Uploaded by jerome temen

KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN A

advertisement
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FISIK II
KINETIKA REAKSI ION PERMANGANAT DENGAN ASAM OKSALAT
Oleh :
Nama
: Berta Yuda Sisilia Putri
NIM
: 131810301051
Kelompok / Kelas
: 4/B
Nama Asisten
: Lutfiyah Septi A.
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinetika kimia merupakan bidang ilmu yang mendalami dan mempelajari aspek
gerak molekul dalam suatu reaksi serta beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Subjek kajian kinetika kimia berkaitan dengan pengukuran dan penafsiran tingkat (orde)
suatu reaksi kimia. Subjek yang paling umum adalah perubahan konsentrasi reaktan atau
produk. Hal yang paling penting dalam kinetika adalah pengertian mengenai laju reaksi,
dengan suatu persamaan untuk mempermudah dalam memprediksi apa yang telah
berlangsung dan akan berlangsung dalam suatu waktu. Istilah laju reaksi cenderung banyak
digunakan untuk menyatakan secara kualitatif. Namun, aplikasi kinetika selanjutnya lebih
penting untuk mendiskusikan mengenai kuantitatifnya. Secara fisik, laju reaksi berkaitan
dengan berkurangnya kuantitas suatu reaktan dengan perubahan waktu reaksi.
Reaksi–reaksi kimia yang ada, berlangsung dengan laju yang berbeda-beda. Ada
yang prosesnya cepat dan ada pula yang lambat. Pengukuran tidak dapat dilakukan secara
langsung berapakah kecepatan reaksi dari suatu senyawa yang akan diamati. Persamaan
laju reaksi hanya dapat dinyatakan berdasarkan data hasil percobaan. Berdasarkan data
tersebut akan didapat cara untuk menentukan orde reaksi dan konstata laju reaksi.
Persamaan laju reaksi ditentukan berdasarkan konsentrasi awal setiap zat dipangkatkan
orde reaksinya. Nilai orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien reaksi zat yang
bersangkutan, karena orde reaksi merupakan penjumlahan dari orde reaksi setiap zat
pereaksi. Berdasarkan hal tersebut, pada percobaan kali ini praktikan akan mengukur
seberapa cepat reaksi reaksinya berlangsung serta berapa orde reaksinya.
1.2 Tujuan
Tujuan percobaan kali ini adalah untuk menentukan tingkat reaksi MnO4- dengan
H2C2O4.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 Kalium Permanganat (KMnO4)
Kalium permanganat berbentuk kristal padatan, tidak berbau, berwarna ungu tua
dan rasanya agak manis. Kalium permanganat memiliki nilai pH antara 7-9. Kalium
permanganat merupakan salah satu oksidator yang cukup kuat sehingga mampu membantu
dalam proses pembakaran. Senyawa dapat bereaksi hebat dengan kebanyakan logam,
ammonia, ammonium garam, phosphor. Senyawa ini memiliki berat molekul 158,03 g/mol
dan titik didihnya 150°C. Kalium permanganat biasa digunakan dalam larutan netral atau
larutan yang bersifat basa dalam kimia organik (ScienceLab, 2013).
2.1.2 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat,
10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga
agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis
batu ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat berupa kristal putih, mempunyai massa
molar 90,03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat). Kepadatan dalam fase 1,90
g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat). Asam oksalat mempunyai kelarutan dalam air
9,5 g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C), 120 g/100 mL (100°C) dan mempunyai titk
didih 101-102°C (dihidrat) (ScienceLab, 2013).
2.1.3 Akuades
Akuades biasa disebut dengan air. Akuades yang mengenai mata, kulit, tertelan,
atau juga terhisap tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Penyimpanan
sebaiknya di wadah tertutup rapat. Air dapat bereaksi keras dengan beberapa spesifik
bahan. Akuades merupakan cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Derajat keasaman
(pH) dari akuades adalah netral yaitu 7,0. Titik didih dan titik lebur dari akuades berturutturut adalah 100oC dan 0oC. Tekanan uap dari aquades pada suhu 20oC adalah 17,5 mmHg.
Massa jenis dari akuades adalah 1,00 gram/cm3. Rumus formula dari akuades adalah H2O
dengan berat molekul 18,0134 gram/mol. Air memiliki tegangan permukaan yang besar
disebabkan oleh kuatnya sifat kohesi antar molekul-molekul air. Air dalam kesetimbangan
dinamis antara fase cair dan padat pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar)
dan temperatur 273,15 K (0°C). Air dalam bentuk ion dapat dideskripsikan sebagai sebuah
ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Air
adalah pelarut yang kuat, dapat melarutkan banyak jenis zat kimia (ScienceLab, 2013).
2.2 Landasan Teori
Laju reaksi didefifinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu, dimana
satuan yang umum digunakan adalah mol dm-3. Umumnya laju reaksi meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi, dapat dinyatakan sebagai:
Laju 𝑓 (𝐶1 , 𝐶2 , … 𝐶𝑖  




