MAKALAH ISTISHNA DAN ISTISHNA PARALEL AKUNTANSI SYARIAH D I S U S U N Oleh : CHRISTOFER NABILLA MIRANDA RATU SANTANA DEWI PERTIWI. S OKI IRAWAN (B1031211030) (B1031211040) (B1031211006) (B1031211008) Dosen Pengampu Muhammad Fahmi, SE, M.M. UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK KALIMANTAN BARAT 2022 2 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan bumi beserta isinya dan memberkahi ilmu kepada umat manusia, sehinnga dapat terselesaikannya makalah dengan judul “Istishna dan Istishna Paralel” ini dengan tepat waktu. Tentunya dalam penyusunan makalah ini kami mengalami kesulitan, dan didalam makalah ini pastinya masih banyak memiliki kekurangan, karena wawasan kami yang kurang. Dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yakni Bapak Idel Waldelmi, yang mana telah mengarahkan kami dalam menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, serta pembaca dapat memberikan saran ataupun kritik agar kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi. Kelompok 4 Pontianak, 21 April 2021 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii BAB I ............................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1 A.Latar Belakang ....................................................................................................................... 1 B.Landasan Teori ...................................................................................................................... 1 BAB II ........................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 2 A. AKAD ISTISHNA .............................................................................................................. 2 B. ISTISHNA PARALEL ......................................................................................................... 5 C. PENJURNALAN ISTISHNA DAN PARALEL .......................................................................... 7 BAB III ........................................................................................................................................ 12 PENUTUP ................................................................................................................................... 12 Kesimpulan............................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 13 ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapakan kepercayaan diri pemberi pembaiyaan sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiyaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan (Ismail, 2011). Istishna merupakan salah satu bentuk jual beli dengan pemesanan yang mirip dengan salam yang merupakan jual beli untuk forward kedua yang dibolehkan oleh syariah. Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul. Agar akad istishna menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah disepakati bersama. Dalam istishna pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau dibelakang, serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industry dan barang manufatur. Kontrak istishna menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun demikian, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna tidak dapat diputuskan secara sepihak. B. Landasan Teori Perbankan syariah sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah saat ini mengalami kemajuan yang pesat. Krisis keuangan global di satu sisi telah membuat perbankan syariah berkembang. Selain masyarakat dunia, para pakar dan pengamat kebijakan ekonomi tak hanya sekedar melirik ke arah perbankan syariah, mereka juga tertarik untuk menerapkan konsep syariah secara serius (Darmoko dan Nuriyah, 2012) Fenomena tingkat profitabilitas yang diperoleh bank syariah di Indonesia pada saat ini sangat menarik, baik dari segi pemilik dana, investor maupun masyarakat khususnya yangmenganut prinsip syariah. Seperti yang tercatat pada laporan Bank Indonesia (BI) pada akhir tahun 2005, profitabilitas perbankan syariah secara umum mencapai tingkat keuntungan sebesar Rp238,6 milliar, profitabilitas perbankan syariah tersebut meningkat sebesar Rp76,3 miliar (47%) dari tahun 2004 (www.bi.go.id) Berdasarkan statistik perbankan syariah yang terdapat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2014, pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan penyaluran dana terbesar perbankan syariah tahun 2014 yaitu sebesar 78,91%. Kemudian diikuti penempatan BI 13,69%, surat berharga 4,15%, penempatan di bank lain 2,50%, tagihan lainnya 0,73% dan penyertaan 0,02%. 1 BAB II PEMBAHASAN A. AKAD ISTISHNA 1. DEFINISI AKAD ISTISHNA Istishna berasal dari kata shana 'a yang artinya membuat kemudian. Istishna' secara bahasa artinya meminta dibuatkan. Menurut terminologi merupakan perjanjian terhadap barang jualan yang berada dalam kepemilikan penjual dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau meminta dibuatkan secara khusus sementara bahan bakunya dari pihak penjual. Menurut beberapa literatur lain istishna' dapat diartikan sebagai transaksi dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. 