MENGENAL SELF HARM ADHIKA ANINDITA 2 DESEMBER 2020 By MesserWoland - own work created in Inkscape, based on the graphics by Niki K, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=1681990 OUTLINE Ilustrasi kasus Batasan Besaran masalah Motif Penanganan ILUSTRASI KASUS • Kasus A: Seorang wanita, 23 tahun, dengan riwayat terpisah dari ibunya yang meninggal ketika A berumur 2 tahun, ayahnya kemudian menikah lagi dan meniggalkan A pada nenek A. A memiliki keluhan sering merasa hampa dengan intensitas yang tinggi dan menyayat lengannya untuk menghilangkan rasa hampa tersebut. • Kasus B: Seorang laki-laki berumur 19 tahun, mahasiswa, tidak memiliki keluhan terkait kesehatan mental sebelumnya. Pada suatu malam saat berkumpul dengan teman-temannya dan menikmati social drinking, B bertengkar hebat dengan pacarnya, meminum lebih banyak dari kebiasaannya dan kemudian menenggak 2 strip Panadol yang ditemukannya. • Kasus C: Seorang wanita, 50 tahun, dengan riwayat depresi pasca melahirkan, merasa tertekan dan sedih karena merasa ditinggalkan oleh anaknya yang akan menikah, setelah prosesi pernikahan pasien mencoba untuk menyayat lehernya karena mendengar suara yang menyuruhnya melakukan hal tersebut. BATASAN Perbedaan batasan dari self-harm • NICE (UK) : tindakan meracuni diri sendiri atau mencederai diri sendiri, tanpa memandang tujuan dari tindakan tersebut. • WHO : tindakan dengan akibat yang non-fatal, yang mana seseorang dengan sengaja melakukan perilaku yang dapat melukai diri sendiri atau dengan sengaja menelan suatu zat lebih dari yang diresepkan atau dosis wajar, dengan tujuan mewujudkan perubahan melalui konsekuensi fisik. (Platt et al., 1992) METODE: (Hawton et al., 2002; Meltzer et al., 2002; Klonsky et al.,2003) • Self injury : segala tindakan yang menyebabkan kerusakan jaringan permukaan: menyayat (≥70%) , memukul / membenturkan diri (21-44%), membakar diri (15-35%) • Self poisoning : mengkonsumsi zat yang berbahaya atau minum obat melebihi dosis yang diresepkan / dosis wajar. Metode yang paling banyak datang ke emergency. Sebagian besar menggunakan lebih dari satu metode. • Dua komponen: Suicidal dan NSSI (Klonsky, Victor, & Saffer, 2014; Whitlock & Knox, 2007) • Suicidal behavior: ide, perencanaan, percobaan • NSSI (Non Suicidal Self Injury): tanpa niatan sadar untuk bunuh diri • Bukan penyakit Perilaku (maladaptive coping mechanism) • Dapat menjadi bagian dari gangguan mental (BPD, depresi, ansietas, dll) BESARAN MASALAH • Angka kejadian self harm seumur hidup diperkirakan sekitar 5–6% di UK dan US (Klonsky et al, 2011;Meltzer et al., 2002) • Umur onset 14-24 tahun. (Klonsky et. al, 2003) • 8.9-13% dari remaja (14-16 tahun) melaporkan paling sedikit satu kali self harm selama hidup mereka. (Rasmussen et al, 2016; Hawton et al., 2002). • Self harm paling banyak terjadi pada remaja dan dewasa muda. (Meltzer et al., 2002). • Remaja perempuan tiga kali lebih banyak melakukan self harm dibanding lakilaki. (Hawton et al., 2002). • Remaja dan dewasa muda dengan self harm berisiko lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri, terutama yang menggunakan metode yang fatal. (Olfson et al., 2018) WHY? • Angka kejadian lebih tinggi pada pasien dengan depresi, ansietas, penyalahgunaan zat, dan gangguan kepribadian ambang. https://www.andonix.com/wp-content/uploads/2020/02/Iceberg-of-Ignorance-1.jpg • Adanya ketakutan terkait kebocoran rahasia, stigma, dianggap mencari perhatian, dan menerima reaksi yang negatif. • Diperberat dengan adanya depresi, ansietas, ide suicide, dan keyakinan bahwa seseorang HARUS sanggup menghadapi masalahnya sendiri. • Sebagian