Uploaded by Nico Andreas

Kelompok 2 Soal Tugas Kelompok

advertisement
Tugas Pertemuan 10
Mata kuliah
: Kimia Analisis Industri
Dosen pengampu
: 1) Drs. Tritiyatma Hadinugrahaningsih, M.Si
2) Yussi Pratiwi, M.Sc
Prodi
: Kimia 2019
Kelompok 2
1)
2)
3)
4)
5)
Aisyah Kistanti
Nico Andreas
Novita Cahyani Fitri
Tiara Fahriza
Alifah Syahirah
1307619002
1307619007
1307619015
1307619016
1307619017
1. Sebutkan senyawa apa saja yang terdapat dalam limbah industri sabun dan bagaimana cara
menganalisisnya.
Jawab :
1) Limbah industri sabun padat
Limbah dari industri sabun padat terdiri atas minyak lemak, soap gliserin, NaCl, dan
H2O. Dalam mengurangi pencemaran lingkungan, dilakukan pemisahan soap gliserin dari
campuran limbah tersebut. Soap gliserin kemudian akan dibuat menjadi triasetin
menggunakan proses asetilasi.
Cara mengolah dan menganalisis limbah tersebut adalah:
•
Proses penjernihan limbah
Limbah dari pabrik sabun padat dimasukkan kedalam labu pemisah sehingga muncul
dua lapisan lalu lapisan bawah diambil sebanyak 4 liter. Kemudian lapisan bawah
dimasukkan ke beaker glass dan dicampurkan dengan larutan tawas sebanyak 50
mL, didiamkan hingga larutan menjadi jernih dan dipanaskan dalam suhu 100°C.
Selanjutnya dibiarkan air menguap hingga diperoleh gliserin dan didinginkan.
•
Proses asetilasi
100 mL gliserin dimasukkan ke labu asetilasi (labu leher tiga), kemudian diambil
CH3COOH glacial sebanyak 200 mL dan katalis H2SO4 pekat 6 mL, lalu
dicampurkan kedalam labu asetilasi. Selanjutnya dipanaskan hingga diperoleh
triasetin lalu didinginkan.
•
Penetapan kadar triasetin
Hasil asetilasi diambil sebanyak 10 mL dan dinetralkan dengan larutan NaOH 1,0 N
dan indikator pp. Lalu ditambahkan 100 mL NaOH 1,0 N dan didinginkan selama
15 menit, dan selanjutnya ditambahkan indikator pp dan dititrasi dengan larutan HCl
1,0 N.
2) Limbah industri sabun cair
Dalam industri sabun menghasilkan limbah berupa soap gliserin, minyak lemak,
NaC1, H2O; sama hal nya dengan industri sabun padat. Soap gliserin ini hendaknya
dipisahkan dari campuran limbah tersebut dan diproses lebih lanjut. Tidak setiap pabrik
sabun mengolah limbah tersebut. Hal ini disebabkan karena proses pengolahan dan
peralatan yang digunakan untuk memurnikan cukup kompleks. Untuk masa sekarang soap
gliserin masih diperlukan untuk diekspor.
Gliserin merupakan limbah pabrik sabun yang relatif berharga, limbah ini dapat
diproses lebih lanjut dan banyak digunakan pada industri-industri kimia. Gliserin jarang
ditemukan dalam bentuklemak bebas, tetapi biasanya terdapat sebagai trigliserida yang
tercampur dengan bermacam-macam asam lemak.
Limbah cair adalah bahan sisa dari kegiatan perumahan maupun industri yang memakai
bahan baku air dan mempunyai suatu karakteristik yang ditentukan oleh sifat fisik, kimia
dan biologi limbah. Berikut ini adalah tabel batasan limbah cair
Pengolahan limbah cair dibagi menjadi 3 cara yaitu secara fisika, kimia, dan biologi.
a. Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan
agar bahan bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan
yang terapung disisihkan terlebih dahulu.
Beberapa tahapan pengolahannya meliputi :
⎯ Penyaringan (Screening) :
merupakan cara yang efisien dan murah untuk
menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang
mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
⎯ Flotasi : dilakukan untuk menyisihkan bahan yang mengapung seperti minyak dan
lemak serta bahan tersuspensi atau pemekatan lumpur endapan dengan
memberikan aliran udara ke atas.
⎯ Filtrasi : Dilakukan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi
dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorpsi atau menyumbat membran
yang dipergunakan dalam proses osmosis.
