HUBUNGAN PENGETAHUAN, ASUPAN (KARBOHIDRAT & SERAT), DAN IMT DENGAN STATUS KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS MERDEKA PALEMBANG Semiskripsi ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa Indonesia Disusun oleh : Nama : Husnatul Aisyah NIM : P21331118042 Dosen Pembimbing : Suprianto Annaf, M.Pd. JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II Jakarta, 2020 HUBUNGAN PENGETAHUAN, ASUPAN (KARBOHIDRAT & SERAT), DAN IMT DENGAN STATUS KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS MERDEKA PALEMBANG LEMBAR PERSETUJUAN Dosen Pembimbing : Suprianto Annaf, M.Pd. ( ......................... ) Pembimbing Metodologi : Dr. Marudut Sitompul, B.Sc. MPS. ( ......................... ) Penguji Materi : Endang Titi Amrihati, S.K.M., M.Kes. ( ......................... ) Penguji Metodologi : Sugeng Wiyono, S.K.M., M.Kes. ( ......................... ) Ditetapkan: Jakarta, 2020 Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan tugas semiskripsi yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Asupan (Karbohidrat & Serat), dan IMT dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang, yang ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah bahasa Indonesia pada semester V Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II Jurusan Gizi program studi D IV. Dalam menyusun semiskripsi ini, saya banyak memperoleh bantuan, bimbingan, serta dukungan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada: 1. Orang tua, atas berkat izin, dukungan, serta doa yang selalu diberikan kepada saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah saya. 2. Bapak Suprianto Annaf, M.Pd. sebagai dosen pembimbing, yang banyak memberikan materi pendukung, masukan, dan bimbingan kepada saya selaku penulis. 3. Bapak Dr. Marudut Sitompul, B.Sc. MPS. sebagai pembimbing metodologi dalam semiskripsi yang telah memberikan bimbingan mengenai metodologi penelitian kepada penulis. 4. Teman-teman yang memberikan dukungan sehingga tugas semiskripsi ini dapat terselesaikan. i Penulisan semiskripsi ini memiliki keterbatasan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi perbaikan dan kelancaran untuk di masa yang akan datang. Penulis memohon maaf atas segala kesalahan baik sengaja ataupun tidak, baik dari segi penulisan maupun bahasa. Semoga karya semiskripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Jakarta, 2020 Penulis ii Abstrak HUSNATUL AISYAH. Hubungan Pengetahuan, Asupan (Karbohidrat & Serat), dan IMT dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang.Semiskripsi. Jakarta: Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II, Oktober 2020. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, asupan (karbohidrat & serat), dan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di puskesmas merdeka Palembang. Jenis penelitian ini menggunakan observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan sejumlah 60 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan systematic random sampling. Analisis univariat menunjukkan bahwa responden dengan status kadar gula darah tinggi sebanyak 76,6%, responden yang memiliki pengetahuan kurang 68,3%, asupan karbohidrat dengan kategori tidak baik sebanyak 76,7%, asupan serat dengan kategori tidak baik sebanyak 76,7%, dan IMT dengan kategori gemuk sebesar 68,3% Analisis bivariat didapat bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan (p = 0,005), asupan karbohidrat (p = 0,002), asupan serat (p = 0,012) dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2, dan tidak ada hubungan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 (p= 0,338). Kata Kunci : Diabetes melitus, pengetahuan, karbohidrat, serat, dan indeks massa tubuh iii Daftar Isi Kata Pengantar............................................................................................................ i Abstrak ....................................................................................................................... iii Daftar Isi .................................................................................................................... iv Daftar Tabel ............................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................... 4 1.3. Pembatasan Masalah.......................................................................... 4 1.4. Rumusan Masalah .............................................................................. 5 1.5. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 1.6. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 6 1.7. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 7 1.8. Asumsi Keterbatasan Penelitian ....................................................... 7 1.9. Ruang Lingkup ................................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 8 2.1 Diabetes Mellitus ................................................................................ 8 2.2 Pengetahuan ...................................................................................... 15 2.3 Asupan Karbohidrat ........................................................................ 17 2.4 Asupan Serat ..................................................................................... 19 2.5 Indeks Massa Tubuh ........................................................................ 21 BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 23 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian...................................................... 23 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 23 3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 23 3.4. Instrumen Penelitian ........................................................................ 24 iv 3.5. Pengumpulan Data ........................................................................... 25 3.6. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 26 Daftar Isi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 29 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Merdeka ........................................ 29 4.2 Gambaran Umum Karakteristik Responden ................................ 30 4.3 Analisis Data ..................................................................................... 34 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 47 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 47 5.2. Saran .................................................................................................. 48 Daftar pustaka .......................................................................................................... 50 LAMPIRAN .............................................................................................................. 53 Biodata Penulis ......................................................................................................... 54 v Daftar Tabel Tabel 1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus ......................................... 13 Tabel 2 Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia ..... 22 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia ................................. 31 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin ................. 32 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan ..................... 33 Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Gizi ...................... 34 Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Status Kadar Gula Darah ............... 35 Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan................... 36 Tabel 9 Distribuasi Frekuensi Responden Menurut Asupan Karbohidrat ... 37 Tabel 10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Serat .................. 38 Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Gizi ...................... 39 Tabel 12 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ............................................. 40 Tabel 13 Analisis Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 .................................. 42 Tabel 14 Analisis Hubungan Asupan Serat dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ............................................. 44 Tabel 15 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Status Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 .................................. 