PANDUAN PRAKTIKUM EKOLOGI TANAMAN Oleh : MUHAMMAD ALQAMARI,S.P.,M.P FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. a. Praktikan harus hadir di tempat praktikum selambat-lambatnya 10 menit sebelum praktikum dimulai. b. Sebelum dimulai para praktikan harus menempuh pre-test acara praktikum yang akan dilaksanakan. 2. Pada waktu praktikum dimulai/berlangsung, praktikan harus : a) Menandatangani daftar hadir. b) Melakukan praktikum dengan tertib, tidak bersenda gurau. c) Bersikap sopan terhadap sesama praktikan, assisten, laboran, serta dosen. d) Mengesahkan hasil praktikum pada asisten praktikum. e) Mengembalikan alat-alat dalam keadaan bersih dan lengkap kepada asisten/laboran/teknisi setelah acara praktikum selesai. j) Mengganti alat-alat yang pecah/rusak/hilang dengan segera. 3. Menyerahkan laporan praktikum satu minggu setelah selesai praktikum. 4. Tidak ada susulan / inhall praktikum, kecuali dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (sakit) dan harus dilengkapi surat keterangan serta mendapat ijin dari kepala laboratorium. 5. Setelah seluruh acara praktikum selesai akan diadakan post-test. 6. Bagi praktikan yang : a) Tidak hadir dalam salah satu/seluruh acara praktikum, b) Tidak Menandatangani daftar hadir, c) Tidak mengikuti pre-test dan post-test salah satu/seluruh acara praktikum, d) Bertindak tidak sopan, melakukan tindakan melawan asisten, dosen, laboran/teknisi, e) Tidak mengumpulkan laporan praktikum satu/seluruh acara praktikum, f) Mengumpulakn laporan praktikum melewati batas waktu yang ditentukan, maka nilai praktikum akan ditunda/dibatalkan praktikumnya, dan wajib mengulang tahun berikutnya. 7. Nilai praktikum bagian melekat dari nilai mata kuliah dan apabila praktikum tidak lulus maka mata kuliah yang bersangkutan juga tidak akan lulus. 2 ACARA I POLA TANAM MONO DAN MULTIPLE CROPPING TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN A. TUJUAN Untuk mengetahui pola pertumbuhan dan produksi tanaman yang ditanam dengan sistem mono dan multiple cropping dan membandingkan dengan Land Equivalency Ratio (LER). B. LANDASAN TEORI Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal. Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan. Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam3 tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan. Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain: 1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), 2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, 3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, 4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal dan 5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah. C. BAHAN DAN ALAT Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain benih kedelai dan jagung manis, pestisida, pupuk NPK, dan 1 buah bambu. Alat yang diperlukan antara lain cangkul, kored, light intensity meter, termohygrometer, oven, mistar, timbangan, selang air dan ember. D. PROSEDUR KERJA Persiapan 1. Persiapan di lahan untuk penanaman dengan luasan tertentu. 2. Pembuatan petak-petak percobaan sesuai dengan jumlah perlakuan yaitu 9 kombinasi diulang 3 kali ada 27 petak, dibuat 3 unit percobaan total ada 81 petak percobaan dengan ukuran 2x3 m2. Pelaksanaan 1. Lakukan penanaman di lahan dengan jarak tanam 25 x 655 cm untuk jagung dan 25 cm memanjang pada lorong antar jagung. Per lubang tanam diisi 2-3 benih jagung dan kacang tanah. 