DEPRESI PADA LANJUT USIA I. PENDAHULUAN Angka harapan hidup di dunia meningkat. Sepuluh persen populasi dunia merupakan lanjut usia (usia di atas 65 tahun). Peningkatan harapan hidup tersebut bagi bidang kesehatan jiwa menyebabkan meningkatnya kondisi penyakit seperti Alzheimer’s, demensia, dan gangguan depresi. Depresi dialami oleh satu dari sepuluh orang yang lanjut usia, sehingga gangguan depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang tersering pada lanjut usia.(1) WHO (World Health Organization) pada tahun 2020 memperkirakan depresi unipolar menjadi beban penyakit diperingkat kedua.(2) Prevalensi depresi dan sindrom depresi dilaporkan antara 1 – 4 % (sekitar 3%) dan 10-15 %. Angka bunuh diri yang tinggi pada lanjut usia sekitar 1,3 orang setiap hari berhasil melakukan bunuh diri. Depresi pada lanjut usia memiliki perbedaan gambaran klinis, etiologi, respon terhadap terapi dan prognosis dibandingkan depresi yang muncul pada usia muda. Depresi pada lanjut usia dihubungkan adanya penurunan fungsi yang memerlukan tempat perawatan, meningkatkan persepsi mengenai kesehatan yang buruk, stres pada keluarga, komorboditas penyakit fisik, memperlambat proses perbaikan penyakit (seperti stroke), biaya kesehatan yang mahal, dan kematian prematur yang disebabkan oleh bunuh diri.(1) Penemuan kasus depresi pada lanjut usia di komunitas merupakan masalah yang serius dan kurang dari 20% kasus dapat dideteksi maupun diterapi.(3) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Peningkatan angka harapan hidup yang menyebabkan jumlah populasi lanjut usia juga meningkat, diperkirakan jumlah lanjut usia yang mengalami depresi akan meningkat.(1) Penelitian menunjukkan prevalensi lanjut usia di komunitas yang mengalami gejala depresi adalah 14-20%. Prognosis keadaan depresi pada lanjut usia adalah buruk. Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada lanjut usia menunjukkan bahwa prognosis setelah 24 bulan adalah hanya 33 % membaik 33% tetap mengalami depresi, dan 21% meninggal.(3) Angka bunuh diri pada lanjut usia tinggi sekitar 1,3 berhasil melakukan bunuh diri. Penyebab bunuh diri tersering pada lanjut usia adalah penggunaan senjata api dan gantung diri pada laki-laki lanjut usia sedangkan pada wanita adalah meracuni diri-sendiri dan gantung diri.(3) 2.2 Faktor Risiko Penelitian meta-analisis yang dilakukan oleh Cole dan rekan mendapatkan lima faktor risiko tertinggi yang berperan munculnya gejala depresi pada usia lanjut adalah keadaan berkabung, disabilitas, gangguan tidur, riwayat depresi sebelumnya, dan sering pada wanita(2, 3) Tabel 1: Faktor Risiko dari hasil meta-analisis dari penelitian prospektif pada depresi lanjut usia Faktor Risiko Odds Ratio Probabilitas Usia Tua 1,2 91 Wanita 1,4 100 Pendidikan rendah 1,5 95 Tidak menikah 1,0 50 Disabilitas 2,5 100 Berkabung 3,3 99 Sosial ekonomi rendah 1,2 80 Status kesehatan fisik yang 1,8 91 buruk Gangguan kognitif 2,1 93 Gangguan tidur 2,6 100 Kesepian 1,7 92 Riwayat depresi 2,3 97 Penyakit medis 2,1 86 Sumber : Cole MG, Dendukuri N. Risk Factors for Depression Among Elderly Community Subjects:A Systematic Review and Meta-Analysis). Am J Psychiatry 2003; 160:1147–1156. Komorbiditas penyakit, gangguan yang berhubungan dengan umur serta obat-obatan meningkatkan kerentanan terhadap depresi walaupun ini belum diketahui keterlibatan perubahan patologi yang mengakibatkan depresi. Penyesuaian psikologis atau fisik