45 vi BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, asumsi keterbatasan penelitian, dan ruang lingkup. 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) atau yang sering disebut kencing manis merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Diabetes dikatakan sebagai mother of diaseas karena merupakan “ibu” dari berbagai macam penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, gagal ginjal hingga kebutaan. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun yang diakibatkan oleh pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang berfungsi mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi gula di dalam darah (hiperglikemia).1 Penyakit diabetes melitus terdiri dari dua yaitu tipe pertama yang disebabkan keturunan dan masalah dalam tubuh, dan tipe kedua yang biasanya disebabkan gaya hidup. Secara umum, hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Hal ini membuktikan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi diabetes melitus.2 1 Kemenkes RI 2014, InfoDATIN: Situasi dan Analisis Diabetes (Jakarta: Kemenkes RI, 2014), hlm. 5. Kemenkes RI 2009, Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang (Jakarta: Kemenkes RI, 2009), hlm. 9. 2 1 2 Adapun faktor-faktor penyebab resiko diabetes melitus terdiri dari faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Seperti yang ada pada Kemenkes tahun 2014, yaitu: Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kilogram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah. Faktor yang dapat dimodifikasi adalah perilaku hidup kurang sehat, berat badan lebih, obesitas abdominal/sentral, aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat, riwayat toleransi glukosa terganggu dan merokok.3 Dalam jangka waktu yang lama, diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi pada penderitanya. Diabetes melitus yang disertai dengan kadar gula darah yang tinggi dapat membuat organ mengalami kerusakan. Organ yang akan mengalami kerusakan lanjutan dari penyakit ini adalah jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf.4 Dalam tiga dekade terakhir prevalensi diabetes tipe 2 telah meningkat secara dramatis di negara-negara dari semua tingkat pendapatan. Berdasarkan estimasi IDF tahun 2015, terdapat 415 juta orang yang menderita diabetes di dunia. Jumlah ini akan meningkat pada tahun 2040 menjadi 642 juta orang yang mengalami diabetes, atau dapat disamakan dengan satu dari sepuluh orang dewasa akan mengalami diabetes. Diabetes menyebabkan 1.9 Juta kematian pada tahun 2015 yaitu dikatakan sebagai angka kematian tertinggi diseluruh wilayah, serta 45% kematian mereka adalah pada orang di bawah usia 60 tahun. 3 4 Kemenkes RI 2014, Op.Cit., hlm. 10. World Health Organization, Diabetes Programme ( ... : WHO, 2016), hlm 34. 3 Proporsi penderita diabetes di Indonesia yang berumur ≥15 tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu 1,1% (2007) menjadi 2,1% (2013). Prevalensi DM di perkotaan cenderung lebih tinggi dari pada perdesaan setara prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki.5 Menurut penelitian Misdarina pada tahun 2012, ada 54,9% dengan kadar gula darah 246,9 mg/dl penderita DM Tipe 2 yang mempunyai tingkat pengetahuan tidak baik diikuti dengan kadar gula darah terkendali rendah.6 Selain pengetahuan, asupan karbohidrat juga memengaruhi kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. Menurut penelitian Azrimaidaliza, “asupan serat memengaruhi kadar gula darah Penderita DM Tipe 2.” 7 Berdasarkan penelitian Miftahul, “Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagian besar pada nilai 25 – 29,9 (51,4%). Kadar gula darah sewaktu sebagian besar >200 mg/dl orang (70,3%).” 8 Berdasarkan hasil Riskesdas prevalensi diabetes mellitus pada kelompok umur ≥15 tahun di Sumatera Selatan juga mengalami kenaikan yaitu 0,4% (2007) menjadi 0,9% (2013). Berdasarkan data penderita diabetes mellitus di kota Palembang, terdapat 4352 penderita diabetes mellitus yang mana penderita terbanyak pada masyarakat yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Merdeka dengan total penderita sebanyak 776 (17,83%) data ini diambil dalam satu tahun terakhir.9 Berdasarkan dari 5 Riskesdas, 2013 Misdarina, Pengetahuan Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula Darah pada Pasien DM Tipe 2 (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012), hlm 32. 7 Azrimaidaliza, Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Melitus (Padang: Universitas Andalas, 2011), hlm 41. 8 Tatik Miftahul dan Joko, Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo (Semarang: Jurnal Gizi UMS, 2013), hlm. 33 9 Dinkes Kota Palembang, 2016. 6 4 data prevalensi tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan serat, dan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Diabetes melitus dapat disebabkan karena perilaku hidup kurang sehat, berat badan lebih, dan diet tidak sehat. 2. Pengetahuan dapat memengaruhi kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 3. Asupan karbohidrat dapat memengaruhi kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 4. Asupan serat dapat memengaruhi kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 5. 1.3 IMT dapat memengaruhi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hubungan pengetahuan dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 5 2. Hubungan asupan karbohidrat dan serat dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 3. Hubungan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2? 2. Apakah ada hubungan asupan karbohidrat dan serat dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2? 3. Apakah ada hubungan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian semiskripsi ini adalah sebagai berikut: 1.5.1 Tujuan Umum Diketahui ada hubungan pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan serat, dan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Diketahui status kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. 6 2. Diketahui pengetahuan penderita diabetes melitus tipe 2. 3. Diketahui asupan karbohidrat penderita diabetes melitus tipe 2. 4. Diketahui asupan serat penderita diabetes melitus tipe 2. 5. Diketahui indeks masa tubuh penderita diabetes melitus tipe 2. 6. Diketahui hubungan pengetahuan dengan status kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. 7. Diketahui hubungan asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. 8. Diketahui hubungan asupan serat dengan status kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. 9. Diketahui hubungan IMT dengan status kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2. 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Hipotesis Nol (Ho) Tidak ada hubungan antara pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan serat, dan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) Ada hubungan antara pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan serat, dan IMT dengan status kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 7 1.7 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyumbang ilmu pengetahuan kepada Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II. 1.8 Asumsi Keterbatasan Penelitian Penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan waktu dan kendala tugas mata kuliah lain yang diberikan. 1.9 Ruang Lingkup Ruang lingkup Penelitian ini dilaksanakan pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, mulai bulan Februari sampai Juni 2017. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam bab ini akan diuraikan tentang diabetes mellitus, pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan IMT. 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu membuat insulin, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan. Insulin merupakan hormon yang berfungsi sebagai kunci untuk membiarkan glukosa masuk ke dalam sel-sel tubuh untuk mengasilkan energi. 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas untuk mengatur keseimbangan kadar gula darah. Akibat kurangnya insulin terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (hiperglikemia).10 Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 disebut insulin dependent atau Juvenile/childhood-onset diabetes, ditandai dengan kurangnya produksi insulin. Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes, disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Diabetes tipe 2 merupakan 90% dari seluruh diabetes. 10 Kemenkes RI 2014, Op.Cit., hlm. 36. 8 9 Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemia yang didapatkan saat kehamilan. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Impaired Fasting Glycaemia (IFG) merupakan kondisi transisi antara normal dan diabetes. Orang dengan TGT atau IFG berisiko tinggi berkembang menjadi diabetes tipe 2. Dengan penurunan berat badan dan perubahan gaya hidup, perkembangan menjadi diabetes dapat dicegah atau ditunda. 2.1.2 Etiologi Penyakit Diabetes Mellitus Pada penderita diabetes mellitus pengaturan sistem kadar gula darah terganggu, insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah tinggi. Peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kadar gula dalam darah meningkat sangat cepat karena insulin tidak mencukupi jika ini terjadi maka terjadilah diabetes mellitus.11 Pasien diabetes tipe 2 akan meningkatkan sekresi insulin untuk mengimbangi resintensi jaringan perifer, dan namun terjadi kegagalan. Penyakit diabetes tipe 2 mulai timbul pada usia dewasa, risiko terjadinya diabetes tipe 2 memiliki kolerasi dengan usia, obesitas, dan riwayat keluarga. Menurut Bryer, “Pada sebagian kasus, diabetes tipe 2 dapat merusak pankreas sehingga memerlukan terapi penggantian insulin sama seperti diabetes tipe 1.”12 11 Askandar Tjokroprawiro, Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 1-2. 12 Dyah Ayu Marissa Frankilawati, Hubungan Antara Pola Makan,Genetik Dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), hlm 31. 10 2.1.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifikasi Diabetes melitus dibagi dalam 4 golongan yaitu: Diabetes melitus Tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional, dan diabetes mellitus tipe lain.13 1) Diabetes Melitus Tipe 1 Dulu disebut diabetes juvenile-onset. Hal ini biasanya disebabkan oleh reaksi autoimun di mana sistem pertahanan tubuh menyerang sel-sel yang memproduksi insulin. Alasan ini terjadi tidak sepenuhnya dipahami. Orang dengan diabetes tipe 1 sangat sedikit atau sama sekali tidak ada insulin. Penyakit ini dapat memengaruhi orang-orang dari segala usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak atau orang dewasa muda. Orang diabetes perlu suntikan insulin setiap hari untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah mereka. Jika orang-orang dengan diabetes tipe 1 tidak memiliki akses terhadap insulin, dan lama kelamaan mereka akan mati.14 2) Diabetes Melitus Tipe 2 Dulu disebut non-insulin dependent diabetes atau diabetes dewasa, dan menyumbang setidaknya 90% dari semua kasus diabetes. Hal ini ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif, salah satu atau kedua yang mungkin hadir pada diabetes saat didiagnosis. Diagnosis diabetes tipe 2 dapat terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 2 mungkin tetap tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan diagnosis sering dibuat ketika komplikasi muncul. Hal ini sering, namun tidak selalu, berhubungan dengan kelebihan berat badan atau obesitas, yang dengan sendirinya 13 14 Sunita Almatsier, Penuntun Diet (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm 109. IDF 2015 11 dapat menyebabkan resistensi insulin dan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi. Orang dengan diabetes tipe 2 awalnya sering mengobati kondisi mereka melalui olahraga dan diet. Namun, seiring waktu kebanyakan orang akan membutuhkan obat oral dan atau insulin.. 3) Gestational Diabetes (GDM) Gestational diabetes (GDM) adalah suatu bentuk diabetes yang terdiri dari kadar glukosa darah tinggi selama kehamilan. Ini berkembang di satu dari 25 kehamilan di seluruh dunia dan berhubungan dengan komplikasi bagi ibu dan bayi. GDM biasanya hilang setelah kehamilan tetapi wanita dengan GDM dan anak-anak mereka pada peningkatan risiko mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Sekitar setengah dari wanita dengan riwayat GDM terus mengembangkan diabetes tipe 2 dalam waktu lima sampai sepuluh tahun setelah melahirkan. 4) Diabetes Melitus Tipe Lain (Others Specific Types) Diabetes melitus tipe lain merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia akibat peningkatan produksi gluosa hati atau penurunan penggunaan glukosa oleh sel.15 Sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi karena adanya penyakit pankreas, penyakit endokrin, karena zat kimia atau obat, infeksi dan endokrinopati.16 15 Santi Damayanti, Analisis Praktik Residensi Keperawatn Medikal Bedah (Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan UI, 2012), hlm. 208. 16 Ibid, hlm 209. 12 2.1.4 Patogenesis Diabetes Mellitus Diabetes mellitus tipe 1 merupakan diabetes yang sedikit populasinya, diperkirakan 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes melitus. Gangguan produksi insulin pada DM tipe 1 umumnya terjadi kerusakan sel-sel β pulau langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Dalam hal ini, DM tipe 1 dapat juga disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CM Virus, Herpes, dan lain sebagainya.17 Pada diabetes mellitus tipe 2 bukan karena kurangnya seksresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resinstensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi pada negara-negara maju, diantaranya seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary) dan penuaan. Disamping resinstensi insulin, pada penderita DM Tipe II dapat juga timbul gangguan sekresi Insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi perusakan sel-sel β langerhans secara autoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Sehingga defisiensi insulin pada DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.18 17 Abdul Muchid, dkk, Pharmaceutic Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. ( ... : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2005), hlm. 92. 18 Abdul Muchid, dkk, Op. Cit., hlm. 95. 13 Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang sering kali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.19 Tabel 1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus20 Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) 2.1.5 Plasma vena Darah kapiler Plasma vena Darah kapiler Bukan DM Belum Pasti DM DM <100 <90 <100 <90 100-199 90-199 100-125 90-99 ≥200 ≥200 ≥126 ≥100 Komplikasi pada Penderita Diabetes Mellitus Seseorang yang menderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi mengalami perkembangan dan ancaman kehidupan dalam menjalani kesehatan dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. Konsisten kadar glukosa darah tinggi dapat menyebabkan penyakit serius yang memengaruhi jantung dan pembuluh darah, 19 20 71. Ibid, hlm. 100. PERKENI, “Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabates Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015” (2015), hlm. 14 mata, ginjal dan saraf. Orang dengan diabetes juga memiliki peningkatan risiko yang dapat menyebabkan infeksi. Hampir di semua negara diabetes adalah penyebab utama dari penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal dan amputasi anggota tubuh. 2.1.6 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Diabetes Mellitus Terdapat dua faktor yang memengaruhi diabetes melitus yaitu faktor tetap dan faktor tidak tetap. Faktor tetap merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau dirubah. Sedangkan faktor tidak tetap merupakan faktor yang dapat diubah dengan cara mengatur pola hidup dan gaya hidup yang sehat. 1) Faktor Tetap/ tidak dapat dimodifikasi a. Ras b. Etnik c. Umur d. Jenis Kelamin e. Riwayat Keluarga f. Riwayat melahirkan Bayi dengan BB > 4kg g. Riwayat lahir dengan BB < 2,5kg (BBLR) 2) Faktor Tidak Tetap / dapat dimodifikasi a. Perilaku hidup kurang sehat b. Berat badan lebih c. Obesitas abdominal/sentral d. Aktifitas fisik e. Hipertensi f. Dislipidemia g. Diet tidak sehat h. Riwayat toleransi glukosa terganggu 15 2.2 Pengetahuan Menurut Departemen pendidikan dan budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian”.21 2.2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah kumpulan suatu informasi yang dimiliki oleh seseorang setelah melihat (menyaksikan, mengalami), mengenal, dan mengerti melalui mata dan telinga. Pengetahuan bisa didapat dari pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).22 2.2.2 Tingkatan pada Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni : 23 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang 21 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 201. Notoadmojo, Kesehatan Mayarakat (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), hlm 123. 