Child-Centered Play Therapy (CCPT) untuk Anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Review Jurnal Evidence Based Disusun oleh : SALMA NUR SAIDA ( 202110500211018 ) PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI DIREKTORAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2022 Child-Centered Play Therapy (CCPT) untuk Anak dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Salma Nur Saida1 Pendahuluan Trauma psikologis adalah suatu dampak yang muncul akibat peristiwa yang traumatic. Peristiwa traumatis bisa sekali dialami, atau dialami berulang-ulang dan bertahan dalam jangka lama. Sebuah penelitian menyatakan bahwa trauma akan dapat teratasi seiring dengan berjalannya waktu. Pada saat kejadian traumatis dialami oleh seseorang, ia akan merespon dan mengatasinya. Individu yang mengalami pertumbuhan pasca trauma cenderung menyadari dampak yang mereka alami sehingga tidak berdampak negative pada perkembangannya. Namun sebaliknya apabila individu tidak mampu bertahan dan tidak mampu untuk mengatasi permasalahannya akan menimbulkan trauma psikologis yang dirasakan dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian akan menimbulkan gejala-gejala yang berpengaruh terhadap perilakunya hingga remaja, orang-orang tersebutlah yang dikatakan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD adalah gangguan psikologis yang terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami suatu peristiwa yang mengancam kejiwaan, seperti perang, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan serius, atau kekerasan individual seperti kekerasan fisik dan pemerkosaan. Orang yang mengalami PTSD umumnya akan merasa seperti dihantui oleh pengalaman traumatisnya sehingga akan mempengaruhi aktivitas dan perkembangan dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, perlu diberikannya terapi untuk anak-anak yang menderita PTSD. Salah satu terapi psikologis yang telah banyak diteliti dan dinyatakan efektif untuk menangani anak dengan PTSD adalah Child-Centered Play Therapy (CCPT). CCPT merupakan sebuah intervensi berbasis hubungan di mana anak-anak dengan PSD dapat memiliki kesempatan untuk merasa diterima oleh terapis. Intervensi ChildCentered Play Therapy yaitu joint attention, meniru respon, theory of mind, dan keterampilan fungsi dan simbol dalam bermain. 1 Salma Nur Saida,Magister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembahasan Child-Centered Play Therapy (CCPT) merupakan terapi yang dilakukan dengan menggunakan sebuah permainan dan akan menunjukan perubahan seperti perasaan berharga, dapat mengurangi tekanan negatif yang mengganggu klien apabila adanya lingkungan yang aman dan dengan adanya penerimaan dari terapis. Anak yang mengalami trauma tiba-tiba kehilangan rasa aman dan control yang penting untuk kesehatan emosional pertumbuhan. Perasaan takut, marah dan ketidakberdayaan sering diekspresikan secara berbeda dari orang dewasa karena keterbatasan mereka dalam perkembangan kognisi, verbalisasi dan cara untuk berpikir abstrak. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Kwon, Y. J., & Lee, K., 2018) menjelasnkan mengenai efek Group child-centered play therapy pada anak-anak pengungsi dari Korea Utara yang bermukim kembali di Korea Selatan. Dalam penelitian ini menggunakan studi kasus kualitatif untuk memahami dan menganalisis proses penyembuhan yang dialami anak-anak selama terapi dengan berfokus pada karakteristik permainan dan perubahan pola bermain. Penelitian ini mengambil sampel sejumlah 4 anak perempuan pengungsi dari Korea Utara yang duduk di kelas 2 atau 3 SD ( rentang usia 8 – 9 tahun ). Informasi penting mengenai sampel diberikan oleh pengasuh, guru, dan pejabat sekolah. Anak-anak memproses trauma psikologis yang mereka alami dengan memainkan peristiwa traumatis di masa lalu. Hasil terapi memperjelas bahwa pendekatan Group child-centered play therapy ini efektif dalam menangani masalah psikologis anak-anak. Seiring perkembangan terapi, anak-anak menunjukan gejala kecemasan dan depresi yang berkurang, perhatian yang lebih baik, dan lebih sering bermain sesuai dnegan usianya. Anak-anak dengan masalah perilaku yang terinternalisasi menunjukan perilaku bermasalah yang lebih sedikit dan ekspresi emosional yang lebih tepat selama terapi. Anak-anak dengan masalah perilaku eksternal menunjukan lebih sedikit perilaku agresif dan peningkatan empati kepada orang lain. Trauma psikologis pada anak-anak pengungsi darI Korea Utara membutuhkan waktu yang lama daripada trauma yang sifatnya lebih sederhana.