2. KARAKTERISTIK AKAD ISTISHNA Karakteristik utama dalam transaksi dengan basis akad istishna adalah barang pesanan harus memenuhi kriteria: Memerlukan proses pembuatan; Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal; dan Diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. 3. RUKUN AKAD ISTISHNA Rukun dalam transaksi dengan menggunakan akad istishna' antara lain : Pelaku Pelaku dalam hal ini maksudnya adalah pihak pemesan (mustashni) dan pihak yang dimintakan kepadanya pengadaaan atau pembuatan barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan shani'. Objek yang diakadkan Objek yang diakadkan atau disebut dengan al-mahal adalah rukun yang kedua dalam akad ini, sehingga yang menjadi objek dari akad ini bukan atas suatu barang, namun akadnya adalah akad yang mewajibkan pihak kedua untuk mengerjakan sesuatu sesuai pesanan. Shighat (ljab qabul) Ijab qabul adalah akadnya itu sendiri. Ijab adalah lafadz dari pihak pemesan yang meminta kepada sescorang untuk membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu. Dan qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu. 4. SYARAT AKAD ISTISHNA Selain dari rukun yang harus terpenuhi, bai' al-istishna' juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Berikut adalah uraian di antara dua rukun terpenting, yaitu modal dan barang. 1. Modal transaksi bai'al istishna : Mashnu' menjelaskan jenis, bentuk, kadar, sifat, kualitas, kuantitas. 2 Tsaman diketahui semua pihak, bisa dibayar saat akad, dicicil atan tangguh. Harga tidak berubah kecuali disepakati. 2. Syarat barang yang dipesan : Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang Harus bisa diidentifikasi secara jelas Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari Boleh menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang Menjelaskan tempat penyerahan Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnyamengikat, tidak boleh dibatalkan schingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalakan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 5. KETENTUAN PEMBAYARAN Ketentuan tentang pembayaran dalam akad istishna' adalah sebagai berikut: Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat, demikian juga degan cara pembayarannya. Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan. Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang. 6. PERBANDINGAN DENGAN AKAD SALAM Subjek Salam Harga Sifat Kontrak Dibayar saat kontrak Mengikat secara kontrak (thabi’i) Istishna Keterangan Boleh saat kontrak, boleh di angsur, boleh klemudian hari Cara penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utama antara salam dan Istishna Mengikat secara ikutan (thaba’i) 3 Salam mengikat semua pihak sejak semula, sedangkan Istishna mengikat berdasarkan pandangan para fuqaha demi kemashlatan, serta tidak bertentangan dengan aturan syariah Kontrak Paralel Salam Paralel Istishna Paralel 7. Baik Salam Paralel maupun Istishna Paralel sah apabila kedua kontrak secara hukum terpisah SKEMA AKAD ISTISHNA Gambar di atas adalah skema akad istishna dimana bank syariah diposisikan sebagai penjual. Dalam hal ini nasabah memesan barang yang sesuai spesifikasi kepada bank. Ketika sepakat, bank memesan barang tersebut kepada produsen pembuat. Sembari barang tersebut dibuat, Nasabah membayar uang kepada bank bisa dengan cara bayar diawal, dicicil ataupun diakhir. Ketika barang tersebut jadi maka barang dikirimkan langsung kepada nasabah pemesan. 8. CONTOH SOAL PT. INTAN PERMAI yang memproduksi jilbab dengan harga jual Rp 6.250. PT. INTAN PERMAI memerlukan modal sebesar Rp 83.750.000 untuk menjalankan produksi sesuai pesanan, apabila harga jual yang disepakati sebesar Rp 6.790. Berapakah keuntungan yang didapatkan? 4 Total Pinjaman Rp 83.750.000 Harga Barang Normal 6.250 Total Barang DihasilkanRp 13.400 Harga Jual Barang 6.790 Total Barang Terjual Rp 90.986.000 Total Keuntungan Rp 7.236.000 Jurnal akuntansi transaksi salam yang harus dibuat oleh pembeli yaitu bank syariah sebagai berikut ini. Tanggal 1/4/21 Keterangan Debit Kas Rp. 90.986.000 Hutang Usaha Dalam Negeri Tanggal 4/4/21 Rp. 90.986.000 Keterangan Debit Piutang Salam 7/4/21 Rp. 83.750.000 Keterangan Debit Persediaan Barang Salam 11/4/21 Kredit Rp. 83.750.000 Piutang Salam Tanggal Kredit Rp. 83.750.000 Kas Tanggal Kredit Rp. 83.750.000 Keterangan Debit Hutang Usaha Dalam Negeri Kredit Rp. 90.986.000 Persediaan Barang Salam Rp. 83.750.000 Margin Salam Rp. 7.236.000 B. ISTISHNA PARALEL 1. DEFINISI ISTISHNA PARALEL Istishna' paralel adalah suatu bentuk akad istishna antara pemesan (pembeli, mustashni') dengan penjual (pembuat, shani'), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni', penjual memerlukan pihak lain sebagai shani. 