23 Muhammad Thohir, “Revisi Taksonomi Bloom Sebagai Kompleksitas Fungsi Otak” (2009), hlm 45-46. 22 16 telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Kemampuan mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 17 2.3 Asupan Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi paling penting bagi makhluk hidup karena molekulnya menyediakan unsur karbon yang siap digunakan oleh sel. Kira-kira 80% kalori yang didapat tubuh berasal dari karbohidrat 2.4.1 Definisi Karbohidrat Karbohidrat adalah senyawa organik yang mengandung atom karbon, hidrogen, dan oksigen, dan pada umunya unsur hidrogen dan oksigen dalam komposisi menghasilkan H2O. Karbohidrat merupakan senyawa sumber energi utama bagi tubuh.. Di dalam tubuh karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak.24 2.4.2 Klasifikasi Karbohidrat Berdasarkan susunan kimianya, karbohidrat dibagai menjadi tiga golongan: 25 1) Monosakarida Karbohidrat yang paling sederhana (simple sugar), karena tidak bisa lagi dihidrolisa. Dalam tubuh, monosakarida langsung diserap oleh dinding-dinding usus halus dan masuk ke dalam peredaran darah. Monosakarida larut di dalam air dan rasanya manis, sehingga secara umum disebut juga gula. Dalam Ilmu Gizi hanya ada tiga jenis monosakarida yang penting yaitu, glukosa, fruktosa dan galaktosa. 24 25 Hutagalung, 2004 Djoko Pekik Irianto, Paduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. (Yogyakarta: ANDI, 2007), hlm 56. 18 2) Disakarida Merupakan gabungan antara dua macam monosakarida. Dalam proses metabolisme, disakarida akan dipecah menjadi dua molekul monosakarida oleh enzim dalam tubuh. Pada bahan makanan, terdapat 3 jenis disakarida yaitu sukrosa, maltosa dan laktosa. 3) Polisakarida Merupakan senyawa karbohidrat kompleks, dapat mengandung lebih dari 60.000 molekul monosakarida yang tersusun membentuk rantai lurus ataupun bercabang. Polisakarida rasanya tawar (tidak manis), tidak seperti monosakarida dan disakarida. Di dalam Ilmu Gizi, polisakarida dikelompokkan menjadi tiga jenis golongan yaitu amilum, dekstrin, glikogen dan selulosa. 2.4.3 Aturan Asupan Karbohidrat Bagi Penderita Diabetes Mellitus Aturan asupan karbohidrat yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus adalah sebagai berikut : 26 1) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 - 65% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. 2) Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan. 3) Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. 4) 26 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. PERKENI, Op.Cit., hlm. 71. 19 5) Pemanis alternative dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI). 6) Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. 2.4 Asupan Serat 2.4.1 Definisi Serat Serat merupakan suatu komponen karbohidrat tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, tetapi dapat dicerna oleh mikro bakteri pencernaan. Serat makanan dapat menjadi wadah berkembang biak yang baik bagi mikroflora usus. Serat makan menurut jenisnya dibedakan menjadi dua, yaitu serat larut dan serat tidak larut. Serat larut merupakan serat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Serat larut dan tak larut terkandung pada jenis makanan yang sama memiliki bentuk dan bagian tersendiri. Kedua serat ini memiliki bentuk menyatu dan saling terikat menjadi satu yang akan melakukan pekerjaan tertentu dan bekerja saling melengkapi sedemikian rupa antara satu dengan yang lain.27 2.4.2 Rekomendasi Asupan Serat Bagi Penderita Diabetes Mellitus Menurut Hiswani, rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengonsumsi 20– 27 Zulhaida Lubis, Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat (Bogor: IPB Press, 2009), hlm 2. 20 35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.28 2.4.3 Kaitan Asupan Serat dengan Penyakit Diabetes Mellitus Bagi penderita diabetes, serat dapat memperlambat proses konversi karbohidrat menjadi gula, sehingga peningkatan gula dalam darah meningkat secara perlahan, dan membantu mengontrol level glukosa dalam darah. Menurut Zulhaida, Serat dapat menghambat pelepasan gula dari tepung dengan cara menyerap, mengikat, dan membungkus partikel-partikel tepung dan segera mengeluarkannya keluar dari tubuh. Pengikatan ini memberi aksi penekanan pada kenaikan jumlah kadar gula dalam darah setelah makan. Dengan menurunnya ketersediaan molekul gula dalam pencernaan berarti semakin sedikit jumlah gula yang akan diserap oleh usus. Secara tidak langsung semakin rendah gula yang diserap akan mengurangi jumlah permintaan insulin dan pankreas. Dengan kestabilan kondisi kadar gula dalam darah mengakibatkan pelepasan insulin secara berlebihan dapat dihindari, ini berarti akan membantu kinerja pankreas dan menjaga pankreas tetap berada dalam kondisi keseimbangan normal.29 Serat juga terdapat serat larut jenis gum dan pectin yang memiliki kemampuan dalam hal memperlambat proses pengosongan lambung dan memperlambat penyerapan atau penurunan jumlah serapan gula darah. Penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah lebih dini yang berarti akan mempermudah seseorang menderita penyakit jantung koroner. Biovailabilitas mineral atau ketersediaan dan kemampuan suatu zat untuk dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh sangat dipengaruhi oleh subtansi nonmineral dalam makanan. Komponen serat makanan dapat membatasi jumlah penyerapan terhadap beberapa mineral dalam 28 Hiswani, Peranan Gizi Dalam Diabetes Melitus. (Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 2015), hlm 76. 29 Zulhaida Lubis, Op.Cit., hlm 10. 21 tubuh dengan cara mengikat mineral-mineral itu. Serat makanan dapat mengurangi penyerapan zat gizi mikro.30 2.5 Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh atau IMT merupakan salah satu cara untuk mengetahui rentang berat badan ideal seseorang yang berguna untuk memprediksi seberapa risiko gangguan kesehatan. Penentuan status gizi seseorang dengan IMT ini dapat dilakukan dengan cara membagi berat badan ( kg) dengan tinggi badan dalam meter kuadrat. 2.5.1 Definisi Indeks Massa Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan yang kurang dapat memberikan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan kelebihan berat badan akan meningkatkan risiko penyakit degenaratif. Dengan mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. 31 2.5.2 Manfaat Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh dapat digunakan untuk mengetahui berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.32 30 Zulhaida Lubis, Loc.Cit. Kemenkes RI 2011, Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa.(Jakarta: Kemenkes RI, 2011), hlm. 10. 32 Kemenkes RI 2011, Loc Cit. 31 22 2.5.3 Rumus Nilai Indeks Massa Tubuh Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut: 33 Berat Badan (kg) IMT = Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m) 2.5.4 Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 2 Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh untuk Indonesia34 Kategori Kurus 2.5.5 IMT Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4 Normal Cukup 18,5 – 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Diabetes Mellitus Indeks massa tubuh secara bersama-sama dengan variable lainnya mempunyai hubungan yang signifikan dengan diebetes mellitus. Hasil perhitungan odds ratio menunjukkan seseorang yang mengalami obesitas mempunyai resiko diabetes 7,14 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal.35 33 Kemenkes RI 2011, Op.Cit, hlm. 11. Kemenkes RI 2014, Op.Cit., hlm. 72. 35 Kurnia Shara, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 (Jakarta: Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2013), hlm. 9. 34 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai jenis dan rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data. 