Uploaded by Indah Wahyuni S1-2019

Tetes hidung

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah tetes hidung. Tetes hidung biasa juga
disebut spray atau collunaria merupakan larutan berair atau berminyak yang
dimaksudkan untuk penggunaan topikal atau daerah nasofaring digunakan dengan
cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung, dapat mengandung zat
pensuspensi, pengawet, pendapar, obat-obat vasokonstriksi dan antiseptik. (6:252;
2:10; 15:352)
Obat-obat yang paling banyak digunakan dalam hidung meliputi antibiotik,
dan sulfonamida, vasokontriksi yang merupakan bahan paling luas dan
kemungkinan kelompok penting kebanyakan dari obat untuk penggunaan hidung,
germisida atau antiseptik atau anestesi lokal.(7:252)
Suatu tetes hidung harus memenuhi persyaratan antara lain harus steril,
tonisitas, pH, viskositas, kapasitas dapar. (7:252; 11:913)
Efedrin sulfat merupakan dekongestan nasal yang digunakan untuk
pengobatan rhinitis cold umum dan untuk rhinitis vasomotor dan rhinitis alergi
termasuk demam Hay dan untuk sinusitis. Efedrin digunakan pada pilek (rhinitis)
guna menciutkan selaput lendir yang bengkak. Dekongestan nasal adrenergik
bereaksi dengan perangsangan reseptor α-adrenergik dari otot lunak vaskuler,
menyebabkan konstriksi arteriol terdilatasi dengan mukosa nasal dan mengurangi
aliran darah dalam daerah bengkak. (15:340; 1:644)
Karena efedrin sulfat ini diindikasikan untuk pengobatan sinusitis dan
rhinitis pada hidung dan absorpsinya hanya pada rongga hidung, tidak untuk
sampai ke saluran pernafasan seperti pada inhaler, maka dibuatlah dalam bentuk
sediaan tetes hidung. (11:915)
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara pembuatan tetes hidung steril.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Membuat sediaan tetes hidung steril Efedrin Sulfat.
I.3 Prinsip Percobaan
Pembuatan tetes hidung steril dimana Efedrin Sulfat dilarutkan dalam
larutan dapar yang merupakan pembawa dengan menggunakan alat dan bahan
yang telah disterilkan dengan cara yang sesuai dan dilakukan dalam kondisi yang
aseptis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
1. Definisi Tetes Hidung
Larutan untuk digunakan pada hidung disebut juga spray atau collunaria
atau tetes hidung didefinisikan sebagai larutan berair atau berminyak yang
dimaksudkan untuk penggunaan topikal atau daerah nasofaring. (7 : 252)
Tetes hidung adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung dengan
cara meneteskan obat ke dalam rongga hidung; dapat mengandung zat
pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Cairan pembawa umumnya digunakan air. Cairan pembawa sedapat mungkin
mempunyai pH antara 5,5 sampai 7,5, kapasitas dapar sedang, isotonis atau
hampir isotonis.
Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang
cocok, kadar tidak boleh lebih dari 0,01% b/v.
Zat pendapar dapat digunakan dapar yang cocok dengan pH 6,5 dan dibuat
isotonis menggunakan natrium klorida secukupnya.
Zat pengawet umumnya digunakan benzalkonium klorida 0,01% b/v sampai
0,1% b/v. (2 : 10).
Larutan untuk hidung umumnya larutan berair yang dirancang untuk
digunakan pada hidung sebagai tetes atau dapar. (5 : 1526)
Tetes hidung adalah larutan berair untuk dimasukkan ke dalam lubang
hidung. Mereka dapat mengandung obat-obat vasokontriksi untuk mengobati
kongesti nasal dan sering dilindungi dengan klorobutanol (0,5%) atau bahan
antiseptik lain yang cocok. Dahulu kala, larutan minyak umum digunakan
sebagai tetes hidung tetapi minyak dapat mengganggu aksi silia mukosa, jika
tetesan minyak masuk ke dalam trakea, mereka dapat menyebabkan
pneumonia lipoid. Untuk alasan ini, larutan minyak tidak direkomendasikan
lebih lanjut. (16 : 352)
Tetes hidung dibuat dalam jumlah kecil (10 atau 25 ml) dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes. Pemilik spray
menyiapkan dalam wadah tipe bertekanan. Penggunaan jangka waktu lama
obat vasokontriktor dalam hidung dapat menyebabkan kerusakan mukosa
hidung. (16 : 352)
Kesimpulan :
Tetes hidung biasa juga disebut spray atau collunaria merupakan larutan
berair atau berminyak yang dimaksudkan untuk penggunaan topikal atau
daerah nasofaring digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam rongga
hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pengawet, pendapar, obat-obat
vasokonstriksi dan antiseptik.
2. Jenis-jenis Sediaan Hidung (9 : 157)
1. Larutan (spray, tetes hidung, collunaria)
Paling banyak sediaan untuk penggunaan lokal untuk rongga hidung
adalah larutan berair. Meskipun petrolatum cair terang secara luas
digunakan pada masa lalu, larutan minyak jarang digunakan dan tidak
direkomendasikan untuk penggunaan pada hidung. Minyak, khususnya
minyak mineral berbahaya dan telah dibuktikan dapat menyebabkan
pneumonia lipoid atau pneumonia inspirasi-minyak sehingga aspirasi atau
inspirasi dalam beberapa cairan. Mereka selalu bercampur dengan aksi
silia normal dan tidak membebaskan obat tidak larut secara efisien.
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya :
a. Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.
b. Mempunyai kapasitas buffer yang baik.
c. Isotonik atau mendekati isotonik.
d. Tidak mengubah viskositas normal mukus.
e. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi
nasal.
f. Dapat bercampur dengan bahan aktif.
g. Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang, sepanjang
penggunaan pasien sendiri.
h. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
Paling banyak larutan untuk hidung digunakan penetes, atomizer atau
kemasan spray. Botol gelas ambar konvensional dengan penetes obat atas
sebaiknya digunakan untuk obat tetes. Pasien seharusnya diberitahu untuk
menyandarkan punggungnya sementara memiringkan kepalanya ke
belakang. Penetes sebaiknya ditempatkan tepat masuk dalam nostril dan
sejumlah yang diresepkan tetesan dimasukkan. Setelah pengobatan
keduanya, pasien sebaiknya tetap pada posisi ini 2-4 menit untuk
membiarkan obat berpenetrasi ke dalam sinus. Penetes hendaknya dibilas
dengan
air
hangat
dan
dikeringkan
dengan
tissue
sebelum
menempatkannya kembali ke botol penetes.
Kemasan spray plastik tersedia untuk pembuatan resep dengan
instruksi "spray". Pasien sebaiknya diberitahukan untuk menjaga kepala
tetap lurus atau membengkokkan kepala sedikit ke depan. Ujung nozzle
kemudian ditempatkan ke dalam nostril tanpa penghambatan sempurna.