⎯ Absropsi : Biasanya dengan karbon aktif, untuk menyisihkan senyawa aromatik
dan senyawa organik terlarut lainnya terutama jika diinginkan untuk menggunakan
kembali air buangan tersebut.
⎯ Teknologi Membran : Biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil
terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah,
namun metode ini sangat mahal.
b. Secara Kimia
Biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam berat, dan zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu.
⎯ Netrilisasi : Reaksi antara asam dan basa yang menghasilkan air dan garam.
Netralisasi bertujuan untuk menjaga pH 6,0-9,0 (diluar tersebut bersifat racun bagi
kehidupan air maupun bakteri).
⎯ Prespitasi : Pengurangan bahan-bahan terlarut dengan penambahan bahan kimia
terlarut sehingga terbentuk padatan. Tujuannya adalah menghilangkan logam berat,
sulfat, dan fosfat. Zat kimia yang digunakan adalah CaCO3 yang dikombinasikan
dengan CaCl, MgCl, dan AlCl.
⎯ Penambahan Elektrolit : Pengendapan bahan tersuspensi yang tidak mudah larut
dilakukan dengan menambahkan elektrolit yang memiliki muatan berlawanan
dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid sehingga dapat
diiendapkan.
⎯ Penambahan Larutan Alkali : Penyisihan logam berat dan fosfor dilakukan
dengan menambahkan larutan alkali (misalnya air kapur) sehingga terbentuk
endapan hidroksida logam tersebut. Endapan logam akan lebih stabil jika pH air >
9,5.
⎯ Koagulasi dan Flokulasi : Konversi polutan (koloid tersuspensi)menjadi
gumpalan-gumpalan yang dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan. Proses ini
dilakukan dengan destabilisasi sistem koloid (pengurangan daya tolak/netral
elektrostatik) lalu terbentuk microfloc dan macrofloc yang dapat diendapkan,
disaring, dan diapungkan.
c. Secara Biologi
⎯ Limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan industri ditampung dalam
kolam equalizer anaerob.
⎯ Limbah cair diteruskan ke kolam konvensional, disini terjadi proses anaerob dan aerob
⎯ Dilanjutkan dengan proses aerasi yaitu penambahan oksigen, disini akan terjadi
pemisahan limbah dari partikel koloidal, padatan terlarut dan padatan tersuspensi.
⎯ Suhu akan naik terus sehingga strain mikroba yang termofil mengambil alih
mikrofloranya dan pH menjadi naik akibat pembebasan ammonia hasil degradasi
protein.
2. Sebutkan senyawa apa saja yang terdapat dalam limbah industri deterjen, dan bagaimana
cara menganalisisnya
Jawab :
1. Limbah Surfaktan
Contoh jenis surfaktan dalam detergen yaitu Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) dan
Linear Alkyl Sulfonate (LAS). Senyawa LAS juga dapat menghambat pertumbuhan alga
laut. Selain itu, residu LAS ditemukan pada limbah lumpur yang digunakan untuk lahan
pertanian sehingga dapat mengganggu lahan pertanian. Lambatnya proses degradasi
mengakibatkan timbulnya busa diatas permukaan air dalam jumlah yang makin lama makin
banyak. Jika struktur kimia berupa rantai lurus maka gugus surfaktan mudah diuraikan,
sedangkan jika berupa rantai bercabang maka surfaktan sulit dipecahkan.
Cara menganalisis surfaktan pada limbah :
Sampel sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan.
Sampel ditetesi dengan larutan NaOH 1 N agar sampel berada dalam suasana basa yang
diuji dengan indikator fenolftalein. Warna merah muda yang terbentuk dihilangkan dengan
diteteskan larutan H2SO4 1 N secara hati-hati hingga warna merah muda tepat hilang.
Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCl3 dan 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan ke
dalam corong pisah kemudian campuran dikocok selama 30 detik. Ditambahkan beberapa
mL (<10 mL) isopropil alkohol untuk mengurangi terjadinya emulsi. Campuran didiamkan
sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong
pisah lainnya. Ekstraksi CHCl3 diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL
CHCl3 pada tiap ekstraksi. Ektrak CHCl3 yang terkumpul pada corong pisah kedua
kemudian ditambahkan dengan 50 mL larutan isopropil alkohol dan dikocok selama 30
detik. Proses ekstraksi dilakukan pengulangan sebanyak dua kali dengan masing-masing
ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur
50 mL, kemudian dilakukan pengenceran hingga tanda batas. Selanjutnya dilakukan
pembacaan serapan dari lapisan CHCl3 yang telah diencerkan dengan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 652 nm dan hal yang sama juga dilakukan pada blanko.
