingga temperatur super heating. 10. Matikan dapur dan lakukan fluxing dan degassing. 11. Angkat slag yang terbentuk 12. Panaskan kembali dapur. 13. Periksa temperatur logam cair dengan thermocouple jika telah mencapai temperatur tuang, matikan dapur dan lakukan tapping. 14. Proses tambahan sebagai variabel seperti degassing, dan pemberian cover flux disesuaikan 42 42 Peleburan dengan dapur induksi 1. Lapisi ladle dengan thermal coat 2. Masukan umpan hingga ± 2/3 dari kapasitas dapur. 3. Nyalakan dapur dan naikan levelnya sesuai dengan manualnya. 4. Panaskan ladle dengan membakar briket batu bara. 5. Lakukan preheating umpan lainnya. 6. Setelah agak mencair, masukan umpan yang tersisa 7. Perhatikan proses peleburan umpan, jangan sampai ada yang keluar dari dapur. 8. Setelah semua umpan mencair, kecilkan dapur dan lakukan pemaduan (jika melalui pemaduan) kemudian aduk agar homogen. 9. Panaskan kembali dapur hingga temperatur super heating. 10. Matikan dapur dan lakukan fluxing. 11. Angkat slag yang terbentuk. 12. Panaskan kembali dapur. 13. Periksa temperatur logam cair dengan menggunakan thermocouple, jika telah mencapai temperatur tuang, kecilkan dapur. 2.5.7 Penuangan Penuangan dari dapur krusibel 1. Atur posisi pengangkat kowi, ladle dan cetakan 2. Buka penutup dapur dan keluarkan kowi 3. Tuang logam cair dari kowi ke ladle. 4. Tuang logam cair ke pouring basin cetakan. 5. Jika memungkinkan, bakar gas yang keluar dari cetakan. 6. Hentikan penuangan jika cetakan telah penuh. 7. Lakukan penuangan untuk cetakan yang lain. 8. Jika temperatur logam cair lebih rendah dari temperatur tuang, kembalikan logam cair dan panaskan kembali. 9. Buang logam cair yang tersisa ke cetakan ingot. 10. Balikan ladle dan bersihkan dari sisa – sisa peleburan. 43 43 Penuangan dengan dapur induksi 1. Atur posisi ladle dan cetakan 2. Letakkan ladle di bawah corong dapur 3. Miringkan dapur dan tuang logam cair ke ladle. 4. Lakukan fluxing dan buang slag yang terbentuk 5. Tuang logam cair ke pouring basin cetakan. 6. Jika memungkinkan, bakar gas yang keluar dari cetakan. 7. Hentikan penuangan jika cetakan penuh 8. Lakukan penuangan untuk cetakan yang lain 9. Jika temperatur logam cair lebih rendah dari temperatur tuang, balikan logam cair ke dapur dan panaskan kembali 10. Buang logam cair yang tersisa ke cetakan ingot. 11. Balikan ladle dan bersihkan dari sisa peleburan. 2.5.8 Pembongkaran cetakan 1. Pindahkan cup dan drag ke daerah di luar laboratorium 2. Hancurkan pasir 3. Bersihkan produk 4. Dinginkan produk hasil pengecoran logam 2.5.9 Pemeriksaan benda coran 1. Timbang benda beserta dengan gating system 2. Potong gating system dari benda coran 3. Timbang kembali benda coran 4. Hitung nilai yield benda coran dan efisiensi proses pengecoran 44 44 2.5.10 Praktikum selesai 1. Periksa semua peralatan yang digunakan dan sesuaikan dengan inventaris yang telah dibuat. Jika tidak sesuai, maka menjadi tanggung jawab praktikan untuk mencocokkannya. 2. Bersihkan semua peralatan dan ruangan dari sisa-sisa sampah dan buang pada tempatnya. 2.6 Variabel Percobaan Dan Pola Pada praktikum ini, yang dijadikan sebagai variabel dan pembeda bagi tiap kelompok adalah desain pola dan perlakuan pada saat peleburan maupun penuangan logam Aluminium. Desain dari tiap kelompok yang berbeda tingkat kompleksitas bentuknya akan mempengaruhi bentuk pola yang digunakan. Tingkat kompleksitas dan kesulitan dari tiap produk memang sedikit berbeda, namun hal ini tidak mempengaruhi penilaian, karena yang dinilai pada praktikum kali ini adalah keseriusan mereka selama proses desain dan pengecoran serta pemahaman mereka saat presentasi. 2.7 Format Laporan Praktikum Format kertas yang digunakan dalam pembuatan laporan untuk praktikum adalah dengan menggunakan kertas berukuran A3 (bolak balik). Jumlah halaman tidak dibatasi namun diharapkan tidak lebih dari 1 lembar. 