Wadah spray ditekan secara lembut sementara pasien bernafas perlahan.
Nozzle hendaknya dibilas dengan air dan kemudian dikeringkan dengan
tissue sebelum digunakan.
2. Salep dan Jelly
Antibakteri, pengawet dan salep topikal penyejuk kadang-kadag
digunakan untuk pengobatan inflamasi, kondisi dermatologi dan celah
vestibula hidung. Jelli larut air jarang digunakan untuk pengobatan
vasokontriktor (Jelly efedrin) atau anestesi lokal (jelly Pramoxine) paling
tinggi dalam kanal nasal ketika aksi diperpanjang diinginkan. Jelli-jelli ini
disusun dari tragakan, metil selulosa, dan bahan-bahan bercampur air.
Sediaan basis minyak sebaiknya tidak digunakan dalam basis umum.
3. Inhalan
Obat-obat atau kombinasi obat yang oleh dengan tekanan uap tinggi
dapat membawa udara dengan segera ke dalam rongga hidung. Mentol,
eukaliptol, dan timol secara luas digunakan dalam inhaler OTC. Propel
Hexedril, vasokonstriktor menguap adalah bahan aktif yang secara luas
digunakan untuk sediaan hidung (Benzedrex inhaler). Sediaan ini tidak
membingungkan dengan inhalasi dimana obat atau penggunaan larutan
obat sebagai nebulizer (kabut) dimaksudkan untuk mencapai jaringan
pernafasan.
4. Inhaler Hidung Bertekanan
Beberapa produk inhaler bertekanan tersedia untuk penggunaan
kortikosteroid untuk membran hidung. Farmasis hendaknya secara hatihati menginstruksikan pasien dalam penggunaan sehari bentuk dosis ini
untuk memastikan keefektifan dan kelengkapan. Hidung sebaiknya
menghembuskan untuk membersihkan nostril dan inhaler dikocok dengan
segera sebelum digunakan. Biasanya, inhaler dimasukkan, kepala
dimiringkan ke belakang dan potongan plastik nasal (nozzle) secara hatihati dimasukkan ke dalam satu nostril. Lubang hidung yang satu ditutup
menggunakan tekanan jari. Sementara bernafas perlahan melalui nostril.
Canister ditekan ke bawah secara hati-hati antara jari dan jempol untuk
membebaskan dosis obat. Kemudian pasien hendaknya bernafas melalui
mulut. Prosedur ini diulang untuk lubang hidung lain. Memastikan dengan
mengocok lagi inhaler sebelum digunakan.
3. Anatomi dan Fisiologi Hidung
Anatomi dan Fisiologi Hidung (11 : 912)
Proetz, seorang penulis fisiologi hidung menyatakan bahwa semua
penyakit infeksi pada batang hidung disebabkan oleh satu sumber yaitu
kegagalan menyaring dan membersihkan. Seperti berulang kali ia tekankan
bahwa kelembaban adalah hal penting dalam mekanisme pertahanan utama
hidung yang baik-pergerakan silia yang secara konstan menarik lapisan
mukosa ke belakang ke arah nasofaring. Bagian besar lubang hidung
dilindungi dengan membran mukosa pernafasan, membran mukosa pernafasan
terbatas pada bagian atas dan bagian tengah turbin dalam septum hidung.
Epitelium pada bagian hidung mengandung sel-sel silia kolumnar dimana
diselingi sel goblet. Bagian terakhir merupakan lubang dan kelenjar mukosa.
Lapisan mukus bergerak terus-menerus menuju ke faring dengan aksi
pemukulan dari silia.
Karakteristik lain dari membran mukosa adalah mempunyai jaringan
kapiler yang sangat banyak dalam epitelium dan di sekitar kelenjar. Jaringan
kapiler ini menghubungkan sistem vena superfisial pada sistem arteri yang
lebih dalam. Vena balik merupakan ruangan darah superfisial menuju pleksus
vena yang lebih dalam dan biasanya sangatlah besar seperti membentuk sinus
yang besar.
Ada tidaknya kontrol netral terlibat dalam pemukulan silia dalam hidung
manusia belum diketahui saat ini. Burn dengan jelas mengindikasikan bahwa
asetilkolin diproduksi lokal dan konsentrasi lokal kolinesterase telah dideteksi.
Konsentrasi inhibitor kolinesterase yang sangat encer dan mempercepat
pergerakan silia. Sementara konsentrasi yang amat tinggi memperlambatnya.
Baik atropin maupun kurare akan memperlambat pukulan silia. Semua efek
ini bersifat reversibel.
Kelenjar mukosa bersekresi terus-menerus melalui proses grandular
secara aktif, bukan melalui proses pasif, eksudatif atau transudatif,
sebagaimana dipercaya dahulu. Dengan ini menginjeksikan fluoresensi secara
intravena. Ingelsted dan Ivstam telah menunjukkan bahwa obat fluoresensi ini
tidak dapat dideteksi dalam sekresi hidung normal, meskipun ditransfer dari
darah ke dalam cairan intestinal, saliva dan cairan berair dan air mata. Pasien
dengan rhinitis alergi kronis mengalami hal yang sama, tapi pasien rhinitis
atau sinusitis akut, zat warna tersebut masuk melalui sekresi hidung dengan
mudah seperti eksudasi. Pada demam Hay akut derajat fluoresensi
menyarankan bahwa setelah meningkat baik pada aktivitas eksudasi glandular.
Mukus juga merupakan perlindungan pada mukosa itu sendiri. Jika larutan
histamin ditempatkan dalam hidung tanpa merusak lapisan mukosa, tidak
terjadi fluoresensi. Bagaimanapun jika mukus dihilangkan fluoresensi ditandai
dengan saluran nasal dan mukosa menjadi banyak. Pemberian parenteral
antihistamin telah terbukti menghambat reaksi inflamasi ini. Lapisan mukosa
merupakan lapisan sekresi yang berlapis-lapis yang melindungi membran
mukosa pada traktus pernafasan bagian atas dan memperluasnya di atas
permukaan saluran hidung, sinus paranasal, trakea, faring, esofagus dan ke
dalam perut. Lapisan mukosa bergerak terus-menerus, bergerak melalui aksi
silia. Arah aliran mukus masuk menuju nasofaring.
Mukus merupakan sistem mukoprotein yang agak kental, pseudoplastik.
Di bawah kondisi normal benda-benda asing seperti debu, bakteri, serbuk atau
tetesan minyak terperangkap dalam lapisan dan dikeluarkan dari hidung
menuju nasofaring. Komposisi mukus hidung tidak diketahui secara tepat
karena tidak mungkin untuk mendapatkan sampel yang cocok untuk analisis
kimia.
Mukoprotein telah ditemukan mengandung rantai polimer glukosamin
dan atau asam glukoronat sebagai komponen protein. Ikatan ini dapat berupa
ikatan ionik, ekuivalen (ester anhidrida, hidrogen dan ikatan-ikatan lainnya).