[1] Dilakukan penelitian juga oleh (Jaxon J. Humble et.al ,. 2018). Penelitian ini diberikan kepada anak yang mengalami PTSD sebanyak 10 sampai 38 (per kelompok). Sampel didominasi oleh anak-anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada kelompok perlakuan berusia 0-16 tahun. Anak-anak didapatkan berdasarkan rujukan dari lembaga layanan perlindungan anak dan keluarga ( anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pelecehan seksual), beberapa anakanak diambil dari tempat penampungan perempuan ( korban paksaan dari keluarga yang dilakukan secara terusmenerus, kekerasan fisik) dan beberapa anak diambil berdasarkan kedekatan geografis dengan bencana alam ( anak-anak yang terkena dampak dari peran dan bencana alam). Pengobatan selama 12 hari selama 9 bulan. Jumlah sesi per individu berkisar antara 10 sampai 36 sesi. Anakanak akan menghadiri satu sesi child-centered play therapy (CCPT) per minggu : dalam empat pembelajaran, anak-anak menghadiri beberapa sesi per minggu (dengan satu pembelajaran menggunakan sesi harian selama kursus dari 12 hari) dan akan dilaporkan 30 sampai 50 menit persesi). Pengobatan ini dilakukan oleh berbagai professional kesehatan mental termasuk konselor (4 orang), pekerja sosial ( 3 orang), terapis (3 orang ) dan psikolog (1 orang). Tujuan dari penelitian ini untuk memperbaiki konsep diri dan pengurangan gejala internalisasi, pengurangan dalam masalah perilaku, peningkatan kompetensi sosial, peningkatan penyesuaian hidup dan perubahan positif dalam gejala yang berhubungan dengan trauma. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa partisipasi anak-anak dalam CCPT mengakibatkan peningkatan konsep diri dan kompetensi, mengurangi masalah internalisasi dan eksternal, mengurangi masalah-masalah yang terkait dnegan stres pasca-trauma. Jadi, Child-Centered Play Therapy (CCPT) efektif menangani anak-anak yang mengalami PTSD.[2] Penelitian selanjutnya (Dee C. Ray et al,.2021) menjelaskan bahwa pengalaman masa kanak-kanak yang tidak baik akan mempengaruhi kesehatan fisik, proses pembelajaran, sosial, emosional, perilaku yang berbahaya selama masa kanak-kanak dengan efek jangka panjang yang berlangsung sepanjang umurnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengekplorasi dampak dari Child-Centered Play Therapy (CCPT) untuk anak-anak yang mengalami trauma yang memiliki dua atau lebih maslah pada sosial, emosional dan masalah perilaku. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukan peningkatan yang signifikan secara statistic dalam kompetensi sosialemosional termasuk empati, kompetensi sosial dan pengaturan diri atau tanggung jawab dan penurunan total masalah perilaku di antara anak-anak yang berpartisipasi dalam CCPT. Hal ini menunjukan bahwa CCPT efektid dalam menangani anak yang mengalami trauma.[3] Dr Tarquam McKenna, (2019) dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa intervensi CCPT ini memberikan efek yang baik untuk anak-anak dengan masalah emosional, perilaku dan relasional termasuk anak-anak yang mengalami trauma. Sejumlah uji coba terkontrol yang dilakukan secara acak menunjukan bahwa anak-anak yang menggunakan CCPT secara statistik menunjukan penurunan yang signifikan dalam perubahan perilaku yang menganggu, masalah sosial, stres karena hubungan guru dan anak. Peningkatan kemajuan akademik, dan pemerolehan bahasa. Uji coba terkontrol ini juga menguji kemanjuran intervensi CCPT untuk anak-anak dengan masalah kesehatan mental yang lebih serius seperti kecemasan, depresi, dan trauma.