terhadap penyakit kronis mungkin pencetus terhadap munculnya depresi. Beberapa kondisi berhubungan dengan depresi meliputi penyakit serebrovaskular (stroke, demensia vascular, parkinson), diabetes mellitus, dan penyakit jantung coroner. (2, 3) Tabel 1: Faktor Risiko Penyebab Gejala Depresi Kondisi medis yang berhubungan dengan depresi Infeksi virus Penyakit endokrin (tiroid, sindrom chusing, insufisiensi adrenal, hiperparatiroid) Keganasan Penyakit Parkinson Infark Miokard Gangguan metabolic (defisiensi B12 atau asam folat, dan malnutrisi) Obat-obatan berhubungan mood depresi Benzodiazepin Beta bloker Steroid Obat Anti-parkinson Sumber : Varma,Sozeri G. Depression in the Elderly : Clinical Feature and Risk Factor. Aging and Disease.2012.3(6): 465-471. 2.3 Psikodinamika. Ruden pada tahun 2003 mengemukakan formulasi dinamika untuk depresi yaitu kerentanan narsisistik dipandang sebagai hal yang mendasari untuk terjadinya depresi. Kerentanan ini menyebabkan sensitivitas terhadap kekecewaan dan penolakan sehingga mudah memicu kemarahan yang mengarah pada perasaan bersalah dan tidak berharga. Kemarahan yang diarahkan ke dalam diri sendiri menyebabkan cedera pada harga diri mereka yang kemudian meningkatkan kerentanan narsistik dan seterusnya seperti lingkaran setan. Pertahanan mental yang digunakan seperti denial, proyeksi, pasif agresif, identifikasi terhadap aggressor, dan rekasi formasi bertujuan untuk mengurangi perasaan yang menyakitkan tetapi menghasilkan intensifikasi depresi. Presipitasi untuk munculnya depresi dalam model integrasi mencakup kehilangan atau perasaan penolakan, kegagalan untuk hidup sesuai dengan ego ideal yang sempurna dan hukuman superego terhadap fantasi seksual dan agresif. Gambar 1 : Siklus dalam depresi : kerentanan narsisistik dan kemarahan Sumber : Busch FN, Rudden M, Shapiro T. Development of Psychodynamic Model of Depression In Psychodynamic Treatment for Depression. American Psychiatric Publishing. Washington DC. 2004 Formulasi psikodinamika depresi yang lain adalah adanya usaha individu untuk mengatasi harga diri yang rendah oleh karena idealisasi dan devaluasi. Ego yang ideal dengan standar yang sangat tidak realistis berkembang meningkatkan kekecewaan dan devaluasi diri saat standar tidak dapat dipenuhi. Kekecewaan mengarah kepada perasaan marah terhadap diri sendiri. Keadaan ini bergantian dengan individu mendevaluasi orang lain untuk menjaga harga diri namun agresi dalam sikap ini memicu hukuman dari superego. Selain itu perilaku agresif bisa mengarah pada pasien mengasingkan diri dari orang lain sehingga menambah perasaan diabaikan dan penolakan.(4) Gambar 2 : Siklus pada depresi: harga diri rendah dan idealisasi/devaluasi. Sumber : Busch FN, Rudden M, Shapiro T. Development of Psychodynamic Model of Depression In Psychodynamic Treatment for Depression. American Psychiatric Publishing. Washington DC. 2004. 2.4 Gambaran Klinis Gejala utama gangguan depresi mayor adalah mood depresi dan kehilangan minat / keinginan dan / atau kesulitan dalam menikmati hidup (anhedonia). Diagnosis depresi berat jika gejala utama ditambah dengan tiga gejala lain berlangsung selama 2 minggu. Gejala lain tersebut adalah perasaan bersalah yang berlebihan, kelelahan, kehilangan energi, agitasi, penurunan perhatian dan kesadaran,putus asa, masa depan suram, keinginan mengakhiri hidup, nafsu makan menurun, gangguan tidur, disfungsi seksual dan gejala somatik seperti