Mukus hidung, dikatakan 6 kali lebih kental dari mukus lambung.
Viskositas sekresi hidung penting untuk keefektifan aksi silia. Bila
terlalu tipis atau terlalu tebal silia tidak mampu untuk menggerakkan lapisan
mukus. Anderson dan Rubin percaya bahwa sedikitnya 20% kasus hidung
gejalanya meningkat karena pengingkatan viskositas yang menyebabkan
kekeringan. Banyak hal yang dapat meningkatkan atau menurunkan produksi
mukus diantaranya temperatur, debu dan alergi, obat (atropin), stimulasi atau
depresi dan serangan virus.
Anatomi dan Fisiologi Hidung (9 : 156)
Rongga hidung adalah panjang, sempit, channel tinggi, dibagi menjadi
dua bagian oleh septum hidung. Beberapa rongga terbuka dalam hidung
disebut kolektif paranasal dan termasuk variasi sinus. Paling banyak rongga
hidung ditutupi oleh membran mukosa yang yang secara ekstrim kaya akan
jaringan kapiler dan mengandung sejumlah kelenjar mukus. Mukus secara
terus-menerus diproduksi dan disekresi dan lapisan mukus secara terusmenerus bergerak maju ke faring dengan aksi pemukulan silia, projeksi
rambut kecil menutupi paling banyak rongga hidung. Proetz, seorang penulis
fisiologi hidung menyatakan bahwa semua penyakit infeksi pada batang
hidung berasal dari satu sumber yaitu kegagalan filter untuk membersihkan
dirinya sendiri. Kelembaban adalah bagian penting dalam mekanisme
pertahanan hidung-silia yang baik, yang secara konstan menarik lapisan
mukosa ke belakang menuju nasofaring.
Mukus merupakan sistem yang kental, psudoplastik, sistem mukoprotein
yang bertindak sebagai pelindung untuk menutupi mukosa sebaik bahanbahan yang terperangkap masuk ke dalam rongga hidung. Di bawah kondisi
normal, benda asing seperti debu, serbuk, bakteri dan tetesan minyak
terperangkap dalam lapisan mukus dan dikeluarkan dari hidung menuju
nasofaring dimana ia akan tertelan atau dikeluarkan.
Aksi silia efektif atau pemukulan silia tergantung pada viskositas mukus.
Banyak simptom yang tidak menyenangkan dalam penyakit nasal adalah
peningkatan viskositas dan dehidrasi sekresi. Beberapa kondisi dapat
meningkatkan atau mengurangi produksi dan atau viskositas mukus.
Diantaranya adalah efek temperatur dan kelembaban, debu, serbuk, dan alergi
lain variasi obat, infeksi bakteri dan virus.
pH normal sekresi hidung kira-kira 5,5-6,5. pH cenderung lebih
meningkat menuju alkali dengan kondisi tertentu seperti dingin umumnya,
rhinitis, sinusitis dan lain-lain. Sekresi nasal muncul untuk mempunyai sedikit
kapasitas dapar dan terus-menerus penggunaan sediaan yang mempunyai nilai
pH beberapa unit menghilangkan dari nilai normal yang dapat mengiritasi dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Sediaan hidung alkali sebaiknya tidak
digunakan untuk kondisi inflamasi akut ketika hanya membuat keadaan
menjadi lebih baik untuk mentoleransi variasi tonisitas yang relatif besar,
larutan isotonis (0,9% NaCl) tampak dapat bercampur dan tidak mengiritasi
hidung, sementara sangat hipo atau larutan hipertonik dapat menyebabkan
iritasi.
Beberapa obat diabsorpsi secara sistemik melalui vaskuler hidung setelah
pemakaian intranasal dan sistem pembawa nasal semipadat dipelajari untuk
mengontrol pembebasan obat. Bagaimanapun sejumlah kecil penggunaan
intranasal merupakan metode rute penggunaan yang baik untuk mencapai
level darah signifikan dari obat.
Absorpsi obat yang diberikan secara intranasal dapat terjadi dari jaringan
pencernaan setelah mereka dialiri dari rongga hidung. Untungnya, paling
banyak obat digunakan secara intranasal diberikan dalam jumlah kecil dari
dosis, efektif yang biasa atau dirusak oleh saluran pencernaan. Potensi untuk
absorpsi melalui rute ini perlu dipertimbangkan, bagaimanapun khususnya
jika sejumlah besar larutan digunakan atau diberikan untuk bayi atau anak
kecil.
Gambar Anatomi Hidung Manusia
4. Absorpsi Obat Pada Hidung (11 : 915)
Terdapat sejumlah kasus dimana absorpsi obat dibutuhkan pada kondisi
saat injeksi parenteral atau pemberian rektal tidak praktis. Pemberian obat
pada pasien yang mual dan muntah memiliki kerugian nyata yaitu kesulitan
menelan obat dan menahan obat dan relatif lambat. Rute intranasal
tampaknya cukup ideal untuk tujuan ini karena kenyamanan dan kemudahan
pemberian.
Tanndorf dan pekerjanya, mempelajari absorpsi hiosin dan atropin dari
mukosa hidung manusia. Mereka menggunakan derajat penghambatan
produksi saliva sebagai test untuk sejumlah obat yang diabsorpsi. Penemuan
mereka menunjukkan kegunaan pemberian nasal untuk penggunaan obat.
Pentingnya rute pemberian dijelaskan.
Dalam semua kasus produksi saliva secara signifikan berkurang di
bawah level kontrol, diikuti pembalikan menuju level normal. Kapsul yang
diberikan secara oral memberikan respon yang paling lambat, diikuti oleh
penggunaan cairan oral. Penundaan dalam kasus ini tampaknya tergantung
pada waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan kapsul dan garam alkaloid
padat.
Injeksi subkutan memberikan respon yang paling nyata dan cepat, dan
penggunaan pada hidung menempati posisi tengah. Pemberian hiosin dalam
garam normal dengan spray tidak menghasilkan respon sebaik penggunaan
pada tetes hidung. Bagaimanapun, ketika 0,01% natrium lauril sulfat
ditambahkan, pengurangan tegangan permukaan membiarkan obat berdifusi
dengan cepat ke daerah absorpsi, dimana obat diabsorpsi dengan baik atau
sedikit lebih baik daripada tetes hidung. Bagaimanapun, pemberian jumlah
obat yang tepat dengan penggunaan spray ditemukan agak sulit.
Penelitian tambahan terhadap kelompok yang termasuk pemberian
sublingual, yang ditemukan lebih baik daripada rute nasal maupun subkutan
dan hanya sedikit lebih baik daripada pemberian oral. Tidak ada komplikasi
sekunder yang ditemukan.