[4] Penelitian ini didukung dengan adanya penelitian oleh (Timothy TJ, 2021) Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas penggunaan CCPT pada perilaku eksternal di kelas anak-anak SD kelas 2 yang mengalami trauma ketika menghadiri sekolah. Perilaku eksternal peserta diukur melalui subskala Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder pada Formulir Pengamatan Langsung Desain penelitian menggunakan kasus tunggal (SCRD) dimana lebih berfokus pada (n=1) yang dibagi menjadi beberapa fase. SCRD ini menggunakan pengukuran berulan dan terus menerus untuk melihat dampak dari intervensi yang digunakan. SCRD menetapkan baseline sebelum melakukan intervensi. Partisipan dalam penelitian ini selama 13-16 minggu, yang terdiri dari tiga fase : fase A (tanpa intervensi), fase B (16 sesi CCPT), dan fase pemeliharaan ( tanpa intervensi ). Setelah melakukan analisis data visual, ditemukan bahwa 16 sesi dalam CCPT efektif dalam mengurangi perilaku eksternal di kelas untuk anak-anak yang mengalami trauma. CCPT ini merupakan bentuk terapi bermain berbasis hubungan yang menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk memainkan emosinya, belajar bertanggung jawab dan memiliki hubungan yang positif dengan orang dewasa. Karena CCPT bersisfat non-directive, memungkinkan anak mengatasi trauma dengan kecepatan mereka sendiri dan tidak merasa tertekan untuk memprosesnya jika mereka tidak siap.[5] Sebuah penelitian oleh (Sarah M. Agarwal & Dee C. Ray,. 2018) ini menggunakan sampel remaja yang mengalami pelecehan dan trauma ektrem dan harus tinggal di fasilitas 24 jam untuk menerima kesehatan mental, pengobatan, dan layanan sosual. CCPT ini diperkenalkan sebagai modalitas terapi ekspresif berbasis bukti yang menekankan bahasa alami anak dalam bermain sebagai cara untuk mendukung penyembuhan emosional dan psikologisnya. Pada terapi ini berfokus untuk mengembangkan konsep diri yang lebih positif pada anak, mengajarkan kepada anak mengenai cara memikul tanggung jawab diri yang lebih besar, menjadikan anak lebih mengarahkan diri sendiri, menerima diri sendiri, lebih mandiri, terlibat dalam pengambilan keputusan yang ditentukan sendiir, mengalami perasaan yang terkntrol, menjadikan peka terhadap proses koping, mengmbangkan evaluasi internal dan menjadi percaya terhadap diri sendiri. Terapi CCPT ini mrnunjukan keefektifannya untuk mengatasi berbagai penyakit mental, maslaah perilaku dan gangguan perlekatan salah satunya efektif untuk anak-anak yang mengalami trauma akibat pernal dilecehkan dan diabaikan oleh lingkungan sekitar.[6] Penelitian ini (Orsolina O'Neill,2020) berfokus untuk meneliti anak Autism Spectrum Disorder (ASD) namun juga memiliki trauma. Trauma penghianatan merupakan salah satu jenis trauma yang sering dialami oleh ASD. Trauma pehnghianatan merupakan pengalaman traumatis di mana korban disakiti oleh orang kepercayaan atau seseorang yang menjadi sandaran mereka untuk bertahan hidup. Seperti ketika anak ASD dipukuli oleh orang tua tunggal, mereka sering akan tetap diam dan tetap berada di lingkungan tersebut karena mereka tidak tahu ke mana lagi harus pergi dan sementara hanya orang tua yang menyediakan maknana, pakaian dan tempat tinggal untuk anak ASD tersebut. Hal tersebut akan sangat mengganggu untuk kehidupan anak ASD, oleh sebab itu diperlukan terapi yang cocok utntuk menangani kasus tersebut. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa Child Centered Play Therapy (CCPT) ini digunakan untuk anakanak yang sangat muda dan terapi ini berfokus pada kecenderungan alami anak menuju pertumbuhan yang positif dan terapis disini bertugas untuk mengawasi dan membantu mengarahkan permainan itu untuk memproses dan beralih dari emosi akibat dari trauma yang dimiliki. Anak mungkin akan didorong untuk menunjukan emosi atau perasaan mereka menggunakan mainan seperti boneka hewan dan menggunakannya sebagai media untuk memproses emosi mereka. Penelitian ini menunjukan bahwa terapi ini telah terbukti mengurangi perilaku agresif pasca trauma serta mengurangi masalah perilaku lain.[7] Fokus relasional terapi bermain Child Centered Play Therapy (CCPT) (Parker, M. M. ,. 2021) ini sering dimasukan dalam pengobatan yang efektif untuk anak-anak yang mengalami trauma. Peneliti mengidentifikasi 32 studi penelitian desain antar kelompok yang mengekplorasi efek CCPT pada anak-anak yang mengalami PTSD termasuk fase kemiskinan pada masa kanakkanak, diskriminasi sistemasik, kesulitan keterikatan, pelecehan dan penahanan orang tua. Temuan menunjukan bahwa memang CCPT iniefektif untuk menurunkan gejala dari anak-anak yang mengalami PTSD.