sakit kepala dan punggung. Gangguan depresi mayor berdasarkan DSM-5 bisa terlihat sebagai episode tunggal atau berulang. Kelelahan dan berkurangnya energi merupakan gejala utama berdasarkan ICD-10. Gejala depresi pada lanjut usia muncul sebagai minor subsindromal yang tidak memenuhi kriteria diagnosis gangguan depresi mayor tetapi mengganggu fungsi. Diagnosis depresi pada lanjut usia sulit dikarenakan gambaran klinis depresi bervariasi dan tidak tipikal sehingga sistem diagnosis yang berdasarkan kriteria diagnosis tidak ada yang spesifik untuk gangguan depresi pada lanjut usia. Hal terpenting pada lanjut usia adalah mereka susah untuk mengekspresikan mood depresinya sehingga tidak terungkapkan dalam bentuk keluhan utama. Keluhan yang sering muncul karena mudah untuk mereka ungkapkan adalah gejala vegetatif seperti hilangnya nafsu makan, gangguan tidur, dan gejala somatik (konstipasi dan nyeri). Keluhan tersebut sering dipikirkan sebagai bagian di keluhan penyakit medis. Keluhan hipokondriasis, psikomotor agitasi maupun retardasi, dan gejala psikotik pada lanjut usia lebih menonjol dibandingkan usia muda. Gangguan pikiran yang sering mengiringi depresi pada lanjut usia adalah waham presekutori dan waham menderita penyakit berat. Waham nihilistik dapat menyertai gejala depresi pada usia yang lebih tua. Gangguan perhatian, konsentrasi, gangguan eksekutif dan gangguan fungsi kognitif seperti ingatan jangka pendek serta proses mengingat kembali dapat terlihat pada gangguan depresi mayor pada lanjut usia.(2, 5) Tabel 3: Perbandingan gejala depresi pada pasien lanjut usia dan usia muda Gejala Tipikal Tidur (insomnia atau tidur yang berlebihan) Minat (anhedonia) Perasaan bersalah Energi Konsentrasi Afek (disforia) Perubahan psikomotor Suicide Keluhan Lain: Kecemasan Menonjol pada Lanjut usia Menonjol pada Usia Muda XX X X XX X X X XX X X XX XX X X X XX X Berkurangnya makan atau badan Keluhan lupa Nyeri Kelelahan Psikotik nafsu berat X X XX X XX XX X X Sumber : Frank C. Pharmacologic treatment for depression in elderly. Canadian Family Physician Journal. 2014; 60: 121-126. Tabel 4 : Perbedaan depresi lanjut usia dan usia muda Variabel Angka gangguan kardiovaskular Depresi di keluarga Abnormalitas Substansia Putih Disfungsi Fungsi Eksekutif Suicide Apati dan perubahan Psikomotor Komorbid gangguan psikiatri Depresi pada Lanjut usia Tinggi Depresi pada Usia Muda Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Sumber : Varma GS. Depression in Elderly: Clinical Features and Risk Factor. Aging and Disease Journal. 2012; 3(6): 465-471. 2.5 Diagnosis Banding Diagnosis depresi pada orang tua sering diabaikan sebagai gejala yang disalah artikan sebagai hal yang normal sebagai proses penuaan atau komorbiditas kondisi demensia atau delirium. Diagnosis dan penilaian depresi pada lanjut usia penting mempertimbangkan variasi gejala klinis yang khas dan kemungkinan komorbiditas yang membingungkan. Depresi dapat muncul dengan gejala yang mirip dengan gejala delirium dan demensia.