Laju k𝑓 (𝐶1 , 𝐶2 , … 𝐶𝑖  




Atau
Dimana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta
kecepatan, C1, C2 . . . adalah konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-produk.
Konstanta laju didefinisikan sebagai laju reaksi bila konsentrasi dari masing-masing jenis
adalah satu. Satuanya tergantung pada orde reaksi (Dogra dan Dogra, 1990).
Laju reaksi atau kecepatan reaksi kimia dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi
zat-zat pereaksi yang berperan serta dalam reaksi tersebut tiap satuan waktu. Laju suatu
reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat selama terjadi reaksi yaitu
dengan menganalisis campuran reaksi dalam selang waktu tertentu. Berdasarkan data
tersebut, konsentrasi pereaksi dan produk reaksi dapat dihitung serta laju reaksi dapat
ditentukan (Ahmad, 1992).
Menurut Syukri (1999), laju reaksi dapat berlangsung atau tidaknya dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Sifat Pereaksi
Salah satu faktor penentu laju reaksi adalah sifat pereaksinya. Pereaksi ada yang
reaktif dan ada juga yang kurang reaktif. Contohnya, bensin lebih cepat terbakar daripada
minyak tanah. Demikian juga logam Natrium bereaksi cepat dengan air, sedangkan logam
magnesium lambat.
2. Konsentrasi Pereaksi
Dua molekul yang akan bereaksi harus bertabrakan langsung. Jika konsentrasi
pereaksi
diperbesar,
berarti
kerapatannya
bertambah
dan
akan
memperbanyak
kemungkinan terjadinya tabrakan antar molekul sehingga akan mempercepat jalannya
reaksi. Tidak selalu pertambahan konsentrasi pereaksi meningkatkan laju reaksi, karena
laju reaksi juga dipengaruhi oleh faktor lain yang akan diterangkan pada pasal.
3. Suhu
Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat apabila terjadi peningkatan suhu, karena
kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah
dan energi tabrakan bertambah besar.
4. Katalis
Laju suatu reaksi dapat (umumnya dipercepat) dengan menambahkan zat yang
disebut katalis. Katalis sangat diperlukan dalam reaksi zat organik, termasuk dalam
organisme. Katalis dalam organisme disebut enzim yang dapat mempercepat proses
terjadinya reaksi di dalam tubuh.
Katalis merupakan zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa ikut terpakai,
katalis dapat bereaksi membentuk zat antara. Akan tetapi diperoleh kembali dalam tahap
reaksi berikutnya. Katalis mempercepat reaksi dengan menyediakan serangkaian tahapan
erlementer kinetika yang lebih baik dibandingkan apabila tanpa katalis (Chang, 2005).
Orde reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi
komponen. Nilai orde suatu reaksi ditentukan secara percobaan dan tidak dapat diturunkan
secara teori, walaupun stoikiometri reaksinya telah diketahui. Kebanyakan reaksi bersifat
bimolekular. Molekuleritas berbeda dengan orde reaksi, molekularitas suatu reaksi adalah
jumlah molekul yang terlibat dalam tiap tahap reaksi. Apabila suatu reaksi terdiri dari
beberapa tahap, gagasan “molekularitas” hanya dapat diterapkan pada tiap tahap, gagasan
ini tidak dapat diterapkan pada reaksi secara keseluruhan. Jadi, dalam membicarakan