Monto dan Rebuck melaporkan penggunaan vitamin B12 dengan rute
nasal. Penulis menemukan bahwa inhalasi kristalin vitamin B12 dalam
larutan NaCl dan serbuk laktosa menghasilkan respon klinik cukup dan
respon hematologikal dalam 12 persen pasien anemia yang kambuh.
Gambar 24.10.Kecepatan absorpsi 0,65% skopolamin dengan variasi rute,
sebagai catatan oleh perubahan jumlah produksi saliva:
A = injeksi subkutan
B = kontrol nonpengobatan
C = kapsul oral
D = cairan oral
E = tetes hidung
5. Respon Silia Terhadap Obat
Respon silia terhadap obat dan pengaruh lainnya telah diteliti oleh Proetz
dan yang lain. Hasil penelitian ini telah diumumkan dan beberapa penemuan
telah dirangkum sebagai berikut : (11 : 913-915)
1) Larutan NaCl
Silia baik pada manusia maupun kelinci tetap aktif untuk waktu lama
dalam larutan NaCl 0,9% pada suhu antara 25 0C dan 30 0C. Bila
konsentrasi NaCl ditingkatkan, silia pada daerah tertentu berhenti
bergerak. Setelah perlambatan gerakan terjadi di daerah lain. Pada
konsentrasi 4-4,5%, semua aktivitas berhenti. Jika membrane dicuci
dengan air suling lalu dicelup lagi dalam larutan NaCl 0,9% maka
aktivitas pada mula-mulanya berbeda dari kontrol tapi kemudian akan
kembali seperti semula. Bila konsetrasi larutan dikurangi, ketajaman silia
bahkan perlahan-lahan akan berkurang dan permukaan menjadi berkabut,
sekelompok silia bahkan tidak dapat dibedakan. Semua pergerakan akan
berhenti pada konsentrasi 0,2-0,3%. Penambahan NaCl pada berbagai
konsentrasi tidak mampu mengembalikan pergerakan seperti semula. Silia
menjadi rusak permanen bila dipaparkan larutan hipotonis, dalam jangka
waktu yang cukup. Pada dasarnya, efek air suling setara dengan NaCl
yang sangat encer.
2) Pengurangan Ion Kalsium
Penggunaan tartrat, sitrat, oksalat, dan bahkan bahan pengkhelat
lainnya untuk kalsium atau sulfat dan fosfat menghentikan pergerakan
silia bila diberikan dalam garam fisiologis. Sejumlah tetesan mukus
terbentuk pada silia. Transfer kembali ke lingkungan normal akan
mengembalikan aksi silia seperti semula. Pemberian berulang pada tikus
dan kelinci menyebabkan sinusitis akut.
3) Bahan Yang Bercampur Air
Saat obat-obat sulfa populer dalam pengobatan hidung, beberapa
peneliti mempelajari penggunaan propilenglikol tidak larut sebagai
pembawa untuk melarutkan bentuk asam dari sulfa, sehingga mengurangi
kealkalian yang tinggi dari sulfonamida. Meskipun propilengikol murni
sangat hipertonik yang akan menarik dari jaringan di sekitarnya, yang
merupakan sistem yang digunakan untuk penggunaan klinis untuk jangka
waktu yang lama. Alkohol dalam cairan isotonis telah digunakan dalam
konsetrasi sampai 10% terhadap efek yang nyata. Proetz menstimulasi
sekresi mukus dengan penggunaan lokal larutan alkohol (4%) dan gliserin
(4%) dalam larutan garam normal. Hal ini menyebabkan turbinasi pada
pasien dalam posisi duduk. Bila larutan digunakan dalam bentuk tetes,
maka akan timbul rasa sakit.
4) Minyak-minyak
Bila digunakan dalam membran, maka minyak terletak stasioner
sebagai lapisan berat yang menyebabkan gangguan pada aksi silia normal.
Minyak tidak cocok sebagai pembawa karena obat yang terlarut di
dalamnya karena obat-obat tersebut tidak mampu menembus mukosa dan
mencapai lapisan seluler. Minyak-minyak juga berbahaya karena telah
terbukti secara langsung menyebabkan pneumonia lipoid. Namun,
minyak-minyak sayur yang mempunyai asam lemak bebas yang rendah
dikatakan kurang berbahaya
daripada minyak mineral atau minyak
hewan. Penggunaan minyak teriodisasi sebagai medium opak dalam X-ray
untuk sinus dan bronkitelah ditunjukkan sebagai prosedur yang aman.
5) Protein Perak Ringan
Bila protein perak koloidal digunakan pada membran mukosa,
pergerakan silia awalnya dihambat tapi terpulihkan dengan baik setelah
pemberian larutan garam hangat. Edema dan fragmentasi epitelium terjadi
setelah kontak panjang argyrol (10%) dengan mukosa sinus frontal(harus
diketahui bahwa argyrol merupakan kompleks protein perak oksida yang
membutuhkan reaksi alkali kuat).
6) Larutan Perak dan Zink
Pada penggunaan paling sedikit 0,5% perak nitrat menghancurkan
silia. Hasil semua sama ditemukan setelah pemberian zink sulfat.
7) Larutan Kokain
Pada konsentrasi lebih dari 2,5%, kokain memparalisis silia, pada
konsentrasi yang lebih rendah tidak ada efek selain pengerutan dan
penyusutan permukaan.
8) Larutan Efedrin
Konsentrasi efedrin (0,5-1%) dalam larutan garam normal tidak
menghasilkan perubahan aksi silia, dan hal yang sama dapat diasumsikan
pada kebanyakan komponen simaptomimetik sintetik yang umum
digunakan.
9) Kamfer, timol, eukaliptol, mentol, dan bahan-bahan menguap lainnya
Bahan-bahan ini dapat menyebabkan pengurangan pergerakan silia
dan efek yang merugikan lainnya. Pemulihan aktivitas normal diharapkan,
kecuali dengan timol. Larutan dengan konsentrasi kurang dari 0,1% tidak
mempunyai efek yang berarti. Uap tidak berefek.
10) Antibiotik
Penisilin (garam natrium) tidak merusak silia bila digunakan dalam
larutan yang mengandung 250 dan 500 unit/ml (dalam NaCl isotonis).
Pada konsentrasi 5000 unit/ml terjadi penurunan kecepatan pukulan dan
bahkan menghentikan aksi. Suspensi berair tirotrisin (1:2000 dan 1:5000)
menahan pergerakan silia dengan sempurna. Tidak diketahui apakah data
ini dalam perlakuan di bawah kondisi isotonis. Streptomisin dalam garam
isotonis dalam 1000 unit/ml atau kurang, tidak mempunyai efek
pengurangan atau merugikan membran mukosa hidung. Namun Fabricant
melaporkan bahwa penggunaan Na atau Ca Penisilin (Ca atau Na) sampai
5000 unit/ml tidak mempunyai efek pada membran mukosa pernafasan
kelinci.