2. Setelah satu minggu umur tanam kemudian biarkan 2 tanaman dan ambil 1 tanaman yang pertumbuhannya kurang baik. 3. Berikan pupuk NPK sesuai dosis rekomendasi 4. Perlakuan diberikan terdiri atas 2 Faktor Faktor 1 adalah sistem tanam I1 = mono cropping jagung manis 4 I2 = mono cropping kedelai. I2 = intercrop jagung manis – kedelai. Faktor 2 adalah Dosis Pupuk P1 = tanpa pemupukan P2 = 50 % dosis pupuk rekomendasi (N dan P) P3 = 100 % dosis pupuk rekomendasi (N dan P) 5. Lakukan pemeliharaan sesuai kebutuhan antara lain pengendalian OPT, kebutuhan air dan penyiangan gulma. 6. Lakukan pengamatan terhadap karakter morfologi tanaman antara lain tinggi tanaman, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. 7. Pengamatan lain dapat dilakukan dengan mengamati intensitas cahaya, suhu dan kelembaban. 8. Pengamatan hasil dilakukan pada saat panen antara lain, bobot 100 biji, bobot biji per tanaman dan bobot biji per ha untuk kacang tanah. Dan untuk jagung jumlah biji per tongkol, diameter tongkol dan berat tongkol. 9. Lakukan juga perhitungan LER berdasarkan hasil panen dengan menggunakan rumus: LER= (intercrop jagung/mono jagung) + (intercrop kedelai/monocrop kedelai) 10. Semua hasil pengamatan morfologi dan hasil dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Untuk faktor iklim digunakan sebagai data pendukung. E. ANALISIS DATA PELAPORAN Hasil praktikum dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Data dan hasil analisis harus ditampilkan dalam laporan. Apabila perlu dan penting untuk ditunjukan dalam bentuk gambar atau grafik akan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Altieri, M.A., and M. Leibman. 1994. Insect, weed, and plant disease management in multiple cropping systems. In Francis, C.A. (ed.). Multiple Cropping Systems. Macmillan Company, New York. 383 p. Anon. 1990. Strip intercropping offers low-input way to boost yields. Sensible Agriculture. May. p. 7–8. Ecological Agriculture Projects. Mixing Crop Species. McGill University, Macdonald Campus. www.eap.mcgill.ca/CSI_2.htm 5 Francis, R., and D.R. Decoteau. 1993. Developing an effective southernpea and sweet corn intercrop system. Hort Technology. Vol. 3, No. 2. p. 178–184. Grossman, J, and W. Quarles. 1993. Strip intercropping for biological control. IPM Practitioner. April. p. 1–11. Richardson, P. 1997. Polyculture makes the most of biodiversity. HRM of Texas Newsletter. Summer. p. 5, 7. Wolfe, M. S. 2000. Crop strength through diversity. Nature. August. p. 681–682. 6 ACARA II PENGARUH PEMUPUKAN DAN POLA PENGAIRAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN A. TUJUAN Untuk mengetahui pola pertumbuhan dan hasil tanaman dengan pemberian dosis pupuk makro NPK yang berbeda dan volume pemberian air yang berbeda. B. LANDASAN TEORI Pemupukan berimbang adalah upaya untuk meningkatkan mutu intensifikasi dengan menambah jenis dan takaran pupuk, karena sejauh ini upaya pemupukan belum mampu mencapai produksi yang ditargetkan, suatu petunjuk bahwa efisiensi pemakaian pupuk semakin menurun. Salah satu sebab tidak efisiennya pemupukan adalah kurangnya perawatan sumberdaya tanah sehingga kesuburannya merosot, baik dari segi kimia, fisik dan biologi tanah. Pertumbuhan optimal tanaman sangat memerlukan ketersediaan hara, terutama unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan S, sebaliknya pertumbuhan tanaman akan terhambat apabila unsur hara ini tidak tersedia atau kelarutannya rendah sehingga tidak tersedia tepat waktu, atau karena tidak seimbang dengan unsur-unsur lain. Pemupukan perlu dilakukan secara rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, dan pengelolaan oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah, sedangkan pemberian terlalu sedikit tidak akan memberikan produksi yang optimal Pemupukan yang berimbang perlu dilakukan sehubungan dengan tingkat kesuburan dan produksi yang rendah sehingga produktivitas tanah tropika