molekularitas, pertama-tama harus ditentukan adalah apakah reaksi berlangsung dalam satu
tahap atau dalam beberapa tahap (Bird, 1987). Persamaan kimia yang sepenuhnya setara
tidak memberikan informasi yang banyak bagaimana reaksi sesungguhnya terjadi.
Persamaan ini hanya sekedar menyatakan jumlah dari sederet reaksi sederhana yang
disebut tahap elementer, reaksi-reaksi sederhana tersebut mempresentasikan jalannya
reaksi keseluruhan pada tingkat molekul. Urutan tahap-tahap elementer yang
mempengaruhi pada pembentukan produk dinamakan reaksi (Chang, 2005). Sebagai
contoh:
2N2O5 →4NO2 + O2
laju = k [N2O5]2
(2.3)
Reaksi di atas tidak berlangsung dalam satu tahap, karena itu molekularitasnya tidak dapat
ditentukan begitu saja.
Tetapi reaksi:
H + Cl2 → HCl + Cl
laju = k [H] [Cl2]
(2.4)
Berlangsung dalam satu tahap. Reaksi ini bersifat bimolekuler karena dalam tiap tahap
reaksi melibatkan dua molekul. Reaksi orde kedua tidak selalu bersifat bimolekular, tetapi
reaksi bimolekular selalu berorde dua (Bird, 1987).
Reaksi suatu bahan jika mempunyai tingkat reaksi n terhadap zat pereaksi, maka
laju pereaksinya akan sebanding dengan konsentrasi n dan berbanding terbalik dengan
waktu (t).
r ∞ Cn
(2.5)
r ∞ 1/t
(2.6)
Cn ∞1/t
(2.7)
dimana:
C = konsentrasi
n = tingkat reaksi
t = waktu
oleh karena itu,
(Tim Kimia Fisisk, 2015).
Studi mengenai mekanisme reaksi melalui dimulai dengan pengumpulan data.
Analisis data untuk menentukan konstanta laju dan orde reaksi, dapat dituliskan hukum
lajunya. Menurut Chang (2005), mekanisme yang benar untuk reaksi tersebut berdasarkan
tahap erlementernya harus memenuhi dua syarat, yaitu:
1.
Jumlah tahap erlementer harus menghasilkan persamaan setara keseluruhan untuk
reaksi tersebut.
2.
Tahap penentu laju merupakan tahap yang paling lambat dari seluruh rangkaian
tahap menuju pembentukan produk, harus memprediksi hukum laju yang sama
seperti ditentukan secara percobaan.
Kinetika reksi kimia dapat dinyatakan dalam suatu persamaan yang disebut dengan
hukum laju. Hukum laju dapat ditetapkan dari data eksperimen. Penetapan konstanta laju
dan orde reaksi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya “fitting” atau
pencocokan antara grafik data eksperimen dengan grafik suatu hukum laju. Misalnya orde
satu atau dua. Apabila grafik yang digunakan adalah grafik linier maka disebut analisa
linier. Tingkat “fitting” atau kesesuaian hasil eksperimen dengan hukum laju coba-coba
ditentukan oleh beberapa parameter yaitu koefisien korelasi dan standar deviasi
(Siahan, 2000).
Hubungan antara konsentrasi, waktu dengan asumsi reaksi orde-1. Menurut Siahan
(2000), orde-2 dan orde-3 masing-masing adalah:
Orde-1 : [A] = [A]0 e-kt atau ln [A] = ln [A]0 – kt
Oede-2 :
Orde-3 :
1
[A]
=
1
2[A]2
1
[A]0
=
−𝑘𝑡
1
2[A0 ]2
(2.8)
(2.9)
−𝑘𝑡
(2.10)
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
 Buret 50 mL
 Erlenmeyer 250 mL
 Pipet tetes
 Pipet volume 10 mL
 Gelas beaker 50 mL
 Stopwatch
3.1.2 Bahan
 H2C2O 0,7 N
 KMnO4 0,1 N
 Akuades
3.2 Skema Kerja
0,7 N H2C2O4
- Dimasukkan kedalam buret pertama, sedangkan akuades dimasukkan
kedalam buret kedua dan 0,1 N KMnO4 kedalam buret ketiga.