11) Atropin
Bila diberikan secara oral, atropin menyebabkan pengeringan dan
bahkan perhentian gerakan silia. Pemakaian lokal mengurangi produksi
mukosa.
12) Natrium Sulfarthiazol
Bila diberikan dalam larutan berair 5%, natrium sulfathiazol tidak
mempengaruhi pemukulan silia dengan cepat dan berarti, tapi pada pH
sekitar 10 (alkali tinggi), efek menyengat terjadi setelah pemberian
berulang, tidak hanya pada silia tapi juga pada berbagai lapisan pada
mukosa hidung, yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan. Garamgaram sulfonamida lainnya seperti Na-suldosetamida, yang dapat didapar
di bawah pH tanpa pengendapan, akan menunjukkan sedikit reaksi
kerusakan. Bentuk asam bebas dari sulfonamida, terlarut dalam
propilenglikol
atau
campuran
propilenglikol-air
dikatakan
kurang
mengiritasi.
13) Benzalkonium klorida dan Larutan Kuartener Lainnya
Larutan
berair
benzalkonium
klorida
1:1000
dan
1:2000,
sebagaimana air suling sendiri, menyebabkan penghentian aksi. Tidak
tercatat efek yang merugikan pada efektivitas silia bila digunakan
kuartener pada konsentrasi yang sama dalam larutan ragam isotonis. Baik
pada kontrol garam dan larutan garam kuartener 1:10.000, silia bergerak
aktif apabila dicelup selama 1 jam dalam larutan ini. Tampaknya kuartener
tidak merugikan bila digunakan dalam medium isotonis.
14) Larutan Timerosol
Konsentrasi 1:1000 timerosol atau lebih sangat ekstrim dan
menyebabkan penghentian gerakan silia secara permanen setelah
pemberian 4 menit.
15) Surfaktan Anionik dan Nonionik
Beberapa surfaktan anionik berbeda termasuk Na Lauril Sulfat, Nadioktil sulfosuksinat dan alkil benzen sulfonat telah dicuci pada membran
excise dan intact. Hampir 0,01% dapat ditoleransi tanpa efek. Larutan
0,05% Na-Lauril Sulfat dilaporkan menyebabkan sedikit rasa membakar.
Lebih dari 200 pasien menggunakan larutan yang mengandung 0,01% dan
dilaporkan tidak terjadi sensasi yang berarti pada penggunaanya.
Surfaktan nonionik tampaknya ditoleransi pada konsentrasi yang lebih
tinggi.
6. Syarat-syarat Tetes Hidung (7 : 253)
a. Isotonisitas
Penggunaan larutan berair lambat laun memusatkan perhatian pada
pertanyaan tonisitas karena ditemukan bahwa baik larutan konsentrasi
rendah dan tinggi keduanya menyebabkan iritasi pada membran mukosa
hidung yang tidak nampak jika larutan isotonis atau sedikit hipertonis
digunakan. Jadi, larutan dektrosa isotonis dan larutan NaCl isotonis telah
menjadi bagian dari pelarut untuk sediaan ini.
b. Konsentrasi Ion Hidrogen
Fabricant telah menemukan bahwa pH sekresi hidung orang dewasa
tidak tetap tetapi secara normal bervariasi dari 5,5-6,5, sementara pH
hidung anak-anak pada range 5-6,7. pH cenderung naik menjadi alkali
selama serangan rhinitis akut. Jika terdapat inflamasi kuat, pergeserannya
menuju ke lebih asam. Larutan yang sedikit asam lebih efektif dalam
pengobatan flu dan infeksi sinus. Telah ditemukan bahwa penggunaan
obat alkali dalam hidung cenderung untuk meningkatkan sekresi lebih
alkali.
Sementara
penggunaan
larutan
asam
cenderung
untuk
meningkatkatkan keasaman sekresi. Oleh karena itu, penggunaan tetes
hidung yang lebih alkali selama rhinitis dan rhinosinusitis akut
dikontraindikasikan karena cenderung untuk membuat sekresi abnormal
yang sudah alkali lebih alkali, atau sedikitnya memperpanjang kondisi ini.
Konsentrasi ion hidrogen dalam larutan hidung juga penting untuk
alasan lain. Asam rendah adalah tidak menguntungkan untuk pertumbuhan
bakteri. Perubahan pH juga berhubungan dengan aksi silia normal dan
menghambat aksi perlindungan silia, yang sangat tidak diinginkan.
Telah ditunjukkan bahwa obat dari garam Na sulfonamida telah
merusak aksi silia, aksi menyengat pada membran mukosa dan cenderung
menginduksi sensitivitas obat. Untuk mengatasi alkali kuat, sifat
mengiritasi
dan
penguraian
sulfonamida,
Yonkman
telah
merekomendasikan penggunaan propilenglikol untuk obat-obat ini. Dia
menggunakan 3% larutan propilenglikol sulfathiazol dan 10% larutan
sulfonamida. Larutan sedikit asam dalam reaksinya. Bagaimanapun,
sulfonamida yang umum digunakan dalam tetes hidung adalah
sulfasetamid Na dan sulfisoxazol dietanolamin. Ini adalah sulfonamida
larut dan esensial netral dalam reaksi (pH 7,4-7,5) dan tidak menyebabkan
iritasi disebabkan oleh sulfonamida yang lebih alkali.
7. Pewadahan (16 : 352)
Tetes hidung dibuat dalam jumlah kecil (10 atau 25 ml) dalam botol
gelas berwarna bergalur dengan plastik penyegel dan penetes. Pemilik spray
menyiapkan dalam wadah tipe bertekanan. Penggunaan jangka waktu lama
obat vasokontriktor dalam hidung dapat menyebabkan kerusakan mukosa
hidung.
II.2 Dasar Formulasi
1. Efedrin Sulfat
 Indikasi
Larutan dekongestan nasal digunakan untuk pengobatan rhinitis cold
umum dan untuk rhinitis vasomotor dan rhinitis alergi termasuk demam
Hay dan untuk sinusitis. (6 : 416)
Efedrin digunakan pada pilek (rhinitis) juga menciutkan selaput
lendir yang bengkak. (15 : 340)
 Mekanisme Kerja
Dekongestan nasal adrenergik beraksi dengan perangsangan reseptor
α-adrenergik (excitatory) dari otot lunak vaskuler, menyebabkan
konstriksi arteriol terdilatasi dengan mukosa nasal dan mengurangi aliran
darah dalam daerah bengkak dan engorged. Pembukaan rongga hidung
yang terhalang meningkatkan ventilasi dan aerasi dan drainasi sinus, yang
juga dapat membantu sakit kepala karena sinus. (1 : 644)
Banyak obat dapat meningkatkan penglepasan NE. tergantung dari
kecepatan dan lamanya penglepasan, efek yang terlihat dapat berlawanan.