(6) Tabel 5: Perbedaan gambaran klinis Depresi, Delirium, dan Demensia Gambaran Onset Durasi Delirium Demensia Depresi Tiba-tiba, sering pada Kronis dan berlahan Tidak terduga dan senja hari tidak diketahui bertepatan dengan adanya perubahan kehidupan Berjam-jam atau kurang Bulan hingga tahun Bulan hingga tahun dari satu bulan serta jarang memanjang. Progresifitas Tiba – tiba, fluktuatif Pikiran Disorganisasi, melambat, inkoheren Memori Terganggu, mendadak,kehilanagan memori segera tampak nyata Kebingungan terjadi Sering terganggu, nocturnal menggelandang pada malam hari Menurun Sadar Fluktuatif, letargi, Normal hipervigilans Terganggu, fluktuatif Normal Tidur Kesadaran Kewaspadaan Perhatian Berlahan menetap Variabel dan tidak menetap Kemiskinan pikiran, Preokupasi dengan kurang pertimbangan, ketidakberdayaan, dan sulit menemukan kata pada umumnya negatif Terganggu Selektif , sebagian Terbangun lebih awal Sadar Normal Gangguannya minimal tetapi mudah teralih Sumber : Tilyard M. Assessment and management of Depression in Older Addults. Best Practice Journal. 2011. 2.5 Penilaian Psikometri Geriatric Depression Scale (GDS) dikembangkan sebagai instrumen skrining dan penilaian untuk depresi pada lanjut usia memiliki dua versi 30 pertanyaan dan 15 pertanyaan. Spesifitas instrumen GDS berkurang jika digunakan untuk demensia berat. GDS-15 memberikan nilai yang bisa digunakan untuk menilai tingkat keparahan depresi dan memantau efek pengobatan.Instrumen psikometri lain adalah SELFCARE, the Brief Assessment Schedule Depression Cards (BASDEC), dan the Cornell Scale for Depression in Dementia yang dikembangkan oleh Alexopoulos pada tahun 1988 ,untuk skrining depresi pada demensia berat. Penilaian kognisi pada lanjut usia dengan gangguan dapat digunakan adalah General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG), the Mini-Mental State Examination (MMSE) (Rekomendasi B).(6, 7) 2.6 Penatalaksanaan 2.6.1 Farmakologi Penatalaksanaan farmakologi pasien lanjut usia dengan depresi merupakan tantangan mengingat sering memiliki komorbiditas dengan penyakit fisik. Hal ini berkaitan dengan meminimalkan interaksi obat serta respon terapi yang terjadi. Pemberian antidepresan memiliki efikasi yang rendah pada demensia. Pemberian inhibitor kolinesterase lebih dipertimbangkan untuk mengatasi gejala depresi seperti apati dan berkurangnya inisiatif dimana antidepresan tidak membantu untuk gejala tersebut. Prosedur pemilihan antidepresan meliputi respon pengobatan sebelumnya, kondisi yang mengikuti ( misal : menghindari antikolinergik untu pasien hipertrofi prostat), jenis depresi (bipolar atau unipolar dan psikotik), obat-obat lain yang diminum, dan risiko overdosis. Pemilihan obat dapat mempertimbangkan gejala menonjol yang menyertai seperti jika nyeri dapat diberikan duloxetine atau nortiptilin sedangkan kecemasan dapat diberikan mirtazapine). Pemilihan terapi antidepresan adalah yang memiliki risiko interaksi obat rendah. Pilihan yang baik meliputi citalopram,sertraline, venlafaxine, bupropion, dan mirtazapine (Rekomendasi C). Trisiklik antidepresan harus dihindari pada pasien yang mengalami gangguan konduksi jantung atau hipotensi postural (Rekomendasi B). Pemberian benzodiazepine memiliki efek mengatasi gejala kecemasan tetapi dalam waktu jangka pendek hingga antidepresan mulai bekerja dan klinisi harus menghindari penggunaan benzodizepin untuk gejala depresi pada lanjut usia (Rekomendasi B). Tabel 6: Antidepresan untuk Lanjut usia Sumber : Wiese BS. Geritaric Depression: The Use of Antidepressan in the elderly. BC Medical Journal.2011; 53(7): 341-47. Pedoman pemantauan dan titrasi oleh CCSMH merekomendasikan dosis dimulai dengan setengah dari dosis awal yang biasa diberikan pada dewasa muda dengan titrasi berdasarkan toleransi dan respon terapi selama 1 bulan hingga mencapai dosis awal yang