- Dicampurkan (variasi 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml dan 4 ml) dengan 2 ml
akuades hingga homogen.
- Direaksikan dengan KMnO4 sesuai dengan variasi konsentrasi 2 ml, 3
ml, 4 ml, 5 ml dan 4 ml.
- Diulang langkah 1-3 sebanyak 2 kali.
- Dicatat waktu yang dibutuhkan mulai dari penambahan KMnO4
sampai hilangnya warna ungu pada erlenmeyer.
- Ditentukan tingkat reaksi tersebut dengan membuat grafik C versus
1/t dan ln C versus 1/t untuk masing-masing pereaksi.
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gelas
C pengenceran (M)
C2 (M)
ln C (M)
1/t
beaker
[H2C2O4]
[KMnO4]
[H2C2O4]
[KMnO4]
[H2C2O4]
[KMnO4]
(det-1)
1.
0,175
0,033
0.030625
0,001089
-1,74297
-3.41125
0.014184
2.
0,21
0,038
0.0441
0,001444
-1,56065
-3.27017
0.021277
3.
0,23
0,040
0.0529
0,0016
-1,46968
-3.21888
0.022222
4.
0,25
0,042
0.0625
0,001764
-1,38629
-3.17009
0.023256
5.
0,23
0,025
0.0529
0,000625
-1,46968
-3.68888
0.021739
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu tentang kinetika reaksi kalium permanganat (KMnO4)
dengan asam oksalat (H2C2O4) yang bertujuan untuk menentukan tingkat reaksinya.
Menurut Ahmad (1992), laju reaksi atau kecepatan reaksi kimia dinyatakan sebagai
perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi yang berperan serta dalam reaksi tersebut tiap
satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat ditentukan dengan cara mengikuti perubahan sifat
selama terjadi reaksi yaitu dengan menganalisis campuran reaksi dalam selang waktu
tertentu. Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari
konsentrasi komponen. Nilai orde suatu reaksi ditentukan secara percobaan (Bird, 1987).
Asam oksalat dan kalium permanganat pada percobaan ini merupakan reaktan
sedangkan penambahan akuades sebelum penambahan KMnO4 berfungsi agar molekulmolekul asam oksalat terurai, sehingga jumlah partikel yang bereaksi semakin banyak.
Apabila asam oksalat dan kalium permanganat langsung direaksikan tanpa diberi akuades
maka yang bertumbukan dan bereaksi kemungkinan hanyalah pada sisi-sisi partikel asam
oksalat yang kontak secara langsung dengan kalium permanganat, sedangkan sisi-sisi
partikel yang tidak terkontak tidak akan mengalami tumbukan dan tidak bereaksi.
Penambahan akuades pada asam oksalat merupakan proses pengenceran asam oksalat.
Konsentrasi awal asam oksalat adalah 0,7 N sebanding dengan 0,35 M sedangkan
konsentrasi awal kalium permanganat adalah 0,1 N sebanding dengan 0,10 M. Konsentrasi
asam oksalat dan kalium permanganat setelah pengenceran dapat dilihat pada tabel hasil.
Penentuan kinetika reaksi pada percobaan ini menggunakan variasi volume untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Reaksi yang akan diamati adalah
reaksi oksidasi reduksi ketika kalium permanganat (KMnO4) direaksikan dengan asam
oksalat (H2C2O4). Reaksi ini dikatakan semi kuantitatif, karena pada percobaan ini tidak
secara langsung dilakukan pengukuran konsentrasi, yang diukur dalam percobaan ini
adalah waktu yang diperlukan ketika KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+ yang akan berubah
warna dari ungu kemudian bergelembung dan menjadi merah kecoklatan. KMnO4 yang