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah observational analitik yaitu mengkaji hubungan antarvariabel dengan rancangan penelitian cross-sectional yaitu penelitian yang mengamati variabel dependen dan variabel independen dilakukan secara langsung dalam satu waktu. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Merdeka Palembang. Waktu penelitian ini selama 5 bulan, mulai bulan Februari sampai Juni 2017. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah semua penderita diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang sebanyak 776 penderita. 3.3.2 Sampel Sampel adalah penderita diabetes mellitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Merdeka Palembang yang terpilih dengan kriteria sebagai berikut: 23 24 a. Didiagnosis menderita diabetes mellitus tipe 2 b. Mampu berkomunikasi dengan baik c. Bersedia menjadi responden 3.3.3 Besar Sampel Besar sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow: 36 Z1- α/22. p . q n= d2 n : Besarnya sampel p : Prevalensi Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Merdeka Palembang (17,83%) q :1–p d : Presisi absolut yang diinginkan (10%) Zα : Koefisien kepercayaan 95% (1,96) Hasil perhitungan dalam penelitian ini adalah 54 sampel dengan penambahan 10% sampel, maka total sampel berjumlah 60 orang. 3.4. Instrumen Penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sistematik random sampling. Semua populasi yang berjumlah 776 diberi nomor 1-776. Selanjutnya, ditentukan interval pengambilan sampel dengan rumus interval k=�, � 36 Soekidjo Notoadmojo, Metode Penelitian Kesehatan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), hlm. 67. 25 dimana jumlah populasi dibagi jumlah sampel (776/60) sehingga didapat interval 13. Kemudian pengambilan sampel pertama dilakukan secara acak. 3.5. Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis Data a. Data Primer meliputi : 1) Karakteristik responden (usia, jenis kelamin, BB, TB, dan status gizi menurut indeks massa tubuh (IMT)) 2) Mempersiapkan kelengkapan administrasi yang diperlukan (data identitas responden, form recall 3x24 jam). 3.5.2 Tahap Penelitian a. Data Primer 1) Penderita diabetes mellitus yang memenuhi kriteria dijadikan sebagai sampel dengan terlebih dahulu telah mendapat persetujuan dari responden. 2) Peneliti mengambil identitas sampel berupa nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, alamat, pendidikan terakhir, dll 3) Peneliti melakukan kegiatan food recall 3x24 jam. 4) Peneliti melakukan pengukuran antropometri untuk mendapatkan data IMT. 5) Peneliti meminta bantuan kepada tenaga kesehatan di puskesmas untuk melakukan pengecekan kadar gula darah responden. 26 b. Data Sekunder Data gambaran umum puskesmas setempat yang diperoleh dari petugas kesehatan Puskesmas Merdeka Palembang. 3.6. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan secara manual, dan analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat dan analisis bivariat. 3.6.1 Pengolahan Data Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden diolah secara manual, sebagai berikut : a. Editing (Editing) Meneliti kembali jawaban dari pertanyaan pada lembar kuesioner form recall dan antropometri sudah cukup baik sehingga dapat diproses lebih lanjut. b. Koding (Coding) Data usia, jenis kelamin, status gizi (IMT), kadar gula darah, pengetahuan gizi, jumlah asupan karbohidrat dan jumlah asupan serat dari kuesioner diklasifikasikan hasilnya atau jawabannya ke bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode dalam komputer. c. Pemasukan data (Entry Data) Data yang telah selesai dikoding dan dimasukan ke dalam buku kode selanjutnya dimasukkan ke dalam kartu tabulasi, berupa data mengenai jawaban dalam melakukan penelitian. 27 d. Pembersihan Data (Cleaning Data) Setelah pemasukan selesai dan sudah benar-benar bebas dari kesalahan langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian kebenaran data. Dengan cara pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan. 3.6.2 Analisis Data Analisis data dilakukan pada penelitian ini meliputi: a. Analisis Univariat Dilakukan untuk memperoleh gambaran variasi seluruh variable yang diteliti dengan membuat table distribusi frekuensi, meliputi: Usia, jenis kelamin, kadar gula darah, pengetahuan, jumlah asupan karbohidrat, jumlah asupan serat, dan IMT. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel independen dan dependen yang diduga berhubungan dengan menggunakan uji chisquare dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara, pengetahuan, asupan karbohidrat, asupan serat, dan IMT dengan status kadar gula darah sewaktu. Uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. 2 � =∑ (� − �)2 � 28 Keterangan : x2 = Nilai pada Distribusi Frekuensi 1 = Nilai Observasi E = Nilai Harapan Keputusan Statistik : Bila p value ≤ 0,05 : Ho ditolak, menujukkan ada hubungan yang bermakna Bila p value > 0,05 : Ho diterima, menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Di dalam bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum Puskesmas Merdeka, gambaran umum karakteristik responden, dan analisis data. 4.1 Gambaran Umum Puskesmas Merdeka 4.1.1 Sejarah Singkat Puskesmas Merdeka Puskesmas Merdeka awal berdirinya pada tahun 1955 yang diberi nama Balai Pengobatan Musi dan setelah itu diberi nama Puskesmas Merdeka, yang terletak di Kecamatan Bukit Kecil tepatnya di Kelurahan Talang Semut Jl.Merdeka No.66 Palembang. 4.1.2 Keadaan Umum Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palembang wilayah kerja Puskesmas Meliputi meliputi 4 kelurahan, yaitu : Kelurahan 19 Ilir, Kelurahan 22 Ilir, 26 Ilir dan Kelurahan Talang Semut. Luas wilayah kerja Puskesmas Merdeka yaitu sebesar 123,5 km2 yang meliputi Kelurahan 19 Ilir sebesar 35,7 km2, Kelurahan 22 Ilir 9,0 km2, Kelurahan 26 Ilir sebesar 31,8 km2, dan Kelurahan Talang Semut sebesar 47,0 km2. Adapun batas wilayah Puskesmas Merdeka yaitu wilayah Utara berbatasan dengan kelurahan 24 Ilir, wilayah Selatan berbatasan dengan 28 Ilir dan 30 Ilir, Wilayah Timur berbatasan dengan 16 Ilir, serta Wilayah Barat berbatasan dengan Kelurahan 26 Ilir daerah I. 29 30 4.1.3 Pelayanan Kesehatan Tingkat Puskesmas Puskesmas Merdeka mempunyai visi yaitu “Tercapainya wilayah kerja Puskesmas Merdeka sehat dengan bertumpu pada pelayanan dan pemberdayaan masyarakat” dengan menggunakan misi sebagai cara untuk mecapainya diantaranya sebagai berikut : 1. Menigkatkan kemitraan pada semua pihak 2. Meningkatkan profesionalitas provider dan pemberdayaan masyarakat 3. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu prima 4. Mengikuti standar yang telah ditetapkan Puskesmas Merdeka memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan kebijakan Mutu yaitu “Puskesmas Merdeka bertekat meningkatkan kualitas pelayanan secara berkesinambungan berdasarkan standar yang ditetapkan demi tercapainya kepuasan masyarakat.” 4.2 Gambaran Umum Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan terkakhir, dan status gizi (IMT). 4.2.1 Usia Karakteristik responden yang masuk dalam penelitian menurut usia dikategorikan menjadi tiga yaitu, dewasa, lansia, dan manula. Adapun rentang usia responden dalam penelitian ini yaitu berkisar 38-85 dengan rata-rata usia 54 tahun, 31 usia paling muda yaitu 38 tahun dan usia paling tua yaitu 85 tahun. Distribusi frekuensi responden menurut usia dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Usia (tahun) n % Dewasa (36-45) 10 16,7 Lansia (46-65) 46 76,7 Manula (>65) 4 6,7 Jumlah 60 100,0 Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, sebagian besar responden termasuk pada kategori lansia yaitu sebesar 76,7 %. Menurut penelitian Puji menunjukkan mayoritas penderita DM Tipe 2 banyak terdapat pada lansia yang usianya berkisar antara 46 - 64 tahun sebesar 68,3%. 37 Pada lansia terjadi gangguan metabolisme karbohidrat meliputi resistensi insulin disebabkan perubahan komposisi tubuh, massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang berikatan dengan insulin. 38 37 Dwi Susilawati Puji, Hubungan Jenis Kelamin Dan Umur Penderita Diabetes Melitus Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Di Wilayah Kerja Puskesmas Pengapus Kecamatan Pringapus.