2. Limbah Fosfat
Komponen penting kedua penyusun deterjen adalah builder. Fungsi builder dalam
deterjen adalah melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral terlarut agar surfaktan
dapat berfungsi dengan baik. Senyawa kompleks yang umum digunakan dalam builder
adalah natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat, flourescent dan fosfat. Jenis builder
yang sering digunakan dalam deterjen adalah Sodium Tripolifosfat (STPP). Berlebihnya
kandungan fosfat dalam badan air dapat mengakibatkan terjadinya algae blooming atau
eutrofikasi.
Cara menganalisis Fosfat pada limbah detergen :
Sampel air limbah deterjen diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan dengan reagen molybdat-vanadat sebanyak 1 mL serta
ditambahkan dengan sedikit asam askorbat lalu diaduk hingga homogen dan dipanaskan
kira-kira selama 15 menit. Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam kuvet
sebanyak ¾ bagian dari volume kuvet dan diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 650 nm.
3. Limbah asam dari reactor
Limbah asam dari reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk
kalsium sulfat yang tidak larut. Gas sulfonate yang dihasilkan dialirkan kedalam siklon
untuk memisahkan kabut asam dari gas. Kemudian gas cerobong yang mengandung SO2
dan SO3 akan dilewatkan kedalam pengendap elektrostatik untuk mengilangkan asam sulfat
dan asam sulfit yang mungkin terbentuk. Kemudian gas dari pengendapan dimasukkan ke
penggosok arus yang akan bercampur dengan soda kaustik dalam air sehingga dihasilkan
udara bersih.
4. Limbah Kalsium Karbonat
Surfaktan beracun dari pestisida yang telah mencemari sumber air alami telah menjadi
masalah serius dalam beberapa dekade terakhir (Lechuga et al. 2016; Thomas et al. 2009).
Diketahui bahwa keberadaan surfaktan dalam air juga dapat menyebabkan pelarutan
polutan larut minyak lainnya seperti DDT dan triklorobenzena (Scott dan Jones 2000).
Toksisitas surfaktan yang dilaporkan sangat bervariasi pada beberapa urutan besarnya.
Akibatnya, generalisasi dan ekstrapolasi jenis data tersebut adalah Kehadiran partikel padat
tersuspensi dan zat terlarut alami menurunkan bioavailabilitas surfaktan kationik tetapi
tidak untuk surfaktan anionik dan nonionik (Lechuga et al. 2016; Thomas et al. 2009).
Dengan adanya partikel tersuspensi karbonat dan silikat, larutan SAS menunjukkan
perilaku tertentu (Cui et al. 2010; Cui et al. 2012; Rosen dan Kunjappu 2012; Spataru et al.
2015).
Cara menganalisis kalsium karbonat pada limbah :
Sampel air diambil dari Sungai yang tercemar limbah detergen. Pengujian air alami
dilakukan menurut metode ISO yang diterbitkan dalam literatur khusus (ISO 7150–1 2001;
ISO 8466–1 1990; SR ISO 7890–3 2000; SM SR EN 26777 2006; Coquery dkk. 2005).