direaksikan dengan asam oksalat merupakan suatu reaksi autokatalis (autokatalisator).
Reaksi tersebut menghasilkan suatu produk berupa ion Mn2+ yang bertindak sebagai
katalis, dimana tidak membutuhkan suatu indikator spesifik yang digunakan dalam
menentukan titik ekuivalen, tetapi ditentukan dari perubahan warna. Warna ungu pada
KMnO4 dimana terdapat unsur Mn7+ yang menyerap energi pada panjang gelombang 560590 nm daerah cahaya tampak, sehingga warna kuning yang diserap dan menghasilkan
warna yang terlihat ungu. Ion permanganat (MnO4-) dari kalium permanganat merupakan
oksidator yang kuat, dimana dalam reaksi ini MnO4- akan tereduksi menjadi Mn2+ yang
menghasilkan warna merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan yang timbul karena Mn2+
menyerap energi pada panjang gelombang 430-480 nm (Kumalasari, 2015).
Larutan asam oksalat ketika ditambahkan dengan akuades tidak mengalami
perubahan warna maupun menimbulkan bau tertentu, karena hanya untuk menguraikan
asam oksalat. Ketika ditambahkan dengan kalium permanganat, secara perlahan larutan
berubah warna menjadi ungu, lama kelamaan muncul gelembung dan berubah menjadi
merah kecoklatan. Setelah gelembung hilang dan warna sudah berubah menjadi merah
kecoklatan, didiamkan sampai warna larutan putih keruh dan diukur waktu selama
perubahan tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk larutan menjadi berwarna putih keruh
adalah 33 menit. Warna putih keruh ini terjadi karena ion permanganat mengoksidasi
C2O42- menjadi CO2 dan H2O. Sehingga gelembung-gelembung gas yang dihasilkan
merupakan gas CO2. Reaksi lengkapnya sebagai berikut:
Reduksi :
MnO4- + 8H+ + 5e
Mn2+ + 4H2O
x2
Oksidasi :
C2O42-
2CO2 + 2e
x5
2MnO4- (aq) + 16H+ (aq) + 5C2O42- (aq)
2Mn2+ (aq) + 8H2O(l) +10CO2 (g)
Berdasarkan persamaaan diatas jelas bahwa reaksi antara kalium permanganat dan asam
oksalat akan menghasilkan larutan yang berwarna merah kecoklatan (Mn 2+), gas CO2 dan
kemudian menjadi putih keruh dengan terbentuknya air (H2O).
Penentuan tingkat reaksi pertama dengan menambahkan 2 ml asam oksalat dengan
2 ml air kemudian ditambahkan lagi dengan 2 ml KMnO4. Percobaan ini menggunakan
akuades dengan volume tetap yaitu 2 ml sedangkan volume KMnO4 dan asam oksalat
digunakan variasi. Variasi volume yang digunakan yaitu 3 ml H2C2O4 dengan 3 ml
KMnO4, 4 ml H2C2O4 dengan 4 ml KMnO4, 5 ml H2C2O4 dengan 5 ml KMnO4 dan 4 mL
H2C2O4 dengan 4 ml KMnO4. Masing-masing percobaan dilakukan sebanyak dua kali
untuk mendapatkan hasil data yang akurat.
Hasil perhitungan waktu dari masing-masing reaksi diperoleh bahwa semakin besar
volume asam oksalat dan volume kalium permanganat yang ditambahkan maka waktu
yang dibutuhkan untuk membuat larutan menjadi putih keruh sangat sedikit. Hal ini berarti,
dengan semakin bertambahnya konsentrasi maka laju reaksi semakin besar. Menurut
Syukri (1999), laju reaksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah
konsentrasi pereaksi, apabila konsentrasi pereaksi diperbesar, berarti kerapatannya
bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan terjadinya tabrakan antar molekul