Tiramin, efedrin, amfetamin, dan obat sejenis menyebabkan penglepasan
NE yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek
simpatomimetik. (4 : 88)
α-agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita
rhinitis alergika atau sinusitis vasomotor dan pada penderita infeksi
saluran nafas atas dengan rhinitis akut. Obat ini menyebabkan
vasokontriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor α1 sehingga
mengurangi
volume
mukosa
dan
dengan
demikian
mengurangi
penyumbatan hidung. (4 : 33)
Sinusitis (12 :993)
Sinusitis adalah radang sinus paranasal.
Gejala subjektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan lesu, serta
gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), sakit kepala yang berat pada pagi hari, nyeri
di daerah sinus yang terkena serta radang nyeri alih ke tempat lain.
Gejala objektif tampak pembengkakan di daerah muka. Sinusitis maksila
terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di
dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang bengkak, kecuali
bila ada komplikasi. Penyebabnya dapat jamur, bakteri dan virus. Kuman
penyebabnya : Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae yang
ditemukan 70% kasus.
Rhinitis (12 : 948)
Gejala : hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada
posisi pasien. Terdapat rhinorea yang mukus atau serosa, kadang agak
banyak. Yang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata. Gejala
memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, asap rokok.
 Efek Samping
Efek samping pada penggunaan efedrin serupa dengan efek samping
pada penggunaan epinefrin, dengan tambahan efek sentral efedrin.
Insomnia yang sering terjadi pada penggunaan kronik, mudah diatasi
dengan pemberian sedatif. (4 : 71)
Pengobatan
dengan
dekongestan
nasal
sering
menimbulkan
hilangnya efektivitas pada pemberian kronik, serta rebound hiperemia dan
memburuknya gejala bila obat dihentikan. Mekanismenya belum jelas,
tetapi mungkin melibatkan desensitilasi reseptor dan kerusakan mukosa
α1-agonis yang selektif lebih kecil kemungkinannya menimbulkan
kerusakan mukosa. Dekongestan nasal terutama berguna untuk rhinitis
akut karena tempat kerjanya yang lebih efektif, tetapi obat-obat ini
cenderung digunakan berlebihan oleh penderita sehingga menimbulkan
penyumbatan yang berlebihan (rebound congestion). (4 : 73-74)
 Kontraindikasi
Semua bahan-bahan adrenergik sebaiknya diberikan dengan peringatan
kepada pasien dengan penyakit tiroid, hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit hati, atau penerimaan antidepresan trisiklik. Dekongestan nasal
sebaiknya tidak digunakan untuk pasien yang sensitif bahkan dosis kecil
dimanifestasikan dengan insomnia, dizziness, asthenia, tremor atau aritmia
tidak diberikan untuk pasien yang menerima inhibitor monoamin oksidase.
(1: 647)
 Peringatan
Efedrin sebaiknya tidak diberikan untuk pasien dengan perawatan
inhibitor monoamin oksodase lebih dari 14 hari.(13 : 12)
 Stabilitas
Akan gelap dengan pemaparan cahaya. (13 : 10)
 Incomp
Kehilangan kejernihannya ketika larutan intravena dari efedrin sulfat
dicampur dengan hidrokortison natrium suksinat, natrium pentobarbital,
natrium quinalbarbiton, atau natrium tiopentena. (11 : 11)
 Alasan Dibuat Tetes Hidung
Karena efedrin sulfat diindikasikan untuk pengobatan sinusitis dan rhinitis
pada hidung dan absorpsinya hanya pada rongga hidung, tidak untuk
sampai ke saluran pernafasan seperti pada inhaler. (11 : 915)
 Alasan Pemilihan Efedrin Sulfat
Kelarutan efedrin sulfat 1 dalam 1,3 bagian air sedangkan efedrin
HCl 1 dalam 4 bagian air. (14 : 1256)
Sulfat dari efedrin kurang mengandung basa efedrin daripada
HClnya. (5 : 823)
Larutan yang sedikit asam lebih efektif pada pengobatan flu dan
infeksi sinus. Penggunaan tetes hidung selama rhinitis dan rhinosinusitis
akut dikontraindikasikan karena cenderung membuat sekresi yang
abnormal yang alkali menjadi lebih alkali dan atau memperpanjang
kondisi ini. (7 : 253)
 Konsentrasi
Secara topikal intranasal untuk dewasa dan anak-anak lebih dari 6
tahun, 2-3 tetes untuk larutan 0,5-3%. (5 : 878)
0,5-3% (1 : 470)
Tetes hidung larutan sulfat 0,5-2%. (15 : 343)
0,5-1% (12 : 12)
0,5-1% (11 : 914)
2. Pengawet dan Pendapar
Pembawa mengandung bahan antimikroba untuk menekan pertumbuhan
bakteri yang ada jika penetes obat dibuka.
Dapar fosfat digunakan untuk tetes hidung (pH 6,5) dapat dibuat sebagai
berikut :
NaH2PO4.H2O
0,65
Na2HPO4.2H2O
0,54
NaCl
0,45
Benzalkonium klorida
0,01-0,1%
Air destilasi
q.s ad 100 ml
Peneliti dan Greenwood, yang melaporkan di atas menunjukkan bahwa
Benzalkonium klorida dalam larutan isotonis tidak mempunyai efek merusak
pergerakan silia, bahkan konsentrasi sampai 1:1000. (11 : 917)
Obat-obat dari kelompok II (atropin, eukatropin, homatropin, penisilin,
dan efedrin) adalah obat-obat yang memiliki stabilitas terbesar pada pH 2-3.
Tapi pada range tersebut aksi terapetiknya sangat minimum. Dengan demikian
untuk menyediakan pembawa yang dapat memberikan stabilitas terbesar yang
seimbang dengan aksi fisiologisnya, maka disarankan penggunaan dapar
fosfat dengan pH 6,5 (Hind dan Goyan) menyarankan dapar dengan pH 6,5.
Larutan di bawah ini direkomendasikan untuk kelompok II dengan pH 6,5
serta isotonis dengan 0,9% NaCl. (7 : 228)
NaH2PO4 anhidrat
0,56%
Na2HPO4 anhidrat
0,284%
NaCl
0,5%
Benzalkonium klorida
1:10.000
API
ad 100 ml
3. NaCl
Digunakan NaCl karena larutan ini setelah dihitung tonisitasnya
ternyata hipotonis sehingga perlu ditambahkan zat pengisotonis agar tercapai
isotonis dengan penambahan NaCl. (7 : 253)
4. Aqua Pro Injeksi
Air untuk injeksi adalah air destilasi bebas pirogen yang digunakan untuk
membuat larutan injeksi. (14 : 1644)
Sejauh ini pembawa yang sering digunakan untuk produk steril adalah
air, karena air merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh. (10 : 1294)
Pembawa untuk larutan hidung sebaiknya : (11 : 917)

Mempunyai pH dalam rentang 5,5-7,5, lebih dipilih kurang dari 7.