(Ungaran: STIKES Ngudi Waluyo, 2015), hlm.13 38 Indra Kurniawan, Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut (Kep. Bangka Belitung: Jurnal Gizi Klinik, 2010), hlm. 17. 32 4.2.2 Jenis kelamin Karakteristik responden menurut jenis kelamin dikategorikan menjadi dua yaitu, laki-laki dan perempuan. Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis kelamin N % Laki-laki 19 31,7 Perempuan 41 68,3 Jumlah 60 100.0 Dari tabel 4 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 68,3 %, dibanding responden yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 31,7 %. Pada penelitian Erniati menunjukkan responden yang menderita diabetes melitus tipe 2 dan berjenis kelamin perempuan sebesar 78,49 %, lebih tinggi dari responden berjenis kelamin lakilaki.39 Menurut penelitian Ramadhan (2015) dilihat dari faktor resiko, perempuan mempunyai peluang lebih besar diakibatkan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pascamenopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi 39 Erniati, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Denagn Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia Di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012 (Jakarta: Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarief Hidayatullah, 2013), hlm. 12. 33 akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes.40 Data Riskesdas tahun 2007 juga mengemukakan, bahwa prevalensi DM lebih tinggi pada perempuan sebesar 6,4% dibanding laki-laki sebesar 4.9%. 4.2.3 Pendidikan Data distribusi frekuensi pendidikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu, Pendidikan Dasar tediri dari SD dan SMP, Pendidikan Menengah terdiri dari SMA, dan Pendidikan Tinggi terdiri dari Diploma/Sarjana/Magister, dll. Adapun tebel distribusi frekuensi pendidikan dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Pendidikan n % Pendidikan Dasar 32 53,3 Pendidikan Menengah 27 45 Pendidikan Tinggi 1 1,7 Jumlah 60 100,0 Dilihat dari tabel 5 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, sebagian besar responden memiliki jenjang pendidikan dasar yaitu sebesar 53,3 %. Menurut Ramdhan, peningkatan kejadian diabetes juga didorong oleh faktor tingkat pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap kejadian diabetes mellitus. Orang dengan pendidikan tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, mempunyai kesadaran dalam menjaga kesehatan dan memengaruhi 40 Nur Ramadhan, Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar HBAIC Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Ace (Aceh: Prodi Loka Penelitian dan Pengembangan, 2015), hlm. 7. 34 aktivitas fisik yang akan dilakukan. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diabetes melitus, mengakibatkan masyarakat baru sadar terkena penyakit diabetes mellitus setelah mengalami sakit parah.41 4.2.4 Status Gizi (IMT) Data distribusi frekuensi status gizi dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu, normal dengan IMT 17,0 – 25,0 , dan gemuk dengan IMT >25,0. Distribusi frekuensi responden menurut status gizi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Gizi Status Gizi n % Normal 19 31,7 Gemuk 41 68,3 Jumlah 60 100,0 Berdasarkan tabel 6 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden mempunyai status gizi gemuk yaitu sebesar 68,3 % dibandingkan dengan status gizi normal 31,7 %. 4.3 Analisis Data 4.3.1 Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti. Pendeskripsikan tersebut dapat dilihat pada gambaran distribusi frekuensi dari variabel dependen (status kadar gula darah) dan variabel independen 41 Nur Ramadhan, Op.cit., hlm. 10. 35 (pengetahuan, asupan Karbohidrat, asupan Serat, dan indeks massa tubuh) yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. 4.3.1.1 Status Kadar Gula Darah Sewaktu Status kadar gula darah responden yang diambil adalah gula darah sewaktu yang dikategorikan menjadi dua yaitu, normal bila kadar gula darah ≤ 200 mg/dl dan tinggi bila kadar gula darah >200 mg/dl. Adapun kadar gula darah paling rendah dari responden adalah 108 mg/dl dan kadar gula tertinggi adalah 575 mg/dl. Distribusi frekuensi respoden menurut status kadar gula darah sewaktu dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Status Kadar Gula Darah Status Kadar GDS N % Normal 14 23,3 Tinggi 46 76,7 Jumlah 60 100,0 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak yang memiliki kadar GDS tinggi yaitu sebesar 76,7%, sedangkan responden dengan status kadar GDS normal sebesar 23,3%. Seseorang yang menderita diabetes memiliki resiko lebih tinggi mengalami perkembangan dan ancaman kehidupan dalam menjalani kesehatan 36 dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.42 Konsisten kadar glukosa darah tinggi dapat menyebabkan penyakit serius yang memengaruhi jantung dan pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf. Orang dengan diabetes juga pada peningkatan risiko dapat menyebabkan infeksi. 4.3.1.2 Pengetahuan Pengetahuan responden yang diambil adalah dengan cara mengisi kuesioner yang berisi tentang pengetahuan responden tentang penyakit diabetes melitus. Pengetahuan yang dikategorikan menjadi tiga yaitu, baik bila responden mampu mengerjakan soal dengan ketentuan > 80% jawaban benar, sedang bila 60% - 80% jawaban benar, dan kurang bila < 60% jawaban benar. Distribusi frekuensi respoden menurut pengetahuan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan Pengetahuan n % Baik 8 13,3 Sedang 11 18,3 kurang 41 68,3 Jumlah 60 100,0 Dilihat dari tabel 8 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden yang memiliki pengetahuan kurang yaitu sebsar 68,3%, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan sedang sebesar 18,3%, serta responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar 13,3%. 42 IDF (2015) 37 Menurut penelitian Misdarina (2012), ada hubungan yang erat antara pengetahuan dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2, hal ini ditandai dengan hasil pengetahuan yang kurang pada pasien sebesar 54,9 %. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki responden mengenai penyakit diabetes melitus sehingga tidak mampunya responden mengontrol kadar gula darah dan mengakibatkan kadar gula darah menjadi tinggi. 43 4.3.1.3 Asupan Karbohidrat Asupan karbohidrat dikategorikan menjadi dua, baik bila responden mengonsumsi 45 – 65% dari karbohidrat energi, tidak baik jika responden tidak mengikuti aturan jumlah makanan sesuai anjuran untuk penderita diabetes melitus. Distribusi frekuensi responden menurut asupan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini. Tabel 9 Distribuasi Frekuensi Responden Menurut Asupan Karbohidrat Asupan KH n % Baik 14 23,3 Tidak baik 46 76,7 Jumlah 60 100,0 Berdasarkan tabel 9 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden yang memeiliki asupan karbohidrat tidak baik yaitu sebesar 76,6%, sedangkan responden yang memiliki asupan karbohidrat baik sebesar 23,3%. 43 Misdarina, Op. Ci., hlm 34. 38 Konsumsi karbohidrat adalah banyaknya asupan dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi perhari. Kebutuhan energi berlangsung terus sehingga karbohidrat sering dikonsumsi sepanjang hari. Setiap gram karbohidrat memberikan 4 kalori. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi dari makanan utama dan selingan lebih penting dari pada sumber atau tipe karbohidrat tersebut. Hal ini disebabkan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi dari makanan utama dan selingan memengaruhi kadar glukosa darah dan sekresi insulin. 4.3.1.4 Asupan Serat Asupan serat dikategorikan menjadi dua, baik bila responden mengonsumsi serat sebanyak ≥ 25- 30 g/hari dan tidak baik jika responden mengonsumsi serat sebanyak < 25 g/hari. Distribusi frekuensi responden menurut asupan serat dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Asupan Serat Asupan serat n % Baik 14 23,3 Tidak baik 46 76,7 Jumlah 60 100,0 Berdasarkan tabel 10 diatas, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden yang memiliki asupan serat tidak baik yaitu sebesar 76,6%, sedangkan responden yang memiliki asupan serat baik hanya sebesar 23,3%. 