dapat ditingkatkan. Prinsip pemupukan berimbang bertujuan untuk mencapai pemupukan yang efektif dan efisien. Dosis pupuk yang berimbang dibuat atas dasar beberapa pertimbangan antara lain; 1) jumlah hara yang terangkut oleh hasil panen, 2) jumlah hara yang terimmobilisasi dalam batang, cabang, pelepah/daun, 3) jumlah hara yang dikembalikan ke dalam tanah, 4) jumlah hara yang terfiksasi dan hilang dalam tanah, dan 5) jumlah hara yang tersedia dalam tanah.Sebagian besar tanah-tanah tropika yang telah diusahakan secara intensif biasanya berkadar bahan organik rendah terutama apabila sisa panen diangkut keluar atau dibakar. 7 Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus pada lahan pertanian sementara bahan organik sisa panen tidak didaurulangkan menyebabkan penurunan secara bertahap produktivitas tanah. Dalam penentuan takaran dan waktu pemberian pupuk K, perlu dipertimbangkan pengelolaan bahan organik sisa panen, karena sebagian besar K yang diserap tanaman berada dalam sisa panen. Hampir 80% K yang diserap tanaman tertinggal pada sisa panen sehingga pengembalian sisa panen ke tanah dapat menngurangi keperluan pupuk K. Selanjutnya dalam kaitan dengan pemupukan P, bahwa kekahatan P pada tanah tropika merupakan pembatas utama. Efisiensi pupuk P sangat rendah yaitu hanya sekitar 10 - 15% P yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh tanaman, dan sisanya difiksasi oleh Al dan Fe. Usaha untuk mengurangi fiksasi P ini adalah dengan penambahan bahan organik, pengapuran, penggunaan jenis pupuk yang melepaskan P secara lambat seperti pupuk alami P. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pengapuran terutama pada kedelai, bahkan pemberian bahan organik dapat meniadakan kebutuhan kapur. Pemberian kapur ditujukan untuk mensuplai kebutuhan hara Ca dan Mg yang ketersediaannya rendah di tanah tropika. Kebutuhan air suatu tanaman dapat didefinisikan sebagai "jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotrans pirasi (ET-tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu". Untuk menghitung ET-tanaman direkomen dasikan suatu prosedur tiga tahap, yaitu: 1. Pengaruh iklim terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh ETo (evapotranspirasi tanaman referensi), yaitu "laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air". Empat metode yang dapat digunakan adalah Blaney-Criddle, Radiasi, Penman dan Evaporasi Panci, dimodifikasi untuk menghitung ETo dengna menggunakan data iklim harian selama periode 10 atau 30 hari. 2. Pengaruh karakteristik tanaman terhadap kebutuhan air tanaman diberikan oleh koefisien tanaman (kc) yang menya takan hubungan antara ETo dan ET tanaman (ETtanaman = kc . ETo). Nilai-nilai kc beragam dengan jenis tanaman, fase pertumbuhan tanaman, musim pertumbuhan, dan kondisi cuaca yang ada. 8 3. Pengaruh kondisi lokal dan praktek pertanian terhadap kebutuhan air tanaman, termasuk variasi lokal cuaca, tinggi tempat, ukuran petak lahan, adveksi angin, ketersediaan lengas lahan, salinitas, metode irigasi dan kultivasi tanaman. Kalau persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi aktual (ETa) akan menurun di bawah evapotranspirasi maksimum (ETm) atau ETa < ETm. Pada kondisi seperti ini, akan berkembang stress air di dalam tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertum buhan dan hasil tanaman. Pengaruh-pengaruh ini sangat tergan tung pada spesies dan varietas tanaman, intensitas stress dan waktu terjadinya stress air. Pengaruh intensitas dan waktu stress ini sangat penting dalam kaitannya dengan penjadwalan suplai air yang terbatas selama periode pertumbuhan tanaman dan penentuan prioritas penggunaan suplai air di antara tanamaan