sehingga akan mempercepat jalannya reaksi. Laju reaksi menyatakan laju berkurangnya
jumlah reaktan atau laju bertambahnya jumlah produk dalam satuan waktu. Hubungan
antara laju reaksi dengan waktu yaitu Semakin lama produk akan semakin banyak
terbentuk, sedangkan reaktan semakin lama semakin berkurang. konsentrasi reaktan
semakin berkurang, sehingga laju reaksinya adalah berkurangnya konsentrasi R setiap
satuan waktu (Brady, 1990). Reaktan ada dalam keadaan maksimum di awal reaksi
sedangkan produk ada dalam keadaan minimal. Setelah reaksi berlangsung, maka produk
akan mulai terbentuk.
Penentuan tingkat reaksi atau orde reaksi diperoleh dengan cara memplotkan
konsentrasi (C) dengan 1/t, ln C dengan t dan C2 dengan 1/t. Grafik untuk reaksi tingkat 1,
pada sumbu x adalah waktu sedangkan sumbu y adalah ln konsentrasi. Grafik untuk tingkat
reaksi 2, pada sumbu x adalah waktu sedangkan sumbu y adalah 1/konsentrasi waktu yang
dibutuhkan untuk reaksi. Pola linier (lurus) atau melengkungnya sebuah hubungan
perubahan konsentrasi reaktan/produk terhadap perubahan waktu inilah yang ditentukan
berdasarkan tingkat (orde) reaksi. Tingkat orde reaksi satu, pola perubahan konsentrasi
pada perubahan waktu dipastikan linier, dan semakin melengkung dengan kenaikan orede
reaksi (Fatimah, 2013). Berdasarkan data perhitungan menggunakan konsentrasi
pengenceran yang diperoleh, maka dapat dibuat tiga grafik sesuai petunjuk praktikum
untuk H2C2O4 diperoleh sebagai berikut:
Hubungan C vs 1/t H2C2O4
0,3
y = 7,3964x + 0,0671
R² = 0,8933
0,25
C
0,2
0,15
y
0,1
Линейная (y)
0,05
0
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
1/t
Gambar 4.1 Grafik [H2C2O4] vs 1/t.
Hubungan C2 vs 1/t H2C2O4
0,07
0,06
y = 3,0633x - 0,0143
R² = 0,8603
0,05
0,04
0,03
y
0,02
Линейная (y)
0,01
0
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
1/t
Gambar 4.2 Grafik [H2C2O4]2 vs 1/t.
Hubungan ln C vs t H2C2O4
0
-0,2 0
20
40
60
80
-0,4
y = -0,0112x - 0,9607
R² = 0,8834
-0,6
ln C
-0,8
y
-1
-1,2
Линейная (y)
-1,4
-1,6
-1,8
-2
t
Gambar 4.3 Grafik ln [H2C2O4] vs t.
Berdasarkan ketiga grafik diatas, grafik asam oksalat mengalami kenaikan dari data
1 menuju data 4 tetapi menuju data, karena ketika konsentrasi pereaksi diperbesar, berarti
kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan partikel-partikel
penyusun molekul sehingga akan mempercepat reaksi. Hal ini di buktikan dengan semakin
kecil selisih jumlah larutan KMnO4 dengan H2C2O4 maka waktu yang dibutuhkan untuk
bereaksi semakin cepat. Data ke-5 mengalami penurunan karena volume asam oksalat yang
digunakan bereaksi diperkecil, sehingga garis yang dihasilkan tidak linier. Penghitungan
orde reaksi berdasarkan grafik C vs 1/t, didapatkan orde reaksi asam oksalat sebesar 3.
Sesuai dengan literatur dimana orde reaksi asam oksalat adalah 3.
Data perhitungan dengan menggunakan konsentrasi pengenceran yang diperoleh
untuk kalium permanganat, dibuat juga tiga grafik seperti asam oksalat, ketiga grafik
diperoleh sebagai berikut:
Hubungan C vs 1/t KMnO4
0,05
0,04
y = 0,5775x + 0,0237
R² = 0,0947
C
0,03
y
0,02
Линейная (y)
0,01
0
0
0,005
0,01
0,015
0,02
0,025
1/t