2. KARAKTERISTIK ISTISHNA PARALEL Ketentuan dalam akad istishna' paralel antara lain : Akad antara entitas (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari akad antara entitas (penjual) dan pembeli akhir; dan 5 Kedua akad tidak saling bergantung (ta'alluq) 3. RUKUN ISTISHNA PARALEL Ketentuan rukun yang terdapat pada akad Istishna berlaku pula pada Istishna Paralel Rukun dalam transaksi dengan menggunakan Istishna Paralel antara lain : Pelaku Pelaku dalam hal ini maksudnya adalah pihak pemesan (mustashni) dan pihak yang dimintakan kepadanya pengadaaan atau pembuatan barang yang dipesan, yang diistilahkan dengan sebutan shani'. Objek yang diakadkan Obyek yang diakadkan atau disebut dengan al-mahal adalah rukun yang kedua dalam akad ini, sehingga yang menjadi objek dari akad ini bukan atas suatu barang, namun akadnya adalah akad yang mewajibkan pihak kedua untuk mengerjakan sesuatu sesuai pesanan. Shighat (ljab qabul) Ijab qabul adalah akadnya itu sendiri. Tjab adalah lafadz dari pihak pemesan yang meminta kepada sescorang untuk membuatkan sesuatu untuknya dengan imbalan tertentu. Dan qabul adalah jawaban dari pihak yang dipesan untuk menyatakan persetujuannya atas kewajiban dan haknya itu. 4. SKEMA ISTISHNA PARALEL Dari skema diatas dapat disimpulkan : Pembeli memesan kepada pihak penjual Penjual membuat pesanan dari pembeli ke pihak produsen Pihak produsen membuatkan pesanan dari penjual 6 Setelah barang selesai dibuat, produsen akan menagih penjual atas barang yang dipesan Setelah barang ditangan penjual, maka penjual akan menagih kepada pembeli Setelah barang ditangan pembeli, maka pembeli akan melakukan pelunasan kepada penjual Setelah penjual mendapat uang pelunasan dari pemberi, penjual akan melakukan pelunasan kepada produsen. 5. CONTOH SOAL Contoh kasus : Akad istishna dan penyelesaiannya terjadi CV SINAR JAYA yang menerima pekerjaan membangun aset senilai Rp 400.000.000 dengan harga pokok produksi sebesar Rp 160.000.000. Persentase penyelesaian ditahun pertama dan kedua adalah 40% dan 60%. Buatlah jurnal akuntansi istishna yang diperlukan! Cara menghitung pendapatan akad istishna metode persentase penyelesaian dilakukan agar entitas memperoleh penghasilan yang dilaporkan tahun berjalan. Adapun contoh perhitungan penghasilan akuntansi istishna yang didapatkan oleh CV SINAR JAYA adalah Tahun Persentase Penghasilan Pertama 40 % Rp.160.000.000 Rp.64.000.000 Rp.96.000.000 Kedua 60 % Rp.240.000.000 Rp.96.000.000 Rp.144.000.000 Rp.600.000.000 Rp.160.000.000 Rp.240.000.000 Jumlah Beban Laba Jurnal akuntansi istishna paralel boleh mengakui pendapatan menggunakan metode kontrak selesai atau metode persentase penyelesaian. Penyebab akad istishna batal adalah keterlambatan penyelesaian pekerjaan atau pembayaran tidak dibayarkan oleh pembeli. Adapun jurnal akad istishna bagi perbankan syariah adalah Tanggal 01/08/21 Keterangan Debit Harga Pokok Istishna Rp.64.000.000 Aset Istishna dalam Penyelesaian Rp.96.000.000 Pendapatan Istishna Kredit Rp.160.000.000 C. PENJURNALAN ISTISHNA DAN PARALEL 1. Biaya Istishna dan Paralel Biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan 7 Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan prakad Jurnal yang dibuat oleh entitas produsen untuk mencatat perolehan istishna adalah sebagai berikut: Tgl Aset istishna dalam penyelesaian biaya Rp xx Kas/rekening supplier/bahan, dsb Rp xx Pada akad istishna paralel, PSAK telah mengaur pengakuan dan pengukuran biaya peroleh istishna paralel sebagai berikut. Biaya istishna paralel terdiri dari: Biaya perolehan barang pesanan sebagai tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya overhead termasuk biaya akad dan prakad Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada. Jurnal yang dibuat oleh entitas syariah adalah: Tgl Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx Rekening kontraktor/kas Rp xx 2. Pendapatan Istishna dan Paralel Pengakuan pendapatan istishna dan istishna paralel diatur dalam PSAK dan penjelasannya seperti berikut: Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode presentase penyelesaian atau metode akad selesai Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pemesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Jika menggunakan metode presentase penyelesaian, maka entitas syariah akan membuat jurnal untuk mengakui pendapatan sebagai berikut: Tgl Harga pokok istishna Rp xx Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx Pendapatan istishna Rp xx Jika menggunakan akad selesai, maka pada saat entitas syariah menerima aset istishna dari kontraktor, maka jurnal yang dibuat adalah: Tgl Aset istishna Rp xx Aset istishna dalam penyelesaian 8 Rp xx 3. Akuntansi untuk Pembeli Bank sebagai pembeli PSAK No. 104 (2007) telah mengatur pengakuan dan pengukurannya sebagai berikut. Pembeli mengakui aktiva istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih pembeli dan sekaligus mengakhiri utang istishna kepada penjual. Dalam hal ini, jurnal yang dibuat bank adalah sebagai berikut: Tgl Aktiva istishna dalam penyelesaian Rp xx Utang istishna Rp xx Aset istishna yang diperoleh melalui transaksi istishna dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna tangguhan. Untuk itu pembeli akan mengakui dengan jurnal sebagai berikut: Tgl Aktiva istishna Rp xx Beban istishna tangguhan Rp xx Utang istishna Rp xx Beban istishna tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna. Jurnal yang akan dibuat oleh pembeli untuk mengamortisasi beban istishna tangguhan adalah: Tgl Beban istishna Rp xx Beban istishna tangguhan Rp xx Apabila barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian ini dikurangkan dari garansi penelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. Untuk masalah ini entitas syariah akan mencatat dengan jurnal sebagai berikut: Apabila kerugian lebih kecil dari garansi penyelesaian proyek Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank): 9 Tgl Kas Rp xx Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank): Tgl Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx Rekening lain-lain Rp xx Apabila kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian proyek Pada saat penjual menyerahkan uang garansi kepada pembeli (bank): Tgl Kas Rp xx Uang garansi penyelesaian proyek Rp xx Pada saat pembebanan kerugian pembeli (bank): Tgl Uang garansi penyelesaian proyek Piutang jatuh tempo Rp xx Rp xx Rekening lain-lain Rp xx Jika pembeli menolak menerima arang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak dapat memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepad apenjual, maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kapada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang. Dalam hal ini, pembeli (bank) akan mencatat sebagai berikut: Pembeli ditagih oleh penjual: Tgl Aktiva istishna Rp xx Beban istishna tangguhan Rp xx Utang istishna Rp xx Pada saat membayar kepada penjual: Tgl Utang istishna Rp xx Kas Rp xx 10 Pada saat mengakui penarikan kembali atas pembayaran kepada penjual: Tgl Kas Rp xx Piutang jatuh tempo Rp xx Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx Jika pembeli (bank) menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut: Tgl Aset istishna Rp xx Kerugian penurunan nilai aktiva istishna Rp xx Aset istishna dalam penyelesaian Rp xx Kerugian penurunan nilai aktiva istishna dilaporkan laba rugi sebagai beban lain-lain. Dalam istishna paralel, jika pembeli akhir menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. Dalam hal ini, bank akan mencatat sebagai berikut: Tgl Aset istishna Rp xx Kerugian penurunan aktiva istishna Aset istishna dalam penyelesaian 11 Rp xx Rp xx BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesan dan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dengan persyaratan tertentu yang di sepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) (fatwa DSN MUI) shani akan menyiapkan barang yang di pesan dengan spesifikasi yang telah di sepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Istishna paralel adalah suatu bentuk akad istishna dimana penjual dan pemesan untuk memenuhi kewajibanya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna dengan pihan lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi asset yang di pesan pemesan, syarat akad istishna pertama antara penjual dan pemesan tidak bergantung pada istishna, kedua antara penjual dan pemasok, selain itu akad antara pemesan dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi. Istishna hukumnya boleh karena hal itu telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada ulama yang mengingkarinya. Ketentuan syar’i transaksi istishna diatur dalam Fatwa DSN Nomor 06/DSN/MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna. Fatwa tersebut mengatur ketentuan pembayaran dan ketentuan barang. Karena istishna mirip dengan transaksi salam, beberapa ketentuan salam juga berlaku pada transaksi istishna. Dengan adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati-hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna ddan istishna paralel dengan para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan. 12 DAFTAR PUSTAKA Nurhayati, Sri. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: salemba empatjakarta. Yaya, Riyal, dkk. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat. Wiyono, Slamet dan Taufan Maulamin. 2012. Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: salemba empatjakarta), 2008, h.216 Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat), 2012, h. 254-256 Drs. Slamet Wiyono, Ak, MBA, SAS dan Taufan Maulamin, SE, Ak, MM, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Mitra Wacana Media), 2012, h. 162-178 Rizal Yaya, dkk, Op. Cit., h. 256-258 13