39 Menurut Hiswani, “rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 20 – 35 g serat makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.”44 4.3.1.5 Indeks Massa Tubuh (IMT) Data distribusi frekuensi status gizi dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu, normal dengan IMT 17,0 – 25,0 , dan gemuk dengan IMT >25,0. Distribusi frekuensi responden menurut status gizi dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Gizi Indeks massa tubuh n % Normal 19 31,7 Gemuk 41 68,3 Jumlah 60 100,0 Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa dari 60 responden, lebih banyak responden mempunyai status gizi gemuk yaitu sebesar 68,3 % dibandingkan dengan status gizi normal 31,7 %. 4.3.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen, analisi ini menggunakan uji Chi-Square. Berikut ini merupakan penyajian analisis bivariat dari setiap variabel yang diteliti. 44 Hiswani, Loc.Cit. 40 4.3.2.1 Hubungan Pengetahuan Dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Hubungan antara pengetahuan dengan status kadar gula darah dianalisis mengunakan tabulasi silang pada uji Chi-Square antara variabel pengetahuan dengan status kadar gula darah. Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan status kadar gula darah ditunjukkan pada tabel 12 berikut ini : Tabel 12 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Kadar GDS Pengetahuan Normal Jumlah Tinggi pvalue n % n % n % Baik 5 62,5 3 37,5 8 100,0 Sedang 4 36,3 7 63,6 11 100,0 Kurang 5 12,1 36 87,8 21 100,0 0,005 Berdasarkan tabel 12 di atas terlihat bahwa responden yang memiliki status kadar gula darah yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan kurang (87,8%) dibandingkan responden dengan kadar gula darah yang normal (12,1%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square antara pengetahuan dengan kadar gula darah diketahui bahwa p-value sebesar 0,005 (p-value< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kadar gula darah. 41 Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Misdarina pada tahun 2012, ada hubungan yang erat antara pengetahuan dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe 2, hal ini ditandai dengan hasil pengetahuan yang kurang pada pasien sebesar 54,9 %. Rendahnya pengetahuan yang dimiliki responden mengenai penyakit diabetes melitus sehingga tidak mampunya responden mengontrol kadar gula darah dan mengakibatkan kadar gula darah menjadi tinggi.45 Sikap merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepatuhan menjalankan diet diabetes melitus. Ketidakpatuhan terhadap diit pada penerita DM menjadi salah satu faktor risiko memperberat terjadinya gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap keberlangsungan hidup penderita diabetes mellitus. Ketidakpatuhan diit akan menyebabkan kadar gula darah pada penderita DM menjadi tidak terkendali. Berdasarkan analisa data menggunakan uji Chi-Square diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus. Hal ini berarti bahwa kelompok responden dengan pengetahuan baik, kadar glukosa darahnya cenderung lebih terkendali dibanding dengan kelompok responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang. Apabila dilihat dengan hasil kajian yang lebih mendalam dengan beberapa responden diperoleh hasil bahwa responden yang memilki pengetahaun rendah tentang diabetes 45 Misdarina, Op. Cit., hlm 39. 42 melitus ternyata memilki pemahaman yang kurang baik terhadap informasi yang telah diberikan tentang diabetes melitus. 4.3.2.2 Hubungan Asupan Karbohidrat Dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Hubungan antara asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah dianalisis mengunakan tabulasi silang pada uji Chi-Square antara variabel asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah. Hasil analisis hubungan asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah ditunjukkan pada tabel 13 berikut ini : Tabel 13 Analisis Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Kadar GDS Asupan Normal karbohidrat Jumlah Tinggi pvalue n % n % n % Baik 8 57,1 6 42,9 14 100,0 Tidak baik 6 13,0 40 87,0 46 100,0 0,002 Dari tabel 13 di atas terlihat bahwa responden yang memiliki status kadar gula darah yang tinggi cenderung memiliki asupan karbohidrat dengan kategori tidak baik (87,0%) dibandingkan responden dengan kadar gula darah yang normal (13,0%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square antara asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah diketahui bahwa pvalue sebesar 0,002 (p-value < 43 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah. Penelitian Amanina menunjukkan bahwa tingkat kejadian diabetes melitus tipe 2 sejalan dengan tingginya asupan karbohidrat yang tinggi dengan resiko keajdian sebesar 3,8 kali lebih besar dibandingkan responden yang menjaga asupan karbohidrat nya sesuai anjuran. 46 Tingginya konsumsi karbohidrat juga meningkatkan FFA yang akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membran plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose. Berdasarkan analisa data menggunakan uji Chi-Square diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus. Hal ini berarti bahwa kelompok responden dengan asupan karbohidrat baik, status kadar glukosa darahnya cenderung lebih terkendali dibanding dengan kelompok responden yang memiliki asupan yang tidak baik. 4.3.2.3 Hubungan Asupan Serat Dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Hubungan antara asupan serat dengan status kadar gula darah dianalisis mengunakan tabulasi silang pada uji Chi-Square antara variabel asupan serat dengan status kadar gula darah. Hasil analisis hubungan asupan serat dengan status kadar gula darah ditunjukkan pada tabel 14 berikut ini : 46 Azka Amanina, Hubungan Asupan Karbohidrat dan Serat dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015), hlm. 20 44 Tabel 14 Analisis Hubungan Asupan Serat dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Kadar GDS Asupan Normal serat Jumlah Tinggi pvalue N % N % n % Baik 7 50,0 7 50,0 14 100,0 Tidak baik 7 15,2 39 84,8 46 100,0 0,012 Berdasarkan tabel 14 di atas terlihat bahwa responden yang memiliki status kadar gula darah yang tinggi cenderung memiliki asupan serat dengan kategori tidak baik sebesar (84,8%) dibandingkan responden dengan kadar gula darah yang normal (15,2%). Berdasarkan uji statistik Chi-Square antara pengetahuan dengan status kadar gula darah diketahui bahwa p-value sebesar 0,012 (p-value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan serat dengan status kadar gula darah. Penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah lebih dini yang berarti akan mempermudah seseorang menderita penyakit jantung koroner. Komponen serat makanan dapat membatasi jumlah penyerapan terhadap beberapa mineral dalam tubuh dengan cara mengikat mineral-mineral 45 tersebut. Hal ini membuktikan bahwa terjadi keeratan hubungan antara asupan serat yang baik diikuti dengan status kadar gula darah yang normal, dan ketika asupan serat yang tidak baik akan mengakibatkan kadar gula darah tidak normal. 4.3.2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Hubungan antara asupan serat dengan status kadar gula darah dianalisis mengunakan tabulasi silang pada uji Chi-Square antara variabel asupan serat dengan status kadar gula darah. Hasil analisis hubungan asupan serat dengan status kadar gula darah ditunjukkan pada tabel 14 berikut ini : Tabel 15 Analisis Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Status Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Kadar GDS IMT Normal Jumlah Tinggi pvalue N % N % n % Baik 6 31,5 13 68,5 19 100,0 Tidak baik 8 19,5 33 80,5 41 100,0 0,338 Berdasarkan tabel 15 di atas terlihat bahwa responden yang memiliki status kadar gula darah yang tinggi cenderung memiliki indeks massa tubuh dengan kategori gemuk (80,5%) dibandingkan responden dengan kadar gula darah yang normal (19,5%). 46 Berdasarkan uji statistik Chi-Square antara indeks massa tubuh dengan status kadar gula darah diketahui bahwa p-value sebesar 0,338 (p-value > 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan status kadar gula darah. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Novelia pada tahun 2013, “tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah”.47 Sedangkan dalam penelitian Nita yang berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah” menyebutkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara indeks massa tubuh dengan kadar gula darah. 