Gambar 4.4 Grafik [KMnO4] vs 1/t.
Hubungan C2 vs 1/t KMnO4
0,002
y = 0,0457x + 0,0004
R² = 0,1329
C2
0,0015
0,001
y
Линейная (y)
0,0005
0
0
0,005
0,01
0,015
1/t
0,02
0,025
Gambar 4.5 Grafik [KMnO4]2 vs 1/t.
Hubungan ln C vs t KMnO4
-3,1
-3,2
0
20
40
60
y = -0,004x - 3,1529
R² = 0,0465
-3,3
ln C
80
-3,4
y
-3,5
Линейная (y)
-3,6
-3,7
-3,8
t
Gambar 4.6 Grafik ln [KMnO4] vs t.
Berdasarkan ketiga grafik diatas, grafik KMnO4 mengalami kenaikan dari data 1
menuju data 4 tetapi menuju data 5 mengalami penurunan karena volume KMnO4 yang
digunakan bereaksi diperkecil, sehingga garis yang dihasilkan tidak linier sama seperti
ketiga grafik pada asam oksalat. Setiap perlakuan membutuhkan waktu yang berbeda-beda
untuk bereaksi. Hal ini disebabkan oleh konsentrasu KMnO4 yang merupakan pereaksi
yang ada pada beaker 1 < beaker 2 < beaker 3 < beaker 4 tetapi beaker 5 lebih kecil dari
beaker 4.Berdasarkan hasil percobaan terlihat adanya pengaruh besar konsentrasi terhadap
kecepatan reaksi. Semakin besar konsentrasi suatu pereaksi, maka kecepatan reaksinya
juga semakin besar (reaksi berlangsung lebih cepat). Sesuai dengan pernyataan umum
bahwa sebagian besar laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaktan, sehingga
dengan konsentrasi pereaksi yang lebih besar reaksi juga akan berlangsung lebih cepat.
Penghitungan orde reaksi KMnO4 berdasarkan grafik C vs 1/t adalah 1. Sesuai dengan
literatur dimana orde reaksi ion permanganat adalah 1.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini yaitu orde reaksi antara ion
permanganat dengan asam oksalat dapat ditentukan dengan menghitung dari persamaan
grafik hubungan 1/t berbanding konsentrasi. Orde reaksi asam oksalat adalah 3 sedangkan
orde reaksi kalium permanganat adalah 1.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya agar lebih teliti dalam menghitung waktu laju
reaksi.
Daftar Pustaka
Ahmad. 1992. Kinetika Kimia. Jakarta : PT. Rineka cipta
Bird. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. PT Gramedia. Jakarta.
Brady, J.E. 1990. General Chemsitry 5th Edition. John Wiley & Sons, New York, 705.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Dogra, S.K. dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UI Press.
Kumalasari, A. 2015. Laporan Spektra Beberapa Ion Logam Transisi [Serial Online]
http://documents.tips/documents/laporan-spektra-beberapa-ion-logam-transisi.html.
Diakses 12 Oktober 2015.
ScienceLab. 2013. Material Safety Data Sheet : Oxalic acid anhydrous MSDS [Serial
Online] www.sciencelab.com. Diakses 25 Maret 2015.
ScienceLab. 2013. Material Safety Data Sheet Potassium permanganate MSDS [Serial
Online] www.sciencelab.com. Diakses 15 September 2015.
ScienceLab. 2013. Material Safety Data Sheet Water MSDS [Serial Online]
www.sciencelab.com. Diakses 11 Maret 2015.
Siahan, P. 2000. Analsis Data Kinetika dengan Mathcad: Reaksi Dekomposisi Etilen
Oksida Asumsi Orde-1, Oerde-2 dan Orde-3. Artikel Kimia Fisik. No. 68.
Syukri. 1999. Kimia Dasr II. Bandung : ITB
Tim Kimia Fisik. 2014. Petunjuk Praktkum Kimia Fisik 2. Jember : Universitas Jember
Lampiran 2
PERHITUNGAN DAN GRAFIK
1.
Molaritas asam oksalat