Mempunyai kapasitas buffer yang baik.

Isotonik atau mendekati isotonik.

Tidak mengubah viskositas normal mukus.

Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi
nasal.

Dapat bercampur dengan bahan aktif.

Cukup stabil untuk menyimpan aktivitas diperpanjang, sepanjang
penggunaan pasien sendiri.

Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang
mungkin ada melalui penetes.
II.3 Uraian Bahan
1. Efedrin Sulfat (5 : 878; 13 : 11)
Nama resmi
: Ephedrine Sulfas
Sinonim
: Efedrin Sulfat
RM/BM
: (C10H15NO)2.H2SO4 /428,54
RB
:
Pemerian
OH
NHCH3
C
C-CH3
H
H
H2SO4
2
: Sebuk atau kristal putih tidak berbau, menjadi gelap
pada pemaparan cahaya, larutan berairnya praktis
netral terhadap likmus rotasi -30,50-32,50.
Kelarutan
: 1 gr dalam 1,3 ml air atau sekitar 90 ml alkohol, tidak
larut dalam eter, larut dalam 60 bagian gliserol, tidak
larut dalam minyak.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Khasiat
: Dekongestan nasal
Kegunaan
: Zat aktif
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Kehilangan kejernihannya ketika larutan intravena
Efedrin sulfat dicampur dengan hidrokortison natrium
suksinat, natrium pentobarbital, Na quinalbarbiton,
atau Na tiopenten.
Kestabilan
: Tampak stabil dalam larutan dengan perak klorida
koloidal.
Alkaloid
efedrin
menguap
dengan
pemanasan. Larutan efedrin dalam petroleum cair
pemaparan terhadap cahaya dan udara terurai dan
menghasilkan bau seperti bawang.
pH kestabilan
: 4,5-7,0 dalam API (dalam bentuk sediaan steril).
2. Natrium Klorida (8 : 478; 2 : 403; 13 : 635)
Nama resmi
: Natrii Chloridum
Sinonim
: Sodium klorida
RM/BM
: NaCl/58,44
Pemerian
: Hablur heksahidrat, tidak berwarna atau hablur serbuk
putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan
: Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol,
sukar larut dalam etanol (95%) P.
Kegunaan
: Zat pengisotonis
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Larutan berair korosit terhadap Fe, juga bereaksi
membentuk endapan dengan perak dan garam merkuri
Bahan pengoksidasi kuat melepaskan klorin dari
larutan asam
NaCl. Viskositas gel karbomer dan
larutan HgC dan HPC berkurang viskositasnya dengan
penambahan NaCl.
Kestabilan
: Larutan NaCl stabil, dapat menyebabkan pemisahan
partikel gelas dan beberapa wadah tipe gelas tertentu.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering.
pH
: 6,3-7,3 (larutan berair jenuh),0,9% larutan dalam air
isotonik dengan serum.
3. Natrium Dihidrogen Fosfat (8:496; 5:821; 13:641)
Nama resmi
: Monobasic Sodium Phosphate
Sinonim
: Natrium dihidrogen fosfat, natrium asam fosfat
RM/BM
: NaH2PO4/119,98
Pemerian
: Tidak berbau, tidak berwarna atau putih, anhidratnya
berupa serbuk kristal atau granul putih. Larutannya
asam atau melepaskan CO2 dengan natrium karbonat.
Kelarutan
: 1 dalam 1 bagian air, praktis tidak larut dalam alkohol,
kloroform dan eter.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, tempat yang kering dan
sejuk.
Kegunaan
: Bahan pendapar
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Incomp dengan bahan-bahan alkali dan karbonat,
larutannya bersifat asam dan melepaskan CO2 dari
karbonat. Hindari pemberian dengan aluminium, Ca
atau Mg dalam bentuk garam karena dapat berikatan
dengan fosfat dan mengganggu
absorpsinya pada
saluran pencernaan. Interaksi antara Ca dan fosfat
membentuk
kalsium
fosfat yang tidak larut dan
mengendap.
Kestabilan
: Stabil secara kimia pada pemanasan 100 0C, bentuk
dihidrat kehilangan seluruh air kristalisasinya. Pada
pemanasan lebih lama melebur dengan peruraian pada
205 0C membentuk hidrogen pirofosfat (Na2H2P2O7)
dan pada 250 0C meninggalkan residu akhir natrium
metafosfat (NaPO3).
pH
: 4,5 untuk 1% b/v larutan air suhu 25 0C
4. Dinatrium Hidrogen Fosfat (8:493; 5:787; 13:641)
Nama resmi
: Sodium Phosphate
Sinonim
: Natrium fosfat, dibasic sodium fosfat
RM/BM
: Na2HPO4/141,96
Pemerian
: Kristal putih, tidak berwarna, larutannya alkali, tidak
berbau, efforesensi, kristal transparan.
Kelarutan
: 1 gram dalam 4 ml air. 1 gram dalam 5 ml air, praktis
Tidak larut dalam alkohol.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, tempat yang kering dan
sejuk.
Kegunaan
: Bahan pendapar
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Incomp dengan alkaloid antipirin, kloralhidrat, asetat,
pirogalol, resorsinol, striknin, Ca glukonat.
Kestabilan
: Anhidratnya higroskopis. Pada pemanasan 100 oC
kehilangan air kristalnya. Pada suhu 400 0C berubah
menjadi pirofosfat (Na4P2O7), laruran berairnya stabil.
pH
: 9,1, larutan 1% larutan berair bahan anhidrat suhu
250C. Larutan berair jenuh dodekahidrat mempunyai
pH kira-kira 9,5
5. Benzalkonium Klorida (8:23; 5:1164; 13:949)
Nama resmi
: Benzalkonii Chloridum
Sinonim
: Benzalkonium klorida
RM/BM
: [C6H5CH2N(CH3)2R]Cl, R= alkil /+ 360,0
RB
:
CH3
-CH2-N-R
Cl
CH3
Pemerian
: Serbuk amorf, kekuningan, gel tebal, atau lempeng
gelatin, higroskopis, seperti sabun bila disentuh,
sangat pahit, bau aromatis.
Kestabilan
: Larutannya stabil pada range pH dan suhu yang luas.
Larutannya dapat disimpan pada waktu yang lama
pada suhu kamar. Larutan air yang disimpan pada
wadah polivinil klorida atau poliuretan
dapat
kehilangan aktivitas antimikrobanya.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
kontak dengan logam, di tempat yang kering dan sejuk
Kegunaan
: Pengawet
Sterilisasi
: Otoklaf atau penyaringan
Incomp
: Incomp dengan aluminium, alkali, sabun, surfaktan
anionik, sitrat, kapas, fluoresensi, hidrogen peroksida,
iodida, kaolin, lanolin, nitrat, permanganate, surfaktan
nonionik konsentrasi tinggi, AgNO3, salisilat, protein,
sulfonamida, tartrat, ZnO, ZnSO4, beberapa campuran
karet dan plastik.