selama musim pertumbuhannya. Kalau defisit air terjadi selama periode tertentu dalam musim pertumbuhan tanaman, respon hasil terhadap defisit ait sangat beragam tergantung pada tingkat kepekaan tanaman pada periode tersebut. Pada umumnya tanaman sangat peka terhadap defisit air selama awal pertumbuhannya, pembungaan dan awal fase pem- bentukan hasil. Respon hasil terhadap defisit air juga beragam di antara varietas tanaman. Pada umumnya varietas unggul sangat peka terhadap air, pupuk dan input agronomis lainnya. Varietas-varietas yang potensi produksinya rendah dengan respon air yang rendah lebih sesuai untuk sistem tadah hujan yang sering mengalami stress air. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada kondisi irigasi, harus digunakan varietas unggul yang sangat responsif terhadap air sehingga dapat dicapai efisiensi penggunaan air yang tinggi. C. BAHAN DAN ALAT Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain benih jagung manis, kacang hijau. polibag, pupuk NPK, dan 1 buah bambu. Alat yang diperlukan antara lain cangkul, light intensity meter, termohygrometer, oven, mistar, timbangan, selang air dan ember, serta saringan 5 mm. 9 D. PROSEDUR KERJA Persiapan 1. Mengambil tanah di daerah sekitar kampus dengan volume sesuai dengan kebutuhan 2. Lakukan pengeringan selama 1-2 hari setelah itu disaring dengan saringan ukuran 5 mm. 3. Siapkan polibag ukuran 5 kg, pupuk, benih jagung manis, dan kacang hijau, selang air dan ember. Pelaksanaan 1. Susun polibag secara teratur yang telah diisi tanah berdasarkan kombinasi pemupukan dan pemberian air yang berbeda serta setiap perlakuan, diulang tiga kali. 2. Setiap polibag diisi dengan benih jagung, kedelai dan kacang hijau sebanyak 2 butir. 3. Setelah satu minggu sisakan satu tanaman saja per polibag, setelah itu lakukan pemupukan NPK sesuai dosis rekomendasi. 4. Perlakuan diberikan dalam 2 faktor yaitu: Pemupukan NPK dan Pemberian Air. a. Volume air diberikan dengan interval yang sama 3 hari sekali A1 = diberi air dengan volume 100 ml air/polibag A2 = diberi air dengan volume 200 ml air/polibag A3 = diberi air dengan volume 300 ml air/polibag b. Dosisi Pupuk NPK P1 = Pupuk NPK 100% dosis rekomendasi P2 = Pupuk NPK 50% dosis rekomendasi P3 = Pupuk NPK 25% dosis rekomendasi P4 = Pupuk NPK 0% dosis rekomendasi Didapatkan kombinasi perlakuan sebanyak 12 diulang sebanyak 3 kali sehingga masingmasing perlakuan terdapat 36 satuan percobaan, dan untuk tiap satuan percobaan terdapat 5 polibag jadi kebutuhan polibag untuk tiap jenis tanaman sejumlah 180 polibag. Total kebutuhan polibag untuk 2 jenis tanaman yaitu sejumlah 360 polibag. 5. Lakukan pemeliharaan sesuai kebutuhan antara lain kebutuhan air serta pengendalian gulma, hama dan penyakit. 6. Lakukan pengamatan terhadap karakter morfologi tanaman antara lain tinggi tanaman, bobot kering tajuk dan akar, dan luas daun. 10 7. Pengamatan lain dapat dilakukan dengan mengamati intensitas cahaya, suhu dan kelembaban. 8. Pengamatan hasil dilakukan pada saat panen antara lain jumlah biji per tongkol/polong, bobot biji per tongkol (jagung), bobot 100 biji dan bobot biji per tanaman. 9. Semua hasil pengamatan morfologi dan hasil dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Untuk faktor iklim digunakan sebagai data pendukung. E. ANALISIS DATA PELAPORAN Hasil praktikum dianalisis dengan menggunakan metode statistik. Data dan hasil analisis harus ditampilkan dalam laporan. Apabila perlu dan penting untuk ditunjukan dalam bentuk gambar atau grafik akan lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Arihara, J.. 2002. Cropping Systems and Their Mechanisms of Nutrient Uptake. National Agriculture Research Center. Tsukuba Japan. Arora, S. 2000. Balanced Nutrition for Sustainable Crop Production. Department of Soils. Punjab Agricultural University LUDHIANA. 