Percobaan laboratorium dimulai dalam bejana kaca dan mengikuti volume model sampel
air minimum yang direkomendasikan (3 L). Volume dan kondisi diperlakukan sama untuk
seluruh rangkaian sampel dari simulasi laboratorium. Larutan (NH4)2SO4 atau NH4Cl
ditambahkan ke setiap sampel untuk mendapatkan konsentrasi ion amonium antara 1,7 dan
2,5 mg/L. Dalam sampel, ditambahkan 2 g bubuk halus CaCO3 murni. Zat aktif permukaan
(lauryl sulfate (LS), cetyltrimethylammonium (CTMA), tetrabutylammonium (TBA))
dengan setidaknya kemurnian 98,5% digunakan. Sampel air dari model disimpan dalam
pencahayaan alami dan jauh dari sinar matahari langsung. Simulasi laboratorium dilakukan
dalam kondisi statis. Pengadukan dilakukan setelah setiap rangkaian pengujian. Pengujian
sampel dilakukan dengan spektroskopi UV menggunakan Perkin Elmer Lambda 25 dan
LOMO SFD-46
5. Limbah senyawa organic
Produk rumah tangga merupakan sumber utama polutan organik berbahaya . Melalui
pembuangan limbah dan limbah rumah tangga, produk rumah tangga seperti deterjen dan
produk pembersih lainnya tersebar ke seluruh lingkungan, yang merupakan ancaman bagi
ekosistem . Polutan organik yang persisten menimbulkan risiko terbesar bagi tanah, di
mana polutan membentuk ikatan yang stabil dengan bahan organik, yang memungkinkan
mereka membahayakan tanaman, kualitas air, dan kesehatan manusia. Pencemaran tanah
telah digambarkan sebagai "bahaya tersembunyi" karena seringkali tidak dapat dinilai
secara langsung atau dirasakan secara visual, menyebabkan kekhawatiran yang
berkembang di seluruh dunia. Memahami polutan, dan sumbernya, penting untuk
pencegahan polusi, yang sangat mengurangi biaya finansial dan ekonomi
Cara menganalisis senyawa organik pada limbah:
Sampel tanah dikumpulkan dan dibagi menjadi tiga wadah sebagai kelompok
eksperimen terpisah; satu tetap tidak terkontaminasi, satu terkontaminasi dengan deterjen
berlabel sebagai deterjen "hijau", dan satu terkontaminasi dengan deterjen "biasa" untuk
mensimulasikan lokasi polusi. Uji hara tanah digunakan untuk mengukur kadar pH, fosfor,
nitrogen, dan kalium di setiap kelompok selama periode penelitian. pH masing-masing
kelompok yang terkontaminasi berfluktuasi dalam 60 jam pertama sebelum kembali ke
tingkat semula, sedangkan pH kelompok kontrol tetap konstan pada pH 7,5 untuk seluruh
periode penelitian (Gambar 1). PH tanah awal adalah 7,5 untuk semua kelompok. PH tanah
yang tercemar deterjen hijau meningkat menjadi 7,75 dan menurun menjadi 7,25 pada hari
pertama, kemudian kembali ke pH semula setelah 168 jam. PH tanah yang tercemar dengan
deterjen biasa menurun serendah 7, meningkat hingga 8, kemudian kembali ke pH semula
7,5 setelah 168 jam.
6. Chemical Oxygen Demand
Air limbah dari kegiatan laundry memiliki dampak yang merugikan bagi lingkungan
dan kesehatan manusia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Esmiralda et al. menunjukkan
bahwa konsentrasi tinggi surfaktan dan Chemical Oxygen Demand (COD) air limbah
laundry menurunkan LC50, yang berarti bahwa air limbah semakin beracun, sehingga
meningkatkan risiko lingkungan dan biota dari pencemaran air limbah. Bahan deterjen
laundry yang paling aktif adalah surfaktan . Kandungan fosfat dalam air limbah laundry
menyebabkan eutrofikasi di badan air. Kohler menemukan bahwa kandungan fosfor dalam
natrium tripolifosfat air limbah laundry menyebabkan peningkatan pertumbuhan eceng
gondok, alga dan cyanobacteria. Oleh karena itu, mengurangi kandungan oksigen di dalam
air, mempercepat proses eutrofikasi. Penggunaan langsung air limbah laundry atau air
eutrofik dapat meningkatkan risiko kesehatan manusia, yaitu mereka menggunakan air
limbah untuk menyirami kebun sayur secara langsung. Risiko tersebut disebabkan oleh
racun yang dihasilkan oleh cyanobacteria yang tumbuh di dalam air
Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan Vertikal menggunakan tiga drum besi
200 liter dengan tinggi 0,88m dan diameter 0,57m. Batuan vulkanik Kintamani tersusun
dari bawah ke atas dalam tiga lapisan. Lapisan disusun dari bawah ke atas dengan tinggi
masing-masing 15 cm2, 20 cm2 dan 25 cm2. Ukuran batuan berkisar 10-15 cm2, 3-5 cm2,
6-10 cm2 dari lapisan bawah sampai atas. Pipa PVC berdiameter 0,5 cm diimplementasikan
sebagai saluran air limbah dengan sistem debit 240 ml/menit. Drum pertama dan ketiga
ditanami tanaman cattail (Thypa sp.) dan Canna sp. di gendang kedua. Setiap drum terdapat
3 tanaman, dengan jarak antar tanaman 25 cm, dan jarak antara tanaman dengan tepi drum
19 cm. Semua drum diisi dengan air limbah laundry, yang kedalaman air dari permukaan
tanaman adalah 10cm. Perlakuan dilakukan selama 6 minggu. Sampel air limbah yang telah
diolah dikumpulkan setiap minggu dan dianalisis Total Dissolved Solid (TDS), Total
Suspended Solid (TSS), pH, Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD), dan Total Phosphate, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
3. Apakah terdapat perbedaan jenis senyawa yang terdapat pada limbah industri sabun cair
dan sabun padat, serta antara detergen cair dan deterjen padat?