Kelarutan
: Sangat larut dalam air, alkohol, aseton, praktis tidak
larut dalam eter. Larutannya berbusa jika dikocok.
pH
: 5-8 untuk 10% larutannya.
6. Air Untuk Injeksi (2:96; 3:112)
Nama resmi
: Aqua Sterile Pro Injectionea
Sinonim
: Aqua pro injeksi
RM/BM
: H2O, 18,02
Pemerian
: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik, jika disimpan dalam
wadah tertutup kapas berlemak harus digunakan 3 hari
setelah pembuatan
Kegunaan
: Pembawa/pelarut
Sterilisasi
: Otoklaf
DAFTAR PUSTAKA
1. AMA Drug Evaluation, (1995), Drug Evaluation Annual, 1995, American
Medical Association, America.
2. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.
3. Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV Depkes RI, Jakarta.
4. Ganiswara, S.B., (1995), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi
FKUI, Jakarta.
5. Gennaro, A.R., (1998), Remington's Pharmaceutical Science, 18th Edition, Marck
Publishing Co, Easton.
6. Gilman,G.A., (1994), Goodman and Gilman's The Pharmaceutical Basis of
Therapeutics, Pergamen Press.
7. Jenkins, G.L., (1969), Scoville's:The Art of Compounding, Burgess Publishing
Co, USA.
8. Kibbe,A.H., (1994), Handbook of Pharmaceutical Excipient, The Pharmaceutical
Press, London.
9. King, R.E., (1984), Dispensing of Medication, Ninth Edition, Marck Publishing
Company, Philadelphia.
10. Lachman, L, et all, (1986), The Theory and Practise of Industrial Pharmacy,
Third Edition, Lea and Febiger, Philadelphia.
11. Martin., (1971), Dispensing of Medication, Marck Publishing Company,
Pensilvania.
12. Nuswantari, D., (1998), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta.
13. Reynolds,J.E.F., (1982), Martindale The Extra Pharmacopeia, 28th Edition,
Pharmacetical Press, London.
14. Parfitt,K., (1994), Martindale The Complete Drug Reference, 32nd Edition,
Pharmacy Press.
15. Tjay, T.H., (2000), Obat-obat Penting, Edisi V, Depkes RI, Jakarta.
16. Rawling,E.A., (2003), Bentley Textbook of Pharmaceutics, Eight Edition,
Bailliere, Tindall, London.
TABEL STERILISASI
No
1
2
Nama Alat/
Bahan
Wadah
3
Batang
pengaduk
Pinset
4
Kertas timbang
5
Sendok tanduk
6
7
8
9
10
Efedrin sulfat
Benzalkonium
klorida
Na2HPO4
NaH2PO4
Erlenmeyer
11
Sarung tangan
12
API
13
Gelas ukur
14
NaCl
15
Kertas saring
Metode
Sterilisasi
Oven, 1700C, 1
jam
Oven, 1700C, 1
jam
Oven, 1700C, 1
jam
Oven, 1600C, 1
jam
Autoklaf,
1210C,15 menit
Otoklaf
Otoklaf
Otoklaf
Otoklaf
Oven, 1700C, 1
jam
Autoklaf,
1210C,15 menit
Otoklaf, 1210C,
30 menit
Otoklaf, 1210C,
30 menit
Otoklaf,
penyaringan
Oven, 1600C, 1
jam
Pustaka
Waktu
Mulai Akhir
Paraf
Scov : 286
Parrot:286
Parrot:286
Lachman:623
Parrot:286
MD 28th:11
MD 27th: 228
Exp:493
Exp : 496
Parrot:286
Parrot:286
FI IV : 112
Scoville's:286
MD 28th : 228
Lachman:623
o Alat gelas dibebas alkalikan dengan cara direndam dengan HCl 0,1 N panas
selama 30 menit lalu dibilas dengan air suling.
o Alat yang terbuat dari karet dibebas sulfurkan dengan cara direndam dalam 2%
Na2CO3 dalam 0,1% Na-Lauril Sulfat selama 15 menit.kemudian dibilas dengan
air suling.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk
2. Botol wadah
3. Gelas Ukur
4. Labu Erlenmeyer
5. Penutup karet
6. Sendok tanduk
7. Timbangan
8. Otoklaf
9. Oven
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Aqua pro injeksi
2. Asam klorida
3. Benzalkonium klorida
4. Dinatrium hidrogen fosfat
5. Efedrin sulfat
6. Natrium hidrogen fosfat
7. Natrium karbonat
8. Natrium klorida
(O'Hauss)
III.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan. Bahan disterilkan sesuai dengan
metode masing-masing.
2. Wadah yang akan digunakan ditarer 10 ml, Erlenmeyer ditarer 15 ml.
3. Botol yang digunakan dicuci dengan deterjen lalu dibebasalkalikan dengan
cara direndam dalam HCl 0,1 N panas selama 30 menit lalu dibilas dengan
API lalu disterilkan dengan otoklaf. Begitu pula dengan alat gelas yang lain.
4. Tutup karet dibersihkan dan dibebas sulfurkan dengan cara direndam dalam
Na2CO3 2% mengandung 0,1% Na Lauril Sulfat, dipanaskan selama 15 menit,
didinginkan dan disterilkan dalam otoklaf selama 20 menit.
5. Alat dan bahan yang akan digunakan disterilkan dengan metode yang sesuai.
6. Bahan ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan.
7. Dibuat pengenceran benzalkonium klorida dengan cara 50 mg benzalkonium
klorida dilarutkan dalam 10 ml API kemudian dipipet 3 ml, dan diadkan 10 ml
API, lalu dipipet 1 ml. (1 ml ~ 1,5 mg benzalkonium klorida) .
8. Dibuat pengenceran Na2HPO4 dengan cara 71 mg Na2HPO4 dilarutkan dalam
5 ml API, dipipet 3 ml.(~ 42,6 mg Na2HPO4)
9. Dibuat pengenceran NaCl dengan cara ditimbang 69 mg NaCl, diadkan 5 ml
API dan dipipet 3 ml.(~ 41,25 mg NaCl)
10.Dibuat larutan pembawa dengan cara melarutkan Na2HPO4, NaH2PO4, NaCl
dalam API sebanyak 10 ml dan dimasukkan 1 ml benzalkonium klorida,
dihomogenkan.
11. Efedrin dilarutkan dalam 2 ml API lalu dicampurkan ke dalam pembawa
nomor (10) dan dihomogenkan.
12. Dicek pH larutan (6,5)
13. Dicukupkan volumenya hingga 15 ml.
14. Dimasukkan ke dalam wadah yang telah dikalibrasi sebanyak 10 ml dan
disterilkan sediaan akhir dengan otoklaf pada suhu 121 0
Download