biasa diberikan tetapi jika dosis awal tersebut selama 2 minggu tidak memberikan efek maka dosis dapat dinaikan. Rekomendasi titrasi dosis dilakukan secara bertahap hingga dosis maksimum, efek samping yang rendah, dan perbaikan gejala. Pada geriatri dikenal dengan mulai dengan dosis rendah dinaikan pelan. Perubahan obat harus dipertimbangkan jika pasien tidak mendapat respon setelah 4 minggu atau hanya memiliki respon parsial setelah 8 minggu saat dosis maksimum telah tercapai (rekomendasi C). Penggantian obat dapat menggunakan obat pada kelas yang sama maupun kelas yang berbeda. Penggunaan obat pengganti mungkin memiliki risiko toksisitas serotonin yang meningkat dibandingkan obat awal, biasanya tidak diperlukan penghentian obat sama sekali sebelum memulai obat yang baru. Pemberian obat baru dapat dimulai dengan dosis terendah dari dosis inisial. Augmentasi dengan memberikan penambahan antidepresan lain, litium, atau antipsikotik atipikal harus dihindarkan dengan pasien yang memiliki masalah medis dan risiko interaksi obat. Terapi rumatan antidepresan dianjurkan diberikan minimal selama 12 bulan mulai dari waktu remisi (hingga 2 tahun) (Rekomendasi B). Penelitian menunjukkan bukti bahwa tingkat kekambuhan yang tinggi setelah penghentian terapi pada lanjut usia dibandingkan usia muda. Keputusan untuk memberhentikan terapi dilakukan dengan cara menurunkan dosis antidepresan selama beberapa bulan dengan memonitor kekambuhan (Rekomendasi D yang merupakan pendapat ahli). Pemberian terapi tanpa waktu yang terbatas diberikan kepada pasien yang mengalami depresi berat, riwayat depresi berulang, memerlukan ECT, atau hanya mengalami resolusi gejala yang parsial (Rekomendasi D). Kondisi khusus seperti depresi dengan gejala psikotik memerlukan rujukan ke psikiatri geriatrik jika memungkinkan. Electroconvulsive Therapy (ECT) bisa disarankan lebih awal jika muncul depresi dengan gejala psikotik. ECT bisa disarankan diberikan jika antipsikotik dan antidepresan tidak efektif (Rekomendasi D).(5, 8) Kondisi demensia dengan depresi dapat diberikan antidepresan dengan efek antikolinergik yang minimal seperti escitalopram, citalopram, sertraline, moclobemide, venlafaxine, atau bupropion (Rekomendasi C). 2.6.2 Electroconvulsive Therapy Terapi elektrokonvulsif bisa merupakan terapi yang untuk depresi dengan pikiran suicide yang tidak respon dengan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Harm Pieter dan rekan-rekan menunjukkan bahwa terdapat kecepatan remisi yang jauh lebih tinggi jika dilakukan terapi elektrokonvulsif pada pasien depresi berat di lanjut usia.(8, 9) 2.6.2 Non-Farmakologi Psikoterapi yang dianjurkan untuk depresi pada geriatrik yaitu termasuk terapi perilaku, terapi kognitif-perilaku, pemecahan masalah, terapi dinamik yang singkat, dan terapi interpersonal (Rekomendasi A). Hal yang penting harus diperhatikan adalah mempertimbangkan konteks sosial dan lingkungan masing-masing pasien. Penelitian menunjukkan memperbaiki sosialisasi dan pendekatan suportif melalui terapi musik dan aktivitas dapat mencegah dan memperbaiki keadaan depresi (Rekomendasi A).(5, 9) LAMPIRAN(10) Skema 1 : Alur deteksi depresi pada lanjut usia Sumber :Kitching D, Raphael B. Consensus Guidelines for Assessment and Management of Depression in the Elderly. NSW Health. Australian. 2001. Skema 2 : Penggunaan terapi antidepresan pada pasien lanjut usia Sumber : Kitching D, Raphael B. Consensus Guidelines for Assessment and Management of Depression in the Elderly. NSW Health. Australian. 