48 Tingkat guladarah tergantung pada kegiatan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal yaitu adrenalin dan kortikosteroid. Adrenalin akan memacu kenaikan kebutuhan gula darah, dan kortiko steroid akan menurunkannya kembali. Penelitian ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki indeks massa tubuh dalam kategori gemuk belum tentu mempunyai kadar gula darah yang tinggi. 47 Farsyi Novelia, Hubungan antara Status Gizi dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Masyarakat Kelurahan Bah Kecamatan Malalayang (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 2013), hlm. 6. 48 Nita Sulistianingrum Damayanti, Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang dengan Kadar Gula Darah (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010), hlm. 23. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Di dalam bab ini berisi kesimpulan semiskripsi ini serta saran dari penulis. 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : 1) Responden yang berjumlah 60 orang memiliki karakteristik, yaitu sebagian besar responden berada pada kategori lansia (46 – 65 tahun) yakni sebesar 76,7%. Jenis kelamin responden 68,3% adalah perempuan. Pendidikan responden sebagian besar pada jenjang pendidikan dasar yaitu sebesar 53,3%. Responden memiliki status gizi gemuk 68,3% dan normal 31,7%. 2) Status kadar gula darah sewaktu responden sebagian besar tidak normal yaitu sebesar 76,7%. 3) Pengetahuan responden dengan kategori pengetahuan kurang sebesar 68,3%. 4) Asupan karbohidrat responden dengan kategori asupan karbohidrat tidak baik sebesar 76,7%. 5) Asupan serat responden dengan kategori asupan serat tidak baik sebesar 76,7%. 6) Ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan status kadar gula darah (p-value = 0,005) pada penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. 47 48 7) Ada hubungan bermakna antara asupan karbohidrat dengan status kadar gula darah (p-value = 0,002) pada penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. 8) Ada hubungan bermakna antara asupan serat dengan status kadar gula darah (p-value = 0,012) pada penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. 9) Tidak ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan status kadar gula darah (p-value = 0,338) pada penderita DM Tipe 2 di Puskesmas Merdeka Palembang. 5.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian pada semiskripsi ini, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut : 5.2.1 Bagi Pasien Penderita diabetes mellitus Tipe 2 diharapkan dapat menerapkan pengetahuan yang telah didapat dari petugas gizi puskesmas Merdeka Palembang serta dapat mengikutsertakan keluarga dalam membantu pasien sebagai parameter ukuran keberhasilan pola makan yang baik dan benar. 5.2.2 Bagi Puskesmas Petugas Gizi secara rutin memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi kepada pasien berobat jalan serta melibatkan keluarga pasien dengan cara mengadakan pertemuan khusus dengan keluarga pasien diabetes agar dapat mengontrol kadar gula darah, serta mengonsumsi makanan yang dianjurkan. 49 5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat meneruskan penelitian yang sejenis ini dengan faktor risiko lain yang belum diteliti seperti penyakit komplikasi yang berhubungan dengan kadar gula darah antara lain renal, jantung, hipertensi, dll. Daftar pustaka Almatsier, Sunita. 2010.Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Amanina, Azka. 2015. Hubungan Asupan Karbohidrat Dan Serat Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Azrimaidaliza.2011. Asupan Zat Gizi dan Penyakit Diabetes Melitus. Padang: Universitas Andalas. Berkowitz, Aaron. 2013. Patofisiologi KLINIK. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA. Damayanti, Nita Sulistianingrum. 2010. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan Kadar Gula darah Puasa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Damayanti, Santi. 2012. Analisis Praktik Residensi Keperawatn Medikal Bedah : Penerapan Teori Adaptasi Roy Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Endokrin Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Jakarta: Universitas Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Erniati. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Denagn Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia Di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012. Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah. Frankilawati, Dyah Ayu Marisaa. 2013. Hubungan Antara Pola Makan, Genetik Dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Surakarta. Surakarta. Furi, Lewi Martha. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Mengenai Diet Diabetes Melitus Dengan Tingkat Konsumsi Energi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Bandar Lampung. Lampung. 50 51 Hiswani. 2015. Peranan Gizi Dalam Diabetes Melitus. Medan: Universitas Sumatera Utara. Kemenkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang orang. Kemenkes RI. 2011. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Kemenkes RI. 2014. InfoDATIN: Situasi dan Analisis Diabetes. Kemenkes RI. 2014. PEDOMAN GIZI SEIMBANG. Kemenkes RI. Jakarta. Kurnia Shara. 2013. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II DiPuskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jakarta: Jurnal Ilmiah Kesehatan. Kurniawan, Indra. 2010. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Bangka Belitung: Jurnal Gizi Klinik Usila. Lubis, Zulhaida. 2009. Hidup Sehat Dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press. Miftahul, Tatik, dan Joko. 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Semarang: Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. Misdarina. 2012. Pengetahuan Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula darah pada Pasien DM Tipe 2. Medan: Universitas Sumatera Utara. Muchid, Abdul, dkk. 2005. Pharmaceutic Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. ... : Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Notoadmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Mayarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Novelia, Farsyi Dalawa. 2013. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Masyarakat Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang. Manado: Universitas Sam Ratulangi. 52 PERKENI. 2015. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabates Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Puji, Dwi Susilawati. 2015. Hubungan Jenis Kelamin Dan Umur Penderita Diabetes Melitus Dengan Penurunan Fungsi Kognitif Di Wilayah Kerja Puskesmas Pengapus Kecamatan Pringapus. Ungaran: Jurnal Gizi Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo. Ramadhan, Nur. 2015. Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar HBAIC Di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Banda Aceh: Prodi Loka Penelitian dan Pengembangan. Thohir, Muhammad. 2009. Revisi Taksonomi Bloom Sebagai Kompleksitas Fungsi Otak. [Online]. Tersedia: http://mthohir.wordpress.com/2009/01/26/revisitaksonomi-bloomsebagai-kompleksitas-fungsi-otak/ Tjokroprawiro, Askandar. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. World Health Organization. 2016. Diabetes Programme ... .2013. Riset Kesehatan Dasar. ... .2011. PEDOMAN PRAKTIS MEMANTAU STATUS GIZI ORANG DEWASA. ... .2015. IDF Diabetes Atlas: Seventh edition. (E-Book) LAMPIRAN 1 Lampiran Besar Sampel Besar sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow, sebagai berikut: Keterangan: n : Besarnya sampel p : 0,17 q :1–p : 1 – 0,17 : 0,83 d : 0,1 Zα : 1,96 Z1- α/22. p . q n= d2 1,962. 0,17 . 0,83 n= 0,12 n = 54 Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 54 sampel dengan penambahan 10% sampel atau sebanyak 6 sampel, maka total sampel berjumlah 60 sampel. 53 Biodata Penulis Husnatul Aisyah adalah nama penulis semiskripsi ini. Penulis lahir dari orang tua Muhamad Iswanto dan Ida Wahyuni H. sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis dilahirkan di Kota Bekasi, tanggal 09 November 1999. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari SDIT Gema Nurani (lulus tahun 2012), kemudian melanjutkan ke SMPIT Gema Nurani (lulus tahun 2015), kemudian melanjutkan ke SMAN 4 Kota Bekasi, dan saat ini berkuliah di Poltekkes Kemenkes Jakarta II Jurusan Gizi. 54