besar mencari pertolongan dukungan informal (teman). Curtis et al, 2018 • Padahal, anak dan remaja mengidentifikasi orang tua sebagai fasilitator kunci untuk mencari pertolongan. • Apa yang dinilai membantu dari orang tua: • Talk and listen • Referral /connection to adults • Formal organization • Reduce stigma and ensure confidentiality • Family context • Sementara, orang tua butuh hal-hal ini untuk menolong dirinya sendiri dan anaknya: • Support • Information Curtis et al, 2018 MOTIF • Multifaktor, dan dapat berubah-ubah • Perilaku impulsif • Dorongan putus asa dari depresi • Pengaruh gejala psikotik https://www.nami.org/About-Mental-Illness/Common-with-Mental-Illness/Self-harm https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/self-harm/about-self-harm/ PSYCHOLOGICAL SURVIVAL. (KLONSKY, 2007; EDMONSON ET AT, 2015) : • • • • • • • Affect-regulation Managing dissociation Punishment Interpersonal influence Anti-suicide Defining boundaries Sensation-seeking https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3639784/ayo-cari-bantuan-ini-tanda-tanda-self-harm-yang-harus-diketahui (Klonsky, 2007; Edmonson et at, 2015) • Gratification • Experimenting • Protection • Developing sense of personal mastery • Responding to sexuality • Validation • Self as belonging / fitting in • Having a personal language https://www.rehab-recovery.co.uk/wp-content/uploads/2020/04/self-harm.jpg RASMUSSEN ET AL, 2016 • Responden perempuan hampir 2,5 kali lebih banyak dari responden laki-laki dalam melaporkan self harm (11.8% vs 5.2%) • “To get relief from a terrible state of mind” merupakan motif yang paling banyak dilaporkan (62.5%) • “To frighten someone” (14.8%), “To get my own back on someone” (10.2%), dan “To get some attention” (12.5%) merupakan motif yang paling sedikit dilaporkan. • Lebih banyak responden laki-laki yang melaporkan motif interpersonal sementara lebih banyak responden perempuan yang melaporkan motif intrapersonal. • Lebih dari setengah yang melaporkan self harm (55.6%) melaporkan lebih dari satu motif. • Selama 6 bulan periode follow-up, 26.1% responden melakukan self harm ulang. • Motif “To get relief from a terrible state of mind” dan motif “To find out whether someone really love me” terkait dengan perilaku self harm berulang. • Hanya motif intrapersonal yang ditemukan berhubungan secara bermakna dengan perilaku self harm berulang dalam 6 bulan periode follow up. RASMUSSEN ET AL, 2016 PENANGANAN DARI SISI: • Yang melakukan self harm: • Mengembangkan skill untuk regulasi emosi • Pengalihan (kegiatan, pikiran, atensi, meninggalkan situs, self soothing) • Praktek mindfulness • Caregiver dan peer group: • Active listening • Mengembangkan empati dan non-judgemental • Memastikan lingkungan aman dan menyamankan • Membantu mencari rujukan / pertolongan baik informal maupun formal McKay, Wood, & Brantley, 2007; Curtis et al, 2018 TAKE HOME MESSAGE • Self harm merupakan suatu bentuk coping mechanism yang maladaptive, dan dapat menjadi bagian dari gangguan jiwa. • Angka kejadian self harm cukup tinggi pada usia remaja dan dewasa muda, dengan angka kejadian lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan. • Self harm memiliki berbagai bentuk dan motif. Seseorang dapat memiliki beberapa motif sekaligus dan berbeda motif tiap melakukan self harm. • Self harm dapat menjadi fatal akibatnya, karenanya membutuhkan assesment dan pertolongan. • Ada kebutuhan untuk didengar, diempati, tidak dihakimi, dan diberi rasa aman bagi seseorang yang melakukan self harm. TERIMA KASIH https://i.etsystatic.com/14347866/r/il/7b2195/2025386321/il_794xN.2025386321_i3zw.jpg