2001. Skema 3 : Manajemen depresi dengan gangguan kognitif pada presentasi awal Sumber : Kitching D, Raphael B. Consensus Guidelines for Assessment and Management of Depression in the Elderly. NSW Health. Australian. 2001. Skema 4 : Manajemen depresi pada pasien demensia Sumber : Kitching D, Raphael B. Consensus Guidelines for Assessment and Management of Depression in the Elderly. NSW Health. Australian. 2001. KESIMPULAN Peningkatan harapan hidup tersebut bagi bidang kesehatan jiwa menyebabkan meningkatnya kondisi penyakit seperti Alzheimer’s, demensia, dan gangguan depresi. Depresi dialami oleh satu dari sepuluh orang yang berlanjut usia, sehingga gangguan depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang tersering pada lanjut usia. Prognosis depresi pada lanjut usia adalah buruk. Depresi pada lanjut usia dihubungkan adanya penurunan fungsi yang memerlukan tempat perawatan, meningkatkan persepsi mengenai kesehatan yang buruk, stres pada keluarga, komorboditas penyakit fisik, memperlambat proses perbaikan penyakit (seperti stroke), biaya kesehatan yang mahal, dan kematian prematur yang disebabkan oleh bunuh diri. Penemuan kasus depresi pada lanjut usia di komunitas merupakan masalah yang serius dan kurang dari 20% kasus dapat dideteksi maupun diterapi. Hal ini disebabkan karena gejala depresi pada lanjut usia tidak khas. Pemilihan terapi farmakologi menjadi masalah karena banyak lanjut usia menggunakan poli farmasi untuk kondisi fisiknya sehingga menyebabkan interaksi obat dan memperberat fungsi organ dari pasien lanjut usia. Hal ini menyebabkan kualitass hidup lanjut usia menjadi menurun sehingga penanganan depresi lanjut usia memerlukan penanganan yang terintegrasi dengan disiplin ilmu kedokteran yang lain karena mengingat angka komorbiditas penyakit fisik sangat tinggi. DAFTAR PUSTAKA 1. Wiese BS. Geriatric depression: The use of antidepressants in the elderly. BCMJ. 2011;53(7):341- 7. 2. Sozeri-Varma G. Depression in the elderly: clinical features and risk factors. Aging and disease. 2012;3(6):465-71. 3. Cole MG, Dendukuri N. Risk factors for depression among elderly community subjects: a systematic review and meta-analysis. American Journal of Psychiatry. 2003;160(6):1147-56. 4. Busch F, Rudden M, Shapiro T. Psychodynamic Treatment of Depression: Development of a psychodynamic model of depression (pp. 13–30). Arlington. American Psychiatric Publishing, Inc; 2004. 5. Frank C. Pharmacologic treatment of depression in the elderly. Canadian Family Physician. 2014;60(2):121-6. 6. Tilyard M, editor. Assessment and management of Depression in Older Adults. Dunedin, New Zealand: Best Practice Journal (BPJ); 2011. 7. Baldwin R. Psychiatry in the Elderly. THIRD EDITION ed. Oxford Oxford University Press; 2001. 644-7 p. 8. Buchanan D FM, Rivard T,Cappeliez P, Frank C, Janikowski P. . National Guidelines for Seniors'Mental Health : The assessment and Treatment of Depression. Canadian Journal of Geraitrics. 2006;9:552-8. 9. Spaans H-P, Sienaert P, Bouckaert F, van den Berg JF, Verwijk E, Kho KH, et al. Speed of remission in elderly patients with depression: electroconvulsive therapy v. medication. The British Journal of Psychiatry. 2015;206(1):67-71. 10. David Kitching BR. The Consensus Guidelines for the Assessment and Management of Depression in the Elderly. New Zealand. 2001.