[8] Penelitian ini (Eunah Kim Lee,2016) merupakan studi kasus seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang mengalami trauma keterikatan akibat kekerasan, penelantaran orang tua dan dirujuk ke panti asuhan. Hal tersebut menyebabkan anak mengalami kesulitand alam hubungan dengan orang lain dengan melakukan perilaku agresif yang ektrem, mengeluhkan ingatan dan ketakutan akan pelecehan fisik dan emosional dan kerap mengunjungi rumah sakit karena kesuitan tidur dan buang air besar. Dalam hal ini dilakukan 43 sesi terapi bermain, 15 sesi konseling orang tua dan 1 sesi panen di dua bulan kemudian. Selama proses pengobatan, gejala berkurang dan menghilang dan diamati bahwa perkembangan yang hilang akibat trauma kembali lebih stabil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan implikasi terapeutik bagi anak asuh yang pernah mengalami trauma dengan analisis mendalam dan konseptualisasi kemajuan dinamiis CCPT untuk anak yang mencari pemulihan. Berdasarkan intervensi terapi CCPT, nampak hasil yang signifikan ditunjukan oleh anak yang mengalami PTSD. Hal ini berarti CCPT efektif untuk mengurangi gejala anak-anak dengan PTSD.[9] Sebuah penelitian yang dilakukan oleh ( Leo Wormer et al,. 2018) Ini akan meninjau literature penelitian mengenai kebutuhan anak prasekolah dalam konteks bencana dan terorisme. Penelitian ini mengambil sampel anak prasekolah (0-6 tahun ) yang terkena bencana massal perang dan terorisme. Selain mengalami ketakutan,kecemasan, suasana hati dan reaksi somatic atau gejala perilaku seperti masalah tidur, agresi atau regresi, banyak anak-anak muda yang menjadi korban peristiea tersebut juga dapat mengembangkan menjadi PTSD. Anak-anak tersebut diambil berdasarkan hasil dari laporan orang tua yang mengeluhkan mengenai anaknya yang mengalami gejala-gejala PTSD. Dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukan CCPT efektif untuk menurunkan gelaja-gejala PTSD yang dialami oleh anak korban dari bencana perang masal dan terorisme.[10] Penutup Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa Child Centered Play Therapy (CCPT) dapat berfungsi efektif untuk menurunkan simtom-simtom pada anak-anak penderita Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) akibat peristiwa yang mengancam kejiwaan, seperti perang, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan serius, atau kekerasan individual seperti kekerasan fisik dan pemerkosaan. Namun diperlukan komitmen terapis dan klien dalam mengikuti proses terapi CCPT hingga selesai. Referensi [1] H. Mohyadini, “Effectiveness of Cognitive-Behavioral Treatment Community on Progress in Patients with Obsessive-Compulsive Disorders,” vol. 8, no. 1, 2021, doi: 10.30476/whb.2021.87708.1075.1. [2] J. J. Humble et al., “Child-Centered Play Therapy for Youths Who Have Experienced Trauma: a Systematic Literature Review,” J. Child Adolesc. Trauma, vol. 12, no. 3, pp. 365–375, 2019, doi: 10.1007/s40653-018-0235-7. [3] J. A. Weiss et al., “A randomized waitlist-controlled trial of cognitive behavior therapy to improve emotion regulation in children with autism,” 2018, doi: 10.1111/jcpp.12915. [4] P. Eggleton, F. J. W. Editors, and J. M. Walker, Systemic Lupus Erythematosus. Methods and protocols. 2014. [5] Timothy “T.J.” Schoonover, “Child-Centered Play Therapy’s Impact on Externalized Behaviors of Children who Have Experienced Trauma: A Single-Case Research Design,” Univ. Arkansas, 2021. [6] S. M. Agarwal and D. C. Ray, “Play Therapy in Residential Treatment Centers for Children,” Resid. Treat. Child. Youth, vol. 36, no. 4, pp. 298–313, 2019, doi: 10.1080/0886571X.2018.1536496. [7] K. D. C. Putri, M. M. R. Sari, I. W. Ramantha, and I. G. A. N. Budiasih, “Effect of selfefficacy, competence and compensation in performance of financial manager on motivation as moderation,” Int. Res. J. Manag. IT Soc. Sci., vol. 6, no. 3, pp. 83–93, 2019, doi: 10.21744/irjmis.v6n3.635. [8] A. Keyes, A. Deale, C. Foster, and D. Veale, “Time intensive cognitive behavioural therapy for a specific phobia of vomiting: A single case experimental design,” J. Behav. Ther. Exp. Psychiatry, vol. 66, p. 101523, 2020, doi: 10.1016/j.jbtep.2019.101523. [9] T. Leeuwerik, K. Cavanagh, and C. Strauss, “Patient adherence to cognitive behavioural therapy for obsessive- compulsive disorder : A systematic review and meta-analysis,” J. Anxiety Disord., vol. 68, no. August, p. 102135, 2019, doi: 10.1016/j.janxdis.2019.102135. [10] L. Wolmer, D. Hamiel, L. Pardo-aviv, and N. Laor, “Preschool children facing mass trauma : Disasters , war and terrorism,” vol. 2, pp. 1–5, 2018.