asam oksalat 0,7 N
M=

2
=
0,7 𝑁
2
= 0,35𝑀
KMnO4 0,1 N
M=
2.
𝑁
𝑁
2
=
0,1 𝑁
1
= 0,10 𝑀
Molaritas asam oksalat + air

Erlenmeyer 1 volume oksalat 2 mL
M1 x V1

Erlenmeyer 3 volume oksalat 4 mL
M1 x V1
= M2 x V2
= M2 x V2
0,35 M x 4 mL = M2 x 6 mL
0,35 M x 2 mL = M2 x 4 mL
M2 = 0,23 M
M2 = 0,175 M


Erlenmeyer 2 volume oksalat 3 mL
M1 x V1

Erlenmeyer 4 volume oksalat 5 mL
M1 x V1
= M2 x V2
0,35 M x 5 mL = M2 x 7 mL
0,35 M x 3 mL = M2 x 5 mL
M2 = 0,25 M
M2 = 0,21 M

= M2 x V2
Erlenmeyer 5 volume oksalat 4 mL
M1 x V1
= M2 x V2
0,35 M x 4 mL = M2 x 6 mL
M2 = 0,23 M
3.
Konsentrasi campuran


Erlenmeyer 1 volume KMnO4 2 mL
M1 x V1
M1 x V1
= M2 x V2
M2 = 0,040 M
M2 = 0,033 M
Erlenmeyer 2 volume KMnO4 3 mL
M1 x V1
= M2 x V2
0,10 M x 3 mL = M2 x 8 mL
M2 = 0,038 M
= M2 x V2
0,10 M x 4 mL = M2 x 10 mL
0,10 M x 2 mL = M2 x 6 mL

Erlenmeyer 3 volume KMnO4 4 mL

Erlenmeyer 4 volume KMnO4 5 mL
M1 x V1 = M2 x V2
°C = M2 x 12 mL
0,10 M x 10
5 mL
𝑁
1,215 𝑁
M
M2 = 20,042
= M2
= 0,608 𝑀

Erlenmeyer 5 volume KMnO4 2 mL
M1 x V1
= M2 x V2
0,10 M x 2 mL = M2 x 8 mL
M2 = 0,025 M
4.
5.
6.
Grafik C versus 1/t

Grafik menggunakan molaritas asam oksalat + air

Grafik menggunakan molaritas campuran
Grafik C2 versus 1/t

Grafik menggunakan molaritas asam oksalat + air

Grafik menggunakan molaritas campuran
Grafik ln C versus t

Grafik menggunakan molaritas asam oksalat + air
Grafik menggunakan molaritas campuran
Gelembung: 52 detik
Merah coklat: 70,5 detik
Gelembung: 40,5 detik
Merah coklat: 47 detik
Gelembung: 31,5 detik
Merah coklat: 54,5 detik 45
Gelembung: 36,5 detik
Merah coklat: 43 detik
Gelembung: 33 detik
Merah coklat: 37 detik
1. Asam Oksalat (H2C2O4)
Penentuan Orde Reaksi H2C2O4
r = [H2C2O4]m [MnO4-]n
y = 7,3964x + 0,0671
1
𝑡
= m [H2C2O4]m + C
0,014184 = 7,3964 [0,175]n
0,014184
7,3964
= [0,175]n
1,918 x 10-3 = [0,175]n
log 1,918 x 10-3 = log [0,175]n
n log 1,918 x 10-3 = log 0,175
- 2,717 = n (- 0,757)
n=
− 2,717
− 0,757
n = 3,58
2. Kalium Permanganat (KMnO4)
Penetuan Orde reaksi KMnO4
2 KMnO 4(aq)
+ 16 H
+
(aq)
+ 5 C 2O 4
2-
2 Mn
(aq)
R = [H2C2O4]m [MnO4-]n
y
= 0,5775 x
+
0,0237
C
= m [1/t]n
+
K
0,033
= 0,5775 x (0,014)n
+
0,0237
0,033 – 0,237= 0,5775 x (0,014)n
0,009
= 0,5775 x (0,014)n
(0,014)n
= 0,009/0,5775
(0,014)n
= 0,016
n log 0,014
= - log 0,016
-1,85 n
= - 1,8
n
= - 1,8/1,85
n
= 0,97
2+
(aq)
+
+
2K (aq)
+ 10 CO 2 (g) +
8 H 2O (l)
Download