141 004. ESCAP. 1995. Guidebook to water resources, use and management in Asia and the Pacific. Volume 1: Water resources and water use, p. 306. Water resources series No. 74. FAO. 2000. Action programme on water and sustainable agriculture development in Indonesia. Executive summary. Gruhn, P., F. Goletti, and M. Yudelman. 2000. Integrated Nutrient Management, Soil Fertility and Sustainable Agriculture : Current Issues and Future Chalanges. International Food Policy Research Institute. Washington. Jezeph, D. 1992. National water policy, p. 41 p. FAO. Rome. Johnson, A.E., and J.K. Syers. 1998. Nutrient Management for Sustainable Crop Production in Asia. Proceeding of An International Conference held in Bali Indonesia. 9-12 December 1996. Koelsch, R. and G. Lesoing, 1999. Nutrient Balance on Nebraska Livestock Confinement System. Biological System Engineering Department. University of NebraskaLincoln and University of Missouri. Richmond MO. Ministry of Public Works, Directorate General of Water Resources Development. 1993. Recapitulasi Inventarisasi Daerah Irigasi Seluruh Indonesia. 11 Ministry of Public Works, Directorate General of Water Resources Development. 1995. Proceeding Lokakarya Pengembangan dan Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air Jabotabek. Ministry of Public Works, Directorate General of Water Resources Development in association with Agency for Research and Development, Research Institute for Water Resources Development. 1995. Bendungan Besar di Indonesia. Soenarno, I. 1995. Irrigation management transfer in Indonesia, p. 89-98. Paper presented at the conference on Irrigation Management Transfer in Asia held in Bangkok and Chiang Mai, 25-29 September 1995. International Irrigation Management Institute. Statistik Indonesia. 1996. Central bureau of statistics, statistical evaluation and report division, p. 588. www.fadinap.com. Balance Fertilizer Use, Soil Testing, Economics of Fertilizer Use. In Integrated Plant Nutrition System. Training Manual. Access on October 2, 2004. www.ppi-ppic.org. Nutrient Balance: Critical to Crop Production and Environment Protection. Georgia. USA. Access on October 14, 2004. 12 ACARA III KEANEKARAGAMAN VEGETASI PADA BEBERAPA AGROEKOSISTEM A. TUJUAN Untuk mengetahui distribusi dan jenis vegetasi budidaya maupun gulma yang tumbuh berdasarkan hamparan agroekosistem yang berbeda serta pengamatan terhadap faktor-faktor lingkungannya. B. LANDASAN TEORI Agroekosistem pada hakekatnya merupakan ekosistem alam yang dikelola untuk kepentingan tertentu dan disebut sebagai ekosistem binaan. Setiap agroeksosistem memiliki sifat yang berbeda sesuai dengan ekosistem asalnya.Variasi jenis vegetasi, baik yang berupa tanaman budidaya maupun tumbuhan liar atau gulma dapat dipandang suatu keanekaragaman dalam kontes agroekosistem. Ekosistem dataran rendah (0-300 m dpl), memiliki ciri khas berupa lahan datar atau landai, berpasir, kelembaban rendah, suhu tinggi dan pH tanah yang cenderung alkalis. Ekosistem perbukitan yang termasuk dalam dataran medium (301-800 m dpl) dengan topografi bergelombang hingga berombak, mempunyai karakteristik kelembaban sedang hingga tinggi, tanahnya tdak berpasir, suhunya relatif sedang, dan pH tanah agak masam. Ekosistem dataran tinggi (> 800 m dpl) umumnya topografi berombak sampai bergunung, kelembaban tinggi, tanahnya berbatu dan suhu hariannya rendah. Vegetasi yang tumbuh pada masing-masing ekosistem tersebut umumnya memiliki variasi yang unik, baik untuk vegetasi