45 45 2.7.1 Format laporan awal: a. Tujuan percobaan Pada bagian ini, praktikan diharapkan mengetahui tujuan dari praktikum yang dilakukannya b. Dasar teori Bagian ini digunakan oleh praktikan untuk menjelaskan dasar teori yang berkaitan dengan proses pengecoran logam dan produk yang dihasilkan. Bagian ini terdiri atas tiga (3) bahasan utama yaitu: i. Proses peleburan Aluminium ii. Proses pembekuan (solidification) iii. Cacat pada produk pengecora c. Alat dan Bahan c.1 Alat-alat c.2 Bahan d. Flow chart diagram e. Literatur *) Setiap pernyataan yang ditulis dalam dasar teori harus didasarkan pada sumber yang jelas (sitasi) dan harus ditulis pada bagian referensi 2.7.2 Format laporan akhir : a. Tujuan percobaan Pada bagian ini, praktikan diharapkan me-review kembali tujuan praktikum yang sudah mereka lakukan 46 46 b. Data dan gambar benda cor Bagian ini berisikan data mengenai proses pengecoran yang dilakukan seperti temperatur penuangan, lamanya waktu penuangan (pouring time), logam paduan yang digunakan dan lainnya. Bagian ini juga dilengkapi dengan sebuah foto dari benda cor yang dihasilkan. c. Analisa Setiap hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan harus dianalisa dan di bandingkan dengan literatur maupun hasil dari kelompok lain yang berbeda variabel. Analisa yang diharapkan dituliskan pada laporan akhir praktikum pengecoran logam adalah: i. Proses pembuatan cetakan pasir Praktikan harus menjelaskan proses saat mengubah pola yang dimiliki menjadi sebuah cetakan pasir yang dapat digunakan untuk pengecoran logam ii. Proses peleburan Beberapa variabel seperti penggunaan cover flux, alloying, dan degasser yang digunakan pada saat peleburan harus dijelaskan. Oleh karena itu, praktikan harus dapat mengerti jalannya peleburan dan guna dari masingmasing tahapan yang dilakukan iii. Teori pembekuan Salah satu tujuan utama dari adanya penggunaan gating system adalah untuk menciptakan suatu proses direct solidification, karenanya praktikan harus mengerti tentang teori pembekuan dan pembekuan yang sebenarnya terjadi pada hasil praktikumnya iv. Diagram fasa Al-Mg v. Diagram fasa Al-Mg-Si 47 47 vi. Mekanisme pengguatan alloying Pada praktikum digunakan variabel paduan, walaupun tidak dilakukan proses pengujian mekanis pada produk hasil coran, diharapkan praktikan dapat mengerti fungsi dari pemaduan logam dan pengaruhnya pada proses pengecoran vii. Kelarutan hidrogen pada benda cor Cacat yang paling sering terjadi pada benda cor Aluminium adalah blow dan gas hole. Oleh karena itu, praktikan harus dapat menjelaskan mengenai mekanisme terjadinya hal tersebut dan dihubungkan dengan tingkat kelarutan hidrogen pada logam Aluminium cair viii. Perhitungan yield pada benda cor Perhitungan yield pada benda hasil cor digunakan untuk mengetahui nilai efisiensi dari proses pengecoran yang dilakukan dan akan berkaitan dengan proses pembahasan berikutnya mengenai cacat-cacat yang terjadi pada produk hasil pengecoran ix. Cacat yang terjadi pada benda cor Pada bagian ini, praktikan diharapkan dapat memahami dan mengerti tentang cacat-cacat yang terjadi, penyebabnya dan cara penanggulangannya d. Literatur Setiap pernyataan yang ditulis dalam analisa harus didasarkan pada sumber yang jelas dan harus ditulis pada bagian referensi 48 48 2.7.3 Layout laporan : 49 49 DAFTAR PUSTAKA 1. AFS Sand And Core Testing Handbook 2. Heine, Loper dan Rosenthal, Principles of Metal Casting, 1976 3. Rundman, Karl, B., Metal Casting, Dept. of Material Science and Engineering Michigan Tech. Univ 4. Suharno, Bambang., Diktat kuliah “Pengecoran Logam”, Departemen Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006 5. John Gruzleski and Bernard Closset. 1990. The Treatment of LiquidAluminium- Silicon Alloys. American Foundrymen’s Society Inc, USA 6. Stefanescu, D.M. 1988, Metals Handbook Ninth Edition Volume 15 Casting, ASM International. Ohio 7. Jorstad, J.L. and Rasmussen, W.M. 1993. Aluminum Casting Technology 2nd Edition. American Foundrymen’s Society. Illionis