Jawab :
Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa pada indsutri sabun cair dengan sabun
padat. Limbah dari industri sabun cair dan padat menghasilkan limbah yang sama yaitu
minyak lemak, soap gliserin, NaCl, dan H2O. Perbedaan yang terdapat dalam sabun cair
dan padat selain bentuk fisiknya ialah jenis dan rasio komposisinya, Bahan utama sabun
yang digunakan dalam industri sabun adalah sama yaitu asam lemak, alkali (NaOH atau
KOH) air, zat aditif dan gliserin. Berbagai macam jenis sabun (padat/cair) yang dihasilkan
berdasarkan perbedaan komposisi sabun tersebut dimana sabun cair menggunakan
minyak dan alkali KOH dengan yang berbentuk cairan kental pada suhu kamar, sabun
lunak menggunakan minyak yang tak jenuh dan alkali KOH yang dapat larut dalam air,
sedangkan sabun keras (padat) menggunakan lemak netral dari minyak yang telah keras
dan alkali NaOH yang menghasilkan produk sukar larut dalam air.
Sama seperti indsutri sabun cair dan padat, tidak terdapat perbedaan jenis senyawa
pada indsutri deterjen cair dengan deterjen padat. Limbah dari industri deterjen cair dan
padat menghasilkan limbah yang sama yaitu limbah surfaktan, fosfat, asam, kalsium
karbonat, senyawa organic dan chemical oxygen demand. Perbedaan yang terdapat dalam
sabun cair dan padat selain bentuk fisiknya juga berdasarkan jenis dan rasio komposisinya,
Detergen cair terdiri dari komponen berupa alcohol ethoxylates yang mampu
membasmi noda minyak sehingga detergen cair cocok untuk membersihkan noda jenis ini.
Detergen cair dirasa lebih ramah lingkungan karena tersedia dalam kemasan botol besar
yang dapat diisi ulang sehingga akan mengurangi limbah plastik apabila tidak membeli
detergen cair dalam kemasan sachet. Detergen cair, lebih mudah bercampur dengan air
dalam berbagai tingkatan suhu. Akan tetapi, salah satu yang menjadi kekurangan dari
detergen cair adalah detergen cair akan lebih mudah hilang kekuatannya ketika bercampur
dengan air. Selain itu, detergen cair terbilang kurang untuk membersihkan noda-noda luar
ruangan seperti lumpur dan tanah.
Sementara, pada deterjen padat jenis surfaktan yang terkandung dalam detergen
bubuk termasuk ke dalam jenis surfaktan yang setingkat dengan alkylbenzene
sulfonate. Surfaktan jenis ini mampu membersihkan jenis-jenis noda yang tergolong berat
dan sukar dihilangkan seperti lumpur, tanah dan bekas rerumputan. Dari segi ketahanan,
detergen bubuk lebih stabil di dalam air sehingga kekuatan untuk membersihkannya tinggi
dan bertahan lama. Detergen bubuk juga lebih awet digunakan ketimbang detergen cair,
Dari segi harga, detergen bubuk memiliki harga yang lebih ekonomis. Detergen bubuk
juga dapat menjadi ramah lingkungan apabila tidak membeli banyak detergen bubuk dalam
kemasan sachet dan memilih untuk membeli detergen bubuk dengan kemasan yang besar.
Kelemahan detergen bubuk adalah penggunaannya yang kurang praktis, bubuk-bubuk dari
detergen dapat tercecer ke area sekitar tempat mencuci dan karena detergen bubuk yang
tidak larut dapat menyumbat drainase dan saluran air. Sementara detergen cair, tutup botol
pada kemasan detergen cair yang biasa digunakan sebagai wadah untuk menuang detergen
cair jarang yang memiliki pengukuran jelas seberapa banyak detergen cair harus dituang.
Hal ini menyebabkan borosnya penggunaan detergen cair dan meningkatnya limbah sabun
rumah tangga.
Download