budidaya maupun vegetasi lainnya. Hubungan antara manusia dan agroeksosistem bagi masyarakat pedesaan sangatlah erat. Mata pencaharian mereka adalah mengolah alam secara langsung, sehingga keadaan alam dan sumber-sumber daya akan sangat menentukan keadaan mereka. Misalnya, jenisjenis kegiatan pertanian akan tergantung pada jenis dan keadaan tanah, ketersediaan air dan curah hujan, dan sebagainya. Rapatnya hubungan timbal-balik antara kehidupan masyarakat dan lingkungan alam menyebabkan hal ini perlu dipahami dalam mengembangkan program bersama masyarakat. Dengan teknik pemetaan, diperoleh gambaran keadaan sumber daya alam masyarakat bersama masalah-masalah, perubahan- perubahan keadaan, potensi-potensi yang ada. Sedangkan untuk mengamati secara 13 langsung keadaan lingkungan dan sumber daya tersebut, digunakan Teknik Penelusuran Lokasi (Transek). Transek ini dilakukan untuk mengenal dan mengamati secara lebih tajam mengenai potensi sumberdaya alam serta permasalahan-permasalahannya, terutama sumber daya pertanian. Seringkali, lokasi kebun dan lahan pertanian lainnya milik masyarakat berada di batas dan luar desa, sehingga transek sumber daya alam ini bisa sampai keluar desa. Informasi-informasi yang bisanya muncul antara lain adalah : a. Bentuk dan keadaan permukaan alam (topografi) : termasuk ke dalamnya adalah kemiringan lahan, jenis tanah dan kesuburannya, daerah tangkapan air dan sumbersumber air (sungai, mata air, sumur). b. Pemanfaatan sumber daya tanah (tataguna lahan) : yaitu untuk wilayah kebun, sawah, ladang, hutan, padang gembala, dan sebagainya. c. Pola usaha tani: mencakup jenis-jenis tanaman penting (antara lain jenis-jenis lokal) dan kegunaanya (misalnya tanaman pangan, tanaman obat, pakan ternak, dsb), produktivitas lahan dan hasilnya dan sebagainya. d. Teknologi setempat dan cara pengelolaan sumber daya alam : termasuk teknologi tradisional, misalnya penahan erosi dari batu, kayu, atau pagar hidup; pemeliharaan tanaman keras; sistem berternak; penanaman berbagai jenis rumput untuk pakan ternak, penahan air, penutup tanah; sistem pengelolaan air, (konservasi air, kontrol erosi, dan pengairan) dan beberapa hal lainnya. C. BAHAN DAN ALAT Kegiatan ini merupakan acara praktikum yang dilakukan di lapangan maka sebagai materi praktikum adalah aneka vegetasi yang tumbuh pada berbagai macam tipe agroekosistem. Alat yang dibutuhkan yaitu: tali rafia, roll meter, ajir, bambu, buku identifikasi vegetasi, pH meter, thermohygrometer, altimeter dan alat tulis D. PROSEDUR KERJA Persiapan Persiapan pelaksanaan kegiatan transek yang sebaiknya secara khusus diperhatikan adalah mempersiapkan tim dan masyarakat yang akan ikut, termasuk menetukan kapan dan 14 dimana akan berkumpul. Juga dipersiapkan alat-alat tulis, kertas lebar (palano), karton warna-warni, kertas berwarna, lem, spidol warna-warni. Juga akan menyenangkan apabila membawa perbekalan (makanan). Peserta terdiri dari staf pengajar mata kuliah ekologi tanaman, asisten praktikum dan praktikan, untuk memudahkan pelaksanaan transek maka melibatkan masyarakat yang menjadi penunjuk jalan. Petani akan menjadi narasumber yang memahami hal-hal yang sudah diperkirakan akan dikaji dalam kegiatan transek ini, terutama masalah-masalah teknis pertanian. Pelaksanaan Sebelum berangkat, bahas kembali maksud dan tujuan kegiatan penelusuran lokasi serta proses kegiatan yang akan dilakukan. Sepakati bersama praktikan, lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta topik- topik kajian yang akan dilakukan. Setelah itu, sepakati lintasan penelusuran. Sepakati titik awal perjalanan (lokasi pertama), biasanya diambil dari titik terdekat dengan kita berada pada saat itu. Lakukan perjalanan dan amati keadaan disepanjang perjalanan. Biarkan petani (masyarakat) menunjukkan hal-hal yang dianggap penting untuk diperlihatkan dan dibahas keadaannya. Didiskusikan keadaan sumber daya tersebut dan amati dengan seksama. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap titik pengamatan Setelah Perjalanan Bisa selama berhenti dilokasi tertentu, gambar bagan transek dibuat utnuk setiap bagian lintasan yang sudah ditelusuri. Tetapi, yang sering terjadi adalah pembuatan bagan setelah seluruh lintasan ditelusuri.langkah-langkah kegiatannya adalah sebagai berikut : Jelaskan cara dan proses membuat bagan. Sepakati simbol-simbol yang dipergunakan untuk menggambar bagan transek. Catat simbol-simbol tersebut beserta artinya disudut kertas. Pergunakan spidol berwarna agar jelas dan menarik. Selama penggambaran perhatikan: Pikirkan ketinggian (naik-turun permukaan bumi) Perkiraan jarak antara satu lokasi drngan lokasi lain. 15 Pergunakan hasil gambar transek tersebut untuk mendiskusikan lebih lanjut permasalahan, dan potensi. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi tersebut Kegiatan ini lebih baik dilakukan pada pagi hari dan cuaca cerah Kegiatan ini memerlukan waktu 2-3 jam atau bahkan lebih perjalanan, tergantung panjang lintasan yang ditelusuri, ditambah 2-3 jam pembuatan bagan dan diskusi lanjutan. Karena waktu kegiatan yang cukup panjang, persiapan dan persetujuan dengan masyrakat (pendamping) perlu dilakukan. Hujan akan merupakan hambatan yang cukup serius dalam kegiatan teknik penelusuran lokasi ini, oleh karena itu cuaca harus benar-benar diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan penelusuran lokasi ini. E. ANALISIS DATA PELAPORAN Analisis dilakukan dengan menggambarkan secara detail kondisi lingkungan dan sistem budidaya yang dikembangkan di lokasi transek dengan dilengkapi gambar dan data pendukung lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bahan Latihan Pendamping , Yayasan Bina Masyarakat Sejahtera (BMS) Jakarta, 2001 Sheil, D, R.K. Puri, I. Basuki, M. Van Heist, N. Liswanty, et al. 2004. Mengeksplorasi keanekaragaman hayati, lingkungan dan pandangan masyarakat lokal mengenai berbagai landskap hutan. Center for International Forestry Research 101p. Prabhu, R., Colfer, C.J.P., Dudley, R.G. 1999. Panduan untuk pengembangan, pengujian dan pemilihan kriteria dan indikator untuk pengelolaan hutan lestari. Center for International Forestry Research. 192p. Puntodewo, A., Dewi, S., Tarigan, J. 2003. Sistem Informasi Geografis Untuk pengelolaan sumberdaya alam. Center for International Forestry Research. 142p. 16 KOMPONEN PENILAIAN PRAKTIKUM I. PENDAHULUAN A. Sesuai Judul Praktikum Sesuai Judul Praktikum tapi tidak fokus pada materi praktikum Tidak sesuai dengan Judul Praktikum B. Referensi >8 referensi 100 5 – 7 referensi 90 3 – 4 referensi 80 < 3 referensi 70 Tanpa referensi 0 II. METODE PRAKTIKUM A. Ditulils sesuai dengan materi praktikum dan dijelaskan rinci B. Ditulis sesuai dengan materi praktikum tanpa penjelasan rinci C. Tanpa ada penulisan metoda dan tanpa perincian III. HASIL A. Ada data dan penjelasan data B. Ada data tanpa penjelasan C. Tanpa data dan tanpa penjelasan 100 80 0 100 75 0 IV. PEMBAHASAN A. Membahas berdasarkan hasil didukung referensi yang memadai B. Menjelaskan hasil tanpa pembahasan tapi ada referensi. C. Menjelaskan hasil tanpa pembahasan tanpa referensi V. KESIMPULAN A. Sesuai dengan tujuan B. Sesuai dengan tujuan tapi masih bias C. Tidak seusai dengan tujuan VI. DAFTAR PUSTAKA >8 referensi 5 – 7 referensi 3 – 4 referensi < 3 referensi Tanpa referensi 100 75 50 100 75 50 100 75 50 100 90 80 70 0 17